UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2023 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang a. bahwa dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dibangun aparatur sipil ncgara yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelcnggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa dalam rangka mempercepat pelaksanaan transformasi aparatur sipil negara untuk mcwujudkan aparatur sipil negara dengan hasil kerja tinggi dan perilaku yang berorientasi pelayanan, akuntabel, kompetcn, harmonis, loyal, adaptif, dan kolaboratif, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara;
bahwa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ten tang Aparatur Sipil Negara sudah tidak sesuai dengan perkembangan penyelenggaraan fungsi aparatur sipil negara dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara;
Mengingat Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.
Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan diberikan penghasilan berdasarkan peraturan perundang undangan.
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan dan/atau menduduki jabatan pemerintahan.
PRESIDEN REPUBUK INDONESIA - 3 - Manajemen ASN adalah serangkaian proses pengelolaan ASN untuk mewujudkan ASN yang profesional dengan hasil kerja tinggi dan perilaku sesuai nilai dasar ASN, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Digitalisasi Manajemen ASN adalah proses Manajemen ASN dengan memanfaatkan teknologi digital yang terintegrasi secara sistem dan data untuk memudahkan penyelenggaraan dan pelayanan Manajemen ASN. Jabatan Manajerial adalah sekelompok jabatan yang memiliki fungsi memimpin unit organisasi dan memiliki pegawai yang berkedudukan langsung di bawahnya untuk mencapai tujuan organisasi. Jabatan Nonmanajerial adalah sekelompok jabatan yang mengutamakan kompetensi yang bersifat teknis sesuai bidangnya dan tidak memiliki tanggung jawab langsung dalam mengelola dan mengawasi kinerja pegawa1. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan Manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Instansi Pemerintah adalah instansi pusat dan instansi daerah. Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerin tah nonkemen terian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provms1 dan perangkat daerah kabupaten/kota. Sistem Merit adalah penyelenggaraan sistem Manajemen ASN sesuai dengan prinsip meritokrasi. BAB II ASAS, NILAI DASAR, SERTA KODE ETIK DAN KODE PERILAKU Bagian Kesatu Asas
Pasal 2
Penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen ASN berdasarkan pada asas:
kepastian hukum;
prof esionali tas; C. proporsionalitas;
keterpaduan;
pendelegasian;
netralitas;
akuntabilitas;
efektivitas dan efisiensi; I. keterbukaan; J. nondiskriminatif;
persatuan dan kesatuan;
keadilan dan kesetaraan; dan
kesejahteraan. Bagian Kedua Nilai Dasar
Pasal 3
Pegawai ASN memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintahan yang sah.
Pegawai ASN mengimplementasikan nilai dasar ASN yang terdiri atas:
berorientasi pelayanan;
akuntabel;
kompeten;
harmonis;
loyal;
adaptif; dan
kolaboratif.
(2) Bagian Ketiga Kode Etik dan Kode Perilaku
Pasal 4
Kode etik dan kode perilaku bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan ASN serta kepentingan bangsa dan negara. Nilai dasar ASN dijabarkan dalam kode etik dan kode perilaku ASN sebagai berikut:
berorientasi pelayanan, yaitu komitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat, meliputi:
memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;
ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan; dan
melakukan perbaikan tiada henti;
akuntabel, yaitu bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan, meliputi:
melaksanakan tugas dengan JUJur, bertanggung jawab, cermat, disiplin, dan berintegritas tinggi;
menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien; dan
tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan;
kompeten, yaitu terus belajar dan mengembangkan kapabilitas, meliputi:
meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah;
membantu orang lain belajar; dan
melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik;
harmonis, yaitu saling peduli dan menghargai perbedaan, meliputi:
menghargai setiap orang tanpa membedakan latar belakang;
suka menolong; dan
membangun lingkungan kerja yang kondusif;
loyal, yaitu berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, meliputi:
memegang teguh ideologi Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintahan yang sah;
menjaga nama baik ASN, instansi, dan negara; dan
menjaga rahasia jabatan dan negara;
adaptif, yaitu terus berinovasi dan antusias dalam menggerakkan serta menghadapi perubahan, meliputi:
cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan;
terus berinovasi dan mengembangkan kreativitas; dan
bertindak proaktif;
kolaboratif, yaitu membangun kerja sama yang sinergis, meliputi:
memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi;
terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambah; dan
menggerakkan pemanfaatan berbagai sumber daya untuk tujuan bersama.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kode etik dan kode perilaku ASN diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB III JENIS DAN KEDUDUKAN Bagian Kesatu Jenis
Pasal 5
Pegawai ASN terdiri atas:
PNS; dan
PPPK.
Pasal 6
Ketentuan mengenai ruang lingkup tugas/jabatan dan mekanisme bekerja PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
Pegawai ASN memiliki nomor induk pegawai.
Ketentuan lebih lanjut mengenai nomor pegawai diatur dalam Peraturan Pemerintah. induk Bagian Kedua Kedudukan Pasa18 Pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur negara.
Pasal 9
Pegawai ASN melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan Instansi Pemerintah.
Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.
BAB IV
FUNGSI, TUGAS, DAN PERAN Bagian Kesatu Fungsi
Pasal 10
Pegawai ASN berfungsi sebagai:
pelaksana kebijakan publik;
pelayan publik; dan
perekat dan pemersatu bangsa. Bagian Kedua Tugas
Pasal 11
Pegawai ASN bertugas:
melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagian Ketiga
Peran
Pasal 12
Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. BABV JABATAN ASN Bagian Kesatu Umum Pasal 13 Jabatan ASN terdiri atas:
Jabatan Manajerial; dan
Jabatan Nonmanajerial. Bagian Kedua Jabatan Manajerial
Pasal 14
Jabatan Manajerial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a terdiri atas:
jabatan pimpinan tinggi utama;
jabatan pimpinan tinggi madya;
jabatan pimpinan tinggi pratama;
jabatan administrator; dan
jabatan pengawas.
Pasal 15
Jabatan pimpinan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, huruf b, dan huruf c merupakan Jabatan Manajerial tingkat tinggi yang bertanggung jawab dan berperan dalam mengelola, memotivasi, dan mendukung pengembangan Pegawai ASN, mendayagunakan sumber daya serta mengambil keputusan menurut tingkatan jabatannya, untuk mencapai tujuan organisasi.
Jabatan administrator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d merupakan Jabatan Manajerial tingkat menengah yang bertanggung jawab dan berperan dalam mengelola, memotivasi, dan mendukung pengembangan Pegawai ASN, memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan strategi pencapaian tujuan organisasi serta pelayanan publik dan administrasi.
Jabatan pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e merupakan Jabatan Manajerial tingkat dasar yang bertanggung jawab dan berperan dalam mengelola, memotivasi, dan mendukung pengembangan Pegawai ASN, memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan strategi pencapaian tujuan organisasi serta pelayanan publik dan administrasi.
Pasal 16
Setiap Jabatan Manajerial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 memiliki kompetensi dan persyaratan jabatan.
Pasal 17
Ketentuan lebih lanjut mengenai Jabatan Manajerial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Jabatan Nonmanajerial
Pasal 18
Jabatan Nonmanajerial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b terdiri atas:
jabatan fungsional; dan
jabatan pelaksana.
Jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bertanggung jawab memberikan pelayanan dan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan keahlian dan/atau keterampilan tertentu.
Jabatan pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bertanggung jawab memberikan pelayanan dan melaksanakan pekerjaan yang bersifat rutin dan sederhana.
Setiap Jabatan Nonmanajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kompetensi dan persyaratan jabatan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Jabatan Nonmanajerial diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
Jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN.
Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari:
prajurit Tentara Nasional Indonesia; dan
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(4) (1) (2) (1) (2) Pengisian jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan pada Instansi Pusat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang mengenai Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan tata cara pengisian jabatan ASN tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
Pegawai ASN dapat menduduki jabatan di lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengisian jabatan di lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerin tah. BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Hak
Pasal 21
Pegawai ASN berhak memperoleh penghargaan dan pengakuan berupa materiel dan/atau nonmateriel. Komponen penghargaan dan pengakuan Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
penghasilan;
penghargaan yang bersifat motivasi;
tunjangan dan fasilitas;
jaminan sosial;
lingkungan kerja;
pengem bangan diri; dan
bantuan hukum.
Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat berupa:
gaji; atau
upah.
Penghargaan yang bersifat motivasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat berupa:
finansial; dan / a tau b. nonfinansial.
Tunjangan dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat berupa:
tunjangan dan fasilitas jabatan; dan / a tau b. tunjangan dan fasilitas individu.
Jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d terdiri atas:
jaminan kesehatan;
jaminan kecelakaan kerja;
jaminan kematian;
jaminan pensiun; dan
j aminan hari tua.
Lingkungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dapat berupa:
fisik; dan/atau
nonfisik.
Pengembangan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f dapat berupa:
pengembangan talenta dan karier; dan / a tau b. pengembangan kompetensi.
Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g dapat berupa:
litigasi; dan / a tau b. nonlitigasi.
Presiden dapat melakukan penyesuaian komponen penghargaan dan pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara.
Pasal 22
Jaminan pensiun dan jaminan hari tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (6) huruf d dan huruf e dibayarkan setelah Pegawai ASN berhenti bekerja.
Jaminan pensiun dan jaminan hari tua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebagai perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua, sebagai hak, dan sebagai penghargaan atas pengabdian.
Jaminan pensiun dan jaminan hari tua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup jaminan pensiun dan jaminan hari tua yang diberikan dalam program jaminan sosial sesuai dengan sistem jaminan sosial nasional dan badan penyelenggara jaminan sosial.
Sumber pembiayaan jaminan pensiun dan jaminan hari tua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari pemerintah selaku pemberi kerja dan iuran Pegawai ASN yang bersangkutan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jaminan pensiun dan jaminan hari tua untuk Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
Ketentuan mengenai jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (6) diatur dalam Peraturan Pemerintah dengan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sistem jaminan sosial nasional. Bagian Kedua Kewajiban
Pasal 24
Pegawai ASN wajib:
setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerin tahan yang sah;
menaati ketentuan peraturan perundang undangan;
melaksanakan nilai dasar ASN dan kode etik dan kode perilaku ASN;
menjaga netralitas; dan
bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Pegawai ASN yang tidak menaati kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pelanggaran disiplin dan dijatuhi hukuman disiplin.
Instansi Pemerintah wajib melaksanakan penegakan disiplin terhadap Pegawai ASN serta melaksanakan berbagai upaya peningkatan disiplin Pegawai ASN.
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 24 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VII
KELEMBAGAAN
Pasal 26
Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan Manajemen ASN.
Untuk menyelenggarakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada kementerian dan/ a tau lembaga yang melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan di bidang:
perumusan dan penetapan kebijakan strategis, serta koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan Manajemen ASN;
(4) (5) (1) (2) b. perumusan dan penetapan kebijakan teknis dan pembinaan, penyelenggaraan, dan pengendalian atas pelaksanaan kebijakan teknis pengembangan kapasitas dan pembelajaran ASN;
perumusan dan penetapan kebijakan teknis, pembinaan, penyelenggaraan pelayanan, dan pengendalian atas pelaksanaan kebijakan teknis Manajemen ASN; dan
pengawasan penerapan Sistem Merit. Kementerian yang melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan di bidang perumusan dan penetapan kebijakan strategis, serta koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan Manajemen ASN mengoordinasikan rencana kerja lembaga yang berkaitan dengan penyelenggaraan Manajemen ASN serta sinkronisasi dan pengendalian terhadap pelaksanaan tu gas dan fungsi se bagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf Penetapan kebijakan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dapat ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan Menteri. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB VIII
MANAJEMEN ASN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 27
Manajemen ASN meliputi manaJemen PNS dan manajemen PPPK. Manajemen ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan berdasarkan Sistem Merit. ,, - 16
Pasal 28
Penerapan Manajemen ASN yang bekerja di Instansi Pemerintah disesuaikan dengan karakteristik kelembagaan masing-masing.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Manajemen ASN diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang Berwenang Paragraf 1 Pejabat Pembina Kepegawaian
Pasal 29
Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan dalam pembinaan Pegawai ASN dapat mendelegasikan kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat selain pejabat pimpinan tinggi utama, selain pejabat pimpinan tinggi madya, dan selain pejabat fungsional tertinggi kepada:
menteri di kementerian;
pimpinan lembaga di lembaga pemerintah nonkemen terian;
pimpinan sekretariat di lembaga negara dan lembaga nonstruktural;
gubernur di provinsi; dan
bupati/walikota di kabupaten/kota.
Pejabat Pembina Kepegawaian wajib melaksanakan Sistem Merit dalam pelaksanaan kewenangannya. Paragraf 2 Pejabat yang Berwenang
Pasal 30
Presiden dapat mendelegasikan kewenangan pembinaan Manajemen ASN kepada Pejabat yang Berwenang di kementerian, sekretaris jenderal/ sekretariat lembaga negara, sekretariat lembaga nonstruktural, sekretaris daerah provms1 dan kabupaten/kota.
Pejabat yang Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam menjalankan fungsi Manajemen ASN di Instansi Pemerintah berdasarkan Sistem Merit dan berkonsultasi dengan Pejabat Pembina Kepegawaian di instansi masing-masing.
Pejabat yang Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan rekomendasi usulan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian di instansi . . masmg-masmg.
Pejabat yang Berwenang mengusulkan pengangkatan, pemindahan, dan pem berhen tian Pegawai ASN selain:
pejabat pimpinan tinggi utama;
pejabat pimpinan tinggi madya; dan
pejabat fungsional tertinggi, kepada Pejabat Pembina Kepegawaian di instansi masing-masing.
Pejabat yang Berwenang wajib melaksanakan Sistem Merit dalam pelaksanaan kewenangannya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pejabat yang Berwenang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Ruang Lingkup Manajemen ASN Paragraf 1 Ruang Lingkup Pasal 31 Manajemen ASN minimal terdiri atas:
perencanaan kebutuhan;
pengadaan;
penguatan budaya kerja dan citra institusi;
pengelolaan kinerja;
pengembangan talenta dan karier;
pengembangan kompetensi;
pemberian penghargaan dan pengakuan; dan
pemberhentian. Paragraf 2 Perencanaan Kebutuhan
Pasal 32
Menteri menetapkan kebijakan perencanaan kebutuhan Pegawai ASN secara nasional berdasarkan prioritas nasional sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional serta dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.
Kebijakan perencanaan kebutuhan Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan panduan bagi Instansi Pemerintah dalam menyusun kebutuhan Pegawai ASN.
Instansi Pemerintah menyusun rencana kebutuhan Pegawai ASN sesuai dengan kebijakan perencanaan kebutuhan Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasa133 Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan kebutuhan Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Paragraf 3 Pengadaan
Pasal 34
Jabatan Manajerial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Jabatan Nonmanajerial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 diutamakan diisi dari PNS.
Jabatan l\1anajerial dan Jabatan Nonmanajerial tertentu dapat diisi dari PPPK.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria pengisian Jabatan Manajerial dan Jabatan Nonmanajerial dari PPPK diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 35 Setiap Instansi Pemerintah merencanakan pelaksanaan pengadaan Pegawai ASN. Pasal 36 Setiap Instansi Pemerintah mengumumkan secara terbuka adanya kebutuhan jabatan untuk diisi dari calon Pegawai ASN. Pasal 37 Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi Pegawai ASN setelah memenuhi persyaratan. Pasal 38 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan Pegawai ASN diatur dalam Peraturan Pemerintah. Paragraf 4 Penguatan Budaya Kerja dan Citra Institusi Pasa139 (1) Nilai dasar ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan kode etik dan kode perilaku ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 digunakan sebagai panduan Pegawai ASN dalam berperilaku dan membangun budaya kerja dan citra institusi.
Setiap Instansi Pemerintah wajib melakukan upaya internalisasi nilai dasar ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan kode etik dan kode perilaku ASN se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4 di lingkungan instansinya. Paragraf 5 Pengelolaan Kinerja
Pasal 40
Pengelolaan kinerja Pegawai ASN dilaksanakan untuk pencapaian tujuan dan sasaran organisasi melalui:
peningkatan hasil kerja dan perbaikan perilaku secara terus menerus;
penguatan peran pimpinan; dan
penguatan kolaborasi antara pimpinan dengan Pegawai ASN, antar-Pegawai ASN, dan antara Pegawai ASN dengan pemangku kepentingan lainnya.
Pasal 41
Pengelolaan kinerja Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dilaksanakan melalui suatu mekanisme kerja yang fleksibel dan kolaboratif.
Pasal 42
Pengelolaan kinerja Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 berorientasi pada:
basil kerja dan perilaku kerja Pegawai ASN;
pengembangan kinerja Pegawai ASN;
pemenuhan ekspektasi pimpinan dalam rangka pencapaian kinerja organisasi; dan
dialog kinerja yang intensif antara pimpinan dan Pegawai ASN.
Pasal 43
Pengelolaan kinerja Pegawai ASN merupakan kewenangan Pejabat yang Berwenang pada Instansi Pemerintah masing-masing.
Pengelolaan kinerja Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan secara berjenjang.
Pasal 44
Hasil pengelolaan kinerja Pegawai ASN digunakan untuk menjamin efektivitas dalam pengembangan Pegawai ASN.
Hasil pengelolaan kinerja Pegawai ASN dijadikan sebagai persyaratan atau pertimbangan dalam pemberian penghargaan dan pengakuan serta pengenaan sanksi.
Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 44 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Paragraf 6 Pengembangan Talenta dan Karier
Pasal 46
Pengem bangan talen ta dan karier dilakukan dengan mempertimbangkan kualifikasi, kompetensi, kinerja, dan kebutuhan Instansi Pemerintah.
Pengembangan talenta dan karier dilaksanakan melalui mobilitas talenta.
Mobilitas talenta dilakukan:
dalam 1 (satu) Instansi Pemerintah;
antar-Instansi Pemerintah; atau
ke luar Instansi Pemerintah.
Mobilitas talenta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diselenggarakan berdasarkan Sistem Merit melalui manajemen talenta.
Pasal 47
Presiden berwenang melakukan mobilitas talenta se bagaimana dimaksud dalam Pasal 46 secara nasional untuk mendukung prioritas nasional sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional.
Kewenangan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada Menteri.
Mobilitas talenta secara nasional bertujuan untuk mengatasi kesenjangan talenta. Pasal 48 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan talenta dan karier se bagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 4 7 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Paragraf 7 Pengembangan Kompetensi
Pasal 49
Setiap Pegawai ASN wajib melakukan pengembangan kompetensi melalui pembelajaran secara terus menerus agar tetap relevan dengan tuntutan orgamsas1.
Pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui sis tern pembelajaran terin tegrasi.
Sistem pembelajaran terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pendekatan yang secara komprehensif menempatkan proses pembelajaran Pegawai ASN:
terintegrasi dengan pekerjaan;
sebagai bagian penting dan saling terkait dengan komponen Manajemen ASN; dan
terhubung dengan Pegawai ASN lain lintas Instansi Pemerintah maupun dengan pihak terkait.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan kompetensi diatur dalam Peraturan Pemerintah. Paragraf 8 Pemberian Penghargaan dan Pengakuan
Pasal 50
Komponen penghargaan dan pengakuan bagi Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) diberikan secara adil, layak, dan kompetitif.
Pendanaan penghargaan dan pengakuan bagi Pegawai ASN yang bekerja di Instansi Pusat bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pendanaan penghargaan dan pengakuan bagi Pegawai ASN yang bekerja di Instansi Daerah bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pasal 51 Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan dan pengakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Paragraf 9 Pemberhentian
Pasal 52
Pemberhentian bagi Pegawai ASN meliputi:
atas permintaan sendiri; dan
tidak atas permintaan sendiri.
(3) (4) (1) Pemberhentian atas permintaan sendiri dilakukan apabila Pegawai ASN mengundurkan diri. Pemberhentian tidak atas permintaan sendiri bagi Pegawai ASN dilakukan apabila:
melakukan penyelewengan dan Undang-Undang Dasar Indonesia Tahun 1945; terhadap Negara Pancasila Republik b. meninggal dunia;
mencapai batas usia pensiun jabatan dan/atau berakhirnya masa perjanjian kerja;
terdampak perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah;
tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban;
tidak berkinerja;
melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat;
dipidana dengan pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun;
dipidana dengan pidana penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan; dan / a tau J. menjadi anggota dan/ a tau pengurus partai politik. Pemberhentian Pegawai ASN karena sebab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf g, huruf i, dan huruf j dikategorikan sebagai pemberhentian tidak dengan hormat. Pasal 53 PNS diberhentikan sementara, apabila:
diangkat menjadi pejabat negara;
diangkat menjadi komisioner atau anggota lembaga nonstruktural; atau
menjalani cuti di luar tanggungan negara.
Pegawai ASN yang ditahan karena menjadi tersangka atau terdakwa dilakukan pemberhentian sementara untuk mendukung proses hukum.
Pengaktifan kembali PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diberhentikan sementara dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian. Pasal 54 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian, pemberhentian sementara, dan pengaktifan kembali Pegawai ASN diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 55 Batas usia pensiun jabatan Pegawai ASN yaitu:
Jabatan Manajerial:
60 (enam puluh) tahun bagi pejabat pimpinan tinggi utama, pejabat pimpinan tinggi madya, dan pejabat pimpinan tinggi pratama; dan
58 (lima puluh delapan) tahun bagi pejabat administrator dan pejabat pengawas;
Jabatan Nonmanajerial:
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi pejabat fungsional; dan
58 (lima puluh delapan) tahun bagi pejabat pelaksana. Bagian Keempat Pejabat Pimpinan Tinggi yang Mencalonkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota, dan Wakil Bupati/Wakil Walikota Pasal 56 Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak ditetapkan sebagai calon.
BAB IX
PEGAWAI ASN YANG MENJADI PEJABAT NEGARA
Pasal 57
Pegawai ASN dapat menjadi pejabat negara.
Pasal 58
Pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, yaitu:
Presiden dan Wakil Presiden;
Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah;
Ketua, wakil ketua, ketua muda, dan hakim agung pada Mahkamah Agung serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc;
Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;
Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;
Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi; J. menteri dan jabatan setingkat menteri;
kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh;
gubernur dan wakil gubernur;
bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota; dan
(2) (3) (2)
Pasal 59
PNS yang diangkat menjadi:
Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;
Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;
Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;
menteri dan jabatan setingkat menteri;
kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, diberhentikan sementara. PNS yang tidak lagi menjabat pada jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaktifkan kembali sebagai PNS. Pegawai ASN yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai Pegawai ASN sejak ditetapkan sebagai calon.
Pasal 60
PNS yang tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dapat mendudukijabatan ASN sepanjang tersedia lowongan jabatan. Dalam hal tidak tersedia lowongan jabatan ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun PNS yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat.
Pasal 61
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan dan pemberhentian Pegawai ASN serta pemberhentian sementara dan pengaktifan kembali PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 sampai dengan Pasal 60 diatur dalam Peraturan Pemerintah. BABX ORGANISASI
Pasal 62
Pegawai ASN berhimpun dalam organisasi profesi ASN.
Organisasi profesi ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan profesi ASN;
mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa;
meningkatkan motivasi kerja dan keterikatan Pegawai ASN;
meningkatkan kolaborasi antar-Pegawai ASN;
meningkatkan produktivitas kerja Pegawai ASN;
meningkatkan inovasi dan kreativitas Pegawai ASN;dan g. menyebarluaskan pengetahuan dan keterampilan.
Dalam mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), organisasi profesi ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki fungsi:
pembinaan dan pengembangan profesi ASN;
pemberian pelindungan hukum dan advokasi kepada anggota organisasi profesi ASN terhadap dugaan pelanggaran Sistem Merit dalam pelaksanaan Manajemen ASN dan mengalami masalah hukum dalam melaksanakan tugas;
pemberian rekomendasi kepada majelis kode etik lnstansi Pemerintah terhadap pelanggaran kode etik profesi dan kode perilaku profesi;
penyelenggaraan usaha untuk peningkatan kesejahteraan anggota organisasi profesi ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pemajuan kepentingan ASN dalam perumusan kebijakan ASN;
pendorong kesetaraan dalam penyelenggaraan Manajemen ASN; dan
perbaikan kesejahteraan dan kualitas lingkungan kerja ASN.
Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi profesi ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB XI DIGITALISASI MANAJEMEN ASN
Pasal 63
Digitalisasi Manajemen ASN dilakukan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi penyelenggaraan proses dan pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN serta untuk mewujudkan ekosistem penyelenggaraan Manajemen ASN secara menyeluruh.
Digitalisasi Manajemen ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyediakan berbagai layanan digital yang mendukung Manajemen ASN dan terintegrasi secara nasional.
Digitalisasi Manajemen ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sejalan dengan transformasi organisasi dan sistem kerja ASN.
Digitalisasi Manajemen ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan prinsip keberlangsungan, kerahasiaan, dan keamanan siber sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Digitalisasi Manajemcn ASN di.atur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 64
Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif.
Upaya administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas keberatan dan banding adminis tra tif.
Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
LARANGAN
Pasal 65
Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengangkat pegawai non-ASN untuk mengisi jabatan ASN.
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi pejabat lain di Instansi Pemerintah yang melakukan pengangkatan pegawai non-ASN.
Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang mengangkat pegawai non-ASN untuk meng1s1 jabatan ASN dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
Pegawai non-ASN atau nama lainnya wajib diselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024 dan sejak Undang-Undang ini mulai berlaku Instansi Pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN atau nama lainnya selain Pegawai ASN. Pasal 67 Kebijakan dan Manajemen ASN yang diatur dalam Undang-Undang ini dilaksanakan dengan memperhatikan kekhususan daerah tertentu dan warga negara dengan kebutuhan khusus. Pasal 68 Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 69 Ketentuan Manajemen ASN dalam Undang-Undang ini dilaksanakan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 70
Lembaga Administrasi Negara yang ada pada saat berlakunya Undang-Undang ini, tetap menjalankan tugas dan fungsinya se bagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf b.
Badan Kepegawaian Negara yang ada pada saat berlakunya Undang-Undang ini, tetap menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat huruf c.
Komisi Aparatur Sipil Negara yang ada pada saat berlakunya Undang-Undang ini, tetap melaksanakan tugas dan fungsinya sampai dengan ditetapkannya peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini. Pasal 71 Digitalisasi Manajemen ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dilaksanakan secara nasional paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 72 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, PNS Pusat dan PNS Daerah disebut sebagai Pegawai ASN. PasaI 73 Pada saat Undang-Undang ini muiai berlaku, ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kode etik dan penyeiesaian peianggaran terhadap kode etik bagi jabatan fungsionaI tertentu dinyatakan tetap beriaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. PasaI 74 Pada saat Undang-Undang m1 muiai berlaku, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Repubiik Indonesia Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Repubiik Indonesia Nomor 2906) dan peraturan peiaksanaannya tetap berlaku sampai dengan ditetapkannya peraturan peiaksanaan dari Undang-Undang ini yang mengatur mengenai program pensiun Pegawai ASN. PasaI 75 Pada saat Undang-Undang ini muiai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan peiaksanaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Repubiik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Repubiik Indonesia Nomor 5494), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. PasaI 76 Pada saat Undang-Undang m1 muiai berlaku, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Repubiik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Repubiik Indonesia Nomor 5494), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. PasaI 77 Undang-Undang m1 muiai beriaku pada tanggaI diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang 101 dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 31 Oktober 2023 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Oktober 2023 MENTER! SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PRATIKNO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 141 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2023 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA I. UMUM Negara Kesatuan Republik Indonesia di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mencanangkan tujuan nasionalnya, yaitu membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan yang termaktub di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut merupakan sumber motivasi dan aspirasi perjuangan serta tekad bangsa Indonesia untuk tetap merdeka dan mewujudkan tujuan negara tersebut. Untuk melaksanakan amanah membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diperlukan adanya birokrasi pemerintahan yang berkinerja baik. Pemerintah telah mencanangkan rencana aksi membuat pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan ASN sebagai mesin utama birokrasi yang profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas, serta mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kerangka regulasi yang mengatur mengenai ASN saat ini adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014. Menghadapi dunia yang berubah cepat yang disertai dengan kemajuan teknologi yang pesat, tuntutan masyarakat atas pelayanan publik yang semakin meningkat, termasuk tuntutan penyelesaian masalah tenaga honorer, serta peluang dan tantangan ekonomi global yang dihadapi bangsa Indonesia untuk dapat bersaing dengan bangsa lain di dunia, perlu dilakukan perubahan terhadap pokok-pokok pengaturan dalam Undang-Undang dimaksud. Berbagai pokok pengaturan dalam Undang-Undang ini diharapkan menjadi dasar untuk melakukan percepatan transformasi Manajemen ASN untuk mewujudkan birokrasi Indonesia yang profesional dan berkelas dunia. ASN perlu memiliki digital mindset dalam menjalankan transformasi birokrasi dan Manajemen ASN. Hal ini terkait dengan perubahan pola kerja tatanan baru, dimana pekerjaan birokrasi juga sudah beralih ke digital based dan struktur organisasi juga mulai bertransformasi dari hierarki menjadi koordinasi. Selain fakta sosiologis dan kondisi empiris tersebut, secara yuridis Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara juga perlu disesuaikan dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi yang berimplikasi terhadap materi muatan Undang-Undang tersebut. Beberapa Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, antara lain: Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PUU-XII/2014 mengenai pengunduran diri PNS yang mengikuti kontestasi politik; Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PUU-XIII/2015 mengenai PNS yang tidak lagi menjabat sebagai pejabat negara dan belum tersedia lowongan jabatan; serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87 /PUU-XVI/2018 mengenai pemberhentian tidak dengan hormat PNS karena melakukan tindak pidana. Pokok-pokok pengaturan yang terdapat di dalam Undang-Undang ini adalah:
penguatan pengawasan Sistem Merit;
penetapan kebutuhan PNS dan PPPK;
kesejahteraan PNS dan PPPK;
penataan tenaga honorer; dan
digitalisasi Manajemen ASN termasuk didalamnya transformasi komponen Manajemen ASN. II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a Yang dimaksud dengan "asas kepastian hukum" adalah penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen ASN mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan. Huruf b Yang dimaksud dengan "asas profesionalitas" adalah penyelenggaraan Manajemen ASN mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan kode perilaku ASN serta ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf c Yang dimaksud dengan "asas proporsionalitas" adalah penyelenggaraan Manajemen ASN mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Pegawai ASN. Huruf d Yang dimaksud dengan "asas keterpaduan" adalah penyelenggaraan Manajemen ASN didasarkan pada satu sistem pengelolaan yang terpadu secara nasional. Huruf e Yang dimaksud dengan "asas pendelegasian" adalah sebagian kewenangan Manajemen ASN dapat didelegasikan pelaksanaannya kepada Instansi Pemerintah. Huruf f Yang dimaksud dengan "asas netralitas" adalah setiap Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan lain di luar kepentingan bangsa dan negara. Huruf g Yang dimaksud dengan "asas akuntabilitas" adalah setiap hasil kerja dan perilaku kerja Pegawai ASN harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf h Yang dimaksud dengan "asas efektivitas dan efisiensi" adalah penyelenggaraan Manajemen ASN harus berorientasi pada pencapaian tujuan organisasi melalui pengelolaan sumber daya secara optimal. Huruf i Yang dimaksud dengan "asas keterbukaan" adalah penyelenggaraan Manajemen ASN bersifat terbuka untuk publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf j Yang dimaksud dengan "asas nondiskriminatif' adalah penyelenggaraan Manajemen ASN tidak membedakan latar belakang suku, ras, warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau berkebutuhan khusus. Huruf k Yang dimaksud dengan "asas persatuan dan kesatuan" adalah Pegawai ASN berfungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Huruf I Yang dimaksud dengan "asas keadilan dan kesetaraan" adalah pengaturan penyelenggaraan Manajemen ASN mencerminkan rasa keadilan dan kesempatan yang sama dalam fungsi dan peran sebagai Pegawai ASN. Hurufm Yang dimaksud dengan "asas kesejahteraan" adalah penyelenggaraan Manajemen ASN diarahkan untuk mewujudkan peningkatan kualitas hid up Pegawai ASN.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1) Pengisian jabatan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia oleh ASN dan sebaliknya bertujuan agar ASN, prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki keseimbangan dan kesetaraan dalam pengembangan kariernya berdasarkan Sistem Merit. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1) Yang dimaksud dengan "berhenti bekerja", antara lain pegawai yang telah mencapai batas usia pensiun, masa kontraknya telah berakhir, meninggal dunia, atau mengalami uzur (disabilitas yang membuat pegawai tidak dapat bekerja), atau ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Formulasi besarnya manfaat jaminan pensiun dan jaminan hari tua ditentukan dengan memperhatikan antara lain jumlah iuran yang dibayarkan. Manfaat jaminan tersebut juga dapat dibayarkan kepada ahli waris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Dalam hal akumulasi iuran jaminan pensiun dan jaminan hari tua dilakukan pengembangan, hasil pengembangan tersebut juga sebagai sumber pembiayaan untuk manfaat jaminan pensiun dan jaminan hari tua. Ayat (5) Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Sistem Merit diselenggarakan sesua1 dengan prinsip meritokrasi. Yang dimaksud dengan "prinsip meritokrasi" adalah prinsip pengelolaan sumber daya manusia yang didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, potensi, dan kinerja, serta integritas dan moralitas yang dilaksanakan secara adil dan wajar dengan tidak membedakan latar belakang suku, ras, warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau berkebutuhan khusus. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1) Karakteristik kelembagaan, antara lain lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lembaga yudikatif. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pengisian Jabatan Manajerial dari PPPK hanya diperuntukkan bagi jabatan pimpinan tinggi tertentu dengan prioritas untuk Instansi Pusat tertentu. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Mobilitas talenta antar-Instansi Pemerintah antara lain mobilitas ASN untuk jabatan ASN di lembaga eksekutif, lembaga yudikatif, dan lembaga legislatif serta satuan kerja atau badan layanan umum/badan layanan umum daerah. Huruf c Mobilitas talenta ke luar Instansi Pemerintah antara lain badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, lembaga internasional, badan hukum lain yang dibentuk oleh peraturan perundang-undangan, dan badan swasta. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1) Pemberhentian sementara PNS apabila diangkat menjadi pejabat negara, komisioner atau anggota lembaga nonstruktural tidak menghilangkan hak kepegawaian yang terkait dengan masa kerja dari PNS yang bersangkutan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas. Cukup jelas. Yang dimaksud dengan "penataan" adalah termasuk verifikasi, validasi, dan pengangkatan oleh lembaga yang berwenang. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas.
Pasal 58
Pasal 59
Pasal 60
Pasal 61
Pasal 62
Pasal 63
Pasal 65
Pasal 66
Pasal 67
Pasal 68
Pasal 69
Pasal 70
Pasal 71
Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas.
Pasal 72
Pasal 73
Pasal 74
Pasal 75
Pasal 76
Pasal 77
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6897