JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12824
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 718 hasil yang relevan dengan "kebijakan fiskal untuk ekonomi digital "
Dalam 0.069 detik
Thumbnail
DANA DESA Dana Desa | DANA DESA | PENGGUNAAN
PMK 108 TAHUN 2024

Pengalokasian Dana Desa Setiap Desa, Penggunaan, dan Penyaluran Dana Desa Tahun Anggaran 2025

  • Ditetapkan: 13 Des 2024
  • Diundangkan: 31 Des 2024

Relevan terhadap

MemutuskanTutup

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGALOKASIAN DANA DESA SETIAP DESA, PENGGUNAAN, DAN PENYALURAN DANA DESA TAHUN ANGGARAN 2025. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.

Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. 3. Badan Pemeriksa Keuangan yang selanjutnya disingkat BPK adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 5. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, yang selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 6. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa. 7. Dana Desa adalah bagian dari transfer ke daerah yang diperuntukkan bagi Desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. 8. Alokasi Dasar adalah alokasi yang dibagi secara proporsional kepada setiap Desa. 9. Alokasi Afirmasi adalah adalah alokasi yang dibagi secara proporsional kepada Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal dan dapat mempertimbangkan jumlah penduduk miskin tinggi di Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal. 10. Alokasi Kinerja adalah alokasi yang dibagi kepada Desa dengan kinerja terbaik. 11. Alokasi Formula adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. 12. Indeks Kesulitan Geografis Desa yang selanjutnya disebut IKG Desa adalah angka yang mencerminkan tingkat kesulitan geografis suatu Desa berdasarkan variabel ketersediaan pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, transportasi, dan komunikasi. 13. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disebut APBDes adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Desa. 14. Bantuan Langsung Tunai Desa yang selanjutnya disebut BLT Desa adalah pemberian uang tunai kepada keluarga penerima manfaat di Desa yang bersumber dari Dana Desa. 15. Aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Transfer ke Daerah yang selanjutnya disebut Aplikasi OM-SPAN TKD adalah aplikasi yang digunakan untuk penyaluran belanja transfer dan menyediakan informasi untuk monitoring transaksi dan kebutuhan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan diakses melalui jaringan berbasis web. Pasal 2 Peraturan Menteri ini mengatur mengenai:

a.

pengalokasian Dana Desa setiap Desa tahun anggaran 2025;

b.

penggunaan Dana Desa tahun anggaran 2025; dan

c.

penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2025. BAB II PENGALOKASIAN DANA DESA SETIAP DESA Pasal 3 (1) Dana Desa tahun anggaran 2025 ditetapkan sebesar Rp71.000.000.000.000,00 (tujuh puluh satu triliun rupiah), yang terdiri atas:

a.

sebesar Rp69.000.000.000.000,00 (enam puluh sembilan triliun rupiah) pengalokasiannya dihitung pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan berdasarkan formula; dan

b.

sebesar Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) pengalokasiannya dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagai insentif Desa dan/atau melaksanakan kebijakan Pemerintah. (2) Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dialokasikan kepada setiap Desa dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

Alokasi Dasar sebesar 65% (enam puluh lima persen) dari anggaran Dana Desa atau sebesar Rp44.849.889.580.000,00 (empat puluh empat triliun delapan ratus empat puluh sembilan miliar delapan ratus delapan puluh sembilan juta lima ratus delapan puluh ribu rupiah);

b.

Alokasi Afirmasi sebesar 1% (satu persen) dari anggaran Dana Desa atau sebesar Rp689.991.928.000,00 (enam ratus delapan puluh sembilan miliar sembilan ratus sembilan puluh satu juta sembilan ratus dua puluh delapan ribu rupiah);

c.

Alokasi Kinerja sebesar 4% (empat persen) dari anggaran Dana Desa atau sebesar Rp2.759.904.462.000,00 (dua triliun tujuh ratus lima puluh sembilan miliar sembilan ratus empat juta empat ratus enam puluh dua ribu rupiah); dan

d.

Alokasi Formula sebesar 30% (tiga puluh persen) dari anggaran Dana Desa dan ditambahkan dengan selisih lebih hasil penghitungan Alokasi Dasar, Alokasi Afirmasi, dan Alokasi Kinerja yang tidak terbagi habis untuk setiap Desa atau sebesar Rp20.700.214.030.000,00 (dua puluh triliun tujuh ratus miliar dua ratus empat belas juta tiga puluh ribu rupiah).

(3)

Insentif Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dialokasikan berdasarkan kriteria tertentu. Pasal 4 (1) Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dibagikan secara proporsional kepada setiap Desa berdasarkan klaster Desa. (2) Klaster Desa dalam Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi menjadi 7 (tujuh) klaster berdasarkan jumlah penduduk. Pasal 5 (1) Alokasi Afirmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dibagikan kepada Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak. (2) Alokasi Afirmasi untuk setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan formula penghitungan Alokasi Afirmasi untuk setiap Desa. (3) Besaran Alokasi Afirmasi untuk Desa tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak dihitung sebesar 1 (satu) kali Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Besaran Alokasi Afirmasi untuk Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak dihitung sebesar 1,1 (satu koma satu) kali Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) terdiri atas:

a.

Alokasi Afirmasi untuk Desa tertinggal sebesar Rp113.830.000,00 (seratus tiga belas juta delapan ratus tiga puluh ribu rupiah); dan

b.

Alokasi Afirmasi untuk Desa sangat tertinggal sebesar Rp125.213.000,00 (seratus dua puluh lima juta dua ratus tiga belas ribu rupiah). (6) Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Desa yang berada pada kelompok Desa di desil 3 (tiga) sampai dengan desil 10 (sepuluh) dari jumlah penduduk miskin ekstrem berdasarkan penghitungan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Pasal 6 (1) Alokasi Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c dibagikan kepada Desa dengan kinerja terbaik. (2) Penetapan jumlah Desa penerima Alokasi Kinerja pada setiap kabupaten/kota dilakukan berdasarkan proporsi jumlah Desa pada kabupaten/kota. (3) Penetapan Desa dengan kinerja terbaik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinilai berdasarkan:

a.

kriteria utama; dan

b.

kriteria kinerja. Pasal 7 Kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a merupakan kriteria untuk Desa yang:

a.

telah menerima penyaluran Dana Desa tahap I yang ditentukan penggunaannya pada tahun anggaran 2024;

b.

memiliki rasio sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran 2023 terhadap pagu Dana Desa tahun anggaran 2023 tidak melebihi 30% (tiga puluh persen); dan

c.

tidak terdapat penyalahgunaan keuangan Desa tahun anggaran 2024 sampai dengan batas waktu penghitungan rincian Dana Desa tahun anggaran 2025. Pasal 8 (1) Kriteria kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b terdiri atas:

a.

indikator wajib; dan/atau

b.

indikator tambahan. (2) Indikator wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori dengan bobot, yaitu:

a.

pengelolaan keuangan Desa tahun anggaran 2024 dengan bobot 20% (dua puluh persen), terdiri atas:

1.

perubahan rasio pendapatan asli Desa terhadap total pendapatan APBDes dengan bobot 50% (lima puluh persen); dan

2.

status operasional badan usaha milik Desa dengan bobot 50% (lima puluh persen);

b.

pengelolaan Dana Desa tahun anggaran 2024 dengan bobot 20% (dua puluh persen), terdiri atas:

1.

persentase anggaran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya terhadap total Dana Desa dengan bobot 60% (enam puluh persen); dan

2.

persentase pelaksanaan kegiatan Dana Desa secara swakelola dengan bobot 40% (empat puluh persen);

c.

capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran 2023 dengan bobot 25% (dua puluh lima persen), terdiri atas:

1.

persentase realisasi penyerapan Dana Desa dengan bobot 50% (lima puluh persen); dan

2.

persentase capaian keluaran Dana Desa dengan bobot 50% (lima puluh persen); dan

d.

capaian hasil pembangunan Desa tahun anggaran 2024 dengan bobot 35% (tiga puluh lima persen), terdiri atas:

1.

status Desa indeks Desa membangun terakhir dengan bobot 65% (enam puluh lima persen); dan

2.

perbaikan jumlah penduduk miskin ekstrem Desa dengan bobot 35% (tiga puluh lima persen). (3) Indikator tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikelompokkan menjadi:

a.

indikator tambahan minimal; dan

b.

indikator tambahan opsional. (4) Indikator tambahan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri atas:

a.

pengiriman data APBDes tahun anggaran 2024;

b.

keberadaan peraturan Desa mengenai rencana pembangunan jangka menengah Desa terakhir; dan

c.

keberadaan peraturan Desa mengenai rencana kerja Pemerintah Desa dan perubahannya tahun anggaran 2024. (5) Indikator tambahan opsional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, terdiri atas:

a.

pengiriman data laporan realisasi APBDes bulan Desember tahun anggaran 2023;

b.

pengiriman laporan daftar transaksi harian belanja Desa dan rekapitulasi transaksi harian belanja Desa bulan Desember tahun anggaran 2023;

c.

keberadaan dokumen rencana anggaran kas Desa pada tahun anggaran 2024;

d.

ketersediaan infografis atau media informasi lainnya mengenai APBDes tahun anggaran 2024;

e.

ketersediaan data dan/atau dokumen barang milik Desa;

f.

implementasi cash management system pada sistem pengelolaan keuangan Desa;

g.

implementasi sistem keuangan Desa secara online pada pengelolaan keuangan Desa;

h.

ketersediaan kartu skor Desa konvergensi layanan stunting tahun anggaran 2023 melalui aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan Desa dan perdesaan, pemberdayaan masyarakat Desa, dan percepatan pembangunan daerah tertinggal;

i.

persentase anak tidak sekolah untuk tingkat dasar/setara tahun anggaran 2023;

j.

Desa memiliki program pengelolaan sampah yang aktif;

k.

persentase perangkat Desa perempuan terhadap total perangkat Desa;

l.

keterwakilan perempuan di badan permusyawaratan Desa;

m.

omset badan usaha milik Desa tahun anggaran 2023; dan/atau

n.

Pemerintah Desa memiliki website atau media sosial yang dimutakhirkan minimal 3 (tiga) bulan terakhir. Pasal 9 (1) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penilaian kinerja Desa berdasarkan kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan kriteria kinerja berupa indikator wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2). (2) Kabupaten/kota dapat melakukan penilaian kinerja Desa berdasarkan kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c dan kriteria kinerja berupa indikator tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) pada aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. (3) Kabupaten/kota wajib melakukan penilaian indikator tambahan minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) dalam hal kabupaten/kota melakukan penilaian kinerja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Bobot hasil penilaian kinerja Desa oleh kabupaten/kota dalam penilaian indikator tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen) dari total penilaian kinerja Desa, dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

kabupaten/kota yang tidak memenuhi indikator tambahan minimal sebanyak 3 (tiga) indikator, tidak diberikan bobot penilaian;

b.

kabupaten/kota yang hanya memenuhi indikator tambahan minimal sebanyak 3 (tiga) indikator, diberikan bobot penilaian sebesar 10% (sepuluh persen); dan

c.

kabupaten/kota yang memenuhi indikator tambahan minimal sebanyak 3 (tiga) indikator dan indikator tambahan opsional sebanyak 1 (satu) sampai dengan 14 (empat belas) indikator, diberikan bobot penilaian sebesar 10% (sepuluh persen) ditambah 20% (dua puluh persen) yang dibagi secara proporsional menyesuaikan dengan jumlah indikator tambahan opsional yang memenuhi. (5) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penggabungan atas hasil penilaian kinerja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (6) Dalam hal sampai dengan batas waktu yang ditentukan dalam Peraturan Menteri mengenai pengelolaan Dana Desa kabupaten/kota tidak melakukan penilaian kinerja Desa atau tidak menyampaikan hasil penilaian kinerja Desa pada aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, penilaian kinerja Desa dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (7) Besaran Alokasi Kinerja setiap Desa untuk kabupaten/kota yang melakukan penilaian indikator tambahan kinerja Desa ditetapkan sebesar 1,25 (satu koma dua lima) kali dari besaran Alokasi Kinerja setiap Desa untuk kabupaten/kota yang tidak melakukan penilaian indikator tambahan kinerja Desa. (8) Alokasi Kinerja setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (7), terdiri atas:

a.

Alokasi Kinerja setiap Desa untuk kabupaten/kota yang melakukan penilaian indikator tambahan kinerja Desa sebesar Rp258.510.000,00 (dua ratus lima puluh delapan juta lima ratus sepuluh ribu rupiah); dan

b.

Alokasi Kinerja setiap Desa untuk kabupaten/kota yang tidak melakukan penilaian indikator tambahan kinerja Desa sebesar Rp206.808.000,00 (dua ratus enam juta delapan ratus delapan ribu rupiah). Pasal 10 (1) Alokasi Formula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d dibagikan kepada setiap Desa berdasarkan indikator sebagai berikut:

a.

jumlah penduduk dengan bobot 31% (tiga puluh satu persen);

b.

angka kemiskinan Desa dengan bobot 20% (dua puluh persen);

c.

luas wilayah Desa dengan bobot 10% (sepuluh persen); dan

d.

tingkat kesulitan geografis dengan bobot 39% (tiga puluh sembilan persen). (2) Besaran Alokasi Formula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan menggunakan formula penghitungan Alokasi Formula. (3) Dalam hal hasil penghitungan Alokasi Formula setiap Desa tidak terbagi habis, sisa penghitungan Alokasi Formula diberikan kepada Desa yang mendapat Dana Desa terkecil. Pasal 11 (1) Hasil penghitungan alokasi Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 10, menjadi dasar penetapan rincian Dana Desa setiap Desa tahun anggaran 2025. (2) Rincian Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi Pemerintah Desa untuk menganggarkan Dana Desa dalam APBDes, penjabaran APBDes, perubahan APBDes, dan/atau perubahan penjabaran APBDes tahun anggaran 2025 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 12 Sumber data dalam pengalokasian Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 10, sebagai berikut:

a.

data jumlah Desa, data nama, kode Desa, dan data jumlah penduduk menggunakan data yang bersumber dari Kementerian Dalam Negeri;

b.

data status Desa menggunakan data indeks Desa membangun bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan Desa dan perdesaan, pemberdayaan masyarakat Desa, dan percepatan pembangunan daerah tertinggal;

c.

data angka kemiskinan Desa menggunakan data jumlah penduduk miskin Desa berdasarkan data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem yang ditetapkan oleh kementerian koordinator yang menangani urusan pemerintahan di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan;

d.

data tingkat kesulitan geografis Desa menggunakan data IKG Desa bersumber dari badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kegiatan statistik;

e.

data luas wilayah Desa menggunakan data yang bersumber dari badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasi geospasial;

f.

data APBDes menggunakan data yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan Desa dan perdesaan, pemberdayaan masyarakat Desa, dan percepatan pembangunan daerah tertinggal dan aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara; dan

g.

data kinerja penyerapan dan capaian keluaran __ Dana Desa menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 13 (1) Data jumlah Desa, data nama, dan kode Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a yakni sebanyak 75.265 (tujuh puluh lima ribu dua ratus enam puluh lima) Desa di 434 (empat ratus tiga puluh empat) kabupaten/kota. (2) Dana Desa dialokasikan kepada 75.259 (tujuh puluh lima ribu dua ratus lima puluh sembilan) Desa di 434 (empat ratus tiga puluh empat) kabupaten/kota. (3) Berdasarkan jumlah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), terdapat selisih sebanyak 6 (enam) Desa yang merupakan Desa:

a.

terindikasi tidak memenuhi kriteria Desa berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK; atau

b.

tidak bersedia menerima Dana Desa. (4) Kriteria Desa berdasarkan laporan hasil BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:

a.

eksistensi wilayah Desa sudah tidak ada;

b.

Desa tidak berpenghuni;

c.

tidak terdapat kegiatan pemerintahan Desa; dan/atau

d.

tidak terdapat penyaluran Dana Desa minimal 3 (tiga) tahun berturut-turut. Pasal 14 (1) Kriteria tertentu untuk insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) berupa:

a.

kriteria utama; dan

b.

kriteria kinerja. (2) Kriteria utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a.

Desa bebas dari korupsi pada semester I tahun anggaran 2025;

b.

Desa telah menerima penyaluran Dana Desa tahap I tahun anggaran 2025; dan

c.

Desa menganggarkan Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2025. (3) Pemenuhan anggaran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2025 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c minimal sebesar 40% (empat puluh persen) dari anggaran Dana Desa. (4) Kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:

a.

kinerja Pemerintah Desa, meliputi:

1.

kinerja keuangan dan pembangunan Desa; dan

2.

tata kelola keuangan dan akuntabilitas keuangan Desa; dan/atau

b.

penghargaan Desa dari kementerian/lembaga. (5) Kriteria kinerja keuangan dan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 1 terdiri atas dan memiliki bobot sebagai berikut:

a.

peningkatan nilai indeks Desa membangun atau indeks Desa lainnya dari tahun 2024 ke tahun 2025 dengan bobot 15% (lima belas persen);

b.

kinerja penyaluran Dana Desa tahap I tahun anggaran 2025 dengan bobot 20% (dua puluh persen); dan

c.

kinerja realisasi konsolidasi belanja APBDes semester II terhadap anggaran tahun anggaran 2024 dengan bobot 15% (lima belas persen). (6) Kriteria tata kelola keuangan dan akuntabilitas keuangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 2 terdiri atas dan memiliki bobot sebagai berikut:

a.

ketersediaan laporan konsolidasi realisasi APBDes semester II tahun anggaran 2024 dengan bobot 10% (sepuluh persen);

b.

ketersediaan APBDes tahun anggaran 2025 dengan bobot 25% (dua puluh lima persen);

c.

kelengkapan penyampaian laporan realisasi APBDes tahun anggaran 2025 untuk bulan Januari sampai dengan bulan Mei dengan bobot 5% (lima persen);

d.

kelengkapan penyampaian laporan daftar transaksi harian belanja Desa dan rekapitulasi transaksi harian belanja Desa tahun anggaran 2024 untuk bulan Juni sampai dengan bulan Desember dengan bobot 5% (lima persen); dan

e.

kelengkapan penyampaian laporan daftar transaksi harian belanja Desa dan rekapitulasi transaksi harian belanja Desa tahun anggaran 2025 untuk bulan Januari sampai dengan bulan Mei dengan bobot 5% (lima persen). Pasal 15 (1) Sumber data dalam pengalokasian insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) sampai dengan ayat (6), sebagai berikut:

a.

data nama dan kode Desa menggunakan data yang bersumber dari Kementerian Dalam Negeri;

b.

surat permohonan penghentian penyaluran Dana Desa atas penetapan kepala Desa dan/atau Bendahara Desa sebagai tersangka penyalahgunaan keuangan Desa kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan pada semester I tahun anggaran 2025 dari bupati/wali kota;

c.

data Desa sudah salur Dana Desa tahap I tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;

d.

data Desa yang menganggarkan Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;

e.

data nilai indeks Desa membangun atau indeks Desa lainnya tahun 2024 dan tahun 2025 menggunakan data yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan Desa dan perdesaan, pemberdayaan masyarakat Desa, dan percepatan pembangunan daerah tertinggal atau kementerian/lembaga terkait;

f.

data kinerja penyaluran Dana Desa tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;

g.

data laporan konsolidasi realisasi APBDes semester II tahun anggaran 2024 menggunakan data yang bersumber dari Kementerian Dalam Negeri;

h.

data perubahan APBDes tahun anggaran 2024 dan APBDes tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;

i.

data kelengkapan penyampaian laporan realisasi APBDes untuk bulan Januari sampai dengan bulan Mei tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;

j.

data kelengkapan penyampaian laporan daftar transaksi harian belanja Desa dan rekapitulasi transaksi harian belanja Desa untuk bulan Juni sampai dengan bulan Desember tahun anggaran 2024 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;

k.

data kelengkapan penyampaian laporan daftar transaksi harian belanja Desa dan rekapitulasi transaksi harian belanja Desa untuk bulan Januari sampai dengan bulan Mei tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;

l.

data kinerja realisasi belanja terhadap anggaran APBDes semester II tahun anggaran 2024 pada laporan konsolidasi realisasi APBDes menggunakan data yang bersumber dari Kementerian Dalam Negeri; dan

m.

data penghargaan dari kementerian/lembaga bersumber dari kementerian/lembaga terkait. (2) Dalam hal periode tahun data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia, digunakan data periode tahun sebelumnya. Pasal 16 (1) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) berdasarkan kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dan kriteria kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4). (2) Insentif Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan kepada Desa yang memiliki kinerja terbaik. (3) Penetapan jumlah Desa per kabupaten/kota penerima insentif Desa ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah Desa per kabupaten/kota. (4) Peringkat Desa per kabupaten/kota dihitung berdasarkan jumlah hasil perkalian antara nilai indikator dengan bobot masing-masing indikator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5) dan ayat (6). (5) Desa penerima insentif Desa untuk kategori kinerja Pemerintah Desa merupakan Desa yang mendapatkan peringkat tertinggi sesuai dengan jumlah penerima alokasi untuk setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (6) Insentif Desa untuk kategori kinerja Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibagikan kepada setiap Desa berdasarkan kelengkapan data APBDes tahun anggaran 2025 yang disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan/atau laporan konsolidasi realisasi APBDes semester II tahun anggaran 2024 yang disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri. (7) Besaran alokasi insentif Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditentukan berdasarkan kelengkapan data APBDes dan/atau laporan konsolidasi realisasi APBDes dengan perhitungan bobot sebagai berikut:

a.

Desa yang tidak mengirimkan APBDes dan laporan konsolidasi mendapatkan bobot 1,00 (satu koma nol nol);

b.

Desa yang hanya mengirimkan laporan konsolidasi mendapatkan bobot 1,10 (satu koma satu nol);

c.

Desa yang hanya mengirimkan data APBDes mendapatkan bobot 1,15 (satu koma satu lima); dan

d.

Desa yang mengirimkan data APBDes dan laporan konsolidasi mendapatkan bobot 1,20 (satu koma dua nol). (8) Besaran alokasi insentif Desa setiap Desa untuk kategori penghargaan kementerian/lembaga ditetapkan dengan besaran alokasi tertentu. (9) Dalam hal penghitungan insentif Desa berdasarkan besaran alokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) terdapat sisa hasil penghitungan, sisa hasil penghitungan tersebut dibagikan kepada seluruh Desa penerima insentif Desa pada kabupaten/kota yang mendapatkan alokasi insentif Desa terkecil. BAB III PENGGUNAAN Pasal 17 (1) Dana Desa diutamakan penggunaannya untuk mendukung:

a.

penanganan kemiskinan ekstrem dengan penggunaan Dana Desa paling tinggi 15% (lima belas persen) dari anggaran Dana Desa untuk BLT Desa dengan target keluarga penerima manfaat dapat menggunakan data Pemerintah sebagai acuan;

b.

penguatan Desa yang adaptif terhadap perubahan iklim;

c.

peningkatan promosi dan penyediaan layanan dasar kesehatan skala Desa termasuk stunting ;

d.

dukungan program ketahanan pangan;

e.

pengembangan potensi dan keunggulan Desa;

f.

pemanfaatan teknologi dan informasi untuk percepatan implementasi Desa digital;

g.

pembangunan berbasis padat karya tunai dan penggunaan bahan baku lokal; dan/atau

h.

program sektor prioritas lainnya di Desa. (2) Penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf g merupakan fokus penggunaan Dana Desa sesuai dengan prioritas nasional dan bersifat ditentukan penggunaannya. (3) Penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h bersifat tidak ditentukan penggunaannya. (4) Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan untuk mendanai program sektor prioritas lainnya di Desa sesuai dengan potensi dan karakteristik Desa. (5) Dana Desa dapat digunakan untuk dana operasional Pemerintah Desa paling banyak 3% (tiga persen) dari pagu Dana Desa setiap Desa. (6) Dalam hal Pemerintah Desa menerima insentif Desa yang dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, Pemerintah Desa menganggarkan dan melaksanakan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 18 (1) Calon keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a diprioritaskan untuk keluarga miskin yang berdomisili di Desa bersangkutan berdasarkan data yang ditetapkan oleh Pemerintah. (2) Data yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan keluarga desil 1 (satu) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. (3) Dalam hal Desa tidak memiliki data keluarga miskin yang terdaftar dalam keluarga desil 1 (satu) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Desa dapat menetapkan calon keluarga penerima manfaat BLT Desa dari keluarga yang terdaftar dalam keluarga desil 2 (dua) sampai dengan desil 4 (empat) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. (4) Dalam hal Desa tidak memiliki data keluarga miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), kepala Desa dapat menetapkan calon keluarga penerima manfaat BLT Desa berdasarkan kriteria sebagai berikut:

a.

kehilangan mata pencaharian;

b.

mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun/kronis dan/atau difabel;

c.

tidak menerima bantuan sosial program keluarga harapan;

d.

rumah tangga dengan anggota tunggal lanjut usia; dan/atau

e.

perempuan kepala keluarga dari keluarga miskin. (5) Keluarga penerima manfaat bantuan sosial program keluarga harapan yang terdaftar dalam keluarga desil 1 (satu) sampai dengan desil 4 (empat) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem dapat diusulkan untuk ditetapkan menjadi keluarga penerima manfaat BLT Desa. (6) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak memiliki data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bupati/wali kota dapat menyampaikan surat permintaan data tersebut kepada kementerian koordinator yang menangani urusan pemerintahan di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan. Pasal 19 (1) Bupati/wali kota menyampaikan data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (6) dan data kemiskinan lainnya kepada kepala Desa. (2) Dalam hal terdapat keluarga miskin yang tidak terdaftar dalam desil 1 (satu) sampai dengan desil 4 (empat) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, kepala Desa dapat menetapkan tambahan keluarga penerima manfaat BLT Desa di luar desil 1 (satu) sampai dengan desil 4 (empat) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. (3) Dalam hal data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3) tidak tersedia, kepala Desa dapat menggunakan data kemiskinan ekstrem lainnya yang bersumber dari kementerian/lembaga/Pemerintah Daerah. (4) Dalam hal data keluarga miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3) dianggap sudah mampu, kepala Desa dapat mengeluarkan keluarga miskin tersebut dari calon keluarga penerima manfaat BLT Desa. (5) Daftar keluarga penerima manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) sampai dengan ayat (5) dan Pasal 19 ayat (1) sampai dengan ayat (4) ditetapkan dengan keputusan kepala Desa berdasarkan hasil musyawarah Desa.

(6)

Keputusan kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) minimal memuat:

a.

nama dan alamat keluarga penerima manfaat;

b.

rincian keluarga penerima manfaat berdasarkan jenis kelompok pekerjaan;

c.

jumlah keluarga penerima manfaat; dan

d.

sumber data yang dijadikan acuan keluarga penerima manfaat. Pasal 20 (1) Besaran BLT Desa ditetapkan sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per bulan untuk bulan pertama sampai dengan bulan kedua belas per keluarga penerima manfaat. (2) Pembayaran BLT Desa kepada keluarga penerima manfaat dilaksanakan setiap bulan mulai bulan Januari atau dapat dibayarkan paling banyak untuk 3 (tiga) bulan secara sekaligus. (3) Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi pembayaran BLT Desa kepada keluarga penerima manfaat yang telah menerima pembayaran BLT Desa untuk setiap bulan kepada bupati/wali kota. (4) Bupati/wali kota melakukan perekaman realisasi pembayaran BLT Desa kepada keluarga penerima manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pada Aplikasi OM- SPAN TKD. (5) Dalam hal kebutuhan pembayaran BLT Desa lebih besar dari kebutuhan BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, pembayaran atas selisih kekurangan BLT Desa menggunakan Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya. (6) Pembayaran atas selisih kekurangan BLT Desa menggunakan Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak melebihi batas maksimal sebesar 15% (lima belas persen) dari anggaran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a. (7) Dalam hal terdapat penurunan dan/atau penambahan jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), penurunan dan/atau penambahan tersebut ditetapkan dalam keputusan kepala Desa berdasarkan hasil musyawarah Desa. Pasal 21 (1) Kepala Desa melakukan pembayaran BLT Desa sesuai dengan perubahan daftar jumlah keluarga penerima manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (7). (2) Dana Desa yang ditentukan penggunaannya untuk BLT Desa yang tidak dibayarkan kepada keluarga penerima manfaat akibat perubahan daftar jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (7), dapat digunakan untuk mendanai kegiatan prioritas Desa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf h.

(3)

Kepala Desa menyampaikan laporan penggunaan atas pendanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada bupati/wali kota. (4) Dalam hal perekaman realisasi jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) berbeda dengan perekaman awal jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa, bupati/wali kota memberikan penjelasan perbedaan dimaksud pada Aplikasi OM-SPAN TKD. (5) Bupati/wali kota mengunggah dokumen perubahan keputusan kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (7) pada Aplikasi OM-SPAN TKD. Pasal 22 (1) Dalam hal terjadi penurunan pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya dalam perubahan APBDes untuk program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), selisih lebih Dana Desa tersebut dapat digunakan untuk mendanai kegiatan prioritas Desa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3). (2) Dalam hal terjadi kenaikan pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya dalam perubahan APBDes untuk program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), selisih kekurangan tersebut dapat menggunakan Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3). (3) Kepala Desa menyampaikan perubahan APBDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada bupati/wali kota. (4) Bupati/wali kota mengunggah perubahan APBDes sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pada Aplikasi OM-SPAN TKD. BAB IV PENYALURAN Pasal 23 (1) Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a terdiri atas penyaluran:

a.

Dana Desa yang ditentukan penggunaannya; dan

b.

Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya. (2) Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 24 (1) Penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a dilakukan dalam 2 (dua) tahap, dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

tahap I, sebesar 60% (enam puluh persen) dari pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling lambat bulan Juni; dan

b.

tahap II, sebesar 40% (empat puluh persen) dari pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling cepat bulan April.

(2)

Penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah kuasa pengguna anggaran bendahara umum negara penyaluran dana desa, insentif, otonomi khusus, dan keistimewaan menerima persyaratan penyaluran dari bupati/wali kota secara lengkap dan benar. (3) Persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

tahap I berupa:

1.

APBDes;

2.

surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa; dan

3.

keputusan kepala Desa mengenai penetapan keluarga penerima manfaat BLT Desa, dalam hal Desa menganggarkan BLT Desa; dan

b.

tahap II berupa:

1.

laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya; dan

2.

laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahap I menunjukkan realisasi penyerapan paling rendah sebesar 60% (enam puluh persen) dan rata-rata capaian keluaran menunjukkan paling rendah sebesar 40% (empat puluh persen). Pasal 25 (1) APBDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a angka 1 terdiri atas:

a.

peraturan Desa mengenai APBDes yang disampaikan dalam bentuk pindai format dokumen portabel; dan

b.

arsip data komputer yang dihasilkan dari aplikasi pengelolaan keuangan desa berbasis elektronik. (2) APBDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. (3) Dalam hal Desa belum menggunakan aplikasi pengelolaan keuangan desa berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, APBDes direkam secara manual melalui aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. (4) Dalam hal Desa tidak menganggarkan Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), Desa tetap menyampaikan APBDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf b diolah dan dihasilkan melalui Aplikasi OM-SPAN TKD. (6) Selain persyaratan penyaluran tahap I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a, bupati/wali kota melakukan:

a.

perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) termasuk perekaman jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa dalam hal Desa menganggarkan BLT Desa;

b.

perekaman realisasi Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2024; dan

c.

penandaan pengajuan penyaluran atas Desa layak salur yang disertai dengan daftar rincian Desa, melalui Aplikasi OM-SPAN TKD. (7) Perekaman realisasi Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b meliputi:

a.

perekaman realisasi Dana Desa untuk ketahanan pangan dan hewani tahun anggaran 2024 dalam hal Desa menganggarkan program ketahanan pangan dan hewani tahun anggaran 2024;

b.

perekaman realisasi Dana Desa untuk stunting tahun anggaran 2024 dalam hal Desa menganggarkan program pencegahan dan penurunan stunting tahun anggaran 2024; dan

c.

perekaman realisasi jumlah keluarga penerima manfaat bulan kesatu sampai dengan bulan kedua belas dalam hal Desa menganggarkan BLT Desa tahun anggaran 2024. (8) Desa dapat melakukan perekaman keluarga penerima manfaat kurang dari 12 (dua belas) bulan sesuai dengan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf c disebabkan:

a.

hanya menerima penyaluran Dana Desa tahap I tahun anggaran 2024, Desa wajib menyampaikan laporan realisasi jumlah keluarga penerima manfaat minimal 3 (tiga) bulan kepada bupati/wali kota; dan/atau

b.

terdapat pengurangan keluarga penerima manfaat, Desa menyampaikan laporan realisasi jumlah keluarga penerima manfaat bulan kesatu sampai dengan bulan yang telah disalurkan kepada bupati/wali kota. (9) Selain persyaratan penyaluran tahap II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf b, bupati/wali kota melakukan:

a.

perekaman realisasi jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa tahun anggaran 2025 minimal 3 (tiga) bulan dalam hal Desa menganggarkan BLT Desa tahun anggaran 2025; dan

b.

penandaan pengajuan penyaluran atas Desa layak salur yang disertai dengan daftar rincian Desa, melalui Aplikasi OM-SPAN TKD. Pasal 26 (1) Penerimaan dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dan perekaman dan penandaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (6) dan ayat (9) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

tahap I paling lambat tanggal 15 Juni 2025; dan

b.

batas waktu untuk tahap II mengikuti ketentuan mengenai langkah-langkah akhir tahun.

(2)

Bupati/wali kota bertanggungjawab untuk menerbitkan surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a angka 2 untuk seluruh Desa, dan wajib menyampaikan surat kuasa dimaksud pada saat penyampaian dokumen persyaratan penyaluran tahap I pertama kali disertai dengan daftar RKD. (3) Dalam hal tanggal 15 Juni 2025 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, dokumen persyaratan penyaluran diterima paling lambat pada hari kerja berikutnya. Pasal 27 (1) Penyampaian persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) disampaikan oleh bupati/wali kota kepada kuasa pengguna anggaran bendahara umum negara penyaluran dana desa, insentif, otonomi khusus, dan keistimewaan dengan surat pengantar yang ditandatangani paling rendah oleh pimpinan organisasi perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pengelolaan keuangan Daerah atau pimpinan organisasi perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemberdayaan masyarakat Desa. (2) Kewenangan penandatanganan surat pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/wali kota. (3) Persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a angka 2 dan angka 3, dan huruf b, serta surat pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk dokumen digital ( softcopy ). (4) Penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahap I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a dapat disalurkan bersamaan dengan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahap I sepanjang telah memenuhi dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a dan perekaman dan penandaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (6). (5) Penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahap I sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan Dana Desa. Pasal 28 (1) Untuk penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), kepala Desa menyampaikan persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a angka 1 dan angka 3, dan huruf b kepada bupati/wali kota secara lengkap dan benar. (2) Kepala Desa bertanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). BAB V KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 29 Ketentuan mengenai:

a.

klaster Desa dalam Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);

b.

formula penghitungan Alokasi Afirmasi untuk setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2);

c.

proporsi jumlah Desa penerima Alokasi Kinerja pada setiap Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2);

d.

formula penghitungan Alokasi Formula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2);

e.

rincian Dana Desa setiap Desa tahun anggaran 2025 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1);

f.

format laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf b; dan

g.

format surat pengantar penyampaian dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan klaster, proporsi, formula, dan ketentuan teknis penghitungan Dana Desa sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 30 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) mulai berlaku pada tanggal Peraturan Menteri ini diundangkan. Pasal 31 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2025. Ditandatangani secara elektronik

Thumbnail
PPN BM | DAERAH PABEAN
PP 49 TAHUN 2022

Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas ...

  • Ditetapkan: 12 Des 2022
  • Diundangkan: 12 Des 2022
Thumbnail
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI | HUKUM KEUANGAN NEGARA
19/PUU-XX/2022

Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...

    Relevan terhadap

    Halaman 59Tutup

    jelas justru membuktikan bahwa materi muatan dalam UU HPP tidak berlandaskan pada (i) “asas keadilan” yang mengharuskan “pengaturan perpajakan menjunjung tinggi keseimbangan hak dan kewajiban setiap pihak yang terlibat”, (ii) “asas kemanfaatan” yang menentukan bahwa “pengaturan perpajakan bermanfaat bagi kepentingan negara, bangsa, dan masyarakat, khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum”, dan (iv) "asas kepentingan nasional" yang mempersyaratkan “pelaksanaan perpajakan mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat di atas kepentingan lainnya” (vide Penjelasan Pasal 1 ayat (1) huruf a, e dan f UU HPP). 26. Di samping itu, menilik bunyi Bagian “Menimbang” huruf b dan c dari UU HPP, maka dapat disimpulkan bahwa pembentukan UU HPP dimaksudkan antara lain “untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian” dengan cara melakukan “strategi konsolidasi fiskal yang berfokus pada perbaikan defisit anggaran dan peningkatan rasio pajak”, yang antara lain dilakukan melalui “penerapan kebijakan peningkatan kinerja penerimaan pajak” sehingga diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang antara lain PPh, PPN dan Cukai, di mana maksud itu kemudian dipertegas kembali dalam Penjelasan bagian I. UMUM yang menyatakan sebagai berikut: “ I. UMUM Untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan guna mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diperlukan berbagai upaya dari Pemerintah untuk mengambil berbagai langkah kebijakan fiskal yang konsolidatif. Kebijakan fiskal yang konsolidatif tersebut dapat diwujudkan dengan melakukan langkah strategis yang berfokus pada perbaikan defisit anggaran dan peningkatan rasio pajak ( tax ratio ) yang antara lain melalui penerapan kebijakan peningkatan kinerja penerimaan pajak , reformasi administrasi perpajakan, peningkatan basis perpajakan, penciptaan sistem perpajakan yang mengedepankan prinsip keadilan dan kepastian hukum, serta peningkatan kepatuhan sukarela Wajib Pajak. Pada tataran global, negara-negara di dunia juga menerapkan berbagai kebijakan perpajakan yang diharapkan mampu untuk meningkatkan penerimaan dengan memperluas basis pajak dan melakukan penyesuaian tarif pajak. Dalam rangka peningkatan rasio pajak (tax ratio) , Pemerintah telah melakukan berbagai upaya antara lain melalui reformasi perpajakan yang berfokus pada organisasi, sumber daya manusia, teknologi informasi berbasis data, proses bisnis, dan regulasi perpajakan . Hal ini dilaksanakan di antaranya dengan peningkatan fungsi pelayanan, implementasi program Pengampunan Pajak, pelaksanaan skema Automatic Exchange of Financial Account Information , penguatan' efektifitas fungsi ekstensifikasi, dan penegakan hukum. Namun, hal tersebut belum cukup untuk mengimbangi perubahan pola bisnis dan

    Halaman 41Tutup

    lebih cepat dibandingkan periode periode sebelumnya," ucapnya. Tak berhenti sampai di situ, Sigit menyebut ada dampak berkepanjangan yang akan timbul jika pemerintah serius menerapkan kebijakan pajak pada kebutuhan pokok. Menurutnya, kriminalitas akan meningkat karena masyarakat yang kesulitan akan cenderung mencari cara termudah untuk memenuhi kebutuhan . "Nah, apalagi di era pandemi ini angka pengangguran, angka pemutusan hubungan kerja atau PHK juga tinggi sekitar 5 juta orang terkena PHK. Nah kalau ini terjadi tentu persaingan untuk mendapatkan barang itu sangat tinggi, itu berarti kriminalitas juga akan meningkat," lanjutnya.” Dengan demikian, tampak jelas korelasi antara biaya kesehatan, pendidikan dan barang kebutuhan pokok yang mahal dengan tingkat kualitas kehidupan manusia (kesejahteraan). Secara khusus perlu untuk dibahas hak asasi atas pendidikan sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945, yaitu setiap orang berhak untuk memperoleh pendidikan dan memilih pendidikan serta pengajaran, sedangkan pemerintah diwajibkan untuk memberikan membiayainya. Kewajiban pemerintah itu sebaliknya menjadi hak bagi setiap orang atau warga negara termasuk Pemohon sehingga dengan adanya kewajiban bagi pemerintah untuk membiayai pendidikan maka konsekuensinya adalah bahwa pendidikan bagi setiap orang (termasuk anak-anak Pemohon) haruslah gratis atau dibebaskan dari biaya, atau dengan kata lain pemerintah akan menanggung biaya pendidikan. Oleh karena itu, konsekuensi lebih lanjut adalah bahwa pemerintah tidaklah dapat menerapkan pajak atas pendidikan yang diperoleh siswa. Namun, dengan berlakunya Pasal 4A ayat (3) huruf g dalam Pasal 4 angka 1 UU HPP, maka Pemohon baik sebagai orang tua maupun juga sebagai orang yang selalu ingin belajar harus membayar PPN atas pendidikan dan oleh karenanya Pemohon harus menanggung biaya pendidikan yang semakin mahal, padahal seharusnya berdasarkan UUD 1945 Pemohon tidak perlu untuk mengeluarkan biaya pendidikan sebab pemerintah wajib untuk menanggung biaya pendidikan setiap orang. Sekalipun dalam ketentuan Pasal 16B ayat (1a) huruf j angka 6 UU PPN dalam Pasal 4 angka 6 UU HPP membebaskan tarif PPN 11% atas jasa pendidikan, “jasa pendidikan” bagaimana pun tidaklah layak dan tepat untuk dijadikan obyek PPN, sebab “jasa pendidikan” merupakan jasa yang mulia dan bukan merupakan kegiatan transaksional ekonomis. “Pendidikan menjadi ikhtiar kolektif, historis, dan kultural yang berakar pada budaya dan sekaligus diproyeksikan untuk pengembangan budaya itu sendiri. Pendidikan bukanlah peristiwa ekonomi atau proses

    Halaman 40Tutup
    • Artikel tanggal 9 Februari 2020 yang dilansir cnbcindonesia.com dengan judul “Biaya Kesehatan Makin Mahal, Bank Dunia: Bikin Orang Bangkrut” ( https: //www.cnbcindonesia.com/news/20200209183706- 4136479/biaya-kesehatan-makin-mahal-bank-dunia-bikin-orang- bangkrut ) yang menyitir hasil riset Bank Dunia _: _ __ “Pengeluaran biaya kesehatan menjadi penyebab penurunan kesejahteraan. Dengan bertambahnya pengeluaran kesehatan, maka konsumsi untuk kebutuhan lainnya harus dikurangi. Hal ini diungkapkan dalam riset Adam Wagstaff, Patric Eozenou, dan Marc Smitz berjudul Out-of-Pocket Expenditure on Health yang diterbitkan oleh Bank Dunia…. "Pengeluaran kesehatan biasanya tidak rutin dan tidak bisa diperkirakan. Pengeluaran ini hanya terjadi ketika seseorang dalam kondisi sakit, waktunya di luar kontrol. Konsekuensinya adalah akan ada pengurangan konsumsi kelompok lainnya, sehingga pengeluaran kesehatan terkait erat dengan penurunan tingkat kesejahteraan ," sebut riset terbitan April 2019 itu… "Masalah ini tidak hanya melanda negara-negara miskin, tetapi semuanya. Orang dengan kondisi memprihatinkan ini tidak hanya bisa bangkrut secara ekonomi, tetapi juga moral," papar riset itu”. __ - Berita tanggal 12 Juni 2021 di detik.com dengan judul “ Ini Dampak Sosial Jika PPN Naik, Pajak Pendidikan-Sembako Diterapkan” ( https: //news.detik.com/berita/d-5602830/ini-dampak- sosial-jika-ppn-naik-pajak-pendidikan-sembako-diterapkan ) yang menyebutkan: “ Pemerintah berencana memberlakukan pajak pertambahan nilai (PPN) di sektor pendidikan hingga kebutuhan bahan pokok. Ternyata kebijakan pemerintah ini bisa memberikan dampak sosial ke masyarakat. Hal tersebut diungkapkan oleh sosiolog dari Universitas Nasional, Sigit Rohadi. Awalnya Sigit menjelaskan dampak langsung yang bisa terjadi pada masyarakat jika bahan-bahan pokok dikenai PPN. __ " Kalau itu dilaksanakan, betul-betul dilaksanakan pengenaan pajak, tentu akan memberatkan masyarakat bawah, masyarakat yang selama ini menikmati atau mengkonsumsi barang-barang, katakanlah sembako dengan pendapatan yang pas-pasan," kata Sigit saat dihubungi, Jumat (11/6/2021). " Kalau barang-barang kebutuhan pokok dikenai pajak, tentu pengeluaran untuk kebutuhan pokok akan berlipat-lipat sehingga mereka akan tidak mampu memenuhi kebutuhan barang sekunder atau tersier. Kalau itu (pajak) betul diterapkan bisa dipastikan kualitas hidup masyarakat yang lapisan bawah akan semakin menurun, angka kemiskinan akan meningkat
    Thumbnail
    CIPTA KERJA Cipta Kerja | HUKUM KEUANGAN NEGARA | LINGKUNGAN HIDUP
    PP 22 TAHUN 2021

    Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

    • Ditetapkan: 02 Feb 2021
    • Diundangkan: 02 Feb 2021

    Relevan terhadap

    Pasal 121Tutup

    Cukup ^jelas. Pasal 122 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "status Mutu Air" adalah tingkat kondisi Mutu Air yang menunjukan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu Badan Air dalam waktu tertentu dengan membandingkan Baku Mutu Air yang akan dicapai. Pasal 123 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "Mutu Air sasaran" adalah Mutu Air yang direncanakan untuk dapat diwujudkan dalam jangka waktu...SK No 065031 A waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja dalam rangka pengendalian pencemaran air dan pemulihan Mutu Air. Huruf b Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya mencakup bentuk kegiatan di bidang tersebut yang berhubungan dengan pemanfaatan dan pembuangan Air Limbah, seperti pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang berkontribusi dalam mencemari air. Pasal 124 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "kebijakan lainnya" merupakan kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah untuk menjamin terpenuhinya...SK No 065032 A terpenuhinya kebutuhan pokok air masyarakat atau kebutuhan lainnya nasional. sehari-hari untuk sesuai prioritas Pasal 125 Ayat ^(1) Yang dimaksud dengan "pemanfaatan air" adalah bentuk kegiatan yang menggunakan air sebagai bahan baku dan/atau sebagai media untuk menerima Air Limbah. Ayat (2) Cukup jelas.

    Pasal 46Tutup

    Pasal 46 (1) Penanggung rawab Usaha dan/atau Kegiatan menyampaikan Cckumen Andal dan dokumen RKL-RPL yang telah diperbaiki sesuai dengan ketentuan sebagairnana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (7). (21 Terhadap dokumen Andal dan dokurnen RKL-RPI, yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (1,p, Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup melakukan evaluasi perbaikan. (3) Berdasarkan evaluasi sebagairr'.ana dimaksud par: ia ayat (2), Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup melakukarr uji kelayakan. Pasal 47 (1) Uji kelayakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimahstrd dalanr Pasal 45 ayat (6) dan Pasal 46 ayat (3) dilakukan berdasarkan kriteria kelayakan yang meliputi:

    a.

    kesesuaian lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan dengan rencana tata ruang dan ke+,entuan peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan pemanfaatan ruang;

    b.

    kesesuaian rencana Usaha dan/atau Kegiatan dengan kebijakan di bidang Perlindungan dan Pengelc,'laan Lingkungan Hidup serta sumber daya alam yang diatur dalain peraturan perundang- undangan;

    c.

    rencana Usaha dan/atau Kegiatan tidak menganggu kepentingan pertaha nan keamanan;

    d.

    prakiraan secara cerrnat mengenai besaran dan sifat penting dampak dari aspek biogeofisik kimia. sosial, ekonomi, budaya. tata ruang, dan kesehatan masyarakat pada tahap pra konstruksi, konstruksi, operasr, dair. pasca operasi Usaha dan/atau Kegiatan;

    e.

    hrrsii evaluasi secara holistik terhadap seluruh Dampak Penting sebagai satu kesatuan )'ang saling terkait clan saling mempengaruhi sehingga diketahui perimbangan Dampak Pentirrg yang bersifat posrtif dengan i-ang bersifat negatif;

    f.

    kemampuan penanggrrng jawab Usaha. dan/atau Kegiatan dan/atau pihak terkait yang bertanggr-rng jawah clalarn menanggulangi Dampak Penting negatif yang akan ditirnbulkan dari Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan dengan pendekatan teknologi, sosial, dan kelembagaan;

    g.

    rencana Usaha danf atau Kegiatan tidak mengganggu nilai-nilai sosial atau pandangan masyarak at (emic uieu) ;

    h.

    rencana Usaha dan/atau Kegiatan tjdak akan mempenganrhi dan/atarl mengganggu e-ntit_as ekologis yang merupakan:

    1.

    entitas dan/atau spesies kunci (keg speciesl;

    2.

    memiliki nilai penting secara ekologis (ecological irnpoftance);

    3.

    memiliki nilai penting secara ekonomi (economic importan c: e) ; dan/atau

    4.

    memiliki nilai penting secara ilmiah (scientific importance);

    i.

    rencana Usaha dan/atau Kegiatan tidak menimbulkan gangguan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang telah berada di sekitar rencana ickasi Usaha dan/atau Kegiatan; clan/atau j. tidak dilampauinya daya dukung dan daya tampung Lingkungan Hidup dari lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan, dalam hal terdapat pertritungan daya dukung dan daya tampung Lingkungan Hidup dimaksud. (21 Berdasarkan hasil uji kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup menyampaikan rekomendasi kepada Menteri, gubernur, atau bupati/v,'ali kota sesuai dengan kewenangannya. (3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:

    a.

    rekornendasi kelayakan Lingkungan Hidup; atau

    b.

    rekomendasi ketidaklayakan Lingkungan Hidup.

    (4)

    Rekomendasi (4) Rekomendasi kelayakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat berupa rekomendasi kelayakan ba.gi sebagian rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang diusulkan oleh penanggung jawab Usaha dan/amu Kegiatan. Pasal 48 (1) Jangka waktrr penilaian substansi dokumen Andai dan dokumen RKL-RPL dan uji kelayakan Lingkunga.n Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai derrgan Pasai 47, dilakukan paling larrra 50 (lima puluh) hari keria sejak dokumen Anclal dan dokumen RKL-RPL dinyatakan lengkap dalam penilaian aciministrasi. (21 Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk .iangka waktu perbaikan dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL dalam penilaian substansi oleh penanggung jawab Usaha danlatau Kegiatan. Pasal 49 (1) Rekomendasi hasil uji kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (21 menjadi bahan pertimbarlgan Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengarr kewenangannya dala m menetapkan:

    a.

    surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup, jika rencana Usaha dan/atau Kegiatan dinyatakan layak Lingkurngan Hidup; atau

    b.

    surat keputusan ketidaklayakan Lingkungan Hidup, jika rencana Usaha danlatau Kegiatan dinyatakan tidak layak Lingkungan Hidup. (2) Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau surat keputusan ketidaklayakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada a),at (1) ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak rekomendasi hasil uji kelayakan diterima. (3) Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup yang ditetapkan setragaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan:

    a.

    bentuk Persetujuan Lingkungan; dan

    b.

    prasyarat r'{Tr' b. prasyarat penerbit-a.n Perizinan Berusahra atau Persetujuan Pemerin tah. (4) Persetujuan Pernerintah sebagaimana dimaksucl pada ayat (3) huruf b diterbitkan sesuai dengan keterrtuan peratu ran penrndang-undangan. (5) Perizinan Berusaha ataur Persetujuan Pcmerint-ah sebagairriana dima-ksud pada ayaL (41 merurpakan dasar pelaksanaarr Pengarvvasan Usaha dan/ata-u Kegiatarr. (6) Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidi.ip sebagaimana dimakstrd pada ayat (1) huruf a, praling sedikit tnenluat:

    a.

    dasar ditetapkannya, Kepur-usan Kelayakarr Lingkungan Hidup, berupa rekomenciasi hasil uji keiayakan dari Tim Uji l(elayakan Lingkungan Hidup;

    b.

    identitas penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan sesuai dengan identitas yang tertulis dalam Perizinan Berusaha atau Persetujuan Peirrerintah. meliputi:

    1.

    nama tlsaha dani atau Kegiatan;

    2.

    jenis Usaha dan/atau Kegiatan;

    3.

    nama dan jabatan penanggung ja'*,ab Usaha danr/atau Kegia-tan. 4. alamat kantor: dan 5. lokasi Usaha dair/atau Kegiatan;

    c.

    lingkup rencana Usaha dan/atar: Kegiatan yang disetujui untuk dilakukan, baik kegiatan utama maupun kegiatan pendukung sesuai dengan Persetujuan Teknis yang diterbitkan oleh instansi yang berwenai: ',g rnenerbitkan Persetujuan Teknis;

    d.

    Persetu; uan Teknis paling sedikit rnemuat:

    1.

    standar teknis baku mutu Lingkunga.n tlidup, Pengelolaai: Lirnbah 83, dan/atau analisis tnengenai dampak lalu lintas;

    2.

    standar kompetensi sumber daya manusia terkait baku rnutu Lingkungan l{iCup, Pengelolaan l,imbah 83, dan analisis mengenai dampak lalu lintas; dan

    3.

    sistem rnanajemen lingkungan.

    e.

    pe!'syaratan e f. persyaratan penanggung .jawab [.]saha Can/atau Kegiatan untuk rnemenutrr komitmerr Persetujuan Teknis seLrelum operresi terkait dengan lingkr; p Persetu'iuan Teknis; ke'".r,ajiban penariggung jawab Usaha dan/ateru Kegiatan, yang terdiri ata.s:

    1.

    memenuhi ketentuan sesuai riengan dokumen RKL-RPI,;

    2.

    nrematuhi ketentuan peraturan perundr.ng- undangan di bidang Perlinclungan dan Pengelolaan Lingkungan Flidup;

    3.

    rnemenuhi kewajiban pada Persetujuan Teknis pasca veritlkasi pemenuhan baku rnutu Lingkungan Hidup, Pengelolaan Limbah 83, dan/atau anahsis mengenai dampak lalu lintas:

    4.

    rnenyiapkan dana penjaminan untuk pemulihan frurgsi Lingkungan Hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    5.

    meiakukan pengelolaan Limbah nonB3 sesuai rinciar pengeiolaan yang termrrat. daiam dokumen RIO-RPL;

    6.

    menyarnpaikarr laporan pelaksanaan persyaratan dan kewajiban Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah terkait Persetujuan Lingkungan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali;

    7.

    mengajukan permohonan perubaharr Persetujuan Lingkungan apabila direncanakan untuk melakukan perubahan Usaha dan/atau Kegiatan;

    8.

    melakukan audit lingkungan pada tahapan pasca operasi untuk memastikan kewajiban telah clilaksanakan dalam ranglia pengakhiran kewajiban pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup; dan/atau

    9.

    kewajiban lain yang ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan kepentrngan Perlindungan clan Pengelolaan Lingkungan Hidup; hal-hal lain, yang meliputi: o b' 1. ketentuan .

    1.

    ketentuan bahvra penanggutlg jawab Usaha dar: iatau Kegiatan dapat dikr: nakan Sanksi Administratif apabila Citernukan pelanggaran administratif;

    2.

    ketentuan bahv"'a penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan .,.,ajib memberikan akses kepada Pejabat Pengawas Lingkungan Hiciup untuk melakukan pengawasan seslrai dengan kewenangan;

    3.

    ketentuan masa berlaku Surat Keputusan Keiayakan Lingkungan Hidup, yang menjelaskan bahu,a keputusan kelayakan Lingkungan Hidup ini berlaku s.-lama Usaha dan7'atar-l Kegiatan berlangsung sepanjang t.idak ada perubahan atas lJsaha danlatau Kegiatan dimaksud; dan

    4.

    tanggal penetapan Surat Keputusan Kelavakan Lingkungan Hidup. (/) Surat keputusan I<etidaklayakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, paling sedikit memuat:

    a.

    lingktrp rencana Usaha dan/atad Kegiatan;

    b.

    dasar pertimbangan ketidaklayakan Lingkungan FIidup;

    c.

    penetapan ketidaklayakan Lingkungan Hidup; dan d, tanggal penetapan keputusan ketidaklayakan Lingkungan Hidup. Pasal 50 (1) Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup yang telah diterbitkan oleh Menteri, gubernrrr, atau bupati/wali l<ota sesuai dengan kewenangann_va diumumkan kepada masyarakar- melalui Sistem Inforrnasi Lingkungarr Hidrtp atau cirra lainnya yang Citetapkan oleh Pemerintah. (21 Cara lainnya yang rJitetapkan oleh pemerintah sebagairnana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a" media rnassa: Can/atau b. pengumuman pada iokasi Usaha dan/atau Kegiatan.

    (3)

    Pengumuman .

    (3)

    Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak diterbitkannya surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup. Pasal 51 Tata laksana penilaian dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL, penyampaian hasil uji kelayakan, dan penetapan surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau ketidaklayakan Lingkurrgan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 50 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pernerintah ini.

    Thumbnail
    PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI | HUKUM KEUANGAN NEGARA
    54/PUU-XX/2022

    Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...

      Relevan terhadap

      Halaman 35Tutup
      1. Bahwa dengan demikian UU IKN dibuat dengan derajat partisipasi yang semu. UU IKN tidak menerapkan partisipasi dalam arti sesungguhnya ( meaningful participation ), karena itu UU IKN bertentangan dengan ketentuan Pasal 96 UU Nomor 12 Tahun 2011 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU/XVIII/2020; C.2. Pembentukan UU IKN Bertentangan dengan Asas Kedayagunaan dan Kehasilgunaan 49. Bahwa yang dimaksud dengan asas kedayagunaan dan kehasilgunaan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagai UU pelaksana dari ketentuan Pasal 22A UUD 1945, sebagaimana dalam dalam penjelasan Pasal 5 huruf e, adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; __ 50. Bahwa UU IKN, yang memindahkan Ibu Kota Negara dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur, menurut para pakar (Faisal Basri, Roy Valiant Salomo, dan Ali Sahab, S.IP., M.Si) dalam pemberitaan yang dikutip dari website https: //nasional.kontan.co.id/news/faisal-basri-tak-ada-urgensi- pemindahan-ibu-kota-negara, https: //news.detik.com/berita/d-5916114/f aisal-basri-kritik-pembangunan-ikn-karena-pandemi-covid-belum-berlalu, https: //kumparan.com/beritaanaksurabaya/soal-pemindahan-ibu-kota negara-pakar-unair-ada-yang-lebih-prioritas-1xNJboUXISO, dan https: // www.bbc.com/indonesia/indonesia-60021821 tidak urgent untuk dilaksanakan, lebih-lebih lagi untuk situasi saat ini, karena masih banyak prioritas lain yang perlu diprioritaskan; __ 51. Bahwa para pakar tersebut di atas juga menyoroti prioritas Pemerintah untuk memindahkan Ibu Kota Negara, apalagi dengan menggunakan dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional), padahal sampai hari ini Indonesia belum mencabut status darurat Covid-19, maka seharusnya Pemerintah fokus pada penanganan Covid beserta dampaknya, terutama dampak ekonomi dari terjadinya Covid-19, sebagaimana amanat dari UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman
      Thumbnail
      Tidak Berlaku
      COVID 19 DAN PEN Covid 19 dan PEN | REKENING KHUSUS | PROGRAM PEN
      63/PMK.05/2020

      Tata Cara Pengelolaan Rekening Khusus Pembiayaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional

      • Ditetapkan: 05 Jun 2020

      Relevan terhadap

      MenimbangTutup

      bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengelolaan Rekening Khusus Pembiayaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;

      Pasal 1Tutup

      Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

      1.

      Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Corona Virus Disease 20l9 (COVID- 19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.

      2.

      Penempatan Dana adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah dengan menempatkan sejumlah dana pada bank umum tertentu dengan bunga tertentu.

      3.

      Bank Peserta adalah bank yang menerima Penempatan Dana Pemerintah dan menyediakan dana penyangga likuiditas bagi bank pelaksana yang membutuhkan dana penyangga likuiditas setelah melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau tambahan kredit/pembiayaan bagi Bank Perkreditan Rakyat/Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan perusahaan pembiayaan yang melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja.

      4.

      Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada Bank Sentral.

      5.

      Rekening Khusus Pembiayaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Rekening Khusus Pembiayaan Program PEN adalah Rekening Lainnya milik Bendahara Umum Negara di Bank Indonesia yang digunakan untuk menampung dan mengelola hasil penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang dibeli oleh Bank Indonesia dalam rangka pembiayaan Program PEN.

      MengingatTutup
      1.

      Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

      2.

      Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

      3.

      Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6514);

      4.

      Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98); 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.01/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 641);

      Thumbnail
      TAHUN ANGGARAN 2019 | ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
      UU 12 TAHUN 2018

      Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2019

      • Ditetapkan: 22 Nov 2018
      • Diundangkan: 23 Nov 2018

      Relevan terhadap 2 lainnya

      Pasal 39Tutup
      (1)

      Penyesuaian APBN Tahun Anggaran 2olg dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama Dewan Perwakilan Ratcyat dengan pemerintah dalam rangka pen5rustrnan perkiraan perubahan atas APBN Tahun Anggaran 2019, apabila terjadi:

      a.

      perkembangan indikator ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan sebagai acuan dalam APBN Tahun Anggaran 2Ol9;

      b.

      perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;

      c.

      keadaan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -42- c. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram; dan/atau

      d.

      keadaan yang menyebabkan SAL tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun berjalan.

      (2)

      SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan SAL yang ada di rekening Bank Indonesia yang penggunaannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilaporkan dalam pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.

      (3)

      Dalam hal dilakukan penyesuaian APBN Tahun Anggaran 2Ol9 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang mengenai Perubahan atas Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2OL9 untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Ralryat sebelum Tahun Anggaran 2OI9 berakhir.

      Pasal 27Tutup

      Ayat (1) Khusus untuk pemanfaatan sementara saldo kas BLU dilakukan dengan mempertimbangkan ^jenis BLU dan efektivitas saldo kas BLU yang akan dimanfaatkan sementara sehingga tidak mengganggu operasional dan manajemen kas BLU. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang meliputi perubahan SBN neto, penarikan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penarikan Pinjaman Luar Negeri. Penarikan Pinjaman Luar Negeri meliputi penarikan Pinjaman Tunai dan Pinjaman Kegiatan. Dalam hal Pinjaman Luar Negeri dan/atau Pinjaman Dalam Negeri tidak tersedia dapat digantikan dengan penerbitan SBN atau sebaliknya dalam rangka menjaga ketahanan ekonomi dan fiskal. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas.

      Thumbnail
      TAHUN 2016, TAHUN 2017, DAN TAHUN 2018 | SASARAN INFLASI
      93/PMK.011/2014

      Sasaran Inflasi Tahun 2016, Tahun 2017 dan Tahun 2018.

      • Ditetapkan: 21 Mei 2014
      • Diundangkan: 21 Mei 2014

      Relevan terhadap

      MenimbangTutup
      a.

      Bahwa berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, Bank Indonesia berwenang menetapkan sasaran moneter dengan memperhatikan pada sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia;

      b.

      bahwa berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pemerintah dan Bank Indonesia berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter;

      c.

      bahwa dalam rangka pelaksanaan koordinasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, Pemerintah dan Bank Indonesia telah menandatangani Nota Kesepakatan pada tanggal 1 Juli 2004 tentang Mekanisme Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi di Indonesia;

      d.

      bahwa dalam rangka membentuk dan mengarahkan harapan masyarakat mengenai tingkat inflasi di masa mendatang (ekspektasi inflasi) dan memberikan pedoman kepada pembuat kebijakan dan pelaku pasar, Pemerintah berkoordinasi dengan Bank Indonesia untuk mencapai dan mengendalikan inflasi pada tingkat yang semakin rendah dan stabil, sehingga kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan;

      e.

      bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sasaran Inflasi Tahun 2016, Tahun 2017, Dan Tahun 2018;

      Thumbnail
      BIDANG BEA CUKAI | HIMPUNAN PERATURAN
      PER-10/BC/2018

      Tata Cara Pemberian Bea Masuk Ditanggung Pemerintah

      • Ditetapkan: 21 Mei 2018
      • Diundangkan: 01 Jan 1900

      Relevan terhadap

      Halaman 17Tutup

      b. mengakibatkan lebih bayar, nilai BM DTP yang dipakai sebagai dasar pencatatan penerimaan negara adalah nilai bea masuk yang tercantum di Pemberitahuan Pabean Impor dikurangi lebih bayar bea masuk yang tercantum dalam SPTNP atau SPKTNP. (8) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Pejabat yang menangani pemotongan kuota pada: a . Bidang Fasilitas, dalam hal pengajuan Pemberitahuan Pabean Impor disampaikan pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai; atau b. Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai, dalam hal pengajuan Pemberitahuan Pabean Impor disampaikan pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai. (9) Direktur yang mempunyai _ tugas melakukan evaluasi implementasi penerimaan dan penagihan melakukan pencatatan atas penerimaan BM DTP dari laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g dan/ a tau data dalam aplikasi BM DTP se"?agaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h yang dijadikan dasar untuk pencatatan dalam Sistem Akuntansi Instansi (SAI) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. { 10) Direktur melakukan rekapitulasi atas laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g dan menyampaikan Laporan Triwulan Realisasi Bea Masuk Ditanggung Pemerintah kepada Menteri Keuangan c.q . Kepala Badan Kebijakan Fiskal dan Direktur Jenderal Anggaran pada bulan April, Juli, dan Oktober , untuk tahun berkenaan dan Januari untuk tahun be1ikutnya . Pasal 9 Perusahaan yang telah mendapatkan BM DTP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus: a. menyelenggar.akan pembukuan mengenai pengimporan

      Thumbnail
      CIPTA KERJA Cipta Kerja | BIDANG BEA CUKAI | HUKUM KEUANGAN NEGARA
      34/PMK.04/2021

      Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas ...

      • Ditetapkan: 01 Apr 2021
      • Diundangkan: 01 Apr 2021

      Relevan terhadap

      Pasal 1Tutup

      Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

      1.

      Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang- Undang Kepabeanan.

      2.

      Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.

      3.

      Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

      4.

      Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai.

      5.

      Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

      6.

      Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.

      7.

      Tempat Lain yang Diperlakukan Sama Dengan TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di luar Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.

      8.

      Tempat Lain adalah tempat di Kawasan Bebas selain pelabuhan laut dan bandar udara yang ditunjuk, yang dipergunakan untuk kegiatan bongkar barang dari luar daerah pabean, tempat lain dalam Daerah Pabean, Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus, dan/atau kegiatan muat barang yang akan dikeluarkan ke luar Daerah Pabean, tempat lain dalam Daerah Pabean, Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus.

      9.

      Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya Kewajiban Pabean sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Kepabeanan.

      10.

      Kewajiban Pabean adalah semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Kepabeanan.

      11.

      Orang adalah orang perseorangan atau badan usaha atau badan hukum.

      12.

      Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh Orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Kepabeanan.

      13.

      Formulir Free Trade Zone yang selanjutnya disebut Formulir FTZ adalah formulir yang berbentuk surat keterangan pengeluaran kendaraan bermotor dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean dengan melunasi bea masuk, PPN, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22.

      14.

      Dokumen Pengiriman Barang atau Consignment Note yang selanjutnya disebut Consignment Note adalah dokumen dengan kode CN-22/CN-23 atau dokumen sejenis yang merupakan dokumen perjanjian pengiriman barang antara pengirim barang dengan Penyelenggara Pos untuk mengirimkan barang kiriman kepada penerima barang.

      15.

      Manifes adalah daftar barang niaga yang diangkut oleh sarana pengangkut melalui laut, udara, dan darat.

      16.

      Manifes Kedatangan Sarana Pengangkut atau Inward Manifest yang selanjutnya disebut Inward Manifest adalah daftar barang niaga yang diangkut oleh Sarana Pengangkut melalui laut, udara, dan darat pada saat memasuki Kawasan Pabean atau Tempat Lain setelah mendapat izin Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tempat tersebut.

      17.

      Manifes Keberangkatan Sarana Pengangkut atau Outward Manifest yang selanjutnya disebut Outward Manifest adalah daftar barang niaga yang diangkut oleh Sarana Pengangkut melalui laut, udara, dan darat pada saat meninggalkan Kawasan Pabean atau Tempat Lain setelah mendapat izin Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tempat tersebut.

      18.

      Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut yang selanjutya disingkat RKSP adalah pemberitahuan tentang rencana kedatangan Sarana Pengangkut yang disampaikan oleh Pengangkut ke Kantor Pabean.

      19.

      Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice , packing list , bill of lading / airway bill , manifes, Consignment Note , dokumen pemenuhan ketentuan larangan atau pembatasan, dan/atau dokumen lainnya yang dipersyaratkan.

      20.

      Pertukaran Data Elektronik yang selanjutnya disingkat PDE adalah alir informasi bisnis antar aplikasi dan organisasi secara elektronik, yang terintegrasi dengan menggunakan standar yang disepakati bersama, termasuk komunikasi atau penyampaian informasi melalui media berbasis laman internet ( web-based ).

      21.

      Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.

      22.

      Akses Kepabeanan adalah akses yang diberikan kepada pengguna jasa untuk berhubungan dengan sistem pelayanan kepabeanan baik yang menggunakan teknologi informasi maupun manual.

      23.

      Pengolahan adalah kegiatan mengolah barang dan/atau bahan baku dengan atau tanpa bahan penolong menjadi barang baru yaitu barang hasil produksi dengan nilai tambah yang lebih tinggi, termasuk perubahan sifat dan fungsinya.

      24.

      Barang Kiriman adalah barang yang dikirim melalui penyelenggara pos sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pos.

      25.

      Sarana Pengangkut adalah kendaraan/angkutan melalui laut, udara, atau darat yang dipakai untuk mengangkut barang, kendaraan yang mengangkut barang, dan/atau orang.

      26.

      Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

      27.

      Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Dewan Kawasan adalah dewan yang dibentuk untuk menetapkan kebijakan umum, membina, mengawasi, dan mengoordinasikan kegiatan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

      28.

      Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Badan Pengusahaan Kawasan adalah Badan yang dibentuk untuk melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

      29.

      Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.

      30.

      Penyelenggara Pos adalah badan usaha yang menyelenggarakan pos.

      31.

      Penyelenggara Pos yang Ditunjuk adalah penyelenggara pos yang ditugaskan oleh pemerintah untuk memberikan layanan internasional sebagaimana diatur dalam Perhimpunan Pos Dunia ( Universal Postal Union ).

      32.

      Perusahaan Jasa Titipan yang selanjutnya disingkat PJT adalah Penyelenggara Pos yang memperoleh ijin usaha dari instansi terkait untuk melaksanakan layanan surat, dokumen, dan paket sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pos.

      33.

      Penumpang adalah setiap orang yang melintasi perbatasan wilayah negara atau Kawasan Bebas dengan menggunakan Sarana Pengangkut tetapi bukan awak Sarana Pengangkut dan bukan pelintas batas.

      34.

      Awak Sarana Pengangkut adalah setiap orang yang karena pekerjaannya harus berada dalam Sarana Pengangkut dan datang dan/atau berangkat bersama Sarana Pengangkut.

      35.

      Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanaan yang selanjutnya disingkat PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas kuasa pengusaha di Kawasan Bebas.

      36.

      Pengangkut Kontraktual ( Non-Vessel Operator Common Carrier ) yang selanjutnya disebut Pengangkut Kontraktual adalah badan usaha jasa pengurusan transportasi yang melakukan negosiasi kontrak dan kegiatan lain yang diperlukan untuk terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut, dan udara, dan mengkonsolidasikan muatan.

      • 1
      • ...
      • 23
      • 24
      • 25
      • ...
      • 72