Pengujuan UU no. 42 tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjuala ...
Relevan terhadap 1 lainnya
vital dalam redistribusi pendapatan. Sayangnya, berbagai indikator justru menempatkan Indonesia sebagai negara yang bermasalah dengan ketimpangan ekonomi. Kurun 2004-2014 ditandai dengan naiknya koefisien gini yang menunjukan melebarnya kesejangan dari 0,32 menjadi 0,41 Penelitian World Bank tahun 2015 menunjukan bahwa 1% orang terkaya di Indonesia menguasai lebih dari separuh kekayaan seluruh negara, dan 10% orang terkaya di Indonesia menguasai 77% kekayaan seluruh negara.Tingginya angka ketimpangan di Indonesia dapat disebabkan oleh sistem pajak yang belum mampu menjalankan fungsi redistribusi dengan baik. Redistribusi pendapatan berjalan baik apabila penerimaan perpajakan ditopang oleh pajak yang bersifat progresif, yang mencerminkan prinsip ability to pay - bahwa wajib pajak yang lebih mampu akan membayar pajak lebih besar. Sistem perpajakan yang mencerminkan keadilan dapat dilihat dari seberapa besar proporsi pajak langsung seperti PPh yang dibandingkan dengan pajak tidak langsung seperti PPN dan Cukai yang dikenakan tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomis subjeknya. Secara umum, Indonesia masih memiliki proporsi pajak tidak langsung yang cukup dominan. Berikut adalah data struktur penerimaan negara yang tertuang dalam gambar 1.2. Gambar 1.2 Struktur Penerimaan Pajak 2006-2014 Sumber: Nota Keuangan (NK) APBN Berdasarkan grafik di atas pada tahun 2015, proporsi per jenis pajak adalah PPh sebesar Rp 509 triliun dan PPN sebesar Rp 359,7 triliun. Di sisi lain, penerimaan PPh Orang Pribadi yang seharusnya bersifat paling progresif justru ditopang oleh penerimaan dari PPh 21. Artinya, penerimaan PPh Orang Pribadi mengandalkan pajak dari gaji karyawan ( withholding system ) sedangkan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Umbi-umbian -1.27 Kawasan Timur Indonesia Saliem HPS (2002) Kedelai -0.975 -1.03 Nasional Nasional Nur YH dkk (2012) Mauludyani VA (2008) Kacang- kacangan Daging -0.54 -1.430 -1.36 Nasional Nasional Kawasan Timur Indonesia Mauludyani VA (2008) Nur YH dkk (2012) Saliem HPS (2002) Ikan -1.04 -0.44 -1.26 -1.59 -0.66 -0.26 -0.95 Nasional Perkotaan Perdesaan Ekonomi rendah (miskin) Ekonomi menengah Ekonomi atas (kaya) Kawasan Timur Indonesia Mauludyani VA dkk (2013) Saliem HPS (2002) Susu -1.81 -2.11 -1.69 -2.02 -0.94 -0.82 -1.462 Nasional Perkotaan Perdesaan Ekonomi rendah (miskin) Ekonomi menengah Ekonomi atas (kaya) Kawasan Timur Indonesia Mauludyani VA dkk (2013) Saliem HPS (2002) Sayur -0.87 Kawasan Timur Indonesia Saliem HPS (2002) Buah -0.72 Kawasan Timur Indonesia Saliem HPS (2002) Gula -0.65 Kawasan Timur Indonesia Saliem HPS (2002) Minyak goreng -0.69 -1.03 Nasional Kawasan Timur Indonesia Mauludyani VA (2008) Saliem HPS (2002) Pangan lain -0.99 Kawasan Timur Indonesia Saliem HPS (2002) Oleh karena itu, pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) kepada selain 11 komoditas pangan yang dimaksud dalam penjelasan UU PPN Nomor 8/1983 juncto UU PPN Nomor 42/2009 (Perubahan keempat) dapat dianggap dianggap memarginalkan atau mengenyampingkan sebagian pemenuhan kebutuhan pangan penduduk miskin, penduduk perdesaan dan Kawasan Timur Indonesia, bahkan dianggap tidak adil dan diskriminatif terhadap pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi penduduk perdesaan dan penduduk di Kawasan Timur Indonesia. yang biasa mengonsumsi pangan selain 11 komoditas tersebut seperti ubi kayu, ubi jalar, kacang-kacangan dan ikan. Solusi peningkatan pendapatan Negara dari pajak bisa diarahkan pada meningkatkan efektifitas dan akuntabilitas sistim penerimaan pajak, penerapan pajak progresif dan PPN pada komoditas non-pangan yang ability to pay ; 2. Yustinus Prastowo, S.E., M.HUM.,MA PENDAHULUAN Keberlangsungan pembangunan sangat bergantung pada kapasitas pembiayaan, khususnya penerimaan pajak yang mencerminkan kemandirian Negara.Pajak memegang peranan penting dalam pembiayaan pembangunan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
“Kebutuhan pokok merupakan barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat. Ada pun yang menjadi dasar tidak mengenakan PPN atas barang-barang sebagaimana tersebut di atas adalah untuk memastikan bahwa masyarakat memperoleh kebutuhan dasar, yang diharapkan mendukung kebutuhan gizi masyarakat” . Pada bagian lain keterangannya, Presiden (Pemerintah) menegaskan, “Untuk menjamin rasa keadilan seluruh masyarakat dan melindungi kesejahteraan umum dengan mendorong terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat secara menyeluruh, Pemerintah memberikan pengecualian tidak dikenai PPN atas bahan pangan yang menurut Pemerintah merupakan bahan pangan pokok yang sangat dibutuhkan oleh Masyarakat pada umumnya” [vide Keterangan Presiden (Pemerintah) hlm. 11]; b. secara faktual-sosiologis, sebagian penduduk atau warga negara masih berada di bawah garis kemiskinan sehingga, menurut penalaran yang wajar, dapat disimpulkan bahwa mereka yang termasuk ke dalam kelompok penduduk atau warga negara miskin tersebut sangat membutuhkan pembebasan dari PPN terhadap barang-barang kebutuhan pokok dimaksud mengingat PPN adalah pajak objektif yang pengenaannya ditentukan oleh objek pajak, sehingga jika terhadap barang-barang kebutuhan pokok itu dikenakan PPN maka masyarakat miskin pun dibebani PPN ketika mereka membeli barang-barang itu untuk kebutuhan konsumsi; c. paralel dengan pertimbangan pada huruf b di atas, ahli dari Pemohon, Yustinus Prastowo, S.E., M.Hum, M.A., dalam keterangan pada persidangan tanggal 18 Juli 2016, menyatakan bahwa sebagai pajak objektif, PPN menimbulkan dampak regresif, yaitu semakin tinggi kemampuan konsumen maka semakin ringan beban pajak yang dipikul, sedangkan semakin rendah kemampuan konsumen maka semakin berat beban pajak yang dipikul. Dengan demikian, apabila terhadap barang kebutuhan pokok dikenakan PPN dihubungkan dengan kewajiban negara untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat maka hal itu akan bertentangan dengan salah satu prinsip penting dalam perpajakan yaitu prinsip proporsionalitas yang antara lain mengandung pengertian bahwa pengalokasian beban pajak kepada warga negara harus sebanding dengan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2019
Relevan terhadap
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih yang terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Hibah. Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas Pendapatan Pajak Dalam Negeri dan Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional. Pendapatan Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya. Pendapatan Pajak Perdagangarr Internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar. 1 2 3 4 5 6. Penerimaan .
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah semua ^penerimaan Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk pendapatan Sumber Daya Alam, pendapatan dari Kekayaan Negara Dipisahkan, pendapatan PNBP lainnya, dan ^pendapatan Badan Layanan Umum. 7. Penerimaan Hibah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. 8. Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah Pusat ^yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa. 9. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi perlindungan lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial. 10. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada kementerian negara/lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara. 11. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Program adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan untuk mencapai hasil (outcomel tertentu pada Bagian Anggaran kementerian negara/lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara. 12. Program Pengelolaan Subsidi adalah pemberian dukungan dalam bentuk pengalokasian anggaran kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyediakan barang atau ^jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hidup orang banyak sesuai kemampuan keuangan negara. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -5- 13. Transfer ke Daerah adalah bagian dari Belanja ^Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta. 14. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas Dana Transfer Umum dan Dana Transfer Khusus. 15. Dana Transfer Umum adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah untuk digunakan sesuai dengan kewenangan daerah guna mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 16. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 17. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari dalam APBN kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 18. Dana Transfer Khusus adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus, baik fisik maupun nonfisik yang merupakan urusan daerah. 19. Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. 20. Dana Insentif Daerah yang selanjutnya disingkat DID adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu berdasarkan kriteria/kategori tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat.
Dana 21. Dana Otonomi Khusus adalah dana ^yang bersumber ^dari APBN untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2OOB tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2OOl tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang, dan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. 22. Dana Tambahan Infrastruktur Dalam Rangka Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat yang selanjutnya disebut DTI adalah dana tambahan yang besarnya ditetapkan antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Ralryat berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran, yeng terutama ditujukan untuk ^pembiayaan pembangunan infrastruktur. 23. Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yograkarta adalah dana yang bersumber dari APBN untuk penyelenggaraan urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yograkarta, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2Ol2 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yograkarta. 24. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. 25. Pembiayaan Anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun- tahun anggaran berikutnya.
Sisa 26. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih realisasi pembiayaan anggaran atas realisasi defisit anggaran yang terjadi dalam satu periode pelaporan. 27. Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat SAL adalah akumulasi neto dari SiLPA dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran tahun-tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan. 28. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara. 29. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya. 30. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. 31. Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya yang selanjutnya disingkat BPYBDS adalah bantuan Pemerintah berupa BMN yang berasal dari APBN, yang telah dioperasikan dan/atau digunakan oleh Badan Usaha Milik Negara berdasarkan Berita Acara Serah Terima dan sampai saat ini tercatat pada laporan keuangan kementerian negara/lembaga atau pada Badan Usaha Milik Negara. 32. Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/atau Perseroan Terbatas lainnya serta lembaga/badan lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi.
Barang 33. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 34. Dana Bergulir adalah dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum tertentu untuk dipinjamkan dan digulirkan kepada masyarakat/lembaga dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi ralryat dan tujuan lainnya. 35. Pinjaman Dalam Negeri adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya. 36. Kewajiban Penjaminan adalah kewajiban yang menjadi beban Pemerintah akibat pemberian ^jaminan kepada kementerian negara/lembaga, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah dalam hal kementerian negaraf lembaga, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah dimaksud tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur dan/atau badan usaha sesuai perjanjian pinjaman atau perjanjian kerja sama. 37. Pinjaman Luar Negeri Neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri. 38. Pinjaman T\rnai adalah pinjaman luar negeri dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang. 39. Pinjaman Kegiatan adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan tertentu kementerian negara/lembaga, pinjaman yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara, dan pinjaman yang diterushibahkan kepada pemerintah daerah. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -9 - 40. Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, lembaga, dan/atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu. 41. Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pendidikan melalui kementerian negaraf lembaga dan BA BUN, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah dan dana desa, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung lawab Pemerintah. 42. Persentase Anggaran Pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan, terhadap total anggaran belanja negara. 43. Tahun Anggaran 2Ol9 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal l Januari sampai dengan tanggal 31 Desember 2019.
Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6263 PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2018 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2019 RINCIAN PEMBIAYAAN ANGGARAN DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2019 1 1 1 t.2 1.2.t L,2.L,L r.2.t.2 r.2.2 r.2.2.t t.2.2.t.7 ALOI(ASI PEMBIAYAAN ANGGARAI{ Pembiayaan Utang Surat Berharga Negara (Neto) Pinjaman (Neto) Pinjaman Dalam Negeri (Neto) Penarikan Pinjaman Dalam Negeri (Bruto) Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman Dalam Negeri Pinjaman Luar Negeri (Neto) Penarikan Pinjaman Luar Negeri (Bruto) Pinjaman T\rnai (Ribuan Rupiah) 296.OOO.236.667 359.250.583.103 388.957.891.000 -29.707.307.897 482.419.505 1.956.367.535 -t.473.948.030 -30.189.727.402 60.280.479.702 30.000.000.000 1.2.2.L.2 Pinjaman.
2.2.t.2 Pinjaman Kegiatan L.2.2.t.2.L Pinjaman Kegiatan Pemerintah Pusat L.2.2.r.2.r.t Pinj aman Ke giatan Kementerian Ne gara I Lernb aga t.2.2.r.2.r.2 Pinj aman Kegiatan Diterushibahkan t.2.2.t.2.2 Pinjaman Kegiatan kepada Badan Usaha Milik Negara/ Pemerintah Daerah L.2.2.2 Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman Luar Negeri 2 Pembiayaan Investasi 2.1 Investasi kepada Badan Usaha Milik Negara 2.t.1 Pen5rertaan Modal Negara kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) 2.t.2 Penyertaan Modal Negara kepada PT Hutama Karya (Persero) 2.t.3 Penyertaan Modal Negara kepada PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) 2.2 Investasi kepada Lembaga/Badan Lainnya 2.2.t Penyertaan Modal Negara kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) 2.3 Investasi kepada Badan Layanan Umum 2.3.L Dana Bergulir 2.3.r.t Pusat (PPDPP) Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -2- 30.280.479.702 23.700.791.191 23.304.695.566 396.095.625 6.579.688.511 -90.470.207.104 -75.900.34L.459 - 17.800.000.000 -6.500.000.000 - 10.500.000.000 -800.000.000 -2.500.000.000 -2.500.000.000 -53.190.000.000 -8.200.000.000 -5.200.000.000 2.3.1,2 Pusat 2.3.t.2 2.3.2 2.3.3 2.3.4 2.3.5 2.4 2.4.1 2.4.2 2.4.3 2.4.4 2.4.5 3.1 3.1.1 3.1.1.1 3.1.7.2 3 Pr,rsat Investasi Pemerintah (PIP) Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional (LDKPT) Dana Abadi Penelitian Investasi kepada Organisasi/Lembaga Keuangan Internasional/ Badan Usaha Internasional Islamic Development Bank (IDB) The Islamic Corporation for the Development of Private Sector (ICD) International Fund for Agricultural Development (IFAD) International Development Association (lDA) Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) Pemberian PinJaman Pinjaman kepada Badan Usaha Milik Negara/ Pemerintah Daerah / Le mbaga I ^Badan Lainnya Pinjaman kepada Badan Negara/ Pemerintah Daerah (Neto) Usaha Milik Pinjaman kepada Badan Negara/ Pemerintah Daerah (Bruto) Usaha Milik Penerimaan Cicilan Pengembalian Pinjaman kepada Badan Usaha Milik Negara/Pemerintah Daerah PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -3- -3.000.000.000 -20.000.000.000 -22.OOO.O00.000 -2.000.000.000 -990.000.000 -2.4LO.341.459 -87.2L6.265 -44.525.O29 -45.OO0.OOO -217.300.000 -2.016.300.165 -2.350.OO4.977 -2.350.004.977 -2.350.004.977 -6.579.688.511 4.229.683.534 FTF]ES IDEI\J REPUBLIK INDONESI,A -4- 4 4.1 Pembiayaan Lainnya Saldo Anggaran Lebih 15.OOO.OOO.OOO 15.000.000.000 JOKO WIDODO ttd. KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Asisten Deputi Bidang Perekonomian, Hukum dan undangan, e ti Lestari PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2018 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2019 POSTUR APBN TAHUN ANGGARAN 2019 A. B c. D. PENDAPATAT{ NEGARA I. PENERIMAAN DALAM NEGERI 1. PENERIMAAN PERPAJAKAN 2. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK [. PENERIMAAN HIBAH BELAI{JA NEGARA I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA KESEIM BAIIIGAT{ PRIMIR SURPLUS/ (DrFrSrTl ANGGARAT{ (A - Bl o/o Defrsit Anggaran terhadap PDB (Ribuan Rupiah) 2.165.111.815.814 2.164.676.505.814 t.786.378.650.376 378.297.855.438 435.310.000 2.46L.tL2.O52.48L 1.634.339.518.949 826.772.533.532 -20.1L4.968.747 -296.OOO.236.667 -1,84 E. PEMBIAYAAN. FRES IDEN REPUELIK II!DOI{ESI,A, -2 - E. PEMBIAYAAN ANGGARAN (I ^+ II ^+ III ^+ wl I. PEMBIAYAAN UTANG II. PEMBIAYAAN INVESTASI III. PEMBERIAN PINJAMAN IV. PEMBIAYAAN LAINNIYA 296.OOO.236.667 359.250.583.103 15.000.000.000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, JOKO WIDODO ttd. KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Asisten Deputi Bidang Perekonomian, ti Bidang Hukum dan ang-undangan, Sihwati Lestari C
Petunjuk Pelaksanaan Lelang
Relevan terhadap
harus dalam Lelang Dalam pelaksanaan penawaran Lelang yang dilakukan melalui Aplikasi Lelang atau e-Marketplace Auction, Pejabat Lelang, Penyelenggara Lelang, dan Unit Pengelola TIK dibebaskan dari tanggungjawab atas kerugian yang timbul akibat:
kesalahan dan/atau kelalaian Peserta Lelang atau pihak lain dalam mengajukan penawaran Lelang;
kesalahan dan/atau kelalaian Peserta Lelang sehingga terdapat penggunaan data pribadi Peserta Lelang oleh pihak lain;
kegagalan Peserta Lelang dalam pengajuan penawaran Lelang yang disebabkan oleh permasalahan jaringan komunikasi data dan/ a tau perangkat elektronik yang digunakannya; dan/atau
gangguan teknis yang dapat mengakibatkan pembatalan pelaksanaan Lelang. Pasal 84 Tata cara pelaksanaan penawaran Lelang tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Bagian Kesebelas Penetapan Pembeli Pasal 85 (1) Dalam pelaksanaan Lelang yang menggunakan Nilai Limit, Pejabat Lelang mengesahkan Peserta Lelang yang mengajukan penawaran tertinggi yang telah mencapai atau melampaui Nilai Limit sebagai Pembeli. (2) Dalam pelaksanaan Lelang Sukarela yang tidak menggunakan Nilai Limit, Pejabat Lelang mengesahkan Peserta Lelang yang mengajukan penawaran tertinggi sebagai Pembeli berdasarkan persetujuan Penjual. (3) Dalam pelaksanaan Lelang Terjadwal Khusus, pengesahan Peserta Lelang yang mengajukan penawaran tertinggi sebagai Pembeli dilakukan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Pada Lelang yang dilanjutkan dengan penawaran beli sekarang (get it now) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) huruf a, Pejabat Lelang mengesahkan Peserta Lelang sebagai Pembeli yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
penawaran pertama diterima melalui e-Marketplace _Auction; _ dan b. telah mencapai atau melampaui Nilai Limit, atau sesuai harga yang dikehendaki Penjual. (5) Dalam ha! terdapat lebih dari satu Peserta Lelang yang mengajukan penawaran tertinggi secara lisan semakin menurun atau tertulis dengan nilai yang sama dan/atau telah mencapai atau melampaui Nilai Limit dalam Lelang jdih.kemenkeu.go.id yang menggunakan Nilai Limit, Pejabat Lelang berhak mengesahkan Pembeli dengan melakukan:
penawaran lanjutan hanya terhadap Peserta Lelang yang mengajukan penawaran sama, yang dilakukan secara lisan semakin meningkat atau tertulis berdasarkan persetujuan Peserta Lelang bersangkutan; atau
pengundian di antara Peserta Lelang yang mengajukan penawaran sama apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak dapat dilaksanakan. (6) Dalam hal terdapat lebih dari satu Peserta Lelang yang mengajukan penawaran tertinggi yang sama dalam penawaran Lelang melalui surat elektronik atau Aplikasi Lelang dengan penawaran tertutup (closed bidding), Pejabat Lelang mengesahkan Peserta Lelang yang penawarannya diterima terlebih dahulu sebagai Pembeli. (7) Dalam hal terdapat lebih dari satu Peserta Lelang yang mengajukan penawaran tertinggi dengan nilai yang sama pada pelaksanaan penawaran Lelang secara tertulis dengan kehadiran peserta Lelang yang dilakukan bersamaan dengan penawaran Lelang secara tertulis tanpa kehadiran peserta Lelang sebagaimana dimaksud dalam pasal 72 ayat (9), Pejabat Lelang mengesahkan Pembeli dengan cara melakukan pengundian di antara Peserta Lelang yang mengajukan penawaran tertinggi yangsama. Pasal 86 (1) Dalam pelaksanaan Lelang Sukarela, Penjual dapat meminta pemberlakuan sistem penetapan Pembeli secara bergulir sampai dengan penawaran peringkat ketiga. (2) Ketentuan penetapan Pembeli secara bergulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
dalam hal Pembeli Wanprestasi, Peserta Lelang yang mengajukan penawaran peringkat kedua dapat disahkan sebagai Pembeli; dan
dalam hal Peserta Lelang yang mengajukan penawaran peringkat kedua tidak bersedia disahkan sebagai Pembeli, Peserta Lelang yang mengajukan penawaran peringkat ketiga dapat disahkan sebagai Pembeli. (3) Pemberlakuan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan dalam surat permohonan Lelang dan dicantumkan dalam Pengumuman Lelang. (4) Peserta Lelang yang mengajukan penawaran peringkat kedua atau Peserta Lelang yang mengajukan penawaran peringkat ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disahkan sebagai Pembeli sesuai dengan harga penawaran yang diajukannya, dalam hal:
penawaran yang diajukan Peserta Lelang telah mencapai atau melampaui Nilai Limit; atau
disetujui oleh Penjual untuk Lelang yang tidak menggunakan Nilai Limit. jdih.kemenkeu.go.id (5) Dalarn hal Peserta Lelang yang mengajukan penawaran peringkat kedua atau Peserta Lelang yang mengajukan penawaran peringkat ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lebih dari 1 (satu} orang, pengesahan Pembeli oleh Pejabat Lelang dilakukan berdasarkan:
pengundian di antara Peserta Lelang yang mengajukan penawaran peringkat kedua atau Peserta Lelang yang mengajukan penawaran peringkat ketiga tersebut dengan disaksikan oleh Penjual, untuk Lelang dengan kehadiran peserta; atau
penawaran yang diterima lebih dulu, untuk Lelang melalui Aplikasi Lelang atau e-Marketplace Auction. (6) Dalarn pelaksanaan Lelang melalui Aplikasi Lelang yang diselenggarakan oleh KPKNL, ketentuan pengesahan Peserta Lelang yang mengajukan penawaran peringkat kedua atau ketiga sebagai Pembeli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) dilakukan sepanjang Aplikasi Lelang telah mendukung. (7) Pengesahan Peserta Lelang yang mengajukan penawaran peringkat kedua atau peringkat ketiga sebagai Pembeli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Pejabat Lelang pada hari kerja yang sama setelah dilakukan pembatalan terhadap Pembeli yang Wanprestasi. (8) Penyelenggara Lelang atau Pejabat Lelang harus menyarnpaikan pemberitahuan pengesahan sebagai Pembeli sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada Peserta Lelang yang mengajukan penawaran peringkat kedua atau peringkat ketiga melalui:
Aplikasi Lelang;
_e-Marketplace Auction; _ c. surat elektronik;
telepon;
situs web;
layanan/aplikasi perpesanan; dan/atau
papan pengumuman Penyelenggara Lelang, pada hari kerja yang sama dengan pengesahan dirinya sebagai Pembeli. Pasal 87 (1) Lembaga jasa keuangan sebagai kreditor dapat membeli agunannya dalam pelaksanaan Lelang sepanjang diatur dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan. (2) Dalarn hal lembaga jasa keuangan akan membeli agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lembaga jasa keuangan harus menyampaikan kepada Pejabat Lelang surat pernyataan dalarn bentuk akta notaris yang berisikan pernyataan pembelian tersebut dilakukan untuk pihak lain yang akan ditunjuk kemudian dalarn jangka waktu 1 (satu} tahun terhitung mulai tanggal pelaksanaan Lelang. (3) Dalarn hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlarnpaui, Pejabat Lelang menetapkan lembaga jasa keuangan sebagai Pembeli. jdih.kemenkeu.go.id Bagian Kedua Belas Pembayaran dan Penyetoran Pasal 88 (1) Pelunasan pembayaran Harga Lelang dan Bea Lelang harus dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pelaksanaan Lelang. (2) Dikecualikan dari ketentuan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk:
Lelang Terjadwal Khusus, pembayaran dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah pelaksanaan Lelang;
Lelang yang Pembelinya merupakan instansi atau lembaga yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan, pembayaran dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang; dan
Lelang dengan Nilai Limit paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah), pembayaran dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang. (3) Dalam Lelang yang menggunakan sistem penetapan Pembeli secara bergulir sebagaimana dalam Pasal 86 ayat (1), pelunasan pembayaran Harga Lelang dan Bea Lelang oleh Pembeli yang baru dilakukan mengikuti ketentuan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan hari kerja yang berlaku bagi Penyelenggara Lelang. (5) Pelunasan Kewajiban Pembayaran Lelang dilakukan oleh Pembeli melalui rekening KPKNL atau Balai Lelang atau rekening khusus atas nama jabatan Pejabat Lelang Kelas II atau secara langsung kepada Balai Lelang atau Pejabat Lelang Kelas II. (6) Setiap pelunasan Kewajiban Pembayaran Lelang oleh Pembeli harus dibuatkan kuitansi atau tanda bukti pelunasan pembayaran oleh bendahara penerimaan KPKNL atau Pemimpin Balai Lelang atau Pejabat Lelang Kelas II. Pasal 89 (1) Dalam hal Pembeli Wanprestasi, pada hari kerja berikutnya Pejabat Lelang harus membatalkan pengesahannya sebagai Pembeli dengan membuat pernyataan pembatalan. (2) Dalam hal Pembeli Wanprestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Uang Jaminan Penawaran Lelang miliknya disetorkan ke kas negara, Balai Lelang, Pejabat Lelang Kelas II, dan/atau Pemilik Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (5). (3) Penyelenggara Lelang tidak bertanggung jawab atas kerugian yang ditanggung Pembeli Wanprestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akibat penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang miliknya sebagaimana dimaksud pada ayat (2). jdih.kemenkeu.go.id Pasal 90 (1) Penyetoran Hasil Bersih Lelang atas Lelang Wajib berupa Lelang Eksekusi yang sesuai peraturan perundang- undangan harus disetor ke kas negara dan Lelang Noneksekusi Barang Milik Negara/Daerah dan Lelang Noneksekusi Barang Milik Desa, dilakukan paling larnbat 1 (satu) hari kerja setelah pembayaran diterima oleh KPKNL yang menyelenggarakan Lelang. (2) Dalam hal Hasil Bersih Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan atau diserahkan kepada Penjual sesuai permintaan Penjual, penyetoran atau penyerahan ke Penjual dilakukan paling larnbat 1 (satu) hari kerja setelah pembayaran diterima oleh KPKNL yang menyelenggarakan Lelang. (3) Hasil Bersih Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya wajib disetor secepatnya ke kas negara oleh Penjual. (4) Bea Lelang dan pajak penghasilan wajib disetorkan ke kas negara paling larnbat 1 (satu) hari kerja setelah pembayaran diterima oleh Penyelenggara Lelang. (5) Penyetoran Hasil Bersih Lelang selain Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan ke Penjual paling larnbat 3 (tiga) hari kerja setelah pembayaran diterima oleh Penyelenggara Lelang. (6) Hasil Bersih Lelang, Bea Lelang, dan kewajiban perpajakan untuk Lelang Terjadwal Khusus dengan penawaran melalui e-Marketplace Auction harus disetorkan oleh Penyelenggara Lelang paling larnbat 1 (satu) hari kerja setelah diterimanya Barang oleh Pembeli. (7) Dalarn hal 1 (satu) frekuensi Lelang terdapat lebih dari satu objek yang laku terjual, penyetoran atau penyerahan Hasil Bersih Lelang dan Bea Lelang dilakukan setelah seluruh pembayaran diterima oleh Penyelenggara Lelang. Bagian Ketiga Belas Penyerahan Dokumen Kepemilikan Barang Pasal 91 (1) Dalarn hal Penjual menyerahkan asli dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 16 ayat (2), Pejabat Lelang harus menyerahkan asli dokumen kepemilikan kepada Pembeli, paling larnbat 1 (satu) hari kerja setelah Pembeli:
menunjukkan kuitansi atau tanda bukti pelunasan pembayaran; dan / a tau b. menyerahkan bukti setor bea perolehan hak atas tanah dan bangunan jika barang yang dilelang berupa tanah dan/atau bangunan. (2) Dalarn hal Penjual memperlihatkan asli dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 16 ayat (3) kepada Pejabat Lelang, Penjual harus menyerahkan asli dokumen kepemilikan kepada Pembeli, paling larnbat 1 (satu) hari kerja setelah Pembeli menunjukkan:
Kutipan Risalah Lelang; dan
kuitansi atau tanda bukti pelunasan pembayaran. jdih.kemenkeu.go.id BAB VII BEALELANG Pasal 92 (1) Setiap pelaksanaan Lelang dikenakan Bea Lelang sesuai Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Keuangan. (2) Bea Lelang untuk Objek Lelang berupa barang tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dipungut berdasarkan tarif kategori barang bergerak. Pasal 93 (1) Pembatalan terhadap rencana pelaksanaan Lelang yang dilakukan atas permintaan Penjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dan ayat (6) dikenakan bea Lelang batal atas permintaan Penjual sesuai Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Keuangan. (2) Bea Lelang batal atas permintaan Penjual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar oleh Penjual. (3) Bea Lelang batal tidak dikenakan terhadap pembatalan Lelang berdasarkan:
penetapan atau putusan dari pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1);
hal lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 kecuali huruf h; atau
pembatalan oleh Pejabat Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48. (4) Dalam hal KPKNL selaku Penyelenggara Lelang, pembayaran bea Lelang batal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibayar oleh Penjual ke kas negara menggunakan kode billing yang diperoleh dari Aplikasi Lelang. (5) Dalam hal kode billing tidak dapat diperoleh dari Aplikasi Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pembayaran bea Lelang batal dilakukan Penjual melalui rekening KPKNL. (6) Bendahara penerimaan KPKNL menyetorkan bea Lelang batal yang telah diterima dari Penjual sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ke kas negara paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pembayaran diterima. (7) Pembayaran bea Lelang batal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) ditatausahakan oleh bendahara penerimaan KPKNL Pasal 94 Selain Bea Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1), dalam pelaksanaan Lelang dikenakan:
bea meterai; dan
pajak, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. jdih.kemenkeu.go.id BAB VIII RISALAH LELANG Pasal 95 (1) Setiap pelaksanaan Lelang dibuatkan Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang. (2) Risalah Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
bagian kepala;
bagian badan; dan
bagian kaki. (3) Risalah Lelang dibuat dalam bahasa Indonesia. (4) Setiap Risalah Lelang diberi nomor urut sesuai standar penomoran Risalah Lelang. Pasal 96 Bagian kepala Risalah Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (2) huruf a minimal memuat:
hari, tanggal, dan waktu pelaksanaan Lelang ditulis dengan huruf dan angka;
nama lengkap dan tempat kedudukan Pejabat Lelang;
nama lengkap, pekerjaan, tempat kedudukan atau domisili, dan mekanisme kehadiran Penjual;
tempat pelaksanaan Lelang;
sifat barang yang dilelang dan alasan barang tersebut dilelang;
dalam hal Objek Lelang berupa barang tidak bergerak berupa tanah atau tanah dan bangunan harus diuraikan:
status hak atau surat-surat lain yang menjelaskan bukti kepemilikan;
nomor dan tanggal surat keterangan tanah atau surat keterangan pendaftaran tanah dari kantor pertanahan; dan
keterangan lain yang membebani, apabila ada;
dalam hal Objek Lelang berupa barang bergerak harus diuraikan jumlah, jenis dan spesifikasi barang;
dalam hal Objek Lelang berupa Hak Menikmati, diuraikan syarat penjualan dari Penjual apabila ada;
dalam hal Objek Lelang berupa hak tagih, diuraikan syarat penjualan dari Penjual apabila ada; dan
syarat dan ketentuan Lelang. Pasal 97 Bagian badan Risalah Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (2) huruf b minimal memuat:
identitas Pembeli yang meliputi nama, pekerjaan dan alamat, atas nama sendiri atau sebagai kuasa atas nama badan hukum/badan usaha/orang lain;
lembaga jasa keuangan kreditor sebagai Pembeli untuk orang atau badan hukum atau badan usaha yang akan ditunjuk namanya, dalam hal lembaga jasa keuangan kreditor sebagai Pembeli;
Harga Lelang dengan angka dan huruf terbilang; dan
uraian barang yang laku terjual. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 98 Bagian kaki Risalah Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (2) huruf c minimal memuat:
jumlah barang yang ditawarkan atau dilelang, ditulis dengan angka dan huruf terbilang;
jumlah barang yang terjual, ditulis dengan angka dan huruf terbilang;
jumlah harga barang yang terjual, ditulis dengan angka dan huruf terbilang;
jumlah harga barang yang ditahan, ditulis dengan angka dan huruf terbilang;
banyaknya dokumen atau surat-surat yang dilampirkan pada Risalah Lelang, ditulis dengan angka dan huruf terbilang;
tanda tangan Pejabat Lelang dan Penjual atau kuasa Penjual, dalam hal Lelang atas barang bergerak;
tanda tangan Pejabat Lelang, Penjual atau kuasa Penjual dan Pembeli atau kuasa Pembeli, dalam hal Lelang barang tidak bergerak; dan
tanda tangan saksi untuk Lelang Wajib atas barang tidak bergerak dengan penawaran tanpa kehadiran Peserta Lelang melalui tromol pas, surat elektronik, atau Aplikasi Lelang dengan penawaran tertutup (closed bidding). Pasal 99 (1) Dalam hal terdapat hal penting yang diketahui setelah penutupan Risalah Lelang, Pejabat Lelang harus membuat catatan hal penting pada bagian bawah setelah kaki Minuta Risalah Lelang dan membubuhi tanggal dan tanda tangan. (2) Hal penting sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
adanya verzet terhadap hasil Lelang;
adanya Pembeli Wanprestasi;
adanya penerbitan pengganti Kutipan Risalah Lelang;
adanya penerbitan Grosse Risalah Lelang atas permintaan Pembeli atau Penjual;
adanya Penjual yang tidak menandatangani Risalah Lelang atau tidak hadir sewaktu Risalah Lelang ditutup;
adanya Pembeli yang tidak menandatangani Risalah Lelang dalam Lelang Tanpa Kehadiran Peserta;
adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang terkait dengan pelaksanaan Lelang;
adanya Pembeli yang ditunjuk oleh lembaga jasa keuangan dalam hal lembaga jasa keuangan selaku kreditor membeli agunannya sendiri berdasarkan akte de _command; _ atau 1. adanya berita acara pembetulan kesalahan redaksional. (3) Dalam hal Pejabat Lelang Kelas I dibebastugaskan, cuti, berhalangan tetap atau dipindahtugaskan, pencatatan dan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala KPKNL. jdih.kemenkeu.go.id (4) Dalarn hal Pejabat Lelang Kelas II dibebastugaskan, cuti atau berhalangan tetap, pencatatan dan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah setempat selaku Superintenden. Pasal 100 (1) Minuta Risalah Lelang dibuat dan diselesaikan paling larnbat 6 (enarn) hari kerja setelah pelaksanaan Lelang. (2) Minuta Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang Kelas I disimpan dan ditatausahakan pada KPKNL sesuai ketentuan mengenai Risalah Lelang. (3) Minuta Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang Kelas II disimpan dan ditatausahakan oleh Pejabat Lelang Kelas II yang bersangkutan. (4) Dalarn hal Pejabat Lelang Kelas II berhenti atau diberhentikan dari jabatannya, Minuta Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang Kelas II sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disimpan dan ditatausahakan oleh Superintenden. (5) Superintenden dapat menunjuk KPKNL di wilayah kerjanya untuk menyimpan dan menatausahakan Minuta Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang Kelas II sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (6) Jangka waktu simpan Minuta Risalah Lelang selarna 30 {tiga puluh) tahun sejak pelaksanaan Lelang. (7) Dalam hal jangka waktu simpan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah larnpau, pihak-pihak yang berkepentingan tidak dapat menuntut haknya mendapatkan turunan dari Risalah Lelang. Pasal 101 (1) Pihak yang berkepentingan dapat memperoleh Kutipan/Salinan/ Grosse yang autentik dari Minuta Risalah Lelang. (2) Kutipan/Salinan/ Grosse Risalah Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuat dan disimpan dalarn bentuk dokumen fisik atau dokumen elektronik. (3) Pembuatan dan penyimpanan Kutipan/Salinan/ Grosse Risalah Lelang dalarn bentuk dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalarn hal telah terdapat sistem aplikasi yang mendukung. (4) Pihak yang berkepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Pembeli memperoleh Kutipan Risalah Lelang sebagai akta jual beli atau Grosse Risalah Lelang sesuai kebutuhan;
Penjual memperoleh Salinan Risalah Lelang untuk laporan pelaksanaan Lelang atau Grosse Risalah Lelang sesuai kebutuhan;
Superintenden memperoleh Salinan Risalah Lelang untuk laporan pelaksanaan Lelang/kepentingan dinas;
instansi yang berwenang dalam balik narna kepemilikan hak Objek Lelang memperoleh Salinan Risalah Lelang sesuai kebutuhan; dan jdih.kemenkeu.go.id e. Balai Lelang selaku penyedia jasa pralelang atau Penyelenggara Lelang memperoleh Salinan Risalah Lelang untuk kepentingan administrasi dan legal. (5) Dalam hal sistem aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum tersedia, Salinan Risalah Lelang untuk Superintenden dibuat dalam bentuk file digital hasil pemindaian Salinan Risalah Lelang tercetak dan dikirimkan sesuai tata naskah dinas yang berlaku. (6) Pemberian Kutipan/Salinan/ Grosse Risalah Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan bea meterai sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai bea meterai yang dibebankan kepada pihak yang berkepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (7) Dikecualikan dari pengenaan bea meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Salinan Risalah Lelang untuk kepentingan dinas pelaporan kepada:
Superintenden;
instansi Pemerintah yang berwenang dalam urusan balik nama; atau
Penjual yang merupakan instansi Pemerintah. (8) Kutipan/Salinan/Grosse yang autentik dari Minuta Risalah Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penandatanganan dan diberi tanggal pengeluaran oleh Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II yang bersangkutan. (9) Penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan secara:
elektronik sesuai ketentuan penandatanganan naskah dinas untuk Kutipan/Salinan/ Grosse dalam bentuk dokumen elektronik; atau
langsung dengan diberikan teraan cap atau stempel basah untuk Kutipan/Salinan/ Grosse dalam bentuk dokumen fisik. (10) Kutipan Risalah Lelang dicetak pada kertas sekuriti. (11) Kutipan Risalah Lelang untuk Lelang tanah atau tanah dan bangunan ditandatangani oleh Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II setelah Pembeli menyerahkan bukti pembayaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. (12) Kutipan Risalah Lelang untuk Lelang Terjadwal Khusus dapat dibuat dalam bentuk yang sangat sederhana. (13) Kutipan Risalah Lelang yang hilang atau rusak dapat diterbitkan pengganti atas permintaan Pembeli dan dikenakan bea pengganti Kutipan. (14) Kutipan Risalah Lelang yang ditolak oleh instansi yang berwenang dalam balik nama karena kesalahan redaksional dapat dilakukan perbaikan atas permintaan Pembeli. Pasal 102 (1) KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II hanya dapat memperlihatkan atau membacakan isi Minuta Risalah Lelang dan/atau surat-surat atau dokumen yang dilekatkan kepada pihak yang berkepentingan langsung dengan Minuta Risalah Lelang. jdih.kemenkeu.go.id (2) Pihak yang berkepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Penjual, Pembeli/ahli warisnya/ orang yang memperoleh hak, dan pihak lain yang diberikan kewenangan oleh peraturan perundang- undangan. (3) KPKNL, Balai Lelang, atau Pejabat Lelang Kelas II dilarang memberikan data terkait Lelang kecuali kepada instansi pemerintah untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan. Pasal 103 (1) Dalam rangka kepentingan proses penegakan hukum pada tahapan penyidikan, penuntutan, atau persiclangan, fotokopi Risalah Lelang clan/atau surat yang clilekatkan pada Risalah Lelang clapat cliberikan kepada penyiclik atau penuntut umum atau hakim yang terkait langsung. (2) Pemberian fotokopi Risalah Lelang clan/ atau surat sebagaimana climaksucl pacla ayat (1) harus clengan persetujuan:
Kepala KPKNL bagi Pejabat Lelang Kelas I; atau
Superintenclen bagi Pejabat Lelang Kelas II. (3) Penyerahan fotokopi Minuta Risalah Lelang clan/ atau surat sebagaimana climaksucl pacla ayat (1) harus clibuatkan berita acara penyerahan. Pasal 104 (1) Format penyusunan Risalah Lelang tercantum clalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian ticlak terpisahkan clari Peraturan Menteri ini. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Risalah Lelang cliatur clengan Peraturan Menteri. BAB IX ADMINISTRASI PERKANTORAN DAN PELAPORAN Pasal 105 (1) KPKNL, Balai Lelang, clan Kantor Pejabat Lelang Kelas II wajib:
menyelenggarakan aclministrasi perkantoran;
membuat laporan yang berkaitan clengan pelaksanaan Lelang kepacla Superintenclen; clan c. membuat laporan transaksi Lelang kepacla Pusat Pelaporan clan Analisis Transaksi Keuangan. (2) Kantor Wilayah membuat laporan rekapitulasi (1) pelaksanaan Lelang kepacla Direktorat Lelang. Pasal 106 Dalam menyelenggarakan aclministrasi sebagaimana climaksucl clalam Pasal huruf a, KPKNL harus menyecliakan:
buku register Lelang; clan perkantoran 105 ayat (1) b. buku kas umum berikut buku pembantu pecloman sebagaimana cliatur clalam benclahara penerimaan. jdih.kemenkeu.go.id (2) Buku register Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan basis data Lelang yang dibuat secara elektronik. (3) Buku register Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat berdasarkan data dari basis data pada Aplikasi Lelang. (4) Pengisian atau penginputan data untuk pembentukan basis data pada Aplikasi Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Penjual dan Pejabat Lelang Kelas I yang melaksanakan Lelang melalui Aplikasi Lelang. (5) Pengisian buku kas umum dan buku pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan oleh bendahara penerimaan. (6) Direktur Jenderal dapat menetapkan ketentuan teknis dalam rangka penyelenggaraan administrasi perkantoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (7) Format buku register Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 107 (1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) huruf b yang harus dibuat oleh KPKNL meliputi:
laporan realisasi kinerja Lelang;
laporan pembuatan risalah Lelang untuk pengenaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan; dan
laporan penatausahaan kertas sekuriti. (2) Pembuatan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh seksi yang membidangi administrasi Lelang berdasarkan data di buku register Lelang dan pencatatan lain yang sesuai. (3) Format laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf G, huruf H, dan huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 108 (1) Laporan realisasi kinerja Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) huruf a dibuat setiap bulan dan dikirim ke Kantor Wilayah setempat paling lambat tanggal 5 (lima) bulan berikutnya. (2) Kantor Wilayah meneliti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari seluruh KPKNL di wilayah kerjanya untuk disusun menjadi laporan realisasi kinerja lelang tingkat Kantor Wilayah. (3) Dalam ha! hasil dari penelitian yang dilakukan Kantor Wilayah masih terdapat kesalahan, Kantor Wilayah memberikan petunjuk perbaikan kepada KPKNL paling lambat 1 (satu) hari kerja sejak laporan diterima. (4) Berdasarkan petunjuk perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPKNL memperbaiki laporan paling lambat 1 (satu) hari kerja sejak petunjuk perbaikan diterima. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 109 Laporan pembuatan risalah Lelang untuk pengenaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) huruf b dibuat setiap bulan dan dikirim ke kantor pelayanan pajak/ dinas pendapatan daerah setempat dengan tembusan kepada Kantor Wilayah setempat paling lambat tanggal 5 (lima) bulan berikutnya. Pasal 110 (1) Laporan penatausahaan kertas sekuriti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) huruf c dibuat setiap triwulan dan dikirim ke Kantor Wilayah setempat paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. (2) Kantor Wilayah meneliti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari seluruh KPKNL di wilayah kerjanya untuk disusun menjadi Laporan Penatausahaan Kertas Sekuriti tingkat Kantor Wilayah. (3) Dalam hal hasil dari penelitian yang dilakukan Kantor Wilayah masih terdapat kesalahan, Kantor Wilayah memberikan petunjuk perbaikan kepada KPKNL paling lambat 1 (satu) hari kerja sejak laporan diterima. (4) Berdasarkan petunjuk perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPKNL memperbaiki laporan paling lambat 1 (satu) hari kerja sejak petunjuk perbaikan tersebut diterima. Pasal 111 Ketentuan mengenai administrasi dan pelaporan Lelang pada Balai Lelang dan Pejabat Lelang Kelas II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 112 (1) Laporan yang harus dibuat oleh Kantor Wilayah meliputi:
laporan rekapitulasi hasil pengawasan terhadap balai Lelang;
laporan realisasi kinerja Lelang;
laporan hasil verifikasi salinan risalah Lelang; dan
laporan rekapitulasi penatausahaan kertas sekuriti. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh bidang Lelang pada Kantor Wilayah. (3) Format laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf J, huruf K, huruf L, dan huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 113 (1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) huruf b dibuat setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. (2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf d dibuat setiap triwulan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikirim ke kantor pusat DJKN u.p. Direktorat Lelang. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 114 (1) Pelaporan dibuat dan disampaikan melalui sistem aplikasi. (2) Dalam hal sistem aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia, pelaporan dilakukan secara daring menggunakan format yang disediakan kantor pusatDJKN. Bea Lelang untuk: BABX KETENTUAN PERALIHAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk um um dengan penawaran harga secara tertulis dan/ a tau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang. 2. Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijual secara Lelang. 3. Objek Lelang adalah Barang yang dilelang. 4. Pengumuman Lelang adalah pemberitahuan kepada masyarakat tentang akan adanya Lelang dengan maksud untuk menghimpun peminat Lelang dan pemberitahuan kepada pihak yang berkepentingan. 5. Lelang Wajib adalah Lelang untuk melaksanakan penjualan Barang yang berdasarkan putusan/penetapan pengadilan, dokumen yang memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan/penetapan pengadilan, atau ketentuan peraturan perundang-undangan diharuskan dijual dengan cara Lelang. 6. Lelang Eksekusi adalah Lelang untuk melaksanakan penjualan Barang berdasarkan putusan/penetapan pengadilan, dokumen yang memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan/penetapan pengadilan, atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang- undangan. 7. Lelang Noneksekusi Wajib yang selanjutnya disebut Lelang Noneksekusi adalah Lelang untuk melaksanakan penjualan Barang yang oleh peraturan perundang- undangan diharuskan melalui Lelang. 8. Lelang Noneksekusi Sukarela yang selanjutnya disebut Lelang Sukarela adalah Lelang untuk melaksanakan penjualan Barang milik swasta, perorangan atau badan hukum/badan usaha yang dilelang secara sukarela. 9. Lelang Sukarela Terjadwal Khusus yang selanjutnya disebut Lelang Terjadwal Khusus adalah Lelang Sukarela atas barang bergerak yang tidak memerlukan balik nama dan waktu pelaksanaannya ditentukan oleh Penyelenggara Lelang secara tertentu, rutin, dan terencana. 10. Hak Menikmati adalah hak yang memberi wewenang untuk menikmati atau memanfaatkan barang milik pihak lain dalam jangka waktu tertentu dengan membayar sejumlah uang dengan tidak mengubah status kepemilikan. jdih.kemenkeu.go.id 11. Legalitas Formal Subjek dan Objek Lelang adalah suatu kondisi di mana dokumen persyaratan Lelang telah dipenuhi oleh Penjual sesuai jenis Lelangnya dan tidak ada perbedaan data, menunjukkan hubungan hukum antara Penjual dengan barang yang akan dilelang, sehingga meyakinkan Pejabat Lelang bahwa subjek Lelang berhak melelang Objek Lelang dan Objek Lelang dapat dilelang. 12. Penjelasan Lelang adalah kegiatan yang dilakukan oleh Penjual untuk memberikan penjelasan mengenai Objek Lelang dan hal-hal yang terkait Objek Lelang sebelum pelaksanaan Lelang. 13. Lelang Dengan Kehadiran Peserta adalah Lelang yang dihadiri secara fisik oleh Peserta Lelang di tempat pelaksanaan Lelang atau secara virtual melalui media elektronik yang memungkinkan Peserta Lelang dapat saling melihat dan mendengar secara langsung dalam pelaksanaan Lelang. 14. Lelang Tanpa Kehadiran Peserta adalah Lelang yang tidak dihadiri secara fisik oleh Peserta Lelang di tempat pelaksanaan Lelang atau dilakukan melalui surat tromol pos, surat elektronik, Aplikasi Lelang atau e-Marketplace Auction. 15. Lelang Tidak Ada Penawaran adalah Lelang yang tidak ada penunjukan Pembeli karena tidak ada penyetoran/penyerahan Uang Jaminan Penawaran Lelang, tidak ada penawaran, atau tidak ada penawaran yang memenuhi persyaratan. 16. Lelang Ditahan adalah Lelang yang tidak ada penunjukan Pembeli karena penawaran tertinggi belum sesuai dengan harga yang dikehendaki oleh Penjual. 17. Lelang Ulang adalah Lelang yang dilaksanakan untuk mengulang Lelang Tidak Ada Penawaran, Lelang Ditahan atau Lelang yang pembelinya Wanprestasi. 18. Aplikasi Lelang Berbasis Internet yang selanjutnya disebut Aplikasi Lelang adalah program komputer berbasis internet yang digunakan untuk menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi Lelang Tan pa Kehadiran Peserta yang dikembangkan/ disediakan oleh Kementerian Keuangan/DJKN atau Balai Lelang. 19. Lelang Dengan Penawaran Secara Tertulis Tanpa Kehadiran Peserta Melalui Aplikasi Lelang Berbasis Internet yang selanjutnya disebut Lelang Melalui Aplikasi Lelang adalah penjualan Barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis tanpa kehadiran Peserta Lelang untuk mencapai harga tertinggi yang dilakukan melalui Aplikasi Lelang. 20. Unit Pengelola Teknologi Informasi dan Komunikasi yang selanjutnya disebut Unit Pengelola TIK adalah unit yang ditetapkan untuk mengelola teknologi informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan Lelang termasuk Unit Pengelola TIK Kementerian Keuangan dan DJKN. 21. Gangguan Teknis adalah gangguan yang terjadi pada Aplikasi Lelang dan/atau infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sehingga Lelang tidak dapat dilaksanakan. jdih.kemenkeu.go.id 22. Pasar Elektronik yang selanjutnya disebut e-Marketplace adalah sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi yang ditujukan untuk melakukan kegiatan jual-beli Barang secara elektronik. 23. Pasar Lelang Secara Elektronik (e-Marketplace Auction) adalah pasar elektronik untuk memfasilitasi kegiatan jual-beli Barang melalui Lelang. 24. Penyedia Pasar Secara Elektronik yang selanjutnya disebut Penyedia e-Marketplace adalah pihak baik orang pribadi, badan, maupun bentuk usaha tetap yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan atau memiliki kegiatan usaha di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menyediakan e- Marketplace. 25. Uang Jaminan Penawaran Lelang adalah sejumlah uang yang disetor kepada Penyelenggara Lelang oleh calon Peserta Lelang sebelum pelaksanaan Lelang sebagai syarat menjadi Peserta Lelang. 26. Garansi Bank Jaminan Penawaran Lelang adalah jaminan pembayaran yang diberikan bank kepada penyelenggara Lelang selaku pihak penerima jaminan, apabila Peserta Lelang selaku pihak yang dijamin tidak memenuhi kewajibannya membayar Harga Lelang dan Bea Lelang. 27. Nilai Limit adalah nilai minimal Barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Penjual. 28. Harga Lelang adalah harga penawaran tertinggi yang diajukan oleh Peserta Lelang yang telah disahkan sebagai pemenang Lelang oleh Pejabat Lelang. 29. Pokok Lelang adalah Harga Lelang yang belum termasuk Bea Lelang Pembeli dalam Lelang yang diselenggarakan dengan penawaran harga secara eksklusif, atau Harga Lelang dikurangi Bea Lelang Pembeli dalam Lelang yang diselenggarakan dengan penawaran harga secara inklusif. 30. Hasil Bersih Lelang adalah Pokok Lelang dikurangi Bea Lelang Penjual dan/ a tau pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (PPh Final) dalam Lelang dengan penawaran Harga Lelang eksklusif, atau Pokok Lelang dikurangi Bea Lelang Pembeli dalam Lelang dengan penawaran harga inklusif. 31. Kewajiban Pembayaran Lelang adalah harga yang harus dibayar oleh Pembeli dalam pelaksanaan Lelang yang meliputi Pokok Lelang dan Bea Lelang Pembeli. 32. Wanprestasi adalah suatu keadaan saat Pembeli tidak melunasi Kewajiban Pembayaran Lelang dalam jangka waktu yang telah ditentukan. 33. Bea Lelang adalah bea yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dikenakan kepada Penjual dan/atau Pembeli atas setiap pelaksanaan Lelang, yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak. 34. Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta autentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna. jdih.kemenkeu.go.id 35. Minuta Risalah Lelang adalah asli Risalah Lelang berikut larnpirannya, yang merupakan dokumen atau arsip Negara. 36. Salinan Risalah Lelang adalah salinan kata demi kata dari seluruh Risalah Lelang. 37. Kutipan Risalah Lelang adalah kutipan kata demi kata dari satu atau beberapa bagian Risalah Lelang. 38. Grosse Risalah Lelang adalah salinan dari Risalah Lelang yang berkepala "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". 39. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disingkat DJKN adalah unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, penilaian, dan Lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 40. Kantor Wilayah DJKN yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah adalah instansi vertikal DJKN yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal. 41. Penyelenggara Lelang adalah instansi pemerintah atau institusi swasta yang menyelenggarakan Lelang. 42. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang yang selanjutnya disingkat KPKNL adalah instansi vertikal DJKN yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah. 43. Balai Lelang adalah Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang Lelang. 44. Kantor Pejabat Lelang Kelas II adalah kantor swasta tempat kedudukan Pejabat Lelang Kelas II. 45. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. 46. Direktur Jenderal adalah Pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, penilaian, dan lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 47. Direktur adalah pejabat Eselon II di lingkungan DJKN yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang lelang. 48. Superintenden Lelang yang selanjutnya disebut Superintenden adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Menteri untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Pejabat Lelang. 49. Pejabat Lelang adalah pejabat umum yang diberi wewenang khusus untuk melaksanakan Lelang. 50. Pejabat Lelang Kelas I adalah Pegawai Negeri Sipil pada Kementerian Keuangan yang diangkat sebagai Pejabat Lelang. 51. Pejabat Lelang Kelas II adalah orang perseorangan yang berasal dari swasta/umum yang diangkat sebagai Pejabat Lelang. jdih.kemenkeu.go.id 52. Pemandu Lelang adalah orang perseorangan yang membantu Pejabat Lelang dalam menawarkan dan menjelaskan Barang dalam suatu pelaksanaan Lelang. 53. Orang adalah orang perseorangan atau korporasi. 54. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. 55. Penjual Lelang yang selanjutnya disebut Penjual adalah Orang, instansi, atau lembaga yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan, yang berdasarkan peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang menjual Barang secara Lelang. 56. Pemilik Barang adalah Orang, instansi, atau lembaga yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan, yang memiliki hak kepemilikan atas suatu Barang yang dilelang. 57. Peserta Lelang adalah Orang, instansi, atau lembaga yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan, yang telah memenuhi syarat untuk mengikuti Lelang. 58. Pembeli Lelang yang selanjutnya disebut Pembeli adalah Peserta Lelang yang mengajukan penawaran tertinggi dan disahkan sebagai pemenang Lelang oleh Pejabat Lelang. BAB II KATEGORI, JENIS, DAN OBJEK LELANG Bagian Kesatu Kategori dan Jenis Lelang Pasal 2 (1) Lelang terdiri atas kategori:
Lelang Wajib; dan
Lelang Sukarela. (2) Lelang Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas jenis:
Lelang Eksekusi; dan
Lelang Noneksekusi. Pasal 3 Lelang Eksekusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a terdiri atas:
Lelang Eksekusi benda sitaan Panitia Urusan Piutang Negara;
Lelang Eksekusi benda sitaan pajak;
Lelang Eksekusi benda sitaan pengadilan;
Lelang Eksekusi objek hak tanggungan sesuai Pasal 6 Undang-Undang Rak Tanggungan;
Lelang Eksekusi objek fidusia sesuai Pasal 29 Undang- Undang Jaminan Fidusia;
Lelang Eksekusi barang gadai;
Lelang Eksekusi harta pailit;
Lelang Eksekusi barang yang dinyatakan tidak dikuasai atau barang yang dikuasai negara eks kepabeanan dan cukai;
Lelang Eksekusi barang temuan;
Lelang Eksekusi barang rampasan; jdih.kemenkeu.go.id k. Lelang Eksekusi barang rampasan yang berasal dari benda sitaan untuk pemenuhan pidana uang pengganti atau pidana denda;
Lelang Eksekusi benda sitaan Pasal 45 Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana;
Lelang Eksekusi benda sitaan Pasal 271 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
Lelang Eksekusi benda sitaan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer;
Lelang Eksekusi barang bukti sitaan yang berasal dari penanganan tindak pidana kehutanan sesuai Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan;
Lelang Eksekusi benda sitaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai Pasal 4 7 A Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2019; dan
Lelang Eksekusi lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 4 Lelang Noneksekusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b terdiri atas:
Lelang Noneksekusi barang milik negara/daerah;
Lelang Noneksekusi barang milik desa;
Lelang Noneksekusi barang milik badan usaha milik negara/ daerah berbentuk perusahaan umum;
Lelang Noneksekusi barang milik lembaga yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan;
Lelang Noneksekusi barang milik negara yang berasal dari aset eks kepabeanan dan cukai;
Lelang Noneksekusi barang gratifikasi;
Lelang Noneksekusi bongkaran barang milik negara/ daerah karena perbaikan, pemeliharaan, atau pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum;
Lelang Noneksekusi barang milik negara berupa barang habis pakai eks pemilihan umum;
Lelang Noneksekusi aset eks bank dalam likuidasi;
Lelang Noneksekusi asset settlement obligor penyelesaian kewajiban pemegang saham akta pengakuan utang;
Lelang Noneksekusi aset eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional/kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset;
Lelang Noneksekusi barang kelolaan balai harta peninggalan yang berasal dari harta peninggalan tidak terurus dan harta kekayaan orang yang dinyatakan tidak hadir;
Lelang Noneksekusi benda muatan kapal tenggelam;
Lelang Noneksekusi barang milik negara/daerah berupa eks barang hadiah/undian yang tidak diambil atau tidak tertebak; jdih.kemenkeu.go.id o. Lelang Noneksekusi barang milik negara/daerah berupa barang habis pakai sisa/limbah proyek yang dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara/ daerah;
Lelang Noneksekusi · barang dalam penguasaan kejaksaan/oditurat militer yang berasal dari barang bukti yang dikembalikan tetapi tidak diambil oleh pemilik/yang berhak karena pemilik/yang berhak tidak ditemukan atau menolak menerima;
Lelang Noneksekusi barang dalam penguasaan Otoritas Jasa Keuangan yang berasal dari pengembalian keuntungan tidak sah sesuai Pasal 7 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65/POJK.04/2020;
Lelang Noneksekusi aset negara yang berasal dari penanganan harta kekayaan dalam tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana lain yang tersangkanya tidak diketahui atau menghilang sesuai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2013;
Lelang Noneksekusi barang milik eks pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan sesuai Pasal 107 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021; dan
Lelang Noneksekusi lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 5 Lelang Sukarela sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) hurufb terdiri atas:
Lelang Sukarela barang milik badan usaha milik negara/ daerah berbentuk perusahaan perseroan;
Lelang Sukarela barang milik perusahaan dalam likuidasi kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang- undangan;
Lelang Sukarela barang milik badan layanan umum/badan hukum pendidikan yang tidak termasuk barang milik negara/ daerah;
Lelang Sukarela barang milik perwakilan negara asing;
Lelang Sukarela barang milik perorangan atau badan hukum/usaha swasta;
Lelang Sukarela hak tagih (piutang);
Lelang Sukarela kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama; dan
Lelang Sukarela lainnya sesuai ketentuan · peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Objek Lelang Pasal 6 (1) Objek Lelang meliputi setiap Barang yang berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, dimanfaatkan atau dinikmati serta mempunyai nilai ekonomis. \· jdih.kemenkeu.go.id (2) Barang tidak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Hak Menikmati Barang, hak tagih (piutang), hak atas kekayaan intelektual, hak siar/rilis, surat berharga, dan barang tidak berwujud lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Hak Menikmati Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi Hak Menikmati atau memanfaatkan Barang, dan hak-hak sejenis lainnya yang sifatnya sementara. BAB III PEJABAT LELANG Pasal 7 (1) Pejabat Lelang terdiri atas:
Pejabat Lelang Kelas I; dan
Pejabat Lelang Kelas II (2) Pejabat Lelang Kelas I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berwenang melaksanakan semua kategori dan jenis Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. (3) Pejabat Lelang Kelas II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berwenang melaksanakan Lelang Sukarela sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b. Pasal 8 Ketentuan mengenai Pejabat Lelang Kelas I dan Pejabat Lelang Kelas II diatur dengan Peraturan Menteri. BAB IV PENYELENGGARA LELANG Pasal 9 (1) Penyelenggara Lelang terdiri atas:
KPKNL;
Balai Lelang; dan
Kantor Pejabat Lelang Kelas II. (2) KPKNL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berwenang menyelenggarakan semua kategori dan jenis Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 atas permohonan Penjual. (3) Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berwenang menyelenggarakan Lelang Sukarela sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b atas permohonan Penjual. (4) Kantor Pejabat Lelang Kelas II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berwenang menyelenggarakan Lelang Sukarela sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini atas permohonan Penjual atau Balai Lelang selaku kuasa dari Penjual. Pasal 10 (1) Balai Lelang yang menyelenggarakan Lelang Sukarela bertindak sebagai kuasa Penjual sekaligus Penyelenggara Lelang. (2) Balai Lelang yang bertindak sebagai kuasa Penjual sekaligus Penyelenggara Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus meminta jadwal pelaksanaan Lelang jdih.kemenkeu.go.id kepada Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II sebelum menetapkan jadwal pelaksanaan Lelang, kecuali untuk Lelang Terjadwal Khusus. Pasal 11 Ketentuan mengena1 Balai Lelang diatur dengan Peraturan Menteri. BABV PENJUAL, PESERTA LELANG, DAN PEMANDU LELANG Bagian Kesatu Penjual Pasal 12 (1) Penjual bertanggungjawab terhadap:
keabsahan kepemilikan clan/ atau kewenangan menjual Barang;
keabsahan dokumen persyaratan Lelang;
keabsahan syarat Lelang tambahan;
keabsahan Pengumuman Lelang;
kebenaran formal clan materiel Nilai Limit;
kebenaran formal clan materiel atas pernyataan tentang tidak adanya perubahan data fisik clan data yuridis serta catatan lain atas bidang tanah atau satuan rumah susun atau objek yang akan dilelang;
kebenaran formal clan materiel surat dari Penjual kepada pihak terkait;
kesesuaian barang dengan dokumen Objek Lelang;
pelaksanaan pengurusan clan biaya surat keterangan tanah a tau surat keterangan pendaftaran tanah/ surat keterangan pendaftaran rumah susun/ surat keterangan atas objek yang akan dilelang atau surat keterangan lurah/kepala desa/pengelola rumah susun/ perhimpunan pemilik rumah susun; J. penyerahan Objek Lelang barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
penyerahan asli dokumen kepemilikan Objek Lelang kepada Pembeli, kecuali Objek Lelang berupa Hak Menikmati Barang atau dalam Lelang yang tidak disertai dokumen kepemilikan; I. gugatan perdata dan/atau tuntutan pidana serta pelaksanaan putusannya akibat tidak dipenuhinya peraturan perundang-undangan oleh Penjual; clan m. tuntutan ganti rugi clan pelaksanaan putusannya termasuk uang paksa/ dwangsom, dalam ha! tidak memenuhi tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf h. (2) Dalam hal Objek Lelang berupa barang bergerak, Penjual harus menguasai fisik Objek Lelang, kecuali Objek Lelang berupa saham tanpa warkat. (3) Penjual harus memiliki nomor pokok wajib pajak, kecuali apabila berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dibenarkan tidak memiliki/ menggunakan nomor pokok wajib pajak. jdih.kemenkeu.go.id (4) Penjual dapat meminta bantuan Balai Lelang untuk memberikan jasa pralelang dan/atau jasa pascalelang. Pasal 13 (1) Dalam mengajukan permohonan Lelang, Penjual dapat mengusulkan cara penawaran Lelang. (2) Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II berwenang menetapkan cara penawaran Lelang dengan mempertimbangkan usulan Penjual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau efektivitas cara penawaran. Pasal 14 (1) Penjual dapat mengajukan syarat Lelang bagi Peserta Lelang yang meliputi:
jangka waktu bagi Peserta Lelang untuk melihat dan meneliti secara fisik Barang yang akan dilelang;
jangka waktu pengambilan Barang oleh Pembeli;
jadwal kegiatan Penjelasan Lelang; dan/atau
syarat dan ketentuan khusus yang lazim diterapkan dalam pelaksanaan penjualan barang tidak berwujud. (2) Syarat Lelang selain syarat Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan sepanjang sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada Penjual dan/atau peraturan perundang-undangan. (3) Penjual bertanggung jawab penuh atas pengajuan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Syarat Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), serta ketentuan yang berlaku pada Penjual dan/atau peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan dan/ a tau dilampirkan dalam surat permohonan Lelang. Pasal 15 (1) Penjual harus mengadakan Penjelasan Lelang terhadap pelaksanaan Lelang dengan Objek Lelang berupa:
barang tidak berwujud;
surat berharga; atau
barang bergerak dengan Nilai Limit keseluruhan paling sedikit RpS.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Penjelasan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara kehadiran fisik atau secara virtual menggunakan media elektronik yang memungkinkan Penjual dan calon Peserta Lelang dapat saling mendengar dan melihat secara langsung dalam pelaksanaannya. (3) Informasi terkait Objek Lelang yang disampaikan Penjual dalam Penjelasan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), minimal terdiri atas:
uraian Objek Lelang;
informasi tambahan yang terkait Objek Lelang; dan
penjelasan lebih lanjut terkait informasi yang dicantumkan dalam Pengumuman Lelang. jdih.kemenkeu.go.id (4) Pelaksanaan Penjelasan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara dan diserahkan kepada Pejabat Lelang sebelum pelaksanaan Lelang. (5) Peserta Lelang yang hadir dalam Penjelasan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyetujui dan menerima Penjelasan Lelang. (6) Peserta Lelang yang tidak menghadiri dalam Penjelasan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap menyetujui dan menerima Penjelasan Lelang. (7) Dalam hal Lelang dilaksanakan melalui Aplikasi Lelang, Penjual harus:
(2) (3) (4) a. mencantumkan informasi mengenai waktu pelaksanaan Penjelasan Lelang pada Aplikasi Lelang; dan
mengunggah berita acara pelaksanaan Penjelasan Lelang pada Aplikasi Lelang sebelum pelaksanaan Lelang. Pasal 16 Penjual menyerahkan atau memperlihatkan asli dokumen kepemilikan kepada Pejabat Lelang paling lambat sebelum pelaksanaan Lelang. Dalam hal Penjual menyerahkan kepemilikan sebagaimana dimaksud Pejabat Lelang memperlihatkannya Lelang sebelum Lelang dimulai. asli dokumen pada ayat (1), kepada Peserta Dalam hal pada Lelang Dengan Kehadiran Peserta dan Penjual hanya memperlihatkan asli dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penjual memperlihatkan kepada Peserta Lelang sebelum Lelang dimulai dan membacakan surat pernyataan bermeterai yang telah dibuat sebelumnya. Surat pernyataan bermeterai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat pernyataan bahwa asli dokumen kepemilikan berada dalam penguasaan Penjual dan akan diserahkan kepada Pembeli sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 17 Asli dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), dapat tidak diperlihatkan atau diserahkan Penjual kepada Pejabat Lelang dalam Lelang Wajib yang menurut peraturan perundang-undangan tetap dapat dilaksanakan walaupun asli dokumen kepemilikannya tidak dikuasai oleh Penjual. Pasal 18 (1) Untuk keperluan pendaftaran peralihan hak dari Lelang Wajib yang Penjualnya tidak menyerahkan atau memperlihatkan asli dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Kepala KPKNL dapat membuat surat keterangan yang ditujukan kepada instansi yang memiliki tugas dan fungsi pendaftaran hak atau instansi terkait. jdih.kemenkeu.go.id (2) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisikan keterangan bahwa Penjual tidak menguasai asli dokumen kepemilikan beserta alasannya. Pasal 19 (1) Dalam pelaksanaan Lelang, Penjual wajib hadir di tempat pelaksanaan Lelang. (2) Dalam hal Lelang dilaksanakan dengan penawaran melalui Aplikasi Lelang, kehadiran Penjual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara virtual melalui sarana media elektronik yang memungkinkan Pejabat Lelang dan Penjual dapat saling mendengar dan melihat secara langsung dalam pelaksanaan Lelang. (3) Dalam pelaksanaan Lelang yang memerlukan kehadiran saksi di tempat pelaksanaan Lelang, ketentuan kehadiran secara virtual melalui sarana media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi saksi dari Penjual. Pasal 20 (1) Dalam hal kehadiran Penjual dan/atau saksi dari Penjual dilakukan secara virtual melalui sarana media elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Penjual terlebih dahulu harus menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum pelaksanaan Lelang. (2) Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II menyetujui atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan:
keamanan/ efisiensi perjalanan dari tempat kedudukan Penjual dan/atau saksi ke tempat pelaksanaan Lelang;
tingkat urgensi kehadiran fisik Penjual di tempat pelaksanaan Lelang dikaitkan dengan karakteristik jenis Lelang atau Objek Lelang;
ketepatan waktu penyampaian permohonan; dan/atau
pertimbangan lainnya sesuai ketentuan. (3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II menyiapkan sarana media elektronik yang digunakan untuk kehadiran Penjual dan/atau saksi dari Penjual. (4) Sarana media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberitahukan oleh Pejabat Lelang kepada Penjual sebelum pelaksanaan Lelang. (5) Penjual dan/atau saksi dari Penjual hadir sesuai tanggal dan waktu pelaksanaan Lelang dengan bergabung melalui sarana media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (6) Dalam hal Pejabat Lelang, Penjual, dan/atau saksi telah bergabung melalui sarana media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penjual: jdih.kemenkeu.go.id a. memperlihatkan:
identitas yang sah, untuk Penjual yang merupakan perseorangan; atau
identitas yang sah dan salinan/fotokopi surat keputusan penunjukan Penjual/ surat tugas Penjual/ surat kuasa Penjual, untuk Penjual yang bukan perseorangan;
memperlihatkan asli dokumen kepemilikan kepada Pejabat Lelang, untuk Lelang yang disertai dokumen kepemilikan;
membacakan surat pernyataan bermeterai bahwa Penjual bertanggung jawab atas keaslian dokumen kepemilikan dan bersedia menyerahkan asli dokumen kepemilikan kepada Pembeli sesuai ketentuan apabila barang terjual; dan
memperkenalkan saksi dan memperlihatkan identitasnya yang sah, dalam hal Lelang diperlukan kehadiran saksi dari Penjual. (7) Pejabat Lelang membuat tangkapan layar yang menampilkan kehadiran Pejabat Lelang, Penjual, dan/atau saksi melalui sarana media elektronik untuk dicetak dan dilampirkan pada Minuta Risalah Lelang sebagai bukti kehadiran. Bagian Kedua Peserta Lelang Pasal 21 (1) Dalam setiap pelaksanaan Lelang, Peserta Lelang harus menunjukkan bukti identitas diri yang masih berlaku. (2) Bukti identitas diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk:
warga negara Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut:
Orang, berupa: a) kartu tanda penduduk, surat izin mengemudi, atau paspor, untuk orang perseorangan; atau b) nomor induk berusaha, untuk Korporasi; atau
instansi/lembaga, kerja/lembaga. berupa kode satuan b. warga negara asmg, dengan ketentuan sebagai berikut:
Orang, berupa: a) paspor; atau b) dokumen identitas resm1 yang diterbitkan oleh pemerintah negara yang bersangkutan; atau
Korporasi, berupa dokumen identitas berusaha resmi yang diterbitkan oleh pemerintah negara yang bersangkutan. Pasal 22 (1) Penawaran Lelang tetap dilaksanakan walaupun hanya diikuti oleh 1 (satu) Peserta Lelang. jdih.kemenkeu.go.id (2) Orang perseorangan, Korporasi, instansi, atau lembaga yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan dapat menjadi Peserta Lelang, kecuali:
Pejabat Lelang;
orang perseorangan yang ditunjuk sebagai Penjual:
penilai atau penaksir;
juru sita;
tereksekusi;
debitor; dan
terpidana, yang terkait langsung dengan pelaksanaan Lelang. (3) Orang perseorangan yang menjadi Peserta Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa individu atau persekutuan. (4) Peserta Lelang yang bertindak untuk dan atas nama Orang lain harus menyampaikan surat kuasa bermeterai cukup kepada Pejabat Lelang dengan dilampiri fotokopi kartu tanda penduduk/surat izin mengemudi/paspor pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan menunjukkan aslinya. (5) Dikecualikan dari ketentuan penyampaian surat kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4), untuk Peserta Lelang yang bertindak:
dalam jabatannya sebagai pengurus atau direksi badan usaha atau badan hukum, harus menyampaikan akta pendirian atau perubahannya yang menunjukkan jabatannya sebagai pengurus atau direksi;
mewakili instansi atau lembaga yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan, harus menyampaikan surat tugas. (6) Peserta Lelang yang bertindak sebagai penerima kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat menerima 1 (satu} kuasa untuk 1 (satu} Objek Lelang yang sama. (7) Keharusan penyampaian surat kuasa bermeterai cukup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku juga untuk pengambilan Kuti pan Risalah Lelang dan/ a tau kuitansi oleh kuasa Pembeli. Pasal 23 Peserta Lelang yang ditetapkan sebagai Pembeli dilarang mengambil atau menguasai barang yang dibelinya sebelum memenuhi Kewajiban Pembayaran Lelang dan kewajiban lainnya yang sah sesuai peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Pemandu Lelang Pasal 24 (1) Dalam pelaksanaan Lelang, Pejabat Lelang dapat dibantu oleh Pemandu Lelang. (2) Pemandu Lelang berasal dari pegawai DJKN atau dari luar pegawai DJKN. (3) Penugasan Pemandu Lelang dalam pelaksanaan Lelang harus berdasarkan: jdih.kemenkeu.go.id a. surat tugas dari pejabat yang berwenang, untuk Pemandu Lelang yang berasal dari pegawai DJKN; atau
surat tugas dari Balai Lelang, untuk Pemandu Lelang yang berasal dari luar pegawai DJKN. (4) Penjual atau Balai Lelang harus memberitahukan Pemandu Lelang yang akan membantu Pejabat Lelang kepada Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum pelaksanaan Lelang. BAB VI TATA CARA PENYELENGGARAAN LELANG Bagian Kesatu Umum Pasal 25 Kepala KPKNL, Pemimpin Balai Lelang, atau Pejabat Lelang Kelas II tidak boleh menolak permohonan Lelang yang diajukan kepadanya sepanjang dokumen persyaratan Lelang telah lengkap dan memenuhi Legalitas Formal Subjek dan Objek Lelang. Pasal 26 Setiap pelaksanaan Lelang harus dilakukan oleh dan/atau di hadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh Undang- Undang atau Peraturan Pemerintah. Pasal 27 (1) Penyelenggaraan Lelang dilakukan oleh KPKNL, Balai Lelang, atau Kantor Pejabat Lelang Kelas II sesuai kewenangannya. (2) Penyelenggaraan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan permohonan Penjual. (3) Penyelenggaraan Lelang Terjadwal Khusus dilakukan oleh KPKNL atau Balai Lelang. Pasal 28 (1) Penjual dapat meminta pelaksanaan Lelang terhadap:
1 (satu) atau lebih jenis Lelang, Penjual, atau debitor/tereksekusi; atau
gabungan beberapa Objek Lelang, untuk dapat dilakukan dalam 1 (satu) pelaksanaan lelang. (2) Pelaksanaan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang Objek Lelang berada dalam 1 (satu) wilayah jabatan Pejabat Lelang. (3) Pelaksanaan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a hanya dapat dilakukan untuk Lelang Wajib berupa Lelang Eksekusi yang terdiri atas:
1 (satu) jenis Lelang Eksekusi yang terdapat 2 (dua) atau lebih Penjual atau debitor/tereksekusi;
2 (dua) atau lebihjenis Lelang Eksekusi; atau
2 (dua) atau lebih perkara pidana yang saling berkaitan. jdih.kemenkeu.go.id (4) Pelaksanaan Lelang Wajib berupa Lelang Eksekusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat dilakukan terhadap:
1 (satu) Penjual dengan 2 (dua) atau lebih debitor/tereksekusi dalam Lelang Eksekusi dengan Objek Lelang yang berada dalam 1 (satu) kompleks perumahan; atau
2 (dua) atau lebih Penjual dengan 1 (satu) atau lebih debitor dalam Lelang Eksekusi dengan Objek Lelang berupa bidang tanah yang berada dalam 1 (satu) hamparan. (5) Pelaksanaan Lelang Wajib berupa Lelang Eksekusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat dilakukan terhadap:
1 (satu) debitor/tereksekusi dengan 1 (satu) Penjual dengan Objek Lelang dalam 1 (satu) lokasi yang sama;
2 (dua) atau lebih debitor/tereksekusi dengan 2 (dua) atau lebih Penjual dengan Objek Lelang berupa bidang tanah yang berada dalam 1 (satu) hamparan; dan/atau
1 (satu) tereksekusi dengan 2 (dua) atau lebih perkara pidana. (6) Pelaksanaan Lelang Wajib berupa Lelang Eksekusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dapat dilakukan terhadap 1 (satu) jenis Lelang dengan 1 (satu) Penjual. (7) Penggabungan beberapa Objek Lelang dalam 1 (satu) pelaksanaan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan untuk kategori Lelang Wajib dan Lelang Sukarela. (8) Objek Lelang yang dapat digabungkan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) terdiri atas beberapa bidang tanah dan/ a tau bangunan atau unit rumah susun untuk ditawarkan dalam 1 (satu) paket. (9) Dalam hal Lelang Wajib berupa Lelang Eksekusi, ketentuan pada ayat (7) dan ayat (8) dapat diberlakukan sepanJang:
untuk 1 (satu) debitor/tereksekusi/kasus yang sama; atau
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (6). Pasal 29 (1) Tempat pelaksanaan Lelang harus dalam wilayah jabatan Pejabat Lelang tempat Barang berada. (2) Dalam hal Lelang Dengan Kehadiran Peserta secara virtual melalui media elektronik atau Lelang Tanpa Kehadiran Peserta melalui Aplikasi Lelang atau e- Marketplace Auction, tempat pelaksanaan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tempat Lelang diselenggarakan. (3) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk: jdih.kemenkeu.go.id a. Lelang kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama setelah mendapat persetujuan tertulis dari Kepala Kantor Wilayah sesuai dengan wilayah kerjanya; atau
Lelang Terjadwal Khusus dengan penawaran tertulis tanpa kehadiran peserta melalui e-Marketplace Auction untuk Objek Lelang berupa barang bergerak yang tidak memerlukan balik nama. (4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berlaku untuk jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal persetujuan dan dilampirkan pada surat permohonan Lelang. Pasal 30 (1) Dalam melaksanakan Lelang, Pejabat Lelang harus hadir di tempat pelaksanaan Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1). (2) Kehadiran Pejabat Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara fisik, kecuali untuk Lelang Noneksekusi dan Lelang Sukarela yang dilaksanakan dengan kehadiran Peserta secara virtual melalui media elektronik atau tanpa kehadiran Peserta melalui Aplikasi Lelang atau e-Marketplace Auction, kehadiran dapat dilakukan secara virtual melalui media elektronik. (3) Kehadiran Pejabat Lelang secara virtual melalui media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan baik di wilayah jabatan maupun di luar wilayah jabatannya. Pasal 31 Lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak dapat dibatalkan, baik proses maupun dokumen bukti pelaksanaannya. Bagian Kedua Permohonan Lelang Pasal 32 (1) Permohonan Lelang diajukan secara tertulis oleh Penjual kepada Penyelenggara Lelang sesuai jenis Lelangnya disertai dokumen persyaratan Lelang. (2) Dokumen persyaratan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
dokumen persyaratan umum; dan
dokumen persyaratan khusus yang meliputi:
dokumen khusus permohonan Lelang; dan
dokumen khusus pelaksanaan Lelang. (3) Dalam hal Penjual merupakan unit internal pada KPKNL, permohonan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pejabat yang berwenang sesuai organisasi dan tata kerja DJKN kepada Kepala KPKNL yang bersangkutan. (4) Dalam hal Objek Lelang tidak berada dalam wilayah jabatan Pejabat Lelang namun masih dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, permohonan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada: jdih.kemenkeu.go.id a. KPKNL yang terdekat dengan tempat Objek Lelang berada;
Kantor Pejabat Lelang Kelas II dengan wilayah jabatan terdekat dengan tempat Objek Lelang berada; atau C. Balai Lelang. (5) Pengajuan permohonan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan menggunakan Aplikasi Lelang. (6) Dalam hal pengajuan permohonan Lelang melalui Aplikasi Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dapat dilakukan, pengajuan permohonan Lelang dilakukan secara manual. (7) Pada Lelang Eksekusi benda sitaan Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Lelang Eksekusi benda sitaan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, dan Lelang Eksekusi benda sitaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai Pasal 47A Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2019, dengan Objek Lelang berupa barang yang mudah rusak/busuk dan/atau ikan hasil tindak pidana perikanan, surat permohonan Lelang berikut dokumen persyaratan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b angka 1) dapat disampaikan terlebih dahulu oleh Penjual kepada Kepala KPKNL melalui faksimile atau surat elektronik. (8) Dalam hal Lelang dengan 2 (dua) atau lebih Penjual yang dilakukan dalam 1 (satu) pelaksanaan Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4) huruf b dan ayat (5) huruf b, permohonan Lelang diajukan kepada Penyelenggara Lelang dalam 1 (satu) surat permohonan yang ditandatangani bersama. (9) Tata cara pengajuan permohonan Lelang dan dokumen persyaratan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran huruf A dan huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 33 (1) Terhadap pengajuan permohonan Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, Pejabat Lelang melakukan penelitian terhadap:
kelengkapan dan/atau kesesuaian dokumen persyaratan Lelang; dan
Legalitas Formal Subjek dan Objek Lelang. (2) Dalam hal permohonan Lelang diajukan melalui Aplikasi Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (5), penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara digital pada Aplikasi Lelang. (3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
untuk permohonan Lelang yang diajukan melalui Aplikasi Lelang:
Lelang Eksekusi objek hak tanggungan sesuai Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan denganjumlah debitor: jdih.kemenkeu.go.id a) paling banyak 5 (lima) dalam satu permohonan Lelang, paling lama 7 (tujuh) hari kerja; b) di atas 5 (lima) sampai dengan paling banyak 10 (sepuluh), paling lama 8 (delapan) hari kerja; c) di atas 10 (sepuluh), paling lama 9 (sembilan) hari kerja;
Lelang Eksekusi harta pailit paling lama 9 (sembilan) hari kerja;
Lelang Eksekusi benda sitaan pengadilan paling lama 8 (delapan) hari kerja;
Lelang Eksekusi selain Lelang Eksekusi objek hak tanggungan sesuai Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan, Lelang harta pailit, dan Lelang benda sitaan pengadilan paling lama 8 (delapan) hari kerja; dan
Lelang Noneksekusi dan Lelang Sukarela paling lama 7 (tujuh) hari kerja, sejak dokumen permohonan Lelang diajukan melalui Aplikasi Lelang. b. untuk permohonan Lelang yang diajukan tidak melalui Aplikasi Lelang:
Lelang Eksekusi objek hak tanggungan sesuai Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan dengan jumlah de bi tor: a) paling banyak 5 (lima) dalam satu permohonan Lelang, paling lama 2 (dua) hari kerja; b) di atas 5 (lima) sampai dengan paling banyak 10 (sepuluh), paling lama 3 (tiga) hari kerja; c) di atas 10 (sepuluh), paling lama 4 (empat) hari kerja;
Lelang Eksekusi harta pailit paling lama 4 (empat) hari kerja;
Lelang Eksekusi benda sitaan Pengadilan paling lama 3 (tiga) hari kerja;
Lelang Eksekusi selain Lelang Eksekusi objek Hak Tanggungan sesuai Pasal 6 Undang- Undang Hak Tanggungan, Lelang harta pailit, dan Lelang benda sitaan pengadilan paling lama 3 (tiga) hari kerja; dan
Lelang Noneksekusi dan Lelang Sukarela paling lama 2 (dua) hari kerja, sejak dokumen permohonan Lelang telah diterima lengkap. (4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menunjukkan dokumen permohonan Lelang belum lengkap, belum sesuai, dan/atau belum memenuhi Legalitas Formal Subjek dan Objek Lelang, Penyelenggara Lelang meminta Penjual untuk melengkapi atau memenuhi kekurangan dokumen. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 34 (1) Dalam hal sebelum pelaksanaan Lelang terhaclap objek hak tanggungan terclapat gugatan clari pihak lain selain clebitor/pemilik jaminan clan/atau suami atau istri clebitor/pemilik jaminan yang terkait kepemilikan objek yang akan clilelang, Lelang Eksekusi objek hak tanggungan sesuai Pasal 6 Unclang-Unclang Hak Tanggungan, ticlak clapat clilaksanakan. (2) Pihak lain selain clebitor/pemilik jaminan clan/atau suami atau istri clebitor/pemilik jaminan yang terkait kepemilikan sebagaimana climaksucl pacla ayat (1) tercliri atas:
ahli waris yang sah, yang clalil gugatannya mengenai proses pembebanan hak tanggungan clilakukan setelah pewaris selaku pemilik jaminan meninggal clunia clisertai bukti-bukti yang sah;
pihak lain yang memiliki clokumen kepemilikan selain clokumen kepemilikan yang cliikat hak tanggungan; atau
pihak yang melakukan perjanjian/perikatan jual beli notariil sebelum pemberian hak tanggungan. (3) Terhaclap objek hak tanggungan sebagaimana climaksucl pacla ayat (1), pelaksanaan Lelangnya clilakukan berclasarkan titel eksekutorial clari sertipikat hak tanggungan yang memerlukan fiat eksekusi. (4) Permohonan atas pelaksanaan Lelang sebagaimana climaksucl pacla ayat (3) clilakukan oleh:
pengaclilan negeri; atau
pengaclilan agama, clalam hal hak tanggungan clibuat berclasarkan perjanjian utang piutang yang menggunakan prinsip syariah. Pasal 35 (1) Setiap permohonan Lelang Eksekusi objek hak tanggungan sesuai Pasal 6 Unclang-Unclang Hak Tanggungan, Lelang Eksekusi bencla sitaan pengaclilan, clan Lelang Eksekusi harta pailit clikenakan bea permohonan Lelang sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai jenis clan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pacla Kementerian Keuangan. (2) Bea permohonan Lelang sebagaimana climaksucl pacla ayat (1) clibayar oleh Penjual ke kas negara menggunakan kocle billing yang cliperoleh clari Aplikasi Lelang. (3) Bea permohonan Lelang yang telah clibayarkan sebagaimana climaksucl pacla ayat (2) ticlak clapat climinta kembali oleh Penjual clengan alasan apapun. (4) Bukti pembayaran bea permohonan Lelang sebagaimana climaksucl pacla ayat (2) harus clilampirkan clalam clokumen permohonan Lelang. (5) Dalam hal permohonan Lelang untuk Lelang sebagaimana climaksucl pacla ayat (1) cliajukan menggunakan Aplikasi Lelang, bukti pembayaran bea permohonan Lelang harus cliunggah bersamaan clengan clokumen persyaratan Lelang. jdih.kemenkeu.go.id (6) Pembayaran bea permohonan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak sepenuhnya menjamin permohonan Lelang akan mendapatkan penetapan jadwal pelaksanaan Lelang sepanjang tidak memenuhi Legalitas Formal Subjek dan Objek Lelang. (7) Dalam hal kode billing dari Aplikasi Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diperoleh, pembayaran bea permohonan Lelang dilakukan Penjual melalui rekening KPKNL. (8) Bendahara penerimaan KPKNL menyetorkan bea permohonan Lelang yang telah diterima dari Penjual sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ke kas negara paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pembayaran diterima. (9) Pembayaran bea permohonan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (7) ditatausahakan oleh bendahara penerimaan KPKNL. Pasal 36 Setiap permohonan Lelang Wajib berupa Lelang Eksekusi dari kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang terkait dengan putusan pemyataan Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pelaksanaan Lelangnya dilakukan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bagian Ketiga Penetapan Waktu Pelaksanaan Lelang Pasal 37 (1) Waktu pelaksanaan Lelang ditetapkan oleh:
Kepala KPKNL; atau
Pejabat Lelang Kelas II. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), waktu pelaksanaan Lelang untuk Lelang Terjadwal Khusus ditetapkan oleh:
Kepala KPKNL; atau
Pemimpin Balai Lelang. (3) Penetapan waktu pelaksanaan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal hasil penelitian terhadap dokumen persyaratan Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) telah lengkap dan sesuai serta terpenuhi Legalitas Formal Subjek dan Objek Lelang. (4) Penetapan waktu pelaksanaan Lelang untuk Lelang Terjadwal Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan hasil analisis terhadap aspek- aspek yang minimal mengenai:
potensi pasar;
potensi objek; dan
momentum khusus meliputi tanggal khusus dan hari pasaran. (5) Waktu pelaksanaan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan pada hari dan jam kerja KPKNL. jdih.kemenkeu.go.id (6) Dikecualikan dari ketentuan waktu pelaksanaan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) untuk:
Lelang Eksekusi benda sitaan Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Lelang Eksekusi benda sitaan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, dan Lelang Eksekusi benda sitaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai Pasal 47A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, dengan Objek Lelang berupa barang yang mudah rusak/busuk dan/atau ikan hasil tindak pidana perikanan, KPKNL penyelenggara Lelang harus memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah setempat paling lambat 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan Lelang;
Lelang Wajib berupa Lelang Noneksekusi dengan Objek Lelang berupa barang yang mudah busuk, KPKNL penyelenggara Lelang harus memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah setempat paling lambat 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan Lelang;
Lelang Sukarela, Penyelenggara Lelang harus memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah setempat paling lambat 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan Lelang; atau
Lelang Terjadwal Khusus, KPKNL atau Balai Lelang penyelenggara Lelang harus memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah setempat 1 (satu) kali sebelum pelaksanaan Lelang yang pertama. Pasal 38 (1) Terhadap permohonan Lelang yang telah ditetapkan waktu pelaksanaan Lelangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1), Penjual harus menyampaikan fisik surat permohonan berikut dokumen persyaratan lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a dan huruf b angka 1 kepada Penyelenggara Lelang. (2) Penyampaian fisik surat permohonan berikut dokumen persyaratan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
dalam hal permohonan Lelang diajukan melalui Aplikasi Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (5), fisik surat permohonan berikut dokumen persyaratan Lelang diterima oleh Penyelenggara Lelang paling lambat:
5 (lima) hari kerja sebelum pelaksanaan Lelang, untuk Lelang dengan 2 (dua) kali Pengumuman; atau
2 (dua) hari kerja sebelum pelaksanaan Lelang, untuk Lelang dengan 1 (satu) kali Pengumuman;
dalam hal permohonan Lelang diajukan melalui faksimile atau surat elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (7), fisik surat permohonan berikut dokumen persyaratan Lelang jdih.kemenkeu.go.id diterima Pejabat Lelang paling lambat sebelum pelaksanaan Lelang; dan/atau
fisik surat permohonan berikut dokumen persyaratan lelang yang disampaikan harus sesuai dengan dokumen yang disampaikan terlebih dahulu melalui Aplikasi Lelang, atau faksimile / surat elektronik. Bagian Keempat Surat Keterangan Tanah atau Surat Keterangan Pendaftaran Tanah, Surat Keterangan Pendaftaran Satuan Rumah Susun, dan Surat Keterangan Lainnya Pasal 39 (1) Setiap pelaksanaan Lelang atas Objek Lelang berupa bidang tanah, satuan rumah susun, atau barang tidak bergerak selain tanah yang berdasarkan peraturan perundang-undangan wajib didaftarkan, harus dilengkapi dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang. (2) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
surat keterangan tanah atau surat keterangan pendaftaran tanah dari kantor pertanahan setempat, untuk Barang berupa bidang tanah atau satuan rumah susun dengan bukti kepemilikan sertifikat hak milik satuan rumah susun;
surat keterangan pendaftaran rumah susun dari instansi teknis pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan gedung, untuk Barang berupa satuan rumah susun dengan bukti kepemilikan berupa sertifikat kepemilikan bangunan gedung satuan rumah susun; atau
surat keterangan atas objek yang akan dilelang dari instansi yang berwenang, untuk barang tidak bergerak selain tanah yang berdasarkan peraturan perundang-undangan wajib didaftarkan. (3) Permintaan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk keperluan Lelang diajukan oleh Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II. (4) Dalam hal bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a belum terdaftar di kantor pertanahan setempat, Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II mensyaratkan kepada Penjual untuk meminta surat keterangan dari lurah/kepala desa yang menerangkan status kepemilikan tanah, luas, lokasi, dan batas- batasnya. (5) Berdasarkan surat keterangan dari lurah/kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II meminta surat keterangan tanah atau surat keterangan pendaftaran tanah ke kantor pertanahan setempat bahwa tanah belum terdaftar berdasarkan hasil pemeriksaan tanah. jdih.kemenkeu.go.id (6) Dalam hal satuan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a belum terdaftar di kantor pertanahan setempat, Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II:
mengajukan permintaan surat keterangan tanah atau surat keterangan pendaftaran tanah atas tanah induknya ke kantor pertanahan setempat; dan
mensyaratkan kepada Penjual untuk meminta surat keterangan kepada pengelola rumah susun/ perhimpunan pemilik rumah susun yang menerangkan status kepemilikan unit satuan rumah susun. (7) Dalam hal satuan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b belum terdaftar di instansi teknis pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan gedung, Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II mensyaratkan kepada Penjual untuk meminta keterangan atau informasi tertulis terkait kepemilikan dari pengelola satuan rumah susun/perhimpunan pemilik rumah susun. Pasal 40 ( 1} Proses pelaksanaan pengurusan dan biaya surat keterangan tanah atau surat keterangan pendaftaran tanah/ surat keterangan pendaftaran rumah susun/ surat keterangan atas objek yang akan dilelang atau surat keterangan lurah/kepala desa/pengelola rumah susun/ perhimpunan pemilik rumah susun menjadi tanggung jawab Penjual. (2) Dalam melaksanakan pengurusan dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kedudukan Penjual merupakan kuasa atau yang mewakili Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II. Pasal 41 (1) Surat keterangan tanah atau surat keterangan pendaftaran tanah/ surat keterangan pendaftaran satuan rumah susun/surat keterangan atas objek yang akan dilelang dapat digunakan lebih dari 1 (satu} kali sebagai dokumen syarat permohonan Lelang untuk waktu paling lama 6 (enam} bulan sejak diterbitkan, sepanjang:
surat keterangan tanah atau surat keterangan pendaftaran tanah/surat keterangan pendaftaran satuan rumah susun/ surat keterangan yang diterbitkan instansi penerbit tidak menyebutkan masa berlakunya;
tidak ada perubahan data fisik, data yuridis, dan/atau catatan lain dari bidang tanah atau satuan rumah susun atau objek yang akan dilelang; dan
asli dokumen kepemilikannya dikuasai oleh Penjual. (2) Pernyataan kondisi mengenai tidak adanya perubahan data fisik, data yuridis, dan/atau catatan lain dari bidang tanah atau satuan rumah susun atau objek yang akan dilelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dicantumkan oleh Penjual dalam surat permohonan Lelang. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 42 (1) Dalarn hal terdapat perubahan data fisik, data yuridis, dan/atau catatan lain dari bidang tanah atau satuan rumah susun atau objek yang akan dilelang kembali, Penjual harus meminta secara tertulis kepada Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II untuk dibuatkan permintaan surat keterangan tanah atau surat keterangan pendaftaran tanah/surat keterangan pendaftaran satuan rumah susun/surat keterangan atas objek yang akan dilelang kepada kantor pertanahan setempat/instansi yang berwenang. (2) Dalarn hal terdapat perubahan data fisik, data yuridis, dan/ a tau catatan lain dari bidang tanah atau satuan rumah susun atau objek yang akan dilelang kembali narnun Penjual tidak meminta secara tertulis kepada Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II untuk dibuatkan permintaan surat keterangan tanah atau surat keterangan pendaftaran tanah/surat keterangan pendaftaran satuan rumah susun/ surat keterangan atas objek yang akan dilelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penjual bertanggung jawab mutlak atas segala gugatan perdata dan/atau tuntutan pidana serta pelaksanaan putusannya. Pasal 43 Dalarn hal dokumen kepemilikan tidak dikuasai oleh Penjual, setiap akan dilaksanakan Lelang, Penjual harus menggunakan surat keterangan tanah atau surat keterangan pendaftaran tanah/ surat keterangan pendaftaran satuan rumah susun/ surat keterangan baru, berdasarkan permintaan kepada kantor pertanahan setempat/instansi yang berwenang. Bagian Kelima Pembatalan Rencana Pelaksanaan Lelang Pasal 44 Lelang yang akan dilaksanakan hanya dapat dibatalkan oleh Pejabat Lelang berdasarkan:
permintaan Penjual;
penetapan atau putusan pengadilan yang arnarnya memerintahkan penundaan/ pembatalan pelaksanaan Lelang; dan/atau
hal lain yang diatur dalarn Peraturan Menteri ini. Pasal 45 (1) Pembatalan Lelang yang akan dilaksanakan berdasarkan permintaan Penjual sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 44 huruf a dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Penjual. (2) Permintaan pembatalan Lelang yang akan dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disarnpaikan secara tertulis oleh Penjual dengan disertai alasan. jdih.kemenkeu.go.id (3) (4) (5) (6) (1) (2) Dalam hal Lelang melalui Aplikasi Lelang, mengunggah permintaan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada Lelang. Penjual Lelang Aplikasi Permintaan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah diterima oleh Pejabat Lelang paling lambat sebelum Lelang dimulai. Penjual dan/atau Pejabat Lelang harus mengumumkan pembatalan Lelang yang akan dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Peserta Lelang pada saat pelaksanaan Lelang. Termasuk dalam pembatalan Lelang yang akan dilaksanakan atas permintaan Penjual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila:
Penjual tidak memenuhi ketentuan penyampaian fisik surat permohonan berikut dokumen persyaratan lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat 2;
Penjual tidak melakukan Pengumuman Lelang; atau
Penjual tidak hadir dalam pelaksanaan Lelang. Pasal 46 Pembatalan Lelang yang akan dilaksanakan berdasarkan penetapan atau putusan dari pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b disampaikan secara tertulis dan harus telah diterima oleh Pejabat Lelang paling lambat sebelum Lelang dimulai. Penjual dan/atau Pejabat Lelang harus mengumumkan pembatalan Lelang yang akan dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Peserta Lelang pada saat pelaksanaan Lelang. Pasal 47 Hal lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c yang menjadi dasar Pejabat Lelang melakukan pembatalan atas Lelang yang akan dilaksanakan meliputi:
tidak terdapat surat keterangan tanah atau surat keterangan pendaftaran tanah untuk Lelang atas bidang tanah atau satuan rumah susun, surat keterangan pendaftaran rumah susun untuk Lelang atas satuan rumah susun dengan bukti kepemilikan sertifikat kepemilikan bangunan gedung satuan rumah susun, atau surat keterangan untuk Lelang barang tidak bergerak selain tanah yang berdasarkan peraturan perundang-undangan wajib didaftarkan;
pada Lelang Wajib berupa Lelang Eksekusi, barang yang akan dilelang dalam status sita pidana atau blokir pidana dari instansi penyidik atau penuntut umum;
terdapat gugatan atas rencana pelaksanaan Lelang Eksekusi objek hak tanggungan sesuai Pasal 6 Undang- Undang Hak Tanggungan dari pihak lain selain debitor/tereksekusi suami atau istri debitor/tereksekusi yang terkait dengan kepemilikan Objek Lelang; jdih.kemenkeu.go.id d. pada Lelang Wajib berupa Lelang Noneksekusi dan Lelang Sukarela, barang yang akan dilelang dalam status sita jaminan, sita eksekusi, sita pidana, atau blokir pidana;
tidak memenuhi Legalitas Formal Subjek dan Objek Lelang;
Penjual tidak dapat menyerahkan atau memperlihatkan asli dokumen kepemilikan Barang kepada Pejabat Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16;
Pengumuman Lelang yang dilaksanakan Penjual tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
Penjual tidak memenuhi ketentuan penyampaian fisik surat permohonan berikut dokumen persyaratan lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat 2;
Pengiriman dan/atau penerimaan surat pemberitahuan rencana pelaksanaan Lelang kepada termohon eksekusi dan pemilik agunan dilakukan kurang dari 5 (lima) hari sebelum tanggal pelaksanaan lelang pada:
Lelang Eksekusi benda sitaan Panitia Urusan Piutang Negara;
Lelang Eksekusi benda sitaan pajak;
Lelang Eksekusi benda sitaan pengadilan;
Lelang Eksekusi objek hak tanggungan sesuai Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan;
Lelang Eksekusi objek fidusia sesuai Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia; dan
Lelang Eksekusi barang gadai;
Nilai Limit yang dicantumkan dalam Pengumuman Lelang tidak sesuai dengan surat penetapan Nilai Limit yang dibuat oleh Penjual;
besaran Uang Jaminan Penawaran Lelang dalam Pengumuman Lelang tidak sesuai ketentuan atau dokumen permohonan Lelang;
Penjual tidak menguasai secara fisik Objek Lelang berupa barang bergerak yang berwujud;
terjadi Gangguan Teknis yang tidak bisa ditanggulangi pada pelaksanaan Lelang Tanpa Kehadiran Peserta; dan/atau
keadaan memaksa (force majeure) atau kahar. Bagian Keenam Pembatalan Pelaksanaan Lelang yang Telah Dimulai Pasal 48 Pelaksanaan Lelang yang telah dimulai hanya dapat dibatalkan oleh Pejabat Lelang dalam hal:
terjadi Gangguan Teknis yang tidak dapat ditanggulangi hingga berakhirnya jam kerj a pada pelaksanaan Lelang Tanpa Kehadiran Peserta;
keadaan memaksa (force majeure) atau kahar; dan/atau
Uang Jaminan Penawaran Lelang milik Pemenang Lelang dikarenakan sebab tertentu terkait sistem perbankan terdebet kembali dari rekening Penyelenggara Lelang dan tidak dilakukan pemindahbukuan kembali ke rekening Penyelenggara Lelang pada hari Lelang oleh Pemenang jdih.kemenkeu.go.id Lelang meskipun telah diberitahukan oleh Penyelenggara Lelang. Pasal 49 Dalam hal terjadi pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 sampai dengan Pasal 48 pada Lelang Tanpa Kehadiran Peserta dengan penawaran melalui surat elektronik, tromol pos, Aplikasi Lelang, atau e-Marketplace Auction, Penyelenggara Lelang atau Pejabat Lelang harus mengumumkan pembatalan Lelang tersebut kepada Peserta Lelang melalui Aplikasi Lelang, surat elektronik, telepon, situs web, layanan/aplikasi perpesanan, dan/atau papan pengumuman Penyelenggara Lelang. Pasal 50 Peserta Lelang tidak dapat menuntut ganti rugi akibat terjadinya pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 sampai dengan Pasal 48. Bagian Ketujuh Jaminan Penawaran Lelang Pasal 51 (1) Dalam setiap pelaksanaan Lelang, Peserta Lelang harus menyetorkan atau menyerahkan jaminan penawaran Lelang. (2) Bentuk jaminan penawaran Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh Penjual yang dapat berupa:
Uang Jaminan Penawaran Lelang; atau
Garansi Bank Jaminan Penawaran Lelang yang diterbitkan oleh bank berupa:
bank garansi;
standby letter of _credit; _ atau 3. surat kredit berdokumen dalam negeri. (3) Uang Jaminan Penawaran Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disetorkan kepada Penyelenggara Lelang. (4) Garansi Bank Jaminan Penawaran Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat digunakan untuk Lelang dengan nilai jaminan penawaran Lelang paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). (5) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Lelang Sukarela atas barang bergerak sepanjang ditentukan oleh Penjual . Pasal 52 Besaran jaminan penawaran Lelang ditentukan oleh Penjual dengan rentang:
paling rendah 10% (sepuluh persen) dari Nilai Limit sampai dengan paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari Nilai Limit, untuk Lelang Wajib berupa Lelang Eksekusi;
paling rendah 10% (sepuluh persen) dari Nilai Limit sampai dengan paling tinggi 100% (seratus persen) dari Nilai Limit, untuk Lelang Wajib berupa Lelang Noneksekusi; dan jdih.kemenkeu.go.id c. paling rendah 0% (nol persen) dari Nilai Limit sampai dengan paling tinggi 100% (seratus persen) dari Nilai Limit, untuk Lelang Sukarela dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (5). Pasal 53 (1) Dalam hal penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) dilakukan melalui rekening milik Penyelenggara Lelang, Uang Jaminan Penawaran Lelang harus sudah efektif diterima di rekening milik Penyelenggara Lelang paling lambat 1 (satu) hari kalender sebelum pelaksanaan Lelang. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk pelaksanaan:
Lelang Eksekusi benda sitaan Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Lelang Eksekusi benda sitaan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, Lelang Eksekusi benda sitaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai Pasal 47A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 dengan Objek Lelang berupa barang yang mudah rusak/busuk dan/atau ikan hasil tindak pidana perikanan; dan
Lelang Wajib berupa Lelang Noneksekusi dengan Objek Lelang berupa barang yang mudah busuk/ kedaluwarsa, Uang Jaminan Penawaran Lelang harus sudah efektif diterima di rekening KPKNL paling lambat 1 (satu) jam sebelum pelaksanaan Lelang. (3) Uang Jaminan Penawaran Lelang yang telah disetorkan:
dinyatakan tidak sah dalam hal:
jumlah yang disetorkan tidak sesuai dengan besaran yang tertuang dalam Pengumuman Lelang; dan/atau
karena sebab-sebab tertentu terkait sistem perbankan mengakibatkan setoran Uang Jaminan Penawaran Lelang efektif diterima di rekening KPKNL/Balai Lelang/ atas nama jabatan Pejabat Lelang Kelas II melewati ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). b. akan diperhitungkan dengan Kewajiban Pembayaran Lelang apabila Peserta Lelang disahkan sebagai Pembeli; atau
dikembalikan seluruhnya kepada Peserta Lelang yang tidak disahkan sebagai Pembeli paling lambat 3 (tiga) hari kerja:
sejak permintaan pengembalian dari Peserta Lelang diterima; atau
setelah pelaksanaan Lelang, untuk Lelang melalui Aplikasi Lelang yang dilaksanakan oleh KPKNL. jdih.kemenkeu.go.id (4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, dalam Lelang yang menggunakan sistem penetapan Pembeli secara bergulir, Pengembalian Uang Jaminan Penawaran Lelang kepada Peserta Lelang yang mengajukan penawaran peringkat kedua dan/atau Peserta Lelang yang mengajukan penawaran peringkat ketiga dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
dikembalikan seluruhnya setelah Pembeli melunasi Kewajiban Pembayaran Lelang sesuai ketentuan;
dikembalikan seluruhnya setelah Pembeli dinyatakan Wanprestasi, dalam hal tidak terdapat pengesahan Pembeli yang baru, sesuai ketentuan;
dikembalikan seluruhnya kepada Peserta Lelang yang mengajukan penawaran peringkat ketiga setelah Peserta Lelang yang mengajukan penawaran peringkat kedua disahkan sebagai Pembeli yang baru; atau
dikembalikan seluruhnya kepada Peserta Lelang yang mengajukan penawaran peringkat kedua setelah Peserta Lelang yang mengajukan penawaran peringkat ketiga disahkan sebagai Pembeli yang baru. (5) Dalam hal Pembeli Wanprestasi, Uang Jaminan Penawaran Lelang:
disetorkan seluruhnya ke kas negara paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pembatalan penunjukan Pembeli oleh Pejabat Lelang, pada jenis-jenis Lelang dalam kategori Lelang Wajib;
disetorkan ke kas negara sebesar 50% (lima puluh persen) paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pembatalan penunjukan Pembeli oleh Pejabat Lelang, dan menjadi milik Pemilik Barang sebesar 50% (lima puluh persen), pada jenis-jenis Lelang dalam kategori Lelang Sukarela yang diselenggarakan oleh KPKNL;
disetorkan ke kas negara sebesar 50% (lima puluh persen) paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pembatalan penunjukan Pembeli oleh Pejabat Lelang, dan menjadi milik Pemilik Barang dan/ a tau Balai Lelang sesuai kesepakatan antara Pemilik Barang dan Balai Lelang sebesar 50% (lima puluh persen), pada jenis-jenis Lelang dalam kategori Lelang Sukarela yang diselenggarakan oleh Balai Lelang dan dilakukan oleh dan/atau di hadapan Pejabat Lelang Kelas I;
menjadi milik Pemilik Barang dan/atau Balai Lelang sesuai kesepakatan antara Pemilik Barang dan Balai Lelang, pada jenis-jenis Lelang dalam kategori Lelang Sukarela yang diselenggarakan oleh Balai Lelang dan dilakukan oleh dan/atau di hadapan Pejabat Lelang Kelas II; atau
menjadi milik Pemilik Barang dan/atau Kantor Pejabat Lelang Kelas II sesuai kesepakatan antara Pernilik Barang dan Kantor Pejabat Lelang Kelas II, pada jenis-jenis Lelang dalam kategori Lelang jdih.kemenkeu.go.id Sukarela yang diselenggarakan oleh Kantor Pejabat Lelang Kelas II. (6) Dalam hal terdapat biaya transaksi atas pengembalian Uang Jaminan Penawaran lelang kepada Peserta Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan ayat (4), biaya transaksi menjadi tanggungan Peserta Lelang dan dipotong langsung dari pengembalian Uang Jaminan Penawaran Lelang. Pasal 54 Tata cara penyetoran dan pengembalian jaminan penawaran Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 53 tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Bagian Kedelapan Nilai Limit Pasal 55 (1) Setiap pelaksanaan Lelang disyaratkan harus terdapat Nilai Limit. (2) Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penetapannya menjadi kewenangan dan tanggung jawab Penjual. (3) Ketentuan keharusan terdapat Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan pada Lelang Sukarela sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e atas barang bergerak. (4) Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam Pengumuman Lelang. (5) Ketentuan pencantuman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikecualikan pada Lelang Sukarela atas barang bergerak. (6) Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan disampaikan oleh Penjual kepada:
Penyelenggara Lelang sebagai dokumen persyaratan Lelang; atau
Pejabat Lelang sebelum Lelang dimulai, dalam hal Nilai Limit tidak dicantumkan dalam Pengumuman Lelang. (7) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), mekanisme penyampaian Nilai Limit pada Lelang Terjadwal Khusus ditentukan tersendiri oleh Penyelenggara Lelang. (8) Dalam pelaksanaan Lelang atas Objek Lelang yang:
terdiri atas beberapa bidang tanah atau tanah dan bangunan atau unit rumah susun yang ditawarkan dalam 1 ( satu) paket; dan
berlokasi tidak satu hamparan, Nilai Limit keseluruhan Objek Lelang harus disertai Nilai Limit masing-masing Objek Lelang. (9) Dalam pelaksanaan Lelang dengan kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4) sampai dengan ayat (6) dan Objek Lelang ditawarkan dalam 1 (satu) paket, Nilai Limit keseluruhan Objek Lelang harus disertai Nilai Limit masing-masing Objek Lelang. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 56 (1) Nilai limit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) ditetapkan oleh Penjual berdasarkan:
laporan hasil penilaian oleh penilai;
laporan hasil penaksiran oleh penaksir; atau
harga perkiraan sendiri. (2) Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan penilai pemerintah pada DJKN atau penilai publik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Penaksir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pihak internal Penjual atau pihak yang ditunjuk Penjual untuk melakukan penaksiran berdasarkan metode yang dapat dipertanggungjawabkan. (4) Harga perkiraan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berlaku untuk (1) satu kali pelaksanaan Lelang Sukarela. Pasal 57 Nilai Limit ditetapkan oleh Penjual harus berdasarkan laporan hasil penilaian oleh penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf a, untuk:
Lelang Eksekusi objek hak tanggungan sesuai Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan, Lelang Eksekusi objek fidusia sesuai Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia, Lelang Eksekusi barang gadai, dan Lelang Eksekusi harta pailit, dengan Nilai Limit paling sedikit Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
Lelang Eksekusi objek hak tanggungan sesuai Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan untuk pemegang hak tanggungan perorangan;
Lelang Eksekusi objek hak tanggungan sesuai Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan, Lelang Eksekusi objek fidusia sesuai Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia, atau Lelang Eksekusi barang gadai yang Lembaga jasa keuangan selaku kreditor akan ikut menjadi Peserta Lelang; atau
Lelang Wajib dengan Objek Lelang berupa saham. Pasal 58 Dalam pelaksanaan Lelang Ulang, Nilai Limit dapat diubah oleh Penjual sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
menunjukkan laporan hasil penilaian yang masih berlaku, dalam hal Nilai Limit pada Lelang sebelumnya didasarkan pada penilaian oleh penilai;
menunjukkan laporan hasil penaksiran yang masih berlaku, dalam hal Nilai Limit pada Lelang sebelumnya didasarkan pada penaksiran oleh penaksir;
menunjukkan laporan hasil penilaian atau penaksiran terbaru, dalam hal laporan hasil penilaian atau penaksiran yang menjadi dasar penentuan Nilai Limit pada pelaksanaan Lelang sebelumnya tidak berlaku lagi atau terdapat perubahan kondisi yang signifikan menurut Penjual; atau
menunjukkan harga perkiraan sendiri terbaru, dalam hal Nilai Limit pada Lelang sebelumnya didasarkan pada harga perkiraan sendiri oleh Penjual. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 59 Dalam pelaksanaan Lelang Eksekusi objek hak tanggungan sesuai Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan, Lelang Eksekusi objek fidusia sesuai Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia, Lelang Eksekusi barang gadai, dan Lelang Eksekusi harta pailit, Nilai Limit ditetapkan dengan rentang paling tinggi sama dengan nilai pasar dan paling rendah sama dengan nilai likuidasi. Pasal 60 (1) Masa berlaku laporan hasil penilaian atau laporan hasil penaksiran yang digunakan sebagai dasar penetapan Nilai Limit paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal penilaian atau penaksiran sampai dengan tanggal pelaksanaan Lelang. (2) Dikecualikan dari ketentuan masa berlaku laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
dalam hal terdapat perubahan kondisi yang signifikan menurut Penjual, masa berlaku laporan hasil penilaian atau penaksiran dapat kurang dari 12 (dua belas) bulan; atau
masa berlaku laporan hasil penilaian untuk Lelang Wajib yang Nilai Limitnya didasarkan pada hasil penilaian penilai pemerintah mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penilaian. (3) Laporan hasil penilaian atau penaksiran atau dokumen ringkasan hasil penilaian atau penaksiran harus dilampirkan oleh Penjual dalam pengajuan permohonan Lelang Wajib berupa Lelang Eksekusi. (4) Laporan hasil penilaian atau penaksiran atau dokumen ringkasan hasil penilaian atau penaksiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) minimal memuat:
nomor laporan hasil penilaian atau penaksiran;
objek penilaian atau penaksiran;
besaran nilai atau taksiran; dan
tanggal penilaian atau penaksiran. (5) Dalam hal permohonan Lelang Wajib berupa Lelang Eksekusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pejabat Lelang Kelas I melakukan pemeriksaan terhadap masa berlaku laporan hasil penilaian atau penaksiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (6) Pejabat Lelang Kelas I tidak berwenang melakukan tinjauan terhadap besaran nilai yang tercantum dalam laporan hasil penilaian atau penaksiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Bagian Kesembilan Pengumuman Lelang Pasal 61 (1) Setiap Lelang yang akan dilaksanakan, wajib didahului dengan Pengumuman Lelang. (2) Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penjual, kecuali untuk Lelang Terjadwal Khusus pengumuman dilakukan oleh Penyelenggara Lelang. jdih.kemenkeu.go.id (3) Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan pada hari kerja KPKNL. (4) Ketentuan penerbitan Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan untuk:
Lelang Wajib berupa Lelang Eksekusi atas benda sitaan berupa Barang yang mudah busuk/rusak dan/atau ikan hasil tindak pidana perikanan;
Lelang Wajib berupa Lelang Noneksekusi atas Barang yang mudah busuk/kedaluwarsa; dan
Lelang Sukarela. (5) Dalam rangka penyebarluasan publikasi pelaksanaan Lelang, Penyelenggara Lelang dapat memberikan fasilitas pada Aplikasi Lelang/portal/situs web yang dikelolanya untuk menayangkan Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (6) Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat ditambahkan informasi lebih lengkap mengenai Objek Lelang, syarat dan ketentuan, serta informasi lainnya. Pasal 62 (1) Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) minimal memuat informasi:
identitas Penjual;
hari, tanggal, waktu dan tempat Lelang dilaksanakan;
jenis dan jumlah Objek Lelang;
lokasi, luas tanah, jenis hak atas tanah, dan ada atau tidak adanya bangunan, khusus untuk barang tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan;
spesifikasi Objek Lelang, khusus untuk barang bergerak;
waktu dan tempat Penjelasan Lelang, dalam hal Penjual melakukan Penjelasan Lelang;
jaminan penawaran Lelang yang meliputi besaran, jangka waktu, cara dan tempat penyetoran;
Nilai Limit, kecuali Lelang Sukarela untuk barang bergerak;
cara penawaran Lelang;
cara penetapan Pembeli secara bergulir, dalam pelaksanaan Lelang yang menggunakan sistem penetapan Pembeli secara bergulir;
jangka waktu Kewajiban Pembayaran Lelang oleh Pembeli;
alamat domain KPKNL atau Balai Lelang yang melaksanakan Lelang Melalui Aplikasi Lelang, atau alamat surat elektronik KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II atau Balai Lelang yang melaksanakan Lelang dengan penawaran Lelang melalui surat elektronik; dan
syarat Lelang yang diajukan oleh Penjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1). (2) Dalam hal Pengumuman Lelang dilakukan melalui surat kabar harian, Pengumuman Lelang minimal memuat informasi:
identitas Penjual; jdih.kemenkeu.go.id b. barang yang akan dilelang;
tempat dan waktu pelaksanaan Lelang;
besaran jaminan penawaran Lelang dan Nilai Limit, untuk Lelang yang mensyaratkan jaminan penawaran Lelang dan menggunakan Nilai Limit; dan
informasi mengenai adanya pengumuman yang lebih rinci yang dapat ditayangkan melalui situs web Penyelenggara Lelang. (3) Pengumuman lebih rinci yang ditayangkan pada situs web sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e minimal memuat informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 63 (1) Pengumuman Lelang atas Lelang Wajib berupa Lelang Eksekusi terhadap barang tidak bergerak atau barang tidak bergerak yang dijual bersamaan dengan barang bergerak, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
pengumuman dilakukan 2 (dua) kali;
jangka waktu pengumuman pertama ke pengumuman kedua berselang 15 (lima belas) hari kalender;
pengumuman pertama dapat dilakukan melalui:
selebaran;
penayangan data terkait Lelang pada situs web Penyelenggara Lelang secara berturut-turut sampai dengan hari pelaksanaan Lelang; atau
surat kabar harian;
pengumuman kedua harus dilakukan melalui surat kabar harian paling singkat 14 (empat belas) hari kalender sebelum hari pelaksanaan Lelang; dan
pengumuman kedua diatur sedemikian rupa sehingga tidakjatuh pada hari libur atau hari besar. (2) Pengumuman Lelang atas Lelang Wajib berupa Lelang Eksekusi terhadap barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali paling singkat 6 (enam) hari kalender sebelum hari pelaksanaan Lelang. (3) Pelaksanaan Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui:
selebaran, penayangan data terkait Lelang pada situs web penyelenggara Lelang secara berturut- turut sampai dengan hari pelaksanaan Lelang, atau surat kabar harian, untuk Nilai Limit keseluruhan paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) permohonan Lelang; atau
surat kabar harian, untuk Nilai Limit keseluruhan lebih dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) permohonan Lelang. (4) Dikecualikan dari ketentuan jangka waktu Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk Lelang Eksekusi benda sitaan Pasal 45 Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana, Lelang Eksekusi benda sitaan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, Lelang Eksekusi benda sitaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai Pasal 47A Undang- jdih.kemenkeu.go.id Undang Nomor 19 Tahun 2019 dengan Objek Lelang berupa:
barang yang mudah rusak/busuk, dapat dilakukan kurang dari 6 (enam) hari kalender dan paling singkat 2 (dua) hari kerja; dan
ikan dan sejenisnya hasil tindak pidana perikanan, dapat dilakukan kurang dari 6 (enam) hari kalender dan paling singkat 2 (dua) hari kalender. (5) Pengumuman Lelang untuk 2 (dua) atau lebih Lelang Eksekusi dengan Objek Lelang berupa barang tidak bergerak atau barang tidak bergerak yang dijual bersamaan dengan barang bergerak, dilakukan dalam 1 (satu) Pengumuman Lelang mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 64 (1) Pengumuman Lelang untuk Lelang Eksekusi benda sitaan pajak berupa barang bergerak dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari kalender sebelum hari pelaksanaan Lelang. (2) Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
selebaran, penayangan data terkait Lelang pada situs web penyelenggara Lelang secara berturut- turut sampai dengan hari pelaksanaan Lelang, atau surat kabar harian, untuk Lelang dengan Nilai Limit keseluruhan paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dalam 1 (satu) permohonan Lelang; atau
surat kabar harian, untuk Lelang dengan Nilai Limit keseluruhan lebih dari Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dalam 1 (satu) permohonan Lelang. Pasal 65 (1) Pengumuman Lelang untuk Lelang Wajib berupa Lelang Noneksekusi atas barang tidak bergerak atau barang tidak bergerak yang dijual bersamaan dengan barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian paling singkat 7 (tujuh) hari kalender sebelum hari pelaksanaan Lelang. (2) Pengumuman Lelang untuk Lelang Wajib berupa Lelang Noneksekusi atas barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali paling singkat 5 (lima) hari kalender sebelum hari pelaksanaan Lelang. (3) Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui:
selebaran, penayangan data terkait Lelang pada situs web penyelenggara Lelang secara berturut- turut sampai dengan hari pelaksanaan Lelang, atau surat kabar harian, untuk Lelang dengan Nilai Limit keseluruhan paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) permohonan Lelang; atau
surat kabar harian, untuk Lelang dengan Nilai Limit keseluruhan lebih dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) permohonan Lelang. jdih.kemenkeu.go.id (4) Dikecualikan dari ketentuan jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengumuman untuk Lelang Wajib berupa Lelang Noneksekusi atas barang bergerak yang mudah busuk/kedaluwarsa dapat dilakukan dengan jangka waktu kurang dari 5 (lima) hari kalender dan paling singkat 2 (dua) hari kalender sebelum hari pelaksanaan Lelang. (5) Pengumuman Lelang untuk Lelang Sukarela atas barang tidak bergerak atau barang tidak bergerak yang dijual bersama-sama dengan barang bergerak dilakukan melalui:
selebaran atau surat kabar harian paling singkat 7 (tujuh) hari kalender sebelum hari pelaksanaan Lelang; atau
penayangan data terkait Lelang pada situs web Penyelenggara Lelang paling singkat 7 (tujuh) hari kalender sebelum hari pelaksanaan Lelang secara terus menerus sampai dengan hari pelaksanaan Lelang. (6) Pengumuman Lelang untuk Lelang Sukarela atas barang bergerak dilakukan melalui:
selebaran atau surat kabar harian paling singkat 5 (lima) hari kalender sebelum hari pelaksanaan Lelang; atau
penayangan data terkait Lelang pada situs web Penyelenggara Lelang paling singkat 5 (lima) hari kalender sebelum hari pelaksanaan Lelang secara terus menerus sampai dengan hari pelaksanaan Lelang. (7) Pengumuman Lelang untuk Lelang Sukarela barang bergerak yang telah terjadwal setiap bulan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan, dilakukan melalui:
selebaran atau surat kabar harian paling singkat 5 (lima) hari kalender sebelum hari pelaksanaan Lelang yang pertama; atau
penayangan data terkait Lelang pada situs web Penyelenggara Lelang paling singkat 5 (lima) hari sebelum hari pelaksanaan Lelang yang pertama secara terus menerus sampai dengan hari pelaksanaan Lelang yang terakhir. (8) Pada Lelang Terjadwal Khusus, penentuan jadwal penyelenggaraan Lelang yang telah diumumkan melalui selebaran, surat kabar harian, atau situs web Penyelenggara Lelang berlaku sebagai Pengumuman Lelang. Pasal 66 Pengumuman Lelang untuk Objek Lelang berupa barang tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), dilakukan mengikuti ketentuan Pengumuman Lelang untuk barang bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 sampai dengan Pasal 65. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 67 (1) Pengumuman Lelang Ulang untuk Lelang Wajib berupa Lelang Eksekusi atas barang tidak bergerak atau barang tidak bergerak yang dijual bersamaan dengan barang bergerak dilakukan:
1 (satu) kali melalui surat kabar harian paling singkat 7 (tujuh) hari kalender sebelum pelaksanaan Lelang, dalam hal jangka waktu pelaksanaan Lelang ulang tidak melebihi 60 (enam puluh) hari kalender sejak pelaksanaan Lelang terakhir; atau
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1), dalam hal jangka waktu pelaksanaan Lelang ulang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari kalender sejak pelaksanaan Lelang terakhir. (2) Pengumuman Lelang Ulang untuk Lelang Wajib berupa Lelang Eksekusi atas barang bergerak, Lelang Wajib berupa Lelang Noneksekusi, dan Lelang Sukarela dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) sampai dengan ayat (4) dan Pasal 64 sampai dengan Pasal 66. (3) Pengumuman Lelang Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menunjuk Pengumuman Lelang terakhir. Pasal 68 (1) Surat kabar harian yang digunakan sebagai media Pengumuman Lelang dapat berupa:
surat kabar harian cetak; atau
surat kabar harian elektronik. (2) Surat kabar harian cetak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus:
terbit dan/ a tau beredar di kota atau kabupaten tempat Barang berada; dan
mempunyai tiras/oplah paling rendah 2.000 (dua ribu) eksemplar. (3) Dalam hal tidak terdapat ·surat kabar harian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengumuman Lelang diumumkan dalam surat kabar harian yang terbit:
di kota/kabupaten terdekat, dengan tiras/oplah paling rendah 2.000 (dua ribu) eksemplar;
di ibu kota provinsi, dengan tiras/ oplah paling rendah 5.000 (lima ribu) eksemplar; atau
di ibu kota negara, dengan tiras/oplah paling rendah 10.000 (sepuluh ribu) eksemplar, dan beredar di wilayah jabatan Pejabat Lelang tempat Barang akan dilelang. (4) Dalam hal di suatu daerah tidak terdapat surat kabar harian yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengurnuman Lelang dilakukan pada surat kabar harian yang mempunyai tiras/oplah paling tinggi. (5) Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) harus dimuat pada halaman utama atau reguler dengan huruf yang jelas dan mudah terbaca. jdih.kemenkeu.go.id (6) Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilarang dimuat pada halaman suplemen/ tambahan/khusus. (7) Surat kabar harian elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan surat kabar harian yang dibuat dalam format elektronik (e-newspaper) yang terdaftar dan terverifikasi oleh lembaga yang membidangi jurnalistik. (8) Dalam hal diperlukan guna meningkatkan jumlah peminat Lelang, Penjual dapat menambah Pengumuman Lelang pada media lainnya dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing sesuai kebutuhan. (9) Dalam hal terdapat perbedaan informasi antara Pengumuman Lelang yang telah dilakukan sesuai ketentuan Pasal 61 sampai dengan Pasal 66 dengan tambahan Pengumuman Lelang pada media lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (8), informasi yang digunakan adalah informasi yang terdapat pada Pengumuman Lelang yang telah dilakukan sesuai ketentuan Pasal 61 sampai dengan Pasal 66. Pasal 69 (1) Dalam hal diketahui terdapat kekeliruan pada Pengumuman Lelang yang telah diterbitkan, Penjual harus segera membuat ralat melalui surat kabar harian atau media lainnya. (2) Ralat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang dilakukan terhadap hal sebagai berikut:
mengubah besarnya jaminan penawaran Lelang;
memajukan batas waktu penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang atau penyerahan Garansi Bank Jaminan Penawaran Lelang;
mengubah besarnya Nilai Limit;
memajukan jam dan tanggal pelaksanaan Lelang; dan/atau
memindahkan lokasi dari tempat pelaksanaan Lelang semula. (3) Ralat Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan:
melalui media yang sama dengan pengumuman sebelumnya, dengan menyebutkan Pengumuman Lelang yang diralat; dan
paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan Lelang. (4) Dikecualikan dari ketentuan ralat Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), untuk Pengumuman Lelang pada:
Lelang Eksekusi benda sitaan Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Lelang Eksekusi benda sitaan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, dan Lelang Eksekusi benda sitaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai Pasal 47A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, dengan Objek Lelang berupa barang yang mudah rusak/busuk dan/atau ikan hasil tindak pidana perikanan; dan jdih.kemenkeu.go.id b. Lelang Wajib berupa Lelang Noneksekusi atas barang bergerak yang mudah busuk/ kedaluwarsa, ralat Pengumuman Lelang dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kalender sebelum hari pelaksanaan Lelang. (5) Dalam hal Lelang dengan 2 (dua) kali pengumuman pada pengumuman pertama terdapat kekeliruan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengumuman kedua sekaligus berfungsi sebagai ralat. Pasal 70 (1) Penjual menyampaikan:
bukti Pengumuman Lelang; dan
bukti ralat Pengumuman Lelang, dalam hal terhadap Pengumuman Lelang dilakukan ralat, kepada Penyelenggara Lelang. (2) Dalam hal Pengumuman Lelang dan ralat Pengumuman Lelang dilakukan melalui surat kabar harian elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (7), bukti Pengumuman Lelang dan bukti ralat Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk file digital e-newspaper utuh yang diperoleh dari pihak surat kabar dan bukan merupakan hasil tangkapan layar. (3) Penyampaian bukti Pengumuman Lelang dan bukti ralat Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan Lelang. (4) Dikecualikan dari ketentuan penyampaian bukti Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), untuk Lelang Wajib berupa:
Lelang Eksekusi benda sitaan Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Lelang Eksekusi benda sitaan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, dan Lelang Eksekusi benda sitaan penyidik KPK sesuai Pasal 4 7 A Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2019, dengan Objek Lelang berupa barang yang mudah rusak/busuk dan/atau ikan hasil tindak pidana perikanan; dan
Lelang Wajib berupa Lelang Noneksekusi atas barang bergerak yang mudah busuk/ kedaluwarsa, disampaikan kepada Penyelenggara Lelang paling lambat sebelum pelaksanaan Lelang. (5) Dalam hal Lelang melalui Aplikasi Lelang, selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), Penjual harus mengunggah bukti Pengumuman Lelang dan bukti ralat pengumuman paling lambat 2 (dua) hari kalender setelah tanggal Pengumuman Lelang atau ralat Pengumuman Lelang terbit. Pasal 71 (1) Pejabat Lelang Kelas I atau Pejabat Lelang Kelas II melakukan reviu terhadap bukti Pengumuman Lelang dan bukti ralat pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) sampai dengan ayat (3) paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan Lelang. jdih.kemenkeu.go.id (2) Dalam hal Lelang yang diumumkan merupakan Lelang Wajib dengan Objek Lelang berupa barang yang mudah rusak, busuk, kedaluwarsa, dan/atau ikan hasil tindak pidana perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (4), reviu dilakukan paling lambat sebelum pelaksanaan Lelang. Bagian Kesepuluh Penawaran Lelang Pasal 72 (1) Penawaran Lelang dilakukan dengan cara:
lisan, semakin meningkat atau semakin menurun;
tertulis; atau
tertulis dilanjutkan dengan lisan, dalam hal penawaran tertinggi belum mencapai Nilai Limit. (2) Penawaran Lelang secara lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan untuk Lelang Dengan Kehadiran Peserta. (3) Penawaran Lelang secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufb dilakukan untuk:
Lelang Dengan Kehadiran Peserta secara fisik di tempat pelaksanaan Lelang; atau
Lelang Tan pa Kehadiran Peserta. (4) Penawaran Lelang secara tertulis dalam Lelang Tanpa Kehadiran Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan melalui:
surat tromol pos;
surat elektronik;
Aplikasi Lelang dengan penawaran terbuka (open bidding) atau penawaran tertutup _(closed bidding); _ atau d. e-Marketplace Auction. (5) Setiap Lelang Wajib yang dilaksanakan melalui Aplikasi Lelang harus menggunakan cara penawaran terbuka (open bidding) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hurufc. (6) Penawaran Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara bersamaan dalam 1 (satu) pelaksanaan Lelang. (7) Dalam hal penawaran Lelang secara lisan dilakukan bersamaan dengan penawaran Lelang secara tertulis tanpa kehadiran Peserta Lelang melalui Aplikasi Lelang dengan penawaran terbuka (open bidding), penawaran Lelang berlangsung secara bersamaan sampai tercapai harga tertinggi. (8) Dalam penawaran Lelang yang dilakukan secara bersamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), nilai penawaran tertinggi yang terkini harus diinformasikan kepada Peserta Lelang yang hadir maupun yang tidak hadir. (9) Penawaran Lelang secara tertulis sebagaimana diatur pada ayat (3) huruf a dan huruf b dapat dilaksanakan secara bersamaan dalam 1 (satu) pelaksanaan Lelang. jdih.kemenkeu.go.id (10) Pelaksanaan penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan dengan memulai terlebih dahulu penawaran Lelang secara tertulis dengan kehadiran peserta Lelang kemudian memulai penawaran Lelang secara tertulis tanpa kehadiran peserta Lelang. (11) Penawaran Lelang yang dilakukan secara bersamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) hanya dapat dilakukan sepanjang Aplikasi Lelang telah memadai. Pasal 73 (1) Penawaran Lelang secara tertulis tanpa kehadiran peserta melalui surat tromol pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (4) huruf a dapat diajukan lebih dari 1 (satu) kali untuk setiap Barang, dengan nilai penawaran yang tertinggi diterima dianggap sah dan mengikat. (2) Penawaran Lelang secara tertulis tanpa kehadiran peserta melalui surat elektronik, Aplikasi Lelang, atau e-Marketplace Auction sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (4) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat diajukan lebih dari 1 (satu) kali untuk setiap Barang, dengan nilai penawaran yang terakhir diterima dianggap sah dan mengikat. (3) Dalam pelaksanaan penawaran Lelang secara tertulis tanpa kehadiran peserta melalui Aplikasi Lelang atau e-Marketplace Auction, KPKNL dan Balai Lelang harus menyediakan fitur yang memungkinkan dilakukannya konfirmasi ulang atas kebenaran harga penawaran yang diajukan oleh Peserta Lelang. (4) Penawaran Lelang melalui surat tromol pos, surat elektronik, atau Aplikasi Lelang dengan penawaran tertutup (closed bidding), dibuka pada saat pelaksanaan Lelang oleh Pejabat Lelang bersama dengan Penjual dan 2 (dua) orang saksi dari Penyelenggara Lelang dan/atau dari Penjual. Pasal 74 (1) Untuk Lelang Terjadwal Khusus, penawaran Lelang dilakukan dengan cara:
penawaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1), untuk Lelang Dengan Kehadiran Peserta dalam bentuk bazar; atau
tertulis melalui e-Markerplace Auction sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (4) huruf d, untuk Lelang Tanpa Kehadiran Peserta. (2) Cara penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan secara bersamaan dengan Lelang Tanpa Kehadiran Peserta. Pasal 75 (1) Dalam hal pada Lelang Terjadwal Khusus yang dilaksanakan dengan cara penawaran melalui e- Marketplace Auction penawaran tertinggi tidak mencapai Nilai Limit atau tidak disetujui Penjual dalam hal tidak menggunakan Nilai Limit, Penjual dapat mengubah jdih.kemenkeu.go.id besaran Nilai Limit dan meminta perubahan penawaran Lelang. (2) Permintaan perubahan penawaran Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
penawaran beli sekarang _(get it now); _ atau b. memperpanjang jangka waktu penawaran (extended auction). (3) Dalam hal penawaran Lelang diubah dengan penawaran beli sekarang (get it now) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Barang langsung ditawarkan dalam e- Marketplace Auction sampai dengan selesainya pelaksanaan Lelang. (4) Dalam hal penawaran Lelang diubah dengan memperpanjang jangka waktu penawaran (extended auction) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Barang tetap ditayangkan dalam e-Marketplace Auction dan ditawarkan pada pelaksanaan Lelang Terjadwal Khusus berikutnya. (5) Perpanjangan jangka waktu penawaran (extended auction) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilaksanakan paling banyak 3 (tiga) kali. (6) Dalam hal Barang tidak terjual pada perpanjangan jangka waktu penawaran (extended auction) yang telah dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali, Penjual dapat mengajukan kembali permohonan Lelang pada pelaksanaan Lelang Terjadwal Khusus berikutnya. (7) KPKNL atau Balai Lelang yang menyelenggarakan Lelang Terjadwal Khusus harus menyediakan fasilitas pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam e-Marketplace Auction. Pasal 76 (1) Penawaran Lelang dilakukan dengan harga:
inklusif; atau
eksklusif. (2) Lelang dengan harga inklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan harga penawaran telah termasuk Bea Lelang Pembeli. (3) Lelang dengan harga eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan harga penawaran belum termasuk Bea Lelang Pembeli. Pasal 77 (1) Penawaran dalam pelaksanaan Lelang yang Nilai Limitnya diumumkan, diajukan oleh Peserta Lelang paling sedikit sama dengan Nilai Limit. (2) Penawaran yang telah disampaikan oleh Peserta Lelang kepada Pejabat Lelang tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta Lelang. (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penawaran yang telah disampaikan oleh Peserta Lelang kepada Pejabat Lelang pada Lelang dengan penawaran tertulis tanpa kehadiran peserta Lelang melalui Aplikasi Lelang dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta Lelang sepanjang belum dilakukan penayangan Kepala Risalah Lelang. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 78 Dalam Lelang Wajib berupa Lelang Eksekusi untuk pembayaran utang atas 1 (satu) debitor terhadap beberapa Objek Lelang, apabila Objek Lelang yang ditawarkan sebelumnya telah memenuhi kewajiban pembayaran utang, Penjual meminta kepada Pejabat Lelang untuk tidak melanjutkan penjualan Objek Lelang berikutnya. Pasal 79 (1) Dalam melaksanakan penawaran Lelang melalui Aplikasi Lelang atau e-Marketplace Auction sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (4) huruf c dan huruf d, KPKNL dan Balai Lelang harus menyediakan:
Aplikasi Lelang atau e-Marketplace Auction yang mandiri, independen, aman, andal dan bertanggung jawab;
data transaksi Lelang yang paling sedikit memuat identitas Penjual, identitas Pembeli, barang yang dilelang, waktu transaksi Lelang, harga Pokok Lelang, Bea Lelang; dan
akses data transaksi Lelang bagi Pejabat Lelang untuk membuat Risalah Lelang. (2) Aplikasi Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa:
aplikasi atau situs web resmi yang dikembangkan oleh Kementerian Keuangan/DJKN untuk penyelenggaraan Lelang oleh KPKNL; atau
aplikasi atau situs web resmi yang terdaftar pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika, untuk penyelenggaraan Lelang oleh Balai Lelang. (3) Dalam menyediakan Aplikasi Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Balai Lelang harus:
mengutamakan penggunaan nama domain tingkat tinggi Indonesia (dot id) bagi Aplikasi Lelang yang berbentuk situs internet;
mengutamakan penggunaan alamat protokol internet (JP address) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
melakukan pemeliharaan sistem (maintenance) secara berkala; dan
melakukan pencadangan (back up) data secara berkala. (4) Aplikasi Lelang atau e-Marketplace Auction yang disediakan oleh Balai Lelang selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) huruf b, juga harus memenuhi ketentuan:
memiliki sertifikat kelaikan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dalam hal aplikasi menyelenggarakan pembayaran melalui sistem elektronik, aplikasi harus mendapatkan izin dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang sistem pembayaran dan/ a tau perbankan; jdih.kemenkeu.go.id c. memiliki fitur paling sedikit berupa fasilitas untuk:
membaca persyaratan dan ketentuan sebelum mengajukan penawaran;
melihat data dan/atau informasi mengenai Objek Lelang yang ditawarkan;
menampilkan foto atau video Objek Lelang dengan resolusi tinggi pada batasan minimal tertentu;
melakukan koreksi atas penawaran yang diajukan;
membatalkan pengajuan penawaran;
memberikan konfirmasi atau rekonfirmasi atas penawaran yang diajukan;
memilih meneruskan atau berhenti dalam mengajukan penawaran;
mengecek status berhasil atau gagalnya pengajuan penawaran;
memperoleh bukti transaksi elektronik atas pelaksanaan Lelang; dan
melakukan penghapusan data pribadi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. d. dalam menyelenggarakan Lelang Terjadwal Khusus, harus memiliki fitur untuk melakukan:
perubahan besaran nilai limit dan penawaran lelang oleh Penjual dengan cara penawaran beli sekarang (get it now) atau memperpanjang jangka waktu penawaran (extended auction) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75; dan
pemilihan penggunaan sistem penetapan Pembeli secara bergulir. e. memenuhi aspek keterluasan (scability), keleluasaan (flexibility), dan keamanan _(security); _ f. dapat ditautkan dalam bentuk link, gambar atau video pada aplikasi atau situs lain sebagai bentuk pemasaran. (5) Aplikasi Lelang atau e-Marketplace Auction yang disediakan oleh Balai Lelang selain memiliki fitur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dan huruf d, dapat memiliki fitur yang merupakan karakteristik pada e-Marketplace meliputi:
informasi jumlah viewer atau pengguna yang melihat/mengeklik setiap lot Objek Lelang;
keranjang pembelian (shopping cart) atau wishlist barang yang akan dibeli yang dapat disimpan sementara pada aplikasi sehingga memudahkan pencarian sepanjang belum dilelang;
panel admin untuk melacak pesanan, pembayaran, dan pengiriman serta melihat pembayaran yang ditinggalkan atau dalam rangka membuat draft pesanan;
pemberian ulasan atau pernyataan pada bagian Objek Lelang atau Penjual, secara tertutup atau terbuka, sebagai umpan balik kepada Penjual atau Pembeli lain; dan jdih.kemenkeu.go.id e. fitur saran dan kritik bagi pengguna aplikasi sebagai Pembeli untuk memberikan komentar dan/atau rating terhadap aplikasi. (6) Dalam menyediakan e-Marketplace Auction sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Balai Lelang dapat bekerja sama dengan Penyedia e-Marketplace. (7) Penyedia e-Marketplace sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memenuhi syarat:
memiliki izin usaha dalam melakukan kegiatan usaha secara elektronik atau terdaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik;
menggunakan alamat domain situs web dan aplikasi yang memiliki sertifikat kelaikan sistem elektronik sesuai ketentuan perundang-undangan;
melakukan penyimpanan data dan informasi yang terkait dengan transaksi keuangan secara berkala; dan
terdaftar sebagai anggota asos1as1 e-commerce Indonesia. (8) Dalam hal Balai Lelang bekerja sama dengan Penyedia e- Marketplace Auction sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Balai Lelang harus melaporkan e-Marketplace yang dikembangkan kepada Direktur Jenderal u.p. Direktur. Pasal 80 (1) Balai Lelang yang menyelenggarakan Lelang dengan penawaran melalui Aplikasi Lelang atau e-Marketplace Auction wajib memberitahukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal u.p. Direktur dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah setempat paling lambat:
1 (satu} bulan setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, untuk Balai Lelang yang telah menyediakan Aplikasi Lelang atau _e-Marketplace Auction; _ dan b. 2 (dua} bulan sebelum digunakan, untuk Balai Lelang yang akan menyediakan Aplikasi Lelang atau e-Marketplace Auction. (2) Direktur Jenderal u.p. Direktur berwenang melakukan verifikasi terkait kesesuaian pelaksanaan Lelang dengan penawaran melalui Aplikasi Lelang atau e-Marketplace Auction yang diselenggarakan oleh Balai Lelang dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Lelang. (3) Dalam hal hasil dari verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan belum sesuai, Direktur Jenderal u.p. Direktur menyampaikan hasil verifikasi dan memberikan petunjuk perbaikan kepada Balai Lelang. (4) Berdasarkan hasil verifikasi dan petunjuk perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Balai Lelang melakukan perbaikan atas pelaksanaan Lelang dengan penawaran melalui Aplikasi Lelang atau e-Marketplace Auction dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu} tahun sejak hasil verifikasi dan petunjuk perbaikan diterima. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 81 (1) KPKNL atau Balai Lelang yang menyelenggarakan Lelang dengan penawaran melalui Aplikasi Lelang atau e-Marketplace Auction wajib menerapkan:
tata kelola yang baik dan akuntabel; dan
manajemen risiko terhadap potensi kerusakan atau kerugian yang ditimbulkan. (2) KPKNL atau Balai Lelang yang menyelenggarakan Lelang dengan penawaran melalui Aplikasi Lelang atau e-Marketplace Auction dilarang:
mengganggu, mengacaukan, dan/atau merusak Aplikasi Lelang; dan
mengambil informasi secara tidak sah, memanipulasi data, dan/atau berbuat curang dalam penyelenggaraan Lelang melalui Aplikasi Lelang yang dapat mempengaruhi proses Lelang. (3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik. (4) Kantor Pejabat Lelang Kelas II dapat menyelenggarakan Lelang dengan penawaran melalui Aplikasi Lelang apabila telah memiliki sarana dan prasarana yang memadai. (5) Balai Lelang yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan/atau melanggar larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenakan sanksi administratif. (6) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berupa surat peringatan, surat peringatan terakhir, pembekuan izin operasional, dan/ a tau pencabutan izin operasional. (7) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Balai Lelang. Pasal 82 (1) Dalam hal terdapat Gangguan Teknis dalam pelaksanaan Lelang dengan penawaran melalui Aplikasi Lelang atau e-Marketplace Auction, Pejabat Lelang berwenang mengambil tindakan:
membatalkan Lelang, jika Gangguan Teknis tidak dapat ditanggulangi hingga jam kerja berakhir pada hari pelaksanaan Lelang; atau
melaksanakan Lelang setelah Gangguan Teknis dapat ditanggulangi sebelum jam kerja berakhir pada hari pelaksanaan Lelang. (2) Dalam hal pelaksanaan Lelang dengan penawaran Lelang yang dilakukan secara bersamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (6) sampai dengan ayat (10) terjadi Gangguan Teknis yang menyebabkan Lelang Tanpa Kehadiran Peserta tidak dapat dilakukan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
Lelang Dengan Kehadiran Peserta tetap sah dan mengikat; dan jdih.kemenkeu.go.id b. Penyelenggara Lelang/Pejabat Lelang menyatukan data penawaran Lelang rekapitulasi seluruh penawaran per Objek sebagai lampiran Minuta Risalah Lelang.
Deklarasi Inisiatif (Voluntary Declaration) dan Pembayaran Inisiatif (Voluntary Payment)
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mengimpor barang.
Pemberitahuan Pabean Impor adalah pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang yang diimpor untuk dipakai, pemberitahuan pabean untuk pemasukan barang asal luar daerah pabean ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, atau pengeluaran barang asal luar daerah pabean dari kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas ke tempat lain dalam daerah pabean, atau pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang dari tempat penimbunan berikat untuk diimpor untuk dipakai.
Deklarasi Inisiatif ( Voluntary Declaration ) adalah pemberitahuan Importir, pengusaha di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, atau pengusaha tempat penimbunan berikat, dalam rangka memberitahukan dan memperkirakan atas harga yang seharusnya dibayar dan/atau biaya dan/atau nilai yang harus ditambahkan pada nilai transaksi yang belum dapat ditentukan nilainya pada saat pengajuan Pemberitahuan Pabean Impor.
Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat dengan PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan/atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor.
Harga Futures adalah harga yang seharusnya dibayar pada transaksi jual beli berdasarkan harga komoditas.
Royalti dan Biaya Lisensi yang selanjutnya disebut Royalti adalah biaya yang harus dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung sebagai persyaratan jual beli barang impor yang mengandung Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
Proceeds adalah nilai setiap bagian dari pendapatan yang diperoleh pembeli atas penjualan kembali, pemanfaatan atau pemakaian barang impor yang bersangkutan kemudian diserahkan secara langsung atau tidak langsung kepada penjual.
Biaya Transportasi ( Freight ) adalah biaya transportasi barang impor ke tempat impor di daerah pabean, yaitu biaya transportasi yang seharusnya dibayar yang pada umumnya tercantum pada dokumen pengangkutan seperti B/L atau AWB __ atau dokumen perjanjian lainnya dari barang impor yang bersangkutan. __ 10. Biaya Asuransi ( Insurance ) adalah biaya penjaminan pengangkutan barang dari tempat ekspor di luar negeri ke tempat impor di daerah pabean yang pada umumnya dibuktikan oleh dokumen asuransi yang menyatakan untuk beberapa kali pengiriman barang, atau berlaku dalam periode tertentu . 11. Assist adalah nilai dari barang dan jasa __ yang dipasok oleh pembeli kepada penjual sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur ketentuan mengenai nilai pabean untuk penghitungan bea masuk.
Pembayaran Inisiatif atas Nilai Pabean ( Voluntary Payment on Customs Valuation ) adalah pembayaran Bea Masuk, cukai, dan/atau PDRI atas harga yang seharusnya dibayar dan/atau biaya dan/atau nilai yang harus ditambahkan pada nilai transaksi pada saat telah dapat ditentukan ( settlement date ) oleh Importir, pengusaha di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, atau pengusaha tempat penimbunan berikat, dalam rangka pemenuhan kewajiban atas Deklarasi Inisiatif ( Voluntary Declaration ).
Pembayaran Inisiatif atas Tarif ( Voluntary Payment on Tariff ) adalah pembayaran inisiatif oleh Importir, pengusaha di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, atau pengusaha tempat penimbunan berikat, atas kekurangan Bea Masuk, cukai, dan/atau PDRI akibat perbedaan pembebanan tarif.
Pembayaran Inisiatif atas Jumlah ( Voluntary Payment on Quantity ) adalah pembayaran inisiatif atas kelebihan jumlah barang impor saat importasi yang mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk, cukai, dan/atau PDRI.
Pembayaran Inisiatif atas Nilai Transaksi ( Voluntary Payment on Transaction Value ) adalah pembayaran inisiatif atas kekurangan Bea Masuk, cukai, dan/atau PDRI akibat kesalahan tulis pada Pemberitahuan Pabean Impor.
Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Kepabeanan.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
Tata Cara Penghitungan Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
Relevan terhadap
Kinerja Pertumbuhan Penerimaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b merupakan perbandingan realisasi pertumbuhan penerimaan pajak 1 (satu) tahun anggaran dengan target pertumbuhan penerimaan pajak tahun anggaran yang bersangkutan.
Realisasi pertumbuhan penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari perbandingan antara Penerimaan Pajak Neto DJP dalam 1 (satu) tahun anggaran dan Penerimaan Pajak Neto DJP tahun anggaran sebelumnya.
Target pertumbuhan penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari perbandingan antara target penerimaan pajak sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan perubahannya dalam 1 (satu) tahun anggaran dan Penerimaan Pajak Neto DJP tahun anggaran sebelumnya.
Kinerja Pertumbuhan Penerimaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki bobot sebesar 60% (enam puluh persen) dari parameter kinerja penerimaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
Kinerja Pertumbuhan Penerimaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kinerja capaian pertumbuhan penerimaan pajak:
KP;
Kanwil DJP; dan
KPP, termasuk KP2KP yang secara struktural berada di bawah KPP dimaksud.
Penghitungan Kinerja Pertumbuhan Penerimaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan sebagai berikut:
KP menggunakan perbandingan antara Penerimaan Pajak Neto DJP tahun anggaran bersangkutan dan Penerimaan Pajak Neto DJP tahun anggaran sebelumnya, dan selanjutnya dilakukan pembandingan terhadap target pertumbuhan penerimaan pajak secara nasional;
Kanwil DJP menggunakan perbandingan antara Penerimaan Pajak Neto Kanwil DJP tahun anggaran bersangkutan dan Penerimaan Pajak Neto Kanwil DJP tahun anggaran sebelumnya, dan selanjutnya dilakukan pembandingan terhadap target pertumbuhan penerimaan pajak Kanwil DJP yang bersangkutan; dan
KPP menggunakan perbandingan antara Penerimaan Pajak Neto KPP tahun anggaran bersangkutan dan Penerimaan Pajak Neto KPP tahun anggaran sebelumnya, dan selanjutnya dilakukan pembandingan terhadap target pertumbuhan penerimaan pajak KPP yang bersangkutan.
Kinerja Pertumbuhan Penerimaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 6 huruf b dan huruf c ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Penghitungan Kinerja Pertumbuhan Penerimaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada rentang Kinerja Pertumbuhan Penerimaan Pajak sebagai berikut:
peringkat 1 untuk pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 100% (seratus persen) atau lebih dari target pertumbuhan penerimaan pajak;
peringkat 2 untuk pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 90% (sembilan puluh persen) sampai dengan kurang dari 100% (seratus persen) dari target pertumbuhan penerimaan pajak;
peringkat 3 untuk pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 80% (delapan puluh persen) sampai dengan kurang dari 90% (sembilan puluh persen) dari target pertumbuhan penerimaan pajak;
peringkat 4 untuk pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 70% (tujuh puluh persen) sampai dengan kurang dari 80% (delapan puluh persen) dari target pertumbuhan penerimaan pajak; atau
peringkat 5 untuk pertumbuhan penerimaan pajak kurang dari 70% (tujuh puluh persen) dari target pertumbuhan penerimaan pajak.
Nilai peringkat pertumbuhan penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diberikan sebagai berikut:
peringkat 1 memperoleh nilai 100% (seratus persen);
peringkat 2 memperoleh nilai 97,5% (sembilan puluh tujuh koma lima persen);
peringkat 3 memperoleh nilai 95% (sembilan puluh lima persen);
peringkat 4 memperoleh nilai 92,5% (sembilan puluh dua koma lima persen); atau
peringkat 5 memperoleh nilai 90% (sembilan puluh persen).
Tata cara penghitungan Kinerja Pertumbuhan Penerimaan Pajak untuk kondisi tertentu diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pajak.
Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (10) meliputi:
target pertumbuhan penerimaan yang ditetapkan untuk suatu KPP atau Kanwil DJP bernilai negatif;
target pertumbuhan penerimaan yang ditetapkan untuk suatu KPP atau Kanwil DJP bernilai negatif yang diiringi dengan Penerimaan Neto KPP atau Penerimaan Neto Kanwil DJP untuk tahun sebelumnya dan tahun berjalan bernilai negatif;
target pertumbuhan penerimaan yang ditetapkan untuk suatu KPP atau Kanwil DJP bernilai 0 (nol);
adanya pemekaran atau pembentukan suatu unit KPP atau Kanwil DJP serta mengakibatkan terbentuknya unit KPP atau Kanwil DJP yang baru; atau e. adanya relokasi Wajib Pajak ke unit KPP atau Kanwil DJP lain.
Contoh penghitungan Kinerja Pertumbuhan Penerimaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Tata Cara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah, Laporan Data Bulanan, dan Laporan Pemerintah Daerah Lainnya ...
Relevan terhadap
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 04/PMK.07/2011 tentang Tata Cara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 9);
Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Lampiran yang mengatur mengenai format Perkiraan Belanja Operasi, Belanja Modal, Transfer Bagi Hasil Pendapatan, dan Transfer Bantuan Keuangan Bulanan, format Laporan Posisi Kas Bulanan, format Ringkasan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Bulanan, format Ringkasan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota Bulanan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.07/2017 tentang Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum Dalam Bentuk Nontunai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 287); dan
Pasal 8, Pasal 10, Lampiran I, dan Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2019 tentang Mekanisme Pengawasan Terhadap Pemotongan/Pemungutan dan Penyetoran Pajak atas Belanja yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 619), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
penyampaian IKD;
penyampaian laporan data bulanan; dan
penyampaian laporan Pemerintah Daerah lainnya.
Penyampaian IKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
APBD;
perubahan APBD;
Laporan Realisasi APBD Semester I;
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, terdiri atas:
Laporan Realisasi APBD;
Neraca;
Laporan Arus Kas; dan
Catatan atas Laporan Keuangan;
data yang berkaitan dengan kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal daerah;
Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan; dan g. Laporan Keuangan Perusahaan Daerah.
Penyampaian laporan data bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
laporan data untuk menghitung besaran penyaluran DBH dan/atau DAU dalam bentuk nontunai, terdiri atas:
Perkiraan Belanja Operasi, Belanja Modal, Transfer Bagi Hasil Pendapatan, dan Transfer Bantuan Keuangan untuk 12 (dua belas) bulan;
Laporan Posisi Kas bulanan; dan
Ringkasan Realisasi APBD bulanan; dan
laporan DTH dan RTH serta informasi pada tabel SIKD.
Penyampaian laporan Pemerintah Daerah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:
Laporan Operasional;
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih;
Laporan Perubahan Ekuitas;
Laporan Capaian Output APBD Triwulanan;
Laporan Pemerintah Daerah dalam rangka konsolidasi fiskal nasional, antara lain :
konfirmasi penerimaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa berupa Lembar Konfirmasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa dan Lembar Rekapitulasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa;
laporan pemanfaatan sementara dan penganggaran kembali sisa DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi;
laporan rencana defisit APBD;
laporan posisi kumulatif pinjaman Daerah;
pemberian sanksi administratif terhadap pemegang izin usaha pertambangan atau izin usaha pertambangan khusus yang tidak membayar pendapatan negara;
pemenuhan kewajiban Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan belanja wajib dalam APBD paling sedikit sebesar yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan;
pemenuhan kewajiban Pemerintah Daerah dalam melakukan pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial;
pemenuhan kewajiban Pemerintah Daerah terkait dengan penyesuaian tarif dan pengawasan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pemenuhan kewajiban Pemerintah Daerah untuk menggunakan aplikasi pada SIKD dalam menyampaikan data/informasi/laporan ke Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan;
pemenuhan kewajiban administratif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan
laporan pemerintah daerah sesuai permintaan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan laporan Pemerintah Daerah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, b, dan c dalam bentuk laporan keuangan yang telah diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan atau Peraturan Daerah.
Laporan data bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan data dari seluruh SKPD terkait yang sudah dikonsolidasikan oleh SKPKD.
Ketentuan mengenai laporan pemerintah daerah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e angka 1 sampai 10 diatur sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
Pemanfaatan Barang Milik Negara
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Barang Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Pengelola Barang adalah Menteri Keuangan.
Pengguna Barang adalah Menteri/Pimpinan Lembaga.
Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Kementerian Negara, yang selanjutnya disebut Kementerian, adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Menteri Keuangan adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.
Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas penggunaan BMN pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Direktorat Jenderal adalah unit organisasi eselon I pada Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Pemanfaatan adalah pendayagunaan BMN yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga dan/atau optimalisasi BMN dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Sewa adalah Pemanfaatan BMN oleh Pihak Lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.
Pinjam Pakai adalah Pemanfaatan BMN melalui penyerahan penggunaan BMN dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah atau Pemerintah Desa dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang.
Kerja Sama Pemanfaatan, yang selanjutnya disingkat KSP, adalah Pemanfaatan BMN oleh Pihak Lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya.
Bangun Guna Serah, yang selanjutnya disingkat BGS, adalah Pemanfaatan BMN berupa tanah oleh Pihak Lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh Pihak Lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
Bangun Serah Guna, yang selanjutnya disingkat BSG, adalah Pemanfaatan BMN berupa tanah oleh Pihak Lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh Pihak Lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.
Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur, yang selanjutnya disingkat KSPI, adalah Pemanfaatan BMN melalui kerja sama antara pemerintah dan badan usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kerja Sama Terbatas Untuk Pembiayaan Infrastruktur, yang selanjutnya disingkat KETUPI, adalah Pemanfaatan BMN melalui optimalisasi BMN untuk meningkatkan fungsi operasional BMN guna mendapatkan pendanaan untuk pembiayaan penyediaan infrastruktur lainnya.
Tender Pemanfaatan BMN, yang selanjutnya disebut Tender, adalah pemilihan mitra guna pengalokasian hak Pemanfaatan BMN melalui penawaran secara tertulis untuk memperoleh penawaran tertinggi.
Penilai adalah pihak yang melakukan Penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.
Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek Penilaian berupa BMN pada saat tertentu.
Pihak Lain adalah pihak-pihak selain Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Desa.
Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disingkat BLU, adalah Badan Layanan Umum pada Pengelola Barang yang bertugas mengelola BMN berupa aset infrastruktur dan mengelola pendanaan hasil Hak Pengelolaan Terbatas atas Aset Infrastruktur BMN.
Swasta adalah Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing yang mempunyai izin tinggal dan/atau membuat usaha atau badan hukum Indonesia dan/atau badan hukum asing, selain Badan Usaha Milik Negara/Daerah, yang menjalankan kegiatan usaha untuk memperoleh keuntungan.
Penanggung Jawab Pemanfaatan BMN, yang selanjutnya disingkat PJPB, adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan Pemanfaatan BMN dalam rangka penyediaan infrastruktur dalam bentuk Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur dan Kerja Sama Terbatas Untuk Pembiayaan Infrastruktur.
Proyek Kerja Sama adalah penyediaan infrastruktur yang dilakukan melalui perjanjian kerja sama antara Menteri/ Pimpinan Lembaga dan badan usaha atau pemberian izin pengusahaan dari Menteri/Pimpinan Lembaga kepada badan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama, yang selanjutnya disingkat PJPK, adalah pihak yang ditunjuk dan/atau ditetapkan sebagai penanggung jawab Proyek Kerja Sama dalam rangka pelaksanaan kerja sama Pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan ...