Sasaran Inflasi Tahun 2016, Tahun 2017 dan Tahun 2018.
Relevan terhadap 1 lainnya
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Sasaran Inflasi adalah suatu tingkat inflasi yang ingin dicapai dalam suatu kurun waktu tertentu.
Inflasi Indeks Harga Konsumen ( headline inflation ), yang selanjutnya disebut Inflasi IHK, adalah kenaikan IHK dari waktu ke waktu tertentu yang dihitung dan dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik.
Jenis Sasaran Inflasi yang ditetapkan dan diumumkan merupakan Inflasi IHK tahunan ( year-on-year ).
Bentuk Sasaran Inflasi yang ditetapkan merupakan angka tertentu dengan toleransi ( point with deviation ).
Tingkat dan periode Sasaran Inflasi IHK ditetapkan sebagai berikut: 4,0 % (empat persen) untuk tahun 2016; 4,0 % (empat persen) untuk tahun 2017; dan 3,5 % (tiga koma lima persen) untuk tahun 2018, dengan deviasi sebesar 1,0% (satu persen).
Sasaran Inflasi Tahun 2013, 2014, dan 2015.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Sasaran Inflasi adalah suatu tingkat inflasi yang ingin dicapai dalam suatu kurun waktu tertentu.
Inflasi Indeks Harga Konsumen ( headline inflation ), yang selanjutnya disebut Inflasi IHK, adalah kenaikan IHK dari waktu ke waktu tertentu yang dihitung dan dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik. Pasal 2 (1) Jenis Sasaran Inflasi yang ditetapkan dan diumumkan merupakan Inflasi IHK tahunan ( year-on-year ). (2) Bentuk Sasaran Inflasi yang ditetapkan merupakan angka tertentu dengan toleransi ( point with deviation ). (3) Tingkat dan periode Sasaran Inflasi IHK ditetapkan sebagai berikut:
4,5% (empat koma lima persen) untuk tahun 2013;
4,5% (empat koma lima persen) untuk tahun 2014; dan
4% (empat persen) untuk tahun 2015, dengan deviasi sebesar 1% (satu persen). Pasal 3 Pengendalian inflasi akan dilakukan dalam suatu Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi yang dikoordinir oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan beranggotakan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Menteri Perdagangan, dan menteri-menteri terkait. Pasal 4 Dalam rangka pemantauan inflasi, penjelasan mengenai perkembangan dan penyebab inflasi disampaikan oleh Badan Pusat Statistik dalam rapat berkala Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi. Pasal 5 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 April 2012 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, AGUS D. W. MARTOWARDOJO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 April 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG SASARAN INFLASI TAHUN 2013, 2014, DAN 2015.
Sasaran Inflasi Tahun 2005, 2006, dan 2007.
Insentif Fiskal untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan pada Tahun Anggaran 2023
Relevan terhadap 4 lainnya
Insentif Fiskal Kinerja Tahun Berjalan untuk kategori kinerja dalam rangka pengendalian inflasi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dihitung berdasarkan kinerja pengendalian inflasi daerah. Kinerja pengendalian inflasi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi dinilai berdasarkan data: peringkat inflasi; dan realisasi Penandaan Inflasi. Kinerja pengendalian inflasi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota dinilai berdasarkan data: dimensi upaya pemerintah daerah;
dimensi tingkat kepatuhan pelaporan;
peringkat inflasi; dan realisasi Penandaan Inflasi.
Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan ayat (3) huruf a sampai dengan huruf c bersumber dari Kementerian Dalam Negeri. Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf d bersumber dari Kementerian Keuangan.
Perhitungan nilai kinerja daerah pengendalian inflasi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a terdiri atas:
nilai kinerja pemerintah provinsi;
nilai kinerja pemerintah kabupaten; dan
nilai kinerja pemerintah kota.
Nilai kinerja pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a didasarkan pada data peringkat inflasi pemerintah provinsi dan data realisasi Penandaan Inflasi, dihitung dengan menggunakan rumus: Nilai kinerja provinsi = data peringkat inflasi + data realisasi Penandaan Inflasi (3) Nilai kinerja pemerintah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dihitung dengan menggunakan rumus: Nilai kinerja kabupaten = (40% data dimensi upaya pemerintah kabupaten + 10% data dimensi tingkat kepatuhan pelaporan + 50% data peringkat inflasi) + data realisasi Penandaan Inflasi (4) Nilai kinerja pemerintah kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dihitung dengan menggunakan rumus: Nilai kinerja kota = (40% data dimensi upaya pemerintah kota + 10% data dimensi tingkat kepatuhan pelaporan + 50% data peringkat inflasi) + data realisasi Penandaan Inflasi
Data dimensi upaya pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a merupakan jumlah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam pengendalian inflasi pangan oleh kabupaten/kota meliputi 9 (sembilan) indikator, yaitu:
pemantauan harga dan stok untuk memastikan kebutuhan tersedia;
rapat teknis tim pengendali inflasi daerah;
menjaga pasokan bahan pokok dan barang penting;
pencanangan gerakan menanam;
melaksanakan operasi pasar murah bersama dinas terkait;
melaksanakan sidak ke pasar dan distributor agar tidak menahan barang;
berkoordinasi dengan daerah penghasil komoditi untuk kelancaran pasokan;
merealisasikan belanja tidak terduga untuk dukungan pengendalian inflasi; dan
memberikan bantuan transportasi dari APBD.
Data dimensi tingkat kepatuhan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b merupakan jumlah laporan harian yang disampaikan pemerintah daerah dalam pengendalian inflasi pangan oleh kabupaten/kota.
Data peringkat inflasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dan ayat (3) huruf c merupakan nilai capaian hasil dari upaya pengendalian inflasi daerah.
Data realisasi Penandaan Inflasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf d dihitung dengan tahapan yang meliputi:
Perhitungan nilai persentase realisasi Penandaan Inflasi terhadap anggaran belanja daerah dengan menggunakan rumus: P i = realisasi Penandaan __ Inflasi X 100 anggaran daerah Keterangan: P i = nilai persentase realisasi Penandaan Inflasi per provinsi/kabupaten/kota b. Perhitungan nilai standar realisasi Penandaan Inflasi terhadap anggaran belanja daerah dengan menggunakan rumus: PS i = P i – min X 100 maks – min Keterangan: PS i = nilai standar persentase realisasi Penandaan Inflasi provinsi/kabupaten/kota Min = nilai persentase realisasi Penandaan Inflasi terhadap anggaran belanja terkecil provinsi/kabupaten/kota Maks = nilai persentase realisasi Penandaan Inflasi terhadap anggaran belanja terbesar provinsi/kabupaten/kota Data kinerja pengendalian inflasi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) untuk perhitungan alokasi Insentif Fiskal K T B untuk kategori kinerja dalam rangka pengendalian inflasi daerah periode pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a menggunakan periode data bulan Januari 2023 sampai dengan bulan Maret 2023. Data kinerja pengendalian inflasi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) untuk perhitungan alokasi Insentif Fiskal K T B untuk kategori kinerja dalam rangka pengendalian inflasi daerah periode kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b menggunakan periode data bulan April 2023 sampai dengan bulan Juni 2023. Data kinerja pengendalian inflasi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) untuk perhitungan alokasi Insentif Fiskal K T B untuk kategori kinerja dalam rangka pengendalian inflasi daerah periode ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf c menggunakan periode data bulan Juli 2023 sampai dengan bulan September tahun 2023. Tahapan penentuan alokasi Insentif Fiskal Kinerja Tahun Berjalan untuk kelompok kategori kinerja dalam rangka pengendalian inflasi daerah meliputi:
penghitungan nilai kinerja daerah;
penghitungan pagu provinsi, kabupaten, dan kota; dan
penentuan alokasi per daerah provinsi/kabupaten/kota.
Pengelolaan Insentif Fiskal Tahun Anggaran 2024 untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan
Relevan terhadap 8 lainnya
Data tingkat kepatuhan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a merupakan data penyampaian laporan triwulanan kinerja tim pengendalian inflasi Daerah provinsi kepada tim pengendalian inflasi pusat.
Data upaya Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a merupakan jumlah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam pengendalian inflasi pangan oleh kabupaten/kota meliputi 9 (sembilan) indikator:
pemantauan harga dan stok untuk memastikan kebutuhan tersedia;
rapat teknis tim pengendalian inflasi Daerah;
menjaga pasokan bahan pokok dan barang penting;
pencanangan gerakan menanam;
melaksanakan operasi pasar murah bersama dinas terkait;
melaksanakan inspeksi mendadak ke pasar dan distributor agar tidak menahan barang;
berkoordinasi dengan Daerah penghasil komoditi untuk kelancaran pasokan;
merealisasikan belanja tidak terduga untuk dukungan pengendalian inflasi; dan
memberikan bantuan transportasi dari APBD.
Data tingkat kepatuhan pelaporan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b merupakan data penyampaian yang terdiri atas:
laporan harian pengendalian inflasi daerah kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri;
laporan perkembangan harga pangan kepada Kementerian Perdagangan melalui sistem pemantauan pasar kebutuhan pokok; dan
laporan triwulanan kinerja tim pengendalian inflasi Daerah kepada tim pengendalian inflasi pusat.
Data peringkat inflasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf c merupakan nilai capaian hasil dari upaya pengendalian inflasi Daerah.
Data realisasi Belanja Penandaan Inflasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c dan ayat (3) huruf d dihitung dengan tahapan:
perhitungan nilai persentase realisasi Belanja Penandaan Inflasi terhadap anggaran belanja Daerah dengan menggunakan rumus: P i = realisasi Belanja Penandaan Inflasi X 100 anggaran belanja Daerah Keterangan: P i = nilai persentase realisasi Belanja Penandaan Inflasi per provinsi/kabupaten/kota b. perhitungan nilai standar realisasi Belanja Penandaan Inflasi terhadap anggaran belanja Daerah dengan menggunakan rumus: PS i = P i – min X 100 maks – min Keterangan: PS i = nilai standar persentase realisasi Belanja Penandaan Inflasi provinsi/kabupaten/kota min = nilai persentase terkecil dari realisasi Belanja Penandaan Inflasi terhadap anggaran belanja provinsi/kabupaten/kota maks = nilai persentase terbesar dari realisasi Belanja Penandaan Inflasi terhadap anggaran belanja provinsi/kabupaten/kota (6) Rincian jenis Belanja Penandaan Inflasi yang digunakan dalam penghitungan realisasi Belanja Penandaan Inflasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Insentif Fiskal Kategori Pengendalian Inflasi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dihitung berdasarkan kinerja pengendalian inflasi Daerah.
Kinerja pengendalian inflasi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi dinilai berdasarkan data:
tingkat kepatuhan pelaporan;
peringkat inflasi; dan
realisasi Belanja Penandaan Inflasi.
Kinerja pengendalian inflasi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota dinilai berdasarkan data:
upaya Pemerintah Daerah;
tingkat kepatuhan pelaporan;
peringkat inflasi; dan
realisasi Belanja Penandaan Inflasi.
Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan ayat (3) huruf a dan huruf b bersumber dari Kementerian Dalam Negeri.
Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf c bersumber dari Badan Pusat Statistik.
Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan ayat (3) huruf d bersumber dari Kementerian Keuangan.
Data kinerja pengendalian inflasi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) untuk perhitungan alokasi Insentif Fiskal Kategori Pengendalian Inflasi Daerah periode pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a menggunakan periode data bulan Januari 2024 sampai dengan bulan Maret 2024.
Data kinerja pengendalian inflasi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) untuk perhitungan alokasi Insentif Fiskal Kategori Pengendalian Inflasi Daerah periode kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b menggunakan periode data bulan April 2024 sampai dengan bulan Juni 2024.
Data kinerja pengendalian inflasi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) untuk perhitungan alokasi Insentif Fiskal Kategori Pengendalian Inflasi Daerah periode ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf c menggunakan periode data bulan Juli 2024 sampai dengan bulan September 2024.
Dalam hal data realisasi Belanja Penandaan Inflasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan ayat (3) huruf d periode pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak tersedia, data yang digunakan dalam perhitungan merupakan data anggaran Belanja Penandaan Inflasi yang bersumber dari Kementerian Keuangan.
Penghitungan nilai kinerja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a terdiri atas:
nilai kinerja pemerintah provinsi;
nilai kinerja pemerintah kabupaten; dan
nilai kinerja pemerintah kota.
Nilai kinerja pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dihitung dengan menggunakan rumus: nilai kinerja provinsi = 6% (enam persen) data tingkat kepatuhan pelaporan + 47% (empat puluh tujuh persen) data peringkat inflasi + 47% (empat puluh tujuh persen) data realisasi Belanja Penandaan Inflasi.
Nilai kinerja pemerintah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dihitung dengan menggunakan rumus: nilai kinerja kabupaten = 30% (tiga puluh persen) data upaya pemerintah kabupaten + 10% (sepuluh persen) data tingkat kepatuhan pelaporan + 30% (tiga puluh persen) data peringkat inflasi + 30% (tiga puluh persen) data realisasi Belanja Penandaan Inflasi.
Nilai kinerja pemerintah kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dihitung dengan menggunakan rumus: nilai kinerja kota = 30% (tiga puluh persen) data upaya pemerintah kota + 10% (sepuluh persen) data tingkat kepatuhan pelaporan + 30% (tiga puluh persen) data peringkat inflasi + 30% (tiga puluh persen) data realisasi Belanja Penandaan Inflasi.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025
Relevan terhadap
ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2024 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2025 I. UMUM APBN Tahun 2025 disusun dengan mempertimbangkan faktor global dan dilandaskan pada bauran kebijakan jangka pendek, menengah, dan panjang untuk Visi Indonesia Emas 2045, serta memberikan ruang untuk pelaks.uraan program pemerintahan selanjutnya. HaI tersebut diperlukan agar peralihan pemerintahan dapat dilakukan secErra lancar pada masa transisi. Kebijakan liska1 yang disusun diharapkan dapat menjawab tantangan, baik struktural maupun siklikal, yang berasal dari global dan domestik. Perekonomian global yang masih dinamis diperkirakan akan menjadi tantangan terhadap kinerja ekonomi ke depan dengan pertumbuhan ekonomi global diperkirakan masih stagnan di level rendah (di bawah level prapandemi). Selain itu, penurunan inflasi global yang masih terbatas menyebabkan tertundanya normalisasi kebdakan moneter bank sentral negara-negara maju. Di sisi lain, suku bunga global yang masih tinggi berdampak terhadap pengetatan likuiditas dan terbatasnya arus modal masuk ke negara-negara berkembang. Hal tersebut akan memberikan tekanan pada nilai tukar mata uang negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Sementara itu, fragmentasi dan akibat tensi geopolitik yang masih eskalatif, perang Rusia-Ukraina dan konflik di Timur Tengah yang belum mereda, serta risiko persaingan hegemoni AS-Tiongkok masih berlanjut. Di tengah berbagai gejolak global, ekonomi Indonesia tetap terjaga dengan baik. Stabilitas ekonomi domestik mampu menjaga pertumbuhan ekonomi yang tetap solid dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Laju inflasi tetap terjaga pada tingkat yang rendah, terutama bila dibandingkan dengan negara-negara mitra dagang Indonesia seperti
ekspor ^jasa melalui internet (digitallg deliuered serui@s expor$ seperti animasi, desain, audio dan video, musik dan film, gdmes, ^jasa konsultansi bisnis, periklanan, dan lainnya, diharapkan dapat meningkatkan kinerja ekspor nasional. Inflasi akan tetap terjaga pada tingkat 2,5o/o ldua koma lima persen), didukung oleh terjaganya daya beli masyarakat, pengendalian inflasi pada periode hari besar keagamaan nasional, serta penerapan kebijakan administered prie yarry hati-hati. Rupiah diperkirakan masih akan menghadapi risiko ketidakpastian global pada tahun 2025, terutama yang bersumber dari perubahan kebdakan moneter The Fed sehingga diperkirakan akan mencapai Rp16.000,00 (enam belas ribu rupiah) per dollar Amerika Serikat. Suku bunga Surat Berharga Negara 10 tahun ditargetkan sebesar 7,0% (tujuh koma nol persen), didukung kehati-hatian pengelolaan anggaran sehingga dapat pasar yang pada akhirnya akan penurunan yrbld SBN. Namun, risiko tekanan frskal AS ^juga perlu diwaspadai karena kebutuhan pembiayaan fiskal AS yang tinggi akan membutuhkan penerbitar: United. States Tleastljr lebih banyak, sehingga dapat mendorong kenaikan ^yield United. States Tleasury yang pada gilirannya dapat memengaruhi yield SBN. Harga minyak mentah Indonesia diperkirakan akan mencapai 82 (delapan puluh dua) dollar Amerika Serikat per barel. Lifiing minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai 605.000 (enam ratus lima ribu) barel per hari dan 1.005.000 (satu ^juta lima ribu) barel setara minyak per hari. Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi, lifitng minyak dan ^gas pada tahun 2025 terus diupayakan untuk mempertahankan produksinya. Tema kebijakan fiskal tahun 2025 adalah "Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan". Untuk mendukung tema tersebut, ditempuh melalui 2 (dua) strategi utama yaitu strategi ^jangka menengah-panjang dan strategi ^jangka pendek. Strategi ^jangka menengah- panjang difokuskan pada (i) peningkatan kualitas sumber daya manusia yang unggul; (ii) hilirisasi dan transformasi ekonomi hijau; (iii) inklusivitas; (iv) infrastruktur; (v) birokrasi dan regulasi; (vi) ekonomi kreatif dan kewirausahaan; (vii) pertahanan, keamanan, kemandirian pangan dan energi; serta (viii) nasionalisme, demokrasi, dan hak asasi manusia. Sementara itu strategi ^jangka pendek difokuskan pada: 1) ^pendidikan bermutu, melalui program (i) ^peningkatan gizi anak sekolah, serta ^(ii) p€nguatan mutu sekolah untuk link and matclt; 2) kesehatan berkualitas, melalui (i) efektivitas program ^jaminan kesehatan nasional untuk akses, kualitas, dan financial protection, serta (ii) akselerasi penurunan sfunting dan kasus penyakit menular; 3) pengentasan kemiskinan dan pemerataan, melalui (i) perlindungan sosial pemberdayaan untuk percepatan graduasi, (ii) rumah layak huni dan terjangkau, ^(iii) Program Desa Mandiri, ketahanan pangan, petani makmur, nelayan sejahtera, dan pembangunan Ibu Kota Nusantara; dan 4) ^pertumbuhan
Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan Anggaran dan Aset pada Masa Transisi di Lingkungan Kementerian dan Lembaga ...
Relevan terhadap
Kementerian/Lembaga Semula Menjadi Akses Sanitasi Layak Badan Pusat Statistik Tetap Penurunan Tingkat Pengangguran Badan Pusat Statistik Tetap Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia Badan Pusat Statistik Tetap 3. Kinerja Dukungan Fokus Kebijakan Nasional: Penurunan Stunting Kementerian Kesehatan Tetap Penurunan Kemiskinan Badan Pusat Statistik Tetap Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Tetap 4. Kinerja Sinergi Kebijakan Pemerintah: Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 1. Kementerian Kehutanan; dan
Pengelolaan Barang Milik Negara oleh Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara
Relevan terhadap
Besaran imbal hasil tetap pelaksanaan KSPd sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) dapat meningkat setiap tahun, dengan memperhatikan estimasi kenaikan tingkat inflasi.
Penetapan Zona Tarif Layanan Badan Layanan Umum Politeknik Kesehatan pada Kementerian Kesehatan
Relevan terhadap
Zonasi tarif layanan dibentuk dari nilai wajar tarif dan indeks tarif. (2) Nilai wajar tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rata-rata besaran present value tarif yang telah ditetapkan serta mempertimbangkan tingkat kenaikan tarif. (3) Indeks tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan nilai indeks yang mengukur kewajaran tarif antardaerah secara relatif. (4) Indeks tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari variabel indeks kemahalan provinsi/kabupaten/ kota, variabel indeks pembangunan manusia provinsi/kabupaten/kota, dan variabel tingkat inflasi 2 i provinsi/kabupaten/kota. (5) Indeks kemahalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai ukuran tingkat biaya yang merepresentasikan kebutuhan biaya BLU dalam menjaga kontinuitas, pengembangan layanan, dan tarif kompetitor. (6) Indeks pembangunan manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai faktor penyesuai tarif dari aspek tingkat kesejahteraan yaitu umur harapan hidup, harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran perkapita yang merepresentasikan aspek daya beli masyarakat serta asas keadilan dan kepatutan. (7) Tingkat inflasi pada indeks tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai faktor penyesuai tarif dari aspek waktu untuk menggambarkan tarif yang paling mendekati keadaan terkini.