Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020
Relevan terhadap 2 lainnya
Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kerja sama pembangunan internasional, dana kerja sama pembangunan internasional ditetapkan sebesar Rp1.0O0.000.00O.000,00 (satu triliun rupiah) yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pasal 33 (1) Pemerintah mengalokasikan pembiayaan investasi kepada Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara dengan tujuan pembentukan dana jangka panjang dan/atau dana cadangan dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan proyek strategis nasional dan pengelolaan aset Pemerintah lainnya. (21 Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan status penggunaannya pada kementerian negara/lembaga dengan tidak menggunakan mekanisme belanja modal. (3) Ketentuan mengenai tata cara penetapan status penggunaan tanah pada kementerian negara/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 34 (1) Dalam rangka efektivitas pelaksanaan program dana bergulir Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, alokasi dana bergulir Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan yang dikelola oleh Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan, secara bertahap dialihkan pengelolaannya kepada Badan Pengelola Tabungan Perumahan Ralryat. (21 Ketentuan mengenai pengalihan dana bergulir Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 35 (1) BMN yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk disertakan menjadi tambahan modal Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas yang didalamnya terdapat saham milik Negara, ditetapkan menjadi PMN pada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas yang didalamnya terdapat saham milik Negara tersebut, dengan menggunakan nilai realisasi anggaran yang telah direviu oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. (21 BMN dengan perolehan sampai dengan 31 Desember 2Ol8 yang telah:
dipergunakan dan/atau dioperasikan oleh Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas yang didalamnya terdapat saham milik negara; dan
tercatat pada laporan posisi Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas yang didalamnya terdapat saham milik negara sebagai BPYBDS atau akun yang sejenis, ditetapkan untuk dijadikan PMN pada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas yang didalamnya terdapat saham milik negara tersebut, dengan menggunakan nilai realisasi anggaran yang telah direviu oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. (3) Pemerintah melakukan penambahan PMN yang berasal dari dana tunai dan piutang Negara pada Badan Usaha Milik Negara/ Lembaga/ Badan Hukum Lainnya sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari undang- undang ini. (4) Penambahan PMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 36 (1) Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengelola anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah untuk:
penugasan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional; dan/atau
penugasan penyediaan pembiayaan infrastruktur daerah kepada Badan Usaha Milik Negara. (2) Penugasan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
pemberian jaminan Pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan batu bara;
pemberian ^jaminan dan subsidi bunga oleh Pemerintah Pusat dalam rangka percepatan penyediaan air minum;
pelaksanaan penjaminan infrastruktur dalam proyek kerja sama Pemerintah dengan badan usaha;
pemberian dan pelaksanaan ^jaminan Pemerintah atas pembiayaan infrastruktur melalui pinjaman langsung dari lembaga keuangan internasional kepada Badan Usaha Milik Negara;
pemberian jaminan Pemerintah untuk percepatan proyek pembangunan jalan tol;
pemberian jaminan Pemerintah untuk percepatan penyelenggaraan kereta api ringanllight rail transit terintegrasi di wilayah perkotaan;
pemberian jaminan Pemerintah Pusat untuk percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional; dan/atau
pemberian jaminan Pemerintah untuk percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. (3) Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakumulasikan ke dalam rekening Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah dan rekening Dana Jaminan Penugasan Pembiayaan Infrastruktur Daerah yang dibuka di Bank Indonesia.
Dana (4) Dana yang telah diakumulasikan dalam rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan untuk pembayaran kewajiban penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada tahun anggaran berjalan dan/atau tahun anggaran berikutnya. (5) Dana dalam rekening Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan untuk pembayaran kewajiban penjaminan Pemerintah antarprogram pemberian penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Dana dalam rekening Dana Jaminan Penugasan Pembiayaan Infrastruktur Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan untuk pembayaran atas penugasan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan anggaran Kewajiban Penjaminan dan penggunaan Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah atau Dana Jaminan Penugasan Pembiayaan Infrastruktur Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (41, ayat (5), dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Ralryat. Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih yang terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Hibah. Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas Pendapatan Pajak Dalam Negeri dan Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional. Pendapatan Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan ^jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya. Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme pendapatan dan belanja negara. Penerimaan Hibah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. 7 8. Belanja.
Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah Pusat ^yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih ^yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa. 9. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi perlindungan lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial. 10. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada kementerian negarallembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara. 11. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Program adalah belanja Pemerintah Fusat yang dialokasikan untuk mencapai hasil (outcomel tertentu pada Bagian Anggaran kementerian negaraf lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara. 12. Program Pengelolaan Subsidi adalah pemberian dukungan dalam bentuk pengalokasian anggaran kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyediakan barang atau ^jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hidup orang banyak sesuai kemampuan keuangan negara. 13. Transfer ke Daerah adalah bagian dari Belanja Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta. 14. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas dana transfer umum dan dana transfer khusus.
Dana 15. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 16. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari dalam APBN kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. L7. Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. 18. Dana Insentif Daerah yang selanjutnya disingkat DID adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat. 19. Dana Otonomi Khusus adalah dana yang bersumber dari APBN untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2OOl tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang, dan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. 20. Dana Tambahan Infrastruktur Dalam Rangka Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat yang selanjutnya disebut DTI adalah dana tambahan yang besarnya ditetapkan antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Ralryat berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur.
Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yog5rakarta adalah dana yang bersumber dari APBN untuk penyelenggaraan urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2OI2 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yograkarta. 22. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. 23. Pembiayaan Anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu . dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun- tahun anggaran berikutnya. 24. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih realisasi pembiayaan anggaran atas realisasi defisit anggaran yang terjadi dalam satu periode pelaporan. 25. Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat SAL adalah akumulasi neto dari SiLPA dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran tahun-tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan. 26. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara. 27. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya.
Surat 28. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. 29. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 30. Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya yang selanjutnya disingkat BPYBDS adalah bantuan Pemerintah berupa BMN yang berasal dari APBN, yang telah dioperasikan dan/atau digunakan oleh Badan Usaha Milik Negara berdasarkan Berita Acara Serah Terima dan sampai saat ini tercatat pada laporan keuangan kementerian negara/lembaga atau pada Badan Usaha Milik Negara. 31. Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/atau Perseroan Terbatas lainnya serta Lembaga lBadan Lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi. 32. Dana Bergulir adalah dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum tertentu untuk dipinjamkan dan digulirkan kepada masyarakat/lembaga dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya. 33. Pinjaman Dalam Negeri adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persvaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya. 34. Kewajiban Penjaminan adalah kewajiban yang menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada kementerian negara/lembaga, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah dalam hal kementerian negaraf lembaga, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah dimaksud tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur dan/atau badan usaha sesuai perjanjian pinjaman atau perjanjian kerja sama.
Pinjaman .
Pinjaman Luar Negeri Neto adalah semua pembiayaan yang berasal dan penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri. 36. Pinjaman Tunai adalah pinjaman luar negeri dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang. 37. Pinjaman Kegiatan adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan tertentu kementerian negara/lembaga, pinjaman yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara, dan pinjaman yang diterushibahkan kepada pemerintah daerah. 38. Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, danf atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu. 39. Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pendidikan melalui kementerian negara/lembaga dan BA BUN, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah dan dana desa, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah. 40. Persentase Anggaran Pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara. 4L. Tahun Anggaran 2O2O adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal l Januari sampai dengan tanggal 31 Desember 2O2O.
Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan Anggaran dan Aset pada Masa Transisi di Lingkungan Kementerian dan Lembaga ...
Relevan terhadap
Kementerian/Lembaga Pengampu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b berwenang dan bertanggung jawab mengoordinasikan:
pelaksanaan inventarisasi atas:
BMN yang telah dipergunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi; dan
BMN yang akan dilakukan pengalihan status penggunaan, penggunaan sementara, dan penggunaan bersama untuk pemenuhan kebutuhan Kementerian/Lembaga baru;
pelaksanaan identifikasi dan pendataan atas:
konstruksi dalam pengerjaan;
proyek kontrak tahun jamak;
proyek kerjasama pemerintah dan badan usaha;
persediaan yang akan diserahkan ke pihak lain;
piutang;
kerja sama dalam penggunaan atau pemanfaatan BMN;
aset lainnya selain angka 1 sampai angka 6 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
berbagai perjanjian termasuk asuransi BMN atau perjanjian dengan pihak luar negeri, sampai dengan dilakukan pengalihan atas BMN kepada Kementerian/Lembaga hasil pemisahan atau Kementerian/Lembaga lain;
pengajuan usulan kepada Pengelola Barang dan pelaksanaan atas pengalihan status penggunaan, penggunaan sementara dan/atau penggunaan bersama BMN untuk pemenuhan kebutuhan Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2;
keberlanjutan dan penyelesaian atas hasil identifikasi dan pendataan sebagaimana dimaksud dalam huruf b serta pengalihannya kepada Kementerian/Lembaga hasil pemisahan sesuai dengan bidang tugas dan fungsi masing-masing Kementerian/Lembaga; dan
kegiatan lain yang terkait dengan pengelolaan BMN sampai dengan dialihkan kepada Kementerian/Lembaga lain.
Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk untuk:
BMN yang sedang dilakukan kerja sama dalam rangka penggunaan atau pemanfaatan BMN; dan/atau
BMN yang sedang dalam proses usulan persetujuan pemindahtanganan, pemusnahan, dan/atau penghapusan kepada Pengelola Barang.
Penyusunan laporan barang pengguna TA 2024 Kementerian/Lembaga yang mengalami perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan sebagai berikut:
Menteri/Pimpinan Lembaga pada Kementerian/Lembaga yang mengalami perubahan nomenklatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a menyusun laporan barang pengguna atas Bagian Anggaran TA 2024 yang mengalami perubahan nomenklatur;
Menteri/Pimpinan Lembaga Pengampu pada Kementerian/Lembaga yang mengalami pemisahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b yang menggunakan mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a menyusun laporan barang pengguna atas Bagian Anggaran TA 2024;
Menteri/Pimpinan Lembaga pada Kementerian/Lembaga yang mengalami pemisahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b yang menggunakan mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b menyusun laporan barang pengguna atas atas Bagian Anggaran masing-masing;
Menteri/Pimpinan Lembaga yang menerima penggabungan pada Kementerian/Lembaga yang mengalami penggabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c menyusun laporan barang pengguna atas Bagian Anggaran DIPA TA 2024 untuk Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga yang digabungkan dan Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga yang menerima penggabungan; dan
Menteri/Pimpinan Lembaga pada Kementerian/Lembaga yang baru dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d menyusun laporan barang pengguna TA 2024 untuk Bagian Anggarannya.
Dalam rangka keberlangsungan dan keberlanjutan pengelolaan BMN, Kementerian/Lembaga Pengampu bertanggung jawab atas:
penyelesaian pengusulan dan pembahasan perencanaan kebutuhan BMN TA 2026 yang disusun di TA 2024 sesuai batas waktu yang telah ditentukan;
penyelesaian atas usulan/permohonan penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, pemusnahan, dan penghapusan BMN yang telah diajukan kepada Pengelola Barang;
pelaksanaan kerja sama dalam rangka penggunaan atau pemanfaatan BMN;
pengelolaan atas PNBP hasil pengelolaan BMN TA 2024;
penatausahaan, termasuk pelaporan BMN untuk periode pelaporan semester kedua dan tahunan TA 2024;
tindak lanjut atas temuan dan rekomendasi pemeriksaan aparat pengawas intern pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan terkait pengelolaan BMN; dan
penyelesaian kegiatan pengelolaan BMN lainnya.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan untuk BMN yang telah dilakukan pengalihan kepada Kementerian/Lembaga lain.
Pengelolaan BMN dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN, dengan ketentuan:
Menteri/Pimpinan Lembaga pada Kementerian/Lembaga yang mengalami perubahan nomenklatur merupakan Pengguna Barang atas BMN pada Kementerian/Lembaga sebelumnya;
Menteri/Pimpinan Lembaga pada Kementerian/Lembaga yang mengalami pemisahan namun masih menggunakan Bagian Anggaran yang sama merupakan Pengguna Barang atas BMN pada Kementerian/Lembaga yang sebelumnya menggunakan Bagian Anggaran dimaksud;
Menteri/Pimpinan Lembaga pada Kementerian/Lembaga dari hasil penggabungan merupakan Pengguna Barang atas BMN pada Kementerian/Lembaga yang mengalami penggabungan; dan
Pengelolaan BMN oleh pejabat pengelolaan BMN dilaksanakan dengan ketentuan:
pejabat atau pegawai yang ditunjuk sebagai pejabat pengelolaan BMN pada Kementerian/Lembaga sebelum dilakukan perubahan nomenklatur tetap menjadi pejabat pengelolaan BMN pada Kementerian/Lembaga nomenklatur baru;
pejabat atau pegawai yang ditunjuk sebagai pejabat pengelolaan BMN pada Kementerian/Lembaga yang mengalami pemisahan tetap menjadi pejabat pengelolaan BMN pada Kementerian/Lembaga hasil pemisahan; dan
pejabat atau pegawai yang ditunjuk sebagai pejabat pengelolaan BMN pada Kementerian/Lembaga yang mengalami penggabungan tetap menjadi pejabat pengelolaan BMN pada Kementerian/Lembaga hasil penggabungan, sampai dengan selesainya proses likuidasi, kecuali ditetapkan lain oleh Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c.
Dalam rangka pelaksanaan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kementerian/Lembaga hasil pemisahan dan Kementerian/Lembaga hasil penggabungan:
berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga Pengampu sesuai dengan lingkup tugas dan fungsi yang melekat;
berpartisipasi dalam kegiatan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a serta identifikasi dan pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b; dan
memberikan konfirmasi, klarifikasi dan dukungan lainnya dalam rangka penyelesaian pelaksanaan pengelolaan BMN oleh Kementerian/Lembaga Pengampu sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Unit Hunian Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021 ...
Relevan terhadap
bahwa untuk meningkatkan daya beli masyarakat di sektor industri perumahan guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, perlu diberikan dukungan Pemerintah terhadap sektor industri perumahan tersebut;
bahwa untuk mewujudkan dukungan Pemerintah bagi sektor industri perumahan dan keberlangsungan dunia usaha sektor industri perumahan yang terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), perlu diberikan insentif berupa Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan rumah tapak dan unit hunian rumah susun yang ditanggung Pemerintah;
bahwa belum terdapat pengaturan Pajak Pertambahan Nilai yang ditanggung Pemerintah atas penyerahan rumah tapak dan unit hunian rumah susun sehingga perlu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Unit Hunian Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021;
Jaminan dalam rangka Kegiatan Kepabeanan dan Cukai
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pungutan Negara adalah pungutan negara dalam rangka impor, pungutan negara dalam rangka ekspor, pungutan negara di bidang cukai, dan/atau pungutan negara lainnya yang terkait dengan kegiatan dalam rangka impor, ekspor, dan/atau di bidang cukai yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Kuasa Bendahara Umum Negara Pusat untuk menerima setoran penerimaan negara.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Kantor Bea dan Cukai adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean dan/atau cukai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan dan/atau Undang-Undang Cukai yang mengelola jaminan.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan/atau Undang-Undang Cukai.
Bendahara Penerimaan adalah pegawai yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan negara dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Jaminan dalam rangka kegiatan kepabeanan dan cukai yang selanjutnya disebut Jaminan adalah garansi pembayaran Pungutan Negara dalam rangka kegiatan kepabeanan, kegiatan cukai, dan/atau pemenuhan kewajiban yang dipersyaratkan dalam peraturan di bidang kepabeanan dan/atau cukai.
Terjamin adalah pihak yang bertanggungjawab atas Pungutan Negara dan/atau pihak yang dipersyaratkan untuk memenuhi kewajiban menyerahkan Jaminan sesuai dengan peraturan di bidang kepabeanan dan/atau cukai kepada Kantor Bea dan Cukai.
Penjamin adalah pihak yang menerbitkan garansi untuk melakukan pembayaran kepada Kantor Bea dan Cukai apabila Terjamin cedera janji (wanprestasi).
Klaim Jaminan adalah tuntutan yang dilakukan oleh Kantor Bea dan Cukai kepada Penjamin atau Terjamin untuk mencairkan Jaminan akibat Terjamin tidak memenuhi kewajibannya.
Acara Kenegaraan adalah acara yang diatur dan dilaksanakan oleh panitia negara secara terpusat, dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta Pejabat Negara dan undangan lain.
Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia adalah lembaga yang memberikan fasilitas kepada badan usaha termasuk perorangan dalam rangka mendorong ekspor nasional.
Penjaminan
Relevan terhadap 1 lainnya
bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
bahwa untuk mewujudkan kemandirian ekonomi, negara harus memberikan perhatian terhadap dunia usaha, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah serta koperasi yang sering kesulitan mendapatkan akses permodalan dalam bentuk kredit, pembiayaan, atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dari lembaga keuangan dan di luar lembaga keuangan karena terbatasnya jaminan;
bahwa untuk memudahkan akses permodalan, dibutuhkan dukungan penjaminan dari lembaga penjamin;
bahwa untuk mendorong industri penjaminan yang diselenggarakan secara efisien, berkesinambungan, dan berperan penting dalam pembangunan nasional, perlu melakukan pengaturan terhadap industri penjaminan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Penjaminan;
Usaha penjaminan bertujuan untuk:
menunjang kebijakan pemerintah, terutama dalam rangka mendorong kemandirian usaha dan pemberdayaan dunia usaha, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah serta koperasi dalam perekonomian nasional;
meningkatkan akses bagi dunia usaha, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah serta koperasi dan usaha prospektif lainnya kepada sumber pembiayaan;
mendorong pertumbuhan pembiayaan dan terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan sektor ekonomi strategis;
meningkatkan kemampuan produksi nasional yang berdaya saing tinggi dan yang memiliki keunggulan untuk ekspor;
mendukung pertumbuhan perekonomian nasional; dan
meningkatkan tingkat inklusivitas keuangan nasional.
Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...
Relevan terhadap
bersumber dari APBN, pendanaan dalam rangka mendukung persiapan, pembangunan, dan pemindahan serta penyelenggaraan pemerintah khusus IKN juga bersumber dari skema kerja sama pemerintah dan badan usaha, skema partisipasi badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki negara termasuk BUMN/swasta murni, skema dukungan pendanaan/pembiayaan internasional, skema pendanaan lainnya ( creative financing ), dan skema melalui pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN), seperti sewa, kerja sama pemanfaatan, Bangun Guna Serah (BGS), dan Bangun Serah Guna (BSG) ( vide Lampiran II UU IKN hlm. 123-124). Dengan demikian, penggunaan APBN sebagai salah satu sumber pendanaan dalam rangka mendukung persiapan, pembangunan, dan pemindahan serta penyelenggaraan pemerintah khusus IKN merupakan hal yang lazim dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 5. Bahwa dalam Rapat Kerja Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (RUU IKN) pada tanggal 7 Desember 2021 pukul 19.39 WIB, Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas menyampaikan sebagai berikut: “Dalam hal pembiayaan Pemerintah memastikan tidak mengurangi dan apalagi menggerus sosial transfer yang telah dan akan dialokasikan ke depan . Pemerintah telah menghitung kebutuhan pendanaan jangka menengah melalui APBN, Pemerintah juga akan memaksimalkan sumber- sumber pembiayaan yang tersedia blended finance, skema KPBU, financial model yang marketable sehingga meminimalkan beban APBN .” (vide Lampiran 10. hlm. 9) Berdasarkan uraian tersebut, maka anggaran yang telah dialokasikan dalam APBN untuk penanganan pandemi Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional sama sekali tidak berkurang bahkan tidak terganggu dengan pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus Ibu Kota Negara Nusantara. Pemerintah telah memaksimalkan sumber-sumber pembiayaan dengan skema pendanaan yang menggunakan
sepatutnya dipahami bahwa ketentuan tersebut merupakan hal- hal yang bersifat teknis sehingga dipandang tepat untuk diatur dalam peraturan turunannya. Dengan demikian, pembentukan UU IKN telah selaras dengan asas Kesesuaian antara Jenis, Hierarki dan Materi Muatan dan dalil para Pemohon Perkara 25 tersebut patut dinyatakan tidak beralasan menurut hukum. 4. Terkait dengan dalil para Pemohon Perkara 25 yang menyatakan bahwa pemindahan Ibu Kota Negara telah bertentangan dengan asas kedayagunaan dan kehasilgunaan karena adanya pemborosan anggaran ( vide Perbaikan Permohonan hlm. 66), DPR memberikan keterangan sebagai berikut: a. Bahwa pembangunan Ibu Kota Negara yang merupakan salah satu dari kegiatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan sudah jelas dibiayai dengan anggaran yang bersumber salah satunya APBN. Selain bersumber dari APBN, pendanaan dalam rangka mendukung persiapan, pembangunan, dan pemindahan serta penyelenggaraan pemerintah khusus IKN juga bersumber dari berbagai skema kerja sama pemerintah dan badan usaha, skema partisipasi badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki negara termasuk BUMN/swasta murni, skema dukungan pendanaan/ pembiayaan internasional, skema pendanaan lainnya ( creative financing ), dan skema melalui pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN), seperti sewa, kerja sama pemanfaatan, Bangun Guna Serah (BGS), dan Bangun Serah Guna (BSG) ( vide Lampiran II UU IKN hlm. 123-124). Dengan demikian, penggunaan APBN sebagai salah satu sumber pendanaan dalam rangka mendukung persiapan, pembangunan, dan pemindahan serta penyelenggaraan pemerintah khusus IKN merupakan hal yang lazim dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. b. Bahwa dalam Rapat Kerja Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (RUU IKN) pada tanggal 7 Desember 2021 pukul 19.39 WIB,
tercantum rencana penyusunan RUU IKN. Sehingga dari sisi perencanaan, penyusunan RUU IKN telah dilakukan dengan baik. a. Bahwa berdasarkan Pasal 24 ayat (3) UU IKN disebutkan bahwa persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai program prioritas nasional paling singkat 10 (sepuluh) tahun dalam rencana kerja pemerintah sejak berlakunya Undang-Undang ini atau paling singkat sampai dengan selesainya tahap 3 (tiga) penahapan pembangunan Ibu Kota Nusantara sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Induk Ibu Kota Nusantara. Rencana kerja pemerintah tersebut, dijadikan pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setiap tahunnya. (Penjelasan Pasal 24 ayat (3) UU IKN). b. Pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan IKN, serta penyelenggaraan pemerintahan khusus IKN dapat bersumber dari APBN maupun dari sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. c. Skema-skema pendanaan IKN antara lain berupa: 1) skema APBN; 2) skema KPBU; 3) skema pemanfaatan BMN; 4) skema partisipasi badan usaha yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki negara (termasuk partisipasi BUMN atau swasta); dan 5) skema dukungan pembiayaan internasional Pemilihan skema pendanaan tersebut akan dilakukan dengan menggunakan analisis value for money (VfM) dengan mengedepankan manfaat sosial ekonomi dari biaya yang akan dikeluarkan. d. Pelaksanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus IKN berpedoman pada Rencana Induk IKN yang merupakan dokumen perencanaan terpadu yang menjadi pedoman bagi Pemerintah Pusat, dan/atau Otorita IKN.
Penetapan Tarif Nol Rupiah atas Layanan Permohonan Perubahan Hal yang Tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia yang Berlaku pada Kementerian Hukum d ...
Relevan terhadap
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (3), Pasal 13, Pasal 15 huruf b Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dalam mengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak berwenang mengevaluasi, menyusun, dan/atau menetapkan jenis dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak pada instansi pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak berdasarkan usulan dari instansi pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak;
bahwa untuk menindaklanjuti kebijakan Presiden guna mengurangi dampak Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) dalam rangka meningkatkan Stimulus Ekonomi Nasional, perlu diberikan keringanan pembayaran kredit bank atau pinjaman pembiayaan bagi debitur atau peminjam yang usaha dan pekerjaannya terdampak langsung maupun tidak langsung pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Tarif Nol Rupiah atas Layanan Permohonan Perubahan Hal yang Tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia yang Berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2019
Relevan terhadap
Dalam hal perkiraan realisasi ^penerimaan negara ^tidak sesuai dengan target dan/atau adanya ^perkiraan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya ^danlatau pengeluaran melebihi pagu yang ditetapkan dalam ^APBN Tahun Anggaran 2019, maka dapat dilakukan:
penggunaan dana SAL;
penambahan penerbitan SBN;
pemanfaatan sementara saldo ^kas BLU; ^dan/atau d. penyesuaian Belanja Negara.
Pemerintah dapat melakukan pembelian kembali ^SBN untuk kepentingan stabilisasi ^pasar dan ^pengelolaan ^kas dengan tetap memperhatikan ^jumlah ^kebutuhan penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang ditetapkan.
Datam hat terdapat instrumen ^pembiayaan dari ^utang yang lebih menguntungkan dan/atau ketidaktersediaan salah satu instrumen pembiayaan dari utang, ^Pemerintah dapat melakukan perr.rbahan komposisi ^instrumen pembiayaan utang dalam rangka menjaga ketahanan ekonomi dan fiskal.
Dalam hal diperlukan realokasi anggaran bunga utang sebagai dampak perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dapat melakukan realokasi dari pembayaran bunga utang luar negeri ke pembayaran bunga utang dalam negeri atau sebaliknya. (5) Untuk menurunkan biaya penerbitan SBN dan/atau memastikan ketersediaan pembiayaan melalui utang, Pemerintah dapat menerima jaminan penerbitan utang dari lembaga yang dapat menjalankan fungsi penjaminan, dan/atau menerima fasilitas dalam bentuk dukungan pembiayaan. (6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) ditetapkan oleh Pemerintah dan dilaporkan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 20'19 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 20t9.
Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengerola anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah untuk:
penugasan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional; dan/atau
penugasan penyediaan pembiayaan infrastruktur daerah kepada Badan Usaha Milik Negara. (2) Penugasan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
pemberian jaminan ^pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan batu bara;
pemberian jaminan dan subsidi bunga oleh Pemerintah Pusat dalam rangka percepatan penyediaan air minum;
pelaksanaan penjaminan infrastruktur dalam proyek kerja sama Pemerintah dengan badan usaha;
pemberian dan pelaksanaan jaminan Pemerintah atas pembiayaan infrastruktur melalui pinjaman langsung dari lembaga keuangan internasional kepada Badan Usaha Milik Negara;
pemberian jaminan Pemerintah untuk percepatan proyek pembangunan jalan tol di Sumatera;
pemberian jaminan Pemerintah untuk percepatan penyelenggaraan kereta api ringanllight rail transit terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi;
pemberian jaminan Pemerintah Pusat untuk percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional; dan/atau
pemberian jaminan Pemerintah untuk percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan.
Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakumulasikan ke dalam rekening Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah dan rekening Dana Jaminan Penugasan Pembiayaan Infrastruktur Daerah yang dibuka di Bank Indonesia.
Dana yang telah diakunrulasikan dalam rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan untuk pembayaran kewajiban penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada tahun anggaran berjalan dan/atau tahun anggaran berikutnya. (5) Dana dalam rekening Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan untuk pembayaran kewajiban penjaminan Pemerintah antarprogram pemberian penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (21.
Dana (6) Dana dalam rekening Dana Jaminan Penugasan Pembiayaan Infrastruktur Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan untuk pembayaran atas penugasan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan anggaran Kewajiban Penjaminan dan penggunaan Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah atau Dana Jaminan Penugasan Pembiayaan Infrastruktur Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (41, ayat (5), dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerint ...
Relevan terhadap
Penghi tung an dana kon tinj ensi se bagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur.
Hasil penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar rekomendasi penyediaan dana Jaminan Pemerintah.
Penyediaan anggaran untuk dana pelaksanaan Jaminan Pemerintah dicatat sebagai pengeluaran pada pos pembiayaan untuk penJamman infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam APBN.
Ketentuan Pasal 15 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diubah dan ayat (5) dihapus, sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
Dalam hal Usulan Penjaminan cliteruskan kepacla Menteri Keuangan sebagaimana climaksucl dalam Pasal 6 ayat (2) huruf (a) butir (iii), BUPI menyampaikan kepada Menteri keuangan c.q. Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah clan Pembiayaan Infrastruktur usulan-usulan yang dapat clipertimbangkan oleh Menteri Keuangan dalam mengambil kebijakan disertai clengan dokumen-dokumen sesuai dengan Pasal 7 ayat (6) Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010.
Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah clan Pembiayaan Infrastruktur menyampaikan rekomenclasi kepada Menteri Keuangan setelah menelaah usulan-usulan beserta clokumen dokumen yang disampaikan oleh BUPI sebagaimana dimaksucl pacla ayat (1).
Berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Keuangan dapat memutuskan untuk me ^ri yetujui atau menolak Usulan Penjaminan.
Ketentuan Pasal 14 ayat (1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Dalam hal Menteri/Kepala Lembaga selaku PJPK tidak memenuhi Perjanjian Penyelesaian Regres sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), BUPI menyelesaikan penyelesaian Regres tersebut dengan mekanisme penyelesaian sengketa pada Perjanjian Penyelesaian Regres.
Dihapus.
Di antara Pasal 31 dan Pasal 32 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 3 lA, sehingga Pasal 3 lA berbunyi sebagai berikut: Pasal 3 1A (1) Dalam rangka penyelesaian pembayaran regres kepada BUPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) atau Pasal 27 ayat (2) atau atas putusan lembaga penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) a tau Pasal 29, maka dapat dilakukan mekanisme sebagai berikut:
Menteri/Kepala Lembaga selaku PJPK menyampaikan permohonan pengalokasian dana pembayaran regres kepacla Menteri Keuangan c.q Direktur Jencleral Pengelolaan Pembiayaan clan Risiko setelah menerima Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Regres clari Penjamin;
Direktorat Jencleral Pengelolaan Pembiayaan clan Risiko c.q Direktorat Strategi Portofolio clan Pembiayaan clan Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur melakukan evaluasi terhaclap permohonan pembayaran regres clari PJPK sebagaimana climaksucl clalam huruf a;
Direktorat Jencleral Pengelolaan Pembiayaan clan Risiko dan Pembiayaan mengirimkan dokumen hasil evaluasi yang dilakukan sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada Direktorat Jenderal Anggaran;
Berdasarkan dokumen hasil evaluasi tersebut, Direktorat Jenderal Anggaran akan mengalokasikan anggaran regres kepada alokasi anggaran Kernen terian /Lem bag a selaku PJPK yang bersangkutan untuk pembayaran regres kepada BUPI dengan mekanisme penambahan anggaran (on-top);
Penambahan anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf (d) dapat bersumber dari Dana Cadangan Penjaminan;
Dalam hal pembayaran regres PJPK bersumber dari Dana Cadangan Penjaminan, maka berlaku prinsip-prinsip sebagai berikut:
dalam hal penjaminan telah efektif maka BUPI diwajibkan untuk memberikan laporan secara berkala kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q Direktorat Strategi Portofolio dan Pembiayaan terkait potensi besaran klaim penjaminan;
untuk menJaga kecukupan clan sustainability dari Dana Cadangan Penjaminan, maka Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko akan mengalokasikan anggaran Dana Cadangan Penjaminan melalui APBN tahun berikutnya untuk mengganti sejumlah Dana Cadangan Penjaminan yang dikeluarkan dalam rangka pembayaran regres; dan
apabila terjadi kl aim pembayaran Penjaminan Pemerintah dan pembayaran regres pada saat yang bersamaan maka memprioritaskan pembayaran Penjaminan Pemerintah.
Penambahan anggaran climaksucl clalam huruf se bagaimana cl hanya cliperuntukkan untuk pembayaran regres clari Kementerian/ Lembaga bersangkutan sehingga mekanisme climaksucl ticlak menambah base line pagu anggaran Kementerian/Lembaga pacla tahun berikutnya; clan h. Dalam hal mekanisme penambahan anggaran sebagaimana climaksucl clalam huruf cl telah clilakukan, Kernen terian /Lem bag a selaku PJPK wajib membayar regres kepacla BUPI pacla tahun yang sama.
Mekanisme pengalokasian anggaran sebagaimana climaksucl pacla ayat (1) hanya berlaku terhaclap Menteri/Kepala Lembaga selaku PJPK.
Dalam hal Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD selaku PJPK, mekanisme pengalokasian anggaran pembayaran regres merujuk kepacla ketentuan perunclang-unclangan yang berlaku.
Ketentuan Pasal 35 ayat (3) cliubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Dalam hal penJamman multilateral