Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Dengan pertimbangan tertentu, tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dapat ditetapkan sampai dengan Rp0,00 (nol Rupiah) atau 0% (nol persen).
Pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
jenis kegiatan usaha subjek Penerimaan Negara Bukan Pajak; dan
bentuk kelembagaan subjek Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Jenis kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikelompokkan atas:
kegiatan nonbisnis; atau
kegiatan sosial.
Bentuk kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas:
entitas koperasi sekunder ASN/TNI/Polri;
entitas koperasi primer ASN/TNI/Polri;
entitas usaha mikro; atau
entitas usaha kecil.
Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), dengan pertimbangan jenis kegiatan usaha diberikan faktor penyesuai sebagai berikut:
kegiatan non bisnis sebesar 30% (tiga puluh persen);
kegiatan sosial sebesar 2,5% (dua koma lima persen).
Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), dengan pertimbangan bentuk kelembagaan diberikan faktor penyesuai sebagai berikut:
Koperasi sekunder milik ASN/TNI/Polri sebesar 75% (tujuh puluh lima persen);
Koperasi primer milik ASN/TNI/Polri sebesar 50% (lima puluh persen);
Usaha mikro dan usaha kecil sebesar 25% (dua puluh lima persen).
Penerimaan Negara Bukan Pajak terutang dihitung dengan mengalikan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dengan faktor penyesuai tarif sesuai jenis kegiatan dan/atau faktor penyesuai tarif sesuai bentuk kelembagaan.
Pengenaan tarif dengan faktor penyesuai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan dengan ketentuan subjek Penerimaan Negara Bukan Pajak mengajukan permohonan penyesuaian tarif kepada Kepala Satuan Kerja Unit Eselon II pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak Ruang Promosi Digital Platform paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum kegiatan promosi di Digital Platform dilakukan.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen pendukung sebagai berikut:
Kegiatan nonbisnis: Surat Pernyataan dari Subjek Penerimaan Negara Bukan Pajak bahwa kegiatan promosi yang dilakukan memenuhi kriteria Pasal 6 ayat (1);
Kegiatan sosial: Surat Pernyataan dari Subjek Penerimaan Negara Bukan Pajak bahwa kegiatan promosi yang dilakukan memenuhi kriteria Pasal 6 ayat (2);
Entitas Koperasi Sekunder ASN/TNI/Polri: Akta Pendirian Koperasi;
Entitas Koperasi Primer ASN/TNI/Polri: Akta Pendirian Koperasi;
Usaha Mikro: Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Surat Keterangan dari Pemerintah Daerah setempat yang menyatakan usaha tersebut memenuhi kriteria Pasal 7 ayat (3);
Usaha Kecil: Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Surat Keterangan dari Pemerintah Daerah setempat yang menyatakan usaha tersebut memenuhi kriteria Pasal 7 ayat (4).
Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan jawaban kepada pemohon paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah surat diterima.
Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Pribadi ...
Relevan terhadap
Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), tidak termasuk:
pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan;
iuran terkait program pensiun dan hari tua yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri atau telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, atau badan penyelenggara tunjangan hari tua yang pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang dibayar oleh pemberi kerja;
bantuan, sumbangan, zakat, infak, sedekah, dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha atau pekerjaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha atau pekerjaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l Undang-Undang Pajak Penghasilan;
bagian laba yang diberikan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; dan
pajak penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah.
Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil yang Berlaku pada Kementerian Ketenagakerjaan ...
Relevan terhadap
Dengan pertimbangan tertentu, tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersifat volatil yang berlaku pada Kementerian Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dapat dikenakan tarif sampai dengan Rp0,00 (nol rupiah) atau 0% (nol persen).
Pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
penyelenggaraan kegiatan sosial;
kegiatan keagamaan;
kegiatan kenegaraan atau pemerintahan,;
keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar;
masyarakat tidak mampu;
mahasiswa berprestasi dan/atau tidak mampu;
usaha mikro, kecil dan menengah; dan/atau
kebijakan Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan tarif sampai dengan Rp0,00 (nol rupiah) atau 0% (nol persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil dan Kebutuhan Mendesak Bidang Pendidikan dan Pelatihan di Lingkungan Ke ...
Relevan terhadap
Dengan pertimbangan tertentu, tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dapat dikenakan tarif sampai dengan Rp0,00 (nol rupiah) atau 0% (nol persen).
Pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa:
kegiatan sosial;
kegiatan keagamaan;
kegiatan kenegaraan;
keadaan di luar kemampuan wajib bayar;
kondisi kahar;
masyarakat tidak mampu;
mahasiswa/pelajar;
instansi pemerintah; dan
usaha mikro, kecil dan menengah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan
Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di lbu Kota Nusantara ...
Relevan terhadap
Ayat (1) Cukup ^jelas. FRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -20- Yang dimaksud dengan "Nomor Pokok Wajib Pajak" adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, dapat berupa Nomor Pokok Wajib Pajak Pusat atau Nomor Pokok Wajib Pajak Cabang. Yang dimaksud dengan "identitas perpajakan di tempat kegiatan usaha" adalah nomor identitas yang diberikan untuk tempat kegiatan usaha Wajib Pajak yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, dapat berupa Nomor Pokok Wajib Pajak Cabang atau Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha. Ayat (2) Ayat (21 Yang menjadi objek Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif Oo/o (nol persen) dalam jangka waktu tertentu adalah penghasilan dari bagian peredaran bruto usaha sampai dengan Rp50.00O.00O.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara. Contoh: PT A mendirikan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara yang sudah memenuhi persyaratan untuk mendapat fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif Oo/o (nol persen) sejak tahun pajak 2024 dan pada tahun pajak 2025 PT A memiliki peredaran bruto dari usaha yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). Atas penghasilan dari usaha dimaksud dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif Oo/o (nol persen). Yang dimaksud dengan "penghasilan dari peredaran bruto usaha sampai dengan Rp50.0O0.O0O.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah lbu Kota Nusantara" yaitu penghasilan dari kegiatan industri dan/atau penyerahan barang dan/atau ^jasa yang dilakukan di wilayah Ibu Kota Nusantara. Huruf a Yang dimaksud dengan tasa sehubungan dengan pekerjaan bebas" adalah:
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri atas pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, pejabat pembuat akta tanah, penilai, dan aktuaris;
pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama, dan penari;
olahragawan;
penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
agen iklan;
pengawas atau pengelola proyek;
perantara;
petugas penjaja barang dagangan;
agen asuransi; dan
distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya. Huruf b Contoh: T\ran A seorang konsultan pajak dan bersama T\ran B sesama konsultan pajak membentuk Firma AB dan Rekan. Firma tersebut menjalankan usaha memberikan jasa konsultan pajak. Mengingat jasa yang diberikan oleh firma tersebut sama dengan jasa yang diberikan T\ran A dan T\ran B sehubungan dengan pekerjaan bebas berupajasa konsultan pajak, maka penghasilan dari firma tersebut tidak termasuk penghasilan yang dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0% (nol persen). Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Penghasilan Wajib Pajak yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri tidak dapat dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif Oo/o (nol persen) berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, Wajib Pajak usaha mikro, kecil, dan menengah yang memenuhi kriteria dan memiliki peredaran bruto tertentu dikenai Pajak Penghasilan bersifat final. Untuk memberikan kemudahan dan fasilitas bagi Wajib Pajak usaha mikro, kecil, dan menengah dimaksud yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara, dapat memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 0% (nol persen) berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Contoh: PT AB mendirikan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara pada tahun 2025 yang kemudian pada tahun pajak 2025 PT AB memiliki peredaran bruto dari usaha sebagai berikut:
dari usaha sewa tanah dan/atau bangunan sebesar Rp500.0OO.O00,00 (lima ratus juta rupiah); dan
dari usaha peniualan bahan bangunan sebesar Rp1.000.000.000,OO (satu miliar rupiah). Atas penghasilan dimaksud, pengenaan Pajak Penghasilannya sebagai berikut:
atas penghasilan dari usaha persewaan tanah dan/atau bangunan sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dikenai Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Paiak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan, sehingga tidak dapat dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 0% (nol persen) berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. 2. walaupun Wajib Pajak memenuhi kriteria untuk dikenai Pajak Penghasilan final sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, atas penghasilan dari usaha peniualan bahan bangunan sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dapat dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif O% (nol persen) berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Huruf e Cukup jelas. Ayat (3) Contoh: Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Ayat (6) Contoh: PT B bergerak di bidang industri, mendirikan usahanya dan bertempat kedudukan serta menjalankan usahanya di wilayah Ibu Kota Nusantara. PT B mendaftarkan usahanya dengan penanaman modal sebesar Rp8.0O0.000.OO0,00 (delapan miliar rupiah) pada tanggal 1 Juli 2025. PT B telah terdaftar sebagai Wajib Pajak pada kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara. PT B mengajukan permohonan untuk mendapatkan fasilitas pengenaan Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif O% (no1 persen) pada tanggal 1 Agustus 2025 dan mendapatkan persetujuan pemberian fasilitas pada tanggal 5 Agustus 2025. Karena PT B telah memenuhi kriteria penanaman modal kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan persyaratan tertentu, maka PT B berhak untuk mendapat fasilitas pengenaan Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 0% (nol persen) atas penghasilan dari peredaran bruto dari usaha sampai dengan Rp50.000.0OO.O00,00 (lima puluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara sampai dengan ^jangka waktu tertentu. Sesuai contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (3), PT B berhak untuk mendapat fasilitas pengenaan Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif O% (nol persen) terhitung sejak tanggal persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sampai dengan akhir tahun 2035. Sesuai contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (3), PT B pada tahun 2027 membuka cabang usaha di luar wilayah Ibu Kota Nusantara. Peredaran bruto dari usaha PT B pada Tahun Pajak 2027 sebagai berikut:
pada lokasi usaha di luar wilayah Ibu Kota Nusantara Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Penghasilan PT B yang berasal dari peredaran bruto usaha sampai dengan Rp50.000.O00.000,00 (lima puluh miliar rupiah) pada lokasi usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0% (nol persen). Untuk penghasilan yang berasal dari peredaran bruto usaha pada lokasi usaha selain yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Ayat (9) Cukup ^jelas.
Ketentuan mengenai:
penerapan; dan
tata cara pengajuan permohonan, penerbitan, pembatalan atau pencabutan persetujlran, dan pelaporan, pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah dan bersifat linal diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Paragraf 10 Fasilitas Pajak Penghasilan Final O% (Nol Persen) atas Penghasilan dari Peredaran Bruto Usaha Tertentu pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pasal 56 (1) Wajib Pajak dalam negeri tidak termasuk bentuk usaha tetap yang melakukan Penanaman Modal di Ibu Kota Nusantara dengan nilai kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan memenuhi persyaratan tertentu dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat Iinal dengan tarif sebesar 0% (nol persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf h dalam jangka waktu tertentu. (21 Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai atas penghasilan dari peredaran bruto usaha sampai dengan Rp5O.000.000.0O0,00 (lima puluh miliar rr.rpiah) dalam 1 (satu) tahun pajak yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah lbu Kota Nusantara, tidak termasuk penghasilan:
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
dari jasa yang dilakukan selain di wilayah Ibu Kota Nusantara dan/atau dimanfaatkan oleh pengguna jasa yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan selain di wilayah lbu Kota Nusantara;
yang dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan. (3) Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
bertempat tinggal atau bertempat kedudukan, dan/atau memiliki cabang di wilayah Ibu Kota Nusantara;
melakukan kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara;
terdaftar sebagai Wajib Pajak di kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara atau memiliki identitas perpajakan di tempat kegiatan usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara;
telah melakukan Penanaman Modal di wilayah Ibu Kota Nusantara, serta memiliki kualifikasi usaha mikro, kecil, dan menengah yang diterbitkan oleh instansi berwenang; dan
telah mengajukan permohonan untuk memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) bulan sejak Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada huruf d dan mendapatkan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a sampai dengan huruf e;
diterima atau diperoleh pada lokasi usaha selain yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara; dan/atau
diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara yang berasal dari peredaran bruto yang melebihi batasan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan. (7) Wajib Pajak yang memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib:
menyelenggarakan pembukuan secara terpisah, bagi Wajib Pajak yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan; atau
melakukan pencatatan secara terpisah, bagi Wajib Pajak yang tidak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan, antara penghasilan yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penghasilan yang tidak mendapatkan fasilitas dimaksud. (8) Dalam hal terdapat biaya bersama yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki penghasilan yang mendapat fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penghasilan yang tidak mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (6), pembebanannya dialokasikan secara proporsional. (9) Ketentuanmengenai:
penerapan; dan
tata cara pengajuan permohonan, penerbitan, pembatalan atau pencabutan surat persetujuan, dan pelaporan, Pajak Penghasilan final 0% (nol persen) atas penghasilan dari peredaran bruto usaha tertentu pada usaha mikro, kecil, dan menengah diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Paragraf 11 Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Pasal 57 (1) Wajib Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan di Ibu Kota Nusantara diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf i. (21 Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang terutang.
subjek, bentuk fasilitas, dan kriteria untuk memperoleh;
prosedurpengajuan permohonan persetujuan;
prosedur pemberian keputusan persetujuan;
prosedur pengajuan permohonan pemanfaatan dan/atau penerbitan surat keterangan bebas;
prosedur pemberian keputusan pemanfaatan dan/atau penerbitan surat keterangan bebas;
kewajiban dan larangan bagi Wajib Pajak yang memperoleh; dan
kriteria pencabutan, fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Bagian Ketiga Fasilitas Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pengecualian Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Pasal 58 (1) Kemudahan perpajakan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a angka 2 yang diberikan di Ibu Kota Nusantara berupa:
Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut; dan
pengecualian Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan barang kena pajak. (21 Kemudahan perpajakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a angka 2 yang diberikan di Daerah Mitra berupa ^pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut. Pasal 59 (1) Kemudahan perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf a di Ibu Kota Nusantara, diberikan atas:
penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak tertentu yang bersifat strategis; dan/atau
impor barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis. (21 Barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
bangunan baru berupa rumah tapak, satuan rumah susun, kantor, toko/pusat perbelanjaan, dan/atau gudang bagi orang pribadi tertentu, badan tertentu, dan/atau kementerian/ lembaga tertentu;
kendaraan bermotor yang bernomor polisi terdaftar di Ibu Kota Nusantara, yang menggunakan teknologi battery electic uehicles yang diproduksi di dalam negeri bagi orang pribadi, badan, dan/atau kementerian/ lembaga; dan
^jasa sewa rumah tapak, satuan rumah susun, kantor, toko/pusat perbelanjaan, dan/atau gudang yang diserahkan kepada orang pribadi, badan, dan/atau kementerian/lembaga, yang berkegiatan usaha, bertugas, atau berkedudukan di Ibu Kota Nusantara;
jasa konstruksi untuk pembangunan jalan, jembatan, bendungan, instalasi pengolahan air bersih, pembangkit listrik tenaga energi barrr dan terbarukan, sistem penyediaan air minum, jaringan telekomunikasi, jaringan energi, jaringan air/irigasi, instalasi pengolahan sampah dan/atau limbah, rumah sakit/klinik, laboratorium kesehatan, sekolah atau perguruan tinggi, gedung pemerintahan, rumah tapak, rumah susun, kantor, toko, dan/atau gudang, bandar udara, pelabuhan, terminal, jaringan kereta api, atau infrastruktur sejenis lainnya yang dibangun di Ibu Kota Nusantara;
jasa pengolahan sampah dan/atau limbah atas sampah dan/atau limbah yang dihasilkan di Ibu Kota Nusantara; dan
jasa kena pajak tertentu yang bersifat strategis lainnya yang dibutuhkan dalam rangka persiapan, pembangunan, pemindahan, dan pengembangan di Ibu Kota Nusantara. (41 Kemudahan perpajakan berrrpa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b juga diberikan atas:
impor oleh; dan/atau
penyerahan kepada, pengusaha pengusaha kena pajak yang menghasilkan listrik tenaga energi baru dan terbarukan di Ibu Kota Nusantara berrrpa mesin dan peralatan pabrik, baik mesin/peralatan utama maupun mesin/peralatan pendukung untuk menghasilkan listrik tenaga energi baru dan terbarukan di Ibu Kota Nusantara. (5) Kemudahan perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (21 diberikan atas penyerahan jasa kena pajak tertentu yang bersifat strategis berupa jasa konstruksi sehubungan dengan pembangunan di Daerah Mitra kepada Wajib Pajak yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), untuk bidang usaha:
pembangkit tenaga listrik termasuk energi baru dan terbarukan;
pembangunan dan pengoperasian jalan tol;
pembangunan dan pengoperasian pelabuhan laut;
pembangunan dan pengoperasian bandar udara; dan
pembangunan dan penyediaan air bersih. (6) Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (5) dapat diberikan sampai dengan tahun 2035. (71 Pajak Pertambahan Nilai terutang atas impor dan/atau perolehan barang kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (21, ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) wajib dibayar dalam hal:
terhadap barang kena pajak yang telah mendapat kemudahan perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dan ayat (4) dalam jangka waktu 4 (empat) tahun:
digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula;
dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya; dan/atau
digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula dalam ^jangka waktu 4 (empat) tahun; dan/atau
disewakan kembali kepada pihak lain selama periode sewa dalam hal jasa kena pajak berupa sewa. (8) Ketentuanmengenai:
batasan, subjek, dan kriteria barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak yang mendapatkan kemudahan perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (21, ayat (3), ayat (4), dan ayat (5);
tata cara pemberian kemudahan perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atas impor dan/atau penyerahan barang kena pajak tertentu dan/atau ^jasa kena pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (21, ayat (3), ayat (41, dan ayat (5);
tata cara pembayaran Pajak Pertambahan Nilai barang kena pajak tertentu dan/atau ^jasa kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang diberikan kemudahan perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (71;
barang kena pajak tertentu dan/atau ^jasa kena pajak tertentu yang bersifat strategis lainnya yang diberikan kemudahan perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (21huruf c dan ayat (3) huruf d; dan
barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis lainnya yang dibutuhkan dalam rangka persiapan, pembangunan, pemindahan, dan pengembangan di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang atas impornya diberikan kemudahan perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut, diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 60 (1) Kemudahan perpajakan berupa pengecualian pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf b diberikan atas penyerahan kelompok hunian mewah kepada orang pribadi, badan, dan/atau kementerian/lembaga, yang berkegiatan usaha, bertugas, atau berkedudukan di Ibu Kota Nusantara. (21 Pengecualian pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana ^'dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan sampai dengan tahun 2035. (3) Ketentuan mengenai tata cara pengecualian pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak atas Pelayanan Penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang Berla ...
Relevan terhadap
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
Rencana Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RTR adalah hasil perencanaan tata ruang.
Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat KKPR adalah kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan RTR.
Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat KKKPR adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan RDTR.
Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat PKKPR adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan RTR selain RDTR.
Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat RKKPR adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian rencana kegiatan pemanfaatan ruang yang didasarkan pada kebijakan nasional yang bersifat strategis dan belum diatur dalam RTR dengan mempertimbangkan asas dan tujuan penyelenggaraan penataan ruang.
Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
Kegiatan Berusaha adalah kegiatan pemanfaatan ruang yang memerlukan Perizinan Berusaha.
Kegiatan yang Bersifat Strategis Nasional adalah kegiatan pemanfaatan ruang yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah, serta mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan negara yang ditetapkan sebagai kebijakan Pemerintah Pusat melalui peraturan perundang- undangan.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Indeks Jenis Usaha adalah nilai pengali tarif PNBP yang dibedakan berdasarkan jenis usaha permohonan KKPR untuk mengakomodir variasi intensitas pemanfaatan ruang berdasarkan jenis usaha.
Indeks Daerah adalah nilai pengali tarif PNBP yang dibedakan berdasarkan lokasi objek permohonan KKPR untuk mengakomodir variasi intensitas pemanfaatan ruang serta dampak yang akan ditimbulkan di skala kabupaten/kota.
Luas Lahan adalah luasan lahan permohonan KKPR dalam satuan Hektar.
Usaha Mikro dan Kecil yang selanjutnya disingkat UMK adalah usaha mikro dan usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil yang Berlaku pada Pusat Hidro-Oseanografi Tentara Nasional Indonesia An ...
Relevan terhadap
Dengan pertimbangan tertentu, tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dapat dikenakan tarif sampai dengan Rp0,00 (nol rupiah) atau 0% (nol persen).
Pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa:
kegiatan sosial;
kegiatan keagamaan;
kegiatan kenegaraan;
keadaan di luar kemampuan wajib bayar;
kondisi kahar;
masyarakat tidak mampu;
mahasiswa/pelajar;
instansi pemerintah; dan
usaha mikro, kecil dan menengah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri Pertahanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia ...
Relevan terhadap
Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pertimbangan tertentu" antara lain penyelenggaraan kegiatan sosial, kegiatan keagamaan, kegiatan kenegaraan, dan pertimbangan karena keadaan di luar kemampuan wajib bayar atau kondisi kahar, serta bagi masyarakat tidak mampu, mahasiswa/pelajar, dan usaha mikro, kecil, dan menengah. Layanan yang mendapatkan prioritas untuk dikenakan tarif sampai dengan RpO,OO (nol rupiah) atau O% (nol persen) antara lain jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Diasease 2019 (C ...
Relevan terhadap
Program PEN melalui belanja negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 termasuk tetapi tidak terbatas pada pemberian subsidi bunga kepada debitur perbankan, perusahaan pembiayaan, dan lembaga penyalur program kredit Pemerintah yang memenuhi persyaratan.
Debitur perbankan dan perusahaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan paling sedikit:
merupakan Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan/atau Koperasi dengan plafon kredit paling tinggi Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
tidak termasuk Daftar Hitam Nasional;
memiliki kategori performing loan lancar __ (kolektibilitas 1 atau 2); dan
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau mendaftar untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
OJK dan/atau otoritas yang berwenang memberikan informasi yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan pemberian subsidi bunga.
Ketentuan mengenai mekanisme penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban pemberian subsidi, dan persyaratan debitur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Ketentuan mengenai tata cara pemberian informasi oleh OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur bersama antara Menteri dan Ketua Dewan Komisioner OJK.