Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.02/2021 Tentang Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan dari dalam negeri atau luar negeri, yang mempunyai kewajiban membayar PNBP, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Instansi Pengelola PNBP adalah instansi yang menyelenggarakan pengelolaan PNBP.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut dengan Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non-Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 atau peraturan perundang-undangan lain.
Pimpinan Instansi Pengelola PNBP adalah Bendahara Umum Negara atau Pimpinan Kementerian/Lembaga yang memegang kewenangan sebagai Pengguna Anggaran.
Pejabat Kuasa Pengelola PNBP adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dalam Pengelolaan PNBP yang menjadi tanggungjawabnya dan tugas lain terkait PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Mitra Instansi Pengelola PNBP adalah badan yang membantu Instansi Pengelola PNBP melaksanakan sebagian kegiatan pengelolaan PNBP yang menjadi tugas Instansi Pengelola PNBP berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Instansi Pemeriksa adalah badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara dan pembangunan nasional.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Rencana PNBP adalah hasil penghitungan dan/atau penetapan target PNBP dan pagu penggunaan dana PNBP yang diperkirakan dalam 1 (satu) tahun anggaran.
Target PNBP adalah perkiraan PNBP yang akan diterima dalam 1 (satu) tahun anggaran untuk tahun yang direncanakan.
Pagu Penggunaan Dana PNBP adalah batas tertinggi anggaran yang bersumber dari PNBP yang akan dialokasikan kepada Kementerian/Lembaga untuk tahun yang direncanakan.
Bagian Anggaran adalah kelompok anggaran menurut nomenklatur Kementerian/Lembaga dan menurut fungsi Bendahara Umum Negara.
Tahun Anggaran adalah periode dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Collecting Agent adalah agen penerimaan meliputi bank persepsi, pos persepsi, bank persepsi valas, lembaga persepsi lainnya, atau lembaga persepsi lainnya valas yang ditunjuk oleh Kuasa Bendahara Umum Negara Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara.
Pengelolaan PNBP adalah pemanfaatan sumber daya dalam rangka tata kelola yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, dan pengawasan untuk meningkatkan pelayanan, akuntabilitas, dan optimalisasi penerimaan negara yang berasal dari PNBP.
Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
PNBP Terutang adalah kewajiban PNBP dari Wajib Bayar kepada Pemerintah yang wajib dibayar pada waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
Piutang PNBP adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah dan/atau hak Pemerintah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun dari pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan kekayaan negara dipisahkan, pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana, dan hak negara lainnya.
Surat Tagihan PNBP adalah surat dan/atau dokumen yang digunakan untuk melakukan tagihan PNBP Terutang, baik berupa pokok maupun sanksi administratif berupa denda.
Surat Ketetapan PNBP adalah surat dan/atau dokumen yang menetapkan jumlah PNBP Terutang yang meliputi Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar, Surat Ketetapan PNBP Nihil, dan Surat Ketetapan PNBP Lebih Bayar.
Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor tanda bukti pembayaran atau penyetoran ke Kas Negara yang tertera pada Bukti Penerimaan Negara dan diterbitkan oleh sistem settlement yang dikelola Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian/Lembaga adalah instansi Pemerintah yang dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian/Lembaga meliputi inspektorat jenderal/inspektorat utama/inspektorat/unit lain yang menjalankan peran pengawasan internal Kementerian/Lembaga.
Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik.
Pengawasan PNBP adalah proses kegiatan untuk menguji tingkat pemenuhan kewajiban PNBP dan/atau memperoleh keyakinan atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP oleh Instansi Pengelola PNBP, yang dilaksanakan dalam bentuk penilaian, verifikasi, dan/atau evaluasi.
Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan adalah unit yang menyelenggarakan pengawasan intern pemerintah di lingkungan Kementerian Keuangan dan menyelenggarakan fungsi pengawasan Menteri Keuangan sebagai Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam Kepemilikan Kekayaan Negara yang Dipisahkan.
Direktorat Jenderal Anggaran adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 5 lainnya
Seksi Dampak Kebijakan Perpajakan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan dan penelitian dampak kebijakan perpajakan serta pendistribusian hasil penelitian.
Seksi Dampak Kondisi Makro Ekonomi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan dan penelitian dampak kondisi makro ekonomi terhadap perpajakan serta pendistribusian hasil penelitian.
Seksi Dampak Kebijakan Umum mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan dan penelitian dampak kebijakan umum terhadap perpajakan serta pendistribusian hasil penelitian.
Seksi Analisis Ekonomi Makro mempunyai tugas melakukan analisis kebijakan clan prospek perkembangan ekonomi makro, analisis sensitivitas dampak ekonomi makro terhadap Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara, clan pengelolaan data dan model dampak ekonomi makro dalam penyusunan dokumen-dokumen Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara dan Rancangan Undang- Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Seksi Analisis Penerimaan Perpajakan dan Hibah mempunyai tugas melakukan analisis kebijakan, perkembangan realisasi, sasaran penerimaan perpajakan, hibah, sensitivitas perpajakan, pemantauan, evaluasi, clan pengelolaan data dan model penerimaan perpajakan clan hibah dalam penyusunan dokumen-dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Rancangan Undang- Undang Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara.
Seksi Analisis Penerimaan Negara Bukan Pajak mempunyai tugas melakukan analisis kebijakan, perkembangan realisasi, sasaran Penerimaan Negara Bukan Pajak, sensitivitas Penerimaan Negara Bukan Pajak, serta pemantauan, evaluasi, clan pengelolaan data clan model Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam penyusunan dokumen-dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara.
Seksi Analisis clan Konsolidasi Penyusunan Postur Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara mempunyai tugas melakukan analisis perkembangan kondisi fiskal clan kerangka Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara (postur Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara), pemantauan clan evaluasi atau pemantauan dini Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara, dan koordinasi pengolahan data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara clan data fiskal lainnya dalam Proyeksi Postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk keperluan penyusunan dokumen-dokumen Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara clan Rancangan Undang- Undang Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara.
Seksi Risiko Pelaksanaan Public Service Obligation pada Badan Usaha Milik Negara I dan Seksi Risiko Pelaksanaan Public Service Obligation pada Badan Usaha Milik Negara II masing-masing mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan, penyusunan rencana, pelaksanaan ke bij akan mi tigasi risiko keuangan negara yang bersumber dari Badan Usaha Milik Negara, pelaksanaan kebijakan mitigasi, perumusan rekomendasi mitigasi risiko, penyusunan rencana dan pelaksanaan mi tigasi risiko, serta pemantauan dan reviu terhadap pelaksanaan mitigasi risiko keuangan negara yang bersumber dari Badan Usaha Milik Negara yang melaksanakan penugasan Public Service Obligation. (2) Seksi Risiko Penugasan Non-Public Service Obligation dan Investasi pada Badan Usaha Milik Negara mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan, penyusunan rencana, dan pelaksanaan kebijakan mitigasi risiko, identifikasi, analisis, dan evaluasi perumusan rekomendasi mitigasi risiko, penyusunan rencana dan pelaksanaan mitigasi risiko, serta pemantauan dan reviu terhadap pelaksanaan mitigasi risiko Keuangan Negara yang bersumber dari Badan Usaha Milik Negara yang melaksanakan penugasan Non-Public Service Obligation dan risiko atas penyertaan modal negara, restrukturisasi, dan privatisasi.
Seksi Risiko Pinjaman pada Badan Usaha Milik Negara mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan, penyusunan rencana, dan pelaksanaan kebijakan mitigasi risiko melalui pengumpulan dan pengolahan data, identifikasi, analisis, evaluasi, perumusan rekomendasi mitigasi risiko, penyusunan rencana dan pelaksanaan mi tigasi risiko, serta pemantauan dan reviu terhadap pelaksanaan mitigasi risiko keuangan negara yang bersumber dari penerusan pinjaman luar negeri/ Subsidiary Loan Agreement (SLA) dari Pemerintah kepada Badan Usaha Milik Negara, Pinjaman Komersial Luar Negeri, pinjaman langsung ( direct lending) dari luar negeri oleh Badan U saha Milik Negara, dan jaminan pemerintah atas pinjaman Badan Usaha Milik Negara yang mendapatkan penugasan dari pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembagian tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77 /PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024 ...
Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar Pajak, pemotong Pajak, dan pemungut Pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang bertanggung jawab atas pembayaran Pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pemegang Saham Mayoritas adalah pemegang saham yang memiliki saham lebih dari 50% (lima puluh persen) dari keseluruhan saham perusahaan.
Pemegang Saham Pengendali adalah pemegang saham yang baik langsung maupun tidak langsung memiliki wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan.
Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan jurusita pajak, menerbitkan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, surat pencabutan sita, pengumuman lelang, surat penentuan harga limit, pembatalan lelang, surat perintah penyanderaan, dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan Pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang Pajak menurut undang-undang.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak.
Kantor Pelayanan Pajak adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.
Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan Pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, penyitaan, dan penyanderaan.
Utang Pajak adalah Pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, pengumuman lelang, pembatalan lelang, jasa penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan Pajak.
Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya.
Surat Paksa adalah surat perintah membayar Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak.
Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh Utang Pajak dari semua jenis Pajak, masa Pajak, dan tahun Pajak.
Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi Utang Pajak menurut peraturan perundang-undangan.
Objek Sita adalah barang Penanggung Pajak yang dapat dijadikan jaminan Utang Pajak.
Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijadikan Objek Sita.
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.
Lembaga Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat LJK adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, dan perasuransian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang selanjutnya disebut LJK Lainnya adalah lembaga jasa keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
Entitas Lain adalah badan hukum seperti perseroan terbatas atau yayasan, atau non-badan hukum seperti persekutuan atau trust , yang melaksanakan kegiatan selain di sektor perbankan, pasar modal, dan perasuransian, yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standar pertukaran informasi berdasarkan perjanjian internasional.
Rekening Keuangan adalah rekening yang dikelola oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain, yang meliputi rekening bagi bank, rekening efek dan sub rekening efek bagi perusahaan efek dan bank kustodian, polis asuransi bagi perusahaan asuransi, dan/atau aset keuangan lain bagi LJK Lainnya dan/atau Entitas Lain.
Pemblokiran adalah tindakan pengamanan Barang milik Penanggung Pajak yang dikelola oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain, yang meliputi rekening bagi bank, sub rekening efek bagi perusahaan efek dan bank kustodian, polis asuransi bagi perusahaan asuransi, dan/atau aset keuangan lain bagi LJK Lainnya dan/atau Entitas Lain, dengan tujuan agar terhadap Barang dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai.
Bantuan Penagihan Pajak adalah fasilitas bantuan penagihan Pajak yang terdapat di dalam perjanjian internasional yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra untuk melakukan penagihan Pajak yang dikenakan oleh negara mitra atau yurisdiksi mitra.
Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra adalah negara atau yurisdiksi yang terikat dengan pemerintah Indonesia dalam perjanjian internasional.
Perjanjian Internasional adalah perjanjian bilateral atau multilateral, yang antara lain menyatakan bahwa pemerintah Indonesia telah mengikatkan dirinya dengan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, yang mengatur kerja sama mengenai hal-hal yang berkaitan dengan bantuan penagihan perpajakan, meliputi:
persetujuan penghindaran Pajak berganda; atau
perjanjian bilateral atau multilateral lainnya.
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Badan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Badan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Badan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Badan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status Badan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Badan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Badan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Badan yang meleburkan diri dan status Badan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Badan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Badan beralih karena hukum kepada dua Badan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Badan beralih karena hukum kepada satu Badan atau lebih.
Pemerintah Daerah adalah pemerintah daerah yang wilayah hukumnya meliputi tempat tindakan penagihan Pajak dilaksanakan.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Pengadilan Negeri adalah pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tindakan penagihan Pajak dilaksanakan.
Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa
Relevan terhadap
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEWAJARAN DAN KELAZIMAN USAHA DALAM TRANSAKSI YANG DIPENGARUHI HUBUNGAN ISTIMEWA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. 2. Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 • tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. 3. Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. 4. Harga Transfer adalah harga dalam transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa.
Pihak Afiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan istimewa satu sama lain. 6. Transaksi Afiliasi adalah transaksi yang dilakukan wajib pajak dengan Pihak Afiliasi. 7. Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa adalah transaksi yang meliputi Transaksi Afiliasi dan/atau transaksi yang dilakukan antarpihak yang tidak memiliki hubungan istimewa tetapi Pihak Afiliasi dari salah satu atau kedua pihak yang bertransaksi tersebut menentukan lawan transaksi dan harga transaksi. 8. Transaksi Independen adalah transaksi yang dilakukan antarpihakyang tidak memiliki hubungan istimewa dan tidak dipengaruhi hubungan istimewa. 9. Penentuan Harga Transfer (Transfer Pricing) yang selanjutnya disebut Penentuan Harga Transfer adalah penentuan harga dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa. 10. Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha yang Tidak Dipengaruhi oleh Hubungan Istimewa (Ann's Length Principle/ ALP) yang selanjutnya disebut Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha adalah prinsip yang berlaku di dalam praktik bisnis yang sehat yang dilakukan se bagaimana Transaksi Independen. 11. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/ a tau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan. 12. Dokumen Penentuan Harga Transfer adalah dokumen yang diselenggarakan oleh wajib pajak yang memuat data dan/ a tau informasi untuk mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman U saha. 13. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 14. Grup Usaha adalah sekumpulan subjek pajak yang menjalankan kegiatan usaha yang terdiri dari pihak- pihak yang mempunyai hubungan istimewa. 15. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra untuk mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak. 16. Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda adalah negara atau yurisdiksi yang terikat dengan Pemerintah Indonesia dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. 1 7. Otoritas Pajak Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda adalah otoritas perpajakan pada Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berwenang melaksanakan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. 18. Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure/ MAP) yang selanjutnya disebut Prosedur Persetujuan Bersama adalah prosedur administratif yang diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. 19. Pejabat Berwenang terkait pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama yang selanjutnya disebut Pejabat Berwenang adalah pejabat di Indonesia atau pejabat di Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berwenang untuk melaksanakan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. 20. Persetujuan Bersama adalah hasil yang telah disepakati dalam penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda oleh Pejabat Berwenang dari Pemerintah Indonesia dan Pejabat Berwenang dari pemerintah Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda sehubungan dengan Prosedur Persetujuan Bersama yang telah dilaksanakan. 21. Surat Keputusan Persetujuan Bersama adalah surat keputusan yang diterbitkan untuk menindaklanjuti kesepakatan dalam Persetujuan Bersama. 22. Warga Negara Indonesia yang mengajukan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama yang selanjutnya disebut Warga Negara Indonesia adalah Warga Negara Indonesia berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang kewarganegaraan yang menjadi wajib pajak dalam negeri Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. 23. Pemohon adalah Wajib Pajak dalam negeri atau Warga Negara Indonesia. 24. Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/ APA) yang selanjutnya disebut Kesepakatan Harga Transfer adalah perjanjian tertulis antara Direktur Jenderal Pajak dan Wajib Pajak atau Otoritas Pajak Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang menyangkut wajib pajak yang berada di wilayah yurisdiksinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3a) Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan untuk menyepakati kriteria dalam Penentuan Harga Transfer dan/atau menentukan harga wajar atau laba wajar di muka. 25. Naskah Kesepakatan Harga Transfer adalah dokumen yang berisi kesepakatan antara Direktur Jenderal Pajak dan Wajib Pajak dalam negeri mengenai kriteria dalam Penentuan Harga Transfer dan Penentuan Harga Transfer di muka sesuai Prinsip Kewajaran dan Kelaziman U saha selama periode kesepakatan harga transfer serta pemberlakuan mundur.
Kesepakatan Harga Transfer Unilateral adalah Kesepakatan Harga Transfer antara Direktur Jenderal Pajak dan Wajib Pajak dalam negeri. 27. Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral adalah Kesepakatan Harga Transfer antara Direktur Jenderal Pajak dan 1 (satu) atau lebih Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang dilaksanakan berdasarkan permohonan Wajib Pajak dalam negeri. 28. Periode Kesepakatan Harga Transfer adalah tahun pajak yang dicakup di dalam Kesepakatan Harga Transfer sesuai permohonan Wajib Pajak dalam negeri atau sesuai Persetujuan Bersama paling lama 5 (lima) tahun pajak setelah tahun pajak diajukannya permohonan Kesepakatan Harga Transfer. 29. Pemberlakuan Mundur (Roll-back) yang selanjutnya disebut Pemberlakuan Mundur adalah pemberlakuan hasil kesepakatan dalam Kesepakatan Harga Transfer untuk tahun pajak sebelum Periode Kesepakatan Harga Transfer. 30. Portal Wajib Pajak adalah sarana Wajib Pajak untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara elektronik pada laman Direktorat Jenderal Pajak. BAB II HUBUNGAN ISTIMEWA Pasal 2 (1) Hubungan istimewa merupakan hubungan istimewa sebagaimana diatur dalam:
Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan; dan
Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (2) Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keadaan ketergantungan atau keterikatan satu • pihak dengan pihak lainnya yang disebabkan oleh:
kepemilikan atau penyertaan modal;
penguasaan; atau
hubungan keluarga sedarah atau semenda. (3) Keadaan ketergantungan atau keterikatan antara satu pihak dan pihak lainnya se bagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan keadaan satu atau lebih pihak:
mengendalikan pihak yang lain; atau
tidak berdiri bebas, dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan. (4) Hubungan istimewa karena kepemilikan atau penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dianggap ada dalam hal:
Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; atau
hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada 2 (dua) Wajib Pajak atau lebih atau hubungan di antara 2 (dua) Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir. (5) Hubungan istimewa karena penguasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dianggap ada dalam hal:
satu pihak menguasai pihak lain atau satu pihak dikuasai oleh pihak lain, secara langsung dan/atau tidak langsung;
dua pihak atau lebih berada di bawah penguasaan pihak yang sama secara langsung dan/atau tidak langsung;
satu pihak menguasai pihak lain atau satu pihak dikuasai oleh pihak lain melalui manajemen atau penggunaan teknologi;
terdapat orang yang sama secara langsung dan/atau tidak langsung terlibat atau berpartisipasi di dalam pengambilan keputusan manajerial atau operasional pada dua pihak a tau le bih;
para pihak yang secara komersial atau finansial diketahui atau menyatakan diri berada dalam satu Grup U saha yang sama; atau
satu pihak menyatakan diri memiliki hubungan istimewa dengan pihak lain. (6) Hubungan istimewa karena hubungan keluarga sedarah atau semenda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dianggap ada dalam hal terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat. BAB III PENERAPAN PRINSIP KEWAJARAN DAN KELAZIMAN USAHA Bagian Kesatu Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Pasal 3 (1) Wajib Pajak wajib menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman U saha dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban di bidang perpajakan terkait Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan lstimewa. (2) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan untuk menentukan Harga Transfer yang wajar. (3) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterapkan dengan membandingkan kondisi dan indikator harga Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa dengan kondisi dan indikator harga Transaksi Independen yang sama atau sebanding. (4) Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam hal nilai indikator Harga Transfer sama dengan nilai indikator harga Transaksi Independen yang sebanding. (5) Indikator harga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa harga transaksi, laba kotor, atau laba operasi bersih berdasarkan nilai absolut atau nilai rasio tertentu. Bagian Kedua Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman U saha dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa Paragraf 1 Pedoman Umum Pasal 4 (1) Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman U saha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) wajib dilakukan:
berdasarkan keadaan yang se benarnya;
pada saat Penentuan Harga Transfer dan/atau saat terjadinya Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa; dan
sesuai dengan tahapan penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman U saha. (2) Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara terpisah untuk setiap jenis Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa. (3) Dalam hal terdapat dua atau lebih jenis Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa yang saling berkaitan dan memengaruhi satu sama lain dalam Penentuan Harga Transfer sehingga penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman U saha secara terpisah se bagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilakukan secara andal dan akurat, penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman U saha dapat dilakukan dengan menggabungkan dua atau lebih jenis Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa tersebut. (4) Tahapan penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman U saha se bagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
mengidentifikasi Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa dan Pihak Afiliasi;
melakukan analisis industri yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak, termasuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kinerja usaha dalam industri tersebut;
mengidentifikasi hubungan komersial dan/atau keuangan antara Wajib Pajak dan Pihak Afiliasi dengan melakukan analisis atas kondisi transaksi;
melakukan analisis kesebandingan;
menentukan metode Penentuan Harga Transfer; dan
menerapkan metode Penentuan Harga Transfer dan menentukan Harga Transfer yang wajar.
Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha untuk Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa tertentu harus dilakukan dengan tahapan pendahuluan dan tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (6) Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi:
transaksi jasa;
transaksi terkait penggunaan atau hak menggunakan harta tidak berwujud;
transaksi keuangan terkait pinjaman;
transaksi keuangan lainnya;
transaksi pengalihan harta;
restrukturisasi usaha; dan
kesepakatan kontribusi biaya. Paragraf 2 Identifikasi Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa dan Pihak Afiliasi Pasal 5 Identifikasi Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa dan Pihak Afiliasi,sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) huruf a merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi:
Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa yang dilakukan oleh Wajib Pajak;
pihak-pihak yang terlibat dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa sebagaimana dimaksud dalam huruf a; dan
bentuk hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). Paragraf 3 Analisis Industri Pasal 6 (1) Analisis industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) huruf b merupakan analisis untuk mengidentifikasi faktor-faktor berupa:
jenis produk berupa barang atau jasa;
karakteristik industri dan pasar, seperti pertumbuhan pasar, segmentasi pasar, siklus pasar, teknologi, ukuran pasar, prospek pasar, rantai pasokan, dan rantai nilai;
pesaing dan tingkat persaingan usaha;
tingkat efisiensi dan keunggulan lokasi Wajib Pajak;
keadaan ekonomi yang memengaruhi kinerja usaha dalam industri tersebut, seperti tingkat infl.asi, pertumbuhan ekonomi, suku bunga, dan nilai tukar / kurs;
regulasi yang memengaruhi dan/atau menentukan keberhasilan dalam industri; dan
faktor-faktor selain faktor-faktor sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f yang memengaruhi kinerja usaha dalam industri terse but.
Hasil analisis industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan dalam mengidentifikasi perbedaan antara kondisi Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan lstimewa yang diuji dan kondisi transaksi calon pembanding saat melakukan analisis kesebandingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) huruf d. Paragraf 4 Analisis atas Kondisi Transaksi Pasal 7 (1) Kondisi transaksi se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) huruf c merupakan karakteristik ekonomi yang relevan, berupa:
keten tuan kon traktual;
fungsi yang dilakukan, aset yang digunakan, dan risiko yang di tanggung;
karakteristik produk yang ditransaksikan;
keadaan ekonomi; dan
strategi bisnis yang dijalankan para pihak yang bertransaksi. (2) Ketentuan kontraktual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan ketentuan yang dilaksanakan dan/atau berlaku bagi para pihak yang bertransaksi sesuai keadaan yang se benarnya, baik secara tertulis atau tidak tertulis. (3) Fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan aktivitas dan/ a tau tanggung jawab pihak- pihak yang bertransaksi dalam menjalankan kegiatan usaha. (4) Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan aset berwujud, aset tidak berwujud, aset keuangan, dan/atau aset non-keuangan yang berpengaruh dalam pembentukan nilai (value creation), termasuk akses dan tingkat penguasaan pasar di Indonesia. (5) Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan dampak dari kondisi ketidakpastian dalam mencapai tujuan usaha yang ditanggung pihak-pihak yang bertransaksi. (6) Karakteristik produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan karakteristik spesifik dari barang atau jasa yang ditransaksikan dan secara signifikan memengaruhi penetapan harga dalam pasar terbuka. (7) Keadaan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan kondisi ekonomi dari:
para pihak yang bertransaksi; dan
pasar tempat para pihak bertransaksi. (8) Strategi bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan strategi yang dijalankan perusahaan dalam menjalankan usaha di pasar terbuka. Paragraf 5 Analisis Kesebandingan Pasal 8 (1) Analisis kesebandingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) huruf d dilakukan untuk menentukan kesebandingan antara Transaksi Independen dan Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa atas kondisi transaksi se bagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1). (2) Transaksi Independen sama atau sebanding dengan Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa yang diuji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) sepanJang:
kondisi Transaksi Independen sama atau serupa dengan kondisi Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa yang diuji;
kondisi Transaksi Independen berbeda dengan kondisi Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa yang diuji, tetapi perbedaan kondisi tersebut tidak memengaruhi penentuan harga; atau
kondisi Transaksi Independen berbeda dengan kondisi Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa yang diuji dan perbedaan kondisi tersebut memengaruhi penentuan harga, tetapi penyesuaian yang akurat dapat dilakukan secara memadai terhadap Transaksi lndependen untuk menghilangkan dampak material perbedaan kondisi tersebut terhadap penentuan harga. (3) Analisis kesebandingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
memahami karakteristik Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa yang sedang diuji berdasarkan hasil identifikasi hubungan komersial dan/atau keuangan antara Wajib Pajak dan Pihak Afiliasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) huruf c dan menentukan karakteristik usaha masing-masing pihak yang bertransaksi;
mengidentifikasi keberadaan Transaksi Independen yang menjadi calon pembanding yang andal;
menentukan pihak yang diuji indikator harganya dalam hal metode Penentuan Harga Transfer yang digunakan merupakan metode yang berbasis laba;
mengidentifikasi perbedaan kondisi antara Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan lstimewa yang diuji dan calon pembanding;
melakukan penyesuaian yang akurat secara layak atas calon pembanding untuk menghilangkan dampak material perbedaan kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf d terhadap indikator harga transaksi; dan
menentukan Transaksi Independen yang menjadi pembanding terpilih. (4) Pihak yang diuji indikator harganya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan pihak dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa yang memiliki fungsi, aset, dan risiko yang lebih sederhana dengan mempertimbangkan:
penerapan metode Penentuan Harga Transfer; dan
ketersediaan data, yang paling andal dan dapat digunakan. (5) Pembanding sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f dapat berupa pembanding internal atau pembanding eksternal. (6) Pembanding internal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan transaksi antara pihak yang independen dan:
Wajib Pajak; atau
Pihak Afiliasi yang merupakan lawan transaksi. (7) Pembanding eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan transaksi antarpihak yang independen selain pembanding internal. (8) Dalam hal tersedia pembanding internal dan pembanding eksternal dengan tingkat kesebandingan dan keandalan yang sama, pembanding internal yang dipilih dan digunakan sebagai pembanding. (9) Dalam hal tersedia lebih dari satu pembanding eksternal dengan tingkat kese bandingan dan keandalan yang sama, pembanding eksternal yang berasal dari negara atau yurisdiksi yang sama dengan pihak yang diuji, dipilih dan digunakan sebagai pembanding. Paragraf 6 Metode Penentuan Harga Transfer Pasal 9 (1) Metode Penentuan Harga Transfer dalam tahapan penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) huruf e dapat berupa:
metode perbandingan harga antarpihak yang independen ( _comparable uncontrolled price method); _ b. metode harga penjualan kembali (resale price _method); _ c. metode biaya-plus (cost plus _method); _ atau d. metode lainnya, seperti:
metode pembagian laba _(profit split method); _ 2. metode laba bersih transaksional ( transactional net _margin method); _ 3. metode perbandingan transaksi independen ( _comparable uncontrolled transaction method); _ 4. metode dalam penilaian harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud (tangible asset and intangible asset _valuation); _ a tau 5. metode dalam penilaian bisnis ( business valuation). (2) Metode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih berdasarkan ketepatan dan keandalan metode, yang dinilai dari:
kesesuaian metode Penentuan Harga Transfer dengan karakteristik Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa yang diuji dan karakteristik usaha para pihak yang bertransaksi;
kelebihan dan kekurangan setiap metode yang dapat diterapkan;
ketersediaan Transaksi Independen yang menjadi pembanding yang andal;
tingkat kesebandingan antara Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa dan Transaksi Independen yang menjadi pembanding; dan
keakuratan penyesuaian yang dibuat dalam hal terdapat perbedaan kondisi antara Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa dan Transaksi Independen yang menjadi pembanding. (3) Metode perbandingan harga antarpihak yang independen ( comparable uncontrolled price method) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sesuai un tuk karakteristik Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa sebagai berikut:
transaksi produk komoditas; dan
transaksi barang atau jasa dengan karakteristik barang atau jasa yang sama atau serupa dengan karakteristik barang atau jasa pada Transaksi Independen dalam kondisi yang sebanding. (4) Metode harga penjualan kembali (resale price method) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sesuai untuk karakteristik Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan lstimewa dan karakteristik usaha para pihak yang bertransaksi sebagai berikut:
Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa dilakukan dengan melibatkan distributor atau reseller yang melakukan penjualan kembali barang atau jasa kepada pihak yang independen atau kepada Pihak Afiliasi dengan harga yang telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha;dan b. distributor atau reseller sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak menanggung risiko bisnis yang signifikan, tidak memiliki kontribusi unik dan bernilai terhadap Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa, atau tidak memberikan nilai tambah yang signifikan terhadap barang atau jasa yang ditransaksikan. (5) Metode biaya-plus (cost plus method) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sesuai untuk karakteristik Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa dan karakteristik usaha para pihak yang bertransaksi sebagai berikut:
Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa dilakukan dengan melibatkan pabrikan atau penyedia jasa yang membeli bahan baku dan/atau faktor produksi lainnya dari pihak yang independen atau dari Pihak Afiliasi dengan harga yang telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha;dan b. pabrikan atau penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak menanggung risiko bisnis yang signifikan dan tidak memiliki kontribusi unik dan bernilai terhadap Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa. (6) Metode pembagian laba (profit split method) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d angka 1 sesuai untuk karakteristik Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan lstimewa dan karakteristik usaha para pihak yang bertransaksi sebagai berikut:
Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa dilakukan oleh para pihak yang memiliki kontribusi unik dan bernilai terhadap Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa;
kegiatan usaha para pihak yang bertransaksi merupakan kegiatan usaha yang sangat terintegrasi (highly integrated) sehingga kontribusi masing- masing pihak yang bertransaksi tidak dapat dilakukan analisis secara terpisah; dan
para pihak yang bertransaksi saling berbagi risiko bisnis yang signifikan secara ekonomi (share the assumption of economically significant risks) atau secara terpisah menanggung risiko bisnis yang saling berkaitan (separately assume closely related risks). (7) Metode laba bersih transaksional ( transactional net margin method) se bagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d angka 2 dapat dipilih sepanjang pembanding yang andal dan sebanding di tingkat harga dan laba kotor tidak tersedia dan sesuai untuk karakteristik Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa dan karakteristik usaha para pihak yang bertransaksi sebagai berikut:
Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa dilakukan oleh salah satu pihak atau para pihak yang tidak memiliki kontribusi unik dan bernilai terhadap Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa;
kegiatan usaha para pihak yang bertransaksi merupakan kegiatan usaha yang tidak terintegrasi _(non-highly integrated); _ dan c. para pihak yang bertransaksi tidak saling berbagi risiko bisnis yang signifikan secara ekonomi ( not sharing of the assumption of economically significant risks) atau secara terpisah tidak menanggung risiko bisnis yang saling berkaitan (separately not assuming closely related risks). (8) Metode perbandingan Transaksi Independen ( comparable uncontrolled transaction method) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d angka 3 sesuai untuk karakteristik Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan lstimewa yang secara komersial dinilai berdasarkan basis tertentu, berupa tingkat suku bunga, diskonto, provisi, komisi, dan persentase royalti terhadap penjualan atau laba operasi. (9) Metode dalam penilaian harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud (tangible asset and intangible asset valuation) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d angka 4 sesuai untuk karakteristik Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan lstimewa berupa:
transaksi pengalihan harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud;
transaksi penyewaan harta berwujud;
transaksi sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan harta tidak berwujud;
transaksi pengalihan aset keuangan;
transaksi pengalihan hak sehubungan dengan pengusahaan wilayah pertambangan dan/atau hak sejenis lainnya; dan
transaksi pengalihan hak sehubungan dengan pengusahaan perkebunan, kehutanan, dan/atau hak sej enis lainnya. (10) Metode dalam penilaian bisnis (business valuation) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d angka 5 sesuai untuk karakteristik Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa berupa:
transaksi sehubungan dengan restrukturisasi usaha, termasuk pengalihan fungsi, aset, dan/atau risiko antar-Pihak Afiliasi;
transaksi pengalihan harta selain kas kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal _(inbreng); _ dan c. transaksi pengalihan harta selain kas kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota dari perseroan, persekutuan, atau badan lainnya. (11) Kontribusi yang unik dan bernilai sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a merupakan kontribusi yang:
lebih signifikan dari kontribusi yang diberikan oleh pihak yang independen dalam kondisi yang sebanding; dan
menjadi sumber utama manfaat ekonomi aktual atau potensial dalam kegiatan usaha. (12) Dalam hal metode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau ayat (1) huruf d angka 3 dan metode yang lain dapat digunakan dan memiliki keandalan yang setara, maka metode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau ayat (1) huruf d angka 3 lebih diutamakan daripada metode yang lain. (13) Dalam hal metode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ayat (1) huruf c, ayat (1) huruf d angka 1, dan ayat (1) huruf d angka 2 dapat digunakan dan memiliki keandalan yang setara, maka metode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau ayat (1) huruf c lebih diutamakan daripada metode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d angka 1 dan ayat (1) huruf d angka 2. Paragraf 7 Penerapan Metode Penentuan Harga Transfer dan Penentuan Harga Transfer yang Wajar Pasal 10 (1) Metode perbandingan harga antarpihak yang independen (comparable uncontrolled price method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a dilakukan dengan membandingkan harga antara Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa yang diuji dan Transaksi Independen. (2) Metode harga penjualan kembali (resale price method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b dilakukan dengan mengurangkan laba kotor yang wajar untuk distributor atau reseller terhadap harga jual kembali. (3) Metode biaya-plus (cost plus method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar pabrikan atau penyedia jasa terhadap harga pokok penjualan barang atau jasa. (4) Metode pembagian laba (profit split method) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d angka 1 dilakukan dengan membagi laba gabungan transaksi yang relevan berdasarkan fungsi, aset, risiko, dan/atau kontribusi para pihak di dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa. (5) Metode laba bersih transaksional (transactional net margin method) se bagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d angka 2 dilakukan dengan membandingkan tingkat laba operasi bersih pihak yang diuji dengan tingkat laba operasi bersih pembanding. (6) Metode perbandingan Transaksi lndependen (comparable uncontrolled transaction) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d angka 3 dilakukan dengan membandingkan harga atau laba transaksi terhadap basis tertentu antara Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa dan Transaksi Independen. (7) Metode dalam penilaian harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud (tangible asset and intangible asset valuation) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d angka 4 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara penilaian untuk tujuan perpajakan. (8) Metode dalam penilaian bisnis (business valuation) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d angka 5 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara penilaian untuk tujuan perpajakan. Pasal 11 (1) Pembagian laba gabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) dapat dilakukan di tingkat laba kotor atau laba operasi bersih. (2) Tingkat laba gabungan yang dibagi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh tingkat integrasi fungsi, penggunaan aset, dan/atau pembagian risiko bisnis yang signifikan secara ekonomi dari para pihak yang bertransaksi dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa. (3) Laba gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibagi dengan menggunakan:
pendekatan berbasis kontribusi (contribution _analysis); _ atau b. pendekatan berbasis laba residu (residual analysis). (4) Pendekatan berbasis kontribusi (contribution analysis) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan dengan membagi laba gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan faktor pembagi. (5) Pendekatan berbasis laba residu (residual analysis) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan dengan memisahkan laba gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi:
laba yang berasal dari kontribusi masing-masing pihak yang bertransaksi yang dapat diperoleh secara andal pembandingnya dalam Transaksi Independen; dan
sisa laba gabungan setelah dikurangi laba sebagaimana dimaksud dalam huruf a, yang dapat bernilai positif ataupun negatif. (6) Sisa laba gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dibagi berdasarkan faktor pembagi. (7) Faktor pembagi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6) dapat berupa:
persentase pembagian laba oleh pihak-pihak dalam Transaksi Independen yang se banding; a tau b. nilai relatif atau persentase kontribusi para pihak yang bertransaksi dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa, dalam hal data sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak tersedia. (8) Faktor pembagi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
terbebas dari Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa;
dapat diverifikasi; dan
didukung oleh data pembanding atau data internal pihak-pihak yang bertransaksi dan/atau data lainnya yang relevan. Pasal 12 (1) Nilai indikator harga Transaksi Independen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dapat berupa:
titik kewajaran (ann's length _point); _ atau b. titik di dalam rentang kewajaran (ann's length range). (2) Nilai indikator harga Transaksi Independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk berdasarkan data pembanding tahun tunggal (single year). (3) Nilai indikator harga Transaksi Independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk berdasarkan data pembanding tahun jamak (multiple year) sepanjang dapat meningkatkan kesebandingan. (4) Data pembanding tahun tunggal (single year) atau tahun jamak (multiple year) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) merupakan data yang tersedia dan paling mendekati pada saat Penentuan Harga Transfer dan/atau terjadinya Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa. (5) Titik kewajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan titik indikator harga yang terbentuk dari satu atau lebih pembanding yang memiliki nilai indikator harga yang sama. (6) Rentang kewajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan rentang indikator harga yang terbentuk dari dua atau lebih pembanding yang memiliki nilai indikator harga yang berbeda, berupa:
nilai minimum sampai dengan nilai maksimum (full range), dalam hal terbentuk dari dua pembanding; atau
nilai kuartil satu sampai dengan nilai kuartil tiga (interquartile range), dalam hal terbentuk dari tiga atau lebih pembanding. (7) Dalam hal Harga Transfer tidak memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), Penentuan Harga Transfer dilakukan sebagaimana penentuan harga dalam Transaksi Independen dengan menggunakan:
titik kewajaran;
titik yang paling tepat di dalam rentang kewajaran sesuai kesebandingannya; atau
titik tengah (median) di dalam rentang kewajaran, dalam hal tidak dapat ditentukan titik paling tepat sebagaimana dimaksud dalam huruf b. Paragraf 8 Tahapan Pendahuluan Pasal 13 (1) Tahapan pendahuluan untuk transaksi jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) huruf a meliputi pembuktian bahwa jasa terse but:
secara nyata telah diberikan oleh pemberi jasa dan diperoleh penerima jasa;
dibutuhkan oleh penerima jasa;
memberikan manfaat ekonomis kepada penenma jasa;
bukan merupakan aktivitas untuk kepentingan pemegang saham atau jenis kepemilikan lainnya yang modalnya tidak terbagi atas saham (shareholder _activity); _ e. bukan merupakan aktivitas yang memberikan manfaat kepada suatu pihak semata-mata karena pihak tersebut menjadi bagian dari Grup Usaha (passive _association); _ f. bukan merupakan duplikasi atas kegiatan yang telah dilaksanakan sendiri oleh Wajib Pajak;
bukan merupakan jasa yang memberi manfaat insidental; dan
dalam hal j asa siaga ( on-call services), bukan merupakan jasa yang dapat diperoleh segera dari pihak yang independen tanpa adanya perjanjian siaga (on-call contract) terlebih dahulu.
Biaya sehubungan dengan transaksi jasa yang tidak memenuhi pembuktian bahwa jasa tersebut bukan merupakan aktivitas untuk kepentingan pemegang saham atau jenis kepemilikan lainnya yang modalnya tidak terbagi atas saham (shareholder activity) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berupa:
biayajasa terkait administrasi entitas induk, seperti biaya sehubungan rapat pemegang saham entitas induk, biaya jasa sehubungan penerbitan saham entitas induk, biaya jasa sehubungan pencatatan saham entitas induk di bursa efek, dan biaya jasa sehubungan dengan terkait pengurus entitas induk;
biaya jasa terkait kewajiban pelaporan entitas induk, termasuk biaya jasa penyusunan laporan keuangan, biaya jasa penyusunan laporan audit, dan biaya jasa penyusunan laporan keuangan konsolidasi entitas induk;
biaya jasa terkait perolehan dana atau modal yang digunakan untuk pengambilalihan kepemilikan oleh entitas induk;
biayajasa terkait kepatuhan entitas induk terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku;
biaya jasa terkait perlindungan kepemilikan modal entitas induk pada perusahaan anak; dan
biaya jasa terkait tata kelola Grup Usaha secara keseluruhan. (3) Tahapan pendahuluan untuk transaksi terkait penggunaan atau hak menggunakan harta tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) huruf b meliputi pembuktian atas:
keberadaan (eksistensi) harta tidak berwujud;
jenis harta tidak berwujud;
nilai harta tidak berwujud;
pihak yang memiliki harta tidak berwujud secara legal;
pihak yang memiliki harta tidak berwujud secara ekonomis;
penggunaan atau hak untuk menggunakan harta tidak berwujud;
pihak-pihak yang berkontribusi dan melakukan aktivitas pengembangan, peningkatan, pemeliharaan, proteksi, dan eksploitasi ( development, enhancement, maintenance, protection, and exploitation) atas harta tidak berwujud; dan
manfaat ekonomis yang diperoleh pihak yang menggunakan harta tidak berwujud. (4) Tahapan pendahuluan untuk transaksi keuangan terkait pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) huruf c meliputi pembuktian bahwa pinjaman terse but:
sesuai dengan substansi dan keadaan sebenarnya;
dibutuhkan oleh peminjam;
digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sesua1 ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan;
memenuhi karakteristik pinjaman, minimal berupa:
kreditur mengakui pinjaman secara ekonomis dan secara legal;
adanya tanggal jatuh tempo pinjaman;
adanya kewajiban untuk membayar kembali pokok pinjaman;
adanya pembayaran sesuai jadwal pembayaran yang telah ditetapkan baik untuk pokok pinjaman dan imbal hasilnya;
pada saat pmJaman diperoleh, pemmJam memiliki kemampuan untuk: a) mendapatkan pmJaman dari kreditur independen; dan b) membayar kembali pokok pinjaman dan imbal hasil pinjaman sebagaimana debitur independen;
didasarkan pada perjanjian pinjaman yang dibuat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
adanya konsekuensi hukum apabila peminjam gagal dalam mengembalikan pokok pmJaman dan/atau imbal hasilnya; dan
adanya hak tagih bagi pemberi pinjaman sebagaimana kreditur independen; dan
memberikan manfaat ekonomis kepada penerima pmJaman. (5) Tahapan pendahuluan untuk transaksi keuangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) huruf d meliputi pembuktian atas:
kesesuaian transaksi keuangan lainnya dengan substansi dan keadaan yang sebenarnya;
jenis transaksi keuangan lainnya;
pengakuan secara ekonomis dan secara legal oleh para pihak yang melakukan transaksi keuangan lainnya;
motif, tujuan, dan alasan ekonomis (economic rationale) transaksi keuangan lainnya; dan
manfaat yang diharapkan (expected benefit) dari transaksi keuangan lainnya. (6) Tahapan pendahuluan untuk transaksi pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) huruf e meliputi pembuktian atas:
motif, tujuan, dan alasan ekonomis ( economic rationale) transaksi pengalihan harta;
pengalihan harta sesuai dengan substansi dan keadaan yang se benarnya;
manfaat yang diharapkan ( expected benefit) dari pengalihan harta; dan
pengalihan harta tersebut merupakan pilihan terbaik dari berbagai pilihan lain yang tersedia. (7) Tahapan pendahuluan untuk restrukturisasi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) huruf f meliputi pembuktian atas:
motif, tujuan, dan alasan ekonomis ( economic rationale) dari restrukturisasi usaha;
restrukturisasi usaha sesuai dengan substansi dan keadaan yang se benarnya;
manfaat yang diharapkan ( expected benefit) dari restrukturisasi usaha; dan
restrukturisasi usaha tersebut merupakan pilihan terbaik dari berbagai pilihan lain yang tersedia. (8) Tahapan pendahuluan untuk kesepakatan kontribusi biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) huruf g meliputi pembuktian bahwa kesepakatan kontribusi biaya tersebut:
dibuat sebagaimana kesepakatan antarpihak yang in depend en;
dibutuhkan oleh pihak yang melakukan kesepakatan; dan
memberikan manfaat ekonomis kepada pihak yang melakukan kesepakatan. (9) Tahapan pendahuluan meliputi pembuktian atas manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, ayat (3) huruf h, ayat (4) huruf e, ayat (5) huruf e, ayat (6) huruf c, ayat (7) huruf c, ayat (8) huruf c berupa peningkatan penjualan, penurunan biaya, perlindungan atas posisi komersial, atau pemenuhan kebutuhan kegiatan komersial lainnya termasuk untuk kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Pasal 14 Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat membuktikan Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa tertentu berdasarkan tahapan pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa tersebut tidak memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3). Bagian Ketiga Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa atas Wajib Pajak Dalam Negeri yang Memenuhi Ketentuan Sebagai Bentuk Usaha Tetap Pasal 15 (1) Dalam hal Wajib Pajak dalam negeri yang melakukan Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa memenuhi ketentuan sebagai bentuk usaha tetap sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penentuan bentuk usaha tetap, Wajib Pajak dalam negeri tersebut juga ditetapkan sebagai bentuk usaha tetap. (2) Bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan seluruh data dan/atau informasi terkait transaksi yang dilakukan oleh Pihak Afiliasi di luar negeri yang terkait dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap.
Penyampaian seluruh data dan/atau informasi terkait transaksi yang dilakukan oleh Pihak Afiliasi di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan. (4) Data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan dalam menentukan nilai transaksi bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Dalam hal bentuk usaha tetap tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), nilai transaksi ditentukan dengan menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman U saha. (6) Pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan yang sebelumnya telah dilaksanakan Wajib Pajak dalam negeri diperhitungkan dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (7) Pemenuhan kewajiban perpajakan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. BAB IV DOKUMENTASI PENERAPAN PRINSIP KEWAJARAN DAN KELAZIMAN USAHA Pasal 16 (1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib menyelenggarakan dan menyimpan dokumen yang memuat data dan/ a tau informasi untuk mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. (2) Dokumen yang memuat data dan/atau informasi untuk mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Dokumen Penentuan Harga Transfer yang terdiri atas:
dokumen induk;
dokumen lokal; dan
laporan per negara. (3) Wajib Pajak yang melakukan Transaksi Afiliasi dengan:
nilai peredaran bruto tahun pajak sebelumnya dalam satu tahun pajak lebih dari RpS0.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);
nilai Transaksi Afiliasi tahun pajak sebelumnya dalam satu tahun pajak:
lebih dari Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) untuk transaksi barang berwujud; atau
lebih dari RpS.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk masing-masing penyediaan jasa, pembayaran bunga, pemanfaatan barang tidak berwujud, atau Transaksi Afiliasi lainnya; atau
Pihak Afiliasi yang berada di negara atau yurisdiksi dengan tarif pajak penghasilan lebih rendah daripada tarif pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pajak penghasilan, wajib menyelenggarakan dan menyimpan Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b sebagai bagian dari kewajiban menyimpan dokumen lain sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan. (4) Wajib Pajak dalam negeri yang merupakan entitas induk dari suatu Grup Usaha yang memiliki peredaran bruto konsolidasi paling sedikit Rpl l.000.000.000.000,00 (sebelas triliun rupiah) pada tahun pajak sebelum tahun pajak yang dilaporkan wajib menyelenggarakan dan menyimpan Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c sebagai bagian dari kewajiban menyimpan dokumen lain sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (5) Dalam hal Wajib Pajak dalam negeri berkedudukan sebagai entitas konstituen dan entitas induk dari Grup Usaha merupakan subjek pajak luar negeri, Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan laporan per negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sepanjang negara atau yurisdiksi tempat entitas induk berdomisili:
tidak mewajibkan penyampaian laporan per negara;
tidak memiliki perjanjian dengan Pemerintah Indonesia mengenai pertukaran informasi perpajakan; atau
memiliki perjanjian dengan Pemerintah Indonesia mengenai pertukaran informasi perpajakan, namun laporan per negara tidak dapat diperoleh Pemerintah Indonesia dari negara atau yurisdiksi tersebut. (6) Batasan nilai peredaran bruto dan nilai Transaksi Afiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung dengan cara disetahunkan dalam hal tahun pajak diperolehnya peredaran bruto dan/atau dilakukannya Transaksi Afiliasi meliputijangka waktu kurang dari 12 (dua belas) bulan. (7) Dalam hal Wajib Pajak memiliki Transaksi Afiliasi namun tidak diwajibkan untuk menyelenggarakan dan menyimpan Dokumen Penentuan Harga Transfer berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), atau ayat (5), Wajib Pajak tetap diwajibkan untuk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (8) Dalam hal Wajib Pajak telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah, batasan nilai uang dalam mata uang rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) setara dengan nilai mata uang selain rupiah berdasarkan nilai kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk penghitungan pajak pada akhir tahun pajak. (9) Peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (6) merupakan penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai, sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. (10) Contoh penentuan Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan dan menyimpan Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (6) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 17 (1) Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a dan huruf b, wajib diselenggarakan berdasarkan data dan informasi yang tersedia pada saat dilakukan Transaksi Afiliasi. (2) Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf c wajib diselenggarakan berdasarkan data dan informasi yang tersedia sampai dengan akhir tahun pajak. Pasal 18 (1) Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a dan huruf b harus tersedia paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak. (2) Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf c harus tersedia paling lama 12 (dua belas) bulan setelah akhir tahun pajak. (3) Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan surat pernyataan mengenai saat tersedianya Dokumen Penentuan Harga Transfer terse but yang ditandatangani oleh pihak yang menyediakan Dokumen Penentuan Harga Transfer. Pasal 19 (1) Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a dan huruf b wajib dibuat ikhtisar. (2) Ikhtisar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan sebagai lampiran surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan badan tahun pajak yang bersangku tan. (3) Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf c wajib disampaikan sebagai lampiran surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan badan tahun pajak berikutnya. (4) Ikhtisar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 20 (1) Wajib Pajak dalam negeri yang merupakan entitas induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) merupakan entitas yang:
memiliki secara langsung atau tidak langsung satu atau lebih anggota lain dalam Grup Usaha;
mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan laporan keuangan konsolidasi berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia dan/atau berdasarkan ketentuan yang mengikat emiten bursa efek di Indonesia; dan
tidak dimiliki secara langsung atau tidak langsung oleh entitas konstituen lain dalam Grup Usaha atau dimiliki secara langsung atau tidak langsung oleh entitas konstituen lain, tetapi entitas konstituen lain tersebut tidak diwajibkan mengonsolidasi laporan keuangan entitas induk dimaksud. (2) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperbolehkan menunjuk entitas konstituen lainnya untuk menggantikannya dalam memenuhi kewajiban penyampaian laporan per negara, baik di Indonesia maupun di negara atau yurisdiksi lainnya. Pasal 21 (1) Entitas konstituen sebagaimana dimaksud dalam 16 ayat (5) merupakan:
setiap entitas usaha terpisah yang ·merupakan anggota Grup U saha multinasional dan dimasukkan dalam laporan keuangan konsolidasi entitas induk untuk keperluan pelaporan keuangan;
setiap entitas usaha yang merupakan anggota Grup U saha multinasional yang tidak dimasukkan dalam laporan keuangan konsolidasi semata-mata karena pertimbangan ukuran usaha atau materialitas; dan/atau
setiap bentuk usaha tetap dari entitas usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf a atau huruf b sepanjang bentuk usaha tetap tersebut memiliki laporan keuangan yang terpisah untuk keperluan pelaporan keuangan, pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, pelaporan pajak, atau untuk tujuan pengendalian manajemen perusahaan. (2) Dalam hal entitas induk dari Grup Usaha yang merupakan subjek pajak luar negeri telah menunjuk entitas konstituen lainnya di luar negeri sebagai pengganti entitas induk, Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) tidak diwajibkan menyampaikan laporan per negara sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Wajib Pajak dalam negeri menyampaikan pemberitahuan mengenai entitas konstituen lainnya yang ditunjuk sebagai pengganti entitas induk tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak; dan
negara atau yurisdiksi tempat entitas konstituen lainnya yang ditunjuk sebagai pengganti entitas induk tersebut berdomisili:
mewajibkan penyampaian laporan per negara; dan
memiliki persetujuan pejabat berwenang yang memenuhi kualifikasi (qualifying competent authority agreement) serta laporan per negara dapat diperoleh Pemerintah Indonesia dari negara mitra atau yurisdiksi mitra dimaksud. (3) Entitas konstituen yang ditunjuk sebagai pengganti entitas induk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan satu-satunya entitas konstituen yang ditunjuk untuk menggantikan entitas induk tersebut dalam menyampaikan laporan per negara kepada otoritas pajak di negara atau yurisdiksi tempat anggota Grup Usaha yang ditunjuk dimaksud berdomisili. (4) Dalam hal terdapat lebih dari satu Wajib Pajak dalam negeri yang merupakan entitas konstituen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5), entitas induk yang merupakan subjek pajak luar negeri dapat menunjuk salah satu entitas konstituen yang merupakan Wajib Pajak dalam negeri untuk menyampaikan laporan per negara ke Direktorat Jenderal Pajak. Pasal 22 (1) Entitas induk yang merupakan subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) merupakan entitas yang:
memiliki secara langsung atau tidak langsung satu atau lebih anggota lain dalam Grup Usaha multinasional;
mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan laporan keuangan konsolidasi berdasarkan standar akuntansi keuangan atau ketentuan yang berlaku di negara atau yurisdiksi tempat entitas induk dimaksud berdomisili;
tidak dimiliki secara langsung atau tidak langsung oleh entitas konstituen lain dalam Grup Usaha multinasional atau dimiliki secara langsung atau tidak langsung oleh entitas konstituen lain, tetapi entitas konstituen lain tersebut tidak diwajibkan mengonsolidasi laporan keuangan entitas induk dimaksud; dan
memiliki peredaran bruto konsolidasi pada tahun pajak sebelum tahun pajak yang dilaporkan paling sedikit:
setara dengan €750,000,000.00 (tujuh ratus lima puluh juta euro) berdasarkan nilai tukar mata uang fungsional entitas induk dimaksud dalam hal negara atau yurisdiksi tempat entitas induk dimaksud berdomisili tidak mewajibkan penyampaian laporan per negara; atau
sebesar batasan peredaran bruto konsolidasi yang menjadi dasar penentuan kewajiban penyampaian laporan per negara sebagaimana diatur di negara atau yurisdiksi tempat entitas induk dimaksud berdomisili. (2) Negara atau yurisdiksi tempat entitas induk berdomisili yang tidak memiliki perjanjian dengan Pemerintah Indonesia mengenai pertukaran informasi perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) huruf b merupakan negara atau yurisdiksi tempat entitas induk berdomisili yang memiliki perjanjian internasional yang mengatur mengenai pertukaran informasi perpajakan dengan Pemerintah Indonesia tetapi tidak memiliki persetujuan pejabat berwenang yang memenuhi kualifikasi (qualifying competent authority agreement). (3) Kondisi laporan per negara tidak dapat diperoleh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) huruf c disebabkan oleh tidak dapat diperolehnya laporan per negara melalui pertukaran informasi secara otomatis karena:
adanya penundaan pertukaran laporan per negara secara otomatis karena hal-hal selain yang diatur dalam persetujuan pejabat berwenang yang memenuhi kualifikasi (qualifying competent _authority agreement); _ atau b. terj a din ya kegagalan secara berulang un tuk mempertukarkan laporan per negara secara otomatis dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra. (4) Dalam hal terdapat kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) harus menyampaikan laporan per negara dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diumumkannya daftar negara mitra atau yurisdiksi mitra yang laporan per negaranya tidak dapat diperoleh. (5) Dalam hal laporan per negara tidak disampaikan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Pajak melalui pejabat berwenang yang membidangi pertukaran informasi berwenang meminta Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) untuk menyampaikan laporan per negara. Pasal 23 (1) Wajib Pajak dalam negeri yang merupakan anggota Grup Usaha atau yang memiliki Transaksi Afiliasi yang tercakup dalam laporan per negara wajib menyampaikan notifikasi ke Direktorat Jenderal Pajak melalui Portal Wajib Pajak. (2) Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kewajiban penyampaian laporan per negara se bagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) dan ayat (5), Wajib Pajak dimaksud wajib menyampaikan laporan per negara bersamaan dengan penyampaian notifikasi ke Direktorat Jenderal Pajak melalui Portal Wajib Pajak. (3) Laporan per negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang disampaikan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) dilampiri kertas kerja laporan per negara. (4) N otifikasi se bagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan per negara se bagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam batas waktu paling lama 12 (dua belas) bulan setelah akhir tahun pajak. (5) Terhadap penyampaian notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyampaian laporan per negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan tanda terima. (6) Tanda terima penyampaian laporan per negara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat digunakan sebagai pengganti laporan per negara, yang harus dilampirkan dalam surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan badan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (3). (7) Dalam hal terdapat kesalahan dalam penyampaian laporan per negara, Direktur Jenderal Pajak menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak mengenai kesalahan dalam penyampaian laporan per negara. (8) Atas pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) atau atas kemauan sendiri, Wajib Pajak dapat menyampaikan pembetulan laporan per negara dengan menyampaikan kembali laporan per negara yang telah dibetulkan. Pasal 24 (1) Notifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) berisi pernyataan mengenai:
identifikasi Wajib Pajak dalam negen yang merupakan entitas induk;
identifikasi Wajib Pajak dalam negeri yang bukan merupakan entitas induk; dan
pernyataan kewajiban penyampaian laporan per negara. (2) Notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 25 (1) Laporan per negara yang disampaikan oleh:
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) diselenggarakan berdasarkan data dan informasi yang tersedia sampai dengan akhir tahun pajak Wajib Pajak dimaksud; atau
Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) diselenggarakan berdasarkan data dan informasi yang tersedia sampai dengan akhir tahun pajak entitas induk yang merupakan subjek pajak luar negeri. (2) Laporan per negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus diselenggarakan melalui pembentukan kertas kerja laporan per negara dalam bentuk salinan digital (softcopy) dengan ekstensi extensible markup language (xml). Pasal 26 (1) Direktur Jenderal Pajak melakukan pertukaran laporan per negara secara otomatis dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra yang memiliki persetujuan pejabat berwenang yang memenuhi kualifikasi (qualifying competent authority agreement). (2) Pelaksanaan pertukaran laporan per negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat berwenang yang membidangi pertukaran informasi. Pasal 27 Dalam rangka pelaksanaan kewajiban penyampaian laporan per negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5), Direktur Jenderal Pajak mengumumkan daftar negara mitra atau yurisdiksi mitra yang memiliki:
perjanjian internasional yang mengatur mengenai pertukaran informasi perpajakan;
persetujuan pejabat berwenang yang memenuhi kualifikasi _(qualifying competent authority agreement); _ dan c. persetujuan pejabat berwenang yang memenuhi kualifikasi (qualifying competent authority agreement) tetapi laporan per negara tidak dapat diperoleh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3), di laman resmi Direktorat Jenderal Pajak pada setiap akhir tahun atau setiap terjadi perubahan daftar negara mitra atau yurisdiksi mitra sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c. Pasal 28 Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, Pasal 19, dan Pasal 23 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 29 (1) Dokumen induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a harus memuat informasi mengenai Grup Usaha paling sedikit sebagai berikut:
struktur dan bagan kepemilikan serta negara atau yurisdiksi masing-masing anggota;
kegiatan usaha yang dilakukan;
harta tidak berwujud yang dimiliki;
aktivitas keuangan dan pembiayaan; dan
laporan keuangan konsolidasi entitas induk dan informasi perpajakan terkait Transaksi Afiliasi.
Rincian dan/atau penjelasan dari informasi dalam dokumen induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat informasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 30 (1) Dokumen lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b harus memuat informasi mengenai Wajib Pajak paling sedikit sebagai berikut:
identitas dan kegiatan usaha yang dilakukan;
informasi Transaksi Afiliasi dan Transaksi Independen yang dilakukan;
penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
informasi keuangan; dan
peristiwa-peristiwa/kejadian-kejadian/fakta-fakta non-keuangan yang memengaruhi pem bentukan harga atau tingkat laba. (2) Rincian dan/atau penjelasan dari informasi dalam dokumen lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat informasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (3) Dalam hal Wajib Pajak mempunyai lebih dari satu kegiatan usaha dengan karakterisasi usaha yang berbeda, dokumen lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disajikan secara tersegmentasi sesua1 dengan karakterisasi usaha yang dimiliki. Pasal 31 (1) Laporan per negara se bagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf c harus memuat informasi sebagai berikut:
alokasi penghasilan, pajak yang dibayar, dan aktivitas usaha per negara atau yurisdiksi dari seluruh anggota Grup Usaha baik di dalam negeri maupun luar negeri, yang meliputi nama negara atau yurisdiksi, penghasilan bruto, laba (rugi) sebelum pajak, pajak penghasilan yang telah dipotong, dipungut, atau dibayar sendiri, pajak penghasilan terutang, modal, akumulasi laba ditahan, jumlah pegawai tetap, dan harta berwujud selain kas dan setara kas; dan
daftar anggota Grup Usaha dan kegiatan usaha utama per negara atau yurisdiksi. (2) Laporan per negara yang memuat informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (3) Laporan per negara yang memuat informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (4) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan hanya dalam rangka penilaian risiko penghindaran pajak. (5) Sebelum menyusun laporan per negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus menyusun kertas kerja laporan per negara. (6) Kertas kerja laporan per negara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 32 (1) Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a dan huruf b wajib dibuat oleh Wajib Pajak dalam bahasa Indonesia. (2) Wajib Pajak dapat membuat Dokumen Penentuan Harga Transfer dalam bahasa asing setelah mendapat 1zm Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang selain rupiah. (3) Dalam hal Wajib Pajak telah mendapat izin Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dokumen Penentuan Harga Transfer dibuat sesuai dengan bahasa asing yang tercan tum dalam izin penyelenggaraan pembukuan dimaksud dan disertai dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Pasal 33 Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf c diterima dan dikelola secara khusus oleh Direktur Jenderal Pajak. Pasal 34 (1) Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan permintaan Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a dan huruf b. (2) Wajib Pajak wajib menyampaikan Dokumen Penentuan Harga Transfer paling lama 1 (satu) bulan sejak disampaikan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka pengawasan kepatuhan dan Pemeriksaan. (3) Wajib Pajak menyampaikan Dokumen Penentuan Harga Transfer sehubungan dengan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan selain dalam rangka pengawasan kepatuhan dan Pemeriksaan. Pasal 35 Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. BABV PENGUJIAN KEPATUHAN PENERAPAN PRINSIP KEWAJARAN DAN KELAZIMAN USAHA Pasal 36 (1) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan/ a tau pengurangan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak melalui pengujian kepatuhan penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. (2) Pengujian kepatuhan penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengujian atas:
pemenuhan ketentuan penyelenggaraan Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 34 ayat (2), dan Pasal 34 ayat (3); dan
penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (3) Terhadap Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dilakukan pengujian penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dengan menelusuri kebenaran Dokumen Penentuan Harga Transfer dibandingkan dengan keadaan sebenarnya dari Wajib Pajak. (4) Terhadap Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dilakukan pengujian penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dengan menelusuri keadaan sebenarnya dari Wajib Pajak. (5) Dalam hal berdasarkan pengujian penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketahui bahwa:
Wajib Pajak tidak menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman U saha se bagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3);
penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha yang dilakukan Wajib Pajak tidak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
Wajib Pajak tidak dapat membuktikan Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa tertentu berdasarkan tahapan pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; atau
Harga Transfer yang ditentukan Wajib Pajak tidak memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman U saha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), Direktur Jenderal Pajak menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau pengurangan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Penentuan kembali besarnya penghasilan dan/ a tau pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan dengan:
menentukan Harga Transfer sesuai Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak; dan
mempertimbangkan tahapan penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Wajib Pajak yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pas al 3. Pasal 37 (1) Dalam hal pada saat:
Direktur Jenderal Pajak menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau pengurangan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (5); atau
Wajib Pajak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), ditemukan selisih antara nilai Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa yang tidak sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman U saha dan nilai Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa yang sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha, selisih tersebut merupakan pembagian laba secara tidak langsung kepada Pihak Afiliasi yang diperlakukan sebagai dividen. (2) Pembagian laba secara tidak langsung kepada Pihak Afiliasi yang diperlakukan sebagai dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan. (3) Pembagian laba secara tidak langsung kepada Pihak Afiliasi yang diperlakukan sebagai dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang pajak penghasilan pada saat:
dibayarkannya penghasilan tersebut;
disediakan untuk dibayarkannya penghasilan tersebut; atau
jatuh temponya pembayaran penghasilan tersebut, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dalam hal:
terjadi penambahan dan/atau pengembalian kas atau setara kas sebesar selisih sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan/atau
Wajib Pajak menyetujui Penentuan Harga Transfer oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6). (5) Penambahan dan/ a tau pengembalian kas atau setara kas sebesar selisih sebagaimana ayat (4) huruf a dilakukan sebelum terbitnya surat ketetapan pajak. Pasal 38 (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) berlaku untuk:
transaksi dalam bentuk transaksi lintas batas negara maupun transaksi dalam negeri; dan
seluruh bentuk hubungan istimewa. (2) Terhadap pengenaan pajak penghasilan atas pembagian laba secara tidak langsung kepada Pihak Afiliasi yang diperlakukan sebagai dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) dapat memperoleh manfaat Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. Pasal 39 (1) Direktur Jenderal Pajak mempunyai kewenangan melakukan penyesuaian harga jual atau penggantian yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa sebagai dasar untuk menghitung pajak pertambahan nilai yang terutang. (2) Penyesuaian harga jual atau penggantian yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung atas dasar harga pasar wajar pada saat penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak dalam hal hargajual atau penggantian tersebut lebih rendah dari harga pasar wajar. (3) Penyesuaian harga jual atau penggantian yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat dilakukan dalam hal terdapat Penentuan Harga Transfer oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6) yang dapat dialokasikan pada setiap transaksi penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak. (4) Penyesuaian terhadap harga jual atau penggantian yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) kepada pengusaha kena pajak penjual atau penyedia jasa tidak mengakibatkan penyesuaian pajak masukan bagi pengusaha kena pajak pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak. (5) Pengusaha kena pajak pembeli barang kena pajak atau penerimajasa kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tetap dapat mengkreditkan pajak pertambahan nilai yang tercantum dalam faktur pajak yang diterbitkan oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/ a tau penyerahan jasa kena pajak sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak pertambahan nilai. BAB VI PENYESUAIAN KETERKAITAN Pasal 40 (1) Dalam hal terdapat:
Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6) oleh Direktur Jenderal Pajak melalui Pemeriksaan; atau
koreksi Penentuan Harga Transfer oleh Otoritas Pajak Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda atas subjek pajak luar negeri, yang menyebabkan terjadinya pengenaan pajak berganda, Wajib Pajak dalam negeri yang merupakan lawan transaksi dapat melakukan penyesuaian keterkaitan. (2) Penyesuaian keterkaitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyesuaian materi Penentuan Harga Transfer dalam penghitungan penghasilan kena pajak Wajib Pajak dalam negeri yang merupakan lawan transaksi:
Wajib Pajak dalam negeri yang dilakukan Penentuan Harga Transfer oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; atau
subjek pajak luar negeri yang dilakukan koreksi Penentuan Harga Transfer oleh Otoritas Pajak Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. (3) Penyesuaian keterkaitan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat dilakukan dalam hal Wajib Pajak dalam negeri yang dilakukan Penentuan Harga Transfer oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6):
menyetujui Penentuan Harga Transfer oleh Direktur Jenderal Pajak; dan
tidak mengajukan upaya hukum terkait surat ketetapan pajak, atas materi Penentuan Harga Transfer oleh Direktur Jenderal Pajak terkait Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a. (4) Penyesuaian keterkaitan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan:
pembetulan surat pemberitahuan tahunan dengan memperhitungkan Penentuan Harga Transfer oleh Direktur Jenderal Pajak sepanjang terhadap Wajib Pajak dalam negeri se bagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dilakukan Pemeriksaan dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terpenuhi;
penerbitan surat ketetapan pajak dengan mempertimbangkan Penentuan Harga Transfer oleh Direktur Jenderal Pajak sepanjang terhadap Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sedang dilakukan Pemeriksaan dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terpenuhi; atau
pembetulan surat ketetapan pajak dengan mempertimbangkan Penentuan Harga Transfer oleh Direktur Jenderal Pajak sepanjang Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah diterbitkan surat ketetapan pajak dan tidak mengajukan upaya hukum atas materi penyesuaian keterkaitan serta ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terpenuhi. (5) Pembetulan surat pemberitahuan tahunan, penerbitan surat ketetapan pajak, dan pembetulan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. (6) Pembetulan surat pemberitahuan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dilakukan dengan disertai pemberitahuan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar mengenai informasi Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. (7) Penyesuaian keterkaitan melalui penerbitan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dilakukan dalam hal:
Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6); atau
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a menyampaikan pengungkapan ketidakbenaran pengisian surat pemberitahuan sesuai informasi Penentuan Harga Transfer oleh Direktur Jenderal Pajak. (8) Penyesuaian keterkaitan melalui pembetulan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dilakukan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak. (9) Penyesuaian keterkaitan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c didahului dengan pemberitahuan secara tertulis Wajib Pajak dalam negeri yang merupakan lawan transaksi kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar mengenai informasi Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. (10) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (9) serta pengungkapan ketidakbenaran pengisian surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat disampaikan:
secara langsung;
melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
secara elektronik. (11) Penyampaian pemberitahuan secara tertulis dan pengungkapan ketidakbenaran peng1s1an surat pemberitahuan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf c dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia.
Tata cara penyampaian pemberitahuan secara tertulis dan pengungkapan ketidakbenaran pengisian surat pemberitahuan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf c dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik. (13) Penyesuaian keterkaitan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan melalui Prosedur Persetujuan Bersama. BAB VII PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA Bagian Kesatu Pengajuan Permintaan Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama Pasal 41 (1) Direktur Jenderal Pajak berwenang melaksanakan Prosedur Persetujuan Bersama untuk mencegah atau menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. (2) Direktur Jenderal Pajak dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. (3) Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan berdasarkan permin taan:
Wajib Pajak dalam negeri;
Warga Negara Indonesia;
Direktur Jenderal Pajak; atau
Otoritas Pajak Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda melalui Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda sesuai dengan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. (4) Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat mengajukan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama kepada Direktur Jenderal Pajak sebagai Pejabat Berwenang Indonesia dalam rangka penyesuaian keterkaitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (13). (5) Selain penyesuaian keterkaitan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf ajuga dapat mengajukan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal terjadi perlakuan perpajakan oleh Otoritas Pajak Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang tidak sesuai dengan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
Perlakuan perpajakan oleh Otoritas Pajak Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang tidak sesuai dengan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdiri atas:
pengenaan pajak oleh Otoritas Pajak Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang mengakibatkan terjadinya pengenaan pajak berganda yang disebabkan oleh:
koreksi Penentuan Harga Transfer;
koreksi terkait keberadaan dan/atau laba bentuk usaha tetap; dan/atau
koreksi objek pajak penghasilan lainnya;
pengenaan pajak termasuk pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan di Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
penentuan status sebagai subjek pajak dalam negeri oleh Otoritas Pajak Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
diskriminasi perfakuan perpajakan di Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda; dan/atau
penafsiran ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. (7) Permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diajukan atas segala bentuk perlakuan diskriminatif di Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang bertentangan dengan ketentuan mengena1 nondiskriminasi se bagaimana diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. (8) Permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dapat diajukan dalam rangka:
menindaklanjuti usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama oleh Wajib Pajak dalam negeri; dan/atau
menindaklanjuti permohonan Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral yang disampaikan oleh Wajib Pajak dalam negeri sesuai dengan tata cara pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer. (9) U sulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a dapat diajukan dalam hal menurut Wajib Pajak dalam negeri terjadi perlakuan perpajakan oleh Direktur Jenderal Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. (10) Perlakuan perpajakan oleh Direktur Jenderal Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda menurut Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terdiri atas:
pengenaan pajak berganda yang disebabkan oleh Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6); dan/atau
perbedaan penafsiran ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. (11) Permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf c, dan huruf d dapat diajukan bersamaan dengan permohonan Wajib Pajak dalam negen untuk mengajukan:
permohonan gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
permohonan keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
permohonan banding sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang- Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; atau
permohonan penmJauan kembali sebagaimana diatur dalam Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang tentang Pengadilan Pajak. (12) Permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menunda:
kewajiban membayar pajak yang terutang;
pelaksanaan penagihan pajak; dan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan. Pasal 42 (1) Permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama yang diajukan oleh Pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
mengemukakan ketidaksesuaian penerapan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda menurut Pemohon;
diajukan dalam batas waktu sebagaimana diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda atau paling lambat 3 (tiga) tahun dalam hal tidak diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, terhitung sejak:
tanggal surat ketetapan pajak;
tanggal bukti pembayaran, pemotongan, atau pemungutan pajak penghasilan; atau
saat terjadinya perlakuan perpajakan yang tidak sesuai dengan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
ditandatangani oleh Pemohon atau wakil Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; dan
dilampiri dengan:
surat keterangan domisili atau dokumen lain yang berisi identitas wajib pajak dalam negeri Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang terkait dengan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (6) huruf a dan huruf b;
daftar informasi dan/atau bukti atau keterangan yang dimiliki oleh Pemohon yang menunjukkan bahwa perlakuan perpajakan oleh Otoritas Pajak Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda atau perlakuan diskriminatif di Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda tidak sesuai dengan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (6) dan Pasal 41 ayat (7); dan/atau
surat pernyataan yang menyatakan kesediaan Pemohon untuk menyampaikan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada angka 2 secara lengkap dan tepat waktu. (2) Usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (8) huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
mengemukakan perlakuan perpajakan oleh Direktur Jenderal Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda menurut Wajib Pajak dalam negeri;
diajukan dalam batas waktu sebagaimana diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda atau paling lambat 3 (tiga) tahun dalam hal tidak diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, terhitung sejak saat terjadinya perlakuan perpajakan yang tidak sesuai dengan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
ditandatangani oleh Wajib Pajak dalam negeri atau wakil Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; dan
dilampiri dengan bukti yang menunjukkan terjadinya perlakuan perpajakan oleh Direktur Jenderal Pajak yang tidak sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. (3) Permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf d diajukan dalam batas waktu sebagaimana diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
Permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf d, dan usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (8) huruf a diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui:
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak dalam negeri terdaftar, dalam hal Permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Wajib Pajak dalam negeri; atau
Direktorat Perpajakan lnternasional, dalam hal:
permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Warga Negara Indonesia;
permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf d oleh Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda; atau
usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama se bagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (8) huruf a oleh Wajib Pajak dalam negeri. (5) Permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf a, huruf b, dan huruf d, serta usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (8) huruf a dapat diajukan:
secara langsung; atau
melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat. (6) Permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf b dan huruf d, serta usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (8) huruf a juga dapat diajukan melalui pos elektronik. (7) Permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf a juga dapat diajukan secara elektronik. (8) Pengajuan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia. (9) Tata cara pengajuan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik.
Surat permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam:
Lampiran huruf I. 1., untuk Pemohon Wajib Pajak dalam negeri; atau
Lampiran huruf I.2., untuk Pemohon Warga Negara Indonesia, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (11) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e angka 3 dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf 1.3. yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) (3) Bagian Kedua Penanganan Permintaan Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama Pasal 43 Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian terhadap:
permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf a, huruf b, dan huruf d; dan
usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (8) huruf a. Penelitian terhadap permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan atas:
kelengkapan pemenuhan persyaratan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) atau ayat (3); dan
kesesuaian materi yang diajukan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama dengan perlakuan perpajakan yang dapat 'diajukan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama se bagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf d, ayat (6), atau ayat (7), untuk menentukan dapat atau tidaknya permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama ditindaklanjuti. Penelitian terhadap usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan atas:
kelengkapan pemenuhan persyaratan usulan permintaan pelaksanaan Persetujuan Bersama sebagaimana dalam Pasal 42 ayat (2); dan pengajuan Prosedur dimaksud b. kesesuaian materi yang diajukan usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama dengan perlakuan perpajakan yang dapat diajukan usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (9), untuk menentukan dapat atau tidaknya usulan ditindaklanjuti men jadi permin taan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama oleh Direktur Jenderal Pajak kepada Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. (4) Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terkait permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama yang diajukan oleh Pemohon dengan menerbitkan:
pemberitahuan tertulis kepada Pemohon bahwa permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama dapat ditindaklanjuti dan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama secara tertulis kepada Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, dalam hal permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama memenuhi persyaratan dan kesesuaian materi; atau
surat penolakan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama kepada Pemohon yang mencantumkan hal-hal yang menjadi dasar penolakan, dalam hal permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama tidak memenuhi persyaratan dan/atau tidak memenuhi kesesuaian materi, dalam batas waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama. (5) Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terkait permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama yang diajukan oleh Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dengan menerbitkan:
pemberitahuan tertulis kepada Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dan Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama bahwa permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama dapat ditindaklanjuti, dalam hal permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama memenuhi persyaratan dan kesesuaian materi; atau
surat penolakan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama kepada Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang mencantumkan hal-hal yang menjadi dasar penolakan, dalam hal permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama tidak memenuhi persyaratan dan/atau kesesuaian materi, dalam batas waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama.
Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan menerbitkan:
pemberitahuan tertulis kepada Wajib Pajak dalam negeri bahwa usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama dapat ditindaklanjuti dan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama secara tertulis kepada Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, dalam hal usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama memenuhi persyaratan dan kesesuaian materi; atau
surat penolakan usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama kepada Wajib Pajak dalam negeri yang mencantumkan hal-hal yang menjadi dasar penolakan, dalam hal usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama tidak memenuhi persyaratan dan/ a tau tidak memenuhi kesesuaian materi, dalam batas waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama. (7) Dalam hal batas waktu se bagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan pem beritahuan tertulis, permin taan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama atau usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama dianggap dapat ditindaklanjuti dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat pemberitahuan tertulis paling lama 1 (satu) bulan setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) terlampaui. (8) Dalam hal permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama kepada Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan ayat (6) huruf a tidak mendapatkan jawaban tertulis dari Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dalam batas waktu paling lama 8 (delapan) bulan sejak disampaikan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan pemberitahuan tertulis kepada:
Pemohon atau Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf c dan huruf d bahwa permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama tidak dapat ditindaklanjuti; dan
Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda bahwa permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama dicabut. (9) Atas permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, dan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama yang tidak dapat ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a, Pemohon dapat mengajukan kembali permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama atau Wajib Pajak dalam negeri dapat mengajukan kembali usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sepanjang batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf c atau Pasal 42 ayat (2) huruf c belum terlampaui. Pasal 44 (1) Dalam hal permin taan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama yang diajukan oleh Pemohon dapat ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4) huruf a, Pemohon harus menyampaikan informasi dan/atau bukti atau keterangan yang tercan tum dalam daftar informasi dan/atau bukti atau keterangan yang dimiliki oleh Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf e angka 2 kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktorat Perpajakan Internasional. (2) Penyampaian informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk salinan cetak (hardcopy) dan/atau salinan digital (softcopy). (3) Pemohon harus menyampaikan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 2 (dua) bulan setelah:
tanggal diterbitkannya pemberitahuan tertulis bahwa permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama dapat ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4) huruf a; atau
terlampauinya batas waktu 1 (satu) bulan sehingga permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama yang diajukan oleh Pemohon dianggap dapat ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (7). (4) Informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan:
secara langsung;
melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
melalui pos elektronik. Pasal 45 (1) Dalam rangka pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama, Direktur Jenderal Pajak melakukan perundingan dengan Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
Perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan korespondensi, pengujian material, dan pertemuan Pejabat Berwenang dengan tujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. (3) Perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak:
diterimanya permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama secara tertulis dari Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda se bagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf d; atau
diajukannya permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama secara tertulis kepada Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda se bagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4) huruf a dan Pasal 43 ayat (6) huruf a. (4) Jangka waktu perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diperpanjang 1 (satu) kali paling lama 24 (dua puluh empat) bulan untuk setiap permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama. (5) Perpanjangan jangka waktu perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan sebelum j angka waktu perundingan berakhir dalam hal telah dihasilkan kesepakatan awal yang termuat dalam risalah perundingan (minutes of meeting) atau dokumen lainnya mengenai:
keberadaan transaksi, pemilihan pendekatan analisis transaksi, pemilihan pihak yang diuji, pemilihan metode Penentuan Harga Transfer, dan pemilihan indikator harga atas permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama terkait koreksi Penentuan Harga Transfer atau terkait Kesepakatan Harga Tran sf er Bilateral a tau Multilateral; atau
penafsiran ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, atas permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a. (6) Perpanjangan jangka waktu perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam risalah perundingan (minutes of meeting) atau dokumen lain dalam periode 6 ( enam) bulan se belum berakhirnya jangka waktu perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Pasal 46 (1) Dalam rangka pengujian material sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2), Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk:
meminta informasi dan/atau bukti atau keterangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf e angka 2 atau Pasal 42 ayat (2) huruf e kepada:
Pemohon;
Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf c dan huruf d; dan / a tau 3. pihak terkait lainnya;
melakukan pembahasan dengan Pemohon, Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf c dan huruf d, dan/atau pihak terkait lainnya;
melakukan peninjauan ke tempat kegiatan usaha Pemohon dan/atau Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf c dan huruf d;
melakukan pertukaran informasi perpajakan dalam rangka Prosedur Persetujuan Bersama kepada Otoritas Pajak Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda; dan / a tau e. melakukan Pemeriksaan untuk tujuan lain dan/atau penilaian dalam rangka Prosedur Persetujuan Bersama untuk mendapatkan informasi dan/ a tau bukti atau keterangan yang diperlukan dalam rangka penyelesaian Prosedur Persetujuan Bersama. (2) Pemohon dan Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama se bagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf c dan huruf d wajib:
memberikan informasi dan/ a tau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a;
menghadiri pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b; dan
memberikan kesempatan peninjauan ke tempat kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c. (3) Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dapat meminta informasi dan/ a tau bukti atau keterangan kepada pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. (4) Permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan oleh Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat diajukan melalui:
prosedur pertukaran informasi berdasarkan permintaan kepada Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda atau perjanjian internasional yang mengatur mengenai pertukaran informasi perpajakan; dan / a tau b. permintaan secara langsung selama proses pertemuan Pejabat Berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2). Pasal 47 (1) Pertemuan Pejabat Berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) dilakukan melalui:
pertemuan langsung;
sambungan telepon;
konferensi video; dan/atau
saluran lain yang disepakati oleh Direktur Jenderal Pajak dan Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. (2) Pertemuan Pejabat Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam risalah perundingan (minutes of meeting) atau dokumen lain yang dipersamakan. Pasal 48 (1) Dalam rangka perundingan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menyusun posisi dalam perundingan. (2) Posisi dalam perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi penjelasan tertulis mengenai pendapat Pejabat Berwenang Indonesia terkait hal yang diajukan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama. (3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) belum menghasilkan Persetujuan Bersama sampai dengan putusan banding atau putusan peninjauan kembali diucapkan, Direktur Jenderal Pajak:
melanjutkan perundingan, dalam hal materi sengketayang diputus dalam putusan banding atau putusan peninjauan kembali bukan merupakan materi sengketa yang diajukan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama;
menggunakan putusan banding sebagai posisi dalam perundingan a tau menghentikan perundingan dalam hal:
putusan banding tidak diajukan permohonan peninjauan kembali; dan
materi sengketa dalam putusan banding merupakan materi sengketa yang diajukan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama; atau
menggunakan putusan peninjauan kembali sebagai posisi dalam perundingan atau menghentikan perundingan, dalam hal materi sengketa dalam putusan peninjauan kembali merupakan materi sengketa yang diajukan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama. Pasal 49 (1) Hasil perundingan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dituangkan dalam Persetujuan Bersama yang dapat berisi kesepakatan atau ketidaksepakatan yang telah disepakati atas materi yang diajukan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama. (2) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan pemberitahuan tertulis mengenai hasil perundingan yang berisi kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pemohon atau Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimak.sud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf c dan huruf d paling lama 14 (empat belas) hari kalender setelah tanggal Persetujuan Bersama. (3) Pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disertai:
permintaan untuk menyampaikan surat pernyataan tidak mengajukan penyelesaian sengketa di luar Prosedur Persetujuan Bersama; atau
permintaan untuk menyampaikan surat pernyataan pencabutan atau penyesuaian yang dilampiri dengan persetujuan tertulis dari Pengadilan Pajak atau Mahkamah Agung mengenai pencabutan atau penyesuaian sengketa dalam hal materi sengketa yang diajukan Prosedur Persetujuan Bersama juga diajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam· Pasal 41 ayat (11). (4) Surat pernyataan tidak mengajukan penyelesaian sengketa di luar Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a harus disampaikan oleh Pemohon atau Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf c dan huruf d kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 14 (empat belas) hari kalender setelah tanggal pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) Surat pernyataan pencabutan atau penyesuaian yang dilampiri dengan persetujuan tertulis dari Pengadilan Pajak atau Mahkamah Agung mengenai pencabutan atau penyesuaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b harus disampaikan oleh Pemohon atau Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf c dan huruf d kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 8 (delapan) bulan setelah tanggal pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (6) Direktur Jenderal Pajak menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda bahwa Persetujuan Bersama dapat atau tidak dapat dilaksanakan setelah penerbitan pemberitahuan tertulis mengenai hasil perundingan yang berisi kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). (7) Dalam hal Direktur Jenderal Pajak melakukan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyampaian pemberitahuan tertulis kepada Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda bahwa Persetujuan Bersama dapat dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan setelah Pemohon atau Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf c dan huruf d memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5). (8) Dalam hal Pemohon atau Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Bergarida bahwa Persetujuan Bersama tidak dapat dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6). (9) Dalam hal hasil perundingan berisi ketidaksepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan:
pemberitahuan tertulis hasil perundingan yang berisi ketidaksepakatan kepada Pemohon atau Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama se bagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf c dan huruf d; dan
pemberitahuan tertulis kepada Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, paling lama 14 (empat belas) hari kalender setelah tanggal Persetujuan Bersama. (10) Surat pernyataan tidak mengajukan penyelesaian sengketa di luar Prosedur Persetujuan Bersama dan surat pernyataan pencabutan atau penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam:
Lampiran huruf J .1., untuk surat pernyataan tidak mengajukan penyelesaian sengketa di luar Prosedur Persetujuan Bersama; atau
Lampiran huruf J.2., untuk surat pernyataan pencabutan atau penyesuaian, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 50 (1) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Persetujuan Bersama dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak:
tanggal diterimanya pemberitahuan tertulis dari Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda bahwa Persetujuan Bersama dapat dilaksanakan; dan
tanggal disampaikannya pemberitahuan tertulis kepada Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda bahwa Persetujuan Bersama dapat dilaksanakan.
Dalam hal hasil perundingan yang berisi kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) terkait dengan permohonan Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral, Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti Persetujuan Bersama dengan menerbitkan surat keputusan pemberlakuan Kesepakatan Harga Transfer sesuai dengan tata cara pelaksanaan Kesepakatan Harga Tran sf er. (3) Surat Keputusan Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam:
Lampiran huruf J.3., untuk Persetujuan Bersama terkait pengenaan pajak berganda; atau
Lampiran huruf J.4., untuk Persetujuan Bersama selain terkait pengenaan pajak berganda, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (4) Surat Keputusan Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada:
Pemohon;
Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf c dan huruf d; dan/atau
unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang menindaklanjuti. Pasal 51 (1) Direktur Jenderal Pajak dapat menghentikan perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dalam hal:
Pemohon tidak menyampaikan informasi dan/ a tau bukti atau keterangan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3);
Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda meminta informasi dan/atau bukti atau keterangan tidak sesuai dengan ketentuan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (4);
perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sampai dengan berakhirnya batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) atau ayat (4);
telah terlampauinya daluwarsa penetapan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan untuk tahun pajak, bagian tahun pajak, atau masa pajak yang dicakup dalam permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama dan perundingan belum menghasilkan kesepakatan;
Wajib Pajak dalam negeri mengikuti program pengampunan pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan untuk tahun pajak, bagian tahun pajak, atau masa pajak yang dicakup dalam permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama;
telah terbit putusan banding atau peninjauan kembali, dalam hal materi yang diputus merupakan materi yang Prosedur Persetujuan Bersama; putusan sengketa diajukan g. Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda tidak menyepakati posisi dalam perundingan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) huruf b atau huruf c; atau
telah terbit putusan gugatan dengan amar membatalkan surat ketetapan pajak yang terkait dengan Prosedur Persetujuan Bersama. (2) Direktur Jenderal Pajak menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai penghen tian perundingan se bagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada:
Pemohon;
Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama se bagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf c dan huruf d; dan/atau
Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. Bagian Ketiga Pencabutan Permintaan Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama Pasal 52 (1) Atas permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) dapat diajukan permohonan pencabutan oleh:
Wajib Pajak dalam negeri;
Warga Negara Indonesia;
Direktur Jenderal Pajak; atau
Otoritas Pajak Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda melalui Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda sesuai dengan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. (2) Direktur Jenderal Pajak dapat mencabut permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dalam rangka:
menindaklanjuti permohonan pencabutan usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama oleh Wajib Pajak dalam negeri; dan/atau
menindaklanjuti pencabutan permohonan Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral yang diajukan oleh Wajib Pajak dalam negeri sesuai dengan tata cara pelaksanaan Kesepakatan Harga Tran sf er. (3) Permohonan pencabutan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d serta permohonan pen ca bu tan usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama oleh Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Perpajakan lnternasional. (4) Permohonan pencabutan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b serta permohonan pencabutan usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama oleh Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
diajukan dalam batas waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak dimulainya perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
mencantumkan alasan pencabutan; dan
ditandatangani oleh Pemohon, Wajib Pajak dalam negeri, atau wakil Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. (5) Atas permohonan pencabutan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b serta permohonan pencabutan usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama oleh Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (6) Berdasarkan penelitian atas permohonan pencabutan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan pemberitahuan tertulis kepada:
Pemohon bahwa permohonan pencabutan disetujui atau tidak disetujui; dan
Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda bahwa permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama dicabut, dalam hal permohonan pencabutan disetujui dan diajukan setelah dimulainya perundingan, paling lama 21 (dua puluh satu) hari kalender setelah tanggal permohonan pencabutan diterima oleh Direktur Jenderal Pajak. (7) Berdasarkan penelitian atas permohonan pencabutan usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama oleh Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan pemberitahuan tertulis kepada:
Wajib Pajak dalam negeri bahwa permohonan pencabutan usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama disetujui atau tidak disetujui; dan
Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda bahwa permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama oleh Direktur Jenderal Pajak dicabut, dalam hal permohonan pencabutan usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama disetujui dan diajukan setelah dimulainya perundingan, paling lama 21 (dua puluh satu) hari kalender setelah tanggal permohonan pencabutan usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama diterima oleh Direktur Jenderal Pajak. (8) Dalam hal batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau ayat (7) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan pemberitahuan tertulis, permohonan pencabutan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b serta permohonan pencabutan usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama oleh Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dianggap disetujui dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat pemberitahuan tertulis paling lama 14 (empat belas) hari kalender setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau ayat (7) terlampaui. (9) Permohonan pencabutan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b serta permohonan pencabutan usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat diajukan:
secara langsung;
melalui pos atau jasa ekspedisi dengan bukti pengiriman tercatat; atau
melalui pos elektronik. (10) Permohonan pencabutan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a juga dapat diajukan secara elektronik. (11) Pengajuan permohonan pencabutan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia. (12) Tata cara pengajuan permohonan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik. (13) Surat permohonan pencabutan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K.1. yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (14) Surat permohonan pencabutan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K.2. yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (15) Surat permohonan pencabutan usulan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama oleh Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K.3., yang meru pakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (16) Pengajuan permohonan pencabutan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat dilaksanakan sepanjang permohonan diajukan sebelum diperoleh Persetujuan Bersama. (17) Atas permohonan pencabutan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama yang diajukan oleh Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Direktur Jenderal Pajak meneliti pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (16) dan menerbitkan pemberitahuan tertulis kepada:
Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda bahwa permohonan pencabutan disetujui atau tidak disetujui; dan
Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama oleh Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda bahwa perundingan dihentikan, dalam hal permohonan pencabutan disetujui. Bagian Keempat Tindak Lanjut Persetujuan Bersama Pasal 53 (1) Surat Keputusan Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) merupakan dasar pengembalian pajak atau dasar penagihan pajak sesuai dengan Pasal 27C ayat (6) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. (2) Dalam hal Surat Keputusan Persetujuan Bersama diterbitkan sebelum surat ketetapan pajak terbit, Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama harus menghitung kembali besarnya pajak terutang berdasarkan Surat Keputusan Persetujuan Bersama dengan menyampaikan pembetulan surat pemberitahuan atau pengungkapan ketidakbenaran pengisian surat pemberitahuan dalam batas waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (3) Dalam hal Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama tidak melakukan:
pembetulan surat pemberitahuan; atau
pengungkapan ketidakbenaran pengisian surat pemberitahuan, dalam batas waktu 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Persetujuan Bersama atau dengan memperhatikan daluwarsa penetapan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak dengan memperhitungkan Surat Keputusan Persetujuan Bersama. (4) Dalam hal Surat Keputusan Persetujuan Bersama diterbitkan setelah surat ketetapan pajak terbit dan atas surat ketetapan pajak tersebut:
tidak diajukan ke beratan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (11) hurufb;
tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar se bagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (11) huruf d;
diajukan keberatan atau permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar tetapi tidak dipertimbangkan;
diajukan keberatan atau permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar namun dicabut; atau
diajukan keberatan namun telah disesuaikan dari materi yang disepakati dalam Persetujuan Bersama, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Persetujuan Bersama dengan menghitung kembali besarnya pajak terutang dalam surat ketetapan pajak. (5) Dalam hal Surat Keputusan Persetujuan Bersama diterbitkan setelah surat keputusan pengurangan ketetapan pajak atau surat keputusan pembatalan ketetapan pajak terbit, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Persetujuan Bersama dengan menghitung kembali besarnya pajak terutang dalam surat keputusan pengurangan ketetapan pajak atau surat keputusan pembatalan ketetapan pajak. (6) Dalam hal Surat Keputusan Persetujuan Bersama diterbitkan setelah putusan gugatan dengan amar membatalkan terbit terhadap:
surat keputusan pengurangan ketetapan pajak;
surat keputusan pembatalan ketetapan pajak; atau
surat keputusan keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam peraturan perundang- undangan di bidang perpaj akan, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Persetujuan Bersama dengan menghitung kembali besarnya pajak terutang dalam surat ketetapan pajak. (7) Dalam hal Surat Keputusan Persetujuan Bersama diterbitkan setelah surat keputusan keberatan terbit dan atas surat keputusan keberatan tersebut:
tidak diajukan banding;
diajukan banding tetapi dicabut dan Pengadilan Pajak telah memberikan persetujuan tertulis atas pencabutan tersebut;
diajukan banding namun telah disesuaikan dari materi yang disepakati dalam Persetujuan Bersama dan Pengadilan Pajak telah memberikan persetujuan tertulis atas penyesuaian tersebut; atau
diajukan banding tetapi terbit putusan Pengadilan Pajak dengan amar putusan tidak dapat diterima, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Persetujuan Bersama dengan menghitung kembali besarnya pajak terutang dalam surat keputusan keberatan. (8) Dalam hal terdapat materi sengketa lain yang tidak dicakup dalam Surat Keputusan Persetujuan Bersama, namun memiliki keterkaitan dengan materi sengketa yang dicakup dalam Surat Keputusan Persetujuan Bersama, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan keberatan a tau surat keputusan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar dengan mempertimbangkan Surat Keputusan Persetujuan Bersama. (9) Dalam hal Surat Keputusan Persetujuan Bersama diterbitkan pada saat Wajib Pajak mengajukan permohonan banding atas materi sengketa yang tidak dicakup dalam Surat Keputusan Persetujuan Bersama, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Persetujuan Bersama dengan menghitung kembali besarnya pajak terutang dalam surat keputusan keberatan. (10) Dalam hal Surat Keputusan Persetujuan Bersama diterbitkan setelah putusan banding atau peninjauan kembali yang mencakup materi sengketa selain yang tercakup dalam Surat Keputusan Persetujuan Bersama terbit, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Persetujuan Bersama dengan menghitung kembali besarnya pajak terutang dalam surat pelaksanaan putusan banding atau surat pelaksanaan putusan peninjauan kembali. (11) Dalam hal Surat Keputusan Persetujuan Bersama:
terbit sebelum surat ketetapan pajak; dan
menyebabkan kelebihan atas pemotongan dan/atau pemungutan pajak penghasilan yang terutang, wajib pajak dalam negeri Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dapat menyampaikan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpaj akan. Pasal 54 Dalam hal kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat Keputusan Persetujuan Bersama se bagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) setelah penerbitan keputusan keberatan, putusan banding, dan/atau putusan peninjauan kembali, dasar pengenaan sanksi administratif dalam surat tagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai tata cara penerbitan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak juga memperhitungkan jumlah pajak dalam Surat Keputusan Persetujuan Bersama. BAB VIII KESEPAKATAN HARGA TRANSFER Bagian Kesatu Tata Cara Penyampaian Permohonan Kesepakatan Harga Tran sf er Pasal 55 (1) Direktur Jenderal Pajak berwenang membuat Kesepakatan Harga Transfer dengan Wajib Pajak atau Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda untuk menentukan Harga Transfer yang wajar sesuai Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), yang berlaku selama suatu periode tertentu berdasarkan permohonan Kesepakatan Harga Transfer yang disampaikan oleh Wajib Pajak dalam negeri. (2) Direktur Jenderal Pajak dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. (3) Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menyampaikan permohonan Kesepakatan Harga Transfer atas Transaksi Afiliasi berdasarkan:
inisiatif Wajib Pajak, berupa permohonan Kesepakatan Harga Transfer Unilateral atau Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral; atau
pemberitahuan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak sehubungan dengan permohonan Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral yang diajukan subjek pajak luar negeri kepada Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. (4) Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mencakup seluruh atau sebagian Transaksi Afiliasi selama Periode Kesepakatan Harga Transfer dan Pemberlakuan Mundur dalam hal Wajib Pajak meminta Pemberlakuan Mundur dalam permohonan Kesepakatan Harga Transfer. (5) Transaksi Afiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa Transaksi Afiliasi antara Wajib Pajak dan Wajib Pajak dalam negeri lainnya dan/atau subjek pajak luar negeri. (6) Pemberlakuan Mundur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku sepanjang atas tahun pajak tersebut:
fakta dan kondisi Transaksi Afiliasi tidak berbeda secara material dengan fakta dan kondisi Transaksi Afiliasi yang telah disepakati dalam Kesepakatan Harga Transfer;
belum daluwarsa penetapan;
belum diterbitkan surat ketetapan pajak penghasilan badan; dan
tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, persidangan tindak. pidana di bidang perpajakan, atau menjalani hukuman pidana di bidang perpajakan. (7) Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa kesepakatan:
kriteria dalam Penentuan Harga Transfer; dan
Penentuan Harga Transfer di muka, untuk Periode Kesepakatan Harga Transfer dan Pemberlakuan Mundur dalam hal Wajib Pajak meminta Pemberlakuan Mundur dalam permohonan Kesepakatan Harga Transfer. (8) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a paling sedikit memuat:
identitas Pihak Afiliasi yang dicakup dalam Kesepakatan Harga Tran sf er;
Transaksi Afiliasi yang dicakup dalam Kesepakatan Harga Tran sf er;
metode Penentuan Harga Transfer yang digunakan;
cara penerapan metode Penentuan Harga Transfer yang disepakati; dan
asumsi kritis yang memengaruhi Penentuan Harga Transfer. (9) Asumsi kritis sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf e paling sedikit memuat:
ketentuan kontraktual tertulis dan tidak tertulis terkait Transaksi Afiliasi;
fungsi yang dilakukan masing-masing pihak yang bertransaksi, aktiva yang digunakan, dan risiko yang diasumsikan terjadi dan ditanggung oleh para pihak tersebut;
karakteristik transaksi dan karakteristik para pihak yang melakukan Transaksi Afiliasi; dan
kondisi ekonomi yang memengaruhi Penentuan Harga Tran sf er. (10) Penentuan Harga Transfer di muka sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b dilakukan dengan menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sesuai kondisi yang telah terjadi dan yang diperkirakan akan terjadi selama Periode Kesepakatan Harga Transfer. Pasal 56 (1) Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) dapat menyampaikan permohonan Kesepakatan Harga Transfer sepanjang:
telah memenuhi kewajiban untuk menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan badan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan selama 3 (tiga) tahun pajak berturut-turut sebelum tahun pajak diajukannya permohonan Kesepakatan Harga Transfer;
telah diwajibkan dan telah memenuhi kewajiban untuk menyelenggarakan dan menyimpan Dokumen Penentuan Harga Transfer berupa dokumen induk dan dokumen lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a dan huruf b selama 3 (tiga) tahun pajak berturut-turut sebelum tahun pajak diajukannya permohonan Kesepakatan Harga Transfer;
tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, persidangan tindak pidana di bidang perpajakan, atau menjalani hukuman pidana di bidang perpajakan;
Transaksi Afiliasi yang diusulkan untuk dicakup dalam permohonan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) merupakan Transaksi Afiliasi yang telah dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; dan
usulan Penentuan Harga Transfer dalam permohonan Kesepakatan Harga Transfer dibuat berdasarkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dan tidak mengakibatkan laba operasi Wajib Pajak lebih kecil daripada laba operasi yang telah dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. (2) Wajib Pajak dalam negeri yang menyampaikan permohonan Kesepakatan Harga Transfer se bagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan permohonan tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. (3) Penyampaian permohonan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengisi formulir permohonan Kesepakatan Harga Transfer menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
ditandatangani oleh pengurus yang namanya tercantum dalam:
akta pendirian; atau
akta perubahan, dalam hal terjadi perubahan pengurus;
disampaikan:
dalam periode 12 (dua belas) bulan sampai dengan 6 ( enam) bulan se belum dimulainya Peri ode Kesepakatan Harga Tran sf er, dalam hal permohonan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) huruf a; atau
sebelum dimulainya Periode Kesepakatan Harga Transfer, dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) huruf b; dan
dilampiri dengan:
surat pernyataan bahwa Wajib Pajak bersedia untuk melengkapi seluruh dokumen yang diperlukan dalam proses Kesepakatan Harga Transfer; dan
surat pernyataan bahwa Wajib Pajak bersedia untuk melaksanakan kesepakatan yang tercantum dalam Kesepakatan Harga Transfer. (4) Ketentuan mengenai usulan Penentuan Harga Transfer dalam permohonan Kesepakatan Harga Transfer tidak mengakibatkan laba operasi Wajib Pajak lebih kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terpenuhi sepanjang tingkat laba yang paling rendah dalam proyeksi la po ran keuangan selama Periode Kesepakatan Harga Transfer lebih besar atau sama dengan tingkat laba yang paling rendah dalam surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan badan 3 (tiga) tahun pajak sebelum tahun pajak disampaikannya permohonan Kesepakatan Harga Transfer. (5) Tingkat laba sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan rasio antara laba sebelum pajak atau penghasilan neto komersial dan peredaran usaha atau rasio antara laba sebelum pajak atau penghasilan neto komersial dengan total biaya. (6) Dalam hal permohonan Kesepakatan Harga Transfer diajukan oleh Wajib Pajak yang usahanya terdampak negatif bencana nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, tingkat laba dalam proyeksi laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan tingkat laba hasil penyesuaian pada kondisi normal. (7) Proyeksi laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (8) Penyampaian permohonan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan:
secaralangsung; atau
secara elektronik. (9) Penyampaian permohonan Kesepakatan Harga Transfer secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia. (10) Tata cara penyampaian permohonan Kesepakatan Harga Tran sf er secara elektronik se bagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik. (11) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan bukti penerimaan atas penyampaian permohonan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (12) Tanggal yang tercantum dalam bukti penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) merupakan tanggal penerimaan permohonan Kesepakatan Harga Transfer.
(2) (3) (4) Pasal 57 Atas permohonan Kesepakatan Harga se bagaimana dimaksud dalam Pasal 56 Direktur Jenderal Pajak melakukan terhadap: Transfer ayat (2), penelitian a. kelengkapan pemenuhan persyaratan pengajuan permohonan Kesepakatan Harga Transfer berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3); dan
pemenuhan ketentuan Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1). Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menerbitkan pemberitahuan tertulis dapat atau tidak dapat ditindaklanjutinya permohonan Kesepakatan Harga Tran sf er kepada:
Wajib Pajak; dan/atau
Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, dalam hal permohonan Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral, dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah tanggal penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (12). Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan pemberitahuan tertulis, permohonan Kesepakatan Harga Transfer yang disampaikan oleh Wajib Pajak dianggap dapat ditindaklanjuti dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat pemberitahuan tertulis paling lama 1 (satu) bulan setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui. Dalam hal pemberitahuan permohonan Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral kepada Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda tidak mendapatkan jawaban tertulis dalam jangka waktu 8 (delapan) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan pemberitahuan tertulis penghentian proses Kesepakatan Harga Transfer kepada:
Wajib Pajak yang menyampaikan permohonan Kesepakatan Harga Transfer; dan
Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. (5) Dalam hal permohonan Kesepakatan Harga Transfer tidak dapat ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan permohonan Kesepakatan Harga Transfer dihentikan prosesnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Wajib Pajak dapat menyampaikan kembali permohonan Kesepakatan Harga Transfer sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) dan ayat (3). Pasal 58 (1) Atas permohonan Kesepakatan Harga Transfer yang dapat ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) atau dianggap dapat ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3), Wajib Pajak harus menyampaikan kelengkapan permohonan Kesepakatan Harga Transfer secara langsung kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Perpajakan Internasional dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) dan/atau salinan digital (softcopy). (2) Kelengkapan permohonan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama 2 (dua) bulan setelah tanggal pemberitahuan bahwa permohonan Kesepakatan Harga Transfer dapat ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) atau ayat (3). (3) Kelengkapan permohonan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berupa:
laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik untuk 3 (tiga) tahun pajak terakhir sebelum tahun pajak diajukannya permohonan Kesepakatan Harga Tran sf er;
Dokumen Penentuan Harga Transfer untuk 3 (tiga) tahun pajak terakhir sebelum tahun pajak diajukannya permohonan Kesepakatan Harga Tran sf er; dan
dokumen yang berisi penjelasan rinci atas penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha untuk setiap Transaksi Afiliasi yang diusulkan un tuk dicakup dalam Kesepakatan Harga Transfer dalam bahasa Indonesia. (4) Penjelasan rinci sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c paling sedikit memuat informasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (5) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan bukti penerimaan atas penyampaian kelengkapan permohonan Kesepakatan Harga Tran sf er secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (6) Tanggal yang tercantum dalam bukti penerimaan kelengkapan permohonan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan tanggal penerimaan kelengkapan permohonan Kesepakatan Harga Tran sf er.
Dalam hal kelengkapan permohonan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak disampaikan oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan pemberitahuan tertulis penghentian proses Kesepakatan Harga Transfer kepada:
Wajib Pajak; dan
Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, dalam hal permohonan Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral. (8) Dalam hal permohonan Kesepakatan Harga Transfer dihentikan prosesnya sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Wajib Pajak dapat menyampaikan kembali permohonan Kesepakatan Harga Transfer sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) dan ayat (3). Bagian Kedua Tata Cara Penyelesaian Permohonan Kesepakatan Harga Tran sf er Paragraf 1 Pengujian Material Penyelesaian Permohonan Kesepakatan Harga Tran sf er Pasal 59 (1) Atas permohonan Kesepakatan Harga Transfer yang telah memenuhi kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (3), Direktur J enderal Pajak melaksanakan pengujian material. (2) Dalam pengujian material sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk:
melakukan pembahasan dengan Wajib Pajak terkait dengan permohonan Kesepakatan Harga Transfer Wajib Pajak;
melakukan peninjauan ke tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dan/atau Pihak Afiliasi;
mewawancarai pengurus dan/atau karyawan Wajib Pajak;
meminta tambahan data dan/atau informasi dalam bentuk bukti, baik berupa dokumen atau keterangan, dari Wajib Pajak;
meminta data dan/atau informasi dalam bentuk bukti, baik berupa dokumen atau keterangan, dari Pihak Afiliasi atau pihak lainnya yang terkait;
meminta pertukaran informasi perpajakan ( exchange of _infonnation); _ g. meminta informasi dan/atau bukti atau keterangan dari Lembaga Jasa Keuangan, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan/atau entitas lain; dan/atau
meminta dilakukannya kegiatan penilaian. (3) Dalam hal diperlukan untuk pengujian material sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat melaksanakan Pemeriksaan untuk tujuan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (4) Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dalam hal Wajib Pajak:
belum pernah dilakukan Pemeriksaan terkait Penentuan Harga Transfer atas Transaksi Afiliasi yang diusulkan untuk dicakup dalam Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) sampai dengan 3 (tiga) tahun pajak sebelum tahun pajak disampaikannya permohonan Kesepakatan Harga Transfer; dan/atau
mengajukan permintaan Pemberlakuan Mundur dalam permohonan Kesepakatan Harga Transfer. (5) Pengujian material sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. (6) Dalam pengujian material sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) wajib:
menghadiri pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a;
memberikan kesempatan peninjauan ke tempat kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b;
memberikan kesempatan Direktur Jenderal Pajak untuk mewawancarai pengurus dan/atau karyawan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hurufc;dan d. memberikan tambahan data dan/atau informasi dalam bentuk bukti, baik berupa dokumen atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d. (7) Dokumen Wajib Pajak yang digunakan selama proses pengujian material sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai dasar untuk melakukan Pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Paragraf 2 Perundingan Kesepakatan Harga Transfer Pasal 60 (1) Direktur Jenderal Pajak melaksanakan perundingan Kesepakatan Harga Tran sf er dengan:
Wajib Pajak, dalam hal Kesepakatan Harga Transfer Unilateral; atau
Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, dalam hal Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral. (2) Perundingan Kesepakatan Harga Transfer Unilateral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus:
dimulai paling lambat 6 (enam) bulan sejak Wajib Pajak menyampaikan kelengkapan permohonan Kesepakatan Harga Transfer dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2); dan
diselesaikan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak dimulainya perundingan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam huruf a. (3) Perundingan Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufb diselesaikan dalamjangka waktu sesuai dengan ketentuan mengenai Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) dan ayat (4). (4) Dalam hal pada saat perundingan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketahui bahwa Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, persidangan tindak pidana di bidang perpajakan, atau menjalani hukuman pidana di bidang perpajakan, Direktur Jenderal Pajak menghentikan proses Kesepakatan Harga Transfer dan menerbi tkan pemberitahuan tertulis penghen tian proses Kesepakatan Harga Transfer kepada:
Wajib Pajak; dan
Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, dalam hal permohonan Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral. Pasal 61 (1) Hasil perundingan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) dapat berisi kesepakatan atau ketidaksepakatan atas kriteria dalam Penentuan Harga Transfer dan Penentuan Harga Transfer di muka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (7). (2) Dalam perundingan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat tidak menyepakati Kesepakatan Harga Transfer dalam hal:
Transaksi Afiliasi tidak didasari oleh motif ekonomi;
substansi ekonomi Transaksi Afiliasi berbeda dengan bentuk formalnya;
Transaksi Afiliasi dilakukan dengan salah satu tujuan untuk meminimalkan beban pajak;
informasi dan/atau bukti atau keterangan yang disampaikan oleh Wajib Pajak tidak benar atau tidak sesuai dengan kondisi yang se benarnya;
informasi dan/ a tau bukti atau keterangan terkait dengan pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf d tidak dapat diperoleh Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari kalender setelah tanggal permintaan tertulis; dan/atau
tahun pajak dalam Periode Kesepakatan Harga Transfer atau Pemberlakuan Mundur telah diterbitkan surat ketetapan pajak penghasilan badan.
Hasil perundingan Kesepakatan Harga Transfer dianggap berisi ketidaksepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal:
perundingan Kesepakatan Harga Tran sf er tidak menghasilkan kesepakatan sampai dengan berakhirnya jangka waktu perundingan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) a tau ayat (3); a tau b. Direktur Jenderal Pajak menerima pemberitahuan tertulis dari Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda bahwa perundingan Kesepakatan Harga Transfer tidak dapat dilakukan. (4) Dalam hal perundingan Kesepakatan Harga Transfer menghasilkan ketidaksepakatan se bagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menghentikan proses Kesepakatan Harga Transfer dan menerbitkan pemberitahuan tertulis kepada Wajib Pajak. (5) Hasil perundingan Kesepakatan Harga Transfer yang berisi kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam:
Naskah Kesepakatan Harga Transfer, dalam hal Kesepakatan Harga Transfer Unilateral; atau
Persetujuan Bersama sesuai dengan Prosedur Persetujuan Bersama, dalam hal Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral. (6) Naskah Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (7) Berdasarkan Naskah Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan pemberlakuan Kesepakatan Harga Transfer dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak Naskah Kesepakatan Harga Transfer ditandatangani. (8) Berdasarkan Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan pemberlakuan Kesepakatan Harga Transfer dalamjangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak:
tanggal diterimanya pemberitahuan tertulis dari Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda bahwa Persetujuan Bersama dapat dilaksanakan;dan b. tanggal disampaikannya pemberitahuan tertulis kepada Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda bahwa Persetujuan Bersama dapat dilaksanakan. (9) Surat keputusan pemberlakuan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf P dan Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Surat keputusan pemberlakuan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) disampaikan kepada:
Wajib Pajak yang menyampaikan permohonan Kesepakatan Harga Transfer; dan
unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang menindaklanjuti. Pasal 62 (1) Dalam hal:
perundingan Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral menghasilkan ketidaksepakatan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1); atau
proses Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral dihentikan karena Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda tidak menyampaikan jawaban tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (4), Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan Kesepakatan Harga Transfer Unilateral dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 ayat (3) huruf a dan huruf b, kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama 14 (empat belas) hari kalender setelah tanggal pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (4) atau Pasal 57 ayat (4). (2) Atas permohonan Kesepakatan Harga Transfer Unilateral yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melaksanakan perundingan dengan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama:
6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan, dalam hal permohonan tersebut disampaikan karena Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral menghasilkan ketidaksepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; atau
12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan, dalam hal permohonan tersebut disampaikan karena proses Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral dihentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. (3) Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum dicapai kesepakatan, hasil perundingan Kesepakatan Harga Transfer Unilateral dianggap berupa ketidaksepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1). Bagian Ketiga Tata Cara Pencabutan Permohonan Kesepakatan Harga Transfer Pasal 63 (1) Permohonan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) dapat diajukan pencabutan permohonan Kesepakatan Harga Transfer oleh Wajib Pajak. (2) Pencabutan permohonan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mencantumkan alasan pencabutan;
diajukan sebelum diperoleh kesepakatan; dan
ditandatangani oleh pengurus yang namanya tercantum dalam akta pendirian atau akta perubahan, dalam hal terjadi perubahan pengurus. (3) Pencabutan permohonan Kesepakatan Harga Transfer se bagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Wajib Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Perpajakan Internasional. (4) Pencabutan permohonan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (5) Permohonan pencabutan yang diajukan oleh Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan:
secara langsung; atau
secara elektronik. (6) Penyampaian permohonan pencabutan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia. (7) Tata cara penyampaian permohonan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hurufb dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik. (8) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan bukti penerimaan atas pengajuan pencabutan permohonan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Pasal 64 (1) Atas pencabutan permohonan Kesepakatan Harga Transfer yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan pencabutan permohonan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2). (2) Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menerbitkan pemberitahuan tertulis disetujui atau tidak disetujuinya pen ca bu tan permohonan Kesepakatan Harga Transfer kepada:
Wajib Pajak; dan
Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, dalam hal Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral, dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kalender setelah tanggal penerimaan pencabutan permohonan Kesepakatan Harga Transfer se bagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (8). (3) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan pemberitahuan tertulis, pencabutan permohonan Kesepakatan Harga Transfer dianggap disetujui dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat pemberitahuan tertulis paling lama 14 (empat belas) hari kalender setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui. (4) Dalam hal berdasarkan penelitian pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pencabutan permohonan Kesepakatan Harga Transfer tidak memenuhi persyaratan, pencabutan permohonan Kesepakatan Harga Transfer tidak disetujui dan permohonan Kesepakatan Harga Transfer tetap dilanjutkan. (5) Dalam hal pencabutan permohonan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) diajukan setelah perundingan Kesepakatan Harga Transfer dimulai, Wajib Pajak tidak dapat mengajukan kembali permohonan Kesepakatan Harga Transfer untuk tahun pajak yang dicakup dalam permohonan Kesepakatan Harga Transfer yang dicabut. Pasal 65 (1) Dalam hal:
pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (5) dilakukan atas permohonan Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral; dan
pencabutan sebagaimana dimaksud dalam huruf a memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Kesepakatan Harga Tran sf er Unilateral dengan memperhatikan ketentuan se bagaimana dimaksud dalam pasal 56 ayat (3) huruf a dan huruf b kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama 14 (empat belas) hari kalender setelah tanggal pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) atau ayat (3). (2) Atas permohonan Kesepakatan Harga Transfer Unilateral sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melaksanakan perundingan Kesepakatan Harga Transfer dengan Wajib Pajak dalam jangka waktu:
6 (enam) bulan, dalam hal telah dilakukan perundingan Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral; atau
12 (dua belas) bulan, dalam hal belum dilakukan perundingan Kesepakatan Harga Tran sf er Bilateral a tau Multilateral, sejak tanggal diterimanya permohonan Kesepakatan Harga Transfer Unilateral sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Permohonan Kesepakatan Harga Transfer Unilateral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format pengajuan permohonan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3). (4) Dalam hal sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum dicapai kesepakatan, hasil perundingan Kesepakatan Harga Tran sf er Unilateral dianggap berupa ketidaksepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1). (5) Pemberitahuan tertulis yang disampaikan Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda mengenai pencabutan atas permohonan Kesepakatan Harga Transfer Bilateral atau Multilateral dianggap sebagai pemberitahuan tertulis dari Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda bahwa perundingan Kesepakatan Harga Transfer tidak dapat dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3) huruf b. Bagian Keempat Tata Cara Pelaksanaan Kesepakatan Harga Tran sf er Pasal 66 (1) Wajib Pajak wajib melaksanakan Kesepakatan Harga Transfer yang dimuat dalam surat keputusan pemberlakuan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (7) atau ayat (8) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan. (2) Kesepakatan dalam Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diimplementasikan dalam kebijakan Penentuan Harga Transfer Wajib Pajak dan pelaksanaannya harus dituangkan dalam Dokumen Penentuan Harga Transfer untuk Periode Kesepakatan Harga Transfer. (3) Dalam hal atas Periode Kesepakatan Harga Transfer dan/atau Pemberlakuan Mundur:
telah disampaikan surat pemberitahuan tahunan paj ak penghasilan badan;
Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan Pemeriksaan; dan
terdapat kekurangan pembayaran pajak penghasilan yang terutang dihitung berdasarkan kesepakatan dalam Kesepakatan Harga Transfer, Wajib Pajak harus melakukan pembetulan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan badan sesuai dengan Kesepakatan Harga Tran sf er yang dimuat dalam surat keputusan pemberlakuan Kesepakatan Harga Transfer paling lambat 1 (satu) bulan setelah diterbitkannya keputusan pemberlakuan Kesepakatan Harga Transfer. (4) Dalam hal atas Periode Kesepakatan Harga Transfer dan/atau Pemberlakuan Mundur, surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a sedang dilakukan tindakan Pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak dengan memperhitungkan Kesepakatan Harga Transfer yang dimuat dalam surat keputusan pemberlakuan Kesepakatan Harga Tran sf er. (5) Dalam hal atas tahun pajak dalam Periode Kesepakatan Harga Transfer telah diterbitkan surat ketetapan pajak, Direktur Jenderal Pajak melakukan pembetulan atas surat ketetapan pajak secara jabatan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan memperhitungkan Kesepakatan Harga Transfer yang dimuat dalam surat keputusan pemberlakuan Kesepakatan Harga Transfer. (6) Dalam hal terdapat sanksi administratif yang timbul sebagai akibat:
pembetulan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan badan se bagaimana dimaksud pada ayat (3);
penerbitan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4); atau
pembetulan atas surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Jenderal Pajak menghapuskan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pasal 67 (1) Kesepakatan dalam Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) tidak menghalangi Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan tindakan Pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan. (2) Dalam hal Wajib Pajak melaksanakan kesepakatan dalam Kesepakatan Harga Transfer dan sedang dilakukan tindakan Pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak tidak dapat melakukan koreksi atas Penentuan Harga Transfer transaksi yang dicakup dalam Kesepakatan Harga Transfer. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal Wajib Pajak:
menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan badan yang Penentuan Harga Transfernya tidak sesuai dengan kesepakatan dalam Kesepakatan Harga Transfer;
tidak menyampaikan pembetulan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan badan sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3);
menyampaikan pembetulan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan badan yang Penentuan Harga Tran sf ernya tidak sesuai dengan kesepakatan dalam Kesepakatan Harga Transfer; atau
tidak menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan badan untuk tahun pajak dalam Periode Kesepakatan Harga Transfer. Bagian Kelima Tata Cara Evaluasi Kesepakatan Harga Transfer Paragraf 1 Kewenangan Direktur Jenderal Pajak Melakukan Evaluasi Kesepakatan Harga Tran sf er Pasal 68 (1) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer oleh Wajib Pajak. (2) Pengawasan terhadap pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui evaluasi atas:
kepatuhan pelaksanaan kesepakatan dalam Kesepakatan Harga Transfer; dan
kesesuaian kriteria dalam Penentuan Harga Transfer pada kesepakatan dalam Kesepakatan Harga Tran sf er. (3) Dalam rangka evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk:
melakukan pembahasan dengan Wajib Pajak terkait dengan pelaksanaan kesepakatan dalam Kesepakatan Harga Tran sf er;
meminta Wajib Pajak untuk memberikan informasi dan/ a tau bukti atau keterangan yang diperlukan;
melakukan peninjauan ke tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dan/atau Pihak Afiliasi Wajib Pajak;
mewawancarai pengurus dan/atau karyawan Wajib Pajak; dan/atau
meminta informasi dan/atau bukti atau keterangan dari Pihak Afiliasi atau pihak lainnya yang terkait. (4) Dalam evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak wajib:
menghadiri pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a;
memberikan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b;
memberikan kesempatan peninjauan ke tempat kegiatan usaha se bagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c; dan/atau
memberikan kesempatan Direktur Jenderal Pajak untuk mewawancarai pengurus dan/atau karyawan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d. (5) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi atas kepatuhan pelaksanaan kesepakatan dalam Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diketahui bahwa Wajib Pajak tidak melaksanakan Kesepakatan Harga Transfer yang dimuat dalam surat keputusan pemberlakuan Kesepakatan Harga Transfer, Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. (6) Tindak lanjut Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan melaksanakan Kesepakatan Harga Transfer yang dimuat dalam surat keputusan pemberlakuan Kesepakatan Harga Transfer. (7) Berdasarkan hasil evaluasi se bagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan:
peninjauan kembali Kesepakatan Harga Transfer, sepanjang terdapat perubahan material atas fakta dan kondisi Transaksi Afiliasi yang dicakup dalam Kesepakatan Harga Transfer dengan asumsi kritis yang disepakati dalam Kesepakatan Harga Tran sf er; atau
pembatalan Kesepakatan Harga Transfer yang dimuat dalam surat keputusan pemberlakuan Kesepakatan Harga Tran sf er, sebelum Periode Kesepakatan Harga Transfer berakhir. Paragraf 2 Peninjauan Kembali Kesepakatan Harga Transfer Pasal 69 (1) Peninjauan kembali Kesepakatan Harga Transfer dilakukan berdasarkan:
hasil evaluasi atas kesepakatan dalam Kesepakatan Harga Transfer se bagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (7); a tau b. permohonan pen1nJauan kembali Kesepakatan Harga Transfer yang disampaikan oleh Wajib Pajak. (2) Berdasarkan hasil evaluasi atas kesepakatan dalam Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan pemberitahuan tertulis kepada Wajib Pajak. (3) Pemberitahuan tertulis kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat:
perubahan material atas fakta dan kondisi Transaksi Afiliasi yang dicakup dalam Kesepakatan Harga Transfer dengan asumsi kri tis yang disepakati dalam Kesepakatan Harga Transfer; dan
pelaksanaan perundingan Kesepakatan Harga Transfer dalam rangka peninjauan kembali Kesepakatan Harga Transfer. (4) Pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan sebelum tahun pajak yang akan dilakukan peninjauan kembali Kesepakatan Harga Transfer berakhir. t (5) Permohonan penmJauan kembali Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Perpajakan Internasional dengan mengisi formulir permohonan peninjauan kembali Kesepakatan Harga Tran sf er. (6) Formulir permohonan penmJauan kembali Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf S yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (7) Penyampaian permohonan penmJauan kembali Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan:
secara langsung; atau
secara elektronik. (8) Penyampaian permohonan penmJauan kembali Kesepakatan Harga Transfer secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (7) hurufb dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia. (9) Tata cara penyampaian permohonan penmJauan kembali Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik. (10) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan bukti penerimaan atas penyampaian permohonan peninjauan kembali Kesepakatan Harga Transfer se bagaimana dimaksud pada ayat (7). (11) Tanggal yang tercantum dalam bukti penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) merupakan tanggal penerimaan permohonan peninjauan kembali Kesepakatan Harga Transfer. (12) Ketentuan mengenai penelitian, penyampaian kelengkapan permohonan, pengujian material, dan perundingan atas permohonan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 sampai dengan Pasal 60 berlaku secara mutatis mutandis atas permohonan penmJauan kembali Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (5). (13) Hasil perundingan peninjauan kembali Kesepakatan Harga Transfer dituangkan dalam perubahan Naskah Kesepakatan Harga Transfer atau Persetujuan Bersama. (14) Atas perubahan Naskah Kesepakatan Harga Transfer atau perubahan Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (13), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan mengenai perubahan Kesepakatan Harga Transfer dengan mencantumkan tahun pajak dalam Periode Kesepakatan Harga Transfer yang ditinjau kembali.
Keputusan mengenai perubahan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (14) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf T dan U yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Paragraf 3 Pembatalan Kesepakatan Harga Transfer Pasal 70 (1) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (7) terdapat indikasi bahwa Wajib Pajak:
menyampaikan informasi dan/atau bukti a tau keterangan yang tidak benar atau tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya; dan/atau
tidak menyampaikan informasi dan/ a tau bukti atau keterangan yang:
diketahui atau patut diketahui oleh Wajib Pajak; dan
dapat memengaruhi hasil kesepakatan dalam Kesepakatan Harga Transfer, Direktur Jenderal Pajak mengirimkan pemberitahuan tertulis kepada Wajib Pajak untuk melakukan klarifikasi atas ketidaksesuaian informasi dan/ a tau bukti atau keterangan yang disampaikan selama proses Kesepakatan Harga Transfer. (2) Wajib Pajak harus menyampaikan tanggapan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Perpajakan Internasional atas pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari kalender setelah tanggal pemberitahuan tertulis. (3) Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian atas tanggapan tertulis Wajib Pajak yang disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Direktur Jenderal Pajak membatalkan Kesepakatan Harga Transfer yang dimuat dalam surat keputusan pemberlakuan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (7) atau ayat (8) dalam hal Wajib Pajak:
terbukti memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau
tidak menyampaikan tanggapan tertulis atau menyampaikan tanggapan tertulis tetapi melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) Dalam rangka pembatalan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan:
surat keputusan pembatalan Kesepakatan Harga Transfer kepada Wajib Pajak yang dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
pemberitahuan pembatalan Kesepakatan Harga Transfer kepada Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, dalam hal Kesepakatan Harga Tran sf er Bilateral a tau Multilateral. (6) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan pembatalan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari kalender setelah:
diterimanya tanggapan tertulis Wajib Pajak, dalam hal pembatalan kesepakatan dalam Kesepakatan Harga Transfer berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau
terlampauinya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (7) Dalam hal Direktur Jenderal Pajak membatalkan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
Wajib Pajak tidak dapat mengajukan kembali permohonan Kesepakatan Harga Transfer untuk Periode Kesepakatan Harga Transfer dan/ a tau Pemberlakuan Mundur yang dicakup dalam Kesepakatan Harga Transfer yang dibatalkan; dan
Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan Pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, dan/ a tau penyidikan tindak pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Bagian Keenam Tata Cara Pembaruan Kesepakatan Harga Transfer Pasal 71 (1) Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan pembaruan Kesepakatan Harga Transfer kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. (2) Permohonan pembaruan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan dalam periode 12 (dua belas) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan sebelum Periode Kesepakatan Harga Transfer yang diajukan pembaruan dimulai. (3) Formulir permohonan pembaruan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf W yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (4) Penyampaian permohonan pembaruan Kesepakatan Harga Tran sf er se bagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan:
secara langsung; atau
secara elektronik.
(6) (7) (8) (9) (10) (11) Penyampaian permohonan pembaruan Kesepakatan Harga Transfer secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia. Tata cara penyampaian permohonan pembaruan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan bukti penerimaan atas penyampaian permohonan pembaruan Kesepakatan Harga Transfer se bagaimana dimaksud pada ayat (1). Tanggal yang tercantum dalam bukti se bagaimana dimaksud pada ayat (7) tanggal penerimaan permohonan Kesepakatan Harga Transfer. penenmaan merupakan pembaruan Atas permohonan pembaruan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Wajib Pajak harus menyampaikan kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2). Ketentuan mengenai penyampaian kelengkapan permohonan, pengujian material, dan perundingan atas permohonan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 sampai dengan Pasal 60 berlaku secara mutatis mutandis atas permohonan pembaruan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pembaruan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan 1 (satu) kali untuk 1 (satu) Periode Kesepakatan Harga Transfer. BAB IX PENYAMPAIAN DOKUMEN DAN SURAT KEPUTUSAN Pasal 72 (1) Penyampaian dokumen dan surat keputusan dalam rangka penyelesaian Prosedur Persetujuan Bersama dan Kesepakatan Harga Transfer dapat dilakukan:
secara langsung;
melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
secara elektronik. (2) Penyampaian dokumen dan surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia. (3) Tata cara penyampaian dokumen dan surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan peng1nman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik. BABX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 73 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
terhadap permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 468) dan belum diterbitkan Surat Keputusan Persetujuan Bersama, ditindaklanjuti berdasarkan Peraturan Menteri ini;
terhadap permohonan Kesepakatan Harga Transfer yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 262) dan belum diterbitkan surat keputusan pemberlakuan Kesepakatan Harga Transfer, surat keputusan mengenai perubahan Kesepakatan Harga Transfer, atau surat keputusan pembatalan kesepakatan dalam Kesepakatan Harga Transfer, ditindaklanjuti berdasarkan Peraturan Menteri ini; dan
terhadap kewajiban menyelenggarakan, menyimpan, dan menyampaikan Dokumen Penentuan Harga Transfer untuk tahun pajak 2024 dan seterusnya dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri ini. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 74 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan dalam:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016 tentang Jenis Dokumen dan/atau Informasi Tambahan yang Wajib Disimpan oleh Wajib Pajak yang Melakukan Transaksi dengan Para Pihak yang Mempunyai Hubungan lstimewa dan Tata Cara Pengelolaannya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2120);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 468); dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pembentukan dan Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 262), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 75 Peraturan Menteri m1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Dukungan Pengembangan Panas Bumi Melalui Penggunaan Dana Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi pada Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Mult ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Dana Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi yang selanjutnya disebut Dana PISP adalah kerangka pendanaan yang dibentuk secara khusus oleh Menteri Keuangan sebagai sarana untuk mendukung terselenggaranya penyediaan infrastruktur sektor panas bumi.
Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, serta batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Badan Usaha Milik Negara.
BUMN Panas Bumi adalah BUMN yang didirikan dengan tujuan untuk melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk pemanfaatan tidak langsung.
Badan Usaha Panas Bumi adalah badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Republik Indonesia dengan tujuan untuk melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk pemanfaatan tidak langsung.
Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi adalah pemenang lelang dan/atau Badan Usaha Panas Bumi yang didirikan oleh pemenang lelang, yang mendapatkan manfaat berupa ketersediaan data dan informasi Panas Bumi yang kredibel dari pelaksanaan penyediaan dukungan eksplorasi.
Dana Awal adalah dana penyertaan modal negara yang berasal dari fasilitas dana Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 232/PMK.06/2015 tentang Pelaksanaan Pengalihan Investasi Pemerintah dalam Pusat Investasi Pemerintah Menjadi Penyertaan Modal Negara pada Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Multi Infrastruktur.
Data dan Informasi Panas Bumi adalah semua fakta, petunjuk, indikasi dan informasi terkait Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di bidang Panas Bumi.
Debitur Publik adalah BUMN Panas Bumi, BUMN di bidang energi dan/atau Badan Usaha Panas Bumi yang seluruh atau mayoritas sahamnya dimiliki oleh BUMN Panas Bumi atau BUMN di bidang energi.
Debitur Swasta adalah Badan Usaha Panas Bumi yang bukan merupakan Debitur Publik.
Dukungan Pengembangan Panas Bumi adalah salah satu bentuk fasilitas yang disediakan oleh Menteri Keuangan untuk memitigasi risiko ( de-risking facility ) yang menghambat partisipasi badan usaha dalam penyediaan infrastruktur sektor Panas Bumi.
Eksplorasi adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, pengeboran uji, dan pengeboran sumur eksplorasi yang bertujuan untuk memperoleh informasi geologi bawah permukaan guna menemukan dan mendapatkan perkiraan cadangan panas bumi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Dukungan Eksplorasi adalah Dukungan Pengembangan Panas Bumi yang disediakan dalam rangka mendapatkan Data dan Informasi Panas Bumi yang diperlukan untuk penyiapan dan pelelangan wilayah kerja.
Izin Panas Bumi adalah izin untuk melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk pemanfaatan tidak langsung pada wilayah kerja tertentu sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Wilayah Kerja Panas Bumi yang selanjutnya disebut Wilayah Kerja adalah wilayah dengan batas-batas koordinat tertentu yang digunakan untuk pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di bidang Panas Bumi.
Pelelangan Wilayah Kerja adalah metode penawaran Wilayah Kerja untuk mendapatkan Pemenang Lelang sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di bidang Panas Bumi yang dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan menggunakan Data dan Informasi Panas Bumi yang dihasilkan dari pelaksanaan Dukungan Eksplorasi yang telah dinyatakan layak oleh pihak independen.
Pemenang Lelang adalah pihak yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai pemenang dari Pelelangan Wilayah Kerja sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Kegagalan Lelang adalah kondisi ketika Pelelangan Wilayah Kerja tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat menghasilkan badan usaha Pemenang Lelang yang bukan merupakan akibat dari ketidaklayakan Data dan Informasi Panas Bumi yang dihasilkan dari Dukungan Eksplorasi.
Kerja Sama Pendanaan adalah kerja sama dalam rangka penyediaan Dana PISP untuk membiayai penyediaan dan pelaksanaan Dukungan Pengembangan Panas Bumi.
Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi adalah kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai penugasan khusus BUMN dalam peraturan perundang-undangan mengenai BUMN, untuk pelaksanaan Penugasan Dukungan Eksplorasi.
Kompensasi Penugasan Pembiayaan Eksplorasi adalah kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai penugasan khusus BUMN dalam peraturan perundang-undangan mengenai BUMN, untuk pelaksanaan Penugasan Pembiayaan Eksplorasi.
Pemanfaatan Tidak Langsung adalah kegiatan pengusahaan pemanfaatan Panas Bumi dengan melalui proses pengubahan energi panas dan/atau fluida menjadi energi listrik sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Penanggungan Risiko adalah penanggungan atas seluruh atau sebagian dari dampak terjadinya risiko terhadap kinerja dan/atau kesinambungan Dana PISP dan/atau PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), yang berfungsi sebagai sarana pemulihan terhadap Dana PISP yang telah digunakan.
Penugasan Dukungan Eksplorasi adalah penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai BUMN untuk menyediakan dan melaksanakan Dukungan Eksplorasi.
Penugasan Pembiayaan Eksplorasi adalah penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai BUMN untuk menyediakan Pembiayaan Eksplorasi.
Perjanjian Dukungan Eksplorasi adalah perjanjian yang dibuat dalam rangka pelaksanaan Penugasan Dukungan Eksplorasi.
Perjanjian Kerja Sama Pendanaan adalah perjanjian yang dibuat dalam rangka pelaksanaan Kerja Sama Pendanaan.
Perjanjian Pembiayaan Eksplorasi adalah perjanjian yang dibuat dalam rangka pelaksanaan Penugasan Pembiayaan Eksplorasi.
Perjanjian Pembayaran Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi adalah perjanjian yang dibuat dalam rangka pelaksanaan pembayaran Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi.
Perjanjian Penanggungan Risiko adalah perjanjian yang dibuat dalam rangka melaksanakan Penanggungan Risiko.
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Multi Infrastruktur yang selanjutnya disebut PT SMI adalah BUMN yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur.
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Geo Dipa Energi yang selanjutnya disebut PT GDE adalah BUMN yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2011 tentang Penetapan PT Geo Dipa Energi sebagai Perusahaan Perseroan (Persero) PT Geo Dipa Energi.
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia yang selanjutnya disebut PT PII adalah BUMN yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Penjaminan Infrastruktur sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Penjaminan Infrastruktur.
Pembiayaan Eksplorasi adalah Dukungan Pengembangan Panas Bumi berupa pemberian pinjaman dan/atau bentuk pembiayaan lainnya dalam rangka penyiapan studi kelayakan.
Studi Kelayakan adalah kajian untuk memperoleh informasi secara terperinci terhadap seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan Pemanfaatan Tidak Langsung yang diusulkan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Survei Pendahuluan adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan, analisis dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi, geofisika dan geokimia, serta survei landaian suhu apabila diperlukan, untuk memperkirakan letak serta ada atau tidaknya sumber daya Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Wilayah Terbuka Panas Bumi yang selanjutnya disebut Wilayah Terbuka adalah wilayah yang diduga memiliki potensi Panas Bumi di luar batas-batas koordinat Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi.
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pejabat pimpinan tinggi madya di lingkungan Kementerian Keuangan yang menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko keuangan negara.
Komite Bersama adalah komite yang dibentuk oleh Menteri untuk menunjang kelancaran pengelolaan Dana PISP dan/atau penyediaan Dukungan Pengembangan Panas Bumi.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022
Relevan terhadap
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih yang terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Hibah. Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas Pendapatan Pajak Dalam Negeri dan Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional. Pendapatan Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan ^jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya. Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar. 1 2 3 4 5 6. Penerimaan 6. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh Negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara. 7. Penerimaan Hibah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, ^jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. 8. Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa. 9. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi perlindungan lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial. 10. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada kementerian negaraflembaga dan Bendahara Umum Negara. 11. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Program adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan untuk mencapai hasil (outcomel tertentu pada Bagian Anggaran kementerian negara/lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
Program Pengelolaan Subsidi adalah pemberian dukungan dalam bentuk pengalokasian anggaran kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyediakan barang atau jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hidup orang banyak, atau disalurkan langsung kepada penerima manfaat, sesuai kemampuan keuangan negara. 13. Transfer ke Daerah adalah bagian dari Belanja Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yograkarta. 14. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas dana transfer umum dan dana transfer khusus. 15. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 16. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 17. Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. 18. Dana Insentif Daerah yang selanjutnya disingkat DID adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat.
Dana 19. Dana Otonomi Khusus adalah dana yang bersumber dari APBN untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2OOl tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2O2l tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 2l Tahun 2OOl tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. 20. Dana Tambahan Infrastruktur Dalam Rangka Otopomi Khusus bagi provinsi-provinsi di wilayah Papua yang selanjutnya disingkat DTI adalah dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya ditetapkan antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Ralryat dilakukan berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran yang ditujukan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur perhubungan, energi listrik, air bersih, telekomunikasi, dan sanitasi lingkungan. 2I. Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta adalah dana yang bersumber dari APBN untuk penyelenggaraan urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2Ol2 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yograkarta. 22. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa atau sebutan lain yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. 23. Pembiayaan Anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih realisasi pembiayaan anggaran atas realisasi defisit anggaran yang terjadi dalam satu periode pelaporan. 25. Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat SAL adalah akumulasi neto dari SiLPA dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran tahun-tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan. 26. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara. 27. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya. 28. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. 29. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 30. Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya yang selanjutnya disingkat BPYBDS adalah bantuan Pemerintah berupa BMN yang berasal dari ApBN, yang telah dioperasikan dan/atau digunakan oleh Badan Usaha Milik Negara berdasarkan Berita Acara Serah Terima dan sampai saat ini tercatat pada laporan keuangan kementerian negara/lembaga atau pada Badan Usaha Milik Negara. 31. Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat pMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/atau Perseroan Terbatas lainnya serta Lembaga/Badan Lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi.
Investasi 32. Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, dan/atau sosial, dan/atau manfaat lainnya bagi sebesar- besarnya kemakmuran ralgrat. 33. Dana Bergulir adalah dana yang diketola oreh Badan Layanan Umum tertentu untuk dipinjamkan dan digulirkan kepada masyarakat/lembaga dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya. 34. Pinjaman Dalam Negeri adalah setiap pinjaman oreh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya. 35. Kewajiban Penjaminan adalah kewajiban yang menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada kementerian negara/lembaga, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, pelaku usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional, dan bank sistemik penerima pinjaman likuiditas khusus dalam hal kementerian negara/lembaga, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, pelaku usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional, dan bank sistemik penerima pinjaman likuiditas khusus dimaksud tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur dan/atau badan usaha sesuai perjanjian pinjaman atau perjanjian kerja sama. 36. Pinjaman Luar Negeri Neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri. 37 - Pinjaman Tunai adalah pinjaman luar negeri dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan uptuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang. 38. Pinjaman Kegiatan adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan tertentu kementerian negara/lembaga, pinjaman yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara, dan pinjaman yang diterushibahkan kepada pemerintah daerah.
Pemberian 39. Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, danf atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu. 40. Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pendidikan melalui kementerian negara/lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah dan dana desa, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah. 4L. Persentase Anggaran Pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara. 42. Tahun Anggaran 2022 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember 2022.
Dalam rangka efisiensi dan efektivitas anggaran kementerian negara/lembaga, Pemerintah melaksanakan kebijakan pemberian penghargaan dan/atau pengenaan sanksi atas kinerja anggaran kementerian negara/lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 19 (1) Perubahan anggaran Belanja Negara berupa:
perubahan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP termasuk penggunaan saldo kas Badan Layanan Umum;
perubahan anggaran belanja yang bersumber dari pinjaman termasuk pinjaman baru;
pergeseran anggaran antarprogram dalam 1 (satu) Bagian Anggaran untuk penanggulangan bencana;
perubahan anggaran belanja yang bersumber dari hibah termasuk hibah yang diterushibahkan;
perubahan anggaran belanja dalam rangka penanggulangan bencana;
pergeseran dari Bagian Anggaran 999.08 (Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya) ke Bagian Anggaran kementerian negara/lembaga atau sebaliknya atau pergeseran antarsubbagian anggaran dalam Bagian Anggaran 999 (BA BUN);
pergeseran anggaran belanja yang dibiayai dari PNBP antarsatuan kerja dalam 1 (satu) program yang sama atau antarprogram dalam satu Bagian Anggaran;
perubahan anggaran belanja yang bersumber dari SBSN untuk pembiayaan kegiatan/proyek kementerian negara/ lembaga;
pergeseran anggaran antarprogram dalam 1 (satu) Bagian Anggaran yang bersumber dari rupiah murni untuk memenuhi kebutuhan belanja operasional;
pergeseran anggaran antarprogram dalam 1 (satu) Bagian Anggaran untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran yang tidak diperkenankan (ineligible expenditure) atas kegiatan yang dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri;
pergeseran anggaran antarprogram dalam rangka penyelesaian restrukturisasi kementerian negaraflembaga termasuk restrukturisasi di bidang riset dan inovasi; dan
pergeseran anggaran antarprogram dalam unit eselon I yang sama, ditetapkan oleh Pemerintah. (2) Pemerintah dapat melakukan pinjaman baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk penanggulangan bencana. (3) Perubahan lebih lanjut Pembiayaan Anggaran berupa perubahan pagu Pemberian Pinjaman akibat dari lanjutan, percepatan penarikan Pemberian Pinjaman, , dan pengesahan atas Pemberian Pinjaman yang telah closing date, ditetapkan oleh Pemerintah. (4) Perubahan anggaran Belanja Negara berupa perubahan pagu untuk pengesahan belanja dan penerimaan pembiayaan dan/atau pendapatan hibah yang bersumber dari pinjaman/hibah termasuk pinjaman/hibah yang diterushibahkan yang telah closing date, ditetapkan oleh Pemerintah.
Perubahan (5) Perubahan anggaran Belanja Negara berupa penambahan pagu karena luncuran Rupiah Murni Pendamping dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun 2O2l yang tidak terserap untuk pembayaran uang muka kontrak kegiatan yang dibiayai pinjaman luar negeri, ditetapkan Pemerintah. (6) Pencairan Rupiah Murni Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan paling lambat tanggal 31 Maret 2022. (7) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (ll, ayat (21, ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), dilaporkan Pemerintah dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2022 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2022. Pasal 20 (1) Pemerintah dapat memberikan hibah kepada pemerintah/lembaga asing dan menetapkan pemerintah/lembaga asing penerima untuk pencapaian kepentingan nasional Indonesia. (2) Pencapaian kepentingan nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mengoptimalkan pemanfaatan barang/jasa dan/atau penyedia barang/jasa dalam negeri Indonesia. (3) Anggaran pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari dana hasil kelolaan Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional. (41 Perubahan anggaran pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Pemerintah yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai revisi anggaran. (5) Pemerintah dapat memberikan hibah kepada pemerintah daerah dalam rangka penanggulangan bencana yang pelaksanaannya dilaporkan Pemerintah dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2022 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2022. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 21 (1) Anggaran Pendidikan direncanakan sebesar Rp5a2.831.9L7.742.000,00 (lima ratus empat puluh dua triliun delapan ratus tiga puluh satu miliar sembilan ratus tujuh belas juta tujuh ratus empat puluh dua ribu rupiah). (21 Anggaran Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 2O,Ooh (dua puluh koma nol persen) dari total anggaran Belanja Negara sebesar Rp2.7 14.155.7 19.841.000,00 (dua kuadriliun tujuh ratus empat belas triliun seratus lima puluh lima miliar tujuh ratus sembilan belas juta delapan ratus empat puluh satu ribu rupiah). (3) Anggaran Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk investasi pemerintah pada pos pembiayaan untuk dana abadi di bidang pendidikan. (41 Hasil kelolaan dari dana abadi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan oleh kementerian negar a f lembaga terkait sesuai peruntukannya. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian Anggaran Pendidikan dan penggunaan hasil kelolaan dana abadi diatur dalam Peraturan Presiden. Pasal 22 (1) Jumlah anggaran Pendapatan Negara Tahun Anggaran 2022, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, lebih kecil dari pada jumlah anggaran Belanja Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sehingga dalam Tahun Anggaran 2022 terdapat defisit anggaran sebesar Rp868.019.050.028.000,00 (delapan ratus enam puluh delapan triliun sembilan belas miliar lima puluh juta dua puluh delapan ribu rupiah) yang akan dibiayai dari Pembiayaan Anggaran. (21 Pembiayaan Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar Rp868.019.050.028.O00,00 (delapan ratus enam puluh delapan triliun sembilan belas miliar lima puluh juta dua puluh delapan ribu rupiah), terdiri atas:
pembiayaan utang sebesar Rp973.583.008. 108.000,00 (sembilan ratus tujuh puluh tiga triliun lima ratus delapan puluh tiga miliar delapan juta seratus dela.pan ribu rupiah);
pembiayaan investasi sebesar negatif Rp182.3 18.568.032.000,00 (seratus delapan puluh dua triliun tiga ratus delapan belas miliar lima ratus enam puluh delapan juta tiga puluh dua ribu rupiah);
pemberian pinjaman sebesar Rp585.472.952.000,00 (lima ratus delapan puluh lima miliar empat ratus tujuh puluh dua juta sembilan ratus lima puluh dua ribu rupiah);
kewajiban pehjaminan sebesar negatif Rp1.130.863.000.000,00 (satu triliun seratus tiga puluh miliar delapan ratus enam puluh tiga juta rupiah); dan
pembiayaan lainnya sebesar Rp77.300.000.000.000,00 (tujuh puluh tujuh triliun tiga ratus miliar rupiah). (3) Ketentuan mengenai alokasi Pembiayaan Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. (41 Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian alokasi Pembiayaan Anggaran tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini diatur dalam Peraturan Presiden. Pasal 23 (1) Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2O2O tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2O2O tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang, Pemerintah dapat menerbitkan SBN dengan tujuan tertentu, terrnasuk menerbitkan SBN yang dapat dibeli oleh Bank Indonesia di pasar perdana. (21 Penerbitan (21 Penerbitan SBN oleh Pemerintah, termasuk pembeliannya oleh Bank Indonesia di pasar perdana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi pasar SBN, pengaruh terhadap inflasi, jenis SBN yang dapat diperdagangkan, dan kesinambungan keuangan Pemerintah dan Bank Indonesia. (3) Dalam hal terdapat sisa dana dari penerbitan SBN dengan tujuan tertentu termasuk penerbitan SBN yang dibeli oleh Bank Indonesia di pasar perdana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan/atau anggaran penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di bidang kesehatan yang tidak terserap pada Tahun Anggaran 2021, Pemerintah dapat menggunakan sisa dana dimaksud untuk membiayai pelaksanaan lanjutan kegiatan penanganan pandemi CoronaVirus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau pemulihan ekonomi nasional tersebut pada Tahun Anggaran 2022. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sisa dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 24 (1) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit melampaui target yang ditetapkan dalam APBN, Pemerintah dapat menggunakan dana SAL, penarikan Pinjaman T\rnai, penerbitan SBN, dan/atau pemanfaatan saldo kas Badan Layanan Umum sebagai tambahan pembiayaan. (2) Kewajiban yang timbul dari penggunaan dana SAL, penarikan Pinjaman Tunai, penerbitan SBN, dan/atau pemanfaatan saldo kas Badan Layanan Umum sebagai tambahan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada anggaran negara. (3) Penggunaan dana SAL, Pinjaman Tunai, penerbitan SBN, dan/atau pemanfaatan saldo kas Badan Layanan Umum sebagai tambahan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan Pemerintah dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2022. (41 Ketentuan (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perkiraan defisit melampaui target serta penggunaan dana SAL, pinjaman Tunai, penerbitan SBN, dan/atau pemanfaatan saldo kas Badan Layanan Umum sebagai tambahan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Kewenangan Khusus Otorita Ibu Kota Nusantara
Relevan terhadap
Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6876 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2023 TENTANG KEWENANGAN KHUSUS OTORITA IBU KOTA NUSANTARA KEUIENANGAN KIIUSUS OTORITA IBU KOTA NUSANTARA A. BIDANG PENDIDIKAN 1 Manajemen Pendidikan a. Pengelolaan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan khusus, dan pendidikan nonformal. b. Fasilitasi pendidikan tinggi. 2 Kurikulum Penetapan kurikulum muatan lokal pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan khusus, dan pendidikan nonformal. 3 Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan. 4 Penzinan Pendidikan Perizinan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan khusus, dan pendidikan nonformal serta program studi di luar kampus utama perguruan tinggi Indonesia dan perguruan tinggi asing peringkat 100 (seratus) terbaik dunia. 5 Bahasa dan Sastra Pembinaan bahasa dan sastra yang penuturnya dalam wilayah Ibu Kota Nusantara B. BIDANG KESEHATAN 1 Upaya Kesehatan a. Pengelolaan upaya kesehatan perseor€rngan (UKP) rujukan secara terintegrasi. b. Pengelolaan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan rujukan secara terintegrasi. c. Penyelenggaraan standardisasi khusus fasilitas pelayanan kesehatan publik dan swasta. d. Penerbitan perizinan berusaha untuk fasilitas pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit kelas A, B, C, dan D serta penanaman modal asing (PMA). 2 Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan termasuk Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing a. Perencanaan dan pengembangan tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/penunjang kesehatan untuk UKM dan UKP. b. Penyelenggaraan skema penghargaan dan pemberian insentif bagi tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/penunjang kesehatan untuk UKM dan UKP. c. Penempatan dan pendayagunaan tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/ penunj ang kesehatan. d. Penerbitan izin praktik tenaga kesehatan.
Sediaan Farmasi, Alat, Kesehatan, dan Makanan Minuman a. Pengawasan dan pemantauan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan. b. Pengawasan post-markef produk makanan minuman industri rumah tangga dan pangan olahan siap saji. c. Penyediaan obat pelayanan kesehatan dasar. d. Penerbitan perizinan berusaha usaha kecil obat tradisional (UKOT). e. Penerbitan perizinan berrrsaha apotek, toko obat, dan toko alat kesehatan. f. Penerbitan pedzinan berusaha usaha mikro obat tradisional (UMOT). g. Penerbitan perizinan berusaha produksi makanan dan minuman pada industri rumah tangga.
Penerbitan izin pedagang besar farmasi (PBF) cabang dan cabang distributor alat kesehatan (DAK). i. Penerbitan sertifikat produksi alat kesehatan dan alat kesehatan diagnostic in uitro (DIY) kelas A/ 1 (satu) tertentu serta perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) kelas 1 (satu) tertentu perusahaan rumah tangga.
Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat Bidang Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi dengan pendekatan edukatif partisipatif dengan memperhatikan potensi dan sosial budaya setempat. C. BIDANG PEKER.IAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG 1 Perencanaan Tata Ruang Men5rusun dan menetapkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Ibu Kota Nusantara. 2 Pemanfaatan Ruang Penzinan terkait penataan ruang yang meliputi:
Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan rurang (PKKPR) untuk kegiatan berusaha;
Konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKKPR) untuk kegiatan nonberusaha; dan
Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (PKKPR) untuk kegiatan nonberusaha.
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang. 4 Pengawasan Penataan Ruang Pelaksanaan pengawasan penataan ruzrng.
Air Minum a. Penetapan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). b. Pengelolaan dan pengembangan SPAM.
Persampahan a. Penetapan pengembangan sistem pengelolaan persampahan. b. Pengelolaan dan pengembangan sistem pengelolaarl pers€rmpahan. 7 Air Limbah a. Penetapan pengembangan sistem pengelolaan air limbah domestik. b. Pengelolaan dan pengembangan sistem pengelolaan air limbah domestik. 8 Drainase a. Penetapan pengembangan sistem drainase. b. Pengelolaan dan pengembangan sistem drainase. 9 Infrastruktur Hijau Kota Spons a. Pengembangan kota spons. b. Pengelolaan dan pengembangan infrastruktur konservasi air kota spons. c. Penetapan dan penegakan peraturan kota spons. 10 Permukiman a. Penetapan sistem pengembangan infrastruktur permukiman. b. Penyelenggaraan infrastruktur pada permukiman.
Bangunan Gedung a. Penetapan bangunan gedung untuk kepentingan strategis nasional. b. Penyelenggaraan bangunan gedung untuk kepentingan strategis nasional dan penyelenggaraan bangunan gedung fungsi khusus. c. Penerbitan persetujuan bangunan gedung (PBG) dan sertifikat laik fungsi bangunan gedung. t2. Penataan Bangunan dan Lingkungannya a. Penetapan pengembangan sistem penataan bangunan dan lingkungannya. b. Penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungannya.
Jalan a. Pengembangan sistem jaringan jalan. b. Penyelenggaraan jalan. l4 Jasa Konstruksi a. Penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja konstruksi strategis dan percontohan, tenaga ahli konstruksi, dan tenaga terampil konstruksi. b. Pengembangan dan penyelenggaraan sistem informasi jasa konstruksi cakupan. c. Pengawasan tertib usaha, tertib penyelenggaraan, dan tertib pemanfaatan jasa konstruksi. d. Pengembangan standar kompetensi kerja dan pelatihan jasa konstruksi. e. Pengembangan kontrak kerja konstrr.rksi yang menjamin kesetaraan hak dan kewajiban antara pengguna jasa dan penyedia jasa konstruksi. f. Pengemb€rngan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan dalam penyelenggaraan jasa konstruksi. g. Penyelenggaraan pengawasan penerapan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan jasa konstruksi oleh badan usaha jasa konstruksi. h. Pengembangan standar material dan peralatan konstruksi, serta inovasi teknologi konstruksi.
Irigasi Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi sebagai satu kesatuan sistem pada daerah irigasi. D. BIDANG PERUMAIIAN DAN I(AWASAN PERIUUKIMAN 1 Perumahan a. Pengembangan sistem penyelengg€rraan perumahan secara terpadu. b. Penyediaan perumahan bagi Aparatur Sipil Negara, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia. c. Fasilitasi dan/atau penyediaan pemmahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). d. Fasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat yang terkena relokasi sebagai dampak kebijakan pemerintah. e. Penyediaan dan rehabilitasi perumahan korban bencana. f. Pengembangan sistem pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. g. Penerbitan sertifikat kepemilikan bangunan gedung (SKBG).
Perizinan terkait pembangunan dan pengembangan perumahan. i. Penetapan pelaksanaan pemenuhan kewajiban hunian berimbang sesuai prioritas pembangunan perumahan dan kawasan permukiman di wilayah Ibu Kota Nusantara. 2 Kawasan Permukiman dan Kawasan Permukiman Kumuh a. Penetapan sistem kawasan permukiman. b. Penataan dan peningkatan kualitas kawasan pennukiman kumuh. c. Pencegahan perumahan dan kawasan permukiman kumuh. d. Perizinan terkait pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman. 3 Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) Penetapan kebijakan dan penyelenggaraan prasarana sarana umum di lingkungan hunian, kawasan permukiman, dan perumahan. E. BIDANG KETENTERAMAN DAN KETERTIBAN UMUM SERTA PERLINDUNGAN MASYARAKAT 1 Ketenteraman dan Ketertiban Umum a. Penegakan produk hukum Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ibu Kota Nusantara. c. Penanganan gangguan ketenteraman dan ketertiban umum. 2 Bencana a. Penyelenggaraan penanggulangan bencana. b. Penyelenggaraan pencegahan, tanggap darurat, dan pascabencana alam dan nonalam.
Kebakaran a. Standardisasi sarana dan prasarana pemadam kebakaran. b. Standardisasi kompetensi dan sertifikasi pemadam kebakaran. c. Penyelenggaraan sistem informasi kebakaran. d. Penyelenggaraan pemetaan rawan kebakaran. e. Pencegahan, pengendalian, pemadaman, penyelamatan, dan penanganan bahan berbahaya dan beracun kebakaran. f. Inspeksi peralatan proteksi kebakaran. g. Investigasi kejadian kebakaran. h. Pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan kebakaran. F. BIDANG SOSIAL 1 Pemberd ayaar: Sosial a. Penetapan lokasi dan pemberdayaan sosial komunitas adat terpencil (KAT). b. Pembinaan sumber kesejahteraan sosial. c. Pembinaan lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga (LK3). d. Pengembangan potensi sumber kesejahteraan sosial. e. Penerbitan izin pengumpulan sumbangan. 2 Penanganan Warga Negara Migran Korban Tindak Kekerasan Penanganan warga negara migran korban tindak kekerasan dari titik debarkasi untuk dipulangkan hingga daerah asal. 3 Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi sosial bukan/tidak termasuk bekas korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), orzrng dengan Human Immunodeficiencg Vints / Acquire d Immuno Deficiencg Sg ndrome y ar: g memerlukan rehabilitasi pada panti dan tidak memerlukan rehabilitasi pada panti, dan rehabilitasi anak yang berhadapan dengan hukum. 4 Perlindungan dan Jaminan Sosial a. Pengelolaan data fakir miskin. b. Pemeliharaan anak-anak telantar. c. Penerbitan izin orang tua angkat untuk pengangkatan anak antar warga negara Indonesia dan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal warga negara Indonesia. 5 Penanganan Bencana a. Penyediaan kebutuhan dasar dan pemulihan trauma bagi korban bencana. b. Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat terhadap kesiapsiagaan bencana. c. Penyelenggaraan penanganan bencana berdasarkan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Nusantara. 6 Taman Makam Pahlawan Pembangunan dan pemeliharaan taman makam pahlawan nasional. 7 Penanganan Konflik Sosial Penanganan konflik sosial yang meliputi:
pencegahan konflik;
penghentian konflik; dan
pemulihan pascakonflik. G. BIDANG TENAGA KER.IA 1 Perencanaan Tenaga Kerja (Manpower Ptanning) dan Penyediaan Layanan Informasi Pasar Kerja a. Pen5rusunan perencanaan tenaga kerja (manpower planning). b. Penyediaan informasi ketenagakerjaan meliputi penduduk dan tenaga kerja, kesempatan kerja, pelatihan kerja termasuk kompetensi keda, produktivitas tenaga kerja, hubungan industrial, kondisi lingkungan kerja, pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja, jaminan sosial tenaga kerja. 2 Pelatihan Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja a. Pelaksanaan pelatihan untuk kejuruan yang bersifat strategis. b. Pelaksanaan pelatihan kerja. c. Pelaksanaan akreditasi lembaga pelatihan kerja. d. Konsultansi peningkatan produktivitas tenaga kerja pada perusahaan menengah dan kecil. e. Pembinaan lembaga pelatihan kerja swasta. f. Pengukuran produktivitas tenaga keda dan perusahaan. g. Penyediaan instruktur dan tenaga pelatihan yang kompeten serta sarana dan prasarana pelatihan. 3 Penempatan Tenaga Kerja a. Pelayanan antarkerja. b. Pengelolaan informasi pasar kerja. c. Pelindungan pekerja migran Indonesia sebelum bekerja dan setelah bekerja. d. Pelaksanaan perluasan kesempatan kerja. e. Pengesahan rencana penggunaan tenaga kerl'a asing melalui dashboard khusus pada sistem online pelayanan penggunaan tenaga kerja asing. f. Penetapan jangka waktu tertentu untuk pembebasan dari kewajiban pembayaran dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing. 4 Hubungan Industrial a. Pengesahan peraturan perusahaan dan pendaftaran perjanjian kerja bersama untuk perusahaan yang hanya beroperasi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra. b. Pencegahan dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial, mogok kerja, dan penutupan perrrsahaan yang berakibat/berdampak pada kepentingan di Ibu Kota Nusantara. c. Penetapan upah minimum. d. Pencatatan perjanjian kerja untuk perusahaan yang beroperasi di Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra.
Pencatatan serikat pekerja/serikat buruh yang berdomisili di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Pengawasan Ketenagakerj aan Penyelenggaraan pen gawasan ke tenagakerj aan. H. BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK 1 Kualitas Hidup Perempuan a. Pelembagaan pengarusutamaan gender (PUG) pada lembaga pemerintah. b. Pemberdayaan perempuan bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi pada organisasi kemasyarakatan. c. Standardisasi lembaga penyedia layanan pemberdayaan perempuan. d. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan pemberdayaan perempuan.
Perlindungan Perempuan a. Pencegahan kekerasan terhadap perempuan yang melibatkan para pihak. b. Penyediaan layanan rujukan lanjutan bagi perempuan korban kekerasan yang memerlukan koordinasi. c. Standardisasi lembaga penyedia layanan perlindungan perempuan. d. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan perlindungan perempuan.
Kualitas Keluarga a. Peningkatan kualitas keluarga dalam mewujudkan kesetaraan gender (KG) dan hak anak. b. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan peningkatan kualitas keluarga dalam mewujudkan KG dan hak anak. c. Standardisasi lembaga penyediaan layanan peningkatan kualitas keluarga dalam mewujudkan KG dan hak anak. d. Penyediaan layanan bagi keluarga dalam mewujudkan KG dan hak anak. 4 Sistem Data Gender dan Anak Pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data gender dan anak dalam kelembagaan data.
Pemenuhan Hak Anak (PHA) a. Pelembagaan PHA pada lembaga pemerintah, nonpemerintah, dan dunia usaha. b. Standardisasi lembaga penyediaan layanan peningkatan kualitas hidup anak. c. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan peningkatan kualitas hidup anak.
Perlindungan Khusus Anak a. Pencegahan kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya terhadap anak yang melibatkan para pihak. b. Penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus yang memerlukan koordinasi. c. Standardisasi lembaga penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindunga.n khusus. d. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus. I. BIDANG PANGAN 1 Penyelenggaraan Pangan Berdasarkan Kedaulatan dan Kemandirian a. Pen5rusunan strategi kedaulatan pangan di Ibu Kota Nusantara. b. Penyediaan infrastruktur dan seluruh pendukung kemandirian pangan pada berbagai sektor. 2 Penyelenggaraan Ketahanan Pangan a. Penyediaan dan penyaluran pangan pokok dan/atau pangan lainnya sesuai dengan kebutuhan dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga pangan. b. Pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan dan menjaga keseimbangan cadangan pangan. c. Penentuan harga minimum untuk pangan lokal yang tidak ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. d. Promosi dan edukasi penganekaraganlran konsumsi pangan dalam pencapaian target konsumsi pangan per kapita/tahun sesuai dengan angka kecukupan gizi. e. Pelaksanaan pencapaian target konsumsi pangan per kapita/tahun sesuai dengan angka kecukupan gizi. f. Pelaksanaan kerl'a sama dengan Daerah Mitra untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan. 3 Penanganan Kerawanan Pangan a. Penetapan kriteria dan status krisis pangan. b. Penyusunan peta ketahanan dan kerentanan pangan. c. Pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pada kerawanan pangan. d. Penanganan kerawanan pangan. e. Fasilitasi pengembangan cadangan pangErn masyarakat. 4 Keamanan Pangan a. Pelaksanaan pengawasan keamanan panga.n segar. b. Registrasi pangan segar produksi dalam negeri dari pelaku usaha menengah dan besar, baik dengan klaim maupun tidak, serta pelaku usaha mikro dan kecil. c. Pembinaan keamanan pangan bagi pelaku usaha kecil pangan seg€rr. J. BIDANG PERTANAIIAN 1 Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum a. Pelaksanaan tahap perencanaan dalam proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. b. Pelaksanaan tahap persiapan dalam proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. 2 Perencanaan Penggunaan Tanah Penetapan perencanaan penggunaan tanah. 3 Penatagunaan Tanah (Land Use Planning) a. Pelaksanaan pendataan tata guna tanah. b. Pembuatan sistem informasi tata guna tanah. c. Penetapan kebijakan pengawasan, pemantauan, dan pengendalian neraca persediaan, peruntukan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. d. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penatagunaan tanah. e. Penerbitan surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT). 4 Ganti Kerrrgian dan Santunan Tanah untuk Pembangunan Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan. 5 Sengketa Tanah Garapan Penyelesaian sengketa tanah garapan. 6 Izin Membuka Tanah Penerbitan izin membuka tanah. 7 Tanah Kosong a. Penyelesaian masalah tanah kosong. b. Inventarisasi dan pemanfaatan tanah kosong. 8 Pemanfaatan Tanah di atas Tanah Hak Pengelolaan a. Pen5rusunan rencana peramtukan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara serta Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara. b. Penggunaan dan pemanfaatan seluruh atau sebagian tanah hak pengelolaan untuk digunakan sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak lain. c. Melakukan perjanjian pemanfaatan tanah di atas hak pengelolaan. d. Kewenangan lainnya terkait pemanfaatan tanah di atas tanah hak pengelolaan. 9 Penetapan Tarif Pemanfaatan Hak Pengelolaan Penetapan tarif dan latau uang wajib tahunan pemanfaatan tanah di atas hak pengelolaan. K. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1 Pelindungan dan Lingkungan Hidup Pengelolaan Pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup termasuk:
penetapan kawasan hijau yang mendukung keseimbangan lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati;
penerapan energi terbarukan dan efisiensi energi;
pengelolaan wilayah fungsional perkotaan yang berorientasi pada lingkungan hidup; dan
penerapan pengolahan sampah dan limbah dengan prinsip ekonomi sirkuler. 2 Perencanaan Lingkungan Hidup Pen5rusunan dan penetapan rencana pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH). 3 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pen5rusunan dan penjaminan kualitas KLHS untuk kebijakan, rencana, dan/atau program Ibu Kota Nusantara. 4 Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup Pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan pencemaran danfatau kerusakan lingkungan hidup. 5 Keanekaragaman Hayati (Kehati) Pengelolaan Keanekaragaman Hayati (Kehati) 6. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah E}3) a. Pengelolaan 83. b. Pengelolaan Limbah 83. 7 Pembinaan dan Pengawasan terhadap lzin Lingkungan dart lzin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) a. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang persetujuan lingkungan dan izin PPLH yang diterbitkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Perizinan terkait lingkungan hidup dan PPLH. 8 Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA), Kearifan Lokal dan Hak MHA yang terkait dengan PPLH a. Penetapan pengakuan MHA, kearifan lokal, atau pengetahuan tradisional yang terkait dengan PPLH. b. Peningkatan kapasitas MHA yang terkait dengan PPLH. 9 Pendidikan, Pelatihan, dan Pen5ruluhan Lingkungan Hidup untuk Masyarakat Penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan pen5ruluhan lingkungan hidup untuk lembaga kemasyarakatan.
Penghargaan Lingkungan Hidup untuk Masyarakat Pemberian penghargaan lingkungan hidup untuk masyarakat.
Pengaduan Lingkungzrn Hidup Penyelesaian pengaduan masyarakat di bidang PPLH terhadap:
usaha dan/atau kegiatan yang persetujuan lingkungan dan/atau izin PPLH yang diterbitkan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara; dan
usaha dan/atau kegiatan yang lokasi dan/atau dampaknya di wilayah Ibu Kota Nusantara. t2. Persampahan a. Perizinan insinerator pengolah sampah menjadi energi listrik. b. Pengelolaan dan penanganan sampah. c. Perizinan terkait pengolahan sampah, pengangkutan sampah, dan pemrosesan akhir sampah yang diselenggarakan oleh swasta. d. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah oleh pihak swasta. e. Penetapan, pembinaan, dan pengawasan tanggung ^jawab produsen dalam pengurangan sampah. L. BIDANG ADMINISTRASI KEPENDUDUI(AN DAN PENCATATAN SIPIL 1 Pendaftaran Penduduk Pelayanan pendaftaran penduduk. 2 Pencatatan Sipil Pelayanan pencatatan sipil. 3 Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Pengumpulan data kependudukan dan pemanfaatan dan penyajian database kependudukan. 4 Profil Kependudukan Pen5rusunan profil kependudukan. M. BIDANG PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA 1 Pengendalian Penduduk a. Pemaduan dan sinkronisasi kebdakan pengendalian kuantitas penduduk. b. Pemetaan perkiraan pengendalian penduduk. 2 Keluarga Berencana (KB) a. Pengembangan desain program, pengelolaan dan pelaksanaan advokasi dan komunikasi, informasi, dan edukasi pengendalian penduduk dan KB sesuai dengan kearifan lokal. b. Pendayagunaan tenaga penyuluh KB/petugas lapangan KB (PKB/PLKB). c. Pengendalian dan pendistribusian kebutuhan alat dan obat kontrasepsi serta pelaksanaan pelayanan KB. d. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam pengelolaan, pelayanan, dan pembinaan kesertaan ber-KB. 3 Keluarga Sejahtera a. Pengelolaan desain program dan pelaksanaan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. b. Pemberdayaan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. c. Pelaksanaan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan keseiahteraan keluarga. N. BIDANG PERHUBUNGAN 1 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) a. Penetapan rencana induk jaringan LLAJ. b. Penyediaan perlengkapan jalan. c. Pengelolaan terminal penumpang tipe A, B, dan C. d. Penyelenggaraan terminal barang untuk umum. e. Pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk jaringan jalan. f. Persetujuan hasil analisis dampak lalu lintas untuk jalan. g. Audit dan inspeksi keselamatan LLAJ di jalan yang berlokasi di Ibu Kota Nusantara. h. Penyediaan angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang. i. Penetapan kawasan perkotaan untuk pelayanan angkutan perkotaan. j. Penetapan rencana umum jaringan trayek. k. Penetapan tarif kelas ekonomi untuk angkutan orang yang melayani trayek. 1. Pengujian berkala kendaraan bermotor. m. Penerbitan izin penyelenggaraan dan pembangunan fasilitas parkir. n. Penerbitan izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek, angkutan pariwisata, dan angkutan barang khusus. o. Persetujuan penyelenggaraan terminal barang untuk kepentingan sendiri. 2 Pelayaran a. Penetapan lintas penyeberangan dan persetujuan pengoperasian kapal antardaerah yang terletak pada jaringan jalan Ibu Kota Nusantara dan/atau jaringan jalur kereta api. b. Penetapan lintas penyeberangan dan persetujuan pengoperasian untuk kapal yang melayani penyeberangan lintas pelabuhan antardaerah. c. Penetapan tarif angkutan penyeberangan penumpang kelas ekonomi dan kendaraan beserta muatannya pada lintas penyeberangan antardaerah di Ibu Kota Nusantara. d. Penetapan lokasi pelabuhan. e. Penetapan rencana induk dan daerah lingkungan kerja (DlKr)/daerah lingkungan kepentingan (DLKp) pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan pelabuhan pengumpan. f. Penetapan rencana induk dan DKLr IDKLp pelabuhan sungai dan danau regional. g. Pembangunan, penerbitan izin pembangunan dan pengoperasian pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul dan/atau pelabuhan pengumpan. h. Pembangunan dan penerbitan izin pelabuhan sungai dan danau yang melayani trayek. i. Penerbitan izin usaha angkutan laut bagi badan usaha yang berdomisili di Ibu Kota Nusantara dan beroperasi pada lintas pelabuhan.
Penerbitan izin usaha angkutan laut pelayaran ralryat bagi orang perorangan atau badan usaha yang berdomisili di Ibu Kota Nusantara dan yang beroperasi pada lintas pelabuhan. k. Penerbitan izin trayek penyelenggaraan angkutan sungai dan danau untuk kapal yang melayani trayek dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. l. Penerbitanizinusahajasa terkait berupa bongkar muat barang, jasa pengukuran transportasi, angkutan, perairan pelabuhan, penyewaan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan angkutan laut, tally mandiri, dan depo peti kemas. m. Penerbitan izin usaha badan usaha pelabuhan di pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, danf atau pelabuhan pengumpan. n. Penerbitan izin pengembangan pelabuhan untuk pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. o. Penerbitan izin pekerjaan pengukuran di wilayah perairan pelabuhan untuk pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan pelabuhan pengumpan. p. Penerbitan izin pengoperasian pelabuhan selama 24 jam untuk semua pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. q. Penerbitan izin pekerjaan pengerrrkan di wilayah perairan pelabuhan utama, pelabuhan penzumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan.
Penerbitan izin pekerjaan reklamasi di wilayah perairan pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. s. Penerbitan izin pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) di dalam DLKr/DLKp pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. t. Penerbitan izin usaha penyelenggaraan angkutan sungai dan danau sesuai dengan domisili orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha. u. Penerbitan izin usaha penyelenggaraan angkutan penyeberangan sesuai dengan domisili badan usaha. v. Penerbitan izin usaha penyelenggaraan angkutan sungai dan danau sesuai dengan domisili orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha. w. Penerbitan izin usaha jasa terkait dengan perawatan dan perbaikan kapal. x. Penerbitan izin usaha angkutan laut bagi badan usaha yang berdomisili dalam wilayah Ibu Kota Nusantara dan beroperasi pada lintas pelabuhan antardaerah dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. 3 Penerbangan a. Pengelolaan tempat pendaratan dan lepas landas helikopter. b. Pengendalian daerah lingkungan kepentingan pada bandar udara. c. Menjamin tersedianya aksesibilitas dan utilitas untuk menunjang pelayanan pada bandar udara. 4 Perkeretaapian a. Penetapan rencana induk perkeretaapian. b. Penetapan ^jaringan jalur kereta api. c. Penetapan kelas stasiun pada jaringan jalur kereta api. d. Penetapan jaringan pelayanan perkeretaapian pada jaringan jalur perkeretaapian. e. Penerbitan izin operasi sarana perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya melintas di wilayah Ibu Kota Nusantara. f. Penerbitan izin usaha, izin pembangunan, dan izin operasi prasarana perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya melintas dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. g. Penerbitan izin pengadaan atau pembangunan perkeretaapian khusus, izin operasi, dan penetapan jalur kereta api khusus yang jaringannya di dalam Ibu Kota Nusantara. h. Penerbitan izin trase kereta api. O. BIDANG KOMUNIKASI DAN INFORIIIATIKA 1 Penyelenggaraan, Sumber Daya, dan Perangkat Pos, serta Informatika a. Penyediaan danf atau pengelolaan infrastruktur pasif telekomunikasi (gorong- gorongl duct, menara, tiang, lubang kabel/ manhole, dan/atau infrastruktur lainnya) yang dapat digunakan .secara bersama oleh penyelenggara telekomunikasi dan/atau penyelenggara penyiaran. b. Pemberian fasilitasi dan latau kemudahan kepada penyelenggara telekomunikasi untuk melakukan pembangunan dan/atau penyediaan infrastruktur telekomunikasi. c. Penyediaan dan penggunaan infrastruktur pos (smart locker, autonomous uehicle, drone, dan infrastruktur lainnya) yang dapat digunakan secara bersama oleh penyelenggara pos komersial.
Informasi dan Komunikasi Publik Pengelolaan konten dan diseminasi informasi dan komunikasi publik di lingkup Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Aplikasi Informatika a. Pengelolaan aplikasi informatika dalam rangka mewujudkan smart city dan smart gouerrlance Ibu Kota Nusantara dengan memanfaatkan Nert Generation Network (NGN) dan berbasis Internet of Things (IoT). b. Pengelolaan e-qouentment.
Pengelolaan narna domain yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan subdomain di lingkup Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. P. BIDANG KOPERASI, USAHA KECIL, DAN MENENGAII 1 Izin Usaha Simpan Pinjam a. Penerbitan izin usaha simpan pinjam untuk koperasi. b. Penerbitan izin pernbukaan kantor cabang, cabang pembantu, dan kantor kas koperasi simpan pinjam untuk koperasi dengan wilayah keanggotaan di Ibu Kota Nusantara. 2 Pengawasan dan Pemeriksaan a. Pemeriksaan dan pengawasan koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. b. Pemeriksaan dan pengawasan koperasi simpan pinjam/unit simpan pinjam koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. 3 Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam (KSP)/Unit Simpan Pinjam (USP) Koperasi Penilaian kesehatan KSP/USP koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. 4 Pendidikan dan Latihan Perkoperasian Pendidikan dan latihan perkoperasian bagi koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. 5 Pemberdayaan dan Perlindungan Koperasi Pemberdayaan dan pelindungan koperasi yang keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara.
Pemberdayaan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah (UMKM) Pemberdayaan usaha mikro dan usaha kecil melalui pendataan, kemitraan, kemudahan perizinan, penguatan kelembagaan, dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan. 7 Pengembangan UMKM Pengembangan usaha mikro dan usaha kecil dengan orientasi peningkatan skala usaha menjadi usaha kecil dan menengah. A. BIDANG PENANAI}IAN MODAL 1 Pengembangan Iklim Penanaman Modal a. Penetapan pemberian fasilitas/insentif di bidang penanzunan modal secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. b. Pembuatan peta potensi investasi Ibu Kota Nusantara secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. c. Kewenangan lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai pemberian perizinan berusaha, kemudahan berusaha, dan fasilitas penanaman modal bagi pelaku usaha di Ibu Kota Nusantara. 2 Promosi Penanaman Modal Penyelenggaraan promosi penanaman modal secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi dan kementerian/lembaga terkait. 3 Pelayanan Penanaman Modal a. Pelayanan peizinan dan nonper2inan secara terpadu satu pintu melalui sistem Online Singte Submission Rfsk Qased Approach (OSS RBA). b. Penerbitan rekomendasi alih status izin tinggal kunjungan menjadi izin tinggal terbatas.
Penerbitan rekomendasi alih status izin tetap. tinggal terbatas menjadi izin tinggal 4 Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Pengendalian pelaksanaan terhadap kegiatan penanaman modal yang berlokasi dalam wilayah Ibu Kota Nusantara secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. 5 Data dan Sistem Informasi Penanaman Modal Pengelolaan data dan informasi perizinan dan nonperizinan penanaman modal yang terintegrasi secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. R. BIDANG KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA 1 Kepemudaan a. Penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan pemuda terhadap pemuda pelopor, wirausaha muda, dan pemuda kader. b. Pemberdayaan dan ^pengembangan organisasi kepemudaan.
Kerja sama internasional untuk penyadaran, pemberdayaarl, dan pengembangan pemuda. 2 Keolahragaan a. Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan, olahraga masyarakat, dan olahraga prestasi. b. Penyelenggaraan kejuaraan olahraga dan/atau festival olahraga internasional. c. Penyelenggaraan pekan olahraga, kejuaraan olahraga, danf atau festival olahraga nasional. d. Pembinaan dan pengembangan organisasi olahraga. e. Perencanaan, penyediaan, pemanfaatan, pemeliharaan, dan pengawasan prasa.rana olahraga dan sararla olahraga. f. Kerja sama internasional untuk pembinaan dan pengembangan olahraga. 3 Kepramukaan a. Pembinaan dan pengembangan organisasi kepramukaan. b. Kerja sama internasional untuk pembinaan dan pengembangan organisasi kepramukaan. S. BIDANG PERSANDIAN T. BIDANG KEBUDAYAAN 1 Persandian Informasi untuk Pengamanan a. Penyelenggaraan persandian untuk pengamanan informasi Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Penetapan pola hubungan komunikasi sandi antarbagian dari strrrktur organisasi Otorita Ibu Kota Nusantara.
Analisis Sinyal Pengamanan sinyal. 1 Pemajuan Kebudayaan a. Pengusulan objek pemajuan kebudayaan untuk ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia. b. Pengelolaan objek pemajuan kebudayaan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia.
Pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan objek pemajuan kebudayaan. d. Pembinaan sumber daya manusia kebudayaan, lembaga adat, lembaga kebudayaan, dan pranata kebudayaan. e. Penyediaan sarana dan prasarana kebudayaan. f. Penyelenggaraan kegiatan promosi objek pemajuan kebudayaan di tingkat lokal, nasional, dan internasional. g. Pen5rusunan, penetapan, dan pemutakhiran pokok pikiran kebudayaan. h. Pemberian penghargaan kebudayaan. 2 Cagar Budaya a. Pembentukan tim ahli cagar budaya. b. Penetapan dan pemeringkatan cagar budaya. c. Pengelolaan cagar budaya yang dimiliki danf atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. d. Pelestarian cagar budaya yang dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. e. Pengelolaan warisan dunia yang dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara.
Penempatan juru pelihara untuk melakukan perawatan cagar budaya yang dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. g. Penempatan polisi khusus cagar budaya untuk melakukan pengamanan cagar budaya dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. h. Penempatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang cagar budaya untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana cagar budaya yang dimiliki atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. i. Penerbitan izin membawa cagar budaya ke luar daerah Ibu Kota Nusantara. j. Penerbitan izin pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya. k. Penyelenggara€rn kegiatan promosi cagar budaya di tingkat lokal, nasional, dan internasional. 3 Sejarah Pembinaan sejarah lokal 4 Permuseuman a. Pengelolaan museum. b. Penerbitan Surat Keterangan Pendaftaran Museum. U. BIDANG PERPUSTAKAAN a. Pengelolaan perpustakaan. b. Pembudayaan gemar membaca dan pengembangan literasi masyarakat. 1 Pembinaan Perpustakaan 2 Pelestarian Koleksi Nasional dan Naskah Kuno a. Pelestarian karya cetak dan karya rekam koleksi perpustakaan. b. Penerbitan katalog induk dan bibliografi khusus. c. Pelestarian naskah kuno. d. Pengembangan koleksi budaya etnis nusantara yang ditemukan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. V. BIDANG KEARSIPAN 1 Pengelolaan Arsip a. Pengelolaan arsip dinamis Otorita Ibu Kota Nusantara dan badan usaha dan/atau badan layanan Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Pengelolaan arsip statis yang diciptakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dan badan usaha dan/atau badan layanan Otorita Ibu Kota Nusantara, perusahaan swasta yarrg kantor pusat usahanya di Ibu Kota Nusantara, organisasi kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat di Ibu Kota Nusantara. c. Pengelolaan Ibu Kota Nusantara sebagai simpul jaringan dalam sistem informasi kearsipan nasional (SIKN) melalui jaringan informasi kearsipan nasional (JIKN). 2 Pelindungan dan Penyelamatan Arsip a. Pemusnahan arsip di lingkungan Otorita Ibu Kota Nusantara yang memiliki retensi di bawah 10 (sepuluh) tahun. b. Pelindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana. c. Penyelamatan arsip bagian dari struktur organisasi Otorita Ibu Kota Nusantara yang digabung dan/atau dibubarkan, serta perubahan satuan wilayah di Ibu Kota Nusantara. d. Autentikasi arsip statis dan arsip hasil alih media.
Melakukan pencarian arsip statis yang pengelolaannya menjadi kewenangan Otorita Ibu Kota Nusantara yang dinyatakan hilang dalam bentuk daftar pencarian arsip. 3 Perizinan Penerbitan izin penggunaan arsip yang bersifat tertutup. W. BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1 Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil a. Pengelolaan sumber daya laut di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara di luar minyak dan gas bumi. b. Pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. c. Penerbitan perizinan berusaha di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara di luar minyak dan gas bumi. d. Penzusulan calon kawasan konservasi di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara.
Pembentukan satuan unit organisasi pengelola kawasan konservasi di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. f. Pengelolaan kawasan konservasi yang telah ditetapkan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. 2 Perikanan Tangkap a. Pengelolaan penangkapan ikan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. b. Penetapan lokasi pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. c. Pengelolaan dan penyelenggaraan tempat pelelangan ikan (TPI). d. Pendaftaran kapal perikanan berukuran sampai dengan 30 (tiga puluh) GT yang beroperasi di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. e. Pelindungan dan pemberdayaan nelayan kecil. f. Penerbitan perizinan berrrsaha subsektor penangkapan ikan dan perizinarr berusaha subsektor pengangkutan ikan untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan berukuran sampai dengan 30 (tiga puluh) GT di wilayah perairan laut Ibu Kota Nusantara. g. Penerbitan persetujuan pengadaan kapal perikanan untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan berukuran sampai dengan 30 (tiga puluh) GT di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. 3 Perikanan Budidaya a. Pemberdayaan usaha kecil pembudidaya ikan. b. Pengelolaan pembudidayaan ikan. 4 Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan a. Pengawasan perizinan berusaha berbasis risiko sektor kelautan dan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. b. Pengawasan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan berusaha sektor kelautan dan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. c. Pengawasan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara.
Pengolahan dan Pemasaran Penerbitan izin usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan untuk penana.man modal dalam negeri (PMDN).
Pengemb€rngan SDM Kelautan dan Perikanan Masyarakat a. Penyelenggaraan pelatihan untuk masyarakat kelautan dan perikanan. b. Penyelenggaraan pendidikan menengah sektor kelautan dan perikanan X. BIDANG PARTUISATA DAN EKONOMI KREATIF 1 Destinasi Pariwisata a. Penetapan destinasi pariwisata. b. Penetapan daya tarik wisata dan kawasan strategis/klaster pariwisata. c. Penyiapan dan fasilitasi pengembangan daya tarik wisata, kawasan strategis/ klaster pariwisata serta amenitas pariwisata. d. Penyelenggaraan pembangunan aksesibilitas pariwisata yang meliputi penyediaan dan pengembangErn sarana, prasarErna, dan sistem transportasi angkutan jalan, sungai, danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api. e. Pemeliharaan dan pelestarian aset yang menjadi daya tarik wisata. f. Pengelolaan kawasan strategis/klaster pariwisata melalui pembentukan badan usaha dan/atau keda sama usaha kesehatan/kebugaran yang ditunjang oleh pariwisata kota, meetings, incentiues, conferencing, exhibitions (MICE), wisata kesehatan, dan wisata kebugaran. g. Penyiapan daya tarik wisata, fasilitas umlrm, fasilitas pariwisata dan aksesibilitas pada kawasan strategis/klaster pariwisata baru lainnya. 2 Pemasaran Pariwisata Fasilitasi promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata. 3 Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif a. Pengembangarr, penyelenggaraan, dan pelaksanaan peningkatan kapasitas sumber daya manusia pariwisata dan ekonomi kreatif tingkat ahli, lanjutan, dan dasar. b. Penyelenggaraan bimbingan masyarakat sadar wisata. 4 Perencanaan Kepariwisataan Pen5rusunan dan penetapan rencana induk pembangunan kepariwisataan. 5 Penyelenggaraan Kepariwisataan a. Pengoordinasian penyelenggaraan kepariwisataan. b. Penyelenggaraan kerja sama internasional di bidang kepariwisataan. c. Pelaksanaan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata. d. Pemberian kemudahan yang mendukung kunjungan wisatawan. e. Penyediaan, pengelolaan, dan penyebarluasan informasi kepariwisataan. f. Pemberian informasi dan/atau peringatan dini yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan wisatawan. g. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dan potensi wisata yang dimiliki masyarakat. h. Pengawasan, pemantauan, dan evaluasi penyelenggaraan kepariwisataan. i. Pengalokasian anggaran kepariwisataan.
Penerapan prinsip pariwisata berkelaniutan. 6. Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi dalam Bidang Usaha Pariwisata Pemberian kemudahan/fasilitas, perlindungan, dan pemberdayaan bagi koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah dalam bidang usaha pariwisata. 7 Badan Promosi Pariwisata Fasilitasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata Otorita Ibu Kota Nusantara. 8 Pelaku Ekonomi Kreatif Pengembangan kapasitas pelaku ekonomi kreatif melalui:
pelatihan, pembimbingan teknis, dan pendampingan untuk meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial;
dukungan fasilitasi untuk menghadapi perkembang€rn teknologi di dunia usaha; dan
standardisasi usaha dan sertifikasi profesi bidang ekonomi kreatif. 9 Pengembangan Ekosistem Ekonomi Kreatif Pengembanga.n ekosistem ekonomi kreatif melalui:
pengembangErn pendidikan;
fasilitasi pendanaan dan pembiayaan;
penyediaan infrastruktur;
pengembangan sistem pemasaran;
pemberian insentif;
fasilitasi kekayaan intelektual; dan
perlindungan hasil kreativitas.
Pariwisata Alam a. Pemberian izin pengusahaan pariwisata alam untuk pengusahaan pariwisata alam yang dilakukan di dalam blok pemanfaatan taman hutan raya. b. Pembinaan dan pengawasan usaha penyediaan jasa dan sarana wisata alam. c. Penetapan pungutan bagi setiap wisatawan yang memasuki kawasan pengusahaan pariwisata alam. Y. BIDANG PERTANIAN 1 Sarana Pertanian a. Pengawasan peredaran, mutu/formula, dan penetapan kebutuhan sarana pertanian. b. Pengelolaan, pengawasan mutu, dan peredaran benih/bibit, sumber daya genetik (SDG) hewan.
Pengawasan benih ternak, pakan, hijauan pakan ternak (HPT), dan obat hewan di tingkat pengecer. d. Pengawasan peredaran obat hewan di tingkat distributor. e. Penyediaan benih bibit ternak dan HPT. f. Pengendalian penyediaan dan peredaran benih/bibit ternak dan HPT. g. Penyediaan benih/bibit ternak dan HPT. h. Penetapan calon penerima sarana pertanian. 2 Prasarana Pertanian a. Penentuan, penataan, dan pengembangan kebutuhan prasarana pertanian. b. Penetapan dan pengelolaan wilayah sumber bibit ternak dan rumpun/galur ternak. c. Penetapan kawasan peternakan. d. Pengembangan lahan penggembalaan umum. e. Penetapan calon penerima prasarana perkebunan.
Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Penjaminan kesehatan hewan, penutupan, dan pembukaan daerah wabah penyakit hewan menular.
Pengendalian dan Penanggulangan Bencana Pertanian Pengendalian dan penanggulangan bencana pertanian.
Perizinan Usaha Pertanian a. Penerbitan izin pernbangunan laboratorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner. b. Penerbitan izin usaha peternakan distributor obat hewan. c. Penerbitan izin usaha pertanian. d. Penerbitan izin usaha produksi benih/bibit ternak dan pakan, fasilitas pemeliharaan hewan, rumah sakit hewan/pasar hewan, rumah potong hewan. e. Penerbitan izin usaha pengecer (toko, retail, subdistributor) obat hewan. f. Perizinan budi daya tanaman perkebunan dengan luasan tertentu. g. Perla; inan usaha produksi benih tanaman perkebunan. h. Sertifikasi benih tanaman perkebunan. Z. BIDANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 1 Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) Pelaksanaan pendelegasian sebagian kewenangan pengelolaan SDA dalam satu kesatuan pengelolaan wilayah Sungai Mahakam yang meliputi:
konservasi SDA di daerah aliran sungai (DAS) dalam wilayah Ibu Kota Nusantara, termasuk pengendalian kualitas air;
pendayagunaan SDA di dalam dan lintas wilayah Ibu Kota Nusantara yang langsung terkait kepentingan Ibu Kota Nusantara; dan
pengendalian daya rusak air di DAS dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. AA. BIDANG KEHUTANAN 1 Perencanaan Kehutanan a. Inventarisasi hutan meliputi:
inventarisasi hutan di Ibu Kota Nusantara; 2l inventarisasi hutan tingkat DAS yang wilayahnya di dalam Ibu Kota Nusantara; dan
inventarisasi hutan tingkat unit pengelolaan hutan. b. Penyelenggaraan pengukuhan kawasan hutan. c. Penyelenggaraan penatagunaan kawasan hutan. d. Pembentukan kesatuan pengelolaan hutan yang meliputi:
pen5rusunan rancang bangun unit pengelolaan hutan lindung;
pen5rusunan rancang bangun unit pengelolaan hutan produksi;
pembentukan unit pengelolaan hutan lindung; 4l pembentukan unit pengelolaan hutan produksi; dan
pembentukan organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan wilayah pengelolaan KPH pada hutan produksi. e. Pen5rusunan rencana kehutanan tingkat Ibu Kota Nusantara.
Evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan yang meliputi:
evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan;
evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan KPH lindung; dan
evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan KPH produksi. g. Penyelenggaraan perubahan peruntukan kawasan hutan dan perrrbahan fungsi hutan. h. Persetujuan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan. i. Persetujuan penggunaan kawasan hutan. j. Penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan. 2 Penggunaan Kawasan Hutan a. Persetujuan penggunaan kawasan hutan. b. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap pemegang persetujuan kawasan hutan.
Tata Hutan dan Pen5rusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan a. Pen5rusunan rencana pengelolaan hutan yaitu penetapan rencana pengelolaan hutan ^jangka pendek. b. Pemanfaatan hutan. c. Pengolahan hasil hutan yang meliputi:
pemberian pengolahan hasil hutan skala menengah dan perubahannya; dan
pemberian pengolahan hasil hutan skala kecil dan perubahannya.
Perlindungan Hutan a. Pelaksanaan perlindungan hutan produksi. b. Pelaksarlaan perlindungan hutan lindung. c. Pelaksanaan perlindungan hutan pada areal di luar kawasan hutan yang tidak dibebani perizinan berusaha.
Pengelolaan Hutan a. Penyelenggaraan tata hutan. b. Penyelenggaraan rencana pengelolaan hutan. c. Penyelenggaraan pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan. d. Penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi hutan. e. Penyelenggaraan perlindungan hutan. f. Penyelenggaraan pengolahan dan penatausahaan hasil hutan. g. Penyelenggaraan pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK). h. Pelaksanaan tata hutan kesatuan pengelolaan hutan Ibu Kota Nusantara. i. Pelaksanaan rencana pengelolaan kesatuan pengelolaan hutan Ibu Kota Nusantara. j. Pelaksanaan pemanfaatan hutan di kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang meliputi:
pemanfaatan kawasan hutan;
pemanfaatan hasil hutan bukan kayu;
pemungutan hasil hutan; dan
pemanfaatan jasa lingkungan kecuali pemanfaatan penyimpanan dan/atau penyerapan karbon. k. Pelaksanaan perlindungan hutan di hutan lindung dan hutan produksi. 1. Pelaksanaan pengolahan hasil hutan bukan kayu. m. Pelaksanaan pengolahan hasil hutan kayu. n. Pelaksanaan pengelolaan KHDTK untuk kepentingan religi. o. Pemberian perizinan berusaha pemanfaatan hutan. p. Pemberian perizinan berusaha pengolahan hasil hutan. q. Pengelolaan perhutanan sosial. r. Penyelenggara€rn penegakan hukum kehutanan. s. Penyidikan tindak pidana kehutanan. t. Persetujuan pengelolaan perhutanan sosial. u. Pengenaan sanksi administratif. 6 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya a. Penyelenggaraan pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. b. Penyelenggaraan konsenrasi tumbuhan dan satwa liar. c. Penyelenggaraan pemanfaatan secara lestari kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam.
Penyelenggaraan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar (lembaga konservasi, penangkaran, dan peredaran). e. Pelaksanaan perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. f. Pelaksanaan perlindungan tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi dan/atau tidak masuk dalam Appendix of Conuention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). g. Pelaksanaan pengelolaan kawasan bernilai ekosistem penting dan daerah penyangga kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. h. Penyelenggaraan perencanaan kawasan konservasi. i. Penetapan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. j. Pemberian perizinan pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi. k. Pemberian perizinan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar. 1. Pemberian peruinan/persetujuan konservasi eksitu. m. Penyelenggaraan kerja sama konservasi. n. Pengelolaan taman hutan raya. o. Pemberian perizinan berusaha pada taman hutan raya. 7 Pendidikan dan Pelatihan, Pen5ruluhan dan Pemberdayaan Masyarakat a. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan serta kehutanan. b. Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan. c. PemberdayaarL masyarakat di bidang kehutanan. pendidikan menengah 8 Pengelolaan DAS Pelaksanaan pengelolaan DAS. 9 Pengawasan Kehutanan Penyelenggaraan pengawasan penataan terhadap pelaksanaan kegiatan yang izinlpersetujuannya diterbitkan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
Perbenihan Tanaman Hutan Pemberian perizinan berusaha pengadaan dan pengedaran benih dan bibit yang dimohon oleh pelaku usaha perorangan atau nonperorangan. BB. BIDANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 1 Geologi a. Inventarisasi dan pemantauan kondisi air tanah. b. Penerbitan perizinan berrrsaha atau persetujuan penggunaan sumber daya air berupa air tanah. c. Pengendalian, pengawasan, dan pembinaan kegiatan penggunaan dan pengusahaan air tanah. d. Inventarisasi keragaman geologi (geodiuersitg), pengasulan penetapan warisan geologi (geolrcitage), dan pemanfaatan situs warisan geologi (geolrcritage). e. Pengusulan penetapan dan pengelolaan taman bumi (geoparkl nasional. f. Penyelidikan geologi lingkungan untuk kawasan lindung geologi. g. Peringatan dini potensi gerakan tanah. h. Penyiapan data geologi dan pen5rusunan peta kawasan rawan bencana detail (skala >25.000) untuk penetapan kawasan rawan bencana geologi. 2 Energi Baru Terbarukan a. Penerbitan izin pemanfaatan langsung panas bumi. b. Pengelolaan penyediaan biomassa dan/atau biogas. c. Pengelolaan pemanfaatan biomassa dan/atau biogas sebagai bahan bakar.
Pengelolaan aneka energi baru terbarukan berupa sinar matahari, angin, aliran dan terjunan air, gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut, dan hidrogen sebagai energi listrik dan bahan bakar. e. Penerbitan izin usaha niaga bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain dengan kapasitas penyediaan sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) ton/tahun. f. Pembinaan dan pengawasan usaha niaga bahan bakar nabati (biofuet) sebagai bahan bakar lain dengan kapasitas penyediaan sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) ton/tahun. g. Pengelolaan konservasi energi terhadap kegiatan yang izin usahanya dikeluarkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. h. Pelaksanaan konservasi energi pada fasilitas yang dikelola oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. i. Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan konservasi energi yang dilakukan oleh pemangku kepentingan. 3 Ketenagalistrikan a. Persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa ^jaringan tenaga listrik, rencana usaha penyediaan tenaga listrik, penjualan kelebihan tenaga listrik dari pemegangizin yang ditetapkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Pelayanan perizinan berrrsaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang:
usaha penyediaan tenaga listriknya memiliki wilayah usaha namun tidak memiliki usaha pembangkitan tenaga listrik;
memiliki fasilitas instalasi dalam Ibu Kota Nusantara; dan f atau 3) menjual tenaga listrik dan/atau menyewakan ^jaringan tenaga listrik kepada pemegang pefizinan berusaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang ditetapkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. c. Pelayanan perizinan berusaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri yang:
memiliki fasilitas instalasi dalam lbu Kota Nusantara; 2l berada di wilayah sampai dengan 12 (dua belas) mil laut; dan/atau
pembangkitan dengan kapasitas sampai dengan 10 (sepul: uhl Mega Watt.
Pelayanan perizinan berusaha usaha jasa penunjang tenaga listrik yang dilakukan oleh BUMN, penanam modal dalam negeri, koperasi atau badan usaha di Ibu Kota Nusantara, dan badan usaha jasa konsultasi dalam bidang instalasi tenaga listrik, pembangunan dan pemasangErn instalasi tenaga listrik, pengoperasian instalasi tenaga listrik, pemeliharaan instalasi tenaga listrik, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan. e. Penyediaan dana untuk kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik belum berkembang, daerah terpencil, dan perdesaan. CC. BIDANG PERDAGANGAN 1 Penzinan dan Pendaftaran Perusahaan a. Pemeriksaan fasilitas penyimpanan bahan berbahaya dan pengawasan distribusi, pengemasan, dan pelabelan bahan. b. Penerbitan surat keterangan asal (apabila telah ditetapkan sebagai instansi penerbit surat keterangan asal).
Penerbitan izin usaha untuk:
perantara perdagangan properti;
penjualan langsung;
penvakilan perulsahaan perdagangan asing;
usaha perdagangan yang di dalamnya terdapat modal asing;
^jasa survei dan ^jasa lainnya di bidang perdagangan tertentu; dan
pendaftaran agen dan/atau distributor. d. Penerbitan surat izin usaha perdagangan minuman beralkohol (SIUP-MB) toko bebas bea dan penerbitan SIUP-MB bagi distributor, pengecer, dan penjual langsung minum di tempat. e. Penerbitan surat izin usaha perdagangan bahan berbahaya distributor terdaftar, pembinaan terhadap importir produsen bahan berbahaya, importir terdaftar bahan berbahaya, distributor terdaftar bahan berbahaya, dan produsen terdaftar bahan berbahaya, dan pengawasan distribusi pengemasan dan pelabelan bahan berbahaya. f. Penerbitan surat izin usaha perdagangan bahan berbahaya pengecer terdaftar, pemeriksaan sarana distribusi bahan berbahaya, dan pengawasan distribusi, pengemasan, dan pelabelan bahan berbahaya.
Penerbitan izin pengelolaan pasar ralgrat, pusat perbelanjaan, dan izin usaha toko swalayan. h. Penerbitan tanda daftar gudang dan surat keterangan penyimpanan barang (SKPB). i. Penerbitan surat tanda pendaftaran waralaba (STPW) untuk kegiatan waralaba. 2 Sarana Distribusi Perdagangan a. Pembangunan dan pengelolaan pusat distribusi perdagangan. b. Pembangunan dan pengelolaan sarana distribusi perdagangan. c. Pembinaan terhadap pengelola sarana distribusi perdagangan masyarakat. d. Pemasaran produk hasil industri di dalam negeri. 3 Stabilisasi Harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting a. Menjamin ketersediaan barang kebutuhan pokok dan barang penting. b. Pemantauan harga dan informasi ketersediaan stok barang kebutuhan pokok dan barang penting. c. Melakukan operasi pasar dalam rangka stabilisasi harga pangzrn pokok. d. Pengawasan pupuk dan pestisida dalam melakukan pelaksanaan pengadaan, penyaluran, dan penggunaan pupuk bersubsidi. 4 Pengembangan Ekspor a. Penyelenggarazrn promosi dagang melalui pameran dagang internasional, pameran dagang nasional, dan pameran dagang lokal, serta misi dagang bagi produk ekspor unggulan.
Penyelenggaraan kampanye pencitraan produk ekspor skala nasional dan internasional.
Standardisasi, Perlindungan Konsumen, dan Pengawasan Kegiatan Perdagangan a. Pengujian mutu barang dan pemantauan mutu produk potensial. b. Pelaksanaan perlindungan konsumen dan pengawasan barang beredar dan/atau jasa. c. Pelaksanaan metrologi legal berupa tera, tera ulang, dan pengawasan, serta edukasi di bidang metrologi legal. d. Pelaksanaan pengawasan kegiatan perdagangan. DD. BIDANGPERINDUSTRIAN 1 Penyelenggaraan Bidang Perindustrian a. Penyelenggara€rn urusan pemerintahan di bidang perindustrian. b. Pemberian kemudahan untuk mendapatkan bahan baku dan/atau bahan penolong, dan jaminan penyaluran bahan baku dan/atau bahan penolong bagi perusahaan industri. 2 Perencanaan Industri Pen5rusunan dan penetapan rencana pembangunan industri Ibu Kota Nusantara. 3 Perwilayahan Industri a. Pen5rusunan dan penetapan kawasan peruntukan industri. b. Perencanaan, penyediaan infrastruktur, kemudahan dalam perolehan/ pembebasan lahan, pelayanan terpadu satu pintu, pemberian insentif dan kemudahan lainnya, penataan industri dan pengawasan pembangunan kawasan industri. c. Pelaksanaan pengelolaan kawasan industri. 4 Penerbita n P erizinan Berusaha Penerbitan izin usaha industri dan bin usaha kawasan industri.
Pembangunan Sumber Daya Industri a. Sumber daya manusia (SDM) industri, meliputi:
pelaksanaan pembangunan wirausaha industri;
pelaksanaan pembangunan tenaga kerja industri;
pelaksanaan pembangunan pembina industri; dan
pelaksanaan penyediaan konsultan industri. b. Sumber daya alam (SDA) industri, yaitu pelaksanaan penjaminan dan penyaluran sumber daya alam untuk industri.
Teknologi industri meliputi:
peningkatan penguasaan dan pengoptimalan pemanfaatan teknologi industri; 2l promosi alih teknologi; dan
fasilitasi pemanfaatan kreativitas dan inovasi masyarakat dalam pembangunan industri.
Pembiayaan Industri Fasilitasi ketersediaan pembiayaan yang kompetitif untuk pembangunan industri yang diberikan kepada perusahaan industri yang berbentuk BUMN atau perusahaan industri swasta. 7 Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri a. Pemberian fasilitasi nonfiskal untuk industri kecil dan menengah (IKM) yang menerapkan standar nasional Indonesia (SNI), spesifikasi teknis (ST) dan/atau pedoman tata cara (PTC) yang diberlakukan secara wajib. b. Penyediaan, peningkatan, dan pengembangan sarana prasarana laboratorium pengujian standardisasi industri di wilayah pusat pertumbuhan industri untuk kelancaran pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC. c. Terkait Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) yang meliputi:
memperoleh akses data industri, data kawasan industri, dan data lainnya Yans terdapat di dalam SIINas: dan asistensi kewajiban pelaporan perusahaan industri dan perrrsahaan kawasan industri melalui SIINas; dan
melaporkan informasi industri dan informasi lain. 2l melaksanakan sosialisasi 8. Pemberdayaan Industri a. Pembangunan dan pemberdayaan industri kecil dan industri menengah melalui pelaksana€rn penguatan kapasitas kelembagaan dan pemberian fasilitas. b. Pengawasan pelaksanaan industri hijau. c. Pelaksanaan pengawasan penggunaan produk dalam negeri. 9 Keda Sama Internasional Pelaksanaan kerja sama internasional di bidang industri 10 Tindakan Pengamanan Penyelamatan Industri dan Pengusulan kebdakan pengamanan industri kepada Presiden akibat adanya kebijakan dan regulasi yang merugikan. 11 Penanaman Modal Bidang Industri Pelaksanaan kebijakan penanarnan modal di bidang industri. t2. Pengawasan dan Pengendalian Kegiatan Usaha Industri dan Kegiatan Usaha Kawasan Industri Keterlibatan dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha industri dan kegiatan usaha kawasan industri. EE. BIDANGTRANSMIGRASI . irl. rl i., : t{,-o; i, 1 Pembinaan Kawasan Transmigrasi Pembinaan satuan pennukiman pada tahap pemantapan dan tahap kemandirian kawasan transmigrasi.
Ibu Kota Negara
Relevan terhadap
Ayat (1) Huruf a Huruf b Pembentukan Ibu Kota Nusantara dalam Pasal ini tidak serta merta mengalihkan kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara ke Ibu Kota Nusantara. Kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara tetap berada di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sampai dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden tentang penetapan pemindahan Ibu Kota Negara ke Ibu Kota Nusantara. Sejak Undang-Undang ini diundangkan, Otorita Ibu Kota Nusantara yang dibentuk berdasarkan ketentuan Pasal ini baru akan menyelenggarakan dan bertanggung jawab terhadap kegiatan pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara. Otorita Ibu Kota Nusantara mulai menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Khusus lbu Kota Nusantara setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden tentang penetapan pemindahan Ibu Kota Negara ke Ibu Kota Nusantara. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 5 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Sebagai salah satu bentuk kekhususan, Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara hanya diselenggarakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara tanpa keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana berlaku pada bentuk pemerintahan daerah secara umum. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Sebagai salah satu bentuk kekhususan, kepala daerah di Ibu Kota Nusantara tidak dipilih melalui pemilihan umum namun ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan sebelumnya berkonsultasi dengan DPR. Yang dimaksud dengan "berkonsultasi dengan DPR' adalah berkonsultasi dengan alat kelengkapan DPR yang ditunjuk dan/atau diberi kewenangan untuk hal tersebut. Ayat (5) Yang dimaksud dengan "urusan pemerintahan pusat" adalah kewenangan absolut yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yang mencakup urusan pemerintahan di bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama. Termasuk lingkup fiskal nasional yang dikecualikan dari urusan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara adalah kebijakan perpajakan yang dipungut oleh Pemerintah Pusat. Ayat (6) Ayat (7) Cukup ^jelas. Sebagai salah satu bentuk kekhususan, Otorita lbu Kota Nusantara memiliki kewenangan menetapkan sendiri peraturan dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, kecuali peraturan yang harus mendapatkan persetujuan DPR sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Pasal 6 Cukup ^jelas. Pasal 7 Cukup ^jelas.
Cukup ^jelas. I"AMPIRAN I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2022 TENTANG IBU KOTA NEGARA PETA DELINEASI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL IBU KOTA NEGARA JOKO WIDODO Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Penrndang-undangan dan trasi Hukum, ttd Djaman LAMPIRAN II UNDANG.UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2022 TENTANG IBU KOTA NEGARA RENCANA INDUK IKN l-murmtilFri DAFTAR ISr................ DAFTAR GAMBAR...... DAFTAR TABEL.....,..,. BAB I PENDAHULUAN............... A. LATAR BELAKANG... B, TUJUAN DAN SASARAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK IKN..... C, RUANG LINGKUP...... C.l Ruang Lingkup Wilayah 1 I 4 5 6 6 7 8 9 9 Kawasan IKN (KIKN) Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) .................. C.2 Ruang Lingkup Substansi BAB II VISI, TUJUAN, DAN PRINSIP DASAR IBU KOTA NEGARA.,.........,.,... A. VISI DANTUJUAN A. I Landasan Pembangunan IKN............ A.2 Visi dan T\rjuan Pembangunan IKN .............. B. PRINSIP INDIKATOR KINERJA UTAMA IKN............... B.1 Kerangka KPI IKN...... 8.2 Prinsip KPI IKN......... B.3 Target KPI IKN......... BAB III PRINSIP DASAR PEMBANGUNAN IBU KOTA NEGARA A. PRINSIP DASAR PENGEMBANGAN KAWASAN,..,,..,.,.................. A. 1 Kota Hutan (Forest Citgl ........... A.2 Kota Spons (Sponge Cit91 ........... A.3 Kota Cerdas (Smart Citgl... B. PRINSIP DASAR PEMBANGUNAN EKONOMI................... I I 1 C C c 1 2 3 10 l1 t2 t3 l3 13 t4 15 16 16 t7 25 25 25 28 31 31 C. PRINSIP DASAR PEMBANGUNAN SOSIAL DAN SUMBER DAYA MANUSI4................. C.1 Prinsip Dasar Pembangunan Sosial C.2 Prinsip Dasar Pembangunan Sumber Daya Manusia........... C.2. I Kesehatan . .... ... ... ... .. C.2.2 Pendidikan .............. C.2.3 Ketenagakerjaan....... D. PRINSIP DASAR PENYEDIAAN DAN PENGELOLAAN PERTANAHAN D.1 Prinsip Dasar Penyediaan Tanah D.2 Prinsip Dasar Pengelolaan Pertanahan ................ E. PRINSIP DASAR PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP F. PRINSIP DASAR PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR F.1 Pembangunan Penrmahan dan Permukiman. F.2 Infrastruktur Persampahan............ F.3 Infrastruktur Pengelolaan Air Limbah......... F.4 Infrastruktur Air. .. ... .. . F.5 Pengembangan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial............ F.6 Mobilitas dan Konektivitas . ... ... ... ... . F.6.1 Kota yang Terhubung ... F.6.2 Kota yang Kompak dan Mudah Dikembangkan ........ F.6.3 Kota yang Berkelanjutan dan Mudah Diakses .......... F.6.4 Kota yang Aktif dan Ramah Pejalan Kaki.................. F.6.5 Kota yang Efisien, Aman, dan Resilien........ F.6.6 Kota yang Siap Menghadapi Masa Depan ................. F.7 Infrastruktur Energi... F.8 Infrastruktur Teknologi, Informasi, dan Komunikasi............ G. PRINSIP DASAR PEMINDAHAN SERTA PENYELENGGARAAN PUSAT PEMERINTAHAN .......,..,...., 36 36 40 40 42 44 46 46 48 49 50 50 53 53 54 55 58 59 62 65 68 70 75 76 78 80 G. 1 Pemindahan IKN dan Momentum Penerapan Smad Gouemance di IKN ... ... ... .. . ..... . ... 80 G.2 Asesmen Pemindahan Kementerian/Lembaga dan Aparatur Sipil Negara ke IKN . ... ... ... ... ... ... ... ... . 82 G.3 Kerangka Perencanaan Tahapan Pemindahan Aparatur Sipil Negara dan Unit Organisasi Kementerian/Lembaga ke IKN ..................83 G.4 Koridor Asesmen Unit Organisasi KementerianlLembaga yang Dipindahkan ke IKN............... ................83 G.5 Koridor Asesmen Aparatur Sipil Negara yang Dipindahkan ke IKN ..................84 H. PRINSIP DASAR PEMINDAHAN PERWAKILAN NEGARA ASING/ ORGANISASI INTERNASIONAL KE IKN ..................84 I. PRINSIP DASAR PERTAHANAN DAN KEAMANAN IBU KOTA NEGARA....... ...............86 I.1 Sistem Keamanan IKN............... .....................88 I.2 Tata Ruang Pertahanan IKN .............. .............98 BAB IV RENCANA PENAHAPAN PEMBANGUNAN DAN SKEMA PENDANAAN IBU KOTA NEGARA....... ........................99 A. Penahapan Pembangunan IKN............ ...................99 A.1 Tahap 1: Rencana Pembangunan IKN tahun 2022-2024....116 A.2 Tahap 2: Rencana Pembangunan IKN tahun 2025-2029 ....116 A.3 Tahap 3: Rencana Pembangunan IKN tahun 2030-2034.... I 18 A.4 Tahap 4: Rencana Pembangunan IKN tahun 2035-2039....1L9 A.5 Tahap 5: Rencana Pembangunan IKN tahun 2040-2045....12L B. Skema Pendanaan IKN .............. .....123 Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar 3-3 Gambar 3-4 Gambar 3-5 Peta Wilayah IKN dan Batas Kabupaten Eksisting...................8 Peta Cakupan Wilayah IKN............... ................10 Peta Batas Administrasi Eksisting Kawasan IKN. ... . ... ... . .. ... ... 1 1 Visi Ibu Kota Negara.. .................. 15 Tema Berdasarkan Prinsip KPI IKN .................. 16 Ringkasan Target KPL................. L7 Tujuan Sponge City di KIKN ........29 Realisasi Yisi SuperLrub Ekonomi Melalui Enam Klaster Ekonomi dan Dua Klaster Pemampu (enablefl ....................... 34 Tujuan dan Keluaran Utama Strategi Sosial .. ...... ... ... .......... .. 36 Frameuork Kota Sehat di IKN........... ................42 Ketentuan Peraturan Perundangan untuk Pengadaan Tanah.......... ..........47 Subjek yang Berhak Mendapat Ganti Rugi .......47 Objek Pengadaan Tanah.... ..........48 Prinsip Pembangunan Berorientasi Transit untuk IKN........... 63 Kerangka Penerapan Smart Gouernance................................. 8 I Asesmen Skenario Kementerian/Lembaga .......82 Kerangka Perencanaan Tahapan Pemindahan Kementerian / Lembaga dan ASN ke IKN................................. 83 Konsep Smart Seanitg IKN.............. .................89 Peta Pembagian Wilayah.... ........ 100 Gambar 3-12 Gambar 4-1 Tabel 2-1 Tabel 3-1 Tabel 3-2 Tabel 4-1 Target KPI IKN Berdasarkan Kawasan .................. 18 Spesifikasi Rumah Dinas bagi Pejabat Negara, ASN, TNI, dan Polri ...... ..............52 Realokasi IKN Baru Bagi PNA dan OI ...................86 Rencana Penahapan Pemindahan dan Pembangunan IKN....... 1 02 I: TTili lllsl\rit[fllII|IlllN A. LIITAR BELAKANG Indonesia telah menetapkan sasaran untuk masuk ke jajaran lima besar perekonomian terkuat di dunia dan memiliki pendapatan per kapita negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2045. Sasaran itu dibangun di atas empat pilar utama Visi Indonesia 2045, yaitu pembangunan manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, pemerataan pembangunan, serta pemantapan ketahanan nasiona-l dan tata kelola pemerintahan. Pemindahan Ibu Kota Negara dilakukan sebagai salah satu strategi untuk merealisasikan target ekonomi Indonesia 2045, yatlu pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan merata melalui akselerasi pembangunan Kawasan Timur Indonesia. Ibu Kota Negara Nusantara yang selanjutnya disebut IKN mempunyai fungsi sentra-l dan menjadi simbol suatu negara untuk menunjukkan ^jati diri bangsa dan negara. Oleh karena itu, pemindahan dan pengembangan ibu kota yang baru perlu didasarkan pada perkembangan prinsip pembangunan kota yang matang serta kebutuhan dan visi jangka panjang suatu bangsa. Paradigma perencanaan dan prinsip pengembangan IKN disusun menjadi pertimbangan penting dalam pengembangan di lokasi yang baru. Studi kelayakan teknis untuk penentuan lokasi IKN yang dilakukan pada tahun 2Ol8-2O19 menjadi dasar pemilihan lokasi IKN yang baru. Pemindahan IKN ke Kalimantan didasarkan pada beberapa pertimbangan keunggulan wilayah. Pertama, dari sisi lokasi, letaknya sangat strategis karena berada di tengah- tengah wilayah Indonesia yang dilewati alur laut kepulauan Indonesia ^(ALKI) II di Selat Makassar yang ^juga berperan sebagai ^jalur laut utama nasional dan regional. Kedua, lokasi IKN memiliki infrastruktur yang relatif lengkap, yaitu bandara, pelabuhan, dan ^jalan tol yang baik serta ketersediaan infrastruktur lain, seperti ^jaringan energi dan air minum yang memadai,. Ketiga, lokasi IKN berdekatan dengan dua kota pendukung yang sudah berkembang, yaitu Kota Balikpapan dan Kota Samarinda. Keempat, ketersediaan lahan ^yang dikuasai pemerintah sangat memadai untuk pengembangan lKN. Kelima, minim risiko bencana alam. Pemindahan IKN ke Kalimantan sejalan dengan visi tentang lahirnya sebuah 'pusat gravitasi' ekonomi baru di tengah Nusantara. Selain itu, perencanaan IKN juga disusun berdasarkan rekomendasi dari hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rapid Asses sment yang disusun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2019, dan diperdalam pada kajian KLHS Masterplan IKN yang disusun Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tahun 2020. Lokasi yang dipilih direncanakan dapat memberikan kesempatan luas bagi daerah di luar Jawa untuk berkembang dan berkontribusi pada pemerataan pembangunan. IKN yang akan dibangun adalah IKN yang merepresentasikan:
identitas nasional: pusat kegiatan yang menjadi manifestasi dari identitas, karakter sosial, persatuan, dan kebesaran sebuah bangsa. Dengan kata lain, IKN direncanakan dapat merefleksikan keunikan dan keberagaman bangsa Indonesia;
kota yang cerdas, hijau, dan berkelanjutan: kota yang mengelola sumber dayanya secara efisien, serta memberikan layanan yang efektif. Hal ini dicapai melalui efisiensi penggunaarl air dan sumber daya energi, pengolahan limbah, moda transportasi terpadu, lingkungan yang sehat, serta sinergi antara lingkungan alami dan buatan;
kota yang modern dengan standar internasional: progresif, inovatif, dan kompetitif dari segi teknologi, arsitektur, perencanaan kota, dan isu-isu sosial, serta dilengkapi dengan infrastruktur kelas dunia, dan terhubung dengan berbagai pusat kota lainnya di level global;
tata kelola yang efektif dan efisien: relokasi lembaga pemerintahan pusat dengan cara kerja baru dapat meningkatkan kapasitas dan potensi aparatur sipil negara; dan
pemerataan ekonomi di Kawasan Timur dengan mengembangkan industri bersih dan berteknologi tinggi, serta mendorong sektor ekonomi yang berdaya saing global. Pembangunan dan pengembangan IKN direncanakan untuk dilaksanakan secara bertahap sampai dengan tahun 2045. Tahap awal pembangunan dilakukan dalam kurun 2022-2024 dan pada tahun 2024 ditargetkan dapat dilaksanakan pemindahan awal. Dalam rangka mempersiapkan hal tersebut, diperlukan Rencana Induk yang menjadi acuan penyusunan perenc€rnaan serta pelaksanaan pembangunan dan pemindahan IKN. AN RENCANA INDUK IKN T: juan penyusunan Rencana Induk IKN adalah sebagai pedoman dalam persiapan, pembangunan, pemindahan, dan penyelenggaraan IKN. Adapun sasaran penJrusunan Rencana Induk IKN adalah sebagai acuan untuk:
batasan penataan serta penggunaan ruang dan kawasan dalam IKN; wilayah IKN berada di sebelah utara Kota Balikpapan dan sebelah selatan Kota samarinda dengan luas wilayah darat kurang lebih 2s6.142 hektare dan luas wilayah perairan laut kurang lebih 68.189 hektare, seperti yang ditunjukkan pada Gambar l-1. Gambar 1- I peta Wilayah IKN dan Batas Kabupaten Eksisting PRE S ID EN REPI.IBLIK INDONESIA -8- b. pembangunan kawasan dan ekonomi;
pengembangan sosial;
pengelolaan pertanahan;
pelindungan dan pengelolaaa lingkungan hidup serta kebencanaan;
pembangu.nan sistem keamanan dan pertahanan;
pembangunErn sarana dan prb.sarana dasar dan pendukung;
peningkatan tata kelola dan penyelenggaraan pusat pemerintahan; serta i. proses, tahapan pembangunan dan pemindahan, serta skema pendanaan yang akan digunakan.
Sumber: Badan Informasi Geospasial (diolah), 2020 Secara administratif, saat ini wilayah IKN terletak di antara dua kabupaten, yaitu Kabupaten Penajam Paser Utara (Kecamatan Penajam dan Sepaku) dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kecamatan Loa Kulu, Loa Janan, Muara Jawa, dan Samboja) serta dibatasi oleh:
bagian utara : Kecamatan Loa Kulu, Kecamatan Loa Janan, dan Kecamatan Sanga-Sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara;
bagian selatan : Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara, Teluk Balikpapan, Kecamatan Balikpapan Barat, Kecamatan Balikpapan Utara, dan Kecamatan Balikpapan Timur Kota Balikpapan;
bagian timur : Selat Makassar; dan
bagian barat : Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara. Perencanaan IKN terbagi atas tiga wilayah perencanaan, yakni sebagai berikut:
Kawasan Pengembangan IKN (KPIKN) dengan luas wilayah kurang lebih 199.962 hektare;
Kawasan IKN (KIKN) dengan luas wilayah kurang lebih 56. 180 hektare; dan
Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) yang merupakan bagian dari KIKN dengan luas wilayah kurang lebih 6.671 hektare.
1 C.l.l Wilayah IKN Wilayah IKN akan menjadi katalis untuk Kalimantan dengan memanfaatkan keunggulan Kota Balikpapan dan Kota Samarinda. Wilayah IKN seluas kurang lebih 256.142 hektare, terdiri atas 51 wilayah administratif setingkat desa atau kelurahan yang mayoritas berada di dalam wilayah IKN dengan perincian 15 desa/kelurahan di Kecamatan Sepaku, 21 desa/kelurahan di Kecamatan Samboja, 5 desa/kelurahan di Kecamatan Loa Janan, 2 desa/kelurahan di Kecamatan Loa Kulu, 7 desa/kelurahan di Kecamatan Muara Jawa, dan I desa/kelurahan di Kecamatan Penajam. Gambar 1-2 Peta Cakupan Wilayah IKN Sumber: Kementeriafl PPN/Bappenas, 2O2O C.1.2 Kqwasaa IKI{ (HII{$ wilayah KIKN dengan luas kurang lebih s6. 1g0 hektare terletak pada dua kabupaten, yaitu Kabupaten Penajam paser utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kawasan IKN tersebut beririsan dengan dua kecamatan, yaitu Kecamatan Sepaku dan Kecamatan loa Kulu. Terdapat enam desa eksisting yang sebagian atau seluruh wilayahnya terdelineasi dalam KIKN, yaitd Desa Sukaraja, Tengin Baru, Karang Jinawi, Argomulyo, Sukomulyo, dan Semoi Dua. Adapun wilayah desa dalam dua kecamatan yang beririsan dengan Kawasan IKN dapat dilihat pada Gambar 1-3 di bawah ini. Gambar 1-3 peta Batas Administrasi Eksisting Kawasan IKN Sumber: Kementerian PPN/Bappenas, 2020 C.l.3Kawaraa Intl Pusat Perneriatahan (XIpp) Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIpp) dengan luas kurang lebih 6.671 hektare saat ini teiletak di Kecamatan sepaku, Kabupaten penajal paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur. Area KIpp tersebut terletak pada sLi selatan KIKN. Adapun beberapa desa yang beririsan dalam area KIpp ini adalah desa yang terletak pada Kecamatan Sepaku, yaitu Desa pemaruan, Desa Bumi Harapan, dan Desa Bukit Raya. Rencana Induk IKN menjadi acuan untuk rencana tata ruang dan rencana sektoral sehingga menjadi satu kesatuan perencanaan yang komprehensif dan terintegrasi. Rencana Induk IKN sebagai lampiran Undang-Undang Ibu Kota Negara mencakup 4 bab, yaitu sebagai berikut:
Bab l Pendahuluan Bab ini terdiri atas latar belakang, tqjuan dan sasaran penyusunan Rencana Induk IKN, serta ruang lingkup wilayah dan substansi. b. Bab 2 Visi, T\rjuan, dan Prinsip Dasar Ibu Kota Negara Bab ini terdiri atas penjelasan mengenai landasan pembangunan IKN, visi dan tujuan pembangunan IKN, serta prinsip indikator kinerja ulama (keg performance indicators (KPI)) IKN. c. Bab 3 Prinsip Dasar Pembangunan Ibu Kota Negara Dalam bab ini dibahas prinsip dasar dari berbagai aspek atau bidang pembangunan Ibu Kota Negara yang meliputi bidang pengembangan kawasan, ekonomi, sosial dan sumber daya manusia (SDM), pertanahan, lingkungan, infrastruktur, pemindahan aparatur sipil negara (ASN), perwakilan negara asing (PNA)/organisasi internasional (OI), serta pertahanan dan keamanan. d. Bab 4 Rencana Penahapan Pembangunan dan Skema Pendanaan lbu Kota Negara Bab ini berupa penjelasan atas lima tahap pembangunan IKN (Tahap 1, 2O22-2O2a; Tahap 2, 2025-2029; Tahap 3, 2O3O-2O34; Tahap 4, 2035-2039; dan Tahap 5,2O4O-2O45), serta skema pendanaan IKN. VISI, TUJUAN, DAN PRINSIP DASAR IBU KOTA NEGARA A. VISIDANTUJUAN A.1 Landasan Pembangunan IKN Visi pembangunan IKN dilandaskan pada kerangka besar sebagai berikut:
Identltas Naslonal: Pusat Kegiatan sebagai manifestasi identitas, karakter sosial, persatuan, dan kebesaran sebuah bangsa sekaligus merefleksikan keunikan Indonesia. b. Cerdas, HiJau, Indah, dan Berkelaqiutan: Sebuah kota yang mengelola sumber daya secara tepat guna dan memberikan layanan efektif mela-lui penggunaan air dan sumber daya energi yang efisien, pengolahan limbah berkelanjutan, moda transportasi terpadu, lingkungan yang sehat, serta lingkungan alami dan lingkungan terbangun yang sinergis. Perencanaan IKN dilakukan dengan konsep kota hutan atau forest city guna memastikan ketahanan lingkungan dengan sekurang-kurangnya 50 persen kawasan hijau. Rencana IKN akan didukung oleh konsep Rencana Induk yang mumpuni dan memiliki risiko minimal terhadap ekologi alami yang telah ada, lingkungan terbangun, dan sistem sosial. c. Modern dengan Standar Internaslonat Progresif, inovatif, dan kompetitif dalam berbagai aspek, seperti teknologi, arsitektur, perencanaan kota, dan isu-isu sosia-l. Selain itu, IKN juga akan dilengkapi dengan infrastruktur berkelas dunia dan terhubung dengan berbagai pusat kota internasional lainnya. d. Tata Kelola yang Efektif dan Efisien: Relokasi lembaga dan instansi pemerintahan pusat serta desentralisasi aparatur sipil negara (ASN) serta peningkatan kapasitas dan potensi ASN melalui wilayah yang saling terhubung. e. Sebagal Penggerak Kesetaraan Ekonomi bagi Kawasan Indonesla Timur: Salah satu tujuan utamanya adalah mengembangkan industri bersih dan berteknologi tinggi serta mendorong sektor ekonomi yang berdaya saing global. Manfaat dari pemindahan Ibu Kota Negara adalah sebagai berikut:
memberikan akses yang lebih merata bagi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI);
mendorong pembangunan Kawasan Indonesia bagian Timur untuk pemerataan wilayah:
peningkatan PDB riil nasional;
peningkatan kesempatan kerja; dan
penurunan kemiskinan dan kesenjangan antarkelompok pendapatan. c. mengubah orientasi pembangunan dari Jawa-sentris menjadi Indonesia-sentris;
ketersediaan lahan yang luas dengan kawasan hijau yang lebih dominan dari wilayah terbangun; dan
mengurangi beban Pulau Jawa dan Kawasan Perkotaan Jabodetabek. A.2 Vtst dan TuJuan Pembangunan IKN IKN akan menjadi mesin penggerak perekonomian bagi Kalimantan dan menjadi pemicu penguatan rantai nilai domestik di seluruh Kawasan Timur Indonesia. Pembangunan IKN menempatkan Indonesia dalam posisi yang lebih strategis dalam ^jalur perdagangan dunia, aliran investasi, dan inovasi teknologi. Selain itu, IKN juga akan menjadi percontohan bagi pengembangan kota yang hijau dan berkelanjutan yang didorong oleh penerapan teknologi terkini. Visi "Kota Dunia untuk Semua" tidak hanya menggambarkan masyarakat yang akan tinggal di IKN pada masa depan, tetapi juga kondisi lingkungan yang akan dipulihkan dan dipertahankan. Visi tersebut diturunkan ke dalam tiga tujuan utama, yaitu sebagai: a, simbol identitas nasional: kota yang mewujudkan jati diri, karakter sosial, persatuan dan kebesaran suatu bangsa;
kota berkelanjutan di dunia: kota yang mengelola sumber daya secara efisien dan memberikan pelayanan secara efektif dengan pemanfaatan sumber daya air dan energi yang efisien, pengelolaan sampah, moda transportasi terintegrasi, Iingkungan layak huni dan sehat, sinergi lingkungan alam dan lingkungan binaan; dan c penggerak ekonomi Indonesia pada masa depan: progresif, inovatif, dan kompetitif dalam hal teknologi, arsitektur, tata kota, dan sosial. pendekatan strategi ekonomi superlub untuk memastikan sinergi paling produktif antara tenaga kerja, infrastruktur, sumber daya, dan jaringan Jeita untuk memaksimalkan peluang untuk semua. Gambar 2-1 Visi lbu Kota Negara Sumber: Kementerian PPN/Bappenas, 2019 INDII(ATOR IIIITER.IA UTAMA IKN IKN membutuhkan arahan jangka panjang sebagai pedoman pembangunan dan pengelolaannya seiring dengan perkembangannya. untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Indikator Kinerja utama atai Key- perfofrnan@ Indicators untuk IKN yang selanjutnya disebut KpI adalah cara yang eflktif uagi perkotaan untuk mengelola tantangan dalam mengarahkan pengambilan kep-utusan dari masa ke masa. IKN merupakan pendekatan penilaian yang berfokus pada hasil, yang memastikan bahwa kerangka kerja mendukung flefsibilitas dan mampu beradap_tasi, serta yang tidak mengunci inovasi yang hanya berfokus paha solusi. selain itu, kerangka KPI juga memungkinkan pengambilan keputusan yang terdesentralisasi serta memberi arahan koordinasi antarlembaga (sektor pemerintah dan swasta) guna memastikan perwujudan visi tersebut.
memantapkan visi melalui target-target KpI IKN;
menunjukkan keefektifan desain Rencana Induk IKN;
memberikan sebuah kerangJ<a kerja penilaian untuk mempertimbangkan desain alternatif yang diusulkan pihak lain pada masa depan; d' menggarisbawahi elemen desain yang berpotensi menghambat pencapaian KPI IKN; dan
mengidentifikasi area sasaran yang mungkin memerlukan strategi mitigasi.
2 Prtnetp IIPI II{N Delapan prinsip KPI dibangun dengan teknik top-down dan bottom-up, Secara umum top-down meliputi analisis pada skala global dan nasional, sedangkan bottom-up melibatkan analisis pada level pemerintah daerah. Melalui proses multidimensi ini, delapan prinsip dikembangkan dan setiap prinsip mimiliki pernyataan outcom.e. Prinsip-prinsip tersebut diterjemahkan ke dalam tema berupa outcome dari setiap prinsip yang dapat diukur. Gambar 2-2 Tema Berdasarkan Prinsip KPI IKN Sumber: Kementerian PPN/Bappenas, 2O2O Tema Tema yang disusun berdasarkan prinsip KpI IKN menjadi dasar dalam penetapan target untuk setiap tema. Sebanyak 24 target Kpl--dengan turunan tiga target per prinsip--dikembangkan sejalan dengan tema-tema yang telah disusun. Penetapan target dilakukan dengan memadukan antara perspektif bottom-up, top-doun, dan komitmen pemerintah. Gambar 2-3 Ringkasan Target Kpl Sumber: Kementerian PPN/Bappenas, 2O2O B.3 Target KPI IIIJI Mengingat jangka waktu dan tahapan yang diperlukan untuk membangun kota baru, perencanaan dilakukan pada tingkat detail yang berbeda untuk skala kawasan yang berbeda. Pembangunan KIpp diarahkan pada rencana pembangunan yang lebih terperinci jika dibandingkan dengan wilayah keseluruhan IKN seluas kurang lebih 2s6.142 hektare yang meliputi KIKN dan KPIKN' untuk memastikan tercapainya visi IKN, target KpI dijabarkan pada skala kawasan yang berbeda meliputi KPIKN, KIKN, dan KIpp. _ 18_ Tabel 2-l Target KPI IKN Berdasarkan Kawasan 1.3... Prinsip Deskripsi KPI KPIKN KIKN KIPP Alasan Penentuan Target 2045 2045 2045 1. Selaras dengan Alam 1.1 >75% dari 256 ribu Ha area untuk ruang hijau (65% area dilindungi dan 10% produksi makanan) 75% 50% 50% Target ruang hijau (hutan, ekologi dan satwa, taman atap, pertanian subsisten, ekowisata, dan kebun botani) sebesar 75% dan 50% di KPIKN, KIKN tahun 2045 dengan rehabilitasi dan reboisasi 50% lahan kelapa sawit dan tambang yang konsesinya berakhir 1.2 100% penduduk dapat mengakses ruang hijau rekreasi dalam 10 menit Strategis 100% 100% Kota Paris menargetkan lingkungan 15 menit dengan integrasi tata guna lahan dan mobilitas untuk kelayakan fisik, dan hasil analisis pengeluaran modal yang lazim disebut dengan capital expenditure (capex) untuk kelayakan finansial 2.3... Prinsip Deskripsi KPI KPIKN KIKN KIPP Alasan Penentuan Target 2045 2045 2045 1.3 100% penggantian ruang hijau untuk setiap bangunan bertingkat institusional, komersial, dan hunian (bangunan >4 lantai) Strategis 100% 100% Singapura memiliki mandat dan mencapai 100% pergantian ruang hijau untuk mewujudkan visi city in nature 2. Bhinneka Tunggal Ika 2.1 100% integrasi seluruh penduduk - yang ada dan yang baru 100% 100% 100% Sesuai praktik terbaik global tentang kebijakan pengawalan sosial, seperti Target No.11 tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB) 2.2 100% warga dapat mengakses layanan sosial/masyar akat dalam waktu 10 menit Strategis 100% 100% Kota Paris menargetkan lingkungan 15 menit dengan integrasi tata guna lahan dan mobilitas untuk kelayakan fisik, dan hasil analisis pengeluaran modal yang lazim disebut dengan capital expenditure (capex) untuk kelayakan finansial strategis... Prinsip Deskripsi KPI KPIKN KIKN KIPP Alasan Penentuan Target 2045 2045 2045 2.3 100% ruang publik dirancang menggunakan prinsip akses universal, kearifan lokal, serta desain yang responsif gender dan inklusif Strategis 100% 100% Akses universal dianggap sebagai sebuah hak asasi manusia oleh berbagai organisasi global terkemuka 3. Terhubung, aktif, dan mudah diakses 3.1 80% perjalanan dengan transportasi publik atau mobilitas aktif Strategis 100% 80% Target lebih baik dari Jakarta (29%) dan Singapura (68%); sebanding dengan Tokyo (88%) 3.2 10 menit ke fasilitas penting dan simpul transportasi publik Strategis 100% 100% Kota Paris menargetkan lingkungan 15 menit dengan integrasi tata guna lahan dan mobilitas untuk kelayakan fisik, dan hasil analisis pengeluaran modal yang lazim disebut dengan capital expenditure (capex) untuk kelayakan finansial 3.3 <50 menit Koneksi transit ekspres dari KIPP ke bandara N/A <50 menit <50 menit Sebanding dengan Singapura dalam waktu tempuh transportasi publik 40 menit dari area Central limbah. . . Prinsip Deskripsi KPI KPIKN KIKN KIPP Alasan Penentuan Target 2045 2045 2045 strategis pada tahun 2030 Business District (CBD) ke bandara 4. IKN dengan net zero emissions 4.1 Instalasi kapasitas energi terbarukan akan memenuhi 100% kebutuhan energi IKN 4.2 60% penghematan energi untuk konservasi energi dalam gedung Strategis 70% 70% Sesuai dengan arahan pemerintah melalui Permen PUPR No. 2 Tahun 2015 4.3 Net zero emission untuk IKN (saat beroperasi) di 2045 di kawasan 256K Ha Net-Zero Strategis Strategis Selaras dengan komitmen Indonesia terhadap Target No. 13 TPB dan Perjanjian Paris 5. Sirkular dan resilien 5.1 >10% dari lahan 256K Ha tersedia untuk kebutuhan produksi pangan >10% Strategis Strategis Strategi pangan mengidentifikasi area potensial sebesar 11,3% untuk Kalimantan Timur 5.2 60% daur ulang semua timbulan Strategis 60% 60% Aspirasi untuk menjadi terbaik di dunia lebih baik dari negara 100% 100% 100% Instalasi kapasitas energi terbarukan akan memenuhi 100% kebutuhan energi IKN; analisis teknis terbaru menunjukkan kelayakan teknis dan komersialitasnya jenis Prinsip Deskripsi KPI KPIKN KIKN KIPP Alasan Penentuan Target 2045 2045 2045 limbah di tahun 2045 terbaik, Jerman dan Austria dengan daur ulang s.d. 56% sampah 5.3 100% air limbah akan diolah melalui sistem pengolahan pada tahun 2035 Strategis 100% 100% Aspirasi untuk menjadi terbaik di dunia dan lebih baik dari kota terbaik, Aqaba, Jordan (90% daur ulang air limbah) 6. Aman dan Terjangkau 6.1 Top-10 EIU Liveable City di dunia pada tahun 2045 Strategis Top 10 Strategis Setingkat dengan 10 kota terbaik pada tahun 2019, misalnya Vienna, Melbourne, Osaka 6.2 Pemukiman yang ada dan terencana di kawasan 256K memiliki akses terhadap infrastruktur penting di 2045 0 0 0 Pemerintah RI telah menghasilkan kebijakan yang signifikan serta membuat komitmen finansial untuk memastikan hunian yang bermutu baik bagi seluruh warga negara 6.3 Perumahan layak, aman, dan terjangkau yang memenuhi rasio hunian berimbang 1: 2: 3 untuk 100% 100% 100% Penyediaan perumahan yang terintegrasi dengan prasarana, sarana, dan utilitas yang layak serta didukung dengan sistem Prinsip Deskripsi KPI KPIKN KIKN KIPP Alasan Penentuan Target 2045 2045 2045 jenis mewah, menengah, dan sederhana pembiayaan perumahan yang efisien 7. Kenyamanan dan efisiensi melalui teknologi 7.1 Mewujudkan peringkat sangat tinggi dalam E- Government Development Index (EGDI) oleh United Nations (UN) - Sangat tinggi Sangat tinggi Indonesia saat ini berada di kategori “ High – H3” dan dapat berupaya masuk ke kategori terbaik 7.2 100% konektivitas digital dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk semua penduduk dan bisnis Strategis 100% 100% Agar sebanding dengan kota teratas seperti Singapura, Hong Kong, Korea Selatan 7.3 >75% Business Satisfaction dengan peringkat Digital Services Strategis Strategis Strategis Pada tahun 2019, Singapura dengan sukses mencapai tingkat kepuasan bisnis sekitar 69% untuk peringkat layanan digital. Dalam periode pengembangannya, IKN dapat menyediakan layanan yang lebih baik bagi pelaku bisnis PRES IOEN REPUBLIK INDONESIA Prinsip Deskripsi KPI KPIKN KIKN KIPP Alasan Penentuan Target 2045 2045 2045 8. Peluang ekonomi untuk semua 8.1 0% kemiskinan pada populasi IKN pada tahun 2035 0% Strategis Strategis Pada tahun 2018, Malaysia adalah negara dengan tingkat kemiskinan sebesar 0,4% 8.2 Pendapatan domestik regional bruto (PDRB) per kapita setara ekonomi berpendapatan tinggi Strategis Strategis Strategis PDRB per kapita Kalimantan Timur adalah kedua terbesar di Indonesia yang sudah setara dengan ekonomi berpendapatan tinggi, dan akan terus ditingkatkan 8.3 Rasio Gini regional terendah di Indonesia di 2045 Terendah di Indonesia Strategis Strategis IKN bisa menjadi lebih baik dibandingkan kota Indonesia dengan Rasio Gini terendah Keterangan: Pendekatan Penentuan Target Acuan top-down Estimasi bottom-up yang dapat dicapai Komitmen Pemerintah Strategis Menyesuaikan kondisi saat tahun tersebut Sumber: Kementerian PPN/Bappenas, 2020 t: -rslm Prinsip dasar pengembangan kawasan dalam IKN didasarkan pada delapan prinsip pembangunan IKN yang mengedepankan alam, teknologi, dan keberlanjutan lingkungan. Perencanaan IKN dijalin dengan konsep berkelanjutan untuk menyeimbangkan ekologi alam, lingkungan terbangun, dan sistem sosial secara harmonis. Selain itu, prinsip dasar pengembangan IKN juga menjaga kemungkinan buruknya dampak urbanisasi serta cuaca ekstrem yang dapat meningkatkan risiko terjadinya bencana, seperti banjir dan kekurangan air baku. Oleh karena itu, prinsip dasar pengembangan Kawasan IKN akan memadukan tiga konsep perkotaan, yaitu IKN sebagai kota hutan atau forest ^citg, ^kota ^spons atau ^sponge ^citA, dan ^kota cerdas atau smart ^citg. Pengembangan Kawasan IKN dan ketiga konsep perkotaan tidak dapat dilepaskan dari kota-kota mitra di sekitar IKN lainnya dan tidak akan berhasil tanpa dukungan kota-kota di sekitarnya. Dengan demikian, penerapan IKN sebagai kota hutan, kota spons, dan kota cerdas harus mengedepankan kerja sama yang harmonis dengan kota-kota mitra di sekitarnya.
1 Kota Hutan lForest Cltgl IKN berlokasi di dalam dan di sekitar kawasan hutan dan memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Oleh karena itu, perencanaan dan pembangunannya perlu difokuskan pada upaya untuk mempertahankan dan merestorasi hutan. Penerapan konsep kota hutan di IKN tidak menghutankan kembali kota yang telah terbangun dengan penyediaan ruang terbuka hijau (RTH). Pendefinisian ini tetap merujuk pada beberapa hal atau ciri yang telah dikembangkan, seperti dominasi vegetasi hutan dan tutupan pohon yang luas karena masih relevan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan IKN. Oleh karena itu, delinisi kota hutan yang lebih sesuai dengan rencana pembangunan kota baru di Wilayah IKN adalah sebagai berikut: "Kota "Kota hutan dengan menggunakan pendekatan lanskap yang terintegrasi merupakan kota yang didominasi oleh bentang lanskap berstruktur hutan atau RTH yang memiliki fungsi jasa ekosistem, seperti hutan, dan bertqjuan untuk menciptakan kehidupan yang berdampingan dengan alam'. Di dalam konsep pembangunannya, kota hutan akan dirancang sesuai dengan kondisi alam untuk menciptakan kehidupan yang berdampingan dengan alam dengan tujuan mendukung pembangunan berkelanjutan, khususnya memaksimalkan penyerapan karbon dan konservasi keanekaragaman hayati, serta mendukung pengelolaan lingkungan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Prinsip kota hutan adalah kota yang dapat mempertahankan fungsi ekologis hutan dan tqiuan pembangunan dalam konsep kota hutan lainnya, seperti penyerapan karbon, konservasi keanekaragaman hayati, dan pengelolaan lingkungan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2019 telah merumuskan beberapa prinsip kota hutan untuk perencanaan calon lbu Kota Negara sebagai rekomendasi dari hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rapid Assessmenf. Prinsip itu meliputi:
berbasis pengelolaan daerah aliran sungai (DAS);
memiliki ^jaringan ruang hijau yang terstruktur;
memanfaatkan sekitar 50 persen wilayah untuk dikembangkan;
mengonsumsi air harus sangat elisien;
beban pemenuhan konsumsi penduduk rendah;
memiliki kualitas udara yang baik dan suhu udara rata-rata sejuk;
memiliki kualitas air permukaan yang baik;
melindungi habitat satwa; dan
memiliki kualitas tutupan lahan yang baik dan terevitalisasinya lanskap "Hutan Hujan Tropis". Beberapa prinsip kota hutan untuk Kawasan IKN seluas kurang lebih 56. 180 hektare adalah sebagai berikut: Prinslp 1. Konserarasi Sumber Daya Alam daa Habitat Satwa Pembangunan kota hendaknya meminimalkan kerusakan ekosistem alami yang ada atau dapat mempertahankan ekosistem alami tersebut (termasuk habitat alami bagi satwa ataupun tumbuhan) dan menjamin keberlanjutan hutan dengan melindungi ataupun merestorasi kembali ekosistem hutan untuk perbaikan kualitas lingkungan. Dengan kondisi IKN yang mayoritas lahannya berada di dalam kawasan hutan, perlu diciptakan kota yang dibangun di dalam hutan untuk menjamin bahwa IKN tetap dapat mendukung peran Kalimantan sebagai paru-paru dunia. Prinsip 2. Terkoneksi dengan Alam Pada dasarnya prinsip ini berupaya untuk menciptakan pembangunan kota yang dapat mengakomodasi interaksi manusia dengan alam atau terkoneksi dengan alam (connected uith naturel dan hutan di dalam dan di sekitar kota. Prinsip ini dapat diterapkan dengan penyediaan RTH pada kawasan perkotaan, termasuk koridor lrijau. Connected with nature ^juga dapat diwujudkan dengan dominasi lanskap berupa vegetasi hijau antara bangunan, yaitu zona hijau untuk rekreasi dan kehidupan yang saling terintegrasi. Prlnslp 3. Pembangunan Rendah Prinsip ini dimaksudkan untuk mendukung kebij akan nasional mengenai penurunan emisi gas rumah kaca dan memaksimalkan peran RTH ataupun hutan dalam penyerapan karbon, serta untuk memperbaiki kua.litas udara yang harus didukung dari penggunaan energi baru dan terbarukan. Prlnslp 4. Pengelolaan Sunber Air yang Holistlk, Terlntegrasl, dan n Prinsip pengelolaan sumber daya air menitikberatkan prinsip holistik, terintegrasi, dan berkelanjutan. Pengelolaan sumber daya air harus didasarkan atas dua prinsip utama. Pertama, daerah aliran sungai (DAS) dan sumber air perlu dijaga dan dikonservasi untuk menjaga kuantitas dan kualitas air. Kedua, alokasi sumber daya air perlu memperhatikan kebutuhan pelestarian lingkungan, terutama untuk mendukung kelestarian vegetasi kebutuhan sosial dan ekonomi dengan mempertimbangkan neraca air dalam satu kesatuan DAS. Prinsip 5. Pembangunan Terkendali lAntt-Spraul DernlopmenQ Wilayah IKN merupakan wilayah yang memiliki ekosistem sensitif sehingga diperlukan pengendalian dalam pembangunannya. Penerapan pembangunan permukiman yang kompak dapat mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi dan dapat memberikan pelindungan pada daerah mitra IKN, daerah hijau, dan tangkapan air, termasuk menghindari pengembangan permukiman di zona rawan bencana serta menyediakan akses yang lebih baik pada fasilitas dan layanan kota. Pembuatan jalur tlija.u (greenbeltl yarrg mengelilingi kota diterapkan untuk membatasi pemekaran kota, terutama yang ada di lokasi pusat keanekaragaman hayati (biodiuersitg lrctspotl, serta untuk mempertahankan daya dukung dan kualitas lingkungan. Prinsip 5. Pelibatan Masyarakat Hutan dan lingkungan memberikan manfaat yang cukup besar kepada masyarakat. Keberlanjutan hutan dan lingkungan sangat bergantung pada kegiatan yang dilakukan oleh manusia ataupun masyarakat. Adopsi kearifan masyarakat lokal diterapkan dalam pemanfaatan sumber daya hutan yang dapat ^juga menjadi representasi identitas bangsa. Selain itu, bentuk keterlibatan masyarakat untuk mendukung terciptanya kota hutan dilakukan dengan melibatkan masyarakat sebagai citizen forester, baik dalam penanaman pohon maupun dalam pengelolaan dan pemonitoran pohon di perkotaan. A.2 lSponge ^Cttgll Konsep dan elemen kota spons diterapkan secara luas di IKN terutama untuk mengembalikan siklus alami air yang berubah karena pembangunan. Penerapan konsep ini akan memberikan manfaat pemanenan air untuk tambahan ketersediaan air dan pengurangan bahaya banjir, manfaat pemurnian air dan pelestarian ekologi, efisiensi sistem sumber daya, serta manfaat rekreasi bagi masyarakat. Kota spons mengacu pada kota yang berperan seperti spons yang mampu menahan air hujan agar tidak langsung melimpas ke saluran-saluran drainase dan yang mampu meningkatkan peresapan ke dalam tanah sehingga bahaya banjir dapat berkurang serta kualitas dan kuantitas air dapat meningkat melalui penyaringan tanah dan penyimpanan dalam tanah (akuifer). Untuk mendukung hal tersebut, IKN direncanakan dengan: a -29- ruang terbuka hijau dan biru yang tersebar luas, terdistribusi merata, dan tersambung dalam satu-kesatuan tata hidrologis untuk menahan dan menyimpan air serta meningkatkan kualitas ekosistem perkotaan dan keanekaragaman hayati sehingga menciptakan ruang budaya dan rekreasi yang nyaman; desain fasilitas perkotaan, seperti atap hijau lgreen roofiopl skala mikro pada bangunan-bangunan dan gedung-gedung untuk menahan air hujan sebelum diserap oleh tanah atau sebelum menjadi limpasan ke saluian drainase dan sungai; dan desain fasilitas perkotaan pada skala makro, seperti penerapan jalan dan trotoar berpori, biosengkedan, dan sistem bi,oretenii untuk menahan/menyerap air hujan dengan cepat sehingga memfasilitasi kelancaran dan keselamatan pergerakan kendaraan dan orang. Gambar 3-1 Tujuan Sponge Crtgr di KIKN b c Tiga tujuan IKN sebagai kota spons ialah kota kepulauan, kota penyerap, dan kota terpadu. Perincian mengenai hal tersebut diuraikan dalam Gambar 3-1 berikut: Sumber: Kementerian PPN/Bappenas, 2O2O Adapun prinsip dan contoh implementasi kota spons di Wilayah IKN adalah sebagai berikut: Prlnsip 1. Mengurangl Llmpasan Pe Konsep pembangunan IKN memastikan tidak ada tambahan limpasan permukaan sebagai akibat dari penambahan luas lingkungan terbangun, seperti pembangunan gedung baru, jalan, trotoar, dan perubahan penggunaan lahan lainnya. Lingkungan alami akan lebih mampu menahan dan menyerapkan air hujan ke tanah. Pembangunan kawasan IKN menjamin perubahan limpasan terjadi seminimal mungkin dan diupayakan menahan lebih banyak air saat IKN telah dibangun. Pendekatan yang ditempuh untuk mengurangi limpasan permukaan adalah dengan menahan air mulai dari skala permukiman (rumah dan bangunan gedung) agar tidak langsung masuk ke dalam saluran drainase. Caranya dilakukan dengan pemanenan air huj an dalam skala rumah, gedung, dan kawasan untuk dapat dimanfaatkan kembali atau diresapkan ke dalam tanah, misalnya mel alui green roofiop, tangki penyimpanan air huj an yang bersifat lolos air (permeablel, serta desain kota lainnya yang bersifat peka air. Prlnsip 2, Memaksimalkan Percsapan Alr HuJan Kawasan IKN dibangun untuk mampu meresapkan air hujan ke dalam tanah secara maksimal. Hal ini dapat dilakukan dengan pembangunan ruang terbuka hijau yang tersebar luas dan terdistribusi merata serta dapat berfungsi sebagai rain-garden. Selain itu, perkerasan juga dapat dimodifikasi sehingga dapat menyerap air dengan baik. Sebagai contoh adalah penerapan jalan dan trotoar berpori yang memungkinkan air hujan terserap dengan cepat. Perkerasan dilakukan seminimal mungkin, termasuk penerapan teknologi bioretensi dan biosengkedan. Prlnsip 3. Pemanenan Alr Hujan Ruang terbuka biru seperti parit, alur sungai, tampungan air, dirancang secara satu kesatuan hidrologis. T\rjuannya adalah untuk menahan dan menyimpan air serta meningkatkan kualitas ekositem perkotaan dan keanekaragaman hayati. Rancangan ini akan dimulai dari skala kawasan permukiman (retensi kecil) hingga skala kawasan kota (waduk). Konsep kota cerdas telah dipertimbangkan sebagai elemen menyeluruh dalam menegaskan pembangunan IKN sebagai Ibu Kota baru Indonesia yang dinamis, inklusif, didukung oleh masyarakat, serta siap menghadapi masa depan. Komponen kota cerdas dalam Rencana Induk IKN ini mengidentifikasi elemen nilai tambah digital atau teknologi untuk memberikan manfaat yang lebih besar pada IKN secara keseluruhan. Rencana Induk IKN fokus pada tiga area utama untuk mendukung visi IKN, yaitu sebagai berikut:
Strategi Kota Cerdas IKN Kerangka kerja untuk memahami hasil-hasil seperti apa yang berusaha dicapai dan bagaimana teknologi disrupsi dapat diterapkan untuk mencapainya. Strategi kota cerdas terdiri atas 3 unsur utama, yaitu sebagai berikut: l) visi dan hasil yang selaras dengan kerangka kerja strategis menyeluruh IKN;
wilayah dan strategi cerdas yang mengikhtisarkan peluang digital utama untuk IKN; dan
daftar panjang inisiatif cerdas yang memberi berbagai kemungkinan pengembangan teraktualisasi. b. Inisiatif Cerdas yang harus diprioritaskan IKN Berikut ini adalah inisiatif cerdas yang harus diprioritaskan di IKN:
akses dan mobilitas;
lingkungan hidup dan iklim;
keamanan dan keselamatan;
sektor publik;
sistem perkotaan; dan
kelayakan huni dan kedinamisan. B. PRINSIP DASAR PEMBANGUNAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan merata melalui akselerasi pembangunan Kawasan Timur Indonesia yang diungkit dengan pembangunan IKN sebagai superlub ekonomi (economic supertubl menjadi salah satu faktor keberhasilan utama untuk merealisasikan Visi Indonesi.a 2045. Konsep superhub IKN dirancang untuk beroperasi pada tiga tingkatan yang saling terkait dan diintegrasikan dalam visi. Reimagined Indonesia: Locallg Integrated, Globallg Connected, Uniuersallg Inspired. Visi Locallg Integrated atau terintegrasi secara domestik dimaknai bahwa IKN superhub ekonomi akan mengubah wajah perekonomian Indonesia agar menjadi lebih inklusif melalui strategi tiga kota (IKN, Balikpapan, dan Samarinda) serta kerja sama dengan kabupaten/ kota lainnya di Provinsi Kalimantan Timur, yaitu menjadi penggerak perekonomian di Kalimantan Timur serta menjadi pemicu yang memperkuat rantai nilai domestik di wilayah bagian timur dan seluruh Indonesia. Yisi Globallg Connected, atau terhubung secara global, adalah bahwa superhub ekonomi IKN akan menggerakkan aktivitas ekonomi maju dan berdaya saing tinggi agar mampu menempatkan Indonesia di posisi yang lebih strategis dalam jalur perdagangan dunia, arus investasi, dan inovasi teknologi. Visi Uniuersallg Inspired, atau terinspirasi secara universal, adalah bahwa superhub ekonomi IKN akan dibangun berdasarkan contoh-contoh terbaik dari kota yang cerdas, inklusif, dan berkelanjutan di dunia. Dalam mewujudkan konsep Tiga Kota yang kokoh, IKN, Balikpapan, dan Samarinda akan membentuk segitiga pembangunan ekonomi yang saling melengkapi. IKN akan menjadi 'saraf dalam strategi Tiga Kota sebagai pusat pemerintahan baru dan pusat inovasi hijau yang berperan sebagai basis untuk sektor-sektor baru yang didorong oleh inovasi, seperti biosimilar dan vaksin, protein nabati, nutraceutical, dan energi baru terbarukan (EBT). IKN juga akan menjadi basis untuk Smart Citg dan layanan digital, pendidikan abad ke-21, serta pariwisata kota, bisnis, dan kesehatan. Samarinda akan menjadi 'jantung' dari struktur Tiga Kota yang mentransformasi sektor pertambangan, minyak, dan gas menjadi sektor energi yang baru, rendah karbon, dan berkelanjutan. Samarinda ^juga diharapkan dapat memperoleh manfaat dari peningkatan aktivitas pariwisata di wilayah Kalimantan Timur. Balikpapan akan menjadi 'otot' ^pembangunan ekonomi Tiga Kota dengan memanfaatkan pusat logistik dan layanan pengirimannya yang telah mapan untuk sektor-sektor berorientasi impor dan ekspor serta memperkuat peran superhub ekonomi dalam arus perdagangan antar dan intra-regional. Balikpapan juga akan menampung klaster petrokimia dan membantu mendorong diversifikasi produk dari minyak dan gas hulu menjadi berbagai turunan petrokimia hilir. Superhub Superhub ekonomi IKN juga diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi yang besar ke wilayah mitra Kalimantan Timur yang lebih luas serta akan memainkan peran sebagai 'paru-paru' bagi struktur Tiga Kota. Sebagai mitra IKN, wilayah Kalimantan Timur yang lebih luas juga diharapkan dapat memperoleh manfaat dari peningkatan ekowisata dan aktivitas kebugaran terutama di sekitar aset alam dan budaya yang melimpah di bagian utara Kalimantan serta mendukung industri hilir di bidang pertanian melalui produksi dan pengolahan hulu untuk kelapa sawit dan komoditas potensial lainnya. Yi.si Superhub Ekonomi IKN akan diwujudkan melalui pengembangan 6 klaster ekonomi yang strategis, resilien, dan inovatif dengan dukungan fondasi yang kukuh dalam bentuk infrastruktur keras dan lunak. Pengembangan keenam klaster didasarkan pada peningkatan daya saing sektor-sektor yang sudah berkembang di Kalimantan Timur serta introduksi sektor-sektor maju yang berorientasi teknologi tinggi dan berkelanjutan. Keenam klaster ekonomi penggerak utama (1time mouet) ir,i selanjutnya diturunkan menjadi beberapa subsektor yang akan membantu mewujudkan visi. economic superhub. Keenam klaster ekonomi penggerak utama adalah sebagai berikut:
Klaster Industrl Teknologi Bersih dengan misi menyediakan produk yang mendukung mobilitas dan utilitas yang ramah lingkungan. Pengembangan sektor ini difokuskan pada industri teknologi bersih untuk mobilitas dan utilitas yang lebih ramah lingkungan, yaitu perakitan panel surya (Solar P\ dan kendaraan listrik roda dua atau electic 2-wheeler (E2Wl. b. Klaster Farmasl Terlntegrasi dengan misi mengembangkan pusat manufaktur farmasi dengan biaya efisien dan terbaik di kelasnya untuk ketahanan dan keamanan kesehatan yang lebih baik. Pengembangannya difokuskan pada produksi bahan aktif obat-obatan (API) generik, biosimilar, dan biologics guna memenuhi peningkatan kebutuhan domestik dan memperkuat ketahanan nasional terhadap krisis kesehatan. c, Klaster Industri Pertanlan Berkelanjutaa dengan misi mengembangkan pusat produksi dan inovasi pangan berbasis nabati yang berkelanjutan dan tanggap menghadapi tren kesehatan/kebugaran masa depan. Pengembangannya berfokus pada protein nabati, herbal dan nutrisi, serta produk ekstrak tumbuhan. d, Klaster Ekowisata inklusif dengan misi mengembangkan destinasi ekowisata kelas dunia berbasis aset ekowisata dan pariwisata kebugaran dengan identitas global khas Kalimantan Timur. Pengembangan ekowisata juga akan ditunjang oleh pariwisata kota, meetings, incentiues, conferencing, exhibitions (MICE), serta wisata kesehatan dan kebugaran. C. Turunan Klmla dengan misi membangun pusat pengembangan bahan kimia dan produk turunan kimia bagi sektor yang berpotensi memiliki permintaan tinggi serta membuka lapangan kerja dengan memanfaatkan sumber daya alam di Kalimantan Timur. Pengembangannya berfokus oleokimia yang didukung menengah hingga tinggi. pada pengembangan industri petrokimia dan penyediaan 16naga kerja berketerampilan ndrh I(arbon dengan misi mentransformasi industri f. energi yang sudah ada di Kalimantan Timur dengan mengembangkan produksi energi rendah karbon sebagai sumber energi pada masa depan, seperti biofuel, bahan bakar sintetis, dan gasifikasi batu bara. Keenam klaster ekonomi penggerak tersebut juga akan diperkuat oleh dua pemampu atau enabler, yattu Klaster Pendidikan abad ke-21 untuk menyediakan tenaga kerja terampil sesuai dengan kebutuhan 6 klaster ekonomi serta penerapan kota cerdas dan pusat industri 4.0 (i4,0) untuk menjadikan kawasan ini sebagai kota layak huni dan maju dalam melayani kebutuhan masyarakat dan dunia usaha pada masa depan. Gambar 3-2 Reatieasi Visi srrperhzi Ekonomi MiH; ; ; .* o.","r Ekonomi dan Sumber': Kementerian PPN/Bappenas, 2O2O Strategi klaster yang terperinci telah dikembangkan dan akan dilaksanakan secara bertahap yang dimulai tahun 2025. Pada periode 2025-2035, pengembangan klaster ekonomi berfokus pada pembangunan fondasi yang kuat untuk setiap klaster ekonomi. Pengembanganan klaster ekonomi selanjutnya diarahkan untuk ekspansi serta penguatan daya saing dan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Serangkaian proyek unggulan dari setiap klaster ekonomi akan dipitih dengan cermat untuk membantu mempercepat pengembangan superhub ekonomi. Pengembangan proyek-proyek unggulan ini akan melibatkan investasi yang bersumber dari dalam dan luar negeri. Dukungan pemerintah dapat diberikan untuk mempercepat penarikan investasi yang difokuskan pada:
penyediaan sistem pendidikan dan pelatihan maju untuk menyediakan tenaga kerja dengan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan klaster ekonomi yang akan dikembangkan;
pengembangan ekosistem teknologi digital berupa infrastruktur dan talenta teknologi informasi;
ruang uji peraturan (regulatory sandbox atau testbedl yang pro-investasi, pro-inovasi yang memungkinkan uji coba produk, teknologi, dan model bisnis baru, pro-perdagangan untuk mendukung efisiensi rantai pasok klaster ekonomi, dan pro-lingkungan; dan
perencanaan dan pengembangan infrastruktur yang holistik dan jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan yang sama dari klaster-klaster ekonomi dan memenuhi persyaratan khusus klaster ekonomi tertentu. Insentif fiskal dan non-fiskal dapat disediakan untuk meningkatkan daya tarik investasi dan talenta unggul antara lain terkait perpajakan, dukungan relokasi, sarana dan prasarana kota yang layak huni, akses kepada lahan dan perumahan yang terjangkau, kemudahan perizinan, kemudahan pengadaan barang dan ^jasa, kemudahan ekspor dan impor, dukungan penciptaan pasar untuk produk-produk baru yang dihasilkan klaster ekonomi baru, dan lain sebagainya. Skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) yang beragam akan disediakan untuk membantu pengurangan risiko dari investasi belanja modal yang tinggi untuk beberapa proyek unggulan yang akan dikembangkan. Berbagai insentif tersebut juga diharapkan dapat mendukung KIKN sebagai kota dan pusat ekonomi superhub yang kompetitif dan memiliki daya tarik yang tinggi untuk talenta unggul, khususnya dari kalangan generasi muda, untuk datang, menetap dan bekerja atau membuka usaha di KIKN dan menggerakkan pengembangan klaster-klaster ekonomi di KIKN dan Provinsi Kalimantan Timur secara berkelanjutan. td Prinsip dasar pembangunan sosial dalam pembangunan IKN mengambil visi kota berkelas dunia untuk semua sebagai prinsip inti, Untuk m-wujudkan cita-cita tersebut, konsep pembangunan IKN mengambil landasan teori filosofis bangsa Indonesia, yaitu Pancasila, yang kemudian dimasukkan ke dalam rancangan fisik. Prinsip filosofis tersebut dikaitkan dengan prinsip-prinsip KPI IKN. C.l Prtnstp Dasar Pembaagunan Sosial Prinsip dasar pembangunan sosial memiliki tujuan dan keluaran utama yang diuraikan dalam Gambar 3-3 di bawah ini: Oambar 3-3 Tujuan dan Keluaran Utama Strategi Sosiat Prinsip dasar pembangunan sosial mengakui keragaman komunitas, baik penduduk lokal maupun pendatang baru, yang akan terhubung dengan IKN. Dengan demikian, masyarakat, baik perempuan atau laki-laki, yang saat ini tinggal di dalam dan di sekitar lokasi IKN tidak akan dikeCuafkan dari perencanaan dan pengembangan kota dan akan mendapatkan manfaat dari pengembangan IKN serta akan memberikan kontribusi berharga bagi IKN, misalnya, dari berbagi kearifan lokal hingga membentuk IKN sebagai "tEmpat,, yang unik. Pendatang baru di IKN juga akan mendapatkan keuntungan dari strategi sosial serta prinsip-prinsip perencanaan yang dikembingkan, khususnya pada fase konstruksi, pengembangan, dan pertumbuhan kota. Sumber: Kementerian PPN/Bappenas, 2020 Dalam prinsip pembangunan sosial, pihak yang terkena dampak telah diperhitungkan berdasarkan tingkat pengaruh dan penahapan dalam pengembangan IKN. Berdasarkan tingkat pengaruh, masyarakat dapat merasakan dampak langsung apabila rencana pengembangan atau koridor pengembangan yang diusulkan berada di lokasi permukiman atau lahan sumber mata pencarian mereka. Selain itu, mereka juga dapat merasakan dampak yang tidak langsung akibat kegiatan konstruksi, perubahan harga kebutuhan barang dan ^jasa, atau kegiatan pengembangan yang dilakukan di situs-situs yang bemilai tinggi secara sosial, budaya, sejarah, atau pendidikan. Masyarakat yang terkena dampak pembangunan dan rencana infrastruktur pada Tahap 1, yaitu periode beberapa tahun pertama pemindahan IKN, memiliki kebutuhan yang lebih mendesak serta memerlukan strategi pembebasan lahan dan relokasi untuk permukiman kembali. Selain itu, dengan mempertimbangkan pengaruh IKN secara keselun.lhan pada tahap-tahap berikutnya, terdapat potensi pergeseran di masyarakat, baik yang dimanifestasikan dengan perubahan mata pencaharian maupun perpindahan secara fisik ke permukiman di dalam kawasan IKN yang dapat dikembangkan. Adapun bagi masyarakat dalam KIKN yang tidak terkena dampak langsung akan berpartisipasi dalam pengembangan ekonomi dan upaya-upaya peningkatan kesejahteraan. Selain itu, partisipasi aktif masyarakat yang terfokus dan berkesinambungan merupakan hal yang penting untuk bersama-sama mendukung rencana pengembangan IKN dan memastikan keberlangsungan penduduk lokal. Berikut empat kelompok masyarakat yang diidentifikasi dapat terkena dampak:
masyarakat di dalam KIKN yang akan terdampak langsung pembangunan pada Tahap Pertama pembangunan;
masyarakat di dalam KIKN yang lahannya tidak terkena dampak langsung dari pembangunan pada Tahap Pertama pembangunan;
masyarakat di dalam dan di luar KPIKN; dan
masyarakat di luar batas delineasi Kawasan IKN. Setiap kelompok memiliki keragaman internal yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu, kegiatan pelibatan masyarakat perlu dilakukan secara berkesinambungan dan disesuaikan dengan kebutuhan guna memastikan strategi sosial yang inklusif dan membawa manfaat bagi masyarakat dan IKN. Pembangunan ekonomi yang tertuang dalam Rencana Induk IKN penting dalam mewujudkan kohesi sosial serta IKN yang inklusif. Saat ini, strategi pembangunan ekonomi telah dikembangkan untuk membentuk nilai-nilai sosial yang telah ada, membangun keterampilan masyarakat, serta memungkinkan masyarakat lokal menjadi bagian yang kuat pada pembangunan ekonomi IKN pada masa depan. Di sisi lain, keberagaman latar belakang penduduk lokal, yang terdiri atas penduduk asli dan pendatang, di Provinsi Kalimantan Timur menghadirkan tantangan tersendiri bagi IKN. IKN perlu memperhatikan penduduk lokal yang perlu ditingkatkan keterampilan atau tingkat pendidikannya sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam membangun sektor ekonomi IKN. Dengan adanya pengembangan sektor ekonomi IKN, banyak lapangan kerja yang akan terbuka bagi seluruh lapisan penduduk. Kesempatan kerja yang bersifat inklusif dan merata dapat mengoptimalkan peluang ekonomi penduduk lokal. Klaster-klaster yang terbentuk dari sektor ekonomi IKN dapat mendorong kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan penduduk lokal. Di antara berbagai klaster tersebut, terdapat dua klaster yang sudah melekat dengan penduduk lokal dan memiliki partisipasi yang cukup tinggi. Yang pertama adalah klaster ekowisata dan pariwisata kesehatan/kebugaran. Lapangan kerja yang tercipta dari pengembangan klaster tersebut, antara 1ain, adalah:
pengusaha dan pemandu wisata beserta pemandu satwa liar, jagawana, dan ekowisata komunitas dan budaya;
perajin, pengusaha dan pekerja di toko cendera mata lokal, dan penyelenggara lokakarya keraj inan tangan;
pengusaha dan pekerja di pusat kesehatan/kebugaran, spa lokal, klinik kecantikan, dan penyembuhan tradisional;
pengusaha, manajer, dan pekerja di bidang akomodasi dan kuliner;
pengusaha dan pekerja di agro-ekowisata, koperasi pertanian, serta pasar pertanian; dan
pengusaha dan pekerja di ritel, makanan dan minuman, serta seni dan hiburan. Klaster yang kedua adalah klaster industri pertanian yang berkelanjutan, terutama untuk ekstrak tanaman dan produk herbal. Klaster ini diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas pertanian yang dihasilkan penduduk lokal dan membuka lapangan kerja dari proses hilirisasi pengolahan komoditas pertanian. Lapangan kerja yang tercipta dari pengembangan klaster tersebut, misalnya adalah untuk ekstrak tanaman:
petani tanaman sumber ekstrak;
pekerja tanam, panen, pengeringan, dan produksi;
pengumpul hasil alam liar;
pengusaha, manajer, dan pekerja di manufaktur produk pertanian tradisional lokal;
pedagang besar dan kecil; dan
pengusaha dan pekerja pengemasan dan pemasaran. Di luar sektor yang sudah digeluti penduduk lokal, strategi pembangunan kapabilitas dan peningkatan keterampilan menyeluruh diupayakan demi memastikan kesempatan kerja yang inklusif dan merata. IKN juga diharapkan dapat menggali potensi untuk memperkuat pendidikan dan pelatihan teknis dan vokasi yang terjangkau bagi masyarakat demi memastikan aksesibilitas dan inklusivitas, terutama bagi anggota masyarakat yang kurang'mampu, tidak bekerja, usia lanjut, berkebutuhan khusus, atau buta huruf. Strategi sosial-spasial menjadi panduan untuk mendukung pemerataan akses ke fasilitas dan ruang publik. Strategi tersebut menghubungkan komunitas satu dan yang lain dengan warisan budaya komunitas yang ada serta membentuk identitas IKN dengan komunitas yang kemungkinan akan muncul nanti. Implementasi strategi ini membutuhkan integrasi yang kuat antara kegiatan tata ruang, pembangunan ekonomi, dan komunikasi untuk IKN. Keterlibatan masyarakat yang berkelanjutan, identifikasi pemangku kepentingan utama, dan beragam perwakilan masyarakat akan sangat penting untuk keberhasilan IKN serta untuk membentuk rencana tata ruang IKN. Strategi sosial-spasial menyediakan kerangka kerja untuk desain terperinci yang dalam penyusunannya bekerja sama dengan masyarakat. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan kebutuhan dan representasi yang tepat dari masyarakat yang ada dan yang baru muncul. Hal ini akan menjadi proses yang berkelanjutan. Kohesi sosial juga sangat terkait dengan pengadaan lahan untuk IKN dan kegiatan yang terkait dengan pembebasan lahan. Pengadaan lahan harus memenuhi standar ketentuan yang berlaku di Indonesia yang ditentukan berdasarkan aturan dan kebijakan atau standar yang ditetapkan oleh organisasi internasional yang bertujuan untuk memfasilitasi pelindungan sosial. Direkomendasikan ^juga bahwa revitalisasi dan penataan kawasan permukiman masyarakat lokal mempertimbangkan keterkaitan dengan mata pencaharian dan keterikatan warisan sejarah dan budaya dari komunitas yang ada.
2 Sumber Daya Manusla C.2.1 Kesehatan Kesehatan tidak hanya diartikan sebagai sehat fisik dan terhindar dari penyakit, narnun juga secara mental, sosial, dan spiritual secara keseluruhan yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. World Health Organization (WHO) ^juga menyatakan bahwa kesehatan adalah salah satu hak asasi manusia (HAM) yang semua orang, terlepas dari suku, agama, pandangan politik, kepercayaan, serta kondisi sosioekonomi, untuk mendapatkan dan mengaksesnya. Dengan kata lain, kondisi sehat dan bugar memungkinkan warga untuk tetap beraktivitas dan produktif, baik itu di lingkungan terkecil maupun di masyarakat. Penduduk yang sehat menjadi elemen penting dalam pembentukan kota sehat sekaligus kota yang menyehatkan. Begitu pula sebaliknya, kota yang menyehatkan akan mendorong terwujudnya penduduk yang sehat. Dilihat dari risiko kesehatan berdasarkan data yang ada, wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara rentan terhadap penyakit yang disebarkan melalui vektor hewan, seperti malaria, demam berdarah, filariasis, zika, dan chikungunya. Sementara itu, Kabupaten Penajam Paser Utara adalah salah satu wilayah endemik malaria tertinggi di Indonesia dengan annual parasite incidence (APll sekitar 6,53 per 1000 orang di tahun 2021. Selain itu, penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), tifoid, dan dengue juga sering ditemukan di wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara. Banyaknya aktivitas penebangan pohon, terutama di kawasan hutan, biasanya meninggalkan kubangan air dan menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk anophples balabacensis yang membawa vektor penyakit malaria. Tantangan lainnya, adalah tren meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular (PIM) di antaranya stroke, penyakit jantung, kanker, dan diabetes yang merupakan penyebab utama beban penyakit (kematian dan kecacatan). Kejadian PIM disebabkan mayoritas karena gaya hidup masyarakat yang kurang sehat seperti kurangnya aktivitas lisik dan pola konsumsi yang tidak sehat. Kondisi serupa juga terjadi di wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang ditunjukkan dengan masih besarnya proporsi beban penyakit tidak menular, dibandingkan penyakit menular. Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut intervensi pada upaya kuratif tidak dapat menurunkan beban penyakit secara optimal, sehingga desain upaya promotif dan preventif hidup sehat untuk menurunkan beban penyakit (menular dan tidak menular) dan beban pembiayaan pelayanan kesehatan akibat penyakit. Prinsip dasar kota sehat (healthg cifg) dikembangkan dengan mengacu pada definisi kesehatan berdasarkan WHO dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Selain itu, pengembangan kota sehat juga mengacu pada:
Model Kota Sehat WHO Kota sehat adalah kota yang memberikan manfaat bagi manusia dan planet, yang mendorong partisipasi aktif dari warganya untuk mewujudkan kesejahteraan dan perdamaian. WHO mendefinisikan kota sehat ke dalam enam kategori yaitu peace, planet, place, people, participation, dan prosperitg. Selain WHO, Kementerian Kesehatan juga mendefinisikan kota atau kabupaten yang sehat sebagai kota yang bersih, nyaman, aman, dan sehat untuk dihuni warganya. b. Strategi Kota Sehat Cardiff Cardiff mengembangkan model kota sehat berdasarkan WHO European Nehaork of Healthg Cities. Model tersebut disusun bahwa kota sehat tidak hanya mengarah kepada perwujudan di skala kota saja, melainkan juga sebagai sebuah bentuk perwujudan dari upaya lainnya pada skala global. Model ini berfokus kepada beberapa hal utama, seperti lingkungan yang saling mendukung, gaya hidup sehat, dan rancang kota yang sehat. c. Strategi Kota Sehat Vancouver Strategi ini berbasis pada konsep A Healthg Citg for All: kota di mana semua terus berusaha untuk meningkatkan kondisi kota yang memberikan warganya kesempatan untuk menikmati tingkat kesehatan dan well-being yang setinggi mungkin. Untuk mewujudkan hal tersebut, Vancouver menekankan pada tiga aspek utama dalam kota yang menyehatkan yaitu warga yang sehat (healthg peoplel, komunitas yang sehat (healthg communitiesl, dan lingkungan yang sehlat (healthy enuironmentl. Seluruh aspek kota sehat ini dapat dipenuhi tidak hanya dari sektor kesehatan, namun perlu menjadi arus utama dalam pembangunan kota sehat dari sektor lainnya. 42 Pengembangan frametuork kota sehat di IKN perlu mempertimbangkan tiga aspek, mencakup: l) individu, 2) masyarakat, dan 3) lingkungan. Gambar 3-4 FrameuorkKota Sehat di IKN Sumber: Kementerian PPN/Bappenas, 2021 C.2.2 Pendldlkan Prinsip dasar pendidikan di KIKN secara keseluruhan akan diarahkan pada konsep pendidikan abad 2L yang selaras dengan visi pendidikan di KIKN, yaitu membangun ekosistem pendidikan terbaik untuk memenuhi kebutuhan talenta masa depan di klaster ekonomi serta menjadi teladan penyelenggara pendidikan tinggi dan meningkatkan taraf hidup. Arah peren"ana"r, konsep dan strategi pendidikan di KIKN didasarkan pada beberapa pertimbangan:
intervensi di tingkat kejuruan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan talenta dari klaster ekonomi baru karena sekitar 6oyo dai. proyeksi pekerjaan di tahun 2045 bersifat kejuruan;
pendidikan K-12 berkualitas tinggi menjadi kriteria utama untuk menarik minat pindahnya warga domestik dan asing serta menjadi prasyarat yang harus ada di IKN. Enam klaster ekonomi penggerak utama yang diperkirakan akan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat yang telah ditingkatkan kemampuannya (non-induced "uplift) dalam jumlah besar di IKN dan Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2045, yaitu industri teknologi bersih, farmasi terintegrasi, industri pertanian berkelanjutan, ekowisata, kimia dan produk turunan kimia, serta energi rendah karbon. Dengan memperkirakan karakteristik suplai talenta saat ini di IKN dan Kalimantan Timur, ekosistem pendidikan terbaik di kelasnya dirancang guna menyediakan suplai talenta yang andal dan tangguh di masa depan. IKN perlu meningkatkan sektor pendidikannya secara keseluruhan untuk terus memenuhi kebutuhan di semua klasternya (baik klaster baru maupun yang sudah ada). Beberapa fokus yang perlu diperhatikan di setiap tingkatan pendidikan di IKN adalah sebagai berikut:
Di tingkat kejuruan, IKN difokuskan pada peningkatan kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan dan fakultas untuk menyertakan bidang spesialisasi yang lebih relevan dengan tuntutan klaster baru dan bermitra dengan lembaga kejuruan lokal atau asing terkemuka untuk memperkenalkan perguruan tinggi yang lebih terspesialisasi untuk sektor-sektor seperti pariwisata dan agribisnis. b. Di tingkat perguruan tinggi, IKN difokuskan untuk bermitra dengan universitas terkemuka yang berkaitan dengan STEM untuk menawarkan pendidikan yang ditargetkan dan juga menjajaki universitas multi-fakultas kelas dunia ke IKN. Di samping itu, terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan sebagai langkah pengembangan perguman tinggi eksisting, yaitu sebagai berikut:
Perguruan tinggi eksisting melalui perluasan daya tampung diarahkan untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia berkualifikasi tinggi pada 6 klaster ekonomi penggerak utama. Semua ini harus didukung oleh fondasi K-12 yang kuat untuk membangun tenaga kerja yang tangguh di masa depan yang dilengkapi dengan keterampilan abad ke-21. C.2.3 KetenagakcrJaan Pembangunan sektor ketenagakerjaan ditandai dengan dua indikator utama, yaitu penciptaan lapangan kerja dan tingkat pengangguran terbuka. Proses pembangunan IKN direncanakan menjadi penggerak utama sekaligus faktor pengungkit dalam pembangunan ketenagakerjaan. Langkah yang diambil adalah dengan:
perincian kebutuhan tenaga kerja;
perincian ^jenis-jenis pelatihan yang dibutuhkan;
investasi pelatihan yang dibutuhkan;
pemanfaatan instrumen koordinasi ketenagakerjaan antar-pemangku kepentingan di daerah. Pada tahap awal pembangunan IKN, penciptaan lapangan kerja akan bertumpu sepenuhnya pada sektor konstruksi. Kebutuhan pembiayaan dan sumber daya pendukung untuk menunjang sektor konstruksi akan mendorong adanya investasi pada wilayah Kalimantan dan sekitarnya yang akan meningkatkan roda perekonomian. Pada tahap awal pembangunan IKN, penciptaan lapangan kerja diproyeksikan akan bertumpu pada sektor-sektor seperti konstruksi (75 persen), pemerintahan (20 persen), serta layanan pendukung (5 persen). Dalam ^jangka menengah dan panjang, pemindahan IKN akan menjadi sumber pertumtmhan ekonomi baru dan menjadi penggerak ekonomi untuk pulau Kalimantan dan sekitarnya. Sektor-sektor ekonomi dengan keunggulan komparatif dan kompetitif yang dikembangkan di IKN akan menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan dapat menurunkan kesenjangan. Penciptaan lapangan kerja baru akibat berkembangnya sektor jasa dan sektor ekonomi yang bernilai tambah tinggi akan menciptakan lapangan kerja yang memadai, serta dapat mengurangi ketimpangan antar-kelompok pendapatan. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah tingkat inklusivitas, dalam hal ini adalah pengikutsertaan peran masyarakat setempat sebagai pelaku utama pembangunan. Pada konteks pembangunan IKN, masyarakat setempat tidak hanya sebagai penonton tetapi sebagai pemain utama. Strategi untuk melibatkan tenaga kerja dari masyarakat lokal dapat dilakukan dari kegiatan pemetaan karakteristik tenaga kerja lokal, pemetaan kuota afirmasi tenaga kerja lokal, dan pelatihan tenaga kerja lokal (dalam bentuk pembekalan keterampilan (skillingl dan alih kompetensi (reskillingll. Untuk meningkatkan keahlian dan/atau membuat masyarakat sekitar memperoleh keahlian baru agar dapat berkontribusi dalam pembangunan IKN, maka transformasi balai latihan kerja (BLK) di sekitar IKN menjadi salah satu faktor penting di dalam penyerapan tenaga kerja masyarakat sekitar. D. PRINSIP. . , Penyediaan tanah untuk pembangunan IKN dilaksanakan melalui mekanisme pelepasan kawasan hutan dan mekanisme pengadaal tanah. Untuk pelepasan kawasan hutan, yang akan dilepaskan adalah hutan tanaman industri (HTI) di kawasan hutan yang telah diubah fungsinya menjadi hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) sehingga dapat digunakan untuk pembangunan IKN, yang dimohonkan pelepasannya kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pada tahap awal, lokasi pembangunan IKN diutamakan di lahan yang tidak ada pemilikan maupun penguasaan tanah, sehingga dapat meminimalisir potensi relokasi penduduk setempat ataupun pemberian ganti kerugian dalam bentuk lainnya. Namun demikian, jika pembangunan IKN diharuskan berada pada lokasi yang terdapat pemilikan maupun penguasaan tanah, maka akan dilakukan proses pengadaan tanah. Pengadaan tanah dilakukan dengan mekanisme pengadaan tanah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan di bidang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum atau pengadaan tanah secara langsung. Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dalam pembangunan IKN mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tatrun 2Ol2 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja (mengubah sebagian substansi Undang-Undang Nomor 2 Tahurr 2Ol2l, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2O2l tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 19 Tahun 2021 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021. Pengadaan tanah sesuai dengan peraturan perundangan tersebut telah memperhitungkan prinsip kehati-hatian, pemberian kompensasi yang memadai dan adil dengan musyawarah bentuk ganti kerugian sebagai konsekuensi dari proses pengadaan tanah, tahapan dan waktu penyelesaian yang terukur. Apabila ada keberatan dari pihak yang berhak memiliki atau menguasai tanah, maka pemberian ganti kerugian akan dititipkan di pengadilan (konsinyasi) sehingga pembebasan tanah tetap dilakukan dan pembangunan dapat tetap berjalan. Agar pengadaan tanah dapat segera dilaksanakan, maka KIL yar,g melakukan pembangunan pada lokasi di wilayah IKN bertindak sebagai instansi yang membutuhkan tanah, sebelum terbentuknya Otorita IKN. Tahapan pengadaan tanah pada wilayah IKN sesuai ketentuan peraturan perundangan adalah sebagai berikut: Gambar 3-5 Ketentuan Peraturan Perundangan untuk Pengadaa.n Tanah Subjek/pihak yang berhak mendapat ganti rugi adalah pemilik, penguasa, pengguna, dan pemanfaat tanah yang dapat dijelaskan melalui Gambar 3-6 sebagai berikut: Sumber: Kementerian PPN/Bappenas, 2022 Gambar 3-6 Subjek yang Berhak Mendapat Ganti Rugi Sumber: Pasal 18-28 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2O2l tentang Penyelenggaran Pengadaan Tanah bagi Pembargunan untuk Kepentingan Umuri 48 Objek pengadaan tanah dan penilaian besarnya ganti rugi oleh penilai dilakukan bidang per bidang tanah, yang meliputi enam objek pengadaan tanah yang dapat dijelaskan melalui Gambar 3-7 sebagai berikut: Gambar 3-7 Objek Pengadaan Tanah Sumber: Pasal 33 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2Ol2 tentang Pengadaan Tanah bag.i Pembangunan untuk Kepentingan Umum Selain melalui pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, pengadaan tanah di wilayah IKN juga dapat melalui pengadaan tanah secara langsung (business-to-business) seperti jual beli, hibat., rublag, pelepasan secara sukarela, atau bentuk-bentuk lain yang disepakati. D.2 Setelah perolehan tanah, Otorita IKN berwenang mengelola wilayah IKN dan diberi hak pengelolaan atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Pemberian hak pengelolaan tersebut dilakukan dengan memperhatikan hak atas tanah masyarakat dan hak atas tanah masyarakat adat. Di atas hak pengelolaan dapat diberikan hak atas tanah kepada orang perseorangan dan pihak lain dengan perjanjian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Di IKN diberlakukan pembatasan pengalihan hak atas tanah. pembatasan pengalihan hak atas tanah tersebut dilaksanakan dengan mewajibkan masyarakat yang akan mengalihkan kepemilikan atas tanahnya yang terletak di wilayah IKN untuk terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari otorita IKN sebelum melakukan tindakan pengalihan hak atas tanah kepada pihak lain dan diadministrasikan proses jual belinya oleh Kementerian Agraria dan E. PENGELOLAAN LINGKUNGAN Rencana pembangunan IKN yang mempertimbangkan prinsip dasar lingkungan hidup ditunjukkan dengan integrasi antara proyeksi populasi pada Rencana Induk IKN dan hasil analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (DDDTLH) pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Seluruh data fakta, analisis, dan konsep rencana dari Rencana Induk IKN diverilikasi kesesuaiannya dengan DDDTLH di dalam dokumen KLHS. Elemen Rencana Induk IKN yang harus diverifikasi adalah (1) tata ruang;
proyeksi populasi;
keanekaragaman hayati;
ketahanan pangan;
infrastruktur air;
infrastruktur energi; dan
infrastruktur limbah. Penerapan prinsip lingkungan di dalam Rencana Induk IKN mengarah pada terintegrasinya koridor ekosistem secara regional di wilayah IKN untuk menjamin terjaganya kekayaan keanekaragaman hayati yang ada di IKN sesuai dengan strategi yang tercantum di dalam Dokumen KLHS Masterplan IKN. Oleh karena itu, pengembangan lingkungan hidup difokuskan pada pemeliharaan ekosistem dan keanekaragaman hayati serta restorasi sistem jaringan hijau dan biru. Lahan-lahan yang sensitif secara ekologi, kawasan jelajah satwa, dan hutan yang penting untuk spesies yang terancam kepunahan atau sangat terancam kepunahannya dilindungi sebagai komponen penting untuk membangun struktur kota dan menentukan identitas yang unik bagi IKN. Lahan-lahan yang dapat dikembangkan diusulkan agar tidak mengganggu lahan-lahan ini dan serangkaian KPI ditetapkan untuk sepenuhnya mendukung konsep kota hutan. Untuk mencapai KPI IKN, yaitu 65 persen kawasan hijau alami, alokasi penggunaan kawasan hijau yang memiliki nilai guna bagi penduduk, seperti ekowisata dan ruang publik, dapat menjadi sumber nilai ekonomi dan rekreasi. Hal ini sama dengan kedudukan RTH kota sebagai pemenuhan kebutuhan konsumsi lahan penduduk, tetapi pada saat bersamaan menjadi kawasan hijau alami yang memiliki nilai lindung walaupun tidak setinggi kawasan lindung murni. Untuk memastikan tidak ada pengembangan tambahan di kawasan IKN sesual , . , sesuai dengan perencanaan dan untuk mencegah pertumbuhan penduduk yang terlalu tinggi, pemanfaatan ruang didasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Detail Tata Ruang. Upaya untuk melestarikan alam, memulihkan kawasan bekas tambang, mendukung ketahanan pangan, dan menunjang sistem infrastruktur yang efisien, dirancang untuk memberikan manfaat secara langsung bagi penduduk IKN sehingga menjamin kelayakan hidup penduduk dan menghormati batas-batas lingkungan alam. Pemanfaatan produksi pangan lokal yang dipenuhi oleh strategi ketahanan pangan IKN sejalan dengan strategi IKN, termasuk produksi pangan berbasis ekonomi sirkular (ciranlar economyl. r'. PRINSIP DASAR PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR F.1 Perumahan memegang peranan penting terhadap kesejahteraan masyarakat perkotaan, seperti dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Perumahan dapat menarik investasi dan menumbuhkan ekonomi perkotaan dengan efek multiplier yang sangat besar. Dalam menempatkan sektor perumahan sebagai episentrum dari pembangunan perkotaan, pembangunan perumahan di kawasan IKN bukan sekadar membangun unit rumah melainkan membangun perumahan tetap dalam kerangka holistik. Dalam mewujudkan KPI 6 (aman dan terjangkau), pembangunan perumahan perlu memastikan bahwa seluruh penduduk memiliki akses terhadap tipe hunian yang beragam melalui penerapan skema hunian berimbang (1: 2:
dan sesuai dengan kebutuhan serta menekankan keterjangkauan harga untuk berbagai kelompok pendapatan masyarakat, merespons pengaturan tempat tinggal yang berbeda-beda, dan menurunkan operasional yang umumnya diasosiasikan dengan hunian yang kompak dan memiliki akses terhadap infrastruktur penting pada tahun 2045. Dengan demikian, pembangunan perumahan dan permukiman baru perlu menciptakan sistem distribusi perumahan yang sehat sebagai upaya pencegahan perumahan kumuh pada masa depan. Upaya mewujudkan KPI 6 (aman dan terjangkau) ini sejalan dengan upaya pencapaian KPI 2 (Bhinneka Tlrnggal Ika) yang akan mengintegrasikan seluruh penduduk, baik penduduk setempat maupun pendatang. Untuk itu, pembangunan perumahan perlu memperhitungkan dimensi sosial. Perumahan di kawasan IKN didorong agar tidak membuat area perkotaan yang tumbuh menjadi tempat yang eksklusif, tetapi tetap menjadi tempat masyarakat untuk mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk seluruh kalangan (inklusif). Dengan terbukanya kesempatan tersebut, penyediaan akses perumahan akan mengedepankan manusia dan pemenuhan akan hak asasi manusia dalam pembangunan perkotaan yang berkelanjutan: hak atas hidup layak, hak atas layanan dasar, hak atas kesehatan, dan hak atas privasi. Konsep hunian eksisting yang umumnya berupa bangunan tunggal, tidak sejalan dengan arah pengembangan wilayah IKN untuk menjadi "Kota 10 Menit". Oleh karena itu, kebutuhan hunian dan fasilitasnya akan dimodifikasi melalui penggabungan berbagai layanan dalam satu bangunan dengan memperhatikan standar kenyamanan yang berlaku serta menyediakan hunian dalam bentuk rumah susun atau apartemen, dengan tetap memperhatikan standar minimal bagi tiap kebutuhan, seperti jabatan dan jumlah anggota rumah tangga. Beberapa asumsi yang menjadi dasar pembangunan perumahan adalah sebagai berikut:
Pembangunan perumahan terdiri atas perumahan aparatur sipil negara dan perumahan non-aparatur sipil negara (masyarakat umum). Penyediaan perumahan aparatur sipil negara akan difasilitasi oleh pemerintah dengan membuka kesempatan keterlibatan swasta. Sementara itu, penyediaan perumahan masyarakat akan menggunakan mekanisme pasar yang disediakan oleh pengembang swasta sesuai dengan proses bisnis yang ada di pasar perumahan setempat dan didukung dengan sistem pembiayaan perumahan yang efisien. Membangun sistem perumahan publik Qtublic housirql yang terdiri atas hunian sewa dan hunian milik dengan hak terbatas, baik primer maupun sekunder, diatur dan dikelola oleh pengelola perumahan dan permukirnan (estate managefi di bawah Otorita IKN, baik untuk perumahan aparatur sipil negara maupun perumahan non-aparatur sipil negara (masyarakat umum). b. Konsep pembangunan perumahan mengikuti rencana fungsi tata ruang, kawasan fungsi campuran, dan demografi heterogen di IKN yang mengacu pada penciptaan berbagai kegiatan dan fungsi dalam satu area lingkungan binaan (built enuironmenf). Demografi heterogen mengacu pada penciptaan percampuran penduduk berdasarkan karakteristik seperti usia, pekerjaan, pendapatan, etnis, dan ras.
Tinggal di hunian vertikal akan tercipta hunian dengan kepadatan ideal. Tantangan terletak pada pemeliharaan hubungan sosial yang harus dapat dijawab oleh desain hunian. 2) Tinggal di kawasan kompak semua kebutuhan terlayani dan dapat diakses dengan cepat dan mudah dijangkau. 3) Menerapkan teknologi cerdas dalam kehidupan untuk meningkatkan kenyamanan penghuni sekaligus menerapkan prinsip hidup berkelanjutan. Ketiga hal tersebut akan berimplikasi positif pada tersedianya ruang-ruang terbuka untuk publik ataupun lingkungan yang lebih luas jika dibandingkan kondisi di kota-kota besar saat ini. d. Perumahan aparatur sipil negara dengan spesifikasi hunian berorientasi pada kenyamanan serta berfungsi ganda sebagai hunian dan tempat bekerja, seperti tampak pada tabel berikut: Tabel 3-1 Spesifikasi Rumah Dinas bagi Pejabat Negara, ASN, TNI, dan Polri l-rl?i! Peruntukan Hunlan Tipe Rumah Luas Unit (m2) I Menteri/ Pejabat Tinggi Negara Rumah Tapak 580 2 Pejabat Negara Rumah Tapak 490 3 JPT Madya/ Eselon 1 Rumah Tapak 390 4 JPT Pratama/Eselon 2 Rumah Susun 290 5 Administrator / Eselon 3 Rumah Susun 190 6. Pejabat Fungsional dan staf lainnya Rumah Susun 98 Sumber: Kementerian PPN/Bappenas, 202 1 e Penyediaan perumahan dinas aparatur sipil negara/Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia memperhatikan proses transisi pegawai dan keluarganya, terutama pada 5 tahun pertama. Pada tahap awal pembangunan perumahan untuk aparatur sipil negara lTentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia akan dimulai pada tahun 2022 }: ingga 2024. Pengembangan ukuran unit didorong untuk mengikuti kelipatan modul unit rumah susun pada desain dasar yang dirancang oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk meningkatkan efi siensi penggunaan ruang. ?.2 Infrastruktur Persampahan IKN menargetkan 100 persen sampah ditangani dan diolah supaya dapat beralih dari pengelolaan sampah tradisional. Sampah dipisahkan pada sumbernya dan dikumpulkan dengan menggunakan berbagai cara untuk diolah secara terpusat. IKN akan mengadopsi strategi proyeksi konservatif 5 persen sampah non-organik akan langsung dibuang ke tempat penimbunan sampah. Fasilitasi daur ulang sampah sebagai fokus utama dari sistem pengelolaan sampah akan mengurangi volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA), sehingga memperpanjang umur TPA, serta mengurangi penggunaan lahan untuk TPA baru beserta gangguan dan aspek lingkungan. Di samping itu, barang hasil daur ulang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan produk baru. Pusat pengolahan sampah ditempatkan di suatu area pengembangan untuk mewujudkan sinergi ekonomi, mengurangi biaya transportasi dan operasi, serta memberikan kendali atas masalah lingkungan. Stasiun peralihan sampah akan berlokasi di setiap kawasan untuk memfasilitasi pengumpulan dan pemindahan sampah. Pembangunan fasilitas persampahan direncanakan untuk ditempatkan di luar kawasan lingkungan terlarang (no-go areal untuk menghindari dampak pada flora dan fauna sensitif serta area dengan nilai konservasi tinggi. Mengingat risiko tinggi pencemaran dari fasilitas persampahan, diperlukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebelum pembangunan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh pusat pengolahan sampah terhadap lingkungan dan sekitarnya. Selain itu, diperlukan juga investigasi lapangan yang lebih spesifik guna menetapkan kecocokan lokasi untuk TPA. F.3 Pengelolaan Alr Llmbah Untuk mencapai KPI 100 persen pengelolaan air limbah pada tahun 2035, air limbah diolah secara terpusat di instalasi pengolahan air limbah. Instalasi pengolahan air limbah akan membentuk sistem ganda untuk melayani IKN serta akan melayani industri dan permukiman yang ada di luar IKN. Pemilihan teknologi pengelolaan air limbah yang tepat bergantung pada sejumlah faktor fisik dan nonfisik. Teknologi yang paling tepat adalah teknologi yang memberikan tingkat layanan yang paling dapat diterima secara sosial dan lingkungan dengan biaya yang paling rendah. Sistem ganda direkomendasikan untuk melayani IKN, dengan memusatkan sistem pengolah di area neksus untuk mengurangi jarak antara sumber air limbah dan lokasi pengolahan sehingga dapat mengurangi panjang pipa yang dibutuhkan. Pada akhirnya sistem pengelolaan ini akan menghasilkan jaringan dengan sistem gravitasi. Sementara itu, air limbah akan diolah dan didaur ulang ke dalam pengolahan air (bukan untuk konsumsi). Selain itu, sistem saluran pembuangan limbah dirancang sebagai sistem terpisah dengan drainase. Strategi pengelolaan air limbah yang diusulkan untuk menargetkan 60 persen daur ulang timbulan air limbah pada tahun 2045 dirancang sesuai dengan visi IKN sebagai kota dengan perekonomian yang bersifat sirkular dan resilien. Timbulan air limbah dihasilkan oleh semua pengguna air dengan sistem sanitasi yang dialirkan melalui jaringan air limbah perkotaan. Strategi utama pengolahan air limbah mengacu pada komponen dari Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Setempat (SPALD-S) dan Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALD-T) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. F.4 Pengelolaan sumber daya air perkotaan bertujuan untuk memberikan keamanan akses air minum yang andal, sistem sanitasi yang layak, perlindungan sumber air dari polusi, dan pengurangan risiko banjir dalam satu sistem pengelolaan air terpadu. Strategi ini akan menerapkan prinsip kota spons (sponge citgl gu.na mengintegrasikan jaringan biru dan hijau, agar dapat memberikan manfaat kenyamanan dan kesehatan bagi penduduk IKN. Strategi pengelolaan air secara terpadu untuk melayani IKN diperlukan dalam memenuhi kebutuhan pengembangan dan kendala yang akan dihadapi oleh pembangunan IKN. Pendekatan pengelolaan air terpadu yang menggabungkan pengelolaan penggunaan air, limpasan air hujan, dan pengolahan air limbah, dengan mengadopsi pendekatan terintegrasi antara sistem pengelolaan air secara tradisional. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi sumber daya secara keseluruhan dengan pertimbangan yang cermat dalam penggunaannya, dan juga kontribusinya dalam sistem ekologi dengan tetap menghormati batasan alam. Hasil utama memanfaatkan pengelolaan air terpadu ini adalah menyediakan akses yang aman dan andal atas air minum, sanitasi yang efektif, serta melindungi saluran air dari polusi. Tiga Tiga elemen yang perlu digunakan dalam pengembangan pengelolaan air berkelanjutan di kawasan IKN meliputi (i) ketahanan, yaitu sistem air dapat beradaptasi dengan iklim dan pertumbuhan pada masa depan serta mengurangi risiko dan kerentanan; (ii) efisiensi, yaitu tingkat layanan terpenuhi secara memadai dengan menyeimbangkan permintaan dan kapasitas dan dengan investasi yang dilakukan secara tepat; serta (iii) kualitas, yaitu kesehatan masyarakat dan lingkungan terlindungi. Sistem pengairan IKN mencakup penggunaan sistem alami, seperti hutan, dataran banjir, penghijauan dan tanah, biasanya dikenal sebagai infrastruktur hijau, untuk berkontribusi dalam menyediakan pasokan air minum yang andal serta memberikan pelindungan terhadap banjir dan kekeringan. F.5 Fasllitas U Secara umum pengembangan fasilitas umum dan fasilitas sosial mehggunakan prinsip skala pelayanan, pencapaian dengan berjalan kaki, serta integrasi dengan kawasan. Prinsip-prinsip ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas fasilitas umum dan sosial bagi penduduk yang dilayaninya. Adapun untuk bangunan fasilitas bersama memiliki prinsip umum perancangan yang meliputi:
aksesibilitas;
konektivitas;
infrastruktur hijau;
pengelolaan;
keamanan; dan
tanggap bencana. Seiring dengan penambahan jumlah penduduk, jumlah fasilitas umum dan sosial ^juga perlu ditambah dari yang sudah diperhitungkan untuk kondisi saat ini untuk menunjang kebutuhan masyarakat. Asumsi kebutuhan untuk fasilitas yang digunakan untuk menentukan angka kebutuhan fasilitas, adalah sebagai berikut:
Penyesuaian yang dilakukan untuk menciptakan tata guna lahan yang lebih efisien, misalnya dengan mengombinasikan fungsi pelayanan publik dan pemerintahan dalam satu bangunan, adalah sebagai berikut: 11 i. Pelayanan Publik dan Pemerintahan 1) Kantor rukun warga (RW) dikombinasikan dengan ruang serbaguna dan perpustakaan untuk memungkinkan efektivitas lahan dan memastikan fasilitas tersebut dapat diakses dengan berjalan kaki dari area hunian. 2l Kantor kelurahan dikombinasikan dengan ruang serbaguna untuk memungkinkan efektivitas lahan dan memastikan fasilitas tersebut dapat diakses dengan l0 menit berjalan kaki dari simpul transportasi massal sekunder. 3) Kantor kecamatan dikombinasikan dengan ruang serbaguna untuk memungkinkan efektivitas lahan dan memastikan fasilitas tersebut dapat diakses dengan 10 menit berjalan kaki dari simpul transportasi massal utama. 4) Perkiraan kebutuhan lahan untuk kombinasi fasilitas ini diasumsikan berdasarkan koefisien dasar bangunan (KDB) dengan ketinggian bangunan. 5) Kantor polisi dan pemadam kebakaran dipisahkan dari kombinasi fungsi pelayanan publik dan pemerintahan karena karakter pelayanannya. Pelayanan Kesehatan 1) Pelayanan kesehatan dipisahkan dari kombinasi fungsi pelayanan umum dan pemerintahan karena karakter pelayanannya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko penyebaran penyakit terhadap fasilitas pelayanan lain beserta penggunanya. 2) Fasilitas yang disebutkan di atas diharuskan berada dalam capaian 10 menit berjalan kaki dari halte transportasi umum. 3) Fasilitas yang disebutkan di atas disarankan ditempatkan berdekatan dengan ruang terbuka umum dan fasilitas keagamaan, sesuai dengan skala pelayanannya. 4) Pelayanan Kesehatan Primer (Puskesmas, Klinik Pratama), Pelayanan Rujukan (Rumah Sakit), dan Laboratorium Kesehatan. a) Jumlah kebutuhan didasarkan pada jumlah kecamatan, rasio dengan jumlah penduduk serta karakteristik wilayah. Pemetaan kebutuhan tersebut juga memperhitungkan kebutuhan tenaga kesehatan yang akan bertugas pada fasilitas kesehatan serta mengikuti pola transisi demografi dan epidemiologi. Sementara itu, fasilitas umum dan fasilitas sosial di KIPP dibagi ke dalam empat kategori, yaitu sebagai berikut:
Skala Persil dan Distrik Fasilitas umum dan fasilitas sosial skala persil adalah fasilitas umum dan sosial yang memiliki skala pelayanan kurang dari 15.000 jiwa, dapat dicapai dengan berjalan kaki selama 5 menit, serta terintegrasi pada bangunan yang terletak di area yang bersifat semi publik. b. Skala Sub-Sub-BWP/Kelurahan Fasilitas umum dan fasilitas sosial skala Sub-Sub-BWP/kelurahan adalah fasilitas umum dan sosial yang memiliki skala pelayanan di antara 15.000 jiwa dan 30.000 jiwa, dapat dicapai dengan mobilitas aktif selama 10 menit, serta terletak di pusat distrik yang bersifat publik. c. Skala Sub-BWP Fasilitas umum dan fasilitas sosial skala Sub-BWP adalah fasilitas umum dan sosial yang memiliki skala pelayanan di antara 30.000 jiwa dan 200.000 jiwa, dapat dicapai dengan mobilitas aktif selama 20 menit, serta terletak di pusat kawasan yang bersifat publik. d. Skala KIPP Fasilitas umum dan, fasilitas sosial skala KIPP adalah fasilitas umum dan sosial yang memiliki skala pelayanan lebih dari 200.000 jiwa, dapat dicapai dengan berjalan kaki dan terintegrasi dengan transportasi publik. Keberadaannya terletak di area perkotaan dengan pencapaian baik dan dapat menjad i. landmark perkotaan. Di samping keempat kategori di atas, fasilitas yang didedikasikan khusus sebagai penunjang kinerja IKN dalam KIPP adalah fasilitas sosial budaya seni, fasilitas keagamaan skala nasional, fasilitas diplomatik, fasilitas pendidikan tinggi dan riset, serta fasilitas penunjang kota cerdas. F.6 Mobilitas dan Konektivitas Mobilitas transformatif dan terintegrasi yang berfokus pada kualitas hidup dapat digunakan sebagai pendorong ekonomi utama dan faktor pembeda untuk IKN, melalui penyediaan tempat dan jaringan yang terhubung dengan baik, mudah diakses, tangguh dan berorientasi pada masa depan. Sementara itu, prinsip dasar penyediaan transportasi dirancang untuk memenuhi semua KPI yang berkaitan dengan prinsip yang terhubung, aktif, dan mudah diakses. Aspek penting yang perlu menjadi pertimbangan adalah dampak pada lingkungan hidup dan sosial, integrasi tata guna lahan, strategi ekonomi, dan pertimbangan kelayakan dalam pengembangan infrastruktur. Dengan demikian, pertimbangan tersebut dapat menghasilkan rekomendasi konsep, prinsip, dan pedoman transportasi yang bersifat holistik, terfokus, dan dapat memberikan hasil yang sepadan dengan investasi yang dikeluarkan (ualue for monegl, serta dapat memfasilitasi dalam pencapaian tqjuan pembangunan IKN secara menyeluruh. Prinsip utama mengedepankan inovasi dan fleksibilitas serta memperhatikan berbagai kemungkinan pada masa mendatang. Adapun keenam strategi mobilitas adalah (1) kota yang terhubung, (2) kota yang kompak dan mudah dikembangkan, (3) kota yang berkelanjutan dan mudah diakses, (4) kota yang aktif dan ramah pejalan kaki, (5) kota yang efisien, aman, dan resilien, serta (6) kota yang siap menghadapi masa depan. F.6.1 Kota yang Terhubung Infrastruktur transportasi akan menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi dengan akses langsung di dalam IKN dan kawasan tiga kota serta akses ke jalur nasional dan internasional. Prinsip utama strategi transportasi Kota yang Terhubung meliputi:
konektivitas eksternal mengutamakan konektivitas eksternal dengan koneksi penumpang dan jaringan logistik yang cepat dan langsung dari/ke wilayah IKN dengan kota-kota di sekitarnya serta kawasan nasional dan internasional;
konektivitas internal mengutamakan koneksi transportasi massal yang cepat dan langsung antara subpusat IKN untuk memastikan konektivitas internal yang kuat dan pemanfaatan aglomerasi serta mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi; dan
pintu gerbang memanfaatkan perluasan gerbang udara dan laut yang ada dan koneksi yang sesuai dengan IKN serta memperkuat pengembangan kawasan tiga kota. Jaringan transportasi telah dikembangkan sesuai dengan strategi pembangunan ekonomi jangka panjang untuk memastikan koneksi penting antara pusat ekonomi dan infrastruktur transportasi utama, seperti bandara dan pelabuhan. Konektlvitas Kereta Api Regional Penilaian pada tingkat konsep mengenai potensi koridor kereta api dari Balikpapan ke IKN telah mempertimbangkan aspek-aspek penting, seperti di bawah ini:
Pertimbangan lingkungan, sosial, dan rekayasa teknis. Alinyemen koridor pada tingkat konsep telah disempurnakan untuk menghindari atau memitigasi kendala lingkungan dan sosial. b. Konektivitas sistem transit menghubungkan pelabuhan, bandara, Kota Balikpapan, KIPP, KIKN, dan KPIKN untuk mengintegrasikan pusat-pusat kegiatan di tiga kota. c. Selain konektivitas rel kereta api, konsep reljuga mencakup konektivitas rel regional untuk transportasi barang antara gerbang utama, seperti pelabuhan dengan kawasan industri. Keterhubungan Bus Konektivitas kereta regional akan didukung oleh layanan bus regional dalam wilayah KPIKN dan sekitarnya. Hal ini menjamin pilihan moda transportasi umum dan memungkinkan keterjangkauan yang lebih luas ke penduduk setempat serta yang terpencil. Meskipun rencana rute bus regional dianggap cukup fleksibel untuk ditetapkan secara operasional setelah KIKN beroperasi, strategi teknis ini mengusulkan pembangunan terminal bus antarkotaljarak jauh dalam area KIKN. Terminal bus ini akan menempati lokasi yang sama dengan stasiun gerbang sebagai stasiun kereta api regional pertama dalam batas KIKN saat bepergian dengan tujuan KIPP dan akan dikembangkan sebagai hub atau 'pusat' mobilitas utama yang memungkinkan pertukaran moda transportasi antara jalur kereta api regional dan koridor transportasi umum KIKN primer dan sekunder di KIKN. Konektlvltas Jalan Regional Infrastruktur ^jalan utama merupakan bagian dari strategi transportasi terpadu yang baru untuk wilayah IKN dan Provinsi Kalimantan Timur. Hal ini bertujuan untuk mendukung strategi jalan regional yang lebih luas untuk kawasan tiga kota dan Provinsi Kalimantan Timur, memperkuat koneksi penumpang dan logistik di tingkat regional antara pusat-pusat kegiatan utama dan pintu gerbang (pelabuhan dan bandara), menj awab kebutuhan transportasi umum berbasis ^jalan dengan mengakomodasi koneksi bus di dalam kawasan tiga kota, dan menghubungkan IKN dengan pusat kegiatan utama di sekitarnya di Provinsi Provinsi Kalimantan Timur. Sesuai dengan konsep koridor kereta api, strategi jalan regional juga menyediakan koneksi transportasi barang utama ke pusat kegiatan terkait dan infrastruktur transportasi utama serta gerbang (bandara dan pelabuhan). Pintu gerbang Utama (Bandara dan Pelabuhanf Gerbang udara dan laut merupakan simpul penting bagi IKN dalam menyalurkan sumber daya dan manusia untuk perjalanan nasional dan internasional. Gerbang ini terletak di dekat perkotaan dan berperan penting untuk mendorong konsolidasi dan pertumbuhan ekonomi IKN. IKN terhubung dengan jalan atau rel strategis ke gerbang utama serta memastikan jaringan transportasi yang terintegrasi antarpusat. Kapasitas pelabuhan yang ada dinilai untuk memenuhi permintaan kota barr pada masa depan. a. Bandara Bandara yang akan berdampak besar karena perkembangan IKN adalah Bandara Balikpapan, tetapi Bandara Samarinda juga berperan penting dalam menunjang infrastruktur bandara untuk IKN. Evaluasi mengenai strategi bandar udara harus mempertimbangkan pertumbuhan seluruh wilayah Kalimantan Timur karena daya serap bandara harus menjangkau seluruh provinsi. Proyeksi penduduk menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk terjadi secara signifikan antara tahun 2025-2045. Selanjutnya, untuk lebih menghubungkan jumlah penduduk dan perjalanan penumpang tahunan, analisis studi banding telah dilakukan untuk melihat total penduduk jika dibandingkan dengan penumpang per tahun sebagai tolok ukur kota-kota di seluruh dunia. b. Pelabuhan Pelabuhan utama yang terletak di sekitar area IKN akan berdampak besar untuk memungkinkan strategi ekonomi IKN. Dalam wilayah IKN, terdapat dua pelabuhan penting untuk dipertimbangkan dalam strategi konektivitas regional. Pelabuhan tersebut adalah:
Pelabuhan Semayang yang terletak di Teluk Balikpapan. Sebagai pelabuhan umum yang memiliki jalur pelayaran internasional, pelabuhan Semayang juga melayani rute penumpang jarak jauh; dan
Terminal Kariangau (KKT) berada lebih jauh ke pedalaman di Teluk Balikpapan, berfungsi sebagai pelabuhan kargo internasional. Semua proyek infrastruktur transportasi yang diusulkan akan memerlukan studi kelayakan yang terperinci untuk menyempurnakan kesejajaran dan spesifikasi. Studi-studi ini akan memitigasi dampak pada lingkungan dan kondisi sosial masyarakat. F.6.2 Kota yang Kompak dan Mudah Dlkembangkan T\rjuan utama dari rencana IKN adalah menciptakan kota masa depan yang tidak bergantung pada kendaraan pribadi dengan konsep pengembangan kawasan berorientasi transit atau transit oriented deuelopment (TOD). T\rjuannya adalah agar komunitas dapat tinggal, bekerja, dan bermain dengan layak, sebuah komunitas yang memungkinkan lebih banyak pejalan kaki, pesepeda, dan pengguna transit, serta dapat mengurangi kebutuhan perjalanan harian dan kota yang kompak. Dengan demikian, prinsip utama dari strategi mobilitas kota yang kompak dan mudah dikembangkan meliputi:
memastikan pengembangan terpadu dan terhubung yang mendekatkan masyarakat dengan kawasan bisnis;
memusatkan pembangunan transportasi terpadu dan perencanaan tata guna lahan melalui TOD yang mengurangi kebutuhan untuk bepergian;
mempertimbangkan IKN sebagai serangkaian area pengembangan (deuelopment cell) terpisah yang harus tumbuh secara organik dari waktu ke waktu untuk menghindari pertumbuhan tak terkendali di seluruh area sehingga TOD menjadi kerangka utama; dan
menyediakan layanan untuk mendukung konsep tinggal, bekerja, dan bermain di tingkat area pengembangan serta memastikan ^jaringan transit yang berkualitas sejak awal guna mewujudkan misi kota yang tidak bergantung pada kendaraan pribadi. Ruang lingkup untuk Strategi Kota yang Kompak dan Mudah Dikembangkan meliputi:
modul yang kompak dan mudah dikembangkan sebagai "blok/area pembangun" kota yang dapat dilalui dengan berjalan kaki;
transportasi terpadu dan perencanaan tata guna lahan, khususnya melalui TOD; dan
pengurangan kebutuhan untuk melakukan perjalanan ^jauh. IKN direncanakan terdiri atas lingkungan kompak dan berdensitas/ kepadatan tinggi yang berfungsi sebagai blok pembangun kota. Adapun lingkungan ini menerapkan konsep tata guna lahan campuran (mixed-use) untuk mendukung pengurangan kebutuhan akan perjalanan dan menyediakan semua fungsi yang diperlukan untuk memastikan akses 10 menit ke semua fasilitas daiar dan umum serta ruang hijau terbuka yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki, bersepeda, atau menggunakan kendaraan otonom (menggalakkan gaya hidup aktif dengan bedalan kaki, bersepeda, dan berkendara dengan mobil otonom Qtalk-cgcle-ridell. Perlu ditekankan bahwa ToD tidak semata-mata terbatas pada proyek properti yang berdekatan dengan simpul transit. Sejumlah prinsip TOD tercantum di bawah ini untuk menunjukkan bagaimana konsep TOD diintegrasikan, Gambar 3-8 Prinsip Pembangunan Berorientasi Transit untuk IKN Sumber: Kementerian PPN/Bappenas, 2O2O T\rjuan utama dari kerangka pengembangan IKN adalah mengurangi kebutuhan perjalanan, mewujudkan visi TOD sejak awal, dan menciptakan komunitas dinamis yang memungkinkan perjalanan dengan kendaraan pribadi yang lebih sedikit, waktu tempuh yang lebih pendek, dan perjalanan dengan moda berkelanjutan yang lebih banyak. Hal itu dapat memberikan manfaat bagi IKN seperti:
memastikan... Prinsip Pembangunan Berorientasi Transit Contoh Ilustrasi Rencana Konsep 1. Mengembangkan lingkungan yang menggiatkan berjalan kaki; transportasi umum berkualitas tinggi;
Merencanakan penggunaan, pendapatan, dan demografi multi-fungsi;
Mengoptimalkan kepadatan dan menyesuaikan kapasitas transit;
Menciptakan wilayah dengan perjalanan transit singkat; dan
Meningkatkan mobilitas dengan mengatur parkir dan penggunaan jalan. __ 2. Mengutamakan jaringan mobilitas aktif;
Menciptakan jaringan jalan/jalur yang padat;
Menemukan lokasi pembangunan di dekat b. mengurangi kebutuhan infrastruktur dan dengan demikian dapat menekan biaya modal;
mendukung kota tanpa emisi; dan
mendukung perubahan perilaku perjalanan. Konsep lahan mked-use dan strategi yang bertahap direncanakan untuk meminimalkan perjalanan antara kawasan dan penyediaan fasilitas umum, seperti sekolah dan kawasan komersial yang cukup untuk kebutuhan dalam setiap kawasan. Rancangan penggunaan lahan dan strategi transportasi saat ini menunjukkan bahwa persentase perjalanan internal yang sangat tinggi, yaitu lebih dari 80 persen, dimungkinkan selama jam sibuk. Hal itu berarti setiap kawasan berfungsi mandiri dan terkoneksi dengan baik ke bagian lain KIKN sehingga memungkinkan kepadatan dan tingkat keterjangkauan yang tinggi yang ditujukan untuk mengurangi kebutuhan perjalanan, mengurangi beban infrastruktur dan biaya bertransportasi, dan menghemat waktu serta dukungan yang lebih baik untuk mobilitas aktif dan angkutan umum. Gagasan kota yang kompak dan mudah dikembangkan untuk IKN merupakan sebuah upaya yang seiring dan sejalan serta memungkinkan penahapan yang fleksibel dan berkelanjutan untuk ibu kota. a. Setelah sebuah simpul TOD sudah dihuni secara penuh dan dilayani secara efektif oleh layanan transit dan fasilitas umum, barulah area pengembangan TOD yang bersebelahan akan mulai difungsikan. b. Dari perspektif mobilitas, hal ini memungkinkan jaringan transportasi untuk ditambahkan atau diperpanjang secara bertahap yang diselaraskan sepenuhnya dengan tata guna lahan sehingga menciptakan jaringan transportasi yang dapat dikembangkan sesuai dengan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Gagasan tersebut juga menunjukkan penyediaan transportasi yang bersifat mandiri di setiap tahap perkembangan, tidak hanya dari segi kebutuhan mobilitas, tetapi juga sejalan dengan strategi penahapan untuk konsep ualue for moneg. c. Konsentrasi lalu lintas yang ditimbulkan berkat tata kota yang kompak akan . menghasilkan kebutuhan transportasi yang cukup untuk penyediaan layanan transit berfrekuensi tinggi dengan konsep berjalan kaki, bersepeda, dan pemanfaatan transportasi umum berbanding penggunaan kendaraan pribadi. F.5.3 Kota yang Berkelanjutan dan Mudah Diakses Memprioritaskan transportasi umum dan mobilitas rendah emisi guna menciptakan tempat yang berkelanjutan dan menyediakan sistem transportasi yang adil bagi masyarakat. Prinsip utama dari lapisan strategi mobilitas Kota yang Berkelanjutan dan Mudah diakses meliputi:
penyediaan angkutan massal berkualitas tinggi sebagai tulang punggung semua layanan mobilitas;
penyediaan hierarki dan opsi moda transportasi umum secara terintegrasi, mulai dari koridor strategis hingga koneksi jarak jauh, yang dapat diakses secara merata oleh semua penduduk;
target sebesar 80 persen dari semua perjalanan dilakukan dengan transportasi umum atau mobilitas aktif di seluruh kawasan IKN, bahkan hingga 90 persen untuk simpul-simpul kepadatan tertinggi;
target bagi semua warga IKN berada dalam radius 10 menit dari transportasi umum;
penekanan prinsip tanpa emisi untuk transportasi umum dan kendaraan pribadi;
penyediaan lebih banyak rute langsung dan prioritas untuk transportasi umum dibandingkan dengan kendaraan pribadi;
pusat-pusat atau hub mobilitas, yakni titik-titik integrasi yang ditempatkan secara strategis guna mendukung inovasi mobilitas pada masa mendatang;
penetapan langkah-langkah kebijakan atau peraturan pendukung seperti pemberian subsidi yang besar (atau tanpa pungutan biaya) untuk pengguna transportasi umum;
penyediaan sistem pembayaran terpadu antara transportasi umum berbasis jalan dan rel; dan
penyediaan kerangka kerja pemerintah terpadu untuk merencanakan, mengelola, dan memantau sistem transportasi kota. Untuk mewujudkan kota yang berkelanjutan dan mudah diakses, hierarki transportasi umum yang terintegrasi diusulkan untuk menunjukkan angkutan massal berkualitas tinggi dan dapat menjadi tulang punggung semua layanan mobilitas. Hierarki transportasi umum terdiri atas berbagai jenis layanan yang menangani kebutuhan mobilitas tertentu. Hierarki transportasi umum akan mendukung rencana tersebut dan membantu memaksimalkan pilihan mobilitas melalui berbagai moda dan konektivitas tanpa batas yang mencakup:
koridor regional, yaitu koneksi regional langsung dan ekspres yang menyediakan konektivitas eksternal dari/ke stasiun pintu gerbang regional IKN;
koridor primer, yaitu angkutan massal yang menghubungkan modul IKN berkepadatan tinggi, pusat aktivitas terbesar, pintu gerbang, dan hub transit utama. Koridor utama berpusat di sekitar Jalur IKN Utara-Selatan dan Jalur IKN Timur-Barat. Teknologi harus didasarkan pada kebutuhan dan tata guna lahan sesuai dengan penahapan pembangunan yang dapat berupa kereta kota, angkutan cepat massal (MRT), hingga kereta ringan. Adapun prioritas akan diberikan pada kendaraan otonom dan tanpa emisi;
koridor sekunder, yaitu transportasi umum berkualitas tinggi yang menghubungkan modul kepadatan menengah ke jaringan utama. Teknologi harus didasarkan pada kebutuhan dan tata guna lahan pada tahap masterplan yang terperinci, tetapi dapat berupa trem/trem listrik dan bus rapid transit (BRT) hingga koridor bus berkualitas. Adapun kendaraan beremisi rendah dan tanpa emisi akan diprioritaskan; dan
koridor tersier, yaitu meskipun tidak ditampilkan secara detail untuk skala kota ini, koridor tersier akan membantu memenuhi kebutuhan tingkat lokal dan intrakomunitas dan memungkinkan konektivitas jarak tqiuan awal dan akhir l"first/ last milel ke ^jaringan primer dan sekunder. Koridor ini termasuk bus pengumpan, angkutan kendaraan yang terhubung dan otonom atau connected autonomous uehicle (CAV), layanan first/ last mile lair,nya, dan jaringan pusat mobilitas. Untuk mencapai target KPI sebesar 80 persen untuk perjalanan yang dilakukan dengan moda transportasi umum dan mobilitas aktif KIKN (mode-s haringl, usulan rencana transportasi dan tata guna lahan terpadu telah dianalisis untuk menentukan prakiraan perjalanan dan pembagian moda pada jam sibuk tertentu. Analisis awal menunjukkan bahwa KPI dan sasaran kebijakan yang dicapai dalam setiap zona di. KIKN menunjukkan bahwa tingkat perjalanan dengan transportasi umum dan mobilitas aktif adalah sebesar 80 persen atau lebih. Hal itu menunjukkan bahwa koridor primer dan sekunder yang diusulkan berfungsi secara efektif dengan distribusi tata guna lahan dan konsep kota ramah pejalan kaki yang dijelaskan kemudian untuk menjadi pilihan mobilitas yang lebih menarik daripada kendaraan pribadi berbasis jalan raya. Agar Agar transportasi umum menarik animo masyarakat, jaringan transportasi umum harus dapat dijangkau dengan mobilitas aktif. Jika dibandingkan dengan ^jaringan tersier yang dibangun sangat luas untuk menjamin konektivitas ftrst/ last mile, sistem transportasi umum perlu menyediakan layanan berfrekuensi tinggi dan berkapasitas besar yang dapat mengakomodasi potensi lonjakan penumpang selama jam sibuk seraya tetap memelihara aspek kecepatan dan kenyamanan dalam perjalanan. Jaringan bus diarahkan untuk melayani penumpang dari jaringan jalan raya sekunder ke pusat transportasi umum primer dan sebaliknya. Jaringan tersebut juga menghubungkan koridor tersier masa depan sebagai penyedia layanan jarak jauh first/ last mile. Jaringan dikembangkan dengan menggunakan pendekatan yang membagi area KIKN menjadi tiga bagian untuk menciptakan area layanan yang lebih terfokus dengan panjang rute yang nyaman untuk perjalanan bus perkotaan. Hub-Lutb mobilitas ini akan memungkinkan IKN untuk menyelenggarakan penyediaan kebutuhan mobilitas yang lebih terintegrasi, tanpa kendala, dan siap untuk menyongsong masa depan dengan menggabungkan inovasi-inovasi utama. Komponennya dapat terdiri atas:
transportasi umum, yaitu angkutan massal, bus I shuttle interchange, fasilitas ruang tunggu yang disempurnakan, informasi jadwal secara real- time, dan layar transit dinamis;
mobilitas aktif, yaitu fasilitas pejalan kaki, kendaraan mobilitas pribadi (PMD), fasilitas parkir sepeda, fasilitas reparasi/ penyimpanan sepeda, penyewaan sepeda, dan informasi rute yang dinamis;
parkir, yaitu sentra parkir bersama, lokasi antarjemput khusus Qtick-up drop-off atau PUDO), trotoar fleksibel, tumpangan bersama (ride sharingl sesuai dengan kebutuhan, pemakaian kendaraan pribadi bersama (car shaing, sistem parkir cerdas, pengisian daya kendaraan listrik, dan kendaraan otonom terkoneksi (CAV); dan
logistik, yaitu pusat pengiriman paket serta ekspedisi last-mile (e-trike, drone, atau automatic uehicle (AV) ^jika berlaku). Meskipun angkutan umum merupakan moda yang berkelanjutan dari sudut pandang kesehatan lingkungan hidup, IKN juga mengadopsi inisiatif untuk memastikan bahwa penyediaan transportasi memprioritaskan prinsip rendah emisi (net zero emissionl. Beberapa aspek kunci untuk mendukung tujuan nef zero emission mencakup:
sistem berkemampuan digital untuk memastikan penggunaan sumber daya yang dioptimalkan dan efisiensi yang menuntut tindakan responsif untuk meminimalkan konsumsi energi dan sumber daya;
prioritas pada penggunaan material bangunan dengan konsumsi energi dan jejak karbon yang rendah (lou embodied carbonl untuk konstruksi atau peralatan yang sedapat mungkin berasal dari sumber-sumber lokal atau hasil daur ulang;
penggunaan bahan dan teknologi dengan dampak lingkungan yang positif atau dengan tingkat kerugian minimum, contohnya berupa material pengerasan jalan alternatif yang dapat mengurangi efek urban leat island atau yang dapat mengurangi konsumsi energi kendaraan; dan
pengelolaan sumber daya yang cermat, termasuk energi, material, dan peralatan / kendaraan yang mengadopsi pendekatan siklus hrdup (life cgclel dan mendorong ekonomi sirkular yang mempertimbangkan penurunan produksi limbah secara optimal dan mendorong pemulihan nilai. Dalam strategi kota yang berkelanjutan dan mudah diakses ini, penduduk lokal yang sebagian besar tinggal di lokasi yang berdekatan dengan kawasan utama bagian selatan dapat mengakses KIKN dan KIPP melalui perluasan jaringan jalan primer dan sekunder. Adapun perluasan jaringan ini memungkinkan layanan bus sekunder dan tersier, seperti rute bus regular, untuk memenuhi kebutuhan komunitas lokal dengan menghubungkannya ke lokasi utama atau pusat mobilitas di KIKN dan KIPP. F.6.4 Kota yang Akttf Kota yang aktif dan ramah pejalan kaki didesain untuk mengutamakan pejalan kaki daripada kendaraan. IKN dibangun untuk menyediakan kawasan pejalan kaki sehinggga menjadikan IKN sebagai tempat yang layak untuk tinggal, bekerja, dan bermain. Prinsip utama dari strategi kota yang aktif dan ramah pejalan kaki mencakup, tetapi tidak terbatas pada hal-hal berikut ini: menggabungkan jaringan koridor jalur hijau strategis untuk mobilitas aktif-koneksi/jalur untuk mobilitas aktif yang melengkapi dan memamerkan aset alam IKN;
inisiatif wilayah bebas kendaraan: memungkinkan inovasi dengan jalan dan area bebas kerrdaraan di kota;
jaringan mobilitas aktivitas dengan konektivitas tinggi: menyediakan jaringan mobilitas aktivitas yang luas, khususnya konektivitas first/ last mile, dengan kualitas tertentu ke jaringan transit (dengan beg'alan kaki, bersepeda, dan Personal Mobility Deuice (PMDI) yang akan diintegrasikan dengan penuh dengan ^jaringan transportasi umum;
lingkungan yang dapat dilalui dengan berjalan kaki dan mengutamakan manusia: memfasilitasi tempat-tempat dinamis dengan lingkungan yang dapat dilalui dengan berjalan kaki dan peka terhadap iklim tropis serta merencanakan jalan yang mengutamakan manusia sebagai bagian dari konsep mouement and place;
iklim mikro yang mendukung: membantu menggerakkan mobilitas aktif pada iklim tropis, faktor iklim mikro akan dimasukkan ke dalam perencanaan dan desain IKN;
desain inklusif: guna mendukung akses, semua prinsip IKN didesain dengan baik sehingga dapat menghilangkan hambatan antara ruang fisik dan komunitas. Para lanjut usia, penyandang disabilitas, dan mereka yang memiliki masalah mobilitas sering kali membutuhkan lebih banyak bantuan untuk mengatasi hambatan fisik di kota. Pada tataran strategis, jalur hijau f aringan hijau), koridor ekologi, jalur pejalan kaki, dan jalur sepeda tidak hanya menawarkan peluang besar untuk mobilitas berbasis rekreasi, tetapi juga terintegrasi dengan jaringan transportasi umum di berbagai titik yang secara signifikan meningkatkan konektivitas antarmoda. Adapun pada tataran yang lebih mikro, jalan bebas kendaraan bermotor merupakan koridor akses mendasar sebagai penunjang kehidupan masyarakat yang dinamis. Jalan bebas kendaraan bermotor ini menawarkan lingkungan aman berkecepatan rendah untuk pejalan kaki dan moda aktif, seperti sepeda dan PMD, untuk berbagi ruangjalan dan secara aktif berinteraksi dengan fasad bangunan. Ruang-ruang ini juga akan terbuka untuk layanan transit tersier, seperti angkutan otonom (CAV) yang menyediakan koneksi lokal atau transit. Pada tingkat desain, faktor iklim mikro akan sepenuhnya dimasukkan ke dalam rencana IKN untuk membantu menstimulasi mobilitas aktif di iklim tropis. PITES I DEN REPUBLIK INDONESIA 70 F.6.5 Kota yang Eflslen, Ama!, dan Reelllen Sistem koridor transportasi baru yang mewujudkan desain berbasis prinsip yang digabungkan dengan jalan akan membentuk ekosistem yang tidak membebani lingkungan. Prinsip utama dari lapisan strategi mobilitas kota yang efisien, aman, dan resilien meliputi beberapa hal berikut:
mewujudkan hierarki transportasi baru dan ekosistem jalan yang mengutamakan manusia dan menyeimbangkan kembali prioritas terhadap transportasi umum, tumpangan bersama, pesepeda, dan pejalan kaki;
menerapkan strategi pengangkutan inovatif yang memisahkan lalu lintas kargo dan penumpang, melakukan lalu lintas kargo strategis di pinggiran kota, memencarkan pusat-pusat konsolidasi, menggalakkan solusi ramah lingkungan, dan mengadopsi solusi teknologi baru;
mendesain koridor jalan utama yang akan menjauhkan lalu lintas yang sibuk dan strategis dari lingkungan hunian masyarakat, memprioritaskan rute yang lebih cepat untuk transportasi umum, dan menawarkan banyak pilihan dan titik masuk dan keluar kota demi membangun resiliensi;
mengadopsi intelligent transport system,s (ITS) dari solusi teknologi baru yang dapat berdampak positif pada masyarakat, lingkungan, dan ekonomi IKN;
menyediakan lapisan kebijakan pendukung dengan opsi yang dapat mencakup penetapan harga jalan secara elektronik, kontrol kepemilikan kendaraan, dan pusat parkir bersama yang berlokasi strategis (tidak ada tempat parkir pribadi);
memasukkan pendekatan baru untuk persimpangan jalan yang menyeimbangkan prioritas untuk kendaraan bermotor menuju transportasi umum, tumpangan bersama, pesepeda, dan pejalan kaki;
menyediakan kebijakan pendukung dengan opsi yang dapat mencakup penetapan harga jalan secara elektronik, kontrol kepemilikan kendaraan, dan pusat parkir bersama yang berlokasi strategis (tidak ada tempat parkir pribadi); serta h. menyeimbangkan prioritas untuk kendaraan bermotor menuju transportasi umum, tumpangan bersama, pesepeda, dan pejalan kaki. Jaringan ^jalan IKN didasarkan pada pemisahan antara lalu lintas strategis dan lingkungan masyarakat, pengutamaan ntte transportasi umum yang lebih cepat, dan penjaminan keterjangkauan di tingkat regional dan kota. Berikut ini adalah uraian ^jaringan ^jalan dalam kawasan perkotaan: Integrasi IKN dengan komunitas lokal juga menjadi pertimbangan penting untuk memastikan bahwa semua warga memiliki akses ke KIKN dan KIPP. Jalan telah direncanakan sesuai dengan kelayakan klasifikasi yang dapat mendukung strategi transportasi umum secara keseluruhan di kawasan KIKN, yaitu penduduk lokal akan dilayani oleh layanan bus sekunder dan tersier. Penyediaan jalan untuk IKN mematuhi prinsip-prinsip praktik baik hierarki jalan internasional. Adapun hal ini dilakukan untuk memastikan keselarasan dengan penggunaan fungsional jalan, keterjangkauan yang memadai, penyelarasan dengan konsep daerah cakupan yang dapat dilalui dengan berjalan kaki, serta ^jarak persimpangan yang tepat dari perspektif efisiensi dan keselamatan lalu lintas. Rencana yang terperinci dan desain jaringan transportasi yang dilakukan pada tahap berikutnya akan mencerminkan pedoman jarak jalan khusus untuk KPIKN. Koridor kota sekunder dengan jalur bus khusus untuk sebagian jaringan transportasi umum sekunder dan layanan pengumpan tersier. Koridor ini mengakomodasi perjalanan perkotaan di dalam KPIKN dan menghubungkan ke jalan akses lokal. Jalur lalu lintas digunakan oleh semua kendaraan termasuk taksi, baik konvensional maupun digital (e-haitl, dan kendaraan kecil lainnya yang menuju ke area ritel dan komersial. Jalur sepeda khusus dan jalur kendaraan mobilitas aktif tersedia dengan jelas pada kedua sisi jalan demi menciptakan sirkulasi dan ruang publik yang aman bagi pejalan kaki. Kendati serupa dengan koridor perkotaan primer, koridor sekunder memiliki ruang khusus yang lebih luas untuk menyediakan layanan angkutan transit berkualitas tinggi sebagai bagian dari jaringan transportasi umum sekunder. Koridor ini mengakomodasi lalu lintas perkotaan yang memfasilitasi perjalanan antar-area pengembangan. PR ES IDE N REPI.IBLIK INDONESIA Kemudian koridor kota yang strategis mengakomodasi kendaraan berat (terutama barang) dan hanya diperuntukkan perjalanan regional. Jalan tersebut akan digunakan oleh bus transportasi umum daerah tanpajalur transit khusus. Karena mobilitas aktif lebih difokuskan di wilayah perkotaan, mobilitas aktif tidak diprioritaskan dalam jenis jalan ini, tetapi koridor mobilitas aktif/ taman hijau terpisah. Dengan menggabungkan aplikasi cerdas dan pemilihan teknologi digital yang tepat di berbagai moda transportasi, solusi transportasi cerdas (lTS) dapat mendorong efisiensi untuk memastikan sistem transportasi IKN yang aman, andal, dan berkelanjutan. Beberapa strategi ITS yang akan disediakan dalam IKN, antara lain, informasi perjalanan dan la1u lintas multim oda real-time, tindakan manajemen insiden, dan sistem manajemen parkir. Langkah-langkah ITS akan diperlukan untuk meningkatkan sistem transportasi umum, seperti tiket pintar yang terintegrasi, tindakan prioritas, data analisis real-time, dan manajemen yang akan dibutuhkan. Strategi logistik kota akan memanfaatkan sistem manajemen loading baA dan sistem operasi armada untuk memaksimalkan efisiensi. Ada banyak elemen ITS yang dapat dimanfaatkan IKN dalam rencana masa depannya, dua bidang utama dijelaskan lebih lanjut di bawah ini:
Sistem dan operasi: ITS membantu IKN dalam mencapai tujuan untuk meningkatkan keselamatan, mengoptimalkan infrastruktur atau ruang jalan yang tersedia, meningkatkan pilihan transportasi, memberikan perbaikan lingkungan, dan mengelola peristiwa yang direncanakan dan tidak direncanakan. b. Penetapan Harga Mobilitas: sistem ITS dapat mendukung penerapan harga mobilitas dan inisiatif utama lainnya untuk IKN jika dipertukan pada masa mendatang. IKN perlu mempertimbangkan aspek resiliensi dalam desain sistem infrastruktur perkotaan, terutama dalam aspek transportasi sehingga kota dan penduduknya mampu mengelola gangguan lingkungan, bencana a1am, guncangan sosial dan ekonomi, serta tekanan pada masa depan yang kompleks dan terus berubah. Strategi mobilitas IKN mencakup sistem mobilitas yang tangguh yang dapat memberikan layanan multimoda yang beroperasi dengan lalrcar (seamless), siap dengan sistem redun dansi (redundancgl, andal, efisien, fleksibel, dan tanggap terhadap guncangan dan tekanan tersebut. Sehubungan dengan sifat resiliensi yang terintegrasi, IKN hanrs dipahami sebagai sistem holistik yang menghubungkan strategi transportasi dengan aspek lain, seperti strategi ekonomi, air, energi, infrastruktur limbah dan jaringan yang terkait, serta serta akan saling bergantung dengan sistem lainnya dan dengan demikian menjadi suatu landasan bagi perlunya sistem yang tangguh. Strategi parkir yang menyeluruh untuk IKN diusulkan untuk mendukung campuran moda kota, yaitu 80 persen angkutan umum dan mobilitas aktif dan l: ,anya 20 persen perjalanan dengan kendaraan pribadi. Oleh karena itu, pertimbangan utama dari strategi tersebut mencakup:
semua fasilitas parkir akan digunakan bersama melalui konsep shared parking yang disediakan dalam hub mobilitas;
^jumlah ruang parkir di dekat kawasan berkepadatan tinggi akan jauh lebih sedikit dibandingkan yang berkepadatan sedang dan rendah;
strategi digital dan TIK yang memungkinkan pengelolaan kebutuhan parkir akan diterapkan untuk memastikan kenyamanan dan efisiensi penyediaan parkir;
ruang parkir akan dirancang untuk kemampuan beradaptasi sehingga ruang parkir dapat digunakan kembali untuk keperluan lain seiring dengan berkurangnya perjalanan mobil pribadi sejalan dengan peningkatan pengguna angkutan umum, berbagi tumpangan, dan peningkatan kerja j arak j auh. Pada tataran strategis, IKN dapat membantu penerapan strategi logistik atau pengangkutan yang inovatif. Strategi tersebut berupaya untuk mewujudkan hal-hal berikut:
memisahkan lalu lintas barang dengan penumpang demi keselamatan di jalan raya dan manfaat efisiensi;
memusatkan lalu lintas barang strategis di pinggiran kota dalam koridor transportasi yang melayani gerbang eksternal utama. Cara ini dapat membebaskan daerah pusat dan yang berkepadatan tinggi dari kendaraan angkutan berat serta meningkatkan pemanfaatan rute, waktu operasional, dan protokol keamanan;
menempatkan pusat-pusat konsolidasi tingkat makro di jalur-jalur pengangkutan strategis ;
menggalakkan solusi logistik yang ramah lingkungan dan mengadopsi teknologi baru yang mendukung inovasi pengiriman jarak jauh seperti sepeda motor listrik, drone, dan AY. Koridor angkutan strategis merupakan bagian dari strategi pengangkutan/ logistik berlapis untuk IKN. Konsep strategi pengiriman barang/ logistik bertujuan untuk menciptakan sistem logistik yang efisien dan berdampak minim terhadap lalu lintas kota dan meningkatkan keselamatan dari aspek transportasi. Strategi tersebut terdiri atas hierarki yang telah ditentukan rentangnya mulai dari tingkat regional hingga sampai ke tujuan akhir. Tingkat regional sebagai tataran tertinggi meliputi bandara kargo, pelabuhan kargo, rel barang, dan angkutan truk besar. Selanjutnya, muatan logistik tersebut akan dikelola ke dalam pusat konsolidasi primer untuk didistribusikan ke moda transportasi yang lebih kecil dan lebih ramah lingkungan dan kemudian dikirimkan ke tingkat kota KIKN. Langkah selanjutnya adalah melakukan konsolidasi dalam skala yang lebih kecil, yaitu pusat konsolidasi komunitas, yang bangunannya diintegrasikan di kawasan perkotaan. Terakhir, barang pada tahap final akan didistribusikan ke tqjuan akhir dengan menggunakan transportasi first/ last mile. Pertimbangan utama lainnya untuk pusat konsolidasi mencakup hal berikut:
Lokasi: lokasi pusat konsolidasi harus terhubung dengan jaringan jalan raya dan terintegrasi dengan kebutuhan baik untuk distribusi maupun layanan pengiriman sesuai dengan persyaratan operasional kota atau operasi rantai pasokan industri IKN. b. Ukuran: skala pusat konsolidasi ditentukan oleh volume dan penyebaran lalu lintas yang diproses setiap harinya. Pusat konsolidasi umumnya akan mencakup area yang digunakan untuk pemindaian keamanan, penyimpanan di luar lokasi, fasilitas barang yang didinginkan dan dibekukan, tempat bongkar muat, fasilitas untuk pengemudi dan pengangkut barang, dan aktivitas lainnya. c. Jenis Kendaraan: pengiriman yang dilakukan oleh kendaraan kecil lalu diganti dengan kendaraan yang lebih besar dan sebaliknya. Jenis armada khas yang digunakan dalam model hierarki ialah hub-and-spoke. Keberhasilan strategi pengangkutan barang/ logistik sangat terkait dengan kebutuhan logistik bisnis dan industri. Sebagai kota yang masih hijau, IKN menawarkan kesempatan untuk secara holistik mengembangkan peralatan standar dan perangkat pendukung, prosedur operasional standar, proses pergerakan, dan konsolidasi dalam hubungan dan integrasinya dengan pelbagai industri yang dibangun dan dikembangkan di dalam IKN. F.6.6 Kota yang Siap Menghadapi Masa Depan Strategi ini mendorong inovasi dan prioritas untuk menghadapi masa depan, serta membantu mengelola prinsip:
tempat masa depan, yaitu tempat untuk mewujudkan konsep tinggal, bekerja, dan bermain yang nyata melalui penggunaan lahan terintegrasi, mobilitas dan pembangunan tempat dengan ruang yang dapat disesuaikan, pembangunan yang kompak dan terhubung, dan pemberian insentif pada moda mobilitas aktif;
perjalanan masa depan, yaitu perjalanan yang merangkul inovasi untuk meningkatkan perjalanan melalui mobilitg as a seruice (MaaS), pencarian rute dinamis dan mode mobilitas masa depan, termasuk kendaraan listrik atau electric uehicle (EV), serta kendaraan yang terhubung dan otonom (CAV) untuk transportasi umum;
data masa depan, yaitu data yang memungkinkan investasi yang lebih tepat sasaran, berdampak nyata, dan efisien dalam layanan dan infrastruktur transportasi dengan memanfaatkan big data untuk lebih memahami perilaku dan pergerakan pengguna ke, dari, dan sekitar IKN;
^jalan masa depan, yaitu ^jalan yang memprioritaskan moda dan pola mobilitas di seluruh IKN agar mengutamakan transportasi umum dan mobilitas aktif serta membuat jalan yang lebih fleksibel dan mudah beradaptasi pada siang hari;
parkir masa depan, yaitu parkir yang mengelola kebutuhan perparkiran (manajemen supplg and demandl, sentra parkir bersama, dan memungkinkan struktur parkir yang dapat disesuaikan untuk digunakan kembali sebagai bukti penerapan CAV di masa depan; dan
logistik masa depan, yaitu logistik yang mengadopsi pengiriman pintar dan logistik yang terkonsolidasi, terpisah, dan efisien. F.7 Infrastruktur Energi Rencana Induk IKN mengusulkan 100 persen kebutuhan listrik tahunan IKN dipasok oleh pembangkit listrik terbarukan, antara lain, pembangkit listrik tenaga (PLT) surya atau solar farm dan PLT surya atap (panel surya atap). Untuk memenuhi kebutuhan sekaligus mengatasi pasokan listrik tenaga surya yang tidak stabil, IKN akan terhubung dengan sistem ketenagalistrikan Kalimantan. Selama periode iradiasi rendah, IKN akan mengambil pasokan yang dibutuhkan dari sistem ketenagalistrikan Kalimantan. Selama periode puncak, energi surya yang berlebih akan disimpan dan diekspor ke sistem ketenagalistrikan Kalimantan. Solusi penyimpanan energi yang dapat dipertimbangkan di antaranya baterai dan hidrogen. Sistem transportasi kota IKN menggunakan perpaduan penggunaan kendaraan, yaitu berbasis listrik dan hidrogen. Berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan listrik untuk penggunaan kendaraan listrik dan hidrogen, proyeksi kebutuhan listrik sekitar 900 Mwh/hari selaras dengan visi net zero emission IKN. Total kebutuhan tersebut seluruhnya dapat dipasok oleh sistem karena hasil perhitungan tersebut lebih kecil 4 persen dari total proyeksi konsumsi listrik untuk KPIKN. Sistem ketenagalistrikan IKN terdiri atas berbagai sumber listrik, seperti pembangkit solar farm, panel surya atap, panel surya penerangan jalan, dan panel surya terapung. Oleh sebab itu, kemampuan jaringan untuk mendistribusikan pasokan listrik dari pembangkit tersebar diperlukan integrasi dalam pemenuhan kebutuhan listrik pada setiap waktu. IKN direncanakan mengaplikasikan smart grid, yaitu sistem jaringan yang memungkinkan aliran listrik dan data dua arah dengan teknologi komunikasi digital untuk mendeteksi, bereaksi, dan secara proaktif beradaptasi dengan perubahan penggunaan dan berbagai masalah meliputi:
transmisi listrik yang lebih elisien;
respons lebih cepat untuk mengubah pasokan dan permintaan listrik;
pemulihan listrik yang lebih cepat setelah gangguan listrik;
pengurangan biaya operasional dan manajemen untuk utilitas;
manajemen beban yang lebih efisien;
peningkatan integrasi sistem energi terbarukan berskala besar dan terdistribusl dan g. integrasi yang lebih baik dari sistem pembangkit listrik pemilik-pelanggan (misalnya panel atap di IKN). Untuk ^jaringan transmisi dan distribusi, direncanakan semua kabel berada di bawah tanah dalam ^jaringan utilitas terpadu. Meskipun ada biaya yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ^jaringan di atas tanah louerleadl, jaringan transmisi dan distribusi di bawah tanah memiliki sejumlah manfaat tambahan yang meliputi:
pelindungan dari cuaca buruk, seperti hujan lebat, angin kencang, dan sambaran petir; dari sabotase; darr dampak visual untuk estetika perkotaan yang lebih baik.
c Dengan diterapkannya smart grid., terdapat banyak perang)rat internet of things, snatt fiEters, sensors, dan relags yang terhubung ke jaringan listrik. Secara inheren, konsep ini berisiko akan banyak titik masuk untuk serangan siber. Oleh karena itu, diperlukan tindakan yang tepat untuk melindungi alur informasi dan sinyal kontrol yang luas dalam jaringan. Program kearnanan siber yang baik harus dirancang sejak awal sebagai bagian integral dari sistem keamanan. Program tersebut mencakup pencegahan dan pertahanan dari serangan, identifikosi, autentikasi dan kontrol akses, serta protokol komunikasi dan ^jaringan. Semua komponen yang ada di dalam jaringan harus dimasukkan dalam program ini, termasuk pengguna akhir. Standar keamanan siber yang jelas juga diperlukan untuk semua perangkat yang akan terhubung lre jaringan listrik, termasuk perangkat konsumen mencakup snart metet dan sistem platowltaic (PV) berbasis rumah. IKN direncanakan menggunakan carnpuran gas hidrogen dan gas alam sebagai sumber dari gas kota agar sejalan dengan visi IKN dengan net zero emi,ssion. Meskipun ga.s alam dianggap sebagai sumber energi bersih, gas alam tidak dapat diperbarui. Oleh karena itu, direncanakan IKN agar memproduksi dan mengekspor energi surya yang setara dengan jumlah energi yang digunakan dari gas alam untuk mencapai KPI 100 persen energi terbarukan, Untuk memfasilitasi penahapan peningkatan pasokan hidrogen, KIKN akan dibagi menjadi tiga klaster. Setiap klaster akan memiliki proporsi hidrogen dan gas alam yang berbeda dalam campurannya. Klaster pertama dan kedua terdiri atas sel-sel pengembangan yang akan dikembangkan hingga tahun 2038 dan akan disuplai oleh 20 persen hidrogen dan setidaknya 80 persen gas alam. Sel- sel ini dibagi menjadi dua klaster guna memfasilitasi transisi pada masa mendatang menuju campuran gas dengan persentase yang lebih tinggi. Klaster ketiga terdiri atas sel-sel pengembangan yang akan dikembangkan sekitar tahun 2038 hingga tahun 2045 dan akan disuplai oleh minimal 80 persen gas hidrogen. Wilayah di luar KIKN yang masih termasuk kawasan KPIKN seperti kawasan militer, kawasan industri, dan beberapa pemukiman yang lebih padat akan dilayani oleh ^jaringan gas kota mandiri. Proporsi pasokan untuk wilayah ini adalah 20 persen hidrogen dan 80 persen gas alam. Untuk kepentingan jangka panjang atau setelah tahun 2045, rancangan jaringan gas kota perlu memiliki fleksibilitas untuk diubah menjadi jaringan gas kota berbasis 100 persen hidrogen yang terintegrasi di dalam satu sistem. Penggunaan sistem pemisahan klaster sejak awal akan membantu memfasilitasi transisi ini pada masa depan. Sifat fleksibel dari ^jaringan distribusi gas kota ini ditunjang dengan kemampuannya dalam menampung gas alam (NG) dan gas hidrogen. Fleksibilitas ini dapat dicapai dengan memastikan bahwa bahan pipa yang digunakan sesuai untuk menyalurkan gas alam (NG) dan gas hidrogen (pipa polietilena). Selain itu, peralatan pengurang tekanan harus dirancang agar mampu menahan laju aliran yang berbeda dari gas alam (NG) ataupun gas hidrogen (melalui sistem kontrol). F.8 Infrastruktur Teknologl, Informasl, dan unlkasi Pusat data akan disusun guna melayani sistem data dan teknologi informasi (TI) pemerintah, yakni pusat data pemerintah pusat dan pusat data tepi. Pusat data ini direncanakan berada di area KIPP dan akan dibangun pada Tat,ap 2. Penyediaan Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) bertujuan untuk memenuhi prinsip "Kenyamanan dan Efisiensi melalui Teknologi" dalam mendukung target KPI terkait: (i) ketersediaan 100 persen konektivitas digital dan TIK bagi seluruh warga dan bisnis melalui penyediaan infrastruktur konektivitas TIK, (ii) peringkat uery high dalam egouemment deuelopment index (EGDI) oleh PBB; dan
(iii) lebih dari 75 persen kepuasan bisnis dengan perangkat layanan digital melalui penyediaan infrastruktur dasar bagi konektivitas TIK guna memungkinkan diterapkannya inisiatif kota cerdas dengan infrastruktur TIK sebagai berikut: Jaringan 5G atau ^jaringan generasi terbaru memungkinkan pembagian (slicingl, yakni teknik pembagiah satu infrastruktur jaringan fisik menjadi beberapa jaringan virtual dengan peningkatan signifikan pada lebar pita (banduidth) dan latensi. Setiap ^jaringan virtual yang dihasilkan dari pembagian jaringan tersebut akan memunculkan jaringan terpisah yang utuh dan dioptimalkan untuk digunakan bagi keperluan bisnis tertentu serta berbagai layanan dan aplikasi yang terbagi dalam tiga kategori umum, yaitu sebagai berikut:
Broadband seluler (mobile broadbandl yang ditingkatkan, yaitu aplikasi yang menghadirkan banduidth dan throughput yar: g tinggi dari jaringan dengan kecepatan data tinggi (high data rate) untuk suara, video, dan augmented realitg;
Komunikasi ultra-andal (ultra-reliable) dan dengan latensi rendah, yaitu rangkaian fitur yang dirancang untuk mendukung aplikasi penting, seperti manajemen lalu lintas cerdas, jaringan cerdas, serta sistem transportasi cerdas; dan
Komunikasi mesin yang masif, yaitu aplikasi yang menyediakan koneksi ke sejumlah besar perangkat secara intermiten sehingga mewadahi sejumlah kecil trafik seperti limbah cerdas dan lampu ^jalan cerdas. Rencana Induk mengusulkan agar IKN membangun infrastruktur fisik yang diperlukan untuk mendukung ^jangkauan 5G atau jaringan generasi terbaru untuk wilayah KIKN secara progresif sebelum mencapai jangkauan penuh untuk wilayah berpenduduk pada Tahap 5. Sistem 5G atau jaringan generasi terbaru akan dikembangkan secara bertahap yang sejalan dengan Tahap Ekonomi dan Tata Ruang. Inti dari pemindahan IKN ke Kalimantan adalah pemindahan pusat pemerintahan yang terdiri atas eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sehubungan dengan itu, pemindahan IKN tidak terlepas dari pemindahan aparatur sipil negara sebagai pegawai yang bekerja di instansi pemerintah pusat. Pemindahan IKN akan menjadi momentum reformasi birokrasi mela-lui upaya perbaikan tata kelola pemerintahan pada tingkat pusat yang efektif dan efisien melalui berbagai rencana sebagaimana tertuang pada uraian di bawah ini. G.1 Pemindahan IKN dan Momentum Penerapan Srnart, @aernance dt IKN Pemindahan aparatur sipil negara ke IKN merupakan momentum penerapan tata kelola pemerintahan yang efektif dan efisien, yang berangkat dari prakondisi bahwa IKN dibangun dengan visi sebagai'Kota Dunia untuk Semua'. Selain itu, kenyataan menunjukkan bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, gelombang penetrasi internet secara masif, serta munculnya pandemi COVID-l9 telah mengubah wajah dan cara kerja pemerintahan menjadi berbasis fleksibilitas serta konektivitas digital. Reformasi Kelembagaan dan Birokrasi juga menjadi salah satu komponen dari salah satu Pilar Pembangunan Indonesia pada Visi Indonesia 2045 yaitu 'Pemantapan Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Kepemerintahan". Sasaran pembangunan Bidang Aparatur iaLat. tenuujudnga tata kepemerintahan gang baik, bersih" dan berutibauta gang berdasarkan hukum serta birokrasi gang profesional dan netral. Dalam kerangka reformasi birokrasi dan tata kelola, dilaksanakan berbagai strategi sebagai berikut:
Penguatan implementasi manajemen aparatur sipil negara dilakukan melalui penerapan manajemen talenta nasional aparatur sipil negara, peningkatan sistem merit aparatur sipil negara, penyederhanaan eselonisasi, serta penataan jabatan fungsional. b. Penataan kelembagaan dan proses bisnis dilakukan melalui penataan kelembagaan instansi pemerintah dan penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik terintegrasi. c. Reformasi sistem akuntabilitas kinerja dilakukan melalui perluasan implementasi sistem integritas, penguatan pengelolaan reformasi birokrasi dan akuntabilitas kinerja organisasi, serta reformasi sistem perencana€rn dan penganggaran; dan Dalam perkembangannya saat ini, paradigma pemerintahan yang diterapkan di IKN mengarah pada konsep pemerintahan pintar yang efektif dan efisien iebagai salah satu pilihan karena karakteristiknya selama ini sebagai inti penyelenggaraan kota cerdas dengan memanfaatkan peluang penerapan reformasi birokrasi yang didukung oleh nilai-nilai partisipasi, transparansi, dan efisiensi, baik dalam pengambilan kebijakan, penyelenggaraan pelayanan publik, maupun penyelenggaraan pemerintahan secara umum. Secara spesifik, tiga elemen terpenting yang wajib dipenuhi dalam penerapan pemerintahan pintar meliputi (i) organisasi pemerintahan yang berkaitan dengan komitmen, responsivitas, dan manajemen operasional; (ii) partisipasi publik yang berkaitan dengan bagaimana dan sejauh mana bentuk partisipasi yang bisa dilakukan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan; dan (iii) penggunaan teknologi yang berkaitan dengan bagaimana dan seperti apa bentuk pemanfaatan teknologi digital dalam mendorong tata kelola partisipatif dan kolaboratif dengan empat upaya yang akan dilakukan seperti tampak pada Gambar 3-9 berikut: Gambar 3-9 Kerangka Penerap an Snart Gouenance Sumber: Kementerian PPN/Bappenas, 2021 PRES IOEN REPUELIK INDONESIA G.2 Agesmen Pemlndahaa Kementerien/Lerbaga dan Aparatur Stpil Negara ke IKN Gambar 3- 10 Asesmen Skenario Kementeria-n/Lembaga Pemindahan KIL yang dapat mendukung peran IKN sebagai pusat pemerintahan mempertimbangkan tata urutan kelembagaan pemerintahan sebagaimana tertuang dalam undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, serta efektivitas penyelenggaraan pemerintahan pada tingkat pusat yang terbagi dalam lima klaster. Terdapat beberapa lembaga yang direncanakan untuk tidak dipindahkan karena mempertimbangkan peran, tugas, dan fungsi yang penyelenggaraannya akan lebih optimal jika tidak dipindahkan ke IKN. Adapun rincian asesmen skenario pemindahan K/L dapat dilihat sebagai berikut: Sumber: Kementerian PPN/Bappenas, 202 i G.3 Keraagka Perencanaan Tahapan Ponladahaa Aparatur slpll lyogara dan Unlt Organlsasl Kementerlan/Leabaga Lc II(N secara umum, pemindahan KIL dan aparatur sipil negara ke IKN mengikuti algoritma yang terdiri atas tiga bagian, yakni (i) tetapkan skenario unit organisasi yang disusun oleh K/L yang dipindahkan ke IKN; (ii) tetapkan skenario aparatur sipil negara yang disusun oleh K/L yang akan dipindahkan k9 IKN; dan (iii) tetapkan skenario keluarga, yang disusun oleh tiap aparatur sipil negara yang akan dipindahkan ke IKN dengan ilustrasi pada Gambar 3-1 1: Gambar 3- 11 Kerangka Perencanaaa Tahapan pemindahan Kementerian/ Lembaga dan ASN ke IKN Sumber: Kementerian PPN/Bappenas, 2021 Unlt Organlsasl l(emeaterlan/Lerrbaga yang Dlptndahkan Le IlflI Pelaksanaan asesmen unit organisasi K/L yang akan dipindahkan ke IKN dilakukan oleh setiap K/L dengan mempertimbangkan koridor sebagai berikut:
Tingkat kepentingan/urgensi unit organisasi yang dipindahkan pada klaster awal karena:
berkaitan langsung dengan perumusan kebijakan; IiJDONESIA 3) unit organisasi berfungsi sebagai unit pelayanan publik (mempertimbangkan jumlah layanan yang masih berpusat di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta);
Unit organisasi yang berfungsi sebagai unit pelayanan publik berpotensi tidak dipindahkan ke IKN (mempertimbangkan jumlah layanan yang masih berpusat di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta). Visi transformasi cara kerja baru di IKN, antara lain adalah kantor bersama (shared-officel, pengaturan kerja yang fleksibel (flexible uorking arrangementl, dan visi pemerintahan pintar. Sebagai catatan pertimbangan, unit organisasi dengan mandat perumusan kebijakan akan lebih efektif jika dekat dengan pimpinan K/ L, dengan jumlah aparatur sipil negara lebih sedikit dari unit organisasi yang memiliki tugas dan fungsi pelayanan. Selain itu, unit organisasi yang terkait pelayanan publik akan lebih efektif jika dekat dengan penerima layanan (masyarakat dan dunia usaha) yang membutuhkan aparatur sipil negara dalam ^jumlah yang lebih banyak. G.5 Koridor Asesmen Aparatur Stptl Negara yang Dtptndahkan ke IKN Setelah dilakukan asesmen terhadap unit organisasi K/L, selanjutnya dilakukan pelaksanaan asesmen aparatur sipil negara yang akan dipindahkan ke IKN. Pelaksanaannya dilakukan oleh setiap unit kepegawaian KIL dengan koridor sebagai berikut:
aparatur sipil negara dengan tingkat pendidikan minimal Diploma 3 (D-3);
memperhatikan batas usia pensiun;
data kinerja aparatur sipil negara dengan mempertimbangkan 20 persen pegawai merepresentasikan kinerja 80 persen pegawai; dan
data penilaian potensi dan kompetensi. ASING/ o RGANISASI INTERNASIONAL KE IKN IKN merupakan pusat pemerintahan Indonesia yang baru, termasuk untuk pelaksanaan kebijakan pemerintah di bidang diplomasi dan pelaksanaan hubungan luar negeri dengan negara akreditasi. Sebagaimana diatur dalam l-*l Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik, Kedutaan Besar berlokasi di Ibu kota Negara serta mempertimbangkan pelaksanaan politik luar negeri yang strategis dan optimal meliputi pelaksanaan hubungan luar negeri dengan negara mitra, kerja sama internasional baik bilateral, regional, maupun global, serta pelayanan publik atau kekonsuleran lainnya. Dengan demikian, kedudukan perwakilan negara asing (PNA), termasuk organisasi internasional (OI) yang berada di Jakarta, harus turut pindah ke IKN di komplek diplomatik (diplomatic compounQ dengan menyesuaikan tahapan dan lini masa yang telah disusun. Pembangunan IKN yang barr- juga berpotensi dapat mendorong pemerintah asing yang sebelumnya belum memiliki kedutaan besar di Jakarta, untuk langsung membangun misi diplomatik/kedutaan ataupun perwakilannya di IKN. Hal ini nantinya dapat berdampak pada perluasan kerja sama bilateral dengan negara mitra baru dan pengembangan hubungan dan kerja sama internasional. Perpindahan PNA dan OI ke lokasi IKN yang baru juga akan memberikan dampak dan kontribusi yang positif bagi pengembangan kota IKN, misalnya kerja sama internasional, baik investasi, kerja sama pembangunan kota, maupun perdagangan dan jasa. Selain itu, pemindahan tersebut juga akan mendorong peningkatan pembangunan sektor lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja. Apabila merujuk data pada tahun 2Q21, telah teridentifikasi sejumlah PNA dan OI yang akan didorong perpindahannya dari Jakarta ke lokasi kawasan diplomatik di KIPP, yaitu diperkirakan sebanyak kurang lebih 104 kedutaan besar dan 3 I organisasi internasional. Selain kedutaan besar dan organisasi internasional, terdapat pula perwakilan pemerintahan asing lain yang juga berlokasi di Jakarta terdapat sebanyak 25 konsul kehormatan dan 2l misi ASEAN. Kedudukan Konsul Kehormatan ini tidak perlu direalokasikan di IKN, sedangkan perwakilan asing untuk misi ASEAN tidak berpindah karena mempertimbangkan Sekretariat ASEAN berkedudukan di Jakarta. Status lahan bagi PNA dan OI di area tersebut diperuntukkan keperluan diplomatik. Jangka waktu perpindahan PNA dan OI ke IKN baru diharapkan berlangsung dalam jangka waktu 10 tahun setelah tanggal penetapan status IKN. Tabel 3-2 Realokasi IKN Baru Bagi PNA dan OI Sumber: Kementerian PPN/Bappenas, 2020 I. Perumusan Rencana Induk Sistem dan Strategi Pertahanan dan Keamanan di IKN diawali dengan kajian yang melibatkan para pakar pertahanan dan keamanan, yang selanjutnya dikoordinasikan dan dikonsolidasikan bersama Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Siber dan Sandi Negara, dan Badan Intelijen Negara serta Lembaga pertahanan dan keamanan lainnya. Rencana Induk Sistem dan Strategi Pertahanan dan Keamanan bertumpu pada pilar ^pertahanan, Keamanan, Keamanan Siber dan Intelijen, Rencana Induk Sistem dan Strategi Pertahanan disusun dengan menyesuaikan dan mengacu pada Undang-Undang Pertahanan, Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia, Undang-Undang Intelijen Negara, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, perpres Kebijakan Umum Pertahanan Negara, dan Kebijakan penyelenggaraan Pertahanan Negara. Realokasi PNA dan OI ke IKN Baru fungsi representasi. Beberapa dukungan dan fasilitasi yang perlu dipersiapkan oleh Pemerintah Indonesia 3. Penyediaan lahan kantor PNA dan OI di area komplek diplomatik. __ 4. Mekanisme pemindahan PNA/OI pada fase transisi serta penyediaan fasilitas layanan diplomatik PNA dan OI.
Sarana dan prasarana IKN yang menunjang operasional kegiatan PNA dan OI. Skenario 1. PNA/OI memindahkan kantor perwakilannya ke IKN baru. 2. PNA/OI membuka kantor perwakilan di IKN baru sebagai Pembangunan pertahanan di IKN tidak terlepas dari pembangunan pertahanan negara yang bertujuan untuk membangun kekuatan pertahanan tangguh yang memiliki kemampuan penangkalan sebagai negara kepulauan dan negara maritim. Untuk menangkal, menyangkal, dan menghancurkan ancaman pertahanan, sistem dan strategi pertahanan berlapis ditempuh dengan pertahanan cerdas (smart defensel yaitu sinergi antara hard defense berupa pertahanan militer dan soft defense berupa pertahanan nirmiliter. Selanjutnya pertahanan cerdas ini disinergikan dengan diplomasi total sebagai wujud dual strategi sistem pertahanan. Pembangunan pertahanan negara, baik pertahanan militer maupun pertahanan nirmiliter diselenggarakan secara terpadu dengan mengacu pada sistem pertahanan negara yang bersifat semesta dan yang diarahkan pada beberapa hal berikut:
Pembangunan Postur Pertahanan Negara Pembangunan pertahanan negara dilakukan untuk mewujudkan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter menuju kekuatan maritim regional yang disegani di kawasan Asia Timur dengan prinsip defensif aktif (actiue defense) dan berlapis (lageredl dalam rangka menjamin kepentingan nasional. Usaha pertahanan negara diselenggarakan melalui pembangunan postur pertahanan negara secara berkesinambungan untuk mewujudkan kekuatan, kemampuan, dan gelar. Pembangunan postur pertahanan militer diarahkan pada pemenuhan Kekuatan Pokok Strategis (Strategic Essential Force) komponen utama dan menyiapkan komponen pertahanan lainnya. Sementara itu, pembangunan postur pertahanan nirmiliter diprioritaskan pada peningkatan peran kementerian dan/atau lembaga dalam menghadapi (a) ancaman, (b) kemampuan pengelolaan sumber daya nasional, serta (c) sarana prasarana nasional sesuai dengan tugas dan fungsi masing- masing guna mendukung kepentingan pertahanan negara. b. Pembangunan Sistem Pertahanan Negara Pembangunan sistem pertahanan negara yang terintegrasi terdiri atas pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter yang diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan meningkatkan efektivitas serta efisiensi koordinasi dalam penyelenggaraan pertahanan negara. c. Pembangunan Kelembagaan Pembangunan kelembagaan pertahanan militer ataupun pertahanan nirmiliter diselenggarakan guna mewujudkan kekuatan yang terintegrasi dalam pengelolaan pertahanan negara melalui penguatan dan penataan ulang serta restrukturisasi kelembagaan. Konsep lain sistem pertahanan di IKN adalah gerbang maritim virtual (uirtual maritime gatel. Gerbang maritim virtual merupakan sebuah gerbang modern dengan memanfaatkan elemen-elemen pembangun gerbang berupa sistem teknologi modern dengan arsitektur imajiner untuk memastikan pergerakan orang, barang, atau instrumen lainnya, seperti kapal baik di permukaan ataupun bawah laut dapat terkuantifikasi dengan tepat. Posisi gerbang maritim virtual IKN Indonesia akan diletakkan di Selat Makassar, yang diapit oleh dua pulau besar yaitu Kalimantan dan Sulawesi. Fungsi dari gerbang maritim virtual IKN di Selat Makassar adalah untuk mengidentifikasi segala bentuk objek terapung ataupun objek bawah air yang melintasi Selat Makassar menuju IKN. Arsitektur gerbang maritim virtual IKN di Selat Makassar dibangun dengan menggunakan elemen-elemen sistem teknologi modern yang ada saat ini. Elemen-elemen teknologi terdiri atas sensor, platfurm buoy, sistem komunikasi, ground data terminal, sofiuare analisis data, dan human interfae tuntuk kebutuhan pengambilan keputusan. Elemen sistem teknologi gerbang maritim virtual IKN di Selat Makassar terdiri atas dua modul sistem deteksi dini terapung, yaitu dua modul ground data terminal, dan pusat kendali informasi. Modul sistem deteksi dini terapung merupakan sistem deteksi yang mampu mendeteksi pergerakan objek di permukaan dan bawah laut serta yang mampu data-data digital ke pusat kendali informasi. Selain itu, sistem deteksi dini terapung ^juga mampu menyediakan catu daya yang independen. Elemen teknologi sistem deteksi dini terapung terdiri atas platform buog, catu daya, sensor aktif dan pasif, receiuer, transmitter, dar: micro controller. Modrul ground data terminal adalah sistem teknologi yang berfungsi untuk menangkap semua data yang berasal dari sistem deteksi dini terapung . Ground data terminal merupakan sistem yang berada di daratan daerah terdekat dengan sistem deteksi dini yang masih memungkinkan untuk melakukan komunikasi internet dengan memanfaatkan ^jaringan telekomunikasi yang telah ada. Data yang telah diterima oleh ground data terminal selanjutnya diteruskan ke pusat kendali informasi. Jenis data yang diterima ini diklasifikasikan berdasarkan sensor yang menerima data tersebut. I.1 Sistem Keamanan IKN Selain sistem pertahanan, di IKN akan dikembangkan juga sistem keamanan yang canggih dan modern. Sistem keamanan IKN akan didukung oleh keamanan cerdas (smarf securitgl yang mengusung konsep sistem keamanan terpadu, terintegrasi, dan mampu memprediksi bahaya, bencana, dan tindak pidana di lokasi melalui pemanfaatan peranti perlengkapan keamanan (seanrity sAstem sgstem suppofl. Konsep smart security ^yartg akan dibangun di IKN pada tahap awal ini akan menyasar pada terwujudnya safe and seanre citg. Konsep keamanan cerdas IKN secara garis besar dibagi meqjadi dua, yaitu ^(1) pelayanan kepolisian dan (2) pencegahan kejahatan (reducing cime/ preuentionl. Pelayanan kepolisian dibagi menjadi (1) Sistem Pengamanan Kota Modern (Sispam Kota Modern);
Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas (Kamseltibcarlantas) Modern;
Layanan tanggap darurat lemergency ^and ^response; ^serta ^(4) ^layanan ^administrasi ^kepolisian. ^Adapun aspek pencegahan kejahatan dibagi menjadi (1) surveilans dan (2) keterlibatan masyarakat dan berbagai mitra terkait (communitg and partner engagementl. Lebih lanjut, konsep keamanan cerdas IKN dideskripsikan ^pada gambar 3-12. Gambar 3-12 Konsep Smar, Secunry IKN Sumber: Kementerian PPN/Bappenas, 2021 Pengendalian Pengendalian sistem keamanan cerdas IKN akan didukung oleh beberapa komponen, di antaranya adalah (1) pusat komando atau command center keamanan cerdas, yang merupakan sistem terpadu berbasis teknologi informasi dan big data (bersumber dari internal maupun kepolisian) untuk mendukung kegiatan operasional kepolisian dalam rangka pelayanan masyarakat, utamanya bagi kepala satuan kerja atau kepala operasi untuk melakukan pengoordinasian tindak lanjut pada situasi darurat maupun antisipasi situasi yang dapat menimbulkan atau meningkatkan eskalasi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas); (21 securitg operation cenler(SOC) dan/atau monitoring center sistem aplikasi pelayanan kepolisian yang melakukan pengawasan/ monitoing keamanan jaringan dan aplikasi terkait pelayanan kepolisian pada data center Polri di IKN; serta (3) computer seanritg incident response feam (CSIRT) keamanan cerdas atau tim siber khusus yang handal dengan tugas menjaga keamanan siber, mencegah serangan siber, serta memulihkan sistem digital (apabila serangan siber tidak berhasil dicegah) pada seluruh infrastruktur digital yang terkait dengan sistem keamanan cerdas. Penjelasan mengenai masing-masing komponen dalam sistem keamanan cerdas IKN adalah sebagai berikut:
Layanan Tanggap Darurat (Emergencg and Response) Pada layanan tanggap darurat, sistem keamanan cerdas akan menyediakan berbagai upaya untuk dapat memberikan respons cepat dalam menghadapi insiden dan situasi darurat yang dilaporkan oleh masyarakat kepada polisi. Situasi darurat tersebut dapat berupa peristiwa kejahatan, gangguan kamtibmas, bencana, serta situasi darurat lainnya yang berpotensi menyebabkan atau meningkatkan eskalasi gangguan kamtibmas. Dukungan sistem pada layanan tanggap darurat dapat berupa: 1 . Pusat panggilan atau call center (Layanan Polisi 1 10) merupakan saluran via telepon bagi masyarakat untuk melakukan pelaporan ataupun pengaduan untuk dikoordinasikan melalui pusat komando untuk langkah tindak lanjut. 2. Tombol panik atau panic button adalah sistem yang dapat membantu memperingatkan personel Polri terdekat dalam situasi darurat tempat terdapat ancaman terhadap orang atau properti dengan pengawasarl melalui pusat komando. Beberapa alternatif lokasi tombol panik dapat berupa aplikasi pada smartphone ataupun instalasi tombol panik pada lokasi tertentu/rawan. Keseluruhan layanan lalu lintas di IKN akan dikoordinasikan melalui tralfic management center (TMC). TMC merupakan pusat komando pengendalian, komunikasi, koordinasi, dan informasi guna memberikan respons cepat di bidang lalu lintas serta manajemen keselamatan jalan (road safetg managementl. Terdapat dua alternatif pilihan untuk operasional TMC. Pertama, TMC dapat bergabung atau meletakkan fungsi-fungsinya pada pusat komando IKN dengan beberapa penyesuaian berdasarkan fungsi yang perlu dimiliki TMC. Kedua, TMC dibangun secara terpisah dari pusat komando, tetapi peranti kelengkapan surveilans yang dimiliki bersifat satu kesatuan ataupun terintegrasi dengan perangkat surveilans pusat komando. Contohnya kamera CCTY, plate number identification, fae reagnition, dan berbagai teknologi surveilans lainnya yang dilengkapi dengan Artijicial Intelligence (AI) bidang lalu lintas (lantas) untuk dapat mendeteksi pelanggaran, kecelakaan lantas, dan kemacetan, serta otomatisasi skenario pengaturan lantas (penyekatan dan pengalihan) untuk menjaga kelancaran ataupun menghadapi situasi darural f emergencg routing (memfasilitasi pergerakan tim tanggap darurat, misalnya polisi, pemadam kebakaran, atau ambulans dengan memberikan alternatif rute berdasarkan lalu lintas terkini). Dukungan sistem untuk mendukung sistem kamseltibcarlantas modern di IKN adalah sebagai berikut:
Securitg (2) kepentingan, waktu tempuh, solusi dan emergencg; (31 sistem komunikasi;
pola-pola penempatan petugas dan pemangku kepentingan antara back office dar, warga, pengguna jalan, petugas, dan siapa saja yang ada di lapangan;
sistem komando pengendalian yaitu quick response fime (QRT) dan sistem ring;
sistem koordinasi; serta (7) pelayanan terpadu lintas wilayah, fungsi dan pemangku kepentingan. 4. Traffic attitude record (TAR) merupakan sistem manajemen poin pelanggaran lalu lintas. Melalui sistem ini, pengemudi yang telah mencapai batas maksimum nilai tertentu akan kehilangan haknya untuk mengemudi (pencabutan SIM). Sistem tersebut diharapkan mampu meningkatkan keselamatan di jalan dan budaya berlalu lintas.
Safetg c 5. Safetg diuing center (SDC) merupakan sebuah pusat pendidikan dan pelatihan keselamatan dalam berlalu lintas. T\rjuan dari SDC adalah untuk meningkatkan kualitas kemampuan dan keterampilan pengemudi dalam berkendara di ^jalan raya, sehingga budaya tertib lalu lintas dapat terbentuk serta peningkatan keselamatan berkendara dapat terealisasi. SDC didorong untuk dapat dibangun pada satu area yang sama dan terintegrasi dengan gedung Pusat Pelayanan Kepolisian Terpadu. Hal itu disebabkan SDC perlu dimanfaatkan sebagai mekanisme dalam sistem uji SIM ataupun menjadi bagian dari mekanisme yang harus ditempuh dalam penerbitan SIM ataupun dalam upaya pengemudi untuk mendapatkan kembali hak mengemudinya. Sistem Pengamanan Kota Modern (Sispamkota Modern) Sispamkota modern merupakan sebuah prosedur sistem pengamanan kota yang bertujuan untuk memberikan kejelasan dan pedoman bagi personel kepolisian, instansi terkait, dan kesatuan pendukung dalam penanggulangan gangguan kamtibmas. Prosedur yang diatur dalam sispamkota termasuk pola pengamanan yang bersifat kontijensi ^jika menghadapi perubahan situasi kamtibmas di wilayah IKN. Beberapa gangguan yang dimaksud di antaranya adalah konflik sosial, kerusuhan massa anarkis, pendudukan paksa terhadap simbol negara, lembaga negara, perwakilan asing, dan infrastruktur kritis IKN lainnya, bencana alam atau non-alam (situasi tanggap danrrat bencana dan ^pasca bencana), serta terorisme. Prosedur, mekanisme, serta cara bertindak pada situasi tersebut di IKN akan diatur dalam dokumen terpisah. Namun, secara umum sispamkota IKN akan diperkuat dengan seanritg system support smart seanritg IKN dan menjadi bagian dari pelaksanaan operasional sistem keamanan cerdas itu sendiri. Prosedur dalam sispamkota IKN akan memanfaatkan data raya, AI, dan internet of things sehingga alternatif ^penanganan dan keputusan ^yang dibuat dalam bertindak dapat lebih terukur dan mempertimbangkan berbagai jenis kerugian daripada mengambil keputusan dengan cara manual. Selain itu, sispamkota IKN yang telah memanfaatkan seanitg sgstem support ini ^juga akan meningkatkan kecepatan respons, baik dalam pengambilan keputusan, maupun deploy personel/pasukan. Seluruh pemangku kepentingan terkait akan terhubung dengan sistem yang ada dan pengoordinasiannya akan dilakukan dengan lebih mudah dengan bantuan sistem tersebut. Secaitg sgstem support yang akan berperan besar dalam sispamkota IKN adalah teknologi surveilans, terutama smart uideo analgsis untuk memprediksi volume kerumunan, deteksi pergerakan mencurigakan, deteksi material/ barang berbahaya/ terlarang yang dibawa oleh orang dalam kerumunan, face recognition, menampilkan alternatif/ saran tindak lanjut yang perlu dilakukan oleh pihak kepolisian dan pemangku kepentingan terkait, serta sistem lainnya yang dapat mendukung pengamanan kota. d. Pelayanan Kepolisian Terpadu Pelayanan kepolisian terpadu merupakan salah satu komponen sistem keamanan cerdas yang utama dalam pelayanan kepolisian yang dapat dirasakan oleh masyarakat secara langsung dalam kehidupan sehari-sehari. Selama ini, Polri memiliki fasilitas sentra pelayanan kepolisian terpadu (SPKT) yang merupakan beranda terdepan dari layanan kepolisian. Adapun pelayanan SPKT mencakup laporan polisi (LP), surat tanda terima laporan polisi (STTPLP), surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP), surat keterangan tanda lapor kehilangan (SKTLK), surat keterangan catatan kepolisian (SKCK), surat tanda terima pemberitahuan (STTP), surat keterangan lapor diri (SKLD), surat izin keramaian, surat rekomendasi izin usaha ^jasa pengamatan, surat izin mengemudi ^(SIM), dan surat tanda nomor kendaraan bermotor (STNK). Selain itu, SPKT ^juga berfungsi untuk pengoordinasian dan pemberian bantuan serta ^pertolongan (penanganan TKP, turjawali, dan pengamanan), pelayanan masyarakat melalui berbagai media, serta penyajian informasi umum ^yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, ^penerapan ^pelayanan kepolisian terpadu sebagai bagian sistem keamanan cerdas IKN akan dilakukan dengan tujuan untuk memaksimalkan kepuasan masyarakat dalam mendapatkan seluruh komponen layanan di atas. Terdapat dua model pelayanan kepolisian terpadu yang akan tersedia di IKN. Pertama, layanah pada gedung pusat pelayanan kepolisian terpadu ^yang dilakukan secara tatap muka. Kedua, layanan ^pada aplikasi ^pelayanan kepolisian terpadu yang dapat diakses secara daring. Sasaran ^jangka pendek dan jangka menengah yang akan disasar oleh pelayanan kepolisian terpadu di IKN di antaranya adalah:
data mengalir/integrasi penuh seluruh data ^yang dibutuhkan dalam pelayanan (terdapat beberapa pelayanan yang bisa dilakukan sepenuhnya tanpa tatap muka dengan petugas); s) ketepatan waktu pelayanan sebagaimana komitmen yang diperjanjikan; tidak ada pungutan liar; kelancaran dan kemudahan dalam mengakses layanan ataupun informasi terkait layanan; penyediaan fitur/informasi bagi masyarakat untuk mengetahui status/progres dari dokumen yang sedang diajukan; dan penyediaan fitur/mekanisme yang aman bagi masyarakat untuk melaporkan ketidakpuasan/penyelewengan yang terjadi serta tindak lanjut atas laporan tersebut yang dapat diakses oleh pelapor.
Untuk mendukung hal tersebut, pelayanan kepolisian terpadu pada sistem keamanan cerdas IKN akan didukung oleh mekanisme yang lebih mudah, data raya, monitoing centerlSOC dan CSIRT yang bekerja 7x24 ^jam untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam sistem, sumber daya manusia yang humanis dan memiliki kompetensi pelayanan, aplikasi yang memiliki user interface/ user expeience yang mudah digunakan untuk berbagai kalangan/umur, tim pengkajian dan pengoordinasian yang bertugas untuk meningkatkan pengalaman/kepuasan masyarakat dalam menerima layanan, serta gedung pelayanan yang layak serta ramah anak dan disabilitas. Surveilans Sistem surveilans pada sistem keamanan cerdas IKN dapat dikategorikan sebagai garda terdepan sistem dalam mendeteksi pelanggaran, kejahatan, dan gangguan kamtibmas di IKN. Hampir seluruh komponen sistem keamanan cerdas IKN bergantung pada sistem surveilans. Dukungan sistem untuk sistem surveilans IKN dapat terdiri atas hal berikut:
CCTV: ditujukan untuk people sensing and tracking big data kepolisian agar dapat melakukan pencocokan biometrik dengan identitas digital. 2. Drone: digunakan untuk mencari tersangka, mendapatkan informasi dan menyurvei daerah bencana tanpa menggunakan helikopter atau pesawat terbang. 3. Bodg camerai digunakan sebagai kamera portabel mempunyai berbagai fitur yang dapat menunjang kegiatan kepolisian di lapangan, mulai dari sebagai alat perekam, alat komunikasi, global positioning system ^(GPS), ataupun berfungsi sebagai infrared untuk mendukung aktivitas ^pada malam hari. 2l 3) 4l e 4. Kamera 4. Kamera robot: dirancang khusus untuk ditempatkan di tempat yang memiliki potensi berbahaya dan berisiko dan tidak bisa dijangkau petugas. 5. Sistem pengenalan plat nomor otomatis: digunakan untrtk mendeteksi pelaku kejahatan dengan menggunakan kendaraan yang terintegrasi dengan database ERI. Teknologi ini mampu mengenali plat nomor mobil, pemilik kendaraan, alamat, dan status kendaraan untuk memudahkan petugas di lokasi terdekat jika ada kendaraan yang mencurigakan berdasarkan data yang diterima. 6. Kamera patroli: digunakan untuk mengidentifikasi empat sisi pada kendaraan patroli kepolisian untuk melakukan pemindaian (scanningl dalam rangka identifikasi pelacakkan kendaraan ataupun orang yang dicurigai melalui perintah dan otorisasi dari pusat komando. 7. Face recognition: digunakan untuk pengenalan wajah (fae recognitionl melalui pengolahan biometrik. Pengenalan wajah mencakup deteksi wajah dan identifikasi wajah yang menggunakan masker. 8. Video analytics: digunakan untuk membantu menganalisis data digital atas aktivitas yang mencurigakan dan menginstruksikan tindakan keamanan. f. Keterlibatan Masyarakat dan Berbagai Mitra terkait (Communitg and Partner Engagement) Penerapan keamanan cerdas IKN tidak dapat terlaksana hanya dengan pembangunan teknologi dan infrastruktur saja. Sistem keamanan cerdas perlu didukung dengan kerja sama dan keterlibatan masyarakat dan berbagai pihak. Tujuannya adalah untuk (i) meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada polisi dengan komunikasi kreatif dan kolaborasi antara kelompok masyarakat, kelompok bisnis, dan pemerintah; (ii) melakukan intervensi dini dengan bekerja sama dengan kelompok masyarakat untuk mencegah dan mengurangi eskalasi gangguan kamtibmas; serta (iii) memperkuat ketahanan masyarakat, khususnya pada kelompok rentan, melalui inisiatif keam ar,an (seanitg initiatiuel. T\rgas pokok dari komponen sistem ini berbentuk preemtif, preventif, dan strategi proaktif dalam mencegah kejahatan. Secara umum, sistem ini dapat dibagi ke dalam dua komponen kegiatan, yaitu neighbourhood utatch dan kolaborasi dengan masyarakat dan pemerintah. Bentuk kerja sama atau strategi yang dilakukan dapat berupa pengembangan strategi inovatif dalam penyebaran informasi dan menumbuhkan partisipasi masyarakat; pemanfaatan media sosial sebagai sumber informasi real time dalam identifikasi strategi pelayanan kepolisian yang dibutuhkan oleh masyarakat; kolaborasi dengan berbagai pihak untuk mendukung berbagai acara masyarakat; kolaborasi untuk mencegah dan mengurangi residivisme, mencegah viktimisasi berulang, dan melindungi kelompok rentan; dukungan dalam strategi deteksi dan pencegahan kej ahatan terhadap perempuan dan anak; dukungan terhadap inisiatif program keamanan dan keselamatan yang dibentuk masyarakat; serta kolaborasi dengan berbagai sektor pemerintah yang terkait dengan pencegahan kejahatan. Keamanan dalam pelaksanaan kota cerdas adalah sebuah upaya dalam menjaga data dan informasi dalam pemerintahan. Keamanan infrastruktur dan keamanan informasi sangat dipertimbangkan di dalam pelaksanaan kota cerdas karena akan memaksimalkan pelayanan pemerintah. Dalam melaksanakan pengamanan siber tersebut, terdapat beberapa prinsip utama yang melandasi kerangka konseptual keamanan siber dimaksud, yaitu sebagai berikut:
Kerahasiaan: pencegahan penyingkapan informasi kepada pihak yang tidak memiliki hak terhadap informasi tersebut;
Integritas: pencegahan perubahan informasi oleh pihak yang tidak memiliki otoritas untuk mengubah informasi tersebut;
Otentikasi: informasi harus tersedia ketika dibutuhkan;
Ketersediaan: informasi harr.rs tersedia ketika dibutuhkan; dan
Nir-penyangkalan: pihak-pihak yang terlibat tidak dapat menyangkal di hari kemudian. Prinsip tersebut kemudian diejawantahkan ke dalam cgber secuitg frameutork atau kerangka kerja keamanan siber. Konsep tersebut merujuk pada cgber sea)itA framework NIST yang menggambarkan lima fungsi dalam siklus keamanan siber, yaitu identifu, protect, detect, respond, dan recouer. Delinisi untuk masing-masing fungsi adalah sebagai berikut:
Identifu (identifikasi) adalah mengembangkan pemahaman organisasi untuk mengelola risiko keamanan siber terhadap sistem, aset, data, dan kemampuan. ,. lNl-TnNESIA 1.2 Tata Ruang Pertahanan IKN Pembangunan tata ruang pertahanan IKN diarahkan untuk memperkuat sistem pertahanan dan keamanan negara yang terintegrasi sehingga mampu menghadapi ancaman, dan menunjang keamanan kawasan perbatasan negara, wilayah maritim, wilayah daratan, dan wilayah dirgantara termasuk mitigasi bencana. Pembangunan tersebut diselenggarakan secara terintegrasi antara unsur pemerintah dan pemerintah daerah melalui penataan ruang wilayah nasional/daerah dengan tata ruang wilayah demi mewujudkan ruang pertahanan yang tangguh. Penataan wilayah pertahanan merupakan penetapan wilayah pertahanan berdasarkan suatu perencanaan wilayah pertahanan, pemanfaatan wilayah pertahanan, dan pengendalian pemanfaatan wilayah pertahanan. Rencana pembangunan IKN tersebut berupa perencanaan tata kota beserta zonasi penempatan gedung pemerintahan, termasuk aspek pertahanan dan keamanan, yang terhubung dengan jaringan dan fasilitas publik seperti transportasi, energi, telekomunikasi, air minum, dan sanitasi. lr: I PENAHAPAN PEMBANGUNAN DAN SKEMA PENDANAAN A nit t-Irfl Proses penahapan mempertimbangkan sasaran pembangunan serta seluruh proses yang diperlukan, termasuk kesiapan lokasi dan sumber daya yang diperlukan untuk pembangunan IKN. Secara umum, penambahan penduduk IKN terpusat di KIKN. Berdasarkan tata waktu IKN, periode pengembangan IKN dimulai pada tahun 2022 dan dalam periode perenc€rnaan IKN jangka panjang, diproyeksikan sampai dengan tahun 2045. Secara garis besar pembangunan dibagi menjadi lima tahap, sebagai berikut:
Tahap I (2022-20241 b. Tahap 2 (2025-20291 c. Tahap 3 (2O3O-2O341 d. Tahap 4 (2035-2039l. e. Tahap 5 (2O4O-2O45) Berdasarkan analisis kegiatan ekonomi, jumlah penduduk sebagai konsekuensi dari kegiatan ekonomi tersebut, diproyeksikan terus meningkat dari awal tahun perencanaan hingga 2045. Pada Tahap 1 dan 2, kenaikan ini terjadi secara eksponensial sejalan dengan pembukaan kawasan di KIKN dan dengan skema pemindahan aparatur sipil negara ke KIKN. Pada Tahap 3 pertambahan penduduk diproyeksikan lebih lambat, kemudian meningkat kembali pada Tahap 4 dan Tahap 5 ketika seluruh kegiatan sektor ekonomi baru mulai berkembang. Penahapan dalam pembangunan IKN disusun untuk menggambarkan pembangunan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang untuk mencapai Visi Indonesia 2045. Gambar 4-1 Peta Pembagian Wilayah Sumber: Kementerian PPN/Bappenas, 2020 Penahapan pengembangan di KIKN disusun agar pembangunan kawasan, infrastruktur, dan jaringan transportasi umum massal dapat berjalan secara berkesinambungan dan sekaligus terpadu. Pengembangan setiap kawasan perkotaan diarahkan agar KIKN berkembang menjadi kota yang kompak dan efisien. Pembangunan infrastruktur primer dimulai sebelum penduduk pionir pindah. Perpindahan penduduk dimulai dengan perpindahan sektor pertahanan pada tahun Tahap 1 pemindahan status IKN. Infrastruktur IKN akan melayani kawasan ini pada akhir Tahap 1 saat pemindahan status IKN dilaksanakan. Untuk memenuhi kebutuhan penduduk, pada akhir Tahap 1, Bendungan Sepalu Semoi dan Intake Sungai Sepaku sudah beroperasi untuk memenuhi kebutuhan air baku yang meningkat dengan pesat, demikian juga dengan sistem drainase makro utama perkotaan serta pengolahan sampah dan air kotor. Pengembangan sistem mobilitas pada pengembangan perkotaan di KIKN dapat dibagi menjadi empat komponen, yaitu jalan utama, jalur kereta api regional, jalur transit 1, dan jalur transit 2 yang merupakan jalur transportasi umum berbasis rel. Jalan utama direncanakan untuk dibangun mulai pada tahun 2023 dan selesai secara keseluruhan pada tahun 2035. Stasiun kereta regional di KIPP dibangun dan akan disusul oleh stasiun kereta regional pada IKN Barat dan IKN Timur seiring dengan berkembangnya KIKN serta bertambahnya jumlah penduduk di KIKN. Pembangunan Infrastruktur pada Tahap 1 juga diarahkan untuk menjadi katalis bagi penarikan investasi dan talenta unggul yang akan mendukung pengembangan klaster-klaster ekonomi yang dimulai pada tahun 2025 (Tahap 2). Tahapan pembangunan IKN diuraikan sebagai berikut: Sosial... Tabel 4-1 Rencana Penahapan Pemindahan dan Pembangunan IKN Aspek TAHAP 1 TAHAP 2 TAHAP 3 (2030-2034) TAHAP 4 (2035-2039) TAHAP 5 (2040-2045) Karakteristik Penduduk 1) ASN K/L;
TNI/Polri/BIN direncanakan untuk pindah terlebih dahulu (pada T-1);
Keluarga ASN, TNI, Polri dan BIN;
Tenaga Kerja (konstruksi, perdagangan, akomodasi-makanan minuman (akmamin) dan jasa-jasa), serta keluarganya;
Penduduk lokal.
ASN K/L;
Keluarga ASN, TNI, Polri dan BIN;
Investor/pengusaha;
Tenaga Kerja (konstruksi, klaster ekonomi, perdagangan, akmamin, dan jasa- jasa) dan keluarganya;
Akademisi, peneliti, dan keluarganya;
Mahasiswa;
Penduduk lokal.
ASN K/L;
Keluarga ASN, TNI, Polri dan BIN;
Investor/pengusaha;
Tenaga Kerja (konstruksi, klaster ekonomi, perdagangan, akmamin, dan jasa- jasa) dan keluarganya;
Akademisi, peneliti, dan keluarganya;
Mahasiswa;
Penduduk lokal.
ASN K/L;
Keluarga ASN, TNI, Polri dan BIN;
Investor/pengusaha;
Tenaga Kerja (konstruksi, klaster ekonomi, perdagangan, akmamin, dan jasa- jasa) dan keluarganya;
Akademisi, peneliti, dan keluarganya;
Mahasiswa;
Penduduk lokal.
ASN K/L;
Keluarga ASN, TNI, Polri dan BIN;
Investor/pengusaha;
Tenaga Kerja (konstruksi, klaster ekonomi, perdagangan, akmamin, dan jasa- jasa) dan keluarganya;
Akademisi, peneliti, dan keluarganya;
Mahasiswa;
Penduduk lokal. Aspek TAHAP 1 TAHAP 2 TAHAP 3 TAHAP 4 TAHAP 5 (2040-2045) Sosial 1) Penyelesaian masalah tumpang tindih kepemilikan lahan, pembangunan fasilitas umum (balai adat, ruang publik), pelibatan masyarakat lokal dan stakeholder terkait dalam proses identifikasi aset cagar budaya, pengembangan kapasitas masyarakat lokal dan peluang ekonomi bagi kelompok rentan, pelibatan masyarakat dalam pengelolaan wilayah DAS;
peningkatan kapasitas lembaga pendidikan lokal untuk mempersiapkan tenaga kerja lokal yang terampil sesuai minat investor di klaster-klaster ekonomi, serta pengembangan lembaga pendidikan dan riset kelas dunia.
Penguatan ketahanan sosial-budaya masyarakat, pengembangan IKN yang sesuai rencana tata ruang, pengembangan kebijakan ekonomi hijau dan berkelanjutan bagi sektor- sektor baru;
Peningkatan kapasitas dan daya saing lembaga pendidikan dan riset kelas dunia. Infrastruktur dan Lingkungan 1) Pembangunan sebagian jalan tol untuk mendukung IKN;
Pembangunan TPST, Pengelolaan Sampah dan Limbah B3, Kolam Retensi, SPAM 1) Pembangunan Bandara VVIP;
Peningkatan kapasitas terpasang Bendungan Sepaku Semoi dan Intake Sungai Sepaku;
Pembangunan sistem angkutan umum massal di KIKN;
IPAL yang berlokasi di daerah infrastruktur pusat dengan kapasitas sekitar 50%;
Pembangunan KA Regional mendukung IKN;
Ekspansi IPAL yang berlokasi di daerah infrastruktur pusat dengan kapasitas sekitar 100%;
Penyediaan fasilitas infrastruktur dan transportasi telah mencapai tahap akhir;
Pengembangan potensi bendungan multiguna lainnya;
Penambahan amenitas digital dan dan Aspek TAHAP 1 TAHAP 2 TAHAP 3 TAHAP 4 (2035-2039) TAHAP 5 (2040-2045) di sebagian KIPP Tahap 1;
Fasilitas penyediaan listrik telah tersedia untuk melayani penduduk KIKN;
Bendungan Sepaku Semoi, Intake Sungai Sepaku, dan jaringan transmisi air bakunya;
Sistem drainase makro utama perkotaan;
Pembangunan Infrastruktur TIK: Jaringan Utama Telekomunikasi, BTS, jaringan interkoneksi 3) IPAL untuk melayani kawasan eksisting beroperasi;
Pengembangan pusat data terpadu untuk mendukung layanan pengelolaan kota (pemerintahan, publik, dan usaha) atau smart city backbone ;
Penambahan amenitas perkotaan (layanan sekunder dan tersier) untuk mendukung aktivitas umum, 3) IPAB yang berlokasi di daerah infrastruktur pusat dengan kapasitas sekitar 50%;
Bendungan Batu Lepek telah beroperasi pada tahap ini;
Daerah detensi di daerah terbangun, dan juga pembangunan fasilitas pemanenan air hujan di bangunan milik pemerintah;
Penambahan kapasitas yang telah ada serta penambahan fasilitas di wilayah timur laut dan Solar farm di wilayah IKN Utara;
Identifikasi potensi dan rancangan bendungan multiguna lainnya;
Penambahan amenitas digital dan perkotaan untuk penerapan solusi kota cerdas di KIKN. perkotaan untuk penerapan solusi kota cerdas di KIKN. - ro5- Zona Aspek TAHAP 1 TAHAP 2 TAHAP 3 TAHAP 4 TAHAP 5 (2040-2045) dan jaringan Transmisi Tegangan Tinggi;
Sarana peribadatan, pendidikan, kesehatan/kebugaran, perdagangan, dan akmamin untuk mendukung perkantoran dan perumahan. bekerja, berusaha, dan wisata kota.
Penambahan amenitas digital dan perkotaan untuk penerapan solusi kota cerdas di kawasan prioritas. Pengembangan Kawasan Tahap pembangunan kota – Tahap 1 (2024) di:
Sebagian KIPP tahap 1A Sub-BWP I Tahap pembangunan kota – Tahap 2 (2029) di 3 kawasan: Tahap pembangunan kota – Tahap 3 di 3 kawasan:
KIPP tahap 1B Sub- BWP I, sebagian Tahap pembangunan kota – Tahap 4 di 4 kawasan: Tahap pembangunan kota – Tahap 5 di 4 kawasan: Aspek TAHAP 1 TAHAP 2 TAHAP 3 TAHAP 4 TAHAP 5 (2040-2045) Zona Mixed-Use dengan tipologi:
Pemerintahan Pusat;
Smart Government ; __ 3) Kawasan perkantoran;
Kawasan permukiman 1) KIPP tahap 1A, sebagian 1B Sub- BWP I;
Kawasan IKN Barat 3) Kawasan IKN Timur Zona Mixed Use dengan tipologi:
Pemerintahan Pusat;
Smart Government ;
Kawasan perkantoran – Perluasan;
Kawasan bisnis – Perluasan;
Hotel Bisnis dan MICE – Perluasan; tahap 2A sub-BWP II;
Kawasan IKN Barat;
Kawasan IKN Timur Zona Mixed Use dengan tipologi:
Pemerintahan Pusat;
Smart Government ; __ 3) Kawasan perkantoran – Perluasan;
Kawasan bisnis – Perluasan;
Hotel Bisnis dan MICE – Perluasan;
KIPP tahap 2A, dan sebagian tahap 2B sub-BWP II;
Kawasan IKN Barat 3) Kawasan IKN Timur;
Kawasan IKN Utara Zona Mixed Use dengan tipologi:
Pemerintahan Pusat;
Smart Government ; __ 3) Kawasan perkantoran – Perluasan;
Kawasan bisnis – Perluasan;
Hotel Bisnis dan MICE – Perluasan;
KIPP tahap 2B sub- BWP II, tahap 3A dan 3B Sub-BWP III;
Kawasan IKN Barat;
Kawasan IKN Timur;
Kawasan IKN Utara Zona Mixed Use dengan tipologi:
Pemerintahan Pusat;
Smart Government ; __ 3) Kawasan perkantoran – Perluasan;
Kawasan bisnis – Perluasan;
Hotel Bisnis dan MICE – Perluasan; Pengembangan... Aspek TAHAP 1 TAHAP 2 TAHAP 3 TAHAP 4 TAHAP 5 (2040-2045) 6) Industri 4.0 center of excellence – Perluasan;
Riset dan pengembangan talenta;
Universitas unggulan;
Pariwisata Kesehatan dan Kebugaran (rumah sakit internasional);
Hotel & Eco Resort ;
Kawasan industri 6) Industri 4.0 center of excellence – Perluasan;
Riset dan pengembangan talenta – Perluasan;
Universitas unggulan - Perluasan;
Pariwisata Kesehatan dan Kebugaran (rumah sakit internasional) – Perluasan;
Hotel dan Eco resort – Perluasan;
Kawasan industri – Perluasan 6) Industri 4.0 center of excellence – Perluasan;
Pusat riset dan pengembangan talenta – Perluasan;
Universitas unggulan – Perluasan;
Pariwisata Kesehatan dan Kebugaran (rumah sakit internasional) - Perluasan;
Hotel dan Eco resort – Perluasan;
Kawasan industri - Perluasan 6) Industri 4.0 center of excellence – Perluasan;
Pusat riset dan pengembangan talenta – Perluasan;
Universitas unggulan – Perluasan;
Pariwisata Kesehatan dan Kebugaran (rumah sakit internasional) – Perluasan;
Hotel dan Eco resort - Perluasan;
Kawasan industri – Perluasan 10) Petrokimia Aspek TAHAP 1 TAHAP 2 TAHAP 3 TAHAP 4 (2035-2039) TAHAP 5 (2040-2045) Pengembangan Industri dan Pusat Pertumbuhan Ekonomi di KIKN dan kawasan lainnya 1) Pemerintahan;
Pemerintahan Induced 1) Pemerintahan – Perluasan;
Electric 2-Wheeler (kantor dan litbang);
Solar PV (kantor dan litbang);
Ekowisata dan MICE 6) Industri 4.0 center of excellence ;
Biosimilar (kantor dan litbang);
Biofuel (kantor dan litbang);
API (kantor dan litbang);
Pemerintahan - Perluasan;
Pemerintahan Induced – Perluasan;
Electric 2 Wheeler (kantor dan litbang) – Perluasan;
Solar PV (kantor dan litbang) – Perluasan;
Ekowisata dan MICE – Perluasan;
Industri 4.0 center of excellence – Perluasan;
Biosimilar (kantor dan litbang) – Perluasan;
Pemerintahan – Perluasan;
Pemerintahan Induced – Perluasan;
Electric 2 Wheeler (kantor dan litbang) – Perluasan;
Solar Panel (kantor dan litbang) – Perluasan;
Ekowisata dan MICE – Perluasan;
Industri 4.0 center of excellence – Perluasan;
Biosimilar (kantor dan litbang) – Perluasan;
Pemerintahan – Perluasan;
Pemerintahan Induced – Perluasan;
Electric 2 Wheeler (kantor dan litbang) – Perluasan;
Solar Panel (kantor dan litbang) – Perluasan;
Ekowisata dan MICE – Perluasan;
Industri 4.0 center of excellence – Perluasan;
Biosimilar (kantor dan litbang) – Perluasan;
Pemerintahan Induced – Perluasan;
Pariwisata... Aspek TAHAP 1 TAHAP 2 TAHAP 3 TAHAP 4 (2035-2039) TAHAP 5 (2040-2045) 10) Petrokimia – Perluasan dan Oleokimia 11) Herbal dan ekstrak tanaman (kantor dan litbang);
Pertanian (kantor dan litbang);
Protein nabati (kantor dan litbang);
Pariwisata Kesehatan dan Kebugaran (rumah sakit internasional);
Universitas dan lembaga vokasi unggulan;
Pertambangan I.4.0;
Biofuel (kantor dan litbang) – Perluasan;
Petrokimia dan oleokimia – Perluasan;
API (kantor dan litbang) – Perluasan;
Herbal dan ekstrak tanaman (kantor dan litbang) – Perluasan;
Pertanian (kantor dan litbang) – Perluasan;
Protein nabati (kantor dan litbang) – Perluasan;
Petrokimia dan oleokimia – Perluasan;
API (kantor dan litbang) – Perluasan;
Industri farmasi baru – Perluasan dari API dan Petrokimia/oleokimia;
Bahan bakar sintetis (kantor dan litbang);
Herbal dan ekstrak tanaman (kantor dan litbang) – Perluasan;
Pertanian (kantor dan litbang) – Perluasan;
Petrokimia dan oleokimia – Perluasan;
API (kantor dan litbang) – Perluasan;
Industri farmasi baru – Perluasan dari API;
Industri farmasi baru – Perluasan dari API dan Petrokimia/oleokimia;
Bahan bakar sintetis (kantor dan litbang);
Herbal dan ekstrak tanaman (kantor dan litbang) – Perluasan;
Pertanian (kantor dan litbang) – Perluasan;
Industri... Aspek TAHAP 1 TAHAP 2 TAHAP 3 TAHAP 4 (2035-2039) TAHAP 5 (2040-2045) 14) Pariwisata Kesehatan dan Kebugaran (rumah sakit internasional) – Perluasan;
Universitas dan lembaga vokasi unggulan – Perluasan;
Vaksin (kantor dan litbang);
Gasifikasi batu bara;
OEM Hub dan Perluasan;
Pertambangan I.4.0 – Perluasan 14) Protein nabati (kantor dan litbang) – Perluasan;
Pariwisata Kesehatan dan Kebugaran (rumah sakit internasional) – Perluasan;
Universitas dan lembaga vokasi unggulan – Perluasan;
Vaksin (kantor dan litbang) – Perluasan;
Gasifikasi batu bara;
OEM Hub dan Perluasan;
Protein nabati (kantor dan litbang) – Perluasan;
Pariwisata Kesehatan dan Kebugaran (rumah sakit internasional) – Perluasan;
Universitas dan lembaga vokasi unggulan – Perluasan;
Vaksin (kantor dan litbang) – Perluasan;
Gasifikasi batu bara;
OEM Hub dan Perluasan; TNI Aspek TAHAP 1 TAHAP 2 TAHAP 3 TAHAP 4 (2035-2039) TAHAP 5 (2040-2045) 20) Industri Nutrisi – Perluasan dari protein nabati, ekstrak tanaman, dan herbal 21) Industri Nutrisi – Perluasan dari protein nabati, ekstrak tanaman, dan herbal Pertahanan Fokus pembangunan di KIPP TNI AD:
Pembentukan satuan baru;
Gedung perkantoran dan sarpras;
Pemindahan sebagian subden markas besar beserta personel Fokus pembangunan di KIPP, KIKN, KPIKN, dan luar KPIKN TNI AD:
Pembentukan satuan baru;
Gedung perkantoran dan sarpras;
Pembentukan kodam khusus; Fokus pembangunan di KIKN, KPIKN, dan luar KPIKN TNI AD:
Pembentukan satuan baru;
Gedung perkantoran dan sarpras;
Pembentukan kodam khusus; Fokus pembangunan di KIKN, KPIKN, dan luar KPIKN TNI AD:
Pembentukan satuan baru;
Gedung perkantoran dan sarpras;
Pembentukan kodam khusus;
Realokasi satuan TNI Fokus pembangunan di KIKN, KPIKN, dan luar KPIKN TNI AD:
Pembentukan satuan baru;
Gedung perkantoran dan sarpras;
Pembentukan kodam khusus;
Realokasi satuan TNI Mabes Aspek TAHAP 1 TAHAP 2 TAHAP 3 TAHAP 4 TAHAP 5 (2040-2045) TNI AL:
Gedung perkantoran dan sarpras;
Pemindahan sebagian subden markas besar beserta personel TNI AU:
Gedung perkantoran dan sarpras;
Pemindahan sebagian subden markas besar beserta personel;
Pembangunan Komando Pertahanan Udara Nasional (Hanudnas) 4) Realokasi satuan TNI TNI AL:
Pembentukan satuan baru;
Gedung perkantoran dan sarpras;
Gelar coastal surveillance (permukaan dan bawah permukaan);
Realokasi satuan TNI TNI AU:
Pembentukan satuan baru;
Realokasi satuan TNI TNI AL:
Pembentukan satuan baru;
Gedung perkantoran dan sarpras;
Gelar coastal surveillance (permukaan dan bawah permukaan);
Realokasi satuan TNI TNI AU:
Pembentukan satuan baru; TNI AL:
Pembentukan satuan baru;
Gedung perkantoran dan sarpras;
Gelar coastal surveillance (permukaan dan bawah permukaan);
Realokasi satuan TNI TNI AU:
Pembentukan satuan baru;
Gedung perkantoran dan sarpras;
Realokasi TNI AU; TNI AL:
Pembentukan satuan baru;
Gedung perkantoran dan sarpras;
Gelar coastal surveillance (permukaan dan bawah permukaan);
Realokasi satuan TNI TNI AU:
Pembentukan satuan baru;
Gedung perkantoran dan sarpras;
Realokasi TNI AU;
Gedung... Aspek TAHAP 1 TAHAP 2 TAHAP 3 TAHAP 4 (2035-2039) TAHAP 5 (2040-2045) Mabes TNI:
Gedung perkantoran dan sarpras;
Pemindahan sebagian subden markas besar beserta personel;
Relokasi Satuan Paspamres Kementerian Pertahanan:
Gedung perkantoran dan sarpras;
Pemindahan pegawai Polri:
Pembentukan satuan baru;
Gedung perkantoran dan sarpras;
Realokasi TNI AU;
Pembangunan pangkalan udara Mabes TNI:
Gedung perkantoran dan sarpras;
Realokasi satuan/pemindahan pegawai Kementerian Pertahanan:
Gedung perkantoran dan sarpras;
Gedung perkantoran dan sarpras;
Realokasi TNI AU;
Pembangunan pangkalan udara Mabes TNI:
Gedung perkantoran dan sarpras;
Realokasi satuan/pemindahan pegawai Kementerian Pertahanan:
Gedung perkantoran dan sarpras;
Pembangunan pangkalan udara Mabes TNI:
Gedung perkantoran dan sarpras;
Realokasi satuan/pemindahan pegawai Kementerian Pertahanan:
Gedung perkantoran dan sarpras;
Realokasi satuan/pemindahan pegawai 4) Pembangunan pangkalan udara Mabes TNI:
Gedung perkantoran dan sarpras;
Realokasi satuan/pemindahan pegawai Kementerian Pertahanan:
Gedung perkantoran dan sarpras;
Realokasi satuan/pemindahan pegawai BSSN Aspek TAHAP 1 TAHAP 2 TAHAP 3 TAHAP 4 TAHAP 5 (2040-2045) 2) Gedung, perkantoran, sistem, dan sarpras;
Gelar command center dan smart security ;
Pemindahan sebagian personel kantor pusat BIN 1) Gedung, perkantoran, sistem, dan sarpras;
Pembangunan Puskodal;
Pemindahan sebagian personel 2) Realokasi satuan/pemindahan pegawai Polri:
Pembentukan satuan baru;
Gedung, perkantoran, sistem, dan sarpras;
Gelar command center dan smart security ;
Relokasi pegawai 2) Realokasi satuan/pemindahan pegawai Polri:
Pembentukan satuan baru;
Gedung, perkantoran, sistem, dan sarpras;
Gelar command center dan smart security ;
Relokasi pegawai Polri:
Pembentukan satuan baru;
Gedung, perkantoran, sistem, dan sarpras;
Gelar command center dan smart security ;
Relokasi pegawai BIN 1) Gedung, perkantoran, sistem, dan sarpras;
Pemindahan sebagian personel Polri:
Pembentukan satuan baru;
Gedung, perkantoran, sistem, dan sarpras;
Gelar command center dan smart security ;
Relokasi pegawai BIN 1) Gedung, perkantoran, sistem, dan sarpras;
Pemindahan sebagian personel Sumber: Kementerian PPN/Bappenas, 2O2O A.lTahap... Aspek TAHAP 1 TAHAP 2 TAHAP 3 TAHAP 4 (2035-2039) TAHAP 5 (2040-2045) BSSN 1) Pembangunan SOC IKN;
Pemindahan sebagian personel BIN 1) Gedung, perkantoran, sistem, dan sarpras;
Pemindahan sebagian personel BSSN 1) Gelar SOC IKN BIN 1) Gedung, perkantoran, sistem, dan sarpras;
Pemindahan sebagian personel BSSN 1) Gelar SOC IKN BSSN 1) Gelar SOC IKN BSSN 1) Gelar SOC IKN A.1 Tahap 1: Rencana Pembaagunan IKN tahun 2022-2024 Implementasi pembangunan IKN pada Tahap 1 dibagi ke dalam tiga alur kerja besar, yaitu pembangunan perkotaan, pembangunan infrastruktur, dan pembangunan ekonomi. Alur kerj a pengembangan kota terdiri dari kegiatan yang berkaitan dengan rencana tata kota dan relokasi pemerintahan. Pada tahun 2022-2023, akan dilakukan pembangunan tahap.awal di sebagian KIPP tahap 1A Sub-BWP I. Pada Tahap 1, perumahan untuk ASN, TNI, Polri dan BIN akan dibangun, baik berbentuk rumah tapak maupun unit apartemen, sarana peribadatan, pasar, serta fasilitas akmamin akan disediakan untuk mendukung konstruksi dan tahap awal pemindahan. Pada awal tahun 2023, awal tahun 2024, hingga tahun 2025 dan selanjutnya, pembangunan fasilitas litbang, perguman tinggi kelas dunia, lembaga pendidikan sepanjang hayat, pusat inovasi, fasilitas kesehatan, dan rumah sakit internasional akan dimulai. Relokasi penduduk akan dimulai dengan TNI, Polri, dan BIN di tahun 2023 (relokasi pelopor) dan relokasi representasi badan eksekutif, legislatif, yudikatif, serta ASN akan dilakukan di awal ta.}: lun 2024. Tahap 1 tercapai ketika perpindahan ASN dimulai. Sebelum pencapaian ini, IKN didominasi oleh pekerja konstruksi dan pertahanan keamanan, terutama pada KIKN. A.2 Tahap 2: Rencana Pembangunan IKN tahun 2025-2o.29 Talrap 2 direncanakan pada kurun waktu 2025-2029. Pada tahap ini, infrastruktur utama ditargetkan sudah siap untuk dihubungkan ke kawasan baru yang dikembangkan setelah Tahap 1. Selain itu, untuk mencapai KPI kota 1O menit, fasilitas transportasi umum baik primer maupun sekunder ditargetkan siap untuk dipakai pada kawasan yang dihuni oleh penduduk IKN. Pada tahap pengembangan terakhir, peningkatan ^jumlah penduduk di dalam IKN meningkat dengan taj am seiring dengan tahap awal pembangunan universitas unggulan yang mendorong berkembangnya kegiatan ekonomi berbasis riset dan teknologi pada periode tahun 2035 menuju 2045. Pada akhir Tahap 2, KIPP ditargetkan untuk Tahap 1A dan sebagian 1B Sub- BWP I, IKN Barat telah mulai pengembangan di daerah Bukit Raya, sedangkan IKN Timur baru terbangun pada sisi barat. Rencana pengembangan sampai dengan tonggak pencapaian Tahap 2 pada aspek infrastruktur transportasi yaitu pembangunan Bandara WIP, yang perlu didukung dengan pengembangan sarana prasarana di sekitar ^jalur-jalur utama transportasi umum massal. Pada Tahap 2 (dan dilanjutkan pada Tahap 3), rencana pembangunan ekonomi yang dikembangkan meliputi 6 klaster industri dan 2 pemampu yang terdiri atas:
klaster industri pertanian berkelanjutan akan berfokus pada menarik minat perusahaan dan pelaku industri untuk mendirikan basis manufaktur, litbang, dan hilirisasi sumber daya lokal serta mengembangkan produk baru bernilai tambah tinggi;
klaster manufaktur berbasis energi baru terbarukan (EBT) akan berfokus pada menarik minat industri pelopor baik badan usaha milik negara (BUMN) maupun internasional untuk membangun pabrik perakitan untuk melayani permintaan di KIKN dan Kawasan Timur Indonesia;
klaster farmasi terintegrasi difokuskan untuk meningkatkan ketersediaan bahan baku obat dan produk farmasi maju;
klaster ekowisata dan pariwisata kesehatan difokuskan untuk mengembangkan destinasi wisata di kawasan pesisir, taman margasatwa, dan perkotaan yang terintegrasi dengan gaya hidup dan kesehatan, serta pengembangan hotel berstandar MICE;
klaster bahan kimia lanjutan difokuskan untuk menggali potensi untuk membangun pabrik petrokimia baru yang direncanakan akan mulai produksi di tahun 2030 dengan tetap memantau penawaran-permintaan global di semua kategori produk;
klaster energi rendah karbon dan pertambangan difokuskan untuk memperluas kegiatan hulu (produksi energi), menarik investasi untuk kegiatan eksplorasi, serta pemanfaatan teknologi enhanced oil recouery (EOR) untuk peningkatan produksi dari ladang minyak tua, serta pengembangan biofuel;
kota cerdas dan pusat digital dimulai dengan pengembangan konsep industri 4.0 untuk berbagai sektor yang ada, utamanya sektor eksisting di IKN; serta h. pendidikan abad ke-21 peningkatan kualitas pada sekolah menengah, sekolah kejuruan, dan perguruan tinggi sesuai kebutuhan ^pengembangan strategi talenta pada sektor ekonomi dan industri yang akan dikembangkan di IKN. A.3 Tahap 3: Rencana Pembangunan IKN tahun 2O3O-2O34 Pada Tahap 3, KIPP yang ditargetkan adalah Tahap 18 Sub-BWP I. Sedangkan infrastruktur kawasan yang dipersiapkan, yaitu sebagai berikut:
Sistem angkutan umum massal di KIKN. b. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). c. Pada tonggak pencapaian ini instalasi pengolahan air minum (IPAM) yang berlokasi di daerah infrastruktur pusat dengan kapasitas 50% dari perencanaan keseluruhan dibangun dan IPAM yang berekspansi dengan kapasitas sekitar 600/o dari perencanaan keseluruhan. d. IPAM. Pada tonggak pencapaian ini IPAM yang berlokasi di daerah infrastruktur pusat dengan kapasitas 50% dari perencanaan keseluruhan dibangun dan IPAB yang berekspansi dengan kapasitas sekitar 600/o dari perencanaan keseluruhan. e. Bendungan Batu Lepek telah beroperasi. f. Fasilitas penunjang kota spons. Daerah detensi (koridor hijau dan biru) di daerah terbangun, dan ^juga pembangunan fasilitas pemanenan air hujan di bangunan milik pemerintah, termasuk pemukiman ASN. g. Pengolahan Sampah. Penambahan kapasitas pada fasilitas yang telah ada. h. Penyediaan Listrik dan Energi. Penambahan kapasitas yang telah ada serta penambahan fasilitas di wilayah tenggara dan di utara KIKN. i. Penambahan amenitas digital dan perkotaan untuk penerapan solusi kota cerdas di kawasan prioritas. Pada tahun 2O3O-2O34 pengembangan industri dan pusat pertumbuhan ekon6mi, sebagaimana telah dijabarkan pada tahap sebelumnya, ditekankan pada tahapan pembangunan industri dan akan dilanjutkan dengan rencana sebagai berikut:
klaster industri pertanian berkelanjutan akan berfokus pada menarik minat perusahaan dan pelaku industri untuk mendirikan basis manufaktur, penelitian dan pengembangan serta peningkatan produksi eksisting yang berkelanjutan;
klaster c. klaster farmasi terintegrasi akan berfokus pada peningkatan produksi eksisting untuk meraup pasar ekspor, serta memperluas ke bidang pengemasan primer dan sekunder;
klaster ekowisata dan pariwisata kesehatan akan difokuskan pada pengembangan destinasi wisata di kawasan pesisir, taman margasatwa, dan perkotaan yang terintegrasi dengan gaya hidup dan kesehatan, serta pengembangan hotel berstandar MICE;
klaster bahan kimia lanjutan akan difokuskan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan meraup peluang ekspor;
klaster energi rendah karbon dan pertambangan akan berfokus untuk memperluas pemanfataan teknologi EOR untuk peningkatan produksi dari ladang minyak tua, memperbarui kilang minyak di Balikpapan, mengembangkan pabrik gasifikasi batu bara untuk mengurangi ketergantungan pada impor, memperluas aktivitas ke hilir dengan mengembangkan pusat OEM, serta meningkatkan rehabilitasi pertambahan dan teknologi untuk mengurangi dampak lingkungan;
kota cerdas dan pusat digital dimulai dengan pengembangan konsep industri 4.0 untuk berbagai sektor yang ada, utamanya sektor eksisting di IKN; serta h. pendidikan abad ke-21 peningkatan kualitas pada sekolah menengah, sekolah kejuruan, dan perguruan tinggi sesuai kebutuhan pengembangan strategi talenta pada sektor ekonomi dan industri yang akan dikembangkan di IKN. A.4 Tahap 4: Rencana Pehbangunan IKN tahua 2035-2039 Tahap 4 di{andai dengan dimulainya perkembangan pesat di bidang pendidikan dan kesehatan yang akan menjadi motor penggerak sektor ekonomi lain di IKN. Perluasan kawasan perkotaan pada tahap ini telah mencapai IKN Utara, terutama pada kawasan yang terhubung langsung dengan IKN Timur. Sedangkan terkait KIPP pembangunan yang dilakukan adalah Tahap 2A dan sebagian Tahap 28 Sub-BWP II. Penambahan fasilitas infrastruktur pada Tahap 4 adalah sebagai berikut:
Pembangunan KA regional untuk mendukung IKN. Stasiun kereta regional ditargetkan sudah terbangun dan beroperasi agar dapat mendorong perkembangan ekonomi. b. Identifikasi potensi dan rancangan bendungan multiguna lainnya. c. IPAL. d. Ekspansi IPAL yang berlokasi di daerah infrastruktur pusat dengan kapasitas sekitar 100%. e. IPAM. f. Penyediaan listrik dan energi. Penambahan kapasitas yang telah ada, serta penambahan fasilitas di wilayah timur laut dan solar farm di wilayah IKN Utara. g. Penambahan amenitas digital dan perkotaan untuk penerapan solusi kota cerdas di KIKN. Pada Tahap 4 (dan dilanjutkan pada Tahap 5), pembangunan ekonomi yang dikembangkan meliputi 6 klaster industri dan 2 pemampu ^yang terdiri atas hal berikut:
Klaster industri pertanian berkelanjutan akan berfokus pada menarik minat perusahaan dan pelaku industri untuk mendirikan basis manufaktur, litbang, dan peningkatan produksi eksisting yang berkelanjutan, serta menarik pemain industri untuk berinvestasi di manufaktur nutrisi. b. Klaster manufaktur berbasis EBT akan berfokus ^pada perluasan kapasitas pabrik perakitan untuk melayani permintaan lebih luas yang didukung penyediaan insentif untuk pengembangan kapabilitas litbang, dan penarikan investasi baru bidang suku cadang dan komponen E2W dan panel surya. c. Klaster farmasi terintegrasi akan difokuskan untuk meningkatkan ketersediaan bahan baku obat di dalam negeri, inovasi ^produk farmasi baru berbasis bahan kimia, produksi vaksin di dalam negeri, dan ^peningkatan pasar ekspor.
Klaster -t2t- d. Klaster ekowisata dan pariwisata kesehatan akan difokuskan pada diversifikasi destinasi wisata di kawasan pesisir, taman margasatwa, dan perkotaan yang terintegrasi dengan gaya hidup dan kesehatan, serta pengembangan hotel berstandar MICE. e. Klaster bahan kimia lanjutan akan difokuskan untuk menggali potensi untuk menarik minat produsen kimia khusus, peluang untuk menarik minat pengguna akhir petrokimia lintas sektor, menggali peluang pasar ekspor produk petrokimia, menambah kilang untuk produksi minyak nabati, menambah pabrik oleokimia dan litbang. f. Klaster energi rendah karbon dan pertambangan akan difokuskan untuk memperluas gasifikasi batu bara untuk mengurangi ketergantungan pada impor, memperkuat pusat EOM, menggali potensi pengembangan biofuel, meningkatkan rehabilitasi pertambahan dan teknologi untuk mengurangi dampak lingkungan. g. Kota cerdas dan pusat digital dimulai dengan pengembangan konsep industri 4.0 untuk berbagai sektor yang ada, serta perluasan teknologi kota cerdas seperti AI dan lain-lain. h. Pendidikan abad ke-21 berfokus pada pengembangan perguruan tinggi sektor khusus dan kampus universitas global berstandar dunia. A.5 Tahap 5: Rencana Pe IKN tahun 2O4O-2O45 Pada Tahap 5, diharapkan pengembangan IKN telah mencapai puncaknya ditandai dengan pengembangan industri berkelanjutan serta ^pertumbuhan penduduk yang telah stabil. Populasi KIKN dicanangkan mencapai kurang lebih 1,7 s.d. 1,9 juta jiwa dengan kepadatan kawasan perkotaan mencapai sekitar 100 ^jiwa per hektare. Pada tahun 2O4O-2O45, pembangunan kawasan inti pusat ^pemerintahan ditargetkan antara lain tahap 2B Sub-BWP II, Tahap 3A, dan 3El Sub-BWP III pembangunan infrastruktur ditargetkan telah terbangun secara menyeluruh, baik sarana prasarana pendukung kawasan maupun koridor transportasi penghubung antar pusat kegiatan. Untuk pembangunan industri yang dikembangkan di dalam 6 klaster industri dan 2 ^pemampu ^yang terdiri atas ^hal berikut: Setelah tahun 2045, keseluruhan enam klaster akan terus dikembangkan dari segi inovasi dan teknologinya untuk pemenuhan kebutuhan produksi domestik, regional ataupun global, serta penurunan ekspor dan perluasan pangsa ekspor. B. Skema B. Skema Pendanaan IKN Dalam rangka mendukung persiapan, pembangunan, dan pemindahan, serta penyelenggaraan pemerintahan khusus IKN, Pemerintah melakukan sinergi pendanaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan sumber lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sinergi pendanaan tersebut diperlukan agar terdapat kesinambungan liskal dengan melakukan berbagai upaya antara lain dengan mengoptimalkan penggunaan skema-skema pendanaan yang kreatif dan inovatif dengan tetap menjaga akuntabilitas. Sumber pendanaan dimaksud adalah sebagai berikut:
APBN yang dapat dilakukan melalui alokasi anggaran belanja dan/atau pembiayaan. b. Skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) untuk mendukung IKN yang dapat dilaksanakan dengan beberapa skema di antaranya:
KPBU tarif (user pagmentl: a) pengembalian investasi berupa pembayaran dari pengguna (user paamentl; b) diproritaskan untuk penyediaan infrastruktur di IKN; c) dalam ha1 dibutuhkan untuk lebih memastikan perolehan pembiayaan swasta (bankabilitgl, dapat diberikan dukungan yang bersumber dari APBN dalam bentuk antara lain penjaminan infrastruktur, dukungan sebagian konstruksi, dan/atau dukungan kelayakan proyek (uiabilitg S ap fund);
KPBU auailabilitg pagmenti a) pengembalian investasi berupa pembayaran ketersediaan layanan ( au ailab ilitg p ag me nt) ; b) diprioritaskan untuk penyediaan infrastruktur di IKN; c) bersumber dari APBN melalui belanja penanggung ^j awab proyek kerja sama; d) dalam hal dibutuhkan untuk memastikan kelayakan proyek dengan skema KPBU auailabilitg pagment, dapat diberikan dukungan yang bersumber dari APBN dalam bentuk antara lain penjaminan infrastruktur, dukungan sebagian konstruksi, dan/atau dukungan kelayakan proyek.
BUMN melalui investasi yang dalam pelaksanaannya dapat bekerja sama dengan swasta;
BUMN melalui penugasan dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
swasta murni, melalui investasi murni dari swasta yang dapat diberikan insentif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Skema dukungan pendanaan/pembiayaan internasional yang merupakan skema untuk mewadahi pemberian dana antara lain dari bilateral/lembaga multilateral yang hendak berpartisipasi dalam pengembangan IKN yang hijau dan cerdas yang dapat melalui hibah dan/atau pemberian dana talangan. e. Skema pendanaan lainnya (creatiue financingl, seperti croud funding dan dana dari filantropi. Dalam rangka memaksimalkan sumber pendanaan yang diperlukan untuk pembangunan dan penyelenggaraan IKN, sumber pendanaan dapat berasal dari pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN) antara lain melalui skema:
sewa: berupa pemanfaatan barang milik negara yang dilakukan untuk kurun waktu tertentu guna memperoleh kompensasi berupa kas;
kerja sama pemanfaatan: pemerintah dapat menyediakan lahan untuk dimanfaatkan, sedangkan untuk konstruksi dan pengoperasian gedung atau fasilitas yang dibangun akan dilakukan oleh pengembang sebagai bentuk pengembalian investasi; serta c. bangun guna serah/bangun serah guna: skema ini hampir sama dengan ta.ta cara kerja sama pemanfaatan, dengan penyerahan aset yang dilakukan secara langsung setelah konstruksi (skema bangun serah guna), atau pada akhir periode pengoperasian (skema bangun guna serah). PRES IOEN REPUBLIK INDONESIA Dalam rangka keberlanj utan pembangunan IKN, program pembangunan IKN ditetapkan sebagai program prioritas nasional dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional dan/atau rencana kerja pemerintah dengan memperhatikan fiskal nasional. Untuk itu diperlukan pengalokasian pendanaan program prioritas nasional untuk penyediaan infrastruktur dasar dan KIPP yang dilaksanakan sesuai target yang ditetapkan dalam Tahap2 dan Tahap B, se bagaimana diuraikan di atas. JOKO WIDODO