Badan Kebijakan Fiskal
Relevan terhadap
Fiskal Internasional Pilar berikutnya berfokus pada bantuan internasional untuk negara-negara yang paling membutuhkan. Forum G20 juga mengambil peran aktif dalam memimpin koordinasi pemberian bantuan bagi berbagai negara yang terdampak paling besar oleh pandemi. Koordinasi ini melibatkan IMF, Bank Dunia, bank pembangunan multilateral, kreditor swasta dan bank sentral demi tercapainya respon yang efektif untuk menjawab dampak pandemi. Berbagai macam bantuan yang dihasilkan sejauh ini, antara lain keringanan utang bagi 27 negara senilai 177 juta Special Drawing Rights (SDR) oleh IMF, bantuan bagi negara berkembang dan berpendapatan rendah dari bank pembangunan multilateral yang dikoordinir oleh Bank Dunia yang bernilai 230 miliar dolar AS, serta implementasi Debt Service Suspension Initiative (DSSI) yang digagas Forum G20 demi memberikan penangguhan utang negara- negara berpendapatan rendah yang jatuh tempo pada Mei hingga Desember 2020. Berbagai bantuan diberikan dengan tujuan untuk memberikan ruang fiskal bagi berbagai negara yang paling terdampak pandemi untuk dapat merespon kondisi domestik secara optimal. Saat ini telah terdapat 42 negara yang mendaftarkan dirinya pada DSSI dengan estimasi penangguhan utang sebesar 5.3 triliun dolar AS. Melihat kondisi pandemi saat ini yang belum membaik secara signifikan dan merata, maka Forum G20 juga mendiskusikan kemungkinan perpanjangan program DSSI hingga tahun 2021. IMF dan Bank Dunia akan bekerja sama mempersiapkan laporan atas kebutuhan likuiditas negara-negara yang berhak, untuk dijadikan rujukan dalam menentukan perpanjangan program DSSI. Pilar terakhir adalah pelajaran untuk masa mendatang yang bertumpu pada pemantauan risiko dan peningkatan kesiapan global untuk menghadapi apabila krisis luar biasa masa terjadi di masa yang akan datang. Menyadari beragamnya sumber risiko yang ada, Forum G20 berkomitmen untuk membangun matrik dan analisis mendalam atas risiko dari berbagai sektor melalui kerjasama dengan IOs. Salah satu risiko tersebut adalah terkait volatilitas aliran modal yang dapat mengancam stabilitas ekonomi global. Atas hal tersebut, Forum G20 bersama dengan IOs akan melakukan analisis mendalam untuk mendapatkan akar penyebab volatilitas, dan mempersiapkan upaya mitigasi dan menu kebijakan untuk menjawabnya. Peran pasar modal domestik merupakan kunci dalam memitigasi volatilitas tersebut dan memperkuat kestabilan keuangan. Belum jelasnya akhir dari pandemic COVID-19 ini membuat Forum G20 terus melakukan adaptasi dan evaluasi dari G20 AP ini. Terlepas dari penemuan vaksin yang diperkirakan pada awal 2021, masih terdapat tantangan seperti distribusi vaksin ke semua negara dan proses vaksinasi hingga mencapai herd immunity . Sementara itu, pembatasan mobilitas masyarakat karena pandemi, tidak berhenti memberikan dampak negatif bagi kesejahteraan masyarakat. Dengan koordinasi dan kerja sama internasional yang terjaga dan teregulasi dengan baik, dukungan yang diberikan saat ini diharapkan terus berlanjut hingga pandemi COVID-19 teratasi.
Fokus tata kelola yang baik, maka dapat membangun: (i) keyakinan para pelaku pasar untuk bertransasksi secara aktif; (ii) mendorong terbentuknya tingkat harga pasar yang wajar; dan (iii) memungkinkan para pelaku pasar mengukur dan mengelola risiko-risiko pasar atas dasar informasi-informasi yang tersedia ( full disclosures ). Sebaliknya pasar keuangan yang bergejolak dan rentan atas shock eksternal seperti COVID-19 akan berpotensi menimbulkan berbagai dampak spillover ; antara lain: (i) dapat mempengaruhi stabilitas lembaga-Iembaga keuangan, khususnya lembaga keuangan yang memiliki struktur pengelolaan dana yang mismatch ; (ii) dapat menyulitkan otoritas dalam memformulasikan kebijakan makroekonomi; (iii) volatilitas harga pasar akan mempengaruhi instrumen moneter yang digunakan dalam rangka transmisi kebijakan moneter ke sektor riil, misalnya suku bunga pasar; dan (iv) dapat menimbulkan beban jika otoritas dituntut untuk mengambil tindakan pemulihan stabilitas, misalnya, dalam hal terjadi ketidakstabilan pasar valuta asing yang mengakibatkan tekanan pada nilai tukar mata uang lokal, maka kebijakan yang diambil umumnya adalah meningkatkan suku bunga. Ketiga adalah optimalisasi lembaga pengawasan, terutama dibutuhkan dalam menerapkan kebijakan yang: (i) konsisten, terintegrasi, forward looking , dan cost effective ; (ii) dapat mempertahankan tingkat kompetisi yang sehat; dan (iii) dapat mendukung inovasi pasar keuangan. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa ketidakstabilan sektor keuangan dapat mengakibatkan terganggunya aktivitas mobilisasi dana yang sangat diperlukan oleh sektor riil. Dengan terhambatnya aliran dana tersebut, sektor riil akan membatasi bahkan menghentikan aktivitas perekonomian. Di samping itu, kestabilan sektor keuangan, khususnya pasar keuangan, sangat diperlukan dalam menunjang proses transmisi kebijakan moneter. Beranjak dari pentingnya stabilitas keuangan bagi eksistensi lembaga keuangan secara individu maupun pertumbuhan sektor keuangan, moneter dan fiskal secara keseluruhan, maka diperlukan suatu kebijakan publik yang konsisten, terintegrasi dan tidak saling menimbulkan distorsi. Untuk mewujudkan pelaksanaan kebijakan tersebut, dibutuhkan adanya kolaborasi yang erat antara pihak-pihak yang bertanggungjawab terhadap stabilitas sektor keuangan, moneter, dan fiskal. Kolaborasi tersebut diperlukan untuk melakukan tindakan antisipasi ( forward looking ) untuk menjaga stabilitas sektor keuangan.
1 Peneliti Utama Badan Kebijakan Fiskal Editorial Sektor Keuangan ( Financial Sector ) adalah bagian ekonomi yang terdiri dari perusahaan dan lembaga yang menyediakan jasa atau layanan keuangan ( financial service ) kepada pelanggan komersial dan ritel. Sektor ini terdiri dari berbagai industri seperti perbankan ( banks ), perusahaan investasi ( investment companies ), perusahaan asuransi ( insurance companies ), dan perusahaan real estate . Sektor Keuangan merupakan penggerak utama ( the primary driver ) perekonomian suatu negara. Sektor ini memberikan aliran modal dan likuiditas di pasar keuangan. Perbankan memberikan layanan keuangan berupa rekening giro dan tabungan, hipotek, pinjaman, dan kartu kredit, serta layanan investasi tertentu. Individu dapat mengakses pasar keuangan seperti saham dan obligasi melalui layanan investasi ( investment service ). Asuransi memberikan perlindungan terhadap risiko kematian atau cedera (misalnya asuransi jiwa, asuransi pendapatan cacat, asuransi kesehatan), dan juga perlindungan terhadap risiko kehilangan atau kerusakan properti serta kewajiban atau tuntutan hukum. Hedge fund , mutual funds , dan investment partnerships berperan menginvestasikan uang di pasar keuangan. Para Manajer Investasi ini membutuhkan layanan kustodi untuk memperdagangkan dan melayani portofolio mereka. Ada juga private equity funds dan venture capital providers yang memasok modal investasi ke perusahaan dengan imbalan berupa profit participation . Inilah ekosistem sektor keuangan. Sektor Keuangan memiliki peran yang vital dalam perekonomian suatu negara. Ketika sektor ini kuat, ekonomi akan tumbuh. Sebaliknya, sektor keuangan yang rapuh dapat menyeret perekonomian masuk ke jurang krisis atau resesi. Ketika sistem keuangan mulai rusak, perekonomian mulai menderita. Modal mulai mengering karena pemberi pinjaman memperketat kendali pinjaman. Pengangguran meningkat, dan upah bahkan mungkin turun, membuat konsumen berhenti berbelanja. SEKTOR KEUANGAN KITA Karena itu, pengelola lembaga keuangan harus menerapkan tata kelola perusahaan yang baik, termasuk pengelolaan risiko. Ketika sektor keuangan dan ekonomi kuat, konsumen akan mendapat lebih banyak manfaat. Mereka bisa akses untuk mendapatkan pinjaman, menabung, dan melakukan investasi pada berbagai instrument keuangan yang tersedia di pasar keuangan. Sektor keuangan yang kuat dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Karena itu, sektor ini harus diatur dengan regulasi yang sangat ketat. Saat ini, pemerintah sedang mendesain Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Pertimbangannya adalah UU Sektor Keuangan seperti UU Perbankan, UU Asuransi, UU Pasar Modal, UU Dana Pensiun, dan UU Koperasi, merupakan produk lama yang kurang adaptif terhadap kebutuhan dan tantangan di era kini, terutama digitalisasi dan munculnya produk-produk keuangan baru. Beberapa industri malah belum didukung regulasi setingkat undang-undang, seperti pegadaian dan modal ventura. Masalah yang terjadi pada sektor keuangan Indonesia juga banyak dan cukup serius. Literasi keuangan masih rendah, ketimpangan akses masyarakat ke jasa keuangan masih tinggi, biaya transaksi juga cukup tinggi, indeks inklusi keuangan dan indeks pendalaman keuangan yang rendah, dan lebih dari 44 juta UMKM yang merupakan unbanked population . Regulasi yang ada juga kurang memberikan perlindungan kepada investor dan konsumen sehingga trust masyarakat dan investor menjadi rendah. Indonesia juga perlu memperkuat regulasi untuk menciptakan stabilitas sistem keuangan. Hampir semua indikator kemajuan sektor keuangan di Indonesia kalah jauh secara global, termasuk dengan negara-negara peers di lingkungan ASEAN. Artikel-artikel terkait Sektor Keuangan ini disajikan dalam Warta Fiskal edisi ini yang kami beri judul “Sektor Keuangan Kita”. Demikian Editorial, selamat membaca. Syahrir Ika ^1
BPHN
Relevan terhadap
Legal Form Badan Usaha di Indonesia dikaji oleh Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum terkait Badan Usaha Jakarta, BPHN.go.id – Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mengadakan “ Focus Group Discussion (FGD) Temuan Kelompok Kerja (Pokja) Analisis dan Evaluasi Hukum terkait Badan Usaha”, pada tanggal 24-25 Juli 2018, bertempat di Hotel Aryaduta, Jakarta. Dalam FGD Temuan Pokja Badan Usaha ini dibahas beberapa temuan hasil analisis dan evaluasi hukum terkait Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2004 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Beberapa isu mengemuka dalam FGD ini, di antaranya mengenai persoalan “kekayaan negara yang dipisahkan” dalam UU BUMN yang menimbulkan kebingungan/dualisme dalam prakteknya, insentif kepada Kepala Daerah dalam pengelolaan BUMD, pembatasan keterlibatan pegawai BUMD dalam partai politik, bentuk hukum Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), usulan pendirian Perseroan Terbatas oleh satu orang, dan dampak Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik ( OSS ) terhadap pengaturan terkait Koperasi dan Wajib Daftar Perusahaan. Ketua Pokja Analisis dan Evaluasi Hukum terkait Badan Usaha, Dr. Yetty Komalasari Dewi, S.H.,M. Li menyampaikan bahwa analisis dan evaluasi hukum yang dilakukan tidak boleh terlepas dari sejarah dan landasan filosofis pembentukannya. Keinginan untuk memutakhirkan pengaturan terkait berbagai badan usaha jangan sampai melupakan akar sejarah dan tujuan filosofis yang ada. Untuk membuat hasil analisis lebih komprehensif, Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN akan melakukan Cost Benefit Analysis (CBA) khususnya terhadap Undang-undang BUMN. FGD Temuan ini juga dihadiri oleh para stakeholder terkait yang juga merupakan anggota Pokja, antara lain, Siti Yuniarti, S.H., M.H. (Universitas Bina Nusantara), Muhammad Nur Solikhin (Pusat Studi Hukum dan Kebjiakan Indo nesia), Henra Saragih (Asisten Deputi Peraturan Perundang-Unda ngan Kementerian Koperasi dan UMKM), Wahyu Setiawan (Biro Hukum Kementerian BUMN), Edward James Sinaga, S.H., M.H. (Peneliti Balitbangkumham), Maftuh (Ditjen AHU), dan Maman Oesman Rasjidi (CRR). Beberapa usulan yang menge muka dalam kegiatan FGD temuan ini diantaranya adalah perlunya mengatur beberapa materi pokok terkait hal yang bersifat teknis melalui peraturan pelaksana, serta perlunya memperjelas defenisi terkait subjek atau objek hukum yang diatur. (pusanev)
Daftar Isi Salam Redaksi . .................................................... 2 Berita Utama Pengelolaan Surat Masuk dan Surat Keluar secara digital untuk menunjang kinerja BPHN............ 4 Penataan Regulasi Peraturan Perundang-Undangan Bidang Polhukampem Dengan Menggunakan Metode Penilaian 5 Dimensi............................................................................ 6 Untuk Kali Kedua, Aplikasi Garapan BPHN ‘Tembus’ TOP 99 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2018. ........................................................................ 10 Pojok JDIHN Pusat-Daerah Bersinergi Kelola JDHIN......................... 12 Pendampingan Aplikasi Integrasi Sistem Jdih Tingkat Daerah. .................................................................. 13 Wujudkan Akses Informasi Terintegrasi di Jabar, Bphn Bersama Kanwil Kumham Gelar Rakor Jdihn 14 Bimtek Penguatan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum. ...................................................... 15 Rapat Koordinasi Dalam Rangka Evaluasi Pelaksananan Permen kumham No. 30 Tahun 2013. . 16 Berita Cerdas Hukum (PusluhBankum) Menkumham Resmikan 14 Desa Sadar Hukum di Bali. ................................................................................... 17 Menggaet Kalangan Milenial. .......................................... 18 Penilaian Angka Kredit JFT Penyuluh Hukum Akan Diperketat. ................................................................. 19 Verifikasi/Akreditasi Obh, Bphn Gandeng Dewan Pers dan Ombudsman RI.......................................................... 20 Seputar Kegiatan PUSANEV Focus Group Discussion (FGD) Temuan Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum Terkait Ketenagalistrikan: Dualisme Pengaturan Mengenai IMB Harus Segera Diselesaikan.................. 21 Legal Form Badan Usaha di Indonesia dikaji oleh Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum Terkait Badan Usaha. ........................................................ 22 Topik E-Commerce Mengemuka dalam FGD Pokja Perdagangan Lintas Negara................................ 23 FGD Temuan Pokja Analisis dan Evaluasi Hukum Terkait Perpajakan. ............................................................ 24 Pusren at Glance Diskusi Publik Penyusunan Naskah Akademik Ruu Tentang Perubahan Atas Uu No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. ....................................... 25 Rapat Antar Kementrian Pemantauan Program Penyusunan RUU, PP dan Perpres Tahun 2018. ........................................................................ 26 Diskusi Publik Terkait Badan Usaha.............................. 27 Diskusi Publik Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia................................................ 29 Liputan Kegiatan Selamat Datang Prof Benny Riyanto dan Terima Kasih Prof Enny Nurbaningsih.................. 31 Bphn Turut Sukseskan Kegiatan Rakor Capaian Kinerja Kemenkumham T.A. 2018. ................. 32 Meriahkan Hut Ri Ke-73, Bphn Gelar Pesta Rakyat.. 33 Delegasi Thailand Kunjungi Bphn................................ 34 Audiensi Dengan The American Chamber of Commerce (Amcham)................................................. 34 Terkait Revisi Uu Narkotika, Prof Enny: Jangan Sampai Over Kapasitas Lapas, Menjadi Over Kapasitas Rehab 35. 35 Semarak Idul Adha 2018, Bphn Laksanakan Penyembelihan Hewan Kurban............... 36 Pusdok Kunjungi Perpustakaan Nasional.................... 37 Masukan Berharga Untuk Revisi UU Kepailitan dan Pkpu........................................................................... 38 Kunjungan Institut Agama Islam Negeri Surakarta ke Badan Pembinaan Hukum Nasional........................ 40 Bphn Gelar Rapat Internalisasi Pelaksanaan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah. ................................ 41 Uu Arbitrase Perlu Disesuaikan dengan Ketentuan Internasional.................................... 42 Artikel Indonesia dan Wto.......................................................... 43 Kata Mereka Asian Gamens. ................................................................... 44 Konsultasi Hukum . ............................................. 46 Serba-Serbi 5 Lomba 17 Agustus-An Bersejarah.............................. 49 Galeri Bphn ......................................................... 51
membicarakan hal yang bersifat sangat teknis. Nantinya, Dewan Pers akan memberikan akses memperolah informasi dari insan pers, misalnya peliputan persidangan yang sekaligus dapat menjadi bahan saat memantau bagaimana OBH dalam memberikan pelayanan hukum pada masyarakat atau kliennya. Sementara itu, Ombudsman RI nantinya akan melakukan pengecekan standar pelayanan yang diberikan OBH kepada masyarakat. “Akan segera kami tindak lanjuti secara teknis,” kata Kepala Bidang Bantuan Hukum BPHN, C. Kristomo. Kepala Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum BPHN, Djoko Pudjiraharjo, dalam kesempatan yang sama menambahkan bahwa syarat verifikasi dan akreditasi sebagaimana Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2013 tentang Tata Cara Verifikasi dan Akreditasi Lembaga Bantuan Hukum dan Organisasi Bantuan Hukum, terdiri atas sejumlah kriteria seperti status badan hukum, memiliki kantor atau secretariat tetap, pengurus, program bantuan hukum, serta memiliki advokat dan paralegal. Dengan syarat seperti itu, diharapkan kualitas OBH akan lebih terjamin. “Kita berharap verifikasi tahun ini ada peningkatan kualitas. Bicara masalah ‘kualitas, setara bintang lima’ dengan anggaran kaki lima,” kata bapak Djoko. (RA/NNP) Seputar Kegiatan PusANEV Focus Group Discussion (FGD) Temuan Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum Terkait Ketenagalistrikan : Dualisme Pengaturan Mengenai IMB Harus Segera Diselesaikan Jakarta, BPHN.go.id Dualisme pengaturan dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan menjadi isu krusial dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Temuan Kelompok Kerja (Pokja) Analisis dan Evaluasi Hukum terkait Perizinan Mendirikan Bangunan, BPHN, di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat (25-26 Juli 2018). Hal ini menimbulkan potensi disharmoni kewenangan dalam pemberian perizinan bangunan. Disharmoni yang dimaksud dapat ditelaah dalam Permendagri No. 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian IMB dan Permen PUPR No. 05/ PRT/M/2016 tentang Izin Mendirikan Bangunan Gedung sebagaimana diubah dengan Permen PUPR No. 6 Tahun 2017. Menurut PP No 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, kewenangan Izin Mendirikan Bangungan adalah kewenangan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum. Namun demikian, oleh karena pelaksanaan IMB dilaksanakan di daerah, maka Kementerian Dalam Negeri juga memiliki tanggung jawab dalam mengawasi, membina dan mengevaluasi kinerja pemerintahan di daerah dalam kerangka otonomi daerah termasuk dalam pengurusan IMB. Urusan Izin Mendirikan Bangu nan merupakan urusan kon kuren yaitu urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintahan pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota. Irisan kewenangan dalam penyelenggaraan IMB berpotensi menimbulkan disharmoni hukum dalam pelaksanannya, sebab kedua Permen tersebut menjadi pedoman penyelengaraan IMB bagi Pemerintah Daerah yang masih berlaku sampai sekarang. FGD ini dihadiri oleh Ketua Pokja, Udin Silalahi (FH UPH), anggota Pokja yang terdiri dari perwakilan dari Kemenko Bidang Perekonomian, BKPM, Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat (PUPR), Badan Penelitian Hukum & HAM Kemenkumham, Dinas Penanaman Modal & PTSP Provinsi DKI Jakarta, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Center for Regulatory Research , dan Pusat Perencanaan Hukum Nasional, __ serta para analis hukum dari Pusat Anevkumnas, BPHN.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Monitoring dan evaluasi berkala “Saya mendukung langkah-langkah cepat pemerintah dalam merumuskan peraturan teknis pelaksanaan dari implementasi PEN,” Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto menyampaikan dukungannya. Namun demikian, ia menilai pemerintah juga sudah memahami bahwa implementasi antara peraturan dan pelaksanaan di lapangan terdapat celah. “Sebagai contoh, turunan peraturan dari PP 23 tahun 2020 atas program Penempatan Dana diikuti PMK 64 tahun 2020 tidak dapat terakselerasi oleh perbankan di lapangan akibat persyaratan yang terlalu rigid dalam akses program tersebut,” contohnya. Oleh sebab itu, Dito berpendapat perlu ada monitoring dan evaluasi secara bersama baik Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjaminan Simpanan terhadap kondisi dan perkembangan industri jasa keuangan secara berkala. Proses monitoring dan evaluasi implementasi PEN kini berjalan rutin. Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) serta aparat penegak hukum (KPK, Kejaksaan dan POLRI) melakukan monitoring, evaluasi, serta pengendalian pelaksanaan program- program PEN. Di internal Kementerian Keuangan, proses monitoring dan evaluasi dilakukan secara berjenjang. “Menteri Keuangan waktu itu telah menunjuk Tim Monev PEN yang diketuai Wakil Menteri Keuangan. Di tim itu ada empat sub tim besar,” ungkap Adi. Proses monitoring dan evaluasi dimulai dari kelompok kerja yang dipimpin oleh Pejabat Eselon I yang dilakukan setiap hari, laporan ke Wakil Menteri Keuangan setiap 3 hari, dan laporan ke Menteri Keuangan setiap minggu. Dalam setiap jenjang, dibahas perkembangan pelaksanaan program, identifikasi permasalahan, dan perumusan solusi untuk mengakselerasi dan mendorong efektivitas program. Penyesuaian postur APBN Untuk memastikan ketersediaan anggaran dalam penanganan pandemi, pemerintah melakukan penyesuaian terhadap postur dan rincian APBN 2020. Awalnya, penyesuaian tersebut tertuang dalam Perpres 54/2020. Namun, melihat perkembangan hari demi hari dampak pandemi, penyesuaian postur APBN kembali dilakukan yang tertuang dalam Perpres 72/2020. “Ketika menerbitkan Perpu 1/2020 yang kemudian ditindaklanjuti dengan Perpres 54/2020, pemerintah menambah defisit dari 1,76 persen ke 5,07 persen. Di Perpres 72 yang ditetapkan presiden tanggal 24 Juni lalu, dalam rangka mendukung sinergi dan perluasan ekstensifikasi penanganan pandemi ini, defisit diperlebar lagi menjadi 6,34 persen,” ujar Direktur Penyusunan APBN Direktorat Jenderal Anggaran Rofyanto Kurniawan. Langkah tersebut dilakukan lantaran pendapatan negara diproyeksikan lebih rendah Rp60,9 triliun sebagai dampak perlambatan ekonomi. Di sisi lain, pemberian insentif perpajakan dan belanja negara menjadi lebih tinggi Rp125,3 triliun karena menampung tambahan kebutuhan anggaran pemulihan ekonomi. Meskipun faktor ketidakpastian tinggi, Rofyanto mengungkapkan Perpres 72/2020 telah mengantisipasi dan mempertimbangkan berbagai risiko yang akan muncul ke depan. “Tentunya dengan berbagai upaya yang kita lakukan, kita harapkan target yang ingin dicapai pemerintah bisa tercapai melalui Perpres 72/2020 ini, baik dari sisi penanganan COVID-19, sisi makro ekonominya, maupun sisi sustainabilitas APBN-nya,” tuturnya. “Pemerintah sudah mengantisipasi berbagai ketidakpastian di depan. Kita sudah menyiapkan skenario untuk program- program yang akan dijalankan dalam rangka menjaga daya beli masyarakat sampai dengan akhir tahun 2020.” Sementara itu, terkait penyusunan RAPBN 2021, Rofyanto berharap tahun 2021 menjadi masa transisi dari penanganan pandemi COVID-19 pada tahun 2020. “Kita harapkan tentunya penanganan pandemi ini bisa terfokus di tahun 2020 saja. Tahun 2021 kita sudah bisa fokus ke pemulihan ekonomi,” ucapnya. Ia pun memetakan beberapa tantangan perekonomian dan risiko yang perlu diwaspadai untuk dimitigasi. “Pertama, kita harus menyadari sepenuhnya bahwa pemulihan perekonomian global, termasuk pemulihan ekonomi kita, masih ada risiko ketidakpastian,” jelas Rofyanto. Kedua, Indonesia masih harus menghadapi tantangan untuk keluar dari middle income trap . Belum lama ini, Indonesia baru saja naik peringkat menjadi upper middle income country . Menurutnya, Indonesia harus bergerak ke arah high income country . Dengan berbagai tantangan dan risiko, kebijakan fiskal 2021 diarahkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Selain itu, kata Rofyanto, pemerintah juga akan menjalankan program-program reformasi, baik itu reformasi dari sisi pendapatan, belanja maupun dari sisi pembiayaan. “Untuk itulah, dalam menyiapkan RAPBN 2021, berbagai anggaran alokasi yang kita siapkan itu merupakan anggaran yang responsif, yang artinya dinamis bisa merespon berbagai dinamika perubahan yang akan terjadi,” pungkasnya. Unduh Mobile PPID, dapatkan kemudahan informasi terkait Kementerian Keuangan Kemudahan akses untuk menu permohonan informasi dan keberatan. Keleluasaan bagi pengguna untuk update profil akun secara mandiri. Tampilan lebih user friendly terutama untuk tuna netra. Tampilan baru pada menu riwayat permohonan informasi dan keberatan.
Laporan Utama Teks CS. Purwowidhu ‘WHATEVER IT TAKES’ P ola permintaan ( demand ) dan penawaran ( supply ) di seluruh dunia berubah akibat COVID-19 yang secara alamiah membentuk kebiasaan baru dalam perekonomian. Menyikapi kondisi ini pemerintah telah menyusun beragam program yang menyasar pemulihan ekonomi, baik di sisi demand maupun supply . Pemerintah pun telah merevisi APBN 2020 untuk mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dalam revisi baru, pemerintah memperluas defisit anggaran menjadi 6,34 persen dari PDB. Simak petikan wawancara Media Keuangan dengan Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Nathan Kacaribu, mengenai upaya pemulihan ekonomi nasional. Apa tujuan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)? Program PEN ini ditujukan untuk membantu meningkatkan daya beli masyarakat serta memulihkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Kita mulai dari rumah tangga masyarakat yang paling rentan, lalu ke sektor usaha, lagi-lagi kita lihat yang paling rentan yaitu UMi dan UMKM. Lalu dengan logika yang sama kita menciptakan kredit modal kerja untuk korporasi. Kita juga akan berikan special tretament untuk sektor pariwisata, perdagangan, dan pabrik-pabrik padat Salah satu yang juga sedang didorong dan cukup efektif adalah bentuk penjaminan kredit modal kerja dan dipasangkan dengan penempatan dana murah di perbankan. Nah, ini sudah jalan tiga minggu, pemerintah menempatkan Rp30 triliun di Bank Himbara lalu didorong dengan penjaminan itu kemudian sekarang sudah tercipta lebih dari Rp20 triliun kredit modal kerja baru. Untuk insentif perpajakan masih belum optimal karena wajib pajak yang berhak untuk memanfaatkan insentif tidak mengajukan permohonan dan perlunya sosialisasi yang lebih masif dengan melibatkan stakeholders terkait. Merespon hal ini, kita melakukan simplifikasi prosedur agar lebih mudah dijalankan oleh calon beneficiary. Upaya apa yang dilakukan untuk perbaikan program PEN? Setiap kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan dalam rangka program PEN, termasuk monitoring dan evaluasi yang kita lakukan setiap minggu akan mengikuti kondisi perekonomian saat ini. Semua program kita evaluasi, mana yang jalan dan mana yang kurang. Yang kurang efektif siap-siap untuk dicarikan cara yang lebih cepat atau diganti programnya dan sebagainya supaya bisa diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sampai kapan program PEN dilangsungkan? Pemerintah akan meneruskan kebijakan yang bersifat preventif dan adaptif dengan perkembangan kasus dan dampak dari COVID -19. Meski tanda-tanda pemulihan ekonomi mulai terlihat namun pemulihan pasti terjadi perlahan-lahan. Karena selama belum ditemukan obat atau vaksin yang efektif tentunya kita masih dihadapkan dengan risiko inheren. Nah, risiko ini yang terus kita asess . Yang pasti, tujuan pemerintah adalah terus membantu masyarakat yang terdampak COVID-19. Bagaimana mitigasi risiko dalam upaya pemulihan ekonomi? Saat ini kita dalam suasana krisis dan kita ingin mendorong perekonomian agar pulih sesegera mungkin. Risiko ekonomi yang lebih besar adalah resesi. Untuk itu jangan sampai kita gagal menstimulasi ekonomi, padahal kita memang sudah ada budget nya. Itu yang menjadi tantangan dan menjadi cambuk bagi kita pemerintah setiap hari, supaya kita bisa lebih efektif. Pemerintah melakukan apa yang bisa dilakukan untuk mendorong pemulihan aktivitas ekonomi. Kita tidak mau resesi, kita tidak mau jumlah pengangguran dan orang miskin bertambah. Pemerintah siap memberikan support supaya momentum pemulihan ini semakin besar meskipun risikonya juga masih ada. Yang terpenting tata kelolanya baik dan risiko dihitung dengan baik. Semuanya di well measured, kita tahu risikonya, kita bandingkan dengan risiko yang lebih besar, kita pilih kebijakan yang me minimize dampak yang paling berat bagi perekonomian dan masyarakat kita secara keseluruhan. Penambahan anggaran PEN menjadi Rp695,2 triliun diikuti dengan pelebaran defisit 6,34 persen saat ini. Bagaimana posisi fiskal dalam kondisi tersebut? Kita punya ruang untuk bergerak secara fiskal karena selama ini kita melakukan kebijakan makro yang hati-hati dan prudent. Karena kita sudah melakukan disiplin fiskal yang cukup ketat selama bertahun-tahun, sehingga rasio utang kita rendah maka itu membuat kita punya ruang untuk melakukan pelebaran defisit sampai tiga tahun. Negara lain tidak banyak yang punya privilege itu, bahkan tahun ini banyak yang defisitnya double digit. Saat ini defisit kita 6,34 persen, tahun depan kita akan turun ke sekitar 4,7 persen, tahun depannya lagi akan turun ke tiga koma sekian. Tahun 2023 kita tetap commited untuk balik ke disiplin fiskal sebelumnya di bawah 3 persen. Apa prinsip utama dalam mengambil kebijakan fiskal di tengah ketidakpastian waktu berakhirnya krisis pandemi ini? “Whatever it takes ”(apapun yang diperlukan), itu sudah pasti menjadi prinsip utama, tapi dalam konteks kita mau melindungi masyarakat sebanyak-banyaknya. Kita berupaya agar pengangguran dan kemiskinan tidak bertambah banyak. Bagaimana memberikan kebijakan yang benar- benar bisa berdampak kepada masyarakat, itu fokus kita. Prinsip lainnya tepat sasaran, akseleratif, gotong royong, seperti kebijakan burden sharing yang pemerintah lakukan dengan BI. Dan yang harus selalu diingat adalah untuk menghindari moral hazard . Pemerintah juga bekerja sama dengan aparat penegak hukum (Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK) untuk memastikan proses pembuatan kebijakan, serta pengawalan dalam implementasi program PEN ini sesuai dengan aturan yang berlaku. Bagaimana pendapat Bapak terhadap pembentukan Komite Penanganan COVID-19 dan PEN? Saya pikir itu sangat bagus untuk koordinasi. PEN ini kan melibatkan banyak K/L misalnya untuk Kesehatan, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) nya Kementerian Kesehatan, subsidi bunga untuk KUR dan non-KUR ada di Kementerian Koperasi, penjaminan KPA-nya Kementerian BUMN, dsb. Di samping itu, penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi ini harus dilihat sebagai satu big picture . Harus ada pertimbangan yang serius dan seimbang antara risiko kesehatan dengan risiko resesi ekonomi. Semua ini kan perlu diorkestrasi dengan baik. Tugas koordinator untuk bisa membuat ini lebih terintegrasi. Apa harapan Bapak terhadap masyarakat maupun pemerintah dalam kaitannya dengan kebijakan PEN? Saya pikir ini memang tanggung jawab dari kita semua karena ekonomi ini sebenarnya hanya satu aspek dari kehidupan bangsa ini. Kehidupan di balik angka-angka itu lebih penting. Kalau aktivitas ekonominya jalan tapi kita tidak disiplin mengikuti protokol kesehatan ya risikonya terlalu besar. Intinya ini benar-benar memang harus kombinasi dari disiplin masyarakat dan kebijakan yang benar dan efektif. Keduanya harus jalan bersama dengan seimbang. karya yang kita asess terdampak sangat dalam dan cukup lama. Jadi semua ini bertahap kita asess secara well measure . Pelan-pelan kita mulai dorong aktivitas perekonomian. Dengan adanya program PEN diharapkan kontraksi pertumbuhan ekonomi akibat krisis pandemi dan pembatasan aktivitas tidak terlalu dalam. Bagaimana efektivitas program PEN sejauh ini? Sejauh ini di sisi rumah tangga yakni perlindungan sosial relatif paling efektif. Namun di sisi lain memang masih cukup menantang. Untuk kesehatan, penyerapannya masih rendah karena kendala pada pelaksanaan di lapangan seperti keterlambatan klaim biaya perawatan dan insentif tenaga kesehatan karena kendala administrasi dan verifikasi yang rigid . Tapi bulan Juli ini sudah dipercepat dengan adanya revisi KepMenkes. Selanjutnya, dukungan untuk UMKM sudah mulai berjalan, khususnya subsidi bunga untuk KUR. Ini memang cukup menantang karena melibatkan puluhan bank dan lembaga keuangan yang kapasitas teknologi pengolahan datanya tidak sama. Febrio Nathan Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Foto Dok. BKF
eorang ibu nampak gelisah di Bandar Udara Soekarno-Hatta. Satu tangannya mengamit sang buah hati yang masih kecil, sementara itu telapak tangannya yang lain tak henti mengusap perutnya. Di sekeliling mereka terlihat beberapa koper diletakkan sekenanya. Perempuan bernama Endah Martiningrum itu terpaksa harus memutar-balik keluar area bandara. Kepergiannya menyusul sang suami ke Medan dalam keadaan hamil tujuh bulan tak akan diberi lampu hijau oleh petugas jika tanpa surat keterangan dari dokter. Terpaksa ia yang kepayahan dengan kandungan tujuh bulannya berdua bersama putri pertama yang berusia empat tahun harus mencari klinik untuk meminta surat sakti tersebut. Singkat cerita syarat dari pihak otoritas bandara tersebut berhasil dipenuhi dan terbanglah ia bersama putri kecilnya untuk memulai kehidupan baru di Medan. “1999 itu tahun yang berat buat saya. Saya harus pisah dari rombongan beasiswa dan menunda keberangkatan studi ke Jepang karena sedang mengandung,” buka perempuan yang akrab dipanggil Endah ini. Di saat kandungannya menginjak trimester akhir, datang kabar bahwa bapak mertuanya berpulang menghadap Sang Khalik. Momen tersebut ternyata menjadi titik balik bagi keluarga kecil Endah. Setelah berembuk, pasangan tersebut memutuskan untuk hijrah sekeluarga ke Medan. ”Saat itu suami mendapat wasiat untuk meneruskan bisnis keluarga di Medan. Saya juga akan segera berangkat ke Jepang,” ungkap Endah. Usia putri keduanya baru satu setengah bulan ketika Endah harus menitipkan sang buah hati untuk dirawat sendiri oleh sang ayah dibantu keluarganya. Endah harus berbesar hati meninggalkan bayi kecil yang sedang membutuhkan dekap hangatnya untuk menjalankan kewajiban menimba ilmu ke negeri sakura. Berkah dari restu keluarga Mata Endah menerawang jauh mengingat perjalanan kariernya sejak awal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Ingatannya terlempar kembali ke akhir tahun 1993. Perempuan asal Magelang itu tengah sibuk mengerjakan skripsi sebagai syarat kelulusannya dari Universitas Gajah Mada (UGM). Seorang teman mengajaknya ikut tes penerimaan pegawai negeri sipil. ”Lucunya malah saya yang lolos, teman saya enggak ,” bebernya. Karir Endah di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diawali di Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN) pada Februari 1994. Dua hari menjelang wisuda ia mendapat telegram yang memberitahukan kelulusannya menjadi calon pegawai negeri sipil. Kabar itu sekaligus mewartakan masa training yang akan dimulai pada tanggal 21 Februari 1994. ”Serba dadakan. Sabtu pagi saya wisuda, sorenya langsung ke Jakarta naik travel agar bisa ikut diklat Senin lusanya,” ceritanya. Ia sempat mengabdi lima tahun di kantor pusat sebelum mendapat tawaran beasiswa ke Jepang. Sepulang dari studi S2, ia memutuskan untuk mengajukan permohonan penempatan di Medan untuk mendampingi keluarga. Tujuh tahun dihabiskan Endah di Tanah Deli. Bak kilau intan yang tak selamanya dapat disembunyikan, potensi Endah tertangkap bagian kepegawaian di kantor pusat saat BAKUN bertransformasi menjadi Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb). Atas seizin suami dan keluarga, ia berangkat kembali ke Jakarta. Dari situ karirnya melesat. Beragam posisi akhirnya ia rasakan. Semester II tahun 2019 lalu ia menjadi salah satu pejabat yang masuk bursa mutasi lintas eselon 1. Saat ini Endah menjabat sebagai Direktur Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen (EAS) pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) sejak September 2019. Saat ditanya perbedaan dan tantangan dalam jabatanya kini, ia menjawab, ”Tentu ada hal baru. Di EAS ini bukan hanya mengelola bendahara umum negara terkait dengan utang dan hibah, tetapi juga melakukan settlement - nya, dan sekaligus penyelesaian pembayaran kembali pinjaman dan utang pemerintah. Jadi, istilahnya kredibilitas pemerintah Indonesia itu adanya disini.” Membagi inspirasi Belum genap setahun memimpin di Direktorat EAS, Endah harus menakhodai timnya di tengah perubahan sistem kerja akibat pandemi COVID-19. Ibu dari tiga orang putri ini tak gentar. Diakuinya bahwa ilmu pengetahuan yang cukup memang menjadi modal penting dalam beradaptasi dan menyelesaikan pekerjaannya. Namun asam garam kehidupan yang telah ia cicipi selama inilah yang menjadikannya seorang yang mumpuni memimpin dalam segala kondisi. ”Saya juga belajar dari pengalaman saat menemani dan membantu membangun semangat teman-teman di Palu,” ujarnya. Sebelum menempati posisinya saat ini, Endah menjalani penempatan sebagai Kepala Kantor Wilayah DJPb Sulawesi Tengah setelah gempa yang disusul tsunami dan likuefaksi melanda kota tempatnya akan berkantor. Di sana, salah satu fokus utamanya adalah penyediaan pendampingan dan memberi dukungan moril bagi pegawai yang mengalami trauma dalam level yang berbeda-beda. Endah yakin kunci kekuatan timnya di masa sulit ini ada pada kekompakan dan rasa saling menguatkan satu sama lain. Untuk itu, ia mengadakan sesi yang diberi nama “inspirasi pagi”. Sepekan 33 MEDIAKEUANGAN 32 VOL. XV / NO. 155 / AGUSTUS 2020 Endah Martiningrum Direktur Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen (EAS) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Figur Kaya Pengalaman Berkat Cobaan Teks Dimach Putra | Foto: Dok. DJPB
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 2 lainnya
ada di BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) terkait dengan prioritas dalam dokumen master plan penanganan risiko bencana.” Hal senada dikatakan juga oleh Dr. Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias 2005- 2009. Selain penentuan skala prioritas, ia menegaskan bahwa pemerintah perlu memiliki peta zonasi bencana. Peta zonasi itu bukan semata memuat zona rawan bencana, melainkan juga menjadi dasar untuk penentuan pihak mana yang mesti menanggung beban tatkala terjadi bencana. Menurutnya, peta zonasi ini yang nantinya harus disosialisasikan kepada masyarakat. “Jadi masyarakat diajari bahwa you kalau masuk ke merah is your own risk. But if you go to orange and kuning, then we share risk . If it’s hijau, dan rontok, it’s the insurance cover risk . Jadi bagi-bagi semuanya,” katanya mengilustrasikan. Peta zonasi yang mesti dipersiapkan ini tidak hanya memuat bencana berupa gempa dan tsunami saja. Namun memuat pula risiko bencana lain, seperti banjir atau tanah longsor. Menurutnya, pemetaan zonasi bencana ini bagian yang esensial dalam menentukan kebijakan setelahnya. Dengan adanya peta zonasi yang jelas, pemerintah dapat menentukan kebijakan pembangunan di wilayah tersebut, kebijakan penanggung biaya tatkala terjadi bencana, pun bagaimana mekanisme pembiayaannya. Kuntoro juga memaparkan pentingnya peta zonasi bencana ini untuk kebijakan pendanaan di masa mendatang. “Soal penganggaran pembangunan kembali pasca bencana bukan sekedar masalah birokrasi jumlah anggaran dan penyaluran. Tetapi mesti berangkat dari konsepsi,” ia melanjutkan, “Tapi kalau pakai cara seperti ini (peta zonasi) you minimize . Karena ada lembaga lain (asuransi) yang bantu you .” Ia juga mengatakan bahwa organisasi yang menangani bencana tidak seyogyanya bersifat birokratis. “Organisasi bencana alam tidak bisa birokratis. Tidak bisa. Karena sifat dari bencana alam berbeda- beda antara satu dan yang lainnya,” ungkapnya. Ihwal peta zonasi, Widjo Kongko mengatakan saat ini pihaknya telah mempersiapkan peta zonasi bencana. “BNPB sudah membuat peta rawan bencana. Tentu peta yang dibuat oleh BNPB dalam skala yang mungkin belum terlalu detail. Itu dipakai sebagai baseline atau modal awal untuk melakukan kajian yang lebih lanjut dan dan memperkirakan anggaran dan skala prioritas sesuai dengan risiko dan seterusnya,” ungkap Widjo Kongko. Kendati belum sempurna, ia mengatakan peta zonasi ini masih dapat terus dimutakhirkan. “Menurut saya itu harus diskusi bareng-bareng dan harusnya arahnya ke sana (peta yang lebih komprehensif) secara umum,” katanya menambahkan. Ketersediaan dan proporsi Berbekal kajian di berbagai sektor, serta pengalaman diterpa bencana, pemerintah mulai mengasuransi barang milik negara. Dengan mekanisme asuransi, diharapkan biaya yang muncul akibat bencana tak lagi sebesar tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, mekanisme asuransi diharapkan dapat mempersingkat waktu pembangunan kembali pasca bencana. Irfa Ampri mengatakan bahwa telah ada kesepakatan dengan Direktorat Jenderal Anggaran bahwa klaim dari asuransi akan bisa langsung digunakan tanpa menunggu penganggaran tahun berikutnya. “Jadi begitu diterima klaim asuransi kalau terjadi bencana dananya bisa langsung dipakai untuk membangun segera,” ungkapnya. Ia juga mengatakan nantinya perlu melakukan perubahan kebijakan di sektor lain, misalnya pengadaan saat bencana. “Misalnya ya gimana untuk membuat pengadaan yang cepat gitu kan, jadi lelangnya juga harus cepat, kita bisa belajar dengan negara lain,” ia melanjutkan, “Meksiko misalnya, dia sudah punya kontraktor yang sudah masuk ke dalam list gitu , ini kontraktor yang betul-betul capable. ” Ia juga menjelaskan bahwa mekanisme ini akan berjalan baik tatkala diiringi dengan keberadaan pooling fund atau kumpulan dana. “Contoh, di Meksiko, mereka sudah punya itu pooling fund itu sudah bisa untuk segera menugaskan kontraktor yang berada di wilayah (yang terjadi bencana) tadi,” ungkapnya memaparkan. Ihwal keberadaan kumpulan dana atau pooling fund , tahun ini pemerintah telah mulai membangun. Dana yang pertama dimasukkan ke pooling fund , kata Irfa, berasal dari APBN. “Tahun ini sudah dialokasikan ya 1 triliun,” katanya. Ke depan, dana yang saat ini dialokasikan untuk tanggap darurat, dapat mulai dialokasikan sebagian ke pooling fund . Pun apabila dana yang sudah dianggarkan tidak terpakai karena tidak terjadi bencana, dapat langsung dimasukkan ke pooling fund juga. Selain dana yang harus selalu siaga, Widjo Kongko menekankan anggaran kebencanaan harus memuat seluruh proses penanganan bencana. “Anggarannya harus melibatkan keseluruhan proses mulai dari mitigasi, proses rehab recon , tanggap darurat, termasuk kesiapsiagaan. Jadi kita melihatnya sebagai perencanaan anggaran yang keseluruhan. Yang komprehensif,” ungkapnya. Ia juga menekankan pentingnya pembagian proporsi dalam anggaran kebencanaan itu. “Keberimbangan antara mitigasi dengan tanggap darurat dan rehab rekon harus benar-benar diperhatikan. Jangan terlalu banyak di rehab rekon, sementara di mitigasi dikurangi,” katanya. TINGKAT KERAWANAN PIHAK PENANGGUNG Sangat Tinggi Tinggi Sedang Ditanggung Sendiri Ditanggung Bersama Ditanggung Bersama Rendah Ditanggung Asuransi Rehabilitasi Rekonstruksi Tanggap Darurat Mitigasi APBN Berjalan Asuransi Pooling Fund 41 MEDIAKEUANGAN 40 VOL. XV / NO. 148 / JANUARI 2020 " Keberimbangan antara mitigasi dengan tanggap darurat dan rehab recon harus benar-benar diperhatikan. Jangan terlalu banyak di rehab rekom, sementara di mitigasi dikurangi ". Dr. Widjo Kongko Ahli Tsunami dari Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT)
rfa Ampri, Kepala Pusat Kebijakan Regional dan Bilareral (PKRB) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mengatakan, sampai dengan 2018, pemerintah menyiapkan dana kisaran lima triliun rupiah setiap tahun untuk penanganan bencana. “Dana tanggap darurat istilahnya. Besarnya itu rata-rata itu turun naiklah, tapi kalau yang terakhir ini ya diatas 5 T (triliun), rata-rata selama 15 tahun,” ungkapnya. Irfa mengatakan dana ini diproyeksikan untuk dapat meredam dampak dari bencana yang melanda Indonesia. “Nah jadi itu sebenarnya adalah shockbreaker lah gitu ya kalau terjadi bencana besar,” katanya. Pada kesempatan terpisah, Dr Widjo Kongko dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengatakan bahwa dana yang dialokasikan untuk penanganan bencana seyogyanya dipersiapkan secara komprehensif. Bukan hanya dana tanggap darurat, melainkan juga untuk rehabilitasi, rekonstruksi, dan mitigasi. “Bahwa bukan anggaran tanggap darurat saja, bukan rehab rekon (rehabilitasi dan rekonstruksi) saja, tetapi anggaran mitigasi yang juga harus disiapkan,” ungkapnya. Ia melanjutkan, “Yang penting terkait dengan anggaran kebencanaan itu harus detil, arsitektur kebencanaan itu anggarannya harus melibatkan keseluruhan proses mulai dari mitigasi, proses rehab rekon, tanggap darurat termasuk kesiapsiagaan.” Dana sejumlah itu tidak dapat sepenuhnya menutupi seluruh kebutuhan untuk penanganan bencana. Saat bencana besar terjadi beruntun, dana itu tentu tidak mencukupi. Tak menutup kemungkinan, kebutuhan dana untuk penanganan bencana membengkak dua sampai tiga kali lipat. Irfa mencontohkan situasi pada 2018 silam, kala Indonesia didera setidaknya dua kali gempa besar. “Nah tapi kalau bencana besar seperti terjadi di Lombok sama yang kemarin di Sulawesi Tengah, nah itu dana itu tidak cukup, ya kan. Nah contohnya yang Lombok saja itu perkiraannya itu sekitar 5 T, dananya. Nah kemudian yang Sulawesi Tengah itu double sampai 10 T,” ungkapnya. Untuk menyiasati situasi-situasi tak terduga semacam itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mulai menyusun mekanisme baru di tahun 2019 dan tahun-tahun setelahnya. Irfa mengatakan, mulai tahun 2019, Kemenkeu mulai menyiasati alokasi anggaran bencana dengan dua hal, yakni asuransi barang milik negara dan pembentukan pooling fund . “Jadi kalau terjadi bencana, katakan gedung ini hancur ya, itu nanti yang bayar asuransi,” ia melanjutkan, “kita juga mau mempercepat pembentukan pooling fund . Nah pooling fund adalah tadi, jadi pooling fund ini harapannya adalah semua jenis pembiayaan itu bisa dilakukan oleh lembaga ini.” Hal serupa juga dikatakan oleh Kunta Wibawa Dasa Nugraha, Direktur PAPBN Direktorat Jenderal Anggaran Kemenkeu. “Intinya ke depannya kita juga sudah mulai memikirkan bagaimana kita bisa mengatasi bencana tadi dengan lebih teroganisir dan teratur tapi bebannya tidak juga semuanya ke APBN,” katanya dalam kesempatan terpisah. Ihwal asuransi, Dr. Widjo Kongko, Ahli Tsunami dari Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) sependapat dengan pemerintah. “Asuransi penting terutama untuk menghitung risiko. Risiko harus bisa dihitung dan diklarifikasikan menjadi biaya yang harus ditanggung oleh pihak ketiga, dalam hal ini asuransi,” katanya. Peta zonasi untuk mitigasi Selain ihwal penyiapan dana untuk bencana, pemerintah juga mesti memikirkan lebih jauh mengenai siasat menghadapi ancaman bencana dengan lebih matang. Widjo Kongko berpendapat pemerintah perlu menyusun skala prioritas terkait penganggaran untuk penanganan bencana. “Ini Indonesia kan luas,” ia melanjutkan, “Maka yang harus dilakukan adalah skala prioritas. Nah kalau skala prioritas itu berarti kita melihat kajian- kajian yang sudah cukup lengkap untuk menjadi prioritas ke Foto Resha Aditya P 39 MEDIAKEUANGAN 38 VOL. XV / NO. 148 / JANUARI 2020 " Soal penganggaran pembangunan kembali pasca bencana bukan sekedar masalah birokrasi jumlah anggaran dan penyaluran. Tetapi mesti berangkat dari konsepsi ". Kuntoro Mangkusubroto Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh- Nias 2005-2009
5 MEDIAKEUANGAN 4 VOL. XV / NO. 148 / JANUARI 2020 Nufransa Wira Sakti, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi APBN, Instrumen Menjaga Kestabilan Ekonomi KemenkeuRI www.kemenkeu.go.id @KemenkeuRI KemenkeuRI KemenkeuRI majalahmediakeuangan A khirnya sampailah kita di penghujung tahun 2019. Tahun di mana pesta demokrasi memilih wakil rakyat dan pemilihan presiden dilakukan secara bersamaan dan menjadikan ruang publik hiruk pikuk dalam suasana terpecah belah. Beruntung semua berakhir dengan damai dan mulus dengan kembali menetapkan Joko Widodo sebagai presiden ke delapan. Tahun politik 2019 ini juga cukup banyak membawa Kementerian Keuangan ke dalan pusaran berita dan publikasi terutama terkait isu utang negara, pajak, gaji ASN, dan isu lainnya tentang keuangan negara. Salah satunya terkait tentang dana riset. Kurangnya anggaran negara untuk bidang riset yang dilontarkan oleh salah satu pengusaha besar di bidang market place , telah membuat isu ini menggelinding juga ke ranah politik. Tak pelak, isu ini juga berdampak pada bisnis market place sang pengusaha tersebut. Di tahun 2019 ini Presiden Jokowi menetapkan anggaran sebesar Rp1 triliun untuk dana riset dan selanjutnya akan membentuk Badan Riset Nasional. Hal ini diwujudkan dalam pembentukan Kementerian Riset dan Teknologi yang merangkap sebagai Kepala Badan Riset Nasional pada pemerintahan yang baru. Tax ratio yang selama ini hanya menjadi diskusi ekonomi makro, telah menjadi konsumsi kampanye Pilpres dan menjadi perhatian banyak masyarakat. Perlu diakui bahwa meningkatnya pendapatan negara menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah. Rasio pajak ( tax ratio ) Indonesia tahun 2018 mencapai sebesar 11,5 persen, yaitu meningkat 0,1 persen dibanding tahun sebelumnya. Walaupun terjadi peningkatan pertama kalinya setelah rasio pajak menurun terus menurus selama lima tahun terakhir, rasio pajak ini masih kecil bila dibanding negara Asia Pasific lainnya (OECD,2019). Tahun 2019 juga diwarnai dengan diperkenalkannya dana untuk penanganan bencana dalam APBN. Selain itu telah dilakukan juga piloting untuk memberikan asuransi bagi beberapa gedung dan aset Barang Milik Negara yang dianggap penting di daerah rawan bencana. Dalam APBN 2019 juga telah dikembangkan kerangka pendanaan risiko bencana, skema transfer risiko dan skema APBN. Sementara itu, anggaran pendidikan di tahun 2019 tetap konsisten dengan porsi 20 persen dari total belanja. Fokus belanja pendidikan di tahun 2019 adalah untuk menyiapkan generasi emas Indonesia 2045 agar sehat, cerdas, dan berkarakter. Dana pendidikan melalui beasiswa dan BOS diharapkan dapat mengangkat generasi penerus bangsa untuk membawa dirinya dan keluarga terlepas dari jerat kemiskinan. Program peningkatan kualitas SDM ini akan dilanjutkan juga dalam bentuk program pra kerja di APBN 2020. Tahun 2019 juga menjadi tahun transisi dari pemerintahan Kabinet Kerja ke Kabinet Indonesia Maju. Beberapa kementerian/lembaga memerlukan waktu untuk dapat merealisasikan anggarannya karena adanya perubahan nomenklatur. Beberapa menteri/pimpinan lembaga juga mengalami pergantian. Namun demikian APBN 2020 tetap harus dijalankan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Di tengah kondisi global yang sedang tidak cerah, APBN 2020 harus dapat menjadi alat untuk menjaga kestabilan ekonomi secara nasional. APBN dapat berperan untuk membuat perekonomian negara bertahan dalam guncangan global. Menghadapi tahun 2020, kita tetap optimis namun waspada terhadap perkembangan ekonomi global.
Rapika Erawati S.H. ...
Relevan terhadap
kebijakan pengaturan dalam PMK SBM tahun anggaran sebelumnya (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119PMK.02/2020 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2021), termasuk masih mempertimbangan pelaksanaan teknis kegiatan di masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang antara lain kegiatan-kegiatan yang sebelumnya offline (rapat konsiyering, rapat dalam kantor, dan rapat-rapat lainnya, diklat-diklat) dapat difasilitasi dengan kegiatan yang dilakukan secara online yang mengakibatkan efisiensi dari Kementerian Negara/Lembaga terkait sehingga biaya untuk konsumsi rapat/diklat maupun transportasi rapat/diklat bias berkurang dari Kementerian Negara/Lembaga terkait. Penyesuaian besaran SBM TA 2022 dapat saja dilakukan dengan mempertimbangkan proyeksi inflasi untuk masing-masing item di masing-masing provinsi di Indonesia. Selain itu, penyesuaian SBM TA 2022 dapat juga berasal dari usulan atau hasil koordinasi dengan Kementerian Negara/Lembaga terkait yang akan menggunakan SBM TA 2022. Menurut penulis, beberapa hal penyempurnaan yang dilakukan dalam PMK SBM TA 2022 dari PMK SBM TA 2021 antara lain penyempurnaan norma, yaitu penyesuaian norma honorarium narasumber, penyesuaian norma honorarium Penanggung jawab pengelolaan keuangan, honorarium pengadaan barang/jasa. Honorarium pengelola sistem akuntansi instansi (SAI) dan penyempurnaan besaran yakni penyesuaian uang harian luar negeri di Afrika, penyesuaian indeks bahan makanan Mahasiswa/Siswa Sipil dan mahasiswa Militer/Semi Militer di lingkungan sekolah kedinasan, satuan biaya operasional khusus kepala perwakilan RI di luar negeri, hasil survei BPS. Penyempurnaan norma maupun redaksional tersebut lebih mempertegas pengaturan/penjelasan item-item SBM sehingga diharapkan SBM TA 2022 lebih mudah dipahami dan diimplementasikan oleh Kementerian Negara/Lembaga selaku pengguna SBM TA 2022. Pada prinsipnya PMK SBM 2022 bertujuan untuk menjaga efisiensi anggaran negara, serta membuat standar yang sama untuk seluruh kementerian negara/Lembaga. Dengan adanya PMK SBM TA 2022, penulis berharap bahwa proses perencanaan anggaran di kementerian negara/lembaga dapat menjadi lebih efektif dan efisien dimana sudah ada standar biaya dalam menentukan suatu pelaksanaan kegiatan kementerian negara/Lembaga yang memuat mengenai satuan biaya berupa harga satuan, tarif, dan indeks, namun tetap dengan memperhatikan kualitas pelaksanaan kegiatan dan tugas pada masing- masing kementerian negara/lembaga. PMK SBM TA 2022 dapat diunduh https: //jdih.kemenkeu.go.id/download/a73998d2-c308- 4451-a907-35438a028e80/60~PMK.02~2021Per.pdf
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Laporan Utama Teks CS. Purwowidhu TANGKAS MENANGGULANGI KEDARURATAN 21 VOL. XV / NO. 153 / JUNI 2020 C OVID-19 yang belum kunjung usai tidak hanya mengorbankan kesehatan masyarakat tapi juga kian berdampak pada ekonomi. Di tengah kecamuk pandemi, pemerintah terus mengadaptasi kebijakan dengan kebutuhan kondisi terkini. Kecepatan pemenuhan anggaran penanganan COVID-19 ini menjadi sebuah keharusan agar pandemi segera terbasmi dari negeri. Simak wawancara Media Keuangan dengan Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara, Kunta 1 Tahun 2020 memberikan fleksibilitas pada pemerintah untuk melakukan berbagai macam kebijakan atau pengelolaan alokasi anggaran supaya bisa cepat bergerak, seperti realokasi dan refocusing belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa, termasuk tambahan anggaran yang difokuskan ke tiga hal kesehatan, jaring pengaman sosial, dan dukungan dunia usaha. Hal tersebut, juga didukung dengan kemungkinan untuk melakukan relaksasi defisit juga. Kita juga melakukan monitoring dan evaluasi berkala secara intensif sehingga kebutuhan di tiga fokus tadi bisa terpenuhi. Koordinasi dengan BI, OJK, dan LPS juga terus dilakukan untuk menjaga kestabilan sektor keuangan. Kebijakan anggaran apa saja yang diambil untuk mendukung sektor kesehatan dalam upaya percepatan penanganan COVID-19? Yang pertama, adalah pembentukan gugus tugas Covid-19 yang didukung pendanaan sekitar Rp3,1 triliun dari pemanfaatan cadangan APBN, yang dimanfaatkan untuk penanganan Kesehatan di masa awal darurat pandemic Covid-19. Selanjutnya, kita memberikan stimulus fiskal berupa tambahan belanja kesehatan Rp75 triliun (dari total stimulus tahap 3 sebesar Rp405 triliun) yang difokuskan pada belanja penanganan Kesehatan (antara lain peralatan, sarpras Kesehatan, dan biaya penggantian klaim perawatan pasien positif Covid-19), insentif dan santunan kematian bagi tenaga medis, dan bantuan iuran peserta BPJS Kesehatan untuk segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) Kelas 3. Lalu kita juga lakukan kebijakan realokasi dan refocusing anggaran K/L dan pemda. Dalam hal ini, Kementerian Keuangan terus memantau perkembangan revisi anggaran K/L untuk penanganan COVID-19 serta pelaksanaan anggarannya. Selain itu, kita juga memberikan insentif fiskal berupa fasilitas perpajakan, khususnya untuk pengadaan peralatan kesehatan dan obat-obatan. Dengan dukungan tersebut, sekarang sudah banyak industri dalam negeri yang bisa memproduksi Alat Pelindung Diri (APD), bahkan ada juga yang bisa memproduksi ventilator pernafasan. Upaya apa yang dilakukan untuk memastikan kecukupan anggaran penanganan COVID-19? Pemerintah akan terus memantau kebutuhan anggaran, dikaitkan dengan proyeksi berapa lama pandemi ini akan terjadi. Semakin lama, dan semakin banyak korban, tentunya akan dibutuhkan lebih banyak anggaran. Sumber pendanaan ini utamanya dari pendapatan dan pembiayaan, serta realokasi dan refocusing anggaran K/L dan TKDD. Pemerintah melalui koordinasi dengan stakeholder terkait akan terus melakukan pemetaan kebutuhan anggaran penanganan Covid-19, dan memperkuat perencanaan dan keakuratan kebijakan kesehatan. Di samping itu, pemerintah akan terus mendorong refocusing anggaran K/L untuk mendukung sektor kesehatan, mengingat apabila pandemi berlangsung lebih lama, maka kegiatan K/L tidak dapat berjalan, dan anggarannya dapat direalokasi untuk mendukung intervensi kesehatan. Berapa total anggaran yang diperoleh setelah refocusing dari K/L dan pemda? Dalam menangani pandemi Covid-19 dan dampaknya, telah dilakukan kebijakan penghematan anggaran, baik belanja K/L maupun transfer ke daerah dan dana desa. Untuk penghematannya total K/L sekitar Rp145-an triliun dan untuk pemda sekitar Rp94 triliun. Uang ini digunakan sebagai salah satu sumber dana pemberian stimulus yang berfokus ke tiga hal di awal tadi. Penghematan tersebut di luar kebijakan refocusing anggaran K/L dan Pemda untuk mendukung penanganan Kesehatan. Apakah ke depan akan ada peningkatan anggaran kesehatan? Sejak 2019, rasio anggaran kesehatan terhadap APBN sebenarnya sudah lebih dari 5 persen, karena kita meng cover Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), prasarana dan sarana kesehatan, termasuk dana-dana yang di transfer ke daerah. Jadi fokusnya bukan ke persentasenya harus sekian tapi lebih kepada program apa yang mau dijalankan, lalu output dan outcome apa yang mau dituju. Tentu Covid-19 ini menjadi baseline dalam persiapan anggaran kesehatan ke depan. Misal dalam pemenuhan fasilitas kesehatan dan perbaikan JKN, baik dari segi layanan maupun sistemnya. Bagaimana dengan fokus alokasi anggaran kesehatan ke depan? Ke depan anggaran kesehatan difokuskan untuk reformasi kesehatan. Pertama, mempercepat pemulihan dampak Covid-19 melalui peningkatan dan pemerataan fasilitas kesehatan, peralatan kesehatan, dan tenaga kesehatan, serta koordinasi dengan pemda, BUMN/BUMD, dan swasta. Kedua, penguatan sistem kesehatan, baik supply maupun demand. Ketiga, penguatan health security preparedness melalui penguatan kesiapan pencegahan, deteksi, dan respons penyakit, penguatan health emergency framework, dan sistem kesehatan yang terintegrasi. Apa harapan Bapak untuk implementasi kebijakan penanganan pandemi dan ketahanan APBN? Pertama, harapan saya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dunia usaha, serta seluruh lapisan masyarakat terus berlanjut, termasuk sharing the pain dengan pemda itu penting. Gugus tugas penanganan pandemi sebagai implementasi kebijakan satu pintu juga penting dilanjutkan. Kemudian kita juga ingin mendukung dunia usaha untuk kesehatan, sehingga kebutuhan alat kesehatan dan farmasi dalam negeri dapat kita penuhi sendiri. Yang terakhir, dengan adanya pandemi ini seluruh sector kehidupan akan melakukan penyesuaian (yang biasa disebut new normal). Mekanisme bekerja, bentuk interaksi dalam masyarakat, dan sebagainya akan menyesuaikan. Termasuk dalam hal pengelolaan APBN. Seharusnya APBN kita dengan new normal yang kita jalani saat ini, menjadi baseline yang efektif dan efisien dalam proses recovery dan reformasi kebijakan fiskal di tahun 2021 dan tahun-tahun selanjutnya. Wibawa Dasa Nugraha, mengenai optimalisasi anggaran kesehatan untuk atasi kedaruratan. Bagaimana APBN kita memprioritaskan kesehatan masyarakat selama ini? Anggaran Kesehatan dan anggaran Pendidikan menjadi concern Pemerintah selama ini, untuk meningkatkan kualitas SDM. Sejak 2016, Pemerintah menjaga alokasi anggaran kesehatan minimal 5 persen dari APBN, karena kesehatan berdampak langsung ke future income orang. Kalau orang sehat, dia akan semakin produktif. Secara tidak langsung, ini juga merupakan investasi Pemerintah di bidang SDM. Dengan adanya pandemi COVID-19 bagaimana prioritas sektor kesehatan dikaitkan dengan ekonomi? Pandemi ini menimbulkan krisis kesehatan lalu berdampak ke krisis ekonomi dan akhirnya bisa berdampak ke krisis keuangan. Karena pandemik ini belum ada obatnya, maka dilakukan pembatasan- pembatasan, seperti physical distancing, work from home, dan PSBB. Maka yang paling terdampak pertama kali dari pandemi ini adalah sektor riil atau informal. Sehingga menimbulkan krisis ekonomi, kalau hal ini tidak segera diatasi akan berakibat pada krisis keuangan. Dengan kata lain, kesehatan, ekonomi dan keuangan ini saling mempengaruhi, tidak dapat dipisahkan. Untuk merespons kondisi tersebut, saat ini Pemerintah memberi stimulus fiscal tahap 3 yang berfokus pada sektor kesehatan, jaring pengaman sosial, dan dukungan pada dunia usaha. Dengan demikian, bukan hanya kesehatan masyarakat yang tertangani, tetapi masyarakat miskin, rentan miskin, serta dunia usaha yang sosial ekonominya terdampak COVID-19 juga bisa tetap hidup. Sehingga selama masa pandemi, kebutuhan pokok setidaknya dapat terpenuhi, daya beli terjaga dan saat pandemi berakhir, kita bisa segera bangkit kembali. Apa strategi yang dilakukan untuk mengantisipasi kebijakan yang begitu dinamis di masa darurat ini? Saat ini semuanya berubah serba cepat dan kita harus siap untuk mengantisipasinya. Jangan sampai telat karena risiko kedepannya sangat tinggi. Adanya Perppu Nomor
yang ingin diselamatkan adalah kita, masyarakat, manusianya,” tutur Masyita Crystallin, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi. Masyita menambahkan latar belakang dikeluarkannya Perppu Nomor 1/2020 adalah untuk memperkuat APBN. “Krisis saat ini berbeda dengan krisis ekonomi yang pernah dialami di tahun 1930, 1997 atau 2008. Di tahun- tahun tersebut, krisis dimulai dari sektor keuangan tetapi krisis sekarang langsung menyentuh sektor riil akibat keterbatasan interaksi. Untuk itu, kita berusaha membuat APBN menjadi shock absorber ,” terang Masyita. Abra Talattov, Ekonom INDEF juga berpendapat bahwa dari sisi stimulus fiskal kebijakan pemerintah saat ini sudah sejalan dengan upaya yang dilakukan negara lain. Menurutnya, penerbitan Perppu Nomor 1/2020 adalah langkah yang baik tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. “Jika saya lihat di dalam Perppu itu sudah lengkap instrumennya. Dari sisi anggaran itu variasinya cukup lengkap dan semua elemen masyarakat sudah tersasar mulai dari rumah tangga, industri, UMKM bahkan usaha kecil mikro. Namun, sisi efektivitas dan kecepatan ini perlu diperhatikan. Anggaran ada tetapi faktor kecepatan penyalurannya juga akan berpengaruh untuk daya beli masyarakat. Selain itu, Perpu ini memiliki risiko sebab defisit fiskal boleh lebih dari 3 persen. Perlu dijaga agar tetap dalam batas yang aman sesuai kondisi kesehatan APBN,” ujar Abra. Tangani asapnya, padamkan apinya Terkait insentif perpajakan dan bea masuk, ahli kesehatan masyarakat, Prof. Hasbullah Thabrany berpendapat bahwa kebijakan tersebut baik tetapi belum menangani akar permasalahan. “Ibarat kebakaran, ada asap dan api. Apinya itu COVID-19, panasnya adalah pelayanan kesehatan dan efek sosial ekonominya itu asap. Kebijakan insentif pajak dan bea masuk impor itu logis dan bagus tetapi baru menangani asapnya. Pembelian ventilator dan pembukaan rumah sakit itu baru menangani panasnya. Lalu apa kebijakan pemadaman apinya? Ya, PSBB”, ujar guru besar FKM UI ini. Ia menambahkan bahwa kebijakan yang diambil dari alokasi Rp405 triliun itu sifatnya lebih ke balancing . “Pendanaan seharusnya difokuskan pada kebijakan yang dapat mencegah meningkatnya penularan. Dengan demikian, kita bisa menghemat belanja waktu di hilir, biaya berobat, dan meringankan kapasitas kita yang kurang memadai. Ini selayaknya menjadi bagian dari kebijakan Kemenkes,” jelasnya. Hal senada juga diungkap Abra. Menurutnya stimulus seperti pembebasan impor alat kesehatan baik pajak maupun bea masuk membantu tetapi dalam jangka pendek dan perlu diperhatikan target lamanya kebijakan tersebut. “Dalam satu bulan stimulus yang diberikan lumayan besar sekitar Rp170 miliar. Dikhawatirkan jika terus berlanjut maka akan menjadi disinsentif bagi industri alat kesehatan dan farmasi di dalam negeri,” tambahnya. Bukan sekedar nominal tetapi efektivitas alokasi Berbicara mengenai besaran anggaran belanja kesehatan, Masyita menuturkan bahwa saat ini kesehatan menjadi prioritas pemerintah. Namun demikian, ini bukan semata soal alokasi anggaran tetapi juga soal peningkatan kualitas kebijakan dan pelaksanaan kebijakan itu sendiri. “Jadi di Kemenkeu itu evidence based policy. Kita memiliki data pengeluaran K/L harian lalu data tersebut dianalisa. Kita memperhatikan kemampuan disbursement dari K/L. Saat ini, anggaran kesehatan penanganan COVID-19 sebesar 75 triliun. Jika dilihat datanya, hingga Maret belum terlihat lonjakan pengeluaran yang signifikan. Jadi, kita menunggu data April-Mei untuk melihat apakah perlu anggaran tambahan,” jelasnya. Abra juga menjelaskan “Jika dilihat, porsi belanja kesehatan APBN 2020 sebesar 5,2 persen sudah memenuhi mandat UU Kesehatan. Namun, perlu dievaluasi efektivitasnya terutama dalam mendorong kualitas pelayanan kesehatan. Saat ini, tentu ada lonjakan kebutuhan mendadak untuk penanganan COVID-19. Ke depannya, bisa dimandatorikan sebesar 1-1,5 persen terhadap belanja sebagai biaya tak terduga untuk mitigasi risiko bencana alam dan non alam,” ungkapnya. Harapan kebijakan di masa depan Pandemi COVID-19 menjadi pembelajaran dalam pengambilan kebijakan khususnya untuk sektor kesehatan di masa depan. Momentum ini diharapkan dapat mendorong alokasi dana untuk riset dan pengembangan kesehatan serta investasi di sektor farmasi. “Saya pikir kedepannya stimulus diarahkan untuk mendorong riset dan pengembangan serta investasi sektor farmasi. Pemerintah perlu mengarahkan dana riset di lintas K/L ini agar sinergis sehingga dapat menciptakan produk alkes dan farmasi buatan Indonesia. Ini juga jadi momentum bagi BUMN di sektor farmasi untuk menggenjot daya saing. Harapannya BUMN farmasi ini bisa mulai bersaing di pasar domestik dan jangka panjang punya potensi melakukan ekspor,” harap Abra. Hal senada juga diungkap Prof. Hasbullah, ia mengakui bahwa investasi sebuah negara di bidang kesehatan berhubungan dengan keberhasilan menangani COVID-19. Ia juga menambahkan bahwa edukasi publik yang sistematis terkait kesehatan adalah kebijakan yang belum muncul namun sangat dibutuhkan. “Kalau saya lihat kebijakan yang belum muncul dan yang secara sistematik efektif adalah mass education dalam kasus ini. Saat ini yang terjadi mass education nya pada media tetapi tidak praktikal dari pemerintah ke masyrakat. Perlu komunikasi melalui kelompok-kelompok tertentu dengan tetap menjaga jarak dengan tujuan mendorong terjadinya perubahan perilaku,” ucapnya. Sementara itu, Masyita berharap pandemi ini dapat dilalui dengan baik dan masyarakat yang terdampak bisa mendapat bantuan yang dibutuhkan. Ia juga berharap setelah pandemi berakhir perekonomian akan lebih baik. “Memang tidak mudah menghadapi ini baik buat Indonesia maupun semua negara di dunia. Bahkan negara maju pun mengalami kesulitan. Sektor ekonomi berusaha kita selamatkan sebab kita tidak mau masyarakat kehilangan pekerjaan akibat sektor industri terlanjur mati. Namun, terkadang media selalu membenturkan kalau menjaga ekonomi itu tidak menjaga manusianya. Padahal jika sektor riil itu jatuh yang rugi masyarakat juga,” pungkasnya. “Pendanaan seharusnya difokuskan pada kebijakan yang dapat mencegah meningkatnya penularan. Dengan demikian, kita bisa menghemat belanja waktu di hilir, biaya berobat, dan meringankan kapasitas kita yang kurang memadai. Ini selayaknya menjadi bagian dari kebijakan Kemenkes,” Pandemi COVID-19 ini diharapkan dapat mendorong alokasi dana untuk riset dan pengembangan kesehatan serta investasi di sektor farmasi Foto Resha Aditya Prof. Hasbullah Thabrany ahli kesehatan masyarakat “...dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah jelas terlihat bahwa yang ingin diselamatkan adalah kita, masyarakat, manusianya,” Masyita Crystallin Staf Khusus Menteri Keuangan 11 VOL. XV / NO. 152 / MEI 2020
Majalah Media Keuangan @majalahmediakeuangan @zemyherda: Menurut saya untuk saat ini pemerintah baiknya fokus pada sektor dunia usaha karena stimulus yang diberikan belum cukup untuk mengembalikan iklim usaha sehat. @atri.widi: Dunia usaha karena jika ekonomi Indonesia kuat, Indonesia akan maju dan bisa pulih dari pandemi ini @sasmitanarax: Bidang kesehatan, karena saat ini tantangan utamanya adalah bagaimana wabah ini bisa ditekan penyebarannya hingga seluruh aktivitas bisa berjalan kembali Kementerian Keuangan RI www.kemenkeu.go.id @KemenkeuRI kemenkeuri Kemenkeu RI majalahmediakeuangan Menurut Anda, sektor mana yang harusnya menjadi prioritas utama pemerintah dalam usaha menangani pandemi ini? a. Bidang Kesehatan b. Jaminan Keamanan Sosial c. Dunia Usaha 5 MEDIAKEUANGAN 4 VOL. XV / NO. 153 / JUNI 2020 Rahayu Puspasari Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat Jenderal Kemenkeu Perjuangan Meredam Pandemi D EJAVU! Seabad yang silam, tepatnya tahun 1918 sampai dengan 1921, dunia pernah diserang wabah influenza bernama flu Spanyol dikarenakan serangan terbesarnya terjadi di Madrid. Pada saat itu, tak ada negara yang luput dari serangannya termasuk Indonesia. Penularannya yang sangat cepat dan luas berakibat pada jumlah korban amat tinggi. Korban berjatuhan begitu masif sementara jumlah tenaga medis dan jumlah sarana kesehatan tak sebanding. Banyaknya pasien gawat membuat sekolah dan bangunan lainnya disulap menjadi rumah sakit darurat. Belum lagi sistem perawatan kesehatan yang berbeda antara si miskin dan si kaya. Pekerja harian pun mulai kehilangan penghasilan. Pengangguran meledak. Sukarelawan merebak. Ekonomi terpuruk. Tunggu dulu, ini gambaran tahun 1920 atau Maret 2020? Kenapa begitu sama? Begitulah siklus pandemi. Krisis kesehatan berubah menjadi krisis kemanusiaan karena korban berjatuhan. Manusia harus mengurangi interaksi untuk mencegah penyebaran. Akibatnya roda ekonomi berhenti. Pandemi flu COVID-19 yang sedang mengguncang dunia ini juga telah mengacaukan keadaan global termasuk situasi ekonominya. Laporan IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia akan mengalami minus hingga 3persen di 2020 akibat COVID-19 sementara lembaga lain menggunakan asumsi yang berbeda. Beragam proyeksi ini muncul karena tak ada yang dapat memperkirakan dengan pasti kapan krisis ini akan berakhir. Langkah mencegah terjadinya krisis ekonomi pun dilakukan secara cepat dan masif. Presiden Joko Widodo telah menegaskan agar pemerintah melakukan realokasi anggaran ke 3 fokus utama: bidang kesehatan, perlindungan sosial atau jaring pengamanan sosial, dan insentif ekonomi bagi dunia usaha. Berbagai payung hukum terbit seperti Perppu dan aturan turunannya untuk menjalankan program ini. Pemerintah bersama KSSK mengumumkan kondisi stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, meskipun potensi risiko dari makin meluasnya dampak penyebaran COVID-19 terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan perlu terus diantisipasi. Berbagai bantuan sosial dan stimulus fiskal disiapkan menghadapi tekanan dan khususnya membantu masyarakat miskin dan rentang miskin, serta menyelamatkan UMKM. Dejavu pandemi seperti sebuah takdir yang tak bisa dihindari. Namun kebijakan dan langkah-langkah penyelamatan ekonomi dan keuangan adalah keniscayaan. Sampai di manakah perjuangan? Dapatkan jawaban mengenai upaya dan ikhitiar pemerintah yang tak kenal lelah di edisi ini. Selamat membaca!
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
29 MEDIAKEUANGAN 28 VOL. XV / NO. 154 / JULI 2020 Sidang Sonder Perjumpaan Teks A. Wirananda SEKRETARIAT PENGADILAN PAJAK MEDIAKEUANGAN 28 S ejak reformasi 1998, Indonesia terus berbenah di banyak sektor. Pengelolaan keuangan negara, sebagai perkara yang fundamental, tentu jadi bagian yang tak luput dari perubahan. Usai meramu ulang format dan periode pelaporan kekayaan rakyat, giliran institusi pengelola kekayaan ini yang mengalami penyesuaian. Berbagai perubahan itu pada akhirnya berdampak pula pada prosedur penerimaan negara, belanja negara, serta berbagai risiko yang melekat padanya. Pada 2000, tata cara perpajakan mengalami perubahan untuk pertama kali sejak kelahirannya pada 1983. Perubahan ini jelas berdampak pula pada risiko dalam pelaksanaannya. Layaknya hal-hal lain yang berkaitan dengan finansial, iuran wajib ini tentu membuka ruang terjadinya sengketa. “Karenanya diperlukan suatu Pengadilan Pajak yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia dan mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian Sengketa Pajak,” demikian bunyi konsiderans Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Lantas berdasarkan peraturan itu, berdirilah Pengadilan Pajak. Setahun usai terbentuknya Pengadilan Pajak, melalui Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 2003, Sekretariat Pengadilan Pajak (Set PP) dibentuk. Set PP bertugas memberikan pelayanan kesekretariatan dan administrasi bagi Pengadilan Pajak. Dalam melaksanakan tugas, unit ini dipimpin oleh Sekretaris dan dibantu Wakil Sekretaris. Keduanya merangkap jabatan masing-masing sebagai Panitera dan Wakil Panitera Pengadilan Pajak. S idang di Tengah Pagebluk Pada 11 Maret 2020, World Health Organisation (WHO) menetapkan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai pandemi global. Berbagai protokol disiapkan demi mencegah penyebaran virus ini, salah satunya adalah dengan pembatasan sosial. Sebagai pihak yang sehari-hari mempersiapkan tetek bengek gelaran sidang dan berinteraksi dengan banyak orang, pagebluk ini tentu terasa signifikan bagi performa Set PP. Sejak pertengahan Maret sampai awal Juni, layanan dihentikan sementara. “Penghentian sementara layanan ini tetap menjaga hak-hak para pihak tetap terpenuhi,” kata Dendi A. Wibowo, Sekretaris Pengadilan Pajak, secara tertulis. Selama kurun waktu tersebut, para pegawai diminta menuntaskan tugas-tugas yang dapat diselesaikan dari rumah. Pada pekan kedua Juni, layanan Foto Dok. Set. PP Gedung Kantor Sekretariat Pengadilan Pajak
27 MEDIAKEUANGAN 26 VOL. XV / NO. 154 / JULI 2020 Bagaimana awal mula penggunaan TMC di Indonesia? TMC di Indonesia ini bermula saat BPPT berdiri. Almarhum Prof. Dr. B.J. Habibie yang saat itu menjabat sebagai Penasehat Presiden Bidang Teknologi adalah pendirinya. Pada tahun 1977, proyek percobaan hujan buatan dilakukan di daerah Bogor, Sukabumi, dan Solo. Pak Habibie ingin mencontoh keberhasilan pemerintah Thailand yang melakukan operasi hujan buatan untuk mendorong produktivitas sektor pertanian. Sampai saat ini, hal itu masih dilakukan secara continue oleh pemerintah Thailand. Bahkan, di sana ada satu departemen khusus modifikasi cuaca untuk hujan buatan . Pesawatnya juga memakai pesawat CN235 dari Indonesia. Pada tahun 1985, BPPT membuat Unit Pelaksaan Teknis Hujan Buatan (UPTHB) yang mempunyai tugas meningkatkan intensitas curah hujan, serta mengisi waduk irigasi teknis dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Nah, meneruskan itu, sekarang ada Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (B2TMC). Sejauh mana peran TMC dalam meminimalkan dampak bencana? Bencana itu ada dua jenis. Pertama, bencana hidrometrologis karena curah hujan tinggi, seperti banjir dan longsor. Kedua, bencana geologi, misalnya gempa yang menyebabkan tsunami, atau gunung meletus. Nah, TMC ini untuk bencana hidrometrologis. Jangan diartikan TMC ini adalah upaya untuk membuat hujan. Hujannya asli, bukan hujan KW 1 atau KW 2. Kita hanya mempercepat proses terjadinya hujan. Oleh karenanya, kita membutuhkan awan. Misal terjadi hujan lebat yang intensitasnya sangat tinggi sehingga dapat menyebabkan banjir di suatu daerah. Kita akan mempercepat terjadinya hujan sebelum awan-awan sampai di daerah tersebut. Sebutlah di Jakarta. Jika awan itu masih jauh dari Jakarta, kita datangi awannya, kita semai supaya hujan turun lebih cepat. Itulah yang disebut dengan cloud seeding . Cloud seeding ini menyemai awan dengan garam. Kita juga menyebutny jumping process untuk rain making. Sebab kita melompat supaya lebih cepat terjadi hujan. Sebelum awan masuk ke Jakarta, kita langsung semai supaya hujan sudah turun di laut, misalnya di Selat Sunda atau di Laut Jawa. Walaupun masih ada sisa awan yang masuk ke Jakarta, hujan yang turun sudah berkurang intensitasnya. Berapa personil yang dibutuhkan dalam proses penyemaian? Operasi TMC terdiri dari banyak personil. Kita bekerja sama dengan Tentara Nasional Angkatan Udara (TNI AU) untuk menyediakan pesawat. Kita membangun posko. Untuk banjir Jabodetabek, poskonya di Lanud Halim Perdanakusuma. Saat menangani kebakaran hutan dan lahan di Riau, kita punya posko di Bandara Pekanbaru. Posko dikomandoi seorang koordinator lapangan yang dibantu flight scientist . Nah, flight scientist akan menyiapkan track sebagai arah terbang pesawat menuju awan yang berpotensi menurunkan hujan tinggi. Oleh karenanya, awan itu harus dikejar sebelum dihembus angin dan masuk ke sebuah daerah. Jadi, flight scientist bertugas untuk menganalisa kondisi cuaca dan mengarahkan pilot. Lalu, biasanya ada dua pilot dan satu flight engineer . Ada juga orang yang menggerakkan sistem garam supaya garam bisa keluar dari pesawat dan tersemaikan. Kalau pakai pesawat besar CN235, ada lima orang yang mengoperasikan alat penyemai awan. Selain itu, sebelum terbang ada juga seorang ahli cuaca dari BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) yang mengumpulkan data operasi serta menginformasikan prediksi cuaca dan kondisi hujan. Jadi tim ini cukup banyak dan membutuhkan teamwork yang baik antara BPPT dengan BMKG, TNI AU, juga BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Seperti apa bahan semainya? Bahan semai berupa garam sudah bisa produksi sendiri melalui industri dalam negeri. Garam itu harus diproses dulu supaya betul-betul halus atau mikroskopis. Nantinya pada saat disemai, bahan itu langsung terserap awan sehingga kondensasi cepat terjadi. Proses kondensasi di dalam awan ini menghasilkan curah hujan. Bagaimana penguatan peran TMC ke depannya dalam mereduksi risiko bencana? Sebenarnya TMC harus dijadikan bagian pencegahan. Misalnya dalam kasus kebakaran lahan gambut. Saat lahan gambut padam di sisi atas, di sisi bawahnya masih membara lho. Jadi, jika mau terbebas dari kebakaran lahan gambut, kita perlu membasahi lahan gambut sebelum muncul titik api. Kalau sudah muncul titik api dan kebakaran, yang harus dilakukan ya operasi water bombing dan TMC supaya hujan turun. Padahal, langkah itu justru membutuhkan biaya yang besar. Water bombing perlu menyewa helikopter, biayanya besar sekali. Supaya jangan sampai mengeluarkan biaya sebesar itu, upaya pencegahan dimaksimalkan. Karenanya saya berharap kita bisa seperti Thailand yang melakukan TMC sepanjang tahun untuk melakukan modifikasi cuaca. Indonesia mengalami cuaca ekstrem, baik di musim hujan maupun kemarau. Kita sudah tahu kapan harus memitigasi dan ini penting dilakukan secara rutin. Saya sedang berupaya agar pemerintah mengalokasikan cukup anggaran untuk sarana, pesawat, dan bahan semai, serta mengatur schedulling operasi TMC. Harus ada upaya menggerakkan teknologi semaksimal mungkin supaya hidup kita lebih baik. Dampak dari bencana harus kita minimalkan. Banjir, puluhan ribu orang mengungsi, serta biaya kedaruratan jauh lebih besar dibanding jika kita bisa melakukan mitigasi bencana. Selain terkait bencana, apa saja manfaat lain dari TMC? Fenomena alam el nino memicu cuaca ekstrem kekeringan yang menyebabkan gagal panen. Kegagalan panen berimplikasi sangat besar terhadap seluruh sendi- sendi kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, Raja Thailand membuat departemen khusus hujan buatan sebagai sedekah kepada rakyat. Dalam satu tahun, puluhan milyar atau puluhan juta bath digelontorkan untuk mengoperasikan sekitar 6-10 pesawat yang memodifikasi cuaca. Terjadi hujan, kekeringan bisa diatasi, dan pertaniannya pun subur. Sebenarnya, polusi udara bisa diatasi dengan hujan buatan. Kita membuat hujan dengan NaCl dan materi lain yang bisa membuka kabut asap. Kita juga melakukan pengisian waduk PLTA dan danau untuk irigasi. Selain itu, kita pernah mengamankan daerah pertambangan dan proyek konstruksi. Mitigasi untuk pembangunan infrastruktur juga bisa dilakukan dengan modifikasi cuaca. Jadi, TMC ada banyak manfaatnya dan memang kita harus rutin melaksanakannya. Adakah dampak negatif dari TMC? Beberapa orang menyebut TMC mengakibatkan hujan asam. It’s totally wrong . Justru kita ingin memberikan dampak positif kepada lingkungan. Karenanya kita menggunakan zat- zat semai itu. Bahan semainya pasti environmental safe. Untuk memastikan kondisi itu, sampel air hujan selalu kita uji untuk meyakinkan bahwa tidak ada dampak negatif. Di laboratorium BPPT, kita melihat semua efek dari bahan semai yang ditaburkan ke awan. Bahan semai kita teliti, kita uji, dan hasil yang diperoleh selama ini tidak ada perubahan dalam komposisi kandungan airnya. Kita sadari air tadah hujan juga merupakan salah satu solusi penyediaan air baku bagi masyarakat. Foto Dok. BPPT Proyek hujan buatan oleh BPPT
Laporan Utama PENAWAR LARA ITU BERNAMA BLT DESA Teks Yani Kurnia Astuti Persebaran kasus COVID-19 terjadi begitu masif di perkotaan. Namun, guncangan ekonomi dan sosial akibat diberlakukannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) guna mengendalikan wabah, tak ayal terasa juga hingga ke desa- desa. Akibatnya, masyarakat desa menjadi salah satu kelompok rentan yang berisiko kehilangan penghasilan, bahkan mata pencaharian. Potensi melonjaknya jumlah penduduk miskin akibat fenomena ini, jadi perhatian serius bagi pemerintah guna menemukan jalan keluar. Lindungan di Tengah Pagebluk G airah Roni tak seriuh desir angin yang menyibak dedaunan di tepian pantai. Riak tenang ombak air laut, rupanya tak mampu mendamaikan keresahan hatinya ihwal kapan ia bisa kembali mengembangkan layar kapalnya, untuk menangkap ikan. Alih-alih mencicipi berkah tingginya harga jual ikan di awal musim, Roni justru harus memutar otak, sekadar untuk beroleh harga impas ganti solar kapalnya. Sejak pagebluk COVID-19, hasil tangkapan ikannya hanya dihargai sekenanya, imbas turunnya permintaan dari kota. Ikan tenggiri, misalnya, terpaksa diobral seharga Rp15.000 per kilo. Padahal, pada kondisi normal, harganya bisa mencapai Rp40.000 per kilo. Malangnya lagi, selain anak istri yang perlu dihidupi, pria berperawakan kurus ini masih harus merawat sang ayah yang mengidap penyakit asma. ”Kerja sudah tidak bisa, ke kebun juga tak bisa, apalagi ke laut”, ujar Roni sendu dengan dialek khas daerah setempat. Pulau kecil yang terdiri dari empat dusun, tempat Roni tinggal, memang dikenal sebagai pemasok ikan. Itu sebabnya, sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Beruntung, pria bernama lengkap Ahmad Roni ini adalah salah satu penduduk yang keluarganya masuk ke dalam daftar Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa Pongok, Kecamatan Lepar Pongok, Bangka Selatan. Sebelum menerima BLT Desa, Roni mengaku tak pernah mendapat bantuan apapun dari pemerintah, baik pusat maupun daerah. Setelah pengurus desa mendatangi rumahnya untuk menyalurkan bantuan uang tunai tersebut, Roni dan keluarganya bisa sedikit bernapas lega di tengah kesulitan ekonomi akibat pandemi. “Makin gak ada kerjaan (karena COVID-19), bagi para perangkat desa untuk mengusulkan daftar nama penerima BLT Desa. Dengan demikian, tidak terjadi tumpang tindih dengan bantuan lainnya, sehingga BLT Desa betul-betul ampuh sebagai penawar lara bagi masyarakat desa terdampak pandemi COVID-19. Tak hanya itu, proses pengusulan data penerima BLT juga telah melalui proses musyawarah desa yang dihadiri Kepala Desa, pengurus desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan pendamping desa. Faktanya, beberapa desa juga menggandeng sejumlah relawan untuk membantu proses pendataan calon KPM, seperti yang dilakukan Aris Widijono, Kepala Desa Kemujan, Adimulyo Kebumen, Jawa Tengah. “Yang terlibat dalam relawan adalah ketua RT, ketua RW, BPD, perangkat desa, ada LMD (Lembaga Mediasi Desa), dan juga tokoh masyarakat yang bergabung di tim data”, Aris menyebutkan. Sebagai dasar penentuan KPM BLT Desa, Kepala Desa Kemujan, Jawa tengah beserta tim juga mempertimbangkan data penerima bantuan sembako regular, maupun sembako perluasan. Tujuannya, agar penerima tidak menerima dobel bantuan. Namun, pria berkaca mata ini juga mengeluhkan perbedaan waktu antara bantuan pemerintah satu dengan yang lainnya. Akibatnya, penyaluran BLT Desa di wilayahnya perlu menunggu cairnya bantuan lain, agar distribusi bantuan bisa dilakukan bersamaan dan menghindari komplain dari warga desa. “Waktu kemarin menyesuaikan (dengan waktu) bantuan lain yang belum cair, sehingga kita pencairan itu agak sedikit di belakang, di akhir bulan”, ungkap pria asli Kebumen ini . Melengkapi Bantuan Lain Bayang-bayang akan penurunan pendapatan serta lesunya ekonomi akibat wabah, tak ayal meningkatkan risiko semakin banyaknya masyarakat miskin. Untuk itu, pemerintah pusat maupun daerah bekerja sama dalam menyiapkan jaring pengaman sosial. Beberapa program telah diluncurkan lebih dulu, antara lain Program Keluarga Harapan, Kartu Pra Kerja, bantuan sembako, bansos tunai, dan subsidi listrik. Oleh sebab itu, kehadiran BLT Desa semakin melengkapi cakupan penerima bantuan. I Dewa Ketut Suagiman, Kepala Desa Batuaji, Tabanan, Bali menyebutkan dengan adanya BLT Desa, warga yang menerima bantuan menjadi lebih banyak, mengingat tak semua usulan tertampung di daftar penerima bantuan dari Kementerian Sosial. “Data valid yang keluar dari Kemensos sebanyak 244 Kepala Keluarga (KK), sementara saya ajukan 290 KK. Dengan adanya BLT Desa bisa nambah 5 KK (penerima bantuan), jadi bisa ter- back up ”, terangnya. Hal senada diungkapkan Aris. Dia menuturkan, BLT Desa dapat menambah jangkauan penerima bantuan. “Jadi, untuk BLT desa itu kan kemarin rencana untuk sapu bersih ya bahasanya”, terang Kepala Desa yang sudah dua periode dipercaya untuk memimpin Desa Kemujan, Jawa Tengah ini. Pada akhirnya, BLT Desa diharapkan mampu menjadi bantalan ekonomi dan sosial, khususnya bagi masyarakat di pedesaan selama masa pandemi ini. cuma ada BLT kami jadi terbantu”, ujarnya. Roni merinci, hingga saat ini, ia telah dua kali menerima BLT Desa dengan besaran bantuan masing-masing Rp600.000. Uang tersebut telah ia gunakan untuk membeli bahan pokok kebutuhan sehari-hari, bahkan juga ia sisihkan guna menebus obat asma untuk sang ayah. Lindungan sosial ini, tak hanya dirasakan penduduk di kepualuan Bangka Belitung. BLT Desa yang dikucurkan dari anggaran Dana Desa ini, setidaknya telah menjangkau lebih dari 5 juta KPM di seluruh wilayah Indonesia. Termasuk Maryono, penduduk yang tinggal di dusun Niron, Pandowoharjo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai buruh lepas di toko mebel ini, telah menerima BLT Desa sebanyak dua kali secara tunai. Sedikit berbeda dengan Roni, Maryono mendapat undangan dari kelurahan setempat untuk memperoleh bantuan dengan besaran Rp600.000. Bantuan tersebut harus ia ambil sendiri di kantor kelurahan sesuai jadwal yang tertera dalam surat. Tak Boleh Tumpang Tindih Efektivitas penyaluran BLT Desa tak lepas dari kesigapan juga kejelian para perangkat desa. Agar tepat sasaran dan sesuai tujuan, sejumlah kriteria yang perlu dipenuhi sebagai penerima BLT Desa dipublikasikan secara terbuka oleh pemerintah. Kriteria ini menjadi pedoman Efektivitas penyaluran BLT Desa tak lepas dari kesigapan dan kejelian para perangkat desa agar tepat sasaran dan sesuai tujuan penyaluran. Foto Dok. Desa Kemujan, Kebumen
Biro KLI Kementerian keuangan
Relevan terhadap
diajarkan di rumah dan keluarganya. Ia mengaku sangat mengidolakan mendiang bapaknya sebagai sosok yang selalu menginspirasinya. Seorang dosen dan cendikiawan, bapaknya adalah teman diskusi yang asyik baginya. Suatu momen kebersamaan yang selau ia rindukan kini. Satu pesan dari ayah yang paling membekas adalah untuk tidak menghakimi orang lain. ”Saat satu telunjuk kita menunjuk ke orang lain, artinya empat (jari) lainnya mengarah ke diri kita sendiri,” ucapnya mengenang pesan sang bapak. Humaniati memaknainya sebagai pengingat untuk selalu berintrospeksi. ”Apakah kita sudah lebih baik dari yang kita tunjuk? Itulah mengapa saya banyak berdialog dengan diri saya sendiri. Apakah yang saya lakukan sudah benar?” lanjutnya. Tak hanya dari sang bapak, ibunya sangat menanamkan disiplin, loyalitas dan kesabaran terutama dalam keluarga. Nilai tersebut sangat terlihat saat ibunya harus menemani sang bapak berbulan-bulan di rumah sakit hingga akhir hayatnya. Kepergian bapak menjadi hantaman pertama dalam hidupnya. Meskipun dalam kondisi menyedihkan, Ia tetap bersyukur atas pelajaran yang didapat dari pengalaman itu. Tak hanya tentang kesabaran dan loyalitas dari ibunya, pemilihan makam untuk mendiang bapaknya yang berpesan dikubur di pemakaman umum, bersanding dengan makam warga lain dengan beragam keyakinan. Mengabdi demi institusi Perjalanan karier Humaniati memang panjang dan berliku. Tapi dari pilihan karier yang diambilnya itu Ia merasa tak pernah bosan. Menurutnya, manusia itu selalu penuh kejutan. ”Manusia itu amazing , muncul berbagai hal yang tidak terduga dari seorang manusia. Sampai sekarang saya tidak pernah berasumsi bahwa saya sudah memahami semuanya,” ungkapnya. Karakter manusia yang selalu berubah itu membuat wanita yang telah mengabdi selama tiga dekade ini tidak pernah berasumsi telah tuntas memahami pengelolaan SDM. Ia merasa karena yang ditangani adalah manusia, sehingga kejutan-kejutan baru akan selalu muncul. Biro SDM sebagai pengelola dituntut untuk harus selalu siap, memenuhi kebutuhan pegawai, tapi tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Kementerian Keuangan. Meskipun usianya sudah akan memasuki masa purnabhakti, Humaniati tetap memegang harapan tinggi bagi pengelolaan SDM di Kemenkeu. Ia terus akan memberikan yang terbaik dalam menyiapkan SDM Kemenkeu yang berintegritas, berkompetensi, namun tetap bahagia. Untuk itu ia selalu berpesan pada para jajarannya agar selalu mengeluarkan sisi atau versi terbaik bagi institusi. ”Agar kita bisa selalu bertumbuh, untuk mencintai tanah air ini, Indonesia. Dan nantinya meninggalkan kondisi yang terbaik untuk generasi selanjutnya,” pungkasnya. “G agal paham”, kalimat sederhana, terdiri atas dua kata, yang mungkin dapat mewakili kegagapan kita dalam memahami dunia baru. Semua bergerak begitu cepat, seakan siap menggulung siapa-siapa yang menolak bergabung. “Keterhubungan” menjadi kata dasar, yang mampu membuat gempar hanya dengan tagar-tagar. Dalam buku terbaru Prof. Rhenald Kasali seri Disrupsi ini, tersaji contoh-contoh terkini tentang mobilisasi yang bersinergi dengan orkestrasi, bagaimana Alibaba dengan #SinglesDay menghasilkan triliunan dari hati para jomlo yang kesepian, bagaimana #MeToo menjadi bentuk perlawanan terhadap pelecehan seksual, juga bagaimana #OrangUtanFreedom mampu membuat ekspor sawit Indonesia ke Eropa kebat-kebit. Di zaman digital, hal-hal viral tidak lagi tertangkal oleh jalan konvensional. Orkestrator sering kali menggunakan cerita yang menyentuh sisi emosional, untuk menggugah rasa kemanusiaan, hingga tercipta suatu gerakan massal. Layaknya dua sisi mata uang, kemajuan teknologi bisa menjadi alat kepentingan, bisa juga untuk tujuan kepedulian sosial. Sharing , shaping , dan funding menjadi perilaku konsumen dewasa ini, membuat teori existing menjadi penting untuk ditinjau kembali. Di era disrupsi, para pengambil kebijakan harus terus bertransformasi serta menyesuaiakan diri, karena yang dihadapi hari ini adalah kerumunan yang terkoneksi. General Electric, salah satu raksasa korporasi dunia yang mencoba berinovasi, dengan Predix (perangkat lunak untuk analisis data mesin-mesin industry), optimis akan masuk sepuluh besar perusahaan teknologi global. New York Times pun menjulukinya 124 Year-Old Software Start Up Company . Sayangnya jauh panggang dari api, Predix pun tidak sesuai prediksi. “The main is no longer the main” menjadi mantra yang tidak main-main. Kekuatan lama yang enggan keluar dari zona nyaman, dan masih bertopang pada penguasaan aset sebagai “the main” - nya, akan tergantikan oleh kekuatan baru yang tidak “gagal paham”, yang mengutamakan penguasaan data sebagai sumber dayanya. Melalui #MO, Prof. Rhenald Kasali mengajak para pembaca meninggalkan cara-cara kuno, meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama. Menggunakan bahasa yang mudah, setiap masalah dalam buku ini dipaparkan secara terarah sehingga empat ratus halaman tetap bisa dibaca dengan menyenangkan. Fakta-fakta diulas sedemikian jelas, dipertegas dengan contoh-contoh yang lugas. Buku ini bukan hanya relevan untuk pembaca individu, namun juga untuk kalangan pemerintah, organisasi, professional, korporasi, maupun akademisi. Jika Anda ingin tetap kokoh berdiri di tengah derasnya arus disrupsi, Anda mesti pelajari dan kuasai strategi yang menjadi roh dari New Power , yakni mobilisasi dan orkestrasi. Selamat membaca, selamat datang di dunia yang tiap masa berlalu selalu muncul pembaru. Buku Gagal Paham Judul: MO, sebuah dunia baru yang membuat orang gagal paham Penulis / Penerjemah: Rhenald Kasali Tahun Terbit: 2019 Dimensi: 422 Halaman Kunjungi Perpustakaan Kementerian Keuangan dan Jejaring Sosial Kami: Gedung Djuanda I Lantai 2 Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta Pusat 13 Writes (Namun Kenyataannya, kehidupan tak selamanya berjalan mulus) Hardy Zhu, dkk 3 Cinta 1 Pria oleh Arswendo Atmowiloto 3 Women & A Guy Ana Westy 30 Day Revenge Mitch Albom 9 Summer 10 Autumns Dari Kota Apel ke The Big Apple Iwan Setiawan Buku Buku Pilihan Perpustakaan Kemenkeu: Peresensi Ahmad Dwi Foto Dok. Biro SDM Humaniati dalam beberapa kegiatan
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Figur Para Peracik Pembelajaran Menarik Teks Dimach Putra Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan” – Tan Malaka. Sama seperti ilmu lainnya, pengetahuan mengelola keuangan negara dan institusi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus dipelajari melalui pembelajaran pegawai. Sebagai institusi pembelajar, kemampuan SDM yang makin terasah adalah tujuan institusi yang ingin dicapai. K emenkeu adalah institusi publik yang besar. Organisasi ini menaungi 80 ribu lebih pegawai yang tersebar dari ujung ke ujung Indonesia. Sebagai pengelola keuangan negara, bidang keahlian pegawai di Kemenkeu pun beragam. Para punggawa keuangan negara ini memiliki keahlian yang mumpuni sesuai bidang pekerjaan masing- sifatnya holding company ya, bisa juga disebut begitu,” ungkap Pandu Patriadi Kepala Bidang Renbang Diklat Pusdiklat KU. Bidang Renbang Diklat secara struktur terbagi menjadi tiga subbidang. Tiap unit membidangi inovasi pembelajaran di bidangnya masing-masing. Subbidang Program melakukan pengumpulan dan analisis data serta perancangan, pengembangan program dan pengkajian diklat. Subbidang Kurikulum bertugas menyiapkan bahan penyusunan dan pengembangan kurikulum, metode pembelajaran, media pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi informasi, dan materi diklat. Subbidang Tenaga Pengajar bertanggungjawab dalam penyiapan tenaga diklat, serta melakukan administrasi, bimbingan dan pengembangan kompetensi tenaga pengajar. Tiga subbidang tersebut bekerja beriringan dari hulu ke hilir menciptakan program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan para pegawai Kemenkeu. Bukan suatu hal yang mudah untuk mencapai tujuan tersebut. Seperti halnya ilmu pengetahuan itu sendiri, proses pembelajaran bergerak dinamis. Tidak saklek . Ada seni tersendiri dalam mengolahnya, karena yang dihadapi adalah manusia dengan kapasitas dan pemahamannya masing-masing. Namun yang pasti, Renbang Diklat selalu berorientasi menghasilkan pembelajaran terintegrasi agar proses transfer ilmu dapat dilakukan secara optimal. Mengubah budaya belajar Salah satu metode pembelajaran yang sedang digalakkan oleh BPPK beberapa tahun terakhir adalah penerapan e-learning . Target tahun lalu sebesar 30 persen berhasil dicapai masing, seperti anggaran, perpajakan, kepabeanan dan cukai, kebendaharaan umum, kekayaan negara, dan perimbangan keuangan. Perkembangan zaman yang dinamis menuntut pengembangan keahlian pegawai yang harus selalu diperbarui secara berkala. Selain dalam bidang keahlian teknis khusus, pendidikan dan pelatihan pegawai di luar disiplin ilmu tersebut pun perlu dilakukan. Dari pemikiran tersebut lahirlah Pusat Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Umum Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (Pusdiklat KU BPPK). Unit ini bertugas membina pendidikan dan pelatihan keuangan negara di bidang selain anggaran, perpajakan, kepabeanan dan cukai, kebendaharaam umum, kekayaan negara dan perimbangan keuangan berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala BPPK. Tuntutan inovasi dalam program pembelajaran menghadirkan proses pembelajaran alternatif tanpa tatap muka langsung di dalam kelas. Perlu orang-orang yang secara berkesinambungan meramu metode pembelajaran dan kurikulumnya. Tujuan utamanya adalah untuk menghadirkan pengalaman belajar baru yang menarik minat para peserta pembelajaran. Di Pusdiklat KU sendiri khususnya, tanggung jawab tersebut diemban oleh Bidang Perencanaan dan Pengembangan Diklat (Renbang Diklat). Meracik diklat yang menarik Secara konsep, Pusdiklat KU dibentuk untuk melayani lima unit eselon satu di lingkungan Kemenkeu, yaitu Setjen, Itjen, BKF, DJPPR, dan BPPK. Tapi kemudian dalam prakteknya, unit ini juga melayani seluruh Kemenkeu sebagai prime customer mereka. ”Ternyata yang diluar itu malah luas lagi karena pekerjaan Kemenkeu yang
Majalah Media Keuangan @majalahmediakeuangan @achintyameswari: Nomor 3, karena dengan terbatasnya ruang gerak kita beberapa bulan terakhir, pandemi menunjukkan bahwa shifting ke teknologi digital makin tak terelakkan jika tak ingin makin tertinggal. Kementerian Keuangan RI www.kemenkeu.go.id @KemenkeuRI kemenkeuri Kemenkeu RI majalahmediakeuangan Presiden Joko Widodo dalam pidato penyampaian Nota Keuangan beberapa waktu yang lalu menyebutkan kebijakan APBN 2021 diarahkan untuk: 1. percepatan pemulihan ekonomi nasional 2. reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas, inovasi, daya saing 3. percepatan transformasi ekonomi menuju era digital 4. pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi Jika menjadi Menteri Keuangan, program mana yang akan Anda beri alokasi anggaran terbanyak dan mengapa? @mike_adty: 1. Percepatan PEN karena belum ada kepastian kapan pandemi berakhir. Perlu percepatan dan berlangsungnya kesinambungan program ini untuk mengurangi dampak ekonomi dan imbasnya bagi masyarakat. 5 MEDIAKEUANGAN 4 VOL. XV / NO. 156 / SEPTEMBER 2020 Rahayu Puspasari Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat Jenderal Kemenkeu Pilih Mitra Distribusi Anda! Informasi lebih lanjut: www.kemenkeu.go.id/sukukritel djpprkemenkeu @DJPPRKemenkeu DJPPRKemenkeu DJPPRKemenkeu Imbal hasil (fixed rate) 6,05% p.a. Masa Penawaran 28 Agt - 23 Sep 2020 Dapat diperdagangkan Rp Minimum Pemesanan Rp1 juta #InvestasiRakyatPenuhManfaat SR013 SUKUK RITEL SERI Cintai Negeri dengan Investasi Menggandeng Optimisme dan Realitas B agaimana hawa pagi di sekitarmu? Beberapa waktu terakhir, udara dingin sering menusuk badan ketika dini hari menjelang. Puncak musim kemarau nampaknya sudah ada di depan mata. BMKG menuturkan hawa dingin yang terasa saat tengah malam dan bahkan terasa lebih dingin lagi menjelang pagi adalah fenomena penanda puncak musim kemarau tiba. Namun BMKG juga memprediksi puncak kemarau baru akan terjadi di awal September dan udara dingin akan kembali terasa. Itu adalah sebuah prediksi. Dari perkara prediksi cuaca, kita beralih ke prediksi ekonomi di tahun depan. Meski pandemi masih belum berhenti, pemerintah tetap fokus mempersiapkan diri menghadapi tahun 2021 yang sudah di depan mata. Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo melalui pidatonya telah menyampaikan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 pada sidang tahunan MPR/DPR. Nota Keuangan dan RAPBN 2021 berisi prediksi atau asumsi dan target pemerintah yang akan menjadi acuan pelaksanaan berbagai program pemerintah dan pengelolaan keuangan negara di tahun depan. Dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo menegaskan beberapa program yang menjadi fokus pemerintah untuk tahun 2021 mendatang. Program- program tersebut antara lain percepatan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi COVID-19; reformasi struktural; percepatan transformasi ekonomi menuju era digital; serta pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi. Sama halnya dengan ketidakpastian perubahan suhu cuaca antara siang dan malam yang akhir-akhir ini bisa sangat drastis terjadi, RAPBN 2021 ini juga disusun dengan mengantisipasi ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia di tahun depan. Meski di tengah situasi yang serba tidak pasti, penyusunan RAPBN 2021 mengusung semangat optimisme namun tetap realistis. Optimisme dan realitas sama-sama diusung dan dituangkan dalam RAPBN 2021. Optimisme tersebut salah satunya terlihat dari asumsi pertumbuhan ekonomi yang dipatok tumbuh mencapai 4,5 persen - 5,5 persen di tahun depan. Namun demikian, program percepatan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi COVID-19 tetap terus dilakukan. Nota Keuangan dan RAPBN 2021 adalah dokumen milik bersama, tidak hanya milik Kementerian Keuangan maupun pemerintah saja. Publik atau masyarakat juga diharapkan dapat turut memberikan masukan sekaligus pengawasan dalam pelaksaannya nanti. Di edisi ini, pembaca dapat memperoleh info lebih detil mengenai isi dari RAPBN 2021. Semoga pengalaman pandemi COVID-19 di tahun ini justru menjadi momentum untuk melakukan perbaikan dan reformasi di berbagai bidang sehingga cita-cita bangsa yaitu mewujudkan Indonesia Maju dapat segera tercapai. Selamat membaca!
dan produktif dengan fokus pada sektor informal, UMKM, petani, nelayan, sektor korporasi, dan BUMN yang memiliki peran strategis bagi masyarakat,” ujar Ubaidi. Langkah lain yang akan diterapkan yakni menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat, meningkatkan efektivitas perlindungan sosial, memperkuat kebijakan dalam pengendalian impor khususnya pangan, serta meningkatkan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN). Empat pilar kebijakan teknis perpajakan Terjadinya perlambatan aktivitas ekonomi menjadi tantangan bagi pendapatan negara. Kinerja ekspor dan impor melemah, begitu pula dengan konsumsi dan investasi yang turut menurun. Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Ihsan Priyawibawa mengatakan, pada tahun 2021, pemerintahan akan melakukan optimalisasi pendapatan yang inovatif dan mendukung dunia usaha untuk pemulihan ekonomi. “Dari sisi perpajakan, pemerintah terus melakukan berbagai upaya perluasan basis pajak, dan perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan dalam rangka meningkatkan tax ratio ,” tutur Ihsan. Lanjutnya, penerapan Omnibus Law Perpajakan dan pemberian berbagai insentif fiskal juga diharapkan mampu mendorong peningkatan investasi dan daya saing nasional, mempercepat pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19, serta memacu transformasi ekonomi. “Kebijakan teknis pajak yang akan diimplementasikan pada tahun 2021 dapat dikategorikan menjadi empat pilar kebijakan besar,” ungkap Ihsan. Pertama, mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui pemberian insentif perpajakan yang selektif dan terukur. Kedua, memperkuat sektor strategis dalam rangka transformasi ekonomi antara lain melalui terobosan regulasi, pemberian insentif pajak yang lebih terarah, dan proses bisnis layanan yang user friendly berbasis IT. Pilar ketiga ialah meningkatkan kualitas SDM dan perlindungan untuk masyarakat dan lingkungan. Sementara, pilar terakhir ialah mengoptimalkan penerimaan pajak. Langkah ini akan diimplementasikan dalam bentuk pemajakan atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), serta ekstensifikasi dan pengawasan berbasis individu dan kewilayahan. Selain itu, pemerintah juga akan meneruskan reformasi perpajakan yang meliputi bidang organisasi, SDM, dan IT. Menurut Ihsan, selama ini sektor industri pengolahan dan perdagangan menjadi penyumbang utama penerimaan pajak. Terkait dengan basis pajak baru, ia menerangkan, dari sisi aspek subjek pajak, pendekatan kewilayahan menjadi fokus utama DJP. “Adapun dari aspek objek pajak, salah satunya adalah dengan meng- capture objek pajak dari aktivitas PMSE yang semakin marak seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan kondisi pandemi COVID-19 sekarang ini,” pungkasnya. Pembiayaan fleksibel dan responsif Penyusunan RAPBN 2021 masih belum terlepas dari situasi pandemi. Oleh sebab itu, sektor pembiayaan harus tetap antisipatif terhadap kebutuhan APBN dalam rangka pemulihan ekonomi akibat pandemi. Hal tersebut disampaikan Direktur Strategi dan Portofolio Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Riko Amir, dalam kesempatan wawancara dengan Media Keuangan. “Untuk arah kebijakan pembiayaan tahun depan, pembiayaan tetap fleksibel dan responsif terhadap kondisi pasar keuangan, tetapi juga tetap prudent dan memperhatikan kesinambungan fiskal,” terang Riko. Pihaknya juga terus berupaya mengembangkan skema pembiayaan yang kreatif dan inovatif, yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. “Nah, yang paling penting, pada 2021 juga harus ada efisiensi terhadap biaya utang itu sendiri,” kata Riko yang merupakan alumnus Univesity of Groningen tersebut. Untuk tahun depan, pihaknya akan mendorong biaya bunga utang bisa makin efisien, seiring dengan pendalaman pasar keuangan, perluasan basis investor, penyempurnaan infrastruktur Surat Berharga Negara (SBN) itu sendiri, serta diversifikasi pembiayaan. “Indonesia tidak bisa mengelak dari pandemi ini. Oleh karena itu, pemerintah melakukan kebijakan counter cyclical di mana ketika pertumbuhan ekonominya menurun, pemerintah melakukan berbagai cara untuk membantu boosting ekonomi,” ujar Riko. Di sisi lain, Riko mengungkapkan sejumlah lembaga pemeringkat utang melihat Indonesia telah melakukan kebijakan on the right track dan mampu menjaga stabilitas makroekonominya. Pada bulan Agustus lalu, salah satu lembaga pemeringkat utang yaitu Fitch mempertahankan peringkat utang Indonesia pada posisi BBB dengan outlook stable . Fitch mengapresiasi pemerintah lantaran telah merespons krisis dengan cepat. Mereka menilai pemerintah telah mengambil beberapa tindakan sementara yang luar biasa, meliputi penangguhan tiga tahun dari plafon defisit 3 persen dari PDB dan pembiayaan bank sentral langsung pada defisit. “Penilaian tersebut menjadikan pemerintah lebih confidence dalam menjalankan peran untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah pandemi ini,” pungkas Riko Amir. Dengarkan serunya wawancara bersama para narasumber pilihan Media Keuangan
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
MediaKeuangan 32 I ndonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan aset berupa barang milik negara (BMN) yang tersebar di tujuh belas ribu lebih pulaunya. Dengan potensi kekayaan yang dimiliki, mata rantai siklus pengelolaan aset negara tak lepas dari peran penilaian. Proses penatausahaan, pemanfaatan, pemindahtanganan hingga penghapusan membutuhkan informasi yang merupakan jerih payah keringat para penilai kekayaan negara. Syarat Berat Penakar Manfaat Profesi sebagai penilai salah satunya dijalani oleh Budi Purnomo. Pria kelahiran Bojonegoro ini telah melakoni peran tersebut selama 14 tahun. Karier sebagai penilai Ia mulai pada tahun 2006, enam tahun setelah pertama kali mengabdi di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Kementerian Keuangan. Asam garam telah ia rasakan hingga mengantarnya menjadi Kepala Seksi Standardisasi Penilaian Bisnis pada Subdirektorat Standardisasi Penilaian Bisnis dan Sumber Daya Alam (SPBSDA), Direktorat Penilaian. Bapak dua anak ini sangat memahami beratnya kualifikasi menjadi seorang penilai kekayaan negara. Kriteria yang disyaratkan sangat panjang dengan kemampuan khusus yang harus dimiliki. Setidaknya ada empat kehalian khusus yang harus dikuasai seorang penilai. Pemahaman tentang penilaian properti harus menjadi dasar kemampuan yang harus dimiliki penilai yang ada dalam timnya. Syarat berikutnya adalah keahlian dalam manajemen keuangan dan akuntansi sebagai bekal membuat proyeksi laba dan rugi. Keahlian terakhir adalah pemahaman akan perilaku bisnis 33 MediaKeuangan 32 VOL. XV / NO. 150 / MARET 2020 Amanah Sepanjang Hayat Sang Penakar Manfaat berdasar kekhasan tiap jenis aset yang dinilai. ”Contohnya nih, penilaian Bandara Tjilik Riwut Palangkaraya yang sekarang dikelola Angkasa Pura,” ujar Budi menceritakan salah satu pengalamannya. Berkat penilaian yang Ia lakukan dengan tim, capital expenditure (Capex) bandara tersebut yang dulunya berasal dari APBN, kini dikeluarkan oleh Angkasa Pura sebagai pengelola. Tak hanya pengalihan Capex, bandara tersebut kini berkontribusi tetap sebesar sembilan miliar untuk negara. Tak hanya bandara, Pria yang telah mengabdi selama dua puluh tahun ini pernah terlibat penilaian aset besar lainnya. Kilang minyak, lapangan golf, mall, hingga hotel pernah Ia nilai. Kesemua aset tersebut kini memberikan kontribusi tetap bagi negara. Berkat peran para penilai sepertinya, aset negara bisa dioptimalkan manfaatnya. Tak hanya idle dan terlantar sia-sia. Namun, semua hal tersebut menuntut penilai untuk cermat dan luwes dalam melakukan pekerjaannya. Cermat agar pemanfaatannya bisa tepat guna, luwes supaya bisa menilai aset dengan karakteristik khasnya masing-masing. Tanggung Jawab Tetap Melekat Tugas seorang penilai memang berat. Tak jarang Ia dan teman-temannya mendapat resistensi warga sekitar. Bukan sekali dua kali Ia dihadang warga yang menghunus parang saat akan menilai. Contohnya saat akan menilai Bandara Sentani, Jayapura. Aset yang dahulu dikelola oleh Dinas Perhubungan tersebut dinilai untuk proses pemindahtanganan pengelolaan ke Angkasa Pura, sama seperti kasus di Bandara Tjilik Riwut. Penolakan tersebut dapat Ia maklumi. Wajar muncul kekhawatiran orang-orang yang menggantungkan hidupnya di sana dengan datangnya pengelola baru. ”Yang berat bukan hanya itu,” ucapnya lirih, sambil menghela nafas Ia melanjutkan, ”tapi juga tanggung jawab yang harus kami pikul selama kerjasama pemanfaatan berlangsung.” Tanggung jawab kerja sama pemanfaatan aset negara melekat hingga usia pensiun para penilai karena periode pemanfaatan bisa berlangsung 30 hingga 50 tahun. Bukan tidak mungkin 10 tahun mendatang nilai manfaatnya dianggap terlalu kecil. Jika sudah seperti itu, tim penilai yang dahulu terlibat memetakan potensi aset tersebut akan dipanggil dan dimintai pertanggungjawabannya. Risiko itu akan membayang-bayangi para penilai. Pekerjaan penilai adalah memetakan potensi dan memberikan opini. Ada tiga opsi pemanfaatan dengan kadarnya masing-masing, pesimis, moderat, dan optimis. Seiring berjalannya waktu kerja sama pemanfaatan, bisa jadi pemohon atau pengelola menjalankan pilihan yang mana. Para penilai tidak mengetahui persis bagaimana kemudian opsi tersebut dieksekusi oleh pengelolanya. ”Bisa aja 30 tahun lagi kok begini, kecil, padahal usia saya sudah 72 tahun, laporan penilai lainnya mungkin juga sudah hilang kan?” ucapnya berandai-andai. Pinta Penilai Negara Masa depan memang masih menjadi misteri. Pun bagi Budi sebagai penilai, meski kini Ia sudah menempati posisi yang cukup nyaman sebagai Kepala Seksi. Sebelum menduduki jabatannya kini, Ia sendiri sudah merasa nyaman menjadi seorang penilai. Baginya Budi Purnomo Kepala Seksi Standardisasi Penilaian Bisnis Teks Dimach Putra | Foto Dok. DJKN 33 MediaKeuangan 32 VOL. XV / NO. 150 / MARET 2020
Opini Masa Depan Batu Bara dan Energi Terbarukan Ilustrasi A. Wirananda *Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja Teks Ragimun dan Imran Rosjadi Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI MediaKeuangan 40 D iprediksi, nasib batu bara akan semakin sulit bersaing dengan energi terbarukan jika tidak ada inovasi dan peningkatan nilai tambah ( value added ). Dengan kata lain, tidak dilakukan hilirisasi ( downstreaming ). Apalagi ke depan, pengembangan energi bersih, seperti energi baru dan terbarukan (EBT) semakin masif dan efisien. Di masa mendatang, pengusaha batu bara ditantang untuk terus melakukan berbagai inovasi dan pengembangan produk batu bara. Di lain pihak, timbul pertanyaan, apakah pemerintah sudah secara maksimal mendorong berbagai bentuk program hilirisasi batu bara. Memang beberapa regulasi pemerintah telah digulirkan, salah satunya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, yang di dalamnya menetapkan antara lain mengenai target bauran energi nasional. Pada tahun 2025 ditargetkan peran EBT paling sedikit 20% dan peran batubara minimal 30%. Sementara pada tahun 2050 ditargetkan peran EBT melampaui batu bara, yakni paling sedikit 31%, sedangkan peran batubara minimal 25%. Perkembangan EBT yang makin pesat tentu membuat harga keekonomian EBT akan semakin kompetitif dibanding batu bara. Di sisi lain, penentangan para aktivis lingkungan terhadap efek polusi akibat penggunaan batu bara juga semakin mengemuka. Tak ayal, lambat laun kondisi ini akan terus menggeser peran batu bara sebagai sumber energi yang murah dan menjadikan batu bara bak buah simalakama. Di satu pihak, harganya terus menurun, dikonsumsi sekaligus ditentang dunia, dan bila tidak diproduksi maka potensi batu bara yang besar tidak dapat dioptimalkan. Akan tetapi, jika dilakukan hilirisasi, terdapat risiko bisnis yang cukup tinggi, baik dari segi teknis, regulasi, dan pasar. Biaya investasi yang diperlukan pun cukup besar, begitu pula dengan pembiayaannya harus bankable . Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia merupakan negara yang dikaruniai sumber daya alam yang melimpah, termasuk batu bara. Potensi kandungan sumber daya batu bara diperkirakan sangat besar, yakni mencapai 151 miliar ton dan cadangan batu bara sebesar 39 miliar ton. Kendati demikian, cadangan batu bara ini diperkirakan akan habis dalam 70 tahun yang akan datang (bila rasio cadangan dan produksi batu bara 4: 1). Oleh sebab itu, seyogianya pengelolaan batu bara dilakukan dengan baik dan bijak agar dapat memberikan kemakmuran sebesar-besarnya bagi masyarakat. Salah satu solusi agar pemerintah dapat terus mendorong pemanfaatan batu bara adalah melalui hilirisasi. Hilirisasi batu bara dapat memberikan sumbangan untuk peningkatan penerimaan negara, baik penerimaan pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Saat ini, kontribusi penambangan batu bara sebelum dilakukan hilirisasi terbilang relatif tinggi terhadap PNBP. Pada tahun 2018 saja, PNBP batu bara mencapai lebih dari 21,85 triliun Rupiah. Dalam jangka pendek, pemberian insentif fiskal sebagai pendorong hilirisasi batu bara memang akan mengurangi penerimaan negara dari sektor pajak dan bukan pajak. Akan tetapi, dalam jangka panjang diharapkan akan meningkatkan perekonomian dan manfaat sosial lainnya. Berdasarkan hasil simulasi yang pernah dilakukan, Produk Domestik Bruto (PDB) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah atau lokasi hilirisasi diperkirakan meningkat 3 kali lipat. Sementara, untuk pajak dan PNBP rata-rata naik 3 kali lipat. Penyerapan tenaga kerja pun berpotensi mencapai lebih dari 5000 pekerja. Hilirisasi yang paling memungkinkan untuk dilakukan pada saat ini adalah gasifikasi batu bara, yakni sebuah proses di mana bahan bakar karbon mentah dioksidasi untuk menghasilkan produk bahan bakar gas lainnya. Gasifikasi sudah diminati oleh perusahaan BUMN tambang, misalnya PT Bukit Asam (PT BA) yang berencana menggandeng beberapa perusahaan user melalui joint investment, seperti PT Pertamina, PT Pupuk Indonesia dan PT Candra Asri. Penggunaan teknologi produksi batu bara menjadi gas berupa Dymethil Ether (DME), urea dan polyphropylen e (PP) saat ini bukan masalah. Beberapa negara lain telah melakukan hal serupa, seperti Amerika Serikat, China, Jepang, Korea Selatan, dan Australia. Namun demikian, biaya produksi yang masih sangat tinggi menjadi kendala sehingga membutuhkan investasi yang relatif besar, dapat mencapai lebih dari 3.446 miliar Dollar. Dibutuhkan dukungan segala pihak agar hilirisasi gasifikasi dapat berjalan lancar. Pemerintah dapat mempertimbangkan pemberian insentif fiskal, seperti tax holiday, tax allowance, dan penurunan atau pengurangan royalti khusus. Perbankan pun ikut beperan serta dalam memberikan kredit investasi apabila proyek ini dinilai layak secara finansial. Selain itu, diperlukan juga kebijakan pengaturan atau penetapan harga beli DME untuk LPG oleh PT Pertamina yang tidak mengikuti fluktuasi harga komoditas. Dengan demikian, proyek industri bukan hanya bankable dan dapat berjalan, melainkan juga berkelanjutan sehingga program gasifikasi batu bara dapat bermanfaat untuk kepentingan industri strategis nasional, pasokan gas dalam negeri, penghematan devisa, dan pemanfaatan batu bara kalori rendah ( low rank) . Seluruh pemangku kepentingan perlu duduk bersama guna mencari solusi terbaik agar nantinya batu bara tidak lagi menjadi masalah, melainkan menjadi produk yang membawa berkah dan maslahah.
Laporan Utama Menyemai Tekad Berkompetisi Mengapa peningkatan investasi dan peningkatan ekspor menempati dua prioritas teratas untuk pengalokasian DID 2020? DID ini kan salah satu instrumen yang digunakan pemerintah untuk mendorong kinerja Pemerintah Daerah (Pemda) berdasarkan suatu kriteria tertentu yang sejalan dengan prioritas nasional. Pada saat kita lihat kondisi di 2019, ada beberapa hal yang memang harus didorong lebih cepat, antara lain investasi, ekspor, dan pengelolaan sampah. Investasi dan ekspor adalah 2 tools yang sangat substansial dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, jadi dimasukkan sebagai top list dalam pembuatan DID. Di 2020 memang investasi dan ekspor ini betul-betul diharapkan bisa menjadi pengungkit perekonomian nasional. Ekonomi nasional itu agregat dari ekonomi daerah. Tentunya harapan kita dengan pemberian insentif ini, daerah-daerah akan berlomba-lomba untuk memperbaiki kinerjanya di bidang- bidang tertentu. Seperti apa kriteria dan batasannya? Sebenarnya sama seperti DID secara umum. Pertama yang kita lihat adalah kriteria utama, mencakup: (1) opini BPK atas laporan keuangan Pemda Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); (2) penetapan Perda APBD tepat waktu; (3) pelaksanaan e-government; dan/atau (4) ketersediaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Kalau kriteria utama itu sudah terpenuhi, baru kita lihat poin-poin yang bisa mendapat insentif atau disebut kriteria kinerja. Kategori kinerja meliputi pelayanan publik, mulai dari pendidikan dan lain-lain, sampai kinerja investasi, ekspor, dan pengelolaan sampah. Bagaimana penilaian kinerja investasi dan ekspor daerah? Kinerja dilihat melalui data-data yang diambil dari institusi yang berwenang. Untuk penilaian kinerja investasi, kita pakai indikator nilai investasi penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri. Sedangkan kinerja ekspor diukur melalui nilai ekspor terhadap barang komoditas ekspor yang keluar dari daerah pabean lewat pelabuhan dan/ atau bandara. Lalu kita hitung selisih nilai kinerja selama 2 tahun. Setelah semua data daerah terkumpul, kita akan lihat dia ada di di posisi berapa. Tiap kriteria punya nilai sendiri. Ini yang membedakan dari tahun-tahun sebelumnya, misal kategori ekspor, kalau memang dia hebat di ekspor, dalam arti lolos di atas threshold setelah disandingkan dengan daerah-daerah lainnya, dia akan mendapat insentif. Kita harus benar-benar melihat mana yang memberikan dampak yang signifikan untuk daerahnya dan itu kita lihat secara nasional. Berapa daerah penerima DID kategori kinerja investasi dan ekspor di 2020? Alokasi DID 2020 kategori peningkatan investasi diberikan kepada 5 provinsi, 19 kota, dan 80 kabupaten, dengan total alokasi sebesar Rp1,3 triliun. Lima provinsi itu adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Banten. Sementara untuk peningkatan ekspor diberikan kepada empat provinsi, 61 kota, dan 19 kabupaten, dengan total alokasi sebesar Rp1,1 triliun. Empat provinsi itu adalah Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah, dan Banten. Alokasi tertinggi di tiap kategori tersebut sebesar Rp14,68 miliar dan rata- rata alokasi sebesar Rp13,34 miliar. Bagaimana dengan kekhawatiran akan ada gap antara daerah yang menerima insentif dan yang tidak? Elemen dari TKDD (Transfer ke Daerah dan Dana Desa) ini kan ada yang sifatnya block grant dan ada yang specific grant. Untuk block grant, kita contohnya ada Dana Alokasi Umum (DAU) yang memang tidak melihat maju atau mundurnya suatu daerah tetapi betul-betul melihat kebutuhan daerah tersebut. Nah, itu bisa diatasi dari situ. Jadi, kalau menurut saya yang umum itu tetap ada, tapi yang khusus (DID) karena ini kan hadiah nih, jadi ya harus lebih selektif. Pelan-pelan kita juga akan coba refocusing ke beberapa kriteria yang betul-betul punya daya ungkit tinggi untuk pembangunan supaya daerah yang dapat itu bisa berbangga. Kendala apa yang dihadapi dalam penyaluran DID? Masalahnya kalau ada yang tidak comply. Dulu, sebelum tahun 2018 itu, pokoknya jumlahnya berapa langsung transfer salur. Mulai 2018, mekanisme penyaluran berubah menjadi berbasis kinerja. Daerah penerima harus menyampaikan Perda APBD dan rencana penggunaan DID tahun berjalan, juga laporan realisasi penyerapan DID tahun anggaran sebelumnya. Jadi, walaupun pemda sudah bagus, tetapi kalau tidak bisa memenuhi syarat penyaluran, ya tentunya dia juga akan punya masalah, bisa nggak disalurkan juga dananya. Apa yang diharapkan dari pemda dengan adanya DID ini? Jadi, harapan kami daerah akan berkompetisi untuk hal yang positif dan level kompetisinya akan meningkat terus. Dengan begitu, daya saing daerah paling tidak akan meningkat sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional. Ease of doing business dan segala macam indeks yang ada kaitannya dengan investasi juga pasti akan lebih baik. Ini sebenarnya merupakan grass root dari pencapaian nasional. Teks CS. Purwowidhu Foto Resha Aditya P. Astera Primanto Bhakti, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan MediaKeuangan 20 D i tengah kondisi perekonomian global yang diproyeksikan semakin melemah, pemerintah bergegas mengambil langkah antisipasi agar defisit neraca dagang tak semakin melebar. Pemberian stimulan menjadi salah satu opsi agar daerah termotivasi membenahi iklim investasi. Peningkatan investasi dan ekspor dijadikan filtrasi baru dalam kebijakan pemberian insentif daerah di 2020. Simak wawancara Media Keuangan dengan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Astera Primanto Bhakti, seputar peran Dana Insentif Daerah (DID) sebagai pendorong pertumbuhan investasi dan ekspor . VOL. XV / NO. 150 / MARET 2020