Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110 Tahun 2023 tentang Indikator Tingkat Kinerja Daerah dan Petunjuk Teknis Bagian Dana Alokasi Umum y ...
Relevan terhadap
Sekolah/Madrasah dan Dayah yang Berskala Provinsi 235 Penyelenggaraan Penjaminan dan Pengendalian Mutu Pendidikan Aceh Supervisi dan Fasilitasi Satuan Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah untuk Pengendalian Mutu Pendidikan Aceh 236 Penyelenggaraan Penjaminan dan Pengendalian Mutu Pendidikan Aceh Evaluasi Pencapaian Standar Pendidikan Aceh pada Setiap Satuan Pendidikan di Aceh 237 Penyelenggaraan Penjaminan dan Pengendalian Mutu Pendidikan Aceh Penilaian Pencapaian Standar Pendidikan Aceh dan Standar Pelayanan Minimal pada Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus 238 Administrasi Keuangan Perangkat Daerah Penyediaan Gaji dan Tunjangan ASN 4. Rincian Kegiatan dan Subkegiatan Pendukung yang Didanai dari Dana Alokasi Umum Dukungan Bidang Pendidikan untuk Kabupaten/Kota NO URAIAN KEGIATAN URAIAN SUBKEGIATAN 1 Penyelenggaraan Bangunan Gedung di Wilayah Daerah Kabupaten/Kota, Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung Identifikasi, Penetapan, Penyelenggaraan Bangunan Gedung Cagar Budaya yang Dilestarikan untuk Kepentingan Strategis Daerah Kabupaten/Kota 2 Pengelolaan Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Aceh Koordinasi dengan Organisasi Masyarakat, Organisasi Kepemudaan dan Lembaga Swadaya Masyarakat di Bidang Pembinaan dan Pengawasan Qanun Syariat Islam 3 Pelayanan Pencegahan dan Kesiapsiagaan Terhadap Bencana Pelatihan Pencegahan dan Mitigasi Bencana Kabupaten/Kota 4 Pemberdayaan Masyarakat dalam Pencegahan Kebakaran Pemberdayaan Masyarakat dalam Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Melalui Sosialisasi dan Edukasi Masyarakat 5 Pemberdayaan Sosial Komunitas Adat Terpencil (KAT) Peningkatan Kapasitas dan Pendampingan KAT 6 Rehabilitasi Sosial Dasar Penyandang Disabilitas Terlantar, Anak Terlantar, Lanjut Usia Terlantar, serta Gelandangan Pengemis di Luar Panti Sosial Pemberian Bimbingan Fisik, Mental, Spiritual, dan Sosial 7 Rehabilitasi Sosial Dasar Penyandang Disabilitas Terlantar, Anak Terlantar, Lanjut Usia Terlantar, serta Gelandangan Pengemis di Luar Panti Sosial Pemberian Bimbingan Sosial kepada Keluarga Penyandang Disabilitas Terlantar, Anak Terlantar, Lanjut Usia Terlantar, serta Gelandangan Pengemis dan Masyarakat 8 Rehabilitasi Sosial Dasar Penyandang Disabilitas Terlantar, Anak Terlantar, Lanjut Usia Terlantar, serta Gelandangan Pengemis di Luar Panti Sosial Pemberian Akses ke Layanan Pendidikan dan Kesehatan Dasar 9 Rehabilitasi Sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Lainnya Bukan Korban HIV/AIDS dan NAPZA di Luar Panti Sosial Pemberian Bimbingan Fisik, Mental, Spiritual, dan Sosial 10 Rehabilitasi Sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Lainnya Bukan Korban HIV/AIDS dan NAPZA di Luar Panti Sosial Pemberian Bimbingan Sosial kepada Keluarga Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Lainnya Bukan Korban HIV/AIDS dan NAPZA 11 Rehabilitasi Sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Lainnya Bukan Korban HIV/AIDS dan NAPZA di Luar Panti Sosial Pemberian Akses ke Layanan Pendidikan dan Kesehatan Dasar
Pengelolaan Insentif Fiskal Tahun Anggaran 2024 untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan
Penggunaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari transfer ke Daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan Daerah, serta kepada Daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi yang selanjutnya disebut DBH DR adalah bagian Daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan dana reboisasi.
Sisa Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi Provinsi yang selanjutnya disebut Sisa DBH DR Provinsi adalah selisih lebih antara DBH DR yang telah disalurkan oleh Pemerintah kepada pemerintah provinsi dengan realisasi penggunaan DBH DR yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan selama satu periode tahun anggaran dan/atau beberapa tahun anggaran.
Sisa Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Sisa DBH DR Kabupaten/Kota adalah DBH DR yang merupakan bagian kabupaten/kota sampai dengan tahun anggaran 2016, yang masih terdapat di rekening kas umum daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah.
Rancangan Kegiatan dan Penganggaran Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi yang selanjutnya disingkat RKP DBH DR adalah rencana kegiatan dan penganggaran yang dapat dibiayai oleh DBH DR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dan diselaraskan dengan program kerja Pemerintah Daerah pada tahun anggaran berjalan.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau wali kota bagi Daerah kota.
Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan yang selanjutnya disingkat IIUPH adalah pungutan yang dikenakan kepada Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan atas suatu kawasan hutan tertentu yang dilakukan sekali pada saat izin tersebut diberikan.
Provisi Sumber Daya Hutan yang selanjutnya disingkat PSDH adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil yang dipungut dari hutan negara.
Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya dalam bentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan.
Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.
Kesatuan Pengelola Hutan yang selanjutnya disingkat KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.
Hasil Hutan Kayu adalah benda-benda hayati yang berupa hasil hutan kayu yang dipungut dari hutan alam.
Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati selain kayu baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya yang berasal dari hutan negara.
Forestry and Other Land Use Net Sink 2030 yang selanjutnya disebut FOLU Net Sink 2030 adalah upaya pengendalian perubahan iklim dengan sasaran pengurangan laju deforestasi, pengurangan laju degradasi hutan, pengaturan pembangunan hutan tanaman, pengelolaan hutan secara lestari, Perhutanan Sosial, rehabilitasi hutan dengan rotasi reguler dan sistematis, rehabilitasi hutan non rotasi pada kondisi lahan kritis dan menurut kebutuhan lapangan, tata kelola restorasi gambut, perbaikan tata air gambut, perbaikan dan konservasi mangrove, konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, serta pengembangan berbagai instrumen kebijakan baru, pengendalian sistem monitoring, evaluasi dan pelaksanaan komunikasi publik.
Kewenangan Khusus Otorita Ibu Kota Nusantara
Relevan terhadap
Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6876 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2023 TENTANG KEWENANGAN KHUSUS OTORITA IBU KOTA NUSANTARA KEUIENANGAN KIIUSUS OTORITA IBU KOTA NUSANTARA A. BIDANG PENDIDIKAN 1 Manajemen Pendidikan a. Pengelolaan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan khusus, dan pendidikan nonformal. b. Fasilitasi pendidikan tinggi. 2 Kurikulum Penetapan kurikulum muatan lokal pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan khusus, dan pendidikan nonformal. 3 Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan. 4 Penzinan Pendidikan Perizinan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan khusus, dan pendidikan nonformal serta program studi di luar kampus utama perguruan tinggi Indonesia dan perguruan tinggi asing peringkat 100 (seratus) terbaik dunia. 5 Bahasa dan Sastra Pembinaan bahasa dan sastra yang penuturnya dalam wilayah Ibu Kota Nusantara B. BIDANG KESEHATAN 1 Upaya Kesehatan a. Pengelolaan upaya kesehatan perseor€rngan (UKP) rujukan secara terintegrasi. b. Pengelolaan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan rujukan secara terintegrasi. c. Penyelenggaraan standardisasi khusus fasilitas pelayanan kesehatan publik dan swasta. d. Penerbitan perizinan berusaha untuk fasilitas pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit kelas A, B, C, dan D serta penanaman modal asing (PMA). 2 Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan termasuk Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing a. Perencanaan dan pengembangan tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/penunjang kesehatan untuk UKM dan UKP. b. Penyelenggaraan skema penghargaan dan pemberian insentif bagi tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/penunjang kesehatan untuk UKM dan UKP. c. Penempatan dan pendayagunaan tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/ penunj ang kesehatan. d. Penerbitan izin praktik tenaga kesehatan.
Sediaan Farmasi, Alat, Kesehatan, dan Makanan Minuman a. Pengawasan dan pemantauan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan. b. Pengawasan post-markef produk makanan minuman industri rumah tangga dan pangan olahan siap saji. c. Penyediaan obat pelayanan kesehatan dasar. d. Penerbitan perizinan berusaha usaha kecil obat tradisional (UKOT). e. Penerbitan perizinan berrrsaha apotek, toko obat, dan toko alat kesehatan. f. Penerbitan pedzinan berusaha usaha mikro obat tradisional (UMOT). g. Penerbitan perizinan berusaha produksi makanan dan minuman pada industri rumah tangga.
Penerbitan izin pedagang besar farmasi (PBF) cabang dan cabang distributor alat kesehatan (DAK). i. Penerbitan sertifikat produksi alat kesehatan dan alat kesehatan diagnostic in uitro (DIY) kelas A/ 1 (satu) tertentu serta perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) kelas 1 (satu) tertentu perusahaan rumah tangga.
Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat Bidang Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi dengan pendekatan edukatif partisipatif dengan memperhatikan potensi dan sosial budaya setempat. C. BIDANG PEKER.IAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG 1 Perencanaan Tata Ruang Men5rusun dan menetapkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Ibu Kota Nusantara. 2 Pemanfaatan Ruang Penzinan terkait penataan ruang yang meliputi:
Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan rurang (PKKPR) untuk kegiatan berusaha;
Konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKKPR) untuk kegiatan nonberusaha; dan
Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (PKKPR) untuk kegiatan nonberusaha.
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang. 4 Pengawasan Penataan Ruang Pelaksanaan pengawasan penataan ruzrng.
Air Minum a. Penetapan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). b. Pengelolaan dan pengembangan SPAM.
Persampahan a. Penetapan pengembangan sistem pengelolaan persampahan. b. Pengelolaan dan pengembangan sistem pengelolaarl pers€rmpahan. 7 Air Limbah a. Penetapan pengembangan sistem pengelolaan air limbah domestik. b. Pengelolaan dan pengembangan sistem pengelolaan air limbah domestik. 8 Drainase a. Penetapan pengembangan sistem drainase. b. Pengelolaan dan pengembangan sistem drainase. 9 Infrastruktur Hijau Kota Spons a. Pengembangan kota spons. b. Pengelolaan dan pengembangan infrastruktur konservasi air kota spons. c. Penetapan dan penegakan peraturan kota spons. 10 Permukiman a. Penetapan sistem pengembangan infrastruktur permukiman. b. Penyelenggaraan infrastruktur pada permukiman.
Bangunan Gedung a. Penetapan bangunan gedung untuk kepentingan strategis nasional. b. Penyelenggaraan bangunan gedung untuk kepentingan strategis nasional dan penyelenggaraan bangunan gedung fungsi khusus. c. Penerbitan persetujuan bangunan gedung (PBG) dan sertifikat laik fungsi bangunan gedung. t2. Penataan Bangunan dan Lingkungannya a. Penetapan pengembangan sistem penataan bangunan dan lingkungannya. b. Penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungannya.
Jalan a. Pengembangan sistem jaringan jalan. b. Penyelenggaraan jalan. l4 Jasa Konstruksi a. Penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja konstruksi strategis dan percontohan, tenaga ahli konstruksi, dan tenaga terampil konstruksi. b. Pengembangan dan penyelenggaraan sistem informasi jasa konstruksi cakupan. c. Pengawasan tertib usaha, tertib penyelenggaraan, dan tertib pemanfaatan jasa konstruksi. d. Pengembangan standar kompetensi kerja dan pelatihan jasa konstruksi. e. Pengembangan kontrak kerja konstrr.rksi yang menjamin kesetaraan hak dan kewajiban antara pengguna jasa dan penyedia jasa konstruksi. f. Pengemb€rngan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan dalam penyelenggaraan jasa konstruksi. g. Penyelenggaraan pengawasan penerapan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan jasa konstruksi oleh badan usaha jasa konstruksi. h. Pengembangan standar material dan peralatan konstruksi, serta inovasi teknologi konstruksi.
Irigasi Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi sebagai satu kesatuan sistem pada daerah irigasi. D. BIDANG PERUMAIIAN DAN I(AWASAN PERIUUKIMAN 1 Perumahan a. Pengembangan sistem penyelengg€rraan perumahan secara terpadu. b. Penyediaan perumahan bagi Aparatur Sipil Negara, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia. c. Fasilitasi dan/atau penyediaan pemmahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). d. Fasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat yang terkena relokasi sebagai dampak kebijakan pemerintah. e. Penyediaan dan rehabilitasi perumahan korban bencana. f. Pengembangan sistem pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. g. Penerbitan sertifikat kepemilikan bangunan gedung (SKBG).
Perizinan terkait pembangunan dan pengembangan perumahan. i. Penetapan pelaksanaan pemenuhan kewajiban hunian berimbang sesuai prioritas pembangunan perumahan dan kawasan permukiman di wilayah Ibu Kota Nusantara. 2 Kawasan Permukiman dan Kawasan Permukiman Kumuh a. Penetapan sistem kawasan permukiman. b. Penataan dan peningkatan kualitas kawasan pennukiman kumuh. c. Pencegahan perumahan dan kawasan permukiman kumuh. d. Perizinan terkait pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman. 3 Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) Penetapan kebijakan dan penyelenggaraan prasarana sarana umum di lingkungan hunian, kawasan permukiman, dan perumahan. E. BIDANG KETENTERAMAN DAN KETERTIBAN UMUM SERTA PERLINDUNGAN MASYARAKAT 1 Ketenteraman dan Ketertiban Umum a. Penegakan produk hukum Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ibu Kota Nusantara. c. Penanganan gangguan ketenteraman dan ketertiban umum. 2 Bencana a. Penyelenggaraan penanggulangan bencana. b. Penyelenggaraan pencegahan, tanggap darurat, dan pascabencana alam dan nonalam.
Kebakaran a. Standardisasi sarana dan prasarana pemadam kebakaran. b. Standardisasi kompetensi dan sertifikasi pemadam kebakaran. c. Penyelenggaraan sistem informasi kebakaran. d. Penyelenggaraan pemetaan rawan kebakaran. e. Pencegahan, pengendalian, pemadaman, penyelamatan, dan penanganan bahan berbahaya dan beracun kebakaran. f. Inspeksi peralatan proteksi kebakaran. g. Investigasi kejadian kebakaran. h. Pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan kebakaran. F. BIDANG SOSIAL 1 Pemberd ayaar: Sosial a. Penetapan lokasi dan pemberdayaan sosial komunitas adat terpencil (KAT). b. Pembinaan sumber kesejahteraan sosial. c. Pembinaan lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga (LK3). d. Pengembangan potensi sumber kesejahteraan sosial. e. Penerbitan izin pengumpulan sumbangan. 2 Penanganan Warga Negara Migran Korban Tindak Kekerasan Penanganan warga negara migran korban tindak kekerasan dari titik debarkasi untuk dipulangkan hingga daerah asal. 3 Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi sosial bukan/tidak termasuk bekas korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), orzrng dengan Human Immunodeficiencg Vints / Acquire d Immuno Deficiencg Sg ndrome y ar: g memerlukan rehabilitasi pada panti dan tidak memerlukan rehabilitasi pada panti, dan rehabilitasi anak yang berhadapan dengan hukum. 4 Perlindungan dan Jaminan Sosial a. Pengelolaan data fakir miskin. b. Pemeliharaan anak-anak telantar. c. Penerbitan izin orang tua angkat untuk pengangkatan anak antar warga negara Indonesia dan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal warga negara Indonesia. 5 Penanganan Bencana a. Penyediaan kebutuhan dasar dan pemulihan trauma bagi korban bencana. b. Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat terhadap kesiapsiagaan bencana. c. Penyelenggaraan penanganan bencana berdasarkan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Nusantara. 6 Taman Makam Pahlawan Pembangunan dan pemeliharaan taman makam pahlawan nasional. 7 Penanganan Konflik Sosial Penanganan konflik sosial yang meliputi:
pencegahan konflik;
penghentian konflik; dan
pemulihan pascakonflik. G. BIDANG TENAGA KER.IA 1 Perencanaan Tenaga Kerja (Manpower Ptanning) dan Penyediaan Layanan Informasi Pasar Kerja a. Pen5rusunan perencanaan tenaga kerja (manpower planning). b. Penyediaan informasi ketenagakerjaan meliputi penduduk dan tenaga kerja, kesempatan kerja, pelatihan kerja termasuk kompetensi keda, produktivitas tenaga kerja, hubungan industrial, kondisi lingkungan kerja, pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja, jaminan sosial tenaga kerja. 2 Pelatihan Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja a. Pelaksanaan pelatihan untuk kejuruan yang bersifat strategis. b. Pelaksanaan pelatihan kerja. c. Pelaksanaan akreditasi lembaga pelatihan kerja. d. Konsultansi peningkatan produktivitas tenaga kerja pada perusahaan menengah dan kecil. e. Pembinaan lembaga pelatihan kerja swasta. f. Pengukuran produktivitas tenaga keda dan perusahaan. g. Penyediaan instruktur dan tenaga pelatihan yang kompeten serta sarana dan prasarana pelatihan. 3 Penempatan Tenaga Kerja a. Pelayanan antarkerja. b. Pengelolaan informasi pasar kerja. c. Pelindungan pekerja migran Indonesia sebelum bekerja dan setelah bekerja. d. Pelaksanaan perluasan kesempatan kerja. e. Pengesahan rencana penggunaan tenaga kerl'a asing melalui dashboard khusus pada sistem online pelayanan penggunaan tenaga kerja asing. f. Penetapan jangka waktu tertentu untuk pembebasan dari kewajiban pembayaran dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing. 4 Hubungan Industrial a. Pengesahan peraturan perusahaan dan pendaftaran perjanjian kerja bersama untuk perusahaan yang hanya beroperasi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra. b. Pencegahan dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial, mogok kerja, dan penutupan perrrsahaan yang berakibat/berdampak pada kepentingan di Ibu Kota Nusantara. c. Penetapan upah minimum. d. Pencatatan perjanjian kerja untuk perusahaan yang beroperasi di Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra.
Pencatatan serikat pekerja/serikat buruh yang berdomisili di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Pengawasan Ketenagakerj aan Penyelenggaraan pen gawasan ke tenagakerj aan. H. BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK 1 Kualitas Hidup Perempuan a. Pelembagaan pengarusutamaan gender (PUG) pada lembaga pemerintah. b. Pemberdayaan perempuan bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi pada organisasi kemasyarakatan. c. Standardisasi lembaga penyedia layanan pemberdayaan perempuan. d. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan pemberdayaan perempuan.
Perlindungan Perempuan a. Pencegahan kekerasan terhadap perempuan yang melibatkan para pihak. b. Penyediaan layanan rujukan lanjutan bagi perempuan korban kekerasan yang memerlukan koordinasi. c. Standardisasi lembaga penyedia layanan perlindungan perempuan. d. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan perlindungan perempuan.
Kualitas Keluarga a. Peningkatan kualitas keluarga dalam mewujudkan kesetaraan gender (KG) dan hak anak. b. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan peningkatan kualitas keluarga dalam mewujudkan KG dan hak anak. c. Standardisasi lembaga penyediaan layanan peningkatan kualitas keluarga dalam mewujudkan KG dan hak anak. d. Penyediaan layanan bagi keluarga dalam mewujudkan KG dan hak anak. 4 Sistem Data Gender dan Anak Pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data gender dan anak dalam kelembagaan data.
Pemenuhan Hak Anak (PHA) a. Pelembagaan PHA pada lembaga pemerintah, nonpemerintah, dan dunia usaha. b. Standardisasi lembaga penyediaan layanan peningkatan kualitas hidup anak. c. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan peningkatan kualitas hidup anak.
Perlindungan Khusus Anak a. Pencegahan kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya terhadap anak yang melibatkan para pihak. b. Penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus yang memerlukan koordinasi. c. Standardisasi lembaga penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindunga.n khusus. d. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus. I. BIDANG PANGAN 1 Penyelenggaraan Pangan Berdasarkan Kedaulatan dan Kemandirian a. Pen5rusunan strategi kedaulatan pangan di Ibu Kota Nusantara. b. Penyediaan infrastruktur dan seluruh pendukung kemandirian pangan pada berbagai sektor. 2 Penyelenggaraan Ketahanan Pangan a. Penyediaan dan penyaluran pangan pokok dan/atau pangan lainnya sesuai dengan kebutuhan dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga pangan. b. Pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan dan menjaga keseimbangan cadangan pangan. c. Penentuan harga minimum untuk pangan lokal yang tidak ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. d. Promosi dan edukasi penganekaraganlran konsumsi pangan dalam pencapaian target konsumsi pangan per kapita/tahun sesuai dengan angka kecukupan gizi. e. Pelaksanaan pencapaian target konsumsi pangan per kapita/tahun sesuai dengan angka kecukupan gizi. f. Pelaksanaan kerl'a sama dengan Daerah Mitra untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan. 3 Penanganan Kerawanan Pangan a. Penetapan kriteria dan status krisis pangan. b. Penyusunan peta ketahanan dan kerentanan pangan. c. Pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pada kerawanan pangan. d. Penanganan kerawanan pangan. e. Fasilitasi pengembangan cadangan pangErn masyarakat. 4 Keamanan Pangan a. Pelaksanaan pengawasan keamanan panga.n segar. b. Registrasi pangan segar produksi dalam negeri dari pelaku usaha menengah dan besar, baik dengan klaim maupun tidak, serta pelaku usaha mikro dan kecil. c. Pembinaan keamanan pangan bagi pelaku usaha kecil pangan seg€rr. J. BIDANG PERTANAIIAN 1 Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum a. Pelaksanaan tahap perencanaan dalam proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. b. Pelaksanaan tahap persiapan dalam proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. 2 Perencanaan Penggunaan Tanah Penetapan perencanaan penggunaan tanah. 3 Penatagunaan Tanah (Land Use Planning) a. Pelaksanaan pendataan tata guna tanah. b. Pembuatan sistem informasi tata guna tanah. c. Penetapan kebijakan pengawasan, pemantauan, dan pengendalian neraca persediaan, peruntukan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. d. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penatagunaan tanah. e. Penerbitan surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT). 4 Ganti Kerrrgian dan Santunan Tanah untuk Pembangunan Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan. 5 Sengketa Tanah Garapan Penyelesaian sengketa tanah garapan. 6 Izin Membuka Tanah Penerbitan izin membuka tanah. 7 Tanah Kosong a. Penyelesaian masalah tanah kosong. b. Inventarisasi dan pemanfaatan tanah kosong. 8 Pemanfaatan Tanah di atas Tanah Hak Pengelolaan a. Pen5rusunan rencana peramtukan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara serta Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara. b. Penggunaan dan pemanfaatan seluruh atau sebagian tanah hak pengelolaan untuk digunakan sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak lain. c. Melakukan perjanjian pemanfaatan tanah di atas hak pengelolaan. d. Kewenangan lainnya terkait pemanfaatan tanah di atas tanah hak pengelolaan. 9 Penetapan Tarif Pemanfaatan Hak Pengelolaan Penetapan tarif dan latau uang wajib tahunan pemanfaatan tanah di atas hak pengelolaan. K. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1 Pelindungan dan Lingkungan Hidup Pengelolaan Pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup termasuk:
penetapan kawasan hijau yang mendukung keseimbangan lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati;
penerapan energi terbarukan dan efisiensi energi;
pengelolaan wilayah fungsional perkotaan yang berorientasi pada lingkungan hidup; dan
penerapan pengolahan sampah dan limbah dengan prinsip ekonomi sirkuler. 2 Perencanaan Lingkungan Hidup Pen5rusunan dan penetapan rencana pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH). 3 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pen5rusunan dan penjaminan kualitas KLHS untuk kebijakan, rencana, dan/atau program Ibu Kota Nusantara. 4 Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup Pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan pencemaran danfatau kerusakan lingkungan hidup. 5 Keanekaragaman Hayati (Kehati) Pengelolaan Keanekaragaman Hayati (Kehati) 6. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah E}3) a. Pengelolaan 83. b. Pengelolaan Limbah 83. 7 Pembinaan dan Pengawasan terhadap lzin Lingkungan dart lzin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) a. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang persetujuan lingkungan dan izin PPLH yang diterbitkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Perizinan terkait lingkungan hidup dan PPLH. 8 Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA), Kearifan Lokal dan Hak MHA yang terkait dengan PPLH a. Penetapan pengakuan MHA, kearifan lokal, atau pengetahuan tradisional yang terkait dengan PPLH. b. Peningkatan kapasitas MHA yang terkait dengan PPLH. 9 Pendidikan, Pelatihan, dan Pen5ruluhan Lingkungan Hidup untuk Masyarakat Penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan pen5ruluhan lingkungan hidup untuk lembaga kemasyarakatan.
Penghargaan Lingkungan Hidup untuk Masyarakat Pemberian penghargaan lingkungan hidup untuk masyarakat.
Pengaduan Lingkungzrn Hidup Penyelesaian pengaduan masyarakat di bidang PPLH terhadap:
usaha dan/atau kegiatan yang persetujuan lingkungan dan/atau izin PPLH yang diterbitkan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara; dan
usaha dan/atau kegiatan yang lokasi dan/atau dampaknya di wilayah Ibu Kota Nusantara. t2. Persampahan a. Perizinan insinerator pengolah sampah menjadi energi listrik. b. Pengelolaan dan penanganan sampah. c. Perizinan terkait pengolahan sampah, pengangkutan sampah, dan pemrosesan akhir sampah yang diselenggarakan oleh swasta. d. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah oleh pihak swasta. e. Penetapan, pembinaan, dan pengawasan tanggung ^jawab produsen dalam pengurangan sampah. L. BIDANG ADMINISTRASI KEPENDUDUI(AN DAN PENCATATAN SIPIL 1 Pendaftaran Penduduk Pelayanan pendaftaran penduduk. 2 Pencatatan Sipil Pelayanan pencatatan sipil. 3 Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Pengumpulan data kependudukan dan pemanfaatan dan penyajian database kependudukan. 4 Profil Kependudukan Pen5rusunan profil kependudukan. M. BIDANG PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA 1 Pengendalian Penduduk a. Pemaduan dan sinkronisasi kebdakan pengendalian kuantitas penduduk. b. Pemetaan perkiraan pengendalian penduduk. 2 Keluarga Berencana (KB) a. Pengembangan desain program, pengelolaan dan pelaksanaan advokasi dan komunikasi, informasi, dan edukasi pengendalian penduduk dan KB sesuai dengan kearifan lokal. b. Pendayagunaan tenaga penyuluh KB/petugas lapangan KB (PKB/PLKB). c. Pengendalian dan pendistribusian kebutuhan alat dan obat kontrasepsi serta pelaksanaan pelayanan KB. d. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam pengelolaan, pelayanan, dan pembinaan kesertaan ber-KB. 3 Keluarga Sejahtera a. Pengelolaan desain program dan pelaksanaan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. b. Pemberdayaan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. c. Pelaksanaan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan keseiahteraan keluarga. N. BIDANG PERHUBUNGAN 1 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) a. Penetapan rencana induk jaringan LLAJ. b. Penyediaan perlengkapan jalan. c. Pengelolaan terminal penumpang tipe A, B, dan C. d. Penyelenggaraan terminal barang untuk umum. e. Pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk jaringan jalan. f. Persetujuan hasil analisis dampak lalu lintas untuk jalan. g. Audit dan inspeksi keselamatan LLAJ di jalan yang berlokasi di Ibu Kota Nusantara. h. Penyediaan angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang. i. Penetapan kawasan perkotaan untuk pelayanan angkutan perkotaan. j. Penetapan rencana umum jaringan trayek. k. Penetapan tarif kelas ekonomi untuk angkutan orang yang melayani trayek. 1. Pengujian berkala kendaraan bermotor. m. Penerbitan izin penyelenggaraan dan pembangunan fasilitas parkir. n. Penerbitan izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek, angkutan pariwisata, dan angkutan barang khusus. o. Persetujuan penyelenggaraan terminal barang untuk kepentingan sendiri. 2 Pelayaran a. Penetapan lintas penyeberangan dan persetujuan pengoperasian kapal antardaerah yang terletak pada jaringan jalan Ibu Kota Nusantara dan/atau jaringan jalur kereta api. b. Penetapan lintas penyeberangan dan persetujuan pengoperasian untuk kapal yang melayani penyeberangan lintas pelabuhan antardaerah. c. Penetapan tarif angkutan penyeberangan penumpang kelas ekonomi dan kendaraan beserta muatannya pada lintas penyeberangan antardaerah di Ibu Kota Nusantara. d. Penetapan lokasi pelabuhan. e. Penetapan rencana induk dan daerah lingkungan kerja (DlKr)/daerah lingkungan kepentingan (DLKp) pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan pelabuhan pengumpan. f. Penetapan rencana induk dan DKLr IDKLp pelabuhan sungai dan danau regional. g. Pembangunan, penerbitan izin pembangunan dan pengoperasian pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul dan/atau pelabuhan pengumpan. h. Pembangunan dan penerbitan izin pelabuhan sungai dan danau yang melayani trayek. i. Penerbitan izin usaha angkutan laut bagi badan usaha yang berdomisili di Ibu Kota Nusantara dan beroperasi pada lintas pelabuhan.
Penerbitan izin usaha angkutan laut pelayaran ralryat bagi orang perorangan atau badan usaha yang berdomisili di Ibu Kota Nusantara dan yang beroperasi pada lintas pelabuhan. k. Penerbitan izin trayek penyelenggaraan angkutan sungai dan danau untuk kapal yang melayani trayek dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. l. Penerbitanizinusahajasa terkait berupa bongkar muat barang, jasa pengukuran transportasi, angkutan, perairan pelabuhan, penyewaan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan angkutan laut, tally mandiri, dan depo peti kemas. m. Penerbitan izin usaha badan usaha pelabuhan di pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, danf atau pelabuhan pengumpan. n. Penerbitan izin pengembangan pelabuhan untuk pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. o. Penerbitan izin pekerjaan pengukuran di wilayah perairan pelabuhan untuk pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan pelabuhan pengumpan. p. Penerbitan izin pengoperasian pelabuhan selama 24 jam untuk semua pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. q. Penerbitan izin pekerjaan pengerrrkan di wilayah perairan pelabuhan utama, pelabuhan penzumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan.
Penerbitan izin pekerjaan reklamasi di wilayah perairan pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. s. Penerbitan izin pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) di dalam DLKr/DLKp pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. t. Penerbitan izin usaha penyelenggaraan angkutan sungai dan danau sesuai dengan domisili orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha. u. Penerbitan izin usaha penyelenggaraan angkutan penyeberangan sesuai dengan domisili badan usaha. v. Penerbitan izin usaha penyelenggaraan angkutan sungai dan danau sesuai dengan domisili orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha. w. Penerbitan izin usaha jasa terkait dengan perawatan dan perbaikan kapal. x. Penerbitan izin usaha angkutan laut bagi badan usaha yang berdomisili dalam wilayah Ibu Kota Nusantara dan beroperasi pada lintas pelabuhan antardaerah dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. 3 Penerbangan a. Pengelolaan tempat pendaratan dan lepas landas helikopter. b. Pengendalian daerah lingkungan kepentingan pada bandar udara. c. Menjamin tersedianya aksesibilitas dan utilitas untuk menunjang pelayanan pada bandar udara. 4 Perkeretaapian a. Penetapan rencana induk perkeretaapian. b. Penetapan ^jaringan jalur kereta api. c. Penetapan kelas stasiun pada jaringan jalur kereta api. d. Penetapan jaringan pelayanan perkeretaapian pada jaringan jalur perkeretaapian. e. Penerbitan izin operasi sarana perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya melintas di wilayah Ibu Kota Nusantara. f. Penerbitan izin usaha, izin pembangunan, dan izin operasi prasarana perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya melintas dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. g. Penerbitan izin pengadaan atau pembangunan perkeretaapian khusus, izin operasi, dan penetapan jalur kereta api khusus yang jaringannya di dalam Ibu Kota Nusantara. h. Penerbitan izin trase kereta api. O. BIDANG KOMUNIKASI DAN INFORIIIATIKA 1 Penyelenggaraan, Sumber Daya, dan Perangkat Pos, serta Informatika a. Penyediaan danf atau pengelolaan infrastruktur pasif telekomunikasi (gorong- gorongl duct, menara, tiang, lubang kabel/ manhole, dan/atau infrastruktur lainnya) yang dapat digunakan .secara bersama oleh penyelenggara telekomunikasi dan/atau penyelenggara penyiaran. b. Pemberian fasilitasi dan latau kemudahan kepada penyelenggara telekomunikasi untuk melakukan pembangunan dan/atau penyediaan infrastruktur telekomunikasi. c. Penyediaan dan penggunaan infrastruktur pos (smart locker, autonomous uehicle, drone, dan infrastruktur lainnya) yang dapat digunakan secara bersama oleh penyelenggara pos komersial.
Informasi dan Komunikasi Publik Pengelolaan konten dan diseminasi informasi dan komunikasi publik di lingkup Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Aplikasi Informatika a. Pengelolaan aplikasi informatika dalam rangka mewujudkan smart city dan smart gouerrlance Ibu Kota Nusantara dengan memanfaatkan Nert Generation Network (NGN) dan berbasis Internet of Things (IoT). b. Pengelolaan e-qouentment.
Pengelolaan narna domain yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan subdomain di lingkup Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. P. BIDANG KOPERASI, USAHA KECIL, DAN MENENGAII 1 Izin Usaha Simpan Pinjam a. Penerbitan izin usaha simpan pinjam untuk koperasi. b. Penerbitan izin pernbukaan kantor cabang, cabang pembantu, dan kantor kas koperasi simpan pinjam untuk koperasi dengan wilayah keanggotaan di Ibu Kota Nusantara. 2 Pengawasan dan Pemeriksaan a. Pemeriksaan dan pengawasan koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. b. Pemeriksaan dan pengawasan koperasi simpan pinjam/unit simpan pinjam koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. 3 Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam (KSP)/Unit Simpan Pinjam (USP) Koperasi Penilaian kesehatan KSP/USP koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. 4 Pendidikan dan Latihan Perkoperasian Pendidikan dan latihan perkoperasian bagi koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. 5 Pemberdayaan dan Perlindungan Koperasi Pemberdayaan dan pelindungan koperasi yang keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara.
Pemberdayaan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah (UMKM) Pemberdayaan usaha mikro dan usaha kecil melalui pendataan, kemitraan, kemudahan perizinan, penguatan kelembagaan, dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan. 7 Pengembangan UMKM Pengembangan usaha mikro dan usaha kecil dengan orientasi peningkatan skala usaha menjadi usaha kecil dan menengah. A. BIDANG PENANAI}IAN MODAL 1 Pengembangan Iklim Penanaman Modal a. Penetapan pemberian fasilitas/insentif di bidang penanzunan modal secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. b. Pembuatan peta potensi investasi Ibu Kota Nusantara secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. c. Kewenangan lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai pemberian perizinan berusaha, kemudahan berusaha, dan fasilitas penanaman modal bagi pelaku usaha di Ibu Kota Nusantara. 2 Promosi Penanaman Modal Penyelenggaraan promosi penanaman modal secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi dan kementerian/lembaga terkait. 3 Pelayanan Penanaman Modal a. Pelayanan peizinan dan nonper2inan secara terpadu satu pintu melalui sistem Online Singte Submission Rfsk Qased Approach (OSS RBA). b. Penerbitan rekomendasi alih status izin tinggal kunjungan menjadi izin tinggal terbatas.
Penerbitan rekomendasi alih status izin tetap. tinggal terbatas menjadi izin tinggal 4 Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Pengendalian pelaksanaan terhadap kegiatan penanaman modal yang berlokasi dalam wilayah Ibu Kota Nusantara secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. 5 Data dan Sistem Informasi Penanaman Modal Pengelolaan data dan informasi perizinan dan nonperizinan penanaman modal yang terintegrasi secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. R. BIDANG KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA 1 Kepemudaan a. Penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan pemuda terhadap pemuda pelopor, wirausaha muda, dan pemuda kader. b. Pemberdayaan dan ^pengembangan organisasi kepemudaan.
Kerja sama internasional untuk penyadaran, pemberdayaarl, dan pengembangan pemuda. 2 Keolahragaan a. Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan, olahraga masyarakat, dan olahraga prestasi. b. Penyelenggaraan kejuaraan olahraga dan/atau festival olahraga internasional. c. Penyelenggaraan pekan olahraga, kejuaraan olahraga, danf atau festival olahraga nasional. d. Pembinaan dan pengembangan organisasi olahraga. e. Perencanaan, penyediaan, pemanfaatan, pemeliharaan, dan pengawasan prasa.rana olahraga dan sararla olahraga. f. Kerja sama internasional untuk pembinaan dan pengembangan olahraga. 3 Kepramukaan a. Pembinaan dan pengembangan organisasi kepramukaan. b. Kerja sama internasional untuk pembinaan dan pengembangan organisasi kepramukaan. S. BIDANG PERSANDIAN T. BIDANG KEBUDAYAAN 1 Persandian Informasi untuk Pengamanan a. Penyelenggaraan persandian untuk pengamanan informasi Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Penetapan pola hubungan komunikasi sandi antarbagian dari strrrktur organisasi Otorita Ibu Kota Nusantara.
Analisis Sinyal Pengamanan sinyal. 1 Pemajuan Kebudayaan a. Pengusulan objek pemajuan kebudayaan untuk ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia. b. Pengelolaan objek pemajuan kebudayaan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia.
Pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan objek pemajuan kebudayaan. d. Pembinaan sumber daya manusia kebudayaan, lembaga adat, lembaga kebudayaan, dan pranata kebudayaan. e. Penyediaan sarana dan prasarana kebudayaan. f. Penyelenggaraan kegiatan promosi objek pemajuan kebudayaan di tingkat lokal, nasional, dan internasional. g. Pen5rusunan, penetapan, dan pemutakhiran pokok pikiran kebudayaan. h. Pemberian penghargaan kebudayaan. 2 Cagar Budaya a. Pembentukan tim ahli cagar budaya. b. Penetapan dan pemeringkatan cagar budaya. c. Pengelolaan cagar budaya yang dimiliki danf atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. d. Pelestarian cagar budaya yang dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. e. Pengelolaan warisan dunia yang dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara.
Penempatan juru pelihara untuk melakukan perawatan cagar budaya yang dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. g. Penempatan polisi khusus cagar budaya untuk melakukan pengamanan cagar budaya dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. h. Penempatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang cagar budaya untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana cagar budaya yang dimiliki atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. i. Penerbitan izin membawa cagar budaya ke luar daerah Ibu Kota Nusantara. j. Penerbitan izin pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya. k. Penyelenggara€rn kegiatan promosi cagar budaya di tingkat lokal, nasional, dan internasional. 3 Sejarah Pembinaan sejarah lokal 4 Permuseuman a. Pengelolaan museum. b. Penerbitan Surat Keterangan Pendaftaran Museum. U. BIDANG PERPUSTAKAAN a. Pengelolaan perpustakaan. b. Pembudayaan gemar membaca dan pengembangan literasi masyarakat. 1 Pembinaan Perpustakaan 2 Pelestarian Koleksi Nasional dan Naskah Kuno a. Pelestarian karya cetak dan karya rekam koleksi perpustakaan. b. Penerbitan katalog induk dan bibliografi khusus. c. Pelestarian naskah kuno. d. Pengembangan koleksi budaya etnis nusantara yang ditemukan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. V. BIDANG KEARSIPAN 1 Pengelolaan Arsip a. Pengelolaan arsip dinamis Otorita Ibu Kota Nusantara dan badan usaha dan/atau badan layanan Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Pengelolaan arsip statis yang diciptakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dan badan usaha dan/atau badan layanan Otorita Ibu Kota Nusantara, perusahaan swasta yarrg kantor pusat usahanya di Ibu Kota Nusantara, organisasi kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat di Ibu Kota Nusantara. c. Pengelolaan Ibu Kota Nusantara sebagai simpul jaringan dalam sistem informasi kearsipan nasional (SIKN) melalui jaringan informasi kearsipan nasional (JIKN). 2 Pelindungan dan Penyelamatan Arsip a. Pemusnahan arsip di lingkungan Otorita Ibu Kota Nusantara yang memiliki retensi di bawah 10 (sepuluh) tahun. b. Pelindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana. c. Penyelamatan arsip bagian dari struktur organisasi Otorita Ibu Kota Nusantara yang digabung dan/atau dibubarkan, serta perubahan satuan wilayah di Ibu Kota Nusantara. d. Autentikasi arsip statis dan arsip hasil alih media.
Melakukan pencarian arsip statis yang pengelolaannya menjadi kewenangan Otorita Ibu Kota Nusantara yang dinyatakan hilang dalam bentuk daftar pencarian arsip. 3 Perizinan Penerbitan izin penggunaan arsip yang bersifat tertutup. W. BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1 Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil a. Pengelolaan sumber daya laut di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara di luar minyak dan gas bumi. b. Pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. c. Penerbitan perizinan berusaha di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara di luar minyak dan gas bumi. d. Penzusulan calon kawasan konservasi di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara.
Pembentukan satuan unit organisasi pengelola kawasan konservasi di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. f. Pengelolaan kawasan konservasi yang telah ditetapkan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. 2 Perikanan Tangkap a. Pengelolaan penangkapan ikan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. b. Penetapan lokasi pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. c. Pengelolaan dan penyelenggaraan tempat pelelangan ikan (TPI). d. Pendaftaran kapal perikanan berukuran sampai dengan 30 (tiga puluh) GT yang beroperasi di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. e. Pelindungan dan pemberdayaan nelayan kecil. f. Penerbitan perizinan berrrsaha subsektor penangkapan ikan dan perizinarr berusaha subsektor pengangkutan ikan untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan berukuran sampai dengan 30 (tiga puluh) GT di wilayah perairan laut Ibu Kota Nusantara. g. Penerbitan persetujuan pengadaan kapal perikanan untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan berukuran sampai dengan 30 (tiga puluh) GT di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. 3 Perikanan Budidaya a. Pemberdayaan usaha kecil pembudidaya ikan. b. Pengelolaan pembudidayaan ikan. 4 Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan a. Pengawasan perizinan berusaha berbasis risiko sektor kelautan dan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. b. Pengawasan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan berusaha sektor kelautan dan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. c. Pengawasan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara.
Pengolahan dan Pemasaran Penerbitan izin usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan untuk penana.man modal dalam negeri (PMDN).
Pengemb€rngan SDM Kelautan dan Perikanan Masyarakat a. Penyelenggaraan pelatihan untuk masyarakat kelautan dan perikanan. b. Penyelenggaraan pendidikan menengah sektor kelautan dan perikanan X. BIDANG PARTUISATA DAN EKONOMI KREATIF 1 Destinasi Pariwisata a. Penetapan destinasi pariwisata. b. Penetapan daya tarik wisata dan kawasan strategis/klaster pariwisata. c. Penyiapan dan fasilitasi pengembangan daya tarik wisata, kawasan strategis/ klaster pariwisata serta amenitas pariwisata. d. Penyelenggaraan pembangunan aksesibilitas pariwisata yang meliputi penyediaan dan pengembangErn sarana, prasarErna, dan sistem transportasi angkutan jalan, sungai, danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api. e. Pemeliharaan dan pelestarian aset yang menjadi daya tarik wisata. f. Pengelolaan kawasan strategis/klaster pariwisata melalui pembentukan badan usaha dan/atau keda sama usaha kesehatan/kebugaran yang ditunjang oleh pariwisata kota, meetings, incentiues, conferencing, exhibitions (MICE), wisata kesehatan, dan wisata kebugaran. g. Penyiapan daya tarik wisata, fasilitas umlrm, fasilitas pariwisata dan aksesibilitas pada kawasan strategis/klaster pariwisata baru lainnya. 2 Pemasaran Pariwisata Fasilitasi promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata. 3 Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif a. Pengembangarr, penyelenggaraan, dan pelaksanaan peningkatan kapasitas sumber daya manusia pariwisata dan ekonomi kreatif tingkat ahli, lanjutan, dan dasar. b. Penyelenggaraan bimbingan masyarakat sadar wisata. 4 Perencanaan Kepariwisataan Pen5rusunan dan penetapan rencana induk pembangunan kepariwisataan. 5 Penyelenggaraan Kepariwisataan a. Pengoordinasian penyelenggaraan kepariwisataan. b. Penyelenggaraan kerja sama internasional di bidang kepariwisataan. c. Pelaksanaan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata. d. Pemberian kemudahan yang mendukung kunjungan wisatawan. e. Penyediaan, pengelolaan, dan penyebarluasan informasi kepariwisataan. f. Pemberian informasi dan/atau peringatan dini yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan wisatawan. g. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dan potensi wisata yang dimiliki masyarakat. h. Pengawasan, pemantauan, dan evaluasi penyelenggaraan kepariwisataan. i. Pengalokasian anggaran kepariwisataan.
Penerapan prinsip pariwisata berkelaniutan. 6. Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi dalam Bidang Usaha Pariwisata Pemberian kemudahan/fasilitas, perlindungan, dan pemberdayaan bagi koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah dalam bidang usaha pariwisata. 7 Badan Promosi Pariwisata Fasilitasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata Otorita Ibu Kota Nusantara. 8 Pelaku Ekonomi Kreatif Pengembangan kapasitas pelaku ekonomi kreatif melalui:
pelatihan, pembimbingan teknis, dan pendampingan untuk meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial;
dukungan fasilitasi untuk menghadapi perkembang€rn teknologi di dunia usaha; dan
standardisasi usaha dan sertifikasi profesi bidang ekonomi kreatif. 9 Pengembangan Ekosistem Ekonomi Kreatif Pengembanga.n ekosistem ekonomi kreatif melalui:
pengembangErn pendidikan;
fasilitasi pendanaan dan pembiayaan;
penyediaan infrastruktur;
pengembangan sistem pemasaran;
pemberian insentif;
fasilitasi kekayaan intelektual; dan
perlindungan hasil kreativitas.
Pariwisata Alam a. Pemberian izin pengusahaan pariwisata alam untuk pengusahaan pariwisata alam yang dilakukan di dalam blok pemanfaatan taman hutan raya. b. Pembinaan dan pengawasan usaha penyediaan jasa dan sarana wisata alam. c. Penetapan pungutan bagi setiap wisatawan yang memasuki kawasan pengusahaan pariwisata alam. Y. BIDANG PERTANIAN 1 Sarana Pertanian a. Pengawasan peredaran, mutu/formula, dan penetapan kebutuhan sarana pertanian. b. Pengelolaan, pengawasan mutu, dan peredaran benih/bibit, sumber daya genetik (SDG) hewan.
Pengawasan benih ternak, pakan, hijauan pakan ternak (HPT), dan obat hewan di tingkat pengecer. d. Pengawasan peredaran obat hewan di tingkat distributor. e. Penyediaan benih bibit ternak dan HPT. f. Pengendalian penyediaan dan peredaran benih/bibit ternak dan HPT. g. Penyediaan benih/bibit ternak dan HPT. h. Penetapan calon penerima sarana pertanian. 2 Prasarana Pertanian a. Penentuan, penataan, dan pengembangan kebutuhan prasarana pertanian. b. Penetapan dan pengelolaan wilayah sumber bibit ternak dan rumpun/galur ternak. c. Penetapan kawasan peternakan. d. Pengembangan lahan penggembalaan umum. e. Penetapan calon penerima prasarana perkebunan.
Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Penjaminan kesehatan hewan, penutupan, dan pembukaan daerah wabah penyakit hewan menular.
Pengendalian dan Penanggulangan Bencana Pertanian Pengendalian dan penanggulangan bencana pertanian.
Perizinan Usaha Pertanian a. Penerbitan izin pernbangunan laboratorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner. b. Penerbitan izin usaha peternakan distributor obat hewan. c. Penerbitan izin usaha pertanian. d. Penerbitan izin usaha produksi benih/bibit ternak dan pakan, fasilitas pemeliharaan hewan, rumah sakit hewan/pasar hewan, rumah potong hewan. e. Penerbitan izin usaha pengecer (toko, retail, subdistributor) obat hewan. f. Perizinan budi daya tanaman perkebunan dengan luasan tertentu. g. Perla; inan usaha produksi benih tanaman perkebunan. h. Sertifikasi benih tanaman perkebunan. Z. BIDANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 1 Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) Pelaksanaan pendelegasian sebagian kewenangan pengelolaan SDA dalam satu kesatuan pengelolaan wilayah Sungai Mahakam yang meliputi:
konservasi SDA di daerah aliran sungai (DAS) dalam wilayah Ibu Kota Nusantara, termasuk pengendalian kualitas air;
pendayagunaan SDA di dalam dan lintas wilayah Ibu Kota Nusantara yang langsung terkait kepentingan Ibu Kota Nusantara; dan
pengendalian daya rusak air di DAS dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. AA. BIDANG KEHUTANAN 1 Perencanaan Kehutanan a. Inventarisasi hutan meliputi:
inventarisasi hutan di Ibu Kota Nusantara; 2l inventarisasi hutan tingkat DAS yang wilayahnya di dalam Ibu Kota Nusantara; dan
inventarisasi hutan tingkat unit pengelolaan hutan. b. Penyelenggaraan pengukuhan kawasan hutan. c. Penyelenggaraan penatagunaan kawasan hutan. d. Pembentukan kesatuan pengelolaan hutan yang meliputi:
pen5rusunan rancang bangun unit pengelolaan hutan lindung;
pen5rusunan rancang bangun unit pengelolaan hutan produksi;
pembentukan unit pengelolaan hutan lindung; 4l pembentukan unit pengelolaan hutan produksi; dan
pembentukan organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan wilayah pengelolaan KPH pada hutan produksi. e. Pen5rusunan rencana kehutanan tingkat Ibu Kota Nusantara.
Evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan yang meliputi:
evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan;
evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan KPH lindung; dan
evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan KPH produksi. g. Penyelenggaraan perubahan peruntukan kawasan hutan dan perrrbahan fungsi hutan. h. Persetujuan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan. i. Persetujuan penggunaan kawasan hutan. j. Penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan. 2 Penggunaan Kawasan Hutan a. Persetujuan penggunaan kawasan hutan. b. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap pemegang persetujuan kawasan hutan.
Tata Hutan dan Pen5rusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan a. Pen5rusunan rencana pengelolaan hutan yaitu penetapan rencana pengelolaan hutan ^jangka pendek. b. Pemanfaatan hutan. c. Pengolahan hasil hutan yang meliputi:
pemberian pengolahan hasil hutan skala menengah dan perubahannya; dan
pemberian pengolahan hasil hutan skala kecil dan perubahannya.
Perlindungan Hutan a. Pelaksanaan perlindungan hutan produksi. b. Pelaksarlaan perlindungan hutan lindung. c. Pelaksanaan perlindungan hutan pada areal di luar kawasan hutan yang tidak dibebani perizinan berusaha.
Pengelolaan Hutan a. Penyelenggaraan tata hutan. b. Penyelenggaraan rencana pengelolaan hutan. c. Penyelenggaraan pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan. d. Penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi hutan. e. Penyelenggaraan perlindungan hutan. f. Penyelenggaraan pengolahan dan penatausahaan hasil hutan. g. Penyelenggaraan pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK). h. Pelaksanaan tata hutan kesatuan pengelolaan hutan Ibu Kota Nusantara. i. Pelaksanaan rencana pengelolaan kesatuan pengelolaan hutan Ibu Kota Nusantara. j. Pelaksanaan pemanfaatan hutan di kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang meliputi:
pemanfaatan kawasan hutan;
pemanfaatan hasil hutan bukan kayu;
pemungutan hasil hutan; dan
pemanfaatan jasa lingkungan kecuali pemanfaatan penyimpanan dan/atau penyerapan karbon. k. Pelaksanaan perlindungan hutan di hutan lindung dan hutan produksi. 1. Pelaksanaan pengolahan hasil hutan bukan kayu. m. Pelaksanaan pengolahan hasil hutan kayu. n. Pelaksanaan pengelolaan KHDTK untuk kepentingan religi. o. Pemberian perizinan berusaha pemanfaatan hutan. p. Pemberian perizinan berusaha pengolahan hasil hutan. q. Pengelolaan perhutanan sosial. r. Penyelenggara€rn penegakan hukum kehutanan. s. Penyidikan tindak pidana kehutanan. t. Persetujuan pengelolaan perhutanan sosial. u. Pengenaan sanksi administratif. 6 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya a. Penyelenggaraan pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. b. Penyelenggaraan konsenrasi tumbuhan dan satwa liar. c. Penyelenggaraan pemanfaatan secara lestari kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam.
Penyelenggaraan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar (lembaga konservasi, penangkaran, dan peredaran). e. Pelaksanaan perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. f. Pelaksanaan perlindungan tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi dan/atau tidak masuk dalam Appendix of Conuention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). g. Pelaksanaan pengelolaan kawasan bernilai ekosistem penting dan daerah penyangga kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. h. Penyelenggaraan perencanaan kawasan konservasi. i. Penetapan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. j. Pemberian perizinan pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi. k. Pemberian perizinan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar. 1. Pemberian peruinan/persetujuan konservasi eksitu. m. Penyelenggaraan kerja sama konservasi. n. Pengelolaan taman hutan raya. o. Pemberian perizinan berusaha pada taman hutan raya. 7 Pendidikan dan Pelatihan, Pen5ruluhan dan Pemberdayaan Masyarakat a. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan serta kehutanan. b. Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan. c. PemberdayaarL masyarakat di bidang kehutanan. pendidikan menengah 8 Pengelolaan DAS Pelaksanaan pengelolaan DAS. 9 Pengawasan Kehutanan Penyelenggaraan pengawasan penataan terhadap pelaksanaan kegiatan yang izinlpersetujuannya diterbitkan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
Perbenihan Tanaman Hutan Pemberian perizinan berusaha pengadaan dan pengedaran benih dan bibit yang dimohon oleh pelaku usaha perorangan atau nonperorangan. BB. BIDANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 1 Geologi a. Inventarisasi dan pemantauan kondisi air tanah. b. Penerbitan perizinan berrrsaha atau persetujuan penggunaan sumber daya air berupa air tanah. c. Pengendalian, pengawasan, dan pembinaan kegiatan penggunaan dan pengusahaan air tanah. d. Inventarisasi keragaman geologi (geodiuersitg), pengasulan penetapan warisan geologi (geolrcitage), dan pemanfaatan situs warisan geologi (geolrcritage). e. Pengusulan penetapan dan pengelolaan taman bumi (geoparkl nasional. f. Penyelidikan geologi lingkungan untuk kawasan lindung geologi. g. Peringatan dini potensi gerakan tanah. h. Penyiapan data geologi dan pen5rusunan peta kawasan rawan bencana detail (skala >25.000) untuk penetapan kawasan rawan bencana geologi. 2 Energi Baru Terbarukan a. Penerbitan izin pemanfaatan langsung panas bumi. b. Pengelolaan penyediaan biomassa dan/atau biogas. c. Pengelolaan pemanfaatan biomassa dan/atau biogas sebagai bahan bakar.
Pengelolaan aneka energi baru terbarukan berupa sinar matahari, angin, aliran dan terjunan air, gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut, dan hidrogen sebagai energi listrik dan bahan bakar. e. Penerbitan izin usaha niaga bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain dengan kapasitas penyediaan sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) ton/tahun. f. Pembinaan dan pengawasan usaha niaga bahan bakar nabati (biofuet) sebagai bahan bakar lain dengan kapasitas penyediaan sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) ton/tahun. g. Pengelolaan konservasi energi terhadap kegiatan yang izin usahanya dikeluarkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. h. Pelaksanaan konservasi energi pada fasilitas yang dikelola oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. i. Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan konservasi energi yang dilakukan oleh pemangku kepentingan. 3 Ketenagalistrikan a. Persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa ^jaringan tenaga listrik, rencana usaha penyediaan tenaga listrik, penjualan kelebihan tenaga listrik dari pemegangizin yang ditetapkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Pelayanan perizinan berrrsaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang:
usaha penyediaan tenaga listriknya memiliki wilayah usaha namun tidak memiliki usaha pembangkitan tenaga listrik;
memiliki fasilitas instalasi dalam Ibu Kota Nusantara; dan f atau 3) menjual tenaga listrik dan/atau menyewakan ^jaringan tenaga listrik kepada pemegang pefizinan berusaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang ditetapkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. c. Pelayanan perizinan berusaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri yang:
memiliki fasilitas instalasi dalam lbu Kota Nusantara; 2l berada di wilayah sampai dengan 12 (dua belas) mil laut; dan/atau
pembangkitan dengan kapasitas sampai dengan 10 (sepul: uhl Mega Watt.
Pelayanan perizinan berusaha usaha jasa penunjang tenaga listrik yang dilakukan oleh BUMN, penanam modal dalam negeri, koperasi atau badan usaha di Ibu Kota Nusantara, dan badan usaha jasa konsultasi dalam bidang instalasi tenaga listrik, pembangunan dan pemasangErn instalasi tenaga listrik, pengoperasian instalasi tenaga listrik, pemeliharaan instalasi tenaga listrik, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan. e. Penyediaan dana untuk kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik belum berkembang, daerah terpencil, dan perdesaan. CC. BIDANG PERDAGANGAN 1 Penzinan dan Pendaftaran Perusahaan a. Pemeriksaan fasilitas penyimpanan bahan berbahaya dan pengawasan distribusi, pengemasan, dan pelabelan bahan. b. Penerbitan surat keterangan asal (apabila telah ditetapkan sebagai instansi penerbit surat keterangan asal).
Penerbitan izin usaha untuk:
perantara perdagangan properti;
penjualan langsung;
penvakilan perulsahaan perdagangan asing;
usaha perdagangan yang di dalamnya terdapat modal asing;
^jasa survei dan ^jasa lainnya di bidang perdagangan tertentu; dan
pendaftaran agen dan/atau distributor. d. Penerbitan surat izin usaha perdagangan minuman beralkohol (SIUP-MB) toko bebas bea dan penerbitan SIUP-MB bagi distributor, pengecer, dan penjual langsung minum di tempat. e. Penerbitan surat izin usaha perdagangan bahan berbahaya distributor terdaftar, pembinaan terhadap importir produsen bahan berbahaya, importir terdaftar bahan berbahaya, distributor terdaftar bahan berbahaya, dan produsen terdaftar bahan berbahaya, dan pengawasan distribusi pengemasan dan pelabelan bahan berbahaya. f. Penerbitan surat izin usaha perdagangan bahan berbahaya pengecer terdaftar, pemeriksaan sarana distribusi bahan berbahaya, dan pengawasan distribusi, pengemasan, dan pelabelan bahan berbahaya.
Penerbitan izin pengelolaan pasar ralgrat, pusat perbelanjaan, dan izin usaha toko swalayan. h. Penerbitan tanda daftar gudang dan surat keterangan penyimpanan barang (SKPB). i. Penerbitan surat tanda pendaftaran waralaba (STPW) untuk kegiatan waralaba. 2 Sarana Distribusi Perdagangan a. Pembangunan dan pengelolaan pusat distribusi perdagangan. b. Pembangunan dan pengelolaan sarana distribusi perdagangan. c. Pembinaan terhadap pengelola sarana distribusi perdagangan masyarakat. d. Pemasaran produk hasil industri di dalam negeri. 3 Stabilisasi Harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting a. Menjamin ketersediaan barang kebutuhan pokok dan barang penting. b. Pemantauan harga dan informasi ketersediaan stok barang kebutuhan pokok dan barang penting. c. Melakukan operasi pasar dalam rangka stabilisasi harga pangzrn pokok. d. Pengawasan pupuk dan pestisida dalam melakukan pelaksanaan pengadaan, penyaluran, dan penggunaan pupuk bersubsidi. 4 Pengembangan Ekspor a. Penyelenggarazrn promosi dagang melalui pameran dagang internasional, pameran dagang nasional, dan pameran dagang lokal, serta misi dagang bagi produk ekspor unggulan.
Penyelenggaraan kampanye pencitraan produk ekspor skala nasional dan internasional.
Standardisasi, Perlindungan Konsumen, dan Pengawasan Kegiatan Perdagangan a. Pengujian mutu barang dan pemantauan mutu produk potensial. b. Pelaksanaan perlindungan konsumen dan pengawasan barang beredar dan/atau jasa. c. Pelaksanaan metrologi legal berupa tera, tera ulang, dan pengawasan, serta edukasi di bidang metrologi legal. d. Pelaksanaan pengawasan kegiatan perdagangan. DD. BIDANGPERINDUSTRIAN 1 Penyelenggaraan Bidang Perindustrian a. Penyelenggara€rn urusan pemerintahan di bidang perindustrian. b. Pemberian kemudahan untuk mendapatkan bahan baku dan/atau bahan penolong, dan jaminan penyaluran bahan baku dan/atau bahan penolong bagi perusahaan industri. 2 Perencanaan Industri Pen5rusunan dan penetapan rencana pembangunan industri Ibu Kota Nusantara. 3 Perwilayahan Industri a. Pen5rusunan dan penetapan kawasan peruntukan industri. b. Perencanaan, penyediaan infrastruktur, kemudahan dalam perolehan/ pembebasan lahan, pelayanan terpadu satu pintu, pemberian insentif dan kemudahan lainnya, penataan industri dan pengawasan pembangunan kawasan industri. c. Pelaksanaan pengelolaan kawasan industri. 4 Penerbita n P erizinan Berusaha Penerbitan izin usaha industri dan bin usaha kawasan industri.
Pembangunan Sumber Daya Industri a. Sumber daya manusia (SDM) industri, meliputi:
pelaksanaan pembangunan wirausaha industri;
pelaksanaan pembangunan tenaga kerja industri;
pelaksanaan pembangunan pembina industri; dan
pelaksanaan penyediaan konsultan industri. b. Sumber daya alam (SDA) industri, yaitu pelaksanaan penjaminan dan penyaluran sumber daya alam untuk industri.
Teknologi industri meliputi:
peningkatan penguasaan dan pengoptimalan pemanfaatan teknologi industri; 2l promosi alih teknologi; dan
fasilitasi pemanfaatan kreativitas dan inovasi masyarakat dalam pembangunan industri.
Pembiayaan Industri Fasilitasi ketersediaan pembiayaan yang kompetitif untuk pembangunan industri yang diberikan kepada perusahaan industri yang berbentuk BUMN atau perusahaan industri swasta. 7 Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri a. Pemberian fasilitasi nonfiskal untuk industri kecil dan menengah (IKM) yang menerapkan standar nasional Indonesia (SNI), spesifikasi teknis (ST) dan/atau pedoman tata cara (PTC) yang diberlakukan secara wajib. b. Penyediaan, peningkatan, dan pengembangan sarana prasarana laboratorium pengujian standardisasi industri di wilayah pusat pertumbuhan industri untuk kelancaran pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC. c. Terkait Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) yang meliputi:
memperoleh akses data industri, data kawasan industri, dan data lainnya Yans terdapat di dalam SIINas: dan asistensi kewajiban pelaporan perusahaan industri dan perrrsahaan kawasan industri melalui SIINas; dan
melaporkan informasi industri dan informasi lain. 2l melaksanakan sosialisasi 8. Pemberdayaan Industri a. Pembangunan dan pemberdayaan industri kecil dan industri menengah melalui pelaksana€rn penguatan kapasitas kelembagaan dan pemberian fasilitas. b. Pengawasan pelaksanaan industri hijau. c. Pelaksanaan pengawasan penggunaan produk dalam negeri. 9 Keda Sama Internasional Pelaksanaan kerja sama internasional di bidang industri 10 Tindakan Pengamanan Penyelamatan Industri dan Pengusulan kebdakan pengamanan industri kepada Presiden akibat adanya kebijakan dan regulasi yang merugikan. 11 Penanaman Modal Bidang Industri Pelaksanaan kebijakan penanarnan modal di bidang industri. t2. Pengawasan dan Pengendalian Kegiatan Usaha Industri dan Kegiatan Usaha Kawasan Industri Keterlibatan dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha industri dan kegiatan usaha kawasan industri. EE. BIDANGTRANSMIGRASI . irl. rl i., : t{,-o; i, 1 Pembinaan Kawasan Transmigrasi Pembinaan satuan pennukiman pada tahap pemantapan dan tahap kemandirian kawasan transmigrasi.
Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2A22;
Relevan terhadap
Cukup ^jelas. Pasal 1 1 Opini Wajar Tanpa Pengecualian disertai dengan beberapa temuan kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan, yang tidak memengaruhi kewajaran Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, sebagai berikut. 1. Penerapan Sistem SAKTI dalam penyusunan laporan keuangan belum sepenuhnya didukung dengan pengendalian yang memadai. 2. Pengelolaan fasilitas dan insentif perpajakan Tahun 2022 belum memadai sebesar Rp2,73 triliun. 3. Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terindikasi Kurang Disetorkan Sebesar Rp7,66 triliun dan Terlambat Disetorkan dengan Potensi Sanksi Sebesar Rp616,14 miliar dan USD1,338.OO. 4. Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak pada 39 (tiga puluh sembilan) Kementerian/Lembaga minimal sebesar Rp2,38 triliun serta pengelolaan Piutang Bukan Pajak pada 2L (dua puluh satu) Kementerian/Lembaga sebesar Rp727,11 miliar belum sesuai ketentuan. 5. Pengelolaan Belanja Subsidi Bunga Kredit Usaha Rakyat belum sepenuhnya didukung dengan kebdakan pelaksanaan dan anggaran, serta mekanisme verifikasi yang memadai untuk memastikan pemenuhan kewajiban pemerintah atas Program Subsidi Bunga/Subsidi Margin Reguler dan Tambahan, serta Imbal Jasa Penjaminan Kredit Usaha Rakyat kepada masyarakat dan Badan Usaha Penyalur. 6. Penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja pada 78 (tujuh puluh delapan) Kementerian/Lembaga minimal sebesar Rp16,39 triliun belum sepenuhnya sesuai ketentuan.
Pelaksanaan 7. Pelaksanaan kebijakan penyaluran Dana Bagr Hasil secara nontunai melalui fasilitas Tleasury Deposit Facilitg Tahun 2A22 belum memadai. 8. Komponen cosf ouetrun Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung di luar hasil kesepakatan Indonesia'China belum ditetapkan skema penyelesaiannya dan pendanaan cost ouerntn Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung hasil kesepakatan Indonesia-China dari porsi pinjaman berpotensi membebani keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero). 9. Penyelesaian Piutang Negara Pemberian Pinjaman tidak sepenuhnya optimal. LO. Penatausahaan Piutang Perpajakan pada Kementerian Keuangan belum sepenuhnya memadai.
Penatausahaan barang sitaan dan agunan pada Kementerian Keuangan belum sepenuhnya memadai.
Piutang Pajak Macet dan Piutang Pajak Daluwarsa belum dilakukan tindakan penagihan yang optimal. l3.Tindak lanjut normalisasi Aset Tetap sebesar Rp529,47 miliar, serta pengelolaan Aset Tetap pada 58 KementeianlLembaga sebesar Rp36,53 triliun, Persediaan pada 47 (empat puluh tujuh) Kementerian/Lembaga sebesar Rp11,58 triliun, dan Aset Lainnya pada 23 (dua puluh tiga) Kementerian/Lembaga sebesar Rp2,36 triliun belum memadai.
Pengelolaan Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara dan Barang yang Menjadi Milik Negara belum sepenuhnya memadai.
Pengelolaan kas pada 23 (dua puluh tiga) Kementerianllnmbaga sebesar Rp61,94 miliar belum sepenuhnya memadai.
Penyajian Aset Konsesi Jasa dan Properti Investasi pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2022 belum sepenuhnya memadai. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2022 disusun berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Tahun 2022 yang telah diaudit dan diberi opini oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Khusus untuk Laporan Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan Tahun 2022 diaudit dan diberi opini oleh Kantor Akuntan Publik. Dari ^jumlah Laporan Keuangan KementerianlLembaga tersebut, 81 (delapan puluh satu) Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga mendapat opini "Wajar Tanpa Pengecualian", 1 (satu) Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga mendapat opini "Wajar Dengan Pengecualian", dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara mendapat opini "Wajar Tanpa Pengecualian". Ikhtisar Laporan Keuangan Perusahaan Negara dan Badan Lainnya merupakan bagian dari Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara. Rincian opini Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Tahun 2021 dan 2022 adalah sebagai berikut: lIo Kementerlan/Lcmbaga Opint Tahun 2o/21 Opini Tahun 20/22 1 Majelis Permusyawaratan Rakyat WTP WTP 2 Dewan Perwakilan Ralryat WTP WTP 3 Badan Pemeriksa Keuangan WTP WTP 4 Mahkamah Agung WTP WTP 5 Kejaksaan Republik Indonesia WTP WTP 6 Kementerian Sekretariat Negara WTP WTP 7 Kementerian Dalam Negeri WTP WTP 8 Kementerian Luar Negeri WTP WTP 9 Kementerian Pertahanan WTP WTP 10. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia WTP WTP 11. Kementerian Keuangan WTP WTP t2. Kementerian Pertanian WTP WTP 13 Kementerian Perindustrian WTP WTP 14. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral WTP WTP 15. Kementerian Perhubungan WTP WTP 16 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi WTP WTP L7. Kementerian Kesehatan WTP WTP 18 Kementerian Agama WTP WTP 19. Kementerian Ketenagakerj aan WDP WTP 20 Kementerian Sosial WTP WTP 2L Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan WTP WTP No Kementeriau/Iembaga Optni Tahun 2o/2t Opini Tahun 20/22 22. Kementerian Perikanan Kelautan dan WTP WTP 23. Kementerian Pekerjaan Urnum dan Perumahan Ralryat WTP WTP 24. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan WTP WTP 25. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian WTP WTP 26. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan WTP WTP 27. Kementerian Ekonomi Kreatif Pariwisata dan WTP WTP 28. Kementerian Badan Usaha Milik Negara WTP WTP 29 Badan Riset dan Inovasi Nasional WDP WTP 30 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah WTP WTP 31. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak WTP WTP 32 Kementerian Aparatur Negara Birokrasi Pendayagunaan dan Reformasi WTP WTP 33 Badan Intelijen Negara WTP WTP 34 Badan Siber dan Sandi Negara WTP WTP 35. Dewan Ketahanan Nasional WTP WTP 36 Badan Pusat Statistik WTP WTP 37 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional WTP WTP 38 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional WTP WTP 39. Perpustakaan No Kementeri,an/Lembaga Opiai Tahun 2o/2L Opini Tahun 20/22 39 Perpustakaan Nasional RI WTP WTP 40 Kementerian Informatika Komunikasi dan WTP WDP 41. Kepolisian Indonesia Negara Republik WTP WTP 42. Badan Pengawasan Obat dan Makanan WTP WTP 43 Lembaga Ketahanan Nasional WTP WTP 44 Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal WTP WTP 45. Badan Narkotika Nasional WTP WTP 46 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi WTP WTP 47. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional WTP WTP 48. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia WTP WTP 49 Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika WTP WTP 50 Komisi Pemilihan Umum WTP WTP 51. Mahkamah Konstitusi WTP WTP 52 Rrsat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan WTP WTP 53 Badan Informasi Geospasial WTP WTP 54 Lembaga lndonesia Ilmu Pengetahuan WDP 1) 55. Badan Tenaga Nuklir Nasional WTP l) 56 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi WTP 1) 57. Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional dan WTP r) 58 Badan Standardisasi Nasional WTP WTP 59. Badan No Kementerlan/Lembaga Opini Tahun 2o/21 Opini Tahun 20/22 59 Badan Pengawas Tenaga Nuklir WTP WTP 60 Lembaga Administrasi Negara WTP WTP 61. Arsip Nasional Republik Indonesia WTP WTP 62 Badan Kepegawaian Negara WTP WTP 63 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan WTP WTP 64 Kementerian Perdagangan WDP WTP 65 Kementerian Pemuda dan Olah Raga WTP WTP 66. Komisi Pemberantasan Korupsi WTP WTP 67. Dewan Perwakilan Daerah WTP WTP 68 Komisi Yudisial WTP WTP 69 Badan Nasional Penanggulangan Bencana WTP WTP 70. Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia WTP WTP 71. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah WTP WTP 72 Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan WTP WTP 73 Komisi Pengawas Persaingan Usaha WTP WTP 74. Badan Pengembangan Wilayah Suramadu WTP 2l 75 Ombudsman RI WTP WTP 76. Badan Nasional Perbatasan Pengelola WTP WTP 77. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam WTP WTP 78. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme WTP WTP 79 Sekretariat Kabinet WTP WTP 80. Badan llo Kementedan/Lembaga Opini Tahun 2o/2L Opini Tahun 20/22 80 Badan Pengawas Pemilihan Umum WTP WTP 81 Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia WTP WTP 82. Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia WTP WTP 83. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang WTP WTP 84 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi WTP WTP 85. Badan Keamanan Laut WTP WTP 86. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban WTP WTP 87. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila WTP WTP 88 Bendahara Umum Negara WTP WTP 1)Kementerian/Lembaga yang dilikuidasi pada tahun 2022 2)Kementerianllnmbaga yang dilikuidasi pada tahun 2O2l Pasal 12 Untuk menindaklanjuti rekomendasi ^Badan ^Pemeriksa Keuangan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan ^Keuangan Pemerintah Pusat dan Laporan Hasil Reviu atas Pelaksanaan ^Transparansi ^Fiskal, serta ^dalam rangka menindaklanjuti rekomendasi Dewan ^Perwakilan Ra}ryat ^untuk meningkatkan kualitas ^pengelolaan ^keuangan Pemerintah, ^Pemerintah akan melakukan beberapa langkah antara ^lain:
Melakukan koordinasi dan ^pemantauan ^atas penyelesaian ^tindak ^lanjut rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan ^dalam ^Laporan ^Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan ^Pemerintah ^Rrsat Tahun ^2022 dan hasil reviu transparansi fiskal. b. Memperbaiki tata kelola Anggaran ^Pendapatan ^dan ^Belanja ^Negara Kementerianll*mbaga melalui ^peningkatan kompetensi sumber ^daya manusia dan pendampingan kepada ^Kementerian/Lembaga ^yang laporan keuangannya belum mendapat opini ^audit ^"Wajar ^Tanpa Pengecualian". c. Melanjutkan. . ^.
Melanjutkan penyempurnaan regulasi untuk standardisasi keluaran (outpttt) dan hasil (outcome) dari belanja negara dalam proses perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam rangka mewujudkan kinerja anggaran ^yang lebih tepat guna dan tepat sasaran. d. Menyempurnakan sistem informasi dan basis satu data Indonesia ^yang menjadi dasar pengambilan kebijakan dalam menganggarkan dan merealisasikan pengeluaran negara agar lebih tepat sasaran dan efektif mendukung pencapaian tujuan bernegara dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur. e. Meningkatkan kualitas perencanaan, ^penganggaran, dan ^pelaksanaan anggaran untuk menciptakan efisiensi ^pendanaan anggaran, ^yaDB antara lain ditunjukkan dengan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran ^yang lebih efisien. f. Mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Negara dan badan/lembaga lainnya dalam pengelolaan kekayaan negara ^yang dipisahkan untuk memberikan manfaat bagi perekonomian, kesejahteraan sosial, peningkatan daya saing Indonesia, serta rrrenjamin cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak tetap dikuasai oleh negara. g. Mengoptimalkan penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri ^(TKDN) dalam setiap pengadaan barang dan ^jasa Pemerintah secara lebih optimal sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor ^16 ^Tahun 2Ol8 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana ^telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor ^12 Tahun 2021. h. Menyempurnakan proses penyaluran Transfer Ke Daerah agar dana dapat diserap lebih optimal oleh daerah dan ^meminimalkan ^kendala administrasi dalam pelaksanaannya. i. Melakukan tata kelola perbaikan secara terus menerus dalam ^upaya meningkatkan pendapatan negara berupa PNBP ^pada Kementerian/Lembaga. j. Memperbaiki mekanisme penyaluran subsidi agar lebih tepat sasaran dan tepat waktu khususnya subsidi energi, ^baik ^bahan bakar minyak (BBM), elpiji 3 kg maupun listrik dengan mengintegrasikan ^penerima subsidi dalam satu data yang dapat berasal dari data ^terpadu ke sej ahte raart sosial.
Menyusun k. Menytrsun roadmap kebijakan utang pemerintah sebagai peta ^jalan kebijakan utang ^jangka panjang dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan pembiayaan dari utang, sekaligus sebagai ^jalan mitigasi resiko. 1. Memperbaiki sistem dan tata kelola perpajakan yang lebih efektif, dan sesuai dengan perkembangan ekonomi dan dunia usaha agar mampu mengoptimalkan potensi perpajakan sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan nasional. m. Menyusun ukuran dan indikator keberhasilan pelaksanaan spending better. Tujuannya agar setiap belanja negara memiliki dampak dan kontribusi terhadap peningkatan kualitas belanja dan pertumbuhan ekonomi nasional, dan kesejahteraan rakyat secara luas. n. Memperkuat sistem penilaian dalam perencanaan dan pengawasan pelaksanaan efektivitas Penyertaan Modal Negara (PMN), serta risiko fiskal yang menyertainya. Sehingga setiap penempatan PMN terkalkulasi dan termitigasi dengan baik dalam pelaksanaannya. o. Memperkuat kebijakan pembiayaan dalam rangka menutup defisit anggaran melalui pembiayaan utang yang selektif, ^produktif dalam batas yang arnan dart manageable, serta mendorong tingkat bunga SBN lebih kompetitif. p. Meningkatkan kualitas perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan anggaran, serta evaluasi atas mandatory spending ^pendidikan, agar dapat memberikan lompatan kemajuan SDM lebih cepat, dengan memanfaatkan sisa bonus demografi yang akan berakhir ^pada tahun 2036. q. Menyampaikan laporan pelaksanaan APBN yang dapat menjelaskan efektifitas dan efisiensi pengelolaan Ernggaran Belanja Pemerintah Pusat. r. Menyampaikan laporan capaian RPJMN ^pada tahun 2022, ^yang ditunjukkan dengan indikator-indikator RPJMN, ^yaitu baseline RPJMN (2}t9l, capaian 2022, target 2024, danKlL pelaksana. s. Menyampaikan laporan penyelesaian Major hoiect RKP Tahun ^2022, yang ditunjukkan dengan nilai alokasi anggaran, realisasi anggaran, capaian pekerjaan project pada kementerian terkait. t. Menyampaikan laporan rincian ^pelaksanaan lnvestasi ^Permanen Penyertaan Modal Pemerintah ^(PMP) sebesar Rp2.9O9,8 triliun. u. Pemerintah akan melengkapi dokumen ^penjelasan terkait ^rekomendasi- rekomendasi sebagaimana dimaksud pada huruf q s.d. huruf t ^paling lambat tanggal 31 Desember 2023.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022
Relevan terhadap
Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) . Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Data yang digunakan bersumber dari instansi pusat yang berwenang mengeluarkan data atau bersumber dari pemerintah daerah. Yang dimaksud dengan indikator lain adalah variabel relevan, yang digunakan Pemerintah Provinsi dalam membagi Dana Otonomi Khusus antarkabupaten/kota dalam rangka pemerataan dan perimbangan lebih baik antara lain: Indeks Desa Membangun, Indeks Kapasitas Fiskal Daerah, dan jumlah penduduk miskin. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Yang dimaksud dengan "data belanja urusan" adalah data Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2OI9 yang sudah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan. Yang dimaksud dengan "kewenangan tertentu" adalah kewenangan fungsi pendidikan, fungsi kesehatan, dan fungsi ekonomi untuk pembagian Dana Otonomi Khusus 1,25o/o (satu koma dua lima persen) dari plafon Dana Alokasi Umum Nasional dan/atau kewenangan diluar fungsi pendidikan, kesehatan dan ekonomi untuk pembagian dana Otonomi Khusus l%o (satu persen) dari plafon Dana Alokasi Umum Nasional. Ayat (8) Yang dimaksud dengan pembangunan infrastruktur meliputi infrastruktur perhubungan, telekomunikasi, air bersih, energi listrik, dan sanitasi lingkungan. Yang dimaksud dengan prioritas dan kebutuhan adalah program/kegiatan yang diusulkan oleh Provinsi/Kabupaten/Kota melalui provinsi dan direviu oleh pemerintah berdasarkan kriteria tertentu dan mempertimbangkan pemerataan pembangunan infrastruktur di kabupaten/ kota. Yang . Yang dimaksud dengan pembagian DTI berdasarkan usulan provinsi adalah pembagian yang didasarkan kepada usulan provinsi atas program/kegiatan yang dibutuhkan. Dalam hal pembagian DTI usulan provinsi masih berada dibawah pembagian DTI antarprovinsi yang dilakukan oleh pemerintah, maka selisihnya dapat menggunakan stok program usulan kegiatan DAK Fisik. Ayat (9) Huruf a Penggunaan bersifat umum termasuk namun tidak terbatas untuk:
pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur nonbirokrasi yang meliputi pendidikan, keseh&tan, ,s1i1 bersih, air layak minum, perumahan, penerangan, telekomunikasi, jaringan internet, serta jalan dan jembatan provinsi dan lintas kabupaten/kota;
penguatan lembaga keagamaan dan adat;
penguatan perdamaian di wilayah papua;
belanja operasional pelaksanaan tugas dan fungsi Majelis Ralryat Papua/ Majelis Ralryat papua Barat;
penyelesaian permasalahan Tanah Adat (Ulayat);
peningkatan kapasitas aparatur (SDM) pemerintah Daerah;
koordinasi, perencanaan, penataan regulasi, monitoring, evaluasi, pelaporan dan penerimaan dalam rangka otonomi khusus Provinsi papua;
pengelolaan data dan penataan sistem informasi terkait tata kelola otonomi khusus;
komunikasi, informasi, dan edukasi pendanaan dalam rangka otonomi khusus kepada masyarakat;
pembiayaan untuk peningkatan kesejahteraan Orang Asli Papua;
bantuan sosial bagi Orang Asli papua yang memenuhi kriteria;
program 1. program strategis dan unggulan provinsi; dan/atau
penguatan lembaga-lembaga lain yang pembentukannya diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2OOl tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2O2I tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2OOl tentang Otonomi Khusus Bagi provinsi Papua, tidak termasuk badan yang dibentuk pusat dalam rangka otonomi khusus. Huruf b Penggunaan sudah ditentukan meliputi:
Program Peningkatan Kualitas Pendidikan (paling sedikit 3Oo/o (tiga puluh persen) dari alokasi Dana Otonomi Khusus yang telah ditentukan penggunaannya) termasuk namun tidak terbatas untuk:
layanan pendidikan jenjang sekolah sampai dengan pendidikan tinggi kepada masyarakat terutama Orang Asli Papua;
pemberian beasiswa jenjang sekolah sampai dengan pendidikan tinggl kepada masyarakat Orang Asli Papua;
penyediaan satuan pendidikan;
penyediaan sarana dan prasarana pendidikan;
pengembangan kurikulum berbasis karakteristik daerah dan budaya; t 6. pembiayaan perguruan tinggi;
bantuan/hibah perguruan tinggi;
percepatan penyediaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan;
kegiatan satuan pendidikan, peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan;
kegiatan 10. kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi pendidik dan tenaga kependidikan; 1 1. kegiatan ekstrakurikuler, pengembangan talenta, kompetisi, dan lomba;
fasilitasi dan operasional pendidikan sistem asrama sekolah; t 13. penyediaan dan distribusi pemerataan pendidik dan tenaga kependidikan terutama di daerah terdepan, tertinggal dan terluar;
pendidikan tambahan bagi lulusan sekolah menengah atas atau yang setara untuk memasuki pergurLlan tinggi dan pendidikan kedinasan;
pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus;
layanan pendidikan nonformal dan luar biasa;
peningkatan kualitas pembelajaran vokasi;
program strategis dan unggulan bidang pendidikan lintas kabupaten I kota;
beasiswa untuk peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan; dan/atau
pembinaan, kesejahteraan, keamanan, dan penghargaan untuk pendidik dan tenaga kependidikan khususnya yang bertugas di daerah terdepan, tertinggal dan terluar. b. Program Pembiayaan Kesehatan (paling sedikit 2ooh (dua puluh persen) dari alokasi Dana Otonomi Khusus yang telah ditentukan penggunaannya) termasuk namun tidak terbatas untuk:
program strategis dan unggulan bidang kesehatan lintas kabupaten/kota;
memberikan pelayanan kesehatan bagi penduduk termasuk peningkatan gizi masyarakat, kesehatan reproduksi, kesehatan ibu dan anak, kesehatan lanjut usia, kesehatan jiwa, dan pelayanan kesehatan lainnya yang mendukung keberlangsungan hidup masyarakat papua;
melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit endemis dan/atau penyakit-penyakit yang membahayakan kelangsungan hidup Penduduk;
melakukan percepatan penurunan stunting;
melakukan edukasi dan promosi kesehatan;
melakukan pelayanan rehabilitasi ketergantungan alkohol dan NAPZA;
melakukan penanggulangan kejadian luar biasa;
menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan standar;
meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan;
menyediakan dan memeratakan tenaga kesehatan termasuk pembinaan serta jaminan kesejahteraan dan keamanan tenaga kesehatan dengan memprioritaskan pemenuhan tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di daerah terdepan, tertinggal dan terluar; , 1 1. memberikan insentif bagi tenaga kesehatan yang bertugas di daerah terdepan, tertinggal dan terluar sesuai dengan biaya kemahalan dalam bentuk materiil dan/atau nonmateriil;
program strategis dan unggulan bidang kesehatan lintas kabupaten/kota; dan
kewajiban lain yang menjadi kewenangannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat termasuk namun tidak terbatas untuk:
pembangunan loka latihan kerja;
pengembangan wirausaha muda produktif;
penyediaan rumah produksi bersama dengan tata kelola koperasi;
pengembangan sektor unggulan, kawasan perkotaan dan strategis;
hilirisasi komoditas unggulan lokal daerah;
pemberdayaan masyarakat kampung dengan mengutamakan Orang Asli Papua; 7 . pembangunan/revitalisasi pasar tradisional;
penyediaan modal usaha dalam bentuk dana bergulir atau kredit usaha;
bantuan kepada pelaku Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Koperasi;
pengembangan usaha dalam bidang pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, industri rumah tangga, perdagangan, kerajinan, ekonomi kreatif dan pariwisata, dan jasa; 1 1. fasilitasi usaha rintisan secara terpadu dari hulu ke hilir;
program strategis dan unggulan bidang ekonomi lintas kabupaten I kota;
pelatihan kerja, keterampilan kerja dan manajemen bisnis;
pengolahan, penggudangan dan pengepakan; dan/atau
distribusi komoditas strategis dari sentra produksi menuju pasar. Ayat (10) Cukup jelas Ayat (11) Ayat (12) Yang dimaksud dengan "disetujui oleh Dewan perwakilan Ralqrat', adalah persetujuan yang diberikan Dewan perwakilan Ralryat dalam Rapat Kerja Transfer ke Daerah dan Dana Desa dalam rangka Pembicaraan Tingkat I/Pembahasan Rancangan Undang- Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022 beserta Nota Keuangannya. Cukup jelas. Ayat (13) Cukup jelas.
Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2022 direncanakan sebesar Rp2.7 14.155.7 19.841.000,00 (dua kuadriliun tujuh ratus empat belas triliun seratus lima puluh lima miliar tujuh ratus sembilan belas juta delapan ratus empat puluh satu ribu rupiah), terdiri atas:
anggaran Belanja Pemerintah Pusa! dan b. anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa Pasal 8 (1) Anggaran Belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a direncanakan sebesar Rpl.944.542.254.71 1.000,00 (satu kuadriliun sembilan ratus empat puluh empat triliun lima ratus empat puluh dua miliar dua ratus lima puluh empat juta tujuh ratus sebelas ribu rupiah).
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk ^program ^pengelolaan hibah negara yang dialokasikan kepada daerah sebesar Rp4.823.992.124.000,00 (empat triliun delapan ratus dua puluh tiga miliar sembilan ratus sembilan puluh dua ^juta seratus dua puluh empat ribu rupiah). (3) Anggaran Belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan atas:
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi;
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi; dan
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Program. (41 Pelaksanaan Belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat ^(21, dan ayat ^(3), berorientasi pada keluaran (outputl dan hasil (outcomel, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi, Organisasi, dan Program sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur dalam Peraturan Presiden. Pasal 9 (1) Anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b direncanakan sebesar Rp769.613.465.130.000,00 (tujuh ratus enam puluh sembilan triliun enam ratus tiga belas miliar empat ratus enam puluh lima ^juta seratus tiga puluh ribu rupiah), terdiri atas:
Transfer ke Daerah; dan
Dana Desa. (21 Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) huruf a direncanakan sebesar Rp70 1.6 ^1 3.465. 130.000,00 (tutuh ratus satu triliun enam ratus tiga belas miliar empat ratus enam puluh lima ^juta seratus tiga puluh ribu rupiah), terdiri atas:
Dana a. Dana Perimbangan;
DID; dan
Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan Daerah I stimewa Yograkarta. (3) Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp68.0O0.00O.OOO.OOO,OO (enam puluh delapan triliun rupiah). (41 Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dialokasikan kepada setiap desa dengan ketentuan:
Alokasi Dasar sebesar 65% (enam puluh lima persen) dibagi secara merata kepada setiap desa berdasarkan klaster jumlah penduduk;
Alokasi Afirmasi sebesar 1% (satu persen) dibagi secara proporsional kepada desa tertinggal dan desa sangat tertinggal yang mempunyai jumlah penduduk miskin tinggi;
Alokasi Kinerja sebesar 4o/o (empat persen) dibagi kepada desa dengan kinerja terbaik; dan
Alokasi Formula sebesar 30% (tiga puluh persen) dibagi berdasarkan jumlah penduduk desa, angka kemiskinan desa, luas wilayah desa, dan tingkat kesulitan geografis desa. (5) Berdasarkan hasil penghitungan alokasi Dana Desa setiap desa sebagaimana dimaksud pada ayat (41, pemerintah menetapkan alokasi Dana Desa per kabupaten/kota. (6) Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disalurkan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Desa melalui Rekening Kas Umum Daerah. (71 Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diutamakan penggunaannya untuk program perlindungan sosial berupa bantuan langsung tunai Desa dan dukungan program sektor prioritas di desa serta program atau kegiatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (8) Ketentuan mengenai pengelolaan Dana Desa dan penetapan rincian Dana Desa sedap desa diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal l0 lana ^Perimbangan ^sebagaimana ^dimaksud ^dalam pasal ^9 ^ayat (2) huruf a direncanakan sebesar Rp672.g5T.2o1 560.000,00 (elaT ratus tujuh puluh dua triliun delapan ratus lima puiuh tujuh miliar dua ratus satu juta lima raius enam puluh ribu rupiah), terdiri atas:
dana transfer umum; dan
dana transfer khusus. Pasal 1 1 (1) Dana transfer umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a direncanakan sebesar Rp483.263.358.494.000,00 (empat ratus delapan puluh tiga triliun dua ratus enam puluh tiga miliar tigaratu. tirn" puluh delapan juta empat ratus sembilan puluh empat ribu rupiah), terdiri atas:
DBH; dan
DAU. (2) D,BH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp105.263.359.494.000,00 (seratus lima triliun dua ratus enam puluh tiga miliar tiga ratus lima puluh delapan juta empat ratus sembilan puturr empat ribu rupiah), terdiri atas: DBH Tahun Anggaran berjalan sebesar Rp97.363.358.494.000,00 (sembilan puluh tujuh triliun tiga ratus enam puluh tiga miliar tiga ratus lima p.uluh delapan juta empat ratus sembilan puluh empat ribu rupiah), terdiri atas:
DBH Pajak sebesar Rp53.857 .O4T .T2O.0OO,OO (lima puluh tiga triliun delapan ratus lima puluh tujuh miliar empat puluh tujuh juta tujuli ratus dua puluh ribu rupiah); dan a b. Kurang Bayar DBH sebesar Rp7.9OO.OOO.OOO.OO0,O0 (tujuh triliun sembilan ratus miliar rupiah), terdiri atas:
DBH Pajak sebesar Rp5.398.T5O.499.000,00 (lima triliun tiga ratus sembilan puluh delapan miliar tujuh ratus lima puluh juta empat ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah); dan
DBH Sumber Daya Alam sebesar Rp2.501.249.5O1.000,00 (dua triliun lima ratus satu miliar dua ratus empat puluh sembilan juta lima ratus satu ribu rupiah). (3) DBH Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (21huruf a angka 1 terdiri atas:
Pajak Bumi dan Bangunan;
Pajak Penghasilan ^pasal 2I, pasal 25, dan pasal 29 Wajib Pajak Orang ^pribadi Dalam Negeri; dan
Cukai Hasil Tembakau. (41 DBH sumber Daya Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (21huruf a angka 2 terdiri atas:
minyak bumi dan gas bumi;
mineral dan batubara;
kehutanan;
perikanan; dan
panas bumi. (5) Dalam rangka mengurangi potensi lebih bayar DBH, rincian rencana DBH untuk tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disesuaikan dengan memerhatikan proyeksi DBH berdasarkan realisasi DBH setiap daerah paling kurang 3 (tiga) tahun terakhir. (6) Kurang Bayar dan Lebih Bayar DBH Tahun Anggaran 2o2l ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan pada Tahun Anggaran 2o2r aari taptran hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan pemerintah Pusat tahun 2o2l yang diketuarkan oleh Badan pemeriksa Keuangan.
Dalam (7) Dalam rangka mempercepat penyelesaian Kurang Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2O2L, Menteri Keuangan dapat menetapkan alokasi sementara Kurang Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2O2l dan/atau dapat menggunakan alokasi DBH tahun anggaran berjalan. (8) DBH Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, khusus Dana Reboisasi yang sebelumnya disalurkan ke kabupaten/kota penghasil, disalurkan ke provinsi penghasil dan digunakan untuk membiayai kegiatan, terdiri atas:
rehabilitasi di luar kawasan sesuai kewenangan provinsi;
rehabilitasi hutan dan lahan sesuai kewenangan provinsi;
pembangunan dan pengelolaan hasil hutan ka5ru, hasil hutan bukan kayu dan/atau jasa lingkungan dalam kawasan; , d. pemberdayaan masyarakat dan perhutanan sosial;
operasionalisasi Kesatuan Perrgelolaan Hutan;
pengendalian kebakaran hutan dan lahan;
perlindungan dan pengamanan hutan;
pengembangan perbenihan tanaman hutan;
penyuluhan kehutanan; dan/atau
strategis lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah. (9) Penggunaan DBH Cukai Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan DBH Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, diatur sebagai berikut:
Penerimaan DBH Cukai Hasil Tembakau, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota dialokasikan untuk mendanai program sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai cukai, dengan prioritas pada bidang kesehatan untuk mendukung program jaminan kesehatan nasional terutama peningkatan kuantitas dan kualitas layanan kesehatan dan pemulihan perekonomian di daerah.
Penerimaan b. Penerimaan DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota digunakan sesuai kebutuhan dan prioritas daerah, kecuali tambahan DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi untuk Provinsi Papua Barat dan Provinsi Aceh digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. DBH Kehutanan dari Dana Reboisasi yang merupakan bagian kabupaten/kota, baik yang disalurkan pada tahun 2016 maupun tahun-tahun sebelumnya yang masih terdapat di kas daerah dapat digunakan oleh organisasi perangkat daerah yang ditunjuk oleh bupati/wali kota untuk:
pembangunan dan pengelolaan taman hutan raya;
pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan;
penanganan pasca kebakaran hutan dan lahan di taman hutan raya;
penanaman daerah aliran sungai kritis, penanaman pada kawasan perlindungan setempat, dan pembuatan bangunan konservasi tanah dan air;
pembangunan dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau;
penyuluhan lingkungan hidup;
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
pengelolaan keanekaragaman hayati; dan/atau
strategis lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah. (10) Dalam hal realisasi penerimaan negara ^'r"rr* dibagihasilkan melebihi pagu penerimaan yang dianggarkan dalam tahun 2022, Pemerintah menyalurkan DBH berdasarkan realisasi penerimaan tersebut sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
DAU (11) DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dialokasikan sebesar 28,so/o (dua puluh delapan koma lima persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto atau direncanakan _sebesar Rp37g.o00.ooo.ooo.oo0,o0 (tiga ratus tujuh puluh delapan triliun rupiah).
Pagu DAU Nasional dalam APBN dapat disesuaikan mengikuti perubahan pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan oleh Pemerintah atau sesuai dengan t<eui.lat<ai yang ditetapkan oleh pemerintah. (13) DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dialokasikan berdasarkan formula Alokasi Dasar dan celah Fiskal. (14) Perhitungan Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (13) mempertimbangkan jumlah gaji pegawai Aparatur sipil Negara pada instansi Daeiah, i.rr1".r" formasi Aparatur Sipil Negara pada instansi Daerah, kebijakan tunjangan hari raya serta kebijakan gaji ketiga belas. (15) Pendapatan Dalam Negeri Neto sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dihitung berdasarkan penjumlahan antara Penerimaan Perpajakan dan pNBp, dikurangi dengan pendapatan negara yang di-earmark dan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa selain DAU. (16) Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan l4,lo/o (empat belas koma satu persen) dan 8s,gyo (delapan puruh lima koma sembilan persen). (17) Dalam rangka memperbaiki pemerataan kemampuan fiskal atau keuangan antardaerah, dilakukan penyesuaian secara proporsional alokasi DAU per daerah untuk provinsi dan kabupaten/kota dengan memerhatikan alokasi tahun sebelumnya sehingga alokasi antardaerah lebih merata. (18) Dana transfer umum diarahkan penggunaannya paling sedikit 25o/o (dua puluh lima persen; untuk mendukun[ program pemulihan ekonomi daerah yang terkait dengan percepatan penyediaan sarana dan prasarana layanan publik dan ekonomi dalam .angka meningliatkan kesempatan kerja, mengurangi kemiJkinan, mengurangi kesenj angan penyediaan layanan publik antardaer.h, d"-r, mendukung pembangunan sumber daya manusia bidang Pendidikan.
Tata (19) Tata cara percepatan penyelesaian Kurang Bayar DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (71dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (20) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman teknis atas penggunaan DBH Kehutanan dari Dana Reboisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan penggunaan sisa DBH Kehutanan dari Dana Reboisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf c diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan. (21) Ketentuan lebih lanjut mengenai DBH Cukai Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf a diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. (221 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan dana transfer umum paling sedikit 25o/o (dua puluh lima persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (18) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 12 (1) Dana transfer khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b direncanakan sebesar Rp189.593.843.066.O00,00 (seratus delapan puluh sembilan triliun lima ratus sembilan puluh tiga miliar delapan ratus empat puluh tiga juta enam puluh enam ribu rupiah), terdiri atas:
DAK fisik; dan
DAK nonfisik. (2) Pengalokasian DAK fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan berdasarkan usulan pemerintah daerah dan/atau aspirasi anggota Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia dalam memperjuangkan program pembangunan daerah dengan memerhatikan prioritas nasional, kemampuan keuangan negara, kapasitas fiskal daerah dan kinerja daerah, serta tata kelola keuangan negara yang baik.
DAK f,rsik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp6o.874.o0o.ooo.0oo,0o (elnam puluh triliun delapan ratus tujuh puluh empat miliar rupiah), mencakup DAK fisik reguler dan DAK fisik penugasan, terdiri atas:
bidang pendidikan sebesar Rp18.34g.532.g16.000,00 (delapan belas triliun tiga ratus empat puluh delapan miliar lima ratus tiga puluh dua juta delapan r"t.," tujuh puluh enam ribu rupiah);
bidang kesehatan dan keluarga berencana sebesar Rp15.774.280.058.000,00 (lima belas triliun tujuh ratus tujuh puluh empat miliar dua ratus delapan puluh juta lima puluh delapan ribu rupiah);
bidang perumahan dan permukiman sebesar Rp 1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);
bidang industri kecil dan menengah sebesar Rp753.233.579.000,00 (tujuh ratus lima puluh tiga miliar dua ratus tiga puluh tiga juta lima ratus tujuh puluh sembilan ribu rupiah);
bidang usaha mikro, kecil, dan menengah sebesar Rp135.323.340.000,00 (seratus tiga puluh lima miliar tiga ratus dua puluh tiga juta tiga ratus empat puluh ribu rupiah);
bidang pertanian sebesar Rp2.2O0.O0O.OOO.0OO,O0 (dua triliun dua ratus miliar rupiah);
bidang kelautan dan perikanan sebesar Rp1. 134.884.349.000,00 (satu triliun seratus tiga puluh empat miliar delapan ratus delapan puturr empat juta tiga ratus empat puluh sembilan ribu rupiah);
bidang pariwisata sebesar Rpa31.9g1.642.000,00 (empat ratus tiga puluh satu miliar derapan ratus delapan puluh satu juta enam ratus empat puluh dua ribu rupiah);
bidang jalan sebesar Rp12.165.166.g17.000,00 ,(dua belas triliun seratus enam puluh lima miliar seratus enam puluh enam juta delapan ratus tujuh belas ribu rupiah);
bidang air minum sebesar Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah);
bidang sanitasi sebesar Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah);
bidang irigasi sebesar Rpl.500.000.000.000,00 (satu triliun lima ratus miliar rupiah);
bidang lingkungan hidup sebesar Rp350.000.000.000,00 (tiga ratus lima puluh miliar rupiah);
bidang kehutanan sebesar Rp350.000.000.000,00 (tiga ratus lima puluh miliar rupiah);
bidang perdagangan sebesar Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah);
bidang transportasi perdesaan sebesar Rp 1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah); dan
bidang transportasi perairan sebesar Rp530.697.339.000,00 (lima ratus tiga puluh miliar enam ratus sembilan puluh tujuh juta tiga ratus tiga puluh sembilan ribu rupiah). (41 DAK fisik penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat lintas sektor dalam mendukung pencapaian sasaran major project dan prioritas nasional tertentu serta mendukung pemulihan ekonomi nasional, terdiri atas:
tema penguatan destinasi pariwisata prioritas dan sentra industri kecil dan menengah;
tema pengembangan food estate dan penguatan kawasan sentra produksi pertanian, perikanan, dan hewani; dan
tema peningkatan koriektivitas kawasan untuk pembangunan inklusif di wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. (5) Dalam rangka menjaga capaian keluaran (output) DAK fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pemerintah daerah menyampaikan rencana kegiatan untuk mendapat persetujuan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk teknis DAK fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden. (71 Daerah penerima DAK fisik tidak diwajibkan menyediakan dana pendamping. (8) DAK nonfisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp128.719.843.066.000,00 (seratus dua puluh delapan triliun tujuh ratus sembilan belas miliar delapan ratus empat puluh tiga juta enam puluh enam ribu rupiah), terdiri atas:
dana bantuan operasional sekolah sebesar Rp54.108.304.830.000,00 (lima puluh empat triliun seratus delapan miliar tiga ratus empat juta delapan ratus tiga puluh ribu rupiah);
dana bantuan operasional penyelenggaraan pendidikan anak usia dini sebesar Rp4.254.851.290.000,00 (empat triliun dua ratus lima puluh empat miliar delapan ratus lima puluh satu juta dua ratus sembilan puluh ribu rupiah);
dana tunjangan profesi guru aparatur sipil negara (ASN) daerah sebesar RpS1 .99O.474.366.000,00 (lima puluh satu triliun sembilan ratus sembilan puluh miliar empat ratus tujuh putuh empat juta tiga ratus enam puluh enam ribu rupiah);
dana tambahan penghasilan guru aparatur sipil negara (ASN) daerah sebesar Rp1.684.280.000.000,00 (satu triliun enam ratus delapan puluh empat miliar dua ratus delapan puluh juta rupiah); , e. dana bantuan operasional kesehatan dan bantuan operasional keluarga berencana sebesar Rp12.692.9OO.000.000,O0 (dua belas triliun enam ratus sembilan puluh dua miliar sembilan ratus juta rupiah);
dana peningkatan kapasitas koperasi, usaha mikro dan kecil, sebesar Rp225.000.000.000,00 (dua ratus dua puluh lima miliar rupiah);
dana g. dana tunjangan khusus guru aparatur sipil negara (ASN) daerah di daerah khusus sebesar Rp1.651.287.600.000,00 (satu triliun enam ratus lima puluh satu miliar dua ratus delapan puluh tujuh juta enam ratus ribu rupiah);
dana bantuan operasional penyelenggaraan pendidikan kesetaraan sebesar Rpl.022.244.980.000,00 (satu triliun dua puluh dua miliar dua ratus empat puluh empat juta sembilan ratus delapan puluh ribu rupiah);
dana bantuan operasional penyelenggaraan museum dan taman budaya sebesar Rp167.600.000.000,00 (seratus enam puluh tujuh miliar enam ratus juta rupiah);
dana pelayanan kepariwisataan sebesar Rp127.9O0.000.000,00 (seratus dua puluh tujuh miliar sembilan ratus juta rupiah);
dana bantuan biaya layanan pengolahan sampah sebesar Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
dana pelayanan perlindungan perempuan dan anak sebesar Rp120.000.000.000,00 (seratus dua puluh miliar rupiah);
dana fasilitasi penanaman modal sebesar Rp225.000.000.000,00 (dua ratus dua puluh lima miliar rupiah);
dana ketahanan pangan dan pertanian sebesar Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah); dan
dana penguatan kapasitas kelembagaan sentra industri kecil dan menengah sebesar Rp150.000.0OO.000,00 (seratus lima puluh miliar rupiah). Pasal 13 (1) DID sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b direncanakan sebesar Rp7.000.000.000.000,00 (tujuh triliun rupiah). (21 DID sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatokasikan untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya dan penghargaan kinerja tahun berjalan berdasarkan penilaian kinerja pemerintah daerah. (3) DID untuk penghargaan kinerja tahun berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 pengalokasian per daerahnya dilakukan pada Tahun Anggaran 2022. (41 DID sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk mendanai kebutuhan daerah dalam meningkatkan kinerja pelayanan publik dan mendukung program prioritas nasional. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai DID diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 14 (1) Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yograkarta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (21 huruf c direncanakan sebesar Rp21.756.263.570.000,00 (dua puluh satu triliun tujuh ratus lima puluh enam miliar dua ratus enam puluh tiga juta lima ratus tujuh puluh ribu rupiah), terdiri atas:
Dana Otonomi Khusus; dan
Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta. (21 Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp20.436.263.570.000,00 (dua puluh triliun empat ratus tiga puluh enam miliar dua ratus enam puluh tiga juta lima ratus tujuh puluh ribu rupiah), terdiri atas:
Alokasi Dana Otonomi Khusus Provinsi papua dan Provinsi Papua Barat sebesar Rp8.505.000.000.000,00 (delapan triliun lima ratus lima miliar rupiah), yang pembagian besarannya kepada masing-masing provinsi ditetapkan dalam Peraturan Presiden. b. Alokasi Dana Otonomi Khusus Provinsi Aceh sebesar Rp7.560.000.000.000,00 (tujuh triliun lima ratus enam puluh miliar rupiah); dan
DTI c. DTI sebesar Rp4.371.263.570.000,00 (empat triliun tiga ratus tujuh puluh satu miliar dua ratus enam puluh tiga juta lima ratus tujuh puluh ribu rupiah), yang dibagi untuk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang pembagian besarannya kepada masing- masing Provinsi ditetapkan dalam Peraturan Presiden. (3) Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yograkarta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp1.320.000.000.000,00 (satu triliun tiga ratus dua puluh miliar rupiah) yang digunakan untuk mendanai kewenangan keistimewaan Daerah Istimewa Yograkarta serta dapat mendanai kegiatan prioritas nasional yang diatur lebih lanjut dalam peraturan Menteri Keuangan. (41 Pembagian Alokasi Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a dan pembagian DTI sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf c antara Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dilakukan sebagai berikut:
pembagian antarprovinsi dilakukan oleh Pemerintah;
pembagian antara provinsi dan kabupaten/kota dalam 1 (satu) wilayah provinsi dilakukan oleh Pemerintah atas usulan pemerintah daerah provinsi; dan
pembagian antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) wilayah provinsi dilakukan oleh Pemerintah atas usulan pemerintah daerah provinsi. (5) Pembagian Dana Otonomi Khusus antarprovinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (41 huruf a dan pembagian antarkabupaten I kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c berdasarkan variabel:
jumlah Orang Asli Papua;
^jumlah penduduk;
luas wilayah darat dan lau! d. jumlah kabupaten/kota, distrik dan kampung/desa/ kelurahan;
Indeks Kesulitan Geograhs;
Indeks Kemahalan Konstruksi;
Indeks g. Indeks Pembangunan Manusia; dan
Indikator lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Dalam hal salah satu data variabel sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak tersedia, pembagian antarprovinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan pembagian antarkabupaten I kota sebagaimana dimaksud pada ayat (41 huruf c menggunakan data variabel yang tersedia. (7) Pembagian Dana Otonomi Khusus antara provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (41 huruf b berdasarkan belanja urusan dan kewenangan tertentu antara provinsi dan kabupaten/kota, dengan bagian provinsi sebesar persentase tertentu dari pagu dalam 1 (satu) wilayah provinsi yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden. (8) Pembagian DTI sebagaimana dimaksud pada ayat (41 dilakukan sebagai berikut:
pembagian antarprovinsi yang dilakukan pemerintah berdasarkan persentase pembagian yang dihitung secara proporsional dengan mempertimbangkan prioritas dan kebutuhan pembangunan infrastruktur dan memperhatian proporsi pembagian tahun sebelumnya;
pembagian antara provinsi dan kabupaten/kota dalam satu provinsi berdasarkan usulan provinsi yang mempertimbangkan kewenangan, prioritas dan kebutuhan pembangunan infrastruktur di daerah; dan
pembagian antarkabupaten/kota dalam satu provinsi berdasarkan usulan Provinsi yang mempertimbangkan prioritas dan kebutuhan pembangunan infrastruktur. (9) Dana otonomi Khusus Provinsi Papua dan provinsi papua Barat sebesar 2,25o/o (dua koma dua puluh lima persen) dari pagu DAU Nasional, terdiri atas:
sebesar lo/o (satu persen) penggunaannya bersifat umum; dan
sebesar 1,25o/o (satu koma dua puluh lima persen) penggunaan sudah ditentukan berdasarkan kinerja yang diarahkan untuk mendanai pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. (10) Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat wajib men5rusun rencana penggunaan Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dan rencana penggunaan DTI sesuai dengan peruntukan. (11) Rencana penggunaan Dana Otonomi Khusus dan DTI sebagaimana dimaksud pada ayat (10) disampaikan kepada Pemerintah paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal kebijakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2022 disetujui oleh Dewan Perwakilan Ralryat. (12) Rencana penggunaan Dana Otonomi Khusus dan DTI sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah mendapat pertimbangan dari Pemerintah. (13) Ketentuan lebih lanjut mengenai Dana Otonomi Khusus diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 15 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagairnana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal L2, Pasal 13, dan Pasal 14 diatur dalam Peraturan Presiden. (21 Ketentuan mengenai penyaluran anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa diatur sebagai berikut:
dapat dilakukan dalam bentuk tunai dan nontunai;
bagi daerah yang memiliki uang kas dan/atau simpanan di bank dalam jumlah tidak wajar, dilakukan konversi penyaluran DBH dan/atau DAU dalam bentuk nontunai;
dilakukan c. dilakukan berdasarkan kinerja ^pelaksanaan; dan
dapat dilakukan penundaan dan/atau ^pemotongan dalam hal daerah tidak memenuhi ^paling sedikit anggaran untuk mendukung ^pembangunan ^sumber daya manusia dan pendanaan ^program ^pemulihan ekonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal 11 ayat (18), anggaran yang diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan atau menunggak membayar iuran yang diwajibkan dalam ^peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagaimana dimaksud ^pada ayat (21diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 16 (1) Program Pengelolaan Subsidi dalam Tahun Anggaran 2022 direncanakan sebesar Rp206.963.748.116.000,00 ^(dua ratus enam triliun sembilan ratus enam puluh tiga miliar tujuh ratus empat puluh delapan ^juta seratus enam belas ribu rupiah). (21 Anggaran untuk Program Pengelolaan Subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Anggaran untuk Program Pengelolaan Subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro, ^perubahan parameter, perubahan kebijakan, danlatau pembayaran kekurangan subsidi tahun-tahun sebelumnya. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian Program Pengelolaan Subsidi dalam Tahun Anggaran 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden. Pasal 17 (1) Dalam hal realisasi PNBP Migas yang dibagihasilkan melampaui target penerimaan dalam APBN yang diikuti dengan kebijakan peningkatan belanja subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquifted Petroleum Gas (LPG), Pemerintah dapat memperhitungkan persentase tertentu atas peningkatan belanja subsidi BBM dan LPG terhadap kenaikan PNBP Migas yang dibagihasilkan. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perhitungan persentase tertentu atas peningkatan belanja subsidi BBM dan LPG terhadap kenaikan PNBP Migas yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pengalokasian Dana Desa Setiap Desa, Penyaluran, dan Penggunaan Dana Desa Tahun Anggaran 2024
Relevan terhadap
Menetapkan PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGALOKASIAN DANA DESA SETIAP DESA, PENYALURAN, DAN PENGGUNAAN DANA DESA TAHUN ANGGARAN 2024. jdih.kemenkeu.go.id BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Pemerin tah Daerah adalah kepala daerah se bagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 3. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4. Pemerintah Desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. 5. Dana Desa adalah bagian dari transfer ke daerah yang diperuntukkan bagi Desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. 6. Alokasi Dasar adalah alokasi yang dibagi secara proporsional kepada setiap Desa. 7. Alokasi Afirmasi adalah adalah alokasi yang dibagi secara proporsional kepada Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal dan dapat mempertimbangkan jumlah penduduk miskin tinggi di Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal. 8. Alokasi Kinerja adalah alokasi yang dibagi kepada Desa dengan kinerja terbaik. 9. Alokasi Formula adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. 10. Indeks Kesulitan Geografis Desa yang selanjutnya disebut IKG Desa adalah angka yang mencerminkan tingkat kesulitan geografis suatu Desa berdasarkan variabel ketersediaan pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, transportasi, dan komunikasi. 11. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disebut APBDes adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Desa. 12. Bantuan Langsung Tunai Desa yang selanjutnya disebut BLT Desa adalah pemberian uang tunai kepada jdih.kemenkeu.go.id keluarga penerima manfaat di Desa yang bersumber dari Dana Desa. 13. Aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara yang selanjutnya disebut Aplikasi OM-SPAN adalah aplikasi yang digunakan dalam rangka memonitoring transaksi dalam sistem perbendaharaan dan anggaran negara dan menyajikan informasi sesuai dengan kebutuhan yang diakses melaluijaringan berbasis web. Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
pengalokasian Dana Desa setiap Desa tahun anggaran 2024;
penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2024; dan
penggunaan Dana Desa tahun anggaran 2024. BAB II PENGALOKASIAN DANA DESA SETIAP DESA Pasal 3 (1) Dana Desa tahun anggaran 2024 ditetapkan sebesar Rp71.000.000.000.000,00 (tujuh puluh satu triliun rupiah), yang terdiri atas:
sebesar Rp69.000.000.000.000,00 (enam puluh sembilan triliun rupiah) pengalokasiannya dihitung pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan berdasarkan formula; dan
sebesar Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) sebagai tambahan Dana Desa yang dialokasikan pada tahun anggaran berjalan dan/atau melaksanakan kebijakan Pemerintah. (2) Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dialokasikan kepada setiap Desa yang terdiri atas:
Alokasi Dasar sebesar 65% (enam puluh lima persen) dari anggaran Dana Desa atau sebesar Rp44.849.894.546.000,00 (empat puluh empat triliun delapan ratus empat puluh sembilan miliar delapan ratus sembilan puluh em pat juta lima ratus empat puluh enam ribu rupiah);
Alokasi Afirmasi sebesar 1 % (satu persen) dari anggaran Dana Desa atau sebesar Rp689.992.320.000,00 (enam ratus delapan puluh sembilan miliar sembilan ratus sembilan puluh dua juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah);
Alokasi Kinerja sebesar 4% (empat persen) dari anggaran Dana Desa atau sebesar Rp2.759.951.700.000,00 (dua triliun tujuh ratus lima puluh sembilan miliar sembilan ratus lima puluh satu juta tujuh ratus ribu rupiah); dan
Alokasi Formula sebesar 30% (tiga puluh persen) dari anggaran Dana Desa atau sebesar Rp20.700.161.434.000,00 (dua puluh triliun tujuh jdih.kemenkeu.go.id ratus miliar seratus enam puluh satu juta empat ratus tiga puluh empat ribu rupiah). (3) Alokasi Formula sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d ditambahkan dengan selisih lebih hasil penghitungan Alokasi Dasar, Alokasi Afirmasi, dan Alokasi Kinerja yang tidak terbagi habis untuk setiap Desa. (4) Tambahan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufb dialokasikan sebagai insentifDesayang dihitung berdasarkan kriteria tertentu. Pasal 4 (1) Alokasi Dasar se bagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dibagikan kepada setiap Desa berdasarkan klaster Desa. (2) Klaster Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi menjadi 7 (tujuh) klaster berdasarkan jumlah penduduk. (3) Alokasi Dasar setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sebagai berikut: Klaster Jumlah Besaran Alokasi Dasar Desa Penduduk 1 1 - 100 Rp418.958.000,00 (empat ratus delapan belas ribu sembilan ratus lima puluh delapan ribu rupiah) 2 101 - 500 Rp48 l .802.000,00 (empat ratus delapan puluh satu ribu delapan ratus dua ribu rupiah) 3 501- Rp544.646.000,00 1.500 (lima ratus empat puluh empat ribu enam ratus empat puluh enam ribu rupiah) 4 1.501 - Rp607.490.000,00 3.000 (enam ratus tujuh ribu empat ratus sembilan puluh ribu rupiah) 5 3.001 - Rp670.334.000,00 5.000 (enam ratus tujuh puluh ribu tiga ratus tiga puluh empat ribu rupiah) 6 5.001 - Rp733.178.000,00 10.000 (tujuh ratus tiga puluh tiga ribu seratus tujuh puluh delapan ribu rupiah) 7 Lebih dari Rp796.022.000,00 10.000 (tujuh ratus sembilan puluh enam ribu dua puluh dua ribu rupiah) Pasal 5 (1) Alokasi Afirmasi se bagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dibagikan kepada Desa tertinggal dan jdih.kemenkeu.go.id Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak. (2) Alokasi Afirmasi untuk setiap Desa dihitung dengan menggunakan rumus: AA Desa = (0,01 x DD) / {(1,1 x DST)+ (1 x DT)} Keterangan: AA Desa = Alokasi Afirmasi setiap Desa DD = pagu Dana Desa nasional DST = jumlah Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak DT = jumlah Desa tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak (3) Besaran Alokasi Afirmasi untuk Desa tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak dihitung sebesar 1 (satu) kali Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Besaran Alokasi Afirmasi untuk Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak dihitung sebesar 1, 1 (satu koma satu) kali Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan sebagai berikut: Status Desa Desa Tertinggal Desa Sangat Tertinggal Besaran Alokasi Afirmasi Rp94.800.000,00 (sembilan puluh em pat juta dela an ratus ribu ru iah Rp104.280.000,00 (seratus em pat juta dua ratus dela an uluh ribu ru iah (6) Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) merupakan Desa yang berada pada kelompok Desa di desil 3 (tiga) sampai dengan desil 10 (sepuluh) berdasarkan penghitungan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Pasal 6 (1) Alokasi Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c dibagikan kepada Desa dengan kinerja terbaik. (2) Penetapan jumlah Desa penerima Alokasi Kinerja pada setiap kabupaten/kota ditetapkan secara proporsional, berdasarkan ketentuan seba ai berikut: Jumlah Desa Persentase Jumlah Desa Penerima Alokasi Kiner· a 1 - 51 1 7% tu juh belas 52 - 100 101 - 400 401 - 500 14% Lebih dari 500 jdih.kemenkeu.go.id (3) Penetapan sebagaimana berdasarkan: Desa dengan kinerja Desa dimaksud pada ayat (2), a. kriteria utama; dan
kriteria kinerja. terbaik dinilai (4) Kriteria utama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri atas:
Desa yang melaksanakan BLT Desa pada tahun anggaran 2023;
rasio sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran 2022 terhadap pagu Dana Desa tahun anggaran 2022 tidak melebihi 30% (tiga puluh persen); dan
tidak terdapat penyalahgunaan keuangan Desa tahun anggaran 2023 sampai dengan batas waktu penghitungan rincian Dana Desa. (5) Kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b terdiri atas:
indikator wajib; dan/atau
indikator tambahan. (6) Indikator wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori dengan bobot, yaitu:
pengelolaan keuangan Desa tahun anggaran 2023 dengan bobot 20% (dua puluh persen), terdiri atas:
perubahan rasio pendapatan asli Desa terhadap total pendapatan APBDes dengan bobot 50% (lima puluh persen); dan
status operasional badan usaha milik Desa dengan bobot 50% (lima puluh persen);
pengelolaan Dana Desa tahun anggaran 2023 dengan bobot 20% (dua puluh persen), terdiri atas:
persentase anggaran BLT Desa terhadap total Dana Desa dengan bobot 45% (empat puluh lima persen); dan
persentase pelaksanaan kegiatan Dana Desa secara swakelola dengan bo bot 35% (tiga puluh lima persen); dan
pemenuhan persentase anggaran ketahanan pangan terhadap total Dana Desa paling sedikit sebesar 20% (dua puluh persen) dengan bobot 20% (dua puluh persen);
capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran 2022 dengan bobot 25% (dua puluh lima persen), terdiri atas:
persentase realisasi penyerapan Dana Desa dengan bobot 50% (lima puluh persen); dan
persentase capaian keluaran Dana Desa dengan bobot 50% (lima puluh persen);
capaian hasil pembangunan Desa tahun anggaran 2023 dengan bobot 35% (tiga puluh lima persen), terdiri atas: jdih.kemenkeu.go.id 1. status Desa indeks Desa membangun terakhir dengan bobot 50% (lima puluh persen); dan
perbaikan jumlah penduduk miskin Desa dengan bobot 50% (lima puluh persen). (7) Indikator tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dikelompokkan menjadi:
indikator tambahan minimal; dan
indikator tambahan opsional.
Indikator tambahan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf (a) terdiri atas:
pengiriman data APB Des tahun anggaran 2021;
pengiriman data APBDes tahun anggaran 2022;
pengiriman data APBDes tahun anggaran 2023;
keberadaan Peraturan Desa mengenai rencana pembangunan jangka menengah Desa terakhir; dan
keberadaan Peraturan Desa mengenai rencana kerja Pemerintah Desa dan perubahannya tahun anggaran 2023. (9) Indikator tambahan opsional sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, terdiri atas:
pengiriman data laporan realisasi APBDes bulan Desember tahun anggaran 2021;
pengiriman data laporan realisasi APBDes bulan Desember tahun anggaran 2022;
pengiriman Laporan Daftar Transaksi Harian (DTH) Belanja Desa dan Rekapitulasi Transaksi Harian (RTH) Belanja Desa bulan Desember tahun anggaran 2021;
pengiriman Laporan Daftar Transaksi Harian (DTH) Belanja Desa dan Rekapitulasi Transaksi Harian (RTH) Belanja Desa bulan Desember tahun anggaran 2022;
keberadaan dokumen rencana anggaran kas Desa pada tahun anggaran 2023;
ketersediaan infografis atau media informasi lainnya mengenai APBDes tahun anggaran 2023;
ketersediaan data dan/atau dokumen barang milik Desa;
implementasi cash management system pada sistem pengelolaan keuangan Desa;
implementasi sistem keuangan Desa secara online pada pengelolaan keuangan Desa;
tingkat prevalensi stunting tahun anggaran 2022;
jumlah anak tidak sekolah untuk tingkat dasar dan menengah tahun anggaran 2022; dan/atau
jumlah kematian bayi dan ibu melahirkan tahun anggaran 2022. (10) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penilaian kinerja Desa berdasarkan kriteria utama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan kriteria kinerja berupa indikator wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (6). (11) Kabupaten/kota dapat melakukan penilaian kinerja Desa berdasarkan kriteria utama sebagaimana jdih.kemenkeu.go.id dimaksud pada ayat (4) huruf c dan kriteria kinerja berupa indikator tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) pada aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. (12) Kabupaten/kota wajib melakukan penilaian indikator tambahan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dalam hal kabupaten/kota melakukan penilaian kinerja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (11). (13) Bobot hasil penilaian kinerja Desa oleh kabupaten/kota dalam penilaian indikator tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen) dari total penilaian kinerja Desa, dengan ketentuan sebagai berikut:
kabupaten/kota yang tidak memenuhi indikator tambahan minimal sebanyak 5 (lima) indikator, tidak diberikan bobot penilaian;
kabupaten/kota yang hanya memenuhi indikator tambahan minimal sebanyak 5 (lima) indikator, diberikan bobot penilaian sebesar 20% (dua puluh persen); dan
kabupaten/kota yang memenuhi indikator tambahan minimal sebanyak 5 (lima) indikator dan indikator tambahan opsional sebanyak 1 (satu) sampai dengan 12 (dua belas) indikator, diberikan bobot penilaian sebesar 20% (dua puluh persen) ditambah 10% (sepuluh persen) yang dibagi secara proporsional menyesuaikan dengan jumlah indikator tambahan opsional yang memenuhi. (14) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penggabungan atas hasil penilaian kinerja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dan ayat (11). (15) Dalam hal sampai dengan tanggal 7 September 2023 kabupaten/kota tidak melakukan penilaian kinerja Desa atau tidak menyampaikan hasil penilaian kinerja Desa pada aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, penilaian kinerja Desa dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (10). (16) Besaran Alokasi Kinerja setiap Desa untuk kabupaten/kota yang melakukan penilaian indikator tambahan kinerja Desa ditetapkan sebesar 1,25 (satu koma dua puluh lima) kali dari besaran Alokasi Kinerja setiap Desa untuk kabupaten/kota yang tidak melakukan penilaian indikator tambahan kinerja Desa. (17) Alokasi Kinerja setiap Desa sebagaimana dimaksud ada a at 16, terdiri dari: Status Pemerintah Daerah melakukan penilaian Indikator Tambahan Kinerja Desa tidak melakukan penilaian Indikator Tambahan Kiner·a Desa Besaran Alokasi Kinerja Rp255. 750.000,00 (dua ratus lima puluh lima juta tujuh ratus lima uluh ribu ru iah Rp204.600.000,00 (dua ratus em pat juta enam ratus ribu ru iah jdih.kemenkeu.go.id Pasal 7 (1) Alokasi Formula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d dibagikan kepada setiap Desa berdasarkan indikator sebagai berikut:
jumlah penduduk dengan bobot 10% (sepuluh persen);
angka kemiskinan Desa dengan bobot 40% (empat puluh persen);
luas wilayah Desa dengan bobot 10% (sepuluh persen); dan
tingkat kesulitan geografis dengan bobot 40% (empat puluh persen). (2) Besaran Alokasi Formula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan menggunakan rumus: AFDesa = {(0,l0xZl) + (0,40xZ2) + (0,10xZ3) + (0,40 x Z4)} xAF Keterangan: AF Desa = Alokasi Formula setiap Desa Z 1 = rasio jumlah penduduk setiap Desa terhadap total penduduk Desa Z2 = rasio angka kemiskinan setiap Desa terhadap total penduduk miskin Desa Z3 = rasio luas wilayah setiap Desa terhadap total luas wilayah Desa Z4 = rasio 1KG setiap Desa terhadap total 1KG Desa AF = Alokasi Formula nasional (3) Dalam hal hasil penghitungan Alokasi Formula setiap Desa tidak terbagi habis, sisa penghitungan Alokasi Formula diberikan kepada Desa yang mendapat Dana Desa terkecil. Pasal 8 Berdasarkan hasil penghitungan alokasi Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7, Pemerintah menetapkan rincian Dana Desa setiap Desa tahun anggaran 2024. Pasal 9 Sumber data dalam pengalokasian Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7, sebagai berikut:
data jumlah Desa, data nama dan kode Desa, dan data jumlah penduduk bersumber dari Kementerian Dalam Negeri;
data status Desa menggunakan data indeks Desa membangun bersumber dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi;
data angka kemiskinan Desa menggunakan data jumlah penduduk miskin Desa berdasarkan data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem yang ditetapkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang jdih.kemenkeu.go.id bersumber dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional;
data tingkat kesulitan geografis Desa menggunakan data IKG Desa dan data luas wilayah Desa bersumber dari Badan Pusat Statistik;
data APBDes bersumber dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dan aplikasi yang disediakan oleh Kementerian Keuangan; dan
data kinerja penyerapan dan capaian output Dana Desa bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh Kementerian Keuangan. Pasal 10 (1) Data jumlah Desa dan data nama dan kode Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a adalah sebanyak 75.265 (tujuh puluh lima ribu dua ratus enam puluh lima) Desa di 434 (empat ratus tiga puluh empat) kabupaten/kota. (2) Dana Desa dialokasikan kepada 75.259 (tujuh puluh lima ribu dua ratus lima puluh sembilan) Desa di 434 (empat ratus tiga puluh empat) kabupaten/kota. (3) Berdasarkanjumlah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terdapat selisih sebanyak 6 (enam) Desa. (4) Selisih jumlah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan Desa yang:
terindikasi tidak memenuhi kriteria Desa berdasarkan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan; atau
tidak bersedia menerima Dana Desa. (5) Kriteria Desa berdasarkan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a meliputi:
eksistensi wilayah Desa sudah tidak ada;
Desa tidak berpenghuni;
tidak terdapat kegiatan pemerintahan Desa; dan/atau
tidak terdapat penyaluran Dana Desa paling sedikit 3 (tiga) tahun berturut-turut. Pasal 11 (1) Kriteria tertentu untuk tambahan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) berupa:
kriteria utama; dan
kriteria kinerja. (2) Kriteria utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
Desa bebas dari korupsi pada semester I tahun anggaran 2024;
Desa telah disalurkan Dana Desa tahap I tahun anggaran 2024; dan
Desa menganggarkan Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2024. jdih.kemenkeu.go.id (3) Anggaran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2024 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:
pemenuhan anggaran ketahanan pangan dan hewani dari Dana Desa bagi Desa di kabupaten/kota yang berada pada kategori rentan berdasarkan peta ketahanan dan kerentanan pangan;
pemenuhan anggaran BLT Desa dari Dana Desa bagi Desa yang memiliki keluarga miskin pada desil 1 (satu) sesuai data angka kemiskinan Desa; dan/atau
pemenuhan anggaran pencegahan dan penurunan stunting dari Dana Desa bagi Desa lokasi fokus intervensi penurunan stunting. (4) Dalam hal Desa tidak menganggarkan Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2024 sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Desa tetap memenuhi kriteria utama sepanjang Desa:
tidak berada di kabupaten/kota yang masuk kategori rentan berdasarkan peta ketahanan dan kerentanan pangan;
tidak memiliki keluarga miskin pada desil 1 (satu) sesuai data angka kemiskinan Desa; dan/atau
bukan lokasi fokus intervensi penurunan _stunting; _ dan kriteria pada ayat (2) huruf a dan huruf b terpenuhi. (5) Kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
kinerja Pemerintah Desa, meliputi:
kinerja keuangan dan pembangunan Desa; dan
tata kelola keuangan dan akuntabilitas keuangan Desa; dan/atau
penghargaan Desa dari kementerian negara/ lembaga. (6) Kriteria kinerja keuangan dan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a angka 1 terdiri atas dan memiliki bobot sebagai berikut:
perubahan nilai indeks Desa membangun dari tahun 2023 ke tahun 2024 dengan bobot 15% (lima belas persen);
kinerja penyaluran Dana Desa tahap I tahun anggaran 2024 dengan bobot 20% (dua puluh persen); dan
kinerja realisasi konsolidasi belanja APBDes semester kedua terhadap anggaran tahun anggaran 2023 dengan bobot 15% (lima belas persen). (7) Kriteria tata kelola keuangan dan akuntabilitas keuangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a angka 2 terdiri atas dan memiliki bobot sebagai berikut:
ketersediaan laporan konsolidasi realisasi APBDes semester kedua tahun anggaran 2023 dengan bobot 15% (lima belas persen);
ketersediaan APBDes tahun anggaran 2024 dengan bobot 25% (dua puluh lima persen); jdih.kemenkeu.go.id c. kelengkapan penyampaian Laporan Daftar Transaksi Harian (DTH) Belanja Desa dan Rekapitulasi Transaksi Harian (RTH) Belanja Desa tahun anggaran 2023 untuk bulan Juni sampai dengan bulan Desember dengan bobot 5% (lima persen); dan
kelengkapan penyampaian Laporan Daftar Transaksi Harian (DTH) Belanja Desa dan Rekapitulasi Transaksi Harian (RTH) Belanja Desa tahun anggaran 2024 untuk bulan Januari sampai dengan bulan Mei dengan bobot 5% (lima persen). (8) Sumber data dalam pengalokasian tambahan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (6), dan ayat (7), sebagai berikut:
data nama dan kode Desa bersumber dari Kementerian Dalam Negeri;
surat permohonan penghentian penyaluran Dana Desa atas penetapan kepala Desa dan/atau Bendahara Desa sebagai tersangka penyalahgunaan Keuangan Desa kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan pada semester pertama tahun anggaran 2024 dari bupati/wali kota;
data Desa sudah salur Dana Desa tahap I tahun anggaran 2024 bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh Kementerian Keuangan;
data Desa menganggarkan Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2024 bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh Kementerian Keuangan;
data kabupaten/kota yang berada pada kategori rentan berdasarkan peta ketahanan dan kerentanan pangan tahun 2022 bersumber dari Badan Pangan Nasional;
data keluarga miskin pada desil 1 (satu) sesuai data angka kemiskinan Desa berdasarkan data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem tahun 2023 yang ditetapkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang bersumber dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional;
data Desa lokasi fokus intervensi penurunan stunting tahun 2023 bersumber dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional/ Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional;
data nilai indeks Desa membangun tahun 2023 dan tahun 2024 bersumber dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi;
data kinerja penyaluran Dana Desa tahun anggaran 2024 bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh Kementerian Keuangan; jdih.kemenkeu.go.id J. data laporan konsolidasi realisasi APB Des semester kedua tahun anggaran 2023 bersumber dari Kementerian Dalam Negeri;
data perubahan APBDes tahun anggaran 2023 dan APBDes tahun anggaran 2024 bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh Kementerian Keuangan;
data kelengkapan penyampaian laporan Daftar Transaksi Harian (DTH) Belanja Desa dan Rekapitulasi Transaksi Harian (RTH) Belanja Desa untuk bulan Juni sampai dengan bulan Desember tahun anggaran 2023 bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh Kementerian Keuangan;
data kelengkapan penyampaian laporan Daftar Transaksi Harian (DTH) Belanja Desa dan Rekapitulasi Transaksi Harian (RTH) Belanja Desa untuk bulan Januari sampai dengan bulan Mei tahun anggaran 2024 bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh Kementerian Keuangan;
data kinerja realisasi belanja terhadap anggaran APBDes semester kedua tahun anggaran 2023 pada laporan konsolidasi realisasi APBDes bersumber dari Kementerian Dalam Negeri; dan
data penghargaan dari kementerian negara/lembaga bersumber dari kementerian negara/lembaga terkait. (9) Dalam hal periode tahun data sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak tersedia, digunakan data periode tahun sebelumnya. Pasal 12 (1) Direktorat J enderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan tambahan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) berdasarkan kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan kriteria kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5). (2) Tambahan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan kepada Desa yang memiliki kinerja terbaik. (3) Penetapan jumlah Desa per kabupaten/kota penerima tambahan Dana Desa ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah Desa per kabupaten/kota. (4) Peringkat Desa per kabupaten/kota dihitung berdasarkan jumlah hasil perkalian antara nilai indikator dengan bobot masing-masing indikator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6) dan ayat (7). (5) Desa penerima tambahan Dana Desa untuk kategori kinerja Pemerintah Desa merupakan Desa yang mendapatkan peringkat tertinggi sesuai dengan jumlah penerima alokasi untuk setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3). jdih.kemenkeu.go.id (6) Tambahan Dana Desa untuk kategori kinerja Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibagikan kepada setiap Desa berdasarkan kelengkapan data APBDes tahun anggaran 2024 yang disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan/atau laporan konsolidasi realisasi APBDes semester kedua tahun anggaran 2023 yang disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri. (7) Besaran alokasi tambahan Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditentukan berdasarkan kelengkapan data APBDes dan/atau laporan konsolidasi realisasi APBDes dengan h't b b t b . b 'kut oer 1 ungan 0 0 se agai en Tidak mengirimkan APBDes dan Laporan 1,00 Konsolidasi Hanya mengirimkan Laporan Konsolidasi 1,10 Hanya mengirimkan data APBDes 1,15 Mengirimkan data APBDes dan Laporan 1,20 Konsolidasi (8) Besaran alokasi tambahan Dana Desa setiap Desa untuk kategori penghargaan kementerian negara/lembaga ditetapkan dengan besaran alokasi tertentu. (9) Dalam hal penghitungan tambahan Dana Desa berdasarkan besaran alokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) terdapat sisa hasil penghitungan, sisa hasil penghitungan tersebut dibagikan kepada seluruh Desa penerima tambahan Dana Desa pada kabupaten/kota yang mendapatkan alokasi tambahan Dana Desa terkecil. BAB III PENYALURAN Pasal 13 (1) Besaran pagu Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a terdiri atas:
Pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya; dan
Pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya. (2) Pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan anggaran Dana Desa yang diperuntukan untuk:
program pemulihan ekonomi, berupa perlindungan sosial dan penanganan kemiskinan ekstrem dalam bentuk BLT Desa;
program ketahanan pangan dan hewani; dan/atau
program pencegahan dan penurunan stunting. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 14 (1) Penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a dilakukan dalam 2 (dua) tahap, dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I, sebesar 60% (enam puluh persen) dari pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling lambat bulan Juni;
tahap II, sebesar 40% (empat puluh persen) dari pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling cepat bulan April. (2) Penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menerima dokumen persyaratan penyaluran dari bupati/wali kota secara lengkap dan benar. (3) Dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I berupa:
peraturan Desa mengenai APBDes;
surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa; dan
peraturan kepala Desa atau keputusan kepala Desa mengenai penetapan keluarga penerima manfaat BLT Desa dalam hal Desa menganggarkan BLT Desa; dan
tahap II berupa:
laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya; dan
laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahap I menunjukkan rata- rata realisasi penyerapan paling rendah sebesar 60% (enam puluh persen) dan rata-rata capaian keluaran menunjukkan paling rendah sebesar 40% (empat puluh persen). (4) Persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diolah dan dihasilkan melalui Aplikasi OM-SPAN. (5) Selain persyaratan penyaluran tahap I sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, bupati/wali kota melakukan:
perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) termasuk perekaman jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa dalam hal Desa menganggarkan BLT Desa;
perekaman anggaran dan realisasi Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2023; dan
penandaan pengajuan penyaluran atas Desa layak salur yang disertai dengan daftar rincian Desa, melalui Aplikasi OM-SPAN. jdih.kemenkeu.go.id (6) Perekaman anggaran dan realisasi Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b meliputi:
perekaman pagu anggaran dan realisasi anggaran Dana Desa untuk stunting tahun anggaran 2023 dalam hal Desa menganggarkan program pencegahan dan penurunan stunting tahun anggaran 2023; dan
perekaman realisasi jumlah keluarga penerima manfaat bulan kesatu sampai dengan bulan kedua belas dalam hal Desa menganggarkan BLT Desa tahun anggaran 2023. (7) Dalam hal Desa tidak menerima penyaluran Dana Desa untuk BLT Desa tahun anggaran sebelumnya selama 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, Desa melakukan perekaman realisasi jumlah keluarga penerima manfaat bulan kesatu sampai dengan bulan yang telah disalurkan. (8) Selain persyaratan penyaluran tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, bupati/wali kota melakukan:
perekaman realisasi jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa tahun anggaran 2024 sebanyak bulan atau triwulan yang telah dibayarkan kepada keluarga penerima manfaat dalam hal Desa menganggarkan BLT Desa tahun anggaran 2024; dan
penandaan pengajuan penyaluran atas Desa layak salur yang disertai dengan daftar rincian Desa, melalui Aplikasi OM-SPAN. (9) Penerimaan dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan perekaman dan penandaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (8) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I paling lambat tanggal 15 Juni 2024;
batas waktu untuk tahap II mengikuti ketentuan mengenai langkah-langkah akhir tahun. (10) Bupati/wali kota bertanggungjawab untuk menerbitkan surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 2 untuk seluruh Desa, dan wajib menyampaikan surat kuasa dimaksud pada saat penyampaian dokumen persyaratan penyaluran tahap I pertama kali disertai dengan daftar RKD. (11) Penyampaian dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan dengan surat pengantar yang ditandatangani paling rendah oleh pimpinan organisasi perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pengelolaan keuangan Daerah atau pimpinan organisasi perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemberdayaan masyarakat Desa. jdih.kemenkeu.go.id (12) Kewenangan penandatanganan surat pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (11) ditetapkan oleh bupati/wali kota. (13) Dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) serta surat pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (11) disampaikan dalam bentuk dokumen digital (softcopy). (14) Penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahap I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat disalurkan bersamaan dengan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahap I sepanjang telah memenuhi dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan perekaman dan penandaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5). Pasal 15 (1) Dalam rangka penyampaian dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), bupati/kota menerima dokumen persyaratan penyaluran dari kepala Desa secara lengkap dan benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf a angka 1 dan angka 3, dan huruf b. (2) Selain penyampaian dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Desa menyampaikan kartu skor Desa konvergensi layanan stunting tahun anggaran 2023 yang dapat dihasilkan melalui aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi kepada bupati/wali kota. (3) Kepala Desa bertanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). BAB IV PENGGUNAAN Pasal 16 (1) Pemerintah Desa menganggarkan dan melaksanakan kegiatan prioritas yang bersumber dari Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a yang terdiri atas:
Dana Desa yang ditentukan penggunaannya; dan/atau
Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya. (2) Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk:
program pemulihan ekonomi, berupa perlindungan sosial dan penanganan kemiskinan ekstrem dalam bentuk BLT Desa paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari anggaran Dana Desa; jdih.kemenkeu.go.id b. program ketahanan pangan dan hewani paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari anggaran Dana Desa; dan/atau
program pencegahan dan penurunan stunting skala Desa. (3) Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk mendanai program sektor prioritas di Desa sesuai potensi dan karakteristik Desa dan/atau penyertaan modal pada badan usaha milik Desa. (4) Dana Desa dapat digunakan untuk dana operasional Pemerintah Desa paling banyak 3% (tiga persen) dari pagu Dana Desa setiap Desa. (5) Dalam hal Pemerintah Desa menerima tambahan Dana Desa yang dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, Pemerintah Desa menganggarkan dan melaksanakan program sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau ayat (3). Pasal 17 (1) Calon keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a diprioritaskan untuk keluarga miskin yang berdomisili di Desa bersangkutan berdasarkan data yang ditetapkan oleh Pemerintah. (2) Data yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan keluarga desil 1 (satu) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. (3) Dalam hal Desa tidak terdapat data keluarga miskin yang terdaftar dalam keluarga desil 1 (satu) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Desa dapat menetapkan calon keluarga penerima manfaat BLT Desa dari keluarga yang terdaftar dalam keluarga desil 2 (dua) sampai dengan desil 4 (empat) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. (4) Dalam hal Desa tidak terdapat data keluarga miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Desa dapat menetapkan calon keluarga penerima manfaat BLT Desa berdasarkan kriteria sebagai berikut:
kehilangan mata pencaharian;
mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun/kronis dan/atau difabel;
tidak menerima bantuan sosial program keluarga harapan;
rumah tangga dengan anggota rumah tangga tunggal lanjut usia; dan/atau
perempuan kepala keluarga dari keluarga miskin. (5) Dalam hal Pemerintah Daerah belum memiliki data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah dapat menyampaikan surat permintaan data tersebut kepada Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial, cq jdih.kemenkeu.go.id Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. (6) Bupati/wali kota menyampaikan data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem setiap Desa dan data kemiskinan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada kepala Desa di wilayahnya. (7) Dalam hal terdapat keluarga miskin yang tidak terdaftar dalam desil 1 (satu) sampai dengan desil 4 (empat) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, Desa dapat menetapkan tambahan keluarga penerima manfaat BLT Desa di luar desil 1 (satu) sampai dengan desil 4 (empat) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. (8) Dalam hal data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak tersedia, Desa dapat menggunakan data kemiskinan ekstrem lainnya yang bersumber dari kementerian negara/lembaga/Pemerintah Daerah. (9) Dalam hal data keluarga miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dianggap sudah mampu, Desa dapat mengeluarkan keluarga miskin tersebut dari calon keluarga penenma manfaat BLT Desa. (10) Daftar keluarga penerima manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (9) ditetapkan dengan peraturan kepala Desa atau keputusan kepala Desa berdasarkan hasil musyawarah Desa. (11) Peraturan kepala Desa atau keputusan kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (10) minimal memuat:
nama dan alamat keluarga penerima manfaat;
rincian keluarga penerima manfaat berdasarkan jenis kelompok pekerjaan; dan
jumlah keluarga penerima manfaat. (12) Besaran BLT Desa ditetapkan sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per bulan untuk bulan pertama sampai dengan bulan kedua belas per keluarga penerima manfaat. (13) Pembayaran BLT Desa kepada keluarga penerima manfaat dilaksanakan setiap bulan mulai bulan Januari atau dapat dibayarkan paling banyak untuk 3 (tiga) bulan secara sekaligus. (14) Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi pembayaran BLT Desa kepada keluarga penerima manfaat yang telah menerima pembayaran BLT Desa untuk setiap bulan kepada bupati/wali kota. (15) Bupati/wali kota melakukan perekaman realisasi pembayaran BLT Desa kepada keluarga penerima manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (14) pada Aplikasi OM-SPAN. 9 jdih.kemenkeu.go.id (16) Dalam hal kebutuhan pembayaran BLT Desa lebih besar dari kebutuhan BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a, pembayaran atas selisih kekurangan BLT Desa menggunakan Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya. (17) Pembayaran atas selisih kekurangan BLT Desa menggunakan Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (16) tidak melebihi batas maksimal 25% (dua puluh lima persen) dari anggaran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a. (18) Dalam hal terdapat penurunan dan/atau penambahan jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa dengan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), penurunan dan/atau penambahan tersebut ditetapkan dalam peraturan kepala Desa atau keputusan kepala Desa berdasarkan hasil musyawarah Desa. (19) Kepala Desa melakukan pembayaran BLT Desa sesuai dengan perubahan daftar jumlah keluarga penerima manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (18). (20) Dana Desa yang ditentukan penggunaannya untuk BLT Desa yang tidak dibayarkan kepada keluarga penerima manfaat akibat perubahan daftar jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (18), dapat digunakan untuk mendanai kegiatan prioritas Desa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b dan huruf c serta Pasal 16 ayat (3). (21) Kepala Desa menyampaikan laporan penggunaan atas pendanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (20) kepada bupati/wali kota. (22) Dalam hal perekaman realisasi jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (15) berbeda dengan perekaman awal jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5) huruf a, bupati/wali kota memberikan penjelasan perbedaan dimaksud pada Aplikasi OM-SPAN. (23) Bupati/wali kota mengunggah dokumen perubahan peraturan kepala Desa atau keputusan kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (18) pada Aplikasi OM-SPAN. Pasal 18 (1) Dalam hal kabupaten/kota merupakan daerah yang berada pada kategori rentan berdasarkan peta ketahanan dan kerentanan pangan, Desa diarahkan untuk menganggarkan program ketahanan pangan dan hewani paling sedikit 20% (dua puluh persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b. (2) Peta ketahanan dan kerentanan pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan hasil jdih.kemenkeu.go.id penilaian yang ditetapkan oleh kementerian negara/lembaga yang berwenang. (3) Program pencegahan dan penurunan stunting skala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf c diprioritaskan kepada Desa lokasi fokus intervensi penurunan stunting. (4) Desa lokasi fokus intervensi penurunan stunting sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan data yang ditetapkan oleh kementerian negara/lembaga yang berwenang. (5) Dalam hal terjadi penurunan pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya dalam perubahan APBDes untuk program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), selisih lebih Dana Desa tersebut dapat digunakan untuk mendanai kegiatan prioritas Desa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3). (6) Dalam hal terjadi kenaikan pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya dalam perubahan APBDes untuk program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), selisih kekurangan tersebut dapat menggunakan Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya. (7) Kepala Desa menyampaikan perubahan APBDes sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) kepada bupati/wali kota. (8) Bupati/wali kota mengunggah perubahan APBDes sebagaimana dimaksud pada ayat (7) pada Aplikasi OM- SPAN. BABV KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 19 (1) Ketentuan mengenai:
rincian Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 yang merupakan hasil penghitungan Dana Desa setiap Desa tahun anggaran 2024;
format laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b;
format daftar RKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (10);
format surat pengantar penyampaian dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat (11); dan
format kartu skor Desa konvergensi layanan stunting tahun anggaran 2023 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (2) Rincian Dana besa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menjadi dasar bagi pemerintah Desa menganggarkan Dana Desa dalam APBDes tahun anggaran 2024. jdih.kemenkeu.go.id BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Pasal 21 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2024. jdih.kemenkeu.go.id
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik ...
Relevan terhadap
Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang selanjutnya disingkat TKDD adalah bagian dari Belanja Negara yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Daerah dan Desa dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan yang telah diserahkan kepada Daerah dan Desa.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Transfer ke Daerah adalah bagian dari Belanja Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dana Perimbangan adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas Dana Transfer Umum dan Dana Transfer Khusus.
Dana Alokasi Khusus Nonfisik yang selanjutnya disebut DAK Nonfisik adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus nonfisik yang merupakan urusan daerah.
Dana Bantuan Operasional Sekolah yang selanjutnya disebut Dana BOS adalah dana yang digunakan terutama untuk mendanai belanja nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar dan menengah sebagai pelaksana program wajib belajar dan dapat dimungkinkan untuk mendanai beberapa kegiatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dana BOS Reguler adalah dana BOS yang dialokasikan untuk membantu kebutuhan belanja operasional seluruh peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah.
Dana BOS Afirmasi adalah dana BOS Afirmasi yang dialokasikan untuk mendukung operasional rutin bagi satuan pendidikan dasar dan menengah yang berada di daerah tertinggal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dana BOS Kinerja adalah dana BOS Kinerja yang dialokasikan bagi satuan pendidikan dasar dan menengah yang dinilai berkinerja baik dalam menyelenggarakan layanan pendidikan.
Dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini yang selanjutnya disebut Dana BOP PAUD adalah dana yang digunakan untuk biaya operasional pembelajaran dan dukungan biaya personal bagi anak yang mengikuti pendidikan anak usia dini.
Dana Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disebut Dana TPG PNSD adalah tunjangan profesi yang diberikan kepada guru Pegawai Negeri Sipil Daerah yang telah memiliki sertifikat pendidik dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dana Tambahan Penghasilan Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disebut Dana Tamsil Guru PNSD adalah tambahan penghasilan yang diberikan kepada guru Pegawai Negeri Sipil Daerah yang belum mendapatkan tunjangan profesi guru Pegawai Negeri Sipil Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dana Tunjangan Khusus Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disebut Dana TKG PNSD adalah tunjangan yang diberikan kepada guru Pegawai Negeri Sipil Daerah sebagai kompensansi atas kesulitan hidup dalam melaksanakan tugas di daerah khusus, yaitu di desa yang termasuk dalam kategori sangat tertinggal menurut indeks desa membangun dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Dana Bantuan Operasional Kesehatan yang selanjutnya disebut Dana BOK adalah dana yang digunakan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan bidang kesehatan, khususnya pelayanan di Pusat Kesehatan Masyarakat, penurunan angka kematian ibu, angka kematian bayi, dan malnutrisi.
Dana Bantuan Operasional Keluarga Berencana yang selanjutnya disebut Dana BOKB adalah dana yang digunakan untuk meningkatkan keikutsertaan KB dengan peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata.
Dana Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil Menengah yang selanjutnya disebut Dana PK2UKM adalah dana yang digunakan untuk membantu mendanai kegiatan peningkatan kapasitas koperasi, dan usaha kecil dan menengah.
Dana Pelayanan Administrasi Kependudukan yang selanjutnya disebut Dana Pelayanan Adminduk adalah dana yang digunakan untuk menjamin keberlanjutan dan keamanan Sistem Administrasi Kependudukan (SAK) terpadu dalam menghasilkan data dan dokumen kependudukan yang akurat dan seragam di seluruh Indonesia.
Dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan yang selanjutnya disebut Dana BOP Kesetaraan adalah dana bantuan yang dialokasikan untuk penyediaan pendanaan biaya operasional non personalia dalam mendukung kegiatan pembelajaran program Paket A, Paket B, dan Paket C sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Taman Budaya yang selanjutnya disebut Dana BOP Museum dan Taman Budaya adalah dana yang dialokasikan untuk membantu peningkatan kualitas pengelolaan museum dan taman budaya agar memenuhi standar pelayanan teknis museum dan taman budaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dana Pelayanan Kepariwisataan adalah dana yang dialokasikan untuk mendukung peningkatan kualitas destinasi pariwisata dan daya saing pariwisata daerah, serta meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas masyarakat lokal, serta perluasan kesempatan kerja di bidang pariwisata.
Dana Bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah yang selanjutnya disebut Dana Bantuan BLPS adalah dana bantuan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah berupa pembiayaan layanan pengolahan sampah dalam pengoperasian pembangkit listrik tenaga sampah.
22a. Dana Pelayanan Perlindungan Perempuan dan Anak atau yang selanjutnya disebut Dana Pelayanan PPA adalah bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam penyediaan layanan kepada perempuan dan anak korban kekerasan termasuk tindak pidana perdagangan orang.
22b. Dana Fasilitasi Penanaman Modal adalah dana yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan fasilitasi penanaman modal di daerah sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
22c. Dana Ketahanan Pangan dan Pertanian adalah dana yang ditujukan untuk mendukung keberdayaan masyarakat memenuhi kebutuhan pangan dari hasil pekarangannya sendiri dengan membantu pemerintah daerah dalam menyukseskan program pekarangan pangan lestari.
Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PA BUN adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggungjawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah satuan kerja pada masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian negara/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Indikasi Kebutuhan Dana Alokasi Khusus Nonfisik yang selanjutnya disebut IKD DAK Nonfisik adalah indikasi kebutuhan dana DAK Nonfisik yang perlu dianggarkan dalam APBN.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh PPA BUN.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan Surat Perintah Membayar.
Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut Kepala KPPN adalah pimpinan instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran BUN Pengelolaan TKDD sebagai KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa.
Sekolah adalah satuan pendidikan dasar, satuan pendidikan menengah, dan satuan pendidikan khusus yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (negeri) dan yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta).
Rekening Sekolah adalah rekening atas nama sekolah yang menerima Dana BOS pada bank umum yang terdaftar dalam Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan/atau Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Penyelenggaraan Kehutanan
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: Menetapkan 9. Hutan Lindung adalah Kawasan Hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. 10. Hutan Produksi adalah Kawasan Hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil Hutan. 11. Hutan Produksi Tetap adalah Kawasan Hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil Hutan yang dipertahankan keberadaannya sebagai Hutan Tetap. 12. Hutan Produksi yang dapat Dikonversi adalah Kawasan Hutan Produksi yang secara ruang dapat dicadangkan untuk pembangunan di luar kegiatan Kehutanan dan dapat dijadikan Hutan Produksi Tetap. 13. Hutan Tetap adalah Hutan yang dipertahankan keberadaannya sebagai Kawasan Hutan yang terdiri dari Hutan Konservasi, Hutan Lindung, dan Hutan Produksi Tetap. L4. Kawasan Hutan Suaka Alam adalah Hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai pengawetan keanekeragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang ^juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. 15. Kawasan Hutan Pelestarian Alam adalah Hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi ^pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 16. Perencanaan Kehutanan adalah proses penetapan tujuan, penentuan kegiatan, dan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan Hutan lestari untuk memberikan pedoman dan arah guna menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan Kehutanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran ralryat yang berkeadilan dan berkelanjutan. 17. Sistem Informasi Kehutanan adalah kegiatan pengelolaan data yang meliputi kegiatan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian serta tata caranya.
Pengukuhan Kawasan Hutan adalah rangkaian ^kegiatan Penunjukan Kawasan Hutan, Penataan ^Batas ^Kawasan Hutan, pemetaan Kawasan Hutan, dan ^Penetapan Kawasan Hutan dengan tujuan untuk ^memberikan kepastian hukum atas status, letak, batas, dan ^luas Kawasan Hutan. 19. Penunjukan Kawasan Hutan adalah ^penetapan ^awal peruntukan suatu wilayah tertentu sebagai Kawasan Hutan. 20. Penataan Batas Kawasan Hutan adalah kegiatan ^yang meliputi proyeksi batas, ^pemancangan ^patok ^batas, pengumuman, inventarisasi, dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga, pemasangan pal batas, pengukuran, dan pemetaan, serta pembuatan berita acara tata batas. 21. Penetapan Kawasan Hutan adalah suatu ^penegasan tentang kepastian hukum mengenai status, batas ^dan ^luas suatu Kawasan Hutan menjadi Kawasan Hutan ^Tetap. 22. Trayek Batas adalah uraian arah Penataan Batas ^Kawasan Hutan yang memuat ^jarak dan azimut dari titik ^ke ^titik ukur dan di lapangan ditandai dengan rintis ^batas ^dan patok batas atau tanda-tanda lainnya. 23. Penatagunaan Kawasan Hutan adalah ^rangkaian kegiatan dalam rangka menetapkan fungsi dan ^Penggunaan Kawasan Hutan. 24. Unit Pengelolaan Hutan adalah Kesatuan ^Pengelolaan Hutan terkecil sesuai fungsi ^pokok dan ^peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien, efektif, dan lestari. 25. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut ^DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan ^satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya ^yang dibatasi oleh pemisah topografi berupa ^punggung bukit atau gunung yang berfungsi menampung air ^yang ^berasal dari curah hujan, menyimpan, dan mengalirkannya ^ke danau atau laut secara alami. 26. Taman Buru adalah Kawasan Hutan ^yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu. 27. Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan adalah perubahan Kawasan Hutan menjadi bukan Kawasan Hutan.
Perubahan Fungsi Kawasan Hutan ^adalah ^perubahan sebagian atau seluruh fungsi Hutan dalam ^satu ^atau beberapa kelompok Hutan menjadi ^fungsi ^Kawasan ^Hutan yang lain. 29. Pelepasan Kawasan Hutan adalah perubahan peruntukan Kawasan Hutan Produksi ^yang ^dapat Dikonversi dan/atau Hutan Produksi ^Tetap ^menjadi bukan Kawasan Hutan. 30. Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan adalah persetujuan tentang Perubahan Peruntukan ^Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi ^dan/atau ^Hutan Produksi Tetap menjadi bukan ^Kawasan ^Hutan ^yang diterbitkan oleh Menteri. 31. Penggunaan Kawasan Hutan ^adalah ^penggunaan ^atas sebagian Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan Kehutanan ^tanpa mengubah fungsi dan peruntukan ^Kawasan ^Hutan. 32. Persetujuan Penggunaan Kawasan ^Hutan adalah persetujuan penggunaan atas sebagian Kawasan ^Hutan untuk kepentingan pembangunan di ^luar ^kegiatan Kehutanan tanpa mengubah fungsi ^dan ^peruntukan Kawasan Hutan tersebut. 33. Penelitian Terpadu adalah ^penelitian ^yang ^dilakukan ^oleh lembaga pemerintah yang mempunyai ^kompetensi ^dan memiliki otoritas ilmiah (scientific ^authoitg) ^yang dilakukan bersama-sama dengan ^pihak lain ^yang ^terkait. 34. Kesatuan Pengelolaan Hutan ^yang ^selanjutnya disingkat KPH adalah wilayah ^pengelolaan ^Hutan ^sesuai ^fungsi pokok dan peruntukannya, yang dikelola secara ^efisien, efektif, dan lestari. 35. Kepala KPH adalah ^pimpinan ^pemegang ^kewenangan ^dan penanggung ^jawab pengelolaan Hutan dalam ^wilayah ^yang dikelolanya. 36. Tata Hutan adalah kegiatan ^menata ^ruang Hutan ^dalam rangka pengelolaan dan Pemanfaatan ^Kawasan Hutan yang intensif, efisien, dan efektif untuk ^memperoleh manfaat yang lebih optimal dan berkelanjutan. 37. Penataan Kawasan Hutan dalam ^rangka ^Pengukuhan Kawasan Hutan adalah rangkaian kegiatan ^dalam rangka menyelesaikan permasalahan Masyarakat di ^dalam Kawasan Hutan.
Penataan Kawasan Hutan dalam ^rangka ^Pemanfaatan Kawasan Hutan adalah kegiatan Tata ^Hutan ^yang ^antara lain meliputi pembagian Kawasan Hutan menjadi ^unit- unit manajemen Hutan terkecil (blok dan ^petak) berdasarkan satuan ekosistem, kesamaan ^umur ^tanaman, tipe, fungsi, dan rencana Pemanfaatan ^Hutan. 39. Pemanfaatan Hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan, memanfaatkan ^j ^asa ^lingkungan, memanfaatkan hasil Hutan kayu dan ^bukan ^ka1ru, memungut hasit Hutan kayu dan bukan ^kayu, ^serta mengolah dan memasarkan hasil Hutan secara ^optimal dan adil untuk kesejahteraan Masyarakat ^dengan ^tetap menjaga kelestariannya. 40. Pemanfaatan Kawasan adalah kegiatan ^untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga ^diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ^ekonomi ^secara optimal dengan tidak mengurangi ^fungsi utamanya. 4t. Pemanfaatan Jasa Lingkungan adalah ^kegiatan ^untuk memanfaatkan dan mengusahakan ^potensi ^jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan ^dan mengurangi fungsi utamanya. 42. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu adalah ^kegiatan ^untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil Hutan ^berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan ^tidak mengurangi fungsi pokoknya. 43. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu adalah ^kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan ^hasil ^Hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak ^lingkungan ^dan tidak mengurangi fungsi ^pokoknya. 44. Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan/atau ^Bukan ^Kayu adalah kegiatan untuk mengambil hasil Hutan ^baik berupa kayu dan/atau bukan kayu. 45. Peta Arahan Pemanfaatan Hutan adalah ^peta indikatif Pemanfaatan Hutan yang ditetapkan oleh ^Menteri untuk menjadi acuan pemberian Perizinan ^Berusaha Pemanfaatan Hutan Lindung dan Pemanfaatan ^Hutan Produksi. 46. Perizinan Berusaha adalah legalitas ^yang ^diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan ^menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
Perizinan 47. Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan adalah ^Petizinan Berusaha yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau ^kegiatan Pemanfaatan Hutan. 48. Perizinan Berusaha Pengolahan Hasil Hutan ^adalah Perizinan Berusaha yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatan Pengolahan Hasil Hutan. 49. Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission) yang selanjutnya disingkat Sistem OSS adalah sistem elektronik terintegrasi ^yang dikelola dan diselenggarakan oleh Lembaga OSS untuk penyelenggaraan Perizinan Berusaha berbasis risiko. 50. Sistem Silvikultur adalah sistem budidaya Hutan ^atau sistem teknik bercocok tanaman Hutan mulai dari ^memilih benih atau bibit, penyemaian, ^penanaman, pemeliharaan tanaman, perlindungan hama, dan penyakit serta pemanenan. 51. Multiusaha Kehutanan adalah ^penerapan ^beberapa kegiatan usaha Kehutanan berupa usaha Pemanfaatan Kawasan, usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu ^dan Bukan Kayu, dan/atau usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan untuk mengoptimalkan Kawasan Hutan ^pada Hutan Lindung dan Hutan Produksi. 52. Penerimaan Negara Bukan Pajak ^yang ^selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan ^yang dibayar oleh ^orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau ^pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, ^yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah, dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
Penatausahaan , 53. Penatausahaan Hasil Hutan yang selanjutnya disebut PUHH adalah kegiatan pencatatan dan pelaporan atas perencanaan produksi, pemanenan atau penebangan, pengukuran, pengujian, penandaan, pengangkutan/ peredaran, pengolahan, dan pemasaran hasil Hutan. 54. Iuran Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan ^yang selanjutnya disingkat IPBPH adalah pungutan ^yang dikenakan kepada pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan. 55. Provisi Sumber Daya Hutan yang selanjutnya disingkat PSDH adalah pungutan yang dikenakan sebagai ^pengganti nilai intrinsik dari hasil Hutan dan/atau hasil usaha ^yang dipungut dari Hutan Negara. 56. Dana Reboisasi yang selanjutnya disingkat DR adalah dana yang dipungut atas pemanfaatan kayu yang tumbuh alami dari Hutan Negara. 57. Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam Kehutanan. 58. Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan dari dalam negeri atau luar negeri yang mempunyai kewajiban membayar PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 59. Perseorangan adalah Warga Negara Indonesia ^yang cakap bertindak menurut hukum. 60. Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan adalah dokumen yang merupakan bukti legalitas hasil Hutan pada setiap segmen kegiatan dalam PUHH. 61. Pengolahan Hasil Hutan adalah kegiatan mengolah hasil Hutan menjadi barang setengah ^jadi dan/atau barang ^jadi. 62. Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu. 63. Koperasi adalah koperasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perkoperasian. PFIES IDEN REPUBLIK INDONESIA -9 - 64. Perhutanan Sosial adalah sistem ^pengelolaan ^Hutan lestari yang dilaksanakan dalam Kawasan Hutan ^Negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh Masyarakat setempat atau Masyarakat Hukum ^Adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan ^dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, ^Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan ^Adat, dan kemitraan Kehutanan. 65. Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial ^yang ^selanjutnya disingkat PIAPS adalah peta yang memuat areal ^Kawasan Hutan yang dicadangkan untuk Perhutanan Sosial. 66. Hutan Kemasyarakatan adalah Kawasan Hutan ^yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan Masyarakat. 67. Hutan Tanaman Rakyat ^yang selanjutnya disingkat ^HTR adalah Hutan tanaman pada Hutan Produksi ^yang dibangun oleh kelompok Masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas Hutan Produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya Hutan. 68. Hutan Desa adalah Kawasan Hutan ^yang belum ^dibebani izin, yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. 69. Masyarakat Hukum Adat yang selanjutnya disingkat MHA adalah Masyarakat tradisional ^yang masih terkait ^dalam bentuk paguyuban, memiliki kelembagaan dalam bentuk pranata dan perangkat hukum adat yang masih ditaati, dan masih mengadakan pemungutan hasil Hutan ^di wilayah Hutan sekitarnya yang keberadaannya dikukuhkan dengan Peraturan Daerah. 70. Wilayah Adat adalah tanah adat yang berupa tanah, air, dan/atau perairan beserta sumber daya alam ^yang ^ada ^di atasnya dengan batas-batas tertentu, dimiliki, dimanfaatkan, dan dilestarikan secara turun-temurun dan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan hidup Masyarakat yang diperoleh melalui ^pewarisan dari leluhur mereka atau gugatan kepemilikan berupa tanah ulayat atau Hutan Adat.
Wilayah 7I. Wilayah Indikatif Hutan Adat adalah wilayah ^Hutan ^Adat yang berada pada Kawasan Hutan Negara ^yang belum memperoleh produk hukum dalam bentuk ^Peraturan Daerah namun wilayahnya telah ditetapkan ^oleh bupati/walikota. 72. Kearifan Lokal adalah nilai-nilai luhur ^yang berlaku ^dalam tata kehidupan Masyarakat setempat antara lain untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup dan ^sumber daya alam secara lestari. 73. Perlindungan Hutan adalah usaha untuk mencegah ^dan membatasi kerusakan Hutan di dalam dan di ^luar Kawasan Hutan dan hasil Hutan, ^yang disebabkan ^oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan ^menjaga hak-hak negara, Masyarakat, dan ^perorangan atas ^Hutan, Kawasan Hutan, hasil Hutan, investasi, serta ^perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan Hutan. 74. Pengawasan Kehutanan yang selanjutnya ^disebut Pengawasan adalah serangkaian kegiatan ^yang dilaksanakan oleh Polisi Kehutanan dan/atau ^pengawas Kehutanan untuk mengetahui, memastikan, ^dan menetapkan tingkat ketaatan pemegang ^Perizinan Berusaha atau persetujuan pemerintah ^yang ditetapkan dalam Perizinan Berusaha atau ^persetujuan ^pemerintah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di ^bidang Kehutanan. 75. Sanksi Administratif adalah ^perangkat sarana ^hukum administrasi yang bersifat pembebanan ^kewajiban/ perintah dan/atau penarikan kembali keputusan tata usaha negara yang dikenakan kepada ^pemegangPerizinan Berusaha atau persetujuan pemerintah atas ^dasar ketidaktaatan terhadap peraturan ^perundang-undangan di bidang Kehutanan danf atau ketentuan dalam ^Perizinan Berusaha atau persetujuan pemerintah yang terkait dengan Kehutanan. 76. Polisi Kehutanan adalah pejabat tertentu ^dalam lingkungan instansi Kehutanan pusat dan daerah ^yang sesuai dengan sifat pekerjaannya, menyelenggarakan dan/atau melaksanakan usaha Perlindungan ^Hutan ^yang oleh kuasa undang-undang diberikan ^wewenang kepolisian khusus di bidang Kehutanan.
Masyarakat adalah Perseorangan, kelompok orang, termasuk MHA atau badan hukum. 78. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 79. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelen ggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 80. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan Kehutanan. 81. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan.