Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang ...
Tata Cara Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, dan Rekening Pembangunan Daerah pad ...
Relevan terhadap
PDAM mengajukan permohonan penyelesaian Piutang Negara kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan tembusan kepada gubernur/bupati/walikota dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pengajuan permohonan penyelesaian Piutang Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit melampirkan dokumen sebagai berikut:
laporan keuangan yang telah diaudit 1 (satu) tahun terakhir;
laporan evaluasi kinerja dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan pada 1 (satu) tahun terakhir;
rencana kerja dan anggaran perusahaan tahun berjalan; dan
surat pernyataan kesanggupan gubernur/bupati/walikota yang berisi kesediaan pemda untuk membantu penyelesaian kewajiban pinjaman PDAM sebagaimana contoh tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BUMD selain PDAM mengajukan permohonan penyelesaian Piutang Negara kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan tembusan kepada gubernur/bupati/walikota dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pengajuan permohonan penyelesaian Piutang Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit melampirkan dokumen pendukung sebagai berikut:
laporan keuangan yang telah diaudit 1 (satu) tahun terakhir;
laporan evaluasi kinerja dari Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan pada 1 (satu) tahun terakhir;
rencana kerja dan anggaran perusahaan tahun berjalan; dan
surat pernyataan kesanggupan gubernur/bupati/walikota yang berisi kesediaan Pemda untuk membantu penyelesaian kewajiban pinjaman BUMD selain PDAM sebagaimana contoh tercantum pada Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Penggunaan Fitur Perekaman Billing pada Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Aset Negara
Relevan terhadap
MANUAL PEREKAMAN BILLING APLIKASI SIMAN MODUL WASDAL A. DEFINISI Perekaman billing merupakan salah satu fitur pada Aplikasi SIMAN modul Pengawasan dan Pengendalian yang digunakan sebagai alat bantu bagi satuan kerja (satker) Kementerian/Lembaga (K/L) untuk membuat dan mencetak billing penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) baik yang memiliki maupun tidak memiliki Surat Keputusan/Persetujuan Pengelolaan BMN yang diterbitkan oleh Pengguna Barang/Pengelola Barang serta sebagai alat monitoring bagi Pengguna Barang/Pengelola Barang untuk mengetahui realisasi PNBP dari setiap BMN yang dimanfaatkan. Tujuan fitur Perekaman Billing : 1. Untuk memperoleh kepastian penyetoran PNBP atas Surat Keputusan/Persetujuan Pengelolaan BMN yang telah diterbitkan, terutama terkait persetujuan Penggunaan, Pemindahtanganan dan Pemanfaatan BMN. 2. Akuntabilitas seluruh data transaksi penyetoran PNBP atas Pengelolaan BMN. 3. Untuk memperoleh kesatuan database dan informasi PNBP atas Pengelolaan BMN. 4. Untuk mengukur potensi BMN yang dilakukan pemanfaatan. Fitur Perekaman Billing mengakomodir pembuatan dan pencetakan billing untuk jenis Pengelolaan BMN: 1. Pemanfaatan BMN : a) Kerja Sama Pemanfaatan BMN b) Sewa BMN c) Bangun Serah Guna (BSG) dan Bangun Guna Serah (BGS) BMN d) Pemanfaatan BMN Lainnya 2. Pemindahtanganan BMN : a) Tukar Menukar BMN b) Penjualan BMN ` c) Pemindahtanganan BMN Lainnya Kode Mata Anggaran Penerimaan pada fitur perekaman billing, yaitu : No Akun Penjelasan I 42512 Pendapatan dari pemindahtanganan BMN 1 425121 Pendapatan dari Penjualan Tanah, Gedung dan Bangunan Digunakan untuk mencatat pendapatan dari penjualan Tanah, Gedung, dan Bangunan, tidak termasuk penjualan sewa beli rumah negara, merupakan penerimaan umum yang (bisa) ada di semua Kementerian/Lembaga (K/L). 2 425122 Pendapatan dari Penjualan Peralatan dan Mesin Digunakan untuk mencatat pendapatan dari penjualan Peralatan dan Mesin, merupakan penerimaan umum yang (bisa) ada di semua Kementerian/Lembaga (K/L).
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangann Nomor 111/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemindahtanganan Barang Milik Negara ...
Relevan terhadap
Penjualan BMN berupa tanah kavling yang menurut perencanaan awal pengadaannya digunakan untuk pembangunan perumahan pegawai negeri dilakukan dengan persyaratan:
pengajuan permohonan Penjualan disertai dengan:
bukti perencanaan awal antara lain Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL), Kerangka Acuan Kerja, Petunjuk Operasional Kegiatan, atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), yang menyatakan bahwa tanah tersebut akan digunakan untuk pembangunan perumahan pegawai negeri;
rekomendasi dari hasil reviu aparat pengawasan intern pemerintah; dan
surat pernyataan yang memuat kebenaran formil dan materiil atas BMN yang diusulkan untuk dijual.
Penjualan dilaksanakan kepada masing-masing pegawai negeri yang ditetapkan oleh Pengguna Barang;
pembayaran hasil Penjualan dilaksanakan secara tunai yang seluruhnya disetor ke kas negara;
nilai jual tanah kavling didasarkan pada nilai wajar;
luas tanah kavling ditetapkan oleh Pengguna Barang dengan mengikuti luas tanah sesuai ketentuan peraturan rumah negara;
Penjualan dilaksanakan kepada pegawai negeri yang belum pernah membeli tanah kavling atau rumah negara;
Penjualan dilaksanakan secara langsung antara Pengguna Barang dengan pegawai negeri calon pembeli di hadapan pejabat pembuat akta tanah; dan
segala biaya yang timbul akibat Penjualan tanah kavling dibebankan kepada pegawai negeri calon pembeli.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 26 diubah sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut:
Penyertaan Modal Pemerintah Pusat yang berasal dari BMN berupa tanah dan/atau bangunan dan/atau selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dijadikan sebagai Penyertaan Modal Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (2) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
Pengguna Barang melakukan persiapan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat meliputi tetapi tidak terbatas pada:
menyiapkan kelengkapan data administratif, antara lain: a) dokumen penganggaran berupa Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL), Kerangka Acuan Kerja, Petunjuk Operasional Kegiatan, atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA); b) Berita Acara Serah Terima Operasional (BASTO), dalam hal BMN telah diserahkan untuk dioperasionalkan oleh calon penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat, yang paling sedikit memuat jenis BMN, hak dan kewajiban calon penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat, dan kewajiban pencatatan BMN; c) daftar BMN yang diusulkan, paling sedikit memuat data mengenai jenis, jumlah, kondisi, dan nilai realisasi anggaran; d) selain data sebagaimana dimaksud pada huruf c):
dalam hal BMN yang diusulkan berupa tanah, daftar BMN yang diusulkan dilengkapi dengan data meliputi tetapi tidak terbatas pada status dan bukti kepemilikan, lokasi, dan luas; dan/atau
dalam hal BMN yang diusulkan berupa bangunan, daftar BMN yang diusulkan dilengkapi dengan data meliputi tetapi tidak terbatas pada luas, jumlah lantai, lokasi, tanggal perolehan, dan dokumen pendukung seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG); e) dokumen pembahasan perencanaan pengadaan BMN bersama dengan BUMN, BUMD, atau badan hukum lainnya yang dimiliki oleh negara, yang merupakan calon penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat; f) dokumen penugasan pemerintah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden; dan g) hasil reviu aparat pengawasan intern pemerintah atas nilai realisasi anggaran pengadaan BMN yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk menjadi Penyertaan Modal Pemerintah Pusat; dan
menyiapkan kajian yang meliputi latar belakang, pertimbangan, dan tujuan pemberian Penyertaan Modal Pemerintah Pusat berupa BMN dikaitkan dengan penugasan pemerintah;
Pengguna Barang mengajukan permohonan persetujuan kepada Pengelola Barang yang memuat penjelasan dan pertimbangan mengenai permohonan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dengan disertai:
kelengkapan data administratif sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1;
hasil kajian Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2; dan
surat pernyataan kesediaan yang ditandatangani oleh pimpinan calon penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat untuk menerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat yang berasal dari BMN;
Pengelola Barang melakukan penelitian atas permohonan Pengguna Barang untuk menentukan kesesuaian antara permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf b, dengan pertimbangan dan tujuan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat, serta adanya penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99;
dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf b memenuhi persyaratan, Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan Pemindahtanganan BMN menjadi Penyertaan Modal Pemerintah Pusat kepada Pengguna Barang;
Pengelola Barang menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah mengenai Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dengan nilai Penyertaan Modal Pemerintah Pusat berdasarkan surat persetujuan Pengelola Barang dan melakukan pembahasan dengan melibatkan instansi terkait;
Pengelola Barang mengajukan rancangan Peraturan Pemerintah mengenai Penyertaan Modal Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada huruf e kepada Presiden untuk ditetapkan;
berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai penetapan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat, Pengguna Barang melakukan serah terima dengan penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah Peraturan Pemerintah tersebut diundangkan, yang dituangkan dalam berita acara serah terima; dan
setelah serah terima sebagaimana dimaksud pada huruf g, Pengguna Barang melakukan Penghapusan BMN yang telah dijadikan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dari Daftar Barang Pengguna dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penghapusan BMN.
Pendanaan dan Pengelolaan Anggaran dalam rangka Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara serta Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusan ...
Relevan terhadap 4 lainnya
Pendanaan yang bersumber dari APBN dan sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan dengan:
memperhatikan kesinambungan fiskal; dan
berdasarkan pada Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. Bagian Ketiga Program Prioritas Nasional Pasal 7 (1) Persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota ditetapkan dalam Rencana Induk Ibu Kota Nusantara. (2) Pendanaan pengadaan tanah untuk persiapan dan pembangunan di Ibu Kota Nusantara dapat dilakukan oleh satuan kerja di lingkungan Kementerian yang Negara ditetapkan sebagai program prioritas nasional paling singkat 10 (sepuluh) tahun dalam rencana kerja pemerintah sejak tahun 2022 atau paling singkat sampai dengan selesainya tahap 3 (tiga) penahapan Ibu Kota Nusantara sebagaimana urusan pemerintahan di bidang keuangan negara yang melaksanakan tugas dan fungsi manajemen aset negara strategis nasional. yang berkaitan dengan proyek Bagran KeemPat Penerimaan Negara Bukan Pajak Pasal 8 (U Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan, Otorita Ibu Kota Nusantara dapat memungut penerimaan negara bukan pajak. (21 Ketentuan mengenai penetapan jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak, perencanazrn, pelaksanaan, pertanggungiawaban, pengawasan dan pemeriksaan penerimaan negara bukan pajak mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penerimaan negara bukan pajak sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah ini. (3) Pelaksanaan penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) metiputi:
penentuan penerimaan negara bukan pajak terutang;
pemungutan penerimaan negara bukan pajak;
pembayaran dan penyetoran penerimaan negara bukan pajak;
pengelolaan piutang penerimaan negara bukan pajak;
penetapan dan penagihan penerimaan negara bukan pajak terutang;
penggunaan dana penerimaan negara bukan pajak; dan C. ^penetapan keberatan, keringanan, dan pengembalian penerimaan negara bukan pajak. (4) Persetqiuan penggunaan dana penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f dapat diberikan sampai dengan sebesar looyo (seratus persen) dari penerimaan negara bukan pajak yang diterima. (5) Dalam hal terdapat penerimaan negara bukan pajak yang belum digunakan, penerimaan negara bukan pajak dimaksud dapat digunakan pada tahun anggaran berikutnya mengikuti mekanisme APBN. (6) Pengawasan penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri dan organ Otorita lbu Kota Nusantara yang menjalankan fungsi sebagai aparat pengawas internal. l7l ^Dalam rangka pelaksanaan penerimaan ^negara ^bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Otorita Ibu Kota Nusantara dapat menunjuk dan/atau bekerja sama dengan mitra instansi pengelola penerimaan negara bukan pajak. (8) Pengawasan penerimaan negara bukan pajak Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan terhadap pengelolaan penerimaan negara bukan pajak yang dilakukan oleh instansi pengelola penerimaan negara bukan pajak, mitra instansi pengelola penerimaan negara bukan pajak Ibu Kota Nusantara, dan/atau wajib bayar. (9) Menteri dan organ Otorita Ibu Kota Nusantara yang menjalankan fungsi sebagai aparat pengawas internal sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat melibatkan pihak lain dalam melakukan pengawasan penerimaan negara bukan pajak Ibu Kota Nusantara. (10) Ketentuan teknis mengenai pengelolaan penerimaan negara bukan pajak diatur lebih lanjut oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara setelah mendapat pertimbangan dari Menteri. Bagran Kelima Pembiayaan Proyek/ Kegiatan Melalui Penerbitan SBSN Paragraf I Pengaturan Umum Terkait SBSN Proyek untuk Kementerian/ Lembaga Termasuk Otorita Ibu Kota Nusantara Pasal 9 (1) Pemerintah dapat belanja Kementerian/Lembaga atau Otorita Ibu Kota Nusantara untuk pembiayaan proyek/kegiatan APBN yang bersumber dari penerbitan SBSN. (21 Alokasi belaqia Kementerian/Lembaga untuk pembiayaan proyek/kegiatan APBN yang bersumber dari penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (l) termasuk dalam rangka pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus lbu Kota Nusantara. (3) Proses pengusulan, pengalokasian, dan pelaksanaan anggaran proyek/kegiatan APBN yang bersumber dari penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembiayaan proyek melalui penerbitan SBSN. Paragral 2 Pengaturan untuk Pengalokasian Proyek/Kegiatan SBSN Baru di Tahun Berjalan Pasal 10 (l) Pengalokasian belanja Kementerian/Lembaga atau Otorita Ibu Kota Nusantara untuk pendanaan proyek/kegiatan APBN yang bersumber dari penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dalam hal untuk proyek/kegiatan baru di tahun anggaran berjalan, dapat dilakukan melalui:
pemanfaatan sisa dana SBSN dan/atau sisa kontraktual SBSN pada Kementerian/Lembaga bersangkutan atau Otorita Ibu Kota Nusantara, tanpa menambah total alokasi SBSN pada tahun anggaran berjalan;
pelaksanaan sebagian alokasi belanja SBSN pada Kementerian/ Lembaga bersangkutan atau Otorita Ibu Kota Nusantara di tahun anggaran berjalan ke tahun anggaran berikutnya, tanpa menambah total alokasi SBSN pada tahun anggaran berjalan; dan/atau
pelal(sanaan sebagran alokasi belaqia rupiah murni pada Kementerian/Lembaga bersangkutan atau Otorita Ibu Kota Nusantara. di tahun anggaran berjalan ke tahun anggaran berikutnya, untuk menambah alokasi SBSN pada Kementerian/ kmbaga bersangkutan atau Otorita Ibu Kota Nusantara pada tahun anggaran berjalan. (21 Proyek/kegiatan baru yang dapat diusulkan alokasinya pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
merupakan prioritas proyek sesuai arahan Presiden; dan/atau
diatur atau ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pelaksanaan belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dapat berupa penundaan atau perpanj angan waktu pelaksanaan proyek/ kegiatan pada Kementerian/Lembaga bersangkutan atau Otorita Ibu Kota Nusantara. (41 Pengalokasian belanja Kementerian/Lembaga atau Otorita Ibu Kota Nusantara untuk proyek/ kegiatan baru di tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan oleh Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara setelah perubahan daftar prioritas proyek SBSN untuk tahun anggaran berkenaan ditetapkan oleh menteri yang urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Dalam rangka pendanaan proyek/kegiatan baru di tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menyesuaikan nilai batas maksimal penerbitan SBSN untuk pembiayaan proyek pada tahun anggaran bersangkutan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penealokasian dan pelaksanaan anggaran proyek/kegiatan APBN yang bersumber dari SBSN termasuk dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf 3 Dukungan untuk Pengembangan Pembiayaan Kreatif (Creatiue Financhgl dalam Pembangunan Ibu Kota Negara Pasal l1 (1) Pendanaan APBN yang bersumber dari SBSN untuk perslap€u-r, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggarEran Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, dapat diintegrasikan dengan pendanaan daerah, badan usaha milik negara, swasta, KPBU IKN, dan/atau sumber dana lainnya. (21 Menteri dapat melakukan Penerusan SBSN kepada pemerintah daerah atau badan usaha milik negara, dalam rangka dukungan bagi pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. (3) Pengalokasian anggaran proyek/ kegiatan dalam ApBN untuk Penerusan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan oleh Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara setelah terlebih dahulu penilaian atas ke dan penetapan Kementerian yang urusan pemerintahan di bidang perencanaan nasional. siapan pelaksanaan proyek/kegiatan daftar prioritas proyek SBSN oleh (41 Penilaian atas kesiapan pelaksanaan proyek/kegiatan dalam rangka Penerusan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan berdasarkan penyampaian usulan proyek/ kegiatan oleh pemerintah daerah atau badan usaha milik negara kepada menteri ya.ng menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. (5) Dalam hal Penerusan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mekanisme investasi Pemerintah melalui badan usaha milik negara yang ditunjuk oleh Menteri, anggaran Bagian Keenam Skema Pendanaan Melalui Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Paragraf I Umum Pasal 12 (1) Dalam rangka persiapan, pembangunan, Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan sebagai64114 dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai investasi Pemerintah. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai integrasi SBSN dengan pendanaan daerah, badan usaha milik negara, swasta, KPBU IKN, dan/atau sumber dana lainnya sebagaimana dimalsud pada ayat (1) dan Penerusan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri. Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, pJpK dapat melakukan kerja sama dengan Badan Usaha dalam rangka Penyediaan Infrastruktur. (21 Kerja sama pemerintah dan Badan Usaha dalam rangka Penyediaan Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: I a. Skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
KPBU IKN berdasarkan ketentuan dan tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. (3) Penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilaksanakan dengan ketentuan:
Menteri, kepala Lembaga, dan/atau direksi badan usaha milik negara sebagai pJpK dapat menerapkan skema Kerja Sama ^pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a atau huruf b; dan
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai pJpK menerapkan skema KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
Pasal 86 Cukup ^jelas. Pasal 87 Cukup ^jelas. Pasal 88 Cukup ^jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 9O Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (1) Pemenuhan kriteria dalam hal pemenuhan persyaratan pengangkatan Bendahara Pengeluaran ditetapkan oleh Bendahara Umum Negara selaku ^pembina Nasional Jabatan Fungsional Bendahara. Ayat (21 Cukup ^jelas. Hurufd Cukup ^jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "pendapatan Ibu Kota Nusantara lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan" termasuk penerimaan negara bukan pajak. Ayat (21 Cukup ^jelas. Pasal 91 Sistem penerimaan negara diberlakukan oleh Menteri untuk menatausahakan seluruh transalsi penerimaan negara. Pasal 92 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "hibah yang direncanakan, adalah hibah yang dilalsanakan melalui mekanisme perencanaan. Huruf b Yang dimaksud dengan "hibah langsung" adalah hibah yang dilaksanakan tidak melalui mekanisme perencanaan, Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 93 Ayat Ayat Ayat Ayat Ayat (1) Cukup ^jelas. (21 Cukup ^jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas. (s) Dalam pelaksanaan pencairan dana penerimaan negara bukan pajak yang telah dihitung melalui Formula Maksimum Pencairan (MP) dimungkinkan terjadi sisa/sa1do dana penerimaan negara bukan pajak yang belum sempat dicairkan karena tahun anggaran bersangkutan telah berakhir dan sudah memasuki tahun anggaran berikutnya. Sisa/ saldo tersebut tetap dapat dicairkan namun menunggu daJtar isian pelaksanaEm anggaran tahun anggaran berikutnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 94 Cukup ^jelas. Pasal 95 Cukup ^jelas. Pasal 96 Pengendalian internal atas pelaksanaan dan pertanggunglawaban anggaran dilakukan oleh organ Otorita Ibu Kota Nusantara yang menjalankan fungsi sebagai aparat pengawas internal. Pasal Pasal 98 Cukup ^jelas. Pasal 99 Cukup ^jelas. Pasal 10O Cukup ^jelas. Pasal 1O1 Cukup ^jelas. Pasal 102 Cukup ^jelas. 97 Termasuk dalam pelaksanaan anggaran adalah pelaksanaan anggaran belanja yang antara lain meliputi:
Pelaksanaan Komitmen;
Penyelesaian Tagihan kepada Negara;
Penatausahaan Komitmen;
Penyelesaian atas Keterlanjuran Pembayaran; dan
Pembayaran Pengembalian Penerimaan. Yang dimaksud dengan ^uperaturan perundang-undangan mengenai pelaksanaan dan pertanggungiawaban APBN" termasuk ^peraturan perundang-undangan di bidang perbendaharaan yang antara lain mengatur mengenai tuntutan ganti kerugian negara dalam hal terjadi pelanggaran hukum atau kelalaian kewajiban baik secara langsung maupun tidak langsung yang menimbulkan kerugian ^terhadap keuangan negara. Ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata ^cara tuntutan ganti kerugian negara terhadap ^pegawai ^negeri ^bukan bendahara atau pejabat lain, diberlakukan secara mutatis ^mutandis terhadap subjek bukan ^pegawai negeri bukan bendahara ^atau pejabat lain yang melakukan pelanggaran hukum atau kelalaian ^kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ^ini. Pasal 1O3 Cukup ^jelas. Pasal lO4 Ayat (l) Huruf a Cukup ^jelas. Hurufb Penetapan Menteri/ Pimpinan Lembaga yang dapat menjadi Pengguna Barang untuk BMN yang berada pada Ibu Kota Nusantara dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi dilakukan secara selektif. Termasuk Lembaga dalam ketentuan ini adalah lembaga tinggi negara. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 105 Cukup ^jelas. Pasal 1O6 Cukup ^jelas. Pasal 1O7 Cukup ^jelas. Pasal lO8 Cukup ^jelas. Pasal 109 Cukup ^jelas. 29 Pasal 110 Cukup ^jelas. Pasal 1 1 I Cukup jelas. Pasal 112 Cukup ^jelas. Pasal 113 Cukup ^jelas. Pasal 114 Cukup ^jelas. Pasal 115 Cukup ^jelas. Pasal 116 Cukup jelas. Pasal 117 Cukup ^jelas. Pasal 118 Cukup jelas. Pasal 119 Cukup ^jelas. Pasal 12O Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Hurufa Cukup jelas. Huruf b Yang termasuk "BMN yang bersifat khusus" adalah barang-barang yang diatur secara khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf c Cukup ^jelas. Pasal 121 Ayat (i) Cukup jelas. Ayat (21 Huruf a Yang dimalsud dengan ^onilai limit" adalah harga minimal barang yang akan dilelang. Huruf b Cukup ^jelas. Pasal L22 Cukup jelas. Pasal 123 Cukup ^jelas. Pasal 124 Cukup ^jelas. Pasal 125 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "rumah negara" adalah BMN yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau hunian dan saiana pembinaan serta menunjang pelalsanaan tugas pejabat negara dan/atau aparatur sipil negara. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Hurufa Dalam hal Kementerian/ Lembaga yang bersangkutan masih membutuhkan rumah negara, BMN berupa rumah negara tidak dialihkan status penggunaa.nnya kepada Kementerian/ Lembaga lain. Huruf b Cukup ^jelas. Pasal 126 Cukup ^jelas. Pasal 127 Cukup jelas. Pasal 128 Cukup ^jelas. Pasal 129 Cukup jelas. Pasal 130 Ayat (1) Pengalihan BMD kepada ^pemerintah pusat dilakukan oleh Pemerintah Daerah kepada Otorita lbu Kota Nusantara dan/atau Kementerian/lembaga selaku pengguna Anggaran / ^pengguna Barang. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 131 Cukup ^jelas. Pasal 132 Cukup ^jelas. Pasal 133 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (s) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Tunjangan atau kompensasi merupakan tunjangan atau kompensasi yang terkait dengan penggantian pemberian fasilitas rumah negara. Nomenklatur pejabat negara/pegawai negeri sipil/prajurit TNl/Anggota Polri mengikuti nomenklatur sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Induk dan ^perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara. Pemindahan pejabat negara/pegawai negeri sipil/prajurit TNl/Anggota Polri dilakukan dengan berpedoman pada Rencana Induk dan Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup ^jelas. 33 Pasal 134 Cukup ^jelas. Pasal 135 Cukup ^jelas. Pasal 136 Cukup ^jelas. Pasal 137 Cukup ^jelas. Pasal 138 Cukup ^jelas. Pasal 139 Bentuk Pemanfaatan BMN yang mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN berupa Sewa, Pinjam Pakai, Kerja Sama Pemanfaatan, Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna, Kerja Sama Terbatas Untuk Pembiayaan Infrastruktur, atau bentuk lain sesuai dengan ketentuan di bidang pengelolaan BMN. Pasal l4O Cukup ^jelas. Pasal 141 Cukup jelas. Pasal 142 Cukup jelas. Pasal 143 Cukup ^jelas. Pasal 144 Cukup ^jelas. Pasal 145 Cukup ^jelas. Pasal 146 Cukup ^jelas. Pasal 147 Cukup ^jelas. Pasal 148 Cukup ^jelas. Pasal 149 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Hurufa Yang dimaksud dengan "peruntukan tertentu" adalah peruntukan untuk mendukung kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. Hurufb Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 15O Cukup ^jelas. 35 Pasal 151 Cukup ^jelas. Pasal 152 Cukup ^jelas. Pasal 153 Cukup ^jelas. Pasal 154 Cukup jelas. Pasal 155 Cukup ^jelas. Pasal 156 Cukup ^jelas. Pasal 157 Cukup jelas. Pasal 158 Cukup ^jelas. Pasal 159 Cukup ^jelas. Pasal 160 Cukup ^jelas. Pasal 161 Cukup ^jelas. Pasal 162 Cukup ^jelas. Pasal 163 Cukup ^jelas. Pasal 164 Cukup ^jelas. Pasal 165 Cukup ^jelas. Pasal 166 Cukup ^jelas. Pasal 167 Ayat ^(1) Cukup ^jelas. Ayat ^(2) Hurufa CukuP ^jelas. Huruf b CukuP ^jelas. Huruf c Pasal 168 Cukup ^jelas. Pasal 169 Cukup ^jelas. Pasal 170 Cukup ^jelas. Pihak mana pun dilarang untuk ^melakukan pemblokiran dan/atau plnyitaan ^terhadap ^ADP ^dan/atau ^hak pengelolaan tanah atas ADP, baik ^secara ^parsial ^maupun keseluruhan. itEl rIIf: IIII STDEN INDONES Pasal 171 Cukup ^jelas. Pasal 172 Cukup ^jelas. Pasal 173 Cukup ^jelas. Pasal 174 Cukup ^jelas. Pasal 175 Cukup ^jelas. Pasal 176 Cukup ^jelas. Pasal 177 Cukup ^jelas. Pasal 178 Cukup ^jelas. Pasal 179 Cukup ^jelas. Pasal 180 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat Ayat Pasal 181 Cukup ^jelas. Pasal 182 Cukup ^jelas. Pasal 183 Cukup ^jelas. Pasal 184 Ayat (1) Cukup ^jelas. 38 (3) Yang dimaksud dengan ^okegiatan persiapan dan/atau pembangunan Ibu Kota Negara yang sebelumnya dilaksanakan oleh Kementerian/ Lembaga" adalah kegiatan persiapan dan/atau pembangunan Ibu Kota Negara yang sebelum tahun 2023 telah dilaksanakan oleh Kementerian/ Lembaga dengan bekerja sama dengan pihak lain berdasarkan perjanjian tahun ^jamak. Kegiatan tersebut dapat tetap dilanjutkan oleh Kementerian/ kmbaga yang bersangkutan setelah tahun 2023 dengan pertimbangan antara lain agar terjadi kesinambungan pelaksanaan kegiatan dimaksud untuk mendukung pencapaian target yang ditetapkan.
Huruf a Ketentuan yang diatur antara lain mengenai pencatatan komitmen/perjanjian/kontrak, penyelesaian tagihan, revisi anggaran, pengalihan aset (BMN/konstruksi yang timbul dari pe{anjian) dan kewajibannya, serta pelaporan keuangan. Hurufb Cukup ^jelas. Ayat Ayat (21 Cukup ^jelas.
Materi muatan yang diatur dalam Peraturan Menteri antara lain ketentuan mengenai tata cara pengawasan oleh aparat pengawasan intern Pemerintah yang merupakan organ dari Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Materi muatan yang diatur dalam Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara antara lain ketentuan mengenai tata cara pengawasan oleh aparat pengawasan intern Pemerintah yang merupakan organ dari Otorita Ibu Kota Nusantara. Pasal 185 Cukup ^jelas. Pasal 186 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pengelolaan anggaran" adalah perencanaan, pelaksanaan, penghapusan, dan pertanggungjawaban sesuai kebijakan akuntansi, pengadaan barang dan ^jasa, dan/atau pengelolaan aset terkait. Yang termasuk lembaga/badan antara lain Bank Indonesia. Ayat 12) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 187 Yang dimaksud dengan "badan usaha" antara lain Badan Usaha Milik Negara. Yang dimaksud dengan "badan layanan'antara lain Badan Layanan Umum- Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundang-undangan" antara lain ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara, perbendaharaan, dan/atau badan usaha milik negara. 40 Pasal 188 Yang dimaksud dengan "fasilitas/ insentif fiskal" termasuk:
fasilitas perpajakan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dalam rangka persiapan, pembangunan, pemindahan Ibu Kota Negara, serta pengembangan Ibu Kota Nusantara dan/atau daerah mitra antara lain:
pemberian fasilitas/insentif liskal tersebut yang dapat berupa pengurangan pajak penghasilan bagi Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal baru pada industri pionir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan/atau
pembebasan bea masuk dan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai terhadap impor barang tertentu untuk kepentingan umum oleh pemerintah;
insentif atau fasilitas Pajak Khusus IKN yang mendasarkan pada peraturan perundang-undangan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah kJrususnya dalam rangka Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. Pasal 189 Cukup ^jelas. Pasal l9O Cukup ^jelas.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus
Relevan terhadap
Menetapkan PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN TRANSAKSI KHUSUS. BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara. 2. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat SATK adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan untuk seluruh transaksi penerimaan dan pengeluaran serta aset dan kewajiban pemerintah yang terkait dengan fungsi khusus Menteri Keuangan selaku BUN, serta tidak tercakup dalam sub sistem akuntansi BUN lainnya. 3. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA I jdih.kemenkeu.go.id untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian/ lembaga yang bersangkutan. 4. Kuasa Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat KPB adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan se baik-baiknya. 5. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKPA BUN TK adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan transaksi khusus pada tingkat satuan kerja di lingkup BUN. 6. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKKPA BUN TK adalah unit akuntansi yang menjadi koordinator dan bertugas melakukan kegiatan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA BUN TK yang berada langsung di bawahnya. 7. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAP BUN TK adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA BUN TK dan/atau UAKKPA BUN TK. 8. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKP BUN TK adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan seluruh UAP BUNTK. 9. Direktorat Jenderal Anggaran yang selanjutnya disingkat DJA adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang penganggaran. 10. Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disingkat DJPb adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perbendaharaan negara. 11. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disingkat DJKN adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang. 12. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang selanjutnya disingkat DJPK adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perimbangan keuangan. 13. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disingkat DJPPR adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang bertugas f jdih.kemenkeu.go.id merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko. 14. Badan Kebijakan Fiskal yang selanjutnya disingkat BKF adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan analisis di bidang kebijakan fiskal. 15. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal DJPb yang bertugas untuk melaksanakan kewenangan perbendaharaan dan BUN, penyaluran pembiayaan atas beban anggaran, serta penatausahaan penerimaan dan pengeluaran anggaran melalui dan dari kas negara. 16. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara. 17. PNBP BUN Pengelolaan Kas Negara yang selanjutnya disingkat PNBP BUN PKN adalah PNBP yang berasal dari pelaksanaan kewenangan Menteri Keuangan selaku BUN yang dikelola oleh DJPb. 18. Fasilitas Penyiapan Proyek adalah fasilitas fiskal yang disediakan oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 19. Dukungan Kelayakan adalah dukungan pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial yang diberikan terhadap proyek kerja sama pemerintah dan badan usaha oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara. 20. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 21. BMN Idle adalah BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/ lembaga. 22. BMN Eks BMN Idle adalah BMN Idle yang telah diserahkan kepada Pengelola Barang berdasarkan berita acara serah terima. 23. Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa adalah aset yang dikuasai Negara berdasarkan:
Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/032/PEPERPU/ 1958 tentang Larangan Adanya Organisasi yang Didirikan oleh dan/ a tau untuk Orang-Orang Warga Negara dari Negara Asing yang Tidak Mempunyai Hubungan Diplomatik dengan Negara Republik Indonesia jo. Keputusan Penguasa Perang Pusat Nomor Kpts/Peperpu/0439 / 1958 tentang Penempatan jdih.kemenkeu.go.id Semua Sekolah/Kursus yang Sebagian atau Seluruhnya Milik dan/atau Diusahakan oleh Organisasi yang Didirikan oleh dan/ a tau Orang- Orang Tionghoa Perantauan (Hoa Kiauw) yang Bukan Warga Negara dari Negara Asing, yang Telah Mempunyai Hubungan Diplomatik dengan Republik Indonesia dan/atau Telah Memperoleh Pengakuan dari Negara Republik Indonesia di Bawah Pengawasan Pemerintah Republik Indonesia jo. Undang-Undang Nomor 50 Prp. Tahun 1960 tentang Larangan Organisasi- organisasi dan Pengawasan Terhadap Perusahaan- Perusahaan Orang Asing Tertentu;
Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1962 tentang Larangan Adanya Organisasi yang Tidak sesuai dengan Kepribadian Indonesia, Menghambat Penyelesaian Revolusi atau Bertentangan dengan Cita-Cita Sosialisme Indonesia;
Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 tentang Keadaan Tertib Nasional jo. Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Nomor 52/KOTI/ 1964; dan
Instruksi Radiogram Kaskogam Nomor T-0403/G- 5/5/66 tentang Pengawasan PEPELRADA terhadap Pengambilalihan Sekolah-Sekolah Tionghoa oleh Mahasiswa-Mahasiswa dan Pelajar- Pelajar Setempat. 24. Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disingkat KKKS adalah badan usaha atau bentuk badan usaha tetap yang diberikan kewenangan untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak kerja sama dengan Pemerintah. 25. Kontraktor Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disebut Kontraktor adalah badan usaha yang melakukan kegiatan usaha pertambangan batubara, baik untuk penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri. 26. BMN Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut BMN Hulu Migas adalah semua barang yang berasal dari pelaksanaan kontrak kerja sama antara Kontraktor dengan pemerintah, termasuk yang berasal dari kontrak karya/ contract of work (CoW) dalam pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. 27. BMN yang berasal dari Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disingkat BMN PKP2B adalah seluruh barang dan peralatan yang diperoleh dan/atau dibeli Kontraktor untuk kegiatan usaha pertambangan batubara dan/atau barang dan peralatan yang tidak terjual, tidak dipindahkan atau tidak dialihkan oleh Kontraktor setelah pengakhiran perjanjian yang telah melewati jangka waktu yang telah ditetapkan menjadi milik pemerintah, termasuk barang kontraktor yang jdih.kemenkeu.go.id pada pengakhiran perjanjian akan dipergunakan untuk kepentingan umum. 28. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat BLBI adalah fasilitas yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada perbankan untuk menjaga kestabilan sistem pembayaran dan sistem perbankan, agar tidak terganggu oleh adanya ketidakseimbangan likuiditas, antara penerimaan dan penarikan dana pada bank-bank. 29. Aset Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang selanjutnya disebut Aset Eks BPPN adalah kekayaan negara yang dikelola oleh Menteri Keuangan yang berasal dari kekayaan eks BPPN. 30. Aset Eks Pertamina adalah aset-aset yang tidak turut dijadikan penyertaan modal negara dalam Neraca Pembukaan PT. Pertamina sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.06/2008 tentang Penetapan Neraca Pembukaan Perseroan (Persero) PT. Pertamina Per 17 September 2003, serta telah ditetapkan sebagai BMN yang berasal dari Aset Eks Pertamina berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 92/KK.06/2008 tentang Penetapan Status Aset Eks Pertamina Sebagai Barang Milik Negara. 31. Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah pusat. 32. Perusahaan Umum Bulog yang selanjutnya disebut dengan Perum Bulog adalah badan usaha milik negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perusahaan Umum (Perum) Bulog sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2003. 33. Selisih Kurs adalah selisih yang dihasilkan dari pelaporan jumlah unit mata uang asing yang sama dalam mata uang pelaporan pada kurs yang berbeda. 34. Dokumen Sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi. 35. Buku Besar Kas adalah kumpulan akun-akun yang digunakan untuk meringkas transaksi yang telah dicatat dalam jurnal akuntansi berdasarkan basis kas. 36. Buku Besar Akrual adalah kumpulan akun-akun yang digunakan untuk meringkas transaksi yang telah dicatat dalam jurnal akuntansi berdasarkan basis akrual. 37. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara berupa laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan saldo anggaran lebih, dan catatan atas laporan keuangan. 38. Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, s1sa lebih/kurang pembiayaan jdih.kemenkeu.go.id anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam 1 (satu) periode. 39. Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah yaitu aset, utang, dan ekuitas pada tanggal tertentu. 40. Laporan Operasional yang selanjutnya disingkat LO adalah laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/ daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintah dalam 1 (satu) periode pelaporan. 41. Laporan Perubahan Ekuitas yang selanjutnya disingkat LPE adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 42. Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat CaLK adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam LRA, Neraca, laporan arus kas, LO, LPE, dan laporan perubahan saldo anggaran lebih untuk pengungkapan yang memadai. 43. Reviu adalah prosedur penelusuran angka-angka dalam Laporan Keuangan, permintaan keterangan, dan analitik yang menjadi dasar memadai bagi aparat pengawas intern pemerintah untuk memberi keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas Laporan Keuangan tersebut sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. 44. Transaksi Dalam Konfirmasi Penerimaan yang selanjutnya disingkat TDK Penerimaan adalah transaksi penerimaan yang diterima kasnya di kas negara tetapi tidak teridentifikasi dan/atau tidak diakui oleh satuan kerja pada kementerian/lembaga dan bagian anggaran BUN. Pasal 2 Peraturan Menteri m1 mengatur mengenai SATK yang meliputi:
belanja/beban pengeluaran untuk keperluan hubungan internasional;
belanja/beban Fasilitas Penyiapan Proyek;
belanja/beban Dukungan Kelayakan;
PNBP yang dikelola oleh DJA;
transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam pengelolaan DJKN;
belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun;
pendapatan dan belanja/beban pengelolaan kas negara;
transaksi penggunaan PNBP BUN PKN;
utang perhitungan fihak ketiga pegawai; J. utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok;
pendapatan dan beban untuk pengelolaan penerimaan negara; jdih.kemenkeu.go.id 1. belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan; dan
pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah. Pasal 3 (1) Belanja/beban pengeluaran untuk keperluan hubungan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi:
pengeluaran kerja sama internasional yang mencakup pembayaran iuran keikutsertaan pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi internasional dan tidak menimbulkan hak suara di luar ketentuan Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 1999 tentang Keanggotaan Indonesia dan Kontribusi Pemerintah Republik Indonesia pada Organisasi-Organisasi Internasional, yang dibiayai dari bagian anggaran BUN seperti trust fund dan kontribusi;
pengeluaran perjanjian internasional yang mencakup transaksi yang timbul sebagai akibat dari perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pihak lain di dunia internasional dan dibiayai dari bagian anggaran BUN; dan
pendapatan dan belanja/beban selisih kurs dan biaya transfer atas pengeluaran untuk keperluan hubungan in ternasional. (2) Belanja/beban Fasilitas Penyiapan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b meliputi:
fasilitas untuk penyiapan dan pelaksanaan transaksi kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur;
fasilitas untuk penyiapan proyek, pelaksanaan transaksi, proyek dan/atau pelaksanaan perjanjian untuk penyediaan infrastruktur ibu kota negara melalui skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha dan/atau pembiayaan kreatif;
fasilitas untuk penyusunan dokumen penyiapan penyediaan infrastruktur pada kawasan di ibu kota nusantara;
fasilitas untuk penyiapan dan pelaksanaan transaksi pemanfaatan BMN dan/atau pemindahtanganan BMN untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan ibu kota negara; dan
fasilitas terkait penyiapan proyek atau pengembangan skema pembiayaan lainnya yang mendapat penugasan dari pemerintah. (3) Belanja/beban Dukungan Kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c merupakan kontribusi fiskal dalam bentuk finansial atas sebagian biaya pembangunan proyek yang dilaksanakan melalui skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha untuk penyediaan layanan infrastruktur yang terjangkau bagi masyarakat. t jdih.kemenkeu.go.id (4) PNBP yang dikelola oleh DJA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d meliputi:
pendapatan minyak bumi dan gas bumi;
pendapatan panas bumi; dan
setoran lainnya, meliputi setoran sisa surplus dari basil kegiatan Bank Indonesia, surplus, dan/atau bagian dari surplus lembaga. (5) Transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam pengelolaan DJKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e meliputi:
Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa;
BMN yang berasal dari pertambangan meliputi:
BMN Hulu Migas; dan
BMN PKP2B;
Aset Eks Pertamina;
BMN Eks BMN _Idle; _ e. Aset yang timbul dari pemberian BLBI meliputi:
piutang pada bank dalam likuidasi; dan
Aset Eks BPPN;
Aset lainnya dalam pengelolaan DJKN meliputi:
barang gratifikasi;
BMN yang diperoleh dari pelaksanaan perjanjian kerja sama antara pemerintah Republik Indonesia dengan badan internasional dan/atau negara asing;
BMN yang diperoleh dari pembubaran badan yang dibentuk kementerian/lembaga, seperti unit pelaksana teknis yang dibentuk oleh kemen terian/ lembaga;
BMN yang diperoleh dari pembubaran badan- badan ad _hoc; _ atau 5. BMN yang diperoleh dari pembubaran yayasan sebagai tindak lanjut temuan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan;
piutang untuk dana antisipasi penanggulangan lumpur Sidoarjo;
piutang kepada yayasan supersemar; dan
penggantian biaya dan margin yang wajar atas investasi pemerintah untuk program pemulihan ekonomi nasional. (6) Belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f meliputi:
belanja/beban pensiun;
belanja/beban jaminan layanan kesehatan;
belanja/beban jaminan kesehatan menteri dan pejabat tertentu;
belanja/beban jaminan kesehatan utama;
belanja/bebanjaminan kesehatan lainnya;
belanja/bebanjaminan kecelakaan kerja;
belanja/bebanjaminan kematian;
belanja/beban program tunjangan hari tua;
belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog; dan J. pelaporan akumulasi iuran pensiun. jdih.kemenkeu.go.id (7) Pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan kas negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf g meliputi:
pendapatan berupa selisih lebih dalam pengelolaan kele bihan / kekurangan kas;
pendapatan selisih kurs terealisasi dalam pengelolaan rekening milik BUN;
pendapatan lainnya dalam pengelolaan kas negara;
belanja/beban berupa selisih kurang dalam pengelolaan kelebihan/kekurangan kas;
belanja/beban selisih kurs terealisasi dalam pengelolaan rekening milik BUN; dan
belanja/beban transaksi pengelolaan kas negara. (8) Transaksi penggunaan PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf h meliputi:
belanja/beban penggunaan PNBP BUN PKN;
perolehan BMN dari belanja/beban penggunaan PNBP BUN PKN; dan
penetapan status penggunaan BMN. (9) Utang perhitungan fihak ketiga pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf i merupakan selisih le bih / kurang an tara penerimaan setoran / potongan perhitungan fihak ketiga pegawai dan pembayaran pengembalian penerimaan perhitungan fihak ketiga pegawru.
Utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf j merupakan selisih lebih/kurang antara penerimaan setoran perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok dan pembayaran pengembalian penerimaan perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok. (11) Pendapatan dan beban untuk pengelolaan penerimaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf k meliputi:
hasil koreksi atas terjadinya TDK Penerimaan; dan
pendapatan dan beban selisih kurs belum terealisasi atas pengelolaan rekening penerimaan negara dalam valuta asing pada KPPN yang menangani pengelolaan penerimaan negara. (12) Belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf 1 meliputi:
belanja/beban pajak pertambahan nilai real time gross settlement Bank Indonesia;
pembayaran bunga negatif;
pembayaran imbalan jasa pelayanan bank/ pos perseps1;
pembayaran pajak pertambahan nilai atas transaksi real time gross settlement bank operasional; dan
fee bank kustodian. (13) Pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf m merupakan pendapatan dan beban selisih kurs belum terealisasi dalam pengelolaan rekening valuta asing milik kuasa BUN daerah. jdih.kemenkeu.go.id BAB II UNIT AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN Bagian Kesatu Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus Pasal 4 (1) SATK merupakan subsistem dari sistem akuntansi BUN. (2) SATK menghasilkan Laporan Keuangan yang terdiri atas:
LRA;
LO; C. LPE;
Neraca; dan
CaLK. (3) Untuk pelaksanaan SATK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk unit akuntansi yang terdiri atas:
UAKPA BUN TK;
UAKKPA BUN TK;
UAP BUN TK; dan
UAKP BUN TK. (4) SATK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan bagian anggaran BUN Transaksi Khusus dengan menggunakan sistem aplikasi terin tegrasi. (5) Sistem aplikasi terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan sistem aplikasi yang mengintegrasikan seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara dimulai dari proses penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan pada BUN dan kementerian/lembaga. Bagian Kedua Tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 5 UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
UAKPA BUN TK pengelola pengeluaran keperluan kerja sama internasional dan perjanjian internasional dilaksanakan oleh pusat di BKF yang ditunjuk oleh Kepala BKF;
UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
dilaksanakan oleh direktorat di DJPPR yang menangani pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur dalam hal Fasilitas Penyiapan Proyek dilaksanakan melalui penugasan khusus kepada Badan Usaha Milik Negara; dan/atau t jdih.kemenkeu.go.id 2. dilaksanakan oleh unit kerja di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral yang ditunjuk sebagai KPA dalam hal Fasilitas Penyiapan Proyek dilaksanakan melalui kerja sama penyediaan infrastruktur dengan lembaga internasional dalam pembangunan dan/atau pengembangan kilang minyak di dalam negeri;
UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Dukungan Kelayakan dilaksanakan oleh unit kerja KPA BUN yang ditunjuk di kementerian/lembaga;
UAKPA BUN TK pengelola PNBP minyak bumi dan gas bumi dilaksanakan oleh direktorat di DJA yang menangani pengelolaan PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
UAKPA BUN TK pengelola PNBP panas bumi dilaksanakan oleh direktorat di DJA yang menangani pengelolaan PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
UAKPA BUN TK pengelola setoran lainnya dilaksanakan oleh direktorat di DJA yang menangani pengelolaan PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
UAKPA BUN TK pengelola Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola BMN Hulu Migas dilaksanakan oleh unit sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan atas BMN Hulu Migas;
UAKPA BUN TK pengelola BMN PKP2B dilaksanakan oleh unit sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai pedoman akuntansi dan pelaporan aset berupa BMN PKP2B; J. UAKPA BUN TK pengelola Aset Eks Pertamina dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola BMN Eks BMN Idle dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani perumusan kebijakan kekayaan negara; I. UAKPA BUN TK pengelola aset yang timbul dari pemberian BLBI dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola aset lainnya dalam pengelolaan DJKN dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola piutang untuk dana antisipasi penanganan lumpur Sidoarjo dilaksanakan oleh unit kerja KPA BUN yang ditunjuk di kementerian/lembaga;
UAKPA BUN TK pengelola piutang kepada yayasan supersemar dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola penggantian biaya dan margin yang wajar atas investasi pemerintah untuk t jdih.kemenkeu.go.id program pemulihan ekonomi nasional dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani kekayaan negara yang dipisahkan;
UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun dilaksanakan oleh direktorat di DJPb yang menangani pengelolaan belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi . . 1uran pens1un;
UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan kas negara dilaksanakan oleh direktorat di DJPb yang menangani pengelolaan kas negara;
UAKPA BUN TK transaksi penggunaan PNBP BUN PKN dilaksanakan oleh satuan kerja pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan BUN;
UAKPA BUN TK pengelola utang perhitungan fihak ketiga pegawai dilaksanakan oleh direktorat di DJPb yang menangani pengelolaan perhitungan fihak ketiga pegawru;
UAKPA BUN TK pengelola utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok dilaksanakan oleh direktorat di DJPK yang menangani penyusunan laporan keuangan atas penerimaan dan penyetoran Pajak Rokok;
UAKPA BUN TK pengelola penerimaan negara dilaksanakan oleh KPPN yang menangani pengelolaan penerimaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan dilaksanakan oleh direktorat di DJPb yang menangani pengelolaan pengeluaran keperluan layanan perbankan; dan
UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah dilaksanakan oleh KPPN yang memiliki rekening valuta asing. Bagian Ketiga Tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 6 (1) UAKKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b merupakan UAKKPA BUN TK Pengelola BMN Hulu Migas. (2) UAKKPA BUN TK Pengelola BMN Hulu Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk menggabungkan Laporan Keuangan UAKPA BUN TK BMN Hulu Migas. (3) UAKKPA BUN TK Pengelola BMN Hulu Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh unit sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan atas BMN Hulu Migas. jdih.kemenkeu.go.id Bagian Keempat Tingkat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 7 (1) UAP BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
UAP BUN TK atas pengelola pengeluaran keperluan hubungan internasional dilaksanakan oleh BKF;
UAP BUN TK atas:
pengelola pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek; dan
pengelola pembayaran Dukungan Kelayakan, dilaksanakan oleh DJPPR;
UAP BUN TK atas pengelola PNBP yang dikelola DJA dilaksanakan oleh DJA;
UAP BUN TK atas pengelola transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam pengelolaan DJKN dilaksanakan oleh DJKN;
UAP BUN TK atas:
pengelola belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun;
pengelola pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan kas negara;
transaksi penggunaan PNBP BUN PKN;
pengelola utang perhitungan fihak ketiga pegawai;
pengelola penerimaan negara;
pengelola belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan; dan
pengelola pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah, dilaksanakan oleh DJPb; dan
UAP BUN TK atas pengelola utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok dilaksanakan oleh DJPK. (2) UAP BUN TK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk menggabungkan Laporan Keuangan seluruh UAKPA BUN TK dan UAKKPA BUN TK yang berada langsung di bawahnya. Bagian Kelima Tingkat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 8 (1) UAKP BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d dilaksanakan oleh DJPb. (2) UAKP BUN TK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk menggabungkan Laporan Keuangan seluruh UAP BUN TK. jdih.kemenkeu.go.id BAB III AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN Bagian Kesatu Tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 9 (1) UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 menyelenggarakan akuntansi yang meliputi proses pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan atas transaksi khusus. (2) Penyelenggaraan akuntansi untuk UAKPA BUN TK pengelola PNBP minyak bumi dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d, UAKPA BUN TK pengelola PNBP panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e, UAKPA BUN TK pengelola BMN Hulu Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h, dan UAKPA BUN TK pengelola BMN PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf i diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. (3) Penyelenggaraan akuntansi selain UAKPA BUN TK pada ayat (2) berpedoman pada Modul SATK sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 10 (1) Untuk penyusunan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), UAKPA BUN TK memproses dokumen sumber transaksi keuangan atas penerimaan dan/atau pengeluaran transaksi khusus. (2) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun setiap bulanan, semesteran, dan tahunan. (3) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun setelah dilakukan verifikasi data sistem aplikasi terintegrasi dengan dokumen sumber milik UAKPA BUN TK. (4) Apabila terdapat perbedaan data atas hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), UAKPA BUN TK dapat melakukan konfirmasi kepada KPPN mitra kerja dan/ a tau dengan pihak terkait. Pasal 11 (1) UAKPA BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan dengan ketentuan sebagai berikut:
UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf j, huruf k, huruf 1, huruf m, hurufn,hurufo,hurufp,hurufq,hurufr,hurufs, huruf t, huruf u, huruf v, huruf w, dan huruf x menyampaikan Laporan Keuangan kepada UAP BUNTK; dan jdih.kemenkeu.go.id b. UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h dan huruf i menyampaikan Laporan Keuangan kepada UAKKPA BUN TK. (2) Periode penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanak: an dengan ketentuan sebagai berikut:
LRA dan Neraca disampaikan setiap bulan; dan
LRA, LO, LPE, Neraca, dan CaLK disampaikan setiap semesteran dan tahunan. (3) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Kedua Tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 12 (1) Berdasarkan Laporan Keuangan yang disampaikan oleh UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), UAKKPA BUN TK menyusun Laporan Keuangan bulanan, semesteran, dan tahunan. (2) Dalam hal UAKKPA BUN TK belum menggunakan sistem aplikasi terintegrasi, penyusunan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manual. Pasal 13 (1) UAKKPA BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) kepada UAP BUN TK dengan ketentuan sebagai berikut:
LRA dan Neraca disampaikan setiap bulan; dan
LRA, LO, LPE, Neraca, dan CaLK disampaikan setiap semesteran dan tahunan. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Ketiga Tingkat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 14 (1) Berdasarkan Laporan Keuangan yang disampaikan UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b dan/atau UAKKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b, UAP BUN TK menyusun Laporan Keuangan semesteran dan tahunan. jdih.kemenkeu.go.id (2) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun setelah dilakukan verifikasi data sis tern aplikasi terintegrasi dengan dokumen sumber milik UAPBUNTK. (3) Apabila terdapat perbedaan data atas hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), UAP BUN TK dapat melakukan konfirmasi kepada KPPN mitra kerja dan/ a tau dengan pihak terkait. (4) Dalam hal Laporan Keuangan yang disampaikan oleh UAKKPA BUN TK masih disusun secara manual, UAP BUN TK pengelola transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam Pengelolaan DJKN menyusun Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Laporan Keuangan seluruh UAKPA BUN TK yang berada di bawahnya. Pasal 15 (1) UAP BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) kepada UAKPBUNTK. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Keempat Tingkat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 16 Berdasarkan Laporan Keuangan yang disampaikan oleh UAP BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), UAKP BUN TK menyusun Laporan Keuangan semesteran dan tahunan. Pasal 17 (1) UAKP BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 kepada UA BUN. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. BAB IV PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB Bagian Kesatu Pernyataan Tanggung Jawab jdih.kemenkeu.go.id Pasal 18 (1) Setiap unit akuntansi pada SATK membuat pernyataan tanggung jawab atas Laporan Keuangan yang disusunnya dan dilampirkan pada Laporan Keuangan semesteran dan tahunan. (2) Pernyataan tanggung jawab yang dibuat oleh UAKPA BUN TK, UAKKPA BUN TK, dan UAP BUN TK memuat pernyataan bahwa penyusunan Laporan Keuangan merupakan tanggung jawabnya, telah disusun berdasarkan sistem pengendalian internal yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi secara layak sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. (3) Pernyataan tanggung jawab yang dibuat oleh UAKP BUN TK memuat pernyataan bahwa penggabungan Laporan Keuangan merupakan tanggung jawabnya, sedangkan substansi Laporan Keuangan dari masing- masing unit di bawahnya merupakan tanggung jawab UAP BUN TK, telah disusun berdasarkan sistem pengendalian internal yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi secara layak sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. (4) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat diberikan paragraf penjelasan atas suatu kejadian yang belum termuat dalam Laporan Keuangan. Pasal 19 (1) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) untuk tingkat UAKPA BUN TK ditandatangani dengan ketentuan sebagai berikut:
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pengeluaran kerja sama internasional dan perjanjian internasional ditandatangani oleh kepala pusat di BKF yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek penugasan khusus kepada Badan Usaha Milik Negara ditandatangani oleh direktur di DJPPR yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek penyediaan infrastruktur dengan lembaga internasional dalam pembangunan dan/atau pengembangan kilang minyak di dalam negeri ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk sebagai KPA di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang energ1 dan sumber daya mineral;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Dukungan Kelayakan ditandatangani oleh pejabat di kementerian/lembaga yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola PNBP minyak bumi dan gas bumi ditandatangani oleh direktur di DJA yang mengelola i jdih.kemenkeu.go.id PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola PNBP panas bumi ditandatangani oleh direktur di DJA yang mengelola PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola setoran lainnya ditandatangani oleh direktur di DJA yang mengelola PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola BMN Hulu Migas ditandatangani oleh kepala pusat atau deputi yang menangani pengelolaan BMN Hulu Migas; J. Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola BMN PKP2B ditandatangani oleh kepala pusat yang menangani pengelolaan BMN PKP2B pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola Aset Eks Pertamina ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara; I. Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola BMN Eks BMN Idle ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani perumusan kebijakan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola aset yang timbul dari pemberian BLBI ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola aset lainnya dalam pengelolaan DJKN ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola piutang untuk dana antisipasi penanggulangan lumpur Sidoarjo ditandatangani oleh pejabat di unit kerja pada kementerian/lembaga yang ditunjuk selaku KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola piutang kepada yayasan supersemar ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK penggantian biaya dan margin yang wajar atas investasi pemerintah untuk program pemulihan ekonomi nasional ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani kekayaan negara yang dipisahkan; jdih.kemenkeu.go.id r. Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun ditandatangani oleh direktur di DJPb yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan kas negara ditandatangani oleh direktur di DJPb yang menangani pengelolaan kas negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK transaksi penggunaan PNBP BUN PKN ditandatangani oleh KPA satuan kerja pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan BUN;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola utang perhitungan fihak ketiga ditandatangani oleh direktur di DJPb yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK Pengelola utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok ditandatangani oleh direktur di DJPK yang menangani penyusunan laporan keuangan atas penerimaan dan penyetoran pajak rokok;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan be ban untuk pengelolaan penerimaan negara ditandatangani oleh kepala KPPN yang menangani pengelolaan penerimaan negara selaku kuasa BUN daerah;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan ditandatangani oleh direktur di DJPb yang ditunjuk sebagai KPA; dan
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan be ban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah ditandatangani oleh kepala KPPN selaku kuasa BUN daerah yang memiliki rekening valuta asing. (2) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) untuk UAKKPA BUN TK pengelola BMN Hulu Migas ditandatangani oleh kepala biro yang menangani keuangan pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral. (3) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) untuk tingkat UAP BUN TK ditandatangani dengan ketentuan sebagai berikut:
Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK pengelola pengeluaran keperluan hubungan internasional ditandatangani oleh kepala BKF;
Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK pengelola:
pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek; dan
pembayaran Dukungan Kelayakan, ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko; jdih.kemenkeu.go.id c. Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK pengelola PNBP yang dikelola oleh DJA ditandatangani oleh Direktur J enderal Anggaran;
Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK pengelola transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam pengelolaan DJKN ditandatangani oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara;
Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK Pengelola:
belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun;
pendapatan dan belanja/beban pengelolaan kas negara;
transaksi penggunaan PNBP BUN PKN;
utang perhitungan fihak ketiga pegawai;
pendapatan dan beban untuk pengelolaan penerimaan negara;
belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan; dan
pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah, ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan; dan
Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) untuk tingkat UAKP BUN TK ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. BABV MODUL SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN TRANSAKSI KHUSUS Pasal 20 Tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan pada SATK dilaksanakan dengan berpedoman pada Modul SATK sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 1n1. BAB VI PERNYATAAN TELAH DIREVIU Pasal 21 (1) Untuk meyakinkan keandalan informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan, dilakukan Reviu atas Laporan Keuangan bagian anggaran BUN pengelolaan transaksi khusus. (2) Reviu atas Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Reviu atas Laporan Keuangan BUN. BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN jdih.kemenkeu.go.id Pasal 22 Dalam hal transaksi layanan perbankan belum memiliki daftar isian pelaksanaan anggaran tersendiri, akuntansi dan pelaporan keuangan atas transaksi tersebut dilaksanakan oleh UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.05/2015 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2054) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127 /PMK.05/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.05/2015 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1347), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 24 Peraturan Menteri 1n1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id
Pedoman Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Negara pada Akhir Tahun Anggaran 2020
Relevan terhadap
Satker yang tidak/belum melaksanakan ketentuan seb a gaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dan Pasal 36 ayat (1), UP/TUP tahun anggaran berikutnya tidak dapat diberikan sampai sisa UP /TUP terse but disetorkan ke Kas Negara. (2) Dalam hal sampai dengan tanggal 23 Desember 2020 pada Satker masih terdapat UP/TUP yang belum dipertanggungjawabkan namun tahun anggaran berikutnya Satker dimaksud tidak memperoleh DIPA, Kepala KPPN agar seg e ra menyampaikan surat teguran kepada KPA terkait, dengan tembusan kepada Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) pada Kementerian/Lembaga terkait, Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan RI setempat, dan Direktur Jenderal Perbendaharaan. (3) UP /TUP tahun anggaran 2020 yang belum dipertanggungjawabkan dapat diperhitungkan dengan UP tahun anggaran 2021 dalam hal dipergunakan untuk membiayai kegiatan pada akhir tahun anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) setelah mendapatkan dispensasi dari Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perb e nd a haraan .
Pengajuan dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan oleh KPA dilampiri dengan penjelasan sisa dana UP /TUP tahun anggaran 2020 yang tidak terealisasikan sampai dengan akhir tahun anggaran 2020 yang ditandatangani oleh KPA.
UP /TUP tahun anggaran 2020 yang belum dipertanggungjawabkan dalam hal kasus pencurian/ penyelewengan yang membutuhkan penyelesaian melalui mekanisme tuntutan perbendaharaan/tuntutan ganti rugi/ pidana dapat dimintakan UP tahun anggaran 2021 setelah mendapatkan dispensasi dari Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan. (6) Pengajuan dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan oleh KPA dilampiri dengan: a . Kronologis kejadian;
Perkembangan penyelesaian kerugian negara; dan
Pernyataan Kepala Satker bahwa akan segera menyelesaikan kerugian negara terse but dan/ a tau laporan pendukung lainnya seperti laporan polisi, pembentukan tim penyelesaian kerugian negara, putusan pengadilan, dan putusan BPK.
Dalam hal pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) telah diselesaikan, diatur ketentuan sebagai berikut : a . PPSPM wajib menyampaikan BAPP /BAST kepada Kepala KPPN paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah masa kontrak berakhir;
Dalam hal pekerjaan yang pengajuan SPM-LS-nya sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1) huruf a telah diselesaikan 100% (seratus persen), PPSPM dapat mengambil asli Jaminan Pembayaran Akhir Tahun Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a ke KPPN dan harus menyerahkan fotokopi jaminan pemeliharaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai kontrak yang diterbitkan oleh bank umum, perusahaan penjaminan atau perusahaan asuransi yang mempunyai program asurans1 kerugian /surety bond yang telah disahkan oleh PPK;
Dalam hal pekerjaan yang pengajuan SPM-LS-nya sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1) huruf b telah diselesaikan 100% (seratus persen), PPSPM dapat mengambil asli Jaminan Pembayaran Akhir Tahun Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a ke KPPN; · d. Sisa pekerjaan yang belum diselesaikan sampai dengan berakhirnya masa kon trak se bagaimana dimaksud pad a huruf c dapat dilanjutkan tahun anggaran berikutnya;
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pekerjaan yang belum diselesaikan dan akan dilanjutkan tahun anggaran berikutnya sebagaimana dimaksud pada huruf d berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan anggaran dalam rangka penyelesaian pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran. (2) Dalam hal pekerjaan yang pengajuan SPM-LS-nya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) tidak diselesaikan/tidak dapat diselesaikan 100% (seratus persen) sampai dengan berakhirnya masa kontrak atau sampai dengan tanggal 31 Desember 2020 dan akan dilanjutkan tahun anggaran berikutnya maka pencairan Jaminan Pembayaran Akhir Tahun Anggaran dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
KPA menyampaikan pemberitahuan atas pekerjaan yang akan dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya dilampiri fotokopi surat pernyataan kesanggupan menyelesaikan sisa pekerjaan paling lambat 90 (sembilan puluh hari kalender sej ak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan yang ditandatangani di atas kertas bermatera~ kepacla Kepala KPPN mitra kerjanya, paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah akhir tahun anggaran berkenaan. b. Pacla hari kerja berikutnya, setelah menerima pemberitahuan sebagaimana climaksucl - pacla huruf a, Kepala KPPN melakukan klaim pencairan J aminan Pembayaran Akhir Tahun Anggaran sebesar selisih antara nilai Jaminan Pembayaran Akhir Tahun Anggaran sebagaimana climaksucl clalam Pasal 25 ayat (2) huruf a clengan nilai pekerjaan yang telah cliselesaikan untuk untung kas negara. c. Atas klaim pencairan Jaminan Pembayaran Akhir Tahun Anggaran sebagaimana climaksucl pacla huruf b, apabila pen ye to ran ke Kas Negara clilakukan pacla bulan Desember 2020 clicatat/ clibukukan sebagai pengembalian belanja tahun anggaran berkenaan (kocle akun belanja yang bersangkutan).
cl. Atas klaim pencairan Jaminan Pembayaran Akhir Tahun Anggaran sebagaimana climaksucl pacla huruf b, apabila penyetoran ke kas negara clilakukan setelah tanggal 31 Desember 2020 clicatat/ clibukukan sebagai Penerimaan Kembali Belanja Tahun Anggaran Yang Lalu (4259lx). e. Penyetoran ke kas negara atas klaim pencairan Jaminan Pembayaran Akhir Tahun Anggaran yang clilakukan pacla tahun anggaran 2020 maupun tahun anggaran berikutnya menggunakan kocle Bagian Anggaran, Eselon I, clan Satuan Kerja bersangkutan. f. Dalam hal terclapat kele bihan atas pencairan klaim Jaminan Pembayaran Akhir Tahun Anggaran sebagaimana climaksucl pacla huruf b, KPPN mengembalikan kelebihan pencairan klaim climaksucl sesuai ketentuan perunclang-unclangan .
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pekerjaan yang ticlak cliselesaikan/ticlak clapat cliselesaikan sampai clengan berakhirnya masa kontrak atau sampai clengan 31 Desember 2020 clan akan clilanjutkan tahun anggaran berikutnya berpecloman pacla Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan anggaran clalam rangka penyelesaian pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai clengan akhir tahun anggaran. (3) Dalam hal pelaksanaan pekerjaan yang pengajuan SPM-LS - nya sebagaimana climaksucl dalam Pasal 25 ayat (1) tidak cliselesaikan/ticlak clapat cliselesaikan 100% (seratus persen) sampai clengan berakhirnya masa kontrak atau sampai clengan tanggal 31 Desember 2020 clan clinyatakan wanprestasi maka pencmran Jaminan Pembayaran Akhir Tahun Anggaran clilakukan clengan ketentuan sebagai berikut:
KPA/PPK menerbitkan surat pernyataan wanprestasi clan/ atau pemutusan kontrak clan Surat Penetapan Nilai Pengembalian Kepacla Negara (SPNP).
Surat pernyataan wanprestasi clan/ atau pemutusan kontrak sebagaimana climaksucl pacla huruf a cliterbitkan sesuai clengan ketentuan pemutusan kontrak clalam perjanjian/kontrak/ SPK pengaclaan barang/ jasa clan/ a tau peraturan perunclang-unclangan mengenai pengadaan barang/ jasa pemerintah. q c. SPNP sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dengan ketentuan sebagai berikut:
nilai pengembalian kepada negara yang tercantum dalam SPNP adalah sebesar nilai bruto pemba yaran yang telah dibayarkan oleh negara namun belum ada prestasi pekerjaan karena adanya wanprestasi dan/atau pemutusan kontrak; dan
sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur J enderal ini.
KPA/PPK menyampaikan surat pernyataan wanprestasi dan/atau pemutusan kontrak dan SPNP sebagaimana dimaksud pada huruf a dan Surat Perintah Penyetoran Pengembalian (SP3) kepada pen ye dia barang/jasa sebagai penagihan pertama, dengan tern bus an kepada Kepala KPPN mitra kerja dan Lembaga Kebijakan Pengad aan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
SP3 sebagaimana dimaksud pada huruf d dibuat sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur J enderal ini. f. Berdasarkan Surat pernyataan wanprestasi dan/atau pemutusan kontrak dan SPNP seb aga imana dimaksud pada huruf a dan SP3 sebagaimana dimaksud pada huru f d, penyedia barang/jasa melakukan pengembalian ke Kas Negara paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah SP3 diterbitkan oleh KPA/PPK. g. Dalam hal sampai dengan jangka waktu sebagaiman a dimaksud pada huruf f, penyedia barang/jasa tidak melakukan pengembalian ke Kas Negara, pengembalian kepada negara dilakukan melalui klaim jaminan oleh Kepala KPPN berdasarkan surat ku asa klaim/pencairan j aminan dari KPA / PPK. h. Dalam pelaksanaan klaim Jaminan Pe mbay a ran Akhir Tahun Anggaran oleh Kepala KPPN sebagaimana dimaksud pada huruf g diatur sebagai berikut:
KPA/PPK menyampaikan surat/ dokumen sebagaiman a dimaksud pada huruf a dan surat permintaan pencairan/Klaim kepada Kepala KPPN yang dibua t sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jend e ral ini. 2) Pada hari kerja berikutnya setelah menerima surat permin taan pencairan /Kl aim se bagaimana dimaksud pada angka 1), Kepala KPPN melakukan klaim jaminan yang berada dalam pe nat a usahaan dan pengawasannya kepada bank sesuai de ngan ket ent uan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang meng at u r mengenai tata cara pemba yara n atas beban APBN sebelum barang/jasa diterim a, se bagai penagihan kedua.
Bank sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran atas beban APBN sebelum barang/jasa diterima melakukan pencairan jaminan dan pengembalian ke kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya penagihan kedua.
Dalam hal sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja sejak penagihan kedua sebagaimana dimaksud pada angka 2), bank sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran atas beban APBN sebelum barang/jasa diterima tidak melakukan pencairan jaminan dan pengembalian ke kas negara, Kepala KPPN mengajukan klaim melalui Kantor Pusat Bank sebagai penagihan ketiga, dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara. 5) Berdasarkan penagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada angka 4), Kantor Pusat Bank memerintahkan kantor cabang Bank untuk melakukan pencairan jaminan dan pengembalian ke kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak penagihan ketiga diterima oleh Kantor Pusat Bank. 6) Dalam hal sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja sejak penagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada angka 4), bank sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran atas beban APBN sebelum barang/jasa diterima tidak melakukan pencairan jaminan dan pengembalian ke Kas Negara, Kepala KPPN menyampaikan pemberitahuan kegagalan klaim/pencairan jaminan kepada KPA/PPK dengan tembusan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) Kementerian Negara/Lembaga terkait. L Klaim oleh KPPN sebagaimana dimaksud pada huruf h, dilakukan sebelum berakhirnya masa klaim sebagaimana diatur dalam surat jaminan berkenaan. J. Ketentuan lebih lanjut mengenai tindak lanjut pelaksanaan klaim Jamin.an Pembayaran Akhir Tahun Anggaran berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran atas beban APBN sebelum barang/jasa diterima.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat
Relevan terhadap
Menetapkan PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PUSAT. BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas menjalankan fungsi Bendahara Umum Negara. 2. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat yang selanjutnya disingkat SiAP adalah serangkaian prosedur manual maupun terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan, dan operasi keuangan pada Kementerian Keuangan selaku Kuasa BUN. 3. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat SABUN adalah serangkaian prosedur manual maupun terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan pos1s1 keuangan, dan operasi keuangan yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku BUN dan pengguna anggaran bagian anggaran BUN. 4. Kuasa BUN adalah pejabat yang memperoleh kewenangan untuk dan atas nama BUN melaksanakan fungsi pengelolaan uang negara. 5. Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut DJPb adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan ke bij akan dan standardisasi teknis di bidang perbendaharaan negara.
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan yang selanjutnya disebut Dit. APK adalah unit eselon II pada kantor pusat DJPb yang bertugas untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. 7. Direktorat Pengelolaan Kas Negara yang selanjutnya disebut Dit. PKN adalah unit eselon II pada kantor pusat DJPb yang bertugas untuk merumuskan serta melaksanakan ke bij akan dan standardisasi teknis di bidang pengelolaan kas negara yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. 8. Kantor Wilayah DJPb yang selanjutnya disebut Kanwil DJPb adalah instansi vertikal DJPb yang bertugas untuk melaksanakan koordinasi, pembinaan, supervisi, asistensi, bimbingan teknis, dukungan teknis, monitoring, evaluasi, analisis, kajian, penyusunan laporan, dan pertanggungjawaban di bidang perbendaharaan dan berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. 9. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal DJPb yang bertugas untuk melaksanakan kewenangan perbendaharaan dan BUN, penyaluran pembiayaan atas beban anggaran, serta penatausahaan penerimaan dan pengeluaran anggaran melalui dan dari kas negara. 10. Rekening Kuasa BUN Daerah adalah rekening milik BUN pada bank/ pos mitra KPPN selaku Kuasa BUN di daerah. 11. Rekening Kuasa BUN Pusat adalah rekening milik BUN pada bank mitra Dit. PKN selaku Kuasa BUN Pusat. 12. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara yang disusun oleh pemerintah berdasarkan standar akuntansi pemerintahan. 13. Laporan Arus Kas yang selanjutnya disebut LAK adalah laporan yang menyajikan informasi arus masuk dan keluar kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris. 14. Laporan Perubahan Ekuitas yang selanjutnya disebut LPE adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 15. Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah yaitu aset, utang, dan ekuitas pada tanggal tertentu. 16. Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disebut CaLK adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, dan laporan perubahan saldo anggaran lebih untuk pengungkapan yang memadai. 1 7. Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/ defisit dan pembiayaan, dan sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. 18. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BUN yang selanjutnya disingkat UABUN adalah unit akuntansi pada Kementerian Keuangan yang melakukan koordinasi dan pembinaan atas akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat unit akuntansi dan pelaporan keuangan pembantu BUN dan sekaligus melakukan penggabungan Laporan Keuangan seluruh unit akuntansi dan pelaporan keuangan pembantu BUN. 19. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa BUN Tingkat KPPN yang selanjutnya disebut UAKBUN- Daerah adalah unit akuntansi Kuasa BUN yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat KPPN. 20. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa BUN Tingkat Kantor Wilayah yang selanjutnya disebut UAKKBUN-Kanwil adalah unit akuntansi yang mengoordinasikan dan membina akuntansi dan pelaporan keuangan Kuasa BUN Daerah/KPPN dan menggabungkan laporan keuangan seluruh Kuasa BUN Daerah/KPPN. 21. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa BUN Tingkat Pusat yang selanjutnya disingkat UAKBUN- Pusat adalah unit akuntansi Kuasa BUN yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat Kuasa BUN Pusat. 22. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu BUN yang selanjutnya disingkat UAP BUN adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan koordinasi dan pembinaan atas akuntansi dan pelaporan keuangan sekaligus melakukan penggabungan laporan keuangan tingkat unit akuntansi dan pelaporan keuangan di bawahnya. 23. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu BUN Akuntansi Pusat yang selanjutnya disebut UAP BUN AP adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang menggabungkan Laporan Keuangan Kuasa BUN Pusat, koordinator Kuasa BUN kantor wilayah, dan Kuasa BUN Daerah (KPPN khusus penerimaan dan KPPN khusus pinjaman dan hi bah). 24. Rekonsiliasi adalah proses pencocokkan data transaksi keuangan yang di proses dengan beberapa sistem/ subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama. 25. Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah Inspektorat Jenderal/ Inspektorat Umum/ Inspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga. 26. Sistem Aplikasi Terintegrasi adalah sistem aplikasi yang mengintegrasikan seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan dan pelaksanaan pendapatan dan belanja negara dimulai dari proses penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan pada BUN dan kementerian/lembaga. 27. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat penanda tangan surat perintah membayar untuk mencairkan dana yang bersumber dari daftar isian pelaksanaan anggaran. 28. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara berdasarkan SPM. 29. Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan yang selanjutnya disingkat PIPK adalah pengendalian yang secara spesifik dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa Laporan Keuangan yang dihasilkan merupakan laporan yang andal dan disusun sesua1 dengan standar akuntansi pemerintahan. BAB II UNIT AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN Pasal 2 (1) SiAP merupakan subsistem dari SABUN. (2) Untuk pelaksanaan SiAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk unit akuntansi dan pelaporan keuangan yang terdiri atas:
KPPN selaku UAKBUN-Daerah;
Kanwil DJPb selaku UAKKBUN-Kanwil;
Dit. PKN selaku UAKBUN-Pusat; dan
DJPb selaku UAP BUN AP. (3) KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tidak termasuk KPPN Khusus Investasi. (4) UAP BUN AP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dilaksanakan oleh Dit. APK. (5) Penanggung jawab unit akuntansi dan pelaporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
Kepala KPPN, untuk UAKBUN-Daerah;
Kepala Kanwil DJPb, untuk UAKKBUN-Kanwil;
Direktur Pengelolaan Kas Negara, untuk UAKBUN- Pusat; dan
Direktur Jenderal Perbendaharaan, untuk UAP BUN AP. (6) SiAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan Kuasa BUN dengan menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi. (7) Laporan Keuangan Kuasa BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdiri atas:
Neraca;
LAK;
LPE; dan
CaLK. (8) Selain Laporan Keuangan Kuasa BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (6), unit akuntansi dan pelaporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menghasilkan LRA sebagai laporan manajerial. (9) LRA sebagaimana dimaksud pada ayat (8) merupakan LRA satuan kerja mitra kerja masing-masing unit akuntansi dan pelaporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). BAB III AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN Bagian Kesatu Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Bendahara Umum Negara Tingkat Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Pasal 3 (1) UAKBUN-Daerah memproses data transaksi:
penerimaan dan pengeluaran kas yang melalui Rekening Kuasa BUN Daerah;
penerimaan dan pengeluaran kas yang tidak melalui Rekening Kuasa BUN Daerah namun menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku harus mendapatkan penihilan/ pengesahan dari KPPN; dan/atau
penerimaan dan pengeluaran kas yang tidak melalui rekening Kuasa BUN Daerah namun mempengaruhi Neraca UAKBUN-Daerah. (2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
penerimaan kas yang melalui rekening Kuasa BUN Daerah yang dapat berupa pendapatan negara, pengembalian belanja, dan penenmaan pembiayaan;
pengeluaran kas penyaluran dana SP2D untuk belanja, pengeluaran pembiayaan, dan pengeluaran non anggaran melalui Rekening Kuasa BUN Daerah; dan/atau
penerimaan non anggaran dan pengeluaran non anggaran yang dapat berupa penerimaan kiriman uang atau pengeluaran kiriman uang atau pengeluaran kiriman uang untuk pemindahbukuan dana antar rekening kas negara dan penerimaan retur. (3) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufb terdiri atas:
penerimaan dan potongan pada SPM dengan jumlah yang sama sehingga jumlah pembayarannya nihil;
pendapatan dan belanja pada satuan kerja badan layanan umum;
pendapatan dan belanja yang bersumber dari hibah langsung dalam bentuk uang pada kemen terian / lembaga;
pendapatan/ penerimaan pembiayaan dan belanja yang bersumber dari hibah atau pinjaman dalam/ luar negeri yang oleh pihak pemberi pinjaman dan hibah dalam/luar negeri tidak disalurkan melalui rekening milik BUN namun langsung digunakan untuk mendanai pengeluaran satuan kerja; dan/atau
penerimaan dan pengeluaran lainnya yang menurut ketentuan perundang-undangan harus mendapat pengesahan dari KPPN. (4) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
transaksi pengeluaran transitoris atas SP2D uang persediaan/ tambahan uang persediaan yang mempengaruhi Kas di Bendahara Pengeluaran UAKBUN-Daerah;
transaksi penerimaan pengembalian dana uang persediaan /tambahan uang persediaan yang disetor melalui modul penerimaan negara yang mempengaruhi kas di bendahara pengeluaran UAKBUN-Daerah; dan/atau
transaksi penerimaan transitoris/pengeluaran transitoris atas SP2D retur yang mempengaruhi utang pihak ketiga pada UAKBUN-Daerah. (5) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c merupakan transaksi yang terjadi pada UAKBUN Daerah yang tidak mengelola rekening retur. (6) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disajikan sebagai utang pihak ketiga UAKBUN-Daerah. (7) J enis transaksi penerimaan dan pengeluaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
pendapatan;
belanja;
transfer ke daerah;
penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan;
penerimaan transitoris dan pengeluaran transitoris;
pengembalian; dan/atau
selisih kurs. Pasal 4 (1) Transaksi penerimaan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dicatat secara bruto sebesar nilai yang tercantum dalam dokumen sumber pada saat:
kas diterima di Rekening Kuasa BUN Daerah;
kas keluar dari Rekening Kuasa BUN Daerah;
terbit dokumen pengesahan transaksi penerimaan dan pengeluaran oleh KPPN;
terbit SP2D untuk SPM dengan potongan yang jumlah pembayarannya nihil;
kas keluar dari rekening Kuasa BUN Pusat, untuk pengeluaran yang melalui Rekening Kuasa BUN Pusat namun mempengaruhi Neraca UAKBUN- Daerah; atau
kas masuk ke Rekening Kuasa BUN Pusat atau Kuasa BUN Daerah lainnya, untuk penerimaan yang tidak melalui rekening Kuasa BUN Daerah bersangkutan namun mempengaruhi Neraca UAKBUN-Daerah. (2) Pengaruh terhadap aset, kewajiban, dan ekuitas yang timbul akibat transaksi penerimaan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disajikan di dalam Neraca UAKBUN-Daerah. (3) Penyajian dalam Neraca UAKBUN-Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk pengaruh transaksi penerimaan dan pengeluaran yang melalui rekening Kuasa BUN Daerah terhadap Neraca UAKBUN-Pusat atau UAKBUN-Daerah lainnya. Pasal 5 (1) UAKBUN-Daerah menyusun Laporan Keuangan tingkat UAKBUN-Daerah berdasarkan pemrosesan data transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1). (2) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun setelah dilakukan Rekonsiliasi dan analisis atau telaah Laporan Keuangan. (3) Dalam hal UAKBUN-Daerah belum dapat melakukan rekonsiliasi eksternal dengan UAKPA pada periode berjalan, UAKBUN-Daerah tetap dapat menyusun Laporan Keuangan. (4) Laporan Keuangan tingkat UAKBUN-Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
Neraca;
LAK;
LPE; dan
CaLK. (5) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. (6) Analisis atau telaah Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan yang mengatur mengenai analisis atau telaah Laporan Keuangan di lingkup sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pusat. Pasal 6 (1) UAKBUN-Daerah menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) kepada UAKKBUN-Kanwil setiap bulan, semesteran, dan tahunan. (2) UAKBUN-Daerah KPPN khusus penerimaan dan UAKBUN-Daerah KPPN khusus pinjaman dan hibah menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) kepada UAP BUN AP setiap bulan, semesteran, dan tahunan. t www.jdih.kemenkeu.go.id (3) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Kedua Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Bendahara Umum Negara Tingkat Kantor Wilayah Pasal 7 (1) UAKKBUN-Kanwil menyusun Laporan Keuangan tingkat UAKKBUN-Kanwil berdasarkan hasil pemrosesan data gabungan dan Laporan Keuangan tingkat UAKBUN-Daerah di wilayah kerjanya. (2) Laporan Keuangan tingkat UAKKBUN-Kanwil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun setelah dilakukan Rekonsiliasi dan analisis atau telaah LaporanKeuangan. (3) Dalam hal UAKBUN-Daerah belum dapat melakukan Rekonsiliasi eksternal dengan U AKPA pada periode berjalan, UAKKBUN-Kanwil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dapat menyusun Laporan Keuangan. • (4) Laporan Keuangan tingkat UAKKBUN-Kanwil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
Neraca;
LAK;
LPE; dan
CaLK. (5) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. (6) Analisis atau telaah Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan yang mengatur mengenai analisis atau telaah Laporan Keuangan di lingkup sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pusat. Pasal 8 (1) Untuk penyusunan Laporan Keuangan konsolidasian tingkat UAP BUN AP, UAKKBUN-Kanwil menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) kepada UAP BUN AP setiap triwulan, semesteran, dan tahunan. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Ketiga Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Bendahara Umum Negara Tingkat Pusat \ Pasal 9 (1) Untuk penyusunan Laporan Keuangan, UAKBUN-Pusat memproses data transaksi:
penerimaan dan pengeluaran kas yang melalui rekening Kuasa BUN Pusat; dan
penerimaan dan pengeluaran pada SPM atau dokumen yang dipersamakan, dengan potongan, yang pembayarannya melalui rekening Kuasa BUN Pusat. (2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
penerimaan kas melalui Rekening Kuasa BUN Pusat;
pengeluaran kas penyaluran dana SP2D untuk belanja, transfer, pengeluaran pembiayaan, pengeluaran non anggaran melalui rekening Kuasa BUN Pusat; dan/atau
penerimaan non anggaran atau pengeluaran non anggaran. (3) Transaksi penerimaan non anggaran atau pengeluaran non anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:
transaksi untuk _dropping; _ b. transaksi untuk penihilan;
transaksi untuk optimalisasi kas;
transaksi untuk pemenuhan dana SAL;
transaksi reimbursement (penggantian) atas pengeluaran kas di rekening kas umum negara; dan/atau
transaksi replenishment atas pengisian kas di rekening kas umum negara. (4) Transaksi penerimaan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
pendapatan;
belanja;
transfer ke daerah;
penerimaan dan pengeluaran pembiayaan;
penerimaan dan pengeluaran transitoris;
pengembalian; dan/atau
selisih kurs. Pasal 10 (1) Transaksi penerimaan dan pengeluaran kas pada UAKBUN-Pusat dicatat secara bruto sebesar nilai yang tercantum dalam dokumen sumber pada saat:
kas diterima di rekening Kuasa BUN Pusat; atau
kas keluar dari rekening Kuasa BUN Pusat. (2) Transaksi penerimaan pada UAKBUN-Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dicatat sebesar bruto dalam hal proses untuk menghasilkan pendapatan belum selesai, yang dapat berupa transaksi setoran pendapatan atas penerimaan negara bukan pajak minyak dan gas bumi. (3) Pengecualian atas transaksi penerimaan negara bukan pajak minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai petunjuk teknis akuntansi penerimaan bukan pajak dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. (4) Pengaruh terhadap aset, kewajiban, dan ekuitas yang timbul akibat transaksi penerimaan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disajikan di dalam Neraca UAKBUN-Pusat. (5) Penyajian dalam Neraca UAKBUN-Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk pengaruh transaksi penerimaan dan pengeluaran yang melalui rekening Kuasa BUN Pusat terhadap Neraca UAKBUN- Daerah. Pasal 11 (1) UAKBUN-Pusat menyusun Laporan Keuangan tingkat UAKBUN-Pusat berdasarkan pemrosesan data transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10. (2) Laporan Keuangan tingkat UAKBUN-Pusat se bagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun setelah dilakukan Rekonsiliasi dan analisis atau telaah Laporan Keuangan. (3) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
Neraca;
LAK;
LPE; dan
CaLK. (4) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi. dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. (5) Analisis atau telaah Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan yang mengatur mengenai analisis atau telaah Laporan Keuangan di lingkup sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pusat. Pasal 12 (1) UAKBUN-Pusat menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) kepada UAP BUN AP setiap semesteran dan tahunan. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Keempat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara Akuntansi Pusat Pasal 13 (1) UAP BUN AP menyusun Laporan Keuangan tingkat UAP BUN AP berdasarkan data gabungan dan informasi Laporan Keuangan dari UAKBUN-Daerah KPPN Khusus Penerimaan, UAKBUN-Daerah Khusus Pinjaman dan Hibah, UAKKBUN-Kanwil, dan UAKBUN-Pusat. (2) Laporan Keuangan tingkat UAP BUN AP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun setelah dilakukan Rekonsiliasi dan analisis atau telaah Laporan Keuangan. (3) Laporan Keuangan tingkat UAP BUN AP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
Neraca;
LAK;
LPE; dan
CaLK. (4) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. (5) Analisis atau telaah Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan yang mengatur mengenai analisis atau telaah Laporan Keuangan di lingkup sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pusat. (6) Dalam hal :
UAKBUN-Daerah belum dapat menyusun LPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf c;
UAKKBUN-Kanwil belum dapat menyusun LPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf c; dan/atau
UAKBUN-Pusat belum dapat menyusun LPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf c; LPE disusun oleh UAP BUN AP. Pasal 14 (1) Untuk penyusunan Laporan Keuangan konsolidasian tingkat UABUN, UAP BUN AP menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) kepada UABUN setiap semesteran dan tahunan. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. BAB IV TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING Pasal 15 (1) Kuasa BUN menyajikan transaksi dalam mata uang asing pada Laporan Keuangan dengan menggunakan mata uang rupiah. (2) Aset dan kewajiban moneter dalam mata uang asing disajikan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal pelaporan. (3) Kuasa BUN menyajikan dan mengungkapkan pengaruh selisih kurs di dalam Laporan Keuangan.
Pengaruh selisih kurs sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berpedoman pada ketentuan yang mengatur mengenai perlakuan akuntansi atas selisih kurs pada rekening milik BUN. BABV PENGENDALIAN INTERN ATAS PELAPORAN KEUANGAN Pasal 16 (1) Untuk memberikan keyakinan memadai bahwa pelaporan keuangan dilaksanakan dengan pengendalian intern yang memadai, setiap unit akuntansi dan pelaporan keuangan menerapkan PIPK. (2) Penerapan PIPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada lingkup Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat. (3) Untuk menjaga efektivitas penerapan PIPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penilaian PIPK yang dilaksanakan oleh tim penilai pada setiap unit akuntansi dan pelaporan keuangan. (4) Hasil penilaian PIPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam laporan hasil penilaian PIPK. (5) Untuk memberikan keyakinan terbatas kepada pimpinan mengenai efektivitas penerapan PIPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), APIP melakukan reviu penerapan PIPK berdasarkan laporan hasil penilaian PIPK. (6) Penerapan, penilaian, dan reviu PIPK dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai pedoman penerapan, penilaian, dan reviu pengendalian intern atas pelaporan keuangan pemerintah pusat. BAB VI PERNYATMN TANGGUNG JAWAB Pasal 17 (1) Setiap unit akuntansi dan pelaporan keuangan pada SiAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) membuat pernyataan tanggung jawab atas Laporan Keuangan yang disusunnya dan dilampirkan pada saat penyampaian Laporan Keuangan. (2) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh penanggungjawab unit akuntansi dan pelaporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4). (3) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pernyataan bahwa pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian internal yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. (4) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan paragraf penjelasan atas suatu kejadian yang belum termuat dalam Laporan Keuangan. BAB VII MODUL SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PUSAT Pasal 18 SiAP dilaksanakan sesuai dengan Modul Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB VIII PERNYATAAN TELAH DIREVIU Pasal 19 (1) Untuk meyakinkan keandalan informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan, dilakukan reviu atas Laporan Keuangan bagian anggaran BUN pengelolaan uang negara pada SiAP. (2) Reviu atas Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai reviu atas Laporan Keuangan BUN. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.05/2014 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat (Berita Negara Repulik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2046) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.05/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.05/2014 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat (Berita Negara Repulik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2140), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 21 Peraturan Menteri 1n1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2021
Relevan terhadap
Revisi Anggaran berupa pergeseran anggaran dalam 1 (satu) Program untuk substansi tertentu yang menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c butir 2 meliputi:
Pergeseran anggaran untuk penanggulangan bencana;
Pergeseran anggaran belanja yang bersumber dari PNBP antar-Satker;
pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian sisa kewajiban pembayaran Kegiatan/ proyek yang dibiayai melalui SBSN yang rrielewati tahun anggaran sesuai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang bersumber dari Sisa Anggaran Kontraktual;
pergeseran anggaran antar-Kegiatan/proyek kontrak tahun jamak yang dibiayai melalui SBSN dalam satu Program yang sama dalam rangka rekomposisi pendanaan antartahun untuk percepatan proyek/ Kegiatan termasuk melalui pemmJaman pagu;
Pergeseran anggaran untuk pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual pada dan/atau antar- Kegiatan/ proyek yang dibiayai melalui SBSN dalam satu Program yang sama;
Pergeseran anggaran untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran yang tidak diperkenankan (Ineligible Expenditure) atas Kegiatan yang dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri;
pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian restrukturisasi Kernen terian / Lem bag a;
pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan selisih kurs;
pergeseran anggaran dalam 1 (satu) atau antarprovinsi/kabupaten/kota dan/atau antar- kewenangan untuk Kegiatan dalam rangka tugas pembantuan, urusan bersama, dan/atau dekonsen trasi; J. pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi tunggakan tahun-tahun sebelumnya;
pergeseran anggaran untuk pembukaan kantor baru atau alokasi untuk Satker baru;
pergeseran anggaran untuk penyelesaian putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap _(inkracht); _ m. pergeseran anggaran Kegiatan kontrak tahun jamak untuk rekomposisi pendanaan antartahun;
pergeseran anggaran untuk pemanfaatan Sisa Anggaran Kontraktual dan/atau Sisa Anggaran Swakelola selain untuk menambah volume RO yang bersangkutan atau RO lain;
pergeseran anggaran RO Prioritas Nasional;
penggunaan dana RO cadangan;
pergeseran anggaran berupa perubahan peruntukan pada level Program/Kegiatan/RO dan/atau perubahan Satker dalam rangka r. penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dan lanjutan Program PEN; pergeseran anggaran yang mengakibatkan penurunan volume RO;
perubahan jenis belanja yang berdampak pada penurunan volume RO;
pergeseran anggaran antarsubbagian dalam BA BUN; dan / a tau u. pergeseran anggaran yang mengakibatkan perubahan sumber dana.
Direktorat J enderal Perbendaharaan juga berwenang memproses usul Revisi Anggaran berupa pergeseran anggaran dalam 1 ( satu) Program yang tidak memerlukan penelaahan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi tunggakan tahun-tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf j dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
tunggakan merupakan tagihan atas b. pekerjaan/penugasan yang telah diselesaikan tahun-tahun sebelumnya tetapi belum dibayarkan sampai dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2020; tunggakan dapat diproses dengan atau tanpa proses · Kementerian/ Lembaga; pembayarannya rev1s1 DIPA ~ www.jdih.kemenkeu.go.id c. Dalam hal tunggakan tahun yang lalu sebagaimana dimaksud pada huruf b terkait dengan:
belanja pegawai khusus gaJ1 dan tunjangan yang melekat pada gaji;
tunjangan kinerja sesuai dengan peraturan yang berlaku;
uang makan;
belanja perjalanan dinas pindah;
langganan daya dan jasa;
tunjangan profesi guru/ dosen;
tunjangan kehormatan profesor;
tun j angan tam bahan penghasilan guru Pegawai Negeri Sipil;
tunjangan kemahalan hakim;
tunjangan hakim _adhoc; _ 11. imbalan jasa layanan Bank/Pos Persepsi;
pembayaran jasa bank penatausaha penerusan pmJaman;
bahan makanan dan/atau perawatan tahanan untuk tahanan/ narapidana;
pembayaran provisi benda meterai; dan/atau 15 . Honorarium Penanganan Perkara (HPP) dan Honor Dukungan Penanganan Perkara (HDPP) Mahkamah Konstitusi, dapat dibebankan pada DIPA tahun anggaran berjalan tanpa melalui mekanisme revisi DIPA sepanjang alokasi anggaran untuk peruntukan yang sama sudah tersedia.
dalam hal usul Revisi Anggaran terkait dengan pembayaran: tunggakan selain yang dimaksud pada huruf c, pembayaran tunggakan harus diproses melalui mekanisme Revisi Anggaran.
Untuk tiap-tiap tunggakan tahun-tahun sebelumnya harus dicantumkan dalam catatan-catatan terpisah per akun dalam halaman IV.B DIPA pada tiap-tiap alokasi yang ditetapkan untuk mendanai suatu Kegiatan per DIPA per Satker.
Dalam hal kolom yang terdapat dalam Sistem Aplikasi untuk mencantumkan ca ta tan untuk semua tunggakan tidak mencukupi, rincian detail tagihan per akun dapat disampaikan dalam lembaran terpisah, yang ditetapkan oleh KPA.
Dalam hal jumlah tunggakan per tagihan tahun-tahun sebelumnya, nilainya:
sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), harus dilampiri surat pernyataan dari KPA;
di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp2 . 000.000.000,00 (dua miliar rupiah), harus dilampiri hasil verifikasi dari APIP K/L; dan/atau
di atas Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), harus dilampiri hasil verifikasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan .
Dalam hal tunggakan tahun sebelumnya merupakan:
· pekerjaan/Kegiatan yang telah diselesaikan pada tahun 2020 namun tidak dapat dibayarkan sebagian atau seluruhnya sebagai akibat adanya kebijakan penyesuaian pagu; dan/atau
pekerjaan/Kegiatan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Program PEN yang dibiayai dengan penerbitan SBN yang telah diselesaikan pada tahun 2020 namun belum dibayarnya sebagian atau seluruhnya, jumlah tunggakan per tagihan di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) cukup dilampiri hasil verifikasi dari APIP K/L.
Dalam hal tunggakan tahun-tahun sebelumnya sudah dilakukan audit oleh pihak pemeriksa yang berwenang, usulan Revisi Anggaran dapat f!S www.jdih.kemenkeu.go.id menggunakan hasil audit dari pihak pemeriksa yang berwenang tersebut sebagai dokumen pendukung pengganti surat pernyataan dari KPA atau pengganti hasil verifikasi dari APIP K/ L a tau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Dalam hal terdapat perbedaan angka antara tunggakan yang tercantum dalam halaman IV.B DIPA dengan hasil verifikasi/ audit, maka angka yang digunakan adalah angka hasil verifikasi/ audit.
Dalam rangka penyelesaian tunggakan sebelum tahun 2020, Kementerian/Lembaga mengusulkan pergeseran anggaran dalam 1 ( satu) Program yang sama sepanJang tidak mengurangi volume RO dalam DIPA ke Direktorat Jenderal Anggaran.
Dalam rangka penyelesaian tunggakan tahun 2020, Kementerian/Lembaga mengusulkan pergeseran anggaran dalam 1 ( satu) Program yang sama sepanJang tidak mengurangi volume RO dalam DIPA ke Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Mekanisme penyelesaian rev1s1 terkait dengan tunggakan tahun-tahun sebelumnya juga berlaku untuk penyelesaian revisi terkait dengan kurang bayar /kurang salur subsidi atau belanja anggaran BUN.
Batas akhir penenmaan usulan Revisi Anggaran ditetapkan sebagai berikut:
tanggal 29 Oktober 2021, untuk Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran; dan
tanggal 30 November 2021, untuk Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Dalam hal Revisi Anggaran dilakukan untuk pelaksanaan:
pergeseran anggaran untuk belanja pegawai, termasuk gaji untuk pegawai non-ASN;
pergeseran anggaran dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) ke bagian anggaran Kernen terian/ Lembaga;
Kegiatan yang dananya bersumber dari PNBP, termasuk penggunaan dana penerimaan klaim asuransi dalam rangka asuransi BMN, pinjaman luar negeri, hibah luar negeri, hibah dalam negeri, pinjaman dalam negeri, serta SBSN;
Revisi Anggaran terkait pinjaman/hibah baru, penyesuaian kurs penarikan pinjaman/hibah, Rupiah Murni Pendamping Pinjaman Luar Negeri, dan Revisi Anggaran dalam rangka pemberian hibah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing baik yang bersumber dari Rupiah Murni maupun dana hasil kelolaan Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional;
Kegiatan Kementerian/Lembaga yang merupakan tindak lanjut dari hasil sidang kabinet yang ditetapkan setelah terbitnya Undang-Undang mengenai perubahan atas Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2021;
Kegiatan-Kegiatan yang membutuhkan data/ dokumen yang harus mendapat persetujuan dari unit eksternal Kementerian/Lembaga seperti persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, hasil audit internal Pemerintah oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan/atau revisi pengesahan untuk membuka blokir; dan/atau
rev1s1 informasi kinerja berupa perubahan referensi RKA-K/L DIPA dan/atau untuk keperluan monitoring dan evaluasi anggaran, batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal tanggal 1 7 Desember 2021. (JS (3) Dalain hal Revisi Anggaran dilakukan:
untuk pelaksanaan Kegiatan yang memerlukan persetujuan Menteri Keuangan;
mensyaratkan adanya peraturan perundangan- undangan di atas Peraturan Menteri ini untuk pencairan anggaran;
rev1s1 DIPA BUN dan/atau DIPA Kementerian/Lembaga yang bersumber dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08);
pergeseran anggaran untuk penanggulangan bencana; dan/atau
rev1s1 dalam rangka pengesahan termasuk pengesahan penambahan belanja modal atas pengadaan tanah yang dilaksanakan oleh Lembaga Manajemen Aset Negara, batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran dan penyelesaiannya oleh Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 28 Desember 2021.
Pada saat penenmaan usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) seluruh dokumen telah diterima dengan lengkap.
Ketentuan mengenai tata cara pengaJuan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 24 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pengajuan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
Dalam hal Revisi Anggaran dilakukan untuk pengesahan anggaran belanja yang dibiayai dari penggunaan kelebihan realisasi atas Target PNBP yang dapat digunakan kembali sesuai ketentuan, yang telah direncanakan dalam APBN Tahun Anggaran 2021 atau APBN Perubahan Tahun Anggaran 2021 untuk Satker penghasil PNBP yang bersangkutan sepanjang dalam satu Program yang sama, batas akhir penenmaan usulan Revisi Anggaran dan penyelesaiannya oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan paling lambat tanggal 17 Desember 2021.
Dalam hal Revisi Anggaran dilakukan untuk pengesahan anggaran belanja yang dibiayai dari hibah langsung, pengesahan atas pengeluaran Kegiatan/RO yang dananya bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri melalui mekanisme pembayaran langsung dan letter of credit, dan/atau pemutakhiran referensi RKA- K/L berkaitan dengan revisi Petunjuk Operasional Kegiatan oleh KPA, batas akhir penerimaan usulan Revisi Anggaran dan penyelesaiannya oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan paling lambat tanggal 28 Desember 2021 .
Ketentuan mengenai tata cara pengaJuan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pengajuan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7).
Dalam hal . batas akhir penyampaian usulan Revisi Anggaran merupakan hari libur atau bagian dari kebijakan cuti bersama yang ditetapkan oleh Pemerintah, maka batas akhir penyampaian usul Revisi Anggaran dimajukan menjadi hari kerja terakhir sebelum hari libur atau cuti bersama dilakukan.