Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016.
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN TERHADAP UN ...
Relevan terhadap
www.mahkamahkonstitusi.go.id 5. Prof. Achmad Zen Umar Purba, S.H., LLM - Bahwa istilah ”Internasional” dalam TBI merujuk pada satu proses sehingga bermakna ”Transnasional” . Judge Philip Jessup, pelopor lahir Trasnational Law itu, di tahun 1956 menulis bahwa Transnational Law adalah: “ all law which regulates actions or events that transcend national frontiers... [including] [b]oth public and private international law...[plus] other rules which do not wholly fit into such standard categories.” (semua hukum yang mengatur perbuatan atau peristiwa yang melintas batas2 negara....[termasuk] hukum internasional publik dan hukum internasional perdata [plus] peraturan-peraturan lain yang tidak seluruhnya termasuk daam kategori standar tersebut. [dikutip dalam Harold Hongju Koh, WHY TRANSNATIONAL MATTERS, 24 Penn St. Int’l Law R., 745 (2006). __ - Jadi dalam melintasi batas2 negara, tindakan atau peristiwa itu bersentuhan dengan hukum nasional. Hal ini relevan dengan masalah yang dibicarakan dalam forum ini, karena aktor utama TBI adalah negara (termasuk perusahaan negara), selain perusahaan transnasional dan konsultan hukum, Di samping itu ”Bisnis” dalam TBI mencakup tiga bidang, yakni peredaran barang ( flow of goods ), investasi dan perlisensian ( licensing). - Kegiatan transaksi bisnis yang dilakukan sektor privat dalam menanamkan modalnya di Indonesia membutuhkan kepastian hukum sebagai instrumen persyaratan yang mutlak. Intinya transaksi ekonomi membutuhkan regulasi yang pasti dan tidak mengandung penafsiran lain atau kekakuan yang menghambat seluruh kegiatan bisnis dan investasi bagi kepentingan dan kemajuan nasional. - Dalam transaksi bisnis, negara tidak dapat memonopoli kewenangannya untuk tujuan yang menghambat kegiatan bisnis dan investasi yang dihormati dan diakui dalam prinsip-prinsip dasar hukum ekonomi, termasuk yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Ketentuan Pasal 2 huruf g dan huruf i UU Keuangan Negara merupakan regulasi yang cenderung dipaksakan, sehingga tidak mengandung kepastian hukum dan penghormatan terhadap doktrin badan hukum. Oleh sebab itu, muncul paradoks dalam kegiatan bisnis dan investasi di Indonesia, yaitu di satu sisi negara memperluas dan mengupayakan kegiatan bisnis dan investasi terus Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
www.mahkamahkonstitusi.go.id meningkat untuk mewujudkan kemandirian nasional. Namun, di sisi yang lain, negara dalam regulasi bisnis tidak memperhatikan prinsip kehati- hatian, terutama agar negara tidak melalaikan kewajibannya, warga masyarakat tidak dirugikan haknya? (PUJI), serta badan hukum tidak diingkari kedudukannya. - Pasal 2 huruf g dan huruf i UU Keunagn Negara jelas merupakan peraturan yang mengabaikan prinsip kehati-hatian . Akibatnya, desain regulasi bisnis cenderung parsial, hanya untuk kepentingan jangka pendek, sehingga bukan suatu alternatif strategis untuk membangun kepercayaan publik terhadap iklim bisnis dan investasi di Indonesia dalam jangka waktu yang lama. - Untuk jangka panjang, seyogianya sebuah UU Keuangan Negara harus dapat merumuskan kebijakan ekonomi dan investasi yang memperhatikan dan menghormati hak-hak badan hukum. Di samping itu, perlu dicermati monopoli pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan badan hukum oleh BPK justru menimbulkan kewenangan yang tidak rasional dalam menentukan aspek kerugian keuangan negara pada sektor privat. Dalam kontekstualisasi seperti itu, tidak diragukan lagi irasionalitas dalam pengaturan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan dalam praktiknya akan merugikan kedudukan hukum sektor privat sebagai domain yang berbeda dengan sektor publik. Hal demikian terjadi karena tidak ada batas-batas yuridis yang mengandung kepastian dan keadilan hukum. - Ketidakmampuan Pasal 2 huruf g dan huruf i UU Keuangan menentukan garis batas kepunyaan ( domain limitative ) merupakan pertanda reinkarnasi manajemen keuangan publik tradisional. Manajemen demikian pernah berkembang sebagai bentuk monopoli terhadap penguasaan dan pengaturan kekayaan negara yang berasal dari kekayaan swasta. Hal demikian pada dasarnya menunjukkan gejala kemunduran dalam kebijakan bisnis di Indonesia. - Dalam prinsip hukum, kepunyaan badan hukum memiliki ketegasan batasan apakah termasuk kepunyaan publik ( domain public ) atau kepunyaan privat ( domain prive ). Keduanya tidak mungkin tunduk pada peraturan perundang-undangan yang sama, baik dalam tata kelola dan tata tanggung jawabnya. Prinsip ini sejalan dengan doktrin badan hukum yang Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
www.mahkamahkonstitusi.go.id bersifat dialikatis. Hal demikian disebabkan teori hukum yang merupakan teori gejala hukum positif (positieve rechtsverschijnsel) dalam kehidupan masyarakat yang tidak dapat dikesampingkan. Hal ini berarti, desain keuangan negara hendaknya tidak dipandang dari segi hukum positif saja, tetapi juga dipandang dari segi teori hukumnya dan manfaat yang sebesar- besarnya bagi kemajuan dan kepentingan umum. __ - Dalam kesempatan ini, saya memiliki pandangan yang sama dengan Pemohon Nomor 48 dari PPMS/CSS-UI yang menyatakan sangat berbahaya dan berisiko yang besar bagi perkembangan bisnis dan investasi jika ruang lingkup keuangan diperluas. Kepentingan negara dalam kegiatan bisnis dan investasi adalah memberikan rasa aman, nyaman, kepastian, dan keadilan. Oleh sebab itu, guna menjaga kepastian dan keadilan hukum, Pertama, penguasaan dan pengurusan keuangan sektor privat tidak tunduk pada regulasi keuangan sektor publik. Kedua, negara tidak mungkin mengidentifikasi kerugian negara pada kekayaan yang menjadi domain privat karena pola, prosedur, dan statusnya yang berada pada ranah hukum privat. Negara sebagai pemegang saham tetap memiliki pengendalian dan peranan hak dan kewajiban menurut prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik ( good governance ), sebagaimana juga diatur dalam UU BUMN yang dibahas di atas. - Konstitusi menggariskan perlindungan bagi warganegara dan badan hukum untuk memperoleh persamaan di hadapan hukum, serta kepastian dan keadilan hukum. Konstitusi juga menggariskan cabang produksi dikuasai negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, dan bukan untuk kemakmuran segelintir orang atau kelompok atau badan yang mengatasnamakan kepentingan negara. - Oleh sebab itu, permohonan pengujian Pasal 2 huruf g dan huruf i UU Keuangan Negara oleh PPMS/CSS-UI menjadi sangat penting untuk mengkonstruksikan keseimbangan hak dan kewajiban negara sebagai badan hukum publik dan hak dan kewajiban sebagai badan hukum privat, sehingga keduanya tidak dicampuradukkan atau dibiaskan untuk alasan apapun. Dengan demikian, ada kepastian dan keadilan hukum bagi kegiatan bisnis dan investasi, juga ada kepastian dan keadilan hukum bagi Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2008 tentang Pedoman dan Pentahapan Dalam Rangka Pembangunan dan Penerapan Indonesia Nat ...
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.02/2018 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2018 ...
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan.
Relevan terhadap
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1437, Subdirektorat Pengelolaan Risiko Aset dan Kewa jiban Negara menyelenggarakan fungsi:
analisis terhadap struktur asset dan kewajiban dalam neraca keuangan pemerintah maupun item-item non neraca (o f f balance sheet) dari sisi akuntansi dan cash fiow;
analisis sensitivitas aset dan kewa jiban terhadap variabel pasar dan ekonomi makro;
analisis aset dan kewa jiban berdasarkan f air market value; DISTRIBUSI II d. identifikasi, pengukuran dan penyusunan mitigasi risiko terhadap laporan keuangan konsolidasi negara;
analisis terhadap risiko investasi clan rekomendasi terhadap usulan investasi terkait pengelolaan asset dan kewajiban yang akan dilakukan oleh pemerintah termasuk penerusan pinjaman;
pengembangan konsep pengelolaan kewa jiban (ALM); a set clan g. penyusunan rekomendasi pemantauan kebijakan investasi dalam kerangka ALM;
koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam rangka pengelolaan ALM Kementerian Keuangan dan negara; i . pengolahan data dan model analisis dalam rangka perumusan rekomendasi mitigasi risiko keuangan negara J . penyiapan bahan negosiasi dan per janjian ker ja sama kelembagaan;
penyiapan bahan penyusunan dokumen perencanaan Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara; dan
pengelolaan manajemen risiko Direktorat.
Subbidang Forum Keuangan APEC mempunyai tugas melakukan analisis, penyiapan bahan perumusan rekomendasi kebijakan, serta penyiapan koordinasi, pelaksanaan, dan pemantauan kerja sama ekonomi dan keuangan APEC pada tingkat Menteri Keuangan, Deputi Menteri Keuangan, dan Pejabat Senior Keuangan, dan kelompok-kelompok ker ja APEC Finance Ministers' Process, seperti Asia Region Funds Passport (ARFP), Asia Pacific Financial Forum (APFF) , Asia Pacif ic Financial DISTRIBU.SI II Inclusion Fornm (APFIF), dan Asia Pacif ic Inf rastnlcture Partnershi p (APIP) .
Subbidang Kelembagaan APEC mempunyai tugas melakukan analisis, peny1apan bahan perumusan rekomendasi kebijakan, serta peny1apan koordinasi, pelaksanaan, dan pemantauan ker ja sama ekonomi clan keuangan APEC yang berkaitan clengan APEC Leader's Process seperti Economic Committee, Budget and Management Committee, Senior O f f icial Meetings, Investment Ex pert Group (IEG), dan kelembagaan APEC lainnya.
Subbidang Kerja Sama Selatan Selatan clan Triangular mempunyai tugas melakukan analisis, penyiapan bahan perumusan rekomendasi kebijakan, serta peny1apan koorclinasi, pelaksanaan, dan pemantauan kerja sama ekonomi dan keuangan, serta pengelolaan pemberian bantuan teknis Indonesia dalam kerangka Ker ja Sama Selatan Selatan dan Triangular.
Subbidang Kerja Sama Subregional clan Regional Lainnya mempunya1 tugas melakukan analisis, penyiapan bahan perumusan rekomendasi kebijakan, serta peny1apan koordinasi, pelaksanaan, dan pemantauan ker ja sama ekonomi dan keuangan forum ASEM pada tingkat Menteri Keuangan, Deputi Menteri Keuangan, dan kelompok kerja proyek-proyek ker ja sama ASEM, ACD, ESCAP, AMED, FEALAC, NAASP clan forum regional lainnya, serta kerja sama subregional yang meliputi IMT-GT, IMS-GT, BIMP-EAGA, dan ker ja sama subregional lainnya. Pasal 1 827 Bidang Kerja Sama Ekonomi clan Keuangan Bilateral mempunyai tugas melaksanakan analisis, perumusan rekomenclasi kebijakan, penyiapan koorclinasi, pelaksanaan, clan pemantauan kerja sama ekonomi clan keuangan bilateral clengan pemerintah maupun lembaga dan orgarnsas1 DISTRIBUSI II internasional non-pemerintah, serta pelaksanaan ker ja sama teknik luar negeri. Pasal 1 828 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 827, Bidang Kerja Sama Ekonomi clan Keuangan Bilateral menyelenggarakan fungsi:
analisis, peny1apan bahan perumusan rekomenclasi kebijakan, serta penyiapan koorclinasi, pelaksanaan, dan pemantauan ker ja sama ekonomi dan keuangan bilateral dengan pemerintah dan perwakilan pemerintah negara negara di kawasan Asia-Pasifik, Amerika dan Eropa, dan Afrika;
analisis, peny1apan bahan perumusan rekomendasi kebijakan, serta penyiapan koorclinasi, pelaksanaan, dan pemantauan kerja sama ekonomi dan keuangan bilateral ,dengan lembaga perwakilan/kuasi pemerintah negara negara sahabat seperti Ja pan Bank f or International Cooperation (JBIC), Japan International Cooperation Agency (JICA), French Develo pment Agency (AFD), Korean Inten1ational Cooperation Agency (KOICA), US Agency f or Inten1ational Development (USAID), Gesellscha ft fuer Internationale Zusammenarbeit (GIZ), dan lembaga lembaga investasi pemerintah asing;
analisis, peny1apan bahan perumusan rekomendasi kebijakan, serta penyiapan koordinasi, pelaksanaan, clan pemantauan kerja sama ekonomi dan keuangan bilateral dengan lembaga dan orgamsas1 non-pemerintah internasional meliputi ker ja sama clengan media massa asmg, lembaga pemeringkat, asosiasi/forum sektor swasta, dan forum-forum internasional non-pemerintah, termasuk St. Petersburg Inten1ational Economic Forum (SPIEF) , Asian Financial Forum (AFF), World Economic Forum (WEF), Astana Economic Forum (AEF), dan India Investment Summit; clan cl. penyiapan koordinasi, pemantauan, dan pelaksanaan ker ja sama teknik luar negeri dan misi luar negeri. DISTRIBUSI II
Undang-Undang yang mengatur tentang usaha perasuransian berbentuk usaha bersama (mutual) hingga saat ini belum dikeluarkan, keadaan ini menimbulkan ke ...
Relevan terhadap
www.mahkamahkonstitusi.go.id e. ketidakcukupan premi akibat perbedaan hasil investasi yang diasumsikan dalam penetapan premi dengan hasil investasi yang diperoleh; f. ketidakmampuan pihak reasuradur untuk memenuhi kewajiban membayar klaim. 5. Mengingat adanya risiko kerugian tersebut di atas, maka selisih antara jumlah kekayaan yang diperkenankan ( admitted asset ) dan kewajiban ( liabilities ) yang wajib dimiliki oleh perusahaan asuransi dan reasuransi sekurang-kurangnya adalah sebesar dana yang cukup untuk menutup risiko kerugian tersebut. Untuk itu diperlukan modal. Selain untuk tujuan tersebut, modal juga diperlukan untuk mengembangkan teknologi informasi, meningkatkan sumber daya manusia, meningkatkan kesadaran masyarakat berasuransi dan lain sebagainya. Ini lah prinsip pokok dalam regulasi yang mengatur kondisi kesehatan perusahaan asuransi dan reasuransi. Ketentuan ini berlaku bagi seluruh perusahaan asuransi dan reasuransi tanpa membeda-bedakan bentuk badan hukum perusahaan yang bersangkutan. 6. Dalam hal perusahaan asuransi dan reasuransi mengalami risiko kerugian sehingga tidak mampu memenuhi ketentuan mengenai kesehatan keuangan, maka cara yang paling tuntas untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menambah modal, tanpa dengan menimbulkan kewajiban baru bagi perusahaan. Pada perusahaan asuransi yang berbentuk perseroan terbatas, penambahan modal sangat mungkin dilakukan baik oleh pemegang saham lama maupun oleh pemegang saham baru. Sedangkan pada perusahaan asuransi yang berbentuk mutual, penambahan modal sangat sulit dilakukan. Cara lain yang mungkin dilakukan untuk memperbaiki kondisi kesehatan perusahaan yang berbentuk usaha bersama adalah dengan memotong manfaat (benefit) yang menjadi hak pemegang polis, tetapi dalam praktik hal ini sangat sulit dilaksanakan. 7. Sebagaimana diketahui, Usaha Bersama (Mutual) adalah bentuk hukum perusahaan asuransi di mana pemegang polis yang menjadi anggota Usaha Bersama tersebut merupakan pemilik dari Usaha Bersama. Namun tidak semua pemegang polis perusahaan asuransi yang berbentuk hukum Usaha Bersama (Mutual) adalah anggota Usaha Bersama, karena hanya pemegang polis dengan hak pembagian laba (bonus) saja yang menjadi anggota Usaha Bersama, sedangkan pemegang polis tanpa hak pembagian laba (bonus) tidak
Uji materi Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas ...
Relevan terhadap
badan usaha – kalau pemerintahan bagaimana dengan posisi Pemko Batam sebagai daerah otonom? Jadi di mana posisi BP Batam yang sebenarnya? Kalau BP Batam bukan bentuk pemerintahan bagaimana BP Batam diberikan kekuasaan negara untuk menjalankan praktik pemerintahan. Sehingga boleh dikatakan bahwa keberadaan BP Batam seperti membangun negara dalam negara. Hal ini penting karena berhubungan dengan kaidah kewenangan yang diatur dalam UUD 1945, khususnya Pasal 33. - Ketika kita membahas Pasal 33 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) yang berbunyi: (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. - (bukti P-9) Bumi dan air dikuasai negara, yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Kenapa semua itu dikuasai BP Batam? Dan oleh BP Batam dalam pengelolaan air diserahkan kepada perusahaan swasta PT. Adya Tirta Batam (ATB) yang sahamnya sebagian besar dikuasai asing dari By Water Inggris dijual ke Cascal Belanda, dijual lagi ke Sembawang Corp Singapura. ATB juga disinyalasir tidak pernah menanamkan modal sehingga setiap kali melakukan investasi pembangunan WTP selalu menaikkan harga atas restu BP Batam sebagai pemegang regulasi – akibatnya Pemohon dan masyarakat Batam umumnya terbebani harga air yang menjadi termahal se-Indonesia, bahkan lebih mahal dibandingkan dengan harga air di Singapura yang airnya dibeli dari Malaysia. Berdasarkan kajian dan pendapat ekonom akademisi di Batam, PT. ATB tidak pernah melakukan investasi yang sebenarnya dalam legalitas.org
Pengelolaan Indonesia National Single Window dan Penyelenggaraan Sistem Indonesia National Single Window ...