Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...
Relevan terhadap
Publikasi pemindahan ibukota terhenti karena Indonesia mengalami pandemic covid 19 kurang lebih 2 tahun. Begitu pandemic covid 19 melandai, Presiden melanjutkan kembali program pemindahan ibukota negara ke Kalimantan Timur dengan mengajukan RUU ibukota negara ke DPR tanggal 29 September 2021 walaupun diketahuinya kondisi bangsa dan negara masih mengalami beban berat dan baru memulai pemulihan ekonomi dan sosial, serta masih banyak hal - hal yang lebih prioritas untuk dilaksanakan. Tampakmya Presiden sebelum akhir masa jabatannya ingin membuat sejarah dengan memindahkan ibukota negara (pernyataan Presiden bahwa peringatan 17 Agustus 2024 dilaksanakan di ibukota negara yang baru). Keinginan Presiden ini sudah dapat dipastikan akan mendapat persetujuan parlemen/ DPR mengingat anggota DPR/Partai mayoritas pendukung pemerintah sehingga proses pembentukkannya dapat dinilai formalitas. Pemohon yudicial review ini bukan tidak suka kepada Presiden, justru berharap agar Presiden dapat memimpin bangsa dan negara ini dengan sukses sampai akhir masa jabatannya. Beliau terhindar dari resiko buruk yang dapat terjadi sebagai dampak perpindahan ibukota negara ini dan pemimpin bangsa negara yang akan datang tidak menanggung beban berat yang saya sebutkan dalam alasan materil Secara Materiil Alasan yudicial review yang tidak menguraikan pasal demi pasal, namun dari substansi Undang-Undang No. 3 Tahun 2022, sebagai berikut: 1. Kondisi bangsa dan negara masih menghadapi pandemi covid-19 yang telah banyak membawa korban jiwa hingga ratusan ribu orang meninggal dan jutaan orang dirawat dirumah sakit serta membawa dampak buruk berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Kini berkembang varian baru omicron yang menurut para ahli kesehatan dinilai lebih cepat penularannya dan mempunyai gejala ringan. Untuk mengatasi covid 19 dan dampaknya memerlukan biaya yang besar dan tindakan yang prioritas. Kondisi covid 19 di Indonesia tanggal 1 Maret 2022 terpapar 5.589.176 sembuh 4.981.302 meninggal dunia 148.660 (sumber TV One tanggal 01 Maret 2022). 2. Utang pemerintah kini mencapai Rp.7.000 triliun/tanggal 28 Februari 2022 (Berita Kompas TV tanggal 21 April 2022) serta kewajiban membayar bunga
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2021 dalam rangka M ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Transfer ke Daerah adalah bagian dari Belanja Negara yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Alokasi Khusus Fisik yang selanjutnya disebut DAK Fisik adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus fisik yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Dana Alokasi Khusus Nonfisik yang selanjutnya disebut DAK Nonfisik adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus nonfisik yang merupakan urusan Daerah.
Dana Insentif Daerah yang selanjutnya disingkat DID adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Daerah tertentu berdasarkan kriteria/kategori tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat.
Dana Otonomi Khusus adalah dana yang bersumber dari APBN untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu Daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi Undang- Undang dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang selanjutnya disebut Dana Keistimewaan adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan untuk mendanai Kewenangan Istimewa dan merupakan bagian dari Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
Rekening Kas Desa yang selanjutnya disingkat RKD adalah rekening tempat penyimpanan uang Pemerintahan Desa yang menampung seluruh penerimaan Desa dan untuk membayar seluruh pengeluaran Desa pada bank umum yang ditetapkan.
Bantuan Langsung Tunai Desa yang selanjutnya disebut BLT Desa adalah pemberian uang tunai kepada keluarga miskin atau tidak mampu di Desa yang bersumber dari Dana Desa untuk mengurangi dampak ekonomi akibat adanya pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19).
Ketentuan ayat (3) dan ayat (4) Pasal 8 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pengelolaan Aset Eks Bank Dalam Likuidasi Oleh Menteri Keuangan
Relevan terhadap
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN ASET EKS BANK DALAM LIKUIDASI OLEH MENTERI KEUANGAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Bank Dalam Likuidasi yang selanjutnya disingkat BDL adalah bank yang telah menerima dana talangan, fasilitas pembiayaan dan/atau dana penjaminan dari pemerintah serta dicabut izin usahanya yang diikuti dengan likuidasi bank. 2. Tim Likuidasi adalah tim yang bertugas melakukan likuidasi bank yang dicabut izin usahanya. 3. Neraca Akhir Likuidasi yang selanjutnya disingkat NAL adalah neraca yang disusun oleh Tim Likuidasi setelah pelaksanaan likuidasi selesai. 4. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerin tahan di bi dang keuangan negara. 5. Aset eks BDL yang selanjutnya disebut dengan Aset adalah harta atau kekayaan eks BDL. 6. Kas adalah uang tunai dan/atau saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat dicairkan. 7. Aset Kredit adalah hak pemerintah yang berasal dari tagihan BDL terhadap debiturnya. 8. Aset Inventaris adalah Aset yang berupa barang selain tanah dan/atau bangunan, termasuk kendaraan bermotor, yang merupakan aset milik eks BDL dan/ a tau tercatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus. 9. Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang, yang merupakan aset milik eks BDL dan/atau tercatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus. 10. Aset Saham adalah Aset berupa bukti kepemilikan suatu Perseroan Terbatas yang merupakan milik eks BDL dan/atau tercatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus. 11. Aset Obligasi adalah Aset berupa surat utang jangka menengah dan jangka panjang yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pemegang obligasi yang merupakan milik eks BDL dan/atau tercatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus. 12. Aset Penempatan pada bank lain yang selanjutnya disebut Aset Penempatan adalah penanaman dana BDL pada bank atau lembaga keuangan lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dalam bentuk pinjaman antarbank (interbank call money}, tabungan, deposito berjangka, dan bentuk lain. 13. Aset Properti adalah Aset berupa tanah dan/atau bangunan serta hak atas satuan rumah susun yang dokumen kepemilikannya dan/ a tau peralihannya berada dalam pengelolaan Menteri dan/atau tercatat dalam Daftar Nominatif dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus. 14. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 15. Direktur Jenderal adalah pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang pengelolaan kekayaan negara. 16. Direktorat Jenderal adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang pengelolaan kekayaan negara. 17. Direktur adalah pejabat eselon II pada kantor pusat Direktorat Jenderal yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang pengelolaan kekayaan negara. 18. Direktorat adalah unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang pengelolaan kekayaan negara. 19. Kantor Wilayah adalah kantor wilayah Direktorat Jenderal. 20. Kantor Pelayanan adalah unit vertikal pelayanan pada Kantor Wilayah. 21. Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. 22. Lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya. 23. Inventarisasi adalah kegiatan pendataan, pencatatan, dan pelaporan Aset. 24. Verifikasi adalah kegiatan pemeriksaan mengenai kebenaran hasil Inventarisasi. 25. Penilai Pemerintah adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan pemerintah yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan Penilaian, termasuk atas hasil penilaiannya secara independen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 26. Penilai Publik adalah penilai selain Penilai Pemerintah sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur Penilai Publik. 27. Penilaian adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh penilai untuk memberikan suatu opini nilai yang didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu atas objek tertentu pada saat tanggal Penilaian. 28. Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan Aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal Penilaian. 29. Nilai Limit adalah nilai minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh penjual. 30. Sewa adalah pemanfaatan Aset Properti oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan uang tunai. 31. Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk um um dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang. 32. Nasabah Penyimpan Dana adalah nasabah penyimpan dana eks BDL yang tercatat dalam pembukuan BDL dan tidak termasuk yang dijamin oleh pemerintah. 33. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kernen terian/ Lembaga. 34. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. 35. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran untuk pembayaran kepada Nasabah Penyimpan Dana. 36. Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat dengan PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran. 37. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan sebagian fungsi kuasa Bendahara Umum Negara. 38. Surat Ketetapan Pembayaran Nasabah Penyimpan Dana yang selanjutnya disingkat SKP adalah dokumen sebagai dasar pembayaran kepada Nasabah Penyimpan Dana yang memuat rincian besaran hak Nasabah Penyimpan Dana yang akan disetorkan ke rekening pada bank yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam periode tertentu. 39. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara. 40. Surat Perintah Membayar Nasabah Penyimpan Dana yang selanjutnya disebut SPM Nasabah Penyimpan Dana adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk pembayaran Nasabah Penyimpan Dana ke rekening pada bank yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan. 41. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara berdasarkan SPM Nasabah Penyimpan Dana. Pasal 2 (1) Menteri berwenang melakukan pengelolaan Aset. (2) Dalam pelaksanaan pengelolaan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri melimpahkan kewenangannya kepada:
Direktur Jenderal dalam bentuk subdelegasi; atau
pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal dalam bentuk mandat. (3) Kewenangan subdelegasi pada Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal. Pasal 3 Aset se bagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi:
Kas;
Aset Kredit;
Aset Inventaris;
Surat Berharga berupa Saham dan Obligasi;
Aset Penempatan; dan
Aset Properti, yang telah diserahkan kepada pemerintah. BAB II PENGELOLAAN ASET Bagian Kesatu Kas Pasal 4 (1) Direktorat melaksanakan pengelolaan Kas.
Pengelolaan Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
konfirmasi;
pencatatan pada suatu sistem informasi pengelolaan aset; dan
pelaporan atas penyetoran Aset berupa Kas ke kas negara. Bagian Kedua Aset Kredit Pasal 5 (1) Direktorat melakukan pengelolaan atas Aset Kredit. (2) Pengelolaan Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
penatausahaan;dan b. penyerahan pengurusan kepada Panitia Urusan Piutang Negara. Paragraf 1 Penatausahaan Pasal 6 (1) Penatausahaan Aset Kredit dilakukan dengan cara:
Inventarisasi;
Verifikasi; dan
pelaporan pengelolaan Aset Kredit. (2) Penatausahaan Aset Kredit dilakukan oleh Direktorat terhadap dokumen Aset Kredit dari jaminannya. (3) Hasil penatausahaan Aset Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam suatu sistem informasi pengelolaan Aset. Pasal 7 Pelaporan pengelolaan Aset Kredit yang telah diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara, dilakukan rekonsiliasi minimal 1 ( satu) kali dalam 1 (satu) semester antara Direktorat dengan Panitia Urusan Piutang Negara/Kantor Pelayanan. Paragraf 2 Penyerahan Pengurusan Kepada Panitia Urusan Piutang Negara Pasal 8 (1) Penyerahan pengurusan Aset Kredit kepada Panitia Urusan Piutang Negara didasarkan pada Akta Pengalihan Hak Atas Tagihan (cessie). (2) Dalam hal tidak terdapat Akta Pengalihan Hak Atas Tagihan (cessie) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyerahan pengurusan Aset Kredit kepada Panitia Urusan Piutang Negara didasarkan pada surat pengakuan utang dari debitur. (3) Dalam hal tidak terdapat surat pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyerahan pengurusan Aset Kredit kepada Panitia Urusan Piutang Negara didasarkan pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. (4) Dalam hal terdapat Akta Pengalihan Hak Atas Tagihan (cessie) dan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, penyerahan pengurusan Aset Kredit kepada Panitia Urusan Piutang Negara didasarkan pada Akta Pengalihan Hak Atas Tagihan (cessie) dan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Pasal 9 (1) Nilai penyerahan pengurusan Aset Kredit kepada Panitia Urusan Piutang Negara didasarkan pada Akta Pengalihan Hak Atas Tagihan (cessie). (2) Dalam hal terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, nilai penyerahan pengurusan Aset Kredit kepada Panitia Urusan Piutang Negara didasarkan pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut. Pasal 10 (1) Dalam hal penyerahan pengurusan Aset Kredit kepada Panitia Urusan Piutang Negara didasarkan pada surat pengakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), nilai penyerahan yang digunakan merupakan jumlah/ nilai utang yang tercantum dalam laporan keuangan tanggal pisah batas pembukuan (cut off date). (2) Dalam hal tidak terdapat laporan keuangan tanggal pisah batas pembukuan (cut off date), nilai penyerahan yang digunakan merupakan jumlah/ nilai utang yang tercantum dalam NAL. (3) Dalam hal tidak terdapat NAL sebagaimana dimaksud pada ayat (2), nilai penyerahan yang digunakan merupakan jumlah/nilai utang yang tercantum pada perjanjian kredit. Pasal 11 Direktur Jenderal menyerahkan pengurusan Aset Kredit kepada Panitia Urusan Piutang Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengurusan piutang negara. Pasal 12 (1) Direktur Jenderal selaku penyerah pengurusan Aset Kredit memiliki wewenang atas Aset Kredit yang telah diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara untuk:
memberi persetujuan atau penolakan atas permintaan pertimbangan yang diajukan oleh Panitia Urusan Piutang Negara terhadap permohonan penebusan barang jaminan dengan nilai di bawah nilai pembebanan hak atas barang jaminan utang Aset Kredit;
memberi persetujuan atau penolakan atas permintaan pertimbangan yang diajukan oleh Panitia Urusan Piutang Negara terhadap permohonan penjualan tanpa melalui Lelang dengan nilai di bawah nilai pembebanan atau tidak ada pembebanan hak atas barang jaminan utang Aset Kredit;
melakukan koreksi atas jumlah utang yang telah diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara dalam hal terdapat:
kekeliruan dalam pencantuman nilai penyerahan; atau
sebab lain yang dapat di pertanggungjawabkan secara hukum;
mengajukan permohonan pencabutan pemblokiran, pengangkatan sita atas pemblokiran dan penyitaan yang sebelumnya dimohonkan oleh BDL atau Tim Likuidasi;
mengajukan permohonan roya;
mengajukan permohonan perpanjangan atau pembaruan hak atas barangjaminan Aset Kredit yang akan/telah berakhir masa berlakunya; atau
mengajukan permohonan penggantian dokumen barang jaminan Aset Kredit yang rusak. (2) Permintaan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a minimal dilengkapi dengan:
resume berkas kasus piutang negara;
laporan Penilaian yang masih berlaku;
fotokopi dokumen kepemilikan dan/atau dokumen pengikatan; dan
fotokopi surat permohonan dari pemilik atau ahli waris. (3) Permintaan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b minimal dilengkapi dengan:
resume berkas kasus piutang negara;
laporan Penilaian yang masih berlaku;
fotokopi dokumen kepemilikan dan/ a tau dokumen pengikatan; dan
fotokopi surat permohonan dari debitur atau ahli waris. (4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, diberikan dalam hal nilai permohonan minimal sebesar Nilai Wajar berdasarkan laporan Penilaian. Pasal 13 (1) Aset Kredit yang pengurusannya ditolak oleh panitia urusan piutang negara disebabkan belum terpenuhinya kelengkapan persyaratan penyerahan piutang negara ditindaklanjuti oleh Direktorat dengan melakukan upaya pemenuhan kelengkapan persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang piutang negara. (2) Dalam hal kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
telah terpenuhi, Direktorat menyerahkan kembali pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara; a tau b. tidak terpenuhi, Direktorat melakukan upaya optimal berupa panggilan kepada debitur melalui media cetak atau website, dalam rangka penyelesaian kewajiban debitur. (3) Dalam hal debitur memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dan setelah dilakukan wawancara/penelitian terhadap debitur diperoleh dokumen/informasi yang dapat memenuhi persyaratan, Direktorat menyerahkan kembali pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara. (4) Dalam hal Direktorat telah melakukan upaya optimal, Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan Aset Kredit eks BDL yang tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara. (5) Berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Aset Kredit dicatat dalam daftar Aset Kredit yang tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara. Pasal 14 Terhadap Aset Kredit yang dikembalikan pengurusannya oleh Panitia Urusan Piutang Negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengurusan piutang negara, Direktorat melakukan:
pencatatan secara terpisah dengan disertai keterangan alasan pengembalian oleh Panitia Urusan Piutang Negara; dan
upaya lebih lanjut pengelolaan Aset Kredit sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang pengurusan piutang negara. Bagian Ketiga Aset lnventaris Pasal 15 Pengelolaan atas Aset Inventaris meliputi:
penatausahaan;
pengamanan dan pemeliharaan;
penjualan secara Lelang; dan
penetapan menjadi BMN. Paragraf 1 Penatausahaan Pasal 16 Penatausahaan Aset Inventaris dilakukan oleh Direktorat dengan cara:
lnventarisasi; dan
pelaporan pengelolaan Aset Inventaris. Pasal 17 (1) Terhadap Aset Inventaris dilakukan Inventarisasi untuk mengetahui jumlah dan kondisi Aset. (2) Hasil Inventarisasi dicatat dalam suatu sistem informasi pengelolaan Aset. Paragraf 2 Pengamanan dan Pemeliharaan Pasal 18 (1) Pengamanan dan pemeliharaan fisik beserta dokumen Aset Inventaris dilakukan oleh Direktorat. (2) Pelaksanaan pengamanan dan pemeliharaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diserahkan kepada Kantor Wilayah. (3) Pengamanan fisik Aset Inventaris dilakukan dengan cara menyimpan Aset Inventaris di dalam Aset Properti atau di tempat lain yang ditentukan oleh Direktur. Paragraf 3 Penjualan Secara Lelang Pasal 19 (1) Direktur Jenderal dapat melakukan penjualan atas Aset Inventaris. (2) Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan melalui Lelang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Lelang. (3) Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui Kantor Pelayanan. (4) Lelang Aset Inventaris dilakukan dalam kondisi sebagaimana adanya (as is). (5) Dalam hal kondisi Aset Inventaris rusak berat dan tidak dapat digunakan berdasarkan hasil penelitian fisik oleh Direktorat, Aset Inventaris dapat dilelang sebagai rongsokan (scrap). (6) Nilai Limit Lelang ditetapkan oleh Direktur Jenderal minimal sama dengan Nilai Wajar berdasarkan laporan penilaian. (7) Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berlaku untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal ditetapkan, kecuali terdapat perubahan kondisi yang signifikan atas Aset Inventaris. Pasal 20 Dalam hal pelaksanaan penjualan lelang sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 tidak laku, Aset Inventaris dapat ditetapkan statusnya sebagai BMN. Paragraf 4 Penetapan Menjadi BMN Pasal 21 (1) Penetapan Aset Inventaris menjadi BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dilakukan berdasarkan permohonan dari pimpinan Kementerian/Lembaga kepada Direktur J enderal. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat alasan yang mendasari permohonan dan dilengkapi dengan:
data Aset Inventaris;
surat pernyataan komitmen menggunakan Aset Inventaris untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi;
surat pernyataan kesediaan menerima Aset Inventaris, dalam kondisi fisik dan/atau dokumen sebagaimana adanya _(as is); _ dan d. surat pernyataan kesediaan dan tanggung jawab penuh untuk melunasi dan menyelesaikan segala biaya serta kewajiban yang melekat pada Aset Inventaris tersebut. Pasal 22 (1) Direktorat melakukan penelitian atas permohonan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1). (2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian:
permohonan disetujui, Aset Inventaris ditetapkan sebagai BMN dan ditetapkan status penggunaannya kepada Kementerian/Lembaga; atau
permohonan tidak disetujui, Direktur Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada pimpinan Kementerian/Lembaga, disertai dengan alasan. Pasal 23 (1) Penetapan Aset Inventaris menjadi BMN dan penetapan status penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri melalui Keputusan Menteri. (2) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada huruf a minimal memuat:
pertimbangan penetapan status penggunaan;
identitas Aset Inventaris yang ditetapkan statusnya menjadi BMN;
pengguna barang;
tindak lanjut penetapan status penggunaan; dan
kewajiban pembayaran hak Nasabah Penyimpan Dana, dalam hal Aset Inventaris yang ditetapkan merupakan aset dari PT Bank Asiatic (Dalam Likuidasi), PT Bank Dagang Bali (Dalam Likuidasi), dan PT Bank Global Internasional Tbk (Dalam Likuidasi). (3) Dalam identitas Aset Inventaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, memuat pula nilai Aset Inventaris yang merupakan Nilai Wajar berdasarkan laporan Penilaian. (4) Penetapan status penggunaan Aset Inventaris ditindaklanjuti dengan pembuatan berita acara serah terima Aset Inventaris dari Direktorat kepada Kementerian/ Lembaga. Bagian Keempat Surat Berharga Pasal 24 Pengelolaan Surat Berharga meliputi:
penatausahaan;
permintaan konfirmasi kepemilikan;
menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO);
permintaan pembayaran atas dividen saham atau bunga obligasi;
pencairan obligasi; dan
penjualan Aset Saham. Paragraf 1 Penatausahaan Pasal 25 (1) Penatausahaan Surat Berharga dilakukan oleh Direktorat dengan cara:
Inventarisasi;
Verifikasi; dan
pelaporan pengelolaan Surat Berharga. (2) Penatausahaan Surat Berharga dilakukan oleh Direktorat terhadap dokumen Surat Berharga. (3) Hasil penatausahaan Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam suatu sis tern informasi pengelolaan Aset. Paragraf 2 Permintaan Konfirmasi Kepemilikan Pasal 26 Direktur meminta konfirmasi kepemilikan Surat Berharga yang telah ditatausahakan kepada:
Biro Administrasi Ef ek;
PT Kustodian Sentral Efek Indonesia;
Emiten; dan/atau
penerbit obligasi. Paragraf 3 Menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham dan Rapat Umum Pemegang Obligasi Pasal 27 (1) Direktur ber hak menghadiri dan mengam bil kepu tusan dalam RUPS sesuai dengan ketentuan pada anggaran dasar perseroan atau RUPO sesuai dengan perjanjian perwaliamanatan. (2) Direktur dapat memberikan kuasa kepada pejabat atau pegawai dibawahnya dengan hak substitusi untuk menghadiri dan memberikan suara dalam RUPS atau RUPO sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dimaksudkan untuk melakukan penambahan modal oleh Menteri. Paragraf 4 Permintaan Pembayaran Atas Dividen Saham atau Bunga Obligasi Pasal 28 (1) Direktur melakukan monitoring atas pembayaran dividen atau bunga obligasi. (2) Dalam pelaksanaan monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur meminta pembayaran atas:
dividen saham; dan/atau
bunga obligasi setiap jatuh tempo. Paragraf 5 Pencairan Obligasi Pasal 29 Direktur melakukan pencairan Surat Berharga berupa obligasi. Paragraf 6 Penjualan Aset Saham Pasal 30 (1) Direktur Jenderal dapat melakukan penjualan atas Aset Saham:
melalui Lelang; atau
tanpa melalui Lelang. (2) Penjualan Aset Saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan anggaran dasar perusahaan, perjanjian antar pemegang saham, dan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pelaksanaan penjualan Aset Saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikuasakan kepada Direktur.
(2) (3) (4) (5) (6) Pasal 31 Penjualan Aset Saham melalui Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf a dilakukan melalui Kantor Pelayanan. Penjualan Aset Saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Aset Saham pada perusahaan tertutup yang pemegang saham dan/ a tau karyawan tidak menggunakan haknya untuk membeli; dan/atau
saham pada perusahaan terbuka yang tidak tercatat di bursa efek. Nilai Limit penjualan melalui Lelang ditetapkan oleh Direktur Jenderal minimal sama dengan Nilai Wajar berdasarkan laporan Penilaian yang dilakukan oleh penilai. Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku selama 3 (tiga) bulan sejak ditetapkan. Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
Penilai Pemerintah; atau
Penilai Publik yang ditunjuk oleh Direktur. Permohonan Penilaian Aset Saham kepada Pemerintah disampaikan oleh Direktur sesuai Penilai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penilaian. (7) Ketentuan mengenai penjualan melalui Lelang berpedoman pada ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Lelang. Pasal 32 Dalam hal Aset Saham pada perusahaan tertutup yang anggaran dasar perusahaan mengatur mengenai adanya hak pemegang saham atau karyawan untuk membeli terlebih dahulu, penawaran penjualan Aset Saham dilakukan dengan menggunakan Nilai Wajar berdasarkan laporan Penilaian. Pasal 33 (1) Aset Saham yang dilakukan penjualan tanpa melalui Lelang sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (1) huruf b merupakan Aset Saham pada perusahaan terbuka yang tercatat/ terdaftar di bursa efek. (2) Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan baik melalui bursa efek maupun di luar bursa efek dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. (3) Nilai Limit penjualan Aset Saham tanpa melalui Lelang ditetapkan oleh Direktur Jenderal berdasarkan hasil analisis perhitungan rata-rata penutupan harian yang diperoleh dari harga penutupan selama 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum proses penjualan Aset Saham. (4) Nilai limit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku selama 3 (tiga) bulan sejak ditetapkan. (5) Harga penjualan minimal sama dengan Nilai Limit. Bagian Kelima Aset Penempatan Pasal 34 Pengelolaan Aset Penempatan meliputi:
penatausahaan; dan
pencairan dan/atau penagihan dana pada bank peny1mpan. Pasal 35 (1) Penatausahaan Aset Penempatan dilakukan oleh Direktorat dengan cara:
Inventarisasi;
Verifikasi; dan
pelaporan pengelolaan Aset Penempatan. (2) Penatausahaan Aset Penempatan dilakukan oleh Direktorat terhadap dokumen Aset Penempatan. (3) Hasil penatausahaan Aset Penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam suatu sistem informasi pengelolaan Aset. Pasal 36 Direktur melakukan pencairan dan/atau penagihan Aset Penempatan dengan cara mengajukan permintaan pencairan dan/atau penagihan pada bank penyimpan. Bagian Keenam Aset Properti Pasal 37 Aset Properti terdiri atas:
Aset tetap, yaitu Aset Properti yang berasal dari milik eks BDL;
Barang Jaminan Diambil Alih, yaitu Aset Properti yang berasal dari barangjaminan kredit yang telah diambil alih dan/atau dikuasai oleh eks BDL;
Aset yang diperoleh berdasarkan penetapan/ putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; dan
Aset yang berasal dari penyerahan pemegang saham kepada BDL untuk menyelesaikan permasalahan permodalan dan likuiditas BDL. Pasal 38 Pengelolaan atas Aset Properti meliputi:
penatausahaan;
pengamanan dan pemeliharaan;
penjualan;
penetapan Aset Properti menjadi BMN; dan
pemanfaatan dalam bentuk Sewa. Paragraf 1 Penatausahaan Pasal 39 (1) Direktorat melaksanakan penatausahaan Aset Properti melalui Inventarisasi dan Verifikasi dokumen. (2) Inventarisasi dan Verifikasi dokumen Aset Properti se bagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada:
dokumen yang dikuasai oleh Kementerian Keuangan; dan/atau
dokumen lain yang terkait dengan status Aset Properti. (3) Inventarisasi dan Verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk:
proses Verifikasi Aset Properti;
peninjauan fisik atas Aset Properti;
kodifikasi atas Aset Properti; dan
pencatatan setiap perubahan jumlah Aset Properti, nilai Aset Properti, dan penerimaan hasil pengelolaan Aset Properti yang dikarenakan adanya penjualan, penetapan Aset Properti menjadi BMN, putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, atau perubahan lain yang sah. (4) Hasil Inventarisasi dan Verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dicatat oleh Direktorat dalam suatu sistem informasi pengelolaan Aset. Paragraf 2 Pengamanan dan Pemeliharaan Pasal 40 Pengamanan dan pemeliharaan Aset Properti dilakukan terhadap:
fisik Aset Properti; dan
dokumen Aset Properti. Pasal 41 (1) Pengamanan dan pemeliharaan fisik Aset Properti dilakukan oleh Kantor Wilayah. (2) Dalam hal Aset Properti tidak berada dalam penguasaan pihak lain yang tidak berhak, dapat dilakukan pembayaran atas biaya pemeliharaan. (3) Dalam pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kantor Wilayah menunjuk wakil kerja untuk melaksanakan pengamanan fisik Aset Properti. (4) Kantor Wilayah menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan pengamanan dan pemeliharaan Aset Properti kepada Direktorat. (5) Direktorat melakukan evaluasi atas laporan yang disampaikan oleh Kantor Wilayah yang hasilnya dilaporkan kepada Direktur Jenderal. (6) Direktorat/Kantor Wilayah dapat meminta bantuan kepada unit kerja terkait di lingkungan Kementerian Keuangan dan/atau instansi berwenang lainnya, guna pengamanan fisik Aset Properti. Pasal 42 (1) Pengamanan dan pemeliharaan atas dokumen Aset Properti dilaksanakan oleh Direktur. (2) Pengamanan dan pemeliharaan dokumen Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Verifikasi masa berlaku hak atas Aset Properti;
konfirmasi atas status hukum Aset Properti kepada unit kerja terkait di lingkungan Kementerian Keuangan dan/atau instansi terkait; dan
penyimpanan dokumen Aset Properti secara tertib dan rapi di tempat yang aman. (3) Dalam pelaksanaan pengamanan dan pemeliharaan dokumen Aset Properti, Direktur dapat meminta bantuan kepada unit kerja terkait di lingkungan Kementerian Keuangan dan/atau instansi berwenang lainnya. Pasal 43 (1) Untuk pengamanan Aset Properti, Direktur dapat melakukan pemblokiran Aset Properti. (2) Dalam pelaksanaan pemblokiran Aset Properti, Direktur dapat meminta bantuan Kepala Kantor wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan setempat. Paragraf 3 Penjualan Pasal 44 (1) Direktur Jenderal dapat melakukan penjualan atas Aset Properti. (2) Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
melalui Lelang;
tanpa melalui Lelang. Pasal 45 (1) Penjualan melalui Lelang sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 ayat (2) huruf a dilaksanakan melalui Kantor Pelayanan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Lelang. (2) Aset Properti yang dilakukan penjualan melalui lelang merupakan Aset Properti dalam kondisi fisik dan/ a tau dokumen apa adanya (as is}, termasuk biaya terutang (tunggakan biaya) yang melekat (3) Nilai Limit penjualan melalui Lelang ditetapkan oleh Direktur Jenderal minimal sama dengan Nilai Wajar berdasarkan laporan Penilaian yang dilakukan oleh penilai. (4) Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
Penilai Pemerintah; atau
Penilai Publik yang ditunjuk oleh Direktur. (5) Permohonan penilaian Aset Properti kepada Penilai Pemerintah sebagaimana dimaksud ayat (4) huruf a dilakukan oleh Direktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penilaian. (6) Nilai Limit yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal berlaku selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal penetapan Nilai Limit. (7) Dalam hal terdapat perubahan yang signifikan atas kondisi Aset Properti, masa berlaku Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat kurang dari 1 (satu) tahun. (8) Perubahan yang signifikan atas kondisi Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (7) meliputi:
perubahan fisik yang antara lain disebabkan karena pelebaran jalan, bencana alam, dan abrasi; atau
perubahan peruntukan. (9) Terhadap Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dilakukan Penilaian ulang untuk memperoleh Nilai Wajar terbaru atas Aset Properti. (10) Direktur Jenderal menetapkan Nilai Limit minimal sama dengan Nilai Wajar Aset Properti berdasarkan hasil Penilaian ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (6). Pasal 46 (1) Dalam hal Aset Properti tidak laku terjual dalam dua kali Lelang:
untuk Lelang selanjutnya dapat diberikan faktor penyesuai atas Nilai Wajar Aset Properti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (10); atau
Aset Properti dilakukan Penjualan Tanpa melalui Lelang. (2) Faktor penyesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diberikan berdasarkan pertimbangan dan kajian oleh Direktorat. (3) Faktor penyesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diberikan dengan prosentase pengurangan paling besar 30 % (tiga puluh persen) dari nilai wajar. (4) Dalam pemberian faktor penyesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Direktur Jenderal dapat meminta bantuan aparat pengawasan internal pemerintah untuk melakukan reviu. Pasal 47 (1) Penjualan tanpa melalui Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) hurufb dapat dilaksanakan dalam hal:
tidak terpenuhinya legalitas formal subjek dan objek Lelang sesuai peraturan perundang- undangan di bidang Lelang untuk dapat dilakukan penjualan Aset Properti melalui Lelang; atau
Aset Properti tidak terjual dalam dua kali penjualan melalui Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf b. (2) Ketentuan sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berdasarkan hasil Verifikasi oleh Direktorat dan/atau rekomendasi komite penyelesaian Aset Properti yang dibentuk Direktur Jenderal. (3) Pihak yang dapat melakukan Penjualan tanpa melalui Lelang atas Aset Properti se bagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
pihak lain yang namanya tercantum dalam dokumen kepemilikan atau orang lain yang dinyatakan sebagai pemilik berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, atau ahli warisnya, dan tidak termasuk _nominee; _ b. badan hukum yang namanya tercantum dalam dokumen kepemilikan yang diwakili oleh pengurus yang masih aktif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
eks debitur terkait yang sudah tidak mempunyai kewajiban kepada BDL c.q. Pemerintah Republik Indonesia;
pihak lain yang telah menguasai Aset Properti secara fisik minimal 20 (dua puluh) tahun dan telah mendirikan bangunan permanen; atau
pihak selain pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal. (4) Dalam pemberian persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, Direktur Jenderal dapat meminta bantuan aparat pengawasan internal pemerintah untuk melakukan reviu atas permohonan pembelian tanpa melalui Lelang. (5) Eks debitur terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c hanya dapat mengikuti penjualan tanpa melalui Lelang atas Aset Properti berupa:
Barang Jaminan Diambil Alih; atau
Barang Jaminan Diambil Alih yang dicatat sebagai Aset Tetap pada laporan keuangan BDL. Pasal 48 (1) Pihak yang terafiliasi dengan eks BDL tidak dapat mengikuti penjualan tanpa melalui Lelang. (2) Pihak terafiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
komisaris/pengawas eks BDL;
direksi/pengurus eks BDL; dan/atau
pemegang saham eks BDL. (3) Pihak terafiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk keluarga sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat dan/ a tau ke samping satu derajat. Pasal 49 (1) Pihak yang dapat menjadi pembeli dalam penjualan tanpa melalui Lelang atas Aset Properti sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 7 ayat (3) harus mengajukan surat permohonan kepada Direktur Jenderal, yang minimal memuat:
uraian Aset Properti yang akan dimohonkan untuk dilaksanakan penjualan tanpa melalui Lelang;
identitas pemohon; dan
nilai penawaran. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan surat pernyataan secara notariil dari pemohon yang menyatakan bukan se bagai pihak terafiliasi sebagaimana dimaksud Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3). Pasal 50 (1) Penjualan tanpa melalui Lelang atas Aset Properti dapat disetujui apabila nilai penawaran minimal sama dengan Nilai Wajar berdasarkan laporan Penilaian. (2) Nilai penjualan tanpa melalui Lelang ditetapkan oleh Direktur Jenderal minimal sama dengan Nilai Wajar berdasarkan laporan Penilaian yang dilakukan oleh penilai. (3) Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
Penilai Pemerintah; atau
Penilai Publik yang ditunjuk oleh Direktur. (4) Permohonan Penilaian Aset Properti kepada Penilai Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Direktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penilaian. (5) Persetujuan penjualan tanpa melalui Lelang atas Aset Properti diberikan oleh Direktur Jenderal berdasarkan rekomendasi dari Direktur.
Permohonan penjualan tanpa melalui Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dapat disetujui apabila nilai penawaran minimal sama dengan Nilai Wajar Aset Properti berdasarkan laporan Penilaian. (7) Dalam kondisi tertentu, atas Nilai Wajar Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat diberikan faktor penyesuai. (8) Faktor penyesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diberikan dengan pertimbangan tidak terpenuhinya legalitas formal subjek dan objek Lelang sesuai peraturan perundang-undangan di bidang Lelang. (9) Faktor penyesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diberikan prosentase pengurangan dari Nilai Wajar paling tinggi sebesar 30 % (tiga puluh persen). (10) Dalam pemberian faktor penyesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Direktur Jenderal dapat meminta bantuan aparat pengawasan internal pemerintah untuk melakukan reviu. Paragraf 4 Penetapan Aset Properti Menjadi BMN Pasal 51 (1) Menteri dapat menetapkan Aset Properti menjadi BMN. (2) Aset Properti yang dapat ditetapkan menjadi BMN meliputi:
Aset Properti yang dilengkapi dengan:
dokumen pengalihan hak dari Tim Likuidasi; atau
dokumen pengalihan hak dari pemilik asal kepada BDL/Tim Likuidasi;
Aset Properti yang tidak dilengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a, namun tercatat pada NAL sebagai Aset Properti; dan
Aset Properti yang tidak dilengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan tidak tercatat pada NAL. (3) Dokumen pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tidak terbatas pada akta kuasa untuk menjual, ppjb, ajb, Risalah Lelang, surat pernyataan dari pemilik/eks BDL/Tim Likuidasi, berita acara serah terima atau dokumen pengalihan hak lainnya. Pasal 52 (1) A set Properti se bagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf b, dapat ditetapkan sebagai BMN dengan mekanisme:
Verifikasi; dan
diumumkan dalam media cetak sebanyak 2 (dua) kali dengan rentang waktu 30 (tiga puluh) hari. (2) Dalam proses penetapan sebagai BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat dapat meminta reviu aparat pengawasan internal pemerintah. Pasal 53 Aset Properti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf c ditetapkan menjadi BMN setelah mendapatkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Pasal 54 Penetapan Aset Properti menjadi BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dilakukan:
berdasarkan permohonan dari pimpinan Kementerian/Lembaga kepada Direktur Jenderal; atau
tanpa didahului permohonan dari Kementerian/Lembaga. Pasal 55 (1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf a minimal memuat alasan yang mendasari permohonan dan dilampiri dengan:
data Aset Properti;
surat pernyataan komitmen menggunakan Aset Properti untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi;
surat pernyataan kesediaan menerima Aset Properti, dalam kondisi fisik dan/atau dokumen sebagaimana adanya _(as is); _ dan d. surat pernyataan kesediaan dan tanggung jawab penuh untuk melunasi dan menyelesaikan segala biaya serta kewajiban yang melekat pada Aset Properti tersebut. (2) Dalam hal Aset Properti berasal dari PT Bank Asiatic (Dalam Likuidasi), PT Bank Dagang Bali (Dalam Likuidasi), dan PT Bank Global lnternasional Tbk (Dalam Likuidasi) selain kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf a dilampiri pula dengan surat pernyataan bersedia menyelesaikan kewajiban pembayaran kepada Nasabah Penyimpan Dana. Pasal 56 (1) Direktorat melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1). (2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian:
permohonan disetujui, Aset Properti ditetapkan sebagai BMN dan ditetapkan status penggunaannya kepada Kementerian/Lembaga; atau
permohonan tidak disetujui, Direktur Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada pimpinan Kementerian/Lembaga, disertai dengan alasan. Pasal 57 (1) Penetapan Aset Properti menjadi BMN dan penetapan status penggunaannya se bagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) huruf a ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri melalui Keputusan Menteri. (2) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
pertimbangan penetapan status penggunaan;
identitas Aset Properti yang ditetapkan statusnya menjadi BMN;
nilai Aset Properti;
pengguna barang;
tindak lanjut penetapan status penggunaan; dan
kewajiban pembayaran hak Nasabah Penyimpan Dana, dalam hal Aset Properti yang ditetapkan merupakan aset dari PT Bank Asiatic (Dalam Likuidasi), PT Bank Dagang Bali (Dalam Likuidasi), dan PT Bank Global Internasional Tbk (Dalam Likuidasi). (3) Nilai Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan Nilai Wajar berdasarkan laporan Penilaian dan diperhitungkan sebagai pengurang kewajiban eks BDL kepada pemerintah. (4) Penetapan Aset Properti menjadi BMN dan penetapan status penggunaannya ditindaklanjuti dengan pembuatan berita acara serah terima Aset Properti dari Direktorat kepada Kementerian/ Lembaga. Pasal 58 (1) Penetapan Aset Properti menjadi BMN tanpa didahului permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf b dilaksanakan dengan tahapan:
Direktorat menyusun daftar Aset Properti yang direncanakan akan ditetapkan menjadi BMN; dan
Direktorat melakukan kajian atas Aset Properti sebagaimana dimaksud dalam huruf a. (2) Penetapan Aset Properti menjadi BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur J enderal atas nama Menteri melalui Keputusan Menteri. (3) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal memuat:
pertimbangan penetapan Aset Properti menjadi BMN;
identitas Aset Properti yang ditetapkan menjadi BMN;
nilai Aset Properti; dan
kewajiban pembayaran hak Nasabah Penyimpan Dana, dalam hal Aset Properti yang ditetapkan merupakan aset dari PT Bank Asiatic (Dalam Likuidasi), PT Bank Dagang Bali (Dalam Likuidasi), dan PT Bank Global Internasional Tbk (Dalam Likuidasi). (4) Nilai Aset Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan Nilai Wajar berdasarkan laporan Penilaian dan diperhitungkan sebagai pengurang kewajiban eks BDL kepada pemerintah. (5) Aset Properti yang telah ditetapkan menjadi BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengelolaannya berada pada Direktorat Jenderal. Paragraf 5 Pemanfaatan Dalam Bentuk Sewa Pasal 59 (1) Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri dapat melakukan pemanfaatan Aset Properti dengan cara Sewa. (2) Sewa Aset Properti dilakukan dengan tujuan:
mencegah penggunaan Aset Properti oleh pihak lain secara tidak sah; atau
mengoptimalkan Aset Properti yang:
belum diajukan Lelang;
belum dilakukan penjualan tanpa melalui Lelang; atau
belum ditetapkan menjadi BMN. (3) Jangka waktu Sewa paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang dalam hal behim terdapat rencana pengelolaan lainnya atas Aset Properti. Pasal 60 (1) Calon penyewa Aset Properti mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah. (2) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
uraian Aset Properti yang akan disewa;
identitas calon penyewa;
rencana peruntukan Sewa;
usulan besaran Sewa; dan
usulan jangka waktu Sewa. (3) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan surat pernyataan untuk tidak menyewakan kembali kepada pihak lain atau menyerahkan dalam bentuk dan cara apapun objek Sewa kepada pihak lain. (4) Kantor Wilayah melakukan penelitian atas permohonan Sewa atas Aset Properti se bagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk melakukan konfirmasi kepada Direktorat atas rencana pengelolaan Aset Properti yang dimohonkan Sewa. (6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
disetujui, Kepala Kantor Wilayah menerbitkan persetujuan Sewa; atau
tidak disetujui, Kepala Kantor Wilayah menerbitkan surat penolakan kepada calon penyewa disertai dengan alasannya. Pasal 61 (1) Berdasarkan persetujuan Sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (6) huruf a, Kepala Kantor Wilayah menindaklanjuti dengan penandatanganan perjanjian Sewa dengan pihak penyewa. (2) Kepala Kantor Wilayah melaporkan pelaksanaan penandatangan perjanjian Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur dengan melampirkan:
Persetujuan Sewa;
Bukti Setor; dan
Perjanjian Sewa. Pasal 62 Pembayaran uang Sewa secara sekaligus paling lambat dibayarkan sebelum ditandatanganinya perjanjian Sewa dengan cara disetorkan ke kas negara dan diperhitungkan sebagai pengurang kewajiban eks BDL kepada pemerintah. Pasal 63 Sewa berakhir dalam hal:
berakhirnya jangka waktu Sewa sebagaimana tertuang dalam perjanjian Sewa;
berlakunya syarat batal sesuai perjanjian; dan / a tau c. ketentuan lain sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 64 Ketentuan pemanfaatan dalam bentuk Sewa atas Aset Properti sepanJang tidak diatur dalam Peraturan Menteri m1 dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pengelolaan BMN. BAB III INVENTARISASI DAN PENILAIAN Pasal 65 (1) Aset Kredit, Aset Inventaris, Surat Berharga berupa saham dan obligasi, Aset Penempatan, dan Aset Properti yang telah diserahkan kepada Pemerin tah dilakukan Inventarisasi dan Penilaian. (2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh:
Penilai Pemerintah; atau
Penilai Publik yang ditunjuk oleh Direktur. (3) Dalam hal Penilaian dilakukan oleh Penilai Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, proses pengadaan jasa Penilai Publik dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang dan jasa oleh instansi pemerintah. (4) Pelaksanaan Inventarisasi dan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan dibidang Inventarisasi dan Penilaian. (5) Hasil dari pelaksanaan Inventarisasi dan Penilaian ditindaklanjuti dengan:
pencatatan pada suatu sistem informasi pengelolaan aset; dan
penatausahaan. Pasal 66 Pelaksanaan Inventarisasi dan Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara. BAB IV HASIL PENGELOLAAN ASET Pasal 67 (1) Hasil pengelolaan Aset terdiri atas:
hasil pengelolaan Aset berupa uang tunai; dan
hasil pengelolaan Aset yang bukan berupa uang tunai. (2) Hasil pengelolaan Aset berupa uang tunai berasal dari:
pembayaran/pelunasan Aset Kredit yang telah diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara;
Lelang Aset Inventaris;
pembayaran atas dividen saham dan bunga obligasi;
pencairan obligasi;
penjualan atas Surat Berharga;
pencairan dan/atau penagihan dana Aset Penempatan pada bank penyimpan;
Lelang Aset Properti;
penjualan tanpa melalui Lelang Aset Properti; dan
Sewa Aset Properti. (3) Hasil pengelolaan Aset yang bukan berupa uang tunai berasal dari:
penetapan Aset Inventaris menjadi BMN; dan
penetapan Aset Properti menjadi BMN. Pasal 68 (1) Hasil pengelolaan Aset berupa uang tunai yang berasal dari:
Lelang Aset Inventaris;
pembayaran atas dividen saham dan bunga obligasi;
pencairan obligasi;
penjualan atas Surat Berharga;
pencairan dan/atau penagihan dana Aset Penempatan pada bank penyimpan;
Lelang Aset Properti;
penjualan tanpa melalui Lelang; dan
Sewa Aset Properti, dikenakan biaya pengelolaan Aset. (2) Biaya pengelolaan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak. (3) Pengenaan Biaya pengelolaan Aset dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 69 (1) Hasil pengelolaan A set se bagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) yang berasal dari:
PT Bank Anrico (Dalam Likuidasi);
PT Bank Guna Internasional (Dalam Likuidasi);
PT Bank Harapan Sentosa (Dalam Likuidasi);
PT Bank Citrahasta Dhanamanunggal (Dalam Likuidasi);
PT Bank Kosagraha Semesta Sejahtera (Dalam Likuidasi);
PT Bank Mataram Dhanarta (Dalam Likuidasi);
PT Bank Pasific (Dalam Likuidasi);
PT Sejahtera Bank Umum (Dalam Likuidasi);
PT South East Asia Bank (Dalam Likuidasi);
PT Bank Dwipa Semesta (Dalam Likuidasi);
PT Astria Raya Bank (Dalam Likuidasi) ;
PT Bank Pinaesaan (Dalam Likuidasi);
PT Bank Industri (Dalam Likuidasi); dan
PT Bank Prasidha Utama (Dalam Likuidasi), setelah dikurangi biaya pengelolaan Aset merupakan hak pemerintah. (2) Hasil pengelolaan Aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) yang berasal dari:
PT Bank Asiatic (Dalam Likuidasi);
PT Bank Dagang Bali (Dalam Likuidasi); dan
PT Bank Global Internasional Tbk (Dalam Likuidasi), setelah diperhitungkan dengan biaya pengelolaan Aset dan pembayaran Nasabah Penyimpan Dana, merupakan hak pemerintah. Pasal 70 (1) Hasil pengelolaan Aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3) yang berasal dari:
PT Bank Anrico (Dalam Likuidasi);
PT Bank Guna Internasional (Dalam Likuidasi);
PT Bank Harapan Sentosa (Dalam Likuidasi);
PT Bank Citrahasta Dhanamanunggal (Dalam Likuidasi);
PT Bank Kosagraha Semesta Sejahtera (Dalam Likuidasi);
PT Bank Mataram Dhanarta (Dalam Likuidasi);
PT Bank Pasific (Dalam Likuidasi);
PT Sejahtera Bank Umum (Dalam Likuidasi);
PT South East Asia Bank (Dalam Likuidasi); J. PT Bank Dwipa Semesta (Dalam Likuidasi);
PT Astria Raya Bank (Dalam Likuidasi);
PT Bank Pinaesaan (Dalam Likuidasi);
PT Bank Industri (Dalam Likuidasi); dan
PT Bank Prasidha Utama (Dalam Likuidasi), merupakan hak pemerintah. (2) Hasil pengelolaan Aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3) yang berasal dari:
PT Bank Asiatic (Dalam Likuidasi);
PT Bank Dagang Bali (Dalam Likuidasi); dan
PT Bank Global Internasional Tbk (Dalam Likuidasi), setelah diperhitungkan dengan pembayaran kepada Nasabah Penyimpan Dana merupakan hak pemerintah. Pasal 71 Hak pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dan Pasal 70 diperhitungkan sebagai pengurang piutang pemerintah pada BDL yang tercantum dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Pasal 72 Biaya pengelolaan Aset, hak pemerintah, dan dana pembayaran Nasabah Penyimpan Dana dari hasil pengelolaan Aset yang berupa uang tunai disetor ke kas negara. Pasal 73 Nasabah Penyimpan Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) merupakan Nasabah Penyimpan Dana yang masih memiliki hak atas hasil pengelolaan Aset yang besarannya ditetapkan oleh Tim Likuidasi dan disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 74 (1) Menteri selaku Bendahara Umum Negara adalah PA pembayaran Nasabah Penyimpan Dana. (2) Menteri menunjuk Direktur Jenderal untuk melaksanakan fungsi PA atas pembayaran Nasabah Penyimpan Dana. (3) Menteri selaku PA menunjuk Direktur selaku KPA. (4) Penunjukan KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat ex-officio. Pasal 75 (1) KPA bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pembayaran Nasabah Penyimpan Dana. (2) Untuk melaksanakan tanggung jawab, KPA menetapkan:
PPK; dan
PPSPM. Pasal 76 (1) Penetapan PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) huruf a dilakukan untuk mengajukan permintaan pembayaran Nasabah Penyimpan Dana. (2) Penetapan PPK tidak terikat tahun anggaran. Pasal 77 (1) Penetapan PPSPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) huruf b dilakukan untuk pengujian permintaan pembayaran, pembebanan, dan penerbitan perintah pembayaran Nasabah Penyimpan Dana. (2) Penetapan PPSPM tidak terikat tahun anggaran. Pasal 78 (1) Pembayaran Nasabah Penyimpan Dana dilakukan ke rekening pada bank yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan. (2) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan realisasi dana pembayaran Nasabah Penyimpan Dana pada kas negara pada tahun sebelumnya. Pasal 79 Pembayaran Nasabah Penyimpan Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dilaksanakan setiap tahun yang besaran nilai pembayarannya didasarkan pada Laporan Keuangan BUN audited tahun sebelumnya.
(2) Pasal 80 Direktur Jenderal menetapkan keputusan mengenai besaran pembayaran Nasabah Penyimpan Dana untuk masing-masing BDL berdasarkan data realisasi dana pembayaran Nasabah Penyimpan Dana pada kas negara tahun sebelumnya. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun.
Besaran nilai pembayaran Nasabah Penyimpan Dana yang ditetapkan dalam keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada Laporan Keuangan BUN audited tahun sebelumnya. Pasal 81 Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) mengenai be saran pembayaran Nasabah Penyimpan Dana untuk masing-masing BDL, KPA menerbitkan SKP. Pasal 82 (1) Berdasarkan SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81, PPK menerbitkan SPP untuk pembayaran Nasabah Penyimpan Dana ke rekening sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78. (2) PPK menyampaikan SPP kepada PPSPM dengan melampirkan SKP. (3) Berdasarkan SPP, PPSPM melakukan pemeriksaan dan pengujian SPP beserta lampirannya. (4) Dalam hal pemeriksaan dan pengujian SPP telah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, PPSPM menerbitkan SPM Nasabah Penyimpan Dana untuk pembayaran Nasabah Penyimpan Dana ke rekening sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dalam rangkap 3 (tiga) dengan peruntukan sebagai berikut:
lembar ke-1 dan lembar ke-2 untuk KPPN; dan
lembar ke-3 untuk pertinggal. (5) Dalam hal pemeriksaan dan pengujian SPP tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, PPSPM mengembalikan SPP kepada PPK untuk diperbaiki dan dilengkapi. (6) PPSPM menyampaikan SPM Nasabah Penyimpan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada KPPN. Pasal 83 Berdasarkan SPM Nasabah Penyimpan Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (6) dan SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81, KPPN menerbitkan SP2D sesuai dengan ketentuan penerbitan SP2D. Pasal 84 (1) Dalam hal pada tahun berjalan terdapat selisih kelebihan/kekurangan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1), dapat diperhitungkan dengan pembayaran Nasabah Penyimpan Dana periode berikutnya. (2) Selisih kelebihan/kekurangan pembayaran Nasabah Penyimpan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan pada hasil rekonsiliasi antara Direktorat Jenderal dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan, yang dituangkan dalam berita acara. Pasal 85 Pembayaran Nasabah Penyimpan Dana atas hasil pengelolaan Aset yang bukan berupa uang tunai dibebankan pada bagian anggaran Kementerian/Lembaga penerima manfaat dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai tata cara pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. BABV PENANGANANPERKARA Pasal 86 (1) Penanganan perkara di lembaga peradilan atas Aset dilakukan oleh Biro yang mempunyai tugas mengoordinasikan dan melaksanakan advokasi hukum pada Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan dengan mengikutsertakan Direktorat yang memiliki tugas dan fungsi di bidang bantuan hukum pada Direktorat Jenderal. (2) Direktorat yang memiliki tugas dan fungsi di bidang bantuan hukum pada Direktorat Jenderal menyampaikan laporan perkembangan penanganan perkara tiap triwulan kepada Direktur Jenderal dengan ditembuskan kepada Direktur. (3) Untuk penyusunan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat yang memiliki tugas dan fungsi di bidang bantuan hukum pada Direktorat Jenderal berkoordinasi dengan Biro yang mempunyai tugas mengoordinasikan dan melaksanakan advokasi hukum pada Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Pasal 87 Pengelolaan Aset yang berperkara dilakukan oleh Direktorat dengan mempertimbangkan perkara hukum atas Aset. BAB VI PELAPORAN Pasal 88 (1) Direktur menyampaikan laporan pengelolaan Aset setiap tahun kepada Direktur Jenderal. (2) Laporan pengelolaan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perkembangan dan hasil pengelolaan Aset. Pasal 89 Direktur dengan sistem Untuk pertanggungjawaban pengelolaan Aset, Jenderal menyusun laporan keuangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. BAB VII MONITORING DAN EVALUASI Pasal 90 (1) Direktur Jenderal melakukan monitoring dan evaluasi atas pengelolaan Aset. (2) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menyempurnakan dan mengoptimalkan pengelolaan Aset. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 91 (1) Seluruh proses pengelolaan Aset oleh Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal yang telah dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan tetap sah. (2) Pengelolaan Aset yang telah mendapatkan persetujuan Menteri dinyatakan tetap berlaku dan proses selanjutnya mengikuti ketentuan yang berlaku pada saat persetujuan Menteri diterbitkan. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 92 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 185/PMK.06/2019 tentang Pengelolaan Aset Eks Bank dalam Likuidasi oleh Menteri Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1559), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;dan b. pengelolaan Aset yang belum mendapatkan persetujuan, selanjutnya dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri 1n1. Pasal 93 Peraturan Menteri m1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( Covid-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Per ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran Kementerian/Lembaga.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) yang selanjutnya disebut BA 999.08 adalah subbagian anggaran Bendahara Umum Negara yang menampung belanja pemerintah pusat untuk keperluan belanja pegawai, belanja bantuan sosial, belanja lain-lain yang pagu anggarannya tidak dialokasikan dalam bagian anggaran Kementerian/Lembaga.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh PA/KPA atau PPA/KPA BUN.
Pagu Anggaran adalah alokasi anggaran yang ditetapkan dalam DIPA untuk mendanai belanja pemerintah pusat dan/atau pembiayaan anggaran dalam APBN.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah bagian dari suatu unit organisasi pada Kementerian/Lembaga yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa program/kegiatan dan membebani dana APBN.
Program adalah penjabaran kebijakan sesuai dengan visi dan misi Kementerian/Lembaga yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon I atau unit Kementerian/Lembaga yang berisi kegiatan untuk mencapai hasil ( outcome ) dengan indikator kinerja yang terukur.
Prioritas Nasional adalah Program/kegiatan/proyek untuk pencapaian Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan kebijakan Presiden lainnya.
Kegiatan adalah penjabaran dari Program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi Satker atau penugasan tertentu Kementerian/Lembaga yang berisi komponen kegiatan untuk mencapai keluaran ( output ) dengan indikator kinerja yang terukur.
Belanja Operasional adalah anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan sebuah Satker dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai petunjuk penyusunan dan penelaahan rencana kerja dan anggaran Kementerian/Lembaga dan pengesahan DIPA, dan Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi anggaran.
Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, dan/atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.
Transfer ke Daerah adalah bagian dari belanja negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Pembiayaan Anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun- tahun anggaran berikutnya.
Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/ atau Perseroan Terbatas lainnya serta lembaga/badan lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi.
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah Surat Berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam Kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas.
Lembaga Penjamin Simpanan yang selanjutnya disingkat LPS adalah lembaga penjamin simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPS.
Kredit Usaha Rakyat yang selanjutnya disingkat KUR adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada debitur individu/perseorangan, badan usaha dan/atau kelompok usaha yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup.
Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disebut Sisa Anggaran Lebih atau disingkat SAL, adalah akumulasi neto dari sisa lebih pembiayaan anggaran dan sisa kurang pembiayaan anggaran tahun-tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan.
Akumulasi Dana Abadi Pendidikan adalah akumulasi dana abadi dari tahun tahun sebelumnya dan tidak termasuk porsi dana abadi pendidikan yang dialokasikan dalam APBN tahun berjalan.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.05/2020 tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pajak Ditanggung Pemerintah yang selanjutnya disebut Pajak DTP adalah pajak terutang yang dibayar oleh pemerintah dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan penanganan dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional, dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara, kecuali ditentukan lain dalam Undang- Undang mengenai anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan, Peraturan Perundang-undangan mengenai perubahan postur anggaran pendapatan dan belanja negara.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut PPh adalah PPh sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang mengenai pajak penghasilan.
Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah PPN sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah.
4a. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disingkat PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah.
Belanja Subsidi adalah alokasi anggaran dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) untuk pemberian dukungan kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyediakan barang atau jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hidup orang banyak sesuai dengan kemampuan negara.
Bagian Anggaran Pengelolaan Belanja Subsidi (BA.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Bagian Anggaran 999.07 yang selanjutnya disingkat PPA BUN BA 999.07 adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA 999.07.
Pemimpin Pembantu Pengguna Anggaran BUN yang selanjutnya disebut Pemimpin PPA BUN adalah pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas program bagian anggaran BUN dan bertindak untuk menandatangani daftar isian pelaksanaan anggaran BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari pengguna anggaran untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara untuk Keperluan Subsidi Pajak DTP yang selanjutnya disebut KPA BUN Belanja Subsidi Pajak DTP adalah pejabat pada Kementerian Keuangan yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran subsidi Pajak DTP yang berasal dari bagian anggaran BUN.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan Pengguna Anggaran/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pengguna Anggaran/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh kantor pelayanan perbendaharaan negara selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh Kuasa dari BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi Kuasa BUN.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SPTJM adalah pernyataan yang diterbitkan/ dibuat oleh KPA BUN yang memuat jaminan atau pernyataan bahwa seluruh pengeluaran telah dihitung dengan benar.
Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pedoman Monitoring dan Evaluasi Kinerja Atas Pelaksanaan Rka-K/L
Relevan terhadap
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 21 Juni 2017 DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN ttd ASKOLANI LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN NOMOR PER - /AG/2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN MONITORING DAN EVALUASI KINERJA ATAS PELAKSANAAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PEDOMAN MONITORING KINERJA ANGGARAN ATAS PELAKSANAAN RKA-K/L A. Ruang Lingkup Monitoring kinerja anggaran yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Anggaran yang selanjutnya disebut dengan monitoring adalah upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi anggaran belanja K/L tahun berjalan dengan menganalisis capaian kinerja tahun dimaksud. Monitoring tersebut dilakukan atas kinerja anggaran tahun berjalan yang meliputi:
Kinerja Anggaran tingkat Kementerian/Lembaga;
Kinerja Anggaran tingkat Program/ Unit Eselon I;
Kinerja Anggaran tingkat Kegiatan/Satker. Monitoring dilakukan untuk meningkatkan kemungkinan ketercapaian target kinerja tahun berjalan dengan mengidentifikasi permasalahan yang terjadi serta mempersiapkan dan merekomendasikan langkah-langkah untuk mengatasinya. Monitoring dilaksanakan sepanjang tahun dengan ketentuan pelaporannya dibuat satu kali dalam satu tahun anggaran pada tanggal 19 Juni tahun berkenaan dengan berdasarkan data sampai dengan tanggal 31 Mei tahun berkenaan. Monitoring yang dilaksanakan mencakup:
Kinerja anggaran atas pelaksanaan atas RKA-K/L sampai dengan bulan Mei tahun berkenaan. 2. Permasalahan yang dihadapi, 3. Solusi yang telah diterapkan, 4. Permasalahan yang belum dapat diselesaikan, 5. Potensi permasalahan yang mungkin timbul sampai dengan akhir tahun anggaran, dan 6. Tindak lanjut hasil evaluasi kinerja anggaran tahun sebelumnya. Pembagian tugas atas pelaksanaan monitoring adalah sebagai berikut:
Direktorat Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara melakukan monitoring per program dan K/L. Dalam melaksanakan monitoring, Direktorat Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara dapat berkoordinasi, melakukan konfirmasi dan klarifikasi data kepada Kementerian Negara/ Lembaga terkait.
Direktorat Sistem Penganggaran melakukan monitoring secara nasional (agregasi per program dan K/L)/tematik sesuai dengan kebutuhan (sektoral/fungsi). Dalam melaksanakan monitoring dimaksud, Direktorat Sistem Penganggaran dapat melaksanakan koordinasi, konfirmasi dan klarifikasi data kepada Direktorat Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara melakukan monitoring per program dan K/L. Dalam melaksanakan monitoring, Direktorat Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara dapat berkoordinasi, melakukan konfirmasi dan klarifikasi data kepada Kementerian Negara/ Lembaga, dan/atau instansi/institusi terkait lainnya. B. Tahapan monitoring kinerja anggaran Tahapan monitoring meliputi:
Persiapan.
Pengumpulan data.
Analisis.
Penyusunan rekomendasi.
Pelaporan. Adapun uraian proses untuk setiap tahap adalah sebagai berikut:
Persiapan Tahapan persiapan meliputi:
Menentukan tujuan monitoring, yaitu:
Memantau kesesuaian antara perencanaan dan pe!aksanaan program, serta kemajuan dalam mencapai tujuan program secara berkala.
Mengidentifikasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan RKA-K/L dan DIPA dengan melibatkan peran aktifpenanggung jawab program.
Menentukan strategi monitoring Strategi monitoring dilakukan melalui aplikasi SMART berbasis web yang user friendly dan reliable sebagai alat untuk pengumpulan data, pengukuran dan penilaian kinerja. Hal ini diperlukan untuk mempermudah pelaksanaan monitoring pada K/L dan satker-satker yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Pengumpulan data Tahapan pengumpulan data dilakukan dengan memanfaatkan data dan informasi yang tersedia dalam aplikasi SMART. Adapun uraian data dan informasi dari aplikasi SMART yang dapat digunakan dalam tahap pengumpulan data meliputi:
Data target kinerja RKA-K/L-DIPA yang tersedia dan difasilitasi melalui aplikasi SMART.
Data realisasi penyerapan anggaran yang terisi secara otomatis melalui sistem teknologi informasi Direktorat Jenderal Anggaran - Direktorat Jenderal Perbendaraan Negara.
Data realisasi selain penyerapan anggaran dan permasalahan capaian kinerja atas pelaksanaan RKA-K/L-DIPA yang diinput oleh Satker/unit eselon I/ Kementerian Negara/ Lembaga.
Analisis a. Monitoring kinerja dilakukan atas hasil pengukuran dan penilaian capaian kinerja atas pelaksanaan RKA-K/L-DIPA yang telah dilakukan secara otomatis melalui aplikasi SMART.
Penilaian capaian kinerja dilakukan dengan cara:
Melakukan monitoring atas: a) Penyerapan anggaran, capaian output dan catatan permasalahan, sebagai berikut :
Penyerapan anggaran per output yang belum terealisasi atau yang masih sangat rendah.
Capaian output yang belum terisi.
Capaian output yang melebihi target.
Capaian output yang masih sangat rendah dan tidak sebanding dengan penyerapan anggarannya. b) Deviasi antara rencana penarikan dana dan realisasi penarikan dana. c) Catatan permasalahan maupun tindak lanjut atas permasalahan yang dtemukan pada periode sebelumnya.
Melakukan pemetaan permasalahan : Dalam hal terdapat catatan permasalahan yang dihadapi oleh satker atau K/L (dicatat dalam kolom keterangan pada aplikasi SMART) dipetakan kedalam rumpun permasalahan, antara lain: a) Keterbatasan Sumber Daya yang meliputi:
Keterbatasan Sumber Daya Manusia yaitu permasalahan yang dihadapi satker atau K/L dalam melakukan penyerapan dan/atau pencapaian output terkait keterbatasan kualitas/kuantitas Sumber Daya Manusia;
Keterbatasan sarana dan prasarana,yaitu permasalahan yang dihadapi satker atau K/L dalam melakukan penyerapan dan/atau pencapaian output dikarenakan keterbatasan sarana dan prasarana yang tersedia; b) Revisi, yaitu permasalahan yang dihadapi satker atau K/L dalam melakukan penyerapan dan/atau pencapaian output dikarenakan kendala dalam mengajukan revisi; c) Kebijakan Penganggaran, yaitu permasalahan yang dihadapi satker atau K/L dalam melakukan penyerapan dan/atau pencapaian output dikarenakan adanya kebijakan penganggaran; d) Pengadaan barang dan jasa, permasalahan yang dihadapi satker atau K/L dalam melakukan penyerapan dan/atau pencapaian output terkait proses pengadaan barang dan jasa; e) Pembebasan lahan, permasalahan yang dihadapi satker atau K/L dalam melakukan penyerapan dan/atau pencapaian output terkait kendala pembebasan lahan;dan f) Lain-lain, permasalahan yang dihadapi satker atau K/L dalam melakukan penyerapan dan/atau pencapaian output dikarenakan hal-hal yang tidak dapat diklasifikasikan kedalam rumpun perrnasalahan di atas.
Hal-hal yang perlu dilakukan pada tahap analisis ini antara lain: a) Menganalisis dan mengkaji kesesuaian rencana penarikan dana dengan realisasi penarikan dana. b) Menganalisis dan mengkaji kesesuaian target capaian output dengan realisasi capaian output. c) Menganalisis dan mengkaji progres capaian output dibandingkan dengan penyerapan anggarannya. d) Menganalisis masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan kegiatan yang dapat menghambat penyerapan anggaran dan pencapaian output serta langkah-langkah penyelesaiannya.
Penyusunan rekomendasi a. Berdasarkan identifikasi, pengukuran dan analisis, maka Direktorat Jenderal Anggaran memberikan rekomendasi, antara lain :
Mendorong penanggung jawab program untuk mengambil langkah-langkah percepatan penyerapan anggaran dan pencapaian output.
Memfasilitasi penanggung jawab program dalam menyelesaikan masalah penyerapan anggaran dan pencapaian output dengan pihak-pihak terkait.
Memberikan masukan sebagai "early warning" untuk meningkatkan capaian kinerja anggaran yang lebih baik.
Direktorat Jenderal Anggaran dapat bekerjasama dengan penanggung jawab program untuk melakukan konfirmasi terkait realisasi anggaran, pencapaian output, dan kesinambungan program (perrnasalahan yang terkait DJA), sebagai dasar bimbingan teknis.
Direktorat Jenderal Anggaran melakukan pemantauan terhadap hasil birnbingan teknis yang telah dilakukan kepada penanggung jawab program.
Pelaporan a. Direktorat Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara melakukan monitoring kinerja anggaran sejak awal tahun dan menyusun laporan hasil monitoring Semester I sejak awal Mei tahun berkenaan.
Hasil monitoring per program dan per K/L disampaikan oleh Direktur Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritirnan, Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara sesuai dengan lingkup tugas dan fungsinya kepada Direktur Sistem Penganggaran secara softcopy melalui aplikasi SMART dan hardcopy paling lambat 19 Juni tahun berkenaan.
Direktorat Sistem Penganggaran melakukan proses agregasi hasil monitoring yang telah disampaikan Direktur Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara untuk level nasional/ tematik.
Agregasi laporan sebagaimana dimaksud pada butir I, oleh Direktur Sistem Penganggaran disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Penanggung Jawab Program dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara dan Direktur Penyusunan APBN paling lambat 30 Juli.
Dalam hal diperlukan, pelaksanaan monitoring dan batas akhir penyampaian hasil monitoring dimaksud dapat disesuaikan dengan arahan pimpinan Direktorat Jenderal Anggaran.
Untuk tahun 2017, laporan monitoring disampaikan paling lambat 30 September 2017.
Ilustrasi Monitoring Melakukan monitoring tahun berjalan, dengan ilustrasi sebagai berikut : Januari 2017 19 Juni 2017 Desember 2017 Tahun Berialan 1) Dilakukan pada awal Juni dan dilaporkan pada pertengahan Juni tahun berjalan 2) Melakukan monitoring capaian (dari Januari s.d Mei tahun berkenaan) a) Penyerapan anggaran b) Capaian output dan progress output c) Konsistensi d) Permasalahan yang terjadi @ Pemetaan Masalah 3) Melakukan monitoring tindaklanjut temuan/rekomendasi evaluasi tahun sebelumnya h. Format Laporan Laporan Hasil Monitoring Kinerja Penganggaran disusun dengan menggunakan format sebagai berikut: LAPORAN MONITORING KINERJA PENGANGGARAN SEMESTER I TAHUN XXXX KEMENTERIAN/ LEMBAGA ..... . A. Tujuan Monitoring : • Secara berkala memantau kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan RKA-K/L, serta kemajuan dalam mencapai tujuan Kementerian Negara/ Lembaga. • Mengidentifikasi permasalahan yang timbul, serta mendorong para penanggung jawab program pada Kementerian Negara/ Lembaga untuk melakukan upaya penyelesaian. B. Profil Kementerian Negara/ Lembaga : (Diisi target finansial dan non finansial organisasi yang disupport dalam aplikasi (gambar diagram atau chart)) (Diisi pro fil dari Kementerian Negara/ Lembaga yang sedang di monitoring: gambaran umum Kementerian Negara/ Lembaga, ruang lingkup kegiatan dalam mencapai tujuan yang dilaksanakan sesuai dengan tugas danfungsi organisasi) C. Analisis : INDIKATOR CAPAIAN KINERJA ANALISIS REKOMENDASI (1) (2) (3) (4) Tingkat Penyerapan ... (a) ... (a) ... (a) Konsistensi antara Rencana Penarikan Dana dengan ... (b) ... (b) ... (b) Realisasinya. Capaian Output. ... (c) . .. (c) . .. (c) Keterangan: Kolom (2): (a) Diisi capaian indikator penyerapan anggaran dalam suatu Kementerian Negara/ Lembaga. (b) ^Diisi capaian indikator konsistensi antara perencanaan dan implementasi. (c) Diisi capaian indikator capaian output rata-rata dalam suatu Kementerian Negara/ Lembaga. Kolom (3): (a) Diisi hasil analisis dan kajian terhadap masalah-masalah yang timbul pada penyerapan anggaran berikut langkah-langkah penyelesaiaannya. (b) ^Diisi hasil analisis dan kajian kesesuaian antara Rencana Penarikan Dana (RPD) dengan realisasi penarikan dana. (c) Diisi hasil analisis dan kajian kesesuaian antara target capaian output dengan realisasi capaian output. Kolom (4) : (a) Diisi usulan rekomendasi dalam rangka sebagai kon firmasi, sebagai "early warning", dan mem f asilitasi Penanggung Jawab Program dalam menyelesaikan permasalahan sehingga diharapkan dapat mendorong penyerapan anggaran yang lebih baik). (b) Diisi usulan rekomendasi dalam rangka sebagai konfirmasi, sebagai "early warning", dan mem f asilitasi Penanggung Jawab Program dalam menyelesaikan permasalahan sehingga diharapkan dapat mendorong konsistensi yang lebih baik. (c) Diisi usulan rekomendasi dalam rangka sebagai konfirmasi, sebagai "early warning", dan mem f asilitasi Penanggung Jawab Program dalam menyelesaikan permasalahan sehingga diharapkan dapat mendorong pencapaian output yang lebih baik. D. Peta Permasalahan Uraian 1. Permasalahan Periode Jan-Mei (1) a. Internal K/L 1. .............. (al 2. .... ... ... .... 3 ^. ^..... ..... ^.. ^..
Eksternal K/L 1. .............. (bl 2. ..... .. ... .... 3 ^. ^.... ^. ^. ^. ^...... .
Potensi Permasalahan Periode Jun - Des (5) a. Internal K/L 1. .............. (a) 2. .... ... ... .... 3 ^. ^.......... ^. ^. ^. ^. Tindakan Solusi yang telah dilakukan Masalah yang belum terselesaikan dalam 1.
3 ^.
3 ^.
3 ^. selama Periode Jan - Mei periode tersebut (2) (3) .............. (al 1. .............. (al ... . .......... 2. . ... .... .. .. ..
. . ..... . .... . 3 ^. ^. ...... .. .....
............. (bl 1. .............. (b) .... .... . ... .. 2. . .... .. ....... Mitigasi Resiko untuk Menyelesaikan Permasalahan .............. (a) Periode Jun -Des (6) Eksternal K/ L 1. .............. (b) 1. .............. (b) 2 . ............. . 2 . ............. . 3 . ............. . 3 . ............. . Keterangan: Kolom (1) : (a] Diisi permasalahan-permasalahan yang berasal dari dalam kementerian negara/ lembaga yang terjadi pada periode Januari sampai dengan Mei tahun berkenaan (b) Diisi permasalahan-permasalahan yang berasal dari luar kementerian negara/ lembaga yang terjadi pada periode Januari sampai dengan Mei tahun berkenaan Kolom (2): (a) Diisi solusi-solusi yang telah diterapkan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang berasal dari dalam kementerian negara/ lembaga yang terjadi pada periode Januari sampai dengan Mei tahun berkenaan (b) Diisi solusi-solusi yang telah diterapkan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang berasal dari luar kementerian negara/ lembaga yang terjadi pada periode Januari sampai dengan Mei tahun berkenaan Kolom (3) : (a) Diisi permasalahan-permasalahan yang berlum terselesaikan yang berasal dari dalam kementerian negara/ lembaga yang terjadi pada periode Januari sampai dengan Mei tahun berkenaan (b) Diisi permasalahan-permasalahan yang berlum terselesaikan yang berasal dari luar kementerian negara/ lembaga yang terjadi pada periode Januari sampai dengan Mei tahun berkenaan Kolom (4) : (a) Diisi potensi permasalahan-permasalahan yang berasal dari dalam kementerian negara/ lembaga yang mungkin timbul pada periode Juni sampai dengan Desember tahun berkenaan (b) ^Diisi potensi permasalahan-permasalahan yang berasal dari luar kementerian negara/ lembaga yang mungkin timbul pada periode Juni sampai dengan Desember tahun berkenaan Kolom (5): (a) Diisi mitigasi resiko yang dilaksanakan dalam rangka menghadapi permasalahan permasalahan yang berasal dari dalam kementerian negara/ lembaga yang mungkin timbul pada periode Juni sampai dengan Desember tahun berkenaan (b) Diisi mitigasi resiko yang dilaksanakan dalam rangka menghadapi permasalahan permasalahan yang berasal dari luar kementerian negara/ lembaga yang mungkin timbul pada periode Juni sampai dengan Desember tahun berkenaan E. Rekomendasi Umum : (Diisi kesimpulan yang sifatnya umum berdasarkan hasil pengukuran dan penilaian kinelja, hasil analisis, permasalahan utama yang dihadapi dan rekomendasi/ solusinya.) (Nama/NIP) Program Unit Eselon I LAPORAN MONITORING KINERJA PENGANGGARAN SEMESTER I TAHUN XXXX Kementerian Negara/Lembaga A. Tujuan Monitoring : • Secara berkala memantau kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan program, serta kema juan dalam mencapai tu juan program. • Mengidentifikasi permasalahan yang timbul, serta mendorong penanggung jawab program untuk melakukan upaya penyelesaian. B. Profil Program : (Diisi target finansial dan non finansial organisasi yang disupport dalam aplikasi (gambar diagram atau chart)) (Diisi pro fil dari program yang sedang di monitoring : gambaran umum program, ruang lingkup kegiatan dalam mencapai tu juan yang dilaksanakan sesuai dengan tugas danfungsi organisasi) C. Analisis : INDIKATOR CAPAIAN KINERJA ANALISIS REKOMENDASI (1) (2) (3) Tingkat Penyerapan ... (a) ... (a) Konsistensi antara Rencana Penarikan Dana dengan ... (b) ... (b) Realisasinya. Capaian Output. ... (c) ...(c) Keterangan: Kolom (2): (a) Diisi capaian indikator penyerapan anggaran dalam suatu program. (b) Diisi capaian indikator konsistensi antara perencanaan dan implementasi. (c) Diisi capaian indikator capaian output rata-rata dalam suatu program. Kolom (3) :
... (a) ... (b) ... (c) (a) Diisi hasil analisis dan kajian terhadap masalah-masalah yang timbul pada penyerapan anggaran berikut langkah-langkah penyelesaiaannya. (b) Diisi hasil analisis dan kajian kesesuaian antara Rencana Penarikan Dana (RPD) dengan realisasi penarikan dana. (c) Diisi hasil analisis dan kajian kesesuaian antara target capaian output dengan realisasi capaian output. Kolom (4) : (a) Diisi usulan rekomendasi dalam rangka sebagai kon firmasi, sebagai "early warning", dan mem f asilitasi Penanggung Jawab Program dalam menyelesaikan permasalahan sehingga diharapkan dapat mendorong penyerapan anggaran yang lebih baik). (b) Diisi usulan rekomendasi dalam rangka sebagai kon firmasi, sebagai "early warning", dan mem f asilitasi Penanggung Jawab Program dalam menyelesaikan permasalahan sehingga diharapkan dapat mendorong konsistensi yang iebih baik. (c) Diisi usulan rekomendasi dalam rangka sebagai kon firmasi, sebagai "early warning", dan mem f asilitasi Penanggung Jawab Program dalam menyelesaikan permasalahan sehingga diharapkan dapat mendorong pencapaian output yang lebih baik. D. Peta Permasalahan Uraian Tindakan 1. Permasalahan Periode Solusi yang telah dilakukan Masalah yang belum terselesaikan dalam Jan-Mei Periode Jan - Mei periode tersebut (1) (2) (3) a. Internal K/L 1. .............. lal 1. .............. lal 1. .............. lal 2. .............. 2. .............. 2. . .............
... . ........ .. 3. . ... ...... . ... 3. . ... ... .......
Eksternal K/L 1. """" "" ^" lbl 1. """" """ lbl 1. """"""" lbl 2........ ... .. .. 2. .... .. . ... . .. . 2. . ...... .......
....... . ... . .. 3. .... . ^. .... ^. . .. 3. . ..... . .. . ... .
Potensi Permasalahan Mitigasi Resiko untuk Menyelesaiakan Permasalahan Periode Jun - Des Periode Jun -Des 151 161 a. Internal K/L 1. .............. (al 1. .............. (a) Eksternal K/ L 1. .............. (b) 1. .............. (b) 2 . ............ . . 2 . ............ . . 3 . ............ .. 3. """"""" Keterangan: Kolom (1) : (a) Diisi permasalahan-permasalahan yang berasal dari dalam kementerian negara/ lembaga yang terjadi pada periode Januari sampai dengan Mei tahun berkenaan (b) Diisi permasalahan-permasalahan yang berasal dari luar kementerian negara/ lembaga yang terjadi pada periode Januari sampai dengan Mei tahun berkenaan Kolom (2): (a) Diisi solusi-solusi yang telah diterapkan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang berasal dari dalam kementerian negara/ lembaga yang ter jadi pada periode Januari sampai dengan Mei tahun berkenaan (b) Diisi solusi-solusi yang telah diterapkan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang berasal dari luar kementerian negara/ lembaga yang terjadi pada periode Januari sampai dengan Mei tahun berkenaan Kolom (3) : (a) Diisi permasalahan-permasalahan yang berlum terselesaikan yang berasal dari dalam kementerian negara/ lembaga yang ter jadi pada periode Januari sampai dengan Mei tahun berkenaan (b) Diisi permasalahan-permasalahan yang berlum terselesaikan yang berasal dari luar kementerian negara/ lembaga yang ter jadi pada periode Januari sampai dengan Mei tahun berkenaan Kolom (4) : (a) Diisi potensi permasalahan-permasalahan yang berasal dari dalam kementerian negara/ lembaga yang mungkin timbul pada periode Juni sampai dengan Desember tahun berkenaan (b) Diisi potensi permasalahan-permasalahan yang berasal dari luar kementerian negara/ lembaga yang mungkin timbul pada periode Juni sampai dengan Desember tahun berkenaan Kolom (5): (a) Diisi mitigasi resiko yang dilaksanakan dalam rangka menghadapi permasalahan permasalahan yang berasal dari dalam kementerian negara/ lembaga yang mungkin timbul pada periode Juni sampai dengan Desember tahun berkenaan (b) Diisi mitigasi resiko yang dilaksanakan dalam rangka menghadapi permasalahan permasalahan yang berasal dari luar kementerian negara/ lembaga yang mungkin timbul pada periode Juni sampai dengan Desember tahun berkenaan E. Rekomendasi Umum : (Diisi kesimpulan yang sifatnya umum berdasarkan hasil pengukuran dan penilaian kinerja, hasil analisis, permasalahan utama yang dihadapi dan rekomendasi/ solusinya. (Nama/NIP) I! LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN NOMOR PER - /AG/2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN MONITORING DAN EVALUASI KINERJA ATAS PELAKSANAAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PEDOMAN EVALUASI KINERJA ANGGARAN ATAS PELAKSANAAN RKA-K/L A. Ruang Lingkup Evaluasi Kinerja Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran yang selanjutnya disebut dengan evaluasi adalah upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi anggaran belanja K/L tahun selanjutnya dengan menganalisis capaian kinerja tahun sebelumnya. Evaluasi Kinerja Anggaran terdiri atas:
Evaluasi kualitas informasi kinerja. Evaluasi kualitas informasi kinerja dilakukan atas informasi kinerja yang tertuang dalam RKA-K/L tahun berikutnya. Proses evaluasi dilakukan mulai awal November tahun berkenaan.
Evaluasi kinerja anggaran. Evaluasi kinerja anggaran dilakukan terhadap kinerja atas pelaksanaan RKA-K/L tahun sebelumnya. Proses evaluasi dilakukan mulai awal Januari tahun berkenaan. Evaluasi kualitas informasi kinerja dan evaluasi kinerja anggaran dilakukan untuk tingkat:
Kementerian Negara/Lembaga;
Program/ Unit Eselon I;
Kegiatan/Satker. Evaluasi dilakukan dalam rangka:
Menguji kualitas informasi yang tertuang dalam RKA-K/L tahun berikutnya yang disusun pada tahun berkenaan untuk perbaikan kualitas RKA-K/L tahun yang akan datang.
Menguji kesesuaian target-target kinerja yang tertuang dalam RKA-K/L dengan dokumen-dokumen perencanaan lainnya.
Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang timbul untuk meningkatkan kinerja tahun berikutnya;
Memberikan rekomendasi atau masukan sebagai bahan pertimbangan pada penyusunan anggaran tahun berikutnya. Pembagian tugas atas pelaksanaan evaluasi adalah sebagai berikut:
Direktorat Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara melakukan evaluasi per program dan K/L. Dalam melaksanakan evaluasi dimaksud, Direktorat Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara dapat berkoordinasi, melakukan konfirmasi dan klarifikasi data kepada Kementerian Negara/ Lembaga terkait. fi 2. Direktorat Sistem Penganggaran melakukan evaluasi secara nasional (agregasi per program dan K/L)/tematik sesuai dengan kebutuhan (sektoral/fungsi). Dalam melaksanakan evaluasi dimaksud, Direktorat Sistem Penganggaran dapat melaksanakan koordinasi, konfirmasi dan klarifikasi data kepada Direktorat Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara melakukan monitoring per program dan K/L. Dalam melaksanakan monitoring, Direktorat Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, dapat berkoordinasi, melakukan konfirmasi dan klarifikasi data kepada Kementerian Negara/ Lembaga, dan/atau instansi/institusi terkait lainnya. B. Tahapan Evaluasi Tahapan Evaluasi untuk Direktorat Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negaradan Direktorat Sistem Penganggaran meliputi:
Persiapan 2. Pengumpulan data.
Analisis.
Penyusunan rekomendasi.
Pelaporan. Adapun uraian proses untuk setiap tahap adalah sebagai berikut:
Persiapan a. Menentukan tujuan evaluasi, yaitu:
Menguji kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan program, serta kemajuan dalam mencapai tujuan program selama tahun anggaran.
Teridentifikasinya permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan RKA-K/L dan DIPA selama tahun anggaran dengan melibatkan peran aktif penanggung jawab program.
Menentukan strategi evaluasi Pada tahap ini minimal yang harus terpenuhi adalah :
Kemampuan dalam menggunakan aplikasi SMART.
Pembagian tanggung jawab internal DJA (tertuang dalam SOP).
Terdokumentasinya seluruh prosedur monitoring dan evaluasi.
Mempersiapkan model logika informasi kinerja Model logika informasi kinerja merupakan gambaran ringkas yang menjelaskan hubungan antara masukan, kegiatan, keluaran, dan hasil serta kebutuhan masyarakat dan/atau pemangku kepentingan berdasarkan data yang ada dalam RKA-K/L.
Inventarisasi dan identifikasi berbagai indikator dan target kinerja lndikator dan target kinerja merupakan berdasarkan data yang ada dalam RKA-K/L.
Penyusunan desain pengumpulan data Penyusunan desain pengumpulan data difokuskan pada penyusunan mekanisme untuk memperoleh data realisasi indikator kinerja keluaran dan indikator kinerja program.
Pengumpulan data Pengumpulan data meliputi:
Data informasi kinerja dalam RKA-K/L. b. Data target dan realisasi kinerja termasuk permasalahan terkait capaian kinerja yang dihadapi K/L dan satker atas pelaksanaan RKA-K/L-DIPA, tersedia dan difasilitasi melalui aplikasi SMART. Dalam ha! data target dan realisasi kinerja belum dapat difasilitasi melalui aplikasi SMART, maka evaluasi kinerja anggaran pada tingkat K/L dilaksanakan setelah pelaksanaan RKA-K/L tahun anggaran 2018.
Data dukung lain sesuai kebutuhan yang tersedia dan difasilitasi melalui business intelligence.
Data-data lain seperti, indeks: kemiskinan, indeks tingkat pendidikan, PDRB, indeks tingkat kemahalan. 3. Analisis Analisis kinerja anggaran dibagi menjadi:
Analisis atas kualitas informasi kinerja anggaran Ruang lingkup dalam analisis terhadap kualitas informasi kinerja dalam RKA K/L meliputi analisis kelengkapan informasi kinerja dan substansi informasi kinerja dalam struktur RKA-KL. Analisis kualitas informasi kinerja dalam RKA-K/L dilakukan atas 3 aspek:
Analisis atas kelengkapan informasi kinerja; Reviu dan analisis terhadap ketersediaan informasi rumusan dan target kinerja dalam RKA-K/L. Reviu kelengkapan informasi kinerja, terdiri dari 2 (dua) variabel, yaitu: a) Ketersediaan rumusan. Variabel Ketersediaan Rumusan mereviu ada/tidaknya rumusan atas:
Sasaran strategis (2) Indikator sasaran strategis (3) Sasaran program ( ^4 ) Indikator sasaran program (5) Output program (6) Indikator output program (7) Kegiatan (8) Sasaran kegiatan (9) Indikator kinerja kegiatan (10) Output kegiatan (11) Indikator output kegiatan b) Ketersediaan target. Variabel Ketersediaan Target mereviu ada/tidaknya target atas:
Indikator sasaran strategis (2) Indikator sasaran program (3) Indikator output program (4) Indikator output kegiatan 2) Analisis atas substansi informasi kinerja; Reviu substansi informasi kinerja dalam RKA-K/L dilakukan dengan melakukan reviu dan analisis terhadap substansi kejelasan rumusan, relevansi rumusan, keterukuran struktur informasi kinerja dalam RKA-K/L. a) Keje!asan rumusan Reviu dan analisis atas rumusan dilakukan dengan mereviu kualitas :
Rumusan Sasaran Strategis dan Sasaran Program mencakup kriteria: (a) Mencerminkan "kondisi" yang diharapkan terjadi pada customer atau dampak lanjutan apabila kondisi dimaksud terwujud (b) Bersifat perspektif eksternal organisasi (c) Ketercapaiannya tidak sepenuhnya dalam kontrol organisasi (not necessarily controllable) (d) Mudah dipahami (minim singkatan, istilah yang tidak familiar, tidak multitafsir) (2) Rumusan Output Program dan Output Kegiatan mencakup kriteria: (a) Pernyataannya mencerminkan "produk (akhir)" organisasi. (b) Berbentuk barang atau jasa. (c) Ketercapaiannya dalam kontrol organisasi (controllable). (d) Mudah dipahami (minim singkatan, istilah yang tidak familiar, tidak multitafsir). (e) Secara redaksional merupakan kata benda.
Untuk rumusan sasaran strategis, indikator sasaran strategis, sasaran program, indikator sasaran program, output program, indikator output program, kegiatan, sasaran kegiatan, indikator kinerja kegiatan, output kegiatan, indikator output kegiatan, harus tidak ambigu dan menunjuk satu subjek yang jelas. b) Relevansi rumusan (hubungan logis) dangan informasi kinerja yang didukung: indikator sasaran strategis terhadap sasaran strategis, sasaran program terhadap sasaran strategis, indikator sasaran program terhadap sasaran program, output program terhadap sasaran program, indikator output program terhadap output program, kegiatan terhadap output program, sasaran kegiatan terhadap kegiatan, indikator kinerja kegiatan terhadap kegiatan, output kegiatan, terhadap kegiatan, dan indikator output kegiatan terhadap output kegiatan; Variabel Relevansi Rumusan meneliti hal-hal sebagai berikut:
Apakah rumusan sasaran strategis (outcome K/L) relevan dengan tugas dan fungsi K/L (2) Apakah rumusan Indikator sasaran strategis relevan dengan sasaran strategis (3) Apakah rumusan sasaran program relevan dengan sasaran strategis (4) Apakah rumusan indikator sasaran program relevan dengan sasaran program (5) Apakah rumusan output program relevan dengan sasaran program (6) Apakah rumusan indikator output program relevan dengan output program (7) Apakah rumusan kegiatan relevan dengan output program (8) Apakah rumusan sasaran kegiatan relevan dengan kegiatan (9) Apakah rumusan indikator kinerja kegiatan relevan dengan kegiatan (10) Apakah rumusan output kegiatan, relevan dengan kegiatan (11) dan apakah rumusan indikator output kegiatan relevan dengan output kegiatan c) Keterukuran: indikator sasaran strategis, indikator sasaran program, indikator output program, indikator output kegiatan; Variabel Keterukuran meneliti keterukuran indikator outcome dan indikator output, yang mencakup kriteria:
Indikator dapat diukur secara kuantitatif.
Terdapat formula atau rumusan yang relevan untuk menghitung ketercapaian indikator dimaksud.
Data yang digunakan dalam penghitungan tersebut dapat tersedia secara periodik.
Sumber data kredibel (lembaga yang menerbitkan dan/atau prosesnya kredibel).
Rumusan indikator tidak diawali kata seperti: "Meningkatnya ...... , Terwujudnya .......... ", dan sejenisnya.
Analisis atas kinerja anggaran Ruang lingkup dalam evaluasi atas kinerja anggaran meliputi ketercapaian indikator sasaran strategis, capaian indikator sasaran program, capaian indikator output program, capaian output kegiatan, tingkat penyerapan anggaran, tingkat konsistensi antara perencanaan dan implementasi, serta tingkat efisiensi. Ruang lingkup dimaksud berkaitan dengan Aspek Manfaat (perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan/atau pemangku kepentingan sebagai penerima manfaat atas keluaran yang telah dicapai) dan Aspek Implementasi pada PMK 249 Tahun 2011. Hal-hal yang dilakukan pada tahap analisis ini antara lain:
Menganalisis dan mengkaji capaian indikator sasaran strategis dan kaitannya dengan capaian indikator sasaran program.
Menganalisis dan mengkaji capaian indikator sasaran program dan kaitannya dengan capaian indikator output program.
Menganalisis dan mengkaji capaian indikator output program dan kaitannya dengan capaian output kegiatan.
Menganalisis dan mengkaji capaian output kegiatan.
Menganalisis dan mengkaji tingkat penyerapan anggaran.
Menganalisis dan mengkaji tingkat konsistensi antara perencanaan dan implementasi.
serta menganalisis dan mengkaji tingkat efisiensi.
Penyusunan rekomendasi Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis, Direktorat Jenderal Anggaran memberikan rekomendasi untuk masing-masing dimensi, sebagai berikut :
Analisis atas kualitas informasi kinerja anggaran 1) Memberikan hasi! reviu kelengkapan informasi kinerja.
Memberikan hasil reviu substansi informasi kinerja.
Memberikan masukan/ rekomendasi perbaikan kualitas struktur arsitektur kinerja tahun-tahun berikutnya.
Evaluasi atas kinerja anggaran 1) Memberikan justifikasi keterbatasan dalam melakukan proses evaluasi kinerja anggaran.
Memberikan masukan terhadap hasil analisis hubungan sebab akibat capaian indikator sasaran strategis. dan capaian indikator sasaran program.
Memberikan masukan terhadap hasil analisis hubungan sebab akibat capaian indikator sasaran program dan capaian indikator output program.
Memberikan masukan terhadap hasil analisis hubungan sebab akibat capaian indikator output program dan capaian output kegiatan.
Memberikan masukan terhadap hasil analisis capaian output kegiatan.
Memberikan masukan terhadap hasil analisis tingkat penyerapan anggaran.
Memberikan masukan terhadap hasil analisis tingkat konsistensi antara perencanaan dan implementasi.
Memberikan masukan terhadap hasil analisis tingkat efisiensi.
Memberikan masukan terhadap perubahan yang terjadi agar lebih baik, termasuk faktor-faktor yang mendukung capaian serta permasalahan yang terjadi untuk tahun-tahun berikutnya.
Pelaporan a. Pelaporan hasil evaluasi kinerja anggaran oleh Direktorat Jenderal Anggaran dilaksanakan dua kali:
Laporan awal disampaikan oleh Direktur Anggaran Bidang Direktorat Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara kepada Direktur Sistem Penganggaran secara softcopy melalui aplikasi SMART paling lambat Minggu kedua Januari tahun anggaran selanjutnya dengan berdasarkan data kinerja anggaran per tanggal 31 Desember tahun berkenaan.
Laporan akhir merupakan laporan awal yang telah dimutakhirkan data yang digunakan dalam analisis.
Laporan akhir disampaikan oleh Direktur Anggaran Bidang Direktorat Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negarakepada Direktur Sistem Penganggaran secara softcopy melalui aplikasi SMART dan hardcopy paling lambat akhir Februari tahun anggaran selanjutnya.
Direktorat Sistem Penganggaran melaksanakan agregasi laporan akhir sebagaimana tersebut di atas.
Agregasi atas laporan evaluasi dimaksud oleh Direktur Sistem Penganggaran disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Penanggung jawab Program dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Anggaran Bidang Direktorat Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negaradan Direktur Penyusunan APBN paling lambat tanggal 31 Maret.
Dalam hal diperlukan, pelaksanaan monitoring dan batas akhir penyampaian hasil monitoring dimaksud dapat disesuaikan dengan arahan pimpinan Direktorat Jenderal Anggaran.
Penyusunan laporan evaluasi dilakukan dimulai tahun 2018 yaitu untuk laporan evaluasi kinerja anggaran tahun 2017.
Ilustrasi Evaluasi Melakukan evaluasi :
Evaluasi atas kualitas informasi kinerja anggaran (ex-ante) 2. Evaluasi atas kinerja anggaran (ex-post) Dengan ilustrasi sebagai berikut: Tahun N+l {2018) Tahun N+2 (2019) Evaluasi atas kualitas Evaluasi atas kinerja Rekomendasi informasi kineria an1111aran a) Dilakukan atas a) Dilakukan pada a) Rekomendasi informasi kinerja akhir Januari s.d penyusunan anggaran TA N+l pertengahan informasi kinerja pada bulan Februari tahun N+ 1 anggaran untuk TA Nopember s.d b) Dilakukan atas N+2 Desember tahun N indikator: b) Rekomendasi/masu b) Selesai paling lambat 1) Capaian Outcome kan untuk tahun minggu kedua 2) Capaian Output anggaran N+2 Januari tahun N+l 3) Efisiensi c) Rekomendasi 4) Konsistensi penyusunan 5) Penyerapan informasi kinerja Anggaran anggaran untuk TA c) Rekomendasi/ masu N+2 kan untuk tahun an""aran N+2 g. Format Laporan Laporan Hasil Evaluasi Kinerja Anggaran disusun dengan menggunakan format sebagai berikut : LAPORAN EVALUASI KINERJA PENGANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/ LEMBAGA .... TAHUN ANGGARAN XXXX A. Tujuan Evaluasi : • Memberikan masukan/bahan pertimbangan pada penyusunan anggaran tahun berikutnya khususnya sebagai reviu baseline. • Teridentifikasinya permasalahan yang timbul, sebagai bahan rekomendasi peningkatan kiner ja di tahun-tahun berikutnya. B. Profil Kementerian Negara/ Lembaga : (Diisi target finansial dan non finansial organisasi yang di-support dalam aplikasi (gambar diagram atau chart) (Diisi pro fil dari Kementerian Negara/ Lembaga yang sedang di evaluasi: gambaran umum Kementerian Negara/ Lembaga, ruang lingkup kegiatan dalam mencapai tujuan yang dilaksanakan sesuai dengan tugas danfungsi organisasi) C. Analisis atas Kualitas Informasi Kinerja Review Aspek Kelengkapan dan Aspek Substansi Informasi Kiner ja dalam RKA-K/L INFORMASI KINERJA (1) Sasaran Strategis Indikator Kiner ja Strategis Sasaran Program Keterangan: Kolom (2): Kolom (3): Kolom (4): KELENGKAPAN JUMLAH TARGET RUMUSAN KINERJA (2\ 13) 141 ... . ..
.. . .....
.. ... KEJELASAN (5) ...
..
.. SUBSTANSI KETERUKURAN 161 . ..
. .
. . RELEVANSI (7) diisi dengan jumlah in f ormasi terkait kolom (1) yang seharusnya tercantum dalam RKA-K /L. Contoh, program a memiliki 2 sasaran program, tetapi dalam RKA-K/L hanya ada satu yang memiliki rumusan sasaran program. Maka dalam Kolom (2) diisi 2. diisi dengan jumlah in f ormasi terkait kolom (1) yang memiliki rumusan. diisi dengan jumlah in f ormasi terkait kolom (1) yang memiliki target kinelja Kolom (5): diisi dengan jumlah in f ormasi terkait kolom (1) yang rumusannya jelas Kolom (6): diisi dengan jumlah in f ormasi terkait kolom (1) yang rumusannya terukur Kolom (7): diisi dengan jumlah in f ormasi terkait kolom (1) yang rumusannya relevan dengan in f ormasi yang didukungnya D. Hasil Reviu:
Reviu kelengkapan informasi kinerja (Diisi hasil reviu rumusan kinelja berupa rekap, kesimpulan, dan rekomendasi per in f ormasi kinerja) (Diisi hasil reviu target kinelja berupa rekap, kesimpulan, dan rekomendasi per in f ormasi kinelja) 2. Reviu substansi informasi kinerja (Diisi hasil reviu kejelasan in f ormasi kinerja berupa rekap, kesimpulan, dan rekomendasi per informasi kinelja) (Diisi hasil reviu keterukuran in f ormasi kinerja berupa rekap, kesimpulan, dan rekomendasi per in f ormasi kinelja) (Diisi hasil reviu relevansi in f ormasi kinerja berupa rekap, kesimpulan, dan rekomendasi per in f ormasi kinerja) E. Evaluasi atas Kinerja Anggaran Tingkat K/L INDIKATOR CAPAIAN KINERJA ANALISIS REKOMENDASI Ill (21 (31 (4) Capaian Indikator ... • .. . (a)...Sasaran Strategis • ... (b) Keterangan: Kolom (2): diisi dengan persentase capaian indikator sasaran strategis berdasarkan data aplikasi SMART Kolom (3): (a) diisi dengan analisis perbandingan capaian indikator sasaran strategis tahun-tahun sebelumnya (b) diisi dengan f aktor-faktor internal Kl L dan ekstemal Kl L yang mempengaruhi tinggil rendahnya tingkat capaian indikator sasaran strategis Kl L pada tahun berkenaan Kolom (4): diisi dengan rekomendasi untuk langkah-langkah perbaikan dari hasil analisis pada kolom (3) dikaitkan dengan upaya peningkatan sasaran pembangunan nasional F. Rekomendasi : I (Diisi kesimpulan yang sifatnya umum atas : kesimpulan dan saran (solusi) dari dimensi I kualitas informasi kineria, dimensi efektifitas dan dimensi efisiensi) (Nama/NIP) LAPORAN EVALUASI KINERJA PENGANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA ... PROGRAM ... TAHUN ANGGARAN XXXX A. Tujuan Evaluasi : • Memberikan masukan/bahan pertimbangan pada penyusunan anggaran tahun berikutnya khususnya sebagai reviu baseline. • Teridentifikasinya permasalahan yang timbul, sebagai bahan rekomendasi peningkatan kiner ja di tahun-tahun berikutnya. B. Profil Program : (Diisi target finansial dan non finansial organisasi yang di-support dalam aplikasi (gambar diagram atau chart) (Diisi pro fil dari program yang sedang di evaluasi: gambaran umum program, ruang lingkup kegiatan dalam mencapai tu juan yang dilaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsi organisasi) C. Evaluasi atas Kualitas Informasi Kinerja Review Aspek Kelengkapan dan Aspek Substansi Informasi Kiner ja dalam RKA-K/L KELENGKAPAN INFORMASI JUMLAH TARGET KINERJA RUMUSAN KINERJA (1) (2\ (3\ (4\ Sasaran .. ^. ... Program Indikator.........Kinerja Program Output . .....Program Indikator........ . Output Program Kegiatan ...
...^. . Sa saran.........Kegiatan KEJELASAN (5\ . ..
. ^.
. .
. .
. .
.. SUBSTANSI KETERUKURAN (6\ . . .
..
..
. .
. .
.. RELEVANSI (7\ . . ^. lndikator Kinerja Kegiatan Output Kegiatan Indikator Output Kegiatan Keterangan: Kolom (2): Kolom (3): Kolom (4): Kolom (5): Kolom (6): Kolom (7): - 29 - ..... . ...
........
^..... . ..
. .
. .
. .
. .
. .
. .
. .
..
.. diisi dengan jumlah in f onnasi terkait kolom (1) yang seharusnya tercantum dalam RKA-K /L. Contoh, program a memiliki 2 sasaran program, tetapi dalam RKA-K/ L hanya ada satu yang memiliki rumusan sasaran program. Maka dalam Kolom (2) diisi 2. diisi denganjumlah in f onnasi terkait kolom (1) yang memiliki rumusan. diisi denganjumlah in f onnasi terkait kolom (1) yang memiliki target kiner ja diisi denganjumlah inf onnasi terkait kolom (1) yang rumusannyajelas diisi denganjumlah inf onnasi terkait kolom (1) yang rumusannya terukur diisi dengan jumlah in f onnasi terkait kolom (1) yang rumusannya relevan dengan in f onnasi yang didukungnya D. Hasil Evaluasi atas Kualitas Informasi Kinerja :
Evaluasi kelengkapan informasi kiner ja (Diisi hasil reviu rumusan kiner ja berupa rekap, kesimpulan, dan rekomendasi per in f romasi kinelja) (Diisi hasil reviu target kinerja berupa rekap, kesimpulan, dan rekomendasi per in f romasi kinelja) 2. Evaluasi substansi informasi kiner ja (Diisi hasil reviu kejelasan in f onnasi kinelja berupa rekap, kesimpulan, dan rekomendasi per in f romasi kiner ja) (Diisi hasil reviu keterukuran in f onnasi kiner ja berupa rekap, kesimpulan, dan rekomendasi per infonnasi kiner ja) (Diisi hasil reviu relevansi in f onnasi kiner ja berupa rekap, kesimpulan, dan rekomendasi per infromasi kiner ja) E. Evaluasi atas Kinerja Anggaran '.NDIKATOR CAPAIAN KINERJA AN ALI SIS REKOMENDASI (1\ f2l (3) (4) Capaian Indikator ... (a) ... (a) ... (a) Sase.ran Program ... (b) Capaian Indikator ... (b) ... (c) ... (b) Output Program ... (d) Penyerapan ... (c) ... (e) ... (c) Anggaran ... (f) ... (d) Konsistensi antara ... (d) ... (g) ... (e) pere: icanaan dan ... (h) ... (f) implementasi Capaian Output ... (d) ... (i) ... (g) Kegiatan ... (j) ... (h) Efisiensi ... (e) ... (k) ... (i) ... (!) ... (j) Keterangan: Kolom (2) : (a) diisi dengan persentase capaian indikator sasaran program berdasarkan data aplikasi SMART (b) diisi dengan persentase capaian indikator output program berdasarkan data aplikasi SMART (c) diisi dengan persentase penyerapan anggaran program yang dievaluasi berdasarkan data aplikasi SMART (d) diisi dengan tingkat konsistensi antara perencanaan dan implementasi program yang dievaluasi berdasarkan data aplikasi SMART (e) diisi dengan persentase capaian output kegiatan tingkat program yang dievaluasi berdasarkan data aplikasi SM ART (f} diisi dengan persentase efisiensi tingkat program yang dievaluasi berdasarkan data aplikasi SMART Kolo1'1 (3): (a) diisi dengan analisis mengenai perbandingan tingkat capaian indikator sasaran program antara tahun berkenaan dengan tahun sebelumnya (b) diisi dengan f aktor-faktor internal program dan ekstemal program yang 1'1empengaruhi tinggi/ rendahnya tingkat capaian indikator sasaran program pada f2hun berkenaan (c} diisi dengan analisis perbandingan dengan capaian indikator output program tahun f2hun sebelumnya (d) diisi denganf aktor-jaktor yang mempengaruhi tinggi/ rendahnya tingkat capaian indikator output program pada tahun berkenaan (e) diisi hasil analisis dan ka jian terhadap masalah-masalah yang timbul pada penyerapan anggaran, berikut langkah - langkah penyelesaiaannya dan kon firmasi dari aplikasi monev maupun rapat koordinasi (f} diisi hasil analisis atas perbandingan dengan tahun-tahun sebelumnya dan diidentifikasi penyebab ter jadinya perbedaan (g) diisi hasil analisis dan ka jian kesesuaian antara Rencana Penarikan Dana (RPD) dengan realisasi penarikan dana, berikut konfirmasi dari aplikasi monev maupun rapat koordinasi (h) diisi hasil analisis atas perbandingan dengan tahun-tahun sebelumnya dan diidenti fikasi penyebab ter jadinya perbedaan (i) diisi hasil analisis dan ka jian kesesuaian antara target capaian output dengan realisasi capaian output, berikut konfirmasi dari aplikasi monev maupun rapat koordinasi (j) diisi hasil analisis atas perbandingan dengan tahun-tahun sebelumnya dan diidenti fikasi penyebab ter jadinya perbedaan (k) diisi hasil analisis dan ka jian atas permasalahan terkait ine jisiensi (l) diisi kesimpulan hasil analisis ejisiensi per output Kolom (4): (a) diisi dengan rekomendasi untuk langkah-langkah perbaikan dari hasil analisis pada kolom (3) dikaitkan dengan upaya peningkatan sasaran strategis Kl L (b) diisi dengan rekomendasi untuk langkah-langkah perbaikan dari hasil analisis pada kolom (3) dikaitkan dengan upaya peningkatan sasaran program (c) diisi usulan solusi untuk mengatasi permasalahan sebagai upaya peningkatan lcinelja penyerapan anggaran di tahun-tahun berikutnya (d) diisi masukan terkait penyerapan anggaran sehingga diharapkan dapat menjadi !Jahan pertimbangan pada penyusunan anggaran tahun berikutnya sebagai reviu !Jase line (e) diisi usulan solusi untuk mengatasi permasalahan sebagai upaya peningkatan konsistensi di tahun-tahun berikutnya {f) diisi masukan terkait konsistensi sehingga diharapkan dapat men jadi bahan pertimbangan pada penyusunan anggaran tahun berikutnya sebagai reviu baseline (g) diisi usulan solusi untuk mengatasi permasalahan sebagai upaya peningkatan i<inelja capaian output di tahun-tahun berikutnya (h) diisi masukan terkait capaian output sehingga diharapkan dapat men jadi bahan pertimbangan pada penyusunan anggaran tahun berikutnya sebagai reviu baseline (i) diisi usulan solusi untuk mengatasi permasalahan sebagai upaya peningkatan efisiensi di tahun-tahun berikutnya (j) diisi usulan solusi untuk mengatasi permasalahan sebagai upaya peningkatan K: inelja penyerapan anggaran di tahun-tahun berikutnya Rekomendasi: I (Diis1 kesimpulan yang sifatnya umum atas : kesimpulan dan saran (solusi) dari dimensi I kualrtas inf ormasi kineria, dimensi ef ektifitas dan dimensi etisiensi) (Nama/NIP)
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan ...
Relevan terhadap
Subbagian Perencanaan dan Pengembangan Karir Sumber Daya Manusia mempunyai tugas melakukan perencanaan kebutuhan dan pengembangan karir sumber daya manusia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Subbagian Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia mempunyai tugas melakukan pengelolaan pengembangan kapasitas sumber daya manusia dan pengelolaan jabatan fungsional di lingkungan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Subbagian Manajemen Informasi dan Layanan Sumber Daya Manusia mempunyai tugas melakukan pengelolaan manajemen informasi dan layanan sumber daya manusia, serta pemantauan dan evaluasi pengelolaan sumber daya manusia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Subbagian Pembinaan Jabatan Fungsional Bidang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, penyusunan standar kompetensi dan standar kualitas hasil kerja, perencanaan program pengembangan, pengelolaan informasi, pembinaan, pemantauan dan evaluasi, serta pelaporan pembinaan jabatan fungsional di bidang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah.
Ketentuan Pasal 1406 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1414, Direktorat Dana Transfer Umum menyelenggarakan fungsi:
penyiapan perumusan kebijakan di bidang alokasi dan pengelolaan dana alokasi umum dan dana bagi hasil;
penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang alokasi dan pengelolaan dana alokasi umum dan dana bagi hasil;
penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang dana alokasi umum dan dana bagi hasil;
penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang dana alokasi umum dan dana bagi hasil;
penyiapan pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang alokasi dan pengelolaan dana alokasi umum dan dana bagi hasil;
pelaksanaan sinkronisasi dana transfer umum yang penggunaannya sudah ditentukan dengan belanja pemerintah pusat;
pelaksanaan pengelolaan program dan manajemen pengetahuan Direktorat Dana Transfer Umum; dan
pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Dana Transfer Umum.
Ketentuan Pasal 1416 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1434, Direktorat Dana Transfer Khusus menyelenggarakan fungsi:
penyiapan perumusan kebijakan di bidang alokasi dan pengelolaan dana alokasi khusus fisik, dana alokasi khusus non fisik, dan hibah kepada daerah;
penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang alokasi dan pengelolaan dana alokasi khusus fisik, dana alokasi khusus non fisik, dan hibah kepada daerah;
penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang dana alokasi khusus fisik, dana alokasi khusus non fisik, dan hibah kepada daerah;
penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang dana alokasi khusus fisik, dana alokasi khusus non fisik, dan hibah kepada daerah;
penyiapan pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang alokasi dan pengelolaan dana alokasi khusus fisik, dana alokasi khusus non fisik, dan hibah kepada daerah;
pelaksanaan sinkronisasi pendanaan antara dana alokasi khusus fisik, dana alokasi khusus non fisik, dan hibah kepada daerah dengan belanja pemerintah pusat;
pelaksanaan pengelolaan program dan manajemen pengetahuan Direktorat Dana Transfer Khusus; dan
pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Dana Transfer Khusus.
Ketentuan Pasal 1436 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
Relevan terhadap
Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Penyelenggaraan Jalan Tol mempermudah mobilitas orang dan distribusi logistik, khususnya produk rakyat ke pusat industri dan pengolahan, baik di pusat maupun daerah. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Daerah potensial yang belum berkembang perlu diprioritaskan aksesibilitasnya sehingga perlu mengundang partisipasi Badan Usaha untuk berinvestasi. Huruf f Ayat (2) Untuk meningkatkan dan memberdayakan perekonomian masyarakat salah satunya dilakukan dengan mengakomodasi usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah dalam pengusahaan tern pat istirahat dan pelayanan Jalan Tol. Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "pengembangan Jaringan Jalan Tol" adalah pembangunan ruas Jalan Tol baru dalam Jaringan Jalan Tol untuk mendukung pengembangan wilayah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Ayat (5) Cukup jelas. jdih.kemenkeu.go.id Angka 31 Pasal 47 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam penetapan rencana umum Jaringan Jalan Tol diutamakan pengembangan wilayah dan peningkatan perekonomian daerah sehingga perencanaan pembangunan Jalan Tol harus dipersiapkan secara matang dan terstruktur, paling sedikit dalam bentuk koridor. Ayat (3) Penetapan suatu ruas Jalan Tol dilakukan oleh Pemerintah Pusat bersamaan dengan penandatanganan perjanjian pengusahaan Jalan Tol. Ayat (4) Cukup jelas. Angka 32 Pasal 48 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Pengaruh laju inflasi digunakan perhitungan evaluasi dan penyesuaian dengan formula sebagai berikut: Tarif baru = tarif lama (1 +inflasi). Keterangan dalam tarif Tol Inflasi = data inflasi wilayah yang bersangkutan dari Badan Pusat Statistik. Penyesuaian tarif tol ditentukan 2 (dua) tahun sejak penetapan terakhir tarif Tol. Huruf b Cukup jelas. jdih.kemenkeu.go.id Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Angka 33 Pasal 50 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" adalah kondisi pada saat tidak ada Badan U saha yang berminat ikut dalam pengusahaan Jalan Tol, antara lain, disebabkan oleh ketidaklayakan pembangunan Jalan Tol secara finansial walaupun secara ekonomi layak. Yang dimaksud dengan "mengambil kebijakan" adalah pelaksanaan Pembangunan Jalan Tol seluruhnya atau sebagian oleh Pemerintah Pusat dan selanjutnya pengoperasian dan preservasi dilakukan oleh Badan Usaha. Ayat (8) Cukup jelas. jdih.kemenkeu.go.id Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Cukup jelas. Ayat (11) Cukup jelas. Ayat (12) Cukup jelas. Ayat (13) Cukup jelas. Ayat (14) Cukup jelas. Ayat (15) Cukup jelas. Ayat (16) Cukup jelas. Angka 34 Pasal 51A Ayat (1) SPM Jalan Tol merupakan ukuran tingkat pelayanan keamanan dan kenyamanan yang harus selalu dipenuhi. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "kondisi J alan Tol" adalah kondisi pada perkerasan jalur utama, drainase, median, bahu jalan, dan ketentuan lain yang terkait dengan persyaratan teknis Jalan Tol. Huruf b Yang dimaksud dengan "prasarana keselamatan dan keamanan" adalah petunjuk Jalan, penerangan Jalan Umum, antisilau, pagar ruang milik Jalan, pagar pengaman, fasilitas penanganan kecelakaan, fasilitas pengamanan dan penegakan hukum, dan segala sesuatu yang menunjang keselamatan dan keamanan. jdih.kemenkeu.go.id Huruf c Ayat (3) Yang dimaksud dengan "prasarana pendukung layanan" adalah unit pertolongan/penyelamatan dan bantuan pelayanan, tempat istirahat dan pelayanan, dan segala sesuatu yang mendukung layanan Jalan Tol, termasuk waktu tanggap dalam penanganan hambatan lalu lintas. Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 51B Cukup jelas. Angka 35 Pasal 52 SK No 134299 A Ayat (1) Ketentuan ini dimaksudkan bahwa keberadaan Jalan Tol yang berdampingan langsung dengan Jalan Umum yang ada pada salah satu sisi akan menyulitkan akses pengguha dalam memasuki Jalan Umum dari sisi Jalan Tol tersebut sehingga lebih efektif menempatkan Jalan Tol di tengah Jalan Umum yang ada. Badan Usaha menyediakan Jalan pengganti dengan kapasitas paling sedikit sama dengan kapasitas Jalan Umum sebelum Jalan Tol itu dibangun. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. jdih.kemenkeu.go.id Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Angka 36 Pasal 52A Cukup jelas. Angka 37 Pasal 55 Cukup jelas. Angka 38 Pasal 56A Ayat (1) Yang dimaksud dengan "akses masuk dan keluar Jalan Tol" adalah Jalan penghubung dari Jalan utama pada Jalan Tol sampai dengan pertemuan Jalan non-Tol. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Angka 39 Pasal 57 Cukup jelas. Cukup jelas. Angka 40 Pasal 57A Ayat (1) Jalan khusus, antara lain, ialah:
Jalan dalam kawasan perkebunan;
Jalan dalam kawasan pertanian;
Jalan dalam kawasan kehutanan, termasuk Jalan dalam kawasan konservasi;
Jalan dalam kawasan peternakan;
Jalan dalam kawasan pertambangan;
Jalan dalam kawasan pengairan;
Jalan dalam kawasan pelabuhan laut, pelabuhan perikanan, dan bandar udara; jdih.kemenkeu.go.id h. Jalan dalam kawasan militer;
Jalan dalam kawasan industri;
Jalan dalam kawasan perdagangan;
Jalan dalam kawasan pariwisata;
Jalan dalam kawasan perkantoran;
Jalan dalam kawasan berikat;
Jalan dalam kawasan pendidikan;
Jalan dalam kawasan permukiman yang belum diserahkan kepada Penyelenggara Jalan Umum; dan
Jalan sementara pelaksanaan konstruksi. Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "badan usaha tidak berbadan hukum" adalah commanditaire vennootschap (persekutuan komanditer), firma, dan persekutuan perdata. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 57B Ayat (1) Kewajiban membangun Jalan untuk mencegah kerusakan digunakan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Khusus dimaksudkan Jalan Umum yang jdih.kemenkeu.go.id Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 57C Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud "pembinaan teknis" adalah penjelasan tentang persyaratan teknis Jalan dan pedoman teknis pembangunan Jalan untuk Jalan Umum yang meliputi teknis geometrik Jalan, teknis perkerasan Jalan, teknis bangunan pelengkap Jalan, dan teknis perlengkapan Jalan. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 57D Ayat (1) Jalan Khusus dapat berubah menjadi Jalan Umum apabila memenuhi syarat sebagai Jalan Umum, seperti memenuhi kriteria geometrik dan perkerasan Jalan Umum, serta laik fungsi Jalan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundang-undangan" adalah ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan dan perbendaharaan negara. jdih.kemenkeu.go.id
Pengelolaan Dana Desa
Relevan terhadap
TENTANG Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada daerah untuk dikelola oleh daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. 2. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri jdih.kemenkeu.go.id sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 4. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 6. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa. 7. Dana Desa adalah bagian dari TKD yang diperuntukkan bagi Desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. 8. Alokasi Dasar adalah alokasi yang dibagi secara proporsional kepada setiap Desa. 9. Alokasi Afirmasi adalah alokasi yang dibagi secara proporsional kepada Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal dan dapat mempertimbangkan jumlah penduduk miskin tinggi di Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal. 10. Alokasi Kinerja adalah alokasi yang dibagi kepada Desa dengan kinerja terbaik. 11. Alokasi Formula adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. 12. Indikasi Kebutuhan Dana Desa adalah indikasi dana yang perlu dianggarkan dalam rangka pelaksanaan Dana Desa. 13. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara. 14. Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit eselon I di lingkungan Kernen terian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari bagian anggaran BUN. jdih.kemenkeu.go.id 15. Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga. 16. Pemimpin Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Pemimpin PPA BUN adalah pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas program BA BUN dan bertindak untuk menandatangani daftar isian pelaksanaan anggaran BUN. 17. Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggungjawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN. 18. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN. 19. Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA-BUN adalah dokumen rencana keuangan tahunan dari BUN yang memuat rincian kegiatan, anggaran, dan target kinerja dari PPA BUN, yang disusun· menurut BA BUN. 20. Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA Satker BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban Pemerintah Pusat dan TKD tahunan yang disusun oleh KPA BUN. 21. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. 22. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 23. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah. 24. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disebut APBDes adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Desa. 25. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh jdih.kemenkeu.go.id penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. 26. Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau wali kota untuk menampung seluruh penerimaan Daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan. 27. Rekening Kas Desa yang selanjutnya disingkat RKD adalah rekening tempat penyimpanan uang Pemerintahan Desa yang menampung seluruh penerimaan Desa dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran Desa dalam 1 ( satu) rekening pada bank yang ditetapkan. 28. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat pembuat komitmen, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara. 29. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat penanda tangan surat perintah membayar untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA. 30. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM. 31. Aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara yang selanjutnya disebut Aplikasi OM- SPAN adalah aplikasi yang digunakan dalam rangka memonitoring transaksi dalam sistem perbendaharaan dan anggaran negara dan menyajikan informasi sesuai dengan kebutuhan yang diakses melalui jaringan berbasis web. Pasal 2 Ruang lingkup pengelolaan Dana Desa dalam Peraturan Menteri ini meliputi:
penganggaran;
pengalokasian;
penyaluran;
penatausahaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan;
penggunaan;
pemantauan dan evaluasi; dan
penghentian dan/ a tau penundaan penyaluran Dana Desa. BAB II PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA PENGELOLA DANA DESA Pasal 3 (1) Dalam rangka pengelolaan Dana Desa, Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran BUN Pengelola TKD menetapkan: jdih.kemenkeu.go.id a. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD;
Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagai KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan;
Kepala KPPN sebagai KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan; dan
Direktur Pelaksanaan Anggaran sebagai koordinator KPA BUN Penyaluran TKD. (2) Kepala KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan Kepala KPPN yang wilayah kerjanya meliputi Daerah kabupaten/kota penerima alokasi Dana Desa. (3) Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berhalangan, Menteri Keuangan menunjuk Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pelaksana tugas KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. (4) Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berhalangan, Menteri Keuangan menunjuk pejabat pelaksana tugas / pelaksana harian Kepala KPPN sebagai pelaksana tugas KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. (5) Keadaan berhalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) merupakan suatu keadaan yang menyebabkan pejabat definitif yang ditetapkan sebagai KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dan Kepala KPPN sebagai KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan:
tidak terisi dan menimbulkan lowonganjabatan; atau
masih terisi namun pejabat definitif yang ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran tidak dapat melaksanakan tugas. (6) Pejabat pelaksana tugas KPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang sama dengan KPA BUN. (7) Penunjukan:
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pelaksana tugas KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan/atau
pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian kepala KPPN sebagai pelaksana tugas KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), berakhir dalam hal Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan/atau Kepala KPPN jdih.kemenkeu.go.id se bagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c telah terisi kembali oleh pejabat definitif dan/atau dapat melaksanakan tugas kembali se bagai KPA. (8) Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD dapat mengusulkan penggantian KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan kepada Menteri Keuangan. (9) Penggantian KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Pasal 4 (1) KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
mengajukan usulan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Dana Desa kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD yang dilengkapi dengan dokumen pendukung;
menyusun RKA satker BUN TKD untuk Dana Desa beserta dokumen pendukung yang berasal dari pihak terkait;
menyampaikan RKA satker BUN TKD untuk Dana Desa beserta dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan untuk direviu;
menandatangani RKA satker BUN TKD untuk Dana Desa yang telah direviu oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dan menyampaikannya kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD;
menyusun DIPA BUN TKD untuk Dana Desa; dan
menyusun dan/atau menyampaikan rekomendasi pengenaan penundaan, pemotongan, penghentian penyaluran, dan/atau penyaluran kembali TKD untuk Dana Desa kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD. (2) KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
menetapkan pejabat pembuat komitmen dan pejabat penandatangan SPM;
melakukan verifikasi atas kesesuaian dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa;
menyusun dan menyampaikan proyeksi penyaluran Dana Desa sampai dengan akhir tahun kepada koordinator KPA BUN Penyaluran TKD;
melaksanakan penyaluran Dana Desa melalui pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke Desa; jdih.kemenkeu.go.id e. menyusun dan menyampaikan laporan realisasi penyaluran Dana Desa kepada PPA BUN Pengelola TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD menggunakan Aplikasi OM-SPAN dalam rangka pertanggungjawaban penyaluran Dana Desa;
menyusun dan menyampaikan laporan keuangan atas pelaksanaan anggaran kepada PPA BUN Pengelola TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
melakukan pengisian dan menyampaikan capaian kinerja penyaluran Dana Desa melalui aplikasi sistem monitoring dan evaluasi kinerja terpadu bendahara umum negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d menggunakan Aplikasi OM-SPAN yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. (4) Proyeksi penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f merupakan satu kesatuan dengan laporan keuangan dan proyeksi penyaluran TKD. (5) Koordinator KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
menyusun dan menyampaikan konsolidasi laporan realisasi penyaluran Dana Desa kepada PPA BUN Pengelola TKD melalui Aplikasi OM-SPAN berdasarkan laporan realisasi penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e;
menyusun proyeksi penyaluran Dana Desa sampai dengan akhir tahun berdasarkan rekapitulasi laporan dari KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melalui aplikasi cash _planning information network; _ dan c. menyusun dan menyampaikan konsolidasi laporan keuangan atas pelaksanaan anggaran kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 5 Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD, KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan, KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan, dan koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tidak bertanggung jawab secara formal dan materiil atas penggunaan Dana Desa oleh Pemerintah Desa. jdih.kemenkeu.go.id BAB III PENGANGGARAN Pasal 6 (1) KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan mengajukan usulan Indikasi Kebutuhan Dana Desa kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD. (2) Berdasarkan usulan Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menyusun Indikasi Kebutuhan Dana Desa. (3) Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disusun dengan memperhatikan:
kebutuhan Desa yang menjadi kewenangan Desa;
prioritas nasional;
hasil pengalihan belanja kementerian negara/lembaga yang masih mendanai kewenangan Desa; dan/atau
kemampuan keuangan negara. (4) Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menyampaikan Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat bulan Februari tahun anggaran sebelumnya. (5) Penyusunan dan penyampaian Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. Pasal 7 (1) Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 digunakan sebagai dasar penganggaran, penyusunan arah kebijakan, dan pengalokasian Dana Desa dalam nota keuangan dan rancangan U ndang- Undang mengenai APBN. (2) Penganggaran, penyusunan arah kebijakan, dan pengalokasian Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam pembahasan nota keuangan dan rancangan Undang-Undang mengenai APBN antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Berdasarkan hasil pembahasan antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Keuangan menetapkan pagu anggaran Dana Desa. BAB IV PENGALOKASIAN Pasal 8 (1) Berdasarkan pagu anggaran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), Direktorat Jenderal jdih.kemenkeu.go.id Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa. (2) Penghitungan rincian Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara:
sekaligus; atau
bertahap. (3) Dalam hal penghitungan rincian Dana Desa dilakukan secara sekaligus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, penghitungan rincian Dana Desa dilakukan berdasarkan formula pengalokasian. (4) Formula pengalokasian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung secara merata dan berkeadilan berdasarkan:
Alokasi Dasar;
Alokasi Afirmasi;
Alokasi Kinerja; dan
Alokasi Formula. (5) Formula pengalokasian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai APBN. (6) Dalam hal penghitungan rincian Dana Desa dilakukan secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, penghitungan rincian Dana Desa dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
sebagian Dana Desa dihitung pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan; dan
sebagian Dana Desa dihitung pada tahun anggaran berjalan. (7) Sebagian Dana Desa yang dihitung pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dilakukan berdasarkan formula pengalokasian sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (8) Sebagian Dana Desa yang dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dialokasikan sebagai insentif Desa berdasarkan kriteria tertentu. (9) Dalam hal terdapat ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan, sebagian Dana Desa yang dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat digunakan untuk melaksanakan kebijakan Pemerintah berupa burden sharing pendanaan. Pasal 9 (1) Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf a diberikan dengan porsi tertentu dari anggaran Dana Desa. (2) Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan secara proporsional kepada setiap Desa dengan memperhatikan jumlah penduduk. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 10 (1) Alokasi Afirmasi se bagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf b diberikan dengan porsi tertentu dari anggaran Dana Desa. (2) Alokasi Afirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan secara proporsional kepada Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal dan dapat mempertimbangkan jumlah penduduk miskin tinggi di Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal. Pasal 11 (1) Alokasi Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf c diberikan dengan porsi tertentu dari anggaran Dana Desa. (2) Alokasi Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan kepada Desa dengan kinerja terbaik. (3) Penetapan Desa dengan kinerja Desa terbaik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dinilai berdasarkan:
kriteria utama; dan
kriteria kinerja. (4) Penetapan Desa dengan kinerja Desa terbaik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan data yang diterbitkan atau diperoleh pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan. (5) Kriteria utama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan tata kelola keuangan Desa yang efektif, efisien, dan bebas dari korupsi. (6) Kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b terdiri atas:
indikator wajib; dan/atau
indikator tambahan. (7) Indikator wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dinilai oleh Pemerintah. (8) lndikator tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dinilai oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota. (9) Dalam hal Pemerintah Daerah kabupaten/kota tidak melakukan penilaian kinerja Desa atau tidak menyampaikan hasil penilaian kinerja Desa sampai batas waktu yang telah ditetapkan, penilaian kinerja Desa dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Pasal 12 (1) Alokasi Formula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf d diberikan dengan porsi tertentu dari anggaran Dana Desa. (2) Alokasi Formula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan dengan bobot tertentu berdasarkan indikator se bagai berikut:
jumlah penduduk;
angka kemiskinan Desa;
luas wilayah Desa; dan
tingkat kesulitan geografis. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 13 (1) Dana Desa setiap Desa yang dihitung secara sekaligus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a atau yang dihitung pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) huruf a ditetapkan berdasarkan penjumlahan Alokasi Dasar, Alokasi Afirmasi, Alokasi Kinerja, dan Alokasi Formula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 12. (2) Dana Desa setiap kabupaten/kota dihitung berdasarkan penjumlahan Dana Desa setiap Desa pada kabupaten/kota bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Presiden. (3) Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterbitkan oleh Kementerian Keuangan. (4) Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dapat menyampaikan informasi Dana Desa setiap Desa dan Dana Desa setiap kabupaten/kota melalui laman Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan mendahului penetapan oleh Presiden dan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). Pasal 14 (1) Data dalam pengalokasian Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 12, bersumber dari kementerian negara/lembaga yang berwenang dan/atau Pemerintah Daerah. (2) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat tanggal 31 Agustus. (3) Dalam hal tanggal 31 Agustus bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, penyampaian data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat pada hari kerja berikutnya. (4) Dalam hal data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia, terdapat anomali, dan/atau tidak memadai, penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa menggunakan:
data yang dipakai pada penghitungan Dana Desa tahun anggaran sebelumnya;
data yang dibagi secara proporsional antara Desa pemekaran dan Desa induk dan/atau menggunakan data Desa induk;
rata-rata data Desa dalam satu kecamatan dimana Desa tersebut berada;
data hasil pembahasan dengan kementerian negara/lembaga penyedia data; dan/atau
data hasil penyesuaian atas data yang digunakan pada penghitungan Dana Desa tahun anggaran sebelumnya dan/atau data yang dirilis pada laman kementerian negara/lembaga penyedia data terkait. jdih.kemenkeu.go.id (5) Pembahasan dengan kementerian negara/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dilakukan melalui rekonsiliasi data dengan kementerian negara/lembaga penyedia data dan dituangkan dalam berita acara rekonsiliasi. Pasal 15 (1) Kriteria tertentu untuk insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8) berupa:
kriteria utama; dan
kriteria kinerja. (2) Kriteria utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan indikator tata kelola keuangan Desa yang efektif, efisien, dan bebas dari korupsi. (3) Desayang tidak memenuhi kriteria utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mendapatkan insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8). (4) Kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi kinerja keuangan, tingkat kepatuhan terhadap aturan pengelolaan keuangan Desa, penganggaran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya untuk prioritas nasional, dan/atau penghargaan yang diperoleh oleh Desa dari kementerian negara/lembaga. (5) Insentif Desa dibagikan kepada Desa yang memiliki kinerja terbaik berdasarkan kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (6) Data kriteria utama dan kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) merupakan data yang diterbitkan atau diperoleh pada tahun anggaran berjalan. (7) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bersumber dari kementerian negara/lembaga yang berwenang dan/atau Pemerintah Daerah. (8) Dalam rangka penghitungan insentif Desa, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan permintaan data kriteria utama dan kriteria kinerja tahun berjalan kepada kementerian negara/lembaga dan/atau Pemerintah Daerah. (9) Data kriteria utama dan kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) yang digunakan dalam penghitungan insentif Desa merupakan data yang telah diterima oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat tanggal 31 Juli tahun anggaran berjalan. (10) Dalam hal tanggal 31 Juli bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, data sebagaimana dimaksud pada ayat (9) paling lambat diterima pada hari kerja berikutnya. Pasal 16 (1) Rincian insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8), ditetapkan oleh Kementerian Keuangan. jdih.kemenkeu.go.id (2) Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dapat menyampaikan informasi insentif Desa melalui laman Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan mendahului penetapan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 17 Penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. BABV PENYALURAN Bagian Kesatu Dokumen Pelaksanaan Penyaluran Pasal 18 (1) KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyusun RKA Satker BUN Dana Desa berdasarkan alokasi Dana Desa yang tercantum dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN. (2) Penyusunan RKA Satker BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) RKA Satker BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan untuk direviu. (4) RKA Satker BUN Dana Desa yang telah direviu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai salah satu dasar penyusunan RKA-BUN TKD. (5) PPA BUN Pengelolaan TKD menyusun RKA-BUN TKD berdasarkan hasil reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan pagu anggaran BUN yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. (6) Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menetapkan RKA-BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan menyampaikan RKA-BUN TKD yang telah ditetapkan kepada Direktur Jenderal Anggaran untuk ditelaah. (7) Hasil penelaahan atas RKA-BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berupa daftar hasil penelaahan RKA-BUN TKD. (8) KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyusun DIPA BUN Dana Desa berdasarkan RKA-BUN TKD yang telah dilakukan penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (7). (9) DIPA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disampaikan oleh Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD kepada Direktur Jenderal Anggaran. jdih.kemenkeu.go.id (10) Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan mengesahkan DIPA BUN Dana Desa berdasarkan hasil penelaahan atas RKA-BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (7). (11) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menyampaikan DIPA petikan BUN Dana Desa kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. (12) DIPA petikan BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (11) digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan satuan kerja BUN dan pencairan dana/ pengesahan bagi BUN/ Kuasa BUN. Pasal 19 (1) KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dapat menyusun perubahan DIPA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (10). (2) Penyusunan perubahan DIPA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. Pasal 20 (1) Pejabat pembuat komitmen menggunakan DIPA petikan BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (11) sebagai dasar penerbitan SPP. (2) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh pejabat penandatangan SPM sebagai dasar penerbitan SPM. (3) SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar penerbitan SP2D. Bagian Kedua Tahapan dan Persyaratan Penyaluran Pasal 21 (1) Dana Desa disalurkan dari RKUN ke RKD melalui RKUD. (2) Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD. (3) Pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa dari bupati/wali kota. (4) Besaran pagu Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya; dan/atau
pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya. jdih.kemenkeu.go.id (5) Pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a merupakan selisih antara pagu Dana Desa dengan pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b. (6) Pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. Pasal 22 (1) Penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya se bagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) huruf a dilakukan dalam 2 (dua) tahap, dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I, sebesar 40% (empat puluh persen) dari pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling lambat bulan Juni tahun anggaran berjalan; dan
tahap II, sebesar 60% (enam puluh persen) dari pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling cepat bulan April tahun anggaran berjalan. (2) Penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Desa berstatus Desa mandiri dilakukan dalam 2 (dua) tahap, dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I, sebesar 60% (enam puluh persen) dari pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling lambat bulan Juni tahun anggran berjalan; dan
tahap II, sebesar 40% (empat puluh persen) dari pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling cepat bulan April tahun anggaran berjalan. (3) Desa mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan status Desa berdasarkan indeks Desa membangun yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi atau indeks Desa lainnya yang ditetapkan oleh kementerian negara/lembaga terkait. Pasal 23 (1) Penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan setelah KPA BUN Penyaluran Dana Desa, In sen tif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menerima dokumen persyaratan penyaluran dari bupati/wali kota secara lengkap dan benar. (2) Dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I berupa:
peraturan Desa mengenai APBDes; dan jdih.kemenkeu.go.id 2. surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa; dan
tahap II berupa:
laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran se belumnya; dan
laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahap I menunjukkan rata- rata realisasi penyerapan paling rendah sebesar 60% (enam puluh persen) dan rata-rata capaian keluaran menunjukkan paling rendah sebesar 40% (empat puluh persen). (3) Selain persyaratan penyaluran tahap I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, bupati/wali kota melakukan:
perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) hurufb;
perekaman realisasi Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran sebelumnya; dan
penandaan pengajuan penyaluran atas Desa layak salur yang disertai dengan daftar rincian Desa, melalui Aplikasi OM-SPAN. (4) Perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berlaku selama 1 (satu) tahun anggaran untuk penyaluran Dana Desa. (5) Perekaman realisasi Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. (6) Selain persyaratan penyaluran tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b bupati/wali kota melakukan penandaan pengajuan penyaluran atas Desa layak salur yang disertai dengan daftar rincian Desa melalui Aplikasi OM-SPAN. (7) Penerimaan dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (6) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I paling lambat tanggal 15 Juni tahun anggaran berj alan; dan
batas waktu untuk tahap II mengikuti ketentuan mengenai langkah-langkah akhir tahun. (8) Dalam hal tanggal 15 Juni sebagaimana dimaksud pada ayat (7) bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (6) diterima paling lambat pada hari kerja berikutnya. (9) Dalam hal Bupati/wali kota tidak melakukan perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, Dana Desa tidak disalurkan dan menjadi sisa Dana Desa di RKUN. jdih.kemenkeu.go.id (10) Bupati/wali kota bertanggungjawab untuk menerbitkan surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 2 untuk seluruh Desa, dan wajib menyampaikan surat kuasa dimaksud pada saat penyampaian dokumen persyaratan penyaluran tahap I pertama kali disertai dengan daftar RKD. (11) Capaian keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 dihitung berdasarkan rata-rata persentase capaian keluaran dari seluruh kegiatan setiap Desa. (12) Laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 disusun sesuai dengan tabel ref erensi data bi dang, kegiatan, uraian keluaran, volume keluaran, satuan keluaran, dan capaian keluaran sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. (13) Dalam hal tabel referensi data bidang, kegiatan, uraian keluaran, volume keluaran, satuan keluaran, dan capaian keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (12) belum tersedia, bupati/wali kota menyampaikan permintaan perubahan tabel referensi kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan untuk dilakukan pemutakhiran. (14) Daftar RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (10) merupakan daftar rekening kas setiap Desa pada bank umum yang terdaftar dalam sistem kliring nasional Bank Indonesia dan/atau Bank Indonesia real time gross settlement sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (15) Dalam hal terdapat perubahan RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (14), bupati/wali kota menyampaikan perubahan RKD kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. (16) Tata cara dan penyampaian perubahan RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (15) dilaksanakan berdasarkan ketentuan mengenai pengelolaan data supplier dan data kontrak dalam sistem perbendaharaan dan anggaran negara. ( 1 7) Dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam bentuk dokumen digital ( softcopy). (18) Dokumen persyaratan penyaluran se bagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diolah dan dihasilkan melalui Aplikasi OM-SPAN. Pasal 24 Tahapan dan persyaratan penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 25 (1) In sen tif Desa se bagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8) disalurkan setelah KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menerima dokumen persyaratan penyaluran dari bupati/wali kota secara lengkap dan benar berupa surat pernyataan kepala Desa terkait komitmen penganggaran insentif Desa dalam APBDes. (2) Penyaluran insentif Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara sekaligus paling cepat bulan Agustus tahun anggaran berjalan. (3) Selain persyaratan penyaluran insentif Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bupati/wali kota melakukan penandaan pengajuan penyaluran insentif Desa atas Desa layak salur kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melalui Aplikasi OM-SPAN yang disertai dengan daftar rincian Desa. (4) Batas waktu penerimaan dokumen persyaratan penyaluran insentif Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan mengena1 langkah- langkah akhir tahun. Pasal 26 (1) Dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), Pasal 24, dan Pasal 25 ayat (1) disampaikan dengan surat pengantar yang ditandatangani paling rendah oleh pimpinan organisasi perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pengelolaan keuangan Daerah atau pimpinan organisasi perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemberdayaan masyarakat Desa. (2) Kewenangan penandatanganan surat pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/wali kota. Pasal 27 Bupati/wali kota bertanggung jawab atas:
kelengkapan persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 25;
kebenaran data perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) huruf a; dan
kebenaran atas surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a angka 2 serta surat pengantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1). Pasal 28 (1) Dalam rangka penyampaian dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), bupati/wali kota menerima dokumen persyaratan penyaluran dari kepala Desa secara jdih.kemenkeu.go.id lengkap dan benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a angka 1 dan huruf b. (2) Kepala Desa bertanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 29 Pemerintah Daerah kabupaten/kota dilarang menambah persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 25. Pasal 30 (1) Dalam hal bupati/wali kota tidak menyampaikan:
dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2);
dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; dan
dokumen persyaratan penyaluran insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), sampai dengan batas akhir penyampaian dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa, Dana Desa tidak disalurkan dan menjadi sisa Dana Desa di RKUN. (2) Sisa Dana Desa di RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disalurkan kembali pada tahun anggaran berikutnya. Bagian Ketiga Penyaluran Dana Desa Setiap Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa Pasal 31 (1) Pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dilaksanakan dengan menggunakan SPP dan SPM. (2) Pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dengan menggunakan akun penerimaan nonanggaran oleh Daerah. (3) Penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD sebagaimana pada ayat (1) dicatat dengan menggunakan akun pengeluaran nonanggaran. (4) Dalam rangka pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pejabat pembuat komitmen menerbitkan SPP. (5) Berdasarkan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pejabat penandatanganan SPM menerbitkan SPM untuk pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD. jdih.kemenkeu.go.id (6) Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPPN menerbitkan SP2D untuk penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD. (7) Kepala KPPN menyampaikan daftar rincian SP2D penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada bupati/wali kota melalui Aplikasi OM-SPAN. (8) Tata cara penerbitan SPP, SPM, dan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI PENATAUSAHAAN,PERTANGGUNGJAWABAN,DAN PELAPORAN Bagian Kesatu Penatausahaan, Pertanggungjawaban, dan Pelaporan Tingkat Pemerintah Pasal 32 (1) Dalam rangka pertanggungjawaban penyaluran Dana Desa, KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyusun dan menyampaikan laporan realisasi penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e kepada koordinator KPA BUN Penyaluran TKD melalui Aplikasi OM-SPAN. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), koordinator KPA BUN Penyaluran TKD menyampaikan konsolidasi laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) huruf a dan huruf c kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD melalui Aplikasi OM-SPAN. Pasal 33 (1) Dalam rangka pertanggungjawaban pengelolaan BA BUN TKD, Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menyusun laporan keuangan TKD sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan TKD. (2) Laporan keuangan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pertanggungjawaban pengelolaan Dana Desa. (3) Laporan keuangan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh unit eselon II Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang ditunjuk selaku Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu BUN Pengelolaan TKD menggunakan sistem aplikasi terintegrasi. (4) Untuk penatausahaan, akuntansi, dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran, KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyusun laporan keuangan tingkat KPA dan menyampaikan kepada Pemimpin PPA BUN jdih.kemenkeu.go.id Pengelola TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD, dengan ketentuan sebagai berikut:
laporan keuangan tingkat KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan disusun setelah dilakukan rekonsiliasi data realisasi anggaran transfer dengan KPPN selaku Kuasa BUN dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan;dan b. laporan keuangan tingkat KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan disampaikan secara berjenjang kepada PPA BUN Pengelola TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sesuai dengan jadwal penyampaian laporan keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan BUN. (5) Penyusunan dan penyampaian laporan keuangan tingkat KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur tersendiri dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Dalam rangka penyusunan laporan keuangan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), koordinator KPA BUN Penyaluran TKD menyusun dan menyampaikan laporan keuangan tingkat koordinator KPA BUN Penyaluran TKD dengan ketentuan sebagai berikut:
laporan keuangan tingkat koordinator KPA BUN Penyaluran TKD disusun setelah dilakukan penyampaian data elektronik akrual transaksi TKD selain transaksi realisasi anggaran transfer ke dalam sistem aplikasi terintegrasi; dan
laporan keuangan tingkat koordinator KPA BUN Penyaluran TKD disampaikan kepada PPA BUN Pengelola TKD sesuai dengan jadwal penyampaian laporan keuangan yang disusun oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan memperhatikan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan BUN. (7) Penyampaian data elektronik akrual transaksi TKD selain transaksi realisasi anggaran transfer, penyusunan dan penyampaian laporan keuangan tingkat koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 34 Dalam rangka pelaporan kinerja penyaluran Dana Desa, KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melakukan pengisian dan menyampaikan capaian kinerja Dana Desa melalui aplikasi sistem monitoring dan evaluasi kinerja terpadu BUN paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 35 Dalam rangka sinkronisasi penyajian laporan realisasi anggaran TKD, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan koordinator KPA BUN Penyaluran TKD dapat melakukan rekonsiliasi data realisasi atas penyaluran Dana Desa dengan KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dan Pemerintah Daerah. Bagian Kedua Penatausahaan, Pertanggungjawaban, dan Pelaporan Tingkat Pemerintah Daerah Pasal 36 (1) Pemerintah Daerah kabupaten/kota menganggarkan Dana Desa dalam APBD berdasarkan Peraturan Presiden mengenai rincian APBN. (2) Dalam hal terdapat perubahan pagu Dana Desa setiap kabupaten/kota, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menganggarkan perubahan pagu dimaksud dalam perubahan APBD dan/atau perubahan penjabaran APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (3) Dalam rangka penatausahaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan Dana Desa, Pemerintah Daerah kabupaten/kota melakukan pencatatan pendapatan dan belanja atas Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Pencatatan pendapatan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan berdasarkan daftar rincian SP2D untuk penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD dari Aplikasi OM-SPAN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (7). (5) Pencatatan belanja Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan SP2D pengesahan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota dilakukan berdasarkan daftar rincian SP2D untuk penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD dari Aplikasi OM-SPAN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (7). Bagian Ketiga Penatausahaan, Pertanggungjawaban, dan Pelaporan Tingkat Pemerintah Desa Pasal 37 (1) Pemerintah Desa menganggarkan Dana Desa dalam APBDes berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengalokasian Dana Desa setiap Desa, penyaluran, dan penggunaan Dana Desa. (2) Pemerintah Desa yang mendapatkan insentif Desa dihitung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8), menganggarkan insentif Desa dalam APBDes, penjabaran APBDes, perubahan APBDes, dan/atau jdih.kemenkeu.go.id perubahan penjabaran APBDes tahun anggaran berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam rangka penatausahaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan Dana Desa, Pemerintah Desa melakukan pencatatan pendapatan dan belanja atas Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Bagian Keempat Pelaporan APBDes Pasal 38 (1) Kepala Desa menyampaikan:
laporan pelaksanaan APBDes semester pertama tahun anggaran sebelumnya; dan
laporan pertanggungjawaban realisasi APBDes tahun anggaran sebelumnya, kepada bupati/wali kota melalui camat. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bupati/wali kota menyusun:
laporan konsolidasi pelaksanaan APBDes semester pertama tahun anggaran sebelumnya; dan
laporan konsolidasi realisasi pelaksanaan APBDes tahun anggaran sebelumnya. (3) Bupati/wali kota menyampaikan laporan konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara elektronik melalui sistem informasi yang dikelola oleh Pemerintah. BAB VII PENGGUNAAN Pasal 39 (1) Penggunaan Dana Desa yang dihitung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) diprioritaskan untuk mendanai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan prioritas Desa. (2) Pemerintah dapat menentukan fokus penggunaan Dana Desa sesuai dengan prioritas nasional yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. (3) Rincian prioritas penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan petunjuk operasional ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi setelah berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, dan kementerian negara/ lembaga terkait. (4) Petunjuk operasional atas fokus penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi setelah jdih.kemenkeu.go.id berkoordinasi dengan kementerian negara/lembaga paling lambat sebelum tahun anggaran berjalan. Pasal 40 (1) Bupati/wali kota dapat menyusun petunjuk teknis atas pelaksanaan kegiatan yang didanai dari Dana Desa, berpedoman pada penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) dan petunjuk operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3). (2) Pelaksanaan kegiatan yang didanai dari Dana Desa diutamakan secara swakelola dengan menggunakan sumber daya/bahan baku lokal, dan diupayakan dengan lebih banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat Desa setempat. Pasal 41 (1) Kepala Desa bertanggung jawab atas penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39. (2) Pemerintah Daerah melakukan pendampingan atas penggunaan Dana Desa. BAB VIII PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pasal 42 (1) Kementerian Keuangan melakukan:
pemantauan dan evaluasi atas pengelolaan Dana Desa; atau
pemantauan bersama-sama dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi sesuai dengan kewenangannya. (2) Pemantauan dan evaluasi oleh Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan terhadap:
penyaluran Dana Desa;
laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa;
sisa Dana Desa di RKD; dan
laporan perpajakan Pemerintah Desa. (3) Pemantauan bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan minimal terhadap pengelolaan kegiatan dan capaian keluaran kegiatan yang ditentukan penggunaannya. Pasal 43 Pemantauan dan evaluasi terhadap penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a dilaksanakan untuk:
memastikan penyaluran telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan jdih.kemenkeu.go.id b. mengetahui besaran dan kendala realisasi penyaluran Dana Desa yang dilaksanakan oleh masing-masing KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. Pasal 44 (1) Pemantauan dan evaluasi terhadap laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b dilakukan untuk:
menghindari penundaan penyaluran Dana Desa tahun anggaran berjalan; dan
mengetahui besaran penyerapan dan capa1an keluaran Dana Desa. (2) Dalam hal bupati/wali kota terlambat dan/atau tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dapat berkoordinasi dan meminta bupati/wali kota untuk melakukan percepatan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Dalam hal realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dapat meminta konfirmasi dan klarifikasi kepada bupati/wali kota. Pasal 45 (1) Pemantauan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c dilakukan untuk mengetahui:
besaran sisa Dana Desa di RKD yang belum selesai diperhitungkan pada penyaluran Dana Desa sampai dengan tahun anggaran sebelumnya; dan
besaran sisa Dana Desa tahun anggaran sebelumnya di RKD. (2) Besaran sisa Dana Desa di RKD yang belum selesai diperhitungkan pada penyaluran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diperhitungkan dalam penyaluran tahap II Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahun anggaran berjalan. (3) Besaran sisa Dana Desa tahun anggaran sebelumnya di RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dianggarkan kembali di tahun anggaran berjalan oleh kepala Desa dan dilakukan perekaman oleh bupati/wali kota pada Aplikasi OM-SPAN. (4) Dalam hal penganggaran kembali oleh kepala Desa dan perekaman oleh bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dilaksanakan, sisa Dana Desa tahun anggaran sebelumnya di RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperhitungkan pada penyaluran tahap II Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahun anggaran berjalan. jdih.kemenkeu.go.id (5) Dalam hal Dana Desa tahap II tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) tidak mencukupi, selisih sisa Dana Desa diperhitungkan pada penyaluran tahap II Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahun anggaran berikutnya. (6) Sisa Dana Desa di RKD yang telah dianggarkan kembali di tahun berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), digunakan sesuai dengan fokus penggunaan Dana Desa sesuai dengan prioritas nasional yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan prioritas penggunaan Dana Desa yang diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi yang berlaku. (7) Dalam hal berdasarkan pemantauan atas sisa Dana Desa di RKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c ditemukan sisa Dana Desa di RKD lebih dari 100% ( seratus persen) dari Dana Desa yang diterima pada tahun anggaran berjalan, Kementerian Keuangan menyampaikan hasil pemantauan dimaksud kepada bupati/wali kota. (8) Berdasarkan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), bupati/wali kota meminta inspektorat Daerah untuk melakukan pemeriksaan terhadap:
besaran sisa Dana yang dapat diserap pada tahun anggaran setelah tahun anggaran periode pemeriksaan, dalam hal sisa Dana tersedia secara fisik;
besaran sisa Dana yang tidak dapat diserap pada tahun anggaran setelah tahun anggaran periode pemeriksaan, dalam hal sisa Dana tersedia secara fisik; dan/atau
selisih sisa Dana antara yang dilaporkan dengan kondisi se benarnya secara fisik. (9) Berdasarkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Inspektorat Daerah menyampaikan hasil pemeriksaan kepada bupati/wali kota. (10) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terdapat besaran sisa Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a, sisa Dana dimaksud diserap setinggi-tingginya 30% (tiga puluh persen). (11) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terdapat besaran sisa Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b, bupati/wali kota menyampaikan surat permohonan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan untuk menghentikan penyaluran Dana Desa pada tahun anggaran setelah tahun anggaran periode pemeriksaan. (12) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terdapat selisih sisa Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf c, bupati/wali kota menyampaikan surat permohonan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan untuk memperhitungkan penyaluran Dana Desa pada tahun jdih.kemenkeu.go.id anggaran setelah tahun anggaran periode pemeriksaan sebesar rekomendasi dari inspektorat Daerah. (13) Mekanisme pemeriksaan dan penyampaian hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (9) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 46 Pemantauan dan evaluasi terhadap laporan perpajakan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf d, dilakukan untuk mengetahui tingkat kepatuhan penyampaian data transaksi harian dan rekapitulasi transaksi harian. Pasal 47 (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4) dikecualikan bagi Desa yang mengalami bencana alam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi pada tahun anggaran sebelumnya sampai dengan sebelum penyaluran tahap II tahun anggaran berjalan. (3) Bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan hilang atau rusaknya sebagian atau seluruh:
Dana Desa;
dokumen pertanggungjawaban penggunaan Dana Desa; dan/atau
keluaran kegiatan yang didanai Dana Desa. (4) Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, merupakan Dana Desa dalam bentuk tunai yang telah ditarik dari RKD. (5) Bupati/wali kota melakukan verifikasi kebenaran atas kejadian bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (6) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), bupati /wali kota menyampaikan surat permohonan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan yang minimal memuat:
nama dan kode Desa;
peristiwa bencana alam yang dialami;
waktu kejadian; dan
akibat bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (7) Surat permohonan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilampiri surat pernyataan tanggung jawab mutlak yang ditandatangani oleh kepala Desa. (8) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan meneliti kelengkapan dan kesesuaian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7). (9) Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (8) telah lengkap dan sesuai, Direktur Jenderal jdih.kemenkeu.go.id Perimbangan Keuangan menenma permintaan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa dengan menerbitkan naskah dinas persetujuan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. (10) Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak lengkap dan tidak sesuai, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menolak permintaan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa dengan menerbitkan surat penolakan. (11) Bupati/wali kota mengajukan surat permohonan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lambat sebelum pengajuan penyaluran Dana Desa tahap II tahun anggaran berjalan. (12) Dalam hal Desa telah menerima penyaluran Dana Desa tahap II tahun anggaran berjalan, permohonan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (11) tidak dapat diajukan. Pasal 48 Dalam hal Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan telah menerima · permintaan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (9) dengan lengkap dan sesuai, Desa tersebut dikecualikan dari perhitungan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahap II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4). Pasal 49 (1) Selairt pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 ayat (2), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan evaluasi terhadap:
kebijakan pengalokasian, penyaluran, dan/atau prioritas penggunaan Dana Desa; dan / a tau b. hal-hal lain yang diperlukan untuk membantu merumuskan kebijakan yang lebih baik kedepannya. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan menggunakan indikator meliputi:
kesesuaian alokasi Dana Desa dengan kebutuhan setiap Desa;
kecepatan penyaluran dan penyerapan Dana Desa;
kesesuaian penggunaan Dana Desa sesuai prioritas; dan/atau
indikator /kriteria lain yang relevan, baik dalam agregasi tingkat Desa, maupun tingkat kabupaten/kota. (3) Evaluasi atas indikator sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan menggunakan data yang bersumber dari kementerian negara/lembaga dan/atau Pemerintah Daerah sesua1 dengan kewenangannya. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 50 (1) Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 49, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun laporan hasil pemantauan dan evaluasi. (2) Laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat digunakan untuk rekomendasi perbaikan kebijakan Dana Desa ke depan. Pasal 51 (1) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dilaksanakan secara berjenjang oleh:
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;dan b. Kepala KPPN selaku KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. (2) Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan koordinasi dengan gubernur/bupati/wali kota. (3) Berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Wilayah Direktorat J enderal Perbendaharaan menyusun laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada koordinator KPA BUN Penyaluran TKD paling lambat bulan Februari tahun anggaran berikutnya. (5) Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD menyampaikan laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat bulan Maret tahun anggaran berikutnya. (6) Penyusunan laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 52 (1) Bupati/wali kota melakukan pemantauan dan evaluasi atas:
pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (4) huruf b;
penyaluran Dana Desa;
prioritas penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39;
capaian keluaran Dana Desa; dan/atau
sisa Dana Desa di RKD. (2) Dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bupati/wali kota jdih.kemenkeu.go.id dapat meminta penjelasan kepada kepala Desa dan/atau melakukan pengecekan atas kewajaran data dalam laporan capaian keluaran yang akan direkam dalam Aplikasi OM-SPAN. (3) Dalam hal terdapat indikasi penyalahgunaan Dana Desa, bupati/wali kota dapat meminta inspektorat Daerah untuk melakukan pemeriksaan. BAB IX PENGHENTIAN DAN/ ATAU PENUNDAAN PENYALURAN DANA DESA Pasal 53 (1) Dalam hal terdapat permasalahan Desa, berupa:
kepala Desa dan/atau bendahara Desa melakukan penyalahgunaan keuangan Desa dan ditetapkan se bagai tersangka;
Desa mengalami permasalahan administrasi, ketidakjelasan status hukum, dan/atau status keberadaan Desa;
penyalahgunaan wewenang oleh bupati/wali kota terkait pelantikan dan/atau penghentian kepala Desa yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
terdapat indikasi penyalahgunaan keuangan Desa untuk mendanai kegiatan yang mengancam keamanan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau
sisa Dana Desa hasil pemeriksaan inspektorat Daerah, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahun anggaran berjalan dan/atau tahun anggaran berikutnya. (2) Bupati/wali kota melakukan pemantauan atas proses perkara hukum penyalahgunaan keuangan Desa yang melibatkan kepala Desa dan/atau bendahara Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. (3) Dalam hal berdasarkan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Desa dan/atau bendahara Desa telah ditetapkan sebagai tersangka, bupati/wali kota menyampaikan surat permohonan penghentian penyaluran Dana Desa kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. (4) Penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan:
surat permohonan penghentian penyaluran Dana Desa dari bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
keputusan dan/atau surat rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan jdih.kemenkeu.go.id pemerintahan dalam negeri dan/atau bupati/wali kota atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;
surat rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berdasarkan hasil klarifikasi gubernur sebagai wakil Pemerintah;
surat rekomendasi dari Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau Kepala dari lembaga yang menangani urusan keamanan negara atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d; atau
surat permohonan dari bupati/wali kota atas permasalahan Desa se bagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e. (5) Penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya berdasarkan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan mulai penyaluran tahap berikutnya setelah surat dimaksud diterima. (6) Dalam hal surat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterima setelah Dana Desa tahap II tahun anggaran berjalan disalurkan, penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya untuk tahun anggaran berikutnya dihentikan. (7) Penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) dilakukan melalui naskah dinas Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Direktur J enderal Perbendaharaan. (8) Dalam hal proses penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (7) telah dilaksanakan, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan pemberitahuan kepada:
bupati/wali kota;
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri; dan/atau
Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau Kepala dari lembaga yang menangani urusan keamanan negara. (9) Penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dapat disalurkan kembali ke RKD dalam hal:
terdapat pencabutan status hukum tersangka, pemulihan status hukum tersangka, dan/atau sudah ditetapkan pejabat pelaksana tugas kepala Desa dan/atau Bendahara Desa atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; jdih.kemenkeu.go.id b. terdapat penyelesaian permasalahan administrasi, ketidakjelasan status hukum, dan/ a tau status keberadaan Desa atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;
telah dilantik kepala Desa hasil pemilihan oleh bupati/wali kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c; atau
tidak terdapat lagi indikasi penyalahgunaan Keuangan Desa untuk mendanai kegiatan separatis yang mengancam keamanan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d. (10) Penyaluran kembali Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan dalam hal Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan telah menerima surat:
permohonan pencabutan penghentian penyaluran Dana Desa dari bupati/wali kota;
rekomendasi dari bupati/wali kota dan/atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri;
rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri berdasarkan hasil klarifikasi gubernur sebagai wakil Pemerintah; atau
rekomendasi dari Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau Kepala dari lembaga yang menangani urusan keamanan negara. (11) Penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa . yang tidak ditentukan penggunaannya se bagaimana dimaksud pada ayat (7), dapat disalurkan kembali ke RKD pada tahun anggaran berjalan dalam hal surat sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diterima 7 (tujuh) hari kerja sebelum batas waktu penerimaan dokumen penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (7). (12) Desa yang dihentikan penyaluran Dana Desanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf e, berhak mendapatkan penyaluran Dana Desa pada dua tahun anggaran setelah periode pemeriksaan dalam hal sisa Dana Desa telah diserap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (10). (13) Penyaluran kembali Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dilakukan dalam hal Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan telah menerima surat permohonan pencabutan penghentian penyaluran Dana Desa dari bupati/wali kota paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum batas waktu penerimaan dokumen penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (7). (14) Dalam hal surat sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diterima setelah setelah batas waktu penerimaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (11), Dana jdih.kemenkeu.go.id Desa se bagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak disalurkan dan menjadi sisa Dana Desa di RKUN. (15) Sisa Dana Desa di RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (12) tidak dapat disalurkan kembali ke RKD pada tahun anggaran berikutnya. Pasal 54 (1) Desa yang dihentikan dan/atau ditunda penyaluran Dana Desanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d, berhak mendapatkan penyaluran Dana Desa pada tahun anggaran berikutnya dalam hal surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (10) telah diterima oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. (2) Berdasarkan surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (10) dan ayat (13), Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerbitkan naskah dinas pencabutan penghentian penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya dan menyampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. (3) Dalam hal proses pencabutan penghentian penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah dilaksanakan, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan pemberitahuan kepada:
bupati/wali kota;
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri; dan/atau
Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau dan/atau Kepala dari lembaga yang menangani urusan keamanan negara. Pasal 55 (1) Dalam hal terdapat permasalahan Desa se bagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) pada Desa yang menerima Insentif Desa, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghentian penyaluran insentif Desa. (2) Insentif Desa yang dihentikan penyalurannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi sisa Dana Desa di RKUN dan tidak disalurkan pada tahun anggaran berikutnya. Pasal 56 (1) Dalam hal terdapat setoran ke RKUN yang dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atas penyalahgunaan Dana Desa, setoran dimaksud merupakan bagian yang diperhitungkan dan mengurangi pencatatan nilai kumulatif sisa Dana Desa di RKD. (2) Bupati/wali kota melakukan koordinasi dengan pengadilan dan/atau kejaksaan untuk mendapatkan jdih.kemenkeu.go.id bukti setoran atau salinan bukti setoran ke RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Bupati/wali kota menyampaikan bukti setoran atau salinan bukti setoran ke RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan surat permohonan untuk diperhitungkan sebagai pengurang nilai kumulatif sisa Dana Desa di RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. (4) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah sesuai, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk diperhitungkan sebagai pengurang nilai kumulatif sisa Dana Desa di RKD dengan menerbitkan naskah dinas kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. Pasal 57 (1) Dalam hal terdapat permasalahan Desa yang disebabkan penyalahgunaan wewenang oleh bupati/wali kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf c, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan penundaan penyaluran dana alokasi umum yang tidak ditentukan penggunaannya. (2) Penundaan penyaluran dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan surat rekomendasi penundaan penyaluran dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. (3) Penundaan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada periode penyaluran dana alokasi umum berikutnya setelah surat rekomendasi se bagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima. (4) Besaran penundaan penyaluran dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebesar 3% (tiga persen) dari jumlah penyaluran dana alokasi umum pada periode bersangkutan. (5) Penundaan dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan. (6) Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum melaksanakan penundaan penyaluran dana alokasi umum. (7) Penyaluran kembali dana alokasi umum yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan setelah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima surat rekomendasi penyaluran kembali dari jdih.kemenkeu.go.id menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. (8) Dalam hal surat rekomendasi penyaluran kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum diterima sampai dengan tanggal 15 November tahun anggaran berjalan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penyaluran kembali dana alokasi umum yang ditunda. (9) Tata cara pelaksanaan penundaan dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan penyaluran kembali dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengelolaan dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana otonomi khusus. BABX KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 58 (1) Bupati/wali kota melakukan pengecekan data jumlah Desa di wilayahnya dengan membandingkan data jumlah Desa yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dengan data jumlah Desa mutakhir yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota. (2) Bupati/wali kota menyampaikan hasil pengecekan data jumlah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat hari kerja terakhir bulan Juni pada tahun ·anggaran sebelum tahun anggaran berjalan. (3) Dalam hal data jumlah Desa hasil pengecekan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih sedikit dibandingkan dengan data jumlah Desa yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat menggunakan data jumlah Desa hasil pengecekan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melakukan penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal·8 setelah berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. (4) Dalam hal data jumlah Desa hasil pengecekan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih banyak dibandingkan dengan data jumlah Desa yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menggunakan data jumlah Desa yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dalam melakukan penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. jdih.kemenkeu.go.id (5) Dalam hal terdapat perubahan nama dan/atau kode Desa sesuai dengan ketentuan yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, dilakukan perubahan nama dan/atau kode Desa pada Aplikasi OM-SPAN. (6) Perubahan kode Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan sepanjang belum terdapat realisasi penyaluran Dana Desa. Pasal 59 Bagi Desa yang tidak mendapatkan penyaluran Dana Desa di tahun anggaran sebelumnya dan/atau Desa yang mengalami bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 7 dikecualikan dari ketentuan persyaratan penyaluran Dana Desa sebagai berikut:
persyaratan penyaluran Dana Desa yang diajukan oleh bupati/wali kota kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan berupa laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya, dan b. persyaratan penyaluran Dana Desa yang diajukan oleh kepala Desa kepada bupati/wali kota berupa laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya. Pasal 60 (1) Dalam hal terdapat risiko rendahnya penyaluran Dana Desa akibat kejadian kahar, Menteri Keuangan dapat memberikan perpanjangan batas waktu penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) serta batas waktu penerimaan dokumen persyaratan penyaluran se bagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (7). (2) Perpanjangan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan atau surat yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan. (3) Kejadian kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bencana alam, bencana non alam, bencana sosial, dan/atau kebakaran. (4) Kejadian bencana alam, bencana non alam, dan/atau bencana sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada peraturan perundangan-undangan mengenai bencana. (5) Kejadian kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didukung dengan pernyataan bupati/wali kota. Pasal 61 Penunjukan pejabat perbendaharaan negara, peran koordinator KPA Penyaluran TKD, pembagian wilayah kerja KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan, pengelolaan RKD, pengelolaan data supplier, penyusunan rencana penarikan kebutuhan dana, penyusunan proyeksi penyaluran, penyelesaian retur, jdih.kemenkeu.go.id penyusunan laporan keuangan, dan pemantauan dan evaluasi oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 62 Ketentuan mengenai:
format surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a angka 2;
format laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b;
format daftar RKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (10);
format surat pernyataan komitmen penganggaran Dana Desa dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1);
format surat pengantar penyampaian dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 26 ayat (1);
format surat pernyataan tanggung jawab mutlak permintaan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4 7 ayat (7); dan
format surat permohonan pengurangan pencatatan beserta penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 63 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.07 /2022 tentang Pengelolaan Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1295) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.07 /2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.07 /2022 tentang Pengelolaan Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 759), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 64 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2024. jdih.kemenkeu.go.id