Pengujian UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan [Pasal 4 ayat (2), Pasal 7 ayat (3), Pasal 14 ayat (1), (7), Pasal 17 ayat (2), huruf a, c, d ...
Relevan terhadap
ayat (1) 1 untuk diri Wajib Pajak 2.880.000,00 12.000.000,00 13.200.000,00 15.840,000,00 2 Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin 1.440.000,00 1.200.000,00 1.200.000,00 1.320.000,00 3 Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dgn penghasilan suami 2.880.000,00 12.000.000,00 13.200.000,00 15.840.000,00 4 Tambahan untuk setiap tanggungan 1.440.000,00 1.200.000,00 1.200.000,00 1.320.000,00 Dengan memperhatikan data pada tabel tersebut di atas dapat ditegaskan bahwa secara keseluruhan, besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak berdasarkan UU PPh Tahun 2008 jauh lebih besar jika dibandingkan dengan besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak menurut UU PPh Tahun 1983 maupun UU PPh Tahun 2000 berikut aturan pelaksanaannya. Selain itu, dapat ditegaskan pula bahwa perubahan terhadap besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak tidak harus dilakukan dengan mengubah Undang-Undang, tetapi cukup dengan menggunakan Peraturan Menteri Keuangan sebagai pelaksanaan 88 amanat Pasal 7 ayat (3) UU PPh Tahun 2008, yang memberikan delegasi wewenang kepada Menteri Keuangan untuk menyesuaikan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang terlebih dahulu dikonsultasikan dengan DPR sebagai representasi dari seluruh rakyat Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan mengenai besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak merupakan permasalahan implementasi suatu Undang-Undang (dalam hal ini Undang-Undang a quo ), yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan isu konstitusionalitas. Bahwa atas Pasal 7 ayat (3) UU PPh Tahun 2008 telah diuji materiil di Mahkamah Konstitusi dengan Putusan Nomor 1/PUU-VII/2009 tanggal 20 Mei 2009 yang amar putusannya menyatakan bahwa permohonan Pemohon ditolak. Oleh karena itu sudah sepatutnya pengujian terhadap pasal dimaksud dikesampingkan.
Pasal 14 ayat (1) Dalam rangka pengenaan pajak yang adil dan wajar sesuai dengan kemampuan ekonomis Wajib Pajak dibutuhkan informasi yang benar dan lengkap tentang penghasilan Wajib Pajak. Untuk dapat menyajikan informasi dimaksud, Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan. Namun, disadari bahwa tidak semua Wajib Pajak mampu menyelenggarakan pembukuan. Oleh karena itu perlu diberikan kemudahan melalui mekanisme lain yang tidak didasarkan pada pembukuan yaitu melalui penerapan norma penghitungan penghasilan netto. Pasal 14 ayat (1) UU PPh Tahun 2008 mengamanatkan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk membuat Norma Penghitungan Penghasilan Netto bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas yang tidak mampu menyelenggarakan pembukuan. Dalam menentukan besarnya Norma Penghitungan Penghasilan Neto, Direktur Jenderal Pajak harus mendasarkan pada hasil penelitian, atau data lain dan dengan memperhatikan kewajaran. Untuk lebih mencerminkan tingkat kewajaran dari kondisi usaha Wajib Pajak, besarnya Norma Penghitungan Penghasilan Netto perlu dilakukan penyempurnaan secara terus menerus. Adapun peraturan pelaksanaan yang berkenaan dengan Pasal 14 ayat (1) adalah Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-536/PJ./2000. (Bukti Pemt.42) 4. Pasal 14 ayat (7) Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UU PPh Tahun 2008, Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 89 (satu) tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan netto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto. (Bukti Pemt. 2e) Berdasarkan Pasal 14 Ayat (7) UU PPh Tahun 2008 Menteri Keuangan dapat melakukan penyesuaian batasan peredaran bruto sebesar Rp 4.800.000.000,00 di atas dengan memperhatikan perkembangan ekonomi dan kemampuan masyarakat Wajib Pajak untuk menyelenggarakan pembukuan.
Pasal 17 ayat (2) Tarif tertinggi untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebesar 30% (tiga puluh persen) dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% (dua puluh lima persen) yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Penurunan tarif ini dilakukan oleh Pemerintah bersama dengan DPR pada saat pembahasan dalam rangka menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 17 ayat (2) huruf a Tarif tertinggi untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebesar 28% mulai tahun pajak 2010 diturunkan menjadi 25% yang telah diatur dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a UU PPh Tahun 2008. Bahwa norma Pasal 17 ayat (2) huruf a sama sekali tidak mengatur mengenai pelimpahan kewenangan untuk mengatur lebih lanjut mengenai besarnya tarif ataupun hal lain terkait dengan pasal tersebut. Oleh karena itu sudah sepatutnya Majelis mengesampingkan pengujian terhadap pasal dimaksud.
Pasal 17 ayat (2) huruf c dan ayat (2) huruf d Pengenaan pajak atas penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah. Berdasarkan amanat Pasal 17 ayat (2) huruf c besarnya pajak atas penghasilan berupa dividen tersebut diberikan batasan paling tinggi 10% dan bersifat final. Adapun peraturan pelaksanaan yang berkenaan dengan Pasal 17 ayat (2) huruf c dan ayat (2) huruf d adalah Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009 tersebut telah mengatur besarnya pajak atas penghasilan berupa dividen sebesar 10% (Bukti Pemt.43) . Tarif sebesar 10% tersebut tidak melebihi batas tarif tertinggi yang ditentukan oleh Undang- Undang. Dengan demikian sangatlah jelas bahwa peraturan pemerintah tersebut tidak menambah berat beban Wajib Pajak.
Pasal 17 ayat (3) 90 Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UU PPh Tahun 2008 adalah sebesar sebagai berikut: Tabel 4 Lapisan Penghasilan Kena Pajak Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UU PPh Tahun 2008 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif s.d. Rp 50.000.000,00 5% Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 250.000.000,00 15% Di atas Rp 250.000.000,00 s.d.Rp 500.000.000,00 25% Di atas Rp 500.000.000,00 30% (Untuk Wajib Pajak Badan tidak terdapat adanya lapisan penghasilan kena pajak) Bahwa besarnya lapisan penghasilan kena pajak tersebut berdasarkan Pasal 17 ayat (3) dapat diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan disesuaikan dengan faktor penyesuaian yang didasarkan pada kondisi perkembangan perekonomian antara lain tingkat inflasi.
Pasal 17 ayat (7) Penetapan tarif tersendiri atas jenis-jenis penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dibatasi tidak melebihi tarif tertinggi bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yaitu sebesar 30% dan tarif tertinggi bagi Wajib Pajak badan yaitu sebesar 28%. Dalam ketentuan Pasal ini Pemerintah diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk menetapkan besarnya tarif tersendiri berkenaan dengan pelaksanaan ketentuan UU PPh Tahun 2008 Pasal 4 ayat (2). Meskipun demikian Pemerintah dalam melaksanakan kewenangan menetapkan besarnya tarif tersendiri untuk Pasal 4 ayat (2) harus memenuhi syarat sebagai berikut: 91 1. Tidak lebih tinggi dari tarif pajak tertinggi bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri (tidak lebih tinggi dari 30%) dan tarif tertinggi bagi Wajib Pajak badan (tahun pajak 2009 tidak lebih tinggi dari 28% dan mulai tahun pajak 2010 tidak lebih tinggi dari 25%).
Dengan mempertimbangkan aspek kesederhanaan, keadilan, dan pemerataan dalam pengenaan pajak.
Pasal 19 ayat (2) Menteri Keuangan berdasarkan Pasal ini diberi wewenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali aktiva tetap (revaluasi) dengan mempertimbangkan:
Perkembangan harga yang mencolok; atau
Perubahan kebijakan di bidang moneter, yang dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dan penghasilan, sehingga mengakibatkan timbulnya beban pajak yang kurang wajar. Namun demikian, Menteri Keuangan dalam menetapkan besarnya tarif pajak tersendiri atas penilaian kembali aktiva tetap dibatasi yaitu tidak lebih tinggi dari tarif pajak tertinggi bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri (tidak lebih tinggi dari 30%) dan tarif tertinggi bagi Wajib Pajak badan (tahun pajak 2009 tidak lebih tinggi dari 28% dan mulai tahun pajak 2010 tidak lebih tinggi dari 25%).
Pasal 21 ayat (5) Pada prinsipnya pemotongan Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dipotong pajak berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh Tahun 2008. Namun demikian dalam rangka kelancaran dan kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakan untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dalam kondisi tertentu, dengan kuasa Undang-Undang, Pemerintah diberikan wewenang melalui Peraturan Pemerintah untuk mengatur pengenaan pajak dengan tarif tersendiri. Adapun peraturan pelaksanaan yang berkenaan dengan Pasal 21 ayat (5) adalah sebagai berikut:
Pajak Penghasilan Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Para Pensiunan atas 92 Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah. • Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994. (Bukti Pemt. 44) b. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus. • Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009. (Bukti Pemt. 45) 12. Pasal 22 ayat (1) huruf c dan ayat (2) Dalam rangka pengenaan pajak yang adil dan wajar sesuai dengan kemampuan ekonomis Wajib Pajak, sudah sewajarnya terhadap Wajib Pajak yang mempunyai kemampuan ekonomis yang lebih tinggi dikenakan pajak lebih dibandingkan dengan yang mempunyai kemampuan ekonomis lebih rendah. Dengan dasar pemikiran tersebut, berdasarkan Pasal ini Menteri Keuangan diberikan wewenang:
Menetapkan Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang memenuhi kriteria tertentu sebagai barang yang tergolong sangat mewah, baik dilihat dari jenis barangnya maupun harganya, seperti kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen dan kondominium sangat mewah, serta kendaraan sangat mewah.
Menetapkan dasar pemungutan, kriteria, sifat, dan besarnya pungutan pajak dari penjualan barang sebagaimana dimaksud pada angka 1. Namun demikian, dalam melaksanakan wewenang tersebut Menteri Keuangan harus mempertimbangkan, antara lain:
Penunjukan pemungut pajak secara selektif, demi pelaksanaan pemungutan pajak secara efektif dan efisien;
Tidak mengganggu kelancaran lalu lintas barang; dan
Prosedur pemungutan yang sederhana sehingga mudah dilaksanakan. Adapun peraturan pelaksanaan yang berkenaan dengan Pasal 22 ayat (1) huruf c dan ayat (2) adalah sebagai berikut: • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 (Bukti Pemt. 46) ; dan • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 stdtd Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008. (Bukti Pemt.47 ) 13. Pasal 25 ayat (8) 93 Berdasarkan pasal ini Pemerintah diberikan kewenangan untuk mengatur pengenaan pajak atas orang pribadi yang bertolak ke luar negeri. Pengenaan pajak tersebut adalah dalam rangka mendorong partisipasi setiap Warga Negara untuk ikut membiayai pembangunan melalui pembayaran pajak. Dengan demikian sudah selayaknya Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak. Walaupun demikian dengan Peraturan Pemerintah diatur mengenai Wajib Pajak orang pribadi yang bertolak ke luar negeri yang dikecualikan dari kewajiban membayar pajak sepanjang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan antara lain pelajar yang menuntut ilmu di luar negeri dan pekerja yang akan berangkat ke luar negeri. Pemungutan Fiskal Luar Negeri bersifat pembayaran di muka, yang dibayarkan ketika seseorang yang memenuhi ketentuan akan berangkat ke luar negeri ( pay as you go ), jadi bukan jenis pungutan pajak baru. Hanya metode memungut pajak, how to collect taxes through event (misalnya ke luar negeri). Adapun peraturan pelaksanaan yang berkenaan dengan Pasal 25 ayat (8) adalah sebagai berikut: • Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2008 (Bukti Pemt.48 ) ; • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-51/PJ/2008 (Bukti Pemt.49 ) ; dan • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-53/PJ/2008 stdtd PER-14/PJ/2009. (Bukti Pemt. 50) VII. Penjelasan Mengenai Pokok Permohonan Pengujian Materiil UU PPh Tahun 2008 Bahwa terhadap ketentuan pasal-pasal dalam UU PPh Tahun 2008 yang diajukan permohonan pengujian materiil, pemerintah berpendapat sebagai berikut:
Pemohon dalam positanya mendalilkan, bahwa pasal-pasal dalam undang- undang a quo bertentangan dengan Pasal 23A, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945. Namun dalam petitumnya Pemohon meminta agar pasal-pasal dalam undang-undang a quo dinyatakan bertentangan dengan Pasal 23A dan Pasal 28D UUD 1945. Disitu terlihat 94 adanya inkonsistensi antara posita dengan petitum yang tertuang dalam surat permohonan Pemohon. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Pasal-pasal dalam undang-undang a quo justru untuk memberikan perlindungan hukum yang adil kepada setiap Wajib Pajak. Pasal-Pasal a quo justru dimaksudkan untuk memberi kejelasan dan kepastian hukum sehingga setiap Wajib Pajak akan terhindar dari perlakuan sewenang-wenang. Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 menyatakan “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.” Dalam surat Permohonannya Pemohon tidak menguraikan secara jelas dalam hal apa dan dalam situasi yang seperti apa pasal-pasal aquo dapat mengancam kehormatan, martabat, dan harta benda Pemohon. Pemohon hanya mengatakan secara umum pasal-pasal a quo melanggar Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. Padahal sebagaimana dikemukakan di atas pasal-pasal aquo memberikan pendelegasian wewenang kepada pemerintah justru untuk menjalankan amanah yang diperintahkan oleh Undang-Undang a quo yang merupakan hasil kesepakatan bersama Pemerintah dan DPR. Pasal-Pasal a quo justru untuk memberikan kepastian hukum yang adil kepada tiap Wajib Pajak. Itu berarti perlindungan tiap Wajib Pajak dari perlakuan sewenang- wenang dari aparat Pemerintah. Itu berarti pula sejalan dengan Pasal 28 D ayat (1) dan dengan demikian sejalan dengan Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945. Dalam bagian posita surat permohonannya Pemohon menyatakan, bahwa Peraturan Pemerintah 131 Tahun 2000 tidak adil dan tidak sesuai dengan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 dan Dasar Negara Pancasila,“ karena andaikata yang membayar bunga tersebut “orang kaya” maka seharusnya (sesuai dengan Pasal 17 ayat (1) UU PPh Tahun 2008) dikenakan dengan tarif pajak 35 %, tetapi kenyataannya tetap dikenakan pajak dengan tarif 20 %.” (Lihat Surat Permohonan halaman 11). Pernyataan Pemohon ini menjadi tidak jelas, apakah Pemohon sedang mengajukan 95 pengujian peraturan pemerintah terhadap UUD 1945 atau peraturan pemerintah terhadap Undang-Undang, yang keduanya jelas diluar kompetensi Mahkamah Konstitusi. Pemohon tidak pula menjelaskan dalam hal bagaimana dan dalam situasi seperti apa Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 itu melanggar Pasal 28G ayat 1. Padahal sebagaimana di atas telah dikemukakan, bahwa pasal- pasal a quo justru untuk memberikan perlindungan hukum kepada setiap Wajib Pajak, yaitu kepastian hukum yang adil sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Itu berarti tidak melanggar Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. Pemohon mendalilkan pula, bahwa pasal-pasal a quo melanggar Pasal 28H ayat 4 UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang- wenang oleh siapapun.” Pemohon dalam surat permohonannya tidak menjelaskan, dalam hal apa dan bagaimana pasal-pasal dalam Undang-Undang a quo telah melanggar atau bertentangan dengan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945. Pasal-pasal dalam undang-undang a quo tidak mengandung substansi hukum yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melarang Wajib Pajak mempunyai hak milik, atau bahkan mengambil alih miliknya secara sewenang-wenang. Pasal-pasal dalam Undang-Undang a quo sekali lagi, justru merupakan pelaksanaan amanah yang diperintahkan oleh UUD 1945 yang merupakan dasar hukum bagi negara yaitu pemerintah untuk mengenakan pajak kepada Wajib Pajak. Jadi, tidak benar bila pembebanan pajak kepada Wajib Pajak yang didasarkan kepada Undang-Undang dan peraturan perundang-undangan yang jelas, dinilai sebagai mengambil alih hak milik Wajib Pajak secara sewenang-wenang. Ini jelas keliru dan menyesatkan. Undang-Undang dan peraturan perundang-undangan yang jelas sebagaimana tertuang dalam pasal-pasal dalam Undang-Undang a quo, justru dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum yang adil bagi setiap Wajib Pajak. Karena itu pasal-pasal dalam Undang-Undang a quo tidak melanggar Pasal 28H ayat (4) UUD 1945. 96 2. Terhadap pengujian Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 17 ayat (7) UU PPh Tahun 2008, yang mengatur sebagai berikut: Pasal 4 ayat (2) _“Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final: _ a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh _koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; _ _b. penghasilan berupa hadiah undian; _ c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima _oleh perusahaan modal ventura; _ d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah _dan/atau bangunan; dan _ e. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.” Pasal 17 ayat (7) “Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana tersebut pada ayat (1)” . Pemerintah berpendapat bahwa pelimpahan wewenang pengaturan pengenaan pajak secara final terhadap penghasilan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh Tahun 2008 kepada peraturan pemerintah tidak bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945, karena menurut Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 memberikan wewenang kepada Presiden untuk menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Selain itu dalam praktek ketatanegaraan dan tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia dikenal sistem hirarki dan delegasi wewenang sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan sebagai berikut: _“Jenis dan hirarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut : _ _a) UUD 1945; _ _b) Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; _ 97 _c) Peraturan Pemerintah; _ _d) Peraturan Presiden; dan _ e) Peraturan Daerah.” __ Sebagaimana diketahui bahwa dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, peraturan tertinggi di bawah UUD 1945 selalu berbentuk Undang-Undang, dimana yang berwenang membentuk Undang-Undang adalah DPR atas persetujuan bersama dengan Presiden. Apabila ketentuan dalam Undang-Undang masih belum cukup dan masih diperlukan pengaturan lebih lanjut, maka pendelegasian kewenangan pengaturan baru dapat dilakukan dengan tiga alternatif syarat, yaitu:
Adanya perintah yang tegas mengenai subyek lembaga pelaksana yang diberi delegasi kewenangan, dan bentuk peraturan pelaksana untuk menuangkan materi pengaturan yang didelegasikan;
Adanya perintah yang tegas mengenai bentuk peraturan pelaksana untuk menuangkan materi pengaturan yang didelegasikan; atau
Adanya perintah yang tegas mengenai pendelegasian kewenangan dari Undang- Undang atau lembaga pembentuk Undang-Undang kepada lembaga penerima delegasi kewenangan, tanpa penyebutan bentuk peraturan yang mendapat delegasi; Ketiga persyaratan tersebut bersifat alternatif dan salah satunya harus ada dalam rangka pemberian delegasi kewenangan pengaturan (rule-making power). Lembaga pelaksana Undang-Undang, baru dapat memiliki kewenangan untuk menetapkan sesuatu peraturan yang mengikat umum jika oleh Undang-Undang sebagai “primary legislation” memang diperintahkan atau diberi kewenangan untuk itu (Bukti Pemt.
13d) . Di Indonesia sendiri, dewasa ini, ada Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah. Juga ada Peraturan Menteri dan bahkan masih banyak Peraturan Direktur Jenderal yang masih berlaku sebagai peraturan perundang-undangan yang mengikat umum yang masih disebut sebagai Surat Keputusan, seperti Keputusan Dirjen Bea Cukai, Keputusan Direktur Jenderal Pajak, dan sebagainya. Sudah menjadi konvensi ketatanegaraan di Indonesia bahwa berbagai Undang- Undang yang mengatur pajak dan pungutan lain itu memberikan mandat atau delegasi wewenang kepada pemerintah untuk membuat peraturan-peraturan pelaksanaan dalam rangka menjalankan norma-norma hukum yang terkandung dalam Undang-Undang tersebut, seperti: 98 1. Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang a quo yang memberi delegasi kepada pemerintah untuk membuat Peraturan Pemerintah, berkaitan dengan pajak bersifat final atas a.penghasilan berupa deposito;
Penghasilan berupa hadiah undian;
Penghasilan dari transaksi saham;
..dst;
Pasal 17 ayat (7);
Pasal 14 ayat (1);
Pasal 14 ayat (7); dst, sebagaimana didalilkan Pemohon. Pendelegasian wewenang oleh Undang-Undang kepada pemerintah, yakni Presiden, Menteri-Menteri dari suatu departemen untuk membuat suatu peraturan atau norma umum adalah suatu praktek pemerintahan yang sudah lazim dan diterima sebagai sebuah konvensi pemerintahan. Dalam kaitannya dengan hal itu, ahli hukum Tata Negara Hans Kelsen menyatakan pendapatnya sebagai berikut : “ Kadang-kadang pembentukan norma-norma umum itu dibagi kedalam dua tahapan atau lebih. Sejumlah konstitusi memberikan wewenang pembuatan norma-norma umum kepada otoritas adminstratif tertentu, seperti kepala negara (presiden) atau menteri kabinet, guna menjabarkan ketentuan Undang-Undang. Norma-norma umum semacam ini, yang tidak dikeluarkan oleh organ legislatif melainkan oleh organ lain atas dasar norma-norma umum yang dikeluarkan oleh legislatif disebut peraturan atau ordonansi. Menurut sejumlah konstitusi, organ-organ administratif tertentu----- terutama kepala negara (presiden) atau menteri kabinet sebagai pimpinan departemen pemerintahan tertentu----- di bawah keadaan-keadaan luar biasa, diberi wewenang membuat norma-norma umum untuk mengatur masalah- masalah yang biasanya diatur oleh organ legislatif melalui Undang-Undang .” Sejalan dengan pemikiran itu maka norma hukum yang lebih tinggi dapat menentukan:
Organ dan prosedur pembuatan norma hukum yang lebih rendah;
Substansi norma hukum yang lebih rendah. Dalam konteks perkembangan hubungan konstitusi dengan proses pembuatan Undang-Undang, ahli konstitusi CF. Strong menyatakan sebagai berikut: “Bahwa sejumlah hukum dasar yang diadopsi atau dirancang oleh para penyusun konstitusi dengan tujuan untuk memberikan ruang lingkup seluas mungkin bagi 99 proses Undang-Undang biasa untuk mengembangkan konstitusi itu dalam aturan- aturan yang sudah disiapkan.” (Bukti Pemt. 52) Dengan demikian sebuah konstitusi menggariskan prinsip umum yang mendasari hubungan hak dan kewajiban antara negara, yaitu pemerintah, dengan rakyat, berkenaan dengan pajak dan pungutan lain. Prinsip umum ini kemudian dikembangkan melalui proses pembuatan Undang-Undang dan peraturan pelaksanaanya. Pasal 23A UUD 1945, sesungguhnya meletakkan prinsip umum, yaitu “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang .” Itu bermakna, bahwa pemerintah selaku pihak yang mewakili negara dapat mengenakan pajak dan pungutan lain kepada rakyat atas dasar Undang-Undang. Atas dasar prinsip umum itulah Pemerintah dan DPR menyetujui berbagai Undang-Undang Pajak dan pungutan lainnya. Selanjutnya atas dasar Undang-Undang tersebut dikeluarkan berbagai peraturan pelaksanaan untuk tujuan menjalankan amanah yang tertuang dalam norma Undang-Undang Pajak dan pungutan lain itu. Bahwa norma hukum yang tertuang dalam Undang-Undang dapat didelegasikan pelaksanaannya kepada peraturan-peraturan yang kedudukannya lebih rendah daripada Undang-Undang, baik secara implisit maupun eksplisit dibenarkan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang tersebut mengatur sebagai berikut: “ _Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut : _ a. _UUD 1945; _ b. _Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; _ c. _Peraturan Pemerintah; _ d. _Peraturan Presiden; _ e. Peraturan Daerah.” Penjelasan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 menyatakan bahwa: “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala badan, 100 lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang-Undang atau pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.” Berkaitan dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 17 ayat (7), kedua ketentuan tersebut memuat secara tegas bentuk peraturan perundang-undangan yang didelegasikan dan muatan materi yang diatur sehingga memenuhi syarat pendelegasian. Berkaitan dengan muatan materi yang didelegasikan berupa penentuan tarif termasuk tarif yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000, Pemerintah berpendapat bahwa, penentuan tarif tersebut tidak terlepas dan berdiri sendiri dari pengaturan dalam Undang-Undang. Sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (7) UU PPh Tahun 2008, tarif yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 tersebut terikat pada ketentuan Pasal 17 ayat (1) yaitu tidak diperkenankan lebih tinggi dari tarif tertinggi yang diatur dalam Pasal 17 ayat (1). Berdasarkan penjelasan di atas, sudah jelas bahwa Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 17 ayat (7) UU PPh Tahun 2008 tidak bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945 .
Terhadap pengujian Pasal 7 ayat (3) UU PPh Tahun 2008, yang berbunyi “ Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah dikonsultasikan dengan DPR ” Pemerintah dapat menjelaskan bahwa pelimpahan kewenangan menetapkan Penghasilan Tidak Kena Pajak dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah dikonsultasikan dengan DPR merupakan amanat/perintah yang tegas dari UU PPh Tahun 2008. UU PPh Tahun 2008 itu sendiri merupakan produk bersama antara Presiden dan DPR sebagai wakil rakyat, sehingga Pelimpahan kewenangan untuk menetapkan Penghasilan Tidak Kena Pajak dengan Peraturan Menteri Keuangan adalah sudah sepengetahuan dan sudah mendapat persetujuan DPR. UU PPh Tahun 2008 sendiri merupakan amanat langsung dari Pasal 23A UUD 1945. Sehingga kedudukan Pasal 7 ayat (3) UU PPh Tahun 2008 tidak bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945. Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak dilaksanakan dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan 101 harga kebutuhan pokok setiap tahunnya yang dinamis. Dewasa ini perubahan ekonomi dan moneter dunia berlangsung begitu cepatnya. Krisis ekonomi yang melanda negara-negara maju berimbas juga kepada perekonomian negara berkembang yang juga dirasakan oleh rakyat Indonesia. Dengan perubahan perekonomian dan moneter yang begitu cepat, apabila sekiranya aturan-aturan yang ada dalam UU PPh Tahun 2008 dirasakan memberatkan bagi Wajib Pajak, maka Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk mengatur lebih lanjut penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak. Penghasilan Tidak Kena Pajak tersebut dimaksudkan untuk memberikan keringanan bagi Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Baik UU PPh Tahun 1983, UU PPh Tahun 2000 maupun UU PPh Tahun 2008 menetapkan batasan jumlah penghasilan yang tidak dikenakan pajak atau dikenal dengan istilah Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagai pengurang penghasilan untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan yang harus dibayar. Adapun ketentuan mengenai Penghasilan Tidak Kena Pajak diatur dalam Pasal 7 baik dalam Pasal 7 UU PPh Tahun 1983, Pasal 7 UU PPh Tahun 2000 maupun Pasal 7 UU PPh Tahun 2008. Untuk memperoleh gambaran yang objektif mengenai ketentuan Penghasilan Tidak Kena Pajak dalam rumusan Pasal 7 baik dalam UU PPh Tahun 1983, UU PPh Tahun 2000 dan UU PPh Tahun 2008, di bawah ini disajikan tabel: Tabel 5 Perbandingan Rumusan Pasal 7 UU PPh Tahun1983, UU PPh Tahun 2000 dan UU PPh Tahun 2008 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 102 (1) Kepada orang pribadi atau perseorangan sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa penghasilan tidak kena pajak yang besarnya :
Rp 960.000,- (sembilan ratus enam puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak;
Rp 480.000,- (empat ratus delapan puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
Rp 960.000,- (sembilan ratus enam puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang mempunyai penghasilan dari usaha atau dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lain;
Rp 480.000,- (empat ratus delapan puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap orang keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan sebesar:
Rp 2.880.000,00 (dua juta delapan ratus delapan puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
Rp 1.440.000,00 (satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; Rp 2.880.000,00 (dua juta delapan ratus delapan puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan
Rp 1.440.000,00 (satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar:
Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan
Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Penerapan ayat (1) ditentukan oleh keadaan pada permulaan tahun pajak atau pada permulaan menjadi Subyek Pajak dalam negeri. Penerapan ayat (1) ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak. Penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak. Besarnya penghasilan tidak kena pajak tersebut dalam ayat (1) akan disesuaikan dengan suatu faktor penyesuaian yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan . Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Berdasarkan pada tabel tersebut di atas, materi yang diatur dalam ketiga rumusan tersebut pada prinsipnya adalah mengatur hal yang sama, yaitu mengatur mengenai besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak ( vide ayat (1)) , ketentuan bahwa penerapan Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah kondisi pada awal tahun pajak ( vide ayat (2)) , dan ketentuan bahwa besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak pada dasarnya dapat disesuaikan dengan menggunakan Peraturan Menteri Keuangan ( vide ayat (3)) . Dapat disampaikan pula bahwa Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan telah 2 (dua) kali mengubah besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk 103 disesuaikan dengan perkembangan kehidupan sosial, politik dan ekonomi serta sebagai bagian dari kebijakan fiskal pemerintah, yaitu melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005. Menurut Pemerintah, besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak berdasarkan UU PPh Tahun 2008 lebih besar dibandingkan dengan besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak menurut UU PPh Tahun 2000, baik secara sendiri- sendiri maupun secara keseluruhan. Hal ini dapat digambarkan dalam tabel berikut. Tabel 6 Penghasilan Tidak Kena Pajak Berdasarkan UU PPh Tahun 2000 Dan UU PPh Tahun 2008 No Keterangan UU PPh 2000 UU PPh 2008 Pasal 7 ayat (1) KMK No. 564/KMK.03/ 2004 %) PMK No. 137/PMK.03/ 2005 %) Pasal 7 ayat (1) %) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1 untuk diri Wajib Pajak 2.880.000,00 12.000.000 317 13.200.000 10 15.840.000 20 2 Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin 1.440.000,00 1.200.000 (17) 1.200.000 0 1.320.000 10 Jumlah 1+2 4.320.000 13.200.000 206 14.400.000 9 17.160.000 19 3 Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami 2.880.000 12.000.000 317 13.200.000 10 15.840.000 20 Jumlah 1+2+3 7.200.000 25.200.000 250 27.600.000 10 33.000.000 20 4 Tambahan untuk setiap tanggungan (paling banyak 3 orang) 1.440.000 1.200.000 (17) 1.200.000 0 1.320.000 10 Jumlah 1+2+3+4 8.640.000 26.400.000 205 28.800.000 9 34.320.000 19 Keterangan: *) kenaikan (kolom 4:
**) kenaikan (kolom 6:
***) kenaikan (kolom 8:
104 Menurut tabel tersebut di atas, dapat dilihat adanya kenaikan besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak sejak diberlakukannya UU PPh Tahun 2000 sampai dengan UU PPh Tahun 2008, dengan uraian sebagai berikut:
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk diri Wajib Pajak, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004 sebagai pelaksanaan dari Pasal 7 ayat (3) UU PPh Tahun 2000, telah disesuaikan dari Rp 2.880.000,00 berdasarkan UU PPh Tahun 2000 menjadi Rp 12.000.000,00 dan kemudian disesuaikan kembali dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/ 2005 menjadi Rp13.200.000,00. Berdasarkan UU PPh Tahun 2008 besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk diri Wajib Pajak adalah sebesar Rp15.840.000,00.
Besarnya tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk Wajib Pajak Kawin, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004 sebagai pelaksanaan dari Pasal 7 ayat (3) UU PPh Tahun 2000, telah disesuaikan dari Rp1.440.000,00 berdasarkan UU PPh Tahun 2000 menjadi Rp1.200.000,00 dan tetap tidak berubah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005. Berdasarkan UU PPh Tahun 2008 besarnya tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk Wajib Pajak Kawin meningkat menjadi Rp1.320.000,00.
Besarnya tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk seorang istri bekerja yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004 sebagai pelaksanaan dari Pasal 7 ayat (3) UU PPh Tahun 2000, telah disesuaikan dari Rp2.880.000,00 berdasarkan UU PPh Tahun 2000 menjadi Rp12.000.000,00 dan kemudian disesuaikan kembali dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005 menjadi Rp13.200.000,00. Berdasarkan UU PPh Tahun 2008 besarnya tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk istri bekerja yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami adalah sebesar Rp15.840.000,00.
Besarnya tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk tanggungan Wajib Pajak paling banyak 3 (tiga) orang, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004 sebagai pelaksanaan dari Pasal 7 ayat (3) UU PPh Tahun 2000, telah disesuaikan dari Rp1.440.000,00 per orang, berdasarkan UU PPh Tahun 2000 menjadi Rp1.200.000,00 per orang, dan tetap tidak berubah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005. Berdasarkan UU PPh Tahun 2008 105 besarnya tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk tanggungan Wajib Pajak paling banyak 3 (tiga) orang meningkat menjadi Rp1.320.000,00 per orang. Dengan memperhatikan fakta-fakta tersebut di atas dapat ditegaskan bahwa secara keseluruhan, besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak berdasarkan UU PPh Tahun 2008 jauh lebih besar jika dibandingkan dengan besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak menurut UU PPh Tahun 1983 maupun UU PPh Tahun 2000 berikut aturan pelaksanaannya. Selain itu, dapat ditegaskan pula bahwa perubahan terhadap besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak tidak harus dilakukan dengan mengubah Undang-Undang, tetapi cukup dengan menggunakan Peraturan Menteri Keuangan sebagai pelaksanaan amanat Pasal 7 ayat (3) UU PPh Tahun 2008, yang memberikan kewenangan atributif kepada Menteri Keuangan untuk menyesuaikan besarnya Penghasilan Tidak kena Pajak yang terlebih dahulu dikonsultasikan dengan DPR sebagai representasi dari seluruh rakyat Indonesia. Perlu kami sampaikan pula bahwa atas Pasal 7 ayat (3) UU PPh Tahun 2008 telah diuji materiil di Mahkamah Konstitusi dengan putusan Nomor 1/PUU-VII/2009 tanggal 20 Mei 2009 yang amar putusannya menyatakan bahwa permohonan Pemohon ditolak. Oleh karena itu sudah sepatutnya pengujian terhadap pasal dimaksud dikesampingkan.
Terhadap Pasal 14 Ayat (1) UU PPh Tahun 2008, yang mengatur “ Norma Penghitungan Penghasilan Netto untuk menentukan penghasilan netto dibuat dan disempurnakan terus menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak ” dan Pasal 14 Ayat (7) UU PPh Tahun 2008, yang mengatur “ besarnya peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan” , Pemerintah berpendapat bahwa dalam rangka pengenaan pajak yang adil dan wajar sesuai dengan kemampuan ekonomis Wajib Pajak, diperlukan informasi yang benar dan lengkap tentang penghasilan Wajib Pajak. Untuk dapat menyajikan informasi tersebut, Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan. Akan tetapi pada kenyataannya tidak semua Wajib Pajak mampu menyelenggarakan pembukuan. Bagi Wajib Pajak Badan dan Bentuk Usaha Tetap diwajibkan menyelenggarakan pembukuan. Akan tetapi, Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran bruto tertentu tidak diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. 106 Untuk memberikan kemudahan dalam menghitung besarnya penghasilan neto bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto tertentu, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan norma penghitungan. Norma Penghitungan Penghasilan Netto sangat membantu bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran bruto tertentu yang belum mampu menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung penghasilan Netto. Norma Penghitungan disusun berdasarkan hasil penelitian, kondisi ekonomi, atau data lain dan dengan memperhatikan kewajaran. Sebagaimana diketahui bahwa perubahan perekonomian global pada saat ini begitu cepat, seperti krisis ekonomi dan moneter yang melanda negara-negara maju yang dampaknya juga dirasakan oleh negara-negara berkembang. Untuk merespon perkembangan perekonomian yang begitu cepat diperlukan pengaturan sesegera mungkin. Sebagai contoh, apabila terjadi perubahan ekonomi yang begitu cepat, sedangkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto dan batas peredaran bruto yang ada sudah tidak sesuai dengan keadaan perekonomian dan kemampuan Wajib Pajak, maka diperlukan pengaturan sesegera mungkin agar pembebanan pajak kepada masyarakat tidak turut menambah kesulitan hidup rakyat banyak khususnya Wajib Pajak. Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Netto bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas bukan merupakan kewajiban, hal ini hanya suatu pilihan. Apabila Wajib Pajak Orang Pribadi merasa dirugikan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto maka dapat memilih alternatif lain yaitu dengan menyelenggarakan pembukuan yang sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi untuk menentukan penghasilan Netto. Pelimpahan kewenangan untuk menyesuaikan Norma Penghitungan Penghasilan Netto oleh Direktur Jenderal Pajak dan penyesuaian besarnya batas peredaran bruto dengan Peraturan Menteri Keuangan merupakan amanat dan perintah tegas UU PPh Tahun 2008. UU PPh Tahun 2008 sendiri merupakan amanat langsung dari Pasal 23A UUD 1945. Sehingga Pasal 14 Ayat (1) dan Pasal 14 ayat (7) UU PPh Tahun 2008 tidak bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945 .
Terhadap Pasal 17 Ayat (2) UU PPh Tahun 2008, yang mengatur “ Tarif tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% (dua puluh lima persen) yang diatur dengan Peraturan Pemerintah ”; 107 Pasal 17 Ayat (2a) UU PPh Tahun 2008, yang mengatur “ Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun 2010 ”; Pasal 17 Ayat (2c) UU PPh Tahun 2008, yang mengatur “ Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa deviden yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final ’; dan Pasal 17 Ayat (2d) UU PPh Tahun 2008, yang mengatur “ Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2c) diatur dengan Peraturan Pemerintah ”, Pemerintah berpendapat bahwa perubahan tarif sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 17 ayat (2a) UU PPh Tahun 2008 bertujuan untuk mengurangi beban pajak yang harus ditanggung masyarakat. Menurut penjelasan Pasal 17 ayat (2) UU PPh Tahun 2008, pembahasan perubahan tarif tersebut dikemukakan oleh Pemerintah kepada DPR untuk dibahas dalam rangka penyusunan RAPBN. Jadi walaupun perubahan tarif tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah, DPR sebagai wakil rakyat tetap ikut serta untuk membahasnya. Pelimpahan wewenang pengaturan perubahan atau penurunan tarif kepada Peraturan Pemerintah diperbolehkan karena hal tersebut merupakan amanat/perintah dari UU PPh Tahun 2008. UU PPh Tahun 2008 sendiri merupakan amanat langsung dari Pasal 23A UUD 1945. Sehingga ketentuan dalam Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 17 ayat (2a) UU PPh Tahun 2008 tidak bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945.
Terhadap Pasal 17 Ayat (3) UU PPh Tahun 2008, yang mengatur “ Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan ”, Pemerintah berpendapat bahwa penyesuaian besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan tingkat inflasi setiap tahunnya. Dewasa ini perubahan ekonomi dan moneter dunia berlangsung begitu cepat. Krisis ekonomi yang melanda negara-negara maju berimbas juga kepada perekonomian negara berkembang yang juga dirasakan oleh rakyat Indonesia. Dengan perubahan perekonomian dan moneter yang begitu cepat, perlu kiranya respon yang cepat dari pemerintah untuk pengaturan pajak agar bisa dihindari potensi kerugian pajak. Oleh karena itu sekiranya aturan-aturan yang ada dalam UU PPh Tahun 2008 dirasakan memberatkan Wajib Pajak, maka Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk 108 mengatur lebih lanjut penyesuaian lapisan Penghasilan Kena Pajak. Kebijakan pemerintah mengenai lapisan Penghasilan Kena Pajak, selama ini memberikan banyak kemudahan-kemudahan bagi Wajib Pajak. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi tarif tertinggi diturunkan dari 35% menjadi 30% dan menghapus lapisan tarif 10%, sehingga lapisan tarif berkurang dari 5 (lima) menjadi menjadi 4 (empat) lapisan serta memperluas lapisan penghasilan kena pajak ( income bracket ) yang semula lapisan tertinggi di atas Rp 200.000.000,00 menjadi di atas Rp 500.000.000,00, untuk lapisan terendah yang semula Rp 0,00 s.d. Rp 25.000.000,00 menjadi Rp 0,00 s.d. Rp 50.000.000,00. Lebih rinci mengenai perubahan tarif tersebut tampak pada tabel sebagai berikut: Tabel 7 Perbandingan Tarif PPh Wajib Pajak Orang Pribadi antara UU PPh Tahun 2000 dengan UU PPh Tahun 2008 Undang-Undang PPh Tahun 2000 Undang-Undang PPh Tahun 2008 Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif S.d Rp 25.000.000,00 5% S.d. Rp 50.000.000,00 5% Di atas Rp25.000.000,00 s.d. Rp 50.000.000,00 10% Di atas Rp50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000,00 15% Di atas Rp50.000.000,00 s.d. Rp 250.000.000,00 15% Di atas Rp100.000.000,00 s.d.Rp200.000.000,00 25% Di atas Rp250.000.000,00 s.d.Rp500.000.000,00 25% Di atas Rp200.000.000,00 35% Di atas Rp500.000.000,00 30% Dari tabel tersebut di atas, perubahan lapisan penghasilan kena pajak dan tarif dalam UU PPh Tahun 2008 banyak memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak. Hal ini baru ditinjau dari sudut tarif dan lapisan penghasilan kena pajak, masih banyak lagi kemudahan bagi Wajib Pajak, antara lain:
Kenaikan batasan Penghasilan Tidak Kena Pajak;
Penurunan Tarif Dividen;
Penambahan batasan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menggunakan Norma Penghitungan;
Pembebasan pembayaran Fiskal Luar Negeri; dan
Penetapan angsuran untuk pengusaha tertentu. 109 Pelimpahan kewenangan pengaturan penyesuaian besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak kepada Keputusan Menteri Keuangan merupakan amanat langsung UU PPh Tahun 2008. Hal itu diperbolehkan sepanjang dalam Undang-Undang secara tegas memerintahkan mengenai bentuk peraturan pelaksanaan atau subyek lembaga pelaksana untuk menuangkan materi pengaturan pendelegasian. Sedangkan UU PPh Tahun 2008 merupakan amanat atau perintah langsung dari UUD 1945. Jadi Pasal 17 Ayat (3) UU PPh Tahun 2008 tidak bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945 .
Terhadap Pasal 19 Ayat (2) UU PPh Tahun 2008, yang mengatur “Atas selisih penilaian kembali aktiva sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan tarif pajak tersendiri dengan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)”, Pemerintah berpendapat bahwa pelimpahan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan untuk menetapkan tarif pajak tersendiri atas selisih penilaian aktiva tetap ini bertujuan untuk mengantisipasi perubahan harga yang mencolok atau perubahan kebijakan di bidang moneter yang dapat menyebabkan kekurangserasian antara biaya dan penghasilan, yang dapat mengakibatkan timbulnya beban biaya yang kurang wajar. Jadi penerbitan Peraturan Menteri Keuangan ini bertujuan untuk melindungi Wajib Pajak dari beban pajak yang melebihi kemampuan Wajib Pajak dan Pelimpahan kewenangan pengaturan tarif tersendiri terhadap selisih revaluasi aset kepada Peraturan Menteri Keuangan merupakan amanat langsung UU PPh Tahun 2008 yang sudah melalui pembahasan dengan DPR sebagai representasi warga negara. Hal itu diperbolehkan sepanjang dalam Undang-Undang secara tegas memerintahkan mengenai bentuk peraturan pelaksana atau subyek lembaga pelaksana untuk menuangkan materi pengaturan pendelegasian. Oleh karena itu Pasal 19 Ayat (2) UU PPh Tahun 2008 tidak bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945.
Terhadap Pasal 21 Ayat (5) UU PPh Tahun 2008, yang mengatur “ Tarif pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah ”, Pemerintah berpendapat bahwa pelimpahan wewenang pengaturan tarif pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud 110 pada Pasal 21 ayat (1) UU PPh Tahun 2008 kepada peraturan pemerintah bertujuan untuk kelancaran dan kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakan untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dalam kondisi tertentu, dengan kuasa Undang- Undang, Pemerintah diberikan wewenang melalui Peraturan Pemerintah untuk mengatur pengenaan pajak dengan tarif tersendiri. Adapun peraturan pelaksanaan yang berkenaan dengan Pasal 21 ayat (5) adalah sebagai berikut:
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Para Pensiunan atas Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah. Dengan pertimbangan bahwa pemotongan tersebut akan mengurangi gaji, upah, uang pensiun, dan sebagainya yang diterima atau diperoleh para Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya, sedangkan pada umumnya penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah tersebut belum mencapai suatu tingkat yang memadai, maka pemerintah selaku pemberi kerja memandang perlu untuk menanggung Pajak Penghasilan yang terutang oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan pensiunan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan atau pensiunan yang diterima secara tetap yang dananya dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus. Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus pada umumnya jumlahnya relatif besar dibandingkan penghasilan rutin yang diterima sebelumnya. Oleh karena itu Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah yang mengatur penerapan tarif progresif yang lebih rendah dari ketentuan umum tarif pajak penghasilan agar manfaat yang diperoleh menjadi lebih besar dan memberikan keringanan, kemudahan, kesederhanaan, dan kepastian hukum. 111 Jadi pelimpahan wewenang pengaturan tarif pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (1) UU PPh Tahun 2008 kepada peraturan pemerintah tidak bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 yang memberikan wewenang kepada Presiden untuk menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Lembaga pelaksana undang-undang baru dapat memiliki kewenangan untuk menetapkan sesuatu peraturan yang mengikat umum jika oleh undang-undang sebagai “primary legislation” memang diperintahkan atau diberi kewenangan untuk itu. Selain itu dalam praktek ketatanegaraan dan tata urutan perundang-undangan di Indonesia dikenal sistem hirarki dan delegasi wewenang sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Terhadap Pasal 22 Ayat (1) huruf c UU PPh Tahun 2008, yang mengatur “ Menteri Keuangan dapat menetapkan: Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah ” dan Pasal 22 Ayat (2) UU PPh Tahun 2008, yang mengatur bahwa “Ketentuan mengenai dasar pemungutan, kriteria, sifat, dan besarnya pungutan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan” , Pemerintah berpendapat bahwa pemungutan pajak berdasarkan ketentuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengumpulan dana melalui sistem pembayaran pajak dan untuk tujuan kesederhanaan, kemudahan, dan pengenaan pajak yang tepat waktu. Pelimpahan kewenangan pengaturan pemungutan pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah merupakan amanat/perintah tegas dari UU PPh Tahun 2008. Pemungutan PPh Pasal 22 ini bersifat sebagai pembayaran di muka, yang diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan di akhir tahun. Jadi bukan bukan PPh final. Ini hanya metode how to collect taxes through others (withholding system) . Hal itu diperbolehkan sepanjang dalam undang-undang secara tegas memerintahkan mengenai bentuk peraturan pelaksanaan atau subjek lembaga pelaksana untuk menuangkan materi pengaturan pendelegasian. Sehingga Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 22 Ayat (2) UU PPh Tahun 2008 tidak bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945 . 112 10.Terhadap Pasal 25 Ayat (8) UU PPh Tahun 2008, yang mengatur bahwa “ Wajib Pajak orang pribadi yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang bertolak keluar negeri wajib membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah ”, Pemerintah berpendapat bahwa pengenaan Fiskal Luar Negeri terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 tahun bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Fiskal Luar Negeri tersebut, diatur juga pengecualian pembayaran Fiskal Luar Negeri bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang akan bertolak ke luar negeri. Tidak semua Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang bertolak ke luar negeri diwajibkan membayar Fiskal Luar Negeri. Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang memiliki NPWP dibebaskan dari kewajiban membayar Fiskal Luar Negeri demikian pula pelajar yang menuntut ilmu di luar negeri tidak diwajibkan membayar Fiskal Luar Negeri sepanjang memenuhi syarat yang ditentukan. Hal tersebut berlaku pula bagi pekerja yang akan berangkat ke luar negeri juga dibebaskan dari Fiskal Luar Negeri asalkan memenuhi syarat- syarat yang ditentukan. Pemungutan Fiskal Luar Negeri juga bersifat pembayaran di muka, yang dibayarkan ketika seseorang akan berangkat ke luar negeri ( pay as you go ), jadi bukan jenis pungutan pajak baru. Hanya metode memungut pajak, how to collect taxes through event (misalnya ke luar negeri). Fiskal luar negeri bukan jenis pajak bersifat final. Perlu disampaikan juga bahwa menurut Pasal 25 ayat (8) huruf a UU PPh Tahun 2008, pengenaan Fiskal Luar Negeri hanya berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2010. Bahwa pasal-pasal dari Undang-Undang a quo yang diminta oleh Pemohon untuk dinyatakan bertentangan dengan Pasal 23A dan Pasal 28D UUD 1945, justru sebaliknya, yaitu, bahwa pasal-pasal dari Undang-Undang a quo merupakan pelaksanaan amanah Pasal 23A dan Pasal 28D UUD 1945. Pasal-Pasal dalam Undang-Undang a quo (UU PPh Tahun 2008) justru untuk menjamin dan melindungi hak asasi manusia, yaitu hak tiap orang atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Secara keseluruhan pasal-pasal yang dimohonkan untuk diuji adalah mengenai pelimpahan wewenang pengaturan kepada Peraturan Pemerintah, Peraturan 113 Menteri Keuangan dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Pada prinsipnya pengaturan lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut diperbolehkan karena merupakan amanat/perintah tegas dari UU PPh Tahun 2008. Hal itu diperbolehkan sepanjang undang-undang secara tegas memerintahkan mengenai bentuk peraturan pelaksanaan atau subjek lembaga pelaksana untuk menuangkan materi pengaturan pendelegasian. Selain itu Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Jadi Pasal 25 ayat (8) UU PPh Tahun 2008 tidak bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945 . Selanjutnya mengenai pokok permohonan pengujian materiil terhadap 15 norma UU PPh Tahun 2008 mengenai pelimpahan/pendelegasian wewenang pengaturan lebih lanjut dari UU PPh Tahun 2008 kepada Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Direktur Jenderal Pajak dan sebagainya. Pemerintah berpendapat bahwa dalam rangka pemungutan pajak yang berlandaskan peraturan perundang-undangan, serta sesuai dengan kemampuan Wajib Pajak dan keadaan perekonomian bangsa Indonesia, diperlukan pembuatan pengaturan pemungutan pajak yang cepat dan sesederhana mungkin. Pembuatan pengaturan melalui Undang-Undang dirasa akan memakan waktu lama sehingga diperlukan fleksibilitas pengaturan yang tinggi agar dapat mengakomodir kepentingan pengamanan penerimaan negara dari pajak. Hal ini menimbulkan pemikiran untuk menerapkan prinsip efisiensi dalam pembuatan aturan-aturan yang menjadi landasan pemungutan pajak. Efisiensi dalam pembuatan aturan di bidang perpajakan menyangkut beberapa aspek antara lain aspek prosedur, biaya, sumber daya, dan kegunaan.
Prosedur Pembuatan Untuk membuat suatu Undang-Undang dibutuhkan prosedur yang panjang dan melalui proses yang melibatkan berbagai pihak baik dari eksekutif maupun legislatif. Proses yang panjang dari pembuatan suatu Undang-Undang yang tidak mampu mengakomodir perubahan dalam masyarakat tentu berdampak negatif pada banyak hal termasuk rasa keadilan dalam masyarakat terkait pembebanan pajak. Di sisi Pemerintah, ketidakselarasan tersebut berdampak pada kepentingan penerimaan negara yang pada akhirnya mempengaruhi kepentingan nasional dalam hal 114 pembiayaan belanja negara. Tidak demikian halnya dengan pembuatan sebuah peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang yang tidak terlalu membutuhkan proses yang panjang dan tidak terlalu menuntut keterlibatan banyak pihak. Pemilihan bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan dalam bidang perpajakan terlepas dari muatan atau isi pengaturan, dapat dikatakan mengedepankan efisiensi dalam prosedur pembuatannya dan terpenuhinya rasa keadilan bagi Wajib Pajak. Namun demikian, pertimbangan efisiensi tidak diharapkan berubah bentuk menjadi kesewenang-wenangan. Oleh karena itu, untuk dapat menjalankan prinsip efisiensi ini, diperlukan koridor dari Undang-Undang itu sendiri sebagai batasan terhadap kewenangan yang diberikan.
Biaya Pengukuran pada biaya biasanya berbanding lurus dengan prosedur pembuatan. Semakin pendek prosedur yang dilewati maka akan semakin kecil biaya yang diperlukan sehingga efisiensi dari biaya akan dapat diperoleh. Biaya yang dibutuhkan dalam pembuatan Peraturan Direktur Jenderal Pajak dapat dikatakan akan lebih sedikit dibanding biaya yang diperlukan dalam pembuatan sebuah Undang-Undang.
Sumber Daya Prinsip efisiensi mengedepankan pemanfataan sumber daya minimal dengan pencapaian tujuan yang optimal. Dalam pembuatan peraturan perpajakan dalam bentuk Peraturan Direktur Jenderal Pajak kebutuhan sumber daya diharapkan tidak sebesar kebutuhan dalam pembuatan Undang-Undang.
Kegunaan Suatu peraturan perundang-undangan haruslah memiliki kegunaan atau manfaat. Salah satu kegunaan suatu peraturan pemungutan pajak adalah memberikan legitimasi secara hukum kepada otoritas perpajakan dalam melakukan pemungutan pajak. Jenis atau bentuk pengaturan tidak menjadi masalah sepanjang peraturan perundang-undangan tersebut dapat diterapkan dan memiliki manfaat yang diharapkan. Perkembangan aktivitas ekonomi yang sangat cepat, dapat menimbulkan potensi kehilangan sumber penerimaan pajak. Untuk itu diperlukan pengaturan secepat mungkin yang akan mengakomodasi perkembangan ekonomi, menutup celah 115 penghindaran pemajakan, dan yang terpenting mengamankan penerimaan negara yang menampung kepentingan rakyat banyak. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Gustav Radbruch yang menguraikan adanya tiga unsur dalam pembentukan hukum yaitu: filosofi (keadilan), sosiologis (kemanfaatan), dan yuridis (kepastian hukum). Radbruch berpendapat bahwa sepanjang tidak bertentangan dengan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi lagi suatu peraturan hukum memiliki validitas. Selain prinsip efisiensi di atas, prinsip lain yang mendukung pendelegasian wewenang dalam pengaturan pemungutan pajak adalah diterapkannya asas kesederhanaan, baik dari struktur tarif maupun tata cara pemungutannya. Melalui penerapan prinsip efisiensi dan kesederhaan maka biaya pemungutan bagi administrasi perpajakan dan juga biaya yang dikeluarkan Wajib Pajak dalam rangka pelaksanaan kewajiban pembayaran pajak dapat ditekan. Hal ini berdampak positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak dan pada akhirnya kepada penerimaan dari pajak itu sendiri. Berdasarkan uraian di atas, menurut Pemerintah, pelimpahan/pendelegasian wewenang pengaturan lebih lanjut dari UU PPh Tahun 2008 kepada Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Direktur Jenderal Pajak dan sebagainya diperbolehkan dengan alasan fleksibilitas dengan memperhatikan efisiensi dan kesederhaan sepanjang pengaturan tersebut tidak menimbulkan ketidakadilan yang tidak dapat ditolerir dan tidak secara nyata dilarang oleh UUD 1945 . VIII.Dampak Seandainya Permohonan Pengujian Materiil UU PPh Tahun 2008 Dikabulkan. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas Pemerintah kembali menyimpulkan bahwa Pemohon telah keliru dalam memahami pasal-pasal dalam UU PPh Tahun 2008 yang diajukan permohonan pengujian materiil, sebab tidak benar telah ada ketidakpastian hukum sehubungan dengan pendelegasian atau pelimpahan kewenangan pengaturan lebih lanjut UU PPh Tahun 2008 kepada peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang. Pendelegasian atau pelimpahan kewenangan pengaturan kepada peraturan perundang-undangan di bawah undang- undang tersebut merupakan persetujuan bersama pembuat undang-undang yaitu DPR sebagai wakil rakyat dan Pemerintah, melalui Undang-Undang yang secara 116 tegas mengamanatkan untuk membuat peraturan perundang-undangan pelaksanaan UU PPh Tahun 2008. Sebaliknya, apabila permohonan pengujian pasal-pasal dalam UU PPh Tahun 2008 yang diajukan Pemohon dikabulkan dengan menyatakan pasal-pasal dalam UU PPh Tahun 2008 tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat maka hal tersebut justru akan menimbulkan dampak buruk berupa:
Bila pasal-asal a quo dalam UU PPh Tahun 2008 oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum, maka akibatnya sudah sangat jelas, yaitu tidak ada dasar hukum yang memadai bagi peraturan pemerintah, Menteri Keuangan, dan Direktur Jenderal Pajak untuk mengenakan pajak kepada para Wajib Pajak. Yang akibat lebih jauhnya adalah merosotnya pendapatan negara dari pajak. Bila hal itu terjadi, maka kemampuan negara untuk mengadakan dan membiayai pelayanan masyarakat (publik) seperti pembangunan dan pemeliharaan fasilitas publik, seperti jalan, irigasi, pendidikan, kesehatan, perumahan, dan lain sebagainya akan merosot pula. Padahal pengadaan dan pemeliharaan fasilitas-fasilitas umum itu sangat vital dan essensial bagi pemenuhan hak-hak asasi manusia, utamanya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Berkenaan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, UUD 1945, antara lain, mengatur sebagai berikut :
Pasal 27 ayat (2) : “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” b. Pasal 28A : “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.” c. Pasal 28C ayat (1) : “ Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. ” d. Pasal 28D ayat (2) : “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.” e. Pasal 28H ayat (1) : 117 “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” f. Pasal 28H ayat (3) : “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.” g. Pasal 28 I ayat (3) : “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.” h. Pasal 28 I ayat (4) : “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.” __ Selain hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya yang tertuang dalam Pasal 28 UUD 1945 tersebut di atas, pemerintah mempunyai kewajiban di bawah hukum internasional, yakni Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (KIHESB) yang sudah diratifikasi oleh Republik Indonesia. Berdasarkan ketentuan hukum internasional itu, Pemerintah Republik Indonesia mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya sebagai berikut: (Bukti Pemt. 53) 1. Pasal 6 : Hak atas pekerjaan;
Pasal 7 : Hak untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan menguntungkan;
Pasal 8 : Hak-hak serikat pekerja;
Pasal 9 : Hak atas jaminan sosial dan asuransi sosial;
Pasal 10 : Hak-hak keluarga;
Pasal 11 : Hak atas standar kehidupan yang layak;
Pasal 12 : Hak untuk menikmati standar tertinggi kesehatan fisik dan mental;
Pasal 13-14 : Hak atas Pendidikan;
Pasal 15 : Hak atas kehidupan budaya dan manfaat kemajuan ilmu pengetahuan. Pasal 15 KIHESB tersebut di atas, negara, yakni pemerintah, merupakan pihak yang dibebani kewajiban untuk melindungi, memajukan, melaksanakan penegakan dan 118 pemenuhan Hak Asasi Manusia, yaitu dalam hal ini adalah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Pemerintah jelas membutuhkan biaya yang besar untuk pengadaan dan pemeliharaan fasilitas umum, seperti infrastruktur jalan, irigasi, fasilitas-fasilitas pendidikan, kesehatan, dan perumahan, yang selain dapat membuka lapangan kerja juga untuk memenuhi hak-hak rakyat atas pelayanan kesehatan, pendidikan, sosial lainnya. Pemerintah memerlukan biaya yang besar pula untuk fasilitasi program- program pengembangan kebudayaan masyarakat. Uraian panjang tersebut di atas membawa kita pada suatu pengertian, bahwa pasal- pasal dari Undang-Undang a quo yang diminta oleh Pemohon untuk dinyatakan bertentangan dengan Pasal 23A dan Pasal 28D UUD 1945, justru sebaliknya, yaitu, bahwa pasal-pasal dari Undang-Undang a quo merupakan pelaksanaan amanah Pasal 23A dan Pasal 28D UUD 1945. Pasal-pasal dalam Undang-Undang a quo (UU PPh Tahun 2008) justru untuk menjamin dan melindungi hak asasi manusia, yaitu hak tiap orang atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Lebih dari 30 (tiga puluh) peraturan pelaksanaan UU PPh Tahun 2008, ratusan peraturan pelaksanaan perundang-undangan pajak lainnya (PPN dan PPn BM, PBB, BPHTB dan Bea Meterai) dan ratusan peraturan daerah yang mengatur pungutan yang bersifat memaksa, harus dicabut dan diatur kembali dalam bentuk pasal-pasal di dalam Undang-Undang, hanya untuk memenuhi keinginan Pemohon, agar tidak terjadi kekosongan hukum.
Berdasarkan analisa perhitungan penerimaan negara, apabila permohonan pengujian materiil UU PPh Tahun 2008 dikabulkan, maka diperkirakan negara akan berpotensi kehilangan penerimaan kurang lebih sebesar Rp 69 Triliun (Enam Puluh Sembilan Triliun Rupiah) untuk Tahun Pajak 2010 (Bukti Pemt. 54) hanya untuk Pajak Penghasilan saja. Hal ini akan menghambat laju pembangunan dan menghalangi terwujudnya tujuan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dana sebesar Rp 69 Triliun apabila dipergunakan untuk kepentingan rakyat dapat dipergunakan:
Untuk membangun sekolah dasar inpres sebanyak 53.076 sekolah dasar inpres, b. Untuk membangun jalan beraspal sepanjang 138.000 km, c. Untuk membangun Puskesmas didaerah terpencil sebanyak 92.000 puskesmas. (Bukti Pemt. 55) 119 IX. KESIMPULAN Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, memutus dan mengadili permohonan pengujian ( constitutional review ) Pasal 4 ayat (2), Pasal 7 ayat (3), Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (7), Pasal 17 ayat (2), Pasal 17 ayat (2) huruf a, Pasal 17 ayat (2) huruf c, Pasal 17 ayat (2) huruf d, Pasal 17 ayat (3), Pasal 17 ayat (7), Pasal 19 ayat (2), Pasal 21 ayat (5), Pasal 22 ayat (1) huruf c, Pasal 22 ayat (2) dan Pasal 25 ayat (8) UU PPh Tahun 2008 terhadap Pasal 23A, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945, dan untuk selanjutnya memberikan putusan sebagai berikut:
Menyatakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum, (legal standing). 2. Menolak permohonan pengujian Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).
Menyatakan ketentuan Pasal 4 ayat (2), Pasal 7 ayat (3), Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (7), Pasal 17 ayat (2), Pasal 17 ayat (2) huruf a, Pasal 17 ayat (2) huruf c, Pasal 17 ayat (2) huruf d, Pasal 17 ayat (3), Pasal 17 ayat (7), Pasal 19 ayat (2), Pasal 21 ayat (5), Pasal 22 ayat (1) huruf c, Pasal 22 ayat (2) dan Pasal 25 ayat (8) UU PPh Tahun 2008 tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 23A, Pasal 28D ayat (1),Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945. Namun demikian apabila Yang Mulia Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berpendapat lain, mohon putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya ( ex aequo et bono). __ [2.4] Menimbang bahwa untuk menguatkan dalil-dalinya, Pemerintah telah mengajukan alat bukti tertulis yang diberi tanda Bukti P-1 sampai dengan Bukti P-55 sebagai berikut:
Bukti Pemt-1 : Fotokopi UUD 1945 beserta Amandemen;
Pasal 23;
Pasal 23A;
Pasal 23B;
Pasal 23C;
Pasal 23D;
Pasal 24A ayat (1);
Pasal 24C ayat (1);
Pasal 28D ayat (1);
Pasal 28G ayat (1);
Pasal 28 H ayat (4).
Bukti Pemt-2 : Fotokopi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 120 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
Pasal 2 ayat (1);
Pasal 4 ayat (2) c. Pasal 7 ayat (3), d. Pasal 14 ayat (1), d. Pasal 14 ayat (2), e. Pasal 14 ayat (7), f. Pasal 17 ayat (2), g. Pasal 17 ayat (2) huruf a, h. Pasal 17 ayat (2) huruf c, i. Pasal 17 ayat (2) huruf d, j. Pasal 17 ayat (3), k. Pasal 17 ayat (7), l. Pasal 19 ayat (2), m. Pasal 20 ayat (2), n. Pasal 21 ayat (5), o. Pasal 22 ayat (1c), p. Pasal 22 ayat (2), q. Pasal 25 ayat (8) 3. Bukti Pemt-3 :
Pasal 10 ayat (1);
Pasal 51 ayat (1) 4. Bukti Pemt-4 : Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009:
Pasal 1, angka 1;
Pasal 38;
Pasal 39A;
Pasal 39;
Pasal 40;
Pasal 41 A;
Pasal 41 B;
Pasal 41 C;
Pasal 43.
Bukti Pemt-5 : Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 6. Bukti Pemt-6 : Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2009 7. Bukti Pemt-7 : Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 12 Tahun 1994 8. Bukti Pemt-8 : Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 9. Bukti Pemt-9 : Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 121 10. Bukti Pemt-10 : Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai 11. ^Bukti Pemt-11 : Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia 12. ^Bukti Pemt-12 : Prof.Dr.Maria Farida Indrati S.,S.H.,M.H., dalam bukunya “Ilmu Perundang-undangan 1, Jenis, Fungsi dan Materi Muatan”, Penerbit Kanisius, Cetakan Ke-5, Tahun 2007:
Hal 18 “Norma merupakan suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya dengan sesamanya atau lingkungannya.”;
Hal 20 Hans kelsen dalam bukunya “ General Theory Of Law and States ”, New York, Russel and Russel, menyatakan bahwa ada dua system norma yaitu norma yang static ( nomostatics ) dan norma yang dinamik ( nomodynamics );
Hal 35-37 DWP Ruiter dalam kepustakaan di Eropa Kontinental, peraturan perundang undangan atau wet in materiele zin mengandung tiga unsur… d. Hal 215-232 Fungsi dari pelaksanaan peraturan perundang- undangan… 13. Bukti Pemt-13 : Prof.Dr.Jimly Asshidiqie, buku perihal Undang-Undang di Indonesia, Sekjen & kepaniteraan MK Jakarta, Penerbit Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Cetakan Pertama Tahun 2006:
Hal 32 Jeremy Bentham dan John Austin, misalnya Hal 33 122 b. Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, S.H., dalam buku “Perihal Undang-Undang Di Indonesia”, c. hal 377 “kewenangan yang dimiliki oleh suatu lembaga negara dapat berpindah kepada....” d. hal 381 ”Apabila Undang-Undang dirasakan belum cukup mengatur, dan masih diperlukan pengaturan lebih lanjut, dapat dilakukan pendelegasian kewenangan pengaturan dengan memperhatikan tiga syarat alternativ yaitu: …” e. hal 396 “…pendelegasian kewenangan pengaturan baru dapat dilakukan dengan tiga alternativ syarat: …” 14. ^Bukti Pemt-14 : Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:
Pasal 7 ayat 1, b. Pasal 7 ayat 4 15. ^Bukti Pemt-15 : Nasakah Komprehensif Perubahan UUD 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan 1999 – 2000, Buku VII, Keuangan, Perekonomian Nasional, dan Kesejahteraan Sosial, Penerbit Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Tahun 2008. Hal 39- 113 16. ^Bukti Pemt-16 : Heru Subiyantoro dan Singgih Riphat (ed), Kebijakan Fiskal, Pemikiran, konsep dan Implementasi, (Kompas, 2004) hal 130 17. Bukti Pemt-17 : Kebijakan Ekonomi Publik Di Indonesia Subtansi dan Urgensi, kumpulan Tulisan Dr. Guritno Mangkoesoebroto, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1994 Hal 107 18. Bukti Pemt-18 : Nota Keuangan dan APBN 2000, Departemen Keuangan RI 19. Bukti Pemt-19 : Laporan Penerimaan Pajak DJPBn dan APBN-P Tahun 123 20. ^Bukti Pemt-20 : R.santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Perpajakan, Refika Aditama, Bandung, 2003:
Hal 2, “pengertian pajak menurut Prof.DR.PJA.Adriani sebagaimana dikutip oleh R.Santoso Brotodihardjo dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Hukum Perpajakan, menyatakan bahwa pajak adalah iuran kepada negara........” b. Hal 3 “ Leroy Baeulieu, dalam bukunya traite de la science des Finances . Tahun 1906... “ c. Hal 5 “Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul Pajak berdasarkan asas gotong royong,Universitas Padjadjaran, Bandung, 1964, sebagaimana dikutip oleh R.santoso Brotodihardjo, “Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang........” d. hal 212 “Pajak mempunyai dua fungsi yaitu.... “ 21. ^Bukti Pemt-21 : IBFD international Tax Glossary yang diterbitkan oleh IBFD tahun 2005 Hal 393 “pajak didefinisikan sebagai “a government levy which is not....” 22. Bukti Pemt-22 : H.Bohari,S.H., Pengantar Hukum Pajak. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,2001 :
Hal 41 ”Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations b. Hal 42 ”W.J de langen seorang ahli pajak kebangsaan Belanda .......yang menyebutkan 7 asas pokok perpajakan sebagai berikut : 124 c. Hal 43 ”Dalam literatur yang sama Adolf Wagner mempunyai dimensi yang lain dalam memandang asas pemungutan pajak.......empat postulat untuk terpenuhinya prinsip pemungutan pajak yang ideal yaitu....“ 23. ^Bukti Pemt-23 : Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara :
Pasal 1 angka 1;
Pasal 2 huruf a;
Pasal 3 ayat (1);
Pasal 6;
Pasal 8;
Pasal 11 ayat (3);
^Bukti Pemt-24 : Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04/2001 tentang pemotongan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank .Indonesia;
Bukti Pemt-25 : Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi;
^Bukti Pemt-26 : Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan berupa Bunga Obligasi;
Bukti Pemt-27 : Peraturan Pemerintah Nomor 132 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas hadiah undian;
Bukti Pemt-28 : Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 395/PJ/2001 tentang pengenaan Pajak Penghasilan atas hadiah dan penghargaan;
Bukti Pemt-29 : Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di Bursa Efek;
Bukti Pemt-30 : Keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/1997 tentang pelaksanaan pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di Bursa Efek;
Bukti Pemt-31 : Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2009 tentang 125 Pajak Penghasilan atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di Bursa;
^Bukti Pemt-32 : Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 stdd PP Nomor 71 Tahun 2008 (perubahan ketiga) tentang pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
^Bukti Pemt-33 : Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 sebagimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 (perubahan kedua) tentang pelaksanaan pembayaran dan pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan;
^Bukti Pemt-34 : Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/ 2009 tentang pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan;
^Bukti Pemt-35 : Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/ 2009 tentang tata cara pemberian pengecualian dari kewajiban pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas .penghasilan dari pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan 36. ^Bukti Pemt-36 : Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2008 stdd PP No 40 tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi 37. Bukti Pemt-37 : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan dan Penatausahaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi 126 38. Bukti Pemt-38 : Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 tentang pembayaran pajak atas penghasilan dari persewaan Tanah dan/atau Bangunan 39. ^Bukti Pemt-39 : Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 sebgaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002 tentang pelaksanaan pembayaran dan pemotongan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan 40. ^Bukti Pemt-40 : Keputusan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak 41. ^Bukti Pemt-41 : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005 tentang penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak 42. ^Bukti Pemt-42 : Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 536/PJ./2000 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak yang dapat menghitung Penghasilan Neto dengan menggunakan Norma Penghitungan 43. Bukti Pemt-43 : Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas deviden yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri 44. Bukti Pemt-44 : Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan para Pensiunan atas Penghasilan yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah 45. Bukti Pemt-45 : Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus 46. Bukti Pemt-46 : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 127 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah 47. ^Bukti Pemt-47 : Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 sebagimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya 48. ^Bukti Pemt-48 : Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri Yang bertolak ke luar negeri 49. ^Bukti Pemt-49 : Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER 51/PJ/2008 tentang tata cara pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Anggota Keluarga 50. ^Bukti Pemt-50 : Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER 53/PJ/2008 sebagaimana telah diubah dengan PER-14/PJ/2009 tentang tata cara pembayaran, pengecualian pembayaran dan pengelolaan administrasi Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang akan bertolak ke Luar Negeri 51. Bukti Pemt-51 : Hans Kelsen, teori umum tentang hukum dan negara. Nusamedia dan nuansa, Bandung,2006 Hal 187-191 : “Kadang kadang pembentukan norma norma umum itu dibagi kedalam dua tahapan atau lebih....” 52. Bukti Pemt-52 : CF Strong, Konstitusi konstitusi politik modern kajian tentang sejarah dan bentuk bentuk konstitusi Dunia, Nusamedia dan nuansa, Bandung, 2004,Hal 91 : “dalam konteks perkembangan hubungan konstitusi.......menyatakan sebagai berikut : bahwa sejumlah hukum dasar yang diadopsi atau dirancang oleh para penyusun konstitusi 53. Bukti Pemt-53 : Kovenan Internasional Hak – Hak ekonomi, sosial, dan 128 budaya (KIHESB) yang sudah diratifikasi oleh Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on economic Social and Cultural Rights :
Pasal 6 ;
Pasal 7;
Pasal 8;
Pasal 9;
Pasal 10;
Pasal 11;
Pasal 12;
Pasal 13;
Pasal 14;
Pasal 15.
^Bukti Pemt-54 : Realisasi Penerimaan Tahun 2007-2008, Estimasi Penerimaan Tahun 2009, dan Potensial Loss Penerimaan Pajak Tahun 2010 Terkait Permohonan Uji Materiil Undang-Undang PPh Tahun 2008 55. ^Bukti Pemt-55 : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang pedoman teknis pembangunan gedung Negara Selain itu, untuk menguatkan keterangannya, Pemerintah mengajukan 5 (lima) orang ahli yang telah didengar keterangannya di bawah sumpah dalam persidangan tanggal 12 Januari 2010 yang kemudian dilengkapi dengan keterangan tertulis sebagai berikut: Keterangan Ahli Pemerintah 1. Ahli Pemerintah Prof.DR. Philipus. M. Hadjon, S.H., LL.M. Ø Bahwa intinya adalah pajak dan semua pungutan yang sifatnya memaksa oleh negara harus diatur dengan Undang-Undang; Ø Bahwa dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 mengenai pendelegasian itu ada dua istilah hukum yang digunakan; “dengan” atau “berdasarkan”; Ø Bahwa rumusan yang ada di dalam Pasal 23A itu mengenai pajak; Ø Bahwa dari sudut pandang hukum tata negara pajak di situ pertama-tama adalah menyangkut objek pajak; Ø Bahwa apa saja yang bisa dikenakan pajak oleh negara, intinya dari Pasal 23A tadi; Ø Bahwa titik tolak dari sana yang diperintahkan oleh Undang-Undang Dasar untuk diatur dengan Undang-Undang ialah objek pajak; 129 Ø Bahwa mengenai objek pajak itu sendiri sejak awal termasuk Undang-Undang taat apa yang bisa dipungut pajak itu ditetapkan oleh Undang-Undang termasuk pajak daerah pun harus ditetapkan dengan Undang-Undang tidak bisa daerah menentukan sendiri apa yang menjadi pajak daerah; Ø Bahwa perlu dicermati dulu dari ketentuan Pasal 23A mengenai pendelegasian wewenang; Ø Bahwa pendelegasian wewenang merupakan hal yang lazim sekali apabila kaitkan dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 17 ayat (7) pendelegasian di sini ini bukan pendelegasian penetapan tarif karena tarifnya sudah diatur dalam Pasal 4 ayat (1); Ø Bahwa yang didelegasikan itu adalah suatu diskresi. Konsep diskresi itu karena ada kata “dapat”, jadi dalam hukum tata negara dan hukum administrasi kalau kewenangan itu diawali dengan kata “dapat” itu menunjukkan disreksi; Ø Bahwa bagi yang berwenang dalam bidang ini punya pilihan untuk berkaitan dengan tarif. Tapi di sini bukan delegasi blanko, karena ada batasannya. Sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi, sebetulnya delegasi ini tidak melanggar ketentuan UUD; Ø Bahwa yang dipermasalahkan oleh Pemohon juga PP Nomor 131 Tahun 2000; Ø Bahwa yang berwenang menguji peraturan perundang-undangan dibawah UUD adalah Mahkamah Agung, bukan Mahkamah Konstitusi. Jadi tidak pada tempatnya kalau mempermasalahkan konstitusionalitas PP. Kalau persoalan PP bukan persoalan konstitusionalitas tetapi persoalan legalitas, dan parameternya adalah Undang-Undang dan bukan parameter UUD; Ø Bahwa menyangkut Pasal 7 ayat (3), apakah penyesuaian besarnya penghasilan tidak kena pajak tidak dapat didelegasikan kepada Menteri Keuangan; Ø Bahwa penyesuaian besarnya penghasilan tidak kena pajak berada dalam ranah teknik, dan di sisi lain bukan delegasi blanko karena harus dikonsultasikan dengan DPR ini satu yang sifatnya imperatif mengenai kewenangan; Ø Bahwa menyangkut Pasal 14 ayat (1) juncto Pasal 14 ayat (7) rasio legis delegasi kewenangan dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (7) adalah Pendelegasian kewenangan dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (7) di satu sisi merupakan hal teknis dan di sisi lain mengantisipasi kondisi yang berubah-ubah; Ø Bahwa menyangkut Pasal 17 ayat (2), ayat (2) huruf a, ayat (2) huruf c dan ayat (2) huruf d. Pertanyaannya apakah pendelegasian kewenangan penurunan tarif itu 130 inkonstitusional? Rasio legis pengaturan pajak dengan Undang-Undang adalah pajak adalah perampasan atas kekayaan pribadi. Kekayaan pribadi merupakan hak kodrat jadi sifatnya _nalienable right; _ Ø Bahwa untuk kepentingan publik hak bisa kodrat dirampas hanya dengan persetujuan rakyat. Instrumen hukum dalam hukum tata negara adalah Undang- Undang. Dalam pasal-pasal ini tarif tertinggi telah ditetapkan oleh Undang-Undang sehingga delegasi kepada peraturan pemerintah untuk penurunan tarif pajak ini tidak bertentangan dengan rasio legis pengaturan pajak dengan Undang-Undang, dan Pasal 23A itu sebetulnya mengenai objek pajaknya yang paling utama; Ø Bahwa menyangkut Pasal 17 ayat (3) ketentuan Pasal 17 ayat (3) bertentangan rasio legis pengaturan pajak harus dengan Undang-Undang besarnya penghasilan kena pajak hal teknis, oleh karena itu delegasi kewenangan tidaklah inkonstitusional; Ø Bahwa Pasal 17 ayat (3) dan Pasal 21 ayat (5) menyangkut pasal ini perkecualian adalah penetapan tarif pajak inkonstitusional? Ini juga prinsipnya sama pendelegasian kewenangan dalam Pasal 19 ayat (2), Pasal 21 ayat (5) bukan delegasi blanko karena dibatasi dengan ketentuan, dapat dilihat dalam Pasal 19 ayat (2) “sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi,” Pasal 21 ayat (5) kecuali ditetapkan lain dengan peraturan pemerintah; Ø Bahwa menyangkut Pasal 22 ayat (1) huruf e dan ayat (2) adalah karakteristik wewenang tersebut dalam Pasal 22 ayat (1) huruf e; Ø Bahwa Pasal 22 ayat (1), dari ketentuan ini dapat mencirikan adanya wewenang diskresi. Diskresi mengandung makna ada pilihan choice dalam penggunaan wewenang; Ø Bahwa rasio legis ketentuan a quo adalah peran serta masyarakat dalam mengumpulkan pajak dan bukan menyangkut PPh final; Ø Bahwa kewenangan adalah konsep hukum publik, kewenangan DPR lahir secara atribusi, wewenang DPR itu diberikan oleh Undang-Undang Dasar; Ø Bahwa DPR itu wakil rakyat tapi janganlah dirumuskan wewenang DPR adalah juga wewenang rakyat, ini analogis sesat. Rakyat itu mempunyai hak dan kewajiban bukan kewenangan sehingga kalau bicara soal wewenang memutus tidak pada rakyat dalam konteks pajak, Undang-Undang Pajak. Wewenang memutus itu ada pada DPR jadi tidak bisa dikatakan wewenang DPR adalah juga wewenang rakyat; Ø Bahwa Pasal 25 ayat (8) apa rasio legis pasal ini? Pasal ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakannya; 131 Ø Bahwa berdasarkan analisi yang dilakukan materi muatan pasal-pasal Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang diajukan permohonan uji materil Perkara Nomor 128/PUU-VII/2009 tidaklah inkonstitusional;
Ahli Pemerintah Drs. A. Anshari Ritonga, S.H., M.H. Ø Bahwa pelimpahan wewenang melalui Undang-Undang kepada pemerintah, Menteri Keuangan dan kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam menentukan tarif, menentukan lapisan penghasilan kena pajak untuk dikenakan tarif dan penetuan pajak fiskal bagi orang yang tidak memiliki NPWP dan penentuan norma yang ditugaskan kepada Direktorat Jenderal Pajak; Ø Bahwa tinjauan hukum dalam rangka konsepsional sumber hukum dan tata perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan adalah tinjauan terhadap ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal yang diajukan pengujian; Ø Bahwa terhadap tindakan hukum sebagai sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia itu mengacu kepada TAP MPRS Nomor 20 Tahun 1966 yang kemudian dikukuhkan dengan TAP MPR Nomor 5 Tahun 1973 pada waktu itu masih ditentukan mulai dari Undang-Undang Dasar, undang-undang, Keputusan MPR, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang, Peraturan Pemerintah baru peraturan pelaksanaan termasuk instruksi Menteri Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan dan peraturan lainnya; Ø Bahwa hal itu kemudian diperbaiki beberapa kali dengan Putusan MPR sehingga terakhir dengan Keputusan MPR Nomor 3 Tahun 2000 dimana urutannya menjadi Undang-Undang Dasar, Ketetapan MPR, undang-undang dan atau setara dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah; Ø Bahwa dengan direvisi Undang-Undang Dasar 1945 khusunya Pasal 2 dimana struktur, fungsi dan kewenangan MPR berubah maka Ketetapan MPR tidak menjadi sumber hukum lagi sehingga urutannya Undang-Undang Dasar, undang-undang sekaligus memang dengan Perppu atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang baru Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah; Ø Bahwa tata urutan tersebut kalau dikaji atau ditinjau dengan pendekatan hukum ini secara teori berjenjang yang dikemukakan oleh Kelsen dan ditindak lanjuti oleh Hansnafiaski {sic} dimana menyebut sebagai urutan itu adalah sebagai staat fundamental norm sebagai dasar-dasar pokok, dimana oleh Kelsen sebenarnya 132 grundnorm sebagai asas yang disebut sebenarnya Hamid Atamimi adalah Pancasila itu sebagai grund fundamental staat grundnorm tetapi oleh Hans Kelsen dipisahkan antara staat fundamental norm dengan staat grund gescheit sebagai Undang- Undang Dasar; Ø Bahwa kalau dikaitkan dengan staat fundamental norm sebagai pembukaan UUD 1945 staat gescheit sebagai UUD baru formale gescheit sebagai Undang-Undang dan sebagai peraturan pelaksanaannya ini yang berlaku, yang disebutnya sebagai urutan yang berjenjang yang berlaku ketentuan yang lebih rendah harus mengacu dan tidak bertentangan dengan ketentuan atau Undang-Undang yang lebih tinggi; Ø Bahwa dengan demikian yang diatur dalam tata norma hukum, sumber hukum dan tata perundang-undangan sudah sejalan dengan teori yang berlaku tersebut; Ø Bahwa sekarang pendelegasian yang diberikan dalam Undang-Undang semua tercantum dalam pasal-pasal tersebut sesuai dengan fungsi DPR, Pasal 20 UUD 1945 mengatakan DPR sebagai hak budgetnya sebagai legislator sebagai pembuat Undang-Undang, maka kewenangan DPR untuk membuat dan menetapkan Undang-Undang tentu sudah mengkaji segala dampak dan segala kemungkinan, sehingga ditetapkan ada pendelegasian tersebut, ini sesuai dengan Pasal 20 ayat (2); Ø Bahwa oleh karena itu adanya pendelegasian wewenang dalam Undang-Undang kepada pemerintah untuk menetapkan melalui Peraturan Pemerintah kepada Menteri Keuangan sebenarnya sudah sejalan dengan norma hukum atau sumber hukum dan tata perundang-undangan yang berlaku di Indonesia; Ø Bahwa pelimpahan wewenang diberikan kepada pemerintah melalui peraturan pemerintah atau Menteri Keuangan atau Direktur Pajak dikatakan bertentangan dengan Pasal 23A; Ø Bahwa Pasal 23A bagian dari pada hal-hal mengenai keuangan yang diatur dalam UUD. Hal-hal yang mengenai UUD itu ada 5 pasal, Pasal 23 mengenai APBN dan Pasal 23A mengenai Pajak untuk negara sedangkan Pasal 23B dalam macam harga dan mata uang ditetapkan dalam Undang-Undang, lalu Pasal 23C hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan Undang-Undang, lalu Pasal 23D mengenai negara memiliki bank sesuai kedudukannya diatur dengan Undang- Undang; Ø Bahwa dari seluruh hal-hal yang mengenai keuangan yang diatur dengan UUD seluruhnya diatur dengan Undang-Undang; 133 Ø Bahwa dalam pelaksanaanya Pasal 23 tersebut dan Pasal 73 juga ada pelimpahan kepada Menteri Keuangan atau kepada pemerintah. Pasal 23 yaitu mengenai APBN disebutkan Pasal 8 ayat (2) dalam Undang-Undang APBN Tahun 2005. Rincian lebih lanjut dalam anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana Pasal 7 diatur dengan Keputusan Presiden. Dalam APBN 2010 Nomor 40 tahun 2009 Pasal 10 ayat (3) juga pengaturan lebih lanjut dari di DIPA sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh presiden. Pasal 9 ayat (2) menyebutkan ketentuan lebih lanjut mengenai pembagian dan perimbangan DAU diatur oleh Menteri Keuangan. Jadi dalam hal ini dalam Pasal 23 juga semua ada pendelegasian yang diatur melalui Undang-Undang; Ø Bahwa Pasal 23B dan Pasal 23D mengenai mata uang juga di situ disebutkan mata uang itu harus bagaimana nominalnya atau bagaimana materilnya, bagaimana nilainya intrisiknya; Ø Bahwa dengan demikian maka pengaturan pada Pasal 23A yaitu pajak diatur dengan Undang-Undang adalah juga sejalan dengan pasal Undang-Undang yang diatur dalam tata urutan tersebut; Ø Bahwa pelaksanaan Pasal 23C, jelas di situ adalah hal-hal lain untuk mengatur mengenai keuangan negara diatur Undang-Undang. Mengenai keuangan negara termasuk pemungutan pajak semuanya dan sebagainya, dimana dalam Pasal 6, Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang Keuangan Negara, Pasal 17 Undang-Undang Nomor 17 mengenai Keuangan Negara menyebut presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolanya dan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Dan kekuasaan yang dimaksud dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam pemilikan kekayaan negara; Ø Bahwa Pasal 8 disebut dalam rangka pelaksanaan kekuasaan pengelolaan fiskal tersebut Menteri Keuangan melakukan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang dan Pasal 9, Menteri pemimpin lembaga sebagai pengguna anggaran atau kementrian negara dalam melaksanakan tugasnya melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke kas negara. Jadi di situ juga ada pendelegasian baik kepada pemerintah, baik kepada Menteri Keuangan; Ø Bahwa Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 17 UUD 1945 menyebut Pasal 4 ayat (1) Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945 dan Pasal 5 ayat 134 (2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Dan Pasal 17 ayat (1) Presiden dibantu oleh Menteri Keuangan; Ø Bahwa pengeluaran Peraturan Pemerintah dalam mengatur melaksanakan Undang- Undang adalah sejalan dengan Pasal 4, Pasal 5 UUD 1945 tersebut, dengan demikian tentu tidak bertentangan dengan Pasal 23 ayat (2) dimaksud oleh Pemohon; Ø Bahwa terkait dengan Pasal 23A, pasal-pasal yang diajukan pengujiannya oleh Pemohon, khusunya mengenai penentuan tarif final atau tarif pajak; Ø Bahwa pada dasarnya tarif pajak itu ditentukan dengan Undang-Undang, yaitu Pasal 17 ayat (1) sudah jelas menurut kelipatan pajaknya, hanya memang dalam pengurangan ditentukan pajak itu akan diturunkan pajaknya yang sekarang maksimum 30% menjadi 25%. Penurunan itu yang didelegasikan kepada pemerintah sehingga tarif yang diharapkan bukan semakin naik pasti semakin turun, jadi semakin rendah, artinya beban pajak yang ditentukan kepada masyarakat akibat kewenangan yang diberikan kepada pemerintah tidak akan menambah beban pajak. Jadi kerugian nyata atau kerugian aktual tidak akan terjadi atas kewenangan dari pemerintah tersebut; Ø Bahwa Penentuan lapisan tarif juga sama di berikan kewenangan kepada pemerintah pusat lapisan tarif, dalam arti menikmati tarif yang lebih rendah dengan PKB yang lebih besar. Artinya akan mengurangi pajak bagi wajib pajak bukan menambah beban pajak; Ø Bahwa pajak fiskal luar negeri atau bagi orang pergi keluar negeri yang tidak memiliki nomor pokok diberikan pajak, itu adalah alternatif artinya apabila masyarakat menganggap dengan kena fiskal itu karena kewajiban maka sebenarnya sesuai ketentuan semua orang harus mendaftarkan diri,dengan mendaftarkan diri otomatis memang tidak akan kena fiskal luar negeri; Ø Bahwa sedangkan pemberian wewenang norma juga itu adalah alternatif, artinya bagi orang yang memilih alternatif tidak menyelenggarakan pembukuan maka tidak bisa dihitung penghasilan Nettonya, maka harus dibuatkan norma. Oleh karena itu apabila dengan diberikan kewenangan kepada pemerintah atau Dirjen Pajak menentukan norma Pemohon atau wajib pajak merasa dirugikan, maka akan mengikuti alternatif melaksanakan, menyelenggarakan pembukuan. Dimana pada prinsipnya Pasal 28 mengatakan seluruh wajib menyelenggarakan pembukuan, 135 tetapi karena memang bagi wajib pajak yang golongan kecil dianggap melaksanakan pembukuan dengan membutuhkan biaya maka diberikan alternatif boleh tidak menyelenggarakan pembukuan maka ditetapkan norma; Ø Bahwa norma tersebut bermacam-macam banyak sekali, untuk jenis pajak antara dokter spesialis dengan yang bukan spesialis normanya berbeda. Izin usaha yang satu dengan yang lain normanya berbeda. Berbeda harga pokok berbeda bahan mentah, berbeda pemilikan modal, berbeda treatment- nya maka normanya akan berbeda; Ø Bahwa kalau norma itu diatur dengan Undang-Undang bisa dikatakan bagaimana Undang-Undang harus berubah. Dengan pertimbangan itu maka diberikan pendelegasian kepada pemerintah tetapi apabila dengan wewenang yang diberikan didelegasikan norma itu kepada Direktur Jenderal Pajak, wajib pajak atau Pemohon merasa dirugikan maka bisa mengambil alternatif dengan cara menyelenggarakan pembukuan. Karena pada prinsipnya seluruh wajib pajak menyelenggarakan pembukuan. Dengan menyelenggarakan pembukuan tentu tidak ada kerugian materil, tentu ada kerugian norma;
Ahli Pemerintah Prof. DR. Gunadi, M.SC. Ak. Ø Bahwa yuridiksi itu merupakan atribut dari kedaulatan, dan negara yang berdaulat mempunyai yusdiksi termasuk juridiksi pemajakan sehubungan dengan orang atau objek yang berada di wilayahnya; Ø Bahwa di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Belanda, Indonesia menyuratkan yuridiksi pemajakan dalam konstitusinya. Sedangkan beberapa negara lain termasuk Inggris tidak. Walaupun demikian ketentuan pajak di Inggris juga mendasarkan pada prinsip legalitas dengan berpedoman pada yuridiksi no tax _without representation; _ Ø Bahwa sesuai dengan asas legalitas tersebut maka tidak ada pembayaran pajak atau beban lainnya tanpa adanya persetujuan berupa Undang-Undang oleh parlemen; Ø Bahwa prinsip tersebut merupakan salah satu pilar mekanisme sistem demokrasi dalam arti persetujuan yang diberikan para wakil pembayar pajak dalam parlemen dianggap sebagai garansi demokrasi atas pemajakan yang dipungut pemerintah; Ø Bahwa Undang-Undang Perpajakan merupakan peraturan yang sering mengalami perubahan karena mengikuti realita kehidupan ekonomi dan sosial serta lingkungan 136 termasuk sistem dan metode serta kebijakan pemajakan yang dinamis dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Walaupun dalam negara demokrasi ada doktrin pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif dan sesuai dengan asas legalitas, perpajakan harus diatur dengan Undang-Undang; Ø Bahwa salah satu hal yang paling membingungkan yang dihadapi eksekutif dan legislatif adalah seberapa detail ketentuan yang harus diatur dalam Undang-Undang dan bagaimana distribusi kewenangan penyusunan perpajakan antara legislatif dan eksekutif; Ø Bahwa penerapan atas pertanyaan ini dapat berbeda untuk tiap negara tergantung kepada tradisi, kebiasaan, konstitusi, hukum administrasi praktik hukum tiap negara dan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak yang telah disetujui lembaga legislatif negara dimaksud. Kadangkala ketentuan dasar pengatur legalitas delegasi kewenangan, menyusun ketentuan perpajakan dapat bersifat elastis; Ø Bahwa membuat peraturan berbagai masalah yang memerlukan fleksibilitas tinggi, kesigapan dan kecepatan bertindak. Walaupun pada umumnya Undang-Undang Pajak yang disusun bagi wajib pajak, transaksi kena pajak, tarif pajak, sanksi dan pemungutan. Namun berdasar delegasi dalam konstitusi terutama Undang-Undang Pajak itu sendiri lembaga eksekutif dapat memberikan peraturan pelaksanaan; Ø Bahwa yang dapat diatur termasuk ketentuan detail berdasar delegasi Undang- Undang, prosedur dantata cara administrasi untuk menjalankan ketentuan Undang- Undang; Ø Bahwa setelah delegasi pengaturan demikian, sepertinya menunjukan adanya suatu ketidakpastian atau indefiniteness atau kekurang lengkapan dalam pengaturan perpajakan. Kekuranglengkapan ini umumnya dapat dianggap sebagai suatu intensive policy atau kebijakan yang diinginkan oleh para pembuat Undang-Undang. Dan proses demikian disebut flying in the general cost. Ini berlaku baik di negara penganut common law maupun di negara penganut sistem kontinental; Ø Bahwa yurisdiksi pemajakan Indonesia disuratkan pada Pasal 23A UUD 1945 yagn berbunyi “p ajak dan Pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara _diatur dengan undang-undang.”; _ Ø Bahwa __ dengan merujuk pada asas legalitas dalam UUD 1945 tersebut, disusunlah Undang-Undang Perpajakan termasuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagai dasar hukum pemungutan pajak penghasilan 137 yang sampai sekarang sudah empat kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008; Ø Bahwa sebagaimana terjadi di semua hampir negara pemungut pajak dan berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 serta beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan itu sendiri atau praktik ketatanegaran dan peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun semangat flying in the general cost terutama dalam pengaturan yang membutuhkan fleksibilitas yang tinggi dan kesigapan serta kecepatan bertindak dalam masalah-masalah yang mungkin timbul, maka terdapat delegasi pengaturan dalam Undang-Undang kepada peraturan pemerintah Menteri Keuangan atau Direktur Jenderal Pajak; Ø Bahwa secara konstitusional berdasarkan Pasal 5 ayat (2) untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya, pemerintah diberi wewenang untuk membuat peraturan berdasarkan perintah dalam Undang-Undang. Karena itu pelimpahan wewenang pengaturan lebih lanjut pelaksanaan pajak penghasilan dalam UU PPh 2008 adalah pengaturan yang merupakan kebijakan delegasi kewenangan yang diinginkan atau intentional policy oleh para pembentuk Undang- Undang melalui prosedur dan proses yang valid dan _legitimate; _ Ø Bahwa melalui prosedur dan proses legislatif yang valid dan legitimate karena sesuai dengan ketentuan Pasal 20 UUD 1945 Undang-Undang telah dibahas dan dapat persetujuan dari Pemerintah dan DPR sebagai representasi dari rakyat termasuk para pembayar pajak, walaupun dari segi materi suatu pengaturan pendelegasian tidak dapat mengubah materi yang ada dalam Undang-Undang, yang dijalankannya peraturan pemerintah adalah sarana yang disediakan UUD 1945 untuk menjalankan atau mengatur lebih lanjut atas satu atau beberapa ketentuan Undang-Undang; Ø Bahwa garis-garis besar ketentuan tersebut diatur di dalam Undang-Undang yang dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Namun, rinciannya atau garis kecilnya dibentuk oleh Pemerintah berdasar garis besar tanpa memerlukan persetujuan DPR lagi, yang telah menyetujui garis besarnya; Ø Bahwa dalam bahasa Pasal 23 UUD 1945 DPR sebagai representasi rakyat termasuk para pembayar pajak yang semua di sini terutama yang membayar PBB bersama Pemerintah telah melaksanakan ketentuan Pasal 23 UUD 1945 yaitu yang mengatur pungutan pajak penghasilan dengan Undang-Undang, yang antara lain telah terjadi pengaturan mengenai subjek, objek, tarif, sanksi, dan pungutan pajak 138 paling kurang dalam garis-garis besar, termasuk pelimpahan pengaturan pelaksanaan garis-garis besar tersebut di dalam peraturan yang lebih rendah; Ø Bahwa pengaturan berdasarkan pendelegasian demikian sesuai dengan tata urutan peraturan perundang-undangan dalam praktik ketatanegaraan maupun Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Tata Urutan Peraturan Perundang- undangan; Ø Bahwa pendelegasian peraturan tersebut dapat dibenarkan berdasarkan pemikiran dalam menjalankan tata pemerintahan negara pengaturan tidak cukup hanya dengan Undang-Undang saja namun Undang-Undang dapat mendelegasikan kewenangan pengaturan kepada peraturan yang lebih rendah; Ø Bahwa sehubungan dengan Pasal 4 ayat (2), Pasal 17 ayat (7) Undang-undang merupakan kebijakan tertulis dan bersifat makro, umum, dan mendasar karena itu UU PPh dapat mewujudkan arah dan pelaksanaan kebijakan pemajakan atas suatu kategori penghasilan di Indonesia. Berdasar strukturnya terdapat tiga tipe pemajakan atas penghasilan yaitu global, unitary atau synthetic income tax systems yaitu memajaki semua kategori penghasilan dari berbagai sumber dari satu formula tarif dengan schedular atau analytical income tax systems yaitu memajaki berbagai kategori penghasilan dari berbagai sumber dengan berbagai formula tarif yang berbeda dengan maksud pembedaan beban pemajakan atas capital atau passive income yang umumnya lebih berat dibandingkan dengan active income termasuk penghasilan dari kekaryaan dan dual sticks atau composite audit income tax _systems; _ Ø Bahwa definisi objek pajak atau penghasilan secara umum paling kurang terdapat dua konsep yaitu recent concept , konsep pertambahan kemampuan ekonomis yang komprehensif sebagaimana terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh. Yang kedua adalah source concept , ini konsep kanalisasi kategori penghasilan. Menurut beberapa sumber secara limitatif sebagaimana terdapat dalam Pasal 2 huruf b ayat (1) Ordonansi Pajak Penghasilan 1944; Ø Bahwa di dalam UU PPh ini sekaligus ingin menerapkan dua konsep tadi, yaitu pemajakan secara global dan pemajakan secara scheduler , yaitu jenis-jenis penghasilan dikenakan satu formula tarif. Karena di dalam UU PPh ini dimunculkan Pasal 4 ayat (2) sehingga dengan demikian Pasal 4 ayat (2) ini merupakan suatu legal policy dan sekaligus internal policy daripada pembuat Undang-Undang untuk merumuskan sistem perpajakan tersebut; 139 Ø Bahwa aplikasi dari semangat flying the general cost ini terutama dalam pengaturan yang membutuhkan fleksibilitas yang tinggi dan kesigapan serta kecepatan bertindak atas beberapa kategori objek pajak dan masalah lain besaran tarif pajak maka dimunculkan sekaligus delegasi peraturan kepada Peraturan Pemerintah dalam Pasal 17 ayat (7) yang garis-garis besarnya tarif ini ada dirumuskan di situ dengan ketentuan maksimal adalah sebesar tarif menurut Pasal 31 yaitu 30% orang pribadi dan 20% wajib pajak badan; Ø Bahwa sehubungan dengan validitas hukum terdapat tiga elemen yang harus dijelaskan. Yang pertama adalah justice atau keadilan, yang kedua legal , yang ketiga adalah ekspediansi atau kegunaan atau kemanfaatan; Ø Bahwa pendelegasian pengaturan schedule yang bersifat final dalam bentuk peraturan pemerintah ini sekurang-kurangnya, berdasarkan prinsip ekspediensi yaitu ekspediensi pengaturan, kepastian penerimaan dan hukum pemajakan, kesederhanaan dan kemudahan, murahnya biaya transportasi dan kekuatan perpajakan serta kenyamanan bayar pajak dapat dibenarkan dan karenanya dapat dianggap cukup valid. Walaupun mungkin dirasa belum sepenuhnya sesuai dengan prinsip keadilan; Ø Bahwa dikatakan belum sepenuhnya memenuhi prinsip keadilan karena di dalam teori ada dua keadilan yaitu horisontal dan vertikal, walupun secara vertical lequited dapat diperdebatkan karena schedule tax system memang tujuannya adalah untuk memberikan sesuatu pembedaan pemajakan antara capital income termasuk bunga deposito dengan active income termasuk penghasilan dari jasa kekayaan; Ø Bahwa system final tax system pemajakakan dengan tarif tunggal sepadan dan final agar mudah dan sederhana memang sengaja mengesampingkan kompleksitas tarif progresif sebagai pewujudan dari prinsip vertical equaty , namun dari sisi horisontal equaty dan efisiensi of tax system ini schedule dengan tax system bagaimana diperkenalkan dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh,secara rasional dapat diterima; Ø Bahwa sehubungan dengan ketentuan di Pasal 4 ayat (2) huruf e yang menyebutkan penghasilan tertentu itu lainnya nampak pendelegasian itu bukannya tanpa batas; Ø Bahwa sebetulnya kepastian hukum dan terbatasnya ketentuan flying in the general cost dalam ayat tersebut dapat pada kata tertentu yang harus dibaca merujuk pada beberapa kriteria kategori penghasilan, yang dapat menjadi sasaran scheduler final _income tax system; _ 140 Ø Bahwa __ beberapa kriteria yang merupakan garis-garis besar ini ada di dalam penjelasan mengenai pajak penghasilan dapat mendorong investasi atas masyarakat; Ø Bahwa kesederhanaan pemungutan pajak atas penghasilan; Ø Bahwa efisiensi pemungutan pajak yaitu murahnya biaya administrasi dan kepatuhan pajak; Ø Bahwa pemerataan dalam pemungutan pajak dari semua wajib pajak penghasilan; Ø Bahwa terdapat pengaruh perkembangan ekonomi dan moneter dari pemajakan sebagaimana dimaksud. Dengan demikian hanya kategori penghasilan yang paling kurang memenuhi kelima syarat tersebut yang dibenarkan untuk dijadikan kategori penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh; Ø Bahwa kategori penghasilan selain yang memenuhi persyaratan 5 tadi harus dimasukan dalam kelompok kategori penghasilan komprehensif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 yang menjadi sasaran dari _unitary tax system; _ Ø Bahwa sehubungan dengan Pasal 7 ayat (3) pemberian kelonggaran personal berupa pembebasan sejumlah penghasilan dari pengenaan pajak yang dihubungkan dengan wajib pajak dalam Pasal 7 UU PPh, yang dalam disebut sebagai penghasilan tidak kena pajak ini menunjukan karakteristik daripada penghasilan orang pribadi sebagai pajak obyektif personal; Ø Bahwa ada beberapa fungsi daripada P3P yang pertama adalah membebaskan kelompok small hard to tax income dari __ sistem PPh secara tidak langsung. Yang kedua efisiensi perpajakan dengan mengecualikan mereka dari pengenaan PPh dan NPWP serta serta menyampaikan SPT dan yang ketiga sistem pajak penghasilan membebaskan sebagian penghasilan sebesar dari semua wajib pajak orang pribadi dengan dari pengenaan pajak. Karena besaran PTKP akan mempengaruhi jumlah pajak yang terhutang bagi sebagian dan mengurangi penerimaan dan anggaran belanja negara sebesar penerimaan pajak dari sebagian yang lain, maka untuk kepastian hukum besaran nominal jumlah inisial TKP diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPh; Ø Bahwa sedangkan perubahannya ini karena menyangkut bidang tugas dari Menteri Keuangan ini maka didelegasikan pada Menteri keuangan dan sekaligus dasar policy dari pembuat Undang-Undang untuk kesalahan tersebut. Namun garis-garis besarnya juga diatur di dalam Undang-Undang yaitu; yang pertama setelah konsultasi dengan DPR karena akan mempengaruhi jumlah penerimaan pajak dan 141 penerimaannegara, yang kedua mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter dan ketiga perkembangan harga kebutuhan pokok setiap tahunnya; Ø Bahwa istilah perkembangan harga setiap tahunnya. Sepertinya membuka peluang besaran PTKP yang terjadi adalah perubahan kenaikan PTKP. Kenaikan PTKP ini akan mengurangi beban pajak, bukan menambah beban pajak masyarakat sehingga pengaturan kepada Menteri Keuangan tidak bertentangan dengan Pasal 23 UUD 1945; Ø Bahwa mengenai Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (7) ini menyangkut norma penghasilan dapat disampaikan norma penghasilan ini adalah merupakan standar assesment {sic} yaitu tuntunan pada wajib pajak yang belum mampu untuk melaksanakan kewajiban pembukuan untuk melakukan kewajiban perpajakan dengan baik sesuai dengan prinsip self assesment. Dan ini karena namanya standar self assesment terkait. Jadi kemudahan kepada wajib pajak untuk tidak menggunakan pembukuan tapi harus menyelenggarakan catatan; Ø Bahwa dari catatan ini dirasa belum cukup memberikan suatu data dan informasi untuk menghitung penghasilan Netto kena pajak. Oleh karena itu penghasilan Netto kena pajaknya dihitung berdasarkan norma penghasilan, jadi sifatnya norma penghasilan ini memberikan satu kemudahan kepada wajib pajak; Ø Bahwa apa yang berlaku di sini adalah bukannya suatu pemajakan yang optimal tapi suatu adalah the theory of the second best . Jadi kalau tidak bisa terjadi pemajakan yang optimal maka dicarikan suatu kebijakan yang sub optimal, yaitu dengan pemberian norma penghitungan. Sehingga dengan demikian prinsip keadilan ini akan dikesampingkan. Jadi kalau wajib pajak ingin dapatkan keadilan yang penuh maka jangan memakai norma tetapi kembali kepada sistem yang pokok pada main row yaitu mengadakan pembukuan dan menghitung penghasilan kena pajaknya berdasarkan actual income menurut pembukuan. Dengan demikian akan tercapai adalah adanya suatu kesepakatan; Ø Bahwa karena norma ini setiap tahun perlu ada suatu perubahan sesuai dengan perubahan dan sebagainya, ini agak bersifat teknis maka kewenangan untuk mengadakan perubahan didelegasikan kepada Direktur Jenderal Pajak dan ini juga sudah sesuai dengan kaidah pembuatan Undang-Undang karena sudah secara bersama-sama disetujui antara Pemerintah dan DPR dalam membuat Undang- Undang; 142 Ø Bahwa sehubungan dengan Pasal 19 ayat (2) ini merupakan suatu policy yang akan ditempuh oleh perpajakan apabila terjadi suatu devaluasi atau suatu summary. Jadi suatu inflasi yang jumlahnya cukup besar. Untuk menghadapai hal yang sebenarnya ini didelegasikan kepada Menteri Keuangan sesuai dengan bidang pemerintahannya. Ini yang dilakukan sesuai dengan derevaluasi perketat dan indeksasi bea dan penghasilan; Ø Bahwa tarifnya sekaligus diberikan kepada wewenang kepada Menteri Keuangan, ini merupakan suatu intens policy dari para legislator dan di sini diberikan suatu garis-garis besar atau suatu kriteria yaitu tarifnya tersendiri tidak melebihi pajak tertinggi sebagaimana di maksud Pasal 19; Ø Bahwa di dalam teori ini akan terdapat suatu gejala tingkat inflasi ini akan menyebabkan keuntungan dari guidance ini __ akan menyebabkan suatu pembuncitan atau bouncing effect ini maka harus dihilangkan pembuncitan ini dengan suatu indeksasi; Ø Bahwa pendelegasian yang diberikan Menteri Keuangan itu kecenderungannya akan mengurangi jumlah penghasilan kena pajak sekaligus tarifnya juga dikurangkan untuk mengurangi over take action dari adanya suatu inflasi; Ø Bahwa delegasi pengaturan dalam Pasal 19 ayat (2) UU PPh ini sejalan dengan memberikan garis-garis besar yang jelas dan berpotensi pajak masyarakat; Ø Bahwa selain pengaturan tersebut legitimate juga dapat dikatakan tidak bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945 karena justru akan meringankan beban pajak masyarakat; Ø Bahwa dalam Pasal 25 ayat (8) ini sifatnya sanksi policy karena ini berlaku sampai dengan akhir tahun 2010 dan ini merupakan cara lain di dalam sistem perpajakan; Ø Bahwa pajak atas penghasilan berdasarkan prinsip ability to pay bisa diukur juga selain dari penghasilan juga dari expediture. Jadi di sini Pasal 25 ayat (8) itu memperkenalkan suatu sistem pemajakan berdasarkan _expediture; _ Ø Bahwa hakekatnya pajak ini bersifat optional karena dapat dihindari apabila yang berpergian dimaksud mendaftarkan diri untuk ber-NPWP. Dengan demikian ketentuan ini berpotensi tidak menimbulkan beban pajak sehingga bukan kompetensi Pasal 23A UUD 1945; Ø Bahwa seandainya yang bersangkutan dengan berbagai alasan kurang suka berurusan dengan NPWP sehingga suka membayar beban pajak secara sistematis menurut Pasal 24 ayat (1) mengenai Pajak ini bukan merupakan beban final tetapi 143 sebagai angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan,yang menurut Pasal 28 ayat (1) huruf e dapat dikreditkan dengan utang pajak yang bersangkutan dalam tahun pajak tersebut; Ø Bahwa dengan demikian pembayaran pajak menurut Pasal 25 ayat (8) merupakan bagian dari pungutan pajak penghasilan yang diatur dalam UU PPh Tahun 2008 atas kuasa Pasal 23 UUD 1945; Ø Bahwa betapa kurang mudahnya untuk mengalami peraturan perundang-undang pajak sehingga sedikit orang dapat memahami peraturan perpajakan tetapi banyak orang mengetahui apa yang kurang benar dengan peraturan perpajakan;
Ahli Pemerintah Abdul Hakim Garuda Nusantara. S.H., LL.M. Ø Bahwa dalam surat permohonannya Pemohon tidak menguraikan secara jelas dalam hal apa dan dalam situasi yang seperti apa, pasal-pasal a quo dapat mengancam kehormatan, martabat dan harta benda Pemohon. Pemohon hanya mengatakan secara umum pasal-pasal a quo melanggar Pasal 28G ayat (1), padahal sebagaimana dikemukakan di atas pasal-pasal a quo memberikan delegasi wewenang kepada pemerintah justru untuk menjalankan amanah yang diperintahkan oleh Undang-Undang a quo yang merupakan hasil kesepakatan bersama Pemerintah dan DPR-RI; Ø Bahwa pasal-pasal a quo justru untuk memberikan kepastian hukum yang adil kepada setiap wajib pajak, itu berarti perlindungan tiap wajib pajak dari perlakuan sewenang-wenang dari aparat pemerintah, itu berarti pula sejalan dengan Pasal 28D ayat (1). Dan dengan demikian sejalan dengan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945; Ø Bahwa Pemohon tidak pula menjelaskan dalam hal bagaimana dan dalam situasi seperti apa hak-hak Pemohon sebagaimana tertuang dalam Pasal 28G ayat (1) dilanggar; Ø Bahwa Pemohon dalam surat permohonannya tidak menjelaskan dalam hal apa dan bagaimana pasal-pasal a quo dalam Undang-Undang a quo telah melanggar atau bertentangan dengan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945; Ø Bahwa Pasal-Pasal a quo dalam Undang-Undang a quo tidak mengandung substansi hukum yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melarang wajib pajak mempunyai hak milik atau bahkan mengambil alih miliknya secara sewenang- wenang. Pasal-Pasal a quo sekali lagi justru merupakan pelaksanaan amanah yang diperintahkan oleh Undang-Undang a quo , yang merupakan dasar hukum bagi 144 negara yaitu pemerintah untuk mengenakan pajak kepada wajib pajak. Jadi, tidak benar bila pembebanan pajak kepada wajib pajak yang didasarkan kepada undang- undang dan peraturan perundang-undangan yang jelas, dinilai sebagai mengambil alih hak milik wajib pajak secara sewenang-wenang. Ini jelas keliru dan menyesatkan. Undang-Undang dan Peraturan Perundang-undangan yang jelas sebagaimana tertuang dalam Pasal-Pasal a quo dalam Undang-Undang a quo justru dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum yang adil bagi setiap wajib pajak. Karena itu Pasal-Pasal a quo dalam Undang-Undang a quo tidak melanggar Pasal 28H ayat (4) UUD 1945; Ø Bahwa bila pasal-pasal a quo dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan oleh MK dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum, maka akibatnya sudah sangat jelas yaitu tidak ada dasar hukum yang memadai bagi Dirjen Pajak untuk mengenakan pajak kepada para wajib pajak. Yang akibat lebih jauhnya adalah merosotnya pendapatan negara dari pajak. Bila hal itu terjadi, maka kemampuan negara untuk mengadakan dan membiayai pelayanan masyarakat (publik) seperti, pembangunan dan pemeliharaan fasilitas publik, seperti, jalan, irigasi, pendidikan, kesehatan, perumahan, dan lain sebagainya akan merosot pula. Padahal pengadaan dan pemeliharaan fasilitas-fasilitas umum itu sangat vital dan esensial bagi pemenuhan hak-hak asasi manusia utamanya hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya; Ø Bahwa berkenaan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya itu UUD 1945, antara lain, mengatur sebagai berikut :
Pasal 28A: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.” b. Pasal 28C ayat (1): “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” c. Pasal 28D ayat (2): “ Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.” d. Pasal 27 (2) : “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” 145 e. Pasal 28H ayat (1): “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” f. Pasal 28H ayat (3): “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia bermartabat.” g. Pasal 28I ayat (3): “ Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.” h. Pasal 28I ayat (4): “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”; Ø Bahwa selain hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya yang tertuang dalam Pasal 28 UUD 1945 tersebut di atas, pemerintah mempunyai kewajiban di bawah hukum internasional, yakni Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang sudah diratifikasi oleh Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005; Ø Bahwa berdasarkan ketentuan hukum internasional itu, Pemerintah mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya sebagai berikut: - Hak atas pekerjaan, hak untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan menguntungkan, hak-hak serikat pekerjaan, hak atas jaminan sosial dan asuransi sosial, hak-hak keluarga, hak atas standar kehidupan yang layak, hak untuk menikmati standar tertinggi kesehatan fisik dan mental, hak atas Pendidikan, hak atas kehidupan budaya dan manfaat kemajuan ilmu pengetahuan. Ø Bahwa dalam kutipan Pasal 28 UUD 1945 dan Pasal 6 sampai dengan Pasal 15 Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, negara, yakni pemerintah merupakan pihak yang dibebani kewajiban untuk melindungi, memajukan, menegakan dan pemenuhan HAM, yaitu dalam hal ini hak-hak ekonomi, sosial dan budaya; Ø Bahwa pemerintah jelas membutuhkan biaya yang besar untuk pengadaan dan pemeliharaan fasilitas umum seperti infrastruktur jalan, irigasi, fasilitas-fasilitas pendidikan, kesehatan, dan perumahan, yang selain dapat membuka lapangan kerja juga untuk memenuhi hak-hak rakyat atas pelayanan kesehatan, pendidikan, sosial lainnya; Ø Bahwa Pemerintah memerlukan biaya yang besar pula untuk fasilitasi program- program pengembangan kebudayaan masyarakat; 146 Ø Bahwa bila pasal-pasal a quo dalam Undang-Undang a quo dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum akan membawa akibat tidak ada dasar hukum yang memadai bagi pemerintah untuk mengenakan pajak penghasilan bagi wajib pajak dan akibat lanjutannya merosotnya pendapatan negara dari sektor pajak yang hal itu akan membuat kemampuan pemerintah untuk memenuhi hak-hak asasi manusia yaitu hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya menjadi merosot pula. Ini akan membawa akibat terabaikannya bahkan terlanggarnya hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya rakyat;
Ahli Pemerintah Prof. Anna Erliyana, S.H., M.H. Ø Bahwa Pemohon mengajukan empat pasal dari UUD 1945, yaitu Pasal 23A, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (4); Ø Bahwa berkenaan dengan Pasal 23A teori-teori pajak sangat menunjang pasal ini karena pada intinya pajak itu sumber pembangunan untuk Pemerintah. Jadi dengan upaya paksa pemerintah dibolehkan untuk memungut pajak karena tanpa pajak tidak akan ada finance untuk public goods dan service seperti penerangan jalan maupun kebersihan secara umum; Ø Bahwa pemungutan pajak pada intinya bergantung pada pendapatan, jadi tidak mungkin orang yang tidak punya pendapatan akan dipajaki dan orang yang mempunyai pendapatan dengan tingkat pendapatan tertentu baru bisa dipajaki. Sedangkan Pasal 28D ayat (1) itu mengenai jaminan perlindungan hukum berdasarkan Undang-Undang Perpajakan itu sudah ada jaminan perlindungan hukum bagi setiap warga negara; Ø Bahwa Pasal 28G ayat (1) itu intinya adalah hak atas rasa aman. Kalau ditelusuri hak atas aman itu sangat erat kaitannya dengan konsep-konsep yang tercantum dalam Undang-Undang Pidana khususnya KUHP dan sepuluh hak atas rasa aman yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Jadi di situ kaitannya adalah ketentuan-ketentuan pidana bagaimana seseorang rasa amannya terganggu karena ada ancaman pembunuhan, ada ancaman penganiayaan, ada ancaman kesusilaan, ada pencemaran nama baik, dan seterusnya. Jadi tidak ada kaitannya dengan ketentuan-ketentuan Undang-Undang Perpajakan; Ø Bahwa pajak itu masuk dalam kaitannya dengan hukum publik. Yang sangat menarik di situ yang disoroti adalah macam kewenangan hukum publik di bidang legislatif dan eksekutif. Legislatif dan eksekutif selalu bekerja sama, dalam arti tidak 147 ada satu perundang-undangan yang diterbitkan oleh lembaga legislatif yang bisa dilaksanakan tanpa bantuan eksekutif. Legislatif menerbitkan undang-undang dengan materi dengan membentuk Undang-Undang dengan penciptaan hukum sedangkan eksekutif bisa menteri dengan materi dan menciptakan hukum baru yang masih bersifat umum dan abstrak; Ø Bahwa Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 memberikan delegasi untuk mengatur lebih lanjut Undang-Undang Perpajakan dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, dan Peraturan Direktur Dirjen Pajak. Dari 15 pasal-pasal itu baru tujuh ada peraturan pelaksanaannya. Kemudian dari 15 itu juga, dua seharusnya tidak dimasukan dalam pengujian yaitu Pasal 17 ayat (2a) karena tidak mengatur lebih lanjut. Sedangkan Pasal 7 ayat (3) pernah dilakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi pada 20 Mei 2009; Ø Bahwa delegasi peraturan ada 19 (sembilan belas) ketentuan ternyata dari 19 (sembilan belas) ketentuan baru 4 (empat) PP yang terbit. Dan selanjutnya dapat mencermati Pasal 4 ayat (2), karena dari 15 pasal yang diajukan pengujian ini yang paling penting adalah Pasal 4 ayat (2) karena ini erat kaitannya dengan legal standing Pemohon. Apakah Pemohon melampirkan;
Penghasilan berupa bunga deposito tabungan, obligasi dan b. Surat utang negara, penghasilan berupa hadiah undian, c. Penghasilan dari transaksi saham dan seterusnya sampai d. Jadi legal standing Pemohon dapat terlihat titik tumpunya pada Pasal 4 ayat (2); Ø Bahwa delegasi peraturan berikutnya adalah melalui Peraturan Menteri Keuangan meliputi 31 ketentuan dan baru diterbitkan dua. Sehubungan dengan Pasal 7 ayat (3) dan Pasal 22 ayat (2); Ø Bahwa pemerintah sebetulnya masih malas mengatur lebih lanjut, demikian juga delegasi peraturan menyebut Direktur Jenderal Pajak meliputi delapan ketentuan, baru terbit satu yaitu berdasarkan Pasal 14 ayat (1); Ø Bahwa dari seluruh peraturan pelaksana yang terbit, itu pun setelah dicermati lagi separuh atau sebagian besar terbit bukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, artinya peraturan yang lahir lebih lama lagi; Ø Bahwa delegasi kewenangan itu memang penting sekali dalam pelaksanaan ketatanegaraan dan pelaksanaan pemerintahan; 148 Ø Bahwa ada pleksibiliti, peraturan yang dibuat pemerintah lebih luwes dibanding peraturan yang dibuat badan legislatif. Kemudian juga ada time Phrasal {sic} pemerintah perlu segera melaksanakan berbagai urusan pemerintahan; Ø Bahwa dalam hukum pajak inilah sebenarnya diantara berbagai cabang hukum administrasi negara, maka hukum pajak adalah keterwakilan yang paling ke depan karena dia mencerminkan un an codified branch and civil law system. Karena akan terasa sekali dalam hukum pajak itu kebertingkatan atau hierarkis peraturan itu bisa diterapkan; [2.5] Menimbang bahwa Pemohon telah menyampaikan Kesimpulan tertulis yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 26 Januari 2010 yang pada pokoknya tetap pada dalil permohonannya; [2.6] Menimbang bahwa Pemerintah telah menyampaikan Kesimpulan tertulis yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 26 Januari 2010 yang pada pokoknya tetap pada dalil permohonannya; [2.7] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian putusan ini, maka segala sesuatu yang terjadi dipersidangan cukup ditunjuk dalam Berita Acara Persidangan dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Putusan ini. 149 3 . PERTIMBANGAN HUKUM [3.1] Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan a quo ialah menguji konstitusionalitas Pasal 4 ayat (2), Pasal 17 ayat (7), Pasal 7 ayat (3), Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (7), Pasal 17 ayat (2), Pasal 17 ayat (2) huruf a, Pasal 17 ayat (2) huruf c, Pasal 17 ayat (2) huruf d, Pasal 17 ayat (3), Pasal 19 ayat (2), Pasal 21 ayat (5), Pasal 22 ayat (1) huruf c, Pasal 22 ayat (2), dan Pasal 25 ayat (8) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893, selanjutnya disebut UU 36/2008 juncto UU Nomor 17/2000 juncto UU Nomor 10/94 juncto UU Nomor 7/91 juncto UU Nomor 7/83) terhadap Pasal 23A, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945; [3.2] Menimbang bahwa sebelum memasuki pokok permohonan, Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) terlebih dahulu akan mempertimbangkan:
kewenangan Mahkamah untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan _a quo; _ b. kedudukan hukum ( legal standing ) para Pemohon; Terhadap kedua hal tersebut di atas, Mahkamah berpendapat sebagai berikut; Kewenangan Mahkamah [3.3] Menimbang bahwa menurut Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316, selanjutnya disebut UU MK) juncto Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076), Mahkamah berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang- Undang terhadap UUD 1945; 150 [3.4] Menimbang bahwa permohonan Pemohon adalah untuk menguji konstitusionalitas norma Pasal 4 ayat (2), Pasal 17 ayat (7), Pasal 7 ayat (3), Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (7), Pasal 17 ayat (2), Pasal 17 ayat (2) huruf a, Pasal 17 ayat (2) huruf c, Pasal 17 ayat (2) huruf d, Pasal 17 ayat (3), Pasal 19 ayat (2), Pasal 21 ayat (5), Pasal 22 ayat (1) huruf c, Pasal 22 ayat (2), dan Pasal 25 ayat (8) UU 36/2008 terhadap Pasal 23A, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945, sehingga oleh karenanya Mahkamah berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan a quo ; Kedudukan Hukum ( Legal Standing ) [3.5] Menimbang bahwa Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia (Bukti P-3) yang juga adalah seorang akademikus (Bukti P-4) yang dikenakan beban kewajiban membayar pajak penghasilan sebagaimana yang diatur dalam UU 36/2008 juncto UU Nomor 17/2000 juncto UU Nomor 10/94 juncto UU Nomor 7/91 juncto UU Nomor 7/83 Pemohon merasa sangat berkepentingan dan dirugikan hak konstitusionalnya oleh sejumlah materi/muatan dalam pasal-pasal yang dimohonkan pengujian a quo karena: • Pengenaan pajak secara final sebesar 20% untuk deposito yang diatur dalam PP Nomor 131 Tahun 2000; • Pemohon merasa berdosa telah mengajarkan sesuatu yang salah karena UU Pajak Penghasilan bertentangan dengan UUD 1945; • Pelimpahan pengaturan itu menyebabkan Pemohon tidak dapat menentukan atau mengatur sendiri (melalui DPR) mengenai pajak; • Jika ini dikabulkan maka warga negara tidak akan dirugikan; [3.6] Bahwa pasal-pasal a quo karena didelegasikan lebih lanjut kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah, maka sangat merugikan Pemohon, yaitu hak konstitusional Pemohon yang dijamin oleh Pasal 23A, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 telah dilanggar. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka Pemohon mempunyai kedudukan hukum ( legal standing ). 151 Pokok Permohonan [3.7] Menimbang bahwa pasal-pasal yang dimohonkan pengujian a quo telah merugikan hak-hak konstitusional Pemohon: a. Pasal 4 ayat (2) _”Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final: _ _a. penghasilan berupa bunga deposito ...; _ _b. penghasilan berupa hadiah undian ...; _ _c. penghasilan dari transaksi saham ...; _ _d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta ...; dan _ _e. penghasilan tertentu lainnya; _ yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.” __ b. Pasal 17 ayat (7) __ ”Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana tersebut pada ayat (1).” c. Pasal 7 ayat (3) __ ”Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.” d. Pasal 14 ayat (1) __ ”Norma Penghitungan Penghasilan Netto untuk menentukan penghasilan Netto, dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.” e. Pasal 14 ayat (7) __ ”Besarnya peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan.” f. Pasal 17 ayat (2) __ ”Tarif tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% (dua puluh lima persen) yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.” __ __ 152 g. Pasal 17 ayat (2) huruf a __ ”Menurunkan tarif pajak tertinggi menjadi paling rendah 25% dengan Peraturan Pemerintah.” h. Pasal 17 ayat (2) huruf c __ ”Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi 10% (sepuluh persen) dan bersifat final.” i. Pasal 17 ayat (2) huruf d: __ ”Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diatur dengan Peraturan Pemerintah.” j. Pasal 17 ayat (3): ”Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan.” k. Pasal 19 ayat (2): ”Atas selisih penilaian kembali aktiva sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan tarif pajak tersendiri dengan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).” l. Pasal 21 ayat (5): ”Tarif pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah.” m. Pasal 22 ayat (1) huruf c: ”Menteri Keuangan dapat menetapkan: Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.” n. Pasal 22 ayat (2): ”Ketentuan mengenai dasar pemungutan, kriteria, sifat dan besarnya pungutan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.” __ __ __ 153 o. Pasal 25 ayat (8): ”Bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.” Pasal-pasal tersebut di atas telah menyebabkan kerugian konstitusional Pemohon karena: • Penetapan pajak harus dengan Undang-Undang bukan dengan peraturan yang lebih rendah (Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan, Direktur Jenderal Pajak); • Tidak memenuhi unsur materi pajak, karena peraturan di bawah Undang- Undang tidak dapat menetapkan subjek, objek, beban dan sanksi pajak; • Pengenaan pajak tanpa persetujuan DPR adalah perampokan, karenanya harus diatur dalam Undang-Undang; • PP 131/2000 tidak adil karena tidak membedakan antara yang kaya dengan yang miskin; • Pangaturan tarif pajak dengan PP tidak menjamin kepastian hukum yang adil; Pasal-pasal tersebut di atas bertentangan dengan UUD 1945: • Pasal 23A __ ”Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur _dengan Undang-Undang”; _ • Pasal 28D ayat (1) ”Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum” ; • Pasal 28G ayat (1) __ ”Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat _sesuatu yang merupakan hak asasi”; _ • Pasal 28H ayat (4) __ ”Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak _boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun”; _ __ 154 [3.8] Menimbang bahwa untuk mendukung dalil-dalilnya, Pemohon telah mengajukan bukti-bukti tertulis (Bukti P-1 sampai dengan Bukti P-5) dan dua orang ahli, yaitu Drs. Abi Kusno, M.M. dan Prof. Dr. Mohammad Zein yang pada pokoknya memberikan keterangan sebagai berikut:
Ahli Drs. Abi Kusno, MM. Ø bahwa berdasarkan Pasal 23A UUD 1945, pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam Undang-Undang. Tetapi memang secara eksplisit tidak dijelaskan lebih lanjut bagaimana cara penetapannya. Masalah yang dihadapi sekarang, Undang-Undang Pajak yang berlaku adalah Undang- Undang yang terbaru tahun 2008 yang memberikan pendelegasian wewenang yang sangat besar kepada Pemerintah untuk menetapkan tarif pajak, subjek pajak dan objek pajak, karena kewenangan ini sangat luas diberikan kepada Pemerintah, inilah yang dapat menimbulkan kerugian seperti yang disebutkan oleh Pemohon;
Ahli Prof. Dr. Mohammad Zein Ø bahwa keadilan dalam perpajakan itu adalah masalah pertimbangan nilai (value judgement), sehingga tidaklah mungkin untuk melakukan suatu scientific validity terhadap keadilan. Dalam Undang-Undang Perpajakan terlihat lebih banyak diatur oleh Pemerintah, karena DPR seolah memberi kuasa kepada Pemerintah untuk mengatur segala sesuatunya. Pengaturan itu, karena keadaan, tidak disertai rambu- rambu yang jelas. Hal yang dianggap kurang adil adalah pajak penghasilan yang final, seolah-olah wajib pajak hilang haknya untuk menghitung pajak berdasarkan pembukuannya. Hal ini tidak dipersoalkan apakah wajib pajak memperoleh laba atau rugi, tetap saja harus bayar pajak. Bahwa wajib pajak kehilangan haknya untuk melakukan pengkreditan pajak-pajak yang dibayarkan terlebih dahulu; [3.9] Menimbang bahwa Pemerintah menyadari bahwa yang akan diuji adalah terbatas pada apakah suatu Undang-Undang, sebagian atau seluruhnya, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar atau tidak; khususnya apabila pengujian yang dimohonkan adalah pengujian isi atau muatan Undang-Undang, atau yang disebut sebagai pengujian materiil, seperti permohonan pengujian yang sedang diajukan oleh Pemohon. 155 Rumusan Undang-Undang pada umumnya lebih memusatkan perhatian pada kerangka dan garis besar kebijakan yang bersifat mendasar dalam menjalankan roda dan fungsi-fungsi pemerintahan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Pengaturan yang lebih lanjut dari suatu kebijakan dalam Undang-Undang diatur oleh Pemerintah atau lembaga pelaksana Undang-Undang lainnya dalam bentuk peraturan perundang- undangan yang lebih rendah. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, “Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya”. Namun karena kewenangan legislatif itu pada intinya ada di tangan rakyat yang berdaulat maka kewenangan untuk membentuk peraturan pelaksana Undang-Undang juga harus dipahami berasal dari rakyat. Untuk itu Pemerintah dan lembaga pelaksana Undang-Undang lainnya tidak menetapkan sesuatu peraturan perundang-undangan apapun kecuali atas dasar perintah atau delegasi kewenangan mengatur yang diberikan oleh DPR melalui Undang-Undang. Dapat dipahami bersama UU 36/2008 juga dibuat oleh DPR yang merupakan representasi dari seluruh warga negara bersama dengan Pemerintah yang telah menyepakati adanya pendelegasian kewenangan atributif kepada peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang termasuk melalui pasal-pasal yang saat ini diajukan pengujian materinya; UU 36/2008 juga sama sekali tidak memuat suatu larangan ataupun pengurangan hak dari wakil-wakil Pemohon di DPR untuk mengatur mengenai pajak. Oleh karena itu sangat tidak beralasan apabila Pemohon menyatakan bahwa pasal- pasal UU 36/2008 yang dimohonkan pengujian bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945. Oleh karena itu pelimpahan wewenang lebih lanjut oleh UU 36/2008 in casu tentang pengaturan perpajakan adalah norma yang merupakan delegasi kewenangan terbuka yang dapat ditentukan sebagai legal policy oleh pembentuk Undang-Undang yang tidak dapat diuji kecuali dalam pembahasannya terdapat muatan yang bersifat sewenang-wenang ( willekeur ) dan melampaui kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang yang berlaku atau semena-mena ( detournement de pouvoir ); [3.10] Menimbang bahwa untuk memperkuat dalil-dalilnya, Pemerintah mengajukan Ahli yang memberikan keterangan pada pokoknya sebagai berikut: 156 1. Ahli Prof. Dr. Philipus M. Hadjon, S.H. Ø bahwa pendelegasian wewenang merupakan hal yang lazim sekali apabila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 17 ayat (7) UU 36/2008. Pendelegasian di sini bukan pendelegasian penetapan tarif karena tarifnya sudah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU 36/2008, yang didelegasikan itu adalah suatu diskresi. Konsep diskresi itu karena ada kata “dapat”, jadi dalam Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara kalau kewenangan itu diawali dengan kata “dapat” itu menunjukkan diskresi. Bagi yang berwenang dalam bidang ini mempunyai pilihan untuk menentukan isi yang berkaitan dengan tarif, akan tetapi di sini bukan delegasi blanko, karena ada batasannya. Sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi, sebetulnya delegasi ini tidak melanggar ketentuan UUD 1945, sedangkan yang dipermasalahkan oleh Pemohon terhadap PP Nomor 131 Tahun 2000, dalam hal ini yang berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah UUD 1945 adalah Mahkamah Agung, bukan Mahkamah Konstitusi. Jadi tidak pada tempatnya kalau mempermasalahkan konstitusionalitas PP. Persoalan PP bukan persoalan konstitusionalitas tetapi persoalan legalitas, dan parameternya adalah Undang-Undang dan bukan parameter UUD 1945;
Ahli Drs. A. Anshari Ritonga, S.H., M.H. Ø bahwa sekarang pendelegasian yang diberikan dalam Undang-Undang semua tercantum dalam pasal-pasal tersebut sesuai dengan fungsi DPR. Pasal 20 UUD 1945 menyatakan bahwa DPR mempunyai hak budget dan mempunyai hak legislasi, atau sebagai pembentuk Undang-Undang. Pelaksanaan kewenangan DPR untuk membentuk Undang-Undang tentu sudah didasarkan pada kajian atas segala dampak dan kemungkinan, sehingga dilaksanakanlah pendelegasian tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 ( sic ). Oleh karena itu adanya pendelegasian wewenang dari Undang-Undang kepada Pemerintah untuk menetapkan melalui Peraturan Pemerintah dan/atau Peraturan Menteri Keuangan, sebenarnya sudah sejalan dengan norma hukum atau sumber hukum dan tata perundang-undangan yang berlaku di Indonesia;
Ahli Prof. Dr. Gunadi, M.Sc. Ak. Ø bahwa pembuatan peraturan untuk berbagai masalah memerlukan fleksibilitas tinggi, kesigapan dan kecepatan bertindak, walaupun pada umumnya Undang- 157 Undang Pajak yang disusun bagi wajib pajak, transaksi kena pajak, tarif pajak, sanksi dan pemungutan. Namun berdasar delegasi dalam konstitusi terutama Undang-Undang Pajak itu sendiri lembaga eksekutif dapat membuat peraturan pelaksanaan; Ø bahwa yang dapat diatur termasuk ketentuan detail berdasar delegasi Undang- Undang, prosedur dan tata cara administrasi untuk menjalankan ketentuan Undang- Undang; Ø bahwa setelah delegasi pengaturan demikian, sepertinya menunjukkan adanya suatu ketidakpastian ( indefiniteness ) atau kekuranglengkapan ( incompleteness ) dalam pengaturan perpajakan. Kekuranglengkapan ini umumnya dapat dianggap sebagai suatu intentional policy atau kebijakan yang diinginkan oleh para pembuat Undang-Undang dan proses demikian disebut flying in the general clause. Ini berlaku baik di negara penganut common law maupun di negara penganut sistem kontinental; Ø bahwa pendelegasian pengaturan schedule yang bersifat final dalam bentuk Peraturan Pemerintah ini sekurang-kurangnya berdasarkan prinsip ekspediensi, yaitu ekspediensi pengaturan, kepastian penerimaan dan hukum pemajakan, kesederhanaan dan kemudahan, murahnya biaya transportasi dan kekuatan perpajakan, serta kenyamanan bayar pajak dapat dibenarkan dan karenanya dapat dianggap cukup valid, walaupun mungkin dirasa belum sepenuhnya sesuai dengan prinsip keadilan;
Ahli Abdul Hakim Garuda Nusantara, S.H., LL.M. Ø bahwa bila pasal-pasal dalam Undang-Undang a quo dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum akan membawa akibat tidak ada dasar hukum yang memadai bagi Pemerintah untuk mengenakan pajak penghasilan bagi wajib pajak, dan akibat lanjutannya merosotnya pendapatan negara dari sektor pajak. Hal itu akan membuat kemampuan pemerintah untuk memenuhi hak-hak asasi manusia, yaitu hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya menjadi merosot pula. Ini akan membawa akibat terabaikannya bahkan terlanggarnya hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya rakyat;
Ahli Prof. Anna Erliyana, S.H., M.H. Ø bahwa hukum pajak itu masuk dalam kelompok hukum publik yang mengatur hubungan hukum antara penguasa dengan rakyatnya. Hal yang sangat menarik, di 158 situ yang disoroti adalah macam kewenangan hukum publik di bidang legislatif dan eksekutif. Legislatif (DPR) dan eksekutif (Presiden) selalu bekerja sama, dalam arti tidak ada satu perundang-undangan yang diterbitkan oleh lembaga legislatif yang dapat dilaksanakan tanpa bantuan eksekutif. Legislatif membentuk Undang-Undang dengan menciptakan hukum baru, sedangkan eksekutif, misalnya menteri, dapat menciptakan hukum baru yang masih bersifat umum dan abstrak; [3.11] Menimbang bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945, bukan menguji Peraturan Pemerintah. Oleh karena permohonan Pemohon adalah keberatan terhadap Peraturan Pemerintah maka permohonan Pemohon yang berkenaan dengan Peraturan Pemerintah tidak termasuk kewenangan Mahkamah Konstitusi; Pendapat Mahkamah [3.12] Menimbang bahwa Mahkamah telah memeriksa dan menilai bukti-bukti surat serta keterangan ahli dari Pemohon dan Pemerintah serta kesimpulan Pemohon dan Pemerintah yang diterima Mahkamah, maka Mahkamah akan mempertimbangkan dua isu hukum yaitu: • Apakah pendelegasian wewenang penetapan pajak oleh Undang-Undang kepada peraturan yang lebih rendah bertentangan dengan hukum; • Apakah kerugian konstitusional Pemohon diakibatkan oleh bentuk peraturannya yang bukan Undang-Undang ataukah karena substansi peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang; [3.13] Menimbang bahwa sebelum menjawab dua isu pokok tersebut di atas Mahkamah akan mengemukakan tugas dan kewajiban negara kesejahteraan ( welfare state ) atau negara hukum materiil serta dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat. Bahwa fungsi hukum dalam upaya mewujudkan kesejahteraan umum telah tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan, “ Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang 159 berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia ”; Terdapat dua hal penting dalam kutipan tersebut di atas, yaitu prinsip ‘ the rule of law ’ dan prinsip ‘fungsi hukum’ ( legal function ). Masalahnya adalah bagaimana dalam rangka mencapai tujuan tersebut di atas, kedua prinsip tersebut dapat berjalan seimbang, artinya dalam masyarakat yang serba kompleks ini prinsip the rule of law tetap menjadi landasan dalam upaya mencapai tujuan negara yang harus memenuhi kepentingan umum secara efisien, cepat dan pantas ( sensibly ). The welfare and regulatory state is state commited to programs, government is a problem solver, as well as the guardian of law. Kenyataannya, semakin negara dapat memenuhi tuntutan ( demands) masyarakat semakin bertambah pula tuntutan masyarakat yang acap kali tidak seimbang dengan kemampuan negara untuk memenuhinya ( state action creates expectation, demands increase faster than the systems’s ability to meet them ). Harapan masyarakat tumbuh secara konstan. Pola pertumbuhan ekspektasi masyarakat seperti halnya pola pertumbuhan kepentingan sangat sulit berubah, hal ini seringkali menuju pada situasi keadaan kritis sehingga ‘ modern welfare state is ungovernable’ . Meningkatnya harapan masyarakat secara eksesif tidak selalu dapat dipenuhi oleh negara, seiring pula dengan tidak selalu tersedianya kebutuhan negara akan peraturan perundang-undangan sebagai sarana dan landasan pemenuhan tuntutan masyarakat tersebut. Seringkali lahir suatu peraturan perundang-undangan yang lebih rendah mendahului lahirnya Undang-Undang, misalnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan-ketentuan mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah, Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum telah lahir lebih dahulu dari Undang-Undang tentang Hak Milik. Padahal baik ketentuan pembebasan tanah maupun pengadaan tanah seringkali menyangkut hak milik atas tanah yang seharusnya menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Agraria. Hal itu semata-mata untuk memenuhi kebutuhan negara mendapatkan landasan hukum yang diperlukan, karena proses pembentukan peraturan di bawah Undang-Undang lebih cepat dibandingkan proses pembentukan Undang-Undang. Melalui pendelegasian wewenang kepada peraturan yang lebih rendah ( delegated regulations ), maka tercapainya tujuan ( doelmatigheid ) untuk memenuhi tuntutan masyarakat menjadi hal yang diutamakan. Pendelegasian wewenang tersebut merupakan hal yang lazim dan 160 dibolehkan dalam penyelenggaraan negara, oleh sebab itu tidak bertentangan dengan hukum; [3.14] Menimbang bahwa ketentuan hukum dalam Peraturan Pemerintah harus tetap memenuhi asas-asas pemerintahan yang baik dan bersih sebagaimana dimaksud oleh Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, antara lain tidak boleh melanggar asas keterbukaan, kepastian hukum, dan keadilan. Bahwa kerugian yang Pemohon alami dengan diberikannya kewenangan oleh UU 36/2008 kepada Pemerintah, Menteri Keuangan, dan Direktur Jenderal Pajak adalah karena Pemohon sebagai warga negara (melalui DPR) tidak dapat menentukan pengaturan atas pajak sebagaimana yang dikehendaki oleh UUD 1945 tidak beralasan hukum. Pembuatan Peraturan Pemerintah pun tidak lepas dari pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. Pemohon sendiri sebagai warga negara tidak dapat langsung menentukan pajaknya, karena yang mempunyai wewenang legislasi adalah Dewan Perwakilan Rakyat; [3.15] Menimbang bahwa atas dasar pemikiran demikian, maka Mahkamah menilai: __ [3.15.1] Bahwa pendelegasian wewenang Undang-Undang untuk mengatur lebih lanjut oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya adalah suatu kebijakan pembentuk Undang-Undang yakni DPR dengan persetujuan Pemerintah ( legal policy ), sehingga dari sisi kewenangan kedua lembaga itu tidak ada ketentuan UUD 1945 yang dilanggar, artinya produk hukumnya dianggap sah. Pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, di samping untuk memenuhi kebutuhan Pemerintah dengan segera supaya ada landasan hukum yang lebih rinci dan operasional, sekaligus juga merupakan diskresi yang diberikan oleh Undang- Undang kepada Pemerintah yang dibenarkan oleh hukum administrasi. Dengan demikian maka pasal-pasal yang diuji konstitusionalnya tidak bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945, sehingga dalil Pemohon tidak beralasan hukum. [3.15.2] Bahwa isu hukum kerugian konstitusional terkait dengan pengenaan pajak sebagai akibat pengaturan dengan peraturan di bawah Undang-Undang (Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak), tidaklah beralasan hukum, karena pelimpahan pengaturan tersebut merupakan delegasi kewenangan yang sah. Selain itu, pengujian terhadap peraturan tersebut bukanlah kewenangan konstitusional Mahkamah. Memang tidak mustahil dapat terjadi pada 161 suatu negara yang pemerintahannya otoriter, muncul Peraturan Pemerintah atau peraturan perundang-undangan yang lebih rendah yang bertentangan dengan UUD, sehingga pasal yang bersifat demokratis dibelenggu oleh ketentuan yang lebih rendah yang otoriter ( nucleus of norms, be surrounded by corona of highly oppressive norms, imposed upon the people as a whole). Misalnya, kebebasan pers seperti yang dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945 dapat diberangus dengan Keputusan Menteri jika kepentingan penguasa terganggu ( press censorship ). Namun di dalam tata hukum Indonesia sudah ada mekanisme judicial review , sehingga seandainya pun terdapat Peraturan Pemerintah yang mengandung ketidakadilan sebagaimana didalilkan oleh Pemohon, maka bagi Pemohon sebagai warga negara yang dirugikan terbuka peluang untuk mengajukan pengujian materiil ( judicial review ) kepada Mahkamah Agung; [3.16] Menimbang pula bahwa Mahkamah sependapat dengan ahli Philipus M Hadjon yang menyatakan bahwa pendelegasian wewenang merupakan hal yang wajar apabila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 17 ayat (7) UU 36/2008. Pendelegasian di sini bukan pendelegasian penetapan tarif karena tarifnya sudah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU 36/2008, yang didelegasikan adalah suatu diskresi. Bagi Pemerintah yang memperoleh kewenangan untuk memilih kebijakan yang berkaitan dengan tarif melalui delegasi, akan tetapi bukan delegasi blanko, karena ada batasannya. Sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi, sebetulnya delegasi ini tidak melanggar ketentuan UUD 1945. Dengan demikian pasal-pasal yang diujikan konstitusionalitasnya tidak bertentangan dengan Pasal 23A, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (4), Pasal 28G ayat (1) sehingga dalil-dalil Pemohon tidak beralasan hukum; [3.17] Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan dan penilaian hukum pada paragraf [3.12] dan paragraf [3.15] , maka menurut Mahkamah dalil Pemohon tidak beralasan hukum;
KONKLUSI Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas Mahkamah berkesimpulan: [4.1] Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo ; [4.2] Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing) ; 162 [4.3] Dalil-dalil Pemohon tidak beralasan hukum. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mengingat Pasal 56 ayat (5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316);
AMAR PUTUSAN Mengadili, Menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim yang dihadiri oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD., selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, M. Akil Mochtar, M. Arsyad Sanusi, Maria Farida Indrati, Muhammad Alim, Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi, dan Hamdan Zoelva, masing-masing sebagai Anggota pada hari Rabu tanggal tiga bulan Maret tahun dua ribu sepuluh, dan diucapkan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum pada hari Kamis tanggal sebelas bulan Maret tahun dua ribu sepuluh, oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD., selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, M. Akil Mochtar, Maria Farida Indrati, Muhammad Alim, Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi, dan Hamdan Zoelva, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Ina Zuchriyah Tjando sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Pemohon/Kuasanya, Pemerintah atau yang mewakili, dan tanpa dihadiri oleh Dewan Perwakilan Rakyat. KETUA, ttd. Moh. Mahfud MD. ANGGOTA-ANGGOTA, ttd Achmad Sodiki ttd M. Akil Mochtar 163 ttd. Maria Farida Indrati ttd Muhammad Alim ttd Harjono ttd tt Ahmad Fadlil Sumadi ttd Hamdan Zoelva Panitera Pengganti ttd Ina Zuchriyah Tjando
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran dan Kementerian Negara/Lembaga
Relevan terhadap
Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4406 LAMPIRAN I A PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TANGGAL 5 AGUSTUS 2004 KLASIFIKASI FUNGSI DAN SUB FUNGSI Kode Fungsi dan Sub Fungsi 01 Pelayanan Umum 01 01 Lembaga Eksekutif dan Legislatif, Keuangan dan Fiskal, serta Urusan Luar Negeri 01 02 Bantuan Luar Negeri 01 03 Pelayanan Umum 01 04 Penelitian Dasar dan Pengembangan Iptek 01 05 Pinjaman Pemerintah 01 06 Pembangunan Daerah 01 07 Litbang Pelayanan Umum Pemerintahan 01 90 Pelayanan Umum Pemerintahan Lainnya 02 Pertahanan 02 01 Pertahanan Negara 02 02 Dukungan Pertahanan 02 03 Bantuan Militer Luar Negeri 02 04 Litbang Pertahanan 02 90 Pertahanan lainnya 03 Ketertiban dan Keamanan 03 01 Kepolisian 03 02 Penanggulangan Bencana 03 03 Pembinaan Hukum 03 04 Peradilan 03 05 Lembaga Pemasyarakatan 03 06 Litbang Ketertiban, Keamanan dan Hukum 03 90 Ketertiban, Keamanan dan Hukum Lainnya 04 Ekonomi 04 01 Perdagangan, Pengembangan Usaha, Koperasi, dan UKM 04 02 Tenaga Kerja 04 03 Pertanian, Kehutanan, Perikanan dan Kelautan 04 04 Pengairan 04 05 Bahan Bakar dan Energi 04 06 Pertambangan 04 07 Industri dan Konstruksi Kode Fungsi dan Sub Fungsi 04 08 Transportasi 04 09 Telekomunikasi dan Informatika 04 10 Litbang Ekonomi 04 90 Ekonomi lainnya 05 Lingkungan Hidup 05 01 Manajemen Limbah 05 02 Manajemen Air Limbah 05 03 Penanggulangan Polusi 05 04 Konservasi Sumberdaya Alam 05 05 Tata Ruang dan Pertanahan 05 06 Litbang Perlindungan Lingkungan Hidup 05 90 Perlindungan Lingkungan Hidup Lainnya 06 Perumahan dan Fasilitas Umum 06 01 Pengembangan Perumahan 06 02 Pemberdayaan Komunitas Pemukiman 06 03 Penyediaan Air Minum 06 04 Penerangan jalan 06 05 Litbang Perumahan dan pemukiman 06 90 Perumahan dan Pemukiman Lainnya 07 Kesehatan 07 01 Obat dan Perbekalan Kesehatan 07 02 Pelayanan Kesehatan Perorangan 07 03 Pelayanan Kesehatan Masyarakat 07 04 Keluarga Berencana 07 05 Litbang Kesehatan 07 90 Kesehatan lainnya 08 Pariwisata dan Budaya 08 01 Pengembangan Pariwisata dan Budaya 08 02 Pembinaan Kepemudaan dan Olahraga 08 03 Pembinaan Penerbitan dan Penyiaran 08 04 Litbang Pariwisata, Budaya, Kepemudaan dan Olahraga 08 90 Pariwisata dan Budaya Lainnya 09 Agama 09 01 Peningkatan Kehidupan Beragama Kode Fungsi dan Sub Fungsi 09 02 Kerukunan Hidup Beragama 09 03 Litbang Agama 09 90 Pelayanan Keagamaan Lainnya 10 Pendidikan 10 01 Pendidikan Anak Usia Dini 10 02 Pendidikan Dasar 10 03 Pendidikan Menengah 10 04 Pendidikan Non Formal & In Formal 10 05 Pendidikan Kedinasan 10 06 Pendidikan Tinggi 10 07 Pelayanan Bantuan terhadap Pendidikan 10 08 Pendidikan Keagamaan 10 09 Litbang Pendidikan 10 90 Pendidikan Lainnya 11 Perlindungan Sosial 11 01 Perlindungan dan Pelayanan Orang Sakit dan Cacat 11 02 Perlindungan dan Pelayanan Lansia 11 03 Perlindungan dan Pelayanan Sosial Keluarga Pahlawan, Perintis Kemerdekaan dan Pejuang 11 04 Perlindungan dan Pelayanan Sosial Anak-anak dan Keluarga 11 05 Pemberdayaan Perempuan 11 06 Penyuluhan dan Bimbingan Sosial 11 07 Bantuan Perumahan 11 08 Bantuan dan Jaminan Sosial 11 09 Litbang Perlindungan Sosial 11 90 Perlindungan Sosial lainnya PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI LAMPIRAN I B PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK NOMOR 21 TAHUN 2004 TANGGAL 5 AGUSTUS 2004 PENJELASAN LAMPIRAN I A TENTANG KLASIFIKASI FUNGSI DAN SUB FUNGSI Kode Fungsi dan Sub Fungsi 01 PELAYANAN UMUM 01.01 LEMBAGA EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF, KEUANGAN DAN FISKAL, SERTA URUSAN LUAR NEGERI - Administrasi, operasi atau dukungan untuk lembaga eksekutif, legislatif, keuangan dan fiskal, manajemen kas negara, utang pemerintah, operasional perpajakan - Kegiatan kementerian keuangan - Kegiatan luar negeri termasuk menlu, kegiatan diplomat, misi-misi internasional dll. - Penyediaan dan penyebaran informasi, dokumentasi, statistik keuangan dan fiskal. Termasuk: - kegiatan kantor kepala eksekutif pada semua level – presiden, wakil presiden, gubernur, bupati/walikota dll. Semua tingkatan lembaga legislatif – MPR, DPR, BPK, DPRD; lembaga penasehat, administrasi, serta staf yang ditunjuk secara politis untuk membantu lembaga eksekutif dan legislatif; serta semua badan atau kegiatan yang bersifat tetap atau sementara yang ditujukan untuk membantu lembaga eksekutif dan legislatif; - kegiatan keuangan dan fiskal dan pelayanan pada seluruh tingkatan pemerintahan; - kegiatan politik dalam negeri; - penyediaan dan penyebaran informasi, dokumentasi, statistik mengenai politik dalam negeri. Tidak termasuk: - kantor-kantor kementerian, baik di pusat maupun di daerah, komite antar departemen dll. yang terkait dengan fungsi tertentu (diklasifikasikan sesuai dengan fungsi masing-masing); - pembayaran cicilan utang dan berbagai kewajiban pemerintah sehubungan dengan utang pemerintah (01.05); - bantuan pemerintah RI kepada negara lain dalam rangka bantuan ekonomi (01.02). Kode Fungsi dan Sub Fungsi 01.02 BANTUAN LUAR NEGERI - administrasi kerjasama ekonomi dengan negara-negara berkembang dan negara- negara transisi, administrasi bantuan luar negeri yang disalurkan melalui lembaga internasional; - operasional untuk misi-misi bantuan ekonomi terhadap negara-negara tertentu; - kontribusi untuk dana pembangunan ekonomi yang diadministrasikan oleh lembaga internasional/regional; - bantuan ekonomi dalam bentuk hibah atau pinjaman. Tidak termasuk bantuan militer untuk negara asing (02.03), bantuan untuk operasi perdamaian internasional (02.03) 01.03 PELAYANAN UMUM - pelayanan umum yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat yang tidak dilakukan oleh fungsi tertentu, antara lain administrasi kepegawaian, bidang perencanaan, ekonomi nasional, statistik, dan administrasi kependudukan. Tidak termasuk: - administrasi kepegawaian yang terkait dengan fungsi-fungsi tertentu; - administrasi perencanaan, ekonomi, statistik nasional, yang terkait dengan fungsi- fungsi tertentu.
04 PENELITIAN DASAR DAN PENGEMBANGAN IPTEK - administrasi, operasi dan koordinasi dari lembaga pemerintah yang berhubungan dengan penelitian dasar dan pengembangan Iptek; - hibah, pinjaman atau subsidi dalam rangka mendukung penelitian dasar dan pengembangan Iptek yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga non pemerintah, seperti lembaga penelitian dan perguruan tinggi; Tidak termasuk penelitian terapan dan pengembangan yang terkait dengan fungsi tertentu.
05 PINJAMAN PEMERINTAH pembayaran bunga dan kewajiban-kewajiban lainnya yang terkait dengan pinjaman. Tidak termasuk biaya administrasi untuk pengelolaan hutang pemerintah (01.01) 01.06 PEMBANGUNAN DAERAH - Transfer umum antar level pemerintahan yang tidak ditentukan penggunaannya; - Administrasi dan operasi dalam rangka pembangunan daerah, pengembangan wilayah dan pemberdayaan masyarakat. Kode Fungsi dan Sub Fungsi 01.07 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN UMUM PEMERINTAHAN - administrasi dan operasi dari lembaga pemerintah yang berhubungan dengan penelitian terapan dan pengembangan yang ada hubungannya dengan pelayanan umum pemerintahan; - hibah, pinjaman atau subsidi dalam rangka mendukung penelitian terapan yang berhubungan dengan pelayanan pemerintah umum yang dilaksanakan oleh lembaga- lembaga non pemerintah, seperti lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Tidak termasuk : - penelitian dasar dan pengembangan Iptek (01.04); - biaya administrasi untuk pengelolaan utang pemerintah (01.01).
90 PELAYANAN UMUM PEMERINTAHAN LAINNYA administrasi dan operasi terhadap pelayanan umum pemerintahan yang tidak termasuk kegiatan-kegiatan yang sudah diklasifikasikan dalam 01.01 s.d. 01.07, seperti: tugas- tugas pemilihan umum Tidak termasuk pemberdayaan komunitas pemukiman (06.02) 02 PERTAHANAN 02.01 PERTAHANAN NEGARA - administrasi dan operasi militer untuk seluruh angkatan; - operasi untuk rekayasa, perhubungan, komunikasi, intelejen, kepegawaian dan kekuatan pertahanan non tempur lainnya. Termasuk atase militer di luar negeri, rumah sakit militer di lapangan. Tidak termasuk misi bantuan militer (02.03), rumah sakit militer tetap (07.03), sekolah/pendidikan militer (10.05), pensiunan militer (11.03) 02.02 DUKUNGAN PERTAHANAN administrasi dan operasi kekuatan pertahan sipil, perumusan keadaan darurat, organisasi yang melibatkan lembaga sipil dan penduduk. Tidak termasuk pelayanan perlindungan masyarakat (03.02), pembelian dan penyimpanan alat dan bahan dalam keadaan darurat untuk bencana alam (03.02).
03 BANTUAN MILITER LUAR NEGERI - administrasi dan bantuan militer serta operasi perdamaian kepada pemerintah asing, lembaga internasional, dan sekutu. Kode Fungsi dan Sub Fungsi 02.04 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTAHANAN - administrasi dan operasi dari lembaga pemerintah yang berhubungan dengan penelitian terapan dan pengembangan yang ada hubungannya dengan pertahanan; - hibah, pinjaman atau subsidi dalam rangka mendukung penelitian terapan yang berhubungan dengan pertahanan yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga non pemerintah, seperti lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Tidak termasuk penelitian dasar dan pengembangan Iptek (01.04) 02.90 PERTAHANAN LAINNYA administrasi dan operasi terhadap pertahanan yang tidak termasuk kegiatan-kegiatan yang sudah diklasifikasikan dalam 02.01 s.d. 02.04. Tidak termasuk veteran militer (11.03) 03 KETERTIBAN DAN KEAMANAN 03.01 KEPOLISIAN - Administrasi dan operasi kepolisian, termasuk pendaftaran orang asing, pengesahan izin kerja dan jalan, pemeliharaan data dan statistik kepolisian, ketentuan lalu lintas, pencegahan penyelundupan; - Operasi rutin dan luar biasa kepolisian, laboratorium kepolisian, pendidikan kepolisian Tidak termasuk pendidikan umum yang diajarkan dalam lembaga kepolisian (10.05). Tidak termasuk dukungan pertahanan (02.02), angkatan yang khusus dibuat untuk pemadaman hutan (04.03).
02 PENANGGULANGAN BENCANA administrasi dan operasional dari penanggulangan bencana, pencegahan kebakaran, SAR nasional, dan badan-badan lain yang bertujuan untuk melaksanakan penanggulangan bencana, perlindungan dan keselamatan masyarakat umumnya, dukungan pencegahan kebakaran dan SAR nasional, dan training. Termasuk pelayanan perlindungan sipil untuk penjaga gunung, penjaga pantai. Tidak termasuk pertahan sipil (02.02), angkatan yang khusus dibuat untuk pemadaman hutan (04.02). Kode Fungsi dan Sub Fungsi 03.03 PEMBINAAN HUKUM - administrasi dan operasi untuk lembaga hukum; pembinaan aparatur penegak hukum; - pengembangan hukum nasional; - pelayanan hukum dari pemerintah dan non pemerintah. Tidak termasuk lembaga pemasyarakatan (03.05) 03.04 PERADILAN - administrasi dan operasi untuk peradilan; - operasi dan dukungan atas program dan kegiatan yang berhubungan dengan peradilan; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi, dan statistik yang berhubungan dengan peradilan; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan kebijakan dan program peradilan. Termasuk administrasi untuk pengadilan tinggi, ombudsmen, peradilan agama. Tidak termasuk administrasi lembaga pemasyarakatan (03.05).
05 LEMBAGA PEMASYARAKATAN administrasi, operasional dan dukungan lembaga pemasyarakatan dan lembaga penahanan lainnya.
06 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETERTIBAN, KEAMANAN DAN HUKUM - administrasi dan operasional dari lembaga pemerintah yang berhubungan dengan penelitian terapan dan pengembangan yang ada hubungannya dengan hukum, ketertiban, dan keamanan; - hibah, pinjaman atau subsidi dalam rangka mendukung penelitian terapan yang berhubungan dengan hukum, ketertiban dan keamanan yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga non pemerintah, seperti lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Tidak termasuk penelitian dasar dan pengembangan Iptek (01.04).
90 HUKUM, KETERTIBAN DAN KEAMANAN LAINNYA administrasi dan operasi terhadap hukum, ketertiban, dan keamanan yang tidak termasuk kegiatan-kegiatan yang sudah diklasifikasikan dalam 03.01 s.d. 03.06. 04 EKONOMI… Kode Fungsi dan Sub Fungsi 04 EKONOMI 04.01 PERDAGANGAN, PENGEMBANGAN USAHA, KOPERASI, DAN UKM - administrasi atas hubungan dan pelayanani, perdagangan luar negeri, pengembangan usaha, koperasi dan UKM, penyusunan dan penerapan kebijakan; - peraturan tentang perdagangan dan pengembangan usaha, koperasi dan UKM, pasar komoditas dan modal; - operasi dan dukungan atas lembaga yang berhubungan dengan paten, hak cipta dll.; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan kebijakan dan program perdagangan dan pengembangan usaha, koperasi dan UKM.
02 TENAGA KERJA - administrasi dan operasi yang berhubungan dengan bidang ketenagakerjaan; - peraturan tentang ketenagakerjaan; - operasi dan dukungan atas lembaga yang berhubungan dengan mediasi ketenagakerjaan; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan kebijakan dan program ketenagakerjaan.
03 PERTANIAN, KEHUTANAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN - administrasi dari pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan - operasi dan dukungan atas program dan kegiatan yang berhubungan dengan pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi, dan statistik yang berhubungan dengan pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan kebijakan dan program pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan. Termasuk penanaman bibit kehutanan; Tidak termasuk proyek pembangunan multi guna (04.90), dan pengairan (04.04) 04.04 PENGAIRAN - administrasi dan operasi yang berhubungan dengan pengairan; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi, dan statistik yang berhubungan dengan pengairan; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan kebijakan dan program pengairan. Termasuk proyek pembangunan jaringan pengairan Kode Fungsi dan Sub Fungsi 04.05 BAHAN BAKAR DAN ENERGI - administrasi dari bahan bakar padat, minyak dan gas bumi, bahan bakar nuklir, energi listrik dan non listrik; - konservasi, penemuan, pengembangan, dan eksploitasi dari bahan bakar padat, minyak dan gas bumi, bahan bakar nuklir, energi listrik dan non listrik; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi, dan statistik yang berhubungan dengan bahan bakar padat, minyak dan gas bumi, bahan bakar nuklir, energi listrik dan non listrik; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan kebijakan dan program bahan bakar padat, minyak dan gas bumi, bahan bakar nuklir, energi listrik dan non listrik. Tidak termasuk transportasi dengan bahan bakar padat, bahan bakar minyak dan gas, bahan bakar nuklir (04.08);
06 PERTAMBANGAN - administrasi dan operasi yang berhubungan dengan pertambangan; - konservasi, penemuan, pengembangan dan eksploitasi dari pertambangan; - pengawasan dan pengaturan yang berhubungan dengan pertambangan; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi, dan statistik yang berhubungan dengan pertambangan; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan kebijakan dan program pertambangan. Termasuk pengeluaran izin, aturan tingkat produksi dan keselamatan, pengawasan keselamatan yang berhubungan dengan pertambangan. Tidak termasuk: - industri pengolahan batu bara, penyulingan minyak, dan nuklir (04.05); - hibah, pinjaman, dan subsidi untuk kontruksi perumahan, bangunan industri, jalan, fasilitas umum (diklasifikasikan berdasar fungsinya);
07 INDUSTRI DAN KONSTRUKSI - administrasi dan operasi yang berhubungan dengan industri dan konstruksi; - konservasi, penemuan, pengembangan dan eksploitasi dari industri dan konstruksi; - pengawasan dan pengaturan yang berhubungan dengan industri dan konstruksi; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi, dan statistik yang berhubungan dengan industri dan konstruksi; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan kebijakan dan program industri dan konstruksi. Kode Fungsi dan Sub Fungsi Termasuk pengeluaran izin, aturan tingkat produksi dan keselamatan, pengawasan keselamatan yang berhubungan dengan industri dan konstruksi. Tidak termasuk: - industri pengolahan batu bara, penyulingan minyak, dan nuklir (04.05); - hibah, pinjaman, dan subsidi untuk kontruksi perumahan, bangunan industri, jalan, fasilitas umum (diklasifikasikan berdasar fungsinya); - peraturan standar perumahan (06.01).
08 TRANSPORTASI - administrasi dari operasi, penggunaan, konstruksi, pemeliharaan dari transportasi jalan raya, transportasi air, transportasi kereta api, transportasi udara, dan bentuk transportasi lainnya; - pengawasan dan pengaturan yang berhubungan dengan dari transportasi jalan raya, transportasi air, transportasi kereta api, transportasi udara, dan bentuk transportasi lainnya; - konstruksi atau operasi dari fasilitas lainnya pendukung transportasi jalan raya, transportasi air, transportasi kereta api, transportasi udara, dan bentuk transportasi lainnya; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi, dan statistik yang berhubungan dengan transportasi jalan raya, transportasi air, transportasi kereta api, transportasi udara, dan bentuk transportasi lainnya; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan kebijakan dan program transportasi jalan raya, transportasi air, transportasi kereta api, transportasi udara, dan bentuk transportasi lainnya.
09 TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA - administrasi dari konstruksi, perbaikan, pengembangan, operasi dan pemeliharaan sistem telekomunikasi dan informatika; - peraturan yang berhubungan dengan sistem telekomunikasi; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi, dan statistik tentang telekomunikasi; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan kebijakan dan program telekomunikasi; Termasuk pengembangan teknologi telematika. Tidak termasuk radio dan satelit navigasi untuk transportasi air (04.08), penyiaran radio dan televisi (08.03) 04.10 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI - administrasi dan operasi dari lembaga pemerintahan dalam penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan ekonomi, perdagangan, pengembangan usaha koperasi dan UKM, ketenagakerjaan, pertanian, kehutanan, perikanan, kelautan, bahan bakar dan energi, pertambangan, industri dan konstruksi, transportasi, komunikasi dan industri lainnya; Kode Fungsi dan Sub Fungsi - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan perdagangan, pengembangan usaha koperasi dan UKM, ketenagakerjaan, pertanian, kehutanan, perikanan, kelautan, bahan bakar dan energi, pertambangan, industri dan konstruksi, transportasi, dan telekomunikasi; Tidak termasuk penelitian dasar dan pengembangan Iptek (01.04).
90 EKONOMI LAINNYA - Termasuk meteorologi dan geofisika, multi proyek, penyimpanan dan distribusi; - administrasi, operasi atau dukungan yang berhubungan dengan ekonomi yang tidak terklasifikasi dalam 04.01 s.d. 04.10 05 PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP 05.01 MANAJEMEN LIMBAH - administrasi, pengawasan, pemeriksaan, operasi atau dukungan untuk pengelolaan limbah - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung operasi, konstruksi, pemeliharaan ataupun peningkatan sistem pengelolaan limbah. Termasuk : pengembangan sistem persampahan (daerah) dan Limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) (pemerintah pusat) 05.02 MANAJEMEN AIR LIMBAH - administrasi, pengawasan, pemeriksaan, operasi ataupun dukungan untuk pengelolaan air limbah; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung operasi, konstruksi, pemeliharaan ataupun peningkatan sistem pengelolaan air limbah.
03 PENANGGULANGAN POLUSI - administrasi, pengawasan, pemeriksaan, operasi ataupun dukungan untuk penanggulangan polusi; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung operasi, konstruksi, pemeliharaan ataupun peningkatan sistem penanggulangan polusi.
04 KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM - administrasi, pengawasan, pemeriksaan, operasi ataupun dukungan untuk kegiatan- kegiatan yang berhubungan dengan konservasi sumber daya alam; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung operasi, konstruksi, pemeliharaan ataupun peningkatan sistem konservasi sumber daya alam. Kode Fungsi dan Sub Fungsi 05.05 TATA RUANG DAN PERTANAHAN - administrasi, pengawasan, pemeriksaan, operasi untuk pengelolaan tata ruang dan pertanahan; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung operasi untuk pengelolaan tata ruang dan pertanahan.
06 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP - Administrasi dan operasi dari lembaga-lembaga pemerintah yang terlibat dalam penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan perlindungan lingkungan hidup; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan perlindungan lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh lembaga non pemerintah seperti lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Tidak termasuk penelitian dasar dan pengembangan Iptek (01.04) 05.90 PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP LAINNYA - administrasi, pengelolaan, peraturan, pengendalian, operasi dan dukungan untuk kegiatan-kegiatan yang behubungan dengan kebijakan, perancanaan, program dan anggaran untuk meningkatkan perlindungan lingkungan hidup; penyiapan dan penegakan peraturan dan standar untuk perlindungan lingkungan hidup; penyiapan dan penyebaran informasi, dokumen dan statistik tentang lingkungan hidup; - termasuk kegiatan perlindungan lingkungan hidup yang tidak termasuk dalam 05.01 s.d. 05.06. 06 PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN 06.01 PENGEMBANGAN PERUMAHAN - administrasi perumahan; peningkatan, pemantauan dan evaluasi kegiatan pengembangan perumahan; peraturan standar perumahan; - perumahan pengganti perumahan kumuh, penyediaan tanah, pengembangan perumahan untuk orang cacat; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi dan statistik mengenai perumahan; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung pengembangan, peningkatan dan pemeliharaan atas penyediaan perumahan. Tidak termasuk: - peraturan dan standar konstruksi (04.07); - bantuan uang dan barang untuk perumahan (11.07). Kode Fungsi dan Sub Fungsi 06.02 PEMBERDAYAAN KOMUNITAS PEMUKIMAN - administrasi pemukiman, dan peraturan pendukung pemukiman; - perencanaan untuk pemukiman baru dan yang direhabilitasi, perencanaan pengembangan fasilitas pemukiman; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi dan statistik mengenai pemukiman.
03 PENYEDIAAN AIR MINUM - administrasi penyediaan air minum, pengawasan dan pengaturan mengenai penyediaan air minum; - konstruksi dan operasi dari sistem pendukung penyediaan air minum; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi dan statistik penyediaan air minum; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung operasi, konstruksi, pemeliharaan ataupun peningkatan sistem penyediaan air minum.
04 PENERANGAN JALAN - administrasi penerangan jalan, pengembangan dan pengaturan tentang standarisasi penerangan; - instalasi, operasi, pemeliharaan, peningkatan dan lain-lain untuk penerangan jalan. Tidak termasuk penerangan untuk jalan bebas hambatan (04.05) 06.05 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN - administrasi dan operasi dari lembaga pemerintah dalam penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan perumahan dan pemukiman - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan perumana dan pemukiman yang dilaksanakan oleh lembaga non pemerintah seperti lembaga penelitian dan prguruan tinggi. Tidak termasuk penelitian dasar dan pengembangan Iptek (01.04) 06.90 PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN LAINNYA - administrasi, operasi atau dukungan dalam kebijakan, perencanaan, program dan anggaran yang berhubungan dengan perumahan dan pemukiman lainnya; - penyiapan dan penegakan peraturan dan standarisasi yang berhubungan dengan perumahan dan permukiman lainnya; - penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi dan statistik mengenai perumahan dan permukiman lainnya. Kode Fungsi dan Sub Fungsi Termasuk administrasi, operasi ataupun dukungan yang berhubungan dengan perumahan dan pemukiman yang tidak dapat diklasifikasikan dalam 06.01 s.d. 06.05 07 KESEHATAN 07.01 OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN - penyediaan obat-obatan, alat-alat medis, peralatan terapi medis; - administrasi, operasi ataupun dukungan untuk penyediaan obat-obatan, alat-alat medis, dan peralatan terapi medis. Termasuk perbaikan peralatan terapi medis Tidak termasuk sewa peralatan terapi medis (07.02) 07.02 PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN - penyediaan pelayanan medis umum, pelayanan medis khusus, pelayanan gigi, pelayanan paramedik; - administrasi, inspeksi, operasi atau dukungan untuk penyediaan medis umum, pelayanan medis khusus, pelayanan gigi, pelayanan paramedik. - penyediaan pelayanan rumah sakit umum, rumah sakit khusus, rumah sakit ibu anak, kebidanan; - administrasi, inspeksi, operasi atau dukungan untuk penyediaan pelayanan rumah sakit umum, rumah sakit ibu anak, kebidanan. Termasuk: - pelayanan spesialis ortodensi; - pemeriksaan gigi; - sewa peralatan terapi medis; - lembaga pelayanan lansia dengan pengawasan medis, pusat pelayanan medis yang bertujuan untuk menyembuhkan pasien. Tidak termasuk alat kedokteran gigi (07.01), laboratorium pemeriksaan kesehatan (07.03) 07.03 PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT - penyediaan pelayanan kesehatan masyarakat; - administrasi, pemeriksaan, operasi atau dukungan untuk pelayanan kesehatan masyarakat; - penyusunan dan penyebaran informasi berkenaan kesehatan masyarakat. Termasuk pelayanan kesehatan untuk kelompok tertentu, pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan dengan rumah sakit, klinik, laboratorium kesehatan masyarakat. Tidak termasuk laboratorium analisis medis (07.02) Kode Fungsi dan Sub Fungsi 07.04 KELUARGA BERENCANA - administrasi, operasi, ataupun dukungan untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kebijakan, perencanaan, program dan anggaran keluarga berencana, - penyiapan dan penegakan peraturan dan standarisasi kesehatan, penyusunan dan penyebaran informasi, dokumen, dan statistik keluarga berencana.
05 LITBANG KESEHATAN - administrasi dan operasi dari lembaga-lembaga pemerintah yang melakukan penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan kesehatan; Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan kesehatan yang dilaksanakan oleh lembaga non pemerintah seperti lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Tidak termasuk penelitian dasar dan pengembangan Iptek (01.04) 07.90 KESEHATAN LAINNYA - administrasi, operasi, ataupun dukungan untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kebijakan, perencanaan, program dan anggaran kesehatan, penyiapan dan penegakan peraturan dan standarisasi kesehatan, penyusunan dan penyebaran informasi, dokumen, dan statistik kesehatan. - Termasuk kegiatan kesehatan lainnya yang tidak terklasifikasi dalam 07.01 s.d.
03 PEMBINAAN PENERBITAN DAN PENYIARAN - administrasi penyiaran dan penerbitan, pengawasan dan pengaturan penyiaran dan penerbitan; - operasi atau dukungan untuk penyiaran dan penerbitan; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung pengadaan fasilitas media televisi dan radio; pengadaan fasilitas penerbitan. Tidak termasuk percetakan negara (01.03), penyelenggaran pendidikan melalui televisi dan radio (08.03).
04 LITBANG PARIWISATA DAN BUDAYA - administrasi dan operasi dari lembaga-lembaga pemerintah yang melakukan penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan pariwisata dan budaya; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan pariwisata dan budaya yang dilaksanakan oleh lembaga non pemerintah seperti lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Tidak termasuk penelitian terapan dan pengembangan Iptek (01.04) 08.90 PARIWISATA DAN BUDAYA LAINNYA - administrasi, operasi, ataupun dukungan untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kebijakan, perencanaan, program dan anggaran pariwisata, olah raga, dan budaya, penyiapan dan penegakan peraturan dan standarisasi pariwisata, olah raga, dan budaya, penyusunan dan penyebaran informasi, dokumen, dan statistik pariwisata, olah raga dan budaya lainnya. - Termasuk kegiatan pariwisata, olah raga dan budaya lainnya yang tidak terklasifikasi dalam 08.01 s.d. 08.04. 09 AGAMA 09.01 PENINGKATAN KEHIDUPAN BERAGAMA - penyediaan pelayanan agama, administrasi keagamaan; - operasi atau dukungan atas penyediaan fasilitas keagamaan; - pembayaran untuk petugas keagamaan, hibah, pinjaman, atau subsidi untuk peningkatan kehidupan beragama. Kode Fungsi dan Sub Fungsi 09.02 KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA - pengawasan dan pengaturan atas keagamaan; - hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung kerukunan hidup beragama.
03 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEAGAMAAN - administrasi dan operasi dari lembaga-lembaga pemerintah yang melakukan penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan keagamaan; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan keagamaan yang dilaksanakan oleh lembaga non pemerintah seperti lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Tidak termasuk penelitian terapan dan pengembangan Iptek (01.04) 09.90 PELAYANAN KEAGAMAAN LAINNYA - administrasi, operasi, ataupun dukungan untuk kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan kebijakan, perencanaan, program dan anggaran keagamaan, penyiapan dan penegakan peraturan dan standarisasi masalah keagamaan, penyusunan dan penyebaran informasi, dokumen, dan statistik keagamaan. - Termasuk kegiatan keagamaan lainnya yang tidak terklasifikasi dalam 09.01 s.d.
02 PENDIDIKAN DASAR - penyediaan pendidikan pendidikan dasar baik umum maupun agama; - administrasi, pemeriksaan, operasi ataupun dukungan untuk pendidikan dasar; - beasiswa, hibah, pinjaman dan tunjangan untuk mendukung siswa tingkat pendidikan dasar. Tidak termasuk pelayanan bantuan terhadap pendidikan (10.07) Kode Fungsi dan Sub Fungsi 10.03 PENDIDIKAN MENENGAH - penyediaan pendidikan menengah baik umum maupun agama; - administrasi, pemerikasaan, operasi ataupun dukungan untuk pendidikan menengah; - beasiswa, hibah, pinjaman dan tunjangan untuk mendukung siswa tingkat menengah. Tidak termasuk pendidikan non formal dan informal (10.04) 10.04 PENDIDIKAN NON FORMAL & INFORMAL - penyediaan pendidikan nonformal dan informal; - administrasi, pemerikasaan, operasi ataupun dukungan untuk pendidikan nonformal dan informal; - beasiswa, hibah, pinjaman dan tunjangan untuk mendukung pendidikan nonformal dan informal.
05 PENDIDIKAN KEDINASAN - penyediaan pendidikan kedinasan; - administrasi, pemerikasaan, operasi ataupun dukungan untuk pendidikan kedinasan; - beasiswa, hibah, pinjaman dan tunjangan untuk mendukung siswa pendidikan kedinasan. Tidak termasuk pelatihan yang terkait dengan fungsi tertentu.
06 PENDIDIKAN TINGGI - penyediaan pendidikan tinggi; - administrasi, pemeriksaan, operasi ataupun dukungan untuk pendidikan tinggi; - beasiswa, hibah, pinjaman dan tunjangan untuk mendukung mahasiswa; - penyediaan pendidikan tinggi keagamaan. Tidak termasuk pendidikan nonformal dan informal (10.04) 10.07 PELAYANAN BANTUAN TERHADAP PENDIDIKAN - penyediaan pelayanan bantuan terhadap pendidikan; - administrasi, pemerikasaan, operasi ataupun dukungan untuk transportasi, makanan, penginapan, kesehatan umum dan gigi yang ditujukan untuk siswa pada berbagai tingkatan. Kode Fungsi dan Sub Fungsi 10.08 PENDIDIKAN KEAGAMAAN - penyediaan pendidikan keagamaan; - administrasi, pemerikasaan, operasi ataupun dukungan untuk pendidikan keagamaan; - beasiswa, hibah, pinjaman dan tunjangan untuk mendukung siswa pendidikan keagamaan.
09 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN - administrasi dan operasi dari lembaga-lembaga pemerintah yang melakukan penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan pendidikan; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga non pemerintah seperti lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Tidak termasuk penelitian dasar dan pengembangan Iptek (01.04) 10.90 PENDIDIKAN LAINNYA - administrasi, operasi, ataupun dukungan untuk kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan kebijakan, perencanaan, program dan anggaran pendidikan, penyiapan dan penegakan peraturan dan standarisasi pendidikan, penyusunan dan penyebaran informasi, dokumen, dan statistik pendidikan. - Termasuk kegiatan pendidikan lainnya yang tidak terklasifikasi dalam 10.01 s.d.
02 PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN LANSIA - penyediaan perlindungan dan pelayanan sosial dalam bentuk uang dan barang kepada lansia; - administrasi, operasi ataupun dukungan atas skema perlindungan lansia; - manfaat uang dan barang lainnya untuk lansia; - termasuk pensiunan PNS dan TNI/Polri. Tidak termasuk orang tua yang pensiun dini karena sakit dan cacat (11.01). Kode Fungsi dan Sub Fungsi 11.03 PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN SOSIAL KELUARGA PAHLAWAN, PERINTIS KEMERDEKAAN DAN PEJUANG - penyediaan perlindungan dan pelayanan sosial dalam bentuk uang dan barang kepada keluarga pahlawan, perintis kemerdekaan dan pejuang maupun ahli warisnya; - administrasi, operasi ataupun dukungan atas skema perlindungan keluarga pahlawan, perintis kemerdekaan dan pejuang; - manfaat uang dan barang lainnya untuk keluarga pahlawan, perintis kemerdekaan dan pejuang.
04 PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN SOSIAL ANAK-ANAK DAN KELUARGA - penyediaan perlindungan dan pelayanan sosial dalam bentuk uang dan barang kepada anak-anak dan keluarga tertentu; - administrasi, operasi ataupun dukungan atas skema perlindungan anak-anak dan keluarga; - manfaat uang dan barang lainnya untuk anak-anak dan keluarga. Tidak termasuk pelayanan keluarga berencana (07.04).
05 PEMBERDAYAAN PEREMPUAN - penyediaan perlindungan sosial kepada perempuan; - administrasi, operasi ataupun dukungan atas pemberdayaan perempuan;
06 PENYULUHAN DAN BIMBINGAN SOSIAL - penyediaan perlindungan sosial dalam bentuk uang dan barang untuk/kepada orang yang dapat bekerja tetapi belum mendapatkan pekerjaan yang sesuai; - administrasi, operasi ataupun dukungan atas skema perlindungan pengangguran; - manfaat uang dan barang lainnya untuk penggangguran. Tidak termasuk program dan skema untuk memobilisasi tenaga kerja dan menurunkan pengangguran (04.02), dan penyediaan uang dan barang untuk pengangguran yang memasuki usia pensiun (11.02).
07 BANTUAN PERUMAHAN - penyediaan perlindungan sosial dalam bentuk non kas untuk membantu rumah tangga dalam pemenuhan biaya perumahan; - administrasi, operasi ataupun dukungan atas skema bantuan perumahan; - manfaat non kas lainnya, seperti bantuan sewa, penyediaan rumah dengan harga terjangkau. Kode Fungsi dan Sub Fungsi 11.08 BANTUAN DAN JAMINAN SOSIAL - penyediaan perlindungan sosial dalam bentuk uang dan barang untuk masyarakat tertinggal dan terlantar; - administrasi, operasi ataupun dukungan atas skema perlindungan masyarakat tertinggal dan terlantar; - manfaat uang dan barang lainnya untuk masyarakat tertinggal dan terlantar.
09 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERLINDUNGAN SOSIAL - administrasi dan operasi dari lembaga-lembaga pemerintah yang melakukan penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan perlindungan sosial; - Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mendukung penelitian terapan dan pengembangan yang berhubungan dengan perlindungan sosial yang dilaksanakan oleh lembaga non pemerintah seperti lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Tidak termasuk penelitian dasar dan pengembangan Iptek (01.04) 11.90 PERLINDUNGAN SOSIAL LAINNYA - administrasi, operasi, ataupun dukungan untuk kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan kebijakan, perencanaan, program dan anggaran perlindungan sosial, penyiapan dan penegakan peraturan dan standarisasi kesejahteraan sosial, penyusunan dan penyebaran informasi, dokumen, dan statistik perlindungan sosial. - Termasuk kegiatan perlindungan sosial lainnya yang tidak terklasifikasi dalam 11.01 s.d. 11.09. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Salinan sesuai dengan aslinya Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang-undangan, ttd Lambock V. Nahattands LAMPIRAN II A PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TANGGAL 5 AGUSTUS 2004 KLASIFIKASI BELANJA Kode Belanja dan Jenis Pengeluaran BELANJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH 51 Belanja Pegawai 51 1 Gaji dan Tunjangan 51 2 Honorarium, Vakasi, Lembur dan lain-lain. 51 3 Kontribusi Sosial 51 3 1 Pensiun & Uang Tunggu 51 3 2 Asuransi Kesehatan 52 Belanja Barang 52 1 Barang dan Jasa 52 2 Pemeliharaan 52 3 Perjalanan 53 Belanja Modal 53 1 Tanah 53 2 Peralatan dan Mesin 53 3 Gedung dan Bangunan 53 4 Jaringan 53 9 Aset Fisik Lainnya 54 Pembayaran Bunga Utang 54 1 Utang Dalam Negeri 54 1 1 Pemerintah 54 1 2 Bank Indonesia 54 1 3 Lainnya 54 2 Utang Luar Negeri 54 2 1 Pemerintah 54 2 2 Lainnya 55 Subsidi 55 1 Perusahaan Negara 55 1 1 Lembaga Keuangan 55 1 2 Non-Lembaga Keuangan Kode Belanja dan Jenis Pengeluaran 55 2 Perusahaan Swasta 55 2 1 Lembaga Keuangan 55 2 2 Non-Lembaga Keuangan 56 Bantuan Sosial 56 1 Dana Kompensasi Sosial 56 2 Lembaga Pendidikan dan Peribadatan 57 Hibah 57 1 Pemerintah Luar Negeri 57 2 Organisasi International 58 Belanja Lain-lain TRANSFER PEMERINTAH PUSAT 61 Dana Perimbangan 61 1 Dana Bagi Hasil 61 1 1 Perpajakan 61 1 2 Sumber Daya Alam 61 2 Dana Alokasi Umum 61 2 1 Propinsi 61 2 2 Kabupaten/Kota 61 3 Dana Alokasi Khusus 61 3 1 Dana Reboisasi 61 3 2 Non Dana Reboisasi 62 Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 62 1 Dana Otonomi Khusus 62 1 1 Papua 62 2 Dana Penyesuaian 62 2 1 Murni 62 2 2 Ad-hoc PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI LAMPIRAN II B PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TANGGAL 5 AGUSTUS 2004 PENJELASAN LAMPIRAN II A TENTANG KLASIFIKASI BELANJA Belanja dan Jenis Pengeluaran Kode 51 Belanja Pegawai Kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah, baik yang bertugas di dalam maupun di luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. 51 1 Gaji dan Tunjangan Kompensasi yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah berupa gaji pokok dan berbagai tunjangan yang diterima berkaitan dengan jenis dan sifat pekerjaan yang dilakukan (tunjangan istri/suami, tunjangan anak, tunjangan jabatan struktural/fungsional, uang makan/lauk pauk, tunjangan beras, tunjangan PPh, tunjangan kemahalan), baik dalam bentuk uang maupun barang. 51 2 Honorarium, Vakasi, Lembur Kompensasi yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah berupa honorarium tim dan sebagainya, lembur, vakasi, tunjangan khusus, dan berbagai pembiayaan kepegawaian lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk pegawai di lingkungan kementerian negara/lembaga yang dialihkan ke daerah dankantor-kantor di lingkungan kementerian negara/lembaga yang dilikuidasi 51 3 Kontribusi Sosial Pembayaran yang dilakukan terhadap unit organisasi/lembaga/badan tertentu untuk mendapatkan hak tunjangan sosial bagi pegawai Pemerintah. 51 3 1 Pensiun dan Uang Tunggu Pengeluaran/belanja pensiun/uang tunggu pegawai pemerintah yang disalurkan melalui PT Taspen dan PT Asabri. 51 3 2 Asuransi Kesehatan Pengeluaran/belanja pemerintah yang disalurkan melalui PT. Askes. 52 Belanja Barang Pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan Belanja dan Jenis Pengeluaran Kode 52 1 Barang dan Jasa Pengeluaran yang dilakukan untuk membiayai keperluan kantor sehari-hari, pengadaan/penggantian inventaris kantor, langganan daya dan jasa dan lain-lain pengeluaran yang diperlukan untuk membiayai pekerjaan yang bersifat nonfisik dan secara langsung menunjang tugas pokok dan fungsi Kementerian negara/lembaga. 52 2 Pemeliharaan Pengeluaran yang dilakukan untuk membiayai pemeliharaan gedung kantor, rumah dinas, kendaraan bermotor, dan lain-lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan, termasuk perbaikan peralatan dan sarana gedung. 52 3 Perjalanan Pengeluaran yang dilakukan untuk membiayai perjalanan dinas dalam rangka pelaksanaan tugas, dan fungsi serta jabatan. 53 Belanja Modal Pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal, baik dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bagungan, jaringan, maupun dalam bentuk fisik lainnya, seperti buku, binatang dan lain sebagainya 53 1 Tanah Pengeluaran yang diperlukan untuk pengadaan/pembelian/ pembebasan/ penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat tanah, serta lain-lain yang bersifat administratif sehubungan dengan pembentukan modal. 53 2 Peralatan dan Mesin Pengeluaran yang diperlukan untuk pengadaan alat-alat dan mesin-mesin yang dipergunakan dalam kegiatan pembentukan modal, termasuk didalamnya biaya untuk penambahan, penggantian dan peningkatan kualitas peralatan dan mesin. 53 3 Gedung dan Bangunan Pengeluaran yang diperlukan untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembentukan modal untuk pembangunan gedung dan bangunan, termasuk didalamnya pengadaan berbagai barang kebutuhan pembangunan gedung dan bangunan. 53 4 Jaringan Pengeluaran yang diperlukan untuk penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan serta perawatan prasarana dan sarana yang berfungsi atau merupakan bagian dari jaringan, seperti jalan, jembatan dan jaringan irigasi atau air bersih. Belanja dan Jenis Pengeluaran Kode 53 9 Aset Fisik Lainnya Pengeluaran dipergunakan dalam kegiatan pembentukan modal dalam bentuk aset fisik lainnya seperti buku, binatang dan lain-lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi 53.1 s.d. 53.4. 54 Pembayaran Bunga Utang Pembayaran yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang ( principal outstanding ), baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri, yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman. 54 1 Utang Dalam Negeri Pembayaran bunga utang dalam mata uang rupiah. 54 1 1 Pemerintah Pembayaran bunga utang atas surat utang negara, obligasi dalam negeri, dan lainnya yang harus dibayar Pemerintah. 54 1 2 Bank Indonesia Pembayaran bunga utang kepada Bank Indonesia. 54 1 3 Lainnya Pembayaran bunga utang selain atas surat utang negara dan selain kepada Bank Indonesia. 54 2 Utang Luar Negeri Pembayaran bunga utang dalam mata uang negara pemberi pinjaman. 54 2 1 Pemerintah Pembayaran bunga utang kepada pemerintah negara/lembaga internasional pemberi pinjaman. 54 2 2 Lainnya Pembayaran bunga utang luar negeri, selain pemerintah negara/lembaga internasional. 55 Subsidi Alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak, sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat terjangkau oleh masyarakat. 55 1 Perusahaan Negara Subsidi Pemerintah kepada Perusahaan Negara. 55 1 1 Lembaga Keuangan Subsidi Pemerintah kepada Perusahaan Negara yang merupakan lembaga keuangan. Belanja dan Jenis Pengeluaran Kode 55 1 2 Non-Lembaga Keuangan Subsidi Pemerintah kepada Perusahaan Negara yang merupakan non- lembaga keuangan. 55 2 Perusahaan Swasta Subsidi Pemerintah kepada Perusahaan Swasta. 55 2 1 Lembaga Keuangan Subsidi Pemerintah kepada Perusahaan Swasta yang merupakan lembaga keuangan. 55 2 2 Non-Lembaga Keuangan Subsidi Pemerintah kepada Perusahaan Swasta yang merupakan non- lembaga keuangan. 56 Bantuan Sosial Transfer uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Bantuan sosial dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat dan/atau lembaga kemasyarakatan antara lain, bantuan untuk lembaga non pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan. 56 1 Dana Kompensasi Sosial Transfer dalam bentuk uang yang diberikan kepada masyarakat, sebagai dampak dari adanya kenaikan harga BBM. 56 2 Lembaga Pendidikan dan Keagamaan. Transfer dalam bentuk uang yang diberikan kepada lembaga pendidikan dan/atau lembaga keagamaan. 57 Hibah Transfer rutin/modal yang sifatnya tidak wajib kepada negara lain atau kepada organisasi internasional. 57 1 Pemerintah Luar Negeri Pemberian hibah kepada pemerintahan negara lain. 57 2 Organisasi International Pemberian hibah kepada organisasi internasional. 58 Belanja Lain-lain Pengeluaran/belanja pemerintah pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis belanja pegawai (51) s.d. hibah (57). Belanja dan Jenis Pengeluaran Kode TRANSFER PEMERINTAH PUSAT 61 Dana Perimbangan 61 1 Dana Bagi Hasil 61 1 1 Perpajakan Pengeluaran yang bersumber dari perpajakan (PPh, PBB dan BPHTB) yang dibagihasilkan kepada daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku. 61 1 2 Sumber Daya Alam Pengeluaran yang bersumber dari sumber daya alam (minyak bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan dan perikanan) yang dibagi hasilkan kepada daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku. 61 2 Dana Alokasi Umum Pengeluaran yang dilakukan pemerintah dalam rangka pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 61 2 1 Propinsi Pengeluaran DAU yang merupakan bagian Propinsi. 61 2 2 Kabupaten/Kota Pengeluaran DAU yang merupakan bagian kabupaten/Kota. 61 3 Dana Alokasi Khusus 61 3 1 Dana Reboisasi 61 3 2 Non Dana Reboisasi 62 Dana otonomi khusus dan penyesuaian 62 1 Dana otonomi khusus 62 2 Dana Penyesuaian PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI LAMPIRAN III PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TANGGAL 5 AGUSTUS 2004 TATA CARA PENGISIAN FORMULIR RKA-KL I. Pendahuluan RKA-KL sebagai dokumen usulan anggaran (budget request) memuat sasaran terukur yang penyusunannya dilakukan secara berjenjang dari tingkat kantor/satuan kerja ke tingkat yang lebih tinggi ( bottom-up ) untuk melaksanakan penugasan dari menteri/pimpinan lembaga ( top down). Dengan demikian dalam menyusun suatu Rencana Kerja dan Anggaran yang menerapkan anggaran berdasarkan prestasi/kinerja perlu terlebih dahulu ditentukan atau ditetapkan:
Program yang akan dilaksanakan oleh suatu kementerian negara/lembaga dan unit yang bertanggungjawab atas pelaksanaannya;
Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sasaran dari program dan unit kerja yang bertanggungjawab atas pelaksanaannya;
Keluaran yang akan dihasilkan oleh suatu satuan kerja sebagai unit operasional terkecil dari suatu kementerian negara/lembaga dan unit kerja yang bertanggungjawab atas pelaksanaannya;
Biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu keluaran tertentu yang diharapkan oleh kementerian negara/lembaga dari unit kerja yang bertanggungjawab atas pelaksanaannya;
Anggaran untuk melaksanakan suatu kegiatan yang akan menghasilkan suatu keluaran berdasarkan target kinerja yang ingin dicapai dan biaya per unit keluaran;
Penghimpunan anggaran dari masing-masing satuan kerja menjadi RKA unit kerja eselon I dan RKA- KL. II. Formulir dan Petunjuk Pengisian RKA-KL Formulir yang digunakan dalam penyusunan RKA-KL adalah sebagai berikut: No. Kode dan Nama Formulir Informasi Pokok Penyusun 1 2 3 4 1. Formulir 1.1 Rincian Kegiatan dan Keluaran Satuan kerja, lokasi, program (dengan kode fungsi dan sub fungsi), kegiatan, indikator kinerja, sasaran keluaran (pada tahun berjalan dan tahun yang direncanakan), dan pelaksana kegiatan, baik yang dilakukan oleh kantor pusat atau kantor daerah. Satuan Kerja 2. Formulir 1.2 Rincian Anggaran Belanja Satuan Kerja, fungsi dan sub-fungsi, program, kegiatan, jumlah belanja masing-masing kegiatan untuk tahun anggaran berjalan, tahun yang direncanakan dan tahun berikutnya. Satuan Kerja 3. Formulir 1.3 Rincian Anggaran Belanja per Jenis Belanja Rincian anggaran belanja masing- masing kegiatan per jenis belanja dan sumber dana. Satuan Kerja 4. Formulir 1.4 Rincian Anggaran Pendapatan per MAP. Satuan Kerja, fungsi dan sub-fungsi, program, kelompok pendapatan, Mata Anggaran Penerimaan (MAP) mulai dari realisasi TA setahun yang lalu, sasaran tahun berjalan, TA yang direncanakan dan TA berikutnya. Satuan Kerja 5. Formulir 1.5 Rincian Perhitungan Biaya per Kegiatan Rincian Biaya dalam rangka menghitung biaya untuk masing- masing kegiatan dan sub kegiatan. Satuan Kerja No. Kode dan Nama Formulir Informasi Pokok Penyusun 6. Formulir 2.1 Rincian Kegiatan dan Keluaran Unit Organisasi, program (dengan kode fungsi dan sub fungsi), kegiatan, indikator kinerja, sasaran keluaran (pada tahun berjalan dan tahun yang direncanakan), dan pelaksana kegiatan, baik yang dilakukan oleh kantor pusat atau kantor daerah. Unit Organisasi 7. Formulir 2.2 Rincian Anggaran Belanja Unit Organisasi, sub-fungsi, program, kegiatan, jumlah belanja masing- masing kegiatan untuk tahun anggaran berjalan, tahun yang direncanakan dan tahun berikutnya. Unit Organisasi 8. Formulir 2.3 Rincian Anggaran Belanja per Jenis Belanja Unit Organisasi, sub-fungsi, program, kegiatan, rincian anggaran belanja untuk tahun anggaran yang direncanakan. Unit Organisasi 9. Formulir 2.4 Rincian Anggaran Belanja dan Pendapatan Unit Organisasi, sub-fungsi, program, kelompok pendapatan, Mata Anggaran Penerimaan (MAP) mulai dari realisasi TA setahun yang lalu, sasaran tahun berjalan, TA yang direncanakan dan TA berikutnya. Unit Organisasi 10. Formulir 3.1 Rincian Kegiatan dan Keluaran Kementerian Negara/Lembaga, Unit Organisasi, program (dengan kode fungsi dan sub fungsi), kegiatan, indikator kinerja, sasaran keluaran (pada tahun berjalan dan tahun yang direncanakan), dan pelaksana kegiatan, baik yang dilakukan oleh kantor pusat atau kantor daerah. Kementerian Negara/Lembaga 11. Formulir 3.2 Rincian Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga, Unit Organisasi, sub-fungsi, program, kegiatan, jumlah belanja masing- masing kegiatan untuk tahun anggaran berjalan, tahun yang direncanakan dan tahun berikutnya. Kementerian Negara/Lembaga 12. Formulir 3.3 Rincian Anggaran Belanja per Jenis Belanja Kementerian Negara/Lembaga, Unit Organisasi, sub-fungsi, program, kegiatan, rincian anggaran belanja untuk tahun anggaran yang direncanakan. Kementerian Negara/Lembaga No. Kode dan Nama Formulir Informasi Pokok Penyusun 13. Formulir 3.4 Rincian Anggaran Belanja dan Pendapatan Kementerian Negara/Lembaga, Unit Organisasi, sub-fungsi, program, kelompok pendapatan, Mata Anggaran Penerimaan (MAP) mulai dari realisasi TA setahun yang lalu, sasaran tahun berjalan, TA yang direncanakan dan TA berikutnya. Kementerian Negara/Lembaga Arus dokumen dalam penyusunan RKA-KL adalah sebagai berikut: No. Keterangan Kementerian Negara/ Lembaga Unit Kerja Eselon I Unit operasional (Eselon II dan Eselon III) 1 2 3 4 5 1. Formulir 1.5 2. Formulir 1.1 3. Formulir 1.2 4. Formulir 1.3 5. Formulir 1.4 6. Formulir 2.1 7. Formulir 2.2 8. Formulir 2.3 9.. Formulir 2.4 10. Formulir 3.1 11. Formulir 3.2 12. Formulir 3.3 13. Formulir 3.4 Pengisian formulir dimulai dengan masing-masing Satuan Kerja mengisi Formulir 1.1 (Rincian Kegiatan dan Keluaran untuk Satuan Kerja) kemudian mengisi Formulir 1.2 (Rincian Anggaran Belanja Satuan Kerja), Formulir 1.3 (Rincian Anggaran Belanja per Jenis Belanja) dan Formulir 1.4 (Rincian Anggaran Pendapatan per MAP). Untuk mengisi alokasi biaya untuk masing-masing kegiatan pada Formulir 1.2 dan 1.3 perlu membuat perhitungan sesuai dengan Formulir 1.5 . Selanjutnya untuk masing-masing organisasi tingkat Eselon I dan kementerian negara/lembaga tinggal menjumlahkan sesuai dengan urutan diagram di atas. Pengisian masing-masing formulir adalah sebagai berikut: Formulir 1.1 1. Header diisi dengan:
Nama dan kode satuan kerja (termasuk kode kementerian negara/lembaga dan kode unit unit organisasi).
Nama dan kode lokasi (termasuk kode propinsi dan kabupaten/kota).
Nama dan kode program (termasuk kode fungsi dan sub fungsi).
Sasaran program, yaitu uraian tentang hasil ( outcome ) yang menjadi sasaran program.
Kolom 1 diisi dengan nomor masing-masing kegiatan dan sub nomor untuk masing-masing indikator keluaran dari kegiatan dimaksud.
Kolom 2 diisi dengan nama masing-masing kegiatan dan indikator keluaran dari kegiatan dimaksud.
Kegiatan adalah sekumpulan tindakan pengerahan sumberdaya baik yang berupa personil (sumberdaya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumberdaya tersebut sebagai masukan ( input) untuk menghasilkan keluaran ( output ) dalam bentuk barang/ jasa. Contoh Nama Kegiatan: - Administrasi Umum. - Peningkatan Efisiensi Pengeluaran Negara.
Indikator Keluaran adalah sesuatu yang akan dihasilkan dari suatu kegiatan berupa barang atau jasa. Contoh Indikator Keluaran : - Pelayanan Administrasi Umum. - Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM).
Kolom 3 diisi dengan satuan keluaran yang akan digunakan untuk menilai atau mengukur barang atau jasa yang dihasilkan. Contoh Satuan Keluaran : - Orang (yang dilayani). - Km (jalan yang yang diperbaiki). - Buah (Surat ijin yang diterbitkan).
Kolom 4 sampai dengan Kolom 7 diisi dengan sasaran keluaran yaitu jumlah atau kuantitas yang hendak dicapai oleh Satuan Kerja pada TA tertentu.
Kolom 4 diisi dengan sasaran keluaran yang telah dicapai oleh Satuan Kerja pada tahun 200X-2 atau 2 tahun sebelum tahun yang direncanakan.
Kolom 5 diisi dengan sasaran keluaran atau kuantitas yang akan dicapai oleh Satuan Kerja pada tahun 200X-1 atau setahun sebelum tahun yang direncanakan.
Kolom 6 diisi dengan sasaran keluaran atau kuantitas yang akan dicapai oleh Satuan Kerja pada tahun 200X atau tahun yang direncanakan.
Kolom 7 diisi dengan sasaran keluaran atau kuantitas yang akan dicapai oleh Satuan Kerja pada tahun 200X+1 atau setahun setelah tahun yang direncanakan.
Kolom 8 diisi dengan tingkat kewenangan pelaksanaan kegiatan dimaksud, yaitu a. KP untuk Kantor Pusat.
KD untuk Kantor Daerah (Instansi Pusat di daerah).
DK untuk Dekonsentrasi.
TP untuk Tugas Pembantuan.
Kolom 9 diisi dengan kode lokasi tempat kegiatan dilaksanakan.
Kolom 10 diisi dengan pejabat pelaksana kegiatan yang bertanggung jawab atas penyelesaian kegiatan atau pencapaian keluaran. Formulir 1.2 1. Header diisi dengan :
Nama dan kode satuan kerja (termasuk kode kementerian negara/lembaga dan kode unit unit organisasi).
Nama dan kode lokasi (termasuk kode propinsi dan kabupaten/kota).
Nama dan kode program (termasuk kode fungsi dan sub fungsi).
Kolom 1 diisi dengan kode kegiatan.
Kolom 2 diisi dengan uraian kegiatan yang dilaksanakan.
Kolom 3 diisi dengan jumlah realisasi anggaran untuk kegiatan dimaksud pada 2 tahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-2).
Kolom 4 diisi dengan jumlah anggaran untuk kegiatan dimaksud pada tahun anggaran yang berjalan atau setahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-1).
Kolom 5 s.d. Kolom 7 diisi diisi dengan jumlah anggaran untuk kegiatan dimaksud pada tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X), dengan rincian :
Kolom 5 diisi dengan jumlah dana yang telah ditetapkan atau disepakati tahun anggaran sebelumya (Prakiraan Maju TA 200X-1).
Kolom 6 diisi dengan perubahan yaitu perkiraan biaya atas pengaruh inflasi/deflasi, tambahan ataupun pengurangan atas perubahan kapasitas atas program dan kegiatan, ataupun tambahan atau pengurangan atas perubahan program dan kegiatan setelah dilakukan evaluasi program dan kegiatan.
Kolom 7 diisi dengan jumlah kumulatif kolom 5 dan kolom 6.
Kolom 8 diisi sumber dana membiayai jumlah belanja tersebut pada kolom 7, yaitu Rupiah Murni (RM), Pinjaman Luar Negeri (PLN) atau Hibah Luar Negeri (HLN).
Kolom 9 diisi dengan Prakiraan Maju TA 200X+1, yaitu jumlah perkiraan biaya untuk melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan perkiraan kapasitas tahun yang akan datang (TA 200X+1) dengan perkiraan biaya tahun berjalan.
Kolom 10 diisi sumber dana membiayai jumlah belanja tersebut pada kolom 9, yaitu Rupiah Murni (RM), Pinjaman Luar Negeri (PLN) atau Hibah Luar Negeri (HLN). Formulir 1.3 1. Header diisi dengan:
Nama dan kode satuan kerja (termasuk kode kementerian negara/lembaga dan kode unit unit organisasi).
Nama dan kode lokasi (termasuk kode propinsi dan kabupaten/kota).
Nama dan kode program (termasuk kode fungsi dan sub fungsi).
Kolom 1 diisi dengan kode kegiatan.
Kolom 2 diisi dengan uraian kegiatan yang dilaksanakan.
Kolom 3 s.d. Kolom 9 diisi dengan jumlah biaya untuk melaksanakan masing-masing program dan kegiatan yang dirinci berdasarkan jenis belanja. Perhitungan biaya masing-masing program dan kegiatan untuk tiap jenis belanja disesuaikan dengan Formulir 1.5.
Kolom 3 diisi dengan jumlah belanja pegawai yang sudah mengikat, yaitu untuk pembayaran gaji dan tunjangan.
Kolom 4 diisi dengan jumlah belanja pegawai yang tidak mengikat, yaitu untuk pembayaran honor, lembur dan lain-lain belanja pegawai.
Kolom 5 diisi dengan jumlah belanja barang yang sudah mengikat, sebagai contoh biaya langganan daya dan jasa serta pengeluaran lain yang tidak dapat dihindarkan untuk dibiayai.
Kolom 6 diisi dengan jumlah belanja barang yang tidak mengikat, yaitu untuk pembayaran belanja barang dan jasa selain tersebut pada kolom5.
Kolom 7 dan 8 masing-masing diisi dengan belanja modal dan bantuan sosial yang tidak mengikat.
Kolom 9 diisi dengan jumlah belanja dari kolom 3 sampai dengan kolom 8.
Kolom 10 diisi sumber dana membiayai jumlah belanja tersebut pada kolom 9, yaitu Rupiah Murni (RM), Pinjaman Luar Negeri (PLN) atau Hibah Luar Negeri (HLN).
Kolom 11 diisi dengan tingkat kewenangan penggunaan dana sebagaimana tersebut pada kolom 9. Cara pengisian sama dengan Formulir 1.5 kolom 8.
Kolom 12 diisi dengan keterangan lain yang diperlukan. Formulir 1.4 1. Header diisi dengan :
Nama dan kode satuan kerja (termasuk kode kementerian negara/lembaga dan kode unit unit organisasi).
Nama dan kode lokasi (termasuk kode propinsi dan kabupaten/kota).
Nama dan kode program (termasuk kode fungsi dan sub fungsi).
Kolom 1 diisi dengan kode kegiatan.
Kolom 2 diisi dengan uraian kegiatan, kelompok pendapatan, sub kelompok pendapatan dan Mata Anggaran Penerimaan (MAP) yang akan menjadi penerimaan negara pada kegiatan dimaksud.
Kolom 3 diisi dengan jumlah realisasi pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada 2 tahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-2).
Kolom 4 diisi dengan jumlah sasaran pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada setahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-1) atau tahun berjalan.
Kolom 5 diisi dengan jumlah estimasi pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X).
Kolom 6 diisi dengan jumlah estimasi pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada satu tahun setelah yang tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X+1).
Kolom 7 diisi dengan keterangan tambahan yang diperlukan. Formulir 1.5 1. Header diisi dengan:
Nama dan kode satuan kerja (termasuk kode kementerian negara/lembaga dan kode unit unit organisasi).
Nama dan kode lokasi (termasuk kode propinsi dan kabupaten/kota).
Nama dan kode program (termasuk kode fungsi dan sub fungsi).
Kolom 1 diisi dengan kode yang sesuai dengan komlom 2, seperti kode kegiatan, kode sub kegiatan, kode jenis belanja dan kode jenis pengeluaran.
Kolom 2 diisi dengan uraian yang sesuai, yaitu kegiatan, sub kegiatan, jenis belanja dan jenis pengeluaran.
Nama kegiatan sebagaimana tersebut pada Formulir 1.1 kolom 2.
Sub Kegiatan merupakan bagian dari kegiatan yang mempunyai pelaksana tersendiri di bawah kontrol pelaksana kegiatan.
Jenis Belanja diisi dengan nama jenis belanja sebagaimana Klasifikasi Anggaran menunut Jenis Belanja terlampir.
Jenis perhitungan biaya untuk masing-masing jenis belanja dan/atau pengeluaran yang pengeluaran adalah rincian lebih lanjut dari Jenis Belanja.
Kolom 3 penyediaan biaya untuk masing-masing jenis belanja dan/atau pengeluaran pada tahun anggaran berjalan.
Kolom 4,5 dan 6 direncanakan pada tahun anggaran yang direncanakan.
Kolom 4 diisi dengan volume masukan yang dibutuhkan.
Kolom 5 diisi dengan harga satuan atau indeks biaya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku untuk masing-masing masukan.
Kolom 6 diisi dengan biaya pada masing-masing jenis belanja dan atau jenis pengeluaran (perkalian kolom 4 dengan kolom 5).
Kolom 7 diisi dengan sumber dana dan cara penarikan dana yang digunakan untuk membiayai perhitungan biaya tersebut pada kolom 6, yaitu:
Untuk Sumber dana diisi dengan : Rupiah Murni (RM) atau Pinjaman Luar Negeri (PLN) dan Hibah Luar Negeri (HLN).
Untuk Cara Penarikan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri diisi dengan: PL (Pembayaran Langsung), RK (Rekening Khusus) atau PP (Pembiayaan Pendahuluan). Sedangkan untuk Rupiah Murni dikosongkan.
Kolom 8 diisi dengan tingkat kewenangan penggunaan dana sebagaimana tersebut pada kolom 6, yaitu:
KP untuk Kantor Pusat.
KD untuk Kantor Daerah (Instansi Pusat di daerah).
DK untuk Dekonsentrasi.
TP untuk Tugas Perbantuan.
Kolom 9 diisi perhitungan biaya untuk masing-masing jenis belanja dan/atau pengeluaran yang dilakukan pada tahun anggaran berikutnya.
Kolom 10 diisi dengan sumber dana dan cara penarikan yang digunakan untuk membiayai perhitungan biaya tersebut pada kolom 9. Cara pengisian sama dengan kolom 7.
Kolom 11 diisi dengan tingkat kewenangan penggunaan dana sebagaimana tersebut pada kolom 9. Cara pengisian sama dengan kolom 8. Formulir 2.1 1. Header diisi dengan:
Nama dan kode Unit Organisasi (termasuk kode kementerian negara/lembaga).
Nama dan kode Sub Fungsi (termasuk kode fungsi).
Nama dan kode program (termasuk kode fungsi dan sub fungsi).
Sasaran program, yaitu uraian tentang hasil ( outcome ) yang menjadi sasaran program.
Kolom 1 diisi dengan nomor masing-masing kegiatan dan sub nomor untuk masing-masing indikator keluaran dari kegiatan dimaksud.
Kolom 2 diisi dengan nama masing-masing kegiatan dan indikator keluaran dari kegiatan dimaksud. Cara pengisian sama dengan Formulir 1.1 kolom 2.
Kolom 3 diisi dengan satuan keluaran yang akan digunakan untuk menilai atau mengukur barang atau jasa yang dihasilkan.
Kolom 4 sampai dengan Kolom 7 diisi dengan sasaran keluaran yaitu jumlah atau kuantitas yang hendak dicapai oleh Unit Organisasi pada TA tertentu.
Kolom 4 diisi dengan sasaran keluaran yang telah dicapai pada tahun 200X-2 atau 2 tahun sebelum tahun yang direncanakan.
Kolom 5 diisi dengan sasaran keluaran atau kuantitas yang akan dicapai oleh Unit Organisasi pada tahun 200X-1 atau pada tahun anggaran berjalan.
Kolom 6 diisi dengan sasaran keluaran atau kuantitas yang akan dicapai oleh Unit Organisasi pada tahun 200X atau tahun yang direncanakan.
Kolom 7 diisi dengan sasaran keluaran atau kuantitas yang akan dicapai oleh Unit Organisasi pada tahun 200X+1 atau setahun setelah tahun yang direncanakan.
Kolom 8 diisi dengan keterangan tambahan. Formulir 2.2 1. Header diisi dengan :
Nama dan kode Unit Organisasi (termasuk kode kementerian negara/lembaga).
Nama dan kode program (termasuk kode fungsi dan sub fungsi).
Kolom 1 diisi dengan kode program dan kegiatan.
Kolom 2 diisi dengan uraian program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Unit Organisasi.
Kolom 3 diisi dengan jumlah realisasi anggaran untuk kegiatan dimaksud pada 2 tahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-2).
Kolom 4 diisi dengan jumlah anggaran untuk kegiatan dimaksud pada tahun anggaran yang berjalan atau setahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-1).
Kolom 5 s.d. Kolom 7 diisi diisi dengan jumlah anggaran untuk kegiatan dimaksud pada tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X), dengan rincian :
Kolom 5 diisi dengan jumlah dana yang telah ditetapkan atau disepakati tahun anggaran sebelumya (Prakiraan Maju TA 200X-1).
Kolom 6 diisi dengan perubahan yaitu perkiraan biaya atas pengaruh inflasi/deflasi, tambahan ataupun pengurangan atas perubahan kapasitas atas program dan kegiatan, ataupun tambahan atau pengurangan atas perubahan program dan kegiatan setelah dilakukan evaluasi program dan kegiatan.
Kolom 7 diisi dengan jumlah kumulatif kolom 5 dan kolom 6.
Kolom 8 diisi sumber dana membiayai jumlah belanja tersebut pada kolom 7, yaitu Rupiah Murni (RM), Pinjaman Luar Negeri (PLN) atau Hibah Luar Negeri (HLN).
Kolom 9 diisi Kolom 8 diisi dengan tingkat kewenangan penggunaan dana, yaitu:
KP untuk Kantor Pusat.
KD untuk Kantor Daerah (Instansi Pusat di daerah).
DK untuk Dekonsentrasi.
TP untuk Tugas Perbantuan.
Kolom 10 diisi dengan Prakiraan Maju TA 200X+1, yaitu jumlah perkiraan biaya untuk melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan perkiraan kapasitas tahun yang akan datang (TA 200X+1) dengan perkiraan biaya tahun berjalan. Formulir 2.3 1. Header diisi dengan :
Nama dan kode Unit Organisasi (termasuk kode kementerian negara/lembaga.
Nama dan kode program (termasuk kode fungsi dan sub fungsi).
Kolom 1 diisi dengan kode program dan kegiatan.
Kolom 2 diisi dengan uraian program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Unit Organisasi.
Kolom 3 s.d. Kolom 9 diisi dengan jumlah biaya untuk melaksanakan masing-masing program dan kegiatan yang dirinci berdasarkan jenis belanja. Perhitungan biaya masing-masing program dan kegiatan untuk tiap jenis belanja disesuaikan dengan Formulir 1.5.
Kolom 3 diisi dengan jumlah belanja pegawai yang sudah mengikat, yaitu untuk pembayaran gaji dan tunjangan.
Kolom 4 diisi dengan jumlah belanja pegawai yang tidak mengikat, yaitu untuk pembayaran honor, lembur dan lain-lain belanja pegawai.
Kolom 5 diisi dengan jumlah belanja barang yang sudah mengikat, sebagai contoh biaya langganan daya dan jasa serta pengeluaran lain yang tidak dapat dihindarkan untuk dibiayai.
Kolom 6 diisi dengan jumlah belanja barang yang tidak mengikat, yaitu untuk pembayaran belanja barang dan jasa selain tersebut pada kolom5.
Kolom 7 dan 8 masing-masing diisi dengan belanja modal dan bantuan sosial yang tidak mengikat.
Kolom 9 diisi dengan jumlah belanja dari kolom 3 sampai dengan kolom 8.
Kolom 10 diisi sumber dana membiayai jumlah belanja tersebut pada kolom 9, yaitu Rupiah Murni (RM), Pinjaman Luar Negeri (PLN) atau Hibah Luar Negeri (HLN).
Kolom 11 diisi dengan tingkat kewenangan penggunaan dana sebagaimana tersebut pada kolom 9. Cara pengisian sama dengan Formulir 1.5 kolom 8.
Kolom 12 diisi dengan keterangan lain yang diperlukan. Formulir 2.4 1. Header diisi dengan :
Nama dan kode satuan kerja (termasuk kode kementerian negara/lembaga dan kode unit unit organisasi).
Nama dan kode fungsi dan sub fungsi.
Kolom 1 diisi dengan kode program dan kode kegiatan.
Kolom 2 diisi dengan uraian program, kegiatan, kelompok pendapatan, sub kelompok pendapatan dan Mata Anggaran Penerimaan (MAP) yang akan menjadi penerimaan negara pada program dan kegiatan dimaksud.
Kolom 3 diisi dengan jumlah realisasi pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada 2 tahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-2).
Kolom 4 diisi dengan jumlah sasaran pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada setahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-1) atau tahun berjalan.
Kolom 5 diisi dengan jumlah estimasi pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X).
Kolom 6 diisi dengan jumlah estimasi pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada satu tahun setelah yang tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X+1).
Kolom 7 diisi dengan keterangan tambahan yang diperlukan. Formulir 3.1 1. Header diisi dengan:
Nama dan kode kode kementerian negara/lembaga.
Nama dan kode Sub Fungsi (termasuk kode fungsi).
Nama dan kode program (termasuk kode fungsi dan sub fungsi).
Sasaran program, yaitu uraian tentang hasil ( outcome ) yang menjadi sasaran program.
Kolom 1 diisi dengan nomor masing-masing kegiatan dan sub nomor untuk masing-masing indikator keluaran dari kegiatan dimaksud.
Kolom 2 diisi dengan nama masing-masing kegiatan dan indikator keluaran dari kegiatan dimaksud. Cara pengisian sama dengan Formulir 1.1 kolom 2.
Kolom 3 diisi dengan satuan keluaran yang akan digunakan untuk menilai atau mengukur barang atau jasa yang dihasilkan.
Kolom 4 sampai dengan Kolom 7 diisi dengan sasaran keluaran yaitu jumlah atau kuantitas yang hendak dicapai oleh Unit Organisasi pada kementerian negara/lembaga pada TA tertentu.
Kolom 4 diisi dengan sasaran keluaran yang telah dicapai pada tahun 200X-2 atau 2 tahun sebelum tahun yang direncanakan.
Kolom 5 diisi dengan sasaran keluaran atau kuantitas yang akan dicapai oleh Unit Organisasi pada tahun 200X-1 atau pada tahun anggaran berjalan.
Kolom 6 diisi dengan sasaran keluaran atau kuantitas yang akan dicapai oleh Unit Organisasi pada tahun 200X atau tahun yang direncanakan.
Kolom 7 diisi dengan sasaran keluaran atau kuantitas yang akan dicapai oleh Unit Organisasi pada tahun 200X+1 atau setahun setelah tahun yang direncanakan.
Kolom 8 diisi dengan keterangan tambahan. Formulir 3.2 1. Header diisi dengan nama dan kode kementerian negara/lembaga.
Kolom 1 diisi dengan kode unit organisasi, program dan kegiatan.
Kolom 2 diisi dengan nama unit organisasi, uraian program dan kegiatan.
Kolom 3 diisi dengan jumlah realisasi anggaran untuk kegiatan dimaksud pada 2 tahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-2).
Kolom 4 diisi dengan jumlah anggaran untuk kegiatan dimaksud pada tahun anggaran yang berjalan atau setahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-1).
Kolom 5 s.d. Kolom 7 diisi diisi dengan jumlah anggaran untuk kegiatan dimaksud pada tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X), dengan rincian :
Kolom 5 diisi dengan jumlah dana yang telah ditetapkan atau disepakati tahun anggaran sebelumya (Prakiraan Maju TA 200X-1).
Kolom 6 diisi dengan perubahan yaitu perkiraan biaya atas pengaruh inflasi/deflasi, tambahan ataupun pengurangan atas perubahan kapasitas atas program dan kegiatan, ataupun tambahan atau pengurangan atas perubahan program dan kegiatan setelah dilakukan evaluasi program dan kegiatan.
Kolom 7 diisi dengan jumlah kumulatif kolom 5 dan kolom 6.
Kolom 8 diisi sumber dana membiayai jumlah belanja tersebut pada kolom 7, yaitu Rupiah Murni (RM), Pinjaman Luar Negeri (PLN) atau Hibah Luar Negeri (HLN).
Kolom 9 diisi Kolom 8 diisi dengan tingkat kewenangan penggunaan dana, yaitu:
KP untuk Kantor Pusat.
KD untuk Kantor Daerah (Instansi Pusat di daerah).
DK untuk Dekonsentrasi.
TP untuk Tugas Perbantuan.
Kolom 10 diisi dengan Prakiraan Maju TA 200X+1, yaitu jumlah perkiraan biaya untuk melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan perkiraan kapasitas tahun yang akan datang (TA 200X+1) dengan perkiraan biaya tahun berjalan. Formulir 3.3 1. Header diisi dengan nama dan kode kementerian negara/lembaga.
Kolom 1 diisi dengan kode unit organisasi, program dan kegiatan.
Kolom 2 diisi dengan nama unit organisasi, uraian program dan kegiatan.
Kolom 3 s.d. Kolom 9 diisi dengan jumlah biaya untuk melaksanakan masing-masing program dan kegiatan yang dirinci berdasarkan jenis belanja. Perhitungan biaya masing-masing program dan kegiatan untuk tiap jenis belanja disesuaikan dengan Formulir 1.5.
Kolom 3 diisi dengan jumlah belanja pegawai yang sudah mengikat, yaitu untuk pembayaran gaji dan tunjangan.
Kolom 4 diisi dengan jumlah belanja pegawai yang tidak mengikat, yaitu untuk pembayaran honor, lembur dan lain-lain belanja pegawai.
Kolom 5 diisi dengan jumlah belanja barang yang sudah mengikat, sebagai contoh biaya langganan daya dan jasa serta pengeluaran lain yang tidak dapat dihindarkan untuk dibiayai.
Kolom 6 diisi dengan jumlah belanja barang yang tidak mengikat, yaitu untuk pembayaran belanja barang dan jasa selain tersebut pada kolom 5.
Kolom 7 dan 8 masing-masing diisi dengan belanja modal dan bantuan sosial yang tidak mengikat.
Kolom 9 diisi dengan jumlah belanja dari kolom 3 sampai dengan kolom 8.
Kolom 10 diisi sumber dana membiayai jumlah belanja tersebut pada kolom 9, yaitu Rupiah Murni (RM), Pinjaman Luar Negeri (PLN) atau Hibah Luar Negeri (HLN).
Kolom 11 diisi dengan tingkat kewenangan penggunaan dana sebagaimana tersebut pada kolom 9. Cara pengisian sama dengan Formulir 1.5 kolom 8.
Kolom 12 diisi dengan keterangan lain yang diperlukan. Formulir 3.4 1. Header diisi dengan nama dan kode kementerian negara/lembaga.
Kolom 1 diisi dengan kode Unit Organisasi, kode program dan kode kegiatan.
Kolom 2 diisi dengan nama Unit Organisasi, uraian program, kegiatan, kelompok pendapatan, sub kelompok pendapatan dan Mata Anggaran Penerimaan (MAP) yang akan menjadi penerimaan negara pada program dan kegiatan dimaksud.
Kolom 3 diisi dengan jumlah realisasi pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada 2 tahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-2).
Kolom 4 diisi dengan jumlah sasaran pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada setahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X-1) atau tahun berjalan.
Kolom 5 diisi dengan jumlah estimasi pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X).
Kolom 6 diisi dengan jumlah estimasi pendapatan untuk kegiatan dimaksud pada satu tahun setelah yang tahun anggaran yang direncanakan (TA 200X+1).
Kolom 7 diisi dengan keterangan tambahan yang diperlukan. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. ...
Relevan terhadap
Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4853 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TANGGAL 19 MEI 2008 JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF I. JASA INKUBATOR TEKNOLOGI A. Jasa Sewa Ruangan dengan Fasilitas Standar Per m ^2 /bulan Rp 6.800,00 B. Jasa Sewa Akses Internet Per titik/bulan Rp 200.000,00 C. Jasa Pencarian Pangsa Pasar Per dokumen transaksi 5 % dari total harga penjualan D. Jasa Pencarian Modal Per dokumen penerimaan dana 5 % dari total dana yang diperoleh II. JASA TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA/ PENYEMAIAN AWAN/HUJAN BUATAN A. Penyemaian Awan/Hujan Buatan 1. DKI Jakarta Per hari Rp 113.168.000,00 2. Jawa Barat Per hari Rp 113.443.000,00 3. Banten Per hari Rp 113.443.000,00 4. Jawa Tengah Per hari Rp 113.663.000,00 5. Yogyakarta Per hari Rp 113.663.000,00 6. Jawa Timur Per hari Rp 113.883.000,00 7. Sumatera Selatan Per hari Rp 114.103.000,00 8. Jambi Per hari Rp 114.103.000,00 9. Bengkulu Per hari Rp 114.103.000,00 10. Lampung Per hari Rp 114.103.000,00 11. Bangka Belitung Per hari Rp 114.103.000,00 12. Sumatera Barat Per hari Rp 114.433.000,00 13. Riau Per hari Rp 114.433.000,00 14. Sumatera Utara Per hari Rp 114.983.000,00 15. Nanggroe Aceh Darussalam Per hari Rp 114.983.000,00 16. Kalimantan Barat Per hari Rp 114.279.000,00 17. Kalimantan Tengah Per hari Rp 115.313.000,00 18. Kalimantan Selatan Per hari Rp 115.093.000,00 19. Kalimantan Timur Per hari Rp 115.533.000,00 20. Sulawesi Selatan Per hari Rp 115.258.000,00 21. Sulawesi Tenggara Per hari Rp 115.203.000,00 22. Sulawesi Tengah Per hari Rp 115.148.000,00 23. Sulawesi Utara Per hari Rp 115.313.000,00 24. Gorontalo Per hari Rp 115.313.000,00 25. Nusa Tenggara Barat Per hari Rp 114.433.000,00 26. Nusa Tenggara Timur Per hari Rp 114.983.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF 27. Bali Per hari Rp 114.433.000,00 28. Maluku Per hari Rp 114.983.000,00 29. Maluku Utara Per hari Rp 114.983.000,00 30. Irian Jaya/ Papua Per hari Rp 115.643.000,00 B. Operasi Pesawat Terbang Casa 212-200 Per jam terbang USD 62.50 III. JASA SURVEI LAUT DAN OPERASI KAPAL BARUNA JAYA A. Jasa Survei 1. Survei Batimetri :
Pemeruman Tunggal __ ( Single beam ) Per km Rp 300.000,00 b. Pemeruman Jamak __ ( Multi beam ) Per km Rp 2.000.000,00 2. Survei Oseanografi :
CTD (Konduktivitas, Suhu, Kedalaman) Per stasiun Rp 1.200.000,00 b. Arus Laut (Akustik - Mooring 1 titik) Per hari Rp 3.000.000,00 c. Arus Laut (propeler - Mooring 1 titik) Per hari Rp 2.300.000,00 d. Arus Sepanjang Trek Per hari Rp 3.000.000,00 e. Pasang surut Per hari Rp 1.200.000,00 f. Gelombang Per hari Rp 2.500.000,00 3. Survei Perikanan :
Mendeteksi Ikan __ ( Accoustic Fish Finder ) Per km Rp 200.000,00 b. Pukat Dasar __ ( Bottom Trawl ) Per station Rp 6.000.000,00 c. Pukat Pertengahan __ ( Mid Water Trawl ) Per station Rp 4.000.000,00 4. Survei Geologi :
Penginti Jatuh Bebas (Drop Corer) Per station Rp 2.500.000,00 b. Metode Comot (Grab Sampler) Per station Rp 200.000,00 c. Metode Keruk (Dredge Sampling) Per station Rp 2.000.000,00 5. Survei Geophisic :
Magnetik Per km Rp 500.000,00 b. Karakteristik Permukaan dasar Laut __ ( Side Scan Sonar ) Per km Rp 500.000,00 c. Profil Bawah Dasar Laut __ ( Sub Bottom Profiling ) Per km Rp 500.000,00 d. Seismik Multi Kanal 2 D __ ( Seismik multi channel 2D) Per km Rp 5.500.000,00 6. Survei Penentuan Posisi :
GPS Geodetic Per hari Rp 600.000,00 b. DGPS Radio modem, Jangkauan Pendek Per hari Rp 1.500.000,00 c. DGPS Satelit (Tidak Termasuk Sinyal) Per hari Rp 600.000,00 d. Radio Modem Per hari Rp 200.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF 7. Analisis Sampel :
Nutrien (laboratorium) Per sample Rp 100.000,00 b. Oksigen Per sample Rp 50.000,00 c. pH Per sample Rp 50.000,00 d. Salinitas Per sample Rp 50.000,00 8. Survei Video Bawah Laut Per jam Rp 250.000,00 9. Survei Pemasangan atau Pengambilan Buoy Data Per paket Rp 50.000.000,00 B. Jasa Pengolahan dan Interpretasi Data Hasil Survei 1. Data Batimetri :
Pemeruman Tunggal (Single Beam) Per km Rp 100.000,00 b. Pemeruman Jamak (Multi Beam) Per km Rp 500.000,00 2. Data Oseanografi :
CTD (Konduktivitas, Suhu, Kedalaman) Per stasiun Rp 350.000,00 b. Arus Mooring (Tambatan) Per stasiun Rp 1.500.000,00 c. Arus Underway (Sepanjang Trek) Per km line Rp 500.000,00 d. Pasang surut Per stasiun Rp 1.500.000,00 e. Gelombang Per stasiun Rp 2.500.000,00 3. Data Geofisika:
Data Magnetik Per km Rp 200.000,00 b. Interpretasi Side Scan Sonar Per km Rp 200.000,00 c. Interpretasi Sub Bottom Profile Per km Rp 200.000,00 d. Interpretasi Seismik Profile (analog) Per km Rp 400.000,00 C. Jasa Sewa 1. Bareboat Charter untuk Industri/Institusi Nasional per hari Rp 20.000.000,00 2. Bareboat Charter untuk Industri/Institusi Internasional per hari Rp 25.000.000,00 D. Operasi Kapal Baruna Jaya di Perairan Indonesia (tidak termasuk BBM) 1. Operasi Survei Untuk Instansi Pemerintah Per hari Rp 30.000.000,00 2. Operasi Survei Untuk Industri Nasional Per hari Rp 35.000.000,00 3. Operasi Survei Untuk Riset Internasional Per hari Rp 40.000.000,00 4. Operasi Survei Untuk Industri Internasional Per hari Rp 50.000.000,00 IV. JASA TEKNOLOGI ETHANOL DAN DERIVAT PATI A. Jasa Teknologi Budidaya Ubikayu Per kilogram Rp 25,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF B. Jasa Teknologi Proses Produksi Alkohol 95% 1. Bahan Baku Molasses /Tetes Per liter Rp 350,00 2. Bahan Baku Ubi Kayu Per liter Rp 375,00 3. Bahan Baku Onggok (Limbah Padat Tapioka) Per liter Rp 475,00 C. Jasa Teknologi Proses Produksi Alkohol 99% 1. Bahan Baku Molasses /Tetes Per liter Rp 450,00 2. Bahan Baku Ubi Kayu Per liter Rp 475,00 3. Bahan Baku Onggok (Limbah Padat Tapioka) Per liter Rp 620,00 D. Pengolahan Tanah (Traktor) Per hektar Rp 60.000,00 E. Pembuatan/Perataan Jalan Tanah (Grader) Per jam Rp 40.000,00 F. Pengeringan Tapioka Per kilogram Rp 15,00 V. JASA BIOTEKNOLOGI DAN PRODUK BIOTEKNOLOGI A. Jasa Bioteknologi Pertanian 1. Alih teknologi perbanyakan bibit jati a. secara kultur jaringan steril/ in vitro Per paket Rp 100.000.000,00 b. secara kultur jaringan non steril/ ex vitro Per paket Rp 50.000.000,00 2. Alih teknologi perbanyakan bibit lidah buaya secara kultur jaringan Per paket Rp 60.000.000,00 3. Alih teknologi perbanyakan bibit jarak a. secara in vitro Per paket Rp 100.000.000,00 b. secara ex vitro Per paket Rp 50.000.000,00 4. Alih teknologi perbanyakan bibit vanili a. secara in vitro Per paket Rp 80.000.000,00 b. secara ex vitro Per paket Rp 40.000.000,00 5. Alih teknologi perbanyakan bibit anggrek secara kultur jaringan Per paket Rp 80.000.000,00 B. Jasa Bioteknologi – Analisis Kimia 1. Analisis kimia (sampel : makanan dan minuman) a. Kadar abu (Standar Nasional Indonesia/SNI) Per sampel Rp 25.000,00 b. Abu total (SNI) Per sampel Rp 25.000,00 c. Protein (SNI) Per sampel Rp 50.000,00 d. Lemak (SNI) Per sampel Rp 60.000,00 e. Karbohidrat ( reduksi /total, SNI) Per sampel Rp 70.000,00 f. Karbohidrat ( reduksi /total, Per sampel Rp 50.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF Somogyi) __ __ __ g. Karbohidrat...
Karbohidrat ( reduksi /total, Dinitro Salisilat /DNS) Per sampel Rp 30.000,00 h. Karbohidrat ( laktosa , SNI) Per sampel Rp 70.000,00 i. Serat kasar (SNI) Per sampel Rp 50.000,00 j. Natrium Klorida /NaCl (SNI) Per sampel Rp 30.000,00 k. pH (SNI) Per sampel Rp 10.000,00 l. Bobot jenis (SNI) Per sampel Rp 20.000,00 m. Bahan pengawet ( asam benzoat , kualitatif, SNI) Per sampel Rp 60.000,00 n. Bahan pengawet ( boraks , kualitatif, SNI) Per sampel Rp 50.000,00 o. Bahan pengawet ( formalin , kualitatif, SNI) Per sampel Rp 50.000,00 p. Bahan pengawet (asam salisilat , kualitatif, SNI) Per sampel Rp 50.000,00 q. Pemanis buatan ( sakarin , kualitatif, SNI) Per sampel Rp 40.000,00 r. Pemanis buatan ( siklamat , kualitatif, SNI) Per sampel Rp 40.000,00 s. Pewarna makanan Per sampel Rp 40.000,00 2. Analisis Kimia (sampel : air) a. pH (SNI) Per sampel Rp 10.000,00 b. Kalsium /Ca (Spektrofotometri) Per sampel Rp 50.000,00 c. Fosfor /P (Spektrofotometri) Per sampel Rp 50.000,00 d. Magnesium /Mg (Spektrofotometri) Per sampel Rp 50.000,00 e. Klorida /Cl (Spektrofotometri) Per sampel Rp 50.000,00 f. Nitrat (Spektrofotometri) Per sampel Rp 50.000,00 g. Nitrit (Spektrofotometri) Per sampel Rp 50.000,00 h. Besi/Fe (Spektrofotometri) Per sampel Rp 50.000,00 i. Nitrogen /N (Kjeldahl) Per sampel Rp 50.000,00 j. Sulfat (Spektofotometri) Per sampel Rp 50.000,00 3. Analisis Kimia (sampel : pupuk, tanah) a. pH (SNI) Per sampel Rp 10.000,00 b. Kalsium /Ca (Spektrofotometri) Per sampel Rp 50.000,00 c. Fosfor /P (Spektrofotometri) Per sampel Rp 50.000,00 d. Magnesium /Mg (Spektrofotometri) Per sampel Rp 50.000,00 e. Nitrogen /N (Kjeldahl) Per sampel Rp 50.000,00 f. Kalium /K (Spektrofotometri) Per sampel Rp 50.000,00 g. Karbon organik (Spektrofotometri) Per sampel Rp 50.000,00 h. Neutral Detergent Fiber /NDF Per sampel Rp 80.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF (Gravimetri) i. Acid Detergent Fiber /ADF (Gravimetri) Per sampel Rp 50.000,00 j. Lignin (Gravimetri) Per sampel Rp 60.000,00 k. Selulosa (Gravimetri) Per sampel Rp 100.000,00 l. Hemiselulosa (Gravimetri) Per sampel Rp 110.000,00 4. Analisis Kimia (sampel : lain-lain) a. Penisilin ( High Performance Liquid Chromatography /HPLC) Per sampel Rp 170.000,00 __ __ b. Tetrasiklin...
Tetrasiklin (HPLC) Per sampel Rp 170.000,00 c. Eritrimisin (HPLC) Per sampel Rp 170.000,00 d. Siklosporin (HPLC) Per sampel Rp 170.000,00 e. Sefalosporin (HPLC) Per sampel Rp 170.000,00 f. Lovastatin (HPLC) Per sampel Rp 170.000,00 g. Simvastatin (HPLC) Per sampel Rp 170.000,00 h. Vitamin B12 (HPLC) Per sampel Rp 170.000,00 i. Vitamin C (Titrimetri) Per sampel Rp 50.000,00 j. Pola fitokimia (HPLC) Per sampel Rp 210.000,00 k. Alkohol ( Gas Chromatography /GC) Per sampel Rp 210.000,00 C. Jasa Bioteknologi - Analisis Genetika 1. Analisis Deoxyribonucleic Acid /DNA a. Urutan basa ( sequencing ) Maksimumimum 900 basa Per sampel USD 20.00 b. Urutan basa ( sequencing ) 900 – 1800 basa Per sampel USD 35.00 c. Urutan basa ( sequencing ) 1800 - 2700 basa Per sampel USD 45.00 2. Identifikasi mikroba secara molekuler Per sampel USD 90.00 3. Deteksi Genetically Modified Organism / GMO secara kualitatif Per sampel USD 100.00 D. Jasa Bioteknologi - Analisis Mikrobiologi 1. Pemeriksaan mikrobiologi sampel minuman (sampel 1000 ml) a. Sampai uji sangkaan Escherichia coli Per sampel Rp 70.000,00 b. Sampai uji sangkaan coliform Per sampel Rp 70.000,00 c. Sampai uji sangkaan Salmonella sp . Per sampel Rp 80.000,00 d. Sampai uji sangkaan Clostridium perfringens Per sampel Rp 80.000,00 e. Sampai uji sangkaan enterococci Per sampel Rp 70.000,00 f. Sampai uji sangkaan Per sampel Rp 70.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF Staphylococcus aureus g. Sampai uji penegasan angka lempeng total Per sampel Rp 50.000,00 h. Sampai uji penegasan kapang dan khamir Per sampel Rp 50.000,00 i. Sampai uji penegasan Escherichia coli Per sampel Rp 160.000,00 j. Sampai uji penegasan coliform Per sampel Rp 120.000,00 k. Sampai uji penegasan Salmonella sp . Per sampel Rp 160.000,00 l. Sampai uji penegasan Clostridium perfringens Per sampel Rp 150.000,00 m. Sampai uji penegasan enterococci Per sampel Rp 120.000,00 n. Sampai...
Sampai uji penegasan Staphylococcus aureus Per sampel Rp 150.000,00 2. Pemeriksaan mikrobiologi sampel makanan (sampel 500 gr) a. Sampai uji sangkaan Escherichia coli Per sampel Rp 80.000,00 b. Sampai uji sangkaan coliform Per sampel Rp 80.000,00 c. Sampai uji sangkaan Salmonella sp . Per sampel Rp 90.000,00 d. Sampai uji sangkaan Clostridium perfringens Per sampel Rp 85.000,00 e. Sampai uji sangkaan enterococci Per sampel Rp 80.000,00 f. Sampai uji sangkaan Staphylococcus aureus Per sampel Rp 75.000,00 g. Sampai uji penegasan angka lempeng total Per sampel Rp 55.000,00 h. Sampai uji penegasan kapang dan khamir Per sampel Rp 55.000,00 i. Sampai uji penegasan Escherichia coli Per sampel Rp 170.000,00 j. Sampai uji penegasan coliform Per sampel Rp 130.000,00 k. Sampai uji penegasan Salmonella sp . Per sampel Rp 170.000,00 l. Sampai uji penegasan Clostridium perfringens Per sampel Rp 160.000,00 m. Sampai uji penegasan enterococci Per sampel Rp 130.000,00 n. Sampai uji penegasan Staphylococcus aureus Per sampel Rp 160.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF E. Jasa Bioteknologi-Analisis Limbah Cair Pabrik Per paket Rp 90.000.000,00 F. Produk Bioteknologi Pertanian 1. Biofertilizer (Technofert) Per kilogram Rp 25.000,00 2. Biosuplemen Probiotik Per kilogram Rp 20.000,00 3. Jati in vitro a. Planlet pasca aklimatisasi (kemasan isi 100 planlet) (1) Pembelian kurang dari 5.000 Per planlet Rp 4.000,00 (2) Pembelian 5.000–10.000 Per planlet Rp 3.500,00 (3) Pembelian lebih dari 10.000 Per planlet Rp 3.000,00 b. Siap tanam dalam polybag (tinggi 30–40 cm) (1) Pembelian kurang dari 5.000 Per polybag Rp 6.000,00 (2) Pembelian 5.000–10.000 Per polybag Rp 5.000,00 (3) Pembelian lebih dari 10.000 Per polybag Rp 4.000,00 c. Siap tanam dalam polybag (tinggi minimum 60 cm) (1) Pembelian kurang dari 5.000 Per polybag Rp 12.000,00 (2) Pembelian...
Pembelian 5.000–10.000 Per polybag Rp 11.000,00 (3) Pembelian lebih dari 10.000 Per polybag Rp 10.000,00 4. Jati ex vitro a. Planlet pasca aklimatisasi (kemasan isi 100 planlet) (1) Pembelian kurang dari 5.000 Per planlet Rp 2.000,00 (2) Pembelian 5.000–10.000 Per planlet Rp 1.750,00 (3) Pembelian lebih dari 10.000 Per planlet Rp 1.500,00 b. Siap tanam dalam polybag (tinggi 20 - 30 cm) (1) Pembelian kurang dari 5.000 Per polybag Rp 3.500,00 (2) Pembelian 5.000–10.000 Per polybag Rp 3.000,00 (3) Pembelian lebih dari 10.000 Per polybag Rp 2.500,00 c. Siap tanam dalam polybag (tinggi minimum 60 cm) (1) Pembelian kurang dari 5.000 Per polybag Rp 6.000,00 (2) Pembelian 5.000–10.000 Per polybag Rp 5.500,00 (3) Pembelian lebih dari 10.000 Per polybag Rp 5.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF 5. Lidah Buaya a. Planlet (kemasan isi 8 tanaman) (1) Pembelian 1-100 Per kemasan Rp 25.000,00 (2) Pembelian 100–500 Per kemasan Rp 20.000,00 (3) Pembelian lebih dari 500 Per kemasan Rp 15.000,00 b. Siap tanam (tinggi 20-30 cm) (1) Pembelian 1-100 Per bibit Rp 2.500,00 (2) Pembelian 100–500 Per bibit Rp 2.250,00 (3) Pembelian lebih dari 500 Per bibit Rp 2.000,00 6. Jarak (siap tanam, tinggi 20-30 cm) a. Pembelian kurang dari 3.000 Per bibit Rp 2.000,00 b. Pembelian 3.000–10.000 Per bibit Rp 1.500,00 c. Pembelian lebih dari 10.000 Per bibit Rp 1.000,00 7. Vanili (siap tanam, minimun 6 ruas) a. Pembelian 1-100 Per bibit Rp 5.000,00 b. Pembelian 100–500 Per bibit Rp 4.500,00 c. Pembelian lebih dari 500 Per bibit Rp 4.000,00 8. Anggrek a. Botolan (isi 30 tunas) (1) Pembelian 1-100 Per botol Rp 22.500,00 (2) Pembelian 100–500 Per botol Rp 21.000,00 (3) Pembelian lebih dari 500 Per botol Rp 20.000,00 b. Kompot (pot 15 cm isi 30 tunas) (1) Pembelian 1-100 Per botol Rp 30.000,00 (2) Pembelian 100–500 Per botol Rp 27.500,00 (3) Pembelian lebih dari 500 Per botol Rp 25.000,00 c. Seedling tunggal (pot 10 cm) (1) Pembelian 1-100 Per botol Rp 5.000,00 (2) Pembelian 100–500 Per botol Rp 4.500,00 (3) Pembelian lebih dari 500 Per botol Rp 4.000,00 d. Pot...
Pot remaja (pot 15 cm) (1) Pembelian 1-100 Per botol Rp 8.000,00 (2) Pembelian 100–500 Per botol Rp 7.500,00 (3) Pembelian lebih dari 500 Per botol Rp 7.000,00 e. Anggrek berbunga (pot 15 dan 18 cm) (1) Pembelian 1-100 Per botol Rp 12.500,00 (2) Pembelian 100–500 Per botol Rp 11.000,00 (3) Pembelian lebih dari 500 Per botol Rp 10.000,00 VI. JASA JARINGAN INFORMASI ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI A. Jasa Saluran Internet 1. Pemasangan instalasi Per paket Rp 2.000.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF 2. Sewa saluran internet :
64 Kilo byte per second (Kbps) Per bulan Rp 3.500.000,00 b. 128 Kbps Per bulan Rp 5.000.000,00 c. 256 Kbps Per bulan Rp 9.000.000,00 d. 512 Kbps Per bulan Rp 18.000.000,00 e. 1024 Kbps Per bulan Rp 35.000.000,00 f. 2048 Kbps Per bulan Rp 65.000.000,00 g. 3096 Kbps Per bulan Rp 95.000.000,00 h. 4128 Kbps Per bulan Rp 125.000.000,00 i. 5120 Kbps Per bulan Rp 155.000.000,00 j. 6144 Kbps Per bulan Rp 185.000.000,00 k. 7168 Kbps Per bulan Rp 215.000.000,00 l. 8192 Kbps Per bulan Rp 245.000.000,00 m. 9216 Kbps Per bulan Rp 275.000.000,00 n. 10240 Kbps Per bulan Rp 305.000.000,00 B. ^Jasa Saluran Internet untuk Instansi Pemerintah 1. Pemasangan Instalasi Per paket Rp 2.000.000,00 2. Sewa saluran internet:
64 Kbps Per bulan Rp 2.275.000,00 b. 128 Kbps Per bulan Rp 3.250.000,00 c. 256 Kbps Per bulan Rp 5.850.000,00 d. 512 Kbps Per bulan Rp 11.700.000,00 e. 1024 Kbps Per bulan Rp 22.750.000,00 f. 2048 Kbps Per bulan Rp 42.250.000,00 g. 3096 Kbps Per bulan Rp 61.750.000,00 h. 4128 Kbps Per bulan Rp 81.250.000,00 i. 5120 Kbps Per bulan Rp 100.750.000,00 j. 6144 Kbps Per bulan Rp 120.250.000,00 k. 7168 Kbps Per bulan Rp 139.750.000,00 l. 8192 Kbps Per bulan Rp 159.250.000,00 m. 9216 Kbps Per bulan Rp 178.750.000,00 n. 10240 Kbps Per bulan Rp 198.250.000,00 C. Jasa... C. Jasa Penitipan Web Hosting 1. Pemasangan Instalasi Per paket Rp 150.000,00 2. Sewa Penitipan Web a. 50 Mega Byte (MB) Per bulan Rp 50.000,00 b. 100 MB Per bulan Rp 65.000,00 c. 200 MB Per bulan Rp 80.000,00 d. 500 MB Per bulan Rp 95.000,00 e. 1 Giga Byte (Gb) Per bulan Rp 110.000,00 D. Jasa Penitipan Server Co-Location 1. Pemasangan Instalasi Per paket Rp 1.000.000,00 2. Sewa Penitipan Server a. 64 Kbps Per bulan Rp 1.500.000,00 b. 128 Kbps Per bulan Rp 2.000.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF c. 256 Kbps Per bulan Rp 3.500.000,00 d. 512 Kbps Per bulan Rp 6.000.000,00 e. 1024 Kbps Per bulan Rp 11.000.000,00 E. Jasa Konsultasi, Jaminan Mutu ( Quality Asuring ), Auditing dan Pelatihan ( Training ) 1. Project Administrator a. Manajer Proyek ( Project Manager ) Per orang/hari Rp 700.000,00 b. Manajer Kantor ( Office Manager ) Per orang/hari Rp 400.000,00 c. Manajer Keuangan ( Finance Manager ) Per orang/hari Rp 400.000,00 d. Manajer Pengadaan ( Procurement Manager ) Per orang/hari Rp 400.000,00 2. Sekretaris Per orang/hari Rp 350.000,00 3. System Intergrator Per orang/hari Rp 900.000,00 4. System Analyst Per orang/hari Rp 900.000,00 5. _System Operator : _ a. Administrator Per orang/hari Rp 400.000,00 b. Operator Per orang/hari Rp 300.000,00 c. Technician Per orang/hari Rp 300.000,00 d. Data Entry Per orang/hari Rp 200.000,00 6. Network Specialist :
Network Designer Per orang/hari Rp 900.000,00 b. Security Supervisor Per orang/hari Rp 800.000,00 c. Network Administrator Per orang/hari Rp 900.000,00 7. _Database Specialist: _ a. Database Designer Per orang/hari Rp 750.000,00 b. Database Developer Per orang/hari Rp 750.000,00 c. Database Administrator Per orang/hari Rp 750.000,00 8. _Aplications Specialist : _ a. System Programmer Per orang/hari Rp 750.000,00 b. Application Programmer Per orang/hari Rp 750.000,00 9. Web Specialis :
Web Master Per orang/hari Rp 800.000,00 b. Web Designer Per orang/hari Rp 750.000,00 __ __ c. Web...
Web Developer Per orang/hari Rp 750.000,00 d. Web Programmer Per orang/hari Rp 750.000,00 e. Web Administrator Per orang/hari Rp 750.000,00 10. _Multimedia Specialist : _ a. Multimedia Animator Per orang/hari Rp 900.000,00 b. Multimedia Artdesigner Per orang/hari Rp 900.000,00 c. Multimedia Programmer Per orang/hari Rp 750.000,00 d. Multimedia Sound Editor Per orang/hari Rp 750.000,00 F. Jasa saluran Secured Intranet 1. Pemasangan Instalasi Government Secured Intranet (GSI) Per paket Rp 1.000.000,00 2. Pemasangan instalasi Government Data Management Center (GDMC) Per paket Rp 1.000.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF 3. Pemasangan instalasi Government Data Recovery Center (GDRC) Per paket Rp 1.000.000,00 4. Pemasangan instalasi Government Internet Exchange (GIX) Per paket Rp 1.000.000,00 5. Sewa Saluran GSI Per paket Rp 3.000.000,00 6. Pemasangan instalasi Secured Intranet (SI) Per paket Rp 1.500.000,00 7. Pemasangan instalasi Data Management Center (DMC) Per paket Rp 1.500.000,00 8. Pemasangan instalasi Data Recovery Center (DRC) Per paket Rp 1.500.000,00 9. Pemasangan instalasi Internet Exchange (IX) Per paket Rp 1.500.000,00 10. Sewa Saluran Secured Intranet (SI) Per bulan Rp 4.500.000,00 VII JASA PENGKAJIAN DINAMIKA PANTAI A. Jasa Survei dan Pengukuran 1. Pengukuran Gelombang Per unit/hari Rp 300.000,00 2. Pengukuran Arus a. Dengan Current meter Per unit/hari Rp 200.000,00 b. Dengan ADCP Per unit/hari Rp 450.000,00 c. Dengan mooring ADCP Per unit/hari Rp 800.000,00 3. Pengukuran Pasang Surut a. Bak Meter Per unit/hari Rp 35.000,00 b. __ Tide Gauge Meter Per unit/hari Rp 200.000,00 4. Pengukuran Bathymetri a. Echosounder Single beam Per km line Rp 250.000,00 b. Echosounder Multi Beam Per km line Rp 500.000,00 5. Pengambilan Sampel Sedimen a. Sedimen Layang Per sampel Rp 25.000,00 b. Sedimen Dasar Per sampel Rp 50.000,00 6. Pengukuran Topografi a. GPS Per unit/hari Rp 50.000,00 b. GPS Geodetik Per unit/hari Rp 1.250.000,00 c. Waterpass Per unit/hari Rp 75.000,00 __ __ d. Theodolite... d. Theodolite Per unit/hari Rp 100.000,00 e. Total Station Per unit/hari Rp 350.000,00 7. Pengeboran Darat a. Hand Gauger Per meter Rp 65.000,00 b. Bor Tanah 10 Ton Per meter Rp 550.000,00 c. Pengeboran Geologi Per meter Rp 600.000,00 B. Jasa Analisis dan Pengolahan Data 1. Analisis Spektrum Gelombang Sesaat Per modul Rp 1.500.000,00 2. Analisis Pembangkitan Gelombang Angin :
Data Angin Selama 1 Tahun Per modul Rp 850.000,00 b. Data Angin Selama 5 Tahun Per modul Rp 1.850.000,00 c. Data Angin Selama 10 Tahun Per modul Rp 2.050.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF 3. Analisis dan Pengolahan Arus dengan Current Meter Per alat Rp 1.000.000,00 4. Analisis dan Pengolahan Arus dengan ADCP Per alat Rp 3.500.000,00 5. Analisis dan Pengolahan Gradasi Sedimen Per sampel Rp 125.000,00 6. Analisis dan Pengolahan Sedimen Suspensi Per sampel Rp 150.000,00 7. Analisis dan Pengolahan Pasang Surut Per modul Rp 1.250.000,00 8. Analisis dan Pengolahan Bathymetri dan Topografi Per hektar Rp 150.000,00 9. Analisis dan Pengolahan Data Gradasi Tanah Per sampel Rp 250.000,00 C. Jasa Digitasi Peta 1. Peta Rupa Bumi a. Skala 1:
000 Per lembar A3 Rp 550.000,00 b. Skala 1:
000 Per lembar A3 Rp 550.000,00 c. Skala 1:
000 Per lembar A3 Rp 550.000,00 d. Skala 1:
000 Per lembar A3 Rp 550.000,00 2. Peta Lingkungan Pantai Indonesia a. Skala 1:
000 Per lembar A3 Rp 550.000,00 b. Skala 1:
000 Per lembar A3 Rp 550.000,00 c. Skala 1:
000 Per lembar A3 Rp 550.000,00 d. Skala 1:
000 Per lembar A3 Rp 550.000,00 D. Jasa Pemodelan Fisik 1. Pemodelan Fisik dengan Kolam Gelombang (3D) a. Penggunaan Kolam Gelombang Per bulan Rp 20.000.000,00 b. Pengujian dengan menggunakan Sensor Gelombang Per unit/hari Rp 100.000,00 c. Pengujian dengan menggunakan Sensor Gaya Per unit/hari Rp 100.000,00 d. Pengujian...
Pengujian dengan menggunakan Sensor Arus Per unit/hari Rp 100.000,00 e. Pengujian dengan menggunakan Sand Surface Meter Per unit/hari Rp 150.000,00 f. Kaliberasi Sensor Per unit/hari Rp 75.000,00 g. Pembuatan Kontur Bathymetri Per m ^2 Rp 750.000,00 h. Pembuatan Model Lapis Lindung Kubus Maksimum skala 1: 60 Per unit Rp 3.500,00 i. Pembuatan Model Lapis Lindung Dolos/Tetrapod /Sejenis Maksimum skala 1: 60 Per unit Rp 7.500,00 j. Pembuatan Model Dermaga Pelabuhan Maksimum skala 1: 60 Per unit Rp 5.000.000,00 k. Pengujian model berjalan Per jam Rp 600.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF 2. Pemodelan Fisik dengan Saluran Gelombang (2D ) a. Penggunaan Saluran Gelombang Per bulan Rp 10.000.000,00 b. Pengujian dengan menggunakan Sewa Sensor Gelombang Per unit/hari Rp 100.000,00 c. Pengujian dengan menggunakan Sewa Sensor Gaya Per unit/hari Rp 100.000,00 d. Pengujian dengan menggunakan Sensor Arus Per unit/hari Rp 100.000,00 e. Kalibrasi Sensor Per unit/hari Rp 75.000,00 f. Pembuatan Kontur Bathymetri Per m ^2 Rp 750.000,00 g. Pembuatan Model Lapis Lindung Kubus Maksimum skala 1: 60 Per unit Rp 3.500,00 h. Pembuatan Model Lapis Lindung Dolos/Tetrapod/Sejenis Maksimum skala 1: 60 Per unit Rp 7.500,00 i. Model Dermaga Pelabuhan Maksimum skala 1: 30 Per unit Rp 5.000.000,00 j. Pengujian model berjalan Per jam Rp 450.000,00 E. Jasa Pemodelan Numerik 1. Perubahan Garis Pantai Per model Rp 5.000.000,00 2. Konfigurasi Ketenangan Kolam Pelabuhan Per model Rp 5.500.000,00 3. Pemodelan Gelombang Per model Rp 5.000.000,00 4. Pola Sebaran Arus Pasang Surut Per model Rp 3.500.000,00 5. Pola Sebaran Sedimen Per model Rp 7.500.000,00 6. Pola Sebaran Pollutan Per model Rp 7.500.000,00 7. Pola Eutrofikasi Per model Rp 7.500.000,00 8. Penjalaran dan Run Up Gelombang Akibat dari Gempa Per model Rp 10.000.000,00 9. Pola Flushing Kolam Pelabuhan Per model Rp 5.000.000,00 10. Pemodelan Hidrodinamika Per model Rp 6.500.000,00 F. Jasa... F. Jasa Studi dan Analisis Perencanaan 1. Pelabuhan Pangkalan Pendaratan Ikan Per paket Rp 80.000.000,00 2. Dermaga Pelabuhan Samudera Per paket Rp 137.500.000,00 3. Dermaga Pelabuhan Curah Per paket Rp 160.000.000,00 4. Dermaga Pelabuhan Penyeberangan Per paket Rp 162.000.000,00 5. Dermaga Pelabuhan Khusus Transportasi Cair Per paket Rp 350.000.000,00 6. Dermaga Pelabuhan Umum Per paket Rp 515.600.000,00 7. Perlindungan Pantai dan Penanganan Banjir Per paket Rp 141.500.000,00 8. Penanganan Sedimentasi Muara Sungai Per paket Rp 113.000.000,00 9. Konfigurasi Kolam Pelabuhan Per paket Rp 136.000.000,00 10. Penanganan Erosi dan Sedimentasi Per paket Rp 107.500.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF Pesisir VIII JASA PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI ENERGI __ A. Bidang Energi Fosil __ __ 1. Uji Emisi Gas Per cerobong Rp 50.450.000,00 __ 2. Uji Emisi Partikulat Per cerobong Rp 97.500.000,00 __ 3. Uji Bakar Batubara (lengkap) Per paket Rp 120.000.000,00 __ 4. Analisis Proksimate Manual Per sampel Rp 550.000,00 __ 5. Analisis Ultamate Per sampel Rp 650.000,00 __ 6. Analisis Total Sulfur Per sampel Rp 425.000,00 __ 7. Analisis Nilai Kalor Per sampel Rp 525.000,00 __ 8. Analisis Temperatur Titik Leleh Abu Per sampel Rp 600.000,00 __ 9. Analisis Komposisi Abu Per sampel Rp 1.250.000,00 __ 10. Analisis High Grove Index (HGI) Per sampel Rp 600.000,00 __ 11. Analisis True Density Per sampel Rp 325.000,00 __ 12. Analisis Berat Jenis Per sampel Rp 525.000,00 __ 13. Analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR) Per sampel Rp 725.000,00 __ 14. Analisis Distribusi Partikel Per sampel Rp 625.000,00 __ 15. Analisis Free Swelling Index Per sampel Rp 500.000,00 __ 16. Analisis Ignition Temperature Per sampel Rp 725.000,00 __ 17. Analisis Kuantitas Tar Per sampel Rp 725.000,00 __ 18. Analisis Kandungan Logam Per sampel Rp 825.000,00 __ __ B. Bidang Energi Terbarukan __ __ 1. Pengujian Modul Surya Per tipe Rp 20.000.000,00 __ 2. Pengujian Baterai Per tipe Rp 20.000.000,00 __ 3. Pengujian Lampu Per tipe Rp 12.500.000,00 __ 4. Pengujian Batterey Control Regulator (BCR) Per tipe Rp 10.000.000,00 __ 5. Pengujian Solar Home System Per tipe Rp 35.000.000,00 __ 6. Pengujian KWH meter Per tipe Rp 14.500.000,00 __ 7. Pengujian Pipa Surya Per tipe Rp 25.000.000,00 __ 8. Pengujian Solar Termal Pump Per paket Rp 75.000.000,00 __ 9. Pengujian... __ 9. Pengujian Solar Water Heater Per paket Rp 42.500.000,00 __ 10. Pengujian Kolektor Per paket Rp 27.500.000,00 __ 11. Pengujian Sterilisator Per paket Rp 35.250.000,00 __ C. Bidang Efisiensi Energi __ __ __ 1. Audit Energi di bangunan : __ __ __ a. Sistem Kelistrikan Per paket Rp 45.000.000,00 __ b. Sistem AC Per paket Rp 54.500.000,00 __ c. Sistem Pencahayaan Per paket Rp 22.500.000,00 __ d. Sistem Kontrol Per paket Rp 27.500.000,00 __ e. Utilitas Per paket Rp 17.500.000,00 __ 2. Audit Energi di Industri : __ __ __ a. Sistem Kelistrikan Per paket Rp 50.000.000,00 __ b. Proses Per paket Rp 75.000.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ c. Distribusi Uap Per paket Rp 45.000.000,00 __ d. Sistem Kontrol Per paket Rp 37.500.000,00 __ e. Utilitas Per paket Rp 45.000.000,00 __ D. Bidang Pelayanan Teknologi __ __ __ 1. Pelatihan Las Listrik Per orang/2 minggu Rp 6.500.000,00 __ 2. Pelatihan Elektronik Dasar Per orang/2 minggu Rp 6.500.000,00 __ 3. Pelatihan Las Karbit Per orang/2 minggu Rp 6.500.000,00 __ __ __ IX JASA TEKNOLOGI DAN SENI KERAMIK DAN PORSELEN __ A. Jasa Mengolah Bahan Baku Keramik Siap Bentuk Per Kilogram Rp 650,00 __ __ B. Pelayanan Bahan Baku Keramik Siap Bentuk __ 1. Bahan baku keramik berwarna Per Kilogram Rp 1.500,00 __ 2. Bahan baku keramik putih Per Kilogram Rp 1.750,00 __ __ C. Jasa Teknologi Pembakaran __ __ 1. Jasa bakar biscuit 850-900 ^0 C Per Volume 0,25 m ^3 Rp 110.000,00 __ 2. Jasa bakar 1200 ^0 C (termasuk glasir dan pengglasiran) Per Volume 0,25 m ^3 Rp 175.000,00 __ 3. Jasa bakar 1250 ^0 C (tanpa glasir) Per Volume 0,25 m ^3 Rp 175.000,00 __ 4. Jasa bakar biscuit 850-900 ^0 C Per Volume 0,75 m ^3 Rp 350.000,00 __ 5. Jasa bakar 1200 ^0 C (termasuk glasir dan pengglasiran) Per Volume 0,75 m ^3 Rp 550.000,00 __ 6. Jasa bakar 1250 ^0 C (tanpa glasir) Per Volume 0,75 m ^3 Rp 550.000,00 __ D. Pelayanan... __ D. Pelayanan Jasa Desain __ __ __ 1. Desain sederhana tanpa dekorasi ukuran kecil Per buah Rp 5.000,00 __ 2. Desain sederhana tanpa dekorasi ukuran Sedang Per buah Rp 25.000,00 __ 3. Desain sederhana tanpa dekorasi ukuran besar Per buah Rp 32.500,00 __ 4. Desain sederhana dengan dekorasi ukuran kecil Per buah Rp 12.500,00 __ 5. Desain sederhana dengan dekorasi ukuran sedang Per buah Rp 37.500,00 __ 6. Desain sederhana dengan dekorasi ukuran besar Per buah Rp 65.000,00 __ 7. Desain agak rumit ukuran kecil Per buah Rp 27.500,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ 8. Desain agak rumit ukuran sedang Per buah Rp 80.000,00 __ 9. Desain agak rumit ukuran besar Per buah Rp 100.000,00 __ 10. Desain rumit ukuran kecil Per buah Rp 75.000,00 __ 11. Desain rumit ukuran sedang Per buah Rp 275.000,00 __ 12. Desain rumit ukuran besar Per buah Rp 2.000.000,00 __ __ __ E. Pendidikan dan Pelatihan Teknologi Keramik __ __ 1. Paket harian tidak termasuk bahan Per paket Rp 25.000,00 __ 2. Paket harian termasuk bahan Per paket Rp 32.500,00 __ 3. Paket 3 bulan tidak termasuk bahan Per paket Rp 1.250.000,00 __ 4. Paket 3 bulan termasuk bahan Per paket Rp 1.625.000,00 __ __ X JASA TEKNOLOGI LINGKUNGAN __ __ __ A. Analisis Air Limbah __ __ 1. Fisika __ __ a. Temperatur ( ^0 C) Per sampel Rp 10.000,00 __ b. Zat Padat Terlarut Per sampel Rp 35.000,00 __ c. Zat Padat Tersuspensi Per sampel Rp 35.000,00 __ 2. Kimia __ __ a. Amonia Per sampel Rp 32.000,00 __ b. Arsen (As) Per sampel Rp 65.000,00 __ c. Barium Per sampel Rp 65.000,00 __ d. Kebutuhan Oksigen Biologis (BOD) Per sampel Rp 47.500,00 __ e. Kebutuhan Oksigen Kimia Per sampel Rp __ 60.000,00 __ f. Cr6+ Per sampel Rp 57.000,00 __ g. Oksigen terlarut (DO) Per sampel Rp 18.200,00 __ h. Fenol Per sampel Rp 52.000,00 __ i. Fluorida Per sampel Rp 80.000,00 __ j. Fosfat Per sampel Rp 28.500,00 __ k. Kesadahan (CaCO3) Per sampel Rp 44.000,00 __ l. Klorida Per sampel Rp 24.500,00 __ __ __ __ m. Logam... __ m. Logam Berat Total (Al, Ag, As, Ca, Cd, Co, Cr, Cu, Fe, K, Mg, Mn, Na, Ni, Pb, Sb,Se, Zn ) Per sampel Rp 65.000,00 __ n. Mercuri (Hg) Per sampel Rp 90.000,00 __ o. Metilen Blue Active Surfactan (MBAS) Per sampel Rp 45.500,00 __ p. Minyak dan Lemak Per sampel Rp 70.000,00 __ q. Nitrat Per sampel Rp 43.000,00 __ r. Nitrit Per sampel Rp 36.000,00 __ s. Nitrogen (Kjeldahl) Per sampel Rp 85.000,00 __ t. Ph Per sampel Rp 15.000,00 __ u. Sianida Per sampel Rp 70.000,00 __ v. Silikat Per sampel Rp 70.000,00 __ w. Sulfat Per sampel Rp 28.500,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ x. Sulfida Per sampel Rp 28.500,00 __ y. Zat Organik (KmnO4) Per sampel Rp 28.500,00 __ z. Asam Organik Per jenis per sampel Rp 250.000,00 __ aa. Asam Amino Per jenis per sampel Rp 250.000,00 __ ab. Asam Lemak Per jenis per sampel Rp 300.000,00 __ ac. Hidrokarbon Per jenis per sampel Rp 300.000,00 __ ad. Rotatory Agitator TCLP ( Toxicity Charactestic Leaching Procedure ) Per sampel Rp 500.000,00 __ ae. Total Carbon Per sampel Rp 120.000,00 __ af. Total Nitrogen Per sampel Rp 120.000,00 __ ag. Total Sulfur Per sampel Rp 120.000,00 __ ah. Preparasi sampel padat Per sampel Rp 150.000,00 __ ai. Preparasi sampel cair Per sampel Rp 100.000,00 __ 3. Mikrobiologi __ __ a. E. Coli (MPN) Per sampel Rp 175.000,00 __ b. Total Coliform Per sampel Rp 125.000,00 __ c. Salmonella (Media Selektif) Per sampel Rp 150.000,00 __ d. __ C. Perfringens Per sampel Rp 275.000,00 __ e. Total Plate Count (TPC) Per sampel Rp 75.000,00 __ __ B. Pengambilan Sampel Air/Air Limbah di Industri Per titik sampling Rp 50.000,00 __ __ C. Analisis Semen Hewan (Mamalia, Unggas, Ikan) __ __ 1. Analisis semen hewan (mamalia/unggas/ikan) __ __ a. Makroskopis (volume, warna, viskositas, pH) Per sampel Rp 20.000,00 __ __ __ __ b. Mikroskopis... __ b. Mikroskopis (konsentrasi, motilitas, mortalitas, abnormalitas) Per sampel Rp 80.000,00 __ c. Lengkap (makro dan mikroskopis) Per sampel Rp 100.000,00 __ 2. Pelayanan Konservasi Fauna __ __ a. Koleksi semen (ayam/ikan) Per sampel Rp 50.000,00 __ b. Inseminasi Buatan (ayam/ikan) Per sampel Rp 50.000,00 __ c. Koleksi Hipofisis dan Hipofisasi ikan Per sampel Rp 50.000,00 __ d. Liofilisasi hipofisis ikan Per sampel Rp 5.000,00 __ e. Kriopreservasi semen (ayam/ikan) Per sampel Rp 200.000,00 __ __ D. Jasa Pelatihan __ __ 1. Biomonitoring Kualitas Air Per orang Rp 750.000,00 __ 2. Laboratorium Pengujian Per orang Rp 2.500.000,00 __ 3. Kultur Jaringan Tanaman Per orang Rp 2.000.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ 4. Mekanisasi pengolahan sampah organik Per orang Rp 2.500.000,00 __ 5. Pengolahan air limbah Per orang Rp 2.500.000,00 __ 6. Konservasi Fauna __ __ a. Koleksi Semen (Ayam/Ikan) Per orang Rp 2.000.000,00 __ b. Inseminasi Buatan (Ayam/Ikan) Per orang Rp 2.000.000,00 __ c. Koleksi Hipofisis dan Hipofisasi Ikan Per orang Rp 2.000.000,00 __ d. __ Liofilisasi Hipofisis Per orang Rp 2.000.000,00 __ e. Kriopreservasi Semen (Ayam/Ikan) Per orang Rp 2.000.000,00 __ __ __ E. Bibit Berbagai Jenis Tanaman Pertanian : __ __ 1. Bibit Hasil Okulasi (s.d. 0.5 m) Per bibit Rp 12.500,00 __ 2. Bibit Hasil Okulasi (s.d. 1 m) Per bibit Rp 25.000,00 __ 3. Bibit Hasil Okulasi (s.d. 2 m) Per bibit Rp 50.000,00 __ 4. Bibit Hasil Kultur Jaringan Nonkayu (Aklimatisasi) Per bibit Rp 5.000,00 __ 5. Bibit Hasil Kultur Jaringan Nonkayu (s.d. 0.5 m) Per bibit Rp 10.000,00 __ 6. Bibit Hasil Kultur Jaringan Nonkayu (s.d. 1 m) Per bibit Rp 5.000,00 __ 7. Bibit Hasil Kultur Jaringan Nonkayu (s.d. 2 m) Per bibit Rp 25.000,00 __ 8. 3. Bibit Hasil Kultur Jaringan Berkayu (Aklimatisasi) Per bibit Rp 5.000,00 __ 9. Bibit Hasil Kultur Jaringan Berkayu (s.d. 0.5 m) Per bibit Rp 15.000,00 __ 10. Bibit Hasil Kultur Jaringan Berkayu (s.d. 1 m) Per bibit Rp 30.000,00 __ 11. Bibit Hasil Kultur Jaringan Berkayu (s.d. 2 m) Per bibit Rp 75.000,00 __ 12. Bibit Hasil Kultur Jaringan Tanaman Herba Per bibit Rp 5.000,00 __ F. Bioassay... __ F. Bioassay __ __ 1. LC50 pada Ikan / Kijing ( Lethal Concentrate ) Per sampel Rp 600.000,00 __ 2. Perkecambahan biji Per sampel Rp 25.000,00 __ 3. Lemna Per sampel Rp 60.000,00 __ __ __ XI JASA PENGKAJIAN TEKNOLOGI POLIMER __ __ __ A. Uji Dasar __ __ __ 1. Density __ __ __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 20.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 18.00 __ c. >10 sampel Per sampel USD 16.00 __ 2. Potentiometric titration __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 20.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 18.00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ c. >10 sampel Per sampel USD 16.00 __ 3. pH __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 8.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 7.20 __ c. >10 sampel Per sampel USD 6.40 __ 4. Drop Point __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 25.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 22.50 __ c. >10 sampel Per sampel USD 20.00 __ __ B. Karakterisasi Kimia __ 1. Acid Number __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 30.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 27.00 __ c. >10 sampel Per sampel USD 24.00 __ 2. Hydroxyl number __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 30.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 27.00 __ c. >10 sampel Per sampel USD 24.00 __ 3. Nitrogen Carbon Oksigen - value (NCO) __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 30.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 27.00 __ c. > 10 sampel Per sampel USD 24.00 __ 4. Acid Emission __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 30.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 27.00 __ c. > 10 sampel Per sampel USD 24.00 __ __ C. Ketahanan Kimia __ 1. Hydrolytic/oxidative degradation (swelling/ solubility/ permeability/ migration ) __ a. Pelarut... __ a. Pelarut umum (air/ aceton/ethanol/ isopropanol /asam/basa) per pelarut __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 20.00 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 18.00 __ (3) >10 sampel Per sampel USD 16.00 __ b. Pelarut sedang ( Toluene/THF/Benzene/ Chloroform/MEK/Ether ) per pelarut __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 30.00 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 27.00 __ (3) >10 sampel Per sampel USD 24.00 __ c. Pelarut khusus ( Xylene/Tetrachloro ethane/ Tetrachloro methane ) per pelarut NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 40.00 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 36.00 __ (3) >10 sampel Per sampel USD 32.00 __ 2. Salt spray __ a. 1-99 jam Per jam USD 4.17 __ b. 100-999 jam Per jam USD 2.36 __ c. 1000 jam ke atas Per jam USD 1.74 __ 3. Penyiapan dan pengelolaan __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 10.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 9.00 __ c. >10 sampel Per sampel USD 8.00 __ __ D. Biologi __ 1. Umum ( total colony ) 5 petri __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 140.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 126.00 __ c. >10 sampel Per sampel USD 112.00 __ 2. Identifikasi Mikroba 5 petri __ a. Bakteri: __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 35.00 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 31.50 __ (3) >10 sampel Per sampel USD 28.00 __ b. Fungi: __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 35.00 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 31.50 __ (3) >10 sampel Per sampel USD 28.00 __ c. Yeast : __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 35.00 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 31.50 __ (3) >10 sampel Per sampel USD 28.00 __ __ E. Pengukuran... __ E. Pengukuran Berat molekul dan viskositas __ 1. Berat molekul __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 45.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 40.50 __ c. >10 sampel Per sampel USD 36.00 __ 2. Viscositas (k-value) __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 41.86 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 37.67 __ c. >10 sampel Per sampel USD 33.49 __ 3. Viscositas ( Brookfield ) __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 25.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 22.50 __ c. >10 sampel Per sampel USD 20.00 __ NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ F. Mikroskopi __ 1. __ Stereo Light microscopy and photomicrography __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 25.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 22.50 __ c. >10 sampel Per sampel USD 20.00 __ 2. Scanning electron microscopy (SEM) Material plastic __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 40.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 36.00 __ c. >10 sampel Per sampel USD 32.00 __ 3. Scanning electron microscopy (SEM) Material non-plastik __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 30.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 27.00 __ c. >10 sampel Per sampel USD 24.00 __ 4. Scanning electron microscopy (SEM) + Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) Material plastic __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 50.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 45.00 __ c. >10 sampel Per sampel USD 40.00 __ 5. Scanning electron microscopy (SEM) + Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) Material non-plastik __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 40.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 36.00 __ c. >10 sampel Per sampel USD 32.00 __ 6. Foto tambahan Polaroid __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 15.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 13.50 __ c. >10 sampel Per sampel USD 12.00 __ 7. Paper... __ 7. __ Paper print __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 5.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 4.50 __ c. >10 sampel Per sampel USD 4.00 __ 8. __ Element Analisys __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 50.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 45.00 __ c. >10 sampel Per sampel USD 40.00 __ __ G. Spektroskopi __ 1. Fourier Transform Infra Red (FTIR) __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 40.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 36.00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ c. >10 sampel Per sampel USD 32.00 __ 2. Fourier Transform Infra Red (FTIR) : tanpa Analisis/ preparasi __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 20.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 18.00 __ c. >10 sampel Per sampel USD 16.00 __ 3. Ultra Violet (UV)- Visible spectroscopy __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 30.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 27.00 __ c. >10 sampel Per sampel USD 24.00 __ 4. Preparasi Sampel __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 10.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 9.00 __ c. >10 sampel Per sampel USD 8.00 __ __ H. Karakterisasi Thermal __ 1. Differential scanning calorimetry (DSC) __ a. Screening __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 40.00 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 36.00 __ (3) >10 sampel Per sampel USD 32.00 __ b. Temperature glass (Tg), melting point __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 40.00 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 36.00 __ (3) >10 sampel Per sampel USD 32.00 __ c. Oxydation Induction Temperature (OIT) of polyolefines __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 40.00 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 36.00 __ (3) >10 sampel Per sampel USD 32.00 __ 2. Thermographimetry... __ 2. Thermographimetry Analysis (TGA) __ a. __ Screening __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 40.00 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 36.00 __ (3) >10 sampel Per sampel USD 32.00 __ b. __ Dekomposisi/Ash content/Carbon black content __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 50.00 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 45.00 __ (3) >10 sampel Per sampel USD 40.00 __ 3. Thermomechanical analysis (TMA) __ a. __ Tg, Softening temperature __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 40.00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 36.00 __ (3) >10 sampel Per sampel USD 32.00 __ b. __ Coeff. of expansion __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 40.00 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 36.00 __ (3) >10 sampel Per sampel USD 32.00 __ 4. Dynamic Mechanical Thermal Analysis (DMTA) Storage and loss/modulus /Tg __ a. (+30 to +300 ^0 C) __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 40.00 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 36.00 __ (3) >10 sampel Per sampel USD 32.00 __ b. (-150 to +300 ^0 C) __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 50.00 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 45.00 __ (3) >10 sampel Per sampel USD 40.00 I. Metoda Khromatography __ 1. Gas Chromatography (GC), Styrene Monomer content in PS (Poly Stytene) __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 45.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 40.50 __ c. >10 sampel Per sampel USD 36.00 __ 2. VynilChloride Monomer (VCM) in Poly VynilChloride (PVC) __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 65.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 58.50 __ c. >10 sampel Per sampel USD 52.00 __ 3. Thermal stability of Poly Vynil Chloride (PVC) __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 70.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 63.00 __ c. >10 sampel Per sampel USD 56.00 J. Permeabilitas... J. Permeabilitas __ 1. Water Vapor Transmission Rate (WVTR) __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 40.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 36.00 __ c. > 10 sampel Per sampel USD 32.00 __ 2. Oxygen Transmission Rate (OTR) __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 40.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 36.00 __ c. > 10 sampel Per sampel USD 32.00 K. Element Analysis __ 1. Micro Energy Dispersion X-ray (EDX) Per sampel USD 50.00 __ 2. Analisis sulfur Per sampel USD 20.00 __ __ NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ L. Fisik __ __ 1. Kekerasan __ __ __ a. Shore A __ __ __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 12.00 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 10.80 __ (3) > 10 sampel Per sampel USD 9.60 __ b. Shore D __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 12.00 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 10.80 __ (3) > 10 sampel Per sampel USD 9.60 __ c. Ball indentation method __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 22.00 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 19.80 __ (3) > 10 sampel Per sampel USD 17.60 __ 2. Mekanik __ a. Tensile test (Maksimum. 10 kN) __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 44.50 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 40.05 __ (3) > 10 sampel Per sampel USD 35.60 __ b. __ Tear propagation __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 44.50 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 40.05 __ (3) > 10 sampel Per sampel USD 35.60 __ c. Flexural test : 3-point __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 44.50 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 40.05 __ (3) > 10 sampel Per sampel USD 35.60 __ d. Flexural test : 4-point __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 44.50 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 40.05 __ (3) > 10 sampel Per sampel USD 35.60 __ e. Compression test (stress-strain diagram) __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 44.50 __ (2) 5-10 sampel... __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 40.05 __ (3) > 10 sampel Per sample USD 35.60 __ f. Impact Charpy (1 s.d 25 Joule) __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 31.25 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 28.12 __ (3) > 10 sampel Per sampel USD 25.00 __ g. Dart/ball impact and drop test (1/2 s.d 16 kg) __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 30.00 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 27.00 __ (3) > 10 sampel Per sampel USD 24.00 __ h. __ Heat stability __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 50.00 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 45.00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ (3) > 10 sampel Per sampel USD 40.00 __ i. __ Shear and peel test __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 40.00 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 36.00 __ (3) > 10 sampel Per sampel USD 32.00 __ j. __ Izod Impact __ (1) 1-4 sampel Per sampel USD 31.25 __ (2) 5-10 sampel Per sampel USD 28.13 __ (3) > 10 sampel Per sampel USD 25.00 __ k. __ Abrasion test __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 30.00 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 27.00 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 24.00 __ l. __ Vibration Test __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 27.91 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 25.12 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 22.33 __ m. Penentuan frekuensi resonansi (untuk 1 arah) Per jam USD 20.00 __ __ M Termo-mekanik __ 1. Vicat softening temperature (VST) __ a. 1-4 sampel Per sample USD 50.00 __ b. 5-10 sampel Per sample USD 45.00 __ c. > 10 sampel Per sample USD 40.00 __ 2. Heat of DeflectionTemperature (HDT) under load __ a. 1-4 sampel Per sample USD 50.00 __ b. 5-10 sampel Per sample USD 45.00 __ c. > 10 sampel Per sample USD 40.00 __ 3. Thermal conductivity and resistance __ a. 1-4 sampel Per sample USD 80.00 __ b. 5-10 sampel Per sample USD 72.00 __ c. > 10 sampel Per sample USD 64.00 __ 4. Melt... __ 4. Melt flow rate (MFR) __ a. 1-4 sampel Per sample USD 40.00 __ b. 5-10 sampel Per sample USD 36.00 __ c. > 10 sampel Per sample USD 32.00 __ __ N. Rheology __ 1. Mixer __ a. 1-4 sampel Per jam USD 50.00 __ b. 5-10 sampel Per jam USD 45.00 __ c. > 10 sampel Per jam USD 40.00 __ 2. Processing __ a. 1-4 sampel Per jam USD 50.00 __ b. 5-10 sampel Per jam USD 45.00 __ c. > 10 sampel Per jam USD 40.00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ 3. Viskositas lelehan __ a. 1-4 sampel Per jam USD 60.00 __ b. 5-10 sampel Per jam USD 54.00 __ c. > 10 sampel Per jam USD 48.00 __ __ O. Permeabilitas __ 1. Gas permeability ( plastic films ) __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 50.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 45.00 __ c. > 10 sampel Per sampel USD 40.00 __ 2. Migration (air/asam asetat /alkohol) __ a. 1-4 sampel Per sample USD 60.00 __ b. 5-10 sampel Per sample USD 54.00 __ c. > 10 sampel Per sample USD 48.00 __ __ P. Elektrik __ 1. Volume resistivity ( Conductivity ) __ a. 1-4 sampel Per sample USD 30.00 __ b. 5-10 sampel Per sample USD 27.00 __ c. > 10 sampel Per sample USD 24.00 __ 2. Surface resistivity __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 30.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 27.00 __ c. > 10 sampel Per sampel USD 24.00 __ 3. Electrical breackdown strength __ a. 1-4 sampel Per sample USD 25.00 __ b. 5-10 sampel Per sample USD 22.50 __ c. > 10 sampel Per sample USD 20.00 __ 4. Dielectric constant __ a. 1-4 sampel Per sample USD 30.00 __ b. 5-10 sampel Per sample USD 27.00 __ c. > 10 sampel Per sample USD 24.00 __ 5. Dielectric loss __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 30.00 __ __ __ b. 5-10 sampel... __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 27.00 __ c. > 10 sampel Per sampel USD 24.00 __ 6. Karakterisasi Optis Colour, colour space __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 20.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 18.00 __ c. > 10 sampel Per sampel USD 16.00 __ 7. Gloss __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 15.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 13.50 __ c. > 10 sampel Per sampel USD 12.00 __ __ __ Q. Bakar __ 1. Smoke Density Chamber __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 160.00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 144.00 __ c. > 10 sampel Per sampel USD 128.00 __ 2. Flammability Test __ a. 1-4 sampel Per sampel USD 40.00 __ b. 5-10 sampel Per sampel USD 36.00 __ c. > 10 sampel Per sampel USD 32.00 __ __ __ R. Pelapukan __ 1. Oven ageing __ a. 1 - 99 jam __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 1.51 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 1.36 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 1.21 __ b. 100 – 999 jam __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 0.92 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 0.83 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 0.74 __ c. 1000 jam ke atas __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 0.57 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 0.51 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 0.45 __ 2. Climatic Room __ a. 1 - 99 jam __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 9.19 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 8.27 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 7.35 __ b. 100 – 999 jam __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 3.94 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 3.55 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 3.16 __ c. 1000 jam ke atas __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 3.65 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 3.28 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 2.92 __ 3. Climatic... __ 3. Climatic Chamber __ a. 1 - 99 jam __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 2.98 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 2.68 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 2.38 __ b. 100 – 999 jam __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 1.55 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 1.40 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 1.24 __ c. 1000 jam ke atas __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 1.00 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 0.90 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 0.80 __ 4. Accelerated weathering/ageing NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF ( Weather O - Meter ) __ a. 1 - 99 jam __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 13.82 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 12.44 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 11.06 __ b. 100 – 999 jam __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 8.63 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 7.77 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 6.91 __ c. 1000 jam ke atas __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 6.81 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 6.13 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 5.45 __ 5. Q-Ultra violet (UV) __ a. 1 - 99 jam __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 4.36 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 3.93 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 3.49 __ b. 100 - 999 jam __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 3.95 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 3.56 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 3.16 __ c. 1000 jam ke atas __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 3.72 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 3.35 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 2.98 __ 6. Penyiapan dan pengelolaan __ a. 1-4 sampel Per sample USD 20.00 __ b. 5-10 sampel Per sample USD 18.00 __ c. > 10 sampel Per sample USD 16.00 __ 7. Vacum Oven __ a. 1-4 sampel Per sample USD 49.30 __ __ __ b. 5-10 sampel... __ b. 5-10 sampel Per sample USD 44.37 __ c. > 10 sampel Per sample USD 39.44 __ 8. Water Bath __ a. 1 - 99 jam Per jam USD 1.51 __ b. 100 - 999 jam Per jam USD 0.92 __ c. >1000 jam Per jam USD 0.61 __ d. Surface Temperature (Infra Red) Per jam USD 5.40 __ 9. Freezer __ a. 1 - 99 jam __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 2.98 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 2.68 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 2.38 __ b. 100 - 999 jam NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 1.55 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 1.40 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 1.24 __ c. 1000 jam ke atas __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 1.00 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 0.90 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 0.80 __ __ B Pemrosesan/Penyiapan spesimen __ 1. __ Extrusion __ a. 1-4 sampel Per jam USD 80.00 __ b. 5-10 sampel Per jam USD 72.00 __ c. > 10 sampel Per jam USD 64.00 __ 2. __ Calandering __ a. 1-4 sampel Per jam USD 40.00 __ b. 5-10 sampel Per jam USD 36.00 __ c. > 10 sampel Per jam USD 32.00 __ 3. __ Moulding __ a. __ Injection __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 50.00 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 45.00 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 40.00 __ b. __ Compresion __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 30.00 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 27.00 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 24.00 __ c. __ Milling __ (1) 1-4 sampel Per specimen USD 15.00 __ (2) 5-10 sampel Per specimen USD 13.50 __ (3) > 10 sampel Per specimen USD 12.00 __ d. Punching (Minimum 5 Spesimen) __ (1) 1-4 sampel Per specimen USD 5.00 __ (2) 5-10 sampel Per specimen USD 4.50 __ (3) > 10 sampel Per specimen USD 4.00 __ e. Dry... __ e. __ Dry Mixer __ (1) 1-4 sampel Per jam USD 30.00 __ (2) 5-10 sampel Per jam USD 27.00 __ (3) > 10 sampel Per jam USD 24.00 __ f. Autoclave/composites (Minimum 10 Spesimen) __ (1) 1-4 sampel Per paket USD 250.00 __ (2) 5-10 sampel Per paket USD 225.00 __ (3) > 10 sampel Per paket USD 200.00 __ 4. Preparasi sampel min 100 kg Per kg USD 25.00 __ __ T. Pelatihan Teknologi Polimer __ __ __ Pelatihan Perorangan __ __ NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ 1. Dasar-dasar Kimia Polimer (3 hari) Per orang/hari Rp 853.000,00 __ 2. Teknologi Komposit (3 hari) Per orang/hari Rp 930.000,00 __ 3. Analisis Thermal pada Plastik (3 hari) Per orang/hari Rp 930.000,00 __ 4. Teknik Spektroskopi IR pada Plastik (2 hari) Per orang/hari Rp 1.162.000,00 __ 5. Rekayasa Thermoplastik (3 hari) Per orang/hari Rp 1.008.000,00 __ 6. Rekayasa Thermoplastik & Perilaku Proses (3 hari) Per orang/hari Rp 1.085.000,00 __ 7. Proses Injeksi & Kompresi Moulding (3 hari) Per orang/hari Rp 1.085.000,00 __ 8. Prinsip Proses Molding Design (2 hari) Per orang/hari Rp 1.046.000,00 __ 9. Kontrol Kwalitas & Analisis Kerusakan (3 hari) Per orang/hari Rp 1.008.000,00 __ 10. Program Manajemen Teknik (2 hari) Per orang/hari Rp 837.000,00 __ __ U. Pelatihan dalam group __ 1. 5 - 10 peserta Per orang/hari Rp 465.000,00 __ 2. 11 - 25 peserta Per orang/hari Rp 279.000,00 __ 3. 26 - 50 peserta Per orang/hari Rp 139.000,00 __ XII JASA REKAYASA DESAIN DAN SISTEM TEKNOLOGI __ __ __ __ A. Perusahaan Minyak dan Gas __ __ 1. Piping __ __ __ a. Gambar/ Modeling Design Per pekerjaan /jam Rp 75.000,00 __ b. Analisis Desain Per pekerjaan /jam Rp 300.000,00 __ 2. Struktur __ a. Gambar/ Modeling Design Per pekerjaan /jam Rp 75.000,00 __ b. Analisis Desain Per pekerjaan /jam Rp 300.000,00 __ 3. Equipment... __ 3. Equipment __ a. Gambar/ Modeling Design Per pekerjaan /jam Rp 75.000,00 __ b. Analisis Desain Per pekerjaan /jam Rp 200.000,00 __ 4. Sistem Proses dan PID __ a. Gambar/ Modeling Design Per pekerjaan /jam Rp 75.000,00 __ b. Analisis Desain Per pekerjaan /jam Rp 400.000,00 __ 5. Elektrikal dan Instrumentasi Kontrol __ a. Gambar/ Modeling Design Per pekerjaan /jam Rp 75.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ b. Analisis Desain Per pekerjaan /jam Rp 200.000,00 __ 6. Civil Work __ a. Gambar/ Modeling Design Per pekerjaan /jam Rp 75.000,00 __ b. Analisis Desain Per pekerjaan /jam Rp 200.000,00 __ 7. Managemen Proyek __ a. Gambar/ Modeling Design Per pekerjaan /jam Rp 75.000,00 __ b. Analisis Desain Per pekerjaan /jam Rp 500.000,00 __ 8. Teknisi Gambar/ Drafting Per pekerjaan /jam Rp 50.000,00 __ 9. Pembantu Lapangan Per pekerjaan /jam Rp 25.000,00 __ B. Industri dan Power Plant __ 1. Piping __ a. Gambar/ Modeling Design Per pekerjaan /jam Rp 75.000,00 __ b. Analisis Desain Per pekerjaan /jam Rp 125.000,00 __ 2. Struktur __ a. Gambar/ Modeling Design Per pekerjaan /jam Rp 75.000,00 __ b. Analisis Desain Per pekerjaan /jam Rp 150.000,00 __ 3. Equipment __ a. Gambar/ Modeling Design Per pekerjaan /jam Rp 75.000,00 __ b. Analisis Desain Per pekerjaan /jam Rp 125.000,00 __ 4. Sistem Proses dan PID __ a. Gambar/ Modeling Design Per pekerjaan /jam Rp 75.000,00 __ __ b. Analisis... __ b. Analisis Desain Per pekerjaan /jam Rp 150.000,00 __ 5. Elektrikal dan Instrumentasi Kontrol __ a. Gambar/ Modeling Design Per pekerjaan /jam Rp 75.000,00 __ b. Analisis Desain Per pekerjaan /jam Rp 150.000,00 __ 6. Civil Work __ a. Gambar/ Modeling Design Per pekerjaan /jam Rp 75.000,00 __ b. Analisis Desain Per pekerjaan /jam Rp 125.000,00 __ 7. Managemen Proyek NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ a. Gambar/ Modeling Design Per pekerjaan /jam Rp 75.000,00 __ b. Analisis Desain Per pekerjaan /jam Rp 170.000,00 __ 8. Komisioning __ a. Pabrik Skala Kecil Per pekerjaan Rp 200.000.000,00 __ b. Pabrik Skala Besar Per pekerjaan Rp 500.000.000,00 __ __ 9. Teknisi Gambar/ Drafting Per pekerjaan /jam Rp 50.000,00 __ 10. Pembantu Lapangan __ a. Ahli Pengelasan Per pekerjaan /jam Rp 25.000,00 __ b. Ahli Mesin Per pekerjaan /jam Rp 25.000,00 __ c. Ahli Listrik Per pekerjaan /jam Rp 25.000,00 __ d. Ahli Sipil Per pekerjaan /jam Rp 25.000,00 __ __ C. Perusahaan Enjiniring Luar Negeri __ 1. Piping __ a. Gambar/ Modeling Design Per pekerjaan /jam USD 35.00 __ b. Analisis Desain Per pekerjaan /jam USD 60.00 __ 2. Struktur __ a. Gambar/ Modeling Design Per pekerjaan /jam USD 35.00 __ b. Analisis Desain Per pekerjaan /jam USD 60.00 __ 3. Equipment __ a. Gambar/ Modeling Design Per pekerjaan /jam USD 35.00 __ __ __ b. Analisis... __ b. Analisis Desain Per pekerjaan /jam USD 60.00 __ 4. Sistem Proses dan PID __ a. Gambar/ Modeling Design Per pekerjaan /jam USD 35.00 __ b. Analisis Desain Per pekerjaan /jam USD 60.00 __ 5. Elektrikal dan Instrumentasi Kontrol __ a. Gambar/ Modeling Design Per pekerjaan /jam USD 35.00 __ b. Analisis Desain Per pekerjaan /jam USD 60.00 __ 6. Civil Work NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ a. Gambar/ Modeling Design Per pekerjaan /jam USD 35.00 __ b. Analisis Desain Per pekerjaan /jam USD 60.00 __ __ D. Machine Hour __ 1. Plant Design System __ a. Perusahaan Dalam Negeri Per software / hardware /jam Rp 100.000,00 __ b. Perusahaan Luar Negeri Per software / hardware /jam USD 45.00 __ 2. Piping Analisis __ a. Perusahaan Dalam Negeri Per software / hardware /jam Rp 100.000,00 __ b. Perusahaan Luar Negeri Per software / hardware /jam __ USD 40.00 __ 3. Struktur Analisis __ a. Perusahaan Dalam Negeri Per software / hardware /jam __ Rp 100.000,00 __ b. Perusahaan Luar Negeri Per software / hardware /jam __ USD 40.00 __ 4. Proses __ a. Perusahaan Dalam Negeri Per software / hardware /jam __ Rp 100.000,00 __ __ b. Perusahaan Luar Negeri Per software / hardware /jam __ USD 50.00 __ __ __ E. Information... __ E. Information Tecnology __ 1. System Analisis __ a. Perusahaan Dalam Negeri Per pekerjaan /jam Rp 75.000,00 __ b. Perusahaan Luar Negeri Per pekerjaan /jam Rp 300.000,00 __ 2. Program Desainer __ a. Perusahaan Dalam Negeri Per pekerjaan /jam Rp 75.000,00 __ b. Perusahaan Luar Negeri Per pekerjaan /jam Rp 200.000,00 __ 3. Programer __ a. Perusahaan Dalam Negeri Per pekerjaan Rp 50.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF /jam __ b. Perusahaan Luar Negeri Per pekerjaan /jam Rp 125.000,00 __ __ F. Jasa Pelatihan __ 1. Pelatihan Perpipaan (5 hari) Per orang Rp 6.375.000,00 __ 2. Pelatihan Proses & PID (5 hari) Per orang Rp 6.375.000,00 __ 3. Pelatihan Struktur (5 hari) Per orang Rp 6.375.000,00 __ 4. Pelatihan Sipil (5 hari) Per orang Rp 6.375.000,00 __ 5. Pelatihan Instrumentasi dan Kontrol (5 hari) Per orang Rp 6.375.000,00 __ 6. Pelatihan Equipment (5 hari) Per orang Rp 6.375.000,00 __ __ G. Jasa Konsultasi __ 1. Konsultasi Perpipaan __ a. Kategori A Per jam Rp 300.000,00 __ b. Kategori B Per jam Rp 200.000,00 __ c. Kategori C Per jam Rp 150.000,00 __ d. Kategori D Per jam Rp 100.000,00 __ 2. Konsultasi Proses dan PID __ a. Kategori A Per jam Rp 300.000,00 __ b. Kategori B Per jam Rp 200.000,00 __ c. Kategori C Per jam Rp 150.000,00 __ d. Kategori D Per jam Rp 100.000,00 __ 3. Konsultasi Struktur __ a. Kategori A Per jam Rp 300.000,00 __ b. Kategori B Per jam Rp 200.000,00 __ c. Kategori C Per jam Rp 150.000,00 __ d. Kategori D Per jam Rp 100.000,00 __ 4. Konsultasi Sipil __ a. Kategori A Per jam Rp 300.000,00 __ b. Kategori B Per jam Rp 200.000,00 __ c. Kategori C Per jam Rp 150.000,00 __ d. Kategori D Per jam Rp 100.000,00 __ 5. Konsultasi... __ 5. Konsultasi Instrumentasi dan Kontrol __ a. Kategori A Per jam Rp 300.000,00 __ b. Kategori B Per jam Rp 200.000,00 __ c. Kategori C Per jam Rp 150.000,00 __ d. Kategori D Per jam Rp 100.000,00 __ 6. Konsultasi Equipment __ a. Kategori A Per jam Rp 300.000,00 __ b. Kategori B Per jam Rp 200.000,00 __ c. Kategori C Per jam Rp 150.000,00 __ d. Kategori D Per jam Rp 100.000,00 __ __ __ __ __ __ XIII JASA TEKNOLOGI AERO GAS DINAMIKA DAN __ __ NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF GETARAN __ __ __ __ A. Persiapan Pengujian Terowongan Angin __ __ 1. Pengujian Aeronautika __ __ __ a. Pengguna Jasa Dalam Negeri Per hari Rp 8.750.000,00 __ b. Pengguna Jasa Luar Negeri Per hari USD __ 1,250.00 __ 2. Pengujian Non-Aeronautika __ __ a. Pengguna Jasa Dalam Negeri Per hari Rp 4.375.000,00 __ b. Pengguna Jasa Luar Negeri Per hari USD __ 1,000.00 __ __ __ B. Pengujian Terowongan Angin __ __ 1. Pengguna Jasa Dalam Negeri __ __ a. 2-D Clean Per 8 polar Rp 17.500.000,00 __ b. 2-D HLD Per 5 polar Rp 17.500.000,00 __ c. 2-D Flow Vis Per 4 polar Rp 17.500.000,00 __ d. 3-D Half Model Power-On Per 6 Polar Rp 17.500.000,00 __ e. 3-D Half Model Power -Off Per 8 polar Rp 17.500.000,00 __ f. 3-D Half Model Flow Vis Per 4 polar Rp 17.500.000,00 __ g. 3-D Full Model (Force) Power-On Per 5 polar Rp 17.500.000,00 __ h. 3-D Full Model (Force) Power-Off Per 8 polar Rp 17.500.000,00 __ i. 3-D Full Model (Force) Flow Vis Per 4 polar Rp 17.500.000,00 __ j. 3-D Full Model (Pressure) Power-On Per 4 polar Rp 17.500.000,00 __ k. 3-D Full Model (Pressure) Power-Off Per 6 polar Rp 17.500.000,00 __ l. 3-D Full Model (Pressure) Flow Vis Per 4 polar Rp 17.500.000,00 __ m. Pengujian Non-Aeronautika Per hari Rp 17.500.000,00 __ __ __ 2. Pengguna Jasa Luar Negeri __ __ a. 2-D Clean Per 8 polar USD __ 2,500.00 __ b. 2-D HLD Per 5 polar USD __ 2,500.00 __ c. 2-D Flow Vis Per 4 polar USD __ 2,500.00 __ d. 3-D Half Model Power-On Per 6 Polar USD __ 2,500.00 __ e. 3-D Half Model Power -Off Per 8 polar USD __ 2,500.00 __ f. 3-D Half Model Flow Vis Per 4 polar USD __ 2,500.00 __ g. 3-D Full Model (Force) Power-On Per 5 polar USD __ 2,500.00 __ h. 3-D Full Model (Force) Power-Off Per 8 polar USD __ 2,500.00 __ i. 3-D Full Model (Force) Flow Vis Per 4 polar USD __ 2,500.00 __ __ j. 3-D... __ j. 3-D Full Model (Pressure) Power-On Per 4 polar USD __ 2,500.00 __ k. 3-D Full Model (Pressure) Power-Off Per 6 polar USD __ 2,500.00 __ l. 3-D Full Model (Pressure) Flow Vis Per 4 polar USD __ 2,500.00 __ m. Pengujian Non-Aeronotika Perhari USD __ 2,500.00 __ __ __ 3. Tenaga Kerja __ __ a. Tenaga Ahli __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per jam Rp 100.000,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per jam USD __ 17.50 __ b. Pembantu Tenaga Ahli __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per jam Rp 75.000,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per jam USD __ 15.00 __ c. Operator __ NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Perjam Rp 50.000,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Perjam USD __ 12.50 __ __ __ 4. Komputasi Dinamika Fluida (CFD) __ __ a. Pengguna Jasa Dalam Negeri Per hari Rp 1.000.000,00 __ b. Pengguna Jasa Luar Negeri Per hari USD __ 125.00 __ __ __ 5. Desain dan Manufakturing __ __ a. Software Catia __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per jam Rp 60.000,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per jam USD __ 30.00 __ b. FP 42 __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per jam Rp 75.000,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per jam USD __ 25.00 __ c. NC – Lathe __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per jam Rp 50.000,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per jam USD __ 20.00 __ d. Computer Numerical Control (CNC) Wire Cut __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per mm ^2 Rp 150,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per mm ^2 USD __ 0.4 __ e. Electrical Discharge Machine (EDM) __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per mm ^2 Rp 100,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per mm ^2 USD __ 0.2 __ f. Bubut Konvensional __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per jam Rp __ 25.000,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per jam USD __ 10.00 __ g. Welding Machine __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per jam Rp __ 25.000,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per jam USD __ 10.00 __ h. Grinding __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per mm ^2 Rp __ 150,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per mm ^2 USD __ 0.5 __ __ __ __ __ __ __ 6. Pengujian... __ 6. Pengujian Getaran __ __ a. Accelerometer __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per hari Rp __ 200.000,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per hari USD __ 25.00 __ b. Gould Data Recorder __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per hari Rp __ 500.000,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per hari USD __ 75.00 __ c. Shaker __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per hari Rp __ 750.000,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per hari USD __ 100.00 __ d. Stroboscope __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per hari Rp __ 200.000,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per hari USD __ 50.00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ e. Force Transducer __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per hari Rp __ 200.000,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per hari USD __ 25.00 __ f. Impact Hammer __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per hari Rp __ 200.000,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per hari USD __ 35.00 __ g. Conditioning Amplifier __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per hari Rp __ 200.000,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per hari USD __ 35.00 __ h. Linier Velocity Displacement (LVDT) dan Rotating Velocity Displacement Tranducer (RVDT) __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per hari Rp __ 150.000,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per hari USD __ 25.00 __ i. Microphone dan SPL meter __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per hari Rp __ 400.000,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per hari USD __ 50.00 __ j. Leuven Measuring System (LMS) __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per hari Rp __ 1.250.000,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per hari USD __ 150.00 __ k. Digital Signal Analyzer (satu channel ) __ __ (1) Pengguna Jasa Dalam Negeri Per hari Rp __ 500.000,00 __ (2) Pengguna Jasa Luar Negeri Per hari USD __ 75.00 __ XIV JASA UJI KEKUATAN STRUKTUR __ __ A. Pengujian Standar __ 1. Uji tarik statis biasa/standar Per specimen Rp __ 52.500,00 __ 2. Uji tarik statis dengan extensometer Per specimen Rp __ 75.000,00 __ 3. Uji tarik baut, wire strand Per specimen Rp __ 60.000,00 __ 4. Uji tekuk statis standar Per specimen Rp __ 52.500,00 __ 5. Uji Impak statis dengan temperatur ruang Per specimen Rp __ 37.500,00 __ 6. Uji impak dengan temperatur dibawah 0ºC Per specimen Rp __ 52.500,00 __ 7. Uji tekan kubus beton, bata merah Per specimen Rp __ 30.000,00 __ 8. Uji... __ 8. Uji tekan conblok, batako, dan genteng Per specimen Rp __ 22.500,00 __ 9. Uji tekan hasil core drill Per specimen Rp __ 37.500,00 __ 10. Uji Hammer Per specimen Rp __ 7.500,00 __ 11. Core Drill Plat Lantai, balok, kolom ukuran 2-3 inch Per titik Rp __ 225.000,00 __ 12. Core Drill Plat Lantai, balok, kolom ukuran > 4 inch Per titik Rp __ 300.000,00 __ 13. Metalografi / uji replica Per titik Rp __ 600.000,00 __ 14. Mikro Fraktografi Per titik Rp __ 600.000,00 __ 15. Makro Fraktografi Per titik Rp __ 450.000,00 __ 16. Uji Kekerasan Per titik Rp __ 15.000,00 __ 17. Analisis komposisi kimia dengan AAS Per unsur Rp __ 105.000,00 __ 18. Pemeriksaan ketebalan anodysing Per titik Rp __ 22.500,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ 19. Analisis komposisi kimia dengan AAS dengan spark spektrometer Per spot Rp __ 600.000,00 __ 20. Salt spray standard Per jam Rp __ 37.500,00 __ __ B. Pengujian Kalibrasi Standar __ 1. Proving ring kapasitas 0 - 500 kN Per unit Rp __ 225.000,00 __ 2. Proving ring kapasitas 501 -2000 kN Per unit Rp __ 525.000,00 __ 3. Manometer Per unit Rp __ 225.000,00 __ 4. Hydraulic Jack kapasitas 0 - 500 kN Per unit Rp __ 300.000,00 __ 5. Hydraulic Jack kapasitas 501 - 2000 kN Per unit Rp __ 525.000,00 __ 6. Load Cell kapasitas 0 - 500 kN Per unit Rp __ 225.000,00 __ 7. Load Cell kapasitas 501 – 2000 kN Per unit Rp __ 525.000,00 __ 8. Load Cell Standar Per unit Rp __ 750.000,00 __ 9. Mesin Bending GRC Per unit Rp __ 525.000,00 __ 10. Mesin Press beton Per range Rp __ 525.000,00 __ 11. Test gauge (manometer standar/kalibrator) Per unit Rp __ 525.000,00 __ __ C. Tenaga Kerja Per jam Rp 75.000,00 __ __ __ D. Pembuatan Benda Uji __ 1. Tarik pelat T 0,2 - 1 mm Per specimen Rp __ 60.000,00 __ 2. Tarik pelat T 1,2 - 5 mm Per specimen Rp __ 52.500,00 __ 3. Tarik pelat T 5,5 - 12 mm Per specimen Rp __ 45.000,00 __ 4. Tarik pelat T >12 mm Per specimen Rp __ 75.000,00 __ 5. Tekuk pelat T 0,2 - 1 mm Per specimen Rp __ 52.500,00 __ 6. Tekuk pelat T 1,2 - 5 mm Per specimen Rp __ 45.000,00 __ 7. Tekuk pelat T 5,5 - 12 mm Per specimen Rp __ 37.500,00 __ 8. Tekuk pelat T >12 mm Per specimen Rp __ 60.000,00 __ 9. Tarik Bulat Dia 3 - 10 mm Per specimen Rp __ 97.500,00 __ 10. Tarik Bulat Dia 11 - 20 mm Per specimen Rp __ 82.500,00 __ 11. Tarik Bulat Dia 21 - 35 mm Per specimen Rp __ 67.500,00 __ 12. Tekuk Bulat Dia 3 - 10 mm Per specimen Rp __ 90.000,00 __ 13. Tekuk Bulat Dia 11 - 20 mm Per specimen Rp __ 75.000,00 __ 14. Tekuk Bulat Dia 21 - 35 mm Per specimen Rp __ 60.000,00 __ 15. Impact < 3mm Per specimen Rp __ 82.500,00 __ __ __ 16. Impact > 3mm... __ 16. Impact > 3mm Per specimen Rp __ 75.000,00 __ __ E. Jasa Peralatan Uji Tak Rusak (NDT) __ 1. Portable Iridium – 192 (Camera Gamma Ray) Per unit/jam Rp __ 60.000,00 __ 2. Portable Cobalt 60 Per unit/jam Rp __ 90.000,00 __ 3. Portable X-Ray apparatus K 200 Per unit/jam Rp __ 75.000,00 __ 4. Portable Ultrasonic Per unit/jam Rp __ 37.500,00 __ 5. Portable Eddy Current Per unit/jam Rp __ 75.000,00 __ 6. Magnetic powder crack detector Per unit/jam Rp __ 30.000,00 __ 7. Crack depth detector Per unit/jam Rp __ 22.500,00 __ 8. Layer thickness meter Per unit/jam Rp __ 15.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ 9. Wall thickness meter Per unit/jam Rp __ 18.750,00 __ 10. Defractometer Per unit/jam Rp __ 18.750,00 __ 11. Pundit Per unit/jam Rp __ 37.500,00 __ 12. Hammer tester Per unit/jam Rp __ 22.500,00 __ 13. Core Drill Per unit/jam Rp __ 37.500,00 __ 14. Concrete Humidity Meter Per unit/jam Rp __ 10.000,00 __ 15. Concrete Analyzing Instrument (CANIN) Per unit/jam Rp __ 60.000,00 __ 16. Kandungan Ion Chlorida dalam beton Per unit/jam Rp __ 10.000,00 __ 17. Rebar Detector (Profometer) Per unit/jam Rp __ 20.000,00 __ __ F. Jasa Peralatan Mesin/Bengkel Mekanik __ 1. Mesin bubut swing 380 length 1000 Per unit/jam Rp __ 22.500,00 __ 2. Mesin bubut swing 470 length 1000 Per unit/jam Rp __ 30.000,00 __ 3. Mesin bubut swing 1350 length 1000 Per unit/jam Rp __ 45.000,00 __ 4. Mesin bor column floor 032 Per unit/jam Rp __ 15.000,00 __ 5. Mesin bor radial 1250 mm Per unit/jam Rp __ 22.500,00 __ 6. Mesin milling reckerman Per unit/jam Rp __ 30.000,00 __ 7. Mesin bor dan milling Per unit/jam Rp __ 60.000,00 __ 8. Mesin CNC Per unit/jam Rp __ 112.500,00 __ 9. Mesin gergaji kasto Per unit/jam Rp __ 30.000,00 __ 10. Mesin gergaji bend saw jaespa MSU Per unit/jam Rp __ 22.500,00 __ 11. Mesin las eltram 400 Per unit/jam Rp __ 22.500,00 __ 12. Mesin las messer GRI Per unit/jam Rp __ 15.000,00 __ 13. Mesin las potong Per unit/jam Rp __ 11.250,00 __ 14. Mesin scrap Per unit/jam Rp __ 22.500,00 __ 15. Mesin bor Per unit/jam Rp __ 5.000,00 __ 16. Mesin gerinda tangan Per unit/jam Rp __ 5.000,00 __ __ G. Jasa Peralatan / Mesin Kontrol Elektronik __ 1. Clamp on transducer Per unit/jam Rp __ 10.000,00 __ 2. Crack opening transducer Per unit/jam Rp __ 10.000,00 __ 3. Strain M. for tensile test Per unit/jam Rp __ 10.000,00 __ 4. Pair of strain transducer Per unit/jam Rp __ 10.000,00 __ 5. Displacement transducer LVDT Per unit/jam Rp __ 10.000,00 __ 6. Acceleration transducer Per unit/jam Rp __ 10.000,00 __ 7. Pressure transducer Per unit/jam Rp __ 10.000,00 __ __ __ 8. Amplifier... __ 8. Amplifier KWS 3073 6 channel Per unit/jam Rp __ 15.000,00 __ 9. Universal carrier F amplifier KSW 3082 Per unit/jam Rp __ 30.000,00 __ 10. Amplifier visay 10 channel Per unit/jam Rp __ 18.750,00 __ 11. Data logger 10 channel Per unit/jam Rp __ 75.000,00 __ 12. Extension box Data Logger Per unit/jam Rp __ 37.500,00 __ 13. Plotter X-Y record Dina 3 Per unit/jam Rp __ 37.500,00 __ 14. Analog output X-Y Record Per unit/jam Rp __ 30.000,00 __ 15. Personal Computer Per unit/jam Rp __ 30.000,00 __ 16. Tape recorder Per unit/jam Rp __ 15.000,00 __ 17. Load Cell Per unit/jam Rp __ 37.500,00 __ 18. Digital servo control (Kelsey 7500) 1 channel Per unit/jam Rp __ 75.000,00 __ 19. Digital servo control (Kelsey 7000) 01 Per unit/jam Rp __ 375.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF channel __ 20. FFT Analyzer (Ono Sokki CIF 3200 2 channel ) Per unit/jam Rp __ 52.500,00 __ __ H. Jasa Peralatan Uji non Hidrolik dan Pneumatik __ 1. Hydrolic tensile machine horizontal design 4000 kN RHZ Per unit/jam Rp __ 112.500,00 __ 2. Universal testing machine RME 100 kN Per unit/jam Rp __ 150.000,00 __ 3. Universal testing machine RME 200 kN Per unit/jam Rp __ 225.000,00 __ 4. Universal testing machine RME 1000 kN Per unit/jam Rp __ 300.000,00 __ 5. Midget pulser PHG & Clamp Round & Plate Per unit/jam Rp __ 60.000,00 __ 6. Universal pulser PVQ 60 kN Per unit/jam Rp __ 75.000,00 __ 7. Universal pulser PVQ 200 kN Per unit/jam Rp __ 90.000,00 __ 8. Cooling device for low instatic Machine Per unit/jam Rp __ 112.500,00 __ 9. High Temperature Pete for universal Per unit/jam Rp __ 135.000,00 __ 10. pulser PVT 60 kN>900ºC Portal Rig Per unit/jam Rp 112.500,00 __ 11. Creep Testing Per unit/jam Rp __ 22.500,00 __ __ I Jasa Peralatan Uji Hidrolik dan Pneumatik __ 1. Hydropuls Resonance PL 63 kN Per unit/jam Rp __ 97.500,00 __ 2. Hydropuls Resonance PL 250 kN Per unit/jam Rp __ 150.000,00 __ 3. Hydropuls Resonance PL1000 kN Per unit/jam Rp __ 225.000,00 __ 4. Hydropuls Actuator PL 25 kN Per unit/jam Rp __ 45.000,00 __ 5. Hydropuls Actuator PL 40 kN Per unit/jam Rp __ 60.000,00 __ 6. Hydropuls Actuator PL 63 kN Per unit/jam Rp __ 75.000,00 __ 7. Hydropuls Actuator PL 100 kN Per unit/jam Rp __ 90.000,00 __ 8. Hydropuls Actuator PL 160 kN Per unit/jam Rp __ 112.500,00 __ 9. Hydropuls Actuator PL 250 kN Per unit/jam Rp __ 90.000,00 __ 10. Hydropuls Actuator PL 400 kN Per unit/jam Rp __ 112.500,00 __ 11. Hydropuls Actuator PL 630 kN Per unit/jam Rp __ 150.000,00 __ 12. Hydropuls Actuator PD 8 F Per unit/jam Rp __ 60.000,00 __ 13. Hydropuls Actuator PD 16 F Per unit/jam Rp __ 90.000,00 __ __ __ __ J. Pengujian... __ J Pengujian Standar untuk Perusahaan Minyak dan Gas __ 1. Uji tarik statis biasa/standar Per specimen Rp __ 105.000,00 __ 2. Uji tarik statis dengan extensometer Per specimen Rp __ 150.000,00 __ 3. Uji tarik baut, wire strand Per specimen Rp __ 120.000,00 __ 4. Uji tekuk statis standar Per specimen Rp __ 105.000,00 __ 5. Uji Impak statis dengan temperatur ruang Per specimen Rp __ 75.000,00 __ 6. Uji impak dengan temperatur dibawah 0ºC Per specimen Rp __ 105.000,00 __ 7. Uji tekan kubus beton, bata merah Per specimen Rp __ 60.000,00 __ 8. Uji tekan conblok, batako, dan Per specimen 45.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF genteng Rp __ __ 9. Uji tekan hasil core drill Per specimen Rp __ 75.000,00 __ 10. Uji Hammer Per specimen Rp __ 15.000,00 __ 11. Core Drill Plat Lantai, balok, kolom ukuran 2-3 inch Per titik Rp __ 450.000,00 __ 12. Core Drill Plat Lantai, balok, kolom ukuran > 4 inch Per titik Rp __ 600.000,00 __ 13. Metalografi / uji replika Per titik Rp __ 1.200.000,00 __ 14. Mikro Fraktografi Per titik Rp __ 1.200.000,00 __ 15. Makro Fraktografi Per titik Rp __ 900.000,00 __ 16. Uji Kekerasan Per titik Rp __ 30.000,00 __ 17. Analisis komposisi kimia dgn AAS Per unsur Rp __ 210.000,00 __ 18. Pemeriksaan ketebalan anodysing Per titik Rp __ 45.000,00 __ 19. Analisis komposisi kimia dgn AAS dengan spark spektrometer Per spot Rp __ 1.200.000,00 __ 20. Salt spray standard Per jam Rp __ 75.000,00 __ __ K Pengujian Kalibrasi Standar untuk __ Perusahaan Minyak dan Gas __ 1. Proving ring kapasitas 0-500 kN Per unit Rp __ 450.000,00 __ 2. Proving ring kapasitas 501-2000 kN Per unit Rp __ 1.050.000,00 __ 3. Manometer Per unit Rp __ 450.000,00 __ 4. Hydraulic Jack kapasitas 0-500 kN Per unit Rp __ 600.000,00 __ 5. Hydraulic Jack kapasitas 501-2000 kN Per unit Rp __ 1.050.000,00 __ 6. Load Cell kapasitas 0-500 kN Per unit Rp __ 450.000,00 __ 7. Load Cell kapasitas 501-2000 kN Per unit Rp __ 1.050.000,00 __ 8. Load Cell Standar Per unit Rp __ 1.500.000,00 __ 9. Mesin Bending GRC Per unit Rp __ 450.000,00 __ 10. Mesin Press beton Per range Rp __ 1.050.000,00 __ 11. Test gauge (manometer standar/ kalibrator) Per unit Rp __ 1.050.000,00 __ __ L Tenaga Kerja untuk Perusahaan Per jam Rp 150.000,00 __ Minyak dan Gas __ __ __ __ __ __ M. Pembuatan... __ M Pembuatan Benda Uji untuk __ Perusahaan Minyak dan Gas __ 1. Tarik pelat T 0,2-1 mm Per specimen Rp __ 120.000,00 __ 2. Tarik pelat T 1,2-5 mm Per specimen Rp __ 105.000,00 __ 3. Tarik pelat T 5,5-12 mm Per specimen Rp __ 90.000,00 __ 4. Tarik pelat T >12 mm Per specimen Rp __ 150.000,00 __ 5. Tekuk pelat T 0,2-1 mm Per specimen Rp __ 105.500,00 __ 6. Tekuk pelat T 1,2-5 mm Per specimen Rp __ 90.000,00 __ 7. Tekuk pelat T 5,5-12 mm Per specimen Rp __ 75.000,00 __ 8. Tekuk pelat T >12 mm Per specimen Rp __ 120.000,00 __ 9. Tarik Bulat Dia 3-10 mm Per specimen Rp __ 195.000,00 __ 10. Tarik Bulat Dia 11-20 mm Per specimen Rp __ 165.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ 11. Tarik Bulat Dia 21-35 mm Per specimen Rp __ 135.000,00 __ 12. Tekuk Bulat Dia 3-10 mm Per specimen Rp __ 180.000,00 __ 13. Tekuk Bulat Dia 11-20 mm Per specimen Rp __ 150.000,00 __ 14. Tekuk Bulat Dia 21-35 mm Per specimen Rp __ 120.000,00 __ 15. Impact < 3mm Per specimen Rp __ 165.000,00 __ 16. Impact > 3mm Per specimen Rp __ 150.000,00 __ __ __ N Jasa Peralatan Uji Tak Rusak (NDT) __ Untuk Perusahaan Minyak dan Gas __ 1. Portable Iridium - 192( Camera Gamma Ray ) Per unit/jam Rp __ 120.000,00 __ 2. Portable Cobalt 60 Per unit/jam Rp __ 180.000,00 __ 3. Portable X-Ray apparatus K 200 Per unit/jam Rp __ 150.000,00 __ 4. Portable Ultrasonic Per unit/jam Rp __ 75.000,00 __ 5. Portable Eddy Current Per unit/jam Rp __ 150.000,00 __ 6. Magnetic powder crack detector Per unit/jam Rp __ 60.000,00 __ 7. Crack depth detector Per unit/jam Rp __ 45.000,00 __ 8. Layer thickness meter Per unit/jam Rp __ 30.000,00 __ 9. Wall thickness meter Per unit/jam Rp __ 37.500,00 __ 10. Defractometer Per unit/jam Rp __ 37.500,00 __ 11. Pundit Per unit/jam Rp __ 75.000,00 __ 12. Hammer tester Per unit/jam Rp __ 45.000,00 __ 13. Core Drill Per unit/jam Rp __ 75.000,00 __ 14. Concrete Humidity Meter Per unit/jam Rp __ 20.000,00 __ 15. Concrete Analyzing Instrument (CANIN) Per unit/jam Rp __ 120.000,00 __ 16. Kandungan Ion Chlorida dalam beton Per unit/jam Rp __ 20.000,00 __ 17. Rebar Detector (Profometer) Per unit/jam Rp __ 40.000,00 __ __ O Jasa Peralatan Mesin/Bengkel Mekanik Untuk Perusahaan Minyak dan Gas __ 1. Mesin bubut swing 380 length 1000 Per unit/jam Rp __ 45.000,00 __ 2. Mesin bubut swing 470 length 1000 Per unit/jam Rp __ 60.000,00 __ 3. Mesin bubut swing 1350 length 1000 Per unit/jam Rp __ 90.000,00 __ 4. Mesin bor column floor 032 Per unit/jam Rp __ 30.000,00 __ 5. Mesin bor radial 1250 mm Per unit/jam Rp __ 45.000,00 __ 6. Mesin milling reckerman Per unit/jam Rp __ 60.000,00 __ 7. Mesin... __ 7. Mesin bor dan milling Per unit/jam Rp __ 120.000,00 __ 8. Mesin CNC Per unit/jam Rp __ 225.000,00 __ 9. Mesin gergaji kasto Per unit/jam Rp __ 60.000,00 __ 10. Mesin gergaji bend saw jaespa MSU Per unit/jam Rp __ 45.000,00 __ 11. Mesin las eltram 400 Per unit/jam Rp __ 45.000,00 __ 12. Mesin las messer GRI Per unit/jam Rp __ 30.000,00 __ 13. Mesin las potong Per unit/jam Rp __ 22.500,00 __ 14. Mesin scrap Per unit/jam Rp __ 45.000,00 __ 15. Mesin bor Per unit/jam Rp __ 10.000,00 __ 16. Mesin gerinda tangan Per unit/jam Rp __ 10.000,00 __ __ P Jasa Peralatan/Mesin Kontrol Elektronik untuk Perusahaan Minyak dan Gas NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ 1. Clamp on transducer Per unit/jam Rp __ 20.000,00 __ 2. Crack opening transducer Per unit/jam Rp __ 20.000,00 __ 3. Strain M. for tensile test Per unit/jam Rp __ 20.000,00 __ 4. Pair of strain transducer Per unit/jam Rp __ 20.000,00 __ 5. Displacement transducer/LVDT Per unit/jam Rp __ 20.000,00 __ 6. Acceleration transducer Per unit/jam Rp __ 20.000,00 __ 7. Pressure transducer Per unit/jam Rp __ 20.000,00 __ 8. Amplifier KWS 3073 6 channel Per unit/jam Rp __ 30.000,00 __ 9. Universal carrier F amplifier KSW 3082 Per unit/jam Rp __ 60.000,00 __ 10. Amplifier visay 10 channel Per unit/jam Rp __ 37.500,00 __ 11. Data logger 10 channel Per unit/jam Rp __ 150.000,00 __ 12. Extension box Data Logger Per unit/jam Rp __ 75.000,00 __ 13. Plotter X-Y record Dina 3 Per unit/jam Rp __ 75.000,00 __ 14. Analog output X-Y Record Per unit/jam Rp __ 60.000,00 __ 15. Personal Computer Per unit/jam Rp __ 60.000,00 __ 16. Tape recorder Per unit/jam Rp __ 30.000,00 __ 17. Load Cell Per unit/jam Rp __ 75.000,00 __ 18. Digital servo control (Kelsey 7500) 1 channel Per unit/jam Rp __ 150.000,00 __ 19. Digital servo control (Kelsey 7000) 01 channel Per unit/jam Rp __ 750.000,00 __ 20. FFT Analyzer (Ono Sokki CIF 3200 2 channel ) Per unit/jam Rp __ 105.000,00 __ __ Q Jasa Peralatan Uji non Hidrolik dan Pneumatik untuk Perusahaan Minyak dan Gas __ 1. Hydrolic tensile machine horizontal design 4000 kN RHZ Per unit/jam Rp __ 225.000,00 __ 2. Universal testing machine RME 100 kN Per unit/jam Rp __ 300.000,00 __ 3. Universal testing machine RME 200 kN Per unit/jam Rp __ 450.000,00 __ 4. Universal testing machine RME 1000 kN Per unit/jam Rp __ 600.000,00 __ 5. Midget pulser PHG & Clamp Round & Plate Per unit/jam Rp __ 120.000,00 __ 6. Universal pulser PVQ 60 kN Per unit/jam Rp __ 150.000,00 __ __ __ 7. Universal... __ 7. Universal pulser PVQ 200 kN Per unit/jam Rp __ 180.000,00 __ 8. Cooling device for low instatic Machine Per unit/jam Rp __ 225.000,00 __ 9. High Temperature Pete for universal pulser PVT 60 kN>900ºC Per unit/jam Rp __ 270.000,00 __ 10. Portal Rig Per unit/jam Rp __ 225.000,00 __ 11. Creep Testing Per unit/jam Rp __ 45.000,00 __ __ R Jasa Peralatan Uji Hidrolik dan Pneumatik Untuk Perusahaan Minyak dan Gas __ 1. Hydropuls Resonance PL 63 kN Per unit/jam Rp __ 195.000,00 __ 2. Hydropuls Resonance PL 250 kN Per unit/jam Rp __ 300.000,00 __ 3. Hydropuls Resonance PL1000 kN Per unit/jam Rp __ 450.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ 4. Hydropuls Actuator PL 25 kN Per unit/jam Rp __ 90.000,00 __ 5. Hydropuls Actuator PL 40 kN Per unit/jam Rp __ 120.000,00 __ 6. Hydropuls Actuator PL 63 kN Per unit/jam Rp __ 150.000,00 __ 7. Hydropuls Actuator PL 100 kN Per unit/jam Rp __ 180.000,00 __ 8. Hydropuls Actuator PL 160 kN Per unit/jam Rp __ 225.000,00 __ 9. Hydropuls Actuator PL 250 kN Per unit/jam Rp __ 180.000,00 __ 10. Hydropuls Actuator PL 400 kN Per unit/jam Rp __ 225.000,00 __ 11. Hydropuls Actuator PL 630 kN Per unit/jam Rp __ 300.000,00 __ 12. Hydropuls Actuator PD 8 F Per unit/jam Rp __ 120.000,00 __ 13. Hydropuls Actuator PD 16 F Per unit/jam Rp __ 180.000,00 __ XV JASA TERMODINAMIKA MOTOR DAN PROPULSI __ __ __ __ A. Uji Emisi __ __ __ 1. Uji Emisi Kendaraan ( Chassy ) __ __ __ a. United Nation European Community for Economic (ECE) 83-04 (EURO-2) __ (1) Kendaraan Gasoline Per kendaraan Rp 9.650.000,00 __ (2) Kendaraan diesel Per kendaraan Rp 10.650.000,00 __ b. Iddle -Test , ECE 15-04, Gasoline Per kendaraan Rp 1.500.000,00 __ 2. Uji Emisi Heavy Duty Diesel Engine , metoda ECE R-49 ( Partial flow dilution method, Euro-2 ) __ a. Daya s.d. 250 kW __ (1) Engine pertama Per mesin Rp 24.850.000,00 __ (2) Engine kedua dan selanjutnya (tipe sama) Per mesin Rp 21.850.000,00 __ b. Uji emisi idle Per titik Rp 100.000,00 __ 3. Uji Performansi dan Fuel consumption ( chassy ) Daya s/d 120 kW Per kendaraan Rp 3.500.000,00 __ 4. Uji Coast-Down /pra kondisi __ a. Kendaraan pertama Per kendaraan Rp 10.000.000,00 __ b. Kendaraan kedua dan selanjutnya Per kendaraan Rp 7.500.000,00 __ B. Uji... __ B. Uji Motor Bakar Torak __ 1. Persiapan Pengujian __ a. Gasoline/Diesel , s.d. daya 10 HP Per mesin Rp 4.000.000,00 __ b. Gasoline/Diesel , daya 10 s.d. 40 HP Per mesin Rp 5.000.000,00 __ c. Gasoline/Diesel , daya >40-100 HP Per mesin Rp 8.000.000,00 __ d. Gasoline/Diesel , daya >100-200 HP Per mesin Rp 9.000.000,00 __ e. Gasoline/Diesel , daya >200-300 HP Per mesin Rp 11.000.000,00 __ f. Gasoline/Diesel , daya >300-600 H Per mesin Rp 12.000.000,00 __ 2. Uji Performansi Mesin __ a. Gasoline/Diesel , s.d. daya 10 HP Per mesin Rp 4.600.000,00 __ b. Gasoline/Diesel , daya 10 s.d. 40 HP Per mesin Rp 7.000.000,00 __ c. Gasoline/Diesel , daya >40-100 HP Per mesin Rp 9.000.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ d. Gasoline/Diesel , daya >100-200 HP Per mesin Rp 11.000.000,00 __ e. Gasoline/Diesel , daya >200-300 HP Per mesin Rp 13.000.000,00 __ f. Gasoline/Diesel , daya >300-600 HP Per mesin Rp 15.000.000,00 __ 3. Uji Ketahanan Mesin __ a. Gasoline/Diesel , s.d. 40 HP Per jam/mesin Rp 225.000,00 __ b. Gasoline/Diesel , >40-100 HP Per jam/mesin Rp 275.000,00 __ c. Gasoline/Diesel , >100-200 HP Per jam/mesin Rp 325.000,00 __ d. Gasoline/Diesel , >200-300 HP Per jam/mesin Rp 375.000,00 __ e. Gasoline/Diesel , >300-400 HP Per jam/mesin Rp 425.000,00 __ f. Gasoline/Diesel , >400-500 HP Per jam/mesin Rp 500.000,00 __ g. Gasoline/Diesel , >500-600 HP Per jam/mesin Rp 550.000,00 __ 4. Uji Rig __ a. Gasoline/Diesel , s.d. 40 HP Per jam Rp 175.000,00 __ b. Gasoline/Diesel , >40-100 HP Per jam Rp 200.000,00 __ c. Gasoline/Diesel , >100-200 HP Per jam Rp 225.000,00 __ d. Gasoline/Diesel , >200-300 HP Per jam Rp 250.000,00 __ e. Gasoline/Diesel , >300-400 HP Per jam Rp 275.000,00 __ f. Gasoline/Diesel , >400-500 HP Per jam Rp 300.000,00 __ g. Gasoline/Diesel , >500-600 HP Per jam Rp 350.000,00 __ __ C. Uji Bahan Bakar, Pelumas dan Komponen Mesin __ 1. Metrologi dan Rating Per jam Rp 150.000,00 __ 2. Uji Viskositas cairan Per sampel Rp 100.000,00 __ 3. Uji Densitas Cairan/gas Per sampel Rp 100.000,00 __ 4. Uji Nilai Kalor Bahan Bakar Per sampel Rp 150.000,00 __ 5. Uji Sifat Fisika/ Kimia Bahan Bakar __ a. Simple, duplo Per sampel Rp 400.000,00 __ b. Simple, Triplo Per sampel Rp 750.000,00 __ c. Complex, Duplo Per sampel Rp 1.500.000,00 __ d. Complex, Triplo Per sampel Rp 2.250.000,00 __ 6. Uji Emisi Gas Buang Industri Per titik Rp 300.000,00 __ 7. Uji Laju Aliran Udara Per jam Rp 100.000,00 __ 8. Uji pompa injeksi bahan bakar Per alat Rp 500.000,00 __ 9. Uji... __ 9. Uji nozzle Per sampel Rp 100.000,00 __ 10. Uji Publik kendaraan roda-2 Per unit Rp 12.000.000,00 __ __ D. FASILITAS UJI PENUKAR KALOR __ 1. Desain termal dan Simulasi Performansi Alat Penukar Kalor (APK) Inspeksi Sistem Termal Per jam Rp 250.000,00 __ a. __ Engineer Per jam Rp 70.000,00 __ b. Teknisi Per jam Rp 40.000,00 __ c. Sewa Alat termografi Per hari Rp 2.000.000,00 __ d. Laporan + Gambar standar Per paket Rp 1.000.000,00 __ 2. Pengujian Alat Penukar Kalor NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF a. Udara–Air/Oli:
3 titik Per alat Rp 2.750.000,00 __ (2) 5 titik Per alat Rp 3.250.000,00 __ (3) 7 titik Per alat Rp 3.750.000,00 __ (4) 10 titik Per alat Rp 4.500.000,00 __ b. Refrigerant -Udara/Air : __ (1) 3 titik Per alat Rp 2.750.000,00 __ (2) 5 titik Per alat Rp 3.250.000,00 __ (3) 7 titik Per alat Rp 3.750.000,00 __ (4) 10 titik Per alat Rp 4.500.000,00 __ c. Air–Air: __ (1) 3 titik Per alat Rp 3.750.000,00 __ (2) 5 titik Per alat Rp 4.250.000,00 __ (3) 7 titik Per alat Rp 4.750.000,00 __ (4) 10 titik Per alat Rp 5.500.000,00 __ __ E. FASILITAS KALIBRASI __ 1. Kalibrasi Flowmeter Bahan Bakar/ Fuel Flowmeter __ a. __ Flowmeter without setting __ (1) s.d. 100 liter/jam Per alat Rp 500.000,00 __ (2) s.d. 150 liter/jam Per alat Rp 600.000,00 __ b. __ Flowmeter with setting __ (1) s.d. 100 liter/jam Per alat Rp 750.000,00 __ (2) s.d. 150 liter/jam Per alat Rp 1.000.000,00 __ 2. Kalibrasi Flowmeter cairan / Liquid Flowmeter __ a. Mechanical Flowmeter __ (1) Ø ≤ 1,0 " Per alat Rp 600.000,00 __ (2) 1,0" < Ø ≤ 2,5 " Per alat Rp 670.000,00 __ (3) 2,5" < Ø ≤ 4,0 " Per alat Rp 800.000,00 __ (4) 4,0" < Ø ≤ 6,0 " Per alat Rp 900.000,00 __ b. Electr. Flowmeter without Setting __ (1) Ø ≤ 1,0 " Per alat Rp 750.000,00 __ (2) 1,0" < Ø ≤ 2,5 " Per alat Rp 850.000,00 __ (3) 2,5”... __ (4) 2,5" < Ø ≤ 4,0 " Per alat Rp 1.000.000,00 __ (5) 4,0" < Ø ≤ 6,0 " Per alat Rp 1.200.000,00 __ c. Electronic Flowmeter with Setting __ (1) Ø ≤ 1,0 " Per alat Rp 900.000,00 __ (2) 1,0" < Ø ≤ 2,5 " Per alat Rp 1.000.000,00 __ (3) 2,5" < Ø ≤ 4,0 " Per alat Rp 1.200.000,00 __ (4) 4,0" < Ø ≤ 6,0 " Per alat Rp 1.350.000,00 __ 3. Kalibrasi flowmeter cairan / liquid dengan Persiapan Khusus (untuk alat dg berat >50 kg dan atau perlu dilakukan tindakan persiapan) __ a. __ Mechanical Flowmeter NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ (1) Ø ≤ 1,0 " Per alat Rp 750.000,00 __ (2) 1,0" < Ø ≤ 2,5 " Per alat Rp 837.500,00 __ (3) 2,5" < Ø ≤ 4,0 " Per alat Rp 1.000.000,00 __ (4) 4,0" < Ø ≤ 6,0 " Per alat Rp 1.125.000,00 __ b. __ Electronic Flowmeter without Setting __ (1) Ø ≤ 1,0 " Per alat Rp 937.500,00 __ (2) 1,0" < Ø ≤ 2,5 " Per alat Rp 1.062.500,00 __ (3) 2,5" < Ø ≤ 4,0 " Per alat Rp 1.250.000,00 __ (4) 4,0" < Ø ≤ 6,0 " Per alat Rp 1.500.000,00 __ c. __ Electronic Flowmeter with Setting __ (1) Ø ≤ 1,0 " Per alat Rp 1.125.000,00 __ (2) 1,0" < Ø ≤ 2,5 " Per alat Rp 1.250.000,00 __ (3) 2,5" < Ø ≤ 4,0 " Per alat Rp 1.500.000,00 __ (4) 4,0" < Ø ≤ 6,0 " Per alat Rp 1.687.500,00 __ 4. Kalibrasi Flowmeter udara standar orifice/ orifice ventury __ __ __ a. __ Mechanical flowmeter __ __ __ (1) Ø ≤ 1,0 " Per alat Rp 550.000,00 __ (2) 1,0" < Ø ≤ 2,5 " Per alat Rp 650.000,00 __ (3) Ø > 2,5 " Per alat Rp 750.000,00 __ b. __ Electronic Flowmeter without setting __ (1) Ø ≤ 1,0 " Per alat Rp 700.000,00 __ (2) 1,0" < Ø ≤ 2,5 " Per alat Rp 800.000,00 __ (3) Ø > 2,5 " Per alat Rp 1.000.000,00 __ c. __ Electronic flowmeter with setting __ (1) Ø ≤ 1,0 " Per alat Rp 800.000,00 __ (2) 1,0" < Ø ≤ 2,5 " Per alat Rp 900.000,00 __ (3) Ø > 2,5 " Per alat Rp 1.000.000,00 __ 5. Kalibrasi Flowmeter udara standar Venturi Sonic __ a. __ Mechanical Flowmeter __ (1) Ø ≤ 2,5 " Per alat Rp 650.000,00 __ (2) 2,5" < Ø ≤ 4,0 " Per alat Rp 800.000,00 __ (3) 4,0" < Ø ≤ 6,0 " Per alat Rp 900.000,00 __ (4) Ø > 6,0 " Per alat Rp 1.000.000,00 __ __ b. __ Electronic Flowmeter without Setting __ (1) 1,0" < Ø ≤ 2,5 " Per alat Rp 850.000,00 __ (2) 2,5" < Ø ≤ 4,0 " Per alat Rp 1.000.000,00 __ (3) 4,0" < Ø ≤ 6,0 " Per alat Rp 1.200.000,00 __ (4) Ø > 6,0 " Per alat Rp 1.400.000,00 __ c. __ Electronic Flowmeter with Setting __ (1) 1,0" < Ø ≤ 2,5 " Per alat Rp 1.000.000,00 __ (2) 2,5" < Ø ≤ 4,0 " Per alat Rp 1.200.000,00 __ (3) 4,0" < Ø ≤ 6,0 " Per alat Rp 1.350.000,00 __ (4) Ø > 6,0 " Per alat Rp 1.600.000,00 __ 6. Kalibrasi Alat Ukur Suhu NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ a. Termometer gelas __ (1) s.d. 350 °C / ≥ 0,1 °C Per alat Rp 175.000,00 __ (2) s.d. 350 °C / < 0,1 °C Per alat Rp 200.000,00 __ b. Termometer Analog/ digital (Indicator + Probe ) __ (1) s.d. 600 °C / ≥ 0,1 °C Per alat Rp 200.000,00 __ (2) s.d. 600 °C / < 0,1 °C Per alat Rp 250.000,00 __ c. Platinum Resistance Thermometer ;
d. 600 °C Per alat Rp 400.000,00 __ d. Termocoupel Tipe S, R dan B;
d. 600 °C Per alat Rp 400.000,00 __ e. Termocoupel Tipe K dan lainnya;
d. 600 °C Per alat Rp 340.000,00 __ f. Termocoupel simulasi (alat ke-1) Per alat Rp 200.000,00 __ g. Termocoupel simulasi (alat ke-2 dan selanjutnya) Per alat Rp 140.000,00 __ h. Termometer recorder ;
d. 600 °C Per alat Rp 400.000,00 __ i. Oven, Incubator, water/oil bath __ (1) Max. 3 titik, 3 Thermocouple Per alat Rp 400.000,00 __ (2) Max. 5 titik, 3 Thermocouple Per alat Rp 450.000,00 __ (3) Max. 3 titik, 5 Thermocouple Per alat Rp 450.000,00 __ (4) Max. 5 titik, 5 Thermocouple Per alat Rp 500.000,00 __ (5) Max. 3 titik, 9 Thermocouple Per alat Rp 550.000,00 __ (6) Max. 5 titik, 9 Thermocouple Per alat Rp 600.000,00 __ j. Furnace __ (1) Max. 3 titik, 3 Thermocouple Per alat Rp 450.000,00 __ (2) Max. 5 titik, 3 Thermocouple Per alat Rp 500.000,00 __ (3) Max. 3 titik, 5 Thermocouple Per alat Rp 550.000,00 __ (4) Max. 5 titik, 5 Thermocouple Per alat Rp 600.000,00 __ k. Autoclave Per alat Rp 250.000,00 __ 7. Kalibrasi Alat Ukur Tekanan __ a. Vacuum Gauge ;
d. -1 bar (-14 psig) Per alat Rp 175.000,00 __ b. Compound gauge ; -1 s.d. 2 bar Per alat Rp 200.000,00 __ c. __ Pressure gauge __ (1) s.d. 10 bar Per alat Rp 175.000,00 __ (2) s.d 20 bar Per alat Rp 200.000,00 __ __ d. __ Pressure/test gauge __ (1) s.d. 100 bar Per alat Rp 200.000,00 __ (2) s.d. 300 bar Per alat Rp 300.000,00 __ e. Pressure recorder ; s/d 20 bar Per alat Rp 250.000,00 __ f. Pneumatic Kalibrator/Checker ; s/d 20 bar Per alat Rp 350.000,00 __ g. __ Blood pressure Per alat Rp 150.000,00 __ 8. Kalibrasi udara standar Buble meter __ a. Rotameter, Vol.Air Sampler ; ≤ 1 l/min Per alat Rp 350.000,00 __ b. Rotameter, Vol.Air Sampler ; 1 l/ NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF min - 10 l/min Per alat Rp 450.000,00 __ c. __ Flowmeter gas with Setting Per alat Rp 600.000,00 __ 9. Kalibrasi Velocity meter __ a. Anemometer; ≤ 10 m/sec Per alat Rp 500.000,00 __ b. Anemometer; > 10 m/sec Per alat Rp 600.000,00 __ __ __ __ __ __ XVI JASA PENGKAJIAN DAN PENELITIAN HIDRODINAMIKA __ __ __ __ A. Nasional __ 1. Penentuan Ukuran dan Tipe Kapal Per paket Rp __ 21.000.000,00 __ 2. Pembuatan Model Kapal dari bahan kayu dengan panjang model kapal 2 meter Per unit Rp __ 10.000.000,00 __ 3. Pembuatan Model Kapal dari bahan kayu dengan panjang model kapal 3 meter Per unit Rp __ 16.000.000,00 __ 4. Pembuatan Model Kapal dari bahan kayu dengan panjang model kapal 4 meter Per unit Rp __ 25.000.000,00 __ 5. Pembuatan Model Kapal dari bahan kayu dengan panjang model kapal 5 meter Per unit Rp __ 32.000.000,00 __ 6. Pembuatan Model Kapal dari bahan kayu dengan pajang model kapal 7 meter Per unit Rp __ 45.000.000,00 __ 7. Pembuatan Model Propeller dari bahan Bronze dengan diameter 10 cm Per unit Rp __ 7.000.000,00 __ 8. Pembuatan Model Propeller dari bahan Bronze dengan diameter 20 cm Per unit Rp __ 8.000.000,00 __ 9. Pembuatan Model Propeller dari bahan Bronze dengan diameter 30 cm Per unit Rp __ 10.000.000,00 __ 10. Pembuatan Model bangunan lepas pantai type fixed (statis) Per paket Rp __ 40.000.000,00 __ 11. Pembuatan... __ 11. Pembuatan Model bangunan lepas pantai type fixed dengan super structure (bangunan atas) Per paket Rp __ 55.000.000,00 __ 12. Pembuatan Model bangunan lepas pantai type floating (terapung) dengan mooring (penambatan) Per paket Rp __ 75.000.000,00 __ 13. Pembuatan Model bangunan lepas pantai type floating termasuk mooring dan super structure (bangunan atas) Per paket Rp __ 90.000.000,00 __ 14. Evaluasi design ( lines plan ) Per paket Rp __ 7.500.000,00 __ 15. Pengujian aliran air dengan cat ( paint test ) Per paket Rp __ 12.000.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ 16. Pengujian aliran air dengan memakai benang ( tuft test ) Per paket Rp __ 14.000.000,00 __ 17. Pengujian tahanan kapal ( resistance test ) : __ a. sarat air pertama ( first draft ) Per paket Rp __ 17.500.000,00 __ b. sarat air berikutnya ( ditto second draft ) Per paket Rp __ 10.000.000,00 __ 18. Pengujian ulekan air (3 D wake Survei ) Per paket Rp __ 27.000.000,00 __ 19. Pengujian propulsi dengan stok baling- baling : __ a. sarat air pertama ( first draft ) Per paket Rp __ 19.032.000,00 __ b. sarat air berikutnya ( ditto second draft ) Per paket Rp __ 13.260.000,00 __ 20. Pengujian propulsi dengan baling-baling baru Per paket Rp __ 22.000.000,00 __ 21. Pengujian baling-baling tanpa model kapal Per paket Rp __ 12.500.000,00 __ 22. Pembuatan model dummy (model pendukung) Per unit Rp __ 12.500.000,00 __ 23. Pengamatan kavitasi untuk dua kondisi Per paket Rp __ 27.820.000,00 __ 24. Pengujian kehandalan baling-baling Per paket Rp __ 14.000.000,00 __ 25. Pengujian fluktuasi tekanan pada baling-baling Per paket Rp __ 15.000.000,00 __ 26. Pengujian kavitasi lainnya Per paket Rp __ 14.000.000,00 __ 27. Pengujian olah gerak dengan alat HPMM (uji manuver kapal - secara statis) Per paket Rp __ 50.000.000,00 __ 28. Pengujian olah gerak dengan sistem propulsi sendiri ( maneuvering ) : __ a. Persiapan dan pemasangan video Per paket Rp __ 17.000.000,00 __ b. Pengaturan berat model kapal Per paket Rp __ 7.500.000,00 __ c. Instrumenstasi dan kalibrasi Per paket Rp __ 16.500.000,00 __ d. Pengujian cikar perkondisi Per paket Rp __ 10.000.000,00 __ e. Pengujian zig-zag perkondisi Per paket Rp __ 10.000.000,00 __ f. Evaluasi dan pelaporan Per paket Rp __ 15.000.000,00 __ __ __ __ 29. Pengujian... __ 29. Pengujian stabilitas kapal dengan sistem propulsi sendiri : __ a. Pengaturan distribusi berat model kapal Per paket Rp __ 7.500.000,00 __ b. Instrumentasi dan kalibrasi Per paket Rp __ 17.500.000,00 __ c. Pembuatan gelombang beraturan Per kondisi Rp __ 6.000.000,00 __ d. Pembuatan gelombang acak Per paket Rp __ 16.000.000,00 __ e. Pengaturan arah dan kecepatan angin Per paket Rp __ 6.500.000,00 __ f. Persiapan dan pemasangan video Per paket Rp __ 11.000.000,00 __ g. Pengujian dengan gelombang beraturan Per paket Rp __ 6.000.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ h. Pengujian dengan gelombang acak Per paket Rp __ 11.500.000,00 __ i. Evaluasi dan pelaporan Per paket Rp __ 11.830.000,00 __ 30. Analisis kapal terhadap gelombang Per paket Rp __ 7.000.000,00 __ 31. Analisis bulba haluan Per paket Rp __ 7.000.000,00 __ 32. Simulasi numerik ' Power Prediction ' (prediksi daya mesin) Per paket Rp __ 7.000.000,00 __ 33. Perhitungan Numerik seakeeping (kehandalan) Per paket Rp __ 7.000.000,00 __ 34. Perhitungan Numerik manuevering (olah gerak) Per paket Rp __ 7.000.000,00 __ 35. Desain seri baling-baling Per paket Rp __ 10.000.000,00 __ 36. Pembuatan maket model Per paket Rp __ 7.500.000,00 __ 37. Uji stabilitas kapal ( seakeeping test ), Captive method (metode- tidak bebas) Per kondisi Rp __ 50.000.000,00 __ 38. Perhitungan numerik : __ a. Perhitungan tahanan dan propulsi kapal Per paket Rp __ 7.000.000,00 __ b. Perhitungan design propeller dan cavitasi Per paket Rp __ 7.000.000,00 __ c. Perhitungan kehandalan kapal Per paket Rp __ 7.000.000,00 __ d. Perhitungan olah gerak kapal Per paket Rp __ 7.000.000,00 __ e. Perhitungan gerakan dan beban anjungan lepas pantai Per paket Rp __ 15.000.000,00 __ 39. Uji gaya dan torsi pada nozzel , kemudi , hydrofoil ( foil air ) Per paket Rp __ 13.000.000,00 __ 40. Survei dan pengukuran : __ __ a. Data lingkungan laut ( gelombang, arus dan angin) Per paket Rp __ 80.000.000,00 __ b. Pengukuran kinerja kapal dilaut Per paket Rp __ 50.000.000,00 __ 41. Pelatihan ( training ) __ __ a. Hidrodinamika kapal Per paket Rp __ 20.000.000,00 __ b. Hidrodinamika bangunan lepas pantai Per paket Rp __ 30.000.000,00 __ c. Design propeller Per paket Rp __ 15.000.000,00 __ d. Pembuatan propeller Per paket Rp __ 15.000.000,00 __ e. Pembuatan peralatan bantu pengecoran propeller Per paket Rp __ 15.000.000,00 __ B. Internasional... __ B. Internasional __ 1. Pembuatan model kapal dari bahan kayu dengan panjang model kapal 3 meter Per unit USD 3,300.00 __ 2. Pembuatan model kapal dari bahan kayu dengan panjang model kapal 4 meter Per unit USD 4,700.00 __ 3. Pembuatan model kapal dari bahan kayu dengan panjang model kapal 5 meter Per unit USD 6,500.00 __ 4. Pembuatan model kapal dari bahan Per unit USD 9,000.00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF kayu dengan panjang model kapal 7 meter __ 5. Pembuatan model propeller dari bahan bronze dengan diameter 10 cm Per unit USD 1,100.00 __ 6. Pembuatan model propeller dari bahan bronze dengan diameter 20 cm Per unit USD 1,300.00 __ 7. Pembuatan model propeller dari bahan bronze dengan diameter 30 cm Per unit USD 1,500.00 __ 8. Pembuatan Model bangunan lepas pantai type fixed (statis) Per paket USD 6,000.00 __ 9. Pembuatan Model bangunan lepas pantai type fixed dengan super structure (bangunan atas) Per paket USD 8,000.00 __ 10. Pembuatan Model bangunan lepas pantai type floating (terapung) dengan mooring (penambatan) Per paket USD 11,500.00 __ 11. Pembuatan Model bangunan lepas pantai type floating (terapung) termasuk mooring dan super structure (bangunan atas) Per paket USD 13,500.00 __ 12. Evaluasi design ( lines plan ) Per paket USD 700.00 __ 13. Pengujian aliran air dengan cat ( paint test ) Per paket USD 1,800.00 __ 14. Pengujian aliran air dengan memakai benang ( tuft test ) Per paket USD 2,200.00 __ 15. Pengujian tahanan kapal ( resistance test ): __ a. sarat air pertama ( first draft ) Per paket USD 3,000.00 __ b. sarat air berikutnya ( ditto second draft ) Per paket USD 1,500.00 __ 16. Pengujian ulekan air (3 D wake Survei ) Per paket USD 5,000.00 __ 17. Pengujian propulsi dengan stok baling- baling: __ a. sarat air pertama ( first draft ) Per paket USD 2,928.00 __ b. sarat air berikutnya ( ditto second draft ) Per paket USD 2,040.00 __ __ __ 18. Pengujian... __ 18. Pengujian propulsi dengan baling- baling baru Per paket USD 4,000.00 __ 19. Pengujian baling-baling tanpa model kapal Per paket USD 2,000.00 __ 20. Pembuatan model dummy Per unit USD 3,000.00 __ 21. Pengamatan kavitasi untuk dua kondisi Per paket USD 4,280.00 __ 22. Pengujian kehandalan baling-baling Per paket USD 2,500.00 __ 23. Pengujian fluktuasi tekanan pada baling-baling Per paket USD 2,700.00 __ 24. Pengujian kavitasi lainnya Per paket USD 2,500.00 __ 25. Pengujian olah gerak dengan alat HPMM (uji manuver kapal - secara Per paket USD 7,000.00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF statis) __ 26. Pengujian olah gerak dengan sistem propulsi sendiri ( self propulsion test ): __ a. Persiapan dan pemasangan video Per paket USD 2,900.00 __ b. Pengaturan berat model kapal Per paket USD 1,200.00 __ c. Instrumenstasi dan kalibrasi Per paket USD 2,800.00 __ d. Pengujian cikar perkondisi Per paket USD 1,500.00 __ e. Pengujian zig-zag perkondisi Per paket USD 1,200.00 __ f. Evaluasi dan pelaporan Per paket USD 2,700.00 __ 27. Pengujian stabilitas kapal dengan sistem propulsi sendiri : __ a. Pengaturan distribusi berat model kapal Per paket USD 1,300.00 __ b. Instrumentasi dan kalibrasi Per paket USD 3,000.00 __ c. Pembuatan gelombang beraturan Per kondisi USD 1,200.00 __ d. Pembuatan gelombang acak Per paket USD 2,000.00 __ e. Pengaturan arah dan kecepatan angin Per paket USD 1,250.00 __ f. Persiapan dan pemasangan video Per paket USD 2,000.00 __ g. Pengujian dengan gelombang beraturan Per paket USD 1,200.00 __ h. Pengujian dengan gelombang acak Per paket USD 2,000.00 __ i. Evaluasi dan pelaporan Per paket USD 3,000.00 __ 28. Pembuatan maket model Per paket USD 1,200.00 __ 29. Uji stabilitas kapal ( seakeeping test ), Captive method (metode- tidak bebas) Per kondisi USD 7,000.00 __ 30. Perhitungan numerik : __ a. Perhitungan tahanan dan propulsi kapal Per paket USD 2,000.00 __ b. Perhitungan design propeller dan cavitasi Per paket USD 2,000.00 __ c. Perhitungan kehandalan kapal Per paket USD 2,000.00 __ d. Perhitungan olah gerak kapal Per paket USD 2,000.00 __ e. Perhitungan gerakan dan beban anjungan lepas pantai Per paket USD 2,500.00 __ 31. Uji... __ 31. Uji gaya dan torsi pada nozzel , kemudi , hydrofoil ( foil air ) Per paket USD 1,400.00 __ 32. Survei dan pengukuran : __ a. Data lingkungan laut ( gelombang, arus dan angin) Per paket USD 7,000.00 __ b. Pengukuran kinerja kapal di laut Per paket USD 3,000.00 __ 33. Pelatihan/training : __ a. Hidrodinamika kapal Per paket USD 4,000.00 __ b. Hidrodinamika bangunan lepas pantai Per paket USD 2,700.00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ c. Desain propeller Per paket USD 2,700.00 __ d. Pembuatan propeller Per paket USD 2,700.00 __ e. Pembuatan peralatan bantu pengecoran propeller Per paket USD 2,700.00 __ __ __ __ XVII JASA PENYELENGGARAAN SEMINAR DAN SEJENISNYA __ A. Sewa Ruang Seminar dan Workshop 1. Ruang Audio Visual Besar (Auditorium) 2. Ruang Audio Visual Spesial (Komisi Utama) 3. Ruang Audio Visual Standar 1 (Komisi 3) 4. Ruang Audio Visual Standar 2 (Ruang VIP) 5. Ruang Audio Visual Standar 3 (Komisi 1) 6. Ruang Audio Visual Standar 4 (Komisi 2) 7. Ruang Audio Visual Standar 5 (Ruang Lantai 9-1) 8. Ruang Audio Visual Standar 6 (Ruang Lantai 9-2) 9. Ruang Audio Visual Standar 7 (Ruang Lantai 9-3) 10. Ruang Audio Visual Standar 8 (Ruang Lantai 9-4) __ Per 8 Jam Per 8 Jam Per 8 Jam Per 8 Jam Per 8 Jam Per 8 Jam Per 8 Jam Per 8 Jam Per 8 Jam Per 8 Jam Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 8.250.000,00 1.150.000,00 850.000,00 850.000,00 600.000,00 600.000,00 400.000,00 400.000,00 400.000,00 400.000,00 B. Sewa Ruang Kerja 1. Sewa Ruang Lantai 14, 15 dan 17 2. Sewa Ruang Lantai 3 3. Sewa Ruang Lantai Menzanin 4. Kantor Siap Pakai/ Virtual Office __ Per m ^2 /bulan Per m ^2 /bulan Per m ^2 /bulan Per Ruangan / bulan __ Rp Rp Rp Rp 70.000,00 90.000,00 135.000,00 4.000.000,00 __ C. Sewa... C. Sewa Tempat Pameran 1. Ruang Sarana Pameran Utama 2. Ruang Sarana Pameran Spesial D. Sewa Fasilitas Atap/Lahan Gedung Per 8 Jam Per 8 Jam Per paket/bulan Rp Rp Rp 2.000.000,00 1.000.000,00 2.085.000,00 __ XVIII JASA TEKNOLOGI MESIN PERKAKAS, TEKNIK PRODUKSI DAN OTOMASI __ __ __ A. Jasa Sewa Alat Ukur Jasa Teknologi Mesin Perkakas, Teknik Produksi dan Otomasi __ __ __ 1. Laser Interferometer Per unit/jam Rp __ 250.000,00 NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF __ 2. Foto Scanning 3 Dimensi Per unit/jam Rp __ 120.000,00 __ 3. Gauge Block Per unit/jam Rp __ 37.500,00 __ 4. Spirit Level ketelitian 0.020mm/m Per unit/jam Rp __ 25.000,00 __ 5. Straight Edge Per unit/jam Rp __ 25.000,00 __ 6. Precision Square Per unit/jam Rp __ 10.000,00 __ 7. Dial Indikator ketelitian 0.001 mm Per unit/jam Rp __ 10.000,00 __ 8. Dial Indikator ketelitian 0.010 mm Per unit/jam Rp __ 5.000,00 __ __ __ __ __ B. Jasa Sewa Peralatan Mesin / Benkel Mekanik __ __ __ __ 1. Mesin Computerized Numerical Control Precision Grinding Per unit/jam Rp __ 100.000,00 __ 2. Mesin Computerized Numerical Control Electric Discharge Wire Cut Per unit/jam Rp __ 100.000,00 __ 3. Mesin Computerized Numerical Control Milling Per unit/jam Rp __ 75.000,00 __ 4. Mesin Computerized Numerical Control Electric Discharge Die Sinking Per unit/jam Rp __ 75.000,00 __ 5. Mesin Computerized Numerical Control Bubut Per unit/jam Rp __ 75.000,00 __ 6. Mesin Digitizer Per unit/jam Rp __ 15.000,00 __ 7. Mesin Gravier Per unit/jam Rp __ 15.000,00 __ 8. Mesin Milling Per unit/jam Rp __ 12.500,00 __ 9. Mesin Potong, Tekuk dan Roll Plat Per unit/jam Rp __ 10.000,00 __ 10. Mesin Las Per unit/jam Rp __ 7.500,00 __ 11. Mesin Bubut Per unit/jam Rp __ 7.500,00 __ 12. Mesin Gergaji Per unit/jam Rp __ 2.500,00 __ 13. Mesin Gerinda Potong Per unit/jam Rp __ 2.500,00 __ 14. Mesin Gerinda Tangan Per unit/jam Rp __ 2.500,00 __ 15. Mesin Bor Tangan Per unit/jam Rp __ 2.500,00 __ __ __ __ __ C. Jasa Teknologi __ __ __ __ 1. Gambar Computer Aided Design/Computer Aided Manufaturing Per jam Rp __ 50.000,00 __ 2. Pembuatan G - Code dan Numerical Control–Code Per jam Rp __ 50.000,00 __ __ __ __ __ D. Jasa... __ D. Jasa Tenaga Untuk Desain dan Engineering untuk Pelayanan Jasa Teknologi Mesin Perkakas, Teknik Produksi dan Otomasi __ __ __ __ 1. Insinyur Utama ( Principal Engineer ) Per orang/jam Rp __ 100.000,00 __ 2. Insinyur Kepala ( Specialist Engineer ) Per orang/jam Rp __ 90.000,00 __ 3. Insinyur Madya ( Senior Engineer ) Per orang/jam Rp __ 80.000,00 __ 4. Insinyur Muda ( Yunior Engineer ) Per orang/jam Rp __ 70.000,00 __ 5. Operator / tehnisi Per orang/jam Rp __ 45.000,00 __ E. Jasa Pelatihan untuk Pelayanan Jasa Teknologi Mesin Perkakas, Teknik Produksi __ __ __ NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF dan Otomasi __ 1. Pengukuran Ketelitian Mesin Perkakas Per orang/hari Rp __ 1.750.000,00 __ 2. Sistem Computer Aided Design / Computer Aided Manufacturing dan Direct Numerical Control Per orang/hari Rp __ 1.750.000,00 __ 3. Sistem Otomasi Industri Per orang/hari Rp __ 1.750.000,00 __ __ __ PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Relevan terhadap
Mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga Pasal 1 seluruhnya berbunyi sebagai berikut: "Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya;
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak;
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran;
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran;
Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan;
Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian Nasabah Penyimpan dengan bank;
Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan;
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu;
Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang;
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga;
Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil;
Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina);
Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan perjanjian atau kontrak antara Bank Umum dengan penitip, dengan ketentuan Bank Umum yang bersangkutan tidak mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut;
Wali Amanat adalah kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum untuk mewakili kepentingan pemegang surat berharga berdasarkan perjanjian antara Bank Umum dengan emiten surat berharga yang bersangkutan;
Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank;
Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan;
Nasabah Debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan;
Kantor Cabang adalah kantor bank yang secara langsung bertanggung jawab kepada kantor pusat bank yang bersangkutan, dengan alamat tempat usaha yang jelas dimana kantor cabang tersebut melakukan usahanya;
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku;
Pimpinan Bank Indonesia adalah pimpinan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku;
Pihak Terafiliasi adalah:
anggota Dewan Komisaris, pengawas, Direksi atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank;
anggota pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum dan konsultan lainnya;
pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga pengawas, keluarga Direksi, keluarga pengurus;
Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
Lembaga Penjamin Simpanan adalah badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan Nasabah Penyimpan melalui skim asuransi, dana penyangga, atau skim lainnya;
Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya dengan atau tanpa melikuidasi;
Konsolidasi adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya dengan atau tanpa melikuidasi;
Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank;
Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya." 2. Ketentuan Pasal 6 huruf k dihapus.
Ketentuan pasal 6 huruf m diubah, sehingga Pasal 6 huruf m menjadi berbunyi sebagai berikut : "Pasal 6 m. menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia." 4. Ketentuan Pasal 7 huruf c, sehingga Pasal 7 huruf c menjadi berbunyi sebagai berikut : "Pasal 7 c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan " 5. Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga Pasal 8 seluruhnya berbunyi sebagai berikut: "Pasal 8 (1) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia." 6. Ketentuan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) diubah, serta menambah ayat baru di antara ayat (4) dan ayat (5) yang dijadikan ayat (4A), sehingga Pasal 11 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4A) menjadi berbunyi sebagai berikut: "Pasal 11 (1) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh Bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan.
Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada:
pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih dari modal disetor bank;
anggota Dewan Komisaris;
anggota Direksi;
keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huhruf a, huruf b, dan huruf c;
pejabat bank lainnya; dan
perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e. (4A)Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank dilarang melampaui batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)." 7. Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga Pasal 12 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: "Pasal 12 (1)Untuk menunjang pelaksanaan program peningkatan taraf hidup rakyat banyak melalui pemberdayaan koperasi, usaha kecil dan menengah, Pemerintah bersama Bank Indonesia dapat melakukan kerjasama dengan Bank Umum.
Ketentuan mengenai kerjasama dengan Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah." 8. Menambah ketentuan baru di antara Pasal 12 dan Pasal 13 yang dijadikan Pasal 12A, yang berbunyi sebagai berikut: "Pasal 12 (1) Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal Nasabah Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
Ketentuan mengenai tata cara pembelian agunan dan pencairannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah." 9. Ketentuan Pasal 13 huruf c diubah, sehingga Pasal 13 huruf c menjadi berbunyi sebagai berikut: "Pasal 13 c. menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia." 10.Ketentuan Pasal 16 diubah, sehingga Pasal 16 seluruhnya berbunyi sebagai berikut: "Pasal 16 (1) Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri.
Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang:
susunan organisasi dan kepengurusan;
permodalan;
kepemilikan;
keahlian di bidang Perbankan;
kelayakan rencana kerja.
Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Bank Indonesia." 11.Ketentuan Pasal 17 dihapus.
Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga Pasal 18 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: "Pasal 18 (1) Pembukaan kantor cabang Bank Umum hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.
Pembukaan kantor cabang, kantor perwakilan, dan jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri dari Bank Umum hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.
Pembukaan kantor di bawah kantor cabang Bank Umum wajib dilaporkan terlebih dahulu kepada Bank Indonesia.
Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan oleh Bank Indonesia." 13.Ketentuan pasal 19 diubah, sehingga pasal 19 seluruhnya berbunyi sebagai berikut: "Pasal 19 (1) Pembukaan kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.
Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia." 14.Ketentuan Pasal 20 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 20 ayat (1) menjadi berbunyi sebagai berikut: "Pasal 20 (1) Pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor perwakilan dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri, hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia." 15.Ketentuan Pasal 21 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 21 ayat (1) menjadi berbunyi sebagai berikut: "Pasal 21 (1) Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa:
Perseroan Terbatas;
Koperasi; atau
Perusahaan Daerah." 16.Ketentuan Pasal 22 diubah, sehingga Pasal 22 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: "Pasal 22 (1) Bank Umum hanya dapat didirikan oleh:
Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia; atau b. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan atau badan hukum asing secara kemitraan.
Ketentuan mengenai persyaratan pendirian yang wajib dipenuhi pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia." 17.Ketentuan Pasal 26 diubah, sehingga Pasal 26 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: "Pasal 26 (1) Bank Umum dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek.
Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia dan atau badan hukum asing dapat membeli saham Bank Umum, baik secara langsung dan atau melalui bursa efek.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah." 18.Ketentuan Pasal 27 diubah, sehingga Pasal 27 seluruhnya berbunyi sebagai berikut: "Pasal 27 Perubahan kepemilikan bank wajib:
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26; dan
dilaporkan kepada Bank Indonesia." 19.Ketentuan Pasal 28 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 28 ayat (1) menjadi berbunyi sebagai berikut: "Pasal 28 (1) Merger, konsolidasi, dan akuisisi wajib terlebih dahulu mendapat izin Pimpinan Bank Indonesia." 20.Ketentuan Pasal 29 diubah, sehingga Pasal 29 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: "Pasal 29 (1) Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.
Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.
Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.
Ketentuan yang wajib dipenuhi oleh bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan oleh Bank Indonesia." 21.Ketentuan Pasal 31 diubah, sehingga Pasal 31 seluruhnya sebagai berikut: "Pasal 31 Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan." 22.Menambah ketentuan baru di antara Pasal 31 dan Pasal 32 yang dijadikan Pasal 31A, yang berbunyi sebagai berikut: "Pasal 31 Bank Indonesia dapat menugaskan Akuntan Publik untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31." 23.Ketentuan Pasal 32 dihapus.
Ketentuan Pasal 33 diubah, sehingga Pasal 33 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: "Pasal 33 (1) Laporan pemeriksaan bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 31A bersifat rahasia.
Persyaratan dan tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 31A ditetapkan oleh Bank Indonesia." 25.Ketentuan Pasal 37 diubah, sehingga Pasal 37 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: "Pasal 37 (1) Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar:
pemegang saham menambah modal;
pemegang saham mengganti Dewan Komisaris dan atau Direksi bank;
bank menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;
bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;
bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain;
bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada bank atau pihak lain.
Apabila:
tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank; dan
menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem Perbankan, Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan memerintahkan Direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuidasi.
Dalam hal Direksi bank tidak menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pimpinan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran badan hukum bank, penunjukan tim likuidasi, dan perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku." 26.Menambah 2 (dua) ketentuan baru di antara Pasal 37 dan Pasal 38 yang dijadikan Pasal 37A dan Pasal 37B, yang masing-masing berbunyi sebagai berikut: "Pasal 37A (1) Apabila menurut penilaian Bank Indonesia terjadi kesulitan Perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, atas permintaan Bank Indonesia, Pemerintah setelah berkonsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat membentuk badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan Perbankan.
Badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan program penyehatan terhadap bank-bank yang ditetapkan dan diserahkan kepada badan dimaksud.
Dalam melaksanakan program penyehatan terhadap bank-bank, badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) serta wewenang lain yaitu:
mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham termasuk hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham;
mengambil alih dan melaksanakan segala hak dan wewenang Direksi dan Komisaris bank;
menguasai, mengelola dan melakukan tindakan kepemilikan atas c kekayaan milik atau yang menjadi hak-hak bank, termasuk kekayaan bank yang berada pada pihak manapun, baik di dalam maupun di luar negeri;
meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan atau mengubah kontrak yang mengikat bank dengan pihak ketiga, yang menurut pertimbangan badan khusus merugikan bank;
menjual atau mengalihkan kekayaan bank, Direksi, Komisaris, dan pemegang saham tertentu di dalam negeri ataupun di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui penawaran umum;
menjual atau mengalihkan tagihan bank dan atau menyerahkan pengelolaannya kepada pihak lain, tanpa memerlukan persetujuan Nasabah Debitur;
mengalihkan pengelolaan kekayaan dan atau menajemen bank kepada pihak lain;
melakukan penyertaan modal sementara pada bank, secara langsung atau melalui pengonversian tagihan badan khusus menjadi penyertaan modal pada bank;
melakukan panagihan piutang bank yang sudah pasti dengan penerbitan Surat Paksa;
melakukan pengosongan atas tanah dan atau bangunan milik atau yang menjadi hak bank yang dikuasai oleh pihak lain, baik sendiri maupun dengan bantuan alat negara penegak hukum yang berwenang;
melakukan penelitian dan pemeriksaan untuk memperoleh segala keterangan yang diperlukan dari dan mengenai bank dalam program penyehatan, dan pihak manapun yang terlibat atau patut terlibat, atau mengetahui kegiatan yang merugikan bank dalam program penyehatan tersebut;
menghitung dan menetapkan kerugian yang dialami bank dalam program penyehatan dan membebankan kerugian tersebut kepada modal bank yang bersangkutan, dan bilamana kerugian tersebut terjadi karena kesalahan atau kelalian Direksi, Komisaris, dan atau pemegang saham, maka kerugian tersebut akan dibebankan kepada yang bersangkutan;
menetapkan jumlah tambahan modal yang wajib disetor oleh pemegang saham bank dalam program penyehatan;
melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf m.
Tindakan penyehatan Perbankan oleh badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) adalah sah berdasarkan Undang-undang ini.
Atas permintaan badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bank dalam program penyehatan wajib memberikan segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya termasuk memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas yang ada padanya, dan wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh keterangan, dokumen, dan penjelasan yang diperoleh bank dimaksud.
Pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf k wajib memberikan keterangan dan penjelasan yang diminta oleh badan khusus.
Badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyampaikan laporan kegiatan kepada Menteri Keuangan.
Apabila menurut penilaian Pemerintah, badan khusus telah menyelesaikan tugasnya, Pemerintah menyatakan berakhirnya badan khusus tersebut;
Ketentuan yang diperlukan bagi pelaksanaan Pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
P erjuangan sudah menuju titik akhir. Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, tahun 1949 menghasilkan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. Tapi masih ada yang mengganjal. Sejumlah kesepakatan KMB tidak menguntungkan Indonesia. Menurut The Kian Wie dalam pengantar buku yang disuntingnya, Pelaku Berkisah: Ekonomi Indonesia 1950-an sampai 1990-an , ada empat masalah kontroversial yang kemudian mengganggu hubungan Indonesia- Belanda. Dua masalah politik berkaitan baru pemerintahan RIS, yang terdiri atas Republik Indonesia dan 15 negara boneka BFO (Bijeenkomst Federaal Overleg ’Majelis Permusyawaratan Federal’) bentukan Belanda selama masa perang. Terbentuknya RIS mempengaruhi sistem keuangan, termasuk penggunaan mata uang. ”Mata uang RIS diberlakukan oleh De Javasche Bank pada Januari 1950 bersamaan dengan pengesahan RIS dalam KMB. Mata uang ini menggantikan ORI,” kata peneliti sejarah ekonomi Servulus Erlan de Robert kepada tim kami. Sesuai kesepakatan KMB, De Javasche Bank (DJB) berfungsi sebagai bank sirkulasi untuk RIS. Melalui DJB inilah mata uang RIS diterbitkan dan diedarkan sebagai alat pembayaran yang sah. Penyeragaman mata uang Pada 1 Januari 1950 terbit uang RIS atau juga disebut ”uang federal” atau ”uang DJB” dalam pecahan Rp5 dan Rp10 dengan tanggal emisi ”Djakarta, 1 Djanuari 1950” yang ditandatangani Menteri Keuangan, Sjafruddin Prawiranegara. Uang RIS ini menampilkan gambar Sukarno, presiden RIS, sehingga juga dikenal dengan sebutan ”emisi Bung Karno”. Kendati diterbitkan 1 Januari, uang RIS baru beredar dan digunakan pada bulan-bulan sesudahnya. Hal ini bukan tanpa alasan. ”Pemerintah masih dalam proses untuk menciptakan sistem keuangan yang tunggal dengan mempersatukan beraneka ragam uang yang beredar di masyarakat,” tulis Sri Margana dkk. dalam Keindonesiaan dalam Uang: Sejarah Uang Kertas Indonesia, 1945-1953 . Pada tanggal yang sama, Sjafruddin Riwayat Uang RIS Terbit di tengah kekacauan sirkulasi uang yang beredar di tengah masyarakat. Sukses menyeragamkan mata uang tapi beredar singkat. dengan pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dan status Irian Barat (Papua). Dua masalah ekonomi menyangkut pengambilalihan utang pemerintah Belanda di Indonesia dan terus beroperasinya bisnis Belanda di Indonesia. “Mencapai kemerdekaan politik tanpa kemerdekaan ekonomi menghadapkan Pemerintah Indonesia pada masalah yang serius. Lantaran tidak dapat mengawasi segmen-segmen penting ekonomi Indonesia, gerak para pembuat kebijakan ekonomi Indonesia sangat terbatas,” tulis The Kian Wie. Setelah KMB, dimulailah babak mengumumkan bahwa uang kertas RIS menjadi alat pembayaran yang sah di seluruh wilayah RIS. Oeang Republik Indonesia (ORI) dinyatakan ditarik dari peredaran dan hilang sifatnya sebagai alat pembayaran yang sah terhitung 1 Mei 1950. Selama tenggat waktu itu, ORI masih berlaku sebagai alat pembayaran hanya di daerah di mana uang tersebut diproduksi. Penyeragaman mata uang itu dilakukan untuk menghapus peredaran berbagai jenis mata uang dengan nilai tukar berbeda-beda, bahkan banyak pula yang palsu. Selain ORI dan ORIDA, beredar pula ”uang NICA”. Selain itu, Sjarifuddin mencetuskan kebijakan moneter yang terkenal dengan istilah ”Gunting Sjarifuddin”. Uang kertas lama DJB dan mata uang Hindia Belanda pecahan Rp 5 ke atas digunting menjadi dua bagian. Kebijakan ini bertujuan menekan inflasi dan mendorong ekspor dari pelaku usaha dalam negeri. ”Kita potong uang Belanda menjadi dua bagian, sebelah diubah menjadi uang Republik dan sebelah lagi dikonversikan menjadi obligasi keuangan. Jadi tidak, kita dapat dituduh merampok separuh uang rakyat,” tutur Sjafruddin dalam Pelaku Berkisah . Penukaran uang Tindak lanjut dari penyeragaman mata uang dilakukan pada 27 Maret 1950. Pemerintah RIS memutuskan menukarkan ORI maupun ORI daerah dengan uang RIS. Menurut Sri Margana dkk, kurs penukarannya ” f” . 1 RIS setara Rp. 125 ORI, sedangkan untuk ORIDA disesuaikan dengan kondisi tiap mata uang. Namun, penukaran uang dari Teks Hendaru Tri Hanggoro Laporan Utama Seseorang menyiapkan uang untuk ditukar Foto Historia 37 MEDIAKEUANGAN 36 VOL. XV / NO. 157 / OKTOBER
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
eorang ibu nampak gelisah di Bandar Udara Soekarno-Hatta. Satu tangannya mengamit sang buah hati yang masih kecil, sementara itu telapak tangannya yang lain tak henti mengusap perutnya. Di sekeliling mereka terlihat beberapa koper diletakkan sekenanya. Perempuan bernama Endah Martiningrum itu terpaksa harus memutar-balik keluar area bandara. Kepergiannya menyusul sang suami ke Medan dalam keadaan hamil tujuh bulan tak akan diberi lampu hijau oleh petugas jika tanpa surat keterangan dari dokter. Terpaksa ia yang kepayahan dengan kandungan tujuh bulannya berdua bersama putri pertama yang berusia empat tahun harus mencari klinik untuk meminta surat sakti tersebut. Singkat cerita syarat dari pihak otoritas bandara tersebut berhasil dipenuhi dan terbanglah ia bersama putri kecilnya untuk memulai kehidupan baru di Medan. “1999 itu tahun yang berat buat saya. Saya harus pisah dari rombongan beasiswa dan menunda keberangkatan studi ke Jepang karena sedang mengandung,” buka perempuan yang akrab dipanggil Endah ini. Di saat kandungannya menginjak trimester akhir, datang kabar bahwa bapak mertuanya berpulang menghadap Sang Khalik. Momen tersebut ternyata menjadi titik balik bagi keluarga kecil Endah. Setelah berembuk, pasangan tersebut memutuskan untuk hijrah sekeluarga ke Medan. ”Saat itu suami mendapat wasiat untuk meneruskan bisnis keluarga di Medan. Saya juga akan segera berangkat ke Jepang,” ungkap Endah. Usia putri keduanya baru satu setengah bulan ketika Endah harus menitipkan sang buah hati untuk dirawat sendiri oleh sang ayah dibantu keluarganya. Endah harus berbesar hati meninggalkan bayi kecil yang sedang membutuhkan dekap hangatnya untuk menjalankan kewajiban menimba ilmu ke negeri sakura. Berkah dari restu keluarga Mata Endah menerawang jauh mengingat perjalanan kariernya sejak awal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Ingatannya terlempar kembali ke akhir tahun 1993. Perempuan asal Magelang itu tengah sibuk mengerjakan skripsi sebagai syarat kelulusannya dari Universitas Gajah Mada (UGM). Seorang teman mengajaknya ikut tes penerimaan pegawai negeri sipil. ”Lucunya malah saya yang lolos, teman saya enggak ,” bebernya. Karir Endah di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diawali di Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN) pada Februari 1994. Dua hari menjelang wisuda ia mendapat telegram yang memberitahukan kelulusannya menjadi calon pegawai negeri sipil. Kabar itu sekaligus mewartakan masa training yang akan dimulai pada tanggal 21 Februari 1994. ”Serba dadakan. Sabtu pagi saya wisuda, sorenya langsung ke Jakarta naik travel agar bisa ikut diklat Senin lusanya,” ceritanya. Ia sempat mengabdi lima tahun di kantor pusat sebelum mendapat tawaran beasiswa ke Jepang. Sepulang dari studi S2, ia memutuskan untuk mengajukan permohonan penempatan di Medan untuk mendampingi keluarga. Tujuh tahun dihabiskan Endah di Tanah Deli. Bak kilau intan yang tak selamanya dapat disembunyikan, potensi Endah tertangkap bagian kepegawaian di kantor pusat saat BAKUN bertransformasi menjadi Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb). Atas seizin suami dan keluarga, ia berangkat kembali ke Jakarta. Dari situ karirnya melesat. Beragam posisi akhirnya ia rasakan. Semester II tahun 2019 lalu ia menjadi salah satu pejabat yang masuk bursa mutasi lintas eselon 1. Saat ini Endah menjabat sebagai Direktur Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen (EAS) pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) sejak September 2019. Saat ditanya perbedaan dan tantangan dalam jabatanya kini, ia menjawab, ”Tentu ada hal baru. Di EAS ini bukan hanya mengelola bendahara umum negara terkait dengan utang dan hibah, tetapi juga melakukan settlement - nya, dan sekaligus penyelesaian pembayaran kembali pinjaman dan utang pemerintah. Jadi, istilahnya kredibilitas pemerintah Indonesia itu adanya disini.” Membagi inspirasi Belum genap setahun memimpin di Direktorat EAS, Endah harus menakhodai timnya di tengah perubahan sistem kerja akibat pandemi COVID-19. Ibu dari tiga orang putri ini tak gentar. Diakuinya bahwa ilmu pengetahuan yang cukup memang menjadi modal penting dalam beradaptasi dan menyelesaikan pekerjaannya. Namun asam garam kehidupan yang telah ia cicipi selama inilah yang menjadikannya seorang yang mumpuni memimpin dalam segala kondisi. ”Saya juga belajar dari pengalaman saat menemani dan membantu membangun semangat teman-teman di Palu,” ujarnya. Sebelum menempati posisinya saat ini, Endah menjalani penempatan sebagai Kepala Kantor Wilayah DJPb Sulawesi Tengah setelah gempa yang disusul tsunami dan likuefaksi melanda kota tempatnya akan berkantor. Di sana, salah satu fokus utamanya adalah penyediaan pendampingan dan memberi dukungan moril bagi pegawai yang mengalami trauma dalam level yang berbeda-beda. Endah yakin kunci kekuatan timnya di masa sulit ini ada pada kekompakan dan rasa saling menguatkan satu sama lain. Untuk itu, ia mengadakan sesi yang diberi nama “inspirasi pagi”. Sepekan 33 MEDIAKEUANGAN 32 VOL. XV / NO. 155 / AGUSTUS 2020 Endah Martiningrum Direktur Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen (EAS) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Figur Kaya Pengalaman Berkat Cobaan Teks Dimach Putra | Foto: Dok. DJPB
Puji Prasetyo ...
Relevan terhadap
1 SPECIFIC GRANT : __ REFORMASI KEBIJAKAN PEMBERIAN DANA ALOKASI UMUM KEPADA DAERAH OTONOM PROVINSI/KABUPATEN/KOTA 30 Januari 2023, Penulis : Puji Prasetyo __ “Dalam rangka mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pemerintah menerbitkan kebijakan baru berupa Specific Grant dalam pengelolaan Dana Alokasi Umum“ __ Penyempurnaan implementasi Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) merupakan sebuah upaya untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efisien melalui Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan, guna mewujudkan pemerataan layanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam mewujudkan tujuan tersebut, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah berlandaskan pada 4 (empat) pilar utama, yaitu: (i) mengembangkan sistem Pajak Daerah yang mendukung alokasi sumber daya nasional yang efisien, (ii) mengembangkan Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dalam meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal melalui kebijakan Transfer ke Daerah (TKD) dan Pembiayaan Utang Daerah (PUD), (iii) mendorong peningkatan kualitas Belanja Daerah, serta (iv) harmonisasi kebijakan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Daerah untuk penyelenggaraan layanan publik yang optimal dan menjaga kesinambungan fiskal. Sebagai upaya penguatan desentralisasi fiskal guna mewujudkan pemerataan layanan publik oleh Pemerintah Daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok wilayah NKRI, dalam UU HKPD telah diatur mengenai kebijakan baru pemberian Dana Alokasi Umum (DAU). Sebelum diterbitkannya UU HKPD, pemberian DAU kepada daerah provinsi/kabupaten/kota hanya bersifat block grant /tidak ditentukan penggunaanya. Pemberian DAU yang bersifat block grant, di satu sisi merupakan suatu bentuk fleksibilitas penggunaan DAU oleh Pemerintah Daerah yang selaras dengan pelaksanaan prinsip otonomi daerah, namun di sisi lain terdapat pula sisi negatif yang mengikuti kebijakan block grant tersebut. Dalam Naskah Akademik penyusunan UU HKPD, pemrakarsa UU HKPD menyampaikan bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi terkait DAU adalah formulasi DAU yang masih belum optimal dalam mengatasi ketimpangan fiskal antardaerah dan belum mampu mendorong pemerataan dan peningkatan layanan publik, serta kinerja daerah dalam menjalankan tanggungjawab belanja secara efisien dan disiplin. Hal ini salah satunya tercermin dalam realisasi DAU yang sebagian besar digunakan untuk belanja birokrasi (rata-rata realisasi belanja pegawai sebesar 32,4% vs rata-rata realisasi belanja infrastruktur publik 11,5%).
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Laporan Utama Menyemai Tekad Berkompetisi Mengapa peningkatan investasi dan peningkatan ekspor menempati dua prioritas teratas untuk pengalokasian DID 2020? DID ini kan salah satu instrumen yang digunakan pemerintah untuk mendorong kinerja Pemerintah Daerah (Pemda) berdasarkan suatu kriteria tertentu yang sejalan dengan prioritas nasional. Pada saat kita lihat kondisi di 2019, ada beberapa hal yang memang harus didorong lebih cepat, antara lain investasi, ekspor, dan pengelolaan sampah. Investasi dan ekspor adalah 2 tools yang sangat substansial dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, jadi dimasukkan sebagai top list dalam pembuatan DID. Di 2020 memang investasi dan ekspor ini betul-betul diharapkan bisa menjadi pengungkit perekonomian nasional. Ekonomi nasional itu agregat dari ekonomi daerah. Tentunya harapan kita dengan pemberian insentif ini, daerah-daerah akan berlomba-lomba untuk memperbaiki kinerjanya di bidang- bidang tertentu. Seperti apa kriteria dan batasannya? Sebenarnya sama seperti DID secara umum. Pertama yang kita lihat adalah kriteria utama, mencakup: (1) opini BPK atas laporan keuangan Pemda Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); (2) penetapan Perda APBD tepat waktu; (3) pelaksanaan e-government; dan/atau (4) ketersediaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Kalau kriteria utama itu sudah terpenuhi, baru kita lihat poin-poin yang bisa mendapat insentif atau disebut kriteria kinerja. Kategori kinerja meliputi pelayanan publik, mulai dari pendidikan dan lain-lain, sampai kinerja investasi, ekspor, dan pengelolaan sampah. Bagaimana penilaian kinerja investasi dan ekspor daerah? Kinerja dilihat melalui data-data yang diambil dari institusi yang berwenang. Untuk penilaian kinerja investasi, kita pakai indikator nilai investasi penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri. Sedangkan kinerja ekspor diukur melalui nilai ekspor terhadap barang komoditas ekspor yang keluar dari daerah pabean lewat pelabuhan dan/ atau bandara. Lalu kita hitung selisih nilai kinerja selama 2 tahun. Setelah semua data daerah terkumpul, kita akan lihat dia ada di di posisi berapa. Tiap kriteria punya nilai sendiri. Ini yang membedakan dari tahun-tahun sebelumnya, misal kategori ekspor, kalau memang dia hebat di ekspor, dalam arti lolos di atas threshold setelah disandingkan dengan daerah-daerah lainnya, dia akan mendapat insentif. Kita harus benar-benar melihat mana yang memberikan dampak yang signifikan untuk daerahnya dan itu kita lihat secara nasional. Berapa daerah penerima DID kategori kinerja investasi dan ekspor di 2020? Alokasi DID 2020 kategori peningkatan investasi diberikan kepada 5 provinsi, 19 kota, dan 80 kabupaten, dengan total alokasi sebesar Rp1,3 triliun. Lima provinsi itu adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Banten. Sementara untuk peningkatan ekspor diberikan kepada empat provinsi, 61 kota, dan 19 kabupaten, dengan total alokasi sebesar Rp1,1 triliun. Empat provinsi itu adalah Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah, dan Banten. Alokasi tertinggi di tiap kategori tersebut sebesar Rp14,68 miliar dan rata- rata alokasi sebesar Rp13,34 miliar. Bagaimana dengan kekhawatiran akan ada gap antara daerah yang menerima insentif dan yang tidak? Elemen dari TKDD (Transfer ke Daerah dan Dana Desa) ini kan ada yang sifatnya block grant dan ada yang specific grant. Untuk block grant, kita contohnya ada Dana Alokasi Umum (DAU) yang memang tidak melihat maju atau mundurnya suatu daerah tetapi betul-betul melihat kebutuhan daerah tersebut. Nah, itu bisa diatasi dari situ. Jadi, kalau menurut saya yang umum itu tetap ada, tapi yang khusus (DID) karena ini kan hadiah nih, jadi ya harus lebih selektif. Pelan-pelan kita juga akan coba refocusing ke beberapa kriteria yang betul-betul punya daya ungkit tinggi untuk pembangunan supaya daerah yang dapat itu bisa berbangga. Kendala apa yang dihadapi dalam penyaluran DID? Masalahnya kalau ada yang tidak comply. Dulu, sebelum tahun 2018 itu, pokoknya jumlahnya berapa langsung transfer salur. Mulai 2018, mekanisme penyaluran berubah menjadi berbasis kinerja. Daerah penerima harus menyampaikan Perda APBD dan rencana penggunaan DID tahun berjalan, juga laporan realisasi penyerapan DID tahun anggaran sebelumnya. Jadi, walaupun pemda sudah bagus, tetapi kalau tidak bisa memenuhi syarat penyaluran, ya tentunya dia juga akan punya masalah, bisa nggak disalurkan juga dananya. Apa yang diharapkan dari pemda dengan adanya DID ini? Jadi, harapan kami daerah akan berkompetisi untuk hal yang positif dan level kompetisinya akan meningkat terus. Dengan begitu, daya saing daerah paling tidak akan meningkat sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional. Ease of doing business dan segala macam indeks yang ada kaitannya dengan investasi juga pasti akan lebih baik. Ini sebenarnya merupakan grass root dari pencapaian nasional. Teks CS. Purwowidhu Foto Resha Aditya P. Astera Primanto Bhakti, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan MediaKeuangan 20 D i tengah kondisi perekonomian global yang diproyeksikan semakin melemah, pemerintah bergegas mengambil langkah antisipasi agar defisit neraca dagang tak semakin melebar. Pemberian stimulan menjadi salah satu opsi agar daerah termotivasi membenahi iklim investasi. Peningkatan investasi dan ekspor dijadikan filtrasi baru dalam kebijakan pemberian insentif daerah di 2020. Simak wawancara Media Keuangan dengan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Astera Primanto Bhakti, seputar peran Dana Insentif Daerah (DID) sebagai pendorong pertumbuhan investasi dan ekspor . VOL. XV / NO. 150 / MARET 2020
BPHN
Relevan terhadap
Daftar Isi Salam Redaksi . .................................................... 2 Berita Utama Pengelolaan Surat Masuk dan Surat Keluar secara digital untuk menunjang kinerja BPHN............ 4 Penataan Regulasi Peraturan Perundang-Undangan Bidang Polhukampem Dengan Menggunakan Metode Penilaian 5 Dimensi............................................................................ 6 Untuk Kali Kedua, Aplikasi Garapan BPHN ‘Tembus’ TOP 99 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2018. ........................................................................ 10 Pojok JDIHN Pusat-Daerah Bersinergi Kelola JDHIN......................... 12 Pendampingan Aplikasi Integrasi Sistem Jdih Tingkat Daerah. .................................................................. 13 Wujudkan Akses Informasi Terintegrasi di Jabar, Bphn Bersama Kanwil Kumham Gelar Rakor Jdihn 14 Bimtek Penguatan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum. ...................................................... 15 Rapat Koordinasi Dalam Rangka Evaluasi Pelaksananan Permen kumham No. 30 Tahun 2013. . 16 Berita Cerdas Hukum (PusluhBankum) Menkumham Resmikan 14 Desa Sadar Hukum di Bali. ................................................................................... 17 Menggaet Kalangan Milenial. .......................................... 18 Penilaian Angka Kredit JFT Penyuluh Hukum Akan Diperketat. ................................................................. 19 Verifikasi/Akreditasi Obh, Bphn Gandeng Dewan Pers dan Ombudsman RI.......................................................... 20 Seputar Kegiatan PUSANEV Focus Group Discussion (FGD) Temuan Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum Terkait Ketenagalistrikan: Dualisme Pengaturan Mengenai IMB Harus Segera Diselesaikan.................. 21 Legal Form Badan Usaha di Indonesia dikaji oleh Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum Terkait Badan Usaha. ........................................................ 22 Topik E-Commerce Mengemuka dalam FGD Pokja Perdagangan Lintas Negara................................ 23 FGD Temuan Pokja Analisis dan Evaluasi Hukum Terkait Perpajakan. ............................................................ 24 Pusren at Glance Diskusi Publik Penyusunan Naskah Akademik Ruu Tentang Perubahan Atas Uu No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. ....................................... 25 Rapat Antar Kementrian Pemantauan Program Penyusunan RUU, PP dan Perpres Tahun 2018. ........................................................................ 26 Diskusi Publik Terkait Badan Usaha.............................. 27 Diskusi Publik Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia................................................ 29 Liputan Kegiatan Selamat Datang Prof Benny Riyanto dan Terima Kasih Prof Enny Nurbaningsih.................. 31 Bphn Turut Sukseskan Kegiatan Rakor Capaian Kinerja Kemenkumham T.A. 2018. ................. 32 Meriahkan Hut Ri Ke-73, Bphn Gelar Pesta Rakyat.. 33 Delegasi Thailand Kunjungi Bphn................................ 34 Audiensi Dengan The American Chamber of Commerce (Amcham)................................................. 34 Terkait Revisi Uu Narkotika, Prof Enny: Jangan Sampai Over Kapasitas Lapas, Menjadi Over Kapasitas Rehab 35. 35 Semarak Idul Adha 2018, Bphn Laksanakan Penyembelihan Hewan Kurban............... 36 Pusdok Kunjungi Perpustakaan Nasional.................... 37 Masukan Berharga Untuk Revisi UU Kepailitan dan Pkpu........................................................................... 38 Kunjungan Institut Agama Islam Negeri Surakarta ke Badan Pembinaan Hukum Nasional........................ 40 Bphn Gelar Rapat Internalisasi Pelaksanaan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah. ................................ 41 Uu Arbitrase Perlu Disesuaikan dengan Ketentuan Internasional.................................... 42 Artikel Indonesia dan Wto.......................................................... 43 Kata Mereka Asian Gamens. ................................................................... 44 Konsultasi Hukum . ............................................. 46 Serba-Serbi 5 Lomba 17 Agustus-An Bersejarah.............................. 49 Galeri Bphn ......................................................... 51
Badan Kebijakan Fiskal
Relevan terhadap
Fokus COVID-19 dan Problem Sektor Keuangan di Indonesia Untuk meningkatkan daya tahan sektor keuangan, diperlukan diagnosa terkait problem sektor keuangan di Indonesia. Permasalahan sektor keuangan pada dasarnya mencakup beragam aspek, namun permasalahan paling berat dapat dikaitkan dengan kondisi eksisting saat ini, khususnya hantaman pandemi COVID-19. Berdasarkan hasil analisa dari berbagai sumber referensi, persoalan pertama sektor keuangan adalah terkait informasi yang asimetris ( asymmetric information ), yang dapat menjadi sumber instabilitas keuangan yakni suatu situasi dimana satu pihak yang terlibat dalam kesepakatan keuangan tidak memiliki informasi yang akurat dibanding pihak lain (Ojo, 2010). Dalam konteks COVID-19 misalnya, persoalan tersebut akan mempertinggi risiko lembaga keuangan di tengah lingkungan ekonomi yang penuh dengan ketidakpastian. Persoalan kedua adalah terkait moral hazard , yang biasanya terjadi sesudah transaksi dilakukan pemberi pinjaman berada dalam posisi yang menerima risiko atas usaha yang dilakukan peminjam. Persoalan ketiga adalah belum berjalannya intermediasi lembaga keuangan secara optimal bagi masyarakat kelas bawah. Sektor keuangan secara umum digerakkan oleh dua jenis lembaga keuangan (IMF, 2012), yaitu: (i) lembaga perbankan; dan (ii) lembaga non perbankan, seperti pasar modal, lembaga pembiayaan, dana pensiun, asuransi, dan pegadaian. Secara ideal, lembaga keuangan berfungsi dalam menyalurkan dana dari pihak yang mempunyai dana ( surplus of funds ), dan pihak yang membutuhkan dana ( lack of funds ) yang dinilai mempunyai manajemen yang lebih baik dalam mengelola risiko ekonomi. Lembaga keuangan mempunyai lima fungsi penting bagi perekonomian (IMF, 2012), yaitu: (i) memobilisasi tabungan; (ii) mengelola risiko; (iii) menciptakan peluang investasi; (iv) efisiensi dan efektivitas transaksi; dan (v) memfasilitasi pertukaran barang dan jasa. Isu penting sebagai representasi kurang optimalnya lembaga keuangan adalah rendahnya tingkat aksesibilitas keuangan bagi masyarakat miskin. Aksesibilitas ini menyangkut kelompok masyarakat yang belum dapat mengakses (ditolak) pada sistem keuangan formal. Padahal dalam kasus COVID-19, banyak masyarakat kelas bawah sebagai pelaku yang terkena dampak signifikan. Tantangannya dikarenakan faktor harga maupun non-harga terhadap akses masyarakat dalam menggunakan atau memanfaatkan layanan jasa keuangan. Salah satu tantangan dalam pelaksanaan sistem keuangan di Indonesia adalah belum optimalnya industri keuangan yang menawarkan produk atau layanan keuangan yang customer-centric disertai infrastruktur finansial yang baik. Selain itu, lembaga keuangan belum bisa memberikan kemudahan akses keuangan yang berkualitas dengan biaya terjangkau dan tidak rumit. Sementara, pilar sistem keuangan inklusif sampai sejauh ini masih belum optimal (Annisa et. al, 2019), yakni: (i) edukasi dan perlindungan konsumen; (ii) pemetaan informasi keuangan; (iii) fasilitas intermediasi; (iv) saluran distribusi; dan (v) regulasi yang mendukung. Pada pihak yang lain, permasalahan dari sisi demand adalah masih rendahnya kapabilitas keuangan ( lack of financial capability ), edukasi dan kepercayaan publik serta akses keuangan yang berkualitas. Risiko lain terkait COVID-19 adalah pengetatan kondisi keuangan, dan pada saat yang sama terdapat tingginya tingkat utang perusahaan. Padahal banyak kasus pandemi terdapat pelemahan industri investasi dan kemungkinan krisis utang di banyak negara berkembang, termasuk di Indonesia. COVID-19 menjadi ancaman resesi, dan meningkatkan biaya pinjaman sehingga menyebabkan tekanan pada perusahaan dalam skala besar. Ragam persoalan tersebut mampu mengganggu kesinambungan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan memberikan risiko terhadap stabilitas keuangan domestik. Penguatan dan Stabilitas Daya Tahan Sektor Keuangan Untuk mengatasi beragam persoalan sektor keuangan, maka dibutuhkan stabilitas sistem keuangan yang berkelanjutan. Dalam konteks