Klasifikasi Objek Pajak dan Tata Cara Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan
Relevan terhadap
bahwa untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, simplifikasi regulasi, dan meningkatkan pelayanan bagi Wajib Pajak, perlu mengganti ketentuan mengenai klasifikasi dan penetapan nilai jual objek pajak sebagai dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.03/2014 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan;
bahwa dengan beralihnya kewenangan pemungutan dan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ke Pemerintah Daerah berdasarkan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, kewenangan Direktorat Jenderal Pajak terkait Pajak Bumi dan Bangunan adalah mengelola Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan, dan sektor lainnya;
bahwa untuk memberikan kepastian hukum terkait pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan yang diatur secara khusus dalam Kontrak Karya, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, atau Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi, perlu menyelaraskan kewajiban pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan yang diatur secara khusus tersebut dengan mekanisme penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Klasifikasi Objek Pajak dan Tata Cara Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
Penyelenggaraan Penataan Ruang
Relevan terhadap
Dalam Feraturan Pemerintah ini yang dimairsud dengan:
Ruang aaaan wadah yang meliputi ruang darat, rual1g laut, dan ruang udira,. t€'rura-suk ruang di <ialim bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat rnaitusia de.n ma.khluk lain hidup, melal: ukan kegiatan, dan rnernelihara kelangsungan hid',rpnya. 2. Tata Ruang a.clalah wrijud Struktur Ruang dan Fola Ruang. 3. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pr1sa1 permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai perrdurkung kegiatan sosial ekonomi Masyarakat yang $ecara hierarkis memiliki hubungan fungsio,^er1. 4. Pol: i Rtiang adalah distribursi penrntukan ruang cialam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruutukan ruang untuk fungsi budi'daya. 5. Rencana Tata Ruang yang selanjutnya disingkat Rl'R adalah hasil perenchnaan tata ruang. 6. Rencana Detail 'lata Ruang yang sela.niutnya disingkat RDTR aCalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kal: upaten/kota yang diiengka; : i dengan peraturan zonasi 1: ibupaten/kota. IVienetapkan 7. Rencana 7. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara yang selanjutnya disingkat RDTR KPN ada.lah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain. 8. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses Perencanaan Tata Ruang, Pemanfaatan Ruang, dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang. 9. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan Penataan Ruang. 10. Pengaturan Penataan Ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah ^'Daerah, dan Masyarakat dalam Penataan Ruang. 1 1. Pembinaan Penataan Ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja Penataan Ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pueat, Pemerintah Daerah, cian Masyarakat. 12. Pelaksanaan Penataan Ruang adalah upaya pertcapaian tujuan Penataan Ruang melalui pelaksanaan Perencanaan Tata Ruang, Pemanfaatan Ruang, dan Pengenda,lian Pemanfaatan Rtrang. 13. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuli menentukan Struktur Ruang dan Pola Ruang yang meliputi pet5rusunatr dan penetapan RTR. 14. Pemanfaatan Ruarrg adalah upaya untuk mewrjud}: an Struktur Ruang dan Por-a Ruang sesuai dengan RTR melalui pen5rusunan dan pelaksanaan progranl beserta pembiayao.ri: {el. 15. Pengenclalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib Tata Ruarrg. 16. Pengawasan Penataan ^-Ruang adalah upaya agar Penyelenggaiaan Perfata.an Ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang adalah kesesuaian antara rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan RTR. 18. Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian antara rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan RDTR. 19. Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian antara rencena kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan RTR selain RDTR. 20. Rekomendasi Kesesuaian Kegiata.n Pemanfaatan Ruang adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang yang didasarkan pada kebijakan nasional yang bersifat strategis dan belum diatur dalam RTR dengan mempertimbangkan asas dan tujuan Penyelenggaraan Penataan Ruang. 21. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geo$rafis' beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administra-tif dan/atau aspek fungsional. 22. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya, 23. Kawasan Lindurrg adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. 24. Kavrasan Budi Daya adalafr wilayah Srang ditetapkan dengan fungsi utama unttrk dibuciidayakan atas ciasar kondisi dan potensi sunrber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. 25. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya.. alam dengan susunan fungsi kawasa: -r sebagai tempat permukiman perdesaan, .peiayan jasa pemerintah3.n, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi' 33. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 34. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelornpok Orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau Pemangku Kepentingan nonpemerintah lain dalam Penyelenggai'aan Penataan Ruang. 35. Menteri adalah inenteri yang menyelenggarakan urLlsan pemerintahan di biclang penataan ruang. 36. Forum Penataan Ruang adalah wadah di tingkat pusat dan daerah yang bertugas untuk membantu Pemerintah Pr,rsat dan Pemerintah Daerah dengan memberikan pertimbangan dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang. 37. Konsultasi hlblik adalah partisipasi aktif Masyarakat untuk mendapatkan masukan, tanggapan, atau saran perbaikan dalam penyusunan RTR. 38. Badan Bank Tanah yang selanjutnya disebut Bank Tanah adalah badan khusus (sui generb) yang merupakan badarr hukum Indonesia l/ang dibentuk oleh Pemerintah Pusat yang diberi kewenangan khusus untuk mengelola tanah. 39. Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu. 40. Usaha Mikro dan Kecil yang selanjutnya disingkat UMK adalah usaha mikro dan usaha kecil sebagaimana Ci; naksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Mikr<1, Kecil, dan Menengah. 4L. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 42. Batas Daerah adalah batas daerah antarprovinsi dan/atau kabupaten/ kota.
Laut adalah ruang perairan di muka bumi yang menghubungkan daratan dengan daratan dan bentuk-bentuk alamiah lainnya, yang merupakan kesatuan geografis dan ekologis beserta segenap unsur terkait, dan yang batas dan sistemnya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan hukum internasional. 44. Perencanaan Ruang Laut adalah suatu pr.oses untuk menghasilkan Rencana Tata Ruang Laut dan/atau Rencana Zonasi untuk menentukan Struktur Ruang Laut dan Pola Ruang Laut. 45. Rencana Tata Ruang Laut yang selanjutnya disingkat RTRL adalah hasil dari proses Perencanaan Tata Ruang Laut. 46. Struktur Ruang Laut adalah susunan pusat pertumbuhan kelautan dan sistem jaringan prasarana dan sarana Laut yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi Masyarakat yang secara hierarkis merriilild hubungan fungsional. 47. Pola Ruang Laut adalah distribusi peruntukan ruang Laut dalam wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi. 48. Rencana Zonasi yang selanjutnya disingkat RZ adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya setiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan Struktur Ruang dan Pola Ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh Persetrrjuan Kesesuaidn l.egiatan Pemanfaatan Ruang Laut, konfirmasi kesesuaian ruang laut, cian Perizinan Berusaha pemanfaatan di Laut. 49. Kawasan Antarwilayah adalah kawasan laut yang meliputi dua provinsi atau lebih yang dapat berupa teluk, sela'., dan Laut.
Ka'*rasan Strategis Irlasional T'ertentu yang selanjutnya disingkat KSITT adalah kawasan yang terkait dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia, yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional. 51. Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional yang selanjutnya Cisingkat RZ KSN adalah rencana yang disusun untuk menentukan arahan Pemanfaatan Ruang Laut di KSN. 52. Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu yahg selanjutnya disingka\ RZ KSNT adalah rencana yang disusun untuk menentukan arahan Pemanfaatan Ruang Laut di KSNT. 53. Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah yang selanjutnya disingkat RZ KAW adalah rencana yang disusun untuk menentukan arahan Pemanfaatan Ruang Laut di Kawasan Antarwilayah. 54. Rencana Zotasi Wilayah Pesisir dan hrlau-Pulau Kecil yang selanjutny,r disingkat RZWP-3-K adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumher daya yang disertai dengan penetapan alokasi ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. 55. Perairan Pesisir adalah Laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil Laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangka!, rau,a payau, dan laguna. 56. Pulau-Pulau Kecil Terluar yang selanjutnya disingkat PPKT adalah pulau-pulau kecil yang memiliki titik- titik dasar koordinat geogralis yang menghubungkan garis parrgkal Laut kepulauan sesuai dengan hukum internasional dan nasional.
Kawasan Pemanfaatan Umum adalah bhgian dari Laut yang ditetapkan peruntukannya bagi berbagai sektor kegiatan. 58. Kawasan Konseryasi adalah kawasan yang mempunyai ciri khas tertentu sebagai satu kesatuan ekosistem yang dilindungi, dilestarikan, dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. 59. Alur Laut adalan perairan yang dimanfaatkan, antara lain, untuk ah: r pelayaran, pipa danr'atau kabel bawah laut, dar. migrasi biota laut. 60. Masyarakat L,okal,adalah kelompok Masyarakat yang menjalankan tata kehidupan sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku umum, tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada sumber daya pesiisir dan pulau- pulau kecil tertentu. 61. Masyarakat Tradisional adal:
Tata Cara Penjaminan Pemerintah Melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional ...
Relevan terhadap
Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), diberikan terhadap kewajiban finansial atas Pinjaman modal kerja yang diterima oleh Pelaku Usaha.
Kewajiban finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tunggakan pokok pinjaman dan/atau bunga/imbalan sehubungan dengan Pinjaman modal kerja sebagaimana disepakati dalam perjanjian Pinjaman.
Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk Pinjaman modal kerja baru atau tambahan Pinjaman modal kerja dalam rangka restrukturisasi.
Pelaku U saha s. e bagaimana dimaksud pad a ayat (1) merupakan pelaku kategori usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.
Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam perjanjian kerja sama antara Penjamin dan Penerima Jaminan.
Tata cara pemberian Penjaminan Pemerintah kepada Pelaku Usaha dengan kategori sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Penjaminan Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Penjaminan Program PEN adalah penjaminan yang diberikan dalam rangka melaksanakan Peraturan Pemerintah ten tang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Penjaminan Pemerintah adalah penJamman yang diberikan untuk dan atas nama Pemerintah oleh Menteri melalui badan usaha penjaminan yang ditunjuk sebagai penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial terj amin kepada penerima j aminan dalam rangka pelaksanaan Penjaminan Program PEN.
Pinjaman adalah setiap pembiayaan baik secara konvensional maupun syariah dari kreditur atau pemberi fasilitas pembiayaan syariah berupa sejumlah uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu yang menimbulkan kewajiban finansial berdasarkan perjanjian pinjaman atau perjanjian pembiayaan.
Pelaku U saha adalah pelaku us aha di sektor riil dan sektor keuangan yang meliputi usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, usaha besar, dan koperasi yang kegiatan usahanya terdampak oleh pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Penjamin adalah Pemerintah dalam hal ini Menteri yang dilaksanakan melalui penugasan kepada badan usaha penjaminan.
Penerima Jaminan adalah bank yang memberikan fasilitas Pinjaman.
Terjamin adalah Pelaku Usaha penenma Penjaminan Pemerintah.
Otoritas J asa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
PT Jaminan Kredit Indonesia yang selanjutnya disebut PT Jamkrindo adalah Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang penjaminan kredit.
PT Asuransi Kredit Indonesia yang selanjutnya disebut PT Askrindo adalah Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang penjaminan kredit dan asuransi umum.
Imbal Jasa Penjaminan yang selanjutnya disingkat IJP adalah sejumlah uang yang diterima oleh Penjamin dari Terjamin dalam rangka kegiatan penjaminan.
Imbal Jasa Penjaminan Loss Limit yang selanjutnya disingkat IJP Loss Limit adalah sejumlah uang yang diterima oleh Pemerintah dari badan usaha yang menerima dukungan loss limit dalam rangka kegiatan dukungan Penjaminan Pemerintah.
PT Reasuransi Indonesia U tama (Persero) yang selanjutnya disebut PT Reasuransi Indonesia adalah Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang reasuransi.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Regres adalah hak Penjamin untuk menagih Terjamin atas apa yang telah dibayarkan oleh Penjamin kepada Penerima Jaminan untuk memenuhi kewajiban Terjamin tersebut.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari Pengguna Anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangku tan.
Peraturan Menteri 1m mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap pengundangan orang mengetahuinya, Peraturan Menteri memerintahkan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Juni 2020 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Juni 2020 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI DIREKTUR JENDERAL PERATURANPERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 660 LAMPIRAN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 /PMK.08/2020 TENTANG TATA CARA PENJAMINAN PEMERINTAH MELALUI BADAN USAHA PENJAMINAN YANG DITUNJUK DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROGRAMf PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL I. TATA CARA PEMBERIAN PENJAMINAN KEPADA PELAKU USAHA KATEGORI USAHA MIKRO, USAHA KECIL, DAN USAHA MENENGAH A. Tata Cara Pemberian Penjaminan 1. Ketentuan Penerima Jaminan Untuk dapat menjadi peserta Penjaminan Program PEN, pihak Penerima Jaminan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);
Penerima Jaminan menanggung minimal 20% dari risiko Pinjaman modal kerja;
pembayaran bunga kredit/imbalan/margin pembiayaan dari Pelaku Usaha kepada Penerima Jaminan dapat dibayarkan di akhir periode Pinjaman; dan
Penerima Jaminan sanggup menyediakan sistem informasi yang memadai untuk melaksanakan program Penjaminan Pemerintah.
Ketentuan Terjamin Untuk dapat menjadi peserta Penjaminan Program PEN, pihak Terjamin harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4);
Pelaku Usaha dapat berbentuk usaha perseorangan, koperasi, ataupun badan usaha;
plafon Pinjaman maksimal Rp 10. 000. 000. 000, 00 (sepuluh miliar rupiah) dan hanya diberikan oleh satu Penerima Jaminan;
Pinjaman yang dijamin adalah Pinjaman yang sertifikat penjaminannya diterbitkan paling lambat tanggal 30 November 2021;
tenor Pinjaman maksimal 3 (tiga) tahun;
Pelaku Usaha tidak termasuk dalam daftar hitam nasional; dan
Pelaku Usaha memiliki performing loan lancar (kolektibilitas 1 atau kolektibilitas 2) dihitung setiap tanggal 29 Februari 2020.
Kerja sama antara PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo dengan pihak Penerima J aminan a. Dalam pelaksanaan Penjaminan Program PEN, PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo melakukan kerja sama dengan pihak Penerima Jaminan.
Kerja sama antara lain dilakukan untuk menentukan:
j enis dokumen yang harus diserahkan oleh Pelaku Usaha dan pihak Penerima Jaminan;
metode pertukaran data yang dilakukan antara PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo dengan pihak Penerima Jaminan; dan
Batas penerapan skema penJamman otomatis bersyarat ( Conditional Automatic Coverage/ CAC) dan penjaminan bersyarat (case by case coverage). 4. Permohonan Pinjaman dan Penjaminan a. Pelaku Usaha yang memenuhi syarat sebagai Terjamin mengajukan permohonan kredit modal kerja/pembiayaan modal kerja kepada pihak Penerima Jaminan.
Atas permohonan tersebut, Penerima Jaminan melakukan analisa syarat dan ketentuan sesuai dengan standar operasi yang berlaku di masing-masing Penerima Jaminan.
Dalam hal syarat dan ketentuan telah terpenuhi, PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo menerbitkan sertifikat penjaminan kepada Penerima Jaminan.
Pemberian jaminan dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku di PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo dengan memperhatikan perjanjian kerja sama dengan Penerima Jaminan.
Terhadap Pinjaman yang telah terbit, PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo mengajukan tagihan pembayaran IJP kepada Pemerintah.
Pengajuan Pembayaran IJP oleh PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo kepada Pemerintah a. PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo mengajukan permohonan pembayaran IJP kepada KPA paling lambat setiap tanggal 15 (lima belas) untuk penJamman yang diterbitkan periode bulan sebelumnya.
Dalam hal tanggal 15 (lima belas) jatuh pada hari libur, maka pengajuan permohonan dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Permohonan pembayaran IJP disertai data pendukung paling kurang se bagai beriku t:
surat permohonan pembayaran IJP sesuai dengan format tercantum dalam angka romawi II;
rincian tagihan IJP per sektor usaha per bank penyalur sesuai dengan format tercantum dalam angka romawi IV;
kuitansi atau bukti penenmaan pembayaran yang telah ditandatangani oleh Direksi PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo;
surat pernyataan tanggung jawab mutlak sesuai dengan format tercantum dalam angka romawi V;
salinan sertifikat penjaminan; dan
arsip data komputer penjaminan.
Perhitungan besaran IJP dilakukan dengan formula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3).
Kebenaran data pendukung permohonan pembayaran IJP . menjadi tanggung jawab PT Jamkrindo dan PT Askrindo.
IJP yang dimintakan oleh PT Jamkrindo dan PT Askrindo akan dibayarkan KPA melalui belanja subsidi IJP atas pelaksanaan program PEN.
Pengujian Pembayaran Belanja Subsidi IJP atas Pelaksanaan Program PEN oleh KPA a. KPA melakukan pengujian dokumen atas permohonan pembayaran belanja subsidi IJP atas pelaksanaan program PEN yang diajukan oleh PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo berdasarkan data Pelaku Usaha yang terdapat dalam Sistem lnformasi Kredit Program.
Dalam hal Sistem Informasi Kredit Program belum ditetapkan, data Pelaku Usaha yang digunakan mengacu pada data yang terdapat pada PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo yang telah dilakukan proses endorsmen oleh Penerima Jaminan.
Pelaksanaan pengujian dokumen atas permohonan pembayaran belanja subsidi IJP atas pelaksanaan program PEN diatur dalam standar prosedur operasional yang ditetapkan oleh KPA.
Tata cara pencairan belanja subsidi IJP atas pelaksanaan program PEN oleh KPA dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan Klaim a. Dalam hal risiko kredit terjadi, Penerima J aminan dapat mengajukan klaim kepada PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo.
Tata cara pelaksanaan klaim dilakukan berdasarkan perjanjian kerja sama antara Penerima Jaminan dengan PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo.
Pemeriksaan, Akuntansi, dan Pelaporan a. Untuk keperluan pemeriksaan, PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo harus menyampaikan laporan, informasi dan/atau data terkait pelaksanaan Penjaminan Pemerintah kepada Menteri, ditembuskan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Apabila dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a ditemukan Penjaminan Pemerintah yang tidak sesuai dengan syarat dan ketentuan, maka IJP yang telah terbayarkan dikembalikan oleh PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo ke Kas Negara atau diperhitungkan untuk pembayaran IJP periode berikutnya.
KPA menyelenggarakan akuntansi dan pelaporan keuangan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang- undangan. B. Dukungan Pemerintah 1. Permohonan Dukungan a. PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo dapat mengajukan permohonan dukungan loss limit kepada Pemerintah dalam hal ini Men teri.
Pengajuan dukungan loss limit dilakukan sejak awal Penjaminan Pemerintah atau di setiap awal tahun anggaran.
Pengajuan dukungan loss limit disertai dengan data pendukung paling sedikit sebagai berikut:
data proyeksi NPL Pelaku Usaha kategori UMKM;
data pagu Pinjaman untuk masing-masing pihak Terjamin dan Penerima Jaminan; dan
data asums1 aktuaria yang digunakan untuk proyeksi klaim.
Analisa dan Penerbitan Keputusan atas Permohonan Dukungan a. Menteri melakukan analisis terhadap permohonan dukungan loss limit yang diajukan oleh PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo.
Kewenangan Menteri untuk melakukan analisis didelegasikan kepada Direktorat J enderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c. Dalam melakukan analisis, Menteri menugaskan PT Reasuransi Indonesia .
Hasil analisis yang dilakukan oleh Direktorat J enderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan/atau PT Reasuransi Indonesia menjadi bahan yang akan direkomendasikan kepada Menteri untuk menerima seluruh/menerima sebagian/menolak permohonan dukungan loss limit yang diajukan oleh PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo.
Hasil analisis sebagaimana dimaksud pada huruf d paling sedikit memuat:
porsi risiko yang akan di tanggung oleh Pemerin tah;
besaran IJP Loss Limit yang akan dikenakan kepada PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo; dan
asumsi-asumsi aktuaria yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan.
Dalam hal Menteri menerima rekomendasi sebagaimana dimaksud pada huruf d, Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo.
Perhitungan IJP Loss Limit dan Perjanjian Kerja Sama Dukungan a. Besaran IJP Loss Limit, waktu pembayaran IJP, syarat dan ketentuan lainnya menjadi bagian dari isi perjanjian kerja sama antara Menteri dengan PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo.
Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilaksanakan oleh Direktur J ender al Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Pelaksanaan Klaim atas Dukungan a. Dalam hal risiko yang dijamin pada dukungan loss limit terjadi, PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo dapat mengajukan tagihan klaim kepada Menteri dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Tagihan klaim sebagaimana dimaksud pada huruf a dilampiri dengan:
surat permohonan pembayaran klaim sesuai dengan format tercantum dalam angka romawi III;
rincian tagihan klaim;
surat pernyataan tanggung jawab mutlak sesuai dengan format tercantum dalam angka romawi V;
kuitansi atau bukti penerimaan pembayaran yang telah ditandatangani oleh Direksi PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo; dan
arsip data komputer penjaminan.
KPA melakukan pengujian dokumen atas tagihan klaim berdasarkan perjanjian kerja sama dukungan loss limit. d. Dalam melakukan penguJ1an dokumen, KPA berkonsultasi dengan PT Reasuransi Indonesia.
Pelaksanaan penguJian dokumen atas permohonan pembayaran tagihan klaim diatur dalam standar prosedur operasional yang ditetapkan oleh KPA.
Tata cara pencairan tagihan klaim oleh KPA dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemeriksaan, Akuntansi, dan Pelaporan a. Dalam hal keperluan pemeriksaan, PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo harus menyampaikan laporan, informasi dan/atau data terkait pelaksanaan dukungan loss limit. b. Apabila dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a ditemukan klaim penjaminan yang tidak sesuai dengan syarat dan ketentuan, maka klaim loss limit yang telah terbayarkan oleh Pemerintah kepada PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo, dikembalikan ke Kas Negara.
KPA menyelenggarakan akuntansi dan pelaporan keuangan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. II. CONTOH FORMAT SURAT PERMOHONAN PEMBAYARAN IJP Nomor Lampiran Hal Kepada Yth . Kap Surat Perusahaan Peniamin ..... (tempat) .... , ...... ( tanggal) ...... . 1 ( satu) berkas : Permohonan Pembayaran Imbal Jasa Penjaminan Program PEN ...... (diisi jabatan Kuasa Pengguna Anggaran) ........ .
.... . (diisi tempat kedudukan Kuasa Pengguna Anggarart) ........ . Sehubungan dengan pelaksanaan program Penjaminan PEN oleh ................ . (diisi nama Perusahaan Penjamin) ............... , dengan ini kami mengajukan tagihan Imbal Jasa Penjaminan atas Program PEN sebagai berikut: Peri ode ( diisi periode klaim) Sebesar ( diisi nominal jumlah tagihan dalam angka dan dalam huruf) Pencairan atas tagihan tersebut mohon untuk ditransfer ke rekening kami di: N ama Pemilik Rekening ( diisi rekening Perusahaan Pen j amin) NPWP (diisi Nomor Pokok Wajib Pajak Perusahaan Penjamin) Bank N omor Rekening (diisi nama bank tempat rekening Perusahaan Penjamin) (diisi nomor rekening Perusahaan Penjamin) Kebenaran data pendukung yang terlampir dalam surat ini merupakan tanggung jawab kami sepenuhnya. Demikian kami sampaikan, atas kerja sama yang baik kami ucapkan terima kasih. Direksi, (diisi nama Direksi Perusahaan Penjamin) III. CONTOH FORMAT SURAT PERMOHONAN PEMBAYARAN KLAIM Nomor Lampiran Hal Kepada Yth . Kap Surat Perusahaan Peniamin ..... (tempat) .... , ...... (tanggal) ...... . 1 ( satu) berkas : Permohonan Pembayaran Klaim dukungan Zoss limit Penjaminan Program PEN ...... (diisi jabatan Kuasa Pengguna Anggaran) ........ .
..... (diisi tempat kedudukan Kuasa Pengguna Anggaran) ........ . Sehubungan dengan pelaksanaan Penjaminan Program PEN oleh ................ . (diisi nama Perusahaan Penjamin) ............... , dengan ini kami mengajukan klaim dukungan loss limit atas Penjaminan Program PEN sebagai berikut: Peri ode ( diisi periode klaim) Sebesar ( diisi nominal jumlah tagihan dalam angka dan dalam huruf) Pencairan atas tagihan tersebut mohon untuk ditransfer ke rekening kami di: Nama Pemilik Rekening (diisi rekening Perusahaan Penjamin) NPWP (diisi Nomor Pokok Wajib Pajak Perusahaan Penjamin) Bank N omor Rekening (diisi nama bank tempat rekening Perusahaan Penjamin) (diisi nomor rekening Perusahaan Penjamin) Kebenaran data pendukung yang terlampir dalam surat ini merupakan tanggung jawab kami sepenuhnya. Demikian kami sampaikan, atas kerja sama yang baik kami ucapkan terima kasih. Direksi, (diisi nama Direksi Perusahaan Penjamin) IV. CONTOH FORMAT RINCIAN TAGIHAN IJP - PROGRAM PENJAMINAN PEMERINTAH Rincian Tagihan Imbal Jasa Penjaminan Program PEN dari ... (diisi nama Perusahaan Penjamin) ... IJP-Program PEN Periode:
.. (diisi periode tagihan IJP) ... Status Akad Jenis No Nama Tgl&Nomor Tgl&Nomor Bank Pinjaman Debitur Nominal Pinjaman Akad Penyalur Debitur Sertifikat B=Baru Penjaminan Pinjaman Kredit R=Rill S=Suplesi K=Keuangan Plafon Ou ts tan ding Sektor Usaha:
... (diisi nama sektor usaha) .... 1 2 3 Sektor Usaha:
... (diisi nama sektor usaha) .... 1 2 3 Sektor Usaha:
... (diisi nama sektor usaha) .... 1 2 3 dst. Jumlah Parsi Tagihan Penjaminan IJP Keterangan:
TarifIJP Kredit Modal Kerja: (diisi tarif IJP Program PEN yang berlaku) 2. Rekapitulasi dibuat per sektor usaha 3. Sertifikat Penjaminan terlampir Direksi, (diisi nama Direksi Perusahaan Penjamin) V. CONTOH FORMAT SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK Kop Surat Penjamin (PT Jamkrindo atau PT Askrindo) SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan Lembaga : ......... (diisi dengan nama pejabat yang bertanggung jawab) : ......... (diisi jabatan pejabat yang bertanggung jawab) : ......... (diisi dengan Penjamin) Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:
Perhitungan ................ (diisi dengan jenis permintaan pembayaran dan periode) se besar.................... ( diisi dengan jumlah uang yang dibayarkan) (dengan huruf) telah dihitung dengan benar;
Apabila di kemudian hari terdapat kesalahan dan/atau kelebihan atas pembayaran .................... (diisi dengan jenis permintaan pembayaran dan periode) tersebut, sebagian atau seluruhnya, kami bertanggung jawab sepenuhnya dan bersedia menyetorkan atas kesalahan dana/ atau kelebihan pembayaran tersebut ke kas negara. Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya .
Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2A22;
Relevan terhadap
Cukup ^jelas. Pasal 1 1 Opini Wajar Tanpa Pengecualian disertai dengan beberapa temuan kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan, yang tidak memengaruhi kewajaran Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, sebagai berikut. 1. Penerapan Sistem SAKTI dalam penyusunan laporan keuangan belum sepenuhnya didukung dengan pengendalian yang memadai. 2. Pengelolaan fasilitas dan insentif perpajakan Tahun 2022 belum memadai sebesar Rp2,73 triliun. 3. Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terindikasi Kurang Disetorkan Sebesar Rp7,66 triliun dan Terlambat Disetorkan dengan Potensi Sanksi Sebesar Rp616,14 miliar dan USD1,338.OO. 4. Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak pada 39 (tiga puluh sembilan) Kementerian/Lembaga minimal sebesar Rp2,38 triliun serta pengelolaan Piutang Bukan Pajak pada 2L (dua puluh satu) Kementerian/Lembaga sebesar Rp727,11 miliar belum sesuai ketentuan. 5. Pengelolaan Belanja Subsidi Bunga Kredit Usaha Rakyat belum sepenuhnya didukung dengan kebdakan pelaksanaan dan anggaran, serta mekanisme verifikasi yang memadai untuk memastikan pemenuhan kewajiban pemerintah atas Program Subsidi Bunga/Subsidi Margin Reguler dan Tambahan, serta Imbal Jasa Penjaminan Kredit Usaha Rakyat kepada masyarakat dan Badan Usaha Penyalur. 6. Penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja pada 78 (tujuh puluh delapan) Kementerian/Lembaga minimal sebesar Rp16,39 triliun belum sepenuhnya sesuai ketentuan.
Pelaksanaan 7. Pelaksanaan kebijakan penyaluran Dana Bagr Hasil secara nontunai melalui fasilitas Tleasury Deposit Facilitg Tahun 2A22 belum memadai. 8. Komponen cosf ouetrun Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung di luar hasil kesepakatan Indonesia'China belum ditetapkan skema penyelesaiannya dan pendanaan cost ouerntn Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung hasil kesepakatan Indonesia-China dari porsi pinjaman berpotensi membebani keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero). 9. Penyelesaian Piutang Negara Pemberian Pinjaman tidak sepenuhnya optimal. LO. Penatausahaan Piutang Perpajakan pada Kementerian Keuangan belum sepenuhnya memadai.
Penatausahaan barang sitaan dan agunan pada Kementerian Keuangan belum sepenuhnya memadai.
Piutang Pajak Macet dan Piutang Pajak Daluwarsa belum dilakukan tindakan penagihan yang optimal. l3.Tindak lanjut normalisasi Aset Tetap sebesar Rp529,47 miliar, serta pengelolaan Aset Tetap pada 58 KementeianlLembaga sebesar Rp36,53 triliun, Persediaan pada 47 (empat puluh tujuh) Kementerian/Lembaga sebesar Rp11,58 triliun, dan Aset Lainnya pada 23 (dua puluh tiga) Kementerian/Lembaga sebesar Rp2,36 triliun belum memadai.
Pengelolaan Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara dan Barang yang Menjadi Milik Negara belum sepenuhnya memadai.
Pengelolaan kas pada 23 (dua puluh tiga) Kementerianllnmbaga sebesar Rp61,94 miliar belum sepenuhnya memadai.
Penyajian Aset Konsesi Jasa dan Properti Investasi pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2022 belum sepenuhnya memadai. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2022 disusun berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Tahun 2022 yang telah diaudit dan diberi opini oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Khusus untuk Laporan Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan Tahun 2022 diaudit dan diberi opini oleh Kantor Akuntan Publik. Dari ^jumlah Laporan Keuangan KementerianlLembaga tersebut, 81 (delapan puluh satu) Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga mendapat opini "Wajar Tanpa Pengecualian", 1 (satu) Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga mendapat opini "Wajar Dengan Pengecualian", dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara mendapat opini "Wajar Tanpa Pengecualian". Ikhtisar Laporan Keuangan Perusahaan Negara dan Badan Lainnya merupakan bagian dari Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara. Rincian opini Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Tahun 2021 dan 2022 adalah sebagai berikut: lIo Kementerlan/Lcmbaga Opint Tahun 2o/21 Opini Tahun 20/22 1 Majelis Permusyawaratan Rakyat WTP WTP 2 Dewan Perwakilan Ralryat WTP WTP 3 Badan Pemeriksa Keuangan WTP WTP 4 Mahkamah Agung WTP WTP 5 Kejaksaan Republik Indonesia WTP WTP 6 Kementerian Sekretariat Negara WTP WTP 7 Kementerian Dalam Negeri WTP WTP 8 Kementerian Luar Negeri WTP WTP 9 Kementerian Pertahanan WTP WTP 10. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia WTP WTP 11. Kementerian Keuangan WTP WTP t2. Kementerian Pertanian WTP WTP 13 Kementerian Perindustrian WTP WTP 14. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral WTP WTP 15. Kementerian Perhubungan WTP WTP 16 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi WTP WTP L7. Kementerian Kesehatan WTP WTP 18 Kementerian Agama WTP WTP 19. Kementerian Ketenagakerj aan WDP WTP 20 Kementerian Sosial WTP WTP 2L Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan WTP WTP No Kementeriau/Iembaga Optni Tahun 2o/2t Opini Tahun 20/22 22. Kementerian Perikanan Kelautan dan WTP WTP 23. Kementerian Pekerjaan Urnum dan Perumahan Ralryat WTP WTP 24. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan WTP WTP 25. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian WTP WTP 26. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan WTP WTP 27. Kementerian Ekonomi Kreatif Pariwisata dan WTP WTP 28. Kementerian Badan Usaha Milik Negara WTP WTP 29 Badan Riset dan Inovasi Nasional WDP WTP 30 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah WTP WTP 31. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak WTP WTP 32 Kementerian Aparatur Negara Birokrasi Pendayagunaan dan Reformasi WTP WTP 33 Badan Intelijen Negara WTP WTP 34 Badan Siber dan Sandi Negara WTP WTP 35. Dewan Ketahanan Nasional WTP WTP 36 Badan Pusat Statistik WTP WTP 37 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional WTP WTP 38 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional WTP WTP 39. Perpustakaan No Kementeri,an/Lembaga Opiai Tahun 2o/2L Opini Tahun 20/22 39 Perpustakaan Nasional RI WTP WTP 40 Kementerian Informatika Komunikasi dan WTP WDP 41. Kepolisian Indonesia Negara Republik WTP WTP 42. Badan Pengawasan Obat dan Makanan WTP WTP 43 Lembaga Ketahanan Nasional WTP WTP 44 Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal WTP WTP 45. Badan Narkotika Nasional WTP WTP 46 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi WTP WTP 47. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional WTP WTP 48. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia WTP WTP 49 Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika WTP WTP 50 Komisi Pemilihan Umum WTP WTP 51. Mahkamah Konstitusi WTP WTP 52 Rrsat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan WTP WTP 53 Badan Informasi Geospasial WTP WTP 54 Lembaga lndonesia Ilmu Pengetahuan WDP 1) 55. Badan Tenaga Nuklir Nasional WTP l) 56 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi WTP 1) 57. Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional dan WTP r) 58 Badan Standardisasi Nasional WTP WTP 59. Badan No Kementerlan/Lembaga Opini Tahun 2o/21 Opini Tahun 20/22 59 Badan Pengawas Tenaga Nuklir WTP WTP 60 Lembaga Administrasi Negara WTP WTP 61. Arsip Nasional Republik Indonesia WTP WTP 62 Badan Kepegawaian Negara WTP WTP 63 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan WTP WTP 64 Kementerian Perdagangan WDP WTP 65 Kementerian Pemuda dan Olah Raga WTP WTP 66. Komisi Pemberantasan Korupsi WTP WTP 67. Dewan Perwakilan Daerah WTP WTP 68 Komisi Yudisial WTP WTP 69 Badan Nasional Penanggulangan Bencana WTP WTP 70. Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia WTP WTP 71. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah WTP WTP 72 Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan WTP WTP 73 Komisi Pengawas Persaingan Usaha WTP WTP 74. Badan Pengembangan Wilayah Suramadu WTP 2l 75 Ombudsman RI WTP WTP 76. Badan Nasional Perbatasan Pengelola WTP WTP 77. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam WTP WTP 78. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme WTP WTP 79 Sekretariat Kabinet WTP WTP 80. Badan llo Kementedan/Lembaga Opini Tahun 2o/2L Opini Tahun 20/22 80 Badan Pengawas Pemilihan Umum WTP WTP 81 Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia WTP WTP 82. Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia WTP WTP 83. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang WTP WTP 84 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi WTP WTP 85. Badan Keamanan Laut WTP WTP 86. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban WTP WTP 87. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila WTP WTP 88 Bendahara Umum Negara WTP WTP 1)Kementerian/Lembaga yang dilikuidasi pada tahun 2022 2)Kementerianllnmbaga yang dilikuidasi pada tahun 2O2l Pasal 12 Untuk menindaklanjuti rekomendasi ^Badan ^Pemeriksa Keuangan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan ^Keuangan Pemerintah Pusat dan Laporan Hasil Reviu atas Pelaksanaan ^Transparansi ^Fiskal, serta ^dalam rangka menindaklanjuti rekomendasi Dewan ^Perwakilan Ra}ryat ^untuk meningkatkan kualitas ^pengelolaan ^keuangan Pemerintah, ^Pemerintah akan melakukan beberapa langkah antara ^lain:
Melakukan koordinasi dan ^pemantauan ^atas penyelesaian ^tindak ^lanjut rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan ^dalam ^Laporan ^Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan ^Pemerintah ^Rrsat Tahun ^2022 dan hasil reviu transparansi fiskal. b. Memperbaiki tata kelola Anggaran ^Pendapatan ^dan ^Belanja ^Negara Kementerianll*mbaga melalui ^peningkatan kompetensi sumber ^daya manusia dan pendampingan kepada ^Kementerian/Lembaga ^yang laporan keuangannya belum mendapat opini ^audit ^"Wajar ^Tanpa Pengecualian". c. Melanjutkan. . ^.
Melanjutkan penyempurnaan regulasi untuk standardisasi keluaran (outpttt) dan hasil (outcome) dari belanja negara dalam proses perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam rangka mewujudkan kinerja anggaran ^yang lebih tepat guna dan tepat sasaran. d. Menyempurnakan sistem informasi dan basis satu data Indonesia ^yang menjadi dasar pengambilan kebijakan dalam menganggarkan dan merealisasikan pengeluaran negara agar lebih tepat sasaran dan efektif mendukung pencapaian tujuan bernegara dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur. e. Meningkatkan kualitas perencanaan, ^penganggaran, dan ^pelaksanaan anggaran untuk menciptakan efisiensi ^pendanaan anggaran, ^yaDB antara lain ditunjukkan dengan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran ^yang lebih efisien. f. Mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Negara dan badan/lembaga lainnya dalam pengelolaan kekayaan negara ^yang dipisahkan untuk memberikan manfaat bagi perekonomian, kesejahteraan sosial, peningkatan daya saing Indonesia, serta rrrenjamin cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak tetap dikuasai oleh negara. g. Mengoptimalkan penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri ^(TKDN) dalam setiap pengadaan barang dan ^jasa Pemerintah secara lebih optimal sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor ^16 ^Tahun 2Ol8 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana ^telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor ^12 Tahun 2021. h. Menyempurnakan proses penyaluran Transfer Ke Daerah agar dana dapat diserap lebih optimal oleh daerah dan ^meminimalkan ^kendala administrasi dalam pelaksanaannya. i. Melakukan tata kelola perbaikan secara terus menerus dalam ^upaya meningkatkan pendapatan negara berupa PNBP ^pada Kementerian/Lembaga. j. Memperbaiki mekanisme penyaluran subsidi agar lebih tepat sasaran dan tepat waktu khususnya subsidi energi, ^baik ^bahan bakar minyak (BBM), elpiji 3 kg maupun listrik dengan mengintegrasikan ^penerima subsidi dalam satu data yang dapat berasal dari data ^terpadu ke sej ahte raart sosial.
Menyusun k. Menytrsun roadmap kebijakan utang pemerintah sebagai peta ^jalan kebijakan utang ^jangka panjang dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan pembiayaan dari utang, sekaligus sebagai ^jalan mitigasi resiko. 1. Memperbaiki sistem dan tata kelola perpajakan yang lebih efektif, dan sesuai dengan perkembangan ekonomi dan dunia usaha agar mampu mengoptimalkan potensi perpajakan sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan nasional. m. Menyusun ukuran dan indikator keberhasilan pelaksanaan spending better. Tujuannya agar setiap belanja negara memiliki dampak dan kontribusi terhadap peningkatan kualitas belanja dan pertumbuhan ekonomi nasional, dan kesejahteraan rakyat secara luas. n. Memperkuat sistem penilaian dalam perencanaan dan pengawasan pelaksanaan efektivitas Penyertaan Modal Negara (PMN), serta risiko fiskal yang menyertainya. Sehingga setiap penempatan PMN terkalkulasi dan termitigasi dengan baik dalam pelaksanaannya. o. Memperkuat kebijakan pembiayaan dalam rangka menutup defisit anggaran melalui pembiayaan utang yang selektif, ^produktif dalam batas yang arnan dart manageable, serta mendorong tingkat bunga SBN lebih kompetitif. p. Meningkatkan kualitas perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan anggaran, serta evaluasi atas mandatory spending ^pendidikan, agar dapat memberikan lompatan kemajuan SDM lebih cepat, dengan memanfaatkan sisa bonus demografi yang akan berakhir ^pada tahun 2036. q. Menyampaikan laporan pelaksanaan APBN yang dapat menjelaskan efektifitas dan efisiensi pengelolaan Ernggaran Belanja Pemerintah Pusat. r. Menyampaikan laporan capaian RPJMN ^pada tahun 2022, ^yang ditunjukkan dengan indikator-indikator RPJMN, ^yaitu baseline RPJMN (2}t9l, capaian 2022, target 2024, danKlL pelaksana. s. Menyampaikan laporan penyelesaian Major hoiect RKP Tahun ^2022, yang ditunjukkan dengan nilai alokasi anggaran, realisasi anggaran, capaian pekerjaan project pada kementerian terkait. t. Menyampaikan laporan rincian ^pelaksanaan lnvestasi ^Permanen Penyertaan Modal Pemerintah ^(PMP) sebesar Rp2.9O9,8 triliun. u. Pemerintah akan melengkapi dokumen ^penjelasan terkait ^rekomendasi- rekomendasi sebagaimana dimaksud pada huruf q s.d. huruf t ^paling lambat tanggal 31 Desember 2023.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020
Relevan terhadap
Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk menyelesaikan piutang instansi Pemerintah yang diurus/dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, khususnya piutang terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, dan piutang berupa Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana, meliputi dan tidak terbatas pada restrukturisasi dan pemberian keringanan utang pokok sampai dengan lOOo/o (seratus persen). (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian piutang instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pengelolaan Transfer ke Daerah dalam rangka Otonomi Khusus
Relevan terhadap
Kementerian Keuangan bersama dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan kementerian/lembaga terkait melakukan penilaian atas RAP yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (6) huruf c dan RAP yang bersumber dari DTI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (6) huruf d yang dialokasikan untuk provinsi.
Penilaian atas RAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara hasil penilaian dengan format yang tercantum dalam Lampiran huruf b yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Kementerian/lembaga terkait yang melakukan penilaian atas RAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal terdiri atas:
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi;
Kementerian Kesehatan;
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
Kementerian Perdagangan;
Kementerian Perindustrian;
Kementerian Ketenagakerjaan;
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif;
Kementerian Pertanian;
Kementerian Kelautan dan Perikanan;
Kementerian Perhubungan;
Kementerian Komunikasi dan Informatika;
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi;
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional; dan
Badan Pangan Nasional, sesuai dengan kewenangannya.
Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan tugas masing-masing kementerian/lembaga sebagai berikut:
Kementerian Keuangan melakukan penilaian atas:
duplikasi RAP yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan dan RAP yang bersumber dari DTI dengan RAP yang bersumber dari Tambahan DBH Migas Otsus Provinsi Papua dan RAP yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus yang bersifat umum;
sinergi RAP yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan dan RAP yang bersumber dari DTI dengan RAP yang bersumber dari Tambahan DBH Migas Otsus Provinsi Papua dan RAP yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus yang bersifat umum;
penyusunan RAP yang telah mempertimbangkan hasil pemantauan dan evaluasi penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua; dan
kesesuaian penggunaan TKD untuk penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus dengan ketentuan dalam peraturan perundang- undangan.
Kementerian Dalam Negeri melakukan penilaian atas:
kesesuaian RAP dengan kewenangan provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan
penyusunan RAP yang telah mempertimbangkan hasil pemantauan dan evaluasi TKD untuk penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan penilaian atas:
kesesuaian RAP dengan RAPPP, RPJMN, dan Rencana Kerja Pemerintah dengan memperhatikan hasil Musrenbang Otsus; dan
penyusunan RAP yang telah mempertimbangkan hasil pemantauan dan evaluasi TKD untuk penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus terkait RIPPP Provinsi Papua.
kementerian/lembaga terkait melakukan penilaian atas:
kewajaran harga satuan (unit cost) dan volume;
duplikasi RAP yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan dan RAP yang bersumber dari DTI dengan Program yang bersumber dari dana lainnya meliputi DAK fisik, DAK nonfisik, hibah ke Daerah, dan/atau belanja kementerian/lembaga;
kesesuaian RAP dengan kewenangan provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan
penyusunan RAP yang telah mempertimbangkan hasil pemantauan dan evaluasi TKD untuk penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua.
Penilaian atas sinergi RAP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 2 dilaksanakan dengan memperhatikan:
kesesuaian antara RAP yang bersumber dari Tambahan DBH Migas Otsus Provinsi Papua dan RAP yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus yang bersifat umum dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
sinergi Program dan Kegiatan dalam kebijakan prioritas Program strategis bersama antara provinsi dan kabupaten/kota.
Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan kementerian/lembaga terkait menyusun indikator dan kriteria penilaian sesuai tugas masing-masing kementerian/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pengujian Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...
Relevan terhadap 4 lainnya
− laporan bulanan yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan menunjukkan modal inti di bawah Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah); atau − tanggal risalah hasil pemeriksaan Otoritas Jasa Keuangan menunjukkan modal inti di bawah Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). [vide Pasal 15 ayat (1) dan (4) Peraturan OJK 66/POJK.03/2016]; 46. Bahwa apabila BPR Syariah tidak memenuhi Modal Inti Minimum sebagaimana dimaksud Pasal 13 dan Pasal 15 ayat (4) Peraturan OJK 66/POJK.03/2016, dapat dikenakan sanksi administratif sebagai berikut: − penurunan tingkat kesehatan BPR Syariah; − larangan membuka jaringan kantor; − larangan melakukan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing dan layanan perangkat perbankan elektronis; − pembatasan wilayah penyaluran dana menjadi satu kabupaten/kota yang sama dengan lokasi kantor BPR Syariah; dan − pembatasan remunerasi atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu kepada anggota Dewan Komisaris dan/atau Direksi BPR Syariah, atau imbalan kepada pihak terkait. 47. Bahwa tujuan dari diwajibkannya BPR Syariah untuk memelihara tingkat kesehatan yang salah satunya mengenai kecukupan modal, yang kemudian diatur secara rinci mengenai struktur permodalan BPR Syariah berikut sanksinya adalah sangat mulia yaitu mewujudkan industri BPR Syariah yang sehat, kuat, dan produktif dalam rangka memelihara kepercayaan masyarakat; 48. Bahwa terdapat berbagai cara untuk menambah modal atau menjaga stabilitas modal suatu perusahaan di antaranya dengan melakukan penawaran umum efek di pasar modal. Penawaran umum efek di pasar modal merupakan instrumen untuk mendapatkan modal atau pembiayaan bagi dunia usaha, termasuk usaha menengah dan kecil untuk pembangunan usahanya, sedangkan di sisi lain Pasar Modal juga merupakan wahana investasi bagi masyarakat, termasuk pemodal kecil dan menengah [vide Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Pasar Modal]. Oleh karena Pasar Modal sendiri adalah
1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (UU Perbankan). Penetapan pembedaan definisi dan kegiatan usaha antara Bank Umum Syariah dan BPRS tersebut dilakukan sesuai dengan filosofi pembentukannya dimana meskipun sama-sama memiliki fungsi intermediasi, namun pembentukan BPRS lebih ditujukan sebagai community (rural) bank yang memiliki segmentasi pasar yaitu masyarakat di sekitar BPRS dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) termasuk di tempat yang belum terjangkau ileh layanan bank umum. Keberadaan BPR/BPRS ini dipandang masih relevan mengingat sistem keuangan Indonesia belum sepenuhnya inklusif sehingga keterjangkauan layanan keuangan belum merata di seluruh wilayah. Untuk itu, BPR.BPRS dibutuhkan sebagai agen inklusi keuangan yang sekaligus mendorong pengembangan UMKM. Penjelasan Pasal 14 UU Perbankan memberikan penjelasan bahwa larangan kegiatan usaha tertentu bagi BPR antara lain larangan menerima simpanan berupa gito dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran dimaksudkan untuk menyesuaikan dngan kegiatan usaha BPR yang terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan. Oleh karena itu, pengaturan BPR/BPRS dengan Bank Umum/Bank Umum Syariah tidak dapat disamakan karena filosofi kegiatannya berbeda. Pembedaan pengaturan untuk BPR/BPRS tersebut tidak dimaksudkan untuk diskriminasi atau menghambat pengembangan BPR/BPRS melainkan lebih kepada proporsionalitas dengan mendudukan pengaturan sesuai porsinya. Untuk mendukung pelaksanaan kegiatan yang efektif maka pengaturan untuk BPRS dalam UU Perbankan Syariah dirancang sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan desain fungsi BPR/BPRS sebagai community bank. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank baik Bank Umum Syariah maupun BPRS harus selalu memegang teguh prinsip kehati-hatian serta mampu menerapkan prinsip syariah secara konsisten (vide Pasal 2 UU Perbankan Syariah), sehingga perbedaan cakupan kegiatan usaha yang dimiliki antara Bank Umum Syariah dan BPRS dimaksudkan agar masing- masing bank mampu memberikan layanan terbaik kepada masyarakat sesuai dengan kapasitasnya. Sejalan dengan pembatasan kegiatan usaha BPRS
bentuk kredit yang bertujuan meningkatkan perekonomian masyarakat kecil. Bank Umum maupun BPR mempunyai peran yang sama yaitu utamanya menjalankan fungsi intermediasi dengan melakukan penghimpunan dana untuk kemudian menyalurkan dana tersebut dalam bentuk kredit yang bertujuan meningkatkan perekonomian ( vide Pasal 6 UU Perbankan). Namun demikian, sehubungan dengan pengaturan dalam UU Perbankan, terdapat perbedaan desain dimana untuk BPR lebih ditujukan untuk “ community bank ” yang segmentasi pasarnya lebih kepada masyarakat kecil ( vide Pasal 13 UU Perbankan) di sekitar BPR dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dengan desain yang berbeda antara Bank Umum dan BPR maka hal tersebut juga akan tercermin dalam perbedaan cakupan kegiatan usaha termasuk jenis produk yang berbeda. Pada praktik perbankan di Indonesia, bank umum dan BPR merupakan lembaga keuangan yang melayani layanan perbankan hingga pelosok desa. Meski kini perbankan digital sudah kian berkembang, namun peran BPR masih sangat besar di kehidupan masyarakat. Peran BPR akan sangat terasa pada lingkup masyarakat di wilayah terpencil. Sebab, biasanya, bank-bank umum belum memiliki cabang di wilayah tersebut. Bila dibandingkan dengan bank umum, terlihat dari penjelasan di atas, perbedaan BPR dan bank umum terutama terletak pada jangkauan layanannya. b. Memberikan Layanan Sederhana Sesuai Kebutuhan Masyarakat Sederhana Layanan BPR seperti telah dijelaskan sebelumnya, lebih sederhana bila dibandingkan dengan bank umum, dikarenakan kebutuhan layanan dari nasabah yang dilayani juga cenderung masih sederhana. Mengacu pada ketentuam Pasal 6 ayat (4) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 62/POJK.03/2020 tentang Bank Perkreditan Rakyat (POJK BPR), nilai minimum modal yang disetor untuk pendirian BPR dibedakan dengan zona yang didasarkan pada potensi ekonomi dan tingkat persaingan lembaga jasa keuangan.
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjal ...
Pedoman Penggunaan Sistem Informasi Kredit Program
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Sistem Informasi Kredit Program yang selanjutnya disingkat SIKP adalah sistem informasi elektronik yang digunakan untuk menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran kredit program.
Kredit Program adalah kredit/pembiayaan usaha yang disalurkan oleh lembaga keuangan, badan layanan umum, dan/atau koperasi yang memperoleh fasilitas dari Pemerintah untuk pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah.
Kredit Usaha Rakyat yang selanjutnya disingkat KUR adalah salah satu skema Kredit Program kepada debitur usaha yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup.
Penyelenggara SIKP adalah pemangku kepentingan yang membangun, mengembangkan, dan mengelola SIKP.
Pengguna SIKP adalah pemangku kepentingan yang memiliki hak untuk menggunakan SIKP.
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Pengelola SIKP adalah pihak yang berwenang mengelola SIKP.
Penyedia SIKP adalah pihak yang membangun dan mengembangkan SIKP.
Kode Pengguna adalah kode kewenangan Pengguna SIKP yang diberikan oleh Pengelola SIKP.
Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses SIKP.
Hak Akses adalah hak yang diberikan kepada Pengguna SIKP untuk mengakses SIKP.
Penyalur adalah lembaga yang bekerja sama dengan Pemerintah untuk menyalurkan KUR.
Penjamin adalah perusahaan penjamin yang memberikan penjaminan KUR.
Badan Layanan Umum Pengelola Dana yang selanjutnya disebut BLU Pengelola Dana adalah badan layanan umum yang melakukan pengelolaan dana untuk pemberian fasilitas pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah.
Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga Pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari pengguna anggaran untuk menggunakan anggaran pemberian fasilitas pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah yang dikuasakan kepadanya.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Penggunaan SIKP bertujuan untuk:
meningkatkan validitas basis data pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah sebagai sasaran penerima Kredit Program;
memberikan layanan informasi yang cepat, akurat, dan terintegrasi bagi para pemangku kepentingan Kredit Program; dan
meningkatkan akurasi perhitungan dan kecepatan pembayaran subsidi bunga/marjin KUR dan/atau fasilitas kredit program lainnya.
bahwa Sistem Informasi Kredit Program memiliki peran yang cukup strategis untuk meningkatkan efektifitas terhadap skema dan pengelolaan kredit program usaha mikro, kecil, dan menengah sehingga menjadi lebih tepat sasaran;
bahwa untuk mempermudah dalam penggunaan Sistem Informasi Kredit Program, diperlukan pedoman penggunaan Sistem Informasi Kredit Program yang sistematis, sederhana, jelas, dan komprehensif, serta memenuhi tuntutan kebutuhan;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.05/2016 tentang Pedoman Penggunaan Sistem Informasi Kredit Program perlu disempurnakan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan hukum di bidang Sistem Informasi Kredit Program sehingga perlu diganti dengan yang baru;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Penggunaan Sistem Informasi Kredit Program;
Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi
Relevan terhadap
Kegiatan strategis lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf j dan Pasal 3 ayat (1) huruf i meliputi:
pemberian bantuan langsung tunai dalam rangka perlindungan sosial untuk masyarakat, meliputi:
masyarakat di sekitar hutan; dan/atau
masyarakat lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
penguatan perekonomian Daerah, meliputi:
pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah yang terkait produk dari perhutanan sosial;
dukungan standardisasi, sertifikasi, dan pemasaran produk usaha mikro, kecil dan menengah yang terkait produk dari perhutanan sosial;
pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekitar hutan;
pelatihan keterampilan kerja bagi masyarakat di sekitar hutan;
pemberian bantuan modal usaha bagi masyarakat di sekitar hutan dalam rangka mendorong upaya pelestarian hutan; dan/atau
pengembangan destinasi pariwisata kehutanan; dan c. pemberian insentif atas kinerja pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan dari provinsi meliputi:
kinerja pengelolaan sampah;
kinerja pengelolaan air limbah;
kinerja sanitasi lingkungan; dan/atau
kinerja rehabilitasi hutan dan lahan, kepada kabupaten/kota dan dari kabupaten/kota kepada desa.
Pelaksanaan kegiatan pemberian bantuan langsung tunai dalam rangka perlindungan sosial untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, paling kurang dengan mempertimbangkan kriteria;
penerima bantuan;
besaran bantuan;
jangka waktu pemberian bantuan; dan
kondisi pemberian bantuan, dengan memperhatikan dampak pemberian bantuan terhadap peningkatan pengelolaan hutan.
Pelaksanaan kegiatan pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, paling kurang dengan mempertimbangkan:
indikator kinerja pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan;
kriteria kabupaten/kota atau desa penerima insentif;
mekanisme penilaian kinerja; dan
besaran insentif.
Kegiatan strategis lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan kewenangan provinsi/kabupaten/kota.
Pelaksanaan kegiatan strategis lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari alokasi:
DBH DR dan Sisa DBH DR Provinsi; atau
Sisa DBH DR Kabupaten/Kota.
Pelaksanaan kegiatan pemberian bantuan langsung tunai dalam rangka perlindungan sosial untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling tinggi 15% (lima belas persen) dari alokasi:
DBH DR dan Sisa DBH DR Provinsi; atau
Sisa DBH DR Kabupaten/Kota.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan keuangan Daerah dan ketentuan yang ditetapkan oleh kementerian negara/lembaga terkait.