Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Kewajiban Pabean adalah semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang kepabeanan.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya Kewajiban Pabean.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Orang adalah orang perseorangan, lembaga, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum.
Eksportir adalah Orang yang melakukan ekspor.
Importir adalah Orang yang melakukan impor.
Penyelenggara Pos adalah badan usaha yang menyelenggarakan pos.
Penyelenggara Pos Yang Ditunjuk yang selanjutnya disingkat PPYD adalah Penyelenggara Pos yang ditugaskan oleh pemerintah untuk memberikan layanan internasional sebagaimana diatur dalam Perhimpunan Pos Dunia ( Universal Postal Union ).
Perusahaan Jasa Titipan yang selanjutnya disingkat PJT adalah Penyelenggara Pos yang memperoleh ijin usaha dari instansi terkait untuk melaksanakan layanan surat, dokumen, dan paket sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pos.
Pengangkut adalah Orang atau kuasanya yang:
bertanggung jawab atas pengoperasian Sarana Pengangkut yang mengangkut barang dan/atau orang; dan/atau
berwenang melaksanakan kontrak pengangkutan dan menerbitkan dokumen pengangkutan barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perhubungan.
Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan Kewajiban Pabean untuk dan atas kuasa Importir atau Eksportir.
Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
Barang Kiriman adalah barang yang dikirim melalui Penyelenggara Pos sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pos.
Penerima Barang adalah Orang yang menerima Barang Kiriman melalui Penyelenggara Pos.
Pengirim Barang adalah Orang yang mengirim Barang Kiriman melalui Penyelenggara Pos.
Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang selanjutnya disingkat PPMSE adalah pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk perdagangan.
Kartu Pos adalah Barang Kiriman yang berbentuk komunikasi tertulis di atas kartu bergambar dan/atau tidak bergambar.
Surat adalah Barang Kiriman yang menjadi bagian dari komunikasi tertulis dengan atau tanpa sampul yang ditujukan kepada individu atau badan dengan alamat tertentu, yang dalam proses penyampaiannya dilakukan seluruhnya secara fisik.
Dokumen adalah Barang Kiriman yang berbentuk data, catatan, dan/atau keterangan tertulis di atas kertas yang dapat dilihat dan dibaca.
Barang Kiriman Tertentu adalah Barang Kiriman selain Kartu Pos, Surat, dan Dokumen, yang pengirimannya dilakukan melalui PPYD yang tidak disertai dengan Consignment Note. 24. Akses Kepabeanan adalah akses yang diberikan kepada Pengguna Jasa untuk berhubungan dengan sistem pelayanan kepabeanan baik yang menggunakan teknologi informasi maupun manual.
Pemberitahuan Impor Barang yang selanjutnya disingkat PIB adalah pernyataan yang dibuat Orang dalam rangka melaksanakan Kewajiban Pabean Impor.
Pemberitahuan Impor Barang Khusus yang selanjutnya disingkat PIBK adalah pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang impor tertentu.
Dokumen Pengiriman Barang ( Consignment Note ) yang selanjutnya disebut CN __ adalah dokumen dengan __ kode CN- 22/CN-23 atau dokumen sejenis yang merupakan dokumen perjanjian pengiriman barang antara pengirim barang dan Penyelenggara Pos untuk mengirimkan Barang Kiriman kepada penerima barang.
Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap Pemberitahuan Pabean, misalnya invoice , packing list , bill of lading a irway bill , dokumen identifikasi barang, dokumen pemenuhan persyaratan impor, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak yang selanjutnya disingkat SPPBMCP adalah penetapan terkait tarif dan/atau nilai pabean atas barang impor serta pungutan bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor yang wajib dilunasi.
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
Tata Cara Perhitungan Persentase Tertentu atas Peningkatan Belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi yang Dikenakan terhadap Kenaikan Penerimaan Nega ...
Relevan terhadap
Menetapkan PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG TATA CARA PERHITUNGAN PERSENTASE TERTENTU ATAS PENINGKATAN BELANJA SUBSIDI ENERGI DAN/ ATAU KOMPENSASI YANG DIKENAKAN TERHADAP KENAIKAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SUMBER DAYA ALAM YANG DIBAGIHASILKAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh Negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN. 3. Sumber Daya Alam adalah bumi, air, udara, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang dikuasai oleh negara. 4. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi. 6. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan. 7. Bahan Bakar Minyak yang selanjutnya disingkat BBM adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari Minyak Bumi. 8. Liquified Petroleum Gas yang selanjutnya disingkat LPG adalah gas hidrokarbon yang dicairkan dengan tekanan untuk memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan penanganannya yang pada dasarnya terdiri atas propana, butana, atau campuran keduanya. 9. Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu yang selanjutnya disebut Jenis BBM Tertentu adalah bahan bakar yang berasal dan/ a tau diolah dari minyak bumi dan/ a tau bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi yang telah dicampurkan dengan bahan bakar nabati (biofueij sebagai bahan bakar lain dengan jenis, standar dan mutu (spesifikasi), harga, volume, dan konsumen tertentu dan diberikan subsidi. 10. LPG Tabung 3 (Tiga) Kg yang selanjutnya disebut LPG Tabung 3 Kg adalah LPG yang diisikan ke dalam tabung dengan berat isi 3 Kg. 11. Tenaga Listrik yang selanjutnya disebut Listrik adalah suatu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, tetapi tidak meliputi listrik yang dipakai untuk komunikasi, elektronika, atau isyarat. 12. Subsidi Energi adalah belanja subsidi Jenis BBM Tertentu, LPG Tabung 3 Kg, dan Listrik sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. 13. Kompensasi Energi adalah kompensasi harga jual eceran bahan bakar minyak dan dana kompensasi tarif tenaga listrik. 14. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari transfer ke daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah dan daerah, serta kepada daerah lain non penghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. Pasal 2 PNBP yang berasal dari Sumber Daya Alam yang dibagihasilkan kepada pemerintah daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri ini, terdiri atas:
PNBP yang berasal dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi; dan
PNBP yang berasal dari kegiatan usaha pertambangan Batubara. Pasal 3 Target PNBP yang berasal dari Sumber Daya Alam yang dibagihasilkan ke pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tercantum dalam APBN. Pasal 4 (1) Pemerintah melaksanakan kebijakan pemberian Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
subsidi Jenis BBM Tertentu;
subsidi LPG Tabung 3 Kg;
subsidi Listrik;
kompensasi BBM; dan
kompensasi Listrik. (3) Pemerintah dapat melakukan kebijakan peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kebutuhan pada tahun anggaran berjalan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB II PERHITUNGAN PERSENTASE TERTENTU ATAS PENINGKATAN BELANJA SUBSIDI ENERGI DAN/ ATAU KOMPENSASI ENERGI YANG DIKENAKAN TERHADAP PERKIRAAN KENAIKAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN .PAJAK YANG BERASAL DARI KEGIATAN USAHA HULU MINYAK BUMI DAN GAS BUMI YANG DIBAGIHASILKAN Bagian Kesatu Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi yang Dibagihasilkan Pasal 5 (1) PNBP yang berasal dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi se bagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi. (2) PNBP yang berasal dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagihasilkan kepada pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Perhitungan Persentase Tertentu atas Peningkatan Belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi Yang Dikenakan Terhadap Perkiraan Kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak Minyak Bumi dan Gas Bumi yang Dibagihasilkan Pasal 6 (1) Pemerintah dapat memperhitungkan persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi, dalam hal perkiraan realisasi PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) melampaui target penerimaan dalam APBN yang diikuti dengan kebijakan peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi. (2) Perkiraan realisasi PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang melampaui target penerimaan dalam APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (US dollar) dan/atau kenaikan harga minyak mentah Indonesia dari target yang ditetapkan dalam APBN. (3) Persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sebesar 100% (seratus persen) dari total peningkatan belanja Subsidi Energi dan Kompensasi Energi, dengan memperhatikan besarnya pengaruh dari masing-masing faktor yang memengaruhi perkiraan kenaikan PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi. (4) Dalam hal peningkatan nilai belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi lebih besar atau sama dengan nilai perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi, maka pembebanan nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi menggunakan sebagian atau paling tinggi 100% (seratus persen) dari jumlah perkiraan kenaikan PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan. (5) Pembebanan atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi terhadap kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi dihitung dengan menggunakan formula dan mengacu pada simulasi perhitungan yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 7 (1) Penghitungan dan penetapan DBH yang bersumber dari Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi dilaksanakan dengan mempertimbangkan nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dikenakan pada perkiraan kenaikan realisasi PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. (2) Tata cara penghitungan dan penetapan DBH yang bersumber dari Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III PERHITUNGAN PERSENTASE TERTENTU ATAS PENINGKATAN BELANJA SUBSIDI ENERGI DAN/ ATAU KOMPENSASI ENERGI YANG DIKENAKAN TERHADAP PERKIRAAN KENAIKAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERASAL DARI KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN BATUBARA YANG DIBAGIHASILKAN Bagian Kesatu Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kegiatan Usaha Pertambangan Batubara yang Dibagihasilkan Pasal 8 (1) PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hurufb, terdiri atas:
iuran tetap pertambangan Batubara; dan
iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara. (2) PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagihasilkan kepada daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Perhitungan Persentase Tertentu atas Peningkatan Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi Yang Dikenakan Terhadap Perkiraan Kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kegiatan Usaha Pertambangan Batubara yang Dibagihasilkan Pasal 9 (1) Pemerintah dapat meinperhitungkan persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b, dalam hal perkiraan realisasi PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara melampaui target penerimaan dalam APBN yang diikuti dengan kebijakan peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi. (2) Perkiraan realisasi PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royalti pertambangan Batubara yang melampaui target penerimaan dalam APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ( US dollar) dari target yang ditetapkan dalam APBN dan/atau kenaikan harga Batu.hara acuan yang digunakan dalam perhitungan perkiraan realisasi PNBP dibandingkan dengan harga Batubara acuan yang digunakan dalam perhitungan target PNBP. (3) Persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sebesar 100% (seratus persen) dari total peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi, dengan memperhatikan besarnya pengaruh dari masing-masing faktor yang memengaruhi kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara. (4) Dalam hal peningkatan nilai belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi lebih besar a tau sama dengan nilai kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara, maka pembebanan nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi menggunakan se bagian a tau paling tinggi 100% (seratus persen) darijumlah perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa 1uran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan. (5) Pembebanan atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi terhadap kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan dihitung dengan menggunakan formula dan mengacu pada simulasi perhitungan yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 10 (1) Penghitungan dan penetapan DBH Sumber Daya Alam dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara dilaksanakan dengan mempertimbangkan nilai pembebanan kenaikan perkiraan realisasi PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara terhadap nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi se bagaimana dim aksud dalam Pasal 9. (2) Tata cara penghitungan dan penetapan DBH Sumber Daya Alam dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royalti pertambangan Batubara dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. BAB IV PENETAPAN PERSENTASE TERTENTU ATAS PENINGKATAN BELANJA SUBSIDI ENERGI DAN/ATAU KOMPENSASI ENERGI YANG DtKENAKAN TERHADAP PERKIRAAN KENAIKAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DARI KEGIATAN USAHA HULU MINYAK BUMI DAN GAS BUMI DAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN BATUBARA YANG DIBAGIHASILKAN Pasal 11 (1) Dalam hal terdapat kebijakan peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi pada tahun anggaran berjalan, Direktorat Jenderal Anggaran menghitung jumlah kenaikan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan pada perkiraan kenaikan realisasi PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan. (2) Direktur Jenderal Anggaran c.q. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan menyampaikan permihtaan angka perkiraan kenaikan realisasi PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral selaku Instansi Pengelola PNBP kegiatan usaha pertambangan Batubara. (3) Angka peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung oleh Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan, berdasarkan:
Undang-Undang mengenai APBN atau APBN Perubahan;
Peraturan Presiden mengenai rincian APBN atau rincian APBN Perubahan; dan/atau
Dokumen penyesuaian APBN, diantaranya risalah rapat koordinasi asset liabilities committee (ALCo) atau dokumen yang dipersamakan. (4) Angka perkiraan kenaikan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan, dihitung oleh Instansi Pengelola PNBP berdasarkan:
Undang-Undang mengena1 APBN atau APBN Perubahan;
Peraturan Presiden mengenai rincian APBN atau APBN Perubahan; dan/atau
Dokumen penyesuaian APBN, diantaranya Laporan Semester, Prognosa, dan/atau dokumen lain yang dipersamakan. (5) Instansi Pengelola PNBP menyampaikan angka perkiraan kenaikan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Direktur J enderal Anggaran c. q. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan untuk dilakukan penelitian.
Berdasarkan angka peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan angka perkiraan kenaikan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan menghitung nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa 1uran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan. (7) Nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa 1uran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan dihitung secara proporsional dengan mempertimbangkan nilai peningkatan masing-masing PNBP. (8) Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan melaksanakan rapat pembahasan dalam rangka penetapan nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan, dengan melibatkan unit terkait di lingkup Kementerian Keuangan, Instansi Pengelola PNBP terkait, dan/atau Aparat Pengawas Intern Pemerintah Kementerian Keuangan. (9) Hasil kesepakatan rapat pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh pejabat eselon II atau setingkat yang berwenang. (10) Besaran nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan sesuai hasil kesepakatan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (9) disampaikan kepada Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai dasar penghitungan DBH dengan ditembuskan kepada Kementerian Dalam Negeri melalui Surat Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan. Pasal 12 (1) Besaran nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan pada perkiraan kenaikan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (10) bersifat sementara. (2) Besaran nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi dan nilai perkiraan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan dalam satu tahun anggaran secara final berdasarkan laporan keuangan pemerintah pusat audited yang diterbitkan oleh instansi pemeriksa yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam hal terdapat perbedaan antara angka yang digunakan dalam perhitungan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan angka yang digunakan dalam perhitungan final sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selisih kurang/lebih akan diperhitungan dalam penetapan besaran nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan pada perkiraan kenaikan realisasi PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan pada tahun anggaran berikutnya. (4) Menteri Keuangan menetapkan perhitungan selisih kurang/lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan dan diperhitungkan dengan persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi, tidak dibagihasilkan ke daerah dan tidak diperhitungkan sebagai kurang bayar DBH. Pasal 13 Peraturan Menteri m1 berlaku sepanjang kewenangan Pemerintah untuk melakukan perhitungan persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dikenakan terhadap kenaikan PNBP Sumber Daya Alam yang dibagihasilkan diatur dalam Undang-Undang mengenai APBN dan/atau APBN Perubahan. BABV KETENTUAN PENUTUP Pasal 14 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Penghitungan Persentase Tertentu atas Peningkatan Belanja Subsidi dan Kompensasi Energi terhadap Kenaikan Penerimanaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam yang Dibagihasilkan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1393) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.02/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194 /PMK.02/2021 ten tang Tata Cara Penghitungan Persentase Tertentu atas Peningkatan Belanja Subsidi dan Kompensasi Energi terhadap Kenaikan Penerimanaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam yang Dibagihasilkan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 593), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku Pasal 15 Peraturan Menteri m1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu ...
Relevan terhadap
bahwa untuk lebih mendorong dan meningkatkan kegiatan penanaman modal langsung, baik dari sisi pertumbuhan ekonomi, berkembangnya sektor usaha, kepastian hukum guna perbaikan iklim usaha yang lebih kondusif bagi kegiatan penanaman modal langsung di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional, serta pemerataan dan percepatan pembangunan bagi bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu, perlu mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang- bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
bahwa untuk memenuhi implementasi pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik dan percepatan pelaksanaan berusaha, perlu mengatur penyederhanaan prosedur pemberian fasilitas perpajakan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31A ayat (2) Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
Bidang-bidang Usaha Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional.
Bidang-bidang Usaha Tertentu dan di Daerah-daerah Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi dan daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional.
Lembaga Pengelola dan Penyelenggara Online Single Submission yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
Kegiatan Usaha Utama adalah bidang usaha dan jenis produksi/jasa pada saat pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan oleh Wajib Pajak sebagaimana tercantum dalam izin prinsip, izin investasi, pendaftaran Penanaman Modal yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota atau izin usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS yang diperoleh Wajib Pajak.
Wajib Pajak untuk dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus mengajukan permohonan sebelum saat mulai berproduksi komersial.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara daring melalui sistem OSS yang dilakukan:
bersamaan dengan pendaftaran untuk mendapatkan nomor induk berusaha bagi Wajib Pajak baru; atau
paling lambat 1 (satu) tahun setelah penerbitan izin usaha yang diterbitkan oleh lembaga OSS untuk Penanaman Modal dan/atau perluasan.
Menteri Keuangan menetapkan keputusan atas pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterima secara lengkap dan benar.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Dalam hal sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tersedia, pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara luring.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan secara luring sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Pengenaan Pajak Minimum Global Berdasarkan Kesepakatan Internasional
Relevan terhadap
Berdasarkan ketentuan GloBE, A Co memegang 70% Kepentingan Kepemilikan B Co selama jangka waktu 5 (lima) tahun sejak perjanjian. Berdasarkan Pasal 28 ayat (6), 30% dari laba bersih akuntansi keuangan B Co berkurang karena merupakan jumlah yang dialokasikan kepada pemilik yang bukan Entitas Grup berdasarkan Kepentingan Kepemilikannya. Sisa 70% dari penghasilan bersih dialokasikan kepada A Co berdasarkan Pasal 28 ayat (8) huruf b karena yurisdiksi A menganggap bahwa B Co sepenuhnya transparan secara fiskal sehingga seluruh keuntungan B Co diperoleh oleh pemiliknya (termasuk A Co). Fakta bahwa yurisdiksi A tidak memperlakukan perjanjian antara A Co dan pemegang kepentingan ekuitas lainnya sebagai pemberian hak tambahan kepada A Co atas 10% keuntungan B Co tidak relevan dengan alokasi penghasilan berdasarkan Pasal 28 ayat (8) huruf b selama yurisdiksi A memperlakukan B Co sepenuhnya transparan secara fiskal (yaitu tax transparent entity ). Contoh 5: Hold Co adalah sebuah Entitas yang berlokasi di negara A dan merupakan Entitas Induk Utama dari sebuah Grup PMN. Hold Co memiliki 60% Kepentingan Kepemilikan di B LP, sebuah tax transparent entity yang didirikan di Negara B. Sisa 40% Kepentingan Kepemilikan di B LP, dimiliki oleh Entitas yang bukan merupakan bagian dari Grup PMN tersebut (yang disebut sebagai "minoritas"), yang juga berlokasi di negara A. B LP memiliki sebuah toko di Negara B. Negara B menganggap bahwa toko tersebut merupakan Bentuk Usaha Tetap bagi Hold Co dan para pemilik Kepentingan Kepemilikan minoritas. Laba bersih akuntansi keuangan B LP adalah EUR200,00. Namun, hanya EUR100,00 dari laba bersih akuntansi keuangan B LP yang dapat dialokasikan ke Bentuk Usaha Tetap dan dikenakan pajak di Negara B. Berdasarkan Pasal 28 ayat (6), laba bersih akuntansi keuangan B LP dikurangi sebesar EUR80,00 karena jumlah tersebut merupakan bagian yang dapat dialokasikan kepada pemilik Kepentingan Kepemilikan minoritas (EUR200,00 x 40%). Jumlah yang tersisa (EUR120,00) dialokasikan sesuai dengan Pasal 28 ayat (8). Pertama, EUR60,00 dialokasikan ke Bentuk Usaha Tetap sesuai dengan Pasal 28 ayat (8) huruf a dan Pasal 28 ayat (10) karena, setelah dikurangi bagian Kepentingan Kepemilikan yang dimiliki oleh Entitas Grup. Sisanya, EUR60,00 dialokasikan kepada Hold Co berdasarkan Pasal 28 ayat (8) huruf b dan Pasal 28 ayat (10) karena B LP adalah tax transparent entity yang penghasilannya dialokasikan kepada Entitas Konstituen yang memilikinya.
Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang selanjutnya disingkat LPEI adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPEI.
Rencana Jangka Panjang yang selanjutnya disingkat RJP adalah rencana strategis yang mencakup rumusan mengenai tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.
Rencana Kerja Anggaran Tahunan yang selanjutnya disingkat RKAT adalah penjabaran tahunan dari RJP yang menggambarkan rencana kerja dan anggaran LPEI mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember, termasuk strategi untuk merealisasikan rencana tersebut.
Pembinaan adalah kegiatan pengaturan, pemberian arahan, pemilihan pengurus, penetapan target, dan kegiatan lain yang diperlukan oleh Menteri kepada LPEI untuk kinerja yang lebih baik.
Pengawasan adalah kegiatan pengukuran, penilaian, evaluasi, dan kegiatan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
Dewan Direktur adalah Dewan Direktur LPEI sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPEI.
Pembiayaan Ekspor Nasional yang selanjutnya disingkat PEN adalah fasilitas yang diberikan kepada badan usaha termasuk perorangan dalam rangka mendorong Ekspor nasional yang dapat berupa Pembiayaan, Penjaminan, Asuransi dan/atau kegiatan lain yang menunjang ekspor.
Pembiayaan adalah pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPEI.
Penjaminan adalah penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPEI.
Asuransi adalah asuransi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPEI.
Prinsip Syariah adalah prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPEI.
Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang ditunjuk oleh LPEI yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan serta memberikan nasihat kepada Direktur Eksekutif LPEI terhadap penyelenggaraan kegiatan LPEI agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
Tata Kelola adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh LPEI untuk pencapaian tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha dengan memperhatikan kepentingan setiap pihak yang terkait dalam penyelenggaraan kegiatan usaha, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan praktik yang berlaku umum.
Manajemen Risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha.
Pernyataan Selera Risiko ( Risk Appetite Statement ) adalah pernyataan Dewan Direktur mengenai tingkat risiko yang dapat diterima LPEI dalam upaya mewujudkan tujuan dan sasaran yang dikehendaki.
Retensi Sendiri adalah bagian dari jumlah uang ganti rugi atas kerugian atau fasilitas jaminan untuk setiap risiko yang menjadi tanggungan sendiri tanpa didukung reasuransi atau penjaminan ulang.
Pemeriksaan adalah rangkaian kegiatan mengumpulkan, mencari, mengolah, dan mengevaluasi data dan informasi mengenai kegiatan LPEI, yang bertujuan untuk memperoleh keyakinan atas kebenaran laporan periodik, menilai kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku serta memastikan bahwa laporan periodik sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Usaha Mikro Kecil Menengah Ekspor yang selanjutnya disingkat UMKM Ekspor adalah UMKM sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang UMKM dan koperasi yang menghasilkan produk untuk diekspor atau berkontribusi pada ekspor.
Usaha Menengah Berorientasi Ekspor yang selanjutnya disingkat UMBE adalah usaha dengan kriteria pelaku usaha yang memiliki nilai penjualan tahunan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional.
Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Harta adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-Undang Pengampunan Pajak adalah Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Undang-Undang adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Pajak Penghasilan adalah pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta perubahannya.
Surat Pernyataan adalah surat pernyataan harta untuk pengampunan pajak sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Pengampunan Pajak.
Utang adalah jumlah pokok utang yang belum dibayar yang berkaitan langsung dengan perolehan Harta.
Surat Berharga Negara adalah surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender, kecuali jika Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Tahun Pajak Terakhir adalah Tahun Pajak yang berakhir pada jangka waktu 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015.
Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disebut SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau Harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
SPT Tahunan adalah SPT untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta yang selanjutnya disingkat SPPH adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk mengungkapkan Harta, Utang, Harta bersih, serta penghitungan dan pembayaran Pajak Penghasilan terutang yang bersifat final.
Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor unik tanda bukti pembayaran/penyetoran ke Kas Negara yang diterbitkan sistem settlement terdiri dari kombinasi huruf dan angka.
Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih yang selanjutnya disebut Surat Keterangan adalah bukti keikutsertaan Wajib Pajak dalam program pengungkapan sukarela berdasarkan Undang-Undang.
Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Dealer Utama adalah bank atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai dealer utama surat utang negara dan dealer utama surat berharga syariah negara.
Private Placement adalah mekanisme transaksi Surat Berharga Negara yang dilakukan secara bilateral dengan ketentuan dan persyaratan ( terms and conditions ) Surat Berharga Negara sesuai kesepakatan.
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Terakhir yang selanjutnya disebut SPT Pajak Penghasilan Terakhir adalah Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2015 bagi Wajib Pajak yang akhir tahun bukunya berakhir pada periode 1 Juli 2015 sampai dengan 31 Desember 2015 atau Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 bagi Wajib Pajak yang akhir tahun bukunya berakhir pada periode 1 Januari 2015 sampai dengan 30 Juni 2015.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Penentuan Bentuk Usaha Tetap
Relevan terhadap
bahwa seiring dengan meningkatnya perkembangan model usaha lintas negara yang melibatkan subjek pajak luar negeri, perlu memberikan kepastian hukum bagi subjek pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya di Indonesia;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap;
Pengelolaan Anggaran dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program Pemulihan Ekonomi Nasional ...
Relevan terhadap
Berdasarkan kebijakan dan strategi penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN dan rencana strategis awal mengenai pendanaan untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN meliputi sektor sebagai berikut:
sektor kesehatan;
sektor perlindungan sosial;
sektor dukungan sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;
sektor insentif usaha;
sektor dukungan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah; dan
sektor pembiayaan korporasi.
Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN pada sektor kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk:
penyediaan belanja penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
insentif tenaga medis;
santunan kematian tenaga medis;
bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional;
pengadaan alat kesehatan, sarana dan prasarana, serta dukungan sumber daya manusia bagi Gugus Tugas Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)/Satuan Tugas Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
insentif perpajakan di bidang kesehatan; dan
penanganan kesehatan lainnya.
Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN pada sektor perlindungan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan antara lain untuk:
Program Keluarga Harapan;
Kartu Sembako;
Paket Sembako Jabodetabek;
Bantuan Sosial Tunai Non-Jabodetabek;
Kartu Prakerj a;
Diskon listrik;
Logistik/ pangan/ sembako;
Bantuan Langsung Tunai Dana Desa; dan
Perlindungan sosial lainnya.
Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN pada sektor dukungan sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan antara lain untuk:
Program padat karya Kementerian/Lembaga;
insentif perumahan;
pariwisata berupa hibah ke daerah dan diskon tiket oleh Kernen terian / Lem baga;
dana insentif daerah pemulihan ekonomi;
cadangan dana alokasi khusus fisik;
fasilitas pinjaman daerah; dan
dukungan sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah lainnya.
Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN pada sektor insentif usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakan untuk:
Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah;
pembebasari Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor;
pengurangan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25;
pengembalian pendahuluan pajak pertambahan nilai, penurunan tarif paj ak penghasilan; dan
insentif usaha lainnya.
Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN pada sektor dukungan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e digunakan an tar a lain un tuk:
subsidi bunga/ margin;
belan j a imbal j asa penj aminan (IJP);
Penempatan Dana Pemerintah di perbankan;
penjaminan loss limit kredit usaha mikro, kecil, dan menengah;
pajak penghasilan final usaha mikro, kecil, dan menengah ditanggung Pemerintah;
pembiayaan investasi kepada koperasi melalui lembaga pengelola dana bergulir koperasi usaha mikro, kecil, dan menengah; dan
dukungan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah lainnya.
Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN pada sektor pembiayaan korporasi untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dapat dilaksanakan melalui:
Penempatan Dana di perbankan;
PMN;
pembiayaan untuk modal kerja;
kegiatan penjaminan dengan skema yang ditetapkan oleh Pemerintah;
pemberian pinjaman;
belan j a im bal j asa pen j aminan (IJP) pelaku usaha korporasi dan imbal jasa penjaminan (IJP) loss _limit; _ dan g. investasi Pemerintah lainnya sesuai ketentuan perundang- undangan.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah orgamsas1 non-Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran Kementerian / Lembaga.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) yang selanjutnya disebut BA 999.08 adalah subbagian anggaran bendahara umum negara yang nienampung belanja Pemerintah Pusat untuk keperluan belanja pegawai, belanja bantuan sosial, belanja lain-lain yang pagu anggarannya tidak dialokasikan dalam bagian anggaran Kernen terian / Lem bag a.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kernen terian / Lem baga.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan tanggung jawab penggunaan anggaran Kernen terian / Lem baga yang bersangku tan. dan pada 8. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh PA/KPA atau pembantu penguna anggaran/kuasa pengguna anggaran bendahara umum negara.
Pagu Anggaran adalah alokasi anggaran yang ditetapkan dalam DIPA untuk mendanai belanja Pemerintah Pusat dan/atau pembiayaan anggaran dalam APBN.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah bagian dari suatu unit organ1sas1 pada Kementerian/Lembaga yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa program/kegiatan dan membebani dana APBN.
Program adalah penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi Kementerian/Lembaga yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon I atau unit Kementerian/Lembaga yang berisi kegiatan untuk mencapai hasil dengan indikator kinerja yang terukur.
Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dij adikan se bagai modal badan usaha milik negara, perseroan terbatas lainnya, dan/atau Lembaga, dan dikelola secara korporasi, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penempatan Dana adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah dengan menempatkan sejumlah dana pada bank umum tertentu dengan bunga tertentu.
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Penjaminan dalam rangka Program PEN yang selanjutnya disebut Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan oleh penjamin dalam rangka pelaksanaan Program PEN atas pemenuhan kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan. 1 7. Program Kesehatan adalah Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) berupa penyediaan belanja penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), insentif tenaga medis, sahtunan kematian tenaga medis, bantuan 1uran Jaminan Kesehatan Nasional, pengadaan alat kesehatan, sarana dan prasarana, dan dukungan sumber daya manusia bagi Gugus Tugas Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) / Satuan Tugas Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), insentif perpajakan di bidang kesehatan, dan penanganan kesehatan lainnya.
Program Perlindungan Sosial adalah Program PEN yang yang diarahkan untuk membantu meningkatkan daya beli masyarakat, utamanya masyarakat miskin, kurang mampu, serta masyarakat berpenghasilan rendah, termasuk industri kecil, termasuk bantuan/kegiatan terkait dengan pangan/logistik.
Program Dukungan Sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah adalah upaya yang diarahkan untuk pemulihan ekonomi nasional melalui dukungan sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, termasuk bantuan Pemerintah untuk masyarakat dan kelompok masyarakat yang terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dan pinjaman ke daerah.
Program Insentif Usaha adalah fasilitas-fasilitas perpajakan dan dukungan lainnya yang diberikan kepada para pelaku usaha, yang akan mendorong pemulihan perekonomian nasional.
Program Dukungan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah adalah kebijakan-kebijakan fiskal Pemerintah melalui subsidi, pembiayaan, dan bantuan lainnya kepada usaha mikro, kecil, dan menengah dalam rangka mendukung Program PEN.
Program Pembiayaan Korporasi adalah kebijakan- kebijakan fiskal Pemerintah melalui pembiayaan dan dukungan korporasi lainnya kepada badan usaha milik negara dan badan selain badan usaha milik negara yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk menjalankan kegiatan usaha untuk mendorong Program PEN.
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Tata Cara Penyediaan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Bantuan Pembayaran Tagihan Listrik Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negar ...
Relevan terhadap
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 5 jo. Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional, untuk melaksanakan Program Pemulihan Ekonomi Nasional Pemerintah diberikan kewenangan melakukan kebijakan melalui belanja negara berupa jaring pengaman sosial ( social safety net ) termasuk bantuan sosial dan bantuan Pemerintah;
bahwa untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan ekonomi pelaku usaha dan kelompok masyarakat dalam menjalankan usaha dan aktivitasnya sebagai bagian dari upaya mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional, Pemerintah sesuai dengan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu memberikan bantuan pembayaran tagihan listrik Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara bagi pelanggan golongan industri, bisnis, dan sosial, yang dananya dialokasikan pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08);
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 110 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang mengatur pelaksanaan anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08);
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penyediaan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Bantuan Pembayaran Tagihan Listrik Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara bagi Pelanggan Golongan Industri, Bisnis, dan Sosial dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak atas Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan yang Berlaku pada Kementeria ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pertimbangan Teknis Pertanahan adalah pertimbangan yang memuat hasil analisis teknis penatagunaan tanah yang meliputi ketentuan dan syarat penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan/atau pemanfaatan tanah dengan memperhatikan rencana tata ruang, sifat dan jenis hak, kemampuan tanah, ketersediaan tanah serta kondisi permasalahan pertanahan.
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat KKPR adalah kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan Rencana Tata Ruang.
Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat PKKPR adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang selain rencana detail tata ruang.
Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat RKKPR adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian rencana kegiatan pemanfaatan ruang yang didasarkan pada kebijakan nasional yang bersifat strategis dan belum diatur dalam rencana tata ruang dengan mempertimbangkan asas dan tujuan penyelenggaraan penataan ruang.
Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
Kegiatan Berusaha adalah kegiatan pemanfaatan ruang yang memerlukan Perizinan Berusaha.
Kegiatan Nonberusaha adalah kegiatan pemanfaatan ruang yang pelaksanaannya tidak memerlukan Perizinan Berusaha.
Tanah Timbul adalah daratan yang terbentuk secara alami maupun buatan karena proses pengendapan di sungai, danau, pantai dan/atau pulau timbul, serta penguasaan tanahnya dikuasai Negara.
Penggunaan Tanah adalah wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia.
Pemanfaatan Tanah adalah kegiatan untuk mendapatkan nilai tambah tanpa mengubah wujud fisik penggunaan tanahnya.
Kemampuan Tanah adalah penilaian pengelompokan potensi unsur-unsur fisik wilayah bagi kegiatan Penggunaan Tanah.
L adalah luas tanah yang dimohonkan dalam satuan luas meter persegi (m2).
HSBKpa adalah Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan pemeriksaan tanah oleh Panitia A untuk tahun berkenaan, untuk komponen belanja bahan dan honor yang terkait dengan keluaran (output) kegiatan sidang panitia pemeriksaan tanah, penerbitan Keputusan Hak, dan penerbitan sertifikat.
HSBKpb adalah Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan pemeriksaan tanah oleh Panitia B untuk tahun berkenaan, untuk komponen belanja bahan dan honor yang terkait dengan keluaran (output) kegiatan sidang panitia pemeriksaan tanah, penerbitan Keputusan Hak, dan penerbitan sertifikat.