Persyaratan dan Tata Cara Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu Serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu ...
Relevan terhadap 1 lainnya
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean terkait alat angkutan tertentu yang atas pemanfaatannya tidak dipungut PPN meliputi jasa persewaan pesawat udara yang dimanfaatkan oleh Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Nasional.
Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Nasional yang telah memiliki SKTD yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2020 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2015, dianggap sudah mengajukan permohonan SKTD atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu dan diberikan fasilitas tidak dipungut PPN atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean terkait alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.
Wajib Pajak yang melakukan impor alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, harus mencantumkan informasi nomor SKTD yang menjadi dasar pemberian fasilitas tidak dipungut PPN pada dokumen pemberitahuan pabean di bidang impor.
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan:
penyerahan alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3; dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, wajib membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mencantumkan informasi nomor SKTD yang menjadi dasar pemberian fasilitas tidak dipungut PPN dan diberikan keterangan “PPN TIDAK DIPUNGUT SESUAI DENGAN PP NOMOR 50 TAHUN 2019”.
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memastikan bahwa alat angkutan tertentu dan/atau Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu yang diserahkan terdapat dalam SKTD yang dimiliki oleh pihak yang menerima penyerahan.
Pengusaha yang telah mendapatkan SKTD dan melakukan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, tidak wajib memungut dan menyetor PPN terutang atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut.
Pemberian Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas kepada Aparatur Negara, Pensiunan, Penerima Pensiun, dan Penerima Tunjangan Tahun 2022 ...
Relevan terhadap
Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak diberikan kepada PNS, Prajurit TNI, dan Anggota Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, hurufc, dan huruf d, dalam hal:
sedang cuti di luar tanggungan negara atau dengan sebutan lain; atau b, sedang ditugaskan di luar instansi pemerintah baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang gajinya dibayar oleh instansi tempat penugasan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 6 (1) Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas yang anggarannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bagi PNS, PPPK, Prqiurit TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi, pimpinan Lembaga Penyiaran Publik, dan Pegawai Non-Pegawai Aparatur Sipil Negara yang bertugas pada Lembaga Penyiaran Publik, terdiri atas:
gaji pokok;
tunjangan keluarga;
tunjangan pangan;
tunjangan ^jabatan atau tunjangan umum; dan
50% (lima puluh persen) tunjangan kinerja, sesuai ^jabatan, pangkat, peringkat ^jabatan, atau kelas jabatannya. (21 Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas yang anggarannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bagi PNS dan PPPK, terdiri atas:
gaji pokok;
tunjangan keluarga;
tunjangan pangan;
tunjangan ^jabatan atau tunjangan umum; dan
tambahan penghasilan paling banyak 50% (lima puluh persen) bagi instansi pemerintah daerah yang memberikan tambahan penghasilan dengan memperhatikan kemampuan kapasitas fiskal daerah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sesuai ^jabatan, pangkat, peringkat jabatan, atau kelas jabatannya. (3) Tunj angan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas bagi wakil menteri, paling banyak sebesar 85% (delapan puluh lima persen) dari Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas yang diberikan kepada menteri. (4) Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas bagi:
Staf Khusus di lingkungan kementerian/lembaga; dan
pejabat yang hak keuangan atau hak administratifnya disetarakan atau setingkat dengan: l) Menteri;
Pejabat Pimpinan Tinggi;
Administrator; atau
Pengawas, paling banyak sebesar T\rnjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas yang diberikan kepada pejabat yang setara atau setingkat hak keuangannya atau hak administratifnya. (5) Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas bagi Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Ralryat Daerah, paling banyak sebesar akumulasi dari Uang Representasi, Tunjangan Keluarga, dan T\rnjangan Jabatan pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Ralryat Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Ralryat Daerah. (6) Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas bagi hakim ad hoc, sebesar tunjangan hakrm ad hoc sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (71 Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas bagi:
Pimpinan dan Anggota Lembaga Nonstruktural; dan
Pegawai Non-Pegawai Aparatur Sipil Negara yang bertugas pada Lembaga Nonstruktural atau Perguruan Tinggi Negeri Baru berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang Dosen dan Tenaga Kependidikan pada Perguruan Tinggi Negeri Baru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sebesar Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas yang meliputi Penghasilan atau dengan sebutan lain yang diterima setiap bulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan besaran paling banyak sesuai dengan Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. (8) Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas bagi:
Pimpinan Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah; dan
Pegawai Non-Pegawai Aparatur Sipil Negara yang bertugas pada instansi pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah, paling banyak sebesar T\rnj angan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas yang diberikan kepada PNS pada Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah tersebut yang jabatan, pangkat, peringkat jabatan, atau kelas ^jabatannya setara. Pasal 7 (1) T\rnjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas yang anggarannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bagi calon PNS terdiri atas:
8Oo/o (delapan puluh persen) dari gaji pokok PNS;
tunjangan keluarga;
tunj angan pangan;
tunjangan umum; dan
50% (lima puluh persen) tunjangan kinerja, sesuai ^jabatan, pangkat, peringkat jabatan, atau kelas jabatannya. (21 Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas yang anggarannya bersumber dari Anggaran ^pendapatan dan Belanja Daerah bagi Caion PNS, terdiri atas:
8Oo/o (delapan puluh persen) dari gaji pokok pNS;
tunjangan keluarga;
tunjangan pangan;
tunjangan jabatan atau tunjangan umum; dan
tambahan penghasilan paling banyak 50% (lima puluh persen) bagi instansi pemerintah daerah yang memberikan tambahan penghasilan dengan memperhatikan kemampuan kapasitas fiskaI daerah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sesuai ^jabatan, pangkat, peringkat jabatan, atau kelas jabatannya. Pasal 8 Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas bagi Pensiunan dan Penerima Pensiun terdiri atas:
pensiun pokok;
tunjangan keluarga;
tunjangan pangan; dan
tambahanpenghasilan. Pasal 9 Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas bagi Penerima T\rnjangan sebesar tunjangan yang diterima oleh Penerima T\rnjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 10 Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, tidak termasuk:
insentif kinerja;
insentif kerja;
tunjangan pengelolaan arsip statis;
tunjangan bahaya, tunjangan risiko, tunjangan kompensasi, atau tunjangan lain yang sejenis;
tunjangan...SK No 134838 A e. tunjanganpengamanan;
tunjangan profesi atau tunjangan khusus guru dan dosen atau tunjangan kehormatan;
tambahan penghasilan bagi guru PNS;
insentif khusus;
tunjangan khusus provinsi Papua;
tunjangan pengabdian bagi PNS yang bekerja dan bertempat tinggal di daerah terpencil;
tunjangan operasi pengamanan bagi Prajurit TNI dan PNS yang bertugas dalam operasi pengamanan pada wilayah pulau kecil terluar dan/atau wilayah perbatasan;
tunjangan khusus wilayah pulau kecil terluar dan/atau wilayah perbatasan bagi PNS pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas secara penuh pada wilayah pulau kecil terluar dan/atau wilayah perbatasan;
tunjangan selisih penghasilan bagi PNS di lingkungan Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat, Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Keahlian, dan Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah;
tunjangan penghidupan luar negeri bagi PNS, Prajurit TNI, Anggota Polri, dan Pejabat Negara yang ditempatkan atau ditugaskan di Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;
tunjangan atau insentif yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan atau peraturan internal instansi pemerintah; dan
tunjangan atau dengan sebutan lain di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 9. Pasal 11 (1) Tunjangan Hari Raya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dibayarkan paling cepat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum tanggal Hari Raya. l2l ^Dalam ^hal ^Tunjangan Hari Raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat dibayarkan, T\rnjangan Hari Raya dapat dibayarkan setelah tanggal Hari Raya. (3) Besaran Tunjangan Hari Raya yang dibayarkan yakni mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 9 dengan didasarkan komponen penghasilan yang dibayarkan pada bulan AprilTahun 2022. Pasal 12 (1) Gaji Ketiga Belas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dibayarkan paling cepat pada bulan Juli. (21 Dalam hal Gaji Ketiga Belas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat dibayarkan, Gaji Ketiga Belas dapat dibayarkan setelah bulan Juli. (3) Besaran Gaji Ketiga Belas yang dibayarkan yakni mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 9 dengan didasarkan komponen penghasilan yang dibayarkan pada bulan Juni Tahun 2022. Pasal 13 (1) Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak dikenakan potongan iuran dan/atau potongan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ditanggung pemerintah. Pasal 14 (1) Dalam hal Aparatur Negara sesuai ketentuan dapat menerima lebih dari 1 (satu) Tunjangan Hari Raya, Tunjangan Hari Raya yang dibayarkan hanya 1 (satu) Tunjangan Hari Raya yang nilainya paling besar. (21 balam hal Aparatur Negara sekaligus sebagai Pensiunan atau sebaliknya Pensiunan sekaligus sebagai Aparatur Negara sesuai ketentuan dapat menerima lebih dari l (satu) Tunjangan Hari Raya, Tunjangan Hari Raya yang dibayarkan hanya 1 (satu) Tunjangan Hari Raya yang nilainya paling besar.
Dalam...SK No 134840A (3) Dalam hal Aparatur Negara dan Pensiunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 menerima lebih dari 1 (satu) Tunjangan Hari Raya, kelebihan pembayaran Tunjangan Hari Raya tersebut merupakan utang dan wajib mengembalikan kepada negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (41 Dalam hal Aparatur Negara sekaligus sebagai Penerima Pensiun dan/atau sebagai Penerima Tunjangan, Tunjangan Hari Raya yang dibayarkan:
Tunjangan Hari Raya sebagai Aparatur Negara; dan
Tunjangan Flari Raya sebagai Penerima Pensiun dan/atau Tunjangan Hari Raya sebagai Penerima Tunjangan. (5) Dalam hal Pensiunan sekaligus sebagai Penerima Pensiun dan/atau sebagai Penerima T\rnj angan, Tunjangan Hari Raya yang dibayarkan:
Tunjangan Hari Raya sebagai Pensiunan; dan
Trrnjangan Hari Raya sebagai Penerima Pensiun dan/atau Tunjangan Hari Raya sebagai Penerima Tunjangan. (6) Dalam hal Penerima Pensiun sekaligus sebagai Penerima Tunjangan, T\rnjangan Hari Raya yang dibayarkan:
Tunjangan Hari Raya sebagai Penerima Pensiun; dan
Tunjangan Hari Raya sebagai Penerima Tunjangan. Pasal 15 (1) Dalam hal Aparatur Negara sesuai ketentuan dapat menerima lebih dari I (satu) Gaji Ketiga Belas, Gaji Ketiga Belas yang dibayarkan hanya 1 (satu) yang nilainya paling besar. (2\ Dalam hal Aparatur Negara sekaligus sebagai Pensiunan atau sebaliknya Pensiunan sekaligus sebagai Aparatur Negara sesuai ketentuan dapat menerima lebih dari 1 (satu) Gaji Ketiga Belas, Gaji Ketiga Belas yang dibayarkan hanya 1 (satu) yang nilainya paling besar.
Dalam hal Aparatur Negara dan Pensiunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menerima lebih dari 1 (satu) Gaji Ketiga Belas, kelebihan pembayaran Gaji Ketiga Belas tersebut merupakan utang dan wajib mengembalikan kepada negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (41 Dalam hal Aparatur Negara sekaligus sebagai Penerima Pensiun dan/atau sebagai Penerima T\rnj angan, Gaji Ketiga Belas yang dibayarkan:
Gaji Ketiga Belas sebagai Aparatur Negara; dan
Gaji Ketiga Belas sebagai Penerima Pensiun dan/atau Gaji Ketiga Belas sebagai Penerima Tunjangan. (5) Dalam hal Pensiunan sekaligus sebagai Penerima Pensiun dan/atau sebagai Penerima T\rnj angan, Gaji Ketiga Belas yang dibayarkan:
Gaji Ketiga Belas sebagai Pensiunan; dan
Gaji Ketiga Belas sebagai Penerima Pensiun dan/atau Gaji Ketiga Belas sebagai Penerima Tfinjangan. (6) Dalam hal Penerima Pensiun sekaligus sebagai Penerima Tunjangan, Gaji Ketiga Belas yang dibayarkan:
Gaji Ketiga Belas sebagai Penerima Pensiun; dan
Gaji Ketiga Belas sebagai Penerima T\rnj angan.
Tata Cara Penyusunan Usulan, Evaluasi Usulan, dan Penetapan Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ...
Relevan terhadap
Direktur Jenderal Anggaran melaksanakan evaluasi atas usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP setelah penyampaian usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) diterima.
Evaluasi atas usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
evaluasi penerapan dasar pertimbangan usulan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4); dan
evaluasi atas ketentuan yang dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
Dalam melakukan evaluasi atas usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Anggaran dapat berkoordinasi dengan:
unit eselon I lain di lingkungan Kementerian Keuangan; dan/atau
Kementerian/Lembaga lain yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Instansi Pengelola PNBP.
Dalam hal usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP berasal dari objek PNBP Pemanfaatan Sumber Daya Alam, koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a termasuk melibatkan Badan Kebijakan Fiskal untuk melakukan evaluasi dampak pengenaan jenis dan tarif atas jenis PNBP tersebut terhadap perpajakan, PNBP, dana bagi hasil, dan pendapatan asli daerah.
Evaluasi dampak pengenaan jenis dan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk mempertimbangkan pajak daerah dan retribusi daerah yang dikenakan atas objek PNBP Pemanfaatan Sumber Daya Alam.
Dalam hal usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP berdampak langsung kepada harga jual produk/jasa yang secara dominan menjadi komponen penghitung inflasi, koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a termasuk melibatkan Badan Kebijakan Fiskal untuk melakukan evaluasi dampak pengenaan jenis dan tarif atas jenis PNBP tersebut terhadap inflasi.
Dalam hal usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP berasal dari objek PNBP Pengelolaan Barang Milik Negara berupa penggunaan Barang Milik Negara, koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a termasuk melibatkan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Petunjuk teknis mengenai evaluasi atas usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Bab IV huruf A dan B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan, Danjatau Pembelajaran dalam Rangka Pembinaan dan Peng ...
Relevan terhadap
Kementerian dan/atau Dinas terkait dapat melakukan evaluasi efektivitas pemberian pengurangan penghasilan bruto yang diterima Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
Kementerian dan/atau Dinas terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
Kementerian atau Dinas daerah Provinsi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan;
Kementerian yang menyelenggarakan pemerintahan di bidang agama;
Kementerian yang menyelenggarakan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi;
Kementerian atau Dinas Daerah Provinsi/Kota yang menyelenggarakan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan; dan/atau
Kementerian yang menjadi pembina sektor dari Wajib Pajak.
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi evaluasi terhadap:
kesesuaian program kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran;
keahlian dari instruktur atau pengajar kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran;
peningkatan kompetensi peserta praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran; dan/atau
penyerapan tenaga kerja dari peserta praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran.
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direkur Peraturan Perpajakan II.
Dalam hal berdasarkan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak dinilai tidak efektif, tambahan pengurangan penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b tidak diberikan kepada Wajib Pajak untuk Tahun-Tahun Pajak berikutnya setelah dilakukannya evaluasi dari Kementerian dan/atau Dinas terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Penetapan Kurang Bayar dan Lebih Bayar Dana Bagi Hasil pada Tahun 2022
Relevan terhadap
Lebih Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2020 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b sebesar Rp5.715.603.363.566,00 (lima triliun tujuh ratus lima belas miliar enam ratus tiga juta tiga ratus enam puluh tiga ribu lima ratus enam puluh enam rupiah), terdiri atas:
Lebih Bayar DBH Pajak Penghasilan sebesar Rp 188.613.688.288,00 (seratus delapan puluh delapan miliar enam ratus tiga belas juta enam ratus delapan puluh delapan ribu dua ratus delapan puluh delapan rupiah), terdiri atas:
DBH Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar Rp132.510.046.164,00 (seratus tiga puluh dua miliar lima ratus sepuluh juta empat puluh enam ribu seratus enam puluh empat rupiah); dan
DBH Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 sebesar Rp56.103.642.124,00 (lima puluh enam miliar seratus tiga juta enam ratus empat puluh dua ribu seratus dua puluh empat rupiah);
Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp154.757.340.065,00 (seratus lima puluh empat miliar tujuh ratus lima puluh tujuh juta tiga ratus empat puluh ribu enam puluh lima rupiah), terdiri atas:
bagian daerah sebesar Rp138.960.545.379,00 (seratus tiga puluh delapan miliar sembilan ratus enam puluh juta lima ratus empat puluh lima ribu tiga ratus tujuh puluh sembilan rupiah); dan
biaya pemungutan sebesar Rp15.796.794.686,00 (lima belas miliar tujuh ratus sembilan puluh enam juta tujuh ratus sembilan puluh empat ribu enam ratus delapan puluh enam rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi sebesar Rp1.676.841.451.445,00 (satu triliun enam ratus tujuh puluh enam miliar delapan ratus empat puluh satu juta empat ratus lima puluh satu ribu empat ratus empat puluh lima rupiah), terdiri atas:
minyak bumi sebesar Rp1.400.489.039.293,00 (satu triliun empat ratus miliar empat ratus delapan puluh sembilan juta tiga puluh sembilan ribu dua ratus sembilan puluh tiga rupiah); dan
gas bumi sebesar Rp276.352.412.152,00 (dua ratus tujuh puluh enam miliar tiga ratus lima puluh dua juta empat ratus dua belas ribu seratus lima puluh dua rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara sebesar Rp3.199.196.178.341,00 (tiga triliun seratus sembilan puluh sembilan miliar seratus sembilan puluh enam juta seratus tujuh puluh delapan ribu tiga ratus empat puluh satu rupiah), terdiri atas:
iuran tetap ( landrent ) sebesar Rp308.146.006.724,00 (tiga ratus delapan miliar seratus empat puluh enam juta enam ribu tujuh ratus dua puluh empat rupiah); dan
royalti sebesar Rp2.891.050.171.617,00 (dua triliun delapan ratus sembilan puluh satu miliar lima puluh juta seratus tujuh puluh satu ribu enam ratus tujuh belas rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Panas Bumi sebesar Rp14.285.940.912,00 (empat belas miliar dua ratus delapan puluh lima juta sembilan ratus empat puluh ribu sembilan ratus dua belas rupiah), terdiri atas:
setoran bagian pemerintah sebesar Rp418.293.193,00 (empat ratus delapan belas juta dua ratus sembilan puluh tiga ribu seratus sembilan puluh tiga rupiah);
iuran tetap sebesar Rp2.804.735.423,00 (dua miliar delapan ratus empat juta tujuh ratus tiga puluh lima ribu empat ratus dua puluh tiga rupiah); dan
iuran produksi sebesar Rp11.062.912.296,00 (sebelas miliar enam puluh dua juta sembilan ratus dua belas ribu dua ratus sembilan puluh enam rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Kehutanan sebesar Rp401.036.809.827,00 (empat ratus satu miliar tiga puluh enam juta delapan ratus sembilan ribu delapan ratus dua puluh tujuh rupiah), terdiri atas:
iuran izin usaha pemanfaatan hutan sebesar Rp138.624.302.316,00 (seratus tiga puluh delapan miliar enam ratus dua puluh empat juta tiga ratus dua ribu tiga ratus enam belas rupiah);
provisi sumber daya hutan sebesar Rp126.133.961.121,00 (seratus dua puluh enam miliar seratus tiga puluh tiga juta sembilan ratus enam puluh satu ribu seratus dua puluh satu rupiah); dan
dana reboisasi sebesar Rp136.278.546.390,00 (seratus tiga puluh enam miliar dua ratus tujuh puluh delapan juta lima ratus empat puluh enam ribu tiga ratus sembilan puluh rupiah); dan
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Perikanan sebesar Rp80.871.954.688,00 (delapan puluh miliar delapan ratus tujuh puluh satu juta sembilan ratus lima puluh empat ribu enam ratus delapan puluh delapan rupiah).
Lebih Bayar DBH Tahun Anggaran 2021 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c sebesar Rp970.639.891.539,00 (sembilan ratus tujuh puluh miliar enam ratus tiga puluh sembilan juta delapan ratus sembilan puluh satu ribu lima ratus tiga puluh sembilan rupiah), terdiri atas:
Lebih Bayar DBH Pajak Penghasilan sebesar Rp55.551.200.887,00 (lima puluh lima miliar lima ratus lima puluh satu juta dua ratus ribu delapan ratus delapan puluh tujuh rupiah), terdiri atas:
DBH Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar Rp46.803.872.690,00 (empat puluh enam miliar delapan ratus tiga juta delapan ratus tujuh puluh dua ribu enam ratus sembilan puluh rupiah); dan
DBH Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 sebesar Rp8.747.328.197,00 (delapan miliar tujuh ratus empat puluh tujuh juta tiga ratus dua puluh delapan ribu seratus sembilan puluh tujuh rupiah);
Lebih Bayar DBH Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp491.853.296.942,00 (empat ratus sembilan puluh satu miliar delapan ratus lima puluh tiga juta dua ratus sembilan puluh enam ribu sembilan ratus empat puluh dua rupiah), terdiri atas:
bagian daerah sebesar Rp475.664.717.822,00 (empat ratus tujuh puluh lima miliar enam ratus enam puluh empat juta tujuh ratus tujuh belas ribu delapan ratus dua puluh dua rupiah); dan
biaya pemungutan sebesar Rp16.188.579.120,00 (enam belas miliar seratus delapan puluh delapan juta lima ratus tujuh puluh sembilan ribu seratus dua puluh rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi sebesar Rp34.943.189.268,00 (tiga puluh empat miliar sembilan ratus empat puluh tiga juta seratus delapan puluh sembilan ribu dua ratus enam puluh delapan rupiah), terdiri atas:
minyak bumi sebesar Rp10.376.966.253,00 (sepuluh miliar tiga ratus tujuh puluh enam juta sembilan ratus enam puluh enam ribu dua ratus lima puluh tiga rupiah); dan
gas bumi sebesar Rp24.566.223.015,00 (dua puluh empat miliar lima ratus enam puluh enam juta dua ratus dua puluh tiga ribu lima belas rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara sebesar Rp102.509.471.933,00 (seratus dua miliar lima ratus sembilan juta empat ratus tujuh puluh satu ribu sembilan ratus tiga puluh tiga rupiah), terdiri atas:
iuran tetap ( landrent ) sebesar Rp54.084.265.449,00 (lima puluh empat miliar delapan puluh empat juta dua ratus enam puluh lima ribu empat ratus empat puluh sembilan rupiah); dan
royalti sebesar Rp48.425.206.484,00 (empat puluh delapan miliar empat ratus dua puluh lima juta dua ratus enam ribu empat ratus delapan puluh empat rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Panas Bumi sebesar Rp29.615.973.657,00 (dua puluh sembilan miliar enam ratus lima belas juta sembilan ratus tujuh puluh tiga ribu enam ratus lima puluh tujuh rupiah), terdiri atas:
iuran tetap sebesar Rp5.756.415.629,00 (lima miliar tujuh ratus lima puluh enam juta empat ratus lima belas ribu enam ratus dua puluh sembilan rupiah); dan
iuran produksi sebesar Rp23.859.558.028,00 (dua puluh tiga miliar delapan ratus lima puluh sembilan juta lima ratus lima puluh delapan ribu dua puluh delapan rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Kehutanan sebesar Rp248.135.296.676,00 (dua ratus empat puluh delapan miliar seratus tiga puluh lima juta dua ratus sembilan puluh enam ribu enam ratus tujuh puluh enam rupiah), terdiri atas:
iuran izin usaha pemanfaatan hutan sebesar Rp51.008.008.328,00 (lima puluh satu miliar delapan juta delapan ribu tiga ratus dua puluh delapan rupiah);
provisi sumber daya hutan sebesar Rp142.736.890.844,00 (seratus empat puluh dua miliar tujuh ratus tiga puluh enam juta delapan ratus sembilan puluh ribu delapan ratus empat puluh empat rupiah); dan
dana reboisasi sebesar Rp54.390.397.504,00 (lima puluh empat miliar tiga ratus sembilan puluh juta tiga ratus sembilan puluh tujuh ribu lima ratus empat rupiah); dan
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Perikanan sebesar Rp8.031.462.176,00 (delapan miliar tiga puluh satu juta empat ratus enam puluh dua ribu seratus tujuh puluh enam rupiah).
Kurang Bayar DBH Tahun Anggaran 2021 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a adalah sebesar Rp41.868.894.493.111,00 (empat puluh satu triliun delapan ratus enam puluh delapan miliar delapan ratus sembilan puluh empat juta empat ratus sembilan puluh tiga ribu seratus sebelas rupiah), terdiri atas:
Kurang Bayar DBH Pajak Penghasilan sebesar Rp5.434.558.181.358,00 (lima triliun empat ratus tiga puluh empat miliar lima ratus lima puluh delapan juta seratus delapan puluh satu ribu tiga ratus lima puluh delapan rupiah), terdiri atas:
DBH Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar Rp4.367.089.995.760,00 (empat triliun tiga ratus enam puluh tujuh miliar delapan puluh sembilan juta sembilan ratus sembilan puluh lima ribu tujuh ratus enam puluh rupiah); dan
DBH Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 sebesar Rp1.067.468.185.598,00 (satu triliun enam puluh tujuh miliar empat ratus enam puluh delapan juta seratus delapan puluh lima ribu lima ratus sembilan puluh delapan rupiah);
Kurang Bayar DBH Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp4.831.652.692.646,00 (empat triliun delapan ratus tiga puluh satu miliar enam ratus lima puluh dua juta enam ratus sembilan puluh dua ribu enam ratus empat puluh enam rupiah), terdiri atas:
bagi rata sebesar Rp409.066.677.494,00 (empat ratus sembilan miliar enam puluh enam juta enam ratus tujuh puluh tujuh ribu empat ratus sembilan puluh empat rupiah);
bagian daerah sebesar Rp4.266.056.688.079,00 (empat triliun dua ratus enam puluh enam miliar lima puluh enam juta enam ratus delapan puluh delapan ribu tujuh puluh sembilan rupiah); dan
biaya pemungutan sebesar Rp156.529.327.073,00 (seratus lima puluh enam miliar lima ratus dua puluh sembilan juta tiga ratus dua puluh tujuh ribu tujuh puluh tiga rupiah);
Kurang Bayar DBH Cukai Hasil Tembakau sebesar Rp295.930.129.297,00 (dua ratus sembilan puluh lima miliar sembilan ratus tiga puluh juta seratus dua puluh sembilan ribu dua ratus sembilan puluh tujuh rupiah);
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi sebesar Rp11.002.992.579.774,00 (sebelas triliun dua miliar sembilan ratus sembilan puluh dua juta lima ratus tujuh puluh sembilan ribu tujuh ratus tujuh puluh empat rupiah), terdiri atas:
minyak bumi sebesar Rp4.856.426.749.821,00 (empat triliun delapan ratus lima puluh enam miliar empat ratus dua puluh enam juta tujuh ratus empat puluh sembilan ribu delapan ratus dua puluh satu rupiah); dan
gas bumi sebesar Rp6.146.565.829.953,00 (enam triliun seratus empat puluh enam miliar lima ratus enam puluh lima juta delapan ratus dua puluh sembilan ribu sembilan ratus lima puluh tiga rupiah);
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara sebesar Rp19.513.638.611.093,00 (sembilan belas triliun lima ratus tiga belas miliar enam ratus tiga puluh delapan juta enam ratus sebelas ribu sembilan puluh tiga rupiah), terdiri atas:
iuran tetap ( landrent ) sebesar Rp216.407.922.340,00 (dua ratus enam belas miliar empat ratus tujuh juta sembilan ratus dua puluh dua ribu tiga ratus empat puluh rupiah); dan
royalti sebesar Rp19.297.230.688.753,00 (sembilan belas triliun dua ratus sembilan puluh tujuh miliar dua ratus tiga puluh juta enam ratus delapan puluh delapan ribu tujuh ratus lima puluh tiga rupiah);
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Panas Bumi sebesar Rp460.366.757.545,00 (empat ratus enam puluh miliar tiga ratus enam puluh enam juta tujuh ratus lima puluh tujuh ribu lima ratus empat puluh lima rupiah), terdiri atas:
setoran bagian pemerintah sebesar Rp445.499.191.948,00 (empat ratus empat puluh lima miliar empat ratus sembilan puluh sembilan juta seratus sembilan puluh satu ribu sembilan ratus empat puluh delapan rupiah);
iuran tetap sebesar Rp5.527.677.175,00 (lima miliar lima ratus dua puluh tujuh juta enam ratus tujuh puluh tujuh ribu seratus tujuh puluh lima rupiah); dan
iuran produksi sebesar Rp9.339.888.422,00 (sembilan miliar tiga ratus tiga puluh sembilan juta delapan ratus delapan puluh delapan ribu empat ratus dua puluh dua rupiah); dan
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Kehutanan sebesar Rp329.755.541.398,00 (tiga ratus dua puluh sembilan miliar tujuh ratus lima puluh lima juta lima ratus empat puluh satu ribu tiga ratus sembilan puluh delapan rupiah), terdiri atas:
iuran izin usaha pemanfaatan hutan sebesar Rp52.363.161.187,00 (lima puluh dua miliar tiga ratus enam puluh tiga juta seratus enam puluh satu ribu seratus delapan puluh tujuh rupiah);
provisi sumber daya hutan sebesar Rp180.387.514.236,00 (seratus delapan puluh miliar tiga ratus delapan puluh tujuh juta lima ratus empat belas ribu dua ratus tiga puluh enam rupiah); dan
dana reboisasi sebesar Rp97.004.865.975,00 (sembilan puluh tujuh miliar empat juta delapan ratus enam puluh lima ribu sembilan ratus tujuh puluh lima rupiah).
Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean, dapat disertai dengan __ 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya __ disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB.
Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
penyelenggara kawasan berikat;
penyelenggara kawasan berikat sekaligus pengusaha kawasan berikat;
pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat;
penyelenggara gudang berikat;
penyelenggara gudang berikat sekaligus pengusaha gudang berikat; atau
pengusaha di gudang berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat.
Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:
penyelenggara PLB;
penyelenggara PLB sekaligus pengusaha PLB; atau
pengusaha di PLB merangkap sebagai penyelenggara di PLB.
Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK adalah:
Badan Usaha KEK; atau
Pelaku Usaha di KEK.
Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional yang besarannya ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional).
Tariff Differentials adalah Tarif Preferensi yang besarannya berbeda untuk 1 (satu) atau lebih pihak atas suatu barang originating yang sama.
PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ- 01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP.
Pemberitahuan Pabean Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat PPKEK adalah pemberitahuan pabean untuk kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK.
Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO).
Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi dan dokumen lain terkait yang dilakukan di Kantor Pusat, Kantor Wilayah, atau Kantor Pelayanan Utama oleh pejabat bea dan cukai.
Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan dan cukai, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang kepabeanan.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Kepabeanan.
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
Ketentuan Asal Barang __ ( Rules of Origin ) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional untuk menentukan negara asal barang.
Pihak adalah negara atau wilayah pabean terpisah yang telah menandatangani dan memberlakukan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional.
Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional.
Barang Originating adalah barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional.
Bahan Non-Originating adalah bahan yang berasal dari non-Pihak atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional.
Aturan Khusus Produk ( Product-Specific Rules ) yang selanjutnya disebut PSR adalah aturan mengenai:
barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Pihak ( wholly obtained atau produced );
barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating , __ dan Bahan Non-Originating tersebut harus mengalami perubahan klasifikasi atau Change in Tariff Classification (CTC);
barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating yang memenuhi kriteria kandungan regional sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase; atau
barang yang merupakan hasil dari suatu reaksi kimia tertentu;
Nilai Tambah Domestik ( Domestic Value Addition ) yang selanjutnya disebut DV20 adalah nilai tambah domestik yang dikontribusikan oleh 1 (satu) Pihak dengan nilai persentase mencapai minimal 20% (dua puluh persen) dari nilai Free-on-Board (FOB) suatu Barang Originating .
Bukti Asal Barang ( Proof of Origin ) yang selanjutnya disebut Bukti Asal Barang adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh instansi penerbit surat keterangan asal dan/atau dibuat oleh eksportir bersertifikat yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.
Surat Keterangan Asal ( Certificate of Origin ) Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional yang selanjutnya disebut SKA Form RCEP adalah Bukti Asal Barang yang diterbitkan oleh instansi penerbit surat keterangan asal yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.
Overleaf Notes adalah halaman sebalik SKA Form RCEP yang berisi petunjuk pengisian SKA Form RCEP.
Deklarasi Asal Barang ( Declaration of Origin ) yang selanjutnya disingkat DAB adalah Bukti Asal Barang yang berisi pernyataan asal barang dan dibuat oleh eksportir bersertifikat yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.
Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal yang selanjutnya disebut Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Pihak pengekspor dan diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA Form RCEP atas barang yang akan diekspor.
Otoritas yang Berwenang adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Pihak pengekspor yang diberikan kewenangan untuk melakukan sertifikasi terhadap eksportir bersertifikat.
Eksportir Bersertifikat ( Approved Exporter ) yang selanjutnya disebut Eksportir Bersertifikat adalah eksportir yang telah disertifikasi oleh Otoritas yang Berwenang dan berhak untuk membuat ^ DAB.
Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/airway bill, manifest, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
Surat Keterangan Asal Elektronik Form RCEP yang selanjutnya disebut e-Form RCEP adalah SKA Form RCEP yang disusun berdasarkan panduan dan spesifikasi yang disepakati oleh para Pihak terkait dan dikirim secara elektronik.
Third-Party Invoice adalah invoice yang diterbitkan oleh perusahaan lain yang berlokasi di pihak ketiga (Pihak atau non-Pihak) atau yang berlokasi di Pihak yang sama dengan Pihak tempat diterbitkannya Bukti Asal Barang.
Surat Keterangan Asal Back-to-Back yang selanjutnya disebut SKA Back-to-Back adalah SKA Form RCEP yang diterbitkan oleh Pihak pengekspor kedua berdasarkan SKA Form RCEP yang diterbitkan atau DAB yang dibuat oleh Pihak pengekspor pertama.
Deklarasi Asal Barang Back-to-Back yang selanjutnya disebut DAB Back-to-Back adalah DAB yang dibuat oleh Pihak pengekspor kedua berdasarkan SKA Form RCEP yang diterbitkan atau DAB yang dibuat oleh Pihak pengekspor pertama.
RCEP Country of Origin adalah Pihak yang memenuhi syarat sebagai negara asal Barang Originating dalam pengenaan Tarif Preferensi.
Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat.
Permintaan Verifikasi adalah permintaan secara tertulis yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Penerbit SKA, Otoritas yang Berwenang, Eksportir Bersertifikat, dan/atau eksportir/produsen untuk mendapatkan informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang, keabsahan Bukti Asal Barang, dan/atau pemenuhan ketentuan lain sebagaimana diatur dalam Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional.
Verification Visit adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai di Pihak penerbit dan/atau pembuat Bukti Asal Barang untuk memperoleh data atau informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang, keabsahan Bukti Asal Barang, dan/atau pemenuhan ketentuan lain sebagaimana diatur dalam Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan ...
Relevan terhadap 6 lainnya
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1454, Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyelenggarakan fungsi:
penyiapan perumusan kebijakan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
penyiapan pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
pelaksanaan evaluasi rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah serta pengawasan dan pengendalian implementasi kebijakan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
pelaksanaan pengelolaan program dan manajemen pengetahuan Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; dan
pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Ketentuan Pasal 1456 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1457, Subdirektorat Program dan Manajemen Pengetahuan menyelenggarakan fungsi:
penyiapan bahan perencanaan dan pemantauan program dan kegiatan Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
penyiapan bahan identifikasi kebutuhan pengetahuan, pelaksanaan asistensi dan pemberian fasilitas perekaman pengetahuan, dan penataan pengetahuan, serta pengelolaan basis data dan dokumentasi sistem pengelolaan pengetahuan di lingkungan Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
koordinasi dan fasilitasi penyusunan bahan pimpinan di lingkungan Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
pelaksanaan koordinasi tindak lanjut hasil pemeriksaan dan tindak lanjut arahan pimpinan; dan
pemberian dukungan teknis pelaksanaan tugas jabatan fungsional di lingkungan Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Ketentuan Pasal 1459 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
Ketentuan Pasal 1455 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil yang Berlaku pada Kementerian Perdagangan ...
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus
Relevan terhadap
Menetapkan PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN TRANSAKSI KHUSUS. BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara. 2. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat SATK adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan untuk seluruh transaksi penerimaan dan pengeluaran serta aset dan kewajiban pemerintah yang terkait dengan fungsi khusus Menteri Keuangan selaku BUN, serta tidak tercakup dalam sub sistem akuntansi BUN lainnya. 3. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA I jdih.kemenkeu.go.id untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian/ lembaga yang bersangkutan. 4. Kuasa Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat KPB adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan se baik-baiknya. 5. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKPA BUN TK adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan transaksi khusus pada tingkat satuan kerja di lingkup BUN. 6. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKKPA BUN TK adalah unit akuntansi yang menjadi koordinator dan bertugas melakukan kegiatan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA BUN TK yang berada langsung di bawahnya. 7. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAP BUN TK adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA BUN TK dan/atau UAKKPA BUN TK. 8. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKP BUN TK adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan seluruh UAP BUNTK. 9. Direktorat Jenderal Anggaran yang selanjutnya disingkat DJA adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang penganggaran. 10. Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disingkat DJPb adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perbendaharaan negara. 11. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disingkat DJKN adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang. 12. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang selanjutnya disingkat DJPK adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perimbangan keuangan. 13. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disingkat DJPPR adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang bertugas f jdih.kemenkeu.go.id merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko. 14. Badan Kebijakan Fiskal yang selanjutnya disingkat BKF adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan analisis di bidang kebijakan fiskal. 15. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal DJPb yang bertugas untuk melaksanakan kewenangan perbendaharaan dan BUN, penyaluran pembiayaan atas beban anggaran, serta penatausahaan penerimaan dan pengeluaran anggaran melalui dan dari kas negara. 16. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara. 17. PNBP BUN Pengelolaan Kas Negara yang selanjutnya disingkat PNBP BUN PKN adalah PNBP yang berasal dari pelaksanaan kewenangan Menteri Keuangan selaku BUN yang dikelola oleh DJPb. 18. Fasilitas Penyiapan Proyek adalah fasilitas fiskal yang disediakan oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 19. Dukungan Kelayakan adalah dukungan pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial yang diberikan terhadap proyek kerja sama pemerintah dan badan usaha oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara. 20. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 21. BMN Idle adalah BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/ lembaga. 22. BMN Eks BMN Idle adalah BMN Idle yang telah diserahkan kepada Pengelola Barang berdasarkan berita acara serah terima. 23. Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa adalah aset yang dikuasai Negara berdasarkan:
Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/032/PEPERPU/ 1958 tentang Larangan Adanya Organisasi yang Didirikan oleh dan/ a tau untuk Orang-Orang Warga Negara dari Negara Asing yang Tidak Mempunyai Hubungan Diplomatik dengan Negara Republik Indonesia jo. Keputusan Penguasa Perang Pusat Nomor Kpts/Peperpu/0439 / 1958 tentang Penempatan jdih.kemenkeu.go.id Semua Sekolah/Kursus yang Sebagian atau Seluruhnya Milik dan/atau Diusahakan oleh Organisasi yang Didirikan oleh dan/ a tau Orang- Orang Tionghoa Perantauan (Hoa Kiauw) yang Bukan Warga Negara dari Negara Asing, yang Telah Mempunyai Hubungan Diplomatik dengan Republik Indonesia dan/atau Telah Memperoleh Pengakuan dari Negara Republik Indonesia di Bawah Pengawasan Pemerintah Republik Indonesia jo. Undang-Undang Nomor 50 Prp. Tahun 1960 tentang Larangan Organisasi- organisasi dan Pengawasan Terhadap Perusahaan- Perusahaan Orang Asing Tertentu;
Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1962 tentang Larangan Adanya Organisasi yang Tidak sesuai dengan Kepribadian Indonesia, Menghambat Penyelesaian Revolusi atau Bertentangan dengan Cita-Cita Sosialisme Indonesia;
Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 tentang Keadaan Tertib Nasional jo. Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Nomor 52/KOTI/ 1964; dan
Instruksi Radiogram Kaskogam Nomor T-0403/G- 5/5/66 tentang Pengawasan PEPELRADA terhadap Pengambilalihan Sekolah-Sekolah Tionghoa oleh Mahasiswa-Mahasiswa dan Pelajar- Pelajar Setempat. 24. Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disingkat KKKS adalah badan usaha atau bentuk badan usaha tetap yang diberikan kewenangan untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak kerja sama dengan Pemerintah. 25. Kontraktor Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disebut Kontraktor adalah badan usaha yang melakukan kegiatan usaha pertambangan batubara, baik untuk penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri. 26. BMN Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut BMN Hulu Migas adalah semua barang yang berasal dari pelaksanaan kontrak kerja sama antara Kontraktor dengan pemerintah, termasuk yang berasal dari kontrak karya/ contract of work (CoW) dalam pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. 27. BMN yang berasal dari Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disingkat BMN PKP2B adalah seluruh barang dan peralatan yang diperoleh dan/atau dibeli Kontraktor untuk kegiatan usaha pertambangan batubara dan/atau barang dan peralatan yang tidak terjual, tidak dipindahkan atau tidak dialihkan oleh Kontraktor setelah pengakhiran perjanjian yang telah melewati jangka waktu yang telah ditetapkan menjadi milik pemerintah, termasuk barang kontraktor yang jdih.kemenkeu.go.id pada pengakhiran perjanjian akan dipergunakan untuk kepentingan umum. 28. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat BLBI adalah fasilitas yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada perbankan untuk menjaga kestabilan sistem pembayaran dan sistem perbankan, agar tidak terganggu oleh adanya ketidakseimbangan likuiditas, antara penerimaan dan penarikan dana pada bank-bank. 29. Aset Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang selanjutnya disebut Aset Eks BPPN adalah kekayaan negara yang dikelola oleh Menteri Keuangan yang berasal dari kekayaan eks BPPN. 30. Aset Eks Pertamina adalah aset-aset yang tidak turut dijadikan penyertaan modal negara dalam Neraca Pembukaan PT. Pertamina sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.06/2008 tentang Penetapan Neraca Pembukaan Perseroan (Persero) PT. Pertamina Per 17 September 2003, serta telah ditetapkan sebagai BMN yang berasal dari Aset Eks Pertamina berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 92/KK.06/2008 tentang Penetapan Status Aset Eks Pertamina Sebagai Barang Milik Negara. 31. Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah pusat. 32. Perusahaan Umum Bulog yang selanjutnya disebut dengan Perum Bulog adalah badan usaha milik negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perusahaan Umum (Perum) Bulog sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2003. 33. Selisih Kurs adalah selisih yang dihasilkan dari pelaporan jumlah unit mata uang asing yang sama dalam mata uang pelaporan pada kurs yang berbeda. 34. Dokumen Sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi. 35. Buku Besar Kas adalah kumpulan akun-akun yang digunakan untuk meringkas transaksi yang telah dicatat dalam jurnal akuntansi berdasarkan basis kas. 36. Buku Besar Akrual adalah kumpulan akun-akun yang digunakan untuk meringkas transaksi yang telah dicatat dalam jurnal akuntansi berdasarkan basis akrual. 37. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara berupa laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan saldo anggaran lebih, dan catatan atas laporan keuangan. 38. Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, s1sa lebih/kurang pembiayaan jdih.kemenkeu.go.id anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam 1 (satu) periode. 39. Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah yaitu aset, utang, dan ekuitas pada tanggal tertentu. 40. Laporan Operasional yang selanjutnya disingkat LO adalah laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/ daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintah dalam 1 (satu) periode pelaporan. 41. Laporan Perubahan Ekuitas yang selanjutnya disingkat LPE adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 42. Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat CaLK adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam LRA, Neraca, laporan arus kas, LO, LPE, dan laporan perubahan saldo anggaran lebih untuk pengungkapan yang memadai. 43. Reviu adalah prosedur penelusuran angka-angka dalam Laporan Keuangan, permintaan keterangan, dan analitik yang menjadi dasar memadai bagi aparat pengawas intern pemerintah untuk memberi keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas Laporan Keuangan tersebut sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. 44. Transaksi Dalam Konfirmasi Penerimaan yang selanjutnya disingkat TDK Penerimaan adalah transaksi penerimaan yang diterima kasnya di kas negara tetapi tidak teridentifikasi dan/atau tidak diakui oleh satuan kerja pada kementerian/lembaga dan bagian anggaran BUN. Pasal 2 Peraturan Menteri m1 mengatur mengenai SATK yang meliputi:
belanja/beban pengeluaran untuk keperluan hubungan internasional;
belanja/beban Fasilitas Penyiapan Proyek;
belanja/beban Dukungan Kelayakan;
PNBP yang dikelola oleh DJA;
transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam pengelolaan DJKN;
belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun;
pendapatan dan belanja/beban pengelolaan kas negara;
transaksi penggunaan PNBP BUN PKN;
utang perhitungan fihak ketiga pegawai; J. utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok;
pendapatan dan beban untuk pengelolaan penerimaan negara; jdih.kemenkeu.go.id 1. belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan; dan
pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah. Pasal 3 (1) Belanja/beban pengeluaran untuk keperluan hubungan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi:
pengeluaran kerja sama internasional yang mencakup pembayaran iuran keikutsertaan pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi internasional dan tidak menimbulkan hak suara di luar ketentuan Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 1999 tentang Keanggotaan Indonesia dan Kontribusi Pemerintah Republik Indonesia pada Organisasi-Organisasi Internasional, yang dibiayai dari bagian anggaran BUN seperti trust fund dan kontribusi;
pengeluaran perjanjian internasional yang mencakup transaksi yang timbul sebagai akibat dari perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pihak lain di dunia internasional dan dibiayai dari bagian anggaran BUN; dan
pendapatan dan belanja/beban selisih kurs dan biaya transfer atas pengeluaran untuk keperluan hubungan in ternasional. (2) Belanja/beban Fasilitas Penyiapan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b meliputi:
fasilitas untuk penyiapan dan pelaksanaan transaksi kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur;
fasilitas untuk penyiapan proyek, pelaksanaan transaksi, proyek dan/atau pelaksanaan perjanjian untuk penyediaan infrastruktur ibu kota negara melalui skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha dan/atau pembiayaan kreatif;
fasilitas untuk penyusunan dokumen penyiapan penyediaan infrastruktur pada kawasan di ibu kota nusantara;
fasilitas untuk penyiapan dan pelaksanaan transaksi pemanfaatan BMN dan/atau pemindahtanganan BMN untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan ibu kota negara; dan
fasilitas terkait penyiapan proyek atau pengembangan skema pembiayaan lainnya yang mendapat penugasan dari pemerintah. (3) Belanja/beban Dukungan Kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c merupakan kontribusi fiskal dalam bentuk finansial atas sebagian biaya pembangunan proyek yang dilaksanakan melalui skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha untuk penyediaan layanan infrastruktur yang terjangkau bagi masyarakat. t jdih.kemenkeu.go.id (4) PNBP yang dikelola oleh DJA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d meliputi:
pendapatan minyak bumi dan gas bumi;
pendapatan panas bumi; dan
setoran lainnya, meliputi setoran sisa surplus dari basil kegiatan Bank Indonesia, surplus, dan/atau bagian dari surplus lembaga. (5) Transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam pengelolaan DJKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e meliputi:
Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa;
BMN yang berasal dari pertambangan meliputi:
BMN Hulu Migas; dan
BMN PKP2B;
Aset Eks Pertamina;
BMN Eks BMN _Idle; _ e. Aset yang timbul dari pemberian BLBI meliputi:
piutang pada bank dalam likuidasi; dan
Aset Eks BPPN;
Aset lainnya dalam pengelolaan DJKN meliputi:
barang gratifikasi;
BMN yang diperoleh dari pelaksanaan perjanjian kerja sama antara pemerintah Republik Indonesia dengan badan internasional dan/atau negara asing;
BMN yang diperoleh dari pembubaran badan yang dibentuk kementerian/lembaga, seperti unit pelaksana teknis yang dibentuk oleh kemen terian/ lembaga;
BMN yang diperoleh dari pembubaran badan- badan ad _hoc; _ atau 5. BMN yang diperoleh dari pembubaran yayasan sebagai tindak lanjut temuan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan;
piutang untuk dana antisipasi penanggulangan lumpur Sidoarjo;
piutang kepada yayasan supersemar; dan
penggantian biaya dan margin yang wajar atas investasi pemerintah untuk program pemulihan ekonomi nasional. (6) Belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f meliputi:
belanja/beban pensiun;
belanja/beban jaminan layanan kesehatan;
belanja/beban jaminan kesehatan menteri dan pejabat tertentu;
belanja/beban jaminan kesehatan utama;
belanja/bebanjaminan kesehatan lainnya;
belanja/bebanjaminan kecelakaan kerja;
belanja/bebanjaminan kematian;
belanja/beban program tunjangan hari tua;
belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog; dan J. pelaporan akumulasi iuran pensiun. jdih.kemenkeu.go.id (7) Pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan kas negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf g meliputi:
pendapatan berupa selisih lebih dalam pengelolaan kele bihan / kekurangan kas;
pendapatan selisih kurs terealisasi dalam pengelolaan rekening milik BUN;
pendapatan lainnya dalam pengelolaan kas negara;
belanja/beban berupa selisih kurang dalam pengelolaan kelebihan/kekurangan kas;
belanja/beban selisih kurs terealisasi dalam pengelolaan rekening milik BUN; dan
belanja/beban transaksi pengelolaan kas negara. (8) Transaksi penggunaan PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf h meliputi:
belanja/beban penggunaan PNBP BUN PKN;
perolehan BMN dari belanja/beban penggunaan PNBP BUN PKN; dan
penetapan status penggunaan BMN. (9) Utang perhitungan fihak ketiga pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf i merupakan selisih le bih / kurang an tara penerimaan setoran / potongan perhitungan fihak ketiga pegawai dan pembayaran pengembalian penerimaan perhitungan fihak ketiga pegawru.
Utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf j merupakan selisih lebih/kurang antara penerimaan setoran perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok dan pembayaran pengembalian penerimaan perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok. (11) Pendapatan dan beban untuk pengelolaan penerimaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf k meliputi:
hasil koreksi atas terjadinya TDK Penerimaan; dan
pendapatan dan beban selisih kurs belum terealisasi atas pengelolaan rekening penerimaan negara dalam valuta asing pada KPPN yang menangani pengelolaan penerimaan negara. (12) Belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf 1 meliputi:
belanja/beban pajak pertambahan nilai real time gross settlement Bank Indonesia;
pembayaran bunga negatif;
pembayaran imbalan jasa pelayanan bank/ pos perseps1;
pembayaran pajak pertambahan nilai atas transaksi real time gross settlement bank operasional; dan
fee bank kustodian. (13) Pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf m merupakan pendapatan dan beban selisih kurs belum terealisasi dalam pengelolaan rekening valuta asing milik kuasa BUN daerah. jdih.kemenkeu.go.id BAB II UNIT AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN Bagian Kesatu Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus Pasal 4 (1) SATK merupakan subsistem dari sistem akuntansi BUN. (2) SATK menghasilkan Laporan Keuangan yang terdiri atas:
LRA;
LO; C. LPE;
Neraca; dan
CaLK. (3) Untuk pelaksanaan SATK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk unit akuntansi yang terdiri atas:
UAKPA BUN TK;
UAKKPA BUN TK;
UAP BUN TK; dan
UAKP BUN TK. (4) SATK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan bagian anggaran BUN Transaksi Khusus dengan menggunakan sistem aplikasi terin tegrasi. (5) Sistem aplikasi terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan sistem aplikasi yang mengintegrasikan seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara dimulai dari proses penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan pada BUN dan kementerian/lembaga. Bagian Kedua Tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 5 UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
UAKPA BUN TK pengelola pengeluaran keperluan kerja sama internasional dan perjanjian internasional dilaksanakan oleh pusat di BKF yang ditunjuk oleh Kepala BKF;
UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
dilaksanakan oleh direktorat di DJPPR yang menangani pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur dalam hal Fasilitas Penyiapan Proyek dilaksanakan melalui penugasan khusus kepada Badan Usaha Milik Negara; dan/atau t jdih.kemenkeu.go.id 2. dilaksanakan oleh unit kerja di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral yang ditunjuk sebagai KPA dalam hal Fasilitas Penyiapan Proyek dilaksanakan melalui kerja sama penyediaan infrastruktur dengan lembaga internasional dalam pembangunan dan/atau pengembangan kilang minyak di dalam negeri;
UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Dukungan Kelayakan dilaksanakan oleh unit kerja KPA BUN yang ditunjuk di kementerian/lembaga;
UAKPA BUN TK pengelola PNBP minyak bumi dan gas bumi dilaksanakan oleh direktorat di DJA yang menangani pengelolaan PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
UAKPA BUN TK pengelola PNBP panas bumi dilaksanakan oleh direktorat di DJA yang menangani pengelolaan PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
UAKPA BUN TK pengelola setoran lainnya dilaksanakan oleh direktorat di DJA yang menangani pengelolaan PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
UAKPA BUN TK pengelola Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola BMN Hulu Migas dilaksanakan oleh unit sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan atas BMN Hulu Migas;
UAKPA BUN TK pengelola BMN PKP2B dilaksanakan oleh unit sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai pedoman akuntansi dan pelaporan aset berupa BMN PKP2B; J. UAKPA BUN TK pengelola Aset Eks Pertamina dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola BMN Eks BMN Idle dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani perumusan kebijakan kekayaan negara; I. UAKPA BUN TK pengelola aset yang timbul dari pemberian BLBI dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola aset lainnya dalam pengelolaan DJKN dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola piutang untuk dana antisipasi penanganan lumpur Sidoarjo dilaksanakan oleh unit kerja KPA BUN yang ditunjuk di kementerian/lembaga;
UAKPA BUN TK pengelola piutang kepada yayasan supersemar dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola penggantian biaya dan margin yang wajar atas investasi pemerintah untuk t jdih.kemenkeu.go.id program pemulihan ekonomi nasional dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani kekayaan negara yang dipisahkan;
UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun dilaksanakan oleh direktorat di DJPb yang menangani pengelolaan belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi . . 1uran pens1un;
UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan kas negara dilaksanakan oleh direktorat di DJPb yang menangani pengelolaan kas negara;
UAKPA BUN TK transaksi penggunaan PNBP BUN PKN dilaksanakan oleh satuan kerja pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan BUN;
UAKPA BUN TK pengelola utang perhitungan fihak ketiga pegawai dilaksanakan oleh direktorat di DJPb yang menangani pengelolaan perhitungan fihak ketiga pegawru;
UAKPA BUN TK pengelola utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok dilaksanakan oleh direktorat di DJPK yang menangani penyusunan laporan keuangan atas penerimaan dan penyetoran Pajak Rokok;
UAKPA BUN TK pengelola penerimaan negara dilaksanakan oleh KPPN yang menangani pengelolaan penerimaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan dilaksanakan oleh direktorat di DJPb yang menangani pengelolaan pengeluaran keperluan layanan perbankan; dan
UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah dilaksanakan oleh KPPN yang memiliki rekening valuta asing. Bagian Ketiga Tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 6 (1) UAKKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b merupakan UAKKPA BUN TK Pengelola BMN Hulu Migas. (2) UAKKPA BUN TK Pengelola BMN Hulu Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk menggabungkan Laporan Keuangan UAKPA BUN TK BMN Hulu Migas. (3) UAKKPA BUN TK Pengelola BMN Hulu Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh unit sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan atas BMN Hulu Migas. jdih.kemenkeu.go.id Bagian Keempat Tingkat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 7 (1) UAP BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
UAP BUN TK atas pengelola pengeluaran keperluan hubungan internasional dilaksanakan oleh BKF;
UAP BUN TK atas:
pengelola pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek; dan
pengelola pembayaran Dukungan Kelayakan, dilaksanakan oleh DJPPR;
UAP BUN TK atas pengelola PNBP yang dikelola DJA dilaksanakan oleh DJA;
UAP BUN TK atas pengelola transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam pengelolaan DJKN dilaksanakan oleh DJKN;
UAP BUN TK atas:
pengelola belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun;
pengelola pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan kas negara;
transaksi penggunaan PNBP BUN PKN;
pengelola utang perhitungan fihak ketiga pegawai;
pengelola penerimaan negara;
pengelola belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan; dan
pengelola pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah, dilaksanakan oleh DJPb; dan
UAP BUN TK atas pengelola utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok dilaksanakan oleh DJPK. (2) UAP BUN TK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk menggabungkan Laporan Keuangan seluruh UAKPA BUN TK dan UAKKPA BUN TK yang berada langsung di bawahnya. Bagian Kelima Tingkat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 8 (1) UAKP BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d dilaksanakan oleh DJPb. (2) UAKP BUN TK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk menggabungkan Laporan Keuangan seluruh UAP BUN TK. jdih.kemenkeu.go.id BAB III AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN Bagian Kesatu Tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 9 (1) UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 menyelenggarakan akuntansi yang meliputi proses pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan atas transaksi khusus. (2) Penyelenggaraan akuntansi untuk UAKPA BUN TK pengelola PNBP minyak bumi dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d, UAKPA BUN TK pengelola PNBP panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e, UAKPA BUN TK pengelola BMN Hulu Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h, dan UAKPA BUN TK pengelola BMN PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf i diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. (3) Penyelenggaraan akuntansi selain UAKPA BUN TK pada ayat (2) berpedoman pada Modul SATK sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 10 (1) Untuk penyusunan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), UAKPA BUN TK memproses dokumen sumber transaksi keuangan atas penerimaan dan/atau pengeluaran transaksi khusus. (2) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun setiap bulanan, semesteran, dan tahunan. (3) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun setelah dilakukan verifikasi data sistem aplikasi terintegrasi dengan dokumen sumber milik UAKPA BUN TK. (4) Apabila terdapat perbedaan data atas hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), UAKPA BUN TK dapat melakukan konfirmasi kepada KPPN mitra kerja dan/ a tau dengan pihak terkait. Pasal 11 (1) UAKPA BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan dengan ketentuan sebagai berikut:
UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf j, huruf k, huruf 1, huruf m, hurufn,hurufo,hurufp,hurufq,hurufr,hurufs, huruf t, huruf u, huruf v, huruf w, dan huruf x menyampaikan Laporan Keuangan kepada UAP BUNTK; dan jdih.kemenkeu.go.id b. UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h dan huruf i menyampaikan Laporan Keuangan kepada UAKKPA BUN TK. (2) Periode penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanak: an dengan ketentuan sebagai berikut:
LRA dan Neraca disampaikan setiap bulan; dan
LRA, LO, LPE, Neraca, dan CaLK disampaikan setiap semesteran dan tahunan. (3) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Kedua Tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 12 (1) Berdasarkan Laporan Keuangan yang disampaikan oleh UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), UAKKPA BUN TK menyusun Laporan Keuangan bulanan, semesteran, dan tahunan. (2) Dalam hal UAKKPA BUN TK belum menggunakan sistem aplikasi terintegrasi, penyusunan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manual. Pasal 13 (1) UAKKPA BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) kepada UAP BUN TK dengan ketentuan sebagai berikut:
LRA dan Neraca disampaikan setiap bulan; dan
LRA, LO, LPE, Neraca, dan CaLK disampaikan setiap semesteran dan tahunan. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Ketiga Tingkat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 14 (1) Berdasarkan Laporan Keuangan yang disampaikan UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b dan/atau UAKKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b, UAP BUN TK menyusun Laporan Keuangan semesteran dan tahunan. jdih.kemenkeu.go.id (2) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun setelah dilakukan verifikasi data sis tern aplikasi terintegrasi dengan dokumen sumber milik UAPBUNTK. (3) Apabila terdapat perbedaan data atas hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), UAP BUN TK dapat melakukan konfirmasi kepada KPPN mitra kerja dan/ a tau dengan pihak terkait. (4) Dalam hal Laporan Keuangan yang disampaikan oleh UAKKPA BUN TK masih disusun secara manual, UAP BUN TK pengelola transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam Pengelolaan DJKN menyusun Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Laporan Keuangan seluruh UAKPA BUN TK yang berada di bawahnya. Pasal 15 (1) UAP BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) kepada UAKPBUNTK. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Keempat Tingkat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 16 Berdasarkan Laporan Keuangan yang disampaikan oleh UAP BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), UAKP BUN TK menyusun Laporan Keuangan semesteran dan tahunan. Pasal 17 (1) UAKP BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 kepada UA BUN. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. BAB IV PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB Bagian Kesatu Pernyataan Tanggung Jawab jdih.kemenkeu.go.id Pasal 18 (1) Setiap unit akuntansi pada SATK membuat pernyataan tanggung jawab atas Laporan Keuangan yang disusunnya dan dilampirkan pada Laporan Keuangan semesteran dan tahunan. (2) Pernyataan tanggung jawab yang dibuat oleh UAKPA BUN TK, UAKKPA BUN TK, dan UAP BUN TK memuat pernyataan bahwa penyusunan Laporan Keuangan merupakan tanggung jawabnya, telah disusun berdasarkan sistem pengendalian internal yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi secara layak sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. (3) Pernyataan tanggung jawab yang dibuat oleh UAKP BUN TK memuat pernyataan bahwa penggabungan Laporan Keuangan merupakan tanggung jawabnya, sedangkan substansi Laporan Keuangan dari masing- masing unit di bawahnya merupakan tanggung jawab UAP BUN TK, telah disusun berdasarkan sistem pengendalian internal yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi secara layak sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. (4) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat diberikan paragraf penjelasan atas suatu kejadian yang belum termuat dalam Laporan Keuangan. Pasal 19 (1) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) untuk tingkat UAKPA BUN TK ditandatangani dengan ketentuan sebagai berikut:
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pengeluaran kerja sama internasional dan perjanjian internasional ditandatangani oleh kepala pusat di BKF yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek penugasan khusus kepada Badan Usaha Milik Negara ditandatangani oleh direktur di DJPPR yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek penyediaan infrastruktur dengan lembaga internasional dalam pembangunan dan/atau pengembangan kilang minyak di dalam negeri ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk sebagai KPA di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang energ1 dan sumber daya mineral;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Dukungan Kelayakan ditandatangani oleh pejabat di kementerian/lembaga yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola PNBP minyak bumi dan gas bumi ditandatangani oleh direktur di DJA yang mengelola i jdih.kemenkeu.go.id PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola PNBP panas bumi ditandatangani oleh direktur di DJA yang mengelola PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola setoran lainnya ditandatangani oleh direktur di DJA yang mengelola PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola BMN Hulu Migas ditandatangani oleh kepala pusat atau deputi yang menangani pengelolaan BMN Hulu Migas; J. Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola BMN PKP2B ditandatangani oleh kepala pusat yang menangani pengelolaan BMN PKP2B pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola Aset Eks Pertamina ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara; I. Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola BMN Eks BMN Idle ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani perumusan kebijakan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola aset yang timbul dari pemberian BLBI ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola aset lainnya dalam pengelolaan DJKN ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola piutang untuk dana antisipasi penanggulangan lumpur Sidoarjo ditandatangani oleh pejabat di unit kerja pada kementerian/lembaga yang ditunjuk selaku KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola piutang kepada yayasan supersemar ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK penggantian biaya dan margin yang wajar atas investasi pemerintah untuk program pemulihan ekonomi nasional ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani kekayaan negara yang dipisahkan; jdih.kemenkeu.go.id r. Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun ditandatangani oleh direktur di DJPb yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan kas negara ditandatangani oleh direktur di DJPb yang menangani pengelolaan kas negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK transaksi penggunaan PNBP BUN PKN ditandatangani oleh KPA satuan kerja pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan BUN;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola utang perhitungan fihak ketiga ditandatangani oleh direktur di DJPb yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK Pengelola utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok ditandatangani oleh direktur di DJPK yang menangani penyusunan laporan keuangan atas penerimaan dan penyetoran pajak rokok;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan be ban untuk pengelolaan penerimaan negara ditandatangani oleh kepala KPPN yang menangani pengelolaan penerimaan negara selaku kuasa BUN daerah;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan ditandatangani oleh direktur di DJPb yang ditunjuk sebagai KPA; dan
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan be ban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah ditandatangani oleh kepala KPPN selaku kuasa BUN daerah yang memiliki rekening valuta asing. (2) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) untuk UAKKPA BUN TK pengelola BMN Hulu Migas ditandatangani oleh kepala biro yang menangani keuangan pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral. (3) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) untuk tingkat UAP BUN TK ditandatangani dengan ketentuan sebagai berikut:
Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK pengelola pengeluaran keperluan hubungan internasional ditandatangani oleh kepala BKF;
Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK pengelola:
pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek; dan
pembayaran Dukungan Kelayakan, ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko; jdih.kemenkeu.go.id c. Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK pengelola PNBP yang dikelola oleh DJA ditandatangani oleh Direktur J enderal Anggaran;
Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK pengelola transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam pengelolaan DJKN ditandatangani oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara;
Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK Pengelola:
belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun;
pendapatan dan belanja/beban pengelolaan kas negara;
transaksi penggunaan PNBP BUN PKN;
utang perhitungan fihak ketiga pegawai;
pendapatan dan beban untuk pengelolaan penerimaan negara;
belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan; dan
pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah, ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan; dan
Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) untuk tingkat UAKP BUN TK ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. BABV MODUL SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN TRANSAKSI KHUSUS Pasal 20 Tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan pada SATK dilaksanakan dengan berpedoman pada Modul SATK sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 1n1. BAB VI PERNYATAAN TELAH DIREVIU Pasal 21 (1) Untuk meyakinkan keandalan informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan, dilakukan Reviu atas Laporan Keuangan bagian anggaran BUN pengelolaan transaksi khusus. (2) Reviu atas Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Reviu atas Laporan Keuangan BUN. BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN jdih.kemenkeu.go.id Pasal 22 Dalam hal transaksi layanan perbankan belum memiliki daftar isian pelaksanaan anggaran tersendiri, akuntansi dan pelaporan keuangan atas transaksi tersebut dilaksanakan oleh UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.05/2015 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2054) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127 /PMK.05/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.05/2015 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1347), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 24 Peraturan Menteri 1n1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id
Deklarasi Inisiatif (Voluntary Declaration) dan Pembayaran Inisiatif (Voluntary Payment)
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mengimpor barang.
Pemberitahuan Pabean Impor adalah pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang yang diimpor untuk dipakai, pemberitahuan pabean untuk pemasukan barang asal luar daerah pabean ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, atau pengeluaran barang asal luar daerah pabean dari kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas ke tempat lain dalam daerah pabean, atau pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang dari tempat penimbunan berikat untuk diimpor untuk dipakai.
Deklarasi Inisiatif ( Voluntary Declaration ) adalah pemberitahuan Importir, pengusaha di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, atau pengusaha tempat penimbunan berikat, dalam rangka memberitahukan dan memperkirakan atas harga yang seharusnya dibayar dan/atau biaya dan/atau nilai yang harus ditambahkan pada nilai transaksi yang belum dapat ditentukan nilainya pada saat pengajuan Pemberitahuan Pabean Impor.
Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat dengan PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan/atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor.
Harga Futures adalah harga yang seharusnya dibayar pada transaksi jual beli berdasarkan harga komoditas.
Royalti dan Biaya Lisensi yang selanjutnya disebut Royalti adalah biaya yang harus dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung sebagai persyaratan jual beli barang impor yang mengandung Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
Proceeds adalah nilai setiap bagian dari pendapatan yang diperoleh pembeli atas penjualan kembali, pemanfaatan atau pemakaian barang impor yang bersangkutan kemudian diserahkan secara langsung atau tidak langsung kepada penjual.
Biaya Transportasi ( Freight ) adalah biaya transportasi barang impor ke tempat impor di daerah pabean, yaitu biaya transportasi yang seharusnya dibayar yang pada umumnya tercantum pada dokumen pengangkutan seperti B/L atau AWB __ atau dokumen perjanjian lainnya dari barang impor yang bersangkutan. __ 10. Biaya Asuransi ( Insurance ) adalah biaya penjaminan pengangkutan barang dari tempat ekspor di luar negeri ke tempat impor di daerah pabean yang pada umumnya dibuktikan oleh dokumen asuransi yang menyatakan untuk beberapa kali pengiriman barang, atau berlaku dalam periode tertentu . 11. Assist adalah nilai dari barang dan jasa __ yang dipasok oleh pembeli kepada penjual sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur ketentuan mengenai nilai pabean untuk penghitungan bea masuk.
Pembayaran Inisiatif atas Nilai Pabean ( Voluntary Payment on Customs Valuation ) adalah pembayaran Bea Masuk, cukai, dan/atau PDRI atas harga yang seharusnya dibayar dan/atau biaya dan/atau nilai yang harus ditambahkan pada nilai transaksi pada saat telah dapat ditentukan ( settlement date ) oleh Importir, pengusaha di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, atau pengusaha tempat penimbunan berikat, dalam rangka pemenuhan kewajiban atas Deklarasi Inisiatif ( Voluntary Declaration ).
Pembayaran Inisiatif atas Tarif ( Voluntary Payment on Tariff ) adalah pembayaran inisiatif oleh Importir, pengusaha di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, atau pengusaha tempat penimbunan berikat, atas kekurangan Bea Masuk, cukai, dan/atau PDRI akibat perbedaan pembebanan tarif.
Pembayaran Inisiatif atas Jumlah ( Voluntary Payment on Quantity ) adalah pembayaran inisiatif atas kelebihan jumlah barang impor saat importasi yang mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk, cukai, dan/atau PDRI.
Pembayaran Inisiatif atas Nilai Transaksi ( Voluntary Payment on Transaction Value ) adalah pembayaran inisiatif atas kekurangan Bea Masuk, cukai, dan/atau PDRI akibat kesalahan tulis pada Pemberitahuan Pabean Impor.
Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Kepabeanan.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.