Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Pasal 7 ayat (4) dan ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2014 ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 38 dari 52 halaman. Putusan Nomor 11 P/HUM/2021 Kena Pajak yang Mengalami Keadaan Gagal Berproduksi, __ yang pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, yakni asas kesesuaian antara jenis hierarki dan materi muatan sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan; 2. Bahwa berdasarkan Pasal 24A UUD 1945, Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Agung, Pasal 20 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka dapat disimpulkan bahwa Mahkamah Agung berwenang untuk memeriksa, memutuskan dan mengadili perkara ini, pada tingkat pertama dan terakhir dan putusannya bersifat final; 3. Bahwa Pemohon memiliki hak baik langsung maupun tidak langsung yang diberikan oleh UUD 1945 khususnya Pasal 28D ayat (1). Hak konstitutional Pemohon tersebut setidak-tidaknya telah dirugikan secara potensial dengan diberlakukannya Pasal 7 ayat (4) dan (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31 Tahun 2014 tentang Saat Penghitungan dan Tata Cara Pembayaran Kembali Pajak Masukan yang Telah Dikreditkan dan Telah Diberikan Pengembalian Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Mengalami Keadaan Gagal Berproduksi; Selain itu Pemohon adalah badan hukum privat yang berkontribusi atas penambahan pembangunan properti gedung perkantoran sebagai hunian kantor khususnya dan pembangunan iklim investasi di Indonesia secara umum sebagaimana juga grup usahanya yang senantiasa berkomitmen dalam berinvestasi di bidang pabrikan garmen Di Indonesia. Pemohon juga merupakan pembayar pajak ( tax payer ) yang cukup potensial, terdaftar di KPP PMA Enam; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38
Pasal 57 huruf e dan Pasal 65 ayat (1) UU BPJS, menimbulkan ketidakpastian hukum dan potensi penurunan manfaat ...
Relevan terhadap
pengelolanya adalah PT TASPEN (Persero). Pengelolaan tersebut tidak digabungkan dengan pengelolaan tenaga kerja umum; 6. Bentuk reformasi program pensiun sebagaimana arahan Presiden RI merupakan peningkatan formula manfaat secara sangat signifikan serta penegasan kelembagaan yaitu dikelola secara terpisah dan dilaksanakan oleh PT TASPEN (Persero) serta tidak digabungkan dengan tenaga kerja umum. Peraturan perundang-undangan reformasi program pensiun tersebut telah secara intensif dibahas dan diformulasikan bersama-sama Kementerian Keuangan, Kementerian PAN-RB, dan PT TASPEN (Persero) sebagai penyelenggara dan telah dilaksanakan Uji Publik oleh Kementerian Keuangan, Kementerian PAN-RB bersama dengan PT TASPEN (Persero) pada tanggal 12 Maret 2020 di Bandung yang dihadiri oleh seluruh Pemerintah Daerah di wilayah Jawa Barat. 7. Perlu kami sampaikan hal yang sangat penting yang disampaikan oleh para Pemohon bahwa dengan logika yang sangat sederhana, perhitungan manfaat dana kelolaan TASPEN sebesar Rp263 Triliun (per 31 Desember 2019) yang hanya dikhususkan bagi Kesejahteraan 6,8 (enam koma delapan) juta Peserta (dan akan lebih baik lagi setelah reformasi Pensiun) pasti akan mengalami penurunan apabila programnya digabungkan dengan BPJS TK. Berdasarkan data yang diperoleh BPJS TK dari media online, jumlah pesertanya 55,2 (lima puluh lima koma dua) juta atau 8,11 kali (delapan koma sebelas kali) lipat lebih banyak dari peserta TASPEN, sementara dana kelolaan BPJS TK sebesar Rp431,7Triliun (tidak sampai 2 kali lipat dari Dana Kelolaan Taspen). Fakta di atas diperkuat lagi dengan informasi yang disampaikan oleh Para Pemohon bahwa imbal hasil investasi TASPEN yang mencapai 8,5% per tahun (berdasarkan data tahunan per 31 Desember 2019 yang dipublikasikan oleh TASPEN) jauh lebih tinggi dari imbal hasil investasi BPJS TK yang hanya mencapai 6% - 7% per tahun, sehingga semakin memperkuat fakta bahwa manfaat yang lebih tinggi yang diterima para Peserta TASPEN niscaya akan mengalami penurunan secara per kapita jika programnya dialihkan kepada BPJS TK. (Sumber Data BPJS TK berasal dari: m. bisnis.com tanggal 31 Januari 2020 dan kontan.co.id tanggal 16 Juli 2020 dan sumber data PT
untuk memajukan kesejahteraan umum. Salah satu caranya adalah dengan membentuk BUMN. Tugas pemerintah untuk memajukan kesejahteraan umum itu tentu tidak terbatas hanya dalam konteks pelaksanaan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 adalah penegasan bahwa untuk hal-hal atau bidang-bidang yang termasuk dalam kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) harus dikuasai negara dan maksud penguasaan negara itu bukan untuk kepentingan lain tetapi semata-mata untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ihwal pengertian yang terkandung dalam pengertian “dikuasai oleh negara” itu telah ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-I/2003, sebagaimana telah dipertimbangkan sebelumnya.” Dengan demikian, maksud dan tujuan BUMN tidaklah hanya untuk mengejar keuntungan ( profit oriented ), namun pada saat yang sama juga harus memberikan kesejahteraan dan pemerataan ekonomi kepada rakyat. Bahwa perlu kami tegaskan, BUMN bukanlah badan usaha yang tujuannya hanya memikirkan keuntungan dan nilai investasi, melainkan badan usaha yang manfaatnya harus dirasakan oleh rakyat. Bahwa BUMN yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional, di samping usaha swasta dan koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, swasta dan koperasi melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi. Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar besarnya kemakmuran masyarakat. BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi. 6. Sejalan dengan ketentuan di dalam Pasal 1 angka 5 UU BUMN yang menyebutkan bahwa “Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah selaku pemegang saham negara pada Persero dan pemilik modal pada Perum dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan” dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003, maka secara garis besar Menteri BUMN memiliki kewenangan sebagai:
menjatuhkan pPengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indon ...
Relevan terhadap
pengelolanya adalah PT TASPEN (Persero). Pengelolaan tersebut tidak digabungkan dengan pengelolaan tenaga kerja umum; 6. Bentuk reformasi program pensiun sebagaimana arahan Presiden RI merupakan peningkatan formula manfaat secara sangat signifikan serta penegasan kelembagaan yaitu dikelola secara terpisah dan dilaksanakan oleh PT TASPEN (Persero) serta tidak digabungkan dengan tenaga kerja umum. Peraturan perundang-undangan reformasi program pensiun tersebut telah secara intensif dibahas dan diformulasikan bersama-sama Kementerian Keuangan, Kementerian PAN-RB, dan PT TASPEN (Persero) sebagai penyelenggara dan telah dilaksanakan Uji Publik oleh Kementerian Keuangan, Kementerian PAN-RB bersama dengan PT TASPEN (Persero) pada tanggal 12 Maret 2020 di Bandung yang dihadiri oleh seluruh Pemerintah Daerah di wilayah Jawa Barat. 7. Perlu kami sampaikan hal yang sangat penting yang disampaikan oleh para Pemohon bahwa dengan logika yang sangat sederhana, perhitungan manfaat dana kelolaan TASPEN sebesar Rp263 Triliun (per 31 Desember 2019) yang hanya dikhususkan bagi Kesejahteraan 6,8 (enam koma delapan) juta Peserta (dan akan lebih baik lagi setelah reformasi Pensiun) pasti akan mengalami penurunan apabila programnya digabungkan dengan BPJS TK. Berdasarkan data yang diperoleh BPJS TK dari media online, jumlah pesertanya 55,2 (lima puluh lima koma dua) juta atau 8,11 kali (delapan koma sebelas kali) lipat lebih banyak dari peserta TASPEN, sementara dana kelolaan BPJS TK sebesar Rp431,7Triliun (tidak sampai 2 kali lipat dari Dana Kelolaan Taspen). Fakta di atas diperkuat lagi dengan informasi yang disampaikan oleh Para Pemohon bahwa imbal hasil investasi TASPEN yang mencapai 8,5% per tahun (berdasarkan data tahunan per 31 Desember 2019 yang dipublikasikan oleh TASPEN) jauh lebih tinggi dari imbal hasil investasi BPJS TK yang hanya mencapai 6% - 7% per tahun, sehingga semakin memperkuat fakta bahwa manfaat yang lebih tinggi yang diterima para Peserta TASPEN niscaya akan mengalami penurunan secara per kapita jika programnya dialihkan kepada BPJS TK. (Sumber Data BPJS TK berasal dari: m. bisnis.com tanggal 31 Januari 2020 dan kontan.co.id tanggal 16 Juli 2020 dan sumber data PT
untuk memajukan kesejahteraan umum. Salah satu caranya adalah dengan membentuk BUMN. Tugas pemerintah untuk memajukan kesejahteraan umum itu tentu tidak terbatas hanya dalam konteks pelaksanaan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 adalah penegasan bahwa untuk hal-hal atau bidang-bidang yang termasuk dalam kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) harus dikuasai negara dan maksud penguasaan negara itu bukan untuk kepentingan lain tetapi semata-mata untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ihwal pengertian yang terkandung dalam pengertian “dikuasai oleh negara” itu telah ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-I/2003, sebagaimana telah dipertimbangkan sebelumnya.” Dengan demikian, maksud dan tujuan BUMN tidaklah hanya untuk mengejar keuntungan ( profit oriented ), namun pada saat yang sama juga harus memberikan kesejahteraan dan pemerataan ekonomi kepada rakyat. Bahwa perlu kami tegaskan, BUMN bukanlah badan usaha yang tujuannya hanya memikirkan keuntungan dan nilai investasi, melainkan badan usaha yang manfaatnya harus dirasakan oleh rakyat. Bahwa BUMN yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional, di samping usaha swasta dan koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, swasta dan koperasi melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi. Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar besarnya kemakmuran masyarakat. BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi. 6. Sejalan dengan ketentuan di dalam Pasal 1 angka 5 UU BUMN yang menyebutkan bahwa “Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah selaku pemegang saham negara pada Persero dan pemilik modal pada Perum dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan” dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003, maka secara garis besar Menteri BUMN memiliki kewenangan sebagai:
Pengujian UU Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun terhadap UUD Negara RI Tahun 1945
Relevan terhadap 5 lainnya
pasal a quo dimaknai “audit terhadap laporan keuangan Dana Pensiun yang didirikan BUMN sah dan berkekuatan hukum jika dilakukan Akuntan Publik”. Terhadap dalil Pemohon a quo , Mahkamah mempertimbangkan bahwa untuk memahami norma a quo tidak dapat dilepaskan dari konteks utuh pengaturan pembinaan dan pengawasan seluruh Dana Pensiun baik yang jenisnya DPPK maupun yang jenisnya DPLK. Bahkan, dalam Penjelasan Umum UU Dana Pensiun telah dinyatakan bahwa pembinaan dan pengawasan tersebut merupakan salah satu asas dalam penyelenggaraan Dana Pensiun yang dimaksudkan untuk memberikan landasan penyelenggaraan dana Pensiun agar bersesuaian dengan tujuan Dana Pensiun. Oleh karena itu harus dihindari penggunaan kekayaan Dana Pensiun dari kepentingan-kepentingan yang dapat menyebabkan tidak tercapainya maksud utama dari pemupukan dana yaitu untuk memenuhi pembayaran hak peserta. Dalam pelaksanaannya, pembinaan dan pengawasan tersebut meliputi antara lain sistem pendanaan dan pengawasan atas investasi kekayaan Dana Pensiun. Terkait dengan hal itu, UU Dana Pensiun menentukan pula bahwa pemupukan dana dalam Dana Pensiun dapat diinvestasikan yang mana hasil investasi tersebut menjadi sumber kekayaan Dana Pensiun [vide Pasal 29 huruf c UU Dana Pensiun]. Untuk menginvestasikan kekayaan Dana Pensiun tersebut harus didasarkan pada arahan yang digariskan oleh pendiri Dana Pensiun dengan berpedoman pada ketentuan investasi yang ditetapkan Menteri Keuangan. Arahan dimaksud adalah untuk menjamin bahwa kekayaan Dana Pensiun hanya diinvestasikan untuk jenis-jenis investasi yang aman. Lebih lanjut, berkenaan dengan norma dalam ketentuan Pasal 52 ayat (1) huruf a, norma ini sesungguhnya merupakan penjabaran dari Pasal 50 UU Dana Pensiun __ yang menunjuk Menteri, in casu Menteri Keuangan, sebagai pejabat pembina dan pengawas pengelolaan keuangan. Sekalipun pada saat ini kewenangan pembinaan dan pengawasan Dana Pensiun berdasarkan UU 21/2011 telah beralih ke OJK namun substansi pembinaan dan pengawasan dimaksud tidaklah berubah. Oleh karena itu adanya pengaturan kewajiban Dana Pensiun menyampaikan laporan berkala kepada Menteri Keuangan (saat ini OJK) setelah diaudit oleh akuntan publik tidaklah bertentangan dengan hukum. Hal demikian sejalan dengan tugas akuntan publik sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (1)
laporan keuangan Dana Pensiun setiap tahun harus diaudit oleh akuntan publik yang ditunjuk oleh dewan pengawas. Penunjukkan akuntan publik dilakukan oleh dewan pengawas berdasarkan pertimbangan dewan pengawas mewakili kepentingan peserta dan pendiri. Selain itu, Menteri Keuangan dalam melakukan pembinaan dan pengawasan melakukan pemeriksaan langsung terhadap Dana Pensiun, dapat menunjuk akuntan publik dan/atau aktuaris, sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) dan ayat (4) UU Dana Pensiun. Pengakuan atas kedudukan BPK sebagai satu-satunya lembaga negara yang berwenang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara dan atas wewenang akuntan publik untuk melakukan audit atas laporan keuangan ini dapat dipahami karena tujuan dan pengguna hasil pemeriksaan BPK TIDAK SAMA dengan tujuan dan pengguna hasil pemeriksaan akuntan publik. Dalam hal ini, dilihat dari jenis pemeriksaan yang dilakukan BPK, JELAS bahwa ruang lingkup pemeriksaan BPK sangat luas, bukan hanya untuk memberikan OPINI atas kewajaran penyajian informasi dalam laporan keuangan entitas, namun dapat ditujukan pula untuk mengidentifikasi hal-hal yang perlu menjadi perhatian stakeholder terkait aspek ekonomi, aspek efisiensi, dan aspek efektivitas suatu kegiatan. Bahkan, melalui pemeriksaan dengan tujuan tertentu, yaitu pemeriksaan pemeriksaan investigatif, pemeriksaan BPK dapat pula ditujukan untuk melakukan penghitungan atas kerugian negara, sebagaimana yang saat ini dipermasalahkan oleh Pemohon. Adanya undang-undang yang mengatur pemeriksaan oleh akuntan publik atas suatu badan, lembaga, entitas yang mengelola Keuangan Negara tidak berarti menegasikan wewenang BPK untuk melakukan pemeriksaan atas badan, lembaga, entitas tersebut. Dalam kaitannya dengan pemeriksaan atas Dana Pensiun, selain melakukan pemeriksaan investigatif dalam rangka menghitung kerugian negara pada Dana Pensiun Pertamina yang dipermasalahkan oleh Pemohon, BPK melakukan pemeriksaan atas dana pensiun, antara lain: 1. pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas Pengelolaan Dana Pensiun Pertamina dan instansi terkait lainnya Tahun Anggaran 2011, Tahun Anggaran 2012, dan SEMESTER I 2013; dan 2. pemeriksaan kinerja atas efektivitas penyaluran pembayaran pensiun dan efisiensi pengelolaan investasi Tahun Buku 2015 dan 2016 (semester 1) pada
menunjukkan bahwa kekayaan Dana Pensiun sebagai badan hukum bukan merupakan keuangan negara; tidak juga termasuk ke dalam lingkup keuangan negara seperti yang secara enumeratif disebutkan dalam ketentuan Pasal 2 UU 17/2003 tentang Keuangan Negara juncto Penjelasan Umum UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Karena kekayaan Dana Pensiun sebagai badan hukum bukan merupakan Keuangan Negara dan tidak juga termasuk ke dalam lingkup Keuangan Negara, maka adalah tidak berdasar atas hukum bila kemudian BPK masuk melakukan pemeriksaan terhadap keuangan Dana Pensiun karena memang BPK tidak berwenang untuk itu ( onbevoegdheid ). UU Dapen dengan tegas memberikan kewenangan secara atributif kepada Akuntan Publik [vide Pasal 14 juncto Pasal 52 ayat (1) a dan ayat (4) UU Dapen], bukan kepada BPK. Bahwa dalam praktek, BPK yang tanpa wewenang secara absolut ( absolute incompetentie; onbevoegdheid ratione materie ) memaksanakan diri melakukan pemeriksaan terhadap keuangan Dana Pensiun, hal yang demikian itu masuk ke dalam tindakan sewenang-wenang sebagai suatu yang secara tegas dilarang dalam ketentuan Pasal 17 dan Pasal 18 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dengan ancaman sanksi administratif berat [vide Pasal 80 ayat (3) dan Pasal 81 ayat (3)]. Selain keterangan tertulis yang dibacakan dalam persidangan, Ahli pun menyampaikan keterangan lain yang disampaikan dalam persidangan sebagai berikut: − Dana Pensiun merupakan badan hukum perdata dan bukan badan hukum publik; − Di dalam UU Dana Pensiun sudah sangat jelas dikatakan bahwa kekayaan Dana Pensiun salah satunya berasal dari iuran pemberi kerja dan tidak menyebutkan salah satu kekayaan Dana Pensiun bersumber APBN, sehingga secara norma sudah sangat jelas tidak ada keuangan negara yang terdapat dalam kekayaan Dana Pensiun; − Modal yang disertakan pada Dana Pensiun merupakan kekayaan perusahaan BUMN merupakan kekayaan perusahaan BUMN yang tentunya terpisah dari kekayaan pemiliknya (negara) sehingga ketika Dana Pensiun mengalami kerugian dalam melakukan investasi menurut Ahli tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana korupsi.
Pembinaan dan Pengawasan Akuntan Publik.
Relevan terhadap
Dalam memberikan jasa asurans, Akuntan Publik dan KAP wajib menjaga independensi serta bebas dari benturan kepentingan.
Benturan kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi paling sedikit, apabila:
Akuntan Publik atau Pihak Terasosiasi mempunyai kepentingan keuangan atau memiliki kendali yang signifikan pada klien atau memperoleh manfaat ekonomis dari klien, dengan cara:
memiliki investasi baik secara langsung maupun tidak langsung di klien;
memiliki kepemilikan bersama dengan klien;
memiliki hubungan usaha yang material dengan klien; atau
merangkap sebagai: a) pimpinan, direksi, pengurus; atau b) orang yang menduduki posisi kunci di bidang keuangan dan/atau akuntansi di klien;
Akuntan Publik atau Pihak Terasosiasi memiliki hubungan kekeluargaan dengan pimpinan, direksi, pengurus, atau orang yang menduduki posisi kunci di bidang keuangan dan/atau akuntansi pada klien, berupa suami, istri, anak, orang tua, atau saudara kandung; dan/atau c. Akuntan Publik memberikan jasa asurans dan jasa non- asurans dalam periode atau tahun buku yang sama.
Hubungan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 3 dikecualikan dalam hal Akuntan Publik atau Pihak Terasosiasi:
memberikan jasa kepada klien; atau
merupakan konsumen dari produk barang atau jasa klien dalam rangka menunjang kegiatan rutin.
Jasa non-asurans sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berupa:
jasa pembukuan atau jasa lain yang berhubungan dengan catatan akuntansi klien atau laporan keuangan untuk periode atau tahun buku yang sama;
jasa sistem teknologi informasi keuangan untuk periode atau tahun buku yang sama; dan/atau
jasa konsultasi manajemen yang berkaitan dengan pelaporan keuangan untuk tahun buku atau periode yang sama.
Akuntan Publik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Di ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 21 dari 43 halaman. Putusan Nomor 4 P/HUM/2021 2. Bahwa Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang PPh sudah pernah diajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi , yaitu dalam perkara uji materi nomor 128/PUU-VII/2009 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Dalam pertimbangan putusan yang MENOLAK permohonan Pemohon tersebut, Mahkamah Konstitusi menyatakan: “Bahwa pendelegasian wewenang Undang-Undang untuk mengatur lebih lanjut oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya adalah suatu kebijakan pembentuk Undang-Undang yakni DPR dengan persetujuan Pemerintah (legal policy), sehingga dari sisi kewenangan kedua lembaga itu tidak ada ketentuan Undang-UndangDasar 1945 yang dilanggar, artinya produk hukumnya dianggap sah. Pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, di samping untuk memenuhi kebutuhan Pemerintah dengan segera supaya ada landasan hukum yang lebih rinci dan operasional, sekaligus juga merupakan diskresi yang diberikan oleh Undang-Undang kepada Pemerintah yang dibenarkan oleh hukum administrasi." 3. Lebih lanjut, dalam penjelasan kedua Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang PPh tersebut dijabarkan sebagai berikut: a. Penjelasan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh bahwa sesuai dengan ketentuan pada Pasal 4 ayat (1), penghasilan- penghasilan sebagaimana disebutkan pada Pasal 4 (2) merupakan objek pajak yang dikenai tarif final berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain: 1) perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan masyarakat; 2) kesederhanaan dalam pemungutan pajak; 3) berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Tata Cara Penghapusan dan Pemindahtanganan Aset Tetap pada Perusahaan Perseroan (Persero) di Bawah Pembinaan dan Pengawasan Menteri Keuangan ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Perusahaan Perseroan (Persero) yang selanjutnya disebut Persero adalah Badan U saha Milik Negara yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengeJar keun tungan.
Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat RUPS adalah organ Persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Persero dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris.
Menteri adalah Menteri Keuangan selaku RUPS pada Persero dengan memperhatikan peraturan perundang undangan.
Direktur Jenderal adalah p1mpman unit organ1sas1 eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi tugas melaksanakan pengelolaan investasi pemerintah dan kekayaan Negara dipisahkan yang diberikan kuasa oleh Menteri selaku RUPS.
Dewan Ko mi saris adalah organ Persero yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasihat kepada Direksi.
Direksi adalah organ Persero yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Persero untuk kepentingan Persero, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar Persero.
Aset Tetap adalah aset berwujud milik Persero yang digunakan dalam kegiatan operasi tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal Persero, dan memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
Penghapusan adalah tindakan menghapus Aset Tetap dari pembukuan atau neraca Persero.
Pemindah tanganan adalah pengalihan kepemilikan Aset Tetap kepada pihak lain.
Penjualan adalah setiap tindakan Pemindahtanganan Aset Tetap dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
Tukar-menukar adalah setiap tindakan Pemindah tanganan A set Tetap dengan menenma penggantian utama/ pokok dalam bentuk barang yang bernilai seimbang. Ganti Rugi adalah setiap tindakan Pemindahtanganan Aset Tetap dengan menerima penggantian dalam bentuk uang dan/atau barang.
Penawaran Umum adalah Penjualan Aset Tetap yang ditawarkan secara terbuka kepada masyarakat dan/atau badan hukum sebagai calon pembeli.
Pemilihan Langsung adalah pemilihan mitra melalui pemilihan kepada beberapa pihak terbatas paling kurang 3 (tiga) calon mitra potensial.
Penunjukan Langsung adalah Penjualan Aset Tetap yang dilakukan secara langsung kepada 1 ( satu) calon pembeli.
Balai Lelang adalah badan hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang lelang.
Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh Pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini atas suatu objek penilaian berupa Aset Tetap Persero pada saat tertentu.
Penilai Pemerin tah di Lingkungan Direktorat J enderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Penilai Direktorat Jenderal adalah Penilai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang diangkat oleh kuasa Menteri Keuangan yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan Penilaian, termasuk atas hasil penilaiannya secara independen.
Penilai Publik adalah Penilai yang telah memperoleh izin dari Menteri untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan Aset Tetap atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal Penilaian.
Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Pasal 34 dan Pasal 42 Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pre ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 31 dari 178 halaman. Putusan Nomor 39 P/HUM/2020 tambahan yang menyertai jika warga negara tidak menjalankan kewajiban dalam membayar iuran; Serangkaian peraturan dan kovenan di atas jelas mengatakan bahwa Jaminan Kesehatan merupakan hak warga negara. Tetapi dalam pelaksanaannya, pengaturan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) lebih menekankan JKN sebagai suatu bentuk kewajiban yang tidak dapat ditawar dalam bentuk apapun dibandingkan sebuah hak; Hal ini dapat dilihat dalam beberapa ketentuan sebagai berikut: a. Pasal 14 dalam Undang-Undang BPJS yang menyatakan: “Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta Program Jaminan Sosial.”; b. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 yang menyatakan: “Setiap penduduk Indonesia wajib ikut serta dalam program Jaminan Kesehatan”; c. Pasal 10 huruf b Undang-Undang BPJS yang menyatakan: “b. Memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja; d. Pasal 11 Undang-Undang BPJS yang menyatakan: “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, BPJS berwenang untuk: a. Menagih pembayaran Iuran; b. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
Pinjaman Daerah
Relevan terhadap
Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat menerbitkan Obligasi Daerah setelah memperoleh pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri dan persetujuan dari Menteri Keuangan.
Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
persetujuan atas pembayaran pokok, bunga, dan segala biaya yang timbul sebagai akibat penerbitan Obligasi Daerah; dan
persetujuan atas nilai bersih maksimal Obligasi Daerah yang akan diterbitkan pada saat penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Penerbitan Obligasi Daerah digunakan untuk membiayai infrastruktur dan/atau investasi berupa kegiatan pembangunan prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang menjadi urusan pemerintahan daerah.
Pelaksanaan kegiatan pembangunan prasarana dan/atau sarana daerah dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang menjadi urusan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak melampaui akhir tahun anggaran pada masa berakhirnya jabatan Kepala Daerah.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dikecualikan bagi kegiatan pembangunan prasarana dan/atau sarana daerah dalam rangka penyediaan pelayanan publik untuk mendukung prioritas nasional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pinjaman jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu pengembalian pinjaman lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dengan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lainnya, yang seluruhnya harus dilunasi pada tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman.Pinjaman jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari:
Pemerintah Pusat;
LKB;
LKBB; dan
masyarakat.
Pinjaman jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk membiayai infrastruktur dan/atau kegiatan investasi berupa kegiatan pembangunan prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang menjadi urusan Pemerintahan Daerah, dengan tujuan:
menghasilkan penerimaan langsung berupa pendapatan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang berkaitan dengan pembangunan prasarana dan/atau sarana daerah;
menghasilkan penerimaan tidak langsung berupa penghematan belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang seharusnya dikeluarkan apabila kegiatan tersebut tidak dilaksanakan; dan/atau c. memberikan manfaat ekonomi dan sosial.
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
Pinjaman Dalam Negeri adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah Pusat yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu sesuai dengan masa berlakunya.
Pinjaman Luar Negeri adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh Pemerintah Pusat dari pemberi pinjaman luar negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
Perjanjian Pinjaman Dalam Negeri adalah kesepakatan tertulis mengenai pinjaman antara Pemerintah Pusat dan pemberi pinjaman dalam negeri.
Perjanjian Pinjaman Luar Negeri adalah kesepakatan tertulis mengenai pinjaman antara Pemerintah Pusat dan pemberi Pinjaman Luar Negeri.
Perjanjian Penerusan Pinjaman Dalam Negeri adalah kesepakatan tertulis antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah mengenai penerusan Pinjaman Dalam Negeri yang diperoleh Pemerintah Pusat.
Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri adalah kesepakatan tertulis antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah mengenai penerusan Pinjaman Luar Negeri yang diperoleh Pemerintah Pusat.
Perjanjian Pinjaman Daerah adalah perjanjian yang dilakukan antara pemberi pinjaman dengan Kepala Daerah.
Penerusan Pinjaman adalah Pinjaman Luar Negeri atau Pinjaman Dalam Negeri yang diterima oleh Pemerintah Pusat yang diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah dan/atau badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.
Obligasi Daerah adalah Pinjaman Daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal.
Kepala Daerah adalah gubernur atau bupati/wali kota.
Lembaga Keuangan Bank yang selanjutnya disingkat LKB adalah lembaga keuangan yang memberikan jasa keuangan dan menarik dana dari masyarakat secara langsung.
Lembaga Keuangan Bukan Bank yang selanjutnya disingkat LKBB adalah lembaga atau badan pembiayaan yang melakukan kegiatan dalam bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan cara mengeluarkan surat berharga dan menyalurkan kepada masyarakat terutama untuk membiayai investasi pemerintah pusat/pemerintah daerah atau swasta.