Penyusunan, Penyampaian dan Pengubahan Rencana Jangka Panjang dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan Perseroan (Persero)Di Bawah Pembinaan dan Peng ...
Pengujian materiil atas ketentuan Pasal 7 ayat (6a) UU APBN-P 2012
Relevan terhadap
sebagai perwujudan fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20A UUD 1945. 2. Bahwa dalam konsiderans menimbang dan Penjelasan Umum Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara telah disebutkan dasar-dasar sosiologis dan ekonomis perubahan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 termasuk didalamnya ketentuan Pasal 7 ayat (1), Pasal 7 ayat (6a) dan Pasal 15A, adapun dasar pertimbangan tersebut antara lain sebagai berikut: a. bahwa sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012, telah terjadi perubahan dan perkembangan pada faktor internal dan eksternal, sehingga asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan dalam APBN 2012 sudah tidak relevan dan perlu disesuaikan. b. bahwa tingkat inflasi dalam tahun 2012 diperkirakan akan mencapai 6,8% (enam koma delapan persen), lebih tinggi bila dibandingkan dengan laju inflasi yang ditetapkan dalam APBN Tahun 2012. Peningkatan laju inflasi ini selain dipengaruhi oleh meningkatnya harga beberapa komoditas internasional, juga dipengaruhi oleh rencana kebijakan administered price di bidang energi dan pangan. c. bahwa nilai tukar rupiah dalam tahun 2012 diperkirakan mencapai Rp 9.000,00 (sembilan ribu rupiah) per satu dolar Amerika Serikat, melemah dari asumsinya dalam APBN Tahun Anggaran 2012. Pelemahan ini didorong antara lain oleh ketidakpastian ekonomi global yang diprediksi berlanjut pada tahun 2012. d. bahwa harga minyak internasional pada awal tahun 2012 mengalami peningkatan seiring dengan terbatasnya pasokan minyak mentah dunia terkait ketegangan geopolitik di negara- negara teluk yang mempengaruhi pasokan minyak mentah dunia. e. Bahwa kenaikan ini pun terjadi pada ICP, yang cenderung meningkat, jika dibandingkan dengan harga rata-ratanya selama tahun 2011. Perkembangan ini diperkirakan akan berlanjut
tentang Perbendaharaan Negara (selanjutnya disebut “UU Perbendaharaan Negara”). Sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU Perbendaharaan Negara, Undang-Undang tentang APBN merupakan dasar bagi Pemerintah untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran negara. Selanjutnya sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU Keuangan Negara, apabila terjadi perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN; perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal; keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja; serta keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan, maka penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dimaksud dibahas Pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan. Adapun Rancangan Undang-Undang tentang perubahan APBN tersebut diajukan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat guna mendapatkan persetujuan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir. Dalam UU APBN 2012, asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan sebagai basis perhitungan postur APBN adalah sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi 6,7 persen, inflasi 5,3 persen, rata-rata nilai tukar rupiah Rp 8.800 per dolar Amerika Serikat, rata-rata suku bunga SPN 3 bulan 6,0 persen, rata-rata harga minyak mentah Indonesia ( Indonesian Crude Oil Price/ICP ) USD90 per barel, dan rata-rata lifting minyak 950 ribu barel per hari. Namun dikarenakan perkembangan kondisi perekonomian yang ada, baik perekonomian global maupun domestik, maka asumsi dasar ekonomi makro tahun 2012 sebagai dasar penyusunan UU APBN-P 2012 mengalami penyesuaian, yaitu sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi 6,5 persen, inflasi 6,8 persen, rata-rata nilai tukar rupiah Rp9.000 per dolar Amerika Serikat, rata-rata suku bunga SPN 3 bulan 5,0 persen, rata-rata harga minyak mentah Indonesia ( Indonesian Crude Oil Price/ICP ) USD105,0 per barel, dan rata-rata lifting minyak 930 ribu barel
3 kg tetap terkendali, sehingga Pemerintah dapat menjaga stabilitas harga dan mencegah inflasi yang sangat tinggi, serta pertumbuhan ekonomi yang tetap dinamis dan stabilitas ekonomi makro yang tetap terjaga. Namun dengan perkembangan harga minyak mentah dunia yang lonjakannya sangat tinggi dan sangat jauh di atas asumsi dalam APBN 2012, akan mendorong tingginya kebutuhan subsidi BBM dan mempersempit ruang fiskal Pemerintah untuk melaksanakan program- program yang lebih bermanfaat terhadap masyarakat banyak. Kenaikan harga ICP dan depresiasi nilai tukar rupiah pada tahun 2012 diperkirakan akan mendorong defisit secara sangat substansial menjadi di atas 3 persen terhadap PDB, yang apabila bila tidak disesuaikan, akan melanggar UU Keuangan Negara. Di samping itu, mengingat sangat sulitnya untuk memprediksi perkembangan kondisi perekonomian global maupun nasional, maka dalam keadaan tertentu, khususnya dalam hal harga rata-rata minyak mentah Indonesia ( Indonesian Crude Price/ICP ) mengalami kenaikan yang sangat tajam, terhadap harga BBM bersubsidi sudah selayaknya harus dilakukan penyesuaian pula. Harga rata-rata ICP tersebut menjadi indikator atau asumsi makro utama bagi Pemerintah untuk menaikkan atau menurunkan harga BBM. Dapat Pemerintah sampaikan bahwa apabila harga rata-rata ICP mengalami kenaikan, maka akan berpotensi menambah jumlah anggaran subsidi BBM dalam APBN. Dengan diperlukannya tambahan subsidi BBM yang sangat besar tersebut, maka berakibat pula pada bertambahnya defisit anggaran, sehingga dapat menyebabkan APBN menjadi tidak stabil. Oleh karena itu, sebagai upaya antisipasi untuk menjaga agar postur APBN tetap sehat dan seimbang, pembuat Undang-Undang memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi. Hal ini dimaksudkan agar dalam hal harga minyak mentah mengalami kenaikan yang sangat tinggi, Pemerintah dapat menyesuaikan harga BBM bersubsidi tersebut agar tidak mengakibatkan tidak sehatnya APBN secara keseluruhan yang pada akhirnya akan berdampak negatif pada stabilitas perekonomian nasional. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, dalam ketentuan
Pengujian UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah [Pasal 14 huruf e dan huruf f] ...
Relevan terhadap
Kemudian perimbangan bersifat diskriminatif dan tidak mencerminkan penggunaan kekayaan alam untuk kepentingan rakyat; • Bahwa Prioritas pembangunan di Provinsi Jambi 2010-2015 adalah meningkatkan pembangunan infrastruktur dan energi. Karena di Provinsi Jambi keadaan infrastruktur kondisi saat ini, jalan provinsi itu sepanjang 1.480,51 km 15% itu rusak berat, rusak ringan 22%, dan yang baik hanya 32%. Dan ini membutuhkan suatu investasi APBD dan penerimaan dan pendapatan daerah; • Bahwa permasalahan dari daerah penghasil Migas di Provinsi Jambi, angka kemiskinan daerah penghasil di atas rata-rata Provinsi Jambi. Ada 7 kabupaten/kota Provinsi Jambi sebagai daerah penghasil, itu angka kemiskinannya di atas daripada rata-rata provinsi. Terutama di Provinsi Jambi itu ada Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur sebagai daerah penghasil. Daerah tersebut di mana terdapat kegiatan selalu Migas Petro China, itu 12,41% itu. Persentase kemiskinan maupun Tanjung Jabung Barat 11,08%, di atas rata-rata provinsi kemiskinannya. Kemudian pertumbuhan ekonomi daerah penghasil di atas rata-rata Provinsi, kemudian angka pengangguran daerah penghasil di atas dari pada rata-rata provinsi; • Bahwa di provinsi Jambi angka pengangguran setiap pertumbuhan ekonomi 1% hanya mampu menyerap tenaga kerja 5.169 orang. Sementara pertumbuhan 1% pada sektor pertambangan baik Migas maupun pertambangan umum akan mengurangi 265 orang untuk bekerja dari pada kegiatan usaha pertambangan. Kemudian angka panjang jalan provinsi dan jalan-jalan kabupaten yang rusak akibat dari pusat produksi ke konsumen menimbulkan inflasi yang tinggi di Provinsi Jambi hampir mencapai 10% akibat jalan rusak tahun 2010 itu angka inflasi yang cukup tinggi barangkali secara nasional karena akibatnya tidak dapat melakukan pembangunan atau perbaikan jalan; • Bahwa daya beli masyarakat semakin rendah di Provinsi Jambi sebagai daerah penghasil itu rasio elektrifikasi di bawah rata-rata nasional sebesar 50% rasio elektrifikasi. Sementara nasional itu sudah 67,7%. sebagai daerah penghasil Migas yang pendapatan daerah dan dana bagi hasil ini
Pengujian UU No. 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2 ...
Relevan terhadap 2 lainnya
makro yang digunakan dalam APBN 2012 sudah tidak relevan dan perlu disesuaikan. b. bahwa tingkat inflasi dalam tahun 2012 diperkirakan akan mencapai 6,8% (enam koma delapan persen), lebih tinggi bila dibandingkan dengan laju inflasi yang ditetapkan dalam APBN Tahun 2012. Peningkatan laju inflasi ini selain dipengaruhi oleh meningkatnya harga beberapa komoditas internasional, juga dipengaruhi oleh rencana kebijakan administered price di bidang energi dan pangan. c. bahwa nilai tukar rupiah dalam tahun 2012 diperkirakan mencapai Rp9.000,00 (sembilan ribu rupiah) per satu dolar Amerika Serikat, melemah dari asumsinya dalam APBN Tahun Anggaran 2012. Pelemahan ini didorong antara lain oleh ketidakpastian ekonomi global yang diprediksi berlanjut pada tahun 2012. d. bahwa harga minyak internasional pada awal tahun 2012 mengalami peningkatan seiring dengan terbatasnya pasokan minyak mentah dunia terkait ketegangan geopolitik di negara- negara teluk yang mempengaruhi pasokan minyak mentah dunia. e. Bahwa kenaikan ini pun terjadi pada ICP, yang cenderung meningkat, jika dibandingkan dengan harga rata-ratanya selama tahun 2011. Perkembangan ini diperkirakan akan berlanjut sepanjang 2012 sehingga asumsi harga rata-rata minyak mentah Indonesia selama tahun 2012 diperkirakan mencapai US$105,0 (seratus lima koma nol dolar Amerika Serikat) per barel. f. Bahwa lifting minyak dalam tahun 2012 diperkirakan mencapai 930 (sembilan ratus tiga puluh) ribu barel per hari, di bawah targetnya dalam APBN Tahun Anggaran 2012. Hal ini terkait dengan antara lain, menurunnya kapasitas produksi dari sumur-sumur tua, dan dampak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, penurunan tersebut juga dipengaruhi faktor unplanned shut down dan hambatan non-teknis seperti permasalahan di daerah dan lain-lain.
persen. Faktanya, inflasi yang terjadi bisa dua sampai tiga kali lipat dari yang dikalkulasi. Fakta lain yang tidak bisa disembunyikan adalah ketidakadilan pengelolaan sumber daya alam (SDA), termasuk minyak. Rakyat tidak bodoh untuk mengerti bahwa SDA itu dikuras dan dirampok oleh segelintir pelaku ekonomi, baik asing maupun domestik, dengan sistem bagi hasil yang sangat tidak adil. Khusus minyak dan gas, sekitar 70 persen eksplorasi ladang minyak dan gas dilakukan oleh korporasi asing dalam bingkai praktik kontrak yang tidak adil. Pola yang sama terjadi pada SDA lainnya seperti batu bara, emas, perak, tembaga. Kenyataan ini mengusik rasa keadilan yang terpatri di dada rakyat. Tidak mungkin rakyat terus menerus diminta memaklumi dengan kenaikan harga BBM, sementara rakyat tahu dengan pasti adanya praktik pengisapan SDA yang sedemikian masif oleh pelaku asing dan para kompradornya. III.C.8. Bahwa rencana kenaikan harga jual BBM telah mendongkrak ekspektasi kenaikan harga barang dan jasa serta dirasakan seluruh golongan. Bedanya, orang-orang kaya dapat mengalihkan tingkat kerugian mereka kepada kalangan miskin. Kendati harga jual BBM masih dalam rencana, pedagang besar telah menaikkan harga barang dan jasa sekitar 15 persen. Bahkan, ada rencana kenaikan ongkos transportasi sebesar 19,6 persen dari harga semula. Seluruh kenaikan harga barang dan jasa di atas, telah memicu inflasi sebesar 6,5 persen di seluruh sektor barang dan jasa. Masyarakat menengah kebawah dipaksa menanggung kerugian yang harus diderita oleh pengusaha dan pedagang besar. III.C.9. Bahwa kenaikan harga jual BBM akan dijadikan pembenaran untuk menaikkan produk barang, memecat buruh sewenang-sewenang. Dari berbagai sumber, kenaikan harga jual BBM telah mendorong pertambahan angka pemecatan dari 44.600 buruh pada tahun 2007 menjadi 633.719 buruh pada tahun 2008. Kontrol terhadap besaran kenaikan harga jual BBM haruslah tetap melalui fungsi kontrol Dewan Perwakilan Rakyat, tidak bisa diserahkan begitu saja kepada mekanisme pasar yang akan sangat berpotensi
bagi Pemerintah untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran negara. Selanjutnya sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU Keuangan Negara, apabila terjadi perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN; perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal; keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja; serta keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan, maka penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dimaksud dibahas Pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan. Adapun rancangan Undang-Undang tentang Perubahan APBN tersebut diajukan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat guna mendapatkan persetujuan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir. Dapat Pemerintah sampaikan bahwa dalam UU APBN 2012, asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan sebagai basis perhitungan postur APBN adalah: pertumbuhan ekonomi 6,7 persen, inflasi 5,3 persen, rata-rata nilai tukar rupiah Rp8.800 per dolar Amerika Serikat, rata-rata suku bunga SPN 3 bulan 6,0 persen, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ICP) USD90 per barel, dan rata-rata lifting minyak 950 ribu barel per hari. Namun dikarenakan perkembangan kondisi perekonomian yang ada, baik perekonomian global maupun domestik, maka asumsi dasar ekonomi makro tahun 2012 sebagai dasar penyusunan UU APBN-P 2012 mengalami penyesuaian, yaitu: pertumbuhan ekonomi 6,5 persen, inflasi 6,8 persen, rata-rata nilai tukar rupiah Rp9.000 per dolar Amerika Serikat, rata-rata suku bunga SPN 3 bulan 5,0 persen, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ICP) USD105,0 per barel, dan rata-rata lifting minyak 930 ribu barel per hari. Selain itu, untuk menampung seluruh perubahan dalam pendapatan negara dan hibah, belanja negara, serta defisit dan pembiayaan anggaran, maka perubahan terhadap APBN 2012 tersebut dilakukan secara menyeluruh, sehingga selain menampung perubahan indikator ekonomi makro tahun
Standar, Uji, dan Pengembangan Kompetensi Jabatan Fungsional Penilai Pemerintah
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/PMK.02/2017 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negar ...
Pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194 ...
Relevan terhadap
www.mahkamahkonstitusi.go.id 1. Daya beli masyarakat dengan memperhatikan tingkat pendapatan masyarakat; 2. Responsif terhadap laju inflasi; 3. Adanya varian harga rokok (Harga Jual Eceran/HJE) yang mencerminkan heterogenitas kluster (Golongan/Layer) SEBAGAI mengantisipasi penurunan daya beli karena terpuruknya kondisi ekonomi oleh adanya perubahan kondisi 1 dan/atau 2). Dhi, kebijakan penyederhanaan tarif dengan mempersedikit golongan/Layer akan mempersedikit pilihan varian harga ; 4. Memperhatikan keberlangsungan pertumbuhan industri nasional kelas menengah dan kecil; 5. Gap harga nominal tarif antargolongan/layer dan antar jenis rokok (SKM/SKT/SPM) tidak terlalu dekat, yang dapat mengakibatkan persaingan tidak sehat; 6. Menghindari kenaikan tarif cukai otomatis oleh adanya perubahan kebijakan batas kuota/volume produksi rokok masing-masing golongan. 2. Lilik Priyanto Dasar Paraturan Rokok • Rokok termasuk Barang Kena Cukai ( BKC ) sebagaimana diatur dengan UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai dan perubahan terakhir dengan UU Nomor 39 Tahun 2007, sehingga atas produksi rokok dikenakan cukai rokok. • Ketentuan tarif cukai rokok terakhir diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 179/PMK.11/2012 tanggal 12 November 2012. • PMK tersebut di atas mengatur tentang besaran beban tarif cukai atas rokok dan Harga Jual Eceran (HJE) yang diproduksi dan dijual oleh Perusahaan Industri Hasil Tembakau sesuai dengan golongannya masing-masing. • Selain dikenakan Cukai, Rokok juga termasuk objek barang kena pajak yaitu PPN dengan tarif efektif yaitu 8,4 % dari HJE. (KMK 62/KMK.03/2002 ). Bagi pengusaha rokok juga dikenakan Pajak Penghasilan dan kewajiban perpajakan yang lain sesuai ketentuan yang berlaku. Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Uji materiil atas pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahu ...
Relevan terhadap
Perubahan atas besaran sanksi dan jenis sanksi tersebut dilakukan dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi (seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi), sosial (seperti kondisi masyarakat dan psikologis masyarakat Wajib Pajak), politik (seperti perkembangan arah kebijakan politik, rezim politik yang berkuasa), dan budaya (seperti perkembangan peradaban masyarakat, perkembangan teknologi). Pengaturan sanksi perpajakan juga merupakan perwujudan dari instrumen politik hukum perpajakan yang secara konstitusi merupakan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat bersama-sama dengan Presiden. Dengan demikian, pengaturan mengenai besaran dan jenis sanksi sepenuhnya merupakan diskresi atau politik hukum pembuat Undang-Undang. Selain hal-hal tersebut di atas, peningkatan besaran sanksi juga dipengaruhi oleh pertimbangan mengenai kondisi kepatuhan sukarela Wajib Pajak yang menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan perpajakan di Indonesia masih rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari indikator (kondisi tahun 2011) sebagai berikut: 1. Tax ratio Indonesia mencapai ±12,2%, yang secara relatif masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain bahkan ditingkat ASEAN; 2. Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar mencapai ±17 juta, relatif rendah dibanding dengan potensinya yang mencapai ±80 juta; 3. Jumlah Wajib Pajak Badan yang terdaftar mencapai ±2 juta, relatif rendah dibanding potensinya yang mencapai ±22 juta; 4. Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang menyampaikan SPT hanya mencapai ±8,5 juta Wajib Pajak (baru sekitar 50% dari Wajib Pajak terdaftar);
Petunjuk Teknis Akuntansi Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. ...
Uji meteriil Pasal 9 ayat (1) huruf a UU Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan atas UU APBN Tahun 2013 terhadap Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat ...
Relevan terhadap
www.mahkamahkonstitusi.go.id 17 b. Fungsi alokasi yaitu melalui APBN dapat diketahui besar alokasi dana yang di perlukan untuk tiap-tiap sektor pembangunan. c. Fungsi distribusi yaitu dalam APBN, pendapatan yang diperoleh akan digunakan (di distribusikan/kembali untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran negara di berbagai sektor pembangunan dan departemen keseluruhan di daerah. d. Fungsi regulasi yaitu APBN di gunakan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi dan pengendalian tingkat inflasi. 3. Bahwa dalam rangka untuk memenuhi tujuan dan fungsi sebagaimana diuraikan pada poin 2 di atas, Undang-Undang a quo telah merumuskan berbagai pasal yang menentukan fungsi dan tujuan atas anggaran yang ditetapkan dalam Undang-Undang a quo . Bahwa dalam menjalankan tujuan dan fungsi dari UU APBN, terdapat norma yang mempunyai fungsi dan tujuan untuk memberikan alokasi dana dari APBN untuk penanggulangan dan penanganan Bencana Lumpur Sidoarjo, yang hal ini termaktub dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang a quo ; BAHWA KETENTUAN PASAL 9 AYAT (1) HURUF a UU NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG APBN TAHUN 2013 BERTENTANGAN DENGAN PASAL 28D AYAT (1) UUD 1945. 4. Bahwa Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan: ”Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan , dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum _”; _ 5. Bahwa hak konstitusional para Pemohon yang diatur dalam kaidah konstitusi yang terkandung dalam Pasal 28D ayat (1) telah menegaskan keberadaan kepastian hukum yang adil dan persamaan di hadapan hukum. Lebih lanjut apakah dengan adanya norma pada Pasal 9 ayat (1) huruf a yang tidak memasukkan hak dari para Pemohon sebagai pihak yang tidak mendapatkan pembayaran, pelunasan atas tanah dan bangunan dari _PERHATIAN: _ Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id