Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Aset Berupa Barang Milik Negara yang Berasal Dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama. ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
Kontraktor Kontrak Kerja Sama, yang selanjutnya disingkat KKKS adalah Badan Usaha atau Bentuk Badan Usaha Tetap yang diberikan wewenang untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana.
Barang yang menjadi milik/kekayaan negara yang berasal dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama, yang selanjutnya disebut Barang Milik Negara adalah seluruh barang dan peralatan yang diperoleh atau dibeli KKKS dan yang secara langsung digunakan dalam kegiatan usaha hulu.
Unit Akuntansi Kuasa Pengelola Barang Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat UAKPlB-BUN adalah satuan kerja/unit akuntansi yang diberi kewenangan untuk mengurus/menatausahakan/mengelola Barang Milik Negara yang dalam penguasaan Bendahara Umum Negara Pengelola Barang.
Unit Akuntansi Pembantu Pengelola Barang Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat UAPPlB-BUN adalah unit akuntansi Barang Milik Negara yang bertugas untuk menggabungkan laporan Barang Milik Negara dari UAKPlB-BUN.
Unit Akuntansi Pengelola Barang Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat UAPlB-BUN adalah unit akuntansi Barang Milik Negara yang bertugas untuk menyusun laporan Barang Milik Negara tingkat Bendahara Umum Negara melalui penggabungan satu dan/atau beberapa laporan Barang Milik Negara dari UAPPlB-BUN.
Unit Akuntansi Pengelola Barang, yang selanjutnya disingkat UAPlB adalah unit akuntansi Barang Milik Negara yang diberi kewenangan oleh Menteri Keuangan sebagai Pengelola Barang pada Kementerian Keuangan yang bertugas untuk menyusun kebijakan, pedoman pengelolaan Barang Milik Negara dan laporan Barang Milik Negara Pengelola Barang.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat UAKPA-BUN adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat satuan kerja pada Bendahara Umum Negara dalam hal pemanfaatan dan pemindah tanganan aset KKKS.
Unit Akuntansi Penggabungan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat UAPKPA-BUN adalah unit akuntansi yang bertugas untuk melakukan kegiatan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA-BUN yang berada langsung di bawahnya yang terkait dengan pemanfaatan dan pemindahtanganan aset KKKS.
Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat UAP-BUN adalah unit akuntansi pada Unit Eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA-BUN dan UAPKPA-BUN.
Unit Akuntansi Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat UA- BUN adalah unit akuntansi pada Kementerian Keuangan yang melakukan koordinasi dan pembinaan atas kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat UAP-BUN dan sekaligus melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAP-BUN.
Nilai Wajar adalah perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian, yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli, hasil penukaran, atau penyewaan suatu properti, antara pembeli yang berminat membeli dan penjual yang berminat menjual atau antara penyewa yang berminat menyewa dan pihak yang berminat menyewakan dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang penawarannya dilakukan secara layak dalam waktu yang cukup, dimana kedua pihak masing-masing mengetahui kegunaan properti tersebut bertindak hati-hati, dan tanpa paksaan.
Dokumen Sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi.
Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan yang dibandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.
Perjalanan Dinas Luar Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
Pejabat Negara adalah Presiden dan Wakil Presiden, Ketua dan Anggota Lembaga Tinggi Negara, Menteri, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh/Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, Gubernur, Bupati/Walikota, dan pejabat lain yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Pegawai Negeri adalah Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Pegawai Tidak Tetap adalah pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis profesional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi dalam kerangka sistem kepegawaian, yang tidak berkedudukan sebagai Pegawai Negeri.
Pejabat yang Berwenang adalah Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat yang diberi wewenang oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga.
Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, yang selanjutnya disebut Perwakilan, adalah Perwakilan Diplomatik dan Perwakilan Konsuler Republik Indonesia yang secara resmi mewakili dan memperjuangkan kepentingan Bangsa, Negara, dan Pemerintah Republik Indonesia secara keseluruhan di Negara Penerima atau pada Organisasi Internasional.
Tempat Bertolak di Dalam Negeri adalah kota tempat keberangkatan di dalam negeri ke tempat tujuan di luar negeri.
Tempat Kedudukan di Luar Negeri adalah kota tempat satuan kerja/kantor berada di luar negeri.
Tempat Bertolak di Luar Negeri adalah Kota tempat keberangkatan di luar negeri ke tempat tujuan di dalam negeri dan/atau ke tempat tujuan di luar negeri.
Tempat Tujuan di Luar Negeri adalah kota tempat tujuan perjalanan dinas di luar negeri.
Tempat Tujuan di Dalam Negeri adalah kota tempat tujuan perjalanan dinas di dalam negeri.
Tempat Tujuan Pindah di Luar Negeri adalah kota tempat tujuan pindah di luar negeri.
Tempat Tujuan Pindah di Dalam Negeri adalah kota tempat tujuan pindah di dalam negeri.
Perjalanan Dinas Luar Negeri, yang selanjutnya disebut Perjalanan Dinas, adalah perjalanan baik perseorangan maupun secara bersama untuk kepentingan dinas/negara, dari Tempat Bertolak di Dalam Negeri ke Tempat Tujuan di Luar Negeri, dari Tempat Kedudukan di Luar Negeri/Tempat Bertolak di Luar Negeri ke Tempat Tujuan di Dalam Negeri, atau dari Tempat Kedudukan di Luar Negeri/Tempat Bertolak di Luar Negeri ke Tempat Tujuan di Luar Negeri, yang dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pengumandahan ( Detasering ) adalah penugasan sementara waktu di luar negeri.
Moda Transportasi adalah alat angkutan yang digunakan dalam melaksanakan Perjalanan Dinas.
Lumpsum adalah suatu jumlah uang yang telah dihitung terlebih dahulu ( pre-calculated amount ) dan dibayarkan sekaligus.
Biaya Riil adalah biaya yang dikeluarkan sesuai dengan bukti pengeluaran yang sah.
Perhitungan Rampung adalah perhitungan biaya perjalanan yang dihitung sesuai kebutuhan riil berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Surat Perintah Perjalanan Dinas, yang selanjutnya disingkat SPPD, adalah surat perintah kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri, Pegawai Tidak Tetap, dan Pihak Lain untuk melaksanakan Perjalanan Dinas.
Pihak Lain adalah orang selain Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap yang mendapat penugasan melakukan Perjalanan Dinas.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Transfer Ke Daerah.
Relevan terhadap
^Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
Catatan atas Laporan Keuangan adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas dalam rangka pengungkapan yang memadai. 2. Dokumen Sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi. 3. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 4. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian adalah dana yang diberikan berdasarkan Undang-Undang Otonomi Khusus dalam rangka percepatan pelaksanaan pembangunan dan dana yang diberikan kepada daerah tertentu sesuai dengan hasil perhitungan kapasitas fiskal. 5. Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. 6. Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah yaitu aset, utang dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. 7. Piutang Transfer ke Daerah adalah piutang yang terjadi karena adanya kelebihan transfer Dana Perimbangan serta Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian ke daerah dan diperhitungkan sebagai pengurang transfer tahun anggaran berikutnya. 8. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Transfer ke Daerah, yang selanjutnya disebut SA-TD, adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pengakuan, pencatatan, pengikhtisaran, serta pelaporan transfer ke daerah dari pemerintah pusat. 10. Surat Penetapan Alokasi Transfer, yang selanjutnya disingkat SPAT, adalah dokumen yang memuat rincian alokasi penyaluran masing-masing jenis transfer ke daerah per periode penyaluran serta dibuat per DIPA. 11. Utang Transfer ke Daerah adalah kewajiban yang timbul karena ada bagian dari Dana Perimbangan serta Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian yang belum dibayar/ditransfer pemerintah pusat sampai dengan tahun anggaran berakhir. 12. Transfer ke Daerah adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. 13. Unit Akuntansi Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya di singkat UABUN, adalah unit akuntansi pada Departemen Keuangan, yang melakukan koordinasi dan pembinaan atas kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat UAP- BUN dan sekaligus melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAP-BUN. 14. Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disebut UAP-BUN, adalah unit akuntansi pada Eselon I Departemen Keuangan, yang melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA-BUN. 15. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disebut UAKPA-BUN, adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat satuan kerja di lingkup Bendahara Umum Negara. BAB II SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN TRANSFER KE DAERAH Pasal 2 ^(1) ^ ^SA-TD merupakan Sub sistem dari Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN).
SA-TD menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan. ^(3) ^ ^SA-TD dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. (4) Dalam rangka pelaksanaan SA-TD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan membentuk Unit Akuntansi yang terdiri dari:
Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara (UAP-BUN); dan
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (UAKPA-BUN). (5) UAP-BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Menteri Keuangan. (6) Hubungan antara UAP-BUN dan UAKPA-BUN diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
Tarif Layanan Badan Layanan Umum Universitas Bengkulu pada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. ...
Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan.
Relevan terhadap
Menteri menandatangani pengundangan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dengan membubuhkan tanda tangan pada naskah peraturan perundang-undangan tersebut.
Menteri menyampaikan naskah peraturan perundang-undangan yang telah ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada:
Menteri Sekretaris Negara, untuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah; dan
Sekretaris Kabinet, untuk Peraturan Presiden; guna disimpan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Ketiga Penetapan dan Pengundangan Peraturan Perundang-undangan Lain dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Pasal 11 Pimpinan Lembaga yang menetapkan peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf d Undang-Undang menetapkan peraturan perundang-undangan tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 12 (1) Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 yang menurut peraturan perundang-undangan harus diundangkan, pengundangannya dilakukan oleh Menteri.
Pimpinan Lembaga yang menetapkan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 menyampaikan naskah peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan dan telah diberi nomor dan tahun kepada Menteri untuk diundangkan. Pasal 13 (1) Menteri mengundangkan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Penjelasan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia. (3) Menteri membubuhi:
Lembaran Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan nomor dan tahun; dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan nomor. Pasal 14 (1) Menteri menandatangani pengundangan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dengan membubuhkan tanda tangan pada naskah peraturan perundang-undangan tersebut.
Naskah yang telah ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri kepada sekretariat Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) untuk disimpan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Keempat Penetapan dan Pengundangan Peraturan Daerah Pasal 15 (1) Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Kepala Daerah disampaikan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.
Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Pasal 16 Sekretaris Daerah melakukan penyiapan naskah rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 guna penetapannya oleh Kepala Daerah. Pasal 17 (1) Naskah rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan membubuhkan tanda tangan.
Penandatanganan oleh Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Kepala Daerah.
Naskah peraturan daerah yang telah ditandatangani oleh Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibubuhi nomor dan tahun di sekretariat Daerah dan diundangkan oleh Sekretaris Daerah. Pasal 18 (1) Dalam hal rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) tidak ditandatangani oleh Kepala http: //www.djpp.depkumham.go.id Daerah dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), rancangan peraturan daerah tersebut sah menjadi peraturan daerah dan wajib diundangkan.
Kalimat pengesahan bagi peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi: "Peraturan Daerah ini dinyatakan sah".
Kalimat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah sebelum pengundangan naskah Peraturan Daerah ke dalam Lembaran Daerah.
Naskah Peraturan Daerah yang telah dibubuhi kalimat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibubuhi nomor dan tahun di Sekretariat Daerah dan diundangkan oleh Sekretaris Daerah. Pasal 19 (1) Sekretaris Daerah mengundangkan Peraturan Daerah dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah. (2) Penjelasan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Daerah. (3) Sekretaris Daerah membubuhi:
Lembaran Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan nomor dan tahun; dan
Tambahan Lembaran Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan nomor. Pasal 20 (1) Sekretaris Daerah menandatangani pengundangan Peraturan Daerah dengan membubuhkan tanda tangan pada naskah Peraturan Daerah tersebut.
Naskah Peraturan Daerah ayng telah ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan oleh Sekretaris Daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kelima Penetapan dan Pengundangan Peraturan Kepala Daerah dan Peraturan di Bawah Kepala Daerah Pasal 21 (1) Kepala Daerah menetapkan rancangan peraturan Kepala Daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Sekretaris Daerah melakukan penyiapan naskah rancangan peraturan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) guna penetapannya oleh Kepala Daerah.
Naskah rancangan peraturan Kepala Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan membubuhkan tanda tangan. (4) Naskah Peraturan Kepala Daerah yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibubuhi nomor dan tahun di Sekretariat Daerah dan diundangkan oleh Sekretaris Daerah. Pasal 22 (1) Sekretaris Daerah mengundangkan Peraturan Kepala Daerah dengan menempatkannya dalam Berita Daerah. (2) Penjelasan Peraturan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan dalam Tambahan Berita Daerah. (3) Sekretaris Daerah membubuhi:
Berita Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan nomor dan tahun; dan
Tambahan Berita Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan nomor. Pasal 23 (1) Sekretaris Daerah menandatangani pengundangan Peraturan Kepala Daerah dengan membubuhkan tanda tangan pada naskah Peraturan Kepala Daerah tersebut.
Naskah Peraturan Kepala Daerah yang telah ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan oleh Sekretaris Daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 24 (1) Peraturan di bawah Peraturan Kepala Daerah ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku bagi peraturan perundang- undangan tersebut.
Peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diundangkan oleh sekretaris lembaga yang menetapkan peraturan tersebut dengan menempatkannya dalam Berita Daerah. BAB III PENGUNDANGAN DALAM BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Pasal 25 Peraturan perundang-undangan yang wajib diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia adalah:
Peraturan menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen;
Peraturan perundang-undangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang. Pasal 26 (1) Menteri/Pimpinan Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a dan huruf b menyampaikan naskah peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkannya dan telah diberi nomor dan tahun di sekretariat Kementerian/Lembaga Pemerintah dimaksud, kepada Menteri untuk diundangkan.
Menteri mengundangkan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Penjelasan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditempatkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. http: //www.djpp.depkumham.go.id (4) Menteri membubuhi:
Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan nomor dan tahun; dan
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan nomor. Pasal 27 Rumusan pengundangan dalam Berita Negara Republik Indonesia berbunyi: "Diundangkan di Jakarta Menteri (tanda tangan) (Nama) Pasal 28 (1) Menteri menandatangani pengundangan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dengan membubuhkan tanda tangan pada naskah peraturan perundang-undangan tersebut.
Naskah peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia disampaikan oleh Menteri kepada Kementerian/Pimpinan Lembaga yang bersangkutan untuk disimpan sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku. BAB IV PENYEBARLUASAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TELAH DIUNDANGKAN Pasal 29 (1) Pemerintah wajib menyebarluaskan peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia.
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Menteri, Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang memprakarsai rancangan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan atau disahkan oleh Presiden dan menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen/Pimpinan Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1).
Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah dan peraturan di bawahnya yang telah diundangkan dalam Berita Daerah.
Penyebarluasan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dimaksudkan agar masyarakat mengerti, dan memahami maksud-maksud yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan dimaksud, sehingga dapat melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dimaksud. (5) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4), adalah:
Lembaran Negara, Kementerian/Lembaga PemerintahNon Departemen, Pemerintah Daerah dan pihak terkait lainnya; dan b. masyarakat di lingkungan non pemerintah lainnya.
Penyebarluasan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan melalui:
media cetak;
media elektronik; dan
cara lainnya. Pasal 30 (1) Dalam rangka penyebarluasan melalui media cetak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (6) huruf a:
Menteri:
menyampaikan salinan peraturan perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, dan Berita Negara Republik Indonesia kepada Kementerian/Lembaga yang memprakarsai atau menetapkan peraturan perundang-undangan tersebut; dan
ii. menyediakan salinan peraturan perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, dan Berita Negara Republik Indonesia bagi masyarakat yang membutuhkan. b. Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet menyampaikan salinan otentik naskah peraturan perundang-undangan yang disahkan atau ditetapkan oleh Presiden, baik yang diundangkan maupun yang tidak diundangkan kepada Lembaran Negara, Kementerian/Lembaga PemerintahNon Departemen, Pemerintah Daerah dan Pihak terkait. c. Sekretariat Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) menyampaikan salinan otentik naskah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Lembaga yang bersangkutan, yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia kepada Lembaga Negara, Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan pihak terkait. d. Sekretariat Kementerian/sekretariat Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) menyampaikan salinan otentik naskah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga yang bersangkutan, yang diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia kepada Lembaga Negara, Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan pihak terkait.
Pihak yang untuk keperluan tertentu membutuhkan salinan otentik peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat mengajukan permintaan kepada Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Sekretariat Kementerian dan sekretariat Lembaga yang bersangkutan. Pasal 31 (1) Dalam rangka penyebarluasan melalui media cetak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (6) huruf a, Sekretariat Daerah: http: //www.djpp.depkumham.go.id a. menyampaikan salinan otentik peraturan perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Berita Daerah kepada Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Departemen dan pihak terkait. b. menyediakan salinan peraturan perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Berita Daerah bagi masyarakat yang membutuhkan.
Pihak yang untuk keperluan tertentu membutuhkan salinan otentik peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat mengajukan permintaan kepada Sekretariat Daerah. Pasal 32 (1) Dalam rangka penyebarluasan melalui media elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (6) huruf b Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, sekretariat Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dan sekretariat Kementerian/sekretariat Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dan sekretariat Kementerian/sekretariat Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) serta Sekretariat Daerah menyelenggarakan sistem informasi peraturan perundang-undangan yang berbasis internet.
Penyelenggaraan sistem informasi peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut:
Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet menyelenggarakan sistem informasi peraturan perundang-undangan yang disahkan atau ditetapkan oleh Presiden;
Sekretariat Lembaga, Sekretariat Kementerian dan sekretariat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyelenggarakan sistem informasi peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pimpinan Lembaga, Menteri dan Kepala Daerah yang bersangkutan.
Lembaga Pemerintah selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menyelenggarakan sistem informasi peraturan perundang-undangan yang berbasis internet. Pasal 33 Di samping kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32, Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Sekretariat Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), Sekretariat Kementerian/Sekretariat Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Sekretariat Daerah dapat melakukan penyebarluasan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d serta Pasal 31 melalui media cetak dan media elektronik dalam bentuk kegiatan-kegiatan lain. Pasal 34 (1) Dalam rangka penyebarluasan peraturan perundang-undangan dengan cara lain sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 29 ayat (6) huruf c:
Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet;
Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2);
Kementerian yang memprakarsai rancangan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan atau disahkan oleh Presiden;
Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1); dan
Pemerintah Daerah, dapat melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d serta Pasal 31 baik sendiri-sendiri maupun bekerjasama dengan Menteri dan/atau lembaga terkait lain.
Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara tatap muka atau dialog langsung, berupa ceramah, workshop/seminar, pertemuan ilmiah, konferensi pers dan cara lainnya. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 35 Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini dinyatakan tidak berlaku. Pasal 36 Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Januari 2007 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO LDj © 2004 ditjen pp
Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, dan Penetapan Alokasi Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2009. ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
Bea Masuk ditanggung pemerintah, yang selanjutnya disebut BM-DTP, adalah bea masuk terutang yang dibayar oleh pemerintah dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam APBN;
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA/Kuasa PA adalah Menteri/Pimpinan Lembaga atau kuasanya yang bertanggungjawab atas pengelolaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan;
Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak-Pajak dalam rangka impor yang selanjutnya disebut SSPCP adalah Formulir Setoran Pendapatan Negara;
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau selanjutnya disebut DIPA atau dokumen yang dipersamakan, adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atau Satuan Kerja serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dasar untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran Negara dan pencairan dana atas beban APBN serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah;
Kuasa Bendahara Umum Pusat, yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan/ Direktur Pengelolaan Kas Negara/Kepala Sub Direktorat Kas Umum Negara yang berwenang menandatangani surat-surat pencairan dana atas beban Rekening KUN;
Surat Perintah Membayar atau selanjutnya disebut SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan;
Surat Perintah Pencairan Dana atau selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kuasa BUN Pusat untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPM;
Laporan Realisasi Anggaran adalah salah satu unsur Laporan Keuangan yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan;
Satuan Kerja, yang selanjutnya disebut Satker, adalah Kuasa Pengguna Anggaran yang merupakan bagian dari suatu unit organisasi pada Kementerian Negara/Lembaga yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program;
Satuan Kerja Belanja Subsidi Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atau disebut selanjutnya sebagai Satker Belanja Subsidi BM-DTP adalah unit kerja pada Kementerian Negara/Lembaga yang bertanggung jawab selaku pembina sektor yang diberi kuasa oleh BUN untuk melaksanakan Belanja Subsidi BM-DTP;
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran, yang selanjutnya disebut UAKPA, adalah unit akuntansi instansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat satuan kerja;
Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disebut BUN, adalah Pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara;
Sistem Akuntansi Instansi, yang selanjutnya disebut SAI, adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga;
Sistem Akuntansi Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain, yang selanjutnya disebut SA-BSBL adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan transaksi Belanja Subsidi dan Belanja Lain-Lain pada Bendahara Umum Negara;
Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama.
Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...
Relevan terhadap
Selanjutnya Pasal 23C UUD 1945 Perubahan Ketiga menyatakan bahwa, “ hal-hal lain mengenai keuangan negara ditetapkan melalui undang- undang.” 2. Bahwa penjabaran lebih lanjut dari ketentuan UUD 1945 tersebut dituangkan dalam berbagai peraturan perundangan serta perangkat peraturan pelaksanaan yang terkait dengan keuangan negara, antara lain: Undang-Undang 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangnan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. 3. Bahwa yang dimaksud dengan keuangan negara menurut Pasal 1 angka 1 UU 17/2003 adalah: “Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”. 4. Bahwa selanjutnya “Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan Negara” diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU 17/2003 yang berbunyi: “Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan”. Penjelasannya: “Kekuasaan pengelolaan Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Ayat ini meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi, dan prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan rencana kerja kementerian negara/lembaga, penetapan gaji dan tunjangan, serta pedoman pengelolaan Penerimaan Negara.
ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SISPENAS). Rencana Kerja terdiri dari RPJP untuk masa 20 tahun, RPJM untuk masa 5 tahun, dan RKP untuk masa 1 tahun. Di tingkat kementerian/lembaga untuk rencana jangka menengah disebut Renstra Kementerian/Lembaga dan untuk rencana kerja tahunan disebut RKA-KL sebagaimana diatur dalam PP 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah. b. Berdasarkan UU 17/2003, anggaran disusun berdasarkan rencana kerja. Dengan demikian, yang memperoleh alokasi anggaran adalah program/kegiatan prioritas yang tertuang dalam rencana kerja (RKA KL). Dengan mekanisme demikian, program/kegiatan Pemerintah yang direncanakan itulah yang akan dilaksanakan. c. RKA-KL selanjutnya disampaikan ke Menteri Keuangan untuk dihimpun menjadi RAPBN. RAPBN ini selesai disusun pada awal Agustus untuk disampaikan ke DPR disertai Nota Keuangan. d. Pembahasan RAPBN di DPR dilaksanakan dari bulan Agustus sampai dengan Oktober. Sehubungan dengan pembahasan RAPBN ini, DPR mempunyai hak budget yaitu hak untuk menyetujui (atau menolak) anggaran. Dalam hal DPR tidak setuju dengan RAPBN yang diajukan oleh Pemerintah, DPR dapat mengajukan usulan perubahan atau menolaknya, namun DPR tidak berwenang untuk mengubah dan mengajukan usulan RAPBN. 2. Bahwa apabila hal di atas dikaitkan dengan permohonan ini, maka dapat dipahami bahwa begitu besarnya proporsi kewenangan Pemerintah dalam menentukan pagu anggaran kekuasaan kehakiman. Wewenang pengelolaan anggaran oleh Pemerintah baik dalam perencanaan dan penganggaran maupun dalam pembahasannya dengan DPR, secara esensial tidak menempatkan peradilan secara khusus dalam anggapan pendapatan dan belanja negara sebagai salah satu lembaga yg menerima anggaran. Selain itu, walaupun demikian baiknya perencanaan yang dibuat oleh Mahkamah Agung bukan jaminan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk Mahkamah Agung akan memadai, karena apa yang sudah direncanakan belum tentu akan disetujui oleh Pemerintah (eksekutif) dan DPR (legislatif). Oleh karenanya, dapat dipastikan bahwa minimnya
b. dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang _dipimpinnya; _ c. diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. d. tidak termasuk kewenangan di bidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang. Bahwa ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) huruf a UU 17/2003 tersebut, telah mengesampingkan esensi kemandirian Kekuasaan Kehakiman dalam mengelola anggarannya sendiri. Hal ini disebabkan karena frasa “ kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan” dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) tersebut, telah membuka penafsiran bahwa pengelolaan anggaran Mahkamah Agung berada di bawah kekuasaan Presiden. Padahal sangat jelas dan nyata dari sudut sistem ketatanegaraan maupun ketentuan peraturan perundang-undangan, kedudukan Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang berada di bawah Presiden (Pemerintah). Bahwa dengan berlakunya ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU 17/2003 tersebut, telah menimbulkan ketergantungan Mahkamah Agung (yudikatif) pada Presiden (Pemerintah) dalam hal penetapan anggaran Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya . Ketergantungan ini mengakibatkan minimnya anggaran yang disediakan negara kepada Mahkamah Agung karena pada akhirnya yang menentukan berapa besar anggaran yang didapatkan oleh Mahkamah Agung adalah Pemerintah yang selanjutnya disahkan menjadi materi APBN bersama- sama DPR. Hal ini secara langsung berdampak sistemik pula terhadap anggaran yang diberikan kepada pengadilan-pengadilan yang berada di bawah Mahkamah Agung termasuk Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang tempat Pemohon bertugas. Keadaan ini selanjutnya menyebabkan hak-hak konstitusional Pemohon sebagai seorang Hakim tidak dapat terpenuhi karena kurangnya sarana dan
Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
Pajak Ditanggung Pemerintah, yang selanjutnya disebut P-DTP, adalah pajak terutang yang dibayar oleh pemerintah dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Pengguna Anggaran, yang selanjutnya disingkat PA, adalah pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab atas penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Anggaran, yang selanjutnya disebut Kuasa PA, adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari PA untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya.
Pejabat Pembuat Komitmen, yang selanjutnya disingkat PPK, adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/Kuasa PA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban belanja negara.
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar, yang selanjutnya disebut Pejabat Penandatangan SPM, adalah pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan pengujian atas Surat Permintaan Pembayaran dan menerbitkan Surat Perintah Membayar.
Surat Setoran Pajak, yang selanjutnya disingkat SSP, adalah formulir setoran pendapatan negara.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, yang selanjutnya disingkat DIPA, adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atau Satker serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dasar untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara dan pencairan dana atas beban APBN serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah.
Kuasa Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disebut Kuasa BUN, adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang berwenang menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana atas beban APBN.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, yang selanjutnya disingkat KPPN, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kewenangan selaku Kuasa BUN, berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Surat Permintaan Pembayaran, yang selanjutnya disingkat SPP, adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat pembuat komitmen yang berisi permintaan kepada pejabat penandatangan SPM untuk menerbitkan surat perintah membayar sejumlah uang atas beban anggaran yang ditunjuk dalam SPP berkenaan.
Surat Perintah Membayar, yang selanjutnya disingkat SPM, adalah Surat Perintah Membayar Pengesahan P-DTP yang diterbitkan oleh PA/Kuasa PA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan.
Surat Perintah Pencairan Dana, yang selanjutnya disebut SP2D, adalah surat perintah pencairan dana pengesahan P-DTP yang diterbitkan oleh Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggung jawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja Pajak Ditanggung Pemerintah, yang selanjutnya disebut SPTB P-DTP, adalah pernyataan tanggung jawab belanja yang dibuat oleh PA/Kuasa PA atas transaksi belanja subsidi P-DTP.
Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang merupakan salah satu unsur Laporan Keuangan yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan realisasinya dalam 1 (satu) periode pelaporan.
Satuan Kerja, yang selanjutnya disebut Satker, adalah Kuasa PA yang merupakan bagian dari suatu unit organisasi pada Kementerian Negara/Lembaga yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa kegiatan dari suatu program. 18. Satuan Kerja Belanja Subsidi Pajak Ditanggung Pemerintah, yang selanjutnya disebut Satker Belanja Subsidi P-DTP, adalah unit kerja pada Direktorat Jenderal Pajak yang bertanggung jawab untuk melaksanakan Belanja Subsidi P-DTP.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran, yang selanjutnya disingkat UAKPA, adalah unit akuntansi instansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat Satker.
Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat BUN, adalah Pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
Sistem Akuntansi Instansi, yang selanjutnya disingkat SAI, adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga.
Sistem Akuntansi Belanja Subsidi dan Belanja Lain-Lain, yang selanjutnya disebut SA-BSBL, adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan transaksi Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain pada BUN.
Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama.
Laporan Keuangan, yang selanjutnya disingkat LK, adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN berupa Laporan Realisasi Anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.011/2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Ata ...