Sasaran Inflasi Tahun 2025, Tahun 2026, dan Tahun 2027
Relevan terhadap
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pemerintah dan Bank Indonesia berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter;
bahwa koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf a di antaranya dilakukan dengan menciptakan bauran kebijakan moneter dan fiskal melalui penetapan sasaran inflasi dalam 3 (tiga) tahun mendatang;
bahwa penetapan sasaran inflasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dilakukan untuk mencapai dan mengendalikan inflasi pada tingkat yang stabil dan rendah guna mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan;
bahwa sasaran inflasi yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam huruf b menjadi acuan bagi penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sasaran Inflasi Tahun 2025, Tahun 2026, dan Tahun 2027;
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 7 lainnya
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1386, Direktorat Pembiayaan dan Perekonomian Daerah menyelenggarakan fungsi:
penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengelolaan pembiayaan daerah, penataan daerah, kapasitas fiskal daerah dan desa, sinkronisasi pengelolaan keuangan daerah, kapasitas aparatur pengelola keuangan daerah dan desa, dana abadi daerah, sinergi pendanaan daerah, kerja sama daerah, sinergi kebijakan fiskal nasional, dan perekonomian daerah;
penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan pembiayaan daerah, penataan daerah, kapasitas fiskal daerah dan desa, sinkronisasi pengelolaan keuangan daerah, kapasitas aparatur pengelola keuangan daerah dan desa, dana abadi daerah, sinergi pendanaan daerah, kerja sama daerah, sinergi kebijakan fiskal nasional, dan perekonomian daerah;
penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan pembiayaan daerah, penataan daerah, kapasitas fiskal daerah dan desa, sinkronisasi pengelolaan keuangan daerah, kapasitas aparatur pengelola keuangan daerah dan desa, dana abadi daerah, sinergi pendanaan daerah, kerja sama daerah, sinergi kebijakan fiskal nasional, dan perekonomian daerah;
penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengelolaan pembiayaan daerah, penataan daerah, kapasitas fiskal daerah dan desa, sinkronisasi pengelolaan keuangan daerah, kapasitas aparatur pengelola keuangan daerah dan desa, dana abadi daerah, sinergi pendanaan daerah, kerja sama daerah, sinergi kebijakan fiskal nasional, dan perekonomian daerah;
penyiapan pelaksanaan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang pengelolaan pembiayaan daerah, penataan daerah, kapasitas fiskal daerah dan desa, sinkronisasi pengelolaan keuangan daerah, kapasitas aparatur pengelola keuangan daerah dan desa, dana abadi daerah, sinergi pendanaan daerah, kerja sama daerah, sinergi kebijakan fiskal nasional, dan perekonomian daerah;
pelaksanaan pengelolaan program dan manajemen pengetahuan Direktorat; dan
pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1370, Direktorat Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyelenggarakan fungsi:
penyiapan perumusan kebijakan di bidang alokasi dan pengelolaan dana desa, dana otonomi khusus, dana tambahan infrastruktur, dana keistimewaan, dan insentif fiskal;
penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang alokasi dan pengelolaan dana desa, dana otonomi khusus, dana tambahan infrastruktur, dana keistimewaan, dan insentif fiskal;
penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang dana desa, dana otonomi khusus, dana tambahan infrastruktur, dana keistimewaan, dan insentif fiskal;
penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang dana desa, dana otonomi khusus, dana tambahan infrastruktur, dana keistimewaan, dan insentif fiskal;
penyiapan pelaksanaan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang alokasi dan pengelolaan dana desa, dana otonomi khusus, dana tambahan infrastruktur, dana keistimewaan, dan insentif fiskal;
pelaksanaan sinkronisasi dana desa, dana otonomi khusus, dana tambahan infrastruktur, dana keistimewaan, dan insentif fiskal yang penggunaannya sudah ditentukan dengan pendanaan lainnya;
pelaksanaan pengelolaan program dan manajemen pengetahuan Direktorat; dan
pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 993, Direktorat Pelaksanaan Anggaran menyelenggarakan fungsi:
penyiapan perumusan kebijakan di bidang pelaksanaan anggaran;
penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pelaksanaan anggaran;
penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pelaksanaan anggaran;
penyiapan pelaksanaan pembinaan, koordinasi, supervisi, pemantauan, analisis, dan evaluasi di bidang pelaksanaan anggaran dan pelaksanaan tugas Kantor Wilayah Direktorat Jenderal di bidang pelaksanaan anggaran, penganggaran, perimbangan keuangan dan analisis fiskal regional;
pelaksanaan tugas lainnya di bidang penganggaran, perimbangan keuangan, analisis fiskal regional, dan bidang lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025
Relevan terhadap
I; FI|-iI-{I] K IND -4- ekonomi tinggi, melalui (i) hilirisasi, (ii) akselerasi investasi berorientasi ekspor, (iii) transformasi ekonomi hijau melalui percepatan transisi energi dan penguatan energi banr dan terbarukan. Untuk mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi tersebut ^juga disertai penguatan fiskal yang holistik untuk mewujudkan APBN sehat melalui Collecting More, Spending Better, Prudent dan Innouatiue Finarrcing, Optimalisasi pendapatan lalteding more) dengan tetap menjaga iklim investasi, penguatan spendmg better melahti efisiensi belanja kebutuhan dasar, fokus pada program prioritas dan berorientasi pada hasil (result based budget exeantion), mendorong pembiayaan yang prudent dart innouatiue financing dengan memberdayakan peran badan usaha milik negara, badan layanan umum, souereign uealth fund, dan spcial mission uehicl.e serta mendorong pengembangan skema kerja sama antara Pemerintah dan badan usaha untuk mengakselerasi pencapaian target pembangu.nan, serta mendorong penguatan ketahanan fiskal melalui penguatan fiscal buffer yang handal dan elisien, serta meningkatkan fleksibilitas dan kolaborasi yang lebih solid antara kebljakan fiskal, moneter, sektor keuangan, dan Pemerintah Daerah. Tema Kebijakan Fiskal Tahun 2025 di atas diselaraskan dengan tema Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025 yaitu Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Yang Inklusif dan Berkelanjutan. Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025 disusun dalam rangka menjaga pembangunan menjelang peralihan pemerintahan yang baru sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2OO7 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2OO5-2O25. Dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025 memuat pengelompokan prioritas pembangunan yang telah dipadupadankan dengan visi-misi Presiden terpilih untuk memberikan dasar bergerak yang lebih leluasa dalam kabinet yang baru, dan disusun dengan mempedomani ^pula Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Teknokratik 2025-2029. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2025-2029 akan ditetapkan selambatJambatnya tiga bulan setelah Presiden terpilih dilantik. Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025 adalah tahun pertama pelaksanaan RPJMN Tahun 2025-2029, oleh karena itu Arah Kebijakan dan Agenda Pembangunan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025 mengacu kepada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2OO7 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Sasaran pembangunan dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025 diarahkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, indeks modal manusia, nilai tukar petani, nilai tukar nelayan, dan menurunkan tingkat pengangguran terbuka, rasio gini, tingkat kemiskinan, dan tingkat kemiskinan ekstrem serta intensitas emisi gas rumah kaca, Selanjutnya, sasaran
Dengan berpijak pada kebiiakan reformasi struktural dan transformasi ekonomi, serta memperhitungkan berbagai risiko ekonomi global dan potensi pertumbuhan ekonomi nasional di tahun depan, maka asumsi indikator ekonomi makro di tahun 2025 ditargetkan sebagai berikut. . Pertumbuhan ekonomi tahun 2025 ditargetkan mencapai 5,2o/o (lima koma dua persen). ekonomi tahun depan akan didukung oleh permintaan domestik yang kuat dan kebijakan fiskal yang efektif dalam menjaga stabilitas ekonomi serta mendorong transformasi ekonomi nasional. Faktor-faktor seperti konsumsi domestik yang kuat, keberlanjutan pembangunan infrastruktur nasional, dan langkah reformasi struktural untuk meningkatkan iklim usaha, investasi, serta daya saing, akan menjadi kunci mendorong kinerja investasi di tahun 2025, Di tengah prospek ekonomi dunia yang diperkirakan masih stagnan, berbagai upaya Pemerintah untuk mendorong diversifikasi pasar dan produk ekspor, termasuk pengembangan produk hilirisasi lanjutan, ekspor ^jasa termasuk
a. perkembangan indikator ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan sebagai acuan dalam APBN Tahun Anggaran 2025; b. perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal; c. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram; dan/atau d. keadaan yang menyebabkan SAL tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun berjalan. l2l ^Perkembangan ^indikator ^ekonomi makro ^sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa; a. penurunan pertumbuhan ekonomi paling sedikit 1O% (sepuluh persen) di bawah asumsi yang telah ditetapkan; b. deviasi asumsi ekonomi makro lainnya paling sedikit 1O% (sepuluh persen) dari asumsi yang telah ditetapkan; dan/atau c. penurunan penerimaan perpajakan paling sedikit l0% (sepuluh persen) dari pagu yang telah ditetapkan. (3) SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan SAL yang ada di rekening Bank Indonesia yang penggunaannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban pelaksanaan atas APBN. (4) Dalam hal dilakukan penyesuaian APBN Tahun Anggaran 2025 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang mengenai Perubahan atas Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2025 untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebelum Tahun Anggaran 2025 berakhir. Pasal 43 (U Dalam hal kmbaga Penjamin Simpanan mengalami kesulitan likuiditas, Pemerintah dapat memberikan pinjaman kepada lembaga Penjamin Simpanan.
Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2025
Relevan terhadap 19 lainnya
Ukur Besaran 1 2 3 4 5 75 Pelaku Usaha di Bidang Jasa Perdagangan yang dibina 1 Badan usaha 2.000.000 6907.QIH Pengawasan dan Pengendalian Badan Usaha 76 Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang dilakukan pemantauan 1 Badan Usaha 1.500.000 090.03 Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri 3730.ABB Kebijakan Bidang Investasi dan Perdagangan 77 Rekomendasi Kebijakan terkait Tata Niaga Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan 1 Rekomendasi Kebijakan 680.974.000 3730.BAC Pelayanan Publik kepada badan usaha 78 Layanan Penerbitan Dokumen Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan 1 Badan usaha 43.046 3730.PBB Kebijakan Bidang Investasi dan Perdagangan 79 Rekomendasi Kebijakan terkait Harga Patokan Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan 1 Rekomendasi Kebijakan 208.848.667 3730.QDG Fasilitasi dan Pembinaan UMKM 80 Fasilitasi Penerbitan Dokumen Ekspor Produk Industri Kehutanan 1 UMKM 8.333.333 3731.ABB Kebijakan Bidang Investasi dan Perdagangan 81 Rekomendasi Kebijakan Ekspor Komoditi Produk Industri dan Pertambangan 1 Rekomendasi Kebijakan 1.082.616.000 3731.PBB Kebijakan Bidang Investasi dan Perdagangan 82 Rekomendasi Kebijakan Ekspor Produk Industri dan Pertambangan 1 Rekomendasi Kebijakan 1.270.500.000 3731.PEB Forum 83 Partisipasi pada Forum terkait Produk Industri dan Pertambangan 1 forum 206.190.500 84 Pelaksanaan Forum terkait Produk Industri dan Pertambangan 1 forum 150.000.000 3736.ABB Kebijakan Bidang Investasi dan Perdagangan 85 Rekomendasi Kabijakan Surat Keterangan Asal Barang 1 Rekomendasi Kebijakan 152.723.000 86 Rekomendasi Kebijakan dalam Fasilitasi Kebijakan Pendukung Arus Barang Ekspor dan Impor 1 Rekomendasi Kebijakan 155.100.000 87 Rekomendasi Kebijakan dalam Fasilitasi Perdagangan pada Kawasan Ekonomi Khusus dan Kawasan lainnya 1 Rekomendasi Kebijakan 108.823.000 88 Rekomendasi Kebijakan dalam Fasilitasi Sistem Pembayaran Ekspor dan Impor 1 Rekomendasi Kebijakan 119.938.000 89 Rekomendasi Kebijakan Fasilitasi Akses Pasar 1 Rekomendasi Kebijakan 195.166.000 90 Rekomendasi Kebijakan Layanan Eksportir dan Importir Bereputasi Baik 1 Rekomendasi Kebijakan 763.879.000 91 Rekomendasi Kebijakan tentang Ketentuan Imbal Dagang 1 Rekomendasi Kebijakan 107.980.000
Ukur Besaran 1 2 3 4 5 6905.PEH Promosi 174 Misi Dagang Produk Primer 1 promosi 783.353.000 175 Partisipasi Pameran CA Expo Nanning 1 promosi 615.000.000 176 Partisipasi Pameran Luar Negeri Produk Primer 1 promosi 397.922.000 177 Trade Expo Indonesia 1 promosi 1.800.145.000 6905.QDH Fasilitasi dan Pembinaan Badan Usaha 178 Adaptasi Produk Ekspor Primer 1 Badan usaha 2.892.850 179 Fasilitasi Sertifikasi Produk Primer 1 Badan usaha 106.260.000 6905.QMA Data dan Informasi Publik 180 Referensi ekspor produk primer 1 layanan 288.260.000 6906.PEC Kerja sama 181 Kerjasama Pengembangan Ekspor Produk Manufaktur 1 Kesepakatan 1.150.000.000 6906.PEH Promosi 182 (Inisiatif Baru) Branding Produk Manufaktur 1 promosi 300.000.000 183 Misi Dagang Produk Manufaktur 1 promosi 2.100.000.000 184 Partisipasi Pameran Dalam Negeri Produk Manufaktur 1 promosi 450.000.000 185 Partisipasi Pameran Luar Negeri Produk Manufaktur 1 promosi 650.000.000 186 Pelaksanaan Expo Osaka 2025 1 promosi 300.000.000 6906.QDH Fasilitasi dan Pembinaan Badan Usaha 187 Adaptasi produk ekspor manufaktur 1 Badan usaha 4.285.714 188 Fasilitasi sertifikasi Produk Manufaktur 1 Badan usaha 20.000.000 090.07 Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi 3759.BIC Pengawasan dan Pengendalian Lembaga 189 Pelaku Usaha PBK yang diaudit 1 Badan Usaha 18.455.062 190 Pengawasan Kepatuhan APU PPT Pelaku Usaha PBK 1 Badan Usaha 10.525.888 191 Pengawasan Kepatuhan Kegiatan Pelaku Usaha PBK 1 Badan Usaha 13.225.250 192 Pengawasan Kepatuhan Pelaporan dan Verifikasi Laporan Keuangan 1 Badan Usaha 12.754.950 193 Pengawasan Transaksi Pelaku Usaha PBK 1 Badan Usaha 19.835.555 3759.FAB Sistem Informasi Pemerintahan 194 Sistem Penunjang Pengawasan SRG dan PLK dalam pemeliharaan 1 Sistem Informasi 60.000.000 3760.BDB Fasilitasi dan Pembinaan Lembaga 195 Pembiayaan Skema Subsidi Resi Gudang yang dipantau 1 Lembaga 25.420.500 196 Pembinaan Penyalur Skema Subsidi Resi Gudang 1 Lembaga 41.383.000 3760.PBB Kebijakan Bidang Investasi dan Perdagangan 197 Analisa pengembangan kelembagaan dan produk di bidang SRG/PLK 1 Rekomendasi Kebijakan 175.767.667 3760.PEA Koordinasi
Ukur Besaran 1 2 3 4 5 39 Penghargaan UKM Pangan Award 1 promosi 718.550.000 40 Promosi Pameran Pangan Nusa 1 promosi 5.000.000.000 41 Promosi Pameran Produk Dalam Negeri 1 promosi 400.000.000 3716.QDG Fasilitasi dan Pembinaan UMKM 42 Fasilitasi Pengelolaan Keuangan Pelaku Usaha 1 UMKM 3.750.000 43 Fasilitasi Penguatan Branding Produk 1 UMKM 3.927.000 3716.QEG Bantuan Peralatan / Sarana 44 Bantuan Peralatan / Sarana 1 Unit 25.000.000 3716.QKA Pemantauan masyarakat dan kelompok masyarakat 45 Profil Pola Konsumsi Rumah Tangga Nasional 1 laporan 200.000.000 3720.AEA Koordinasi 46 Koordinasi Penyediaan Barang Kebutuhan Pokok Hasil Industri 1 kegiatan 10.490.120 3720.BDB Fasilitasi dan Pembinaan Lembaga 47 Pelatihan Kontributor Pemantau Bapok di Daerah 1 Lembaga 4.410.000 3720.PBB Kebijakan Bidang Investasi dan Perdagangan 48 Revisi Kebijakan Distribusi Barang Penting/Barang Dalam Pengawasan 1 Rekomendasi Kebijakan 200.000.000 3720.PEA Koordinasi 49 Koordinasi Intervensi Harga Bapok Menjelang HBKN 1 kegiatan 29.367.000 50 Koordinasi Pengembangan Perdagangan Komoditas Hasil Industri 1 kegiatan 3.249.677 51 Koordinasi Pengembangan Perdagangan Komoditas Hasil Peternakan dan Perikanan 1 kegiatan 13.984.273 3720.QMA Data dan Informasi Publik 52 Penyediaan Data Harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting 1 layanan 5.196.718.000 3722.PBB Kebijakan Bidang Investasi dan Perdagangan 53 Rekomendasi Terkait Penyempurnaan Peraturan Menteri Perdagangan di Bidang Informasi Perusahaan 1 Rekomendasi Kebijakan 126.000.000 3722.PEA Koordinasi 54 Koordinasi Terkait Pelaku Usaha Penjualan Barang 1 kegiatan 22.652.933 3722.PEB Forum 55 Forum Konsultasi Pedagangan Besar dan Eceran 1 forum 100.000.000 3722.QDG Fasilitasi dan Pembinaan UMKM 56 Calon pelaku usaha waralaba yang mendapatkan pendampingan 1 UMKM 4.395.360 3722.QKC Pemantauan lembaga 57 Verifikasi Pemenuhan Komitmen Perizinan di Bidang Distribusi Langsung dan Waralaba 1 laporan 100.000.000 3974.FBA Fasilitasi dan Pembinaan Pemerintah Daerah
Tata Cara Penyediaan, Penghitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik
Relevan terhadap
i. beban sewa kontingensi;
Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi ...
Relevan terhadap
Pasal II 1. Terhadap kontrak yang ditandatangani sebelum peraturan Pemerintah ini diundangkan berlaku ketentuan sebagai berikut:
untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak sebelum berlakunya Peraturan pemerintah ini, pengenaan Pajak Penghasilan dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nornor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi;
untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak terhitung sejak Peraturan pemerintah ini berlaku, pengenaan Pajak penghasilan dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. 2. Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berraku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaa,n dari Peraturan pemerintah Nomor 5l rahun 2008 tentang Pajak penghasilan atas penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indcnesia 1^'ahun 2008 Nomor 109, Tarnbahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nornor 4881) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan penrerintah Nomor 40 Tahun 2oo9 tentang Perubahan atas Peraturan pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak penghasilan atas penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2oag Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nonror 5014), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan pemerintah ini. 3. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku diundangkan. pada tanggal Agar Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Februari 2022 JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 Februari 2022 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2022 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 51 TAHUN 2OO8 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI Umum Pada sebagian besar negara berkembang, upaya meningkatkan kapasitas dan kapabilitas konstruksi merupakan hal yang sangat perlu dilakukan, termasuk upaya meningkatkan efisiensi biaya, waktu, dan kualitas pekerjaan konstruksi. Sektor konstruksi ^juga memiliki peran yang penting dalam menciptakan lapangan kerja, mendorong investasi, serta mendukung mobilitas barang dan ^jasa. Dalam rangka meningkatkan iklim usaha konstruksi yang lebih kondusif, maka diperlukan dukungan kebijakan administrasi perpajakan yang berpihak pada sektor konstruksi. Corona Virus Disease 2Ol9 (COVID-19) yang telah ditetapkan sebagai pandemik oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization), telah berdampak pada kemerosotan aktivitas sosial, ekonomi, dan kehidupan masyarakat di Indonesia, termasuk sektor konstruksi sebagai pelaku usaha ekonomi. Oleh karena itu, perlu adanya intervensi Pemerintah melalui penyesuaian ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana teiah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2OO9 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, berupa penyesuaian tarif Pajak Penghasilan final atas Jasa Konstruksi. Dengan penyesuaian tarif Pajak Penghasilan final atas Jasa Konstruksi, Pemerintah berharap kebijakan ini dapat membantu sektor konstruksi dalam menghadapi dampak pandemik COVID-19 sehingga keberlangsungan proses bisnis dari hulu ke hilir tetap terjaga. Kebijakan penerapan tarif Pajak Penghasilan final atas Jasa Konstruksi pada prinsipnya ditujukan dalam rangka kemudahan dan kesederhanaan para pelaku usaha sektor konstruksi untuk melakukan kewajiban perpajakannya. Namun, dengan mempertimbangkan asas keadilan dan kesetaraan maka kebijakan penerapan pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final perlu dilakukan evaluasi dalam kurun waktu tertentu. Hasil evaluasi tersebut dapat berupa pemberlakuan pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum Undang-Undang pajak penghasilan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1
Tata Cara Pemberian dan Pelaksanaan Penjaminan Pemerintah serta Penanggungan Risiko dalam rangka Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penye ...
Relevan terhadap
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik, dalam pengembangan pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan, Menteri Keuangan memberikan dukungan dalam bentuk insentif fiskal sesuai dengan kewenangannya berupa dukungan fasilitas pembiayaan dan/atau penjaminan melalui badan usaha milik negara yang ditugaskan pemerintah;
bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (10) dan Pasal 27 ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemberian dan Pelaksanaan Penjaminan Pemerintah serta Penanggungan Risiko dalam rangka Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik;
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Penjaminan Pemerintah adalah penjaminan yang diberikan untuk dan atas nama Pemerintah oleh Menteri Keuangan baik secara langsung, melalui badan usaha penjaminan infrastruktur, atau secara bersama antara Menteri Keuangan dan badan usaha penjaminan infrastruktur sebagai penjamin atas risiko gagal bayar terjamin kepada penerima jaminan dalam rangka percepatan pengembangan energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik dan pelaksanaan transisi energi sektor ketenagalistrikan.
Risiko Gagal Bayar adalah peristiwa kegagalan terjamin untuk melaksanakan kewajiban finansialnya terhadap penerima jaminan berdasarkan perjanjian pembiayaan, perjanjian kerja sama pendanaan transisi energi, perjanjian perwaliamanatan, perjanjian penerbitan dan penunjukan agen pemantau, atau perjanjian jual beli tenaga listrik.
Penjamin adalah Pemerintah melalui Menteri Keuangan dan/atau Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur.
Tenaga Listrik adalah suatu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, tetapi tidak meliputi listrik yang dipakai untuk komunikasi, elektronika, atau isyarat.
Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik yang selanjutnya disebut PJBL adalah perjanjian jual beli Tenaga Listrik antara pemegang izin usaha penyediaan Tenaga Listrik atau pemegang izin operasi dengan PT PLN (Persero).
Energi Terbarukan adalah energi yang berasal dari sumber energi terbarukan.
Platform Transisi Energi adalah salah satu dukungan fiskal pemerintah yang dibentuk oleh Menteri Keuangan dalam rangka mendukung percepatan pengakhiran waktu operasi pembangkit listrik tenaga uap, percepatan pengakhiran waktu kontrak PJBL pembangkit listrik tenaga uap, dan/atau pengembangan pembangkit Energi Terbarukan sebagai pengganti dari percepatan pengakhiran waktu operasi pembangkit listrik tenaga uap dan/atau percepatan pengakhiran waktu kontrak PJBL pembangkit listrik tenaga uap.
Manajer Platform adalah Badan Usaha Milik Negara yang mendapatkan penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan pengelolaan Platform Transisi Energi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberian dukungan fiskal melalui kerangka pendanaan dan pembiayaan dalam rangka percepatan transisi energi di sektor ketenagalistrikan.
Terjamin adalah PT PLN (Persero), Badan Usaha Milik Negara, atau Manajer Platform yang mendapatkan Penjaminan Pemerintah.
Pinjaman adalah setiap pembiayaan baik secara konvensional maupun syariah dari Pemberi Pembiayaan berupa sejumlah uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu yang menimbulkan kewajiban finansial berdasarkan perjanjian.
Perjanjian Pembiayaan adalah perjanjian yang dibuat antara Badan Usaha Milik Negara selaku debitur dan Pemberi Pembiayaan dalam rangka Pinjaman untuk percepatan pengembangan Energi Terbarukan untuk penyediaan Tenaga Listrik.
Pemberi Pembiayaan adalah lembaga atau Lembaga Keuangan Internasional yang menandatangani Perjanjian Pembiayaan dengan Badan Usaha Milik Negara.
Pemberi Dana Transisi Energi adalah Lembaga Keuangan Internasional dan/atau lembaga/badan lainnya yang menandatangani perjanjian kerja sama pendanaan transisi energi dengan Manajer Platform.
Lembaga Keuangan Internasional adalah lembaga keuangan multilateral dan lembaga keuangan negara yang mempunyai hubungan diplomatik dalam rangka kerja sama bilateral yang menyediakan pinjaman langsung kepada Badan Usaha Milik Negara.
Wali Amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang Obligasi/Sukuk atas Obligasi/Sukuk yang diterbitkan melalui penawaran umum.
Agen Pemantau adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang Obligasi/Sukuk atas Obligasi/Sukuk yang diterbitkan tanpa melalui penawaran umum.
Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus, dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat berupa badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi, dan badan usaha swasta yang berbadan hukum Indonesia.
Pengembang Pembangkit Listrik yang selanjutnya disingkat PPL adalah Badan Usaha penyediaan Tenaga Listrik yang bekerja sama dengan PT PLN (Persero) melalui penandatanganan PJBL.
Penerima Jaminan adalah PPL untuk Penjaminan Pemerintah atas PJBL, Pemberi Pembiayaan atau Pemberi Dana Transisi Energi untuk Penjaminan Pemerintah atas Pembiayaan, Wali Amanat atau Agen Pemantau yang bertindak untuk kepentingan pemegang Obligasi/Sukuk untuk Penjaminan Pemerintah atas Obligasi/Sukuk, atau Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara untuk Penjaminan Pemerintah atas Penanggungan Risiko.
Risiko Infrastruktur adalah peristiwa yang mungkin terjadi pada proyek pembangkit listrik yang memanfaatkan Energi Terbarukan selama berlakunya PJBL yang dapat mempengaruhi secara negatif investasi PPL yang meliputi ekuitas dan Pinjaman dari pihak ketiga.
Obligasi adalah surat utang yang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara atau Manajer Platform yang memohonkan Penjaminan Pemerintah selaku emiten melalui penawaran umum atau tanpa penawaran umum dan berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Sukuk adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara atau Manajer Platform yang memohonkan Penjaminan Pemerintah selaku emiten berdasarkan prinsip syariah melalui penawaran umum atau tanpa penawaran umum dan berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Perjanjian Perwaliamanatan adalah perjanjian yang dibuat antara Badan Usaha Milik Negara atau Manajer Platform selaku emiten dan Wali Amanat yang bertindak untuk kepentingan pemegang Obligasi/Sukuk dalam rangka penerbitan Obligasi/Sukuk.
Perjanjian Penerbitan dan Penunjukan Agen Pemantau adalah perjanjian yang dibuat oleh Badan Usaha Milik Negara atau Manajer Platform selaku emiten dengan Agen Pemantau dan penata usaha ( arranger ).
Perjanjian Kerja Sama Pendanaan Transisi Energi adalah perjanjian kerja sama pendanaan yang dibuat antara Manajer Platform dengan Pemberi Dana Transisi Energi dalam rangka Pendanaan Transisi Energi.
Pendanaan Transisi Energi adalah pendanaan yang diberikan dalam bentuk pembiayaan oleh Pemberi Dana Transisi Energi atau pemegang Obligasi/Sukuk kepada Manajer Platform untuk transisi energi.
Dana Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi yang selanjutnya disebut Dana PISP adalah kerangka pendanaan yang dibentuk secara khusus oleh Menteri Keuangan sebagai sarana untuk mendukung terselenggaranya penyediaan infrastruktur sektor Panas Bumi.
Penanggungan Risiko adalah penanggungan atas seluruh atau sebagian dari dampak terjadinya risiko terhadap kinerja dan/atau kesinambungan Dana PISP dan/atau Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara, yang berfungsi sebagai sarana pemulihan terhadap Dana PISP yang telah digunakan.
Perjanjian Penanggungan Risiko adalah perjanjian yang dibuat dalam rangka melaksanakan Penanggungan Risiko.
Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, serta batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang panas bumi.
Dukungan Pengembangan Panas Bumi adalah salah satu bentuk fasilitas yang disediakan oleh Menteri Keuangan untuk memitigasi risiko ( de-risking facility ) yang menghambat partisipasi badan usaha dalam penyediaan infrastruktur sektor Panas Bumi.
Dukungan Eksplorasi adalah Dukungan Pengembangan Panas Bumi yang disediakan dalam rangka mendapatkan data dan informasi Panas Bumi yang diperlukan untuk penyiapan dan pelelangan wilayah kerja.
Proposal Dukungan Eksplorasi adalah usulan penyediaan dan pelaksanaan Dukungan Eksplorasi yang disampaikan kepada Komite Bersama.
Pembiayaan Eksplorasi adalah Dukungan Pengembangan Panas Bumi berupa pemberian Pinjaman dan/atau bentuk pembiayaan lainnya dalam rangka penyiapan studi kelayakan.
Risiko Eksplorasi adalah keadaan terjadinya ketidaklayakan hasil dari kegiatan eksplorasi pada suatu wilayah untuk dilanjutkan ke tahap pengusahaan Panas Bumi berikutnya.
Risiko Politik adalah keadaan yang menyebabkan pelaksanaan kegiatan eksplorasi selanjutnya atau kegiatan tahap pengusahaan Panas Bumi lainnya di wilayah tersebut tidak dapat dan/atau tidak layak untuk dilakukan sebagai akibat dari kebijakan pemerintah.
Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi adalah kompensasi untuk pelaksanaan Penugasan Dukungan Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai dukungan pengembangan Panas Bumi melalui penggunaan Dana PISP pada Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara.
Risiko Kesenjangan adalah keadaan ketika jumlah Kompensasi Penugasan Dukungan Eksplorasi untuk Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara yang dibebankan kepada Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi ditetapkan lebih rendah dari jumlah biaya riil yang dikeluarkan untuk penugasan Dukungan Eksplorasi tersebut.
Badan Usaha Penerima Manfaat Dukungan Eksplorasi adalah pemenang lelang dan/atau Badan Usaha Panas Bumi yang didirikan oleh pemenang lelang, yang mendapatkan manfaat berupa ketersediaan data dan informasi Panas Bumi yang kredibel dari pelaksanaan penyediaan Dukungan Eksplorasi.
Penugasan Dukungan Eksplorasi adalah penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai Badan Usaha Milik Negara untuk menyediakan dan melaksanakan Dukungan Eksplorasi.
Penugasan Pembiayaan Eksplorasi adalah penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai Badan Usaha Milik Negara untuk menyediakan Pembiayaan Eksplorasi.
Kompensasi Penugasan Pembiayaan Eksplorasi adalah kompensasi untuk pelaksanaan Penugasan Pembiayaan Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai dukungan pengembangan Panas Bumi melalui penggunaan Dana PISP pada Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara.
Dokumen Penjaminan adalah dokumen yang berbentuk surat jaminan, perjanjian penjaminan, atau Perjanjian Penanggungan Risiko yang memuat ketentuan mengenai penjaminan atas Penanggungan Risiko.
Regres adalah hak Penjamin untuk menagih Terjamin atas apa yang telah dibayarkan oleh Penjamin kepada Penerima Jaminan untuk memenuhi kewajiban Terjamin tersebut, dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang ( time value of money ).
Perjanjian Penyelesaian Regres adalah perjanjian yang memuat syarat dan ketentuan pemenuhan Regres Terjamin kepada Penjamin berdasarkan Penjaminan Pemerintah atas Risiko Gagal Bayar.
Imbal Jasa Penjaminan yang selanjutnya disingkat IJP adalah sejumlah uang yang diterima oleh Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur dalam rangka kegiatan penjaminan berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Dokumen Rencana Mitigasi Risiko adalah dokumen yang berisi uraian mengenai langkah yang akan dilakukan oleh Terjamin untuk mencegah terjadinya Risiko Gagal Bayar atau untuk mengelola segala peristiwa yang dapat mempengaruhi kemampuan Terjamin yang bersangkutan untuk memenuhi kewajiban finansial yang dijamin berdasarkan perjanjian pokok berupa PJBL, Perjanjian Pembiayaan, Perjanjian Kerja Sama Pendanaan Transisi Energi, Perjanjian Perwaliamanatan, atau Perjanjian Penerbitan dan Penunjukan Agen Pemantau.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Komite Bersama adalah komite yang dibentuk oleh Menteri untuk menunjang kelancaran pengelolaan Dana PISP dan/atau penyediaan Dukungan Pengembangan Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai dukungan pengembangan Panas Bumi melalui penggunaan Dana PISP pada Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara.
Komite Pengarah adalah komite yang menjalankan fungsi pengarahan dan fungsi teknis serta sebagai pemberi keputusan tertentu terkait dengan penyediaan dukungan fiskal untuk pengelolaan Platform Transisi Energi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian dukungan fiskal melalui kerangka pendanaan dan pembiayaan dalam rangka percepatan transisi energi di sektor ketenagalistrikan.
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai Badan Usaha Milik Negara.
Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur yang selanjutnya disingkat BUPI adalah PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero).
Perseroan Terbatas Perusahaan Listrik Negara (Perusahaan Perseroan) yang selanjutnya disingkat PT PLN (Persero) adalah BUMN yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).
Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara adalah BUMN yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur.
Badan Usaha Panas Bumi adalah Badan Usaha yang berbentuk perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Republik Indonesia dengan tujuan untuk melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk pemanfaatan tidak langsung.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari pengguna anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada bendahara umum negara.
Debitur Publik adalah BUMN Panas Bumi, BUMN di bidang energi, dan/atau Badan Usaha Panas Bumi yang seluruh atau mayoritas sahamnya dimiliki oleh BUMN Panas Bumi atau BUMN di bidang energi.
Batas Maksimal Penjaminan adalah nilai maksimal yang diperkenankan dalam penerbitan Penjaminan Pemerintah pada tahun tertentu.
Peraturan Menteri Keuangan tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah ...
Relevan terhadap
bahwa untuk memberikan stimulus perekonomian, pemerintah mengalokasikan belanja subsidi dalam rangka pemberian insentif fiskal pajak ditanggung pemerintah sebagai salah satu kebijakan fiskal;
bahwa agar pajak ditanggung pemerintah dapat ditatausahakan dan dikelola secara lebih tertib dan transparan sesuai dengan peraturan perundang- undangan, serta berdasarkan kewenangan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, perlu mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.05/2010 tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.05/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.05/2010 tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah;
Platform Digital Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional
Relevan terhadap 16 lainnya
B. PENYELENGGARAAN PLATFORM DIGITAL SKFN Penyelenggaraan Platform Digital SKFN berfokus sebagai suatu wadah penggunaan teknologi digital terintegrasi untuk meningkatkan layanan publik dan menciptakan nilai publik ( public value ) dalam rangka sinergi kebijakan fiskal nasional. Penggunaan teknologi digital terintegrasi dalam Platform Digital SKFN ini menjadi penghubung antar pemerintahan ( Government to Government /G2G), Pemerintah dengan masyarakat ( Government to Citizen /G2C), Pemerintah dengan pelaku usaha ( Government to Bussiness /G2B), dan Pemerintah dengan berbagai pemangku kepentingan lainnya ( Government to Society /G2S). Penyelenggaraan Platform Digital SKFN merupakan upaya pengembangan dan transformasi SIKD sebagai backbone dalam mewujudkan implementasi kebijakan HKPD dan peraturan pelaksanaannya antara lain pada harmonisasi kebijakan fiskal nasional, pajak daerah dan retribusi daerah, serta pengelolaan transfer ke daerah. Tujuan penyelenggaraan Platform Digital SKFN memberikan arahan mengenai tata cara penyelenggaraan platform digital SKFN secara sistematis agar platform digital SKFN yang dikembangkan memenuhi prinsip interoperabilitas, akuntabilitas, keamanan, akurat, relevan, tepat waktu, dan dapat dipertanggungjawabkan.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2024 TENTANG PLATFORM DIGITAL SINERGI KEBIJAKAN FISKAL NASIONAL MANUAL PLATFORM DIGITAL SINERGI KEBIJAKAN FISKAL NASIONAL A. PENDAHULUAN Sebagai upaya mewujudkan pemerataan layanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok Indonesia, telah ditetapkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) yang menyempurnakan implementasi hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan. UU HKPD berlandaskan pada 4 (empat) pilar utama, yaitu: mengembangkan sistem pajak dan retribusi daerah, meminimalkan ketimpangan, mendorong peningkatan kualitas belanja Daerah, serta harmonisasi kebijakan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Harmonisasi kebijakan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional (PP HKFN). PP HKFN memperkuat harmonisasi kebijakan fiskal nasional melalui pelaksanaan pembiayaan utang daerah, penyelenggaraan dana abadi Daerah, dan pelaksanaan sinergi pendanaan, dan pelaksanaan sinergi kebijakan fiskal nasional dalam kerangka Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) yang didukung dengan platform digital. Sejalan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik ( Good Governance ), akuntabilitas, dan transparansi di era digital, pemanfaatan platform digital tercantum dalam UU HKPD dan PP HKFN dimana Pemerintah membangun sistem informasi pembangunan daerah, pengelolaan keuangan daerah, dan informasi lainnya melalui platform digital yang terinterkoneksi dengan sistem informasi konsolidasi kebijakan fiskal nasional yang dilaksanakan dalam bentuk Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) secara nasional dan digitalisasi pengelolaan HKPD. Dalam rangka sinergi kebijakan fiskal nasional, Menteri melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyelenggarakan Platform Digital Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional dan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah, serta Pemerintah Desa. Untuk memperkuat platform digital sinergi kebijakan fiskal nasional, Peraturan Menteri ini disusun sebagai ketentuan teknis Platform Digital Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional (Platform Digital SKFN) dengan mengedepankan aspek-aspek pemerintahan digital ( digital government ), pemerintahan terbuka ( open government public ) serta pemanfaatan platform digital yang didukung data dan informasi digital yang digunakan untuk implementasi harmonisasi kebijakan fiskal nasional dan implementasi kebijakan HKPD. Pengaturan dalam Peraturan Menteri ini juga untuk menyempurnakan pengaturan yang berlaku mengenai penyelenggaraan SIKD dan tata cara penyampaian data dan informasi. Manual Platform Digital SKFN sebagai Lampiran Peraturan Menteri ini disusun sebagai pedoman dalam implementasi Platform Digital SKFN yang
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 32 dan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Platform Digital Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional;
Komite Pengawas Perpajakan
Relevan terhadap 1 lainnya
Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Komwasjak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Inspektorat Jenderal memiliki tanggung jawab untuk memberikan informasi terkait:
kebijakan dan administrasi Perpajakan; dan
pengaduan terkait Perpajakan dan tindak lanjut penanganannya.
Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Inspektorat Jenderal, sesuai kewenangannya, menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan atau sewaktu- waktu berdasarkan permintaan Komwasjak.
Komwasjak mengadakan rapat koordinasi secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan dengan Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Inspektorat Jenderal.
Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
mengomunikasikan hasil kajian di bidang Perpajakan;
mengomunikasikan hasil evaluasi risiko strategis terkait kebijakan dan administrasi Perpajakan;
mengomunikasikan masukan atas rencana strategis Perpajakan dan strategi pencapaiannya;
memantau tindak lanjut penanganan pengaduan dan rekomendasi Komwasjak;
mengharmonisasikan bahan laporan kepada Menteri; dan
mendapatkan tanggapan dan masukan dari Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Inspektorat Jenderal.
Penerusan pengaduan terkait Perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d, disampaikan kepada:
Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pajak, dan/atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, untuk pengaduan terkait kebijakan Perpajakan dan pelaksanaan administrasi Perpajakan; dan
Inspektorat Jenderal, untuk pengaduan terkait aparatur Kementerian.
Hasil tindak lanjut penanganan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan oleh Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pajak, dan/atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada pengadu dan ditembuskan kepada Komwasjak.
Hasil tindak lanjut penanganan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan oleh Inspektorat Jenderal kepada pihak-pihak terkait sesuai dengan ketentuan penanganan pengaduan yang berlaku pada Kementerian dan dapat diinformasikan kepada Komwasjak.
Pemantauan tindak lanjut penanganan pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d dilakukan dalam bentuk:
rapat koordinasi; dan/atau
korespondensi.