Kredit Usaha Pembibitan Sapi.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
Usaha Pembibitan Sapi adalah suatu usaha kegiatan budidaya menghasilkan bibit ternak sapi.
Kredit Usaha Pembibitan Sapi, yang selanjutnya disingkat KUPS, adalah kredit yang diberikan bank pelaksana kepada Pelaku Usaha Pembibitan Sapi yang memperoleh subsidi bunga dari Pemerintah. 3. Pelaku Usaha Pembibitan Sapi, yang selanjutnya disebut Pelaku Usaha, adalah perusahaan pembibitan, koperasi, kelompok/gabungan kelompok peternak yang melakukan Usaha Pembibitan Sapi. 4. Calon Peserta adalah Pelaku Usaha yang termasuk dalam daftar yang diusulkan memperoleh KUPS yang direkomendasikan oleh instansi yang membidangi fungsi peternakan di Kabupaten/Kota atau instansi yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota. 5. Peserta adalah Calon Peserta yang ditetapkan oleh bank pelaksana sebagai penerima KUPS. 6. Perusahaan Pembibitan adalah perusahaan yang bergerak di bidang pembibitan sapi dan telah memenuhi ijin usaha pembibitan yang berbadan hukum dan bergerak di bidang pembibitan. 7. Koperasi adalah koperasi primer sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang bergerak di bidang pembibitan sapi, yang Calon Peserta/ Peserta KUPS terdaftar sebagai anggotanya. 8. Kelompok/Gabungan Kelompok Peternak Pembibitan adalah kumpulan peternak pembibitan sapi yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, dan kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya, tempat) untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. 9. Subsidi Bunga adalah bagian bunga yang menjadi beban Pemerintah sebesar selisih antara tingkat bunga KUPS yang berlaku dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada Peserta.
Satuan Biaya adalah daftar uraian jenis dan volume kegiatan serta jumlah maksimum biaya per satuan volume kegiatan yang dapat dibiayai dengan KUPS, sebagaimana ditetapkan oleh Menteri Pertanian atau pejabat yang dikuasakan.
Bank Pelaksana adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang berkewajiban menyediakan, menyalurkan, dan menatausahakan KUPS.
Perjanjian Kerjasama Pendanaan adalah perjanjian antara Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan mewakili Pemerintah dengan Bank Pelaksana yang berisi ketentuan mengenai penyediaan pendanaan, penyaluran, persyaratan, penatausahaan, dan pembayaran subsidi bunga KUPS, serta hal-hal lain yang dianggap perlu oleh kedua belah pihak.
Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
Komite Kebijakan adalah komite yang dibentuk oleh Menteri Keuangan, yang anggotanya terdiri dari wakil- wakil Departemen Keuangan, Departemen Pertanian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas, dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. BAB II TUJUAN Pasal 2 KUPS bertujuan untuk mendukung pendanaan pelaksanaan pengembangan Usaha Pembibitan Sapi secara berkelanjutan. BAB III OBYEK PENDANAAN KUPS Pasal 3 (1) KUPS hanya dapat digunakan untuk mendanai pengembangan usaha pembibitan sapi oleh Pelaku Usaha. (2) Dalam pengembangan usaha yang didanai oleh KUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha wajib melakukan pola kemitraan dengan peternak. Pasal 4 Kriteria dan persyaratan Pelaku Usaha, pola kemitraan, dan target populasi bibit sapi dalam rangka Usaha Pembibitan Sapi mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian. Pasal 5 KUPS diberikan secara langsung kepada Pelaku Usaha. BAB IV JANGKA WAKTU PENDANAAN Pasal 6 (1) KUPS untuk Pelaku Usaha yang berbentuk Perusahaan Pembibitan diberikan selama 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini, dengan subsidi bunga sesuai jangka waktu kredit paling lama 6 (enam) tahun. (2) KUPS untuk Pelaku Usaha yang berbentuk Koperasi dan Kelompok/Gabungan Kelompok Peternak diberikan sampai dengan tahun 2014, dengan subsidi bunga berakhir paling lambat tahun 2020. BAB V PENYEDIAAN DANA KUPS Pasal 7 (1) Bank Pelaksana menyediakan dana untuk KUPS. (2) Bank Pelaksana menyalurkan dan menatausahakan KUPS. BAB VI SUBSIDI BUNGA Pasal 8 Pemerintah memberikan Subsidi Bunga selama jangka waktu kredit.
Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Ke ...
Tata Cara Penghapusan dan Pemindahtanganan Aset Tetap pada Perusahaan Perseroan (Persero) di Bawah Pembinaan dan Pengawasan Menteri Keuangan ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Perusahaan Perseroan (Persero) yang selanjutnya disebut Persero adalah Badan U saha Milik Negara yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengeJar keun tungan.
Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat RUPS adalah organ Persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Persero dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris.
Menteri adalah Menteri Keuangan selaku RUPS pada Persero dengan memperhatikan peraturan perundang undangan.
Direktur Jenderal adalah p1mpman unit organ1sas1 eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi tugas melaksanakan pengelolaan investasi pemerintah dan kekayaan Negara dipisahkan yang diberikan kuasa oleh Menteri selaku RUPS.
Dewan Ko mi saris adalah organ Persero yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasihat kepada Direksi.
Direksi adalah organ Persero yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Persero untuk kepentingan Persero, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar Persero.
Aset Tetap adalah aset berwujud milik Persero yang digunakan dalam kegiatan operasi tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal Persero, dan memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
Penghapusan adalah tindakan menghapus Aset Tetap dari pembukuan atau neraca Persero.
Pemindah tanganan adalah pengalihan kepemilikan Aset Tetap kepada pihak lain.
Penjualan adalah setiap tindakan Pemindahtanganan Aset Tetap dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
Tukar-menukar adalah setiap tindakan Pemindah tanganan A set Tetap dengan menenma penggantian utama/ pokok dalam bentuk barang yang bernilai seimbang. Ganti Rugi adalah setiap tindakan Pemindahtanganan Aset Tetap dengan menerima penggantian dalam bentuk uang dan/atau barang.
Penawaran Umum adalah Penjualan Aset Tetap yang ditawarkan secara terbuka kepada masyarakat dan/atau badan hukum sebagai calon pembeli.
Pemilihan Langsung adalah pemilihan mitra melalui pemilihan kepada beberapa pihak terbatas paling kurang 3 (tiga) calon mitra potensial.
Penunjukan Langsung adalah Penjualan Aset Tetap yang dilakukan secara langsung kepada 1 ( satu) calon pembeli.
Balai Lelang adalah badan hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang lelang.
Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh Pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini atas suatu objek penilaian berupa Aset Tetap Persero pada saat tertentu.
Penilai Pemerin tah di Lingkungan Direktorat J enderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Penilai Direktorat Jenderal adalah Penilai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang diangkat oleh kuasa Menteri Keuangan yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan Penilaian, termasuk atas hasil penilaiannya secara independen.
Penilai Publik adalah Penilai yang telah memperoleh izin dari Menteri untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan Aset Tetap atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal Penilaian.
Kementerian Keuangan Corporate University
Relevan terhadap
KEPUTUSAN MENTER! KEUANGAN TENT ANG KEMENTERIAN KEUANGAN CORPORATE UNWERSITY. Menetapkan Kementerian Keuangan Corporate University sebagai strategi pelaksanaan pengembangan kompetensi sumber daya manusia yang merupakan bagian · dari pencapaian visi dan misi Kementerian Keuangan melalui perwujudan keterkaitan dan kesesuaian antara pendidikan, pembelajaran, dan penerapan nilai-nilai dengan target kinerja, yang didukung dengan manajemen pengetahuan (knowledge management). Pelaksanaan Kementerian Keuangan Corporate University sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA mencakup:
Bentuk pengembangan kompetensi sumber daya manusia;
House of Kementerian Keuangan _Corporate University; _ dan c. Pola Tata Kelola Implementasi Kementerian Keuangan Corporate University, I KETIGA KEEMPAT KELIMA KEENAM MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Bentuk pengembangan kompetensi sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA huruf a terdiri atas:
Pendidikan; dan/atau
Pembelajaran. Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA huruf a dilaksanakan dengan:
pemberian tugas belajar pada pendidikan formal; atau
pendidikan vokasi yang dilaksanakan oleh Politeknik Keuangan Negara STAN, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA huruf b dilakukan melalui jalur:
klasikal, berupa kegiatan tatap muka antara pengajar dan peserta di dalam kelas yang sama; dan/atau
non klasikal, berupa kegiatan yang menekankan pada proses pembelajaran di luar kelas. Pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam KELIMA dilaksanakan dengan memperhatikan pembelajaran berdasarkan model 70: 20: 10 propors1: Diktum' desain dengan a. 70% (tujuh puluh persen) aktivitas pembelajaran terintegrasi di tempat kerja melalui praktik langsung seperti magang/ praktik kerj a, detasering (secondment), dan pertukaran antara pegawai negeri sipil dengan pegawai swasta/badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
20% (dua puluh persen) aktivitas pembelajaran kolaboratif dalam sebuah komunitas maupun bimbingan, melalui interaksi atau dengan mengobservasi pihak/ orang lain, seperti coaching, mentoring, dan patok banding _(benchmarking); _ dan c. 10% (sepuluh persen) aktivitas pembelajaran melalui metode ceramah di dalam maupun di luar kelas seperti pelatihan teknis, pelatihan jarak jauh, dan belajar, mandiri, sesuai dengan · ketentuan pengembangan sumber daya Kementerian Keuangan. mengenai manaJemen manusia di lingkungan ( KETUJUH KEDELAPAN KESEMBILAN KESEPULUH MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA House of Kementerian Keuangan Corporate University sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA huruf b merupakan infrastruktur penunjang terselenggaranya Kementerian Keuangan Corporate University yang terdiri atas:
Tata Kelola Strategi Pembelajaran (Leaming Strategy' _Governance); _ b. Fokus Pembelajaran (Leaming Focus);
Manajemen Pengetahuan _(Knowledge Management); _ .
Infrastruktur Pembelajaran Pintar (Smart Leaming _Infrastructure); _ e. Sekolah _(SchooX; _ f. Kolese _(College); _ g. Akademi _(Academy); _ h. Arsitektur Solusi Pembelajaran (Leaming Solution _Architecture); _ dan 1. Solusi Penyampaian Pembelajaran (Leaming Solution Delivery System). Pola Tata Kelola Implementasi Kementerian Keuangan Corporate University sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA huruf c merupakan rangkaian proses supervisi dan/atau pola koordinasi dalam pelaksanaan pengembangan kompetensi sumber daya manusia dan manajemen pengetahuan (knowledge managemenY melalui sinergi an tar unit di lingkungan Kementerian Keuangan. Unsur Pelaksana Pola Tata Kelola Implementasi Kementerian Keuangan Corporate University sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDELAPAN terdiri atas:
Komite Pengarah;
Komite Operasional; dan
Pemilik Rumpun Keahlian (Skill Group Owner) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai analisis kebutuhan pembelajaran. Komite Pengarah sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEMBILAN huruf a terdiri atas:
Chairman yang dilakukan oleh Menteri Keuangan;
Vice Chairman yang dilakukan oleh Wakil Menteri Keuangan;
Representasi Unit Pembina Sumber Daya Manusia yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal; I KESEBELAS KEDUABELAS MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 5 - d. Representasi Unit Jabatan Pimpinan Tinggi Madya yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal, para Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, dan para Kepala Badan di lingkungan Kementerian Keuangan; dan
Individual Member yang dilakukan oleh para Staf Ahli Menteri Keuangan di lingkungan Kementerian Keuangan. Komite Pengarah sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEPULUH memiliki tugas untuk merumuskan kebijakan strategis pengembangan kompetensi sumber daya manusia dan manajemen pengetahuan (knowledge management). Togas dari masing-masing Komite Pengarah sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEBELAS sebagai berikut:
_Chainnan: _ memberikan arahan mengenai kebijakan strategis pengembangan kompetensi sumber daya manusia dan manajemen pengetahuan (knowledge management). b. _Vice Chainnan: _ 1) membantu pelaksanaan tugas _Chainnan; _ 2) memberikan masukan kepada Chainnan mengenai kebijakan strategis pengembangan kompetensi sumber daya manusia dan manaJemen pengetahuan, (knowledge management) di lingkungan Kementerian Keuangan;dan 3) memberikan arahan mengenai kebijakan pengembangan teknologi dan komunikasi dalam rangka pelaksanaan pengembangan kompetensi sumber daya manusia dan manajemen pengetahuan (knowledge management) di lingkungan Kementerian Keuangan.
Representasi Unit Pembina Sumber Daya Manusia:
menyusun kebijakan strategis pengembangan kompetensi sumber daya manusia di lingkungan Kementerian Keuangan; dan
menyusun kebijakan strategis pengembangan teknologi dan komunikasi dalam rangka pelaksanaan pengembangan kompetensi di lingkungan Kementerian Keuangan.
Representasi Unit Jabatan Pimpinan Tinggi Madya:
menyusun kebijakan pengembangan kompetensi sumber daya manusia dan manajemen pengetahuan (knowledge management) di unit masing-masing, yang dikaitkan dengan arah strategi dan kebijakan Kementerian Keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; I www.jdih.kemenkeu.go.id KETIGABELAS KEEMPATBELAS KELIMABELAS KEENAMBELAS MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 6 - 2) melakukan koordinasi dengan Chief Executive Officer dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kompetensi sumber daya manusia; dan
menerima laporan dan dapat memberikan rekomendasi terhadap pelaksanaan tugas Pemilik Rumpun, Keahlian (Skill Group Owner) dalam pelaksanaan tugas pada unit masing-masing sesuai Keputusan Menteri ini.
Individual Member. 1) menyusun dokumen pengetahuan bersama dengan Chief Executive Officer sesuai dengan bidang keahlian yang bersangkutan;
dapat menyampaikan masukan dan/atau saran kepada Chief Executive Officer terkait dengan manajemen pengetahuan _(knowledge management); _ dan 3) dapat turut serta dalam pelaksanaan kebijakan pembelajaran dan manajemen pengetahuan (knowledge management). Dalam hal terdapat kekosongan Vice Chairman, tugas Vice Chairman dilaksanakan oleh Chairman. Komite Operasional sebagaimana dimaksud dalam Diktum' KESEMBIIAN huruf b terdiri atas:
Chief Executive Officer yang dilakukan oleh Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan;
Chief Operating Officer yang dilakukan oleh Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan;
Executive Officers yang dilakukan oleh para kepala pusat di lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan dan Direktur Politeknik Keuangan Negara STAN; dan
Regional Officers yang dilakukan oleh para Kepala Balai di lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Komite Operasional sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEEMPATBELAS memiliki tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis pengembangan kompetensi sumber daya manusia dan menyusun kebijakan manajemen pengetahuan (knowledge management). Togas dari masing-masing Komite Operasional sebagaimana' dimaksud dalam Diktum KELIMABELAS sebagai berikut:
Chief Executive Officer. 1) menyusun kebijakan teknis pengembangan kompetensi sumber daya manusia; I www.jdih.kemenkeu.go.id MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2) menyusun kebijakan manaJemen pengetahuan _(knowledge management); _ 3) melakukan supervisi terhadap pelaksanaan pengembangan kompetensi sumber daya manusia;
melakukan koordinasi dengan Representasi Unit' Jabatan Pimpinan Tinggi Madya terkait perumusan kebijakan teknis pengembangan kompetensi sumber daya manusia dan kebijakan manajemen pengetahuan _(knowledge management); _ dan 5) melakukan koordinasi dengan Representasi Unit Jabatan Pimpinan Tinggi Madya, Individual Member, dan Pemilik Rumpun Keahlian (Skill Group Owner) dalam penyusunan dokumen pengetahuan.
Chief Operating Officer. 1) mengoordinasikan pembahasan kebijakan teknis pembelajaran;
memberikan dukungan sumber daya, teknis, administratif, dan komunikasi dalam pelaksanaan kebijakan teknis pengembangan kompetensi sumber daya manusia dan kebijakan manajemen pengetahuan _(knowledge management); _ 3) mengoordinasikan pengelolaan aplikasi pembelajaran, dan manajemen pengetahuan (knowledge _management); _ dart 4) melakukan koordinasi dengan Executive Officers dan Regional Officers dalam pelaksanaan kebijakan teknis pengembangan kompetensi sumber daya manusia dan kebijakan manajemen pengetahuan (knowledge management). c. _Executive Officers: _ 1) melaksanakan kebijakan teknis pendidikan dan/atau pembelajaran dan manajemen pengetahuan (knowledge management) sesuai dengan tugas unit masing masmg;
melaksanakan kegiatan pendidikan dan/atau pembelajaran sesuai dengan tugas unit masing-masing;
melakukan koordinasi dengan Chief Operating Officer dan Regional Officers terkait kegiatan pendidikan dan/atau pembelajaran, dan manajemen pengetahuan _(knowledge management); _ dan 4) melakukan koordinasi dengan Pemilik Rumpun Keahlian (Skill Group Owner) dalam pelaksanaan pembelajaran dan manajemen pengetahuan (knowledge management) sesuai dengan bidang tugas . . masmg-masmg. KETUJUHBELAS KEDELAPANBELAS KESEMBILANBELAS MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA d. _Regional Officers: _ 1) melakukan koordinasi dengan Pemilik Rumpun Keahlian (Skill Group Owner) dalam pelaksanaan pembelajaran dan manajemen pengetahuan (knowledge management) di wilayah kerja masing masmg;
melaksanakan kebijakan teknis pembelajaran dan manajemen pengetahuan (knowledge management) di wilayah kerja masing-masing;
melakukan koordinasi dengan Chief Operating Officer dan Executive Officers terkait kegiatan pembelajaran dan manajemen pengetahuan (knowledge management) di wilayah kerja masing-masing; dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran di wilayah kerja masing-masing. Tugas Pemilik Rumpun Keahlian (Skill Group Owner) sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEMBILAN huruf c sebagai berikut:
membantu Komite Operasional dalam pelaksanaan pengembangan kompetensi sumber daya manusia sesuai bidang keahlian dan kompetensi yang dimiliki; dan
membantu Komite Operasional dalam menyusun dokumen pengetahuan sesuai bidang keahlian dan kompetensi yang dimiliki. Chairman, Vice Chairman, Representasi Unit Pembina Sumber Daya Manusia, Representasi Unit Jabatan Pimpinan Tinggi Madya, Individual Member, dan Chief Executive Officer mengikuti pertemuan Leaming Council sesuai ketentuan · peraturan perundang-undangan di lingkungan Kementerian Keuangan. Keputusan Menteri m1 mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Wakil MenteriKeuangan;
Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, para Direktur Jenderal dan para Kepala Badan di lingkungan Kementerian Keuangan;
Kepala Biro Umum, para Sekretaris Jenderal, Inspektorat Jenderal, dan lingkungan Kementerian Keuangan; Direktorat Badan di 4. Kepala Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan, Sekretariat Jenderal;
Kepala Biro Hukum, Sekretariat Jenderal 6. Kepala Biro Sumber Daya Manusia, Sekretariat Jenderal; MENTER! KEUMIGAN REPUFJLIK INDONESIA - 9 - 7. Para Kepala Pusat di lingkungan Bad an Pendidikan dan Pelatihan Keuangan;
Direktur Politeknik Keuangan Negara STAN; dan 19": , Para Kepala Balai di lingkungan Badan Pendidikan dan V Pelatihan Keuangan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2018 MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK PELAKSANAAN KEMENTERIAN KEUANGAN CORPORATE UNNERSITY A. Bentuk Pengembangan Kompetensi 1. Pendidikan a. Pemberian Togas Belajar pada Pendidikan Formal Pelaksanaan pemberian tugas belajar pada pendidikan formal dilaksanakan melalui perencanaan, penyiapan dan pemantauan program beasiswa di dalam negeri dan luar negeri sesuai dengan ketentuan yang berlaku di lingkungan Kementerian Keuangan. Pemberian tugas belajar disesuaikan dengan Program Pengembangan Kompetensi bagi Pegawai Negeri Sipil (PPKPNS) di lingkungan Kementerian Keuangan untuk mewujudkan. keterkaitan dan kesesuaian antara program beasiswa dengan pencapaian visi, misi dan target kinerja Kementerian Keuangan. Sebagai optimalisasi pemanfaatan hasil tugas belajar bagi organisasi dilakukan penyusunan dokumen pengetahuan oleh setiap alumni. dokumen pengetahuan.dimaksud dapat berupa audio, video, maupun audio visual yang dimuat di dalam sistem manajemen pengetahuan (knowledge management system) Kementerian Keuangan.
Pendidikan Vokasi yang dilaksanakan oleh Politeknik Keuangan Negara STAN Pelaksanaan pendidikan vokasi dilaksanakan seca: ta terstandardisasi dengan menyiapkan seluruh sarana dan prasarana belajar mengajar yang terpusat di satu lokasi kampus. Kegiatan belajar mengajar di Politeknik Keuangan Negara STAN dilaksanakan dengan berbasis teknologi informasi seperti e-leaming sehingga menekankan pada metode pembelajaran orang dewasa yang berorientasi pada pembelajaran mandiri. Kegiatan belajar mengajar Politeknik Keuangan Negara STAN didukung dengan fasilitas laboratorium yang mendukung praktek pengelolaan Keuangan Negara sehingga memberikan pengalaman langsung kepada para mahasiswa sebagai calon pengelola keuangan negara di Republik Indonesia.
Pembelajaran a. Model Pembelajaran Pembelajaran di Kementerian Keuangan Corporate University menggunakan model 70: 20: 10 yang merupakan pelaksanaan pengembangan kompetensi bentuk Pembelajaran. Model 70: 20: 10 terse but digambarkan sebagai berikut: MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - Gambar Model Pengembangan Kompetensi 70: 20: 10 belajaran kan secara egrasi di t kerja b. Karakteristik Pembelajaran Pembelajaran dalam Kementerian Keuangan Corporate University memiliki karakteristik sebagai berikut:
Relevan (Relevant) Pembelajaran dilaksanakan sesuai kebutuhan, tepat sasaran, dan kekinian. Dalam mencapai karakteristik relevan (relevant) dilakukan penyempurnaan mekanisme analisis kebutuhan pembelajaran, perbaikan kurikulum dan penyesuaian materi bahan belajar.
Mudah Diaplikasikan (Applicable) Materi pembelajaran mudah diajarkan, dipelajari, dan diterapkan. Dalam mencapai karakteristik mudah diaplikasikan (applicable) dilakukan dengan upaya melatih implementasi pengetahuan, keterampilan, dan perilaku sesuai dengan tujuan pembelajaran (action learning). 3) Berdampak (Impactful) Pembelajaran dapat memberikan dampak langsung pada peningkatan kinerja organisasi. Dalam mencapai karakteristik berdampak (i mp actfuij dilakukan pengukuran dalam seluruh level eva]uasi Kirkpatrik.
Mudah Diakses (Accesible) Pembelajaran mudah diakses dimana, kapan dan dari mana saja serta tersedia setiap saat. Dalam mencapai karakteristik mudah diakses (accesible) dilakukan pembangunan sistem aplikasi manajemen pengetahuan (knowledge management). I www.jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 3 - B. House of Kementerian Keuangan Corporate University Infrastruktur Kementerian Keuangan Corporate University digambarkan dalam model House of Kementerian Keuangan Corporate University sebagai berikut: Penjelasan House of Kementerian Keuangan _Corporate University: _ 1. Tata Kelola Strategi Pembelajaran (Leaming Strategy Governance) Tata Kelola Strategi Pembelajaran merupakan landasan implementasi Kementerian Keuangan Corporate University. Landasan dimaksud menjelaskan mengenai bentuk pengembangan kompetensi sumber daya manusia, House of Kementerian Keuangan Corporate University, pola tata kelola implementasi Kementerian Keuangan Corporate University sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri ini.
Fokus Pembelajaran (Leaming Focus) Fokus Pembelajaran merupakan kumpulan kompetensi yang menjadi prioritas bagi masing-masingjabatan yang terhubung, terintegrasi dan mendukung tujuan strategis organisasi.
Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) Manajemen Pengetahuan merupakan upaya terstruktur dan sistematis dalam mengembangkan dan menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk membantu proses pengambilan keputusan bagi peningkatan kinerja organisasi. Aktifitas dalam manajemen pengetahuan (knowledge management) meliputi upaya perolehan, penyimpanan, pengolahan dan pengambilan kembali, penggunaan dan penyebaran, serta evaluasi dan penyempurnaan terhadap pengetahuan sebagai aset intelektual organisasi. I MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 4. Infrastruktur Pembelajaran Pintar (Smart Leaming Infrastructure) Infrastruktur Pembelajaran Pintar merupakan sarana dan prasarana yang mampu memudahkan proses pengembangan kompetensi. Infrastruktur Pembelajaran Pintar (Smart Leaming Infrastructure) dapat berupa kelas pintar (smart classroom) dan sistem aplikasi manajemen pengetahuan (knowledge management). 5. Sekolah (School) Sekolah merupakan unit yang menangani pelaksanaan pengembangan kompetensi sumber daya manusia untuk menciptakan efisiensi dalam pelaksanaan tugas serta optimalisasi pencapaian target kinerja dan tujuan organisasi. Unit ini terdiri atas:
Sekolah Kompetensi (Competency School) Sekolah Kompetensi merupakan unit yang berperan dalam pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dibutuhkan untuk mendukung strategi organisasi. Peran ini dilakukan• oleh pusat di lingkungan Badan Pendidikan Pelatihan Keuangan.
Sekolah Pemasok Kader (Supplier Development School) Sekolah Pemasok Kader merupakan unit yang berperan dalam memberikan pendidikan vokasi kepada calon kader. Peran ini dilakukan oleh Politeknik Keuangan Negara STAN.
Kolese (College) Kolese merupakan unit yang berperan dalam penyelenggaraan pengembangan kompetensi di bidang keuangan negara untuk menjalin kerja sama dengan para pemangku kepentingan. Unit ini terdiri atas:
Pusat Aliansi dan Kerja Sama (Alliance and Partnership Centre) Pusat Aliansi dan Kerja Sama merupakan unit yang berperan dalam pengembangan kerja sama internal maupun eksternal Kementerian Keuangan baik dalam maupun luar negeri. Peran ini dilaksanakan oleh:
Sekretariat dan pusat di lingkungan Badan Pendidikan Pelatihan Keuangan yang menyelenggarakan pengembangan kompetensi teknis di' bidang keuangan negara melalui kerja sama dengan pihak lain sesuai dengan bidang kompetensinya; dan
Politeknik Keuangan Negara STAN melalui kerja sama dengan perguruan tinggi.
Pusat Budaya Organisasi (Organization Culture Centre) Pusat Budaya Organisasi adalah unit yang berperan dalam pelaksanaan penanaman budaya dan nilai-nilai Kementerian Keuangan. Peran ini dilakukan oleh pusat di lingkungan Badan Pendidikan Pelatihan Keuangan yang menyelenggarakan pengembangan kompetensi manajerial dan sosial kultural.
Akademi (Academy) MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Akademi merupakan unit yang berperan dalam penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Unit ini terdiri atas:
Akademi Bisnis Utama (Business Academy) Akademi Bisnis Utama merupakan unit yang berperan dalam pendidikan dan/atau pelatihan terkait dengan bisnis utama organisasi. Peran ini dilakukan secara kolaboratif oleh pusat di lingkungan Badan Pendidikan Pelatihan Keuangan dan Politeknik Keuangan Negara STAN.
Institut Pengembangan Bakat dan Kepemimpinan (Leadership & Talent Development Institute) Institut Pengembangan Kader dan Kepemimpinan merupakan Unit yang berperan dalam mengembangkan dan menyampaikan pembelajaran untuk mengembangkan calon pemimpin dan pemimpin masa depan. Peran ini dilakukan oleh pusat di lingkungan Badan Pendidikan Pelatihan Keuangan yang menyelenggarakan pengembangan kompetensi manajerial dan sosial kultural.
Pusat Penelitian (Organizational Research Centre) Pusat Penelitian adalah unit yang berperan sebagai jendela pengetahuan dunia (window to the world) dengan melaksanakan penelitian (research), studi banding (benchmark studies), dan pencarian sumber sumber pengetahuan lainnya. Peran 1m memberikan keunggulan' kompetitif (competitive advantage) bagi organisasi melalui peningkatan kemampuan untuk belajar dan memanfaatkan pengetahuan. Peran ini dilakukan oleh seluruh unsur di lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan keuangan melalui pengelolaan jurnal, kajian akademis, Forum Ilmiah Keuangan Negara, dan kegiatan pengkajian lainnya.
Arsitektur Solusi Pembelajaran {Leaming Solution Architecture) Arsitektur Solusi Pembelajaran merupakan seperangkat rencana dan pengaturan pembelajaran yang berisi tujuan, sasaran, deskripsi, mata pembelajaran dan metode pembelajaran untuk mencapai efisiensi, keterkaitan dan kesesuaian, serta keunggulan kompetitif sebagai solusi atas kebutuhan pembelajaran. Fungsi ini dilakukan oleh unit di lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan yang melaksanakan pengkajian perencanaan penyusunan dan pengembangan program dan kurikulum serta penyiapan dan pengembangan kompetensi tenaga pengajar pendidikan pelatihan dan sertifikasi kompetensi keuangan negara. I www.jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN REPUflLIK INDONESIA - 6 - 9. Solusi Penyampaian Pembelajaran (Learning Solution Delivery System) Solusi Penyampaian Pembelajaran merupakan pelaksanaan atas metode pembelajaran yang paling tepat sesuai dengan Arsitektur Solusi Pembelajaran dalam penyelenggaraan pengembangan kompetensi berdasarkan hasil analisis terhadap jenis kompetensi, kondisi lingkungan, dan karakteristik peserta. Fungsi ini dilakukan oleh unit di lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan yang melaksanakan koordinasi penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi kompetensi keuangan negara. C. Pola Tata Ketola Implementasi Kementerian Keuangan Corporate University Komite Pengarah " I Rep. Uni< Pembfna SDM I (Sekretaris Jenderal) Chairman (Menteri Keuangan) Vice Chairman (Wald! Menteri Keuangan) Komite Operasional ,I, '' Rep Unit JPT Mad ya I Indfoidual Membe, I (Pimpinan Unit (Staf Ahli Menteri) c.; rueJ J: <; xecutwe Eselon I) Officer IKen<>l BPPK\ " I Chie/Operational Officer ---- ,. ____ /Sekretaris BPPKl • ' Pemilik Rumpun I Regi.onal Officers Keahlian , ____ ., (Skill Group Owner) (Kepala Balai) ... I I ^... I I -----------------------------------· " Executive Office,s r I (Kapusdiklat, Dir PKN STAN) • I ^---- : I . I I ·-------------------------------------------------· Keterangan Garis Lurus Garis Putus - putus : Supervisi : Koordinasi MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
Penyelenggaraan Pusat Layanan Terintegrasi Direktorat Jenderal Anggaran
Relevan terhadap
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN TENTANG PENYELENGGARA PUSAT LAYANAN TERINTEGRASI DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN. Membentuk Penyelenggara Pusat Layanan Terintegrasi Direktorat Jenderal Anggaran, untuk selanjutnya disebut Penyelenggara i-Puslay DJA, yang terdiri atas.
Koordinator Utama;
Koordinator Unit Teknis;
Koordinator Pelaksanaan;
Koordinator Agen Teknis;
Quality _Assurance; _ f. Koordinator Petugas i-Puslay DJA;
Administrator KEDUA KETIGA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA g. Administrator Agen Unit Teknis;
Petugas Call _Center; _ i. Petugas Front Deslc;
Agen Unit Teknis. Menunjuk para pejabat/ pelaksana sebagai Penyelenggara i-Puslay DJA sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA, dengan susunan keanggotaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagiar1 tidak terpisahkan dari Keputusan ini. Penyelenggara i-Puslay DJA sebagaimana dimaksud Diktum PERTAMA mempunyai tugas sebagai berikut:
Koordinator Utama mempunyai tugas mengoordinasikan, memastikan, dan bertanggung jawab atas terselenggaranya layanan pada i-Puslay dengan baik;
Koordinator Unit Telmis mempunyai tugas mengoordinasikan, memastikan, dan bertanggung jawab atas terselenggaranya fungsi agen unit teknis di unitnya masing-masing;
Koordinator Pelalrnanaan mempunyai tugas mengoordinasikan penyiapan dan pemeliharaa11. sa1·ana, prasarana, sumber daya, serta kebijakan terkait penyelenggaraan layanan i-Puslay;
Koordinator Agen Teknis mempunyai tugas mengoordinasikan penyiapan dan pemeliharaan sarana, prasarana, sumber daya, serta kebijakan terkait fungsi agen unit teknis di unitnya masing-masing;
Quality Assurance mempunyai tugas memastikan substansi atas penanganan layanan dari pengguna layanan sesuai dengan ketentuan/kebijakan yang berlaku;
Koordinator Petugas i-Puslay DJA mempunyai tugas mengoordinasikan penugasan dan pembagian kerja petugas serta bertanggungjawab atas operasional layanan i-Puslay;
Administrator Agen Unit Teknis mempunyai tugas mengoordinasikan penugasan dan pembagian kerja petugas serta bertanggung jawab atas berjalannya fungsi agen unit teknis di unitnya masing-masing;
Petugas Call Center mempunyai tugas memberikan layanan baik kepada pengguna laya11.an melalui saluran telepon, e-mail, web-chat, dan aplikasi media sosial;
Petugas Front Deslc mempunyai tugas memberikan layanan kepada pengguna laya11.an yang datang secara langsung ke ruangan Front Deslc i-Puslay DJA (Petugas di ruangan i-Puslay); J. Agen Unit Teknis mempunyai tugas melaksanakan fungsi koordinasi penyelesaian atas eskalasi penanganan layanan dari petugas i-Puslay. KEEMPAT KELIMA KEENAM KETUJUH KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Dalam hal pelaksanaan tugas dan tanggungjawab, Penye l enggara i-Puslay DJA sebagaimana dimaksud dalam Di ktum KEDUA berpedoman pada Keputusan Direktur Jenderal Anggaran Nomor KEP-17 /AG/ 2019 ten tang Pusat Layanan Terintegrasi Direktorat Jenderal Anggaran serta peraturan dan ketentuan terkait l ainnya yang berlaku. Penyelenggara i-Puslay DJA melaksanakan rapat monitoring berkala setiap bulan untuk memastikan kinerja penyelenggara serta penyelesaian tugas-tugas penyelenggara i- Puslay DJA dan melaporkan hasil rapat tersebut kepada Direktur Jenderal Anggaran. Penyelenggara i-Puslay DJA sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA bertanggungjawab dan melaporkan pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya kepada Direktur Jenderal Anggaran secara berkala setiap semester maupun sewaktu-waktu sebagaimana diperlukan. Segala biaya yang timbul akibat diterbitkannya Keputusan Direktur Jenderal Anggaran ini dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Direktorat Jenderal Anggaran. KEDELAPAN Keputusan Direktur Jenderal Anggaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan bila terdapat kesalahan/ kekeliruan dapat dilakukan perubahan seperlunya. Salinan Keputusan Direktur Jenderal ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Wakil Menteri Keuangan;
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan;
Sekretaris Direktorat Jenderal Anggaran;
Para Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran; 6 . Yang bersangkutan untuk diketahui dan diindahkan. Salinan se suai aslinya Sekretaris Direktorat J enderal u . b. agian Umum, Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 3 Mei 2019 DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN, Ttd, - ASKOLANI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR J ENDERA L ANGGARAN NOMOR KEP- /AG/2 019 TENTANG PENYELENGGARA PUSAT LA YANAN TERINTEGRASI DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN SUSUNAN KEANGGOTAAN PENYELENGGARA PUSAT LAYANAN TERINTEGRASI DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN I. Koordinator Utama Sekretaris Direktorat Jenderal Anggaran II. Koordinator Unit Teknis 1. Direktur Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
Direktur Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman;
Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan;
Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara;
Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak;
Direktur Sistem Penganggaran; dan
Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran. III. Koordinator Pelaksanaan Kepala Bagian Umum IV. Koordinator Agen Teknis 1. Para Kepala Subdit Data dan Dukungan Teknis;
Kepala Subdit Evaluasi Kinerja Penganggaran; dan
Kepala Subdit Harmonisasi Peraturan PNBP. V. Quality Assurance Kepala Subdit di masing-masing unit Teknis VI. Koordinator Petugas i-Puslay DJA Kepala Subbagian Layanan Anggaran dan Tata Usaha. VII. Administrator Agen Unit Teknis Kepala Subbagian Tata Usaha masing-masing unit teknis. VIII. Petugas Call Center 1. Anggun Putri Rahmawati , Pelaksana pada Bagian Umum.
ljlal Mochamad Ready Noer, Pelaksana pada Bagian Umum. 3. Regita Triastika, Pelaksana pada Bagian Umum. IX. Petugas Front Desk 1. Jovita Be lla Pratiwi, Pelaksana pada Bagian Umum.
Rasanti Febrian Saomi, Pelaksana pada Bagian Umum. 3. Ryan Satria Pratama, Pelaksana pada Bagian Umum. KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA X. Agen Unit Teknis No Nama Sebagai Direktorat Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1. Sulaiman 2. Wayaning Apsari 3. Febrina Kurniawati 4. Muhendaryanto Apnipar 5. Yudhanto Eko Putro 6. Dahlia Agen Subdit Analisis Ekonomi Makro dan Pendapatan Negara Agen Subdit Penyusunan Anggaran Belanja Negara I Agen Subdit Pe nyusunan Anggaran Belanja Negara II Agen Subdit Penyusunan Anggaran Belanj a Negara III Agen Subdit Pembiayaan Anggaran dan Penganggaran Risiko Fiskal Agen Subdit Data dan Dukungan Teknis Direktorat Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman 1. Danie Satrio Agen Subdit Anggaran Pertanian, Kelau tan, Kehutanan Bidang dan 2. Soegiarno Hesty Boedi Prabawa Agen Subdit Anggaran Bidang Peke1jaan Umum , Agraria, dan Tata Ruan g 3. Arip Rachmat 4. Readiyanto Eko Prasetyo 5. Ebo Sunandar Agen Subdit Anggaran Bidang Keuangan dan Ketenagakerjaan Agen Subdit Anggaran Bidang Energi, Perindustrian, dan Perdagangan Agen Subdit Anggaran Bidang Perhubungan, Kepariwisataan, d an Koperasi Dan U saha Kecil Menengah Direktorat Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan 1. Astrid Nastiti Handa yan i Agen Subdit Anggaran Bidang Pendidikan dan Kepemudaan 2 . Zeni Zaena l Agen Subdit Anggaran Bidang Kesejahteraan Sosial 3. Amin Hidayat Agen Subdit Anggaran Bidang Agama, Kepresidenan, dan LTN 4. Marini Wulandari Agen Subdit Anggaran Bidan g Riset, Teknologi, dan Dikti 5. Madaharsa Wicaksana Agen Subdit Anggaran Bidang Kesehatan No Nama Sebagai Direktorat Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara 1. Gunawan 2. Ardi Artopo 3. Siti Padlah 4. Mohamad Djunedi 5. Ajie Chrispriyanto Wibowo 6. Fahrni Fadhli Azhari 7. Arfan Udi Winarsis 8. Dhias Pradopo Agen Subdit Anggaran Bidang Politik Agen Subdit Anggaran Bidang Hukum Agen Subdit Anggaran Bidang Pertahanan dan Keamanan Agen Subdit Mitra PPA BUN Agen Subdit PRA dan LK BA BUN Pengelolaan Belanja Subsidi dan Belanja Lainnya Agen Subdit PRA dan LK BA BUN Pengelolaan Belanja Subsidi dan Belanja Lainnya Agen Subdit PRA dan LK BA BUN Pengelolaan Belanja Subsidi dan Belanja Lainnya Agen Subdit PRA dan LK BA BUN Pengelolaan Belanja Subsidi dan Belanja Lainnya Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak 1. Fahrudi Qamal Agen Subdit Penerimaan Laba BUMN 2. Rafli 3. Muhammad Rahmat 4. Hari Setiaji 5. Seprina Hasan Effendi 6. Eko Pandu Pranoto Direktorat Sistem Penganggaran 1. Hartanto 2. Gin ta Saka 3. Akhmad Nurkhayat 4. Andryan Puji Prapbono 5. Reni N ovian ti 6. Heri Yulianto Agen Subdit Penerimaan K/L I Agen Subdit Penerimaan K/ L II Agen Subdit Penerimaan K/L II Agen Subdit Penerimaan Min.yak dan Gas Bumi Agen Subdit Daduktek PNBP Agen Subdit Transformasi Sistem Penganggaran Agen Subdit Transformasi Sistem Penganggaran Agen Subdit Standar Biaya Agen Subdit Standar Biaya Agen Subdit Evaluasi Kinerja Penganggaran (Evaluasi Kinerja Anggaran K/L) Agen Subdit Evaluasi Kinerja Penganggaran (Evaluasi Kinerja Anggaran AIP) No Nama 7. Ayu Nuraini 8. Novita Aryani Sebagai Agen Subdit Evaluasi Kine1ja Penganggaran (Evaluasi Kinerja Anggaran BA BUN) Agen Subdit Teknologi Informasi Penganggaran Direktorat Harmonisasi Peraturan Penganggaran 1. Amin Rohmad Agen Subdit Peraturan PNBP Harmonisasi 2. Heru Ganes Santosa 3. Cahya Agusono 4. Grenada Salinan sesuai aslinya Sekretaris Direktorat Jenderal u.b . la . Bagian Umum, Arya B\ ·atha Agen Subdit Harmonisasi Penganggaran Remunerasi Agen Subdit Harmonisasi Peraturan K/ L Agen Subdit Harmonisasi Penganggaran Jamin.an Sosial DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN, Ttd ,- ASKOLANI
Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan Pengguna Anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBN dalam wilayah kerja yang ditetapkan.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini Kementerian Negara/Lembaga atau unit organisasi pemerintah daerah yang melaksanakan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam pelaksanaan APBN pada kantor/Satker Kementerian Negara/Lembaga.
Penyedia Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Penyedia adalah pelaku usaha yang menyediakan barang/jasa berdasarkan kontrak.
Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung.
Pembayaran Langsung yang selanjutnya disebut Pembayaran LS adalah pembayaran yang dilakukan langsung kepada Bendahara Pengeluaran/penerima hak lainnya atas dasar perjanjian kerja, surat keputusan, surat tugas atau surat perintah kerja lainnya melalui penerbitan surat perintah membayar langsung.
Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat TUP adalah uang muka yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam 1 (satu) bulan melebihi UP yang telah ditetapkan.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Permintaan Pembayaran Langsung yang selanjutnya disingkat SPP-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/Bendahara Pengeluaran.
Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-UP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran UP.
Surat Permintaan Pembayaran Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-TUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran TUP.
Surat Permintaan Pembayaran Penggantian Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-GUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi pertanggungjawaban dan permintaan kembali pembayaran UP.
Surat Permintaan Pembayaran Penggantian Uang Persediaan Nihil yang selanjutnya disebut SPP-GUP Nihil adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi pertanggungjawaban UP.
Surat Permintaan Pembayaran Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-PTUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pertanggungjawaban atas TUP.
Surat Perintah Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPBy adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK atas nama KPA yang berguna untuk mengeluarkan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran kepada pihak yang dituju.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disingkat SPM-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/Bendahara Pengeluaran.
Surat Perintah Membayar Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-UP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan UP.
Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-TUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan TUP.
Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-GUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM dengan membebani DIPA, yang dananya dipergunakan untuk menggantikan UP yang telah dipakai.
Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan Nihil yang selanjutnya disebut SPM-GUP Nihil adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM sebagai pertanggungjawaban UP yang membebani DIPA.
Surat Perintah Membayar Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-PTUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM sebagai pertanggungjawaban atas TUP yang membebani DIPA.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PA/KPA/PPK dengan Penyedia atau pelaksana swakelola.
Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri dari informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik.
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai aparatur sipil negara secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
Interkoneksi adalah keterhubungan antar sistem elektronik yang digunakan dalam platform.
Petugas Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai yang selanjutnya disingkat PPABP adalah pembantu KPA yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan administrasi belanja pegawai.
Pengelola Basis Data Kepegawaian yang selanjutnya disingkat PBDK adalah pejabat atau pegawai yang ditunjuk oleh kepala Satker untuk diberi tugas dan tanggung jawab dalam mengelola data kepegawaian pada aplikasi kepegawaian Satker.
Penugasan Khusus Kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang selanjutnya disingkat LPEI adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Pemerintah adalah Pemerintah Negara Republik Indonesia.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dan/atau jasa dari wilayah Negara Republik Indonesia.
Pembiayaan Ekspor adalah fasilitas yang diberikan kepada badan usaha termasuk perorangan dalam rangka mendorong Ekspor dalam bentuk pembiayaan, penjaminan, dan/atau asuransi.
Pembiayaan adalah kredit dan/atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang disediakan oleh LPEI.
Penjaminan adalah pemberian fasilitas jaminan untuk menanggung pembayaran kewajiban keuangan pihak terjamin dalam hal pihak terjamin tidak dapat memenuhi kewajiban perikatan kepada kreditornya.
Asuransi adalah pemberian fasilitas berupa ganti rugi atas kerugian yang timbul sebagai akibat dari suatu peristiwa yang tidak pasti.
Program Ekspor adalah rancangan kegiatan dalam rangka Ekspor yang meliputi kegiatan memproduksi barang/jasa dan/atau kegiatan pendukung lainnya, yang disusun oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, baik secara tersendiri maupun secara bersama-sama dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian lainnya.
Penugasan Khusus adalah penugasan yang diberikan Pemerintah kepada LPEI untuk menyediakan Pembiayaan Ekspor atas transaksi atau proyek yang secara komersial sulit dilaksanakan, tetapi dianggap perlu oleh Pemerintah untuk menunjang kebijakan atau Program Ekspor.
Pembiayaan Modal Kerja adalah fasilitas Pembiayaan yang diberikan baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu paling lama satu tahun.
Pembiayaan Investasi adalah kredit jangka menengah/panjang yang diberikan kepada nasabah untuk membiayai barang-barang modal yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang-barang modal yang dibiayai.
Pembiayaan Luar Negeri (Overseas Financing) adalah fasilitas pembiayaan luar negeri yang meliputi pembiayaan proyek luar negeri ( overseas project financing ) dan pembiayaan investasi luar negeri ( overseas investment financing). 14. Risiko Politik adalah kejadian-kejadian yang terjadi di suatu negara yang memberikan dampak negatif atas transaksi Ekspor atau investasi yang meliputi nasionalisasi ( nationalization), hambatan penukaran mata uang (currency inconvertibility), hambatan transfer devisa (exchange transfer restricted) , pembatalan kontrak sepihak ( contract repudiation), penghapusan utang, dan kebijakan pemerintah di negara pembeli atau di negara ketiga tempat pembayaran dilakukan yang mengakibatkan kegagalan bayar oleh pembeli.
Komite Penugasan Khusus Ekspor selanjutnya disebut Komite adalah Komite yang dibentuk oleh Menteri dalam rangka pemberian Penugasan Khusus kepada LPEI.
Rekening Dana Penugasan Khusus selanjutnya disebut Rekening DPK adalah rekening yang dibuka oleh LPEI sebagai tempat penyimpanan, pembayaran, dan pengembalian dana dalam rangka Penugasan Khusus.
Pelaku Ekspor adalah orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan baik langsung maupun tidak langsung untuk memproduksi barang dan/atau jasa dalam rangka Ekspor atau kegiatan pendukung dalam rangka Ekspor.
Nasabah adalah orang atau badan usaha yang menggunakan Pembiayaan Ekspor.
Transaksi adalah perjanjian jual-beli barang dan/atau jasa antara Pelaku Ekspor dengan importir dari luar negeri yang mempunyai dampak ekonomi.
Proyek adalah pengadaan barang dan jasa antara pihak yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia dengan pihak yang berada di dalam maupun di luar negeri sesuai spesifikasi tertentu yang dilaksanakan sesuai batasan waktu yang telah disetujui oleh kedua pihak. 21 Aspek Ekonomi adalah aspek-aspek yang dijadikan pertimbangan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait untuk menyusun Program Ekspor, antara lain mencakup kebijakan sektor ekonomi, komoditas, negara tujuan Ekspor, kriteria pelaku Ekspor, dan bentuk Pembiayaan Ekspor. 22 Aspek Finansial adalah aspek-aspek yang dijadikan pertimbangan oleh LPEI terkait proyeksi penerimaan, risiko bisnis, prinsip mengenal nasabah, atau hal lain terkait keuangan dalam menilai kelayakan suatu Transaksi atau Proyek.
Pembayaran adalah pencairan dana oleh LPEI dari Rekening DPK kepada rekening Nasabah dan/atau pihak lain terkait Transaksi atau Proyek.
Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator)
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Relevan terhadap
Undang-Undang ini mulai berlaku pada saat diundangkan. Agar Disahkan di Ja}arta pada tanggal 5 Jan: uari 2022 ttd JOKO WTDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Januari2022 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR l TAHUN 2022 TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH I. UMUM 1. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara dibentuk dengan tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Selanjutnya berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah provinsi, dan Daerah provinsi dibagi atas Daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai pemerintahan sendiri. Pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota berhak mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Urusan Pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Daerah dilaksanakan berdasarkan asas otonomi, sedangkan Urusan Pemerintahan yang bukan merupakan tanggung ^jawab Pemerintah Daerah dilaksanakan berdasarkan asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Pelaksanaan Urusan Pemerintahan dari tingkat pusat hingga Daerah merupalan bagian dari kekuasaan pemerintahan yang berada di tangan Presiden sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga tidak dapat berjalan sendiri-sendiri. Hal ini menuntut adanya sinergisme pendanaan atas urusan tersebut dalam rangka pencapaian tujuan bernegara. 2 Pembagian Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi provinsi, kabupaten, dan kota, dan pembagian Urusan Pemerintahan antarpemerintahan tersebut menimbulkan adanya hubungan wewenang dan hubungan keuangan. Sesuai dengan amanat Pasal 18A ayat (2\ Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun L945, hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Untuk melaksanakan amanat Pasal 18A ayat (21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut disusunlah Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Penyusunan Undang-Undang ini juga didasarkan pada pemikiran perlunya menyempurnakan pelaksanaan Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang selama ini dilakukan berdasarkan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Penyempurnaan implementasi Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efisien melalui Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan, guna mewujudkan pemerataan layanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam mewujudkan tujuan tersebut, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah berlandaskan pada 4 (empat) pilar utama, yaitu: mengembangkan sistem Pajak yang mendukung alokasi sumber daya nasional yang efisien, mengembangkan Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dalam meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal melalui kebijakan TKD dan Pembiayaan Utang Daerah, mendorong peningkatan kualitas Belanja Daerah, serta harmonisasi kebijakan fiskal antara Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan layanan publik yang optimal dan menjaga kesinambungan fiskal. 3 2. Sistem Pajak dan Retribusi Dalam rangka mengalokasikan sumber daya nasional secara lebih efisien, Pemerintah memberikan kewenangan kepada Daerah untuk memungut Pajak dan Retribusi dengan penguatan melalui restrukturisasi jenis Pajak, pemberian sumber-sumber perpajakan Daerah yang baru, penyederhanaan jenis Retribusi, dan harmonisasi dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Restrukturisasi Pajak dilakukan melalui reklasifikasi 5 (lima) jenis Pajak yang berbasis konsumsi menjadi satu jenis Pajak, yaitu PBJT. Hal ini memiliki tujuan untuk (i) menyelaraskan Objek Pajak antara pajak pusat dan pajak daerah sehingga menghindari adanya duplikasi pemungutan pajak; (ii) menyederhanakan administrasi perpajakan sehingga manfaat yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pemungutan; (iii) memudahkan pemantauan pemungutan Pajak terintegrasi oleh Daerah; dan (iv) mempermudah masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, sekaligus mendukung kemudahan berusaha dengan adanya simplifikasi administrasi perpajakan. Selain integrasi pajak-pajak Daerah berbasis konsumsi, PBJT mengatur perluasan Objek Pajak seperti atas parkir uale| objek rekreasi, dan persewaan sarana dan prasarana olahraga (objek olahraga permainan). Pemerintah juga memberikan kewenangan pemungutan Opsen Pajak antara level pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota, yaitu PKB, BBNKB, dan Pajak MBLB. Opsen atas PKB dan BBNKB sejatinya merupakan pengalihan dari bagi hasil pajak provinsi. Hal tersebut dapat meningkatkan kemandirian Daerah tanpa menambah beban Wajib Pajak, karena penerimaan perpajakan akan dicatat sebagai PAD, serta memberikan kepastian atas penerimaan Pajak dan memberikan keleluasan belanja atas penerimaan tersebut pada tiap-tiap level pemerintahan dibandingkan dengan skema bagr hasil. Sementara itu, penambahan Opsen Pajak MBLB untuk provinsi sebagai sumber penerimaan baru diharapkan dapat memperkuat fungsi penerbitan izin dan pengawasan kegiatan pertambangan di Daerah. Hal ini akan mendukung pengelolaan Keuangan Daerah yang lebih berkualitas karena perencanaan, penganggaran, dan realisasi APBD akan lebih baik. Opsen Pajak juga mendorong peran Daerah untuk melakukan ekstensifikasi perpajakan Daerah baik itu bagi pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Penyederhanaan Retribusi dilakukan melalui rasionalisasi jumlah Retribusi. Retribusi diklasifikasikan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perizinan Tertentu. 4 Lebih lanjut, jumlah atas jenis Objek Retribusi disederhanakan dari 32 (tiga puluh dua) jenis menjadi 18 (delapan belas) jenis pelayanan. Rasionalisasi tersebut memiliki tujuan agar Retribusi yang akan dipungut Pemerintah Daerah adalah Retribusi yang dapat dipungut dengan efektif, serta dengan biaya pemungutan dan biaya kepatuhan yang rendah. Selain itu, rasionalisasi dimaksudkan untuk mengurangi beban masyarakat dalam mengakses layanan dasar publik yang menjadi kewajiban Pemerintah Daerah. Rasionalisasi juga sejalan dengan implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentatg Cipta Kerja dalam rangka mendorong kemudahan berusaha, iklim investasi yang kondusif, daya saing Daerah, dan penciptaan lapangan kerja yang lebih luas. Penyelarasan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dilakukan melalui pemberian kewenangan kepada Pemerintah untuk meninjau kembali tarif Pajak Daerah dalam rangka pemberian insentif fiskal untuk mendorong perkembangan investasi di Daerah. Pemerintah dapat menyesuaikan tarif Pajak dan Retribusi dengan penetapan tarif yang berlaku secara nasional, serta melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap Perda mengenai Pajak dan Retribusi yang menghambat ekosistem investasi dan kemudahan dalam berusaha.
TKD TKD sebagai salah satu sumber Pendapatan Daerah ditujukan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pusat dan Daerah (vertikal) dan ketimpangan fiskal antar-Daerah (horizontal), sekaligus mendorong kinerja Daerah dalam mewujudkan pemerataan pelayanan publik di seluruh Daerah. TKD meliputi DBH, DAU, DAK, Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan, serta Dana Desa. Dalam rangka mencapai tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal dan kesenjangan pelayanan antar-Daerah, pengelolaan TKD akan mengedepankan kinerja sehingga dapat memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan di Daerah, sekaligus mendorong tanggung jawab Daerah dalam memberikan pelayanan yang lebih baik secara efisien dan disiplin. Untuk itu, DBH dialokasikan berdasarkan realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan satu tahun sebelumnya dalam rangka memberikan kepastian penerimaan bagi Daerah. Selain itu, pengalokasian DBH akan memperhitungkan kinerja Daerah dalam memperkuat penerimaan negara yang dibagihasilkan ataupun perbaikan lingkungan yang terdampak akibat aktivitas eksploitasi. 5 Reformulasi pengalokasian DAU dilakukan melalui penghitungan kebutuhan fiskal berdasarkan pada unit cost dan target layanan, serta penghitungan kapasitas fiska1 sesuai dengan potensi pendapatan Daerah sehingga lebih mencerminkan kebutuhan dan kapasitas fiskal secara riil. Selain pada aspek pengalokasian, reformulasi DAU dilakukan pada aspek penggunaan yang ditujukan untuk mendorong kinerja pencapaian pelayanan dasar masyarakat. Sementara itu, DAK akan lebih difokuskan pada upaya mendukung Daerah dalam pencapaian prioritas nasional dengan berdasarkan pada target kinerja, sekaligus menjaga pemerataan serta keseimbangan tingkat layanan antar-Daerah TKD juga memasukkan dana transfer yang diatur dalam peraturan perundangan lainnya, yaitu Dana Otonomi Khusus Aceh, Papua, dan Papua Barat, Dana Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yograkarta, dan Dana Desa. Hal ini dimaksudkan untuk menggabungkan dana-dana tersebut dalam taksonomi TKD secara utuh, sekaligus melakukan penguatan dalam rangka mendorong proses alokasi yang lebih tepat, transparan, dan akuntabel, serta mendorong perbaikan kinerja layanan masyarakat melalui penerapan target kinerja. Pemerintah juga dapat memberikan insentif fiskal tertentu kepada Daerah tertentu, sebagai bentuk penghargaan dan sekaligus merangsang kinerja Daerah dalam pengelolaan Keuangan Daerah, pelayanan pemerintahan umum, pelayanan dasar publik, dan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pembiayaan Utang Daerah dan Sinergi Pendanaan Kemampuan Keuangan Daerah masih relatif terbatas dalam mendanai penyediaan sarana dan prasarana publik. Dalam rangka mendukung Daerah dalam pembangunan dan penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, Daerah dapat mengakses sumber- sumber Pembiayaan Utang Daerah, baik yang berskema konvensional maupun syariah, meliputi Pinjaman Daerah, Obligasi Daerah, dan Sukuk Daerah. Skema Pinjaman Daerah akan didasarkan pada penggunaannya dan bukan pada periodisasi jangka waktu pinjaman, meliputi pinjaman untuk pengelolaan kas, pembiayaan pembangunan infrastruktur Daerah, pengelolaan portofolio utang Daerah, dan penerusan pinjaman dan/atau penyertaan modal BUMD. Se1ain itu, jenis Pinjaman Daerah akan diperluas, yaitu pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan. 6 Daerah juga diberi pilihan untuk mengakses Pembiayaan kreatif berupa Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah. Perluasan akses Pembiayaan bagi Daerah juga diikuti dengan penyederhanaan proses pelaksanaan Pembiayaan, antara lain melalui pengintegrasian persetujuan DPRD atas Pembiayaan Utang Daerah dalam proses pembahasan rancangan APBD. Selain itu, Pemerintah mendorong adanya sinergi pendanaan antar-sumber pendapatan dan/atau Pembiayaan Utang Daerah, baik dari PAD, TKD, Pembiayaan Utang Daerah, kerja sama antar-Daerah, dan kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha dalam rangka penguatan sumber pendanaan program/kegiatan agar memberikan manfaat yang lebih signifikan.
Pengelolaan Belanja Daerah Selain perbaikan kebijakan dari aspek input, Undang-Undang ini mendorong peningkatan kualitas Belanja Daerah. Belanja Daerah masih didominasi oleh belanja aparatur dan belanja operasional rutin dan dikelola dengan kurang efisien, serta tidak didukung dengan sumber daya manusia pengelola Keuangan Daerah yang memadai. Belanja Daerah masih dianggarkan relatif minimal dalam mendukung belanja yang berorientasi pada layanan infrastruktur publik sehingga tidak dapat secara optima,l mendukung pencapaian outcome pembangunan Daerah dan pertumbuhan ekonomi Daerah. Selain itu, Belanja Daerah sering kali masih berjalan sendiri-sendiri dengan program dan kegiatan kecil-kecil yang tidak fokus sehingga pada akhirnya output danf alau outcome tidak memberikan dampak perbaikan yang signifikan bagi masyarakat, serta tidak terhubung dengan prioritas nasional dan arah kebijakan fiskal nasional. Untuk itu, diperlukan pengaturan dan penguatan disiplin Belanja Daerah dalam APBD. Perbaikan pengaturan tersebut dilakukan mulai dari penganggaran Belanja Daerah, simplifikasi dan sinkronisasi program prioritas Daerah dengan prioritas nasional, serta penJrusunan Belanja Daerah yang didasarkan atas standar harga (belanja operasi dan tunjangan kinerja Daerah) dan analisis standar belanja. Selain itu, penguatan disiplin Belanja Daerah dilakukan dengan pengaturan alokasi Belanja Daerah, seperti kewajiban untuk memenuhi porsi tertentu atas jenis belanja tertentu, baik yang dimandatkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan maupun dalam Undang- Undang ini, serta optimalisasi penggunaan SiLPA berbasis kinerja. 7 Lebih lanjut, peningkatan kualitas Belanja Daerah juga dilakukan melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur pengelola keuangan di Pemerintah Daerah dan penguatan aspek pengawasdn. Untuk itu, Undang-Undang ini juga memandatkan adanya sertifikasi bagi aparatur pengelola keuangan di Pemerintah Daerah, dan keterlibatan aparat pengawas intern Pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden untuk melakukan pengawasan intern atas rancangan APBD ataupun pelaksanaan atas APBD, dan melakukan penguatan kapabilitas terhadap aparat pengawas intern Pemerintah Daerah. Undang-Undang ini juga memberikan ruang bagi daerah-daerah tertentu yang mempunyai kapasitas fiskal memadai dan telah menyelenggarakan dengan baik segala urusan wajib layanan dasar, untuk dapat membentuk Dana Abadi Daerah yang bertujuan untuk mendapatkan manfaat yang bersifat lintas generasi.
Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional Penguatan tata kelola hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah tidak dapat berdiri sendiri untuk menjawab tantangan dalam mewujudkan tujuan bernegara. Kebijakan frskal terdiri atas fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi sehingga pelaksanaan kebijakan fiskal di Daerah harus sinergis dengan kebijakan fiskal di Pemerintah dalam rangka mengoptimalkan seluruh instrumen kebijakan fiskal dalam mencapai tujuan bernegara. Untuk itu, Undang-Undang ini juga mengatur bagaimana melaksanakan sinergi kebijakan fiskal nasional, yang dilakukan antara lain melalui penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan Daerah, penetapan batas maksimal defrsit APBD dan Pembiayaan Utang Daerah, pengendalian dalam kondisi darurat, serta sinergi bagan akun standar. Sinergi kebijakan fiskal nasional tersebut didukung oleh sistem informasi yang dapat mengonsolidasikan laporan keuangan pemerintahan secara nasional sesuai dengan bagan akun standar yang terintegrasi antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah, menyajikan informasi Keuangan Daerah secara nasional, serta menghasilkan kebijakan yang didasarkan pada pemantauan dan evaluasi atas Hubungan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah yang terukur dan terstruktur. 8 Dengan kebijakan yang diatur dalam Undang-Undang ini, diharapkan layanan kepada masyarakat di seluruh pelosok nusantara dapat makin merata dan dengan kualitas yang memadai. Pengaturan- pengaturan yang terkait dengan pengelolaan perpajakan Daerah, TKD, Pembiayaan Utang Daerah, dan pengendalian APBD diharapkan memberikan kemampuan kepada Pemerintah Daerah untuk secara bersama-sama dan sinergis dengan Pemerintah mencapai tujuan pembangunan nasional dalam mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup ^jelas. Pasal 5 Cukup ^jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "potensinya kurang memadai" adalah potensi penerimaan dari suatu jenis Pajak yang nilainya terlalu kecil sehingga biaya operasional pemungutannya lebih besar dibandingkan dengan hasil pungutannya. Huruf b Cukup jelas. 9 Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Pajak progresif untuk kepemilikan kedua dan seterusnya dibedakan sesuai dengan jenis kendaraan berdasarkan kategori jumlah roda kendaraan. Contoh: Orang pribadi atau Badan yang memiliki satu Kendaraan Bermotor roda 2 (dua), satu Kendaraan Bermotor roda 3 (tiga), dan satu Kendaraan Bermotor roda 4 (empat) masing- masing diperlakukan sebagai kepemilikan pertama sehingga tidak dikenakan pajak progresif. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Pajak progresif untuk kepemilikan kedua dan seterusnya dibedakan sesuai dengan jenis kendaraan berdasarkan kategori jumlah roda kendaraan. Contoh: Orang pribadi atau Badan yang memiliki satu Kendaraan Bermotor roda 2 (dua), satu Kendaraan Bermotor roda 3 (tiga), dan satu Kendaraan Bermotor roda 4 (empat) masing- masing diperlakukan sebagai kepemilikan pertama sehingga tidak dikenakan pajak progresif. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) BBNKB hanya dikenakan atas penyerahan pertama Kendaraan Bermotor, sedangkan untuk penyerahan kedua dan seterusnya atas Kendaraan Bermotor tersebut (kendaraan bekas) bukan merupakan objek BBNKB. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Pemasukan Kendaraan Bermotor untuk dikeluarkan kembali dari wilayah kepabeanan Indonesia merupakan impor sementara yang dimaksudkan untuk diekspor kembali sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang kepabeanan, contoh:
kendaraan yang dibawa oleh wisatawan;
kendaraan yang digunakan teknisi, wartawan, tenaga ahli; dan
kendaraan proyek yang digunakan sementara waktu yang pada saat pengimporannya telah jelas bahwa barang tersebut akan diekspor kembali. Huruf c Cukup jelas. Ayat (s) Cukup ^jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup ^jelas. Pasal 15 Cukup ^jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup ^jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup ^jelas. Pasal 20 Cukup ^jelas. Pasal 2 1 Cukup ^jelas. Pasal 22 Cukup ^jelas. Pasal 23 Cukup ^jelas. Pasal 24 Cukup ^jelas. Pasal 25 Cukup ^jelas. Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Stabilisasi harga dilakukan dalam rangka pengendalian risiko fiskal dan ekonomi. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Bobot Air Permukaan dihitung dengan menggunakan indikator-indikator yang menunjukkan dampak pengambilan/pemanfaatan Air Permukaan terhadap lingkungan. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasa] 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup ^jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup ^jelas. Pasal 37 Cukup ^jelas. Pasal 38 Ayat (t) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Yang dimaksud dengan "Bumi dan/atau Bangunan untuk jalur kereta api, moda raya terpadu (Ma"ss Rapid. Transit), lintas raya terpadu (Light Rail Transit), atatt yang sejenis" adalah jalur rel yang digunakan sebagai infrastruktur perhubungan untuk moda berbasis rel dimaksud, tidak termasuk area lain pada stasiun seperti kantor, gedung parkir, lounge, fasilitas makan/minum, dan fasilitas hiburan di stasiun. Huruf h Cukup ^jelas. Huruf i Cukup jelas. Pasal 39 Cukup ^jelas. Pasal 40 Cukup ^jelas. Pasal 4 1 Cukup ^jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup ^jelas. Pasal 44 Cukup ^jelas. Pasal 45 Cukup ^jelas. Pasal 46 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Perolehan hak karena hibah wasiat atau waris tertentu alrtara lain waris atau hibah wasiat yang berlaku pada kebudayaan dan adat istiadat di Daerah tertentu di mana tanah/bangunan yang diperoleh tidak dapat dijual atau harus diwariskan kembali. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 47 Cukup ^jelas. Pasal 48 Cukup ^jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup ^jelas. Pasal 51 Ayat (1) Huruf a Contoh Penjualan dan/atau penyerahan Makanan dan/atau Minuman:
Toko Roti A melakukan penjualan roti dan minuman kepada konsumen. Roti diproduksi dari tempat lain (pabrik roti), kemudian didistribusikan melalui Toko Roti A untuk dijual kepada konsumen. Toko Roti A tidak menyediakan meja, kursi, dan/atau peralatan makan di lokasi penjualan. Oleh karena itu, Toko Roti A tidak memenuhi kriteria Restoran, sehingga atas penjualan roti dan minuman yang dilakukan tidak terutang PBJT, melainkan merupakan objek pajak pertambahan nilai.
Toko 2. Toko Roti dengan merek dagang B pada Mal X di Kota Z melakukan penjualan roti dan minuman kepada konsumen. Roti diproduksi dari tempat lain (pabrik roti), kemudian didistribusikan melalui Toko Roti B untuk dijual kepada konsumen. Untuk meningkatkan pelayanannya kepada konsumen, Toko Roti B menyediakan meja dan kursi kepada konsumen untuk menyantap di tempat. Oleh karena itu, toko roti dimaksud merupakan Restoran sehingga atas penjualan roti dan minuman yang dilakukan terutang PBJT bukan objek pajak pertambahan nilai. 3. Toko Roti dengan merek dagang B pada Pusat Pertokoan Y di Kota Z melakukan produksi (proses pembuatan dan pengolahan bahan menjadi roti) sekaligus penjualan roti kepada konsumen. Toko dimaksud hanya melakukan pembuatan dan penjualan langsung kepada konsumen tanpa menyediakan meja, kursi, dan/atau peralatan makan di lokasi penjualan. Oleh karena itu, Toko Roti dimaksud tidak memenuhi kriteria Restoran sehingga atas penjualan roti dan minuman yang dilakukan tidak terutang PBJT, melainkan merupakan objek pajak pertambahan nilai. Dengan demikian, meskipun atas toko roti yang memiliki merek dagang yang sama, dapat terjadi perbedaan perlakuan perpajakan, bergantung pada pelayanan riil toko roti apakah hanya menjual (distribusi) atau memberikan pelayanan selayaknya Restoran. Huruf b Cukup jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 52 Cukup ^jelas. Pasal 53 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Hurufd Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Hurufh Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Hurufj Yang dimaksud dengan "tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel" adalah rumah, apartemen, dan kondominium yang disediakan sebagai jasa akomodasi selayaknya akomodasi hotel, tetapi tidak termasuk bentuk persewaan (kontrak) jangka panjang (lebih dari satu bulan). Huruf k Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup je1as. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "persewaan ruangan untuk diusahakan di hotel" adalah ruangan yang disewa oleh pelaku usaha untuk penyelenggaraan kegiatan usaha seperti kantor, toko, atau mesin anjungan tunai mandiri (ATM) di dalam hotel. Pasal 54 Cukup ^jelas. Pasal 55 Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan "permainan ketangkasan" adalah bentuk permainan yang berada di dalam kawasan arena dan/atau taman bermain yang dipungut bayaran, baik yang berada di dalam ruangan maupun di luar ruangan seperti permainan ding-dong, lempar bola ke dalam keranjang, paintball, dan sebagainya. Huruf i Yang dimaksud dengan "olahraga permainan" adalah bentuk persewaan ruang dan alat olahraga seperti tempat kebugaran lfitness center), lapangan futsal, lapangan tenis, kolam renang, dan sebagainya yang dikenakan bayaran atas penggu.naannya. Hurufj Cukup ^jelas. Huruf k Cukup ^jelas. Huruf I Cukup jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 56 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Penjualan atau penyerahan barang dan jasa tertentu oleh Wajib Pajak termasuk penyediaan akomodasi yang dipasarkan oleh pihak ketiga berupa tempat tinggal yang difungsikan sebagai hotel. Dalam kondisi dimaksud, yang menjadi Wajib Pajak PBJT adalah pemilik atau pihak yang menguasai tempat tinggal, yang menyerahkan jasa akomodasi kepada konsumen akhir, bukan penyedia jasa pemasaran atau pengelolaan melalui platform digital. Pasal 57 Cukup ^jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup ^jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup ^jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Ayat (1) Yang dimaksud penggunaan Air pengambilan. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup ^jelas. Pasal 68 Cukup ^jelas. Pasal 69 Cukup ^jelas. Pasal 70 Cukup ^jelas. Pasal 71 Cukup ^jelas. Pasal 72 Cukup ^jelas. "pemanfaatan" adalah ^kegiatan di sumbernya tanpa dilakukan dengan Tanah Pasal 73 Cukup ^jelas. Pasal 74 Cukup ^jelas. Pasal 75 Cukup ^jelas. Pasal 76 Cukup ^jelas. Pasal 77 Cukup ^jelas. Pasal 78 Cukup ^jelas. Pasal 79 Cukup je1as. Pasal 80 Cukup ^jelas. Pasal 81 Cukup ^jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Huruf a Penggunaan variabel lainnya dalam bagi hasil PBBKB dengan bobot paling tinggi sebesar 3O%o (tiga puluh persen) merupakan kewenangan Daerah masing-masing sesuai dengan kebijakan Daerah. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 86 Cukup ^jelas. Pasal 87 Cukup ^jelas. Pasal 88 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat 12) Cukup je1as. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. 23 Ayat (7) Cukup ^jelas. Ayat (8) Penambahan jenis Retribusi misalnya adalah pelayanan pengendalian perkebunan kelapa sawit. Ayat (9) Cukup ^jelas. Pasal 89 Cukup ^jelas. Pasal 90 Cukup ^jelas. Pasal 91 Cukup ^jelas. Pasal 92 Cukup je1as. Pasal 93 Cukup ^jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Kondisi Wajib Pajak atau Wajib Retribusi antara lain adalah kemampuan membayar Wajib Pajak atau Wajib Retribusi atau tingkat likuiditas Wajib Pajak atau Wajib Retribusi. Kondisi objek Pajak antara lain adalah lahan pertanian yang sangat terbatas, tanah dan bangunan yang ditempati Wajib Pajak atau Wajib Retribusi dari golongan tertentu, dan nilai objek Pajak sampai dengan batas tertentu. 24 Pasal 97 Cukup ^jelas. Pasal 98 Cukup ^jelas. Pasal 99 Cukup ^jelas. Pasal 100 Cukup ^jelas. Pasal 101 Cukup ^jelas. Pasal 102 Cukup ^jelas. Pasal 103 Cukup jelas. Pasal 104 Cukup jelas. Pasal 105 Cukup ^jelas. Pasal 106 Cukup ^jelas. Pasal 107 Cukup jelas. Pasal 108 Cukup ^jelas. Pasal 109 Cukup jelas. Pasal 110 Cukup ^jelas. Pasal 111 Cukup je1as. Pasal 112 Ayat (1) DBH dari Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pajak Penghasilan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri termasuk yang pemungutannya bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota penghasil" adalah kabupaten/kota tempat wajib pajak terdaftar. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 113 Cukup jelas. Pasal 114 Cukup jelas. Pasal 115 Ayat (1) Penerimaan sumber daya alam kehutanan yang dibagihasilkan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota penghasil" adalah kabupaten/kota yang menjadi tempat pengusahaan hutan. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota penghasil" adalah kabupaten/kota yang menjadi tempat pengusahaan hutan. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "provinsi penghasil" adalah provinsi yang menjadi tempat pengusahaan hutan. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 116 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota penghasil" adalah kabupaten/kota yang menjadi wilayah pertambangan mineral dan batu bara. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "provinsi penghasil" adalah provinsi yang menjadi wilayah pertambangan mineral dan batu bara. Pertambangan yang berada di atas 12 (dua belas) mil tidak dibagihasilkan mengingat kewenangan batas wilayah Daerah adalah sampai dengan 12 (dua belas) mil laut sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (a) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota penghasil" adalah kabupaten/kota yang menjadi lokasi tambang mineral dan batu bara yang telah berproduksi dan menghasilkan komoditas tambang mineral dan batu bara. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota pengolah" adalah kabupaten/kota yang menjadi lokasi pengolahan mineral dan batu bara dan berisiko terkena dampak ekternalitas negatif. Ayat (5) Huruf a Yang dimaksud dengan ^uprovinsi penghasil" adalah provinsi yang menjadi lokasi tambang mineral dan batu bara yang telah berproduksi dan menghasilkan komoditas tambang mineral dan batu bara. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Pasa1 117 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota penghasil" adalah kabupaten/kota yang menghasilkan minyak bumi berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh menteri yang membidangi Urusan Pemerintahan di bidang pertambangan minyak dan gas bumi. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota pengolah" adalah kabupaten/kota yang menjadi lokasi pengolahan minyak bumi dan berisiko terkena dampak eksternalitas negatif. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "provinsi penghasil" adalah provinsi yang menghasilkan minyak bumi berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh menteri yang membidangi Urusan Pemerintahan di bidang pertambangan minyak dan gas bumi. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup ^jelas. Hurufb Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota penghasil" adalah kabupaten/kota yang menghasilkan gas bumi berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh menteri yang membidangi Urusan Pemerintahan di bidang pertambangan minyak dan gas bumi. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota pengolah" adalah kabupaten/kota yang menjadi lokasi pengolahan gas bumi dan berisiko terkena dampak eksterna-litas negatif. Ayat (5) Huruf a Yang dimaksud dengan "provinsi penghasil" adalah provinsi yang menghasilkan gas bumi berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh menteri yang membidangi Urusan Pemerintahan di bidang pertambangan minyak dan gas bumi. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Pasal 118 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup je1as. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota penghasil" adalah kabupaten/kota yang menjadi wilayah kerja panas bumi. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan'kabupaten/kota pengolah" adalah kabupaten/kota yang menjadi lokasi pengolahan panas bumi dan berisiko terkena dampak eksternalitas negatif. Pasal 119 Cukup ^jelas. Pasal 120 Bagian dari 9O%o (sembilan puluh persen) DBH SDA tersebut, termasuk yang ditujukan untuk:
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang sama;
kabupaten/kota yang berbatasan langsung baik dalam provinsi yang sama maupun berbeda;
kabupaten/kota pengolah, dengan mempertimbangkan antara lain dampak eksternalitas. Kinerja Pemerintah Daerah merupakan' kinerja Pemerintah Daerah dalam mendukung antara lain optimalisasi penerimaan negara, seperti pajak pusat dan penerimaan negara bukan pajak dan/atau kinerja pemeliharaan lingkungan, seperti pengelolaan lingkungan dan energi ramah lingkungan. Pasal 121 Cukup jelas. Pasal 122 Cukup ^jelas. Pasal 123 Ayat (1) Jenis DBH lainnya antara lain dapat berupa bagi hasil yang terkait dengan perkebunan sawit. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 124 Ayat (1) Penghitungan kebutuhan pelayanan publik juga mempertimbangkan kesinergisan pendanaan pelaksanaan urusan antara Pemerintah dan Daerah. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "karakteristik tertentu" adalah karakteristik kewilayahan, seperti letak geogralis dan perekonomian Daerah. Pasal 125 Ayat (1) DAU = Celah Fiskal (CF) Ayat (2) Celah Fiskal (CF) = Kebutuhan Fiskal - potensi pendapatan Daerah. Ayat (3) Penghitungan kebutuhan dasar penyelenggaraan pemerintahan memperhitungkan antara lain kebutuhan penggajian aparatur sipil negara, baik PNS maupun PPPK. Ayat (4) Untuk provinsi, PAD tidak termasuk PAD yang dibagihasilkan ke kabupaten dan kota dan untuk kabupaten dan kota termasuk PAD yang dibagihasilkan dari provinsi. Alokasi DAK nonfisik yang diperhitungkan antara lain adalah bidang pendidikan dan kesehatan. Pasal 126 Ayat (1) Jumlah unit target layanan diperoleh dari lembaga statistik Pemerintah dan/atau lembaga Pemerintah yang berwenang menerbitkan data. Ayat (21 Yang dimaksud dengan "biaya investasi" adalah rerata 3 (tiga) tahun Belanja Daerah sektor tertentu dibagi dengan rerata 3 (tiga) tahun target layanan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Karakteristik wilayah misalnya Daerah yang berciri kepulauan dan Daerah dengan basis perekonomian tertentu seperti sektor pariwisata atau sektor pertanian dan perikanan yang mendukung ketahanan pangan. Pasal 127 Cukup jelas. Pasal 128 Ayat (1) DAU Provinsii = Bobot provinsil x jumlah DAU provinsi dalam kelompok provinsi. Ayat (2) Bobot Provi = CF Provi ICF ^Prov dimana, CF Provinsil ICF ^Provinsi = Celah Fiskal untuk provinsil. = iumlah Celah Fiskal seluruh provinsi dalam kelompok provinsi. Pasal 129 Ayat (1) DAU kabupaten/kota1 = Bobot kabupaten/kota1 x jumlah DAU kabupaten dan kota dalam kelompok kabupaten/kota. Ayat (2) CF Kab / Kotai Bobot Kab/Kota,= ^_Vp XatlXon dimana, CF kabupaten/kota.1 Celah Fiskal untuk kabupaten/kota1. jumlah Celah Fiskal seluruh kabupaten dan kota dalam kelompok kabupaten/kota. CF'kabupaten dan kota Pasal 130 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Bagi Daerah yang tidak menerima alokasi DAU, untuk mendukung pembangunan sarana dan prasarana serta pemberdayaan masyarakat di kelurahan diperhitungkan dari alokasi DBH. Pasal 131 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. 33 Ayat (4) Penyinergian DAK dengan pendanaan lainnya bertujuan untuk mendukung pencapaian program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu. Pendanaan lainnya dapat berasal dari TKD lainnya, Pembiayaan Utang Daerah, APBD, kerja sama pemerintah dan badan usaha, kerja sama antar-Daerah, dan belanja kementerian/lembaga. Belanja kementerian/lembaga yang masih mendanai urusan Daerah dialihkan menjadi DAK dalam hal Daerah telah memiliki kinerja baik dalam pengelolaan APBD. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 132 Ayat (1) Dana Otonomi Khusus bertujuan untuk mendukung penyelenggaraan otonomi khusus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 134 Ayat (1) Dana Desa bertujuan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan, pembangu.nan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan yang menjadi kewenangan desa. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 135 Cukup ^jelas. Pasal 136 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "lokasi" adalah letak pengusahaan hutan, tambang, kepala sumur minyak bumi atau gas bumi, dan/atau wilayah kerja panas bumi yang menjadi dasar penetapan Daerah penghasil sumber daya alam. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 137 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "dialokasikan secara mandiri" adalah alokasi TKD dalam statusnya sebagai daerah otonom baru yang perhitungannya sesuai dengan formula yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan mengenai TKD. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan ^ulokasi" adalah letak pengusahaan hutan, tambang, kepala sumur minyak bumi atau gas bumi, dan/atau wilayah kerja panas bumi yang menjadi dasar penetapan Daerah penghasil sumber daya alam. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 138 Ayat (1) Penyaluran TKD dapat dilakukan secara langsung ke rekening penerima manfaat, seperti desa dan/atau sekolah. Dalam hal penyaluran TKD dilaksanakan dengan mekanisme tersebut, transaksi dimaksud tetap tercatat dalam APBD. Ayat (2) Dalam rangka pengelolaan kas pemerintahan yang efektif dan efisien, penyaluran dilaksanakan dalam skema pengelolaan kas Daerah yang terpadu. Hal ini dapat dilakukan melalui penggunaan akun tertentu yang dikelola oleh Pemerintah yang merepresentasikan rekening kas tiap-tiap Daerah. Pasal 139 Cukup ^jelas. Pasal 140 Cukup ^jelas. Pasal 141 Cukup jelas. Pasal 142 Cukup jelas. Pasal 143 Cukup ^jelas. Pasal 144 Cukup ^jelas. Pasal 145 Ayat (1) Alokasi belanja untuk mendanai Urusan Pemerintahan Daerah tertentu yang besarannya telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan seperti anggaran pendidikan, anggaran kesehatan, dan alokasi dana desa. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 146 Ayat (1) Belanja pegawai Daerah termasuk di dalamnya aparatur sipil negara, Kepala Daerah, dan anggota DPRD. Belanja pegawai Daerah pada ayat ini tidak termasuk belanja untuk tambahan penghasilan guru, tunjangan khusus guru, tunjangan profesi guru, dan tunjangan sejenis lainnya yang bersumber dari TKD yang telah ditentukan penggunaannya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 147 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "belanja infrastruktur pelayanan publik" adalah belanja infrastruktur Daerah yang langsung terkait dengan percepatan pembangunan dan/atau pemeliharaan fasilitas pelayanan publik yang berorientasi pada pembangunan ekonomi Daerah dalam rangka meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan penyediaan layanan publik antar-Daerah. Yang dimaksud dengan "belanja bagi hasil dan/atau transfer kepada Daerah dan/atau desa" adalah belanja bagi hasil dan/atau transfer yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain bagi hasil Pajak provinsi kepada kabupaten/kota, bagi hasil Pajak dan Retribusi kabupaten/kota kepada desa, dan transfer kepada desa yang berasal dari Dana Desa dan alokasi dana desa. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 148 Cukup ^jelas. Pasal 149 Cukup ^jelas. Pasal 150 Cukup jelas. Pasal 151 Cukup ^jelas. Pasal 152 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "dalam hal tertentu" adalah dalam rangka menjalankan arahan Presiden untuk kepentingan strategis nasional dan untuk memberikan masukan yang bersifat lintas sektor. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Pasal 153 . Cukup jelas. Pasal 154 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (s) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Yang dimaksud "dalam hal tertentu" adalah kondisi kedaruratan yang mengakibatkan perkiraan pendapatan Daerah mengalami penurunan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari APBD. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 155 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud "lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan bukan bank" adalah lembaga keuangan yang dianggap mampu oleh Menteri. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 156 Cukup ^jelas. Pasal 157 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Hasil penjualan Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah digunakan untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan/atau memberikan manfaat bagi masyarakat. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (s) Cukup ^jelas. Pasal 158 Ayat (1) Dasar penerbitan Sukuk Daerah tidak dimaksudkan sebagai jaminan penerbitan Sukuk Daerah. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "selain tanah dan/atau bangunan" dapat berupa barang berwujud ataupun barang tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomis dan/atau memiliki aliran penerimaan kas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 159 Cukup jelas. Pasal 160 Cukup jelas. Pasal 161 Cukup ^jelas. Pasal 162 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "dana TKD yang tidak ditentukan penggunaannya" adalah DAU dan/atau DBH yang tidak ditentukan penggunaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Ayat (2) Cukup jelas. 40 Pasal 163 Cukup jelas. Pasal 164 Cukup ^jelas. Pasal 165 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "investasi yang bebas dari risiko penurunan nilai" adalah penempatan dana pada instrumen keuangan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan yang telah diakui kredibilitasnya sehingga nilai pokok/awal investasi tidak dipengaruhi fluktuasi di pasar uang/pasar modal; fluktuasi hanya akan memengaruhi imbal hasil. Contoh penempatan dengan kriteria demikian misalnya adalah investasi pada Surat Berharga Negara hingga jatuh tempo atau tidak merealisasikan kerugian pada saat dijual, serta deposito pada bank yang sehat. Ayat (s) Cukup je1as. Pasal 166 Cukup jelas. Pasal 167 Cukup jelas. Pasal 168 Cukup jelas. Pasal 169 Ayat (1) Sinergi dimaksud dalam rangka mendukung pengelolaan fiskal pusat dan Daerah yang terintegrasi antara lain adalah refocusing, penyesuaian Belanja Daerah dan belanja pusat, mendukung kebijakan anti-cgclical, serta penyelarasan kebijakan fiskal nasional dan target capaian pembangunan nasional. Ayat (21 Cukup ^jelas. Pasal 170 Cukup ^jelas. Pasal 171 Cukup jelas. Pasal 172 Cukup jelas. Pasal 173 Yang dimaksud dengan "kondisi darurat" adalah memburuknya kondisi ekonomi makro dan keuangan yang menyebabkan fungsi dan peran APBN dan APBD tidak dapat berjalan secara efektif dan efisien, antara lain:
proyeksi pertumbuhan ekonomi di bawah asumsi dan deviasi asumsi dasar ekonomi makro lainnya secara signifikan;
proyeksi penurunan pendapatan negara fDaerah dan/atau meningkatnya belanja negara/Daerah secara signifikan; dan/atau
adanya ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan. Pasal 174 Sinergi bagan akun standar merupakan upaya sinergi dan pengintegrasian antara bagan akun standar pada Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pasal 175 Cukup ^jelas. Pasal 176 Konsolidasi informasi keuangan Pemerintah Daerah meliputi informasi keuangan, informasi kinerja, informasi publik, informasi eksekutif, dan informasi terkait lainnya termasuk data transaksi Pemerintah Daerah, selaras dengan lagan akun standar untuk Pemerintah Daerah yang terintegrasi dengan bagan akun standar untuk Pemerintah Pusat, dengan tujuan menciptakan statistik keuangan dan laporan keuangan secara nasional yang selaras dan terkonsolidasi yang meliputi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan arggaran, dan pelaporan. Pasal L77 Informasi lainnya antara lain adalah informasi kepegawaian dan layanan pengadaan barang dan jasa. Pasal 178 Cukup jelas. Pasal 179 Ayat (1) Pelaksanaan Pemantauan dan evaluasi terhadap Pelaksanaan TKD dan pelaksanaan APBD setidaknya berfokus pada i) pelaksanaan belanja wajib (mandatory spending), seperti belanja pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur; ii) likuiditas Keuangan Daerah; iii) SiLPA; serta iv) pemantauan dan evaluasi terhadap pencapaian outputatas program-program prioritas nasional dan Daerah. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 180 Cukup ^jelas. Pasal 181 Cukup ^jelas. Pasal 182 Cukup jelas. Pasal 183 Cukup ^jelas. Pasal 184 Cukup ^jelas. Pasal 185 Cukup ^jelas. 43 Pasal 186 Cukup ^je1as. Pasa1 187 Cukup ^jelas. Pasal 188 Cukup jelas. Pasal 189 Cukup ^jelas. Pasal 190 Cukup ^jelas. Pasal 191 Cukup ^jelas. Pasal 192 Cukup jelas. Pasal 193 Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6757