Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2021 dalam r ...
Relevan terhadap
Pemotongan atas penyaluran DAU dan/atau DBH yang telah dilakukan berdasarkan:
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 32/KM.7/2021 tentang Pemotongan Penyaluran Dana Bagi Hasil Pajak Penghasilan Triwulan IV Tahun Anggaran 2021 Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam rangka Penggantian Dana yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atas Dukungan terhadap Penanganan Dampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID- 19); dan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 34/KM.7/2021 tentang Pemotongan Penyaluran Dana Alokasi Umum atau Dana Bagi Hasil Tahun Anggaran 2022 Tahap Pertama dalam rangka Penggantian Dana yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atas Dukungan terhadap Penanganan Dampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID- 19), tanpa adanya dokumen Berita Acara Rekonsiliasi sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, harus dilengkapi dengan Berita Acara Rekonsiliasi.
Ketentuan mengenai penyusunan dan penyampaian Berita Acara Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9C berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan dan penyampaian atas Berita Acara Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pendanaan Desentralisasi
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Kementerian Keuangan adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi nonkementerian negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada Daerah untuk dikelola oleh Daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Rencana Kerja Pemerintah yang selanjutnya disingkat RKP adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 1 (satu) tahun yang dimulai pada tanggal 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal yang selanjutnya disingkat KEM PPKF adalah dokumen negara yang memuat gambaran dan desain arah kebijakan ekonomi makro dan fiskal sebagai bahan pembicaraan pendahuluan bersama Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun anggaran berikutnya.
Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah pendapatan Daerah yang diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Belanja Daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disingkat SiLPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama 1 (satu) periode anggaran.
Pembiayaan Utang Daerah adalah setiap penerimaan Daerah yang harus dibayar kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Dana Abadi Daerah yang selanjutnya disingkat DAD adalah dana yang bersumber dari APBD yang bersifat abadi dan dana hasil pengelolaannya dapat digunakan untuk belanja Daerah dengan tidak mengurangi dana pokok.
Sistem Informasi Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SIKD adalah suatu sistem yang mendokumentasikan, mengadministrasikan, serta mengolah data pengelolaan keuangan Daerah, data kinerja Daerah, dan data terkait lainnya menjadi informasi yang disajikan kepada masyarakat dan para pemangku kepentingan, serta sebagai bahan pengambilan keputusan dan kebijakan dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban Pemerintah Daerah.
Sumber Dana adalah referensi bagan akun standar Pemerintah Daerah yang diklasifikasikan berdasarkan referensi akun penerimaan APBD baik pendapatan maupun penerimaan pembiayaan, termasuk sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya, dengan kedalaman informasi sampai dengan level yang memudahkan pelaporan pada APBD.
Walidata adalah unit pada instansi pusat dan instansi daerah yang melaksanakan kegiatan pengumpulan, pemeriksaan, dan pengelolaan data yang disampaikan oleh produsen data, serta menyebarluaskan data.
Keluaran ( output ) yang selanjutnya disebut Keluaran adalah barang atau jasa yang merupakan hasil akhir dari pelaksanaan kegiatan dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan nasional dan/atau merupakan hasil akhir dari pelaksanaan subkegiatan dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan Daerah.
Hasil ( outcome ) yang selanjutnya disebut Hasil adalah ukuran atau indikator atas tercapainya sasaran berupa hasil langsung ( immediate outcome ), hasil antara ( intermediate outcome ), dan dampak/hasil final ( final outcome ) menurut kerangka kerja logis.
Dampak / Hasil Final (Final Outcome) yang selanjutnya disebut Dampak / Hasil Final __ adalah perubahan atau efek yang terjadi sebagai akibat dari pencapaian hasil langsung ( immediate outcome ) dan hasil antara ( intermediate outcome ).
Manfaat adalah nilai positif yang diperoleh dari Dampak/Hasil Final.
Pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana kegiatan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin.
Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi input, proses, Keluaran, Hasil, Dampak/Hasil Final, dan/atau Manfaat terhadap rencana dan standar.
Platform Digital Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional yang selanjutnya disebut Platform Digital SKFN adalah suatu wadah penggunaan teknologi digital terintegrasi untuk meningkatkan layanan publik dan menciptakan nilai publik dalam rangka sinergi kebijakan fiskal nasional.
Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/ atau Penyerahan Kertas Koran dan/ atau Kertas Majalah yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2020 ...
Relevan terhadap
bahwa untuk upaya penanggulangan dampak dari pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) terhadap produktivitas media massa cetak, Pemerintah perlu memberikan dukungan keringanan pembayaran pajak;
bahwa bentuk dukungan Pemerintah bagi sektor industri media massa cetak sebagaimana dimaksud pada huruf a berupa kebijakan pajak pertambahan nilai atas impor dan/atau penyerahan kertas koran dan/atau kertas majalah yang ditanggung pemerintah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan;
bahwa pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah telah dianggarkan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Kertas Koran dan/atau Kertas Majalah yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2020;
Peraturan Menteri Keuangan tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah ...
Relevan terhadap
KPPN menerima dan melakukan penelitian dan pengujian atas SPM Belanja Subsidi Pajak DTP yang disampaikan oleh PPSPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).
Penelitian dan pengujian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara pencairan anggaran pendapatan dan belanja negara atas beban bagian anggaran bendahara umum negara pada KPPN.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPPN menerbitkan SP2D Belanja Subsidi Pajak DTP.
SP2D Belanja Subsidi Pajak DTP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat pengesahan terhadap pendapatan Pajak DTP dan Belanja Subsidi Pajak DTP.
Batas waktu penyampaian SPM Belanja Subsidi Pajak DTP kepada KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai pedoman pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara pada akhir tahun anggaran.
Tata Cara Penyusunan Usulan, Evaluasi Usulan, dan Penetapan Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ...
Relevan terhadap
Direktur Jenderal Anggaran melaksanakan evaluasi atas usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP setelah penyampaian usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) diterima.
Evaluasi atas usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
evaluasi penerapan dasar pertimbangan usulan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4); dan
evaluasi atas ketentuan yang dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
Dalam melakukan evaluasi atas usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Anggaran dapat berkoordinasi dengan:
unit eselon I lain di lingkungan Kementerian Keuangan; dan/atau
Kementerian/Lembaga lain yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Instansi Pengelola PNBP.
Dalam hal usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP berasal dari objek PNBP Pemanfaatan Sumber Daya Alam, koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a termasuk melibatkan Badan Kebijakan Fiskal untuk melakukan evaluasi dampak pengenaan jenis dan tarif atas jenis PNBP tersebut terhadap perpajakan, PNBP, dana bagi hasil, dan pendapatan asli daerah.
Evaluasi dampak pengenaan jenis dan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk mempertimbangkan pajak daerah dan retribusi daerah yang dikenakan atas objek PNBP Pemanfaatan Sumber Daya Alam.
Dalam hal usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP berdampak langsung kepada harga jual produk/jasa yang secara dominan menjadi komponen penghitung inflasi, koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a termasuk melibatkan Badan Kebijakan Fiskal untuk melakukan evaluasi dampak pengenaan jenis dan tarif atas jenis PNBP tersebut terhadap inflasi.
Dalam hal usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP berasal dari objek PNBP Pengelolaan Barang Milik Negara berupa penggunaan Barang Milik Negara, koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a termasuk melibatkan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Petunjuk teknis mengenai evaluasi atas usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Bab IV huruf A dan B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum
Relevan terhadap
Keterangan LKKL Konsolidasian KEGIATAN OPERASIONAL PENDAPATAN OPERASIONAL PENDAPATAN PERPAJAKAN Pendapatan Perpajakan (Khusus BA. 015) Jumlah Pendapatan Perpajakan XX PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK XX Pendapatan Sumber Daya Alam XX Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba XX Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya XX Pendapatan dari Alokasi APBN XX Pendapatan Jasa Layanan dari Masyarakat XX Pendapatan Jasa Layanan dari Entitas Lain XX Pendapatan Hibah BLU XX Pendapatan Hasil Kerja Sama BLU XX Pendapatan BLU Lainnya XX Jumlah Pendapatan (A) XXXX BEBAN Beban Pegawai XX Beban Persediaan XX Beban Barang dan Jasa XX Beban Pemeliharaan XX Beban Perjalanan Dinas XX Beban Barang untuk dijual/diserahkan kepada masyarakat XX Beban Penyusutan dan Amortisasi XX Beban Penyisihan Piutang Tak tertagih XX Penyetoran PNBP oleh BLU ke Kas Negara XX Jumlah Beban (B) XXXX SURPLUS/(DEFISIT) DARI KEGIATAN OPERASIONAL (C=A-B) XXXX KEGIATAN NON-OPERASIONAL Surplus (defisit) Penjualan Aset Non-Lancar Pendapatan Pelepasan Aset Non-Lancar XX Beban Pelepasan Aset Non-Lancar XX Jumlah Surplus (defisit) Penjualan Aset Non-Lancar XX Surplus (defisit) Penyelesaian Utang Jangka Panjang Pendapatan Penyelesaian Utang Jangka Panjang XX Beban Penyelesaian Utang Jangka Panjang XX Jumlah Surplus (defisit) Penyelesaian Utang Jangka Panjang XX Surplus/ Defisit dari Kegiatan Non-Operasional Lainnya XX Pendapatan Kegiatan Non-Operasional Lainnya XX Beban Kegiatan Non-Operasional Lainnya XX Jumlah Surplus (defisit) Kegiatan Non-Operasional Lainnya Jumlah Surplus/ Defisit Dari Kegiatan Non-Operasional (D) XX SURPLUS/(DEFISIT) SEBELUM POS LUAR BIASA (E=C+D) XXXX Pendapatan Luar Biasa XX Beban Luar Biasa XX Jumlah Pos Luar Biasa (F) XXXX SURPLUS/DEFISIT-LO (E+F) XXXX 3. Ilustrasi LPE Konsolidasian Keterangan LKKL Konsolidasian (A) Ekuitas Awal XX (B) Surplus/ (Defisit) -LO XX Dampak Kumulatif Perubahan Kebijakan Akuntansi/kesalahan Mendasar (C) Koreksi yang Menambah/Mengurangi Ekuitas XX Penyesuaian Nilai Aset XX Koreksi Nilai Persediaan XX Selisih Revaluasi Aset Tetap XX Koreksi Nilai Aset Tetap Non-Revaluasi XX Lain-Lain XX (D) Transaksi Antar Entitas XX (E) Kenaikan/(Penurunan) Ekuitas (B+C+D) (F) XX (F) Ekuitas Akhir (A+E) XX
Laporan Keuangan BLU disusun untuk memenuhi tujuan umum pelaporan keuangan yang menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan ringkasan transaksi yang dilakukan BLU selama satu periode pelaporan. Laporan Keuangan BLU yang bertujuan umum tersebut merupakan pertanggungjawaban keuangan BLU selaku entitas pelaporan yang diberikan kemandirian pengelolaan keuangan. Lebih lanjut, Laporan Keuangan BLU bertujuan umum disusun secara sistematis dan terstruktur pada satu periode pelaporan untuk kepentingan akuntabilitas, manajemen, transparansi, dan keseimbangan antar-generasi tanpa secara khusus ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pemakai Laporan Keuangan tertentu. Komponen Laporan Keuangan BLU bertujuan umum terdiri atas:
BAB III KEBIJAKAN AKUNTANSI PENDAPATAN BLU A. Definisi dan Jenis Pendapatan BLU Pendapatan BLU adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas BLU selama satu periode yang mengakibatkan penambahan ekuitas bersih dan tidak perlu dibayar kembali. Pendapatan BLU dalam kerangka keuangan negara merupakan kelompok pendapatan negara bukan pajak. Hal transaksi yang menjadi ruang lingkup pendapatan BLU meliputi:
Tarif dan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi ...
Relevan terhadap
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5174), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 5 Peraturan Pemerintah ini tanggal I Jamtari2024. mulai berlaku pada Agar Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengeta , memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Desemfur 2023 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Desember 2023 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PRATIKNO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 163 I PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2023 TENTANG TARIF PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKER.IAAN, JASA, ATAU KEGIATAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI I. UMUM Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahurl. 2O2l tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, terdapat perubahan materi khususnya perubahan tarif pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, Untuk itu, perlu dilakukan penyesuaian tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi. Selanjutnya, dalam rangka mendorong tingkat kepatuhan Wajib Pajak terhadap pemenuhan kewajiban pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, perlu memberikan kemudahan teknis pcnghitungan dan administrasi pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, Untuk mewujudkan hal-hal tersebut di atas, perlu diatur penggunaan tarifefektifyang digunakan untuk pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, selain tarif pajak penghasilan Pasal L7 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan. Berdasarkan ketentuan Pasal 2l ayat (5) Undang- Undang Pajak Penghasilan, tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dapat ditetapkan berbeda dari tarif pajak penghasilan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan, melalui Peraturan Pemerintah. Penetapan tarif efektif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan dengan telah memperhatikan adanya pengurang penghasilan bruto berupa biaya ^jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Penerapan tarif efektif ini akan memberikan kemudahan dan penyederhanaan bagi Wajib Pajak. Pajak Penghasilan Pasal 21 Peraturan Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai tarif ^pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 berupa tarif Pasal 17 ayat ^(1) huruf a dan ^tarif ^efektif yang digunakan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, ^jasa, atau kegiatan, termasuk ^pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional Indonesia, ^anggota kepolisian negara Republik Indonesia, dan ^pensiunannya. II. PASALDEMI PASAL
Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) ...
Relevan terhadap
KPPN menerima dan melakukan penelitian dan pengujian atas SPM Belanja Subsidi Pajak DTP yang disampaikan oleh PPSPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2).
Penelitian dan pengujian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pencairan anggaran pendapatan dan belanja negara atas beban bagian anggaran bendahara umum negara pada kantor pelayanan perbendaharaan negara.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPPN menerbitkan SP2D Belanja Subsidi Pajak DTP.
SP2D Belanja Subsidi Pajak DTP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat pengesahan terhadap pendapatan Pajak DTP dan Belanja Subsidi Pajak DTP.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak yang Berlaku pada Badan Informasi Geospasial ...
Relevan terhadap
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK KEBUTUHAN MENDESAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL. Pasal 1 (1) Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak kebutuhan mendesak yang berlaku pada Badan Informasi Geospasial meliputi penerimaan dari:
jasa pelatihan geospasial;
jasa penggunaan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan geospasial;
jasa penggunaan infrastruktur teknologi informasi geospasial;
j asa penggunaan alat pengumpulan data geospasial;
jasa penyelenggaraan informasi geospasial; dan
layanan produk informasi geospasial.
Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 2 (1) Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari jasa pelatihan geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a dan jasa penyelenggaraan informasi geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e tidak termasuk biaya akomodasi dan transportasi. (2) Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari jasa penggunaan alat pengumpulan data geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf d tidak termasuk biaya asuransi peralatan, akomodasi dan transportasi. (3) Biaya asuransi peralatan, akomodasi dan transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibebankan kepada wajib bayar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 3 (1) Jenis layanan produk informasi geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf f selain yang ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, dapat berupa:
layanan penggunaan aplikasi berbasis informasi geospasial dasar;
layanan informasi geospasial tematik pada pemerintahan untuk melengkapi layanan pengurusan perizinan di kementerian/lembaga/ pemerintah daerah;
layanan informasi geospasial untuk pemutakhiran dan perhitungan pajak bumi dan bangunan pemerintah daerah; dan
data geospasial dasar yang digunakan untuk pembuatan peta dasar. (2) Formula untuk menghitung tarif layanan produk informasi geospasial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
layanan penggunaan aplikasi berbasis informasi geospasial dasar ( ( Y1 + Y2 + • • • + Yn))n = BM01GD X 1 + n b. layanan informasi geospasial tematik pada pemerintahan untuk melengkapi layanan pengurusan perizinan di kementerian/lembaga/ pemerintah daerah ( ( Y1 + Y2 + • • • Yn))n = BMOPTMK x LT x 1 + n c. layanan informasi geospasial untuk pemutakhiran dan perhitungan pajak bumi dan bangunan pemerintah daerah ( ( Y1 + Y2 + • .. _Y: _ ))n BMOPsAG X (LT+ LB) x 1 + n n d. data geospasial dasar yang digunakan untuk pembuatan peta dasar berupa data Receiver Independent Exchange Format (RINEX) Indonesia Continuously Operating Reference Station (Ina- CORS) dan data Real Time Kinematic (RTK) Online Correction ( ( Y1 + Y2 + • • • + Yn))n = BMOcoRs x 1 + n (3) Perhitungan formula sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
BM0 1 Gv merupakan biaya modal dan operasional yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan layanan penggunaan aplikasi berbasis informasi geospasial dasar. b. BMOPTMK merupakan biaya modal dan operasional yang dibu tuhkan dalam penyelenggaraan layanan informasi geospasial tematik pada pemerintahan untuk melengkapi layanan pengurusan perizinan di kementerian/lembaga/ pemerintah daerah. c. BMOPsAG merupakan biaya modal dan operasional yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan layanan informasi geospasial untuk pemutakhiran dan perhitungan pajak bumi dan bangunan pemerintah daerah. d. BMOcoRs merupakan biaya modal dan operasional yang dibutuhkan dalam pembuatan peta dasar berupa data Receiver Independent Exchange Format (RINEX) Indonesia Continuously Operating Reference Station (Ina-CORS) dan data Real Time Kinematic (RTK) Online Correction. e. Y 1 ^+ ^Y 2 ^+ · · · + Yn meru pakan nilai inflasi sebagaimana tercantum dalam undang-undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara pada tahun pertama, kedua dan seterusnya. f. n merupakan selisih tahun penetapan tarif baru dengan tahun penetapan tarif terakhir. g. LT merupakan luas tanah berdasarkan data sertifikat tanah atau bukti kepemilikan tanah lainnya; dan
LB merupakan luas bangunan berdasarkan data informasi geospasial tematik. (4) Besaran BM0 1 Gv, BMOPTMK, BMOpsAG dan BMOcoRs sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Badan Informasi Geospasial. Pasal 4 (1) Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa jasa penyelenggaraan informasi geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e dan layanan produk informasi geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf f selain:
deskripsi jaring kontrol geodesi;
data hasil pengukuran pasang surut; dan
pengolahan data geospasial dapat dilaksanakan oleh Mitra Instansi Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pendapatan yang berasal dari penyelenggaraan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk pengembalian atas investasi Mitra Instansi Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam hal terdapat kelebihan pendapatan yang berasal dari penyelenggaraan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi pengembalian atas investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kelebihan pendapatan yang berasal dari penyelenggaraan layanan menjadi imbal jasa untuk Mitra Instansi Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak dan bagian pemerintah yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak. (4) Penunjukan dan penugasan Mitra Instansi Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk besaran pengembalian atas investasi sebagaiman~ dimaksud pada ayat (2), serta besaran imbal jasa untuk Mitra Instansi Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak dan bagian pemerintah yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam bentuk perjanjian kerja sama antara Badan lnformasi Geospasial dengan Mitra Instansi Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. Pasal 5 (1) Dengan pertimbangan tertentu, tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) dapat dikenakan tarif sampai dengan Rp0,00 (nol rupiah) atau 0% (nol persen). (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran, persyaratan dan tata cara pengenaan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 6 Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Informasi Geospasial wajib disetor ke Kas Negara. Pasal 7 Evaluasi atas tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dilaksanakan berdasarkan:
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak; dan/atau
hasil reviu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan terhadap kebutuhan biaya dan tren layanan selama masa penugasan Mitra Instansi Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak. Pasal 8 Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Pengenaan Pajak Minimum Global Berdasarkan Kesepakatan Internasional
Relevan terhadap
Keuntungan mata uang asing yang disebabkan oleh fluktuasi nilai tukar antara mata uang ketiga (GBP) dan mata uang fungsional perpajakan Manik Co termasuk dalam butir (d) dari definisi keuntungan atau kerugian mata uang asing asimetris. Butir (d) mensyaratkan penyesuaian terhadap Laba atau rugi bersih akuntansi keuangan ketika terdapat keuntungan atau kerugian yang disebabkan oleh fluktuasi tersebut, terlepas dari apakah keuntungan atau kerugian tersebut termasuk dalam penghasilan kena pajak Manik Co. Dengan demikian, jumlah keuntungan sehubungan dengan mata uang fungsional perpajakan harus dinyatakan ke dalam mata uang fungsional akuntansi dan dimasukkan sebagai penyesuaian positif terhadap laba atau rugi bersih akuntansi keuangan Manik Co. Tabel di bawah ini menunjukkan dampak dimasukkannya penyesuaian pada butir (c) dan (d) sesuai penyesuaian keuntungan mata uang asing asimetris berdasarkan butir (c) dan (d) dalam penghitungan Tarif Pajak Efektif GloBE. Mata Uang Fungsional Akuntansi (dalam USD) Penghasilan lain-lain 328 Keuntungan/kerugian mata uang asing 18 Penyesuaian keuntungan/kerugian mata uang asing asimetris [butir (c)] (18) Penyesuaian keuntungan/kerugian mata uang asing asimetris [butir (d)] 18 Total laba 346 Pajak Negara C 49 Tarif Pajak Efektif 14% Contoh 12: Nela Co merupakan suatu Entitas Konstituen dari Grup PMN yang tunduk pada GloBE. Nela Co berlokasi di Negara B. Pada suatu Tahun Pajak, Nela Co mencatat penghasilannya sebesar EUR200.000,00 dan biayanya sebesar EUR120.000,00. Pada tahun tersebut, Nela Co dikenai denda oleh Negara B sebesar EUR60.000,00. Nela Co mencatat denda tersebut sebagai biaya dalam laporan keuangannya. Secara sederhana, informasi keuangan Nela Co disajikan pada tabel berikut.
Grup PMN dengan Entitas Induk Utama di negara X dikenai rezim badan usaha luar negeri yang dikendalikan terpadu __ ( blended controlled foreign company regime) di negara X. Berdasarkan rezim tersebut di negara X, pemegang saham dari badan usaha luar negeri yang dikendalikan tersebut mengagregasi semua peghasilan dan pajak dari semua badan usaha luar negeri yang dikendalikan secara proporsional sesuai dengan Kepentingan Kepemilikan masing-masing. Tarif Pajak Efektif di luar negerinya harus sama dengan 13,125% untuk memiliki kredit pajak luar negeri yang cukup untuk mencegah adanya pengenaan tarif pajak BULN berdasarkan rezim badan usaha luar negeri yang dikendalikan terpadu __ ( blended controlled foreign company regime) . Kondisi ini tidak memberikan dampak terhadap pembatasan formula kredit pajak luar negeri yang diterapkan di negara X. Entitas Induk Utama memiliki beberapa badan usaha luar negeri yang dikendalikan yaitu A Co di negara A, B Co di negara B, dan C Co di negara C. A Co memperoleh penghasilan yang dapat diatribusikan sebesar 100, B Co memperoleh penghasilan yang dapat diatribusikan sebesar EUR50,00, dan C Co memperoleh penghasilan yang dapat diatribusikan sebesar EUR25,00. Entitas Induk Utama memiliki kepemilikan 100% atas masing- masing badan usaha luar negeri yang dikendalikan dan semua penghasilan dari masing-masing badan usaha luar negeri yang dikendalikan adalah penghasilan yang dapat diatribusikan kepada entitas tersebut. Tarif Pajak Efektif di masing-masing negara adalah sebagai berikut a. Negara A: 10% b. Negara B: 20%, dan c. Negara C: 5% Berdasarkan rezim badan usaha luar negeri yang dikendalikan terpadu __ ( blended controlled foreign company regime) , Entitas Induk Utama dikenakan pajak sebesar EUR20,00 dan harus dialokasikan kepada badan usaha luar negeri yang dikendalikannya. Kunci alokasi badan usaha luar negeri yang dikendalikan terpadu ( blended controlled foreign company ) untuk masing-masing badan usaha luar negeri yang dikendalikan dihitung sebagai berikut. Entitas Penghitungan Kunci Alokasi Kunci alokasi BULN Terpadu A Co 100 x (13,125% -10%) 3,125 B Co 50 x (13,125% - 20%) Tidak ada alokasi C Co 25 x (13,125% - 5%) 2,031 Jumlah dari semua kunci alokasi BULN terpadu 5,156 Jumlah pajak sebesar EUR20,00 berdasarkan rezim badan usaha luar negeri yang dikendalikan terpadu ( blended controlled foreign company ) kemudian dialokasikan sebagai berikut.
Kerugian mata uang asing yang timbul untuk tujuan perpajakan disebabkan oleh fluktuasi nilai tukar antara mata uang fungsional akuntansi dan perpajakannya. Oleh karena itu, kerugian ini termasuk dalam butir (a) pada definisi keuntungan atau kerugian mata uang asing asimetris. Jumlah kerugian yang diakui untuk tujuan perpajakan harus dinyatakan ke dalam Dolar AS dengan nilai tukar yang relevan (EUR1,00 = USD1,25) dan kemudian dimasukkan sebagai penyesuaian negatif terhadap laba atau rugi bersih akuntansi keuangan LL Co. Tabel di bawah menunjukkan dampak dimasukkannya kerugian mata uang asing asimetris dalam penghitungan Tarif Pajak Efektif GloBE. Mata Uang Fungsional Akuntansi (dalam USD) Penghasilan lain-lain 625 Penyesuaian keuntungan/kerugian mata uang asing asimetris (=EUR200,00 x USD1,25) (250) Total laba 375 Pajak Negara A (75) Tarif Pajak Efektif 20% Contoh 10: FER Co adalah perusahaan yang berkedudukan di Negara B dan merupakan Grup PMN yang tunduk pada GloBE. FER Co menggunakan periode pelaporan akuntansi dan pajak yang sesuai dengan tahun kalender. FER Co menggunakan Euro untuk mata uang fungsional perpajakannya dan Dolar AS untuk mata uang fungsional akuntansinya. Pada awal Tahun 1, FER Co mengadakan perjanjian pinjaman dalam mata uang Euro, dan pada akhir Tahun 1, FER Co memperoleh beban bunga sebesar EUR500,00 yang berarti beban bunga sebesar USD500,00 dalam Laporan Keuangan Konsolidasi, sesuai nilai tukar Euro dan Dolar AS yang perbandingannya adalah EUR1 : USD1 untuk Tahun 1. Pada Tahun ke-2, FER Co membayar beban bunga sebesar EUR500,00 yang diperoleh pada akhir Tahun ke-1, yang berarti USD625,00 di akun keuangan yang disebabkan Euro menguat terhadap Dolar AS dan nilai tukar saat ini menjadi EUR1,00 = USD1,25. Selisih antara jumlah beban bunga yang timbul (USD500,00) dan jumlah yang dibayarkan (USD625,00), yaitu sebesar USD125,00 , tercermin sebagai kerugian mata uang asing atau beban bunga tambahan dalam Laporan Keuangan Konsolidasi. Namun, perbedaan tersebut tidak menimbulkan keuntungan atau kerugian pajak karena pinjaman dan beban bunga dalam mata uang Euro, yang merupakan mata uang fungsional pajak. Tabel di bawah ini menggambarkan pengaruh pergerakan nilai tukar antara