Pagu Sementara Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2011.
Relevan terhadap
PAGU SEMENTARA KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN 2011 Dalam rangka penyusunan RAPBN Tahun Anggaran 2011,
Pemerintah akan menyampaikan Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2011
kepada DPR-RI pada awal bulan Agustus 2010. Untuk keperluan tersebut
disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Rapat Kerja antara Badan Anggaran DPR-RI dengan
Pemerintah dalam rangka Pembahasan Pembicaraan Pendahuluan Penyusunan RAPBN
Tahun Anggaran 2011 pada tanggal 10-15 Juni 2010 dan Rapat Paripurna DPR RI
tanggal 17 Juni 2010, telah menyepakati pokok-pokok kebijakan belanja negara
sebagai bahan acuan dalam rangka penyusunan Pagu Sementara Kementerian/Lembaga
Tahun Anggaran 2011. 2. Rincian Pagu Sementara Anggaran Belanja Tahun
Anggaran 2011 menurut program dan sumber dana untuk masing-masing
Kementerian/Lembaga adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran I. 3. Dalam
Pagu Sementara seperti tersebut pada butir 2 sudah memperhitungkan kebutuhan
untuk: a. Dana untuk membiayai seluruh belanja
penyelenggaraan program/kegiatan prioritas dan penunjang dalam Tahun
Anggaran 2011; b. Dana
yang barsumber dari Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN); c. Dana
yang bersumber dari Pinjaman Dalam Negeri (PDN);
Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang dan Bahan untuk Memproduksi Barang Dan/ atau Jasa Guna Kepentingan Umum dan Peningkatan Daya Saing I ...
Relevan terhadap
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK MEMPRODUKSI BARANG DAN/ATAU JASA GUNA KEPENTINGAN UMUM DAN PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI SEKTOR TERTENTU UNTUK TAHUN ANGGARAN 2010. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :
Bea masuk ditanggung pemerintah adalah bea masuk terutang yang dibayar oleh pemerintah dengan pagu anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2010 beserta perubahannya. 2. Industri sektor tertentu adalah industri yang layak untuk diberikan bea masuk ditanggung pemerintah sesuai dengan kebijakan pengembangan industri nasional sebagaimana diusulkan kementerian/lembaga selaku pembina sektor industri.
Barang dan bahan adalah barang dan bahan termasuk suku cadang dan komponen, yang diolah, dirakit, atau dipasang untuk menghasilkan barang jadi dan/atau jasa. Pasal 2 (1) Bea masuk ditanggung pemerintah dapat diberikan kepada industri sektor tertentu atas impor barang dan bahan yang dipergunakan untuk memproduksi barang dan/atau jasa dengan kriteria penilaian:
memenuhi penyediaan barang dan/atau jasa untuk kepentingan umum, dikonsumsi oleh masyarakat luas, dan/atau melindungi kepentingan konsumen;
meningkatkan daya saing;
meningkatkan penyerapan tenaga kerja; dan
meningkatkan pendapatan negara. (2) Barang dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
belum diproduksi di dalam negeri;
sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau
sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri. (3) Penentuan bobot masing-masing kriteria penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini, __ yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. Pasal 3 (1) Permohonan untuk mendapatkan bea masuk ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) untuk industri sektor tertentu, diajukan Menteri/Kepala Lembaga selaku pembina sektor industri sektor kepada Menteri Keuangan dengan dilampiri:
analisis dan alasan perlunya diberikan bea masuk ditanggung pemerintah dengan memperhatikan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
daftar barang dan bahan dengan uraian spesifikasi teknis, sesuai dengan ketentuan barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2); dan
usulan pagu anggaran bea masuk ditanggung pemerintah untuk Tahun Anggaran 2010.
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai bea masuk ditanggung pemerintah atas impor barang dan bahan untuk industri sektor tertentu. Pasal 4 Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini dievaluasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan. Pasal 5 Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal Perbendaharaan diinstruksikan untuk melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.
Rencana Penarikan Dana, Rencana Penerimaan Dana, dan Perencanaan Kas.
Relevan terhadap
Kementerian Negara/Lembaga c.q. Sekretariat Jenderal/ Sekretariat Utama/Sekretariat menerima dan melakukan analisis RPD Bulanan tingkat Unit Eselon I dan/atau Rencana Penerimaan Dana tingkat Unit Eselon I serta pemutakhiran RPD Bulanan tingkat Unit Eselon I dan/atau Rencana Penerimaan Dana tingkat Unit Eselon I.
Kementerian Negara/Lembaga c.q. Sekretariat Jenderal/ Sekretariat Utama/Sekretariat menghimpun RPD Bulanan tingkat Unit Eselon I dan/atau Rencana Penerimaan Dana tingkat Unit Eselon I menjadi RPD Bulanan tingkat Kementerian Negara/Lembaga dan/atau Rencana Penerimaan Dana tingkat Kementerian Negara/Lembaga.
Kementerian Negara/Lembaga c.q. Sekretariat Jenderal/ Sekretariat Utama/Sekretariat menghimpun pemutakhiran RPD Bulanan tingkat Unit Eselon I dan/atau Rencana Penerimaan Dana tingkat Unit Eselon I menjadi pemutakhiran RPD Bulanan tingkat 8/15/23, 11: 09 AM PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB https: //jdih.kemenkeu.go.id/FullText/2014/277~PMK.05~2014Per.HTM 16/29 Kementerian Negara/Lembaga dan/atau Rencana Penerimaan Dana tingkat Kementerian Negara/Lembaga.
Analisis atas RPD Bulanan tingkat Unit Eselon I dan/atau Rencana Penerimaan Dana tingkat Unit Eselon I sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
kesesuaian akumulasi RPD Bulanan tingkat Unit Eselon I dengan arah kebijakan Kementerian Negara/Lembaga;
kesesuaian akumulasi RPD Bulanan tingkat Unit Eselon I dengan total target Penarikan Dana tingkat Kementerian Negara/ Lembaga; c kesesuaian akumulasi RPD Bulanan tingkat Unit Eselon I dengan total pagu DIPA tingkat Kementerian Negara/Lembaga;
pola penarikan dana yang proporsional; dan/atau
kesesuaian akumulasi Rencana Penerimaan Dana tingkat Unit Eselon I dengan total target Penerimaan tingkat Kementerian Negara/Lembaga.
Analisis atas pemutakhiran RPD Bulanan tingkat Unit Eselon I dan/atau Rencana Penerimaan Dana tingkat Unit Eselon I sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
kesesuaian realisasi RPD Bulanan tingkat Unit Eselon I dengan arah kebijakan tingkat Kementerian Negara/Lembaga;
relevansi realisasi RPD Bulanan tingkat Unit Eselon I terhadap pencapaian tujuan Kementerian Negara/Lembaga; c kesesuaian antara total RPD Bulanan tingkat Unit Eselon I dan total realisasi RPD tingkat Kementerian Negara/Lembaga;
kesesuaian pola penarikan dana antara RPD Bulanan tingkat Unit Eselon I dan realisasi RPD Bulanan tingkat Kementerian Negara/Lembaga; dan
kesesuaian antara total Rencana Penerimaan Dana tingkat Unit Eselon I dan total realisasi Penerimaan tingkat Kementerian Negara/Lembaga.
RPD Bulanan tingkat Kementerian Negara/Lembaga dan/atau Rencana Penerimaan Dana tingkat Kementerian Negara/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pemutakhiran RPD Bulanan tingkat Kementerian Negara/Lembaga dan/atau pemutakhiran Rencana Penerimaan Dana tingkat Kementerian Negara/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3), digunakan sebagai:
sarana penyusunan dan penyesuaian kebijakan Kementerian Negara/ Lembaga;
alat monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga; dan c bahan penyusunan laporan manajerial.
Unit Eselon I menerima dan melakukan analisis RPD Bulanan tingkat Satker dan/atau Rencana Penerimaan Dana tingkat Satker serta pemutakhiran RPD Bulanan tingkat Satker dan/atau Rencana Penerimaan Dana tingkat Satker.
Unit Eselon I menghimpun RPD Bulanan tingkat Satker dan/atau Rencana Penerimaan Dana tingkat Satker menjadi RPD Bulanan tingkat Unit Eselon I dan Rencana Penerimaan Dana tingkat Unit Eselon I.
Unit Eselon I menghimpun pemutakhiran RPD Bulanan tingkat Satker dan/atau Rencana Penerimaan Dana tingkat Satker menjadi pemutakhiran RPD Bulanan tingkat Unit Eselon I dan Rencana Penerimaan Dana tingkat Unit Eselon I.
Analisis atas RPD Bulanan tingkat Satker dan/atau Rencana Penerimaan Dana tingkat Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
kesesuaian akumulasi RPD Bulanan tingkat Satker dengan arah kebijakan tingkat Unit Eselon I;
kesesuaian akumulasi RPD Bulanan tingkat Satker dengan total target Penarikan Dana tingkat Unit Eselon I; c kesesuaian akumulasi RPD Bulanan tingkat Satker dengan total pagu DIPA tingkat unit Eselon I;
pola penarikan dana yang proporsional; dan/atau
kesesuaian akumulasi Rencana Penerimaan Dana tingkat Satker dengan total target Penerimaan tingkat Unit Eselon I.
Analisis atas pemutakhiran RPD Bulanan tingkat Satker dan/atau Rencana Penerimaan Dana tingkat Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
kesesuaian realisasi RPD Bulanan tingkat Satker dengan arah kebijakan tingkat Unit Eselon I; 8/15/23, 11: 09 AM PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB https: //jdih.kemenkeu.go.id/FullText/2014/277~PMK.05~2014Per.HTM 15/29 b. relevansi realisasi RPD Bulanan tingkat Satker terhadap pencapaian tujuan Unit Eselon I; c kesesuaian antara total RPD Bulanan tingkat Satker dan total realisasi RPD tingkat Unit Eselon I;
kesesuaian pola penarikan dana antara RPD Bulanan tingkat Satker dan realisasi RPD tingkat Unit Eselon I; dan/atau
kesesuaian antara total Rencana Penerimaan Dana tingkat Satker dan total realisasi Penerimaan tingkat Unit Eselon I.
Analisis atas RPD Bulanan tingkat Satker dan/atau Rencana Penerimaan Dana tingkat Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan terhadap masing-masing Satker dan/atau keseluruhan Satker di lingkup wilayah kerjanya.
Dalam hal berdasarkan analisis terdapat ketidaksesuaian, Unit Eselon I melakukan bimbingan teknis kepada Satker di lingkup wilayah kerjanya.
Pimpinan Unit Eselon I menyampaikan RPD Bulanan tingkat Unit Eselon I dan Rencana Penerimaan Dana tingkat Unit Eselon I kepada Menteri/Pimpinan Lembaga c.q. Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris paling lambat akhir minggu ketiga bulan Februari tahun anggaran berkenaan.
Pimpinan Unit Eselon I menyampaikan pemutakhiran RPD Bulanan tingkat Unit Eselon I dan Rencana Penerimaan Dana tingkat Unit Eselon I kepada Menteri/Pimpinan Lembaga c.q. Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/ Sekretaris paling lambat akhir minggu keempat bulan Maret dan/atau akhir minggu ketiga bulan berikutnya dimana terdapat pemutakhiran dalam tahun anggaran berkenaan.
RPD Bulanan tingkat Unit Eselon I dan Rencana Penerimaan Dana tingkat Unit Eselon I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan sebagai bahan penyusunan laporan manajerial.
Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak (Multi Years Contract) dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ...
Relevan terhadap
Menteri Keuangan dapat mempertimbangkan untuk memberikan persetujuan Kontrak Tahun Jamak atas pekerjaan yang telah dituangkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) dan merupakan kebijakan prioritas Pemerintah, yang karena kondisi tertentu dalam pelaksanaannya tidak dapat diselesaikan dalam 1 (satu) Tahun Anggaran.
Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
keadaan kahar, meliputi bencana alam, bencana non alam, pemogokan, kebakaran, dan/atau gangguan industri lainnya sebagaimana dinyatakan melalui keputusan bersama Menteri Keuangan dan menteri teknis terkait;
keadaan non kahar, meliputi antara lain perubahan desain karena faktor yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya ( unforeseen conditions/factors ) , perubahan kebijakan pemerintah, perubahan ruang lingkup pekerjaan, perubahan jadwal pelaksanaan dan __ penyesuaian ketentuan yang berlaku di negara lain.
Persetujuan Kontrak Tahun Jamak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh Pengguna Anggaran dilengkapi Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) dengan disertai penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Permohonan persetujuan Kontrak Tahun Jamak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diajukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Menteri Keuangan bersamaan dengan penyampaian Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) Tahun Anggaran bersangkutan.
Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan:
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) dari Pengguna Anggaran yang menyatakan bahwa:
pekerjaan Kontrak Tahun Jamak yang akan dilaksanakan telah memenuhi kelayakan teknis berdasarkan penilaian/rekomendasi dari instansi/ tim teknis fungsional yang kompeten; dan
ketersediaan dana bagi pelaksanaan Kontrak Tahun Jamak yang bukan merupakan tambahan pagu ( on _top); _ b. surat pernyataan dari Pengguna Anggaran yang menyatakan bahwa:
sisa dana yang tidak terserap dalam tahun bersangkutan tidak akan direvisi untuk digunakan pada Tahun Anggaran yang sama; dan
pengadaan/pembebasan lahan/tanah yang diperlukan untuk mendukung pembangunan infrastruktur sudah dituntaskan.
Kelengkapan permohonan persetujuan Kontrak Tahun Jamak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Dilengkapi dengan cakupan jenis dan tahapan kegiatan/pekerjaan secara keseluruhan, jangka waktu pekerjaan akan diselesaikan, dan ringkasan perkiraan kebutuhan anggaran per tahun.
Tidak diperbolehkan terdapat dokumen yang menunjukkan nama calon peserta dan/atau calon pemenang lelang.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Menteri/Pimpinan Lembaga dapat mengajukan permohonan persetujuan Kontrak Tahun Jamak kepada Menteri Keuangan tidak bersamaan dengan penyampaian Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) dalam hal:
terjadi keadaan kahar;
melaksanakan kebijakan Pemerintah Pusat;
memenuhi amanat peraturan perundang-undangan;
menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengelolaan Penerusan Pinjaman.
Relevan terhadap
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan Dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 238/PMK.05/2011 tentang Pedoman Umum Sistem Akuntansi Pemerintahan;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.05/2013 tentang Bagan Akun Standar;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.05/2013 tentang Jurnal Akuntansi Pemerintah Pada Pemerintah Pusat;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, Dan Penetapan Alokasi Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara;
Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Relevan terhadap
RKA-K/L disusun berdasarkan:
Pagu Anggaran K/L yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja K/L);
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN;
standar biaya; dan
kebijakan pemerintah lainnya.
Dalam hal komisi terkait di DPR belum menyetujui penyesuaian RKA- K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) sampai dengan minggu ketiga bulan Nopember, DHP RKA-K/L disusun mengacu pada penyesuaian RKA-K/L yang telah diteliti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4).
DHP RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran c.q. Direktur Anggaran I/Direktur Anggaran II/Direktur Anggaran III paling lambat minggu ketiga bulan Nopember dengan ketentuan sebagai berikut:
rincian alokasi anggaran untuk biaya operasional tidak diblokir;
rincian alokasi anggaran untuk biaya non operasional yang telah ditetapkan dalam pagu anggaran dan tidak berubah, tidak diblokir; dan
penyesuaian alokasi anggaran berupa tambahan pagu yang digunakan selain pada huruf a dan huruf b, dapat dituangkan dalam output cadangan dan/atau diberikan catatan rincian alokasi tidak dapat dilaksanakan sebelum adanya persetujuan DPR, dan tidak diblokir. Pasal 14 DHP RKA-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), Pasal 12 ayat (10), dan Pasal 13 ayat (2) menjadi dasar penyusunan Keputusan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat. Pasal 15 (1) Keputusan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 menjadi dasar penyusunan dan pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). (2) Penyusunan dan pengesahan DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara penyusunan dan pengesahan DIPA. Pasal 16 Dalam hal aplikasi SPAN belum dapat diterapkan, validasi ADK RKA-K/L, penelaahan RKA-K/L, penyusunan Himpunan RKA-K/L, pencetakan DHP RKA-K/L, penyusunan Keputusan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat, serta penyusunan dan pengesahan DIPA dilakukan dengan menggunakan sistem aplikasi RKA-K/L-DIPA. Pasal 17 (1) Dalam hal terdapat kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara dan/atau efisiensi belanja yang anggaran kegiatannya telah dialokasikan dalam RKA-K/L dan harus segera dilaksanakan, namun tidak dapat dilaksanakan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini, pelaksanaan kegiatan dimaksud dapat diusulkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat yang ditunjuk kepada Menteri Keuangan untuk mendapat persetujuan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku juga untuk anggaran kegiatan dalam RKA-K/L Tahun Anggaran 2013 yang disusun berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.02/2012 tentang Petunjuk Penyusunan Dan Penelaahan Rencana Kerja Dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Pasal 18 Ketentuan mengenai tata cara penyusunan dan penelaahan RKA-K/L sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini berlaku secara mutatis mutandis terhadap tata cara penyusunan dan penelaahan revisi RKA-K/L. Pasal 19 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.02/2012 tentang Petunjuk Penyusunan Dan Penelaahan Rencana Kerja Dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa.
Tata Cara Pemberian Jaminan Kelayakan Usaha Pt Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik dengan Menggunakan Ener ...
Relevan terhadap
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Strategi dan Portofolio Utang dan Badan Kebijakan Fiskal c.q. unit pengelola risiko fiskal melakukan pemantauan atas Risiko Gagal Bayar PT PLN (Persero) pada Proyek Pembangkit Listrik yang telah diberikan Jaminan Kelayakan Usaha.
Berdasarkan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dan Badan Kebijakan Fiskal dapat menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan untuk memberikan dukungan dan/atau melakukan tindakan sesuai dengan kewenangan Menteri Keuangan dalam rangka mencegah terjadinya Risiko Gagal Bayar.
Badan Kebijakan Fiskal c.q unit pengelola risiko fiskal melakukan evaluasi terhadap usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Strategi dan Portofolio Utang dan Sekretariat Jenderal c.q. Biro Hukum.
Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Kebijakan Fiskal menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan.
Badan Kebijakan Fiskal c.q unit pengelola risiko fiskal melakukan evaluasi terhadap usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Strategi dan Portofolio Utang dan Sekretariat Jenderal c.q. Biro Hukum.
Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Kebijakan Fiskal menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi (Exchange Of Information) ...
Relevan terhadap
Unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang membutuhkan Informasi menyampaikan usulan kepada Direktur Peraturan Perpajakan II untuk melakukan permintaan Informasi kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
Usulan permintaan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal terdapat dugaan Wajib Pajak melakukan transaksi untuk menghindari pengenaan pajak, transaksi untuk melakukan pengelakan pajak atau transaksi dengan menggunakan struktur / skema sedemikian rupa yang tujuan utama atau salah satu tujuan utamanya adalah untuk memperoleh manfaat P3B, dan Wajib Pajak: I ) www.jdih.kemenkeu.go.id M ENTER I f<E UANGAN R E P UBL I K I N D O NES IA a. sedang dilakukan kegiatan pengawasan kepatuhan perpajakan, analisis dan pengembangan atas informasi, data, laporan dan pengaduan yang diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak, verifikasi, pemeriksaan, penagihan, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan terhadap kewajiban perpajakannya; a tau b. sedang dalam proses pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak, keberatan, banding, peninjauan kembali, prosedur persetujuan bersama (Mutual Agreement Procedure), dan/atau kesepakatan harga transfer (Advance Pricing Agreement) terhadap kewajiban perpajakannya.
Permintaan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak melakukan upaya untuk mencari Informasi di dalam n'egeri dan meyakini bahwa Informasi dimaksud terdapat di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
Usulan permintaan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, setelah Direktur Peraturan Perpajakan II melakukan penelitian atas pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) .
Usulan permintaan Informasi yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak ditindaklanjuti oleh Direktur Peraturan Perpajakan II, dalam hal terdapat kondisi sebagai berikut:
Informasi yang diminta tersedia di dalam negeri;
belum melakukan upaya untuk mencari Informasi di dalam negeri clan meyakini bahwa Informasi dimaksud terdapat di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
Informasi yang diminta bersifat spekulatif dan tidak memiliki hubungan yang jelas dengan dasar permintaan Informasi (fishing expedition);
Informasi yang diminta tidak didasari atas kecurigaan (allegation) yang memadai;
Informasi yang diminta dapat mengakibatkan terungkapnya rahasia perdagangan, usaha, industri, perniagaan atau keahlian; ·dan/atau f. Informasi yang diminta berhubungan dengan rahasia negara, kebijakan publik, kedalilatan, keamanan negara, atau kepentingan nasional. /> www.jdih.kemenkeu.go.id MENTER I KEUANGAN
Direktur Peraturan Perpajakan II menerima permintaan Informasi dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
Direktur Peraturan Perpajakan II melakukan penelitian terhadap permintaan Informasi yang diterima dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) .
Penelitian terhadap permintaan Informasi yang diterima dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk rhenguji pemenuhan ketentuan sebagai berikut:
permintaan Informasi ditandatangani oleh pejabat yang berwenang atau competent authority di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
terdapat dugaan bahwa permintaan Informasi berkenaan dengan transaksi yang dimaksudkan untuk menghindari pengenaan pajak, melakukan pengelakan pajak, atau memanfaatkan struktur / skema sedemikian rupa yang tujuan utama atau salah satu tujuan utamanya adalah untuk memperoleh manfaat P3B; dan
dipenuhinya ketentuan sebagaimana tercantum dalam P3B, TIEA, Konvensi, Persetujuan Pejabat yang Berwenang yang Bersifat Multilateral atau Bilateral (Multilateral or Bilateral Competent Authority Agreement), Persetujuan antar Pemerintah (Intergovernmental Agreement/IGA), atau perjanjian bilateral maupun multilateral lainnya.
Dalam hal permintaan Informasi yang diterima dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra belum . jelas, Direktur Peraturan Perpajakan II dapat meminta penjelasan tambahan kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang bersangkutan.
Permintaan Informasi yang diterima dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra tidak dapat dipenuhi dalam hal: // www.jdih.kemenkeu.go.id M ENTER I KEUANGAN REP UBLI K INDONES IA ·a .. perlu dilakukan tindakan administratif yang bertentangan dengan praktik administrasi atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
dalam kondisi serupa, Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra tidak menyediakan Informasi yang diminta pada saat Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra tersebut berkedudukan sebagai negara yang diminta Informasi; dan/atau
Informasi yang diminta berhubungan dengan rahasia negara, kebijakan publik, kedaulatan, keamanan negara, atau kepentingan nasional.
Dalam hal permintaan Informasi dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tidak diperlukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, dan/ a tau tidak terdapat kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan/atau huruf c, permintaan Informasi tersebut ditindaklanjuti sebagai berikut:
untuk Informasi yang sudah tersedia di dalam aplikasi pemanfaatan Informasi, dan Direktur Peraturan Perpajakan II memiliki kewenangan untuk mengakses dan menggunakan Informasi tersebut, Direktur Peraturan Perpajakan II menyampaikan Informasi tersebut kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
untuk Informasi yang belum tersedia atau sudah tersedia tetapi Direktur Peraturan Perpajakan II tidak dapat mengakses Informasi tersebut, Direktur Peraturan Perpajakan II meminta Informasi dimaksud kepada unit terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
Dalam hal unit terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak telah menyampaikan Inforrnasi yang diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, Direktur Peraturan Perpajakan II menyampaikan Informasi dimaksud kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.