PT. Hewlett-Packard Indonesia
Relevan terhadap
pemeriksaan tanggal 24 0ktober 2024 sehubungan permohonan pembetulan putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-004726.15/2023/PP/MXVIIIB Tahun 2024 yang diucapkan tanggal 29 Agustus 2024 walaupun telah diberitahu dengan Surat Pemberitahuan Nomor PEMB.Rev-103/PAN.182/2024 tanggal 210ktober 2024; Menimbang bahwa Majelis berkesimpulan terdapat alasan hukum untuk membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-004726.15/2023/PP/MXVIIIB Tahun 2024 yang telah diucapkan tanggal 29 Agustus 2024 yaitu sebagai berikut: 1. Halaman 197, sebagai berikut: Tertulis: 7. Penyesuaian Fiskal Negatif: Menurut Terbanding : USD 12,179,349.03 Koreksi tidakdapatdipertahankan pengadilan pajak : USD 7,693,240.68 Menurut pengadilan pajak : USD 4,486,108.35 Seharusnya: 7. Penyesuaian Fiskal Negatif: MenurutTerbanding : USD 4,468,593.88 Koreksitidakdapatdipertahankan pengadilan pajak : USD 7,693,240.68 Menurutpengadilan pajak : USD 12,161,834.56 2. Halaman 197 dan 198 sebagai berikut: Tertulis: No Uraian Menurut Majelis(USD) 1 Peredaran Usaha 311,184,115.97 2 Harga Pokok Penjualan 292,053,601.28 3 Penghasilan Bruto (1-2) 19,130,514.69 4 Biaya Usaha Lainnya 13,194.222.68 5 Penghasilan Neto Dalam Negeri (3-4) 5,936,292.01 6 Penghasilan dari Luar Usaha 13,236,522.18 7 Biaya dari Luar Usaha 9,404,523.14 A Halaman 9 dari 15 Putusan Nomor PUTplro04726.1512023fl.P/M.XVIIIB Tahun 2024 PT. Hewlett-Packard Indonesia
Petunjuk Teknis Akuntansi Penerimaan Negara Bukan Pajak dari kegiatan Usaha Panas Bumi
Relevan terhadap
bahwa untuk menyesuaikan pedoman penyelenggaraan akuntansi penerimaan negara bukan pajak dari kegiatan usaha panas bumi dengan kebijakan akuntansi pemerintah pusat, perlu mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 221/PMK.02/2017 tentang Petunjuk Teknis Akuntansi Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 204/PMK.02/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 221/PMK.02/2017 tentang Petunjuk Teknis Akuntansi Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kegiatan Usaha Panas Bumi;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk Teknis Akuntansi Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kegiatan Usaha Panas Bumi;
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
PNBP dari Kegiatan Usaha Panas Bumi yang selanjutnya disebut dengan PNBP Panas Bumi adalah PNBP yang dikelola oleh Bendahara Umum Negara yang berasal dari Setoran Bagian Pemerintah setelah dikurangi dengan kewajiban perpajakan dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan anggaran, pendapatan dan belanja negara berupa laporan realisasi anggaran, laporan arus kas, laporan operasional, laporan perubahan saldo anggaran lebih, laporan perubahan ekuitas, neraca, dan catatan atas laporan keuangan.
Standar Akuntansi Pemerintahan yang selanjutnya disingkat SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan pemerintah.
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat adalah prinsip- prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih dalam penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan pemerintah pusat.
Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyajikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun Laporan Keuangan untuk digabungkan pada Entitas Pelaporan.
Setoran Bagian Pemerintah adalah setoran yang wajib dilakukan pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi, pemegang kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya panas bumi, dan pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi kepada negara atas bagian pemerintah sebesar 34% (tiga puluh empat persen) dari penerimaan bersih usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rek Lain BI Penerimaan dan Pengeluaran Panas Bumi Nomor 508.000084980 yang selanjutnya disebut Rekening Panas Bumi adalah rekening dalam rupiah yang digunakan untuk menampung penerimaan Setoran Bagian Pemerintah dan membayarkan pengeluaran kewajiban pemerintah terkait dengan kegiatan usaha panas bumi sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut Rekening KUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang dibuka oleh Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada Bank Sentral.
Pengusaha Panas Bumi adalah pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi, kontraktor kontrak operasi bersama ( joint operation contract ), dan pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi yang melakukan eksplorasi, eksploitasi dan pemanfaatan tidak langsung sumber daya panas bumi untuk menghasilkan uap panas bumi guna pembangkitan energi/listrik dan/atau secara terpadu menghasilkan uap panas bumi dan membangkitkan energi/listrik ( total project ).
Satuan Kerja PNBP Khusus Bendahara Umum Negara Pengelola PNBP Panas Bumi yang selanjutnya disebut dengan Satker PNBP Panas Bumi adalah satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan yang tugas dan fungsinya meliputi pengelolaan PNBP panas bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan bertindak selaku Entitas Akuntansi dalam pelaporan keuangan terkait PNBP Panas Bumi.
Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8 ...
Relevan terhadap 2 lainnya
Terhadap barang impor yang pemberitahuan pabeannya telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran sebelum Peraturan Menteri ini berlaku dan belum dikeluarkan dari TPB, PLB, Kawasan Bebas, atau KEK ke TLDDP, dapat diberikan Tarif Preferensi.
Untuk dapat diberikan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK harus menyerahkan lembar asli SKA Form D-8 paling lambat 4 (empat) bulan sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini, dengan ketentuan:
SKA Form D-8 dibuat sesuai dengan ketentuan Pasal 7; dan
SKA Form D-8 dibuat terhitung sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini.
Dalam hal pengiriman barang impor dilakukan melalui 1 (satu) atau lebih negara selain Negara Anggota untuk tujuan transit dan/atau transhipment atau penimbunan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), apabila dimintakan pembuktiannya, Importir, Penyelenggara/ Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, harus menyerahkan dokumen berupa:
through bill of lading atau dokumen pengangkutan lainnya yang diterbitkan di Negara Anggota pengekspor yang menunjukkan keseluruhan rute perjalanan dari Negara Anggota pengekspor, termasuk kegiatan transit dan/atau transhipment , sampai ke Daerah Pabean;
dokumen atau informasi lainnya yang diberikan oleh otoritas kepabeanan dari negara selain Negara Anggota atau entitas relevan lainnya; atau
dokumen pendukung yang membuktikan pemenuhan ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2), kepada Pejabat Bea dan Cukai.
Tarif Preferensi dapat diberikan atas Barang Originating tertentu dari Negara Anggota, yang diimpor dalam keadaan belum dirakit, terbongkar atau terurai, dan dikirimkan secara bertahap yang disebabkan tidak dapat dilakukan dalam satu kali pengiriman dengan pertimbangan transportasi ( Importation by Instalments ).
Barang Originating tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlakukan sebagai 1 (satu) jenis barang untuk menentukan kriteria asal barang ( origin criteria ), dengan memperhatikan Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System (KUMHS) butir 2 (a), dan termasuk dalam struktur klasifikasi Harmonized System (HS) Bagian XVI dan XVII atau pos 73.08 dan 94.06 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor.
Tarif preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai sebelum penyampaian pemberitahuan pabean impor pertama.
Untuk mendapatkan tarif preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Importir, Penyelenggara/ Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK menyampaikan permohonan kepada Pejabat Bea dan Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterima secara lengkap.
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditolak, Pejabat Bea dan Cukai menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan.
Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui, terhadap Barang Originating tersebut dapat menggunakan 1 (satu) SKA Form D-8 yang sama untuk keseluruhan pengiriman yang dilaksanakan secara bertahap tersebut.
Penyerahan SKA Form D-8 sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan bersamaan dengan pemberitahuan pabean impor yang pertama kali disampaikan kepada Kantor Pabean tempat pemasukan.
Penyampaian pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud ayat (8) dilakukan dengan mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form D-8 dalam setiap pemberitahuan pabean impor yang diajukan dalam setiap pengiriman.
Pemasukan barang impor dalam keadaan belum dirakit, terbongkar atau terurai, dan dikirimkan secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat persetujuan.
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya jangka waktu persetujuan pemasukan barang impor dalam keadaan belum dirakit, terbongkar atau terurai, dan dikirimkan secara bertahap, berdasarkan permohonan oleh Importir, Penyelenggara/ Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK.
Tata cara permohonan dan penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi atas Barang Originating tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (7) tercantum dalam Lampiran huruf A angka IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Fasilitas untuk Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Pemanfaatan Barang Milik Negara dan/atau Pemindahtanganan Barang Milik Negara dalam Rangka Persiap ...
Relevan terhadap
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kebijakan pelaksanaan Fasilitas.
Pengawasan atas pelaksanaan Fasilitas yang dilakukan oleh badan usaha milik negara yang diberi penugasan khusus untuk melaksanakan Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dilakukan sesuai dengan tata cara yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pelaksana Fasilitas dan/atau Penasihat Transaksi yang terlibat dalam pelaksanaan Fasilitas bertanggung jawab untuk melakukan tindakan yang diperlukan dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan Fasilitas.
Dalam rangka mendukung keberhasilan pelaksanaan Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur dapat memberikan arahan dan/atau masukan kepada badan usaha milik negara penerima penugasan sepanjang berlangsungnya pelaksanaan Fasilitas.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur melaksanakan pemantauan atas pelaksanaan Fasilitas secara berkala atau dalam hal dibutuhkan.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Fasilitas adalah fasilitas fiskal yang disediakan oleh Menteri kepada PJPBMN yang dibiayai dari sumber- sumber sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Pemanfaatan Barang Milik Negara yang selanjutnya disebut Pemanfaatan BMN adalah pendayagunaan BMN yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga dan/atau optimalisasi BMN dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang selanjutnya disebut Pemindahtanganan BMN adalah pengalihan kepemilikan BMN.
Dana Fasilitas adalah dana yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan Fasilitas.
Penanggung Jawab Pengelolaan Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat PJPBMN adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Permohonan Fasilitas adalah surat atau nota dinas yang berisi permohonan mengenai penyediaan Fasilitas yang diajukan oleh PJPBMN kepada Menteri.
Data Aset BMN adalah data yang memuat antara lain informasi dan penggunaan aset BMN berupa tanah dan bangunan berikut BMN berupa selain tanah dan/atau bangunan yang melekat di atas/pada tanah dan/atau bangunan yang akan dikelola atau telah dikelola oleh PJPBMN untuk disampaikan dalam rangka penyampaian permohonan Fasilitas kepada Menteri.
Surat Persetujuan Fasilitas adalah surat yang ditandatangani oleh Menteri yang berisi persetujuan atas pemberian Fasilitas penyiapan dan pelaksanaan untuk Pemanfaatan BMN dan/atau Pemindahtanganan BMN dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara.
Keputusan Penugasan adalah Keputusan Menteri yang berisi mengenai penugasan khusus kepada badan usaha milik negara tertentu untuk melaksanakan Fasilitas yang ditetapkan oleh Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Perjanjian untuk Penugasan Khusus yang selanjutnya disebut Perjanjian Penugasan adalah perjanjian antara Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dengan direktur utama dari badan usaha milik negara yang ditugaskan untuk melaksanakan Fasilitas, yang mengatur secara rinci mengenai antara lain ruang lingkup Fasilitas, hak dan kewajiban, jangka waktu, dan biaya dari badan usaha milik negara tersebut sehubungan dengan pelaksanaan penugasan.
Perjanjian Pelaksanaan Fasilitas adalah perjanjian antara Direktur Jenderal Kekayaan Negara dengan direktur utama dari badan usaha milik negara yang ditugaskan untuk melaksanakan Fasilitas.
Tahap Penyiapan adalah tahap kegiatan yang memuat antara lain penyusunan dokumen Kajian Awal Data Aset BMN, Kajian Penataan Ulang Penggunaan BMN, Kajian Potensi Aset, Kajian Peningkatan Nilai Aset dan Skema Kerja Sama, Kajian Rekomendasi Transaksi, daftar BMN untuk digunakan sebagai dukungan pemerintah untuk pelaksanaan proyek KPBU IKN dalam hal diminta oleh PJPBMN, dan/atau dokumen pendukung lainnya untuk pelaksanaan transaksi, pelaksanaan Penjajakan Minat Pasar, bahan masukan terhadap perubahan rencana tata ruang wilayah dan/atau dokumen perencanaan lainnya mengenai Daerah Khusus Ibukota Jakarta sehingga dapat selaras dengan rencana Pemanfaatan BMN dan/atau Pemindahtanganan BMN dan/atau segala kajian dokumen pendukung lainnya.
Tahap Pelaksanaan Transaksi adalah tahap setelah diselesaikannya Tahap Penyiapan untuk pelaksanaan tender Pemanfaatan BMN dan/atau Pemindahtanganan BMN.
Penasihat Transaksi adalah pihak yang terdiri atas penasihat/konsultan di bidang teknis, penasihat/konsultan di bidang keuangan, penasihat/konsultan hukum dan/atau regulasi, penasihat/konsultan di bidang lingkungan, penasihat/konsutan di bidang properti dan/atau penasihat/konsultan lainnya, baik berupa perorangan atau badan usaha atau lembaga nasional atau internasional yang bertugas untuk membantu pelaksanaan Fasilitas.
Hasil Keluaran adalah segala kajian dan/atau dokumen dan/atau bentuk lainnya yang disiapkan dan dipergunakan untuk mendukung proses penyiapan dan pelaksanaan transaksi Pemanfaatan BMN dan/atau Pemindahtanganan BMN.
Kajian Awal Data Aset BMN adalah kajian terhadap Data Aset BMN dalam rangka mengidentifikasi kelengkapan dokumen dan konsolidasi Data Aset BMN.
Kajian Penataan Ulang Penggunaan BMN adalah kajian yang memuat rencana Pemanfaatan BMN dan/atau Pemindahtanganan BMN sesuai dengan dokumen antara lain Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara.
Kajian Potensi Aset adalah kajian atas pemetaan dan penilaian aset BMN yang dikelola.
Kajian Peningkatan Nilai Aset dan Skema Kerja Sama adalah kajian atas upaya peningkatan nilai aset BMN dan pilihan skema pengelolaan BMN yang akan digunakan, strategi komunikasi yang tepat, kerangka waktu kerja, rencana keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholder engagement) termasuk dukungan dari pemerintah daerah untuk setiap skema pengelolaan BMN.
Kajian Rekomendasi Transaksi adalah kajian yang mencakup rekomendasi transaksi untuk setiap aset BMN, mekanisme pengumpulan dana atas hasil pengelolaan BMN, serta pengawasan dan evaluasi.
Penjajakan Minat Pasar atau Market Sounding yang selanjutnya disebut Penjajakan Minat Pasar adalah proses interaksi untuk mengetahui masukan maupun minat badan usaha atas BMN yang akan dimanfaatkan dan/atau dipindahtangankan.
Rencana Induk Ibu Kota Nusantara adalah dokumen perencanaan terpadu dalam melaksanakan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara adalah dokumen perencanaan terpadu yang merupakan uraian lebih lanjut dari Rencana Induk Ibu Kota Nusantara.
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam rangka pendanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut KPBU IKN adalah kerja sama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dalam rangka pendanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus dengan mengacu pada spesifikasi layanan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Kepala Otorita, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak.
Menteri adalah Menteri Keuangan.
Pengelolaan Insentif Fiskal
Relevan terhadap
Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengelolaan Insentif Fiskal.
Pemantauan terhadap pengelolaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
laporan rencana penggunaan;
penyaluran dari RKUN ke RKUD; dan
laporan realisasi penyerapan anggaran dan realisasi keluaran.
Evaluasi terhadap pengelolaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
kebijakan pengalokasian Insentif Fiskal;
mekanisme penyaluran Insentif Fiskal;
realisasi penyaluran Insentif Fiskal; dan
penggunaan dan hasil keluaran Insentif Fiskal.
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk penyusunan kebijakan Insentif Fiskal tahun anggaran berikutnya.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan alokasi Insentif Fiskal berdasarkan pagu indikatif Insentif Fiskal yang ditetapkan oleh Menteri dan kebijakan Pemerintah.
Penghitungan alokasi Insentif Fiskal berdasarkan penilaian kinerja Pemerintah Daerah.
Penghitungan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya; dan
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun berjalan.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dibagikan kepada:
Daerah berkinerja baik; dan
Daerah Tertinggal.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya kepada Daerah berkinerja baik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a tidak memperhitungkan Daerah Tertinggal yang tercantum dalam Peraturan Presiden tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya kepada Daerah berkinerja baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf a digunakan meliputi untuk percepatan pemulihan ekonomi di Daerah.
Insentif Fiskal yang digunakan untuk percepatan pemulihan ekonomi di Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
infrastruktur;
perlindungan sosial;
dukungan dunia usaha terutama usaha mikro kecil dan menengah; dan/atau
penciptaan lapangan kerja.
Insentif Fiskal Daerah Tertinggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b digunakan untuk pembangunan dan peningkatan infrastruktur dalam upaya percepatan pemulihan ekonomi.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak dapat digunakan untuk mendanai:
gaji, tambahan penghasilan, dan honorarium; dan
perjalanan dinas.
Pengelolaan Benda Muatan Kapal Tenggelam
Relevan terhadap
Pengeiolaan BMKT bukan ODCB sebagaiman.a dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) dilakukan melalui:
Pengangkatan BMKT; dan/atau
Pemanfaatan BivIKT. BAB II PENGANGKATAN BENDA MUATAN KAPAL TENGGELAM Bagian Kesatu Umum Pasal 4 (1) Pengangkatan BMKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilakukan di:
wilayah perairan; atau
zona tambahan. (2) Pengangkatan BMKT sebagaimana dimaksud pada avat (1) dilakukan pada titik koordinat lokasi BMKT dengan radius 500 (lima ratus) meter. Pasal 5 (1) Pengangkatan BMKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilakukan oleh Pelaku Usaha melalui perizinan berusaha. t2) ^Perizinan ^berusaLra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuarr peraturan perundang-undangan di bidang perizinan berusaha berbasis risiko. Pasal 6 (1) Pengangkatan BMKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan melalui tahapan:
pengambilan BMKT; dan
pemindahan BMKT. (2) Pengangkatan BMKI' sebagaima.na dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan penanganan BMKT. Bagian Eagian Kedua Pengambilan Benda Muatan Kapal Tenggelam Pasal 7 (1) Pengambilan BMKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dilakukan melalui penyeiaman oleh penyelam yang mertriliki sertifikat spesialisasi penyelaman teknik. (2) Penyelaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan:
kondisi BMKT;
ekosistem lcrut; dan
keselamatan manusia. (3) Sertifikat spesialisasi penyelaman teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh lembaga. yang terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. {41 ^Pengambilan ^BMKT ^dilaksanakan sesuai derrgan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai standar kegiatan usaha dan produk pada penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko sektor kelautan dan perikanan. Bagian Ketiga Pemindahan Benda Muatan Kapal Tenggelam Pasal 8 (1) Pemindahan BMKT sebagaimana dimaksud daiam Pasal 6 ayat (1) huruf b dilakukan dari kapal ke tempat penyimpanan. (2) Pemindahan BMKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara hati-hati untuk mencegah kerusakan BMKT.
Pemindahan a. pengepakan; dan
pengangkutan. (4) Pemindahan BMKT dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanga.n mengenai standar kegiatan usaha dan produk pada penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko sektor kelautan dan perikanan. Pasal 9 (1) Penanganan BMKT sebagaimana dimaksuci dalam Pasal 6 ayat (2) dilakuka-n di:
kapal; dan
gudang penyimpanan. (2) Penanganan BMKT di kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hur: uf a dilakukan dengan cara:
pembersihan;
perendaman; dan
pengepakan. (3) Penanganan BMKT di gudang penyimpanan sebagaimana dimaksuri pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara:
perendaman lanjutan;
pengklasifikasian;
perrberia-n identitas; dan
penyirnpanan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penanganan BMKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. 7 Pasal 10 (1) Pengambilan BMKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan pemindahan BMKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal I ayat (1) harus dilakukan pencatatan dan pendokumentasian. (21 Pencatatan dan pendokumentasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pihak yang melakukan pengambilan BMKT. (3) Pencatata.n dan pendokumentasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2l.dilakukan verifikasi. (4) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
pengecekan ulang ^jenis dan ^jumlah barang yang dilakukan pengambilan dan pemindahan; dan
pemeriksaan kesesuaian terhadap pencatatan dan pendokumentasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencatatan dan pendokumentasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 1 I Kewenangan Pengarrgkatan BMKT bukan ODCB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilaksanaken sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III PEMANFAATAN BENDA MUATAN KAPAL TF]NGGELAM Pasai 12 Pemanfaatan BMKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b dilakukan secara:
insitu a. irtsitu; atau
penjualan melalui lelang. Pasal 13 (1) Pemanfaatan BMKI yang dilakukan secara insittt sebagaimana dimaksud dalam Pasal L2 hur-uf a dilakukan pada lokasi penemuan BMKT. (2i Pemanfaatan BMKT secara insitu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
pengelolaan kawasan konservasi; dan/atau
pengelolaan wisata bahari. (3) Pengelolaan kawasan konservasi dan/atau pengelolaan wisata bahari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diiaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undan gan. Pasal 14 (1) Pemanfhatan BMKT yang dilakukan secara penjualan melalui lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b dilakukan tertradap BIVIKT yang diangkat dan tidak dimanfaatkan secara insitu. (2) Penjualan melalui lelang BMKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kantor pelayanan yang membidangi lelang negara sesuai dengan ketentuan peraturan pemndang-undangan di bidang lelang atas permohonan Menteri. (3) Penjualan melalui lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didahului dengan penilaian BMKT. (4) Peniiaian BMKT sebagaimana. dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh penilai pemerintah atau penilai publik yang ditunjuk oleh Menteri. 9 (5) Penilai pemerintah sebagaimana dimaksud pada alrat (4) merupakan pegawai negeri sipil di lingkungarr pemer: intah yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan penilaian, t"ermasuk atas hasil penilaiannya secara independen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Penilai publik sebagaimana dimaksud pada ayat (4i merupakan penilai selain penilai pemerintah yang mempunyai izin praktik penilaian dan menjadi anggota asosiasi penilai yang diakui oleh Pemerintah Pusat. Pasal 15 (1) Hasil bersih dari penjualan melalui ielang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) diserahkan kepada Menteri selaku penjual. (21 Hasil bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil penjualan setelah dikurangi dengan bea lelang sesuai dengan ketentuan di bidang lelang. (3) Hasil bersih dari penjualan meialui lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pembagian bersih dengan ketentuan:
45o/o (empat puluh lima persen) untuk Pemerintah Pusat; dan
55o/o (lima puluh lima persen) untuk Pelaku Usaha. (41 Menteri selaku penjual menyetorkan hasii pembagian bersih yang diberikan kepada Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ke kas negara.
Dalam 10 (5) Dalam hal BMKT tidak terjual dalam 3 (tiga) kali pelaksanaan penjualan melalui lelang, BMKT dapat dibagi dalam bentuk barang. (6) Pembagian dalam bentuk barang sebagaimana dimaksurl pada ayat (5) dilakukan dengan ketentuan:
45o/o (empat puluh lima persen) untuk Pemerintah Pusat; dan
55% (lima puluh lima persen) untuk Pelaku Usaha. (7) Pem.bagian daiarrr bentuk barang sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilakukan berdasarkan jumlah barang dengan klasifikasi dan kualitas yang sama sesuai dengan nilai yang tertuang dalam laporan peniiaian. BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 16 Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku:
terhadap BMKT yang telah diangkat oleh perrrsahaan sebelum berlakunya PeratLrran Presiden ini, namun belum diselesaikan status pemanfaatannya antara Pemerintah Pusat dan perusahaan, dilakukan pengkajian oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kebudayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cagar budaya;
BMKT sebagaimana dimaksud dalam huruf ^a. ditetapkan sebagai ODCB atau bukan ODCB berdasarkan pengkajian oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kebudayaan; n penetapan 11 c. penetapan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan diterima oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kebudayaan;
dalam hal BMKT sebagaimana dimaksud dalam huruf b ditetapkan sebagai:
ODCB maka pengelolaannya dilakukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kebudayaan; atau
bukan ODCB maka pengelolaannya dilakr.rkan oleh kementerian yang menyelenggarakan Llrlrsan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan;
dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf c BMKT belum ditetapkan seba.gai ODCB atau bukan ODCB, terhadap BMKT tersebut ditetapkan menjadi brrkan ODCB;
terhadap BMKT sebagaimana dimaksud dalam huruf d, pemanfaatannya dilakukan meialui pembagian BMKT dalam bentuk barang dengan ketentuan 50% (lima puluh persen) menjadi bagian Pemerintah Pusat dan 50% (lima puluh ^persen) menjadi milik perusahaan berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh penilai pemerintah atau penilai publik;
penyelesaian pembagian BMKT sebagaimana dimaksud dalam huruf f dilakukan dalarn ^jangka waktu paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan;
pembagian BMKT sebagaimana dimaksud dalam huruf f dilaksanakan oleh Menteri setelah BMKT dipilih sebagai koleksi negara; dan
BMKT yang menjadi bagian Pemerintah Rrsat dilakukan:
penetapan sebagai barang milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang i<euangan; dan f atau 2. peiualan melalui lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lelang. BAB V KETENTUAN PENUTUP
Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2A22;
Relevan terhadap
Cukup ^jelas. Pasal 1 1 Opini Wajar Tanpa Pengecualian disertai dengan beberapa temuan kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan, yang tidak memengaruhi kewajaran Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, sebagai berikut. 1. Penerapan Sistem SAKTI dalam penyusunan laporan keuangan belum sepenuhnya didukung dengan pengendalian yang memadai. 2. Pengelolaan fasilitas dan insentif perpajakan Tahun 2022 belum memadai sebesar Rp2,73 triliun. 3. Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terindikasi Kurang Disetorkan Sebesar Rp7,66 triliun dan Terlambat Disetorkan dengan Potensi Sanksi Sebesar Rp616,14 miliar dan USD1,338.OO. 4. Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak pada 39 (tiga puluh sembilan) Kementerian/Lembaga minimal sebesar Rp2,38 triliun serta pengelolaan Piutang Bukan Pajak pada 2L (dua puluh satu) Kementerian/Lembaga sebesar Rp727,11 miliar belum sesuai ketentuan. 5. Pengelolaan Belanja Subsidi Bunga Kredit Usaha Rakyat belum sepenuhnya didukung dengan kebdakan pelaksanaan dan anggaran, serta mekanisme verifikasi yang memadai untuk memastikan pemenuhan kewajiban pemerintah atas Program Subsidi Bunga/Subsidi Margin Reguler dan Tambahan, serta Imbal Jasa Penjaminan Kredit Usaha Rakyat kepada masyarakat dan Badan Usaha Penyalur. 6. Penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja pada 78 (tujuh puluh delapan) Kementerian/Lembaga minimal sebesar Rp16,39 triliun belum sepenuhnya sesuai ketentuan.
Pelaksanaan 7. Pelaksanaan kebijakan penyaluran Dana Bagr Hasil secara nontunai melalui fasilitas Tleasury Deposit Facilitg Tahun 2A22 belum memadai. 8. Komponen cosf ouetrun Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung di luar hasil kesepakatan Indonesia'China belum ditetapkan skema penyelesaiannya dan pendanaan cost ouerntn Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung hasil kesepakatan Indonesia-China dari porsi pinjaman berpotensi membebani keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero). 9. Penyelesaian Piutang Negara Pemberian Pinjaman tidak sepenuhnya optimal. LO. Penatausahaan Piutang Perpajakan pada Kementerian Keuangan belum sepenuhnya memadai.
Penatausahaan barang sitaan dan agunan pada Kementerian Keuangan belum sepenuhnya memadai.
Piutang Pajak Macet dan Piutang Pajak Daluwarsa belum dilakukan tindakan penagihan yang optimal. l3.Tindak lanjut normalisasi Aset Tetap sebesar Rp529,47 miliar, serta pengelolaan Aset Tetap pada 58 KementeianlLembaga sebesar Rp36,53 triliun, Persediaan pada 47 (empat puluh tujuh) Kementerian/Lembaga sebesar Rp11,58 triliun, dan Aset Lainnya pada 23 (dua puluh tiga) Kementerian/Lembaga sebesar Rp2,36 triliun belum memadai.
Pengelolaan Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara dan Barang yang Menjadi Milik Negara belum sepenuhnya memadai.
Pengelolaan kas pada 23 (dua puluh tiga) Kementerianllnmbaga sebesar Rp61,94 miliar belum sepenuhnya memadai.
Penyajian Aset Konsesi Jasa dan Properti Investasi pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2022 belum sepenuhnya memadai. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2022 disusun berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Tahun 2022 yang telah diaudit dan diberi opini oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Khusus untuk Laporan Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan Tahun 2022 diaudit dan diberi opini oleh Kantor Akuntan Publik. Dari ^jumlah Laporan Keuangan KementerianlLembaga tersebut, 81 (delapan puluh satu) Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga mendapat opini "Wajar Tanpa Pengecualian", 1 (satu) Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga mendapat opini "Wajar Dengan Pengecualian", dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara mendapat opini "Wajar Tanpa Pengecualian". Ikhtisar Laporan Keuangan Perusahaan Negara dan Badan Lainnya merupakan bagian dari Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara. Rincian opini Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Tahun 2021 dan 2022 adalah sebagai berikut: lIo Kementerlan/Lcmbaga Opint Tahun 2o/21 Opini Tahun 20/22 1 Majelis Permusyawaratan Rakyat WTP WTP 2 Dewan Perwakilan Ralryat WTP WTP 3 Badan Pemeriksa Keuangan WTP WTP 4 Mahkamah Agung WTP WTP 5 Kejaksaan Republik Indonesia WTP WTP 6 Kementerian Sekretariat Negara WTP WTP 7 Kementerian Dalam Negeri WTP WTP 8 Kementerian Luar Negeri WTP WTP 9 Kementerian Pertahanan WTP WTP 10. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia WTP WTP 11. Kementerian Keuangan WTP WTP t2. Kementerian Pertanian WTP WTP 13 Kementerian Perindustrian WTP WTP 14. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral WTP WTP 15. Kementerian Perhubungan WTP WTP 16 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi WTP WTP L7. Kementerian Kesehatan WTP WTP 18 Kementerian Agama WTP WTP 19. Kementerian Ketenagakerj aan WDP WTP 20 Kementerian Sosial WTP WTP 2L Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan WTP WTP No Kementeriau/Iembaga Optni Tahun 2o/2t Opini Tahun 20/22 22. Kementerian Perikanan Kelautan dan WTP WTP 23. Kementerian Pekerjaan Urnum dan Perumahan Ralryat WTP WTP 24. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan WTP WTP 25. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian WTP WTP 26. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan WTP WTP 27. Kementerian Ekonomi Kreatif Pariwisata dan WTP WTP 28. Kementerian Badan Usaha Milik Negara WTP WTP 29 Badan Riset dan Inovasi Nasional WDP WTP 30 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah WTP WTP 31. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak WTP WTP 32 Kementerian Aparatur Negara Birokrasi Pendayagunaan dan Reformasi WTP WTP 33 Badan Intelijen Negara WTP WTP 34 Badan Siber dan Sandi Negara WTP WTP 35. Dewan Ketahanan Nasional WTP WTP 36 Badan Pusat Statistik WTP WTP 37 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional WTP WTP 38 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional WTP WTP 39. Perpustakaan No Kementeri,an/Lembaga Opiai Tahun 2o/2L Opini Tahun 20/22 39 Perpustakaan Nasional RI WTP WTP 40 Kementerian Informatika Komunikasi dan WTP WDP 41. Kepolisian Indonesia Negara Republik WTP WTP 42. Badan Pengawasan Obat dan Makanan WTP WTP 43 Lembaga Ketahanan Nasional WTP WTP 44 Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal WTP WTP 45. Badan Narkotika Nasional WTP WTP 46 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi WTP WTP 47. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional WTP WTP 48. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia WTP WTP 49 Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika WTP WTP 50 Komisi Pemilihan Umum WTP WTP 51. Mahkamah Konstitusi WTP WTP 52 Rrsat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan WTP WTP 53 Badan Informasi Geospasial WTP WTP 54 Lembaga lndonesia Ilmu Pengetahuan WDP 1) 55. Badan Tenaga Nuklir Nasional WTP l) 56 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi WTP 1) 57. Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional dan WTP r) 58 Badan Standardisasi Nasional WTP WTP 59. Badan No Kementerlan/Lembaga Opini Tahun 2o/21 Opini Tahun 20/22 59 Badan Pengawas Tenaga Nuklir WTP WTP 60 Lembaga Administrasi Negara WTP WTP 61. Arsip Nasional Republik Indonesia WTP WTP 62 Badan Kepegawaian Negara WTP WTP 63 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan WTP WTP 64 Kementerian Perdagangan WDP WTP 65 Kementerian Pemuda dan Olah Raga WTP WTP 66. Komisi Pemberantasan Korupsi WTP WTP 67. Dewan Perwakilan Daerah WTP WTP 68 Komisi Yudisial WTP WTP 69 Badan Nasional Penanggulangan Bencana WTP WTP 70. Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia WTP WTP 71. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah WTP WTP 72 Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan WTP WTP 73 Komisi Pengawas Persaingan Usaha WTP WTP 74. Badan Pengembangan Wilayah Suramadu WTP 2l 75 Ombudsman RI WTP WTP 76. Badan Nasional Perbatasan Pengelola WTP WTP 77. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam WTP WTP 78. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme WTP WTP 79 Sekretariat Kabinet WTP WTP 80. Badan llo Kementedan/Lembaga Opini Tahun 2o/2L Opini Tahun 20/22 80 Badan Pengawas Pemilihan Umum WTP WTP 81 Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia WTP WTP 82. Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia WTP WTP 83. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang WTP WTP 84 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi WTP WTP 85. Badan Keamanan Laut WTP WTP 86. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban WTP WTP 87. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila WTP WTP 88 Bendahara Umum Negara WTP WTP 1)Kementerian/Lembaga yang dilikuidasi pada tahun 2022 2)Kementerianllnmbaga yang dilikuidasi pada tahun 2O2l Pasal 12 Untuk menindaklanjuti rekomendasi ^Badan ^Pemeriksa Keuangan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan ^Keuangan Pemerintah Pusat dan Laporan Hasil Reviu atas Pelaksanaan ^Transparansi ^Fiskal, serta ^dalam rangka menindaklanjuti rekomendasi Dewan ^Perwakilan Ra}ryat ^untuk meningkatkan kualitas ^pengelolaan ^keuangan Pemerintah, ^Pemerintah akan melakukan beberapa langkah antara ^lain:
Melakukan koordinasi dan ^pemantauan ^atas penyelesaian ^tindak ^lanjut rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan ^dalam ^Laporan ^Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan ^Pemerintah ^Rrsat Tahun ^2022 dan hasil reviu transparansi fiskal. b. Memperbaiki tata kelola Anggaran ^Pendapatan ^dan ^Belanja ^Negara Kementerianll*mbaga melalui ^peningkatan kompetensi sumber ^daya manusia dan pendampingan kepada ^Kementerian/Lembaga ^yang laporan keuangannya belum mendapat opini ^audit ^"Wajar ^Tanpa Pengecualian". c. Melanjutkan. . ^.
Melanjutkan penyempurnaan regulasi untuk standardisasi keluaran (outpttt) dan hasil (outcome) dari belanja negara dalam proses perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam rangka mewujudkan kinerja anggaran ^yang lebih tepat guna dan tepat sasaran. d. Menyempurnakan sistem informasi dan basis satu data Indonesia ^yang menjadi dasar pengambilan kebijakan dalam menganggarkan dan merealisasikan pengeluaran negara agar lebih tepat sasaran dan efektif mendukung pencapaian tujuan bernegara dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur. e. Meningkatkan kualitas perencanaan, ^penganggaran, dan ^pelaksanaan anggaran untuk menciptakan efisiensi ^pendanaan anggaran, ^yaDB antara lain ditunjukkan dengan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran ^yang lebih efisien. f. Mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Negara dan badan/lembaga lainnya dalam pengelolaan kekayaan negara ^yang dipisahkan untuk memberikan manfaat bagi perekonomian, kesejahteraan sosial, peningkatan daya saing Indonesia, serta rrrenjamin cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak tetap dikuasai oleh negara. g. Mengoptimalkan penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri ^(TKDN) dalam setiap pengadaan barang dan ^jasa Pemerintah secara lebih optimal sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor ^16 ^Tahun 2Ol8 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana ^telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor ^12 Tahun 2021. h. Menyempurnakan proses penyaluran Transfer Ke Daerah agar dana dapat diserap lebih optimal oleh daerah dan ^meminimalkan ^kendala administrasi dalam pelaksanaannya. i. Melakukan tata kelola perbaikan secara terus menerus dalam ^upaya meningkatkan pendapatan negara berupa PNBP ^pada Kementerian/Lembaga. j. Memperbaiki mekanisme penyaluran subsidi agar lebih tepat sasaran dan tepat waktu khususnya subsidi energi, ^baik ^bahan bakar minyak (BBM), elpiji 3 kg maupun listrik dengan mengintegrasikan ^penerima subsidi dalam satu data yang dapat berasal dari data ^terpadu ke sej ahte raart sosial.
Menyusun k. Menytrsun roadmap kebijakan utang pemerintah sebagai peta ^jalan kebijakan utang ^jangka panjang dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan pembiayaan dari utang, sekaligus sebagai ^jalan mitigasi resiko. 1. Memperbaiki sistem dan tata kelola perpajakan yang lebih efektif, dan sesuai dengan perkembangan ekonomi dan dunia usaha agar mampu mengoptimalkan potensi perpajakan sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan nasional. m. Menyusun ukuran dan indikator keberhasilan pelaksanaan spending better. Tujuannya agar setiap belanja negara memiliki dampak dan kontribusi terhadap peningkatan kualitas belanja dan pertumbuhan ekonomi nasional, dan kesejahteraan rakyat secara luas. n. Memperkuat sistem penilaian dalam perencanaan dan pengawasan pelaksanaan efektivitas Penyertaan Modal Negara (PMN), serta risiko fiskal yang menyertainya. Sehingga setiap penempatan PMN terkalkulasi dan termitigasi dengan baik dalam pelaksanaannya. o. Memperkuat kebijakan pembiayaan dalam rangka menutup defisit anggaran melalui pembiayaan utang yang selektif, ^produktif dalam batas yang arnan dart manageable, serta mendorong tingkat bunga SBN lebih kompetitif. p. Meningkatkan kualitas perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan anggaran, serta evaluasi atas mandatory spending ^pendidikan, agar dapat memberikan lompatan kemajuan SDM lebih cepat, dengan memanfaatkan sisa bonus demografi yang akan berakhir ^pada tahun 2036. q. Menyampaikan laporan pelaksanaan APBN yang dapat menjelaskan efektifitas dan efisiensi pengelolaan Ernggaran Belanja Pemerintah Pusat. r. Menyampaikan laporan capaian RPJMN ^pada tahun 2022, ^yang ditunjukkan dengan indikator-indikator RPJMN, ^yaitu baseline RPJMN (2}t9l, capaian 2022, target 2024, danKlL pelaksana. s. Menyampaikan laporan penyelesaian Major hoiect RKP Tahun ^2022, yang ditunjukkan dengan nilai alokasi anggaran, realisasi anggaran, capaian pekerjaan project pada kementerian terkait. t. Menyampaikan laporan rincian ^pelaksanaan lnvestasi ^Permanen Penyertaan Modal Pemerintah ^(PMP) sebesar Rp2.9O9,8 triliun. u. Pemerintah akan melengkapi dokumen ^penjelasan terkait ^rekomendasi- rekomendasi sebagaimana dimaksud pada huruf q s.d. huruf t ^paling lambat tanggal 31 Desember 2023.
Penilaian Usulan Indikasi Kebutuhan Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara Bagian Anggaran Pengelolaan Investasi Pemerintah ...
Relevan terhadap
Aspek yang dinilai atas usulan IKD BUN pada BUMN/Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Lembaga/Badan Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a paling sedikit terdiri atas:
aspek urgensi;
aspek ekonomi;
aspek keuangan;
aspek legal; dan
aspek fiskal.
Dalam hal usulan IKD BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk pendanaan Kegiatan yang mempunyai dampak terhadap lingkungan dan sosial, selain penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pula penilaian paling sedikit terhadap:
aspek lingkungan; dan
aspek sosial.
Aspek yang dinilai atas usulan IKD BUN pada Lembaga/Badan Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf b paling sedikit terdiri atas:
aspek urgensi;
aspek legal;
aspek fiskal; dan
aspek keuangan.
Dalam hal PMN pada organisasi/lembaga keuangan internasional/badan usaha internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 paling sedikit terdiri atas:
aspek urgensi;
aspek kepesertaan; dan
aspek manfaat.
Tarif Layanan Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran pada Kementerian Sekretariat Negara ...
Relevan terhadap
Terhadap kegiatan tertentu dan/atau pengguna jasa tertentu dapat diberikan tarif layanan sampai dengan Rp0,00 (nol Rupiah) dari tarif layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
kegiatan kenegaraan dan kepemerintahan;
untuk kepentingan umum, sosial, dan keagamaan;
menjalankan misi khusus dari pemerintah; dan/atau d. kegiatan tingkat regional, nasional dan/atau internasional yang tidak bersifat komersial.
Pengguna jasa tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.
Pemberian tarif layanan sampai dengan Rp0,00 (nol Rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi keuangan Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran pada Kementerian Sekretariat Negara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara penetapan tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Direktur Utama Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran pada Kementerian Sekretariat Negara.
Aparatur Sipil Negara
Relevan terhadap
Pegawai ASN berhimpun dalam organisasi profesi ASN.
Organisasi profesi ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan profesi ASN;
mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa;
meningkatkan motivasi kerja dan keterikatan Pegawai ASN;
meningkatkan kolaborasi antar-Pegawai ASN;
meningkatkan produktivitas kerja Pegawai ASN;
meningkatkan inovasi dan kreativitas Pegawai ASN;dan g. menyebarluaskan pengetahuan dan keterampilan.
Dalam mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), organisasi profesi ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki fungsi:
pembinaan dan pengembangan profesi ASN;
pemberian pelindungan hukum dan advokasi kepada anggota organisasi profesi ASN terhadap dugaan pelanggaran Sistem Merit dalam pelaksanaan Manajemen ASN dan mengalami masalah hukum dalam melaksanakan tugas;
pemberian rekomendasi kepada majelis kode etik lnstansi Pemerintah terhadap pelanggaran kode etik profesi dan kode perilaku profesi;
penyelenggaraan usaha untuk peningkatan kesejahteraan anggota organisasi profesi ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pemajuan kepentingan ASN dalam perumusan kebijakan ASN;
pendorong kesetaraan dalam penyelenggaraan Manajemen ASN; dan
perbaikan kesejahteraan dan kualitas lingkungan kerja ASN.
Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi profesi ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB XI DIGITALISASI MANAJEMEN ASN