Pedoman Penggunaan Sistem Informasi Kredit Program
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Sistem Informasi Kredit Program yang selanjutnya disingkat SIKP adalah sistem informasi elektronik yang digunakan untuk menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran kredit program.
Kredit Program adalah kredit/pembiayaan usaha produktif yang disalurkan oleh lembaga keuangan, badan layanan umum, dan/atau koperasi yang memperoleh fasilitas subsidi dari pemerintah dan/atau kredit/pembiayaan atas penugasan pemerintah.
Kredit Usaha Rakyat yang selanjutnya disingkat KUR adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada debitur individu/perseorangan, badan usaha dan/atau kelompok usaha yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup.
Penyelenggara SIKP adalah pemangku kepentingan yang membangun, mengembangkan, memelihara, dan mengelola SIKP.
Pengguna SIKP adalah pemangku kepentingan yang telah diberikan hak untuk menggunakan SIKP.
Pengelola SIKP adalah pihak yang memiliki wewenang mengelola SIKP.
Penyedia SIKP adalah pihak yang membangun, mengembangkan, dan memelihara SIKP.
Kode Pengguna adalah kode kewenangan Pengguna SIKP yang diberikan oleh Pengelola SIKP.
Kode Akses adalah kunci untuk dapat mengakses SIKP yang terdiri dari angka, huruf, simbol, dan/atau karakter lainnya.
Hak Akses adalah hak yang diberikan kepada Pengguna SIKP untuk mengakses SIKP.
Penyalur adalah lembaga yang bekerja sama dengan pemerintah untuk menyalurkan Kredit Program.
Penjamin adalah pemerintah dan/atau badan usaha penjaminan yang memberikan penjaminan Kredit Program yang dilakukan secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.
Badan Layanan Umum Pengelola Dana yang selanjutnya disebut BLU Pengelola Dana adalah badan layanan umum yang bergerak dalam bidang layanan pengelolaan dana dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi nonkementerian negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Kuasa Pengguna Anggaran Subsidi Kredit Program yang selanjutnya disebut KPA Subsidi Kredit Program adalah pejabat pada Satker dari PPA Belanja Subsidi, baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau Satker di Kementerian/Lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran subsidi kredit program.
Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Sewa Ruangan atau Bangunan kepada Pedagang Eceran yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021 ...
Relevan terhadap
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6485);
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98); __ 8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.02/2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, dan Penetapan Alokasi Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1775) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.02/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.02/2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, dan Penetapan Alokasi Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 808); __ 9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745); __ 10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Penggunaan dan Pergeseran Anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1034) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan __ Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.02/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Penggunaan dan Pergeseran Anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 201); __ 11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2021 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1561); __
Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang Tahun 2Ol9
Relevan terhadap
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO TENTANG STRATEGI PEMBIAYAAN TAHUNAN MELALUI UTANG TAHUN 20t9. Dalam Keputusan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara;
Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya;
Obligasi Negara yang selanjutnya disingkat ON adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari L2 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto;
Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto;
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing;
SBSN Jangka Panjang adalah SBSN berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto;
SBSN Jangka Pendek atau Menetapkan PERTAMA disebut Surat +t KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Perbendaharaan Negara Syariah yang selanjutnya disingkat SPNS adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan secara diskonto;
Pinjaman meliputi Pinjaman Dalam Negeri dan Pinjaman Luar Negeri;
Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat PDN adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari Pemberi Pinjaman Dalam Negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya;
Pinjaman Luar Negeri yang selanjutnya disingkat PLN adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh Pemerintah dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk SBN, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu;
ll.Pinjaman Kegiatan adalah PLN yang digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu;
Pinjaman T\rnai adalah PLN dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang. KEDUA : Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang tahun 2Ol9 yang selanjutnya disebut SPTMU memuat:
T\rjuan;
Kebijakan umum;
Pembiayaan melalui utang;
Sumber pembiayaan melalui utang;
Pengelolaan portofolio utang;
Indikator risiko pembiayaan utang; dan
Outstanding utang di akhir tahun 2019. KETIGA T\rjuan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 1 sebagai berikut:
Memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN melalui utang tahun 2Ol9 dan membiayai kembali utang jatuh tempo dengan biaya yang minimal dan risiko yang terkendali;
Mendukung terbentuknya pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam ^jangka panjang; dan
Meningkatkan akuntabilitas publik sebagai bagian dari pengelolaan utang Pemerintah yang transparan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Kebijakan umum sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 2 sebagai berikut:
Mengendalikan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada level yang aman dengan mempertimbangkan kemampuan Ir KEEMPAT KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA membayar kembali;
Meningkatkan optimalisasi biaya utang untuk mendukung kesinambungan fiskal melalui optimalisasi pinjaman tunai dan peningkatan kinerja kegiatan yang dibiayai dengan utang;
Mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber dalam negeri dan memanfaatkan sumber utang luar negeri sebagai pelengkap;
Mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan pembiayaan dan melakukan pendalaman pasar SBN domestik;
Melakukan upaya lengthening duration untuk mengendalikan utang ^jatuh tempo ^jangka pendek- menengah melalui pelaksanaan penerbitan SBN dan pengelolaan portofolio utang secara aktif untuk mengendalikan biaya dan risiko utang;
Meningkatkan koordinasi pengelolaan likuiditas dengan para pemangku kepentingan dalam kerangka Assef Liabilitg Management (ALMI;
Mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif antara lain melalui pengadaan pinjaman kegiatan dan penerbitan SBN berbasis proyek yang mendukung program pembangunan nasional;
Mengoptimalkan pemanfaatan pinjaman tunai untuk meningkatkan fleksibilitas pemenuhan pembiayaan melalui utang dengan mempertimbangkan kapasitas pemberi pinjaman dan biaya serta risiko pinjaman;
Memperkuat dan mengoptimalkan peran hubungan investor dan kelembagaan, optimalisasi strategi komunikasi dengan para pemangku kepentingan dalam kerangka perluasan basis investor untuk menciptakan gambaran dan pengetahuan positif mengenai SBN;
Meningkatkan pendalaman pasar domestik dengan mengoptimalkan penerbitan SBN ritel secara dalam ^jaringan (online); 1 1. Meningkatkan kreativitas dan inovasi dalam pengembangan instrumen pembiayaan untuk mendukung pendalaman pasar domestik; dan
Melaksanakan sosialisasi dan pemasaran SBN dalam negeri sebagai strategi untuk meningkatkan investor domestik dan mendorong penambahan investor usia muda. Pembiayaan melalui utang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 3 sebesar Rp432.390,6 miliar (empat ratus tiga puluh dua ribu tiga ratus sembilan puluh koma enam miliar rupiah) yang terdiri atas SBN neto sebesar Rp439.031,2 miliar (empat ratus tiga puluh sembilan ribu tiga puluh satu koma dua miliar rupiah) dan Pinjaman neto sebesar negatif Rp6.640,6 miliar (enam ribu enam ratus empat puluh l'3 KELIMA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK ^INDONESIA KEENAM KETUJUH KEDELAPAN koma enam miliar rupiah). Dengan memperhatikan outlook defisit ^APBN ^tahun anggaran 2019, pembiayaan ^non-utang, ^dan ^utang jatuh tempo, maka kebutuhan pembiayaan melalui utang ditetapkan sebesar Rp929.933,6 ^miliar (sembilan ratus dua puluh sembilan ribu sembilan ratus tiga puluh tiga koma enam miliar ^rupiah) dengan rincian sebagaimana tercantum ^dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak ^terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ^ini. Sumber pembiayaan melalui utang ^sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka ^4 terdiri ^atas:
Pembiayaan melalui penerbitan SBN sebesar ^Rp 848.939,9 miliar (delapan ratus empat ^puluh delapan ribu sembilan ratus tiga puluh sembilan koma sembilan miliar rupiah). Pembiayaan melalui penerbitan SBN dimaksud tidak termasuk penerbitan SPN dan SPNS ^yang akan jatuh tempo pada tahun 2Ol9 ^sebesar Rp47.590,0 miliar (empat puluh tujuh ribu lima ratus sembilan puluh koma nol miliar rupiah), sehingga penerbitan SBN bruto sebesar Rp896.529,9 miliar (delapan ratus sembilan ^puluh enam ribu lima ratus dua puluh sembilan ^koma sembilan miliar rupiah) dan dapat disesuaikan apabila terdapat perubahan atas utang ^jatuh tempo pada tahun 2019 dan/atau kebutuhan pembiayaan defisit dan non-utang (neto). 2. Pembiayaan melalui penarikan Pinjaman sebesar Rp80.993,7 miliar (delapan puluh ribu sembilan ratus sembilan puluh tiga koma tujuh miliar rupiah). Penerbitan SBN bruto sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETUJUH angka 1 sebesar Rp896 .529,9 miliar (delapan ratus sembilan puluh enam ribu lima ratus dua puluh sembilan koma sembilan miliar rupiah) terdiri atas:
Penerbitan SBN Rupiah sebesar Rp747.897,9 miliar (tujuh ratus empat puluh tujuh ribu delapan ratus sembilan puluh tujuh koma sembilan miliar rupiah); dan
Penerbitan SBN dalam valuta asing sebesar Rp148.632,0 miliar (seratus empat puluh delapan ribu enam ratus tiga puluh dua koma nol miliar rupiah), dan dapat dioptimalkan hingga sebesar 18,Oo/o (delapan belas koma nol persen) dari pembiayaan melalui SBN. Rincian lebih lanjut atas penerbitan SBN bruto tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini. Penerbitan SBN Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDELAPAN angka 1 dilaksanakan melalui metode lelang dan non-lelang. l7 KESEMBILAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KESEPULUH KESEBELAS : Penerbitan SBN Rupiah melalui lelang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEMBILAN dilaksanakan sebagai berikut:
Lelang SBN direncanakan sebanyak 48 ^(empat puluh delapan) kali dengan rincian lelang SUN sebanyak 24 (dua puluh empat) kali dan lelang SBSN sebanyak 24 (dua puluh empat) kali. 2. Jenis instrumen, target per lelang dan target total ditetapkan sebagai berikut:
SPN dengan tenor 3 (tiga) bulan dengan target indikatif sebesar Rp 41.79O,O miliar (empat puluh satu ribu tujuh ratus sembilan puluh koma nol miliar rupiah);
SPNS dengan tenor 6 (enam) bulan danlatau 12 (dua belas) bulan dengan target indikatif sebesar Rp37.760,0 miliar (tiga puluh tujuh ribu tujuh ratus enam puluh koma nol miliar rupiah);
SPN dengan tenor 9 (sembilan) bulan dan/atau 12 (dua belas) bulan dengan target indikatif sebesar Rp51.750,0 miliar (lima puluh satu ribu tujuh ratus lima puluh koma nol miliar rupiah);
ON dengan target indikatif sebesar Rp405.216,1 miliar (empat ratus lima ribu dua ratus enam belas koma satu miliar rupiah); dan
SBSN Jangka Panjang dengan target indikatif sebesar Rp159. L63,9 miliar (seratus lima puluh sembilan ribu seratus enam puluh tiga koma sembilan miliar rupiah);
Target outstanding SPN dan SPNS pada akhir tahun 2Ol9 sebesar Rp83.710,0 miliar (delapan puluh tiga ribu tujuh ratus sepuluh koma nol miliar rupiah);
Target indikatif penerbitan per instrumen dan frekuensi lelang dapat diubah sesuai dengan perkembangan kebutuhan pembiayaan dan kondisi pasar dengan tetap mempertimbangkan target bia5ra dan risiko utang;
Jadwal pelaksanaan lelang serta indikasi target penerbitan akan diumumkan kepada para pihak secara periodik dan terbuka, termasuk bila terdapat perubahan dalam rencana penerbitan. Penerbitan SBN Rupiah melalui non-lelang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEMBILAN dilaksanakan dengan metode bookbuilding dan piuate placement. Penerbitan SBN dengan metode bookbuilding sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEBELAS dilakukan untuk penerbitan SBN ritel dengan target indikatif sebesar Rp45.000,0 miliar (empat puluh lima ribu koma nol miliar rupiah) sampai dengan Rp65.OOO,O (enam puluh lima ribu koma nol miliar rupiah) dalam 10 (sepuluh) kali penerbitan dan dapat diubah dengan tetap mempertimbangkan target biaya it t- KEDUABELAS KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KETIGABELAS KEEMPATBELAS KELIMABELAS dan risiko utang. : Penerbitan SBN dengan metode priuate placement sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEBELAS dilakukan secara terkoordinasi dengan mempertimbangkan:
Kebutuhan kas;
Hasil pelaksanaan lelang SBN apabila tidak mencapai target dan/atau memiliki biaya yang tinggi;
Kebutuhan untuk pengembangan pasar SBN, termasuk pelaksanaan priuate placemenf secara selektif khususnya bagi investor institusi yang tidak bisa membeli instrumen keuangan lain selain SBN dan investor institusi yang mempunyai kewajiban untuk memiliki portofolio SBN dengan jumlah atau persentase tertentu; dan
Penerbitan dalam rangka konversi dana transfer daerah;
Penerbitan SBN untuk tujuan khusus yang diperkenankan dengan tetap memperhatikan biaya dan risiko, diantaranya dalam menampung dana repatriasi. Penerbitan SBN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDELAPAN angka 2 terdiri atas penerbitan SUN dalam valuta asing sebesar Rpl19.I14,4 miliar (seratus sembilan belas ribu seratus empat belas koma empat miliar rupiah) dan penerbitan SBSN dalam valuta asing sebesar Rp29.517 ,6 miliar (dua puluh sembilan ribu lima ratus tujuh belas koma enam miliar rupiah). Penerbitan SBN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEEMPATBELAS dilakukan dalam mata uang kuat (hard currencg) yaitu USD, EUR, JPY, dan/atau mata uang lain dengan tujuan untuk:
Memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN, refinancing utang, dan sebagai pelengkap atas penerbitan SBN Rupiah;
Melakukan diversifikasi instrumen pembiayaan dalam rangka mengelola biaya dan risiko pembiayaan;
Memberikan ruang kepada institusi non- pemerintah untuk memperoleh pembiayaan dari pasar keuangan domestik;
Membantu mewujudkan stabilitas moneter dan turut menjaga cadangan devisa;
Menyediakan acuan bagi korporasi dalam penerbitan obligasi dalam valuta asing; dan
Menyediakan instrumen valas di pasar keuangan domestik untuk tujuan khusus yang diperkenankan dengan tetap memperhatikan biaya dan risiko, diantaranya dalam menampung dana repatriasi. It KEENAMBELAS KETUJUHBELAS KEDELAPANBELAS KESEMBILANBELAS KEDUAPULUH KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Dalam rangka menjamin ketersediaan anggaran di awal tahun anggaran 2OL9, Pemerintah dapat melakukan penerbitan SBN pada triwulan keempat tahun 2018, dengan memperhatikan:
Kebutuhan pembiayaan pada bulan Januari 2Ol9;
Besaran target pembiayaan utang tahun 2Ol9; dan
Kondisi perekonomian dan pasar keuangan. Pembiayaan melalui penarikan Pinjaman sebagaimana dimaksud Diktum KETUJUH angka 2 terdiri atas penarikan PDN dan penarikan PLN. Penarikan PDN sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETUJUHBELAS ditetapkan sebesar Rp2.345,4 miliar (dua ribu tiga ratus empat puluh lima koma empat miliar rupiah) dengan mempertimbangkan:
Penyelesaian dan percepatan kegiatan-kegiatan prioritas yang telah terkontrak;
Percepatan penyelesaian kontrak atas kegiatan- kegiatan prioritas yang telah ditetapkan pada tahun-tahun sebelumnya;
Kapasitas Kementerian/Lembaga pelaksana kegiatan dalam menentukan jenis dan menyelesaikan kegiatan;
Kapasitas industri dalam negeri terkait dengan penyediaan barang dan jasa;
Kapasitas pemberi PDN; dan
Biaya dan risiko pinjaman. Penarikan PLN sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETUJUHBELAS ditetapkan sebesar Rp78.648,3 miliar (tujuh puluh delapan ribu enam ratus empat puluh delapan koma tiga miliar rupiah) yang terdiri atas penarikan Pinjaman Tunai sebesar Rp44.L64,O miliar (empat puluh empat ribu seratus enam puluh empat koma nol miliar rupiah) dan penarikan Pinjaman Kegiatan sebesar Rp34.484,3 miliar (tiga puluh empat ribu empat ratus delapan puluh empat koma tiga miliar rupiah). Penarikan PLN sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEMBILANBELAS dilakukan dengan kebijakan:
Mengutamakan pinjaman tingkat bunga tetap (fixed rate) dengan tetap mempertimbangkan biaya dan risiko utang;
Meningkatkan kinerja realisasi penarikan PLN untuk menghindari tambahan biaya utang dan memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang optimal;
Meningkatkan kinerja realisasi penarikan PLN melalui peningkatkan kualitas penganggaran serta optimalisasi fungsi monitoring dan evaluasi sebagai upaya menghindari tambahan biaya pinjaman dan untuk mempercepat penyelesaian output dalam rangka pencapaian target pembangunan nasional; 47 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEDUAPULUHSATU 4. Mengutamakan Pinjaman T\rnai yang bersumber dari pemberi pinjaman multilateral dan bilateral, dengan memperhatikan kapasitas pemberi pinjaman dan ketersediaan program baik kebijakan maupun kegiatan yang menjadi basis pinjaman tunai; dan
Mengadakan pinjaman tunai komersial sebagai alternatif terakhir dengan tetap mempertimbangkan biaya dan risiko utang. Dalam rangka mengantisipasi potensi tambahan pembiayaan utang dalam tahun anggaran berjalan, dapat dilakukan penjajakan terhadap sumber-sumber pembiayaan, yang dapat digunakan untuk memenuhi tambahan kebutuhan pembiayaan utang dan/atau dalam rangka fleksibilitas pembiayaan utang. Pengelolaan portofolio utang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 5 dilakukan untuk mendukung pencapaian portofolio utang yang optimal, mengendalikan pembayaran bunga utang dan pengembangan pasar SBN domestik melalui program penukaran utang (debt switch), pembelian kembali utang secara tunai (cash bugback), dan penataan profil utang (reprofiling). Indikator risiko pembiayaan utang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 6 yang menjadi target terdiri atas:
Risiko tingkat bunga (interest rate risk);
Risiko pembiayaan kembali (refinancing risk); dan
Risiko nilai tukar (exchange rate risk). KEDUAPULUHEMPAT : Dalam rangka pengendalian risiko tingkat bunga sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUAPULUHTIGA angka 1, pengadaan utang mengutamakan tingkat bunga tetap ^(fixed rate) dengan tetap membuka ruang pengadaan utang tingkat bunga mengamb ang (uaiable rate) maksimal sebesar 2O,Oo/o (dua puluh koma nol persen) dari kebutuhan pembiayaan melalui utang. : Risiko pembiayaan kembali sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUAPULUHTIGA angka 2 ditargetkan dengan indikator:
Rata-rata utang jatuh tempo (Auerage Time to Maturitg) penerbitan SBN sebesar 8,4 (delapan koma empat) sampai dengan 9,4 (sembilan koma empat) tahun, pengadaan Pinjaman sebesar 9,O (sembilan koma nol) sampai dengan 10,O (sepuluh koma nol) tahun, dan pengadaan utang sebesar 8,5 (delapan koma lima) sampai dengan 9,5 (sembilan koma lima) tahun; dan Porsi utang yang jatuh tempo dalam 1 (satu) tahun maksimal I2,Oo/o (dua belas koma nol persen) dari kebutuhan pembiayaan melalui utang. KEDUAPULUHDUA KEDUAPULUHTIGA KEDUAPULUHLIMA {r 2. KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEDUAPULUHENAM KEDUAPULUHTUJUH KEDUAPULUHDELAPAN KEDUAPULUHSEMBILAN KETIGAPULUH KETIGAPULUHSATU KETIGAPULUHDUA Dalam rangka pengendalian risiko nilai tukar sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUAPULUHTIGA angka 3, indikator ^yang ditargetkan sebagai berikut:
Penerbitan SBN dalam valuta asing dibatasi maksimal sebesar t9,Oo/o (delapan belas koma ^nol persen) dari pembiayaan melalui SBN;
lJtang dalam valuta asing sebesar maksimal2S,Oo/o (dua puluh lima koma nol persen) dari kebutuhan pembiayaan melalui utang. Jumlah outstanding utang di akhir tahun 2Ol9 sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 7, diperkirakan sebesar Rp4.812.411,9 miliar (empat juta delapan ratus dua belas ribu empat ratus sebelas koma sembilan miliar rupiah) atau sebesar 29,9o/o (dua puluh sembilan koma sembilan persen) dari PDB, dengan indikator risiko portofolio utang sebagaimana tercantum dalam Lampiran III ^yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini. Evaluasi terhadap SPTMU dilakukan secara berkala dengan tujuan untuk memantau kesesuaian target dan realisasinya, serta untuk menyajikan prognosis pembiayaan utang hingga akhir tahun anggaran. Penlrusunan SPTMU menggunakan asumsi dan data masukan per tanggal 30 September 2Ol9 dan apabila terdapat perubahan signifikan akan dilakukan perubahan. Dalam rangka optimalisasi penggunaan dana Sisa Anggaran Lebih pada rekening Kas Negara, target pengadaan utang dapat disesuaikan dengan tetap memperhatikan kebutuhan kas untuk pembiayaan awal tahun 2O2O. Pada saat Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Nomor 47 lPRl2019 tentang Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang Tahun 2Ol9 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut sejak tanggal 17 Oktober 2OL9. Salinan Keputusan Direktur Jenderal ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Wakil Menteri Keuangan;
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan;
Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan;
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan;
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan;
Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan; ,lt t" t KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 8. Sekretaris Direktorat Jenderal dan Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal Z5 Oktober 20tg DIREKTUR JENDERAL LAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO, /VLUKY ^ALFIRMA. ^q t I KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN ^RISIKO NOMOR 53 lPRl2Ote ^TENTANG STRATEGI PEMBIAYAAN ^TAHUNAN MELALUI UTANG TAHUN 2019 Kebutuhan Pembiayaan APBN Melalui Utang Tahun 2Ol9 dalam miliar R Uraian Nominal 1 Pembiayaan Defisit 2 Pembiayaan Non-Utang (netf a. Pembiayaan Investasi b. Pemberian Pinjaman c. Kewajiban Penjaminan d. Pembayaan Lainnya 3 Utang Jatuh Tempo a. Surat Berharga Negara b. Pinjaman 37O.739,7 61.650,9 74.39L,6 2.281,3 (15.022,0) 497.5'43,0 4a9.908,7 87.634,3 Total Kebutuhan Pembiayaan 929.933,6 DIREKTUR JENDERAL PEN.GELO LAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO, LTuuxvALFIRMA" {2- t- I Komposisi Penerbitan Surat Berharga Negara Tahun 2Ol9 (dalam miliar Rp) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO NOMOR 53 lPRl2Ot9 ^TENTANG STRATEGI PEMBIAYAAN TAHUNAN MELALUI UTANG TAHUN 2019 DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO, l-y"un ^ALFIRMA.47- fl- I Instrumen Nominal Surat Utang Negara a Surat Utang Negara Rupiah i Obligasi Negara ii Surat Perbendaharaan Negara iii Surat Utang Negara Ritel b Surat Utang Negara dalam Valuta Asing 639.247,O 520.L32,7 405.2L6,t 93.540,0 2L.376,6 L19.1L4,4 Surat Berharga Syariah Negara a Surat Berharga Syariah Negara Rupiah i Surat Berharga Syariah Negara Jangka Panjang ii Surat Perbendaharaan Negara Syariah iii Surat Berharga Syariah Negara Ritel b Surat Berharga Syariah Negara dalam Valuta Asing 257.282,8 227.765,2 159.163,9 37.760,0 30.841,3 29.5L7.6 Total Penerbitan Surat Berharga Negara (bnuto) 896.529,9 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO NOMOR 53 lPRl2Ot9 ^TENTANG STRATEGI PEMBIAYAAN TAHUNAN MELALUI UTANG TAHUN 2019 Ekspektasi Portofolio Utang Akhir Tahun 2OL9 Outstanding (dalam miliar rupiah) SBN Pinjaman Utang 4.026.397,9 786.O14,O 4.812.4L1,9 lndikator Risiko Portofolio Utang Risiko Tingkat Bunga Porsi Utang Tingkat Bunga Tetap 90,5yo Risiko Pembiayaan Kembali Rata-Rata Utang Jatuh Tempo (tahun) 8,4 Porsi Utang Jatuh Tempo Dalam 1 Tahun 8,2o/o Risiko Nilai Tukar Porsi Utang Dalam Valuta Asing 38,5o/o Rasio Utang terhadap PDB PDB (dalam miliar rupiah) Rasio Utang terhadap PDB 16.093.100,0 29,90/o Asumsl Kurs USD t4.200 DIREKTUR JENDERAL PENGELO LAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO, L1LUKY ^ALFTRMAN ^fL_ f {
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217 IPMK.OLl2O18 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol8 Nomor 1862). sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87IPMK.OI l2Ol9 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol9 Nomor 6al);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor l44IPMK.OSl2Ol9 tentang Perkiraan Defisit dan b. C.
tl KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 5.
Tambahan Pembiayaan Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol9 Nomor L2l4l; Keputusan Menteri Keuangan Nomor 8S4/KMK.O8l2Ol7 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Jangka Menengah Tahun 2018- 202L; Keputusan Menteri Keuangan Nomor 787 lKMK.oSl2Olg tentang Besaran Perkiraan Defisit yang Melampaui Target Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2Ol9 dan Besaran Tambahan Pembiayaan Defisit yang Diperkirakan Melampaui Target Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2OL9',
Pengenaan Pajak Minimum Global Berdasarkan Kesepakatan Internasional
Relevan terhadap
Sebagai contoh, jika suatu Entitas Konstituen memiliki utang yang dapat dikonversi ( convertible debt ) di perusahaan start-up dan perusahaan tersebut memiliki performa yang buruk dalam beberapa tahun pertamanya, Entitas Konstituen berdasarkan standar akuntansi yang berlaku, akan mengakui kerugian nilai wajar pada investasi tersebut. Jika perusahaan start-up akhirnya diakuisisi oleh pembeli yang tidak terkait dan Entitas Konstituen melakukan pelepasan utang yang dapat dikonversi ( convertible debt ) dengan biaya perolehan awal, keuntungan yang dilaporkan pada penjualan sebenarnya bukan keuntungan ekonomi tetapi dapat dikenai Pajak Tambahan jika tidak ada Pajak Tercakup yang dibayarkan terkait dengan keuntungan tersebut pada tahun tersebut. Dengan pemilihan ini, Entitas Konstituen diperbolehkan menentukan keuntungan pada saat penjualan berdasarkan biaya perolehan awal dari harta tersebut bukan dari nilai wajar harta tersebut. c) Contoh Penyesuaian Keuntungan Harta Agregat - Pemilihan Untuk Membagi Keuntungan Penjualan/Pengalihan Harta ( Capital Gain ) Selama 5 Tahun A Co adalah Entitas Konstituen dari Grup PMN yang terdaftar dan menjadi wajib pajak di negara A serta memiliki harta berwujud domestik. Pada tahun ketiga, A Co melepas harta berwujud domestik dan mengalami kerugian harta bersih sebesar EUR25,00. Pada tahun kelima, A Co melepas sisa harta berwujud domestik seharga EUR300,00. Nilai tercatat dari harta berwujud domestik yang dilepas pada tahun kelima adalah EUR100,00, sehingga keuntungan harta bersih yang terealisasi pada tahun kelima adalah sebesar EUR200,00. A Co membuat Pemilihan Tahunan berdasarkan Pasal 22 ayat (4) terkait keuntungan harta bersih pada tahun kelima. Dengan adanya pelepasan harta berwujud domestik pada tahun kelima, A Co mengakui adanya keuntungan harta agregat sebesar EUR200,00. Oleh karena A Co mengalami kerugian aset bersih sebesar EUR25,00 pada tahun ketiga, maka A Co pertama-tama harus mengalokasikan keuntungan harta agregat sebesar EUR25,00 tersebut ke tahun ketiga. Hal ini perlu dilakukan karena berdasarkan Pasal 22 ayat (4) huruf b angka (4) sampai dengan angka (8) mengatur bahwa A Co harus mengalokasikan sisa EUR175,00 (keuntungan harta agregat EUR200,00 – keuntungan harta agregat yang dialokasikan pada tahun ketiga EUR25,00) secara merata ke setiap Tahun Pajak dalam periode Pemilihan Lima Tahun, yang terdiri dari empat Tahun Pajak sebelumnya dan tahun pemilihan, sehingga diperoleh pengalokasian sebesar EUR35,00 (EUR175,00/ 5) ke setiap Tahun Pajak. Sesuai dengan Pasal 22 ayat (4) huruf b angka (2), Laba atau Rugi GloBE, Tarif Pajak Efektif, dan pajak tambahan A Co harus dihitung ulang untuk setiap Tahun Pajak sebelumnya dalam periode Pemilihan Lima Tahun dengan memasukkan seluruh keuntungan harta agregat yang dialokasikan ke setiap tahun. Pengalokasian keuntungan harta agregat pada periode Pemilihan Lima Tahun adalah sebagai berikut: Keuntungan Harta Agregat (dalam EUR) Tahun pertama (dalam EUR) Tahun kedua (dalam EUR) Tahun ketiga (dalam EUR) Tahun keempat (dalam EUR) Tahun kelima/Tahun pemilihan (dalam EUR)
Pengelolaan Benda Muatan Kapal Tenggelam
Relevan terhadap
PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENGELOLAAN BENDA MUATAN KAPAL TENGGELAM. RABI. BAB I KETENTUAN UMUIVT Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
Benda Muatan Kapal Tenggelam yang selanjutnya disingkat BMKT adalah benda muatan kapal tenggelam yang memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahLlan, budaya, dan/atau ekonomi yang berada di dasar laut. 2. Pengangkatan BMKT adalah kegiatan mengangkat dari bawah air dan memindahkan dari lokasi asal penemuan ke tempat penyimpanan BMKT. 3. Pemanfaatan BMKT adalah kegiatan menggunakan atau mengambil manfaat dari BMKT dan/atau situs BMKT. 4. Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu. 5. Objek yang Diduga Cagar Budaya yang selanjutnya disingkat ODCB adalah benda, bangunan, struktur, dan/atau lokasi yang diduga memenuhi kriteria sebagai cagar budaya. 6. Pemerintah Pusat adaiah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakii Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan. Pasal 2 (1) BMKT merupakan sumber daya kelautan yang berupa:
ODCB; atau
bukan ODCB. (21 BMKT berupa ODCB dan bukan ODCB sebagaimana dimaksud pad-a ayat (1) ditentukan berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bida.ng kebudayaan. (3) Hasil pengkajian sehagaimana dimaksud pacia ayat (21 dinyatakan dengan surat keterangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kebudayaan (4) Dalam hal BMKT berupa ODCB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, pengelolaan BMKT dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-un<langan di bidang cagar budaya. (5) Dalam hal BMKT bukan ODCB sebagaimana_ dimaksud pada ayat (1) huruf b, pengelolaan BI,{KT dilakukan sesua.i dengan Peraturan Presiden ini.
Pemberian Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas kepada Aparatur Negara, Pensiunan, Penerima Pensiun, dan Penerima Tunjangan Tahun 2024 ...
Pengelolaan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
Relevan terhadap
Dana Keistimewaan digunakan untuk mendanai kewenangan dalam urusan keistimewaan, yang meliputi:
tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur;
kelembagaan Pemerintah Daerah DIY;
kebudayaan;
pertanahan; dan
tata ruang.
Penggunaan Dana Keistimewaan untuk mendanai kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sampai dengan huruf e diprioritaskan untuk mendanai kegiatan yang berdampak langsung pada pemberdayaan ekonomi masyarakat, pengurangan kemiskinan, serta peningkatan dan/atau pemajuan kebudayaan.
Pemerintah Daerah DIY dapat menggunakan Dana Keistimewaan dalam rangka urusan keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b untuk mendanai kegiatan yang berdampak langsung pada pemberdayaan ekonomi masyarakat, pengurangan kemiskinan, serta peningkatan dan/atau pemajuan kebudayaan.
Penggunaan Dana Keistimewaan untuk mendanai kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat diserahkan kepada dan/atau dilaksanakan oleh kabupaten/kota.
Penyerahan dan/atau pelaksanaan kewenangan urusan keistimewaan kepada kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Prioritas penggunaan Dana Keistimewaan tidak termasuk untuk mendanai:
pembayaran gaji dan tunjangan aparatur sipil negara;
pengadaan peralatan dan perlengkapan kantor;
pengadaan dan/atau peningkatan sarana prasarana aparatur sipil negara;
peningkatan disiplin aparatur sipil negara;
peningkatan kapasitas aparatur sipil negara;
fasilitasi pindah/purna tugas aparatur sipil negara; dan
pembayaran honorarium tim perencanaan dan penganggaran dan tim yang bersifat rutin.
Pengadaan peralatan dan perlengkapan kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dikecualikan untuk pengadaan peralatan dan perlengkapan kantor yang memiliki fungsi pelayanan dan manfaat langsung dengan pelayanan publik.
Pengadaan dan/atau peningkatan sarana prasarana aparatur sipil negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c dikecualikan untuk pengadaan peralatan dan perlengkapan kantor yang memiliki fungsi pelayanan dan manfaat langsung dengan pelayanan publik.
Peningkatan kapasitas aparatur sipil negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf e dikecualikan untuk:
kegiatan pelatihan terkait yang diperuntukkan untuk aparatur sipil negara yang belum pernah mengikuti pelatihan terkait urusan keistimewaan; dan/atau
kegiatan pelatihan terkait urusan keistimewaan yang tidak diikuti oleh peserta yang sama.
Pembayaran honorarium selain sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf g dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai standar harga satuan regional dan pengelolaan keuangan daerah, dengan ketentuan sebagai berikut:
jumlah tim yang dapat dibayarkan honorarium mendapat penilaian secara mandiri oleh Paniradya Kaistimewaan; dan
Inspektorat Pemerintah Daerah DIY melakukan monitoring terhadap jumlah tim yang dapat dibayarkan honorarium sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Peralihan Tugas Pengaturan dan Pengawasan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto serta Derivatif Keuangan ...
Relevan terhadap
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal Agar penempatannya Indonesia. Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2024 PRABOWO SUBIANTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2024 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PRASEIYO HADI ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2024 TENTANG PERALIHAN TUGAS PENGATURAN DAN PENGAWASAN ASET KEUANGAN DIGITAL TERMASUK ASET KRIPTO SERTA DERIVATIF KEUANGAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Undang-Undang PPSK) mengatur mengenai upaya Pemerintah, regulator, dan pemangku kepentingan di sektor keuangan guna peranan intermediasi sektor memperkuat resiliensi sistem keuangan nasional, serta pertumbuhan ekonomi yang kuat, inklusif, dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Merujuk pada pengaturan dalam Pasal 3L2 ayat ^(2) Undang-Undang PPSIK yang ketentuan tuga.s pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan Aset Keuangan Digitat termasuk Aset Kripto serta Derivatif keuangan, ^yang sebelumnya diatur dan diawasi oleh Bappebti, selanjutnya dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan dan/atau Bank Indonesia sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Peralihan tugas pengaturan dan penga.wasan dari Bappebti kepada Otoritas Jasa Keuangan dan/atau Bank Indonesia dimaksudkan antara lain untuk:
meningkatkan daya saing dan efisiensi sektor keuangan; b, mengembangkan instrumen di sektor keuangan dan memperkuat mitigasi risiko;
meningkatlan upaya pelindungan konsumen sektor keuangan;
memperkuat wewenang, tanggung ^jawab, tugas, dan fungsi regulator sektor keuangan; PUBUX INDONESIA -2- fungsi koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Bappebti; dan memperkuat ketahanan stabilitas sistem keuangan. Keseluruhan tujuan dari peralihan tugas pengaturan dan pengawasan sebagaimana tersebut di atas pada akhimya untuk mendukung penerapan prinsip terhadap aktivitas dan risiko yang sanra atau serupa diatur dengan regulasi yang setara (sane adivitg, same rish sane regulation) sehingga mendorong terciptanya kesetaraan pengaturan dan pengawasat (leuel plagins fieW), dan terciptanya keadilan (faims). Pokok pikiran dalam Peraturan Pemerintah ini antara lain memuat mengenai perathan tugas pengaturan dan pengawasan dari Bappebti kepada Otoritas Jasa Keuangan dan/atau Bank Indonesia, koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Bappebti selarna proses dan setelah beralihnya tugas pengaturan dan pengawasan Aset Keuangan Drgrtal termasuk Aset Kripto serta Derivatif keuangan, dan pengaturan mengenai tim transisi. Melalui pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini, proses peralihan dan pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan yang beralih dari Bappebti kepada Otoritas Jasa Keuangan dan/atau Bank Indonesia terhadap kegiatan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto serta Derivatif keuangan diharapkan berjalan dengan baik, sehingga memberikan dampak positif bagi pengembangan dan penguatan sektor keuangan. II. PASALDEMIPASAL Pasal 1 Cukup ^jelas. Pasal 2 Cukup ^jelas. Pasal 3 Cukup ^jelas. Pasal 4 Cukup ^jel,as. Pasal 5 Cukup ^jelas. e f. EIIFIITTIIIItrNITIf, -3- Pasal 6 Ayat (1) Koordinasi Otoritas Jasa Keuanga.n, Bank Indonesia, dan/atau Bappebti dilakukan dalam rangka pengaturan dan pengawasan setara. Koordinasi Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan/atau Bappebti diperlukan antara lain:
dalam rangka pembentukan peraturan lembaga untuk memberikan klarifikasi ranah kewenangan instrumen dan menghindari duplikasi pengaturan;
ketika terjadi perkembangan produk Derivatif dan terjadi persinggungan kewenangan lintas sektord lcross-anttingil, misalnya seiring dengan perkembangan pasar, terdapat produk Derivatif campuran seperti strudured ptodud; dan
dalam rangka lebih mendorong agar transaksi Derivatif dilakukan melalui mekanisme transaksi bursa dengan tduan untuk mencapai pasar yang efisien. Hurufa Contoh: Jika terdapat kontrak berjangka dengan underlqing obligasi Pemerintah yang berada dibawah kewenangan Otoritas Jasa Keuangan maka diperlukan koordinasi dengan Bank Indonesia. Hal tersebut dikarenakan Derivatif obligasi Pemerintah merupakan kontrak berjangka yang mengacu kepada yreld surat berharga negara sebagai cerminan dari suku bunga dan berada dalam kewenangan Bank Indonesia. Huruf b Contoh:
Jika terdapat transaksi Derivatif Pasar Valuta Asing ^yang pelaku pasarnya antarbank, koordinasi dilakukan antara Bank Indonesia sebagai pengawas stabilitas nilai Rupiah dan Otoritas Jasa Keuangan sebagai ^pengawas perbankan. 2. Jika terdapat transaksi Derivatif Pasar Valuta Asing ^yang pelaku pasarnya antar non-bank, koordinasi dilakukan antara Bank Indonesia sebagai pengawas stabilitas nilai Rupiah dan Otoritas Jasa Keuangan sebagai ^pengawas industri keuangan non-bank. standar REPI.TELIK INDONESIA -4- 3. Jika terdapat infrastruktur pasar yang digunakan dalam antarpasar, koordinasi Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan/atau diperlukan agar dapat dilakukan pengawasan dan mitigasi risiko secara terintegrasi. Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 7 Cukup ^jelas. Pasal 8 Cukup ^jelas. Pasd 9 Ayat (1) Salinan dokumen dan/atau data yang diserahkan oleh Bappebti kepada Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia merupakan salinan dokumen dan/atau data baik yang berbentuk fisik nraupun yang berbentuk elektronik. Ayat ^(2) Cukup ^jelas. Pasal lO Cukup ^jelas. Pasal lt Cukup ^jelas. Pasal 12 Cukup ^jelas. Pasal 13 Cukup ^jelas. Pasal 14 Cukup ^jelas. Pasal 15 Cukup ^jelas.
Pengelolaan Hibah Dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019( Covid-19) dan Dampak Akiba ...
Relevan terhadap
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan keuangan negara termasuk pemberian hibah kepada Pemerintah Daerah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) dan Dampak Akibat Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19);
EA menyampaikan usulan pendanaan untuk Hibah Penanganan Pandemi COVID -19 kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
Usulan pendanaan untuk Hibah Penanganan Pandemi COVID -19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan melampirkan hasil reviu Aparat Pengawas Internal Pemerintah kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.
Berdasarkan usulan pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara c.q. Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan penetapan pergeseran BA BUN untuk Hibah Penanganan Pandemi COVID -19.
Usulan pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pergeseran anggaran BA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hasil reviu Aparat Pengawas Internal Pemerintah kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar pelaksanaan reviu atas RKA BA BUN Pengelolaan Hibah Daerah (BA 999.02).
Hibah Penanganan Pandemi COVID -19 dapat diberikan untuk:
penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19); dan/atau
penanganan dampak ekonomi dan/atau sosial akibat pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID - 19).
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 /PMK.06/2018 tentang Penentuan Nilai Bersih Investasi Jangka Panjang Nonpermanen dalam Bentuk Tagi ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Investasi Jangka Panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Investasi Jangka Panjang Nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan.
Penentuan Nilai Bersih adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi yang kepemilikannya akan dilepas/dijual dalam jangka waktu dekat, dinilai berdasarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan.
Badan Layanan Umum (BLU) Pengelola Dana Khusus adalah satuan kerja kementerian/lembaga yang menerapkan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum yang mengelola dana yang berasal dari pengeluaran pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Dana Bergulir adalah dana yang dipinjamkan untuk dikelola dan digulirkan kepada masyarakat oleh Badan Layanan Umum yang bertujuan meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya.
Dana Bergulir Diragukan Tertagih adalah estimasi Dana Bergulir yang realisasi pengembaliannya diragukan dapat tertagih sebagian atau seluruhnya.
Investasi Jangka Panjang Nonpermanen Lainnya adalah Investasi Jangka Panjang Nonpermanen yang tidak dapat dikualifikasikan sebagai Dana Bergulir.
Investasi Jangka Panjang Nonpermanen Lainnya Diragukan Realisasinya adalah lnvestasi Jangka Panjang Nonpermanen Lainnya yang realisasi pengembaliannya diragukan dapat tertagih sebagian atau seluruhnya.
Lembaga Perantara adalah lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, atau satuan kerja perangkat daerah dibidang pembiayaan yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD).
Angsuran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan oleh debitor dalam rangka penyelesaian tagihan, termasuk namun tidak terbatas pada pokok tagihan, bunga, dan ongkos-ongkos.
Penyalur Dana ( Executing Agency ) adalah Lembaga Perantara dalam menyalurkan Dana Bergulir yang kepadanya dilekatkan tanggung jawab untuk menyeleksi dan menetapkan penerima Dana Bergulir, menyalurkan, dan menagih kembali Dana Bergulir serta menanggung risiko terhadap ketidaktertagihan Dana Bergulir.
Penggulir Dana ( Channeling Agency ) adalah Lembaga Perantara dalam menyalurkan Dana Bergulir yang kepadanya hanya dilekatkan tanggung jawab untuk menyalurkan Dana Bergulir.
Restrukturisasi adalah upaya perbaikan kualitas tagihan dengan melakukan perubahan syarat-syarat penyelesaian tagihan.
Masa Tenggang yaitu kelonggaran waktu dalam pembayaran kembali angsuran pinjaman pokok dan/atau bunga yang disepakati oleh pihak-pihak yang melakukan perikatan.
Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: