Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan di Lingkungan Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Informasi Jabatan dan Uraian Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 digunakan:
sebagai pedoman bagi setiap pemangku Jabatan di lingkungan Kementerian Keuangan dalam melaksanakan tugas; dan
sebagai bahan masukan bagi unit organisasi untuk merumuskan kebijakan, meliputi:
penyusunan peta Jabatan;
penyusunan peringkat Jabatan dengan menggunakan metode Hay Point atau metode lain yang ditetapkan;
penataan organisasi;
penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP);
analisis beban kerja; dan/atau
pengelolaan sumber daya manusia.
Evaluasi Kinerja Anggaran atas Penggunaan Dana Bendahara Umum Negara
Relevan terhadap
Tahap analisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf c dilakukan atas hasil pengumpulan data.
Tahap analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
analisis atas kelengkapan rumusan informasi Kinerja yang tertuang dalam RKA BUN;
analisis terhadap kejelasan rumusan informasi Kinerja sesuai koridor dan prinsip-prinsip penyusunan informasi Kinerja;
analisis kesesuaian antara Sasaran Program, Indikator Kinerja Program, Output Program, dan dinamika perkembangan keadaan termasuk perubahan kebijakan Pemerintah;
analisis kesesuaian antara Output Program, Indikator Output Program, KRO, RO, dan dinamika perkembangan keadaan termasuk perubahan kebijakan Pemerintah;
analisis keterukuran Indikator Kinerja Program; dan
analisis keterukuran Output Program, Indikator Output Program, KRO, dan RO.
Tahap penyusunan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf e dilakukan berdasarkan hasil analisis atas pengumpulan data, hasil pengukuran, dan hasil penilaian Kinerja Anggaran BUN.
Rekomendasi yang diberikan dalam rangka EKA BUN atas Aspek Implementasi untuk tahun anggaran sebelumnya, ditujukan untuk:
meningkatkan kualitas perencanaan;
menentukan target Kinerja tahun anggaran selanjutnya sehubungan dengan ketersediaan anggaran;
mengantisipasi kendala dan faktor pendukung yang dapat mempengaruhi ketercapaian target Kinerja; dan d. menentukan besaran anggaran yang dibutuhkan untuk mencapai target Kinerja.
Rekomendasi yang diberikan dalam rangka EKA BUN atas Aspek Implementasi untuk tahun anggaran berjalan, ditujukan sebagai bahan masukan untuk kebijakan tahun anggaran berjalan.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga.
Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban pemerintah pusat dan transfer ke daerah dan dana desa tahunan yang disusun oleh kuasa pengguna anggaran BUN.
Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RDP BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang merupakan himpunan RKA BUN.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Pemimpin Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Pemimpin PPA BUN adalah pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas program BA BUN dan bertindak untuk menandatangani daftar isian pelaksanaan anggaran BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian negara/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.
Kinerja adalah prestasi kerja berupa keluaran dari kegiatan atau program, dan hasil dari program dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.
Kinerja Anggaran atas Penggunaan Dana Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kinerja Anggaran BUN adalah capaian Kinerja atas penggunaan dana BA BUN yang tertuang dalam dokumen anggaran.
Evaluasi Kinerja Anggaran atas Penggunaan Dana Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat EKA BUN adalah proses untuk melakukan pengukuran, penilaian, dan analisis atas Kinerja Anggaran BA BUN tahun anggaran berjalan dan tahun anggaran sebelumnya untuk menyusun rekomendasi dalam rangka peningkatan Kinerja Anggaran BA BUN.
Evaluasi Kinerja Anggaran atas Penggunaan Dana Bendahara Umum Negara Reguler yang selanjutnya disebut EKA BUN Reguler adalah EKA BUN yang dilakukan oleh Menteri Keuangan dan/atau Pemimpin PPA BUN/KPA BUN secara berkala.
Evaluasi Kinerja Anggaran atas Penggunaan Dana Bendahara Umum Negara Non-Reguler yang selanjutnya disebut EKA BUN Non-Reguler adalah EKA BUN yang dilakukan oleh Menteri Keuangan sesuai kebutuhan dan kebijakan untuk tujuan tertentu.
Evaluasi Kinerja Anggaran atas Penggunaan Dana Bendahara Umum Negara atas Aspek Implementasi yang selanjutnya disebut EKA BUN atas Aspek Implementasi adalah EKA BUN yang dilakukan untuk menghasilkan informasi Kinerja mengenai penggunaan anggaran dalam rangka pelaksanaan kegiatan atau program dan pencapaian keluarannya.
Evaluasi Kinerja Anggaran atas Penggunaan Dana Bendahara Umum Negara atas Aspek Manfaat yang selanjutnya disebut EKA BUN atas Aspek Manfaat adalah EKA BUN yang dilakukan untuk menghasilkan informasi Kinerja mengenai perubahan yang terjadi dalam pemangku kepentingan sebagai penerima manfaat atas penggunaan anggaran BUN.
Evaluasi Kinerja Anggaran atas Penggunaan Dana Bendahara Umum Negara atas Aspek Konteks yang selanjutnya disebut EKA BUN atas Aspek Konteks adalah EKA BUN yang dilakukan untuk menghasilkan informasi mengenai kualitas informasi Kinerja yang tertuang dalam dokumen RKA BUN termasuk relevansinya dengan dinamika perkembangan keadaan termasuk perubahan kebijakan Pemerintah.
Sasaran Program adalah hasil yang akan dicapai dari suatu program dalam rangka pencapaian Sasaran Strategis BUN yang mencerminkan fungsi keluaran (output).
Indikator Kinerja Program adalah alat ukur yang mengindikasikan keberhasilan pencapaian hasil (outcome) dari suatu program.
Output Program adalah keluaran yang dihasilkan oleh BA BUN untuk mendukung terwujudnya hasil (outcome).
Rincian Output yang selanjutnya disingkat RO adalah keluaran (output) riil yang sangat spesifik yang dihasilkan oleh KPA BUN yang berfokus pada karakteristik masing-masing BA BUN serta berkaitan langsung dengan tugas dan fungsi unit kerja tersebut dalam mendukung pencapaian sasaran kegiatan yang telah ditetapkan.
Klasifikasi Rincian Output yang selanjutnya disingkat KRO adalah kumpulan atas keluaran (output) BA BUN (RO) yang disusun dengan mengelompokkan atau mengklasifikasikan muatan keluaran (output) yang sejenis/serumpun berdasarkan sektor/bidang/jenis tertentu secara sistematis.
Tata Cara Penyusunan, Penyampaian, dan Perubahan Rencana Jangka Panjang Serta Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. ...
Relevan terhadap
Pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, memuat penjelasan dan rincian:
latar belakang dan sejarah L PEI;
visi dan misi L PEI;
tujuan L PEI; dan
arah pengem bangan L PEI.
Evaluasi pelaksanaan RJ P sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, memuat penjelasan dan nnc1an:
evaluasi pelaksanaan RJ P sebelumnya, dilakukan dengan membandingkan antara dengan RKAT dan realisasi setiap tahunnya; yang RJ P b. pencapa1an tujuan yang telah ditetapkan dan penyimpangan yang terjadi;
pelaksanaan strategi dan kebijakan yang telah ditetapkan; dan
kendala yang dihadapi L PEI dan upaya-upaya pemecahan masalah yang telah dilakukan.
Posisi L PEI saat ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, memuat penjelasan dan rincian:
analisis kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman tiap bidang kegiatan dan penentuan bobot serta peringkat masing-masing;
penentuan pos1s1 L PEI sesuai dengan metode analisis yang digunakan; dan
analisis daya tarik pasar, daya samg, serta pos1s1 L PEI sesuai metode yang digunakan.
Asumsi yang digunakan dalam penyusunan RJ P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d berupa setiap faktor yang mempengaruhi kegiatan operasional L PEI yang berasal dari internal dan eksternal.
Sasaran, Strategi, Kebijakan, dan Program Kerja RJ P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e, memuat penjelasan dan rincian:
Sasaran L PEI meliputi tingkat pertumbuhan dan kesehatan serta sasaran bidang-bidang/ unit-unit kegiatan (target-target) secara kuantitatif dan spesifik setiap tahunnya;
Strategi yang digunakan setiap tahunnya, meliputi strategi sesuai posisi, strategi bisnis dan strategi f ungsional tiap-tiap bidang/ unit kegiatan L PEI;
Kebijakan-kebijakan umum dan f ungsional yang memberikan batasan-batasan fleksibilitas dan menjadi pegangan manajemen dalam melaksanakan strategi/ program-program kegiatan;
Program Kerja yang akan dilaksanakan beserta anggarannya setiap tahunnya termasuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; dan
Keterkaitan antara sasaran, strategi, kebijakan dan program kerja yang menggambarkan arah perkembangan L PEI secara rinci.
Proyeksi keuangan dan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f , memuat penjelasan dan rincian:
asumsi-asumsi penyusunan proyeksi keuangan;
rencana investasi dan proyeksi sumber dana serta penggunaan dana investasi tahunan selama 5 (lima) tahun, termasuk di dalamnya proyeksi penyertaan modal Negara;
proyeksi arus kas tahunan selama 5 (lima) tahun;
proyeksi posisi keuangan (neraca) tahunan selama 5 (lima) tahun; dan
proyeksi laba/ rugi tahunan selama 5 (lima) tahun.
Pengelolaan Keuangan Daerah
Relevan terhadap
Kepala Daerah menyusun rancangan KUA dan rancangan PPAS berdasarkan RKPD dengan mengacu pada pedoman penyusunan APBD.
Pedoman penyusunan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Rancangan KUA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
kondisi ekonomi makro daerah;
asumsi penyusunan APBD;
kebijakan Pendapatan Daerah;
kebijakan Belanja Daerah;
kebijakan Pembiayaan Daerah; dan
strategi pencapaian.
Rancangan PPAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan tahapan:
menentukan skala prioritas pembangunan daerah;
menentukan prioritas Program dan Kegiatan untuk masing-masing urusan yang disinkronkan dengan prioritas dan program nasional yang tercantum dalam rencana kerja Pemerintah Pusat setiap tahun; dan
menyusun capaian Kinerja, Sasaran, dan plafon anggaran sementara untuk masing-masing Program dan Kegiatan.
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang serta segala bentuk kekayaan yang dapat dijadikan milik Daerah berhubung dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut.
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan Keuangan Daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Pusat yang ditetapkan dengan undang-undang.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan Perda.
Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas Daerah.
Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas Daerah.
Pendapatan Daerah adalah semua hak Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran berkenaan.
Dana Transfer Umum adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah untuk digunakan sesuai dengan kewenangan Daerah guna mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Transfer Khusus adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus, baik fisik maupun nonfisik yang merupakan urusan Daerah.
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan tertentu APBN yang dialokasikan kepada Daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Belanja Daerah adalah semua kewajiban Pemerintah Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran berkenaan.
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran berkenaan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
Utang Daerah yang selanjutnya disebut Utang adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Daerah dan/atau kewajiban Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.
Pemberian Pinjaman Daerah adalah bentuk investasi Pemerintah Daerah pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lainnya, badan layanan umum daerah milik Pemerintah Daerah lainnya, badan usaha milik negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, dan masyarakat dengan hak memperoleh bunga dan pengembalian pokok pinjaman.
Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk mendanai kebutuhan pembangunan prasarana dan sarana Daerah yang tidak dapat dibebankan dalam 1 (satu) tahun anggaran.
Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode pelaporan yang menurunkan ekuitas atau nilai kekayaan bersih yang dapat berupa pengeluaran atau konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 5 (lima) tahun.
Rencana Pembangunan Tahunan Daerah yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
Kebijakan Umum APBD yang selanjutnya disingkat KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan Pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun.
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat PPAS adalah program prioritas dan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada perangkat Daerah untuk setiap program dan kegiatan sebagai acuan dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah.
Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disingkat RKA SKPD adalah dokumen yang memuat rencana pendapatan dan belanja SKPD atau dokumen yang memuat rencana pendapatan, belanja, dan Pembiayaan SKPD yang melaksanakan fungsi bendahara umum daerah yang digunakan sebagai dasar penyusunan rancangan APBD.
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dan mempertimbangkan implikasi biaya akibat keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju.
Program adalah bentuk instrumen kebijakan yang berisi 1 (satu) atau lebih Kegiatan yang dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah atau masyarakat yang dikoordinasikan oleh Pemerintah Daerah untuk mencapai sasaran dan tujuan pembangunan Daerah.
Kegiatan adalah bagian dari Program yang dilaksanakan oleh 1 (satu) atau beberapa satuan kerja perangkat daerah sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu Program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa personil atau sumber daya manusia, barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumber daya tersebut, sebagai masukan untuk menghasilkan keluaran dalam bentuk barang/jasa.
Kegiatan Tahun Jamak adalah kegiatan yang dianggarkan dan dilaksanakan untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran yang pekerjaannya dilakukan melalui kontrak tahun jamak.
Keluaran adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh Kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan Program dan kebijakan.
Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya Keluaran dari Kegiatan dalam 1 (satu) Program.
Sasaran adalah Hasil yang diharapkan dari suatu Program atau Keluaran yang diharapkan dari suatu Kegiatan.
Kinerja adalah Keluaran/Hasil dari Program/Kegiatan yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.
Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh Penerimaan Daerah dan membayar seluruh Pengeluaran Daerah.
Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh Penerimaan Daerah dan membayar seluruh Pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan.
Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat DPA SKPD adalah dokumen yang memuat pendapatan dan belanja SKPD atau dokumen yang memuat pendapatan, belanja, dan Pembiayaan SKPD yang melaksanakan fungsi bendahara umum daerah yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran.
Surat Penyediaan Dana yang selanjutnya disingkat SPD adalah dokumen yang menyatakan tersedianya dana sebagai dasar penerbitan surat permintaan pembayaran atas pelaksanaan APBD.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang digunakan untuk mengajukan permintaan pembayaran.
Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk membiayai Kegiatan operasional pada satuan kerja perangkat daerah/unit satuan kerja perangkat daerah dan/atau untuk membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung.
Pembayaran Langsung yang selanjutnya disingkat LS adalah Pembayaran Langsung kepada bendahara pengeluaran/penerima hak lainnya atas dasar perjanjian kerja, surat tugas, dan/atau surat perintah kerja lainnya melalui penerbitan surat perintah membayar langsung.
Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disebut TU adalah tambahan uang muka yang diberikan kepada bendahara pengeluaran/bendahara pengeluaran pembantu untuk membiayai pengeluaran atas pelaksanaan APBD yang tidak cukup didanai dari UP dengan batas waktu dalam 1 (satu) bulan.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang digunakan untuk penerbitan surat perintah pencairan dana atas Beban pengeluaran DPA SKPD.
Surat Perintah Membayar UP yang selanjutnya disingkat SPM-UP adalah dokumen yang digunakan untuk penerbitan surat perintah pencairan dana atas Beban pengeluaran DPA SKPD yang dipergunakan sebagai UP untuk mendanai Kegiatan.
Surat Perintah Membayar Ganti Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-GU adalah dokumen yang digunakan untuk penerbitan surat perintah pencairan dana atas Beban pengeluaran DPA SKPD yang dananya dipergunakan untuk mengganti UP yang telah dibelanjakan.
Surat Perintah Membayar TU yang selanjutnya disingkat SPM-TU adalah dokumen yang digunakan untuk penerbitan surat perintah pencairan dana atas Beban pengeluaran DPA SKPD, karena kebutuhan dananya tidak dapat menggunakan LS dan UP.
Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disebut SPM-LS adalah dokumen yang digunakan untuk penerbitan surat perintah pencairan dana atas Beban pengeluaran DPA SKPD kepada pihak ketiga.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah dokumen yang digunakan sebagai dasar pencairan dana atas Beban APBD.
Barang Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BMD adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas Beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama 1 (satu) periode anggaran.
Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Daerah dan/atau hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan atau akibat lainnya yang sah.
Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota.
Peraturan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Perkada adalah peraturan gubernur atau peraturan bupati/wali kota.
Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahaan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas- luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Urusan Pemerintahan Wajib adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua Daerah.
Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah.
Pelayanan Dasar adalah pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara.
Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal.
Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah sistem yang diterapkan oleh satuan kerja perangkat daerah atau unit satuan kerja perangkat daerah pada satuan kerja perangkat daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan Pengelolaan Keuangan Daerah pada umumnya.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi, bupati bagi Daerah kabupaten, atau wali kota bagi Daerah kota.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah unsur perangkat daerah pada Pemerintah Daerah yang melaksanakan Urusan Pemerintahan daerah.
Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SKPKD adalah unsur penunjang Urusan Pemerintahan pada Pemerintah Daerah yang melaksanakan Pengelolaan Keuangan Daerah.
Unit SKPD adalah bagian SKPD yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa Program.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas dan fungsi SKPD yang dipimpinnya.
Kuasa PA yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan PA dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi SKPD.
Tim Anggaran Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat TAPD adalah tim yang bertugas menyiapkan dan melaksanakan kebijakan Kepala Daerah dalam rangka penyusunan APBD.
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala SKPKD yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.
Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitas sebagai BUD.
Kuasa BUD adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan tugas BUD.
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabat pada Unit SKPD yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa Kegiatan dari suatu Program sesuai dengan bidang tugasnya.
Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat PPK SKPD adalah pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD.
Bendahara Penerimaan adalah pejabat yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang Pendapatan Daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
Bendahara Pengeluaran adalah pejabat yang ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah.
Anggaran Kas adalah perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar untuk mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan APBD dalam setiap periode.
Standar Akuntansi Pemerintahan yang selanjutnya disingkat SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah adalah prinsip, dasar, konvensi, aturan dan praktik spesifik yang dipilih oleh Pemerintah Daerah sebagai pedoman dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan pengguna laporan keuangan dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan terhadap anggaran, antar periode maupun antar entitas.
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat SAPD adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi Pemerintahan Daerah.
Bagan Akun Standar yang selanjutnya disingkat BAS adalah daftar kodefikasi dan klasifikasi terkait transaksi keuangan yang disusun secara sistematis sebagai pedoman dalam pelaksanaan anggaran dan pelaporan keuangan Pemerintah Daerah.
Hari adalah hari kerja.
Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Anggaran atas Pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga ...
Relevan terhadap
Tahap analisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf c dilakukan atas hasil pengumpulan data.
Tahap analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
analisis atas kelengkapan rumusan informasi Kinerja yang tertuang dalam RKA-K/L;
analisis terhadap kejelasan rumusan informasi Kinerja sesuai koridor dan prinsip-prinsip penyusunan informasi Kinerja;
analisis kesesuaian antara Sasaran Strategis Kementerian/Lembaga, Indikator Kinerja Sasaran Strategis Kementerian/Lembaga, Sasaran Program, Indikator Kinerja Program, Output Program, dan dinamika perkembangan keadaan termasuk perubahan kebijakan Pemerintah, untuk Evaluasi Kinerja Anggaran atas Aspek Konteks tingkat Kementerian/Lembaga;
analisis kesesuaian antara Output Program, Indikator Output Program, KRO, RO, dan dinamika perkembangan keadaan termasuk perubahan kebijakan Pemerintah, untuk Evaluasi Kinerja Anggaran atas Aspek Konteks tingkat unit eselon I;
analisis keterukuran Indikator Kinerja Sasaran Strategis Kementerian/Lembaga dan Indikator Kinerja Program, untuk Evaluasi Kinerja Anggaran atas Aspek Konteks tingkat Kementerian/Lembaga; dan
analisis keterukuran Output Program, Indikator Output Program, KRO, dan RO untuk Evaluasi Kinerja Anggaran atas Aspek Konteks tingkat unit eselon I. Paragraf 5 Penyusunan Rekomendasi
Tahap pengumpulan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf b merupakan proses untuk menghimpun data yang diperlukan dalam Evaluasi Kinerja Anggaran atas Aspek Konteks, yang meliputi:
rumusan Sasaran Strategis Kementerian/ Lembaga;
rumusan Indikator Kinerja Sasaran Strategis Kementerian/Lembaga;
rumusan Sasaran Program;
rumusan Indikator Kinerja Program;
rumusan Output Program;
rumusan Indikator Output Program;
rumusan KRO;
rumusan RO;
kebijakan Pemerintah; dan
kebutuhan dan/atau permasalahan yang terdapat dalam Pemangku Kepentingan.
Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf h bersumber dari dokumen RKA-K/L dan/atau DIPA.
Data kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i didasarkan pada kebijakan Pemerintah yang terkait.
Data kebutuhan dan/atau permasalahan yang terdapat dalam Pemangku Kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j didasarkan pada reviu dokumen, survei, observasi, dan/atau diskusi kelompok terarah ( focus group discussion ) yang melibatkan Pemangku Kepentingan.
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan dokumen yang diterbitkan oleh lembaga yang kredibel, baik lembaga yang berasal dari dalam negeri maupun lembaga yang berasal dari luar negeri.
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdiri atas laporan hasil riset, laporan hasil survei, dan/atau data sensus. Paragraf 4 Analisis
Tahap penyusunan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf e disusun berdasarkan hasil analisis atas pengumpulan data, hasil pengukuran, dan hasil penilaian Kinerja Anggaran.
Rekomendasi yang diberikan dalam rangka Evaluasi Kinerja Anggaran atas Aspek Implementasi untuk tahun anggaran sebelumnya, ditujukan untuk:
meningkatkan kualitas perencanaan;
menentukan target Kinerja tahun anggaran selanjutnya sehubungan dengan ketersediaan anggaran;
mengantisipasi kendala dan faktor pendukung yang dapat mempengaruhi ketercapaian target Kinerja; dan d. menentukan besaran anggaran yang dibutuhkan untuk mencapai target Kinerja.
Rekomendasi yang diberikan dalam rangka Evaluasi Kinerja Anggaran atas Aspek Implementasi untuk tahun anggaran berjalan, ditujukan sebagai bahan masukan untuk kebijakan tahun anggaran berjalan. Paragraf 7 Pelaporan
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan ...
Relevan terhadap 11 lainnya
Subbidang Analisis dan Harmonisasi Perpajakan mempunym tugas melakukan analisis dan harmonisasi kebijakan, menyiapkan bahan kegiatan, menyusun skala prioritas, menyiapkan data, informasi dan laporan, memantauan dan mengevaluasi program dan kegiatan, melaksanakan koordinasi internal dan eksternal program dan kegiatan, mengoordinasi penyelesaian arahan Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan, serta penyiapan bahan masukan kepada Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan di bidang perpajakan.
Subbidang Analisis dan Harmonisasi Kepabeanan dan Cukai mempunyai tugas melakukan analisis dan harmonisasi kebijakan, menyiapkan bahan kegiatan, menyusun skala prioritas, menyajian data, informasi dan laporan, memantauan dan mengevaluasi program dan kegiatan, melaksanakan koordinasi internal dan eksternal program dan kegiatan, mengoordinasi penyelesaian arahan Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan, serta penyiapan bahan masukan kepada Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan di bidang kepabeanan, cukai dan penerimaan negara bukan pajak.
Subbidang Analisis dan Harmonisasi Pembiayaan Negara mempunyai tugas melakukan analisis dan harmonisasi kebijakan, menyiapkan bahan kegiatan, menyusun skala prioritas, menyajikan data, informasi dan laporan, memantau dan mengevaluasi program dan kegiatan, melaksanakan koordinasi internal dan eksternal program dan kegiatan, mengoordinasikan penyelesaian arahan Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan, mengoordinasikan penympan bahan masukan kepada Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan di bidang pembiayaan negara, kerja sama ekonomi dan keuangan internasional, dan sektor keuangan, dan melaksanakan pengelolaan agenda program dan kegiatan Sekretaris Jenderal.
Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217 /PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87 /PMK.01/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217 /PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 641) diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini .
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2016, Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan menyelenggarakan fungsi: pelaksanaan analisis, harmonisasi, dan 0 0 a. s1nerg1 kebijakan atas program dan kegiatan Menteri Keuangan di bidang pendapatan negara dan pembiayaan negara;
pelaksanaan analisis, harmonisasi, dan sinergi kebijakan atas program dan kegiatan Menteri Keuangan di bidang belanja negara dan kekayaan negara;
pelaksanaan analisis, harmonisasi, dan sinergi kebijakan atas program dan kegiatan Menteri Keuangan di bidang sumber daya aparatur dan pengawasan;
pelaksanaan pengelolaan program dan kegiatan Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan;
pelaksanaan urusan protokol, tamu asing, dan akomodasi Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan; dan
pelaksanaan administrasi Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan . 84 . Ketentuan huruf a Pasal 2018 diubah sehingga Pasal 2018 berbunyi sebagai berikut:
Subbagian Organisasi IIA mempunym tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan, analisis penyusunan, pembinaan, koordinasi, dan monitoring dan evaluasi atas penataan organisasi dan analisis beban kerja pada unit Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, dan Badan Kebijakan Fiskal.
Subbagian Organisasi liB mempunym tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan, analisis penyusunan, pembinaan, koordinasi, dan monitoring dan evaluasi atas penataan organisasi dan analisis beban kerja pada unit Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko.
Subbagian Jabatan Fungsional II mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan, analisis penyusunan, pembinaan, koordinasi, dan monitoring dan evaluasi atas jabatan fungsional pada unit Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko, dan Badan Kebijakan Fiskal.
Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Penghapusan Piutang di Bidang Kepabeanan dan Cukai
Relevan terhadap
PERATURAN MENTERi KEUANGAN TENTANG PENGHAPUSAN PIUTANG DI BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Piutang Kepabeanan dan Cukai yang selanjutnya disebut Piutang adalah tagihan atas bea masuk, bea keluar, dan/atau cukai, yang belum dilunasi termasuk bea masuk jdih.kemenkeu.go.id antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, bea masuk pembalasan, sanksi administrasi· berupa denda, dan/atau bunga. 2. Penghapusbukuan adalah proses akuntansi untuk menghapus pencatatan aset berupa Piutang dari neraca dengan tidak menghilangkan hak tagih. 3. Penghapustagihan adalah serangkaian kegiatan untuk menghapus hak tagih atau upaya tagih berdasarkan berbagai kriteria dan prosedur yang ditetapkan. 4. Laporan Keuangan adalah laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara berupa laporan realisasi anggaran, neraca, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan. 5. Neraca adalah komponen Laporan Keuangan yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. 6. Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat dengan CaLK adalah komponen Laporan Keuangan yang meliputi penjelasan, daftar rincian, dan/atau analisis atas Laporan Keuangan. 7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. 8. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. 9. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah dan Kantor Wilayah Khusus di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 10. Kantor Pelayanan adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai dan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat J enderal Bea dan Cukai. Pasal 2 (1) Terhadap Piutang dapat dilakukan penghapusan. (2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
Penghapusbukuan;dan b. Penghapustagihan. (3) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)· dilakukan terhadap Piutang yang tercantum dalam:
surat penetapan;
surat tagihan;
Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan; dan/atau
putusan badan peradilan pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/ a tau cukai. BAB II KEDALUWARSA Pasal 3 (1) Hak penagihan atas Piutang yang tercantum dalam dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), jdih.kemenkeu.go.id (2) (3) (1) (2) (3) menjadi kedaluwarsa setelah 10 (sepuluh) tahun sejak timbulnya kewajiban membayar. Masa kedaluwarsa atas Piutang di bidang kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diperhitungkan dalam hal:
yang terutang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
yang terutang memperoleh penundaan atas kekurangan pembayaran bea masuk dan/ a tau denda administrasi paling lama 12 (dua belas) bulan; atau
yang terutang melakukan pelanggaran di bidang kepabeanan. Masa kedaluwarsa atas Piutang di bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperhitungkan dalam hal terdapat pengakuan cukai. cukai dapat utang BAB III PENGHAPUSBUKUAN Bagian Kesatu Kriteria Penghapusbukuan Pasal 4 Penghapusbukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dapat dilakukan dalam hal Piutang tidak memenuhi kriteria pengakuan aset sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai standar akuntansi pemerintahan. Penghapusbukuan sebagaimana dirhaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Piutang dengan ketentuan sebagai berikut:
hak penagihannya sudah kedaluwarsa se bagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1); pihak yang terutang merupakan orang pribadi, dalam hal:
telah meninggal dunia dan tidak mempunya1 harta warisan atau kekayaan;
pailit; dan/atau
tidak dapat ditemukan;
pihak yang terutang merupakan badan hukum, dalam hal:
telah bubar atau likuidasi;
pailit; dan/atau
tidak dapat ditemukan; atau
hak penagihannya tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/ a tau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri. Penghapusbukuan terhadap Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c, dapat dilakukan setelah dilakukan penagihan aktif. jdih.kemenkeu.go.id Bagian Kedua Pengajuan Penghapusbukuan Pasal 5 (1) Kepala Kantor Pelayanan menyusun daftar usulan Penghapusbukuan dan mengirimkan daftar usulan Penghapusbukuan terhadap Piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) kepada direktur di lingkungan Direktorat J enderal Bea dan Cukai yang mengelola penerimaan. (2) Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai· yang mengelola penerimaan melakukan rekapitulasi dan validasi data atas daftar usulan Penghapusbukuan se bagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Hasil rekapitulasi dan validasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Sekretaris Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. (4) Sekretaris Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan Penghapusbukuan pada Neraca berdasarkan hasil rekapitulasi dan validasi · data sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Piutang yang telah dilakukan Penghapusbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dicatat secara ekstrakomptabel dan diungkapkan secara memadai dalam CaLK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai standar akuntansi pemerintahan. (6) Piutang yang telah dilakukan Penghapusbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tetap dikelola sampai dengan dilakukannya Penghapustagihan. (7) Daftar usulan Penghapusbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB IV PENGHAPUSTAGIHAN Bagian Kesatu Kriteria Penghapustagihan Pasal 6 Penghapustagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b dilakukan terhadap:
piutang yang hak penagihannya sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1); dan/atau
hak negara untuk melakukan penagihan tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan- adanya perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri. jdih.kemenkeu.go.id Bagian Kedua Tim Penghapustagihan Pasal 7 (1) Dalam rangka pengajuan usulan Piutang yang akan- dilakukan Penghapustagihan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dibentuk tim Penghapustagihan. (2) Tim Penghapustagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh:
kepala Kantor Pelayanan;
kepala Kantor Wilayah; atau
Direktur Jenderal. (3) Tim Penghapustagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit beranggotakan:
jurusita bea dan cukai disertai dengan perwakilan dari unit yang mengelola penerimaan dan unit yang mengelola pengawasan untuk Kantor Pelayanan;
perwakilan dari unit yang mengelola penerimaan dan unit yang mengelola pengawasan untuk Kantor Wilayah; dan
perwakilan dari unit eselon II yang mengelola penerimaan dan unit eselon II yang melaksanakan pengawasan untuk kantor pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Bagian Ketiga Pengajuan Penghapustagihan Pasal 8 (1) Tim Penghapustagihan pada Kantor Pelayanan melakukan penelitian administrasi dan/atau penelitian lapangan terhadap Piutang yang diusulkan untuk dilakukan Penghapustagihan. (2) Hasil penelitian administrasi dan/atau hasil penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan hasil penelitian. (3) Berdasarkan laporan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Kantor Pelayanan menyusun daftar usulan Penghapustagihan dan mengajukan daftar usulan Penghapustagihan kepada Menteri secara berjenjang melalui:
kepala Kantor Wilayah, dalam hal daftar usulan Penghapustagihan disampaikart oleh kepala Kantor- Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai; atau
Direktur Jenderal u.p direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengelola penerimaan, dalam hal daftar usulan disampaikan oleh kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai. (4) Daftar usulan Penghapustagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 9 (1) Tim Penghapustagihan pada Kantor Wilayah melakukan penelitian administrasi atas daftar usulan Penghapustagihan yang diusulkan oleh kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai se bagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a. (2) Dalam hal hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan:
sesuai, kepala Kantor Wilayah menyusun daftar usulan Penghapustagihan dan menyampaikan daftar usulan Penghapustagihan kepada Direktur Jenderal u.p direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengelola penerimaan; atau
tidak sesuai atau masih diperlukan dokumen pendukung, kepala Kantor Wilayah mengembalikan daftar usulan Penghapustagihan dengan disertai alasan pengembalian. (3) Daftar usulan Penghapustagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disampaikan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 10 (1) Tim Penghapustagihan pada kantor pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan penelitian administrasi atas daftar usulan Penghapustagihan yang- disampaikan oleh kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b dan daftar usulan Penghapustagihan yang disampaikan oleh kepala Kantor Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a. (2) Dalam hal hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan:
sesuai, Direktur Jenderal menyusun daftar usulan Penghapustagihan dari menyampaikan daftar usulan Penghapustagihan kepada Menteri; atau
tidak sesuai atau masih diperlukan dokumen pendukung, direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengelola penerimaan atas nama Direktur Jenderal mengembalikan daftar usulan Penghapustagihan kepada:
kepala Kantor Wilayah, dalam hal daftar usulan Penghapustagihan disampaikan oleh kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai; atau
kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, dengan disertai alas an pengem balian. (3) Daftar usulan Penghapustagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disampaikan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. jdih.kemenkeu.go.id Pasai 11 (1) Penyampaian daftar usulan Penghapustagihan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 10 ayat (2) huruf a dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran. (2) Daftar usulan Penghapustagihan Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan melalui sistem aplikasi persuratan yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Bagian Keempat Keputusan Penghapustagihan Pasal 12 Berdasarkan daftar usulan se bagaimana dimaksud dalam Pasal Menteri menerbitkan Keputusan Penghapustagihan. Penghapustagihan 10 ayat (2) huruf a, Menteri mengenai Keputusan Menteri mengenai Penghapustagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 13 Menteri dapat menugaskan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan untuk melakukan reviu atas daftar usulan Penghapustagihan yang disampaikan oleh Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a sebelum diterbitkan Keputusan Menteri sebagaimana· dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1). Pasal 14 (1) Kepala Kantor Pelayanan melakukan penghapusan data Piutang pada catatan Piutang berdasarkan Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1). (2) Penghapusan catatan Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diungkapkan dalam CaLK pada periode terjadinya Penghapustagihan. BABV MONITORING DAN EVALUASI Pasal 15 (1) Dalam rangka menjamin efektivitas kegiatan penghapusan Piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dilakukan proses monitoring dan evaluasi atas kegiatan penghapusan Piutang yang telah dilakukan pada periode sebelumnya. (2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun oleh:
direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengelola penerimaan;
kepala Kantor Wilayah; atau
kepala Kantor Pelayanan. jdih.kemenkeu.go.id (3) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan untuk melakukan perbaikan pada kebijakan dan/atau pelaksanaan penghapusan Piutang berikutnya. Pasal 16 (1) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilakukan melalui sistem aplikasi perbendaharaan yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. (2) Dalam hal sistem aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengalami gangguan operasional a tau belum dapat diterapkan, monito_ring dan evaluasi dilakukan secara manual berdasarkan catatan Piutang. BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 17 (1) Kepala Kantor Pelayanan melakukan penelusuran dokumen dalam hal:
dokumen Piutang; dan/atau
dokumen penagihan, atas Piutang yang akan dilakukan Penghapustagihan· tidak ditemukan. (2) Hasil penelusuran dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat · (1) dituangkan dalam berita acara penelusuran dokumen. (3) Berita acara penelusuran dokumert sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan sebagai usulan Penghapustagihan. Pasal 18 Direktur Jenderal dapat menetapkan petunjuk teknis dalam penghapusan Piutang di bidang kepabeanan dan cukai. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 19 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
terhadap usulan penghapusan Piutang yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan' belum diterbitkan Keputusan Menteri mengenai penghapusan Piutang, proses penyelesaiannya dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.04/2012 tentang Tata Cara Penghapusan dan Penetapan Besarnya Penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai; dan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) tidak berlaku terhadap P~nghapusbukuan atas Piutang yang telah kedaluwarsa sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini. jdih.kemenkeu.go.id BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.04/2012 tentang Tata Cara Penghapusan dan Penetapan Besamya Penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 499), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 21 Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus
Relevan terhadap
Menetapkan PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN TRANSAKSI KHUSUS. BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara. 2. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat SATK adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan untuk seluruh transaksi penerimaan dan pengeluaran serta aset dan kewajiban pemerintah yang terkait dengan fungsi khusus Menteri Keuangan selaku BUN, serta tidak tercakup dalam sub sistem akuntansi BUN lainnya. 3. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA I jdih.kemenkeu.go.id untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian/ lembaga yang bersangkutan. 4. Kuasa Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat KPB adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan se baik-baiknya. 5. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKPA BUN TK adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan transaksi khusus pada tingkat satuan kerja di lingkup BUN. 6. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKKPA BUN TK adalah unit akuntansi yang menjadi koordinator dan bertugas melakukan kegiatan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA BUN TK yang berada langsung di bawahnya. 7. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAP BUN TK adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA BUN TK dan/atau UAKKPA BUN TK. 8. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKP BUN TK adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan seluruh UAP BUNTK. 9. Direktorat Jenderal Anggaran yang selanjutnya disingkat DJA adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang penganggaran. 10. Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disingkat DJPb adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perbendaharaan negara. 11. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disingkat DJKN adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang. 12. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang selanjutnya disingkat DJPK adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perimbangan keuangan. 13. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disingkat DJPPR adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang bertugas f jdih.kemenkeu.go.id merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko. 14. Badan Kebijakan Fiskal yang selanjutnya disingkat BKF adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan analisis di bidang kebijakan fiskal. 15. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal DJPb yang bertugas untuk melaksanakan kewenangan perbendaharaan dan BUN, penyaluran pembiayaan atas beban anggaran, serta penatausahaan penerimaan dan pengeluaran anggaran melalui dan dari kas negara. 16. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara. 17. PNBP BUN Pengelolaan Kas Negara yang selanjutnya disingkat PNBP BUN PKN adalah PNBP yang berasal dari pelaksanaan kewenangan Menteri Keuangan selaku BUN yang dikelola oleh DJPb. 18. Fasilitas Penyiapan Proyek adalah fasilitas fiskal yang disediakan oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 19. Dukungan Kelayakan adalah dukungan pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial yang diberikan terhadap proyek kerja sama pemerintah dan badan usaha oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara. 20. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 21. BMN Idle adalah BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/ lembaga. 22. BMN Eks BMN Idle adalah BMN Idle yang telah diserahkan kepada Pengelola Barang berdasarkan berita acara serah terima. 23. Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa adalah aset yang dikuasai Negara berdasarkan:
Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/032/PEPERPU/ 1958 tentang Larangan Adanya Organisasi yang Didirikan oleh dan/ a tau untuk Orang-Orang Warga Negara dari Negara Asing yang Tidak Mempunyai Hubungan Diplomatik dengan Negara Republik Indonesia jo. Keputusan Penguasa Perang Pusat Nomor Kpts/Peperpu/0439 / 1958 tentang Penempatan jdih.kemenkeu.go.id Semua Sekolah/Kursus yang Sebagian atau Seluruhnya Milik dan/atau Diusahakan oleh Organisasi yang Didirikan oleh dan/ a tau Orang- Orang Tionghoa Perantauan (Hoa Kiauw) yang Bukan Warga Negara dari Negara Asing, yang Telah Mempunyai Hubungan Diplomatik dengan Republik Indonesia dan/atau Telah Memperoleh Pengakuan dari Negara Republik Indonesia di Bawah Pengawasan Pemerintah Republik Indonesia jo. Undang-Undang Nomor 50 Prp. Tahun 1960 tentang Larangan Organisasi- organisasi dan Pengawasan Terhadap Perusahaan- Perusahaan Orang Asing Tertentu;
Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1962 tentang Larangan Adanya Organisasi yang Tidak sesuai dengan Kepribadian Indonesia, Menghambat Penyelesaian Revolusi atau Bertentangan dengan Cita-Cita Sosialisme Indonesia;
Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 tentang Keadaan Tertib Nasional jo. Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Nomor 52/KOTI/ 1964; dan
Instruksi Radiogram Kaskogam Nomor T-0403/G- 5/5/66 tentang Pengawasan PEPELRADA terhadap Pengambilalihan Sekolah-Sekolah Tionghoa oleh Mahasiswa-Mahasiswa dan Pelajar- Pelajar Setempat. 24. Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disingkat KKKS adalah badan usaha atau bentuk badan usaha tetap yang diberikan kewenangan untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak kerja sama dengan Pemerintah. 25. Kontraktor Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disebut Kontraktor adalah badan usaha yang melakukan kegiatan usaha pertambangan batubara, baik untuk penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri. 26. BMN Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut BMN Hulu Migas adalah semua barang yang berasal dari pelaksanaan kontrak kerja sama antara Kontraktor dengan pemerintah, termasuk yang berasal dari kontrak karya/ contract of work (CoW) dalam pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. 27. BMN yang berasal dari Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disingkat BMN PKP2B adalah seluruh barang dan peralatan yang diperoleh dan/atau dibeli Kontraktor untuk kegiatan usaha pertambangan batubara dan/atau barang dan peralatan yang tidak terjual, tidak dipindahkan atau tidak dialihkan oleh Kontraktor setelah pengakhiran perjanjian yang telah melewati jangka waktu yang telah ditetapkan menjadi milik pemerintah, termasuk barang kontraktor yang jdih.kemenkeu.go.id pada pengakhiran perjanjian akan dipergunakan untuk kepentingan umum. 28. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat BLBI adalah fasilitas yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada perbankan untuk menjaga kestabilan sistem pembayaran dan sistem perbankan, agar tidak terganggu oleh adanya ketidakseimbangan likuiditas, antara penerimaan dan penarikan dana pada bank-bank. 29. Aset Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang selanjutnya disebut Aset Eks BPPN adalah kekayaan negara yang dikelola oleh Menteri Keuangan yang berasal dari kekayaan eks BPPN. 30. Aset Eks Pertamina adalah aset-aset yang tidak turut dijadikan penyertaan modal negara dalam Neraca Pembukaan PT. Pertamina sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.06/2008 tentang Penetapan Neraca Pembukaan Perseroan (Persero) PT. Pertamina Per 17 September 2003, serta telah ditetapkan sebagai BMN yang berasal dari Aset Eks Pertamina berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 92/KK.06/2008 tentang Penetapan Status Aset Eks Pertamina Sebagai Barang Milik Negara. 31. Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah pusat. 32. Perusahaan Umum Bulog yang selanjutnya disebut dengan Perum Bulog adalah badan usaha milik negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perusahaan Umum (Perum) Bulog sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2003. 33. Selisih Kurs adalah selisih yang dihasilkan dari pelaporan jumlah unit mata uang asing yang sama dalam mata uang pelaporan pada kurs yang berbeda. 34. Dokumen Sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi. 35. Buku Besar Kas adalah kumpulan akun-akun yang digunakan untuk meringkas transaksi yang telah dicatat dalam jurnal akuntansi berdasarkan basis kas. 36. Buku Besar Akrual adalah kumpulan akun-akun yang digunakan untuk meringkas transaksi yang telah dicatat dalam jurnal akuntansi berdasarkan basis akrual. 37. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara berupa laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan saldo anggaran lebih, dan catatan atas laporan keuangan. 38. Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, s1sa lebih/kurang pembiayaan jdih.kemenkeu.go.id anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam 1 (satu) periode. 39. Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah yaitu aset, utang, dan ekuitas pada tanggal tertentu. 40. Laporan Operasional yang selanjutnya disingkat LO adalah laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/ daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintah dalam 1 (satu) periode pelaporan. 41. Laporan Perubahan Ekuitas yang selanjutnya disingkat LPE adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 42. Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat CaLK adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam LRA, Neraca, laporan arus kas, LO, LPE, dan laporan perubahan saldo anggaran lebih untuk pengungkapan yang memadai. 43. Reviu adalah prosedur penelusuran angka-angka dalam Laporan Keuangan, permintaan keterangan, dan analitik yang menjadi dasar memadai bagi aparat pengawas intern pemerintah untuk memberi keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas Laporan Keuangan tersebut sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. 44. Transaksi Dalam Konfirmasi Penerimaan yang selanjutnya disingkat TDK Penerimaan adalah transaksi penerimaan yang diterima kasnya di kas negara tetapi tidak teridentifikasi dan/atau tidak diakui oleh satuan kerja pada kementerian/lembaga dan bagian anggaran BUN. Pasal 2 Peraturan Menteri m1 mengatur mengenai SATK yang meliputi:
belanja/beban pengeluaran untuk keperluan hubungan internasional;
belanja/beban Fasilitas Penyiapan Proyek;
belanja/beban Dukungan Kelayakan;
PNBP yang dikelola oleh DJA;
transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam pengelolaan DJKN;
belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun;
pendapatan dan belanja/beban pengelolaan kas negara;
transaksi penggunaan PNBP BUN PKN;
utang perhitungan fihak ketiga pegawai; J. utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok;
pendapatan dan beban untuk pengelolaan penerimaan negara; jdih.kemenkeu.go.id 1. belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan; dan
pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah. Pasal 3 (1) Belanja/beban pengeluaran untuk keperluan hubungan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi:
pengeluaran kerja sama internasional yang mencakup pembayaran iuran keikutsertaan pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi internasional dan tidak menimbulkan hak suara di luar ketentuan Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 1999 tentang Keanggotaan Indonesia dan Kontribusi Pemerintah Republik Indonesia pada Organisasi-Organisasi Internasional, yang dibiayai dari bagian anggaran BUN seperti trust fund dan kontribusi;
pengeluaran perjanjian internasional yang mencakup transaksi yang timbul sebagai akibat dari perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pihak lain di dunia internasional dan dibiayai dari bagian anggaran BUN; dan
pendapatan dan belanja/beban selisih kurs dan biaya transfer atas pengeluaran untuk keperluan hubungan in ternasional. (2) Belanja/beban Fasilitas Penyiapan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b meliputi:
fasilitas untuk penyiapan dan pelaksanaan transaksi kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur;
fasilitas untuk penyiapan proyek, pelaksanaan transaksi, proyek dan/atau pelaksanaan perjanjian untuk penyediaan infrastruktur ibu kota negara melalui skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha dan/atau pembiayaan kreatif;
fasilitas untuk penyusunan dokumen penyiapan penyediaan infrastruktur pada kawasan di ibu kota nusantara;
fasilitas untuk penyiapan dan pelaksanaan transaksi pemanfaatan BMN dan/atau pemindahtanganan BMN untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan ibu kota negara; dan
fasilitas terkait penyiapan proyek atau pengembangan skema pembiayaan lainnya yang mendapat penugasan dari pemerintah. (3) Belanja/beban Dukungan Kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c merupakan kontribusi fiskal dalam bentuk finansial atas sebagian biaya pembangunan proyek yang dilaksanakan melalui skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha untuk penyediaan layanan infrastruktur yang terjangkau bagi masyarakat. t jdih.kemenkeu.go.id (4) PNBP yang dikelola oleh DJA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d meliputi:
pendapatan minyak bumi dan gas bumi;
pendapatan panas bumi; dan
setoran lainnya, meliputi setoran sisa surplus dari basil kegiatan Bank Indonesia, surplus, dan/atau bagian dari surplus lembaga. (5) Transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam pengelolaan DJKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e meliputi:
Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa;
BMN yang berasal dari pertambangan meliputi:
BMN Hulu Migas; dan
BMN PKP2B;
Aset Eks Pertamina;
BMN Eks BMN _Idle; _ e. Aset yang timbul dari pemberian BLBI meliputi:
piutang pada bank dalam likuidasi; dan
Aset Eks BPPN;
Aset lainnya dalam pengelolaan DJKN meliputi:
barang gratifikasi;
BMN yang diperoleh dari pelaksanaan perjanjian kerja sama antara pemerintah Republik Indonesia dengan badan internasional dan/atau negara asing;
BMN yang diperoleh dari pembubaran badan yang dibentuk kementerian/lembaga, seperti unit pelaksana teknis yang dibentuk oleh kemen terian/ lembaga;
BMN yang diperoleh dari pembubaran badan- badan ad _hoc; _ atau 5. BMN yang diperoleh dari pembubaran yayasan sebagai tindak lanjut temuan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan;
piutang untuk dana antisipasi penanggulangan lumpur Sidoarjo;
piutang kepada yayasan supersemar; dan
penggantian biaya dan margin yang wajar atas investasi pemerintah untuk program pemulihan ekonomi nasional. (6) Belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f meliputi:
belanja/beban pensiun;
belanja/beban jaminan layanan kesehatan;
belanja/beban jaminan kesehatan menteri dan pejabat tertentu;
belanja/beban jaminan kesehatan utama;
belanja/bebanjaminan kesehatan lainnya;
belanja/bebanjaminan kecelakaan kerja;
belanja/bebanjaminan kematian;
belanja/beban program tunjangan hari tua;
belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog; dan J. pelaporan akumulasi iuran pensiun. jdih.kemenkeu.go.id (7) Pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan kas negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf g meliputi:
pendapatan berupa selisih lebih dalam pengelolaan kele bihan / kekurangan kas;
pendapatan selisih kurs terealisasi dalam pengelolaan rekening milik BUN;
pendapatan lainnya dalam pengelolaan kas negara;
belanja/beban berupa selisih kurang dalam pengelolaan kelebihan/kekurangan kas;
belanja/beban selisih kurs terealisasi dalam pengelolaan rekening milik BUN; dan
belanja/beban transaksi pengelolaan kas negara. (8) Transaksi penggunaan PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf h meliputi:
belanja/beban penggunaan PNBP BUN PKN;
perolehan BMN dari belanja/beban penggunaan PNBP BUN PKN; dan
penetapan status penggunaan BMN. (9) Utang perhitungan fihak ketiga pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf i merupakan selisih le bih / kurang an tara penerimaan setoran / potongan perhitungan fihak ketiga pegawai dan pembayaran pengembalian penerimaan perhitungan fihak ketiga pegawru.
Utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf j merupakan selisih lebih/kurang antara penerimaan setoran perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok dan pembayaran pengembalian penerimaan perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok. (11) Pendapatan dan beban untuk pengelolaan penerimaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf k meliputi:
hasil koreksi atas terjadinya TDK Penerimaan; dan
pendapatan dan beban selisih kurs belum terealisasi atas pengelolaan rekening penerimaan negara dalam valuta asing pada KPPN yang menangani pengelolaan penerimaan negara. (12) Belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf 1 meliputi:
belanja/beban pajak pertambahan nilai real time gross settlement Bank Indonesia;
pembayaran bunga negatif;
pembayaran imbalan jasa pelayanan bank/ pos perseps1;
pembayaran pajak pertambahan nilai atas transaksi real time gross settlement bank operasional; dan
fee bank kustodian. (13) Pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf m merupakan pendapatan dan beban selisih kurs belum terealisasi dalam pengelolaan rekening valuta asing milik kuasa BUN daerah. jdih.kemenkeu.go.id BAB II UNIT AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN Bagian Kesatu Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus Pasal 4 (1) SATK merupakan subsistem dari sistem akuntansi BUN. (2) SATK menghasilkan Laporan Keuangan yang terdiri atas:
LRA;
LO; C. LPE;
Neraca; dan
CaLK. (3) Untuk pelaksanaan SATK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk unit akuntansi yang terdiri atas:
UAKPA BUN TK;
UAKKPA BUN TK;
UAP BUN TK; dan
UAKP BUN TK. (4) SATK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan bagian anggaran BUN Transaksi Khusus dengan menggunakan sistem aplikasi terin tegrasi. (5) Sistem aplikasi terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan sistem aplikasi yang mengintegrasikan seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara dimulai dari proses penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan pada BUN dan kementerian/lembaga. Bagian Kedua Tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 5 UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
UAKPA BUN TK pengelola pengeluaran keperluan kerja sama internasional dan perjanjian internasional dilaksanakan oleh pusat di BKF yang ditunjuk oleh Kepala BKF;
UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
dilaksanakan oleh direktorat di DJPPR yang menangani pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur dalam hal Fasilitas Penyiapan Proyek dilaksanakan melalui penugasan khusus kepada Badan Usaha Milik Negara; dan/atau t jdih.kemenkeu.go.id 2. dilaksanakan oleh unit kerja di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral yang ditunjuk sebagai KPA dalam hal Fasilitas Penyiapan Proyek dilaksanakan melalui kerja sama penyediaan infrastruktur dengan lembaga internasional dalam pembangunan dan/atau pengembangan kilang minyak di dalam negeri;
UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Dukungan Kelayakan dilaksanakan oleh unit kerja KPA BUN yang ditunjuk di kementerian/lembaga;
UAKPA BUN TK pengelola PNBP minyak bumi dan gas bumi dilaksanakan oleh direktorat di DJA yang menangani pengelolaan PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
UAKPA BUN TK pengelola PNBP panas bumi dilaksanakan oleh direktorat di DJA yang menangani pengelolaan PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
UAKPA BUN TK pengelola setoran lainnya dilaksanakan oleh direktorat di DJA yang menangani pengelolaan PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
UAKPA BUN TK pengelola Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola BMN Hulu Migas dilaksanakan oleh unit sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan atas BMN Hulu Migas;
UAKPA BUN TK pengelola BMN PKP2B dilaksanakan oleh unit sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai pedoman akuntansi dan pelaporan aset berupa BMN PKP2B; J. UAKPA BUN TK pengelola Aset Eks Pertamina dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola BMN Eks BMN Idle dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani perumusan kebijakan kekayaan negara; I. UAKPA BUN TK pengelola aset yang timbul dari pemberian BLBI dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola aset lainnya dalam pengelolaan DJKN dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola piutang untuk dana antisipasi penanganan lumpur Sidoarjo dilaksanakan oleh unit kerja KPA BUN yang ditunjuk di kementerian/lembaga;
UAKPA BUN TK pengelola piutang kepada yayasan supersemar dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola penggantian biaya dan margin yang wajar atas investasi pemerintah untuk t jdih.kemenkeu.go.id program pemulihan ekonomi nasional dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani kekayaan negara yang dipisahkan;
UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun dilaksanakan oleh direktorat di DJPb yang menangani pengelolaan belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi . . 1uran pens1un;
UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan kas negara dilaksanakan oleh direktorat di DJPb yang menangani pengelolaan kas negara;
UAKPA BUN TK transaksi penggunaan PNBP BUN PKN dilaksanakan oleh satuan kerja pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan BUN;
UAKPA BUN TK pengelola utang perhitungan fihak ketiga pegawai dilaksanakan oleh direktorat di DJPb yang menangani pengelolaan perhitungan fihak ketiga pegawru;
UAKPA BUN TK pengelola utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok dilaksanakan oleh direktorat di DJPK yang menangani penyusunan laporan keuangan atas penerimaan dan penyetoran Pajak Rokok;
UAKPA BUN TK pengelola penerimaan negara dilaksanakan oleh KPPN yang menangani pengelolaan penerimaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan dilaksanakan oleh direktorat di DJPb yang menangani pengelolaan pengeluaran keperluan layanan perbankan; dan
UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah dilaksanakan oleh KPPN yang memiliki rekening valuta asing. Bagian Ketiga Tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 6 (1) UAKKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b merupakan UAKKPA BUN TK Pengelola BMN Hulu Migas. (2) UAKKPA BUN TK Pengelola BMN Hulu Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk menggabungkan Laporan Keuangan UAKPA BUN TK BMN Hulu Migas. (3) UAKKPA BUN TK Pengelola BMN Hulu Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh unit sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan atas BMN Hulu Migas. jdih.kemenkeu.go.id Bagian Keempat Tingkat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 7 (1) UAP BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
UAP BUN TK atas pengelola pengeluaran keperluan hubungan internasional dilaksanakan oleh BKF;
UAP BUN TK atas:
pengelola pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek; dan
pengelola pembayaran Dukungan Kelayakan, dilaksanakan oleh DJPPR;
UAP BUN TK atas pengelola PNBP yang dikelola DJA dilaksanakan oleh DJA;
UAP BUN TK atas pengelola transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam pengelolaan DJKN dilaksanakan oleh DJKN;
UAP BUN TK atas:
pengelola belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun;
pengelola pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan kas negara;
transaksi penggunaan PNBP BUN PKN;
pengelola utang perhitungan fihak ketiga pegawai;
pengelola penerimaan negara;
pengelola belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan; dan
pengelola pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah, dilaksanakan oleh DJPb; dan
UAP BUN TK atas pengelola utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok dilaksanakan oleh DJPK. (2) UAP BUN TK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk menggabungkan Laporan Keuangan seluruh UAKPA BUN TK dan UAKKPA BUN TK yang berada langsung di bawahnya. Bagian Kelima Tingkat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 8 (1) UAKP BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d dilaksanakan oleh DJPb. (2) UAKP BUN TK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk menggabungkan Laporan Keuangan seluruh UAP BUN TK. jdih.kemenkeu.go.id BAB III AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN Bagian Kesatu Tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 9 (1) UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 menyelenggarakan akuntansi yang meliputi proses pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan atas transaksi khusus. (2) Penyelenggaraan akuntansi untuk UAKPA BUN TK pengelola PNBP minyak bumi dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d, UAKPA BUN TK pengelola PNBP panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e, UAKPA BUN TK pengelola BMN Hulu Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h, dan UAKPA BUN TK pengelola BMN PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf i diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. (3) Penyelenggaraan akuntansi selain UAKPA BUN TK pada ayat (2) berpedoman pada Modul SATK sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 10 (1) Untuk penyusunan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), UAKPA BUN TK memproses dokumen sumber transaksi keuangan atas penerimaan dan/atau pengeluaran transaksi khusus. (2) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun setiap bulanan, semesteran, dan tahunan. (3) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun setelah dilakukan verifikasi data sistem aplikasi terintegrasi dengan dokumen sumber milik UAKPA BUN TK. (4) Apabila terdapat perbedaan data atas hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), UAKPA BUN TK dapat melakukan konfirmasi kepada KPPN mitra kerja dan/ a tau dengan pihak terkait. Pasal 11 (1) UAKPA BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan dengan ketentuan sebagai berikut:
UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf j, huruf k, huruf 1, huruf m, hurufn,hurufo,hurufp,hurufq,hurufr,hurufs, huruf t, huruf u, huruf v, huruf w, dan huruf x menyampaikan Laporan Keuangan kepada UAP BUNTK; dan jdih.kemenkeu.go.id b. UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h dan huruf i menyampaikan Laporan Keuangan kepada UAKKPA BUN TK. (2) Periode penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanak: an dengan ketentuan sebagai berikut:
LRA dan Neraca disampaikan setiap bulan; dan
LRA, LO, LPE, Neraca, dan CaLK disampaikan setiap semesteran dan tahunan. (3) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Kedua Tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 12 (1) Berdasarkan Laporan Keuangan yang disampaikan oleh UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), UAKKPA BUN TK menyusun Laporan Keuangan bulanan, semesteran, dan tahunan. (2) Dalam hal UAKKPA BUN TK belum menggunakan sistem aplikasi terintegrasi, penyusunan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manual. Pasal 13 (1) UAKKPA BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) kepada UAP BUN TK dengan ketentuan sebagai berikut:
LRA dan Neraca disampaikan setiap bulan; dan
LRA, LO, LPE, Neraca, dan CaLK disampaikan setiap semesteran dan tahunan. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Ketiga Tingkat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 14 (1) Berdasarkan Laporan Keuangan yang disampaikan UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b dan/atau UAKKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b, UAP BUN TK menyusun Laporan Keuangan semesteran dan tahunan. jdih.kemenkeu.go.id (2) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun setelah dilakukan verifikasi data sis tern aplikasi terintegrasi dengan dokumen sumber milik UAPBUNTK. (3) Apabila terdapat perbedaan data atas hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), UAP BUN TK dapat melakukan konfirmasi kepada KPPN mitra kerja dan/ a tau dengan pihak terkait. (4) Dalam hal Laporan Keuangan yang disampaikan oleh UAKKPA BUN TK masih disusun secara manual, UAP BUN TK pengelola transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam Pengelolaan DJKN menyusun Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Laporan Keuangan seluruh UAKPA BUN TK yang berada di bawahnya. Pasal 15 (1) UAP BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) kepada UAKPBUNTK. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Keempat Tingkat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 16 Berdasarkan Laporan Keuangan yang disampaikan oleh UAP BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), UAKP BUN TK menyusun Laporan Keuangan semesteran dan tahunan. Pasal 17 (1) UAKP BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 kepada UA BUN. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. BAB IV PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB Bagian Kesatu Pernyataan Tanggung Jawab jdih.kemenkeu.go.id Pasal 18 (1) Setiap unit akuntansi pada SATK membuat pernyataan tanggung jawab atas Laporan Keuangan yang disusunnya dan dilampirkan pada Laporan Keuangan semesteran dan tahunan. (2) Pernyataan tanggung jawab yang dibuat oleh UAKPA BUN TK, UAKKPA BUN TK, dan UAP BUN TK memuat pernyataan bahwa penyusunan Laporan Keuangan merupakan tanggung jawabnya, telah disusun berdasarkan sistem pengendalian internal yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi secara layak sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. (3) Pernyataan tanggung jawab yang dibuat oleh UAKP BUN TK memuat pernyataan bahwa penggabungan Laporan Keuangan merupakan tanggung jawabnya, sedangkan substansi Laporan Keuangan dari masing- masing unit di bawahnya merupakan tanggung jawab UAP BUN TK, telah disusun berdasarkan sistem pengendalian internal yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi secara layak sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. (4) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat diberikan paragraf penjelasan atas suatu kejadian yang belum termuat dalam Laporan Keuangan. Pasal 19 (1) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) untuk tingkat UAKPA BUN TK ditandatangani dengan ketentuan sebagai berikut:
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pengeluaran kerja sama internasional dan perjanjian internasional ditandatangani oleh kepala pusat di BKF yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek penugasan khusus kepada Badan Usaha Milik Negara ditandatangani oleh direktur di DJPPR yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek penyediaan infrastruktur dengan lembaga internasional dalam pembangunan dan/atau pengembangan kilang minyak di dalam negeri ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk sebagai KPA di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang energ1 dan sumber daya mineral;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Dukungan Kelayakan ditandatangani oleh pejabat di kementerian/lembaga yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola PNBP minyak bumi dan gas bumi ditandatangani oleh direktur di DJA yang mengelola i jdih.kemenkeu.go.id PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola PNBP panas bumi ditandatangani oleh direktur di DJA yang mengelola PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola setoran lainnya ditandatangani oleh direktur di DJA yang mengelola PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola BMN Hulu Migas ditandatangani oleh kepala pusat atau deputi yang menangani pengelolaan BMN Hulu Migas; J. Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola BMN PKP2B ditandatangani oleh kepala pusat yang menangani pengelolaan BMN PKP2B pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola Aset Eks Pertamina ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara; I. Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola BMN Eks BMN Idle ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani perumusan kebijakan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola aset yang timbul dari pemberian BLBI ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola aset lainnya dalam pengelolaan DJKN ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola piutang untuk dana antisipasi penanggulangan lumpur Sidoarjo ditandatangani oleh pejabat di unit kerja pada kementerian/lembaga yang ditunjuk selaku KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola piutang kepada yayasan supersemar ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK penggantian biaya dan margin yang wajar atas investasi pemerintah untuk program pemulihan ekonomi nasional ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani kekayaan negara yang dipisahkan; jdih.kemenkeu.go.id r. Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun ditandatangani oleh direktur di DJPb yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan kas negara ditandatangani oleh direktur di DJPb yang menangani pengelolaan kas negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK transaksi penggunaan PNBP BUN PKN ditandatangani oleh KPA satuan kerja pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan BUN;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola utang perhitungan fihak ketiga ditandatangani oleh direktur di DJPb yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK Pengelola utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok ditandatangani oleh direktur di DJPK yang menangani penyusunan laporan keuangan atas penerimaan dan penyetoran pajak rokok;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan be ban untuk pengelolaan penerimaan negara ditandatangani oleh kepala KPPN yang menangani pengelolaan penerimaan negara selaku kuasa BUN daerah;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan ditandatangani oleh direktur di DJPb yang ditunjuk sebagai KPA; dan
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan be ban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah ditandatangani oleh kepala KPPN selaku kuasa BUN daerah yang memiliki rekening valuta asing. (2) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) untuk UAKKPA BUN TK pengelola BMN Hulu Migas ditandatangani oleh kepala biro yang menangani keuangan pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral. (3) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) untuk tingkat UAP BUN TK ditandatangani dengan ketentuan sebagai berikut:
Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK pengelola pengeluaran keperluan hubungan internasional ditandatangani oleh kepala BKF;
Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK pengelola:
pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek; dan
pembayaran Dukungan Kelayakan, ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko; jdih.kemenkeu.go.id c. Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK pengelola PNBP yang dikelola oleh DJA ditandatangani oleh Direktur J enderal Anggaran;
Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK pengelola transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam pengelolaan DJKN ditandatangani oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara;
Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK Pengelola:
belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun;
pendapatan dan belanja/beban pengelolaan kas negara;
transaksi penggunaan PNBP BUN PKN;
utang perhitungan fihak ketiga pegawai;
pendapatan dan beban untuk pengelolaan penerimaan negara;
belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan; dan
pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah, ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan; dan
Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) untuk tingkat UAKP BUN TK ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. BABV MODUL SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN TRANSAKSI KHUSUS Pasal 20 Tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan pada SATK dilaksanakan dengan berpedoman pada Modul SATK sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 1n1. BAB VI PERNYATAAN TELAH DIREVIU Pasal 21 (1) Untuk meyakinkan keandalan informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan, dilakukan Reviu atas Laporan Keuangan bagian anggaran BUN pengelolaan transaksi khusus. (2) Reviu atas Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Reviu atas Laporan Keuangan BUN. BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN jdih.kemenkeu.go.id Pasal 22 Dalam hal transaksi layanan perbankan belum memiliki daftar isian pelaksanaan anggaran tersendiri, akuntansi dan pelaporan keuangan atas transaksi tersebut dilaksanakan oleh UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.05/2015 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2054) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127 /PMK.05/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.05/2015 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1347), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 24 Peraturan Menteri 1n1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2019
Relevan terhadap 1 lainnya
Dalam hal realisasi PNBP Migas yang dibagihasilkan melampaui target penerimaan dalam APBN yang diikuti dengan kebijakan peningkatan subsidi BBM dan LPG, Pemerintah dapat memperhitungkan persentase tertentu atas peningkatan belanja subsidi BBM dan LPG terhadap kenaikan PNBP Migas yang dibagihasilkan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perhitungan persentase tertentu atas peningkatan belanja subsidi BBM dan LPG terhadap kenaikan PNBP Migas yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Ayat (1) Yang dimaksud dengan "keadaan darurat" adalah keadaan yang menyebabkan prognosis penurunan Pendapatan Negara yang berasal dari Penerimaan Perpajakan dan PNBP, dan adanya perkiraan tambahan beban kewajiban negara yang berasal dari pembayaran pokok dan bunga utang, subsidi bahan bakar minyak dan listrik, serta belanja lainnya. Huruf a Yang dimaksud dengan "proyeksi" adalah proyeksi pertumbuhan ekonomi paling rendah 1% (satu persen) di bawah asumsi dan/atau proyeksi asumsi ekonomi makro lainnya mengalami deviasi paling rendah sebesar lOo/o (sepuluh persen) dari asumsi yang telah ditetapkan, kecuali prognosis lifting dengan deviasi paling rendah 5o/o (lima persen). Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Kenaikan biaya utang yang bersumber dari kenaikan imbal hasil (gield) SBN adalah terjadinya peningkatan imbal hasil secara signifikan yang menyebabkan krisis di pasar SBN, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan parameter dalam Protokol Manajemen Krisis /Cnsis Management Protocol-CMP) pasar SBN. Ayat (2) PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -28- Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud "karena suatu dan lain hal belum dapat ditetapkan" adalah apabila Badan Anggaran belum dapat melakukan rapat kerja dan/atau mengambil kesimpulan di dalam rapat kerja, dalam waktu lx24 (satu kali dua puluh empat) jam setelah usulan disampaikan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Ralryat. Ayat (a) Cukup ^jelas.
Tata Laksana Monitoring dan Evaluasi terhadap Penerima Fasilitas Tempat Penimbunan Berikat dan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor ...
Relevan terhadap 3 lainnya
Kegiatan evaluasi atas efektifitas kebijakan dari pemberian fasilitas KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) huruf a meliputi:
analisis atas laporan hasil evaluasi mikro KITE, b. analisis atas efektivitas implementasi peraturan, dan/atau C. analisis atas informasi lainnya yang dipandang perlu berdasarkan pertimbangan Kepala Kanwil atau KPUBC. Kegiatan evaluasi atas dampak ekonomi dari pemberian fasilitas KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) huruf b meliputi:
pengumpulan data, dan b. analisa hasil pengumpulan data, terkait dampak ekonomi dari pemberian fasilitas KITE secara regional di wilayah Kanwil atau KPUBC tersebut. Kegiatan yang dilakukan pada evaluasi makro KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (4) huruf a meliputi analisis atas:
laporan hasil evaluasi makro KITE yang dilakukan oleh tim evaluasi makro KITE pada Kanwil atau KPUBC sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, secara nasional, b. efektivitas implementasi peraturan secara nasional, dan/atau Cc. informasi lainnya yang dipandang perlu berdasarkan pertimbangan Direktur yang memiliki tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan.
(S) (6) (1) Kegiatan yang dilakukan pada evaluasi makro KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (4) huruf b meliputi: " a. koordinasi dengan Kementerian atau Lembaga terkait lainnya, dan b. pengolahan dan pengukuran data, terkait dampak ekonomi pemberian fasilitas KITE secara nasional. Kegiatan evaluasi atas efektivitas kebijakan pemberian fasilitas KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. Pengumpulan data terkait dampak ekonomi dari pemberian fasilitas KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada perusahaan penerima fasilitas KITE yang berada dibawah pengawasannnya dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf S yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Evaluasi makro TPB yang dilakukan oleh tim evaluasi makro TPB pada Direktorat yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b dilakukan:
secara periodik setiap 1 (satu) tahun sekali untuk penilaian dampak dan efektivitas kebijakan pemberian fasilitas TPB secara nasional.
secara insidental berdasarkan manajemen risiko. Kegiatan yang dilakukan pada evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
analisis atas laporan hasil evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (2) huruf a:
analisis atas rekomendasi audit kepabeanan, Cc. analisis atas rekomendasi dari aparat pemeriksa fungsional, d. analisis atas hasil evaluasi dari Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk, dan/atau e. pengumpulan dan pengolahan data terkait dampak ekonomi dari pemberian fasilitas TPB. Pengumpulan dan pengolahan data terkait dampak ekonomi dari pemberian fasilitas TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan bekerja sama dengan pihak yang kompeten. Kegiatan yang dilakukan pada evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi pengisian Kertas Kerja Evaluasi Makro TPB Insidental.
(1) (2) (3) (4) (5) Kertas Kerja Evaluasi Makro TPB Insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Evaluasi makro TPB yang dilakukan oleh tim evaluasi makro TPB pada Kanwil atau KPUBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a meliputi penilaian atas efektivitas dan dampak ekonomi dari kebijakan pemberian fasilitas TPB secara regional di wilayah Kanwil tersebut.
(3) (4) (5) (6) Kegiatan yang dilakukan pada evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
analisis atas laporan hasil evaluasi mikro TPB, b. analisis atas rekomendasi audit kepabeanan: dan/atau Cc. pengumpulan data terkait dampak ekonomi dari pemberian fasilitas TPB dengan berkoordinasi kepada KPPBC di bawah pengawasannya. Tim evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan laporan evaluasi makro TPB kepada Direktur Jenderal secara periodik setiap 6 (enam) bulan sekali, paling lambat pada akhir bulan Agustus dan akhir bulan Februari. Pengumpulan data terkait dampak ekonomi dari pemberian fasilitas TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d disampaikan bersamaan dengan penyampaian evaluasi makro TPB yang dilaporkan pada bulan Agustus. Pengumpulan data terkait dampak ekonomi dari pemberian fasilitas TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dilakukan melalui koordinasi dengan KPPBC untuk memberikan kuesioner kepada TPB yang berada dibawah pengawasannya dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. Laporan evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(2) (3) (4)