Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak Berupa Denda Administratif Keterlambatan dan Jaminan Kesungguhan Pembangun ...
Relevan terhadap
bahwa terdapat kebutuhan mendesak berupa arahan Presiden Republik Indonesia untuk dilakukan hilirisasi sektor mineral dan batubara di dalam negeri untuk menumbuhkan nilai tambah produk dan industri domestik serta rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia pada laporan keuangan pemerintah pusat tahun 2023 agar dilakukan perbaikan tata kelola pengaturan Penerimaan Negara Bukan Pajak atas kewajiban pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam dalam negeri pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, perlu dilakukan pengaturan mengenai jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak kebutuhan mendesak berupa denda administratif keterlambatan dan jaminan kesungguhan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam Dalam Negeri pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak Berupa Denda Administratif Keterlambatan dan Jaminan Kesungguhan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam Dalam Negeri pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak kebutuhan mendesak yang berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berupa:
denda administratif keterlambatan pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam dalam negeri; dan
jaminan kesungguhan pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam dalam negeri.
Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dihitung dengan menggunakan formula.
Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung sebesar 5% (lima persen) dari volume produk pertambangan yang telah dijual ke luar negeri dikalikan Harga Patokan Ekspor.
Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa denda administratif keterlambatan dan jaminan kesungguhan pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam dalam negeri pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral wajib disetorkan ke Kas Negara.
Biaya Operasional Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Tahun Anggaran 2023
Relevan terhadap
Penerimaan PBB terdiri atas penerimaan negara yang berasal dari objek pajak PBB:
sektor perkebunan, meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan perkebunan;
sektor perhutanan, meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan perhutanan;
sektor pertambangan minyak dan gas bumi, meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi;
sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan untuk pengusahaan panas bumi;
sektor pertambangan mineral atau batubara, meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan mineral atau batubara; dan
sektor lainnya, meliputi bumi dan/atau bangunan selain objek pajak PBB sektor perkebunan, objek pajak PBB sektor perhutanan, objek pajak PBB sektor pertambangan minyak dan gas bumi, objek pajak PBB sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, atau objek pajak PBB sektor pertambangan mineral atau batubara, yang:
berada di wilayah perairan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi laut pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, atau perairan di dalam Batas Landas Kontinen Indonesia; dan
selain objek PBB perdesaan dan perkotaan.
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Seksi Penilaian Pajak I, Seksi Penilaian Pajak II, dan Seksi Penilaian Pajak III masing-masing mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan perencanaan, perumusan kebijakan standardisasi teknis dan pengendalian kualitas, serta evaluasi pelaksanaan penilaian Nilai Jual Objek Pajak Sektor Perkebunan, Sektor Perhutanan, dan Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi, dan Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara, dan Sektor lainnya (PBB-P5L), penilaian Non- Nilai Jual Objek Pajak Properti Kriteria I, Properti Kriteria II, Bisnis Kriteria I, Bisnis Kriteria II, dan Aset Tak Berwujud, serta kegiatan pendukung penilaian.
Direktur Jenderal menetapkan pembagian tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 450, Subdirektorat Penilaian menyelenggarakan fungsi:
penyiapan bahan perumusan kebijakan perencanaan, perumusan kebijakan standardisasi teknis dan pengendalian kualitas, serta evaluasi pelaksanaan penilaian Nilai Jual Objek Pajak Sektor Perkebunan, Sektor Perhutanan, dan Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi, dan Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara, dan Sektor lainnya (PBB-P5L);
penyiapan bahan perumusan kebijakan perencanaan, perumusan kebijakan standardisasi teknis dan pengendalian kualitas, serta evaluasi pelaksanaan penilaian Non-Nilai Jual Objek Pajak Properti Kriteria I, Properti Kriteria II, Bisnis Kriteria I, Bisnis Kriteria II, dan Aset Tak Berwujud; dan
penyiapan bahan perumusan kebijakan perencanaan, perumusan kebijakan standardisasi teknis serta pengendalian kualitas, dan evaluasi kegiatan pendukung penilaian.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2019 tentang Klasifikasi Objek Pajak dan Tata Cara Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Bumi da ...
Relevan terhadap
Objek pajak diklasifikasikan menjadi:
objek pajak PBB Sektor Perkebunan meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan perkebunan;
objek pajak PBB Sektor Perhutanan meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan perhutanan;
objek pajak PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi;
objek pajak PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan untuk pengusahaan panas bumi;
objek pajak PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan mineral atau batubara; dan
objek pajak PBB Sektor Lainnya meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai kelautan, yang;
selain diatur dalam peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, kecuali yang sudah diatur dalam peraturan daerah mengenai Pajak dan Retribusi yang disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masih tetap berlaku paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; dan
selain objek pajak PBB Sektor Perkebunan, objek pajak PBB Sektor Perhutanan, objek pajak PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, objek pajak PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi, atau objek pajak PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PBB selain PBB Perdesaan dan Perkotaan.
Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
Subjek Pajak PBB yang selanjutnya disebut Subjek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Wajib Pajak PBB yang selanjutnya disebut Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenai kewajiban membayar PBB.
Perbandingan Harga dengan Objek Lain yang Sejenis adalah suatu pendekatan atau metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya.
Nilai Perolehan Baru adalah suatu pendekatan atau metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek pajak tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek pajak tersebut.
Nilai Jual Objek Pajak Pengganti yang selanjutnya disebut Nilai Jual Pengganti adalah suatu pendekatan atau metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.
Biaya Investasi Tanaman adalah jumlah biaya tenaga kerja, bahan, dan alat yang diinvestasikan untuk pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
Hutan Alam adalah suatu lapangan yang bertumbuhan pohon-pohon alami yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya.
Hutan Tanaman adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas Hutan Produksi dengan menerapkan silvikultur intensif.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HA yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah izin memanfaatkan Hutan Produksi yang kegiatannya terdiri dari penebangan, pengangkutan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan kayu.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman pada Hutan Produksi yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HTI yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT), Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HTI) adalah izin usaha untuk membangun Hutan Tanaman pada Hutan Produksi yang dibangun oleh kelompok industri untuk meningkatkan potensi dan kualitas Hutan Produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam yang selanjutnya disingkat IUPHHK-RE adalah izin usaha yang diberikan untuk membangun kawasan dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi yang memiliki ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dari Hutan Alam pada Hutan Produksi yang selanjutnya disebut IUPHHBK-HA adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dari Hutan Alam pada Hutan Produksi melalui kegiatan pengayaan, pemeliharaan, perlindungan, pemanenan, pengamanan, dan pemasaran hasil.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dari Hutan Tanaman pada Hutan Produksi yang selanjutnya disebut IUPHHBK-HT adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dari Hutan Tanaman pada Hutan Produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengamanan, dan pemasaran hasil.
Biaya Produksi Perhutanan adalah seluruh biaya langsung yang terkait dengan kegiatan produksi hasil hutan, sampai di log ponds atau log yards untuk hasil hutan kayu dan/atau sampai tempat pengumpulan hasil panen untuk hasil hutan bukan kayu pada Hutan Alam.
Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang digunakan untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi minyak dan/atau gas bumi.
Wilayah Kerja Panas Bumi adalah wilayah dengan batas- batas koordinat tertentu yang digunakan untuk kegiatan pengusahaan pemanfaatan panas bumi dengan melalui proses pengubahan dari energi panas dan/atau fluida menjadi energi listrik.
Kontrak Kerja Sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan minyak dan/atau gas bumi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya digunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.
Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak bumi dan/atau gas bumi, panas bumi, mineral, atau batubara, termasuk kegiatan penyelidikan, survei dan studi kelayakan, dalam Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi, Wilayah Kerja Panas Bumi, wilayah sebagaimana tercantum dalam Izin Usaha Pertambangan, Izin Usaha Pertambangan Khusus, Izin Pertambangan Rakyat, atau wilayah berdasarkan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
Eksploitasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan minyak dan/atau gas bumi, atau panas bumi, dari Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi atau Wilayah Kerja Panas Bumi.
Permukaan Bumi Pertambangan Onshore yang selanjutnya disebut Permukaan Bumi Onshore adalah areal berupa tanah dan/atau perairan darat di dalam kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi, pengusahaan panas bumi, atau pertambangan mineral atau batubara.
Permukaan Bumi Pertambangan Offshore yang selanjutnya disebut Permukaan Bumi Offshore adalah areal berupa perairan yang berada di dalam kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi, pengusahaan panas bumi, atau pertambangan mineral atau batubara, di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi laut pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan perairan di dalam Batas Landas Kontinen.
Tubuh Bumi Eksplorasi adalah tubuh bumi yang berada di dalam kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi, pengusahaan panas bumi, atau pertambangan mineral atau batubara, pada kegiatan Eksplorasi.
Tubuh Bumi Eksploitasi adalah tubuh bumi yang berada di dalam kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi, atau pengusahaan panas bumi, pada kegiatan Eksploitasi.
Operasi Produksi adalah kegiatan usaha pertambangan mineral atau batubara yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan dalam wilayah sebagaimana tercantum dalam Izin Usaha Pertambangan, Izin Usaha Pertambangan Khusus, Izin Pertambangan Rakyat, dan wilayah berdasarkan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
Tubuh Bumi Operasi Produksi adalah tubuh bumi yang berada di kawasan pertambangan mineral atau batubara, pada kegiatan Operasi Produksi.
Harga Patokan Mineral Logam, yang selanjutnya disebut HPM Logam, adalah harga mineral logam yang ditentukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral, pada suatu titik serah penjualan ( at sale point ) secara Free on Board untuk masing-masing komoditas tambang mineral logam.
Harga Patokan Mineral Bukan Logam, yang selanjutnya disebut HPM Bukan Logam, adalah harga patokan mineral bukan logam yang ditetapkan oleh kepala daerah untuk masing-masing komoditas tambang dalam 1 (satu) provinsi, kabupaten atau kota.
Harga Patokan Batuan adalah harga patokan batuan yang ditetapkan oleh kepala daerah untuk masing- masing komoditas tambang dalam 1 (satu) provinsi, kabupaten atau kota.
Harga Patokan Batubara, yang selanjutnya disingkat HPB, adalah harga batubara yang ditentukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral, pada suatu titik serah penjualan ( at sale point ) secara Free on Board .
Angka Kapitalisasi adalah angka pengali tertentu yang digunakan untuk mengonversi pendapatan atau hasil produksi satu tahun menjadi NJOP, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Rasio Biaya Produksi adalah persentase tertentu yang diperoleh dari rata-rata biaya produksi satu tahun dibandingkan dengan rata-rata pendapatan kotor satu tahun, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Penilai Pajak adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan penilaian.
Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang selanjutnya disingkat SPOP adalah surat yang digunakan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketentuan Undang- Undang PBB.
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya PBB terutang kepada Wajib Pajak.
Surat Ketetapan Pajak PBB yang selanjutnya disingkat SKP PBB adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya pokok PBB atau selisih pokok PBB, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah PBB terutang.
Surat Tagihan Pajak PBB yang selanjutnya disingkat STP PBB adalah surat untuk melakukan tagihan PBB terutang yang tidak atau kurang dibayar setelah tanggal jatuh tempo pembayaran.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim, yaitu dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Iuran Pembangunan Daerah yang selanjutnya disebut Ipeda adalah pungutan sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.02/2021 tentang Pengawasan Penerimaan Negara Bukan Pajak Mineral dan Batubara melalui Sinergi ...
Relevan terhadap 2 lainnya
bahwa untuk optimalisasi pengawasan penerimaan negara bukan pajak mineral dan batubara melalui sinergi proses bisnis dan data antar kementerian/lembaga, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.02/2021 tentang Pengawasan Penerimaan Negara Bukan Pajak Mineral dan Batubara melalui Sinergi Proses Bisnis dan Data antar Kementerian/Lembaga;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.02/2021 tentang Pengawasan Penerimaan Negara Bukan Pajak Mineral dan Batubara melalui Sinergi Proses Bisnis dan Data antar Kementerian/Lembaga;
Untuk efektivitas pengawasan PNBP mineral dan batubara, Kementerian Keuangan melakukan sinergi yang meliputi Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan LNSW.
Selain sinergi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Keuangan melakukan sinergi dengan Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perhubungan.
Sinergi dengan Kementerian ESDM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa sinergi proses bisnis dan data perizinan pertambangan, perhitungan dan pembayaran PNBP, rencana dan realisasi atas pembelian dan penjualan, dan laporan hasil verifikasi terkait komoditas mineral dan batubara.
Sinergi dengan Kementerian Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa sinergi proses bisnis dan data perizinan/ persetujuan dan Laporan Surveyor dalam rangka ekspor terkait komoditas mineral dan batubara.
(4a) Sinergi dengan Kementerian Perindustrian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa sinergi proses bisnis dan data industri pengolahan dan/atau pemurnian mineral dan batubara ( smelter ).
Sinergi dengan Kementerian Perhubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa sinergi proses bisnis dan data pengangkutan/pengapalan terkait komoditas mineral dan batubara dalam rangka penerbitan surat persetujuan berlayar dan/atau surat persetujuan olah gerak.
BAB V diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025
Relevan terhadap
a. DBH; b. DAU; c. DAK; d. Dana Otonomi Khusus; e. Dana Keistimewaan; dan f. Dana Desa. (3) Anggaran TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (l) termasuk alokasi untuk Dana Insentif Fiskal. (4) Ketentuan mengenai rincian anggaran TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden. Pasal L0 (1) DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat l2l huruf a direncanakan sebesar Rpl92.2al.743.134.OOO,OO (seratus sembilan puluh dua triliun dua ratus delapan puluh satu miliar tqiuh ratus empat puluh tiga juta seratus ^: ga puluh empat ribu rupiah), yang terdiri atas: a. DBH pajak; b. DBH sumber daya alam; c. DBH lainnya berupa DBH perkebunan sawit; dan d. kurangbayarDBH. (21 DBH pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a terdiri atas: a. pajak penghasilan; b. pajak bumi dan bangunan; dan c. cukai hasil tembakau. (3) DBH sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf b terdiri atas: a. kehutanan; b. mineral dan batubara; c. minyak bumi dan gas bumi;
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan ...
Relevan terhadap
PAJAK SATUAN TARIF (RUPIAH) cc. Angka Iod (Contoh Non- Minyak) Per Contoh 250.000,00 dd. Angak Iod (Contoh Minyak) Per Contoh 120.000,00 ee. Kadar Total Volatile Base (TVB) Destilasi Per Contoh 140.000,00 ff. Analisis Phosphor Total Per Contoh 75.000,00 gg. Analisis Mineral 1) Pengujian Mineral-Flame dengan Gas Acetylene : Cu, Mg, Zn, Fe, Mn, Co, K, Na Per Unsur Per Contoh 100.000,00 2) Pengujian Mineral-Flame dengan Gas Acetylene+ NO 2 : Al, Ca , Sn, dll Per Unsur Per Contoh 120.000,00 3) Pengujian Mineral-Grafit Furnace dengan Gas Argon: Se Per Unsur Per Contoh 145.000,00 4) Cemaran Logam Berat- Flame dengan Gas Asetilen: Pb, Cd , As Per Unsur Per Contoh 150.000,00 5) Cemaran Logam Berat - Grafit Furnace dengan Gas Argon: Pb, Cd Per Unsur Per Contoh 150.000,00 6) Cemaran Logam Berat - Hydrid System dengan Gas Argon: Hg Per Unsur Per Contoh 150.000,00 7) Cemaran Logam Berat Dianalisis Menggunakan HG-AAS dengan Gas Asetilen: As anorganik Per Unsur Per Contoh 566.000,00 hh. Pengujian Serat Pangan Per Unsur Per Contoh 332.000,00 ii. Analisis Cr 2 O 3 ( Crom Oxide ) Per Contoh 70.000,00 jj. Persiapan Mineral Per Contoh 75.000,00 kk. Fosfor Per Contoh 80.000,00 ll. Asam Lemak ( Fatty Acid ) Per Contoh 450.000,00 mm. Uji Fisik Pakan Per Contoh 5.000,00 nn. Kestabilan dalam Air ( Water Stability ) Per Contoh 25.000,00 oo. Kandungan Melamin Per Contoh 500.000,00 pp. Kadar Indol Per Contoh 410.000,00 qq. Analisis Agar Per Contoh 120.000,00 D. Bioteknologi 1. Aktivitas Protease Per Contoh 390.000,00 2. Aktivitas Kitosanase Per Contoh 345.000,00 3. Aktivitas Kitinase Per Contoh 420.000,00 4. Aktivitas Anti Bakteri Per Contoh 236.000,00 5. Ekstraksi DNA Bakteri Per Contoh 280.000,00 6. Uji Aktivitas Antioksidan Per Contoh 353.000,00 7. Uji Protein Terlarut Per Contoh 80.000,00 8. Uji Toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Per Contoh 215.000,00
PAJAK SATUAN TARIF (RUPIAH) x. Analisis Klorofil Kualitatif (Spectrophotometer) Per Contoh 40.000,00 y. Kadar klorofil/Karotenoid (Spectrophotometer) Per Contoh 100.000,00 z. Preparasi Logam (Pb/Cu/Cd/Zn/Hg) Contoh Air (Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)) Per Contoh 125.000,00 aa. Baca Kandungan Logam Berat Metode Contoh Air (Metode Spektrofotometri Serapan Atom Flame ) 1) Pb/Cu/Cd/Zn Per Unsur Per Contoh 50.000,00 2) Raksa (Hg) Per Contoh 150.000,00 3) Sianida (CN): Ion Chomatography Per Contoh 230.000,00 bb. Uji Mineral dan Sedimen:
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ...
Relevan terhadap 7 lainnya
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Agustus 2022 MENTER! SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PRATIKNO orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah 1m dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Agustus 2022 ttd. JOKO WIDODO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 167 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2022 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL I. UMUM Bahwa untuk mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak guna memperkuat ketahanan fiskal dan mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berkeadilan, meningkatkan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, memberikan kepastian hukum dan pelindungan masyarakat, perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah memiliki jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana diatur dalam Pemerintah Nomor 81 Tahun 2019 ten tang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Namun, untuk melakukan penyesuaian terhadap jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, perlu mengatur kembali jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan Peraturan Pemerintah. II. PASAL DEMI PASAL
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berasal dari penenmaan:
pemanfaatan sumber daya alam;
pelayanan bidang energi dan sumber daya mineral;
penggunaan sarana dan prasarana sesuai dengan tugas dan fungsi;
denda administratif; dan
penempatan jaminan bidang energi dan sumber daya mineral.
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki jenis dan tarif sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. jdih.kemenkeu.go.id (3) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk penerimaan dari iuran produksi/royalti dan penerimaan iuran produksi panas bumi serta huruf d untuk denda administratif berupa harga komponen pembentuk tarif dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak Berupa Denda dan Dana Kompensasi Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri ...
Relevan terhadap 2 lainnya
Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa denda dan dana kompensasi pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral wajib disetorkan ke Kas Negara.
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam rangka pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri terdiri atas:
denda; dan
dana kompensasi.
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (6), Pasal 7 ayat (6), dan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak, dalam hal tertentu penetapan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak kebutuhan mendesak yang berasal dari hak negara lainnya dapat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
bahwa berdasarkan arahan Presiden Republik Indonesia yang menyatakan agar pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri harus dipenuhi khususnya untuk kepentingan umum;
bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral belum diatur jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak berupa denda dan dana kompensasi pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak Berupa Denda dan Dana Kompensasi Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
Biaya Operasional Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
Relevan terhadap
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG OPERASIONAL PEMUNGUTAN PAJAK BUMI BANGUNAN. BIAYA DAN jdih.kemenkeu.go.id Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 2. Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pajak Bumi dan Bangunan selain Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. 3. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari transfer ke daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada daerah otonom penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah otonom, serta kepada daerah otonom lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/ a tau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. 4. Biaya Operasional Pemungutan yang selanjutnya disingkat BOP adalah biaya yang meliputi kegiatan pemungutan PBB yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. 5. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 2 (1) Penerimaan PBB terdiri atas penerimaan negara yang berasal dari objek pajak PBB:
sektor perkebunan;
sektor perhutanan;
sektor pertambangan minyak dan gas bumi;
sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi;
sektor pertambangan mineral atau batubara; dan
sektor lainnya. (2) Rincian objek pajak PBB atas masing-masing sektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi objek pajak PBB. Pasal 3 Penerimaan PBB se bagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dialokasikan kepada Daerah dalam bentuk DBH sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah memperhitungkan BOP. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 4 (1) BOP sehagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan sehagai herikut:
BOP PBB sektor perkehunan sehesar 5,4% (lima koma empat persen) dari penerimaan PBB sektor perkehunan;
BOP PBB sektor perhutanan sehesar 5,85% (lima koma delapan lima persen) dari penerimaan PBB sektor perhutanan;
BOP PBB sektor pertamhangan minyak dan gas humi sehesar 6,3% (enam koma tiga persen) dari penerimaan PBB sektor pertamhangan minyak dan gas humi;
BOP PBB sektor pertamhangan untuk pengusahaan panas humi sehesar 6,3% (enam koma tiga persen) dari penerimaan PBB sektor pertamhangan untuk pengusahaan panas humi;
BOP PBB sektor pertamhangan mineral atau hatu hara sehesar 6,3% (enam koma tiga persen) dari penerimaan PBB sektor pertamhangan mineral atau hatu hara; dan
BOP PBB sektor lainnya sehesar 6,3% (enam koma tiga persen) dari penerimaan PBB sektor lainnya. (2) Penganggaran BOP sehagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan lehih lanjut mengenai penggunaan BOP sehagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Pasal 5 Perhitungan BOP ยท terhadap pemungutan PBB yang merupakan hagian dari DBH PBB, dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang mengenai APBN dan/atau APBN peruhahan. Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai herlaku pada tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id