Pengujian UU Nomor 17/2003
Relevan terhadap
• Pasal 2 huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara juga tidak memberikan kepastian hukum karena Pasal 2 huruf i menyatakan keuangan negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 meliputi i, “Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.” Semua industri yang berada di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) diperbolehkan mengajukan insentif melalui Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penambahan Modal di Bidang Usaha Tertentu dan Daerah. Pemerintah juga menjanjikan pembebasan pajak penghasilan bagi karyawan pada industri padat karya. Pajak karyawan yang dari industri padat karya akan dihapus karena ditanggung pemerintah. Pemerintah juga segera mengeluarkan paket kebijakan insentif fiskal untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah perlambatan ekonomi global yang diproyeksikan berlanjut tahun depan. Pertama, pemberian tax holiday diperbanyak. Kedua, merelaksasi produk tax allowance . Ketiga, pemberian insentif untuk bahan baku setengah jadi yang selama ini banyak diimpor. Insentif direncanakan berupa pengurangan pajak dan pembebasan bea masuk. Keempat, insentif untuk kawasan ekonomi khusus. Kelima, insentif pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk impor buku nonfiksi guna memajukan pendidikan dalam negeri. Keenam, pengurangan pajak penghasilan (PPH) untuk memajukan penelitian dan pengembangan. Ketujuh, insentif untuk eksplorasi minyak dan gas guna mendapat mencapai target peningkatan produksi menjadi 1 juta barel per hari. Jika dihubungkan dengan Pasal 2 huruf i tersebut di atas apakah kekayaan semua perusahaan itu mendapat fasilitas pajak? Yang mendapat fasilitas pajak menjadi keuangan negara? Tentu tidak bukan? • Menurut pendapat saya, untuk adanya kepastian hukum tersebut sebagaimana diamanatkan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sudah tepat kiranya bila Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan negara tidak mempunyai kekuatan hukum. Oleh karena keuangan BUMN bukanlah keuangan negara, maka haruslah dinyatakan pula Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) huruf b, dan Pasal 11 huruf a Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Tata Cara Pengurangan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang Dikembali ...
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Masuk dan /Atau Cukai. ...
Relevan terhadap
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 6 0 (enam puluh) hari terhitun g se j ak tan gg al diundan g kan. A g ar setiap oran g men g etahuin y a, memerintahka r: pen g undan g an Peraturan Menteri ini den g an penempatanny c_ dalam Berita Ne g ara Republik Indonesia. Diundan g kan di Jakarta pad a tan gg al 21 No v ember 2 0 1 7 Ditetapkan di Jakarta pad a tan gg al 2 0 No v ember 2 0 1 7 MENTERI K EU ANG AN ttd. SRI MULY ANI INDR A W ATI DIRE K TUR JENDER AL PER ATUR AN PERUND ANG-UND ANG AN K EMENTERI AN H U K UM D AN HA K AS ASI M ANUSI A REPUBLI K INDONESI A, ttd. WIDODO E KATJ A H J AN A BERIT A NEG AR A REPUBLI K INDONESI A T A H UN 201 7 NOM OR 1 6 5 6 - 27 - L AMPI R AN PER ATUR AN MENTER ! K EU ANG AN REPUBLI K INDONESI A NOMOR 169/PMK.04/2017 TENT ANG PERUB AH AN PER ATUR AN MENTER ! K EU ANG AN NOMOR 1 1 1 /PM K . 0 4/2 0 1 3 TENT ANG T AT A C AR A PEN AGIH AN BE A M ASU K D AN/ AT AU CU KAI A. FORM AT DO K UMEN TER KAIT PENET AP AN/T AGIH AN B. P E TUNJU K PEL A K S AN A AN PENERBIT AN DO K UMEN PENET AP AN/ T AGIH AN C. FORM AT DO K UMEN TER KAIT BERIT A AC AR A - 28 - A. FORM AT DO K UMEN TER KAIT PENET AP AN/T AGIH AN 1 . FORMULIR STC K - 1 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR·WILAYAH DJBC...,...........(1).................... . . KANTOR.... .. .................................. (2).................... . . STCK-1 ............. . . (3)........ . . ,........ . ....... . (4)...............Yth. Nama NPWP NPPBKC Alamat . ............................. (5)............ . ........................... .............................. (6) ....................................... . .............................. (7) ......................................................................(8)........................................ SURAT TAGIHAN CUKAI Nomor.... . (9) ....... Berdasarkan hasil penelitian/ pemeriksaan, dengan ini diberitahukan bahwa hingga saat ini Saudara masih mempunyai utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, danjatau sanksi administrasi berupa denda*) sebagaimana dimaksud dalam: Dokumen omor dan tanggal dokumen ranggal terakhir pem bayaran ................................(10)........................................................................( 1 1)..................................................................... . . (12).......................................**) sehingga ditetapkan adanya tagihan yang harus Saudara lunasi dengan rincian sebagai berikut: Jenis Tagihan Jumlah Tagihan (Rp) Cukai................................ (13)............................ .. . . Sanksi Administrasi Beru pa Denda Administrasi................................ (14)................................ Jumlah Rp ...................... . .........(f5)............ . ;
................... . (...^. :
..................................................................(16)...........:
;
.................................................... . . ) Uraian terjadinya tagihan:
..................................................................... ...... . (17).................................................................... Untuk mencegah tindakan lebih lanjut sesuai ketentuan perundang-undangan, diminta kepada Saudara untuk membayar tagihan tersebut di atas paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Surat Tagihan ini diterima dan bukti pembayaran agar disampaikan kepada Kepala Kantor................ . . (18)................. .......... . . Keberatan atas Surat Tagihan ini diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal melalui Kantor tersebut di atas sebelum tanggal jatuh tempo dengan ketentuan sebelumnya sudah menyerahkan jaminan sebesar tagihan utang. Tagihan utang yang tidak dibayar pada waktunya dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) dari jumlah tagihan yang terutang, bagian bulan dihitung satu bulan penuh, untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
^Kepala Kantor ..... : Tembusan:
... . . ;
... (23)................ . .. . ... . ; * ) caret yang tidak perlu ** ) khusus untuk penundaan cukai karena pemesanan pita cukai Nom or Nom or Nom or · Nomor Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or No 1no r Nom or Nom or · Nomor Nom or Nom or Nom or (1) (2) (3) .
(5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0 ) ( 1 1) ( 1 2) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5) ( 1 6) ( 1 7) ( 1 8) ( 1 9 ) (2 0 ) (2 1 ) (22) (23) (24) . (2 5 ) - 2 9 - PETUNJU K PENGISI AN Diisi K antor Wilayah DJBC yang membawahi K antor Pelayanan Diisi K antor Pelayanan penerbit Surat Tagihan Diisi nam a tempatjkota K antor Pelayanan Diisi tanggal, bulan dan tahun Surat Tagihan yang akan diterbitkan Diisi nama Pe n anggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPW P Penanggung Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPB K C Penanggung Penanggung Bea Masuk d a n I a tau C ukai Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nomor urut Surat Tagihan yang diberikan oleh unit yang mengurus surat-surat secara sentral D iisi nama d o kumen dasar diterbitkannya Surat Tagihan Misal : C K - 1 , Keputusan Pengangsuran, LH A Diisi nomor dan tanggal dokumen Diisi tanggal terakhir pembayaran, khusus untuk penundaan cukai karena pemesanan pita cukai Diisi jumlah n ilai utang cukai yang ditagih ( dalam angka) Diisi jumlah besarnya uang sanksi administrasi berupa denda (dalam angka) Diisi jumlah total tagihan utang ( dalam angka) Diisi jumlah total tagihan utang ( dalam huruf) Diisi uraian terjadinya utang Diisi nama K antor Pelayanan yang melakukan monitoring penagihan Diisi nama tempatjkota K antor Pelayanan Diisi tanggal dikeluarkannya Surat Tagihan Diisi nama dan tanda tangan K epala K antor Pelayanan Diisi NIP K epala K antor Diisi Direktur yang menangani cukai Diisi Direktur yang menangani pener 1 maan dan penagihan Diisi nama K antor Wilayah yang membawahi K antor · Pelayanan . 2 . SUR AT TEGUR AN KEMENTERIAN KEUANGAN. REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH DJBC.... . . (1)........................... KANTOR................................ . . (2)............................ . . SURAT TEGURAN Nomor Tanggal Yth. ama PWP 1\lamat .. ...................... (5) .................. . ........................ (6)......................................... :
(7) ................. . Menunjuk...........(8)............ . . nomor............(9)...........tanggal...............(10............ . , hingga saat ini Saudara belum melunasi utang bea masuk danjatau cukai tersebut. Diminta kepada Saudara agar segera melunasi seluruh utang bea masuk danjatau dengan rincian sebagai berikut: Jenis Utang a. Bea Masuk b. Bea Masuk Anti Dumping/Bea Masuk Anti Dumping Sementara/Bea Masuk ImbalanjBea Masuk Imbalan Sementara/Bea Masuk Tindakan Pengamananj Bea Masuk Tindakan Pengamanan sementara *J c. Cukai d. PPN e. PPnBM f. PPh Pasal 2 2 g. Denda· Administrasi h. Bunga i............. . . (19)............ TOTAL.UTANG Jumlah Utang Rp.......................(11) Rp.......................(12) Rp........................ . . (1 3 )................ . . Rp...........................(14) ................. . Rp......................... (15}............ ...... . Rp........ ............... . . (16) .................. . Rp.................... .....(17) ................. . . Rp........................ . (181 :
............... . . Rp........................ . . _(20) ................. . Rp........................ . (21)................ . . Saudara wajib melunasi utang bea masuk danjatau cukai tersebut dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak tanggal Surat Teguran ini dan bukti pelunasan agar disampaikan kepada Kepala Kantor...:
..................... (22) ....................... . ·PERHATIAN TAGIHAN HARUS DILUNASI DALAM WAKTU PALING LAMA 21 (DUA PULUH SATU) HARI SEJAK TANGGAL SURAT TEGURAN INI. SESUDAH BATAS WAKTU ITU, TINDAKAN PENAGIHAN AKAN DILANJUTKAN DENGAN PENERBITAN SURAT PAKSA. (Pasal 8 UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak . Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2000) Tembusan: *) coret yang tidak perlu Kepala Kantor Nom or Nomor. Nomor Nom or Nomor Nom or Nomor Nom or Nom or N o m or Nomor Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nomor Nom or (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) ( 1 1) (1 2) (1 3) (14) (15) (16) (1 7) (1 8) (1 9) (20) (2 1) (22) (23) (24) - 3 1 - PET U NJUK PENGISI AN Diisi Kantor \V ila y a h DJBC yang membawahi Kant o r Pelayanan Diisi Kantor Pela y anan penerbit Surat Teguran Diisi ·nomor Surat Teguran Diisi tanggal, bulan dan tahun diterbitkannya · S u rat Teguran Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jenis surat penetapan, atau surat keputusan y ang belum dilunasi oleh Penan g gung Bea Masuk dan/atau C ukai Diisi nomor surat p e netapan, surat penetapan, atau surat keputusan Diisi tanggal surat pen eta pan, · surat penetapan, atau s urat keputusan Diisi jumlah utang bea masuk Diisi jumlah utang bea masuk anti dumping, bea masuk anti· dumping sementara, bea masuk imbalan, bea masuk imbalan s e mentara, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea masuk tindakan pengamanan sementara Diisi jumlah utang cukai Diisi jumlah utang PPN Diisi jumlah utang PPnBM Diisi jumlah utang PPh Pasal 22 Diisi jumlah utang denda administrasi Diisi jumlah utang bunga atas keterlambatan pelunasan Diisi jenis utang lainnya Diisi j umlah utang lainnya Diisi jumlah total utang Diisi n a ma Kantor Pelayanan yang melakukan monitoring p e nagihan Diisi ^. n a ma dan tanda tangan Kepala · Kantor Pela y anan y ang menerbitkan Surat Teguran Diisi NIP Kepala Kantor Pelayanan y ang menerbitkan Surat Teguran Nom or (25) Nom o r (26) - 32 - Diisi Direktur y ang menangani penerimaan dan penagihan Diisi nama . K antor · Wila y ah y ang membawahi K antor Pela y anan - 33 - 3 . FORMULIR STCK-2 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH DJBC................ .. . (1)................ KANTOR.... ............................ ...... ....... (2)................ Yth. Nama NPWP NPPBKC A lam at ........(3).......,...............(4) . ..................... · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · . (5)................................................................ . . (6)............................................................ .....(7)............................ . ... . ................................ (8).............................. . .. . . SURAT TEGURAN NomQr: S-........ (9)........... STCK-2 Menunjuk Surat Tagihan Nomor.... . . (10).......tanggal.... . . ( 1 1).... . . dan Keputusan Pengangsuran Nomor........ ( 1 2).......tanggal............ . . (13)............ . , hingga saat ini Saudara belum i.nelunasi tagihan utang dengan rincian sebagai berikut: J enis Tagihan Jumlah (Rp) Cukai........................................ . (14).... ^...... . .......... .............Sanksi administrasi berupa denda Bunga ......................................... ( 1 5)........................................................................ . . (16)................................ . Jumlah Rp................................. . (17)........ . .................. . ( ................................................................. (18) ........................................................................ ) Uraian terjadinya tagihan:
............ 6................................................ . .............. ( 1 9)................................ . .............. . .................. Saudara wajib melunasi kekurangan pembayaran tersebut dalam jangka waktu paling lama 2 1 (dua . puluh satu) hari terhitung sejak tanggal Surat Teguran ini dan bukti pelunasan agar disampaikan kepada Kepala Kantor........................ . . (20)........................ PERHATIAN TAGIBAN HARUS DILUNASI DALAM WAKTU PALING LAMA 2 1 (DUA PULUH SATU) HARI SEJAK TANGGAL SURAT TEGURAN INI. SESUDAH BATAS WAKTU ITU, TINDAKAN PENAGIHAN BEA DAN CUKAI AKAN DILANJUTKAN DENGAN PENERBITAN SURAT PAKSA. (Pasal 8 UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa se bagaimana telah diu bah dengan UU Nomor 19 Tahun 2000) Tembusan:
........... (23)............. .............. . ;
..........(24)................ :
......... . . ; Kepala Kantor Nom or Nom or N o m or Nomor Nomo r Nom or Nomor Nomor Nomor Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or · Nom o r Nom or Nom or Nomor Nomor Nom or Nom or Nom or N o m or (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0) ( 1 1) ( 1 2) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5)' ( 1 6) ( 1 7) ( 1 8) ( 1 9) (20) (2 1 ) (22) (2 3 ) (24) (25) - 34 - P ETUNJUK PENGISIAN Diisi Kantor Wilayah DJBC yang membawahi Kantor Pelayanan Diisi Kantor Pelayanan penerbit STCK-2 Diisi nama tempatjkota Kantor Pelayanan Diisi tanggal diterbitkannya STCK-2 Diisi . nama Penanggung Bea Masuk danj atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/ ata u Cukai Diisi NPPBKC P enanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nom or STCK-2 Diisi nomor S u rat Tagihan Diisi tanggal Sura t Tagihan Diisi nomor Keputusan Pengangsuran Diisi tanggal Keputusan Pengangsuran Diisi jumlah nilai utang ·cukai yang ditagih (dalam angka) Diisi jumlah besarnya sanksi administrasi berupa denda ( dalam angka) Diisi juml a h tagihan bunga ( dalam angka) Diisi jumlah total t agihan utang (dalam angka) Diisi jumlah total tagihan utang (dalam huruf) Diisi uraian t e rjadinya utang Diisi nama Kantor Pelayanan yang melakukan monitoring penagihan Diisi nama d an tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan yang menerbitkan STCK-2 Diisi NIP Kepala Kantor Pelayanan yang menerbitkan STCK-2 Diisi Direktur yang menangani cukai Diisi Direktur yang menangani ^. penerimaan dan penagihan Diisi nama Kantor Wilayah yang · membawahi Kantor Pelayan a n - 35 - 4. FORMULIR SURAT PERINTAH PENAGIHAN SEKALIGUS SEKETIKA DAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN. CUI{AI KANTOR WILAYAH DJBC................ (1)........ . ............. KANTOR.... ...................................... . . (2)....................... SURAT PERINTAH PENAGI.HAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS Nomor:
..................(3)................ . . Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 dengan ini diperintahkan kepada: Nama NPWP NPPBKC . Alamat ....................................(4).................................................... . :
....................... (5).......................................................:
... . .................(6)........................................................ . ...... .............. . (7)........................................ . . untuk melunasi sekaligus atas utang bea mast: k danjatau . cukai sejumlah Rp............ .......... . (8)...............dengari rincian sebagai berikut: Nomor dan Nomor dan Tanggal Tanggal Surat Jumlah Utang Surat Penetapan/ Jenis Utang Surat Tagihan/ Teguran/ (Rp) Surat Keputusan STCK-2 a. Bea Ma.suk :
....... . . ( 1 1)............ . b. Be a Masuk Anti · DumpingjBea...........(12).... :
....... Masuk Anti Dumping Semen tara/ Be a Masuk Im balan I Be a Masuk Imbalan Semen tara/ Be a Masuk Tindakan Pengamananj Bea Masuk Tindakan Pengamanan ........(9)............ .. . (10).......semen tara c. Cukai .......... . . (13)............ d. Denda Administrasi (Pabean)............ (14)............ e. Denda Administrasi (Cukai)............ (iS)............
Bunga (Pabean)............ ( 1 6)............
^Bunga (Cukai)............ (17)............
.......... . (18)............................ . (19)............ TOTAL UTANG............ (20)........ . . terbilang (........ . .............................. . :
............... . . (2 1)............ . .......... 5...........................................) pada hari.... . . (22)........ . tanggal...... (23)...........bulan.... (24) . . :
... . . tahun.......(25)........ . . Kepala Kantor Tembusan:
........... . (30)............ ;
........... . (3 1 )............ ; Nom or Nomor Nom or Nom or Nom or· Nomor Nom or Nomor . Nomor Nom or Nomor Nom or Nomor. Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nomor Nomor Nom or Nomor. Nomor Nom or Nom or Nomor Nomor Nom or - 36 - PETUNJUK PENGISIAN (1) . · · ^Diisi Kantor Wilayah DJBC yang menibawahi Kantor Pelayanan (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0) ( 1 1) ( 1 2) Diisi Kantor Pelayanan penerbit Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus (SPPSS) Diisi nomor SPPSS Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai mempunyai NPPBKC Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jumlah tagihan utang (dalam angka) Diisi nomor dan · tanggal Surat Penetapan, Surat Tagihan, atau Surat Keputusan Diisi nomor dan tanggal Surat Teguran atau STCK-2 Diisi jumlah utang bea masuk (dalam angka) Diisi jumlah utang bea masuk anti dumping, bea masuk anti dumping sementara, bea masuk imbalan, bea masuk inibalan sementara, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea rriasuk tindakan pengamanan sementara (dalam angka) ( 1 3) Diisi jumlah u tang cukai ( dalam angka) ( 1 4) Diisi jumlah utang Sanksi Administrasi berupa Denda di bidang Kepabeanan (dalam angka) ( 1 5) . Diisi jumlah utang Sanksi Administrasi berupa Denda di bidang cukai ( dala!ll angka) ( 1 6) Diisi jumlah utang bunga di bidang Kepabeanan karena keterlambatan pelunasan (dalam angka) ( 1 7) Diisi jumlah utang bunga di bidang cukai karena keterlambatan pelunasan (dalam angka) ( 1 8) Diisi jenis utang lainnya ( 1 9) Diisi jumlah utang lainnya (dalam angka) (20) Diisi jumlah total utang (dalam angka) (2 1 ) Diisi jumlah total utang (dalam huruf) (22) Diisi nama hari utang harus dilunasi. (2 3 ) Diisi tanggal utang harus dilunasi (dalam huruf) (24) Diisi nama bulan utang harus dilunasi (dalam huruf) (25) Diisi tahun utang harus dilunasi (dalam huruf) (26) Diisi nama kota diterbitkannya SPPSS (27) · Diisi tanggal, bulan dan tahun diterbitkannya SPPSS (28) Diisi nama Kepala Kantor Pelayanan yang Nom or (29) Nom or (30) Nom or (3 1 ) Nom or (32) - 37 - menerbitkan SPPSS Diisi NIP Kepala Kantor Pelayanan yang menerbitkan SPPSS Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, jika terkait dengan tagihan cukai Diisi nama Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan 5 . FORMULIR SURAT PAKSA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH DJBC............ . . (1)....................... KANTOR........................................ . (2).................... . .. . . Menimbang bahwa: SURAT PAKSA Nomor:
..............(3)........ ........... . . DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA KEPALA KANTOR........ (4)........ . . Nama :
............................... (5).... ·........................ . NPWP :
....... . ...................... . (6) ..... · ....................... . NPPBKC :
............................... (7).......4.................... . Alamat :
............................... (8)............................ . Menunggak utang bea masuk danjatau cukai dan biaya penagihan Bea Masuk danfatau Cukai dengan rincian sebagai·berikut : Nom or dan Tanggal Nomor dan Surat Penetapan/ Tanggal Surat Surat Tagihan/ Teguran/ Surat Keputusan STCK-2 /SPSS........ (9)...............(10)....... Dengan ini :
b.
d. e.
g . h. i. Jenis Utang Bea Masuk Be a Masuk Anti Dum ping/ Bea Masuk Anti Dumping SementarafBea Masuk ImbalanjBea Masuk Imbalan Semen tara/ Be a Masuk Tindakan Pengamanan/ Be a Masuk Tindakan Pengamanan sementara*) Cukai Denda ^· Administrasi (Pabean) Denda Administrasi (Cukai) Bunga ·(Pabean) Bunga ( Cuka i) . . :
......(18)............ . Biaya Penagihan dan/atau Cukai Be a Masuk TOTAL UTANG Jumlah Utang (Rp) ........( 1 1)................ (12)........
. :
... . . ( 1 3)................ (14)................ ( 1 5)................ (16)................ ( 1 7)................ (19)................ (20).......
........ (2 1).... . . 1 . memerintahkan Penanggung Bea Masuk . danjatau Cukai termasuk pengurus atau pihak- pihak yang tercantum dalam surat keterangan Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai, untuk membayar jumlah utang bea masuk dan ataufcukai sebesar Rp........ (22).......(.......(23) ...... . ) ditambah dengan biaya penagihan Bea Mas_uk danfatau Cukai sebesar Rp.... . . (24).... (.... . . (25).... . . ), dalam waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh em pat jam) . sesudah pemberitahuan Surat Paksa ini serta menyampaikan bukti pelunasan kepada Kepala Kantor.... . (26).... . 2 . besaran bunga dikenakan sebesar 2% (dua persen) setiap bulan atas keterlambatan pembayaran untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dari jumlah kekurangan pembayaran bea masuk dan sanksi administrasi berupa denda, bagian bulan dihitung satu bulan penuh dengan nilai sebagaimana tercantum dalam tabel halaman 2 .
memerintahkan kepada Jurusita yang melaksanakan Surat Paksa ini atau Jurusita lain yang ditunjuk untuk melanjutkan pelaksanaan Surat Paksa untuk melakukan penyitaan atas barang-barang milik Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai apabila dalam waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh em pat) jam setelah Surat Paksa ini diberitahukan tidak dipenuhi. PERHATIAN TUNGGAKAN HARUS DILUNASI DALAM WAKTU 2X24 JAM SETELAH MENERIMA SURAT PAKSA INI. SESUDAH BATAS WAKTU ITU, TINDAKAN PENAGIHAN UTANG AKAN DILANJUTKAN DENGAN PENYITAAN. (Pasal 1 2 Ayat (1) UU No. 1 9 tahun 1997 tentang Penagihan Pa jak dengan Surat Paksa sebagaimana tdah diubah dengan UU No. 19 tahun 2000) Tembusan :
..........(3 1 )........ . . ;
..........(32)........ . . ; *) coret yang tidak perlu Ditetapkan di :
....... . . (27)............ . . Pada Tanggal : Kepala Kantor t www.jdih.kemenkeu.go.id - 39 - TABEL PERHITUNGAN BUNGA Bunga Waktu Pembayaran Persen Bunga Yang Harus ke- (tanggal periode bunga Bunga Dibayar (Rp) pembayaran) · Akumulatif 1.... (34)...2° / o...(35)...
... (34)...4° / o...(35)...
... (34)...6° / o...(35)...
. . (34)...8° / o...(35)...5.... (34)...1 0° / o...(35)...
...(34)...1 2° / o...(35)...
...(34)...1 4%...(35)...
...(34)...1 6° / o...(35)...
... (34)...1 8o/ o...(35)... 1 0....(34)...20° / o...(35)... 1 1.... (34)...22° / o...(35)... 1 2....(34).... 24o/ o ·...(35)... 1 3.... (34)...26° / o...(35)...
...(34) . ϲ . 28° / o...(35)... 1 5.... (34)...30o/ o...(35)... 1 6.... (34)...32° / o . , , (35) , . , I 1 7.... (34)...34%...(35)... 1 8.... ( 3 4). ϳ . 36o/ o...(35)... 1 9.... (34)...38° / o...(35)...
Nomor (1) Nomor (2) · Nomor (3) . Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor ( 1 0) · Nomor ( 1 1 ) Nomor ( 1 2) · Nomor ( 1 3) Nomor ( 1 4) Nomor ( 1 5) Nomor ( 1 6) Nomor .( 1 7) Nomor· ( 1 8) Nomor ( 1 9) Nomor (20) . Nomor (2 1 ) Nomor (22) Nomor (23) Nomor (24) - 40 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi Kantor Wilayah DJBC yang membawahi Kantor Pelayanan Diisi Kantor Pelayanari penerbit Surat Paksa Diisi nomor Surat Paksa Diisi Kantor Pelayanan penerbit Surat Paksa Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai mempunyai NPPBKC Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nomor dan tanggal Surat Penetapan; Surat Tagihan, atau Surat Keputusan Diisi nomor dan tanggal Surat Teguran, STCK-2 , atau SPPSS Diisi jumlah utang bea masuk (dalam. angka) . Diisi jumlah utang bea masuk anti dumping, bea masuk anti dumping sementara; bea masuk imbalan, bea masuk imbalan sementara, bea masuk tindakan pengamanan, dan atau bea masuk tindakan pengamanan sementara (dalam angka) Diisi jumlah utang cukai (dalam angka) Diisi jumlah utang Sanksi Administrasi berupa Denda di bidang Kepabeanan (dalam angka) Diisi jumlah utang .sanksi Administrasi berupa Denda di bidang cukai ( dalam angka) Diisi jumlah ·utang bunga di bidang Kepabeanan karena keterlambatan pelunasan (dalam angka) .. Diisi jumlah . u tang bung a di bidang cukai karen a keterlambatan pelunasan (dalam angka) Diisi jenis utang lainnya. Diisi jumlah utang lainnya (dalam angka) . Diisi jumlah biaya penagihan Bea Ma,suk ^. dan/atau Cukai (dalam angka) Diisi jumlah total utang (dalam angka) Diisi jumlah total utang bea masuk danj cukai (dalam angka) Diisi jumlah total utang bea masuk danjcukai (dalam huruf) Diisi jumlah biaya penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai (dalam angka) ?-Jomor (25) Šomor (26) Nomor (27) . .. Nomor (28) Nomor (29) Nomor (30) Nomor (3 1 ) . . Nomor (32) Nomor (33) Nomor (34) Nomor (35) - 4 1 - Diisi jumlah biaya penagihan Bea Masuk dan/ a tau Cukai ( dalam huruf) Diisi Kantor Pelayanan yang melakukan monitoring penagihan Diisi nama kota diterbitkannya Surat Paksa Diisi · tanggal, bulan dan tahun diterbitkannya Surat Paksa · Diisi nama Kepala Kantor Pelayanan yang menandatangani Surat Paksa Diisi NIP Kepala Kantor Pelayanan yang menandatangani Surat Paksa Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, jika terkait dengan tagihan cukai Diisi nama Kantor Wilayah yang membawahi Kaptor Pelayanan Diisi tanggal ^. periode bunga pembayaran dengan ketentuan bunga bulan ke- 1 dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal jatuh tempo Surat Penetapan sampai dengan 30 . hari ke depan, untuk bunga bulan ke-2 dihitung 3 1 . (tiga puluh satu) hari setelah tanggal jatuh tempo Surat Penetapan sampai dengan 30 hari ke depan, dari seterusnya (kelipatan 30 (tiga puluh) hari) . Diisi jumlah utang bea masuk, cukai danjatau sanksi administrasi berupa denda dikalikan persen . bunga akumulatif. PETUNJUK PENGISIAN TABEL PENGHITUNGAN BUNGA Contoh ^. untuk kasus Pabean: Tanggal Surat Penetapan adalah 10 Juni 20 1 6 dengan jumlah utang bea masuk dan/atau sanksi . administrasi berupa denda sebesar Rp. 1 00.000. 000,00. Tanggal jatuh tempo adalah 8 Agustus 20 1 6 (60 (enam · puluh) hari) . Bunga Waktu Pembayaran Persen Bunga Yang Harus Dibayar B.unga ke- (tanggal periode bunga pembayaran) Akumulatif (Rp) 1 . 9 Agustus 20 1 6 s.d. 7 September 20 16 2% Rp. 2.000.000,00 (diperoleh dari perkalian antara jumlah u tang be a ·masuk dan/atau sanksi administrasi berupa denda dengan persen bunga akumulatif) 2 . 8 September 20 1 6 s.d. 7 Oktober 20 1 6 4% Rp. 4.000.000,00 3 . 8 Oktober 20 1 6 s.d. 6 November 2016 6% Rp. 6.000.000,00 4....(dst) ... 8%...(dst)... Contoh untuk kasus Cukai: Tanggal Surat Tagihan adalah 1 0 Juni 20 16 dengan jumlah utang bea masuk· danj atau sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 1 00 . 000.000,00. Tanggal jatuh tempo adalah 9 Juli 20 1 6 (30 (tiga puluh) hari) . Bunga Waktu Pembayaran Persen Bung a Bunga Yang Harus Dibayar (Rp) ke- (tanggal periode bunga pembayaran) Akumulatif 1 . 1 0 Juli 20 1 6 s.d. 8 Agustus 20 16 2% Rp. 2.000.000,00 (diperoleh dari perkalian antara jumlah utang cukai dengan persen bunga akumulatif) 2 . 9 Agustus 2 0 1 6 s.d. 7 September · · 4% Rp. 4.000.000,00 20 16 3. 7 September 20 1 6 s.d. 6 Oktober 6% Rp. 6.000.000,00 20 1 6 - 43 - 6 . FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN PIUTANG PAJAK DALAM RANGKA IMPOR (SP3DRI) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT Jl£NDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH.... . . ·............ . . (1)........................................ . KANTOR.................................... . (2)................ . _..................... . . Yth. l .Direktur........ . (3)........ . 2 .Kepala........ . . (4)................ . . (5)........ . . SURAT PEMBERITAHUAN PIUTANG PAJAK DALAM RANGKA IMPOR Nomor: S-........ . . (6)........ . . Sehubungan dengan Surat Teguran nomor.... . .....(7)......... tanggal........ . . (8)...........dengan in ^{ kami beritahukan bahwa: Nama NPWP NPPBKC Alamat .................................. (9).................................................... :
............................... . (10)............................ . . :
....................................................(1 1)................................................ . .
............................ 3.... (12)............................ . .............:
....... mempunyai utang pa jak yang berk ^a itan dengan pungutan impor sebagaimana dimaksud dalam........ . ( 1 3)........ . nomor...........(14)............. tangga1......... . . ( 1 5)........... Jenis dan jumlah utang: PPN Rp............................. . . (16) •............ _.......................................PPh Pas ^· al 22 Rp.................... . ...... . . (17).... .............................................. . . PPnBM Rp...............................(18).... ..................................................Jumlah Rp...............................(19).ƴ................................ ·................... Terbilang (.................................... . .............. (20) . .................................................. . ) . · Selanjutnya piutang tersebut di .atas dilimpahkan kepada Saudara untuk penyelesaian lebih lanjut. Demikian disampaikan, . atas perhatian dan ker jasamanya diucapkan terima kasih. Kepala Kantor ............. . :
... ;
(2 1)..................... . ... . . NIP . :
....... : Tembusan: Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nomor Nom or Nom or Nomor (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0)· ( 1 1) ( 1 2) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5) (16) (17) ( 1 8) ( 1 9) (20) (2 1 ) (22) ^.
(24) (25) - 44 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi Kantor Wilayah DJBC yang membawahi Kantor Pelayanan Diisi Kantor Pelayanan Bea· dan Cukai penerbit Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor (SP3DRI) Diisi Direktur pad a Direktorat J enderal Pajak yang menangani penagihan pajak Diisi Kantor Pelayanan Pajak tempat NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai terdaftar Diisi tanggal, bulan dan tahun· diterbitkannya SP3DRI Diisi nomor SP3DRI Diisi nomor Surat Teguran Diisi tanggal Surat Teguran Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi · jika Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jenis Surat Penetapan, Surat. Tagihan, atau Surat Keputusan misalnya SPTNP, SPKTNP Diisi nomor Surat Penetapan, Surat Tagihan, atau Surat Keputusan Diisi tanggal Surat Penetapan, Surat Tagihan, atau Surat Keputusan Diisi jumlah utang PPN (dalam angka) Diisi jumlah utang PPh pasal 22 (dalam angka) Diisi jumlah utang PPnBM (dalam angka) Diisi jumlah total utang (dalam angka) Diisi jumlah total utang (dalam huruf) Diisi · nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan yang menerbitkan SP3DRI Diisi NIP Kepala Kantor Pelayanan yang menerbitkan SP3DRI Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan penagihan Diisi nama Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai - 45 - 7 . FORMULIR SURAT PERM.OHONAN BANTUAN PELAKSANAAN SURAT PAKSA No. Sifat Lamp iran Hal KOP SURAT DINAS S-............ (1)............ . Segera · · · · · · · · · · · · · · · (2)............ Permohonan Bantuan Pemberitahuan Surat Paksa Yth. Kepala...........(4)........................................ . . (5)............
........ (3)....... Sesuai Pasal 1 0 Undang-Undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000, dengan ini dimohon bantuan Saudara untuk memberitahukan Surat Paksa terhadap Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai sebagai berikut : Nama NPWP NPPBKC Alamat ......................... ·........ (6).......................................................... . . (7)............................................................ (8)............................................................ (9)............. . .. . . : Demikian disampaikan, atas bantuan dan kerjasamanya diucapkan terimakasih. Kepala Kantor Tembusan:
..............(12)........ . . ; Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or· Nomor Nomor Nom or (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0) ( 1 1) ( 1 2) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5) - 46 - PETUNJUK PENGISIAN · Diisi nomor Surat Permohonan Pemberitahuan Surat Paksa Bantuan Diisi jumlah lampiran Surat Permohonan Bantuan Pemberitahuan Surat Paksa Diisi tanggal, · bulan dan tahun diterbitkannya Surat Permohonan Bantuan Pemberitahuan Surat Paksa Diisi nama Kantor Pelayanan yang diminta Bantuan Pemberitahuan Surat Paksa Diisi alamat Kantor Pelayanan yang diminta Bantuan Pemberitahuan Surat Paksa Dlisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk danj atau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi Alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor yang menerbitkan . Surat Permohonan Bantuan Pelaksanaan Surat Paksa Diisi NIP Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Permohonan Bantuan Pelaksanaan Surat Paksa Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi · nama Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan yang meminta bantuan Diisi nama Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan yang diminta bantuan - 47 - 8. FORMULIR SURAT PERINTAH MELAKSANAKAN PENYITAAN KOP SURAT DINAS SURAT PERINTAH MELAKSANAKAN PENYITAAN NOMOR............ . (1).................... . Oleh karena Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai : Nama · NPWP NPPBKC Alamat ........................(2)............................................ . (3)............................................ . (4)............................ . .............. . . (5).................... . Telah dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa nomor........ (6).......tanggal.... . . (7).... . . namun hingga saat ini belum juga melunasi Utang Bea Masuk danfatau Cukai, maka sesuai dengan Pasal 1 2 Undang-Undang nomor 19 Tahun 1997· tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 19 Tahun 2000 dengan ini diperintahkan kepada : Nama NIP Jabatan ..... . .............. . . (8)............ .................. . .............. . . (9) . . :
................... . Jurusita Bea dan C11kai pada............ . . (10).... . ................... . . Untuk melakukan penyitaan barang-barang (barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak) milik Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang berada di tempat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai maupun yang berada di tangan orang lain. Penyitaan agar dilakukan bersama-sama dengan 2 (dua) orang saksi, warga negara Indonesia yang telah mencapai usia 2 1 (dua puluh satu) tahun atau telah dewasa dan da p at dipercaya. Berita acara pelaksanaan sita supaya disampaikan dalam waktu paling lambat.... ,.... . ( 1 1 )........ . . hari setelah pelaksanaan penyitaan.
................ . (12)...............Kepala Kantor · ..... . . ;
. :
... . (13).................... . . NIP........ . . (14).................... . Tembusan:
1...............( 1 5)................. .. 2 . ...... . . ; t www.jdih.kemenkeu.go.id Nomor · (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) · Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor. (8) Nomor (9) Nomor ( 1 0) Nomor ( 1 1 ) Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor ( 1 2) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5) ( 1 6) ( 1 7) . - 48 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi . alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nomor Surat Paksa Diisi tanggal Surat Paksa Diisi nama Jurusita Bea dan Cukai Diisi Nomor Induk Pegawa (Jurusita Bea dan Cukai Diisi nama Kantor Pelayanan tempat Jurusita Bea dan Cukai bertugas Diisi jumlah hari Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan Diisi, tempat, diterbitkannya Penyitaan tanggal, bulan Sur at Perintah dan tahun Melaksanakan Diisi nama dan tanda tangan Kepala Karttor Pelayanan Diisi Nomor Induk Pegawai Kepala Kantor Pelayanan Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi Kantor Wilayah DJBC yang membawahi Kantor Pelayanan yang memerintahkan penyitaan . ^. - 49 - 9 . FORMULIR SURAT PERMINTAAN PEMBLOKIRAN KEKAYAAN PENANGGUNG BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI YANG TERSIMPAN DI BANK No. Sifat Lamp iran Hal KOP SURAT DINAS S-............ (1)............ . Segera · · · · · · · · · · · · · · · (2)............ Permintaan Pemblokiran Barta Kekayaan Penanggung Bea Masuk Dan/ Atau ^. Cukai Yang Tersimpan Di Bank · Yth. Pimpinan............ . .. . . {4)................................
........ (3)....... Sesuai Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa jo Pasal.... (5).... . . Peraturan Menteri Keuangan nomor.... . . (6).... . . ten tang Tata Cara Penagihan Bea Masuk Dan/ Atau Cukai, dengan ini diminta bantuan Saudara untuk melakukan pemblokiran secara seketika atas harta kekayaan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai berupa giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan danjatau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu sebesar.... . . (7).......( . . Â...(8)........ . ) terhadap: Nama NPWP NPPBKC Alamat ......................... . (9)................................................................. . ;
................................................................ . . { 1 1)................................'................ .......... . ...... . ( 1 2).................................... .. . . Permintaan pemblokiran ini disebabkan karena yang bersangkutan tidak melunasi Utang Bea Masuk dan/atau Cukai sebesar........ . . (13)...........(.... . . (14)........ ) dengan rincian sebagaimana terlampir, dan kepada Penanggung Bea Masuk dan/atau ·cukai telah disampaikan Surat Paksa nomor............ ( 1 5)............ . tanggal......... (16)...........dengan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Nomor............ . (17)...............tanggal............ . (18)............. . .. . Se.suai Pasal 4 1A ayat· (3) Undang-Undang nomor 19 tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagainiana tƵlah diubah dengan Undang-Undang nomor 19 tahun 2000, apabila pihak Bank yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan 2 (dua) minggu dan denda paling banyak Rp 1 0.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Demikian disampaikan, atas bantuan dan kerjasamanya diucapkan terima kasih. Kepala Kantor Tembusan: Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor ( 1 0) Nomor ( 1 1 ) Nomor ( 1 2) Nomor ( 1 3) Nomor ( 1 4) Nomor ( 1 5) Nomor ( 1 6) Nomor ( 1 7) Nomor ( 1 8) Nomor ( 1 9) Nomor (20) Nomor (2 1) Nomor (22) Nomor . (23) - 50 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Surat Permintaan Pemblokiran Diisi jumlah lam piran Diisi tanggal, bulan dan tahun diterbitkannya surat Permintaan Pemblokiran . Kekayaan Penanggu ^. ng Bea Masuk Dan/ a tau Cukai Diisi nama dan alamat bank yang dimintakan pemblokinin Diisi pasal dalam peraturan menteri keuangan · mengena1 tatacara penagihan bea masuk dan/atau cukai Diisi nomor Peraturan Menteri Keuangan mengenai Tatacara Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jumlah uang (dalam angka) yang dimintakan pemblokiran Diisi jumlah uang (dalam huruf) yang · dimintakan pemblokiran Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi alamat Penanggun·g Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jumlah utang (dalam angka) Diisi jumlah utang (dalam huruf) Diisi nomor Surat Paksa Diisi tanggal Surat Paksa Diisi nomor Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi tanggal Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi. nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Diisi Nomot Induk Pegawai Kepala Kantor Pelayanan Diisi Direktur yang menangani penenmaan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi Kantor Wilayah DJBC yang membawahi Kantor Pelayanan ^. yang mengajukan pemblokiran rekening. - 5 1 - KOP SURAT DINAS Lampiran Surat Permintaan Pemblokiran Nomor :
..........................(1)...................Tanggal :
..........................(2)................... RINCIAN PERHITUNGAN UTANG BEA MASUK DAN/ ATAU CUKAI No Jenis Utang 1.................... (3).................. ...... 2.................... (3a).... .. :
..........·.... . . ^· 3..... .......... . .' ... (3b) . ....................... 4....................(3c).......................dst. Jumlah Utang (Rp) ...............................(4a).......................................................(4b)_................................................ : Kepala Kantor Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3), (3a) , (3b) , (3c), dst Nom or (4), (4a), (4b), (4c), dst Nomor · (5) Nom or (6) Nomor (7) PETUNJUK PENGISIAN Diisi Nomor Surat Permintaan Pemblokiran Diisi tanggal, bulan dan tahun Surat Permintaan Pemblokiran Diisi rincian tagihan, misal : Angka 3 : Diisi Bea Masuk Angka 3a : Diisi Cukai Angka 3b : Diisi bunga Angka 3c : Diisi biaya penagihan Bea Masuk danjatau Cukai Diisi jumlah utang ( dalam angka) Diisi total utang (dalam angka) Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Diisi Nomor Induk Pegawai Kepala Kantor Pelayanan. - 53 - 1 0. FORMULIR SURAT PERINTAH PEMBERIAN KUASA KEPADA BANK UNTUK MEMBERITAHUKAN HARTA KEKAYAAN KOP SURAT DINAS · SURAT PERINTAH UNTUK lVIEMBERIKAN KUASA KEPADA BANK UNTUK MEMBERITAHUKAN SALDO KEKAYAAN PENANGGUNG BEA MASUK DAN/ ATAU CUKAI YANG TERSIMPAN DI BANK NOMOR:
........................... (1)................................ . . Sesuai Pasal 5 ayat (3) hun: tf c Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara P ^e nyitaan dalam Rangka Penagihan Pa jak dengan Surat Paksa jo. Pasal.... (2).... . Peraturan Menteri Keuangan nomor.... (3).... . . tentang Tata Cara Penagihan Bea Masuk Dan/ Atau Cukai. · Diperintahkan kepada : Nama NPWP NPPBKC Alamat . ........................... . (4)............................................ .. . .................(5)................ . .................... . ..........................(6)................ . .......... . .............................. ...... (7)........ . ........................... Untuk memberikan kuasa kepada : Pimpinan Bank Alamat Bank........ ...................... (8)............................................ . .......................... (9)................ . . : Untuk memberitahukan saldo kekayaan ^· Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang tersimpan pada bank kepada Jurusita Bea dan Cukai :
................ . (13)......... .........Jurusita Bea dan Cukai, Tembusan: Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or · Nomor Nomor · Nomor Nom or Nomor Nomor Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0) ( 1 1) ( 1 2) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5) ( 1 6) ( 1 7) - 54 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Surat Perintah Pemberian Kuasa Diisi pasal dalam peraturan men teri keuangan yang mengenai tatacara penagihan bea. masuk dan/atau cukai Diisi nom or peraturan menteri keuangan yang mengenai tatacara penagihan bea masuk danj atau cukai Diisi nama Penanggung Be a Masuk dan/ a tau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/atau · Cukai mempunyai nomor NPPBKC. Diisi alamat . Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nama Bank yang diberi kuasa Diisi alamat Bank Diisi nama Jurusita Bea dan Cukai Diisi nomor ^· Induk Pegawai Jurusita Bea dan Cukai Diisi alamat Jurusita Bea dan Cukai · Diisi tanggal, bulan dan tahun dikeluarkannya Surat Perintah Pemberian Kuasa ^· Diisi nama dan tandatangan Jurusita Bea dan Cukai Diisi Nomor Jnduk Pegawai Jurusita Bea dan Cukai Diisi nama Kantor Pelayanan tempat Jurusita Bea dan Cukai bertugas Diisi. nama pimpinan bank tempat harta kekayaan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai tersimpan - 55 - 1 1 . FORMULIR SURAT PERMINTAAN PENCABUTAN BLOKIR Nomor Sifat Lampiran . Hal Kepada KOP SURAT DINAS ............. (1)........ . ......Segera............ . (2)............ . . Pencabutan Pemblokiran ..... . .......... . (4).... . .......................... .
................. (3).................... Sehubungan dengan surat kami nomor........ . ^. . . (5)......... . ... tanggal........ (6)........ hal......... . . (7)........ . , dengan ini disampaikan bahwa Utang Bea Masuk dan/atau Cukai dan biaya penagihan telah dilunasi oleh Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, maka sesuai · dengan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 ten tang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa jo Pasal . .. . (8).... . . Peraturan Menteri Keuangan nomor.... . (9).......tentang Tata Cara Penagihan Bea Masuk Dan/ Atau Cukai, dengan ini diminta kepada Saudara untuk mencabut pemblokiran terhadap harta kekayaan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai sebagai berikut: Nama NPWP NPPBKC Alamat ......... .. . ........... . . (10)......................................... .............. .. ( 1 1).... . ... Demikian disampaikan, atas ^b antuan dan kerjasamanya diucapkan terima kasih. Kepala Kantor Tembusan:
... .......... . ( 1 6).... ...... ...... ...... . . 2........ . : Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) · Nomor (8) Nomor (9) Nomor ( 1 0) Nomor ( 1 1) Nomor ( 1 2) Nomor ( 1 3) Nomor ( 1 4) Nomor ( 1 5) Nomor ( 1 6) Nomor ( 1 7) Nomor ( 1 8) Nomor ( 1 8) - 56 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Pemblokiran Sur at Diisi jumlah lam piran Permintaan Pencabutan Diisi tanggal, bulan dan tahun diterbitkannya Surat Permintaan Pencabutan Pemblokiran -Diisi pimpinan dan alamat bank yang dimintakan pencabutan pemblokiran, dalam hal permohonan p ^encabutan pemblokiran atas harta kekayaan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang tersim pan di bank - Diisi ketua dan alamat Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal permohonan pencabutan pemblokiran atas harta kekayaan Penanggung Be a Masuk dan j · atau Cukai berupa rekening efek. Diisi nom or ·surat permintaan pemblokiran Diisi tanggal surat permintaan pemblokiran Diisi perihal surat permintaan pemblokiran Diisi pasal dalam Peraturan · Menteri Keuangan mengenai Tatacara Penagihan Be a Masuk dan j a tau Cukai Diisi nomor Peraturan Menteri Keuangan mengenai Tatacara Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika· Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai mempunyai nomor .NPPBKC. Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Diisi nomor induk pegawai Kepala Kantor Pelayanan Diisi Ketua Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal permohonan pencabutan pemblokiran atas harta kekayaan Penanggung Bea · Masuk dan/atau Cukai yang tersimpan di bank Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi Kantor Wilayah DJBC yang membawahi Kantor Pelayanan yang mengajukan pencabutan pemblokiran 1 2 . FORMULIR . SURAT PERMINTAAN PEMBLOKIRAN OBLIGASI/ SAHAM DAN SEJENISNYA Nomor Sifat Lampiran Hal KOP SURAT DINAS ..... . . _. . (1)........ . . Segera........ . (2)........ . Permintaan Pemblokiran dan Keterangan tentang Rekening Efek yang tersimpan pada Kustodian Yth.Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan........ . ...... . (4).......................
............... (3)................ Sesuai Pasal 5 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa jo Pasal.... (5).... . . Peraturan Menteri Keuangan nomor. . ... . (6}.... . . tentang Tata Cara Penagihan Bea Masuk Dan/ Atau Cukai, dengan ini diminta bantuan Saudara untuk melakukan pemblokiran secara seketika atas harta kekayaan Penanggung Bea Masuk dan/atau CukÊi berupa obligasi, saham, dan sejenisnya sebesar.... .. (7)].... . . (.... . . (8)........ . ) terhadap : Nama NPWP NPPBKC Nom or Rekening Alamat ......................... (9).................................... .....................(10)................................ .
1.................... . . ( 1 1 )............. . .. . ....................................... . ( 12}......................................................... (13)................................ . Permintaan pemblokiran ini disebabkan karena yang bersangkutan tidak melunasi utang Bea Masuk dan/atau Cukai sebesar........ . . (14)........ . . : (.... .. (15).... . . :
) dengan rincian sebagaimana terlampi ^r , dan kepada Penanggung ^· Bea Masuk dan/atau Cukai telah disampaikan Surat Paksa . nomor............ (16)............ . tanggal........ { 17)...........dengan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Nomor............ . (18).......;
......tanggal.............. (19)................ Untuk keperluan penyitaan atas rekening efek tersebut, pemblokiran hendaknya disertai . dengan pemberian keterangan ten tang jenis, jumlah dan rincian dari rekening efek yang diblokir tersebut kepada : Demikian disampaikan, atas bantuan dan .keËjasamanya diucapkan terima kasih. Direktur J enderal Tembusan: Nomor . Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nomor . Nomor Nom or Nom or Nom or · Nomor Nomor Nomor Nomor Nom or Nomor Nomor · Nomor (1) (2) .
(4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0) ( 1 1) ·( 1 2) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5) (16) ( 1 7) ( 1 8) ( 1 9) (20) (2 1) - 58 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Surat Permintaan Pemblokiran Diisi jumlah lampiran Diisi tanggal, bulan dan tahun diterbitkannya Surat Permintaan Pemblokiran. Diisi alamat Dewan Komisioner Otoritas J as a Keuangan Diisi pasal dalam peraturan menteri keuangan mengenai tatacara penagihan bea masuk dan/atau cukai Diisi nomor peraturan menteri keuangan mengenai tatacara penagihan bea masuk dan/atau cukai Diisi jumlah uang (dalam angka) yang dimintakan pem blokiran Diisi jumlah uang (dalam huruf) yang dimintakan pem blokiran Diisi nama Penanggung Bea Masuk dati/ atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi nomor rekening Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jumlah utang (dalam angka) Diisi jumlah utang (dalam huruf) Diisi nomor Surat Paksa Diisi tanggal Surat Paksa Diisi nomor Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi tanggal Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi nama pihak yang diberi keterangan pemblokiran, diisi dalam hal permintaan Pemblokiran tersebut disertai dengan permintaan keterangan tentang rekening efek pada Kustodian. Diisi j abatan pihak yang diberi keterangan pemblokiran, diisi dalam hal pennintaan Pemblokiran tersebut disertai dengan permintaan keterangan tentang rekening efek pada Kustodian · ϱomor (22) : : .Jomor (23) · : : .Jomor (24) Nomor (25) Nom or (26) Nom or (27) - 59 - Diisi nama dan tanda tangan .Direktur Jenderal Bea dan Cukai Diisi Nomor Induk Pegawai Direktur Jenderal Bea dan Cukai Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi Kantor Wilayah DJBC yang membawahi Kantor Pelayanan yang mengajukan pemblokiran rekening. Diisi Kantor Pelayanan yang mengajukan pem blokiran rekening. KOP SURAT DINAS Lampiran Surat Permintaan Pemblokiran Nomor........................ (1).................... Tanggal :
....................... (2) ................... .. RINCIAN PERHITUNGAN UTANG BEA MASUK DAN/ ATAU CUKAI No Jenis Utang 1.................... (3).......................2. ·...................(3a)............. ........... 3·....................(3b).... . .. .............. . . 4....................(3c)..................... . . dst. Jumlah Utang (Rp) Kepala Kantor šomor (1) . Čomor (2) Çomor (3) , (3a) , (3b) ,(3c) , dst Nomor .(4), (4a), (4b), (4c), dst Nom or (5) Nom or (6) Nom or (7) - 6 1 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi Nomor Surat Permintaan Pemblokiran Diisi tanggal, bulan dan tahun Surat Permintaan Pemblokiran Diisi rincian tagihan, misal : Angka 3 Diisi Bea Masuk Angka 3a Diisi Cukai Angka 3b Diisi bunga Angka 3c Diisi · biaya penagihan Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi jumlah utang (dalain angka) Diisi total utang (dalam angka) Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Diisi Nomo.r Induk Pegawai .Kepala ^· Kantor Pelayanan. 1 3 . FORMULIR SURAT PERINGATAN UNTUK PENYITAAN PIUTANG Nomor Sifat Lampiran Hal KOP SURAT DINAS ......... (1)........ . . Segera........ . (2).... .. . .. . Peringatan Penyitaan Piutang up.tuk Pelunasan Utang Bea Masuk dan/atau Cukai Yth........ . .....(4)............ . .
............ . (3)................ Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2000 diatur bahwa untuk pelunasan Utang Bea Masuk dan/atau Cukai dapat ditempuh dengan melakukan penyitaan terhadap barang milik Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang berada di tangan pihak lain, antara lain berupa piutang. Berdasarkan catatan kami, hingga saat ini Saudara belum juga melunasi Utang Bea Masuk dan/ a tau Cukai sebesar........ . . (5)...........(.... . . (6)........ ), dan kepada Saudara telah disampaikan Surat Paksa nomor............ (7)............ . tanggal........ (8)........ . .. dengan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Nomor............ . (9). .. ............ tanggal Á............ (10)................ . Apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat ini, Saudara tetap tidak . melunasi Utang Bea Masuk dan/atau Cukai tersebut, kami akan segera melakukan tindakan penagihan aktif, berupa penyampaian Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan terhadap piutang Saudara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. · Demikian disampaikan untuk mendapat perhatian Saudara. Kepala Kantor, Tembusan: Čomor (1) Çom or (2) · : : .J"omor (3) : : Jomor (4) Nomor (5) . · Nomor (6) Nomor (7) ^. Nom or (8) Nom or (9) Nomor ( 1 0) Nom or ( 1 1) · Nomor ( 1 2) Nom or ( 1 3) Nom or ( 1 4) Nomor ( 1 5) - 63 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Surat Peringatan Diisi jumlah lampiran Surat Peringatan Diisi tanggal, bulan dan tahun diterbitkannya . Surat Peringatan. Diisi nama dan ·alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jumlah utang (dalam angka) Diisi jumlah utang (dalam huruf) Diisi nomor Surat Paksa (dalam huruf) Diisi tanggal, bulan dan tahun Surat Paksa ( dalam huruf) Diisi nomor Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi tanggal Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Diisi nomor induk pegawai Kepala Kantor Pelayanan Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi Kantor Wilayah DJBC yang membawahi Kantor Pelayanan yang mengajukan pem blokiran rekening. t www.jdih.kemenkeu.go.id 1 4 . FORMULIR SURAT PENCABUTAN SITA Nomor Sifat Lamp iran · ^Hal Kepada : · Nama NPWP NPPBKC A lam at KOP SURAT DINAS . . ....... . (1)........ . . Segera......... (2)........ . . Pencabutan Sita ........................(4) . .......................... . .............................(5)...............·................ :
....... .............. . . (6)........................................................ (7).................... Ĕ............
................ . . (3).... . .......... . Berhubung Saudara telah melunasi Utang Bea Masuk dan/atau Cukai, maka sesuai dengan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, penyitaan atas barang milik ^· saudara yang telah dilakukan pada tanggal............ . . (8)............ . . dengan ini Demikian disampaikan untuk diketahui. Tembusan: Kepala Kantor ċomor ϩom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nom or Nomor· Nom or Nomor Nomor (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0) ( 1 1 ) ( 1 2) ( 1 3) - 65 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Surat Pencabutan Sita Diisi jumlah lampiran Surat Pencabutan Sita Diisi tanggal, bulan dan tahun diterbitkannya Surat Pencabutan Sita Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggling Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi tanggal dilaksanakannya penyitaan Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Diisi Nomor Induk Pegawai Kepala Kantor Pelayanan Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan. penagihan Diisi Direktur yang m.enangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi Kantor Wilayah DJBC yang membawahi Kantor Pelayanan yang mengajukan pencabutan Sita 1 5. FORMULIR SURAT PERMO HONAN BANTU AN PELAKSANAAN PENYITAAN No. sir at Lampiran Hal KOP SURAT DINAS . . Segera...............(2)............ Permohonan Bantuan Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Yth.... ........................ . (4)...............................:
........... . (5)...........
........ (3)....... Sesuai Pasal 20 ·undang-Undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000, dengan ini dimohon bantuan Saudara untuk menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan terhadap Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai sebagai berikut: Nama NPWP NPPBKC Alamat ................................. (6)............................................................ (7)............................................................ (8)........................................ . :
... . ,............ (9)........................... Apabila Saudara telah selesai melakukan penyitaan. dimohon untuk segera melaporkan . kepada kami dengan dilampiri:
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, b. Berita AcƳra Pelaksanaan Sita; dan
lampitan Berita Acara Pelaksanaan Sita. Demikian disampaikan, atas bantuan dan kerjasamanya diucapkan terimakasih. Kepala Kantor Tembusan:
....................................... . . (12)........ . . ;
....................................... . . (13)........ . . ; 3 . Kepala Kanwil DJBC........ . ( 1 4)........ . . ; *)coret yang tidak perlu · · Nomor . (1) Nomor (2) · Nomor . (3) Ϫom or Çom or ='Tom or ='Tom or Nomor · Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nomor Nom or (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0) ( 1 1) ( 1 2) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5) - 67 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Surat Permohonan Bantuan Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi jumlah lampiran Surat Permohonan Bantuan Penerbitan Surat Perintah ·Melaksanakan Penyitaan Diisi tanggal, bulan dan tahun diterbitkannya Surat Permohonan Bantuan Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi nama Kantor Pelayanan yang diminta bantuan Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi alamat Kantor Pelayanan yang diminta bantuan Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi namϫ dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan yang menerbitkan Surat Permohonan Bantuan Pe1; 1erbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi NIP Kepala Kantor Pelayanan yang menerbitkan Surat Permohonan Bantuan Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi nama Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan yang meminta bantuan pelaksanaan penyitaan Diisi nama Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan yang diminta bantuan pelaksanaan penyitaan . ^1 6 . FORMULIR SURAT PERMOHONAN PENCEGAHAN KOP SURAT DINAS ......... (1)........................ (3)................ Segera ·........ . (2)........ . . Nom or Sifat Lampiran Hal Permohonan Pencegahan Bepergian ke Luar Negeri Yth. Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Bea dan Cukai Sesuai dengan Pasal 29, 30, ƶ 1 , dan 32 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun . 2000, dengan ini diajukan permohonan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai sebagai berikut: 1 . Nama...............................................(4).................... . .................. . . 2 . Nomor Identitas · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · : · · · · · · · · · · · · · · · · · · (5)........................................ . 3. Tempat dan Tanggal lahir...............................................(6)........................................ . 4 . Alamat................................................ (7)........................................ . 5 . . J en is Kelamin · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · . · · · · · · · · · · · · · · · · (8)........................................ . 6. Agama..................... ·............ . . ,......... . . (9)...........................·............ . .
Kewarganegaraan............ ................................... . (10)........ ............................... . . 8. Pekerjaan...............................................( 1 1)........................................ 9 . Jabatan...............................................( 1 2)...: · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · permohonan pencegahan bepergian ke luar negeri tersebut diajukan dengan alasan :
Jurrilah Utang Bea Masuk danjatau Cukai sebesar Rp........ (13)............ (........ (14)............ . . ) b. Diragukan itikad baiknya dalam pelunasan utang Bea Masuk dan/atau Cukai karena.... . .....( . . iS.; Berkenaan dengan hal tersebut, diusulkan agar pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai dimaksud, dilaksanakan dalam jangka waktu...........( 1 6).... ( . . (17) . . ).... . bulan. Untuk melengkapi permohonan pencegahan bepergian ke luar negeri, terlam pir dis am paikan : Demikian disampaikan, apabila Bapak tidak berpendapat lain mohon dapat diproses lebih lanjut. Kepala Kantor ................(19).................... . . NIP...........(20)..................... Tembusan:
................... . . (2 1).Ʒ........ · · · · · · · · · · · · · · · 2.................... . . (22)................ . . : Ϯomor (1) · ϯomor (2) ϰomor (3) Ϭomor (4) ϭomor (5) šomor (6) Çomor (7) Çomor (8) ċomor (9) Nomor ( 1 0) Nomor ( 1 1 ) Nomor ( 1 2) Nomor ( 1 3) Nomor ( 1 4) Nomor ( 1 5) Nomor (16) Nomor ( 1 7) Nomor ( 1 8) Nomor .(1 9) Nomor (20) Nomor (2 1 ) Nomor (22) Notnor (23) Nomor (24) - 69 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi Nomor Surat Permintaan Pencegahan Diisi jumlah lampiran Surat Permintaan Pencegahan Diisi tanggal, bulan, dan tahun diterbitkannya Surat Permintaan Pencegahan Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nomor identitas Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai (diisi nomor KTP, SIM atau Passport) Diisi tempat dan tanggal lahir Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jenis kelamin Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jenis agama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi kewarganegaraan Penanggung Be a Masuk dan 1 . atau Cukai Diisi pekerjaan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jabatan Penanggung Bea Masuk dan/. atau Cukai Diisi jumlah Utang Bea Masuk danj atau Cukai ( dalam angka) Diisi jumlah Utang Bea Masuk danj atau Cukai ( dalam huruf) Diisi alasan diragukannya itikad baik Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai dalam melunasi utangnya Diisi lamanya waktu pencegahan (dalam angka) Diisi lamanya waktu pencegahan (dalam huruf) Diisi dokumen lain yang perlu dilampirkan Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Diisi Nomor Induk Pegawai Kepala Kantor Pelayanan Diisi Direktur . yang menangani pener1maan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi Direktur yang menangani penindakan dan penyidikan Diisi Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan KOP SURAT DINAS IKHTISAR PERMOHONAN PENCEGAHAN KE LUAR NEGERI · ^Nama NPWP................ . . /........................ . . (1)........................ .......................... .
.... À.................................... . . (2)................................................ . .. . . NPPBKC............................................ (3)_.... ............................................... . Alamat............................................ (4).................................... 9.... 0 · · · · · · · · · I . ^. Daftar Rincian Utang No Jenis Utang Ju ^m lah Utang 1..................... (5)................................................ . . (6)............................ . 2..... . .............. (Sa)................................................ . (6a)............................ . 3....................(5b}.... . ...... .............. ...................... . . (6b)............................ . 4. . .................. (Sc) .................................................(6c)............................ Dst. Total u ^· tang........................ . . (7)........................ . · . ^. ^. II. Tindakan penagihan yang telah dilakukan No. Tindakan Penagihan Nomor Tanggal Keterangan 1 Surat Penetapan/.... :
... . (8)................ .. (9) . . ,.... Surat Tagihan 2. Surat Teguran........ . . (10)................ . ( 1 1)....... 3 . Surat Paksa........ . . (121· · · · · · ·........ . È(13)....... 4 . SPMP........ . . ( 14}................ . (15).......
...........(16).... ...... . .. III. Upaya Hukum yang dilakukan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Jenis Nomor Tanggal Putusan Keberatan.... . (17).... ·.... . (18) .........(1 9 ).... Banding.... . (20)........ . (2 1)........ . (22).... Peninjauan.... . (23)........ . (24)........ . . (25).... Kern bali..... (26).... . :
.. IV. Kelengkapan Dokumen 1 . ^Fotocopy ^Identitas Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai · a. KTP j SIM/Pasport b. NPWP c. NPPBKC d. Akte Perusahaan 2 ^. Fotocopy Dokumen Penagihan a. Surat Penetapanj Surat Tagihan b. Surat Teguran c. Surat Paksa d. SPMP Keterangan Ada Tidak a Fotocopy Dokumen Upaya Hukum a. Putusan Keberatan b. Putusan Banding c. PutU: san Peninjauan Kembali - 7 1 - Kepala Kantor · Nomor (1) . Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor. (5) , (Sa) , (5b) ,(5c) , dst Nomor (6), (6a), (6b) , (6c) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) . Nomor ( 1 0) Nomor ( 1 1 ) · Nomor ( 1 2) Nomor ( 1 3) Nomor ( 1 4) N6mor ( 1 5) Nomor (16) Nomor ( 1 7) Nomor ( 1 8) Nomor (19) Nomor (20) Nomor (2 1) Nomor (22) Nomor (23) Nomor (24) Nomor (25) Nomor (26) - 72 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP . Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai mempunyai nomor NPPBKC. Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi rincian U tang, misal : Angka 5 Diisi Bea Masuk Angka 5a Diisi Cukai Angka 5b Diisi bunga Angka 5c Diisi biaya penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jumlah Utang (dalam angka) Diisi total Utang Diisi nomor Surat Penetapan/ Surat Tagihan Diisi· tanggal Surat Penetapan/ Surat Tagihan Diisi nomor Surat Teguran Diisi tanggal Surat Teguran . ^Diisi . ^nom or Sur at Paksa Diisi tanggal Surat Paksa Diisi nom or Sur at . Perin tah Melaksanakan Penyitaan Diisi tanggal ^. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi tindakan penagihan lain yang sudah dilakukan Diisi nomor Putusan Keberatan Diisi tanggal Putusan Keberatan Diisi hasil Putusan Keberatan Diisi nomor Putusan Banding Diisi tanggal Putusan Banding Diisi hasil Putusan Banding Diisi nomor Peninjauan Kembali Diisi tanggal Peninjauan Kembali Diisi hasil ^. Peninjauan Kembali Diisi upaya hukum lain yang dilakukan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai. t www.jdih.kemenkeu.go.id : !'Jomor (27) ċomor (28) Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Diisi Nomor Induk Pegawai Kepala Kantor . Pelayanan 0 www.jdih.kemenkeu.go.id 1 7 . FORMULIR SURAT PERINTAH PENYANDERAAN Pertim bang an Dasar Untuk KOP SURAT DINAS SURAT PERINTAH PENYANDERAAN Nomor:
................... . (1)........................ Untuk kepentingan penagihan pajak dalam rangka mengamankan penerimaan keuangan negara perlu dilakukan penyanderaan 1 . Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa; 2 . Peraturan Pemerintah ·Nomor 1 3 7 Tahun 2000 tentang Tempat Dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak, Dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa;
Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Nomor: M-02.UM.09. 0 1 Tahun 2003 dan nomor : 294/KMK.03/2003 Tanggal 23 Juni 2003 tentang Tata Cara Penitipan Penanggung Pajak Yang Disandera Di Rumah Tahanan Negara Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa;
Surat Paksa Nom or............ (2)............ . Tanggal:
........... (3)............ . , dan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa nomor............ (4)...........Tanggal............ (5)............ . . ;
Surat Izin Penyanderaan dari Menteri Keuangan nomor............ (6)............ . . tanggal........ ....... . (7)................ . . ; DIPERINTAHKAN ................ . . (10)............................ . . Pangkat......... :
................... . ( 1 1)...............................Jabatan 3 . Nama/ NIP............................ . . ( 1 2)............................................ . . _ . . : 1 . a. Melakukan Penyanderaan terhadap Penanggung Bea Masuk dan atau Cukai dengan indentitas sebagai berikut: Nama........................ . ·.... (16)................ . . Nom or Identitas........................ . .. . . (17)................ . . Tempat dan Tanggal............................ . ( 1 8)................ . la.hir Alamat........................ . .. . . (19)....................Jenis Kelamin............................ . (20)...............,.... Agama.... . . ^........................(2 1).................... Kewarganegaraan............................ . (22).................... Pekerjaan............................ . (23).................... Jabatan............................ . (24).................... b . Penyanderaan dila.kukan dengan alasan Penanggung Bea. Masuk danjatau Cukai mempunyai Utang Bea Masuk danjatau Cukai sebesar Rp........ (25)............ (........ (26)............ . . ) 2 . Membuat Berita · Acara Pelaksanaan Penyanderaan. pada saat Penanggung Bea Masuk dan I atau Cukai ditempatkan di tempat penyanderaan/ rumah tahanan Negara. - 75 - Dikeluarkan di Pada tanggal Kepala Kantor ......... . . (30).......................(3 1)........ . .
...............(32).................... . NIP........ . (33). :
.................. Pada hari ini.... . . ^....(34)........ . . tanggal............ (35)............. bulan.......(36)........ . tahun.......(37).......Surat Perintah Penyanderaan diserahkan kepada Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai yang disandera. · Yang MenerimajPenanggung Bea Masuk danjatau Cukai Yang Disandera Yang Menyerahkan/ Jurusita Bea dan Cukai Nom or (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) · Nomor . (7) Nomor (8) Nomor (9) Nom or ( 1 0) dan ( 1 3) Nom or ( 1 1) dan ( 1 4) Nomor ( 1 2) dan ( 1 5) Nomor ( 1 6) Nomor ( 1 7) Nom or ( 1 8) Nomor (19) Nomo: r (20) Nom or (2 1) Nomor (22) Nomor (23 Nomor (24) Nomor (25) Nomor (26) - 76 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Surat Perintah Penyanderaan Diisi nomor Surat Pe3_ksa Diisi tanggal, . bulan dan tahun diterbitkannya Surat Paksa Diisi Nomor Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi tanggal, bulan dan tahun diterbitkannya Berita.Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi nomor Surat Izin Penyanderaan Diisi tanggal, bulan dan tahun Surat Izin Penyanderaan Diisi nama dan NIP Jurusita Bea dan Cukai yang akan melakukan penyanderaan Diisi pangkat Jurusita Bea dan Cukai yang akan melakukan penyanderaan Diisi nama dan NIP Pegawai yang akan melakukan penyanderaan Diisi pangkat Pegawai yang akan melakukan penyanderaan Diisi jabatan Pegawai yang akan melakukan penyanderaan . ^Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nomor identitas Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai (diisi nomor KTP, SIM atau Passport) Diisi tern pat dan tanggal lahir Penanggung Be a Masuk dan/atau Cukai Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jenis kelamin Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jenis agama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi kewarganegaraan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi pekerjaan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jabatan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jumlah utang (dalam angka) Diisi jumlah utang (dalam huruf) Nomor (27) Nomor (28) ϥomor (29) Čomor (30) Çomor (3 1) : '-Iomor (32) Nomor (33) Nomor (34) Nomor (35) Nomor (36) · Nomor ^. (37) Nomor (38) Nomor (39) Nomor (40) - 77 - Diisi us ulan lama penyanderaan ( dalam angka) Diisi usulan lama penyanderaan (dalam huruf) Diisi tempat Penanggung Bea Masuk dan/atau · Cukai ditempatkan Diisi kota Surat Perintah Penyanderaan diterbitkan Diisi tanggal, bulan dan tahun Surat Perintah Penyanderaan diterbitkan Diisi nama dan tanda · tangan Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan Diisi NIP Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Perirttah Penyanderaan Diisi nama hari penyerahan Surat Perintah Penyanderaan kepada Penangung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi tanggal (dengan huruf) penyerahan Surat Perintah Penyanderaan kepada Penangung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi bulan (dengan huruf) penyerahan Surat Perintah Penyanderaan kepada Penangung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi tahun (dengan huruf) penyerahan Surat Perirttah Penyanderaan kepada Penangung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nama dan tanda tangan pihak yang menerima Surat Perintah Penyanderaan Diisi nama dan tanda tangan Jurusita Bea dan . Cukai jpihak yang menyerahkan Surat Perintah -?enyanderaan Diisi Nomor Induk Pegawai Jurusita Bea dan Cukaijpihak yang menyerahkan Surat Perintah Penyanderaan 1 8 . FORMULIR SURAT PERMOHONAN IZIN PENYANDERAAN KOP SURAT DINAS ......... (1)........................ (3)................ Segera........ . (2)........ . . Nomor Sifat Lamp iran Hal Permohonan Izin Melakukan Penyanderaan Yth. Menteri Keuangan. melalui Direktur Jenderal Bea dan Cukai Sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, dengan ini diajukart permohonan izin melakukan penyanderaan terhadap Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai sebagai berikut: 1 . · Nama 2 . Nomor Identitas 3 . Tempat dan Tanggal lahir 4. Alamat 5. J enis Kelamin 6·. Agama · 7 . 8. 9. Kewarganegaraan Pekerjaan Jabatan ............................................. . . (4)........................................................................................ (5)........................................................................ . . :
....... . ;
..(6).................................... . . :
. · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · . · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · (7)............................................ . .......................................... . (8)..................................... . ... .
............ . _................................ . (9)........................................................................................ (10)............................................ . .................................. .. . . :
... ( 1 1)............................ . . · · · · · · · · · ·...............................................( 1 2)....................................... permohonan izin melakukan penyanderaan tersebut diajukan dengan alasan:
Jumlah Utang Bea Masuk danjatau Cukai sebesar Rp........ ( 1 3)............ (:
......( 1 4)............ . . ) b. Diragukan itikad baiknya dalam pelunasan utang Bea Masuk dan/atau Cukai karena........ . . ( . . 1 5 . . )........ . .. Berkenaan dengan hal tersebut, diusulkan agar penyanderaan terhadap Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai dimaksud, dilaksanakan dalam jangka waktu......... . . (16).... ( .. (17) . . ).... . bulan. Untuk melengkapi permohonan izin melakukan penyanderaan, terlampir disampaikan :
Iktisar permohonan penyanderaan. b. · Foto kopi dokumen kelengkapan Demikian disampaikan, apabila Bapak tidak berpendapat lain mohon dapat diproses lebih lanjut. Kepala Kantor ................(19).................... . . NIP...........(20) . .................. . . TembU: san: · Šomor ='Tomor· ='Tomor Nomor Nomor Nomor . Nom or Nom or . ^Nomor Nom or Nom or Nom or Nomor · · Nomor . Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0) ( 1 1) ( 1 2) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5) ( 1 6) ( 1 7) ( 1 8) (19) (20) (2 1 ) (22) (23) {24) - 79 - ^. PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Surat Permohonan Izin Penyanderaan Diisi jumlah lampiran Surat Permohonan · Izin Penyanderaan Diisi tanggal, bulan dan tahun Surat Permohonan Izin Penyanderaan Diisi nama Penanggung · Bea Masuk dan/atau Cvkai Diisi nomor identitas Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai ( diisi nom or KTP, SIM a tau Passport) Diisi tern pat dan tanggal lahir Penanggung Be a Masuk dan/atau. Cukai Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jenis kelamin Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jenis agama Penanggung · Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi kewarganegaraan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi pekerjaan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jabatan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai . Diisi jumlah U tang ( dalam angka) Diisi jumlah Utang (dalam huruf) · · · Diisi uraian yang menjadi alasan keraguan terhadap itikad Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi us ulan lama penyanderaan ( dalam angka) Diisi usulan lama penyanderaan (dalam huruf) Diisi dokumen lainnya Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan · Diisi NIP Kepala Kantor Pelayanan Diisi Direktur yang menangan1 penerimaan dan · ^penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi Direktur yang menangani penindakan dan penyidikan Diisi Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan KOP SURAT DINAS IKHTISAR PERMOHONAN MELAKUKAN PENYANDERAAN Nama NPWP NPPBKC Alamat ............................................(1)............................................................ . .................................. (2)...........................-...................................................................(3)............................ . . • . •...............................................................(4)................................................... L Daftar Rincian Uta ^É g No Jenis Utang Jumlah Utang 1.................... (5).... .. . ..........................................(6)............................ . 2....................(Sa)................................................ . . (6 a ).... . ....................... . 3.................. . . (Sb)................................................. (6 b ) ...... . ,................. . .. . 4........:
..........(S c )......................... ...................... . . (6 c )............................ . . Dst. Jumlah........................ . . (7).... . ...................... . II. Tindakan penagihan yang telah dilakukan No. Tindakan Penagihan Nomor Tanggal Keterangan 1 Surat Penetapanl · · · · · · : · · · (8).......,........ . (9).......Surat Tagihan 2. · Surat Teguran........ ;
(10)................ . (1 1).......3 . Surat Paksa........ . . (12)................. (13).......4. SPMP........ . . ( 14 1 · · · · · · ·........ . .J15).... . .. 5............(16)............ . III. Upaya hukum yang ·dilakukan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Jenis Nomor Tal).ggal Putusan Keberatan . .. ... (17)........ . . (18).... . .... (19).... Banding.... . (20)........ . (2 1).... .....(22).... Peninjalian.... . (23) ...... . .. (24)....
.... ' (25).... Kern bali.... . (26)........ . IV. Kelengkapan Dokumen 1 . Fotocopy Identitas Penanggung Bea Masuk danlatau Cukai a. KTP I SIMI Pas port b. NPWP c . NPPBKC d. Akte Perusahaan 2 . . Fotocopy Dokumen Penagihan a. Surat Penetapani Surat Tagihan b. Surat Teguran c. Surat Paksa d. SPMP · Keterangan Ada Tidak 3. Fotocopy Dokumen Upaya Hukum a. Putusan Keberatan b. Putusan Banding c. Putusan Peninjauan Kembali - 8 1 - Kepala Kantor c www.jdih.kemenkeu.go.id Nomor Nom or Nomor Nom or Nom or (1) (2) (3) (4) (S) , (Sa), (Sb) , (Sc), dst Nomor (6) , (6a) , (6b), (6c) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor ( 1 0) Nomor ( 1 1 ) . Nomor . ( 1 2) Nomor ( 1 3) Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nom or ( 1 4) ( 1 S) (16) ( 1 7) ( 1 8) ( 1 9) (20) (2 1 ) (22) (23) (24) (2S) - 82 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai · Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/ . ^atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung ^. Bea Masuk dan/atau Cukai mempunyai nomor NPPBKC. Diisi alamat Penanggung Be a Masuk dan I atau Cukai Diisi rincian U tang, misal : Angka S Angka Sa Angka Sb Angka Sc Diisi Bea Masuk Diisi Cukai Diisi bunga Diisi biaya penagihan Bea Masuk dan/atau CukϦi Diisi jumlah U tang ( dalam angka) Diisi total U tang Diisi nom or Sur at Penetapan / Surat Tagihan . Diisi tanggal Sur at Penetapan I Sur at Tagihan Diisi nomor Surat Teguran Diisi tanggal Surat Teguran Diisi nomor Surat Paksa Diisi tanggal Surat Paksa Diisi nomor Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi tanggal Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi tindakan penagihan lain yang . sudah dilakukan Diisi nomor Putusan Keberatan Diisi tanggal Putusan Keberatan Diisi hasil Putusan Keberatan Diisi nomor Putusan Banding Diisi tanggal Putusan Ba,nding Diisi hasil Putusan Banding Diisi nomor Peninjauan Kembali Diisi tanggal Peninjauan Kembali Diisi hasil Peninjauan Kembali Nom or (26) Nom or (27) Nomor (28) - 83 - Diisi upaya hukum lain yang dilakukan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai. Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Diisi Nomor Induk Pegawai Kepala Kantor Pelayanan 1 9 . FORMULIR SURAT PERMINTAAN BANTUAN KEM ENTERIAN KEUANGAN REPUB LIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH ..................... (1) .................... . KANTOR PELAYANAN ..................... (2) ........................ . No. s - ... (3) ...... Lampira n · Satu Berkas Hal Permintaan Bantuan u ntuk Menangka p Penang u ng Bea Masuk dan/atau Cukai yang aka n Disandera yang Melarikan Diri atau Bersembunyi . Yth . Kepala. Kepolisian Resort ......... (5) .......... .. di ......... (6) ......... Tanggal ......... (4) ......... Sehubungan dengan Pelaksanaan Pasal 33 U nd ang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaima na telah diuba h terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, telah d iterbitkan Surat Perintah Penyanderaan oleh Kantor Pelayanan ..................... (7).................. Nomor .................. (8)..................... tanggal ............ (9) ............ . kepada J urusita Bea dan Cukai atas nama : Nama/NIP Pang kat/go I o ng an Jabatan U n it Kerja Alamat Kantor .......................................... (10) ......................................... .
............................ : · · · " ' ' " " ' (1 1 )........................................ .. J urusita Bea dan Cukai .......................................... (12) ......................................... . .......................................... (13) .................. ....................... . Meng i ngat Penanggung Bea ·Masuk dan/atau ^· Cuka i yang aka n d isandera tidak dapat d item u ka n karena melarika n d iri atau bersembunyi, dengan ini kam i mahan bantuan Saudara u ntuk melakuka n penangkapan terhada p Penangg u ng Bea Masuk dan/atau Cuka i dengan identitas sebagai berikut : Nama N PWP Ala mat Jabatan U m u r/Ta nggal Lahir Jenis Kelamin Agama Kewarganegaraan Nomor Identitas (KTP/SIM/Paspor) Dengan dem ikian, atas kerjasamanya d iuca pkan terimakasih. Kepala Kantor KPUBC/KPPBC Nama ............... (23) .............. . NIP .................. (24) ........... . Tem busan : Nom or · Nomor· Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or (1) dan (25) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0) ( 1 1) ( 1 2) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5) ( 1 6) ( 1 7) ( 1 8) ( 1 9) (20) (2 1) (22) - 85 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan Diisi Kantor Pelayanan penerbit Surat Permintaan Bantuan Diisi nomor Surat Permintaan Bantuan Diisi tanggal, bulan, dan tahun diterbitkannya Surat Permintaan Bantuan Diisi kabupatenjkota dari Kepolisian yang dimintai bantuan Diisi wilayah / daerah dari Kepolisian yang dimin tai· ban tuan Diisi Kantor Pelayanan yang menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan Diisi nomor Surat Perintah Penyanderaan Diisi tanggal, bulan, dan tahun Surat Perintah Penyanderaan Diisi nama dan NIP Jurusita Bea dan Cukai yang akan melakukan penyanderaan Diisi pangkat Jurusita Bea dan Cukai . yang akan melakukan penyanderaan Diisi unit kerja Jurusita Bea dan Cukai yang akan melakukan penyanderaan Diisi alamat kantor Jurusita Bea dan Cukai yang akan melakukan penyanderaan Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nomor NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jabatan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi umur, tanggal, bulan, dan tahun lahir Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jenis kelamin Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi agama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi kewarganegaraan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nomor identitas Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai (KTP / SIM / Paspor) Nom or (23 Nomor (24) - 86 - Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan Diisi NIP Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan - 87 - 20. FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN PELEPASAN KEM ENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAVAH ........................ (1} .................... . KANTOR PELAVANAN ........................ (2} ........................... . s-..... . (3) ... Tanggal ......... (4) . .. .. .. .. .. . No. Lampira n H a l Satu Berkas Pemberitahuan Pelepasan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cuka i yang Disandera Yth . Kepala Rumah Tahanan Negara . .. . ... . . (5) .......... . . d i ........ .. ... .. (6) .......... .. Sehubungan dengan Pelaksanaan Pasal 34 U ndang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tenta ng Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah d iubah terakhir dengan Unda ng -u ndang .Nomor 19 Tah un 2000, dengan ini diberitahuka n kepada Saudara u ntuk melepaskan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cuka i yang d isandera dengan identitas sebaga i berikut : Nama N PWP Ala mat Jabatan Umur/Tanggal Lahir Jenis Kelam i n Agama · Kewarganegaraan Nomor identitas (KTP/SIM/Paspor) Nomor Surat Perintah Penyanderaan Tanggal Surat Perintah Penyanderaan Masa Penyanderaan Tem pat Penyanderaan Alamat Tempat Penyanderaan ...................................................... (7)..... ........ ..................... ........ . ................ . ...................................................... (8) ........................................................... . ...................................................... (9) .. . ........ . ................... . ................. .......... . ...................................................... (10) ........................................................... . ...................................................... ( 1 1) ........................................................... . ...................................................... (12) ........................................................... . ...................................................... (13) .............. . .... .. ............. .. ..... . ..... . ... . ....... . ...................................................... (14) .......................................................... .. ...................................................... (15)...,......................... . .. . ....... . ........ . ......... .
..................................................... ( 1 6) ........................................................... .
..................................................... (17) ........................................................... . Bahwa Penanggung Bea Masuk dan/atau Cuka i yang d isandera dapat dilepas dengan alasan telah memenuhi persyaratan sebagai berikut*) : a . utang Bea Masuk dan/atau Cukai telah dibayar lunas; · ^b . jangka waktu yang d itetapka n dalam Surat Perintah Penyanderaan telah d ipenuh i ; c . berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempu nyai kekuatan huku m tetap ; atau d . berdasarkan pertimbangan tertentu dad Menteri Keuangan. Demikian d isam paikan, atas kerjasamanya diucapkan terima kasih. Kepala Kantor KPUBC/KPPBC Nama . .............. ( 2 1) .............. . NIP........ . ..... . ...... (22) .......... .. Tem busa n : Kepala Kantor Wilayah DJBC...(23) ...... *) Lingka ri sesuai dengan alasan Penanggu ng Bea Masuk dan/atau Cuka i yang d isandera . Nomor (1) dan (23) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor ( 1 0) Nomor ( 1 1) Nomor ( 1 2) - 88 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi Kantor Wilayah yang membawahi Kantoϧ Pelayanan Diisi Kantor Pelayanan penerbit Surat Pemberitahuan Pelepasan Diisi nomor Surat Pemberitahuan Pelepasan Diisi tanggal, bulan, dan tahun diterbitkannya Surat Pemberitahuan Pelepasan Diisi Rumah Tahanan Negara yang dijadikan tempa1 penyanderaan Diisi wilayahjdaerah dari Rumah Tahanan Negara · yang dijadikan tempat penyanderaan Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cuke.i yang dilakukan penyanderaan Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang dilakukan penyanderaan Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai yang dilakukan penyanderaan Diisi jabatan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cuke.i yang dilakukan penyanderaan Diisi umur dan tanggal lahir Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang dilakukan penyanderaan Diisi jenis kelamin Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang dilakukan penyanderaan ( 1 3) Diisi agama Penanggung Bea Masuk danj atau Cukai yang dilakukan penyanderaan Nomor ( 1 4) Nomor ( 1 5) Nomor ( 1 6) Nomor ( 1 7) Nomor ( 1 8) Nomor ( 1 9) Nomor (20) Nomor (2 1 ) Nomor (22) Diisi kewarganegaraan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang dilakukan penyanderaan Diisi nomor identitas Penanggung Bea Masuk dan ' a tau Cukai (KTP I SIMI Paspor) Diisi nomor Surat Perintah Penyanderaan Diisi tanggal Surat PerintϨh Penyande.raan Diisi tanggal masa penyanderaan Diisi nama Rumah Tahanan Negara yang menjadi tempat penyanderaan Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi alamat Rumah Tahanan Negara yang menjaci tempat penyanderaan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan Diisi NIP Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan - 89 - B . PETUNJUK PELAKSANAAN PENERBITAN DOKUMEN PENETAPAN/ TAGIHAN 1 . PETUNJUK PELAKSANAAN PENERBITAN STCK- 1 I. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai: 1 ) Kepala Seksi Penagihan menyiapkan STCK- 1 sesuai peruntukkan dan meneruskan kepada Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan.
Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan meneliti STCK- 1 kemudian: a) menandatangani STCK- 1 dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Penagihan, dalam hal ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan untuk menandatangani STCK- 1 ; atau b) meneruskan STCK- 1 kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk disetujui, dalam hal yang menandatangani STCK - 1 adalah Kepala Kantor Pelayanan.
Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani STCK- 1 dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Penagihan melalui Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan.
Kepala Seksi Penagihan: a) membukukan STCK- 1 ke dalam Buku Catatan Kh usus . Penagihan Utang Cukai, atau ke dalam Sistem Aplikasi Piutang dan. Pengembalian (SAPP) , dalam hal telah menerapkan $APP; dan b) mengirimkan STCK- 1 sesuai peruntukkannya. II . Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya: 1 ) Kepala Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian menyiapkan STCK- 1 sesuai peruntukkan dan meneruskan kepada Kepala Seksi Perbendaharaan. 2) Kepala Seksi Perbendaharaan: a) menandatangani STCK- 1 , dalam hal ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan untuk menaridatangani STCK- 1 ; atau b) meneruskan STCK- 1 kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk disetujui, dalam hal yang menandatangani STCK - 1 adalah Kepala Kantor Pelayanan.
Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani STCK- 1 dan menyerahkan kembali kepada Kepala Subseksi Administrasi . Penagihan . dan Pengembalian melalui Kepala Seksi Perbendaharaan.
Kepala Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian: a) membukukan STCK- 1 ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Cukai atau ke dalam SAPP, dalam hal telah menerapkan SAPP, dan b) mengirimkan STCK- 1 sesuai peruntukkannya. - 90 - III. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Pratama: 1 ) Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan menyiapkan STCK- 1 sesuai peruntukkan, kemudian: a) meneliti dan menandatangani STCK - 1 , dalam hal ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan untuk menandatangani STCK- 1 . b) meneruskan STCK- 1 kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk disetujui, dalam hal yang menanda,tangani STCK - 1 adalah Kepala Kantor Pelayanan. · 2) Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani STCK- 1 dan menyerahkan kembali kepada Kepala · Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan.
Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan: a) membukukan STCK- 1 ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang- Cukai atau ke dalam SAPP, dalam hal telah menerapkan SAPP, dan b) mengirimkan STCK- 1 sesuai peruntukkannya. IV. Penanggung Cukai menerima STCK- 1 menandatangani tanda terima. lembar ke- 1 dan - 91 - 2. P E TUN JUK P ELAKSANAAN PELUNASAN STCK- 1 DAN STCK-2 I. Penanggung Cukai melakukan kegiatan sebagai berikut:
Mengisi formulir Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) dalam rangkap 4 (empat).
Menyerahkan formulir · Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) yang telah diisi secara lengkap dan benar dengan dilampiri STCK- 1 atau STCK-2 kepada petugas Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia beserta uang setoran yang jumlahnya sama dengan jumlah nominal yang tertulis dalam Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pa jak (SSPCP) yang bersangkutan. · 3) Dalam hal terdapat kesalahan pengisian Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) setelah diteliti oleh petugas Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia, memperbaiki kesalahan pengisian Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP).
Menyerahkan kembali Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) yang telah diperbaiki kepada petugas Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia.
Menerima kembali dokumen dari Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia: a) STCK- 1 atau STCK-2; b) Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) lembar ke la dan ke -lb.
Menyerahkan Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) lembar ke-la yang telah ditandasahkan oleh Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia kepada: · a) Kepala Seksi Penagihan, dalam hal STCK- 1 diterima dari Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai; atau b) Kepala Seksi Perbendaharaan, dalam hal STCK- 1 diterima dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya; a tau c) Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan, dalam hal STCK -1 diterima dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Be a dan Cukai Tipe Pratama.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan Kepala Seksi Penagihan, Kepala Seksi Perbendaharaan, Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan sebagaimana dimaksud pada angka 6 terdapat selisih kurang antara Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pa jak (SSPCP) dan STCK- 1 atau STCK-2, melunasi kekurangan pembayaran STCK- 1 atau STCK-2. II. Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia melakukan kegiatan sebagai berikut:
Menerima dan meneliti ke benaran pengisian Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP).
Mencocokkan jumlah tagihan utang yang tertulis pada Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) dengan STCK- 1 / STCK- 2.
Mengembalikan Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pa jak (SSPCP) jika terjadi kesalahan pengisian dan menerima kembali Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pa jak (SSPCP) yang telah diperbaiki. - 92 - 4) Menerima uang setoran.
Membubuhkan tanda terima pada Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) berupa: a) tanggal penerimaan setoran; b) nama dan tanda tangan peneriina setoran; dan c) stempel Bank atau PT Pos Indonesia yang bersangkutan.
Menyerahkan kembali dokumen kepada Penanggung Cukai: a) STCK- 1 atau STCK-2; dan b) Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) lembar ke- 1a dan ke- 1 b yang telah ditandasahkan oleh Bank Persepsi a tau PT Pos Indonesia. III. Kepala Seksi Penagihan pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, Kepala Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya atau Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Pratama melakukan kegiatan se bagai beriku t:
Meneliti kebenaran jumlah peluriasan tagihan yang tercantum dalam Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) dengan jumlah tagihan yang tercantum dalam STCK-1 atau STCK-2.
Dalam hal hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran, memberitahukan dan mengembalikan dokumen Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) lembar ke- 1 a kepada Penanggung Cukai untuk melakukan pelunasan kekurangan pembayarannya.
Menatausahakan dan membukukan penerimaan negara atas pelunasan STCK- 1 atau STCK-2 tersebut. c www.jdih.kemenkeu.go.id - 93- 3. PE TUN JUK PELAKSANAAN PENERB ITAN SURAT TEGURAN AT AU S TCK -2 I. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai:
Kepala Seksi Penagihan menerbitkan Surat Teguran atau STCK-2 sesuai peruntukkan dan menyampaikannya kepada Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan.
Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan meneliti dan meneruskan Surat Teguran atau STCK-2 kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk disetujui.
Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Teguran atau STCK-2 dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Penagihan melalui Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan.
Kepala Seksi Penagihan: a) membukukan Surat Teguran atau STCK-2 ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk dan/atau Cukai atau ke dalam Sistem Aplikasi Piutang dan Pengembalian (SAPP) , dalam hal telah menerapkan SAPP; dan b) mengirimkan Surat Teguran atau STCK-2 sesuai peruntukkannya. II. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya:
Kepala Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian menerbitkan Surat Teguran atau STCK-2 sesuai peruntukkan dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Perbendaharaan.
Kepala Seksi Perbendaharaan meneliti dan meneruskan Surat Teguran atau STCK-2 kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk disetujui. · 3) Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Teguran atau STCK-2 dan menyerahkan kembali kepada Kepala Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian melalui Kepala Seksi Perbendaharaan.
Kepala Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian: a) membukukan Surat Teguran atau STCK-2 ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk dan/atau Cukai atau ke dalam SAPP, dalam hal telah menerapkan SAPP; dan b) mengirimkan Surat Teguran atau STCK-2 sesuru peruntukkannya. III. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Pratama:
Kepala Su bseksi Perbendaharaan dan Pelayanan menerbitkan Surat Teguran atau STCK-2 sesuai peruntukkan dan meyampaikannya kepada Kepada Kepala Kantor Pelayanan.
Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Teguran atau STCK-2 dan menyerahkan kembali kepada Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan.
Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan: a) membukukan Surat Teguran atau STCK-2 ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk dan/atau Cukai atau ke dalam SAPP, dalam hal telah menerapkan SAPP; dan - 94 - b) mengirimkan Surat Teguran a tau STCK-2 sesuai peruntukkannya. IV. Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai menerima Surat Teguran atau STCK-2 dan menandatangani tanda terima. - 95- 4. PETUN JU K PE L A KSANAAN PENERB I TAN SURAT PERINTAH PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS I. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai:
Kepala Seksi Penagihan menyiapkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus ( SPPSS) sesuai peruntukkan dan menyampaikannya kepada Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan.
Kepala Bidang Perbendaharaan dan Ke beratan meneliti dan meneruskan SPPSS kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk disetujui. 3 ) Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani SPPSS dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Penagihan melalui Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan.
Kepala Seksi Penagihan: a) membukukan SPPSS ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk dan/ Cukai atau ke dalam Sistem Aplikasi Piutang dan Pengembalian (SAPP), dalam hal telah merierapkan SAPP; dan b) mengirimkan SPPSS sesuai peruntukkannya. II. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya:
Kepala Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian menerbitkan SPPSS sesuai peruntukkan dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Perbendaharaan.
Kepala Seksi Perbendaharaan meneliti dan meneruskan SPPSS kepada Kepala Kantor untuk disetujui. 3 ) Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani SPPSS dan menyerahkan kembali kepada Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian melalui Kepala Seksi Perbendaharaan.
Kepala Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian: a) membukukan SPPSS ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk dan/ Cukai atau ke dalam SAPP, dalam hal telah menerapkan SAPP; dan b) mengirimkan SPPSS sesuai peruntukkannya. III. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Pratama:
Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan menerbitkan SPPSS sesuai peruntukkan dan meyampaikannya kepada Kepada Kepala Kantor.
Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani SPPSS dan menyerahkan kern bali kepada Su bseksi Perbendaharaan dan Pelayanan.
Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan: a) . membukukan SPPSS ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk dan/ Cukai atau ke dalam SAPP, dalam hal telah menerapkan SAPP; dan b) mengirimkan SPPSS sesuai peruntukkannya. IV. Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai menerima SPPSS dan menandatangani tanda terima. - 96- 5. · PETUN JUK PELAKSANAAN PENERBITAN S URAT PE MBERITAHU AN PI U TANG PAJ AK DALAM RANGKA I MP OR (SP3DRI ) I. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai:
Kepala Seksi Penagihan menyiapkan SP3DRI sesuai peruntukkan dan menyampaikannya kepada Kepala Bidang Perbendahar ^. aan dan Ke beratan.
Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan meneliti dan meneruskan SP3DRI kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk disetujui.
Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani SP3DRI dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Penagihan melalui Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan.
Kepala Seksi Penagihan: a) membukukan SP3DRI ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk danjCukai atau ke dalam Sistem Aplikasi Piutang dan Pengembalian (SAPP), dalam hal telah menerapkan SAPP; dan b) mengirimkan SP3DRI sesuai peruntukkannya. II. ·Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya:
Kepala Su bseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian menyiapkan SP3DRI sesuai peruntukkan dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Perbendaharaan.
Kepala Seksi Perbendaharaan meneliti dan meneruskan SP3DRI kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk disetujui.
Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani SP3DRI dan menyerahkan kembali kepada Kepala Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian melalui Kepala Seksi Perbendaharaan.
Kepala Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian: a) membukukan SP3DRI ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk dan/ Cukai atau ke dalam SAPP, dalam hal telah menerapkan SAPP; dan b) mengirimkan SP3DRI sesuai peruntukkannya. III. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Pratama: 1 ) Kepala Subseksi Perbendaharaan dan . Pelayanan menyiapkan SP3DRI sesuai peruntukkan dan menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan.
Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani SP3DRI dan menyerahkan kern bali kepada Kepala Su bseksi Perbendaharaan dan Pelayanan.
Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan: a) membukukan SP3DRI ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk danjCukai atau ke dalam SAPP, dalam hal telah men: erapkan SAPP; dan b) mengirimkan SP3DRI sesuai peruntukkannya. - 97 - 6. PETUN JUK PELAKSAN AAN PENERBITAN , PE MBERITAHUAN , BIAYA P ENYAMPAIAN , PENATAUSAHAAN DAN LAPORAN PELAKSANAAN S URAT PAKSA I. PENERBITAN SURAT PAKSA 1) Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai: a) Kepala Seksi Penagihan:
meneliti Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk dan/atau Cukai atau Sistem Aplikasi Piutang dan Pengembalian (SAPP )terhadap Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai yang belum melunasi tagihan dalam waktu 2 1 (dua puluh satu) hari sejak dikeluarkan Surat Teguran/ STCK-2; dan
menyiapkan Surat Paksa sesuai peruntukkan dan menyampaikannya kepada Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan. b) Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan meneliti dan meneruskan Surat Paksa kepada Kepala Kantor untuk disetujui. c) Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Paksa dan menyerahkan kembali kepada Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan. d) Kepala Bidang Perbendaharaan dan Ke beratan:
membuat dan menandasahkan satu salinan dari lembar asli Surat Paksa tersebut untuk Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai; dan
menyampaikan Surat Paksa kepada Kepala Seksi Penagihan e) Kepala Seksi Penagihan menyampaikan Surat Paksa kepada Jurusita Bea dan Cukai. · 2) Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya: a) Kepala Subseksi Penagihan dan Pengembalian:
meneliti Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk dan/atau Cukai atau SAPP terhadap Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang belum melunasi tagihan· dalam waktu 2 1 (dua puluh satu) hari sejak dikeluarkan Surat Teguranj STCK-2; dan
menyiapkan Surat Paksa sesuai peruntukkan dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Perbendaharaan. b) Kepala Seksi · Perbendaharaan meneliti dan meneruskan Surat Paksa kepada Kepala Kantor un tuk disetujui. c) Kepala Kantor meneliti dan menandatangani Surat Paksa dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Perbendaharaan. d) Kepala Seksi Perbendaharaan:
membuat dan menandasahkan satu salinan dari lembar asli Surat Paksa tersebut untuk Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai; dan
menyampaikan salinan Surat Paksa tersebut kepada Kepala Sub Seksi Penagihan dan Pengembalian. - 98 - e) Kepala Subseksi Penagihan dan Pengembalian menyampaikan Surat Paksa kepada Jurusita Bea dan Cukai.
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Pratama: a) Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan:
meneliti Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk.dan/atau Cukai atau SAPP terhadap Penanggung . Bea Masuk danjatau CuǕai yang belum melunasi tagihan dalam waktu 2 1 (dua puluh satu) hari sejak dikeluarkan Surat Teguran/STCK-2; dan
menyiapkan Surat Paksa sesuai peruntukkannya dan menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan. b) Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Paksa dan menyerahkan kembali kepada Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan. c) Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan:
membuat dan .menandasahkan satu salinan dari lembar asli Surat Paksa tersebut untuk Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai; dan
menyampaikan Surat Paksa kepada Jurusita Bea dan Cukai. II. PEMBERITAHUAN SURAT PAKSA 1) Jurusita Bea dan Cukai menyiapkan berkas-berkas terkait penyampaian Surat Paksa antara lain Surat Tugas, Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa, Laporan Pelaksanaan Surat Paksa.
Jurusita Bea dan Cukai menyampaikan Surat Paksa kepada Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai.
Dalam hal Jurusita Bea dan Cukai bertemu langsung dengan Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai: a) Jurusita Bea dan Cukai yang mendatangi tempat tinggaljtempat kedudukan Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai harus memperlihatkan tanda pengenal diri; b) Jurusita Bea dan Cukai mengemukakan maksud kedatangannya yaitu memberitahukan Surat Paksa dengan pemyataan dan menyerahkan salinan Surat Paksa tersebut; c) memberikan kesempatan · kepada Penanggung Bea Masuk. dan/ a tau Cukai untuk memperlihatkan surat-surat keterangan yang berkaitan dengan utangnya guna. meneliti jumlah tunggakan yang · tercantum dalam Surat Penetapan/ Surat TagihanjSurat TeguranjSTCK-2/ SPPSS dengan jumlah tunggakan yang tercantum pada Surat Paksa; dan · d) Jurusita Bea dan Cukai dan Penanggting Bea Masuk dan/ a tau Cukai menandatangani Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa.
Dalam hal Jurusita Bea dan Cukai tidak menjumpai Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai, maka Jurusita Bea dan Cukai memperlihatkan tanda pengenal dan menyerahkan salinan Surat Paksa kepada: a) keluarga Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai a tau orang - 99- yang akil baligh ( dewasa dan sehat mental) dan bertempat tinggal bersama Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai; b) anggota pengurus komi saris a tau para persero dari badan usaha yang bersangkutan; atau c) pejabat pemerintah setempat (BupatijW alikotaj Camatj Lurah/ Sekretaris Kelurahan) , dalam hal mereka tersebut pada huruf a dan huruf b di atas tidak dapat dijumpai, pihak yang menerima salinan Surat Paksa membubuhkan tanda tangannya pada Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa dan salinannya sebagai tanda terima, dan menyampaikan salinan Surat Paksa kepada Penanggung Bea Masuk datl/atau Cukai yang bersangkutan.
Dalam hal Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai tidak ditemukan di kantor atau tempat usaha atau tempat tinggal maka Jurusita Bea dan Cukai dapat menyerahkan salinan Surat Paksa kepada: a) seseorang yang ada di kantornya (salah seorang pegawai); atau b) seseorang yang ada di tempat tinggalnya (misalnya: istri, anak yang sudah berumur 14 tahun ke atas, atau pembantu rumahnya) , kecuali tamu.
Dalam hal terjadi perbedaan antara Surat Penetapan/ Surat Tagihan/ Surat Teguran/ STCK-2 / SPPSS dengan Surat Paksa: a) Jurusita Bea dan Cukai segera mengembalikan Surat Paksa tersebut kepada Kepala Seksi Penagihan, Kepala Subseksi Penagihan dan Pengembalian, atau Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan; dan b) Kepala Seksi Penagihan, Kepala Subseksi Penagihan dan Pengernbalian, atau Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan menyiapkan Surat Paksa yang baru dengan menggunakan nomor dan tanggal yang sama untuk ditandatangani Kepala Kantor sebagai pengganti Surat Paksa sebelumnya sesuai dengan data yang sebenarnya.
Dalam hal Surat Paksa ditolak oleh Penanggung Bea Masuk dan I a tau Cukai: a) karena alasan yang tidak jelas, Jurusita Bea dan Cukai setelah memberikan keterangan seperlunya tetap melaksanakan Surat Paksa terse but dengan menyerahkan salinan Surat Paksa kepadayang bersangkutan; dan b) apabila Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai atau wakilnya tetap menolak, maka salinan Surat Paksa tersebut dapat ditinggalkan pada tern pat kediarrian/ tern pat kedudukan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai atau wakilnya, dengan demikian Surat Paksa dianggap telah diberitahukan.
Surat Paksa tidak dapat disampaikan karena: a) Penanggung Be a Masuk dan/ a tau Cukai pada alamat yang sama:
Jurusita Bea dan Cukai terlebih dahulu menghubungi Pemerintah Daerah/Desa sekurang-kurangnya Sekretaris · Kelurahan/ Sekretaris Desa setempat untuk meminta keterangan mengenai Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai yang bersangkutan;
Jurusita Bea dan Cukai membuat laporan tertulis mengenai sebab-sebab tidak dapat disampaikannya Surat Paksa terse but dan usaha yang telah dilakukannya; - 100- (3) Surat Paksa harus diserahkan kepada Pemerintah Daerah/Desa sekurang-kurangnya Sekretaris . ^Kelurahan/ Sekretaris De sa yang bersangkutan;
jika Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai sudah pindah dan tidak diketahui alamat yang baru, maka Surat Paksa dapat ditempelkan pa ^d a papan pengumuman Kantor yang mengawasi; b) Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai berpindah alamat:
jika dalam satu kota namun berbeda Kantor Pelayanan: (a) Jurusita Bea dan Cukai melapor kepada Kepala Kantor dimana Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai tersebut bertempat tinggaljberkedudukan; (b) Jurusita Bea dan Cukai menyampaikan salinan Surat Paksa terse but kepada Penanggung Be a · Masuk dan/ a tau Cukai;
jika berlainan kota dan berbeda Kantor Pelayanan: (a) Kepala Kantor yang berwenang mengeluarkan Surat Paksa meminta bantuan kepada Kepala Kantor tempat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai tinggaljberkedudukan; (b) Kepala Kantor dimana Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai bertempat tinggal memerintahkan Jurusita Bea dan Cukai untuk melaksanakan penyampaian Surat Paksa tersebut; (c) selanjutnya Kepa.la Kantor tempat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai tinggal memberitahukan apa . ^yang . telah dilakukannya kepada Kepala Kantor yang mengeluarkan Surat Paksa; (d) dalam hal Penanggung· Bea Masuk danjatau Cukai akan melunasi utangnya, maka pelunasannya dapat dilakukan di kota tempat Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai tinggaljberkedudukan atau di kota tempat Kantor yang menerbitkan Surat Paksa; (e) apabila pelunasan dilaksanakan di kota tempat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai tinggaljberkedudukan, Kantor yang · mengawasi mengirimkan bukti pelunasan tersebut kepada Kantor yang menerbitkan Surat Paksa; c ) Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai meninggal dunia:
dalam hal harta warisannya bel urn dibagi: (a) Pemberitahuan Surat Paksa diserahkan kepada:
salah seorang dari ahli waris Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai;
ii. pelaksana surat wasiat; atau iii. seseorang yang diberi kuasa untuk mengurus harta/ peninggalan Penanggung Be a Masuk dan/atau Cukai terse but; (b) apabila salinan Surat Paksa tidak dapat diserahkan kepada salah seorang se bagaimana dise but di atas maka penyerahan salinan Surat Paksa dapat dilakukan seperti pada angka 8 huruf a dan b; 0 www.jdih.kemenkeu.go.id - 101 - (2) dalam hal harta warisannya telah dibagi: (a) Jurusita Bea dan Cukai menyampaikan Surat Paksa atas nama para ahli waris; (b) setiap ahli waris dikenakan Surat Paksa sendiri sendiri dan besarnya menuru t perbandingan bagian warisannya masing-masing; (c) apabila salinan Surat Paksa tidak dapat diserahkan kepada salah seorang sǖ bagaimana dise but di atas maka penyerahan salinan Surat Paksa dapat dilakukan seperti pada angka 8 huruf a dan huruf b. III. BIAYA PENYAMPAIAN SURAT PAKSA . 1) Biaya penyampaian Surat Paksa terdiri dari biaya harian Jurusita Bea dan Cukai dan biaya perjalanan yang besarnya sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang Tatalaksana Pembayaran dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Direktorat J enderal Be a dan Cukai.
Apabila seorang Jurusita Bea dan Cukai telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, maka ia berhak sepenuhnya· menerima biaya penagihan tanpa dikaitkan apakah utang cukai dan biaya penagihannya telah dilunasi oleh Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai atau belum, sebaliknya dalam hal ketentuan-ketentuan tersebut tidak sepenuhnya diikuti, maka biaya penagihan terse but tidak dapat diberikan.
Setelah menerima biaya penagihan, Jurusita Bea dan Cukai masih berkewajiban untuk memantau pelaksanaan pelunasan utang cukai oleh Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai. Apabila Jurusita Bea dan Cukai yakin bahwa Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai tersebut masih aktif dan potensial maka Jurusita Bea dan Cukai harus segera mengambil langkah-langkah untuk melakukan tahap tindakan penagihan lebih lanjuL IV. PENATAUSAHAAN SURAT PAKSA 1) Sur at Paksa yang telah dilaksanakan, diserahkan kepada Kepala Seksi Penagihan, Kepala Subseksi Penagihan dan Pengembalian, atau Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan, disertai Laporan Pelaksanaan Surat Paksa untuk. penyelesaian administrasi.
Tanggal pelaksanaan Surat Paksa dicatat dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk dan/atau Cukai.
Surat Paksa yang telah dilaksanakan, disatukan dalam berkas penagihan Penanggung Bea Masuk dari/atau Cukai yang bersangkutan. V. LAPORAN PELAKSANAAN SURAT PAKSA 1) Jurusita Bea dan Cukai yang melaksanakan penagihan dengan Surat Paksa membuat laporan atas pelaksanaan Surat Paksa.
Hal-hal yang mendapat perhatian untuk dilaporkan: a) penga juan keberatanjbanding, agar diuraikan secara jelas mengenai jumlah utang Bea Masuk dan/atau cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, danjatau sanksi administrasi yang belum dilunasi; t www.jdih.kemenkeu.go.id - 102- b) jenis, letak, dan taksiran harga dari objek sita dengan memperhitungkan jumlah utang Bea Masuk dan/atau cukai dan biaya pelaksanaan yang mungkin akan dikeluarkan; c) kesan terhadap Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai dan usulan yang · dilaporkan mengenai keadaan Penanggung Bea Masuk danfatau Cukai yang sebenarnya, antara lain: kemampuan bayar, itikad mau membayar, dan pandangannya· terhadap pena,gihan utang Bea Masuk danfatau Cukai dan sebagainya sehingga Jurusita Bea dan Cukai dapat mengajukan pendapat untuk tindakan penagihan selanjutnya.
Apabila Jurusita Bea dan Cukai tidak dapat melaksanakan Surat Paksa secara langsung, maka harus membuat laporan secara tertulis mengenai sebab-sebabnya dan usaha-usaha yang telah dilakukan dalam upaya melaksanakan Surat Paksa tersebut, antara lain menghubungi Pejabat Pemerintah Daerah/Desa ·sekurang-kurangnya Sekretaris · Kelurahan/ Sekretaris De sa setempat. - 103- C. FORMAT D OKU MEN TERKAIT BERITA ACARA 1. BERITA ACARA PE MBERITAHU AN S URAT PAKSA KOP S URAT DINAS BERITA ACARA PEMBERITAHUAN SURAT PAKSA Pada hari ini........ (1) .. . ... . tanggal ... . .....(2) ...... . bulan.... ... . . (3) .. ..... tahun ....... (4)......., atas permintaan Kepala Kantor . .. ........... . (5).......·yang berkedudukan di.... . ....... (6)......... .. , saya, Jurusita Bea dan Cukai pada ...... ...... . (7) ........ ....... , bertempat kedudukan di..... ...... (8) .............. MEMBERITAHUKAN DENGAN RESMI kepada Saudara...^........(9).............. bertempat tinggal di...........(10)..... .........berkedudukan sebagai .. · ....... . .. ( 1 1)............ . . , Surat Paksa di sebaliknya ini tertanggal..........(12) . ......... dan saya,. Jurusita Bea dan Cukai, berdasarkan ketentuan Surat Paksa tersebut memerintahkan kepada. Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai supaya dalam waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh em pat) jam, memenuhi 1s1 Surat Paksa sebanyak Rp.......... ...... ... . (13)................. . (.................... (14) .. . .........................) dengan tidak mengurangi kewajiban untuk membayar biaya- biaya penagihan u tang berupa:
. . (22)........................ NIP: r www.jdih.kemenkeu.go.id Nomor (1) Nomor · (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor. (6) Nom or (7) Nom or (8) Nomor (9) Nom or (10) Nomor ( 1 1) Nomor (12) Nom or (13) Nomor (14) Nom or (15) Nom or (16) Nomor (17) Nomor (18) Nomor (19) Nomor (20) Nomor (2 1) Nom or (22) Nomor (23) Nomor (24) - 104- PETUN JUK PENGISIAN Diisi nama hari diterbitkannya Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi tanggal diterbitkannya Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa ( dengan huruf) Diisi bulan diterbitkannya Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa (dengan huruf) Diisi tahun diterbitkannya Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa ( dengan huruf) Diisi nama Kantor Pelayanan yang menerbitkan Surat Paksa Diisi nama kota tempat kedudukan Kantor Pelayanan yang rrienerbitkan Surat Paksa Diisi nama Kantor· Pelayanan tern pat berkedudukan Jurusita Bea dan Cukai Diisi nama kota tempat kedudukan Jurusita Bea dan Cukai Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi alamat Penanggung Be a Masuk dan/ a tau Cukai Diisi nama jabatan Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai Diisi tanggal Surat Paksa Diisi jumlah utang dalam Surat Paksa (dalam angka) Diisi jumlah utang dalam Surat Paksa (dalam huruf) Diisi jumlah biaya harian Jurusita (dalam angka) Diisi jumlah biaya perj alan an ( dalam angka) Diisi jumlah total biaya penagihan (dalam angka) Diisi nama pihak yang menerima salinan Surat Paksa Diisi alamat pihak yang menerima salinan Surat Paksa Diisi alasan yang menyebabkan salinan Surat Paksa tidak bisa diterima secara langsung oleh Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi nama pihak yang menerima salinan Surat Paksa dan menandatangani Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi j abatan pihak yang menerima salinan Sur at Paksa dan menandatangani Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi nama Jurusita Bea dan Cukai yang menyampaikan salinan Surat Paksa dan menandatangani Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi NIP Jurusita Bea dan Cukai yang menyampaikan salinan Surat Paksa dan menandatangani .Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa - 105- 2. BERITA ACARA PELAKSANAAN SITA KOP SURAT DINAS BERITA ACARA PELAKSANAAN SITA Nomor:
........... (1)................ . Pada hari ini.... . . (2).......tanggal........ . (3).... . . bulan ......(4).......tahun.... . . (5).... . atas ke.kuatan Surat Perintah Melakukan Penyitaan Kepala............ (6)................ . Nom or............ (7)............ tanggal........ . (8)............ yang bertindak untuk dan atas nama Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini memilih domisili kantor di...............(9)................ . , berdasarkan Surat Paksa yang dikeluarkan tanggal............ . (10)............ . nomor............ ( 1 1)........ . . yang telah diberitahukan dengan resmi kepada Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai yang akan disebut di bawah ini, maka saya, Jurusita Bea dan Cukai Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tersebut bertempat tinggal di...............( 1 2)............ . . dengan dibantu 2 (dua) orang saksi Warga Negara Indonesia, yang telah mencapai usia 2 1 (dua puluh satu) tahun atau telah dewasa dan dapat dipercaya, yaitu: ; : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : 7 89: ; <= > << : < <: > >: : <: : : >: ?: @: 3: : A : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : 3 i: 4 · . · . · . : · . · . · . · . · . : · . · . · . · . : : : : : : : : : : : . telah datang di rumahjperusahaan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai: Nama NPWP NPPBKC Alamat ......................................... . :
... . ( 1 5)................................................................ .........................................(16)................................................................................ .........................(17)..................................................................................... . ,................ . . ( 1 8)........................................................ . untuk melaksanakan Perintah Penyitaan atas barang-barang milik Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai karena yang bersangkutan masih menunggak utang sebagaimana tersebut di bawah ini: Nom or dan Tanggal Nomor dan Tanggal Jumlah Utang Surat Penetapan/Surat Tagihan/ Surat Teguran/ STCK-2/ SPSS ( ^Rp ) Surat Keputusan ............. . . (19)...............................(20)........................ . (2 1)........... Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan telah dilaksanakan dengan hasil sebagai berikut: • Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap barang-barang sebagai berikut: I. J enis Barang Bergerak:
................ . (22)................ II.· Jenis Barang Tidak bergerak:
...............(25)................... Terletak di:
.................... (23)................ Terletak di:
............ . :
... (26).... ............... Rincian barang-barang yang disita sebagaimana terlampir • Penyitaan tidak dapat dilaksanakan karena: Taksiran Harga: Rp............................ . Rp............................ . Rp...........(24)............ . . Rp............................ . Rp. · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · Taksiran Harga:
.. www.jdih.kemenkeu.go.id - 106- Kepada Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai dijelaskan bahwa barang yang telah disita tersebut akan dipindahbukukan ke kas negarajmenyetor langsung ke kas negarajmenjual penyertaan modal/ dijual di muka umum dengan perantaraan Kantor Lelang Negara*), pada tanggal dan di tempat yang akan ditentukan kemudian. Untuk penyimpan barang-barang yang telah disita, saya Jurusita Bea dan Cukai menunjuk........ . (29)...............yang bertempat tinggal di................ . . (30).................... . sebagai penyimpan dan untuk itu penyimpan tersebut menandatangani berita acara dan salinan-salinannya sebagai bukti bahwa ia menerima penunjukan itu . Penunjukan sebagai penyimpan itu dilakukan di depan kedua saksi di atas, yang turut pula menandatangani berita acara dan salinan-salinannya. Salinan berita acara ini disampaikan kepada penyimpan barang, Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai dan phak-pihak lain yang terkait. Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai ..................... (3 1).................... . . Saksi:
... . . ,.......(34)............ 2............. . (34a)........ . Biaya penagihan Bea dan Cukai yaitu: Biaya harian Jurusita Bea dan Cukai Biaya harian saksi Biaya perjalanan telah j belum dilunasi *) *) Coret yang tidak perlu CATATAN: Jurusita Bea dan Cukai ................. . (32)................ . . NIP............ (33)............ : Memindahtangankan, merusak, atau menggelapkan barang-barang sitaan ini dapat dituntut herdasarkan Pasal 4 1A ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling iama 4 (em pat) tahun dan denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Tembusan:
....................................... . (39)........ : Nomor (1) Nomor · (2) Nomor (3) Nomor Nom or Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nom or Nomor Nomor Nomor Nomor (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) ( 13a) dan ( 13b) (14a) dan (14b) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) - 107- PETUN JUK PENGISIAN Diisi nomor Berita Acara Pelaksanaan Sita Diisi na.r: na hari dilaksanakannya penyitaan Diisi tanggal (dengan huruf) dilaksanakannya penyitaan Diisi bulan (dengan huruf) dilaksanakannya penyitaan Diisi tahun (dengan huruf) dilaksanakannya penyitaan Diisi Kantor Pelayanan yang melaksanakan penyitaan Diisi nomor Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi tanggal Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi kota tempat kedudukan Kantor Pelayanan yang melaksanakan Penyitaan Diisi tanggal Surat Paksa Diisi nomor Surat Paksa Diisi kota tempat tinggal Jurusita Bea dan Cukai Diisi nama Saksi Diisi pekerj aan Saksi Diisi nama Penanggung Be a Masuk dan/ a tau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi alamat · Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nomor dan tanggal Surat Penetapan,Surat Tagihan, a tau Sur at Kepu tusan Diisi nomor dan tanggal Surat Teguran, STCK-2, atau SPPSS Diisi jumlah utang Diisi jenis Barang Bergerak Diisi alamatjtempat Barang Bergerak berada Diisi taksiran Harga Barang Bergerak t www.jdih.kemenkeu.go.id Nom or (25} Nomor (26) Nomor (27) Nom or (28) Nomor (29) Nomor (30) Nomor (3 1) Nomor (32) Nomor (33) Nomor (34) dan (34a) Nomor (35) Nom or (36) Nomor (37) Nomor (38) Nomor (39) Nomor (40) Nomor (4 1) Nor: tJ.or (42) - 108 - . . Diisi j enis Barang Tidak Bergerak Diisi alamat/ tempat Barang Tidak Bergerak berada Diisi taksiran Harga Barang Tidak Bergerak Diisi alasan penyitaan tidak dapat dilakukan . Diisi nama orang yang ditunjuk Jurusita Bea dan Cukai untuk menyimpan barang sitaan Diisi alamat orang yang ditunjuk Jurusita Bea dan Cukai untuk menyimpan barang sitaan Diisi nama dan tanda tangan Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai Diisi nama dan tanda tangan Jurusita Bea dan Cukai Diisi NIP Jurusita Bea dan Cukai Diisi nama dan tanda tangan Saksi Diisi biaya Harian Jurusita Bea dan Cukai (dalam angka) Diisi biaya Harian Saksi ( dalam angka) Diisi biaya Perjalanan (dalam angka) Diisi total Biaya Penagihan ( dalam angka) Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi nama Kantor . Wilayah yang membawahi . Kantor Pelayanari Diisi nama Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan yang diminta bantuan. Diisi jika yang melaksanakan penyitaan bukan Kantor Pelayanan penerbit Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan - 109- 3. FORMAT LAMPIRAN BERI TA ACARA PELAKSANAAN S I TA K OP SURAT D INAS LAMPIRAN BERITA ACARA PELAKSANAAN SITA Nomor: : ...............(1)........................ . . Daftar rincian barang yang disita dari Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai: Nama .......................................... (2)................................................ ·............ NPWP ........................................ . . (3) ..................... ....... . ............................... NPPBKC .......................... . .............. . (4)........................................................ .. . . Alamat ..........................................(5)............................................................ I . Barang_ Bergerak 1 . Kendaraan dan Jenisnya No Merek dan Jenis Nomor Identitas Taksiran Harga Pasar Keterangan Kendaraan 1...........(6}...................(7)........ . Rp...........(8)...................(9).... :
... 2. dst Jumlah Rp...........(10}........ . 2 . Perhiasan Emas, Permata, dan Sejenisnya Taksiran Jumlah No Jenis Perhiasan Banyaknya Harga Pasar Taksiran Harga Keterangan (satuan) Pasar 1...........( 1 1)............ . . (12).... . Rp...(13).... . Rp.... (14)................ ( 1 5)........ 2. dst Jumlah Rp........ . ( 1 6}........ . 3 . . Uang Tunai No Jenis Mata Pecahan Jumlah lem bar Jumlah Keterangan Uang 1...........( 17}........ . . (18)............ . (19)...................(20)........ . . :
Harta Kekayaan yang tersimpan di bank {deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu} No Jenis Nomor Mata Uang Jumlah Keterangan Rekenirtg - 110- 5. Surat Berharga (Obligasi, saham, dan sejenisnya) No Jenis Jumlah Nilai Nilai Jumlah Keterangan Nominal pasar Nilai Pasar 1 . ....... (29) ....... . ...... . (30) .... Rp...(3 1 ). .. Rp . . (32) .. Rp.... . (33) . ........ . . (34) .. . .... 2. dst Jumlah Rp........ . . (35).... 6 . Piutang No Jenis Piutang N ilai Piu tang Nama dan Alamat Keterangan Debitur 1.......(36)........ . Rp......... . (37).......................(38)............................. . (39) ...... . ..
dst Jumlah Rp........ . (40)........ . 7 . Penyertaan Modal No J en is j Ben tuk Besar Perusahaan tempat Keterangan Penyertaan penvertaan 1...........(4 1 )........ Rp .:
..(42).... . ................... (43) . ....... . ............ . . (44) .........
dst Jumlah Rp........ (45)........ . II . Barang Tidak Bergerak (Tanah, Bangunan, Kapal Laut d i atas bobot 1000 dwt, dsb) Letak dan Taksiran Jumlah No Jenis Barga Taksiran Keterangan Luas (Satuan) Harga Pasar 1...........(46)............ . .. (47) .... Rp.... . (48).·.... . Rp.... . (49).............. (50) ......... 2. dst Jumlah Rp.......(5 1 ) ... ..... . · · · · · · · · · · · · · · · · · : · · · · · · · · · · · · · ( 52}........................ . . Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Jurusita Bea dan Cukai, Saksi:
....... . : N omor (1) N omor (2) N omor (3) N omor (4) N omor (5) N omor (6) N omor (7) N omor (8) N omor (9) N omor (10) N omor (11) N omor (12) N omor (13) N omor (14) N omor (15) N omor (16) N omor (17) N omor (18) N omor (19) N omor (20) N omor (21) N omor (22) N omor (23) N omor (24) N omor (25) N omor (26) N omor (27) - 111 - PETUN JUK PENGIS I AN D iisi nomor Lampiran B erita Acara P elaksanaan S ita D iisi nama P enanggung B ea Masuk dan/atau C ukai D iisi N PWP Penanggung B ea Masuk dan/atau C ukai D iisi N PPB KC Penanggung B ea Masuk dan/atau C ukai, diisi jika Penanggung B ea Masuk dan/atau C ukai mempunyai nomor N PPBKC D iisi alamat P enanggung B ea Masuk dan/atau C ukai D iisi merk dan jenis kendaraan D iisi nomor Polisi untuk angkutan darat, atau nomor yang dipersamakan itu untuk angkutan laut dan udara D iisi taksiran harga pasar kendaraan ( dalam angka) D iisi keterangan terkait kendaraan tersebut (tahun pembuatan, tahun perolehan, kondisi kendaraan) D iisi jumlah taksiran harga pasar ( dalam angka) D iisi j enis perhiasan D iisi banyaknya perhiasaan D iisi taksiran harga pasar per hi as an ( dalam angka) D iisi jumlah harga pasar perhiasan, banyaknya dikalikan dengan taksiran harga pasar persatuan ( dalam angka) D iisi keterangan terkait perhiasan tersebut D iisi jumlah nilai semua perhiasan (dalam angka) D iisi jenis mata uang negara (contoh R upiah, D ollar, dll) D iisi pecahan· mata uang D iisi jumlah lembar pecahan mata uang D iisi jumlah nilai mata uang (pecahan dikali jumlah lembar) D iisi keterangan terkait mata uang D iisi jumlah semua lembar pecahan mata uang D iisi jenis Harta Kekayaan yang tersimpan di bank (deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu) D iisi nomor rekening penanggung B ea Masuk dan/atau C ukai sesuai j enis harta kekayaan D iisi jenis mata uang sesuai jenis harta kekayaan D iisi jumlah nilai harta kekayaan D iisi keterangan terkait jenis harta kekayaan N omor (28) N omor (29) N omor (30) N omor (31) N omor (32) N omor (33) N omor (34) N omor (35) N omor (36) N omor (37) N omor (38) N omor (39) N omor (40) N omor (41) N omor (42) N omor (43) N omor (44) N omor (45) N omor (46) N omor (47) N omor (48) N omor (49) N omor (50) N omor (51) . N omor (52) N omor (53) N omor (54) N omor (55) N omor (56) dan (56 a) - 112 - D iisi jumlah keseluruhan harta kekayaan D iisi jenis surat berharga (Obligasi, saham, dan se jenisnya) D iisi jumlah surat berharga ( dalam satuan) D iisi nilai nominal surat berharga (dalam angka) D iisi nilai pasar surat berharga (dalam angka) D iisi jumlah nilai pasar surat berharga, jumlah dikalikan nilai pasar ( dalam angka) D iisi keterangan terkait surat berharga D iisi jumlah keseluruhan nilai pasar surat berharga ( dalam angka) D iisi jenis piutang D iisi nilai piutang (dalam angka) D iisi nama dan alamat debitur D iisi keterangan terkait jenis piutang D iisi jumlah keseluruhan nilai piutang (dalam angka) D iisi jenis/ bentuk penyertaan modal D iisi besar penyertaan modal ( dalam angka) D iisi nama perusahaan tempat penyertaan modal D iisi keterangan terkait jenis j bentuk penyertaan modal D iisi jumlah keseluruhan jenis j bentuk penyertaan modal (dalam angka) D iisi j enis barang tidak bergerak D iisi letak dan luas barang tidak bergerak D iisi taksiran harga pasar barang tidak bergerak ( dalam angka) D iisi jumlah taksiran harga pasar barang tidak bergerak ( dalam angka) D iisi keterangan terkait jenis barang tidak bergerak D iisi jumlah nilai keseluruhan barang tidak bergerak ( dalam angka) D iisi tempat, tanggal, . bulan dan tahur:
diterbitkannya B erita Acara Pelaksanaan S ita D iisi nama dan tanda tangan Jurusita B ea dar: C ukai D iisi N omor Induk P egawai Jurusita B ea dan C ukai D iisi nama dan tanda tangan P enanggung B ea Masuk dan/atau Cukai D iisi nama dan tanda tangan S aksi t - 113- 4. BERI TA ACARA PEMBLOK IRAN REKEN ING BANK KOP SURAT BANK BERITA ACARA PEMBLOKIRAN HARTA KEKAYAAN PENANGGUNG BEA MASUK DAN/ ATAU CUKAI YANG TERSIMPAN PADA BANK Nomor:
..... (1)........... Sesuai Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 1 35 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Pasal..........(2) . ......Peraturan Menteri Keuangan Nomor.... . (3)........ . tentang Tata Cara Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai, Kepala . :
..(4).......telah menyampaikan Surat dengan nomor ....... . (5) . ...... . tanggal.......(6)........ . . perihal Permintaan Pemblokiran Kekayaan Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai Yang Tersimpan Di Bank dan telah diterima pad$. tanggal . ...... (7) ...... ... , maka pada hari ini tanggal........ . (8). . ... . bulan....... (9)..... . . tahun.... . . (10).......pukul......... . ( 1 1)........ . ,telah dilakukan pemblokiran seketika terhadap harta kekayaan Penangļng Bea Masuk danjatau Cukai sebagai: Nama NPWP NPPBKC Alamat ......................................... : Salinan berita acara pemblokiran ini disampaikan kepada Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai dan Kepala.... . . (16) . ..... . , agar pihak-pihak yang berkepentingan mengetahuinya. Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor ( 1 1) Nomor. ( 1 2) Nomor (13) Nomor ( 1 4) Nomor (15) Nomor (16) Nomor ( 1 7) Nomor (18) Nomor (19) Nomor (20) Nomor (2 1) - 114- PETUN JUK PENG IS IAN Diisi nomor Berita Acara Pemblokiran Diisi pasal dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nomor Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penagihan Be a Mas-uk dan I a tau Cukai Diisi Kantor Pelayanan yang meminta pemblokiran Diisi nomor Surat Permintaan Pemblokiran Diisi tanggal Surat Permintaan Pemblokiran Diisi tanggal diterima Surat Permintaan Pemblokiran oleh bank Diisi tanggal (dengan huruf) dilaksanakannya pemblokiran Diisi bulan ( dengan huruf) dilaksanakannya pemblokiran Diisi tahun (dengan huruf) dilaksanakannya pemblokiran Diisi waktu ( dengan huruf) dilaksanakannya pemblokiran Diisi Nama Penanggung Bea masuk danjatau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea masuk danjatau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Be a Masuk dan I a tau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi alamat Penariggung Bea masuk dan/atau Cukai Diisi nama Kantor Pelayanan yang mengajukan permintaan pemblokiran Diisi nama bank yang melakukan pemblokiran Diisi nama dan tanda tangan Pejabat Bank Diisi jabatan pejabat bank Diisi nama dan tanda tangan Jurusita Bea dan Cukai Diisi NIP Jurusita Jurusita Bea dan Cukai t - 115- 5 . BERI TA ACARA PEMBLOKIRAN REKEN ING EFEK KOP SURAT K USTODIAN BERITA ACARA PEMBLOKIRAN REKENING EFEK Nomor:
... . . (1) . .......... Sesuai Pasal 5 ayat {4) Peraturan Pemerintah Nomor 1 35 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pa jak dengan Surat Paksa dan Pasal I........ . {2).......Peraturan Menteri Keuangan Nomor.... . (3)........ . tentang Tata Cara Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai,.... . (4).......telah menyampaikan Surat dengan nomor........ (5)........ tanggal.......(6)........ . . perihal.......(7).... . dan telah diterima pada tanggal ^..... . . (8)........ . , maka pada hari ini tanggal........ . (9).... . . bulan.......( 1 0).......tahun.... . . ( 1 1).......pukul........ . . ( 1 2)........ . , telah dilakukan pemblokiran seketika terhadap harta .kekayaan Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai sebagai: Nama NPWP NPPBKC A lam at ............................. ^....................( 1 3).................................................................................... ...... ( 1 4)......................................................................................... . . ( 1 5)........................................ . . · · · · · · · · · · · · · ·................................ . . ( 1 6 )........................................ . . Salinan berita acara pemblokiran ini disampaikan kepada Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai dan Kepala.... . . (17)......., agar pihak-pihak yang berkepentingan n1engetahuinya. · Jurusita Bea dan Cukai Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor ( 1 1) Nomor ( 1 2) Nomor (13) Nomor (14) Nomor ( 1 5) Nomor (16) Nomor (17) Nomor (18) Nomor (19) Nomor ( 2 0) Nomor (2 1) Nomor (22) - 116 - PETUN JU K PENGIS IAN . Diisi norrior Berita Acara Pemblokiran Diisi pasal dalam Peratutan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nomor Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi pejabat pada Otoritas Jasa Keuangan yang meminta pemblokiran Diisi nomor Surat Permintaan Pemblokiran Diisi tanggal Surat Permintaan Pemblokiran Diisi perihal Surat Permintaan Pemblokiran Diisi tanggal diterima Surat Permintaan Pemblokiran oleh bank Diisi tanggal (deǑgan huruf) dilaksanakannya pemblokiran Diisi bulan (dengan huruf) dilaksanakannya pemblokiran Diisi tahun (dengan huruf) dilaksanakannya pemblokiran Diisi waktu (dengan huruf) dilaksanakannya pemblokiran Diisi nama Penanggung Bea masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Be a masuk dan/ a tau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Be a Masuk dan I a tau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi Alamat Penanggung Bea masuk dan/ a tau Cukai Diisi nama Kantor Pelayanan yang mengajukan permintaan pemblokiran Diisi nama bank yang melakukan pemblokiran Diisi nama dan tanda tangan pej a bat bank Diisi jabatan pejabat bank Diisi nama dan tanda tangan Jurusita Bea dan Cukai Diisi NIP Jurusita Jurusita Bea dan Cukai - 117- 6. BERI TA ACARA PEMBERIAN KETERANGAN KOP SURAT KUSTODIAN BERITA ACARA PEMBERIAN KETERANGAN REKENING EFEK PADA KUSTODIAN DALAM RANGKA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI Nomor:
........ (1)........ Sehubungan dengan Surat Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor.......(2) .. :
.. tanggal........ (3).... . . tentang........ . (4).... . ....., sesuai Pasal 5 ayat (4) ' Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, maka pada hari ini.... . . (5) .. ... . .. tanggal.... . . (6) .... . . bulan.......... . . (7)............ tahun.... . ... (8).... .... pukul.... . .. . . (9).... . . telah dilakukan pemberian keterangan Rekening Efek Pepanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai sebagai berikut: Salinan Berita Acara Pemberian Keterangan ini disampaikan kepada Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dan agar pihak-pihak yang. berkepen tingan mengetahuinya. Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor · Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor · Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor .
(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) ( 1 1) (12) (13) (14) . ( 1 5) (16) (17) ( 1 8) - 118 - PETUN JUK PENG IS IAN . . Diisi nomor Berita Acara Pemberian Keterangan Diisi nomor surat Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan kepada Kustodian Diisi tanggal surat Ketua Dewan Komisioner Otoritas J as a Keuangan kepada Kustodian Diisi perihal sur at Ketua Dewan l{omisioner Otoritas J as a Keuangan kepada Kustodian Diisi nama hari ketika pemberian keterangan dibuat Diisi tanggal (dalam huruf) ketika pemberian keterangan dibuat Diisi bulan ( dalam huruf) ketika pemberian keterangan dibuat Diisi tahun ( dalam huruf) ketika pemberian keterangan dibuat Diisi waktu (dalam angka) ketika pemberian keterangan dibuat Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/ Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea masuk danjatau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/ Cukai Diisi nama dan tanda tangan Jurusita Bea dan Cukai Diisi NIP Jurusita Bea dan Cukai . . Diisi nama Kustodian Diisi nama dan tanda tangan pejabat Kustodian Diisi jabatan Pejabat Kustodian yang menandatangani Berita Acara Pemberian Keterangan - 119 - 7 . BERITA ACARA PENGALIHAN HAK SURAT BERHARGA KOP SURAT DINAS BERITA ACARA PENGALIHAN HAK SURAT BERHARGA Nomor:
... . . (1)........... Sesuai Pasal 5 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 1 35 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Saya Jurusita· Bea dan Cukai pada.......(2).... ." .. , sesuai Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan nomor........ . (3)..... . tanggal............ (4)................ , telah meminta kepada Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai untuk mengalihkan hak Surat Berharga kepada.... . (5).... . . , maka pada hari ini.... . . (6)........ tanggal.... . . (7).... . . bulan........ (8)........ tahun ....... . (9)............ . . pukul........ . (10).... . . telah dilakukan pengalihan hak surat berharga Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai sebagai berikut: Nama NPWP NPPBKC Alamat Salinan Berita Acara pengalihan hak surat berharga ini disampaikan kepada Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai dan Kepala ^..... . .................. . . ( 1 5)............ . .. agar pihak-pihak yang berkeperitingan mengetahuinya. Jurusita Bea dan Cukai Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) . Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor ( 1 1) Nomor (12) Nomor (13) Nomor (14) Nomor (15) Nomor ^· (16) Nomor (17) Nomor (18) - 12 0- PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Berita Acara Pengalihan Hak Surat Berharga Diisi nama Kantor Pelayanan yang menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi nomor Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi tanggal, bulan dan tahun Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi Kepala Kantor Pelayanan yang menerima pengalihan hak surat berharga Diisi hari ketika Pengalihan Hak Surat Berharga dilaksanakan Diisi tanggal ( dalam angka) ketika Pengalihan . Hak Sur at berharga dilaksanakan Diisi bulan (dalam huruf) ketika Pengalihan Hak Surat berharga dilaksanakan Diisi tahun (dalam huruf) ketika Pengalihan Hak Surat berharga dilaksanakan Diisi waktu ( dalam angka) ketika Pengalihan Hak Surat berharga dilaksanakan Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea masuk danjatau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi Kantor Pelayanan yang menerbitkan Surat · Perintah Melaksanakan penyitaan Diisi nama dan tanda tangan Jurusita Bea dan Cukai Diisi NIP Jurusita Bea dan Cukai yang menandatangani Berita Acara Pengalihan Hak Surat Berharga Diisi nama dan tanda . tangan Penanggung · Bea Masuk dan/atau Cukai t - - 121 - 8. BERITA ACARA PERSETUJUAN PENGALIHAN HAK MENAGIH PIUTANG . KOP SURAT DINAS BERITA ACARA PERSETUJUAN PENGALIHAN HAK MENAGIH PIUTANG Nomor:
... . ...... . (1)............ Pada hari ini.... . . (2)........ tanggal........ . (3).... . ... bulan........ . (4)............ tahun........ . (5).... . .....atas kekuatan Surat Perintah Melakukan Penyitaan Kepala........ . (6).... . . Nomor.... . .......... (7)........ .......... . Tanggal........ . (8).... . ... telah dilakukan penyitaan terhadap barang- barang milik Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai: Nama.... . .................(9)........ ...... .. . .................... . NPWP.................... . . (10) . . ,................................. NPPBI{C.................... . . ( 1 1).................................... Alamat..................... . (12)...............:
................... · Khusus terhadap barang-barang Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai berupa piutang seperti tertera di bawah ini : No. Jenis Piutang Nilai Piutang Nama Debitur Keterangan ........(13)........ Rp.... .. . .. (14)................ . . (16)................ . (17).... . ... . Jumlah Rp........ . ( 1 5)........ . Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai telah setuju, untuk dialihkan hak penagihannya dari Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai kepada pejabat yang selanjutnya akan:
dijual oleh Pejabat tersebut kepada pembeli; atau b . disetor langsung oleh pihak yang berkewajiban membayar utang ke Kas Negara atas permintaan Pejabat, untuk melunasi Utang Bea Masuk danjatau Cukai dan Biaya penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai. . Salinan Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak ini disampaikan kepada Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai dan debiturjpara debitur. Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Saksi: Jurusita Bea dan Cukai Nomor Nom or Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nom or Nomor Nomor Nom or Nomor Nom or Nomor Nomor Nom or Nomor Nom or Nomor Nomor (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) ( 1 1) (12) (13) (14) ( 1 5) ( 16 } (17) ( 1 8 ) (19) (20) (2 1) dan (2 1a) - 122- PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piu tang Diisi nama hari diterbitkannya Berita Acara Persetujuan Diisi tanggal (dalam huruf) diterbitkannya Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang ^. Diisi bulan ( dalam huruf) diterbitkannya Be rita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang Diisi tahun (dalam huruf) diterbitkannya Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang Diisi nama Kantor Pelayanan yang menerbitkan Surat perintah Melakukan Penyitaan Diisi nomor Surat Perintah Melakukan Penyitaan Diisi tanggal, bulan dan tahun (dalam angka) Surat perintah Melakukan Penyitaan Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea masuk dan/ a tau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk danjatau. Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi jenis piutang yang belum dilunasi Diisi besarnya piutang (dalam angka) Diisi jumlah piu tang ( dalam angka) Diisi nama debitur Diisi keterangan yang diperlukan terkait piutang Diisi nama dan tanda tangan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nama dan tanda tangan Jurusita Bea dan Cukai ·· Diisi NIP Jurusita Bea dan Cukai Diisi nama dan tanda tangan saksi 9. SEGEL SITA - 12 3 - KOP SURAT DINAS D I S I T A KUTIPAN BERITA ACARA PELAKSANMN SITA ATAS BARANG BERGERAK/BARANG TIDAK BERGERAK, NOMOR............ . . (1)................ . TANGGAL :
........... . . (2)................ . BARANG INI TERMASUK DALAM BARANG-BARANG YANG DISITA NEGARA, BARANG SIAPA DENGAN SENGAJA, MEMINDAHTANGANKAN/MEMINDAHKAN HAK/ MEMINJAMKAN /MERUSAK BARANG INI, DAPAT DITUNTUT BERDASARKAN PASAL 4 1A AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1997 J.O UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA, DENGAN ANCAMAN HUKUMAN PIDANA PENJARA PALING LAMA 4 (EMPAT) TAHUN DAN DENDA PALING BANYAK RP1 2.000.000,00 (DUA BELAS JUTA RUPIAH). Jurusita Bea dan Cukai NrP.: : : : ·: : : : : : : : 5!4·.: : : : : ·. ·.·.: t , www.jdih.kemenkeu.go.id Nomor Nom or Nomor Nom or (1) (2) (3) (4) - 124 ·- PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Berita Acara Pelaksanaan Sita Diisi tanggal, bulan dan tahun (dalam angka) Berita Acara Pelaksanaan Sita Diisi nama dan tanda tangan Jurusita Bea dan Cukai Diisi NIP Jurusita Bea dan Cukai - 12 5- 10. BERITA ACARA PENYANDERAAN KOP SURAT DINAS BERITA ACARA PELAKSANAAN PENYANDERAAN Nomor:
..............(1).................... Pada hari ini.... . . (2).... . . tanggal.... . (3). ,...bulan.... . . (4)........ tahun.... (5)..... . atas kekuatan Surat Perintah Penyanderaan Kepala................ (6). . ...... . nomor........ . (7)........ . . tanggal........ . (8).... . : , maka Saya, Jurusita Bea dan Cukai: Nama Umur NIP ..................................................... . (9)............ . .......................................................... . .................. . . (10)........................................................................................ . . ( 1 1) ............................... . . :
..Pangkat / Gol Jabatan.................................................... . . ( 1 2).................................... Jurusita Bea dan Cukai pada........ . (13).................................... . . Alamat tempat tinggal.................................... . . :
..............(14).................................... Dengan dibantu 2 (dua) orang saksi Warga Negara Indonesia, yang telah mencapai usia 2 1 (dua puluh satu) tahun atau telah dewasa dan dapat dipercaya, yaitu: 1 . Nama/ NIP........................ . ·............................ . ( 1 5)............................................ 2, Umur...........·...........................................( 1 6)............................................ Pangkat...................................................... (17)............................................ JabatanjPekerjaan...................................·...................(18)............................ . :
........... . . Alamat.................................................... . . (19)............................................ Nama/ NIP Umur Pangkat JabatanjPekerjaan Alamat ............. ·........................................ . ( 1 5a)................................................................................................. ( 16a)........................................ . .
...........• . . '.......................................( 17a)......................... ....................................................................... . . ( 18a)................................................................................................ . . ( 19a)........................................ . . Telah melakukan penyanderaan terhadap Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai:
... . . ·............ . . (20)...................................Nomor Identitas........................................ (2 1)........ ............................ Tempat dan Tanggal Lahir............................ :
..........(22)...................................Alamat............................ . .......... . (23).... . . H............................ Jenis Kelamin........................................ (24)........................ .'........ . . Agama........................ . .............. . (25)...................................Kewarganegaraan................ . . ·.................... . . (26)...................................=: : : n : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : 0; 12: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : eli........ . (29).......karena Penanggung Bea masuk danjatau Cukai mempunyai Utang Bea Masuk danjatau atau Cukai sebesar Rp............ . (30)................. (.................... (3 1).................... . . ) dan Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai diragukan itikad baiknya dalam pelunasan Utang Bea . Masuk dan/ a tau a tau Cukai. Salinan Berita Acara ini disampaikan kepada Kepala tempat penyanderaanj rumah tahanan Negara, Penanggung Bea mas: uk danjatau Cukai yang bersangkutan, BupatijWalikota. Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Jurusita Bea dan Cukai Kepala tempat penyanderaanj rumah tahanan negara Saksi : Nomor (1) Nomor (2) Nom or (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nom or (9) Nomor (10) Nomor . ( 1 1) Nomor (12) Nomor (13) Nomor (14) Nomor ( 1 5) dan ( 1 5a) Nomor (16) dan ( 16a) Nomor (17) dan ( 17a) Nomor (18) dan ( 18a) Nomor (19) dan ( 19a) Nomor · (20) Nomor (2 1) Nomor (22) Nomor (23) Nomor (24) Nomor (25) Nomor (26) Nomor (27) Nomor (28) Nomor (29) - . 1 2 6 ^- PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Berita Acara Pelaksanaan Penyandǒraan Diisi nama hari dilaksanakan Penyanderaan ^. Diisi tanggal ( dalam. angka) dilaksanakan Penyanderaan Diisi bulan (dalam huruf) dilaksanakan Penyanderaan Diisi tahun (dal.am huruf) dilaksanǓan Penyanderaan Diisi Kantor Pelayanan penerbit Surat Perintah Penyanderaan Diisi nomor Surat Perintah Penyanderaan Diisi tanggal, bulan dan tahun ( dalam angka) Surat Perin tah Penyanderaan Diisi nama Jurusita Bea dan Cukai yang melakukan penyanderaan Diisi umur Jurusita Bea dan Cukai yang melakukfu J. penyanderaan Diisi NIP .Jurusita Bea dan Cukai Diisi pangkat dan golongan Jurusita Bea dan Cukai yang melakukan penyanderaan Diisi Kantor Pelayanan asal Jurusita Bea dan Cukai Diisi alamat tempat tinggal Jurusita Bea dan Cukai Diisi nama dan NIP saksi Diisi umur saksi Diisi pangkat saksi Diisi jabatan dan pekerjaan saksi Diisi alamat saksi Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi nomor idǔntitas Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai ( diisi nomor KTP, SIM a tau Passport) Diisi tempat dan tanggal lahir Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi jenis kelamin Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai Diisi jenis agama Penanggung Bea Masuk danj atau Cukai Diisi kewarganegaraan Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi pekerjaan Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi jabatan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nama kota tempat dilakukan Penyanderaan Nomor (30) Nomor (3 1) Nomor (32) Nomor (33) Nomor (34) Nomor (35) Nomor (36) dan (36a) - 12 7"- Diisi jumlah utang (dalam angka) Diisi jumlah utang (dalam huruf) Diisi nama dan tanda tangan Penanggung · Be a .Masuk danjatau Cukai Diisi nama dan tanda tangan Jurusita Bea dan Cukai Diisi NIP Juru.sita Bea dan Cukai Diisi nama dan tanda tangan . Kepala tempat penyanderaan/ rumah tahanan Negara Diisi nama dan tanda tangan saksi - 128- 11. BERIT A ACARA KEMATIAN KOP SURAT DINAS BERITA ACARA KEMATIAN Pa,da hari ini........ (1).......tanggal........ . (2).......bulan........ . (3).......tahun.......(4)......., saya, Kepala Rumah Tahanan........ .....(5)..............., bertempat kedudukan di...........(6)............. . MEMBERITAHUKAN DENGAN RESMI Bahwa berdasarkan surat keterangan kematian dari............ (7)................ . nomor...............(8)...............tanggal . .......... . (8)........ . , Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai berikut ini: nama :
............... . ( 1 0)................ . . alamat :
............... . ( 1 1)................ . . jabatan : dinyatakan telah meninggal dunia pada hari............ . . (13)............ tanggal............ (14)............ pukul............ (-15)...........di............ (16): Keluarga dari Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai di atas untuk dapat mengurus jenasah, barang dan; a tau uang milik Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai yang disandera yang meninggal dunia di............ . (17) . .........Salinan berita acara kematian ini diserahkan kepada........ . . (18)........ . :
....... ( 1 9)...........selaku keluarga Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai. Nmnor (1) Non1or (2) Nomor (3) Nomor (4) N : : : n1or (5) Nomor (6) Non1or (7) Nomor (8) I\·on1or (9) jomor (10) : Komar ( 1 1) r-.: omor (12) f: omor (13) J' .... -: -omor (14) r-omor ( 1 5) )fornor (16) kJomor ( 1 7) ; .Jornor (18) l ..Jomor (19) Nomor (20) momor (2 1) : ."Jornor (22) : : .Jomor (23) - 1 29 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nama hari diterbitkannya Berita Acara Kematian Diisi tanggal diterbitkannya Berita Acara Kematian (dengan huruf) Diisi bulan diterbitkannya Berita Acara Kematian (dengan huruf) Diisi tahun diterbitkannya Berita Acara Kematian (dengan huruf) Diisi nama Rumah Tahanan yang menj adi tempat penyanderaan Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi nama kota tempat kedudukan Rumah Tahanan yang menjadi tempat penyanderaan Penanggung Bea M asuk dan/atau Cukai Diisi nama instansi yang menerbitkan surat keterangan kematian Diisi nomor surat keterangan kematian Diisi tanggal surat keterangan kematian Diisi nama Penanggung Bea Masuk danj atau Cukai yang disandera Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang disandera Diisi nama jabatan Penanggung Bea M asuk dan/atau Cukai yang disandera Diisi hari Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai yang disandera meninggal Diisi tanggal Penanggung Bea Masuk danj atau Cukai yang disandera meninggal Diisi jam Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang disandera meninggal Diisi tempat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang disandera meninggal Diisi Rumah Tahanan yang men j adi tempat penyanderaan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nama pihak yang menerima salinan berita acara kematian Diisi alamat pihak yang menerima salinan berita acara kematian Diisi nama pihak yang menerima salinan berita acara kematian Diisi nama pihak yang menerima salinan Surat Paksa dan menandatangani Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi nama Kepala Rumah Tahanan yang menyampaikan salinan dan menandatangani Berita Acara Kematian Diisi NIP Kepala Rumah Tahanan yang menyampaikan salinan dan menandatangani Berita Acara Kematian . U . Kernen terian . ^- .' ' . ·.- .... ; _ ~ : ' } MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI
Uji materiil terhadap PP 74 tahun 2011 tentang tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan
Relevan terhadap
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
Mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
Mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagai- mana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar; atau
Membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
Penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
Pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. yang mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum dan bertentangan dengan asas keadilan, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan a quo tidak sah dan batal demi hukum, memerintahkan Termohon untuk mencabutnya dan menghukum Termohon untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini. Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, maka selanjutnya Pemohon mohon kepada Ketua Mahkamah Agung berkenan memeriksa permohonan keberatan dan memutuskan sebagai berikut:
Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
Menyatakan bahwa pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku yaitu karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya sehingga mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum , asas keadilan dan asas kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan sebagaimana tertuang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 14 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 dalam Pasal 5 huruf b dan c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
Menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Pasal 37 huruf d dan huruf e tidak sah dan batal demi hukum;
Memerintahkan kepada Termohon untuk mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Pasal 37 huruf d dan huruf e ;
Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Agung untuk mengirimkan petikan putusan ini kepada Sekretaris Negara untuk dicantumkan dalam Lembaran Berita Negara;
Menghukum Termohon untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini; DAN/ATAU : Apabila Yang Mulia Majelis Hakim Agung berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya ( ex aequo et bono ); Menimbang, bahwa untuk mendukung dalil-dalil permohonannya, Pemohon telah mengajukan surat-surat bukti berupa:
Fotokopi Akta Notaris Haji Syarif Siangan Tanudjaja, SH., Notaris Jakarta (BuktiP-1);
Fotokopi KTP atas nama Hartono Sohor (BuktiP-2) ;
Fotokopi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 201 tentang Tata Cara pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (BuktiP-3);
Fotokopi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007, tanggal 17 Juli 2007 (BuktiP-4);
Fotokopi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (BuktiP-5);
Fotokopi Bukti Penerimaan Surat Nomor 19-01-2007 (BuktiP-6);
Fotokopi Tanda Terima Pemeriksaan Pajak (BuktiP-7) ;
Fotokopi Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (BuktiP-8);
Fotokopi Surat Tagihan Pajak No.00103/107/09/044/12(BuktiP-9);
Fotokopi Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.260/WPJ.21/2013 tentang Penghapusan Sanksi Administrasi AtasSurat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Karena Permohonan Wajib Pajak (BuktiP-10); Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 15 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 11. Fotokopi Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.KEP-839/WPJ.21/2013 tentang Penghapusan Sanksi Administrasi AtasSurat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Karena Permohonan Wajib Pajak (BuktiP-11);
Fotokopi Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.54639/PP/M.XIIIA/99/2014 (BuktiP-12);
Fotokopi Surat Peninjauan Kembali (Pertama) No.01/PK/XII/2014(BuktiP- 13);
Fotokopi Surat Peninjauan Kembali (Novum) No.02/PK/III/2015(BuktiP-14); Menimbang, bahwa permohonan keberatan hak uji materiil a quo telah disampaikan kepada Termohon pada tanggal 22 September 2015 berdasarkanSurat Tanda Bukti Penerimaan Jawaban Termohon Atas Permohonan Hak Uji Materiil yang diterima oleh Panitera Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Nomor 50/BJT/IX/2015/41 P/HUM/2015 _; _ Menimbang, bahwa terhadap permohonan Pemohon tersebut, Termohon telah mengajukan jawabantertulis pada tanggal 22 September 2015 yang pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut: I. POKOK PERMOHONANPEMOHON 1. Bahwa menurut Pemohon, berlakunya ketentuan Pasal 37 huruf d dan huruf e PP No. 74 Tahun 2011 telah membatasi ruang lingkup Pemohon untuk mengajukan pengurangan atau penghapusansanksi administratif atas surat tagihan pajak pertambahan nilai barang dan jasa;
Bahwa menurut Pemohon, ketentuan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada dasarnya telah mengatur kewenangan Direktur Jenderal Pajak yang dapat mengurangkan atau menghapuskansanksi administrasi, akan tetapi pengaturan tersebut telah dikesampingkan oleh ketentuan Pasal 37 huruf d dan huruf e PP No 74 Tahun 2011, sehingga hak wajib pajak untuk dapat mengajukan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi tidak diperoleh;
Bahwa menurut Pemohon, pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yang tidak sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, tidak memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangansebagaimana tertuang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 16 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 dalam Pasal 5 huruf b dan c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan perundang-undangan;
Bahwa menurut Pemohon, dengan diberlakukannya ketentuan Pasal 37 huruf d dan huruf e PP No. 74 Tahun 2011 telah mengakibatkanPemohon harus membayar apa yang bukan menjadi kewajibannya sebagai wajib pajak; II.PENJELASAN TERMOHON TERHADAPKEDUDUKAN HUKUM ( LEGAL STANDING )PEMOHON. Berkenaan dengan kedudukan hukum ( legal standing/persona standiinjudicio ) dan kepentingan hukum Pemohon dalam perkara a quo , Termohon menyampaikan penjelasan, sebagai berikut : Bahwa ketentuan Pasal 31A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentangMahkamah Agung, yang berbunyi: "Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Pihak yang menganggap haknya dirugikan oleh berlakunya peraturanperundang-undangan di bawah undang-undang, yaitu:
Perorangan wargaNegara Indonesia;
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan RepublikIndonesia yang diatur dalam undang-undang; atau
Badan hukum publikatau badan hukum privat; Bahwa ketentuan Pasal 1 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentangHak Uji Materiil, berbunyi: "Pemohon keberatan adalah kelompok masyarakat atau perorangan yang mengajukan permohonan keberatan kepada Mahkamah Agung atas berlakunya suatu peraturan perundang-undangan tingkatlebih rendah dari undang-undang"; Ketentuan tersebut mensyaratkan bahwa permohonan keberatan uji materiil dapat diajukan oleh pihak-pihak yang tepat dan adanya kerugian langsung yang diderita oleh pihak-pihak tersebut, dan benar-benar diakibatkankarena berlakunya peraturan perundang-undangan yang dimohonkan uji materi tersebut; Menurut Termohon, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum didasarkan padaalasan sebagai berikut:
KETIDAK ADANYA KERUGIAN PEMOHON SEBAGAI Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 17 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 AKIBATBERLAKUNYA PP NO. 74 TAHUN 2011. Bahwa menurut Termohon, pada dasarnya dibentuknya PP No. 74 Tahun2011:
Bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kejelasan bagi masyarakat dalam memahami dan memenuhi hak serta kewajiban perpajakan yang sebelumnya diatur dalam PeraturanPemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan;
Bahwa ditetapkannya PP No. 74 Tahun 2011 padadasarnya merupakan bentuk pendelegasian kewenangan sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang, yang berbunyi: "hal-hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah". Bahwa pengaturan tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan dalam PP No. 74 Tahun 2011, telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku in casu berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang PenetapanPeraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang; Bahwa menurut Termohon, terkait dengan adanya kerugian langsung maupun tidak langsung yang diderita oleh Pemohon yang diakibatkan adanya PP No. 74 Tahun 2011 tersebut, Termohon sama sekali tidak melihat adanya hubungan sebab akibat ( causal verband) yaitu antara kerugian yang diderita oleh Pemohon dengan berlakunya PP No. 74 Tahun 2011 dimaksud. Pemohon dalam permohonannya sarna sekali tidak menguraikan secara jelas dan komprehensif mengenai kerugian yang diderita oleh karena Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 18 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 berlakunya norma yang diuji in casu PP No. 74 Tahun 2011. Pemohon hanya berasumsi memiliki kepentingan hukum untuk mengajukan permohonan judicial review perkara aquo hanya didasarkan bahwa karena upaya Pemohon untuk mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas surat tagihan pajak pajak pertambahan nilai barang dan jasa ditolak oleh Dirjen Pajak melalui keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP.839/WJP.21/2013 tanggal 27 November 2013. Yang kemudian oleh Pemohon Keputusan Dirjen Pajak tersebut digugat kepengadilan Pajak, yang kemudian oleh Pengadilan pajak gugatan Pemohon tidak dapat dikebulkan. Sehingga menurut Termohon, problematika hukum yang dihadapi oleh Pemohon bukanlah disebabkan keberlakuan PP No. 74 Tahun 2011 melainkan karena adanya penolakan terhadap pengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi Pemohon oleh Dirjen Pajak melalui keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP.839/WJP.21/2013 tanggal 27 November 2013, maka kerugian yang diderita oleh Pemohon baik langsung maupun tidak langsung bukanlah akibat oleh berlakunya PP No.74 Tahun 2011, dan tidak adanya hubungan sebab akibat ( causal verband ) antara kepentingan hukum Pemohon dengan berlakunya PP No. 74 Tahun 2011;
PERMOHONAN NEBISIN IDEM . Bahwa permohonan yang diajukan oleh Pemohon adalah untuk menguji ketentuan Pasal 37 huruf d dan huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara PelaksanaanHak ·dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan; Bahwa pengujian terhadap ketentuan Pasal 37 huruf d dan huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan pernah dilakukan pengujian dalam perkara Nomor 43P/HUM/2012 oleh PT. Best World Indonesia dan telah diputus oleh Mahkamah Agung pada tanggal 6 April2013 dengan amar putusan menolak Permohonan Pemohon; Bahwa dalam alasan-alasan dalam pokok Permohonan yang diajukan oleh PT. Best World Indonesia pada dasarnya sama Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 19 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 dengan yang diajukan oleh Pemohon yang menganggap bahwa ketentuan Pasal 37 huruf d dan huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan telahbertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; Dengan demikian menurut Termohon, oleh karena pokok permohonan yang diajukan oleh Pemohon sama dengan pokok permohonan dalam perkara Nomor 43P/HUM/2012, oleh sebab itu Termohon berpendapat permohonan Pemohon _Nebis In Idem; _ __ III.LATAR BELAKANG TERBITNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAANHAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN. Sebagai gambaran bagi Majelis Hakim Agung yang memeriksa dan mengadili permohonan a quo , kami sampaikan latar belakang pembentukan PP No 74 Tahun 2011 yang diajukan permohonan uji materiil olehPemohon, sebagai berikut:
Undang-Undang di bidang perpajakan memberikan amanat pengaturan kepada peraturan perundang-undangandi bawahnya;
Amanat pengaturan kepada Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan yang diberikan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009 (untuk selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang KUP) merupakan undang-undang yang berisi ketentuan formal yang mengatur mengenai tata cara dan prosedur pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan baik bagi Wajib Pajak maupun petugas pajak. Ketentuan formal ini diberlakukan untuk melaksanakan ketentuan dalam undang-undang pajak material, seperti Undang-Undang Pajak Penghasilan atau Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; Undang-Undang KUP memberikan amanat kepada Pemerintah selaku lembaga eksekutif yang melaksanakan Undang-Undang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 20 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 untuk mengatur lebih lanjut ketentuan dalam Undang-Undang KUP baik melalui Peraturan Pemerintah ataupun PeraturanMenteri Keuangan. Amanat pengaturan kepada Peraturan Pemerintah di dalam Undang-Undang KUP terdapat dalam 3 (tiga) Pasal yang dapat diuraikan sebagai berikut: a) Pasal 35A yangberbunyi : Ayat (1) "Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada DirektoratJenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2)"; __ Ayat (2) "Dalam hal data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, Direktur Jenderal Pajak berwenang menghimpun data dan informasi untuk kepentingan penerimaan negara yang ketentuannya diatur dengan Peraturan pemerintah dengan memperhatikanketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2)"; b) Pasal 37 yangberbunyi: "Perubahan besarnya imbalan bunga dan sanksi administrasi berupabunga, denda, dan kenaikan, diatur denganPeraturan Pemerintah"; c) Pasal 48 yangberbunyi: "Hal-hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah"; Amanat pengaturan kepada Peraturan Pemerintah tersebut menunjukkan bahwa Undang-Undang KUP tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus ditopang oleh peraturan perundang-undangan di bawahnya. Terkait amanat Pasal 48 Undang-Undang KUP yang menjadi dasar pembentukan PP 74/2011 yang diajukan uji materiil oleh Pemohon, dapat kami sampaikan bahwa meskipun pasal tersebut memberikan kewenangan yang sangat luas kepada Pemerintah untuk mengatur hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang KUP, namun kewenangan tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan asas legalitas serta mengedepankan prinsip keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan yang menjadi Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 21 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 dasar dalam pembentukan peraturan pemerintah. Selain itu, pengaturan yang dilakukan juga sejalan dengan kebutuhan untuk menyesuaikan proses dan prosedur administrasi perpajakan dengan perubahan yang sangat dinamis dalam masyarakat Wajib Pajak;
Amanat pengaturan kepada peraturan pemerintah dalam undang- undangpajak material; Amanat pengaturan kepada peraturan pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang KUP dapat ditemukan juga dalam ketentuan undang-undang pajak material seperti Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (untuk selanjutnya disebut Undang- Undang PPh) dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentangPerubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (untuk selanjutnya disebut Undang-Undang PPN). Bahkan amanat pengaturan yang serupa dengan Pasal 48 Undang- Undang KUP juga ditemukan dalam undang-undang material tersebut, yaitu: a) Pasal 35 Undang-UndangPPh. "Hal-hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang ini diatur lebih lanjutdengan Peraturan Pemerintah"; b) Pasal 19 Undang-UndangPPN. "Hal-hal yang belum diatur dalam undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan PeraturanPemerintah"; Pengaturan kepada peraturan pemerintah dalam undang-undang material tersebut, khususnya amanat pengaturan terhadap hal-hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang melalui Peraturan Pemerintah, menunjukkan bahwa dalam undang-undang di bidang perpajakan pengaturan tersebut memang diperlukan. Pengamanatan pengaturan kepada peraturan pemerintah mengenai hal-hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang ditujukan untuk memberikan kemudahan kepada Pemerintah dalam menyesuaikan ketentuan dalam Undang-Undang,sebagai akibat terjadinya perkembangan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya dan hukum itu sendiri tanpa harus mengubah Undang-Undang, namun tetap berpegang pada asas kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan, termasuk asas-asas hukum atau prinsip- Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 22 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 prinsip hukum yang berlaku umum. Hal ini didasarkan pada pertimbangan waktu yang lebih singkat dalam pembentukan Peraturan Pemerintah dibandingkan dengan waktu yang diperlukan dalam pembentukan Undang-Undang. Dengan demikian, Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Pasal 48 Undang-Undang KUP seperti halnya peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan Undang- Undang PPh dan Undang-Undang PPN, berfungsi sebagai pelengkap yang merupakan satu kesatuan dengan Undang-Undang KUPitu sendiri;
Fungsi PP 74/2011 sebagai pelengkap Undang-Undang Meskipun sarna-sarna memberikan amanat untuk pengaturan kepada Peraturan Pemerintah, namun amanat pengaturan kepada Peraturan Pemerintah yang terdapat dalam Pasal 37 dan Pasal 48 Undang-Undang KUP memiliki karakteristik tersendiri. Hal tersebut dapatdijelaskan sebagai berikut:
Fungsi pengaturan dalam Peraturan Pemerintah berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang KUP Pasal 37 Undang-Undang KUP jelas mengatur bahwa Pemerintah diberi kewenangan untuk mengubah besaran sanksi administrasi dan besaran imbalan bunga melalui Peraturan Pemerintah tanpa harus mengubah Undang-Undang. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun perubahan besaran sanksi atau besaran imbalan bunga diatur dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Pasal 37, namun hal inimempunyai makna bahwa pengaturan besaran sanksi administrasi dan besaran imbalan bunga tersebut secara substansial mempunyai kedudukan yang sama dengan pengaturan dalam Undang-Undang. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah amanat Pasal 37 Undang-Undang KUP tersebut harus dipandang sebagai pengganti (substitusi) dari pasal- pasal dalam Undang-Undang KUP yang mengatur mengenai besarnya sanksi administrasi dan besarnya imbalan bunga;
Fungsi Pengaturan dalam Peraturan Pemerintah berdasarkan Pasal 48 Undang-UndangKUP. Hal demikian berlaku juga untuk Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Pasal 48 Undang-Undang KUP. Sebagaimana bunyi dari ketentuan Pasal 48 Undang-Undang KUP tersebut di atas, ketentuan Pasal 48 tersebut dimaksudkan untuk memberikan exit Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 23 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 strategy (jalan keluar) kepada Pemerintah untuk segera menyesuaikan ketentuan yang belum cukup diatur dalam Undang- Undang sebagai akibat adanya perkembangan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya dan hukum itu sendiri. Seperti diketahui bahwa perkembangan hukum di bidang perpajakan termasukperkembangan administrasi perpajakan berlangsung sangat dinamis seiring dengan perkembangan teknologi, perkembangan sosial-budaya, dampak globalisasi (praktek perpajakan negara lain) yang memerlukan penyesuaian ketentuan secara cepat; Itulah sebabnya, terhadap ketentuan Pasal 48 Undang-Undang KUP, sejak Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sampai dengan perubahan terakhir dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tidak pernah dilakukan peru bahan, mengingat materi yang telah diatur dalam Undang-Undang KUP masih sangat mungkin berkembang sehingga penyesuaian terhadap materi tersebut tidak harus dilakukan dengan mengubah Undang-Undang. Ketentuan Pasal 48 Undang-Undang KUP juga dimaksudkan untuk menjaga kelenturan pengaturan yang dilakukan oleh Undang-Undang dalam rangka mengantisipasi demikiancepatnyaperubahan-perubahan yang terjadi di bidang perpajakan; Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Pasal 48 UU KUP berfungsi sebagai pelengkap UU KUP yang harus dipandang sebagai satu kesatuan dengan undang-undang induknya, yaitu Undang-Undang KUP itu sendiri. Hal ini sejalan dengan bunyi penjelasan Pasal 48 Undang-Undang KUPyang menyatakan: "Untuk menampung hal-hal yang belum cukup diatur mengenai tata cara atau kelengkapan yang materinya sudah dicantumkan dalam Undang-undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Dengan demikian akan lebih mudah mengadakan penyesuaian pelaksanaanUndang-Undang ini dan tata carayang diperlukan"; Dari penjelasan ini terlihat bahwa berbeda dengan anggapan Pemohon bahwa seharusnya PP 74/2011 hanya berisi tata cara dan bukannya materi, Pasal 48 Undang-Undang KUP justru Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 24 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 memberikan ruang untuk mengatur kelengkapan yang materinya sudah dicantumkan dalam Undang-Undang KUP kepada Peraturan Pemerintah, termasukdiantaranya materi tentang hat-hat yang masih belum jelas dan belum cukup diatur;
Latar Belakang PembentukanPP 74/2011:
Pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 sebagai pelaksanaan Pasal 48 Undang-Undang KUP Dalam rangka memberikan kemudahan dan kejelasan bagi masyarakat untuk memahami dan memenuhi hak dan kewajiban perpajakannya, Pemerintah memandang perludiberikan suatu kepastian hukum dalam melaksanakan ketentuan umum dan tata cara perpajakan dengan mengatur ketentuan umum tersebut dalam suatu Peraturan Pemerintah; Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir denganUndang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, merupakan Peraturan Pemerintah yang pertama kali dibentuk untuk melaksanakan amanat Pasal 48 Undang-Undang KUP. Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007, celah-celah yang timbul dalam sistem administrasi perpajakan karena belum cukup pengaturan dalam Undang-Undang KUP, misalnya pada permasalahan tata cara pemeriksaan, tata cara penetapan pajak yang tidak atau kurang dibayar, tata cara pemberian imbalan bunga, serta tata cara upaya hukum dapat terjawab karena pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007mengisikekosongan yang belum cukup diatur dalam Undang- Undang KUP. Peraturan Pemerintah tersebut disusun dengan tetap mendasarkan pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan;
Pembentukan PP 74/2011 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun2007; Seiring dengan perkembangan hukum dan masyarakat khususnya di bidang perpajakan, serta untuk menyelaraskan dengan Undang- Undang PPh dan Undang-Undang PPN dipandang perlu untuk Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 25 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 melakukan penggantian Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007. Penggantian Peraturan Pemerintah Nomor80 Tahun 2007 dilakukan dengan menerbitkan PP 74/2011; PP 74/2011 juga dibuat agar lebih memberikan kejelasan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak, fiskus, maupun hakim Pengadilan Pajak dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan. Permasalahan dalam ketentuan formal di bidang perpajakan yang selama ini menimbulkankeragu-raguan disempurnakan melalui PP 74/2011; Penyempurnaan materi dalam PP 74/2011 adalah antaralain:
Penyempurnaan ketentuan yang terkait tata cara pendaftaran dan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sertapengukuhan dan pencabutan Pengusaha Kena Pajak;
Penyempurnaan ketentuan yang terkait dengan tata cara pembetulan Surat Pemberitahuan, dan pengungkapanketidak- benaran;
Penyempurnaan ketentuan yang terkait dengan tata cara penetapan berdasarkanketerangan lain;
Penyempurnaan ketentuan yang terkait dengan jalur-jalur upaya hukum yang dapat ditempuholeh Wajib Pajak;
Penyempurnaan ketentuan yang terkait dengan tata cara pemberian imbalanbunga;
Penyempurnaan ketentuan mengenai tata cara pembukuan dan pemeriksaan terhadap WajibPajak;
Penyempurnaan ketentuan mengenai tata cara Pemeriksaan Bukti Permulaan dan penghentian penyidikan;dan h. Penyempurnaan ketentuan yang terkait dengan aspek perpajakan internasional ( Mutual Agreement Procedure, Exchange of Information ,dan Advance Pricing Agreement );
Pembentukan PP 74/2011 sebagai suatukeniscayaan. Berdasarkan uraian latar belakang pembentukan Peraturan Pemerintah tersebut di atas, terlihat bahwa pembentukan PP 74/2011 sebagai pelaksanaan Pasal 48 Undang-Undang KUP, didasarkan pada kebutuhan masyarakat akan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang merupakan hal yang tidak dapat Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 26 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 ditawar-tawar lagi. Termasuk dalam kepastian hukum tersebut adalah pengaturan terhadap pasal-pasal yang dapat menimbulkan perbedaan penafsiran termasuk pengaturan Pasaf 37 PP 74/2011 yang menjelaskan Pasal 23 ayat (2) huruf c yang diajukanpermohonan uji materiil oleh Pemohon. Dengan pengaturan terhadap ketentuan dalam Undang-Undang KUP yang dapat menimbulkan perbedaan penafsiran tersebut dalam PP 74/2011, permasalahan ketidakpastian hukum dalam mencari keadilan dapat teratasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembentukan PP 74/2011 yangmenggantikan Peraturan Pemerintah Nomor80 Tahun 2007 merupakan suatu keniscayaan dalam menyikapi perubahan ekonomi, sosial, sosial dan budaya hukum khususnya yang terkat dengan bidang perpajakan, di samping untuk memberikan kepastian hukum dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan dari Wajib Pajak; IV.JAWABAN TERMOHONTERHADAP POKOK PERMOHONANPEMOHON;
Termohon tidak sependapat dengan anggapan/argumentasi Pemohon dalam permohonannya yangmenyatakan : Bahwa menurut Pemohon, berlakunya ketentuan Pasal 37 huruf d dan huruf ePP No. 74 Tahun 2011 telah membatasi ruang lingkup pemohon untuk mengajukan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif atas surattagihan pajak pertambahan nilai barangdan jasa; Terhadap alasan/anggapan Pemohon di atas, Termohon memberikan penjelasan sebagaiberikut :
Kewenangan penerbitan Surat Ketetapan Pajak oleh Direktur Jenderal Pajak dan jalur upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak Sebelum menanggapi dalil-dalil yang diajukan Pemohon terhadap Pasal 37 PP 74/2011, perlu kiranya disampaikan filosofi yang dibangun oleh Undang-Undang KUP khususnya yang terkait dengan kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk menerbitkan surat ketetapan pajak dan upaya hukum yang dapatdilakukan oleh Wajib Pajak terkait dengan penetapan tersebut;
Kewenangan DJP untuk menerbitkan Surat ketetapan Pajak berdasarkan Undang-UndangKUP. Dalam sistem perpajakan yang dianut di Indonesia, Wajib Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 27 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 Pajak diberi kepercayaan penuh untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya ( self assessment ). Hal ini sebagaimana telah diatur dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang KUP yangberbunyi: "Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak"; __ Dengan pemberian kepercayaan tersebut, pajak yang dilaporkan oleh Wajib Pajak dianggap benar dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Hal ini sejalan dengan bunyi Pasal 12 ayat (2) Undang- Undang KUP sebagai berikut: "Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undanganperpajakan"; Sistem self assessment menuntut kejujuran Wajib Pajak dalam membayar dan melaporkan jumlah pajak yang terutang. Apabila Wajib Pajak membayar dan melaporkan jumlah pajak yang terutang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, terhadap Wajib Pajak tidak akandiambil tindakan penegakan hukum. Namun, apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan tidak benar, Direktur Jenderal Pajak memiliki kewenangan menetapkan jumlah pajak yang terutang sesuai dengankewenangan yang diberikan olehPasal 12 ayat (3) Undang-Undang KUP; Penetapan jumlah pajak yang terutang oleh Direktur Jenderal Pajak dilakukan berdasarkan kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk menerbitkan surat ketetapan pajak, Adapun kewenangan penerbitan surat ketetapan pajak yang dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak, dapat diuraikan sebagaiberikut: a) Pasal 13 Undang-UndangKUP: Ayat (1): Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 28 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagaiberikut:
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurangdibayar;
Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegursecara tertuiis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; __ c. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikanselisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen); __ d. Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnyapajak yang terutang;atau __ e. Apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a). b) Pasal 15 Undang-UndangKUP: Ayat (1): Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 5(lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitanSurat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; c) Pasal 17 Undang-UndangKUP: Ayat (1): Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlahkredit pajak atau jumlah pajak yang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 29 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 dibayar lebih besar daripada jumlah pajakyang terutang; __ d) Pasal 17A Undang-UndangKUP: Ayat (1): Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaranpajak; Pemberian kewenangan kepada Direktur Jenderal Pajakuntuk menerbitkan ketetapan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 13, Pasal 15, Pasal 17, dan Pasal 17A Undang-Undang KUP pada dasarnya adalah untuk memastikan bahwa Wajib Pajak melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya dengan tepat dan benar sebagaimana yang dimaksudkan dalam ketentuan perundangan-undangan dibidang per- pajakan. Namun demikian, dalam menerbitkan surat ketetapan pajak tersebut, Direktur Jenderal Pajak tidak dapat sewenang- wenangmelainkan tetap harus sesuai dengan prosedur atau tata cara dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang KUP dan peraturan pelaksanaannya; Demikian juga, penetapan jumlah pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak tersebut, juga harus sesuai dengan ketentuan material (Undang-Undang PPh dan Undang- UndangPPN); Oleh karena itu, dalam hal surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak tidak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh Undang-Undang KUP, Wajib Pajak dapat mengajukan upaya hukum terkait dengan tidak dipenuhinya prosedur tersebut. Demikian halnya, dalam hal jumlah pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak tidak disetujui oleh Wajib Pajak, Wajib Pajak juga dapat mengajukan upaya hukum terkait dengan jumlah pajak yang terutang tersebut. Upaya hukum terkait dengan prosedur penerbitan surat ketetapan pajak dan upaya hukum terkait dengan jumlah pajak yang terutangdalam surat ketetapan pajak tersebut Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 30 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 merupakan 2 (dua) jalur upaya hukum yang berbeda, sehingga tidak dapat dicampuradukkan dalam implementasinya;
Skema upaya hukum dalam Undang-Undang KUP atas Surat KetetapanPajak; Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa terdapat 2 (dua) jalur upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Wajib Pajak, terkait dengan surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Hal ini disebabkan terdapat 2 (dua) kemungkinansengketa yang terjadi akibat diterbitkannya produk hukum berupa surat ketetapan pajak, yaitu: a) Adanya kemungkinan sengketa yang terkait dengan jumlah pajak yang terutang dalam surat ketetapanpajak; b) Adanya kemungkinan sengketa terkait dengan prosedur penerbitan surat ketetapanpajak; Untuk memperjelas 2 (dua) jenis sengketa dan upaya hukum terkait dengan sengketa tersebut, dapat diuraikan hal-hal sebagaiberikut: a)Sengketa dan upaya hukum terkait dengan jumlah pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Penerbitan surat ketetapan pajak oleh Direktur Jenderaf Pajak dilakukan berdasarkan hasil verifikasi atau hasil pemeriksaan. Sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang KUP, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji pemenuhan kewajibanperpajakan Wajib Pajak. Pelaksanaan pemeriksaan dimaksudkan dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dari Wajib Pajak; Sebagaimana telah diuraikan di atas, Wajib Pajak diberikan kepercayaan penuh dalam menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya. Namun demikian, kebenaran pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut tentunya perlu diuji dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang ada, khususnya undang-undang pajak material seperti Undang- Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 31 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 Undang PPh atau Undang-Undang PPN.Apabila pemenuhan kewajiban perpajakan sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, maka tidak akan ada koreksi pajak yang terutang yang menjadi sengketa. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa tidak jarang petugas pajak melakukan koreksi yang diakibatkan baik karena perbedaan pemahaman akan undang-undang perpajakan maupun karena ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, sehingga menyebabkan terjadinya sengketa; Atas koreksi tersebut Wajib Pajak bisa menyetujui atau tidak menyetujui. Dalam hal Wajib Pajak menyetujui jumlah pajak yang terutang, Wajib Pajak harus membayar jumlah pajak yang terutang; Dalam hal tidak menyetujui tidak diwajibkan untuk membayar, dan dapat mengajukanupaya hukum; Dalam hal Wajib Pajak tidak setuju dengan jumlah pajak terutang yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan upaya hukum sebagaiberikut:
Pembetulan Berdasarkan Pasal 16 UUKUP. Pembetulan dilaksanakan untuk menjalankan tugas pemerintahan yang baik sehingga apabila dalam surat ketetapan pajak terdapat kesalahan atau kekeliruanperlu dibetulkan sebagaimana mestinya; Oleh karena itu, apabila terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kesalahan penerapan per- aturan perundang-undangan baik yang ditemukan oleh Direktur Jenderal Pajak maupun yang ditemukan oleh Wajib Pajak, kesalahan tersebut harus dibetulkan baik secara jabatan atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak; Ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan telah mengatur 18 (delapan belas) produk hukum yang dapat dibenarkan,meliputi: a) Surat ketetapan pajak yang meliputi Surat Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 32 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan PajakLebih Bayar; b) Surat TagihanPajak; c) Surat KeputusanPembetulan; d) Surat KeputusanKeberatan; e) Surat Keputusan Pengurangan SanksiAdministrasi; f) Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi; g) Sura! Keputusan Pengurangan KetetapanPajak; h) Surat Keputusan Pembatalan KetetapanPajak; i) Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan KelebihanPajak; j) Surat Keputusan PemberianImbalan Bunga; k) Surat Pemberitahuan PajakTerhutang; I) Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi danBangunan; m)Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi danBangunan; n) Surat Keputusan Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan; atau
Surat Keputusan Pengurangan Denda Pajak Bumi danBangunan; Luasnya cakupan produk hukum yang dapat dibetulkan tersebut menunjukkan bahwa Wajib Pajak juga diberikan kesempatan yang luas untuk mengajukan upaya hukum terkait kesalahan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Oleh karena itu, sebelum mengajukan upaya hukum yang lain, sepanjang terkait dengan kesalahan yang termasuk dalam ruang lingkup Pembetulan, Wajib Pajak seharusnya menempuh upaya hukumPembetulan; Sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UU KUP, pembetulan dilakukan apabila terjadi kesalahan atau kekeliruan sebagaiakibat dari:
Kesalahan tulis, antara lain kesalahan berupa Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 33 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, nomor surat ketetapan pajak, jenis pajak, Masa Pajak atau Tahun Pajak, dan tanggal jatuhtempo;
Kesalahan hitung, antara lain kesalahan yang berasal dari penjumlahan dan/atau pengurangan dan/atau perkalian dan/atau pembagian suatu bilangan. Termasuk dalam pengertian kesalahan hitung adalah kesalahan akibat diterbitkannya suratketetapan pajak, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali atas Masa Pajak atau Tahun Pajak lain yang mempengaruhi Masa Pajak atau Tahun Pajaklain; atau 3) Kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu kekeliruan dalam penerapan tarif, kekeliruan penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto, kekeliruan penerapan sanksi administrasi, kekeliruan Penghasilan Tidak Kena Pajak,kekeliruan penghitungan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan, dan kekeliruan dalampengkreditan pajak; Dalam ketentuan Pasal 16 Undang-Undang KUP, diatur bahwa upaya pembetulan dapat dilakukan berulang kali sepanjangmasih terdapat kesalahan dalam surat ketetapan pajak dimaksud. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa apabila terjadi suatu kekeliruan atau kesalahan, maka dengan sendirinya harus dilakukan pembetulan ( ipso jure ). Misalnya terhadap surat ketetapan pajak yang yang diajukan permohonan pembetulan dan telah diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan, maka terhadap surat ketetapan pajak tersebut masih dapat dilakukan upaya hukum pembetulan, keberatan, pengurangan ketetapan pajak, atau pembatalan ketetapan, dan dapat pula diajukan pengurangan maupun Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 34 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 penghapusan sanksi administrasi. Bahkan apabila terhadap surat ketetapan pajak tersebut tidak dilakukan penyampaian hasil pemeriksaan dan atau pembahasan akhir dengan Wajib Pajak, tetap dapat dilakukan pembatalan surat ketetapan pajak. Prinsip ipso jure tersebut berlaku pula secara mutatis mutandis terhadap produk hukum lainnya yang diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan oleh Direktur Jenderal Pajak;
Keberatan, Banding, dan Peninjauan kembali sebagai upaya penyelesaian sengketa perpajakan melalui proseslitigasi; Dalam hal terdapat perbedaan pendapat yang menjadi sengketa antara Wajib Pajak dengan Direktur Jenderal Pajak mengenai jumlah pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 25 dan Pasal 26 Undang-Undang KUP. Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak merupakan upaya penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi.Dalam proses keberatan, pihak yang mengadili adalahsekaligus pihak yang ber- sengketa, yaitu Direktur Jenderal Pajak. Dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak berposisi sebagai lembaga pengadil semu atau yang juga dikenal sebagai quasi peradilan ( quasi judicial ) yang menjalankan fungsi yudikatif dan eksekutif; Sebelum mengajukan keberatan, Wajib Pajak diharuskan untuk membayar pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak paling sedikit sebesar yang telah disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau verifikasi. Jumlah pembayaran pajak yang terutang sebelum pengajuan keberatan akan menentukan jumlah sanksi yang akan dikenakankepada Wajib Pajak apabila berdasarkan hasil Keputusan Keberatan atau Putusan Banding Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 35 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 jumlah pajak yang terutang lebih besar daripada jumlah yang telah dibayar sebelum pengajuan keberatan. Akan tetapi perlu diingat bahwa apabila Wajib Pajak yakin dengan jumlah pajak yang terutang yang disetujuinya, maka seharusnya tidak perlu terdapat kekhawatiranakan pengenaan sanksi tersebut karena hal tersebut akan terbukti dalam proses keberatan atau dalam proses banding. Hal ini memperlihatkan bahwa bahkan sebelum pengajuan upaya penyelesaian sengketa, Wajib Pajak masih diberikan keleluasaan pembayaran oleh Direktur Jenderal Pajak; Direktur Jenderal Pajak harus mengambil keputusan atas permohonan keberatan Wajib Pajak dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan diterima secara lengkap. Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.Apabila berdasarkan keputusan keberatan terdapat jumlah kekurangan pajak yang belum dibayar sebelum pengajuankeberatan dilakukan, maka Wajib Pajak dikenai sanksi 50% dari pajak yang kurang dibayar tersebut; Dalam proses penyelesaian sengketa melalui proses keberatan, dapat terjadi bahwa hasil keputusan keberatan tidak memuaskan Wajib Pajak. Dalam hal Wajib Pajak tidak puas terhadap hasil Keputusan Keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan Banding hanya kepada PengadilanPajak; Proses banding di Pengadilan Pajak merupakan upaya penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi murni dimana pihak yang mengadili adalah hakim Pengadilan Pajak, yang merupakan pihak di luar pihak yang bersengketa. Hasil Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa menolak, mengabulkan sebagian Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 36 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 atau seluruhnya, menambah Pajak yang harus dibayar, atau menyatakan tidak dapat diterima atas permohonanbanding; Mengingat bahwa Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, terhadap Putusan Banding dari Pengadilan Pajak tidak dapat diajukan upaya hukum baik berupa tidak dapat lagi diajukan Gugatan, Banding, atau Kasasi. Apabila berdasarkan Putusan Banding terdapat jumlah kekurangan pajak yang belum dibayarsebelum pengajuan keberatan dilakukan, maka Wajib Pajak dikenai sanksi 100% dari pajak yang kurang dibayar tersebut; Namun demikian, salah satu pihak yang bersengketa, baik WajibPajak atau Direktur Jenderal Pajak berdasarkan alasan-alasan tertentu berikut dapat mengajukan upaya hukum luar biasa berupa permohonan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Alasan-alasan tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang PengadilanPajak adalah:
Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yangkemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkanputusan yang berbeda;
Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat (1) hurufb dan c;
Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab- Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 37 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 sebabnya;atau e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yangberlaku; Pengajuan Peninjauan Kembali atas Putusan Banding dari Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung tidak menghalangi eksekusi Putusan Banding. Hal ini didasarkan kembali pada prinsip bahwa Putusan Banding adalah Putusan yang bersifat final danmengikat; Namun demikian, hal ini tidak berarti bahwa Putusan Mahkamah Agung atas Peninjauan Kembali atas Putusan Banding Pengadilan Pajak tidak memiliki kekuatan hukum, karena Undang-Undang KUP telah mengatur bahwa Putusan Mahkamah Agung atas Peninjauan Kembali atas Putusan Banding Pengadilan Pajakmerupakan dasar penagihan pajak apabila berdasarkan Putusan Mahkamah Agung atas Peninjauan Kembali atas Putusan Banding Pengadilan Pajak terdapat kekurangan pembayaran pajak, atau merupakan dasar pengembalian pajak yang terutang apabila berdasarkan Putusan Mahkamah Agung atas Peninjauan Kembali atas Putusan Banding Pengadilan Pajak terdapat kelebihan pembayaran pajak; Jalur upaya hukum melalui proses litigasi yang telah disediakan bagi Wajib Pajak yang tidak menyetujui jumlah pajak yang terutang menunjukkan bahwa Wajib Pajak diberikan akses penuh untuk mencari keadilan terkait jumlah pajak yang terutang. Oleh karena itu menjadi tidak beralasan apabila ada pihak yang berpendapat bahwa peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan menghalangi upaya Wajib Pajak untuk mencari keadilan. Hal yang sesungguhnya terjadi adalah pembagian klaster upaya hukum yaitu jalur terkait prosedural penerbitan surat ketetapan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 38 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 pajak dan jalur terkait jumlah pajak yang terutang. Pembagian ini bertujuan untuk kepastian hukum agar Wajib Pajak mengajukan upaya hukum sesuai dengan jenis sengketa;
Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak sebagai upaya penyelesaian sengketa perpajakan nonlitigasi; Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui jumlah pajak yang terutang yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, selain dapat menggunakan jalur upaya penyelesaian sengketa melalui proseslitigasi, Wajib Pajak juga diberikan kesempatan untuk mengajukan upaya penyelesaian sengketa non litigasi berupa permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar. Permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan diterima harus menerbitkan Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak. Surat keputusan dimaksud berisi keputusan berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, atau menolak permohonan Wajib Pajak; Berkenaan dengan hal tersebut di atas dapat kami sampaikan bahwa pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang disengketakan merupakan bentuk ordonansi keadilan yang dapat ditempuh oleh Wajib Pajak yang berakhir pada Direktur Jenderal Pajak. Dalam hal Wajib Pajak mendapat keputusan pertama atas pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak dan Wajib Pajak merasabelum memperoleh keadilan, maka Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang kedua. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 39 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 Keputusan yang diambil oleh Direktur Jenderal Pajak merupakan keputusan final atas jumlah pajak terutang yang disengketakan; Pengajuan salah satu upaya penyelesaian sengketa, berupa keberatan atau permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar akan menegasikan kesempatan pengajuan upaya penyelesaiansengketa yang lain; Oleh karena itu Wajib Pajak hanya dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidakbenar apabila Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atau mengajukan keberatan tetapi tidak dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Demikian pula Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan apabila tidak pengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar; Penegasian kesempatan pengajuan upaya penyelesaian sengketa antara satu dengan yang lain ini dikarenakan pokok yang menjadi sengketa adalah sarna tetapi jalur yang disediakan berbeda. Melalui jalur litigasi, Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk mencari keadilan sampai kepada Mahkamah Agung, sedangkan apabila Wajib Pajak memilih jalur non- litigasi, upaya pencarian keadilan berhenti sampai Direktur Jenderal Pajak. Oleh karena itu sangat penting bagi Wajib Pajak untuk menentukan jenis upaya hukum mana yang akan ditempuh agar Wajib Pajak tidak dengan sesukanya dalam menempuh upaya hukum yang malahan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam sistem administrasi perpajakan; Akan tetapi perlu disadari pula bahwa pengajuan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar merupakan jalur upaya hukum terhadap jumlah pajak yang terutang, Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 39 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 40 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 sehingga apabila masih terdapat sengketa terkait prosedur penerbitan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak masih diberikan kesempatan mengajukan upaya hukum terhadap surat ketetapan pajak yang tidak sesuai prosedurtersebut; Masing-masing pilihan pengajuan upaya penyelesaian sengketa memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Dalam upaya penyelesaian sengketa melalui proses litigasi, jalur yang disediakan kepada Wajib Pajak relatif lebih panjang, akan tetapi hasil keputusannya dapat menambah jumlah pajak yang terutang yang tercantum dalam surat ketetapan pajak, bahkan disertai sanksi baik 50% dalam keberatan ataupun 100% dalam banding. Sedangkan apabila mengajukan upaya penyelesaian non-litigasi berupa pengajuan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar, maka waktu yang dibutuhkan relatif lebih singkat dan hasilnya tidak mungkin menambah jumlah pajak yang terutang yang tercantum dalam surat ketetapan pajak serta terhadap Wajib Pajak tidak dikenai sanksi, tetapi kekurangannya adalah terhadap keputusan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar tidak dapat diajukan upaya hukum lanjutan selain pengajuan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang kedua, sehingga jalur upaya hukum non-litigasi menjadi relatif singkat; Dari uraian tersebut, menjadi jelas bahwa Pemerintah menyediakan jalur upaya hukum yang dapat dipilih oleh Wajib Pajak. Pilihan yang diberikan oleh Pemerintah tersebut, memiliki konsekuensinya masing-masing. Konsekuensi yang paling nyata adalah jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh Wajib Pajak untuk membayar pajak yang terutang beserta sanksi administrasinya. Namun demikian, hal tersebut Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 40 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 41 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 kembali berpulang kepada kejujuran Wajib Pajakdalam menghitung, melapor, dan menyetorkan pajak yang terutang; Apabila Wajib Pajak telah yakin menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam SPT secara benar maka seharusnya Wajib Pajak tidak perlu gentar dalam mengajukan upaya hukum terkait surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan atau verifikasi, karena Pemerintah melalui paraturannya di Direktorat Jenderal Pajak tidak akan mencari-cari cara untuk merugikan Wajib Pajak melainkan akan bekerja secara profesional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku. Cara-cara yang ditempuh oleh Wajib Pajak untuk memperpanjang upaya hukum yang dapat dilaksanakan yang berarti juga menunda kewajiban pembayaran pajak menunjukkan bahwa sebenarnya Wajib Pajak tidak yakin dengan kebenaran penqhrtunqan, pembayaran, serta pelaporan ajaknya atau malahan mencari segala upaya agar kewajiban membayar pajak tertunda atau bahkan tidak harus dipenuhi. Pemerintah sangat yakin bahwa Majelis Hakim Agung Yang Mulia selain menjunjung tinggi prinsip keadilan, juga menjunjung tinggi prinsip kepastian hukum dalam memutus perkara a quo sehingga akan dapat melihat bahwa esensi pengaturan Pasal 37 yang diajukan uji materiil kepada Mahkamah Agung adalah untuk menciptakan kepastian hukum, agar Wajib Pajak tidak menghindari kewajiban perpajakannya dengan menempuh sega/a upaya hukum yang bahkan tidak sesuai dengan jalur yang telah disediakan Pemerintah. Demikian pula kiranya Majelis Hakim Agung dapat memper- timbangkan fakta bahwa peranan pajak dalam penerimaan negara yang sangat signifikan, sehingga upaya penundaan pembayaran pajak atau bahkan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 41 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 42 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 upaya penghindaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak termasuk uji materiil Pasal 37 huruf b, d, e, f, g, dan h Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 yang diajukan oleh Pemohon berpotensi mengganggu penerimaan negara; b) Upaya hukum atas Surat Ketetapan Pajak yang penerbitannya tidak sesuai denganprosedur. Dalam hal Wajib Pajak tidak setuju dengan jumlah pajak terutang yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan upaya hukum sebagaiberikut:
Gugatan kepada PengadilanPajak. Undang-Undang KUP dan PP 74/2011 memberikan hak kepadaWP untuk menggugat surat ketetapan pajak yang terbit tidak sesuai prosedur, hal tersebut diaturantara lain: Pasal 23 ayat (2) huruf d Undang-UndangKUP: "Penerbitan surat ketetapan pajak atau 5urat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan hanya dapat diajukankepada badan peradilan pajak"; Pasal 38 ayat (1) PP74/2011: "Surat ketetapan pajak yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan dapat diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalamPasal 23 ayat (2) huruf d Undang- Undang"; Pengajuan gugatan atas surat ketetapan pajak tersebut tidak menghilangkan hak Wajib Pajak untuk tetap mengajukan upaya hukum atas jumlah pajak yang terutang. Perlu kiranya menjadi perhatian Majelis Hakim Yang Mulia, bahwa sepanjang menyangkut materi maka Putusan Gugatan tidak dapat Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 42 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 43 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 ditindaklanjuti oleh Direktur Jenderal Pajak. Hal ini dikarenakan Putusan Gugatan tidak termasuk produk hukum yang menjadi dasar pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana telahdiatur dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat 2 (dua) Undang-Undang KUP, sehingga apabila Pengadilan Pajak melalui Putusan Gugatan kemudian menetapkan terjadi kelebihan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran pajak tersebut tidak dapat dikembalikan oleh Direktur Jenderal Pajak; Demikian pula, apabila Putusan Gugatan menetapkan terjadi kekurangan pembayaran pajak, Direktur Jenderal Pajak juga tidak dapat menagih kekurangan pembayaran pajak karena Putusan Gugatan tidak termasuk produk hukum yang menjadi dasar penagihan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang KUP.
Pengajuan pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberi- tahuan hasil pemeriksaan atau verifikasi atau tanpa dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaanatau verifikasipajak kepada Direktur Jenderal Pajak sebagaimanaSelain dapat mengajukan gugatan terhadap surat ketetapan pajak yang terbit tidak sesuai dengan prosedur, apabila terkait dengan tidak disampaikannya surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau verifikasi atau tidak dilakukannya pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau verifikasi, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembatalan ketetapandiatur dalam Pasal 36 ayat (1) huruf d Undang-Undang KUP. Melalui permohonan ini, Wajib Pajak dapat langsung mendapatkan haknya atas prosedur yang belum dilaksanakan dalam penerbitan surat ketetapan pajak tanpa harus melalui proses litigasi yang relatif lebih memakan waktu dan biaya; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 43 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 44 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 P ermohonan ini dapat diajukan 1 (satu) kali dan harus diberikan keputusan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lama 6 (enam) bulan sejak permohonanditerima secara lengkap; Untuk memudahkan Majelis Hakim Yang Mulia dalam mendalami skema upaya hukum yang dapat ditempuh olehWajib Pajak, berikut ini digambarkan skema visual sebagai berikut: SURAT KETETAPAN PAJAK MATERI PROSEDUR PASAL 36 PASAL 36 AYAT (1) PASAL 16 PASAL 25 huruf b PASAL 23 HURUF d (PEMBETULAN) (KEBERATAN) (PENGURANGAN DAN (GUGATAN) (PEMBATALAN SKP TIDAK PEMBATALAN SKP) SESUAI PROSEDUR) Dapat Diajukan BANDING PROSES BERHENTI PENINJAUAN KEMBALI PROSES BERHENTI Berkali-kali DI DIP DI DIP PENINJAUAN KEMBALI Upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak tersebut menunjukkan bahwa Wajib Pajak diberikan kesempatan yang luas untuk mencari keadilan, dan harus dipilih sesuai dengan jenis sengketa dan dengan mempertimbangkan konsekuensi dari masing-masing pilihan upaya hukum yang diambil. Oleh karena itu, dalam pengajuan upaya hukum, Wajib Pajak harus meyakini terlebih dahulu kebenaran penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajaknya sehingga upaya hukum yang dilakukan oleh Wajib Pajak tidak menjadisarana untuk coba-coba dalam menunda atau menghindari kewajiban perpajakannya;
Termohon tidak sependapat dengan anggapan/argumentasi Pemohon dalam permohonannyayang menyatakan : Bahwa menurut Pemohon, ketentuan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 44 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 45 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada dasarnya telah mengatur kewenangan Direktur Jenderal Pajak yang dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi, akan tetapi pengaturan tersebut telah dikesampingkan oleh ketentuan Pasal 37 huruf d dan huruf e PP No. 74 Tahun 2011, sehingga hak wajib pajak untuk dapat mengajukan penguranganatau penghapusan sanksi administrasi tidak diperoleh Terhadap alasan/anggapan Pemohon di atas, Termohon memberikan penjelasan sebagai berikut : Sebagaimana telah disebutkan di atas, Pasal 48 Undang-Undang KUP tidak hanya mengamanatkan pengaturan mengenai tata cara, tetapi juga kelengkapan yang materinya telah diatur dalam Undang-Undang KUP. Dengan menyitir bahwa Pasal 48 hanya mengamanatkan tata cara sehingga pengaturan hal-hal di luar tata cara bertentangan dengan Undang-Undang, menunjukkan bahwa Pemohon tidak memiliki pemahaman penuh terhadap ketentuan Pasal 48 atau bahkan mungkin sedang berusaha untuk menyesatkan pemahaman Majelis Hakim Agung Yang Mulia. Namun demikian, Pemerintah sangat yakin Majelis Hakim Agung Yang Mulia juga memahami bahwa Pasal 48 Undang- Undang KUP yang menjadi dasar pembentukan PP 74/2011 memberikan kewenangan untuk mengatur tidak hanya tata cara melainkan juga memberikan kewenangan untuk mengatur materi yang belum cukup lengkap diatur dalam Undang-Undang KUP. Setelah memahami bahwa Peraturan Pemerintah pelaksanaan Pasal 48 Undang-Undang KUP diberikan kewenangan untuk mengatur materi yang belum cukup lengkap diatur dalam Undang-Undang KUP, selanjutnya Pemerintah akan menguraikan mengapa Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang KUP perlu diatur dengan Pasal 37 PP 74/2011. Hal-hal yang dapat diajukan gugatan telah diatur dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang KUP, yang berbunyi: "Gugatan Wajib Pajak atau PenanggungPajak terhadap:
pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang; __ b. keputusan pencegahan dalam rangkapenagihan pajak; __ c. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 45 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 46 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undanganperpajakan hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak"; Pasal 23 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d Undang-Undang KUP mengatur secara jelas mengenai hal-hal apa saja yang dapat diajukan gugatan ke Pengadilan Pajak. Namun Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang KUP belum cukup memberikan kejelasan tentang produk hukum yang dapat diajukan gugatan sehubungan dengan keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan. Oleh karena itu, untuk memberikan kepastian dan kejelasan hukum baik bagi Wajib Pajak dan petugas pajak, maka perlu diatur lebih lanjut bagaimana perlakuan secara hukum terhadap Pasal 23 ayat (2) huruf c tersebut; Berdasarkan pengaturan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang KUP, hal-hal yang dapat diajukan gugatan terkait dengan Pasal 23 ayat (2) huruf a,huruf b, dan huruf d adalah terkait dengan prosedur. Oleh karena itu keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan yang dapat diajukan gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c,juga harus dipandang yang terkait dengan prosedur. Oleh karena itu, untuk menjalankan amanat Pasal 48 Undang-Undang KUP yang mengatur bahwa terhadap hal-hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Maka terhadap Pasal 23 ayat (2)huruf c Undang- Undang KUP diatur dengan ketentuanPasal 37 PP 74/2011, yang berbunyi: "Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan yang diajukan gugatan kepada Badan Peradilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang, meliputi keputusan yang diterbitkan olehDirektur Jenderal Pajakselain:
surat ketetapan pajak yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tatacara penerbitan;
Surat KeputusanPembetulan; __ Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 46 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 47 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 c. Surat Keputusan Keberatan yang telah sesuai dengan prosedur atau tata carapenerbitan; __ d. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
Surat Keputusan PenghapusanSanksi Administrasi; __ f. Surat Keputusan PenguranganKetetapan Pajak;
Surat Keputusan Pembatalan KetetapanPajak; dan
Surat Keputusan Pengembalian PendahuluanKelebihan Pajak; Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagaiberikut:
Surat Ketetapan Pajak yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata carapenerbitan; Sebagaimana telah dipaparkan di atas, gugatan hanya terkait prosedur saja. Oleh karena itu, surat ketetapan pajak yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan, tidak dapat diajukan gugatan. Sebaliknya, Surat ketetapan pajak yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan dapat diajukan gugatan berdasarkan Pasal 23 ayat(2) huruf d. Apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan jumlah pajak terutang dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan sesuai dengan prosedur, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan, banding, sampai dengan Peninjauan Kembali atau mengajukan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yangtidak benar;
Surat KeputusanPembetulan; Surat keputusan pembetulan diterbitkan berdasarkan permohonan maupun karena jabatan apabila terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kesalahan penerapan ketentuan peraturan perundang- undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP. Kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan pembetulan tersebut merupakan kekekeliruan yang tidak bersifat sengketa. Oleh karena itu, Surat Keputusan Pembetulan tidak dapat diajukan gugatan oleh Wajib Pajak. Selanjutnya, permohonan pembetulan juga tidak dibatasi oleh Undang-Undang sehingga Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan setiap kali terdapat/menemukan kesalahan. Bahkan diatur bahwa terhadap surat ketetapan pajak yang dilakukan pembetulan dan wajib pajak Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 47 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 48 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 mempersengketakan jumlah pajak yang terutang dalam Surat Keputusan pembetulan tersebut, Wajib Pajak masih memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum pembetulan, keberatan, pengurangan ketetapan pajak, atau pembatalan ketetapan, dan dapat pula diajukan pengurangan maupun penghapusan sanksi administrasi. Bahkan apabila terhadap surat ketetapan pajak tersebut tidak dilakukan penyampaian hasil pemeriksaandan atau pembahasan akhir dengan Wajib Pajak, tetap dapat dilakukan pembatalan Surat Ketetapan Pajak. Hal ini berlaku pula secara mutatis mutandis terhadap produk hukum lainnya yang diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan oleh Direktur Jenderal Pajak;
Surat Keputusan Keberatan yang telah sesuai dengan prosedur atau tata carapenerbitan; Sebagaimana telah dipaparkan di atas, bahwa upaya hukum gugatan hanya dapat diajukan terkait prosedur. Oleh karena itu, Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan tidak dapat diajukan gugatan. Sebaliknya, Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya tidak sesuai prosedur sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan dapat diajukan gugatan berdasarkan Pasal 23 ayat (2) huruf d Undang-UndangKUP; Apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan jumlah pajak terutang dalam Surat Keputusan Keberatan yang telah diterbitkan sesuai dengan prosedur, Wajib Pajak dapat mengajukan bandingsampai dengan Peninjauan Kembali;
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi danSuratKeputusanPenghapusanSanksiAdministrasi; Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP, Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karenakesalahannya; Dari bunyi Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP di atas, secara tersirat dapat dimaknai bahwa pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dilakukan atas sanksi yang sudah Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 48 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 49 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 benar namun Wajib Pajak meminta "derma" atau "belas kasihan" kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dikurangkan atau dihapuskan karena keadaan tertentu. Dengan kata lain, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi tersebut merupakan wewenang mutlak Direktur Jenderal Pajak sehingga tidak relevan apabila diajukan gugatan. Selain itu, Undang-Undang KUP memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mengajukan sebanyak 2 (dua)kali; Apabila sanksi administrasi yang terdapat dalam Surat Tagihan Pajak tidak benar, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c. Apabila sanksi administrasi yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak tidak benar, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b;
Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak dan Surat Keputusan PembatalanKetetapan Pajak; Apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan jumlah pajak terutang dalam Surat Ketetapan Pajak yang telah diterbitkan sesuai dengan prosedur, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan, banding, sampai dengan Peninjauan Kembali atau mengajukan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yangtidak benar; Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP, Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar. Pengertian tidak benar di sini adalah terkait dengan jumlah pajak yang terutang. Permohonan pengurangan atau penghapusan surat ketetapan yang tidak benar diputuskan oleh Direktur Jenderal Pajak dan tidak dapat diajukan upaya hukum kepada lembaga lain di luar Direktorat Jenderal Pajak. Akan tetapi perlu diperhatikan juga bahwa terhadap Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak dan Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak masih dapat diajukanupaya hukum pembatalan. Keberatan dan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak merupakan dua jalur terpisah (alternatif). Artinya, apabila Wajib Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 49 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 50 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 Pajak sudah mengajukan keberatan maka tidak boleh mengajukan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak. Sebaliknya, apabila Wajib Pajak sudah mengajukan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak maka tidak boleh mengajukan keberatan. Keduanya memiliki kedudukan yang sama dalam kaitannya memutuskan pajak yang terutang dalam surat ketetapanpajak; Pengurangan atau pembatalan pajak berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP disebut ordonansi keadilan (Sisi keadilan Pasal 36 (1) hurufb)karena:
Tidak terdapat keputusan yang menambah pajak yangterutang;
Buku, catatan, atau dokumen yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan tetapi diberikan dala proses penyelesaian pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar juga dapat dipertimbangkanoleh Direktur Jenderal Pajak; Oleh karena pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar mengadili pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak, maka tidak relevan apabila Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak diajukan gugatan. Apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan jumlah pajak terutang yang telah diputuskan dalam Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Wajib Pajak masih dapat mengajukan lagi permohonankepada Direktur Jenderal Pajak;
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Berdasarkan Pasal 17C Undang-Undang KUP, Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk PajakPertambahan Nilai; Output dari penelitian tersebut adalah menerima atau menolak pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Apabila Direktur Jenderal Pajak menerima permohonan Wajib Pajak maka Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 50 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 51 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 pengembalian kelebihan pembayaran pajak diproses berdasarkan Pasal 17C Undang-Undang dan diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak. Dalam proses penelitian pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, tidak terdapat koreksi yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak, sehingga Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak murni berdasarkan jumlah yang dimohonkan oleh Wajib Pajak, sehingga tidak mengandung sengketadidalamnya; Berdasarkan hal tersebut tidak relevan jika Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak diajukan gugatan kepada PengadilanPajak; Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa:
Berdasarkan amanat dalam Pasal 48 Undang-Undang KUP, bahwa hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang akan diatur oleh Peraturan Pemerintah, maka PP 74/2011 yang menjalankan amanat tersebut sudah sangat jelas diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Meskipun Pemohon berpandangan bahwa PP 74/2011 tidak dapat mengatur selain materi, tetapi dari penjelasan Pasal 48 terlihat bahwa Pasal 48 juga memberi kewenangan untuk mengatur kelengkapan yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang KUP. Pemberian kewenangan pengaturan materi tersebut melegitimasi pengaturan materi dalam PP 74/2011 yang melengkapi Undang-Undang KUP;
Pasal 37 huruf d dan huruf e PP 74/2011 merupakan pengaturan lebih lanjut mengenai materi yang diatur dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang KUP, sehingga Wajib Pajak mendapatkan kejelasan dan kepastian hukum mengenai jalur-jalur upaya hukum yang dapat ditempuh. Dengan kata lain tidak terdapat pertentangan antara materi dalam Pasal 37 huruf d dan huruf e PP 74/2011 dengan materi dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang KUP, sebagaimana disebutkan dalampendapat Pemohon;
Termohon tidak sependapat dengan anggapan/argumentasi Pemohon dalam permohonannya yangmenyatakan : Bahwa menurut Pemohon, pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yang tidak sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 51 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 52 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, tidak memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 huruf b dan c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; Terhadap alasan/anggapan Pemohon di atas, Termohon memberikan penjelasansebagai berikut : Bahwa menurut Termohon, terhadap argumentasi Pemohon yang menyatakan bahwa pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan bertentangan dengan Pasal 5 huruf b dan c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah tidak berdasar dan mengada- ada, karena pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 telah sesuai dengan ketentuan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang; Sehingga PP No 74 Tahun 2011 pada dasarnya merupakan bentuk pendelegasian kewenangan sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 6 Tahun1983;
Termohon tidak sependapat dengan anggapan/argumentasi Pemohon dalam permohonannya yangmenyatakan : Bahwa menurut Pemohon, dengan diberlakukannya ketentuan Pasal 37 huruf d dan huruf e PP No 74 Tahun 2011 telah mengakibatkan Pemohon harus membayar apa yang bukanmenjadi kewajibannya sebagai wajib pajak; Terhadap alasan/anggapan Pemohon di atas, Termohon memberikan penjelasansebagai berikut : Bahwa terhadap argumentasi Pemohon yang menyatakan bahwa dengan diberlakukannya ketentuan Pasal 37 huruf d dan huruf e PP No 74 Tahun 2011 telah mengakibatkan Pemohon harus membayar apa yang bukan menjadi kewajibannya sebagai wajib pajak, menurut Termohon adalah tidak berdasar dan mengada-ada, karena pada dasarnya tidak ada pembayaran yang harus di bayarkan oleh Pemohon Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 52 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 53 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 di luar kewajiban Pemohon sebagaiwajib pajak; Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak masih dapatdibetulkan; Pasal 16 Undang-Undang KUP telah mengatur bahwa Surat Keputusan Pengurangan Atau Pembatalan Ketetapan Pajak merupakan salah satu produk hukum yang dapat dibetulkan oleh Direktur Jenderal Pajak, baik atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatan. Pengaturan ini dilandaskanpada prinsip bahwaPembetulan dilakukan terhadap kesalahan yang bersifat manusiawi yang tidak mengandung sengketa antara Wajib Pajak dengan Direktur Jenderal Pajak, sehingga apabila masih terdapat kesalahan, Surat Keputusan Pengurangan Atau Pembatalan Ketetapan Pajak tersebut masih dapat dibetulkan; Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) Pasal 17C dan Pasal 170 Tidak Mengakibatkan Wajib Pajak Kehilangan Hak Untuk Mengajukan UpayaHukum : a) Latar belakang pengembalian pendahuluan kelebihan pajak sebagai fasilitas percepatanrestitusi; Pada prinsipnya pengembalian kelebihan pembayaran pajak harus dilakukan berdasarkan pemeriksaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 178 UU KUP; Pasal 17 ayat (1) "Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebihbesar daripada jumlah pajak yang terutang"; Pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17 ayat (1) dilakukan berdasarkan atas hasil pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan yang tidak menyatakan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Pemeriksaan dalam rangka pengembalian ini dilakukan dalam jangka waktu 6-8 bulan dalam hal pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaam kantoratau dalam jangka waktu 8-10 bulan dalam hal dilakukan dengan pemeriksaanlapangan; Pasal 178ayat (1) "Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 53 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 54 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170, harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secaralengkap" Pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 178 ayat (1) dilakukan berdasarkan atas hasil pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan yang menyatakan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Dalam hal Wajib Pajak memohon pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud Pasal 17B UU KUP maka Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar harus diterbitkan paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima lengkap; Namun demikian, jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat (1) atau jangka waktu penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud Pasal 17B ayat (1) dipandang tidak cukup mengakomodasi kepentingan masyarakat Wajib Pajak yang menginginkan proses restitusi dilakukan dalam jangka waktu yang lebih singkat. Oleh karena itu, dengan memperhatikan aspirasi masyarakat Wajib Pajak tersebut, Pemerintah memberikan fasilitas pengembalian pendahuluan dilakukan untuk Wajib Pajak tertentu yang memiliki tingkat kepatuhan pembayaran dan pelaporan pajak yang baik. Pengembalian pendahuluan berdasarkan Pasal 17C dan Pasal 17D dilakukan dalam jangka waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan restitusiberdasarkan Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 17B ayat (1), yaitu 3 (tiga) bulan untuk Pajak Penghasilan dan 1 (satu) bulan untuk PajakPertambahan Nilai. Oleh karena itu pengembalian pendahuluan kelebihan pajak harus dipandang sebagai fasilitas percepatan restitusi yang diberikan oleh Pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan dan kemudahan kepada masyarakat; b) Ilustrasi permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak sebagaimana diatur Pasal 17C dan Pasal 17D Undang- UndangKUP; Untuk memperjelas proses pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, kami sampaikan ilustrasisebagai berikut: Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 54 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 55 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 Wajib Pajak yang telah ditetapkan sebagai Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana diatur Pasal 17C atau Wajib Pajak yang telah ditetapkan sebagai Wajib Pajak Persyaratan Tertentu sebagaimana diatur dengan Pasal 17D mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) dengan membubuhkan tanda pada Surat Pemberitahuan (SPT). Berdasarkan permohonan tersebut, Kantor Pelayanan Pajak melakukan penelitian untuk menguji kebenaran terjadinyakelebihan pembayaran pajak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) tersebut. Apabila berdasarkan penelitian terbukti terjadi kelebihan pembayaran pajak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah), terhadap permohonan Wajib Pajak diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan KelebihanPajak (SKPPKP). Namun apabila berdasarkan penelitian terbukti kelebihan pembayaran pajak kurang atau lebih dari jumlah Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah), permohonan Wajib Pajak tidak diberikan, tetapi Wajib Pajak masih dapat membetulkanSPT tersebut. c) Terbitnya SKPPKP menunjukkan bahwa seluruh permohonan restitusi WajibPajak dikabulkan; Sebagaimana telah dicontohkan dalam ilustrasi di atas, SKPPKP terbit hanya apabila berdasarkan hasil penelitian terbukti terdapat kelebihan pembayaran pajak sebesar yang diajukan oleh Wajib Pajak. Oleh karena itu apabila SKPPKP terbit, seharusnya tidak terjadi sengketa karena SKPPKP terbit sesuai dengan permohonanWajib Pajak; d) SKPPKP masih dapat dibetulkan dengan kuasa Pasal 16 UU KUP Pasal 16 UU KUP telah mengatur bahwa Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak merupakan salah satu produk hukum yang dapat dibetulkan oleh Direktur Jenderal Pajak, baik atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatan. Pengaturan ini dilandaskan pada prinsip bahwa Pembetulan dilakukan terhadap kesalahan yang bersifat manusiawi yang tidak mengandung sengketa antara Wajib Pajak dengan Direktur Jenderal Pajak, sehingga apabila masih terdapat kesalahan,Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tersebut Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 55 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 56 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 masih dapat dtbetulkan. Hal ini menunjukkan bahwameskipun SKPPKP hanya dapat terbit sesuai dengan permohonan Wajib Pajak, Pemerintah masih menyediakan upaya yang dapat dilakukan apabila masih terdapat kesalahan baik kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kesalahan penerapan peraturan perundang- undangan; e) Penerbitan SKPPKP tidak mungkin dan tidak perlu disengketakan Berdasarkan uraian di atas, didapatkan gambaran bahwa SKPPKPditerbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan jumlah yang diajukan oleh Wajib Pajak dan terhadap SKPPKP tersebut masih dapat diajukan Pembetulan. Oleh karena itu, sebenarnya tidak mungkin terjadi sengketa atas penerbitan SKPPKP. Sengketa hanya mungkin terjadi apabila SKPPKP tidak terbit. Seandainyapun SKPPKP tidak terbit, Wajib Pajak masih dapat membetulkan SPT yang menjadi dasar permohonannya tersebut. Dengan demikian apabila SKPPKP diterbitkan seharusnya tidak terjadi sengketa dan tidak perlu disengketakan;
Kekhawatiran Pemohon bahwa produk upaya hukum yang diajukan uji materiil tidak dapat lagi atau kehilangan hak untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak adalah tidakberalasan; Sebagaimana telah dijelaskan secara gamblang di atas, bahwa setiap upaya hukum memiliki karakteristik tersendiri berdasar- kan jenis sengketanya dan memiliki konsekuensimasing- masing; Misalnya, jika terhadap Wajib Pajak telah dilakukan pemeriksaan dan kemudian diterbitkan produk hukum Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagai hasil pemeriksaan tersebut, apabila Wajib Pajak kemudian tidak setuju dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut, UU KUP memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Wajib Pajak untuk mengajukan upaya hukum( point d'interet point d'action ). Berdasarkan UU KUP, kesempatan yang seluas- luasnya bagi Wajib Pajak untuk mengajukan upaya hukum dapat berupa permohonan pembetulan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UU KUP, pengajuan keberatan sebagaimana Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 56 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 57 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 diatur dalam Pasal 25 UU KUP, dan upaya hukum Pasal 36 UU KUP yang berupa: permohonan pengurangan ketetapan pajak, permohonan pembatalan ketetapan, permohonan pengurangan maupun permohonan. penghapusan sanksi administrasi, bahkan apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dimaksud tidak dilakukan penyampaian hasil pemeriksaan dan atau pembahasan akhir dengan Wajib Pajak, dapat dilakukan pembatalan Surat Ketetapan PajakKurang Bayar; Upaya hukum yang dipilih Wajib Pajak sangat tergantung pada ketidakpuasan Wajib Pajak dalam hal apa dan bagaimana pertimbangan Wajib Pajak atas konsekuensi dari upaya hukum Wajib Pajak. Misalnya jika upaya hukum yang ditempuh Wajib Pajak adalah keberatan, maka konsekuensi Wajib Pajak antara adalah harus melunasi jumlah pajak yang disetujui pada waktu akhir sebelum mengajukan keberatan, jumlah pajak yang tidak disetujui pada waktu pembahasan akhir belum menjadi utang pajak sehingga tidak dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa, dan jika berdasarkan SK Keberatan terdapat pajak yang masih harus dibayar maka atas jumlah tersebut harus dilunasi Wajib Pajak dengan ditambah sanksi administrasi 50% (lima puluh persen) dari pajak yang masih harus dibayar; Hal ini berbeda, jika langkah upaya hukum yang ditempuh Wajib Pajak adalah mengajukan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak. Jika upaya hukum yang ditempuh Wajib Pajak adalah mengajukan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak, maka konsekuensi Wajib Pajak antara lain adalah harus melunasi jumlah pajak yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, baik jumlah itu disetujui atau tidak disetujui pada waktu pembahasan akhir sebelum Wajib Pajak mengajukan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak, paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkan. Jumlah pajak yang disetujui maupun tidak disetujui pada waktu pembahasan akhir telah menjadi utang pajak. Dengan demikian, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut harus dilunasi paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkan dan bila tidak dilunasi dilakukan penagihan pajak Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 57 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 58 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 dengan surat paksa. Hanya saja terhadap Wajib Pajak tidak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang masih harus dlbayar, tetapi dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung 1 (satu) bulan sejak Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar diterbitkan; Konsekuensi yang hampir sama, jika upaya hukum yang ditempuh adalah mengajukan upaya hukum pembetulan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UU KUP. Konsekuensi Wajib Pajak antara lain adalah harus melunasi jumlah pajak yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, baik jumlah itu disetujui atau tidak disetujui pada waktu pembahasan akhir sebelum Wajib Pajak mengajukan pembetulan Pasal 16 UU KUP, paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkan. Jumlah pajakyang disetujui maupun tidak disetujui pada waktu pembahasan akhir telah menjadi utang pajak. Dengan demikian, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut harus dilunasi paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkan dan bila tidak dilunasi dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa. Hanya saja terhadap Wajib Pajak tidak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang masih harus dibayar, tetapi dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung 1 (satu) bulan sejak Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar diterbitkan; Berdasarkan contoh uraian di atas, maka Wajib Pajak harus memilih jalur yang akan ditempuh dan menyadari konsekuensi- nya, dan bukannya mencoba semua upaya hukum walaupun tidak sesuai dengan jenis sengketanya hanya untuk menunda atau bahkan menghindari kewajibanperpajakannya; Gugatan sebagai jalur upaya hukum yang telah disediakan untuk jenis sengketa yang terkait dengan prosedur penerbitan surat ketetapan pajak, tidak dapat digunakan sebagai upaya hukum untuk jenis sengketa materi terkait jumlah pajak yang terutang. Apabila hal tersebut tetap dilakukan dan dikabulkan oleh Pengadilan Pajak, yang selanjutnya berdampak pada Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 58 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 59 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 kelebihan pembayaran pajak, maka putusan tersebut justru akan merugikan Wajib Pajak karena Wajib Pajaktidak dapat mendapatkan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dimohonkannya. Hal ini dikarenakan, berdasarkan Pasal 11 UU KUP, Putusan Gugatan bukan merupakan salah satu produk hukum yang menjadi dasar pengembalian kelebihan pem- bayaran pajak; PERTIMBANGAN HUKUM Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon adalah sebagaimana tersebut di atas; Menimbang, bahwa yang menjadi objek permohonan keberatan hak uji materiil Pemohon adalah Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan; Menimbang, bahwa objek permohonan Hak Uji Materiil merupakan peraturan perundang-undangan yang secara hierarkhis berada di bawah Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, sehingga Mahkamah Agung berwenang untuk melakukan pengujian terhadap objek permohonan _a quo; _ Menimbang, bahwa sebelum Mahkamah Agung mempertimbangkan tentang substansi permohonan yang diajukan Pemohon, maka terlebih dahulu akan dipertimbangkan apakah permohonan a quo memenuhi persyaratan formal, yaitu apakah Pemohon mempunyai kepentingan untuk mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil, sehingga Pemohon mempunyai kedudukan hukum ( legal standing) dalam permohonan a quo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Pasal 1 ayat (4) dan Pasal 2 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil; Menimbang, bahwa Pemohon adalah badan hukum publik yang mempunyai perhatian yang intens terhadap dunia usaha di bidang otomotif. Pemohon kerap memberikan dukungan, usulan dan saran terhadap para pemangku kepentingan ( stakeholder) di bidang usaha dan bisnis untuk kemajuan dunia otomotif di Indonesia khususnya wilayah Jabodetabek. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Pemohon itu sejatinya merupakan upaya untuk berpartisipasi dalam pembangunan yakni menciptakan lapangan kerja Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 59 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 60 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 bagi masyarakat, guna mencapai salah satu tujuan Negara yaitu memajukan kesejahteraan umum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; Menimbang, bahwa Pemohon adalah pembayar pajak dalam setiap transaksi yang dilakukannya, Pemohon merasa sangat dirugikan dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Pasal 37 huruf d dan huruf e yang berakibat mengharuskan Pemohon untuk membayar apa yang bukan menjadi kewajibannya sebagai wajib pajak atau dengan kata lain Pemohon sebagai wajib pajak dikenakan pajak yang bukan merupakan kewajiban warga Negara kepada Negara secara adil dan tidak manusiawi karena tidak dapat menggunakan haknya sebagai wajib pajak; Menimbang, bahwa dengan demikian sebagai badan hukum Publik mempunyai kepentingan dan legal standing dalam pengajuan Hak Uji Materiil a quo , sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat 4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 dan Pasal 31 A ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung; Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan tentang substansi objek permohonan Hak Uji Materiil _a quo; _ Menimbang, bahwa substansi objek permohonan uji materiil ini sudah pernah diajukan (nebis in idem) dalam perkara Nomor 73 P/HUM/2013 dengan amar putusan mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon. Oleh karena peraturan yang digugat mengatur materi yang sama dengan peraturan yang telah diputusan dalam Putusan Nomor 73 P/HUM/2013, maka gugatan a quo harus dinyatakan nebis in idem dan oleh karenanya harus dinyatakan tidak dapat diterima; Menimbang, bahwa oleh karena permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon dinyatakan tidak dapat diterima, maka Pemohon dihukum untuk membayar biaya perkara, dan oleh karenanya terhadap substansi permohonan a quo tidak perlu dipertimbangkan lagi; Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil, serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 60 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 61 dari 61 halaman. Putusan Nomor 41 P/HUM/2015 MENGADILI, Menyatakan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon: HARTONO SOHOR tersebut tidak dapat diterima; Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah); Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Selasa, tanggal 20 Oktober 2015 , oleh Dr. H. Imam Soebechi, SH., MH., Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha , yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Is Sudaryono, SH., MH. dan Dr. Irfan Fachruddin, SH., CN., Hakim- Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu jugaoleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Rafmiwan Murianeti, SH., MH., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak; Anggota Majelis: Ketua Majelis, ttd. ttd. Is Sudaryono, SH., MH. Dr. H. Imam Soebechi, SH. MH. ttd. Dr. Irfan Fachruddin, SH., CN. Panitera-Pengganti : ttd. Rafmiwan Murianeti, SH. MH. Biaya-biaya :
M e t e r a i……. Rp 6.000,00 2. R e d a k s i…... Rp 5.000,00 3.Administrasi…... Rp 989.000,00 Jumlah : Rp1.000.000,00 Untuk Salinan MAHKAMAH AGUNG RI.
n. Panitera Panitera Muda Tata Usaha Negara ( ASHADI, SH ) NIP. : 220 000 754 Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 61
Pengujian UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dan UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi terhadap UUD Negara RI Tahun ...
Relevan terhadap
Biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio bagi penggunaan bersama pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 59 www.mahkamahkonstitusi.go.id dibebankan secara penuh kepada masing-masing pengguna. Dari ketentuan tersebut di atas, juga tidak diatur besaran tarif BHP Spektrum Frekuensi Radio. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut hanya diatur formulanya saja.
Bahwa baik dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit ternyata juga tidak diatur besaran tarif pelayanan universal telekomunikasi ( universal services obligation ), Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi, dan Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi. Besaran tarif pelayanan universal telekomunikasi ( universal services obligation ), Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi, dan Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi ternyata diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika juncto Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Bahwa dalam bagian menimbang huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika, disebutkan “...untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika”. Ketentuan menimbang tersebut mengartikan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika yang mengatur jenis dan tarif pelayanan universal telekomunikasi Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 60 www.mahkamahkonstitusi.go.id ( universal services obligation ), Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi, dan Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi merupakan pelaksanaan dari UU PNBP. Peraturan Pemerintah inilah yang menjustifikasi bahwa pelayanan universal telekomunikasi ( universal services obligation ) dan Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi termasuk PNBP. Alih-alih, UU Telekomunikasi tidak pernah memberikan penegasan pelayanan universal telekomunikasi ( universal services obligation ) dan Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi sebagai PNBP.
Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan bentuk konstruksi hukum dalam pungutan terhadap pelayanan universal telekomunikasi ( universal services obligation ), Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi, dan Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio yang merupakan PNBP sebagai berikut:
Bahwa konstruksi hukum tersebut jelas menggambarkan bahwa kewajiban-kewajiban pembayaran pelayanan universal telekomunikasi ( universal services obligation ), Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi, dan Biaya Hak UU No. 20/1997 Tentang PNBP UU No. 36/1999 Tentang Telekomunikasi PP No. 7/2009 juncto PP No. 76/2010 PP No. 52/ 2000 Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30 dan Pasal 32 Pasal 2 dan Pasal 3 PP No. 53/2000 Pasal 29 dan Pasal 30 Pasal 16, Pasal 26 dan Pasal 34 Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 61 www.mahkamahkonstitusi.go.id Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio adalah merupakan PNBP yang berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika. Ada pun berdasarkan konstruksi hukum tersebut, pungutan PNBP terhadap pelayanan universal telekomunikasi ( universal services obligation ), Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi, dan Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio secara spesifik baik jenis dan tarifnya diatur dalam PP Nomor 7 tahun 2009 juncto PP Nomor 76 Tahun 2010.
Bahwa pungutan PNBP terhadap pelayanan universal telekomunikasi (universal services obligation), Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi, dan Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio adalah merupakan PNBP di mana termasuk kategori pungutan lain yang bersifat memaksa. Pasal 23A UUD 1945 yang menyebutkan “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”. Diatur dengan Undang-Undang artinya “ by de wet geregeld ”, diatur dengan Undang-Undang.
Prof. DR. Laica Marzuki dalam keterangan ahli pada perkara uji materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, mengatakan: “….tatkala negara salah menempatkan Tatbestand, perpajakan dari seseorang atau sekelompok warga, maka negara atau fiskus tidak lain dari penyamun, tidak lebih dari perampok, kata Agustinus, Ahli Hukum Romawi Purba di masa lalu. Sebagaimana dikutip oleh Prof. Mr. H. J. Hofstra dalam pidato guru besar beliau pada tanggal 7 Oktober 1966 di Rijksbelasting Academie, di Rotterdam. Hal dimaksud tidak boleh terjadi karena menurut Romesh Dutt kalau kita baca, dikutip dalam buku Barli Halim, ekonom yang terkenal sekali. Dia katakan, pajak atau belasting atau tax yang dipungut oleh raja, yang dipungut oleh negara, yang dipungut oleh fiskus dapat dimisalkan sebagai embun di atas tanah yang dihisap oleh matahari, lalu dikembalikan sebagai curah hujan yang menyuburkan. Pajak tidak boleh menganiaya. Pajak tidak boleh menimbulkan kezaliman…” . Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 62 www.mahkamahkonstitusi.go.id (lihat dalam risalah sidang uj materi Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi perkara Nomor 64/PUU-XI/2013 tertanggal 3 September 2013).
Bahwa berdasarkan pendapat ahli tersebut di atas, berkaitan dengan UU PNBP dan UU Telekomunikasi, konstruksi hukum dalam pungutan negara berupa PNBP yang berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika adalah jelas konstruksi hukum yang menganiaya dan menimbulkan kezaliman terhadap para Pemohon. Dengan demikian, konstruksi hukum tersebut tidak memberikan jaminan atas kepastian hukum yang adil bagi para Pemohon.
Bahwa konstruksi hukum dalam pungutan negara berupa PNBP yang berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika yaitu kewajiban pembayaran pelayanan universal telekomunikasi ( universal services obligation ), Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi, dan Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio, telah memisahkan antara jenis dan tarif PNBP tersebut. Hal mana jenis PNBP diatur dalam Undang-Undang dan boleh untuk ditamabah jenisnya dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan besaran tarif PNBP diatur dengan Peraturan Pemerintah, yang dalam hal ini pada faktanya diatur dalam lampiran Peraturan Pemerintah;
Bahwa dengan mendasarkan pada konstruksi hukum pungutan negara berupa PNBP yang berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika yaitu kewajiban pembayaran pelayanan universal telekomunikasi ( universal services obligation ), Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi, dan Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio, pada tahun 2012 Kementerian Komunikasi dan Informatika berhasil meningkatkan penerimaan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) hingga 104,39 persen. Capaian PNBP 2012 hingga tanggal 31 Desember 2012 melebihi target dan ada peningkatan dibandingkan tahun 2011, yaitu sebesar 104,39 persen atau nominalnya sebesar Rp Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 63 www.mahkamahkonstitusi.go.id 11,583 triliun.(http: //medan.tribunnews.com/2013/01/10/pnbp-pos- dan-telekomunikasi-2012-capai-rp-11583-t). (vide bukti P-12). Pada tahun 2013, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor telekomunikasi meningkat lagi menjadi sebesar Rp 13,59 triliun dan menjadi yang kedua terbesar setelah sektor energi. Angka tersebut lebih tinggi 11% dari tahun 2012 hanya mencapai Rp 11,58 triliun. Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) mengatakan, penyumbang lonjakan PNBP di 2013 berkat marger operator seluler dan lelang pita 3G. (http: //www.gatra.com/ekonomi-1/44569-penerimaan- telekomunikasi-tembus-angka-rp-13,59-triliun.html). (vide bukti P-13).
Bahwa naiknya pendapatan negara tersebut sangat memungkinkan dan sangat wajar bila merujuk pada konstruksi hukum pungutan negara berupa PNBP yang berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika sebagaimana yang telah para Pemohon uraikan di atas. Bahkan, realisasi PNBP Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) sebesar Rp 13,59 triliun pun akan sangat mudah untuk dicapai. Tentunya hal ini dapat dilakukan dengan cara menaikan tarif PNBP pelayanan universal telekomunikasi ( universal services obligation ), Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi, dan Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. Menaikan tarif PNBP tersebut dapat dilakukan dengan mudah, yaitu dengan cara merubah lampiran PP Nomor 7 tahun 2009 juncto PP Nomor 76 tahun 2010 yang mengatur tarif PNBP tersebut.
Dengan konstruksi hukum tersebut, Pemerintah dalam hal ini Departemen Komunikasi dan Informatika dapat berbuat sewenang- wenang mengubah besaran tarif PNBP tersebut. Hal ini dapat dilakukan tanpa perlu merubah Pertauran Pemerintahnya, cukup dengan merubah lampiran yang mengatur besaran tarif PNBP tersebut. Hal ini jelas sangat merugikan hak konstitusional Para Pemohon pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya. Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 64 www.mahkamahkonstitusi.go.id 17) Bahwa Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan “ Negara Indonesia adalah Negara Hukum ” Norma konstitusi tersebut memiliki makna bahwa sebagai Negara yang berlandaskan atas hukum, maka kepastian dan keadilan hukum adalah hak yang dimiliki oleh seluruh warga Negara Indonesia yang harus dijamin oleh konstitusi. Bahwa Pasal 23A UUD 1945 tegas menentukan bahwa “ Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang ”. Norma konstitusi tersebut mempunyai arti bahwa segala jenis serta tarif atas pajak atau pengutan lainnya yang bersifat memaksa harus melalui Undang-Undang. Hal ini jelas mengandung kepastian hukum agar tidak memberikan kebebasan yang lebih terhadap Pemerintah yang berujung pada Pemerintah dapat berlaku sesukanya dengan mengatur tarif pajak dan pungutan lainnya itu sesuka hatinya. Hal mana tentunya akan merugikan hak konstitusi warga negara. Bahwa Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, menyatakan “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Norma konstitusi tersebut menegaskan bahwa sebagai negara yang berdasar atas hukum, maka jaminan kepastian hukum bagi seluruh warga negara Indonesia tanpa terkecuali adalah hak yang mutlak yang harus dijamin dan dilindungi oleh negara.
Bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika juncto Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika tersebut terdapat juga Lampiran mengenai jenis dan tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak. Dalam lampiran tersebutlah ternyata besaran tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas Kontribusi kewajiban pelayanan universal telekomunikasi ( universal services Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 65 www.mahkamahkonstitusi.go.id obligation ), Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi, dan Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi disebutkan secara tegas nominal besaran tarifnya.
Bahwa pengaturan tarif PNBP atas Kontribusi kewajiban pelayanan universal telekomunikasi ( universal services obligation ), Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi, dan Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi melalui lampiran dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika juncto Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah merupakan amanat dari Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) UU PNBP dan Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3) UU Telekomunikasi.
Dengan demikian, pengaturan tarif PNBP melalui lampiran dalam Peraturan Pemerintah yang merupakan amanat dari Pasal 2 ayat (2) dan (3) serta Pasal 3 ayat (2) UU PNBP dan Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3) UU Telekomunikasi adalah bukti bentuk perbuatan Pemerintah yang sesukanya sewenang-wenang dalam menetapkan tarif PNBP atas Kontribusi kewajiban pelayanan universal telekomunikasi ( universal services obligation ), Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi, dan Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi.
Bahwa perbuatan pemerintah yang menetapkan tarif PNBP atas Kontribusi kewajiban pelayanan universal telekomunikasi (universal services obligation ), Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi, dan Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi melalui lampiran dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika juncto Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 66 www.mahkamahkonstitusi.go.id atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah bukti tidak adanya jaminan atas kepastian hukum yang adil bagi para Pemohon.
Bahwa sebagaimana dalil-dalil yang disampaikan oleh para Pemohon dan telah diuraikan di atas oleh para Pemohon, maka jelas para Pemohon tidak akan dijamin haknya dalam hal pungutan negara yang berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas Kontribusi kewajiban pelayanan universal telekomunikasi ( universal services obligation ), Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi, dan Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi. Dengan demikian, Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) UU PNBP dan Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3) UU Telekomunikasi adalah jelas bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 23A dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Bahwa dengan demikian, secara nyata atau setidak-tidaknya Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) UU PNBP dan Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3) UU Telekomunikasi potensial merugikan hak konstitusional para Pemohon.
Bahwa berdasarkan dalil-dalil yang disampaikan oleh para Pemohon dan telah diuraikan di atas oleh para Pemohon, maka jelas rumusan norma dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) UU PNBP dan Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3) UU Telekomunikasi adalah perumusan norma yang bertentangan dengan konstitusi e. KESIMPULAN 1) Bahwa permohonan pengujian Undang-Undang ini adalah menyangkut 4 (empat) hal, yaitu: Pertama , konstitusionalitas Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) UU PNBP, yang mengatur adanya wewenang luas dan tanpa batas yang dimiliki oleh Pemerintah untuk menambah jenis PNBP diluar jenis PNBP yang sudah ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (1) UU PNBP dengan Peraturan Pemerintah. Kedua , Konstitusionalitas Pasal 3 ayat (2) UU PNBP, Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 67 www.mahkamahkonstitusi.go.id yang mengatur mengenai tarif PNBP di mana besaran tarif PNBP diatur dalam Peraturan Pemerintah. Hal ini jelas memberikan wewenang kepada Pemerintah untuk menentukan tarif PNBP sesukanya/sewenang-wenang. Ketiga , konstitusionalitas pengaturan pemisahan jenis dan besaran tarif PNBP yang diatur dengan regulasi yang berbeda. Di mana jenis PNBP diatur dalam Undang-Undang (jenis PNBP dapat ditambah melalui Peraturan Pemerintah), sedangkan besaran tarif PNBP diatur dalam Peraturan Pemerintah. Keempat , konstituionalitas Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3) UU Telekomunikasi yang mengatur kewajiban pembayaran PNBP atas kewajiban pelayanan universal telekomunikasi ( universal services obligation ), Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi, dan Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi dimana pengaturan besaran tarif PNBP kewajiban pelayanan universal telekomunikasi ( universal services obligation ), Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi, dan Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi berdasasrkan ketentuan Pasal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bahwa para Pemohon menyadari akan dampak yang besar terhadap pendapatan negara dari pengujian UU PNBP ini. Para Pemohon juga sangat mengerti dan mengetahui bahwa penerimaan negara dalam APBN yang berasal dari PNBP tidak kurang dari 300 Triliun rupiah setiap tahun. Bahkan realisasi PNBP dari sektor telekomunikasi dalam APBN tahun 2013 saat ini mencapai kurang lebih 13,59 triliun rupiah. Bahwa para Pemohon sangat menyadari sepenuhnya akibat dari pengujian UU PNBP ini yang akan mempengaruhi pembangunan di Indonesia.
Bahwa akan tetapi, bagaimanapun juga tidak dibenarkan negara memungut Pajak/pungutan lainnya yang bersifat memaksa tanpa adanya representasi dari perwakilan dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). PNBP yang dikenakan terhadap para Pemohon dengan mengatur tarif PNBP melalui Peraturan Pemerintah bahkan diaturnya dalam bentuk lampiran adalah jelas Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 68 www.mahkamahkonstitusi.go.id tidak dibenarkan secara hukum. Adanya Undang-Undang yang memberikan wewenang untuk menetapkan tarif PNBP melalui Peraturan Pemerintah adalah sama halnya membuat masyarakat/warga negara berada pada dilema ketidakpastian hukum. Dalam hal ini para Pemohon berada pada rechts- onzekerheid . Berlakunya Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) UU PNBP dan Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3) UU Telekomunikasi tersebut, sama halnya dengan menjadikan “negara” tak ubahnya sebagai “perampok” yang merampok warga negaranya sendiri.
Bahwa konstitusi jelas mengatur agar pungutan negara itu meberikan kepastian dan keadilan hukum bagi warga negara, maka pungutan yang bersifat memaksa itu harus diatur dengan Undang- Undang baik jenis dan besaran tarifnya. Hal ini jelas mengartikan adanya kedaulatan rakyat dalam pungutan negara, karena pungutan negara melalui Undang-Undang pasti melibatkan DPR sebagai representasi perwakilan rakyat.
Bahwa dengan demikian, Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) UU PNBP dan Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3) UU Telekomunikasi adalah jelas bertentangan dengan konstitusi.
Dalam konteks demikianlah, Mahkamah Konstitusi harus menjalankan tugas yang diembannya, yang diamanatkan kepadanya oleh UUD 1945. Sesuai dengan semangat amanat UUD 1945 kepada Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Konstitusi adalah the guardian of the Constitution dan the final interpreter of the Constitution . Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas Mahkamah Konstitusi diharapkan untuk menyatakan keseluruhan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) UU PNBP dan Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3) UU Telekomunikasi bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 23A serta Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, dan oleh karena itu inkonstitusional, serta dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 69 www.mahkamahkonstitusi.go.id 7) Atau, seandainya Mahkamah Konstitusi tidak berpendapat demikian, karena Mahkamah Konstitusi adalah the final interpreter of the Constitution maka Mahkamah Konstitusi diharapkan untuk setidaknya menyatakan bahwa pasal-pasal tersebut conditionally constitutional, jika norma terbuka itu ternyata ditafsirkan sesuai dengan konstitusi (sebagaimana akan diuraikan di bawah) dan conditionally unconstitutional jika ditafsirkan berlawanan dengan ketentuan konstitusi, yakni Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 23A serta Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Para Pemohon juga menyadari, apabila Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) UU PNBP dan Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3) UU Telekomunikasi dinyatakan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 23A serta Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah Konstitusi maka akan terjadi kekosongan hukum dalam penerimaan negara yang berasal dari PNBP. Sementara, penerimaan negara yang berasal dari PNBP sangat besar jumlahnya yang digunakan untuk pembangunan serta meningkatkan kesejahterahan rakyat Indonesia sebagaimana tujuan negara yang terkandung dalam alenia ke-4 Pembukaan UUD 1945. Untuk mengatasi masalah ini, para Pemohon memohon pada Mahkamah Konstitusi untuk sudilah kiranya mempertimbangkan beberapa alternatif berikut ini sebagai solusi atas problem konstitusi yang dihadapi dalam UU PNBP dan UU Telekomunikasi ini yang dimaksudkan untuk menghindari kekosongan hukum ( rechtsvacuum), sebelum pembentuk Undang- Undang nantinya mengatur jenis dan tarif PNBP atas kewajiban pembayaran PNBP atas kewajiban pelayanan universal telekomunikasi ( universal services obligation ), Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi, dan Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi dengan Undang-Undang, serta guna menjaga kredibiltas Mahkamah Konstitusi, yaitu meminta: Pemerintah untuk tidak mengeluarkan serta merubah Peraturan Pemerintah mengenai PNBP. Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 70 www.mahkamahkonstitusi.go.id Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) UU PNBP sertaPasal 16 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3) UU Telekomunikasi dengan terlebih dahulu berlaku selama satu tahun terhitung sejak Putusan terhadap uji materiil ini diputuskan dalam sidang terbuka untuk umum serta DPR Periode 2014-2019 telah terbentuk. Apabila sampai dengan satu tahun terhitung sejak Putusan terhadap uji materiil ini diputuskan dalam sidang terbuka untuk umum serta DPR Periode 2014-2019 telah terbentuk, DPR tidak menerbitkan UU PNBP yang baru, maka Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) UU PNBP sertaPasal 16 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3) UU Telekomunikasi dinyatakan tidak berlaku. Bahwa hal serupa pernah dinyatakan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 026/PUU-III/2005, Putusan Nomor 012-016- 019/PUU-IV/2006 dan Putusan Nomor 14/PUU-XI/2013. IV. PETITUM __ Berdasarkan uraian-uraian di atas, Pemohon memohon kepada Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi agar berkenan memberikan putusan sebagai berikut: PRIMER:
Mengabulkan Permohonan uji materiil para Pemohon untuk seluruhnya;
Menyatakan bahwa materi muatan dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak serta Pasal 16, Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 23A serta Pasal 28D ayat (1) UUD 1945;
Menyatakan bahwa materi muatan dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak Serta Pasal 16, Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya. Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 71 www.mahkamahkonstitusi.go.id 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya SUBSIDAIR Bila Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, Kami mohon putusan yang seadil-adilnya ( et aequo et bono ). [2.2] Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalilnya, Pemohon mengajukan alat bukti surat/tulisan yang telah diberi tanda bukti P-1 sampai dengan bukti P-16 sebagai berikut:
Bukti P-1 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
Bukti P-2 : Fotokopi Akta Pendirian Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), tanggal 16 Agutus 1996 Nomor 148;
Bukti P-3 : Fotokopi Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-158.AH.01.06.Tahun 2011 mengenai Pengesahan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII);
Bukti P-4 : Fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama para Pemohon (Samuel Abrijani Pangerapan, Atmaja Sapto Anggoro, dan Ahmad Suwandi Idris;
Bukti P-5 : Fotokopi kutipan Buku Hukum Keuangan Negara, Dr. Muhammad Djafar Saidi, S.H., MH;
Bukti P-6 : Fotokopi kutipan Buku Pembaharuan Hukum Pajak, Dr. Muhammad Djafar Saidi, S.H., MH;
Bukti P-7 : Fotokopi Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Komunikasi san Informatika;
Bukti P-8 : Fotokopi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2005 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Komunikasi dan Informatika;
Bukti P-9 : Fotokopi kutipan Buku H.A.S Natabaya “Menata Ulang Sistem Peraturan Perundang-Undangan Indonesia, Jejak Langkah Dan Pemikiran Hakim Konstitusi Prof. H.A.S Natabaya, LLM;
Bukti P-10 : Fotokopi kutipan Buku Maria Farida Indrati Soeprapto, “Ilmu Perundang-Undangan Dasar-dasar dan Pembentukannya; Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 72 www.mahkamahkonstitusi.go.id 11. Bukti P-11 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
Bukti P-12 : Fotokopi kutipan artikel/berita internet “PNBP Pos dan Telekomunikasi 2012 Capai Rp.11.583 T” 13. Bukti P-13 : Fotokopi kutipan artikel/berita internet “Penerimaan Telekomunikasi Tembus Angka Rp. 13.59 Triliun;
Bukti P-14 : Fotokopi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Bukti P-15 : Fotokopi Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi;
Bukti P-16 : Fotokopi Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit; Selain itu, para Pemohon mengajukan dua orang saksi, yakni Wahyoe Prawoto dan Iis Sabarudin , serta dan tiga orang ahli, yakni Dr. Nikmatul Huda, S.H., M.Hum, Dr. H. Mustaqiem, S.H., M.Si, dan Prof. Dr. Dra. Haula Rosdiana, M. Si , yang memberikan keterangan lisan di bawah sumpah/janji dalam persidangan tanggal 30 April 2014 dan/atau menyerahkan keterangan tertulis yang mengemukakan hal-hal sebagai berikut: SAKSI PARA PEMOHON 1. Wahyoe Prawoto - Saksi bekerja pada satu perusahaan penyelenggara jasa internet (ISP), salah satu anggota Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII); - Dalam menjalankan usaha, PNBP memang menjadi salah satu bagian dari beban usaha saksi karena persentasenya lumayan; - Sejak tahun 2011, usaha saksi telah diterapkan PNBP dalam bentuk BHP yang besarnya 1% dari cross revenue ; - PNBP dari Universal Service Obligation (USO) atau kewajiban pelayanan umum yang mulai diterapkan tahun 2005 yang semula sebesar 0,75% sehingga totalnya 1, 75%, pada tahun 2009 ada perubahan persentase namun totalnya tetap 1,75% dari gross revenue. BHP atau biaya hak penyelenggaraan diubah menjadi 0,5%. Kemudian USO diubah menjadi 1,25%. Dari gross revenue ini pengutipan PNBP tidak melihat apakah Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 73 www.mahkamahkonstitusi.go.id perusahaan untung atau rugi,namun pendapatan kotorlah yang diambil yang menjadi dasar pengenaan PNBP; - Pada tahun 2012, usaha jasa internet dilakukan perbaikan yang diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2012, yaitu beberapa pendapatan kotor yang tidak dimasukkan sebagai dasar pengenaan PNBP yang tidak berkaitan dengan lisensi penyelenggara jasa internet. Namun demikian, pasal berikutnya yang menyebutkan bahwa pendapatan kotor yang menjadi dasar BHP masih dapat dikurangkan, yaitu dari piutang yang tidak tertagih dan dari jasa interkoneksi yang merupakan hak dari penyelenggara lainnya. Pendapatan kotor lumayan besar sehingga ketentuan tersebut sangat memberatkan usaha yang pada akhirnya saksi dan masyarakat pengguna internet yang menanggungnya; - Jasa internet sebetulnya merupakan penjualan bandwidth dan saksi harus membelinya di hierarki di atasnya yang disebut jasa Network Access Provider, atau Network Access Point (NAP) atau jasa interkoneksi internet. Mereka ini juga tergolong pada penyelenggara telekomunikasi yang juga sudah terkena PNBP berupa BHP dan USO sehingga PNBP tersebut dikenakan dua kali kepada saksi dan jasa NAP. Berbeda dengan PPN yang hanya membayar selisihnya; - Tanpa ada provider atau penyelenggara jasa akses interkoneksi internet di atasnya maka saksi tidak dapat menyelenggarakan jasa internet. Berkat interkoneksi user internet dapat terhubung ke dunia luar; - PNBP itu dibebankan kepada pemakai ( user ), namun apabila tidak dapat dibebankan pemakai maka saksi yang harus mengorbankan keuntungan (profit), padahal keuntungan saksi tidak terlalu besar; - Jasa-jasa lainnya, selain NAP juga terkena juga PNBP, BHP, USO;
Iis Sabarudin - Saksi pada ini bekerja sebagai konsultan, tetapi pada tahun 2003 sampai 2012 bekerja di berbagai lembaga; - Saksi akan menerangkan pengalaman tentang internet pada kurun waktu 2003 sampai 2012; - Pada tahun 2003 – 2004, saksi pernah bekerja di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat dengan tugas melakukan survei ilegal logging . Saksi membuat laporan-laporan mengenai ilegal logging sehingga apa yang Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 74 www.mahkamahkonstitusi.go.id terjadi di lapangan itu dapat direspons oleh pihak-pihak yang berwajib. Namun saksi pada waktu di lapangan tidak mendapatkan manfaat internet untuk membuat laporan dari hasil-hasil pengamatan di lapangan. Untuk mendapatkan akses internet, saksi harus pergi di kota/kabupaten yang jaraknya kurang lebih 6 jam dan apabila naik speedboat kurang lebih 4 jam; - Pada tahun 2004 – 2009, saksi bekerja untuk orang utan di fauna-flora internasional dan saksi juga kesulitan untuk mendapatkan akses internet. Walaupun harus pergi ke kota/kabupaten aksesnya internet sangat lamban untuk mengirimkan foto-foto melalui attachment sebagai lampiran laporkan. Atas fakta tersebut maka saksi terpaksa harus mengkopi ke CD dan mengirimkannya melalui pos; - Pada tahun 2009 – 2010, saksi bekerja di Sipirok, Kecamatan Sipirok, Tapanuli Selatan dan di tempat tersebut ada internet, namun hanya dapat diakses pada malam hari. Untuk akses siang hari sulit sekali untuk mendapatkan koneksi sehingga saksi harus bekerja pada malam hari; - Pada bulan Juli – Agustus 2011, saksi pernah melakukan survei di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah, Kecamatan Uut Murung yang berada di hulu Sungai Murung di Kalimantan Tengah. Untuk mengirimkan laporan-laporan, saksi harus pergi ke ibu kota Kabupaten Murung Raya yang dapat ditempuh dengan perjalanan 12 jam sehingga keadaan tersebut sangat menyulitkan; - Pada bulan September 2011 – Agustus 2012, saksi melakukan survei terkait mata pencaharian masyarakat di Kecamatan Pekantan, Kabupaten Madina, Provinsi Sumatera Utara. Di daerah tersebut sulit sekali untuk dapat berkomunikasi karena sinyal handphone hanya beberapa titik, apalagi untuk mengirimkan laporam sangat sulit sekali; - Kesimpulan saksi selama menjalankan pekerjaannya saksi merasakan infrastruktur dan koneksi internet sangat sulit dan koneksinya kadang- kadang tidak ada dan/atau sangat lamban sehingga untuk dapat mengirimkan laporan, saksi harus menuju kota terdekat yang jaraknya lumayan jauh; Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 75 www.mahkamahkonstitusi.go.id AHLI PARA PEMOHON 1. Dr. Nikmatul Huda, S.H., M.Hum Para Pemohon memohon agar Mahkamah Konstitusi melakukan Pengujian terhadap Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) dan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (untuk selanjutnya disebut sebagai UU PNBP) serta Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (untuk selanjutnya disebut sebagai UUTelekomunikasi). Salah satu asas penting di negara hukum adalah asas legalitas. Substansi dari asas legalitas tersebut adalah menghendaki agar setiap tindakan badan/pejabat administrasi berdasarkan Undang-Undang. Tanpa dasar Undang- Undang, badan/ pejabat administrasi negara tidak berwenang melakukan suatu tindakan yang dapat merubah atau mempengaruhi keadaan hukum warga masyarakat. Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum ( het democratish ideal en het rechtsstaats ideal ). Gagasan demokrasi menuntut agar setiap bentuk.Undang-Undang. dan berbagai. keputusan mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat dan sebanyak mungkin memperhatikan kepentingan rakyat. Gagasan negara hukum menuntut agar penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus didasarkan pada Undang-Undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat yang tertuang dalam Undang- Undang (Ridwan, 2002: 68-69). Di Indonesia, asas legalitas berupa atributif tersebut pada tingkat pusat sumbernya dapat diperoleh (berasal) dari MPR berupa UUD dan dari DPR bersama-sama Pemerintah berupa Undang-Undang, sedangkan atributif yang asalnya diperoleh dari pemerintahan di daerah yang sumbernya dari DPRD dan Pemerintah Daerah adalah peraturan daerah; Kedua asal wewenang tersebut di atas disebut original legislator atau berasal dari pembuat Undang-Undang asli ( originale wetgever ), Atas dasar hal itulah kemudian terjadi penyerahan suatu wewenang (baru) clari pembentuk Undang-Undang (rakyat melalui wakil-wakilnya di parlemen) kepada badan/pejabat administrasi Indonesia. Selanjutnya atas dasar atributif itu tindakan badan/pejabat administrasi Indonesia menjadi sah secara yuridis dan mempunyai kekuatan mengikat umum karena telah memperoleh persetujuan dari wakil-wakilnya di Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 76 www.mahkamahkonstitusi.go.id parlemen (SF. Marbun, 2001:
; Penegasan Indonesia adalah negara hukum yang selama ini diatur dalam Penjelasan UUD 1945, dalam Perubahan UUD 1945 telah diangkat ke dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3), berbunyi sebagai berikut: "Negara Indonesia adalah negara hukum". Konsekuensi ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, kebijakan, dan perilaku alat negara dan penduduk harus berdasar dan sesuai dengan hukum. Sekaligus ketentuan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan dan arogansi kekuasaan, baik yang dilakukan oleh alat negara maupun penduduk; Dalam negara hukum, hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Yang sesungguhnya memimpin dalam penyelenggaraan negara adalah hukum itu sendiri sesuai dengan prinsip ' the Rule of Law, And not of Man ', yang sejalan dengan pengertian ' nomocratie ', yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh hukum, ' nomos '; Dalam paham negara hukum yang demikian, harus diadakan jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada pokoknya berasal dari kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu, prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat ( democratische rechtstaat ). Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan, ditafsirkan dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka ( machtsstaat ); Prinsip negara hukum tidak boleh ditegakkan dengan mengabaikan prinsip- prinsip demokrasi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar. Karena itu, perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilakukan menurut Undang-Undang Dasar ( constitutional democracy ) yang diimbangi dengan penegasan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis ( democratische rechtsstaat ) [Jimly Asshiddiqie, 2004: 56]; Seiring dengan pilar utama negara hukum yaitu asas legalitas, maka berdasarkan prinsip tersebut tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan; Berkaitan dengan permohonan a quo , Pemohon mendalilkan bahwa dengan berlakunya ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (UU PNBP) telah merugikan atau Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 77 www.mahkamahkonstitusi.go.id setidak-tidaknya potensial merugikan hak konstitusional para Pemohon; Pasal 2 berbunyi sebagai berikut: (1) _Kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak meliputi: _ _a. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah; _ _b. penerimaan dari pemanfaatan sumberdaya alam; _ c. penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang _dipisahkan; _ d. penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan _Pemerintah; _ e. penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal _dari pengenaan denda administrasi; _ f. _penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah; _ g. penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-Undang tersendiri. (2) Kecuali jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang ditetapkan dengan Undang-Undang, jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang tercakup dalam kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (3) Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang belum tercakup dalam kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 3 berbunyi: (1) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ditetapkan dengan memperhatikan dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya, biaya penyelenggaraan kegiatan Pemerintah sehubungan dengan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersangkutan, dan aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat. (2) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang menetapkan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersangkutan. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) menegaskan: Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak perlu ditetapkan dengan pertimbangan secermat mungkin, karena hal ini membebani masyarakat. Pertimbangan dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya, dan beban biaya yang ditanggung Pemerintah atas penyelenggaraan kegiatan pelayanan, dan pengaturan oleh Pemerintah yang berkaitan langsung dengan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersangkutan serta aspek keadilan dimaksudkan agar beban yang wajib ditanggung masyarakat adalah wajar, memberikan kemungkinan perolehan keuntungan atau tidak menghambat kegiatan usaha yang dilakukan masyarakat. Dalam pandangan ahli, ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (UU PNBP) memberi keleluasaan kepada Pemerintah Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 78 www.mahkamahkonstitusi.go.id (eksekutif) untuk menentukan jenis PNBP selain yang ditentukan dalam ayat (1). Meskipun demikian, keleluasaan Pemerintah dibatasi oleh ketentuan Pasal 3 ayat (1), bahwa tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ditetapkan dengan memperhatikan dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya, biaya penyelenggaraan kegiatan Pemerintah sehubungan dengan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersangkutan, dan aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat; Adapun ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2) yang memberi pilihan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ditetapkan dalam Undang-Undang atau peraturan pemerintah, justru menimbulkan ketidakpastian hukum. Penjelasan Pasal 3 ayat (2) sudah sangat jelas menyatakan. bahwa ..", t.arif atas jenis Penerimaan Negara membebani masyarakat." Sehingga tidak tepat kalau diatur di luar Undang-Undang, apalagi diatur dalam Peraturan Pemerintah; Demikian pula ketentuan dalam Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3) UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang mengatur bahwa biaya/tarif Kontribusi kewajiban pelayanan universal telekomunikasi ( universal services obligation ), Biaya Hak Penyelenggaraan (BMP) Telekomunikasi, dan Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; Untuk melihat kecenderungan pandangan fraksi-fraksi di MPR ketika membahas perihal keuangan negara, khususnya mengenai pajak dan pungutan lainnya sebagaimana tertuang dalam Pasal 23A UUD 1945, menarik disimak pendapat Marzuki Usman yang mewakili Fraksi Utusan Golongan (Naskah Komprehensif, 2008: 51-52); Pasal 23A berbunyi: "Pajak dan pungutan Iain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan UU" ini kata-kata 'pungutan yang bersifat memaksa' itu bisa ditafsirkan bermacam-macam. Pungutan itu satu saat pungutan negara bukan pajak diundangkan sebagai salah satu hal yang luar biasa dalam keuangan suatu negara. Sebenarnya ini adalah kegagalan eksekutif mengatur para birokratlalu menggunakan tangan UU. Oleh karena itu, sesuai dengan definisi pajak, pajak adalah pungutan yang bersifat bukan benda dan dipaksakan berdasarkan UU definisi umum pajak. Oleh karena itu saya lebih cenderung Pasal 23A kembali kepada konsep semula daripada Pasal 23 ayat (2) UUD 1945, "Segala pajak untuk negara berdasarkan UU". Nanti kalau di daerah, berdasarkan Perda." Demikian pula pandangan dari Fraksi TNI/Polri yang diwakili Taufiqurrahman Ruki, menyampaikan pandangannya mengenai rumusan Pasal Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 79 www.mahkamahkonstitusi.go.id 23A sebagai berikut (Naskah Komprehensif, 2008:
. "Mengenai Pasal 23A, ahli tetap sepakat bahwa pungutan-pungutan lain yang bersifat memaksa dilakukan dengan Undang-Undang. Dengan demikian setiap pemasukan negara dapat dikontrol oleh DPR, semua akan masuk ke kas negara dan karenanya dapat dikontrol. Tidak ada lagi nanti yang masuk ke rekening menteri atau segala macam apalagi rekening yayasan. Di sinilah sebetulnya ada jalan untuk mengontrol, DPR untuk mengontrol anggaran- anggaran nonbudget . Banyak pungutan-pungutan yang yang bersifat memaksa yang tidak didukung dengan Undang-Undang..." MPR akhirnya menyepakati rumusan Pasal 23A UUD.Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai berikut, "Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang." Dari kajian original intens pembahasan mengenai keuangan negara khususnya masalah pajak dan pungutan lainnya, dapat diketahui bahwa fraksi-fraksi di MPR menyepakati bahwa pajak dan pungutan lain yang mengikat masyarakat harus diatur dengan Undang-Undang; Pungutan yang bersifat memaksa untuk kepentingan negara dibedakan antara pajak dan retribusi. Keduanya harus sama-sama diatur dengan Undang- Undang atau peraturan daerah yang mendapat persetujuan bersama antara pemerintah dan wakil-wakil rakyat yang berdaulat. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa negara/pemerintah dilarang membebani kekayaan tiap-tiap orang warga negara dalam bentuk apa pun dan berapa pun nilainya, kecuali berdasarkan ketentuan Undang-Undang. Undang-Undang harus menentukan dengan jelas apa saja yang dijadikan objek pajak dan berapa nilai tarifnya ( rate ). Artinya, jika negara bermaksud memungut dana milik warga, maka pungutan semacam itu harus dilakukan dengan berdasarkan persetujuan rakyat atau warga negara sendiri (Jimly Asshiddiqie, 2010:
; Oleh karena yang berdaulat dalam demokrasi atau yang memegang kekuasaan tertinggi adalah rakyat, maka rakyatlah yang berhak untuk menetapkan suatu peraturan yang mengikat rakyat dengan pembatasan atas hak-hak dan kebebasan asasi setiap warga negara serta kebebasan kemerdekaan atas hak milik pribadi; Ketentuan Undang-Undang mengenai pajak dan pungutan memaksa itu, harus mencakup tidak hanya jenis kekayaan yang dijadikan objek pajak, tetapi Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 80 www.mahkamahkonstitusi.go.id juga besaran nilai pajaknya ( tax rate ) harus didasarkan atas kesepakatan bersama. Dengan kata lain, baik objek pajak maupun nilai pajak harus ditentukan dengan jelas dalam Undang-Undang. Dengan demikian, manakala pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak diatur dalam peraturan pemerintah jelas bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945; Penjelasan Pasal 3 ayat (2) UU PNBP menyatakan, "Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat ini dikemukakan oleh Pemerintah kepada DPR Rl dalam rangka pembahasan dan penyusunan RUU tentang APBN." Dalam perspektif UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, dalam pembentukan Peraturan Pemerintah tidak dikonsultasikan atau pun dimintakan persetujuan dari DPR Rl, tetapi yang harus disetujui bersama DPR adalah Undang-Undang. Peraturan Pemerintah secara sepihak cukup dibentuk oleh Presiden, tanpa perlu persetujuan DPR; Untuk menentukan tarif pungutan jelas harus dikonsultasikan dan disetujui oleh wakil-wakil rakyat di DPR. Dengan demikian, ketentuan Pasal 3 ayat (2) yang memberi pilihan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ditetapkan dalam Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah sangat bertentangan dengan prinsip- prinsip demokrasi dan negara hukum, karena tidak memberikan kepastian hukum dan keadilan; Pengaturan Pasal 3 ayat (2) yang memberikan pilihan pengaturan tarif atas jenis PNBP ditetapkan dalam Undang-Undang atau peraturan pemerintah telah mendegradasikan kedudukan Undang-Undang setingkat lebih rendah sehingga sama dengan peraturan pemerintah, padahal menurut UU Nomor 12 Tahun 2011, Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundang-Undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk melaksanakan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Apalagi secara hirarkis peraturan pemerintah berada di bawah Undang-Undang; Oleh karena UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak lahir di era Orde Baru yang sangat sentralistik, sudah seharusnya segera dilakukan pengkajian ulang untuk disesuaikan dengan zamannya, di mana pasca Orde Baru bangsa Indonesia sudah memasuki era demokratisasi dan kedaulatan sudah di tangan rakyat- dan tidak lagi di tangan MPR, maka semua bentuk pajak atau pungutan yang membebani rakyat harus dikonsultasikan dengan rakyat atau wakil-wakil rakyat. Pasal 3 ayat (2) UU PNBP juncto Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3), Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 81 www.mahkamahkonstitusi.go.id Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3) UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi mereduksi hak rakyat untuk mengatur tarif pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak, yang seharusnya dimintakan persetujuan dari rakyat atau wakil-wakil rakyat di DPR, tetapi justru diatur dengan Peraturan Pemerintah;
Dr. H. Mustaqiem, S.H., M.Si Negara Indonesia yang kemerdekaannya diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 bukanlah tanpa tujuan. Tetapi memiliki beberapa tujuan, yang meliputi "melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah indonsia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Negara Indonesia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial" (Pembukaan UUD 1945, alenia ke 4). Tujuan negara dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu yang permanen sifatnya; Karena tujuan negara bukan hanya sekedar pajangan, tetapi tujuan negara harus diwujudkan. Untuk mewujudkan tujuan negara diperlukan beberapa unsur sebagai faktor pendukung, seperti organisasi negara, SDM, peraturan perundang- undangan, dan sumber-sumber penerimaan negara. Semua faktor ini, adalah diperlukan dan penting. Apabila ada salah satu unsurnya tidak ada, maka negara akan mengalami kesuiitan dalam mewujudkan tujuan negara. Oleh karena itu semua unsur pendukung bagi negara untuk mewujudkan tujuan negara, adalah semua penting. Meskipun demikian terdapat salah satu unsur yang keberadannya sangat diperlukan, ialah sumber-sumber penerimaan negara; Adapun sumber-sumber penerimaan negara berasal dari berbagai macam sumber, meliputi Migas, Pajak, Retribusi, keuntungan BUMN/BUMD, hibah, pinjaman dari pihak ketiga. Dari sebagai sumber penerimaan negara tersebut, sekarang sumber penerimaan negara dikatagorikan menjadi 3 (tiga), ialah Pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan hibah. Karena negara kita (Indonesia) berstatus sebagai negara hukum, maka segala sesuatunya hams didasarkan atas hukum, demikian pula sumber-sumber pendapatan negara. Sumber-sumber penerimaan negara apabila dikaitkan dengan UUD 1945 terdapat salah satu sumber penerimaan yang secara eksplisit telah ditetapkan ialah pajak dan pungutan lain. Hal ini telah ditetapkan pada Pasal 23A UUD 1945 : Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang". Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 82 www.mahkamahkonstitusi.go.id UNDANG UNDANG NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan Pemb ...
Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. ...
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga. ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP 2000 adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP 1994 adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994.
Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yang selanjutnya disebut Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, dan perubahannya.
Pajak Penghasilan yang selanjutnya disingkat PPh adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. MENTER! KEU1: \NGAI! HEPUtH.ll< INDONESIA 6. Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disingkat PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor ^8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah kantor pelayanan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, dan/atau tempat objek pajak PBB diadministrasikan.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat J enderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, yang menjadi mitra kerja KPP.
Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga yang selanjutnya disingkat SKPIB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
Surat Keputusan Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga yang selanjutnya disingkat SKPPIB adalah surat keputusan yang digunakan sebagai dasar untuk memperhitungkan imbalan ^· bunga dalam SKPIB dengan Utang Pajak. MENTER! KEU/.NG/\f\J HEPUBUI< INDONES!!-\ 14. Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga yang selanjutnya disingkat SPMIB adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan untuk membayar imbalan bunga kepada Wajib Pajak.
Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disingkat SKPKPP adalah surat keputusan yang digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala KPPN selaku kuasa Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPMIB.
Menetapkan KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERHITUNGAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA KEPADA ............ (16) PERT AMA KEDUA KETIGA KEEMPAT KELI MA KEENAM Kepada: M E NTEHI !<F Ut: \NG/-\f\l REPU l3UK 1 1\l DONESIA - 2 - Na.ma :
............................................................... . ( 1 7) Ala.mat :
............................................................... . (18) NPWP :
............................................................... . ( 1 9) NOP :
............................................................... . (20) Ala.mat Objek Pajak :
............................................................... . (2 1 ) diberikan imbalan bunga...................(22) untuk Masa Pa jak/Tahun Pajak *)................ . (23) sebesar Rp...................(........................ ) (24) . Pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalarn Diktum PERTAMA dikompensasikan sebesar Rp............ . . (.................... . . ) (25) untuk dibayarkan ke sejumlah utang pa jak. Kompensasi sebagaimana dimaksud dalarn Diktum KEDUA, dibayarkan ke utang pajak melalui Potongan SPMIB sejumlah Rp................ . . (.................... . . ) (26) dengan rincian sebagai berikut: Nomor NPWP/ Mas a/ Kade Kade Utang Kompensasi No. Surat Tahun Akun Jenis Pajak Ketetapan NOP Pajak Pajak Setoran (Rp) ( ^Rp ) ( ^2 7) ( ^28 ) ^. .(29) (30) (3 1) (3 ^2 ) (33) (34) 1 .
dst. Jumlah Pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalarn Diktum PERT AMA: D diperhitungkan seluruhnya dengan utang pajak dan tidak tersisa kelebihan pembayaran pajak. D masih tersisa sebesar Rp........ (........ . ) (35) untuk dipindahbukukan oleh Bank........ . . (36) di........ . (37) ke rekening Wajib Pajak dengan nama rekening............ (38) dan nomor rekening................ . (39) pada Bank...........(40) di............. (4 1 ) . Apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pa jak ini diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Direktur Jenderal ini disarnpaikan kepada:
................ ........... (42) 2............................ (43) Ditetapkan di pada tanggal : ............................ (44) :
........................... (45) a.n. Direktur Jenderal Pa jal<: Kepala Kantor Pelayanan Pajak................................................ . (46) , ................................................. (47) IVI E NTEHI !<EUf\f\IGAf\l REPUBUK I N DONESI!\ PETUNJUK PENGISIAN SURAT KEPUTUSAN PERHITUNGAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA Nomor 1 Nomor 2 dan 3 Nomor 4 dan 5 Nomor 6 Nomor 7 Nomor 8 Nomor 9 Nomor 1 0 Nomor 1 1 Nomor 12 Nomor 1 3 Nomor 14 Nomor 1 5 Nomor 1 6 dan 1 7 Nomor 18 Nomor 1 9 Nomor 20 Nomor 2 1 Nomor 22 Nomor 23 Nomor 24 Nomor 25 Nomor 26 Nomor 27 Nomor 28 Nomor 29 Nomor 30 Nomor 3 1 Diisi dengan nomor Keputusan. Diisi dengan nama Wa jib Pa jak. Diisi dengan tanggal dan nomor surat permohonan Wajib Pa jak. Diisi dengan jenis pajal<. Diisi dengan rtomor SKPIB. Diisi dengan tanggal SKPIB. Diisi dengan Masa Pajal</Tahun Pajal<. Diisi dengan jumlah imbalan bunga yang akan diberikan kepada Wa jib Pajak sesuai SKPIB. Diisi dengan jenis pajak. Diisi dengan nomor SKPIB. Diisi dengan tanggal SKPIB. Diisi dengan jumlah kompensasi utang pajak (dalam angka dan huruf) . Apabila tidal< ada kompensasi utang pajal<, malrn diisi 'NIHIL'. Diisi dengan jumlah imbalan bunga yang tersisa, yaitu sebesar imbalan bunga yang diberikan ke Wa jib Pajak setelah dilalrukan perhitungan dengan utang pa jak (dalam angka dan huruf) . Apabila tidak ada sisa imbalan bunga, maka diisi 'NIHIL'. Diisi dengan nama Wajib Pajak.
Diisi dengan alamat Wa jib Pa jak. Diisi dengan NPWP. Diisi dengan Nomor Objek Pa jak. Diisi dengan alamat Objek Pajak. Diisi dengan j enis paj al<. Diisi dengan Masa Pajak/Tahun Pa jal<. Diisi dengan jumlah imbalan bunga yang akan diberikan kepada Wa jib Pajal< sesuai SKPIB (dalam angka dan huruf) . Diisi sesuai dengan Angka 14. Diisi dengan jumlah kompensasi utang pa jak yang dibayarkan melalui Potongan SPMIB (dengan angka dan huruf) . Diisi dengan nomor urut. Diisi dengan nomor surat ketetapan dari utang pajak yang dikompensasikan. Diisi dengan NPWP dari utang pa jak yang dikompensasikan. Diisi dengan Masa/Tahun Pa jak sesuai surat ketetapan. Diisi dengan Kade Akun Pa jak yang sesuai. Nomor 32 Nomor 33 Nomor 34 Nomor 35 Nomor 36 dan 37 Nomor 38 dan 39 Nomor 40 dan 4 1 Nomor 42 Nomor 43 Nomor 44 Nomor 45 Nomor 46 Nomor 47 * ^) Keterangan: M ENTERI KE UAN GAN REPUB.LIK INDONESIA - 4 - , . Diisi dengan Kode Jenis Setoran ym1g sesuai. Diisi dengan jumlah utang pajak yang sesuai. Diisi dengan jumlah kompensasi utang pajak untuk setiap surat ketetapan. Diisi sesuai dengan Nomor 15. Diisi dengan nama Bank Pembayar dan tempat kedudukannya. Diisi dengan nama rekening yang dimiliki oleh Wajib Pajak di Bank Penerima yang ditunjuk Wajib Pajak untuk dicairkan SPMIB, bukan dimiliki oleh Wa jib Pajak lain, dan nomor rekening Wajib Pa jak di Bank Penerima. Diisi dengan nama Bank Penerima tujuan transfer /pemindahbukuan yang dimiliki Wajib Paj ak, dan tempat kedudukan Bank. Diisi dengan N ama W ajib Pajak. Diisi dengan pihak terkait apabila diperlukan. Diisi dengan nama kota tempat diterbitkannya surat keputusan. Diisi dengan tanggal surat keputusan diterbitkan. Diisi dengan nama unit kantor yang menerbitkan keputusan. Diisi dengan nama, NIP, dan tanda tangan Kepala KPP. Diisi salah satu yang sesuai. • D Beri tanda X pada yang sesuai. • Surat Keputusan terse but dibuat/ dicetak dalam 3 (tiga) rangkap, yang peruntukannya sebagai berikut: Lembar ke- 1 untuk Wajib Pajak yang bersangkutan; Lembar ke-2 untuk KPPN selaku unit kantor perbendaharaan yang al<: an membayarkan imbalm1 bunga; Lembar ke-3 untuk KPP/ KPP Pratama. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK IND ONESIA, ttd. BAMBANG P . S. BRODJONEGORO LAMPIRAN V PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR l 8 6 /PMK.03/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 226/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA M ENTEH I l<EUANGAN HEPUE\U!< I N DOl\lESU\ CONTOH FORMAT SURAT PERINTAH MEMBAYAR IMBALAN BUNGA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK.................... (1) SURAT PERINTAH MEMBAYAR IMBALAN BUNGA (SPMIB) Nomor :
............... (2) Tanggal:
........... . . (3) Berdasarkan SKPPIB Nomor:
........... . . (4) KEPADA : Kuasa Bendahara Um um Negara, KPPN......................... / / / Agar membayar/memindahbukukan Imbalan Bunga............................................ . . Pada Akun / / / / J / / (7)...............................(8) I ^(5J (6) BA, Eselon, Satker Fungsi, Subfungsi, Program ' ' ' ^. ^. ^. ^..................... . . ^(9) 00.00.00 (10) Kade Kegiatan dan Output:
..................( 1 2) Jenis Kewenangan: KD (13) Cara Bayar :
Giro Bank (1 4) Tahun Anggaran:
............... ( 1 5) Sebesar : Rp................................ . . (16) (................................................................................ . . ) ( 1 7) atas nama Wajib Pajak :
..............................................................................................................(18) Alamat :
..............................................................................................................( 1 9) NPWP : rn 1 1 1 1 1 1 1 1 o 1 1 1 1 1 1 1 1 (20i NOP DJ DJ 1 1 1 1 ITIJ l l l l l l l l l D (2 1) Kabupaten/Kota:
..................................(22) dengan memperhitungkan kompensasi utang pajak melalui potongan SPMIB sejumlah : Rp................................ . (.................................... . ) (23) dengan rincian sebagaimana terlampir, * ) sehingga dibayarkan sebesar : Rp................................ . (.................................... . ) (24) untuk diberikan/dibayarkan kepada Wajib Pajak sejumlah Rp............................ . . (.................................................... . ) (25) melalui rekening Wajib Pajak dimaksud pada: Bank...................................................................................................(26) nama rekening :
............................................................................................... . . (27) nomor rekening :
............................................................................................... . . (28) atas beban Rekening Kas Negara A/Bendahara Umum pada Bank Operasional...........(29) KPPN........ (30) (33) 1111!111111111lllllllllllllllllllllllflllll-llllllllllllllllllllll. 418 882 687 7-1 (34) Keterangan:
..................., tgl......................... (3 1) a.n Menteri Keuangan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (32) NIP: * ) dalam hal utang pajak NIHIL, Lampiran SPMIB (rincian kompensasi utang pajak) tidak dilampirkan/ dicetak. M f. NTEH! l<r.: UAf\lGl-\N HEPU BUK I N DOl!ES!I\ KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK.................... (1) No.
1 .
dst. LAMPIRAN SURAT PERINTAH MEMBAYAR IMBALAN BUNGA (SPMIB) Nomor :
............... (2) Tanggal:
........... . . (3) RINCIAN KOMPENSASI UTANG PAJAK MELALUI POTO NGAN SPMIB Nomor Surat Ketetapan (7) Nama Wajib Pajak :
..........................................(4) NPWP :
..........................................(5) Masa/ Ko de Kode Kode NPWP Tahun Akun Jenis Kab. /Kota Pajak Pajak Seto ran (8) (9) (10) ( 1 1) (12) Jumlah (Rp) ( 1 3) Total = (........................................................................................ ) Rp.......(14) (17) llllllll!lllillllllllllllllll-llllll/illll0llllllllllllllllllllll. 418 882 687 7-1 ( 1 8) ...................., tgl......................... ( 1 5) a.n Menteri Keuangan Kepala Kantor Pelayanan NIP: Pajak ( 1 6) M C NTEH! l<CU/.\NGAf\J HEPU BUK I N DOl! ESl.t-\ PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERINTAH MEMBAYAR IMBALAN BUNGA Nomor 1 Nomor 2 Nomor 3 Nomor 4 Nomor 5 Nomor 6 Nomor 7 Nomor 8 Nomor 9 Nomor 1 0 Nomor 1 1 Nomor 1 2 Nomor 1 3 Nomor 1 4 Nomor 1 5 Nomor 1 6 Nomor 1 7 Nomor 1 8 Nomor 1 9 Nomor 20 Nomor 2 1 Nomor 22 Diisi dengan nama unit kantor yang menerbitkan SPMIB Diisi dengan nomor SPMIB yang diterbitkan. Diisi dengan tanggal penerbitan SPMIB. Diisi dengan nomor SKPPIB yang diterbitkan. Diisi dengan uraian nama KPPN tempat pencairan dana diikuti dengan kode KPPN, misalnya : Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta I (0 18) Diisi dengan dasar hukum pemberian imbalan bunga, yaitu Pasal 1 1 ayat (3) , Pasal 17B ayat (3) , Pasal 1 7B ayat (4) , Pasal 27A ayat (1) , Pasal 27A ayat ( l a) , dan/atau Pasal 27A ayat (2) Undang-Undang KUP. Diisi dengan 6 (enam) digit Akun Pendapatan Pa j ak sesuai dengan jenis Pendapatan Pajak yang menyebabkan pemberian imbalan bunga. Diisi dengan uraian Akun Pendapatan Pajal{ sesuai dengan kode Akun Pendapatan Pajak yang menyebabkan pemberian imbalan bunga. Misalnya: 4 1 1 12 1 uraiannya diisi: Pendapatan PPh Pasal 2 1 . Diisi dengan 2 (dua) digit Kade Bagian Anggaran, 2 (dua) digit Kade Eselon 1 dan 6 (enam) digit Kode Satuan Kerja (KPP yang bersangku tan) : Sebagai contoh: KPP Pratama Jakarta Gambir dengan kode kantor 1 23456 mal{a kolom yang bersangkutan akan terisi menjadi : 1 5 0 4 1 2 3 4 5 Diikuti dengan uraian KPP yang bersangkutan (misalnya: KPP Pratama Gambir) . Diisi dengan kode fungsi, subfungsi, program sebagai berikut:
00.00. Diisi dengan kode kegiatan dan output sebagai berikut:
Giro Bank. Diisi dengan tahun anggaran SPMIB yang diterbitkan. Diisi dengan jumlah rupiah (dengan angka) pemberian imbalan bunga sejumlah SKPIB. - Diisi dengan jumlah rupiah (dengan huruf) pemberian imbalan bunga sejumlah SKPIB. Diisi dengan nama Wa jib Pajal{ penerima SPMIB. Diisi dengan alamat Wajib Pajak. Diisi dengan NPWP Wa jib Pa jal{ penerima SPMIB. Diisi dengai-1 Nomor Objek Pajal{ dalam hal pemberian imbalan bunga PBB. Diisi dengan lokasi Kabupaten/Kota tempat obj ek PBB berada. ,.. Nomor 23 Nomor 24 Nomor 25 Nomor 26 Nomor 27 Nomor 28 Nomor 29 Nomor 30 Nomor 3 1 Nomor 32 Nomor 33 Nomor 34 l/l E NTE !(l f<EU/ ..\NGAN HEPUBUK I N DONESl,l\ - 4 - Diisi dengan jumlah rupiah (dengan angka dan huruf) utang pajak yang dikompensasikan melalui melalui potongan SPMIB. Dalam hal utang pajak NIHIL, lampiran rincian kompensasi utang pajal{ melalui potongan SPMIB tidak perlu dicetak. Diisi dengan hasil dari: jumlah rupiah pada nomor 1 7 dikurangkan dengan jumlah rupiah pada nomor 24 (dengan angka dan huruf) . Diisi dengan jumlah rupiah (dengan angka dan huruf) imbalan bunga yang diberikan/dibayarkan kepada Wajib Pajak atau diisi dengan jumlah rupiah pada nomor 1 7 dikurangkan dengan jumlah rupiah pada nomor 24 dan jumlah rupiah pada nomor 26. Diisi dengan Bank Penerima ya11_g ditunjuk oleh Wajib Pajak untuk dicairkannya SPMIB. Diisi dengan nama rekening Wajib Pa jal{ pada Bank Penerima untuk dicairkannya SPMIB sesuai dengan nama Wa jib Pa jak yang tertera pada buku rekening di Bank Penerima tempat dicairkannya SPMIB. Diisi dengan nomor rekening Wajib Pajak pada Bank Penerima untuk dicairkannya SPMIB. Diisi dengan Bank Operasional "I" jika imbalan bunga dalam SKPPIB adalah PPh/PPN/PPnBM atau Bank Operasional "III" jika imbalan bunga dalam SKPPIB adalah PBB. Diisi dengan uraian nama KPPN tempat pencairan dana. Diisi dengan tempat dan tanggal SPMIB diterbitkan. Diisi dengan nama kantor, nama, NIP, dan tanda tangan Kepala KPP. Diisi dengan tanggal dan nomor SP2D yang diterbitkan. Diisi bar code hasil enkripsi aplikasi SPM. " ... M ENTER I KEUAN GAN REPUBLIK INDONESIA - 5 - PETUNJUK PENGISIAN LAMPIRAN SURAT PERINTAH MEMBAYAR IMBALAN BUNGA RINCIAN KOMPENSASI UTANG PAJAK MELALUI POTONGAN SPMIB Nomor 1 Nomor 2 Nomor 3 Nomor 4 Nomor 5 Nomor 6 Nomor 7 Nomor 8 Nomor 9 Nomor 1 0 Nomor 1 1 Nomor 12 Nomor 1 3 Nomor 1 4 Nomor 1 5 Nomor 1 6 Nomor 1 7 Nomor 1 8 Diisi dengan nama unit kantor yang menerbitkan SPMIB Diisi denga11. nomor SPMIB yang diterbitkan. Diisi dengan tanggal penerbitan SPMIB. Diisi dengan nama Wajib Pajak penerima SPMIB. Diisi dengan NPWP Wajib Pajak penerima SPMIB. Diisi dengan nomor urut. Diisi dengan nomor surat ketetapan dari utang pajalz yang dikompensasikan. Diisi dengan NPWP dari utang pajak yang dikompensasikan. Diisi dengan Masa/Tahun Pajalz dari Utang Pa jak yang dikompensasikan. Diisi dengan Kade Akun Pajalz yang sesuai. Diisi dengan Kade J enis Setoran yang sesuai. Diisi dengan kode Kabupaten/ Kota lokasi KPPN tempat pencairan dana SPMIB. Diisi dengan jumlah kompensasi utang pajak melalui potongan SPMIB. Diisi dengm1 total kumulatif dari jumlah nomor 1 4 (dengan angka dan huruf). Diisi dengaii. tempat daii. tanggal SPMIB diterbitkaii. . Diisi dengaii. nama kantor, nama, NIP, dan tanda tangan Kepala KPP. Diisi dengan tanggal dan nomor SP2D yang diterbitkan. Diisi bar code hasil enkripsi aplikasi SPM. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK IND ONESIA, ttd. BAMBANG P. S. BRODJONEGORO
Gudang Berikat.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting) , pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Penyelenggara Gudang Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Gudang Berikat.
Pengusaha Gudang Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Gudang Berikat.
Pengusaha di Gudang Berikat merangkap Penyelenggara di Gudang Berikat, yang selanjutnya disingkat PDGB, adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Gudang Berikat yang berada di dalam Gudang Berikat milik Penyelenggara Gudang Berikat yang statusnya sebagai badan hukum yang berbeda.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean, sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai.
Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat dengan PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan/atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor.
Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
Perubahan atas Pearturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.02/2015 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, dan Penetapan Alokasi Anggaran Bagian Angg ...