Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.02/2021 Tentang Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak ...
Relevan terhadap 6 lainnya
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf b melakukan pengawasan terhadap Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Unit yang melaksanakan pengawasan PNBP terhadap Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
Direktorat Jenderal Anggaran; dan
Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
Pengawasan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan melalui koordinasi dengan:
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian/Lembaga terkait;
unit eselon I Kementerian Keuangan; dan/atau
unit/instansi lain yang memiliki kewenangan pengawasan/pemeriksaan/penegakan hukum.
Pengawasan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan dengan ketentuan:
sinergi pengawasan dengan Direktorat Jenderal Anggaran; dan
berdasarkan risiko ( risk based ).
Sinergi pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, dapat berupa:
penyelarasan rencana pengawasan;
permintaan pengawasan;
pengawasan bersama; dan/atau
pertukaran informasi hasil pengawasan.
Tata cara pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilaksanakan mengacu pada Peraturan Menteri mengenai Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Menteri Keuangan Sebagai Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah Dalam Kepemilikan Kekayaan Negara yang Dipisahkan.
Di antara Pasal 150 dan Pasal 151 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 150A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Berdasarkan hasil pengawasan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155, Direktorat Jenderal Anggaran dan/atau Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan menyusun laporan hasil pengawasan.
Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat kesimpulan dan/atau rekomendasi.
Penyusunan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan melalui sistem informasi.
Direktorat Jenderal Anggaran dan/atau Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dapat melaksanakan Pengawasan PNBP untuk hal tertentu, berdasarkan:
arahan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (1) huruf g; atau
usulan Direktorat Jenderal Anggaran dan/atau Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan yang telah mendapatkan persetujuan Menteri.
Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
adanya temuan tindak kecurangan/ fraud atas pengelolaan PNBP;
adanya kebutuhan pengawasan PNBP di luar rencana pengawasan dan berdampak strategis terhadap keuangan negara;
adanya permasalahan lain terkait pengelolaan PNBP yang menjadi fokus perhatian Menteri; dan/atau
hasil evaluasi kinerja pengelolaan PNBP pada Instansi Pengelola PNBP yang perlu ditindaklanjuti dengan pengawasan PNBP.
Ketentuan ayat (4) Pasal 176 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pengelolaan Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara
Relevan terhadap
Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan dapat menyampaikan rekomendasi kepada Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek mengenai penghentian dan/atau pembatalan pembiayaan Proyek dalam hal:
penyerapan anggaran rendah dan kinerja pelaksanaan Proyek tidak baik;
penggunaan anggaran tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
Proyek bermasalah dan/atau mangkrak termasuk mengalami permasalahan hukum.
Rekomendasi mengenai penghentian dan/atau pembatalan pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau usulan penghentian dan/atau pembatalan pembiayaan Proyek oleh Kementerian/ Lembaga dilakukan dengan ketentuan:
telah mendapatkan rekomendasi atau persetujuan dari aparat pengawasan intern pemerintah Kementerian/Lembaga berkenaan dan/atau instansi Pemerintah yang berwenang lainnya untuk dilakukan penghentian dan/atau pembatalan Proyek;
telah dilakukan audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dalam hal Proyek sudah terdapat realisasi pelaksanaan anggaran; dan
terlebih dahulu dilakukan pembahasan dalam rapat yang diselenggarakan oleh Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek, dengan melibatkan unsur Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan.
Rekomendasi atau usulan penghentian dan/atau pembatalan pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditindaklanjuti oleh Kementerian/Lembaga terkait dengan mengajukan usulan:
blokir anggaran Proyek berkenaan kepada Kementerian Keuangan c.q. DJA; dan
penghentian pembayaran atau pencairan dana Proyek kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Rekomendasi atau usulan pembatalan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditindaklanjuti oleh Kementerian/Lembaga terkait dengan mengajukan usulan revisi anggaran SBSN yang bersifat mengurangi pagu anggaran SBSN untuk tahun anggaran berkenaan kepada Kementerian Keuangan c.q. DJA.
Pemrakarsa Proyek bertanggung jawab secara mutlak, baik formal dan material atas Proyek yang dilakukan penghentian dan/atau pembatalan pembiayaan.
Kinerja penyelenggaraan Proyek dari Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) huruf c, meliputi:
tingkat realisasi penyerapan dana Proyek;
tingkat penyelesaian fisik Proyek;
aspek penatausahaan, pengawasan, dan pemantauan atas pelaksanaan Proyek;
aspek pengelolaan hasil pembiayaan Proyek; dan
pemenuhan kewajiban pengembalian untuk Proyek penerusan SBSN.
Kementerian/Lembaga dapat diusulkan untuk memperoleh penambahan alokasi anggaran Proyek, dalam hal Kementerian Keuangan dan/atau Kementerian Perencanaan memberikan catatan yang baik terhadap kinerja penyelenggaraan Proyek.
Kementerian/Lembaga dapat diusulkan untuk mendapatkan pengurangan alokasi anggaran Proyek dan/atau bentuk sanksi yang lain termasuk penundaan pemberian alokasi anggaran Proyek, dalam hal Kementerian Keuangan dan/atau Kementerian Perencanaan memberikan catatan yang tidak baik terhadap kinerja penyelenggaraan Proyek.
Penundaan pemberian alokasi anggaran Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan kepada satuan kerja Kementerian/Lembaga yang memiliki catatan kinerja tidak baik dengan disertai adanya Proyek dengan status bermasalah dan/atau mangkrak termasuk mengalami permasalahan hukum yang belum terselesaikan pada saat dilaksanakannya penyusunan bahan pagu rancangan APBN untuk tahun berkenaan.
Penundaaan pemberian alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan pemrosesan lebih lanjut berupa usulan pembiayaan dan/atau lanjutan pelaksanaan pembiayaan dengan terlebih dahulu Proyek memenuhi ketentuan:
telah dilakukan:
audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; dan
audit teknis atas struktur konstruksi dan aspek teknis lain terkait pelaksanaan pembangunan Proyek oleh instansi pemerintah yang berwenang atau lembaga independen; dan/atau
telah terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atas permasalahan hukum Proyek.
Hasil audit dan/atau putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus telah tersedia untuk menjadi bahan pertimbangan pada saat:
dilaksanakannya penyusunan bahan pagu rancangan APBN untuk tahun berkenaan; dan/atau
sebelum dimulainya lanjutan pelaksanaan pembiayaan Proyek.
Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek melaksanakan Proyek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pelaksanaan APBN.
Proyek dengan pembiayaan tahun jamak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat terdiri atas paket pekerjaan yang pelaksanaannya bersifat tahunan dan bersifat tahun jamak.
Proyek dengan pembiayaan tahun tunggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) hanya terdiri atas paket pekerjaan yang pelaksanaannya bersifat tahunan.
Dalam hal paket pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3) tidak terselesaikan sampai dengan akhir masa kontrak dalam tahun anggaran berkenaan, penyelesaian sisa pekerjaannya dapat dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya.
Tata cara penyelesaian sisa pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyelesaian sisa pekerjaan dari tahun anggaran berkenaan ke tahun anggaran berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4), yang bertepatan dengan periode pergantian pemerintahan, dilakukan dengan ketentuan:
Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek menyampaikan:
surat rekomendasi atau persetujuan dari aparat pengawasan intern pemerintah Kementerian/ Lembaga berkenaan untuk penyelesaian sisa pekerjaan tersebut melalui mekanisme lanjutan atau luncuran ke tahun anggaran berikutnya; dan
surat pernyataan tanggung jawab mutlak dari pimpinan unit eselon I Kementerian/Lembaga berkenaan untuk penyelesaian sisa pekerjaan tersebut menggunakan mekanisme lanjutan atau luncuran ke tahun anggaran berikutnya, pada saat penyampaian usulan revisi anggaran dalam rangka pelaksanaan lanjutan atau luncuran dari Proyek dimaksud; dan
Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek terlebih dahulu melaporkan rencana penyelesaian pelaksanaan Proyek yang merupakan proyek strategis nasional ke tahun anggaran berikutnya kepada Presiden.
Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
Relevan terhadap 2 lainnya
Pembentukan Anak Usaha BUMN merupakan bagian dari rencana kerja dan anggaran perusahaan Holding Investasi, Holding Operasional, atau BUMN. Pasal 620 Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Anak Usaha BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62M dan Pasal 62N diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Pertama Bab VI diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Bagian Kesatu Satuan Pengawasan Intern
Direksi menjalankan pengurusan BUMN untuk kepentingan BUMN serta sesuai dengan tujuan BUMN.
Dalam menjalankan pengun1san BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi berwenang menentukan kebijakan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili BUMN adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar. Pasal 9C (1) Dewan Komisaris a tau Dewan Pengawas melakukan pengawasan terhadap BUMN atas kebijakan dan pelaksanaan pengurusan serta memberikan nasihat kepada Direksi. (2) Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kepentingan BUMN dan sesuai dengan tujuan BUMN. Pasal 9D Dalam melaksanakan pengurusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9B dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9C, Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas wajib mematuhi:
ketentuan peraturan perundang-undangan;
anggaran dasar BUMN; dan
asas dan prinsip penyelenggaraan BUMN. Pasal 9E Setiap anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas dilarang mengambil keuntungan pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan BUMN selain penghasilan yang sah. Pasal 9F (1) Anggota Direksi tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas ken..1gian jika dapat membuktikan:
kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
telah melakukan pengurusan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan tujuan BUMN;
tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas BUMN tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian jika dapat membuktikan:
telah melakukan pengawasan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan BUMN dan sesuai dengan tujuan BUMN;
tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian terse but. Pasal 9G Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara. Pasal 9H (1) Anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota Dewan Pengawas tidak berwenang mewakili BUMN, jika:
terjadi perkara di depan pengadilan antara BUMN dan anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris, atau anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan; atau
anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan BUMN. (2) Dalam anggaran dasar ditetapkan yang berhak mewakili BUMN apabila terdapat keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Dalam hal anggaran dasar tidak menetapkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), RUPS mengangkat 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham untuk mewakili Persero, dan Pemerintah Pusat mengangkat 1 (satu) orang atau lebih untuk mewakili Perum.
Bagian Pertama Bab II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Jabatan anggota Dewan Komisaris berhenti apabila:
meninggal dunia atau berhalangan tetap;
masa jabatannya berakhir; atau
diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir karena tidak la.gi memenuhi persyaratan sebagai Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A atau diberhentikan oleh RUPS. (2) Dalam hal anggota Dewan Komisaris diberhentikan sebelum ja.batannya berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, RUPS wajib memberi kesempatan pada Dewan Komisaris yang bersangkutan untuk membela diri. Pasal 27F (1) Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Persero : maupun usaha Persero, dan memberi nasihat kepada Direksi Persero. (2) Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kepentingan Persero dan sesuai dengan tujuan Persero. (3) Dewan Komisaris dalam melakukan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban untuk:
memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai rencana kerja yang diusulkan Direksi Persero;
mengikuti perkembangan kegiatan Persero, memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi pengurusan Persero;
melaporkan dengan segera kepada pemegang saham apabila terjadi gejala menurunnya kinerja Persero;
memberikan nasihat kepada Direksi Persero dalam melaksanakan pengurusan Persero; dan
melakukan tugas pengawasan lain yang ditetapkan anggaran dasar Persero dan/atau berdasarkan keputusan RUPS.
Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2022
Relevan terhadap
Kementerian negara/lembaga bertanggungjawab atas penggunaan SBK dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2022 dan memprioritaskan pengalokasian anggarannya.
Pengawasan atas penggunaan SBK dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Negara/Lembaga sesuai peraturan perundang-undangan.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.02/2020 tentang Pelaksanaan Pembayaran Kontribusi Iuran Peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Jaminan Kesehatan adalah jaminan kesehatan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran jaminan kesehatan atau iuran jaminan kesehatannya dibayar oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran Jaminan Kesehatan.
Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut Iuran adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah pusat atau pemerintah daerah untuk program Jaminan Kesehatan.
Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut PBI Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program Jaminan Kesehatan.
Pekerja Bukan Penerima Upah yang selanjutnya disingkat PBPU adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas resiko sendiri.
Bukan Pekerja yang selanjutnya disingkat BP adalah setiap orang yang bukan termasuk kelompok Pekerja Penerima Upah, PBPU, PBI Jaminan Kesehatan, dan penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disebut BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Pusat yang ditetapkan dengan undang-undang.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) yang selanjutnya disebut BA 999.08 adalah subbagian anggaran Bendahara Umum Negara yang menampung belanja Pemerintah Pusat untuk keperluan belanja pegawai, belanja bantuan sosial, belanja lain-lain, yang pagu anggarannya tidak dialokasikan dalam bagian anggaran Kementerian Negara / Lembaga.
Pemimpin Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Bagian Anggaran yang selanjutnya disebut Pemimpin PPA BUN adalah Pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas program bagian anggaran bendahara umum negara dan bertindak untuk menandatangani daftar isian pelaksanaan anggaran bendahara umum negara.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari Pengguna Anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan Pengguna Anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah instansi pemerintah yang dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.
Kontribusi Pemerintah Daerah dalam Membayar Iuran bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut Kontribusi Iuran Peserta PBI adalah pembayaran Pemerintah Provinsi kepada BPJS Kesehatan atas sebagian Iuran Peserta PBI Jaminan Kesehatan.
Bantuan Iuran Peserta PBPU dan Peserta BP dengan Manfaat Pelayanan di Ruang Perawatan Kelas III yang selanjutnya disebut Bantuan Iuran adalah pembayaran Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah kepada BPJS Kesehatan atas selisih Iuran Peserta PBPU dan Peserta BP dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden mengenai jaminan kesehatan.
Peserta Aktif adalah Peserta yang telah membayar Iuran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah.
Kapasitas Fiskal Daerah adalah kemampuan keuangan masing-masing daerah yang dicerminkan melalui pendapatan daerah dikurangi dengan pendapatan yang penggunaannya sudah ditentukan dan belanja tertentu.
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah berdasarkan angka persentase tententu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Tunggakan Kewajiban Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut Tunggakan adalah kewajiban pembayaran Kontribusi Iuran Peserta PBI, Iuran Peserta PBPU dan Peserta BP dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah, dan Bantuan Iuran, yang belum dibayarkan oleh Pemerintah Daerah kepada BPJS Kesehatan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025
Relevan terhadap
a. penggunaan SAL untuk menutup kekurangan pembiayaan APBN, dengan terlebih dahulu memperhitungkan ketersediaan SAL untuk kebutuhan anggaran sampai dengan akhir tahun anggaran bedalan dan awal tahun anggaran dan/atau b. penambahan utang. (3) Dalam hal terjadi pemberian pinjaman kepada lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (l), Pemerintah melaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2025 termasuk sumber dana untuk pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 44 (1) Pelaksanaan kegiatan persiapan, dan/atau pemindahan Ibu Kota Negara dilakukan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dan dapat dilakukan oleh kementerian/ lembaga sesuai tugas dan fungsinya dengan anggaran yang bersumber dari APBN. l2l ^Pengawasan ^terhadap ^pelaksanaan anggaran ^untuk kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Dewan Perwakilan Ralryat. Pasal 45 (1) Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan persiapan, pembangunan dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta untuk menjaga keberlangsungan penyelenggaraan layanan kepada masyarakat, sampai dengan akhir tahun 2025 Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara, masih dapat urusan pemerintahan daerah di wilayah Ibu Kota Nusantara.
ESIA Pasal 15 Cukup ^jelas. Pasal 16 Ayat (1) Hurufa Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "anggaran yang diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan' antara lain kewajiban anggaran pendidikan, alokasi Dana Desa, dan iuran jaminan kesehatan. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 17 Ayat (l) Cukup ^jelas. Ayat (21 Program Pengelolaan Subsidi dilaksanakan secara efektif, efisien, dan tepat sasaran guna memberikan manfaat yang optimal bagi pengentasafl kemiskinan dan ketimpangan masyarakat. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "asumsi dasar ekonomi makro" adalah harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah. Yang dimaksud dengan "parametef adalah semua variabel yang memengaruhi perhitungan subsidi, antara lain: besaran subsidi harga, volume konsumsi bahan bakar minyak dan gas bersubsidi, harga indeks minyak dan gas bersubsidi, volume penjualan listrik bersubsidi, dan volume pupuk bersubsidi. Dalam rangka melaksanakan program pengelolaan subsidi fienis bahan bakar tertentu, listrik, LPG tabung 3 kg, pupuk, dan lain sebagainya) yang lebih tepat sasaran, mulai tahun 2025, Pemerintah akan melaksanakan penguatan basis data dan pengawasan implementasinya. Pelaksanaan penyaluran subsidi dengan berbasis data pengguna akan dilakukan secara bertahap dengan kesiapan teknis, kondisi ekonomi,
Pasal 36 (U Pemerintah dalam mengurus kekayaan negara yang dipisahkan dan dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara atau badafl lainnya, akan dan manfaat ekonomi, sosial, rantai produksi dalam negeri, meningkatkan daya saing, serta memperkuat penguasaan pasar dalam negeri. (21 Pemerintah dalam menangani kekayaan negara yang dipisahkan dan dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, atau badan lainnya, agar menjaga aset yang bersumber dari cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak serta aset bumi, air, dan kekayaan didalamnya, tetap dikuasai oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Untuk pendapatan dari kekayaan negara yang dipisahkan, penyelesaian piutang pada Badan Usaha Milik Negara dilakukan: a. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perseroan terbatas, badan usaha milik negara, dan perbankan; b. memperhatikan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik; dan c. Pemerintah melakukan pengawasan penyelesaian piutang pada Badan Usaha Milik Negara tersebut, Pasal 37 (l) Pemerintah dapat memberikan pinjaman kepada pemerintah asing dan menetapkan pemerintah asing penerima pinjaman untuk pencapaian kepentingan nasional Indonesia. (21 Anggaran pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari penerimaan negara bukan pajak Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional.
Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Menteri Keuangan sebagai Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam Kepemilikan Kekayaan Negara yang Dipisahkan ...
Relevan terhadap 4 lainnya
Laporan hasil pengawasan atas pelaksanaan anggaran BA BUN tahun 2021 disampaikan kepada Inspektorat Jenderal Kementerian sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 204/PMK.09/2015 tentang Pengawasan terhadap Pelaksanaan Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
Dalam hal Inspektorat Jenderal K/L telah menyusun rencana pengawasan atas pelaksanaan anggaran BA BUN tahun 2022 dan/atau sedang melaksanakan pengawasan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 204/PMK.09/2015 tentang Pengawasan terhadap Pelaksanaan Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, Inspektorat Jenderal K/L dapat melaksanakan pengawasan paling lambat bulan Juni 2022.
Laporan hasil pengawasan atas pelaksanaan anggaran BA BUN tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan kepada Inspektorat Jenderal Kementerian paling lambat bulan Juli 2022.
Menteri selaku BUN merupakan pengguna anggaran atas BA BUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
Menteri selaku pengguna anggaran BUN berwenang untuk melakukan pengawasan atas pengelolaan anggaran BA BUN.
Kewenangan melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian.
Ruang lingkup pengawasan dalam Peraturan Menteri ini meliputi:
kegiatankementerian/Lembaga/pemerintah daerah /BUMN/BUMD/Lembaga Lainnya yang didanai dengan BA BUN; dan
kegiatan pada BUMN dan Lembaga non BUMN.
BA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup:
Bagian Anggaran Pengelolaan Utang (BA 999.01);
Bagian Anggaran Pengelolaan Hibah (BA 999.02);
Bagian Anggaran Pengelolaan Investasi Pemerintah (BA 999.03);
Bagian Anggaran Pengelolaan Pemberian Pinjaman (BA 999.04);
Bagian Anggaran Pengelolaan Transfer ke Daerah (BA 999.05);
Bagian Anggaran Pengelolaan Belanja Subsidi (BA 999.07);
Bagian Anggaran Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08);
Bagian Anggaran Pengelolaan Badan Lainnya (BA 999.09); dan
Bagian Anggaran Pengelolaan Transaksi Khusus (BA 999.99).
Bagian anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disesuaikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
perencanaan;
penganggaran;
pelaksanaan;
pertanggungjawaban; dan/atau
aspek lainnya, di antaranya pengawasan atas sistem pengendalian internal, manajemen risiko, dan tata kelola.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuang ...
Relevan terhadap 34 lainnya
LOGO (1) KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA.... (2) APIP K/L...…………………………..…….... (3) KOP Kementerian Alamat...……………………………….…….. (4) Negara/Lembaga SURAT TUGAS Nomor:
URAIAN REVISI KEWENANGAN KETERANGAN DJA DIT. PA KANWIL DJPb K/L 2) Pergeseran anggaran yang bersumber dari Hibah √ √ √ √ 3) Realokasi Rupiah Murni Pendamping untuk kegiatan/proyek yang sudah tercantum dalam DIPA √ f. Pergeseran SBSN 1) Pembayaran tunggakan kegiatan/proyek SBSN sesuai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang bersumber dari Sisa Anggaran Kontraktual √ 2) Rekomposisi pendanaan antar-Tahun Anggaran untuk percepatan kegiatan/proyek SBSN √ √ K/L: Khusus untuk pergeseran anggaran melalui peminjaman pagu dalam 1 (satu) RO kegiatan/proyek kontrak tahun jamak dalam 1 (satu) Satker untuk percepatan pelaksanaan kegiatan/proyek.
Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan Anggaran dan Aset pada Masa Transisi di Lingkungan Kementerian dan Lembaga ...
Relevan terhadap
Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian/Lembaga yang mengalami perubahan, melakukan pembahasan bersama untuk melakukan pemetaan dan penyesuaian program/kegiatan dan anggaran berdasarkan Renja K/L, RKA K/L, dan SOTK yang disusun sesuai dengan pagu alokasi anggaran TA 2025.
Kementerian/Lembaga menyampaikan RKA K/L hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Dewan Perwakilan Rakyat melalui pimpinan alat kelengkapan yang khusus menangani urusan Kementerian/Lembaga dimaksud untuk mendapatkan persetujuan.
RKA K/L yang sudah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang sudah dilakukan penelaahan menjadi bagian dari daftar hasil penelaahan RKA K/L yang digunakan sebagai dasar penyusunan Peraturan Presiden mengenai rincian APBN.
Daftar hasil penelaahan RKA K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diselesaikan paling lambat tanggal 26 November 2024.
Berdasarkan RKA K/L dan Peraturan Presiden mengenai rincian APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun DIPA TA 2025 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Anggaran menyelesaikan persetujuan DIPA TA 2025 paling lambat minggu pertama bulan Desember 2024.
Terhadap RKA K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan reviu aparat pengawasan intern pemerintah Kementerian/Lembaga setelah DIPA ditetapkan dengan ketentuan hasil reviu diselesaikan sebelum tanggal 1 Januari 2025.
Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada Pusat Investasi Pemerintah
Relevan terhadap
Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dilaksanakan oleh:
Penyalur, untuk penyaluran dengan pola langsung; dan
Lembaga Linkage, untuk penyaluran dengan pola tidak langsung.
Penyalur melaksanakan pengawasan atas pendampingan yang dilaksanakan oleh Lembaga Linkage sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
Dalam hal diperlukan, PIP dapat memberikan penguatan terhadap pendampingan yang dilaksanakan oleh Penyalur dan Lembaga Linkage sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam melaksanakan penguatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), PIP dapat menyelenggarakan program pemberdayaan UMKM melalui kolaborasi dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan/atau pihak lain yang dibiayai secara langsung atau tidak langsung dari anggaran pendapatan dan belanja negara.
Ketentuan mengenai pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Direktur Utama PIP.