Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah.
Uji materiil Pasal 4, Pasal 8, Pasal 10, dan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang PUPN terhadap Pasal 24D ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 ...
Relevan terhadap
karenanya dalil para Pemohon yang menyatakan ketentuan a quo dalam UU PUPN bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sangatlah tidak berdasarkan hukum. D. Perkembangan Pengurusan Piutang Negara Saat Ini Sebagai perwujudan dalam menjalankan tugas regulasi pengelolaan keuangan, saat ini Kementerian Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) tengah menyiapkan paket kebijakan di bidang pengelolaan kekayaan negara yang salah satunya adalah Rancangan Undang-Undang Pengurusan Piutang Negara dan Piutang Daerah (RUU PPNPD), sebagai pengganti UU PUPN. Rancangan Undang-Undang (RUU) ini akan mengatur mengenai tata cara pengelolaan piutang di Kementerian/Lembaga dan di Satuan Kerja Perangkat Daerah. Adapun mengenai penyelesaian piutang bank milik negara/daerah dan BUMN/BUMD sudah tidak diatur lagi dalam Rancangan Undang-Undang tersebut, melainkan diserahkan pada mekanisme korporasi, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 2 ayat (1), yaitu: _“Pengurusan Piutang Negara dan Piutang Daerah meliputi: _ 1) _Piutang Negara; _ 2) _Piutang Daerah; _ 3) Piutang yang dananya berasal dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang disalurkan melalui Perbankan atau Lembaga Keuangan Bukan _Perbankan dengan pola penyaluran atau pembagian resiko; dan _ 4) Piutang dari badan hukum yang dibentuk oleh negara atau daerah selain Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah.” Dalam rumusan Pasal 61 RUU ini disebutkan, “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.” Dengan demikian RUU yang akan menggantikan Undang-Undang PUPN, telah mengatur khusus mengenai piutang yang berasal dari BUMN Perbankan dan piutang BUMN Perbankan telah dikeluarkan dari kewenangan/lingkup piutang negara. IV. DAMPAK SEANDAINYA PERMOHONAN PENGUJIAN MATERIIL UU PUPN DIKABULKAN
Tata Cara Pelaksanaan Sewa Barang Milik Negara.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :
Barang Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN.
Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Kementerian/Lembaga adalah Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah Non Kementerian Negara/Lembaga Negara.
Pemanfaatan adalah pendayagunaan BMN yang tidak digunakan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Sewa adalah pemanfaatan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.
Penilaian adalah proses kegiatan yang dilakukan oleh penilai untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek Penilaian pada saat tertentu dalam rangka pengelolaan BMN.
Penilai adalah pihak yang melakukan Penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.
Swasta adalah Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing yang mempunyai izin tinggal dan/atau membuat usaha atau badan hukum Indonesia dan/atau badan hukum asing, yang menjalankan kegiatan usaha untuk memperoleh keuntungan.
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Lembaga sosial adalah organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh masyarakat.
Lembaga sosial keagamaan adalah lembaga sosial yang bertujuan mengembangkan dan membina kehidupan beragama.
Lembaga sosial kemanusiaan adalah lembaga sosial yang bergerak di bidang kemanusiaan.
Unit penunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan/ negara adalah organisasi yang dibentuk secara mandiri di lingkungan Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dalam rangka menunjang penyelenggaraan kegiatan pemerintahan/ negara.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah
Tata Cara Pengelolaan dan Tindak Lanjut Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing) di Lingkungan Kementerian Keuangan. ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
Pelanggaran adalah perbuatan yang melanggar peraturan perundang- undangan, kode etik, dan kebijakan Kementerian Keuangan, serta tindakan lain yang sejenis berupa ancaman langsung atas kepentingan umum, serta Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan.
Pelapor Pelanggaran (whistleblower) adalah pegawai/pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan dan masyarakat.
Pengaduan adalah informasi yang disampaikan oleh Pelapor Pelanggaran ( whistleblower ) sehubungan dengan adanya Pelanggaran.
Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin adalah pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Saluran Pengaduan adalah sarana yang digunakan untuk menyampaikan pengaduan.
Unit Kepatuhan Internal adalah unit kerja setingkat Eselon II di Lingkungan Unit Eselon I yang tugas dan fungsinya melakukan pengawasan internal di Lingkungan Unit Eselon I yang bersangkutan.
Unit Tertentu adalah unit kerja setingkat Eselon II di Lingkungan Unit Eselon I yang ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan Unit Eselon I, untuk menerima, mengelola, dan menindaklanjuti Pengaduan.
Sistem Akuntansi Transaksi Khusus.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Sistem Akuntansi Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat SA-TK adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan untuk seluruh transaksi penerimaan dan pengeluaran serta aset dan kewajiban pemerintah yang terkait dengan fungsi khusus Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, serta tidak tercakup dalam Sub Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SABUN) lainnya.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan dan hibah.
Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disingkat KKKS adalah Badan Usaha atau Bentuk Badan Usaha Tetap yang diberikan wewenang untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi pada suatu wilayah kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana.
Kontraktor Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disebut Kontraktor PKP2B adalah badan usaha yang melakukan pengusahaan pertambangan batubara, baik dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut BMN Idle adalah BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat BLBI adalah fasilitas yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada perbankan untuk menjaga kestabilan sistem pembayaran dan sistem perbankan, agar tidak terganggu oleh adanya ketidakseimbangan likuiditas, antara penerimaan dan penarikan dana pada bank-bank.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKPA BUN TK adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan transaksi khusus pada tingkat satuan kerja di lingkup Bendahara Umum Negara.
Unit Akuntansi Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKKPA BUN TK adalah unit akuntansi yang menjadi koordinator dan bertugas melakukan kegiatan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA- BUN TK yang berada langsung di bawahnya.
Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAP BUN TK adalah unit akuntansi pada Unit Eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus.
Unit Akuntansi Koordinator Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKP BUN TK adalah unit akuntansi pada Unit Eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan seluruh Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus.
Unit Akuntansi Kuasa Pengelola Barang Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat UAKPLB-BUN adalah satuan kerja/unit akuntansi yang diberi kewenangan untuk mengurus/menatausahakan/mengelola Barang Milik Negara yang dalam penguasaan Bendahara Umum Negara Pengelola Barang.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut DJPBN adalah Instansi Eselon I pada Kementerian Keuangan yang bertindak sebagai UAP BUN TK dan UAKP BUN TK.
Badan Kebijakan Fiskal yang selanjutnya disingkat BKF adalah Instansi Eselon I pada Kementerian Keuangan.
Direktorat Jenderal Anggaran yang selanjutnya disingkat DJA adalah Instansi Eselon I pada Kementerian Keuangan yang bertugas mengelola PNBP di bawah BA BUN.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disingkat DJKN adalah Instansi Eselon I pada Kementerian Keuangan yang bertugas mengelola Kekayaan Negara.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Barang yang menjadi milik/kekayaan negara yang berasal dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama, yang selanjutnya disebut BMN yang berasal dari KKKS adalah seluruh barang dan peralatan yang diperoleh atau dibeli KKKS dan yang secara langsung digunakan dalam kegiatan usaha hulu.
Barang yang menjadi milik/kekayaan negara yang berasal dari Kontraktor Perjanjian Kerjasama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, yang selanjutnya disebut BMN yang berasal dari Kontraktor PKP2B adalah seluruh barang dan peralatan yang diperoleh Kontraktor dalam rangka kegiatan pengusahaan pertambangan batubara dan/atau barang dan peralatan yang tidak terjual, tidak dipindahkan atau tidak dialihkan oleh Kontraktor setelah pengakhiran perjanjian yang telah melewati jangka waktu yang telah ditetapkan menjadi milik Pemerintah termasuk barang kontraktor yang pada pengakhiran perjanjian akan dipergunakan untuk kepentingan umum.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran untuk mencairkan alokasi dana yang sumber dananya dari DIPA.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPM.
Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat ADK adalah arsip data berupa disket atau media penyimpanan digital lainnya yang berisikan data transaksi, data buku besar, dan/atau data lainnya.
Dokumen Sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi.
Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menggambarkan realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan selama suatu periode.
Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah yaitu aset, utang, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disebut CaLK adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam LRA, Neraca, dan Laporan Arus Kas dalam rangka pengungkapan yang memadai.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disebut PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggungjawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah kuasa yang bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat KPB adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan Dokumen Sumber yang sama.
Reviu adalah prosedur penelusuran angka-angka dalam Laporan Keuangan, permintaan keterangan dan analitik yang menjadi dasar memadai bagi Aparat Pengawas Intern Pemerintah untuk memberi keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas Laporan Keuangan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Aset bekas Milik Asing/China adalah aset yang dikuasai Negara berdasarkan:
Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/032/PEPERPU/1958 jo. Keputusan Penguasa Perang Pusat Nomor Kpts/Peperpu/0439/1958 jo. Undang-Undang Nomor 50 Prp. Tahun 1960;
Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1962;
Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 jo. Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Nomor 52/KOTI/1964;
Instruksi Radiogram Kaskogam Nomor T-0403/G-5/5/66.
PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) yang selanjutnya disebut PT PPA adalah Perusahaan Perseroan yang didirikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk melakukan pengelolaan aset Negara yang berasal dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang tidak berperkara untuk dan atas nama Menteri Keuangan berdasarkan Perjanjian Pengelolaan Aset.
Aset Eks Kelolaan PT PPA adalah kekayaan Negara yang berasal dari kekayaan eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang sebelumnya diserahkelolakan kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero)/PT PPA (Persero), dan telah dikembalikan pengelolaannya kepada Menteri Keuangan.
Aset yang Diserah kelolakan kepada PT PPA adalah Kekayaan Negara yang berasal dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang tidak terkait dengan perkara, berupa Aset Properti, Aset Saham, Aset Reksa Dana, dan/atau Aset Kredit, yang sebelumnya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.06/2006 tentang Pengelolaan Kekayaan Negara yang berasal dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero), dikelola oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero).
Aset Eks Pertamina adalah aset-aset yang tidak turut dijadikan Penyertaan Modal Negara dalam Neraca Pembukaan PT Pertamina sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.06/2008 tentang Penetapan Neraca Pembukaan Perseroan (Persero) PT Pertamina Per 17 September 2003, serta telah ditetapkan sebagai sebagai Barang Milik Negara yang berasal dari Aset Eks Pertamina berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 92/KK.06/2008 tentang Penetapan Status Aset Eks Pertamina Sebagai Barang Milik Negara.
Dukungan Kelayakan Proyek Kerjasama yang selanjutnya disebut Dukungan Kelayakan adalah dukungan pemerintah berupa kontribusi fiskal dalam bentuk tunai atas sebagian biaya pembangunan proyek yang dilaksanakan melalui skema kerja sama pemerintah dengan Badan Usaha.
Uji materi ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap UUD 1945 ...
Relevan terhadap
dalam memantapkan kebijakan desentralisasi fiskal, khususnya dalam rangka membangun hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang lebih ideal. Sebagai salah satu bagian dari continuous improvement , UU 28/2009 setidaknya telah memperbaiki 3 (tiga) hal yang utama, yaitu penyempurnaan sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah di bidang perpajakan ( local taxing empowerment ), dan peningkatan efektifitas pengawasan. Penyempurnaan sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan dengan mengubah sistem daftar terbuka ( open-list ) menjadi daftar tertutup ( closed-list ), sehingga jenis pajak yang dapat dipungut oleh daerah adalah hanya jenis pajak yang telah ditetapkan berdasarkan UU 28/2009 dimaksud. Daerah tidak diberikan kewenangan dan tidak diperbolehkan untuk menetapkan jenis pajak baru di luar yang telah ditentukan Undang-Undang. Sedangkan penguatan local taxing power dilakukan dengan cara antara lain, menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah, memperluas basis pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah ada, mengalihkan beberapa jenis pajak pusat menjadi pajak daerah, serta memberikan diskresi kepada daerah untuk menetapkan tarif. Di samping itu, di dalam UU 28/2009 juga telah ditetapkan tarif maksimum pajak daerah dan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah tersebut telah dinaikkan untuk memberikan ruang gerak yang lebih longgar bagi daerah dalam melakukan pemungutan pajak daerah sesuai dengan kebijakan dan kondisi daerahnya. Di dalam UU 28/2009 telah terdapat instrumen pengawasan yang cukup efektif yang dilakukan secara preventif dan korektif, yaitu bahwa setiap Rancangan Peraturan Daerah tentang pajak daerah akan dievaluasi terlebih dahulu oleh Pemerintah, dan terhadap daerah yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dalam menetapkan kebijakan di bidang pajak daerah akan dikenakan sanksi. Di dalam UU 28/2009 juga diatur bahwa Daerah dapat tidak memungut jenis pajak sebagaimana yang telah ditetapkan dalam UU 28/2009 tersebut apabila potensi pajaknya memang kurang memadai dan/atau guna penyesuaian dengan kebijakan Daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Sedangkan untuk memastikan penggunaan pajak daerah agar bermanfaat bagi pembayar
Berdasarkan uraian-uraian di atas, Pemerintah berpendapat para Pemohon tidak mengalami kerugian konstitusional, oleh karena itu Pemerintah memohon agar Mahkamah menyatakan bahwa para Pemohon tidak memiliki legal standing dalam mengajukan permohonan a quo , sehingga menurut Pemerintah, sudah sepatutnya Mahkamah menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima . Pokok Permohonan Sesuai dengan amanat UUD 1945, pemerintahan daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Melalui otonomi yang luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. UUD 1945 mengamanatkan pengaturan hubungan kewenangan, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras serta memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Salah satu amanat UUD 1945 untuk mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah tersebut telah dilaksanakan dengan diterbitkannya UU 28/2009 guna mengatur hubungan keuangan antara pusat dan daerah, khususnya di bidang penerimaan (perpajakan). Pajak Daerah merupakan salah satu bentuk dari kebijakan desentralisasi fiskal. Dengan desentralisasi, maka diharapkan dapat menghadirkan suatu sistem pemerintahan yang lebih mencerminkan nilai-nilai demokrasi, mengingat bahwa level pemerintahan yang paling dekat dengan rakyat adalah pemerintahan kabupaten/kota, sehingga eksistensi pemerintahan di daerah sangat diperlukan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, argumentasi yang menjadi landasan pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah bahwa daerah lebih memahami dan mengerti akan kebutuhan yang diperlukan dalam menyediakan tingkat pelayanan publik yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, serta daerah lah yang paling menguasai segala potensi yang ada di wilayahnya,
pembimbingan, pemasyarakatan, perintisan, penelitian, uji coba, kompetisi, bantuan, pemudahan, perizinan, dan pengawasan • Upaya yang layak diperhitungkan dalam pemberian insentif adalah yang sesuai dengan dasar, fungsi, dan tujuan pembangunan bangsa Indonesia di bidang keolahragaan. Segala upaya telah dilakukan dalam untuk memperoleh perlakuan tersebut, namun hingga kini perlakuan khusus tersebut masih memerlukan perjuangan panjang. Perlakuan khusus dalam perpajakan yang secara nyata banyak membantu dalam dunia keolahragaan yang sangat dirasakan manfaatnya adalah peraturan Menteri Keuangan tentang pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan olahraga yang diimpor oleh induk organisasi cabang olahraga nasional. • Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia tersebut di atas, satu tujuan yakni membantu pemerintah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam kewenangan yang berbeda. Mengenai program Kementerian Olahraga dan Pemuda dalam menumbuhkembangkan prestasi dan kreasi masyarakat, khususnya dalam bidang olahraga memerlukan kebijakan sendiri yang mengatur secara khusus. Insentif pajak dalam dunia keolahragaan masih sangat memprihatinkan dan perlu perlakuan khusus untuk menjamin atlet tetap dapat mengembangkan prestasinya tanpa terikat pembebanan sewa prasarana yang mahal diakibatkan pemilikan lahan dikarenakan pajak hiburan, sehingga berimplikasi pada mahalnya sewa prasarana bagi atlet. Pembinaan tersebut oleh Pemerintah menggandeng pelaku olahraga yang selama ini membantu Pemerintah, tidak dapat menyediakan secara maksimal prasarana dimaksud, sebagaimana diatur dalam Pasal 80 Undang-Undang SKN yang berbunyi “ Pembinaan dan pengembangan industri olahraga dilaksanakan melalui kemitraan yang saling menguntungkan agar terwujud kegiatan olahraga yang mandiri dan profesional.” Pemerintah atau pemerintah daerah memberikan kemudahan pembentukan sentral-sentral pembinaan dan pembinaan pengembangan industri olahraga. • Beberapa peraturan perundangan pada prinsipnya telah memposisikan, memperlakukan olahraga sebagai hal yang perlu mendapat prioritas
Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan. ...
Relevan terhadap
LPEI wajib bertanggung jawab atas:
penerapan pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah;
pemberian pengetahuan dan/atau pelatihan bagi karyawan mengenai penerapan Prinsip Mengenal Nasabah;
penyusunan kebijakan Prinsip Mengenal Nasabah;
pemantauan pengkinian profil Nasabah;
pemantauan penyusunan Transaksi Keuangan Mencurigakan dan melaporkannya kepada PPATK; dan
penanganan Nasabah yang dianggap mempunyai risiko tinggi dan/atau transaksi-transaksi yang dapat dikategorikan Transaksi Keuangan Mencurigakan ( suspicious transactions ). BAB III KEBIJAKAN PENERIMAAN DAN IDENTIFIKASI NASABAH
Dalam rangka menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, LPEI wajib:
menetapkan kebijakan penerimaan Nasabah;
menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi Nasabah;
menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi Nasabah; dan
menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Bagian Kedua Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Pasal 4 Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah oleh LPEI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan dengan cara:
menyusun dan menetapkan kebijakan dan prosedur penerapan Prinsip Mengenal Nasabah yang dituangkan dalam Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah;
menyampaikan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah kepada Menteri paling lambat 6 (enam) bulan sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan ini;
menyampaikan setiap perubahan atas Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah kepada Menteri paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak ditetapkannya perubahan tersebut; dan
menerapkan kebijakan mengenai Nasabah berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Prinsip Mengenal Nasabah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Relevan terhadap
LPEI wajib bertanggung jawab atas:
penerapan pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah;
pemberian pengetahuan dan/atau pelatihan bagi karyawan mengenai penerapan Prinsip Mengenal Nasabah;
penyusunan kebijakan Prinsip Mengenal Nasabah;
pemantauan pengkinian profil Nasabah;
pemantauan penyusunan Transaksi Keuangan Mencurigakan dan melaporkannya kepada PPATK; dan
penanganan Nasabah yang dianggap mempunyai risiko tinggi dan/atau transaksi-transaksi yang dapat dikategorikan Transaksi Keuangan Mencurigakan ( suspicious transactions ). BAB III KEBIJAKAN PENERIMAAN DAN IDENTIFIKASI NASABAH
Dalam rangka menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, LPEI wajib:
menetapkan kebijakan penerimaan Nasabah;
menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi Nasabah;
menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi Nasabah; dan
menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Bagian Kedua Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Pasal 4 Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah oleh LPEI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan dengan cara:
menyusun dan menetapkan kebijakan dan prosedur penerapan Prinsip Mengenal Nasabah yang dituangkan dalam Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah;
menyampaikan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah kepada Menteri paling lambat 6 (enam) bulan sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan ini;
menyampaikan setiap perubahan atas Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah kepada Menteri paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak ditetapkannya perubahan tersebut; dan
menerapkan kebijakan mengenai Nasabah berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana dimaksud pada huruf a.