Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan ...
Uji materiil terhadap PP 11 tahun 2014 ttg pungutan oleh OJK dan peraturan OJK no.3/POJK.02/2014 ttg tata cara pelaksanaan pungutan oleh OJK ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id (1) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ditetapkan dengan memperhatikan dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya, biaya penyelenggaraan kegiatan Pemerintah sehubungan dengan jenis Penerimaan Negara bukan Pajak yang bersangkutan, dan aspek keadilan ditetapkan oleh Pemerintah; d. Pasal 4 berbunyi: Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara. e. Pasal 5, berbunyi: Seluruh Penerimaan Bukan Pajak dikelola dalam system Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara. Sehingga dengan demikian seluruh penerimaan Negara harus dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bukan dengan pungutan-pungutan dengan pengelolaan dan penggunaannya dilakukan sendiri yang tanpa kontrol dari yang berwenang sebagaimana dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan tersebut (dengan berlindung dengan Peraturan Pemerintah (PP) yang salah. 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran Tahun 2014, (Bukti P-6) pada: a Pasal 1 ayat (2) berbunyi: (2) Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambahan kekayaan bersih yang terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Penerimaan Hibah. b Pasal 1 ayat (6) berbunyi: (6) Penerimaan Bukan Pajak, yang selanjutnya disingkat PNBP, adalah semua penerimaan Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk penerimaan sumber daya alam, pendapatan bagian laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PNBP lainnya serta Badan Usaha Layanan Umum (BLU); c Pasal 1 ayat (11) berbunyi: (11) Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Analis Anggaran.
Pengujuan UU no. 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Pasal 1 angka 1, Pasal 3 ayat (3), Pasal 4, Pasal 21 ayat (2), Pasal 22, dan pasal ayat (2 ...
Relevan terhadap
ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Pasal 4 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); Pasal 21 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 22; serta Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) UU 11/2016 bertentangan dengan UUD 1945. Norma dalam UU 11/2016 yang dimohonkan pengujian tersebut masing-masing selengkapnya berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 angka 1: Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana _diatur dalam Undang-Undang ini”; _ Pasal 3 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5): (1) Setiap Wajib Pajak berhak mendapatkan Pengampunan Pajak. (2) Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Wajib Pajak melalui pengungkapan Harta yang dimilikinya dalam Surat Pernyataan. (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu Wajib _Pajak yang sedang: _ a. dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap _oleh Kejaksaaan; _ _b. dalam proses peradilan; atau _ c. menjalani hukum pidana, atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. (4) Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengampunan atas kewajiban perpajakan sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib Pajak. (5) Kewajiban Perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas _kewajiban: _ _a. Pajak Penghasilan; dan _ Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 331 b. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan atas Barang Mewah. Pasal 4 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3): (1) Tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu paling singkat 3 (tiga) _tahun terhitung sejak diahlihkan, adalah sebesar: _ a. 2% (dua persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang- _Undang ini mulai berlaku; _ b. 3% (tiga persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai _dengan tanggal 31 Desember 2016; dan _ c. 5% (lima persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017. (2) Tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan _Republik Indonesia adalah sebesar: _ a. 4% (empat persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang- _Undang ini mulai berlaku; _ b. 6% (enam persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai _dengan tanggal 31 Desember 2016; dan _ c. 10% (sepuluh persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Maret 2017. (3) Tarif Uang Tebusan bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada _Tahun Pajak Terakhir adalah sebesar: _ Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 332 a. 0,5% (nol koma lima persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam _Surat Pernyataan; atau _ b. 2% (dua persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan. Untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017. Pasal 21 ayat (2) dan ayat (3): (1)..... (2) Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain. (3) Data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak dalam rangka Pengampunan Pajak tidak dapat diminta oleh siapapun atau diberikan kepada pihak manapun berdasarkan peraturan perundang-undangan lain, kecuali atas persetujuan Wajib Pajak sendiri. Pasal 22: Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan, atau dituntut, baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2): (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. (2) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar. Adapun alasan yang dikemukakan para Pemohon dalam mendalilkan pertentangan norma UU 11/2016 dengan UUD 1945 pada pokoknya adalah sebagai berikut (alasan selengkapnya termuat dalam bagian Duduk Perkara): Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 333 1. Bahwa Pasal 1 angka 1; Pasal 3 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Pasal 4 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); Pasal 21 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 22; dan Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) UU 11/2016 menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan dalam hukum perpajakan di Indonesia;
Bahwa dengan UU 11/2016, tindakan dan kesalahan wajib pajak bukannya diberi hukuman yang setimpal tetapi justru diberi kemudahan dengan tidak dikenai sanksi administratif dan sanksi pidana, bahkan utang pajaknya dapat ditebus dengan nilai yang jauh di bawah nilai yang seharusnya dibayar menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU 28/2007);
Bahwa Pasal 1 angka 1 UU 11/2016 adalah bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 23A UUD 1945;
Bahwa Pasal 3 ayat (3) huruf a UU 11/2016 bertentangan dengan prinsip negara hukum dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945;
Bahwa Pasal 4 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU 11/2016 telah merugikan hak konstitusional para Pemohon yang tertib membayar pajak sehingga dengan demikian ketentuan a quo bertentangan dengan Pasal 23A dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945;
Bahwa Pasal 21 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 22, dan Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) UU 11/2016 bertentangan dengan hak konstitusional para Pemohon atas keterbukaan informasi sebagaimana diatur dalam Pasal 28F UUD 1945.
Bahwa selain alasan-alasan di atas, para Pemohon juga mengemukakan uraian, yang oleh para Pemohon disebut “Fakta Peristiwa Hukum”, yang intinya bahwa “Fakta Peristiwa Hukum” tersebut jika dihubungkan dengan berlakunya UU 11/2016 menjadikan para Pemohon yang selama ini taat membayar pajak merasa diperlakukan tidak sama di hadapan hukum, pemberlakuan Undang-Undang a quo bertentangan dengan gagasan negara hukum dan bertentangan dengan alinea keempat UUD 1945. [3.9] Menimbang bahwa untuk mendukung permohonannya, para Pemohon telah mengajukan bukti-bukti surat yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan bukti P-2, (selengkapnya telah diuraikan pada bagian Duduk Perkara), dan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 334 lampiran berupa Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi para Pemohon; [3.10] Menimbang bahwa Mahkamah telah pula mendengar keterangan DPR, Keterangan Presiden, ahli yang diajukan oleh Presiden, yaitu Dr. Muhamad Chatib Basri, S.E., M.Ec., Ph.D., Yustinus Prastowo, S.E, M.Hum, M.A., Prof. Dr. Gunadi, Darussalam, S.E., Ak., M.Si., LL.M., Int. Tax.,Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., LL.M., Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., MPA., Dr. Refli Harun, S.H., M.H., LL.M., Dr. Zaenal Arifin Mochtar, S.H., LL.M., serta empat keterangan tertulis ahli yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 17 November 2016, yaitu keterangan tertulis Prof. Dr. Eddy O.S. Hiariej, S.H., M.Hum., Prof. Wihana Kirana Jaya, Ph.D., Dr. Riawan Tjandra, S.H., M.Hum., dan Dr. Maruarar Siahaan, S.H.dan ahli yang diajukan oleh para Pemohon yaitu Salamuddin Daeng, S.E.,, H. Makmur Amir, S.H., M.H., dan Akhmad Akbar Susamto, S.E., M. Phil., Ph.D. (yang keterangan selengkapnya telah diuraikan pada bagian Duduk Perkara). [3.11] Menimbang bahwa setelah membaca dengan saksama permohonan para Pemohon, Keterangan Presiden, Keterangan DPR, keterangan ahli para pihak, memeriksa bukti-bukti para Pemohon, dan kesimpulan para pihak, maka terhadap dalil-dalil para Pemohon Mahkamah mempertimbangkan sebagai berikut: A. Pertama , sepanjang berkenaan dengan dasar pemikiran dan latar belakang serta tujuan diambilnya kebijakan pengampunan pajak melalui pengundangan UU 11/2016, yang sekaligus menjawab pertanyaan apakah secara doktriner kebijakan pengampunan pajak bertentangan dengan UUD 1945, Mahkamah telah mempertimbangkannya secara komprehensif dalam Putusan Nomor 57/PUU-XIV/2016, yang pada akhirnya Mahkamah berpendapat bahwa kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945. Dalam pertimbangan hukum putusan tersebut Mahkamah, antara lain, menyatakan: [3.14] __ Menimbang, berdasarkan seluruh penjelasan dan keterangan sebagaimana diuraikan pada paragraf [3.13] di atas serta dengan _mempertimbangkan: _ (i) bahwa dampak krisis ekonomi global tahun 2008 yang berimbas pada perlemahan ekonomi negara-negara di dunia serta menurunnya harga komoditas dan perlemahan perdagangan internasional masih dirasakan hingga saat ini dan berdampak besar terhadap Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 335 perekonomian nasional Indonesia yang mengalami perlambatan di mana meskipun masih terdapat pertumbuhan namun _kecenderungannya terus menurun dari tahun ke tahun; _ (ii) bahwa keadaan sebagaimana diuraikan pada angka (i) di atas telah menyebabkan menurun drastisnya sumber pendapatan negara, khususnya dari sektor pajak, padahal pajak masih merupakan sektor penyumbang terbesar pendapatan negara guna membiayai program- program pembangunan untuk mewujudkan tujuan negara sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Keadaan demikian menjadikan negara, khususnya Pemerintah, dihadapkan pada situasi dilematis: tetap berpegang teguh hanya pada penegakan hukum di bidang perpajakan yang ada dengan risiko tidak tercapainya target pendapatan negara (khususnya dari sektor pajak yang disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap harta atau kekayaan wajib pajak, baik karena hal itu tidak dilaporkan oleh wajib pajak maupun karena harta atau kekayaan wajib pajak itu berada di luar wilayah yurisdiksi Indonesia), di mana keadaan demikian lebih jauh akan berdampak pada mandegnya atau bahkan berhentinya program-program pembangunan, khususnya untuk mengentaskan kemiskinan dan menurunkan pengangguran; atau mengambil langkah khusus sebagai terobosan yang merupakan second best effort di luar penegakan hukum yang “normal” sehingga memungkinkan negara, in casu pemerintah, menjalankan dan melanjutkan program-program pembangunannya dalam mewujudkan tujuan negara yang dimanatkan _oleh Konstitusi; _ (iii) bahwa dengan memperhatikan keadaan sebagaimana disebutkan pada angka (i) dan (ii) di atas, pembentuk Undang-Undang memilih untuk menempuh langkah khusus atau terobosan dalam bentuk kebijakan pengampunan pajak yang hanya diberlakukan satu kali dalam satu periode (one shot opportunity) dan setelah periode itu berakhir akan diberlakukan pengenaan tarif normal yang disertai _dengan langkah-langkah penegakan hukum; _ (iv) bahwa tujuan diberlakukannya kebijakan pengampunan pajak, sebagaimana diatur dalam UU 11/2016, adalah pertama, merepatriasi dana yang ditempatkan warga negara Indonesia di luar negeri untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi; kedua, untuk meningkatkan basis perpajakan nasional di mana aset atau harta yang diungkapkan dalam permohonan pengampunan pajak dapat dimanfaatkan untuk pengenaan pajak di masa yang akan datang (disertai dengan perbaikan administrasi perpajakan); dan ketiga, untuk meningkatkan penerimaan pajak pada tahun diberlakukannya pengampuan pajak _tersebut yang diperoleh dari penerimaan uang tebusan; _ (v) bahwa dengan pemberlakuan kebijakan pengampunan pajak melalui UU 11/2016, dilihat dari perspektif filosofi keadilan substantif, di masa depan akan tercipta struktur perpajakan yang lebih adil, sebab dengan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 336 terbukanya data mengenai harta atau kekayaan para wajib pajak melalui pelaporan oleh wajib pajak sendiri, sebagaimana dipersyaratkan oleh Undang-Undang a quo untuk mendapatkan pengampuan, maka kontribusi dari PPh orang pribadi akan menjadi penyumbang terbesar pendapatan dari sektor pajak, bukan lagi dari PPN dan PPh badan sebagaimana keadaan yang berlangsung selama ini. Hal ini sejalan dengan prinsip ability to pay dalam filosofi keadilan perpajakan di mana mereka yang lebih kaya membayar pajak lebih besar, sehingga dengan demikian pajak akan benar-benar berperan sebagai instrumen redistribusi pendapatan yang selanjutnya _akan memperkecil ketimpangan; _ (vi) bahwa diberlakukannya kebijakan pengampunan pajak bukanlah berarti negara melindungi kejahatan yang dilakukan oleh wajib pajak dalam bidang perpajakan melainkan hal itu semata-semata sebagai insentif yang hanya berlaku selama berlangsungnya periode pengampunan pajak tersebut dan untuk selanjutnya akan _diberlakukan penegakan hukum; _ (vii) bahwa kebijakan pengampunan pajak tetap penting dan urgen untuk diambil meskipun di masa yang akan datang akan diberlakukan perjanjian Automatic Exchange of Information dengan alasan di samping bahwa perjanjian itu baru akan berlaku pada tahun 2018 juga untuk mengantisipasi bahwa tidak semua negara menjadi pihak atau peserta dalam perjanjian dimaksud, maka Mahkamah berpendapat bahwa terdapat alasan urgen dan mendasar bagi pembentuk Undang-Undang untuk mengambil kebijakan pengampunan pajak melalui pemberlakuan UU 11/2016 a quo sehingga, secara prinsip, pengampunan pajak yang esensinya adalah berupa pelepasan hak negara untuk menagih pajak yang seharusnya terutang atau mengenakan pajak dalam suatu periode tertentu, dihubungkan dengan tujuan diambilnya kebijakan itu, tidaklah bertentangan dengan UUD 1945. [vide lebih jauh pertimbangan hukum paragraf [3.11] sampai dengan paragraf [3.14] dalam Putusan Nomor 57/PUU-XIV/2016]. Dengan pertimbangan Mahkamah sebagaimana diuraikan dalam Putusan Nomor 57/PUU-XIV/2016 tersebut maka Mahkamah dengan sendirinya telah mempertimbangkan keterangan ahli yang diajukan oleh para dan Akhmad Akbar Susamto, S.E., M.Phil., Ph.D, yang pada prinsipnya menyoroti dasar pemikiran atau latar belakang dan tujuan diberlakukannya UU 11/2016. Ahli Salamuddin Daeng pada pokoknya menerangkan bahwa alasan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 337 diberlakukannya kebijakan pengampunan pajak melalui UU 11/2016 tidak terlepas dari perencanaan pengeluaran anggaran yang sangat ambisius guna membiayai proyek-proyek infrastruktur yang memerlukan biaya sangat besar yang sulit dicapai dalam situasi ekonomi global dan nasional yang sedang lesu, sementara penerimaan dari sektor pajak melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pajak tidak mencapai target yang diharapkan. Ahli juga menilai bahwa pemberlakuan UU 11/2016 merupakan legalisasi kejahatan karena uang yang diperoleh dari pengampunan pajak tersebut bukan semata-mata dari pengemplang pajak tetapi boleh jadi juga berasal dari hasil bisnis illegal. Selain itu, menurut ahli, tax amnesty di berbagai negara adalah ditujukan dalam rangka menggerakkan perekonomian, membangkitkan semangat dunia usaha dan meningkatkan daya beli masyarakat, sedangkan melalui UU 11/2016 Pemerintah justru menjadikan tax amnesty untuk mengumpulkan uang untuk mengatasi defisit besar dalam APBN yang seharusnya merupakan dampak jangka panjang stimulus fiskal dan tax amnesty . Sementara itu, ahli Akhmad Akbar Susamto, S.E., M.Phil., Ph.D, pada pokoknya menilai UU 11/2016 merupakan produk dari kekeliruan berpikir. Pertama , menjadikan kurangnya kesadaran dan kepatuhan membayar pajak sebagai alasan membentuk UU 11/2016 adalah keliru sebab, meskipun kesadaran dan kepatuhan tersebut diperlukan, hal itu bukanlah yang utama karena pemungutan pajak bukan didasarkan pada kesukarelaan. Kedua , mengingat sifat memaksa dari pajak sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 23A UUD 1945 maka tatkala pemerintah mengakui bahwa terdapat harta yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan, adalah kewajiban pemerintah untuk mengejar tunggakan pajak dari harta tersebut. Ketiga , ada hal yang tidak dapat disebutkan secara eksplisit oleh pembentuk Undang-Undang sebagai dasar pemikiran lahirnya UU 11/2016, yaitu pemerintah tidak mempunyai cukup kemampuan untuk menegakkan perundang-undangan yang menyangkut pemungutan pajak dan ada kepentingan besar yang berhasil “mengambil kesempatan dalam kesempitan”. Hal ini dikaitkan dengan akan berlakunya kesepakatan Sistem Pertukaran Informasi Otomatis atau Automatic Exchange System of Information (AEoL) pada Tahun 2018 di mana ketika kesepakatan ini Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 338 mulai berlaku semua rekening wajib pajak akan langsung terlacak oleh otoritas pajak negara asal. Melalui pertimbangan hukum dalam Putusan Nomor 57/PUU-XIV/2016, khususnya pada paragraf [3.11] sampai dengan paragraf [3.14] , kedua pendapat ahli dari para Pemohon tersebut secara tidak langsung telah dipertimbangkan. Dengan demikian, sepanjang berkenaan dengan dasar pemikiran atau latar belakang dan tujuan diberlakukannya UU 11/2016, pertimbangan dalam putusan sebagaimana disebutkan di atas, juga berlaku sebagai tanggapan dan pertimbangan Mahkamah terhadap keterangan kedua ahli para Pemohon a quo sebagaimana diuraikan di atas. Adapun keterangan ahli lainnya yang juga diajukan oleh para Pemohon dalam permohonan a quo , yaitu H. Makmur Amir, S.H., M.H., karena khusus menerangkan kedudukan hukum ( legal standing ) para Pemohon, dengan sendirinya telah terjawab dengan diterimanya oleh Mahkamah kedudukan hukum ( legal standing ) para Pemohon. B. Kedua , sepanjang berkenaan dengan dalil-dalil para Pemohon yang secara spesifik mempersoalkan konstitusionalitas sejumlah norma UU 11/2016 sebagaimana diuraikan pada paragraf [3.8] di atas, Mahkamah berpendapat bahwa oleh karena seluruh norma tersebut juga telah dipertimbangkan dalam Putusan Nomor 57/PUU-XIV/2016 [vide lebih jauh pertimbangan hukum paragraf [3.16] angka 1 sampai dengan angka 6 dalam Putusan Nomor 57/PUU-XIV/2016], maka seluruh pertimbangan Mahkamah dalam putusan dimaksud juga berlaku terhadap permohonan a quo . [3.12] Menimbang, berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, Mahkamah berpendapat bahwa permohonan para Pemohon dinyatakan tidak dapat diterima.
KONKLUSI Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan: [4.1] Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo ; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 339 [4.2] Para Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) untuk mengajukan permohonan a quo ; [4.3] Pokok permohonan tidak dapat diterima. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226), dan Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076);
AMAR PUTUSAN Mengadili, Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima. Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap Anggota, Anwar Usman, I Dewa Gede Palguna, Aswanto, Manahan M.P Sitompul, Maria Farida Indrati, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Patrialis Akbar masing-masing sebagai Anggota, pada hari Rabu, tanggal dua puluh tiga, bulan November, tahun dua ribu enam belas, dan pada hari Selasa, tanggal tiga belas, bulan Desember, tahun dua ribu enam belas , yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Rabu, tanggal empat belas, bulan Desember, tahun dua ribu enam belas , selesai diucapkan pukul 15.52 WIB , oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap Anggota, Anwar Usman, I Dewa Gede Palguna, Aswanto, Manahan M.P Sitompul, Maria Farida Indrati, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Patrialis Akbar, masing- masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Saiful Anwar sebagai Panitera Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 340 Pengganti, serta dihadiri oleh para Pemohon/kuasanya, Presiden atau yang mewakili, dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili. KETUA, ttd. Arief Hidayat ANGGOTA-ANGGOTA, ttd. Anwar Usman ttd. I Dewa Gede Palguna ttd. Aswanto ttd. Manahan M.P Sitompul ttd. Maria Farida Indrati ttd. Wahiduddin Adams ttd. Suhartoyo ttd. Patrialis Akbar PANITERA PENGGANTI, ttd. Saiful Anwar Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Relevan terhadap
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang selanjutnya disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu.
Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya.
Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.
Kajian lingkungan hidup strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya.
Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.
Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan.
Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup.
Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.
Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok orang yang terorganisasi dan terbentuk atas kehendak sendiri yang tujuan dan kegiatannya berkaitan dengan lingkungan hidup.
Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup.
Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.
Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.
Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
Instrumen ekonomi lingkungan hidup adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong Pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Ancaman serius adalah ancaman yang berdampak luas terhadap lingkungan hidup dan menimbulkan keresahan masyarakat.
Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Pemerintah pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Huruf a Yang dimaksud dengan “asas tanggung jawab negara” adalah:
negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan.
negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Huruf b Yang dimaksud dengan “asas kelestarian dan keberlanjutan” adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup. Huruf c Yang dimaksud dengan “asas keserasian dan keseimbangan” adalah bahwa pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan serta pelestarian ekosistem. Huruf d Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait. Huruf e Yang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah bahwa segala usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan lingkungannya. Huruf f Yang dimaksud dengan “asas kehati-hatian” adalah bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Huruf g Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender. Huruf h Yang dimaksud dengan “asas ekoregion” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal. Huruf i Yang dimaksud dengan “asas keanekaragaman hayati” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem. Huruf j Yang dimaksud dengan “asas pencemar membayar” adalah bahwa setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan. Huruf k Yang dimaksud dengan “asas partisipatif” adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung. Huruf l Yang dimaksud dengan “asas kearifan lokal” adalah bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. Huruf m Yang dimaksud dengan “asas tata kelola pemerintahan yang baik” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan. Huruf n Yang dimaksud dengan “asas otonomi daerah” adalah bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi Transfer Ke Daerah yang Penggunaannya Sudah Ditentukan.
Pengujian UU Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah ...
Relevan terhadap
Ayat (1) Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya _surat ketetapan pajak; _ Ayat (2) Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. __ Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 71 Kedua ketentuan tersebut memberikan kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar pajaknya sendiri.
Bahwa dengan demikian dapat disimpulkan dalam sistem self assessment , terhadap Wajib Pajak yang dalam melakukan pemenuhan hak dan kewajibannya tidak sesuai dengan ketentuan maka rentan akan sanksi mulai dari sanksi yang bersifat administrasi sampai dengan sanksi pidana;
Bahwa oleh karena itu, pembuat undang-undang memikirkan perlunya perlindungan bagi Wajib Pajak yang dalam melaksanakan pemenuhan hak dan kewajibannya dilakukan oleh orang lain, sehingga ketentuan Pasal 32 ayat (3a) UU KUP memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk mengatur persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban Penerima Kuasa Wajib Pajak;
Dengan adanya kewenangan tersebut, diharapkan Menteri Keuangan dapat memberikan pengaturan sedemikian rupa agar apabila Wajib Pajak dalam melaksanakan pemenuhan hak dan kewajibannya diwakili oleh pihak lain, maka pihak yang mewakilinya tersebut harus benar- benar memahami hukum perpajakan dan memiliki etika profesi;
Pendelegasian kepada Menteri Keuangan pada ketentuan a quo sama sekali tidak dimaksudkan untuk membatasi hak individu seseorang untuk memberikan kuasa maupun sebagai penerima kuasa. Pemerintah juga tidak memiliki kepentingan sebagaimana yang didalilkan oleh Pemohon dalam permohonan uji materiilnya yakni “bukan dalam rangka penegakan hukum tetapi demi kepentingan pribadi, mencari keuntungan atau tambahan rezeki bahkan lebih terkesan memeras wajib pajak” (halaman 21 permohonan uji materiil Pemohon);
Pendelegasian wewenang tersebut juga tidak berarti kewenangan Menteri Keuangan lebih tinggi dari undang-undang tetapi semata-mata dimaksudkan untuk melindungi wajib pajak agar terlindungi dalam melaksanakan hak dan kewajibannya secara benar; G. PERBANDINGAN PENGATURAN PERSYARATAN KUASA WAJIB PAJAK DI BERBAGAI NEGARA Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 72 1. Bahwa pengaturan mengenai syarat menjadi Kuasa Wajib Pajak juga dikenal di beberapa negara misalnya di:
Australia, untuk menjadi Kuasa Wajib Pajak harus bernaung dalam asosiasi induk yang bernama Tax Practicioners Board dan untuk menjadi anggotanya terdapat beberapa persyaratan, yaitu: a) Berusia 18 tahun keatas; b) Sehat jasmani dan rohani; c) Memenuhi kualifikasi dan pengalaman yang disyaratkan d) Memiliki asuransi ganti rugi profesional yang memenuhi persyaratan; e) Menyampaikan aplikasi secara online dengan dilengkapi dokumen yang diperlukan; f) Membayar biaya keanggotaan $500; g) Melakukan pembaharuan keanggotaan setiap 3 tahun. __ 2) Jepang, untuk menjadi Kuasa Wajib Pajak harus bernaung dalam asosiasi induk yang bernama Japan Fed of Zeirishi Asociation dan untuk menjadi anggotanya terdapat beberapa persyaratan, yaitu: a) Peserta yang lulus ujian Zeirishi Nasional; b) Pengacara; c) CPA.
Amerika, untuk menjadi Kuasa Wajib Pajak harus bernaung dalam asosiasi induk yang bernama IRS __ dan untuk menjadi anggotanya terdapat beberapa persyaratan, yaitu: a) lulus dalam ujian BAR dan CPA untuk pengacara dan akuntan (tidak dikontrol oleh IRS); b) untuk enrolled agent harus lulus ujian yang dibuat IRS dan diselenggarakan pihak ketiga; c) untuk non credentialed wajib memiliki PTIN,lulus uji patuh pajak dan tidak punya catatan kriminal tanpa ada syarat pendidikan atau ujian tertentu; d) untuk credentialed , sama dengan non credentialed namun ditambahkan syarat mengikuti pelatihan perpajakan atau lulus satu dari beberapa ujian. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 73 Ketiga negara dimaksud memiliki kesamaan yaitu mengatur adanya syarat-syarat tertentu sebelum seseorang dapat berpraktek menjadi tax advisor. Hal ini membuktikan bahwa tidak serta merta seseorang dapat menjadi tax advisor , setiap orang harus memenuhi lebih dahulu syarat-syarat tertentu dan mengikuti/menjadi bagian dari asosiasi sebuah profesi terlebih dahulu;
Bahwa bentuk perbandingan pengaturan mengenai kuasa Wajib Pajak dan pemberian jasa perpajakan di Amerika Serikat, Australia dan Jepang dapat kami sampaikan dalam bentuk tabel terlampir sebagai berikut: Aspek Australia Jepang Amerika Asosiasi Induk Tax Practicioners Board Japan Fed of Zeirishi Asociation IRS Sifat Independent , terpisah dari ATO dan bertanggungjawab pada Minister of small business dan assistant treasurer serta ada staf ATO yang diperbantukan di TPB Independent, terpisah dari otoritas pajak - Anggota Orang Pribadi atau perusahaan yang memberikan jasa agensi pajak, BAS dan jasa konsultasi pajak dan menerima imbalan terkait jasa yang diberikan 1. Peserta yang lulus ujian Zeirishi Nasional 2. Pengacara 3. CPA Terbagi menjadi 2 yaitu :
punya hak mewakili tidak terbatas yang terdiri dari Pengacara, CPA dan agen terdaftar ( enrolled Agent ) 2. punya hak mewakili terbatas yang terdiri dari non-credentialed (hanya menyiapkan SPT tahunan) dan Credentialed (mewakili WP untuk menandatangani SPT tahunan) Persyaratan 1. berusia 18 tahun keatas;
sehat jasmani dan rohani;
memenuhi kualifikasi dan pengalaman yang disyaratkan;
memiliki asuransi ganti rugi profesional yang memenuhi persyaratan;
menyampaikan 1. lulus ujian nasional Zeirishi;
melakukan registrasi pada asosiasi;
Zeirishi nasional dan regional.
lulus dalam ujian BAR dan CPA untuk pengacara dan akuntan (tidak dikontrol oleh IRS);
untuk enrolled agent harus lulus ujian yang dibuat IRS dan diselenggarakan pihak ketiga;
untuk non credentialed wajib Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 74 aplikasi secara online dengan dilengkapi dokumen yang diperlukan;
membayar biaya keanggotaan $500;
melakukan pembaharuan keanggotaan setiap 3 tahun. memiliki PTIN, lulus uji patuh pajak dan tidak punya catatan kriminal tanpa ada syarat pendidikan atau ujian tertentu;
untuk credentialed , sama dengan non credentialed namun ditambahankan syarat mengikuti pelatihan perpajakan atau lulus satu dari beberapa ujian; Materi yang diujikan - 1. Pembukuan;
Teori Laporan Keuangan;
Income Tax Act ; _4. Corporation Tax Act; _ 5. Consumption Tax _Act; _ 6. inheritance Tax Act. - Jasa yang ditawarkan 1. Memberikan konsultasi terkait kewajiban perpajakan;
mewakili WP dalam berhadapan dengan kantor pajak.
mewakili WP dalam usaha memenuhi kewajiban perpajakan termasuk mengurus restitusi, pelaporan, maupun pemeriksaan ulang;
menyiapkan dokumen yang berhubungan dengan pajak dan konsultasi perpajakan; - Tidak Wajib Terdaftar 1. pegawai dan kontraktor dari konsultan pajak terdaftar;
praktisi hukum yang memberikan jasa konsultasi hukum sesuai undang- undang namun tidak menyiapkan SPT. Pengawasan dan Monitoring ATO, otoritas perpajakan Australia, mengawasi kepatuhan konsultan pajak dengan pendekatan berdasarkan risiko yang fokus pada isu-isu sesuai tingkat risiko Wajib Pajak.
seluruh konsultan kecuali yang non- credentialed wajib memenuhi pendidikan pengembangan profesi setiap tahunnya;
semua kategori yang terbukti melakukan kecurangan dalam menyampaikan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 75 dokumen dapat dibekukan prakteknya dan tidak dapat menandatangi SPT sebagai penyaji SPT;
IRS melakukan pengawasan terhadap enrolled agent dan yang lebih rendah;
melakukan kerjasama dengan asosiasi CPA dan BAR untuk mengantisipasi kecurangan;
melakukan pengembangan kerja sama dengan pengembang software terkait e-file SPT Tahunan yang digunakan konsultan.
Bahwa sebagaimana terlihat pada tabel di atas, Australia dan Jepang memiliki asosiasi independen tersendiri yang menaungi para tax advisor , di Indonesia peran ini diambil oleh asosiasi konsultan pajak misalnya IKPI (Ikatan Konsultan Pajak Indonesia). Mengenai keanggotaan atas asosiasi-asosiasi tersebut masing-masing negara mengatur dengan berbeda-beda, Australia dan Jepang memberikan syarat yang umum bagi semua tax advisor , sedangkan Amerika membagi tax advisor kedalam dua golongan, mereka yang bisa mewakili secara penuh dan mereka yang hanya bisa melakukan hal- hal tertentu saja;
Bahwa terlepas dari variasi cara mengatur sebagaimana dilakukan oleh beberapa negara tersebut di dalam tabel, sesuai materi permohonan uji materiil a quo , terlihat jelas bahwa dari tiga negara, setidaknya di Jepang dan Amerika, kedua negara tersebut mengatur adanya syarat-syarat tertentu sebelum seseorang dapat berpraktek menjadi tax advisor . Hal ini membuktikan bahwa tidak serta merta seseorang dapat menjadi tax advisor , setiap orang harus memenuhi lebih dahulu syarat-syarat tertentu dan mengikuti/menjadi bagian dari asosiasi sebuah profesi terlebih dahulu;
Bahwa dari pengaturan sebagaimana dijabarkan dalam tabel di atas, berdasarkan praktek yang dijalankan oleh beberapa negara, terlihat Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 76 bahwa pengaturan berupa pembatasan, persyaratan, pengujian atas seseorang sebelum dapat bekerja dalam sebuah profesi (dalam hal ini profesi tax advisor ) adalah hal yang lazim dilakukan secara internasional; III. PETITUM Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan pengujian ( constitutional review ) ketentuan a quo terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dapat memberikan putusan sebagai berikut:
Menolak permohonan pengujian Pemohon ( void ) seluruhnya atau setidak- tidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima ( niet onvankelijke verklaard );
Menerima Keterangan Presiden secara keseluruhan;
Menyatakan ketentuan ketentuan Pasal 32 ayat (3a) UU KUP tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu, untuk menguatkan dalilnya, Presiden dalam persidangan tanggal 14 November 2017, mengajukan tiga orang ahli yakni Yustinus Prastowo, S.E., M.Hum., M.A., Drs. Kismantoro Petrus, Ak., M.B.A., dan Prof. Dr. Gunadi, M.Sc., Ak., yang menyampaikan keterangan lisan di bawah sumpah/janji dan dilengkapi keterangan tertulis yang diterima oleh Kepaniteraan Mahkamah tanggal 13 November 2017, pada pokoknya sebagai berikut:
Yustinus Prastowo, S.E., M.Hum., M.A. 1.0 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian dan Tugas Konsultan Pajak Victor Thuronyi dan Frans Vanistendael menyatakan bahwa sangat sulit melaksanakan sistem perpajakan tanpa melibatkan konsultan pajak. Hal ini disebabkan oleh rumit dan dinamisnya sistem perpajakan, sehingga menyebabkan wajib pajak tidak selalu memahami peraturan perpajakan secara up-to-date . Dalam hal ini, wajib pajak akan kesulitan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya dan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak ( compliance ). Beberapa Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 77 negara memiliki pengaturan yang spesifik dan jelas, sedangkan beberapa negara lainnya belum memiliki pengaturan spesifik tentang konsultan pajak. OECD menaruh perhatian besar terhadap peran intermediaries dan mengeluarkan dokumen Study into the Role of Tax Intermediaries pada 2008. Dokumen ini mengakui peran penting intermediaries dalam mengedukasi dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak, namun beberapa di antaranya justru terlibat dalam merancang dan mempromosikan aggresive tax planning yang berdampak buruk pada sistem perpajakan. Alih-alih mengusulkan suatu langkah pengawasan ekstrem, sebaliknya OECD mendorong kerjasama tripartit antara otoritas pajak, wajib pajak, dan tax intermediaries ; Manajemen risiko berbasis informasi mutlak diterapkan dengan memahami lima hal penting: understanding based on commercial awareness, impartiality, proportionality, openness (disclosure and transparency), and responsiveness . Lima pilar penting ini akan menjadi pondasi hubungan yang baik antara otoritas pajak, wajib pajak, dan t ax intermediaries ; Di dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut “UUD 1945”) disebutkan bahwa “Pajak dan pungutan lainnya yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur oleh undang-undang”. Sifat “memaksa” dalam pemungutan pajak tentu harus disertai dengan perlindungan wajib pajak agar tidak mendapat perlakuan semena-mena yang tidak sesuai dengan Undang-undang. Eksistensi tax intermediaries , antara lain konsultan pajak, salah satunya untuk memberikan perlindungan wajib pajak dalam menjalankan hak dan melaksanakan kewajibannya. Maka demi memastikan hak wajib pajak tersebut terlindungi dan dapat dijalankan dengan baik, Pemerintah mengatur profesi konsultan pajak. Pengaturan yang tidak saja dilihat dari sisi kepentingan wajib pajak, melainkan juga memastikan jasa yang diberikan tidak justru merugikan negara melalui aggressive tax planning ; 2.0 PENGATURAN DAN PERANAN KONSULTAN PAJAK DI BEBERAPA NEGARA 2.1 Representasi Wajib Pajak di Beberapa Negara 2.1.1. Representasi Wajib Pajak di Hadapan Otoritas Pajak Konsultan pajak yang mewakili wajib pajak di hadapan otoritas pajak bertindak sebagai advokat. Karena keterampilan yang dibutuhkan, seringkali ada batasan mengenai siapa yang dapat bertindak dalam kapasitas ini, dan peraturan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 78 biasanya berbeda tergantung pada formalitas prosedural yang diatur dalam prosedur-prosedur spesifik. Bila profesi diatur, umumnya konsultan pajak dapat mewakili wajib pajak di hadapan otoritas pajak;
1.2. Representasi (Wakil) Wajib Pajak di Hadapan Pengadilan Di beberapa negara, semua proses pengadilan pajak diputuskan oleh pengadilan sipil, bukan pengadilan administratif. Di negara-negara dimana pengadilan administratif pada awalnya mendengar sebuah kasus, tergantung pada peraturan dari prosedur pajak, maka banding dalam proses pengadilan pajak paling sering diputuskan oleh pengadilan sipil. Sementara itu, kecurangan pajak dan penghindaran pajak masuk dalam ranah pengadilan pidana. Pada umumnya, representasi wajb pajak di hadapan pengadilan sipil atau pidana diperuntukkan khusus untuk pengacara; Namun di negara-negara yang memiliki peraturan komprehensif tentang profesi pajak, konsultan pajak juga diizinkan untuk mewakili wajib pajak dalam proses pengadilan di hadapan pengadilan sipil. Dalam kasus tersebut, kompetensi khusus di bidang hukum atau teori perpajakan paling dibutuhkan. Jika menjadi representasi wajib pajak dalam kasus pidana, maka kebanyakan negara mengharuskan kompetensi khusus pengacara. Apabila pembela tidak diizinkan untuk mewakili wajib , maka para pembela harus mendapat lisensi dari pengadilan terlebih dahulu. Hal tersebut, terutama jika jumlah pengacara yang tersedia untuk menangani kasus pajak tidak mencukupi, maka lisensi semacam ini bisa menjadi solusi untuk wajib pajak dalam memberikan perwakilan profesional;
2 Pengaturan Konsultan Pajak di Beberapa Negara Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian 2.1, pengaturan mengenai konsultan pajak dibagi menjadi tiga jenis, yaitu full regulation , partial regulation , dan _no regulation; _ 2.2.1 Full Regulation Model Full Regulation menghendaki pengaturan khusus terhadap profesi konsultan pajak yang wajib dipatuhi. Untuk menjadi konsultan pajak, seseorang harus mengikuti pelatihan dan ujian khusus.
2.2 Partial Regulation Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 79 Seperti model full regulation , model partial regulation juga menghendaki adanya aturan khusus terhadap profesi konsultan pajak, namun ruang lingkupnya lebih luas dibandingkan model full regulation . Bahkan, seseorang yang tidak mengikuti pelatihan khusus dapat memberikan nasihat perpajakan, sepanjang ia memahami peraturan perpajakan dan memenuhi beberapa kriteria yang ditentukan oleh undang-undang;
2.3 No Regulation Pada model No Regulation , pemberian jasa konsultasi pajak tidak terbatas oleh profesi tertentu. Dengan demikian, siapa saja boleh menjadi kuasa wajib pajak di hadapan otoritas pajak; Adapun komparasi beberapa negara terkait pengaturan konsultan pajak dapat dilihat dalam Tabel 2 di bawah ini. Tabel 1 Komparasi Beberapa Negara Mengenai Pengaturan Konsultan Pajak Negara Model regulasi Ketentuan Peraturan terkait yang berlaku Qualified Tax Consultant Jerman Model full regulation disebut juga dengan German Model Jerman merupakan salah satu dari sedikit negara, di mana profesi penasihat pajak adalah profesi yang sepenuhnya diatur oleh pemerintah. Kementerian Keuangan Federal adalah otoritas pengawasnya . Berdasarkan Tax Consultancy Law __ (StBerG). __ Article 3 , orang- orang berikut diakui sebagai konsultan pajak antara lain: Pengacara Akuntan Auditor Pengacara dapat memberikan tax advise berdasarkan Tax Consultancy Law Article 3 . Federal Lawyers Act (BRAO) & 59a tentang professional collaboration juga menyatakan bahwa pengacara juga Konsultan pajak membentuk profesi liberal terpisah di Jerman. Hanya anggota Bundessteuerb eraterkammer (BStBk), organisasi perundang- undangan, yang telah lulus ujian yang dipersyaratkan dan menyelesaikan pengalaman yang dibutuhkan untuk dapat menjadi konsultan pajak. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 80 diperbolehkan untuk berkolaborasi dengan konsultan pajak untuk bersama- sama mempraktikkan profesinya. Adapaun mengenai hak dan kewajiban konsultan pajak diatur secara khusus oleh StBerG, German Tax Consultancy Act (DVStB) dan Professional Rules and Practice Guidelines of The Federal Chamber of Tax Advisors (BOStB). Amerika Serikat Model Partial Regulation dikenal juga dengan US Model Amerika Serikat pada pokoknya memiliki konsep pengaturan yang sama dengan Jerman terkait konsultan pajak, namun perbedaannya terletak pada kegiatan seperti persiapan Surat Pemberitahuan yang dapat dilakukan oleh non- profesional pajak dan sebagainya. Treasury Department Circular No. 230 (Rev. 6-2014) berisi peraturan yang mengatur tentang praktik dihadapan IRS dikenakan pada pengacara, akuntan publik bersertifikat, tax consultant yang teregistrasi, agen agen pensiun yang teregistrasi, dan orang lain yang mewakili wajib pajak di hadapan Internal Revenue Service (IRS). Hak praktik, terbagi atas 2 yakni: Hak perwakilan tidak terbatas Pengacara (setiap pengacara yang lulus Bar Exam di negara bagian manapun) Certified Public Accountant (CPA) Setiap CPA yang telah lulus ujian dan terdaftar di negara bagian manapun. Enrolled Agent (siapa saya yang lulus tiga ujian enrolled agent yang dikelola secara Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 81 internasional) Hak perwakilan terbatas Hanya mempersiapka n SPT Dapat mewakili wajib pajak untuk memberikan pertanyaan audit terkait persiapan khusus. Australia Berada di antara German Model dan US Model. Tipe Australia itu rumit, dalam arti bahwa wajib pajak diperbolehkan untuk memotong biaya yang dibayarkan ke tax consultant atau pengacara yang terdaftar, namun wajib pajak menolak pengurangan biaya yang dibayarkan ke tax consultant yang tidak terdaftar. pengembalian pajak biasanya dipersiapkan untuk remunerasi hanya oleh agen pajak atau pengacara. Agen pajak didefinisikan dalam undang- undang dan diatur oleh dewan yang dikendalikan oleh otoritas pajak. Agen pajak dan pengacara mungkin juga mewakili Menjamin kepatuhan hukum untuk melindungi masyarakat Merupakan administrater dalam proses registrasi/menj amin kompetensi Mengadakan pedoman dan informasi terkait hal-hal yang relevan Menginvestiga si kemungkinan pelanggaran undang- undang dan kode etik Memberikan sanksi administrative bagi wajib pajak yang tidak patuh Mengerjakan atau memberikan konsultasi terkait kewajiban, kewajiban atau hak dari klien berdasarkan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 82 pembayar pajak dalam perselisihan administrasi, namun hanya pengacara yang dapat mewakili pembayar pajak dalam proses pengadilan. undang- undang pajak Mewakili entitas dalam urusan mereka dengan kantor pajak Di mana klien bisa diharapkan untuk mengandalka n pelayanan untuk memenuhi kewajiban, kewajiban atau hak berdasarkan pajak hukum Japan Public Tax Accountant yang telah disertifikasi disebut juga dengan “Zeirishi” Peraturan tentang Zeirishi diatur dalan Zeirishi Act di tahun 1951. Hingga tahun 2014 Zeirishi Act telah mengalami 5 kali amandemen. Berdasarkan pasal 2 dalam Zeirishi Act menyatakan bahwa tidak ada orang lain selain Zeirishi yang berhak memberikan layanan berikut (dengan bayaran ataupun tanpa bayaran): Representasi Dalam hal: Mengisi SPT Meminta reinvestigasi Meminta reconsideration Mengirimka notifikasi Melapor,dsb Succesful candidate dari Zeirishi National Examination; Mereka yang dikecualikan dari ujian di atas menurut Art 7,8 Zeirishi Act; Pengacara; Certified Public Accountants (CPAs). Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 83 Membuat SPT dan dokumen pajak Konsultasi Pembukuan dll Inggris Tidak ada batasan hukum mengenai ketentuan umum konsultan pajak. Namun, konsultan pajak memiliki pedoman. Siapapun juga bisa menyebut diri mereka sebagai konsultan pajak tanpa melihat profesi mereka. Siapapun bebas untuk menyiapkan SPT dan mewakili wajib pajak dihadapan administrasi perpajakan atau komisi pajak. Namun, Hanya pengacara barristers yang bisa mewakili wajib pajak di hadapan Pengadilan Tinggi. Peran konsultan pajak di UK: membantu kesepakatan antara wajib pajak dengan HMRC untuk melaporkan pembayaran pajak awalnya seperti pajak penghasilan, pajak perusahaan, pajak capital gain dan lainnya. memastikan dan memberi saran kepada klien untuk menyiapkan pengembalian pajak yang baik. menjelaskan masalah terkait audit hukum bagi perusahaan. mengikuti perubahan dalam undang- undang dan praktik perpajakan, Praktisi pajak berperan penting antara wajib pajak dan HMRC sehingga mereka bertanggung jawab untuk memperbarui untuk Akuntan, praktisi perpajakan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 84 menjelaskan pembayar pajak dan menyampaika n informasi untuk HMRC. menginformas ikan dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan hukum audit untuk perusahaan atau Inland Revenue dan Komisaris HMRC ketika perorangan atau perusahaan memiliki perselisihan dalam perpajakan. Luxembourg Konsultan pajak tidak dianggap sebagai profesi terpisah dalam undang- undang Luxembourg Meskipun tidak ada undang- undang khusus untuk konsultan pajak, banyak profesional yang memberikan konsultasi pajak sudah tercakup dalam undang- undang untuk akuntan (CFE- EUTAX, 2003) Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 85 Switzerland Konsultan pajak, pengacara dan akuntan diatur sendiri, dengan persyaratan yang terutama menjaga kepentingan klien. Terdapat konsultan pajak yang besertifikat. Tugas mereka adalah: Perencanaan pajak Menangani masalah perpajakan yang kompleks Mewakili klien di hadapan otoritas pajak dan pengadilan Belgia undang-undang mengatur yang mungkin memberikan konsultasi pajak, namun ada organisasi profesional pribadi yang biasanya dimiliki konsultan pajak. seorang konsultan pajak disebut belastingconsul ent-conseil fiscal Konsultasi pajak juga dapat diberikan oleh pengacara (advokat / avokat), notaris (notaris / notaires), akuntan (akuntan / ahli- comptables) atau auditor (bedrijfsrevisore n / reviseurs d'entreprises). Semua profesi (pengacara, akuntan, dan auditor) ini diakui dan diatur oleh undang-undang, namun biasanya ketentuan layanan perpajakan berada di luar lingkup peraturan ini. seorang pengacara tidak dapat menjadi konsultan pajak, dan seorang pengacara tidak dapat menjadi auditor, namun keduanya berhak memberikan layanan pajak. Konsultasi pajak juga dapat diberikan oleh pengacara (advokat / avokat), notaris (notaris / notaires), akuntan (akuntan / ahli- comptables) atau auditor (bedrijfsrevisoren / reviseurs d'entreprises). Perancis Baru-baru ini, semua Konsultan pajak secara Konsultasi pajak diberikan oleh Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 86 kegiatan hukum, termasuk proses pengadilan, konsultasi hukum, dan konsultasi pajak, digabungkan menjadi profesi baru yang anggotanya membawa gelar avokat. Pemberian konsultasi pajak yang merupakan nasihat hukum diatur sebagai bagian dari undang- undang profesi. Undang- undang tersebut juga menetapkan kriteria untuk mendapatkan jabatan pengacara (avocat) Semua peraturan yang berlaku bagi pengacara juga berlaku untuk konsultan pajak tradisional diatur secara tidak langsung sebagai bagian dari konsultasi hukum. Semua profesi ini diatur oleh undang-undang, tapi tributaristi juga bisa menjadi konsultan pajak yang tidak berlisensi secara professional. notaris (notaris), akuntan (comptables, experts- comptables) dan auditor (commissaires aux comptes). Italia Semua profesi ini diatur oleh undang-undang, tapi tributaristi juga bisa menjadi konsultan pajak yang tidak berlisensi secara professional. Istilah Italia tributaristi mencakup beberapa profesi, yaitu pengacara, akuntan, dan notaris. Belanda profesi konsultan pajak tidak diatur Konsultan pajak disediakan oleh Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 87 oleh undang- undang. pengacara, akuntan, maupun profesi lain dapat mengambil peranan sebagai konsultan pajak. berbagai profesi, semua yang (kecuali untuk konsultan pajak) diatur oleh undang-undang: pengacara (advocaten), notaris (notarissen), akuntan dan auditor (akuntan terdaftar), dan konsultan pajak (belastingconsul enten atau belastingadviseu rs ). Spanyol proses pengadilan pajak di pengadilan perdata tetap dibatasi hanya bagi pengacara penyediaan layanan konsultasi pajak tidak terbatas pada profesi tertentu, termasuk mengajukan pengembalian pajak untuk remunerasi. seorang konsultan pajak ( asesor fiscal ) juga dapat berprofesi sebagai pengacara ( abogado ), akuntan ( econom ist), atau pemegang gelar dalam bisnis ( profesor mercantil , intendente mercantil ). Sumber: Beberapa sumber Untuk melengkapi tabel di atas, berikut adalah tabel mengenai tax professionals di beberapa negara: Tabel 2 Tax Professionals in Selected Countries Negara Tax Professionals Australia Pengacara, akuntan, tax agent Belgium Konsultan pajak, pengacara, auditor, ahli akuntansi Canada Lawyer, akuntan France Akuntan, pengacara Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 88 Germany Konsultan pajak, pengacara, auditor, akuntan besertifikat, perwakilan pajak The Netherlands Konsultan pajak, akuntan, pengacara Italy Pengacara, akuntan, notaris Spain Konsultan pajak, pengacara, ekonomist UK Akuntan, konsultan pajak, praktisi perpajakan, pengacara US Akuntan, pengacara, agen terdaftar Sumber: Tax Law Design and Drafting, 1996 3.0 PENGATURAN TENTANG KONSULTAN PAJAK DI INDONESIA Pajak di Indonesia diatur dalam Pasal 23A UUD 1945, yaitu “Pajak dan pungutan lainnya yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur oleh undang-undang”. Berdasarkan pasal tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak bersifat memaksa dan untuk itu pelaksanaannya harus diatur oleh undang- undang supaya pemungutan pajaknya didasarkan pada prinsip-prinsip perpajakan yang baik dan adil; Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut “UU KUP”) diterbitkan untuk melaksanakan Pasal 23A UUD 1945. Pasal 32 ayat (3) UU KUP mengatur: Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan . Selanjutnya penjelasan pasal ini menyatakan: Ayat ini memberikan kelonggaran dan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk meminta bantuan pihak lain yang memahami masalah perpajakan sebagai kuasanya, untuk dan atas namanya, membantu melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak; Bantuan tersebut meliputi pelaksanaan kewajiban formal dan material serta pemenuhan hak Wajib Pajak yang ditentukan dalam peraturan perundang- undangan perpajakan. Yang dimaksud dengan “kuasa” adalah orang yang menerima kuasa khusus dari Wajib Pajak untuk menjalankan hak atau memenuhi Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 89 kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan; Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (selanjutnya disebut “PP 74/2011”) kemudian mengatur tentang kuasa Wajib Pajak pada Pasal 49 ayat (1): “Wajib Pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan”; Adapun persyaratan yang harus dipenuhi oleh kuasa pajak berdasarkan Pasal 49 ayat (3) PP 74/2011 adalah: Seorang kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi _persyaratan sebagai berikut: _ _a. menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; _ _b. memiliki surat kuasa khusus dari Wajib Pajak yang memberi kuasa; _ _c. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; _ d. telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir, kecuali terhadap seorang kuasa yang Tahun Pajak terakhir belum memiliki kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan _Tahunan Pajak Penghasilan; dan _ e. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan . Selanjutnya, Pasal 2 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.03/2014 (selanjutnya disebut “PMK 229/2014”) mengatur mengenai siapa saja yang dapat menjadi kuasa pajak sebagaimana disebutkan Pasal 49 ayat (1) PP 74/2011, yaitu: “ _Seorang kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: konsultan pajak; _ dan karyawan Wajib Pajak”. Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014 tentang Konsultan Pajak (selanjutnya disebut “PMK 111/2014)”, pengertian konsultan pajak adalah: “ orang yang memberikan jasa konsultasi perpajakan kepada wajib pajak dalam rangka melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya __ sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan ” Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 90 Konsultan pajak bertugas untuk membantu wajib pajak dalam memenuhi kewajiban maupun mendapatkan hak perpajakannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Selain itu, berdasarkan Pasal 2 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.03/2014 tentang Persyaratan serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa (selanjutnya disebut “PMK 229/2014), konsultan pajak dapat menjadi kuasa wajib pajak untuk menghadapi otoritas pajak dengan menggunakan surat kuasa khusus. Di beberapa negara, konsultan pajak juga dapat menjadi penasihat hukum dan perwakilan wajib pajak saat berhadapan dengan Badan Peradilan Administrasi dan Fiskal; Di Indonesia, kualitas seorang kuasa wajib pajak di hadapan otoritas pajak diukur dan dibuktikan dengan izin praktik konsultan pajak dari Direktur Jenderal Pajak. Sebab untuk mendapatkan izin praktik konsultan pajak, seseorang harus dinyatakan lulus ujian sertifikasi konsultan pajak (USKP). Oleh karena itu, seorang konsultan pajak dapat mewakili wajib pajak di hadapan otoritas pajak berdasarkan keahlian yang ia miliki; Pembatasan di atas penting untuk melindungi wajib pajak terhadap kualitas jasa yang diberikan oleh konsultan pajak. Inilah bentuk perlindungan negara terhadap wajib pajak, di samping mewajibkan pembayaran perpajakan. Dengan demikian, pemerintah telah menyeimbangkan peranannya atas “sifat memaksa pajak” dan “perlindungan wajib pajak” dalam pemungutan pajak; 4.0 PENUTUP Berdasarkan uraian di atas, kami berkesimpulan bahwa: Dalam sistem perpajakan yang rumit dan dinamis, konsultan pajak dan kuasa hukum pajak memiliki peranan besar. Di banyak negara, peran konsultan pajak tidak hanya diperoleh dari seseorang yang berprofesi sebagai konsultan pajak saja, namun bisa juga berasal dari pengacara, akuntan, auditor dan lain sebagainya berdasarkan ketentuan yang berlaku di masing-masing negara. Kebanyakan negara tidak memiliki peraturan yang jelas terkait dengan peran konsultan pajak dan kuasa hukum pajak, namun di negara seperti Jerman dan US memperlakukan profesi konsultan pajak sebagai profesi yang diatur dan wajib mengikuti peraturan yang berlaku di negara tersebut; Adapun salah satu peran dari profesi sebagai konsultan pajak adalah mewakili wajib pajak dihadapan otoritas pajak maupun pengadilan. Di kebanyakan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 91 negara yang menganut sistem no regulation, perwakilan oleh nonlawye rs di hadapan otoritas pajak maupun pengadilan dalam proses administrasi diperbolehkan atau relatif tidak terbatas. Meskipun begitu, pada dasarnya tidak semua negara memperbolehkan profesi konsultan pajak sebagai representasi wajib pajak di pengadilan. Di negara yang menganut sistem full regulation atau partial regulation seperti Jerman dan US memberlakukan beberapa persyaratan bagi konsultan pajak agar eligible dalam mendampingi wajib pajak. Di US dan Jepang, persyaratan tersebut bisa berbentuk test bagi profesi tertentu. Hal yang sama juga terjadi di Jerman dimana hanya kalangan tertentu saja yang telah lulus ujian yang berhak menjadi konsultan pajak; Setiap negara memiliki kedaulatan penuh untuk mengatur hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan fungsi pemerintahannya, tergantung pada tujuan negara itu sendiri. Dengan demikian, negara memiliki kedaulatan untuk mengatur pelaksanaan pemungutan pajak, salah satunya mengenai kuasa wajib pajak; Berdasarkan Pasal 23A UUD 1945, pajak bersifat “memaksa”. Untuk memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, Pasal 32 ayat (3) UU KUP memberikan kelonggaran bagi wajib pajak agar dapat meminta bantuan pihak lain yang memahami masalah perpajakan sebagai kuasanya, sepanjang kuasanya memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) dan Pasal 49 ayat (3) PP 74/2011 serta peraturan pelaksanaannya. Makna “sepanjang kuasanya memenuhi kriteria” dimaksudkan agar terdapat pembatasan bagi pihak-pihak yang hendak menjadi kuasa wajib pajak. Hal ini penting sebagai perlindungan bagi wajib pajak terhadap kualitas jasa yang diberikan seseorang, salah satunya konsultan pajak. Sebab di Indonesia, kualitas kuasa wajib pajak di hadapan otoritas pajak diukur dan dibuktikan dengan izin praktik konsultan pajak dari Direktur Jenderal Pajak; Advokat/pengacara dan kuasa hukum pada Pengadilan Pajak merupakan dua profesi yang berbeda. Sebab kedua profesi tersebut memiliki lisensi yang berbeda. Untuk menjadi seorang advokat, seseorang harus memenuhi syarat tertentu, beberapa di antaranya adalah mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan lulus Ujian Profesi Advokat (UPA). Sama halnya dengan profesi kuasa hukum di Pengadilan Pajak, seseorang harus memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 92 Nomor 61/PMK.01/2012 tentang Persyaratan Untuk Menjadi Kuasa Hukum Pada Pengadilan Pajak, agar mendapatkan izin kuasa hukum dari Pengadilan Pajak.
Drs. Kismantoro Petrus, Ak., M.B.A. I. LATAR BELAKANG Pengelolaan suatu Negara pada umumnya bertujuan untuk mencapai kebutuhan bersama demi kesejahteraan warga negaranya. Oleh karena itu pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh suatu Negara lebih dititikberatkan untuk mencapai tujuan kemerdekaan negara tersebut dari pada kepentingan penguasa sumber dayanya. Seperti halnya dengan negara lainnya, kebutuhan sumber daya yang digunakan untuk menyelenggarakan pemerintahan di Indonesia sebagian besar diharapkan dari penerimaan pajak. Oleh karena itu penerimaan pajak adalah merupakan faktor yang sangat penting sebagai modal untuk mencapai tujuan Negara dan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Indonesia; Pasal 23A UUD 1945 adalah merupakan bukti betapa pentingnya penerimaan pajak bagi penyelenggaraan Negara Republik Indonesia. Sehubungan dengan pentingnya penerimaan pajak dalam penyelenggaraan pemerintahan Indonesia, maka pajak didefinisikan secara khusus dalam Pasal 1 angka 1, Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagai “ kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat ”; Dua jenis pajak yang paling besar diantara pajak-pajak yang menjadi kewajiban Wajib Pajak di Indonesia adalah Pajak Penghasilan yang biasa disebut dengan PPh dan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah yang biasa disebut dengan istilah PPN. Objek PPh adalah “ setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 93 dalam bentuk apa pun ”, sedangkan objek PPN adalah “ penyerahan barang dan atau jasa, pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berujud dari luar daerah pabean, pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud/Tidak Berwujud, eksporJasa Kena Pajak, impor barang oleh Pengusaha Kena Pajak di Daerah Pabean Indonesia ”; Dalam rangka mengumpulkan penerimaan Negara dari PPh dan/atau PPN serta untuk menegakkan keadilan di Indonesia, maka setiap Orang Pribadi atau Badan yang memiliki objek PPh dan/atau PPN mempunyai kewajiban yang sama untuk membayar PPh dan/atau PPN sesuai dengan ketentuan; Cara memperoleh tambahan kemanpuan ekonomis dan melakukan penyerahan (transaksi yang terutang PPN) sangat bervariasi dan selalu berkembang dinamis mengikuti perkembangan budaya manusia dan teknologi yang digunakan untuk memfasilitasi transaksi. Dengan kian cepatnya perkembangan teknologi maka variasi dan tatacara bertransaksi serta tatacara memperoleh tambahan kemampuan ekonomis para anggota masyarakat semakin bervariasi dan semakin cepat berubah. Dalam rangka agar setiap tambahan kemampuan ekonomis dan setiap mengikuti transaksi yang terutang PPN dapat diawasi dan dipastikan bahwa seluruh Wajib Pajak telah melakukan pembayaran pajak yang terutangnya, maka peraturan Undang-Undang pajak harus fleksibel agar selalu dapat mengikuti dan menyesiasati setiap adanya perubahan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat. Dalam rangka memberikan fleksibilitas Undang-Undang perpajakan, maka Undang-Undang Pajak harus mencakup ketentuan- ketentuan yang mengatur pokok-pokok hak dan kewajiban formal dan material Wajib Pajak dan mengamanatkan pengaturan teknis dan prosedur serta tatacara kepada ketentuan berkedudukan dalam hirarkhi ketentuan yang lebih rendah . Desain pembuatan perundang-undangan semacam ini dimaksudkan agar setiap perubahan sosial, budaya, ekonomi maupun tekhnologi di masyarakat dapat diikuti dengan penyesuaian peraturan-perundang-undangan terhadap perubahan sosial, budaya, ekonomi dan tekhnologi agar setiap Pertambahan kemampuan ekonomis dan transaksi yang terutang pajak dapat dikenai pajak dengan tepat dan adil; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 94 Struktur Undang-Undang pajak seperti ini mengakibatkan perubahan ketentuan perpajakan menjadi dinamis sesuai dengan perkembangan sosial, budaya, ekonomi maupun tekhnologi di masyarakat. Perubahan ketentuan perpajakan yang sangat dinamis seiring dengan perubahan/perkembangan sosial, budaya, ekonomi maupun teknologi mengakibatkan banyaknya ketentuan perpajakan yang harus diterbitkan. Sehingga mengakibatkan kesulitan yang semakin lama semakin besar bagi masyarakat untuk menguasai/memahami secara baik seluruh ketentun perpajakan agar terhindar dari pengenaan sanksi sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan; Keadaan demikian ini mengakibatkan adanya kebutuhan masyarakat untuk memperoleh bantuan pihak yang mempunyai pengetahuan perpajakan yang cukup untuk memberikan petunjuk, pertimbangan, atau nasihat tentang cara memenuhi kewajiban perpajakan yang benar; II. TINJAUAN FILOSOFIS DAN YURIDIS a. Tinjauan Filosofis 1) Istilah “Konsultan” Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Konsultan mengandung arti: “orang (ahli) yang tugasnya memberi petunjuk, pertimbangan, atau nasihat disuatu kegiatan. Dengan demikian, Konsultan Pajak berarti orang yang mempunyai keahlian perpajakan (ahli dibidang perpajakan) yang tugasnya memberi petunjuk, pertimbangan, atau nasihat yang diperlukan dalam kegiatan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan . Sesuai dengan namanya, Konsultan Pajak merupakan suatu profesi bagi orang yang telah memenuhi syarat utamanya yakni memiliki keahlian dibidang perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
Kuasa Dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan, istilah “kuasa” mempunyai arti khusus. Istilah “kuasa” diatur dalam Pasal 32 ayat (3) UU KUP. Istilah “kuasa” mengandung arti “orang yang diberi tugas berdasarkan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan”. Sedangkan berdasarkan Pasal 32 ayat (3a) UU KUP, diatur bahwa Persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 95 kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Dengan demikian, secara resmi berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan, Seorang Kuasa adalah orang yang menerima kuasa khusus dari Wajib Pajak untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan ;
Konsultan Pajak. Definisi Konsultan Pajak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014 sebagai berikut: Konsultan Pajak adalah “ orang yang memberikan jasa konsultasi perpajakan kepada Wajib Pajak dalam rangka melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Seseorang dapat menjadi konsultan Pajak apabila dapat memenuhi seluruh ketentuan mengenai Persyaratan Konsultan Pajak antara lain: a) memiliki Izin Praktik Konsultan Pajak; b) Memiliki Sertifikat Konsultan Pajak Resmi Sebagai Konsultan Pajak yang diperoleh dengan lulus menempuh Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak; c) Melaksanakan tugas susuai dengan tingkatan Sertifikasi Konsultan Pajak yang dimiliki; d) menjadi anggota salah satu Asosiasi Konsultan Pajak yang terdaftar pada Direktorat Jenderal Pajak; e) Melaksanakan Hak dan Kewajiban sebagai Konsultan Pajak; f) Tunduk pada pengawas yang mempunyai kewenangan melakukan Teguran, Pembekuan, dan Pencabutan Izin Praktik Konsultan Pajak, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014. Oleh karena Persyaratan sebagai Konsultan Pajak adalah pihak yang mempunyai standar profesi yang formal, terorganisir, dan bertanggung jawab kepada pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak serta wajib menguasai ketentuan perundang-undangan dibidang perpajakan yang diatur secara khusus, maka Konsultan Pajak dapat ditunjuk sebagai “kuasa” Wajib Pajak; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 96 b. Tinjauan Yuridis Dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan diatur bahwa UUD 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan, oleh karena itu, UUD 1945 merupakan norma dasar bagi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang merupakan sumber hukum bagi pembentukan Undang-Undang dibawah UUD 1945; Oleh karena itu, Undang-Undang Pajak secara umum wajib diatur berdasarkan Pasal 23A UUD 1945, sedangkan norma-norma yang diatur dalam Undang-Undang Pajak tidak dapat menyimpang dari norma dasar sebagaimana diatur dalam batang tubuh dan Penjelasan UUD 1945. Secara singkat hubungan antara UUD 1945 dengan Pasal 32 ayat (3) dan ayat (3a) UU KUP dapat dilihat sebagai berikut: a) Pasal 23A UUD 1945 berbunyi: “ Pajak dan Pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang ”. Ketentuan ini adalah merupakan alasan yang melatarbelakangi pembentukan UU KUP dan Undang-Undang Pajak lainnya. b) Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 berbunyi: “Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. c) Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 berbunyi: “Dalam menjalankan hak dan kewajibannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan bahwa UUD 1945 adalah merupakan hukum dasar atau norma dasar bagi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang merupakan sumber hukum bagi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dibawah UUD 1945; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 97 Untuk menyikapi masalah kesulitan masyarakat dalam memahami hak dan kewajiban perpajakan, dan mengingat adanya Pasal 28 ayat (2) UUD 1945, maka sejak awal pembuatan Undang Undang KUP di Tahun 1983 telah diatur Pasal 32 ayat (3) beserta penjelasannya, yang mengatur tentang hak Wajib Pajak untuk mendapatkan bantuan dari pihak yang menguasai ketentuan perpajakan; Ketentuan ini mengalami perubahan untuk penyempurnaan di tahun 1994, Tahun 2000, dan Tahun 2007/2009; Dalam Pasal 32 ayat (3) UU KUP Tahun 1983 , diatur dengan bunyi: “Orang atau Badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan _peraturan perundang-undangan perpajakan”; _ Dengan penjelasan: “Ayat ini memberikan kelonggaran dan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk minta bantuan orang lain yang memahami masalah perpajakan sebagai kuasanya , untuk dan atas namanya membantu melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Bantuan tersebut meliputi pelaksanaan kewajiban formal dan material serta pemenuhan hak Wajib Pajak yang ditentukan dalam undang-undang perpajakan”; Penjelasan Pasal 32 ayat (3) UU KUP ini adalah merupakan penegasan bahwa norma yang diatur tersebut adalah merupakan norma yang berdasarkan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945; Dalam 32 ayat (3) UU KUP Tahun 1994 , diatur dengan bunyi: “ Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ”. Dengan penjelasan: “Ayat ini memberikan kelonggaran dan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk minta bantuan pihak lain yang memahami masalah perpajakan sebagai kuasanya, untuk dan atas namanya membantu melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Bantuan tersebut meliputi pelaksanaan kewajiban formal dan materiil serta pemenuhan hak Wajib Pajak yang ditentukan dalam peraturan perundang- undangan perpajakan”; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 98 Perubahan ketentuan ini terutama dalam hal penggunaan istilah “Orang” menjadi “Orang Pribadi” Dengan tujuan menyesuaikan dengan istilah yang digunakan dalam Undang–Undang Pajak; Dalam Pasal 32 ayat (3) UU KUP Tahun 2000 , diatur dengan bunyi: “Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”. Dan ditambah dengan ayat (3a) yang berbunyi sebagai berikut: “Kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan ”; Penambahan norma dalam batang tubuh dengan menambahkan ayat (3a) UU KUP bertujuan memberikan:
Dasar hukum kewenangan Menteri Keuangan untuk memetapkan kriteria “Kuasa”;
Kepastian hukum tentang “kuasa” Wajib Pajak untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
Fleksibilitas Ketentuan perundang-undangan perpajakan agar lebih mudah dilakukan penyesuaian dengan perkembangan keadaan masyarakat; Batasan tersebut adalah merupakan pelaksanaan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945; Dalam Pasal 32 ayat (3) UU KUP Tahun 2007 dan Tahun 2009, diatur dengan bunyi: “Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” Ayat ini tidak mengalami perubahan Ayat (3a) Persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 99 Perubahan dalam Pasal 32 ayat (3a) ini terutama dalam hal penggunaan istilah “ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan” menjadi “diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan”, dengan tujuan agar:
Penulisan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, sebagaimana saat ini telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011;
Memberikan tambahan fleksibilitas agar apabila terdapat tata cara dan/atau prosedur yang perlu diatur menggunakan Peraturan Direktur Jenderal Pajak, dapat didelegasikan oleh Menteri Keuangan kepada Direktur Jenderal Pajak. Perubahan tersebut adalah merupakan pelaksanaan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945; Berdasarkan uraian dimuka, munculnya Pasal 32 ayat (3a) UU KUP dimaksudkan untuk memberikan kejelasan norma yang diatur dalam batang tubuh UU KUP, dengan cara mengangkat penjelasan Pasal 32 ayat (3) UU KUP Tahun 1994 menjadi norma yang diatur dalam Pasal 32 ayat (3a) batang tubuh UU KUP Tahun 2000 sehingga norma dalam batang tubuh UU KUP semakin lengkap dan mudah dipahami serta mempunyai kepastian hukum, namun masih mempunyai keluwesan yang tegas; Dengan ditambahkannya penjelasan Pasal 32 ayat (3) UU KUP menjadi Pasal 32 ayat (3a) UU KUP menambah kekuatan dasar hukum UU KUP karena menambah pertimbangan bahwa UU KUP juga mempertimbangkan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945; Dengan demikian Pengaturan Pasal 32 ayat (3) dan ayat (3a) tentang “kuasa” telah sesuai dengan Pasal 28H ayat (2) dan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 karena bertujuan untuk:
Memberikan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna guna mencapai persamaan dan keadilan bagi masyarakat Indonesia;
Mengatur agar setiap orang tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 100 nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis; dan
Agar UU KUP lebih fleksibel mengatur hak dan kewajiban masyarakat sesuai dengan perkembangan social, budaya dan perekonomian. Berdasarkan Pasal 32 ayat (3) dan ayat (3a) UU KUP maka diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2008 yang telah dicabut dan diganti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.03/2014. III. ORGANISASI PROFESI KONSULTAN PAJAK Konsultan Pajak sebagai salah satu pihak yang secara yuridis dapat ditunjuk sebagai “Kuasa” Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMNK.03/2014 secara khusus diatur dengam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111 Tahun 2014, diatur bahwa organisasi profesi konsultan pajak dapat didirikan lebih dari satu organisasi (asosiasi). Oleh karena itu, pada saat ini terdapat 2 (dua) asosiasi konsultan pajak yang terdaftar secara resmi di Direktorat Jenderal Pajak. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111 Tahun 2014 pada dasarnya mengatur hal pokok tentang Konsultan Pajak, antara lain:
Persyaratan orang perseorangan yang dapat menjadi Konsultan Pajak;
Izin Praktek Konsultan Pajak;
Sertifikat Konsultan Pajak;
Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak;
Asosiasi Konsultan Pajak;
Hak dan Kewajiban Konsultan Pajak; dan
Sanksi Konsultan Pajak. Salah satu Asosiasi Konsultan Pajak di Indonesia adalah Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI); Berhubung ahli adalah salah satu anggota IKPI, selanjutnya ahli sampaikan Organisasi Profesi Konsultan Pajak “Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)”; Baik anggota maupun organisasi IKPI sampai dengan saat ini tunduk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PNK.03/2014; IKPI sebagai organisasi Asosiasi Konsultan Pajak tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 18 sampai dengan Pasal 21 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014, yang berbunyi: Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 101 BAB VI ASOSIASI KONSULTAN PAJAK Pasal 18 Konsultan Pajak berhimpun dalam wadah Asosiasi Konsultan Pajak yang terdaftar pada Direktorat Jenderal Pajak .
Seseorang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 dianggap bukan sebagai seorang kuasa dan tidak dapat melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang memberikan kuasa. 26. Bahwa dengan adanya ketentuan dalam Pasal 32 ayat (3a) UU KUP yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.03/2014 tanggal 14 Desember 2014 telah menimbulkan Kerugian konstitusional Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 21 Pemohon yaitu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (2) UUD 1945;
Bahwa rangkaian pelanggaran hak-hak konstitusional Pemohon yaitu menolak Pemohon untuk mendampingi, mewakili, memberikan bantuan hukum dan pembelaan kepada klien Pemohon dalam pemeriksaan di Kantor Pelayanan Pajak Bantul, mencerminkan bahwa Petugas Kantor Pelayanan Pajak Bantul, tidak profesional, berlaku diskriminatif, arogan, angkuh, bertindak berlebihan, tidak taat dan paham hak-hak konstitusional dan hak- hak hukum khususnya profesi Advokat dan Undang-Undang Bantuan Hukum dan penolakan Pemohon untuk mendampingi klien Pemohon bukan dalam rangka penegakan hukum tetapi demi kepentingan pribadi, mencari keuntungan atau tambahan rejeki bahkan lebih terkesan memeras Wajib Pajak, menawarkan penyelesaian kasus-kasus dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Wajib Pajak yang tidak paham hukum; Penolakan Pemohon dengan dalil bahwa Pemohon bukan Konsultan Pajak dilakukan secara diskriminatif karena di lain kesempatan Petugas Kantor Pelayanan Pajak Bantul dapat menerima pihak lain yang bukan Konsultan Pajak untuk mengurus msalah-masalah pajak; Penolakan oleh Petugas Kantor Pelayanan Pajak Bantul selaku Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Direktorat Pajak, Kementerian Keuangan, tidak dalam rangka menjalankan tugas profesinya tetapi semat-mata demi kepentingan dan keuntungan pribadi sehingga Petugas Kantor Pelayanan Pajak Bantul harus bertanggung jawab secara pribadi atas tindakan yang arogan, angkuh, tidak profesional, dan diskriminatif terhadap Pemohon, apalagi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang gagal memahami peraturan Perundang-Undangan yaitu Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Undang-Undang Advokat dan Undang-Undang Bantuan Hukum; Dengan demikian, berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut di atas, Pemohon memiliki Kedudukan Hukum (Legal Standing) untuk mengajukan permohonan uji materil ini ke Mahkamah Konstitusi karena telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Pasal 51 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan: “ Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan _konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: _ Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 22 _a. perorangan warga negara Indonesia; _ b. kesatuan Masyarakat Hukum Adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan _Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; _ _c. badan hukum publik atau privat; atau _ d. lembaga negara. III. DALIL-DALIL PERMOHONAN 1. Bahwa negara hukum merupakan negara dimana penguasa atau pemerintah sebagai penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas kenegaraannya terikat atau dibatasi pada peraturan/hukum yang berlaku. Pembatasan pelaksanaan kekuasaan ini merupakan perinsip utama dalam negara hukum. Adapun tujuannya yaitu untuk menghindari tindakan sewenang-wenang dari penguasa/pemerintahan. Ciri-ciri Negara hukum yaitu: adanya pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia, pemisahan kekuasaan, pemerintahan berdasarkan Undang-Undang, dan adanya peradilan administrasi. Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi (P-1): “ Negara Indonesia adalah negara hukum.” Negara Indonesia sebagai wujud pelaksanaan prinsip-prinsip negara hukum mengakui, menjamin dan melindungi hak asasi manusia. Salah satu bentuk pengakuan, jaminan dan perlindungan hak asasi manusia yaitu menjamin persamaan atau sederajat bagi setiap orang di hadapan hukum ( Equality Before The Law ) sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, “ Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” , Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 (P-1) yang berbunyi, “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”, Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, “ Tiap-tiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ” ; Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, “ Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan _kerja”; _ Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 23 2. Bahwa dalam rangka usaha mewujudkan perinsip-perinsip Negara Hukum dan kedaulatan rakyat dalam pelaksanaan Perpajakan, konstitusi mengamanatkan dalam Pasal 23A UUD 1945 (P-1) yang berbunyi, “ pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan Undang-Undang”. Bahwa berdasarkan ketentuan ini, Perpajakan sebagai sumber pendapatan negara yang vital diatur oleh Undang-Undang. Hal ini bertujuan untuk menjamin pelaksanaan hak dan kewajiban baik Pemerintah maupun Wajib Pajak dalam melaksanakan Perpajakan. Karena sifat pungutan pajak yang memaksa tersebut, dapat menimbulkan penyalahgunaan kewenangan oleh pemerintah dalam pelaksanaan pemungutan pajak, sehingga harus diatur dalam ketentuan atau Undang- Undang khusus Perpajakan, tanpa menghilangkan unsur kedaulatan rakyat atau hak-hak konstitusional warga negara;
Bahwa dalam rangka pelaksanaan pemungutan pajak yang bersifat memaksa, tidak dapat dipungkiri atau dihindari akan timbul permasalahan atau sengketa di bidang Perpajakan. Adanya kekuasaan dan kepentingan bagi instansi yang mengeluarkan keputusan di bidang Perpajakan tersebut rawan atau berpotensi terjadi konflik kepentingan ( konflik interest ), rawan atau berpotensi timbulnya penyalahgunaan kewenangan, atau berpotensi menghilangkan unsure kedaulatan rakyat. Sementara di sisi lain Wajib Pajak kurang memiliki pengetahuan tentang hukum Perpajakan. Sehingga potensi terjadinya rasa ketidakadilan bagi Wajib Pajak akibat tindakan pemerintah di dalam pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan harus diselesaikan melalui suatu Lembaga yang independen, bebas dari campur tangan pihak manapun yang khusus menangani perkara/sengketa pajak. Bahwa berdasarkan Pasal 32 ayat (3a) UU KUP menyatakan: “ Persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan.” adalah bersifat diskriminatif, tidak memberikan jaminan, pengakuan, perlindungan yang layak bagi kemanusiaan, tidak memberi jaminan untuk bekerja dan mendapatkan imbalan yang kesemuanya tersebut melanggar Konstitusi khsususnya Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (2) UUD 1945; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 24 4. Bahwa dalam kenyataan sehari-hari Permohonan Wajib Pajak dan petugas pelaksana dari pemerintah tidak sepenuhnya mengetahui seluruh peraturan Perpajakan yang mengatur hak dan kewajibannya Wajib Pajak sehingga berpotensi menimbulkan kerugian di pihak Wajib Pajak. Untuk mewujudkan perlindungan kedaulatan rakyat, negara perlu melindungi dan menjamin, agar pelaksanaan hak dan kewajiban Pemohon/Wajib Pajak dapat terlaksana dengan baik yaitu dengan memberi hak bagi Wajib Pajak untuk menunjuk Kuasa, didampingi atau diwakili kuasa dalam melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang Perpajakan. Hak menunjuk Kuasa bagi Wajib Pajak dapat dilihat pada Pasal 32 ayat (3) UU KUP yang menyebutkan, “ Orang Pribadi atau Badan dapat menunjuk Kuasa dengan Surat Kuasa Khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-Undangan Perpajakan”. Dan dalam Penjelasan Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan, “ Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang Kuasa dengan surat Kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-Undangan Perpajakan.” Hal ini merupakan wujud pelaksanaan prinsip-prinsip Negara hukum dan pelaksanaan kedaulatan rakyat yang mengakui, menjamin, dan melindungi hak asasi manusia dan memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak;
Bahwa peran dan fungsi kuasa dalam mewakili Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban Perpajakan memiliki peran penting untuk melindungi dan menjaga keseimbangan pelaksanaan hak dan kewajiban Wajib Pajak sesuai peraturan Perundang-Undangan Perpajakan. Kuasa juga memberikan jasa konsultasi Perpajakan (Konsultan Pajak), sebagai salah satu usaha untuk memberdayakan masyarakat Wajib Pajak dalam memahami dan menyadarkan hak-hak dan kewajiban Wajib Pajak dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Oleh karena itu, peranan dan fungsi Kuasa tersebut juga membantu pemerintah atau Menteri Keuangan untuk memperlancar pelaksanaan pemungutan pajak. Di sisi lain, bahwa Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 25 Kuasa juga diharapkan untuk mencari dan menegakkan hak-hak Wajib Pajak, karena Kuasa yang memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang Perpajakan diharapkan dapat mewakili dan melindungi hak dan kepentingan Pemberi Kuasa untuk mencari dan menegakkan keadilan sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan. Sehingga Kuasa juga memiliki peran dan fungsi untuk mendampingi atau memberikan nasihat kepada Wajib Pajak atas hak dan kewajiban Wajib Pajak, sehingga hak-hak Wajib Pajak tidak dikurangi atau ditiadakan oleh pemerintah atau pejabat yang ditunjuk oleh Undang-Undang Perpajakan dan pelaksanaan kewajiban Perpajakan yang sesuai dengan ketentuan peraturan Perpajakan. Dengan adanya peranan penting dari Kuasa hukum tersebut, menurut Pemohon jelaslah bahwa Kuasa Wajib Pajak haruslah mandiri, bebas atau independen dalam melaksanakan Kuasa demi melindungi hak dan kepentingan Pemberi Kuasa, terhadap pihak manapun termasuk pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Pajak sebagai pelaksana tugas penerima atau pemungutan pajak;
Bahwa di balik adanya kepastian hukum atas penyelesaian sengketa pajak dan hak bagi Wajib Pajak untuk menunjuk Kuasa, didampingi, atau diwakili Kuasa dalam pelaksanaan hak dan kewajiban Perpajakannya atau kedaulatannya, timbul permasalahan bagi Pemohon yaitu adanya kewenangan Menteri Keuangan dalam menentukan Persyaratan Serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Kuasa. Menurut Pemohon, ketentuan yang diuji material Pemohon yaitu Pasal 32 ayat (3a) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan telah berpotensi merugikan hak-hak konstitusional Pemohon atau Wajib Pajak sesuai dengan pelaksanaan kedaulatan rakyat dan prinsip-prinsip Negara hukum yang melindungi hak-hak asasi manusia; Bahwa Pasal 32 ayat (3a) UU KUP Perpajakan berbunyi: “Persyaratan serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan”, Kuasa yang dimaksud yaitu Pasal 32 ayat (3) UU KUP (P-2) berbunyi: Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 26 “Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang Kuasa dengan Surat Kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-Undangan” 7. Bahwa menurut penafsiran Pemohon, ketentuan yang diuji Pemohon tersebut memberikan kewenangan mutlak/absolut kepada Menteri Keuangan untuk menentukan segala sesuatu yang berhubungan dengan persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban Kuasa untuk melaksanakan kedaulatan Pemohon/Wajib Pajak. Pemberian kewenangan yang absolut kepada Menteri Keuangan untuk menentukan persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban Kuasa untuk melaksanakan kedaulatan Pemohon berarti Menteri Keuangan berkedudukan lebih tinggi dari kedaulatan rakyat. Menteri Keuangan telah diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk membatasi pelaksanaan kedaulatan rakyat kepada Kuasa dengan cara Menteri Keuangan diberi kewenangan untuk membuat dan menentukan persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban Kuasa dalam menerima dan menjalankan kedaulatan Pemohon. Pemberian kewenangan kepada Menteri Keuangan tersebut, telah mengakibatkan tidak terlaksananya kedulatan Pemohon/Wajib Pajak dalam menjalankan hak dan kewajiban Pemohon melalui Kuasa;
Bahwa mencermati Pasal 32 ayat (3a) UU KUP yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut membuktikan betapa absolutnya kewenangan Menteri Keuangan. Jika ditelaah lagi pasal per pasal, Peraturan Menteri Keuangan tersebut mengatur segala ketentuan yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Kuasa, baik dari segi syarat-syarat, ujian dan sertifikasi, menegur, membekukan ijin, mencabut izin Kuasa/ Konsultan Pajak, izin beracara di pengadilan (menolak, menerima dan mencabut Izin). Hal ini memperlihatkan kekuasaan dan kewenangan absolut yang jelas-jelas mengakibatkan Kuasa tidak memiliki kebebasan dalam melaksanakan hak dan kewajibannya untuk kepentingan hak-hak Pemohon/Wajib Pajak. Karena kedudukan Menteri Keuangan memilki kekuasaan/kewenangan yang superior dibanding dengan Kuasa Hukum dalam pelaksanaan hak dan kewajiban Perpajakan termasuk peradilan pajak. Sebagai contoh bukti bentuk kewenangan absolut Menteri Keuangan cq Direktorat Jenderal Pajak yaitu tentang Pencabutan izin Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 27 Praktek sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 111/PMK. 03/2014, Pasal 26 tentang Teguran, Pembekuan, dan Pencabutan Izin Praktik yang berbunyi: Direktorat Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk berwenang memberikan teguran tertulis, menetapkan pembekuan Izin Praktik, dan menetapkan pencabutan Izin Praktik" Pasa1 29 ayat (1) huruf j: "pencabutan Izin Praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ditetapkan dalam hal j. Konsultan Pajak memberikan Jasa Konsultasi di bidang Perpajakan tidak sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan Perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a, Pasal 23 huruf a: "Konsultan Pajak:
memberikan jasa konsultasi kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban Perpajakan sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan Perpajakan". Melihat pengaturan ketentuan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak diberi kewenangan untuk mencabut Izin Konsultan Pajak, dalam hal Konsultan Pajak, tidak memberikan jasa konsultasi yang tidak sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan. Pengaturan ini bersifat multitafsir dan cakupannya luas, dan tidak seharusnya Direktorat Jenderal Pajak yang menentukan sesuai atau tidaknya jasa konsultasi pajak yang diberikan. Bahwa yang bewenang menentukan sesuai atau tidaknya suatu tindakan atau perbuatan yang melanggar peraturan Perundang-Undang adalah lembaga peradilan karena perbuatan yang dianggap tidak sesuai tersebut haruslah dibuktikan terlebih dahulu. Hukum pembuktian hanya dapat dilaksanakan dalam suatu mekanisme atau sistem peradilan. Sementara dalam hal ini, Menteri Keuangan c.q . Direktorat Jenderal Pajak dapat dengan leluasa menyatakan suatu perbuatan yang dianggap melanggar peraturan Perundang-Undangan Perpajakan tanpa didasari suatu pembuktian. Sehingga menurut Pemohon hal ini berpotensi disalahgunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk mengintervensi Kuasa dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya dan yang paling dirugikan adalah Pemohon/Wajib Pajak yang menunjuk dan mempercayakan kepada Kuasa dalam melaksanakan hak dan Kewajiban Perpajakannya;
Bahwa dalam sistem peradilan Indonesia, diakui keberadaan Kuasa Hukum yang memiliki profesionalisme dalam menjalankan fungsi dan peran dalam pelaksanaan peradilan yang diatur dalam ketentuan peraturan Perundang- Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 28 Undangan. Pemohon dalam perkara a quo membandingkan Kuasa Hukum Wajib Pajak dengan Profesi Kuasa Hukum yang diakui dalam sistem peradilan Indonesia, yaitu Advokat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;
Bahwa fungsi dan peran Profesi Advokat dengan Kuasa Wajib Pajak/Konsultan Pajak dalam pelaksanaan peradilan adalah sama yaitu bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kuasa dan memberikan nasehat hukum tentang perkara yang dihadapi. Bahwa profesi Konsultan Pajak hanya khusus untuk beracara di Pengadilan Pajak, sementara Advokat dapat melaksanakan Kuasanya untuk setiap lembaga peradilan apapun termasuk setiap sengketa atau permasalahan hukum yang belum dibawa ke badan-badan peradilan. Posisi atau kedudukan, peran, dan fungsi Kuasa Wajib Pajak dan Advokat di hadapan persidangan pengadilan adalah sama yaitu memberikan pendampingan, bantuan hukum atau nasehat hukum mewakili Pemberi Kuasa atas perkara yang dihadapi Wajib Pajak, serta menjalankan Kuasa yang diberikan oleh Pemberi Kuasa;
Bahwa atas kesamaan fungsi dan peran profesi Advokat dengan Konsultan Pajak selaku Kuasa Hukum dalam pelaksanaan profesinya baik di dalam maupun di luar peradilan, maka kedudukan Kuasa atau profesi Konsultan Pajak haruslah sama dengan kedudukan Advokat dalam Sistem hukum Indonesia. Dengan memperhatikan pengaturan persyaratan untuk dapat menjadi Advokat dalam peradilan, berbeda dengan pengaturan persyaratan untuk dapat menjadi Kuasa Hukum atau Konsultan Pajak. Untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2, Pasal 3 dan, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (P-28). Dengan memperhatikan ketentuan tersebut, tidak terdapat suatu unsur atau norma yang memberikan kewenangan kepada pihak manapun atau instansi pemerintahan seperti Menteri Hukum dan HAM, instansi penegak hukum seperti Mahkamah Agung, Kejaksaan, Kepolisian untuk menentukan persyaratan menjadi Kuasa Hukum/Advokat. Hal ini berbanding terbalik dengan profesi Konsultan Pajak/Kuasa Hukum Wajib Pajak, karena Undang-Undang yang dimohonkan untuk diuji materiil ini memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menentukan persyaratan sebagai Kuasa Hukum Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 29 atau, Konsultan Pajak. Padahal Kuasa Hukum/Konsultan Pajak dan Menteri Keuangan adalah para pihak yang berperkara/bersengketa di Direktorat Jenderal Pajak dan/atau Pengadilan Pajak;
Bahwa Advokat sebagaimana disebutkan dalam Konsideran Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyebutkan: " Menimban g : b) memerlukan profesi Advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab, untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia "; dan c) bahwa Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab dalam menegakkan hukum, perlu dijamin dan dilindungi oleh Undang-Undang demi terselenggaranya upaya penegakan supremasi hukum”. Profesi Advokat ditempatkan sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab dalam menegakkan hukum, dijamin dan dilindungi oleh Undang-Undang;
Bahwa berdasarkan alasan-alasan Pemohon tersebut Pengujian Pasal 32 ayat (3a) UU KUP mengenai kewenangan Menteri Keuangan berdasarkan pasal-pasal yang diajukan uji materiil oleh Pemohon, yaitu kewenangan Menteri Keuangan untuk mengatur dan menentukan persyaratan dan pelaksanaan hak dan kewajiban Kuasa, Pemohon merasa hak Pemohon sebagai Kuasa atau Advokat untuk menjalankan profesi sebagai Kuasa Hukum yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab dalam mewakili kepentingan Pemohon telah terciderai, karena kewenangan Menteri Keuangan tersebut adalah intervensi dan menempatkan kedudukan Menteri Keuangan yang lebih tinggi atau superior dibandingkan dengan Wajib Pajak/Kuasa. Sehingga menurut penalaran yang wajar dan masuk akal pelaksanaan hak dan kewajiban Kuasa Wajib Pajak dapat atau berpotensi menjadi tidak netral. Oleh karena itu, Ketentuan Pasal 32 ayat (3a) UU KUP yang diuji materiil oleh Pemohon mengenai kewenangan Menteri Keuangan untuk menentukan Persyaratan serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Kuasa, dalam rangka mewakili kepentingan Pemohon telah bertentangan dengan konstitusi yaitu norma Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (2), Pasal Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 30 28D ayat (1) UUD 1945. Bahwa dengan dikabulkannya permohonan ini, potensi kerugian Pemohon tidak akan terjadi dan semua orang yang menyandang profesi Advokat tidak dilanggar hak-hak konstitusionalnya;
Konklusi:
Pemohon memiliki Legal Standing selaku warga negara dan Wajib Pajak untuk mengajukan Uji Materi terhadap Pasal 32 ayat (3a) UU KUP khusus yang berbunyi, “Kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan”, padahal sebelumnya dalam Pasal 3, disebutkan bahwa: Orang atau Badan dapat menunjuk seorang Kuasa dengan Surat Kuasa Khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban menurut Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan;
Telah terbukti adanya kerugian konstitusional Pemohon sebagaimana dimaksud dalam:
Bahwa ketentuan dalam Pasal 32 ayat (3a) UU KUP jelas telah merugikan Pemohon; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 31 IV. Petitum Berdasarkan alasan-alasan hukum yang konstitusionalitas yang telah diuraikan tersebut di atas, maka Pemohon memohon agar Maielis Hakim Mahkamah Konstitusi dapat mengabulkan hal-hal sebagai berikut:
Mengabulkan seluruh Permohonan Pengujian Undang-Undang yang diajukan oleh Pemohon;
Menyatakan Pasal 32 ayat (3a) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mengikat;
Memerintahkan Amar Putusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan pengujian Pasal 32 ayat (3a) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999) untuk dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 32 Atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya – ex aequo et bono. [2.2] Menimbang bahwa untuk menguatkan dalilnya, Pemohon telah mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan bukti P-16b, tanpa bukti P-9 yang telah disahkan dalam persidangan tanggal 2 Oktober 2017, sebagai berikut:
Bukti P-1 : Fotokopi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (2);
Bukti P-2 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pasal 32 ayat (3a), yang berbunyi: “ Persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ;
Bukti P-3 : Fotokopi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 24 ayat (2) yang menyatakan, “ Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh _sebuah Mahmakah Konstitusi; _ 4. Bukti P-4 : Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak/NPWP atas nama Pemohon dengan Nomor 07.283.5382-017.000;
Bukti P-5 : Fotokopi Keputusan Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor PTJ.PANKUM 143.671-1990;
Bukti P-6 : Fotokopi Keputusan Menteri Kehakiman Nomor D- 29.KP.04.13-Tahun 1993 tanggal 11 Agustus 1993 tentang Pengangkatan sebagai Penasihat Hukum; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 33 7. Bukti P-7 : Fotokopi Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU.AH.04.03-85 sebagai Kurator dan Pengurus;
Bukti P-8 : Fotokopi Surat Keputusan Nomor KEP-302/PP/IKH/2009 tanggal 30 Juni 2009 sebagai Kuasa Hukum Pengadilan Pajak;
Bukti P-10 : Fotokopi Keputusan Certified Legal Auditor tanggal 2 Juli 2014 sebagai Legal Auditor ;
Bukti P-11 : Fotokopi Surat Kuasa yang diberikan oleh Klien Pemohon, Ny. Dra. Hj. Delia Murwihartini kepada Pemohon untuk mewakili/ mendampingi Klien tersebut sehubungan dengan proses hukum yang dihadapi oleh Klien Pemohon;
Bukti P-12 : Fotokopi Surat yang diajukan oleh Pemohon selaku Kuasa Hukum kepada Pejabat-pejabat/Petugas Pajak pada 28 Februari 2015 yang pada pokoknya menyampaikan keberatan dengan cara kerja KPP Bantul, dalam hal ini Pejabat- pejabat/Petugas Pajak yang memperlakukan Klien Pemohon dengan tidak adil;
Bukti P-13 : Fotokopi Tanggapan ke Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak tanggal 8 April 2015 dengan Nomor 008/THS/PBP/IV/2015 yang menanggapi Surat Petugas Kantor Pelayanan Pajak Bantul;
Bukti P-14 : Fotokopi Sertifikat Perpajakan Setara Brevet A-B yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Indonesia tanggal 10 Januari 2009-25 April 2009 dengan Nomor Sertifikat 032/LPLIH Perpajakan/IV/2009;
Bukti P-15 : Fotokopi Surat Perjanjian Penggunaan Jasa Hukum untuk mendampingi dan mengurus permasalahan Klien Pemohon dengan nilai kontrak sebesar Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);
Bukti P-16 :
Fotokopi Akta Permohonan Banding Nomor 28/Pdt.G/2015/ PN.Btl tanggal 8 Desember 2015;
Fotokopi Akta Pencabutan Permohonan Banding Nomor 28/Pdt.G/2015/PN.Btl tanggal 17 Mei 2016; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 34 Selain itu, untuk menguatkan dalilnya, Pemohon dalam persidangan tanggal 14 November 2017, mengajukan satu orang ahli yakni DR.(Yuris), DR.(Mp), H. Teguh Samudera, S.H., M.H. yang menyampaikan keterangan lisan di bawah sumpah/janji dan dilengkapi keterangan tertulis yang diterima oleh Kepaniteraan Mahkamah tanggal 10 November 2017, pada pokoknya sebagai berikut:
PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa “ negara Indonesia adalah negara hukum ” [vide Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 -perubahan ketiga- disahkan MPR 10-11- 2001]. Prinsip negara hukum menuntut antara lain adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum ( equality before the law ). Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga menentukan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum; Guna memahami secara substansial terhadap pembahasan fungsi dan peran Advokat, maka ahli memandang perlu mengemukakan pengertian dari tiap-tiap kata pada bahasan ini sebagaimana dalam KBBI: 1997 yaitu: yang dimaksud dengan Fungsi : kegunaan suatu hal; berfungsi: berguna dalam menjalankan tugasnya; berfungsi sosial: berguna bagi kehidupan masyarakat; Peran : tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan/ berprofesi dalam masyarakat; Profesi : organisasi yang anggota-anggotanya adalah orang-orang yang mempunyai profesi sama; Advokat : orang yang berpraktik memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar Pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan Undang-undang yang berlaku, baik sebagai Advokat, pengacara, penasehat hukum, pengacara praktik ataupun sebagai konsultan hukum;
PERAN DAN FUNGSI ADVOKAT Ahli berpendapat, bahwa dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggungjawab adalah merupakan hal yang sangat penting , di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 35 Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Advokat, melalui jasa hukum yang diberikan, Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum. Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia. Selain dalam proses peradilan, peran Advokat juga terlihat di jalur profesi di luar peradilan. Kebutuhan jasa hukum Advokat di luar proses peradilan pada masa saat sekarang semakin meningkat, sejalan dengan berkembangnya kebutuhan hukum masyarakat terutama dalam memasuki kahidupan yang semakin terbuka dalam pergaulan antar bangsa di seluruh dunia. Melalui pemberian jasa konsultasi, negosiasi maupun dalam pembuatan kontrak-kontrak dagang, profesi Advokat ikut memberikan sumbangan berarti bagi pemberdayaan masyarakat serta pembaruan hukum nasional khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan, termasuk dalam penyelesaian di luar pengadilan. Sebagai landasan kokoh pelaksanaan tugas pengabdian Advokat dalam kehidupan masyarakat itu dibentuklah Undang-undang Advokat sebagaimana diamanatkan pula dalam pasal 38 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, mengatur secara komprehensif berbagai ketentuan penting yang melingkupi profesi Advokat [ fungsinya ]: seperti dalam (1) pengangkatan, (2) pengawasan, dan (3) penindakan serta ketentuan bagi (4) pengembangan organisasi Advokat yang kuat di masa mendatang. Di samping itu juga diatur berbagai prinsip dalam penyelenggaraan tugas profesi Advokat khususnya dalam peranannya dalam (1) menegakkan keadilan serta (2) terwujudnya prinsip-prinsip negara hukum pada umumnya. Menurut pendapat ahli, tidak dapat kita pungkiri, bahwa saat ini profesi Advokat yang bebas dan mandiri serta bertanggung jawab itu sangat diperlukan untuk menjaga kekuasaan kehakiman yang bebas dari:
segala campur tangan dan (2) pengaruh dari luar. Karena kekuasaan kehakiman yang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 36 independen itu semata-mata demi terselengaranya peradilan yang jujur, adil dan bersih demi kepastian hukum bagai semua pihak agar:
keadilan, (2) kebenaran dan (3) hak asasi manusia itu terwujud dengan kokoh dan tegak sebagaimana yang semestinya bagi kehidupan manusia; Advokat selain berperan:
memberi jasa hukum (baik di dalam maupun di luar pengadilan), juga wajib (2) memberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat yang tidak mampu. Dengan demikian menurut ahli, Advokat itu:
tidak boleh melakukan diskriminasi, (2) tidak boleh mata duitan, (3) tidak boleh memegang jabatan lain yang bertentangan dengan tugas dan martabat profesinya maupun jabatan yang meminta pengabdian yang merugikan profesi Advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya. Sehingga Advokat yang menjadi pejabat negara, dilarang melaksanakan tugas profesinya alias cuti dengan menanggalkan segala atribut profesi keAdvokatannya; Tujuan utama UU Advokat adalah: perlindungan terhadap profesi Advokat, agar (1) bebas dan (2) mandiri serta (3) bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya, sesuai dengan:
kode etik maupun (2) peraturan perundang-undangan. Menurut Ahli, materi muatan pokok yang terpenting dalam Undang-undang Advokat adalah: tentang pengakuan bahwa Advokat adalah penegak hukum yang bebas dan mandiri dan dijamin oleh hukum dan perUndang- undangan [vide Pasal 5 ayat (1)]. Untuk menjaga kemandiriaannya, maka Advokat mengatur dan mengurus sendiri profesinya dalam satu organisasi profesi Advokat ( self governing body ), tanpa campur tangan atau kontrol dari kekuasaan pemerintah. Hal itu tercermin dari ketentuan bahwa organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini dengan maksud dan tujuan meningkatkan kualitas profesi Advokat [Pasal 28 ayat (1)]; Mengenai organisasi Advokat itu pun ditetapkan oleh para Advokat sendiri dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga [Pasal 28 ayat (2)]; Kemandirian tersebut dapat dilihat pada:
proses pendidikan khusus profesi;
ujian calon Advokat, (3) magang;
pengangkatan Advokat, (5) pengawasan, (6) penindakan sampai pemberhentian Advokat, semuanya Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 37 diatur dan diurus sendiri oleh organisasi Advokat [vide Pasal 2 ayat (2) juncto Pasal 9 ayat (1)]; Proses rekruitmen itu sendiri yang diberi kewajiban menerima calon–calon Advokat yang akan melakukan magang [Pasal 29 ayat (5)], dengan kewajiban memberikan bimbingan, pelatihan dan kesempatan praktek terhadap para calon Advokat [Pasal 29 ayat (6)] adalah para Advokat yang menjadi anggota organisasi profesinya; Dengan demikian menurut ahli, ada 2 (dua) prinsip (1) kebebasan dan kemandirian profesi Advokat dan (2) organisasi Advokat yang mengurus dirinya sendiri ( self governing body ) yang menjadi roh (jiwa) ataupun semangat (spirit) dari Undang-undang Advokat; yang notabene dua prinsip tersebut telah 39 tahun diperjuangkan tetapi tidak pernah dapat diterima oleh pemerintah Orde Lama maupun Orde Baru; Undang-undang Advokat itu merupakan hasil era reformasi di bidang hukum, berkat dukungan dari pembentuk Undang-undang dan pemerintah, termasuk para Advokat serta organisasi profesi Advokat. Dalam rangka perlindungan terhadap profesi Advokat yang bebas dalam menjalankan tugas profesi yang menjadi tanggung jawabnya (Pasal 15) dan khusus di muka pengadilan , Advokat bebas mengeluarkan pendapat dan pernyataan dengan tetap berpegang pada kode etik dan peraturan perUndang- undangan (Pasal 14), maka Advokat pun tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya, asalkan dengan itikad baik untuk kepentingan klien dalam persidangan (Pasal 16). Advokat juga mempunyai hak untuk memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan klien sesuai dengan peraturan perUndang-undangan (Pasal 17); Advokat juga berhak, bahwa dirinya wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh undang– undang. Dalam hubungan ini Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan klien, termasuk perlindungan atas dokumen terhadap penyitaan atau pemeriksaan. Begitu pula perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat (Pasal 19). Undang–undang menjamin pula, bahwa Advokat dalam menjalankan profesinya tidak dapat diidentikkan (baca: disamakan) dengan klienya dalam membela perkara klien oleh pihak yang berwenang maupun Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 38 masyarakat [Pasal 19 ayat (2)]. Karenanya menurut ahli, hal ini teramat penting dijaga, karena masih adanya kecenderungan disebagian penguasa maupun sebagian masyarakat yang menyamakakan Advokat atau sipembela sama dengan pihak yang dibelanya, baik klien perorangan, golongan ataupun pemerintah; Jikalau kecenderungan tersebut terjadi, akan sangat merugikan kebebasan profesi, karena Advokat akan ragu-ragu, bahkan takut membela kliennya dengan alasan khawatir akan diintimidasi, diteror dan lain-lainnya dari pihak yang merasa dirugikan atau pun pihak yang tidak senang; Padahal sebenarnya, hak membela diri adalah merupakan hak asasi dari seseorang dan juga merupakan hak hukumnya yang wajib dilindungi demi tegaknya proses peradilan yang objektif, jujur, dan adil ( fair trial ); Menurut Ahli, Advokat dalam melakukan pembelaan terhadap kliennya adalah merupakan sikap dan panggilan dalam profesi yang diyakini sebagai tugas yang mulia, luhur dan manusiawi ( officium nobiele ) yang telah melekat dan mendarah daging pada jiwanya yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan demi nama baiknya; Di dalam Undang- Undang Advokat juga telah menentukan bahwa dalam menjalankan tugas profesinya, Advokat dilarang membedakan perlakuan terhadap kliennya berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, ataupun latar belakang sosial dan budaya [Pasal 19 ayat (1)]; Adanya aturan yang bersifat larangan memegang jabatan yang bertentangan dengan kepentingan, tugas dan martabat profesinya [Pasal 20 ayat (1)] ataupun memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa hingga merugikan profesi Advokat atau merugikan kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan profesinya [Pasal 20 ayat (2)] adalah untuk menjaga kemurnian profesi Advokat [yang bebas dan mandiri serta bertanggung jawab] dari pengaruh kekuasaan ataupun pekerjaan lain yang bertentangan dengan kebebasan profesi ataupun yang merendahkan martabat profesi Advokat, yang nanti pada akhirnya dapat terjadi keadaan yang merugikan kepentingan klien maupun dirinya dalam menjalankan tugas profesinya sebagai Advokat; Jadi, sekalipun Advokat kemudian menjadi pejabat Negara, tetap saja Advokat tersebut tidak boleh melaksanakan tugas profesi Advokat selama memangku jabatan dimaksud [Pasal 20 ayat (3)]. Adanya larangan dalam hal ini Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 39 adalah semata menjaga agar dapat menghindari penyalahgunaan jabatan negara bagi pribadi si Advokat atau bagi kepentingan kliennya; Sesuai dengan asas hukum, asas keseimbangan, maka menurut ahli, hak-hak yang diberikan kepada profesi Advokat diimbangi pula dengan diberikan kewajiban hukum yaitu kewajiban untuk tunduk dan taat pada etika profesi maupun terhadap peraturan perundang-undangan demi melindungi masyarakat khususnya para pencari keadilan atau pengguna jasa Advokat;
PRINSIP-PRINSIP DASAR TENTANG PERAN ADVOKAT Sepengetahuan Ahli telah ada prinsip-prinsip dasar tentang perana advokat yang telah “disahkan” oleh KONGRES PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA, Kedelapan tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap Pelaku Kejahatan, Havana, Kuba, 27 Agustus - 7 September 1990; Prinsip- prinsip tersebut telah diakui secara universal dan menjadi pedoman atau landasan berpikir dalam pembentukan hukum dan perilaku pemerintah dalam menjalankan wewenangnya yang menurut Ahli dipandang relevan dikutip dan dikemukakan disini yakni sebagai berikut: Akses kepada Advokat dan pelayanan hukum:
Semua orang berhak untuk minta bantuan seorang Advokat mengenai pilihan mereka untuk melindungi dan menetapkan hak-hak mereka dan untuk melindungi mereka pada semua dalam proses pengadilan pidana;
Pemerintah-pemerintah harus memastikan bahwa prosedur yang efisien mekanisme yang responsif untuk akses yang efektif dan setara kepada Advokat disediakan kepada semua orang di wilayahnya dan tunduk pada yurisdiksinya, tanpa pembedaan dalam hal apapun, seperti misalnya diskriminasi yang berdasarkan pada ras, warna kulit, asal-usul etnis, jenis kelamin, agama, pandangan politik atau lain-lain, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran, status ekonomi atau lainnya;
Pemerintah-pemerintah harus memastikan bersedianya dana dan sumber daya lainnya yang cukup untuk pelayanan hukum bagi orang-orang miskin dan, kalau perlu, kepada orang-orang lain yang kurang beruntung. Perhimpunan Advokat profesional harus bekerjasama dalam organisasi dan penyediaan pelayanan, fasilitas dan sumber daya lainnya; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 40 4. Pemerintah dan perhimpunan Advokat profesional akan memajukan program untuk memberi informasi kepada masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka berdasarkan hukum dan peranan penting Advokat dalam melindungi kebebasan-kebebasan fundamental mereka. Perhatian khusus harus ditujukan kepada bantuan kepada orang-orang miskin dan orang- orang yang kurang mampu sehingga memungkinkan mereka untuk menyatakan hak-hak mereka dan untuk minta bantuan Advokat;
Pemerintah-pemerintah harus menjamin bahwa aparat yang berwenang akan memberitahukan hak Terdakwa untuk didampingi Advokat pada saat ditangkap atau ditahan atau apabila dituduh dengan pelanggaran pidana;
Orang yang tidak mempunyai Advokat, dalam hal bagaimanapun juga di mana kepentingan keadilan membutuhkan, berhak untuk mempunyai seorang Advokat yang mempunyai pengalaman dan kompetensi yang sesuai dengan sifat pelanggaran yang ditugaskan kepada mereka untuk memberikan bantuan hukum secara efektif, tanpa bayaran oleh mereka kalau kekurangan sarana yang cukup untuk membayar pelayanan tersebut;
Pemerintah-pemerintah selanjutnya harus memastikan bahwa semua orang yang ditangkap atau ditahan, dengan atau tanpa tujuan pidana, harus mempunyai akses dengan segera kepada seorang Advokat, dan dalam keadaan apapun tidak lebih lambat dari empatpuluh delapan jam dari waktu penangkapan atau penahanan;
Semua orang yang ditangkap, ditahan atau dipenjarakan harus diberi kesempatan, waktu dan fasilitas yang cukup untuk dikunjungi oleh Advokatnya untuk berkomunikasi dan berkonsultasi, tanpa penyadapan atau penyensoran dan dalam kerahasiaan sepenuhnya. Konsultasi tersebut dapat diawasi, tetapi tidak boleh didengar oleh para pejabat penegak hukum; Kualifikasi dan Latihan:
Pemerintah, perhimpunan Advokat profesional dan lembaga pendidikan harus memastikan bahwa para Advokat mendapat pendidikan dan latihan yang layak dan memperoleh kesadaran mengenai cita-cita dan kewajiban etis Advokat dan hak asasi manusia serta kebebasan dasar yang diakui oleh hukum nasional dan internasional; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 41 10. Pemerintah, perhimpunan Advokat profesional dan lembaga pendidikan harus menjamin bahwa tidak ada diskriminasi terhadap seseorang berkenaan dengan pemasukan atau kelanjutan praktek dalam rangka profesi hukum atas dasar ras, warna kulit, jenis atau sosial, kekayaan, kelahiran, status ekonomi atau lainnya, kecuali adanya suatu persyaratan, bahwa seorang Advokat haruslah warga negara dari negara yang bersangkutan, harus tidak dianggap diskriminatif;
Di negara-negara di mana ada kelompok, masyarakat atau daerah yang kebutuhannya akan pelayanan hukum tidak terpenuhi, terutama di mana kelompok-kelompok tersebut mempunyai kebudayaan, tradisi atau bahasa yang berbeda atau telah menjadi korban diskriminasi masa lalu. Pemerintah, perhimpunan Advokat profesional dan lembaga pendidikan harus mengambil tindakan khusus untuk memberi kesempatan kepada para calon dari kelompok-kelompok ini untuk memasuki profesi hukum dan harus memastikan bahwa mereka menerima latihan yang memadai bagi kebutuhan kelompok mereka; Kewajiban dan tanggung jawab:
Para Advokat setiap saat harus mempertahankan kehormatan dan martabat profesi mereka sebagai bagian yang amat penting dari pelaksanaan keadilan;
Kewajiban para Advokat terhadap klien-klien mereka harus mencakup: (a) Memberi nasehat kepada para klien mengenai hak dan kewajiban hukum mereka dan mengenai fungsi dari sistem hukum sejauh bahwa hal itu relevan dengan berfungsinya sistem hukum dan sejauh bahwa hal itu berkaitan dengan hak dan kewajiban hukum para klien; (b) Membantu para klien dengan setiap cara yang tepat, dan mengambil tindakan hukum untuk melindungi kepentingannya; (c) Membantu para klien di depan pengadilan, majelis atau pejabat pemerintahan, di mana sesuai.
Para Advokat dalam melindungi hak klien-klien mereka dan dalam memajukan kepentingan keadilan, akan berusaha untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang diakui oleh hukum nasional dan internasional dan setiap akan bertindak bebas dan tekun sesuai dengan hukum dan standar serta etika profesi hukum yang diakui; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 42 15. Para Advokat harus selalu menghormati dengan loyal kepentingan para klien. Jaminan-jaminan untuk berfungsinya para Advokat:
Pemerintah-pemerintah harus menjamin bahwa para Advokat: (a) Dapat melaksanakan semua fungsi profesional mereka tanpa intimidasi hambatan, gangguan atau campur tangan yang tidak selayaknya; (b) Dapat bepergian dan berkonsultasi dengan klien mereka secara bebas di negara mereka sendiri dan di luar negeri; (c) Tidak akan mengalami, atau diancam dengan penuntutan atau sanksi administratif, ekonomi atau lainnya untuk setiap tindakan yang diambil sesuai dengan kewajiban, standar dan etika profesional.
Apabila keselamatan para Advokat terancam sebagai akibat dari pelaksanaan fungsinya, mereka harus mendapat penjagaan secukupnya oleh para penguasa;
Para Advokat harus tidak diidentifikasi dengan klien atau perkara klien mereka sebagai akibat dari pelaksanaan fungsi mereka;
Tidak ada pengadilan atau pejabat pemerintah di mana hak untuk memberi nasehat hukum di mana hak untuk memberi nasehat itu diakui di hadapannya yang akan menolak untuk mengakui hak seorang Advokat untuk hadir di hadapannya untuk kliennya kecuali kalau Advokat itu telah didiskualifikasi sesuai dengan hukum dan kebiasaan nasional dan sesuai dengan prinsip-prinsip ini;
Para Advokat harus menikmati kekebalan perdata dan pidana untuk pernyataan-pernyataan terkait yang dikemukakan dengan niat baik dalam pembelaan secara tertulis atau lisan atau dalam penampilan profesionalnya di depan pengadilan, majelis atau pejabat hukum atau pemerintahan lainnya;
Merupakan tugas dari para pejabat yang berwenang untuk memastikan akses para Advokat kepada informasi, arsip dan dokumen yang layak yang dimiliki atau dikuasai dalam waktu yang cukup untuk memungkinkan para Advokat, memberikan bantuan hukum yang efektif kepada kliennya. Akses tersebut harus diberikan sedini mungkin; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 43 22. Pemerintah-pemerintah harus mengakui dan menghormati bahwa semua komunikasi dan konsultasi antara para Advokat dan klien mereka dalam rangka hubungan profesi mereka bersifat rahasia; Kebebasan berekspresi dan berserikat:
Para Advokat seperti warga negara lainnya berhak atas kebebasan berekspresi, mempunyai kepercayaan, berserikat dan berkumpul. Secara khusus, mereka harus mempunyai hak untuk ikut serta dalam diskusi umum mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan hukum, pemerintahan dan keadilan dan memajukan serta melindungi hak asasi manusia dan memasuki atau membentuk organisasi lokal, nasional atau internasional dan menghadiri rapat-rapatnya, tanpa mengalami pembatasan profesional dengan dalih tindakan mereka yang sah atau keanggotaan mereka dalam suatu organisasi yang sah. Dalam melaksanakan hak-hak ini, para Advokat akan selalu mengendalikan dirinya sesuai dengan hukum dan standar serta etika yang diakui mengenai profesi hukum; Perhimpunan profesional Advokat:
Para Advokat berhak untuk membentuk dan bergabung dengan himpunan profesional yang berdiri sendiri untuk mewakili kepentingan-kepentingannya, memajukan kelanjutan pendidikan dan latihan mereka dan melindungi integritas profesional mereka. Badan eksekutif dari perhimpunan profesi itu dipilih oleh para anggota;
Perhimpunan profesional Advokat akan bekerja sama dengan Pemerintah untuk memastikan bahwa setiap orang mempunyai akses yang efektif dan setara kepada pelayanan hukum dan bahwa para Advokat dapat, tanpa campur tangan yang tak semestinya, untuk memberi nasehat dan membantu klien mereka sesuai dengan hukum dan standar dan etika profesional yang diakui; Proses persidangan disiplin:
Kode prilaku profesional bagi para Advokat akan ditetapkan oleh profesi hukum melalui badan yang layak, atau dengan perundangan, sesuai dengan hukum dan kebiasaan nasional dan standar dan norma internasional yang diakui; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 44 27. Tuduhan atau keluhan yang diajukan terhadap para Advokat dalam kapasitas profesionalnya akan diproses dengan segera dan adil berdasarkan prosedur yang benar. Para Advokat mempunyai hak atas pemeriksaan yang adil, termasuk hak untuk dibantu oleh seorang Advokat yang dipilihnya;
Proses persidangan disiplin terhadap Advokat akan dibawa ke depan komite disiplin tidak memihak yang dibentuk oleh profesi hukum, di depan suatu kewenangan yang mandiri berdasarkan undang-undang, atau di depan suatu pengadilan, dan tunduk pada suatu tinjauan yudisial mandiri;
Semua proses persidangan disipliner akan ditentukan sesuai dengan kode prilaku profesional dan standar serta etika yang diakui lainnya dari profesi hukum dan dengan mengingat prinsip-prinsip ini; Ditilik dari keberadaan Advokat dimasa romawi kuno yang berfungsi sosial karena kepedulian para bangsawan terhadap nasib kaum papa, maka sifat berbudi luhur yang harus diteladani hingga kini, adalah sebagaimana dimanifestasikan dari pergerakan pemberi bantuan hukum kepada rakyat miskin yang kemudian dilegalisasikan ke dalam Undang-Undang dengan “mewajibkan Advokat memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu” [Pasal 22 ayat (1)]. Dalam konteks ini relevan dikemukakan, bahwa para adavokat juga wajib : tunduk serta mematuhi kode etik Advokat yang sama yang dibuat oleh organisasi Advokat itu sendiri [vide Pasal 26 ayat (2)]; Kode etik Advokat adalah merupakan standar tingkah laku profesi yang menjadi parameter untuk mengukur dan menilai Advokat dalam perannya: menjalankan tugas dan tanggung jawab profesinya [Pasal 26 ayat (1)] hal ini juga berlaku bagi Advokat asing yang bekerja di indonesia (Pasal 24); Jika ada Advokat melangar kode etik, misalnya menelantarkan klien, berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya, ataupun bersikap, bertingkah laku, bertutur kata ataupun mengeluarkan peryataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum ataupun peraturan perUndang-undangan atau pengadilan, bahkan lebih luas lagi berbagi hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan atau harkat dan martabat profesinya dapat dikenai tindakan (Pasal 6 huruf a sampai dengan huruf d) selain itu Advokat juga tetap dapat sangsi hukum Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 45 apabila melakukan pelanggaran terhadap peraturan perUndang-undangan atau perbuatan tercela (Pasal 6 huruf c); Ada 2 (dua) lembaga yang dapat dijadikan sarana untuk melindungi kehormatan profesi Advokat dan kepentingan masyarakat, khususnya para pencari keadilan atau pengguna jasa Advokat, yaitu:
wewenang untuk mengawasi dan (2) mengambil tindakan terhadap Advokat yang melanggar kode etik profesi, yakni:
komisi pengawas dan (2) dewan kehormatan; Komisi pengawas dibentuk dengan tujuan agar Advokat dalam menjalankan profesinya selalu menjunjung tinggi kode etik profesi Advokat dan peraturan perundangan [Pasal 12 ayat (2)]; komisi pengawas menjalankan tugas pengawasan sehari- hari kepada para Advokat, susunan anggota komisi terdiri dari unsur:
Advokat senor, (2) para ahli atau akademisi dan (3) tokoh masyarakat; Dewan Kehormatan , sebagai lembaga independen dalam struktur organisasi Advokat, memiliki tugas dan wewenang:
menerima pengaduan;
memeriksa dan (3) mengadili para Advokat yang diadukan telah melanggar kode etik Advokat [Pasal 26 ayat (5)]; Susunan Dewan Kehormatan terdiri dari unsur Advokat sendiri [Pasal 27 ayat (3)], karena Advokat sendirilah yang dianggap paling memahami dunia profesi Advokat, hal itu sesuai pula dengan jiwa atau semangat kebebasan profesi, hanya saja untuk keperluan memeriksa dan mengadili Advokat, secara khusus dewan kehormatan akan membentuk Majelis Kehormatan , yang susunan anggotanya terdiri dari:
pakar di bidang hukum dan (2) tokoh masyarakat [Pasal 27 ayat (4)] agar dapat dijaga nilai-nilai objektivitas, kejujuran dan keadilan (fairness) serta transparansi maupun akuntabel; Dalam proses menggunakan wewenangnya tersebut, dewan kehormatan harus memperhatikan adanya ketentuan yang menunjukkan penghormatan bagi profesi Advokat yaitu adanya kesempatan bagi Advokat yang diadili oleh Dewan Kehormatan untuk membela diri, sebelum akhirnya Dewan Kehormatan akan menjatuhkan sanksi [Pasal 7 ayat (3)]; Sanksi yang dimiliki dan dapat dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan adalah hukuman yang dapat berupa:
teguran lisan, (2) teguran tertulis, (3) pemberhentian sementara 3 sampai 12 bulan, dan (4) pemberhentian tetap [Pasal 7 ayat (1)]; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 46 Jadi hanya dewan kehormatan yang dapat menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara atau pemberhentian tetap, salinan putusan hukuman pemberhentian sementara tersebut disampaikan pula kepada Mahkamah Agung, akan tetapi apabila sangsinya berupa pemberhentian tetap, salinan putusannya selain disampaikan kepada Mahkamah Agung, juga disampaikan ke Pengadilan Tinggi dan lembaga penegak hukum lainnya (Polisi, Jaksa dan Pengadilan); [Sebagai catatan untuk melawan lupa, perlu diingat dan menjadi catatan sejarah perjuangan Advokat Indonesia dimasa mendatang, bahwa kini tidak ada lagi jaminan hukum bagi profesi Advokat, karena walaupun semula Undang-undang memberikan perlindungan berupa sanksi kepada setiap orang yang dengan sengaja menjalankan profesi Advokat dan bertindak seolah–olah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam undang– undang ini , dipidana penjara paling lama 5 (lima ) tahun dan denda paling banyak lima puluh juta rupiah (Pasal 31), akan tetapi kemudian berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-II/2004 tgl 13-12-2004 , ketentuan dimaksud dinyatakan tidak berkekuatan hukum karena dinyatakan bertentangan dengan UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 28F; Padahal sebenarnya dalam proses persidangannya, penulis sebagai salah satu wakil dari organisasi profesi telah menjelaskan dengan gamblang tentang maksud dan makna ketentuan tersebut diatur (lihat pertimbangan hukum putusan a quo )];
TIDAK SEPATUTNYA ADA TINDAKAN PEJABAT PEMERINTAH MAUPUN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENOLAK PERAN ADVOKAT DALAM MENJALANKAN PROFESINYA Menurut Ahli, sekalipun pada mulanya profesi Advokat dimarjinalkan oleh penguasa atau pemerintah waktu itu, sehingga para Advokat perlu berjuang sampai setidaknya 39 tahun baru mendapatkan pengakuan dari Negara dengan adanya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, namun secara jujur, adil dan harus diterima pada kenyataannya, bahwa keberadaan dan peran profesi Advokat sangat diperlukan oleh semua kalangan baik warga Negara Indonesia, bahkan Negara atau pemerintah termasuk pejabatnya, dari Presiden, Menteri, Jenderal, Hakim, Jaksa, Polisi, pengusaha konglomerat sampai rakyat jelata, bahkan politikus maupun lembaga-lembaga negara ataupun lembaga swasta nasional maupun internasional, serta orang asing/WNA maupun perusahaan asing, saat ini banyak yang memerlukan jasa Advokat, terlepas dengan honorarium ataupun prodeo. Semua itu karena kebutuhan hidup dan tingkat kesadaran hukum Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 47 mereka yang tinggi serta pemahaman tentang hak-haknya yang dilindungi oleh hukum karena pergaulan hidup dalam Negara hukum; Oleh karena itu Ahli berpendapat, dengan mengkaji permohonan Pemohon yang nyata dalam realitanya mengalami sendiri adanya sikap tindak atau tindakan pejabat pemerintah menolak kehadiran Advokat yang mendampingi kliennya dengan dasar adanya surat kuasa [kuasa lisan pun sebenarnya sah dan dibenarkan di mata hukum], adalah suatu hal yang sangat menyakitkan dan mencederai demokrasi dan melanggar hak asasi manusia serta merobek asas persamaan didepan hukum. Ketidakpahaman pejabat yang hanya mampu berpegang pada aturan yang tidak adil dan bahkan diskriminatif tersebut adalah sangat tidak mencerminkan bahwa pejabat pemerintah adalah abdi Negara yang bertugas melayani kepada masyarakat warga negara, dan atas pelayanannya pun mendapat gaji dari uang negara yang didapat dari rakyat yang antara lain adalah Advokat dan kliennya yang menghadap dan ditolak oleh pejabat pemerintah dimaksud; Pejabat maupun aturan yang melarang atau berakibat meniadakan peran profesi Advokat adalah sangat kejam dan tidak manusiawi yang cenderung arogan dan piawai menunjukan otoritas kekuasaanya semata, hal tersebut patut dipahami sebagai adanya rasa takut akan diketahui perbuatan yang tidak baik pada dirinya atau setidaknya terbayang rasa takut yang amat dalam yang ada pada diri pejabat pemerintah, karena tidak bisa berbuat lain selain harus mengikuti dan taat pada aturan hukum yang tentu dikuasai dan dipahami oleh Advokat yang menghadap didepannya. Pejabat yang menolak tersebut patut diduga takut diketahui adanya kecenderungan kebiasaan berbuat tidak baik dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, dan lupa bahwa dirinya jika terkena atau mendapat atau terlibat masalah hukum pun akan minta atau setidaknya memerlukan bantuan atau peran Advokat untuk mendampingi atau mewakilinya; Sebagaimana telah dikemukakan ahli di atas, baik berdasarkan Undang- undang maupun prinsip-prinsip peran Advokat yang diakui secara universal, peran Advokat hanyalah memberi advise sesuai dengan hukum, tidak dapat menentukan kebijaksanaan, yang secara umum dapat dikatakan hanya bisa memohon atau mengajukan keberatan atau protes, itupun atas dasar apabila ada hal-hal yang dianggap tidak sesuai dengan hukum. Hal itu semua, semata Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 48 adalah supaya segala sesuatunya yang dihadapi adalah benar, sah serta sesuai dan secara atau menurut hukum, bukan menurut maunya sang pejabat/penguasa. Jadi singkatnya, peran Advokat adalah hanya sebagai penjaga hukum, penjaga konstitusi dan penjaga agar keadilan dapat tegak sekalipun langit akan runtuh; Karenanya tidak berlebihan apabila Ahli berpendapat, tidaklah berdasar pada rasa kemanusiaan yang beradab, transparansi, akuntabel dan asas kesetaraan maupun asas kesamaan di depan hukum, apabila seseorang yang mengalami masalah hukum pajak, dipanggil/diundang petugas/pejabat pajak, kemudian saat memenuhi panggilan/undangan didampingi dan/atau diwakili oleh Advokat, pejabat/petugas pajak menolak dan tidak mau menerima serta mengesampingkan peran dan fungsi profesi Advokat, baik dengan alasan formil karena adanya peraturan maupun Undang-undang atau Peraturan Menteri yang ditafsirkan menyimpang dari Pasal 32 ayat (3a) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, perlunya Wajib Pajak memberikan Kuasa kepada seorang Kuasa untuk mewakili atau mendampingi dalam menghadapi atau menyelesaikan kasusnya; Maka menurut pendapat ahli, alasan adanya peraturan maupun Undang- undang yang melarang peran Advokat mendampingi dan/atau mewakili kliennya di depan pejabat/petugas dan/atau Kantor Pelayanan Pajak, selain melanggar Undang-Undang Advokat, adalah juga melanggar prinsip-prinsip peran Advokat yang telah disahkan PBB dan berlaku universal, serta melanggar hak asasi manusia [hak asasi diri Advokat maupun kliennya], karena terbukti sah bahwa Undang-undang yang dimohonkan pengujiannya kepada Mahkamah Konstitusi dalam perkara a quo yakni Pasal 32 ayat (3a) UU KUP adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 27 ayat (1) “Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”; Pasal 27 ayat (2) “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”; Pasal 28D ayat (2) “Setiap orang berhak untuk Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 49 bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”, dan Pasal 28D ayat (1) “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”; [2.3] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon tersebut, Presiden telah menyampaikan keterangan tertulis yang diterima Kepaniteraan Mahkamah dan dibacakan dalam persidangan Mahkamah tanggal 16 Oktober 2017, yang pada pokoknya sebagai berikut: I. POKOK PERMOHONAN PEMOHON 1. Bahwa ketentuan Pasal 32 ayat (3a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP) yang memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk mengatur persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban Penerima Kuasa Wajib Pajak menurut Pemohon berpotensi merugikan hak konstitusi Pemohon karena bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yaitu hak atas pekerjaan penghidupan yang layak, hak untuk bekerja serta mendapat imbalan, hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum karena Pemohon yang berprofesi sebagai Advokat tidak dapat menjalankan pekerjaan selaku Kuasa dari Wajib Pajak;
Bahwa dalam kedudukannya sebagai Advokat, Pemohon merasa tidak dapat menjalankan pekerjaan, telah kehilangan hak untuk mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil serta hak atas pengakuan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil dalam menjalankan hak dan kewajiban sebagai penerima kuasa, karena adanya kewenangan mutlak dari Menteri Keuangan untuk menentukan persyaratan serta pelaksanaan sebagai penerima kuasa;
Bahwa Pemohon menganggap berlakunya ketentuan a quo juga melanggar Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat (selanjutnya disebut UU Advokat) dimana dalam Pasal 1 ayat (1) dinyatakan Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 50 luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang ini (UU Advokat). Persyaratan sebagai Advokat telah dipenuhi oleh Pemohon; II. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON Terhadap kedudukan hukum ( legal standing ) dari Pemohon, Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut:
Bahwa dalam permohonannya, Pemohon bertindak dalam kedudukannya sebagai seorang Advokat dan Pembayar Pajak yang menganggap berlakunya ketentuan a quo menimbulkan kerugian bagi Pemohon karena tidak dapat melaksanakan pekerjaan sebagai Kuasa Wajib Pajak dimana hal tersebut disebabkan oleh ketentuan Pasal 32 ayat (3a) UU KUP yang mendelegasikan ketentuan mengenai persyaratan menjadi Kuasa Wajib Pajak dalam Peraturan Menteri Keuangan;
Bahwa menurut Pemerintah, tidak terdapat hubungan sebab akibat ( causal verband ) antara keberlakuan ketentuan a quo dengan kerugian yang didalilkan dialami oleh Pemohon, karena:
Bahwa dalam memahami ketentuan Pasal 32 ayat (3a) UU KUP tidak dapat dilepaskan dari ketentuan Pasal 32 ayat (3) UU KUP dimana dalam Penjelasannya menyatakan bahwa: “Ayat ini memberikan kelonggaran dan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk meminta bantuan pihak lain yang memahami masalah perpajakan sebagai kuasanya, untuk dan atas namanya, membantu melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak ….” Sehingga secara keseluruhan dapat diartikan bahwa UU KUP telah menetapkan bahwa Kuasa Wajib Pajak haruslah memahami masalah perpajakan;
Bahwa Pasal 32 ayat (3a) UU KUP yang dimohonkan pengujiannya oleh Pemohon merupakan norma tambahan pasca perubahan UU KUP yang memuat pendelegasian pengaturan lebih lanjut secara teknis mengenai persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban Kuasa Wajib Pajak yang sekaligus juga menegaskan bahwa ketentuan Penjelasan Pasal 32 ayat (3) UU KUP masih memerlukan pengaturan lebih lanjut secara teknis; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 51 c. Bahwa berdasarkan pendelegasian tersebut, Menteri Keuangan kemudian menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.03/ 2014 tentang Persyaratan serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa (selanjutnya disebut PMK 229/2014).
Bahwa keberatan Pemohon atas berlakunya ketentuan a quo karena dalam praktek yang dialaminya, Pemohon ditolak menjadi Kuasa Wajib Pajak karena bukan Konsultan Pajak berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) PMK 229/2014 dimana hal tersebut tidaklah secara langsung disebabkan oleh ketentuan Pasal 32 ayat (3a) UU KUP yang hanya memuat norma pendelegasian saja.
Bahwa ketentuan-ketentuan dalam PMK 229/2014 semata-mata melaksanakan amanat Pasal 32 ayat (3) UU KUP yang menghendaki bahwa Kuasa Wajib Pajak haruslah mampu membantu melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, sehingga tidak justru merugikan si Wajib Pajak itu sendiri. Oleh karena itu, muncullah open legal policy Pemerintah untuk mengatur bahwa Kuasa Wajib Pajak haruslah memahami masalah perpajakan dan menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Bahwa permasalahan yang dikemukakan oleh Pemohon bukanlah isu konstitusionalitas melainkan isu penerapan norma dimana Pemohon sebagai seorang Advokat tidak dapat mewakili Wajib Pajak karena belum memenuhi persyaratan selaku Konsultan Pajak yang diatur lebih lanjut secara teknis dalam PMK 229/2014.
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas, berlakunya ketentuan a quo sama sekali tidak mengakibatkan kerugian konstitusional bagi siapapun termasuk Pemohon, karena Pasal 32 ayat (3a) UU KUP tidak memuat persyaratan yang membatasi seseorang untuk mendapat pekerjaan, melainkan hanya memuat norma pendelegasian saja. Oleh karena itu, menurut Pemerintah adalah tepat jika Yang Mulia Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima ( niet ontvankelijk verklaard/N.O. ). Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 52 III. KETERANGAN PEMERINTAH TERHADAP MATERI YANG DIMOHONKAN UNTUK DIUJI A. LANDASAN FILOSOFIS PENGATURAN BAGI PENERIMA KUASA 1. Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UUD 1945, ditegaskan bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang;
Bahwa sifat memaksa dari pelaksanaan pungutan pajak tersebut, dituangkan dalam undang-undang di bidang perpajakan, antara lain adanya kewajiban dari Wajib Pajak untuk:
Mendaftarkan diri dan melaporkan usahanya [vide Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU KUP];
Menghitung dan membayar pajak terhutang [vide Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 10 UU KUP];
Melaporkan pembayaran pajak [vide Pasal 3 ayat (1) UU KUP];
Bagi Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajibannya juga akan dikenakan sanksi mulai dari sanksi adminitrasi [vide Pasal 13 ayat (2)] (3) dan (7) UU KUP] sampai dengan sanksi pidana [vide Pasal 38-41c UU KUP].
Bahwa selain bersifat memaksa, pelaksanaan pemungutan pajak juga bersifat mengedepankan prinsip keseimbangan, yakni pembayar pajak mendapat perlindungan hak-haknya melalui undang-undang juga; __ 4. Oleh karena itu di dalam undang-undang di bidang perpajakan, selain dibebani kewajiban, Wajib Pajak juga diberikan hak antara lain:
Menerima pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak (vide Pasal 11 UU KUP);
Menerima imbalan bunga atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak [vide Pasal 11 ayat (3) UU KUP];
Mengajukan gugatan (vide Pasal 23 UU KUP);
Mengajukan keberatan dan banding atas surat ketetapan pajak (vide Pasal 25 UU KUP);
Mengajukan permohonan banding atas Surat Keputusan Keberatan (vide Pasal 27 UU KUP).
Bahwa hukum pajak juga bersifat imperatif , yakni pelaksanaanya tidak dapat ditunda, misalnya pelaksanaan penagihan pajak tidak tertunda Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 53 meskipun ada gugatan, atau adanya pembatasan waktu dalam hal pengajuan keberatan atas surat ketetapan pajak [vide Pasal 25 ayat (3) UU KUP];
Bahwa dari beberapa karakteristik atas pelaksanaan pemungutan pajak tersebut di atas, dapat disimpulkan dalam pemenuhan kewajiban dan pelaksanaan hak dibidang perpajakan, Warga Negara dalam hal ini Wajib Pajak perlu diberikan pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang hukum pajak, karena apabila tidak, akan dapat berakibat hukum sebagaimana telah disebutkan di atas;
Bahwa dalam rangka memberikan kemudahan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan, maka pembuat UU dalam hal ini UU KUP memandang perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai persyaratan/kriteria serta pelaksanaan hak dan kewajiban seorang kuasa yang akan mewakili Wajib Pajak, agar tidak merugikan Wajib Pajak;
Secara filosofis, pengaturan mengenai persyaratan/kriteria serta pelaksanaan hak dan kewajiban seorang kuasa yang akan mewakili seseorang di bidang tertentu hakekatnya agar penerima jasa dapat terlindungi hak-haknya. Hal ini juga tercermin dari berbagai ikatan profesi yang juga mewajibkan anggotanya untuk memiliki keahlian khusus;
Dengan demikian tidak berlebihan apabila terdapat pengaturan yang mewajibkan bagi Kuasa Wajib Pajak untuk memenuhi syarat tertentu; B. LANDASAN SOSIOLOGIS PENGATURAN BAGI PENERIMA KUASA __ 1. Bahwa berdasarkan pendapat Victor Thuronyi selaku Senior Councel Taxation IMF dan Frans Vanistendael selaku Head of European Tax Collage (Tax Law Design and Drafting,1996: Regulation of Tax Professionals), menyatakan bahwa sangat sulit untuk melaksanakan suatu sistem perpajakan dengan baik jika tidak melibatkan penasihat perpajakan. Hal ini disebabkan karena hampir sebagian besar Wajib Pajak sulit untuk memahami seluruh peraturan perpajakan dengan tepat karena dinamis dan rumitnya peraturan perpajakan tersebut. Dalam konteks ini diperlukan seorang penasihat perpajakan ( tax advisor) untuk Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 54 menjadi Kuasa Wajib Pajak agar Wajib Pajak dapat memenuhi kewajiban perpajakannnya dengan baik dan benar;
Dengan memberikan layanan konsultasi kepada Wajib Pajak agar pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakannya sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan maka keberadaan tax advisor menjadi bagian penting dari kepentingan publik. Oleh karena itu Victor Thuronyi dan Frans Vanistendael (1996) menyatakan negara memiliki kepentingan untuk memberikan perlindungan dan pengaturan atas keberadaan dan kegiatan tax advisor . Negara memiliki kewajiban untuk melindungi Wajib Pajak dari tax advisor yang tidak kompeten atau tidak memahami peraturan perpajakan. Dalam hal ini, kepentingan negara untuk melindungi Wajib Pajak sama dengan perlindungan atas kepentingan publik lainnya, seperti contohnya perlindungan atas konsumen;
Dengan mempertimbangkan kepentingan negara dan publik sebagaimana dimaksud pada angka 2, Pemerintah dan DPR melalui Pasal 32 ayat (3a) UU KUP Nomor 16 Tahun 2000 memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk mengatur lebih lanjut mengenai persyaratan menjadi Kuasa Wajib Pajak dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pengaturan lebih lanjut dimaksud tentunya masih dalam koridor kepentingan negara untuk melindungi kepentingan Wajib Pajak, diantaranya untuk menentukan kualifikasi atau persyaratan yang diperlukan untuk menjadi kuasa sehingga setiap orang memiliki hak yang sama untuk menjadi Kuasa Wajib Pajak, hak dan kewajiban Kuasa Wajib Pajak serta pengaturan lebih lanjut dalam rangka profesionalisme dan akuntabilitas Kuasa Wajib Pajak; C. PENJELASAN PEMERINTAH ATAS PERMOHONAN UJI MATERIIL KETENTUAN PASAL 32 AYAT (3a) UU KUP TERHADAP UNDANG- UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 __ Sehubungan dengan dalil dan anggapan Pemohon dalam permohonannya, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut: Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 55 1. Bahwa pasal yang dimohonkan pengujiannya oleh Pemohon selengkapnya menyatakan: Pasal 32 ayat (3a) UU KUP: “Persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau _berdasarkan peraturan Menteri Keuangan”; _ 2. Bahwa Pasal 32 ayat (3a) UU KUP yang dimohonkan pengujiannya oleh Pemohon __ memberikan pendelegasian dalam Peraturan Menteri Keuangan __ untuk mengatur persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban Kuasa Wajib Pajak. Oleh karena itu Wajib Pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan (vide Pasal 2 ayat (1) PMK 229/2014);
Bahwa hierarki dan pendelegasian peraturan perundang-undangan diperlukan karena ketentuan yang lebih tinggi hanya mengatur ketentuan yang bersifat umum, sedangkan ketentuan yang bersifat teknis didelegasikan ke peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Pendelegasian tersebut diatur dalam lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan yang menyatakan bahwa pendelegasian kewenangan mengatur dari Undang-Undang kepada menteri , pemimpin lembaga pemerintah nonkementerian, atau pejabat yang setingkat dengan menteri dibatasi untuk peraturan yang bersifat teknis administratif;
Bahwa Mahkamah Konstitusi dalam beberapa putusannya, antara lain Putusan Nomor 128/PUU-VII/2009, tanggal 11 Maret 2010 dan Putusan Nomor 12/PUU-XII/2014, tanggal 19 Maret 2015, pernah memutus konstitusionalitas mengenai pendelegasian wewenang undang-Undang untuk mengatur lebih lanjut oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Dalam beberapa putusannya tersebut Mahkamah Konstitusi, antara lain, mempertimbangkan sebagai berikut:
Bahwa pendelegasian wewenang undang-undang untuk mengatur lebih lanjut oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya adalah suatu kebijakan pembentuk undang-undang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 56 yakni DPR dengan persetujuan Pemerintah ( legal policy ), sehingga dari sisi kewenangan kedua lembaga itu tidak ada ketentuan UUD 1945 yang dilanggar, artinya produk hukumnya dianggap sah. Pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktur Jenderal Pajak, disamping untuk memenuhi kebutuhan Pemerintah dengan segera supaya ada landasan hukum yang lebih rinci dan operasional, sekaligus juga merupakan diskresi yang diberikan oleh Undang- Undang kepada Pemerintah yang dibenarkan oleh hukum administrasi __ (vide __ paragraf __ 3.15.1 Putusan Nomor 128/PUU- VII/2009, tanggal 11 Maret 2010 pada halaman 160);
Bahwa pengaturan dengan peraturan di bawah Undang-Undang dapat dibenarkan (konstitusional) apabila memenuhi syarat, yaitu delegasi kewenangan tersebut berasal dari undang-undang dan pengaturan dengan peraturan di bawah undang-undang tidak bersifat mutlak, melainkan hanya terbatas merinci dari hal-hal yang telah diatur oleh undang-undang __ (vide __ paragraf __ 3.14.2 __ Putusan Nomor 12/PUU-XII/2014, tanggal 19 Maret 2015 pada halaman 137);
Bahwa berdasarkan kewenangan tersebut, Menteri Keuangan menetapkan PMK 229/2014 tentang Persyaratan serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Kuasa yang mengatur mengenai Wajib Pajak yang dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mana kuasa dimaksud meliputi Konsultan Pajak dan Karyawan Wajib Pajak [vide Pasal 2 ayat (4) PMK 229/2014];
Bahwa seorang kuasa harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
Memiliki surat kuasa khusus dari Wajib Pajak yang memberi kuasa;
Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
Telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir, kecuali terhadap seorang kuasa yang Tahun Pajak terakhir belum memiliki kewajiban untuk Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 57 menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan e. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. (vide Pasal 4 PMK 229/2014).
Bahwa untuk menjadi kuasa dari Wajib Pajak, sangat wajar apabila dipersyaratkan Kuasa Wajib Pajak menguasai ketentuan antara lain peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, yang ditunjukkan dengan memiliki izin praktik konsultan pajak. Mengenai kewenangan Direktur Jenderal Pajak sebagai pejabat yang memberi izin praktek, hal itu logis dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan conflict of interest yang dikait-kaitkan dengan aspek pemeriksaan pajak (vide Pasal 5 ayat (1) PMK 229/2014);
Bahwa ketentuan a quo tidak hanya berlaku bagi Pemohon, namun berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali, yakni seluruh Wajib Pajak yang menunjuk kuasa haruslah seorang yang memahami masalah perpajakan dan menguasai ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan atau disebut dengan Konsultan Pajak;
Penguasaan atas hukum dan teknis perpajakan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 PMK 229/2014 juga harus dipenuhi bukan hanya oleh Konsultan Pajak yang menjadi Kuasa Wajib Pajak namun juga bagi karyawan yang menjadi Kuasa Wajib Pajak. Bahwa Karyawan Wajib Pajak sebagai seorang kuasa dianggap menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, apabila memiliki:
sertifikat brevet di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan kursus brevet pajak;
ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan, sekurang- kurangnya tingkat Diploma III, yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta dengan status terakreditasi A; atau
sertifikat konsultan pajak yang diterbitkan oleh Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak. [vide Pasal 5 ayat (2) PMK 229/2014] Dengan demikian, sangat jelas bahwa pengaturan terkait Kuasa Wajib Pajak untuk memiliki kredibilitas keilmuan perpajakan berlaku bagi siapa Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 58 saja yang ingin menjadi Kuasa Wajib Pajak baik Konsultan maupun karyawan, yang dimaksudkan justru untuk menjaga kepentingan Wajib Pajak dengan benar;
Bahwa dengan menjalankan kewenangan tersebut, berarti Kementerian Keuangan telah melaksanakan asas umum pemerintahan yang baik yakni memberi kepastian hukum kepada Wajib Pajak;
Bahwa pengaturan persyaratan dalam ketentuan tersebut sama sekali tidak melanggar hak konstitusi Pemohon yang berprofesi sebagai Advokat. Pengaturan persyaratan bagi Kuasa Wajib Pajak dalam ketentuan a quo hanyalah persyaratan teknis yang dimaksudkan agar apabila Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban dan melaksanakan haknya di bidang perpajakan diwakili oleh pihak yang benar-benar kompeten di bidang perpajakan , sehingga Wajib Pajak tidak dirugikan, mengingat segala tindakan penerima kuasa akibat hukumnya menjadi tanggung jawab Wajib Pajak yang bersangkutan;
Bahwa dengan demikian dapat disimpulkan, maksud dan tujuan pembuat undang-undang memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk mengatur lebih lanjut salah satu persyaratan untuk menjadai Kuasa Wajib Pajak yang telah dimuat secara umum dalam penjelasan Pasal 31 UU KUP. Dengan demikian sangat jelas bahwa pengaturan yang ditetapkan dalm PMK 229/2014 telah sejalan dengan Pasal 32 ayat (3) UU KUP dan dimaksudkan sebagai salah satu wujud perlindungan kepada Wajib Pajak. Apabila tidak dipersyaratkan yang demikian, maka dikhawatirkan penerima kuasa sama sekali tidak memiliki keahlian di bidang perpajakan, sehingga pada akhirnya yang dirugikan adalah Wajib Pajak;
Bahwa dapat Pemerintah sampaikan, ketentuan dalam PMK 229/2014 sebagai penjabaran dari Pasal 32 ayat (3) UU KUP memberi kesempatan yang sama kepada siapapun untuk dapat menjadi Konsultan Pajak asalkan telah memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan. Tidak ada pembatasan bagi siapapun untuk berprofesi sebagai Konsultan Pajak, tidak terkecuali pula Pemohon;
Bahwa apabila ketentuan Pasal 32 ayat (3a) UU KUP dinyatakan tidak berlaku sebagian atau seluruhnya, maka tujuan menambahkan ayat 3 Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 59 (a) dalam Pasal 32 menjadi tidak tercapai, sehingga pelaksanaan kesempatan Wajib Pajak menunjuk Kuasa tidak mempunyai aturan teknis yang sesungguhnya sangat diperlukan untuk memudahkan pelaksanaan hak dan kewajiban Wajib Pajak; IV. PETITUM Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan pengujian ( constitutional review ) ketentuan a quo terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dapat memberikan putusan sebagai berikut:
Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum ( legal standing );
Menolak permohonan pengujian Pemohon ( void ) seluruhnya atau setidak- tidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima ( niet onvankelijke verklaard );
Menerima Keterangan Presiden secara keseluruhan;
Menyatakan ketentuan ketentuan Pasal 32 ayat (3a) UU KUP tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Presiden melengkapi keterangan tertulisnya dengan keterangan tambahan yang diterima Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 13 November 2017 yang pada pokoknya menguraikan hal-hal sebagai berikut: I. POKOK-POKOK KETERANGAN TAMBAHAN PRESIDEN A. Bahwa pada persidangan hari Senin tanggal 16 Oktober 2017, Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi meminta kepada Pemerintah agar memberikan tambahan keterangan yang isinya menjelaskan Memorie van Toelichting (MvT) terkait dengan:
Pemberian kuasa yang merupakan hak individu baik bagi Pemberi maupun Penerima Kuasa, dalam perubahan UU KUP a quo pengaturannya didelegasikan kepada Menteri Keuangan.
Mengapa Warga Negara yang memiliki kemampuan dan kecakapan dalam ilmu perpajakan, hanya karena ia bukan karyawan Wajib Pajak atau bukan Konsultan Pajak, tidak dapat menjadi kuasa Wajib Pajak? Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 60 3. Mengapa seorang advokat yang memiliki sertifikat brevet a dan brevet b perpajakan tidak dapat serta merta menjadi Kuasa Wajib Pajak? 4. Perbandingan pengaturan terkait atribusi kewenangan pengaturan Kuasa Wajib Pajak dan syarat-syarat menjadi Kuasa Wajib Pajak antara di Indonesia dengan beberapa negara lain. B. Guna memenuhi hal sebagaimana tersebut di atas, pada bagian II Tambahan Keterangan Pemerintah ini akan menjelaskan pokok-pokok permasalahan sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. II. TAMBAHAN KETERANGAN PEMERINTAH A. LANDASAN TEORITIS PENGATURAN PEMBERIAN KUASA 1. Bahwa Menurut M. Solly Lubis, yang dimaksud dengan peraturan negara ( staatsregelings ) adalah peraturan-peraturan tertulis yang diterbitkan oleh instansi resmi, baik dalam pengertian lembaga maupun dalam pengertian pejabat tertentu. Peraturan yang dimaksud meliputi Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, Instruksi, Surat Edaran, Pengumuman, Surat Keputusan, dan lain-lain;
Bahwa sejalan dengan ajaran Rousseau, apabila dilihat dari kewenangan asalnya, pada hakikatnya pembentukan peraturan negara, yang mengikat warga negara dan penduduk secara umum, berasal dari fungsi legislatif;
Bahwa dalam perkembangan selanjutnya, ketika badan legislatif sering terlambat mengikuti perkembangan masyarakat, badan legislatif melimpahkan sebagian dari kewenangan legislatifnya kepada badan eksekutif, sehingga badan eksekutif ikut pula membentuk peraturan perundang-undangan. Hal ini merupakan perkembangan revolusioner dari teori Trias Politica Montesquieu yang menempatkan pemerintah hanya sebagai pelaksana (perintah) undang-undang; B. PENGATURAN PEMBERIAN KUASA DARI SISI HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1. Bahwa pemberian kuasa dapat dilihat dari adanya pengaturan hierarki peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 7 Undang-Undang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 61 Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan (UU No. 12 Tahun 2011) dapat dilihat bahwa jenis peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh lembaga eksekutif juga diakui keberadaannya;
Bahwa pendelegasian kewenangan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dari lembaga legislatif (dalam hal ini DPR) kepada lembaga eksekutif (dalam hal ini Menteri), dimungkinkan dalam hal pendelegasian tersebut diperintahkan oleh undang-undang atau dibentuk berdasarkan kewenangan;
Bahwa UU No. 12 Tahun 2011 membatasi wilayah pendelegasian kewenangan mengatur dari undang-undang kepada Menteri dan/atau Kepala Lembaga yaitu hanya untuk peraturan yang bersifat teknis administratif;
Bahwa ruang lingkup pengaturan yang dapat dilakukan oleh Menteri dan/atau Kepala Lembaga yang sifatnya teknis adminsitratif terdiri dari: ketentuan terkait pemenuhan syarat dan kriteria tertentu; pedoman pengelolaan; tata cara pelaksanaan suatu tindakan; standardisasi pelaksanaan suatu kegiatan, prosedur penyelenggaraan dan hal-hal lainnya yang bersifat teknis administratif;
Bahwa contoh pengaturan yang dilakukan oleh Menteri dan/atau Kepala lembaga sebagaimana berlaku di Indonesia di antaranya:
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.Hh.01.Ah.02.12 Tahun 2010 tentang Persyaratan Menjalankan Jabatan Notaris dalam Bentuk Perserikatan Perdata. Bahwa kemerdekaan berserikat merupakan hak asasi yang dijamin melalui Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dan terkait hal tersebut melalui Pasal 28 UUD 1945 memerintahkan pengaturannya ke dalam bentuk undang-undang. Atas dasar hal tersebut dibentuklah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Perpu Nomor 2 Tahun 2017, namun pengaturan khusus terkait persyaratan teknis adminsitratif yang harus dipenuhi seorang notaris untuk menjadi teman serikat dalam perserikatan dapat dilakukan melalui Peraturan Menteri; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 62 b. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.2.Pk.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Bahwa kebebasan hidup/kemerdekaan seseorang merupakan hak asasi yang dijamin berdasarkan Pasal 28, Pasal 28A, dan Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, namun pengaturan khusus terkait persyaratan teknis atas pelaksanaan asimilasi dan pembebasan bersyarat seorang narapidana yang sangat erat kaitannya dengan pemberian kembali hak asasi manusia berupa kebebasan atas pengekangan sementara waktu, dapat dilakukan melalui Peraturan Menteri;
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum; Bahwa kebebasan mengeluarkan pendapat merupakan hak asasi manusia yang dijamin berdasarkan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 dan terkait hal tersebut melalui Pasal 28 UUD 1945 memerintahkan pengaturannya ke dalam bentuk undang-undang. Atas dasar hal tersebut dibentuklah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, namun pelaksanaan teknis penyelenggaraannya termasuk pengaturan hak, kewajiban, dan larangan warga negara dalam pelaksanaan kegiatan penyampaian pendapat tersebut diatur melalui Peraturan Kepala Kepolisian;
Bahwa begitu juga dengan pengaturan terkait persyaratan yang harus dipenuhi seseorang untuk menjadi kuasa Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Peratuan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.03/2014 tentang Persyaratan serta Pelaksanaan hak dan kewajiban Kuasa (selanjutnya disebut PMK 229/2014) masih termasuk ke dalam wilayah pengaturan administratif yang dapat dilakukan oleh Menteri; C. SUBSTANSI YANG DIATUR TERKAIT DENGAN PEMBERIAN KUASA KEPADA WAJIB PAJAK Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 63 1. Bahwa aturan umum terkait pemberian kuasa perpajakan masih mengacu kepada ketentuan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), misalnya:
ketentuan Pasal 1797 KUHPerdata yang menyatakan bahwa penerima kuasa tidak boleh melakukan apapun yang melampaui kuasanya, berlaku juga bagi kuasa Wajib Pajak;
ketentuan Pasal 1800 KUHPerdata yang menyatakan bahwa penerima kuasa, selama kuasanya belum dicabut, wajib melaksanakan kuasanya, berlaku juga bagi kuasa Wajib Pajak;
ketentuan Pasal 1801 KUHPerdata yang menyatakan bahwa penerima kuasa tidak hanya bertanggung jawab atas perbuatan- perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, melainkan juga atas kelalaian-kelalaian yang dilakukan dalam menjalankan kuasanya, berlaku juga bagi kuasa Wajib Pajak; dan
ketentuan umum lainnya terkait kuasa sebagaimana diatur dalam KUHPerdata.
Bahwa dalam pelaksanaan pemberian kuasa perpajakan walaupun secara umum mengacu pada ketentuan KUHPerdata, namun tentunya perlu diatur ketentuan khusus terkait persyaratan yang bersifat administratif yang harus dipenuhi oleh penerima kuasa, seperti sebagaimana diatur dalam Pasal 4 PMK 229/2014 yakni:
menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
memiliki surat kuasa khusus dari Wajib Pajak yang memberi kuasa;
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir, kecuali terhadap seorang kuasa yang Tahun Pajak terakhirnya belum memiliki kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan e. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 64 3. Bahwa pengaturan yang bersifat administratif tersebut merupakan kewenangan pengaturan yang dapat didelegasikan kepada Menteri Keuangan;
Bahwa pembuat Undang-undang menyadari bahwa memberikan kuasa merupakan hak privat yang dilindungi oleh konstitusi. Namun Negara oleh konstitusi juga diberi kewajiban untuk melindungi segenap bangsa Indonesia. Wajib Pajak merupakan bagian dari Bangsa Indonesia yang juga memerlukan perlindungan dari Negara. Oleh karena itu tanpa bermaksud untuk membatasi profesi tertentu untuk mendapatkan hak-haknya secara ekonomis, pendelegasian kepada Menteri Keuangan dalam ketentuan a quo merupakan salah satu perwujudan dari kewajiban negara untuk melindungi bangsanya;
Bahwa perlindungan yang diberikan oleh Negara tersebut diimplementasikan oleh Menteri Keuangan dalam bentuk pemberian persyaratan-persyaratan yang secara nalar objektif dapat dipenuhi oleh seluruh warga negara Indonesia;
Bahwa pembuat undang-undang juga menyadari dalam suatu perikatan dalam hal ini perjanjian pemberian kuasa juga terdapat perselisihan yang kadangkala penyelesaiannya/pelanggarannya diluar ranah hukum tetapi lebih kepada pelanggaran etika. Oleh karena itu, salah satu syarat yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan agar dapat menjadi Kuasa Wajib Pajak harus tergabung dalam suatu asosiasi dengan tujuan agar mereka memiliki etika profesi;
Bahwa etika profesi merupakan bagian terpenting bagi suatu profesi tertentu karena didalamnya akan mengatur etika ketika yang bersangkutan menjalankan pekerjaannya, yang apabila etika tersebut dilanggar maka akan diberikan sanksi;
Bahwa etika profesi hanya ditemukan apabila suatu profesi tertentu menggabungkan diri dan membentuk suatu ikatan. Oleh karena itu, bagi yang bukan Karyawan Wajib Pajak dan bukan Konsultan Pajak dimana keduanya tidak memiliki induk organisasi maka tidak juga terikat dengan etika profesi. Apabila tidak diatur sedemikian rupa (oleh Menteri Keuangan), maka seandainya terdapat penyimpangan yang di luar ranah hukum oleh penerima kuasa, tidak ada sanksi yang dapat Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 65 diberikan kepada penerima kuasa sehingga yang dirugikan adalah Wajib Pajak itu sendiri. Pelanggaran atas kode etik tersebut akan memberikan efek jera bagi pelanggarnya;
Bahwa dengan demikian, mengingat pentingnya pelaksanaan hak dan kewajiban Wajib Pajak, maka Pemerintah berpendapat kecakapan/ kompetensi belum cukup tetapi juga harus ditambah dengan adanya etika profesi; D. TERKAIT DENGAN PENGATURAN BAGI KONSULTAN PAJAK DAN KARYAWAN WAJIB PAJAK SEBAGAI KUASA WAJIB PAJAK 1. Bahwa Konsultan Pajak merupakan orang yang memberikan jasa konsultasi perpajakan kepada Wajib Pajak dalam rangka melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
Bahwa dalam melaksanakan profesinya, seorang konsultan pajak terikat pada kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 23 PMK Nomor 111/2014 yakni:
memberikan jasa konsultasi kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
mematuhi kode etik Konsultan Pajak dan berpedoman pada standar profesi Konsultan Pajak yang diterbitkan oleh Asosiasi Konsultan Pajak;
mengikuti kegiatan pengembangan profesional berkelanjutan yang diselenggarakan atau diakui oleh Asosiasi Konsultan Pajak dan memenuhi satuan kredit pengembangan profesional berkelanjutan;
menyampaikan laporan tahunan Konsultan Pajak; dan
memberitahukan secara tertulis setiap perubahan pada nama, alamat rumah dan kantor dengan melampirkan bukti perubahan dimaksud. Persyaratan-persyaratan tersebut gunanya adalah untuk menjamin kualitas, memberikan parameter standar praktek konsultan pajak yang baik dan benar, yang pada akhirnya akan memberikan perlindungan hukum bagi pengguna jasa konsultan tersebut yaitu Wajib Pajak; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 66 3. Bahwa seorang Konsultan Pajak juga harus menjadi anggota pada satu Asosiasi Konsultan Pajak. Asosiasi Konsultan Pajak ini menjalani fungsi kontrol/pengawasan atas pemenuhan kode etik dan standar profesi konsultan pajak. Dalam hal terjadi pelanggaran kode etik dan standar profesi konsultan pajak, maka Asosiasi Konsultan Pajak melakukan pemeriksaan dan penyelesaian atas dugaan pelanggaran tersebut;
Bahwa dalam hal penerima kuasa adalah karyawan Wajib Pajak, maka yang menjalankan fungsi kontrol terhadap karyawan Wajib Pajak yang menerima kuasa tersebut terletak pada Wajib Pajak itu sendiri. Wajib Pajak dalam kedudukannya sebagai pemberi kuasa tetap dapat mengendalikan karyawannya dalam kedudukan sebagai penerima kuasa. Karyawan dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang kuasa tetap memiliki batasan-batasan kode etik dan aturan-aturan yang berlaku dalam perusahaan tersebut. Dalam hal karyawan penerima kuasa tersebut melakukan tindakan di luar batas kewenangan atau melakukan tindakan lainnya yang merugikan Wajib Pajak, maka Wajib Pajak itu sendiri secara langsung dapat mengontrol dan menindak tegas karyawan tersebut, misalnya dengan memberikan sanksi sesuai dengan norma yang berlaku pada perusahaan tersebut;
Bahwa pengaturan terkait pemberian kuasa perpajakan dapat diserahkan kepada karyawan Wajib Pajak, tanpa mengharusnya menjadi seorang konsultan pajak, adalah dengan pertimbangan bahwa karyawan Wajib Pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Wajib Pajak selaku Pemberi Kerja, yang paling mengetahui seluruh kondisi dan proses bisnis Wajib Pajak termasuk keadaan terkait pembukuan dan masalah perpajakan yang terdapat di perusahaan tersebut sehingga karyawan Wajib Pajak dimaksud merupakan pihak yang memiliki kualifikasi untuk mewakili Wajib Pajak;
Bahwa pembatasan terhadap pemberian kuasa yang hanya dapat diberikan kepada Konsultan Pajak dan karyawan Wajib Pajak semata- mata bertujuan untuk melindungi kepentingan Wajib Pajak. Apabila kuasa untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dapat diberikan kepada orang lain (bukan karyawan Wajib Pajak) dan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 67 juga bukan Konsultan Wajib Pajak, maka pelaksanaan hal tersebut sangat rentan menimbulkan akibat-akibat yang merugikan Wajib Pajak, karena tidak adanya fungsi kontrol atau pihak/lembaga yang dapat mengendalikan dan mengawasi orang-orang tersebut;
Bahwa apabila orang lain (bukan karyawan Wajib Pajak) dan juga bukan Konsultan Wajib Pajak, diperbolehkan menjadi kuasa perpajakan hanya karena memiliki sertifikat brevet di bidang perpajakan yang dapat diperoleh dengan mudah pada lembaga pendidikan kursus brevet, maka di kemudian hari sangat rentan timbul hal-hal yang dapat merugikan Wajib Pajak, apalagi dengan tidak adanya fungsi kontrol untuk memberikan sanksi berupa teguran atau mencabut ijin praktik atas kejadian tersebut, sehingga untuk selanjutnya sangat rentan terulang kembali kejadian yang sama untuk Wajib Pajak yang berbeda; E. TERKAIT DENGAN PENGATURAN BAGI ADVOKAT SEBAGAI KUASA WAJIB PAJAK 1. Bahwa terkait dengan advokat sebagai kuasa wajib pajak, secara umum dapat disampaikan bahwa pengaturan terhadap profesi advokat dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (Undang-Undang Advokat);
Bahwa advokat merupakan orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan tertentu berdasarkan ketentuan dalam undang-undang advokat (vide Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Advokat);
Bahwa ruang lingkup atau cakupan atas jasa hukum yang dapat diberikan oleh seorang Advokat adalah berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien (vide Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Advokat);
Bahwa terdapat perbedaan latar belakang keilmuan yang harus dipenuhi antara Konsultan Pajak dengan Advokat. Untuk dapat diangkat sebagai Advokat harus berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum (vide Pasal 3 ayat (1) Undang- Undang Advokat); Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 68 5. Bahwa perbedaan latar belakang keilmuan tersebut juga mengakibatkan adanya perbedaan objek pemberian jasa yang dilakukan antara profesi Advokat dengan profesi Konsultan Pajak. Advokat dalam menjalankan profesinya memberikan bantuan jasa hukum, sedangkan Konsultan Pajak dalam menjalankan profesinya memberikan bantuan berupa konsultasi perpajakan dalam rangka melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya yang aspeknya bukan hanya peraturan atau hukum terkait pajak, namun juga ada aspek keilmuan lain seperti misalnya akuntansi;
Bahwa perbedaan objek pemberian jasa dengan latar belakang keilmuan yang berbeda antara Konsultan Pajak dengan Advokat, menjadikan peranan kedua profesi tersebut tidak dapat saling menggantikan. Profesi Konsultan Pajak tidak dapat menggantikan peranan Advokat sebagai kuasa kliennya dalam beracara di Pengadilan, begitu juga dengan profesi Konsultan Pajak yang tidak dapat digantikan oleh Advokat dalam memberikan bantuan konsultasi dan sebagai penerima kuasa untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Hal ini tentunya berbeda, tetapi dimungkinkan serta lazim ditemui, bagi mereka yang dapat memenuhi persyaratan di kedua profesi tersebut, sehingga memungkinkan bagi mereka untuk menjalankan praktek sebagai advokat maupun sebagai konsultan pajak;
Bahwa peran adanya organisasi yang menjaga kualitas sebuah profesi adalah sesuatu hal yang sangat penting. Kualitas disini bukan hanya dari aspek keilmuan, namun juga dari aspek etika. Nama baik profesi adalah nilai jual dari sebuah profesi. Dapat dibayangkan bilamana sebuah profesi, baik advokat, konsultan pajak dan atau profesi lainnya misalnya dokter, tidak memiliki organisasi profesi yang dapat menegakkan nilai etika kepada anggotanya dalam berpraktek dengan cara memberikan resiko dalam bentuk hukuman berupa pencabutan izin misalnya. Maka sangat dimungkinkan akan muncul oknum-oknum pencari keuntungan yang rela melakukan apa saja, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, demi keuntungan pribadi. Hal tersebut dapat memupuskan kepercayaan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 69 masyarakat bukan hanya kepada oknumnya, namun juga kepada keseluruhan orang yang berprofesi tersebut;
Bahwa pembatasan, berupa kualifikasi keilmuan dan juga keharusan menjadi anggota pada suatu organisasi profesi, juga terjadi pada profesi advokat, dimana hanya orang yang merupakan Sarjana Hukum, telah mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat, lulus ujian profesi advokat serta menjadi anggota organisasi advokatlah yang dapat berprofesi sebagai Advokat, sehingga bisa menjadi kuasa hukum dalam beracara di dalam maupun di luar pengadilan, sementara orang yang misalnya hanya menguasai ilmu hukum, namun tidak mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat, tidak lulus ujian profesi advokat dan/atau tidak menjadi anggota organisasi advokat tentunya tidak diizinkan untuk mewakili seseorang di hadapan persidangan. Namun mengapa adanya ketentuan tersebut tidak menjadi terjadinya pelanggaran atas hak konstitusional warga negara? Seharusnya logika yang sama pun bisa diterapkan pada profesi konsultan pajak yang menjadi Kuasa Wajib Pajak;
Bahwa berlandaskan pemikiran yang sama, sesungguhnya adanya pembatasan dalam memasuki sebuah profesi, tidak menyebabkan pelanggaran hak konstitusional warga negara, karena pada hakikatnya setiap warga negara diberi kesempatan yang sama untuk berprofesi tertentu selama warga negara tersebut mau dan mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan;
Bahwa dengan demikian, perlu juga kita sadari bersama bahwa sebenarnya tidak ada pembatasan kepada seorang advokat untuk menjadi Kuasa Wajib Pajak, yang diperlukan oleh seorang advokat untuk juga bisa menjadi Kuasa Wajib Pajak adalah memenuhi segala persyaratan menjadi konsultan pajak sebagaimana dijelaskan di atas. Secara a contrario , sebenarnya tidak ada pembatasan bagi konsultan pajak untuk dapat menjadi advokat selama konsultan pajak yang bersangkutan telah memenuhi semua syarat-syarat untuk menjadi advokat sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan tentang itu; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 70 F. TUJUAN PENDELEGASIAN PENGATURAN PEMBERIAN KUASA KEPADA MENTERI KEUANGAN 1. Bahwa sejak reformasi perpajakan tahun 1983, sistem perpajakan di Indonesia didasarkan atas sistem self assessment , dimana sistem tersebut memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan;
Keberhasilan sistem self assessment sangat bergantung pada kepatuhan sukarela Wajib Pajak dan pengawasan yang optimal dari aparat pajak. Wajib Pajak menghitung, memperhitungkan, dan membayar pajaknya sendiri, dan pajak yang dibayarkan tersebut dianggap benar sampai pemerintah dapat membuktikan sebaliknya;
Melalui sistem self assessment, Wajib Pajak ditempatkan sebagai pihak yang secara aktif melakukan berbagai kewajiban perpajakannya sebagaimana diatur peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan, dengan menempatkan pemerintah sebagai pihak yang berkewajiban memberikan pembinaan, pelayanan, pengawasan, dan penegakan hukum terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang- undangan perpajakan;
Sistem self assessment dimaksud, selanjutnya dirumuskan dalam beberapa ketentuan perpajakan antara lain dalam Pasal 12 ayat (1) dan (2) UU KUP:
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. ...
Tata Cara Pemberian Jaminan Pemerintah Pusat untuk Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Proyek Strategis Nasional adalah proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas, atau koperasi.
Penanggung Jawab Proyek Strategis Nasional yang selanjutnya disingkat PJPSN adalah menteri/kepala lembaga/kepala daerah, atau Badan Usaha Milik Negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah sebagai pihak yang bertanggungjawab atas pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Perjanjian Kerjasama adalah kesepakatan tertulis yang berisi hak dan kewajiban antara PJPSN dan Badan Usaha dalam rangka melaksanakan Proyek Strategis Nasional.
Risiko Politik adalah :
tindakan atau kegagalan untuk bertindak tanpa sebab yang sah oleh Pemerintah Pusat dalam hal - hal yang menurut hukum atau peraturan perundang-undangan atau Pemerintah Pusat memiliki kewenangan atau otoritas untuk melakukan tindakan tersebut, termasuk atas tindakan atau kegagalan untuk bertindak tanpa sebab yang sah oleh Pemerintah Daerah; dan/atau
penerbitan, penerapan, atau pemberlakuan suatu peraturan, kebijakan atau persyaratan hukum kepada Badan Usaha atau Proyek Strategis Nasional oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah yang belum ada atau berlaku terhadap Badan Usaha atau Proyek Strategis Nasional pada tanggal penandatanganan Perjanjian Kerjasama.
Jaminan Pemerintah Pusat adalah jaminan Pemerintah yang diberikan melalui Menteri Keuangan kepada Badan Usaha atas Risiko Politik yang mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dan dapat memberikan dampak finansial kepada Badan Usaha yang melaksanakan Proyek Strategis Nasional.
Komitmen Pemerintah Daerah adalah jaminan atas pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang diterbitkan dalam bentuk Peraturan Daerah dan/atau izin yang diterbitkan sesuai kewenangan Pemerintah Daerah untuk mendukung, menjamin dan memastikan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah adalah alokasi dana yang tersedia yang digunakan untuk melunasi kewajiban penjaminan yang timbul akibat pemberian Jaminan Pemerintah sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) beserta perubahannya pada tahun anggaran berjalan.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh menteri/kepala lembaga selaku pengguna anggaran dan disahkan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN).
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh PA/KPA/Pejabat Pembuat Komitmen sebagai dasar penerbitan Surat Perintah Membayar.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh PA/KPA/Pejabat Penandatangan SPM untuk mencairkan alokasi dana yang sumber dananya dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat dengan SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Perjanjian Penyelesaian Utang adalah perjanjian antara Menteri Keuangan dan PJPSN mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan pembayaran kembali atas realisasi pembayaran klaim Jaminan Pemerintah Pusat.
Perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang adalah dokumen perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang dalam hal PJPSN tidak mampu melaksanakan ketentuan dalam Perjanjian Penyelesaian Utang PJPSN.
Menteri Keuangan selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara.