JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12824
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 633 hasil yang relevan dengan "pengawasan anggaran "
Dalam 0.017 detik
Thumbnail
BMN BMN | HUKUM KEUANGAN NEGARA | BARANG MILIK NEGARA
PMK 118 TAHUN 2023

Pedoman Pengelolaan Barang Milik Negara dengan Menggunakan Sistem Informasi Manajemen Aset Negara;

  • Ditetapkan: 09 Nov 2023
  • Diundangkan: 13 Nov 2023

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

2.

Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan BMN untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.

3.

Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan BMN yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan.

4.

Pemanfaatan adalah pendayagunaan BMN yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga dan/atau optimalisasi BMN dengan tidak mengubah status kepemilikan.

5.

Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan BMN.

6.

Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan BMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7.

Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan BMN.

8.

Penghapusan adalah tindakan menghapus BMN dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang, Pengguna Barang, dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.

9.

Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan BMN.

10.

Evaluasi Kinerja adalah kegiatan evaluasi untuk mengukur performa/kinerja BMN.

11.

Pengawasan dan Pengendalian adalah kegiatan pemantauan, penertiban, dan investigasi terhadap BMN, pengelolaan BMN, dan pejabat/pegawai yang melakukan pengelolaan BMN.

12.

Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.

13.

Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN baik dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing.

14.

Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut BMN Idle adalah BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.

15.

Sistem Informasi Manajemen Aset Negara yang selanjutnya disingkat SIMAN adalah sistem informasi yang digunakan untuk mendukung proses pengelolaan BMN secara elektronik berbasis internet.

16.

Modul Administrasi Sistem adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk mengelola sistem SIMAN yang paling sedikit meliputi pengelolaan Pengguna SIMAN ( User ), pengaturan Hak Akses modul, pengaturan referensi Pengelola Barang dan Pengguna Barang, dan pengaturan alur kerja sistem ( system workflow ).

17.

Modul Master Aset adalah bagian dari SIMAN yang merupakan kumpulan data dan informasi pendukung BMN seluruh Kementerian/Lembaga.

18.

Modul Dasbor (Dashboard) yang selanjutnya disebut Modul Dashboard adalah bagian dari SIMAN yang berfungsi untuk menampilkan dan memvisualisasikan seluruh data dan/atau informasi pelaksanaan pengelolaan BMN.

19.

Modul Perencanaan adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk pelaksanaan Perencanaan Kebutuhan BMN.

20.

Modul Pengelolaan adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk pelaksanaan pengelolaan BMN yang meliputi Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, dan Penghapusan BMN.

21.

Modul Asuransi adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk penyusunan, penetapan BMN, penyusunan klaim, dan pelaporan BMN yang diasuransikan.

22.

Modul Inventarisasi adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk persiapan, pelaksanaan, pelaporan, dan tindak lanjut hasil Inventarisasi BMN.

23.

Modul Evaluasi Kinerja adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk persiapan, pelaksanaan, pelaporan, monitoring dan evaluasi, dan tindak lanjut hasil evaluasi kinerja BMN.

24.

Modul Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut Modul SBSN adalah bagian dari SIMAN yang digunakan dalam rangka persiapan, penyampaian usulan, tindak lanjut usulan daftar nominasi aset, penetapan, dan penggunaan BMN menjadi aset SBSN.

25.

Modul BMN Idle adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk pelaksanaan pengelolaan BMN Idle dan BMN eks BMN Idle .

26.

Modul Pengawasan dan Pengendalian yang selanjutnya disebut Modul Wasdal adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk pemantauan, penertiban, investigasi, dan pelaporan hasil Pengawasan dan Pengendalian BMN.

27.

Pengguna SIMAN ( User ) adalah pejabat/pegawai pada instansi terkait yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab sebagai Administrator, Supervisor, Koordinator, Analis, dan peran lainnya yang ditetapkan oleh Pengelola Barang untuk menggunakan SIMAN.

28.

Administrator yang selanjutnya disebut Admin adalah pejabat/pegawai pada instansi terkait yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi teknis administrasi SIMAN.

29.

Supervisor adalah pejabat/pegawai pada instansi terkait yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan supervisi/pengujian/pemeriksaan atas pekerjaan Koordinator.

30.

Koordinator adalah pejabat/pegawai pada instansi terkait yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan supervisi/pengujian/pemeriksaan atas pekerjaan Analis.

31.

Analis adalah pejabat/pegawai pada instansi terkait yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan analisis/pengujian/pemeriksaan.

32.

Hak Akses adalah hak yang diberikan kepada Pengguna SIMAN ( User ) untuk melaksanakan Pengelolaan BMN secara elektronik berbasis internet menggunakan SIMAN.

33.

Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.

34.

Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan BMN.

35.

Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.

36.

Pengguna Lainnya adalah pihak lain selain Pengelola Barang dan Pengguna Barang yang diberikan Hak Akses oleh Pengelola Barang untuk menggunakan SIMAN.

37.

Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.

38.

Direktur Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Direktur PKKN adalah direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi perumusan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang BMN, kekayaan negara lain-lain, dan piutang negara.

39.

Direktur Transformasi dan Sistem Informasi yang selanjutnya disebut Direktur TSI adalah direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi perumusan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang transformasi dan sistem informasi.

40.

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disingkat DJKN adalah unit organisasi eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang pengelolaan kekayaan negara.

41.

Direktorat Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Direktorat PKKN adalah unit organisasi eselon II pada DJKN yang mempunyai tugas merumuskan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang BMN, kekayaan negara lain-lain, dan piutang negara.

42.

Direktorat Transformasi dan Sistem Informasi yang selanjutnya disebut Direktorat TSI adalah unit organisasi eselon II pada DJKN yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang transformasi dan sistem informasi.

43.

Kantor Wilayah adalah instansi vertikal DJKN yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal.

44.

Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang yang selanjutnya disingkat KPKNL adalah instansi vertikal DJKN yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.

45.

Unit Akuntansi Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat UAPB adalah unit yang melakukan Penatausahaan BMN pada Pengguna Barang.

46.

Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Eselon I yang selanjutnya disingkat UAPPB-EI adalah unit yang membantu Pengguna Barang dalam melakukan Penatausahaan BMN pada tingkat Unit Eselon I Pengguna Barang.

47.

Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah yang selanjutnya disingkat UAPPB-W adalah unit yang membantu Pengguna Barang dalam melakukan Penatausahaan BMN pada tingkat wilayah atau unit kerja lain yang ditetapkan sebagai UAPPB-W oleh Pengguna Barang.

48.

Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat UAKPB adalah unit yang melakukan Penatausahaan BMN pada tingkat satuan kerja/Kuasa Pengguna Barang.

49.

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat APIP K/L adalah Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/Inspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri/Pimpinan Lembaga.

Thumbnail
BIDANG ANGGARAN | TATACARA
113/PMK.02/2018

Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Cadangan Program Jaminan Kesehatan Nasional ...

  • Ditetapkan: 10 Sep 2018
  • Diundangkan: 10 Sep 2018

Relevan terhadap

Pasal 3Tutup
(1)

Untuk memanfaatkan alokasi Dana JKN, Menteri Keuangan dapat meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk melakukan reviu atas pengelolaan DJS Kesehatan.

(2)

Hasil reviu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Direktur Jenderal Anggaran selaku Pemimpin PPA BUN BA 999.08.

Thumbnail
COVID 19 DAN PEN Covid 19 dan PEN | HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG PENGELOLAAN PEMBIAYAAN RESIKO
27/PMK.08/2022

Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 Tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah Untuk Pelaku Usaha Korporasi Melalui Bada ...

  • Ditetapkan: 29 Mar 2022
  • Diundangkan: 30 Mar 2022

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Penjaminan Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Penjaminan Program PEN adalah penjaminan yang diberikan dalam rangka melaksanakan Peraturan Pemerintah mengenai Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional.

2.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

3.

Penjaminan Pemerintah adalah penjaminan yang diberikan untuk dan atas nama Pemerintah oleh Menteri melalui badan usaha penjaminan yang ditunjuk sebagai penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan dalam rangka pelaksanaan Penjaminan Program PEN.

4.

Pinjaman adalah setiap pembiayaan baik secara konvensional maupun syariah dari kreditur atau pemberi fasilitas pembiayaan syariah berupa sejumlah uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu yang menimbulkan kewajiban finansial berdasarkan perjanjian pinjaman atau perjanjian pembiayaan.

5.

Pelaku Usaha Korporasi yang selanjutnya disebut Pelaku Usaha adalah pelaku usaha di sektor riil dan sektor keuangan yang kekayaan bersihnya di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau omzet tahunannya di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) yang kegiatan usahanya terdampak oleh pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

6.

Penjamin adalah Pemerintah dalam hal ini Menteri yang dilaksanakan melalui penugasan kepada badan usaha penjaminan.

7.

Penerima Jaminan adalah bank yang memberikan fasilitas Pinjaman.

8.

Terjamin adalah Pelaku Usaha penerima Penjaminan Pemerintah.

9.

Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.

10.

Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

11.

Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang selanjutnya disingkat LPEI adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.

12.

PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) yang selanjutnya disingkat PT PII adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk pendirian perusahaan perseroan (persero) di bidang penjaminan infrastruktur.

13.

Imbal Jasa Penjaminan yang selanjutnya disingkat IJP adalah sejumlah uang yang diterima oleh Penjamin dari Terjamin dalam rangka kegiatan penjaminan.

14.

Imbal Jasa Penjaminan Loss Limit yang selanjutnya disingkat IJP Loss Limit atau premi Loss Limit adalah sejumlah uang yang diterima badan usaha yang menjalankan penugasan dukungan loss limit dalam rangka kegiatan Penjaminan Pemerintah.

15.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

16.

Regres adalah hak Penjamin untuk menagih Terjamin atas apa yang telah dibayarkan oleh Penjamin kepada Penerima Jaminan untuk memenuhi kewajiban Terjamin tersebut.

17.

Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari Pengguna Anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.

18.

Nilai Penjaminan adalah jumlah Pinjaman yang mendapatkan Penjaminan Pemerintah.

2.

Ketentuan ayat (2) Pasal 10 diubah, sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:

Thumbnail
PENGELUARAN | BARANG IMPOR
PMK 26 TAHUN 2024

Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.04/2021 tentang Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai dengan Pelayanan Segera (Rush Handling) ...

  • Ditetapkan: 17 Apr 2024
  • Diundangkan: 29 Apr 2024
Thumbnail
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA | IBU KOTA NUSANTARA
PERPRES 62 TAHUN 2022

Otorita Ibu Kota Nusantara

  • Ditetapkan: 18 Apr 2022
  • Diundangkan: 18 Apr 2022
Thumbnail
PENERIMAAN NEGARA | PENGEMBALIAN
PMK 153 TAHUN 2023

Pengembalian Penerimaan Negara di Bidang Kepabeanan dan Cukai

  • Ditetapkan: 27 Des 2023
  • Diundangkan: 28 Des 2023

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Penerimaan Negara di Bidang Kepabeanan dan Cukai yang selanjutnya disebut Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke kas negara berupa bea masuk, bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, bea masuk pembalasan, bea keluar, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga.

2.

Utang di Bidang Kepabeanan dan Cukai yang selanjutnya disebut Utang adalah pajak berupa bea masuk, bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, bea masuk pembalasan, bea keluar, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan/atau Undang-Undang Cukai yang masih harus dibayar termasuk pajak dalam rangka impor yang penatausahaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

3.

Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah dan Kantor Wilayah Khusus di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

4.

Kantor Bea dan Cukai adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai dan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.

5.

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperolehkuasa dari bendahara umum negara untuk melaksanakan sebagian fungsi kuasa bendahara umum negara.

6.

Kas Negara adalah tempat menyimpan uang negara yang ditentukan Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh Penerimaan Negara dan membayar pengeluaran negara.

7.

Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor unik tanda bukti pembayaran/penyetoran ke kas negara yang diterbitkan sistem settlement terdiri dari kombinasi huruf dan angka.

8.

Bukti Penerimaan Negara adalah dokumen yang diterbitkan oleh agen penerimaan atas transaksi Penerimaan Negara yang mencantumkan NTPN dan nomor transaksi bank/nomor transaksi pos/nomor transaksi lembaga persepsi lainnya sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran.

9.

Keputusan Pengembalian Penerimaan Negara di Bidang Kepabeanan dan Cukai yang selanjutnya disebut Keputusan Pengembalian adalah keputusan tentang pengembalian Penerimaan Negara yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai.

10.

Surat Perintah Membayar Kembali Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat SPMKBC adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan mengenai pengembalian Penerimaan Negara yang kedudukannya dipersamakan dengan surat perintah membayar.

11.

Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa bendahara umum negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPMKBC.

12.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

13.

Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

14.

Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan/atau Undang-Undang Cukai.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG PERBENDAHARAAN
202/PMK.05/2020

Tata Cara Pembayaran Gaji dan Tunjangan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang Dibebankan Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ...

  • Ditetapkan: 16 Des 2020
  • Diundangkan: 16 Des 2020

Relevan terhadap

Pasal 32Tutup
(1)

Anggaran untuk pelaksanaan pembayaran Gaji dan tunjangan serta tunjangan kinerja PPPK dialokasikan dalam DIPA masing-masing Satker.

(2)

Pembayaran Gaji dan tunjangan bagi PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam daftar perhitungan pembayaran Gaji dan tunjangan.

(3)

Daftar perhitungan pembayaran Gaji dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan format se bagaimana yang berlaku pada pembayaran Gaji dan tunjangan PNS.

(4)

Untuk keperluan pembayaran dan penatausahaan Gaji dan tunjangan PPPK, Aplikasi GPP menghasilkan kartu pengawasan yang terdiri atas:

a.

daftar perubahan data PPPK sementara; b . daftar perubahan data PPPK;

c.

kartu pengawasan pembayaran Gaji dan tunjangan perorangan;

d.

surat keterangan untuk mendapatkan tunjangan keluarga;

e.

rincian pembayaran penghasilan; dan

f.

rincian Gaji PPPK.

(5)

Pembayaran tunjangan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam rekapitulasi daftar pembayaran tunjangan kinerja PPPK dengan memperhitungkan kewajiban Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, yang dibuat sesuai dengan format se bagaimana yang berlaku pada pembayaran tunjangan kinerja PNS.

(6)

Tata cara penerbitan dan pengaJuan SPM Gaji dan tunjangan serta tunjangan kinerja PPPK mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN dan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran tunjangan kinerja pegawai pada Kementerian Negara/lembaga.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG PENGELOLAAN PEMBIAYAAN RESIKO
80/PMK.08/2022

Dukungan Pengembangan Panas Bumi Melalui Penggunaan Dana Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi pada Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Mult ...

  • Ditetapkan: 18 Apr 2022
  • Diundangkan: 20 Apr 2022

Relevan terhadap

Pasal 18Tutup
(1)

Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas rekomendasi yang disampaikan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (10).

(2)

Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis oleh Direktur Jenderal kepada direktur jenderal pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang melaksanakan tugas dan bertanggung jawab atas perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan Panas Bumi, paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal persetujuan atau penolakan.

(3)

Dalam hal Menteri memberikan persetujuan:

a.

dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal mengadakan pembahasan dengan Komite Bersama;

b.

pembahasan sebagaimana dimaksud dalam huruf a bertujuan untuk paling kurang:

1.

mengetahui kesiapan PT SMI dan PT GDE untuk melaksanakan Penugasan Dukungan Eksplorasi;

2.

mendapatkan kejelasan mengenai: a) tugas dan tanggung jawab dari PT SMI dan PT GDE dalam Penugasan Dukungan Eksplorasi; b) rencana kerja dan anggaran biaya yang disusun oleh PT GDE dalam rangka pelaksanaan Dukungan Eksplorasi; c) alokasi kebutuhan dana yang dilakukan oleh PT SMI dalam rangka pelaksanaan Dukungan Eksplorasi mengacu pada rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf b); d) usulan margin Penugasan Dukungan Eksplorasi; e) rencana mitigasi risiko; dan f) pelaksanaan mekanisme pemulihan Dana PISP, dalam hal terjadi risiko eksplorasi, risiko politik dan risiko kesenjangan; dan

c.

dalam rangka pembahasan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Komite Bersama dapat mengundang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, PT SMI, PT GDE, PT PII, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), lembaga/badan pembiayaan internasional, lembaga/badan lainnya yang menandatangani Perjanjian Kerja Sama Pendanaan, dan/atau pihak lain yang terkait.

Pasal 20Tutup
(1)

Pelaksanaan penugasan Dukungan Eksplorasi yang didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dituangkan dalam Perjanjian Dukungan Eksplorasi.

(2)

Perjanjian Dukungan Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh:

a.

Direktur Jenderal;

b.

direktur jenderal pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang melaksanakan tugas dan bertanggung jawab atas perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan Panas Bumi;

c.

kepala badan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang melaksanakan tugas menyelenggarakan penelitian, penyelidikan, dan pelayanan di bidang Panas Bumi;

d.

Direksi PT SMI; dan

e.

Direksi PT GDE.

(3)

Perjanjian Dukungan Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat komitmen Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai paling kurang:

a.

pelaksanaan Pelelangan Wilayah Kerja dengan menggunakan Data dan Informasi Panas Bumi yang telah dinyatakan layak oleh pihak independen;

b.

pembahasan dengan Komite Bersama mengenai jadwal pelaksanaan Pelelangan Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam huruf a, yang dilakukan:

1.

paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah hasil asesmen pihak independen menyatakan bahwa Data dan Informasi Panas Bumi memiliki kelayakan;

2.

paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah Data dan Informasi Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam huruf a telah diserahkan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; dan/atau

3.

pada waktu lainnya yang ditentukan oleh Komite Bersama;

c.

pelaksanaan koordinasi penyusunan dokumen lelang dengan Komite Bersama dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero);

d.

dalam dokumen lelang sebagaimana dimaksud dalam huruf c, dicantumkan hal sebagai berikut:

1.

jumlah Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi yang dibebankan kepada Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi;

2.

kewajiban Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi untuk membayar jumlah Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada PT SMI; dan

3.

kewajiban Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi untuk menandatangani Perjanjian Pembayaran Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi dengan PT SMI;

e.

pemberian sanksi atas kegagalan atau kelalaian dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf d berupa penundaan penerbitan Izin Panas Bumi kepada Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi dan/atau bentuk sanksi lainnya yang dapat diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang Panas Bumi; dan

f.

kewajiban pembayaran harga Data dan Informasi Panas Bumi sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan mengenai Panas Bumi kepada Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi, kecuali atas persetujuan terlebih dahulu dari Menteri setelah mendengar masukan, pertimbangan dan/atau rekomendasi dari Komite Bersama.

(4)

Perjanjian Dukungan Eksplorasi harus melampirkan rencana kerja dan anggaran biaya dalam rangka pelaksanaan Dukungan Eksplorasi yang telah disetujui oleh Komite Bersama.

(5)

Perjanjian Dukungan Eksplorasi memuat ketentuan mengenai:

a.

status dan perlakuan aset selain Data dan Informasi Panas Bumi dari pelaksanaan Dukungan Eksplorasi oleh PT GDE; dan

b.

tata cara penyerahan atas aset sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, kementerian, lembaga dan/atau pihak lain yang berhak atas aset tersebut.

(6)

Penugasan Dukungan Eksplorasi berlaku sejak tanggal penandatanganan Perjanjian Dukungan Eksplorasi atau tanggal lainnya yang ditetapkan dalam perjanjian tersebut sampai dengan:

a.

tanggal penghentian Perjanjian Dukungan Eksplorasi, dalam hal terjadi risiko eksplorasi/risiko politik atau tanggal lainnya, yang seluruhnya ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan rekomendasi Komite Bersama; atau b. tanggal penyerahan Data dan Informasi Panas Bumi oleh Menteri kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

(7)

Perjanjian Dukungan Eksplorasi yang telah ditandatangani, termasuk rencana kerja dan anggaran biaya yang dilampirkan dalam perjanjian tersebut, dapat diubah berdasarkan persetujuan dari Komite Bersama.

Thumbnail
REHABILITASI MANGROVE | DANA
180/PMK.05/2022

Tata Cara Pengelolaan Dana Rehabilitasi Mangrove

  • Ditetapkan: 02 Des 2022
  • Diundangkan: 05 Des 2022

Relevan terhadap

Pasal 7Tutup
(1)

Menteri/Kepala bertanggung jawab melaksanakan kegiatan rehabilitasi mangrove.

(2)

Dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi mangrove, Menteri/Kepala bertanggung jawab atas pelaksanaan:

a.

perencanaan kebutuhan dana tahunan;

b.

pengadaan barang dan jasa untuk kegiatan rehabilitasi mangrove;

c.

pengujian substantif material atas tagihan pembayaran kegiatan rehabilitasi mangrove dari penyedia barang/jasa; dan

d.

pengajuan permohonan pembayaran kegiatan rehabilitasi mangrove kepada BPDLH atas beban Rekening Dana Rehabilitasi Mangrove.

(3)

Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri/Kepala memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:

a.

menetapkan KPA di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga dalam rangka kegiatan rehabilitasi mangrove;

b.

menyusun dokumen perencanaan kebutuhan Dana Rehabilitasi Mangrove;

c.

menyampaikan dokumen perencanaan penganggaran tahunan kepada pimpinan BPDLH selaku KPA BUN;

d.

melakukan pengujian tagihan dokumen permohonan pembayaran kegiatan rehabilitasi mangrove;

e.

mengajukan permohonan pembayaran kegiatan rehabilitasi mangrove kepada BPDLH atas beban rekening Dana Rehabilitasi Mangrove;

f.

menyampaikan pertanggungjawaban Dana Operasional kepada BPDLH;

g.

mengusulkan revisi DIPA belanja pada Kementerian Negara/Lembaga kepada Direktorat Jenderal Anggaran dalam rangka pencatatan belanja hasil kegiatan rehabilitasi mangrove yang menggunakan beban rekening Dana Rehabilitasi Mangrove;

h.

mengusulkan pengesahan belanja kegiatan rehabilitasi mangrove kepada KPPN mitra kerja yang menggunakan beban rekening Dana Rehabilitasi Mangrove;

i.

melakukan pengawasan dan pemantauan atas proses kegiatan rehabilitasi mangrove;

j.

menyampaikan perkembangan kegiatan rehabilitasi mangrove kepada Pemimpin BPDLH; dan

k.

menyimpan dokumen pelaksanaan pembayaran kegiatan rehabilitasi mangrove yang menggunakan beban Rekening Dana Rehabilitasi Mangrove.

(4)

Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b sampai dengan huruf k dilaksanakan oleh KPA di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga yang diberikan kewenangan oleh Menteri/Kepala.

Thumbnail
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK | PEDOMAN UMUM
12/PMK.02/2022

Pedoman Umum Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak

  • Ditetapkan: 21 Feb 2022
  • Diundangkan: 22 Feb 2022

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.

2.

Instansi Pemeriksa adalah badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara dan pembangunan nasional.

3.

Pemeriksaan PNBP adalah kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data, dan/atau keterangan lain dalam rangka pengawasan atas kepatuhan pemenuhan kewajiban PNBP berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP.

4.

Pemeriksa adalah pejabat atau pegawai pada Instansi Pemeriksa yang ditugaskan untuk melakukan Pemeriksaan PNBP.

5.

Badan adalah sekumpulan orang yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, kumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, badan hukum publik, dan bentuk badan lain yang melakukan kegiatan di dalam dan/atau di luar negeri.

6.

Wajib Bayar adalah orang pribadi atau Badan dari dalam negeri atau luar negeri yang mempunyai kewajiban membayar PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7.

PNBP Terutang adalah kewajiban PNBP dari Wajib Bayar kepada Pemerintah yang wajib dibayar pada waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

8.

Surat Tagihan PNBP adalah surat dan/atau dokumen yang digunakan untuk melakukan tagihan PNBP Terutang, baik berupa pokok maupun sanksi administratif berupa denda.

9.

Surat Ketetapan PNBP adalah surat dan/atau dokumen yang menetapkan jumlah PNBP Terutang, yang meliputi Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar, Surat Ketetapan PNBP Nihil, dan Surat Ketetapan PNBP Lebih Bayar.

10.

Dokumen adalah dokumen fisik dan/atau dokumen elektronik.

11.

Instansi Pengelola PNBP adalah instansi yang menyelenggarakan pengelolaan PNBP.

12.

Pejabat Kuasa Pengelola PNBP adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi pimpinan Instansi Pengelola PNBP dalam pengelolaan PNBP yang menjadi tanggung jawabnya serta tugas lain terkait PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

13.

Mitra Instansi Pengelola PNBP yang selanjutnya disebut MIP PNBP adalah badan yang membantu Instansi Pengelola PNBP melaksanakan sebagian kegiatan pengelolaan PNBP yang menjadi tugas Instansi Pengelola PNBP berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.

14.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

15.

Laporan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat LHP adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil pemeriksaan yang disusun oleh Instansi Pemeriksa secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan.

  • 1
  • ...
  • 10
  • 11
  • 12
  • ...
  • 64