Yayasan.
Relevan terhadap
Dalam hal Yayasan bubar karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf a dan huruf b, Pembina menunjuk likuidator untuk membereskan kekayaan Yayasan. (2) Dalam hal tidak ditunjuk likuidator, Pengurus bertindak selaku likuidator.
Dalam hal Yayasan bubar, Yayasan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi.
Dalam hal Yayasan sedang dalam proses likuidasi, untuk semua surat keluar, dicantumkan frasa "dalam likuidasi" di belakang nama Yayasan. Pasal 64 (1) Dalam hal Yayasan bubar karena putusan Pengadilan, maka Pengadilan juga menunjuk likuidator. (2) Dalam hal pembubaran Yayasan karena pailit, berlaku peraturan perundang-undangan di bidang Kepailitan. (3) Ketentuan mengenai penunjukan, pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tugas dan tanggung jawab, serta pengawasan terhadap Pengurus, berlaku juga bagi likuidator. Pasal 65 Likuidator atau kurator yang ditunjuk untuk melakukan pemberesan kekayaan Yayasan yang bubar atau dibubarkan, paling lambat 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal penunjukan wajib mengumumkan pembubaran Yayasan dan proses likuidasinya dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia. Pasal 66 Likuidator atau kurator dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal proses likuidasi berakhir, wajib mengumumkan hasil likuidasi dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia. Pasal 67 (1) Likuidator atau kurator dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal proses likuidasi berakhir wajib melaporkan pembubaran Yayasan kepada Pembina.
Dalam hal laporan mengenai pembubaran Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pengumuman hasil likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 tidak dilakukan, bubarnya Yayasan tidak berlaku bagi pihak ketiga. Pasal 68 (1) Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan Yayasan yang bubar.
Dalam hal sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sisa kekayaan tersebut diserahkan kepada Negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan tersebut. BAB XI YAYASAN ASING Pasal 69 (1) Yayasan asing yang tidak berbadan hukum Indonesia dapat melakukan kegiatannya di wilayah Negara Republik Indonesia, jika kegiatan Yayasan tersebut tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia.
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara Yayasan asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 70 (1) Setiap anggota organ Yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Selain pidana penjara, anggota organ yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan uang, barang, atau kekayaan yayasan yang dialihkan atau dibagikan. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 71 (1) Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Yayasan yang telah:
didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; atau
didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait; tetap diakui sebagai badan hukum, dengan ketentuan dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini Yayasan tersebut wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan ketentuan Undang-undang ini.
Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diberitahukan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan penyesuaian.
Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan. http: //www.djpp.depkumham.go.id BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 72 (1) Yayasan yang sebagian kekayaannya berasal dari bantuan Negara, bantuan luar negeri, dan/atau sumbangan masyarakat yang diperolehnya sebagai akibat berlakunya suatu peraturan perundang-undangan wajib mengumumkan ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) yang mencakup kekayaannya selama 10 (sepuluh) tahun sebelum Undang-undang ini diundangkan.
Pengumuman ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menghapus hak dari pihak yang PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN I. UMUM Pendirian Yayasan di Indonesia sampai saat ini hanya berdasar atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah Agung, karena belum ada undang-undang yang mengaturnya. Fakta menunjukkan kecenderungan masyarakat mendirikan Yayasan dengan maksud untuk berlindung di balik status badan hukum Yayasan, yang tidak hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan, kemanusiaan, melainkan juga adakalanya bertujuan untuk memperkaya diri para Pendiri, Pengurus, dan Pengawas. Sejalan dengan kecenderungan tersebut timbul pula berbagai masalah, baik masalah yang berkaitan dengan kegiatan Yayasan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam Anggaran Dasar, sengketa antara Pengurus dengan Pendiri atau pihak lain, maupun adanya dugaan bahwa Yayasan digunakan untuk menampung kekayaan yang berasal dari para pendiri atau pihak lain yang diperoleh dengan cara melawan hukum. Masalah tersebut belum dapat diselesaikan secara hukum karena belum ada hukum positif mengenai Yayasan sebagai landasan yuridis penyelesaiannya. Undang-undang ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai Yayasan, menjamin kepastian dan ketertiban hukum serta mengembalikan fungsi Yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Undang-undang ini menegaskan bahwa Yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam Undang-undang ini. Pendirian Yayasan dilakukan dengan akta notaris dan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar penataan administrasi pengesahan suatu Yayasan sebagai badan hukum dapat dilakukan dengan baik guna mencegah berdirinya Yayasan tanpa melalui prosedur yang ditentukan dalam Undang-undang ini. Dalam rangka memberikan pelayanan dan kemudahan bagi masyarakat, permohonan pendirian Yayasan dapat diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang wilayah kerjanya meliputi tempat No. 4132 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 112) http: //www.djpp.depkumham.go.id kedudukan Yayasan. Di samping itu Yayasan yang telah memperoleh pengesahan harus diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ketentuan ini dimaksudkan pula agar registrasi Yayasan dengan pola penerapan administrasi hukum yang baik dapat mencegah praktak perbuatan hukum yang dilakukan Yayasan yang dapat merugikan masyarakat. Untuk mewujudkan mekanisme pengawasan publik terhadap Yayasan yang diduga melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang, Anggaran Dasar, atau merugikan kepentingan umum, Undang-undang ini mengatur tentang kemungkinan pemeriksaan terhadap Yayasan yang dilakukan oleh ahli berdasarkan penetapan Pengadilan atas permohonan tertulis pihak ketiga yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum. Sebagai badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Pemisahan yang tegas antara fungsi, wewenang, dan tugas masing-masing organ tersebut serta pengaturan mengenai hubungan antara ketiga organ Yayasan dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan konflik intern Yayasan yang tidak hanya dapat merugikan kepentingan Yayasan melainkan juga pihak lain. Pengelolaan kekayaan dan pelaksanaan kegiatan Yayasan dilakukan sepenuhnya oleh Pengurus. Oleh karena itu, Pengurus wajib membuat laporan tahunan yang disampaikan kepada Pembina mengenai keadaan keuangan dan perkembangan kegiatan Yayasan. Selanjutnya, terhadap Yayasan yang kekayaannya berasal dari Negara, bantuan luar negeri atau pihak lain, atau memiliki kekayaan dalam jumlah yang ditentukan dalam Undang-undang ini, kekayaannya wajib diaudit oleh akuntan publik dan laporan tahunannya wajib diumumkan dalam surat kabar berbahasa Indonesia. Ketentuan ini dalam rangka penerapan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas pada masyarakat. Dalam Undang-undang ini diatur pula mengenai kemungkinan penggabungan dan pembubaran Yayasan baik karena atas inisiatif organ Yayasan sendiri maupun berdasarkan penetapan atau putusan Pengadilan dan peluang bagi Yayasan asing untuk melakukan kegiatan di wilayah Negara Republik Indonesia sepanjang tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan Negara Republik Indonesia. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Ketentuan dalam ayat ini sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan yang bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, sehingga seseorang yang menjadi anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan harus bekerja secara sukarela tanpa menerima gaji, upah, atau honor tetap. Pasal 4 Dalam hal kedudukan Yayasan disebutkan nama desa atau yang dipersamakan dengan itu, harus disebutkan pula nama kecamatan, kabupaten, kota dan propinsi. Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Kegiatan usaha dari badan usaha Yayasan mempunyai cakupan yang luas, termasuk antara lain hak asasi manusia, kesenian, olah raga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dan ilmu pengetahuan. Pasal 9 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "orang" adalah orang perseorangan atau badan hukum. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas http: //www.djpp.depkumham.go.id Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Apabila terdapat surat wasiat yang berisi pesan untuk mendirikan Yayasan, maka hal tersebut dianggap sebagai kewajiban yang ditujukan kepada mereka yang ditunjuk dalam surat wasiat selaku penerima wasiat, untuk melaksanakan wasiat. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) huruf a Cukup jelas huruf b Cukup jelas huruf c Cukup jelas huruf d Yang dimaksud dengan istilah "benda" adalah benda berwujud dan benda tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang. huruf e Cukup jelas huruf f Cukup jelas huruf g Cukup jelas huruf h Cukup jelas huruf i Cukup jelas huruf j Cukup jelas huruf k Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas http: //www.djpp.depkumham.go.id Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Permohonan pengumuman dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dapat diajukan secara langsung atau dikirimkan melalui surat tercatat. Ayat (3) Besarnya biaya pengumuman diperhitungkan sesuai dengan besarnya kekayaan Yayasan. Pasal 25 Maksud dari Pasal ini adalah Pemberian sanksi perdata kepada Pengurus, karena Pengurus tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) huruf a Yang dimaksud dengan "sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat" adalah sumbangan atau bantuan sukarela yang diterima Yayasan, baik dari Negara, masyarakat, maupun dari pihak lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. huruf b Yang dimaksud dengan "wakaf" adalah wakaf dari orang atau dari badan hukum. huruf c Yang dimaksud dengan "hibah" adalah hibah dari orang atau dari badan hukum. huruf d Besarnya hibah wasiat yang diserahkan kepada Yayasan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan hukum waris. huruf e Yang dimaksud dengan "perolehan lain" misalnya deviden, bunga tabungan bank, sewa gedung, atau perolehan dari hasil usaha Yayasan. Ayat (3) Kekayaan Yayasan yang berasal dari wakaf tidak termasuk harta pailit. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 27 Ayat (1) Bantuan Negara untuk Yayasan dilakukan sesuai dengan jiwa ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 28 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan bahwa Pendiri Yayasan tidak dengan sendirinya harus menjadi Pembina. Anggota Pembina dapat dicalonkan oleh Pengurus atau Pengawas. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas http: //www.djpp.depkumham.go.id Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Larangan perangkapan jabatan dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan tumpang tindih kewenangan, tugas, dan tanggung jawab antara Pembina, Pengurus dan Pengawas yang dapat merugikan kepentingan Yayasan atau pihak lain. Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan "pelaksana kegiatan" adalah Pengurus harian Yayasan yang melaksanakan kegiatan Yayasan sehari-hari. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Jika Pengurus melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama Yayasan, Anggaran Dasar dapat membatasi kewenangan tersebut dengan menentukan bahwa untuk perbuatan hukum tertentu diperlukan persetujuan terlebih dahulu dari Pembina dan/atau Pengawas, misalnya untuk menjaminkan kekayaan Yayasan guna membangun sekolah atau rumah sakit. Pasal 38 Cukup jelas Pasal 39 Cukup jelas Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Lihat penjelasan Pasal 31 ayat (3) Pasal 41 Cukup jelas Pasal 42 Cukup jelas http: //www.djpp.depkumham.go.id Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas Pasal 46 Cukup jelas Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Cukup jelas Pasal 49 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Ketentuan dalam ayat ini mewajibkan Yayasan melaporkan secara rinci tentang berbagai transaksi yang dilakukan oleh Yayasan dengan pihak lain. Hal tersebut merupakan cerminan dari asas keterbukaan dan akuntabilitas pada masyarakat yang harus dilaksanakan oleh Yayasan dengan sebaik-baiknya. Pasal 50 Ayat (1) Laporan harus ditandatangani oleh semua Pengurus dan Pengawas karena laporan tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya. Apabila diantara Pengurus atau Pengawas ada yang tidak menandatangani, alasan atau penyebab tidak menandatangani laporan tersebut harus dijelaskan secara tertulis sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh rapat Pembina. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Pengesahan laporan oleh rapat Pembina berarti pemberian pelunasan dan pembebasan tanggung jawab kepada Pengurus dan kepada Pengawas, selama tahun buku yang bersangkutan. Pasal 51 Yang dimaksud dengan "pihak yang dirugikan" adalah Yayasan yang bersangkutan, masyarakat, dan/atau Negara. Pasal 52 Ayat (1) Penempelan ikhtisar laporan tahunan Yayasan pada papan pengumuman ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat dibaca oleh masyarakat. Ayat (2) Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan agar bantuan yang diterima oleh Yayasan atau Yayasan yang mempunyai kekayaan dalam jumlah tertentu, dapat diketahui oleh masyarakat sesuai dengan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 53 Cukup jelas Pasal 54 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan "ahli" adalah mereka yang memiliki keahlian sesuai dengan masalah yang akan diperiksa. Ayat (3) Cukup jelas. http: //www.djpp.depkumham.go.id Pasal 55 Cukup jelas Pasal 56 Cukup jelas Pasal 57 Cukup jelas Pasal 58 Cukup jelas Pasal 59 Cukup jelas Pasal 60 Cukup jelas Pasal 61 Cukup jelas Pasal 62 Cukup jelas Pasal 63 Ayat (1) Ketentuan dalam ayat ini menegaskan bahwa kekayaan Yayasan yang dibubarkan harus dibereskan (likuidasi). Dengan pembubaran tersebut, keberadaan Yayasan masih tetap ada sampai pada saat likuidator dibebaskan dari tanggung jawab. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 64 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Dalam hal pembubaran Yayasan berdasarkan putusan Pengadilan, penunjukan likuidator ditetapkan oleh Pengadilan, sedangkan penunjukan kurator hanya apabila Yayasan dinyatakan pailit. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 65 Cukup jelas Pasal 66 Cukup jelas Pasal 67 Cukup jelas Pasal 68 Cukup jelas Pasal 69 Cukup jelas Pasal 70 Cukup jelas Pasal 71 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas http: //www.djpp.depkumham.go.id Ayat (3) "Pihak yang berkepentingan" adalah pihak-pihak yang mempunyai kepentingan langsung dengan Yayasan. Pasal 72 Cukup jelas Pasal 73 Cukup jelas LDj © 2004 ditjen pp
Pengesahan Persetujuan Perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Relevan terhadap 1 lainnya
Wajib Pajak mengungkapkan harta bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) melalui surat pemberitahuan pengungkapan harta dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sejak tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan tanggal 30 Juni 2022.
Surat pemberitahuan pengungkapan harta harus dilampiri dengan:
bukti pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final;
daftar rincian harta beserta informasi kepemilikan harta yang dilaporkan;
daftar utang;
pernyataan mengalihkan harta bersih ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam hal Wajib Pajak bermaksud mengalihkan harta bersih yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (7) huruf c dan huruf d; dan
pernyataan akan menginvestasikan harta bersih pada:
kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau
surat berharga negara, dalam hal Wajib Pajak bermaksud menginvestasikan harta bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (7) huruf a dan huruf c.
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keterangan terhadap penyampaian surat pemberitahuan pengungkapan harta oleh Wajib Pajak. 404 (4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat ketidaksesuaian antara harta bersih yang diungkapkan dengan keadaan yang sebenarnya, Direktur Jenderal Pajak dapat membetulkan atau membatalkan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Wajib Pajak yang telah memperoleh surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Data dan informasi yang bersumber dari surat pemberitahuan pengungkapan harta dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengungkapan harta bersih diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Pokok Pokok Perbankan.
Relevan terhadap
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 49. Undang-undang ini dapat disebut "Undang-undang Perbankan 1967". Saat mulai berlakunya Undang- undang ini ditentukan oleh Menteri Keuangan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran- Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1967. Pejabat Presiden Republik Indonesia, ttd SOEHARTO Jenderal T.N.I. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1967. Sekretaris Kabinet Ampera, ttd LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1967 NOMOR 34 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG NO. 14 TAHUN 1967 TENTANG POKOK-POKOK PERBANKAN. A. PENJELASAN UMUM.
Sesuai dengan jiwa dan makna Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/1966, maka usaha untuk menuju ke arah perbaikan ekonomi rakyat, adalah penilaian kembali dari pada semua landasan- landasan kebijaksanaan ekonomi, keuangan dan pembangunan, dengan maksud untuk memperoleh keseimbangan yang tepat antara upaya yang diusahakan dan tujuan yang hendak dicapai, yakni masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Panca Sila. Berhubung dengan itu maka kini telah tiba waktunya untuk menilai kembali tata perbankan yang sekarang berlaku dalam Negara Republik Indonesia sedemikian rupa, hingga dapat disesuaikan dan diserasikan dengan landasan- landasan yang telah ditetapkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara tersebut di atas. Pengaturan kembali tata perbankan di Indonesia wajib dilandaskan pada pembinaan sistim ekonomi Indonesia berdasarkan Pancasila yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi dan yang bertujuan menciptakan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Untuk menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi, maka segala potensi, inisiatif dan daya kreasi rakyat wajib dimobilisasikan dan diperkembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum, sehingga dengan demikian segala kekuatan ekonomi potensiil dapat dikerahkan menjadi kekuatan ekonomi riil bagi kemanfaatan peningkatan kemakmuran rakyat. Berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, maka pengaturan tata perbankan perlu dilandaskan pada hal-hal seperti berikut:
Tata-perbankan harus merupakan suatu kesatuan sistim yang menjamin adanya kesatuan pimpinan dalam mengatur seluruh perbankan di Indonesia serta mengawasi pelaksanaan kebijaksanaan moneter Pemerintah di bidang perbankan.
Memobilisasikan… b. Memobilisasikan dan memperkembangkan seluruh potensi Nasional yang bergerak di bidang perbankan berdasarkan azas-azas demokrasi ekonomi.
Membimbing dan memanfaatkan segala potensi tersebut huruf b bagi kepentingan perbaikan ekonomi rakyat. II. Berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, maka tata-perbankan di Indonesia, baik mengenai organisasi maupun strukturnya dibentuk sedemikian rupa, hingga Bank Indonesia sebagai Bank Sentral membimbing pelaksanaan kebijaksanaan moneter dan mengkoordinir, membina serta mengawasi semua perbankan. Bank-bank, baik milik negara ataupun swasta/koperasi, membantu Bank Sentral dalam melaksanakan tugasnya di bidang moneter. Dalam hubungan ini, maka tugas pokok dari pada perbankan di bawah bimbingan Bank Indonesia ialah untuk menghimpun segala dana-dana dari masyarrakat guna diarahkan ke bidang-bidang yang mempertinggi taraf hidup rakyat. Sesuai dengan skala/prioritas nasional sebagaimana ditetapkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/1966, maka khususnya bagi Bank-bank Pemerintah perlu ditetapkan prioritas-prioritas yang harus diutamakan dalam pengarahan penggunaan perkreditannya, agar supaya dengan demikian usaha-usaha ke arah peningkatan kapasitas produksi dapat dilaksanakan, termasuk penyediaan kredit untuk melayani kebutuhan masyarakat tani, nelayan dan industri kecil/kerajinan, di mana kredit tersebut sejauh mungkin akan disalurkan melalui koperasi-koperasi. Mengingat bahwa masyarakat tersebut diliputi golongan yang lemah ekonominya, tetapi merupakan dasar bagi ekonomi kita yang harus diperkuat dan dibina, maka suatu kebijaksanaan ter- tentu/tersendiri harus digariskan oleh Pemerintah, di mana Pemerintah kalau perlu akan memikul beban-beban tertentu sebagai akibat dari kebijaksanaan tersebut. Untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan, maka perlu dihindarkan hambatan-hambatan dan birokrasi, yaitu dengan jalan dikonsentrasi management ke daerah-daerah dengan memperhatikan kondisi-kondisi daerah, guna menjamin kesatuan ekonomi dan kesatuan politik nasional. Dengan berlakunya Undang-undang tentang Pokok-pokok Perbankan ini, maka tidak ada lagi kegiatan di bidang perbankan yang menimpang dari ketentuan-ketentuan Undang-undang ini. B. PENJELASAN… B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Ayat (1) :
dan (3) : Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksudkan ialah kantor cabang dan perwakilan, baik di dalam maupun di luar negeri. Pasal 6. Ayat (1) . (2) dan (3) : Cukup jelas. Ayat (4) : Sebelum memangku jabatannya, para anggota Direksi harus mengucapkan sumpah jabatan menurut peraturan yang berlaku. Untuk dapat diangkat menjadi anggota Direksi, harus dipenuhi syarat-syarat tersebut di bawah ini:
Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
Setia kepada Pancasila;
Berwibawa;
Jujur;
Cakap/ahli;
Adil;
Tidak terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam gerakan kontra Revolusi G-30S/PKI atau organisasi-organisasi terlarang lainnya. Dalam…. Dalam mengangkat seseorang menjadi Direktur, harus diperhatikan pula, agar jangan sampai ia mempunyai kepentingan-kepentingan lain di luar bank yang dapat berlawanan dengan atau merugikan kepentingan bank. Pasal 7. Ayat (1);
;
dan (4) : Cukup jelas. Pasal 8. Ayat (1) Mengingat pentingnya peranan bank dalam bidang ekonomi dan keuangan dan mengingat pula pentingnya fungsi modal dalam bank, maka untuk dapat mendirikan suatu bank diharuskan adanya modal dibayar yang cukup besar sehingga untuk biaya-biaya pembuatan/penyediaan gedung dan peralatan bank tidak dipergunakan uang simpanan para nasabah. Khususnya mengenai permodalan bank, maka syarat-syarat yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan hanya berlaku bagi pendirian bank-bank baru, hingga tidak mempunyai daya surut dan tidak diberlakukan terhadap bank-bank yang sudah ada. Perizinan-perizinan sebagai yang dimaksudkan, diberikan dengan mendengar pertimbangan Bank Indonesia. Ayat (2)Cukup jelas. Ayat (3)Disamping syarat-syarat mengenai permodalan, pemilikan saham dan pimpinan/pegawai bank, Menteri Keuangan mempunyai wewenang untuk jika perlu menetapkan syarat-syarat tambahan, antara lain dalam hubungannya dengan kehendak yang riil dan urgensi dari pendirian suatu bank pada suatu tempat/daerah menurut kondisi sosial-ekonomis dari tempat/daerah yang bersangkutan. Syarat tambahan tersebut diperlukan guna menjuruskan perbankan kepada norma- norma penyelenggaraan usaha bank secara sehat dan guna menyesuaikannya dengan kebijaksanaan moneter Pemerintah. Pasal 9. Ayat (1) : Penjelasan dalam pasal 8 berlaku pula bagi bank yang berbentuk hukum koperasi. Perbedaannya terletak terutama pada kebijaksanaan yang diambil oleh Pemerintah berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 yang menghendaki agar supaya kegorong-royongan yang dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk koperasi, dijadikan suatu wahana yang esensiil dalam kegiatan Rakyat di bidang ekonomi dan keuangan. Dalam hubungan dengan kebutuhan modal, kepada bank diberikan fasilitas dalam bentuk kesempatan untuk mengangsur kekurangan modalnya dalam waktu 1 (satu) tahun, sebagaimana ditetapkan dalam pasal ini. Dalam… Dalam melaksanakan ketentuan tersebut di atas seyogyanya pendirian bank umum berbentuk hukum koperasi itu dilakukan oleh badan-badan hukum koperasi. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kemungkinan yang lebih besar bagi sektor koperasi untuk mendirikan bank umum, karena sebagaimana kita maklum, pendirian bank umum yang berbentuk hukum koperasi oleh individu-individu kecil sekali kemungkinannya, disebabkan karena memang sifatnya koperasi itu ialah usaha bersama dari anggota-anggota yang pada umumnya terdiri dari fihak yang lemah keuangannya. Ayat (2);
dan (4) : Cukup jelas. Pasal 10. Cukup jelas. Pasal 11. Cukup jelas. Pasal 12. Ayat (l) dan (2) : Cukup jelas. Pasal 13. Ayat (l) dan (2) : Cukup jelas. Pasal 14. Cukup jelas. Pasal 15. Cukup jelas. Pasal 16. Ayat (1) :
dan (3) : Cukup jelas. Pasal 17. Ayat (1) dan (2) Cukup jelas. Pasal 18… Pasal 18. Ayat (1) dan (2) Cukup jelas. Pasal 19. Ayat (1) : Macam bank asing yang dimungkinkan melakukan usaha di Indonesia hanya ada dua, yaitu bank umum dan bank pembangunan. Bank koperasi, bank tabungan, bank pasar dan segala macam perbankan yang lain, tertutup bagi usaha bank asing. Dengan demikian jelas bahwa bank asing diperkenankan membuka usaha di Indonesia di dalam rangka pembangunan ekonomi Indonesia yang sangat membutuhkan saluran untuk modal asing, baik untuk keperluan pembiayaan biasa, maupun untuk pembiayaan investasi berjangka panjang. Ayat (2) : Cukup jelas. Pasal 20.
Bank asing itu dapat didirikan sebagai badan hukum Indonesia atau hanya sebagai cabang dari suatu bank asing yang berkedudukan di luar negeri.
Sebagai badan hukum Indonesia bank asing hanya dapat berbentuk suatu usaha bersama (joint venture) antara bank nasional dan suatu bank di luar negeri. Termasuk dalam pengertian bank adalah lembaga-lembaga keuangan lainnya menurut pertimbangan Menteri Keuangan setelah mendengar pendapatan Bank Indonesia. Pasal 21. Cukup jelas. Pasal 22. Pengaturan-pengaturan lebih lanjut tentang bank asing akan ditetapkan dengan Undang-undang tersendiri, dengan memperhatikan pasal 46 Undang-undang ini. Pasal 23. Ayat (1);
;
;
;
;
;
;
dan (9) : Cukup jelas. Pasal 24… Pasal 24. Ayat (1) : Yang dimaksud dengan jaminan dalam ayat (1) ini adalah jaminan dalam arti luas, yaitu jaminan yang bersifat materiil maupun yang bersifat immaterial. Dalam hubungan ini perlu kiranya dikemukakan, bahwa bank-bank dalam menilai suatu permintaan kredit biasanya berpedoman kepada faktor-faktor antara lain watak, kemampuan, modal, jaminan dan kondisi-kondisi ekonomi. Ayat (2) : Cukup jelas. Pasal 25. Ayat (1) : Cukup jelas. Ayat (2) : Bank umum pada azasnya tidak memberikan kredit jangka panjang dan tidak mengadakan penyertaan dalam perusahaan manapun juga. Sungguhpun demikian kita wajib pula memperhatikan perkembangan ekonomi pada waktu yang akan datang, yaitu kemungkinan bahwa pada suatu saat kredit jangka panjang dan penyertaan dari bank umum dalam kegiatan produksi memang diperlukan sebagaimana pula kita lihat dalam perkembangan negara-negara lain yang sudah maju. Oleh karena itulah maka dalam ayat ini masih dibuka kemungkinan untuk memberikan kredit jangka panjang dan mengadakan penyertaan yang tidak bersifat menetap dengan persetujuan Bank Indonesia. Pasal 26. Ayat (1) : Mengingat bahwa simpanan bank berasal dari penabung-penabung kecil dengan jumlah simpanan yang kecil pula,maka kebijaksanaan penanamannya terutama dilakukan dalam kertas-kertas berharga yang oleh bank dengan mudah dan tanpa risiko (atau dengan risiko yang kecil sekali) dapat diuangkan kembali, bilamana dibutuhkan. Ayat (2) : Apabila Bank Indonesia, setelah mendengar bank-bank tabungan yang bersangkutan menganggap perlu membuka kemungkinan bagi bank-bank tersebut untuk memberikan kredit maka pemberian kredit tersebut diatur oleh Bank Indonesia. Pasal 27. Agar bank tidak terlalu dibebani risiko yang besar mengenai penggunaan uang tabungan untuk pinjaman yang diberikan,maka jumlah kredit yang dapat diberikan dibatasi sampai pada suatu jumlah menurut perbandingan tertentu dengan seluruh simpanan. Pasal 28… Pasal 28. Ayat (1) dan (2) : Cukup jelas. Pasal 29. Ayat (1) : Cukup jelas. Ayat (2) : Berbeda dengan keadaan pada waktu sekarang maka bank pembangunan berdasarkan Undang-undang ini diperkenankan menjalankan usaha-usaha bank umum seperti termaksud dalam ayat ini, dengan ketentuan bahwa bank tersebut hanya diperkenankan mempergunakan simpanan gironya untuk pemberian kredit jangka pendek. Dalam memberi kredit jangka pendek bank tidak boleh melupakan tujuannya sebagai bank pembangunan. Jumlah kredit yang diberikan dengan mempergunakan simpanan jangka pendek dibatasi sampai suatu jumlah menurut perbandingan dengan kewajibannya yang segera dapat ditagih. Besarnya perbandingan ini ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pasal 30. Ayat (1). Sebagai suatu lembaga keuangan yang terutama bekerja dengan uang dari masyarakat yang dititipkan kepadanya atas dasar kepercayaan, maka bank wajib memelihara dan membina kepercayaan tersebut. Berhubung dengan itu direksi dan dewan pengawas/dewan komisaris yang diserahi pemimpin/ mengurus bank mempunyai tanggung jawab yang berat atas segala usaha yang dilakukan oleh banknya. Mereka tidak dapat begitu saja menyerahkan pengurusan bank kepada orang lain dan melepaskan segala tanggung jawab, sehingga pada hakekatnya direksi dan dewan pengawas/dewan komisaris tidak melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka oleh para pemegang saham dan oleh Masyarakat. Kepada Bank Indonesia diberikan wewenang, untuk menetapkan kewajiban dari direksi dan dewan pengawas/dewan komisaris bank dan menetapkan pula sanksi- sanksinya. Ayat (2) : Sudah dijelaskan di atas. Pasal 31… Pasal 31. Ayat (1) : Dalam menjalankan kebijaksanaan moneter dan menjaga simpanan- simpanan masyarakat yang dipercayakan kepada bank-bank, maka Bank Indonesia untuk kepentingan likwiditas dan solvabilitas dapat mewajibkan bank-bank menurut bentuk Hukum bank itu masing-masing untuk memelihara suatu perbandingan tertentu antara alat-alat likwiditas yang dikuasainya dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhinya. Kewajiban bank untuk memelihara likwiditas sebagaimana dimaksud dalam pasal ini ialah yang secara umum dikenal dengan nama "cash ratio", "reserve requirement" atau "prosentase likwiditas" yang merupakan suatu alat kebijaksanaan di bidang moneter guna mempengaruhi kemampuan bank untuk memberikan kredit dari dana- dananya yang tersedia. Di samping itu dengan adanya kewajiban memelihara alat-alat likwiditas dimaksudkan juga untuk menjamin bahwa bank mempunyai dana-dana untuk memenuhi penarikan-penarikan yang dilakukan oleh para nasabahnya. Cash ratio tersebut ditetapkan berdasarkan suatu perbandingan tertentu antara alat- alat likwiditas yang dikuasai bank dan giro, deposito, tabungan serta kewajiban- kewajiban lainnya yang segera dapat ditagih. Kepada Bank Indonesia diberikan wewenang untuk menetapkan dan merubah cash ratio tersebut sesuai dengan kebijaksanaan Moneter yang ditetapkan oleh Pemerintah. Ayat (2) : Cukup jelas. Pasal 32. Ayat (l), (2), (3) dan (4) : Cukup jelas. Pasal 33. Cukup jelas. Pasal 34. Cukup jelas. Pasal 35. Maksud daripada ketentuan ini ialah agar supaya masyarakat mengetahui keadaan keuangan dan kegiatan usaha setiap bank dalam rangka membimbing dan mempertinggi kepercayaan masyarakat terhadap bank-bank. Pasal 36… Pasal 36. Pasal 36 ini dan demikian pula pasal 37, mengatur persoalan rahasia bank. Yang dimaksudkan dengan rahasia bank ialah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan perlu dirahasiakan. Kerasahasiaan ini diperlukan untuk kepentingan bank sendiri yang memerlukan kepercayaan masyarakat, yang menyimpan uangnya di bank. Orang hanya akan mempercayakan uangnya pada bank, apabila dari bank ada jaminan, bahwa pengetahuan bank tentang simpanan yang ada di bawah pengawasannya tidak akan disalah gunakan. Dengan adanya pasal tersebut diberi ketegasan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank. Walaupun demikian, untuk kepentingan umum dan negara dapat diadakan pengecualian terhadap ketentuan tersebut, tanpa mengurangi kepercayaan masyarakat, bahwa pengetahuan tentang simpanannya di bank akan disalah gunakan. Pasal 37. Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini tidak mengurangi tugas dan kewajiban Bank Indonesia tentang pengawasan dan pembinaan perbankan dan kelaziman dunia perbankan dalam tukar-menukar informasi. Ayat (1) : Sudah selayaknya bahwa untuk keperluan penetapan pajak, bank wajib memberi keterangan pula kepada pejabat dari Jawatan Pajak dengan izin dari Menteri Keuangan, asal dicantumkan nama wajib pajak yang dikehendaki keterangannya. Ayat (2) : Demikian pula sudah selayaknya apabila untuk keperluan peradilan, bank dapat diwajibkan memberi keterangan kepada Hakim/Jaksa dengan izin dari Menteri Keuangan dengan syarat-syarat tersebut dalam ketentuan ini. Pasal 38. Cukup jelas. Pasal 39. Ayat (1);
;
dan (4): Cukup jelas. Pasal 40. Ayat (1) dan (2) : Cukup jelas. Pasal 41. Ayat (1);
;
dan (4) : Cukup jelas. Pasal 42… Pasal 42. Ayat (1);
dan (3) : Cukup jelas. Pasal 43. Ayat (1) dan (2) dan : Cukup jelas. Pasal 44. Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan agar bank-bank yang telah didirikan dengan Undang-undang, yaitu antara lain Bank Pembangunan Indonesia dan Bank Pembangunan Swasta tetap menjalankan tugasnya sambil menunggu pengaturannya lebih lanjut berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini. Pasal 45. Mulai saat berlakunya Undang-undang ini tidak ada suatu bank yang ada di luar sistim perbankan yang dimaksud dalam Undang- undang ini. Disamping itu dalam pasal ini ditegaskan, bahwa tidak seorang atau badanpun diperkenankan mengadakan pengumpulan uang dari masyarakat ramai guna kemudian dipinjamkan lagi kepada fihak ketiga dengan memungut bunga jikalau tidak mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan atas dasar syarat-syarat sebagai ditetapkan dalam Undang-undang ini. Dalam ketentuan ini tidak termasuk Koperasi Kredit/simpan- pinjam yang telah diatur berdasarkan Undang-undang Koperasi yang berlaku. Pasal 46. Cukup jelas. Pasal 47. Cukup jelas. Pasal 48. Cukup jelas. Pasal 49. Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2842
Penetapan "Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan" dan " Undang_Undang ...
Relevan terhadap
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN "PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 3 TAHUN 1950 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH TINGKAT I SUMATERA SELATAN" DAN ,UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 16 TAHUN 1955 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 3 TAHUN 1950 (LEMBARAN-NEGARA TAHUN 1955 NO. 52)" SEBAGAI UNDANG-UNDANG. Pasal I. Peraturan-peraturan yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 3 tahun 1950 tentang pembentukan Daerah tingkat I Sumatera Selatan dan Undang-undang Darurat No. 16 tahun 1955 (Lembaran-Negara tahun 1955 No. 52) ditetapkan sebagai Undang-undang dengan beberapa perubahan dan tambahan sehingga berbunyi sebagai berikut: BAB 1. KETENTUAN UMUM. Pasal 1.
Wilayah yang meliputi Keresidenen Palembang, Bengkulu, Lampung dan Bangka-Biliton dibentuk sebagai Daerah Tingkat I Sumatera Selatan.
Untuk selanjutnya dalam Undang-undang ini "Daerah tingkat I Sumatera Selatan" disebut "Daerah". Pasal 2.
Pemerintah Daerah berkedudukan di kota Palembang.
Jika perkembangan keadaan di daerah menghendakinya, maka setelah mendengar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tempat kedudukan Pemerintah Daerah dengan keputusan Menteri Dalam Negeri dapat dipindahkan ke lain tempat dalam wilayah Daerahnya.
Dalam keadaan darurat, tempat kedudukan itu untuk sementara waktu oleh Dewan Pemerintah Daerah dapat dipindahkan ke lain tempat. Pasal 3.
Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 7 ayat (2) Undang-undang No.1 tahun 1957 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terdiri dari 35 orang anggota.
Jumlah anggota Dewan Pemerintah Daerah terdiri dari 5 orang, dalam jumlah mana tidak termasuk Kepala Daerahnya. BAB II. TENTANG URUSAN RUMAH TANGGA DAERAH. Pasal 4. Urusan tata usaha Daerah.
Daerah dengan mengingat peraturan-peraturan yang bersangkutan, menyelenggarakan segala sesuatu yang perlu untuk melancarkan jalannya pemerintahan Daerahnya, antara lain :
menyusun dan menyelenggarakan sekretariat serta pembagiannya menurut yang diperlukan;
menyelenggarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan urusan kepegawaian, perbendaharaan, pemeliharaan harta dan milik Daerah, serta lain-lain hal untuk melancarkan pekerjaan Daerah.
Penyusunan urusan-urusan Daerah termaksud dalam Undang-undang ini dilakukan menurut petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Menteri-menteri yang bersangkutan.
Guna melancarkan jalannya pekerjaan, maka Daerah menjalankan atau mengusahakan supaya dijalankan semua petunjuk- petunjuk tehnis yang diberikan oleh Menteri-menteri yang bersangkutan.
Dewan Pemerintah Daerah mengusahakan agar Menteri yang bersangkutan dapat mengetahui jalannya hal-hal yang dijalanan oleh Daerah, dengan mengirimkan laporan berkala kepada Menteri yang bersangkutan tentang hal-hal yang termasuk urusan rumah tangga dan kewajiban Daerah.
Dewan Pemerintah Daerah mengusahakan supaya kepala atau pemimpin dinas-dinas teknis masing-masing memenuhi panggilan dari Menteri yang bersangkutan untuk mengadakan pembicaraan bersama tentang urusan-urusan teknis yang termasuk pekerjaan kepala atau pemimpin urusan Daerah itu masing-masing. Pasal 5.
Dengan tidak mengurangi kemungkinan penambahan kewenangan pangkal Daerah, Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus hal-hal yang telah ditetapkan dalam Peraturan-peraturan Pemerintah:
mengenai urusan pertanian (Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1951 - Lembaran-Negara tahun 1951 No. 60);
mengenai, urusan kehewanan (Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 1951 - Lembaran-Negara tahun 1951 No. 61);
mengenai urusan perikanan darat (Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1951 - Lembaran-Negara tahun 1951 No. 62);
mengenai urusan bimbingan dan perbaikan sosial (Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1958 - Lembaran-Negara tahun 1958 No.
;
mengenai urusan kesehatan (Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1952 - Lembaran-Negara tahun 1952 No. 82);
mengenai urusan pekerjaan umum (Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1953 - Lembaran-Negara tahun 1953 No. 31);
mengenai urusan perindustrian-kecil (Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1954 - Lembaran-Negara tahun 1954 No. 24);
mengenai urusan perikanan laut, kehutanan dan karet rakyat (Peraturan Pemerintah No. 64 tahun 1957 -Lembaran-Negara tahun 1957 No. 169);
mengenai urusan perumahan (Peraturan Pemerintah No. 6 tahun dengan ketentuan, bahwa di mana dalam Peraturan-peraturan Pemerintah itu masih disebut "Propinsi" harus dibaca "Daerah tingkat I".
Penambahan kewenangan pangkal dari Daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal 31 ayat (3) dan (4) Undang-undang No. 1 tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Pasal 6. A. Pengambilan benda tambang tidak tersebut dalam pasal 1 "Indische Mijnwet".
Pemerintah Daerah diberi hak menguasai benda-benda tambang (delfstoffen) yang tidak disebut dalam pasal 1 ayat (1) "Indische Mijnwet", Staatsblad 1899 No. 214jo. Staatsblad 1919 No. 4 yang terdapat di tanah-tanah Negeri bebas (Vrij Landsdo- mein).
Dalam menjalankan kewenangan yang dimaksud dalam ayat (1) di atas berlaku mutatis mutandis ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam peraturan tentang syarat-syarat umum mengenai pemberian izin mengambil benda-benda tambang dimaksud, yang dimuat dalam Staatsblad 1926 No. 219 (sejak beberapa kali diubah dan ditambah).
Semua surat-surat izin tentang pengambilan benda-benda tambang yang telah dikeluarkan sebelumnya berlaku Undang-undang ini, sepanjang dapat dipandang masih berlaku, sesudah mulai berlakunya Undang-undang ini tetap berlaku dan dapat ditarik kembali atau diganti dengan surat izin baru oleh Dewan Pemerintah Daerah.
Dewan Pemerintah Daerah tidak memberi izin tentang pengambilan benda-benda tambang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini kepada siapa saja, atau menarik kembali izin yang lama, apabila tentang hal-hal itu belum diperoleh pertimbangan dari Kepala Jawatan Pertambangan, kecuali mengenai izin yang diberikan kepada penduduk asli untuk mengambil benda-benda tambang itu dari tempat-tempat yang luasnya tidak lebih dari 3 hektare, yang dikerjakan dengan kekuatan tenaga manusia dan dipakai untuk keperluannya sendiri.
Pada waktu mulai berlakunya Undang-undang ini, maka bagi Daerah tidak berlaku lagi ketentuan-ketentuan tentang hal penyerahan hak-hak kekuasaan pemberian izin pengambilan benda-benda tambang dimaksud kepada "Hoofden van Gewestelijk Bestuur" di luar Jawa yang dimaksud dalam Staatsblad 1926 No. 137 dan sepanjang mengenai keputusan Gubernur Jenderal dahulu tanggal 26 Januari 1935 No. 21, dimuat dalam Staatsblad 1935 No. 42, maka peraturan ini tidak berlaku lagi bagi Daerah, sesudah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut diganti dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan daerah yang ditetapkan oleh Daerah itu. B. Perhubungan dan lalu-lintas jalan. Pemerintah Daerah menjalankan kewenangan, hak, tugas dan kewajiban tentang urusan lalu-lintas jalan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dengan "Wegverkeersordonnantie" dan "Wegverkeers-verordening" Staatsblad 1933 No. 86 dan Staatsblad 1936 No. 431 sebagaimana bunyinya Staatsblad-Staatsblad tersebut sekarang, setelah diubah dan ditambah jo. Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1958 (Lembaran-Negara tahun 1958 No. 28). C. Penangkapan ikan di pantai. Pemerintah Daerah menjalankan kewenangan, hak, tugas dan kewajiban mengenai penangkapan ikan di pantai yang menurut ketentuan dalam pasal 7 ayat (2) dari "Kustvisscherijordonnantie" Staatsblad 1927 No. 144, sejak telah diubah dan ditambah, paling akhir dengan Staatsblad 1940 No. 25, dahulu dapat diatur dengan "gewestelijke keuren". D. Pengawasan yang bersangkutan dengan izin perusahaan yang menimbulkan gangguan. Dewan Pemerintah Daerah menjalankan kekuasaan yang menurut ketentuan pasal 10 ayat (2) sub b "Hinder-ordonnantie" (Staatsblad 1926), sejak telah diubah dan ditambah, dahulu dijalankan oleh "Gouverneur". E. Hal sumur boor.
Daerah diberi hak untuk mengatur hal-hal tentang pembikinan sumur boor oleh pihak lain dari Negara yang ditetapkan dalam ordonnantie tanggal 10 Agustus 1912 Staatsblad No. 430 yang sejak telah ditambah dan diubah.
Pada waktu mulai berlakunya peraturan-daerah dimaksud dalam ayat (1), maka ordonnantie Staatsblad No. 430 tahun 1912 tersebut, berhenti berkekuatan bagi wilayah Daerah yang bersangkutan.
Dewan Pemerintah Daerah tidak memberikan izin untuk pembikinan sumur boor, dengan tiada pertimbangan dari Jawatan Geologie. F. Hal penguburan mayat.
Dengan tidak mengurangi kewenangan, hak, tugas dan kewajiban daerah-daerah tingkat bawahan dalam wilayah daerahnya. Daerah diberi hak mengatur hal-hal yang dahulu telah diatur dalam ordonnantie tentang penguburan mayat, tanggal 15 Desember 1864 (Staatsblad 1864 No. 196) sebagaimana bunyinya ordonnantie ini sesudah diubah dan ditambah.
Jika Daerah mempergunakan haknya yang tercantum dalam ayat (1), maka bagi Daerah yang bersangkutan itu, ordonnantie tersebut berhenti berkekuatan pada waktu peraturan-daerah yang ditetapkan oleh Daerah itu, mulai berlaku. Pasal 7. Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam pasal 5 di atas, Pemerintah Daerah dengan mengingat ketentuan yang di- maksud dalam pasal 38 Undang-undang No. 1 tahun 1957 berhak pula mengatur dan mengurus hal-hal termasuk kepentingan daerahnya yang tidak diatur dan diurus oleh Pemerintah Pusat, kecuali apabila kemudian oleh peraturan perundangan yang lebih tinggi tingkatannya diadakan ketentuan lain. BAB III. TENTANG HAL-HAL YANG BERSANGKUTAN DENGAN PENYERAHAN, KEKUASAAN, CAMPUR TANGAN DAN PE GAN DAN PEKERJAAN-PEKERJAAN YANG DISERAHKAN KEPADA DAERAH. Pasal 8. Tentang pegawai-pegawai Daerah.
Dengan tidak mengurangi hak untuk mengangkat pegawai Daerah termasuk dalam pasal 53 Undang-undang No.1 tahun 1957, maka untuk menyelenggarakan hal-hal yang termasuk urusan rumah tangga dan kewajiban Daerah, setelah mendengar Dewan Pemerintah Daerah, dengan keputusan Menteri yang bersangkutan dapat :
diserahkan pegawai Negara untuk diangkat menjadi pegawai Daerah;
diperbantukan pegawai Negara untuk dipekerjakan kepada Daerah.
Dengan mengingat peraturan-peraturan yang ada mengenai pegawai Negara, maka dengan keputusan Menteri yang bersangkutan dapat diadakan ketentuan-ketentuan tentang kedudukan pegawai Negara yang diserahkan atau diperbantukan kepada Daerah.
Pemindahan pegawai Negara yang diperbantukan kepada Daerah ke daerah swatantra lain, diatur oleh Menteri yang bersangkutan sesudah mendengar pertimbangan Dewan Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
Pemindahan pegawai Negara yang diperbantukan kepada Daerah di dalam wilayah Daerahnya, diatur oleh Dewan Pemerintah Daerah dan diberitahukan kepada Menteri yang bersangkutan.
Penetapan dan kenaikan pangkat dan gaji dari pegawai yang diperbantukan menurut ketentuan dalam ayat (1) sub b di atas diselenggarakan oleh Kementerian yang bersangkutan dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Pemerintah Daerah.
Kenaikan gaji berkala, pemberian istirahat, baik istirahat tahunan, istirahat besar maupun istirahat karena sakit/hamil dan sebagainya dari pegawai-pegawai Negara yang diperbantukan kepada Daerah diputus oleh Dewan Pemerintah Daerah menurut peraturan-peraturan yang berlaku bagi pegawai Negara dan diberitahukan kepada Menteri yang bersangkutan. Pasal 9. Tentang hal tanah, bangunan, gedung dan lain-lain sebagainya.
Tanah, bangunan, gedung dan barang-barang tidak bergerak lainnya milik Pemerintah, yang dibutuhkan oleh Daerah untuk memenuhi tugas kewajibannya menurut Undang-undang ini, diserahkan kepada Daerah dalam hak milik atau diserahkan untuk dipakai atau diserahkan dalam pengelolaan guna keperluannya.
Barang-barang inventaris, dan barang bergerak lainnya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan urusan rumah tangga dan kewajiban Daerah, diserahkan kepada Daerah dalam hak milik.
Segala hutang-piutang yang bersangkutan dengan hal-hal yang diserahkan kepada Daerah, mulai saat penyerahan tersebut menjadi tanggungan Daerah, dengan ketentuan, bahwa penyelesaian soal-soal yang timbul mengenai hal itu dapat diminta pada Pemerintah Pusat.
Untuk penyelenggaraan tugas kewajiban Daerah, Kementerian yang bersangkutan, menyerahkan kepada Daerah, sejumlah uang yang ditetapkan dalam ketetapan Menteri yang bersangkutan, sekedar perbelanjaannya yang dimaksud sebelum diselenggarakan oleh Daerah termasuk dalam, anggaran belanja Kementerian yang bersangkutan itu. BAB IV. TENTANG KEUANGAN DAERAH. Pasal 10. Pemerintah Daerah mengatur keuangan daerahnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 56 sampai dengan 61 Undang-undang No. 1 tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan menurut Undang-undang No. 32 tahun 1956 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta aturan-aturan kelanjutan dan pelaksanaannya. BAB V. KETENTUAN PERALIHAN. Pasal 11. Semua peraturan daerah termasuk pula "Keuren en reglementen van politie" sebagai dimaksud dalam Staatsblad 1938 No. 618 jo. Staatsblad Pemerintah Daerah dan yang masih berlaku sampai saat mulai berlakunya Undang-undang ini, sepanjang peraturan-peraturan dimaksud mengatur hal-hal yang berdasarkan Undang-undang ini termasuk tugas kewajiban Daerah, berlaku terus dalam daerah hukumnya semula sebagai peraturan Daerah, dan dapat dicabut, ditambah atau diubah oleh Pemerintah Daerah. BAB VI. KETENTUAN PENUTUP.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 9 lainnya
17 MEDIAKEUANGAN 16 VOL. XV / NO. 152 / MEI 2020 NEW THINKING OF Sebagai respon terhadap perubahan zaman dan semakin berkembang pesatnya teknologi informasi dan komunikasi, Kementerian Keuangan mulai mengintegrasikan inisiatif transformasi ke dalam konteks yang lebih modern dengan menerapkan aspek digitalisasi. New Thinking of Working dan Office Automation menjadi bagian dari tema sentral inisiatif Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan. Dengan adanya pandemik COVID-19 dan penerapan Work From Home (WFH), hasil dari inisiatif ini juga makin bisa dirasakan manfaatnya. Apa saja yang sudah dan masih perlu dilakukan? Digitalisasi probis administrasi Perkantoran yang menuju digital workplace Efisiensi probis dan operasional unit Flexible working hours compress working hours Remote working Green organization “Kunci keberhasilan remote workin g adalah kematangan. Ada dua kematangan: kematangan organisasinya dan kematangan individunya atau employee -nya. Keduanya ini harus betul-betul dijajaki, bukan sekedar diluncurkan kebijakannya. Kematangan organisasi itu seberapa jauh sistem arahan leadership -nya, strateginya. Kematangan individu adalah seberapa pegawai bisa dipercaya dan lain-lain.” Alexander Sriwewijono - __ Psikolog “Perubahan di Kementerian Keuangan hanya akan terjadi apabila institusi ini dan manusia-manusianya keep learning . Kalau institusi dan manusianya berhenti belajar, berhenti mencari pengetahuan, saya yakin dia niscaya akan berhenti saja. Dia akan merasa cukup dan akhirnya ‘ mandeg ’. Dan itulah pangkal dari disaster . Kita tahu dalam sejarah yang ‘ mandeg ’ itu akan menjadi extinct atau punah”. Sri Mulyani, Menkeu pada Bincang Transformasi Unlocking the Future of Learning Penyediaan fasilitas video conference (cisco jabber dan zoom) Aplikasi pendukung WFH (Nadine/aplikasi naskah dinas, email, e-dropbox) Infrastruktur pendukung (akses vpn, bandwith yang memadai, back up power suplly pada Data Center) Tata Kelola (protokol DRP dan BCP saat WFH) Terobosan sarana prasarana Kemenkeu saat penerapan WFH akibat wabah Covid-19: KMK Nomor 119 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Rencana Keberlangsungan Layanan ( Business Contunity Plan ) terkait dampak Covid-19 di lingkungan Kemenkeu Percepatan penyelesaian modul presensi di dalam office automation Percepatan pengembangan e-Kemenkeu versi mobile Penggunaan aplikasi naskah dinas Nadine dalam pelaksanaan tugas dan fungsi selama WFH. Terobosan tata kelola Kemenkeu saat mekanisme WFH: Dit. Audit KC DJBC Dit. PPK BLU DJPB Sekretariat LNSW Sekretariat BPPK Direktorat KITSDA DJP Biro Organta, Setjen CTO, Setjen Sekretariat DJKN Inspektorat 7 Itjen Dit. PRKN DJPPR Dit. ESI DJPK Dit. PNBP SDA KND, DJA Sekretariat BKF Kantor yang sudah menerapkan di lingkungan Kementerian Keuangan Infografik MEDIAKEUANGAN 16 17 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020
Teks Dimach Putra | Foto Anas Nur Huda 33 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 MEDIAKEUANGAN 32 VENGGI OBDI OVISA Desainer Publikasi Cetak Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat Jenderal Profesi Membumikan Pesan Lewat Visual Berkesan K arier di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selalu diidentikkan dengan pekerjaan-pekerjaan berat terkait aggaran dan keuangan negara. Tak bisa dipungkiri, memang itu yang menjadi tugas utama para pegawai Kemenkeu. Tapi butuh sentuhan seorang desainer visual untuk bisa mengkomunikasikan sebuah kebijakan keuangan supaya bisa diterima dengan mudah oleh masyarakat. Adalah Venggi Obdi Ovisa, salah satu pegawai di Kementerian Keuangan yang menggeluti profesi desainer visual. Saat ini ia bertugas di Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI), Sekretariat Jenderal. Sebagai desainer di Subbagian Publikasi Cetak, Bagian Manajemen Publikasi, Asah keahlian karena tuntutan Venggi, begitu pria berusia 29 tahun ini biasa dipanggil. Ia bergabung menjadi pegawai di Kemenkeu pada tahun 2012, selepas menamatkan pendidikan Diploma III Akuntansi dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Saat itu Ia hanya menjalani garis takdir yang telah diguratkan oleh-Nya. Tak terpikir sekalipun bahwa nanti Ia akan tercebur mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang lebih mengasah kreativitas otak kanannya. ”Waktu kuliah cuma suka edit foto di photoshop . Seperti anak muda kebanyakan yang baru punya laptop gitu,” cerita Venggi mengenang ketertarikan awalnya dengan dunia desain visual. Sebagai pegawai di hubungan masyarakat (humas) atau Biro KLI Sekretariat Jenderal di Kemenkeu, ia ditempatkan di unit Bagian Manajemen Opini Publik. Tempat pertamanya bertugas itu memiliki tanggung jawab untuk menyelenggarakan acara sosialisasi atau edukasi. Kebutuhan produk visual pendukung kegiatan berbanding lurus dengan banyaknya acara yang harus diselenggarakan. Keterbatasan pegawai memang sedikit menjadi penghambat. Terlebih karena permintaan jasa desain yang harus dilayangkan ke unit yang tersedia SDM desainer juga terbatas. Di situ, permintaan desain dari unit tempat pria berputra satu ini bertugas harus mengantri dengan permintaan desain lain terkait publikasi kehumasan untuk seluruh Kemenkeu. Tidak ada yang menyuruh pria kelahiran Solok, Sumatra Barat ini untuk mengerjakan desain untuk keperluan acara yang diadakan di tempatnya. Sebagai lulusan STAN, ia diarahkan untuk fokus mengelola keuangan di tempatnya. Tetapi kebutuhan yang mendesak itu membuat hatinya kian terusik. ”Aku ngenes aja waktu lihat desain sertifikat atau backdrop acara yang saking banyaknya jadi ga kepegang, akhirnya mereka bikin seadanya,” tukasnya. Dari situ ia berinisiatif untuk membantu mengerjakan desain visual dengan kemampuan terbatas yang dimilikinya. Ia merasa setidaknya telah memiliki sense estetika, tinggal bagaimana kemampuan itu terus diasah sehingga semakin baik pula hasilnya ke depan. Ala bisa karena biasa, begitu pepatah yang Ia ingat saat itu. Berkah dan kutukan dari keahlian Inisiatif kecil dari bapak satu anak ini rupanya berganjar apresiasi. Karya- karyanya banyak dipuji oleh rekan kerja dan para atasan. Sampai akhirnya Ia dimintai tolong untuk membantu mengubah layout Laporan Analisis Opini Publik Mingguan. Produk laporan tersebut bahkan bukan dari Subbagian tempatnya ditugaskan. Tapi itu tak membuatnya lantas malas mendapat tantangan baru. ”Punya keahlian khusus di sini tuh ibarat koin, punya dua sisi,” ungkapnya, lalu dilanjutkan dengan sedikit terkekeh, ”Positifnya itu bikin pekerjaan kita di- notice atasan, tapi di sisi lain itu bikin kita
“ABW merupakan bagian dari inisiatif RBTK The New Thinking of Working untuk perubahan budaya Kemenkeu. CTO sebagai inisiator sudah melakukan walk the talk sebagai unit yang mengimplemen- tasikannya paling awal. Budaya ABW seperti no dedicated seat berjalan sangat baik hingga level setara Eselon II” Herry Hernawan Chief Change Management Officer II, CTO mendukung kolaborasi dan rencana delayering . “Kedua, aspek teknologi data center (DC). Dengan luas sekitar 900 m2, DC Kemenkeu memiliki kapasitas yang sangat mencukupi dalam mengelola operasional sistem untuk mendukung proses bisnis Kemenkeu,” ungkapnya optimistis. DC Kemenkeu juga didukung oleh Data Recovery Center (DRC) sebagai redundansi untuk pemulihan akibat bencana. Ketiga, aspek perangkat pengguna. Saat ini masih terdapat pengguna yang bersifat fix seperti personal computer yang tidak mendukung mobilitas bekerja. “Ke depannya, diharapkan setiap pegawai dapat memanfaatkan perangkat pengguna yang mobile serta comply dengan standar perangkat end user dan keamanan informasi yang di di Kemenkeu,” jelas Herry. Terakhir, aspek jaringan. Herry menyatakan Pusintek telah menyiapkan jaringan intranet dan internet yang cukup memadai. Selama adanya kebijakan WFH, penggunaan masih di bawah 30 persen. Dari sisi sumber daya manusia (SDM), Kepala Biro SDM Setjen Kemenkeu Humaniati mengungkapkan fakta menarik seputar kesiapan SDM Kemenkeu menuju digital workplace . “Dilihat dari peta demografi komposisi pegawai Kemenkeu, lebih dari 25 persen pegawai adalah generasi X yang technology- savvy , sekitar 65 persen pegawai merupakan generasi Y dan Z, mereka adalah milenial dan bisa disebut digital native , sedangkan generasi baby boomer berada di angka 10 persen,” nyata wanita kelahiran Madiun tersebut. Meskipun baby boomer , menurut Humaniati, para pegawai tersebut cukup fasih dalam mengaplikasikan teknologi digital. Untuk meningkatkan kapasitas SDM Kemenkeu supaya adaptif terhadap kemajuan teknologi, ia menekankan tiga aspek utama. Pertama, organisasi dan budaya. “Suasana yang tidak lepas dari teknologi membuat organisasi dan para pegawai akan beradaptasi sehingga dari “terpaksa” menjadi “terbiasa” dan “bisa” dengan maksimal memberdayakan teknologi yang dibutuhkan.” Kedua, penguatan SDM. Humaniati menyebutkan dua arah pengembangan SDM Kemenkeu agar optimal memanfaatkan teknologi, yaitu hard competency dan soft competency . Pemenuhan kebutuhan tersebut didukung dengan keberadaan BPPK. Terakhir, penguatan regulasi. “Penguatan regulasi diperlukan agar ada keselarasan antarunit dalam pemanfaatn IT di organisasinya masing-masing.” Menuju era transformasi digital, ia mengatakan pihaknya selalu berupaya mengisi kebutuhan pegawai di bidang teknologi informasi sekaligus menambah pelatihan- pelatihan di bidang tersebut. Menurutnya, jajaran pimpinan Kemenkeu baik di pusat maupun daerah juga menunjukkan komitmen saling membangun semangat untuk menuju digital workplace . Humaniati menilai Kemenkeu secara komprehensif sangat siap menuju digital workplace . Namun, ia mengharapkan nantinya implementasi digital workplace secara utuh tidak meninggalkan sisi humanity pegawai. “Harapan saya, pegawai tetap berkinerja tinggi dan produktif, selalu berbahagia, dan memiliki sikap agile dan adaptif di tengah perkembangan saat ini. Dan tentunya tetap menjaga moral dan integritas yang baik,” pungkasnya. Roadmap Implementasi Modul E-Kemenkeu Kehadiran pegawai Cuti Izin ketidakhadiran/TL/PSW Izin luar negeri Informasi pegawai Agenda pegawai Proyek Naskah dinas Rapat/event Pengelolaan ruang rapat/event Pengelolaan lembur Pengelolaan mutasi dan promosi Pengelolaan aduan (fasilitas perkantoran dan TIK) Layanan Balai Kesehatan Layanan perpustakaan Beban kerja Pengajuan angka kredit fungsional Layanan TIK Aset pengguna Perjalanan dinas Informasi dan pengajuan diklat Informasi dan pengajuan beasiswa Kinerja pegawai Peminjaman kendaraan dinas Laporan harta kekayaan pegawai 2020 2021 I II III IV
Rapika Erawati S.H. ...
Relevan terhadap
kebijakan pengaturan dalam PMK SBM tahun anggaran sebelumnya (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119PMK.02/2020 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2021), termasuk masih mempertimbangan pelaksanaan teknis kegiatan di masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang antara lain kegiatan-kegiatan yang sebelumnya offline (rapat konsiyering, rapat dalam kantor, dan rapat-rapat lainnya, diklat-diklat) dapat difasilitasi dengan kegiatan yang dilakukan secara online yang mengakibatkan efisiensi dari Kementerian Negara/Lembaga terkait sehingga biaya untuk konsumsi rapat/diklat maupun transportasi rapat/diklat bias berkurang dari Kementerian Negara/Lembaga terkait. Penyesuaian besaran SBM TA 2022 dapat saja dilakukan dengan mempertimbangkan proyeksi inflasi untuk masing-masing item di masing-masing provinsi di Indonesia. Selain itu, penyesuaian SBM TA 2022 dapat juga berasal dari usulan atau hasil koordinasi dengan Kementerian Negara/Lembaga terkait yang akan menggunakan SBM TA 2022. Menurut penulis, beberapa hal penyempurnaan yang dilakukan dalam PMK SBM TA 2022 dari PMK SBM TA 2021 antara lain penyempurnaan norma, yaitu penyesuaian norma honorarium narasumber, penyesuaian norma honorarium Penanggung jawab pengelolaan keuangan, honorarium pengadaan barang/jasa. Honorarium pengelola sistem akuntansi instansi (SAI) dan penyempurnaan besaran yakni penyesuaian uang harian luar negeri di Afrika, penyesuaian indeks bahan makanan Mahasiswa/Siswa Sipil dan mahasiswa Militer/Semi Militer di lingkungan sekolah kedinasan, satuan biaya operasional khusus kepala perwakilan RI di luar negeri, hasil survei BPS. Penyempurnaan norma maupun redaksional tersebut lebih mempertegas pengaturan/penjelasan item-item SBM sehingga diharapkan SBM TA 2022 lebih mudah dipahami dan diimplementasikan oleh Kementerian Negara/Lembaga selaku pengguna SBM TA 2022. Pada prinsipnya PMK SBM 2022 bertujuan untuk menjaga efisiensi anggaran negara, serta membuat standar yang sama untuk seluruh kementerian negara/Lembaga. Dengan adanya PMK SBM TA 2022, penulis berharap bahwa proses perencanaan anggaran di kementerian negara/lembaga dapat menjadi lebih efektif dan efisien dimana sudah ada standar biaya dalam menentukan suatu pelaksanaan kegiatan kementerian negara/Lembaga yang memuat mengenai satuan biaya berupa harga satuan, tarif, dan indeks, namun tetap dengan memperhatikan kualitas pelaksanaan kegiatan dan tugas pada masing- masing kementerian negara/lembaga. PMK SBM TA 2022 dapat diunduh https: //jdih.kemenkeu.go.id/download/a73998d2-c308- 4451-a907-35438a028e80/60~PMK.02~2021Per.pdf
EFISIENSI PERENCANAAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA MELALUI STANDAR BIAYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 2022 _Oleh: _ Rapika Erawati , Analis Hukum Anggaran Senior pada Biro Hukum-Sekretariat Jenderal Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.02/2021 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2022 (PMK SBM TA 2022) telah diundangkan tanggal 8 Juni 2021yang merupakan salah satu instrumen penyusunan anggaran Kementerian Negara/Lembaga (K/L) Tahun Anggaran (T.A) 2022 dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) T.A 2022. PMK SBM TA 2022 disusun untuk melaksanakan ketentuan pasal 5 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (PP 90/2010) dan Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.02/2013 tentang Pedoman Standar Biaya, Standar Struktur Biaya, dan Indeksasi dalam Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Dalam Pasal 5 ayat (5) PP 90/2010 dan Pasal 5 ayat (2) PMK 71/2013 disebutkan bahwa “Ketentuan mengenai standar biaya, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Kementerian Negara/Lembaga ”. Dari sisi urgensi/amanat pembentukan PMK SBM TA 2022 tersebut sudah tepat, mengingat Standar Biaya Masukan adalah satuan biaya berupa harga satuan, tarif, dan indeks yang ditetapkan untuk menghasilkan biaya komponen keluaran dalam penyusunan RKA-K/L TA. 2022. Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2022 (SBM TA 2022) berlaku untuk seluruh Kementerian Negara/Lembaga dimana sebagai perencanaan (penyusunan RKA-K/L) berfungsi sebagai batas tertinggi untuk menghasilkan biaya komponen output dan alat reviu angka dasar ( baseline ). Sedangkan dalam pelaksanaannya berfungsi sebagai batas tertinggi atau estimasi. Batas tertinggi merupakan besaran biaya yang tidak dapat dilampaui (Lampiran I PMK SBM TA 2022) sedangkan sebagai estimasi merupakan prakiraan besaran biaya yang dapat dilampaui dengan mempertimbangkan harga pasar, proses pengadaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketersediaan alokasi anggaran dan prinsip ekonomis, efisiensi, dan efektifitas (Lampiran II PMK SBM TA 2022). Kementerian Negara/Lembaga wajib menggunakan SBM TA 2022 dalam penyusunan RKA-K/L Tahun Anggaran 2022 dan pelaksanaan Tahun Anggaran 2022 dimana tanggung jawab atas kesesuaian dan kebenaran atas penggunaan SBM TA 2022 sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Aparat pengawasan Intern Pemerintah (APIP) wajib melakukan pengawasan dan melaporkan kepada Menteri/pimpinan Lembaga.
BPHN
Relevan terhadap
FGD Temuan Pokja Analisis dan Evaluasi Hukum Terkait Perpajakan Jakarta, BPHN.go.id -Dalam rangka mempertajam hasil analisis dan evaluasi serta rekomendasi Kelompok kerja Analisis dan Evaluasi Hukum Terkait Perpajakan melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) pada tanggal 9-10 Juli 2018 bertempat di Hotel Ibis, Cawang, Jakarta dibuka oleh Liestiarini Wulandari, S.H.,M.H., Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN Dalam sambutannya Kepala Pusat AE menyampaikan bahwa kegiatan analisis dan evaluasi hukum di Pusat AE menjadi prioritas nasional yang rencana aksinya diikuti oleh Kementerian dan Lembaga terkait. Dari perundang-undangan terkait perpajakan yang telah diinventarisasi, Pokja diharapkan bisa menghasilkan suatu rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti oleh Kementerian/ Lembaga terkait. Kepala Bidang Sosial Budaya Pusat Analisis dan Evaluasi, Apri Listiyanto,S.H. menjelaskan bahwa forum ini dapat digunakan untuk mencari dan mendiskusikan temuan-temuan dan pemantapan rekomendasi yang disepakati untuk dihimpun sebagai laporan dari Pokja ini. Pokja analisis dan evaluasi ter kait perpajakan telah menginventari sasi 27 peraturan perundang-un dangan. Salah satu poin yang mengemuka dalam pembahasan di forum ini terkait dengan kepastian hukum dan perlunya sinkronisasi dalam peraturan perundang-un dangan terkait Perpajakan. Dalam diskusi dibahas beberapa temuan dalam Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) terkait tanda tangan elektronik atau digital. Dalam UU KUP Pasal 3 ayat (1) huruf b tidak ada definisi yang jelas dari tanda tangan elektronik atau digital, sehingga tidak dapat diketahui jenis dari tanda tangan elektronik tersebut dalam UU ini. Misalkan dalam SPT online, tidak ada bukti apapun bahwa wajib pajak sudah menandatangani, hanya submit lalu selesai, apakah submit tersebut dapat dianggap sebagai sudah menandatangani. Selain membahas temuan dalam UU KUP , forum juga mendiskusikan tentang keberadaan pengadilan pajak. UU Pengadilan Pajak dinilai tidak sesuai dengan UUD 1945 karena secara administrasi pengadilan pajak masih ada di bawah Kementerian Keuangan padahal seharusnya sudah lepas dari eksekutif. Hadir pada FGD tersebut, Ketua Pokja, Dian Puji Nugraha Simatupang (FH UI), anggota Pokja yang terdiri dari perwakilan dari Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, DitJen Bina Keuangan Daerah, Kemendagri, Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Ditjen PP Kemenkumham, Kadin Indonesia, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia, Center for Regulatory Research, Balitbang Hukum dan HAM Kemenkumham, dan analis hukum dari Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum BPHN. (*)
Topik E-Commerce Mengemuka dalam FGD Pokja Perdagangan Lintas Negara Jakarta, BPHN.go.id - Kelompok kerja analisis dan evaluasi terkait Perdagangan Lintas Negara melaksanakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Ibis Cawang Jakarta, Senin-Selasa 30-31 Juli 2018. FGD ini bertujuan untuk sosialisasi temuan-temuan yang sudah dilakukan oleh para anggota Pokja. Hadir dalam kegiatan ini Yu Un Oposunggu (Dosen FH- UI) sebagai Ketua Pokja beserta beberapa anggota pokja diantaranya dari Kementerian Perdagangan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan serta Peneliti dari LIPI. Topik yang diangkat terkait perdagangan lintas negara semua dalam tujuannya untuk melaksanakan Ease of Doing Bussines (EoDB) di Indonesia. Bicara tentang perdagangan lintas negara maka tidak terlepas dari perdagangan atau transaksi e-commerce (perdagangan dengan sistem elektronik). Pada era serba digital sekarang ini, banyak proses jual beli berlangsung menggunakan akses internet. Jumlah transaksi e-commerce saat ini nilainya terus meningkat secara signifikan. Sedangkan regulasi yang mendukung untuk kegiatan tersebut belum siap, hal ini dapat membuat Indonesia tertinggal dari negara lain dan juga ada potensi pemasukan negara yang belum ditangkap karena dasar hukumnya belum kuat. Hal ini menjadi topik diskusi yang sangat mengemuka selama jalannya pelaksanaan FGD. Pelaksanaan FGD berjalan sangat menarik dengan penuh dinamika, para peserta sangat antusias memberikan pendapat serta kritisi yang cukup tajam. FGD belum menghasilkan rekomendasi karena masih terdapat beberapa materi yang harus dibahas dengan narasumber dan para pakar.
Rapat Antar Kementrian Pemantauan Program Penyusunan RUU, PP dan Perpres Tahun 2018 JAKARTA, BPHN.go.id - Badan Pembinaan Hukum Nasional menga dakan Rapat antar Kementrian Program Penyusunan (Progsun) RPP dan RPerpres 2018, yang bertempat di ruang Aula BPHN, Rabu (15/08). Rapat ini dibuka langsung oleh PLT Kepala BPHN Prof. Dr. H. R. Benny Riyanto. S.H.,M.Hum yang ditunjuk sebagai pengganti kepala BPHN sebelumnya Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, SH.,M. Hum yang telah di angkat menjadi hakim Mahkamah Konstitusi. Kegiatan rapat ini mem bahas tentang pemantauan program penyu sunan RUU, PP dan Perpres yang telah ditetapkan sejak awal. Rapat yang dipimpin oleh Tongam Renikson Silaban S.H., M.H selaku Kepala Bidang Perencana Legislasi ini diadakan kembali karena masih banyaknya RUU, PP dan Perpres yang masih berjalan ditempat. Selain itu rapat ini juga mem bahas mengenai solusi dari per masalahan RUU, PP dan RPerpres yang ternyata masih tertahan baik dalam proses PAK, Harmonisasi atau bahkan masih dari internal K/L sendiri. Rapat antar kementrian ini sebenarnya memiliki tujuan utama sebagai forum informasi monitoring serta evaluasi dalam perencanaan. Pada rapat kali ini dihadiri oleh beberapa perwakilan dari Kementerian terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan dan Kementerian lainnya yang melaporkan perkembangan dari RUU, PP dan Perpres yang telah dicanangkan. Karena adanya hambatan atau permasalahan mengenai Prog sun, RPP dan Rperpres 2018, diha rap kan kementrian menyam paikan permasalahan yang ada ke BPHN sebagai bentuk tindaklanjut agar dapat dipecahkan dan dikordinasikan. (Raung/Humas)
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 4 lainnya
Dari Desa, Karena Desa, Untuk Desa 43 MEDIAKEUANGAN 42 VOL. XV / NO. 154 / JULI 2020 Teks CS. Purwowidhu MEDIAKEUANGAN 42 oleh 15 ribu orang. Tidak dinyana kegiatan ini menjadi titik balik kehidupan Dodik. “Ibu saya kan penjual nasi, entah kenapa para peserta jambore beli nasinya ke rumah semua,” kenang pria yang aktif di lebih dari 20 organisasi ini dan pernah mengetuai lebih dari setengahnya. Hasil berjualan nasi sang ibu yang setelah dikumpulkan sebesar Rp3,5 juta berhasil menghantarkan Dodik mendaftar kuliah di UTM. Selanjutnya Dodik menuntaskan jenjang S1 tersebut dengan beasiswa bidikmisi dari pemerintah. Saat menempuh S2 di Amerika, Dodik tidak meninggalkan kegemaran berorganisasi, mulai dari aktif di NGO internasional hingga menjadi ketua pengajian di Asosiasi Muslim Indonesia di Michigan dilakoninya. Tidur dua hingga 3 jam per hari menjadi makanan sehari- hari Dodik yang harus berjibaku membagi waktunya untuk istri, kegiatan kampus, dan kegiatan organisasi lainnya. Keuletan salah satu pendiri organisasi Permadani Diksi Nasional tersebut berbuah manis. Masa studi S2 yang seharusnya ditempuh selama 2 tahun bisa diselesaikan hanya dalam jangka 1,5 tahun dengan hasil memuaskan, ditambah lagi dengan kelahiran buah hati pertama Dodik dan istrinya di US kala itu. Dodik berpesan kepada anak muda di Indonesia untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri tapi juga memikirkan orang lain. “Dari sekarang ikutlah organisasi, baktikan diri Anda kepada rakyat, kepada desa,” lugasnya. Ia berharap generasi muda Indonesia dapat menjadi yang terbaik dalam setiap langkah kehidupan yang dijalani karena apa yang dilakukan saat ini adalah investasi untuk masa depan. “Jangan berfokus hanya kepada mencari gelar pendidikan semata, karena Allah akan mengangkat derajat orang karena ilmunya, bukan karena gelar pendidikannya. Jangan pernah takut miskin mencari ilmu, karena Allah akan selalu membukakan pintu rezeki kepada mereka yang cinta mencari ilmu,” pungkas Dodik. I ndonesia memiliki 74.953 desa dengan beragam potensi dan kekayaan, seperti pertanian, perikanan, peternakan, kerajinan, dan pariwisata yang dikemas sesuai kearifan lokal masing-masing desa. Namun, di balik ragam potensi dan kekayaan desa tersebut, rantai kemiskinan masih erat membelenggu desa. Tak bisa ditampik, hal ini menjadi salah satu faktor anak-anak muda di desa beralih ke kota. Tidak terbayangkan apabila kondisi tersebut terus berlangsung, sementara keberlanjutan sumber daya desa dibutuhkan untuk menyokong keberlangsungan kehidupan kota. Adalah seorang putra Sampang, Madura, Dodik P. Wijaya atau kerap disapa Dodik, yang memilih untuk tetap membangun Indonesia dari desa, sekembalinya dari menempuh beasiswa S2 di Amerika, yang diperolehnya melalui pendanaan LPDP jalur Afirmasi Bidikmisi Berprestasi. Di tahun 2018, sepulangnya ke tanah air, lulusan Master Hukum dari Michigan State University (MSU) tersebut kembali ke Madura dan menjadi dosen di almamaternya, Universitas Trunojoyo Madura (UTM). Ia aktif di beberapa penelitian dan berfokus pada hukum internasional. Di akhir 2018, pria yang mencintai pendidikan ini berhasil lulus seleksi beasiswa S3 LPDP. Semula direncanakan, akhir tahun 2019 ia kembali berangkat ke Amerika. Namun takdir berkata lain, rencana tersebut ditunda sementara waktu karena ia harus menunaikan amanah sebagai Staf Khusus Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Bidang Mitra Luar Negeri dan Mitra Perguruan Tinggi. Dodik dan desa Sebagai anak desa, Dodik sangat bersyukur atas kesempatan yang dipercayakan oleh Menteri Desa PDTT kepadanya untuk berkontribusi membantu penanganan permasalahan desa. Pria yang lahir 28 tahun silam tersebut bertugas menjembatani agar program Kementerian Desa bisa secara global terbaca jelas oleh dunia. “Semua arahan Pak Menteri saya aplikasikan dalam bentuk kajian akademik, yang selanjutnya saya buat suatu program kalau memang program itu belum ada,“ ungkap Peraih Platinum Certified Certificate pada Annual Leadership Award MSU tahun 2017 itu. Menurut Dodik, diperlukan quadruple helix atau sinergi antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, aparatur desa dan juga pebisnis di desa untuk memberdayakan dan memajukan desa. “Sinergitas menjadi penting karena desa memiliki keterbatasan untuk bisa langsung mengakses ke pemerintah pusat,” ujarnya. Contoh riil aplikasinya adalah skema padat karya tunai di desa. Pemuda yang sering membantu anak tidak mampu untuk bisa melanjutkan pendidikan tinggi tersebut juga menjelaskan ada dua isu utama yang hendak dibenahi di desa, yakni kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) desa dan transformasi ekonomi. Fokus SDM bertujuan membangun SDM unggul mulai dari pendamping desa, masyarakat desa, dan aparatur desa. “Kita sedang mendesain capacity building untuk para pendamping desa,” kata Dodik. Untuk membangun pendidikan di desa, kerja sama dengan Kemendikbud juga dirintis kampus merdeka untuk desa, baik PTN maupun PTS. Dodik mencontohkan, apabila ada 5 anak yang berasal dari desa bisa masuk kampus merdeka dengan kapabilitas mereka yang beragam, pada akhirnya mereka dapat membantu aparatur desa sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. Minimnya kepala desa atau aparatur desa yang bergelar sarjana juga menjadi masalah SDM di desa. “Kita sedang melakukan upaya agar para aparatur desa dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat sarjana,”ucap pria yang mengidolakan BJ. Habibie ini. Pemberdayaan SDM juga berkaitan dengan kerukunan umat beragama. Dodik turut serta membantu Kemendes PDTT untuk mengimplementasikan Forum Pemuka Agama untuk Desa sebagai upaya menangani radikalisme di desa, sesuai arahan Menteri Desa PDTT. “Kita berharap desa ini tidak dikembangkan oleh satu komunitas saja. Kita ingin meng create bagaimana pemerintah hadir dalam kebhinekaan tunggal ika tetapi dalam skup desa,” pungkas pria yang aktif di Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) tersebut. Di samping pembenahan SDM, Dodik menerangkan, transformasi ekonomi juga perlu dilakukan. Ini berkaitan dengan upaya pemberdayaan kapital di desa. Memutus mata rantai antara petani dan broker penting dilakukan agar petani sejahtera. “Beberapa bulan lalu kita sudah ekspor kelapa ke luar negeri,” kata Dodik mencontohkan bagaimana hasil panen di desa bisa langsung diekspor tanpa melewati broker . Sementara, untuk membantu pemberdayaan desa, salah satu upaya yang ia lakukan yakni dengan membangun komunikasi dan kerja sama Voice of America (VOA) untuk memublikasikan desa-desa di Indonesia. “Dengan publikasi secara global diharapkan dapat membantu menjembatani desa untuk memasarkan hasil buminya ke negara-negara yang membutuhkan,” ucapnya. Dodik juga sedang merintis kerja sama Kemendes PDTT dengan almamaternya, MSU, untuk membangun kapasitas dan pertanian desa. Keterbatasan bukan halangan Terlahir dalam keluarga tidak mampu, dengan Bapak berprofesi sebagai supir truk dan Ibu sebagai penjual nasi, tidak menghalangi Dodik dalam berjuang mengubah trah keluarga melalui pendidikan, yang sejak SMP diperolehnya dengan beasiswa. “Saya bersyukur menjadi warga negara yang bebas biaya sekolah,” ucap anak dari penerima penghargaan Orang Tua Hebat versi Kemendikbud tahun 2019 tersebut. Bukan hanya cakap secara akademis, pemuda yang aktif mengampanyekan pendidikan di desa sejak tahun 2013 itu juga memiliki kemampuan mumpuni dalam berorganisasi. Pernah suatu kali di masa luang tatkala Dodik harus menunda masuk perguruan tinggi selama 1 tahun karena kurang biaya, ia membuat agenda yang sangat besar di desanya yang selama ini belum pernah ada yakni jambore ranting yang diikuti Foto Dok. Pribadi Dodik P. Wijaya, Stafsus Menteri Desa PDTT. Gedung Danadyaksa Cikini Jl. Cikini Raya no. 91 A-D Menteng Telp/Faks. (021) 3846474 E-mail. lpdp@depkeu.go.id Twitter/Instagram. @LPDP_RI Facebook. LPDP Kementerian Keuangan RI Youtube. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan LPDP RI
Majalah Media Keuangan @majalahmediakeuangan @Yulmalida77 A. Saya pikir ini lebih mudah untuk pendataannya oleh daerah masing-masing dan menjadi tepat sasaran @lasindah_nadiaa D. Karena untuk hal tersebut pasti mau tidak mau harus membutuhkan biaya yang besar Kementerian Keuangan RI www.kemenkeu.go.id @KemenkeuRI kemenkeuri Kemenkeu RI majalahmediakeuangan Dari empat kriteria penerima BLT Desa di bawah ini, mana yang menurut Anda harus diprioritaskan sebagai syarat utama agar penyalurannya efektif dan tidak tumpang tindih? A. Keluarga Miskin atau tidak mampu yang berdomisili di desa bersangkutan B. Bukan penerima program bantuan lain seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Kartu Pra-Kerja, dan Bantuan Sosial Tunai C. Kehilangan mata pencaharian D. Mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit atau memiliki penyakit kronis. 5 MEDIAKEUANGAN 4 VOL. XV / NO. 154 / JULI 2020 Rahayu Puspasari Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat Jenderal Kemenkeu Menjaga Asa dengan BLT Desa M entari pagi sudah membumbung tinggi. Panas matahari sudah terasa menyengat di kulit. Namun Maryono, buruh lepas harian yang juga salah satu warga Dusun Niron Sleman Yogyakarta, masih harus berdiam di rumah. Sejak pemilik mebel kayu tempat dia bekerja memintanya tak pergi dulu ke toko mebel lantaran permintaan turun, Maryono terpaksa berhenti bekerja. Maryono adalah satu satu dari sekian warga yang terimbas dampak pandemi COVID-19 yang masih melanda negeri ini. Ya, dampak virus yang bermula di Wuhan, China tidak hanya dirasakan oleh warga perkotaan saja. Kenyataannya, masyarakat di pedesaan pun tak luput dari imbas pandemi. Pemerintah tak berdiam diri. Pemerintah menyadari bahwa situasi pandemi tak hanya mengakibatkan dampak di sektor kesehatan tetapi juga sektor ekonomi dan sosial di semua wilayah Indonesia. Oleh karena itu, untuk menjaga daya beli masyarakat miskin di desa yang terdampak situasi COVID-19, kebijakan pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa pun digulirkan. BLT Desa adalah pemberian uang tunai kepada keluarga miskin atau tidak mampu di desa yang bersumber dari alokasi Dana Desa. Tujuannya adalah untuk mengurangi dampak ekonomi bagi warga di pedesaan akibat adanya pandemi COVID-19. Inisiatif pemerintah bahkan tak berhenti di situ. Sesuai instruksi Presiden Joko Widodo pada Rapat Kabinet Terbatas tanggal 18 Mei 2020 agar pemerintah melakukan langkah- langkah percepatan penyaluran BLT Desa, Kementerian Keuangan menindaklanjutinya dengan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2020. Melaui peraturan tersebut, Dana Desa diinstruksikan agar disalurkan lebih cepat dan tidak lagi membatasi persentase penggunaan Dana Desa untuk penyaluran BLT Desa. Hal ini ditujukan semata-mata agar manfaat BLT Desa dapat segera dirasakan warga pedesaan yang terdampak COVID-19. Tentu saja, agar penyalurannya tepat sasaran penerima BLT Desa harus memenuhi beberapa kriteria. Diantaranya, penerima BLT Desa bukan merupakan penerima Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, dan Kartu Pra Kerja. Selain itu, kelancaran program BLT Desa tak lepas dari dukungan Pemerintah Daerah, perangkat Desa, dan masyarakat untuk bersama-sama membantu kelancaran penyaluran serta pengawasannya. Kita berharap program BLT Desa ini dapat menjaga asa masyarakat pedesaan dalam menghadapi wabah COVID-19. Dalam edisi ini, pembaca dapat mencari lebih lanjut tentang seluk beluk program BLT Desa. Selamat membaca!
Sebagai upaya menangani dampak COVID-19 terutama di pedesaan, pemerintah menetapkan penggunaan dana desa sebagai bagian dari jaring pengaman sosial (JPS). Dana desa direalokasi sebagai bantuan langsung tunai dana desa (BLT Desa). BLT Desa ditujukan untuk warga miskin yang kehilangan mata pencaharian karena pandemi COVID-19 dan juga belum mendapat bantuan apapun. BENAHI IMPLEMENTASI RAIH FAEDAH OPTIMAL 9 MEDIAKEUANGAN 8 VOL. XV / NO. 154 / JULI 2020 Laporan Utama MEDIAKEUANGAN 8 BLT Desa sebagai bagian dari jaring pengaman sosial ditujukan untuk warga miskin yang kehilangan mata pencaharian karena pandemi COVID-19 dan juga belum mendapat bantuan apapun Foto Cahyo Afifi P rogram BLT Desa merupakan program lintas K/L yang melibatkan Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi serta Kementerian Dalam Negeri. Sebelumnya, nominal bantuan yang diterima adalah Rp1,8 juta per keluarga penerima manfaat (KPM) menjadi Rp2,7 juta yang disalurkan selama enam bulan. Kenaikan nominal ini bertujuan untuk memberikan keleluasaan bagi pemerintah desa dalam menganggarkan BLT Desa dalam APBDes termasuk memperluas cakupan KPM. Menurut Direktur Eksekutif INDEF, Moh. Faisal, secara konsep
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 3 lainnya
‘J angan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah’. Judul pidato terakhir Presiden RI Ir. Sukarno pada Hari Ulang Tahun RI di tahun 1966 tersebut sudah tidak asing lagi bagi masyarakat. Bahkan, singkatan ‘Jasmerah’ seringkali digunakan untuk mengingatkan kita pada pentingnya mempelajari sejarah. Dalam peringatan Hari Oeang ke-74 yang jatuh pada tanggal 30 Oktober 2020, Media Keuangan kembali mengusung tema sejarah sebagai isi tulisan dan artikel majalah. Pada bulan spesial ini, sejarah perjalanan panjang kedaulatan mata uang Rupiah dan kisah awal institusi Kementerian Keuangan menjadi tema laporan kami. Meski disusun dalam situasi luar biasa karena badai pandemi COVID-19 yang sudah setengah tahun melanda negeri kita dan masih juga belum usai, penyusunan edisi Oktober tetap kami lalui dengan proses riset dan pengumpulan data. Dalam proses ini, tim redaksi dibantu oleh tim redaksi Historia yang dikenal sudah berpengalaman dalam menyusun artikel sejarah. Tantangan penyusunan edisi khusus ini dimulai dari penentuan pembabakan dan metode pengumpulan data yang dilakukan di tengah-tengah situasi pandemi. Dari fakta sejarah, kita tahu bahwa setelah deklarasi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Agustus 1945, kedaulatan negeri masih terus terancam oleh penjajah dan kedaulatan ekonomi juga mengalami banyak sekali tantangan mulai dari penggunaan berbagai jenis mata uang dan institusi keuangan dan moneter yang belum stabil dan masih terus diintervensi pihak luar. Namun, berkat gotong royong penduduk dan inisiatif dari para tokoh bangsa, Indonesia akhirnya bisa benar-benar Dari Lapangan Banteng Rahayu Puspasari Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat Jenderal Kemenkeu Perjalanan Panjang Kedaulatan Negeri berdaulat dengan penggunaan satu mata uang yaitu Rupiah. Dengan kesadaran bahwa negara Indonesia telah merdeka dan mempunyai pemerintahan sendiri, masyarakat juga mendukung kedaulatan dengan menggunakan Rupiah sebagai alat tukar meski pada saat awal kemerdekaan hal ini dapat mengancam nyawa mereka. Semoga dalam peringatan Hari Oeang Republik Indonesia ke-74 ini kita dapat meneladani semangat perjuangan bangsa untuk mewujudkan kedaulatan dan persatuan bangsa di tengah cobaan. Sama halnya dengan saat ini, saat bangsa Indonesia masih harus berjuang untuk menghadapi pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi, semoga semangat bahu membahu dan tak kenal lelah tetap terus dilakukan. Selamat membaca! 5 MEDIAKEUANGAN 4 VOL. XV / NO. 157 / OKTOBER
Buku Organisasi Kementerian Keuangan dari Masa ke Masa Peresensi CS. Purwowidhu T ak bisa dinafikan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memiliki peran vital dalam mengelola keuangan dan kekayaan negara, bahkan semenjak kelahirannya di fase awal kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945. Ketika pemerintah membutuhkan dana awal untuk membiayai perjuangan dan jalannya pemerintahan, Kemenkeu yang pada masa itu bernama Departemen Keuangan (Depkeu), melalui Menteri Keuangan pertama, Dr. Samsi, mengeluarkan kebijakan Operasi Penggedoran Bank. Dr. Samsi lalu digantikan oleh A.A. Maramis pada 2 September 1945. Pada masa itu pula Depkeu mulai menata organisasi. Kualitas pemimpin menjadi kriteria utama dalam menyusun organisasi kala itu. Depkeu harus dipimpin oleh para pejabat yang memiliki loyalitas tinggi kepada bangsa, negara, dan proklamasi kemerdekaan. Sedangkan struktur organisasi Depkeu banyak mengambil alih bentuk “Gunseikanbu Zaimubu” dengan berbagai modifikasi sesuai dengan kebutuhan negara merdeka dan berdaulat. Ada lima Pejabatan -sekarang disebut Eselon I- yang dibentuk saat itu, yakni Pejabatan Umum, Pejabatan Keuangan, Pejabatan Pajak, Pejabatan Resi, Candu, dan Garam, dan Pejabatan Pegadaian. Situasi ekonomi saat itu memburuk akibat defisit anggaran belanja karena pengeluaran besar-besaran di bidang militer untuk mempertahankan kemerdekaan, ditambah dengan hiperinflasi karena meningkatnya peredaran uang Jepang dan NICA di masyarakat. untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah mulai merintis persiapan penerbitan mata Oeang Republik Indonesia (ORI) yang dikoordinasi oleh Depkeu. Hal ini mendorong Depkeu yang saat itu dipimpin oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara untuk menyesuaikan struktur organisasi. Jumlah pejabatan ditambah dengan Pejabatan Uang, Kredit, dan Bank, Pejabatan Bea dan Cukai, dan Pejabatan Pajak Bumi. ORI akhirnya berlaku secara resmi pada tanggal 30 Oktober 1946. Pemberlakuan ORI sebagai alat pembayaran yang sah dan untuk membiayai revolusi, tidak hanya membangkitkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, melainkan juga membangun kesadaran bahwa negara Indonesia telah merdeka dan mempunyai pemerintahan sendiri. Semenjak dulu, Kemenkeu juga senantiasa terbuka untuk melakukan perbaikan. Pembekuan Ditjen Bea dan Cukai pada tahun 1985 akibat maraknya penyelundupan masa itu menjadi salah satu contohnya. Sementara waktu Bea dan Cukai ditutup dan fungsinya digantikan Memperingati Hari Oeang ke-74 30 Oktober 1946 - 30 Oktober 2020 oleh Société Générale de Surveillance (SGS) dari Swiss. Selama kurun waktu itu, Bea dan Cukai pun memperbaiki diri menjadi makin akuntabel sehingga mendapat kepercayaan untuk menjalankan tugasnya kembali. Itulah sekilas ulasan beberapa catatan sejarah yang mengiringi dinamika organisasi Kemenkeu, yang dipotret dengan apik mulai era 1945 - 2019 dalam buku Organisasi Kementerian Keuangan dari Masa ke Masa . Organisasi Kementerian Keuangan dari Masa ke Masa 489 Hal Kementerian Keuangan Judul Hal Penerbit 47 MEDIAKEUANGAN 46 VOL. XV / NO. 157 / OKTOBER
DARI LAPANGAN BANTENG EKSPOSUR LAPORAN UTAMA 9 Merentang Sejarah Uang 12 Uang Invasi Jepang 15 Lahirnya Uang Putih 18 Infografik 20 Dari Kopi Sampai ORI 23 Menahan Laju Uang Merah 28 Mengenal Oeang Republik Indonesia Daerah ORIDA 31 Berbeda-Beda Tetap Satu Juang Daftar Isi Redaksi menerima kontribusi tulisan dan artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Bagi tulisan atau artikel yang dimuat akan mendapatkan imbalan sepantasnya. Diterbitkan oleh: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Pelindung: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Pengarah: Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara. Penanggung Jawab: Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto. Pemimpin Umum: Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Rahayu Puspasari. Pemimpin Redaksi: Kabag Manajemen Publikasi, Rahmat Widiana. Redaktur Pelaksana: Kasubbag Publikasi Cetak Yani Kurnia A. Dewan Redaksi: Ferry Gunawan, Dianita Suliastuti, Titi Susanti, Budi Sulistyo, Pilar Wiratoma, Purwo Widiarto, Muchamad Maltazam, Alit Ayu Meinarsari, Teguh Warsito, Hadi Surono, Budi Prayitno, Budi Sulistiyo. Tim Redaksi: Reni Saptati D.I, Danik Setyowati, Abdul Aziz, Dara Haspramudilla, Dimach Oktaviansyah Karunia Putra, A. Wirananda, CS. Purwowidhu Widayanti, Rostamaji, Adik Tejo Waskito, Arif Nur Rokhman, Ferdian Jati Permana, Andi Abdurrochim, Muhammad Fabhi Riendi, Leila Rizki Niwanda, Kurnia Fitri Anidya, Buana Budianto Putri, Muhammad Irfan, Arimbi Putri, Nur Iman, Berliana, Hega Susilo, Ika Luthfi Alzuhri, Irfan Bayu Redaktur Foto: Anas Nur Huda, Resha Aditya Pratama, Andi Al Hakim, Arief Kuswanadji, Intan Nur Shabrina, Ichsan Atmaja, Megan Nandia, Sugeng Wistriono, Rezky Ramadhani, Arif Taufiq Nugroho. Desain Grafis dan Layout: Venggi Obdi Ovisa, Ditto Novenska Alamat Redaksi: Gedung Djuanda 1 Lantai 9, Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1, Jakarta Telp: (021) 3849605, 3449230 pst. 6328/6330. E-mail: mediakeuangan@kemenkeu.go.id. 34 Infografik 36 Riwayat Uang RIS 39 Garis Hidup Maramis 42 Menghapus Warisan Kolonial BUKU 42 Organisasi Kementerian Keuangan dari Masa ke Masa 9 12 23 15 20 31 42 28 36 39 majalahmediakeuangan 3 MEDIAKEUANGAN 2 VOL. XV / NO. 157 / OKTOBER