Pengadaan Jasa Konsultansi Badan Usaha untuk Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan
Relevan terhadap
Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi Badan Usaha dilaksanakan melalui:
metode seleksi berdasarkan kualitas dua sampul; atau b. metode penunjukan langsung.
Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan melalui seleksi internasional.
Seleksi internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diikuti peserta yang berasal dari dalam dan luar negeri.
Metode penunjukan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dalam hal metode seleksi berdasarkan kualitas dua sampul dinyatakan gagal dengan kriteria:
kebutuhan yang tidak dapat ditunda; dan
tidak cukup waktu untuk melaksanakan seleksi ulang.
Metode penunjukan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan dalam keadaan mendesak dan dianggap perlu.
Keadaan mendesak dan dianggap perlu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi:
kebutuhan tidak direncanakan sebelumnya, waktu penyelesaian pekerjaan yang sifatnya segera, dan pekerjaan yang tidak dapat ditunda; atau
pekerjaan lanjutan sebagai konsekuensi dari kebutuhan atas layanan dukungan teknis ( technical support ) dan/atau perpanjangan lisensi, untuk keberlangsungan Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan.
Keadaan mendesak dan dianggap perlu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan dari Direktur Jenderal Pajak yang paling sedikit memuat:
latar belakang;
barang dan/atau jasa yang akan diadakan beserta usulan Spesifikasi Teknis/ KAK;
analisis keadaan mendesak dan dianggap perlu;
analisis risiko dan dampak yang terjadi apabila tidak dilakukan; dan
Rancangan Keputusan Menteri mengenai penetapan keadaan mendesak dan dianggap perlu.
Manajemen Risiko Pengelolaan Keuangan Negara
Relevan terhadap
Komite Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a terdiri atas:
Komite Eksekutif;
Komite Pelaksana; dan
Sekretariat Komite.
Komite Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
Menteri Keuangan sebagai Ketua;
Wakil Menteri Keuangan sebagai Wakil Ketua; dan
Para Pejabat Eselon I dan Pimpinan Unit Organisasi Non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan sebagai Anggota.
Tugas dan tanggung jawab Komite Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
menyetujui dan/atau menetapkan kebijakan Manajemen Risiko Pengelolaan Keuangan Negara yang disampaikan oleh Komite Pelaksana;
menyetujui profil Risiko dan rencana mitigasi di tingkat Kementerian Keuangan yang disampaikan oleh Komite Pelaksana; dan
melakukan pengawasan atas efektivitas penerapan Manajemen Risiko di tingkat Kementerian Keuangan.
Komite Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
Sekretaris Jenderal sebagai Ketua;
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko sebagai Wakil Ketua;
Staf Ahli Menteri Keuangan yang membidangi organisasi dan birokrasi sebagai Ketua Pelaksana Harian;
Staf Ahli Menteri Keuangan yang membidangi jasa keuangan dan pasar modal sebagai Wakil Ketua Pelaksana Harian; dan
Para Pejabat Eselon II pada masing-masing Unit Eselon I dan Pimpinan Unit Organisasi Non Eselon yang bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan melalui Pimpinan Unit Eselon I, dan Pejabat 1 (satu) tingkat di bawah pimpinan Unit Organisasi Non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan, yang mengelola Manajemen Risiko Pengelolaan Keuangan Negara sebagai Anggota.
Tugas dan tanggung jawab Komite Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
membantu Komite Eksekutif merumuskan kebijakan Manajemen Risiko Pengelolaan Keuangan Negara;
membantu Komite Eksekutif menyusun profil Risiko dan rencana mitigasi di tingkat Kementerian Keuangan;
menyampaikan profil Risiko dan rencana mitigasi di tingkat Kementerian Keuangan yang telah disetujui oleh Komite Eksekutif kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan;
menyampaikan laporan Manajemen Risiko Pengelolaan Keuangan Negara kepada Menteri Keuangan dan/atau Komite Eksekutif;
membantu Komite Eksekutif melakukan pengawasan dan evaluasi atas efektivitas penerapan Manajemen Risiko di tingkat Kementerian Keuangan;
menyusun tim koordinasi pengelolaan Risiko di Kementerian Keuangan untuk ditetapkan oleh Menteri Keuangan; dan
membentuk kelompok kerja dan menunjuk unit di internal Kementerian Keuangan sebagai koordinator Manajemen Risiko Pengelolaan Keuangan Negara lintas unit internal dan/atau eksternal Kementerian Keuangan untuk ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Sekretariat Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Sekretariat Jenderal sebagai Sekretaris I:
Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko sebagai Sekretaris II; dan
pejabat Eselon III atau pejabat fungsional yang setara pada:
Biro Perencanaan dan Keuangan Sekretariat Jenderal; dan
Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, sebagai Anggota.
Tugas dan tanggung jawab Sekretariat Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (6) meliputi:
membantu Komite Pelaksana dalam penyusunan konsep kebijakan Manajemen Risiko Pengelolaan Keuangan Negara;
membantu Komite Pelaksana melakukan konsolidasi konsep profil dan rencana mitigasi Risiko di tingkat Kementerian Keuangan;
membantu Komite Pelaksana melakukan pengawasan dan evaluasi atas efektivitas penerapan Manajemen Risiko di tingkat Kementerian Keuangan;
menyelenggarakan edukasi dan/atau sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran pengelola Risiko;
menatausahakan dokumen proses Manajemen Risiko; dan
mengoordinasikan tindak lanjut hasil reviu dan audit Manajemen Risiko.
Dalam melakukan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (7), sekretariat komite dapat melakukan koordinasi dengan forum/tim/kelompok kerja terkait bidang Pengelolaan Keuangan Negara, diantaranya:
sekretariat _Assets-Liability Committee (ALCO); _ b. sekretariat Komite Investasi Pemerintah;
sekretariat Komite Pengawas Penyelenggara Asuransi Jaminan Sosial dan Penghimpun Dana Lainnya;
sekretariat Komite Stabilitas Sektor Keuangan; dan
sekretariat Tim Pengelola Risiko Badan Usaha Milik Negara dan Korporasi.
Pedoman tata kelola dan/atau mekanisme pelaksanaan tugas Komite Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang ...
Relevan terhadap
Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 17, Pasal 26, dan/atau Pasal 29 dilakukan sesuai dengan kriteria bentuk investasi:
surat berharga Negara Republik Indonesia dan surat berharga syariah Negara Republik Indonesia;
obligasi atau sukuk Badan Usaha Milik Negara yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan;
obligasi atau sukuk lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh pemerintah yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan;
i nvestasi keuangan pada bank perseps1 termasuk bank syariah;
obligasi atau sukuk perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan;
investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha;
investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah;
penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham; j 1. penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham; J. kerja sama dengan lembaga pengelola investasi;
penggunaan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya dalam bentuk penyaluran pinjaman bagi usaha mikro dan kecil di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah; dan/atau
bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a sampai dengan huruf e dan huruf 1, ditempatkan pada instrumen investasi di pasar keuangan:
efek bersifat utang, termasuk medium term _notes; _ b. sukuk;
saham;
unit penyertaan reksa dana;
ef ek beragun aset;
unit penyertaan dana investasi real estat;
deposito;
tabungan;
giro; J. kon trak berj angka yang di perdagangkan di bursa berjangka di Indonesia; dan/atau
instrumen investasi pasar keuangan lainnya termasuk produk asurans1 yang dikaitkan dengan investasi, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, atau modal ventura, yang mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf f sampai dengan huruf k, ditempatkan pada instrumen investasi di luar pasar keuangan:
investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha; I b. investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah;
investasi pada properti dalam bentuk tanah dan/atau bangunan yang didirikan di atasnya;
investasi langsung pada perusahaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
investasi pada logam mulia berbentuk emas batangan atau lantakan;
kerja sama dengan lembaga pengelola investasi;
penggunaan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya dalam bentuk penyaluran pinjaman bagi usaha mikro dan kecil di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah; dan/atau h. bentuk investasi lainnya di luar pasar keuangan yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf d dilakukan melalui mekanisme penyertaan modal ke dalam perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas.
Sektor yang menjadi prioritas pemerintah dalam investasi sektor riil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi sektor yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.
Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tidak termasuk properti yang mendapatkan subsidi dari pemerintah.
Logam mulia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e merupakan emas batangan atau lantakan dengan kadar kemurnian 99,99% (sembilan puluh sembilan koma sembilan puluh sembilan persen).
Emas batangan atau lantakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan emas yang diproduksi di Indonesia, dan mendapatkan akreditasi dan sertifikat dari Standar Nasional Indonesia (SNI) dan/atau London Bullion Market Association (LBMA). I
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. J www.jdih.kemenkeu.go.id Agar setiap orang ~mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal · 17 Februari 2021 MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Februari 2021 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 153 LAMPIRAN I PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 .• /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN A. CONTOH FORMULIR PERMOHONAN BAGI WARGA NEGARA INDONESIA UNTUK DITETAPKAN SEBAGAI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI FORMULIR PERMOHONAN WARGA NEGARA INDONESIA UNTUK DITETAPKAN SEBAGAI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI • Lengkapi semua isian dalam formulir ini apabila Anda merupakan Warga Negara Indonesia yang telah berada di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan . • Berikan semua fakta mengenai status subjek pajak Anda selama berada di dalam . maupun di luar Indonesia. Selain sebagai pemenuhan persyaratan lainnya, isian formulir ini akan digunakan untuk meneliti status subjek pajak Anda. • Lampirkan semua dokumen atau informasi yang diperlukan terkait status subjek pajak Anda bersama formulir ini. IDENTITAS Nama Lengkap Nama Panggilan Nomor Identitas Jenis Identit as I I I I I I I I D KTP D Paspor Nomor Pokok Wajib Pajak CD -I I I 1- 1~ ~~1- □ -1-~~1-_1 ~- Ala.m at selama berada di luar Indonesia Ala.mat surat me nyurat (diisi apab ila tidak sama dengan ala.mat di atas) Nomor telepon Ala.mat surat el ektron ik Tanggal Lahir Status Perkawinan fanggal Bulan Tahun D Kawin D Hidup Berpisah [TI [TI I I I D Duda/ Janda D Lajang LAMA MENINGGALKAN INDONESIA Berapa lama Anda telah meninggalkan Indonesia? Jumlah Harl ~ Jumlah Bulan~ Jumlah Tahure==) 0 Saya telah meninggalkan Indon es ia untuk selamanya dan tidak bereneana kembali bertempat tinggal di Indonesia. Tanggal Keberangkatan fanggal Bulan Tahun [I] [I] Di n egara man a anda akan tinggal ? Apa tujuan Anda meninggalkan Indon esia? 0Pek erjaan Ocuti D Pensiun D Suami/istri dari pihak yang me ninggalkan Indon es ia 0Belajar atau me ng adakan penelitianOTertanggung dari pihak yang meninggalkan Indonesia D Wirasw asta D Lainnya, jelaskan ..... INFORMASI UMUM Berilah tanda eek ( ✓) pada kotak yang sesuai de ngan keadaan Anda yang se benarnya □ Anda biasanya tinggal di negara lain dan hany a berada di Indon esia untuk sementara waktu selama ...... hari dalam 12 bulan . □ And a biasanya tinggal di negara lain , tetapi masuk dan keluar Indon esia pada hari yang sama dalam rangka tug as, belajar, atau berbelanja. □ Anda biasanya tinggal di Indonesia, tetapi meninggalkan Indonesi a dalam rangka tugas , bela jar , atau berbelanja ke ne gara lain dan kembali ke Indon esia pada hari yang sama. 0And a berwisata ke luar Indonesia dan kembali ke Indonesia setelahn ya. 0 Lainnya, jelaskan ..... BAGI WNI YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 3 AYAT (1) HURUF C, AYAT (2), AYAT (3), AYAT (4), DAN AYAT (5) PMK ..... . Berilah tanda eek ( ✓) pada kotak apabila pernyataan di bawah ini sesuai dengan keadaan Anda yang sebenarnya O Saya bermukim seeara permanen di suatu tempat di luar Indon es ia yang bukan merupakan tempat persinggahan. □ Saya tidak lagi memiliki tempat di Indonesia yang dikuasai atau dapat digunakan setiap saat (at dispo sa l) . 0 Suami/istri , anak-anak, dan/atau keluarga terdekat saya bertempat tinggal di luar Indonesia. 0 Sumber penghasilan utama yang saya terima/peroleh berasal dari luar Indonesia. Osaya memiliki keanggotaan dalam organisasi keagamaan, pendidikan, sosial, dan/atau kemasyarakatan yang diakui oleh Pemerintah negara/yurisdiksi tempat saya berada. osaya me lakukan ke giatan sehari-hari ata u menjalankan kebiasaan di luar Indonesia. D Saya memiliki status sebagai Subjek Pajak Luar Negeri yang dibuktikan dengan keberadaan Certificate of Residence yang memenuhi ketentuan sebagai berikut: Omenggunakan bahasa Inggris; Omencantumkan informasi nama WNI; Omencantumkan informasi tanggal penerbitan; Omencantumkan informasi tahun pajak atau periode berlakunya ; D dibubuhkan nama dan ditandatangani atau diberi tanda setara dengan tanda tangan oleh Pejabat yang Berwenang sesuai dengan kelaziman di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B. Otahun pajak periode berlaku berakhir setidaknya 6 (enam) bulan sebelum Formulir Permohonan ini disampaikan kepada DJP . D Saya telah memenuhi kewajiban perpajakan atas seluruh penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh selama menjadi subjek pajak dalam negeri Indonesia. Os aya te l ah mengisi Formulir Permohonan WNI untuk Ditetapkan sebagai Subjek Pajak Luar Negeri ini dengan benar dan lengkap . PERNYATAAN SUBJEK PAJAK Apakah berdasarkan P3B dengan negara/yurisdiksi mitra Anda merupakan Subjek Pajak di negara/yurisdiksi mitra terse but dan bukan Subjek Pajak Dalam Negeri Indonesia? □ Ya □ Tid ak Apakah Anda merupakan Subjek atas Pajak Penghasilan di negara lain atas seluruh penghasilan Anda baik berasal dari dalam maupun dari luar Indonesia? □ Y a □ Tid ak Apakah Anda merupakan Subjek Pajak dari suatu negara yang tidak memiliki P3B dengan Indonesia? □ Y a □ Tid ak Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan konfirmasi ke pemerintah negara atau yurisdiksi di mana Anda menjadi Subjek Pajak dalam tahun yang berkenaan. Direktorat Jenderal Pajak dapat meminta Anda untuk menyampaikan bukti dan/atau dokumen yang menunjukkan bahwa penghasilan Anda telah dipotong di negara atau yurisdiksi terse but . KETERIKATAN DENGAN INDONESIA Manakah dari ikatan berikut yang akan Anda miliki di Indonesia saat tinggal di negara atau yurisdiksi lain? Centang ( ✓) kotak yang sesuai untuk kondisi Anda . D Suami atau istri Anda tinggal di Indonesia . Berikan nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, kewarganegaraan, dan alamat saat ini dari suami atau istri Anda. Jika Anda dan suami atau istri hidup berpisah berdasarkan putusan hukum , item ini tidak berlaku untuk Anda. Sebutkan alasan pasangan atau pasangan hukum Anda untuk tinggal di Indonesia: 0And a akan meninggalkan anak-anak atau tanggungan di Indonesia. Berikan nama, usia, kewarganegaraan, dan alamat saat ini , serta nama dan alamat tempat mereka bersekolah dan kelas tempat mereka terdaftar. Jelaskan alasan mengapa mereka tinggal di Indonesia: Manakah dari ikatan berikut yang akan Anda miliki di Indonesia saat tinggal di negara ata u yurisdiksi lain? Centang ( ✓) kotak yang sesuai untuk kondisi Anda. □ And a terus mendukung seseorang di Indonesia yang tinggal di tempat tinggal yang Anda tempati sebelum keberangkatan Anda (misalnya: rumah , apartemen, kamar, suite, traile r) . □ And a tidak memiliki namun menyewa sebuah tempat tinggal di Indon esia. Tempat terse but akan disewakan kepada pihak lain selama periode ketidakhadiran Anda dari Indonesia, dan Anda bermaksud untuk memperbarui sewa saat habis masa berlakunya. I www.jdih.kemenkeu.go.id Anda akan terns memiliki tempat tinggal di Indonesia yang sesuai dengan krtteria bermukim di suatu tempat di Indon e sia sebagaimana diatur dalam PMK ... ................ dan : a) D menjaga agar tempat tinggal tetap kosong; b) D menyewakan tempat tinggal kepada orang terkait; c) D menyewakan tempat tinggal dengan persyaratan yang tidak wajar; d) D menyewakan tempat tinggal tan pa sew a tertulis ; atau e) D menyewakan tempat tinggal dengan persyaratan yang wajar, harga pasar yang wajar, dan sewa tertulis. Jelaskan pembuktian kewajarannya : □ Anda akan menyimpan kebanyakan (atau sebagian besar) barang-barang seperti fumitur, perabot, perkakas, dan perkakas Anda di Indonesia . □ Anda akan memiliki barang prtbadi di Indonesia seperti pakaian atau barang pribadi atau hewan peliharaan Anda. □ Anda akan menyimpan kendaraan di Indonesia yang terdaftar di Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap di Indonesia. D Anda akan tetap memiliki Surat Izin Mengemudi di Indonesia . □ Anda akan memiliki paspor Indonesia yang valid. □ Anda akan memiliki pekerjaan yang dijamin tersedia saat Anda kembali ke Indonesia . OAnda akan dipekerjakan oleh pemberi kerja Indonesia saat berada di luar Indonesia . □ Anda akan tetap menjadi anggota organisasi sosial, rekreasi, atau keagamaan di Indonesia. Buat daftar keanggotaan di Indonesia yang Anda ikuti: Anda akan tetap memiliki rekening bank di Indonesia. Jelaskan mengapa Anda menyimpan akun ini: □ Anda akan memiliki investasi (Surat Berharga Ne gara , rekening sekurttas, dll) di Indonesia . Sebutkan investasi yang dimiliki terse but: □ Anda akan memiliki tempat tinggal musiman di Indonesia (misal: pondok singgah atau villa peristirahatan selama berlibur di Indonesia). □ Anda terdaftar untuk memperoleh layanan telepon (telepon selular dan/atau telepon rumah) di Indonesia . Jelaskan alasan pendaftaran terse but: D Anda terdaftar pada layanan asuransi jiwa atau umum, termasuk asuransi kesehatan, melalui perusahaan asuransi Indonesia. □ Anda akan terlibat dan bertanggungjawab dalam kemitraan ( partnerships), hubungan perusahaan atau bisnis, atau kontrak dukungan (endorsement contracts) di Indonesia. Je l askan secara rinci : Anda akan memiliki hubungan atau ikatan lain dengan Indonesia . Jelaskan : OTidak satu pun item di bagian ini yang sesuai untuk Anda . KETERIKATAN DENGAN NEGARA/YURISDIKSI LAIN a) Jika suami atau istri Anda tidak berada di Indonesia, mohon berikan informasi berikut : - Nama suami atau istri: _ __ ______ _ _ ____ __ ______ _ - Alamat domisili suami atau istri: _________ __ ______ ____ _ - Rencana keberadaan suami atau istri Anda di luar Indonesia (dalam bulan) ___ _ __ _ _ - Jika suami atau istri Anda merupakan WNI, se butkan tanggal ke berangkatan suami atau istri Anda dari Indonesia (tanggal/bulan/tahun): ____ ___ ____ ____ ___ _ - Jika suami atau istri Anda merupakan WNA , sebutkan kewarganegaraan dan nomor identitas kewarganegaraan atau kependudukannya : _____ ____ ____ ____ _ b) Jika Anda memiliki anak atau tanggungan di luar Indonesia , berikan nama , usia , kewarganegaraan , dan alamat saat ini, serta nama dan alamat tempat mereka bersekolah dan kelas c) Jelaskan tempat tinggal Anda di luar Indonesia . Mohan sertakan rincian ten tang alamat, jenis , dan ukuran tempat tinggal serta periode tinggal berdasarkan kontrak dengan penjual atau pemilik rumah (atau pihak agen yang mewakili). d) Jelaskan kepemilikan barang-barang seperti fumitur, perabot, peralatan , dan perkakas Anda di luar Indonesia . e) Jelaskan sumber penghasilan di luar Indonesia, termasuk penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dan/atau kegiatan usaha, penghasilan dari investasi pasif, dan jenis penghasilan lainnya. Sebutkan jenis penghasilan , nama pembayar penghasilan, dan porsi jumlah penghasilan jika dibandingkan dengan keseluruhan penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) tahun pajak : ij Jika Anda memiliki Surat Izin Mengemudi dari pemerintah negara atau yurisdiksi selain Indonesia , sebutkan nama pemerintah negara atau yurisdiksi yang menerbitkan serta nomor dan tanggal berlaku izin mengemudi : g) Jika Anda memiliki paspor dari pemerintah negara atau yurisdiksi selain Indonesia, sebutkan nama pemerintah n e gara atau yurisdiksi yang me nerbitkan serta nomor dan tanggal berlaku h) Sebutkan keanggotaan Anda dalam organisasi profesional, sosial, rekreasi, atau keagamaan di luar Indonesia yang diakui oleh pemerintah negara atau yurisdiksi setempat. i) Berikan rincian ikatan komersial lainnya , seperti kartu kredit, layanan asuransi, dan layanan telepon di negara atau yurisdiksi lain: /. j) Berikan rincian keterlibatan dan tanggungjawab Anda dalam kemitraan (partnerships), hubungan perusahaan atau bisnis , atau kontrak dukungan (endorsement contracts) di luar Indonesia . k) Sebutkan nama-nama negara atau yurisdiksi selain Indonesia yang Anda kunjungi selama 2 (dua) tahun belakangan, termasuk tanggal kedatangan dan durasi keberadaan di setiap negara atau yurisdiksi terse but . KUNJUNGAN KE INDONESIA Apakah anda akan melakukan kunjungan kembali ke □ Tidak Jika Ya, centang ( ✓) salah satu pilihan berikut ini yang paling tepat menggambarkan kunjungan Anda ke Indonesia. D Kunjungan dalam waktu lama D Kunjungan reguler terencana D Kunjungan tidak terencana namun akan sering D Bukan salah satu di atas Mohon berikan penjelasan atas pilihan Anda : INFORMASI TAMBAHAN Mohon sampaikan informasi lain yang dapat membantu penentuan status subjek pajak Anda : PERNY ATMN AKHIR Saya menyatakan dengan ini bahwa seluruh informasi yang disampaikan dalam Formulir Permohonan ini benar, tepat, dan lengkap. Nam.a dan tanda tangan WNI pemohon Tanggal B. CONTOH FORMAT SURAT KETERANGAN WARGA NEGARA INDONESIA MEMENUHI PERSYARATAN MENJADI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DJP .......... (1) KANTOR PELAYANAN PAJAK ........ (2) SURAT KETERANGAN WARGA NEGARA INDONESIA MEMENUHI PERSYARATAN MENJADI-SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI Nomor ............................... (3) Direktur Jenderal Pajak menerangkan bahwa Wajib Pajak: nama NIK NPWP : .................................... (4) : .................................... (5) : .................................... (6) memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... /PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan menjadi subjek pajak luar negeri sejak ................ (7) sampai dengan yang bersangkutan di kemudian hari memenuhi persyaratan sebagai subjek pajak dalam negeri. Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi bahwa kewajiban perpajakan belum atau belum sepenuhnya terpenuhi oleh Wajib Pajak tersebut selama menjadi subjek pajak dalam negeri, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan ketetapan pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku .
.................. , ....... 20 .... (8) a.n. Direktur Jenderal Pajak Kepala Kantor .................................... (9) I www.jdih.kemenkeu.go.id PETUNJUK PENGISIAN SURAT KETERANGAN WARGA NEGARA INDONESIA MEMENUHI PERSYARATAN MENJADI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Diisi dengan Kantor Wilayah DJP tempat Wajib Pajak terdaftar. Diisi dengan KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Diisi dengan nomor dokumen. Diisi dengan nama Wajib Pajak. Diisi dengan nomor induk kependudukan Wajib Pajak. Diisi dengan NPWP. Diisi dengan saat dimulainya status subjek pajak luar negeri. Diisi dengan tempat dan tanggal ditandatangani. Diisi dengan nama dan tanda tangan pejabat penanda tangan. C. CONTOH FORMAT SURAT PENOLAKAN ATAS PERMOHONAN DALAM HAL WARGA NEGARA INDONESIA TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN MENJADI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI Nomor Hal KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DJP .......... (1) KANTOR PELAYANAN PAJAK ........ (2) ..................... (3) Penolakan atas Permohonan Warga Negara Indonesia untuk Ditetapkan sebagai Subjek Pajak Luar Negeri Yth ..................... (4) Menindaklanjuti permohonan Saudara Nomor...............(5) tanggal ............. (6) yang diterima pada tanggal ................. (7) atas nama Wajib Pajak: nama . ........................................ (8) NPWP NIK (9) ditolak, dengan alasan ........ . .................. (11) Demikian untuk dimaklumi.
.................. , ....... 20 .... (12) a.n. Direktur Jenderal Pajak Kepala Kan tor .................................... (13) /, PETUNJUK PENGISIAN SURAT PENOLAKAN ATAS PERMOHONAN DALAM HAL WARGA NEGARA INDONESIA TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN MENJADI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) Nomor (12) Nomor (13) Diisi dengan Kantor Wilayah DJP tempat Wajib Pajak terdaftar. Diisi dengan KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Diisi dengan nomor dokumen. Diisi dengan nama Wajib Pajak. Diisi dengan nomor surat permohonan. Diisi dengan tanggal surat permohonan. Diisi dengan tanggal surat permohonan diterima lengkap. Diisi dengan nama W ajib Pajak. Diisi dengan NPWP. Diisi dengan nomor induk kependudukan Wajib Pajak. Diisi dengan alasan penolakan permohonan Wajib Pajak. Diisi dengan tempat dan tanggal ditandatangani. Diisi dengan nama dan tanda tangan pejabat penanda tangan. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRA WATI No.
................................ (1) Lampiran :
................................ (3) Hal : Permohonan Pengenaan Pajak Penghasilan Hanya atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh dari Indonesia Yth. Direktur Jenderal Pajak .......... , ...................... (2) u.b. Kepala Kantor Pelayanan Pajak ............................... (4) Yang bertanda tangan di bawah ini: nama NPWP kewarganegaraan nomor paspor ................. .................. . .............. (5) (6) ·················································· (7) ····················· ··· ·························· (8) dengan ini mengajukan permohonan persetujuan pengenaan Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia untuk: Tahun Pajak dimulai...................................................(9) Tahun Pajak berakhir : ······ ······ ······································ (10) Sebagai pert i mbangan, dapat kami sampaikan b eberapa informasi tambahan sebagai berikut:
Identitas tambahan pemohon:
Visa:
........................... .. ... (4) nomor paspor :
................................ (5) NPWP :
................................ (6) memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... /PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan menjadi subjek pajak dalam negeri yang dikenai Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia sejak ................ (7) sampai dengan ................ (8). Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi bahwa Wajib Pajak memanfaatkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra dalam I periode waktu sejak diterbitkannya Surat Persetujuan ini sampai dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Surat Persetujuan ini, Pajak Penghasilan dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan luar Indonesia sejak Tahun Pajak memanfaatkan P3B Indonesia dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 ayat (le) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
... .. ............. , ....... 20 .... (9) a.n. Direktur Jenderal Pajak Kepala Kan tor .................................... (10) PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERSETUJUAN ATAS PERMOHONAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN HANYA ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH DARI INDONESIA Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Diisi dengan Kantor Wilayah DJP tempat Wajib Pajak terdaftar. Diisi dengan KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Diisi dengan nomor dokumen. Diisi dengan nama Wajib Pajak. Diisi dengan nomor paspor Wajib Pajak. Diisi dengan NPWP. Diisi dengan tanggal dimulainya status subjek pajak dalam negeri yang dikenai PPh atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia. Diisi dengan tanggal berakhirnya status subjek pajak dalam negeri yang dikenai PPh atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia. Diisi dengan tempat dan tanggal ditandatangani. Diisi dengan nama dan tanda tangan pejabat penanda tangan. B. CONTOH FORMAT SURAT PENOLAKAN ATAS PERMOHONAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN HANYA ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH DARI INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DJP .......... (1) KANTOR PELAYANAN PAJAK ........ (2) Nomor:
.................... (3) Hal Penolakan atas Permohonan Pengenaan Pajak Penghasilan Hanya atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh di Indonesia Yth ..................... (4) Menindaklanjuti permohonan Saudara Nomor ............... (5) tanggal (6) yang diterima pada tanggal ................. (7) atas nama Wajib Pajak: nama NPWP : ..................................... (8) : ..................................... (9) nomor paspor:
.................................... (10) ditolak, dengan alasan .................................. (11) Demikian untuk dimaklumi. ··················· , ....... 20 .... (12) a.n. Direktur Jenderal Pajak Kepala Kantor .................................... (13) PETUNJUK PENGISIAN SURAT PENOLAKAN ATAS PERMOHONAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN HANYA ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH DARI INDONESIA Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) Nomor (12) Nomor (13) Diisi dengan Kantor Wilayah DJP tempat Wajib Pajak terdaftar. Diisi dengan KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Diisi dengan nomor dokumen. Diisi dengan nama Wajib Pajak. Diisi dengan nomor surat permohonan. Diisi dengan tanggal surat permohonan. Diisi dengan tanggal surat permohonan diterima lengkap. Diisi dengan nama Wajib Pajak. Diisi dengan NPWP. Diisi dengan Nomor Paspor Wajib Pajak. Diisi dengan alasan penolakan permohonan Wajib Pajak. Diisi dengan tempat dan tanggal ditandatangani. Diisi dengan nama dan tanda tangan pejabat penanda tangan. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN V PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 18 /PMK . 03/2021 TENTANG PELAKSANMN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH PENGHITUNGAN PENGENMN PAJAK PENGHASILAN HANYA ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH DARI INDONESIA Contoh 1: Mr. MS merupakan seorang dosen biofisika asal Amerika Serikat. Pada tanggal 2 Januari 2021, Mr. MS datang ke Indonesia dan mengajar selama 6 (enam) bulan di salah satu sekolah menengah atas (SMA) internasional di Indonesia dalam rangka membantu persiapan lomba olimpiade fisika internasional. Pada tanggal 1 Juli 2021, Mr. MS menandatangani kontrak menjadi dosen biofisika di Universitas ABC di Indonesia selama 4 (empat) tahun. Mr. MS telah berniat untuk tinggal dan bekerja di Indonesia selama lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari. Mr. MS mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak di KPP yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tempat tinggalnya pada tanggal 2 Januari 2021. Untuk Tahun Pajak 2021, Mr. MS memperoleh penghasilan dari 3 (tiga) sumber penghasilan, yaitu:
penghasilan dari kegiatan mengajar sebagai guru fisika di SMA internasional (kode ISCO /KBJI:
, yang tidak termasuk dalam pos jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan Menteri ini;
penghasilan dari kegiatan mengajar sebagai dosen biofisika (kode ISCO /KBJI:
di Universitas ABC, yang termasuk dalam pos jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan Menteri ini; dan
penghasilan bunga obligasi perusahaan swasta dari Malaysia. Terhitung sejak tanggal 1 Juli 2021, Mr. MS telah memenuhi kriteria sebagai WNA dengan keahlian tertentu yang dapat dikenai PPh hanya atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Untuk dapat menerapkan ketentuan tersebut, Mr. MS diwajibkan untuk mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Peraturan Menteri ini. Apabila permohonan ini disetujui oleh KPP tempat Mr. MS terdaftar, Mr. MS dapat dikenai PPh hanya atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia terhitung sejak tanggal 2 Januari 2021 sampai dengan tanggal 31 Desember 2024. Atas penghasilan bunga obligasi dari Malaysia, Mr. MS tidak dapat memanfaatkan P3B Indonesia dan Malaysia sejak diterbitkannya surat persetujuan atas permohonan pengenaan PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia. Apabila Mr. MS memanfaatkan P3B atas penghasilan bunga tersebut di tahun 2021, Mr. MS dikenai PPh atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia dan luar Indonesia untuk Tahun Pajak 2021. Apabila permohonan Mr. MS tidak disetujui, Mr. MS dikenai PPh atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia dan dari luar Indonesia. Contoh 2: Mr. AB merupakan warga negara Jepang. Pada tanggal 2 Januari 2018, Mr. AB menandatangani kontrak kerja selama 1 (satu) tahun dengan perusahaan konstruksi PT. DEF di Indonesia untuk menduduki jabatan sebagai manajer pengembangan bisnis (kode ISCO /KBJI:
. Mr. AB telah terdaftar di KPP yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tempat tinggalnya pada tanggal 2 Januari 2018. Setelah kontrak berakhir, Mr. AB kembali ke Jepang dan menetap di sana. Mr. AB kembali ke Indonesia setelah menandatangani kontrak kerja yang baru dengan PT. DEF untukjabatan yang baru yaitu kepala proyek ahli teknik lapangan (kode ISCO /KBJI:
untukjangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal 1 April 2020 sampai dengan tanggal 31 Maret 2023. Untuk contoh di atas, Mr. AB memperoleh penghasilan dari 2 (dua) sumber penghasilan, yaitu:
penghasilan sebagai manaJer pengembangan bisnis PT. DEF (kode ISCO /KBJI:
, tidak termasuk dalam pos jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan Menteri ini; dan
penghasilan sebagai kepala proyek ahli teknik lapangan PT. DEF (kode ISCO/KBJI:
, yang termasuk dalam pos jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. I www.jdih.kemenkeu.go.id Terhitung sejak tanggal 1 April 2020, Mr. AB telah memenuhi kriteria sebagai WNA dengan keahlian tertentu yang dapat dikenai PPh hanya atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Untuk dapat menerapkan ketentuan tersebut, Mr. AB diwajibkan untuk mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Peraturan Menteri ini. Apabila permohonan ini disetujui oleh KPP tempat Mr. AB terdaftar, Mr. AB:
untuk Tahun Pajak 2020:
periode 1 April s.d. 1 November 2020, dikenai PPh atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia clan dari luar Indonesia;
periode 2 November s.d. 31 Desember 2020, dikenai PPh hanya atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia;
Tahun Pajak 2021 : 1 Januari s.d. 31 Desember 2021 dikenai PPh hanya atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia;
Tahun Pajak 2022: 1 Januari s .d. 31 Desember 2022 dikenai PPh atas penghasilan yang diterima a tau diperolehnya baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Hal ini karena jangka waktu 4 (empat) Tahun Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dihitung sejak Tahun Pajak 2018 sampai dengan Tahun Pajak 2021;
Tahun Pajak 2023: 1 Januari s.d. 31 Maret 2023 dikenai PPh atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. LAMPIRAN VI PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH PENGHITUNGAN DIVIDEN ATAU PENGHASILAN LAIN YANG DIKECUALIKAN DARI OBJEK PAJAK PENGHASILAN Contoh 1: Tuan A memiliki 100% saham PT B yang berkedudukan di Indonesia. Pada tahun 2020, PT B membukukan Laba Setelah Pajak sebesar Rpl00.000.000,00 dan pada tanggal 1 Februari 2021 membagikan Dividen sebesar Rp20.000.000,00. Dividen sebesar Rpl5.000.000,00 diinvestasikan oleh Tuan A di dalam wilayah Indonesia. Besarnya Dividen Tuan A yang dikecualikan dari objek PPh dan yang dikenai PPh sebagai berikut:
Laba Setelah Pajak Rpl00.000.000,00 b. Dividen yang dibagikan Rp20.000.000,00 C. Dividen yang diinvestasikan di Indonesia Rpl5.000.000,00 d. Dividen yang tidak diinvestasikan di Indonesia (b-c) Rp5.000.000,00 Dividen yang dikecualikan dari objek PPh sebesar Rp15.000.000,00 dan Dividen yang dikenai PPh sebesar Rp5.000.000,00. Contoh 2: PT C dan PT D masing-masing memiliki 0, 1 % saham Y Inc. (saham diperdagangkan di bursa efek luar negeri) yang berkedudukan di Negara V. Pada tahun 2020, Y Inc. membukukan Laba Setelah Pajak sebesar $100.000. Pada tanggal 1 Maret 2021 Y Inc.membagikan Dividen kepada PT C dan PT D masing-masing sebesar $10. PT C dan PT D menginvestasikan Dividen di Indonesia masing-masing sebesar $10 dan $7. Besarnya Dividen PT C dan PT D yang dikecualikan dari objek PPh dan yang dikenai PPh sebagai berikut: Informasi a. Laba Setelah Pajak Y Inc.
Persen tase Kepemilikan C. Hak atas Laba Setelah Pajak d. Dividen yang dibagikan e. Dividen yang diinvestasikan di Indonesia f. Dividen yang tidak diinvestasikan di Indonesia Dividen yang dikecualikan dari objek PPh:
PT C, sebesar $10;
PT D, sebesar $7. Dividen yang dikenai PPh:
PT C, sebesar $0 (tidak ada yang dikenai PPh);
PT D, sebesar $3. Contoh 3: PTC PTD (0, 1 %) (0, 1 %) $100.000 $100.000 0,1% 0,1% $100 $100 $10 $10 $10 $7 - $3 PT F memiliki 100% saham X Corp. (saham tidak diperdagangkan di bursa efek luar negeri) yang berkedudukan di Negara W. Pada tahun 2020, X Corp. membukukan Laba Setelah Pajak sebesar $100. Pada tanggal 10 Maret 2021:
X Corp. membagikan Dividen $50. Dividen yang diinvestasikan di Indonesia se besar $30.
X Corp. membagikan Dividen $20. Dividen yang diinvestasikan di Indonesia sebesar $20. Besarnya Dividen PT F yang dikecualikan dari objek PPh dan yang dikenai PPh sebagai berikut: Informasi PTF PTF (Kasus a) (Kasus b) a. Laba Setelah Pajak X Corp. $100 $100 b. Kepemilikan 100% 100% C. Batasan Dividen yang seharusnya diinvestasikan $30 $30 (30% x Kepemilikan x Laba Setelah Pajak) d. Dividen dibagi $50 $20 e. Dividen yang diinvestasikan di Indonesia $30 $20 f. Dividen yang tidak diinvestasikan di Indonesia $20 $0 J www.jdih.kemenkeu.go.id Dividen yang dikecualikan dari objek PPh:
Pf F (kasus a), se besar $30.
Pf F (kasus b), sebesar $20. Dividen yang dikenai PPh (selisih batasan 30% Laba Setelah Pajak dengan Dividen yang diinvestasikan):
Pf F (kasus a), sebesar $0 (tidak ada yang menjadi objek PPh);
Pf F (kasus b), sebesar $10 ($30-$20). Selisih bagian Laba Setelah Pajak dengan batasan Dividen yang seharusnya diinvestasikan:
Pf F (kasus a), sebesar $70; 2 . Pf F (kasus b), sebesar $70, tidak dikenai PPh. Contoh 4: Pada tahun 2021 Pf I (perusahaan jasa konstruksi) memperoleh penghasilan dari jasa konstruksi dari J Ltd. yang dilakukan di negara X (melalui bentuk usaha tetap) sebesar $100. Atas penghasilan tersebut:
Pf I menginvestasikan ke wilayah Indonesia sebesar $30, atau b. Pf I menginvestasikan ke wilayah Indonesia sebesar $20. Besarnya penghasilan konstruksi Pf I yang dikecualikan dari objek PPh dan yang dikenai PPh sebagai berikut: lnformasi Pf I Pf I (Kasus a) (Kasus b) a. Penghasilan setelah pajak dari BUT $100 $100 b. Batasan 30% dari jumlah penghasilan $30 $30 setelah pajak C. Besarnya penghasilan setelah pajak yang $30 $20 diinvestasikan d. Besarnya penghasilan setelah pajak yang $70 $80 tidak diinvestasikan Penghasilan dari luar negeri melalui bentuk usaha tetap yang diterima Pf I yang dikecualikan dari obj ek PPh:
Pf I (kasus a), se besar $30;
Pf I (kasus b), sebesar $20. Penghasilan yang dikenai PPh:
Pf I (kasus a), sebesar $0;
Pf I (kasus b), sebesar $10 ($30 - $20). Selisih penghasilan setelah pajak dengan batasan 30% dari jumlah penghasilan:
PT I (kasus a), sebesar $70;
PT I (kasus b), sebesar $70, tidak dikenai PPh. Contoh 5: Pada tahun 2021 PT K memperoleh penghasilan dari jasa konstruksi dari L Ltd. yang dilakukan di negara Y (tanpa melalui bentuk usaha tetap) sebesar $100, dengan jangka waktu pekerjaan yang belum melebihi time test. Atas penghasilan tersebut:
PT K menginvestasikan ke wilayah Indonesia sebesar $100, atau b. PT K menginvestasikan ke wilayah Indonesia sebesar $70. Besarnya penghasilan konstruksi PT K yang dikecualikan dari objek PPh dan yang dikenai PPh sebagai berikut: Informasi PTK PTK (Kasus a) (Kasus b) a. Penghasilan tidak melalui BUT $100 $100 b. Besarnya penghasilan tidak melalui BUT $100 $70 yang diinvestasikan C. Besarnya penghasilan tidak melalui BUT $0 $30 yang tidak diinvestasikan Penghasilan dari luar negen tidak melalui BUT yang diterima PT K yang dikecualikan dari objek PPh:
PT K (kasus a), se besar $100;
PT K (kasus b), sebesar $70. Penghasilan yang dikenai PPh:
PT K (kasus a), sebesar $0.
PT K (kasus b), sebesar $30 ($100 - $70) Contoh 6: PT M memiliki 0,2% saham Y Inc. (saham diperdagangkan di bursa efek luar negeri) yang berkedudukan di Negara X. Tanggal 1 April 2021 Y Inc. membagikan Dividen kepada PT M sebesar $180. PT M menginvestasikan Dividen di Indonesia se besar $150. Besarnya Dividen PT M yang dikecualikan dari objek PPh dan yang dikenai PPh:
Dividen yang diterima PT M $180 b. Dividen yang diinvestasikan di Indonesia $150 C. Dividen yang tidak diinvestasikan di Indonesia $30 I www.jdih.kemenkeu.go.id Dividen PT M yang dikecualikan dari objek PPh sebesar $150 . Dividen PT M yang dikenai PPh se besar $30. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. LAMPIRAN VII PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK IN D ONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH FORMULIR LAPORAN REALISASI INVESTASI LAPORAN REALISASI INVESTASI Saya yang bertanda tangan di bawah ini: nama Wajib Pajak :
..... . .................... .... ... . ............. .. (1) NPWP alamat periode Tahun Pajak : ................. ... . ....... .. .... . ............ ... (2) : . ................................................. (3) : .. ... ... .......... . ....... .. ... ... . ............... (4) menyampaikan laporan realisasi investasi dengan informasi sebagai berikut:
Dividen atau Penghasilan Lain No . 1 2 Jenis dan Pemberi Penghasil an (5) Dividen dari Dalam Negeri a. PT .. .
PT ... . Dividen dari Luar Negeri 1. Saham di Bursa Efek a . ... . b . .... . 2 . Saham tidak di Bursa Efek Laba Proporsi Setelah Kepemilikan Pajak Saham (6) (7) Tanggal Jumlah Jumlah Diterima/ Dividen yang Dividen/ Diperoleh Dibagikan/ Penghasilan Dividen/ Nilai lain yang Penghasilan Penghasilan Diinvestasikan Lain Lain (10) (8) (9) a..... b .... . . 3 Penghasilan setelah Pajak dari Luar Negeri (BUT) 4 Penghasilan dari luar negeri (non BUT) Jumlah b. Investasi No Tanggal investasi (11) Bentuk investasi (12) Nilai investasi (13) 1 2 Jumlah Demikian laporan ini saya sampaikan dengan sebenarnya .
... . ..... , ... . ............... 20 .. (14) ttd .
................ ... .................. (15) Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) Nomor (12) Nomor (13) Nomor (14) - 191 - PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR LAPORAN REALISASI INVESTASI Diisi dengan nama Wajib Pajak. Diisi dengan NPWP. Diisi dengan alamat Wajib pajak. Diisi dengan tahun periode pelaporan (2021, 2022, dan seterusnya). Diisi dengan jenis penghasilan (Dividen dari dalam atau luar negeri, penghasilan setelah pajak dari suatu BUT, penghasilan dari luar negeri tanpa melalui BUT). Diisi dengan nilai Laba Setelah Pajak (untuk Dividen dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak yang berasal dari luar negeri dari suatu BUT). Diisi dengan proporsi kepemilikan saham (untuk Dividen dari luar negeri) . Diisi dengan tanggal diterima atau diperoleh Dividen dari dalam atau luar negeri, penghasilan setelah pajak dari suatu BUT, penghasilan dari luar negeri tanpa melalui BUT. Diisi dengan jumlah Dividen yang dibagikan a tau nilai penghasilan lain. Diisi dengan jumlah Dividen atau penghasilan lain yang diinvestasikan. Diisi dengan tanggal investasi. Diisi dengan bentuk investasi sesua1 kriteria bentuk. Diisi dengan nilai investasi. Diisi dengan tempat dan tanggal laporan. Nomor (15) Diisi dengan nama Wajib Pajak yang membuat laporan. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN VIII PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH PENYAMPAIAN LAPORAN REALISASI INVESTASI Tuan A memiliki 100% saham PT XYZ. Pada tahun 2019, PT XYZ membukukan Laba Setelah Pajak sebesar Rpl00.000.000,00. Pada tanggal 3 November 2020 PT X membagikan Dividen 30% dari Laba Setelah Pajak. Dividen sebesar Rp30.000.000.00 diinvestasikan oleh Tuan A di dalam wilayah Indonesia pada tanggal 10 Maret 2021. Atas Dividen yang diterima Tuan A sebesar Rp30.000.000,00 dapat dikecualikan dari objek PPh. Ketentuan penyampaian laporan investasi Tuan A sebagai berikut:
Tuan A paling lambat melakukan investasi di Indonesia pada akhir bulan Maret tahun 2021.
J angka waktu investasi Tuan A paling singkat selama 3 Tahun Pajak, dimulai sejak tanggal 3 November 2020 sampai dengan tanggal 31 Desember 2022.
Tuan A menyampaikan laporan realisasi investasi untuk periode: a) pertama, paling lambat pada akhir bulan Maret tahun 2021 (periode 3 November 2020 s.d. 31 Desember 2020); b) kedua, paling lambat pada akhir bulan Maret tahun 2022 (periode 1 Januari 2021 s.d. 31 Desember 2021); c) ketiga, paling lambat pada akhir bulan Maret tahun 2023 (periode 1 Januari 2022 s.d. 31 Desember 2022). MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd . LAMPIRAN IX PERA TURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH FORMAT PERMOHONAN SURAT KETERANGAN TIDAK DILAKUKAN PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN Nomor Lampiran Hal : ............................... (1) : ............................... (3) : Permohonan Surat Keterangan tidak Dilakukan Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Yth. Direktur Jenderal Pajak ......... ' ................... (2) u.b. Kepala Kantor Pelayanan Pajak ............................... (4) ......................................................... (5) Yang bertanda tangan di bawah ini: nama .................................................. (6) NPWP alamat (7) (8) dengan m1 mengajukan permohonan surat keterangan tidak dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh untuk penghasilan atau transaksi sesuai Pasal 45 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... /PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Demikian surat permohonan ini kami sampaikan. Wajib Pajak ............................... (9) · PETUNJUK PENGISIAN FORMAT SURAT KETERANGAN TIDAK DILAKUKAN PEMOTONGAN Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN Diisi dengan nomor permohonan BPKH. Diisi dengan tempat dan tanggal permohonan dibuat. Diisi dengan jumlah lampiran . Diisi dengan KPP tempat BPKH terdaftar. Diisi dengan alamat KPP tern pat BPKH terdaftar. Diisi dengan nama atau identitas BPKH. Diisi dengan NPWP BPKH. Diisi dengan alamat BPKH. Diisi dengan nama dan tanda tangan BPKH atau wakil/kuasa BPKH. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN X PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH FORMAT SURAT KETERANGAN TIDAK DILAKUKAN PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DJP .......... (1) KANTOR PELAYANAN PAJAK ........ (2) SURAT KETERANGAN TIDAK DILAKUKAN PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN Nomor ............................... (3) Direktur Jenderal Pajak menerangkan bahwa Wajib Pajak: nama NPWP alamat : .................................... (4) : ........................ . ........... (5) : .................................... (6) dikecualikan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan atas:
Imbal hasil dari giro, deposito, sertifikat deposito, dan tabungan, pada bank di Indonesia yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, serta surat berharga syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
Imbal hasil dari obligasi syariah (sukuk), Surat Berharga Syariah Negara, dan Surat Perbendaharaan Negara Syariah, yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya pada bursa efek di Indonesia.
Dividen yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri atau penghasilan lain berupa penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap maupun I tidak melalui bentuk usaha tetap di luar negeri, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Bagian laba yang diterima atau diperoleh dari pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif (KIK) yang dapat berupa imbal hasil dari reksadana syariah, KIK efek beragun aset, KIK dana investasi real estat, KIK dana investasi infrastruktur, dan/atau KIK berdasarkan prinsip syariah sejenis, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Pembelian emas batangan atau rekening emas yang dikelola lembaga keuangan syariah. Surat Keterangan ini berlaku sejak tanggal diterbitkan. Demikian untuk dipergunakan seperlunya .
.................. , ....... 20 .... (7) a.n. Direktur Jenderal Pajak Kepala Kantor .................................... (8) I www.jdih.kemenkeu.go.id PETUNJUK PENGISIAN SURAT KETERANGAN TIDAK DILAKUKAN PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Diisi dengan Kantor Wilayah DJP tempat BPKH terdaftar. Diisi dengan KPP tempat BPKH terdaftar. Diisi dengan nomor dokumen. Diisi dengan nama atau identitas BPKH. Diisi dengan NPWP BPKH. Diisi dengan alamat BPKH. Diisi dengan tempat dan tanggal ditandatangani. Diisi dengan nama dan tanda tangan pejabat penanda tangan. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Contoh 1: LAMPIRAN XI PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH PENGGUNAAN SISA LEBIH Yayasan Pelestarian Lingkungan HIS merupakan badan nirlaba yang memperoleh sisa lebih sebesar Rp80.000.000,00 pada tahun 2019. Sisa lebih tersebut ditanamkan dalam sarana dan prasarana sesua1 ketentuan sebesar Rp60.000.000,00, sedangkan sisanya Rp20.000.000,00 ditanamkan dalam dana abadi dalam waktu 4 (empat) tahun sejak sisa lebih tersebut diterima atau diperoleh. Dengan demikian sisa le bih tahun 2019 yang diterima a tau diperoleh oleh Yayasan HIS dapat dikecualikan sebagai objek PPh karena yang ditanamkan dalam sarana dan prasarana sesuai ketentuan sebesar 75% atau memenuhi paling sedikit 25% dari jumlah sisa lebih, sedangkan sisa lebih sebesar Rp20.000.000,00 ditempatkan sebagai dana abadi. Contoh 2: Apabila dalam contoh Yayasan HIS di atas, jumlah yang ditanamkan dalam sarana dan prasarana dalam waktu 4 (empat) tahun sejumlah Rp16.000.000,00, sisa le bih tahun 2019 yang diterima a tau diperoleh oleh Yayasan HIS tidak dapat dikecualikan sebagai objek PPh, karena jumlah yang ditanamkan dalam sarana dan prasarana sebesar 20% atau lebih kecil dari 25% dari jumlah sisa lebih. Contoh 3: Apabila dalam contoh Yayasan HIS di atas, jumlah yang dialokasikan dalam bentuk sarana dan prasarana dalam waktu 4 (empat) tahun sejumlah Rp20.000.000,00, ditempatkan dalam dana abadi sejumlah Rp50.000.000,00 dan digunakan untuk selain sarana dan prasarana maupun dana abadi sejumlah Rpl0.000.000 , 00, sisa lebih tahun 2019 sejumlah Rpl0.000.00,00 tidak dapat I www.jdih.kemenkeu.go.id dikecualikan sebagai objek PPh karena meskipunjumlah yang ditanamkan dalam sarana dan prasarana memenuhi paling sedikit 25% darijumlah sisa lebih, namun terdapat sisa lebih sejumlah Rpl0.000.000,00 yang tidak ditanamkan dalam sarana dan prasarana serta tidak ditempatkan dalam dana abadi. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. LAMPIRAN XII PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 / PMK.03 / 2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH PELAPORAN SISA LEBIH Pada Tahun Pajak 2019 sampai dengan 2022 Wajib Pajak Yayasan Sejahtera yang penyelenggaraan kegiatan sosialnya telah mendapat izin dari dinas sosial setempat memperoleh sisa lebih sebagai berikut:
Tahun Pajak 2019 sebesar Rp500 . 000.000,00;
Tahun Pajak 2020 sebesar Rp600 . 000.000,00;
Tahun Pajak 2021 sebesar Rp400.000.000,00; dan 4 . Tahun Pajak 2022 sebesar Rpl00.000.000,00. Sisa lebih tersebut ditanamkan kembali da l am bentuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pend i dikan dan/atau penelitian dan pengembangan dengan rincian sebagai berikut: Penggunaan Sisa Lebih Tahun Pajak 2019 s . d. 2021 Sisa Lebih yang Penggunaan Sisa Lebih Penggunaan Sisa Lebih Diterima/ Diperoleh Tahun Jumlah Tahun Jumlah Sisa (Rp) Lebih yang Digunakan (Rp) 2019 500 . 000 . 000 2022 200.000.000 Di tanamkan dalam sarana dan prasana sesuai ketentuan 2022 100 . 000.000 Diberikan kepada badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan lain sesuai ketentuan 2022 200 . 000 . 000 Dialokasikan dalam bentuk dana abadi sesuai ketentuan 2020 600.000 . 000 2022 240.000.000 Ditanamkan dalam sarana dan prasana sesuai ketentuan 2024 200.000 . 000 Dia l okasikan dalam bentuk dana abadi sesuai ketentuan 2024 160 . 000 . 000 Pengadaan sarana dan prasarana untuk fasilitas umum sesuai ketentuan 2021 400. 000. 000 2022 100 . 000 . 000 Ditanamkan dalam sarana dan prasana sesuai ketentuan 300.000.000 Belum ditanamkan dalam sarana dan prasana 2022 100. 000. 000 Belum ditanamkan dalam sarana dan prasana Contoh penghitungan dan format Laporan Penggunaan Sisa Lebih yang harus disampaikan sebagai Lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun 2022: Laporan Penggunaan Sisa Lebih Tahun Pajak 2022 Penyediaan Penggunaan Sisa Lebih untuk Pembangunan dan Pengadaan Sarana dan Prasarana Kegiatan Pendidikan Sisa Lebih dan/atau Penelitian dan Pengembangan , Alokasi ke Tahun untuk Bentuk dalam dana abadi atau Pemberian Sisa Lebih untuk Pajak Ditanamkan Penanaman Badan atau Lembaga Sosial dan/atau Keagamaan lain Kembali Sisa Lebih ) Selama 4 Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun ke -1 ke-2 ke -3 ke -4 (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 2019 500.000.000 Sarpras - - 200.000 . 000 - digunakan sendiri Sarpras - - 100.000 . 000 - diberikan ke pad a Badan/Lem - baga lain Ditanamkan - - 200 . 000.000 dalam dana abadi 2020 600.000.000 Sarpras - 240.000.000 - - digunakan sendiri Ditanamkan - - - 200.000.000 dalam dana abadi Pengadaan 160.000.000 sarpras untukfasum 2021 400.000.000 Dita namkan 100.000 . 000 - - - dalam Sarpras 2022 100.000.000 - - - - Tot al Sisa Lebih yang masih dapat ditanamkan kembali ( ................................ ) Pimpinan Badan atau Lembaga Sosial dan/atau Keagamaan Disetujui oleh Disusun oleh: ( ................................ ) Sisa Lebih yang Melewati Sisa Lebih Jangka Jumlah yang Belum Waktu Penggunaan Sisa Ditanamkan Pen ana man Lebih Kembali Kembali dalam Jangka Waktu 4 Tahun (Rp) (Rp) (Rp) (8) =(4)+(5)+(6)+(7) (9) = (2)-(8) (10) - - - - - - 500.000.000 - - - - - - - - 600.000.000 - - 100.000.000 300.000 . 000 - - 100.000.000 - 400.000.000 - ) 400.000.000 ( ............................. .. ) Pejabat Instansi Pemerintah terkait) Keterangan: *) Diisi sesuai penggunaan sisa lebih: sarana dan prasarana yang digunakan sendiri; sarana dan prasarana yang diberikan kepada badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan lain; sarana dan prasarana untuk fasilitas umum ; atau ditanamkan dalam dana abadi. ** ) Sisa lebih yang masih dapat ditanamkan kembali sejumlah Rp400.000.000 , 00 dapat digunakan pada tahun 2023 dan tahun-tahun berikutnya sesuai ketentuan . ***) Jika ditanamkan dalam Dana Abadi MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. LAMPIRAN XIII PERA TURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PM K.03 / 2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH PENGHITUNGAN JUMLAH SISA LEBIH DALAM HAL TERDAPAT SISA LEBIH YANG TIDAK DIGUNAKAN SESUAI DENGAN KETENTUAN Jika dalam Lampiran XII terdapat sisa lebih tahun 2020 seluruhnya ditanamkan dalam dana abadi, jumlah sisa lebih yang tidak sesuai dengan ketentuan yaitu sebesar 25% dari jumlah sisa lebih yang seharusnya ditanamkan dalam bentuk sarana dan prasarana. Contoh pelaporannya: Laporan Penggunaan Sisa Lebih Tahun Pajak 2022 Penyed i aan Penggunaan Sisa Lebih untuk Pembanguna n dan Sisa Lebih Pengadaan Sarana dan Prasarana Kegiatan Pendidikan Sisa Lebih Sisa Lebih untuk Sentuk dan/atau Penelitian dan Pengembangan, Al okasi ke Jumlah ya ng Belum Tahun Ditanamkan dalam dana abadi atau Pemberian Sisa Lebih untuk Penggunaan Sisa Ditanamkan ya n g Tida k penanaman Pajak Kembali si sa l eb ih Sadan atau lembaga sosia l dan/atau keagamaan lain Selama 4 Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 2019 500.000.000 Sarpras - - 200.000.000 digunakan sendiri Sa rpras - - 100 . 000.000 diberikan kepada Sadan/Lem - baga l ain Ditanamkan - - 200.000.000 dalam dana abadi 2020 600.000.000 Ditanamkan - *) 240.000.000 360.000 . 000 dalam dana abadi 2021 400.000.00 0 Ditanamkan 100.000.000 - - dalam - Sarpras 2022 100.000.000 - - - Total Sisa Lebih ya ng masih dapat ditanamkan kembali (a) - (b) ( ... ........ .. ................... ) Pimpinan Badan atau Lembaga Disetujui oleh Disusun oleh: ( .................................. ) - - - - - Lebih Kembali Sesuai Ketentuan (Rp) (Rp) (Rp) (8) - (4)+(5)+(6)+(7) (9) - (2) - (8) (10) - - - - - - 500.000 . 000 - - 600.000.000 - 150 . 000 . 000 100.000.000 30 0 .0 00.000 - - 100.000.000 - (a) (b) 400.000.000 150.000.000 *) 250 . 000 . 000 ( .............. .. ..... ... ....... ) Pejabat Instansi Pemerintah terkait ** ) Keterangan: *l apabila pada tahun 2022 · dari sejumlah Rp240.000.000,00 yang bersumber dari sisa lebih Tahun Pajak 2020, terdapat sejumlah Rpl00.000.000,00 yang digunakan ti dak sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Sisa Lebih yang Diterima Badan atau Lembaga Sosial dan/atau Keagamaan, dana abadi sejumlah Rpl00 . 000.000,00 menjadi objek PPh pada Tahun Pajak 2022 sebagai koreksi fiskal. ** l sisa lebih Tahun Pajak 2020 sejumlah Rp150.000.000 , 00 yang tidak digunakan sesuai ketentuan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih, diakui sebagai objek PPh pada 31 Desember 2024 dan dilaporkan sebagai penghasilan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Badan 2024 sebagai koreksi fiskal. ***) Jika ditanamkan dalam Dana Abadi 31 - 12-2024 ... tahun ke-1 tahun ke-2 tahun ke-3 tahun ke-4 ' ' Ir (sisa lebih) 31-12-2020 30-12-2021 30-12-2022 30-12-2023 30-12-2024 sisa lebih Tahun Pajak 2020 diterima/diperoleh pada 31-12-2020 , periode pembangunan atau pengadaan sarana dan prasarana selama 4 (empat) tahun dihitung sejak 31-12-2020: o Tahun ke-1: 31-12-2020 s.d. 30-12-2021 o Tahun ke-2 : 31-12-2021 s.d . 30-12-2022 o Tahun ke-3: 31-12-2022 s.d. 30-12-2023 o Tahun ke-4: 31-12-2023 s .d . 30-12-2024 MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd . SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN XIV PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN A. CONTOH PENGHITUNGAN PEMBAYARAN KEMBALI PAJAK MASUKAN KE KAS NEGARA Contoh 1: Pada tanggal 2 Januari 2021, PT A dikukuhkan sebagai PKP dengan kegiatan usaha utama menghasilkan BKP berupa alas kaki. Pada tanggal 10 Januari 2021, PT A melakukan pembelian 10 (sepuluh) mesm sebesar Rpl.000.000.000,00 untuk memproduksi alas kaki dengan nilai PPN sebesar Rp 100.000.000,00. Dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Januari 2021, PT A mengkreditkan Pajak Masukan atas pembelian mesin tersebut sebesar Rpl00.000.000,00 dan kelebihan pembayaran pajak dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Pada tanggal 10 Oktober 2021, PT A melakukan pembelian sarung sebesar Rp200 . 000.000,00. Dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Oktober 2021 PT A melaporkan Pajak Masukan sebesar Rp20.000.000,00 dan kompensasi kelebihan pembayaran pajak Masa Pajak sebelumnya sebesar Rpl00.000.000,00, sehingga Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Oktober 2021 menyatakan lebih bayar sebesar Rp120.000.000,00 dan dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Pada tanggal 12 November 2021, PT A melakukan penyerahan BKP berupa sarung sebesar Rp300.000.000,00. Pada Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak November 2021 PT A melaporkan Pajak Keluaran sebesar Rp30.000.000,00 dan kompensasi kelebihan pembayaran pajak Masa Pajak sebelumnya sebesar Rp120.000.000,00, sehingga Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak November 2021 menyatakan lebih bayar sebesar Rp90.000.000,00 (Rp30.000.000,00 - Rp120.000.000,00) dan atas kelebihan pembayaran pajak tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Pada Masa Pajak Desember 2021, jumlah lebih bayar sebesar Rp90.000 . 000 , 00 telah dimintakan pengembalian kelebihan pembayaran pajak oleh Pf A serta atas permintaan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut telah diterima oleh Pf A. Sampai dengan Masa Pajak Desember 2026, Pf A belum melakukan penyerahan alas kaki yang dihasilkan dengan mesin yang telah dibeli terse but dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Desember 2026 yang menyatakan nihil. Mengingat sampai batas waktu 5 (lima) tahun sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali Pajak Masukan, yakni Masa Pajak Desember 2026, Pf A belum melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP, dan/atau ekspor JKP terkait dengan Pajak Masukan tersebut, maka Pf A wajib membayar kembali ke kas negara paling lambat pada tanggal 31 Januari 2027 sebesar Rpl00.000.000,00 dengan rincian sebagai berikut:
Rp90 . 000.000,00 merupakan kelebihan pembayaran pajak dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN Desember 2021 yang telah diterima oleh Pf A; dan
Rpl0.000 . 000,00 merupakan Pajak Masukan atas perolehan mesin yang telah diperhitungkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak November 2021. Contoh 2: Pada tanggal 2 Januari 2021, Pf B dikukuhkan sebagai PKP dengan kegiatan usaha utama menghasilkan BKP berupa alas kaki. Pada tanggal 10 Januari 2021, Pf B melakukan pembelian 10 (sepuluh) mesm sebesar Rpl.000.000.000,00 untuk memproduksi alas kaki dengan nilai PPN sebesar Rpl00.000.000,00 . Dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Januari 2021, Pf B mengkreditkan Pajak Masukan atas pembelian mesin tersebut sebesar Rpl00.000.000,00 dan kelebihan pembayaran pajak dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya . Pada tanggal 10 Oktober 2021, Pf B melakukan pembelian sarung sebesar Rp200 . 000.000,00. Dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Oktober 2021 Pf B melaporkan Pajak Masukan sebesar Rp20.000.000,00 dan kompensasi kelebihan pembayaran pajak Masa Pajak sebelumnya sebesar Rpl00.000 . 000 , 00, sehingga Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Oktober 2021 menyatakan lebih bayar sebesar Rp120.000.000,00 dan dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Pada tanggal 12 November 2021, PT B melakukan penyerahan BKP berupa sarung sebesar Rp300.000.000,00. Pada Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak November 2021 PT B melaporkan Pajak Keluaran sebesar Rp30.000.000,00 dan kompensasi kelebihan pembayaran pajak Masa Pajak sebelumnya sebesar Rp120.000.000,00, sehingga Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak November 2021 menyatakan lebih bayar sebesar Rp90.000.000,00 (Rp30.000.000,00 - Rp120.000.000,00) dan atas kelebihan pembayaran pajak tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Sampai dengan Masa Pajak Desember 2026, PT B belum melakukan penyerahan alas kaki yang diproduksi dengan mesin yang telah dibeli tersebut dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Desember 2026 yang menyatakan lebih bayar sebesar Rp90.000.000,00 dan dikompensasikan ke Masa Pajak Januari 2027. Mengingat sampai batas waktu 5 (lima) tahun sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali Pajak Masukan, yaitu Masa Pajak Desember 2026, PT B belum melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP, dan/atau ekspor JKP terkait dengan Pajak Masukan tersebut, maka:
nilai lebih bayar pada Masa Pajak Desember 2026 sebesar Rp90.000.000,00 tidak dapat dikompensasikan ke Masa Pajak Januari 2027 dan tidak dapat dimintakan pengembalian kelebihan pembayaran pajak; dan
PT B wajib membayar kembali sebesar Rpl0.000.000,00 yang merupakan Pajak Masukan atas perolehan mesm yang telah diperhitungkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak November 2021. Contoh 3: Pada tanggal 2 Januari 2021, PT C dikukuhkan sebagai PKP dengan kegiatan usaha utama menghasilkan BKP berupa alas kaki. Pada tanggal 10 Januari 2021, PT C melakukan pembelian 10 (sepuluh) mesm sebesar Rpl.000.000.000,00 untuk memproduksi alas kaki dengan nilai PPN sebesar Rp 100. 000. 000, 00. Dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Januari 2021, PT C mengkreditkan Pajak Masukan atas pembelian mesin tersebut sebesar Rpl00 . 000.000,00 dan kelebihan pembayaran pajak dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Pada Masa Pajak Desember 2021, jumlah lebih bayar sebesar Rpl00.000.000,00 dimintakan pengembalian kelebihan pembayaran pajak oleh PT C serta atas permintaan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut telah diterima oleh PT C. Pada akhir bulan Maret 2022, PT C melakukan pembubaran (pengakhiran) usaha dan sampai dengan Masa Pajak Maret 2022 tersebut PT C belum melakukan penyerahan alas kaki yang dihasilkan dengan mesin yang telah dibeli tersebut. Mengingat sampai saat pembubaran (pengakhiran) usaha PT C belum melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP, dan/atau ekspor JKP terkait dengan Pajak Masukan tersebut, maka PT C wajib membayar kembali ke kas negara atas kelebihan pembayaran pajak yang telah diterima sebesar Rpl00.000.000,00 paling lama pada tanggal 30 April 2022. B. PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAPORKAN PEMBAYARAN KEMBALI PAJAK MASUKAN KARENA BELUM MELAKUKAN PENYERAHAN SETELAH JANGKA WAKTU TERTENTU BERAKHIR 1. Pembayaran kembali Pajak Masukan dilaporkan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 pada Formulir 1111 (induk) bagian IV Pembayaran Kembali Pajak Masukan bagi PKP Gagal Berproduksi, dengan petunjuk pengisian sebagai berikut:
Kolom A. PPN yang wajib dibayar kembali Diisi dengan nilai pembayaran yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak atas pembayaran kembali Pajak Masukan yang telah dikreditkan.
Kolom B. Dilunasi Tanggal Diisi dengan tanggal pembayaran pada Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau lembaga persepsi lainnya yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak yang bersangkutan dengan format dd-mm-yyyy. c. Kolom NTPN Diisi dengan NTPN yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak yang bersangkutan.
Petunjuk peng1s1an selain sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan mengenai bentuk, isi, dan tata cara pengisian serta penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN). MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN XV PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILA! DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN PADA MASA PAJAK YANG TIDAK SAMA PKP EFG baru menerima Faktur Pajak atas perolehan BKP tertanggal 8 Agustus 2021 dari PKP HIJ pada tanggal 14 Desember 2021. Perolehan BKP tersebut berhubungan dengan kegiatan usaha PKP EFG. PKP EFG telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Agustus 2021, September 2021, dan Oktober 2021. PKP EFG belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak November 2021. PKP EFG belum membebankan sebagai biaya dan tidak menambahkan (mengapitalisasikan) dalam harga perolehan BKP. Pajak Masukan atas perolehan BKP yang Faktur Pajaknya tertanggal 8 Agustus 2021 tersebut dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran oleh PKP EFG melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Agustus 2021, September 2021, atau Oktober 2021, atau melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak November 2021. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. LAMPIRAN XVI PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG TERCANTUM DALAM FAKTUR PAJAK YANG DIBUAT DENGAN MENCANTUMKAN IDENTITAS PENGUSAHA KENA PAJAK ORANG PRIBADI SELAKU PEMBELI BARANG KENA PAJAK ATAU PENERIMA JASA KENA PAJAK BERUPA NAMA, ALAMAT, DAN NOMOR INDUK KEPENDUDUKAN Tuan G telah dikukuhkan sebagai PKP pada KPP Pratama SUB. Tuan G melakukan pembelian barang elektronik dari PT H dan PT H membuat Faktur Pajak pada tanggal 1 7 Desember 2021 dengan mencantumkan nomor induk kependudukan Tuan G. Berdasarkan contoh di atas, Tuan G selaku pembeli BKP dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak yang dibuat dengan mencantumkan identitas pembeli berupa nama, alamat, dan nomor induk kependudukan Tuan G sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. LAMPIRAN XVII PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN A. CONTOH PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN SEBELUM PENGUSAHA DIKUKUHKAN SEBAGAI PENGUSAHA KENA PAJAK PT IJK merupakan badan usaha yang bergerak di bidang perdagangan garmen. Selama tahun 2019, PT IJK membukukan total peredaran bruto sebesar Rp4 . 500.000.000,00 sehingga PT IJK belum wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. PT IJK membukukan total peredaran bruto periode tanggal 1 Januari 2020 sampai dengan 7 Mei 2020 sebesar Rp4.800.000.000,00, sehingga PT IJK seharusnya melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lama tanggal 30 Juni 2020. PT IJK baru melaporkan usahanya un tuk dikukuhkan se bagai PKP pada tanggal 19 Oktober 2020. Pada tanggal 18 Februari 2022, KPP Pratama OPQ melakukan pemeriksaan PPN terhadap PT IJK untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2020. Berdasarkan hasil pemeriksaan, pemeriksa pajak menemukan data sebagai berikut:
peredaran bruto PT IJK untuk tahun buku 2020 yaitu sebesar Rpl0.000.000.000,00;
penyerahan garmen sejak PT IJK dikukuhkan sebagai PKP (tanggal 19 Oktober 2020) sampai dengan tanggal 31 Desember 2020 yaitu sebesar Rpl.700.000 . 000,00; dan
penyerahan garmen oleh PT IJK untuk periode sejak PT IJK seharusnya dikukuhkan sebagai PKP yaitu tanggal 30 Juni 2020 sampai dengan tanggal 18 Oktober 2020 yaitu sebesar Rp2.500.000.000,00. Penghitungan Pajak Masukan atas penyerahan garmen sebelum PT IJK dikukuhkan sebagai PKP yaitu: Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut: (Rp2.500.000.000,00 x 10%) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan: (Rp250.000.000,00 x 80%) Jumlah PPN kurang bayar Rp250.000.000,00 Rp200.000.000,00 - Rp 50.000.000,00 i www.jdih.kemenkeu.go.id B. CONTOH DAN PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MENGKREDITKAN PAJAK MASUKAN SEBELUM PENGUSAHA DIKUKUHKAN SEBAGAI PENGUSAHA KENA PAJAK 1. Kolom Masa:
d. Diisi dengan:
Masa Pajak terakhir dalam suatu tahun buku sebelum tahun buku saat Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, yang meliputi Pajak Keluaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP untuk periode tahun buku yang bersangkutan; atau
Masa Pajak terakhir sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP dalam tahun buku saat Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, yang meliputi Pajak Keluaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP untuk periode tahun buku yang bersangkutan. Contoh: PT D dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 15 April 2020. Periode tahun buku PT D adalah Januari sampai dengan Desember. Diketahui bahwa ternyata PT D seharusnya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada Masa Pajak Agustus 2018. PT D dapat mengkreditkan Pajak Masukan sebelum PT D dikukuhkan sebagai PKP dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebesar 80% dari Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut sejak Masa Pajak Agustus 2018. Petunjuk pengisian kolom Masa Pajak dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN PT D yaitu sebagai berikut:
untuk Masa Pajak Agustus sampai dengan Desember 2018, diisi dengan 12 s.d. 12 - 2018;
untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2019, diisi dengan 12 s.d. 12 - 2019; dan
untuk Masa Pajak Januari sampai dengan April 2020, diisi dengan 03 s.d. 03 - 2020. Catatan: Penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan tanggal 1 sampai dengan 14 April 2020 dilaporkan di Masa Pajak Maret 2020.
Pelaporan Pajak Keluaran dan Pajak Masukan bagi PKP yang menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111. Pajak Keluaran dan Pajak Masukan dilaporkan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 pada Formulir 1111 AB dengan mengikuti petunjuk pengisian sebagai berikut:
Pajak Keluaran dilaporkan secara digunggung dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 pada Formulir 1111 AB bagian I.B.2 Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak yang Digunggung; dan b. Pajak Masukan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 pada Formulir 1111 AB bagian III.B.3 Hasil Penghitungan Kembali Pajak Masukan yang telah dikreditkan sebagai penambah (pengurang) Pajak Masukan, sebesar 80% dari Pajak Keluaran sebagaimana dimaksud pada huruf a. Contoh: Diketahui data PT D sebagaimana dimaksud dalam contoh pada angka 1 sebagai berikut: Total Penyerahan Penyerahan Penyerahan Deemed Barang Jasa Setelah Setelah Pajak Pajak No. Masa Pajak Setelah Dikurangi Dikurangi Keluaran Masukan Dikurangi Pembatalan Retur/ (Rupiah) (Rupiah) Retur (Rupiah) (Rupiah) Pembatalan (Rupiah) (1) (2) (3) (4) (5) = (3) + (4) (6) = 10% X (5) (7) = 80% X (6) Agustus s.d. 1 Desember 2.500.000 . 000 100.000.000 2. 600.000.000 260 . 000.000 208.000.000 2018 Januari s.d. 2 Desember 6.000.000.000 200.000.000 6.200 . 000.000 620.000.000 496.000.000 2019 Januari s .d. 3 April2020 1.500.000.000 0 1.500 . 000 . 000 150.000.000 120.000.000 (1 Januari s.d. 14 April 2020) Berdasarkan data tersebut:
bagian I.B.2 Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak yang Digunggung diisi sebagai berikut:
untuk pelaporan Masa Pajak Desember 2018: kolom DPP diisi 2.600.000.000; kolom PPN diisi 260.000.000; kolom PPnBM diisi 0;
untuk pelaporan Masa Pajak Desember 2019: kolom DPP diisi 6.200.000.000; kolom PPN diisi 620.000.000; kolom PPnBM diisi 0;
untuk pelaporan Masa Pajak Maret 2020: kolom DPP diisi 1.500.000.000; kolom PPN diisi 150.000.000; kolom PPnBM diisi 0;
bagian 111.B.3 Hasil Penghitungan Kembali Pajak Masukan yang Telah Dikreditkan sebagai Penambah (Pengurang) Pajak Masukan diisi sebagai berikut:
untuk pelaporan Masa Pajak Desember 2018, kolom PPN diisi 208.000.000;
untuk pelaporan Masa Pajak Desember 2019, kolom PPN diisi 496.000.000;
untuk pelaporan Masa Pajak Maret 2020, kolom PPN diisi 120.000.000.
Pelaporan Pajak Keluaran dan Pajak Masukan bagi PKP yang menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 DM. Pajak Keluaran dan Pajak Masukan dilaporkan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 DM pada Formulir 1111 DM dengan mengikuti petunjuk pengisian sebagai berikut:
Bagian Identitas Pada pilihan D Berdasarkan Peredaran U saha a tau D Berdasarkan Kegiatan Usaha, diisi dengan memberikan tanda silang (X) pada D Berdasarkan Kegiatan U saha.
Bagian I Penyerahan Barang dan Jasa 1) Bagian I.A Penyerahan Barang Diisi dengan jumlah seluruh penyerahan barang dikurangi dengan retur barang yang diterima.
Bagian I.B Penyerahan Jasa Diisi dengan jumlah seluruh penyerahan Jasa dikurangi dengan pembatalan jasa.
Bagian I.C Jumlah (I.A+ I.B) Diisi dengan jumlah penyerahan barang dan jasa dari bagian I.A+ LB. Contoh: Dengan menggunakan data dalam contoh sebagaimana dimaksud pada angka 2, bagian I Penyerahan Barang dan Jasa diisi sebagai berikut:
untuk pelaporan Masa Pajak Desember 2018: bagian I .A Penyerahan Barang diisi 2. 500. 000. 000; bagian I.B Penyerahan Jasa diisi 100.000.000; bagian I.C Jumlah (I.A+ 1.B) diisi 2.600.000.000;
untuk pelaporan Masa Pajak Desember 2019: bagian I.A Penyerahan Barang diisi 6.000.000.000; bagian I.B Penyerahan Jasa diisi 200.000.000; bagian I.C Jumlah (I.A+ 1.B) diisi 6.200.000.000;
untuk pelaporan Masa Pajak Maret 2020: bagian I.A Penyerahan Barang diisi 1.500.000.000; bagian I.B Penyerahan Jasa diisi 0; bagian I.C Jumlah (I.A+ 1.B) diisi 1.500.000.000.
Bagian II Penghitungan PPN Kurang Bayar/Lebih Bayar 1) Bagian II.A Pajak Keluaran a) Bagian II.A.1 Penyerahan Barang = 10% xjumlah pada I.A Diisi dengan jumlah Pajak Keluaran untuk barang yang merupakan hasil dari jumlah penyerahan barang pada bagian I.A dikalikan dengan 10% (sepuluh persen). b) Bagian II.A.2 Penyerahan Jasa = 10% xjumlah pada I.B Diisi dengan jumlah Pajak Keluaran untuk jasa yang merupakan hasil dari jumlah penyerahan jasa pada bagian I.B dikalikan dengan 10% (sepuluh persen). c) Bagian II.A.3 Jumlah (II.A.1 + II.A.2) Diisi dengan jumlah Pajak Keluaran dari bagian II.A.1 + II.A.2. Contoh: Dengan menggunakan data dalam contoh sebagaimana dimaksud pada huruf b, bagian II.A Pajak Keluaran diisi se bagai beriku t: a) untuk pelaporan Masa Pajak Desember 2018: bagian II .A.1 Penyerahan Barang = 10% x jumlah pada I.A diisi 250.000.000; bagian II .A. 2 Penyerahan J asa = 10% x jumlah pada I.B diisi 10.000.000; bagian II .A.3 Jumlah (II.A.1 + II.A.2) diisi 260.000.000; b) untuk pelaporan Masa Pajak Desember 2019: bagian II .A. 1 Penyerahan Barang = 10% x jumlah pada I.A diisi 600.000.000; bagian II.A.2 Penyerahan Jasa = 10% x jumlah pada LB diisi 20 . 000.000; bagian II.A.3 Jumlah (II.A.1 + II.A.2) diisi 620.000.000; c) untuk pelaporan Masa Pajak Maret 2020 : bagian II .A .1 Penyerahan Barang = 10% x jumlah pada I.A diisi 150.000.000; bagian II .A.2 Penyerahan Jasa = 10% x jumlah pada LB diisi 0; bagian II.A.3 Jumlah (II.A.1 + II.A.2) diisi 150.000.000.
Bagian II.C Pajak Masukan yang dapat dikreditkan a) Bagian II.C. l Penyerahan Barang = ... % x jumlah pada II.A.1 Kolom persentase diisi 80. Kolom PPN diisi nilai hasil penghitungan 80% dari Pajak Keluaran pada bagian II.A. l . b) Bagian II.C.2 Penyerahan Jasa = ... % xjumlah pada II.A.2 Kolom persentase diisi 80. Kolom PPN diisi nilai hasil penghitungan 80% dari Pajak Keluaran pada Bagian II.A.2. c) Bagian II.C.3 Jumlah (II.C. l + II.C.2) Diisi dengan jumlah Pajak Masukan yang dapat Contoh: Dengan menggunakan data dalam contoh sebagaimana dimaksud pada huruf c, bagian II.C Pajak Masukan yang dapat dikreditkan diisi sebagai berikut : a) untuk pelaporan Masa Pajak Desember 2018: bagian II. C .1 Penyerahan Barang = ... % x jumlah pada II.A.1 diisi 200.000.000; bagian II.C.2 Penyerahan Jasa = ... % x jumlah pada II.A.2 diisi 8.000.000; bagian II.C.3 Jumlah (II.C. l + II.C.2) diisi 208.000.000; b) untuk pelaporan Masa Pajak Desember 2019: bagian II.C. l Penyerahan Barang = ... % x jumlah pada II.A.1 diisi 480.000.000; bagian II.C.2 Penyerahan Jasa = ... % x jumlah pada II.A.2 diisi 16.000.000; bagian II.C.3 Jumlah (II.C. l + II.C.2) diisi 496.000.000; c) untuk pelaporan Masa Pajak Maret 2020: bagian II. C .1 Penyerahan Barang = ... % x jumlah pada II.A.1 diisi 120.000.000; bagian II.C.2 Penyerahan Jasa = ... % x jumlah pada II.A.2 diisi 0; bagian II.C.3 Jumlah (II.C. l + II.C.2) diisi 120.000.000.
Bagi PKP yang mengkreditkan Pajak Masukan sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111, petunjuk pengisian selain sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai bentuk, isi, dan tata cara pengisian serta penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).
Bagi PKP yang mengkreditkan Pajak Masukan sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 DM, petunjuk pengisian selain sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 3 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai bentuk, isi, dan tata cara pengisian serta penyampaian Surat ~ Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SP'f Masa PPN) bagi PKP yang Menggunakan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan . MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. LAMPIRAN XVIII PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN YANG TIDAK DILAPORKAN DALAM SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBERITAHUKAN DAN/ATAU DITEMUKAN PADA WAKTU DILAKUKAN PEMERIKSAAN Contoh 1: PT L merupakan badan usaha yang bergerak dalam industri manufaktur otomotif. PT L telah dikukuhkan sebagai PKP sejak tahun 2016. Pada bulan Agustus 2020, KPP Madya PQR melakukan pemeriksaan lapangan terhadap PT L atas Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Januar i sampai dengan Desember 2018 . Pada saat pemeriksaan sedang berlangsung, PT L memberitahukan Faktur Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Februari 2018 kepada pemeriksa pajak dengan menyampaikan dokumen bukti pungutan PPN berupa Faktur Pajak dimaksud. Surat pemberitahuan hasil pemeriksaan disampaikan oleh pemeriksa pajak kepada PT L pada tanggal 20 Oktober 2020 dan ketetapan pajak diterbitkan oleh KPP Madya PQR pada tanggal 30 November 2020. Berdasarkan hal tersebut, Pajak Masukan yang diberitahukan oleh PT L tidak dapat dikreditkan karena surat pemberitahuan hasil pemeriksaan telah disampaikan kepada PT L sebelum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mulai berlaku (tanggal 2 November 2020) . Contoh 2: PT M merupakan badan usaha yang bergerak di bidang perdagangan peralatan kantor. PT M telah dikukuhkan sebagai PKP sejak tahun 2017. KPP Pratama TUV, tempat PT M terdaftar, melakukan peme r iksaan lapangan terhadap PT M atas Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2019 di bulan Oktober 2021. Pada saat pemeriksaan sedang berlangsung, I pemeriksa pajak menemukan Faktur Pajak dengan identitas pembeli atas nama PT M pada Masa Pajak Juli 2019, namun belum pernah dilaporkan oleh PT M sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam suatu Masa Pajak. Oleh karena itu, pemeriksa pajak memperhitungkan PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak yang ditemukan tersebut sebagai Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN XIX PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN A. CONTOH PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN YANG DITAGIH DENGAN PENERBITAN KETETAPAN PAJAK PT N merupakan badan usaha yang bergerak di bidang perdagangan mainan. PT N telah dikukuhkan sebagai PKP sejak tahun 2018. Dalam melakukan usahanya, PT N diwajibkan membayar royalti kepada O Ltd. yang berlokasi di Negara Jepang. Royalti tersebut berhubungan dengan kegiatan usaha PT N. Berdasarkan kontrak antara PT N dan O Ltd., pembayaran royalti dilakukan setiap bulan paling lama tanggal 5 (lima). Pada tanggal 5 November 2019, PT N melakukan pembayaran royalti namun belum melakukan pemungutan dan penyetoran PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud tersebut. Pada tanggal 20 Agustus 2020, KPP Pratama XYZ menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud yang belum dipungut sebesar Rpl.180.000.000,00 yang terdiri dari pokok pajak sebesar Rpl.000.000.000,00 dan sanksi administrasi sebesar Rp180.000.000,00. PT N menyetujui seluruh hasil pemeriksaan dan tidak melakukan upaya hukum atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dimaksud. PT N melakukan pembayaran atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar pada tanggal 7 September 2020 sebesar Rp500.000.000,00 dan tanggal 10 November 2020 sebesar Rp680.000.000,00. Berdasarkan contoh di atas, PT N telah melakukan pelunasan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar pada tanggal 10 November 2020 sehingga pokok pajak sebesar Rpl.000.000.000,00 dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan pada Masa Pajak November 2020 atau pada Masa Pajak berikutnya yaitu Masa Pajak Desember 2020, Januari 2021, atau Februari 2021. B. PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MENGKREDITKAN PAJAK MASUKAN YANG DITAGIH DENGAN PENERBITAN KETETAPAN PAJAK Bagi PKP pembeli BKP dan/atau penenma JKP, Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean , yang ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak dapat dikreditkan oleh PKP sebesar jumlah pokok PPN yang tercantum dalam ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan . Pajak Masukan dimaksud dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 pada Masa Pajak dilakukannya pelunasan ketetapan pajak atau pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat pelunasan ketetapan pajak, dengan ketentuan sebagai berikut :
Untuk ketetapan pajak yang terkait dengan impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/ a tau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dilaporkan dalam Formulir 1111 B 1. Apabila pelaporan dalam Formulir 1111 B 1 dimaksud belum dapat dilakukan pada aplikasi yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, Pajak Masukan dilaporkan dalam Formulir 1111 B2.
Untuk ketetapan pajak yang terkait dengan perolehan BKP dan/atau JKP, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dilaporkan dalam Formulir 1111 B2.
Dalam hal Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan, Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan tersebut dilaporkan dalam Formulir 1111 B3. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ' ttd .
SRI MULYANI INDRAWATI LAMPIRAN XX PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 /PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN CONTOH FORMAT SURAT KEPUTUSAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA (SKPIB) Menimbang Mengingat KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR ......... . ......... .... (1) TENTANG PEMBERIAN IMBALAN BUNGA KEPADA ................... . (2) DIREKTUR JENDERAL PAJAK, : a. bahwa berdasarkan surat permohonan .................... (3) nomor ....... .... . .......... (4) tanggal ....................... (5) mengenai pemberian imbalan bunga ;
bahwa berdasarkan penelitian sehubungan dengan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Wajib Pajak bersangkutan berhak menerima imbalan bunga sesua1 Pasal ............. . (6) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
bahwa berdasarkan pertimbangan se bagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pemberian Imbalan Bunga kepada ............ . ...... (7); : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 I Menetapkan PERTAMA Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor ... , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ... );
Peraturan Menteri Keuangan Nomor ... /PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
Pengujian Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...
Relevan terhadap 45 lainnya
menetapkan persyaratan tingkat kesehatan yang harus dipenuhi oleh Bank sebelum melakukan Penyertaan Modal. Kegiatan Penyertaan Modal harus diimbangi dengan kualitas manajemen risiko untuk mengantisipasi risiko eksternal yang dapat timbul dari perusahaan penunjang jasa keuangan yang pada akhirnya dapat mempengaruhi profil risiko Bank. Penyertaan modal merupakan kegiatan di luar kegiatan usaha bank namun menyerap permodalan bank dan tidak dapat dimanfaatkan untuk pengembangan bisnis bank. Apabila BPR Syariah melakukan penyertaan modal mengakibatkan bank tidak dapat memanfaatkan permodalan untuk memberikan pembiayaan kepada masyarakat yang merupakan sumber pendapatan bank melalui bunga. Mengingat Pasal 5 ayat (2) POJK Penyertaan Modal Bank melarang penyertaan modal dilakukan selain untuk investasi jangka panjang dan tidak dimaksudkan untuk jual beli saham, maka bank yang melakukan penyertaan modal harus memiliki dana yang berlebih dalam menjalankan kegiatan usaha utamanya. Oleh karena itu, tertanamnya uang bank melalui penyertaan ini sangat berpotensi berdampak pada tingkat kesehatan dan keberlangsungan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah mengingat permodalan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tidak sebesar Bank Umum Syariah. Selain itu, permasalahan pada aspek tata kelola dan operasional di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah masih kerap ditemui yang berdampak pada tingkat kesehatan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sehingga secara umum tidak memenuhi persyaratan untuk melakukan penyertaan modal. Untuk itu, pengaturan dalam UU 21/2008 mengenai penyertaan modal Bank Pembiayaan Rakyat Syariah hanya diperbolehkan pada lembaga yang dibentuk untuk menanggulangi kesulitan likuiditas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bukan untuk membatasi hak konstitusional Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana didalikan Pemohon, melainkan suatu bentuk perlindungan agar Bank Pembiayaan Rakyat Syariah terhindar dari berbagai masalah yang berisiko tinggi terhadap keberlangsungan usaha sebagai akibat dari alokasi permodalan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang tidak sesuai dengan arah
termasuk mendorong pemberdayaan UMKM. Dengan maraknya digitalisasi keuangan Otoritas telah memberikan peluang pengembangan kegiatan usaha BPR/BPRS memberikan layanan jasa pembayaran kepada nasabahnya melalui kerja sama dengan Bank Umum, tidak secara mandiri mengingat faktor filosofi dan risiko di atas. Perlu juga dipahami bahwa perbedaan mendasar antara Bank Umum dan BPR, baik konvensional maupun syariah, adalah bahwa BPR dilarang menerima simpanan berupa rekening giro seperti yang dijelaskan di atas, sehingga BPR bukan termasuk Bank Pencipta Uang Giral (BPUG). Dalam hal ini, BPR tidak dikenakan kewajiban pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) dan tidak memiliki rekening giro di Bank Indonesia. Sebagai konsekuensi lanjutan, BPR tidak dapat menjadi peserta Operasi Moneter (OM), termasuk tidak bisa melakukan aktivitas di pasar uang antarbank dan tidak berhak atas fasilitas OM, serta tidak dapat menjadi peserta BI-RTGS. Dengan demikian, dukungan instrumen pengelolaan likuditas BPR tidak seluas yang dimiliki oleh Bank Umum. Oleh karena itu, apabila BPR yang statusnya sebagai non-BUPG diperbolehkan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran maka hal tersebut akan berpotensi meningkatkan risiko liquidity mismatch yang dapat mengganggu stabilitas moneter dan sistem keuangan. Oleh karena itu, adanya perbedaan pengaturan antara Bank Umum dan Bank Pembiayaan Rakyat serta Bank Umum Syariah dengan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah ini pada dasarnya disesuaikan dengan karakteristik masing-masing industri, sehingga dapat tercipta persaingan yang sehat antar industri. Sejalan dengan arah pengembangan industri BPR dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah ke depan sebagaimana dimuat dalam Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia bagi Industri BPR dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 2021-2025, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dapat mengoptimalkan pelaksanaan transfer dana dengan memanfaatkan infrastruktur melalui kerjasama dengan lembaga lain, seperti Bank Umum. Hal ini berdasarkan fakta bahwa industri BPR dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah secara mandiri belum memiliki kesiapan sistem informasi dan teknologi untuk dapat berperan sebagai
(d) Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan (e) Pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah; (3) menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan Akad wadi’ah atau Investasi berdasarkan Akad mudharabah dan/atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; (4) memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS; dan (5) menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia. d. Pembatasan Kegiatan Pada BPR Kovensional Berlaku Juga Pada BPR Syariah Sesuai dengan Pasal 25 UU Perbankan Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dilarang: (1) melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah; (2) menerima Simpanan berupa Giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran; (3) melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang asing dengan izin Bank Indonesia; (4) melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah; (5) melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk untuk menanggulangi kesulitan likuiditas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah; dan (6) melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 21 UU Perbankan Syariah. Dihubungkan dengan permohonan pemohon untuk menyatakan pasal 1 angka 9., Pasal 13, Pasal 21 huruf b., Pasal 25
Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang dan Bahan untuk Memproduksi Barang dan/atau Jasa oleh Industri Sektor Tertentu yang Terdampak Pandem ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Bea Masuk Ditanggung Pemerintah yang selanjutnya disebut BM DTP adalah fasilitas bea masuk terutang yang dibayar oleh pemerintah dengan alokasi dana yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan.
Industri Sektor Tertentu yang Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang selanjutnya disebut Industri Sektor Tertentu adalah industri yang terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) yang layak untuk diberikan BM DTP sesuai dengan kebijakan Pembina Sektor Industri.
Pembina Sektor Industri adalah menteri/pimpinan lembaga yang membina Industri Sektor Tertentu.
Barang dan Bahan adalah barang jadi, barang setengah jadi, dan/atau bahan baku, termasuk suku cadang dan/atau komponen, yang diolah, dirakit, atau dipasang untuk menghasilkan barang dan/atau jasa.
Belanja Subsidi BM DTP adalah alokasi anggaran belanja subsidi BM DTP dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) untuk memberikan dukungan kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hidup orang banyak sesuai dengan kemampuan negara.
Bagian Anggaran Pengelolaan Belanja Subsidi (BA.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Bagian Anggaran 999.07 yang selanjutnya disingkat PPA BUN BA 999.07 adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara 999.07.
Pemimpin Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Pemimpin PPA BUN adalah pejabat Eselon 1 di lingkungan Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas program Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara dan bertindak untuk menandatangani daftar isian pelaksanaan anggaran Bendahara Umum Negara.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari pengguna anggaran untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya.
Kuasa Pengguna Anggaran Belanja Subsidi Bea Masuk Ditanggung Pemerintah yang selanjutnya disebut KPA BM DTP adalah pejabat pada kementerian negara/ lembaga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk melakukan pengelolaan anggaran belanja subsidi bea masuk ditanggung pemerintah.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan Pengguna Anggaran/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA Bendahara Umum Negara.
Gudang Berikat adalah tempat penimbunan berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan ( kitting ), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang- barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Penyelenggara Gudang Berikat sekaligus Pengusaha Gudang Berikat yang selanjutnya disebut Pengusaha Gudang Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan penyelenggaraan dan pengusahaan Gudang Berikat.
Pengusaha di Gudang Berikat merangkap Penyelenggara di Gudang Berikat yang selanjutnya disebut PDGB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Gudang Berikat yang berada di dalam Gudang Berikat milik Penyelenggara Gudang Berikat yang berstatus sebagai badan hukum yang berbeda.
Kawasan Berikat adalah tempat penimbunan berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut Pengusaha Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan penyelenggaraan sekaligus pengusahaan Kawasan Berikat.
Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut PDKB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan kawasan berikat yang berada di dalam Kawasan Berikat milik Penyelenggara Kawasan Berikat yang berstatus sebagai badan hukum yang berbeda.
Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah tempat penimbunan berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Penyelenggara PLB sekaligus Pengusaha PLB yang selanjutnya disebut Pengusaha PLB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan PLB.
Pengusaha di PLB merangkap Penyelenggara di PLB yang selanjutnya disebut PDPLB adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengusahaan PLB yang berada di dalam PLB milik Penyelenggara PLB yang statusnya sebagai badan usaha yang berbeda.
Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan/atau cukai.
Pengusaha Kawasan Bebas adalah pengusaha yang berkedudukan dan/atau mempunyai tempat kegiatan usaha di Kawasan Bebas dan telah mendapat Perizinan Berusaha dari Badan Pengusahaan Kawasan.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Pelaku Usaha KEK adalah pelaku usaha yang menjalankan kegiatan usaha di KEK.
Pemberitahuan Pabean Impor adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean impor dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Kepabeanan.
Sistem Aplikasi KEK adalah sistem elektronik yang terdiri dari Sistem Indonesia National Single Window , Sistem Komputer Pelayanan Bea dan Cukai, dan aplikasi lain yang mengotomasikan proses bisnis kegiatan pemasukan, perpindahan, dan pengeluaran barang ke dan dari KEK.
Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
Kantor Bea dan Cukai adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh kantor pelayanan perbendaharaan negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh Kuasa dari Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan sebagian fungsi Kuasa Bendahara Umum Negara.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SPTJM adalah pernyataan yang diterbitkan/dibuat oleh KPA Bendahara Umum Negara yang memuat jaminan atau pernyataan bahwa seluruh pengeluaran telah dihitung dengan benar.
Pemindahtanganan adalah pemindahan hak, alih aset, perubahan penggunaan Barang dan Bahan untuk kegiatan lain di luar kegiatan usaha, diekspor, atau penghapusan dari aset perusahaan.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Direktur adalah direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mempunyai tugas dan fungsi merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi di bidang fasilitas kepabeanan.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pengguna Anggaran/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Taman Mini Indonesia Inda ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 31 dari 132 halaman. Putusan Nomor 18 P/HUM/2022 Sekretariat Negara tidak menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kepariwisataan. Hal ini dapat disimak dari bunyi Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2020, bahwa: “Kementerian Sekretariat Negara mempunyai tugas menyelenggarakan dukungan teknis dan administrasi serta analisis urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan untuk membantu Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.” Adapun bunyi Pasal 3 huruf j Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2020 adalah: “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kementerian Sekretariat Negara menyelenggarakan fungsi: j. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Sekretariat Negara; ” 12.Bahwa oleh karenanya, terbukti bahwa penetapan pengelolaan TMII sebagai BMN kepada Kementerian Sekretariat Negara tidak linier, sehingga bertentangan dengan tugas dan fungsi Kementerian Sekretariat Negara itu sendiri, dan terbukti telah mengambil kewenangan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam menjalankan tugas urusan pemerintahan di bidang kepariwisataan, dan dalam menjalankan fungsi pengelolaan BMN di bidang pariwisata. 13.Bahwa alasan Pemohon terkonfirmasi dengan Pendapat Ahli Dr. Dian Puji Nugraha Simatupang, S.H., M.H., bahwa: “Penetapan penguasaan dan pengelolaan TMII sebagai Kawasan Wisata Edukasi dan Budaya kepada Kementerian Sekretariat Negara adalah bertentangan dengan tugas dan fungsi Kementerian Sekretariat Negara. Dalam statusnya sebagai Pengguna Barang, Kementerian Sekretariat Negara Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 26 dari 132 halaman. Putusan Nomor 18 P/HUM/2022 2020, adalah "menyelenggarakan dukungan teknis dan administrasi serta analisis urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan untuk membantu Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara." 5. Di samping itu, berdasarkan Pasal 5 ayat (3) jo. Pasal 4 ayat (2) huruf c UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Kementerian Sekretariat Negara merupakan kementerian yang lebih ditujukan untuk penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah. Bunyi selengkapnya Pasal 5 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 2008 menegaskan: “Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal.” Adapun ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU Nomor 39 Tahun 2008 berbunyi: “(2) Urusan tertentu dalam pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: c. urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.” Sedangkan urusan BMN lebih merupakan wewenang dalam kaitannya dengan keuangan negara, yang berdasarkan Pasal 8 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 2008 tidak mempunyai fungsi pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah, karena fungsi itu hanya dapat dijalankan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Fasilitas untuk Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur ...
Relevan terhadap 10 lainnya
Badan Usaha Milik Negara yang diberi penugasan khusus melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5).
Badan Usaha Milik Negara yang diberi penugasan khusus dapat bekerja sama dengan Lembaga Internasional dan/atau pihak lain yang memiliki keahlian di bidang KPBU dan/atau sektor terkait dan/atau mengadakan Penasihat Transaksi untuk membantu dalam melaksanakan Fasilitas sesuai dengan peraturan internal Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan.
Dalam rangka pengadaan Penasihat Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dapat memberikan masukan mengenai kualifikasi dari Penasihat Transaksi dimaksud.
Dengan ditetapkannya Keputusan Penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) dan ayat (5), setiap Badan Usaha Milik Negara wajib melakukan kegiatan sebagai berikut:
menyampaikan laporan secara berkala yang paling sedikit berisi analisis atas pelaksanaan Fasilitas dan rencana tindak lanjut kepada Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan/atau PJPK atas pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3);
menyampaikan informasi dan keterangan terkait pelaksanaan Fasilitas, dalam hal diperlukan untuk pengawasan dan evaluasi pelaksanaan penugasan khusus; dan
bertanggung jawab untuk memastikan pengelolaan proyek secara profesional dan tercapainya maksud dan tujuan pelaksanaan Fasilitas termasuk terlaksananya tugas dan tanggung jawab pihak lain dan/atau Penasihat Transaksi.
Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan untuk melaksanakan Fasilitas, Lembaga Internasional dan/atau pihak lainnya, dan Penasihat Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bertanggung jawab untuk melakukan tindakan yang diperlukan dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan Fasilitas.
Dalam rangka mendukung keberhasilan pelaksanaan Fasilitas, Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dapat memberikan arahan dan masukan kepada setiap Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan untuk melaksanakan Fasilitas sepanjang berlangsungnya pelaksanaan Fasilitas.
Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dapat mengadakan pelatihan untuk peningkatan pemahaman PJPK tentang penyiapan dan/atau pelaksanaan transaksi Proyek KPBU.
Pelatihan untuk peningkatan pemahaman PJPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilaksanakan dengan terlebih dahulu dilakukan penilaian guna menentukan jenis dan ruang lingkup pelatihan.
Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi identifikasi pemahaman PJPK mengenai, paling sedikit:
konsep KPBU dan implementasinya;
aspek teknis proyek;
pembiayaan proyek infrastruktur dan manajemen proyek infrastruktur; dan
peran dan tanggung jawab PJPK selama masa kerja sama.
Pelaksanaan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai dari Dana Penyiapan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
Lembaga Internasional yang bekerja sama untuk melaksanakan Fasilitas atau Badan Usaha Milik Negara yang diberi penugasan khusus untuk melaksanakan Fasilitas membantu Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur dalam melaksanakan identifikasi dan/atau pelatihan.
Dalam pelaksanaan Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dapat melibatkan Penasihat Transaksi, berdasarkan kualifikasi sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan Fasilitas.
Penasihat Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan asistensi kepada Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk menyiapkan Hasil Keluaran.
Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menentukan kualifikasi dan melaksanakan kegiatan pengadaan Penasihat Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Ketentuan Penyertaan Modal Perusahaan Pembiayaan di Bidang Pelayaran.
Relevan terhadap
bahwa dalam rangka pemberdayaan industri pelayaran nasional diperlukan dukungan dari Pemerintah kepada Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan di bidang pelayaran;
bahwa untuk mewujudkan dukungan sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas, perlu diberikan kemudahan dari berbagai sektor, termasuk pada sektor keuangan berupa batasan penyertaan modal Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan di bidang pelayaran;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Ketentuan Penyertaan Modal Perusahaan Pembiayaan Di bidang Pelayaran;
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut Hibah adalah pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga pemerintah nonkementerian.
Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PA BUN adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BA BUN atau bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga pemerintah nonkementerian.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Hibah Daerah yang selanjutnya disebut KPA BUN Pengelolaan Hibah adalah pejabat pada satuan kerja dari PPA BUN yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran Hibah yang berasal dari BA BUN.
9a. Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Penyaluran Hibah Daerah yang selanjutnya disebut KPA BUN Penyaluran Hibah adalah pejabat pada satuan kerja dari PPA BUN yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab penyaluran anggaran Hibah yang berasal dari BA BUN.
Kementerian Teknis (Executing Agency) yang selanjutnya disingkat EA adalah kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang menjadi penanggung jawab secara keseluruhan atas pelaksanaan kegiatan.
Surat Penetapan Pemberian Hibah yang selanjutnya disingkat SPPH adalah surat yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi wewenang dan ditujukan kepada Pemerintah Daerah, yang memuat kegiatan dan besaran Hibah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri dan/atau pinjaman luar negeri.
Surat Persetujuan Penerusan Hibah yang selanjutnya disingkat SPPh adalah surat yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi wewenang dan ditujukan kepada Pemerintah Daerah, yang memuat kegiatan dan besaran Hibah yang bersumber dari hibah luar negeri.
Perjanjian Hibah Daerah yang selanjutnya disingkat PHD adalah kesepakatan tertulis mengenai Hibah antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam perjanjian.
Perjanjian Penerusan Hibah yang selanjutnya disingkat PPH adalah kesepakatan tertulis antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam perjanjian mengenai penerusan hibah dari pemberi pinjaman dan/atau hibah luar negeri kepada Pemerintah Daerah.
Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut RKA BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan untuk pemenuhan kewajiban pemerintah pusat dan transfer ke daerah tahunan yang disusun oleh KPA BUN.
Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut RDP BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang merupakan himpunan RKA BUN.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan sebagian fungsi Bendahara Umum Negara.
18a. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Pinjaman dan Hibah yang selanjutnya disingkat KPPN KPH adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang secara administratif berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan secara fungsional bertanggung jawab kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara.
Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DPA adalah dokumen yang memuat pendapatan dan belanja Pemerintah Daerah yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh Pengguna Anggaran.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur atau bupati/wali kota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
Rekening Pengeluaran adalah rekening Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara yang digunakan untuk membayar pengeluaran negara pada Bank Indonesia dan bank/badan lainnya.
Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri yang selanjutnya disingkat PHLN adalah pinjaman dan/atau hibah luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai cara pengadaan pinjaman luar negeri dan penerimaan hibah.
Perjanjian PHLN adalah kesepakatan tertulis mengenai pinjaman dan/atau hibah antara Pemerintah dengan pemberi PHLN.
Rencana Komprehensif Penggunaan Hibah yang selanjutnya disebut Rencana Komprehensif adalah dokumen yang memuat rincian kegiatan dan besaran pendanaan selama jangka waktu pelaksanaan Hibah.
Rencana Tahunan Penggunaan Hibah atau dokumen yang dipersamakan yang selanjutnya disebut Rencana Tahunan adalah dokumen yang memuat rincian kegiatan dan besaran pendanaan selama satu tahun.
Rencana Kegiatan dan Anggaran yang selanjutnya disingkat RKA adalah dokumen yang memuat rincian kegiatan dan besaran pendanaan Hibah yang disusun Pemerintah Daerah.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SPTJM adalah surat pernyataan dari pengguna dana yang menyatakan bahwa pengguna dana bertanggung jawab secara formal dan material kepada KPA atas kegiatan yang dibiayai dengan dana tersebut.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau dokumen lain yang dipersamakan.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara atau Bendahara Umum Daerah untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN atau atas beban APBD berdasarkan SPM.
Bank Umum yang selanjutnya disebut Bank adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
31a. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
Dihapus.
Dihapus.
Dihapus.
Dihapus.
Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat KPBJ adalah perjanjian tertulis antara pejabat pembuat komitmen dengan penyedia barang/jasa (supplier) atau pelaksana swakelola.
Dihapus 38. Surat Perintah Pembukuan/Pengesahan yang selanjutnya disingkat SP3 adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN KPH selaku kuasa bendahara umum negara, yang fungsinya dipersamakan sebagai SPM/SP2D, kepada satuan kerja untuk dibukukan/disahkan sebagai penerimaan dan pengeluaran dalam APBN atas realisasi penarikan PHLN melalui tata cara pembayaran langsung, Letter of Credit, dan/atau pembiayaan pendahuluan.
Surat Penarikan Dana (withdrawal application)- Pembayaran Langsung/Rekening Khusus/Pembiayaan Pendahuluan yang selanjutnya disebut SPD-PL/Reksus/PP adalah dokumen yang ditandatangani oleh KPA BUN Penyaluran Hibah sebagai dasar bagi Direktorat Jenderal Perbendaharaan, KPPN, atau KPPN KPH dalam mengajukan permintaan pembayaran kepada pemberi PHLN.
Surat Permintaan Penerbitan Surat Kuasa Pembebanan Letter of Credit yang selanjutnya disingkat SPP SKP-L/C adalah dokumen yang ditandatangani oleh KPA BUN Penyaluran Hibah sebagai dasar bagi KPPN KPH yang ditunjuk untuk menerbitkan surat kuasa pembebanan atas penarikan PHLN melalui mekanisme Letter of Credit.
Surat Kuasa Pembebanan Letter of Credit yang selanjutnya disingkat SKP-L/C adalah surat kuasa yang diterbitkan oleh KPPN KPH yang ditunjuk atas nama Menteri Keuangan kepada Bank Indonesia atau Bank untuk melaksanakan penarikan PHLN melalui Letter of Credit.
Dihapus.
Surat Permintaan Persetujuan Pembukaan Letter of Credit yang selanjutnya disebut SPP Pembukaan L/C adalah dokumen yang ditandatangani oleh KPA BUN Penyaluran Hibah sebagai dasar bagi KPPN KPH untuk menerbitkan surat persetujuan pembukaan Letter of Credit.
Surat Persetujuan Pembukaan Letter of Credit yang selanjutnya disebut SP Pembukaan L/C adalah surat persetujuan pembukaan Letter of Credit dari KPPN KPH selaku Kuasa Bendahara Umum Negara kepada Bank Indonesia atau Bank atas SPP Pembukaan L/C dari KPA BUN Penyaluran Hibah untuk membuka Letter of Credit yang besarnya tidak melebihi nilai SP Pembukaan L/C dalam hal terdapat pengadaan barang/jasa dengan menggunakan Letter of Credit atas beban rekening khusus.
Dihapus.
Dihapus.
Dihapus.
Dihapus.
Dihapus.
Dihapus.
Dihapus.
Dihapus.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sempai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat.
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran