Perbendaharaan Negara.
Relevan terhadap 2 lainnya
langsung merugikan keuangan negara, wajib mengganti (3) Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui bahwa dalam negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak mana pun.
an kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian negara itu diketahui.
Segera setelah kerugian negara tersebut diketahui, kepada wa kerugian tersebut menjadi tanggung (3) kementerian
Menteri/pimpinan lembaga dapat membuka rekening untuk keperluan pelaksanaan pengeluaran di lingkungan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
Menteri/pimpinan lembaga mengangkat bendahara untuk mengelola uang yang harus dipertanggungjawabkan dalam rangka pelaksanaan pengeluaran kementerian negara/lembaga.
Dalam rangka pengelolaan kas, Bendahara Umum Negara dapat memerintahkan pemindahbukuan dan/atau penutupan rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tah ...
Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
Relevan terhadap
Dalam hal terdapat beberapa Peserta Lelang yang mengajukan penawaran tertinggi secara lisan semakin menurun atau tertulis dengan nilai yang sama dan/atau telah mencapai atau melampaui Nilai Limit dalam lelang yang menggunakan Nilai Limit, Pejabat Lelang berhak mengesahkan Pembeli dengan cara:
melakukan penawaran lanjutan hanya terhadap Peserta Lelang yang mengajukan penawaran sama, yang dilakukan secara lisan semakin meningkat atau tertulis berdasarkan persetujuan Peserta Lelang bersangkutan; atau
melakukan pengundian di antara Peserta Lelang yang mengajukan penawaran sama apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak dapat dilaksanakan. Pasal 62 (1) Pemohon Lelang/Penjual menentukan cara penawaran lelang dengan mencantumkan dalam Pengumuman Lelang. (2) Dalam hal Pemohon Lelang/Penjual tidak menentukan cara penawaran lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPKNL/Pejabat Lelang Kelas I atau Pejabat Lelang Kelas II berhak menentukan sendiri cara penawaran lelang. Pasal 63 Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran lelang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal. Bagian Ketiga Bea Lelang dan Uang Miskin Pasal 64 Setiap pelaksanaan lelang dikenakan Bea Lelang dan Uang Miskin sesuai Peraturan Pemerintah tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Keuangan. Pasal 65 (1) Pembatalan terhadap rencana pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Penjual dalam jangka waktu kurang dari 5 (lima) hari kerja sebelum hari pelaksanaan lelang dikenakan Bea Lelang Batal sesuai Peraturan Pemerintah tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Keuangan, kecuali lelang Barang Milik Negara/Daerah. (2) Bea Lelang Batal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar oleh Penjual. (3) Bea Lelang Batal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan dalam hal terdapat pembatalan lelang karena adanya putusan/penetapan lembaga peradilan atau pembatalan oleh Pejabat Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 27.
Minuta Risalah Lelang dibuat dan diselesaikan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang.
Minuta Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang Kelas I disimpan pada KPKNL.
Minuta Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang Kelas II disimpan oleh yang bersangkutan.
Jangka waktu simpan Minuta Risalah Lelang selama 30 (tiga puluh) tahun sejak pelaksanaan lelang. Pasal 85 KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II hanya dapat memperlihatkan atau memberitahukan Minuta Risalah Lelang kepada pihak yang berkepentingan langsung dengan Risalah Lelang, ahli warisnya atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Pasal 86 (1) Pihak yang berkepentingan dapat memperoleh Kutipan/Salinan/Grosse yang otentik dari Minuta Risalah Lelang dengan dibebani Bea Materai. (2) Pihak yang berkepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Pembeli memperoleh Kutipan Risalah Lelang sebagai Akta Jual Beli untuk kepentingan balik nama atau Grosse Risalah Lelang sesuai kebutuhan;
Penjual memperoleh Salinan Risalah Lelang untuk laporan pelaksanaan lelang atau Grosse Risalah Lelang sesuai kebutuhan;
Pengawas Lelang (Superintenden) memperoleh Salinan Risalah Lelang untuk laporan pelaksanaan lelang/kepentingan dinas; atau
Instansi yang berwenang dalam balik nama kepemilikan hak objek lelang memperoleh Salinan Risalah Lelang sesuai kebutuhan. (3) Kutipan/Salinan/Grosse yang otentik dari Minuta Risalah Lelang ditandatangani, diberikan teraan cap/stempel basah dan diberi tanggal pengeluaran oleh Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II yang bersangkutan. (4) Kutipan Risalah Lelang untuk lelang tanah atau tanah dan bangunan ditandatangani oleh Kepala KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II setelah Pembeli menyerahkan bukti pembayaran BPHTB. (5) Kutipan Risalah Lelang yang hilang atau rusak dapat diterbitkan pengganti atas permintaan Pembeli. Pasal 87 (1) Dalam rangka kepentingan proses peradilan, fotokopi Minuta Risalah Lelang dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Risalah Lelang dapat diberikan kepada penyidik, penuntut umum atau hakim, dengan persetujuan Kepala KPKNL bagi Pejabat Lelang Kelas I atau Pengawas Lelang ( Superintenden ) bagi Pejabat Lelang Kelas II.
Pengambilan fotokopi Minuta Risalah Lelang dan/atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat Berita Acara Penyerahan. Pasal 88 Ketentuan lebih lanjut mengenai Risalah Lelang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal. BAB VI ADMINISTRASI PERKANTORAN DAN PELAPORAN Pasal 89 (1) KPKNL, Balai Lelang dan Kantor Pejabat Lelang Kelas II menyelenggarakan administrasi perkantoran dan membuat laporan yang berkaitan dengan pelaksanaan lelang. (2) Kantor Wilayah dan Kantor Pusat DJKN membuat laporan rekapitulasi pelaksanaan lelang sesuai jenis lelangnya. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan administrasi perkantoran dan pelaporan pada KPKNL, Balai Lelang dan Kantor Pejabat Lelang Kelas II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 90 Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku:
Permohonan lelang yang telah ditetapkan jadwal pelaksanaan lelangnya, dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. b. Sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah tentang Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Keuangan yang baru, pengenaan tarif Bea Lelang masih berlaku ketentuan yang lama. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 91 Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.06/2008, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang.
Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijual secara lelang.
Pengumuman Lelang adalah pemberitahuan kepada masyarakat tentang akan adanya Lelang dengan maksud untuk menghimpun peminat lelang dan pemberitahuan kepada pihak yang berkepentingan.
Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Lelang Noneksekusi Wajib adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan dijual secara lelang.
Lelang Noneksekusi Sukarela adalah lelang atas barang milik swasta, orang atau badan hukum/badan usaha yang dilelang secara sukarela.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang selanjutnya disebut DJKN, adalah unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang, yang selanjutnya disebut KPKNL, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.
Kantor Pejabat Lelang Kelas II adalah kantor swasta tempat kedudukan Pejabat Lelang Kelas II.
Balai Lelang adalah Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang lelang.
Pejabat Lelang adalah orang yang berdasarkan peraturan perundang- undangan diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang.
Pejabat Lelang Kelas I adalah Pejabat Lelang pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berwenang melaksanakan Lelang Eksekusi, Lelang Noneksekusi Wajib, dan Lelang Noneksekusi Sukarela.
Pejabat Lelang Kelas II adalah Pejabat Lelang swasta yang berwenang melaksanakan Lelang Noneksekusi Sukarela.
Pemandu Lelang (Afslager) adalah orang yang membantu Pejabat Lelang untuk menawarkan dan menjelaskan barang dalam suatu pelaksanaan lelang.
Pengawas Lelang ( Superintenden ) adalah pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Pejabat Lelang.
Penjual adalah orang, badan hukum/usaha atau instansi yang berdasarkan peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang untuk menjual barang secara lelang.
Pemilik Barang adalah orang atau badan hukum/usaha yang memiliki hak kepemilikan atas suatu barang yang dilelang.
Peserta Lelang adalah orang atau badan hukum/badan usaha yang telah memenuhi syarat untuk mengikuti lelang.
Pembeli adalah orang atau badan hukum/badan usaha yang mengajukan penawaran tertinggi dan disahkan sebagai pemenang lelang oleh Pejabat Lelang.
Legalitas formal subjek dan objek lelang adalah suatu kondisi dimana dokumen persyaratan lelang telah dipenuhi oleh pemohon lelang/Penjual sesuai jenis lelangnya dan tidak ada perbedaan data, menunjukkan hubungan hukum antara pemohon lelang/Penjual (subjek lelang) dengan barang yang akan dilelang (objek lelang), sehingga meyakinkan Pejabat Lelang bahwa subjek lelang berhak melelang objek lelang, dan objek lelang dapat dilelang.
Lelang Ulang adalah pelaksanaan lelang yang dilakukan untuk mengulang lelang yang tidak ada peminat, lelang yang ditahan atau lelang yang Pembelinya wanprestasi.
Uang Jaminan Penawaran Lelang adalah uang yang disetor kepada Kantor Lelang/Balai Lelang atau Pejabat Lelang oleh calon Peserta Lelang sebelum pelaksanaan lelang sebagai syarat menjadi Peserta Lelang.
Nilai Limit adalah harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Penjual/Pemilik Barang.
Harga Lelang adalah harga penawaran tertinggi yang diajukan oleh peserta lelang yang telah disahkan sebagai pemenang lelang oleh Pejabat Lelang.
Pokok Lelang adalah Harga Lelang yang belum termasuk Bea Lelang pembeli dalam lelang yang diselenggarakan dengan penawaran harga secara ekslusif atau Harga Lelang dikurangi Bea Lelang pembeli dalam lelang yang diselenggarakan dengan penawaran harga secara inklusif.
Hasil Bersih Lelang adalah Pokok Lelang dikurangi Bea Lelang Penjual dan/atau Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (PPh Final) dalam lelang dengan penawaran harga lelang ekslusif, dalam lelang dengan penawaran harga inklusif dikurangi Bea Lelang Pembeli.
Kewajiban Pembayaran Lelang adalah harga yang harus dibayar oleh Pembeli dalam pelaksanaan lelang yang meliputi Pokok Lelang dan Bea Lelang Pembeli.
Bea Lelang adalah bea yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, dikenakan kepada Penjual dan/atau Pembeli atas setiap pelaksanaan lelang, yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna.
Minuta Risalah Lelang adalah Asli Risalah Lelang berikut lampirannya, yang merupakan dokumen/arsip Negara.
Salinan Risalah Lelang adalah salinan kata demi kata dari seluruh Risalah Lelang.
Kutipan Risalah Lelang adalah kutipan kata demi kata dari satu atau beberapa bagian Risalah Lelang. 36. Grosse Risalah Lelang adalah Salinan asli dari Risalah Lelang yang berkepala "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal 2 Setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah. Pasal 3 Lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak dapat dibatalkan. Pasal 4 (1) Lelang tetap dilaksanakan walaupun hanya diikuti oleh 1 (satu) orang peserta lelang. (2) Dalam hal tidak ada peserta lelang, lelang tetap dilaksanakan dan dibuatkan Risalah Lelang Tidak Ada Penawaran. Pasal 5 Lelang Eksekusi termasuk tetapi tidak terbatas pada: Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), Lelang Eksekusi Pengadilan, Lelang Eksekusi Pajak, Lelang Eksekusi Harta Pailit, Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), Lelang Eksekusi Benda Sitaan Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Lelang Eksekusi Barang Rampasan, Lelang Eksekusi Jaminan Fidusia, Lelang Eksekusi Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai atau Barang yang Dikuasai Negara-Bea Cukai, Lelang Barang Temuan, Lelang Eksekusi Gadai, Lelang Eksekusi Benda Sitaan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Pasal 6 Lelang Noneksekusi Wajib termasuk tetapi tidak terbatas pada: Lelang Barang Milik Negara/Daerah, Lelang Barang Milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D), Lelang Barang Yang Menjadi Milik Negara-Bea Cukai, Lelang Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam (BMKT), dan Lelang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya dari tangan pertama. Pasal 7 Lelang Noneksekusi Sukarela termasuk tetapi tidak terbatas pada: Lelang Barang Milik BUMN/D berbentuk Persero, Lelang harta milik bank dalam likuidasi kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, Lelang Barang Milik Perwakilan Negara Asing, dan Lelang Barang Milik Swasta. BAB II PEJABAT LELANG Pasal 8 (1) Pejabat Lelang terdiri dari:
Pejabat Lelang Kelas I; dan
Pejabat Lelang Kelas II. (2) Pejabat Lelang Kelas I berwenang melaksanakan lelang untuk semua jenis lelang atas permohonan Penjual/Pemilik Barang. (3) Pejabat Lelang Kelas II berwenang melaksanakan lelang Noneksekusi Sukarela atas permohonan Balai Lelang atau Penjual/Pemilik Barang. Pasal 9 Ketentuan lebih lanjut mengenai Pejabat Lelang Kelas I, Pejabat Lelang Kelas II dan Balai Lelang, diatur dengan Peraturan Menteri. BAB III PERSIAPAN LELANG Bagian Kesatu Permohonan Lelang Pasal 10 (1) Penjual/Pemilik Barang yang bermaksud melakukan penjualan barang secara lelang melalui KPKNL, harus mengajukan surat permohonan lelang secara tertulis kepada Kepala KPKNL untuk dimintakan jadwal pelaksanaan lelang, disertai dokumen persyaratan lelang sesuai dengan jenis lelangnya. (2) Dalam hal Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara, permohonan lelang diajukan dalam bentuk Nota Dinas oleh Kepala Seksi Piutang Negara KPKNL kepada Kepala KPKNL. (3) Penjual/Pemilik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan Balai Lelang untuk memberikan jasa pralelang dan/atau jasa pascalelang. Pasal 11 (1) Penjual/Pemilik Barang yang bermaksud melakukan penjualan barang secara lelang melalui Balai Lelang atau Kantor Pejabat Lelang Kelas II, harus mengajukan surat permohonan lelang secara tertulis kepada Pemimpin Balai Lelang/Pejabat Lelang Kelas II, disertai dokumen persyaratan lelang sesuai dengan jenis lelangnya.
Dalam hal legalitas formal subjek dan objek lelang telah dipenuhi dan Pemilik Barang telah memberikan kuasa kepada Balai Lelang untuk menjual secara lelang, Pemimpin Balai Lelang mengajukan surat permohonan lelang kepada Kepala KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II untuk dimintakan jadwal pelaksanaan lelangnya.
Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Permintaan Kembali Pajak Pertambahan Nilai Barang Bawaan Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri. ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri, yang selanjutnya disebut Orang Pribadi, adalah orang pribadi yang memiliki paspor yang diterbitkan oleh negara lain dan memenuhi syarat sebagai berikut:
bukan Warga Negara Indonesia atau bukan permanent resident of Indonesia , yang tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih dari 2 (dua) bulan sejak tanggal kedatangannya; dan/atau
bukan kru dari maskapai penerbangan.
Barang Bawaan adalah Barang Kena Pajak yang dibeli oleh Orang Pribadi dari Toko Retail dan dibawa keluar Daerah Pabean oleh yang bersangkutan dengan menggunakan moda transportasi pesawat udara, melalui bandar udara.
Toko Retail adalah toko yang menjual Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, serta berpartisipasi dalam skema pengembalian Pajak Pertambahan Nilai kepada Orang Pribadi, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
Unit Pelaksana Restitusi Pajak Pertambahan Nilai Bandar Udara adalah unit khusus dari Kantor Pelayanan Pajak yang terdiri dari Konter Pemeriksaan Barang Bawaan dan Konter Pembayaran, yang lokasi kerjanya meliputi suatu tempat sebelum check in counter dan suatu tempat setelah konter pemeriksaan imigrasi, dan bertugas memproses permohonan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai bagi Orang Pribadi.
Konter Pemeriksaan Barang Bawaan adalah bagian dari Unit Pelaksana Restitusi Pajak Pertambahan Nilai Bandar Udara yang bertugas memeriksa Barang Bawaan.
Konter Pembayaran adalah bagian dari Unit Pelaksana Restitusi Pajak Pertambahan Nilai Bandar Udara yang bertugas mengembalikan Pajak Pertambahan Nilai untuk jumlah paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sampai dengan Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang telah dibayar oleh Orang Pribadi.
Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut KPP adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya membawahi bandar udara.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut KPPN adalah Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara mitra kerja KPP.
Faktur Pajak Khusus adalah Faktur Pajak yang dilampiri dengan cash register /struk pembayaran/ invoice sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yang diterbitkan oleh Toko Retail atas pembelian Barang Bawaan yang Pajak Pertambahan Nilainya akan diminta kembali oleh Orang Pribadi.
Nota Persetujuan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai adalah dokumen yang menyatakan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang dapat dikembalikan kepada Orang Pribadi.
Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada bendahara pengeluaran hanya untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari satuan kerja yang tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung.
Uang Muka Restitusi Pajak Pertambahan Nilai adalah UP untuk membayar pengembalian Pajak Pertambahan Nilai bagi Orang Pribadi.
Bendahara pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga.
Bendahara Pengeluaran Pembantu adalah Bendahara yang bertugas membantu Bendahara pengeluaran untuk melaksanakan pembayaran kepada yang berhak guna kelancaran pelaksanaan kegiatan tertentu.
Pemegang Uang Muka Restitusi Pajak Pertambahan Nilai adalah Bendahara Pengeluaran Pembantu yang ditempatkan pada Unit Pelaksana Restitusi Pajak Pertambahan Nilai Bandar Udara yang melakukan pembayaran restitusi Pajak Pertambahan Nilai.
Surat Perintah Membayar Uang Persediaan yang selanjutnya disebut SPM UP adalah SPM yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA) yang dananya dipergunakan sebagai UP untuk membiayai kegiatan operasional kantor sehari-hari.
SPM UP Pengembalian adalah SPM UP yang diterbitkan untuk membayar Uang Muka Restitusi Pajak Pertambahan Nilai.
Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disebut SKPKPP adalah surat keputusan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak.
Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak yang selanjutnya disebut SPMKP adalah surat perintah kepada Bendahara Umum Negara atau kuasanya untuk menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana yang ditujukan kepada Bank Operasional mitra kerja KPPN, sebagai dasar pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak kepada Orang Pribadi.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala KPPN selaku kuasa Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPMKP. Bagian Kedua Ruang Lingkup Pasal 2 (1) Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Bawaan dari Toko Retail yang sudah dibayar oleh Orang Pribadi dapat dikembalikan kepada Orang Pribadi.
Perolehan Barang Bawaan yang dapat dikembalikan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perolehan Barang Bawaan sejak tanggal 1 April 2010.
Uji Materiil atas Pasal 4 ayat (1) UU No.12 tahun 1985 tentang PBB
Relevan terhadap
pertimbangan bahwa para Pemohon telah memperoleh manfaat atas bumi; 7. Bahwa dengan demikian atas usaha yang dilakukan para Pemohon dan aset para Pemohon, dilakukan berbagai pajak dan pungutan oleh negara yang berupa: a. Pajak Penghasilan (PPh) atau PPh Badan atas hasil usaha penangkapan ikan; b. Pungutan Perikanan (PP) berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas pemanfaatan sumber days ikan dan lingkungannya; dan c. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Bidang Usaha Perikanan atau PBB Laut atas hasil produksi ikan; d. PBB atas aset dan fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh para Pemohon berupa bumi, tanah implasemen, bangunan kantor, gudang, perumahan, rumah mesin, laboratorium, unit pengolahan ikan, cold storage , dan sebagainya; 8. Bahwa dengan demikian maka terhadap para Pemohon hingga saat ini telah dikenakan beban pajak/pungutan berganda atas objek yang sama yaitu atas hasil produksi usaha perikanan, yang pertama berupa PBB Bidang Usaha Perikanan atau PBB Laut berdasarkan pada UU 12/1994 dan Pungutan Perikanan (PNBP) UU 45/2009; 9. Bahwa beban pajak berganda dalam perpajakan adalah salah satu hal yang harus diakhiri sebagaimana maksud diundangkannya UU 12/1994, hal mana dapat dilihat dari bunyi konsideran menimbang huruf d yang secara tegas menyatakan, "bahwa sistem perpajakan yang berlaku selama ini, khususnya pajak kebendaan dan pajak kekayaan telah menimbulkan beban pajak berganda bagi masyarakat, dan oleh karena itu perlu diakhiri melalui pembaharuan sistem perpajakan yang sederhana, mudah, adil, dan memberi kepastian hukum". 10. Bahwa, dasar hukum pengenaan PBB Bidang Usaha Perikanan atau PBB Laut dimaksud menurut surat Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Nomor S-150/PJ/2010 tanggal 10 Mei 2010 dan surat Direktur Peraturan Perpajakan I, atas nama Direktur Jenderal Pajak, Departemen Keuangan Republik Indonesia Nomor S-568/PJ.02/2009 tanggal 24 Juli 2009 adalah berdasarkan ketentuan pasal-pasal UU 12/1994, antara lain Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan, "Yang menjadi subjek pajak adalah
Bidang Perikanan Terhadap Beberapa Perusahaan Perikanan Yang Berbasis Sorong; 5. Bukti P-3.c : Fotokopi Surat Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Nomor B.106/SJ/KW.410/III/2010 tertanggal 26 Maret 2010, perihal Peninjauan Kembali/Penghentian dan Pencabutan Pengenaan PBB atas Usaha Bidang Perikanan Terhadap Beberapa Perusahaan Perikanan Yang Berbasis di Sorong; 6. Bukti P-3.d : Fotokopi Surat Direktur PBB Direktorat Jenderal Pajak Nomor 1081/PJ.6/1999, tanggal 31 Agustus 1999, perihal Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan; 7. Bukti P.I-1 : Fotokopi Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-21762. AH.01.02. Tahun 2009 tentang Persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan (PT. West Irian Fishing Industries); 8. Bukti P.I-2 : Fotokopi Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan Badan Usaha Milik Negara Nomor 185/T/Perikanan/2000 tentang Pemberian Perpanjangan Izin Usaha Perikanan, tanggal 28 Maret 2000; 9. Bukti P.I-3 : Fotokopi Surat Izin Penangkapan Ikan Nomor 26.09.0028. 01.21736 tertanggal 28 Januari 2009; 10. Bukti P.I-4 : Fotokopi Surat dari Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Pajak Nomor SP-413/WPJ.18/KP.0303/2009, tanggal 12 30 Nopember 2010, perihal Penyampaian SKP- PBB Tahun 2009; 11. Bukti P.II-1 : Fotokopi Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-29948.AH.01.02. Tahun 2008 tanggal 3 Juni 2008 tentang Persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan (PT. Dwi Bina Utama); 12. Bukti P.II-2 : Fotokopi Surat Izin Usaha Perikanan Penanaman Modal Nomor 07.09.03.0328.5760,tanggal 28 April 2009; 13. Bukti P.II-3 : Fotokopi Bukti Penerimaan Negara - Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) Tidak Melalui Bendahara TANP atas nama
sekurang-kurangnya menunda pelaksanaan pengenaan PBB Bidang Usaha Perikanan atau PBB Laut untuk tahun berjalan (tahun 2010) terhadap para Pemohon; 2. Bahwa Mahkamah sudah pernah menjatuhkan Putusan Nomor 133/PUU- VlI/2009, yang para Pemohon harapkan dapat dijadikan sebagai jurisprudensi untuk mengatasi kekurangan dan kekosongan hukum; 3. Bahwa secara kongkrit para Pemohon telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) - PBB Tahun 2010 agar para Pemohon segera menyelesaikan dan membayar pengenaan PBB pada lazimnya dan PBB Bidang Usaha Perikanan atau PBB Laut untuk tahun berjalan 2010; Pemohon II telah menerima surat dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sorong Nomor SP-456/WPJ.18/KP.0303/2010 tanggal 02 September 2010, Pemohon III SP-457/WPJ.18/KP.0303/2010 tanggal 02 September 2010, Pemohon IV Nomor SP. 347/WPJ.18/KP.0303/2010 tanggal 19 Juli 2010, perihal Penyampaian SPPT ā PBB Tahun 2010; Berdasarkan alasan-alasan yang dikemukakan di atas, para Pemohon memohon dengan segala hormat kepada Mahkamah Konstitusi kiranya berkenan untuk mengabulkan permohonan Provisi ini; VI. Petitum Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, para Pemohon mohon agar Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berkenan memeriksa, mengadili permohonan ini, dan kemudian memutuskan sebagai berikut: Dalam Provisi 1. Menerima permohonan Provisi Pemohon; 2. Memerintahkan kepada Kementerian Keuangan RI, Direktorat Jenderal Pajak, cq . Kantor Pelayanan PBB di seluruh Indonesia untuk menunda pelaksanaan pengenaan PBB Bidang Usaha Perikanan atau PBB Laut Tahun 2010 dimaksud sampai dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara ini; Dalam Pokok Perkara 1. Menerima dan mengabulkan permohonan pengujian atas Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Transfer Ke Daerah.
Relevan terhadap
^Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
Catatan atas Laporan Keuangan adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas dalam rangka pengungkapan yang memadai. 2. Dokumen Sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi. 3. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 4. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian adalah dana yang diberikan berdasarkan Undang-Undang Otonomi Khusus dalam rangka percepatan pelaksanaan pembangunan dan dana yang diberikan kepada daerah tertentu sesuai dengan hasil perhitungan kapasitas fiskal. 5. Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. 6. Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah yaitu aset, utang dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. 7. Piutang Transfer ke Daerah adalah piutang yang terjadi karena adanya kelebihan transfer Dana Perimbangan serta Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian ke daerah dan diperhitungkan sebagai pengurang transfer tahun anggaran berikutnya. 8. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Transfer ke Daerah, yang selanjutnya disebut SA-TD, adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pengakuan, pencatatan, pengikhtisaran, serta pelaporan transfer ke daerah dari pemerintah pusat. 10. Surat Penetapan Alokasi Transfer, yang selanjutnya disingkat SPAT, adalah dokumen yang memuat rincian alokasi penyaluran masing-masing jenis transfer ke daerah per periode penyaluran serta dibuat per DIPA. 11. Utang Transfer ke Daerah adalah kewajiban yang timbul karena ada bagian dari Dana Perimbangan serta Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian yang belum dibayar/ditransfer pemerintah pusat sampai dengan tahun anggaran berakhir. 12. Transfer ke Daerah adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. 13. Unit Akuntansi Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya di singkat UABUN, adalah unit akuntansi pada Departemen Keuangan, yang melakukan koordinasi dan pembinaan atas kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat UAP- BUN dan sekaligus melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAP-BUN. 14. Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disebut UAP-BUN, adalah unit akuntansi pada Eselon I Departemen Keuangan, yang melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA-BUN. 15. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disebut UAKPA-BUN, adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat satuan kerja di lingkup Bendahara Umum Negara. BAB II SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN TRANSFER KE DAERAH Pasal 2 ^(1) ^ ^SA-TD merupakan Sub sistem dari Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN).
SA-TD menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan. ^(3) ^ ^SA-TD dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. (4) Dalam rangka pelaksanaan SA-TD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan membentuk Unit Akuntansi yang terdiri dari:
Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara (UAP-BUN); dan
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (UAKPA-BUN). (5) UAP-BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Menteri Keuangan. (6) Hubungan antara UAP-BUN dan UAKPA-BUN diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
Penatausahaan Penerimaan Negara dalam Mata Uang Asing.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang Negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh Penerimaan Negara dan untuk membayar seluruh pengeluaran Negara.
Rekening Kas Umum Negara, yang selanjutnya disebut Rekening KUN, adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh Penerimaan Negara dan membayar seluruh pengeluaran Negara pada Bank Sentral.
Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat BUN, adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi Bendahara Umum Negara sesuai Undang-Undang yang mengatur mengenai Keuangan Negara dan Perbendaharaan Negara.
Kuasa Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disebut Kuasa BUN, adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan.
Kuasa BUN Pusat adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke Kas Negara.
Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan antara lain sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba Badan Usaha Milik Negara, Penerimaan Negara Bukan Pajak lainnya, dan pendapatan Badan Layanan Umum.
Penerimaan Pengembalian Belanja adalah semua Penerimaan Negara yang berasal dari pengembalian belanja tahun anggaran berjalan.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, yang selanjutnya disingkat DIPA, adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/Pimpinan Lembaga serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dokumen pelaksanaan pembiayaan kegiatan serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah.
Modul Penerimaan Negara, yang selanjutnya disingkat MPN, adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan Penerimaan Negara dan merupakan bagian dari sistem perbendaharaan dan anggaran Negara.
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Bank Indonesia.
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh surat penunjukan dari Bank Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing.
Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh BUN/Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara bukan dalam rangka impor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan penerimaan bukan pajak.
Bank Persepsi Mata Uang Asing adalah bank devisa yang ditunjuk oleh BUN/Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara dalam mata uang asing.
Keadaan Kahar ( Force Majeure ) adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan dan kendali manusia, tidak dapat dihindarkan, dan tidak terbatas pada bencana alam, kebakaran, banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru- hara, terorisme, wabah/ epidermic dan diketahui secara luas sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
User Acceptance Test , yang selanjutnya disingkat UAT, adalah tes atau pengujian yang dilakukan oleh Kuasa BUN Pusat dan di daerah atas sistem dan proses bisnis Bank Umum sesuai dengan persyaratan dan spesifikasi yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat.
Nomor Transaksi Penerimaan Negara, yang selanjutnya disingkat NTPN, adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui MPN.
Nomor Transaksi Bank, yang selanjutnya disingkat NTB, adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh Bank.
Bukti Penerimaan Negara, yang selanjutnya disingkat BPN, adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank Persepsi/Devisa Persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan teraan NTPN dan NTB. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Penerimaan Negara dalam mata uang asing terdiri dari:
Penerimaan Perpajakan;
Penerimaan Negara Bukan Pajak Non-Migas; dan
Penerimaan Pengembalian Belanja yang bukan bersumber dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. (2) Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Penerimaan Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan wajib disetor oleh wajib pajak/wajib bayar/wajib setor ke Kas Negara dalam mata uang asing. BAB III TATA CARA PENUNJUKAN BANK PERSEPSI MATA UANG ASING Pasal 3 (1) Untuk dapat ditunjuk sebagai Bank Persepsi Mata Uang Asing, Bank harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
mengajukan permohonan sebagai Bank Persepsi Mata Uang Asing kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat, dilengkapi dengan dokumen, sebagai berikut:
surat penunjukan dari Bank Indonesia sebagai Bank Devisa;
akte pendirian bahwa kantor pusat bank berkedudukan di Indonesia dan didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia;
surat keterangan dari Bank Indonesia bahwa bank memiliki peringkat komposit minimum 3 (tiga) selama 12 (dua belas) bulan terakhir;
surat pernyataan bahwa bank memiliki cabang di luar negeri yang online dengan kantor pusatnya dan terhubung dengan sistem MPN;
surat pernyataan kesanggupan dan ditandatangani oleh direksi bank bahwa bank bersedia mematuhi ketentuan perundang-undangan dan bersedia diperiksa atas pelaksanaan pengelolaan setoran Penerimaan Negara yang diterima;
surat pernyataan bahwa bank memiliki jaringan sistem informasi yang terhubung langsung secara online antara kantor pusat dan seluruh atau sebagian kantor cabangnya, serta terhubung secara on- line dengan jaringan komunikasi data Kementerian Keuangan/MPN;
surat pernyataan bahwa direksi bank bersedia menandatangani perjanjian sebagai Bank Persepsi Mata Uang Asing dengan BUN/Kuasa BUN Pusat; dan
surat pernyataan telah memberikan pendidikan dan pelatihan yang cukup kepada staf terkait dalam rangka pelaksanaan Penerimaan Negara dalam mata uang asing.
lulus UAT yang ditetapkan oleh BUN/Kuasa BUN Pusat; dan
memperoleh rekomendasi dari Bank Indonesia.
Atas permohonan direksi bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, BUN/Kuasa BUN Pusat melakukan UAT dan meminta rekomendasi kepada Bank Indonesia;
Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dapat melakukan penunjukan/penetapan bank sebagai Bank Persepsi Mata Uang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah bank dinyatakan lulus UAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan mendapat rekomendasi Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
Dalam hal bank tidak atau belum memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BUN/Kuasa BUN Pusat dapat menolak permohonan yang diajukan oleh bank.
Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c, ayat (2) huruf a, dan ayat (3) huruf a, Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara meminta keterangan kepada Bank Indonesia atas terjadinya gangguan jaringan.
Jika hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan laporan dari Bank Persepsi Mata Uang Asing, maka Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara dapat memberikan surat peringatan dan/atau denda atas pelanggaran terhadap kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Bank Persepsi Mata Uang Asing sesuai peraturan perundang-undangan.
Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan kepada Bank Persepsi Mata Uang Asing dalam hal Bank Persepsi Mata Uang Asing menyampaikan laporan yang tidak sesuai dengan hasil konfirmasi dan tidak melakukan pelimpahan sesuai peraturan perundang-undangan. (4) Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam hal Bank Persepsi Mata Uang Asing menyampaikan laporan yang tidak sesuai dengan hasil konfirmasi dan tidak melakukan Penerimaan Negara sesuai peraturan perundang-undangan. (5) Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara dapat melakukan penelitian, penelusuran, dan evaluasi berdasarkan laporan Bank Persepsi Mata Uang Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf a. (6) Tata cara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. BAB VIII KEADAAN KAHAR ( FORCE MAJEURE ) Pasal 18 (1) Dalam hal terjadi Keadaan Kahar ( Force Majeure ) yang disebabkan baik langsung maupun tidak langsung, Bank Persepsi Mata Uang Asing dapat dibebaskan dari tanggung jawab atas keterlambatan atau kegagalan dalam melaksanakan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan ini. (2) Keadaan Kahar ( Force Majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberitahukan oleh Bank Persepsi Mata Uang Asing secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah terjadinya Keadaan Kahar ( Force Majeure ) dengan melampirkan surat keterangan resmi dari pejabat Bank Persepsi Mata Uang Asing. (3) Hal-hal lain yang disebabkan oleh perbuatan atau kelalaian, tidak dapat digolongkan sebagai Keadaan Kahar (Force Majeure). (4) Bank Persepsi Mata Uang Asing yang mengalami Keadaan Kahar (Force Majeure) dapat dibebaskan dari pengenaan sanksi denda berdasarkan hasil konfirmasi dari Bank Indonesia yang menjelaskan bahwa pada saat terjadinya Keadaan Kahar (Force Majeure) Bank Persepsi Mata Uang Asing tidak dapat melakukan transaksi apapun.
Kerugian yang diderita dan biaya yang dikeluarkan oleh Bank Persepsi Mata Uang Asing sebagai akibat terjadinya Keadaan Kahar ( Force Majeure ) menjadi tanggung jawab Bank Persepsi Mata Uang Asing. BAB IX PENELITIAN ATAS KEBENARAN PENERIMAAN NEGARA Pasal 19 (1) Dalam rangka menjaga transparansi dan akuntabilitas Penerimaan Negara, Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dapat melakukan penelitian atas kebenaran Penerimaan Negara yang dilakukan oleh Bank Persepsi Mata Uang Asing termasuk sistem informasi teknologi yang digunakan oleh Bank Persepsi Mata Uang Asing dalam melaksanakan penatausahaan Penerimaan Negara. (2) Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat mengikutsertakan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dan/atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. (3) Tata cara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. Pasal 20 (1) BUN/Kuasa BUN Pusat sewaktu-waktu dapat melakukan penelitian atas sistem informasi teknologi yang digunakan oleh bank dalam melaksanakan Penerimaan Negara (UAT ulang). (2) Tata cara pelaksanaan UAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. BAB X SANKSI Pasal 21 (1) Bank Umum/Bank Devisa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dikenakan sanksi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Penerimaan Negara yang diterima dan langsung disetorkan kepada Bank Persepsi Mata Uang Asing. (2) Bank Persepsi Mata Uang Asing yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), Pasal 7 ayat (2) dan ayat (10) dikenakan sanksi administratif berupa denda yang besarannya mengacu pada perjanjian jasa pelayanan sebagai Bank Persepsi Mata Uang Asing.
Bank Persepsi Mata Uang Asing yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), ayat (4), dan ayat (6), Pasal 8 ayat (3), Pasal 9 ayat (3), Pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7), dan Pasal 16 dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan sampai dengan pencabutan penunjukan Bank Persepsi Mata Uang Asing. (4) Pemberian surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
BUN/Kuasa BUN Pusat menyampaikan Surat Peringatan Pertama kepada Bank Persepsi Mata Uang Asing apabila melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
BUN/Kuasa BUN Pusat menyampaikan Surat Peringatan Kedua kepada Bank Persepsi Mata Uang Asing apabila Surat Peringatan Pertama dalam waktu 5 (lima) hari kerja tidak mendapatkan tanggapan atau tanggapan yang disampaikan tidak menyelesaikan permasalahan.
BUN/Kuasa BUN Pusat menyampaikan Surat Peringatan Ketiga kepada Bank Persepsi Mata Uang Asing apabila Surat Peringatan Kedua dalam waktu 5 (lima) hari kerja tidak mendapatkan tanggapan atau tanggapan yang disampaikan tidak menyelesaikan permasalahan.
BUN/Kuasa BUN Pusat mencabut penunjukan sebagai Bank Persepsi Mata Uang Asing apabila dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja Surat Peringatan Ketiga tidak mendapat tanggapan atau tanggapan yang disampaikan tidak menyelesaikan permasalahan.
Bank Persepsi Mata Uang Asing yang dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan penunjukan sebagai Bank Persepsi Mata Uang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilarang melakukan penatausahaan penerimaan negara.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006.
Relevan terhadap
Ayat (1) Yang dimaksud dengan hasil optimalisasi adalah hasil lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan dari suatu kegiatan yang target sasarannya telah dicapai. Hasil lebih atau sisa dana tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk meningkatkan sasaran ataupun untuk kegiatan lainnya dalam program yang sama. Yang dimaksud dengan peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) adalah kelebihan realisasi penerimaan dari target yang direncanakan dalam APBN. Peningkatan penerimaan tersebut selanjutnya dapat digunakan oleh kementerian/lembaga penghasil sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Yang dimaksud dengan perubahan pagu Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) adalah peningkatan pagu PHLN sebagai akibat adanya luncuran pinjaman proyek dan hibah luar negeri yang bersifat multi years . Tidak termasuk dalam luncuran tersebut adalah PHLN yang belum disetujui dalam APBN tahun 2006 dan pinjaman yang bersumber dari kredit ekspor. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Yang dimaksud dengan dilaporkan Pemerintah kepada DPR sebelum dilaksanakan adalah dengan mengirimkan tembusan surat penetapan perubahan rincian/pergeseran anggaran dari Departemen Keuangan kepada DPR berdasarkan usulan kementerian/lembaga. Yang dimaksud dengan dilaporkan pelaksanaannya dalam APBN Perubahan adalah untuk perubahan rincian/pergeseran yang dilakukan sebelum APBN Perubahan 2006 diajukan kepada DPR. Sedangkan yang dimaksud dengan dilaporkan pelaksanaannya dalam laporan keuangan pemerintah pusat adalah untuk perubahan rincian/pergeseran yang dilakukan sepanjang tahun 2006.
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan:
Pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri.
Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya.
Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor.
Penerimaan negara bukan pajak adalah semua penerimaan yang diterima negara dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara serta penerimaan negara bukan pajak lainnya.
Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan swasta dalam negeri serta sumbangan lembaga swasta dan pemerintah luar negeri.
Belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja daerah.
Belanja pemerintah pusat menurut organisasi adalah semua pengeluaran negara yang dialokasikan kepada kementerian/lembaga, sesuai dengan program-program yang akan dijalankan.
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial.
Belanja pemerintah pusat menurut jenis adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
Belanja pegawai adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai kompensasi dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah pusat, pensiunan, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pejabat negara, baik yang bertugas di dalam negeri maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.
Belanja barang adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa, baik yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan.
Belanja modal adalah semua pengeluaran negara yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta dalam bentuk fisik lainnya.
Pembayaran bunga utang adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk pembayaran atas kewajiban penggunaan pokok utang ( principal outstanding ), baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri, yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman.
Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat.
Belanja hibah adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer uang/barang yang sifatnya tidak wajib kepada negara lain atau kepada organisasi internasional.
Bantuan sosial adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer uang/barang yang diberikan kepada masyarakat melalui kementerian/lembaga, guna melindungi dari terjadinya berbagai risiko sosial.
Belanja lain-lain adalah semua pengeluaran atau belanja pemerintah pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja sebagaimana dimaksud dalam angka 11 sampai dengan angka 17, dan dana cadangan umum.
Belanja daerah adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai dana perimbangan serta dana otonomi khusus dan penyesuaian.
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Dana alokasi umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Dana alokasi khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Dana otonomi khusus dan penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, dan penyesuaian untuk beberapa daerah tertentu yang menerima DAU lebih kecil dari tahun anggaran sebelumnya.
Sisa kredit anggaran adalah sisa kewajiban pembiayaan program-program pembangunan pada akhir tahun anggaran.
Sisa lebih pembiayaan anggaran adalah selisih lebih antara realisasi pembiayaan dengan realisasi defisit anggaran yang terjadi.
Pembiayaan defisit anggaran adalah semua jenis pembiayaan yang digunakan untuk menutup defisit anggaran negara dalam APBN.
Pembiayaan dalam negeri adalah semua pembiayaan yang berasal dari perbankan dan nonperbankan dalam negeri yang meliputi hasil privatisasi, penjualan aset perbankan dalam rangka program restrukturisasi, dan surat utang negara.
Surat utang negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam matauang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.
Pembiayaan luar negeri bersih adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan utang/pinjaman luar negeri yang terdiri⦠terdiri dari pinjaman program dan pinjaman proyek, dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok utang/pinjaman luar negeri.
Pinjaman program adalah nilai lawan rupiah dari pinjaman luar negeri dalam bentuk pangan dan bukan pangan serta pinjaman yang dapat dirupiahkan.
Pinjaman proyek adalah nilai lawan rupiah dari pinjaman luar negeri di luar pinjaman program.
Tahun Anggaran 2006 meliputi masa 1 (satu) tahun mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember 2006.
Tata Cara Pemilihan Calon Pemberi Pinjaman dalam Negeri.
Relevan terhadap
Persiapan pelelangan yang dilaksanakan oleh Panitia Lelang meliputi kegiatan- kegiatan sebagai berikut:
penyusunan Petunjuk Operasional;
penyusunan jadwal pelaksanaan lelang;
penyiapan dokumen persyaratan dan pemilihan peserta calon Pemberi PDN;
pengesahan dokumen pelelangan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. BAB VI PROSES PEMILIHAN CALON PEMBERI PDN Pasal 11 Proses pemilihan dilaksanakan oleh Panitia Lelang meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:
penyampaian undangan kepada calon Pemberi PDN;
pemberian penjelasan ( aanwijzing );
penerimaan dokumen proposal;
penelitian (evaluasi) dokumen proposal;
penyusunan peringkat calon Pemberi PDN;
beauty contest terhadap calon Pemberi PDN, apabila diperlukan; dan
mengusulkan penetapan pemenang calon Pemberi PDN. Pasal 12 Panitia Lelang mengundang calon Pemberi PDN yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, untuk menyampaikan proposal penawaran PDN. Pasal 13 (1) Panitia Lelang memberikan penjelasan kepada calon Pemberi PDN yang mengajukan proposal penawaran PDN. (2) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi antara lain cara penyampaian penawaran, dokumen-dokumen yang harus dilampirkan dalam penawaran, metode evaluasi, dan hal-hal yang dapat menggugurkan penawaran. Pasal 14 Proposal penawaran PDN yang diterima harus memenuhi syarat sebagai berikut:
Proposal penawaran PDN ditandatangani oleh direksi atau pejabat yang berwenang calon Pemberi PDN yang bersangkutan;
Proposal penawaran PDN harus bertanggal dan bermeterai cukup; dan
Jangka waktu berlakunya penawaran tidak kurang dari waktu yang ditetapkan dalam dokumen lelang. Pasal 15 (1) Panitia Lelang melakukan evaluasi administratif dan evaluasi pendanaan terhadap proposal penawaran PDN yang diajukan oleh calon Pemberi PDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14. (2) Evaluasi administratif meliputi evaluasi terhadap keabsahan dokumen proposal penawaran PDN. (3) Evaluasi pendanaan dilakukan dengan mempertimbangkan syarat-syarat dan ketentuan ( terms and conditions ) proposal PDN yang menggunakan metode perhitungan biaya efektif. (4) Perhitungan biaya efektif menggunakan asumsi-asumsi yang ditetapkan dalam Petunjuk Operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a. Pasal 16 (1) Pemenang penawaran ditentukan berdasarkan eligibilitas dari pemenuhan persyaratan administrasi dan hasil perhitungan biaya efektif yang memiliki nilai terendah. (2) Panitia Lelang menyusun peringkat hasil evaluasi administrasi dan pendanaan sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 dan melaporkan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. Pasal 17 (1) Dalam hal terdapat 2 (dua) atau lebih calon pemenang yang memiliki nilai sama, maka Panitia Lelang melakukan beauty contest terhadap calon Pemberi PDN. (2) Beauty contest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengkonfirmasi syarat-syarat dan ketentuan ( terms and conditions ) dan kesiapan operasional calon Pemberi PDN, atau dengan ketentuan lain yang ditetapkan dalam dokumen lelang. BAB VII PENETAPAN PEMENANG, PENGUMUMAN PEMENANG, DAN MASA SANGGAH PEMILIHAN CALON PEMBERI PDN Pasal 18 Direktur Jenderal Pengelolaan Utang menetapkan pemenang pemilihan calon Pemberi PDN, atas usulan Panitia Lelang. Pasal 19 Panitia Lelang menyampaikan pengumuman pemenang hasil pelelangan kepada para peserta paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah menerima surat penetapan pemenang pemilihan calon Pemberi PDN. Pasal 20 (1) Calon Pemberi PDN yang merasa dirugikan dapat mengajukan surat sanggahan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pengumuman pemenang. (2) Direktur Jenderal Pengelolaan Utang wajib memberikan jawaban paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak surat sanggahan diterima, setelah mendapat masukan dari Panitia Lelang. (3) Apabila terdapat ketidakpuasan atas jawaban sanggahan dari Direktur Jenderal Pengelolaan Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), calon Pemberi PDN dapat mengajukan surat sanggahan banding kepada Menteri Keuangan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya jawaban atas sanggahan tersebut. (4) Kementerian Keuangan memberikan jawaban paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak surat sanggahan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima. (5) Apabila sanggahan atau sanggahan banding benar, maka proses pemilihan calon Pemberi PDN dievaluasi kembali atau dilakukan proses pelelangan ulang. (6) Setiap pengaduan harus ditindaklanjuti oleh instansi/pejabat yang menerima pengaduan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 21 Dalam hal pemenang pemilihan calon Pemberi PDN mengundurkan diri, maka peringkat kedua hasil pemilihan calon Pemberi PDN menjadi pemenang pemilihan. Calon Pemberi PDN yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat mengikuti kegiatan pemilihan calon Pemberi PDN untuk 3 (tiga) kegiatan pemilihan calon Pemberi PDN berikutnya secara berturut-turut. BAB VIII KONTRAK DENGAN CALON PEMBERI PDN Kontrak pengadaan calon Pemberi PDN ditandatangani oleh Menteri Keuangan dengan Direktur Utama BUMN/Perusahaan Daerah atau Kepala Daerah pemenang pemilihan calon Pemberi PDN.