Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2022
Relevan terhadap
tal untuk PPAT Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah NO JUDUL DASAR PEMBENTUKAN Undang-Undang Tahun 2Ol2 Pendidikan Tinggi Nomor 12 tentang PEMRAKARSA Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi 2 3 4 POKOK MATERI MUATAN Pengaturan yang terkait dengan sistem pengelolaan; Sistem penjaminan mutu; dan Pengelolaan aset dan keuangan PTN-BH. Pasal 66 ayat (21 Undang-Undang Tahun 2Ol2 Pendidikan Tinggi Nomor 12 tentang 1. Kemandirian tata kelola dan pengambilan keputusan yang akan dimiliki oleh Universitas setelah menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH);
Pengaturan yang terkait dengan sistem pengelolaan;
Sistem penjaminan mutu; dan
Pengelolaan aset dan keuangan PTN-BH. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum Universitas Negeri Surabaya Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum Universitas Syiah Kuala 7 8 Pasal 66 ayat (21 Undang-Undang Tahun 2Ol2 Pendidikan Tinggi Nomor 12 tentang 1. Kemandirian tata kelola dan pengambilan keputusan yang akan dimiliki oleh Universitas setelah menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (P|N-BH);
Pengaturan yang terkait dengan sistem pengelolaan; Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi NO JUDUL Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum Universitas Terbuka Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Waralaba 9 DASAR PEMBENTUKAN Pasal 66 ayat (21 Undang-Undang Tahun 2Ol2 Pendidikan Tinggi Nomor 12 tentang POKOK MATERI MUATAN 3. Sistem penjaminan mutu; dan
Pengelolaan aset dan keuangan PTN-BH.
Kemandirian tata kelola dan pengambilan keputusan yang akan dimiliki oleh Universitas setelah menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan I{ukum (PTN-BH);
Pengaturan yang terkait dengan sistem pengelolaan;
Sistem penjaminan mutu; dan
Pengelolaan aset dan keuangan PTN-BH. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset. dan Teknologi 10 1. Pasal 7 Undang-Undang Tahun 2OI4 Perdagangan Nomor 7 tentang Kriteria waralaba; Penyelenggara Waralaba; Prospektus Penawaran Waralaba dan Perjanjian Waralaba; Surat Tanda Pendaftaran Waralaba; Logo Waralaba; 1 2 3 4 5 6 !'[egeri; Penqgunaan Produk Dalam Kementerian Perdagangan PEMI?AKARSA 2. Pasal,29 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pasal 10 ayat (4), Pasal 1 1 ayat (3), Pasal 14 ayat (2lr, Pasal 48 ayat (6), dan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan NO.
JUDUL Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan DASAR PEMBENTUKAN POKOK MATERI MUATAN 7. Pembinaan, evaluasi, dan penyelenggaran Wara laba ;
Pelaporan; dan
Sanksi. pengawasan PEMRAKARSA Kementerian Kesehatan 1. Tata cara penetapan dan pencabutan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat;
Penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat;
Tata cara pelaksanaan Karantina Wilayah di pintu masuk;
Kriteria dan pelaksanaan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, dan Karantina Rumah Sakit; dan
Tata cara pengenaan sanksi administratif.
Rancangan PRE S I DEN REPUBLIK INDONESIA -7 - NO t2 JUDUL Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Upaya Kesehatan Jiwa DASAR PEMBENTUKAN Pasal 5, Pasal 9, Pasal 24, Pasal Pasal 59 Pasal 16, 32, dan POKOK MATERI MUATAN 1. Upaya promotif;
Upaya preventif;
Upaya kuratif;
Upaya rehabilitatif;
Penanggulangan Pemasungan;
T\rgas, Tanggung Jawab, dan Wewenang Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
Pengawasan terhadap Fasilitas Pelayanan di Luar Sektor Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan Berbasis Masyarakat;
Koordinasi Upaya Kesehatan Jiwa;
Sumber daya, yang terdiri clari perbekala.n kesehatan jiwa, sarana prasarana, dan pendanaan; darr 10. Pembinaan dan Pengawasan. PEMR{T.ARSA Kementerian Kesehatan Undang-Undang Tahun 2Ol4 Kesehatan Jiwa Nomor 18 tentang 13 14. JUDUL Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan Sekolah Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat
Pengalokasian Dana Desa Setiap Desa, Penggunaan, dan Penyaluran Dana Desa Tahun Anggaran 2025
Relevan terhadap
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGALOKASIAN DANA DESA SETIAP DESA, PENGGUNAAN, DAN PENYALURAN DANA DESA TAHUN ANGGARAN 2025. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. 3. Badan Pemeriksa Keuangan yang selanjutnya disingkat BPK adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 5. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, yang selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 6. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa. 7. Dana Desa adalah bagian dari transfer ke daerah yang diperuntukkan bagi Desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. 8. Alokasi Dasar adalah alokasi yang dibagi secara proporsional kepada setiap Desa. 9. Alokasi Afirmasi adalah adalah alokasi yang dibagi secara proporsional kepada Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal dan dapat mempertimbangkan jumlah penduduk miskin tinggi di Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal. 10. Alokasi Kinerja adalah alokasi yang dibagi kepada Desa dengan kinerja terbaik. 11. Alokasi Formula adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. 12. Indeks Kesulitan Geografis Desa yang selanjutnya disebut IKG Desa adalah angka yang mencerminkan tingkat kesulitan geografis suatu Desa berdasarkan variabel ketersediaan pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, transportasi, dan komunikasi. 13. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disebut APBDes adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Desa. 14. Bantuan Langsung Tunai Desa yang selanjutnya disebut BLT Desa adalah pemberian uang tunai kepada keluarga penerima manfaat di Desa yang bersumber dari Dana Desa. 15. Aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Transfer ke Daerah yang selanjutnya disebut Aplikasi OM-SPAN TKD adalah aplikasi yang digunakan untuk penyaluran belanja transfer dan menyediakan informasi untuk monitoring transaksi dan kebutuhan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan diakses melalui jaringan berbasis web. Pasal 2 Peraturan Menteri ini mengatur mengenai:
pengalokasian Dana Desa setiap Desa tahun anggaran 2025;
penggunaan Dana Desa tahun anggaran 2025; dan
penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2025. BAB II PENGALOKASIAN DANA DESA SETIAP DESA Pasal 3 (1) Dana Desa tahun anggaran 2025 ditetapkan sebesar Rp71.000.000.000.000,00 (tujuh puluh satu triliun rupiah), yang terdiri atas:
sebesar Rp69.000.000.000.000,00 (enam puluh sembilan triliun rupiah) pengalokasiannya dihitung pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan berdasarkan formula; dan
sebesar Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) pengalokasiannya dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagai insentif Desa dan/atau melaksanakan kebijakan Pemerintah. (2) Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dialokasikan kepada setiap Desa dengan ketentuan sebagai berikut:
Alokasi Dasar sebesar 65% (enam puluh lima persen) dari anggaran Dana Desa atau sebesar Rp44.849.889.580.000,00 (empat puluh empat triliun delapan ratus empat puluh sembilan miliar delapan ratus delapan puluh sembilan juta lima ratus delapan puluh ribu rupiah);
Alokasi Afirmasi sebesar 1% (satu persen) dari anggaran Dana Desa atau sebesar Rp689.991.928.000,00 (enam ratus delapan puluh sembilan miliar sembilan ratus sembilan puluh satu juta sembilan ratus dua puluh delapan ribu rupiah);
Alokasi Kinerja sebesar 4% (empat persen) dari anggaran Dana Desa atau sebesar Rp2.759.904.462.000,00 (dua triliun tujuh ratus lima puluh sembilan miliar sembilan ratus empat juta empat ratus enam puluh dua ribu rupiah); dan
Alokasi Formula sebesar 30% (tiga puluh persen) dari anggaran Dana Desa dan ditambahkan dengan selisih lebih hasil penghitungan Alokasi Dasar, Alokasi Afirmasi, dan Alokasi Kinerja yang tidak terbagi habis untuk setiap Desa atau sebesar Rp20.700.214.030.000,00 (dua puluh triliun tujuh ratus miliar dua ratus empat belas juta tiga puluh ribu rupiah).
Insentif Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dialokasikan berdasarkan kriteria tertentu. Pasal 4 (1) Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dibagikan secara proporsional kepada setiap Desa berdasarkan klaster Desa. (2) Klaster Desa dalam Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi menjadi 7 (tujuh) klaster berdasarkan jumlah penduduk. Pasal 5 (1) Alokasi Afirmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dibagikan kepada Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak. (2) Alokasi Afirmasi untuk setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan formula penghitungan Alokasi Afirmasi untuk setiap Desa. (3) Besaran Alokasi Afirmasi untuk Desa tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak dihitung sebesar 1 (satu) kali Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Besaran Alokasi Afirmasi untuk Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak dihitung sebesar 1,1 (satu koma satu) kali Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) terdiri atas:
Alokasi Afirmasi untuk Desa tertinggal sebesar Rp113.830.000,00 (seratus tiga belas juta delapan ratus tiga puluh ribu rupiah); dan
Alokasi Afirmasi untuk Desa sangat tertinggal sebesar Rp125.213.000,00 (seratus dua puluh lima juta dua ratus tiga belas ribu rupiah). (6) Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Desa yang berada pada kelompok Desa di desil 3 (tiga) sampai dengan desil 10 (sepuluh) dari jumlah penduduk miskin ekstrem berdasarkan penghitungan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Pasal 6 (1) Alokasi Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c dibagikan kepada Desa dengan kinerja terbaik. (2) Penetapan jumlah Desa penerima Alokasi Kinerja pada setiap kabupaten/kota dilakukan berdasarkan proporsi jumlah Desa pada kabupaten/kota. (3) Penetapan Desa dengan kinerja terbaik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinilai berdasarkan:
kriteria utama; dan
kriteria kinerja. Pasal 7 Kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a merupakan kriteria untuk Desa yang:
telah menerima penyaluran Dana Desa tahap I yang ditentukan penggunaannya pada tahun anggaran 2024;
memiliki rasio sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran 2023 terhadap pagu Dana Desa tahun anggaran 2023 tidak melebihi 30% (tiga puluh persen); dan
tidak terdapat penyalahgunaan keuangan Desa tahun anggaran 2024 sampai dengan batas waktu penghitungan rincian Dana Desa tahun anggaran 2025. Pasal 8 (1) Kriteria kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b terdiri atas:
indikator wajib; dan/atau
indikator tambahan. (2) Indikator wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori dengan bobot, yaitu:
pengelolaan keuangan Desa tahun anggaran 2024 dengan bobot 20% (dua puluh persen), terdiri atas:
perubahan rasio pendapatan asli Desa terhadap total pendapatan APBDes dengan bobot 50% (lima puluh persen); dan
status operasional badan usaha milik Desa dengan bobot 50% (lima puluh persen);
pengelolaan Dana Desa tahun anggaran 2024 dengan bobot 20% (dua puluh persen), terdiri atas:
persentase anggaran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya terhadap total Dana Desa dengan bobot 60% (enam puluh persen); dan
persentase pelaksanaan kegiatan Dana Desa secara swakelola dengan bobot 40% (empat puluh persen);
capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran 2023 dengan bobot 25% (dua puluh lima persen), terdiri atas:
persentase realisasi penyerapan Dana Desa dengan bobot 50% (lima puluh persen); dan
persentase capaian keluaran Dana Desa dengan bobot 50% (lima puluh persen); dan
capaian hasil pembangunan Desa tahun anggaran 2024 dengan bobot 35% (tiga puluh lima persen), terdiri atas:
status Desa indeks Desa membangun terakhir dengan bobot 65% (enam puluh lima persen); dan
perbaikan jumlah penduduk miskin ekstrem Desa dengan bobot 35% (tiga puluh lima persen). (3) Indikator tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikelompokkan menjadi:
indikator tambahan minimal; dan
indikator tambahan opsional. (4) Indikator tambahan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri atas:
pengiriman data APBDes tahun anggaran 2024;
keberadaan peraturan Desa mengenai rencana pembangunan jangka menengah Desa terakhir; dan
keberadaan peraturan Desa mengenai rencana kerja Pemerintah Desa dan perubahannya tahun anggaran 2024. (5) Indikator tambahan opsional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, terdiri atas:
pengiriman data laporan realisasi APBDes bulan Desember tahun anggaran 2023;
pengiriman laporan daftar transaksi harian belanja Desa dan rekapitulasi transaksi harian belanja Desa bulan Desember tahun anggaran 2023;
keberadaan dokumen rencana anggaran kas Desa pada tahun anggaran 2024;
ketersediaan infografis atau media informasi lainnya mengenai APBDes tahun anggaran 2024;
ketersediaan data dan/atau dokumen barang milik Desa;
implementasi cash management system pada sistem pengelolaan keuangan Desa;
implementasi sistem keuangan Desa secara online pada pengelolaan keuangan Desa;
ketersediaan kartu skor Desa konvergensi layanan stunting tahun anggaran 2023 melalui aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan Desa dan perdesaan, pemberdayaan masyarakat Desa, dan percepatan pembangunan daerah tertinggal;
persentase anak tidak sekolah untuk tingkat dasar/setara tahun anggaran 2023;
Desa memiliki program pengelolaan sampah yang aktif;
persentase perangkat Desa perempuan terhadap total perangkat Desa;
keterwakilan perempuan di badan permusyawaratan Desa;
omset badan usaha milik Desa tahun anggaran 2023; dan/atau
Pemerintah Desa memiliki website atau media sosial yang dimutakhirkan minimal 3 (tiga) bulan terakhir. Pasal 9 (1) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penilaian kinerja Desa berdasarkan kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan kriteria kinerja berupa indikator wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2). (2) Kabupaten/kota dapat melakukan penilaian kinerja Desa berdasarkan kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c dan kriteria kinerja berupa indikator tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) pada aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. (3) Kabupaten/kota wajib melakukan penilaian indikator tambahan minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) dalam hal kabupaten/kota melakukan penilaian kinerja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Bobot hasil penilaian kinerja Desa oleh kabupaten/kota dalam penilaian indikator tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen) dari total penilaian kinerja Desa, dengan ketentuan sebagai berikut:
kabupaten/kota yang tidak memenuhi indikator tambahan minimal sebanyak 3 (tiga) indikator, tidak diberikan bobot penilaian;
kabupaten/kota yang hanya memenuhi indikator tambahan minimal sebanyak 3 (tiga) indikator, diberikan bobot penilaian sebesar 10% (sepuluh persen); dan
kabupaten/kota yang memenuhi indikator tambahan minimal sebanyak 3 (tiga) indikator dan indikator tambahan opsional sebanyak 1 (satu) sampai dengan 14 (empat belas) indikator, diberikan bobot penilaian sebesar 10% (sepuluh persen) ditambah 20% (dua puluh persen) yang dibagi secara proporsional menyesuaikan dengan jumlah indikator tambahan opsional yang memenuhi. (5) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penggabungan atas hasil penilaian kinerja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (6) Dalam hal sampai dengan batas waktu yang ditentukan dalam Peraturan Menteri mengenai pengelolaan Dana Desa kabupaten/kota tidak melakukan penilaian kinerja Desa atau tidak menyampaikan hasil penilaian kinerja Desa pada aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, penilaian kinerja Desa dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (7) Besaran Alokasi Kinerja setiap Desa untuk kabupaten/kota yang melakukan penilaian indikator tambahan kinerja Desa ditetapkan sebesar 1,25 (satu koma dua lima) kali dari besaran Alokasi Kinerja setiap Desa untuk kabupaten/kota yang tidak melakukan penilaian indikator tambahan kinerja Desa. (8) Alokasi Kinerja setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (7), terdiri atas:
Alokasi Kinerja setiap Desa untuk kabupaten/kota yang melakukan penilaian indikator tambahan kinerja Desa sebesar Rp258.510.000,00 (dua ratus lima puluh delapan juta lima ratus sepuluh ribu rupiah); dan
Alokasi Kinerja setiap Desa untuk kabupaten/kota yang tidak melakukan penilaian indikator tambahan kinerja Desa sebesar Rp206.808.000,00 (dua ratus enam juta delapan ratus delapan ribu rupiah). Pasal 10 (1) Alokasi Formula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d dibagikan kepada setiap Desa berdasarkan indikator sebagai berikut:
jumlah penduduk dengan bobot 31% (tiga puluh satu persen);
angka kemiskinan Desa dengan bobot 20% (dua puluh persen);
luas wilayah Desa dengan bobot 10% (sepuluh persen); dan
tingkat kesulitan geografis dengan bobot 39% (tiga puluh sembilan persen). (2) Besaran Alokasi Formula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan menggunakan formula penghitungan Alokasi Formula. (3) Dalam hal hasil penghitungan Alokasi Formula setiap Desa tidak terbagi habis, sisa penghitungan Alokasi Formula diberikan kepada Desa yang mendapat Dana Desa terkecil. Pasal 11 (1) Hasil penghitungan alokasi Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 10, menjadi dasar penetapan rincian Dana Desa setiap Desa tahun anggaran 2025. (2) Rincian Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi Pemerintah Desa untuk menganggarkan Dana Desa dalam APBDes, penjabaran APBDes, perubahan APBDes, dan/atau perubahan penjabaran APBDes tahun anggaran 2025 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 12 Sumber data dalam pengalokasian Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 10, sebagai berikut:
data jumlah Desa, data nama, kode Desa, dan data jumlah penduduk menggunakan data yang bersumber dari Kementerian Dalam Negeri;
data status Desa menggunakan data indeks Desa membangun bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan Desa dan perdesaan, pemberdayaan masyarakat Desa, dan percepatan pembangunan daerah tertinggal;
data angka kemiskinan Desa menggunakan data jumlah penduduk miskin Desa berdasarkan data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem yang ditetapkan oleh kementerian koordinator yang menangani urusan pemerintahan di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan;
data tingkat kesulitan geografis Desa menggunakan data IKG Desa bersumber dari badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kegiatan statistik;
data luas wilayah Desa menggunakan data yang bersumber dari badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasi geospasial;
data APBDes menggunakan data yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan Desa dan perdesaan, pemberdayaan masyarakat Desa, dan percepatan pembangunan daerah tertinggal dan aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara; dan
data kinerja penyerapan dan capaian keluaran __ Dana Desa menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 13 (1) Data jumlah Desa, data nama, dan kode Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a yakni sebanyak 75.265 (tujuh puluh lima ribu dua ratus enam puluh lima) Desa di 434 (empat ratus tiga puluh empat) kabupaten/kota. (2) Dana Desa dialokasikan kepada 75.259 (tujuh puluh lima ribu dua ratus lima puluh sembilan) Desa di 434 (empat ratus tiga puluh empat) kabupaten/kota. (3) Berdasarkan jumlah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), terdapat selisih sebanyak 6 (enam) Desa yang merupakan Desa:
terindikasi tidak memenuhi kriteria Desa berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK; atau
tidak bersedia menerima Dana Desa. (4) Kriteria Desa berdasarkan laporan hasil BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
eksistensi wilayah Desa sudah tidak ada;
Desa tidak berpenghuni;
tidak terdapat kegiatan pemerintahan Desa; dan/atau
tidak terdapat penyaluran Dana Desa minimal 3 (tiga) tahun berturut-turut. Pasal 14 (1) Kriteria tertentu untuk insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) berupa:
kriteria utama; dan
kriteria kinerja. (2) Kriteria utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
Desa bebas dari korupsi pada semester I tahun anggaran 2025;
Desa telah menerima penyaluran Dana Desa tahap I tahun anggaran 2025; dan
Desa menganggarkan Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2025. (3) Pemenuhan anggaran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2025 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c minimal sebesar 40% (empat puluh persen) dari anggaran Dana Desa. (4) Kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
kinerja Pemerintah Desa, meliputi:
kinerja keuangan dan pembangunan Desa; dan
tata kelola keuangan dan akuntabilitas keuangan Desa; dan/atau
penghargaan Desa dari kementerian/lembaga. (5) Kriteria kinerja keuangan dan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 1 terdiri atas dan memiliki bobot sebagai berikut:
peningkatan nilai indeks Desa membangun atau indeks Desa lainnya dari tahun 2024 ke tahun 2025 dengan bobot 15% (lima belas persen);
kinerja penyaluran Dana Desa tahap I tahun anggaran 2025 dengan bobot 20% (dua puluh persen); dan
kinerja realisasi konsolidasi belanja APBDes semester II terhadap anggaran tahun anggaran 2024 dengan bobot 15% (lima belas persen). (6) Kriteria tata kelola keuangan dan akuntabilitas keuangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 2 terdiri atas dan memiliki bobot sebagai berikut:
ketersediaan laporan konsolidasi realisasi APBDes semester II tahun anggaran 2024 dengan bobot 10% (sepuluh persen);
ketersediaan APBDes tahun anggaran 2025 dengan bobot 25% (dua puluh lima persen);
kelengkapan penyampaian laporan realisasi APBDes tahun anggaran 2025 untuk bulan Januari sampai dengan bulan Mei dengan bobot 5% (lima persen);
kelengkapan penyampaian laporan daftar transaksi harian belanja Desa dan rekapitulasi transaksi harian belanja Desa tahun anggaran 2024 untuk bulan Juni sampai dengan bulan Desember dengan bobot 5% (lima persen); dan
kelengkapan penyampaian laporan daftar transaksi harian belanja Desa dan rekapitulasi transaksi harian belanja Desa tahun anggaran 2025 untuk bulan Januari sampai dengan bulan Mei dengan bobot 5% (lima persen). Pasal 15 (1) Sumber data dalam pengalokasian insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) sampai dengan ayat (6), sebagai berikut:
data nama dan kode Desa menggunakan data yang bersumber dari Kementerian Dalam Negeri;
surat permohonan penghentian penyaluran Dana Desa atas penetapan kepala Desa dan/atau Bendahara Desa sebagai tersangka penyalahgunaan keuangan Desa kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan pada semester I tahun anggaran 2025 dari bupati/wali kota;
data Desa sudah salur Dana Desa tahap I tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data Desa yang menganggarkan Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data nilai indeks Desa membangun atau indeks Desa lainnya tahun 2024 dan tahun 2025 menggunakan data yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan Desa dan perdesaan, pemberdayaan masyarakat Desa, dan percepatan pembangunan daerah tertinggal atau kementerian/lembaga terkait;
data kinerja penyaluran Dana Desa tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data laporan konsolidasi realisasi APBDes semester II tahun anggaran 2024 menggunakan data yang bersumber dari Kementerian Dalam Negeri;
data perubahan APBDes tahun anggaran 2024 dan APBDes tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data kelengkapan penyampaian laporan realisasi APBDes untuk bulan Januari sampai dengan bulan Mei tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data kelengkapan penyampaian laporan daftar transaksi harian belanja Desa dan rekapitulasi transaksi harian belanja Desa untuk bulan Juni sampai dengan bulan Desember tahun anggaran 2024 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data kelengkapan penyampaian laporan daftar transaksi harian belanja Desa dan rekapitulasi transaksi harian belanja Desa untuk bulan Januari sampai dengan bulan Mei tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data kinerja realisasi belanja terhadap anggaran APBDes semester II tahun anggaran 2024 pada laporan konsolidasi realisasi APBDes menggunakan data yang bersumber dari Kementerian Dalam Negeri; dan
data penghargaan dari kementerian/lembaga bersumber dari kementerian/lembaga terkait. (2) Dalam hal periode tahun data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia, digunakan data periode tahun sebelumnya. Pasal 16 (1) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) berdasarkan kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dan kriteria kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4). (2) Insentif Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan kepada Desa yang memiliki kinerja terbaik. (3) Penetapan jumlah Desa per kabupaten/kota penerima insentif Desa ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah Desa per kabupaten/kota. (4) Peringkat Desa per kabupaten/kota dihitung berdasarkan jumlah hasil perkalian antara nilai indikator dengan bobot masing-masing indikator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5) dan ayat (6). (5) Desa penerima insentif Desa untuk kategori kinerja Pemerintah Desa merupakan Desa yang mendapatkan peringkat tertinggi sesuai dengan jumlah penerima alokasi untuk setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (6) Insentif Desa untuk kategori kinerja Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibagikan kepada setiap Desa berdasarkan kelengkapan data APBDes tahun anggaran 2025 yang disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan/atau laporan konsolidasi realisasi APBDes semester II tahun anggaran 2024 yang disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri. (7) Besaran alokasi insentif Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditentukan berdasarkan kelengkapan data APBDes dan/atau laporan konsolidasi realisasi APBDes dengan perhitungan bobot sebagai berikut:
Desa yang tidak mengirimkan APBDes dan laporan konsolidasi mendapatkan bobot 1,00 (satu koma nol nol);
Desa yang hanya mengirimkan laporan konsolidasi mendapatkan bobot 1,10 (satu koma satu nol);
Desa yang hanya mengirimkan data APBDes mendapatkan bobot 1,15 (satu koma satu lima); dan
Desa yang mengirimkan data APBDes dan laporan konsolidasi mendapatkan bobot 1,20 (satu koma dua nol). (8) Besaran alokasi insentif Desa setiap Desa untuk kategori penghargaan kementerian/lembaga ditetapkan dengan besaran alokasi tertentu. (9) Dalam hal penghitungan insentif Desa berdasarkan besaran alokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) terdapat sisa hasil penghitungan, sisa hasil penghitungan tersebut dibagikan kepada seluruh Desa penerima insentif Desa pada kabupaten/kota yang mendapatkan alokasi insentif Desa terkecil. BAB III PENGGUNAAN Pasal 17 (1) Dana Desa diutamakan penggunaannya untuk mendukung:
penanganan kemiskinan ekstrem dengan penggunaan Dana Desa paling tinggi 15% (lima belas persen) dari anggaran Dana Desa untuk BLT Desa dengan target keluarga penerima manfaat dapat menggunakan data Pemerintah sebagai acuan;
penguatan Desa yang adaptif terhadap perubahan iklim;
peningkatan promosi dan penyediaan layanan dasar kesehatan skala Desa termasuk stunting ;
dukungan program ketahanan pangan;
pengembangan potensi dan keunggulan Desa;
pemanfaatan teknologi dan informasi untuk percepatan implementasi Desa digital;
pembangunan berbasis padat karya tunai dan penggunaan bahan baku lokal; dan/atau
program sektor prioritas lainnya di Desa. (2) Penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf g merupakan fokus penggunaan Dana Desa sesuai dengan prioritas nasional dan bersifat ditentukan penggunaannya. (3) Penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h bersifat tidak ditentukan penggunaannya. (4) Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan untuk mendanai program sektor prioritas lainnya di Desa sesuai dengan potensi dan karakteristik Desa. (5) Dana Desa dapat digunakan untuk dana operasional Pemerintah Desa paling banyak 3% (tiga persen) dari pagu Dana Desa setiap Desa. (6) Dalam hal Pemerintah Desa menerima insentif Desa yang dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, Pemerintah Desa menganggarkan dan melaksanakan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 18 (1) Calon keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a diprioritaskan untuk keluarga miskin yang berdomisili di Desa bersangkutan berdasarkan data yang ditetapkan oleh Pemerintah. (2) Data yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan keluarga desil 1 (satu) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. (3) Dalam hal Desa tidak memiliki data keluarga miskin yang terdaftar dalam keluarga desil 1 (satu) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Desa dapat menetapkan calon keluarga penerima manfaat BLT Desa dari keluarga yang terdaftar dalam keluarga desil 2 (dua) sampai dengan desil 4 (empat) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. (4) Dalam hal Desa tidak memiliki data keluarga miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), kepala Desa dapat menetapkan calon keluarga penerima manfaat BLT Desa berdasarkan kriteria sebagai berikut:
kehilangan mata pencaharian;
mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun/kronis dan/atau difabel;
tidak menerima bantuan sosial program keluarga harapan;
rumah tangga dengan anggota tunggal lanjut usia; dan/atau
perempuan kepala keluarga dari keluarga miskin. (5) Keluarga penerima manfaat bantuan sosial program keluarga harapan yang terdaftar dalam keluarga desil 1 (satu) sampai dengan desil 4 (empat) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem dapat diusulkan untuk ditetapkan menjadi keluarga penerima manfaat BLT Desa. (6) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak memiliki data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bupati/wali kota dapat menyampaikan surat permintaan data tersebut kepada kementerian koordinator yang menangani urusan pemerintahan di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan. Pasal 19 (1) Bupati/wali kota menyampaikan data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (6) dan data kemiskinan lainnya kepada kepala Desa. (2) Dalam hal terdapat keluarga miskin yang tidak terdaftar dalam desil 1 (satu) sampai dengan desil 4 (empat) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, kepala Desa dapat menetapkan tambahan keluarga penerima manfaat BLT Desa di luar desil 1 (satu) sampai dengan desil 4 (empat) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. (3) Dalam hal data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3) tidak tersedia, kepala Desa dapat menggunakan data kemiskinan ekstrem lainnya yang bersumber dari kementerian/lembaga/Pemerintah Daerah. (4) Dalam hal data keluarga miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3) dianggap sudah mampu, kepala Desa dapat mengeluarkan keluarga miskin tersebut dari calon keluarga penerima manfaat BLT Desa. (5) Daftar keluarga penerima manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) sampai dengan ayat (5) dan Pasal 19 ayat (1) sampai dengan ayat (4) ditetapkan dengan keputusan kepala Desa berdasarkan hasil musyawarah Desa.
Keputusan kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) minimal memuat:
nama dan alamat keluarga penerima manfaat;
rincian keluarga penerima manfaat berdasarkan jenis kelompok pekerjaan;
jumlah keluarga penerima manfaat; dan
sumber data yang dijadikan acuan keluarga penerima manfaat. Pasal 20 (1) Besaran BLT Desa ditetapkan sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per bulan untuk bulan pertama sampai dengan bulan kedua belas per keluarga penerima manfaat. (2) Pembayaran BLT Desa kepada keluarga penerima manfaat dilaksanakan setiap bulan mulai bulan Januari atau dapat dibayarkan paling banyak untuk 3 (tiga) bulan secara sekaligus. (3) Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi pembayaran BLT Desa kepada keluarga penerima manfaat yang telah menerima pembayaran BLT Desa untuk setiap bulan kepada bupati/wali kota. (4) Bupati/wali kota melakukan perekaman realisasi pembayaran BLT Desa kepada keluarga penerima manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pada Aplikasi OM- SPAN TKD. (5) Dalam hal kebutuhan pembayaran BLT Desa lebih besar dari kebutuhan BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, pembayaran atas selisih kekurangan BLT Desa menggunakan Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya. (6) Pembayaran atas selisih kekurangan BLT Desa menggunakan Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak melebihi batas maksimal sebesar 15% (lima belas persen) dari anggaran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a. (7) Dalam hal terdapat penurunan dan/atau penambahan jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), penurunan dan/atau penambahan tersebut ditetapkan dalam keputusan kepala Desa berdasarkan hasil musyawarah Desa. Pasal 21 (1) Kepala Desa melakukan pembayaran BLT Desa sesuai dengan perubahan daftar jumlah keluarga penerima manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (7). (2) Dana Desa yang ditentukan penggunaannya untuk BLT Desa yang tidak dibayarkan kepada keluarga penerima manfaat akibat perubahan daftar jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (7), dapat digunakan untuk mendanai kegiatan prioritas Desa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf h.
Kepala Desa menyampaikan laporan penggunaan atas pendanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada bupati/wali kota. (4) Dalam hal perekaman realisasi jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) berbeda dengan perekaman awal jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa, bupati/wali kota memberikan penjelasan perbedaan dimaksud pada Aplikasi OM-SPAN TKD. (5) Bupati/wali kota mengunggah dokumen perubahan keputusan kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (7) pada Aplikasi OM-SPAN TKD. Pasal 22 (1) Dalam hal terjadi penurunan pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya dalam perubahan APBDes untuk program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), selisih lebih Dana Desa tersebut dapat digunakan untuk mendanai kegiatan prioritas Desa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3). (2) Dalam hal terjadi kenaikan pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya dalam perubahan APBDes untuk program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), selisih kekurangan tersebut dapat menggunakan Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3). (3) Kepala Desa menyampaikan perubahan APBDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada bupati/wali kota. (4) Bupati/wali kota mengunggah perubahan APBDes sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pada Aplikasi OM-SPAN TKD. BAB IV PENYALURAN Pasal 23 (1) Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a terdiri atas penyaluran:
Dana Desa yang ditentukan penggunaannya; dan
Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya. (2) Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 24 (1) Penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a dilakukan dalam 2 (dua) tahap, dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I, sebesar 60% (enam puluh persen) dari pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling lambat bulan Juni; dan
tahap II, sebesar 40% (empat puluh persen) dari pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling cepat bulan April.
Penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah kuasa pengguna anggaran bendahara umum negara penyaluran dana desa, insentif, otonomi khusus, dan keistimewaan menerima persyaratan penyaluran dari bupati/wali kota secara lengkap dan benar. (3) Persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I berupa:
APBDes;
surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa; dan
keputusan kepala Desa mengenai penetapan keluarga penerima manfaat BLT Desa, dalam hal Desa menganggarkan BLT Desa; dan
tahap II berupa:
laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya; dan
laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahap I menunjukkan realisasi penyerapan paling rendah sebesar 60% (enam puluh persen) dan rata-rata capaian keluaran menunjukkan paling rendah sebesar 40% (empat puluh persen). Pasal 25 (1) APBDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a angka 1 terdiri atas:
peraturan Desa mengenai APBDes yang disampaikan dalam bentuk pindai format dokumen portabel; dan
arsip data komputer yang dihasilkan dari aplikasi pengelolaan keuangan desa berbasis elektronik. (2) APBDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. (3) Dalam hal Desa belum menggunakan aplikasi pengelolaan keuangan desa berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, APBDes direkam secara manual melalui aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. (4) Dalam hal Desa tidak menganggarkan Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), Desa tetap menyampaikan APBDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf b diolah dan dihasilkan melalui Aplikasi OM-SPAN TKD. (6) Selain persyaratan penyaluran tahap I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a, bupati/wali kota melakukan:
perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) termasuk perekaman jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa dalam hal Desa menganggarkan BLT Desa;
perekaman realisasi Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2024; dan
penandaan pengajuan penyaluran atas Desa layak salur yang disertai dengan daftar rincian Desa, melalui Aplikasi OM-SPAN TKD. (7) Perekaman realisasi Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b meliputi:
perekaman realisasi Dana Desa untuk ketahanan pangan dan hewani tahun anggaran 2024 dalam hal Desa menganggarkan program ketahanan pangan dan hewani tahun anggaran 2024;
perekaman realisasi Dana Desa untuk stunting tahun anggaran 2024 dalam hal Desa menganggarkan program pencegahan dan penurunan stunting tahun anggaran 2024; dan
perekaman realisasi jumlah keluarga penerima manfaat bulan kesatu sampai dengan bulan kedua belas dalam hal Desa menganggarkan BLT Desa tahun anggaran 2024. (8) Desa dapat melakukan perekaman keluarga penerima manfaat kurang dari 12 (dua belas) bulan sesuai dengan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf c disebabkan:
hanya menerima penyaluran Dana Desa tahap I tahun anggaran 2024, Desa wajib menyampaikan laporan realisasi jumlah keluarga penerima manfaat minimal 3 (tiga) bulan kepada bupati/wali kota; dan/atau
terdapat pengurangan keluarga penerima manfaat, Desa menyampaikan laporan realisasi jumlah keluarga penerima manfaat bulan kesatu sampai dengan bulan yang telah disalurkan kepada bupati/wali kota. (9) Selain persyaratan penyaluran tahap II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf b, bupati/wali kota melakukan:
perekaman realisasi jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa tahun anggaran 2025 minimal 3 (tiga) bulan dalam hal Desa menganggarkan BLT Desa tahun anggaran 2025; dan
penandaan pengajuan penyaluran atas Desa layak salur yang disertai dengan daftar rincian Desa, melalui Aplikasi OM-SPAN TKD. Pasal 26 (1) Penerimaan dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dan perekaman dan penandaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (6) dan ayat (9) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I paling lambat tanggal 15 Juni 2025; dan
batas waktu untuk tahap II mengikuti ketentuan mengenai langkah-langkah akhir tahun.
Bupati/wali kota bertanggungjawab untuk menerbitkan surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a angka 2 untuk seluruh Desa, dan wajib menyampaikan surat kuasa dimaksud pada saat penyampaian dokumen persyaratan penyaluran tahap I pertama kali disertai dengan daftar RKD. (3) Dalam hal tanggal 15 Juni 2025 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, dokumen persyaratan penyaluran diterima paling lambat pada hari kerja berikutnya. Pasal 27 (1) Penyampaian persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) disampaikan oleh bupati/wali kota kepada kuasa pengguna anggaran bendahara umum negara penyaluran dana desa, insentif, otonomi khusus, dan keistimewaan dengan surat pengantar yang ditandatangani paling rendah oleh pimpinan organisasi perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pengelolaan keuangan Daerah atau pimpinan organisasi perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemberdayaan masyarakat Desa. (2) Kewenangan penandatanganan surat pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/wali kota. (3) Persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a angka 2 dan angka 3, dan huruf b, serta surat pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk dokumen digital ( softcopy ). (4) Penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahap I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a dapat disalurkan bersamaan dengan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahap I sepanjang telah memenuhi dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a dan perekaman dan penandaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (6). (5) Penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahap I sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan Dana Desa. Pasal 28 (1) Untuk penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), kepala Desa menyampaikan persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a angka 1 dan angka 3, dan huruf b kepada bupati/wali kota secara lengkap dan benar. (2) Kepala Desa bertanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). BAB V KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 29 Ketentuan mengenai:
klaster Desa dalam Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);
formula penghitungan Alokasi Afirmasi untuk setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2);
proporsi jumlah Desa penerima Alokasi Kinerja pada setiap Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2);
formula penghitungan Alokasi Formula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2);
rincian Dana Desa setiap Desa tahun anggaran 2025 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1);
format laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf b; dan
format surat pengantar penyampaian dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan klaster, proporsi, formula, dan ketentuan teknis penghitungan Dana Desa sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 30 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) mulai berlaku pada tanggal Peraturan Menteri ini diundangkan. Pasal 31 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2025. Ditandatangani secara elektronik
Tata Cara Investasi Pemerintah
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Kuasa BUN Pusat adalah Direktur Jenderal.
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Komite Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat KIP adalah lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan fungsi supervisi dalam pengelolaan Investasi Pemerintah.
Operator Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat OIP adalah pelaksana fungsi operasional yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Menteri.
Pinjaman adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
Divestasi adalah penjualan surat berharga dan/atau pelepasan hak kepemilikan pemerintah baik sebagian atau keseluruhan kepada pihak lain.
Pernyataan Kebijakan Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat PKIP adalah dokumen yang disusun oleh KIP yang berisi pedoman umum antara lain mengenai pengelolaan investasi yang mencakup perencanaan, pemilihan, dan alokasi, atas sumber daya dan risiko.
Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/Lembaga negara.
Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Badan Hukum Lainnya yang selanjutnya disingkat BHL adalah badan hukum yang diatur tersendiri dengan undang-undang.
Badan Usaha adalah BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas, badan hukum asing, atau koperasi.
Perjanjian Investasi adalah kesepakatan tertulis untuk melakukan Investasi Pemerintah antara Menteri selaku BUN atau pejabat yang ditunjuk dengan pimpinan BUMN dan/atau BHL selaku OIP.
Rekening Investasi BUN yang selanjutnya disingkat RIBUN adalah rekening tempat penampungan dana dan/atau imbal hasil Investasi Pemerintah.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, yang memperoleh kewenangan sebagai Kuasa BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari pengguna anggaran untuk menggunakan anggaran Investasi Pemerintah.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh pengguna anggaran/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh pengguna anggaran/KPA untuk melakukan pengujian atas surat permintaan pembayaran dan menerbitkan surat perintah membayar.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan/ digunakan oleh pengguna anggaran/KPA/PPK sebagai dasar penerbitan surat perintah membayar.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh pengguna anggaran/KPA/PPSPM untuk mencairkan alokasi dana Investasi Pemerintah.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat dengan SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara berdasarkan SPM.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Pengeluaran Pembiayaan Investasi Pemerintah yang selanjutnya disebut SPTPP-IP adalah pernyataan tanggung jawab penyaluran dana yang diterbitkan/dibuat oleh KPA/PPK atas transaksi pengeluaran Investasi Pemerintah.
Nilai Wajar Efek adalah nilai pasar efek yang diperoleh dari transaksi efek yang dilakukan oleh para pelaku pasar efek bukan karena paksaan atau likuidasi.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan pengguna anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Manajer Investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bank Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.
Tata Cara Optimalisasi Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri dan Rekening Dana Investasi pada Badan Usaha Mil ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah pusat dan/atau hak pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.
Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri yang selanjutnya disebut Perjanjian PPLN adalah kesepakatan tertulis antara pemerintah dan penerima penerusan pinjaman luar negeri untuk penerusan pinjaman luar negeri.
Perjanjian Pinjaman Rekening Dana Investasi yang selanjutnya disebut Perjanjian Pinjaman RDI adalah perjanjian pinjaman yang dananya bersumber dari rekening dana investasi kepada badan usaha milik negara/perseroan terbatas/badan hukum lainnya.
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaannya.
Badan Hukum Lainnya yang selanjutnya disingkat BHL adalah badan hukum yang dibentuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan selain BUMN/Perseroan yang menerima pinjaman bersumber dari penerusan pinjaman luar negeri dan/atau rekening dana investasi.
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Direktur adalah pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang sistem manajemen investasi termasuk pemberian pinjaman.
Kualitas Piutang Negara adalah hampiran atas ketertagihan piutang yang diukur berdasarkan kepatuhan membayar kewajiban oleh BUMN/ Perseroan/BHL.
Penjadwalan Kembali adalah perubahan jangka waktu pinjaman yang mengakibatkan perubahan terhadap besarnya pembayaran atas utang pokok, bunga/biaya administrasi, biaya komitmen, denda, dan biaya lainnya yang telah ditetapkan dalam perjanjian.
Perubahan Persyaratan adalah perubahan sebagian atau seluruh persyaratan pinjaman yang tertuang dalam Perjanjian PPLN atau Perjanjian Pinjaman RDI, namun tidak termasuk perubahan jangka waktu pinjaman.
Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal penilaian.
Debt to Asset Swap adalah pembayaran sebagian atau seluruh kewajiban BUMN/Perseroan/BHL melalui penyerahan aset dan dicatat sebagai pengurang utang.
Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN/Perseroan, dan dikelola secara korporasi.
Penghapusan adalah tindakan menghapus Piutang Negara dari daftar tagihan pemerintah dengan menerbitkan keputusan dari pejabat negara yang berwenang untuk membebaskan BUMN/Perseroan/BHL dari tanggung jawab administrasi dan pembayaran kembali kepada pemerintah.
Cut-off Date yang selanjutnya disingkat CoD adalah tanggal acuan yang dijadikan sebagai dasar perhitungan pembebanan Piutang Negara pada BUMN/Perseroan/BHL.
Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan yang selanjutnya disingkat RKAP adalah dokumen perencanaan strategis yang mencakup rumusan mengenai sasaran dan tujuan yang hendak dicapai perusahaan dalam jangka waktu satu tahun ke depan.
Rencana Perbaikan dan Kinerja yang selanjutnya disingkat RPK adalah dokumen yang berisi rencana tindak perbaikan kinerja yang ditinjau dari berbagai aspek, yang akan dilakukan BUMN/Perseroan/BHL untuk meningkatkan pendapatan agar dapat memenuhi kewajiban pembayaran Piutang Negara.
Uji Tuntas adalah proses penilaian, pemeriksaan, dan investigasi terhadap data dan fakta dari catatan perusahaan dalam rangka evaluasi kondisi pertumbuhan dan perkembangan BUMN/Perseroan/BHL.
Panitia Urusan Piutang Negara yang selanjutnya disingkat PUPN adalah panitia yang bersifat interdepartemental dan bertugas mengurus Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang selanjutnya disingkat BPKP adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Jaminan adalah aset BUMN/Perseroan/BHL baik berupa benda tidak bergerak maupun benda bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud sebagai agunan bagi pelunasan utang, yang memberi kedudukan yang diutamakan kepada pemerintah terhadap kreditur lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Bunga/Biaya Administrasi yang selanjutnya disebut Bunga adalah beban yang timbul sebagai akibat atas penarikan pokok pinjaman sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian pinjaman.
Penghapusan Secara Bersyarat adalah penghapusan yang dilakukan dengan menghapuskan pembukuan tanpa menghapuskan hak tagih negara atas Piutang Negara pada BUMN/Perseroan/BHL.
Penghapusan Secara Mutlak adalah penghapusan yang dilakukan setelah Penghapusan Secara Bersyarat dengan menghapuskan hak tagih negara atas Piutang Negara pada BUMN/Perseroan/BHL.
Menteri Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut Menteri BUMN adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN.
Kontrak Manajemen Tahunan Direksi yang selanjutnya disebut Kontrak Manajemen adalah kontrak yang berisikan target-target pencapaian indikator kinerja utama ( key performance indicator ) direksi untuk memenuhi segala target yang ditetapkan oleh rapat umum pemegang saham/Menteri BUMN dalam satu tahun.
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Penghitungan, Pembayaran, dan Pertanggung ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Liquefied Petroleum Gas yang selanjutnya disingkat LPG adalah gas hidrokarbon yang dicairkan dengan tekanan untuk memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan penanganannya yang pada dasarnya terdiri atas propana, butana, atau campuran keduanya.
LPG Tabung 3 Kilogram yang selanjutnya disebut LPG Tabung 3 Kg adalah LPG yang diisikan ke dalam tabung dengan berat isi 3 Kilogram.
Harga Patokan adalah harga yang didasarkan pada harga indeks pasar LPG yang ber laku pada bulan yang bersangkutan ditambah biaya distribusi termasuk handling dan margin usaha yang wajar.
Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus menerus, dan didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Konsumen LPG Tabung 3 Kg adalah rumah tangga, usaha mikro, dan kapal perikanan bagi nelayan kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara baik di kantor pusat maupun daerah atau satuan kerja di kementerian negara/ lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA.
Ketentuan ayat (3) Pasal 20 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Relevan terhadap
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini.
Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia.
Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.
Iklim Usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan, dan dukungan berusaha yang seluas-luasnya.
Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan, dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi, dan lembaga keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah oleh lembaga penjamin kredit sebagai dukungan untuk memperbesar kesempatan memperoleh pinjaman dalam rangka memperkuat permodalannya.
Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.
Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Menteri Teknis adalah menteri yang secara teknis bertanggung jawab untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam sektor kegiatannya.
Aspek pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a ditujukan untuk:
memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk dapat mengakses kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank;
memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas jaringannya sehingga dapat diakses oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat, tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan
membantu para pelaku Usaha Mikro dan Usaha Kecil untuk mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, baik yang menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah dengan jaminan yang disediakan oleh Pemerintah.
Aspek dukungan kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf h ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan fungsi inkubator, lembaga layanan pengembangan usaha, konsultan keuangan mitra bank, dan lembaga profesi sejenis lainnya sebagai lembaga pendukung pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2020
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Revisi Anggaran adalah perubahan rincian anggaran yang telah ditetapkan berdasarkan APBN Tahun Anggaran 2020 dan disahkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2020.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya. __ 5. Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran Kementerian/Lembaga.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di Kementerian/Lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh PA/KPA atau PPA/KPA BUN.
DIPA Petikan adalah DIPA per satuan kerja yang dicetak secara otomatis melalui sistem, yang berisi mengenai informasi kinerja, rincian pengeluaran, rencana penarikan dana dan perkiraan penerimaan, dan catatan, yang berfungsi sebagai dasar dalam pelaksanaan kegiatan satuan kerja.
Pagu Anggaran adalah alokasi anggaran yang ditetapkan dalam DIPA untuk mendanai belanja pemerintah pusat dan/atau pembiayaan anggaran dalam APBN Tahun Anggaran 2020.
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/L adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian/Lembaga yang disusun menurut bagian anggaran Kementerian/Lembaga.
Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan untuk pemenuhan kewajiban pemerintah pusat dan transfer ke daerah dan dana desa tahunan yang disusun oleh KPA BUN.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah bagian dari suatu unit organisasi pada Kementerian/Lembaga yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa program/kegiatan dan membebani dana APBN.
Penelaahan Revisi Anggaran adalah forum antara Kementerian Keuangan dan Kementerian/Lembaga untuk memastikan kesesuaian usulan perubahan anggaran dengan pencapaian target-target yang telah ditetapkan dalam dokumen rencana kerja pemerintah, rencana kerja Kementerian/Lembaga, dan RKA-K/L DIPA beserta alokasi anggarannya.
Kesesuaian adalah keterkaitan atau relevansi antara objek dengan instrumen yang digunakan.
Daftar Hasil Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat DHP RKA-K/L adalah dokumen yang berisi rangkuman RKA- K/L per unit eselon I dan program dalam suatu Kementerian/Lembaga yang ditetapkan berdasarkan hasil penelaahan.
Daftar Hasil Penelaahan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DHP RDP BUN adalah dokumen hasil penelaahan RDP BUN yang memuat alokasi anggaran menurut unit organisasi, fungsi, dan program yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran.
Rumusan Kinerja adalah rumusan yang ditetapkan sebagai acuan dalam pelaksanaan program dan kegiatan termasuk sasaran kinerja yang akan dicapai serta indikator sebagai alat ukur pencapaian kinerja meliputi rumusan program, hasil ( outcome ), kegiatan, keluaran ( output ), indikator kinerja utama, dan indikator kinerja kegiatan.
Program adalah penjabaran kebijakan sesuai dengan visi dan misi Kementerian/Lembaga yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon I atau unit Kementerian/Lembaga yang berisi kegiatan untuk mencapai hasil ( outcome ) dengan indikator kinerja yang terukur.
Prioritas Pembangunan adalah serangkaian kebijakan yang dilaksanakan melalui prioritas nasional, program prioritas, kegiatan prioritas, dan proyek prioritas.
Prioritas Nasional adalah program/kegiatan/proyek untuk pencapaian Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan kebijakan Presiden lainnya.
Program Prioritas adalah Program yang bersifat signifikan dan strategis untuk mencapai Prioritas Nasional.
Kegiatan adalah penjabaran dari Program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi Satker atau penugasan tertentu Kementerian/Lembaga yang berisi komponen kegiatan untuk mencapai keluaran ( output ) dengan indikator kinerja yang terukur.
Kegiatan Prioritas adalah Kegiatan yang bersifat signifikan dan strategis untuk mencapai Program Prioritas.
Kebijakan Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan adalah Program/Kegiatan/keluaran ( output ) yang ditetapkan oleh Pemerintah setelah rencana kerja pemerintah ditetapkan dan/atau ditetapkan pada Tahun Anggaran 2020.
Proyek Prioritas adalah proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis dan jangka waktu tertentu untuk mendukung pencapaian Prioritas Pembangunan.
Belanja Operasional adalah anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan sebuah Satker dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai petunjuk penyusunan dan penelaahan RKA-K/L dan pengesahan DIPA, dan Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi anggaran . 30. Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, dan/atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.
Lanjutan Pinjaman/Hibah Luar Negeri atau Pinjaman/Hibah Dalam Negeri adalah penggunaan kembali sisa alokasi anggaran yang bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri atau pinjaman/hibah dalam negeri yang tidak terserap/tidak digunakan pada Tahun Anggaran 2019, termasuk lanjutan untuk pelaksanaan Kegiatan pemberian hibah dan Pemberian Pinjaman sepanjang masih terdapat sisa alokasi komitmen pinjaman/hibah luar negeri atau pinjaman/hibah dalam negeri. __ 32. Percepatan Penarikan Pinjaman/Hibah Luar Negeri atau Pinjaman/Hibah Dalam Negeri adalah tambahan alokasi anggaran yang berasal dari sisa komitmen pinjaman/ hibah luar negeri atau pinjaman/hibah dalam negeri yang belum ditarik untuk memenuhi kebutuhan pendanaan Kegiatan untuk percepatan penyelesaian pekerjaan dan/atau memenuhi kebutuhan anggaran yang belum tersedia pada Tahun Anggaran 2020, termasuk percepatan untuk pelaksanaan Kegiatan pemberian hibah dan Pemberian Pinjaman.
Pengeluaran yang tidak diperkenankan ( Ineligible Expenditure ) adalah pengeluaran-pengeluaran yang tidak diperkenankan dibiayai dari dana pinjaman/hibah luar negeri karena tidak sesuai dengan naskah perjanjian pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Subsidi Energi adalah subsidi dalam bentuk subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Jenis BBM Tertentu (JBT) dan bahan bakar gas cair ( Liquefied Petroleum Gas /LPG) tabung 3 (tiga) kilogram untuk konsumsi rumah tangga dan usaha mikro, dan subsidi listrik.
Transfer ke Daerah adalah bagian dari belanja negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/atau Perseroan Terbatas lainnya serta lembaga/badan lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi.
Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/ Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga adalah pejabat eselon I selaku penanggung jawab Program yang memiliki alokasi anggaran ( portofolio ) pada bagian anggaran Kementerian/Lembaga.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat APIP K/L adalah Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/ Inspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga.
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah Surat Berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Sistem Aplikasi adalah sistem informasi atau aplikasi yang dibangun oleh Kementerian Keuangan untuk mendukung proses penyusunan dan penelaahan anggaran, pengesahan DIPA, dan perubahan DIPA.
Sisa Anggaran Kontraktual adalah selisih lebih antara alokasi anggaran keluaran ( output ) yang tercantum dalam DIPA dengan nilai kontrak pengadaan barang/jasa untuk menghasilkan keluaran ( output ) sesuai dengan volume keluaran ( output ) yang ditetapkan dalam DIPA.
Sisa Anggaran Swakelola adalah selisih lebih antara alokasi anggaran keluaran ( output ) yang tercantum dalam DIPA dengan realisasi anggaran untuk mencapai volume keluaran ( output ) yang sudah selesai dilaksanakan.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN.
Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Taman Mini Indonesia Inda ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 26 dari 132 halaman. Putusan Nomor 18 P/HUM/2022 2020, adalah "menyelenggarakan dukungan teknis dan administrasi serta analisis urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan untuk membantu Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara." 5. Di samping itu, berdasarkan Pasal 5 ayat (3) jo. Pasal 4 ayat (2) huruf c UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Kementerian Sekretariat Negara merupakan kementerian yang lebih ditujukan untuk penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah. Bunyi selengkapnya Pasal 5 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 2008 menegaskan: “Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal.” Adapun ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU Nomor 39 Tahun 2008 berbunyi: “(2) Urusan tertentu dalam pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: c. urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.” Sedangkan urusan BMN lebih merupakan wewenang dalam kaitannya dengan keuangan negara, yang berdasarkan Pasal 8 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 2008 tidak mempunyai fungsi pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah, karena fungsi itu hanya dapat dijalankan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau wali kota bagi daerah kota.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Multi Infrastruktur yang selanjutnya disingkat PT SMI adalah Badan Usaha Milik Negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan ekonomi nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
Pinjaman dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut Pinjaman PEN Daerah adalah dukungan pembiayaan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah berupa pinjaman untuk digunakan dalam rangka melakukan percepatan pemulihan ekonomi di Daerah sebagai bagian dari Program PEN.
Pinjaman Daerah berbasis Program yang selanjutnya disebut Pinjaman Program adalah Pinjaman Daerah yang penarikannya mensyaratkan dipenuhinya Paket Kebijakan.
Pinjaman Daerah berbasis Kegiatan yang selanjutnya disebut Pinjaman Kegiatan adalah Pinjaman Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan sarana dan prasarana tertentu yang menjadi kewenangan Daerah.
Paket Kebijakan adalah dokumen yang berisi program dan/atau kebijakan Pemerintah Daerah dalam rangka mendapatkan Pinjaman Program yang berkaitan dengan percepatan penanganan dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) pada aspek kesehatan, sosial, dan/atau percepatan pemulihan perekonomian di Daerah.
Perjanjian Pengelolaan Pinjaman adalah perjanjian atau nota kesepahaman antara Kementerian Keuangan dan PT SMI yang memuat kesepakatan mengenai pengelolaan Pinjaman PEN Daerah yang dananya bersumber dari Pemerintah dan Pinjaman Daerah dalam rangka mendukung program PEN yang dananya bersumber dari PT SMI.
Perjanjian Pemberian Pinjaman adalah perjanjian antara PT SMI dengan Pemerintah Daerah yang memuat kesepakatan mengenai Pinjaman PEN Daerah.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan pengguna anggaran kementerian negara/lembaga.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPA BUN/Pejabat Pembuat Komitmen yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPA BUN/PPSPM atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau wali kota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan.
Subsidi Bunga Pinjaman Daerah dalam rangka mendukung Program PEN yang selanjutnya disebut Subsidi Bunga adalah subsidi yang diberikan oleh Pemerintah terhadap bunga pinjaman yang diberikan oleh PT SMI kepada Pemerintah Daerah dalam rangka mendukung Program PEN.
Di antara ayat (4) dan ayat (5) Pasal 2 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4a) dan ketentuan ayat (5) diubah, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Penjualan Surat Utang Negara Ritel di Pasar Perdana Domestik
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Surat Utang Negara, yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.
Surat Perbendaharaan Negara adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.
Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto.
Menteri Keuangan, yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Keuangan Negara.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon satu di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Bagian Anggaran Pengelolaan Utang (BA 999.01), yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang memperoleh penugasan dari Menteri untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran utang yang berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Utang.
Pejabat Pembuat Komitmen Bagian Anggaran Pengelolaan Utang (BA 999.01) dalam rangka Penjualan SUN kepada investor ritel di pasar perdana domestik, yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara pengelolaan utang atas pelaksanaan penjualan SUN kepada investor ritel di pasar perdana domestik.
SUN Ritel adalah SUN yang dijual oleh Pemerintah kepada investor ritel di pasar perdana domestik.
Pasar Perdana Domestik adalah kegiatan penawaran dan/atau penjualan SUN Ritel yang dilakukan di wilayah Indonesia untuk pertama kali.
SUN Ritel yang Dapat Diperdagangkan adalah SUN Ritel yang dapat diperjualbelikan di pasar sekunder.
SUN Ritel yang Tidak Dapat Diperdagangkan adalah SUN Ritel yang tidak dapat diperjualbelikan di pasar sekunder.
Investor Ritel adalah individu atau orang perseorangan sebagaimana tertuang dalam Memorandum Informasi SUN Ritel yang akan diterbitkan maupun dalam ketentuan dan persyaratan ( terms and conditions ) SUN yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Mitra Distribusi adalah Bank, Perusahaan Efek, Perusahaan Financial Technology dan/atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk membantu dalam pemasaran, penawaran dan/atau penjualan SUN Ritel kepada Investor Ritel.
Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan.
Perusahaan Efek adalah perusahaan efek sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pasar modal yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek termasuk yang khusus memasarkan efek reksadana, dan/atau manajer investasi.
Perusahaan Financial Technology, yang selanjutnya disebut Perusahaan Fintech adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan jasa keuangan berbasis teknologi informasi.
Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, yang selanjutnya disingkat PPMSE adalah pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan.
Perantara Pedagang Efek untuk Efek bersifat utang dan sukuk, yang selanjutnya disingkat PPE-EBUS adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli Efek bersifat utang dan sukuk untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabahnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Perantara Pedagang Efek untuk Efek Bersifat Utang dan Sukuk.
Nomor Tunggal Identitas Pemodal ( Single Investor Identification ), yang selanjutnya disingkat SID adalah kode tunggal dan khusus yang diterbitkan oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia selaku lembaga penyimpanan dan penyelesaian.
Pemesanan Pembelian adalah pengajuan pemesanan pembelian SUN Ritel oleh Investor Ritel di Pasar Perdana Domestik.
Memorandum Informasi adalah informasi tertulis kepada publik mengenai penawaran SUN Ritel yang ditujukan untuk Investor Ritel.
Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik yang disediakan oleh Kementerian Keuangan dan Mitra Distribusi.
Keadaan Kahar adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan dan kendali manusia, tidak dapat dihindarkan, termasuk tapi tidak terbatas pada bencana alam, kebakaran, banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, wabah/epidemi, dan diketahui secara luas yang mengakibatkan gangguan atau kerusakan pada perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, maupun sarana pendukung teknologi informasi termasuk sumber daya yang mengoperasikan teknologi informasi.
Setelmen adalah penyelesaian transaksi dalam rangka penjualan SUN Ritel, yang terdiri dari setelmen dana dan setelmen kepemilikan SUN.
Hari Kerja adalah hari dimana operasional sistem pembayaran diselenggarakan oleh Bank Indonesia.