Pengadaan Langsung Secara Elektronik Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Pengadaan Langsung di Kementerian Keuangan ...
Relevan terhadap
Pendaftaran Pelaku Usaha melalui Admin Wilayah dilakukan dengan tahapan:
Pelaku Usaha mengajukan permohonan User ID dan Kata Sandi ( Password ) dengan mengisi formulir registrasi dalam jaringan ( online ), yang memuat:
username ;
Kata Sandi ( Password ); __ 3. alamat surat elektronik ( e-mail ); __ 4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
badan usaha;
nama perusahaan;
status (pusat atau cabang);
alamat;
provinsi;
kabupaten;
kode pos;
nomor telepon kantor;
nomor telepon seluler salah satu pengurus perusahaan;
faksimile;
laman penyedia;
narahubung ( contact person ); dan
nomor telepon seluler narahubung ( contact person );
Pelaku Usaha melakukan konfirmasi pendaftaran dalam jaringan ( online ) melalui pemberitahuan pada surat elektronik ( e-mail ) yang didaftarkan;
pada Aplikasi SIMPeL, Pelaku Usaha mengisi formulir kualifikasi elektronik yang memuat data kualifikasi Pelaku Usaha dan mengunggah salinan dokumen kualifikasi berupa:
surat izin usaha yang berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
NPWP;
surat domisili;
Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
akta pendirian perusahaan dan akta perubahan jika ada;
pengurus perusahaan;
pemilik saham;
pajak;
tenaga ahli;
peralatan;
pengalaman; dan
bidang usaha;
Pelaku Usaha melakukan pendaftaran luar jaringan ( offline ) melalui Admin Wilayah __ dengan membawa dokumen berupa:
formulir pendaftaran;
keputusan penetapan admin ;
surat kuasa, dalam hal pengurus perusahaan tidak dapat hadir; dan
asli dokumen kualifikasi;
__ Admin Wilayah meneliti kelengkapan dan kesesuaian data kualifikasi antara asli dokumen dengan data pada formulir registrasi dalam jaringan ( online );
dalam hal persyaratan kualifikasi belum lengkap, Pelaku Usaha melengkapi persyaratan kualifikasi kembali;
dalam hal persyaratan kualifikasi lengkap, Pelaku Usaha __ sudah dapat menggunakan User ID dan Kata Sandi ( Password );
__ Admin Wilayah mengarsipkan formulir pendaftaran, keputusan penetapan admin dan surat kuasa.
Pendaftaran Pelaku Usaha melalui Admin Satker dilakukan dengan tahapan:
Pelaku Usaha mengajukan permohonan User ID dan Kata Sandi ( Password ) dengan mengisi formulir registrasi dalam jaringan ( online ), yang memuat:
username ;
Kata Sandi ( Password );
alamat surat elektronik ( e-mail );
NPWP;
badan usaha;
nama perusahaan;
status (pusat atau cabang);
alamat;
provinsi;
kabupaten;
kode pos;
nomor telepon kantor;
nomor telepon seluler salah satu pengurus perusahaan;
faksimile;
laman penyedia;
narahubung ( contact person ); dan
nomor telepon seluler narahubung ( contact person );
Pelaku Usaha melakukan konfirmasi pendaftaran dalam jaringan ( online ) melalui pemberitahuan pada surat elektronik ( e-mail ) yang didaftarkan;
pada Aplikasi SIMPeL, Pelaku Usaha mengisi formulir kualifikasi elektronik yang memuat data kualifikasi Pelaku Usaha dan mengunggah salinan dokumen kualifikasi berupa:
surat izin usaha yang berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
NPWP;
surat domisili;
TDP;
akta pendirian perusahaan dan akta perubahan jika ada;
pengurus perusahaan;
pemilik saham;
pajak;
tenaga ahli;
peralatan;
pengalaman; dan
bidang usaha;
Pelaku Usaha melakukan pendaftaran luar jaringan ( offline ) melalui Admin Satker dengan membawa dokumen berupa:
formulir pendaftaran;
keputusan penetapan admin ;
surat kuasa, dalam hal pengurus perusahaan tidak dapat hadir; dan
asli dokumen kualifikasi;
__ Admin Satker meneliti kelengkapan dan kesesuaian data kualifikasi antara asli dokumen dengan data pada formulir registrasi dalam jaringan ( online );
dalam hal persyaratan kualifikasi belum lengkap, Pelaku Usaha melengkapi persyaratan kualifikasi kembali;
dalam hal persyaratan kualifikasi lengkap, Pelaku Usaha __ sudah dapat menggunakan User ID dan Kata Sandi ( Password );
__ Admin Satker mengirimkan formulir pendaftaran, keputusan penetapan admin dan surat kuasa kepada Admin Wilayah; dan
__ Admin Wilayah mengarsipkan formulir pendaftaran, keputusan penetapan admin dan surat kuasa. Paragraf Ketujuh Pendaftaran PPK __
Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemeri ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean, dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB.
Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
penyelenggara kawasan berikat;
penyelenggara kawasan berikat sekaligus pengusaha kawasan berikat;
pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat;
penyelenggara gudang berikat;
penyelenggara gudang berikat sekaligus pengusaha gudang berikat; atau
pengusaha di gudang berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat.
Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:
penyelenggara PLB;
penyelenggara PLB sekaligus pengusaha PLB; atau
pengusaha di PLB merangkap penyelenggara di PLB.
Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK adalah:
Badan Usaha KEK;
Pelaku Usaha di KEK; atau
Badan Usaha KEK sekaligus Pelaku Usaha di KEK.
Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik yang besarannya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik.
PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ- 01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP.
Pemberitahuan Pabean Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat PPKEK adalah pemberitahuan pabean untuk kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK.
Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO).
Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi dan dokumen lain terkait.
Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
Ketentuan Asal Barang ( Rules of Origin ) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik untuk menentukan negara asal barang.
Negara Anggota adalah negara yang menandatangani Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik.
Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik.
Barang Originating adalah barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik.
Bahan Non-Originating adalah bahan yang berasal dari luar Negara Anggota atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik.
Aturan Khusus Produk ( Product Specific Rules ) yang selanjutnya disebut PSR adalah aturan yang merinci mengenai:
barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota ( wholly obtained atau __ produced );
proses produksi suatu barang yang menggunakan Bahan Non-Originating, dan Bahan Non-Originating tersebut harus mengalami perubahan klasifikasi atau Change in Tariff Classification (CTC);
barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating yang memenuhi kriteria kandungan bilateral sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase;
barang yang mengalami suatu proses pabrikasi atau proses operasional tertentu; atau
kombinasi dari setiap kriteria tersebut.
Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal yang selanjutnya disebut Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Negara Anggota pengekspor yang diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA Form IM atas barang yang akan diekspor.
Surat Keterangan Asal ( Certificate of Origin ) Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik yang selanjutnya disebut SKA Form IM adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.
Overleaf Notes adalah halaman sebalik SKA Form IM yang berisi ketentuan mengenai pengisian SKA Form IM dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SKA Form IM.
Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/ airway bill, manifest, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
Surat Keterangan Asal Elektronik Form D yang selanjutnya disebut e-Form D adalah SKA Form D yang disusun sesuai dengan e-ATIGA Form D Process Specification and Message Implementation Guideline, dan dikirim secara elektronik antar Negara Anggota.
Invoice dari Pihak Ketiga yang selanjutnya disebut Third Party Invoice adalah invoice yang diterbitkan oleh perusahaan lain yang berlokasi di negara selain Negara Anggota atau yang berlokasi di negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya SKA Form IM.
Surat Keterangan Asal Back-to-Back yang selanjutnya disebut SKA Back-to-Back adalah SKA Form IM yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor kedua berdasarkan SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama.
Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat.
Permintaan Retroactive Check adalah permintaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Penerbit SKA untuk mendapatkan informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form IM.
Verification Visit adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai di Negara Anggota penerbit SKA Form IM untuk memperoleh data atau informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form IM.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Pemerintah ini ^yang dimaksud ^dengan:
Obligasi adalah surat utang, surat utang ^negara, ^dan obligasi daerah yang berjangka waktu lebih dari ^12, ^(dua belas) bulan yang diterbitkan oleh ^pemerintah ^dan nonpemerintah, termasuk surat utang ^yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah (sukuk). 2. Bunga Obligasi adalah imbalan yang diterima ^atau diperoteh pemegang Obligasi dalam bentuk ^bunga, ujrahlfee, bagi hasil, margin, ^penghasilan sejenis ^lainnya, dan/atau diskonto. 3. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah ^Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak ^Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir ^dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang ^Cipta Kerja. Pasal 2 (1) Atas penghasilan berupa Bunga Obligasi yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan ^bentuk usaha tetap dikenai pajak penghasilan yang bersifat final.
Tarif pajak penghasilan yang bersifat final ^sebagainaana dimaksud pada ayat (1) sebesar ^lOo/o ^(sepuluh ^persen) dari dasar pengenaan ^pajak penghasilan. (3) Dasar pengenaan pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (21untuk:
bunga dari Obtigasi dengan kupon, sebesar ^jumlah bruto sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi;
diskonto dari Obligasi dengan kupon, sebesar ^selisih lebih harga ^jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan; dan
diskonto dari Obligasi tanpa bunga, sebesar ^selisih Iebih harga ^jual atau nilai nominal di atas ^harga perolehan Obligasi. (4) Dalam hal terdapat diskonto negatif atau rugi ^pada saat penjualan Obligasi dengan kupon, diskonto negatif atau rugi tersebut dapat diperhitungkan dengan dasar pengenaan pajak penghasilan atas Bunga Obligasi berjalan sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(3) ^huruf ^a. Pasal 3 (1) Ketentuan pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat ^(1) tidak berlaku dalam hal penerima penghasilan berupa Bunga Obligasi merupakan:
wajib pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan dan memenuhi ^persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat ^(3) huruf ^h Undang-Undang Pajak Penghasilan dan ^peraturan pelaksanaannya; dan
wajib pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia. (21 Penghasilan berupa Bunga Obligasi yang diperima dan/atau diperoleh wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenai pajak penghasilan berdasarkan tarif umum sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan.
(21 (3)
Tata Cara Melakukan Pencatatan dan Kriteria Tertentu serta Tata Cara Menyelenggarakan Pembukuan untuk Tujuan Perpajakan ...
Relevan terhadap
Untuk tujuan perpajakan, Pembukuan dengan stelsel kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf c yang merupakan bagian dari stelsel pengakuan penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) huruf a, dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak tertentu.
Wajib Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
secara komersial berhak menyelenggarakan Pembukuan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi usaha mikro dan kecil; dan b. merupakan Wajib Pajak:
orang pribadi yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dan huruf c, tetapi memilih atau diwajibkan menyelenggarakan Pembukuan; atau 2. badan yang memiliki peredaran bruto dari usaha tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
Peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 didasarkan pada jumlah keseluruhan peredaran bruto dari setiap jenis dan/atau tempat usaha pada Tahun Pajak sebelumnya.
Stelsel kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suatu metode penghitungan yang didasarkan pada transaksi secara tunai, dengan ketentuan:
penghasilan diakui apabila telah diterima secara tunai dalam suatu Tahun Pajak; dan
biaya diakui apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu Tahun Pajak.
Penyelenggaraan Pembukuan dengan stelsel kas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) untuk tujuan perpajakan merupakan stelsel campuran dan harus tetap melaksanakan ketentuan sebagai berikut:
penghitungan jumlah penghasilan dari usaha dan/atau pekerjaan bebas termasuk penjualan dalam suatu Tahun Pajak harus meliputi seluruh transaksi, baik tunai maupun bukan tunai;
penghitungan harga pokok penjualan harus memperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan, baik transaksi tunai maupun bukan tunai; dan
perolehan harta yang dapat disusutkan dan/atau hak-hak yang dapat diamortisasi karena mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, hanya dapat dikurangkan dari penghasilan melalui penyusutan dan/atau amortisasi.
Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang harus dilakukan oleh:
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a meliputi:
peredaran bruto yang berasal dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang dikenai PPh yang tidak bersifat final;
penghasilan bruto yang berasal dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang dikenai PPh yang tidak bersifat final, serta biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut; dan/atau
peredaran bruto dan/atau penghasilan bruto yang bukan objek pajak dan/atau dikenai PPh yang bersifat final, baik yang berasal dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas maupun dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas;
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b meliputi:
penghasilan bruto yang dikenai PPh yang tidak bersifat final serta biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut; dan/atau
penghasilan bruto yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai PPh yang bersifat final;
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c meliputi:
penghasilan bruto yang berasal dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang dikenai PPh yang tidak bersifat final, serta biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut; dan/atau
peredaran bruto dan/atau penghasilan bruto yang bukan objek pajak dan/atau dikenai PPh yang bersifat final, baik yang berasal dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas maupun dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.
Bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c yang mempunyai lebih dari 1 (satu) jenis usaha dan/atau pekerjaan bebas, tempat usaha dan/atau pekerjaan bebas, pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat menggambarkan secara jelas untuk setiap jenis dan/atau tempat usaha dan/atau pekerjaan bebas yang bersangkutan.
Selain harus melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) harus melakukan pencatatan atas harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan dan Penyetoran, Serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud da ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN, adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
Pajak Pertambahan Nilai, yang selanjutnya disingkat PPN, adalah pajak sebagaimana diatur dalam Undang- Undang PPN.
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, yang selanjutnya disingkat PMSE, adalah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.
Barang Kena Pajak, yang selanjutnya disingkat BKP, adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang PPN.
Jasa Kena Pajak, yang selanjutnya disingkat JKP, adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
Barang Digital adalah setiap barang tidak berwujud yang berbentuk informasi elektronik atau digital meliputi barang yang merupakan hasil konversi atau pengalihwujudan maupun barang yang secara originalnya berbentuk elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada piranti lunak, multimedia, dan/atau data elektronik.
Jasa Digital adalah jasa yang dikirim melalui internet atau jaringan elektronik, bersifat otomatis atau hanya melibatkan sedikit campur tangan manusia, dan tidak mungkin untuk memastikannya tanpa adanya teknologi informasi, termasuk tetapi tidak terbatas pada layanan jasa berbasis piranti lunak.
Pembeli Barang adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan BKP Tidak Berwujud dan yang membayar atau seharusnya membayar penggantian BKP Tidak Berwujud karena pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui sistem elektronik.
Penerima Jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan JKP dan yang membayar atau seharusnya membayar penggantian JKP karena pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui sistem elektronik.
Pedagang Luar Negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Daerah Pabean yang melakukan transaksi dengan Pembeli Barang di dalam Daerah Pabean melalui sistem elektronik.
Penyedia Jasa Luar Negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Daerah Pabean yang melakukan transaksi dengan Penerima Jasa di dalam Daerah Pabean melalui sistem elektronik.
Penyelenggara PMSE, yang selanjutnya disingkat PPMSE, adalah pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan.
PPMSE Luar Negeri adalah PPMSE yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Daerah Pabean.
PPMSE Dalam Negeri adalah PPMSE yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di dalam Daerah Pabean.
Pelaku Usaha PMSE adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan usaha di bidang PMSE yang terdiri dari Pedagang Luar Negeri, Penyedia Jasa Luar Negeri, PPMSE Luar Negeri, dan/atau PPMSE Dalam Negeri.
Pemungut PPN PMSE adalah Pelaku Usaha PMSE yang ditunjuk oleh Menteri untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui PMSE.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Pemungut PPN PMSE untuk menghitung, menyetorkan, dan melaporkan PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui PMSE dalam jangka waktu 1 (satu) bulan kalender.
Layanan Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik di Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Prinsip dalam pelaksanaan Pengadaan Secara Elektronik ( E-Procurement ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 adalah:
efisien, artinya pelaksanaan Pengadaan Secara Elektronik ( E-Procurement ) dilaksanakan dengan sumber daya yang optimal untuk memperoleh barang/jasa dalam jumlah, kualitas, dan waktu sebagaimana yang direncanakan;
efektif, artinya pelaksanaan Pengadaan Secara Elektronik ( E-Procurement ) harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan;
transparan, artinya ketentuan dan informasi dalam pelaksanaan Pengadaan Secara Elektronik ( E-Procurement ) bersifat terbuka bagi Pelaku Usaha dan masyarakat luas pada umumnya;
terbuka, artinya memberikan kesempatan kepada Pelaku Usaha yang kompeten untuk mengikuti Pengadaan Secara Elektronik ( E-Procurement );
bersaing, artinya pelaksanaan Pengadaan Secara Elektronik ( E-Procurement ) dilaksanakan melalui persaingan yang sehat di antara Pelaku Usaha yang memiliki potensi;
adil, artinya pemberian perlakuan yang sama terhadap Pelaku Usaha yang mengikuti Pengadaan Secara Elektronik ( E-Procurement ) sehingga terwujud adanya persaingan yang sehat; dan
akuntabel, artinya pertanggungjawaban pelaksanaan Pengadaan Secara Elektronik ( E-Procurement ) kepada para pihak yang terkait dan masyarakat berdasarkan etika, norma, dan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Pasal 73 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang B ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 26 dari 113 halaman. Putusan Nomor 32 P/HUM/2021 e. Kemandirian. Penjelasan: Huruf a: Yang dimaksud dengan "pemerataan hak" adalah bahwa penciptaan kerja untuk memenuhi hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi rakyat Indonesia dilakukan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Huruf b: Yang dimaksud dengan "kepastian hukum" adalah bahwa penciptaan kerja dilakukan sejalan dengan penciptaan iklim usaha kondusif yang dibentuk melalui sistem hukum yang menjamin konsistensi antara peraturan perundang-undangan dengan pelaksanaannya; Huruf c: Yang dimaksud dengan "kemudahan berusaha" adalah bahwa penciptaan kerja yang didukung dengan proses berusaha yang sederhana, mudah, dan cepat akan mendorong peningkatan investasi, pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah untuk memperkuat perekonomian yang mampu membuka seluas-luasnya lapangan kerja bagi ralryat Indonesia; Huruf d: Yang dimaksud dengan "kebersamaan" adalah bahwa penciptaan kerja dengan mendorong peran seluruh dunia usaha dan usaha mikro, kecil, dan menengah termasuk koperasi secara bersama-sama dalam kegiatannya untuk kesejahteraan rakyat; Huruf e: Yang dimaksud dengan "kemandirian" adalah bahwa pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah termasuk koperasi dilakukan dengan tetap mendorong, menjaga, dan mengedepankan potensi dirinya; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 63 dari 113 halaman. Putusan Nomor 32 P/HUM/2021 d. Melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan peningkatan ekosistem investasi, kemudahan dan percepatan proyek strategis nasional yang berorientasi pada kepentingan nasional yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi nasional dengan berpedoman pada haluan ideologi Pancasila; dan bertentangan dengan tujuan pengaturan Desa sebagaimana dimaksud Pasal 4 huruf d, huruf h, dan huruf i UU Desa; yaitu: Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan Bersama, Memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan Memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan; 2.11. Bahwa ketentuan Pasal 73 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) PP BUMDES bertentangan dengan asas dibentuknya UU Ciptaker sebagaimana dimaksud Pasal 2 UU Ciptaker juncto Pasal 3 UU Desa yaitu: Pasal 2 UU ayat (1) UU Ciptaker, khususnya asas: Pemerataan hak yaitu penciptaan kerja untuk memenuhi hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi rakyat Indonesia dilakukan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Kepastian hukum yaitu penciptaan kerja dilakukan sejalan dengan penciptaan iklim usaha kondusif yang dibentuk melalui sistem hukum yang menjamin konsistensi antara peraturan perundang-undangan dengan pelaksanaannya; Kebersamaan yaitu penciptaan kerja dengan mendorong peran seluruh dunia usaha dan usaha mikro, kecil, dan menengah termasuk koperasi secara bersama-sama dalam kegiatannya untuk kesejahteraan rakyat; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 63
Tata Cara Pemberian Fasilitas Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/ atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersif ...
Relevan terhadap
Untuk memperoleh SKB PPN atas impor Mesin dan Peralatan pabrik yang juga diajukan permohonan fasilitas pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a angka 1, PKP harus terlebih dahulu memiliki Masterlist. (2) Dalam hal PKP merupakan Pemilik Proyek yang menunjuk Penyedia Pekerjaan EPC untuk melaksanakan Pekerjaan EPC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a angka 2, Penyedia Pekerjaan EPC memperoleh SKB PPN atas impor atau perolehan Mesin dan Peralatan pabrik setelah Pemilik Proyek:
memiliki Masterlist yang diperlukan untuk pengajuan permohonan SKB PPN bagi Pemilik Proyek tersebut; dan
mengajukan dan memperoleh SKB PPN bagi Pemilik Proyek tersebut.
Masterlist sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) huruf a diterbitkan berdasarkan permohonan fasilitas pembebasan Bea Masuk atas impor Mesin dan Peralatan pabrik yang disampaikan PKP atau Pemilik Proyek secara elektronik melalui sistem informasi yang disediakan oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal.
PKP atau Pemilik Proyek yang telah memperoleh Masterlist dapat mengajukan permohonan SKB PPN kepada Direktorat Jenderal Pajak secara elektronik melalui SINSW, segera setelah Masterlist diterbitkan melalui sistem informasi yang disediakan oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Permohonan SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti apabila PKP:
telah menyampaikan surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) tahun pajak terakhir dan surat pemberitahuan masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir, yang sudah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
tidak mempunyai utang pajak di kantor pelayanan pajak tempat PKP terdaftar maupun cabangnya terdaftar, atau mempunyai utang pajak namun atas keseluruhan utang pajak tersebut telah mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
telah menyampaikan Laporan Realisasi Impor dan Perolehan yang sudah menjadi kewajibannya.
Permohonan SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan dengan melengkapi informasi dan memilih Mesin dan Peralatan pabrik yang diajukan permohonan fasilitas pembebasan PPN dari Masterlist sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Dalam permohonan SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atas impor dan/atau perolehan Mesin dan Peralatan pabrik untuk pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal, PKP atau Pemilik Proyek harus melengkapi informasi dengan cara:
memasukkan informasi nomor izin usaha;
mengisi jenis barang, spesifikasi teknis dan Kode HS, dan kuantitas barang; dan
mengunggah:
uraian ringkas proses produksi bahwa Mesin dan Peralatan pabrik yang diimpor dan/atau diperoleh akan dipergunakan dalam unit produksi untuk menghasilkan BKP;
kalkulasi kapasitas Mesin produksi yang disesuaikan dengan jenis usaha;
gambar teknis atau denah tata letak Mesin pabrik di unit produksi;
data teknis atau brosur Mesin; dan
pernyataan bahwa Mesin dan Peralatan pabrik yang diimpor atau diperoleh tidak akan dipindahtangankan atau diubah peruntukannya dalam jangka waktu sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam hal impor dan/atau penyerahan Mesin dan Peralatan pabrik dilakukan oleh PKP atau Penyedia Pekerjaan EPC untuk industri pembangkitan tenaga listrik untuk kepentingan umum, PKP atau Pemilik Proyek harus menyampaikan tambahan informasi selain informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dengan cara mengunggah:
izin usaha penyediaan tenaga listrik; dan
perjanjian jual beli tenaga listrik.
Dalam hal impor Mesin dan Peralatan pabrik dilakukan oleh Penyedia Pekerjaan EPC sebagai bagian dari kontrak Pekerjaan EPC dengan Pemilik Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemilik Proyek menyampaikan informasi nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak Penyedia Pekerjaan EPC.
Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) harus telah disampaikan pada saat pengajuan permohonan pembebasan fasilitas dibebaskan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Daftar Mesin dan Peralatan pabrik yang dipilih untuk diajukan permohonan fasilitas pembebasan PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan RKIP yang menjadi satu kesatuan dengan permohonan SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Untuk memperoleh SKB PPN atas impor dan/atau perolehan Mesin dan Peralatan pabrik yang tidak diajukan permohonan fasilitas pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, PKP atau Pemilik Proyek harus mengajukan permohonan SKB PPN yang dilampiri dengan RKIP kepada Direktorat Jenderal Pajak secara elektronik melalui SINSW.
Dalam hal impor Mesin dan Peralatan pabrik dilakukan oleh Penyedia Pekerjaan EPC sebagai bagian dari kontrak Pekerjaan EPC dengan Pemilik Proyek, Pemilik Proyek menyampaikan informasi berupa nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak Penyedia Pekerjaan EPC pada saat mengajukan permohonan SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
RKIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat informasi mengenai jumlah dan jenis Mesin dan Peralatan pabrik yang akan diimpor dan/atau diperoleh.
Dalam permohonan SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PKP atau Pemilik Proyek menyampaikan informasi dengan cara:
memasukkan informasi nomor izin usaha;
mengisi jenis barang, spesifikasi teknis dan Kode HS, dan kuantitas di permohonan RKIP; dan
mengunggah:
uraian ringkas proses produksi bahwa Mesin dan Peralatan pabrik yang diimpor/diperoleh akan dipergunakan dalam unit produksi untuk menghasilkan BKP;
kalkulasi kapasitas Mesin produksi yang disesuaikan dengan jenis usaha;
gambar teknis atau denah tata letak Mesin pabrik di unit produksi;
data teknis atau brosur Mesin; dan
pernyataan bahwa Mesin dan Peralatan pabrik yang diimpor atau diperoleh tidak akan dipindahtangankan atau diubah peruntukannya dalam jangka waktu sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam hal impor dan/atau penyerahan Mesin dan Peralatan pabrik dilakukan oleh PKP atau Penyedia Pekerjaan EPC untuk industri pembangkitan tenaga listrik untuk kepentingan umum, PKP atau Pemilik Proyek harus menyampaikan tambahan informasi selain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan cara mengunggah:
izin usaha penyediaan tenaga listrik; dan
perjanjian jual beli tenaga listrik.
Berdasarkan permohonan SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan verifikasi kelengkapan dokumen dan secara elektronik melalui SINSW menerbitkan:
SKB PPN dan RKIP yang telah disetujui bagi:
PKP yang menghasilkan BKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b angka 1; atau
Pemilik Proyek yang berkontrak dengan Penyedia Pekerjaan EPC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b angka 2, dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); atau
pemberitahuan penolakan, dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara lengkap.
SKB PPN bagi PKP yang menghasilkan BKP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a angka 1 berlaku 1 (satu) tahun takwim, yaitu untuk periode:
sejak 1 Januari sampai dengan 31 Desember selama 1 (satu) tahun takwim dilakukan impor dan/atau perolehan, dalam hal permohonan untuk memperoleh SKB PPN diajukan sebelum tahun takwim dimaksud; atau
sejak tanggal penerbitan SKB PPN sampai dengan 31 Desember tahun penerbitan SKB PPN, dalam hal permohonan untuk memperoleh SKB PPN diajukan dalam tahun takwim dimaksud.
SKB PPN bagi Pemilik Proyek yang berkontrak dengan Penyedia Pekerjaan EPC sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a angka 2 berlaku 2 (dua) tahun takwim, yaitu untuk periode:
sejak 1 Januari sampai dengan 31 Desember selama 2 (dua) tahun takwim dilakukan impor dan/atau perolehan, dalam hal permohonan untuk memperoleh SKB PPN diajukan sebelum tahun takwim dimaksud; atau
sejak tanggal penerbitan SKB PPN sampai dengan 31 Desember tahun kedua penerbitan SKB PPN, dalam hal permohonan untuk memperoleh SKB PPN diajukan dalam tahun takwim dimaksud.
PKP atau Pemilik Proyek sebagai pihak yang memiliki SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a harus membuat Laporan Realisasi Impor dan Perolehan.
Dalam hal terjadi perubahan lokasi proyek, SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dinyatakan tidak berlaku, dan PKP atau Pemilik Proyek sebagai pihak yang memiliki SKB PPN harus mengajukan permohonan SKB PPN kembali di lokasi proyek yang baru.
Ketentuan untuk mengajukan SKB PPN kembali di lokasi proyek yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (10) tidak berlaku apabila PKP atau Pemilik Proyek:
telah terdaftar di kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi lokasi proyek yang baru; dan b. lokasi proyek yang baru merupakan tempat tinggal, tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha yang telah ditetapkan sebagai tempat PPN terutang atau tempat PPN terutang yang dipusatkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
Ketentuan mengenai contoh format SKB PPN bagi PKP atau Pemilik Proyek yang tidak mengajukan permohonan fasilitas pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Berdasarkan permohonan SKB PPN yang dilengkapi RKIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (11), Direktorat Jenderal Pajak secara elektronik melalui SINSW menerbitkan SKB PPN beserta RKIP yang telah disetujui bagi:
PKP yang menghasilkan BKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a angka 1; atau
Pemilik Proyek yang berkontrak dengan Penyedia Pekerjaan EPC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a angka 2, dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5), ayat (7), ayat (8) dan ayat (9).
SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sampai dengan batas waktu berlakunya Masterlist. (3) PKP atau Pemilik Proyek sebagai pihak yang memiliki SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus membuat Laporan Realisasi Impor dan Perolehan.
Dalam hal terjadi perubahan lokasi proyek, SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak berlaku dan PKP atau Pemilik Proyek sebagai pihak yang memiliki SKB PPN harus mengajukan permohonan SKB PPN kembali di lokasi proyek yang baru.
Ketentuan untuk mengajukan SKB PPN kembali di lokasi proyek yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak berlaku dalam hal PKP atau Pemilik Proyek:
telah terdaftar di kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi lokasi proyek yang baru; dan b. lokasi proyek yang baru merupakan tempat tinggal, tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha yang telah ditetapkan sebagai tempat PPN terutang atau tempat PPN terutang yang dipusatkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
Dalam hal Mesin dan Peralatan pabrik yang telah diimpor atau diperoleh oleh Penyedia Pekerjaan EPC belum diserahkan kepada Pemilik Proyek dan masa berlaku SKB PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b telah berakhir, Pemilik Proyek harus mengajukan permohonan SKB PPN tanpa didahului dengan pengajuan permohonan fasilitas pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b angka 1.
Ketentuan mengenai contoh format SKB PPN bagi PKP atau Pemilik Proyek yang juga mengajukan permohonan fasilitas pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Penghitungan, Pembayaran, dan Pertanggung ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Liquefied Petroleum Gas yang selanjutnya disingkat LPG adalah gas hidrokarbon yang dicairkan dengan tekanan untuk memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan penanganannya yang pada dasarnya terdiri atas propana, butana, atau campuran keduanya.
LPG Tabung 3 Kilogram yang selanjutnya disebut LPG Tabung 3 Kg adalah LPG yang diisikan ke dalam tabung dengan berat isi 3 Kilogram.
Harga Patokan adalah harga yang didasarkan pada harga indeks pasar LPG yang ber laku pada bulan yang bersangkutan ditambah biaya distribusi termasuk handling dan margin usaha yang wajar.
Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus menerus, dan didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Konsumen LPG Tabung 3 Kg adalah rumah tangga, usaha mikro, dan kapal perikanan bagi nelayan kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara baik di kantor pusat maupun daerah atau satuan kerja di kementerian negara/ lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA.
Ketentuan ayat (3) Pasal 20 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Nega ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean, dapat disertai dengan __ 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya __ disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB.
Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
penyelenggara kawasan berikat;
penyelenggara kawasan berikat sekaligus pengusaha kawasan berikat;
pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat;
penyelenggara gudang berikat;
penyelenggara gudang berikat sekaligus pengusaha gudang berikat; atau
pengusaha di gudang berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat.
Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:
penyelenggara PLB;
penyelenggara PLB sekaligus pengusaha PLB; atau
pengusaha di PLB merangkap penyelenggara di PLB.
Badan Usaha/ Pelaku Usaha KEK adalah:
Badan Usaha KEK;
Pelaku Usaha di KEK; atau
Badan Usaha KEK sekaligus Pelaku Usaha di KEK.
European Free Trade Association yang selanjutnya disingkat EFTA adalah perhimpunan perdagangan bebas beberapa negara di Eropa yang terdiri dari Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss. __ 12. Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA yang besarannya ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ- 01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP.
Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO).
Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi dan dokumen lain terkait.
Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
Ketentuan Asal Barang __ ( Rules of Origin ) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA untuk menentukan negara asal barang.
Negara Anggota adalah negara yang menandatangani Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA . 21. Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
Barang Originating adalah barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
Bahan Non-Originating adalah bahan yang berasal dari selain Negara Anggota atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
Barang Non-Originating adalah barang yang berasal dari selain Negara Anggota atau barang yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
Aturan Khusus Produk ( Product Specific Rules ) yang selanjutnya disebut PSR adalah aturan-aturan yang merinci mengenai:
barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota ( wholly obtained atau wholly produced );
barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating yang telah mengalami perubahan klasifikasi atau Change in Tariff Classification (CTC);
barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating yang memenuhi kriteria kandungan bilateral sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase;
barang yang mengalami suatu proses pabrikasi atau operasional tertentu; atau
kombinasi dari setiap kriteria tersebut.
Deklarasi Asal Barang ( Origin Declaration ) Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA yang selanjutnya disebut DAB IE-CEPA __ adalah pernyataan asal barang yang dibuat oleh eksportir yang dibubuhkan pada invoice atau dokumen komersial lainnya yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.
Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice , packing list , bill of lading/ airway bill , manifest dan dokumen lain yang dipersyaratkan.
Instansi Berwenang adalah instansi yang, menurut hukum dan peraturan domestik dari Negara Anggota, bertanggung jawab atas otorisasi, verifikasi dan isu asal barang lainnya.
Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat.
Permintaan Verifikasi DAB IE-CEPA adalah permintaan secara tertulis yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Berwenang pada Negara Anggota pengekspor untuk mendapatkan informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang, keabsahan DAB IE- CEPA, dan/atau pemenuhan ketentuan lain sebagaimana diatur dalam Annex I dari Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.