Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Analis Anggaran.
Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan atas Barang Milik Negara yang Berasal dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas B ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disingkat KKKS adalah badan usaha atau bentuk badan usaha tetap yang diberikan kewenangan untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi pada suatu wilayah kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Perrierintah.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Barang yang menjadi milik/kekayaan negara yang berasal dari KKKS yang selanjutnya disebut BMN Hulu Migas adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh oleh KKKS dalam rangka pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi serta sisa operasi dan sisa produksi sebagai pelaksanaan Kontrak Kerja Sama antara KKKS dengan Pemerintah.
BMN Hulu Migas Eks Terminasi yang selanjutnya dise but BMN Eks Terminasi adalah BMN Hulu Migas yang berasal dari KKKS yang Kontrak Kerja Samanya telah berakhir.
Unit Pengendali Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut Unit Pengendali adalah unit yang dibentuk oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
Dokumen Sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi.
Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/ defisit dan pembiayaan, s1sa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.
Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan Pemerintah yaitu aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal te rte n tu.
Laporan Operasional adalah laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh Pemerintah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan.
Laporan Perubahan Ekuitas adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun se belumnya.
Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat CaLK adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan laporan perubahan Saldo Anggaran Lebih serta pengungkapan lainnya yang diperlukan dalam rangka penyajian yang wajar.
Placed Into Service yang selanjutnya disingkat PIS adalah kondisi sebuah barang yang diadakan oleh KKKS telah siap/ sudah digunakan untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
Inventarisasi adalah proses kegiatan untuk pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan BMN.
Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian berupa BMN pada saat tertentu.
Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi waJar pada tanggal Pe nilaian.
Unit Akuntansi Kuasa Pengelola Barang Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat UAKPLB-BUN adalah unit akuntansi yang diberi kewenangan untuk mengurus/menatausahakan/mengelola BMN yang berada dalam penguasaan Bendahara Umum Negara Pengelola Barang.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat UAKPA-BUN adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat satuan kerja pada Bendahara Umum Negara atas pengelolaan BMN yang berasal dari KKKS.
Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat ADK adalah arsip data yang disimpan dalam media penyimpanan data digital yang dapat digunakan untuk memindahkan data dari suatu komputer ke komputer lainnya secara elektronis.
Verifikasi adalah kegiatan memeriksa kelengkapan Dokumen Sumber secara formal yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan pencatatan aset.
Material Persediaan adalah barang/peralatan yang diadakan untuk disimpan, dirawat, dan dicatat menurut aturan pergudangan sebelum digunakan untuk kegiatan operasi KKKS.
Harta Benda lnventaris adalah Aset berwujud atau tak berwujud yang diperoleh dan dimaksudkan untuk digunakan dalam operasi KKKS dan nilai perolehannya dimulai dari nilai tertentu sampai dengan nilai maksimal yang ditetapkan oleh Unit Pengendali.
Harta Benda Modal adalah Aset berwujud atau tak berwujud yang digunakan dalam operasi KKKS yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, bukan merupakan material habis pakai, dan biaya perolehannya lebih besar dari nilai maksimal Harta Benda Inventaris yang ditetapkan oleh Unit PeJ: ?-gendali. I!
Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pemerintah Untuk Percepatan Proyek Pembangunan Jalan Tol Di Sumatera ...
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpa ...
Cipta Kerja
Relevan terhadap
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Minyak Bumi adalah hasil proses alami ^berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan ^dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau ^padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozoketit, ^dan bitumen yang diperoleh dari proses ^penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat ^yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
Gas 2. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi. 3. Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas Bumi. 4. Bahan Bakar Minyak adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari Minyak Bumi. 5. Kuasa Pertambangan adalah wewenang yang diberikan Negara kepada Pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi. 6. Survei Umum adalah kegiatan lapangan yang meliputi pengumpulan, analisis, dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi untuk memperkirakan letak dan potensi sumber daya Minyak dan Gas Bumi di luar Wilayah Kerja. 7. Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi. 8. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di Wilayah Kerja yang ditentukan. 9. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya. 10. Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga. 1 1. Pengolahan 1 1. Pengolahan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh bagian-bagian, mempertinggi mutu, dan mempertinggi nilai tambah Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, tetapi tidak termasuk ^pengolahan lapangan. 12. Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan/atau hasil olahannya dari Wilayah Kerja atau dari tempat penampungan dan Pengolahan, termasuk pengangkutan Gas Bumi melalui pipa transmisi dan distribusi. 13. Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi. 14. Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak Bumi danlatau hasil olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui pipa. 15. Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia adalah seluruh wilayah daratan, perairan, dan landas kontinen Indonesia. 16. Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi. 17. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan ^jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus dan didirikan sesuai dengan ^peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 18. Bentuk Usaha Tetap adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib mematuhi peraturan perundang- undangan yang berlaku di Republik Indonesia. 79. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Izin 20. Izin Usaha adalah izin yang diberikan kepada Badan Usaha untuk melaksanakan Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga dengan tujuan memperoleh keuntungan danf atau laba. 21. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun t945. 22. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 23. Dihapus. 24. Badan Pengatur adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi pada Kegiatan Usaha Hilir. 25. Menteri adalah menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi. 2 Ketentuan Pasal 4 berikut: diubah sehingga berbunyi sebagai Pasal 4 (1) Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara. (2) Penguasaan oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat melalui kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi. (3) Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir.
Ketentuan 3 Ketentuan Pasal 5 diubah berikut: sehingga berbunyi sebagai Pasal 5 (1) Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. (2) Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi terdiri atas:
Kegiatan Usaha Hulu; dan
Kegiatan Usaha Hilir. (3) Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
Eksplorasi; dan
Eksploitasi. (4) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas:
Pengolahan;
Pengangkutan;
Penyimpanan; dan
Niaga. 4 Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 23 (1) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b, dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. (2) Badan Usaha yang memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan kegiatan usaha:
Pengolahan;
Pengangkuatan;
Penyimpanan; dan f atau d. Niaga.
Perizinan. 5 (3) Perizinan Berusaha yang telah diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan sesuai dengan peruntukan kegiatan usahanya. (4) Permohonan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan dengan menggunakan sistem Perizinan Berusaha secara elektronik yang dikelola oleh Pemerintah Pusat. Di antara Pasal 23 dan Pasal 24 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 23A sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 23A (1) Setiap orang yang melakukan Kegiatan Usaha Hiiir tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dikenai sanksi administratif berupa penghentian usaha dan/atau kegiatan, denda, dan/atau paksaan Pemerintah Pusat. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 25 (1) Pemerintah Pusat dapat memberikan sanksi administratif terhadap :
pelanggaran salah satu persyaratan yang tercantum dalam Perizinan Berusaha; dan f atau b. ketidakterpenuhinya persyaratan yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang ini. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 6 7. Ketentuan . 8 7 Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 52 Setiap orang yang melakukan Eksplorasi dan/atau Eksploitasi tanpa memiliki Perizinan Berusaha atau Kontrak Kerja Sama dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah). Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 53 Jika tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23A mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling tinggi Rp50.00O.000.00O,O0 (lima puluh miliar rupiah). Ketentuan Pasal 55 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 55 Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak, bahan bakar gas, dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah). Pasal 4 I Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol4 Nomor 2I7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5585) diubah sebagai berikut: 9 1 Ketentuan Pasal 4 diubah berikut: sehingga berbunyi sebagai Pasal 4 (1) Panas Bumi merupakan kekayaan nasionai yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran ra}ryat. (2) Penguasaan Panas Bumi oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupatenlkota sesuai dengan kewenangannya dan berdasarkan prinsip pemanfaatan. 2 Ketentuan Pasal 5 diubah berikut: sehingga berbunyi sebagai Pasal 5 (1) Penyelenggaraan Panas Bumi oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dilakukan terhadap:
Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung yang berada pada:
lintas wilayah provinsi termasuk Kawasan Hutan produksi dan Kawasan Hutan lindung;
Kawasan Hutan konservasi;
kawasan konservasi di perairan; dan
wilayah laut lebih dari L2 (dua belas) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas di seluruh Indonesia. b. Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung yang berada di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Kawasan Hutan produksi, Kawasan Hutan lindung, Kawasan Hutan konservasi, dan wilayah laut. (2) Penyelenggaraan Panas Bumi oleh Pemerintah Daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dilakukan untuk Pemanfaatan Langsung yang berada pada:
lintas wilayah kabupatenlkota dalam satu provinsi, termasuk Kawasan Hutan produksi dan Kawasan Hutan lindung; dan
wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. (3) Penyelenggaraan Panas Bumi oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, dilakukan untuk Pemanfaatan Langsung yang berada pada:
wilayah kabupaten/kota, termasuk Kawasan Hutan produksi dan Kawasan Hutan lindung; dan
wilayah laut paling jauh 1/3 (satu per tiga) dari wilayah laut kewenangan provinsi. 3 Ketentuan Pasal 6 diubah berikut: sehingga berbunyi sebagai Pasal 6 Kewenangan Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) meliputi:
pembuatan kebijakan nasional;
pengaturan di bidang Panas Bumi;
Perizinan Berusaha di bidang Panas Bumi;
pembuatan norma, standar, pedoman, dan kriteria untuk kegiatan pengusahaan Panas Bumi untuk pemanfaatan langsung;
pembinaan dan pengawasan;
pengelolaan data dan informasi geologi serta potensi Panas Bumi;
inventarisasi dan pen)'Lrsunan neraca sumber daya dan cadangan Panas Bumi;
pelaksanaan Eksplorasi, Eksploitasi, dan/atau pemanfaatan Panas Bumi; dan 4 i. pendorongan kegiatan penelitian, pengembangan, dan kemampuan perekayasaan. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 7 Kewenangan Pemerintah Daerah provinsi dalam penyelenggaraan Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat meliputi:
pembentukan peraturan perundang-undangan daerah provinsi di bidang Panas Bumi untuk pemanfaatan Langsung;
pemberian Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan langsung pada wilayah yang menjadi kewenangannya;
pembinaan dan pengawasan;
pengelolaan data dan informasi geologi serta potensi Panas Bumi pada wilayah provinsi; dan
inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan cadangan Panas Bumi pada wilayah provinsi. 5 Ketentuan Pasal berikut: 8 diubah sehingga berbunyi sebagai Pasal 8 Kewenangan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) ditaksanakan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, meliputi:
pembentukanperaturanperundang-undangandaerah kabupaten/kota di bidang Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung;
pemberian Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan langsung pada wilayah yang menjadi kewenangannya;
pembinaan dan pengawasan;
pengelolaan data dan informasi geologi serta potensi Panas Bumi pada wilayah kabupaten/kota; dan
inventarisasi 6 e. inventarisasi dan pen5rusunan neraca sumber daya dan cadangan Panas Bumi pada wilayah kabupaten/kota. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 1 (1) Setiap Orang yang melakukan pengusahaan panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal g ayat (1) huruf a wajib terlebih dahulu memiliki Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan Langsung. (2) Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah Pusat untuk Pemanfaatan Langsung yang berada pada:
lintas wilayah provinsi, termasuk Kawasan Hutan produksi dan Kawasan Hutan lindung;
Kawasan Hutan konservasi;
kawasan konservasi di perairan; dan
wilayah laut lebih dari t2 (dua belas) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas di seluruh Indonesia. (3) Pertzinan Berusaha terkait pemanfaatan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh gubernur sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat untuk Pemanfaatan Langsung yang berada pada:
lintas wilayah kabupatenlkota dalam satu provinsi, termasuk Kawasan Hutan produksi dan Kawasan Hutan lindung; dan
wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.
Perizinan (4) Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh bupati/wali kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk Pemanfaatan Langsung yang berada pada:
wilayah kabupatenf kota, termasuk Kawasan Hutan produksi dan Kawasan Hutan lindung; dan
wilayah laut paling jauh 1/3 (satu per tiga) dari wilayah laut kewenangan provinsi. (5) Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diberikan berdasarkan permohonan dari Setiap Orang. (6) Perizinan Berusaha terkait Pemanfaatan Langsung diberikan setelah Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mendapat persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 12 dihapus.
Pengujuan UU no. 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Pasal 1 angka 1 dan angka 7, Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11 ayat (2) ...
Relevan terhadap
Indonesia berada jauh di bawah urutan negara anggotra ASEAN tertentu tersebut, seperti Thailand, Malaysia, Vietnam. Pembangunan kesadaran dan budaya taat pajak, meskipun dikatakan banyak hambatan akibat keruwetan pengisian form-form pajak tersebut, tetapi kelemahan yang utama adalah penegakan hukum pajak yang belum efektif, baik karena integritas petugas maupun karena kurangnya kepercayaan publik. Penegakan hukum perpajakan terhadap wajib pajak yang menyimpan penghasilannya dalam bentuk deposito dan investasi langsung maupun tidak langsung di luar Indonesia, terlepas dari sumber dan asal usulnya, menambah komplikasi penegakan hukum Indonesia, yang sudah barang tentu mempunyai keberlakuan secara teritorial hanya meliputi wilayah hukum NKRI. Rahasia perbankan dan manfaat yang diperoleh negara asing dalam menampung dana-dana yang dillarikan orang Indonesia untuk ditanam di negara asing tersebut, jarang mendapat respon posisitif atas permintaan International Judicial Assistance yang diajukan. Kondisi demikian menyebabkan modal dan dana segar Indonesia yang dengan banyak cara, disimpan dan diberdayakan di luar Indonesia yang terjamin kerahasiaanya melalui bank secrecy yang ketat, menjadi hambatan sendiri dalam membawanya pulang ke tanah Air. Pendekatan yang dipergunakan dalam studi economic analysis of law, maupun studi komparatif hukum dan ekonomi, berupaya menundukkan doktrin hukum kepada analisis biaya dan keuntungan ( cost and benefit analysis ) serta pada konsep efisiensi ekonomi, yang memberi kemungkinan untuk menarik kesimpulan tertentu mengenai konsekuensi dan nilai sosial dari aturan tertentu. Konsep manusia sebagai maximizer yang rasional dari kepentingannya sendiri, yang mengandung arti bahwa orang mempunyai respon terhadap insentif, yaitu jika keadaan sekeliling seseorang berubah sedemikian rupa sehingga dia dapat meningkatkan kepuasannya dengan berubah sikap, dia akan melakukan sikap yang demikian (Richard A. Posner, Economic Analysis of Law, 1986, h. 4 ) Kita dapat mengelaborasi teori tersebut berdasarkan asumsi bahwa orang mengambil keputusan untuk berbuat atau tidak berbuat berdasarkan pertimbangan cost and benefit. Dalam soal perpajakan, orang tidak akan menghindari jika Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.06/2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kembali Barang Milik Negara ...
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.02/2016 tentang Petunjuk Teknis Akuntansi Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Kegiatan Usaha Hu ...