Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran dan Kementerian Negara/Lembaga
Relevan terhadap
Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4406 LAMPIRAN I A PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TANGGAL 5 AGUSTUS 2004 KLASIFIKASI FUNGSI DAN SUB FUNGSI Kode Fungsi dan Sub Fungsi 01 Pelayanan Umum 01 01 Lembaga Eksekutif dan Legislatif, Keuangan dan Fiskal, serta Urusan Luar Negeri 01 02 Bantuan Luar Negeri 01 03 Pelayanan Umum 01 04 Penelitian Dasar dan Pengembangan Iptek 01 05 Pinjaman Pemerintah 01 06 Pembangunan Daerah 01 07 Litbang Pelayanan Umum Pemerintahan 01 90 Pelayanan Umum Pemerintahan Lainnya 02 Pertahanan 02 01 Pertahanan Negara 02 02 Dukungan Pertahanan 02 03 Bantuan Militer Luar Negeri 02 04 Litbang Pertahanan 02 90 Pertahanan lainnya 03 Ketertiban dan Keamanan 03 01 Kepolisian 03 02 Penanggulangan Bencana 03 03 Pembinaan Hukum 03 04 Peradilan 03 05 Lembaga Pemasyarakatan 03 06 Litbang Ketertiban, Keamanan dan Hukum 03 90 Ketertiban, Keamanan dan Hukum Lainnya 04 Ekonomi 04 01 Perdagangan, Pengembangan Usaha, Koperasi, dan UKM 04 02 Tenaga Kerja 04 03 Pertanian, Kehutanan, Perikanan dan Kelautan 04 04 Pengairan 04 05 Bahan Bakar dan Energi 04 06 Pertambangan 04 07 Industri dan Konstruksi Kode Fungsi dan Sub Fungsi 04 08 Transportasi 04 09 Telekomunikasi dan Informatika 04 10 Litbang Ekonomi 04 90 Ekonomi lainnya 05 Lingkungan Hidup 05 01 Manajemen Limbah 05 02 Manajemen Air Limbah 05 03 Penanggulangan Polusi 05 04 Konservasi Sumberdaya Alam 05 05 Tata Ruang dan Pertanahan 05 06 Litbang Perlindungan Lingkungan Hidup 05 90 Perlindungan Lingkungan Hidup Lainnya 06 Perumahan dan Fasilitas Umum 06 01 Pengembangan Perumahan 06 02 Pemberdayaan Komunitas Pemukiman 06 03 Penyediaan Air Minum 06 04 Penerangan jalan 06 05 Litbang Perumahan dan pemukiman 06 90 Perumahan dan Pemukiman Lainnya 07 Kesehatan 07 01 Obat dan Perbekalan Kesehatan 07 02 Pelayanan Kesehatan Perorangan 07 03 Pelayanan Kesehatan Masyarakat 07 04 Keluarga Berencana 07 05 Litbang Kesehatan 07 90 Kesehatan lainnya 08 Pariwisata dan Budaya 08 01 Pengembangan Pariwisata dan Budaya 08 02 Pembinaan Kepemudaan dan Olahraga 08 03 Pembinaan Penerbitan dan Penyiaran 08 04 Litbang Pariwisata, Budaya, Kepemudaan dan Olahraga 08 90 Pariwisata dan Budaya Lainnya 09 Agama 09 01 Peningkatan Kehidupan Beragama Kode Fungsi dan Sub Fungsi 09 02 Kerukunan Hidup Beragama 09 03 Litbang Agama 09 90 Pelayanan Keagamaan Lainnya 10 Pendidikan 10 01 Pendidikan Anak Usia Dini 10 02 Pendidikan Dasar 10 03 Pendidikan Menengah 10 04 Pendidikan Non Formal & In Formal 10 05 Pendidikan Kedinasan 10 06 Pendidikan Tinggi 10 07 Pelayanan Bantuan terhadap Pendidikan 10 08 Pendidikan Keagamaan 10 09 Litbang Pendidikan 10 90 Pendidikan Lainnya 11 Perlindungan Sosial 11 01 Perlindungan dan Pelayanan Orang Sakit dan Cacat 11 02 Perlindungan dan Pelayanan Lansia 11 03 Perlindungan dan Pelayanan Sosial Keluarga Pahlawan, Perintis Kemerdekaan dan Pejuang 11 04 Perlindungan dan Pelayanan Sosial Anak-anak dan Keluarga 11 05 Pemberdayaan Perempuan 11 06 Penyuluhan dan Bimbingan Sosial 11 07 Bantuan Perumahan 11 08 Bantuan dan Jaminan Sosial 11 09 Litbang Perlindungan Sosial 11 90 Perlindungan Sosial lainnya PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI LAMPIRAN I B PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK NOMOR 21 TAHUN 2004 TANGGAL 5 AGUSTUS 2004 PENJELASAN LAMPIRAN I A TENTANG KLASIFIKASI FUNGSI DAN SUB FUNGSI Kode Fungsi dan Sub Fungsi 01 PELAYANAN UMUM 01.01 LEMBAGA EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF, KEUANGAN DAN FISKAL, SERTA URUSAN LUAR NEGERI - Administrasi, operasi atau dukungan untuk lembaga eksekutif, legislatif, keuangan dan fiskal, manajemen kas negara, utang pemerintah, operasional perpajakan - Kegiatan kementerian keuangan - Kegiatan luar negeri termasuk menlu, kegiatan diplomat, misi-misi internasional dll. - Penyediaan dan penyebaran informasi, dokumentasi, statistik keuangan dan fiskal. Termasuk: - kegiatan kantor kepala eksekutif pada semua level – presiden, wakil presiden, gubernur, bupati/walikota dll. Semua tingkatan lembaga legislatif – MPR, DPR, BPK, DPRD; lembaga penasehat, administrasi, serta staf yang ditunjuk secara politis untuk membantu lembaga eksekutif dan legislatif; serta semua badan atau kegiatan yang bersifat tetap atau sementara yang ditujukan untuk membantu lembaga eksekutif dan legislatif; - kegiatan keuangan dan fiskal dan pelayanan pada seluruh tingkatan pemerintahan; - kegiatan politik dalam negeri; - penyediaan dan penyebaran informasi, dokumentasi, statistik mengenai politik dalam negeri. Tidak termasuk: - kantor-kantor kementerian, baik di pusat maupun di daerah, komite antar departemen dll. yang terkait dengan fungsi tertentu (diklasifikasikan sesuai dengan fungsi masing-masing); - pembayaran cicilan utang dan berbagai kewajiban pemerintah sehubungan dengan utang pemerintah (01.05); - bantuan pemerintah RI kepada negara lain dalam rangka bantuan ekonomi (01.02). Kode Fungsi dan Sub Fungsi 01.02 BANTUAN LUAR NEGERI - administrasi kerjasama ekonomi dengan negara-negara berkembang dan negara- negara transisi, administrasi bantuan luar negeri yang disalurkan melalui lembaga internasional; - operasional untuk misi-misi bantuan ekonomi terhadap negara-negara tertentu; - kontribusi untuk dana pembangunan ekonomi yang diadministrasikan oleh lembaga internasional/regional; - bantuan ekonomi dalam bentuk hibah atau pinjaman. Tidak termasuk bantuan militer untuk negara asing (02.03), bantuan untuk operasi perdamaian internasional (02.03) 01.03 PELAYANAN UMUM - pelayanan umum yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat yang tidak dilakukan oleh fungsi tertentu, antara lain administrasi kepegawaian, bidang perencanaan, ekonomi nasional, statistik, dan administrasi kependudukan. Tidak termasuk: - administrasi kepegawaian yang terkait dengan fungsi-fungsi tertentu; - administrasi perencanaan, ekonomi, statistik nasional, yang terkait dengan fungsi- fungsi tertentu.
04 PENELITIAN DASAR DAN PENGEMBANGAN IPTEK - administrasi, operasi dan koordinasi dari lembaga pemerintah yang berhubungan dengan penelitian dasar dan pengembangan Iptek; - hibah, pinjaman atau subsidi dalam rangka mendukung penelitian dasar dan pengembangan Iptek yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga non pemerintah, seperti lembaga penelitian dan perguruan tinggi; Tidak termasuk penelitian terapan dan pengembangan yang terkait dengan fungsi tertentu.
05 PINJAMAN PEMERINTAH pembayaran bunga dan kewajiban-kewajiban lainnya yang terkait dengan pinjaman. Tidak termasuk biaya administrasi untuk pengelolaan hutang pemerintah (01.01) 01.06 PEMBANGUNAN DAERAH - Transfer umum antar level pemerintahan yang tidak ditentukan penggunaannya; - Administrasi dan operasi dalam rangka pembangunan daerah, pengembangan wilayah dan pemberdayaan masyarakat. Kode Fungsi dan Sub Fungsi 01.07 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN UMUM PEMERINTAHAN - administrasi dan operasi dari lembaga pemerintah yang berhubungan dengan penelitian terapan dan pengembangan yang ada hubungannya dengan pelayanan umum pemerintahan; - hibah, pinjaman atau subsidi dalam rangka mendukung penelitian terapan yang berhubungan dengan pelayanan pemerintah umum yang dilaksanakan oleh lembaga- lembaga non pemerintah, seperti lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Tidak termasuk : - penelitian dasar dan pengembangan Iptek (01.04); - biaya administrasi untuk pengelolaan utang pemerintah (01.01).
90 PELAYANAN UMUM PEMERINTAHAN LAINNYA administrasi dan operasi terhadap pelayanan umum pemerintahan yang tidak termasuk kegiatan-kegiatan yang sudah diklasifikasikan dalam 01.01 s.d. 01.07, seperti: tugas- tugas pemilihan umum Tidak termasuk pemberdayaan komunitas pemukiman (06.02) 02 PERTAHANAN 02.01 PERTAHANAN NEGARA - administrasi dan operasi militer untuk seluruh angkatan; - operasi untuk rekayasa, perhubungan, komunikasi, intelejen, kepegawaian dan kekuatan pertahanan non tempur lainnya. Termasuk atase militer di luar negeri, rumah sakit militer di lapangan. Tidak termasuk misi bantuan militer (02.03), rumah sakit militer tetap (07.03), sekolah/pendidikan militer (10.05), pensiunan militer (11.03) 02.02 DUKUNGAN PERTAHANAN administrasi dan operasi kekuatan pertahan sipil, perumusan keadaan darurat, organisasi yang melibatkan lembaga sipil dan penduduk. Tidak termasuk pelayanan perlindungan masyarakat (03.02), pembelian dan penyimpanan alat dan bahan dalam keadaan darurat untuk bencana alam (03.02).
03 BANTUAN MILITER LUAR NEGERI - administrasi dan bantuan militer serta operasi perdamaian kepada pemerintah asing, lembaga internasional, dan sekutu. Kode Fungsi dan Sub Fungsi 02.04 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTAHANAN - administrasi dan operasi dari lembaga pemerintah yang berhubungan dengan penelitian terapan dan pengembangan yang ada hubungannya dengan pertahanan; - hibah, pinjaman atau subsidi dalam rangka mendukung penelitian terapan yang berhubungan dengan pertahanan yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga non pemerintah, seperti lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Tidak termasuk penelitian dasar dan pengembangan Iptek (01.04) 02.90 PERTAHANAN LAINNYA administrasi dan operasi terhadap pertahanan yang tidak termasuk kegiatan-kegiatan yang sudah diklasifikasikan dalam 02.01 s.d. 02.04. Tidak termasuk veteran militer (11.03) 03 KETERTIBAN DAN KEAMANAN 03.01 KEPOLISIAN - Administrasi dan operasi kepolisian, termasuk pendaftaran orang asing, pengesahan izin kerja dan jalan, pemeliharaan data dan statistik kepolisian, ketentuan lalu lintas, pencegahan penyelundupan; - Operasi rutin dan luar biasa kepolisian, laboratorium kepolisian, pendidikan kepolisian Tidak termasuk pendidikan umum yang diajarkan dalam lembaga kepolisian (10.05). Tidak termasuk dukungan pertahanan (02.02), angkatan yang khusus dibuat untuk pemadaman hutan (04.03).
02 PENANGGULANGAN BENCANA administrasi dan operasional dari penanggulangan bencana, pencegahan kebakaran, SAR nasional, dan badan-badan lain yang bertujuan untuk melaksanakan penanggulangan bencana, perlindungan dan keselamatan masyarakat umumnya, dukungan pencegahan kebakaran dan SAR nasional, dan training. Termasuk pelayanan perlindungan sipil untuk penjaga gunung, penjaga pantai. Tidak termasuk pertahan sipil (02.02), angkatan yang khusus dibuat untuk pemadaman hutan (04.02). Kode Fungsi dan Sub Fungsi 03.03 PEMBINAAN HUKUM - administrasi dan operasi untuk lembaga hukum; pembinaan aparatur penegak hukum; - pengembangan hukum nasional; - pelayanan hukum dari pemerintah dan non pemerintah. Tidak termasuk lembaga pemasyarakatan (03.05) 03.04 PERADILAN - administrasi dan operasi untuk peradilan; - operasi dan dukungan atas program dan kegiatan yang berhubungan dengan peradilan; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi, dan statistik yang berhubungan dengan peradilan; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan kebijakan dan program peradilan. Termasuk administrasi untuk pengadilan tinggi, ombudsmen, peradilan agama. Tidak termasuk administrasi lembaga pemasyarakatan (03.05).
05 LEMBAGA PEMASYARAKATAN administrasi, operasional dan dukungan lembaga pemasyarakatan dan lembaga penahanan lainnya.
06 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETERTIBAN, KEAMANAN DAN HUKUM - administrasi dan operasional dari lembaga pemerintah yang berhubungan dengan penelitian terapan dan pengembangan yang ada hubungannya dengan hukum, ketertiban, dan keamanan; - hibah, pinjaman atau subsidi dalam rangka mendukung penelitian terapan yang berhubungan dengan hukum, ketertiban dan keamanan yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga non pemerintah, seperti lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Tidak termasuk penelitian dasar dan pengembangan Iptek (01.04).
90 HUKUM, KETERTIBAN DAN KEAMANAN LAINNYA administrasi dan operasi terhadap hukum, ketertiban, dan keamanan yang tidak termasuk kegiatan-kegiatan yang sudah diklasifikasikan dalam 03.01 s.d. 03.06. 04 EKONOMI… Kode Fungsi dan Sub Fungsi 04 EKONOMI 04.01 PERDAGANGAN, PENGEMBANGAN USAHA, KOPERASI, DAN UKM - administrasi atas hubungan dan pelayanani, perdagangan luar negeri, pengembangan usaha, koperasi dan UKM, penyusunan dan penerapan kebijakan; - peraturan tentang perdagangan dan pengembangan usaha, koperasi dan UKM, pasar komoditas dan modal; - operasi dan dukungan atas lembaga yang berhubungan dengan paten, hak cipta dll.; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan kebijakan dan program perdagangan dan pengembangan usaha, koperasi dan UKM.
02 TENAGA KERJA - administrasi dan operasi yang berhubungan dengan bidang ketenagakerjaan; - peraturan tentang ketenagakerjaan; - operasi dan dukungan atas lembaga yang berhubungan dengan mediasi ketenagakerjaan; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan kebijakan dan program ketenagakerjaan.
03 PERTANIAN, KEHUTANAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN - administrasi dari pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan - operasi dan dukungan atas program dan kegiatan yang berhubungan dengan pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi, dan statistik yang berhubungan dengan pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan kebijakan dan program pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan. Termasuk penanaman bibit kehutanan; Tidak termasuk proyek pembangunan multi guna (04.90), dan pengairan (04.04) 04.04 PENGAIRAN - administrasi dan operasi yang berhubungan dengan pengairan; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi, dan statistik yang berhubungan dengan pengairan; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan kebijakan dan program pengairan. Termasuk proyek pembangunan jaringan pengairan Kode Fungsi dan Sub Fungsi 04.05 BAHAN BAKAR DAN ENERGI - administrasi dari bahan bakar padat, minyak dan gas bumi, bahan bakar nuklir, energi listrik dan non listrik; - konservasi, penemuan, pengembangan, dan eksploitasi dari bahan bakar padat, minyak dan gas bumi, bahan bakar nuklir, energi listrik dan non listrik; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi, dan statistik yang berhubungan dengan bahan bakar padat, minyak dan gas bumi, bahan bakar nuklir, energi listrik dan non listrik; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan kebijakan dan program bahan bakar padat, minyak dan gas bumi, bahan bakar nuklir, energi listrik dan non listrik. Tidak termasuk transportasi dengan bahan bakar padat, bahan bakar minyak dan gas, bahan bakar nuklir (04.08);
06 PERTAMBANGAN - administrasi dan operasi yang berhubungan dengan pertambangan; - konservasi, penemuan, pengembangan dan eksploitasi dari pertambangan; - pengawasan dan pengaturan yang berhubungan dengan pertambangan; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi, dan statistik yang berhubungan dengan pertambangan; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan kebijakan dan program pertambangan. Termasuk pengeluaran izin, aturan tingkat produksi dan keselamatan, pengawasan keselamatan yang berhubungan dengan pertambangan. Tidak termasuk: - industri pengolahan batu bara, penyulingan minyak, dan nuklir (04.05); - hibah, pinjaman, dan subsidi untuk kontruksi perumahan, bangunan industri, jalan, fasilitas umum (diklasifikasikan berdasar fungsinya);
07 INDUSTRI DAN KONSTRUKSI - administrasi dan operasi yang berhubungan dengan industri dan konstruksi; - konservasi, penemuan, pengembangan dan eksploitasi dari industri dan konstruksi; - pengawasan dan pengaturan yang berhubungan dengan industri dan konstruksi; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi, dan statistik yang berhubungan dengan industri dan konstruksi; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan kebijakan dan program industri dan konstruksi. Kode Fungsi dan Sub Fungsi Termasuk pengeluaran izin, aturan tingkat produksi dan keselamatan, pengawasan keselamatan yang berhubungan dengan industri dan konstruksi. Tidak termasuk: - industri pengolahan batu bara, penyulingan minyak, dan nuklir (04.05); - hibah, pinjaman, dan subsidi untuk kontruksi perumahan, bangunan industri, jalan, fasilitas umum (diklasifikasikan berdasar fungsinya); - peraturan standar perumahan (06.01).
08 TRANSPORTASI - administrasi dari operasi, penggunaan, konstruksi, pemeliharaan dari transportasi jalan raya, transportasi air, transportasi kereta api, transportasi udara, dan bentuk transportasi lainnya; - pengawasan dan pengaturan yang berhubungan dengan dari transportasi jalan raya, transportasi air, transportasi kereta api, transportasi udara, dan bentuk transportasi lainnya; - konstruksi atau operasi dari fasilitas lainnya pendukung transportasi jalan raya, transportasi air, transportasi kereta api, transportasi udara, dan bentuk transportasi lainnya; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi, dan statistik yang berhubungan dengan transportasi jalan raya, transportasi air, transportasi kereta api, transportasi udara, dan bentuk transportasi lainnya; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan kebijakan dan program transportasi jalan raya, transportasi air, transportasi kereta api, transportasi udara, dan bentuk transportasi lainnya.
09 TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA - administrasi dari konstruksi, perbaikan, pengembangan, operasi dan pemeliharaan sistem telekomunikasi dan informatika; - peraturan yang berhubungan dengan sistem telekomunikasi; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi, dan statistik tentang telekomunikasi; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan kebijakan dan program telekomunikasi; Termasuk pengembangan teknologi telematika. Tidak termasuk radio dan satelit navigasi untuk transportasi air (04.08), penyiaran radio dan televisi (08.03) 04.10 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI - administrasi dan operasi dari lembaga pemerintahan dalam penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan ekonomi, perdagangan, pengembangan usaha koperasi dan UKM, ketenagakerjaan, pertanian, kehutanan, perikanan, kelautan, bahan bakar dan energi, pertambangan, industri dan konstruksi, transportasi, komunikasi dan industri lainnya; Kode Fungsi dan Sub Fungsi - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan perdagangan, pengembangan usaha koperasi dan UKM, ketenagakerjaan, pertanian, kehutanan, perikanan, kelautan, bahan bakar dan energi, pertambangan, industri dan konstruksi, transportasi, dan telekomunikasi; Tidak termasuk penelitian dasar dan pengembangan Iptek (01.04).
90 EKONOMI LAINNYA - Termasuk meteorologi dan geofisika, multi proyek, penyimpanan dan distribusi; - administrasi, operasi atau dukungan yang berhubungan dengan ekonomi yang tidak terklasifikasi dalam 04.01 s.d. 04.10 05 PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP 05.01 MANAJEMEN LIMBAH - administrasi, pengawasan, pemeriksaan, operasi atau dukungan untuk pengelolaan limbah - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung operasi, konstruksi, pemeliharaan ataupun peningkatan sistem pengelolaan limbah. Termasuk : pengembangan sistem persampahan (daerah) dan Limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) (pemerintah pusat) 05.02 MANAJEMEN AIR LIMBAH - administrasi, pengawasan, pemeriksaan, operasi ataupun dukungan untuk pengelolaan air limbah; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung operasi, konstruksi, pemeliharaan ataupun peningkatan sistem pengelolaan air limbah.
03 PENANGGULANGAN POLUSI - administrasi, pengawasan, pemeriksaan, operasi ataupun dukungan untuk penanggulangan polusi; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung operasi, konstruksi, pemeliharaan ataupun peningkatan sistem penanggulangan polusi.
04 KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM - administrasi, pengawasan, pemeriksaan, operasi ataupun dukungan untuk kegiatan- kegiatan yang berhubungan dengan konservasi sumber daya alam; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung operasi, konstruksi, pemeliharaan ataupun peningkatan sistem konservasi sumber daya alam. Kode Fungsi dan Sub Fungsi 05.05 TATA RUANG DAN PERTANAHAN - administrasi, pengawasan, pemeriksaan, operasi untuk pengelolaan tata ruang dan pertanahan; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung operasi untuk pengelolaan tata ruang dan pertanahan.
06 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP - Administrasi dan operasi dari lembaga-lembaga pemerintah yang terlibat dalam penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan perlindungan lingkungan hidup; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan perlindungan lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh lembaga non pemerintah seperti lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Tidak termasuk penelitian dasar dan pengembangan Iptek (01.04) 05.90 PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP LAINNYA - administrasi, pengelolaan, peraturan, pengendalian, operasi dan dukungan untuk kegiatan-kegiatan yang behubungan dengan kebijakan, perancanaan, program dan anggaran untuk meningkatkan perlindungan lingkungan hidup; penyiapan dan penegakan peraturan dan standar untuk perlindungan lingkungan hidup; penyiapan dan penyebaran informasi, dokumen dan statistik tentang lingkungan hidup; - termasuk kegiatan perlindungan lingkungan hidup yang tidak termasuk dalam 05.01 s.d. 05.06. 06 PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN 06.01 PENGEMBANGAN PERUMAHAN - administrasi perumahan; peningkatan, pemantauan dan evaluasi kegiatan pengembangan perumahan; peraturan standar perumahan; - perumahan pengganti perumahan kumuh, penyediaan tanah, pengembangan perumahan untuk orang cacat; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi dan statistik mengenai perumahan; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung pengembangan, peningkatan dan pemeliharaan atas penyediaan perumahan. Tidak termasuk: - peraturan dan standar konstruksi (04.07); - bantuan uang dan barang untuk perumahan (11.07). Kode Fungsi dan Sub Fungsi 06.02 PEMBERDAYAAN KOMUNITAS PEMUKIMAN - administrasi pemukiman, dan peraturan pendukung pemukiman; - perencanaan untuk pemukiman baru dan yang direhabilitasi, perencanaan pengembangan fasilitas pemukiman; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi dan statistik mengenai pemukiman.
03 PENYEDIAAN AIR MINUM - administrasi penyediaan air minum, pengawasan dan pengaturan mengenai penyediaan air minum; - konstruksi dan operasi dari sistem pendukung penyediaan air minum; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi dan statistik penyediaan air minum; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung operasi, konstruksi, pemeliharaan ataupun peningkatan sistem penyediaan air minum.
04 PENERANGAN JALAN - administrasi penerangan jalan, pengembangan dan pengaturan tentang standarisasi penerangan; - instalasi, operasi, pemeliharaan, peningkatan dan lain-lain untuk penerangan jalan. Tidak termasuk penerangan untuk jalan bebas hambatan (04.05) 06.05 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN - administrasi dan operasi dari lembaga pemerintah dalam penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan perumahan dan pemukiman - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan perumana dan pemukiman yang dilaksanakan oleh lembaga non pemerintah seperti lembaga penelitian dan prguruan tinggi. Tidak termasuk penelitian dasar dan pengembangan Iptek (01.04) 06.90 PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN LAINNYA - administrasi, operasi atau dukungan dalam kebijakan, perencanaan, program dan anggaran yang berhubungan dengan perumahan dan pemukiman lainnya; - penyiapan dan penegakan peraturan dan standarisasi yang berhubungan dengan perumahan dan permukiman lainnya; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi dan statistik mengenai perumahan dan permukiman lainnya. Kode Fungsi dan Sub Fungsi Termasuk administrasi, operasi ataupun dukungan yang berhubungan dengan perumahan dan pemukiman yang tidak dapat diklasifikasikan dalam 06.01 s.d. 06.05 07 KESEHATAN 07.01 OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN - penyediaan obat-obatan, alat-alat medis, peralatan terapi medis; - administrasi, operasi ataupun dukungan untuk penyediaan obat-obatan, alat-alat medis, dan peralatan terapi medis. Termasuk perbaikan peralatan terapi medis Tidak termasuk sewa peralatan terapi medis (07.02) 07.02 PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN - penyediaan pelayanan medis umum, pelayanan medis khusus, pelayanan gigi, pelayanan paramedik; - administrasi, inspeksi, operasi atau dukungan untuk penyediaan medis umum, pelayanan medis khusus, pelayanan gigi, pelayanan paramedik. - penyediaan pelayanan rumah sakit umum, rumah sakit khusus, rumah sakit ibu anak, kebidanan; - administrasi, inspeksi, operasi atau dukungan untuk penyediaan pelayanan rumah sakit umum, rumah sakit ibu anak, kebidanan. Termasuk: - pelayanan spesialis ortodensi; - pemeriksaan gigi; - sewa peralatan terapi medis; - lembaga pelayanan lansia dengan pengawasan medis, pusat pelayanan medis yang bertujuan untuk menyembuhkan pasien. Tidak termasuk alat kedokteran gigi (07.01), laboratorium pemeriksaan kesehatan (07.03) 07.03 PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT - penyediaan pelayanan kesehatan masyarakat; - administrasi, pemeriksaan, operasi atau dukungan untuk pelayanan kesehatan masyarakat; - penyusunan dan penyebaran informasi berkenaan kesehatan masyarakat. Termasuk pelayanan kesehatan untuk kelompok tertentu, pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan dengan rumah sakit, klinik, laboratorium kesehatan masyarakat. Tidak termasuk laboratorium analisis medis (07.02) Kode Fungsi dan Sub Fungsi 07.04 KELUARGA BERENCANA - administrasi, operasi, ataupun dukungan untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kebijakan, perencanaan, program dan anggaran keluarga berencana, - penyiapan dan penegakan peraturan dan standarisasi kesehatan, penyusunan dan penyebaran informasi, dokumen, dan statistik keluarga berencana.
05 LITBANG KESEHATAN - administrasi dan operasi dari lembaga-lembaga pemerintah yang melakukan penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan kesehatan; Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan kesehatan yang dilaksanakan oleh lembaga non pemerintah seperti lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Tidak termasuk penelitian dasar dan pengembangan Iptek (01.04) 07.90 KESEHATAN LAINNYA - administrasi, operasi, ataupun dukungan untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kebijakan, perencanaan, program dan anggaran kesehatan, penyiapan dan penegakan peraturan dan standarisasi kesehatan, penyusunan dan penyebaran informasi, dokumen, dan statistik kesehatan. - Termasuk kegiatan kesehatan lainnya yang tidak terklasifikasi dalam 07.01 s.d.
03 PEMBINAAN PENERBITAN DAN PENYIARAN - administrasi penyiaran dan penerbitan, pengawasan dan pengaturan penyiaran dan penerbitan; - operasi atau dukungan untuk penyiaran dan penerbitan; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung pengadaan fasilitas media televisi dan radio; pengadaan fasilitas penerbitan. Tidak termasuk percetakan negara (01.03), penyelenggaran pendidikan melalui televisi dan radio (08.03).
04 LITBANG PARIWISATA DAN BUDAYA - administrasi dan operasi dari lembaga-lembaga pemerintah yang melakukan penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan pariwisata dan budaya; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan pariwisata dan budaya yang dilaksanakan oleh lembaga non pemerintah seperti lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Tidak termasuk penelitian terapan dan pengembangan Iptek (01.04) 08.90 PARIWISATA DAN BUDAYA LAINNYA - administrasi, operasi, ataupun dukungan untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kebijakan, perencanaan, program dan anggaran pariwisata, olah raga, dan budaya, penyiapan dan penegakan peraturan dan standarisasi pariwisata, olah raga, dan budaya, penyusunan dan penyebaran informasi, dokumen, dan statistik pariwisata, olah raga dan budaya lainnya. - Termasuk kegiatan pariwisata, olah raga dan budaya lainnya yang tidak terklasifikasi dalam 08.01 s.d. 08.04. 09 AGAMA 09.01 PENINGKATAN KEHIDUPAN BERAGAMA - penyediaan pelayanan agama, administrasi keagamaan; - operasi atau dukungan atas penyediaan fasilitas keagamaan; - pembayaran untuk petugas keagamaan, hibah, pinjaman, atau subsidi untuk peningkatan kehidupan beragama. Kode Fungsi dan Sub Fungsi 09.02 KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA - pengawasan dan pengaturan atas keagamaan; - hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung kerukunan hidup beragama.
03 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEAGAMAAN - administrasi dan operasi dari lembaga-lembaga pemerintah yang melakukan penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan keagamaan; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan keagamaan yang dilaksanakan oleh lembaga non pemerintah seperti lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Tidak termasuk penelitian terapan dan pengembangan Iptek (01.04) 09.90 PELAYANAN KEAGAMAAN LAINNYA - administrasi, operasi, ataupun dukungan untuk kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan kebijakan, perencanaan, program dan anggaran keagamaan, penyiapan dan penegakan peraturan dan standarisasi masalah keagamaan, penyusunan dan penyebaran informasi, dokumen, dan statistik keagamaan. - Termasuk kegiatan keagamaan lainnya yang tidak terklasifikasi dalam 09.01 s.d.
02 PENDIDIKAN DASAR - penyediaan pendidikan pendidikan dasar baik umum maupun agama; - administrasi, pemeriksaan, operasi ataupun dukungan untuk pendidikan dasar; - beasiswa, hibah, pinjaman dan tunjangan untuk mendukung siswa tingkat pendidikan dasar. Tidak termasuk pelayanan bantuan terhadap pendidikan (10.07) Kode Fungsi dan Sub Fungsi 10.03 PENDIDIKAN MENENGAH - penyediaan pendidikan menengah baik umum maupun agama; - administrasi, pemerikasaan, operasi ataupun dukungan untuk pendidikan menengah; - beasiswa, hibah, pinjaman dan tunjangan untuk mendukung siswa tingkat menengah. Tidak termasuk pendidikan non formal dan informal (10.04) 10.04 PENDIDIKAN NON FORMAL & INFORMAL - penyediaan pendidikan nonformal dan informal; - administrasi, pemerikasaan, operasi ataupun dukungan untuk pendidikan nonformal dan informal; - beasiswa, hibah, pinjaman dan tunjangan untuk mendukung pendidikan nonformal dan informal.
05 PENDIDIKAN KEDINASAN - penyediaan pendidikan kedinasan; - administrasi, pemerikasaan, operasi ataupun dukungan untuk pendidikan kedinasan; - beasiswa, hibah, pinjaman dan tunjangan untuk mendukung siswa pendidikan kedinasan. Tidak termasuk pelatihan yang terkait dengan fungsi tertentu.
06 PENDIDIKAN TINGGI - penyediaan pendidikan tinggi; - administrasi, pemeriksaan, operasi ataupun dukungan untuk pendidikan tinggi; - beasiswa, hibah, pinjaman dan tunjangan untuk mendukung mahasiswa; - penyediaan pendidikan tinggi keagamaan. Tidak termasuk pendidikan nonformal dan informal (10.04) 10.07 PELAYANAN BANTUAN TERHADAP PENDIDIKAN - penyediaan pelayanan bantuan terhadap pendidikan; - administrasi, pemerikasaan, operasi ataupun dukungan untuk transportasi, makanan, penginapan, kesehatan umum dan gigi yang ditujukan untuk siswa pada berbagai tingkatan. Kode Fungsi dan Sub Fungsi 10.08 PENDIDIKAN KEAGAMAAN - penyediaan pendidikan keagamaan; - administrasi, pemerikasaan, operasi ataupun dukungan untuk pendidikan keagamaan; - beasiswa, hibah, pinjaman dan tunjangan untuk mendukung siswa pendidikan keagamaan.
09 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN - administrasi dan operasi dari lembaga-lembaga pemerintah yang melakukan penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan pendidikan; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga non pemerintah seperti lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Tidak termasuk penelitian dasar dan pengembangan Iptek (01.04) 10.90 PENDIDIKAN LAINNYA - administrasi, operasi, ataupun dukungan untuk kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan kebijakan, perencanaan, program dan anggaran pendidikan, penyiapan dan penegakan peraturan dan standarisasi pendidikan, penyusunan dan penyebaran informasi, dokumen, dan statistik pendidikan. - Termasuk kegiatan pendidikan lainnya yang tidak terklasifikasi dalam 10.01 s.d.
02 PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN LANSIA - penyediaan perlindungan dan pelayanan sosial dalam bentuk uang dan barang kepada lansia; - administrasi, operasi ataupun dukungan atas skema perlindungan lansia; - manfaat uang dan barang lainnya untuk lansia; - termasuk pensiunan PNS dan TNI/Polri. Tidak termasuk orang tua yang pensiun dini karena sakit dan cacat (11.01). Kode Fungsi dan Sub Fungsi 11.03 PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN SOSIAL KELUARGA PAHLAWAN, PERINTIS KEMERDEKAAN DAN PEJUANG - penyediaan perlindungan dan pelayanan sosial dalam bentuk uang dan barang kepada keluarga pahlawan, perintis kemerdekaan dan pejuang maupun ahli warisnya; - administrasi, operasi ataupun dukungan atas skema perlindungan keluarga pahlawan, perintis kemerdekaan dan pejuang; - manfaat uang dan barang lainnya untuk keluarga pahlawan, perintis kemerdekaan dan pejuang.
04 PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN SOSIAL ANAK-ANAK DAN KELUARGA - penyediaan perlindungan dan pelayanan sosial dalam bentuk uang dan barang kepada anak-anak dan keluarga tertentu; - administrasi, operasi ataupun dukungan atas skema perlindungan anak-anak dan keluarga; - manfaat uang dan barang lainnya untuk anak-anak dan keluarga. Tidak termasuk pelayanan keluarga berencana (07.04).
05 PEMBERDAYAAN PEREMPUAN - penyediaan perlindungan sosial kepada perempuan; - administrasi, operasi ataupun dukungan atas pemberdayaan perempuan;
06 PENYULUHAN DAN BIMBINGAN SOSIAL - penyediaan perlindungan sosial dalam bentuk uang dan barang untuk/kepada orang yang dapat bekerja tetapi belum mendapatkan pekerjaan yang sesuai; - administrasi, operasi ataupun dukungan atas skema perlindungan pengangguran; - manfaat uang dan barang lainnya untuk penggangguran. Tidak termasuk program dan skema untuk memobilisasi tenaga kerja dan menurunkan pengangguran (04.02), dan penyediaan uang dan barang untuk pengangguran yang memasuki usia pensiun (11.02).
07 BANTUAN PERUMAHAN - penyediaan perlindungan sosial dalam bentuk non kas untuk membantu rumah tangga dalam pemenuhan biaya perumahan; - administrasi, operasi ataupun dukungan atas skema bantuan perumahan; - manfaat non kas lainnya, seperti bantuan sewa, penyediaan rumah dengan harga terjangkau. Kode Fungsi dan Sub Fungsi 11.08 BANTUAN DAN JAMINAN SOSIAL - penyediaan perlindungan sosial dalam bentuk uang dan barang untuk masyarakat tertinggal dan terlantar; - administrasi, operasi ataupun dukungan atas skema perlindungan masyarakat tertinggal dan terlantar; - manfaat uang dan barang lainnya untuk masyarakat tertinggal dan terlantar.
09 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERLINDUNGAN SOSIAL - administrasi dan operasi dari lembaga-lembaga pemerintah yang melakukan penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan perlindungan sosial; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan perlindungan sosial yang dilaksanakan oleh lembaga non pemerintah seperti lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Tidak termasuk penelitian dasar dan pengembangan Iptek (01.04) 11.90 PERLINDUNGAN SOSIAL LAINNYA - administrasi, operasi, ataupun dukungan untuk kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan kebijakan, perencanaan, program dan anggaran perlindungan sosial, penyiapan dan penegakan peraturan dan standarisasi kesejahteraan sosial, penyusunan dan penyebaran informasi, dokumen, dan statistik perlindungan sosial. - Termasuk kegiatan perlindungan sosial lainnya yang tidak terklasifikasi dalam 11.01 s.d. 11.09. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Salinan sesuai dengan aslinya Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang-undangan, ttd Lambock V. Nahattands LAMPIRAN II A PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TANGGAL 5 AGUSTUS 2004 KLASIFIKASI BELANJA Kode Belanja dan Jenis Pengeluaran BELANJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH 51 Belanja Pegawai 51 1 Gaji dan Tunjangan 51 2 Honorarium, Vakasi, Lembur dan lain-lain. 51 3 Kontribusi Sosial 51 3 1 Pensiun & Uang Tunggu 51 3 2 Asuransi Kesehatan 52 Belanja Barang 52 1 Barang dan Jasa 52 2 Pemeliharaan 52 3 Perjalanan 53 Belanja Modal 53 1 Tanah 53 2 Peralatan dan Mesin 53 3 Gedung dan Bangunan 53 4 Jaringan 53 9 Aset Fisik Lainnya 54 Pembayaran Bunga Utang 54 1 Utang Dalam Negeri 54 1 1 Pemerintah 54 1 2 Bank Indonesia 54 1 3 Lainnya 54 2 Utang Luar Negeri 54 2 1 Pemerintah 54 2 2 Lainnya 55 Subsidi 55 1 Perusahaan Negara 55 1 1 Lembaga Keuangan 55 1 2 Non-Lembaga Keuangan Kode Belanja dan Jenis Pengeluaran 55 2 Perusahaan Swasta 55 2 1 Lembaga Keuangan 55 2 2 Non-Lembaga Keuangan 56 Bantuan Sosial 56 1 Dana Kompensasi Sosial 56 2 Lembaga Pendidikan dan Peribadatan 57 Hibah 57 1 Pemerintah Luar Negeri 57 2 Organisasi International 58 Belanja Lain-lain TRANSFER PEMERINTAH PUSAT 61 Dana Perimbangan 61 1 Dana Bagi Hasil 61 1 1 Perpajakan 61 1 2 Sumber Daya Alam 61 2 Dana Alokasi Umum 61 2 1 Propinsi 61 2 2 Kabupaten/Kota 61 3 Dana Alokasi Khusus 61 3 1 Dana Reboisasi 61 3 2 Non Dana Reboisasi 62 Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 62 1 Dana Otonomi Khusus 62 1 1 Papua 62 2 Dana Penyesuaian 62 2 1 Murni 62 2 2 Ad-hoc PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI LAMPIRAN II B PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TANGGAL 5 AGUSTUS 2004 PENJELASAN LAMPIRAN II A TENTANG KLASIFIKASI BELANJA Belanja dan Jenis Pengeluaran Kode 51 Belanja Pegawai Kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah, baik yang bertugas di dalam maupun di luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. 51 1 Gaji dan Tunjangan Kompensasi yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah berupa gaji pokok dan berbagai tunjangan yang diterima berkaitan dengan jenis dan sifat pekerjaan yang dilakukan (tunjangan istri/suami, tunjangan anak, tunjangan jabatan struktural/fungsional, uang makan/lauk pauk, tunjangan beras, tunjangan PPh, tunjangan kemahalan), baik dalam bentuk uang maupun barang. 51 2 Honorarium, Vakasi, Lembur Kompensasi yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah berupa honorarium tim dan sebagainya, lembur, vakasi, tunjangan khusus, dan berbagai pembiayaan kepegawaian lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk pegawai di lingkungan kementerian negara/lembaga yang dialihkan ke daerah dankantor-kantor di lingkungan kementerian negara/lembaga yang dilikuidasi 51 3 Kontribusi Sosial Pembayaran yang dilakukan terhadap unit organisasi/lembaga/badan tertentu untuk mendapatkan hak tunjangan sosial bagi pegawai Pemerintah. 51 3 1 Pensiun dan Uang Tunggu Pengeluaran/belanja pensiun/uang tunggu pegawai pemerintah yang disalurkan melalui PT Taspen dan PT Asabri. 51 3 2 Asuransi Kesehatan Pengeluaran/belanja pemerintah yang disalurkan melalui PT. Askes. 52 Belanja Barang Pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan Belanja dan Jenis Pengeluaran Kode 52 1 Barang dan Jasa Pengeluaran yang dilakukan untuk membiayai keperluan kantor sehari-hari, pengadaan/penggantian inventaris kantor, langganan daya dan jasa dan lain-lain pengeluaran yang diperlukan untuk membiayai pekerjaan yang bersifat nonfisik dan secara langsung menunjang tugas pokok dan fungsi Kementerian negara/lembaga. 52 2 Pemeliharaan Pengeluaran yang dilakukan untuk membiayai pemeliharaan gedung kantor, rumah dinas, kendaraan bermotor, dan lain-lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan, termasuk perbaikan peralatan dan sarana gedung. 52 3 Perjalanan Pengeluaran yang dilakukan untuk membiayai perjalanan dinas dalam rangka pelaksanaan tugas, dan fungsi serta jabatan. 53 Belanja Modal Pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal, baik dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bagungan, jaringan, maupun dalam bentuk fisik lainnya, seperti buku, binatang dan lain sebagainya 53 1 Tanah Pengeluaran yang diperlukan untuk pengadaan/pembelian/ pembebasan/ penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat tanah, serta lain-lain yang bersifat administratif sehubungan dengan pembentukan modal. 53 2 Peralatan dan Mesin Pengeluaran yang diperlukan untuk pengadaan alat-alat dan mesin-mesin yang dipergunakan dalam kegiatan pembentukan modal, termasuk didalamnya biaya untuk penambahan, penggantian dan peningkatan kualitas peralatan dan mesin. 53 3 Gedung dan Bangunan Pengeluaran yang diperlukan untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembentukan modal untuk pembangunan gedung dan bangunan, termasuk didalamnya pengadaan berbagai barang kebutuhan pembangunan gedung dan bangunan. 53 4 Jaringan Pengeluaran yang diperlukan untuk penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan serta perawatan prasarana dan sarana yang berfungsi atau merupakan bagian dari jaringan, seperti jalan, jembatan dan jaringan irigasi atau air bersih. Belanja dan Jenis Pengeluaran Kode 53 9 Aset Fisik Lainnya Pengeluaran dipergunakan dalam kegiatan pembentukan modal dalam bentuk aset fisik lainnya seperti buku, binatang dan lain-lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi 53.1 s.d. 53.4. 54 Pembayaran Bunga Utang Pembayaran yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang ( principal outstanding ), baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri, yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman. 54 1 Utang Dalam Negeri Pembayaran bunga utang dalam mata uang rupiah. 54 1 1 Pemerintah Pembayaran bunga utang atas surat utang negara, obligasi dalam negeri, dan lainnya yang harus dibayar Pemerintah. 54 1 2 Bank Indonesia Pembayaran bunga utang kepada Bank Indonesia. 54 1 3 Lainnya Pembayaran bunga utang selain atas surat utang negara dan selain kepada Bank Indonesia. 54 2 Utang Luar Negeri Pembayaran bunga utang dalam mata uang negara pemberi pinjaman. 54 2 1 Pemerintah Pembayaran bunga utang kepada pemerintah negara/lembaga internasional pemberi pinjaman. 54 2 2 Lainnya Pembayaran bunga utang luar negeri, selain pemerintah negara/lembaga internasional. 55 Subsidi Alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak, sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat terjangkau oleh masyarakat. 55 1 Perusahaan Negara Subsidi Pemerintah kepada Perusahaan Negara. 55 1 1 Lembaga Keuangan Subsidi Pemerintah kepada Perusahaan Negara yang merupakan lembaga keuangan. Belanja dan Jenis Pengeluaran Kode 55 1 2 Non-Lembaga Keuangan Subsidi Pemerintah kepada Perusahaan Negara yang merupakan non- lembaga keuangan. 55 2 Perusahaan Swasta Subsidi Pemerintah kepada Perusahaan Swasta. 55 2 1 Lembaga Keuangan Subsidi Pemerintah kepada Perusahaan Swasta yang merupakan lembaga keuangan. 55 2 2 Non-Lembaga Keuangan Subsidi Pemerintah kepada Perusahaan Swasta yang merupakan non- lembaga keuangan. 56 Bantuan Sosial Transfer uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Bantuan sosial dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat dan/atau lembaga kemasyarakatan antara lain, bantuan untuk lembaga non pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan. 56 1 Dana Kompensasi Sosial Transfer dalam bentuk uang yang diberikan kepada masyarakat, sebagai dampak dari adanya kenaikan harga BBM. 56 2 Lembaga Pendidikan dan Keagamaan. Transfer dalam bentuk uang yang diberikan kepada lembaga pendidikan dan/atau lembaga keagamaan. 57 Hibah Transfer rutin/modal yang sifatnya tidak wajib kepada negara lain atau kepada organisasi internasional. 57 1 Pemerintah Luar Negeri Pemberian hibah kepada pemerintahan negara lain. 57 2 Organisasi International Pemberian hibah kepada organisasi internasional. 58 Belanja Lain-lain Pengeluaran/belanja pemerintah pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis belanja pegawai (51) s.d. hibah (57). Belanja dan Jenis Pengeluaran Kode TRANSFER PEMERINTAH PUSAT 61 Dana Perimbangan 61 1 Dana Bagi Hasil 61 1 1 Perpajakan Pengeluaran yang bersumber dari perpajakan (PPh, PBB dan BPHTB) yang dibagihasilkan kepada daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku. 61 1 2 Sumber Daya Alam Pengeluaran yang bersumber dari sumber daya alam (minyak bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan dan perikanan) yang dibagi hasilkan kepada daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku. 61 2 Dana Alokasi Umum Pengeluaran yang dilakukan pemerintah dalam rangka pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 61 2 1 Propinsi Pengeluaran DAU yang merupakan bagian Propinsi. 61 2 2 Kabupaten/Kota Pengeluaran DAU yang merupakan bagian kabupaten/Kota. 61 3 Dana Alokasi Khusus 61 3 1 Dana Reboisasi 61 3 2 Non Dana Reboisasi 62 Dana otonomi khusus dan penyesuaian 62 1 Dana otonomi khusus 62 2 Dana Penyesuaian PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI LAMPIRAN III PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TANGGAL 5 AGUSTUS 2004 TATA CARA PENGISIAN FORMULIR RKA-KL I. Pendahuluan RKA-KL sebagai dokumen usulan anggaran (budget request) memuat sasaran terukur yang penyusunannya dilakukan secara berjenjang dari tingkat kantor/satuan kerja ke tingkat yang lebih tinggi ( bottom-up ) untuk melaksanakan penugasan dari menteri/pimpinan lembaga ( top down). Dengan demikian dalam menyusun suatu Rencana Kerja dan Anggaran yang menerapkan anggaran berdasarkan prestasi/kinerja perlu terlebih dahulu ditentukan atau ditetapkan:
Program yang akan dilaksanakan oleh suatu kementerian negara/lembaga dan unit yang bertanggungjawab atas pelaksanaannya;
Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sasaran dari program dan unit kerja yang bertanggungjawab atas pelaksanaannya;
Keluaran yang akan dihasilkan oleh suatu satuan kerja sebagai unit operasional terkecil dari suatu kementerian negara/lembaga dan unit kerja yang bertanggungjawab atas pelaksanaannya;
Biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu keluaran tertentu yang diharapkan oleh kementerian negara/lembaga dari unit kerja yang bertanggungjawab atas pelaksanaannya;
Anggaran untuk melaksanakan suatu kegiatan yang akan menghasilkan suatu keluaran berdasarkan target kinerja yang ingin dicapai dan biaya per unit keluaran;
Penghimpunan anggaran dari masing-masing satuan kerja menjadi RKA unit kerja eselon I dan RKA- KL. II. Formulir dan Petunjuk Pengisian RKA-KL Formulir yang digunakan dalam penyusunan RKA-KL adalah sebagai berikut: No. Kode dan Nama Formulir Informasi Pokok Penyusun 1 2 3 4 1. Formulir 1.1 Rincian Kegiatan dan Keluaran Satuan kerja, lokasi, program (dengan kode fungsi dan sub fungsi), kegiatan, indikator kinerja, sasaran keluaran (pada tahun berjalan dan tahun yang direncanakan), dan pelaksana kegiatan, baik yang dilakukan oleh kantor pusat atau kantor daerah. Satuan Kerja 2. Formulir 1.2 Rincian Anggaran Belanja Satuan Kerja, fungsi dan sub-fungsi, program, kegiatan, jumlah belanja masing-masing kegiatan untuk tahun anggaran berjalan, tahun yang direncanakan dan tahun berikutnya. Satuan Kerja 3. Formulir 1.3 Rincian Anggaran Belanja per Jenis Belanja Rincian anggaran belanja masing- masing kegiatan per jenis belanja dan sumber dana. Satuan Kerja 4. Formulir 1.4 Rincian Anggaran Pendapatan per MAP. Satuan Kerja, fungsi dan sub-fungsi, program, kelompok pendapatan, Mata Anggaran Penerimaan (MAP) mulai dari realisasi TA setahun yang lalu, sasaran tahun berjalan, TA yang direncanakan dan TA berikutnya. Satuan Kerja 5. Formulir 1.5 Rincian Perhitungan Biaya per Kegiatan Rincian Biaya dalam rangka menghitung biaya untuk masing- masing kegiatan dan sub kegiatan. Satuan Kerja No. Kode dan Nama Formulir Informasi Pokok Penyusun 6. Formulir 2.1 Rincian Kegiatan dan Keluaran Unit Organisasi, program (dengan kode fungsi dan sub fungsi), kegiatan, indikator kinerja, sasaran keluaran (pada tahun berjalan dan tahun yang direncanakan), dan pelaksana kegiatan, baik yang dilakukan oleh kantor pusat atau kantor daerah. Unit Organisasi 7. Formulir 2.2 Rincian Anggaran Belanja Unit Organisasi, sub-fungsi, program, kegiatan, jumlah belanja masing- masing kegiatan untuk tahun anggaran berjalan, tahun yang direncanakan dan tahun berikutnya. Unit Organisasi 8. Formulir 2.3 Rincian Anggaran Belanja per Jenis Belanja Unit Organisasi, sub-fungsi, program, kegiatan, rincian anggaran belanja untuk tahun anggaran yang direncanakan. Unit Organisasi 9. Formulir 2.4 Rincian Anggaran Belanja dan Pendapatan Unit Organisasi, sub-fungsi, program, kelompok pendapatan, Mata Anggaran Penerimaan (MAP) mulai dari realisasi TA setahun yang lalu, sasaran tahun berjalan, TA yang direncanakan dan TA berikutnya. Unit Organisasi 10. Formulir 3.1 Rincian Kegiatan dan Keluaran Kementerian Negara/Lembaga, Unit Organisasi, program (dengan kode fungsi dan sub fungsi), kegiatan, indikator kinerja, sasaran keluaran (pada tahun berjalan dan tahun yang direncanakan), dan pelaksana kegiatan, baik yang dilakukan oleh kantor pusat atau kantor daerah. Kementerian Negara/Lembaga 11. Formulir 3.2 Rincian Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga, Unit Organisasi, sub-fungsi, program, kegiatan, jumlah belanja masing- masing kegiatan untuk tahun anggaran berjalan, tahun yang direncanakan dan tahun berikutnya. Kementerian Negara/Lembaga 12. Formulir 3.3 Rincian Anggaran Belanja per Jenis Belanja Kementerian Negara/Lembaga, Unit Organisasi, sub-fungsi, program, kegiatan, rincian anggaran belanja untuk tahun anggaran yang direncanakan. Kementerian Negara/Lembaga No. Kode dan Nama Formulir Informasi Pokok Penyusun 13. Formulir 3.4 Rincian Anggaran Belanja dan Pendapatan Kementerian Negara/Lembaga, Unit Organisasi, sub-fungsi, program, kelompok pendapatan, Mata Anggaran Penerimaan (MAP) mulai dari realisasi TA setahun yang lalu, sasaran tahun berjalan, TA yang direncanakan dan TA berikutnya. Kementerian Negara/Lembaga Arus dokumen dalam penyusunan RKA-KL adalah sebagai berikut: No. Keterangan Kementerian Negara/ Lembaga Unit Kerja Eselon I Unit operasional (Eselon II dan Eselon III) 1 2 3 4 5 1. Formulir 1.5 2. Formulir 1.1 3. Formulir 1.2 4. Formulir 1.3 5. Formulir 1.4 6. Formulir 2.1 7. Formulir 2.2 8. Formulir 2.3 9.. Formulir 2.4 10. Formulir 3.1 11. Formulir 3.2 12. Formulir 3.3 13. Formulir 3.4 Pengisian formulir dimulai dengan masing-masing Satuan Kerja mengisi Formulir 1.1 (Rincian Kegiatan dan Keluaran untuk Satuan Kerja) kemudian mengisi Formulir 1.2 (Rincian Anggaran Belanja Satuan Kerja), Formulir 1.3 (Rincian Anggaran Belanja per Jenis Belanja) dan Formulir 1.4 (Rincian Anggaran Pendapatan per MAP). Untuk mengisi alokasi biaya untuk masing-masing kegiatan pada Formulir 1.2 dan 1.3 perlu membuat perhitungan sesuai dengan Formulir 1.5 . Selanjutnya untuk masing-masing organisasi tingkat Eselon I dan kementerian negara/lembaga tinggal menjumlahkan sesuai dengan urutan diagram di atas. Pengisian masing-masing formulir adalah sebagai berikut: Formulir 1.1 1. Header diisi dengan:
Nama dan kode satuan kerja (termasuk kode kementerian negara/lembaga dan kode unit unit organisasi).
Nama dan kode lokasi (termasuk kode propinsi dan kabupaten/kota).
Nama dan kode program (termasuk kode fungsi dan sub fungsi).
Sasaran program, yaitu uraian tentang hasil ( outcome ) yang menjadi sasaran program.
Kolom 1 diisi dengan nomor masing-masing kegiatan dan sub nomor untuk masing-masing indikator keluaran dari kegiatan dimaksud.
Kolom 2 diisi dengan nama masing-masing kegiatan dan indikator keluaran dari kegiatan dimaksud.
Kegiatan adalah sekumpulan tindakan pengerahan sumberdaya baik yang berupa personil (sumberdaya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumberdaya tersebut sebagai masukan ( input) untuk menghasilkan keluaran ( output ) dalam bentuk barang/ jasa. Contoh Nama Kegiatan: - Administrasi Umum. - Peningkatan Efisiensi Pengeluaran Negara.
Indikator Keluaran adalah sesuatu yang akan dihasilkan dari suatu kegiatan berupa barang atau jasa. Contoh Indikator Keluaran : - Pelayanan Administrasi Umum. - Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM).
Kolom 3 diisi dengan satuan keluaran yang akan digunakan untuk menilai atau mengukur barang atau jasa yang dihasilkan. Contoh Satuan Keluaran : - Orang (yang dilayani). - Km (jalan yang yang diperbaiki). - Buah (Surat ijin yang diterbitkan).
Kolom 4 sampai dengan Kolom 7 diisi dengan sasaran keluaran yaitu jumlah atau kuantitas yang hendak dicapai oleh Satuan Kerja pada TA tertentu.
Kolom 4 diisi dengan sasaran keluaran yang telah dicapai oleh Satuan Kerja pada tahun 200X-2 atau 2 tahun sebelum tahun yang direncanakan.
Kolom 5 diisi dengan sasaran keluaran atau kuantitas yang akan dicapai oleh Satuan Kerja pada tahun 200X-1 atau setahun sebelum tahun yang direncanakan.
Kolom 6 diisi dengan sasaran keluaran atau kuantitas yang akan dicapai oleh Satuan Kerja pada tahun 200X atau tahun yang direncanakan.
Kolom 7 diisi dengan sasaran keluaran atau kuantitas yang akan dicapai oleh Satuan Kerja pada tahun 200X+1 atau setahun setelah tahun yang direncanakan.
Kolom 8 diisi dengan tingkat kewenangan pelaksanaan kegiatan dimaksud, yaitu a. KP untuk Kantor Pusat.
KD untuk Kantor Daerah (Instansi Pusat di daerah).
DK untuk Dekonsentrasi.
TP untuk Tugas Pembantuan.
Kolom 9 diisi dengan kode lokasi tempat kegiatan dilaksanakan.
Kolom 10 diisi dengan pejabat pelaksana kegiatan yang bertanggung jawab atas penyelesaian kegiatan atau pencapaian keluaran. Formulir 1.2 1. Header diisi dengan :
Nama dan kode satuan kerja (termasuk kode kementerian negara/lembaga dan kode unit unit organisasi).
Nama dan kode lokasi (termasuk kode propinsi dan kabupaten/kota).
Nama dan kode program (termasuk kode fungsi dan sub fungsi).
Kolom 1 diisi dengan kode kegiatan.
Kolom 2 diisi dengan uraian kegiatan yang dilaksanakan.
Kolom 3 diisi dengan jumlah realisasi anggaran untuk kegiatan dimaksud pada 2 tahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-2).
Kolom 4 diisi dengan jumlah anggaran untuk kegiatan dimaksud pada tahun anggaran yang berjalan atau setahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-1).
Kolom 5 s.d. Kolom 7 diisi diisi dengan jumlah anggaran untuk kegiatan dimaksud pada tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X), dengan rincian :
Kolom 5 diisi dengan jumlah dana yang telah ditetapkan atau disepakati tahun anggaran sebelumya (Prakiraan Maju TA 200X-1).
Kolom 6 diisi dengan perubahan yaitu perkiraan biaya atas pengaruh inflasi/deflasi, tambahan ataupun pengurangan atas perubahan kapasitas atas program dan kegiatan, ataupun tambahan atau pengurangan atas perubahan program dan kegiatan setelah dilakukan evaluasi program dan kegiatan.
Kolom 7 diisi dengan jumlah kumulatif kolom 5 dan kolom 6.
Kolom 8 diisi sumber dana membiayai jumlah belanja tersebut pada kolom 7, yaitu Rupiah Murni (RM), Pinjaman Luar Negeri (PLN) atau Hibah Luar Negeri (HLN).
Kolom 9 diisi dengan Prakiraan Maju TA 200X+1, yaitu jumlah perkiraan biaya untuk melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan perkiraan kapasitas tahun yang akan datang (TA 200X+1) dengan perkiraan biaya tahun berjalan.
Kolom 10 diisi sumber dana membiayai jumlah belanja tersebut pada kolom 9, yaitu Rupiah Murni (RM), Pinjaman Luar Negeri (PLN) atau Hibah Luar Negeri (HLN). Formulir 1.3 1. Header diisi dengan:
Nama dan kode satuan kerja (termasuk kode kementerian negara/lembaga dan kode unit unit organisasi).
Nama dan kode lokasi (termasuk kode propinsi dan kabupaten/kota).
Nama dan kode program (termasuk kode fungsi dan sub fungsi).
Kolom 1 diisi dengan kode kegiatan.
Kolom 2 diisi dengan uraian kegiatan yang dilaksanakan.
Kolom 3 s.d. Kolom 9 diisi dengan jumlah biaya untuk melaksanakan masing-masing program dan kegiatan yang dirinci berdasarkan jenis belanja. Perhitungan biaya masing-masing program dan kegiatan untuk tiap jenis belanja disesuaikan dengan Formulir 1.5.
Kolom 3 diisi dengan jumlah belanja pegawai yang sudah mengikat, yaitu untuk pembayaran gaji dan tunjangan.
Kolom 4 diisi dengan jumlah belanja pegawai yang tidak mengikat, yaitu untuk pembayaran honor, lembur dan lain-lain belanja pegawai.
Kolom 5 diisi dengan jumlah belanja barang yang sudah mengikat, sebagai contoh biaya langganan daya dan jasa serta pengeluaran lain yang tidak dapat dihindarkan untuk dibiayai.
Kolom 6 diisi dengan jumlah belanja barang yang tidak mengikat, yaitu untuk pembayaran belanja barang dan jasa selain tersebut pada kolom5.
Kolom 7 dan 8 masing-masing diisi dengan belanja modal dan bantuan sosial yang tidak mengikat.
Kolom 9 diisi dengan jumlah belanja dari kolom 3 sampai dengan kolom 8.
Kolom 10 diisi sumber dana membiayai jumlah belanja tersebut pada kolom 9, yaitu Rupiah Murni (RM), Pinjaman Luar Negeri (PLN) atau Hibah Luar Negeri (HLN).
Kolom 11 diisi dengan tingkat kewenangan penggunaan dana sebagaimana tersebut pada kolom 9. Cara pengisian sama dengan Formulir 1.5 kolom 8.
Kolom 12 diisi dengan keterangan lain yang diperlukan. Formulir 1.4 1. Header diisi dengan :
Nama dan kode satuan kerja (termasuk kode kementerian negara/lembaga dan kode unit unit organisasi).
Nama dan kode lokasi (termasuk kode propinsi dan kabupaten/kota).
Nama dan kode program (termasuk kode fungsi dan sub fungsi).
Kolom 1 diisi dengan kode kegiatan.
Kolom 2 diisi dengan uraian kegiatan, kelompok pendapatan, sub kelompok pendapatan dan Mata Anggaran Penerimaan (MAP) yang akan menjadi penerimaan negara pada kegiatan dimaksud.
Kolom 3 diisi dengan jumlah realisasi pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada 2 tahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-2).
Kolom 4 diisi dengan jumlah sasaran pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada setahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-1) atau tahun berjalan.
Kolom 5 diisi dengan jumlah estimasi pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X).
Kolom 6 diisi dengan jumlah estimasi pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada satu tahun setelah yang tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X+1).
Kolom 7 diisi dengan keterangan tambahan yang diperlukan. Formulir 1.5 1. Header diisi dengan:
Nama dan kode satuan kerja (termasuk kode kementerian negara/lembaga dan kode unit unit organisasi).
Nama dan kode lokasi (termasuk kode propinsi dan kabupaten/kota).
Nama dan kode program (termasuk kode fungsi dan sub fungsi).
Kolom 1 diisi dengan kode yang sesuai dengan komlom 2, seperti kode kegiatan, kode sub kegiatan, kode jenis belanja dan kode jenis pengeluaran.
Kolom 2 diisi dengan uraian yang sesuai, yaitu kegiatan, sub kegiatan, jenis belanja dan jenis pengeluaran.
Nama kegiatan sebagaimana tersebut pada Formulir 1.1 kolom 2.
Sub Kegiatan merupakan bagian dari kegiatan yang mempunyai pelaksana tersendiri di bawah kontrol pelaksana kegiatan.
Jenis Belanja diisi dengan nama jenis belanja sebagaimana Klasifikasi Anggaran menunut Jenis Belanja terlampir.
Jenis perhitungan biaya untuk masing-masing jenis belanja dan/atau pengeluaran yang pengeluaran adalah rincian lebih lanjut dari Jenis Belanja.
Kolom 3 penyediaan biaya untuk masing-masing jenis belanja dan/atau pengeluaran pada tahun anggaran berjalan.
Kolom 4,5 dan 6 direncanakan pada tahun anggaran yang direncanakan.
Kolom 4 diisi dengan volume masukan yang dibutuhkan.
Kolom 5 diisi dengan harga satuan atau indeks biaya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku untuk masing-masing masukan.
Kolom 6 diisi dengan biaya pada masing-masing jenis belanja dan atau jenis pengeluaran (perkalian kolom 4 dengan kolom 5).
Kolom 7 diisi dengan sumber dana dan cara penarikan dana yang digunakan untuk membiayai perhitungan biaya tersebut pada kolom 6, yaitu:
Untuk Sumber dana diisi dengan : Rupiah Murni (RM) atau Pinjaman Luar Negeri (PLN) dan Hibah Luar Negeri (HLN).
Untuk Cara Penarikan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri diisi dengan: PL (Pembayaran Langsung), RK (Rekening Khusus) atau PP (Pembiayaan Pendahuluan). Sedangkan untuk Rupiah Murni dikosongkan.
Kolom 8 diisi dengan tingkat kewenangan penggunaan dana sebagaimana tersebut pada kolom 6, yaitu:
KP untuk Kantor Pusat.
KD untuk Kantor Daerah (Instansi Pusat di daerah).
DK untuk Dekonsentrasi.
TP untuk Tugas Perbantuan.
Kolom 9 diisi perhitungan biaya untuk masing-masing jenis belanja dan/atau pengeluaran yang dilakukan pada tahun anggaran berikutnya.
Kolom 10 diisi dengan sumber dana dan cara penarikan yang digunakan untuk membiayai perhitungan biaya tersebut pada kolom 9. Cara pengisian sama dengan kolom 7.
Kolom 11 diisi dengan tingkat kewenangan penggunaan dana sebagaimana tersebut pada kolom 9. Cara pengisian sama dengan kolom 8. Formulir 2.1 1. Header diisi dengan:
Nama dan kode Unit Organisasi (termasuk kode kementerian negara/lembaga).
Nama dan kode Sub Fungsi (termasuk kode fungsi).
Nama dan kode program (termasuk kode fungsi dan sub fungsi).
Sasaran program, yaitu uraian tentang hasil ( outcome ) yang menjadi sasaran program.
Kolom 1 diisi dengan nomor masing-masing kegiatan dan sub nomor untuk masing-masing indikator keluaran dari kegiatan dimaksud.
Kolom 2 diisi dengan nama masing-masing kegiatan dan indikator keluaran dari kegiatan dimaksud. Cara pengisian sama dengan Formulir 1.1 kolom 2.
Kolom 3 diisi dengan satuan keluaran yang akan digunakan untuk menilai atau mengukur barang atau jasa yang dihasilkan.
Kolom 4 sampai dengan Kolom 7 diisi dengan sasaran keluaran yaitu jumlah atau kuantitas yang hendak dicapai oleh Unit Organisasi pada TA tertentu.
Kolom 4 diisi dengan sasaran keluaran yang telah dicapai pada tahun 200X-2 atau 2 tahun sebelum tahun yang direncanakan.
Kolom 5 diisi dengan sasaran keluaran atau kuantitas yang akan dicapai oleh Unit Organisasi pada tahun 200X-1 atau pada tahun anggaran berjalan.
Kolom 6 diisi dengan sasaran keluaran atau kuantitas yang akan dicapai oleh Unit Organisasi pada tahun 200X atau tahun yang direncanakan.
Kolom 7 diisi dengan sasaran keluaran atau kuantitas yang akan dicapai oleh Unit Organisasi pada tahun 200X+1 atau setahun setelah tahun yang direncanakan.
Kolom 8 diisi dengan keterangan tambahan. Formulir 2.2 1. Header diisi dengan :
Nama dan kode Unit Organisasi (termasuk kode kementerian negara/lembaga).
Nama dan kode program (termasuk kode fungsi dan sub fungsi).
Kolom 1 diisi dengan kode program dan kegiatan.
Kolom 2 diisi dengan uraian program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Unit Organisasi.
Kolom 3 diisi dengan jumlah realisasi anggaran untuk kegiatan dimaksud pada 2 tahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-2).
Kolom 4 diisi dengan jumlah anggaran untuk kegiatan dimaksud pada tahun anggaran yang berjalan atau setahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-1).
Kolom 5 s.d. Kolom 7 diisi diisi dengan jumlah anggaran untuk kegiatan dimaksud pada tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X), dengan rincian :
Kolom 5 diisi dengan jumlah dana yang telah ditetapkan atau disepakati tahun anggaran sebelumya (Prakiraan Maju TA 200X-1).
Kolom 6 diisi dengan perubahan yaitu perkiraan biaya atas pengaruh inflasi/deflasi, tambahan ataupun pengurangan atas perubahan kapasitas atas program dan kegiatan, ataupun tambahan atau pengurangan atas perubahan program dan kegiatan setelah dilakukan evaluasi program dan kegiatan.
Kolom 7 diisi dengan jumlah kumulatif kolom 5 dan kolom 6.
Kolom 8 diisi sumber dana membiayai jumlah belanja tersebut pada kolom 7, yaitu Rupiah Murni (RM), Pinjaman Luar Negeri (PLN) atau Hibah Luar Negeri (HLN).
Kolom 9 diisi Kolom 8 diisi dengan tingkat kewenangan penggunaan dana, yaitu:
KP untuk Kantor Pusat.
KD untuk Kantor Daerah (Instansi Pusat di daerah).
DK untuk Dekonsentrasi.
TP untuk Tugas Perbantuan.
Kolom 10 diisi dengan Prakiraan Maju TA 200X+1, yaitu jumlah perkiraan biaya untuk melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan perkiraan kapasitas tahun yang akan datang (TA 200X+1) dengan perkiraan biaya tahun berjalan. Formulir 2.3 1. Header diisi dengan :
Nama dan kode Unit Organisasi (termasuk kode kementerian negara/lembaga.
Nama dan kode program (termasuk kode fungsi dan sub fungsi).
Kolom 1 diisi dengan kode program dan kegiatan.
Kolom 2 diisi dengan uraian program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Unit Organisasi.
Kolom 3 s.d. Kolom 9 diisi dengan jumlah biaya untuk melaksanakan masing-masing program dan kegiatan yang dirinci berdasarkan jenis belanja. Perhitungan biaya masing-masing program dan kegiatan untuk tiap jenis belanja disesuaikan dengan Formulir 1.5.
Kolom 3 diisi dengan jumlah belanja pegawai yang sudah mengikat, yaitu untuk pembayaran gaji dan tunjangan.
Kolom 4 diisi dengan jumlah belanja pegawai yang tidak mengikat, yaitu untuk pembayaran honor, lembur dan lain-lain belanja pegawai.
Kolom 5 diisi dengan jumlah belanja barang yang sudah mengikat, sebagai contoh biaya langganan daya dan jasa serta pengeluaran lain yang tidak dapat dihindarkan untuk dibiayai.
Kolom 6 diisi dengan jumlah belanja barang yang tidak mengikat, yaitu untuk pembayaran belanja barang dan jasa selain tersebut pada kolom5.
Kolom 7 dan 8 masing-masing diisi dengan belanja modal dan bantuan sosial yang tidak mengikat.
Kolom 9 diisi dengan jumlah belanja dari kolom 3 sampai dengan kolom 8.
Kolom 10 diisi sumber dana membiayai jumlah belanja tersebut pada kolom 9, yaitu Rupiah Murni (RM), Pinjaman Luar Negeri (PLN) atau Hibah Luar Negeri (HLN).
Kolom 11 diisi dengan tingkat kewenangan penggunaan dana sebagaimana tersebut pada kolom 9. Cara pengisian sama dengan Formulir 1.5 kolom 8.
Kolom 12 diisi dengan keterangan lain yang diperlukan. Formulir 2.4 1. Header diisi dengan :
Nama dan kode satuan kerja (termasuk kode kementerian negara/lembaga dan kode unit unit organisasi).
Nama dan kode fungsi dan sub fungsi.
Kolom 1 diisi dengan kode program dan kode kegiatan.
Kolom 2 diisi dengan uraian program, kegiatan, kelompok pendapatan, sub kelompok pendapatan dan Mata Anggaran Penerimaan (MAP) yang akan menjadi penerimaan negara pada program dan kegiatan dimaksud.
Kolom 3 diisi dengan jumlah realisasi pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada 2 tahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-2).
Kolom 4 diisi dengan jumlah sasaran pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada setahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-1) atau tahun berjalan.
Kolom 5 diisi dengan jumlah estimasi pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X).
Kolom 6 diisi dengan jumlah estimasi pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada satu tahun setelah yang tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X+1).
Kolom 7 diisi dengan keterangan tambahan yang diperlukan. Formulir 3.1 1. Header diisi dengan:
Nama dan kode kode kementerian negara/lembaga.
Nama dan kode Sub Fungsi (termasuk kode fungsi).
Nama dan kode program (termasuk kode fungsi dan sub fungsi).
Sasaran program, yaitu uraian tentang hasil ( outcome ) yang menjadi sasaran program.
Kolom 1 diisi dengan nomor masing-masing kegiatan dan sub nomor untuk masing-masing indikator keluaran dari kegiatan dimaksud.
Kolom 2 diisi dengan nama masing-masing kegiatan dan indikator keluaran dari kegiatan dimaksud. Cara pengisian sama dengan Formulir 1.1 kolom 2.
Kolom 3 diisi dengan satuan keluaran yang akan digunakan untuk menilai atau mengukur barang atau jasa yang dihasilkan.
Kolom 4 sampai dengan Kolom 7 diisi dengan sasaran keluaran yaitu jumlah atau kuantitas yang hendak dicapai oleh Unit Organisasi pada kementerian negara/lembaga pada TA tertentu.
Kolom 4 diisi dengan sasaran keluaran yang telah dicapai pada tahun 200X-2 atau 2 tahun sebelum tahun yang direncanakan.
Kolom 5 diisi dengan sasaran keluaran atau kuantitas yang akan dicapai oleh Unit Organisasi pada tahun 200X-1 atau pada tahun anggaran berjalan.
Kolom 6 diisi dengan sasaran keluaran atau kuantitas yang akan dicapai oleh Unit Organisasi pada tahun 200X atau tahun yang direncanakan.
Kolom 7 diisi dengan sasaran keluaran atau kuantitas yang akan dicapai oleh Unit Organisasi pada tahun 200X+1 atau setahun setelah tahun yang direncanakan.
Kolom 8 diisi dengan keterangan tambahan. Formulir 3.2 1. Header diisi dengan nama dan kode kementerian negara/lembaga.
Kolom 1 diisi dengan kode unit organisasi, program dan kegiatan.
Kolom 2 diisi dengan nama unit organisasi, uraian program dan kegiatan.
Kolom 3 diisi dengan jumlah realisasi anggaran untuk kegiatan dimaksud pada 2 tahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-2).
Kolom 4 diisi dengan jumlah anggaran untuk kegiatan dimaksud pada tahun anggaran yang berjalan atau setahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-1).
Kolom 5 s.d. Kolom 7 diisi diisi dengan jumlah anggaran untuk kegiatan dimaksud pada tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X), dengan rincian :
Kolom 5 diisi dengan jumlah dana yang telah ditetapkan atau disepakati tahun anggaran sebelumya (Prakiraan Maju TA 200X-1).
Kolom 6 diisi dengan perubahan yaitu perkiraan biaya atas pengaruh inflasi/deflasi, tambahan ataupun pengurangan atas perubahan kapasitas atas program dan kegiatan, ataupun tambahan atau pengurangan atas perubahan program dan kegiatan setelah dilakukan evaluasi program dan kegiatan.
Kolom 7 diisi dengan jumlah kumulatif kolom 5 dan kolom 6.
Kolom 8 diisi sumber dana membiayai jumlah belanja tersebut pada kolom 7, yaitu Rupiah Murni (RM), Pinjaman Luar Negeri (PLN) atau Hibah Luar Negeri (HLN).
Kolom 9 diisi Kolom 8 diisi dengan tingkat kewenangan penggunaan dana, yaitu:
KP untuk Kantor Pusat.
KD untuk Kantor Daerah (Instansi Pusat di daerah).
DK untuk Dekonsentrasi.
TP untuk Tugas Perbantuan.
Kolom 10 diisi dengan Prakiraan Maju TA 200X+1, yaitu jumlah perkiraan biaya untuk melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan perkiraan kapasitas tahun yang akan datang (TA 200X+1) dengan perkiraan biaya tahun berjalan. Formulir 3.3 1. Header diisi dengan nama dan kode kementerian negara/lembaga.
Kolom 1 diisi dengan kode unit organisasi, program dan kegiatan.
Kolom 2 diisi dengan nama unit organisasi, uraian program dan kegiatan.
Kolom 3 s.d. Kolom 9 diisi dengan jumlah biaya untuk melaksanakan masing-masing program dan kegiatan yang dirinci berdasarkan jenis belanja. Perhitungan biaya masing-masing program dan kegiatan untuk tiap jenis belanja disesuaikan dengan Formulir 1.5.
Kolom 3 diisi dengan jumlah belanja pegawai yang sudah mengikat, yaitu untuk pembayaran gaji dan tunjangan.
Kolom 4 diisi dengan jumlah belanja pegawai yang tidak mengikat, yaitu untuk pembayaran honor, lembur dan lain-lain belanja pegawai.
Kolom 5 diisi dengan jumlah belanja barang yang sudah mengikat, sebagai contoh biaya langganan daya dan jasa serta pengeluaran lain yang tidak dapat dihindarkan untuk dibiayai.
Kolom 6 diisi dengan jumlah belanja barang yang tidak mengikat, yaitu untuk pembayaran belanja barang dan jasa selain tersebut pada kolom 5.
Kolom 7 dan 8 masing-masing diisi dengan belanja modal dan bantuan sosial yang tidak mengikat.
Kolom 9 diisi dengan jumlah belanja dari kolom 3 sampai dengan kolom 8.
Kolom 10 diisi sumber dana membiayai jumlah belanja tersebut pada kolom 9, yaitu Rupiah Murni (RM), Pinjaman Luar Negeri (PLN) atau Hibah Luar Negeri (HLN).
Kolom 11 diisi dengan tingkat kewenangan penggunaan dana sebagaimana tersebut pada kolom 9. Cara pengisian sama dengan Formulir 1.5 kolom 8.
Kolom 12 diisi dengan keterangan lain yang diperlukan. Formulir 3.4 1. Header diisi dengan nama dan kode kementerian negara/lembaga.
Kolom 1 diisi dengan kode Unit Organisasi, kode program dan kode kegiatan.
Kolom 2 diisi dengan nama Unit Organisasi, uraian program, kegiatan, kelompok pendapatan, sub kelompok pendapatan dan Mata Anggaran Penerimaan (MAP) yang akan menjadi penerimaan negara pada program dan kegiatan dimaksud.
Kolom 3 diisi dengan jumlah realisasi pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada 2 tahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-2).
Kolom 4 diisi dengan jumlah sasaran pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada setahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-1) atau tahun berjalan.
Kolom 5 diisi dengan jumlah estimasi pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X).
Kolom 6 diisi dengan jumlah estimasi pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada satu tahun setelah yang tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X+1).
Kolom 7 diisi dengan keterangan tambahan yang diperlukan. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Perfilman
Relevan terhadap
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 30 Maret 1992 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Maret 1992 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd MOERDIONO PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN UMUM Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara ditegaskan bahwa kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, rasa dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap kehidupan bangsa. Budaya bangsa yang merupakan pencerminan nilai-nilai luhur bangsa terus dipelihara, dibina dan dikembangkan guna. memperkuat penghayatan dan pengamalan Pancasila, meningkatkan kualitas hidup, mempertebal rasa harga diri dan kebanggaan nasional, serta memperkokoh jiwa persatuan dan kesatuan. Film sebagai karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar, pembinaan dan pengembangannya diarahkan untuk mampu memantapkan nilai-nilai budaya bangsa, menggelorakan semangat pengabdian dan perjuangan bangsa, memperkokoh persatuan dan kesatuan, mempertebal kepribadian dan mencerdaskan bangsa, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia, yang pada gilirannya akan memantapkan ketahanan nasional. Dengan bertolak dari pedoman tersebut, maka pengaturan perfilman sebagai hasil dan sekaligus cerminan budaya perlu diarahkan sehingga mampu memperkuat upaya pembinaan kebudayaan nasional. Pengaturan perfilman bukan saja dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah dan kualitas produksi film Indonesia dalam fungsinya sebagai komoditi ekonomi, tetapi juga mengukuhkan fungsinya sebagai sarana penerangan, pendidikan, dan hiburan. Masalah ini menjadi semakin penting, terutama apabila dikaitkan dengan kenyataan bahwa peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai landasan pembinaan dan pengembangan perfilman Indonesia sudah tidak memadai karena hanya mengatur segi-segi tertentu dalam kegiatan perfilman secara terpisah, yang seringkali tidak berkaitan satu dengan yang lain. Maka, berdasarkan hal tersebut, disusunlah Undang-undang tentang Perfilman. Melalui Undang-undang ini, upaya pengaturan perfilman Indonesia diusahakan agar tidak saja menjangkau seluruh aspek perfilman, tetapi juga diarahkan pada perwujudan tatanan kehidupan perfilman secara utuh. Pengaturan perfilman dalam Undang-undang ini disusun berdasarkan pokok-pokok pemikiran sebagai berikut :
Menegaskan secara jelas bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan filosofis dan konstitusional yang merupakan panduan dalam menumbuhkan dan mengembangkan perfilman di Indonesia sehingga sebagai salah satu sarana pengembangan budaya bangsa, film tetap mampu memperkuat kebudayaan nasional dan mencerminkan pandangan hidup bangsa serta nilai budaya bangsa.
Tersusunnya landasan yuridis dan sosiologis yang mampu menjaga keseimbangan antara aspek idiil sebagaimana diarahkan oleh GBHN dan aspek ekonomi dalam usaha perfilman yang dalam pengembangannya harus tetap sesuai dengan jiwa Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam upaya mewujudkan iklim yang sehat bagi perfilman Indonesia, pembinaan dan pengembangan perfilman dilakukan terhadap berbagai kegiatan perfilman secara menyeluruh dan terpadu sejak tahap produksi sampai dengan tahap pertunjukan atau penayangannya dalam suatu mata rantai yang berkesinambungan dengan memperhatikan berbagai kepentingan, melalui berbagai perizinan sehingga tercapai hasil yang optimal sejalan dengan dasar, arah, dan tujuan penyelenggaraan perfilman. Termasuk dalam pembinaan dan pengembangan ini adalah upaya menciptakan iklim yang dapat memacu pertumbuhan produksi film Indonesia serta bimbingan dan perlindungan agar penyelenggaraan usaha dapat berlangsung secara harmonis, saling mengisi, dan mencegah adanya tindakan yang menjurus pada persaingan yang tidak sehat ataupun pemusatan pada satu tangan atau satu kelompok.
Untuk menjaga agar kehidupan dan pertumbuhan perfilman dapat tetap berjalan seiring dengan pandangan hidup dan kebudayaan bangsa, serta melindungi masyarakat akan dampak negatif yang diakibatkan, maka setiap film yang akan diedarkan, diekspor, dipertunjukkan, dan/atau ditayangkan harus disensor terlebih dahulu.
Mengingat dampak yang dapat diakibatkan oleh film, maka tindak pidana di bidang perfilman diberi sanksi yang cukup berat. Dengan latar belakang pemikiran tadi, Filmordonnantie 1940 (Staatsblad Tahun 1940 Nomor 507) dan Undang-undang Nomor 1 Pnps Tahun 1964 tentang Pembinaan Perfilman (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2622) dinyatakan tidak berlaku lagi. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 Yang termasuk film sebagai media komunikasi massa pandang-dengar (audio-visual) dalam Undang-undang ini ialah :
yang dibuat dengan bahan baku pita seluloid melalui proses kimiawi, yang lazim disebut film;
yang dibuat dengan bahan pita video atau piringan video melalui proses elektronik, yang lazim disebut rekaman video;
yang dibuat dengan bahan baku lainnya atau melalui proses lainnya sebagai hasil perkembangan teknologi, dikelompokkan sebagai media komunikasi massa pandang-dengar. Angka 2 Cukup jelas Angka 3 Cukup jelas Angka 4 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Arah dalam Pasal ini dimaksudkan untuk memberikan wawasan agar perfilman Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan fungsinya. Dengan arah tersebut, perfilman Indonesia dibina dan dikembangkan sehingga terhindar dari ciri-ciri yang merendahkan nilai budaya, mengganggu upaya pembangunan watak dan kepribadian, memecah kesatuan dan persatuan bangsa, mengandung unsur pertentangan antar suku, agama, ras, dan asal-usul, ataupun menimbulkan gangguan terhadap ketertiban dan rasa kesusilaan pada umumnya. Dengan arah itu pula, sebaliknya diupayakan agar potensi nasional di bidang perfilman dapat berkembang dan maju dalam kerangka keserasian dan keseimbangan usaha antar unsur perfilman pada umumnya. Pasal 4 Film sebagai produk seni dan budaya mempunyai peranan yang penting bagi pengembangan budaya bangsa; untuk itu, perlu terus dipelihara, dibina, dan dikembangkan sehingga mampu menjadi salah satu sarana penunjang pembangunan nasional. Pasal 5 Undang-undang ini mengakui adanya fungsi-fungsi film tersebut sebagai kenyataan dan keperluan. Lihat pula Penjelasan Umum. Oleh karena itu, fungsi-fungsi tersebut dikembangkan secara seimbang. Pasal 6 Yang dimaksud dengan film berita adalah rekaman kejadian/peristiwa aktual yang dibuat dalam bentuk film dan ditayangkan melalui media elektronik. Pengaturan lebih lanjut mengenai film berita diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, film merupakan salah satu jenis karya rekam yang salinan rekamannya (copynya) wajib diserahkan kepada instansi/lembaga penyimpan yang ditunjuk dalam undang-undang tersebut. Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 9 Ayat (1) Pada hakikatnya, usaha perfilman dilakukan oleh badan hukum, yaitu perseroan terbatas atau koperasi atau bentuk lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk usaha-usaha perfilman berskala kecil seperti usaha pertunjukan film secara berkeliling dan usaha penjualan dan/atau penyewaan rekaman dalam bahan pita video atau piringan video, disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat (2) Izin usaha perfilman dimaksud adalah izin yang dikeluarkan oleh Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan perfilman. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 10 Oleh karena banyaknya unsur yang terlibat dalam kegiatan perfilman dan eratnya keterkaitan antara satu dengan yang lain, wajarlah apabila kegiatan masyarakat perfilman itu berlandaskan kode etik yang harus ditaati bersama. Hal ini penting karena terkaitnya aspek usaha dan aspek keahlian saling melengkapi dan tidak sepenuhnya dapat dijangkau oleh ketentuan yang bersifat formal. Masyarakat perfilman adalah himpunan sekelompok warga negara Indonesia berdasarkan kesamaan profesi dan/atau kegiatan di bidang perfilman. Kode etik adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh masyarakat perfilman secara tertulis sebagai landasan dan ukuran tingkah laku yang harus dipatuhi oleh insan perfilman dalam menjalankan profesinya masing-masing.
Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Yang dimaksud dengan laboratorium pengolahan film adalah tempat memproses pita seluloid yang telah berisi rekaman gambar (exposed) sehingga menjadi film negatif induk. Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Yang dimaksud dengan pencetakan film adalah perbanyakan dari film negatif induk menjadi sejumlah salinan rekaman (copy) positif. Penggandaan film adalah perbanyakan pita video atau piringan video dan/atau hasil penemuan teknologi lainnya. Huruf h Pencantuman sarana lainnya di sini dimaksudkan untuk menampung perkembangan usaha jasa teknik pada masa yang akan datang sesuai dengan perkembangan teknologi. Pasal 19 Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dan kelancaran ekspor film yang sudah lulus sensor, baik oleh perusahaan ekspor maupun oleh perusahaan yang menjualnya atau perusahaan yang berusaha di bidang pengedaran film. Di samping memenuhi ketentuan perizinan di bidang perfilman, perusahaan tersebut tetap harus memenuhi ketentuan perizinan untuk ekspor. Pasal 20 Berbeda dengan usaha ekspor film, usaha impor film hanya dapat dilakukan oleh perusahaan impor yang memiliki izin usaha perfilman. Hal ini disebabkan karena impor hanya dilakukan atas dasar pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Dengan mengimpor film yang bermutu baik dan selaras dengan arah dan tujuan perfilman diharapkan dapat merangsang pertumbuhan produksi dan peningkatan mutu film Indonesia. Pasal 22 Dalam ketentuan ini yang dimaksudkan dengan di tempat kedudukan lembaga sensor film adalah di Ibukota Negara Republik Indonesia. Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan film untuk tujuan khusus adalah film untuk tujuan tertentu seperti film pendidikan, film instruksi, film untuk keperluan seminar, atau festival yang tidak bersifat komersial. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 24 Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dan kelancaran pengedaran film secara langsung oleh perusahaan pembuatan film untuk produksinya sendiri. Yang dimaksud dengan pengedaran meliputi kegiatan penyebarluasan film dan reklame film kepada konsumen. Pasal 25 Film yang dimaksud meliputi film dan reklame film, baik hasil produksi perusahaan pembuatan film dalam negeri maupun film impor. Pasal 26 Ayat (1) Ketentuan ini dimaksudkan agar film yang diedarkan tidak menimbulkan dampak negatif yang terkait dengan nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat di daerah yang bersangkutan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 27 Ayat (1) Pertunjukan film adalah pemutaran film dalam bentuk pita seluloid yang dilakukan melalui proyektor mekanik dalam gedung atau tempat yang diperuntukkan bagi pertunjukan film. Ayat (2) Penayangan film adalah pemutaran film dalam bentuk pita seluloid, pita video, dan piringan video yang dilakukan melalui proyektor elektronik dari stasiun pemancar penyiaran dan/atau perangkat elektronik lainnya. Pasal 28 Ayat (1) Gedung yang dibangun untuk pertunjukan film lazim disebut gedung bioskop. Yang dimaksud dengan tempat adalah ruang yang bukan gedung, yang diperuntukkan bagi pertunjukan film. Ayat (2) Ketentuan ini lebih bersifat kelonggaran yang diberikan bagi keperluan tertentu seperti:
kegiatan sosial masyarakat, acara keluarga, acara perkawinan, dan kegiatan lainnya untuk penerangan/penyuluhan dan hiburan yang dilakukan oleh Pemerintah atau badan-badan/organisasi lainnya dengan tidak memungut bayaran;
pertunjukan film secara berkeliling dengan memungut bayaran. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Pengaturan penayangan film sesuai dengan penggolongan usia penonton dilakukan sesuai dengan waktu yang tepat dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Ayat (1) Maksud ketentuan ini adalah untuk memungkinkan Pemerintah dapat menarik suatu film dari peredaran, pertunjukan, dan/atau penayangan terhadap film yang telah lulus sensor apabila film yang bersangkutan ternyata menimbulkan gangguan keamanan, ketertiban, ketenteraman, atau keselarasan hidup masyarakat. Ayat (2) Ayat ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada produser atau pemilik film yang merasa dirugikan untuk membela haknya dengan mengajukan gugatan terhadap pemerintah melalui peradilan. Pasal 32 Untuk dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan bagi masyarakat Indonesia, diperlukan izin dari departemen yang membidangi pembinaan perfilman. Apabila pertunjukan dan/atau penayangan di luar lingkungan perwakilan asing, diperlukan izin keramaian dan pertunjukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengesahan Persetujuan Perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Opini Teks Ariza Ayu Ramadhani, pegawai Biro KLI Sekretariat Jenderal *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. MEDIAKEUANGAN 36 Potensi Pertumbuhan Ekonomi PELAJARAN DARI PANDEMI UNTUK S ebelum COVID-19, sejarah mencatat kemunculan empat pandemi selama abad ke-21 yaitu N1H1 atau flu burung di tahun 2009, SARS di tahun 2002, MERS di tahun 2012 dan Ebola di tahun 2013 – 2014. Dari kelima pandemi tersebut, tingkat fatalitas COVID-19 memang bukan yang tertinggi, tapi yang paling mudah menular dari manusia ke manusia sehingga persebarannya sangat cepat. Dari data WHO, sejak Desember 2019 sampai Juni 2020 tercatat 7,69 juta kasus COVID-19 di seluruh dunia. Negara-negara yang terjangkit wabah COVID-19 mulanya mengalami krisis kesehatan yang selanjutnya menjalar ke krisis ekonomi dan berpotensi menuju ke krisis sektor keuangan. Adanya wabah yang sangat mudah menular dari manusia ke manusia menyebabkan negara harus membuat kebijakan pembatasan aktivitas fisik seperti bekerja, sekolah, dan rekreasi yang berarti juga menghentikan aktivitas ekonomi. Di Indonesia, pembatasan fisik ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi di kuartal I/2020 hanya sebesar 2,97%. Sebagai perbandingan, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal yang sama di tahun 2019 adalah sebesar 5,19%. Hantaman krisis diprediksi paling berat terjadi di kuartal kedua dengan pertumbuhan ekonomi di bawah nol. Studi yang dilakukan Simon Wren- Lewis, Ekonom Universitas Oxford, menunjukkan bahwa dampak terbesar dari pandemi terhadap ekonomi diprediksi terjadi selama 3 sampai 6 bulan dengan penurunan pertumbuhan ekonomi kurang lebih sebesar lima persen (5%). Setelah periode tersebut, pertumbuhan ekonomi akan kembali melaju (bounce-back) . Oleh karena itu, di samping terus menangani COVID-19 baik dari sisi kesehatan maupun dampaknya terhadap masyarakat, kita dapat bersiap untuk memetik pelajaran dari COVID-19 ini untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi di masa depan. Human Capital Studi mengenai teori Pertumbuhan Ekonomi Endogenous menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara lebih ditentukan oleh sumber daya manusia ( human capital ) dan inovasi yang dilakukan di dalam sebuah sistem perekonomian melalui research and development (R&D). Teori ini pertama kali muncul di tahun 1962 yang terus menjadi perhatian para ekonom hingga saat ini. Sebelum pandemi COVID-19, berbagai universitas terbaik di dunia telah banyak membuka kelas daring. Kita juga mengenal platform belajar seperti coursera atau udemy untuk meningkatkan kemampuan melalui kelas daring baik berbayar maupun tidak berbayar. Kelas-kelas ini memberikan kesempatan kepada pesertanya untuk belajar dari para profesor atau ahli terkemuka dari universitas atau institusi terbaik di dunia dengan harapan memperkecil gap ilmu pengetahuan. Di masa pandemi COVID-19, adanya kebijakan pembatasan fisik memaksa sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan pembelajaran daring, kantor-kantor untuk tetap beroperasi dengan pegawai yang bekerja dari rumah, dan komunikasi yang dilakukan tanpa kegiatan tatap muka. Kondisi ini memaksa banyak orang untuk beradaptasi dengan cepat, menyamankan diri dengan pertemuan- pertemuan virtual termasuk webinar, briefing , dan training yang sangat berdampak pada akselerasi sharing knowledge antar manusia dan antar institusi yang seolah tanpa batas. Nyatanya, produktivitas organisasi tetap terjaga atau bahkan meningkat dengan adanya work from home (WFH) ini. CEO Twitter, misalnya, memberlakukan WFH selama-lamanya karena kinerja perusahaannya tidak terganggu dengan keterpaksaan WFH selama pandemi. Kondisi ini seharusnya dapat dimanfaatkan untuk mengurangi kesenjangan informasi dan kesempatan, misalnya antara masyarakat perkotaan- perdesaan. Program peningkatan kualitas SDM perdesaan misalnya melalui Dana Desa, dapat difokuskan untuk memberikan edukasi mengenai pelatihan-pelatihan daring yang bisa diakses. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia diharapkan dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi di tahun-tahun mendatang. Inovasi Inovasi dapat tercipta melalui sumber daya manusia yang berkualitas, seperti yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya, dan juga melalui perkembangan teknologi. Berbeda dengan inovasi berupa penemuan- penemuan baru seperti yang terjadi berabad-abad lalu, beberapa ekonom dunia mempercayai bahwa inovasi yang terjadi saat ini dapat disebut sebagai “ creative destruction ” yang berarti melakukan perbaikan dan peningkatan atas hal-hal yang sebenarnya sudah ada. Argumentasi ini pertama kali dicetuskan oleh ekonom Austria, Joseph Schumpeter (1942) dan diperbaharui oleh banyak ekonom hingga saat ini. Di Indonesia, 60 persen tenaga kerja diserap oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Di masa pandemi ini, UMKM atau SME termasuk golongan yang paling terdampak COVID-19. Menurut beberapa studi, UMKM yang memanfaatkan teknologi dalam usahanya, terbukti lebih kuat dalam menghadapi guncangan eksternal. Hal ini mungkin terjadi karena penggunaan teknologi dapat berarti administrasi yang lebih tertata, pembukuan yang tertib, pemasaran melalui marketplace , sehingga memungkinkan usaha tersebut tetap bertahan di masa pembatasan fisik seperti saat ini. Setelah pandemi berakhir, perusahaan-perusahaan besar di bidang teknologi informasi dan juga start-up unicorn dapat mendukung pemulihan ekonomi dan bahkan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui digitalisasi UMKM baik dengan memberikan dukungan berupa modal, infrastruktur atau berbagi keahlian yang spesifik untuk tujuan tersebut. Melalui UMKM yang kuat, angka pengangguran berkurang, penerimaan negara bertambah, sehingga pertumbuhan ekonomi juga meningkat. Untuk menjadikan human capital dan inovasi sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia, diperlukan poin ketiga, yaitu perubahan pola pikir. Pola pikir bahwa akses terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibuka untuk semua golongan masyarakat. Upaya ini perlu mendapatkan perhatian baik dari regulator (pemerintah) maupun dari universitas-universitas terbaik dan juga perusahaan-perusahaan besar agar ketimpangan pendidikan dan keahlian tidak semakin melebar di Indonesia. Ilustrasi A. Wirananda
Opini Excess Profit Tax sebagai Solusi *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. Teks Rinaldi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak MEDIAKEUANGAN 40 Ilustrasi A. Wirananda yaitu pendapatan dari kekayaan negara yang dipisahkan tumbuh 799.504,33 persen ( yoy ). Inilah salah satu faktor yang mendorong capaian pertumbuhan penerimaan negara menjadi 3,23 persen ( yoy ) sehingga meng- off set realisasi belanja negara yang realisasinya hampir sama dengan capaian tahun lalu. Bagaimana dengan penerimaan pajak? jawabannya adalah “babak belur”, hanya PPN/PPnBM dan PBB (sektor P3) yang pertumbuhannya positif, lainnya negatif, bahkan penerimaan PPh Badan yang seharusnya mencapai peak -nya pada bulan April (jatuh tempo pelaporan SPT PPh Badan pada 30 April), pertumbuhan penerimaannya -15,23 persen. Kebijakan pajak yang telah diambil pemerintah Indonesia Kemenkeu menjelaskan bahwa pertumbuhan penerimaan PPN/PPnBM yang positif ini ditopang oleh PPN Dalam Negeri (PPN DN) yang masih tumbuh 10,09 persen, hal ini mengindikasikan masih kuatnya transaksi penyerahan barang dan jasa penerimaan. Namun situasi ini bisa berubah mengkhawatirkan karena penerimaan PPN pada bulan-bulan berikutnya hampir dapat dipastikan menurun jauh dengan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah. Sementara itu, pemberian insentif pajak terus dioptimalkan, misalnya melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 yang dialokasikan sebesar Rp123,01 triliun. Jika penerimaan negara terus menurun, sementara kebutuhan belanja negara terus meningkat, bisa dipastikan angka defisit akan melonjak drastis. Kembali ke kebijakan insentif pajak, pemerintah tentu telah memperhitungkan dampak dari insentif ini terhadap penerimaan negara, namun permasalahannya adalah apakah insentif ini benar-benar bisa dimanfaatkan oleh Wajib Pajak yang terdampak COVID-19? Apakah insentif PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) menjamin pekerja tidak di PHK? Apakah insentif restitusi PPN dipercepat menjamin usaha mereka tetap berkesinambungan? Terkait hal ini, menarik untuk dilihat pendapat dua pakar ekonomi dari Universitas California yaitu Saez dan Zucman. Mereka mengkritisi kebijakan yang diambil oleh pemerintah Amerika dalam menghadapi COVID-19. Krisis yang dihadapi dunia saat ini berbeda dengan krisis pada tahun 2008-2009. Kala itu bencana yang dihadapi adalah bencana yang secara langsung menyebabkan perusahaan mereka hancur, yaitu bencana krisis keuangan akibat bangkrutnya Lehman Brothers. Namun bencana yang terjadi saat ini adalah bencana kesehatan, yang mungkin tidak semua perusahaan terkena dampak langsung dari bencana ini. Banyak juga perusahaan yang malah meraup untung dari COVID-19 ini. Di saat banyak pabrik menutup usaha mereka, penjualan Amazon justru meningkat, bisnis Cloud meningkat, jumlah akses ke Facebook juga meningkat. Belum lagi jika melihat aplikasi webinar yang marak digunakan saat para pekerja “bekerja dari rumah” di masa pandemi ini. Excess Profit Tax sebagai solusi kebijakan pajak di tengah COVID-19 Melihat tidak semua perusahaan terkena dampak negatif dari COVID-19 ini, maka mereka mengusulkan agar pemerintah bisa mengkaji penerapan “ Excess Profit Tax (EPT)”. EPT adalah suatu pajak yang dikenakan kepada perusahaan yang mendapatkan keuntungan (profit) lebih dari suatu margin tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebagai contoh, pada tahun 1918, saat terjadi resesi ekonomi pasca Perang Dunia I, Amerika menerapkan EPT bagi perusahaan yang mencetak Return on Invested Capital (ROC) atau pengembalian investasi modal di atas 8 persen. Tarif EPT yang dikenakan pada saat itu progresif antara 20 hingga 60 persen. Kebijakan yang sama juga diterapkan pada tahun 1940, saat Perang Dunia II dan saat Perang Korea. Kebijakan pengenaan EPT ini mempunyai tujuan yang sama yaitu memastikan bahwa tidak ada pihak yang mengambil untung secara berlebihan pada saat pihak lain merasakan penderitaan. Apakah hal ini bisa diterapkan di Indonesia? Untuk menjawabnya, ada baiknya kita kembali lagi ke realisasi APBN 2020 sampai dengan April 2020. Dari segi realisasi penerimaan pajak sektoral non-Migas, non-PBB, dan non-PPh DTP, dapat dilihat bahwa ada beberapa sektor yang mengalami pertumbuhan, seperti industri pengolahan serta jasa keuangan dan asuransi, yang masing-masing tumbuh 4,68 persen dan 8,16 persen. Kedua sektor ini menopang 45,3 persen dari total realisasi penerimaan pajak. Statistik ini menunjukkan bahwa tidak semua sektor terkena dampak negatif COVID-19 (walaupun masih diperlukan analisis mendalam terhadap hal ini, karena Maret dan April merupakan masa awal pandemi). Oleh sebab itu, menurut Penulis, kebijakan Excess Profit Tax layak dipertimbangkan sebagai suatu solusi kebijakan fiskal mengatasi dampak ekonomi yang disebabkan oleh COVID-19. Kebijakan ini terkesan tidak lazim diterapkan di negara manapun termasuk Amerika sekalipun apalagi di Indonesia, namun perlu diingat bahwa seperti yang dikatakan Sri Mulyani: “ Extraordinary situation needs extraordinary policy”, dan kita, Indonesia, sedang menghadapi kondisi extraordinary tersebut. P ada 20 Mei 2020, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru saja merilis realisasi APBN 2020 hingga 30 April 2020. Jika dilihat pada rilis tersebut, realisasi terlihat cukup bagus, defisit APBN sebesar Rp74,47 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi defisit pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp100,3 triliun. Namun, jika kita mengkaji lebih dalam dari realisasi defisit ini, maka terlihat penyebab “rendahnya” angka defisit ini adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang pertumbuhannya mencapai 21,70 persen ( yoy ). Salah satu sub-PNBP Ilustrasi A. Wirananda
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Opini Teks Rahma Aziza Fitriana, pegawai Balai Diklat Keuangan Denpasar *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. MEDIAKEUANGAN 36 Kebijakan New Normal yang Dipilih Pemerintah MENGATASI KESALAHPAHAMAN K ebijakan new normal yang dipilih pemerintah menuai pro kontra. Banyak pihak beranggapan bahwa kebijakan ini diambil terlalu dini mengingat jumlah kasus penderita virus COVID-19 di Indonesia belum menunjukkan penurunan. Masyarakat beranggapan bahwa kebijakan new normal tidak berpihak pada keselamatan masyarakat. Lantas, benarkah hal tersebut? Dalam penulisan opini ini, penulis membagikan kuisioner sebagai penilitan awal kepada 40 responden. Responden tersebut merupakan WNI yang tersebar di berbagai daerah. Sebanyak 57,5% responden berusia 18-25 tahun dan sisanya diatas 25 tahun. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa 77,5% responden beranggapan kebijakan new normal yang dilakukan pemerintah lebih berpihak pada aspek ekonomi ketimbang keselamatan jiwa. Hasil ini sesuai dengan isu yang beredar di masyarakat bahwasanya pemerintah lebih mementingkan sisi ekonomi yang mengalami krisis akibat pandemi ketimbang keselamatan masyarakat. Proyeksi pertumbuhan ekonomi sebelum COVID-19 berada di angka 5,3%. Akan tetapi, setelah terjadi pandemi, proyeksi itu ada di angka 2,3% untuk skenario berat dan -0,4% untuk skenario sangat berat. Pertumbuhan ekonomi yang turun drastis menjadi penyebab pemutusan hubungan kerja besar-besaran dan meningkatnya jumlah pengangguran. Akibatnya, jumlah masyarakat miskin semakin bertambah. Potensi dampak sosial yang terjadi akibat COVID-19 menunjukkan angka yang fantastis. Diperkirakan jumlah kemiskinan akan bertambah sebesar 1,89 juta orang pada skenario berat dan 4,86 juta orang pada skenario sangat berat. Jumlah penganguran pun akan naik sebesar 2,92 juta orang pada skenario berat dan 5,23 juta orang pada skenario sangat berat. Pemerintah selaku pembuat kebijakan melakukan langkah extraordinary untuk menangani pandemi ini. Dana sebesar Rp 695,2 triliun yang dilokasikan untuk mengatasi COVID-19 adalah bukti keseriusan pemerintah. Dana tersebut didistribusikan melalui kebijakan kesehatan, social safety net, dukungan industri, dan Program Pemulihan Ekonomi (PEN). Kita telah melihat berbagai upaya pemerintah untuk mengatasi pandemi ini baik dari segi kesehatan maupun dari segi perekonomian. Akan tetapi, apakah data-data terkait proyeksi pertumbuhan ekonomi, kenaikan jumlah pengangguran dan kemiskinan, serta dana yang dikeluarkan pemerintah untuk berbagai aspek sampai ke masyarakat? Sebanyak 62,5% responden tidak mengetahui jumlah kenaikan angka pengangguran dan kemiskinan yang terjadi akibat COVID-19. Artinya, masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui berapa angka pasti kenaikan jumlah pengangguran dan kemiskinan. Masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui berapa jumlah orang miskin baru yang timbul akibat pandemi ini. Hal tersebut mendorong terjadinya penyepelean masalah ekonomi dalam benak masyarakat. Sebanyak 72,5% responden tidak mengetahui nominal yang dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi pandemi COVID-19. Ketidaktahuan masyarakat mendorong terjadinya asumsi bahwa pemerintah tidak serius dalam menangani masalah ini. Padahal, jika kita cermati data-data di atas, pemerintah telah mengeluarkan nominal yang tidak sedikit untuk berbagai aspek. Timbul pertanyaan, mengapa data-data di atas tidak sampai ke masyarakat? Apakah pemerintah tidak mensosialisasikan kebijakan- kebijakan yang dilakukan selama pandemi? Sebanyak 80% responden beranggapan bahwa pemerintah tidak memberikan informasi yang jelas terkait kebijakan-kebijakan yang dilakukan selama pandemi. Padahal, apabila kita cermati bersama, pemerintah telah menginformasikan kebijakan-kebijakan yang dilakukan melalui berbagai media, utamanya media sosial instagram. Melalui akun media sosial @ kemenkeuri, pemerintah telah membuka data-data di atas. Mulai dari proyeksi pertumbuhan ekonomi, jumlah kenaikan pengangguran dan kemiskinan, belanja dan pendapatan negara, sampai program-program yang pemerintah canangkan untuk mengatasi pandemi ini. Kebijakan new normal yang dipilih pemerintah pun tidak serta merta membebaskan kegiatan masyarakat secara keseluruhan. Ada tahapan atau fase-fase yang disesuaikan dengan tingkat kesiapan dalam mematuhi syarat yang dikedepankan. Evaluasi terhadap pelaksanaan new normal pada setiap fase juga dilakukan. Hal ini merupakan bukti bahwa pemerintah mengutamakan aspek keselamatan jiwa dan aspek ekonomi secara berdampingan. Tidak bisa dipungkiri, ada pelonjakan jumlah kasus COVID-19 saat pemerintah melakukan kebijakan new normal di sebagian daerah. Hal ini menjadi masukan bagi pemerintah agar secara aktif melibatkan masyarakat untuk mengutamakan aspek keselamatan jiwa dan ekonomi secara berdampingan. Pemerintah diharapkan tidak bosan memberikan informasi keadaan real yang terjadi agar masyarakat teredukasi dengan baik. Demikian halnya masyarakat diharapkan dapat berinisiatif mencari data dan fakta yang telah dibuka oleh pemerintah guna mengetahui keadaan real yang tengah dihadapi negara ini. Masyarakat juga diharapkan dapat menyaring informasi dengan baik sehingga mampu mengambil kesimpulan secara bijak. Ilustrasi A. Wirananda
Laporan Utama Teks CS. Purwowidhu | Foto Dok. Media Keuangan JALAN BAGI PEMULIHAN NEGERI P antang menyerah menghadapi kesamaran situasi imbas pandemi, pemerintah memanfaatkan bencana nonalam ini sebagai momentum untuk membenahi diri dan mengakselerasi pembangunan di segala lini, demi kebaikan negeri. Semangat itu pun menggelora dalam RAPBN 2021. Simak petikan wawancara Media Keuangan dengan Direktur Jenderal Anggaran, Askolani, mengenai seluk beluk RAPBN 2021. Apa yang menjadi fokus pemerintah dalam mendesain RAPBN 2021? Dalam menyusun RAPBN 2021, tentunya pemerintah berbasis kepada kondisi dan langkah kebijakan di 2020 ini. Penanganan masalah kesehatan, perlindungan sosial, dan pemulihan ekonomi menjadi satu paket kebijakan yang harus didesain secara komprehensif dan sinergis. Upaya preventif di bidang kesehatan adalah kunci penting. Next step nya untuk kita maju adalah bagaimana kembali memulihkan ekonomi itu secara bertahap di tahun 2021. Langkah kita di Q2, Q3, dan Q4 ini sangat menentukan pijakan ke depan. Tantangan kita bagaimana supaya langkah-langkah pemulihan ekonomi, konsolidasi, dan upaya mendorong belanja pemerintah, bisa menstimulus pertumbuhan ekonomi di Q3 menjadi lebih positif. Bagaimana upaya pemerintah untuk mengejar penyerapan di Q3 dan Q4? Implementasi kombinasi adjustment pola belanja, baik melalui kebijakan realokasi dan refocusing belanja K/L dan pemda maupun tambahan belanja untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang harus dilakukan oleh semua stakeholder terkait, sangat menentukan capaian di Q2, Q3, dan Q4. Sampai dengan awal Q3 di bulan Juli, sebagian besar sudah cukup signifikan implementasinya. Tantangan kita adalah percepatan alokasi dan implementasi sisa anggaran PEN. Langkah percepatan antara lain dilakukan melalui koordinasi yang lebih intens dengan K/L dan Komite PEN untuk mendesain kebijakan implementatif PEN yang akan dilakukan ke depan. Presiden juga turut serta me review PEN bersama dengan para menteri di sidang kabinet. Presiden secara tegas mengingatkan para menterinya untuk turun langsung, membedah DIPA-nya masing masing untuk me review reformasi desain anggaran, lalu kita juga mengajak Bappenas untuk mendesain program anggaran tersebut. Jadi, format alokasi belanja K/L di tahun 2021 nanti akan meng adopt desain anggaran yang baru yang programnya lebih simpel, lebih eye catching, dan lebih mudah diterapkan. Ini kita koneksikan juga dengan target prioritas pembangunan sesuai arahan Presiden dan rencana kerja pemerintah. Penguatan reformasi lainnya yang akan pemerintah lakukan? Pandemi ini memberi banyak lesson learn pada kita, yang menjadi masukan untuk perbaikan reformasi di berbagai bidang. Contohnya, manajemen di bidang kesehatan harus bisa lebih proaktif dan antisipatif terhadap model bencana nonalam ini. Di bidang perlindungan sosial dan dukungan UMKM, perbaikan pendataan masyarakat menengah ke bawah menjadi kunci. Pemerintah juga sedang memikirkan bagaimana mensinergikan antara kebijakan subsidi dengan kebijakan perlindungan sosial yang kemudian semua di support dengan satu data yang solid dan valid. Lalu ada juga reformasi perpajakan, baik dari segi regulasi, kebijakan, dan administrasinya. Nah, on top dari semua itu, pemerintah tentunya juga akan menyiapkan reformasi mengenai penanganan bencana. Seperti apa prioritas belanja pemerintah dalam RAPBN 2021? Pemerintah tetap memprioritaskan kesehatan, perlindungan sosial, dan pendidikan. Penanganan kesehatan lanjutan diarahkan lebih sustainable seperti upaya preventif melalui penyediaan vaksin apabila nanti sudah ditemukan, dan reformasi di bidang kesehatan. Program perlindungan sosial juga tetap berjalan misalnya dalam bentuk PKH, kartu sembako, bantuan tunai, plus kartu prakerja dan program subsidi. Di sektor pendidikan, pemerintah memperkuat mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, even program beasiswa untuk S2, S3 tetap akan dilanjutkan di tahun depan. Nah, setelah tiga bidang tadi, pemerintah juga langsung satu paket mendukung untuk pemulihan ekonomi. Pertama, melalui penyiapan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi (ICT) yang menjangkau sampai ke daerah 3T guna membangun manusia Indonesia yang lebih produktif dan kompetitif. Teknologi ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, pendidikan, serta ekonomi masyarakat, terlebih dalam kondisi kita tidak bisa bertemu fisik. Perluasan pembangunan ICT ini sudah dirancang sampai jangka menengah. Selanjutnya pembangunan infrastruktur dan ketahanan pangan. Keduanya tidak dapat dipisahkan sebab pangan ini harus didukung misalnya dengan irigasi yang cukup dan bendungan yang baik. Yang menjadi prioritas juga adalah pemulihan pariwisata karena ini salah satu andalan utama kita. Dukungan pariwisata dilakukan oleh banyak K/L dan pemda, bukan hanya Kemenpar. Kemudian yang terakhir yang kita prioritaskan juga adalah dukungan bagi dunia usaha dan UMKM, baik melalui insentif fiskal maupun skema subsidi. Apakah nantinya alokasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) juga akan mendukung belanja prioritas ini? Ya, kita juga mereformasi alokasi TKDD. Kebijakan belanja yang di pusat tadi kemudian di connecting kan dengan kebijakan alokasi TKDD. Dana desa misalnya diarahkan khususnya untuk perlindungan sosial dan mendukung ICT di desa. Reformasi kesehatan dan pendidikan juga dikaitkan dengan kebijakan alokasi TKDD. Jadi ini kita melihatnya sebagai satu paket. Bagaimana prioritas dari sisi pembiayaan? Dari sisi pembiayaan juga kita akan terus dukung untuk peningkatan kualitas SDM melalui pembiayaan dana abadi, baik itu untuk LPDP, beasiswa, maupun untuk universitas termasuk untuk kebudayaan. Di pembiayaan ini kita juga akan support BUMN untuk bisa mendukung penugasan pemerintah termasuk melanjutkan pemulihan ekonomi di tahun 2021. Apa implikasi dari defisit 5,5 persen di RAPBN 2021? Dengan 5,5 persen intinya adalah secara fiskal pemerintah tetap ekspansif untuk mendukung penanganan kesehatan, perlindungan sosial, dan pemulihan ekonomi. Ini pijakan kita untuk bisa menjadikan Indonesia maju dan keluar dari middle income trap . Visi kita di 2045 Indonesia masuk lima besar negara di dunia. Penurunan defisit ini juga sejalan dengan UU 2/2020 bahwa secara bertahap defisit APBN itu akan dikembalikan menjadi dibawah 3 persen di tahun 2023. Apa yang membuat pemerintah optimis mematok pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5 persen di 2021? Tentunya efektivitas kebijakan PEN di 2020 ini menjadi pijakan ke depan ya. Kemudian dengan langkah fiskal ekspansif sebagaimana dalam RAPBN 2021, plus prediksi sejumlah lembaga internasional mengenai pemulihan ekonomi dunia di 2021, kita mendesain ekonomi kita tumbuh 4,5-5,5 persen di 2021. bagaimana mempercepat belanja sesuai alokasi anggaran mereka di APBN 2020, maupun mengoptimalkan belanja anggaran program PEN yang harus dijalankan stakeholder terkait. Adakah upaya penyempurnaan sistem penganggaran ke depan? Ada. Pertama, kita memperpendek mekanisme proses review atas usulan anggaran K/L sehingga dapat mempersingkat waktu penetapan DIPA-nya. Kedua, kita mensimplifikasi proses verifikasi kelengkapan dokumen. Jadi, kami akan meminta K/L untuk mendahulukan melengkapi dokumen yang memiliki skala prioritas tinggi. Ketiga, kami akan proaktif meminta dan mengomunikasikan kepada K/L untuk melakukan akselerasi dalam melengkapi dokumen usulan anggaran. Kita akan tuangkan ini dalam peraturan Menteri Keuangan dan SOP agar sistem ini menjadi landasan yang lebih sustainable . Kita juga akan terus melakukan evaluasi dan apabila ada modifikasi untuk lebih mempercepat mekanisme yang ada, akan kami lakukan. Bagaimana dengan reformasi bidang anggaran di 2021? Kemenkeu menyiapkan
dan produktif dengan fokus pada sektor informal, UMKM, petani, nelayan, sektor korporasi, dan BUMN yang memiliki peran strategis bagi masyarakat,” ujar Ubaidi. Langkah lain yang akan diterapkan yakni menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat, meningkatkan efektivitas perlindungan sosial, memperkuat kebijakan dalam pengendalian impor khususnya pangan, serta meningkatkan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN). Empat pilar kebijakan teknis perpajakan Terjadinya perlambatan aktivitas ekonomi menjadi tantangan bagi pendapatan negara. Kinerja ekspor dan impor melemah, begitu pula dengan konsumsi dan investasi yang turut menurun. Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Ihsan Priyawibawa mengatakan, pada tahun 2021, pemerintahan akan melakukan optimalisasi pendapatan yang inovatif dan mendukung dunia usaha untuk pemulihan ekonomi. “Dari sisi perpajakan, pemerintah terus melakukan berbagai upaya perluasan basis pajak, dan perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan dalam rangka meningkatkan tax ratio ,” tutur Ihsan. Lanjutnya, penerapan Omnibus Law Perpajakan dan pemberian berbagai insentif fiskal juga diharapkan mampu mendorong peningkatan investasi dan daya saing nasional, mempercepat pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19, serta memacu transformasi ekonomi. “Kebijakan teknis pajak yang akan diimplementasikan pada tahun 2021 dapat dikategorikan menjadi empat pilar kebijakan besar,” ungkap Ihsan. Pertama, mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui pemberian insentif perpajakan yang selektif dan terukur. Kedua, memperkuat sektor strategis dalam rangka transformasi ekonomi antara lain melalui terobosan regulasi, pemberian insentif pajak yang lebih terarah, dan proses bisnis layanan yang user friendly berbasis IT. Pilar ketiga ialah meningkatkan kualitas SDM dan perlindungan untuk masyarakat dan lingkungan. Sementara, pilar terakhir ialah mengoptimalkan penerimaan pajak. Langkah ini akan diimplementasikan dalam bentuk pemajakan atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), serta ekstensifikasi dan pengawasan berbasis individu dan kewilayahan. Selain itu, pemerintah juga akan meneruskan reformasi perpajakan yang meliputi bidang organisasi, SDM, dan IT. Menurut Ihsan, selama ini sektor industri pengolahan dan perdagangan menjadi penyumbang utama penerimaan pajak. Terkait dengan basis pajak baru, ia menerangkan, dari sisi aspek subjek pajak, pendekatan kewilayahan menjadi fokus utama DJP. “Adapun dari aspek objek pajak, salah satunya adalah dengan meng- capture objek pajak dari aktivitas PMSE yang semakin marak seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan kondisi pandemi COVID-19 sekarang ini,” pungkasnya. Pembiayaan fleksibel dan responsif Penyusunan RAPBN 2021 masih belum terlepas dari situasi pandemi. Oleh sebab itu, sektor pembiayaan harus tetap antisipatif terhadap kebutuhan APBN dalam rangka pemulihan ekonomi akibat pandemi. Hal tersebut disampaikan Direktur Strategi dan Portofolio Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Riko Amir, dalam kesempatan wawancara dengan Media Keuangan. “Untuk arah kebijakan pembiayaan tahun depan, pembiayaan tetap fleksibel dan responsif terhadap kondisi pasar keuangan, tetapi juga tetap prudent dan memperhatikan kesinambungan fiskal,” terang Riko. Pihaknya juga terus berupaya mengembangkan skema pembiayaan yang kreatif dan inovatif, yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. “Nah, yang paling penting, pada 2021 juga harus ada efisiensi terhadap biaya utang itu sendiri,” kata Riko yang merupakan alumnus Univesity of Groningen tersebut. Untuk tahun depan, pihaknya akan mendorong biaya bunga utang bisa makin efisien, seiring dengan pendalaman pasar keuangan, perluasan basis investor, penyempurnaan infrastruktur Surat Berharga Negara (SBN) itu sendiri, serta diversifikasi pembiayaan. “Indonesia tidak bisa mengelak dari pandemi ini. Oleh karena itu, pemerintah melakukan kebijakan counter cyclical di mana ketika pertumbuhan ekonominya menurun, pemerintah melakukan berbagai cara untuk membantu boosting ekonomi,” ujar Riko. Di sisi lain, Riko mengungkapkan sejumlah lembaga pemeringkat utang melihat Indonesia telah melakukan kebijakan on the right track dan mampu menjaga stabilitas makroekonominya. Pada bulan Agustus lalu, salah satu lembaga pemeringkat utang yaitu Fitch mempertahankan peringkat utang Indonesia pada posisi BBB dengan outlook stable . Fitch mengapresiasi pemerintah lantaran telah merespons krisis dengan cepat. Mereka menilai pemerintah telah mengambil beberapa tindakan sementara yang luar biasa, meliputi penangguhan tiga tahun dari plafon defisit 3 persen dari PDB dan pembiayaan bank sentral langsung pada defisit. “Penilaian tersebut menjadikan pemerintah lebih confidence dalam menjalankan peran untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah pandemi ini,” pungkas Riko Amir. Dengarkan serunya wawancara bersama para narasumber pilihan Media Keuangan
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Laporan Utama MEDIAKEUANGAN 12 Program PEN memberikan stimulus secara komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Foto Resha Aditya P MEDIAKEUANGAN 12 J ika pemerintah tak lekas bertindak, kesulitan yang dihadapi masyarakat semakin berat. Dampak pandemi COVID-19 terhadap ekonomi nasional sudah terasa sangat besar. Laju ekonomi kuartal I 2020 tercatat 2,97 persen atau terkontraksi 2,41 persen dibanding kuartal IV 2019. Kontraksi mendalam juga dihadapi negara-negara lain di dunia. IMF memprediksi kontraksi ekonomi global hingga -4,9 persen. Bank Dunia mematok angka lebih rendah di kisaran -5,2 persen. “Saat ini yang terkena itu masyarakat juga, tidak hanya sektor keuangan,” ungkap Plt. Kepala Kebijakan Pusat Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal Adi Budiarso. “ Hit -nya double , di supply dan demand . Darimana demand ? Karena kita harus lockdown , bahkan ada beberapa yang tidak boleh kerja. Artinya mereka akan menurunkan konsumsi. Lalu pada saat yang sama, produksi juga berhenti. Artinya apa? Pressure terhadap supply juga luar biasa besar,” tambahnya. Tak hanya menekan angka pertumbuhan, pandemi berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Penduduk miskin bisa bertambah antara 3,02 hinga 5,71 juta orang. Angka pengangguran dapat naik jumlah hingga jutaan. Langkah extraordinary dalam Program PEN menjadi upaya mengatasi kondisi tak menyenangkan ini. “Supaya tidak terpuruk terlalu dalam dan memakan banyak korban, standar kesehatan harus tinggi, tetapi dari sisi ekonomi, kita memitigasi risikonya juga harus kuat,” tegas pria yang meraih gelar Doctor dari Universitas of Canberra tersebut. Pendekatan demand dan supply Pendekatan dalam program PEN memberikan stimulus secara komprehensif baik dari sisi demand maupun supply . Dari sisi demand , stimulus bertujuan untuk mempertahankan daya beli masyarakat. Bentuknya berupa program perlindungan sosial baik yang bersifat perluasan dari program existing maupun program- program baru. Program existing meliputi Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, dan Kartu Pra Kerja. Sementara itu, program-program baru terdiri atas Bantuan Sembako Jabodetabek, Bansos Tunai Non Jabodetak, BLT Dana Desa, dan diskon listrik. “Pertama adalah menyelamatkan kehidupan. Kalau tidak ada penerimaan, mereka tidak bisa makan. Makanya pemerintah jor-joran ke situ,” terang Adi. Dari sisi supply , pemberian insentif perpajakan dan dukungan untuk dunia usaha ditujukan untuk mempertahankan aktivitas usaha sekaligus meningkatkan produksi nasional. “Yang menarik, insentif perpajakan ini juga kita dorong untuk kebijakan yang lebih green . Misalnya, investasi baru yang menggunakan energi terbarukan kita kasih support dengan tax holiday ,” ujar Adi yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral BKF. Rentang stimulus yang diberikan mempertimbangkan waktu pandemi COVID-19, dari survival mode hingga recovery mode . Dengan akses bantuan yang luas dan terbuka, diharapkan penanganan efektif dapat dipercepat sehingga ekonomi nasional dapat terhindar dari krisis lebih dalam. Krisis ekonomi pernah melanda negeri ini. Tahun 1998 dan 2008, krisis menerjang sektor keuangan. Nilai tukar rupiah terdepresiasi tajam. Kala itu, UMKM berperan besar menjadi penyangga perekonomian. Roda ekonomi nasional pun terus berputar. Kali ini, kondisinya jauh berbeda. Aktivitas masyarakat turun, sektor riil terpukul. Untuk mengatasi, pemerintah mengambil langkah cepat dan extraordinary. Terbungkus dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). SIAPKAN SKENARIO PULIHKAN EKONOMI Teks Reni Saptati D.I
Laporan Utama Teks CS. Purwowidhu ‘WHATEVER IT TAKES’ P ola permintaan ( demand ) dan penawaran ( supply ) di seluruh dunia berubah akibat COVID-19 yang secara alamiah membentuk kebiasaan baru dalam perekonomian. Menyikapi kondisi ini pemerintah telah menyusun beragam program yang menyasar pemulihan ekonomi, baik di sisi demand maupun supply . Pemerintah pun telah merevisi APBN 2020 untuk mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dalam revisi baru, pemerintah memperluas defisit anggaran menjadi 6,34 persen dari PDB. Simak petikan wawancara Media Keuangan dengan Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Nathan Kacaribu, mengenai upaya pemulihan ekonomi nasional. Apa tujuan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)? Program PEN ini ditujukan untuk membantu meningkatkan daya beli masyarakat serta memulihkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Kita mulai dari rumah tangga masyarakat yang paling rentan, lalu ke sektor usaha, lagi-lagi kita lihat yang paling rentan yaitu UMi dan UMKM. Lalu dengan logika yang sama kita menciptakan kredit modal kerja untuk korporasi. Kita juga akan berikan special tretament untuk sektor pariwisata, perdagangan, dan pabrik-pabrik padat Salah satu yang juga sedang didorong dan cukup efektif adalah bentuk penjaminan kredit modal kerja dan dipasangkan dengan penempatan dana murah di perbankan. Nah, ini sudah jalan tiga minggu, pemerintah menempatkan Rp30 triliun di Bank Himbara lalu didorong dengan penjaminan itu kemudian sekarang sudah tercipta lebih dari Rp20 triliun kredit modal kerja baru. Untuk insentif perpajakan masih belum optimal karena wajib pajak yang berhak untuk memanfaatkan insentif tidak mengajukan permohonan dan perlunya sosialisasi yang lebih masif dengan melibatkan stakeholders terkait. Merespon hal ini, kita melakukan simplifikasi prosedur agar lebih mudah dijalankan oleh calon beneficiary. Upaya apa yang dilakukan untuk perbaikan program PEN? Setiap kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan dalam rangka program PEN, termasuk monitoring dan evaluasi yang kita lakukan setiap minggu akan mengikuti kondisi perekonomian saat ini. Semua program kita evaluasi, mana yang jalan dan mana yang kurang. Yang kurang efektif siap-siap untuk dicarikan cara yang lebih cepat atau diganti programnya dan sebagainya supaya bisa diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sampai kapan program PEN dilangsungkan? Pemerintah akan meneruskan kebijakan yang bersifat preventif dan adaptif dengan perkembangan kasus dan dampak dari COVID -19. Meski tanda-tanda pemulihan ekonomi mulai terlihat namun pemulihan pasti terjadi perlahan-lahan. Karena selama belum ditemukan obat atau vaksin yang efektif tentunya kita masih dihadapkan dengan risiko inheren. Nah, risiko ini yang terus kita asess . Yang pasti, tujuan pemerintah adalah terus membantu masyarakat yang terdampak COVID-19. Bagaimana mitigasi risiko dalam upaya pemulihan ekonomi? Saat ini kita dalam suasana krisis dan kita ingin mendorong perekonomian agar pulih sesegera mungkin. Risiko ekonomi yang lebih besar adalah resesi. Untuk itu jangan sampai kita gagal menstimulasi ekonomi, padahal kita memang sudah ada budget nya. Itu yang menjadi tantangan dan menjadi cambuk bagi kita pemerintah setiap hari, supaya kita bisa lebih efektif. Pemerintah melakukan apa yang bisa dilakukan untuk mendorong pemulihan aktivitas ekonomi. Kita tidak mau resesi, kita tidak mau jumlah pengangguran dan orang miskin bertambah. Pemerintah siap memberikan support supaya momentum pemulihan ini semakin besar meskipun risikonya juga masih ada. Yang terpenting tata kelolanya baik dan risiko dihitung dengan baik. Semuanya di well measured, kita tahu risikonya, kita bandingkan dengan risiko yang lebih besar, kita pilih kebijakan yang me minimize dampak yang paling berat bagi perekonomian dan masyarakat kita secara keseluruhan. Penambahan anggaran PEN menjadi Rp695,2 triliun diikuti dengan pelebaran defisit 6,34 persen saat ini. Bagaimana posisi fiskal dalam kondisi tersebut? Kita punya ruang untuk bergerak secara fiskal karena selama ini kita melakukan kebijakan makro yang hati-hati dan prudent. Karena kita sudah melakukan disiplin fiskal yang cukup ketat selama bertahun-tahun, sehingga rasio utang kita rendah maka itu membuat kita punya ruang untuk melakukan pelebaran defisit sampai tiga tahun. Negara lain tidak banyak yang punya privilege itu, bahkan tahun ini banyak yang defisitnya double digit. Saat ini defisit kita 6,34 persen, tahun depan kita akan turun ke sekitar 4,7 persen, tahun depannya lagi akan turun ke tiga koma sekian. Tahun 2023 kita tetap commited untuk balik ke disiplin fiskal sebelumnya di bawah 3 persen. Apa prinsip utama dalam mengambil kebijakan fiskal di tengah ketidakpastian waktu berakhirnya krisis pandemi ini? “Whatever it takes ”(apapun yang diperlukan), itu sudah pasti menjadi prinsip utama, tapi dalam konteks kita mau melindungi masyarakat sebanyak-banyaknya. Kita berupaya agar pengangguran dan kemiskinan tidak bertambah banyak. Bagaimana memberikan kebijakan yang benar- benar bisa berdampak kepada masyarakat, itu fokus kita. Prinsip lainnya tepat sasaran, akseleratif, gotong royong, seperti kebijakan burden sharing yang pemerintah lakukan dengan BI. Dan yang harus selalu diingat adalah untuk menghindari moral hazard . Pemerintah juga bekerja sama dengan aparat penegak hukum (Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK) untuk memastikan proses pembuatan kebijakan, serta pengawalan dalam implementasi program PEN ini sesuai dengan aturan yang berlaku. Bagaimana pendapat Bapak terhadap pembentukan Komite Penanganan COVID-19 dan PEN? Saya pikir itu sangat bagus untuk koordinasi. PEN ini kan melibatkan banyak K/L misalnya untuk Kesehatan, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) nya Kementerian Kesehatan, subsidi bunga untuk KUR dan non-KUR ada di Kementerian Koperasi, penjaminan KPA-nya Kementerian BUMN, dsb. Di samping itu, penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi ini harus dilihat sebagai satu big picture . Harus ada pertimbangan yang serius dan seimbang antara risiko kesehatan dengan risiko resesi ekonomi. Semua ini kan perlu diorkestrasi dengan baik. Tugas koordinator untuk bisa membuat ini lebih terintegrasi. Apa harapan Bapak terhadap masyarakat maupun pemerintah dalam kaitannya dengan kebijakan PEN? Saya pikir ini memang tanggung jawab dari kita semua karena ekonomi ini sebenarnya hanya satu aspek dari kehidupan bangsa ini. Kehidupan di balik angka-angka itu lebih penting. Kalau aktivitas ekonominya jalan tapi kita tidak disiplin mengikuti protokol kesehatan ya risikonya terlalu besar. Intinya ini benar-benar memang harus kombinasi dari disiplin masyarakat dan kebijakan yang benar dan efektif. Keduanya harus jalan bersama dengan seimbang. karya yang kita asess terdampak sangat dalam dan cukup lama. Jadi semua ini bertahap kita asess secara well measure . Pelan-pelan kita mulai dorong aktivitas perekonomian. Dengan adanya program PEN diharapkan kontraksi pertumbuhan ekonomi akibat krisis pandemi dan pembatasan aktivitas tidak terlalu dalam. Bagaimana efektivitas program PEN sejauh ini? Sejauh ini di sisi rumah tangga yakni perlindungan sosial relatif paling efektif. Namun di sisi lain memang masih cukup menantang. Untuk kesehatan, penyerapannya masih rendah karena kendala pada pelaksanaan di lapangan seperti keterlambatan klaim biaya perawatan dan insentif tenaga kesehatan karena kendala administrasi dan verifikasi yang rigid . Tapi bulan Juli ini sudah dipercepat dengan adanya revisi KepMenkes. Selanjutnya, dukungan untuk UMKM sudah mulai berjalan, khususnya subsidi bunga untuk KUR. Ini memang cukup menantang karena melibatkan puluhan bank dan lembaga keuangan yang kapasitas teknologi pengolahan datanya tidak sama. Febrio Nathan Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Foto Dok. BKF
Badan Kebijakan Fiskal
Relevan terhadap
Fokus intensitas perekonomian dan menjaga kestabilan kegiatan ekonomi, baik yang dilakukan dari sisi supply maupun dari sisi demand . Kerentanan Sektor Keuangan Meski sektor keuangan mempunyai peranan krusial bagi pembangunan, namun kinerjanya sangat dipengaruhi oleh faktor lain, minimal mencakup (Kirana & Nurwadono, 2019): (i) perkembangan sektor riil; (ii) regulasi bidang ekonomi; (iii) perkembangan sosial masyarakat; (iv) iklim politik dan demokrasi; dan (v) perkembangan lingkungan global. Dalam skala intensitas yang lebih besar, kesemua faktor tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: (i) guncangan internal ( internal shock ); dan (ii) guncangan eksternal ( external shock ). Pengertian guncangan internal adalah pengaruh pada variabel domestik, sementara guncangan eksternal adalah pengaruh keuangan pada variabel luar negeri. Kedua guncangan tersebut menjadikan sektor keuangan mempunyai karakter yang riskan, sehingga membutuhkan penguatan daya tahan (imunitas). Menurut Best et. al, (2017), sistem keuangan memang sangat terkait dengan kejutan ( shock ) dan kerentanan ( vulnerabilities ) yang saling berinteraksi. Bila terjadi kejutan, maka sistem keuangan akan mengalami kerentanan, dan kerentanan akan mengamplifikasi (memperluas) dampak shock , dan bermuara pada krisis. Sebelum adanya pandemi COVID-19, sistem keuangan nasional menghadapi minimal empat jenis sumber kerentanan (Kirana & Nurwadono, 2019), yaitu: (i) peningkatan utang luar negeri atau ULN, khususnya dari pihak korporasi; (ii) perlambatan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga atau DPK; (iii) adanya kesenjangan negatif antara tabungan dengan investasi; dan (iv) masih dangkalnya pasar keuangan domestik. Saat ini, daya tahan sektor keuangan diuji oleh penyebaran pandemi COVID-19, yang berdampak pada pemerosotan pertumbuhan ekonomi (Baldwin & Mauro, 2020). COVID-19 telah membatasi mobilisasi masyarakat, sehingga konsumsi agregat ( demand side ) menjadi merosot signifikan, yang kemudian direspons oleh penurunan produksi ( supply side ). Secara konseptual, stabilitas sektor keuangan mempunyai peran krusial, karena diharapkan mampu memposisikan sebagai safety belt dalam situasi pandemi. Mengacu pada peranannya yang krusial, maka dibutuhkan kebijakan extraordinary dan antimainstream sebagai peta jalan dalam menjaga daya tahan sektor keuangan. Hantaman COVID-19 Secara teoritis, peranan sektor keuangan seharusnya diposisikan untuk mereduksi tingkat risiko dari pandemi COVID-19. Namun pada sisi yang lain, kecepatan penyebaran pandemi COVID-19 juga menyebabkan ancaman terhadap kestabilan sektor keuangan, sehingga peranannya menjadi semakin terdistruksi. Persoalannya terletak pada penurunan intensitas transaksi ekonomi dan implikasinya terhadap guncangan makro ekonomi ( United Nations , 2020). Setidaknya terdapat dua persoalan utama yang dihadapi. Pertama, terjadi penurunan produksi karena rendahnya tingkat permintaan atas produk barang dan jasa. Para pelaku usaha mengalami beban biaya yang tinggi ( high cost economy ), namun penyerapan pasar dari produk yang dihasilkan semakin menurun bahkan minus. Pada praktik physical distancing contohnya, akan membuat shock dari sisi produksi ( supply ) yang terlihat dari penutupan pabrik dan kegiatan produksi. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak terelakkan dan akan menurunkan daya beli masyarakat, sehingga konsumsi barang menurun. Pelaku usaha yang terpukul bukan saja skala besar, namun juga skala UMKM, terutama para pelaku informal. Kedua, persoalan semakin rendahnya penurunan permintaan akan produk barang dan jasa dari masyarakat. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya aktivitas keluar rumah dan bekerja, dan sebagian masyarakat mengalami kehilangan pekerjaan akibat kebijakan efisiensi perusahaan. Contohnya jika shock berasal dari sisi konsumsi ( demand ) maka praktik physical distancing membuat keleluasaan untuk mengkonsumsi barang akan menurun yang berimplikasi pada penurunan permintaan agregat. Grafik 1 mencerminkan pukulan pandemi COVID-19 terhadap kontraksi pertumbuhan
Fiskal Internasional peralatan dan pasokan medis dengan mendorong fasilitas perdagangan. Pilar kedua berfokus pada menyediakan bantuan bagi kelompok rentan dan menjaga kondisi ekonomi agar mampu pulih dengan kuat setelah pandemi teratasi. Anggota G20 telah mengambil langkah drastis dengan memberikan bantuan bagi dunia bisnis, rumah tangga dan bantuan atas pendapatan bagi individu serta perusahaan. IMF mencatat bantuan fiskal yang telah dipersiapkan anggota G20 mencapai 11 triliun dolar AS dengan fokus untuk melindungi nyawa dan meredam dampak ekonomi akibat kebijakan untuk meredam penyebaran virus COVID-19. Penyediaan bantuan bagi kelompok rentan dan pemulihan ekonomi ini memiliki tantangan utama dari sisi pendanaan. Ruang fiskal negara yang berbeda-beda besarnya menjadi faktor yang mempengaruhi kemampuan negara dalam menyediakan bantuan tersebut. Hal ini lebih menantang khususnya bagi negara berkembang dan berpendapatan rendah yang memiliki kapasitas meminjam lebih rendah dibanding negara maju. Pemberian bantuan yang tepat menjadi kunci untuk bisa mencapai hasil yang efektif sesuai tujuan. Berbagai bentuk bantuan seperti rekapitalisasi dan penjaminan kredit, pemotongan pajak bagi bisnis, bantuan tunai kepada perusahaan agar dapat mempertahankan pegawainya, memberikan cuti sakit yang lebih panjang adalah bantuan yang disediakan untuk sektor bisnis, terkhususnya UMKM. Bagi individu, pemerintah memberikan bantuan agar memiliki kapasitas finansial untuk bertahan hidup dengan memberikan unemployment benefit , akses terhadap bahan makanan bagi kelompok miskin dan bantuan langsung tunai. Pemerintah dibantu bank sentral dalam pemberian bantuan bagi perekonomian. Bank sentral siap melakukan semua yang diperlukan selama masih dalam mandatnya demi menyediakan bantuan juga. Kebijakan yang telah diambil oleh bank sentral sejauh ini mampu meminimalisir risiko ketidakstabilan sektor keuangan dan penyediaan likuiditas yang cukup untuk perekonomian dapat bertahan menghadapi krisis. Terkait program pemulihan ekonomi, pemimpin G20 juga menghimpun dan mengkoordinasikan aksi kebijakan di bidang perdagangan internasional yang terganggu. Arah kebijakan perdagangan G20 berbalik dari yang semula banyak menghambat perdagangan ^2 , menjadi memfasilitasi perdagangan ^3 . Pilar ketiga adalah komitmen untuk memiliki pemulihan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, seimbang dan inklusif. Anggota G20 berada pada tahap yang berbeda-beda dalam krisis ini dan ada yang sudah mulai memikirkan exit strategies . Hal ini membuat komitmen untuk memenuhi pilar ketiga berfokus pada: (i) pertukaran informasi yang mencakup kebijakan pengendalian penyebaran COVID-19 yang diambil, tingkat persebaran COVID-19, dan upaya pembukaan kembali ekonomi; (ii) kesepakatan untuk memperkuat ketahanan pada global supply chain dan investasi internasional serta dukungan pada sistem perdagangan multilateral; (iii) memberikan bantuan bagi pekerja melalui pelatihan, reskilling dan kebijakan pasar tenaga kerja yang aktif; (iv) melakukan reformasi struktural dengan tujuan untuk peningkatan produktivitas pada jangka menengah; (v) memastikan tercapainya pembiayaan publik yang berkelanjutan dan memperbaiki balance sheets pemerintah demi mengantisipasi tantangan di masa mendatang; (vi) mendorong investasi infrastruktur yang berkualitas dan meningkatkan mobilisasi pendanaan swasta; serta (vii) mendukung kebijakan pertumbuhan yang berkelanjutan, ramah lingkungan dan inklusif. 2 Menurut UNCTAD dan WTO pada periode sebelum pandemi 3 Sebesar 70% dari kebijakan perdagangan yang terkait dengan COVID-19 kini merupakan kebijakan yang justru memfasilitasi perdagangan.
Wawancara Pada edisi khusus kali ini, tim redaksi Warta Fiskal mewawancarai Adi Budiarso, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan tentang peran sektor keuangan dalam menghadapi pandemi dan arah pengembangannya ke depan. Adi mengatakan jika dilihat dari tren selama pandemi di tahun 2020, kondisi sektor keuangan Indonesia sama halnya dengan sektor lain, juga mengalami tekanan. Dari sisi perbankan, Adi mengungkapkan risiko kredit Indonesia meningkat seiring dengan perlambatan yang terjadi di dunia usaha yang terdampak pandemi. Namun, ia menuturkan bahwa penyaluran kredit sebelum pandemi muncul telah menurun 2,41% ( yoy ). Bahkan, penurunan fungsi intermediasi dalam perbankan sudah turun sejak 12 tahun terakhir. Kondisi tersebut diperparah dengan kemunculan COVID–19 yang menghantam dunia usaha. Dari sisi pasar modal, tekanan pandemi mengakibatkan volatilitas yang sangat tinggi pada IHSG. Hal tersebut terlihat dari adanya capital outflow yang terjadi, di mana para investor banyak yang melarikan uangnya ke negara safe-haven atau melakukan investasi dalam bentuk lain. “Pandemi COVID–19 di awal tahun 2020, terbukti tidak hanya memukul sektor kesehatan, tetapi juga memengaruhi pasar keuangan dan modal, dengan adanya volatilitas yang tinggi ini,” ujar pria kelahiran Salatiga tersebut. Namun demikian, ia optimis sektor keuangan dapat kembali pulih dan semakin kuat. Arah pemulihan tersebut menurutnya telah terlihat di beberapa bulan terakhir tahun 2020. Hal ini disebabkan tidak hanya oleh kehadiran vaksin dan program vaksinasi, tetapi juga program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang terbukti cukup mampu membantu ekonomi Indonesia bertahan di masa pandemi. “Strategi pemerintah dalam situasi ini intinya ada dua, yaitu menjaga daya tahan terhadap pandemi dan pemulihan pasca pandemi baik dalam jangka pendek dan panjang,” terangnya. Keberhasilan yang mengarah pada pemulihan, lanjutnya, tidak terlepas dari sinergi pemerintah dan otoritas terkait. Di sektor keuangan misalnya, pemerintah bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memformulasikan desain kebijakan yang optimal untuk menanggulangi dampak pandemi. Dari sisi Bank Indonesia sendiri, salah satu kebijakan yang dikeluarkan yaitu quantitative easing untuk menjaga likuiditas di perbankan dengan nilai mencapai Rp726,6 triliun. Selain itu, untuk menjaga stabilitas nilai tukar, BI melakukan intervensi di pasar spot, DNDF ( Domestic Non Delivery Forward ), dan pembelian SBN di pasar sekunder. Tak hanya BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga turut andil mengeluarkan kebijakan untuk melindungi sektor keuangan Indonesia seperti melalui restrukturisasi kredit bagi pelaku usaha yang terdampak COVID–19, pengaturan buyback , dan perubahan batasan auto rejection di bursa efek untuk menjaga stabilitas dan volatilitas pasar. Sementara itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan, telah menelurkan beberapa program seperti penempatan dana, penjaminan kredit modal kerja bagi UMKM, subsidi bunga, dukungan usaha bagi perusahan yang padat karya dan memiliki multiplier effect yang tinggi. Adi menilai, kombinasi dari kebijakan berbagai otoritas ini cukup efektif membantu tidak hanya sektor keuangan tetapi juga dunia usaha. “Berdasarakan capaian, sudah cukup bagus. Secara umum, so far sinergi telah menunjukan tingkat optimumnya. Terbukti dari pergerakan ekonomi yang mengarah pada pemulihan. Meski pertumbuhan akan tetap terkontraksi hingga akhir tahun, namun kontraksinya tidak sedalam pada triwulan dua,” ujar Mantan Chief Organisational Transformation Officer pada Central Transformation Office (CTO), Kemenkeu tersebut. Ia pun memprediksi bahwa pemulihan akan semakin kuat terjadi di tahun 2021. Hal ini terlihat dari bursa saham di pasar modal yang telah kembali menyentuh level tertinggi sejak pandemi. Permintaan obligasi pemerintah juga menunjukan kenaikan yang cukup signifikan. Dari aliran modal asing, terjadi capital inflow . Selain itu, penyaluran kredit perbankan diperkirakan juga akan pulih di tahun 2021. “Ini good news , karena selama ini agak sulit kita lakukan. Berdasarkan
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 1 lainnya
Majalah Media Keuangan @majalahmediakeuangan @zemyherda: Menurut saya untuk saat ini pemerintah baiknya fokus pada sektor dunia usaha karena stimulus yang diberikan belum cukup untuk mengembalikan iklim usaha sehat. @atri.widi: Dunia usaha karena jika ekonomi Indonesia kuat, Indonesia akan maju dan bisa pulih dari pandemi ini @sasmitanarax: Bidang kesehatan, karena saat ini tantangan utamanya adalah bagaimana wabah ini bisa ditekan penyebarannya hingga seluruh aktivitas bisa berjalan kembali Kementerian Keuangan RI www.kemenkeu.go.id @KemenkeuRI kemenkeuri Kemenkeu RI majalahmediakeuangan Menurut Anda, sektor mana yang harusnya menjadi prioritas utama pemerintah dalam usaha menangani pandemi ini? a. Bidang Kesehatan b. Jaminan Keamanan Sosial c. Dunia Usaha 5 MEDIAKEUANGAN 4 VOL. XV / NO. 153 / JUNI 2020 Rahayu Puspasari Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat Jenderal Kemenkeu Perjuangan Meredam Pandemi D EJAVU! Seabad yang silam, tepatnya tahun 1918 sampai dengan 1921, dunia pernah diserang wabah influenza bernama flu Spanyol dikarenakan serangan terbesarnya terjadi di Madrid. Pada saat itu, tak ada negara yang luput dari serangannya termasuk Indonesia. Penularannya yang sangat cepat dan luas berakibat pada jumlah korban amat tinggi. Korban berjatuhan begitu masif sementara jumlah tenaga medis dan jumlah sarana kesehatan tak sebanding. Banyaknya pasien gawat membuat sekolah dan bangunan lainnya disulap menjadi rumah sakit darurat. Belum lagi sistem perawatan kesehatan yang berbeda antara si miskin dan si kaya. Pekerja harian pun mulai kehilangan penghasilan. Pengangguran meledak. Sukarelawan merebak. Ekonomi terpuruk. Tunggu dulu, ini gambaran tahun 1920 atau Maret 2020? Kenapa begitu sama? Begitulah siklus pandemi. Krisis kesehatan berubah menjadi krisis kemanusiaan karena korban berjatuhan. Manusia harus mengurangi interaksi untuk mencegah penyebaran. Akibatnya roda ekonomi berhenti. Pandemi flu COVID-19 yang sedang mengguncang dunia ini juga telah mengacaukan keadaan global termasuk situasi ekonominya. Laporan IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia akan mengalami minus hingga 3persen di 2020 akibat COVID-19 sementara lembaga lain menggunakan asumsi yang berbeda. Beragam proyeksi ini muncul karena tak ada yang dapat memperkirakan dengan pasti kapan krisis ini akan berakhir. Langkah mencegah terjadinya krisis ekonomi pun dilakukan secara cepat dan masif. Presiden Joko Widodo telah menegaskan agar pemerintah melakukan realokasi anggaran ke 3 fokus utama: bidang kesehatan, perlindungan sosial atau jaring pengamanan sosial, dan insentif ekonomi bagi dunia usaha. Berbagai payung hukum terbit seperti Perppu dan aturan turunannya untuk menjalankan program ini. Pemerintah bersama KSSK mengumumkan kondisi stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, meskipun potensi risiko dari makin meluasnya dampak penyebaran COVID-19 terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan perlu terus diantisipasi. Berbagai bantuan sosial dan stimulus fiskal disiapkan menghadapi tekanan dan khususnya membantu masyarakat miskin dan rentang miskin, serta menyelamatkan UMKM. Dejavu pandemi seperti sebuah takdir yang tak bisa dihindari. Namun kebijakan dan langkah-langkah penyelamatan ekonomi dan keuangan adalah keniscayaan. Sampai di manakah perjuangan? Dapatkan jawaban mengenai upaya dan ikhitiar pemerintah yang tak kenal lelah di edisi ini. Selamat membaca!
17 MEDIAKEUANGAN 16 VOL. XV / NO. 153 / JUNI 2020 Pandemi global Covid-19 yang juga melanda Indonesia tidak saja menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga membawa implikasi bagi perekonomian nasional. Langkah-langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat dan upaya penyebaran pandemi, sekaligus penyelematan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan telah dilakukan Pemerintah. Seberapa besar dampak pandemi COVID -19 terhadap ekonomi dan apa yang telah dilakukan pemerintah? KESEHATAN MASYARAKAT SEBAGAI P i l a r E k o n o m i N a s i o n a l India 1,9% tiongkok 1,2% 1,2% indonesia 0,5% 2,5% korea selatan -1,2% 0,8% singapura -3,5% 10,9% Malaysia 10% australia 10,9% amerika serikat -6,1% 10,5% brazil -5,3% kanada 6,0% inggris -6,5% jerman -7% spanyol -8% 0,7% arab saudi 2,7% italia 1,4% perancis 2% Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Global Akibat COVID -19 (Beberapa Negara) Dukungan Fiskal Negara-Negara di Dunia untuk Penanganan Covid-19 (Beberapa Negara) keterangan Kebijakan Stimulus RI dalam menangani dampak pandemi Covid-19 Stimulus 1: Belanja untuk memperkuat perekonomian domestik melalui program: Percepatan pencairan belanja modal Percepatan pencairan belanja Bantuan Sosial Transfer ke daerah dan dana desa Perluasan kartu sembako Insentif sektor pariwisata Stimulus 2: Menjaga Daya Beli Masyarakat dan Kemudahan ekspor impor PPh pasal 21 pekerja sektor industri pengolahan yang penghasilan maks Rp200 juta ditanggung pemerintah 100% PPh pasal 22 impor 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE IKM Pengurangan PPh pasal 25 sebesar 30% kepada 19 sektor tertentu Restitusi PPN dipercepat bagi 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE IKM Non fiskal: berbagai fasilitas keluar masuk barang supaya lebih mudah Stimulus lanjutan: Sektor Kesehatan: intervensi untuk penanganan COVID-19 dan subsidi iuran BPJS Tambahan Jaring Pengaman Sosial: penambahan penyaluran PKH, Bansos, Kartu Pra Kerja, subsisid tarif listrik, program jaring pengaman sosial lainnya Dukungan industri berupa perluasan insentif pajak untuk PPh 21, PPh 22 Impor, PPN, bea masuk DTP, stimulus KUR Dukungan untuk dunia usaha berupa pembiayaan untuk mendukung program pemulihan ekonomi nasional termasuk untuk Ultra Mikro 4 pokok kebijakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa dalam rangka pencegahan/penanganan pencegahan/penanganan Covid-19: Penyesuaian Alokasi TKDD Refocusing TKDD agar digunakan untuk penanganan COVID-19 Relaksasi penyaluran TKDD Refocusing belanja APBD agar fokus pada penanganan COVID-19 Infografik MEDIAKEUANGAN 16 17 VOL. XV / NO. 153 / JUNI 2020
Opini Pembasmi Pandemi *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. Teks Riza Almanfaluthi, pegawai Direktorat Jenderal Pajak MEDIAKEUANGAN 40 Ilustrasi A. Wirananda INSENTIF PAJAK B ermula dari Wuhan pada akhir Desember 2019, Corona Virus Disease (COVID-19) menyebar ke seluruh penjuru mata angin dan belum usai sampai ditulisnya artikel ini pada awal Mei 2020. Lebih dari 3,7 juta orang di seluruh dunia terinfeksi dan tak kurang dari 258 ribu orang di antaranya meninggal dunia. Tentu saja wabah global ini memukul pertumbuhan ekonomi dunia. IMF memprediksikan pertumbuhan ekonomi menjadi negatif. The Economist Intelligence Unit memperkirakan skenario terburuk sampai pada -2,2persen. Indonesia pun tidak luput dari bencana global ini, yang apabila dampaknya tidak ditangani dengan serius akan mengakibatkan kerusakan sangat parah di setiap lini kehidupan, terutama untuk masyarakat miskin dan rentan miskin yang kehilangan penghasilannya. Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta (Senin, 20/04/2020) sampai mengutarakan kemendesakan situasi dan tindakan yang harus dilakukan oleh Kementerian terkait seperti Kementerian Sosial dan Kementerian Keuangan. Intinya, Presiden meminta agar bantuan sosial harus segera turun pada pekan ketiga April 2020 tersebut. Keterlibatan Kementerian Keuangan dalam bantuan sosial itu tak lepas dari perannya sebagai bendahara negara yang mengalokasikasikan tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 sebesar Rp 405,1 triliun untuk mencegah krisis ekonomi dan keuangan. Angka tersebut antara lain digunakan untuk intervensi penanggulangan melalui insentif tenaga medis dan belanja penanganan kesehatan sebesar Rp75 triliun, program jaring pengaman sosial masyarakat sebesar Rp110 triliun, sektor industri melalui insentif perpajakan dan stimulus Kredit usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp70,1 triliun, dan pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional Rp150 triliun. Cahaya di ujung terowongan Yang menarik dari senarai di atas adalah dinamika insentif pajak yang secara beruntun diterbitkan oleh Menteri Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23/ PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona dan PMK Nomor 28/ PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Diseases 2019. Bahkan kebijakan terkini adalah PMK Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 yang memberikan perluasan insentif pajak dan mencabut PMK Nomor 23/PMK.03/2020 karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan. Ketiga PMK ini sejatinya merupakan bentuk respons cepat Kementerian Keuangan atas telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Diseases 2019 (COVID-19) __ dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. PMK 44/2020 menyebutkan ada lima fasilitas pajak yang disediakan pemerintah selama 6 bulan berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pekerja berpenghasilan bruto tidak lebih dari Rp200 juta, PPh Final UMKM DTP, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30persen, dan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat. PMK 44/2020 ini memperbanyak sektor usaha yang mendapatkan insentif. Contohnya insentif PPh Pasal 21 DTP yang pemberiannya diperluas kepada 1062 sektor usaha. Masyarakat mengakses situs web pajak.go.id untuk mendapatkan insentif itu secara daring. Kelima insentif pajak ini bisa diibaratkan seperti cahaya di ujung terowongan. Kita ingin daya beli masyarakat dapat dipertahankan melalui tambahan penghasilan bagi para pekerja dan UMKM, laju impor ajeg buat industri karena adanya stimulus, stabilitas ekonomi dalam negeri dapat terjaga, ekspor dapat meningkat, dan manajemen kas lebih optimal. Memperkuat garis depan Dibandingkan PMK 44/2020 yang insentif pajaknya lebih menitikberatkan pada pemulihan sektor terdampak, maka insentif pajak dalam PMK 28/2020 lebih difokuskan untuk memperkuat garis depan di medan juang pembasmian COVID-19. Hakikinya agar barang dan jasa yang dibutuhkan dalam penanganan wabah mudah diperoleh dan tersedia dengan cepat. Kita sadari bahwa pemenuhannya berkejaran dengan waktu. Tidak boleh main-main dan lambat karena ini menyangkut nyawa 270 juta rakyat Indonesia. Barang- barang itu seperti obat-obatan, vaksin, peralatan laboratorium, peralatan pendeteksi, peralatan pelindung diri, peralatan untuk perawatan pasien. Sedangkan jasa seperti jasa konstruksi, konsultasi, teknik, manajemen, persewaan, dan jasa pendukung lainnya. Insentif pajak dalam PMK 28/2020 ini juga lebih variatif, yaitu PPN Tidak Dipungut atas impor barang, PPN DTP atas jasa dari luar daerah pabean, PPN DTP atas penyerahan barang di dalam daerah pabean, dan pembebasan PPN atas impor barang yang digunakan untuk pemanfaatan jasa. Yang lainnya adalah insentif pajak berupa pembebasan pemungutan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 22 Impor serta pembebasan pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23. Insentif ini diberikan selama 6 (enam) masa pajak mulai April sampai dengan September 2020. Tidak perlu lama karena kita semua juga ingin wabah ini segera berakhir agar kita bisa membangun dan menata kembali negeri ini.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
esatnya pertumbuhan ekonomi syariah dunia salah satunya dipengaruhi oleh meningkatnya populasi muslim. Kenaikan populasi muslim mendorong peningkatan permintaan terhadap produk dan jasa halal. Pada tahun 2017, tercatat terdapat 1,84 miliar muslim di muka bumi. Diperkirakan, jumlah ini akan terus beranjak naik dan menyentuh 27,5 persen total populasi dunia pada 2030. Di tingkat global, Indonesia memiliki populasi muslim terbesar dan jumlah institusi keuangan syariah tertinggi. State of The Islamic Economic Report 2018/2019 menyebutkan jumlah penduduk muslim Indonesia mencapai 87 persen dari total populasi penduduk Indonesia, atau sekitar 13 persen populasi muslim dunia. Indonesia juga memiliki lebih dari 5000 institusi keuangan syariah. Dengan keunggulan ini, Indonesia berpotensi jadi pemain kunci dalam pengembangan ekonomi syariah dunia. Bahkan, bukan tak mungkin ekonomi syariah Indonesia akan menjadi terbesar di dunia. Kemajuan ekonomi syariah di Indonesia pelan tapi pasti mulai terasa dan diakui. Pada pertengahan Oktober 2019 lalu, Indonesia mencatatkan skor 81,93 pada Islamic Finance Country Index (IFCI) 2019. Dengan raihan skor tersebut, Indonesia berhasil menduduki peringkat pertama dalam pengembangan keuangan syariah keuangan global pada Global Islamic Finance Report (GIFR) terbaru. Capaian ini lebih baik dari tahun sebelumnya lantaran naik lima peringkat dan menggeser Malaysia yang tiga tahun terakhir berada di puncak. Miliki keunggulan Islamic Finance Specialist UNDP, Greget Kalla Buana mengamini pertumbuhan dan perkembangan ekonomi syariah Indonesia yang semakin menggembirakan. Meski demikian, dia mengingatkan masih banyak potensi yang bisa digali guna mewujudkan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah. “Pada 2017, Indonesia menduduki peringkat pertama Muslim Food Expenditure dengan nilai USD170 miliar. Namun, kondisi ini belum mampu menempatkan Indonesia ke dalam sepuluh besar halal food ,”ungkapnya. Greget turut menggarisbawahi sejumlah keunggulan yang dimiliki Indonesia. Pertama, adanya sistem kelembagaan yang kuat dalam mendukung ekonomi syariah. “Selain Dewan Syariah Nasional MUI, perkembangan kelembagaan ekonomi syariah juga diperkuat dengan adanya Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang melahirkan Masterplan Ekonomi Syariah,” ungkapnya. Kedua, adanya hukum dan peraturan yang mengakomodasi inovasi dan kebijakan keuangan syariah di Indonesia. “Sebagai contoh, Undang-Undang Perbankan Syariah, Undang-Undang Zakat, dan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (yang) mungkin di negara lain tidak ada,” katanya. Ketiga, besarnya dorongan masyarakat luas melalui kelompok- kelompok penggerak ekonomi syariah yang mewakili berbagai elemen masyarakat yang memberi kontribusi terhadap perkembangan ekonomi syariah. “Sebut saja, Asosiasi Bank Syariah Indonesia, Asosiasi Fintech Syariah Indonesia, Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam, Ikatan Ahli Ekonomi Islam, Masyarakat Ekonomi Syariah, dan sebagainya,” rincinya kepada Media Keuangan. Tumbuh menjanjikan Perkembangan ekonomi syariah Indonesia telah dimulai sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada 1992. Bank Muamalat menjadi lembaga keuangan pertama di Indonesia yang menerapkan prinsip syariah dalam setiap kegiatan transaksinya. Kehadiran Bank Muamalat ini disambut baik oleh penduduk muslim Indonesia, sehingga pada perkembangannya, berjamur beragam lembaga keuangan lainnya. Menjelang tiga dasawarsa sejak awal perkembangannya, Indonesia diyakini mampu menjadi pusat ekonomi syariah dunia pada 2024 mendatang. Untuk mendorong pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, pemerintah membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) pada tahun 2016. Lembaga ini telah menyusun Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024 sebagai peta jalan yang akan menjadi rujukan bersama guna mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. KNKS menyadari Indonesia belum mengoptimalkan perannya dalam memenuhi permintaan produk dan jasa halal. Selama ini, Indonesia masih lebih banyak berperan dari sisi demand dibanding supply . KNKS menyisir sejumlah tantangan yang dihadapi. Tiga diantaranya yakni regulasi industri halal yang belum memadai, literasi dan kesadaran masyarakat akan produk halal yang kurang, dan interlinkage industri halal dan keuangan syariah yang masih rendah. Peta jalan yang telah disusun akan menjawab tantangan tersebut. Dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024, implementasi pengembangan ekonomi syariah difokuskan pada sektor riil, utamanya yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam hal ini, pemerintah secara khusus memilih sektor produksi dan jasa, terutama yang telah menerapkan label halal sebagai diferensiasi dari produk lain. Menurut Greget, ambisi Indonesia untuk menjadi Global Halal Hub bisa dimulai dari prosedur sertifikasi halal yang saat ini telah menjadi acuan dunia. “Terbukti dengan sejumlah negara yang meminta untuk disertifikasi halal oleh MUI atau mengadopsi sertifikasi halal Indonesia,” katanya. Dengan adanya kepercayaan dunia internasional terkait sertifikasi halal, maka Indonesia bisa memainkan peran sebagai role model industri halal. Greget juga menekankan agar ekonomi syariah tidak dipandang sebagai satu industri terpisah, melainkan terhubung dengan ekosistem dan aspek kehidupan lain secara keseluruhan. Beberapa aspek penting yang dia soroti antara lain nilai-nilai etis, tata kelola dan regulasi, sumber daya manusia (SDM), Sustainable Development Goals (SDGs), serta teknologi. Tak terpisahkan Sekretaris Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (BPH DSN MUI), Anwar Abbas, mengungkapkan bahwa sistem ekonomi syariah pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Menurutnya, Islamic Economic System merupakan alternatif yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya inklusif, namun juga berkelanjutan. “Dunia butuh alternatif (sistem ekonomi). Islam tampil dengan Islamic Economic System , dengan Professional Banking System , dengan Insurance Banking Assistance -nya. Dengan begitu, kita sebagai muslim dan bangsa Indonesia bisa tampil dengan Ekonomi Pancasilanya,” jelasnya. Di sisi lain, Yani Farida Aryani, Kepala Bidang Kebijakan Pengembangan Industri Keuangan Syariah Badan Kebijakan Fiskal, menjelaskan bahwa keuangan syariah merupakan bagian tak terpisahkan dari ekonomi syariah. Pangsa pasar keuangan syariah di Indonesia sendiri terdiri dari perbankan syariah, asuransi syariah, pembiayaan syariah, reksadana syariah, Sukuk Negara dan saham syariah. Selain itu, masih ada pula sektor keuangan sosial islam ( Islamic social finance ) seperti zakat dan wakaf. “Zakat dan wakaf yang notabene masuk ke dalam kelompok dana sosial 21 MEDIAKEUANGAN 20 VOL. XV / NO. 148 / JANUARI 2020 8 Islamic Finance Assets US$82 Milyar 3 Modest Fashion Expenditure US$20 Milyar 1 Halal Food Expenditure US$170 Milyar 5 Halal Travel __ Expenditure US$10 Milyar 6 Halal Media and Recreation Expenditure US$10 Milyar 2 Halal Cosmetics Expenditure US$3,9 Milyar 4 Halal Pharmaceuticals Expenditure US$5,2 Milyar
DPR). Dari berbagai instrumen itu, nanti akan kita dorong, termasuk reformasi kelembagaannya, sehingga bisa fokus dan sangat valid ,” katanya menjelaskan. Terdapat beberapa target indikator yang ingin diraih Indonesia melalui penyusunan dan implementasi RIRN 2017- 2045. Pertama, dari sisi rasio anggaran riset. Kontribusi swasta terhadap belanja riset diharapkan bisa mendekati 75 persen, sedangkan kontribusi pemerintah baik pusat dan daerah diharapkan berada di kisaran 25 persen. Saat ini diketahui, sebanyak 86 persen belanja riset masih didominasi oleh pemerintah. Sementara sisanya sebesar 14 persen berasal dari swasta dan universitas. Tidak hanya itu, RIRN juga menargetkan total belanja riset Indonesia bisa mencapai 1,68 persen dari PDB pada 2025 mendatang, naik dibandingkan belanja saat ini yang hanya sebesar 0,25 persen dari PDB. Kedua, dari sisi SDM. RIRN mematok target rasio kandidat SDM IPTEK terhadap jumlah penduduk Indonesia. Pada 2025 diharapkan terdapat 3.200 orang per 1 juta penduduk, serta 8.600 orang per 1 juta penduduk pada 2045. RIRN menyebutkan, kecukupan jumlah SDM ini perlu dipenuhi agar kontribusi riset bisa berperan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebab, mereka berpotensi menjadi pelaku ekonomi yang berbasis IPTEK di masa depan. Ketiga, terkait produktivitas periset. Pada 2025 pemerintah menargetkan dari setiap 100 periset, terdapat sedikitnya 8 publikasi internasional bereputasi, serta 22 publikasi internasional bereputasi per 100 periset pada 2045. Untuk mencapai itu semua, pemerintah perlu membangun ekosistem yang ramah bagi kegiatan riset. Selain terkait kelembagaan riset, pemerintah menjalankan sejumlah strategi guna menumbuhsuburkan kegiatan riset. Mulai dari peningkatan kerjasama riset dengan industri, pemberlakuan pengurangan pajak hingga tiga kali lipat bagi perusahaan yang bersedia mengalokasikan anggarannya untuk kegiatan riset ( triple tax deduction ), serta pemberian insentif bagi industri yang melakukan hilirisasi produk-produk hasil riset. Selain itu, guna memunculkan tunas periset baru, pemerintah mendorong peneliti muda di bangku sekolah untuk terlibat dalam banyak kegiatan penelitian. Dimyati juga menuturkan, pemerintah tengah menyiapkan program sertifikasi bagi masyarakat peneliti, yang bukan dari lembaga penelitian, untuk dapat disetarakan. Dana abadi untuk kegiatan riset Sejumlah strategi yang hendak dilakukan guna membangun ekosistem yang ramah bagi kegiatan riset tidak lepas dari kebutuhan anggaran. Sebagaimana diketahui, saat ini, anggaran riset Indonesia ( Gross of Expenditure on Research and Development , GERD) baru mencapai 0,25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Diakui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pemerintah terus mengupayakan yang terbaik guna meningkatkan anggaran riset menuju jumlah idealnya. Salah satunya melalui dana abadi riset. “Ide dana abadi riset bahwa di dalam anggaran pendidikan kita sebesar 20 persen dari APBN, perlu adanya pemihakan kepada penelitian. Jadi mulai tahun 2019 dialokasikan (dana abadi riset) sekitar Rp1 triliun,” ungkap Menkeu. Dana abadi riset ini menjadi salah satu terobosan pemerintah guna mengatasi keterbatasan anggaran riset. Di luar dana abadi riset, pemerintah pada 2019 telah mengalokasikan anggaran penelitian sebesar Rp35,7 triliun. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya, sebesar Rp33,8 triliun pada 2018 dan sebesar Rp24,9 triliun pada 2016. Selanjutnya pada 2020, pemerintah kembali mengaloaksikan dana abadi riset. Kali ini, besarannya hingga lima kali lipat dana abadi riset tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp5 triliun. Dengan demikian, total dana abadi riset Indonesia saat ini nyaris mencapai Rp6 triliun. Menristek Bambang Brodjonegoro menyampaikan, nantinya penggunaan dana abadi tersebut ditujukan terutama untuk kegiatan riset dan inovasi yang mendukung tiga hal. Pertama, peningkatan pada nilai tambah sumber daya alam. Kedua, peningkatan substitusi impor dengan produk sama, tapi bernilai tambah atau berharga lebih murah dan mudah didapat. Ketiga, berguna bagi kebutuhan masyarakat, khususnya UMKM dengan teknologi yang tepat guna. Sementara itu, dia menyebutkan, dana abadi riset ditujukan kepada peneliti, perekayasa, atau inovator yang diharapkan menghasilkan produk yang memberikan nilai dan dampak yang besar untuk pembangunan nasional, khususnya pembangunan ekonomi. “Serta penggunaannya akan melewati sistem seleksi yang sangat ketat sehingga benar-benar menghasilkan program yang tepat dan baik,” katanya. Kuatkan koordinasi lembaga riset Sebagaimana diketahui, pengelolaan anggaran riset (selain dana abadi riset) selama ini tersebar di 52 kementerian dan Lembaga (K/L). Dari total 52 K/L tersebut, sebanyak tujuh lembaga dedikatif untuk riset (BPPT, LIPI, Bapeten, LAPAN), sedangkan 45 lainnya merupakan kementerian yang memiliki kegiatan penelitian dan pengembangan. Itu sebabnya Menkeu Sri Mulyani Indrawati begitu menyoroti pentingnya pemanfaatan anggaran riset secara optimal. Jika (dana riset) dikelola oleh K/L yang mindset -nya hanya birokratis dan bukan dalam rangka menyelesaikan masalah atau meng- adress suatu isu, maka anggaran (riset) yang besar tidak mencerminkan kemampuan dan kualitas untuk bisa menghasilkan riset,” sebutnya. Sehubungan dengan itu Dimyati menyebutkan, dari sekian banyak institusi yang melakukan riset, tidak jarang riset yang dihasilkan saling bertumpang tindih. “(Bahkan), kadang-kadang riset itu betul-betul copy paste dengan riset yang diadakan di litbang K/L. Jadi tidak satu framework ,” ungkapnya. Itu sebabnya, pemerintah membangun Badan RIset dan Inovasi Nasional (BRIN). Badan ini merupakan amanah Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2019. Fungsi utama BRIN ialah untuk mengintegrasikan segala kegiatan riset, mulai dari perencanaan, program, anggaran, serta sumber daya secara terpadu. Dengan demikian, segala kegiatan riset baik yang ada di perguruan tinggi, lembaga pnelitian dan pengembangan baik pusat maupun daerah, serta di sejumlah kementerian, tidak berjalan sendiri-sendiri tanpa tujuan. “Hal terpenting adalah menghindarkan dari berbagai tumpang tindih pelaksanaan kegiatan riset, serta menghindarkan inefisiensi penggunaan sumber daya, khususnya anggaran yang relatif masih kecil, namun difokuskan pada kegiatan riset yang dapat memberikan nilai dan dampak yang luas bagi masyarakat bangsa dan negara, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan dating,” jelas Menristek. Nantinya segala program dan anggaran riset sepenuhnya berada di bawah pengawasan BRIN. “Meski demikian, lembaga- lembaga (riset) yang saat ini ada, diharapkan masih tetap eksis. Namun dengan penyesuaian organisasi yang sejalan dengan tugas-tugas yang akan diberikan setelah dikoordinasikan oleh BRIN”, harapnya. 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 KemenristekDIKTI: Rp2,84 triliun KKP: Rp2,37 triliun Kementan: Rp2,13 triliun Kementerian ESDM : Rp1,63 triliun Kemendikbud Rp1,49 triliun Kemenhan Rp1,43 triliun Kemenkes Rp1,27 triliun LIPI Rp1,18 triliun Kemenhub Rp1,05 triliun BPPT Rp0,98 triliun Batan Rp0,81 triliun Kemenag Rp0,79 triliun Lapan Rp0,78 triliun Kemensos Rp0,63 triliun Kemenperin Rp0,59 triliun Kemen PU & Pera Rp0,57 triliun Kemenlu Rp0,48 triliun Kemen LHK Rp0,33 triliun Lemhannas Rp0,31 triliun Kemenkeu Rp0,29 triliun 2016 2017 2018 2019 47 MEDIAKEUANGAN 46 VOL. XV / NO. 148 / JANUARI 2020