Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Opini Pajak Internasional Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. Teks M. Rifqy Nurfauzan Abdillah dan Pungki Yunita Chandrasari, pegawai pada Badan Kebijakan Fiskal MEDIAKEUANGAN 40 FENOMENA RACE TO THE BOTTOM DALAM P ada abad ke-21, negara- negara berlomba-lomba untuk menurunkan tarif pajak dan menawarkan insentif pajak dalam rangka menarik arus investasi global. Globalisasi dan perdagangan bebas menuntut adanya pergerakan bebas ( free movement ) faktor-faktor produksi, salah satunya adalah modal. Untuk mendapatkan modal, negara menawarkan insentif dalam bentuk pemotongan tarif PPh Badan, insentif pajak, atau deregulasi perpajakan. Hal ini mengakibatkan persaingan pajak antarnegara terjadi. Tingginya angka pengganda dari shock yang ditimbulkan dari investasi menyebabkan persaingan perebutan investasi asing atau foreign direct investment (FDI) menjadi sengit. Sebagai konsekuensi dari kompetisi, fenomena “ race to the bottom ” dalam hal penurunan tarif dan obral insentif pajak seringkali tidak dapat dihindari dan mengganggu sistem pajak negara- negara di dunia. Di sisi lain, Indonesia baru-baru ini bergabung dengan tren yang ada untuk menyesuaikan tarif PPh yang berlaku yaitu sebesar 22 persen untuk tahun 2020 dan 2021 serta akan turun menjadi 20 persen mulai tahun 2022. Selain itu, ada tambahan pengurangan 3 persen lebih rendah dari tarif yang disebutkan di atas, terutama untuk perusahaan publik dengan 40 persen total sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu. Terkait insentif pajak, Indonesia baru saja merilis fasilitas pajak baru dalam bentuk tax allowance sebagai pelengkap kebijakan tax holiday yang masih berlaku. Filipina sebagai negara yang mengenakan tarif PPh Badan tertinggi di ASEAN juga mencoba menawarkan skema insentif pajak baru bersama dengan pengurangan tarif PPh badan dalam rancangan undang-undang baru mereka. Dari tren ini, kita memiliki dua pertanyaan yang perlu dijawab. Pertama, apakah tidak masalah bagi Indonesia untuk mengikuti race ini dan yang kedua apakah Indonesia memiliki semua kualitas pajak yang diperlukan untuk menarik investasi. IMF sendiri sudah memberitahukan bahwa persaingan pajak di antara negara-negara ASEAN dapat merusak penerimaan negara. Persaingan pajak akan menguntungkan investor sementara kebutuhan untuk mendanai belanja publik semakin besar. Jadi, apakah keputusan Indonesia untuk menurunkan tarif dalam rangka meningkatkan investasi salah? Jawaban sederhananya tidak, karena itulah yang diperlukan untuk menggaet FDI. Secara global, FDI telah secara signifikan terbukti meningkatkan kontribusi PDB dari 8 persen di tahun 1990 menjadi 31 persen di tahun 2009. Dalam hal persaingan pajak, inisiatif pajak global diperlukan untuk memastikan adanya sebuah level playing field . OECD telah menetapkan standar internasional tentang transparansi pajak yang mengarah pada penerapan informasi pertukaran untuk tujuan pajak guna memerangi penggelapan pajak. Sementara masalah celah diselesaikan, hal tersebut tidak menghentikan negara-negara untuk memberikan insentif dan mengurangi tarif pajak mereka. Forum on Harmful Tax Practice OECD telah menilai rezim pajak preferensial dari negara-negara yang menyediakan banyak fasilitas pajak. Hal ini mengarah ke adanya basis pajak yang rendah, yang cenderung ke persaingan tidak sehat. Harmonisasi kebijakan perpajakan diperlukan untuk mencegah adanya rezim tersebut meskipun pada dasarnya suatu negara tidak bisa melarang kebijakan perpajakan negara lain karena itu merupakan suatu kedaulatan. Sejatinya persaingan pajak tidak hanya diidentifikasi dari tarif pajak, tetapi juga perlu melihat sistem perpajakan dan administrasi pajak suatu negara. Sebagian besar negara di ASEAN mengadopsi worldwide income , kecuali Malaysia dan Singapura yang menggunakan sistem territorial income . Didukung dengan tarif PPh badan yang rendah, pernyataan OECD menegaskan bahwa penggunaan sistem pajak teritorial merupakan salah satu indikasi kebijakan pajak yang hamful bagi rezim pajak preferensial. Di sisi lain, paying taxes di Singapura menduduki peringkat terbaik di kawasan ASEAN. Singapura jauh lebih unggul dalam administrasi urusan perpajakan dengan hanya membutuhkan 82 jam setahun sedangkan di Indonesia membutuhkan 259 jam setahun untuk memenuhi kewajiban pajak berdasarkan laporan yang dirilis oleh PwC dalam Paying Taxes 2014. Terlepas dari faktor non-pajak, faktor pajak memang memainkan peranan penting sebagai salah satu faktor investasi. MENA-OECD mendefinisikan faktor-faktor pajak yang mempengaruhi FDI sebagai tarif pajak, insentif pajak dan administrasi pajak. Salah satu kriteria administrasi pajak yang ideal adalah kepastian. Setiap investor menginginkan tingkat kepastian tertentu untuk pengembalian investasi mereka. Oleh karena itu, ketidakstabilan dan ketidakpastian dalam penerapan undang-undang perpajakan dan administrasi perpajakan dapat menghambat tujuan tersebut. Otoritas pajak dapat meningkatkan kepastian dengan memperbaiki hal-hal tertentu, seperti memastikan pemahaman yang sama antara wajib pajak dan pemeriksa tentang penerapan suatu peraturan dan meningkatkan kualitas mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif. Langkah Indonesia dalam hal tarif dan insentif pajak sudah cukup memadai. Pada tahun 2022, tarif PPh Badan Indonesia akan bisa bersaing dengan Singapura. Indonesia juga sepenuhnya mematuhi standar internasional, dengan rezim yang lebih fair dan sehat tidak seperti Singapura. Race to the bottom adalah fenomena yang tidak terelakkan di dunia perpajakan saat ini, termasuk bagi Indonesia. Apabila ditambah dengan upaya untuk meningkatkan standar administrasi pajak yang ada saat ini, Indonesia bisa berpotensi menempati posisi teratas sebagai negara tujuan investasi. Ilustrasi Dimach Putra
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Opini Masa Depan Batu Bara dan Energi Terbarukan Ilustrasi A. Wirananda *Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja Teks Ragimun dan Imran Rosjadi Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI MediaKeuangan 40 D iprediksi, nasib batu bara akan semakin sulit bersaing dengan energi terbarukan jika tidak ada inovasi dan peningkatan nilai tambah ( value added ). Dengan kata lain, tidak dilakukan hilirisasi ( downstreaming ). Apalagi ke depan, pengembangan energi bersih, seperti energi baru dan terbarukan (EBT) semakin masif dan efisien. Di masa mendatang, pengusaha batu bara ditantang untuk terus melakukan berbagai inovasi dan pengembangan produk batu bara. Di lain pihak, timbul pertanyaan, apakah pemerintah sudah secara maksimal mendorong berbagai bentuk program hilirisasi batu bara. Memang beberapa regulasi pemerintah telah digulirkan, salah satunya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, yang di dalamnya menetapkan antara lain mengenai target bauran energi nasional. Pada tahun 2025 ditargetkan peran EBT paling sedikit 20% dan peran batubara minimal 30%. Sementara pada tahun 2050 ditargetkan peran EBT melampaui batu bara, yakni paling sedikit 31%, sedangkan peran batubara minimal 25%. Perkembangan EBT yang makin pesat tentu membuat harga keekonomian EBT akan semakin kompetitif dibanding batu bara. Di sisi lain, penentangan para aktivis lingkungan terhadap efek polusi akibat penggunaan batu bara juga semakin mengemuka. Tak ayal, lambat laun kondisi ini akan terus menggeser peran batu bara sebagai sumber energi yang murah dan menjadikan batu bara bak buah simalakama. Di satu pihak, harganya terus menurun, dikonsumsi sekaligus ditentang dunia, dan bila tidak diproduksi maka potensi batu bara yang besar tidak dapat dioptimalkan. Akan tetapi, jika dilakukan hilirisasi, terdapat risiko bisnis yang cukup tinggi, baik dari segi teknis, regulasi, dan pasar. Biaya investasi yang diperlukan pun cukup besar, begitu pula dengan pembiayaannya harus bankable . Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia merupakan negara yang dikaruniai sumber daya alam yang melimpah, termasuk batu bara. Potensi kandungan sumber daya batu bara diperkirakan sangat besar, yakni mencapai 151 miliar ton dan cadangan batu bara sebesar 39 miliar ton. Kendati demikian, cadangan batu bara ini diperkirakan akan habis dalam 70 tahun yang akan datang (bila rasio cadangan dan produksi batu bara 4: 1). Oleh sebab itu, seyogianya pengelolaan batu bara dilakukan dengan baik dan bijak agar dapat memberikan kemakmuran sebesar-besarnya bagi masyarakat. Salah satu solusi agar pemerintah dapat terus mendorong pemanfaatan batu bara adalah melalui hilirisasi. Hilirisasi batu bara dapat memberikan sumbangan untuk peningkatan penerimaan negara, baik penerimaan pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Saat ini, kontribusi penambangan batu bara sebelum dilakukan hilirisasi terbilang relatif tinggi terhadap PNBP. Pada tahun 2018 saja, PNBP batu bara mencapai lebih dari 21,85 triliun Rupiah. Dalam jangka pendek, pemberian insentif fiskal sebagai pendorong hilirisasi batu bara memang akan mengurangi penerimaan negara dari sektor pajak dan bukan pajak. Akan tetapi, dalam jangka panjang diharapkan akan meningkatkan perekonomian dan manfaat sosial lainnya. Berdasarkan hasil simulasi yang pernah dilakukan, Produk Domestik Bruto (PDB) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah atau lokasi hilirisasi diperkirakan meningkat 3 kali lipat. Sementara, untuk pajak dan PNBP rata-rata naik 3 kali lipat. Penyerapan tenaga kerja pun berpotensi mencapai lebih dari 5000 pekerja. Hilirisasi yang paling memungkinkan untuk dilakukan pada saat ini adalah gasifikasi batu bara, yakni sebuah proses di mana bahan bakar karbon mentah dioksidasi untuk menghasilkan produk bahan bakar gas lainnya. Gasifikasi sudah diminati oleh perusahaan BUMN tambang, misalnya PT Bukit Asam (PT BA) yang berencana menggandeng beberapa perusahaan user melalui joint investment, seperti PT Pertamina, PT Pupuk Indonesia dan PT Candra Asri. Penggunaan teknologi produksi batu bara menjadi gas berupa Dymethil Ether (DME), urea dan polyphropylen e (PP) saat ini bukan masalah. Beberapa negara lain telah melakukan hal serupa, seperti Amerika Serikat, China, Jepang, Korea Selatan, dan Australia. Namun demikian, biaya produksi yang masih sangat tinggi menjadi kendala sehingga membutuhkan investasi yang relatif besar, dapat mencapai lebih dari 3.446 miliar Dollar. Dibutuhkan dukungan segala pihak agar hilirisasi gasifikasi dapat berjalan lancar. Pemerintah dapat mempertimbangkan pemberian insentif fiskal, seperti tax holiday, tax allowance, dan penurunan atau pengurangan royalti khusus. Perbankan pun ikut beperan serta dalam memberikan kredit investasi apabila proyek ini dinilai layak secara finansial. Selain itu, diperlukan juga kebijakan pengaturan atau penetapan harga beli DME untuk LPG oleh PT Pertamina yang tidak mengikuti fluktuasi harga komoditas. Dengan demikian, proyek industri bukan hanya bankable dan dapat berjalan, melainkan juga berkelanjutan sehingga program gasifikasi batu bara dapat bermanfaat untuk kepentingan industri strategis nasional, pasokan gas dalam negeri, penghematan devisa, dan pemanfaatan batu bara kalori rendah ( low rank) . Seluruh pemangku kepentingan perlu duduk bersama guna mencari solusi terbaik agar nantinya batu bara tidak lagi menjadi masalah, melainkan menjadi produk yang membawa berkah dan maslahah.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Opini Teks Muhammad Sutartib, Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. MEDIAKEUANGAN 36 Perlukah Pungutan atas Karbon? SETELAH RATIFIKASI PARIS AGREEMENT, Ilustrasi Dimach Putra P emanasan global menimbulkan dampak berbahaya bagi kehidupan seperti terjadinya kabut asap, naiknya permukaan air laut, krisis air bersih, hingga munculnya wabah penyakit. Perubahan iklim berupa pemanasan global ini biasanya dikaitkan dengan emisi gas karbondioksida (CO2) atau dikenal dengan sebutan emisi karbon tanpa diimbangi konversi atau penyerapan kembali gas karbondioksida untuk diubah menjadi gas oksigen misalnya melalui proses fotosintesis dengan bantuan pohon atau tanaman berdaun hijau. Para ahli sepakat bahwa kontribusi utama dari emisi karbon utamanya disebabkan konsumsi sumber energi yang berbahan dasar fosil seperti gas alam, minyak bumi serta batu bara. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention on Climate Change yang di dalamnya memuat kewajiban pemerintah dalam kontribusi pengurangan emisi gas rumah kaca untuk membatasi kenaikan suhu rata- rata global di bawah 2 ^o C hingga 1.5 ^o C dari tingkat suhu pra industrialisasi maka perlu strategi khusus untuk mengelola energi yang pemakaiannya mengeluarkan emisi karbon, terutama energi yang memakai bahan bakar fosil. Salah satu implementasi dari Paris Agreement yang dilaksanakan oleh berbagai negara karena dianggap paling powerful untuk memenuhi ketentuan konvensi tersebut adalah melalui pengenaan pungutan atas emisi karbondioksida atau pajak karbon ( carbon tax ) untuk setiap kegiatan yang meninggalkan jejak karbon ( carbon finger print ). Cara memungut pajak karbon ini bisa dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya, pabrik yang kegiatannya meninggalkan jejak karbon diwajibkan membuat laporan jumlah emisi karbon secara berkala dan dengan dasar inilah maka besarnya pajak karbon dapat dibayarkan. Ada jenis pajak karbon yang lebih mudah cara memungutnya karena barangnya kasat mata dan mudah mengelolanya seperti mengenakan pajak karbon pada bahan bakar fosil atau batu bara dengan memakai skema proxy karena pada prinsipnya kita bisa menghitung berapa gram karbondioksida yang terbuang ke udara apabila kita membakar sejumlah bahan bakar minyak per liter atau batu bara per kilogram. Besarnya tarif pajak karbon untuk minyak bumi bisa dikenakan untuk setiap liternya, sedangkan untuk batu bara setiap kilogramnya. Pungutan karbon atas benda berwujud dan kasat mata Apabila kita akan menerapkan pungutan atas karbon dalam bentuk pajak, saat ini belum diadopsi dengan Undang- Undang Perpajakan, tetapi apabila menggunakan mekanisme cukai secara filosofi lebih tepat sebab pungutan atas karbon ini pada dasarnya merupakan pigouvian tax atau corrective tax yang secara tersirat tercakup dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, namun pada saat ini Undang-Undang Cukai hanya menyangkut barang yang kasat mata. Dengan demikian, untuk barang-barang yang wujudnya jelas, pungutan karbon dapat dilakukan melalui cukai tanpa perlu membuat undang-undang baru, melainkan dengan peraturan pemerintah setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan rakyat. Apa itu cukai? Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang ini, yang meliputi barang-barang yang: (a) konsumsinya perlu dikendalikan; (b) peredarannya perlu diawasi; (c) pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau (d) pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Pada prinsipnya semua barang yang memiliki sifat dan karakteristik di atas, baik hanya memenuhi salah satu sifat dan karakteristik atau memenuhi keempat sifat dan karakteristik tersebut secara akumulatif dapat dikenakan cukai. Dengan demikian emisi karbon pun dapat dikenakan cukai karena memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup. Pungutan karbon atas benda berwujud ini bisa juga diterapkan melalui mekanisme Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), namun kelemahan dari mekanisme ini biasanya terletak pada penegakan hukumnya apabila terjadi pelanggaran. Pungutan karbon atas kegiatan yang meninggalkan jejak karbon Pungutan karbon atas kegiatan yang menimbulkan emisi karbon, misalnya kegiatan di pabrik semen, pabrik keramik, industri pertambangan, dll. belum bisa diterapkan dengan mekanisme pajak atau cukai karena belum diakomodasi oleh undang- undang. Sementara, penghitungan emisi karbon dalam kegiatan-kegiatan industri dapat dilakukan dengan mengandalkan penghitungan mass and energy balance secara berkala untuk penentuan basis pemungutannya. Yang perlu didiskusikan selanjutnya adalah instansi mana yang mengampu tugas tersebut sekaligus bertanggung jawab terhadap pemungutan maupun auditnya. Sementara itu, nilai pungutan yang diperoleh atas karbon dapat dimasukkan ke dalam PNBP. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pungutan atas emisi gas karbondioksida merupakan salah satu solusi yang powerful untuk memenuhi ketentuan Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim. Pungutan karbon atas barang yang konsumsinya akan menimbulkan emisi karbon dan wujud barangnya kasat mata bisa memakai mekanisme cukai. Sedangkan, pungutan karbon atas industri atau kegiatan yang menimbulkan jejak karbon bisa menggunakan mekanisme PNBP, tetapi harus ada kejelasan institusi mana yang akan bertanggung jawab dalam mengaudit emisi karbon tersebut.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
KEBIJAKAN PAJAK MENGHADAPI DAMPAK COVID-19 KEBIJAKAN PAJAK MENGHADAPI DAMPAK COVID-19 Pandemi COVID-19 telah berdampak terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, dan peningkatan belanja negara dan pembiayaan. Pemerintah berusaha melakukan penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional, salah satunya dengan memberikan kebijakan pajak . Penurunan Tarif PPh Badan Secara Bertahap Tarif umum turun dari 25% menjadi: 22% 20% 2020 2021 mulai 2022 19% 17% 2020 2021 mulai 2022 Tarif PPh Badan Go Public* 3% lebih rendah dari tarif umum: * Dengan persyaratan tertentu yang diatur oleh PP Perlakuan Pajak Kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Pengenaan PPN atas impor barang tidak berwujud dan jasa Pengenaan PPh/pajak transaksi elektronik atas kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang dilakukan oleh Subjek Pajak Luar Negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran signifikan Tata cara lebih lanjut akan diatur melalui Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan Bagi Wajib Pajak Permohonan keberatan diperpanjang menjadi 9 bulan Bagi DJP Perpanjangan jangka waktu penyelesaian: Permohonan restitusi melalui pemeriksaan menjadi 18 bulan Permohonan keberatan menjadi 18 bulan Permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi menjadi 12 bulan Permohonan pengurangan/pembatalan ketetapan pajak atau pembatalan hasil pemeriksaan menjadi 12 bulan Khusus untuk penyelesaian pencairan lebih bayar pajak diperpanjang 1 bulan dari 1 menjadi 2 bulan Perpanjangan Jangka Waktu Pengajuan oleh Wajib Pajak dan Penyelesaian oleh DJP PERPPU NOMOR 1 TAHUN 2O2O www.pajak.go.id/ covid19 Untuk info terkini terkait kebijakan DJP di masa pandemi COVID-19 silakan kunjungi Cukai (DJBC) Nirwala Dwi Heryanto. Hingga 8 Mei 2020 saja, total etil alkohol yang diberikan pembebasan cukai mencapai 68.596.360 liter untuk sektor komersial dan 322.770 liter untuk sektor nonkomersial. “Jika tidak dibebaskan, tarif per liternya Rp20.000,” sebut Nirwala. Hingga awal Mei, total pengguna fasilitas dari sektor nonkomersial sudah mencapai 56 entitas, salah satunya Universitas Brawijaya. Ketua Satgas COVID-19 Universitas Brawijaya dr. Aurick Yudha Nagara, Sp.EM mengaku sangat terbantu dengan fasilitas tersebut. “Kami jelas merasakan manfaatnya,” ujarnya. Universitas Brawijaya membentuk Satgas COVID-19 dan meramu berbagai kegiatan, termasuk penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). “Kami menggunakan protokol yang ada di rumah sakit, yaitu penyediaan hand sanitizer . Rencananya beli sendiri, tetapi ternyata cost -nya mahal. Usut punya usut, Fakultas Pertanian ternyata memiliki mesin produksi. Lalu, komposisinya dari teman- teman Farmasi dan pengujiannya oleh teman-teman Mikrobiologi di Fakultas Kedokteran,” cerita dokter spesialias emergency medicine tersebut. Awalnya, hand sanitizer tersebut ditujukan untuk penggunaan internal kampus, termasuk mahasiswa profesi di rumah sakit pendidikan yang jumlahnya mencapai 700 orang. Namun, kemudian hand sanitizer tersebut juga dipasok ke rumah sakit pendidikan, pondok pesantren, lapas di area Malang, serta beberapa instansi pemerintahan. “Produksi tetap akan kami lanjutkan karena ancaman COVID-19 masih terus ada,” ungkapnya. Kebijakan DJBC lainnya ialah fasilitas penundaaan pembayaran cukai. Pemesanan pita cukai yang diajukan oleh pengusaha pabrik pada 9 April-9 Juli 2020 diberikan penundaan pembayaran selama 90 hari. “Per 30 April 2020, sudah 78 pabrik memanfaatkan fasilitas penundaan pembayaran cukai dengan nilai cukai lebih dari Rp10,5 triliun,” kata Nirwala. Selain itu, DJBC juga menerbitkan relaksasi ketentuan impor alat kesehatan untuk penanganan COVID-19 berupa pembebasan dari kewajiban izin edar. dalam penanganan Covid-19, yakni penyesuaian alokasi TKDD, refocusing TKDD, relaksasi penyaluran TKDD, dan refocusing belanja APBD agar fokus pada penanganan Covid-19. Perpres 54/2020 mengamanatkan penyesuaian atau penghematan alokasi TKDD. “Total penghematan TKDD sekitar Rp94,2 triliun. Dari angka itu, kita harapkan daerah bisa melakukan realokasi dan refocusing untuk intervensi penanganan Covid-19, terutama bagi tiga hal utama tadi,” ujar pria yang pernah menjabat sebagai Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara tersebut. Pihaknya meminta daerah untuk melakukan perhitungan kembali anggarannya. Untuk mempercepat penyesuaian APBD, Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dengan mengeluarkan surat keputusan bersama (SKB). Hingga awal Mei, Astera menyatakan daerah yang patuh dengan SKB tersebut masih sedikit. “Saat awal SKB, ada sekitar 380 daerah yang terpaksa kita sanksi. DAU-nya hanya kita bayarkan 65 persen. Tapi begitu daerah melakukan perbaikan, DAU langsung kita salurkan di kesempatan pertama tidak menunggu bulan berikutnya,” jelas Astera. Ia menyebut langkah itu manjur meningkatkan kepatuhan daerah. “Ini suatu hal yang saya rasa baik. Sebenarnya kapasitas daerah untuk menangani Covid-19 masih ada, dalam arti mereka masih memiliki space, sepanjang mereka disiplin dalam melakukan realokasi dan refocusing anggaran,” tutur Astera. Hingga minggu kedua bulan Mei, space dimaksud sudah di kisaran Rp57 triliun dan angkanya masih akan terus bergerak. “Ini meningkatkan kepercayaan diri. Kita yakin daerah masih punya kemampuan untuk menangani Covid-19,” tutupnya. “Kita juga ada PMK yang bersama Ditjen Bea Cukai, yaitu PMK 34/2020. Pajak dalam rangka impor tidak dipungut dulu karena dibutuhkan kecepatan atas pengadaan barang-barang yang dalam kondisi normal juga diperlukan tapi tidak sebanyak sekarang,” Hestu Yoga Saksama Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas), DJP Dorong Pemda lakukan refocusing "Kebijakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) juga memiliki concern pada tiga hal tadi. Mulai dari kesehatan, bantuan sosial, hingga penguatan ekonomi, termasuk di dalamnya UMKM," Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti menegaskan. Secara garis besar, terdapat empat pokok kebijakan TKDD
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Persepsi Baru Untuk Terus Maju Teks Dimach Putra MEDIAKEUANGAN 18 Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan, Sekretariat Jenderal, menjadi salah satu yang ditunjuk sebagai pilot project penerapan kebijakan tersebut. Pria muda berusia 25 tahun ini mengaku awalnya memang ada sedikit rasa canggung. Jika biasanya atasannya berada di ruang kubikel, kini mereka benar-benar bekerja berdampingan. Tapi menurutnya itu malah memudahkan proses komunikasi koordinasi antara atasan dan bawahan. Ide-ide terkait pekerjaan juga lebih seiring muncul imbas semakin luwesnya diskusi yang semakin mudah mengalir begitu saja. Jika perlu lebih berkonsentrasi, Bongsu bisa beranjak dari communal space menuju ke tempat yang didesain lebih personal. Jika lapar atau haus, disediakan area tersendiri. Sebuah ruangan kerja dengan konsep ABW tak hanya apik dan estetik, tapi memang dilayout dan didesain untuk memenuhi kebutuhan pegawai yang beragam. Kuncinya satu, perlu disiplin dari penghuninya untuk memanfaatkan fasilitas yang disediakan sesuai peruntukannya berdasarkan kebutuhan mereka masing-masing. Satu semester telah berlalu semenjak Biro Organta menempati kantor yang telah direnovasi memenuhi standard ABW. Dalam kurun waktu tersebut para pegawainya telah menunjukkan kenyamanan dalam menjalankan ritme pekerjaan barunya. Perubahan paling drastis yang dirasakan Bongsu justru terletak pada perubahan persepsinya dan rekan kerjanya kini miliki dalam memandang pekerjaan. ”Dulu kesannya kita terlihat bekerja hanya sebatas asal terlihat di ruangan, sekarang tuh dibebaskan proses kerja masing- masing pegawai sesuai gaya mereka sendiri, asal outputnya terpenuhi,” ucap Bongsu. Menyesuaikan tiap-tiap kebutuhan Terobosan dalam penerapan NTOW memang harus disesuaikan dengan kultur dan natur pekerjaan dari masing-masing kantor. Hal itu yang disadari Penny Febriana. Staf di Sekretariat Pengadilan Pajak (SetPP) ini menilai bahwa meskipun menarik, bisa jadi konsep ABW kurang cocok diterapkan di kantornya. Dara yang pekerjaan sehari-harinya harus berkutat dengan banyaknya berkas sengketa pajak ini merasa perlu konsentrasi dan kehati-hatian tinggi dalam melaksanakan tugasnya. Untuk itu, konsep kantor yang terbuka dirasa kurang pas untuk karakter kantor tersebut. Tapi ia tak memungkiri bahwa dibutuhkan setidaknya cozy room di mana pegawai dapat sejenak melepas penat setelah tenggelam dalam tumpukan berkas. “Topik ini memang lagi hangat dibahas di kantor,” tukasnya mengamini. Bagi Penny, terobosan di bidang NTOW yang paling cocok diterapkan di SetPP adalah terkait green and eco-friendly office . Ia mengakui kebijakan tersebut memang yang paling kerap digaungkan di kantornya. “Tugas kami memang administratif banget, jadi ya penggunaan kertasnya memang heavy . Tapi perlahan kini sudah sangat berkurang,” bebernya. Penny berharap penerapan kebijakan tersebut tak hanya berhenti di pengurangan penggunaan kertas semata. Teknologi kini telah mendisrupsi segala lini kehidupan. Pun baginya dalam pelaksanaan tugas dan pelayanan SetPP. Ia mencontohkan beberapa negara yang bahkan telah menyeleggarakan sidang virtual untuk kasus sengketa pajak. Sebuah inspirasi yang mungkin bisa ditiru Indonesia, namun itu memang butuh kesiapan ekstra. “Yang masih jadi PR kan memang kemudahan akses sistemnya pendukungnya, tapi harus didukung keamanan dalam mengelola data agar menjaga confidentiality -nya itu yang harus dipecahkan bersama,” imbuhnya. Tugas bersama mengubah paradigma Bisa dibilang seluruh unit yang menginisiasi Program IS RBTK di Kemenkeu telah sekuat tenaga menunjukkan tajinya. Contoh saja untuk penerapan ABW. Beberapa unit kerja telah ditunjuk untuk menjadi pilot project . Tak hanya kantor-kantor di pusat, tapi di penjuru Indonesia. Bahkan dari timur jauh KPKNL Ternate yang baru saja meresmikan gedung baru full penerapan NTOW yang dibangun dengan sumber daya lokal. Bisa dibilang Kementerian Keuangan memang selalu terdepan dalam perubahan. Reformasi birokrasi besar-besaran telah dilakukan sejak tahun 2008. Perubahan mungkin sudah menjadi DNA Kemenkeu. Menjawab tantangan zaman, kini Kemenkeu siap bertransformasi lebih massif lagi didukung 80 ribu pegawainya. Wabah COVID-19 yang kini menjadi pandemi dunia menuntut kantor-kantor di Kemenkeu melakukan work from home (WFH) bagi para pegawai. Kondisi ini memaksa penerapan terobosan flexible workplace and hour yang ada dalam IS RBTK dilaksanakan saat itu juga. Meski harus diakui penerapannya masih dalam kondisi yang tidak ideal tanpa persiapan matang. Namun, dalam waktu singkat beberapa inovasi bisa lahir untuk mengakomodir kebutuhan pegawai. Para pegawai pun semakin adaptif menyesuaikan ritme kerja baru mereka. Fasilitas pendukung akan terus dipenuhi dalam mendukung implementasi NTOW. Tapi yang harus menjadi dasar perubahan besar ini adalah perubahan cara pandang semua pihak dalam melaksanakan tugasnya. Esensi transformasi ini harus berangkat dari pemahaman kuat akan nilai- nilai Kemenkeu. Jika dilakukan serentak bersama akan berbuah kepercayaan antarinsan Kemenkeu untuk mengabdikan diri dan melayani negeri. “Yang terpenting dari NTOW ini harus ada pemahaman bahwa kita benar-benar kerja berbasis output, semua bisa ditakar dengan standard yang jelas. Bukan berdasar faktor lain,” ucap Bongsu menyatakan harapannya. Mengamini ucapan Bongsu, Penny menambahkan sedikit pendapat pamungkasnya, “Harus trust satu sama lain antara atasan dan bawahan. Jika koordinasinya masih birokratis dan hierarkis maka mimpi mengubah cara pandang kita tentang keseimbangan kehidupan dan pekerjaan akan percuma.” Z aman berganti, teknologi tiap hari mengalami inovasi yang tak kenal henti. Sebuah hal yang mustahil bila institusi sebesar Kemenkeu tidak adaptif dalam melakukan perubahan. Pilihannya hanya berubah jika tak mau dianggap kolot, terlebih harus tergilas roda zaman. Namun siapkah Kemenkeu untuk lebih luwes berubah? Secara hitam di atas putih, Kemenkeu telah menunjukkan keseriusannya. Menteri Keuangan sendiri yang telah meneken keputusan terkait implementasi inisiatif strategis program reformasi birokrasi dan transformasi kelembagaan (IS RBTK) dalam KMK Nomor 302/KMK.01/2019. Di dalamnya berisi 11 inisiatif dilengkapi detail komponen- komponen pendukung. Melepas sekat penyebab penat Salah satu terobosan dalam tema sentral New Thinking of Working (NTOW) adalah penetapan Activity Based Workplace (ABW) sebagai alternatif bentuk ruang kerja. Hal tersebut cukup mendapat sambutan antusias dari para pegawai, khususnya mereka para generasi muda. Ruang kerja kantor pemerintahan umumnya dikenal sumpek dan berat dengan furnitur- furnitur besar dan ketinggalan zaman. Tak hanya mengedepankan estetika semata, kini ruang kerja modern ini didesain agar membuat pegawai nyaman bekerja. Semuanya serba terbuka. Berbaur jadi satu tanpa sekat, tanpa silo. “Bisa saja hari ini aku duduk diapit Kasubag sama Kabag, dulu mana bisa begitu?” ucap Bongsu Kurniawan. Kantornya, Laporan Utama Salah satu terobosan dalam tema sentral NTOWadalah penetapan activity based workplace (ABW) sebagai alternatif bentuk ruang kerja Foto Andi Al Hamim
Biro KLI Kementerian keuangan
Relevan terhadap
27 MEDIAKEUANGAN 26 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 menceritakan kepada Media Keuangan bagaimana konsep IKN yang dirancang timnya. Berikut petikannya. Judul desain “Nagara Rimba Nusa” terdengar menarik. Apa makna konsep desain tersebut? Pada saat kompetisi, kami harus memberikan keunggulan skema kami dalam hitungan detik. Ada tiga kata: “Nagara Rimba Nusa”. Nagara maksudnya pemerintahan atau kota. Rimba karena Kalimantan diasosiasikan dengan hutan. Saya tidak bisa menyebut Nagara Kalimantan, jadi saya menyematkan Rimba sebagai respresentasi Kalimantan. Nusa berarti pulau. Kita adalah orang kepulauan, sehingga pulau menjadi identitas bersama. Rimba dan Nusa juga memberikan konsep hijau atau lingkungan, bahwa apa pun yang kita lakukan di sana, kita punya kedekatan dengan alam. Mungkin nanti akan banyak tekanan dari luar yang menyebut Indonesia akan merusak hutan. Saya berinisiatif untuk menjawab justru konsep kami ialah melestarikan hutan. We will take care of the forest . Ada sumber inspirasi tertentu? Tidak ada yang spesifik. Kami berlatar belakang konsultan masterplan. Urat nadi kami adalah perencana kota. Inspirasi bukan harus dicari, tetapi kami sehari-hari sudah hidup dengan itu. Filosofi kami yaitu membangun seimbang dengan alam. Untuk ibu kota ini, kami sengaja memilih tema penguatan pada alam. Mungkin inspirasi paling dekat adalah kota ramah lingkungan, seperti Masdar City dan beberapa kota di Tiongkok. Kota-kota tersebut dijadikan inspirasi bukan dari fisiknya, melainkan dari tujuannya yang sangat ramah dengan alam dan air. Kota lama seperti ibu kota Australia yang dekat danau juga bagian dari inspirasi. Namun, tidak ada satu pun kota yang spesifik dijadikan hanya perlu 6.000 hektar. Ada peserta sayembara yang memilih lokasi di bukit, dekat kampung, atau dekat hutan. Kami memilih dekat air. Lokasi desain kami dekat dengan Teluk Balikpapan. Air danau bisa berasal dari laut dari Teluk Balikpapan, atau bisa juga kami buatkan. Di sebelah lokasi ada sungai cukup panjang sampai atas bukit, sehingga air datang dari sana. Hal ini merupakan bagian dari konsep sustainability dimana sumber air tidak boleh diambil dari dalam tanah. Kami mengambil air permukaan yang sustainable dan alami. Lokasi ini masih belum pasti. Beberapa kementerian akan melakukan studi bersama. Bappenas sedang mengerjakan feasibility study . Kami akan merapat ke Bappenas untuk mencari lokasi terbaik. Jika lokasinya tidak dekat air, danau harus dibuat. Adapun lokasi yang kami usulkan tidak perlu danau buatan. Seperti apa kolaborasi dengan pemenang kedua dan ketiga? Kami sudah mulai dipertemukan beberapa kali. Konsep pemenang kedua dan ketiga mempunyai keunggulan, hanya berbeda lokasi dan konteks. Namun, ada elemen-elemen yang dirasa bagus oleh Kementerian PUPR. Tugas kami adalah mengkonsolidasikan rencana-rencana ini menjadi rencana the best of the three . Basisnya memakai rencana kami, tetapi elemen dua konsep desain lainnya dimasukkan. Sebagai contoh, elemen pemenang kedua sangat high tech . Ada autonomous car dan ada google car . Jika lokasi yang nantinya terpilih adalah berbukit, saya pikir itu harus diadaptasi. Nah, untuk desain ketiga sangat menarik karena tipe bangunan dan bentukan bangunannya menyatu dengan fabric yang sudah ada. Namanya Kota Seribu Galur. Dalam beberapa bulan ke depan, kami akan memberikan satu masterplan gabungan dari beberapa desain. Bukan tidak mungkin juga ada masukan dari Bappenas dan Pak Jokowi. Bagaimana arahan Presiden Jokowi terhadap desain ibu kota baru? Pertama, harus unik, harus Indonesia-sentris. Kedua, harus future ready , mempunyai keunggulan yang mana dia bukan dibangun untuk hari ini, tetapi 50-100 tahun ke depan. Ketiga, lokasi cukup tinggi. Keempat, kita jangan hanya memasukkan bangunan baru dan orang-orang baru. Kita harus memasukkan semangat, gaya hidup, dan cara hidup yang berbeda dan baru. Kelima, memungkikan teknologi masa mendatang berupa Artificial Intelegence serta autonomous car . Bagaimana konsep kantor pemerintahan dan hunian ASN? Hutan tropis punya beberapa lapisan, ada lapisan akar, permukaan, kanopi, dan emergence . Kami mengadaptasi cara hidup hutan tropis dan menganalogikannya dengan bentukan bangunan perumahan, komersial, dan kantor pemerintahan. Untuk lapisan akar, kami buatkan infrastruktur bawah tanah. Listrik, air, fiber optic , komunikasi, bahkan aliran kanal banjir terintegrasi di bawah secara efisien. Lapisan selanjutnya menjadi ground floor , yaitu daerah paling diverse , paling ramai, serta dipenuhi berbagai aktivitas . Kami buat kawasan itu teduh dengan shadow bangunan. Kami desain agar matahari tidak langsung mengenai atas daerah terbuka tersebut, walaupun sedang jam 12 siang. Itu namanya passive design . Nah, ini lapisan tengah. Kami juga akan mengatur koridor angin. Suhu di Kalimantan rata-rata 34 derajat celcius. Riset menunjukkan, jika angin diarahkan dengan baik, suhu bisa turun 1-2 derajat. Pernah menanam pohon di depan rumah? Cabang pohon bergeser jika tumbuh dekat dengan pohon lainnya. Itu karena pohon saling berbicara. They talked to each other di branch level . Di situ tupai, monyet, dan burung tinggal. Mereka bisa crossed dengan baik tanpa harus turun. Yang kami usulkan untuk perkantoran adalah menghubungkan gedung dan gedung di level atas menggunakan jembatan penghubung. Ada juga electric tram untuk jalan ke gedung lain. Di lapisan teratas atau emergence , pohon berkompetisi mendapatkan cahaya. Yang paling sukses ialah pohon paling tinggi. Nantinya ada bangunan- bangunan yang harus lebih tinggi daripada lainnya dan mendapatkan privilege untuk mendapatkan cahaya maksimal di atas. Di situ akan kita taruh teknologi panel surya photovoltaic . Kita berusaha tidak menggunakan fossil fuel lagi. Dengan desain Anda, apakah Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) dapat selesai pada 2024? Jika tidak mempertimbangkan masalah legal framework dan pembiayaan, dari segi penyediaan gambar teknis bisa kita kejar. Jadi, misalnya pekerjaan kami adalah menyediakan gambar-gambar untuk bisa ditenderkan, saya rasa bisa walaupun itu sangat singkat. Secara teknis kami siap, hanya memang tidak bisa semua bagian kotanya jadi. Yang jadi adalah bangunan-bangunan utama. rujukan. Kami cari the best of the wolds dari luar, tetapi harus unik Indonesia. Ini seperti yang diminta Pak Jokowi, harus unik Indonesia. Apa yang khas dari desain ini? Kami menambahkan beberapa aspek seperti Danau Pancasila, Plaza Bhinneka Tunggal Ika, dan galeri Adi Budaya. Sejak pertama, saya setuju Pancasila harus ada representasinya di IKN. Dan itu tidak banyak. Di negara-negara lain tidak ada yang secara gamblang membuatkan simbol asas negaranya di ibu kotanya. Cara kami menanamkannya di dalam perencanaan adalah dengan menggunakan konsep danau. Penggunaan konsep danau ini apakah karena lokasi ibu kota baru dekat dengan danau? Lokasi yang diberikan merupakan hamparan seluas 220.000 hektar, seperti Jabodetabek. Jakarta sendiri hanya 55.000 hektar. Dari sebesar itu, ibu kota Foto Dok. Urbant + Konsep IKN Nagara Rimba Nusa
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
DPR). Dari berbagai instrumen itu, nanti akan kita dorong, termasuk reformasi kelembagaannya, sehingga bisa fokus dan sangat valid ,” katanya menjelaskan. Terdapat beberapa target indikator yang ingin diraih Indonesia melalui penyusunan dan implementasi RIRN 2017- 2045. Pertama, dari sisi rasio anggaran riset. Kontribusi swasta terhadap belanja riset diharapkan bisa mendekati 75 persen, sedangkan kontribusi pemerintah baik pusat dan daerah diharapkan berada di kisaran 25 persen. Saat ini diketahui, sebanyak 86 persen belanja riset masih didominasi oleh pemerintah. Sementara sisanya sebesar 14 persen berasal dari swasta dan universitas. Tidak hanya itu, RIRN juga menargetkan total belanja riset Indonesia bisa mencapai 1,68 persen dari PDB pada 2025 mendatang, naik dibandingkan belanja saat ini yang hanya sebesar 0,25 persen dari PDB. Kedua, dari sisi SDM. RIRN mematok target rasio kandidat SDM IPTEK terhadap jumlah penduduk Indonesia. Pada 2025 diharapkan terdapat 3.200 orang per 1 juta penduduk, serta 8.600 orang per 1 juta penduduk pada 2045. RIRN menyebutkan, kecukupan jumlah SDM ini perlu dipenuhi agar kontribusi riset bisa berperan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebab, mereka berpotensi menjadi pelaku ekonomi yang berbasis IPTEK di masa depan. Ketiga, terkait produktivitas periset. Pada 2025 pemerintah menargetkan dari setiap 100 periset, terdapat sedikitnya 8 publikasi internasional bereputasi, serta 22 publikasi internasional bereputasi per 100 periset pada 2045. Untuk mencapai itu semua, pemerintah perlu membangun ekosistem yang ramah bagi kegiatan riset. Selain terkait kelembagaan riset, pemerintah menjalankan sejumlah strategi guna menumbuhsuburkan kegiatan riset. Mulai dari peningkatan kerjasama riset dengan industri, pemberlakuan pengurangan pajak hingga tiga kali lipat bagi perusahaan yang bersedia mengalokasikan anggarannya untuk kegiatan riset ( triple tax deduction ), serta pemberian insentif bagi industri yang melakukan hilirisasi produk-produk hasil riset. Selain itu, guna memunculkan tunas periset baru, pemerintah mendorong peneliti muda di bangku sekolah untuk terlibat dalam banyak kegiatan penelitian. Dimyati juga menuturkan, pemerintah tengah menyiapkan program sertifikasi bagi masyarakat peneliti, yang bukan dari lembaga penelitian, untuk dapat disetarakan. Dana abadi untuk kegiatan riset Sejumlah strategi yang hendak dilakukan guna membangun ekosistem yang ramah bagi kegiatan riset tidak lepas dari kebutuhan anggaran. Sebagaimana diketahui, saat ini, anggaran riset Indonesia ( Gross of Expenditure on Research and Development , GERD) baru mencapai 0,25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Diakui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pemerintah terus mengupayakan yang terbaik guna meningkatkan anggaran riset menuju jumlah idealnya. Salah satunya melalui dana abadi riset. “Ide dana abadi riset bahwa di dalam anggaran pendidikan kita sebesar 20 persen dari APBN, perlu adanya pemihakan kepada penelitian. Jadi mulai tahun 2019 dialokasikan (dana abadi riset) sekitar Rp1 triliun,” ungkap Menkeu. Dana abadi riset ini menjadi salah satu terobosan pemerintah guna mengatasi keterbatasan anggaran riset. Di luar dana abadi riset, pemerintah pada 2019 telah mengalokasikan anggaran penelitian sebesar Rp35,7 triliun. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya, sebesar Rp33,8 triliun pada 2018 dan sebesar Rp24,9 triliun pada 2016. Selanjutnya pada 2020, pemerintah kembali mengaloaksikan dana abadi riset. Kali ini, besarannya hingga lima kali lipat dana abadi riset tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp5 triliun. Dengan demikian, total dana abadi riset Indonesia saat ini nyaris mencapai Rp6 triliun. Menristek Bambang Brodjonegoro menyampaikan, nantinya penggunaan dana abadi tersebut ditujukan terutama untuk kegiatan riset dan inovasi yang mendukung tiga hal. Pertama, peningkatan pada nilai tambah sumber daya alam. Kedua, peningkatan substitusi impor dengan produk sama, tapi bernilai tambah atau berharga lebih murah dan mudah didapat. Ketiga, berguna bagi kebutuhan masyarakat, khususnya UMKM dengan teknologi yang tepat guna. Sementara itu, dia menyebutkan, dana abadi riset ditujukan kepada peneliti, perekayasa, atau inovator yang diharapkan menghasilkan produk yang memberikan nilai dan dampak yang besar untuk pembangunan nasional, khususnya pembangunan ekonomi. “Serta penggunaannya akan melewati sistem seleksi yang sangat ketat sehingga benar-benar menghasilkan program yang tepat dan baik,” katanya. Kuatkan koordinasi lembaga riset Sebagaimana diketahui, pengelolaan anggaran riset (selain dana abadi riset) selama ini tersebar di 52 kementerian dan Lembaga (K/L). Dari total 52 K/L tersebut, sebanyak tujuh lembaga dedikatif untuk riset (BPPT, LIPI, Bapeten, LAPAN), sedangkan 45 lainnya merupakan kementerian yang memiliki kegiatan penelitian dan pengembangan. Itu sebabnya Menkeu Sri Mulyani Indrawati begitu menyoroti pentingnya pemanfaatan anggaran riset secara optimal. Jika (dana riset) dikelola oleh K/L yang mindset -nya hanya birokratis dan bukan dalam rangka menyelesaikan masalah atau meng- adress suatu isu, maka anggaran (riset) yang besar tidak mencerminkan kemampuan dan kualitas untuk bisa menghasilkan riset,” sebutnya. Sehubungan dengan itu Dimyati menyebutkan, dari sekian banyak institusi yang melakukan riset, tidak jarang riset yang dihasilkan saling bertumpang tindih. “(Bahkan), kadang-kadang riset itu betul-betul copy paste dengan riset yang diadakan di litbang K/L. Jadi tidak satu framework ,” ungkapnya. Itu sebabnya, pemerintah membangun Badan RIset dan Inovasi Nasional (BRIN). Badan ini merupakan amanah Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2019. Fungsi utama BRIN ialah untuk mengintegrasikan segala kegiatan riset, mulai dari perencanaan, program, anggaran, serta sumber daya secara terpadu. Dengan demikian, segala kegiatan riset baik yang ada di perguruan tinggi, lembaga pnelitian dan pengembangan baik pusat maupun daerah, serta di sejumlah kementerian, tidak berjalan sendiri-sendiri tanpa tujuan. “Hal terpenting adalah menghindarkan dari berbagai tumpang tindih pelaksanaan kegiatan riset, serta menghindarkan inefisiensi penggunaan sumber daya, khususnya anggaran yang relatif masih kecil, namun difokuskan pada kegiatan riset yang dapat memberikan nilai dan dampak yang luas bagi masyarakat bangsa dan negara, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan dating,” jelas Menristek. Nantinya segala program dan anggaran riset sepenuhnya berada di bawah pengawasan BRIN. “Meski demikian, lembaga- lembaga (riset) yang saat ini ada, diharapkan masih tetap eksis. Namun dengan penyesuaian organisasi yang sejalan dengan tugas-tugas yang akan diberikan setelah dikoordinasikan oleh BRIN”, harapnya. 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 KemenristekDIKTI: Rp2,84 triliun KKP: Rp2,37 triliun Kementan: Rp2,13 triliun Kementerian ESDM : Rp1,63 triliun Kemendikbud Rp1,49 triliun Kemenhan Rp1,43 triliun Kemenkes Rp1,27 triliun LIPI Rp1,18 triliun Kemenhub Rp1,05 triliun BPPT Rp0,98 triliun Batan Rp0,81 triliun Kemenag Rp0,79 triliun Lapan Rp0,78 triliun Kemensos Rp0,63 triliun Kemenperin Rp0,59 triliun Kemen PU & Pera Rp0,57 triliun Kemenlu Rp0,48 triliun Kemen LHK Rp0,33 triliun Lemhannas Rp0,31 triliun Kemenkeu Rp0,29 triliun 2016 2017 2018 2019 47 MEDIAKEUANGAN 46 VOL. XV / NO. 148 / JANUARI 2020