Ayat (1) Termasuk dalam pengertian pengurangan Penyertaan Modal Negara adalah perubahan struktur kepemilikan saham sebagai akibat pengeluaran saham baru yang tidak diambil bagian oleh negara (dilusi). Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Dalam hal pengurangan Penyertaan Modal Negara pada Perseroan Terbatas, maka pelaksanaan terhadap keputusan RUPS oleh Perseroan Terbatas tersebut mengikuti mekanisme korporasi, sehingga tidak perlu menunggu/tergantung pada terbitnya peraturan pemerintah penetapannya. Namun demikian, peraturan pemerintah tersebut tetap diterbitkan dalam rangka tertib administrasi penatausahaan Penyertaan Modal Negara.
Ayat (1) Termasuk dalam pengertian pengurangan Penyertaan Modal Negara adalah perubahan struktur kepemilikan saham sebagai akibat pengeluaran saham baru yang tidak diambil bagian oleh negara (dilusi). Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Dalam hal pengurangan Penyertaan Modal Negara pada Perseroan Terbatas, maka pelaksanaan terhadap keputusan RUPS oleh Perseroan Terbatas tersebut mengikuti mekanisme korporasi, sehingga tidak perlu menunggu/tergantung pada terbitnya peraturan pemerintah penetapannya. Namun demikian, peraturan pemerintah tersebut tetap diterbitkan dalam rangka tertib administrasi penatausahaan Penyertaan Modal Negara.
Ditemukan dalam PP 44 TAHUN 2005Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pemanggilan RUPS adalah kewajiban Direksi. Pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Dewan Komisaris, antara lain dalam hal Direksi tidak menyelenggarakan RUPS sebagaimana ditentukan dalam Pasal 79 ayat (6), dalam hal Direksi berhalangan atau terdapat pertentangan kepentingan antara Direksi dan Perseroan.
Ditemukan dalam UU 40 TAHUN 2007Ayat (1) Mengingat Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan pengambilan sumber daya alam yang takterbarukan yang merupakan kekayaan negara, maka dalam kegiatan ini negara harus memperoleh manfaat yang sebesar- besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sedangkan Kegiatan Usaha Hilir merupakan kegiatan yang bersifat usaha bisnis pada umumnya, di mana biaya produksi dan kerugian yang mungkin timbul tidak dapat dibebankan (dikonsolidasikan) pada biaya Kegiatan Usaha Hulu. Tidak dimungkinkannya konsolidasi biaya dari Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir dimaksudkan juga agar pembagian penerimaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (6) menjadi jelas. Dalam hal Badan Usaha melakukan Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir secara bersamaan harus membentuk badan hukum yang terpisah, antara lain secara Holding Company. Ayat (2) Cukup jelas
Ditemukan dalam UU 22 TAHUN 2001Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Pemanggilan RUPS adalah kewajiban Direksi. Namun dalam hal Direksi berhalangan atau ada pertentangan kepentingan antara Direksi dan perseroan, pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Komisaris.
Ditemukan dalam UU 1 TAHUN 1995Ayat (1) Tujuan pembentukan Dana Pensiun adalah memelihara kesinambungan penghasilan peserta pada hari tuanya dan untuk itu penyelenggaraannya diberikan fasilitas penundaan pajak penghasilan. Agar tujuan penyelenggaraan Dana Pensiun tercapai, maka pembayaran manfaat pensiun sebelum waktunya tidak diperkenankan, kecuali dalam hal-hal tertentu. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari penatausahaan jumlah yang kecil untuk jangka waktu yang lama. Ayat (4) Ketentuan ini memungkinkan pembayaran pertama bagi peserta maupun pihak yang berhak untuk memperoleh sejumlah uang sampai sebanyak-banyaknya 20% (duapuluh perseratus) dari nilai sekarang manfaat pensiun, untuk keperluan masa transisi pada awal pensiun.
Ditemukan dalam UU 11 TAHUN 1992Ayat (1) Yang dapat melakukan transaksi di bursa adalah anggota biasa sesuai dengan peraturan tata tertib bursa. Keanggotaan ini merupakan keanggotaan perorangan yang bebas ("independent")atau keanggotaan perorangan untuk dan atas usahanya atau anggota perorangan yang mendapat kuasa dari perusahaan yang berbadan hukum. Ayat (2) Mengingat bursa komoditi belum banyak dikenal dalam kalangan pengusaha maupun masyarakat, maka untuk pertama kali Menteri menunjuk sejumlah anggota. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
Ditemukan dalam PP 35 TAHUN 1982Ayat (1) Pengambilan keputusan RUPS dengan "cara lain" adalah keputusan yang diambil dengan cara tertulis usul yang akan diputuskan kepada semua saham dan keputusan ini hanya sah apabila semua pemegang saham menyetujui secara tertulis cara pengambilan keputusan dan usul tersebut. Cara lain ini tidak berlaku bagi perseroan yang mengeluarkan saham atas tunjuk. Ayat (2) Cukup jelas
Ditemukan dalam UU 1 TAHUN 1995ayat (2) adalah wilayah dalam batas geografis, yaitu tidak bertempat tinggal di luar negeri. (4) Anggota MPR/DPR yang pindah untuk bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik Indonesia kehilangan status keanggotaannya. (5) Tata cara pemenuhan ketentuan keanggotaan MPR/DPR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. (6) Pemeriksaan ketentuan keanggotaan MPR/DPR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), dan dengan memperhatikan ketentuan ayat (5), dilaksanakan oleh Panitia Pemeriksaan.
Ditemukan dalam PP 36 TAHUN 1985Ayat (1) Yang dapat dijadikan obyek penawaran dalam pelelangan atau permohonan adalah Hutan produksi yang belum dibebani hak atau areal bekas Hak Pengusahaan Hutan yang telah berakhir dan tidak diperpanjang atau dicabut. Apabila penawaran dalam pelelangan atau permohonan dilaksanakan oleh koperasi, usaha kecil dan menengah setempat, agar mendapatkan kesempatan yang sama dengan yang lainnya, maka dapat dibantu oleh Lembaga Swadaya Masyarakat dan dibina oleh Pemerintah. Ayat (2) Pemberian Hak Pengusahaan Hutan dengan luas dibawah 50.000 (lima puluh ribu) hektar dengan cara permohonan tersebut merupakan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Ditemukan dalam PP 6 TAHUN 1999Ayat (1) Salah satu bentuk melaksanakan tugas dengan mengambil keuntungan untuk diri sendiri adalah membeli sendiri harta kekayaan bank dalam likuidasi yang dicairkan tanpa mengikuti pedoman tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Ayat (2) Pertanggungjawaban Tim Likuidasi secara pribadi dapat diminta dalam hal menurut penilaian Bank Indonesia selaku pengawas terdapat pelanggaran tata cara pelaksanaan likuidasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dan peraturan pelaksanaannya. Untuk itu diperlukan bukti-bukti yang mendukung adanya tindakan pelanggaran atau penyimpangan oleh Tim Likuidasi yang bersangkutan.
Ditemukan dalam PP 68 TAHUN 1996