JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12824
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 633 hasil yang relevan dengan "pengawasan anggaran "
Dalam 0.012 detik
Thumbnail
IBU KOTA NEGARA Ibu Kota Negara | BIDANG LAIN-LAIN | HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
PP 27 TAHUN 2023

Kewenangan Khusus Otorita Ibu Kota Nusantara

  • Ditetapkan: 15 Mei 2023
  • Diundangkan: 15 Mei 2023

Relevan terhadap

Pasal 13Tutup

Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6876 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2023 TENTANG KEWENANGAN KHUSUS OTORITA IBU KOTA NUSANTARA KEUIENANGAN KIIUSUS OTORITA IBU KOTA NUSANTARA A. BIDANG PENDIDIKAN 1 Manajemen Pendidikan a. Pengelolaan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan khusus, dan pendidikan nonformal. b. Fasilitasi pendidikan tinggi. 2 Kurikulum Penetapan kurikulum muatan lokal pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan khusus, dan pendidikan nonformal. 3 Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan. 4 Penzinan Pendidikan Perizinan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan khusus, dan pendidikan nonformal serta program studi di luar kampus utama perguruan tinggi Indonesia dan perguruan tinggi asing peringkat 100 (seratus) terbaik dunia. 5 Bahasa dan Sastra Pembinaan bahasa dan sastra yang penuturnya dalam wilayah Ibu Kota Nusantara B. BIDANG KESEHATAN 1 Upaya Kesehatan a. Pengelolaan upaya kesehatan perseor€rngan (UKP) rujukan secara terintegrasi. b. Pengelolaan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan rujukan secara terintegrasi. c. Penyelenggaraan standardisasi khusus fasilitas pelayanan kesehatan publik dan swasta. d. Penerbitan perizinan berusaha untuk fasilitas pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit kelas A, B, C, dan D serta penanaman modal asing (PMA). 2 Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan termasuk Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing a. Perencanaan dan pengembangan tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/penunjang kesehatan untuk UKM dan UKP. b. Penyelenggaraan skema penghargaan dan pemberian insentif bagi tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/penunjang kesehatan untuk UKM dan UKP. c. Penempatan dan pendayagunaan tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/ penunj ang kesehatan. d. Penerbitan izin praktik tenaga kesehatan.

3.

Sediaan Farmasi, Alat, Kesehatan, dan Makanan Minuman a. Pengawasan dan pemantauan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan. b. Pengawasan post-markef produk makanan minuman industri rumah tangga dan pangan olahan siap saji. c. Penyediaan obat pelayanan kesehatan dasar. d. Penerbitan perizinan berusaha usaha kecil obat tradisional (UKOT). e. Penerbitan perizinan berrrsaha apotek, toko obat, dan toko alat kesehatan. f. Penerbitan pedzinan berusaha usaha mikro obat tradisional (UMOT). g. Penerbitan perizinan berusaha produksi makanan dan minuman pada industri rumah tangga.

h.

Penerbitan izin pedagang besar farmasi (PBF) cabang dan cabang distributor alat kesehatan (DAK). i. Penerbitan sertifikat produksi alat kesehatan dan alat kesehatan diagnostic in uitro (DIY) kelas A/ 1 (satu) tertentu serta perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) kelas 1 (satu) tertentu perusahaan rumah tangga.

4.

Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat Bidang Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi dengan pendekatan edukatif partisipatif dengan memperhatikan potensi dan sosial budaya setempat. C. BIDANG PEKER.IAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG 1 Perencanaan Tata Ruang Men5rusun dan menetapkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Ibu Kota Nusantara. 2 Pemanfaatan Ruang Penzinan terkait penataan ruang yang meliputi:

a.

Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan rurang (PKKPR) untuk kegiatan berusaha;

b.

Konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKKPR) untuk kegiatan nonberusaha; dan

c.

Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (PKKPR) untuk kegiatan nonberusaha.

3.

Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang. 4 Pengawasan Penataan Ruang Pelaksanaan pengawasan penataan ruzrng.

5.

Air Minum a. Penetapan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). b. Pengelolaan dan pengembangan SPAM.

6.

Persampahan a. Penetapan pengembangan sistem pengelolaan persampahan. b. Pengelolaan dan pengembangan sistem pengelolaarl pers€rmpahan. 7 Air Limbah a. Penetapan pengembangan sistem pengelolaan air limbah domestik. b. Pengelolaan dan pengembangan sistem pengelolaan air limbah domestik. 8 Drainase a. Penetapan pengembangan sistem drainase. b. Pengelolaan dan pengembangan sistem drainase. 9 Infrastruktur Hijau Kota Spons a. Pengembangan kota spons. b. Pengelolaan dan pengembangan infrastruktur konservasi air kota spons. c. Penetapan dan penegakan peraturan kota spons. 10 Permukiman a. Penetapan sistem pengembangan infrastruktur permukiman. b. Penyelenggaraan infrastruktur pada permukiman.

11.

Bangunan Gedung a. Penetapan bangunan gedung untuk kepentingan strategis nasional. b. Penyelenggaraan bangunan gedung untuk kepentingan strategis nasional dan penyelenggaraan bangunan gedung fungsi khusus. c. Penerbitan persetujuan bangunan gedung (PBG) dan sertifikat laik fungsi bangunan gedung. t2. Penataan Bangunan dan Lingkungannya a. Penetapan pengembangan sistem penataan bangunan dan lingkungannya. b. Penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungannya.

13.

Jalan a. Pengembangan sistem jaringan jalan. b. Penyelenggaraan jalan. l4 Jasa Konstruksi a. Penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja konstruksi strategis dan percontohan, tenaga ahli konstruksi, dan tenaga terampil konstruksi. b. Pengembangan dan penyelenggaraan sistem informasi jasa konstruksi cakupan. c. Pengawasan tertib usaha, tertib penyelenggaraan, dan tertib pemanfaatan jasa konstruksi. d. Pengembangan standar kompetensi kerja dan pelatihan jasa konstruksi. e. Pengembangan kontrak kerja konstrr.rksi yang menjamin kesetaraan hak dan kewajiban antara pengguna jasa dan penyedia jasa konstruksi. f. Pengemb€rngan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan dalam penyelenggaraan jasa konstruksi. g. Penyelenggaraan pengawasan penerapan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan jasa konstruksi oleh badan usaha jasa konstruksi. h. Pengembangan standar material dan peralatan konstruksi, serta inovasi teknologi konstruksi.

15.

Irigasi Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi sebagai satu kesatuan sistem pada daerah irigasi. D. BIDANG PERUMAIIAN DAN I(AWASAN PERIUUKIMAN 1 Perumahan a. Pengembangan sistem penyelengg€rraan perumahan secara terpadu. b. Penyediaan perumahan bagi Aparatur Sipil Negara, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia. c. Fasilitasi dan/atau penyediaan pemmahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). d. Fasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat yang terkena relokasi sebagai dampak kebijakan pemerintah. e. Penyediaan dan rehabilitasi perumahan korban bencana. f. Pengembangan sistem pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. g. Penerbitan sertifikat kepemilikan bangunan gedung (SKBG).

h.

Perizinan terkait pembangunan dan pengembangan perumahan. i. Penetapan pelaksanaan pemenuhan kewajiban hunian berimbang sesuai prioritas pembangunan perumahan dan kawasan permukiman di wilayah Ibu Kota Nusantara. 2 Kawasan Permukiman dan Kawasan Permukiman Kumuh a. Penetapan sistem kawasan permukiman. b. Penataan dan peningkatan kualitas kawasan pennukiman kumuh. c. Pencegahan perumahan dan kawasan permukiman kumuh. d. Perizinan terkait pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman. 3 Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) Penetapan kebijakan dan penyelenggaraan prasarana sarana umum di lingkungan hunian, kawasan permukiman, dan perumahan. E. BIDANG KETENTERAMAN DAN KETERTIBAN UMUM SERTA PERLINDUNGAN MASYARAKAT 1 Ketenteraman dan Ketertiban Umum a. Penegakan produk hukum Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ibu Kota Nusantara. c. Penanganan gangguan ketenteraman dan ketertiban umum. 2 Bencana a. Penyelenggaraan penanggulangan bencana. b. Penyelenggaraan pencegahan, tanggap darurat, dan pascabencana alam dan nonalam.

3.

Kebakaran a. Standardisasi sarana dan prasarana pemadam kebakaran. b. Standardisasi kompetensi dan sertifikasi pemadam kebakaran. c. Penyelenggaraan sistem informasi kebakaran. d. Penyelenggaraan pemetaan rawan kebakaran. e. Pencegahan, pengendalian, pemadaman, penyelamatan, dan penanganan bahan berbahaya dan beracun kebakaran. f. Inspeksi peralatan proteksi kebakaran. g. Investigasi kejadian kebakaran. h. Pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan kebakaran. F. BIDANG SOSIAL 1 Pemberd ayaar: Sosial a. Penetapan lokasi dan pemberdayaan sosial komunitas adat terpencil (KAT). b. Pembinaan sumber kesejahteraan sosial. c. Pembinaan lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga (LK3). d. Pengembangan potensi sumber kesejahteraan sosial. e. Penerbitan izin pengumpulan sumbangan. 2 Penanganan Warga Negara Migran Korban Tindak Kekerasan Penanganan warga negara migran korban tindak kekerasan dari titik debarkasi untuk dipulangkan hingga daerah asal. 3 Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi sosial bukan/tidak termasuk bekas korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), orzrng dengan Human Immunodeficiencg Vints / Acquire d Immuno Deficiencg Sg ndrome y ar: g memerlukan rehabilitasi pada panti dan tidak memerlukan rehabilitasi pada panti, dan rehabilitasi anak yang berhadapan dengan hukum. 4 Perlindungan dan Jaminan Sosial a. Pengelolaan data fakir miskin. b. Pemeliharaan anak-anak telantar. c. Penerbitan izin orang tua angkat untuk pengangkatan anak antar warga negara Indonesia dan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal warga negara Indonesia. 5 Penanganan Bencana a. Penyediaan kebutuhan dasar dan pemulihan trauma bagi korban bencana. b. Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat terhadap kesiapsiagaan bencana. c. Penyelenggaraan penanganan bencana berdasarkan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Nusantara. 6 Taman Makam Pahlawan Pembangunan dan pemeliharaan taman makam pahlawan nasional. 7 Penanganan Konflik Sosial Penanganan konflik sosial yang meliputi:

a.

pencegahan konflik;

b.

penghentian konflik; dan

c.

pemulihan pascakonflik. G. BIDANG TENAGA KER.IA 1 Perencanaan Tenaga Kerja (Manpower Ptanning) dan Penyediaan Layanan Informasi Pasar Kerja a. Pen5rusunan perencanaan tenaga kerja (manpower planning). b. Penyediaan informasi ketenagakerjaan meliputi penduduk dan tenaga kerja, kesempatan kerja, pelatihan kerja termasuk kompetensi keda, produktivitas tenaga kerja, hubungan industrial, kondisi lingkungan kerja, pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja, jaminan sosial tenaga kerja. 2 Pelatihan Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja a. Pelaksanaan pelatihan untuk kejuruan yang bersifat strategis. b. Pelaksanaan pelatihan kerja. c. Pelaksanaan akreditasi lembaga pelatihan kerja. d. Konsultansi peningkatan produktivitas tenaga kerja pada perusahaan menengah dan kecil. e. Pembinaan lembaga pelatihan kerja swasta. f. Pengukuran produktivitas tenaga keda dan perusahaan. g. Penyediaan instruktur dan tenaga pelatihan yang kompeten serta sarana dan prasarana pelatihan. 3 Penempatan Tenaga Kerja a. Pelayanan antarkerja. b. Pengelolaan informasi pasar kerja. c. Pelindungan pekerja migran Indonesia sebelum bekerja dan setelah bekerja. d. Pelaksanaan perluasan kesempatan kerja. e. Pengesahan rencana penggunaan tenaga kerl'a asing melalui dashboard khusus pada sistem online pelayanan penggunaan tenaga kerja asing. f. Penetapan jangka waktu tertentu untuk pembebasan dari kewajiban pembayaran dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing. 4 Hubungan Industrial a. Pengesahan peraturan perusahaan dan pendaftaran perjanjian kerja bersama untuk perusahaan yang hanya beroperasi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra. b. Pencegahan dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial, mogok kerja, dan penutupan perrrsahaan yang berakibat/berdampak pada kepentingan di Ibu Kota Nusantara. c. Penetapan upah minimum. d. Pencatatan perjanjian kerja untuk perusahaan yang beroperasi di Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra.

e.

Pencatatan serikat pekerja/serikat buruh yang berdomisili di wilayah Ibu Kota Nusantara.

5.

Pengawasan Ketenagakerj aan Penyelenggaraan pen gawasan ke tenagakerj aan. H. BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK 1 Kualitas Hidup Perempuan a. Pelembagaan pengarusutamaan gender (PUG) pada lembaga pemerintah. b. Pemberdayaan perempuan bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi pada organisasi kemasyarakatan. c. Standardisasi lembaga penyedia layanan pemberdayaan perempuan. d. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan pemberdayaan perempuan.

2.

Perlindungan Perempuan a. Pencegahan kekerasan terhadap perempuan yang melibatkan para pihak. b. Penyediaan layanan rujukan lanjutan bagi perempuan korban kekerasan yang memerlukan koordinasi. c. Standardisasi lembaga penyedia layanan perlindungan perempuan. d. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan perlindungan perempuan.

3.

Kualitas Keluarga a. Peningkatan kualitas keluarga dalam mewujudkan kesetaraan gender (KG) dan hak anak. b. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan peningkatan kualitas keluarga dalam mewujudkan KG dan hak anak. c. Standardisasi lembaga penyediaan layanan peningkatan kualitas keluarga dalam mewujudkan KG dan hak anak. d. Penyediaan layanan bagi keluarga dalam mewujudkan KG dan hak anak. 4 Sistem Data Gender dan Anak Pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data gender dan anak dalam kelembagaan data.

5.

Pemenuhan Hak Anak (PHA) a. Pelembagaan PHA pada lembaga pemerintah, nonpemerintah, dan dunia usaha. b. Standardisasi lembaga penyediaan layanan peningkatan kualitas hidup anak. c. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan peningkatan kualitas hidup anak.

6.

Perlindungan Khusus Anak a. Pencegahan kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya terhadap anak yang melibatkan para pihak. b. Penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus yang memerlukan koordinasi. c. Standardisasi lembaga penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindunga.n khusus. d. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus. I. BIDANG PANGAN 1 Penyelenggaraan Pangan Berdasarkan Kedaulatan dan Kemandirian a. Pen5rusunan strategi kedaulatan pangan di Ibu Kota Nusantara. b. Penyediaan infrastruktur dan seluruh pendukung kemandirian pangan pada berbagai sektor. 2 Penyelenggaraan Ketahanan Pangan a. Penyediaan dan penyaluran pangan pokok dan/atau pangan lainnya sesuai dengan kebutuhan dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga pangan. b. Pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan dan menjaga keseimbangan cadangan pangan. c. Penentuan harga minimum untuk pangan lokal yang tidak ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. d. Promosi dan edukasi penganekaraganlran konsumsi pangan dalam pencapaian target konsumsi pangan per kapita/tahun sesuai dengan angka kecukupan gizi. e. Pelaksanaan pencapaian target konsumsi pangan per kapita/tahun sesuai dengan angka kecukupan gizi. f. Pelaksanaan kerl'a sama dengan Daerah Mitra untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan. 3 Penanganan Kerawanan Pangan a. Penetapan kriteria dan status krisis pangan. b. Penyusunan peta ketahanan dan kerentanan pangan. c. Pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pada kerawanan pangan. d. Penanganan kerawanan pangan. e. Fasilitasi pengembangan cadangan pangErn masyarakat. 4 Keamanan Pangan a. Pelaksanaan pengawasan keamanan panga.n segar. b. Registrasi pangan segar produksi dalam negeri dari pelaku usaha menengah dan besar, baik dengan klaim maupun tidak, serta pelaku usaha mikro dan kecil. c. Pembinaan keamanan pangan bagi pelaku usaha kecil pangan seg€rr. J. BIDANG PERTANAIIAN 1 Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum a. Pelaksanaan tahap perencanaan dalam proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. b. Pelaksanaan tahap persiapan dalam proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. 2 Perencanaan Penggunaan Tanah Penetapan perencanaan penggunaan tanah. 3 Penatagunaan Tanah (Land Use Planning) a. Pelaksanaan pendataan tata guna tanah. b. Pembuatan sistem informasi tata guna tanah. c. Penetapan kebijakan pengawasan, pemantauan, dan pengendalian neraca persediaan, peruntukan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. d. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penatagunaan tanah. e. Penerbitan surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT). 4 Ganti Kerrrgian dan Santunan Tanah untuk Pembangunan Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan. 5 Sengketa Tanah Garapan Penyelesaian sengketa tanah garapan. 6 Izin Membuka Tanah Penerbitan izin membuka tanah. 7 Tanah Kosong a. Penyelesaian masalah tanah kosong. b. Inventarisasi dan pemanfaatan tanah kosong. 8 Pemanfaatan Tanah di atas Tanah Hak Pengelolaan a. Pen5rusunan rencana peramtukan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara serta Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara. b. Penggunaan dan pemanfaatan seluruh atau sebagian tanah hak pengelolaan untuk digunakan sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak lain. c. Melakukan perjanjian pemanfaatan tanah di atas hak pengelolaan. d. Kewenangan lainnya terkait pemanfaatan tanah di atas tanah hak pengelolaan. 9 Penetapan Tarif Pemanfaatan Hak Pengelolaan Penetapan tarif dan latau uang wajib tahunan pemanfaatan tanah di atas hak pengelolaan. K. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1 Pelindungan dan Lingkungan Hidup Pengelolaan Pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup termasuk:

a.

penetapan kawasan hijau yang mendukung keseimbangan lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati;

b.

penerapan energi terbarukan dan efisiensi energi;

c.

pengelolaan wilayah fungsional perkotaan yang berorientasi pada lingkungan hidup; dan

d.

penerapan pengolahan sampah dan limbah dengan prinsip ekonomi sirkuler. 2 Perencanaan Lingkungan Hidup Pen5rusunan dan penetapan rencana pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH). 3 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pen5rusunan dan penjaminan kualitas KLHS untuk kebijakan, rencana, dan/atau program Ibu Kota Nusantara. 4 Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup Pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan pencemaran danfatau kerusakan lingkungan hidup. 5 Keanekaragaman Hayati (Kehati) Pengelolaan Keanekaragaman Hayati (Kehati) 6. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah E}3) a. Pengelolaan 83. b. Pengelolaan Limbah 83. 7 Pembinaan dan Pengawasan terhadap lzin Lingkungan dart lzin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) a. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang persetujuan lingkungan dan izin PPLH yang diterbitkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Perizinan terkait lingkungan hidup dan PPLH. 8 Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA), Kearifan Lokal dan Hak MHA yang terkait dengan PPLH a. Penetapan pengakuan MHA, kearifan lokal, atau pengetahuan tradisional yang terkait dengan PPLH. b. Peningkatan kapasitas MHA yang terkait dengan PPLH. 9 Pendidikan, Pelatihan, dan Pen5ruluhan Lingkungan Hidup untuk Masyarakat Penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan pen5ruluhan lingkungan hidup untuk lembaga kemasyarakatan.

10.

Penghargaan Lingkungan Hidup untuk Masyarakat Pemberian penghargaan lingkungan hidup untuk masyarakat.

11.

Pengaduan Lingkungzrn Hidup Penyelesaian pengaduan masyarakat di bidang PPLH terhadap:

a.

usaha dan/atau kegiatan yang persetujuan lingkungan dan/atau izin PPLH yang diterbitkan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara; dan

b.

usaha dan/atau kegiatan yang lokasi dan/atau dampaknya di wilayah Ibu Kota Nusantara. t2. Persampahan a. Perizinan insinerator pengolah sampah menjadi energi listrik. b. Pengelolaan dan penanganan sampah. c. Perizinan terkait pengolahan sampah, pengangkutan sampah, dan pemrosesan akhir sampah yang diselenggarakan oleh swasta. d. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah oleh pihak swasta. e. Penetapan, pembinaan, dan pengawasan tanggung ^jawab produsen dalam pengurangan sampah. L. BIDANG ADMINISTRASI KEPENDUDUI(AN DAN PENCATATAN SIPIL 1 Pendaftaran Penduduk Pelayanan pendaftaran penduduk. 2 Pencatatan Sipil Pelayanan pencatatan sipil. 3 Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Pengumpulan data kependudukan dan pemanfaatan dan penyajian database kependudukan. 4 Profil Kependudukan Pen5rusunan profil kependudukan. M. BIDANG PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA 1 Pengendalian Penduduk a. Pemaduan dan sinkronisasi kebdakan pengendalian kuantitas penduduk. b. Pemetaan perkiraan pengendalian penduduk. 2 Keluarga Berencana (KB) a. Pengembangan desain program, pengelolaan dan pelaksanaan advokasi dan komunikasi, informasi, dan edukasi pengendalian penduduk dan KB sesuai dengan kearifan lokal. b. Pendayagunaan tenaga penyuluh KB/petugas lapangan KB (PKB/PLKB). c. Pengendalian dan pendistribusian kebutuhan alat dan obat kontrasepsi serta pelaksanaan pelayanan KB. d. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam pengelolaan, pelayanan, dan pembinaan kesertaan ber-KB. 3 Keluarga Sejahtera a. Pengelolaan desain program dan pelaksanaan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. b. Pemberdayaan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. c. Pelaksanaan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan keseiahteraan keluarga. N. BIDANG PERHUBUNGAN 1 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) a. Penetapan rencana induk jaringan LLAJ. b. Penyediaan perlengkapan jalan. c. Pengelolaan terminal penumpang tipe A, B, dan C. d. Penyelenggaraan terminal barang untuk umum. e. Pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk jaringan jalan. f. Persetujuan hasil analisis dampak lalu lintas untuk jalan. g. Audit dan inspeksi keselamatan LLAJ di jalan yang berlokasi di Ibu Kota Nusantara. h. Penyediaan angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang. i. Penetapan kawasan perkotaan untuk pelayanan angkutan perkotaan. j. Penetapan rencana umum jaringan trayek. k. Penetapan tarif kelas ekonomi untuk angkutan orang yang melayani trayek. 1. Pengujian berkala kendaraan bermotor. m. Penerbitan izin penyelenggaraan dan pembangunan fasilitas parkir. n. Penerbitan izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek, angkutan pariwisata, dan angkutan barang khusus. o. Persetujuan penyelenggaraan terminal barang untuk kepentingan sendiri. 2 Pelayaran a. Penetapan lintas penyeberangan dan persetujuan pengoperasian kapal antardaerah yang terletak pada jaringan jalan Ibu Kota Nusantara dan/atau jaringan jalur kereta api. b. Penetapan lintas penyeberangan dan persetujuan pengoperasian untuk kapal yang melayani penyeberangan lintas pelabuhan antardaerah. c. Penetapan tarif angkutan penyeberangan penumpang kelas ekonomi dan kendaraan beserta muatannya pada lintas penyeberangan antardaerah di Ibu Kota Nusantara. d. Penetapan lokasi pelabuhan. e. Penetapan rencana induk dan daerah lingkungan kerja (DlKr)/daerah lingkungan kepentingan (DLKp) pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan pelabuhan pengumpan. f. Penetapan rencana induk dan DKLr IDKLp pelabuhan sungai dan danau regional. g. Pembangunan, penerbitan izin pembangunan dan pengoperasian pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul dan/atau pelabuhan pengumpan. h. Pembangunan dan penerbitan izin pelabuhan sungai dan danau yang melayani trayek. i. Penerbitan izin usaha angkutan laut bagi badan usaha yang berdomisili di Ibu Kota Nusantara dan beroperasi pada lintas pelabuhan.

j.

Penerbitan izin usaha angkutan laut pelayaran ralryat bagi orang perorangan atau badan usaha yang berdomisili di Ibu Kota Nusantara dan yang beroperasi pada lintas pelabuhan. k. Penerbitan izin trayek penyelenggaraan angkutan sungai dan danau untuk kapal yang melayani trayek dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. l. Penerbitanizinusahajasa terkait berupa bongkar muat barang, jasa pengukuran transportasi, angkutan, perairan pelabuhan, penyewaan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan angkutan laut, tally mandiri, dan depo peti kemas. m. Penerbitan izin usaha badan usaha pelabuhan di pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, danf atau pelabuhan pengumpan. n. Penerbitan izin pengembangan pelabuhan untuk pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. o. Penerbitan izin pekerjaan pengukuran di wilayah perairan pelabuhan untuk pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan pelabuhan pengumpan. p. Penerbitan izin pengoperasian pelabuhan selama 24 jam untuk semua pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. q. Penerbitan izin pekerjaan pengerrrkan di wilayah perairan pelabuhan utama, pelabuhan penzumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan.

r.

Penerbitan izin pekerjaan reklamasi di wilayah perairan pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. s. Penerbitan izin pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) di dalam DLKr/DLKp pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. t. Penerbitan izin usaha penyelenggaraan angkutan sungai dan danau sesuai dengan domisili orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha. u. Penerbitan izin usaha penyelenggaraan angkutan penyeberangan sesuai dengan domisili badan usaha. v. Penerbitan izin usaha penyelenggaraan angkutan sungai dan danau sesuai dengan domisili orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha. w. Penerbitan izin usaha jasa terkait dengan perawatan dan perbaikan kapal. x. Penerbitan izin usaha angkutan laut bagi badan usaha yang berdomisili dalam wilayah Ibu Kota Nusantara dan beroperasi pada lintas pelabuhan antardaerah dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. 3 Penerbangan a. Pengelolaan tempat pendaratan dan lepas landas helikopter. b. Pengendalian daerah lingkungan kepentingan pada bandar udara. c. Menjamin tersedianya aksesibilitas dan utilitas untuk menunjang pelayanan pada bandar udara. 4 Perkeretaapian a. Penetapan rencana induk perkeretaapian. b. Penetapan ^jaringan jalur kereta api. c. Penetapan kelas stasiun pada jaringan jalur kereta api. d. Penetapan jaringan pelayanan perkeretaapian pada jaringan jalur perkeretaapian. e. Penerbitan izin operasi sarana perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya melintas di wilayah Ibu Kota Nusantara. f. Penerbitan izin usaha, izin pembangunan, dan izin operasi prasarana perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya melintas dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. g. Penerbitan izin pengadaan atau pembangunan perkeretaapian khusus, izin operasi, dan penetapan jalur kereta api khusus yang jaringannya di dalam Ibu Kota Nusantara. h. Penerbitan izin trase kereta api. O. BIDANG KOMUNIKASI DAN INFORIIIATIKA 1 Penyelenggaraan, Sumber Daya, dan Perangkat Pos, serta Informatika a. Penyediaan danf atau pengelolaan infrastruktur pasif telekomunikasi (gorong- gorongl duct, menara, tiang, lubang kabel/ manhole, dan/atau infrastruktur lainnya) yang dapat digunakan .secara bersama oleh penyelenggara telekomunikasi dan/atau penyelenggara penyiaran. b. Pemberian fasilitasi dan latau kemudahan kepada penyelenggara telekomunikasi untuk melakukan pembangunan dan/atau penyediaan infrastruktur telekomunikasi. c. Penyediaan dan penggunaan infrastruktur pos (smart locker, autonomous uehicle, drone, dan infrastruktur lainnya) yang dapat digunakan secara bersama oleh penyelenggara pos komersial.

2.

Informasi dan Komunikasi Publik Pengelolaan konten dan diseminasi informasi dan komunikasi publik di lingkup Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.

3.

Aplikasi Informatika a. Pengelolaan aplikasi informatika dalam rangka mewujudkan smart city dan smart gouerrlance Ibu Kota Nusantara dengan memanfaatkan Nert Generation Network (NGN) dan berbasis Internet of Things (IoT). b. Pengelolaan e-qouentment.

c.

Pengelolaan narna domain yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan subdomain di lingkup Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. P. BIDANG KOPERASI, USAHA KECIL, DAN MENENGAII 1 Izin Usaha Simpan Pinjam a. Penerbitan izin usaha simpan pinjam untuk koperasi. b. Penerbitan izin pernbukaan kantor cabang, cabang pembantu, dan kantor kas koperasi simpan pinjam untuk koperasi dengan wilayah keanggotaan di Ibu Kota Nusantara. 2 Pengawasan dan Pemeriksaan a. Pemeriksaan dan pengawasan koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. b. Pemeriksaan dan pengawasan koperasi simpan pinjam/unit simpan pinjam koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. 3 Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam (KSP)/Unit Simpan Pinjam (USP) Koperasi Penilaian kesehatan KSP/USP koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. 4 Pendidikan dan Latihan Perkoperasian Pendidikan dan latihan perkoperasian bagi koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. 5 Pemberdayaan dan Perlindungan Koperasi Pemberdayaan dan pelindungan koperasi yang keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara.

6.

Pemberdayaan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah (UMKM) Pemberdayaan usaha mikro dan usaha kecil melalui pendataan, kemitraan, kemudahan perizinan, penguatan kelembagaan, dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan. 7 Pengembangan UMKM Pengembangan usaha mikro dan usaha kecil dengan orientasi peningkatan skala usaha menjadi usaha kecil dan menengah. A. BIDANG PENANAI}IAN MODAL 1 Pengembangan Iklim Penanaman Modal a. Penetapan pemberian fasilitas/insentif di bidang penanzunan modal secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. b. Pembuatan peta potensi investasi Ibu Kota Nusantara secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. c. Kewenangan lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai pemberian perizinan berusaha, kemudahan berusaha, dan fasilitas penanaman modal bagi pelaku usaha di Ibu Kota Nusantara. 2 Promosi Penanaman Modal Penyelenggaraan promosi penanaman modal secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi dan kementerian/lembaga terkait. 3 Pelayanan Penanaman Modal a. Pelayanan peizinan dan nonper2inan secara terpadu satu pintu melalui sistem Online Singte Submission Rfsk Qased Approach (OSS RBA). b. Penerbitan rekomendasi alih status izin tinggal kunjungan menjadi izin tinggal terbatas.

c.

Penerbitan rekomendasi alih status izin tetap. tinggal terbatas menjadi izin tinggal 4 Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Pengendalian pelaksanaan terhadap kegiatan penanaman modal yang berlokasi dalam wilayah Ibu Kota Nusantara secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. 5 Data dan Sistem Informasi Penanaman Modal Pengelolaan data dan informasi perizinan dan nonperizinan penanaman modal yang terintegrasi secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. R. BIDANG KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA 1 Kepemudaan a. Penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan pemuda terhadap pemuda pelopor, wirausaha muda, dan pemuda kader. b. Pemberdayaan dan ^pengembangan organisasi kepemudaan.

c.

Kerja sama internasional untuk penyadaran, pemberdayaarl, dan pengembangan pemuda. 2 Keolahragaan a. Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan, olahraga masyarakat, dan olahraga prestasi. b. Penyelenggaraan kejuaraan olahraga dan/atau festival olahraga internasional. c. Penyelenggaraan pekan olahraga, kejuaraan olahraga, danf atau festival olahraga nasional. d. Pembinaan dan pengembangan organisasi olahraga. e. Perencanaan, penyediaan, pemanfaatan, pemeliharaan, dan pengawasan prasa.rana olahraga dan sararla olahraga. f. Kerja sama internasional untuk pembinaan dan pengembangan olahraga. 3 Kepramukaan a. Pembinaan dan pengembangan organisasi kepramukaan. b. Kerja sama internasional untuk pembinaan dan pengembangan organisasi kepramukaan. S. BIDANG PERSANDIAN T. BIDANG KEBUDAYAAN 1 Persandian Informasi untuk Pengamanan a. Penyelenggaraan persandian untuk pengamanan informasi Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Penetapan pola hubungan komunikasi sandi antarbagian dari strrrktur organisasi Otorita Ibu Kota Nusantara.

2.

Analisis Sinyal Pengamanan sinyal. 1 Pemajuan Kebudayaan a. Pengusulan objek pemajuan kebudayaan untuk ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia. b. Pengelolaan objek pemajuan kebudayaan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia.

c.

Pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan objek pemajuan kebudayaan. d. Pembinaan sumber daya manusia kebudayaan, lembaga adat, lembaga kebudayaan, dan pranata kebudayaan. e. Penyediaan sarana dan prasarana kebudayaan. f. Penyelenggaraan kegiatan promosi objek pemajuan kebudayaan di tingkat lokal, nasional, dan internasional. g. Pen5rusunan, penetapan, dan pemutakhiran pokok pikiran kebudayaan. h. Pemberian penghargaan kebudayaan. 2 Cagar Budaya a. Pembentukan tim ahli cagar budaya. b. Penetapan dan pemeringkatan cagar budaya. c. Pengelolaan cagar budaya yang dimiliki danf atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. d. Pelestarian cagar budaya yang dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. e. Pengelolaan warisan dunia yang dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara.

f.

Penempatan juru pelihara untuk melakukan perawatan cagar budaya yang dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. g. Penempatan polisi khusus cagar budaya untuk melakukan pengamanan cagar budaya dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. h. Penempatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang cagar budaya untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana cagar budaya yang dimiliki atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. i. Penerbitan izin membawa cagar budaya ke luar daerah Ibu Kota Nusantara. j. Penerbitan izin pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya. k. Penyelenggara€rn kegiatan promosi cagar budaya di tingkat lokal, nasional, dan internasional. 3 Sejarah Pembinaan sejarah lokal 4 Permuseuman a. Pengelolaan museum. b. Penerbitan Surat Keterangan Pendaftaran Museum. U. BIDANG PERPUSTAKAAN a. Pengelolaan perpustakaan. b. Pembudayaan gemar membaca dan pengembangan literasi masyarakat. 1 Pembinaan Perpustakaan 2 Pelestarian Koleksi Nasional dan Naskah Kuno a. Pelestarian karya cetak dan karya rekam koleksi perpustakaan. b. Penerbitan katalog induk dan bibliografi khusus. c. Pelestarian naskah kuno. d. Pengembangan koleksi budaya etnis nusantara yang ditemukan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. V. BIDANG KEARSIPAN 1 Pengelolaan Arsip a. Pengelolaan arsip dinamis Otorita Ibu Kota Nusantara dan badan usaha dan/atau badan layanan Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Pengelolaan arsip statis yang diciptakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dan badan usaha dan/atau badan layanan Otorita Ibu Kota Nusantara, perusahaan swasta yarrg kantor pusat usahanya di Ibu Kota Nusantara, organisasi kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat di Ibu Kota Nusantara. c. Pengelolaan Ibu Kota Nusantara sebagai simpul jaringan dalam sistem informasi kearsipan nasional (SIKN) melalui jaringan informasi kearsipan nasional (JIKN). 2 Pelindungan dan Penyelamatan Arsip a. Pemusnahan arsip di lingkungan Otorita Ibu Kota Nusantara yang memiliki retensi di bawah 10 (sepuluh) tahun. b. Pelindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana. c. Penyelamatan arsip bagian dari struktur organisasi Otorita Ibu Kota Nusantara yang digabung dan/atau dibubarkan, serta perubahan satuan wilayah di Ibu Kota Nusantara. d. Autentikasi arsip statis dan arsip hasil alih media.

e.

Melakukan pencarian arsip statis yang pengelolaannya menjadi kewenangan Otorita Ibu Kota Nusantara yang dinyatakan hilang dalam bentuk daftar pencarian arsip. 3 Perizinan Penerbitan izin penggunaan arsip yang bersifat tertutup. W. BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1 Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil a. Pengelolaan sumber daya laut di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara di luar minyak dan gas bumi. b. Pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. c. Penerbitan perizinan berusaha di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara di luar minyak dan gas bumi. d. Penzusulan calon kawasan konservasi di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara.

e.

Pembentukan satuan unit organisasi pengelola kawasan konservasi di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. f. Pengelolaan kawasan konservasi yang telah ditetapkan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. 2 Perikanan Tangkap a. Pengelolaan penangkapan ikan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. b. Penetapan lokasi pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. c. Pengelolaan dan penyelenggaraan tempat pelelangan ikan (TPI). d. Pendaftaran kapal perikanan berukuran sampai dengan 30 (tiga puluh) GT yang beroperasi di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. e. Pelindungan dan pemberdayaan nelayan kecil. f. Penerbitan perizinan berrrsaha subsektor penangkapan ikan dan perizinarr berusaha subsektor pengangkutan ikan untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan berukuran sampai dengan 30 (tiga puluh) GT di wilayah perairan laut Ibu Kota Nusantara. g. Penerbitan persetujuan pengadaan kapal perikanan untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan berukuran sampai dengan 30 (tiga puluh) GT di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. 3 Perikanan Budidaya a. Pemberdayaan usaha kecil pembudidaya ikan. b. Pengelolaan pembudidayaan ikan. 4 Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan a. Pengawasan perizinan berusaha berbasis risiko sektor kelautan dan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. b. Pengawasan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan berusaha sektor kelautan dan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. c. Pengawasan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara.

5.

Pengolahan dan Pemasaran Penerbitan izin usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan untuk penana.man modal dalam negeri (PMDN).

6.

Pengemb€rngan SDM Kelautan dan Perikanan Masyarakat a. Penyelenggaraan pelatihan untuk masyarakat kelautan dan perikanan. b. Penyelenggaraan pendidikan menengah sektor kelautan dan perikanan X. BIDANG PARTUISATA DAN EKONOMI KREATIF 1 Destinasi Pariwisata a. Penetapan destinasi pariwisata. b. Penetapan daya tarik wisata dan kawasan strategis/klaster pariwisata. c. Penyiapan dan fasilitasi pengembangan daya tarik wisata, kawasan strategis/ klaster pariwisata serta amenitas pariwisata. d. Penyelenggaraan pembangunan aksesibilitas pariwisata yang meliputi penyediaan dan pengembangErn sarana, prasarErna, dan sistem transportasi angkutan jalan, sungai, danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api. e. Pemeliharaan dan pelestarian aset yang menjadi daya tarik wisata. f. Pengelolaan kawasan strategis/klaster pariwisata melalui pembentukan badan usaha dan/atau keda sama usaha kesehatan/kebugaran yang ditunjang oleh pariwisata kota, meetings, incentiues, conferencing, exhibitions (MICE), wisata kesehatan, dan wisata kebugaran. g. Penyiapan daya tarik wisata, fasilitas umlrm, fasilitas pariwisata dan aksesibilitas pada kawasan strategis/klaster pariwisata baru lainnya. 2 Pemasaran Pariwisata Fasilitasi promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata. 3 Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif a. Pengembangarr, penyelenggaraan, dan pelaksanaan peningkatan kapasitas sumber daya manusia pariwisata dan ekonomi kreatif tingkat ahli, lanjutan, dan dasar. b. Penyelenggaraan bimbingan masyarakat sadar wisata. 4 Perencanaan Kepariwisataan Pen5rusunan dan penetapan rencana induk pembangunan kepariwisataan. 5 Penyelenggaraan Kepariwisataan a. Pengoordinasian penyelenggaraan kepariwisataan. b. Penyelenggaraan kerja sama internasional di bidang kepariwisataan. c. Pelaksanaan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata. d. Pemberian kemudahan yang mendukung kunjungan wisatawan. e. Penyediaan, pengelolaan, dan penyebarluasan informasi kepariwisataan. f. Pemberian informasi dan/atau peringatan dini yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan wisatawan. g. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dan potensi wisata yang dimiliki masyarakat. h. Pengawasan, pemantauan, dan evaluasi penyelenggaraan kepariwisataan. i. Pengalokasian anggaran kepariwisataan.

j.

Penerapan prinsip pariwisata berkelaniutan. 6. Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi dalam Bidang Usaha Pariwisata Pemberian kemudahan/fasilitas, perlindungan, dan pemberdayaan bagi koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah dalam bidang usaha pariwisata. 7 Badan Promosi Pariwisata Fasilitasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata Otorita Ibu Kota Nusantara. 8 Pelaku Ekonomi Kreatif Pengembangan kapasitas pelaku ekonomi kreatif melalui:

a.

pelatihan, pembimbingan teknis, dan pendampingan untuk meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial;

b.

dukungan fasilitasi untuk menghadapi perkembang€rn teknologi di dunia usaha; dan

c.

standardisasi usaha dan sertifikasi profesi bidang ekonomi kreatif. 9 Pengembangan Ekosistem Ekonomi Kreatif Pengembanga.n ekosistem ekonomi kreatif melalui:

a.

pengembangErn pendidikan;

b.

fasilitasi pendanaan dan pembiayaan;

c.

penyediaan infrastruktur;

d.

pengembangan sistem pemasaran;

e.

pemberian insentif;

f.

fasilitasi kekayaan intelektual; dan

g.

perlindungan hasil kreativitas.

10.

Pariwisata Alam a. Pemberian izin pengusahaan pariwisata alam untuk pengusahaan pariwisata alam yang dilakukan di dalam blok pemanfaatan taman hutan raya. b. Pembinaan dan pengawasan usaha penyediaan jasa dan sarana wisata alam. c. Penetapan pungutan bagi setiap wisatawan yang memasuki kawasan pengusahaan pariwisata alam. Y. BIDANG PERTANIAN 1 Sarana Pertanian a. Pengawasan peredaran, mutu/formula, dan penetapan kebutuhan sarana pertanian. b. Pengelolaan, pengawasan mutu, dan peredaran benih/bibit, sumber daya genetik (SDG) hewan.

c.

Pengawasan benih ternak, pakan, hijauan pakan ternak (HPT), dan obat hewan di tingkat pengecer. d. Pengawasan peredaran obat hewan di tingkat distributor. e. Penyediaan benih bibit ternak dan HPT. f. Pengendalian penyediaan dan peredaran benih/bibit ternak dan HPT. g. Penyediaan benih/bibit ternak dan HPT. h. Penetapan calon penerima sarana pertanian. 2 Prasarana Pertanian a. Penentuan, penataan, dan pengembangan kebutuhan prasarana pertanian. b. Penetapan dan pengelolaan wilayah sumber bibit ternak dan rumpun/galur ternak. c. Penetapan kawasan peternakan. d. Pengembangan lahan penggembalaan umum. e. Penetapan calon penerima prasarana perkebunan.

3.

Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Penjaminan kesehatan hewan, penutupan, dan pembukaan daerah wabah penyakit hewan menular.

4.

Pengendalian dan Penanggulangan Bencana Pertanian Pengendalian dan penanggulangan bencana pertanian.

5.

Perizinan Usaha Pertanian a. Penerbitan izin pernbangunan laboratorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner. b. Penerbitan izin usaha peternakan distributor obat hewan. c. Penerbitan izin usaha pertanian. d. Penerbitan izin usaha produksi benih/bibit ternak dan pakan, fasilitas pemeliharaan hewan, rumah sakit hewan/pasar hewan, rumah potong hewan. e. Penerbitan izin usaha pengecer (toko, retail, subdistributor) obat hewan. f. Perizinan budi daya tanaman perkebunan dengan luasan tertentu. g. Perla; inan usaha produksi benih tanaman perkebunan. h. Sertifikasi benih tanaman perkebunan. Z. BIDANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 1 Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) Pelaksanaan pendelegasian sebagian kewenangan pengelolaan SDA dalam satu kesatuan pengelolaan wilayah Sungai Mahakam yang meliputi:

a.

konservasi SDA di daerah aliran sungai (DAS) dalam wilayah Ibu Kota Nusantara, termasuk pengendalian kualitas air;

b.

pendayagunaan SDA di dalam dan lintas wilayah Ibu Kota Nusantara yang langsung terkait kepentingan Ibu Kota Nusantara; dan

c.

pengendalian daya rusak air di DAS dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. AA. BIDANG KEHUTANAN 1 Perencanaan Kehutanan a. Inventarisasi hutan meliputi:

1)

inventarisasi hutan di Ibu Kota Nusantara; 2l inventarisasi hutan tingkat DAS yang wilayahnya di dalam Ibu Kota Nusantara; dan

3)

inventarisasi hutan tingkat unit pengelolaan hutan. b. Penyelenggaraan pengukuhan kawasan hutan. c. Penyelenggaraan penatagunaan kawasan hutan. d. Pembentukan kesatuan pengelolaan hutan yang meliputi:

1)

pen5rusunan rancang bangun unit pengelolaan hutan lindung;

2)

pen5rusunan rancang bangun unit pengelolaan hutan produksi;

3)

pembentukan unit pengelolaan hutan lindung; 4l pembentukan unit pengelolaan hutan produksi; dan

5)

pembentukan organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan wilayah pengelolaan KPH pada hutan produksi. e. Pen5rusunan rencana kehutanan tingkat Ibu Kota Nusantara.

f.

Evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan yang meliputi:

1)

evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan;

2)

evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan KPH lindung; dan

3)

evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan KPH produksi. g. Penyelenggaraan perubahan peruntukan kawasan hutan dan perrrbahan fungsi hutan. h. Persetujuan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan. i. Persetujuan penggunaan kawasan hutan. j. Penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan. 2 Penggunaan Kawasan Hutan a. Persetujuan penggunaan kawasan hutan. b. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap pemegang persetujuan kawasan hutan.

3.

Tata Hutan dan Pen5rusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan a. Pen5rusunan rencana pengelolaan hutan yaitu penetapan rencana pengelolaan hutan ^jangka pendek. b. Pemanfaatan hutan. c. Pengolahan hasil hutan yang meliputi:

1)

pemberian pengolahan hasil hutan skala menengah dan perubahannya; dan

2)

pemberian pengolahan hasil hutan skala kecil dan perubahannya.

4.

Perlindungan Hutan a. Pelaksanaan perlindungan hutan produksi. b. Pelaksarlaan perlindungan hutan lindung. c. Pelaksanaan perlindungan hutan pada areal di luar kawasan hutan yang tidak dibebani perizinan berusaha.

5.

Pengelolaan Hutan a. Penyelenggaraan tata hutan. b. Penyelenggaraan rencana pengelolaan hutan. c. Penyelenggaraan pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan. d. Penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi hutan. e. Penyelenggaraan perlindungan hutan. f. Penyelenggaraan pengolahan dan penatausahaan hasil hutan. g. Penyelenggaraan pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK). h. Pelaksanaan tata hutan kesatuan pengelolaan hutan Ibu Kota Nusantara. i. Pelaksanaan rencana pengelolaan kesatuan pengelolaan hutan Ibu Kota Nusantara. j. Pelaksanaan pemanfaatan hutan di kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang meliputi:

1)

pemanfaatan kawasan hutan;

2)

pemanfaatan hasil hutan bukan kayu;

3)

pemungutan hasil hutan; dan

4)

pemanfaatan jasa lingkungan kecuali pemanfaatan penyimpanan dan/atau penyerapan karbon. k. Pelaksanaan perlindungan hutan di hutan lindung dan hutan produksi. 1. Pelaksanaan pengolahan hasil hutan bukan kayu. m. Pelaksanaan pengolahan hasil hutan kayu. n. Pelaksanaan pengelolaan KHDTK untuk kepentingan religi. o. Pemberian perizinan berusaha pemanfaatan hutan. p. Pemberian perizinan berusaha pengolahan hasil hutan. q. Pengelolaan perhutanan sosial. r. Penyelenggara€rn penegakan hukum kehutanan. s. Penyidikan tindak pidana kehutanan. t. Persetujuan pengelolaan perhutanan sosial. u. Pengenaan sanksi administratif. 6 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya a. Penyelenggaraan pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. b. Penyelenggaraan konsenrasi tumbuhan dan satwa liar. c. Penyelenggaraan pemanfaatan secara lestari kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam.

d.

Penyelenggaraan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar (lembaga konservasi, penangkaran, dan peredaran). e. Pelaksanaan perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. f. Pelaksanaan perlindungan tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi dan/atau tidak masuk dalam Appendix of Conuention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). g. Pelaksanaan pengelolaan kawasan bernilai ekosistem penting dan daerah penyangga kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. h. Penyelenggaraan perencanaan kawasan konservasi. i. Penetapan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. j. Pemberian perizinan pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi. k. Pemberian perizinan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar. 1. Pemberian peruinan/persetujuan konservasi eksitu. m. Penyelenggaraan kerja sama konservasi. n. Pengelolaan taman hutan raya. o. Pemberian perizinan berusaha pada taman hutan raya. 7 Pendidikan dan Pelatihan, Pen5ruluhan dan Pemberdayaan Masyarakat a. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan serta kehutanan. b. Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan. c. PemberdayaarL masyarakat di bidang kehutanan. pendidikan menengah 8 Pengelolaan DAS Pelaksanaan pengelolaan DAS. 9 Pengawasan Kehutanan Penyelenggaraan pengawasan penataan terhadap pelaksanaan kegiatan yang izinlpersetujuannya diterbitkan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.

10.

Perbenihan Tanaman Hutan Pemberian perizinan berusaha pengadaan dan pengedaran benih dan bibit yang dimohon oleh pelaku usaha perorangan atau nonperorangan. BB. BIDANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 1 Geologi a. Inventarisasi dan pemantauan kondisi air tanah. b. Penerbitan perizinan berrrsaha atau persetujuan penggunaan sumber daya air berupa air tanah. c. Pengendalian, pengawasan, dan pembinaan kegiatan penggunaan dan pengusahaan air tanah. d. Inventarisasi keragaman geologi (geodiuersitg), pengasulan penetapan warisan geologi (geolrcitage), dan pemanfaatan situs warisan geologi (geolrcritage). e. Pengusulan penetapan dan pengelolaan taman bumi (geoparkl nasional. f. Penyelidikan geologi lingkungan untuk kawasan lindung geologi. g. Peringatan dini potensi gerakan tanah. h. Penyiapan data geologi dan pen5rusunan peta kawasan rawan bencana detail (skala >25.000) untuk penetapan kawasan rawan bencana geologi. 2 Energi Baru Terbarukan a. Penerbitan izin pemanfaatan langsung panas bumi. b. Pengelolaan penyediaan biomassa dan/atau biogas. c. Pengelolaan pemanfaatan biomassa dan/atau biogas sebagai bahan bakar.

d.

Pengelolaan aneka energi baru terbarukan berupa sinar matahari, angin, aliran dan terjunan air, gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut, dan hidrogen sebagai energi listrik dan bahan bakar. e. Penerbitan izin usaha niaga bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain dengan kapasitas penyediaan sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) ton/tahun. f. Pembinaan dan pengawasan usaha niaga bahan bakar nabati (biofuet) sebagai bahan bakar lain dengan kapasitas penyediaan sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) ton/tahun. g. Pengelolaan konservasi energi terhadap kegiatan yang izin usahanya dikeluarkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. h. Pelaksanaan konservasi energi pada fasilitas yang dikelola oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. i. Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan konservasi energi yang dilakukan oleh pemangku kepentingan. 3 Ketenagalistrikan a. Persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa ^jaringan tenaga listrik, rencana usaha penyediaan tenaga listrik, penjualan kelebihan tenaga listrik dari pemegangizin yang ditetapkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Pelayanan perizinan berrrsaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang:

1)

usaha penyediaan tenaga listriknya memiliki wilayah usaha namun tidak memiliki usaha pembangkitan tenaga listrik;

2)

memiliki fasilitas instalasi dalam Ibu Kota Nusantara; dan f atau 3) menjual tenaga listrik dan/atau menyewakan ^jaringan tenaga listrik kepada pemegang pefizinan berusaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang ditetapkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. c. Pelayanan perizinan berusaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri yang:

1)

memiliki fasilitas instalasi dalam lbu Kota Nusantara; 2l berada di wilayah sampai dengan 12 (dua belas) mil laut; dan/atau

3)

pembangkitan dengan kapasitas sampai dengan 10 (sepul: uhl Mega Watt.

d.

Pelayanan perizinan berusaha usaha jasa penunjang tenaga listrik yang dilakukan oleh BUMN, penanam modal dalam negeri, koperasi atau badan usaha di Ibu Kota Nusantara, dan badan usaha jasa konsultasi dalam bidang instalasi tenaga listrik, pembangunan dan pemasangErn instalasi tenaga listrik, pengoperasian instalasi tenaga listrik, pemeliharaan instalasi tenaga listrik, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan. e. Penyediaan dana untuk kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik belum berkembang, daerah terpencil, dan perdesaan. CC. BIDANG PERDAGANGAN 1 Penzinan dan Pendaftaran Perusahaan a. Pemeriksaan fasilitas penyimpanan bahan berbahaya dan pengawasan distribusi, pengemasan, dan pelabelan bahan. b. Penerbitan surat keterangan asal (apabila telah ditetapkan sebagai instansi penerbit surat keterangan asal).

c.

Penerbitan izin usaha untuk:

1)

perantara perdagangan properti;

2)

penjualan langsung;

3)

penvakilan perulsahaan perdagangan asing;

4)

usaha perdagangan yang di dalamnya terdapat modal asing;

5)

^jasa survei dan ^jasa lainnya di bidang perdagangan tertentu; dan

6)

pendaftaran agen dan/atau distributor. d. Penerbitan surat izin usaha perdagangan minuman beralkohol (SIUP-MB) toko bebas bea dan penerbitan SIUP-MB bagi distributor, pengecer, dan penjual langsung minum di tempat. e. Penerbitan surat izin usaha perdagangan bahan berbahaya distributor terdaftar, pembinaan terhadap importir produsen bahan berbahaya, importir terdaftar bahan berbahaya, distributor terdaftar bahan berbahaya, dan produsen terdaftar bahan berbahaya, dan pengawasan distribusi pengemasan dan pelabelan bahan berbahaya. f. Penerbitan surat izin usaha perdagangan bahan berbahaya pengecer terdaftar, pemeriksaan sarana distribusi bahan berbahaya, dan pengawasan distribusi, pengemasan, dan pelabelan bahan berbahaya.

g.

Penerbitan izin pengelolaan pasar ralgrat, pusat perbelanjaan, dan izin usaha toko swalayan. h. Penerbitan tanda daftar gudang dan surat keterangan penyimpanan barang (SKPB). i. Penerbitan surat tanda pendaftaran waralaba (STPW) untuk kegiatan waralaba. 2 Sarana Distribusi Perdagangan a. Pembangunan dan pengelolaan pusat distribusi perdagangan. b. Pembangunan dan pengelolaan sarana distribusi perdagangan. c. Pembinaan terhadap pengelola sarana distribusi perdagangan masyarakat. d. Pemasaran produk hasil industri di dalam negeri. 3 Stabilisasi Harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting a. Menjamin ketersediaan barang kebutuhan pokok dan barang penting. b. Pemantauan harga dan informasi ketersediaan stok barang kebutuhan pokok dan barang penting. c. Melakukan operasi pasar dalam rangka stabilisasi harga pangzrn pokok. d. Pengawasan pupuk dan pestisida dalam melakukan pelaksanaan pengadaan, penyaluran, dan penggunaan pupuk bersubsidi. 4 Pengembangan Ekspor a. Penyelenggarazrn promosi dagang melalui pameran dagang internasional, pameran dagang nasional, dan pameran dagang lokal, serta misi dagang bagi produk ekspor unggulan.

b.

Penyelenggaraan kampanye pencitraan produk ekspor skala nasional dan internasional.

5.

Standardisasi, Perlindungan Konsumen, dan Pengawasan Kegiatan Perdagangan a. Pengujian mutu barang dan pemantauan mutu produk potensial. b. Pelaksanaan perlindungan konsumen dan pengawasan barang beredar dan/atau jasa. c. Pelaksanaan metrologi legal berupa tera, tera ulang, dan pengawasan, serta edukasi di bidang metrologi legal. d. Pelaksanaan pengawasan kegiatan perdagangan. DD. BIDANGPERINDUSTRIAN 1 Penyelenggaraan Bidang Perindustrian a. Penyelenggara€rn urusan pemerintahan di bidang perindustrian. b. Pemberian kemudahan untuk mendapatkan bahan baku dan/atau bahan penolong, dan jaminan penyaluran bahan baku dan/atau bahan penolong bagi perusahaan industri. 2 Perencanaan Industri Pen5rusunan dan penetapan rencana pembangunan industri Ibu Kota Nusantara. 3 Perwilayahan Industri a. Pen5rusunan dan penetapan kawasan peruntukan industri. b. Perencanaan, penyediaan infrastruktur, kemudahan dalam perolehan/ pembebasan lahan, pelayanan terpadu satu pintu, pemberian insentif dan kemudahan lainnya, penataan industri dan pengawasan pembangunan kawasan industri. c. Pelaksanaan pengelolaan kawasan industri. 4 Penerbita n P erizinan Berusaha Penerbitan izin usaha industri dan bin usaha kawasan industri.

5.

Pembangunan Sumber Daya Industri a. Sumber daya manusia (SDM) industri, meliputi:

1)

pelaksanaan pembangunan wirausaha industri;

2)

pelaksanaan pembangunan tenaga kerja industri;

3)

pelaksanaan pembangunan pembina industri; dan

4)

pelaksanaan penyediaan konsultan industri. b. Sumber daya alam (SDA) industri, yaitu pelaksanaan penjaminan dan penyaluran sumber daya alam untuk industri.

c.

Teknologi industri meliputi:

1)

peningkatan penguasaan dan pengoptimalan pemanfaatan teknologi industri; 2l promosi alih teknologi; dan

3)

fasilitasi pemanfaatan kreativitas dan inovasi masyarakat dalam pembangunan industri.

6.

Pembiayaan Industri Fasilitasi ketersediaan pembiayaan yang kompetitif untuk pembangunan industri yang diberikan kepada perusahaan industri yang berbentuk BUMN atau perusahaan industri swasta. 7 Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri a. Pemberian fasilitasi nonfiskal untuk industri kecil dan menengah (IKM) yang menerapkan standar nasional Indonesia (SNI), spesifikasi teknis (ST) dan/atau pedoman tata cara (PTC) yang diberlakukan secara wajib. b. Penyediaan, peningkatan, dan pengembangan sarana prasarana laboratorium pengujian standardisasi industri di wilayah pusat pertumbuhan industri untuk kelancaran pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC. c. Terkait Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) yang meliputi:

1)

memperoleh akses data industri, data kawasan industri, dan data lainnya Yans terdapat di dalam SIINas: dan asistensi kewajiban pelaporan perusahaan industri dan perrrsahaan kawasan industri melalui SIINas; dan

3)

melaporkan informasi industri dan informasi lain. 2l melaksanakan sosialisasi 8. Pemberdayaan Industri a. Pembangunan dan pemberdayaan industri kecil dan industri menengah melalui pelaksana€rn penguatan kapasitas kelembagaan dan pemberian fasilitas. b. Pengawasan pelaksanaan industri hijau. c. Pelaksanaan pengawasan penggunaan produk dalam negeri. 9 Keda Sama Internasional Pelaksanaan kerja sama internasional di bidang industri 10 Tindakan Pengamanan Penyelamatan Industri dan Pengusulan kebdakan pengamanan industri kepada Presiden akibat adanya kebijakan dan regulasi yang merugikan. 11 Penanaman Modal Bidang Industri Pelaksanaan kebijakan penanarnan modal di bidang industri. t2. Pengawasan dan Pengendalian Kegiatan Usaha Industri dan Kegiatan Usaha Kawasan Industri Keterlibatan dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha industri dan kegiatan usaha kawasan industri. EE. BIDANGTRANSMIGRASI . irl. rl i., : t{,-o; i, 1 Pembinaan Kawasan Transmigrasi Pembinaan satuan pennukiman pada tahap pemantapan dan tahap kemandirian kawasan transmigrasi.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA
UU 2 TAHUN 2022

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan

  • Ditetapkan: 12 Jan 2022
  • Diundangkan: 12 Jan 2022

Relevan terhadap

Pasal 61aTutup
(1)

Dalam mendukung Penyelenggaraan Jalan, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban membangun, menyusun, mengembangkan, serta menyediakan sistem data dan informasi penyelenggaraan Jalan yang terintegrasi.

(2)

Sistem data dan informasi sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) digunakan paling sedikit untuk:

a.

penyusunan program dan anggaran;

b.

perencanaan teknis;

c.

pelaksanaan konstruksi;

d.

pengoperasian Jalan;

e.

preservasi J alan; dan

f.

pengawasan.

Pasal 1Tutup

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian Jalan, termasuk bangunan penghubung, bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah, dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel, jalan lori, dan jalan kabel.

2.

Sistem Jaringan Jalan adalah satu kesatuan ruas Jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat kegiatan/pusat pertumbuhan, dan simpul transportasi dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.

3.

Penyelenggaraan Jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan Jalan.

4.

Penyelenggara Jalan adalah pihak yang melakukan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan Jalan sesuai dengan kewenangannya.

5.

Pengaturan Jalan adalah kegiatan perumusan kebijakan perencanaan, penyusunan perencanaan umum, dan penyusunan peraturan perundang- undangan di bidang Jalan.

6.

Pembinaan Jalan adalah kegiatan penyusunan pedoman dan standar teknis, pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia, serta penelitian dan pengembangan Jalan.

7.

Pembangunan Jalan adalah kegiatan penyusunan program dan anggaran, perencanaan teknis, pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian Jalan, dan/atau preservasi Jalan. jdih.kemenkeu.go.id jdih.kemenkeu.go.id 18. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

19.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Jalan.

20.

Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

21.

Pemerintah Desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.

22.

Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

Pasal 30Tutup

Cukup jelas. Huruf b Kegiatan preservasi jaringan Jalan yang sudah ada merupakan bagian dari aset manajemen jaringan Jalan karena ruas Jalan yang sudah dibangun harus dikelola agar tetap bertahan kemantapannya hingga mencapai umur rencana. Ayat (1) Pembangunan Jalan Umum dapat dilihat dari fungsi pelayanan Jalan. Jalan yang mempunyai peran yang lebih tinggi, mendapat prioritas penanganan berdasarkan ruas Jalan, fungsi Jalan, dan jenis penanganan, dengan tetap memperhatikan kinerja dalam Sistem Jaringan Jalan agar Jalan dapat berfungsi dengan baik. jdih.kemenkeu.go.id Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 35A Cukup jelas. Pasal 358 Cukup jelas. Pasal 35C Cukup jelas. Pasal 35D Cukup jelas. Pasal 35E Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. - 18 - jdih.kemenkeu.go.id Ayat (4) Yang dimaksud dengan "audit keselamatan Jalan" adalah pemeriksaan aktivitas dan prosedur terkait Pembangunan Jalan terhadap standar dan kriteria teknis untuk menjamin keselamatan dan keamanan pengguna Jalan. Pasal 35F Ayat (1) Yang dimaksud dengan "inspeksi keselamatan J alan" adalah evaluasi periodik atas J alan yang telah beroperasi oleh ahli yang terlatih dalam bidang keselamatan Jalan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 35G Ayat (1) Yang dimaksud dengan "preservasi" adalah perawatan yang bersifat preventif untuk mempertahankan kondisi kemantapan Jalan hingga mencapai umur rencana. Huruf a Yang dimaksud dengan "pemeliharaan rutin" adalah kegiatan merawat serta memperbaiki kerusakan-kerusakan yang terjadi pada ruas Jalan dengan kondisi pelayanan mantap. Huruf b Yang dimaksud dengan "pemeliharaan berkala" adalah kegiatan penanganan terhadap setiap kerusakan yang diperhitungkan dalam desain agar penurunan kondisi Jalan dapat dikembalikan pada kondisi kemantapan sesuai dengan rencana. jdih.kemenkeu.go.id Huruf c Yang dimaksud dengan "rehabilitasi" adalah kegiatan penanganan terhadap setiap kerusakan yang tidak diperhitungkan dalam desain yang berakibat menurunnya kondisi kemantapan pada bagian/tempat tertentu dari suatu ruas Jalan dengan kondisi rusak ringan agar penurunan kondisi kemantapan tersebut dapat dikembalikan pada kondisi kemantapan sesuai dengan rencana. Huruf d Yang dimaksud dengan "rekonstruksi" adalah kegiatan penanganan untuk dapat meningkatkan kemampuan ruas Jalan dalam kondisi tidak mantap atau kritis agar ruas Jalan tersebut mempunyai kondisi pelayanan mantap sesuai dengan umur rencana yang ditetapkan. Huruf e Ayat (2) Yang dimaksud dengan "pelebaran menuJu standar" adalah penanganan yang dilakukan untuk mencapai standar dimensi lebar Jalan. Yang dimaksud "secara berkesinambungan" adalah pemeliharaan J alan yang dilakukan secara terus- menerus berdasarkan kondisi segmen Jalan yang bersangkutan tanpa tergantung pada siklus anggaran yang rutin. Kesinambungan pemeliharaan didukung oleh ketersediaan dukungan anggaran sesuai dengan kebutuhan faktual di lapangan. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundang-undangan" adalah ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan Jalan. Pasal 35H Cukup jelas. Angka 24 Pasal 36 Ayat (1) Cukup jelas. jdih.kemenkeu.go.id Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan "instansi yang berwenang dalam pengawasan lalu lintas dan angkutan Jalan" adalah instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan Jalan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Angka 25 Pasal 37 Dihapus. Angka 26 Pasal 38 Dihapus. Angka 27 Pasal 39 Dihapus. Angka 28 Pasal 40 Dihapus. Angka 29 Pasal 41 Dihapus. jdih.kemenkeu.go.id Angka 30

Thumbnail
HUKUM UMUM
PP 19 TAHUN 2022

Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

  • Ditetapkan: 09 Mei 2022
  • Diundangkan: 09 Mei 2022

Relevan terhadap

Pasal 5Tutup

Penyelenggaraan Dekonsentrasi Kepada GWPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus memenuhi ketentuan: jdih.kemenkeu.go.id a. b.

c.

d.

(1)

(2) (1) (2) (3) lebih efektif dan efisien dilaksanakan oleh GWPP; daerah memiliki pelaksana yang lingkup tugas dan fungsinya sama dengan Urusan Pemerintahan yang didekonsen trasikan; daerah memiliki sarana dan prasarana serta personel untuk menyelenggarakan dekonsentrasi; dan tidak memerlukan biaya pendamping dari daerah. Pasal 6 Perencanaan Dekonsentrasi Kepada GWPP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai sistem perencanaan pembangunan nasional dan sinkronisasi proses perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional. Penganggaran Dekonsentrasi Kepada GWPP dilaksanakan sesuai dengan:

a.

ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai keuangan negara;

b.

sinergi kebijakan fiskal nasional; dan C. sinergi pendanaan pelaksanaan Urusan Pemerin tahan. Pasal 7 Penyelenggaraan Dekonsentrasi Kepada GWPP berupa pembinaan dan pengawasan umum dan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a ditetapkan dengan Peraturan Menteri/Lembaga Pemerin tah non -Kernen terian. Penyelenggaraan Dekonsentrasi Kepada GWPP berupa pelaksanaan tugas dan wewenang GWPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b ditetapkan dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. Peraturan Menteri/Lembaga Pemerintah non- Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negen.

(4)

(5) (6) (7) (1) (2) Peraturan Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang keuangan. Peraturan Menteri/Lembaga Pemerintah non- Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan paling lambat bulan November untuk penyelenggaraan Dekonsentrasi Kepada GWPP tahun anggaran berikutnya. Peraturan Menteri/Lembaga Pemerintah non- Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada GWPP sebagai dasar penetapan Keputusan Gubernur mengenai pelaksanaan Dekonsentrasi Kepada GWPP. Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan paling lambat bulan Desember sebelum tahun pelaksanaan Dekonsentrasi Kepada GWPP tahun anggaran berikutnya.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA
UU 28 TAHUN 2022

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023

  • Ditetapkan: 27 Okt 2022
  • Diundangkan: 27 Okt 2022

Relevan terhadap

Pasal 49Tutup

Dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus lbu Kota Nusantara, Pemerintah menetapkan Bagian Anggaran untuk Otorita Ibu Kota Nusantara. Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara yang berkedudukan sebagai pengguna anggaran/pengguna barang untuk Ibu Kota Nusantara. Penetapan Bagian Anggaran untuk Otorita Ibu Kota Nusantara dilakukan oleh Menteri Keuangan. Pengawasan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Otorita Ibu Kota Nusantara dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pelaksanaan persiapan, pelaksanaan pembangunan, dan/atau pemindahan Ibu Kota Negara dapat dilakukan oleh kementerian negara/lembaga sesua1 tugas dan fungsinya dengan anggaran yang bersumber dari APBN.

Pasal 40Tutup

BMN yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk disertakan menjadi tambahan modal Badan Usaha Milik Negara atau Perseroan Terbatas/Badan Hukum Lainnya yang didalamnya terdapat kepemilikan negara, ditetapkan menjadi PMN pada Badan Usaha Milik Negara atau Perseroan Terbatas/Badan Hukum Lainnya yang didalamny~ terdapat kepemilikan negara tersebut. Ketentuan mengenai tata cara penetapan PMN untuk BMN yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk disertakan menjadi tambahan modal Badan Usaha Milik Negara atau Perseroan Terbatas/Badan Hukum Lainnya yang didalamnya terdapat kepemilikan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN. BMN dengan perolehan sampai dengan 31 Desember 2018 yang telah:

a.

dipergunakan dan/atau dioperasikan oleh Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas yang didalamnya terdapat saham milik negara; dan

b.

tercatat pada laporan posisi Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas yang didalamnya terdapat saham milik negara sebagai BPYBDS atau akun yang sejenis, ditetapkan untuk dijadikan PMN pada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas yang didalamnya terdapat saham milik negara tersebut, dengan menggunakan nilai realisasi anggaran yang telah direviu oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

(4)

(5) (6) (7) Pemerintah melakukan penambahan PMN yang berasal dari dana tunai dan piutang Negara pada Badan Usaha Milik Negara/Lembaga/Badan Hukum Lainnya sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. Dalam rangka memperbaiki struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas usaha Badan Usaha Milik Negara atau Perseroan Terbatas/Badan Hukum Lainnya yang didalamnya terdapat kepemilikan negara, Pemerintah melakukan penambahan PMN kepada:

a.

PT ASD P Indonesia Ferry (Persero);

b.

Perum DAMRI;

c.

Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia;

d.

PT Brantas Abipraya (Persero); dan

e.

PT Sejahtera Eka Graha, yang berasal dari BMN melalui mekanisme pemindahtanganan BMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk menjaga kecukupan modal PT Asabri (Persero) dan Badan Usaha Milik Negara yang mengelola eks kewajiban PT Asuransi Jiwasraya (Persero), kepada PT Asabri (Persero) dan Sadan Usaha Milik Negara yang mengelola eks kewajiban PT Asuransi Jiwasraya (Persero) diberikan PMN yang berasal dari penerimaan hasil sitaan atau rampasan Kejaksaan Agung terkait tindak pidana korupsi PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang telah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Penambahan PMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), serta pemberian PMN sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(1)

(2) (3) (1)

Thumbnail
COVID-19 Covid-19 | HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG PERBENDAHARAAN
217/PMK.05/2020

Pelaksanaan Anggaran dalam rangka Penyelesaian Pekerjaan pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 yang Tidak Terselesaikan sampai dengan Akhir Tahu ...

  • Ditetapkan: 28 Des 2020
  • Diundangkan: 28 Des 2020

Relevan terhadap

Pasal 3Tutup
(1)

Sisa pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir Tahun Anggaran 2020 dapat dilanjutkan penyelesaiannya ke Tahun Anggaran 2021 sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a.

berdasarkan penelitian PPK, penyedia barang/jasa akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan setelah diberikan kesempatan sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan; dan

b.

penyedia barang/jasa sanggup untuk menyelesaikan sisa pekerjaan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan yang dinyatakan dengan surat pernyataan kesanggupan yang ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup.

(2)

Surat pernyataan kesanggupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:

a.

pernyataan kesanggupan dari penyedia barang/jasa untuk menyelesaikan sisa pekerjaan;

b.

waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan dengan ketentuan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan; dan

c.

pernyataan bahwa penyedia barang/jasa bersedia dikenakan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan.

(3)

Berdasarkan pertimbangan atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA memutuskan untuk:

a.

melanjutkan penyelesaian sisa pekerjaan ke Tahun Anggaran 2021; atau

b.

tidak melanjutkan penyelesaian sisa pekerjaan ke Tahun Anggaran 2021.

(4)

Dalam mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPA dapat melakukan konsultasi dengan aparat pengawasan intern pemerintah.

Thumbnail
BIDANG KEKAYAAN NEGARA | HUKUM KEUANGAN NEGARA
139/PMK.06/2020

Tata Cara Pendanaan Pengadaan Tanah bagi Proyek Strategis Nasional oleh Lembaga Manajemen Aset Negara ...

  • Ditetapkan: 28 Sep 2020
  • Diundangkan: 28 Sep 2020

Relevan terhadap 2 lainnya

Pasal 46Tutup
(1)

Dalam rangka pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dan Pasal 45, Menteri/Kepala dapat melibatkan aparat pengawasan intern pemerintah.

(2)

Hasil pengujian yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjadi salah satu pertimbangan pengajuan permohonan pembayaran Ganti Kerugian Pengadaan Tanah kepada LMAN.

(3)

Biaya pelaksanaan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada kementerian/lembaga.

Pasal 71Tutup
(1)

Dalam rangka pengujian permohonan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70, Menteri/Kepala dapat melibatkan aparat pengawasan intern pemerintah.

(2)

Hasil pengujian kesesuaian yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjadi salah satu pertimbangan pengajuan permohonan pembayaran dana Badan Usaha yang terlebih dahulu digunakan untuk Ganti Kerugian Pengadaan Tanah oleh Menteri/Kepala kepada LMAN.

(3)

Biaya pelaksanaan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada kementerian/lembaga.

Pasal 28Tutup
(1)

Perencanaan penganggaran tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dapat dilakukan penyesuaian berdasarkan usulan Menteri/Kepala.

(2)

Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis oleh Menteri/Kepala kepada LMAN paling lambat pada akhir bulan Maret sebelum tahun anggaran yang direncanakan.

(3)

Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan setelah dilakukan:

a.

reviu oleh aparat pengawasan intern pemerintah pada kementerian/lembaga; dan

b.

hasil koordinasi dengan KPPIP untuk penyesuaian pemeringkatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.

(4)

Penyampaian penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan:

a.

hasil penyesuaian pemeringkatan oleh KPPIP;

b.

informasi mengenai perkembangan tahapan Pengadaan Tanah masing-masing proyek; dan

c.

hasil reviu oleh aparat pengawasan intern pemerintah pada kementerian/lembaga.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG KEKAYAAN NEGARA
144/PMK.06/2021

Tata Cara Penghapusbukuan dan Penghapustagihan Piutang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia

  • Ditetapkan: 22 Okt 2021
  • Diundangkan: 25 Okt 2021

Relevan terhadap

MengingatTutup
1.

Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957);

3.

Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);

4.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Penyusunan, Penyampaian, dan Perubahan Rencana Jangka Panjang serta Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2150);

5.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58/PMK.06/2020 tentang Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 549).

6.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);

Thumbnail
TARIF PNBP Tarif PNBP | PENGELOLAAN | PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
PP 58 TAHUN 2020

Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak

  • Ditetapkan: 08 Okt 2020
  • Diundangkan: 12 Okt 2020

Relevan terhadap

Pasal 58Tutup
(1)

Instansi Pengelola PNBP dan Menteri sesuai dengan tugas dan kewenangannya melakukan monitoring secara periodik atas pelaksanaan PNBP tahun anggaran berjalan. (21 Hasil monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditindaklanjuti oleh APIP atau Menteri dengan melakukan pengawasan PNBP.

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Ralryat. 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN. 3. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Pengelolaan PNBP adalah pemanfaatan sumber daya dalam rangka tata kelola yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, dan pengawasan untuk meningkatkan pelayanan, akuntabilitas, dan optimalisasi penerimaan negara yang berasal dari PNBP. 5. Rencana PNBP adalah hasil penghitungan dan/atau penetapan target PNBP atau target dan pagu penggunaan dana PNBP yang diperkirakan dalam satu tahun anggaran. 6. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.

7.

PNBP 7. PNBP Terutang adalah kewajiban PNBP dari Wajib Bayar kepada Pemerintah yang wajib dibayar pada waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 8. Surat Tagihan PNBP adalah surat dan/atau dokumen yang digunakan untuk melakukan tagihan PNBP Terutang, baik berupa pokok maupun sanksi administratif berupa denda. 9. Surat Ketetapan PNBP adalah surat dan/atau dokumen yang menetapkan jumlah PNBP Terutang yang meliputi Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar, Surat Ketetapan PNBP Nihil, dan Surat Ketetapan PNBP Lebih Bayar.

10.

Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan dari dalam negeri atau luar negeri yang mempunyai kewajiban membayar PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 1 1. Bendahara Umum Negara adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.

12.

Instansi Pengelola PNBP adalah instansi yang menyelenggarakan Pengelolaan PNBP.

13.

Mitra Instansi Pengelola PNBP adalah badan yang membantu Instansi Pengelola PNBP melaksanakan sebagian kegiatan Pengelolaan PNBP yang menjadi tugas Instansi Pengelola PNBP berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

14.

Pimpinan Instansi Pengelola PNBP adalah Bendahara Umum Negara atau Pimpinan Kementerian/Lembaga yang memegang kewenangan sebagai Pengguna Anggaran.

15.

Pejabat Kuasa Pengelola PNBP adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dalam Pengelolaan PNBP yang menjadi tanggungjawabnya dan tugas lain terkait PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

16.

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah instansi Pemerintah yang dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan kementerian/iembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

17.

Kementerian Negara yang selanjutnya disebut dengan Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

18.

Lembaga adalah organisasi non-Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lain.

19.

Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan Kementerian/ Lembaga yang bersangkutan.

20.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

Thumbnail
PETUNJUK TEKNIS | PENYELESAIAN KEBERATAN
206/PMK.02/2021

Petunjuk Teknis Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Keringanan, dan Pengembalian Penerimaan Negara Bukan Pajak ...

  • Ditetapkan: 29 Des 2021
  • Diundangkan: 30 Des 2021

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.

2.

PNBP Terutang adalah kewajiban PNBP dari Wajib Bayar kepada Pemerintah Pusat yang wajib dibayar pada waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

3.

Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.

4.

Surat Ketetapan PNBP adalah surat dan/atau dokumen yang menetapkan jumlah PNBP Terutang meliputi Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar, Surat Ketetapan PNBP Nihil, dan Surat Ketetapan PNBP Lebih Bayar.

5.

Instansi Pengelola PNBP adalah instansi yang menyelenggarakan pengelolaan PNBP.

6.

Mitra Instansi Pengelola PNBP adalah badan yang membantu Instansi Pengelola PNBP melaksanakan sebagian kegiatan pengelolaan PNBP yang menjadi tugas Instansi Pengelola PNBP berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7.

Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan dari dalam negeri atau luar negeri, yang mempunyai kewajiban membayar PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

8.

Pimpinan Instansi Pengelola PNBP adalah Bendahara Umum Negara atau Pimpinan Kementerian/Lembaga yang memegang kewenangan sebagai pengguna anggaran/pengguna barang.

9.

Pejabat Kuasa Pengelola PNBP adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dalam pengelolaan PNBP yang menjadi tanggung jawabnya, serta tugas lain terkait PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

10.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

11.

Pemeriksaan PNBP adalah kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data, dan/atau keterangan lain serta kegiatan lainnya dalam rangka pengawasan atas kepatuhan pemenuhan kewajiban PNBP berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP.

12.

Instansi Pemeriksa adalah badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara dan pembangunan nasional.

Pasal 49Tutup
(1)

Dalam hal keringanan PNBP Terutang berupa pengurangan atau pembebasan karena kesulitan likuiditas, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan persetujuan setelah mendapat pertimbangan pengawasan intern pemerintah atau rekomendasi Instansi Pemeriksa dan persetujuan Menteri.

(2)

Untuk mendapatkan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP/ pejabat setingkat eselon I atas nama Pimpinan Instansi Pengelola PNBP menyampaikan surat permintaan persetujuan Menteri kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Anggaran disertai dengan:

a.

dokumen pendukung;

b.

penjelasan;

c.

rekomendasi tertulis; dan

d.

pertimbangan aparat pengawas intern pemerintah atau rekomendasi Instansi Pemeriksa.

(3)

Surat permintaan persetujuan kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat informasi:

a.

identitas Wajib Bayar;

b.

bentuk keringanan PNBP Terutang yang diajukan;

c.

jumlah PNBP Terutang yang diajukan keringanan PNBP;

d.

tanggal jatuh tempo PNBP Terutang; dan

e.

rekomendasi jumlah pemberian pengurangan.

(4)

Penjelasan dan rekomendasi tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dapat dituangkan dalam surat permintaan persetujuan keringanan PNBP Terutang atau dalam dokumen yang terpisah.

(5)

Pimpinan Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan kewenangan kepada Pejabat Kuasa Pengelola PNBP paling rendah setingkat pejabat eselon II untuk menerbitkan persetujuan.

(6)

Surat permintaan persetujuan kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak pertimbangan aparat pengawasan intern pemerintah atau rekomendasi Instansi Pemeriksa diterima oleh Pejabat Kuasa Pengelola PNBP.

(7)

Permintaan rekomendasi kepada Instansi Pemeriksa oleh Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap permohonan keringanan PNBP Terutang berupa pengurangan atau pembebasan terhadap kondisi kesulitan likuiditas dengan nilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

(8)

Ketentuan dan tata cara pengajuan permintaan pemeriksaan kepada Instansi Pemeriksa dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara pengelolaan PNBP.

Thumbnail
BMN BMN | HUKUM KEUANGAN NEGARA | BARANG MILIK NEGARA
PMK 118 TAHUN 2023

Pedoman Pengelolaan Barang Milik Negara dengan Menggunakan Sistem Informasi Manajemen Aset Negara;

  • Ditetapkan: 09 Nov 2023
  • Diundangkan: 13 Nov 2023

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

2.

Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan BMN untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.

3.

Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan BMN yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan.

4.

Pemanfaatan adalah pendayagunaan BMN yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga dan/atau optimalisasi BMN dengan tidak mengubah status kepemilikan.

5.

Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan BMN.

6.

Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan BMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7.

Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan BMN.

8.

Penghapusan adalah tindakan menghapus BMN dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang, Pengguna Barang, dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.

9.

Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan BMN.

10.

Evaluasi Kinerja adalah kegiatan evaluasi untuk mengukur performa/kinerja BMN.

11.

Pengawasan dan Pengendalian adalah kegiatan pemantauan, penertiban, dan investigasi terhadap BMN, pengelolaan BMN, dan pejabat/pegawai yang melakukan pengelolaan BMN.

12.

Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.

13.

Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN baik dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing.

14.

Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut BMN Idle adalah BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.

15.

Sistem Informasi Manajemen Aset Negara yang selanjutnya disingkat SIMAN adalah sistem informasi yang digunakan untuk mendukung proses pengelolaan BMN secara elektronik berbasis internet.

16.

Modul Administrasi Sistem adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk mengelola sistem SIMAN yang paling sedikit meliputi pengelolaan Pengguna SIMAN ( User ), pengaturan Hak Akses modul, pengaturan referensi Pengelola Barang dan Pengguna Barang, dan pengaturan alur kerja sistem ( system workflow ).

17.

Modul Master Aset adalah bagian dari SIMAN yang merupakan kumpulan data dan informasi pendukung BMN seluruh Kementerian/Lembaga.

18.

Modul Dasbor (Dashboard) yang selanjutnya disebut Modul Dashboard adalah bagian dari SIMAN yang berfungsi untuk menampilkan dan memvisualisasikan seluruh data dan/atau informasi pelaksanaan pengelolaan BMN.

19.

Modul Perencanaan adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk pelaksanaan Perencanaan Kebutuhan BMN.

20.

Modul Pengelolaan adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk pelaksanaan pengelolaan BMN yang meliputi Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, dan Penghapusan BMN.

21.

Modul Asuransi adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk penyusunan, penetapan BMN, penyusunan klaim, dan pelaporan BMN yang diasuransikan.

22.

Modul Inventarisasi adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk persiapan, pelaksanaan, pelaporan, dan tindak lanjut hasil Inventarisasi BMN.

23.

Modul Evaluasi Kinerja adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk persiapan, pelaksanaan, pelaporan, monitoring dan evaluasi, dan tindak lanjut hasil evaluasi kinerja BMN.

24.

Modul Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut Modul SBSN adalah bagian dari SIMAN yang digunakan dalam rangka persiapan, penyampaian usulan, tindak lanjut usulan daftar nominasi aset, penetapan, dan penggunaan BMN menjadi aset SBSN.

25.

Modul BMN Idle adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk pelaksanaan pengelolaan BMN Idle dan BMN eks BMN Idle .

26.

Modul Pengawasan dan Pengendalian yang selanjutnya disebut Modul Wasdal adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk pemantauan, penertiban, investigasi, dan pelaporan hasil Pengawasan dan Pengendalian BMN.

27.

Pengguna SIMAN ( User ) adalah pejabat/pegawai pada instansi terkait yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab sebagai Administrator, Supervisor, Koordinator, Analis, dan peran lainnya yang ditetapkan oleh Pengelola Barang untuk menggunakan SIMAN.

28.

Administrator yang selanjutnya disebut Admin adalah pejabat/pegawai pada instansi terkait yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi teknis administrasi SIMAN.

29.

Supervisor adalah pejabat/pegawai pada instansi terkait yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan supervisi/pengujian/pemeriksaan atas pekerjaan Koordinator.

30.

Koordinator adalah pejabat/pegawai pada instansi terkait yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan supervisi/pengujian/pemeriksaan atas pekerjaan Analis.

31.

Analis adalah pejabat/pegawai pada instansi terkait yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan analisis/pengujian/pemeriksaan.

32.

Hak Akses adalah hak yang diberikan kepada Pengguna SIMAN ( User ) untuk melaksanakan Pengelolaan BMN secara elektronik berbasis internet menggunakan SIMAN.

33.

Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.

34.

Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan BMN.

35.

Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.

36.

Pengguna Lainnya adalah pihak lain selain Pengelola Barang dan Pengguna Barang yang diberikan Hak Akses oleh Pengelola Barang untuk menggunakan SIMAN.

37.

Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.

38.

Direktur Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Direktur PKKN adalah direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi perumusan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang BMN, kekayaan negara lain-lain, dan piutang negara.

39.

Direktur Transformasi dan Sistem Informasi yang selanjutnya disebut Direktur TSI adalah direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi perumusan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang transformasi dan sistem informasi.

40.

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disingkat DJKN adalah unit organisasi eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang pengelolaan kekayaan negara.

41.

Direktorat Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Direktorat PKKN adalah unit organisasi eselon II pada DJKN yang mempunyai tugas merumuskan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang BMN, kekayaan negara lain-lain, dan piutang negara.

42.

Direktorat Transformasi dan Sistem Informasi yang selanjutnya disebut Direktorat TSI adalah unit organisasi eselon II pada DJKN yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang transformasi dan sistem informasi.

43.

Kantor Wilayah adalah instansi vertikal DJKN yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal.

44.

Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang yang selanjutnya disingkat KPKNL adalah instansi vertikal DJKN yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.

45.

Unit Akuntansi Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat UAPB adalah unit yang melakukan Penatausahaan BMN pada Pengguna Barang.

46.

Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Eselon I yang selanjutnya disingkat UAPPB-EI adalah unit yang membantu Pengguna Barang dalam melakukan Penatausahaan BMN pada tingkat Unit Eselon I Pengguna Barang.

47.

Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah yang selanjutnya disingkat UAPPB-W adalah unit yang membantu Pengguna Barang dalam melakukan Penatausahaan BMN pada tingkat wilayah atau unit kerja lain yang ditetapkan sebagai UAPPB-W oleh Pengguna Barang.

48.

Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat UAKPB adalah unit yang melakukan Penatausahaan BMN pada tingkat satuan kerja/Kuasa Pengguna Barang.

49.

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat APIP K/L adalah Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/Inspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri/Pimpinan Lembaga.

  • 1
  • ...
  • 9
  • 10
  • 11
  • ...
  • 64