Sasaran Inflasi Tahun 2025, Tahun 2026, dan Tahun 2027
Relevan terhadap
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pemerintah dan Bank Indonesia berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter;
bahwa koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf a di antaranya dilakukan dengan menciptakan bauran kebijakan moneter dan fiskal melalui penetapan sasaran inflasi dalam 3 (tiga) tahun mendatang;
bahwa penetapan sasaran inflasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dilakukan untuk mencapai dan mengendalikan inflasi pada tingkat yang stabil dan rendah guna mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan;
bahwa sasaran inflasi yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam huruf b menjadi acuan bagi penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sasaran Inflasi Tahun 2025, Tahun 2026, dan Tahun 2027;
Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional
Relevan terhadap 10 lainnya
Ayat (1) Yang dimaksud dengan "kebijakan fiskal nasional" adalah kebijakan Pemerintah di bidang fiskal dalam upaya pencapaian target pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Yang dimaksud dengan "kondisi darurat" adalah memburuknya kondisi ekonomi makro dan keuangan yang menyebabkan fungsi dan peran APBN dan APBD tidak dapat berjalan secara efektif dan efisien, antara lain:
proyeksi pertumbuhan ekonomi di bawah asumsi dan deviasi asumsi dasar ekonomi makro lainnya secara signifikan;
proyeksi penurunan pendapatan negaraf Daerah dan/atau meningkatnya belanja negara/Daerah secara signifikan; dan/atau
adanya ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "pinjaman tunai" adalah Pinjaman Daerah berbasis program yang digunakan untuk mendukung pembiayaan APBD dengan penarikannya mensyaratkan dipenuhinya kondisi tertentu yang disepakati pihak pemberi pinjaman dan penerima pinjaman, seperti paket kebijakan dan/atau terlaksananyS kegiatan tertentu. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Yang dimaksud dengan "LKB atau LKBB" adalah LKB atau LKBB yang dianggap mampu oleh Menteri. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Kategori Kapasitas Fiskal Daerah sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai peta kapasitas fiskal. Ayat (7) Cukup ^jelas.
Ketentuan mengenai penilaian kesesuaian antara rancangan KUA dan rancangan PPAS dengan KEM PPKF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilaksanakan mulai tahun 2024. Pasal 99 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 2024 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada.tan ggaL 2 Januari 2024 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PRATIKNO I PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2024 TENTANG HARMONISASI KEBIJAKAN FISKAL NASIONAL UMUM Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pemerintah telah meletakkan dasar-dasar penyempurnaan dan penguatan tata kelola hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Hal ini merupakan upaya untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan bernegara. Upaya tersebut dimanifestasikan dalam berbagai redesain instrumen utama desentralisasi fiskal yang tidak hanya melalui TKD, pajak daerah, dan retribusi daerah, melainkan juga melalui sinergi kebijakan fiskal nasional, Pembiayaan Utang Daerah, DAD, dan Sinergi Pendanaan. Peraturan Pemerintah ini disusun untuk melaksanakan beberapa amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah khususnya mengenai sinergi kebijakan fiskal nasional, Pembiayaan Utang Daerah, DAD, dan Sinergi Pendanaan. Penggabungan beberapa muatan pengaturan tersebut sebagai upaya simplifikasi dan optimalisasi regulasi dalam suatu harmonisasi kebijakan fiskal nasional. Harmonisasi kebijakan fiskal nasional merupakan proses atau upaya untuk menyelaraskan, menyerasikan, dan/atau menyesuaikan kebijakan fiskal antara Pemerintah dengan Pemerintahan Daerah di dalam pengelolaan dan pengaturan pendapatan, belanja, dan pembiayaan negara dan Daerah untuk menjalankan fungsi alokasi dan distribusi dalam rangka menjaga stabilitas, pertumbuhan ekonomi, pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat, serta untuk mengoptimalkan pelaksanaan Pembiayaan Utang Daerah, penyelenggaraan DAD, pelaksanaan Sinergi Pendanaan, dan penerapan sinergi kebijakan fiskal nasional dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah.
Sinergi 1. Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional Sinergi kebijakan fiskal nasional dilaksanakan melalui penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan Daerah, penetapan batas maksimal defisit APBD dan Pembiayaan Utang Daerah, pengendalian dalam kondisi darurat, serta sinergi BAS. Sinergi kebijakan fiskal nasional tersebut juga didukung dengan penyajian dan konsolidasi Informasi Keuangan Daerah secara nasional dan pemantauan serta evaluasi pendanaan desentralisasi yang dilaksanakan dalam suatu platform digital sinergi kebijakan fiskal nasional. Pengaturan mengenai penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan Daerah dalam Peraturan Pemerintah ini menyempurnakan harmonisasi pengaturan perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran di tingkat pusat dan Daerah. Penyelarasan fiskal tersebut dilakukan antara lain melalui penyelarasan tahap perencanaan dan penganggaran seperti penyelarasan KUA dan PPAS dengan KEM PPKF, dan penyelarasan tahap pelaksanaan APBD. Penyelarasan KUA dan PPAS dengan KEM PPKF merupakan upaya peningkatan kualitas kebijakan fiskal Daerah yang selaras dengan kebijakan fiskal nasional. KEM PPKF yang berisi skenario arah kebijakan ekonomi dan fiskal dijadikan acuan oleh Pemerintah Daerah dalam perumusan KUA dan PPAS. Upaya penyelarasan KUA dan PPAS dengan KEM PPKF tersebut diharapkan dapat meningkatkan sinergisitas kebijakan fiskal nasional yang antara lain berupa keselarasan target kinerja makro dan kinerja program, kepastian pendanaan program prioritas dan pemenuhan Belanja Wajib, serta keselarasan arah pelaksanaan anggaran. Penyelarasan fiskal nasional tersebut tentunya akan mengoptimalkan fungsi utama kebijakan fiskal yaitu alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Pelaksanaan sinergi kebijakan fiskal nasional dalam Peraturan Pemerintah ini selain ditujukan untuk meningkatkan kualitas kebijakan fiskal Daerah, juga diharapkan mampu mendorong peningkatan kualitas Belanja Daerah dalam mendukung perbaikan kualitas keluaran (outputl dan dampak (outcomel layanan publik di Daerah. Peningkatan kualitas Belanja Daerah dalam Peraturan Pemerintah ini dilakukan melalui penguatan belanja produktif di Daerah dan harmonisasi belanja pusat dan Belanja Daerah yang akan didukung melalui sinergi BAS. Dengan adanya sinergi BAS, Pemerintah Pemerintah dapat menyelaraskan program, kegiatan, dan keluaran agar kebijakan fiskal yang diambil lebih terukur dan meningkatkan keselarasan belanja pusat dan Belanja Daerah.
Pembiayaan Utang Daerah dan Sinergi Pendanaan Dalam rangka mendukung Daerah dalam pembangunan dan penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, Daerah dapat mengakses sumber-sumber Pembiayaan Utang Daerah baik yang berskema konvensional maupun syariah, meliputi Pinjaman Daerah, Obligasi Daerah, dan Sukuk Daerah. Sebagai dasar pelaksanaan Pembiayaan Utang Daerah, Peraturan Pemerintah ini mengatur seluruh aspek mengenai Pembiayaan Utang Daerah, antara lain mulai dari prinsip umum, prosedur dan tahapan, pengelolaan, pertanggungiawaban dan pelaporan, pemantauan dan evaluasi, hingga kewajiban dan sanksi atas pelaksanaan Pembiayaan Utang Daerah. Pengaturan tersebut menjadi dasar bagi Daerah dalam mengembangkan dan memanfaatkan Pembiayaan Utang Daerah. Selain itu, dengan terbatasnya pendanaan pembangunan Infrastruktur Daerah, melalui Peraturan Pemerintah ini, Pemerintah juga mendorong Pemerintah Daerah untuk mewujudkan adanya sinergi antar-sumber pendapatan dan/atau Pembiayaan Utang Daerah, baik dari PAD, TKD, Pembiayaan Utang Daerah, kerja sama antar-Daerah, dan kerja sama antara Pemerintah Daerah dengan badan usaha, sehingga diharapkan setiap program dan kegiatan pembangunan terlaksana secara tersinergi, sehingga alokasi sumber daya dapat dimanfaatkan secara lebih efisien.
DAD Peraturan Pemerintah ini memberikan ruang bagi Daerah yang memiliki kapasitas fiskal memadai dan telah memenuhi Urusan Pemerintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik, untuk dapat membentuk DAD. Pembentukan DAD diharapkan dapat memberikan berbagai manfaatyang bersifat lintas generasi. Selain itu, hasil pengelolaan DAD juga akan menambah penerimaan Daerah. DAD diharapkan dapat membantu Daerah mengoptimalkan kapasitas fiskal yang dimiliki, termasuk SiLPA yang tinggi, untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pelayanan publik dan pembangunan lintas generasi di Daerah dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. REPUBUK INDONESIA -4- Dalam rangka memberikan dasar pelaksanaan pembentukan dan pengelolaan DAD bagi Daerah, Peraturan Pemerintah ini mengatur pokok-pokok pengaturan pembentukan dan pengelolaan DAD, seperti mulai dari persiapan DAD hingga pemilihan instrumen investasi dan pemanfaatan hasil pengelolaan DAD. Dengan mengelola DAD, diharapkan Daerah dapat memperbaiki kualitas perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran di Daerah sehingga menghasilkan belanja yang berkualitas. IT. PASAL DEMI PASAL
Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Batera ...
Relevan terhadap
bahwa untuk menjaga keberlanjutan dalam mendorong kebijakan pemerintah dalam mendukung program kendaraan bermotor emisi karbon rendah dan memberikan dukungan kepada sektor industri yang memiliki multiplier effect tinggi guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan, perlu dukungan pemerintah melalui kebijakan pemberian insentif fiskal berupa pajak ditanggung pemerintah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Roda Empat Emisi Karbon Rendah Listrik Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2025;
Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Ritel di Pasar Perdana Domestik
Relevan terhadap
Direktorat Pembiayaan Syariah melakukan negosiasi imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf e.
Negosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan berpedoman pada harga perkiraan sendiri yang ditetapkan oleh PPK.
Penetapan kriteria penyusunan harga perkiraan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan minimal mempertimbangkan:
ruang lingkup pekerjaan;
imbalan jasa dalam penerbitan sebelumnya; dan/atau c. kebijakan Pemerintah.
Pengelolaan Dana Insentif Fiskal atas Pencapaian Kinerja Daerah
Relevan terhadap
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengelolaan dana insentif daerah, Insentif Fiskal, dan/atau Dana Insentif Fiskal.
Pemantauan terhadap pengelolaan dana insentif daerah, Insentif Fiskal, dan/atau Dana Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
laporan rencana penggunaan;
penyaluran dari RKUN ke RKUD; dan
laporan realisasi penyerapan anggaran dan realisasi keluaran.
Evaluasi terhadap pengelolaan dana insentif daerah, Insentif Fiskal, dan/atau Dana Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap:
kebijakan pengalokasian;
mekanisme penyaluran;
realisasi penyaluran; dan/atau
penggunaan dan capaian keluaran.
Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk penyusunan kebijakan Dana Insentif Fiskal tahun anggaran berikutnya.
KPA BUN pengelola dana desa, insentif, otonomi khusus, dan keistimewaan mengusulkan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Dana Insentif Fiskal kepada Pemimpin PPA BUN pengelola TKD.
Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Dana Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan memperhatikan:
evaluasi pelaksanaan tahun sebelumnya;
perkembangan dana insentif daerah, insentif fiskal dan/atau Dana Insentif Fiskal dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
kemampuan keuangan negara; dan
arah kebijakan Dana Insentif Fiskal yang sesuai dengan prioritas nasional.
Berdasarkan usulan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Dana Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemimpin PPA BUN pengelola TKD menyusun Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Dana Insentif Fiskal.
Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menyampaikan Indikasi Kebutuhan Dana TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat bulan Februari tahun anggaran sebelumnya.
Penyusunan Indikasi Kebutuhan Dana TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan penyampaian Indikasi Kebutuhan Dana TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan.
Menteri menetapkan pagu indikatif TKD untuk Dana Insentif Fiskal dengan mempertimbangkan Indikasi Kebutuhan Dana TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pagu indikatif TKD untuk Dana Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan dalam pembahasan nota keuangan dan rancangan Undang- Undang mengenai APBN antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan hasil pembahasan antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Menteri menetapkan alokasi anggaran Dana Insentif Fiskal.
Penilaian kinerja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilakukan berdasarkan indikator kinerja yang mencerminkan perbaikan dan/atau pencapaian kinerja pemerintahan Daerah.
Indikator kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
pengelolaan Keuangan Daerah;
pelayanan umum pemerintahan; dan/atau
pelayanan dasar; yang mendukung kebijakan strategis nasional dan/atau pelaksanaan kebijakan fiskal nasional.
Indikator kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan ketentuan sebagai berikut:
memberikan kesempatan yang sama bagi setiap Daerah untuk memperoleh Dana Insentif Fiskal;
menggunakan sistem pengukuran kinerja dan indikator yang sama untuk setiap Daerah;
menggunakan sistem pengukuran kinerja yang tidak menimbulkan penafsiran ganda;
menggunakan data kuantitatif dan/atau kualitatif yang dapat dikuantifikasi dan menggunakan alat ukur kuantitatif;
menggunakan data indikator dari lembaga statistik Pemerintah dan/atau kementerian/lembaga teknis terkait sehingga data yang diterbitkan dapat dipertanggungjawabkan; dan
menggunakan objek penilaian kinerja Daerah yang relevan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah secara umum.
Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik
Relevan terhadap
Kementerian c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan membahas rancangan arah kebijakan DAK Fisik yang dikoordinasikan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Rancangan arah kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan:
arah kebijakan DAK Fisik dalam rencana pembangunan jangka menengah;
arahan Presiden;
evaluasi kinerja pelaksanaan DAK Fisik tahun sebelumnya;
evaluasi kinerja pelaksanaan DAK Fisik dan kebijakan DAK Fisik tahun berjalan;
sinergi DAK Fisik dengan pendanaan lainnya; dan
kerangka pendanaan jangka menengah berdasarkan perencanaan DAK Fisik lintas tahun.
Rancangan arah kebijakan DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bagian dari sasaran, arah kebijakan, dan prioritas pembangunan yang akan disampaikan kepada Presiden oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Rancangan arah kebijakan DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang telah disetujui oleh Presiden menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah dan rancangan Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal.
Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Batera ...
Relevan terhadap
bahwa untuk mendorong kebijakan pemerintah dalam melakukan peralihan dari penggunaan energi fosil ke energi listrik dan meningkatkan minat beli masyarakat atas kendaraan bermotor listrik berbasis baterai guna mendukung program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai tahun 2024, perlu dukungan pemerintah berupa kebijakan pemberian insentif fiskal;
bahwa dukungan pemerintah berupa kebijakan insentif fiskal tahun 2023 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023, perlu dilanjutkan dengan kebijakan pemberian fasilitas berupa pajak pertambahan nilai atas penyerahan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat tertentu dan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai bus tertentu yang ditanggung pemerintah untuk tahun anggaran 2024;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024;
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.010/2022 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar ...
Relevan terhadap
bahwa jenis barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tarif bea keluar telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.010/2022 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar;
bahwa untuk mendukung stabilitas harga di dalam negeri dan ketersediaan produk kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya, serta untuk menguatkan kapasitas fiskal dalam mengantisipasi harga di pasar internasional, perlu melakukan penyesuaian terhadap tarif bea keluar produk kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya, sehingga Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.010/2022 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, perlu dilakukan perubahan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.010/2022 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar;
Penambahan Investasi Pemerintah Republik Indonesia pada Lembaga Keuangan Internasional Tahun Anggaran 2023 ...
Relevan terhadap
Pelaksanaan penambahan Investasi Pemerintah pada LKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan oleh Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Badan Kebijakan Fiskal, selaku Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Investasi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penambahan Investasi Pemerintah Pada Lembaga Keuangan Internasional Tahun Anggaran 2024
Relevan terhadap
Pelaksanaan penambahan Investasi Pemerintah pada LKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan oleh Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Badan Kebijakan Fiskal, selaku Kuasa Pengguna Anggaran Subbagian Anggaran Bendahara Umum Negara Investasi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.