Pengesahan Persetujuan Perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
Biro KLI Kementerian keuangan
Relevan terhadap
samping itu, ia menilai dukungan APBN dan APBN untuk penyediaan supply side layanan kesehatan perlu ditingkatkan. Pengajuan perpindahan kepesertaan oleh masyarakat menjadi PBI diakui Purwanto memang dapat menambah anggaran pemerintah untuk iuran PBI. “Namun, sudah menjadi komitmen pemerintah untuk membiayai jaminan kesehatan bagi masyarakat tidak mampu,” tegasnya. Dalam menghadapi perpindahan kelas, Kemensos berpedoman pada persyaratan yang berlaku serta melihat pembatasan kuota nasional PBI yaitu 96,8 juta jiwa. “Untuk menjadi peserta PBI, peserta harus terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), yang pengusulannya melalui mekanisme verifikasi dan validasi (verivali) data rumah tangga calon peserta melalui instrumen DTKS,” terang Sekjen Kementerian Sosial Hartono Laras. Hasil verivali dilakukan setiap tiga bulan sekali, sedangkan penetapan perubahan PBI dilakukan setiap satu bulan sekali. Sementara itu, Suminto menggarisbawahi bahwa tidak hanya peserta kelas tiga saja yang dapat mengajukan pindah menjadi segmen PBI. “Seluruh penduduk Indonesia yang dapat dibuktikan tergolong sebagai orang miskin dan tidak mampu, dapat mendaftarkan dirinya atau didaftarkan menjadi peserta penerima bantuan iuran,” ujarnya. Cegah defisit berulang Berbagai upaya mitigasi disiapkan pemerintah untuk mencegah defisit kembali terulang. Suminto mengungkapkan, dalam jangka pendek instansi terkait wajib menindaklanjuti rekomendasi hasil audit BPKP, khususnya rekomendasi perbaikan pada aspek kepesertaan dan penerimaan iuran, biaya manfaat jaminan kesehatan, dan strategic purchasing . Suminto berkata, “BPJS Kesehatan harus berusaha lebih keras untuk meningkatkan tingkat keaktifan peserta mandiri.” Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris menargetkan tingkat keaktifan peserta mandiri nantinya dapat mencapai 60 persen. “Belajar dari Korea, kira-kira 10 tahun lalu peserta aktif di sana pernah di angka 25 persen. Tapi mereka punya enforcement . Bisa menyita aset, bisa mengintip rekening orang,” cerita Fachmi. Ia menerangkan BPJS Kesehatan sedang mengembangkan cara untuk meningkatkan keaktifan peserta. Untuk tahap awal ini belum melalui enforcement , tetapi masih berupa penerapan prasyarat pada layanan publik. “Misalnya, tiap kali orang mau memperpanjang paspor, ada informasi bahwa dia belum bayar iuran. Minimal ada awareness dan dia tahu negara tahu.” Untuk validasi dan pemutakhiran data, khususnya data PBI, BPJS Kesehatan memerlukan peran Kemensos. Untuk meningkatkan efektivitas program perlindungan sosial ini, Hartono Laras mengatakan pihaknya menyediakan sistem aplikasi untuk meng- update Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) bernama Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKSNG). Selain itu, Kementerian Sosial juga menyediakan anggaran untuk pengadaan jaringan komunikasi di 514 kabupaten/kota. Untuk menjaga keberlangsungan program JKN- KIS, perbaikan pada keseluruhan sistem mutlak diperlukan, termasuk di dalamnya langkah penyesuaian iuran. Kepala Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalsum Komaryani berharap penyesuaian iuran dapat membantu mengatasi kesulitan finansial pada program JKN-KIS sehingga memberi efek domino yang positif. “BPJS Kesehatan bisa membayar ke fasilitas kesehatan, fasilitas kesehatan pun tidak terganggu lagi cashflow -nya, sehingga bisa memberikan pelayanan kepada masyarakat lebih baik lagi,” pungkas Kalsum. Dukungan Pendanaan Pemerintah dalam Program JKN-KIS PPU Pemerintah Pusat 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Bantuan iuran untuk PBI JKN 2014 2015 2016 2017 2018 2019 MN atau Bantuan Pemerintah 2014 2015 2016 2017 2018 2019 4,5 4,8 4,7 4,8 5,4 6,4 19,9 19,9 25,5 25,4 25,5 35,7 5,0 6,8 3,6 10,3 15 MEDIAKEUANGAN 14 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 MEDIAKEUANGAN 14
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
dan produktif dengan fokus pada sektor informal, UMKM, petani, nelayan, sektor korporasi, dan BUMN yang memiliki peran strategis bagi masyarakat,” ujar Ubaidi. Langkah lain yang akan diterapkan yakni menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat, meningkatkan efektivitas perlindungan sosial, memperkuat kebijakan dalam pengendalian impor khususnya pangan, serta meningkatkan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN). Empat pilar kebijakan teknis perpajakan Terjadinya perlambatan aktivitas ekonomi menjadi tantangan bagi pendapatan negara. Kinerja ekspor dan impor melemah, begitu pula dengan konsumsi dan investasi yang turut menurun. Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Ihsan Priyawibawa mengatakan, pada tahun 2021, pemerintahan akan melakukan optimalisasi pendapatan yang inovatif dan mendukung dunia usaha untuk pemulihan ekonomi. “Dari sisi perpajakan, pemerintah terus melakukan berbagai upaya perluasan basis pajak, dan perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan dalam rangka meningkatkan tax ratio ,” tutur Ihsan. Lanjutnya, penerapan Omnibus Law Perpajakan dan pemberian berbagai insentif fiskal juga diharapkan mampu mendorong peningkatan investasi dan daya saing nasional, mempercepat pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19, serta memacu transformasi ekonomi. “Kebijakan teknis pajak yang akan diimplementasikan pada tahun 2021 dapat dikategorikan menjadi empat pilar kebijakan besar,” ungkap Ihsan. Pertama, mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui pemberian insentif perpajakan yang selektif dan terukur. Kedua, memperkuat sektor strategis dalam rangka transformasi ekonomi antara lain melalui terobosan regulasi, pemberian insentif pajak yang lebih terarah, dan proses bisnis layanan yang user friendly berbasis IT. Pilar ketiga ialah meningkatkan kualitas SDM dan perlindungan untuk masyarakat dan lingkungan. Sementara, pilar terakhir ialah mengoptimalkan penerimaan pajak. Langkah ini akan diimplementasikan dalam bentuk pemajakan atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), serta ekstensifikasi dan pengawasan berbasis individu dan kewilayahan. Selain itu, pemerintah juga akan meneruskan reformasi perpajakan yang meliputi bidang organisasi, SDM, dan IT. Menurut Ihsan, selama ini sektor industri pengolahan dan perdagangan menjadi penyumbang utama penerimaan pajak. Terkait dengan basis pajak baru, ia menerangkan, dari sisi aspek subjek pajak, pendekatan kewilayahan menjadi fokus utama DJP. “Adapun dari aspek objek pajak, salah satunya adalah dengan meng- capture objek pajak dari aktivitas PMSE yang semakin marak seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan kondisi pandemi COVID-19 sekarang ini,” pungkasnya. Pembiayaan fleksibel dan responsif Penyusunan RAPBN 2021 masih belum terlepas dari situasi pandemi. Oleh sebab itu, sektor pembiayaan harus tetap antisipatif terhadap kebutuhan APBN dalam rangka pemulihan ekonomi akibat pandemi. Hal tersebut disampaikan Direktur Strategi dan Portofolio Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Riko Amir, dalam kesempatan wawancara dengan Media Keuangan. “Untuk arah kebijakan pembiayaan tahun depan, pembiayaan tetap fleksibel dan responsif terhadap kondisi pasar keuangan, tetapi juga tetap prudent dan memperhatikan kesinambungan fiskal,” terang Riko. Pihaknya juga terus berupaya mengembangkan skema pembiayaan yang kreatif dan inovatif, yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. “Nah, yang paling penting, pada 2021 juga harus ada efisiensi terhadap biaya utang itu sendiri,” kata Riko yang merupakan alumnus Univesity of Groningen tersebut. Untuk tahun depan, pihaknya akan mendorong biaya bunga utang bisa makin efisien, seiring dengan pendalaman pasar keuangan, perluasan basis investor, penyempurnaan infrastruktur Surat Berharga Negara (SBN) itu sendiri, serta diversifikasi pembiayaan. “Indonesia tidak bisa mengelak dari pandemi ini. Oleh karena itu, pemerintah melakukan kebijakan counter cyclical di mana ketika pertumbuhan ekonominya menurun, pemerintah melakukan berbagai cara untuk membantu boosting ekonomi,” ujar Riko. Di sisi lain, Riko mengungkapkan sejumlah lembaga pemeringkat utang melihat Indonesia telah melakukan kebijakan on the right track dan mampu menjaga stabilitas makroekonominya. Pada bulan Agustus lalu, salah satu lembaga pemeringkat utang yaitu Fitch mempertahankan peringkat utang Indonesia pada posisi BBB dengan outlook stable . Fitch mengapresiasi pemerintah lantaran telah merespons krisis dengan cepat. Mereka menilai pemerintah telah mengambil beberapa tindakan sementara yang luar biasa, meliputi penangguhan tiga tahun dari plafon defisit 3 persen dari PDB dan pembiayaan bank sentral langsung pada defisit. “Penilaian tersebut menjadikan pemerintah lebih confidence dalam menjalankan peran untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah pandemi ini,” pungkas Riko Amir. Dengarkan serunya wawancara bersama para narasumber pilihan Media Keuangan
Laporan Utama Teks CS. Purwowidhu | Foto Dok. Media Keuangan JALAN BAGI PEMULIHAN NEGERI P antang menyerah menghadapi kesamaran situasi imbas pandemi, pemerintah memanfaatkan bencana nonalam ini sebagai momentum untuk membenahi diri dan mengakselerasi pembangunan di segala lini, demi kebaikan negeri. Semangat itu pun menggelora dalam RAPBN 2021. Simak petikan wawancara Media Keuangan dengan Direktur Jenderal Anggaran, Askolani, mengenai seluk beluk RAPBN 2021. Apa yang menjadi fokus pemerintah dalam mendesain RAPBN 2021? Dalam menyusun RAPBN 2021, tentunya pemerintah berbasis kepada kondisi dan langkah kebijakan di 2020 ini. Penanganan masalah kesehatan, perlindungan sosial, dan pemulihan ekonomi menjadi satu paket kebijakan yang harus didesain secara komprehensif dan sinergis. Upaya preventif di bidang kesehatan adalah kunci penting. Next step nya untuk kita maju adalah bagaimana kembali memulihkan ekonomi itu secara bertahap di tahun 2021. Langkah kita di Q2, Q3, dan Q4 ini sangat menentukan pijakan ke depan. Tantangan kita bagaimana supaya langkah-langkah pemulihan ekonomi, konsolidasi, dan upaya mendorong belanja pemerintah, bisa menstimulus pertumbuhan ekonomi di Q3 menjadi lebih positif. Bagaimana upaya pemerintah untuk mengejar penyerapan di Q3 dan Q4? Implementasi kombinasi adjustment pola belanja, baik melalui kebijakan realokasi dan refocusing belanja K/L dan pemda maupun tambahan belanja untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang harus dilakukan oleh semua stakeholder terkait, sangat menentukan capaian di Q2, Q3, dan Q4. Sampai dengan awal Q3 di bulan Juli, sebagian besar sudah cukup signifikan implementasinya. Tantangan kita adalah percepatan alokasi dan implementasi sisa anggaran PEN. Langkah percepatan antara lain dilakukan melalui koordinasi yang lebih intens dengan K/L dan Komite PEN untuk mendesain kebijakan implementatif PEN yang akan dilakukan ke depan. Presiden juga turut serta me review PEN bersama dengan para menteri di sidang kabinet. Presiden secara tegas mengingatkan para menterinya untuk turun langsung, membedah DIPA-nya masing masing untuk me review reformasi desain anggaran, lalu kita juga mengajak Bappenas untuk mendesain program anggaran tersebut. Jadi, format alokasi belanja K/L di tahun 2021 nanti akan meng adopt desain anggaran yang baru yang programnya lebih simpel, lebih eye catching, dan lebih mudah diterapkan. Ini kita koneksikan juga dengan target prioritas pembangunan sesuai arahan Presiden dan rencana kerja pemerintah. Penguatan reformasi lainnya yang akan pemerintah lakukan? Pandemi ini memberi banyak lesson learn pada kita, yang menjadi masukan untuk perbaikan reformasi di berbagai bidang. Contohnya, manajemen di bidang kesehatan harus bisa lebih proaktif dan antisipatif terhadap model bencana nonalam ini. Di bidang perlindungan sosial dan dukungan UMKM, perbaikan pendataan masyarakat menengah ke bawah menjadi kunci. Pemerintah juga sedang memikirkan bagaimana mensinergikan antara kebijakan subsidi dengan kebijakan perlindungan sosial yang kemudian semua di support dengan satu data yang solid dan valid. Lalu ada juga reformasi perpajakan, baik dari segi regulasi, kebijakan, dan administrasinya. Nah, on top dari semua itu, pemerintah tentunya juga akan menyiapkan reformasi mengenai penanganan bencana. Seperti apa prioritas belanja pemerintah dalam RAPBN 2021? Pemerintah tetap memprioritaskan kesehatan, perlindungan sosial, dan pendidikan. Penanganan kesehatan lanjutan diarahkan lebih sustainable seperti upaya preventif melalui penyediaan vaksin apabila nanti sudah ditemukan, dan reformasi di bidang kesehatan. Program perlindungan sosial juga tetap berjalan misalnya dalam bentuk PKH, kartu sembako, bantuan tunai, plus kartu prakerja dan program subsidi. Di sektor pendidikan, pemerintah memperkuat mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, even program beasiswa untuk S2, S3 tetap akan dilanjutkan di tahun depan. Nah, setelah tiga bidang tadi, pemerintah juga langsung satu paket mendukung untuk pemulihan ekonomi. Pertama, melalui penyiapan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi (ICT) yang menjangkau sampai ke daerah 3T guna membangun manusia Indonesia yang lebih produktif dan kompetitif. Teknologi ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, pendidikan, serta ekonomi masyarakat, terlebih dalam kondisi kita tidak bisa bertemu fisik. Perluasan pembangunan ICT ini sudah dirancang sampai jangka menengah. Selanjutnya pembangunan infrastruktur dan ketahanan pangan. Keduanya tidak dapat dipisahkan sebab pangan ini harus didukung misalnya dengan irigasi yang cukup dan bendungan yang baik. Yang menjadi prioritas juga adalah pemulihan pariwisata karena ini salah satu andalan utama kita. Dukungan pariwisata dilakukan oleh banyak K/L dan pemda, bukan hanya Kemenpar. Kemudian yang terakhir yang kita prioritaskan juga adalah dukungan bagi dunia usaha dan UMKM, baik melalui insentif fiskal maupun skema subsidi. Apakah nantinya alokasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) juga akan mendukung belanja prioritas ini? Ya, kita juga mereformasi alokasi TKDD. Kebijakan belanja yang di pusat tadi kemudian di connecting kan dengan kebijakan alokasi TKDD. Dana desa misalnya diarahkan khususnya untuk perlindungan sosial dan mendukung ICT di desa. Reformasi kesehatan dan pendidikan juga dikaitkan dengan kebijakan alokasi TKDD. Jadi ini kita melihatnya sebagai satu paket. Bagaimana prioritas dari sisi pembiayaan? Dari sisi pembiayaan juga kita akan terus dukung untuk peningkatan kualitas SDM melalui pembiayaan dana abadi, baik itu untuk LPDP, beasiswa, maupun untuk universitas termasuk untuk kebudayaan. Di pembiayaan ini kita juga akan support BUMN untuk bisa mendukung penugasan pemerintah termasuk melanjutkan pemulihan ekonomi di tahun 2021. Apa implikasi dari defisit 5,5 persen di RAPBN 2021? Dengan 5,5 persen intinya adalah secara fiskal pemerintah tetap ekspansif untuk mendukung penanganan kesehatan, perlindungan sosial, dan pemulihan ekonomi. Ini pijakan kita untuk bisa menjadikan Indonesia maju dan keluar dari middle income trap . Visi kita di 2045 Indonesia masuk lima besar negara di dunia. Penurunan defisit ini juga sejalan dengan UU 2/2020 bahwa secara bertahap defisit APBN itu akan dikembalikan menjadi dibawah 3 persen di tahun 2023. Apa yang membuat pemerintah optimis mematok pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5 persen di 2021? Tentunya efektivitas kebijakan PEN di 2020 ini menjadi pijakan ke depan ya. Kemudian dengan langkah fiskal ekspansif sebagaimana dalam RAPBN 2021, plus prediksi sejumlah lembaga internasional mengenai pemulihan ekonomi dunia di 2021, kita mendesain ekonomi kita tumbuh 4,5-5,5 persen di 2021. bagaimana mempercepat belanja sesuai alokasi anggaran mereka di APBN 2020, maupun mengoptimalkan belanja anggaran program PEN yang harus dijalankan stakeholder terkait. Adakah upaya penyempurnaan sistem penganggaran ke depan? Ada. Pertama, kita memperpendek mekanisme proses review atas usulan anggaran K/L sehingga dapat mempersingkat waktu penetapan DIPA-nya. Kedua, kita mensimplifikasi proses verifikasi kelengkapan dokumen. Jadi, kami akan meminta K/L untuk mendahulukan melengkapi dokumen yang memiliki skala prioritas tinggi. Ketiga, kami akan proaktif meminta dan mengomunikasikan kepada K/L untuk melakukan akselerasi dalam melengkapi dokumen usulan anggaran. Kita akan tuangkan ini dalam peraturan Menteri Keuangan dan SOP agar sistem ini menjadi landasan yang lebih sustainable . Kita juga akan terus melakukan evaluasi dan apabila ada modifikasi untuk lebih mempercepat mekanisme yang ada, akan kami lakukan. Bagaimana dengan reformasi bidang anggaran di 2021? Kemenkeu menyiapkan
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
ndonesia baru-baru ini telah menjadi negara ekonomi kelas menengah, dengan jumlah populasi kelas menengahnya mencapai 16% pada tahun 2014 dari hanya 5% pada tahun 1993 (Survei Sosial Ekonomi Nasional). Indonesia juga berhasil menjadi salah satu negara dengan pengentasan kemiskinan tercepat di dunia. Namun demikian, sekitar 26 juta orang Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan dan 77,4 juta orang atau setara dengan 29,1% dari populasi masih menjadi bagian kemiskinan atau rentan jatuh kembali ke dalam kemiskinan. Hal ini menunjukkan tingginya jumlah penduduk Indonesia yang masih rentan terhadap guncangan ekonomi walaupun ada kemajuan yang signifikan dalam mengurangi kemiskinan. Oleh karena itu, penting untuk menemukan solusi yang efektif guna mengubah masyarakat miskin Indonesia menjadi masyarakat berpenghasilan menengah. Rumah tangga berpendapatan menengah merupakan kontributor konsumsi dan sumber suara sosial serta politik yang signifikan dalam membentuk kebijakan pembangunan. Solusi yang dapat diambil oleh pemerintah Indonesia, antara lain dengan meningkatkan pembangunan infrastruktur untuk mendorong penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kualitas pendidikan terutama dalam penyediaan keterampilan khusus yang dibutuhkan oleh lapangan kerja, dan meningkatkan kualitas kesehatan dan peluang kehidupan bagi anak- anak di daerah pedesaan. Semua hal tersebut membutuhkan sejumlah besar pembiayaan di tengah tekanan global, rasio pajak yang rendah, dan rencana pemerintah untuk mengurangi pajak penghasilan. Langkah awal yang dapat dilakukan yakni dengan memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan pajak. Apabila jumlah “calon kelas menengah” dan “kelas menengah” dapat meningkat secara proporsional, maka dengan basis subjek pajak yang substansial itu, Indonesia dapat menerapkan rezim pajak penghasilan progresif, di mana mereka yang memiliki pendapatan berlebih harus membayar lebih banyak pajak. Dengan terhimpunnya dana pajak tersebut, Indonesia kemudian dapat membangun skema perlindungan sosial yang kuat. Tantangan berikutnya adalah bagaimana membuat pembelanjaan kelas menengah agar menjadi lebih produktif, karena jika pengeluaran kelas menengah tersebut tidak produktif, maka risiko jatuh ke dalam middle income trap akan lebih besar. Dari segi ketenagakerjaan dan produktivitas tenaga kerja, terlepas dari upah yang kecil, produktivitas yang rendah telah menghasilkan total biaya output yang lebih tinggi. Di samping itu, pada tataran global, Indonesia masih berada di peringkat ke-2 terkait kekakuan kontrak kerja terutama dalam hal pemutusan hubungan kerja, sedangkan tingkat kepatuhannya hanya sebesar 49%. Pengangguran usia muda mencapai tujuh kali lebih banyak dari pengangguran orang dewasa, sementara sebanyak dua dari tiga perempuan Indonesia termasuk di antara mereka yang menganggur. Di lain sisi, sehubungan dengan tingkat pelatihan, hanya sekitar 8% dari perusahaan yang ada di Indonesia yang benar-benar memberikan pelatihan untuk karyawan mereka, padahal pemerintah telah memberikan insentif pajak berupa pengurangan hingga Rp300 juta ( super deduction ) bagi perusahaan yang memberikan pelatihan bagi karyawannya. Dari segi pembangunan pendidikan, meskipun telah ada upaya pemerintah untuk melakukan perbaikan mendasar, namun outcome dari upaya ini masih belum optimal. Pencapaian rata-rata pengetahuan siswa dengan lama pendidikan 12 tahun sebenarnya hanya sama dengan 7,9 tahun mengenyam pendidikan. Hal ini menunjukkan ketidakefektifan dalam proses pembelajaran, baik dari sisi kurikulum dan kapasitas guru, dan/ atau terbatasnya fasilitas pendidikan yang ada. Beberapa ide muncul sebagai solusi dari tantangan dimaksud, salah satunya dengan mengembangkan dan memperluas industri pendidikan anak usia dini. Hal ini dianggap mendesak karena sebuah penelitian menunjukkan bahwa return pendidikan satu tahun pada anak usia dini lebih besar daripada return pendidikan pada perguruan tinggi dengan durasi yang sama. Sayangnya, hanya sekitar 1% anak Indonesia yang saat ini dapat menikmati pendidikan anak usia dini. Dari segi kualitas kesehatan, 27% anak Indonesia masih mengalami hambatan pertumbuhan ( stunting ) sehingga Indonesia berada pada peringkat stunting ke-5 di dunia. Sementara itu, dari 74% wanita Indonesia yang telah mendapat pemeriksaan kehamilan, hanya 37% yang mampu memberikan ASI dan hanya 58% yang telah menerima suntikan imunisasi untuk bayinya. Oleh sebab itu, efektivitas sistem perlindungan kesehatan nasional harus ditingkatkan, antara lain melalui pembetulan alokasi subsidi, mengingat saat ini sebanyak 40% rumah tangga kelas menengah masih menerima subsidi pemerintah, dan peningkatan kepatuhan pembayaran iuran jaminan sosial kesehatan. Pada akhirnya, meskipun kombinasi dari tantangan pembangunan, demokrasi, dan desentralisasi cenderung memperumit masalah dan penanganannya, namun pemerintah harus mampu merancang kebijakan yang tidak hanya layak berdasarkan standar yang diterima, tetapi juga sesuai untuk Indonesia yang kaya akan keberagaman. Pemerintah harus dapat mengimplementasikan kebijakan yang memastikan keberlanjutan dan produktivitas pembiayaan pembangunan, meskipun setiap kebijakan yang diambil tidak akan bisa menyenangkan semua pihak. 41 MEDIAKEUANGAN 40 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Opini MENJADI CALON SOSIALITA, Memakmurkan Indonesia *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. Teks Bramantya Saputro Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI MEDIAKEUANGAN 40
Badan Kebijakan Fiskal
Relevan terhadap
Fokus penyaluran Pembiayaan UMi didesain melalui lembaga penyalur bukan bank, antara lain melalui koperasi dan lembaga keuangan mikro (LKM) serta BUMN di bidang pembiayaan. Dengan skema tersebut diharapkan Usaha Mikro yang selama ini belum memperoleh fasilitas Kredit Program dapat menikmati fasilitas tersebut. Pemerintah berharap, adanya Kredit Program untuk Usaha Mikro akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan penurunan kemiskinan serta perluasan kesempatan kerja. Pemberian fasilitas yang dilakukan melaui sektor finansial, dengan memberikan pendanaan kepada perbankan serta dukungan kepada lembaga penjaminan, diharapkan akan berdampak pada penurunan angka kemiskinan. Harapan pemerintah tersebut sangat relevan dengan hasil kajian yang telah dilakukan oleh Beck dkk (2004) dan Claessen dan Feijen (2007) yang menegaskan adanya keterkaitan antara penguatan pada sektor keuangan dan penurunan angka kemiskinan. Dari sisi kinerja, sejak pertama kali diluncurkan pada tahun 2017, Penyaluran Pembiayaan UMi telah berjalan sesuai dengan yang diharapkan Pemerintah. Sampai dengan periode akhir 2020, Pusat Investasi Pemerintah telah menggulirkan dana UMi senilai lebih dari delapan triliun Rupiah kepada lebih dari dua juta debitur. Dengan menggandeng lembaga keuangan BUMN non Bank, yaitu PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) (PNM) cakupan wilayah yang dilayaninya pun telah mencapai lebih dari 460 kabupaten/kota yang ada di seluruh Indonesia. Saat ini, bahkan berkembang rencana kebijakan dibentuknya holding BUMN Ultra Mikro guna meningkatkan layanan akses pembiayaan kepada Usaha Mikro. Terdapat tiga BUMN yang telah berperan aktif dalam melayani penyaluran kredit program, yaitu BRI sebagai penyalur KUR, dan Pegadaian serta PNM sebagai penyalur Pembiayaan Ultra Mikro. Walaupun ketiganya memiliki model bisnis yang berbeda, tetapi untuk pembiayaan di bawah Rp10juta (Ultra Mikro) ketiganya memiliki kesamaan segmen. Oleh karena itu, berkembang rencana dilakukannya sinergi bisnis antara BRI, PNM, dan Pegadaian dalam rangka pengembangan pembiayaan bagi pelaku usaha Usaha Mikro. Melalui sinergi yang kuat, biaya pembiayaan bagi Usaha Mikro diharapkan akan semakin terjangkau dan meluas pemberiannya. Peran pembiayaan Ultra Mikro sebagai bagian dari Kredit Program semakin lama semakin berkembang. Dinamika ini tentu saja perlu mendapat perhatian agar dalam perkembangannya tidak terjadi distorsi dari tujuan semula digagasnya program tersebut. Untuk membantu memahami berbagai kemungkinan arah pengembangan program tersebut di masa depan, diperlukan pemahaman tentang latar belakang dan berbagai kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerintah dalam membantu usaha mikro dari sebelum hingga setelah adanya Pembiayaan UMi. Era Sebelum Lahirnya Pembiayaan Ultra Mikro Pemerintah telah banyak melakukan upaya dalam membantu UMKM dari sisi permodalan melalui Kredit Program, salah satunya adalah Kredit Usaha Tani (KUT) dan KUR. Selain itu, terdapat lima jenis kredit program lainnya yang telah dijalankan Pemerintah, yaitu: • Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) • Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) • Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias (KPP NAD-Nias) untuk Korban Bencana Alam Gempa dan Tsunami • Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) • Kredit Skema Subsidi Resi Gudang (S-SRG) Namun secara Umum, hanya program KUR yang berkebang dan terus dilanjutkan oleh Pemerintah. Program KUR sendiri dalam implementasinya telah mengalami beberapa kali perubahan skema, yaitu: Skema KUR Penjaminan (2007 – 2014) . Pertama kali Pemerintah meluncurkan kebijakan KUR dilakukan pada tahun 2007. Pada saat itu, skema KUR yang digunakan adalah subsidi imbal jasa penjaminan. Dalam skema ini, perbankan sebagai penyalur KUR menyediakan dana untuk membiayai permodalan UMKM yang telah memenuhi syarat. Selanjutnya, Pemerintah
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Laporan Utama PENAWAR LARA ITU BERNAMA BLT DESA Teks Yani Kurnia Astuti Persebaran kasus COVID-19 terjadi begitu masif di perkotaan. Namun, guncangan ekonomi dan sosial akibat diberlakukannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) guna mengendalikan wabah, tak ayal terasa juga hingga ke desa- desa. Akibatnya, masyarakat desa menjadi salah satu kelompok rentan yang berisiko kehilangan penghasilan, bahkan mata pencaharian. Potensi melonjaknya jumlah penduduk miskin akibat fenomena ini, jadi perhatian serius bagi pemerintah guna menemukan jalan keluar. Lindungan di Tengah Pagebluk G airah Roni tak seriuh desir angin yang menyibak dedaunan di tepian pantai. Riak tenang ombak air laut, rupanya tak mampu mendamaikan keresahan hatinya ihwal kapan ia bisa kembali mengembangkan layar kapalnya, untuk menangkap ikan. Alih-alih mencicipi berkah tingginya harga jual ikan di awal musim, Roni justru harus memutar otak, sekadar untuk beroleh harga impas ganti solar kapalnya. Sejak pagebluk COVID-19, hasil tangkapan ikannya hanya dihargai sekenanya, imbas turunnya permintaan dari kota. Ikan tenggiri, misalnya, terpaksa diobral seharga Rp15.000 per kilo. Padahal, pada kondisi normal, harganya bisa mencapai Rp40.000 per kilo. Malangnya lagi, selain anak istri yang perlu dihidupi, pria berperawakan kurus ini masih harus merawat sang ayah yang mengidap penyakit asma. ”Kerja sudah tidak bisa, ke kebun juga tak bisa, apalagi ke laut”, ujar Roni sendu dengan dialek khas daerah setempat. Pulau kecil yang terdiri dari empat dusun, tempat Roni tinggal, memang dikenal sebagai pemasok ikan. Itu sebabnya, sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Beruntung, pria bernama lengkap Ahmad Roni ini adalah salah satu penduduk yang keluarganya masuk ke dalam daftar Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa Pongok, Kecamatan Lepar Pongok, Bangka Selatan. Sebelum menerima BLT Desa, Roni mengaku tak pernah mendapat bantuan apapun dari pemerintah, baik pusat maupun daerah. Setelah pengurus desa mendatangi rumahnya untuk menyalurkan bantuan uang tunai tersebut, Roni dan keluarganya bisa sedikit bernapas lega di tengah kesulitan ekonomi akibat pandemi. “Makin gak ada kerjaan (karena COVID-19), bagi para perangkat desa untuk mengusulkan daftar nama penerima BLT Desa. Dengan demikian, tidak terjadi tumpang tindih dengan bantuan lainnya, sehingga BLT Desa betul-betul ampuh sebagai penawar lara bagi masyarakat desa terdampak pandemi COVID-19. Tak hanya itu, proses pengusulan data penerima BLT juga telah melalui proses musyawarah desa yang dihadiri Kepala Desa, pengurus desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan pendamping desa. Faktanya, beberapa desa juga menggandeng sejumlah relawan untuk membantu proses pendataan calon KPM, seperti yang dilakukan Aris Widijono, Kepala Desa Kemujan, Adimulyo Kebumen, Jawa Tengah. “Yang terlibat dalam relawan adalah ketua RT, ketua RW, BPD, perangkat desa, ada LMD (Lembaga Mediasi Desa), dan juga tokoh masyarakat yang bergabung di tim data”, Aris menyebutkan. Sebagai dasar penentuan KPM BLT Desa, Kepala Desa Kemujan, Jawa tengah beserta tim juga mempertimbangkan data penerima bantuan sembako regular, maupun sembako perluasan. Tujuannya, agar penerima tidak menerima dobel bantuan. Namun, pria berkaca mata ini juga mengeluhkan perbedaan waktu antara bantuan pemerintah satu dengan yang lainnya. Akibatnya, penyaluran BLT Desa di wilayahnya perlu menunggu cairnya bantuan lain, agar distribusi bantuan bisa dilakukan bersamaan dan menghindari komplain dari warga desa. “Waktu kemarin menyesuaikan (dengan waktu) bantuan lain yang belum cair, sehingga kita pencairan itu agak sedikit di belakang, di akhir bulan”, ungkap pria asli Kebumen ini . Melengkapi Bantuan Lain Bayang-bayang akan penurunan pendapatan serta lesunya ekonomi akibat wabah, tak ayal meningkatkan risiko semakin banyaknya masyarakat miskin. Untuk itu, pemerintah pusat maupun daerah bekerja sama dalam menyiapkan jaring pengaman sosial. Beberapa program telah diluncurkan lebih dulu, antara lain Program Keluarga Harapan, Kartu Pra Kerja, bantuan sembako, bansos tunai, dan subsidi listrik. Oleh sebab itu, kehadiran BLT Desa semakin melengkapi cakupan penerima bantuan. I Dewa Ketut Suagiman, Kepala Desa Batuaji, Tabanan, Bali menyebutkan dengan adanya BLT Desa, warga yang menerima bantuan menjadi lebih banyak, mengingat tak semua usulan tertampung di daftar penerima bantuan dari Kementerian Sosial. “Data valid yang keluar dari Kemensos sebanyak 244 Kepala Keluarga (KK), sementara saya ajukan 290 KK. Dengan adanya BLT Desa bisa nambah 5 KK (penerima bantuan), jadi bisa ter- back up ”, terangnya. Hal senada diungkapkan Aris. Dia menuturkan, BLT Desa dapat menambah jangkauan penerima bantuan. “Jadi, untuk BLT desa itu kan kemarin rencana untuk sapu bersih ya bahasanya”, terang Kepala Desa yang sudah dua periode dipercaya untuk memimpin Desa Kemujan, Jawa Tengah ini. Pada akhirnya, BLT Desa diharapkan mampu menjadi bantalan ekonomi dan sosial, khususnya bagi masyarakat di pedesaan selama masa pandemi ini. cuma ada BLT kami jadi terbantu”, ujarnya. Roni merinci, hingga saat ini, ia telah dua kali menerima BLT Desa dengan besaran bantuan masing-masing Rp600.000. Uang tersebut telah ia gunakan untuk membeli bahan pokok kebutuhan sehari-hari, bahkan juga ia sisihkan guna menebus obat asma untuk sang ayah. Lindungan sosial ini, tak hanya dirasakan penduduk di kepualuan Bangka Belitung. BLT Desa yang dikucurkan dari anggaran Dana Desa ini, setidaknya telah menjangkau lebih dari 5 juta KPM di seluruh wilayah Indonesia. Termasuk Maryono, penduduk yang tinggal di dusun Niron, Pandowoharjo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai buruh lepas di toko mebel ini, telah menerima BLT Desa sebanyak dua kali secara tunai. Sedikit berbeda dengan Roni, Maryono mendapat undangan dari kelurahan setempat untuk memperoleh bantuan dengan besaran Rp600.000. Bantuan tersebut harus ia ambil sendiri di kantor kelurahan sesuai jadwal yang tertera dalam surat. Tak Boleh Tumpang Tindih Efektivitas penyaluran BLT Desa tak lepas dari kesigapan juga kejelian para perangkat desa. Agar tepat sasaran dan sesuai tujuan, sejumlah kriteria yang perlu dipenuhi sebagai penerima BLT Desa dipublikasikan secara terbuka oleh pemerintah. Kriteria ini menjadi pedoman Efektivitas penyaluran BLT Desa tak lepas dari kesigapan dan kejelian para perangkat desa agar tepat sasaran dan sesuai tujuan penyaluran. Foto Dok. Desa Kemujan, Kebumen
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Laporan Utama Teks CS. Purwowidhu ‘WHATEVER IT TAKES’ P ola permintaan ( demand ) dan penawaran ( supply ) di seluruh dunia berubah akibat COVID-19 yang secara alamiah membentuk kebiasaan baru dalam perekonomian. Menyikapi kondisi ini pemerintah telah menyusun beragam program yang menyasar pemulihan ekonomi, baik di sisi demand maupun supply . Pemerintah pun telah merevisi APBN 2020 untuk mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dalam revisi baru, pemerintah memperluas defisit anggaran menjadi 6,34 persen dari PDB. Simak petikan wawancara Media Keuangan dengan Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Nathan Kacaribu, mengenai upaya pemulihan ekonomi nasional. Apa tujuan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)? Program PEN ini ditujukan untuk membantu meningkatkan daya beli masyarakat serta memulihkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Kita mulai dari rumah tangga masyarakat yang paling rentan, lalu ke sektor usaha, lagi-lagi kita lihat yang paling rentan yaitu UMi dan UMKM. Lalu dengan logika yang sama kita menciptakan kredit modal kerja untuk korporasi. Kita juga akan berikan special tretament untuk sektor pariwisata, perdagangan, dan pabrik-pabrik padat Salah satu yang juga sedang didorong dan cukup efektif adalah bentuk penjaminan kredit modal kerja dan dipasangkan dengan penempatan dana murah di perbankan. Nah, ini sudah jalan tiga minggu, pemerintah menempatkan Rp30 triliun di Bank Himbara lalu didorong dengan penjaminan itu kemudian sekarang sudah tercipta lebih dari Rp20 triliun kredit modal kerja baru. Untuk insentif perpajakan masih belum optimal karena wajib pajak yang berhak untuk memanfaatkan insentif tidak mengajukan permohonan dan perlunya sosialisasi yang lebih masif dengan melibatkan stakeholders terkait. Merespon hal ini, kita melakukan simplifikasi prosedur agar lebih mudah dijalankan oleh calon beneficiary. Upaya apa yang dilakukan untuk perbaikan program PEN? Setiap kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan dalam rangka program PEN, termasuk monitoring dan evaluasi yang kita lakukan setiap minggu akan mengikuti kondisi perekonomian saat ini. Semua program kita evaluasi, mana yang jalan dan mana yang kurang. Yang kurang efektif siap-siap untuk dicarikan cara yang lebih cepat atau diganti programnya dan sebagainya supaya bisa diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sampai kapan program PEN dilangsungkan? Pemerintah akan meneruskan kebijakan yang bersifat preventif dan adaptif dengan perkembangan kasus dan dampak dari COVID -19. Meski tanda-tanda pemulihan ekonomi mulai terlihat namun pemulihan pasti terjadi perlahan-lahan. Karena selama belum ditemukan obat atau vaksin yang efektif tentunya kita masih dihadapkan dengan risiko inheren. Nah, risiko ini yang terus kita asess . Yang pasti, tujuan pemerintah adalah terus membantu masyarakat yang terdampak COVID-19. Bagaimana mitigasi risiko dalam upaya pemulihan ekonomi? Saat ini kita dalam suasana krisis dan kita ingin mendorong perekonomian agar pulih sesegera mungkin. Risiko ekonomi yang lebih besar adalah resesi. Untuk itu jangan sampai kita gagal menstimulasi ekonomi, padahal kita memang sudah ada budget nya. Itu yang menjadi tantangan dan menjadi cambuk bagi kita pemerintah setiap hari, supaya kita bisa lebih efektif. Pemerintah melakukan apa yang bisa dilakukan untuk mendorong pemulihan aktivitas ekonomi. Kita tidak mau resesi, kita tidak mau jumlah pengangguran dan orang miskin bertambah. Pemerintah siap memberikan support supaya momentum pemulihan ini semakin besar meskipun risikonya juga masih ada. Yang terpenting tata kelolanya baik dan risiko dihitung dengan baik. Semuanya di well measured, kita tahu risikonya, kita bandingkan dengan risiko yang lebih besar, kita pilih kebijakan yang me minimize dampak yang paling berat bagi perekonomian dan masyarakat kita secara keseluruhan. Penambahan anggaran PEN menjadi Rp695,2 triliun diikuti dengan pelebaran defisit 6,34 persen saat ini. Bagaimana posisi fiskal dalam kondisi tersebut? Kita punya ruang untuk bergerak secara fiskal karena selama ini kita melakukan kebijakan makro yang hati-hati dan prudent. Karena kita sudah melakukan disiplin fiskal yang cukup ketat selama bertahun-tahun, sehingga rasio utang kita rendah maka itu membuat kita punya ruang untuk melakukan pelebaran defisit sampai tiga tahun. Negara lain tidak banyak yang punya privilege itu, bahkan tahun ini banyak yang defisitnya double digit. Saat ini defisit kita 6,34 persen, tahun depan kita akan turun ke sekitar 4,7 persen, tahun depannya lagi akan turun ke tiga koma sekian. Tahun 2023 kita tetap commited untuk balik ke disiplin fiskal sebelumnya di bawah 3 persen. Apa prinsip utama dalam mengambil kebijakan fiskal di tengah ketidakpastian waktu berakhirnya krisis pandemi ini? “Whatever it takes ”(apapun yang diperlukan), itu sudah pasti menjadi prinsip utama, tapi dalam konteks kita mau melindungi masyarakat sebanyak-banyaknya. Kita berupaya agar pengangguran dan kemiskinan tidak bertambah banyak. Bagaimana memberikan kebijakan yang benar- benar bisa berdampak kepada masyarakat, itu fokus kita. Prinsip lainnya tepat sasaran, akseleratif, gotong royong, seperti kebijakan burden sharing yang pemerintah lakukan dengan BI. Dan yang harus selalu diingat adalah untuk menghindari moral hazard . Pemerintah juga bekerja sama dengan aparat penegak hukum (Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK) untuk memastikan proses pembuatan kebijakan, serta pengawalan dalam implementasi program PEN ini sesuai dengan aturan yang berlaku. Bagaimana pendapat Bapak terhadap pembentukan Komite Penanganan COVID-19 dan PEN? Saya pikir itu sangat bagus untuk koordinasi. PEN ini kan melibatkan banyak K/L misalnya untuk Kesehatan, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) nya Kementerian Kesehatan, subsidi bunga untuk KUR dan non-KUR ada di Kementerian Koperasi, penjaminan KPA-nya Kementerian BUMN, dsb. Di samping itu, penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi ini harus dilihat sebagai satu big picture . Harus ada pertimbangan yang serius dan seimbang antara risiko kesehatan dengan risiko resesi ekonomi. Semua ini kan perlu diorkestrasi dengan baik. Tugas koordinator untuk bisa membuat ini lebih terintegrasi. Apa harapan Bapak terhadap masyarakat maupun pemerintah dalam kaitannya dengan kebijakan PEN? Saya pikir ini memang tanggung jawab dari kita semua karena ekonomi ini sebenarnya hanya satu aspek dari kehidupan bangsa ini. Kehidupan di balik angka-angka itu lebih penting. Kalau aktivitas ekonominya jalan tapi kita tidak disiplin mengikuti protokol kesehatan ya risikonya terlalu besar. Intinya ini benar-benar memang harus kombinasi dari disiplin masyarakat dan kebijakan yang benar dan efektif. Keduanya harus jalan bersama dengan seimbang. karya yang kita asess terdampak sangat dalam dan cukup lama. Jadi semua ini bertahap kita asess secara well measure . Pelan-pelan kita mulai dorong aktivitas perekonomian. Dengan adanya program PEN diharapkan kontraksi pertumbuhan ekonomi akibat krisis pandemi dan pembatasan aktivitas tidak terlalu dalam. Bagaimana efektivitas program PEN sejauh ini? Sejauh ini di sisi rumah tangga yakni perlindungan sosial relatif paling efektif. Namun di sisi lain memang masih cukup menantang. Untuk kesehatan, penyerapannya masih rendah karena kendala pada pelaksanaan di lapangan seperti keterlambatan klaim biaya perawatan dan insentif tenaga kesehatan karena kendala administrasi dan verifikasi yang rigid . Tapi bulan Juli ini sudah dipercepat dengan adanya revisi KepMenkes. Selanjutnya, dukungan untuk UMKM sudah mulai berjalan, khususnya subsidi bunga untuk KUR. Ini memang cukup menantang karena melibatkan puluhan bank dan lembaga keuangan yang kapasitas teknologi pengolahan datanya tidak sama. Febrio Nathan Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Foto Dok. BKF