Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.05/2022 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga Pinjaman dalam rangka Penyelenggaraan Cadang ...
Relevan terhadap
Menteri c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan, Menteri Badan Usaha Milik Negara, dan/atau Kepala Badan dapat meminta aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan Penyelenggaraan CPP.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap:
kelayakan kredit Penyelenggara CPP;
kinerja Penyalur dalam penyaluran Pinjaman; dan/atau
hal lain menyangkut penyelenggaraan CPP.
Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan pemberian Subsidi Bunga CPP pada rapat koordinasi dan/atau rapat evaluasi.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di antara Pasal 24 dan Pasal 25 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 24A yang berbunyi sebagai berikut:
Dalam rangka penentuan kebijakan pemberian Subsidi Bunga Pinjaman, Menteri c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan melaksanakan rapat koordinasi dengan Kepala Badan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Dalam hal diperlukan, rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan pihak terkait.
(2a) Pihak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
Bank Indonesia;
unit eselon I lingkup Kementerian Keuangan;
Penyalur;
Penyelenggara CPP; dan/atau
kementerian/lembaga teknis yang menangani pertanian, perdagangan, dan industri pangan.
Berdasarkan hasil rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri menetapkan surat yang memuat informasi:
besaran tingkat bunga yang dibebankan kepada Penyelenggara CPP;
besaran tingkat Subsidi Bunga Pinjaman yang diberikan pemerintah; dan
plafon Pinjaman yang dapat diterima oleh Penyelenggara CPP.
Surat Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada:
Badan Pangan Nasional;
Kementerian Badan Usaha Milik Negara;
Penyalur;
Penyelenggara CPP; dan/atau
Pihak terkait.
Sebagai tindak lanjut rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Badan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara berkoordinasi dengan Penyalur dan Penyelenggara CPP dalam pelaksanaan penentuan target penyaluran Pinjaman per Penyalur untuk masing-masing Penyelenggara CPP.
Besaran tingkat bunga, besaran tingkat Subsidi Bunga Pinjaman, dan plafon Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dapat dievaluasi melalui rapat evaluasi antara Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Badan Pangan Nasional, dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara.
(1a) Dalam hal diperlukan, rapat evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan pihak terkait.
(1b) Pihak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) meliputi:
Bank Indonesia;
unit eselon I lingkup Kementerian Keuangan;
Penyalur;
Penyelenggara CPP; dan/atau
kementerian/lembaga teknis yang menangani pertanian, perdagangan, dan industri pangan.
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan:
usulan Kementerian Keuangan;
usulan Badan Pangan Nasional;
usulan Kementerian Badan Usaha Milik Negara;
ketersediaan alokasi anggaran;
kapasitas fiskal;
perubahan suku bunga acuan;
pemberian fasilitas penjaminan pemerintah; dan/atau
hasil evaluasi dan pengawasan pelaksanaan CPP sebelumnya.
Dalam hal diperlukan, Menteri c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat meminta informasi dan data yang relevan lainnya kepada pihak lain yang terkait untuk melaksanakan evaluasi besaran tingkat bunga.
Hasil rapat evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam surat Menteri yang di tanda tangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri, yang memuat paling sedikit:
besaran tingkat bunga yang dibebankan kepada Penyelenggara CPP;
besaran tingkat Subsidi Bunga Pinjaman yang diberikan pemerintah; dan
plafon Pinjaman yang dapat diterima oleh Penyelenggara CPP.
Surat Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi dasar perhitungan Subsidi Bunga Pinjaman.
Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
PT. Hewlett-Packard Indonesia
Relevan terhadap
pemeriksaan tanggal 24 0ktober 2024 sehubungan permohonan pembetulan putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-004726.15/2023/PP/MXVIIIB Tahun 2024 yang diucapkan tanggal 29 Agustus 2024 walaupun telah diberitahu dengan Surat Pemberitahuan Nomor PEMB.Rev-103/PAN.182/2024 tanggal 210ktober 2024; Menimbang bahwa Majelis berkesimpulan terdapat alasan hukum untuk membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-004726.15/2023/PP/MXVIIIB Tahun 2024 yang telah diucapkan tanggal 29 Agustus 2024 yaitu sebagai berikut: 1. Halaman 197, sebagai berikut: Tertulis: 7. Penyesuaian Fiskal Negatif: Menurut Terbanding : USD 12,179,349.03 Koreksi tidakdapatdipertahankan pengadilan pajak : USD 7,693,240.68 Menurut pengadilan pajak : USD 4,486,108.35 Seharusnya: 7. Penyesuaian Fiskal Negatif: MenurutTerbanding : USD 4,468,593.88 Koreksitidakdapatdipertahankan pengadilan pajak : USD 7,693,240.68 Menurutpengadilan pajak : USD 12,161,834.56 2. Halaman 197 dan 198 sebagai berikut: Tertulis: No Uraian Menurut Majelis(USD) 1 Peredaran Usaha 311,184,115.97 2 Harga Pokok Penjualan 292,053,601.28 3 Penghasilan Bruto (1-2) 19,130,514.69 4 Biaya Usaha Lainnya 13,194.222.68 5 Penghasilan Neto Dalam Negeri (3-4) 5,936,292.01 6 Penghasilan dari Luar Usaha 13,236,522.18 7 Biaya dari Luar Usaha 9,404,523.14 A Halaman 9 dari 15 Putusan Nomor PUTplro04726.1512023fl.P/M.XVIIIB Tahun 2024 PT. Hewlett-Packard Indonesia
Pengelolaan Insentif Fiskal
Relevan terhadap
Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengelolaan Insentif Fiskal.
Pemantauan terhadap pengelolaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
laporan rencana penggunaan;
penyaluran dari RKUN ke RKUD; dan
laporan realisasi penyerapan anggaran dan realisasi keluaran.
Evaluasi terhadap pengelolaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
kebijakan pengalokasian Insentif Fiskal;
mekanisme penyaluran Insentif Fiskal;
realisasi penyaluran Insentif Fiskal; dan
penggunaan dan hasil keluaran Insentif Fiskal.
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk penyusunan kebijakan Insentif Fiskal tahun anggaran berikutnya.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan alokasi Insentif Fiskal berdasarkan pagu indikatif Insentif Fiskal yang ditetapkan oleh Menteri dan kebijakan Pemerintah.
Penghitungan alokasi Insentif Fiskal berdasarkan penilaian kinerja Pemerintah Daerah.
Penghitungan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya; dan
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun berjalan.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dibagikan kepada:
Daerah berkinerja baik; dan
Daerah Tertinggal.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya kepada Daerah berkinerja baik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a tidak memperhitungkan Daerah Tertinggal yang tercantum dalam Peraturan Presiden tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya kepada Daerah berkinerja baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf a digunakan meliputi untuk percepatan pemulihan ekonomi di Daerah.
Insentif Fiskal yang digunakan untuk percepatan pemulihan ekonomi di Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
infrastruktur;
perlindungan sosial;
dukungan dunia usaha terutama usaha mikro kecil dan menengah; dan/atau
penciptaan lapangan kerja.
Insentif Fiskal Daerah Tertinggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b digunakan untuk pembangunan dan peningkatan infrastruktur dalam upaya percepatan pemulihan ekonomi.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak dapat digunakan untuk mendanai:
gaji, tambahan penghasilan, dan honorarium; dan
perjalanan dinas.
Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak
Relevan terhadap
Dalam hal Instansi Pengelola PNBP tidak menyampaikan Rencana PNBP dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), Pasal 25 ayat (3), Pasal 26 ayat (2), Pasal 28 ayat (1), dan Pasal 29 ayat (2), Direktorat Jenderal Anggaran dapat melakukan perhitungan Rencana PNBP berdasarkan data historis PNBP dan kebijakan fiskal Pemerintah.
Dalam hal Rencana PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Direktorat Jenderal Anggaran, Rencana PNBP disusun untuk tingkat Instansi Pengelola PNBP.
Berdasarkan Rencana PNBP yang disusun untuk tingkat Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Instansi Pengelola PNBP melakukan perincian Rencana PNBP sampai dengan tingkat Satuan Kerja.
Dalam hal tertentu, Instansi Pengelola PNBP tidak diharuskan untuk menyampaikan penyesuaian Rencana PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) dan pemutakhiran Rencana PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2).
Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
hasil kesepakatan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN dan/atau adanya perubahan kebijakan Pemerintah tidak mengakibatkan perubahan Rencana PNBP; dan/atau
penetapan Undang-Undang tidak mengakibatkan perubahan Rencana PNBP.
Menteri selaku pengelola fiskal dalam mengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a berwenang:
menyusun kebijakan umum Pengelolaan PNBP;
mengevaluasi, menyusun, dan/atau menetapkan jenis dan tarif PNBP pada Instansi Pengelola PNBP berdasarkan usulan dari Instansi Pengelola PNBP;
menetapkan Rencana PNBP dalam rangka penyusunan rancangan APBN dan/atau rancangan APBN perubahan;
menetapkan persetujuan penggunaan dana PNBP;
melakukan pengawasan terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban PNBP;
meminta instansi pemeriksa untuk melakukan Pemeriksaan PNBP terhadap Instansi Pengelola PNBP, Wajib Bayar, dan/atau Mitra Instansi Pengelola PNBP;
menetapkan Pengelolaan PNBP lintas Instansi Pengelola PNBP; dan
melaksanakan kewenangan lain di bidang PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka penyusunan proyeksi dan mengamati perkembangan realisasi penerimaan negara, Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I yang setingkat melakukan pemutakhiran atau menyampaikan informasi proyeksi dan perkembangan PNBP yang dapat berupa:
proyeksi PNBP;
realisasi PNBP;
deviasi antara proyeksi dan realisasi PNBP; dan/atau d. penjelasan atas deviasi tersebut.
Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I yang setingkat dapat melimpahkan kewenangan pelaksanaan pemutakhiran dan penyampaian informasi proyeksi dan perkembangan PNBP kepada Kepala Biro Perencanaan/Kepala Biro Keuangan/Pejabat Eselon II setingkat yang mengelola PNBP.
Informasi proyeksi dan perkembangan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci setiap bulan untuk proyeksi PNBP selama satu tahun anggaran.
Informasi proyeksi dan perkembangan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimutakhirkan atau disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat minggu kedua setiap bulannya.
Dalam hal hari terakhir periode penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bertepatan dengan hari libur, penyampaian informasi dilakukan paling lambat pada hari kerja sebelumnya.
Dalam kondisi tertentu, Direktur Jenderal Anggaran dapat meminta Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I yang setingkat melakukan pemutakhiran atau menyampaikan informasi proyeksi dan perkembangan PNBP di luar periode sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat berupa perkembangan kebijakan fiskal atau kebijakan Pemerintah lainnya.
Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Kompensasi atas Kekurangan Penerimaan Badan Usaha Akibat Kebijakan Penetapan Harga Jual E ...
Relevan terhadap
Berdasarkan Asersi Manajemen Dana Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) atau ayat (5), Pemerintah dan Badan Usaha melakukan pencatatan Dana Kompensasi unaudited dalam laporan keuangan masing-masing.
Berdasarkan Asersi Manajemen Dana Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3), Menteri Keuangan berkoordinasi dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Menteri Badan Usaha Milik Negara untuk menyusun kebijakan Dana Kompensasi yang antara lain berisi besaran Dana Kompensasi dalam tahun anggaran sebelumnya.
Kebijakan Dana Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam surat Menteri Keuangan.
Berdasarkan surat Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dan Badan Usaha dapat melakukan koreksi/pemutakhiran pencatatan Dana Kompensasi unaudited dalam laporan keuangan masing-masing.
Pembayaran Dana Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (2) serta Asersi Manajemen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan.
Besaran Dana Kompensasi dalam 1 (satu) tahun anggaran berdasarkan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final.
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Keuangan berkoordinasi dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Menteri Badan Usaha Milik Negara untuk menyusun kebijakan Dana Kompensasi.
Kebijakan Dana Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam surat Menteri Keuangan.
Berdasarkan Kebijakan Dana Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pemerintah dan Badan Usaha melakukan pencatatan Dana Kompensasi audited dalam laporan keuangan masing-masing.
Apabila laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum diterima sampai dengan batas waktu penyusunan LKPP maka dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat audited , Menteri Keuangan menggunakan kebijakan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (3).
Pembayaran Dana Kompensasi kepada Badan Usaha untuk periode semester pertama pada tahun anggaran berjalan dapat dibayarkan setelah berakhirnya semester berkenaan berdasarkan kebijakan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7).
Pembayaran Dana Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat sementara.
Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Ritel di Pasar Perdana Domestik
Relevan terhadap
Untuk dapat menjadi Mitra Distribusi, calon Mitra Distribusi harus:
menyampaikan surat permohonan menjadi Mitra Distribusi sesuai dengan kemampuan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) kepada Direktur Pembiayaan Syariah.
memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
menyediakan Sistem Elektronik yang memenuhi standar, dalam hal calon Mitra Distribusi mengajukan permohonan sebagai Mitra Distribusi dengan kemampuan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a; dan
lulus seleksi sebagai Mitra Distribusi.
Surat permohonan menjadi Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dilengkapi dengan surat pernyataan mengenai:
kesanggupan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;
kesediaan untuk dievaluasi oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
tidak sedang dalam pengawasan khusus oleh otoritas terkait atau mendapatkan sanksi administratif berupa pembatasan dan/atau pembekuan kegiatan usaha dari otoritas terkait;
kesediaan bekerja sama dengan PPE-EBUS/ Bank/Perusahaan Efek/bank kustodian bagi calon Mitra Distribusi dalam rangka membantu investor untuk pembuatan SID, rekening surat berharga, penatausahaan SBSN Ritel, dan/atau perdagangan SBSN Ritel di pasar sekunder; dan
kesediaan menandatangani perjanjian kerja.
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh direktur utama calon Mitra Distribusi atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di perusahaan.
Periode pendaftaran dan penyampaian surat permohonan untuk menjadi Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditentukan oleh Menteri dan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan terkait penerbitan SBSN Ritel.
Kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit sebagai berikut:
didirikan dan/atau beroperasi di wilayah Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
memiliki izin usaha yang masih berlaku dari otoritas terkait atau izin pelaksanaan kegiatan usaha lainnya dari Pemerintah;
memiliki pengalaman sebagai perantara, penjual, dan/atau distributor produk keuangan ritel;
memiliki layanan yang dapat diakses secara elektronik;
memiliki kemampuan untuk menjangkau Investor Ritel;
memiliki rencana kerja, strategi, dan metodologi penjualan SBSN Ritel; dan
memiliki rekam jejak kegiatan usaha yang baik.
Standar Sistem Elektronik calon Mitra Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditentukan oleh Direktur Jenderal.
Format surat permohonan dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Perusahaan Penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
SBSN Ritel adalah SBSN yang dijual oleh Pemerintah kepada investor ritel di pasar perdana domestik.
SBSN Ritel yang Dapat Diperdagangkan adalah SBSN Ritel yang dapat diperjualbelikan di pasar sekunder.
SBSN Ritel yang Tidak Dapat Diperdagangkan adalah SBSN Ritel yang tidak dapat diperjualbelikan di pasar sekunder.
Pasar Perdana Domestik adalah kegiatan penawaran dan/atau penjualan SBSN Ritel yang dilakukan untuk pertama kali di wilayah Negara Republik Indonesia.
Investor Ritel adalah individu atau orang perseorangan sebagaimana tertuang dalam memorandum informasi SBSN Ritel maupun dalam ketentuan dan persyaratan SBSN yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Anggaran Pengelolaan Utang (BA 999.01) yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang memperoleh penugasan dari Menteri untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran utang yang berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Utang.
Pejabat Pembuat Komitmen Bagian Anggaran Pengelolaan Utang (BA 999.01) dalam rangka Penjualan SBSN kepada Investor Ritel di Pasar Perdana Domestik yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara pengelolaan utang atas pelaksanaan penjualan SBSN.
Mitra Distribusi adalah pihak yang membantu Pemerintah dalam pemasaran, penawaran, dan/atau penjualan SBSN Ritel.
Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan.
Perusahaan Efek adalah perusahaan efek sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pasar modal yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, dan/atau manajer investasi.
Perusahaan Financial Technology yang selanjutnya disebut Perusahaan Fintech adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan jasa keuangan berbasis teknologi informasi.
Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang selanjutnya disingkat PPMSE adalah pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan.
Perantara Pedagang Efek untuk Efek Bersifat Utang dan Sukuk yang selanjutnya disingkat PPE-EBUS adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli efek bersifat utang dan sukuk untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabahnya sebagaimana diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai perantara pedagang efek untuk efek bersifat utang dan sukuk.
Konsultan Hukum adalah pihak yang ditunjuk untuk memberikan pendapat hukum dan membantu penyusunan dokumen hukum maupun dokumen transaksi lainnya dalam rangka penerbitan SBSN Ritel.
Aset SBSN adalah objek pembiayaan SBSN dan/atau barang milik negara yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN.
Akad adalah perjanjian tertulis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan Akad penerbitan SBSN Ritel, yang diberikan kepada pemegang SBSN Ritel sampai dengan berakhirnya periode SBSN Ritel.
Nomor Tunggal Identitas Pemodal ( Single Investor Identification ) yang selanjutnya disebut SID adalah kode tunggal dan khusus yang diterbitkan oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia selaku lembaga penyimpanan dan penyelesaian.
Pemesanan Pembelian adalah pengajuan pemesanan pembelian SBSN Ritel oleh Investor Ritel di Pasar Perdana Domestik.
Memorandum Informasi adalah informasi tertulis kepada publik mengenai penawaran SBSN Ritel yang ditujukan untuk Investor Ritel.
Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik yang disediakan oleh Kementerian Keuangan dan Mitra Distribusi.
Keadaan Kahar adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan dan kendali manusia, tidak dapat dihindarkan, dapat berupa bencana alam, kebakaran, banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, wabah/epidemi, dan diketahui secara luas yang mengakibatkan gangguan atau kerusakan pada perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, maupun sarana pendukung teknologi informasi termasuk sumber daya yang mengoperasikan teknologi informasi.
Setelmen adalah penyelesaian transaksi dalam rangka penjualan SBSN Ritel, yang terdiri dari setelmen dana dan setelmen kepemilikan SBSN.
Hari Kerja adalah hari operasional sistem pembayaran terkait penatausahaan surat berharga negara yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Relevan terhadap 3 lainnya
Sinergi bagan akun standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (2) huruf d dilakukan paling sedikit melalui penyelarasan program dan kegiatan serta keluaran dengan kewenangan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 175 Pemerintah dapat memberikan sanksi berupa penundaan dan/atau pemotongan TKD dalam hal Pemerintah Daerah tidak melakukan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 sampai dengan Pasal 174. Pasal 176 Sinergi kebijakan fiskal nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 didukung dengan:
penyusunan konsolidasi informasi keuangan Pemerintah Daerah secara nasional sesuai dengan bagan akun standar untuk Pemerintah Daerah;
penyajian informasi keuangan Daerah secara nasional; dan
pemantauan dan evaluasi pendanaan desentralisasi. Pasal L77 Pemerintah membangun sistem informasi pembangu.nan Daerah, pengelolaan Keuangan Daerah, dan informasi lainnya melalui platform digital yang terinterkoneksi dengan sistem informasi konsolidasi kebijakan fiskal nasional. Pasal 178 Dalam rangka penyajian informasi keuangan Daerah secara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 huruf b, Pemerintah Daerah menyediakan informasi keuangan Daerah secara digital dalam ^jaringan. Pasal 179 (1) Pemerintah melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala paling sedikit terhadap:
pelaksanaan TKD; dan
pelaksanaan APBD. (2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menggunakan sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177. (3) Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan Pemerintah dalam pengambilan kebijakan fiskal nasional, TKD, dan/atau pemberian sanksi atau insentif kepada Pemerintah Daerah. Pasal 180 Ketentuan lebih lanjut mengenai sinergi kebijakan fiskal nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 sampai dengan Pasal 179 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 181 (1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), sehingga merugikan Keuangan Daerah, diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah Pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. (2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), sehingga merugikan Keuangan Daerah, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah Pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Pasal 182 Tindak pidana di bidang perpajakan Daerah tidak dapat dituntut apabila telah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat Pajak terutang atau masa Pajak berakhir atau bagian Tahun Pajak berakhir atau Tahun Pajak yang bersangkutan berakhir. Pasal 183 Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (4), sehingga merugikan Keuangan Daerah, diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali dari jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar. Pasal 184 Pejabat atau tenaga ahli yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 185 Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181, Pasa1 183, dan Pasal 184 merupakan pendapatan negara.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023
Relevan terhadap 1 lainnya
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih yang terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Hibah.
Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pendapatan pajak dalam negen dan pendapatan pajak perdagangan in ternasional.
Pendapatan Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya.
Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh Negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara. Penerimaan Hi bah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi perlindungan lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada kementerian negara/lembaga dan Bendahara Umum Negara. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Program adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan untuk mencapai basil (outcome) tertentu pada Bagian Anggaran kementerian negara/lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
1 7. Program Pengelolaan Subsidi adalah pemberian dukungan dalam bentuk pengalokasian anggaran kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku untuk menyediakan barang atau jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hidup orang banyak, dan/atau disalurkan langsung kepada penerima manfaat, sesuai kemampuan keuangan negara. Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada daerah untuk dikelola oleh daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari TKD yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan daerah, serta kepada daerah lain non penghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antardaerah. Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh Pemerintah. Dana Otonomi Khusus adalah bagian dari TKD yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai pelaksanaan otonomi khusus sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai otonomi khusus.
Dana Tambahan Infrastruktur Dalam Rangka Otonomi Khusus bagi provinsi-provinsi di wilayah Papua yang selanjutnya disingkat DTI adalah dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya ditetapkan antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran yang ditujukan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur perhubungan, energi listrik, air bersih, telekomunikasi, dan sanitasi lingkungan. Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang selanjutnya disebut Dana Keistimewaan adalah bagian dari TKD yang dialokasikan untuk mendukung urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana ditetapkan dalam Undang- Undang mengenai keistimewaan Yogyakarta. Dana Desa adalah bagian dari TKD yang diperuntukkan bagi desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. In sen tif Fiskal adalah dana yang bersum ber dari APBN yang diberikan kepada daerah berdasarkan kriteria tertentu berupa perbaikan dan/atau pencapaian kinerja di bidang dapat berupa tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, dan pelayanan dasar yang mendukung kebijakan strategis nasional dan/atau pelaksanaan kebijakan fiskal nasional. Pembiayaan Anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran pembiayaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan pembiayaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun- tahun anggaran berikutnya.
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih antara realisasi pendapatan dan belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN selama satu periode pelaporan. Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat SAL adalah akumulasi neto dari SiLPA dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran tahun-tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya yang selanjutnya disingkat BPYBDS adalah bantuan Pemerintah berupa BMN yang berasal dari APBN, yang telah dioperasikan dan/atau digunakan oleh Badan Usaha Milik Negara berdasarkan Berita Acara Serah Terima dan sampai saat ini tercatat pada laporan keuangan kementerian negara/lembaga atau pada Badan Usaha Milik Negara.
Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APSN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/atau Perseroan Terbatas lainnya serta Lembaga/Sadan Lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi. Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, dan/atau sosial, dan/atau manfaat lainnya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dana Sergulir adalah dana yang dikelola oleh Sadan Layanan Umum tertentu untuk dipinjamkan dan digulirkan kepada masyarakat/lembaga dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya. Pinjaman Dalam Negeri adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya. Kewajiban Penjaminan adalah kewajiban yang menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada kementerian negara/lembaga, pemerintah daerah, Sadan Usaha Milik Negara, Sadan Usaha Milik Daerah, dan pelaku usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional, dalam hal kementerian negara/lembaga, pemerintah daerah, Sadan Usaha Milik Negara, Sadan Usaha Milik Daerah, dan pelaku usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional, dimaksud tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur dan/atau badan usaha sesuai perjanjian pinjaman atau perjanjian kerja sama. Pinjaman Luar Negeri Neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri.
Pinjaman Tunai adalah pmJaman luar negeri dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang.
Pinjaman Kegiatan adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan tertentu kementerian negara/lembaga, pmJaman yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara, dan pinjaman yang diterushibahkan kepada pemerintah daerah.
Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, dan/atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.
Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pendidikan melalui kementerian negara/lembaga dan nonkementerian negara/lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan.
Persentase Anggaran Pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara pada saat Undang- Undang mengenai APBN ditetapkan.
Tahun Anggaran 2023 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari 2023 sampa1 dengan tanggal 31 Desember 2023.
DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b, direncanakan sebesar Rp396.000.000.000.000,00 (tiga ratus sembilan puluh enam triliun rupiah). DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 14, 1 % (empat belas koma satu persen) dan 85,9% (delapan puluh lima koma sembilan persen) dengan mempertimbangkan kebutuhan pendanaan dalam rangka pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi dan kabupaten/kota. DAU untuk tiap-tiap daerah dialokasikan berdasarkan celah fiskal.
(6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) Celah fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sebagai selisih antara kebutuhan fiskal Daerah dan potensi pendapatan daerah. Kebutuhan fiskal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan kebutuhan pendanaan daerah dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Potensi pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan penjumlahan dari potensi PAD, alokasi DBH, dan alokasi DAK nonfisik. Alokasi DAU per daerah dilakukan penyesuaian secara proporsional dengan memperhatikan alokasi DAU per daerah tahun sebelumnya. Alokasi DAU untuk setiap daerah terdiri atas bagian DAU yang tidak ditentukan penggunaannya dan bagian DAU yang ditentukan penggunaannya. Bagian DAU yang ditentukan penggunaannya untuk Urusan Pemerintahan di bidang pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum pada daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota, dihitung berdasarkan capaian kinerja daerah dalam memenuhi target standar pelayanan minimal pada tiap-tiap Urusan Pemerintahan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebagian Alokasi DAU provinsi di wilayah Papua untuk bidang pendidikan dialihkan kepada kabupaten/kota diwilayahnya masing-masing sebagai tindak lanjut dari pengalihan kewenangan pengelolaan Pendidikan Menengah dari provinsi kepada kabupaten/kota sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kewenangan dan kelembagaan pelaksanaan kebijakan otonomi khusus Provinsi Papua. Dalam hal data capaian kinerja daerah dalam memenuhi target standar pelayanan minimal belum tersedia, bagian DAU yang ditentukan penggunaannya dihitung berdasarkan data indikator yang mencerminkan tingkat kinerja daerah untuk tiap-tiap Urusan Pemerintahan Daerah.
(1) (2) (3) (4) Ketentuan mengenai indikator yang mencerminkan tingkat kinerja daerah dan petunjuk teknis bagian DAU yang ditentukan penggunaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan kementerian negara/lembaga.
Pemerintah dapat melakukan penyesuaian APBN Tahun Anggaran 2023 dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah dalam rangka penyusunan perkiraan perubahan atas APBN Tahun Anggaran 2023, jika terjadi:
perkembangan indikator ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan sebagai acuan dalam APBN Tahun Anggaran 2023;
perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organ1sas1 dan/atau antarprogram; dan/atau
keadaan yang menyebabkan SAL tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun berjalan. SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan SAL yang ada di rekening Bank Indonesia yang penggunaannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban pelaksanaan atas APBN. Dalam hal dilakukan penyesuaian APBN Tahun Anggaran 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang mengenai Perubahan atas Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2023 untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebelum Tahun Anggaran 2023 berakhir.
Dukungan Pemerintah untuk Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Serta Pembiayaan Kreatif Dalam Rangka Percepatan Penyediaan Infrastruktur di Ibu Ko ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Ibu Kota Negara adalah Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ibu Kota Negara bernama Nusantara yang selanjutnya disebut sebagai Ibu Kota Nusantara adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi yang wilayahnya menjadi tempat kedudukan Ibu Kota Negara sebagaimana ditetapkan dan diatur dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara adalah kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Rencana Induk Ibu Kota Nusantara adalah dokumen perencanaan terpadu dalam melaksanakan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara adalah dokumen perencanaan terpadu yang merupakan uraian lebih lanjut dari Rencana Induk lbu Kota Nusantara.
Pembiayaan Kreatif ( creative financing ) adalah berbagai skema pembiayaan yang bersumber dari dana swasta maupun dana dari para pemangku kepentingan non pemerintah yang dapat dikombinasikan dengan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maupun Barang Milik Negara.
Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama yang selanjutnya disebut PJPK adalah menteri, kepala lembaga, direksi badan usaha milik negara, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai penyedia atau penyelenggara infrastruktur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam rangka pembiayaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut KPBU IKN adalah kerja sama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dalam rangka pendanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara dengan mengacu pada spesifikasi layanan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh PJPK, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak.
Infrastruktur adalah fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras, dan/atau perangkat lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik.
Layanan Infrastruktur yang selanjutnya disebut Layanan adalah layanan publik yang disediakan oleh badan usaha pelaksana KPBU IKN kepada masyarakat selaku pengguna selama berlangsungnya masa pengoperasian Infrastruktur oleh badan usaha pelaksana KPBU IKN berdasarkan Perjanjian KPBU IKN.
Penyediaan Infrastruktur Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disingkat Penyediaan Infrastruktur IKN adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan Infrastruktur IKN dan/atau kegiatan pengelolaan Infrastruktur IKN dan/atau pemeliharaan Infrastruktur IKN dalam rangka meningkatkan kemanfaatan Layanan Idi Ibu Kota Nusantara.
Perjanjian Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur IKN yang selanjutnya disebut Perjanjian KPBU IKN adalah perjanjian antara PJPK dengan Badan Usaha Pelaksana dalam rangka Penyediaan Infrastruktur IKN.
Dukungan Pemerintah adalah kontribusi fiskal dan/atau bentuk lainnya yang diberikan oleh Menteri Keuangan, menteri, kepala lembaga, kepala daerah, direksi badan usaha milik negara, direksi badan usaha milik daerah, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam rangka meningkatkan kelayakan finansial dan efektivitas Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN dan Pembiayaan Kreatif ( creative financing ).
Fasilitas Pendukung Penerapan Skema Pendanaan adalah Dukungan Pemerintah yang disediakan oleh Menteri Keuangan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara dalam rangka penyusunan dokumen penyiapan Penyediaan Infrastruktur IKN pada kawasan di Ibu Kota Nusantara.
Fasilitas Pengembangan Proyek adalah Dukungan Pemerintah yang disediakan oleh Menteri Keuangan kepada PJPK dalam rangka penyiapan proyek, pelaksanaan transaksi, dan/atau pelaksanaan perjanjian untuk Penyediaan Infrastruktur IKN.
Dukungan Kelayakan adalah Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial yang diberikan terhadap proyek KPBU IKN oleh Menteri Keuangan.
Pemanfaatan BMN adalah Dukungan Pemerintah berupa Barang Milik Negara yang diberikan untuk Penyediaan Infrastruktur IKN melalui KPBU IKN sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Dokumen Identifikasi adalah kajian awal yang dilakukan oleh PJPK untuk memberikan gambaran mengenai perlunya penyediaan suatu Infrastruktur IKN kebutuhan tertentu serta manfaatnya, apabila dikerjasamakan dengan badan usaha pelaksana melalui KPBU IKN.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Hasil Keluaran adalah seluruh kajian, dokumen, dan/atau bentuk lainnya yang disiapkan dan dipergunakan untuk mendukung proses penyiapan dan pelaksanaan transaksi, konstruksi, serta operasi proyek melalui skema KPBU IKN atau Pembiayaan Kreatif ( creative financing ).
Panitia KPBU IKN adalah tim atau unit yang dibentuk atau ditunjuk oleh menteri, kepala lembaga, direksi badan usaha milik negara, atau Kepala Otorita Ibu Kota Negara untuk membantu dalam pelaksanaan proses perencanaan, persiapan, transaksi, dan pelaksanaan perjanjian kerja sama, serta perumusan kebijakan dan/atau koordinasi yang diperlukan.
Badan Usaha Pelaksana KPBU IKN yang selanjutnya disebut dengan Badan Usaha Pelaksana adalah perseroan terbatas yang didirikan oleh badan usaha hasil pengadaan.
Pengadaan Badan Usaha Pelaksana adalah rangkaian kegiatan dalam rangka mendapatkan mitra kerja sama bagi PJPK dalam melaksanakan proyek KPBU IKN melalui tender atau penunjukan langsung.
Prastudi Kelayakan adalah kajian yang dilakukan untuk menilai kelayakan KPBU IKN.
Studi Kelayakan ( Feasibility Study ) adalah kajian yang dilakukan oleh badan usaha calon pemrakarsa untuk KPBU IKN atas mekanisme prakarsa Badan Usaha untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh surat penetapan sebagai pemrakarsa dari PJPK.
Tahap Pra Penyiapan adalah kegiatan pendampingan penelaahan permohonan atas dokumen Penyediaan Infrastruktur IKN dan/atau penyusunan kelengkapan dokumen terkait Penyediaan Infrastruktur IKN sebelum dilanjutkan dalam tahap penyiapan.
Tahap Penyiapan adalah kegiatan penyusunan dokumen Prastudi Kelayakan, dokumen Dukungan Pemerintah, dokumen penetapan tata cara pengembalian investasi, dokumen ketersediaan tanah, dan dokumen pendukung lainnya untuk pelaksanaan transaksi.
Tahap Transaksi adalah tahap setelah diselesaikannya Tahap Penyiapan, untuk melaksanakan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana, penandatanganan perjanjian, dan pemenuhan pembiayaan oleh Badan Usaha Pelaksana.
Tahap Pelaksanaan Perjanjian adalah tahap setelah diselesaikannya Tahap Transaksi yang mencakup antara lain masa konstruksi dan masa penyediaan Layanan.
Surat Persetujuan Fasilitas adalah surat yang ditandatangani oleh Menteri yang berisi persetujuan penggunaan atas penyediaan pemberian fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi.
Kesepakatan Induk untuk Penyediaan dan Pelaksanaan Fasilitas Pendukung Penerapan Skema Pendanaan atau Fasilitas Pengembangan Proyek yang selanjutnya disebut Kesepakatan Induk adalah kesepakatan antara Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko selaku pemberi fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi dengan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, menteri, atau kepala lembaga selaku PJPK sebagai penerima fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi, yang berisi prinsip dan ketentuan dasar mengenai penyediaan dan pelaksanaan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi yang harus ditaati oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, menteri, atau kepala lembaga selaku PJPK sebagai konsekuensi dari disetujuinya permohonan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi.
Perjanjian Kerja Sama Pelaksanaan Fasilitas adalah perjanjian antara Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dengan wakil yang sah dari lembaga internasional sehubungan dengan kerja sama pelaksanaan Fasilitas Pengembangan Proyek.
Perjanjian untuk penugasan yang selanjutnya disebut Perjanjian Penugasan adalah perjanjian antara Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan direktur utama dari badan usaha milik negara yang ditugaskan untuk melaksanakan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi yang mengatur secara rinci mengenai hak dan kewajiban dari badan usaha milik negara tersebut sehubungan dengan pelaksanaan penugasan.
Perjanjian Pelaksanaan Fasilitas adalah perjanjian pelaksanaan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi yang mengatur paling sedikit tentang hak dan kewajiban antara pelaksana fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi dengan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, menteri, atau kepala lembaga selaku PJPK sehubungan dengan pelaksanaan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi.
Penasihat Transaksi adalah pihak yang terdiri atas tenaga ahli, konsultan, dan penasehat, di bidang teknis, keuangan, hukum dan/atau regulasi, lingkungan dan/atau sektor jasa lainnya, baik berupa perorangan atau badan usaha atau lembaga yang bertugas untuk membantu pelaksanaan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi.
Keputusan Penugasan adalah Keputusan Menteri Keuangan yang berisi penugasan kepada badan usaha milik negara tertentu untuk melaksanakan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi.
Penjajakan Minat Pasar adalah proses interaksi antara PJPK dengan potensial investor dan/atau lenders untuk mengetahui minat, pendapat, dan/atau masukan mereka atas rancangan proyek KPBU IKN yang akan dikerjasamakan.
Konsultasi Publik adalah proses interaksi antara PJPK dengan masyarakat termasuk pemangku kepentingan untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan efektivitas KPBU IKN dan/atau Pembiayaan Kreatif ( creative financing ).
Penetapan Penggunaan Dukungan Pemerintah untuk Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut Penetapan Dukungan Pemerintah IKN adalah rapat yang dilaksanakan untuk melakukan penelaahan format dan substansi Hasil Keluaran yang dapat berupa pertimbangan risiko bagi penyusunan struktur proyek, struktur pembiayaan, dan/atau struktur penjaminan, penetapan Hasil Keluaran, penetapan kebijakan penggunaan Dukungan Pemerintah berdasarkan Hasil Keluaran, dan/atau penyusunan rekomendasi atas penggunaan Dukungan Pemerintah.
Penjaminan Infrastruktur adalah pemberian jaminan atas kewajiban finansial PJPK yang ditimbulkan oleh risiko infrastruktur dan tertuang dalam Perjanjian KPBU IKN untuk dilaksanakan berdasarkan perjanjian penjaminan pemerintah.
Penjaminan Pemerintah adalah Penjaminan Infrastruktur yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan bersama- sama dengan badan usaha penjaminan infrastruktur.
Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur yang selanjutnya disingkat BUPI adalah badan usaha yang didirikan oleh pemerintah pusat dan diberikan tugas khusus untuk melaksanakan Penjaminan Pemerintah serta telah diberikan modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perjanjian Penjaminan Pemerintah adalah kesepakatan tertulis yang memuat hak dan kewajiban Menteri Keuangan dengan BUPI yang bersama-sama bertindak selaku penjamin atas Risiko Infrastruktur berdasarkan jenis risiko yang sama atas pembagian nilai jaminan atau berdasarkan jenis risiko yang berbeda, dengan penerima jaminan, dalam rangka Penjaminan Pemerintah.
Risiko Infrastruktur adalah peristiwa yang mungkin terjadi pada proyek kerja sama selama berlakunya Perjanjian KPBU IKN yang dapat memengaruhi secara negatif investasi Badan Usaha Pelaksana dan/atau badan usaha yang meliputi ekuitas dan pinjaman dari pihak ketiga.
Penerima Jaminan adalah Badan Usaha Pelaksana yang menjadi pihak dalam Perjanjian KPBU IKN.
Regres adalah hak penjamin untuk menagih PJPK atas apa yang telah dibayarkan kepada Penerima Jaminan dalam rangka memenuhi kewajiban finansial PJPK dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang yang dibayarkan tersebut ( time value of money ).
Pembayaran Ketersediaan Layanan ( Availability Payment) yang selanjutnya disebut Availability Payment adalah pembayaran secara berkala oleh PJPK kepada Badan Usaha Pelaksana atas tersedianya Layanan yang sesuai dengan kualitas dan/atau kriteria sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian KPBU IKN.
Dana Availability Payment adalah dana yang disediakan oleh PJPK sesuai dengan prinsip untuk tidak membagi risiko penerimaan proyek dengan Badan Usaha Pelaksana dalam rangka pelaksanaan Availability Payment sesuai Perjanjian KPBU IKN.
Komitmen Pelaksanaan Pembayaran Availability Payment adalah surat yang berisi pernyataan mengenai komitmen PJPK untuk memastikan tersedianya Dana Availability Payment selama berlakunya kewajiban pembayaran sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian KPBU IKN.
Penyedia Pembiayaan Infrastruktur adalah badan yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh negara di lingkungan Kementerian Keuangan dan lembaga yang bergerak di bidang pengelolaan investasi.
Menteri adalah Menteri Keuangan.
Penjaminan Pemerintah pada Penyediaan Infrastruktur IKN melalui KPBU IKN diberikan terhadap Risiko Infrastruktur yang diakibatkan oleh:
tindakan atau tiadanya tindakan PJPK atau pemerintah selain PJPK dalam hal-hal yang menurut hukum atau ketentuan peraturan perundang-undangan bahwa PJPK atau pemerintah selain PJPK memiliki kewenangan atau otoritas untuk melakukan tindakan tersebut;
kebijakan PJPK atau pemerintah selain PJPK;
keputusan sepihak dari PJPK atau pemerintah selain PJPK; dan
ketidakmampuan PJPK dalam melaksanakan suatu kewajiban yang ditentukan kepadanya oleh Badan Usaha Pelaksana berdasarkan Perjanjian KPBU IKN ( breach of contract ).
Risiko Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diputuskan melalui Penetapan Dukungan Pemerintah IKN.