Tata Cara Perhitungan Persentase Tertentu atas Peningkatan Belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi yang Dikenakan terhadap Kenaikan Penerimaan Nega ...
Relevan terhadap
Menetapkan PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG TATA CARA PERHITUNGAN PERSENTASE TERTENTU ATAS PENINGKATAN BELANJA SUBSIDI ENERGI DAN/ ATAU KOMPENSASI YANG DIKENAKAN TERHADAP KENAIKAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SUMBER DAYA ALAM YANG DIBAGIHASILKAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh Negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN. 3. Sumber Daya Alam adalah bumi, air, udara, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang dikuasai oleh negara. 4. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi. 6. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan. 7. Bahan Bakar Minyak yang selanjutnya disingkat BBM adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari Minyak Bumi. 8. Liquified Petroleum Gas yang selanjutnya disingkat LPG adalah gas hidrokarbon yang dicairkan dengan tekanan untuk memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan penanganannya yang pada dasarnya terdiri atas propana, butana, atau campuran keduanya. 9. Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu yang selanjutnya disebut Jenis BBM Tertentu adalah bahan bakar yang berasal dan/ a tau diolah dari minyak bumi dan/ a tau bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi yang telah dicampurkan dengan bahan bakar nabati (biofueij sebagai bahan bakar lain dengan jenis, standar dan mutu (spesifikasi), harga, volume, dan konsumen tertentu dan diberikan subsidi. 10. LPG Tabung 3 (Tiga) Kg yang selanjutnya disebut LPG Tabung 3 Kg adalah LPG yang diisikan ke dalam tabung dengan berat isi 3 Kg. 11. Tenaga Listrik yang selanjutnya disebut Listrik adalah suatu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, tetapi tidak meliputi listrik yang dipakai untuk komunikasi, elektronika, atau isyarat. 12. Subsidi Energi adalah belanja subsidi Jenis BBM Tertentu, LPG Tabung 3 Kg, dan Listrik sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. 13. Kompensasi Energi adalah kompensasi harga jual eceran bahan bakar minyak dan dana kompensasi tarif tenaga listrik. 14. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari transfer ke daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah dan daerah, serta kepada daerah lain non penghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. Pasal 2 PNBP yang berasal dari Sumber Daya Alam yang dibagihasilkan kepada pemerintah daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri ini, terdiri atas:
PNBP yang berasal dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi; dan
PNBP yang berasal dari kegiatan usaha pertambangan Batubara. Pasal 3 Target PNBP yang berasal dari Sumber Daya Alam yang dibagihasilkan ke pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tercantum dalam APBN. Pasal 4 (1) Pemerintah melaksanakan kebijakan pemberian Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
subsidi Jenis BBM Tertentu;
subsidi LPG Tabung 3 Kg;
subsidi Listrik;
kompensasi BBM; dan
kompensasi Listrik. (3) Pemerintah dapat melakukan kebijakan peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kebutuhan pada tahun anggaran berjalan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB II PERHITUNGAN PERSENTASE TERTENTU ATAS PENINGKATAN BELANJA SUBSIDI ENERGI DAN/ ATAU KOMPENSASI ENERGI YANG DIKENAKAN TERHADAP PERKIRAAN KENAIKAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN .PAJAK YANG BERASAL DARI KEGIATAN USAHA HULU MINYAK BUMI DAN GAS BUMI YANG DIBAGIHASILKAN Bagian Kesatu Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi yang Dibagihasilkan Pasal 5 (1) PNBP yang berasal dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi se bagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi. (2) PNBP yang berasal dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagihasilkan kepada pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Perhitungan Persentase Tertentu atas Peningkatan Belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi Yang Dikenakan Terhadap Perkiraan Kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak Minyak Bumi dan Gas Bumi yang Dibagihasilkan Pasal 6 (1) Pemerintah dapat memperhitungkan persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi, dalam hal perkiraan realisasi PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) melampaui target penerimaan dalam APBN yang diikuti dengan kebijakan peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi. (2) Perkiraan realisasi PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang melampaui target penerimaan dalam APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (US dollar) dan/atau kenaikan harga minyak mentah Indonesia dari target yang ditetapkan dalam APBN. (3) Persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sebesar 100% (seratus persen) dari total peningkatan belanja Subsidi Energi dan Kompensasi Energi, dengan memperhatikan besarnya pengaruh dari masing-masing faktor yang memengaruhi perkiraan kenaikan PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi. (4) Dalam hal peningkatan nilai belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi lebih besar atau sama dengan nilai perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi, maka pembebanan nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi menggunakan sebagian atau paling tinggi 100% (seratus persen) dari jumlah perkiraan kenaikan PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan. (5) Pembebanan atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi terhadap kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi dihitung dengan menggunakan formula dan mengacu pada simulasi perhitungan yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 7 (1) Penghitungan dan penetapan DBH yang bersumber dari Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi dilaksanakan dengan mempertimbangkan nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dikenakan pada perkiraan kenaikan realisasi PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. (2) Tata cara penghitungan dan penetapan DBH yang bersumber dari Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III PERHITUNGAN PERSENTASE TERTENTU ATAS PENINGKATAN BELANJA SUBSIDI ENERGI DAN/ ATAU KOMPENSASI ENERGI YANG DIKENAKAN TERHADAP PERKIRAAN KENAIKAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERASAL DARI KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN BATUBARA YANG DIBAGIHASILKAN Bagian Kesatu Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kegiatan Usaha Pertambangan Batubara yang Dibagihasilkan Pasal 8 (1) PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hurufb, terdiri atas:
iuran tetap pertambangan Batubara; dan
iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara. (2) PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagihasilkan kepada daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Perhitungan Persentase Tertentu atas Peningkatan Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi Yang Dikenakan Terhadap Perkiraan Kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kegiatan Usaha Pertambangan Batubara yang Dibagihasilkan Pasal 9 (1) Pemerintah dapat meinperhitungkan persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b, dalam hal perkiraan realisasi PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara melampaui target penerimaan dalam APBN yang diikuti dengan kebijakan peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi. (2) Perkiraan realisasi PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royalti pertambangan Batubara yang melampaui target penerimaan dalam APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ( US dollar) dari target yang ditetapkan dalam APBN dan/atau kenaikan harga Batu.hara acuan yang digunakan dalam perhitungan perkiraan realisasi PNBP dibandingkan dengan harga Batubara acuan yang digunakan dalam perhitungan target PNBP. (3) Persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sebesar 100% (seratus persen) dari total peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi, dengan memperhatikan besarnya pengaruh dari masing-masing faktor yang memengaruhi kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara. (4) Dalam hal peningkatan nilai belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi lebih besar a tau sama dengan nilai kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara, maka pembebanan nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi menggunakan se bagian a tau paling tinggi 100% (seratus persen) darijumlah perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa 1uran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan. (5) Pembebanan atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi terhadap kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan dihitung dengan menggunakan formula dan mengacu pada simulasi perhitungan yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 10 (1) Penghitungan dan penetapan DBH Sumber Daya Alam dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara dilaksanakan dengan mempertimbangkan nilai pembebanan kenaikan perkiraan realisasi PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara terhadap nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi se bagaimana dim aksud dalam Pasal 9. (2) Tata cara penghitungan dan penetapan DBH Sumber Daya Alam dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royalti pertambangan Batubara dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. BAB IV PENETAPAN PERSENTASE TERTENTU ATAS PENINGKATAN BELANJA SUBSIDI ENERGI DAN/ATAU KOMPENSASI ENERGI YANG DtKENAKAN TERHADAP PERKIRAAN KENAIKAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DARI KEGIATAN USAHA HULU MINYAK BUMI DAN GAS BUMI DAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN BATUBARA YANG DIBAGIHASILKAN Pasal 11 (1) Dalam hal terdapat kebijakan peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi pada tahun anggaran berjalan, Direktorat Jenderal Anggaran menghitung jumlah kenaikan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan pada perkiraan kenaikan realisasi PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan. (2) Direktur Jenderal Anggaran c.q. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan menyampaikan permihtaan angka perkiraan kenaikan realisasi PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral selaku Instansi Pengelola PNBP kegiatan usaha pertambangan Batubara. (3) Angka peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung oleh Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan, berdasarkan:
Undang-Undang mengenai APBN atau APBN Perubahan;
Peraturan Presiden mengenai rincian APBN atau rincian APBN Perubahan; dan/atau
Dokumen penyesuaian APBN, diantaranya risalah rapat koordinasi asset liabilities committee (ALCo) atau dokumen yang dipersamakan. (4) Angka perkiraan kenaikan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan, dihitung oleh Instansi Pengelola PNBP berdasarkan:
Undang-Undang mengena1 APBN atau APBN Perubahan;
Peraturan Presiden mengenai rincian APBN atau APBN Perubahan; dan/atau
Dokumen penyesuaian APBN, diantaranya Laporan Semester, Prognosa, dan/atau dokumen lain yang dipersamakan. (5) Instansi Pengelola PNBP menyampaikan angka perkiraan kenaikan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Direktur J enderal Anggaran c. q. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan untuk dilakukan penelitian.
Berdasarkan angka peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan angka perkiraan kenaikan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan menghitung nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa 1uran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan. (7) Nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa 1uran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan dihitung secara proporsional dengan mempertimbangkan nilai peningkatan masing-masing PNBP. (8) Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan melaksanakan rapat pembahasan dalam rangka penetapan nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan, dengan melibatkan unit terkait di lingkup Kementerian Keuangan, Instansi Pengelola PNBP terkait, dan/atau Aparat Pengawas Intern Pemerintah Kementerian Keuangan. (9) Hasil kesepakatan rapat pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh pejabat eselon II atau setingkat yang berwenang. (10) Besaran nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan sesuai hasil kesepakatan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (9) disampaikan kepada Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai dasar penghitungan DBH dengan ditembuskan kepada Kementerian Dalam Negeri melalui Surat Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan. Pasal 12 (1) Besaran nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan pada perkiraan kenaikan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (10) bersifat sementara. (2) Besaran nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi dan nilai perkiraan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan dalam satu tahun anggaran secara final berdasarkan laporan keuangan pemerintah pusat audited yang diterbitkan oleh instansi pemeriksa yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam hal terdapat perbedaan antara angka yang digunakan dalam perhitungan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan angka yang digunakan dalam perhitungan final sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selisih kurang/lebih akan diperhitungan dalam penetapan besaran nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan pada perkiraan kenaikan realisasi PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan pada tahun anggaran berikutnya. (4) Menteri Keuangan menetapkan perhitungan selisih kurang/lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan dan diperhitungkan dengan persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi, tidak dibagihasilkan ke daerah dan tidak diperhitungkan sebagai kurang bayar DBH. Pasal 13 Peraturan Menteri m1 berlaku sepanjang kewenangan Pemerintah untuk melakukan perhitungan persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dikenakan terhadap kenaikan PNBP Sumber Daya Alam yang dibagihasilkan diatur dalam Undang-Undang mengenai APBN dan/atau APBN Perubahan. BABV KETENTUAN PENUTUP Pasal 14 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Penghitungan Persentase Tertentu atas Peningkatan Belanja Subsidi dan Kompensasi Energi terhadap Kenaikan Penerimanaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam yang Dibagihasilkan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1393) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.02/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194 /PMK.02/2021 ten tang Tata Cara Penghitungan Persentase Tertentu atas Peningkatan Belanja Subsidi dan Kompensasi Energi terhadap Kenaikan Penerimanaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam yang Dibagihasilkan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 593), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku Pasal 15 Peraturan Menteri m1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.05/2020 tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pajak Ditanggung Pemerintah yang selanjutnya disebut Pajak DTP adalah pajak terutang yang dibayar oleh pemerintah dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan penanganan dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional, dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara, kecuali ditentukan lain dalam Undang- Undang mengenai anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan, Peraturan Perundang-undangan mengenai perubahan postur anggaran pendapatan dan belanja negara.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut PPh adalah PPh sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang mengenai pajak penghasilan.
Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah PPN sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah.
4a. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disingkat PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah.
Belanja Subsidi adalah alokasi anggaran dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) untuk pemberian dukungan kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyediakan barang atau jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hidup orang banyak sesuai dengan kemampuan negara.
Bagian Anggaran Pengelolaan Belanja Subsidi (BA.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Bagian Anggaran 999.07 yang selanjutnya disingkat PPA BUN BA 999.07 adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA 999.07.
Pemimpin Pembantu Pengguna Anggaran BUN yang selanjutnya disebut Pemimpin PPA BUN adalah pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas program bagian anggaran BUN dan bertindak untuk menandatangani daftar isian pelaksanaan anggaran BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari pengguna anggaran untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara untuk Keperluan Subsidi Pajak DTP yang selanjutnya disebut KPA BUN Belanja Subsidi Pajak DTP adalah pejabat pada Kementerian Keuangan yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran subsidi Pajak DTP yang berasal dari bagian anggaran BUN.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan Pengguna Anggaran/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pengguna Anggaran/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh kantor pelayanan perbendaharaan negara selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh Kuasa dari BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi Kuasa BUN.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SPTJM adalah pernyataan yang diterbitkan/ dibuat oleh KPA BUN yang memuat jaminan atau pernyataan bahwa seluruh pengeluaran telah dihitung dengan benar.
Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023 ...
Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batubara
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.
Pertambangan Batubara adalah Pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal. 3. Usaha Pertambangan Batubara, yang selanjutnya disebut Usaha Pertambangan, adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan Batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang. 4. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan. 5. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya. disebut IUp, adalah izin untuk melaksanakan Usaha ^pertambangan. 6. Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut dengan IUPK, adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan di witayah izin usaha pertambangan khusus. 7. IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/perjanjian adalah izin usaha yang diberikan sebagai perpanjangan setelah selesainya pelaksanaan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara. 8. Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, yang selanjutnya disebut PKP2B, adalah perjanjian antara pemerintah dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melakukan kegiatan Usaha Pertambangan. 9. Pajak Penghasilan Badan adalah pajak penghasilan yang dibayarkan oleh wajib pajak badan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
Harga Batubara Acuan, yang selanjutnya disingkat HBA, adalah harga yang diperoleh dari rata-rata indeks harga Batubara pada bulan sebelumnya.
Penyediaan Aset Pada Badan Layanan Umum Dengan Mekanisme Pembelian Melalui Fasilitator
Relevan terhadap
Sumber dana kewajiban pembayaran cicilan oleh BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) berasal dari penerimaan negara bukan pajak BLU masing-masing yang dialokasikan dalam rencana bisnis dan anggaran BLU sesuai dengan masa perjanjian.
Jumlah cicilan per tahun ditambah pinjaman jangka pendek yang masih ada tidak melebihi 15% (lima belas persen) dari jumlah pendapatan BLU tahun anggaran sebelumnya yang tidak bersumber langsung dari anggaran pendapatan dan belanja negara (rupiah murni) dan hibah terikat.
BLU dapat diberikan pengecualian dari batasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk kegiatan yang berdampak signifikan terhadap layanan BLU paling sedikit meliputi:
kondisi kahar berupa bencana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanggulangan bencana;
kesulitan likuiditas yang disebabkan oleh pihak lain; dan/atau c. kebijakan pemerintah yang termasuk namun tidak terbatas pada kebijakan Presiden.
Pengawasan Penerimaan Negara Bukan Pajak Mineral dan Batubara melalui Sinergi Proses Bisnis dan Data antar Kementerian/Lembaga ...
Relevan terhadap
bahwa untuk optimalisasi penerimaan negara dibutuhkan penguatan pengawasan penerimaan negara bukan pajak mineral dan batubara melalui sinergi proses bisnis dan data antar kementerian/lembaga;
bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 8 huruf e Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, untuk pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang;
bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 15 huruf e Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dalam mengelola penerimaan negara bukan pajak berwenang melakukan pengawasan terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungiawaban penerimaan negara bukan pajak;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengawasan Penerimaan Negara Bukan Pajak Mineral dan Batubara melalui Sinergi Proses Bisnis dan Data antar Kementerian/Lembaga;
Biaya Operasional Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
Relevan terhadap
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG OPERASIONAL PEMUNGUTAN PAJAK BUMI BANGUNAN. BIAYA DAN jdih.kemenkeu.go.id Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 2. Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pajak Bumi dan Bangunan selain Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. 3. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari transfer ke daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada daerah otonom penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah otonom, serta kepada daerah otonom lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/ a tau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. 4. Biaya Operasional Pemungutan yang selanjutnya disingkat BOP adalah biaya yang meliputi kegiatan pemungutan PBB yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. 5. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 2 (1) Penerimaan PBB terdiri atas penerimaan negara yang berasal dari objek pajak PBB:
sektor perkebunan;
sektor perhutanan;
sektor pertambangan minyak dan gas bumi;
sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi;
sektor pertambangan mineral atau batubara; dan
sektor lainnya. (2) Rincian objek pajak PBB atas masing-masing sektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi objek pajak PBB. Pasal 3 Penerimaan PBB se bagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dialokasikan kepada Daerah dalam bentuk DBH sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah memperhitungkan BOP. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 4 (1) BOP sehagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan sehagai herikut:
BOP PBB sektor perkehunan sehesar 5,4% (lima koma empat persen) dari penerimaan PBB sektor perkehunan;
BOP PBB sektor perhutanan sehesar 5,85% (lima koma delapan lima persen) dari penerimaan PBB sektor perhutanan;
BOP PBB sektor pertamhangan minyak dan gas humi sehesar 6,3% (enam koma tiga persen) dari penerimaan PBB sektor pertamhangan minyak dan gas humi;
BOP PBB sektor pertamhangan untuk pengusahaan panas humi sehesar 6,3% (enam koma tiga persen) dari penerimaan PBB sektor pertamhangan untuk pengusahaan panas humi;
BOP PBB sektor pertamhangan mineral atau hatu hara sehesar 6,3% (enam koma tiga persen) dari penerimaan PBB sektor pertamhangan mineral atau hatu hara; dan
BOP PBB sektor lainnya sehesar 6,3% (enam koma tiga persen) dari penerimaan PBB sektor lainnya. (2) Penganggaran BOP sehagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan lehih lanjut mengenai penggunaan BOP sehagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Pasal 5 Perhitungan BOP · terhadap pemungutan PBB yang merupakan hagian dari DBH PBB, dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang mengenai APBN dan/atau APBN peruhahan. Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai herlaku pada tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id
Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
Relevan terhadap 1 lainnya
Contoh Penghitungan Proporsi Kerugian pada Pendapatan Negara dan/atau Jumlah Pajak dalam Faktur Pajak, Bukti Pemungutan Pajak, Bukti Pemotongan Pajak, dan/atau Bukti Setoran Pajak Berdasarkan Pertimbangan Derajat Kesalahan dan Perbuatan Contoh Kasus: Diduga telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan yaitu menggunakan faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya yang diancam sanksi pidana Pasal 39A huruf a Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang dilakukan melalui PT IRB dengan jumlah pajak dalam faktur pajak sebesar Rp100.000.000,00. Terhadap hal tersebut Kanwil DJP XYZ melakukan Penyidikan dan menetapkan 3 orang Tersangka yaitu Tersangka 1 (Direktur), Tersangka 2 ( Tax Manager ), dan Tersangka 3 (Staf). Ketiga orang Tersangka kemudian menyampaikan permohonan informasi jumlah pajak beserta sanksi administratif yang harus dilunasi dalam rangka permohonan penghentian Penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 44B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Berdasarkan permohonan informasi tersebut di atas, Penyidik dengan bantuan RP sebagai ahli perpajakan melakukan penghitungan jumlah pelunasan Pasal 44B secara proporsional dengan menggunakan pertimbangan derajat kesalahan dan perbuatan. RP berdasarkan keyakinan dan kompetensi yang dimiliki membuat derajat kesalahan sebanyak 4 kualifikasi dan derajat perbuatan sebanyak 5 kualifikasi. Setiap kualifikasi diidentifikasi indikator- indikatornya dan diberikan angka koefisien oleh RP berdasarkan sanksi minimal sampai dengan sanksi maksimal pidana denda sebagaimana diatur dalam Pasal 39A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Berdasarkan fakta dan bukti yang disampaikan Penyidik, RP melakukan penghitungan sebagai berikut: Unsur Kualifikasi Indikator Koefisien Tersangka 1 (Direktur) Tersangka 2 ( Tax Manager ) Tersangka 3 (Staf) UNSUR SENGAJA KESALAHAN 1 sengaja berbuat untuk mencapai akibat (tujuan) yang dikehendaki − ada niat dan merencanakan matang; − berulang kali; − mengetahui akibatnya; − mampu bertanggung jawab atas akibatnya; − mengetahui mendapat manfaat terbesar; − melakukan upaya sistematis (mengorganisir, menggunakan sumber daya, dsb); − menggunakan keahlian; − penyalahgunaan instrumen perpajakan (faktur, SSP, PEB, PIB, dsb)/terkait Pasal 39A . 6 6
Penetapan Tarif Nol Rupiah atas Jasa Penerbitan Surat Keterangan Asal yang Berlaku pada Kementerian Perdagangan karena Pandemi Corona Virus Disease 2 ...
Relevan terhadap
Dalam upaya mengurangi dampak negatif pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) terhadap kegiatan ekspor, tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa Jasa Penerbitan Surat Keterangan Asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dapat ditetapkan sebesar Rp0,00 (nol Rupiah).
Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah atas Bunga atau Imbalan Surat Berharga Negara yang Diterbitkan di Pasar Internasional dan Penghasilan Pihak Ke ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Pajak Penghasilan adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta perubahannya.
Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai surat utang negara.
Surat Berharga Syariah Negara atau sukuk negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset surat berharga syariah negara, dalam valuta asing, sesuai dengan peraturan perundang- undangan mengenai surat berharga syariah negara.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. __