Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
31 MEDIAKEUANGAN 30 VOL. XV / NO. 152 / MEI 2020 BAGAIMANA ALUR KOMUNIKASI DAN PENANGANAN JIKA ADA INDIKASI TERDAMPAK COVID-19? Pegawai atau keluarga wajib melapor dan memberitahukan perkembangan kondisinya setiap hari kepada atasan langsung jika mengalami gejala yang mirip dengan COVID-19. Atasan langsung melaporkan ke Unit Kepegawaian dan Unit Kehumasan pada kantor pusat dan/atau daerah, serta memantau perkembangan pegawai yang terdampak COVID-19 setiap harinya. Unit Kepegawaian melaporkan ke Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Kemenkeu (GT COVID-19). PEGAWAI/KELUARGA ATASAN LANGSUNG 2. UNIT KEPEGAWAIAN 3. 1. 31 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Foto Dok. Biro Humum Beberapa kegiatan Biro Hukum Bagaimana Caranya? kebijakan yang diperlukan dalam penanganan dan dampak sebagai akibat dari pandemi COVID-19,” ujarnya. Di tengah kegentingan akibat pandemi dan berbagai pembatasan untuk perlindungan diri dari ancaman virus, Rina dan sejumlah punggawa Biro Hukum, justru harus rela menggadaikan keselamatan demi terselesaikannya Perppu tersebut. Mau tak mau, sebagai penyusun kerangka rancangan Perppu itu, Rina dan tim justru dipaksa menginjak pedal gas lebih dalam. Sebab, penyusunan Perppu tak bisa berlama- lama. Rina mengatakan, “Penyusunan Perpu dilakukan harus dilakukan dalam waktu yang sangat pendek yaitu kurang lebih dua minggu.” Selain itu, penerbitan Perppu harus mengejar momentum yang tepat. “Untuk mengejar momentum tersebut, maka penyusunan Perppu dilakukan hampir setiap hari termasuk bekerja overtime,” kata mantan Sekretaris Pengadilan Pajak ini. Ia juga menegaskan bahwa Perppu ini merupakan produk penting dalam menghadapi pandemi global yang terjadi saat ini. “Perppu 1 Tahun 2020 merupakan bentuk kebijakan dan langkah luar biasa dalam rangka penyelamatan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan.” Berbekal pengalaman Selisih pendapat sudah jadi hal lumrah dalam proses penyusunan produk hukum. Lebih lagi dalam dalam penyusunan Perppu ini. Selain tuntutan untuk tuntas dalam waktu singkat, faktor luas cakupan institusi yang terdampak juga menjadi tantangan tersendiri dalam penyusunan Perppu tersebut. Rina mengatakan, tak jarang terjadi perbedaan pendapat dan penafsiran hukum saat pembahasan dan koordinasi dengan institusi di luar Kementerian Keuangan. Namun demikian, berbagai kendala tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Ia juga mengatakan bahwa pembahasan dapat berjalan lebih mulus berkat dukungan Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Hadiyanto. “Kami patut bersyukur, Bapak Sekretaris Jenderal selaku pimpinan yang telah memiliki jam terbang tinggi, baik di bidang hukum maupun ekonomi, dapat menjadi penengah,” ungkapnya. Selain itu, bekal pengalaman sebelumnya ihwal penyusunan Perppu membuat Rina dan jajaran dapat menuntaskan Perppu tepat waktu. Sebelumnya, Rina dan tim telah menuntaskan berbagai produk hukum strategis, antara lain RUU Pengampunan Pajak, RUU Omnibus Perpajakan, RUU Omnibus Cipta Kerja, serta Perppu Automatic Exchange of Information (AEoI). “Dukungan dari pimpinan yang luar biasa, arahan pimpinan yang jelas, dan rapat melalui vicon yang efektif serta sinergi antar Unit Eselon I di lingkungan Kemenkeu memudahkan tim teknis di bawah untuk menerjemahkan dalam perumusan kebijakan yang akan dituangkan di Perppu”, ujar wanita kelahiran Jakarta ini. Rina berharap, pengalaman penyusunan Perppu ini membawa dampak baik bagi Biro Hukum di masa mendatang. “Kami berharap dengan adanya pengalaman penyusunan Perpu ini, Biro Hukum dapat memetik pengalaman yang sangat berharga baik dari sisi proses, strategi, substansi, dan koordinasi dengan unit-unit terkait,” ujarnya.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Opini Masa Depan Batu Bara dan Energi Terbarukan Ilustrasi A. Wirananda *Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja Teks Ragimun dan Imran Rosjadi Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI MediaKeuangan 40 D iprediksi, nasib batu bara akan semakin sulit bersaing dengan energi terbarukan jika tidak ada inovasi dan peningkatan nilai tambah ( value added ). Dengan kata lain, tidak dilakukan hilirisasi ( downstreaming ). Apalagi ke depan, pengembangan energi bersih, seperti energi baru dan terbarukan (EBT) semakin masif dan efisien. Di masa mendatang, pengusaha batu bara ditantang untuk terus melakukan berbagai inovasi dan pengembangan produk batu bara. Di lain pihak, timbul pertanyaan, apakah pemerintah sudah secara maksimal mendorong berbagai bentuk program hilirisasi batu bara. Memang beberapa regulasi pemerintah telah digulirkan, salah satunya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, yang di dalamnya menetapkan antara lain mengenai target bauran energi nasional. Pada tahun 2025 ditargetkan peran EBT paling sedikit 20% dan peran batubara minimal 30%. Sementara pada tahun 2050 ditargetkan peran EBT melampaui batu bara, yakni paling sedikit 31%, sedangkan peran batubara minimal 25%. Perkembangan EBT yang makin pesat tentu membuat harga keekonomian EBT akan semakin kompetitif dibanding batu bara. Di sisi lain, penentangan para aktivis lingkungan terhadap efek polusi akibat penggunaan batu bara juga semakin mengemuka. Tak ayal, lambat laun kondisi ini akan terus menggeser peran batu bara sebagai sumber energi yang murah dan menjadikan batu bara bak buah simalakama. Di satu pihak, harganya terus menurun, dikonsumsi sekaligus ditentang dunia, dan bila tidak diproduksi maka potensi batu bara yang besar tidak dapat dioptimalkan. Akan tetapi, jika dilakukan hilirisasi, terdapat risiko bisnis yang cukup tinggi, baik dari segi teknis, regulasi, dan pasar. Biaya investasi yang diperlukan pun cukup besar, begitu pula dengan pembiayaannya harus bankable . Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia merupakan negara yang dikaruniai sumber daya alam yang melimpah, termasuk batu bara. Potensi kandungan sumber daya batu bara diperkirakan sangat besar, yakni mencapai 151 miliar ton dan cadangan batu bara sebesar 39 miliar ton. Kendati demikian, cadangan batu bara ini diperkirakan akan habis dalam 70 tahun yang akan datang (bila rasio cadangan dan produksi batu bara 4: 1). Oleh sebab itu, seyogianya pengelolaan batu bara dilakukan dengan baik dan bijak agar dapat memberikan kemakmuran sebesar-besarnya bagi masyarakat. Salah satu solusi agar pemerintah dapat terus mendorong pemanfaatan batu bara adalah melalui hilirisasi. Hilirisasi batu bara dapat memberikan sumbangan untuk peningkatan penerimaan negara, baik penerimaan pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Saat ini, kontribusi penambangan batu bara sebelum dilakukan hilirisasi terbilang relatif tinggi terhadap PNBP. Pada tahun 2018 saja, PNBP batu bara mencapai lebih dari 21,85 triliun Rupiah. Dalam jangka pendek, pemberian insentif fiskal sebagai pendorong hilirisasi batu bara memang akan mengurangi penerimaan negara dari sektor pajak dan bukan pajak. Akan tetapi, dalam jangka panjang diharapkan akan meningkatkan perekonomian dan manfaat sosial lainnya. Berdasarkan hasil simulasi yang pernah dilakukan, Produk Domestik Bruto (PDB) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah atau lokasi hilirisasi diperkirakan meningkat 3 kali lipat. Sementara, untuk pajak dan PNBP rata-rata naik 3 kali lipat. Penyerapan tenaga kerja pun berpotensi mencapai lebih dari 5000 pekerja. Hilirisasi yang paling memungkinkan untuk dilakukan pada saat ini adalah gasifikasi batu bara, yakni sebuah proses di mana bahan bakar karbon mentah dioksidasi untuk menghasilkan produk bahan bakar gas lainnya. Gasifikasi sudah diminati oleh perusahaan BUMN tambang, misalnya PT Bukit Asam (PT BA) yang berencana menggandeng beberapa perusahaan user melalui joint investment, seperti PT Pertamina, PT Pupuk Indonesia dan PT Candra Asri. Penggunaan teknologi produksi batu bara menjadi gas berupa Dymethil Ether (DME), urea dan polyphropylen e (PP) saat ini bukan masalah. Beberapa negara lain telah melakukan hal serupa, seperti Amerika Serikat, China, Jepang, Korea Selatan, dan Australia. Namun demikian, biaya produksi yang masih sangat tinggi menjadi kendala sehingga membutuhkan investasi yang relatif besar, dapat mencapai lebih dari 3.446 miliar Dollar. Dibutuhkan dukungan segala pihak agar hilirisasi gasifikasi dapat berjalan lancar. Pemerintah dapat mempertimbangkan pemberian insentif fiskal, seperti tax holiday, tax allowance, dan penurunan atau pengurangan royalti khusus. Perbankan pun ikut beperan serta dalam memberikan kredit investasi apabila proyek ini dinilai layak secara finansial. Selain itu, diperlukan juga kebijakan pengaturan atau penetapan harga beli DME untuk LPG oleh PT Pertamina yang tidak mengikuti fluktuasi harga komoditas. Dengan demikian, proyek industri bukan hanya bankable dan dapat berjalan, melainkan juga berkelanjutan sehingga program gasifikasi batu bara dapat bermanfaat untuk kepentingan industri strategis nasional, pasokan gas dalam negeri, penghematan devisa, dan pemanfaatan batu bara kalori rendah ( low rank) . Seluruh pemangku kepentingan perlu duduk bersama guna mencari solusi terbaik agar nantinya batu bara tidak lagi menjadi masalah, melainkan menjadi produk yang membawa berkah dan maslahah.