Tata Cara Pemberian Fasilitas Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/ atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersif ...
Relevan terhadap 2 lainnya
PKP, Pemilik Proyek, atau Penyedia Pekerjaan EPC wajib membayar PPN terutang yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal:
PKP, Pemilik Proyek, atau Penyedia Pekerjaan EPC melakukan impor dan/atau perolehan Mesin dan Peralatan pabrik, yang menggunakan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN sebelum memiliki SKB PPN;
PKP melakukan impor dan/atau perolehan Mesin dan Peralatan pabrik yang menggunakan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, melebihi jumlah Mesin dan Peralatan pabrik yang disetujui dalam SKB PPN atau jumlah yang disetujui dalam RKIP atau RKIP perubahan;
Penyedia Pekerjaan EPC menyerahkan Mesin dan Peralatan pabrik yang diimpor atau diperoleh dengan menggunakan SKB PPN bagi Penyedia Pekerjaan EPC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) huruf a kepada pihak selain Pemilik Proyek yang memiliki SKB PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b;
Penyedia Pekerjaan EPC menyerahkan Mesin dan Peralatan pabrik yang diimpor atau diperoleh dengan menggunakan SKB PPN bagi Penyedia Pekerjaan EPC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) huruf a kepada pihak selain Pemilik Proyek yang mempunyai SKB PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) huruf a angka 2;
terdapat kekeliruan penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan telah diterbitkan SKB PPN Pengganti;
diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Mesin dan Peralatan pabrik tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan telah diterbitkan surat keterangan pembatalan SKB PPN atau surat imbauan; dan/atau
terjadi penggunaan fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN setelah pencabutan pengukuhan PKP dalam periode masa berlakunya SKB PPN, sehingga sisa kuota yang belum direalisasikan dari SKB PPN yang telah dicabut tidak dapat dimanfaatkan dan telah diterbitkan surat keterangan pencabutan SKB PPN yang berlaku sejak tanggal pencabutan pengukuhan PKP.
PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, huruf f, dan huruf g terutang pada saat dilakukannya impor atau saat terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d terutang pada saat Mesin dan Peralatan pabrik yang diserahkan kepada pihak selain Pemilik Proyek diimpor atau saat terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pembayaran PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak saat Mesin dan Peralatan pabrik diimpor atau saat terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pembayaran PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak saat Mesin dan Peralatan pabrik diserahkan kepada pihak selain Pemilik Proyek diimpor atau saat terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
PPN terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disetorkan ke kas negara dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
PPN yang sudah dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pengkreditan PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan pada Masa Pajak dilakukannya pembayaran.
Setelah Pemilik Proyek memperoleh SKB PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b, Penyedia Pekerjaan EPC selanjutnya dapat mengajukan permohonan SKB PPN kepada Direktorat Jenderal Pajak secara elektronik melalui SINSW dengan:
memasukkan informasi nomor SKB PPN dan RKIP yang telah disetujui dari Pemilik Proyek sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (1) huruf b; dan
mengunggah kontrak Pekerjaan EPC dengan Pemilik Proyek dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dengan tulisan Latin.
Penyedia Pekerjaan EPC mengunduh RKIP Pemilik Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan melengkapi dengan informasi:
nama kantor pabean dan nama pelabuhan kedatangan untuk impor Mesin dan Peralatan pabrik; atau
nama PKP penjual untuk perolehan Mesin dan Peralatan pabrik.
Unduhan RKIP Pemilik Proyek yang sudah ditambahkan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi RKIP yang merupakan satu kesatuan dengan permohonan SKB PPN dari Penyedia Pekerjaan EPC.
Berdasarkan permohonan SKB PPN yang dilengkapi RKIP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak melakukan verifikasi kelengkapan dokumen dan secara elektronik melalui SINSW menerbitkan:
SKB PPN bagi Penyedia Pekerjaan EPC beserta RKIP yang telah disetujui, dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), atau b. pemberitahuan penolakan, dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan SKB PPN disampaikan secara lengkap.
SKB PPN bagi Penyedia Pekerjaan EPC sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a berlaku terhitung sejak tanggal diterbitkan sampai dengan tanggal berakhirnya SKB PPN bagi Pemilik Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b.
Penyedia Pekerjaan EPC yang memperoleh SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a harus membuat:
Laporan Realisasi Impor dan Perolehan; dan
laporan realisasi penyerahan Mesin dan Peralatan pabrik kepada Pemilik Proyek.
Penyedia Pekerjaan EPC harus melakukan penyerahan Mesin dan Peralatan pabrik kepada Pemilik Proyek sesuai dengan kontrak Pekerjaan EPC.
Penyerahan Mesin dan Peralatan pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (7) merupakan penyerahan BKP yang dikenai PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam hal terjadi perubahan lokasi proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4), SKB PPN bagi Penyedia Pekerjaan EPC sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dinyatakan tidak berlaku, dan Penyedia Pekerjaan EPC harus mengajukan permohonan SKB PPN kembali di lokasi proyek yang baru setelah Pemilik Proyek memiliki SKB PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a di lokasi proyek yang baru.
Ketentuan mengenai contoh format SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Untuk memperoleh SKB PPN atas impor Mesin dan Peralatan pabrik yang juga diajukan permohonan fasilitas pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a angka 1, PKP harus terlebih dahulu memiliki Masterlist. (2) Dalam hal PKP merupakan Pemilik Proyek yang menunjuk Penyedia Pekerjaan EPC untuk melaksanakan Pekerjaan EPC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a angka 2, Penyedia Pekerjaan EPC memperoleh SKB PPN atas impor atau perolehan Mesin dan Peralatan pabrik setelah Pemilik Proyek:
memiliki Masterlist yang diperlukan untuk pengajuan permohonan SKB PPN bagi Pemilik Proyek tersebut; dan
mengajukan dan memperoleh SKB PPN bagi Pemilik Proyek tersebut.
Masterlist sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) huruf a diterbitkan berdasarkan permohonan fasilitas pembebasan Bea Masuk atas impor Mesin dan Peralatan pabrik yang disampaikan PKP atau Pemilik Proyek secara elektronik melalui sistem informasi yang disediakan oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal.
PKP atau Pemilik Proyek yang telah memperoleh Masterlist dapat mengajukan permohonan SKB PPN kepada Direktorat Jenderal Pajak secara elektronik melalui SINSW, segera setelah Masterlist diterbitkan melalui sistem informasi yang disediakan oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Permohonan SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti apabila PKP:
telah menyampaikan surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) tahun pajak terakhir dan surat pemberitahuan masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir, yang sudah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
tidak mempunyai utang pajak di kantor pelayanan pajak tempat PKP terdaftar maupun cabangnya terdaftar, atau mempunyai utang pajak namun atas keseluruhan utang pajak tersebut telah mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
telah menyampaikan Laporan Realisasi Impor dan Perolehan yang sudah menjadi kewajibannya.
Permohonan SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan dengan melengkapi informasi dan memilih Mesin dan Peralatan pabrik yang diajukan permohonan fasilitas pembebasan PPN dari Masterlist sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Dalam permohonan SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atas impor dan/atau perolehan Mesin dan Peralatan pabrik untuk pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal, PKP atau Pemilik Proyek harus melengkapi informasi dengan cara:
memasukkan informasi nomor izin usaha;
mengisi jenis barang, spesifikasi teknis dan Kode HS, dan kuantitas barang; dan
mengunggah:
uraian ringkas proses produksi bahwa Mesin dan Peralatan pabrik yang diimpor dan/atau diperoleh akan dipergunakan dalam unit produksi untuk menghasilkan BKP;
kalkulasi kapasitas Mesin produksi yang disesuaikan dengan jenis usaha;
gambar teknis atau denah tata letak Mesin pabrik di unit produksi;
data teknis atau brosur Mesin; dan
pernyataan bahwa Mesin dan Peralatan pabrik yang diimpor atau diperoleh tidak akan dipindahtangankan atau diubah peruntukannya dalam jangka waktu sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam hal impor dan/atau penyerahan Mesin dan Peralatan pabrik dilakukan oleh PKP atau Penyedia Pekerjaan EPC untuk industri pembangkitan tenaga listrik untuk kepentingan umum, PKP atau Pemilik Proyek harus menyampaikan tambahan informasi selain informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dengan cara mengunggah:
izin usaha penyediaan tenaga listrik; dan
perjanjian jual beli tenaga listrik.
Dalam hal impor Mesin dan Peralatan pabrik dilakukan oleh Penyedia Pekerjaan EPC sebagai bagian dari kontrak Pekerjaan EPC dengan Pemilik Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemilik Proyek menyampaikan informasi nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak Penyedia Pekerjaan EPC.
Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) harus telah disampaikan pada saat pengajuan permohonan pembebasan fasilitas dibebaskan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Daftar Mesin dan Peralatan pabrik yang dipilih untuk diajukan permohonan fasilitas pembebasan PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan RKIP yang menjadi satu kesatuan dengan permohonan SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat
Relevan terhadap
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib:
memasang tanda nama perusahaan sebagai Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh umum;
menyediakan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan pertukaran data secara elektronik untuk Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang diawasi oleh Kantor Pabean yang menerapkan sistem pertukaran data elektronik untuk Kawasan Berikat;
mendayagunakan teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang ( IT inventory ) yang merupakan subsistem dari sistem informasi akuntansi yang akan menghasilkan informasi laporan keuangan dan dapat diakses untuk kepentingan pemeriksaan dan/atau pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak;
mendayagunakan closed circuit television ( cctv ) untuk pengawasan pemasukan dan pengeluaran barang yang dapat diakses secara langsung ( realtime) dan daring ( online) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak serta memiliki data rekaman closed circuit television ( cctv ) paling sedikit 7 (tujuh) hari terakhir.
mengajukan permohonan perubahan izin Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama apabila terdapat perubahan data yang tercantum dalam izin Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB;
melakukan pencacahan ( stock opname ) terhadap barang-barang yang mendapat fasilitas kepabeanan, Cukai, dan perpajakan, dengan pengawasan dari Kantor Pabean yang mengawasi, paling sedikit 1 (satu) kali dalam waktu 1 (satu) tahun, serta menyampaikan laporan hasil pencacahan ( stock opname ) paling lambat 2 (dua) bulan setelah pelaksanaan pencacahan ( stock opname ), kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat SPT Masa PPN dilaporkan;
menyimpan dan memelihara dengan baik buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya;
menyelenggarakan pembukuan mengenai pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Berikat serta pemindahan barang dalam Kawasan Berikat berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan Kawasan Berikat apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
menyampaikan laporan keuangan perusahaan dan/atau laporan tahunan perusahaan kepada Kepala Kantor Pabean; dan
menyampaikan laporan atas dampak ekonomi dari pemberian fasilitas Kawasan Berikat yang paling sedikit memuat informasi mengenai nilai fasilitas fiskal yang diberikan, nilai investasi, jumlah tenaga kerja, dan nilai penjualan hasil produksi kepada Kepala Kantor Pabean paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.
Ketentuan ayat (4) Pasal 20 diubah, dan diantara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 20 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (3a) dan ayat (3b), sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut:
Barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean yang dimasukkan ke Kawasan Berikat dari:
tempat lain dalam daerah pabean;
Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
Kawasan Bebas;
kawasan ekonomi khusus; dan/atau
kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah, diberikan pembebasan Cukai dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.
Dalam hal pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
berasal dari bukan pengusaha kena pajak; dan/atau b. bukan termasuk penyerahan barang kena pajak, terhadap barang dimaksud tidak terutang PPN atau PPN dan PPnBM, dan tidak diterbitkan faktur pajak . (3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
barang yang dipergunakan sebagai Bahan Baku, Bahan Penolong, pengemas dan alat bantu pengemas, barang contoh, Barang Modal, bahan bakar, peralatan perkantoran, dan/atau untuk keperluan penelitian dan pengembangan perusahaan pada Kawasan Berikat;
barang jadi maupun setengah jadi untuk digabungkan dengan Hasil Produksi;
barang yang dimasukkan kembali dari kegiatan pengeluaran sementara;
Hasil Produksi yang dimasukkan kembali; dan/atau e. Hasil Produksi Kawasan Berikat lain.
(3a) Barang yang mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk Bahan Baku, Bahan Penolong, dan/atau pengemas dan alat bantu pengemas milik subjek pajak luar negeri yang ditujukan untuk diekspor dengan cara diolah atau digabung terlebih dahulu di Kawasan Berikat, sepanjang barang tetap berada dalam Kawasan Berikat sampai dengan dilakukannya ekspor.
(3b) Terhadap barang tetap berada dalam Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) merupakan barang tidak dikeluarkan dari Kawasan Berikat kecuali untuk proses pengiriman antar Kawasan Berikat dan/atau pengeluaran sementara.
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
bukan barang untuk dikonsumsi di Kawasan Berikat; dan
berkaitan dengan kegiatan produksi.
Terhadap pemasukan barang ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha kena pajak yang menyerahkan barang kena pajak:
wajib membuat faktur pajak, yang dibuktikan dengan dokumen persetujuan pemasukan barang ke Kawasan Berikat yang dimiliki oleh Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebelum menerbitkan faktur pajak;
tidak dapat menggunakan faktur pajak gabungan; dan
menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang terkait dengan pemasukan barang ke Kawasan Berikat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Faktur pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a harus diberikan keterangan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang Tempat Penimbunan Berikat.
Ketentuan mengenai perlakuan PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dipenuhi oleh setiap Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB.
PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB dengan menggunakan faktur pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) tidak dipenuhi oleh Pengusaha Kawasan Berikat dan/atau PDKB, atas pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM yang seharusnya tidak dipungut, tidak dapat dikreditkan.
Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (5) Pasal 24 diubah, diantara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 24 disisipkan 4 (empat) ayat, yakni ayat (1a), ayat (1b), ayat (1c), dan ayat (1d), diantara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a), dan diantara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 4 (empat) ayat, yakni ayat (4a), ayat (4b), ayat (4c), dan ayat (4d), sehingga Pasal 24 berbunyi sebagai berikut:
Tarif Layanan Badan Layanan Umum Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri pada Kementrian Perindustrian. ...
Relevan terhadap
Terhadap Perusahaan Multinasional yang menggunakan jasa layanan berupa Tarif Jasa Pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan tarif paling rendah sebesar 200% (dua ratus persen) dari Tarif Jasa Pengujian sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
Terhadap Mahasiswa, Pelajar, atau Lembaga Pendidikan yang menggunakan jasa layanan berupa Tarif Jasa Pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan tarif paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari Tarif Jasa Pengujian sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara penetapan Tarif Jasa Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Kepala Badan Layanan Umum Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri pada Kementerian Perindustrian.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2021 tentang Penetapan Jenis Barang Kena Pajak Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak ...
Relevan terhadap
Untuk memperoleh SKB PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3), Wajib Pajak mengajukan permohonan SKB PPnBM kepada Direktur Jenderal Pajak secara elektronik melalui laman Direktorat Jenderal Pajak atau laman yang terintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak.
Permohonan SKB PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat informasi:
nama Wajib Pajak, nama wakil dari Wajib Pajak atau nama kuasa dari Wajib Pajak;
alamat Wajib Pajak;
Nomor Pokok Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak wakil dari Wajib Pajak atau Nomor Pokok Wajib Pajak kuasa dari Wajib Pajak;
jenis usaha atau instansi/lembaga;
kode Barang Kena Pajak dan nama dan/atau jenis Barang Kena Pajak;
kuantitas barang;
Nilai Impor, dalam hal impor atau Harga Jual, dalam hal penyerahan;
PPnBM terutang;
nomor dan tanggal invois (invoice), dalam hal melakukan impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah;
nomor dan tanggal kontrak pembelian atau surat perjanjian jual beli atau dokumen yang dipersamakan;
kurs mata uang asing serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri yang digunakan saat permohonan, dalam hal melakukan impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah; dan
identitas pengurus atau pejabat yang berwenang dari instansi yang mengajukan permohonan.
Permohonan SKB PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen pendukung yang diunggah pada laman Direktorat Jenderal Pajak atau laman yang terintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak.
Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa kopi dokumen:
invois ( invoice ) __ dan bill of lading atau airway bill, dalam hal impor;
kontrak pembelian atau surat perjanjian jual beli atau dokumen yang dipersamakan yang memuat keterangan nama penjual, nama pembeli, serta jenis dan spesifikasi Barang Kena Pajak yang tergolong mewah;
dokumen yang menunjukkan kegiatan usaha angkutan udara atau usaha angkutan umum di perairan berupa nomor izin berusaha dan sertifikat standar yang telah diverifikasi atau surat izin usaha angkutan udara atau izin usaha angkutan umum di perairan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perizinan berusaha, dalam hal Wajib Pajak melakukan impor atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b atau huruf d; dan
dokumen yang menunjukkan kegiatan usaha pariwisata berupa nomor izin berusaha dan sertifikat standar yang telah diverifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Usaha Bidang Pariwisata atau izin usaha pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perizinan berusaha, dalam hal Wajib Pajak melakukan impor atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e.
Untuk dapat mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
tidak memiliki utang pajak, kecuali Wajib Pajak mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak; dan
telah menyampaikan:
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan 2 (dua) Tahun Pajak terakhir; dan
Surat Pemberitahuan Masa PPN 3 (tiga) Masa Pajak terakhir, yang telah menjadi kewajibannya baik bagi pusat maupun cabang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Organisasi Internasional dan Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan ...
Relevan terhadap
bahwa untuk memajukan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia, perlu menjalin hubungan kerja sama internasional yang harmonis dan saling menguntungkan dengan organisasi internasional;
bahwa untuk memberikan kepastian hukum mengenai perlakuan perpajakan bagi organisasi internasional tertentu, perlu menetapkan peraturan mengenai organisasi internasional dan pejabat perwakilan organisasi internasional yang tidak termasuk subjek Pajak Penghasilan;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.03/2008 tentang Penetapan Organisasi- organisasi Internasional dan Pejabat-pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.010/2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.03/2008 tentang Penetapan Organisasi- organisasi Internasional dan Pejabat-pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan masih terdapat kekurangan, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu mengganti Peraturan Menteri Keuangan dimaksud;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Organisasi Internasional dan Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan;
Pemberian Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan Bagi Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri. ...
Relevan terhadap 7 lainnya
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN BAGI PERUSAHAAN INDUSTRI DI KAWASAN INDUSTRI DAN PERUSAHAAN KAWASAN INDUSTRI.
Bagi Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang melakukan kegiatan usaha di WPI maju dapat diberikan fasilitas perpajakan dan/atau kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) berdasarkan peraturan perundangan-undangan di bidang perpajakan dan kepabeanan.
Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Serta Pemotongan dan/atau Pe ...
Relevan terhadap
PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh Instansi Pemerintah, dalam hal:
pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) tidak termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang, dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah);
pembayaran dengan kartu kredit pemerintah atas belanja Instansi Pemerintah Pusat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran dan penggunaan kartu kredit pemerintah;
pembayaran untuk pengadaan tanah;
pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
pembayaran atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi;
pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/atau
pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh PKP Rekanan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
bahwa untuk memberikan kemudahan, mendorong kepatuhan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan, serta meningkatkan pelayanan kepada instansi pemerintah, perlu melakukan penyesuaian tata cara pendaftaran dan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta pengukuhan dan pencabutan Pengusaha Kena Pajak bagi instansi pemerintah;
bahwa untuk memberikan kepastian hukum, simplifikasi regulasi, dan optimalisasi penerimaan pajak dari belanja dan pendapatan instansi pemerintah, perlu mengatur tata cara pemotongan dan/atau pemungutan pajak, serta pelaporan Surat Pemberitahuan bagi instansi pemerintah;
bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5), Pasal 3 ayat (3c), dan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang, Pasal 21 ayat (8) dan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dan Pasal 16A ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Pemotongan dan/atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak bagi Instansi Pemerintah;
PPN yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) merupakan Pajak Keluaran bagi PKP Instansi Pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN.
PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP Instansi Pemerintah karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak merupakan Pajak Masukan bagi PKP Instansi Pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN.
Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dikreditkan bagi PKP Instansi Pemerintah yang menyediakan jasa dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi PKP Instansi Pemerintah yang menjalankan pola pengelolaan keuangan BLU/BLUD.
Pengkreditan Pajak Masukan bagi Instansi Pemerintah yang menjalankan pola pengelolaan keuangan BLU/BLUD dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Apabila dalam suatu Masa Pajak PKP Instansi Pemerintah selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
Apabila dalam suatu Masa Pajak PKP Instansi Pemerintah selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan PPN yang harus disetor oleh PKP Instansi Pemerintah.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya dan dapat diajukan permohonan pengembalian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Akuntan Beregister.
Relevan terhadap
KJA wajib memberikan jasa akuntansi sesuai dengan kompetensi yang dimiliki Akuntan Berpraktik di dalamnya.
Jasa KJA meliputi paling sedikit jasa pembukuan, jasa kompilasi laporan keuangan, jasa manajemen, akuntansi manajemen, konsultasi manajemen, jasa perpajakan, jasa prosedur yang disepakati atas informasi keuangan, jasa pendampingan laporan keuangan, jasa penyusunan laporan tata kelola perusahaan yang baik, dan/atau jasa sistem teknologi informasi.
KJA yang memberikan jasa perpajakan harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
KJA dilarang memberikan jasa asurans sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik.
KJA yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin.
Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris Perusahaan Perseroan (Persero)Di Bawah Pembinaan dan Pengawasan Menteri Keuangan. ...
Relevan terhadap
Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris Persero.
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik dalam pelaksanaan pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris Persero.
Peraturan Menteri ini berlaku bagi Persero di bawah pembinaan dan pengawasan Menteri Keuangan yang 100% (seratus persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia.
Integritas dan moral yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, terdiri atas:
tidak pernah terlibat dalam perbuatan rekayasa dan praktik-praktik menyimpang atau bertindak tidak jujur pada tempat bekerja sebelum pencalonan;
tidak pernah terlibat dalam perbuatan cedera janji yang dapat dikategorikan tidak memenuhi komitmen yang telah disepakati pada tempat bekerja sebelum pencalonan;
tidak pernah terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dapat memberikan keuntungan bagi yang bersangkutan dan/atau pihak lain;
tidak pernah terlibat dalam perbuatan yang dikategorikan sebagai pelanggaran berkaitan dengan prinsip-prinsip pengurusan perusahaan yang sehat; dan e. tidak pernah dipidana dengan ancaman hukuman pidana di atas 5 (lima) tahun.
Penilaian integritas dan moral yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didukung dengan pernyataan tertulis dari calon yang bersangkutan sesuai dengan format yang tercantum dalam huruf B Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.