Pasal 57 huruf e dan Pasal 65 ayat (1) UU BPJS, menimbulkan ketidakpastian hukum dan potensi penurunan manfaat ...
Relevan terhadap
menjamin hak warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Berikutnya ILO melalui publikasinya terkait Konferensi Perburuhan Internasional Juni 2001 memberikan pengertian kembali mengenai jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat untuk masyarakat melalui seperangkat kebijaksanaan publik terhadap tekanan-tekanan sosial ekonomi, bahwa jika tidak diadakan sistem jaminan sosial akan menimbulkan hilangnya sebagian pendapatan sebagai akibat sakit, persalinan, kecelakaan kerja, sementara tidak bekerja, hari tua, kematian dini, perawatan medis, termasuk pemberian subsidi bagi anggota keluarga yang membutuhkan. (Organisasi Perburuhan Internasional “Jaminan Sosial: Konsensus Baru” Jakarta, Kantor Perburuhan Internasional, 2008); 17. Bahwa menurut publikasi ILO terkait Konferensi Perburuhan Internasional Juni 2001 disebutkan tidak ada model jaminan sosial tertentu yang selalu tepat. Model jaminan sosial berkembang seiring dengan waktu. Terdapat beberapa skema bantuan sosial, skema universal, asuransi sosial dan pemberian pemerintah maupun swasta. Masing-masing negara harus menentukan bagaimana cara terbaik untuk memberikan jaminan pendapatan dan akses kepada pelayanan kesehatan. Pilihan-pilihan ini mencerminkan nilai sosial budaya, sejarah, lembaga-lembaga masyarakat dan taraf pembangunan ekonomi. Negara berperan penting dalam memfasilitasi, mempromosikan dan memperluas cakupan jaminan sosial. Setiap sistem yang diberlakukan harus sesuai dengan beberapa prinsip dasar di antaranya adalah manfaat yang diterima harus terjamin dan tidak diskriminatif, skema yang berlaku dikelola secara bijak dan transparan, dengan biaya administratif yang seminim mungkin. ( Organisasi Perburuhan Internasional “Jaminan Sosial: Konsensus Baru” Jakarta, Kantor Perburuhan Internasional, 2008); 18. Bahwa masih menurut publikasi ILO terkait Konferensi Perburuhan Internasional Juni 2001 sistem jaminan sosial berevolusi dengan waktu dan memiliki cakupan yang lebih luas sesuai kondisi negara. Untuk itu
KESIMPULAN Berdasarkan seluruh penjelasan yang disampaikan sebelumnya, maka kami menyimpulkan bahwa: 1. Pengalihan program jaminan sosial dari PT Asabri (Persero) ke BPJSTK memberikan kesan persamaan perlakuan Negara antara Prajurit TNI, Anggota Polri dan PNS Kemhan/Polri sebagai abdi Negara yang berjasa dengan pekerja biasa, hal ini berpotensi menurunkan motivasi masyarakat untuk bergabung menjadi Prajurit TNI, Anggota Polri dan PNS Kemhan/Polri. 2. Secara regulasi kelembagaan hingga saat ini UU BPJS tidak mengatur tentang tata cara pengalihan program, sehingga menimblkan kekhawatiran dari Peserta terkait kesiapan pengalihan program. 3. Secara regulasi kepesertaan, definisi Prajurit TNI, Anggota Polri dan PNS Kemhan/Polri dengan pekerja biasa memiliki karakteristik tugas dan resiko yang berbeda. Tugas yang dilaksanakan Peserta Asabri mengandung motivasi dan semangat pengabdian seumur hidup yang dihargai Negara berbeda dengan pekerja biasa. 4. Secara desain pembiayaan PT Asabri (Persero) masih menggunakan desain pay as you go yang dengan pembiayaan menggunakan APBN, sehingga Peserta merasa lebih aman. Sedangkan desain pembiayaan BPJS Ketenagakerjaan yang menggunakan desain full funding pengumpulan dana pensiunan dihadapkan pada risiko pasar, dan rentan terhadap kondisi-kondisi seperti pandemi, dan fluktuasi pertumbuhan ekonomi dan sangat dikhawatirkan terjadi unfunded . 5. Secara Best Practice Penyelenggaraan Jaminan Sosial di berbagai negara untukmiliter dan polisi ditangani lembaga khusus, dengan berbagai manfaat khusus sebagai bentuk penghargaan. 6. Program Jaminan Pensiun yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan dirasa merugikan dari sisi gaji pensiun perbulan yaitu maksimal 40%, sedangkan PT Asabri (Persero) memberikan gaji pensiun perbulan maksimal 75%. 7. Program Jaminan Hari Tua yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan
menjatuhkan pPengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indon ...
Relevan terhadap
menjamin hak warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Berikutnya ILO melalui publikasinya terkait Konferensi Perburuhan Internasional Juni 2001 memberikan pengertian kembali mengenai jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat untuk masyarakat melalui seperangkat kebijaksanaan publik terhadap tekanan-tekanan sosial ekonomi, bahwa jika tidak diadakan sistem jaminan sosial akan menimbulkan hilangnya sebagian pendapatan sebagai akibat sakit, persalinan, kecelakaan kerja, sementara tidak bekerja, hari tua, kematian dini, perawatan medis, termasuk pemberian subsidi bagi anggota keluarga yang membutuhkan. (Organisasi Perburuhan Internasional “Jaminan Sosial: Konsensus Baru” Jakarta, Kantor Perburuhan Internasional, 2008); 17. Bahwa menurut publikasi ILO terkait Konferensi Perburuhan Internasional Juni 2001 disebutkan tidak ada model jaminan sosial tertentu yang selalu tepat. Model jaminan sosial berkembang seiring dengan waktu. Terdapat beberapa skema bantuan sosial, skema universal, asuransi sosial dan pemberian pemerintah maupun swasta. Masing-masing negara harus menentukan bagaimana cara terbaik untuk memberikan jaminan pendapatan dan akses kepada pelayanan kesehatan. Pilihan-pilihan ini mencerminkan nilai sosial budaya, sejarah, lembaga-lembaga masyarakat dan taraf pembangunan ekonomi. Negara berperan penting dalam memfasilitasi, mempromosikan dan memperluas cakupan jaminan sosial. Setiap sistem yang diberlakukan harus sesuai dengan beberapa prinsip dasar di antaranya adalah manfaat yang diterima harus terjamin dan tidak diskriminatif, skema yang berlaku dikelola secara bijak dan transparan, dengan biaya administratif yang seminim mungkin. ( Organisasi Perburuhan Internasional “Jaminan Sosial: Konsensus Baru” Jakarta, Kantor Perburuhan Internasional, 2008); 18. Bahwa masih menurut publikasi ILO terkait Konferensi Perburuhan Internasional Juni 2001 sistem jaminan sosial berevolusi dengan waktu dan memiliki cakupan yang lebih luas sesuai kondisi negara. Untuk itu
KESIMPULAN Berdasarkan seluruh penjelasan yang disampaikan sebelumnya, maka kami menyimpulkan bahwa: 1. Pengalihan program jaminan sosial dari PT Asabri (Persero) ke BPJSTK memberikan kesan persamaan perlakuan Negara antara Prajurit TNI, Anggota Polri dan PNS Kemhan/Polri sebagai abdi Negara yang berjasa dengan pekerja biasa, hal ini berpotensi menurunkan motivasi masyarakat untuk bergabung menjadi Prajurit TNI, Anggota Polri dan PNS Kemhan/Polri. 2. Secara regulasi kelembagaan hingga saat ini UU BPJS tidak mengatur tentang tata cara pengalihan program, sehingga menimblkan kekhawatiran dari Peserta terkait kesiapan pengalihan program. 3. Secara regulasi kepesertaan, definisi Prajurit TNI, Anggota Polri dan PNS Kemhan/Polri dengan pekerja biasa memiliki karakteristik tugas dan resiko yang berbeda. Tugas yang dilaksanakan Peserta Asabri mengandung motivasi dan semangat pengabdian seumur hidup yang dihargai Negara berbeda dengan pekerja biasa. 4. Secara desain pembiayaan PT Asabri (Persero) masih menggunakan desain pay as you go yang dengan pembiayaan menggunakan APBN, sehingga Peserta merasa lebih aman. Sedangkan desain pembiayaan BPJS Ketenagakerjaan yang menggunakan desain full funding pengumpulan dana pensiunan dihadapkan pada risiko pasar, dan rentan terhadap kondisi-kondisi seperti pandemi, dan fluktuasi pertumbuhan ekonomi dan sangat dikhawatirkan terjadi unfunded . 5. Secara Best Practice Penyelenggaraan Jaminan Sosial di berbagai negara untukmiliter dan polisi ditangani lembaga khusus, dengan berbagai manfaat khusus sebagai bentuk penghargaan. 6. Program Jaminan Pensiun yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan dirasa merugikan dari sisi gaji pensiun perbulan yaitu maksimal 40%, sedangkan PT Asabri (Persero) memberikan gaji pensiun perbulan maksimal 75%. 7. Program Jaminan Hari Tua yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan
Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
Relevan terhadap
Telaah makro pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d dilakukan dengan menyusun kajian/analisis yang diarahkan pada:
akurasi, pengendalian, proyeksi, dan akuntabilitas pelaksanaan anggaran Belanja K/L untuk peningkatan kredibilitas dan kesinambungan fiskal; dan b. efektivitas kebijakan fiskal terhadap pencapaian tujuan makro ekonomi pada konteks regional.
Telaah makro pelaksanaan anggaran dilaksanakan secara triwulanan, semesteran, dan tahunan.
Telaah makro pelaksanaan anggaran dilaksanakan untuk:
memperoleh gambaran kondisi dan karakteristik pelaksanaan anggaran Belanja K/L;
menemukan pola ideal pelaksanaan anggaran Belanja K/L;
mengukur kontribusi dan pengaruh pelaksanaan anggaran Belanja K/L terhadap perekonomian; dan
merekomendasikan perbaikan dan pengembangan kebijakan pelaksanaan anggaran.
Telaah makro pelaksanaan anggaran dilaksanakan dengan menggunakan data dan informasi terkait:
penyerapan;
capaian fisik;
hasil dari aktivitas reviu belanja, pemantauan dan evaluasi kinerja, serta pembinaan dan pengendalian pelaksanaan anggaran; dan
indikator lainnya.
Telaah makro pelaksanaan anggaran dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
dalam hal diperlukan, KPPN menyediakan data telaah makro pelaksanaan anggaran;
Kanwil DJPb menyusun kajian/analisis di tingkat regional; dan
Direktorat Pelaksanaan Anggaran mengumpulkan hasil aktivitas telaah makro pelaksanaan anggaran Kanwil DJPb dan penyusunan kajian/analisis di tingkat nasional.
Telaah makro pelaksanaan anggaran dapat dilaksanakan dengan melibatkan Satker dalam bentuk koordinasi dan konfirmasi untuk memastikan validitas data dan informasi, serta menjamin kualitas hasil telaah makro pelaksanaan anggaran.
Pengujian ketentuan Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Pengujian ketentuan Pasal 6 UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentan ...
Relevan terhadap
menimbulkan gangguan kesehatan dan penyakit baru atau penyakit lama yang muncul kembali dengan penyebaran lebih cepat dan berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia berkomitmen melakukan upaya untuk mencegah terjadinya kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia sebagaimana diamanatkan dalam regulasi internasional di bidang kesehatan. Beberapa pertimbangan tersebut menjadi dasar dibentuknya UU Kekarantinaan Kesehatan. 6. Terhadap dalil para Pemohon mengenai ketiadaaan kata “dapat” dalam Pasal 9 ayat (1) UU Wabah Penyakit Menular menunjukkan tidak adanya kewajiban bagi Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan penghasilan bagi tenaga medis, tenaga kesehatan, dan pegawai fasilitas kesehatan yang melawan pandemi, DPR RI berpandangan bahwa pembentuk Undang- Undang berwenang __ untuk menetapkan ketentuan dalam hal bagaimana penghargaan atas risiko yang ditanggung para petugas tertentu dalam melaksanakan tugasnya. Para Pemohon yang berprofesi sebagai Dokter tetap mendapatkan hak dasarnya seperti pemberian gaji, APD, insentif, dan sumber daya pemeriksaan yang memadai. Meskipun Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memenuhi hak-hak dasar warga negaranya, namun dalam memberikan penghargaan terhadap tenaga medis dan tenaga kesehatan Pemerintah juga perlu melihat beberapa pertimbangan dalam pemberian insentif seperti kondisi keuangan negara, alokasi anggaran, pembagian kewenangan, dan beberapa pertimbangan lainnya. Jika terdapat keterbatasan yang terjadi dalam pemenuhan hak- hak tersebut maka hal tersebut merupakan implementasi atau hambatan teknis yang terjadi pada penanganan Covid-19 yang tidak serta merta menyebabkan pasal a quo inkonstitusional. Kendala di lapangan yang disampaikan para Pemohon tersebut tidak lepas dari dampak Pandemi Covid-19 yang menyebabkan antara lain perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, dan peningkatan belanja negara dan pembiayaan. 7. Bahwa kata “dapat” dalam Pasal 9 ayat (1) UU Wabah Penyakit Menular semestinya ditafsirkan secara gramatikal sebagai wujud kehendak dari pembentuk undang-undang, dan bukan untuk ditafsirkan secara
Permohonan Pengujian UU No. 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 [Pasal 7 ayat (4), Penjelasan pasal 7 aya ...
Relevan terhadap
berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU-III/ 2005 dan Perkara Nomor 011/PUU-V/2007; 2. Pengujian UU APBN TA 2012 Terhadap permohonan pengujian Pasal 7 ayat (4), penjelasan Pasal 7 ayat 4 butir 1 dan penjelasan Pasal 7 ayat (4) butir 2 huruf c UU APBN TA 2012, DPR menyampaikan keterangan sebagai berikut: 1. UU Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN Tahun Anggaran 2012 disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2012, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2012. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 12 dan Pasal 13 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Selain itu UU APBN TA 2012 juga mempertimbangkan kondisi ekonorni, sosial, dan politik yang berkembang dam pada tahun 2011 yang lalu baik dalam negeri maupun internasional; 2. RKP Tahun 2012 disusun berdasarkan tema "Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas, inklusif, dan Berkeadilan bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat" dan diterjemahkan ke dalam 11 (sebelas) prioritas pembangunan nasional antara lain adalah pembangunan di bidang energi. Pencapaian prioritas sasaran pembangunan nasional dan prioritas nasional lainnya tersebut akan diterjemahkan melalui program-program kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan Pemerintah di Tahun 2012; 3. Penyusunan, pembahasan dan persetujuan/penetapan terhadap APBN Tahun Anggaran 2012 dilakukan oleh DPR bersama Pemerintah dalam bentuk UU tentang APBN. Dalam penyusunan, pembahasan dan persetujuan/penetapan terhadap APBN Tahun Anggaran 2012 antara lain memuat kebijakan tentang pengalokasian anggaran subsidi BBM jenis tertentu, dan volume konsumsi BBM jenis tertentu dan konsumsi LPG 3 kg; 4. Frasa "...Pengendalian anggaran subsidi BBM jenis tertentu...dst” sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (4), DPR dapat menjelaskan bahwa berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN Tahun Anggaran 2012, alokasi anggaran subsidi BBM untuk beberapa jenis BBM tertentu terdiri dari: a. Minyak tanah b. Premium dan biopremium. c. minyak solar dan biosolar. d. LPG 3 kg,
Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang D ...
Relevan terhadap
bahwa untuk lebih memperkuat pondasi perekonomian, meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, dan merealisasikan potensi ekspor produk industri kecil menengah, perlu mendukung berkembangnya industri kecil menengah;
bahwa untuk lebih mendukung daya saing industri nasional, dan memenuhi kebutuhan barang dalam negeri sebagai substitusi barang impor, perlu memperluas rantai pasok barang dan/atau bahan dan membuka saluran penjualan hasil produksi industri kecil dan menengah penerima fasilitas pembebasan;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf b dan huruf k Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan diatur bahwa terhadap impor mesin untuk pembangunan dan pengembangan industri, serta barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor, dapat diberikan pembebasan bea masuk;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan/atau Bahan, dan/atau Mesin yang Dilakukan oleh Industri Kecil dan Menengah dengan Tujuan Ekspor;
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai serta Perpajakan atas Impor Baran ...
Relevan terhadap
bahwa untuk memberikan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan atas impor barang yang akan digunakan untuk keperluan penanganan pandemi corona virus disease 2019, telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai serta Perpajakan atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID-19 );
bahwa ketersediaan beberapa jenis barang untuk penanganan pandemi corona virus disease 2019 ( COVID- 19 ) berupa hand sanitizer , produk mengandung desinfektan, serta masker dan pakaian pelindung jenis tertentu, telah mencukupi kebutuhan di dalam negeri dan telah dapat disubstitusi oleh barang produksi di dalam negeri;
bahwa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional pada sektor industri hand sanitizer , produk mengandung desinfektan, serta masker dan pakaian pelindung jenis tertentu, serta untuk memberikan kepastian hukum dan percepatan pelayanan dalam fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan atas impor barang untuk keperluan penanganan pandemi corona virus disease 2019 ( COVID-19 ), perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID-19 ) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai serta Perpajakan atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID- 19 );
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2020 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak P ...
Relevan terhadap
bahwa peningkatan penanaman modal langsung menjadi salah satu faktor penting dalam mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional melalui percepatan dan pemerataan pembangunan di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu;
bahwa untuk mendorong kemudahan berusaha guna peningkatan penanaman modal pada bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu melalui penyederhanaan mekanisme pengajuan dan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan, perlu melakukan penyesuaian terhadap mekanisme pengajuan dan pemberian fasilitas dimaksud;
bahwa mengingat beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2020 tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sudah tidak sesuai lagi dengan penyederhanaan mekanisme pengajuan dan pemberian fasilitas tersebut, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (5), Pasal 5 ayat (4), Pasal 6 ayat (3), dan Pasal 7 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu, perlu mengubah Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2020 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2020 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang- bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2021
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Revisi Anggaran adalah perubahan nnc1an anggaran yang telah ditetapkan berdasarkan APBN Tahun Anggaran 2021 dan disahkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2021.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non-Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran Kementerian/ Lembaga.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Um um Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan tanggung jawab penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. dan pada 9. Kua: sa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di Kementerian/Lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN. 10 . Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh PA/KPA atau PPA/KPA BUN.
DIPA Petikan adalah DIPA per satuan kerja yang dicetak secara otomatis melalui sistem, yang berisi mengenai informasi kinerja, rincian pengeluaran, rencana penarikan dana dan perkiraan penerimaan, dan catatan, yang berfungsi sebagai dasar dalam pelaksanaan kegiatan satuan kerja.
Pagu Anggaran adalah alokasi anggaran yang ditetapkan dalam DIPA untuk mendanai belanja Pemerintah Pusat dan/atau pembiayaan anggaran dalam APBN Tahun Anggaran 2021.
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/L adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian/Lembaga yang disusun menurut bagian anggaran Kementerian / Lembaga.
Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan untuk pemenuhan kewajiban Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah dan dana desa tahunan yang disusun oleh KPA BUN.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah bagian dari suatu unit orgamsas1 pada Kementerian/Lembaga yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa program/kegiatan dan membebani danaAPBN.
Penelaahan Revisi Anggaran adalah forum antara Kementerian Keuangan, Kernen terian/ Lembaga, dan dapat melibatkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional untuk memastikan kesesuaian usulan perubahan anggaran dengan pencapaian target-target yang telah ditetapkan dalam dokumen rencana kerja Pemerintah, rencana kerja Kementerian/Lembaga, dan RKA-K/L DIPA beserta alokasi anggarannya.
Daftar Hasil Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat DHP RKA-K/L adalah dokumen yang berisi rangkuman RKA-K/L per unit eselon I dan program dalam suatu Kementerian/Lembaga yang ditetapkan berdasarkan hasil penelaahan.
Daftar Hasil Penelaahan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DHP RDP BUN adalah dokumen hasil penelaahan RDP BUN yang memuat alokasi anggaran menurut unit organ1sas1, fungsi, dan program yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran.
Rumusan Kinerja adalah rumusan yang ditetapkan sebagai acuan dalam pelaksanaan program dan kegiatan termasuk sasaran kinerja yang akan dicapai serta indikator sebagai alat ukur pencapaian kinerja meliputi rumusan program, hasil (outcome), kegiatan, keluaran (output), indikator kinerja utama, dan indikator kinerja kegiatan.
Program adalah penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi Kementerian/Lembaga yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi eselon I atau unit Kementerian/Lembaga yang berisi kegiatan untuk mencapai hasil ( outcome) dengan indikator kinerj a yang terukur.
Prioritas Pembangunan adalah serangkaian kebijakan yang dilaksanakan melalui prioritas nasional, Program prioritas, kegiatan prioritas, dan proyek prioritas.
Prioritas Nasional adalah Program/kegiatan/proyek untuk pencapaian Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan kebijakan Presiden lainnya.
Program Prioritas adalah Program yang bersifat signifikan dan strategis untuk mencapai Prioritas Nasional.
Kegiatan adalah penjabaran dari Program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon II/Satker atau penugasan tertentu Kementerian/Lembaga yang berisi komponen Kegiatan untuk mencapai keluaran (output) dengan indikator kinerja yang terukur.
Belanja Operasional adalah anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan se buah Satker/unit eselon II dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berupa belanja pegawai operasional dan belanja barang operasional.
Pemberian Pinjaman adalah pmJaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, dan/atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.
Lanjutan Pinjaman/Hibah Luar Negeri atau Pinjaman/Hibah Dalam Negeri adalah penggunaan kembali s1sa alokasi anggaran yang bersumber dari pinjainan/hibah luar negeri atau pinjaman/hibah dalam negeri yang ticlak terserap / ticlak cligunakan pada Tahun Anggaran 2020, termasuk lanjutan untuk pelaksanaan Kegiatan pemberian hi bah dan Pemberian Pinjaman sepanjang masih terclapat s1sa alokasi komitmen pinjaman/hibah luar negeri atau pinjaman/hibah clalam negeri.
Percepatan Penarikan Pinjaman/Hibah Luar Negeri atau Pinjaman/Hibah Dalam Negeri aclalah tambahan alokasi anggaran yang berasal clari sisa komitmen pinjaman/hibah luar negeri atau pinjaman/hibah clalam negeri yang belum clitarik untuk memenuhi kebutuhan penclanaan Kegiatan untuk percepatan penyelesaian pekerjaan dan/atau memenuhi kebutuhan anggaran yang belum terseclia pacla Tahun Anggaran 2021, termasuk percepatan untuk pelaksanaan Kegiatan pemberian hi bah clan Pemberian Pinjaman .
Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya clisebut Program PEN aclalah rangkaian Kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian clari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat Disease . 2019 penanganan (COVID-19) panclemi clan/atau Corona Virus menghaclapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional clan/ atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Pengeluaran yang tidak diperkenankan (Ineligible Expenditure) adalah pengeluaran-pengeluaran yang ticlak cliperkenankan clibiayai clari clana pinjaman/hibah luar negeri karena tidak sesuai clengan naskah perjanjian pinjaman clan/ atau hi bah luar negeri .
Subsidi Energi adalah subsidi dalam bentuk subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Jenis BBM Tertentu (JBT) dan bahan bakar gas cair (Liquefied Petroleum Gas/LPG) tabung 3 (tiga) kilogram untuk konsumsi rumah tangga, petani sasaran, nelayan sasaran, dan usaha mikro, dan subsidi listrik.
Transfer ke Daerah adalah bagian dari belanja negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Y ogyakarta.
Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang digunakan untuk mem biayai penyelenggaraan pemerin tahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan inasyarakat.
Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/atau Perseroan Terbatas lainnya serta lembaga/badan lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi. 35 . Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/ Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga adalah pejabat eselon I selaku penanggung jawab Program yang memiliki alokasi anggaran (portofolio) pada bagian anggaran Kementerian/Lembaga.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat APIP K/L adalah Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/ lnspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga.
Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prms1p syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Surat Penetapan Satuan Anggaran Bagian Anggaran 999.08 yang selanjutnya disebut SP SABA 999.08 adalah dokumen alokasi anggaran yang ditetapkan untuk suatu Kegiatan, yang dilakukan pergeseran anggaran belanjanya dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) ke bagian anggaran Kementerian/Lembaga. 40 . Sistem Aplikasi adalah sistem informasi atau aplikasi yang dibangun oleh Kementerian Keuangan untuk mendukung proses penyusunan dan penelaahan anggaran, pengesahan DIPA, dan perubahan DIPA.
Sisa Anggaran Kontraktual adalah selisih lebih antara alokasi anggaran rincian output yang tercantum dalam DIPA dengan nilai kontrak pengadaan barang/jasa untuk menghasilkan rincian output sesuai dengan volume rincian output yang ditetapkan dalam DIPA.
Sisa Anggaran Swakelola adalah selisih lebih antara alokasi anggaran rincian output yang tercantum dalam DIPA dengan realisasi anggaran untuk mencapai volume nnc1an output yang sudah selesai dilaksanakan. 43 . Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN.
Target PNBP adalah perkiraan PNBP yang akan diterima dalam satu tahun anggaran.
Pagu Penggunaan PNBP adalah perkiraan PNBP yang akan digunakan dalam satu tahun anggaran.
Klasifikasi Rincian Output yang selanjutnya disingkat KRO adalah kumpulan atas keluaran ( output) Kementerian/Lembaga (rincian output) yang disusun dengan mengelompokkan atau mengklasifikasikan muatan Rincian Output (RO) yang sejenis/ serumpun berdasarkan sektor/bidang/jenis tertentu secara sistematis. 4 7. Rincian Output yang selanjutnya disingkat RO adalah keluaran ( output) riil yang sangat spesifik yang dihasilkan oleh unit kerja Kementerian/Lembaga yang berfokus pada isu dan/atau lokasi tertentu serta berkaitan langsung dengan tugas dan fungsi unit kerja tersebut dalam mendukung pencapaian sasaran Kegiatan yang telah ditetapkan.
Pengujuan UU 47 tahun 2009 tentang APBN TA 2010 terhadap UUD 1945
Relevan terhadap
Negara-negara Uni Eropa telah memberlakukan UU Public Service Regulation terhadap listrik, gas, transportasi massal, transportasi laut/udara, pos dan telekomunikasi. Dasar Hukum PSO di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Pasal 66 ayat (1). Pemberian subsidi dalam rangka penugasan pelayanan umum yang sesuai dengan UU BUMN baru diberikan sejak tahun 2004, dan total nilainya masih sekitar Rp.10 triliun sampai tahun 2015.Sejak tahun 2004 sampai 2015 ini, subsidi BBM telah mencapai lebih dari Rp.1000 triliun dan subsidi listrik BBM pembangkit PLN telah mencapai lebih dari Rp.500 triliun. Apakah subsidi ini telah menolong sistem kelistrikan luar pulau Jawa ?.Apakah subsidi ini telah menolong sistem transportasi dan angkutan umum di kota-kota besar yang masih berbasis bahan bakar minyak? (4) Prinsip efisiensi berkeadilan di dalam konstitusi. Sesuai Pasal 33 ayat (4) UUD 1945, kegiatan subsidi (energi) BBM dan listrik termasuk kegiatan perekonomian yang harus berasaskan efisiensi berkeadilan. Seiring dengan perjalanan waktu dengan kenaikan harga minyak dunia dan nilai tukar kurs rupiah terhadap dollar Amerika semakin jatuh, maka sejak tahun 1998 bahan bakar minyak bukan lagi bahan bakar energi yang efisien berkeadilan untuk dipakai sebagai bahan bakar minyak pembangkit listrik tenaga diesel untuk melayani kebutuhan listrik nusantara. Pada tahun 2004, sejarah energi minyak bumi Indonesia telah berubah yakni Indonesia telah menjadi net pengimpor minyak bumi karena konsumsi nasional telah melampaui produksi minyak nasional, sehingga bahan bakar minyak telah menjadi suatu barang impor yang mahal. Subsidi BBM dan listrik seharusnya dikelola secara demokrasi ekonomi dengan prinsip efisiensi berkeadilan, prinsip kebersamaan, berkelanjutan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. (BUKTI P-5 sampai dengan P-11) (5) Subsidi listrik adalah subsidi BBM PLTD PLN yang tidak efisien. Bahwa pada kenyataannya negara memberikan subsidi listrik ke PLN dimana sebenarnya hal ini adalah subsdi BBM pembangkit PLTD yang dimana operasi PLTD ini sudah tidak ekonomis secara komersial. Subsidi BBM pembangkit ini dilakukan sejak tahun 1998 sampai 2015 dimana nilainya telah mencapai lebih Rp.500 triliun. Menurut Pasal 33 ayat (4) UUD 1945, “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. (BUKTI P-5 sampai dengan P-11) (6) Indonesia adalah net pengimpor BBM sejak 2004, sehingga BBM adalah sudah menjadi barang impor yang mewah. Bahwa kenyataan sejarah sejak tahun 2004, Indonesia telah menjadi net pengimpor minyak mentah atau bahan bakar minyak (BBM) dimana sampai tahun 2015 ini dan seterusnya akan menjadi pengimpor minyak atau BBM (Data terlampir). Menurut statistik British Petroleum (BP) kebutuhan impor minyak RI pada tahun 2014 telah mencapai (1641-852) ribu barrel per hari, ini membutuhkan devisa dollar Amerika yang sangat besar untuk membelinya. Jadi jika minyak impor ini digunakan untuk kegiatan operasi PLTD yang sudah tidak ekonomis secara komersial, maka kegiatan ekonomi ini sudah melanggar Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 tentang prinsip efisiensi berkeadilan. Justru seharusnya negara memberikan anggaran PSO kepada PLN sebagai PKUK sebagai pengganti subsidi listrik untuk melaksanakan program efisiensi sistem pembangkit dan jaringannya dengan teknologi tinggi yang ekonomis dan andal, bukan membiarkan kondisi PLN terus sekarat akibat operasi tidak ekonomis sistem PLTD luar pulau Jawa khususnya. (BUKTI P-5 sampai dengan P-11) (7) Batas nilai efisiensi PLTD BBM terhadap valuta dollar Amerika. Bahwa menurut hasil penelitian Sdr Mohamad SM (Pemohon), mahasiswa pasca sarjana magister teknik industri Institut Sains dan Teknologi nasional (ISTN) dan penulis buku tentang studi kemacetan Jabodetabek “Mas Jokowi dan Bang Ahok Janji-janji Mengatasi Kemacetan Jakarta”, pembuktian sederhana bahwa PLTD sudah tidak ekonomis secara komersial adalah sebagai berikut. Formulasi produksi kWh spesifik minyak diesel PLTD adalah 3.6 kWh per liter minyak diesel. Formulasi ini dapat dihitung dari data statistik yang diterbitkan PLN/DJK ESDM, yakniperbandingan total produksi kWh pembangkit PLTD terhadap total pemakaian BBM diesel-nya. Jadi kalau harga komersial (tanpa subsidi) minyak diesel sudah mencapai Rp.4.000 per liter sementara harga 3.6 kWh listrik hanya Rp.3.600, maka jelas PLTD sudah tidak efisien, apalagi harga minyak diesel saat ini sudah diatas Rp.7.000 per liter. Produksi kWh spesifik (P-kWh-S) minyak diesel PLTD = 3.6 kWh per liter Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id