Bea Meterai
Relevan terhadap
Bea Meterai tidak dikenakan atas Dokumen yang berupa:
Dokumen yang terkait lalu lintas orang dan barang:
surat penyimpanan barang;
konosemen;
surat angkutan penumpang dan barang;
bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim; dan
surat lainnya yang dapat dipersamakan dengan surat sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 5;
segala bentuk ljazah;
tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran dimaksud;
tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah, bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ; trRES IDEN REFUBLIK ^,}ID"-.NESIA -7 - e. kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan daerah, bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan;
tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;
Dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran uang simpanan kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang menyelenggarakan penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh kustodian kepada nasabah;
surat gadai;
tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga, dengan nama dan dalam bentuk apa pun; dan
Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter.
Standar dan Uji Kompetensi Serta Pengembangan Kompetensi Jabatan Fungsional Analis Keuangan Pusat dan Daerah ...
Relevan terhadap
Tim Uji Kompetensi di Instansi Pusat dibentuk dan ditetapkan oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang alokasi dan pengelolaan dana perimbangan dan transfer ke daerah lainnya, dan pajak daerah dan retribusi daerah.
Tim Uji Kompetensi di Instansi Daerah dibentuk dan ditetapkan oleh Sekretaris Daerah provinsi/ kabupaten/kota.
Dalam hal Tim Uji Kompetensi di Instansi Daerah belum terbentuk, Instansi Daerah dapat melaksanakan Uji Kompetensi Jabatan Fungsional AKPD dengan menggunakan Tim Uji Kompetensi yang dibentuk oleh Instansi Pusat.
Tim Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah ganjil paling sedikit 5 (lima) orang, yang terdiri dari:
1 (satu) orang ketua merangkap anggota;
1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota; dan
paling sedikit 3 (tiga) orang anggota.
Anggota Tim Uji Kompetensi dapat berasal dari unsur teknis yang membidangi keuangan pusat dan daerah, unsur kepegawaian, AKPD, dan/atau profesional yang ditunjuk.
Anggota Tim Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), harus memenuhi ketentuan persyaratan:
menduduki jabatan/pangkat paling rendah sama dengan jabatan/pangkat pegawai negeri sipil yang akan mengikuti Uji Kompetensi Jabatan Fungsional AKPD kecuali anggota tim dari unsur profesional;
memiliki keahlian dan kemampuan di bidang keuangan pusat dan daerah kecuali anggota tim dari unsur profesional; dan
memiliki keahlian dan kemampuan dalam melakukan uji kompetensi.
Tim Uji Kompetensi dibentuk untuk masa kerja 1 (satu) tahun anggaran.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Analis Keuangan Pusat dan Daerah yang selanjutnya disingkat AKPD adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberikan tugas, tanggungjawab, dan wewenang untuk melaksanakan analisis keuangan pusat dan daerah dalam lingkungan instansi pusat dan daerah.
Jabatan Fungsional Analis Keuangan Pusat dan Daerah yang selanjutnya disebut Jabatan Fungsional AKPD adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggungjawab, dan wewenang untuk melaksanakan analisis keuangan pusat dan daerah dalam lingkungan instansi pusat dan daerah.
Instansi Pembina Jabatan Fungsional AKPD yang selanjutnya disebut Instansi Pembina adalah unit Eselon I di Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang alokasi dan pengelolaan dana perimbangan dan transfer ke daerah lainnya, dan pajak daerah dan retribusi daerah.
Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga non struktural.
Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah, dinas/badan daerah, dan lembaga teknis daerah.
Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang harus dipenuhi oleh pegawai negeri sipil untuk menjalankan fungsi dan tugas jabatan secara efisien dan efektif.
Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan.
Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi.
Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi, dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan jabatan.
Kamus Kompetensi adalah kumpulan Kompetensi yang meliputi nama Kompetensi, definisi Kompetensi, deskripsi dan tingkat kecakapan Kompetensi serta indikator perilaku.
Standar Kompetensi Jabatan Fungsional AKPD adalah kemampuan minimal yang harus dimiliki oleh seorang AKPD untuk dapat melaksanakan tugas, tanggungjawab, dan wewenangnya secara profesional, efektif, dan efisien.
Uji Kompetensi Jabatan Fungsional AKPD adalah suatu proses penilaian dengan melibatkan beragam teknik evaluasi, metode, dan alat ukur dengan tujuan untuk mengetahui kesesuaian antara Kompetensi peserta dengan Standar Kompetensi Jabatan Fungsional AKPD.
Tim Uji Kompetensi adalah tim yang ditunjuk untuk melakukan tugas sebagai penguji dalam proses Uji Kompetensi.
Pengembangan Kompetensi AKPD adalah proses peningkatan Kompetensi melalui pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan dengan cara mengintegrasikan berbagai metode dan sumber untuk mendukung pencapaian target kerja.
Pendidikan adalah suatu proses belajar mengajar dalam bidang pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan yang telah diakreditasi oleh lembaga yang berwenang.
Pembelajaran adalah mekanisme transfer ilmu dan pengetahuan, peningkatan keterampilan, serta pembentukan sikap dan perilaku dalam rangka pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan dengan cara mengintegrasikan berbagai metode dan sumber untuk mendukung pencapaian target kinerja organisasi.
Pembelajaran Klasikal adalah proses Pembelajaran melalui tatap muka antara pengajar dan peserta di dalam kelas yang sama.
Pembelajaran Non Klasikal adalah proses Pembelajaran yang tidak dilakukan dalam kelas yang sama.
Pelatihan Fungsional adalah pelatihan yang memberikan pengetahuan dan/atau penguasaan keterampilan di bidang tugas yang terkait dengan jabatan fungsional sehingga mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional.
Pelatihan Teknis adalah Pendidikan yang diberikan dalam rangka meningkatkan kompetensi teknis Jabatan Fungsional AKPD sesuai dengan bidang tugasnya.
Penyaluran dan Penggunaan Dana Transfer Ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2018 dan Tahun Anggaran 2019 untuk Mendukung Percepatan Rehabilitasi da ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang selanjutnya disingkat TKDD adalah bagian dari Belanja Negara yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Daerah dan Desa dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan yang telah diserahkan kepada Daerah dan Desa.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
Dokumen Rencana Aksi Pascabencana Gempa yang selanjutnya disebut Dokumen Rencana Aksi adalah dokumen yang memuat rencana rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi yang ditetapkan oleh kepala daerah.
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Bagi Hasil Pajak yang selanjutnya disebut DBH Pajak adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Penghasilan Pasal 21, Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang selanjutnya disingkat DBH CHT adalah bagian dari Transfer ke Daerah yang dibagikan kepada provinsi penghasil cukai dan/atau provinsi penghasil tembakau.
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam yang selanjutnya disingkat DBH SDA adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan, mineral dan batubara, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pengusahaan panas bumi.
Dana Alokasi Khusus Fisik yang selanjutnya disebut DAK Fisik adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus fisik yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Dana Alokasi Khusus Nonfisik yang selanjutnya disebut DAK Nonfisik adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus nonfisik yang merupakan urusan daerah.
Dana Insentif Daerah yang selanjutnya disingkat DID adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada daerah tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan pemerintahan umum, pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat.
Dana Desa adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau wali kota bagi daerah kota.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau wali kota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
Rekening Kas Desa yang selanjutnya disingkat RKD adalah rekening tempat penyimpanan uang Pemerintahan Desa yang menampung seluruh penerimaan Desa dan untuk membayar seluruh pengeluaran Desa pada bank yang ditetapkan.
Lembar Rekapitulasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa, yang selanjutnya disebut LRT adalah dokumen yang memuat rincian penerimaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa oleh Daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran.
Ketentuan persyaratan penyaluran TKDD sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 121/PMK.07/2018 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa, dikecualikan untuk penyaluran TKDD sebagai berikut:
penyaluran DBH Pajak berupa DBH CHT dan DBH SDA berupa DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi triwulan IV Tahun Anggaran 2018 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
penyaluran DBH Pajak berupa DBH CHT dan DBH SDA berupa DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi Tahun Anggaran 2019 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
penyaluran DAU bulan Desember 2018 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
penyaluran DAU Tahun Anggaran 2019 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;
penyaluran DAK Nonfisik Tahun Anggaran 2018 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;
penyaluran DAK Nonfisik Tahun Anggaran 2019 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20;
penyaluran DID tahap II Tahun Anggaran 2018 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; dan
penyaluran Dana Desa tahap III Tahun Anggaran 2018 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.
Ketentuan mengenai penyaluran dan penggunaan TKDD yang tidak diatur khusus dalam Peraturan Menteri ini, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 121/PMK.07/2018 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Pemberian Fasilitas Pembebasan dari Pengenaan Bea Meterai
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Bea Meterai adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai. 2. Bea Meterai adalah pajak atas Dokumen. I 2 3. Dokumen 3. Dokumen adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan. 4. Perjanjian Internasional adalah perjanjian internasional antara Indonesia dengan 1 (satu) atau lebih negara, atau dengan lembaga/organisasi internasional, yang tunduk pada hukum internasional. 5. Organisasi Intemasional adalah organisasi, badan, lembaga, asosiasi, perhimpunan, forum antar- pemerintah atau nonpemerintah yang bertqiuan untuk meningkatkan kerja sama internasional dan dibentuk dengan aturan tertentu atau kesepakatan bersama- 6. Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional adalah pejabat yang diangkat atau ditunjuk langsung oleh induk organisasi internasional yang bersangkutan untuk menjalankan tugas utama atau jabatan pada kantor perwakilan organisasi internasional tersebut di Indonesia. 7. Perwakilan Negara Asing adalah perwakilan diplomatik . ^dan/atau ^perwakilan konsuler yang ^diakreditasikan kepada pemerintah Republik Indonesia, termasuk perwakilan tetap/misi diplomatik yang diakreditasikan kepada Sekretariat Association of Soutteast Asian Nations, organisasi internasional yang diperlakukan sebagai perwakilan diplomatik/konsuler, serta misi khusus, dan berkedudukan di Indonesia. 8. Pejabat Perwakilan Negara Asing adalah kepala beserta staf Perwakilan Negara Asing, kecuali staf yang merupakan warga negara Indonesia. 9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Pasal 2 (1) Bea Meterai yang terutang dapat diberikan fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai, baik untuk sementara waktu maupun selamanya. (21 Pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk Dokumen:
yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka percepatan proses penanganan dan pemulihan kondisi sosial ekonomi suatu daerah akibat bencana alam yang ditetapkan sebagai bencana alam;
yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang semata-mata bersifat keagamaan dan/atau sosial yang tidak bersifat komersial;
dalam rangka mendorong atau melaksanakan program pemerintah dan/atau kebijakan lembaga yang berwenang di bidang moneter atau jasa keuangan; dan/atau
yang terkait pelaksanaan Perjanjian Internasional yang telah mengikat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perj anjian Internasional atau berdasarkan asas timbal balik. Pasal 3 (1) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a merupakan Dokumen yang diperlukan dalam pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui program pemerintah di bidang pertanahan untuk penanggulangan bencana alam. (21 Bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bencana alam yang telah mendapat status keadaan darurat bencana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Keadaan darurat bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi proses siap siaga, tanggap darurat, dan transisi darurat ke pemulihan. (4) Fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai untuk Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai ^jangka waktu pelaksanaan program pemerintah di bidang pertanahan untuk penanggulangan bencana alam. Pasal 4 (1) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b merupakan Dokumen yang diperlukan dalam pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara:
wakaf;
hibah atau hibah wasiat kepada badan keagamaan atau badan sosial; atau
pembelian yang dilakukan oleh badan keagamaan atau badan sosial. (21 Pelaksanaan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Badan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan yang berbentuk badan hukum yang tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya:
mengurus tempat ibadah; dan/atau
menyelenggarakan kegiatan di bidang keagamaan. (4\ Badan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) termasuk lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai bantuan atau sumbangan termasuk zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan.
Badan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan yang berbentuk badan hukum yang tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya menyelenggarakan:
pemeliharaan orang lanjut usia atau panti jompo;
pemeliharaan anak yatim dan/atau piatu, anak terlantar atau anak orang terlantar, dan anak dari penyandang disabilitas;
pemeliharaanpenyandangdisabilitas;
santunan dan/atau pertolongan kepada korban bencana;
penangananketerpencilan;
penanganan korban tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi; dan/atau
penanganan ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku. (6) Badan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus telah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan terdata di Kementerian Agama. (71 Badan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus telah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan terdaftar di Kementerian Sosial atau Dinas Sosial. Pasal 5 Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (21 huruf c terdiri atas Dokumen:
transaksi surat berharga yang dilakukan di pasar perdana berupa formulir konfirmasi penjatahan efek dengan nilai paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);
transaksi b. transaksi surat berharga yang dilakukan di bursa efek berupa konfirmasi transaksi dengan nilai paling banyak Rp 1 0. 000.000,00 (sepuluh juta rupiah) ;
transaksi surat berharga yang dilakukan melalui penyelenggara pasar alternatif dengan nilai paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);
transaksi surat berharga berupa dokumen konfirmasi pembelian dan/atau penjualan kembali unit penyertaan produk investasi berbentuk kontrak investasi kolektif dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); dan
transaksi surat berharga yang dilakukan melalui layanan urun dana dengan nilai paling banyak RpS.000.000,00 (lima juta rupiah). Pasal 6 (1) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d merupakan Dokumen yang terutang Bea Meterai oleh:
Organisasi Internasional serta Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional; atau
Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing. (21 Pembebasan dari pengenaan Bea Meterai atas Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam hal Organisasi Internasional serta Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional atau Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing tidak termasuk sebagai subjek pajak penghasilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 7 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Ditetapkan di Jakarta pada tanggal L2 Januari. 2022 ttd JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Januan2022 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. L,AOLY PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2022 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PEMBEBASAN DARI PENGENAAN BEA METERAI I. UMUM Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan atas Dokumen sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Bea Meterai. Pasal 3 Undang-Undang Bea Meterai menyebutkan bahwa Dokumen yang dikenai Bea Meterai dapat berupa Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata dan Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Selain mengatur mengenai Dokumen yang dikenai Bea Meterai, Undang-Undang Bea Meterai juga mengatur mengenai pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai. Berdasarkan amanat dari Undang-Undang Bea Meterai, Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai ruang lingkup dan jenis dokumen yang diberi fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai. Dokumen- Dokumen yang diberi fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai meliputi Dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka percepatan proses penanganan dan pemulihan kondisi sosial ekonomi suatu daerah akibat bencana alam, Dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang semata-mata bersifat keagamaan dan/atau sosial yang tidak bersifat komersial, Dokumen dalam rangka mendorong atau melaksanakan program pemerintah dan/atau kebijakan lembaga yang berwenang di bidang moneter atau jasa keuangan, dan/atau Dokumen yang terkait pelaksanaan Perjanjian Internasional yang telah mengikat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perjanjian Internasional atau berdasarkan asas timbat balik. Peraturan Pemerintah ini disusun sedemikian rupa untuk memberi kepastian hukum sehingga pihak yang dituju dapat memanfaatkan fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Cukup ^jelas. Pasal 2 Ayat Ayat Pasal 3 Ayat (1) Yang dimaksud dengan 'sementara waktu" adalah jangka waktu tertentu yang disebutkan secara jelas dalam Peraturan Pemerintah ini. Contoh pemberian fasilitas dari pengenaan Bea Meterai untuk sementara waktu antara lain pembebasan Bea Meterai atas Dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan sebagai periode penanganan bencana dan pemulihan kondisi sosial ekonomi akibat bencana alam. Yang dimaksud dengan "selamanya" adalah jangka waktu yang tidak terbatas sepanjang Peraturan Pemerintah ini masih berlaku dan belum dicabut. Contoh pemberian fasilitas dari pengenaan Bea Meterai untuk selamanya antara lain pembebasan Bea Meterai atas Dokumen dalam rangka mendorong atau melaksanakan program pemerintah dan/atau kebijakan lembaga yang berwenang di bidang moneter atau jasa keuangan sampai dengan Peraturan Pemerintah ini dicabut atau dinyatakan tidak berlaku. (2t Cukup ^jelas.
Bea Meterai yang terutang atas seluruh Dokumen yang diperlukan dalam pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui program pemerintah di bidang pertanahan untuk penanggulangan bencana alam yang diberikan fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai antara lain surat perjanjian jual-beli, akta notaris, dan tanda penerimaan uang. Yang dimaksud dengan ^ubencana alam" adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Tenaga Nuklir Nasional ...
Relevan terhadap
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Tenaga Nuklir Nasional meliputi penerimaan dari:
jasa kalibrasi;
jasa sertifikasi;
jasa analisis pemantauan radiasi perorangan dan daerah kerja;
jasa iradiasi;
jasa pengelolaan limbah radioaktif;
jasa eksplorasi bahan galian dengan teknologi nuklir;
jasa pengerjaan dan uji mekanik;
jasa penyiapan sampel dan analisis;
jasa konsultasi;
jasa teknis uji tidak merusak;
jasa keahlian ketenaganukliran;
penjualan produk teknologi nuklir;
jasa pendidikan dan pelatihan;
jasa penggunaan sarana dan prasarana dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Tenaga Nuklir Nasional; dan
jasa pendidikan pada Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir.
Jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak atas Pelayanan Penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang Berla ...
Relevan terhadap
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
Rencana Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RTR adalah hasil perencanaan tata ruang.
Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat KKPR adalah kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan RTR.
Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat KKKPR adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan RDTR.
Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat PKKPR adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan RTR selain RDTR.
Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat RKKPR adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian rencana kegiatan pemanfaatan ruang yang didasarkan pada kebijakan nasional yang bersifat strategis dan belum diatur dalam RTR dengan mempertimbangkan asas dan tujuan penyelenggaraan penataan ruang.
Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
Kegiatan Berusaha adalah kegiatan pemanfaatan ruang yang memerlukan Perizinan Berusaha.
Kegiatan yang Bersifat Strategis Nasional adalah kegiatan pemanfaatan ruang yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah, serta mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan negara yang ditetapkan sebagai kebijakan Pemerintah Pusat melalui peraturan perundang- undangan.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Indeks Jenis Usaha adalah nilai pengali tarif PNBP yang dibedakan berdasarkan jenis usaha permohonan KKPR untuk mengakomodir variasi intensitas pemanfaatan ruang berdasarkan jenis usaha.
Indeks Daerah adalah nilai pengali tarif PNBP yang dibedakan berdasarkan lokasi objek permohonan KKPR untuk mengakomodir variasi intensitas pemanfaatan ruang serta dampak yang akan ditimbulkan di skala kabupaten/kota.
Luas Lahan adalah luasan lahan permohonan KKPR dalam satuan Hektar.
Usaha Mikro dan Kecil yang selanjutnya disingkat UMK adalah usaha mikro dan usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus ...
Relevan terhadap
Pemotongan penyaluran TKD dapat dilakukan dalam hal terdapat:
kelebihan penyaluran TKD, termasuk DBH CHT dan DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi yang tidak digunakan sesuai peruntukannya dan/atau tidak dianggarkan kembali pada tahun anggaran berikutnya;
tunggakan pembayaran pinjaman Daerah;
pembayaran kembali atas pokok dan pembayaran bunga atas Pinjaman dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah;
tidak dilaksanakannya hibah Daerah induk kepada Daerah otonomi baru;
Daerah tidak dan/atau kurang membayar iuran jaminan kesehatan;
kebijakan pengamanan penerimaan negara;
pembebanan keuangan negara atas biaya yang timbul akibat adanya tuntutan hukum dan/atau putusan peradilan atas kasus/sengketa hukum yang melibatkan Pemerintah Daerah;
tidak terpenuhinya kewajiban Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan belanja wajib dalam APBD paling sedikit sebesar yang diamanatkan dalam peraturan perundang- undangan;
tidak terpenuhinya kewajiban Pemerintah Daerah terkait dengan penyesuaian tarif dan pengawasan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pemenuhan kewajiban penyelesaian tunggakan pembayaran beasiswa pendidikan mahasiswa Papua; dan/atau
pemenuhan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1a) Dalam hal Daerah yang memiliki kewajiban pembayaran Pinjaman PEN Daerah terkena penundaan dan/atau pemotongan penyaluran DAU atau DBH, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan tetap memperhitungkan DAU atau DBH yang menjadi hak Daerah sebesar kewajiban pembayaran Pinjaman PEN Daerah yang jatuh tempo pada saat pelaksanaan penundaan dan/atau pemotongan DAU atau DBH.
(1b) Dalam hal Daerah yang memiliki kewajiban pembayaran Pinjaman PEN Daerah terkena penundaan penyaluran DBH triwulan IV, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan tetap mengalokasikan DBH Triwulan IV sebesar kewajiban yang jatuh tempo pada saat pelaksanaan penundaan penyaluran DBH triwulan IV.
Dalam hal suatu Daerah dikenakan lebih dari 1 (satu) pemotongan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), besaran pemotongan penyaluran untuk setiap periode penyaluran dilaksanakan secara kumulatif paling banyak 50% (lima puluh persen) dari jumlah penyaluran periode bersangkutan.
Ketentuan mengenai tata cara pemotongan penyaluran TKD dalam hal terdapat Daerah tidak dan/atau kurang membayar iuran jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyelesaian tunggakan iuran jaminan kesehatan Pemerintah Daerah melalui pemotongan DAU dan/atau DBH.
Kebijakan pengamanan penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f antara lain berupa pemotongan pajak pusat pada saat penyaluran TKDD dari RKUN ke RKUD yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Belanja wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h meliputi:
Alokasi Dana Desa;
Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU;
belanja kesehatan;
belanja pendidikan; dan
belanja wajib lainnya yang besarannya ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan.
Ketentuan mengenai tata cara pemotongan penyaluran TKD untuk DTU atas pemenuhan kewajiban Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan belanja wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Di antara Pasal 59 dan Pasal 60 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 59A yang berbunyi sebagai berikut:
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69/PMK.06/2014 tentang Penentuan Kualitas Piutang dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih pa ...
Relevan terhadap
Piutang diklasifikasikan menjadi:
Piutang Perpajakan yang dikelola oleh Kementerian Keuangan, meliputi:
Piutang Pajak PPh Migas;
Piutang Pajak PPh Non Migas;
Piutang Pajak PPN;
Piutang Pajak PPnBM;
Piutang Pajak PBB;
Piutang Pajak Cukai dan Bea Meterai;
Piutang Pajak Perdagangan Internasional; dan
Piutang Pajak Lainnya. Piutang yang dikelola oleh KementerianjLembaga, meliputi:
Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam Non Migas;
Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya:
Piutang Tagihan Penjualan Angsuran;
Piutang Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi;
Piutang dari kegiatan Operasional Badan Layanan Umum;
Belanja Dibayar di MukajUang Muka Belanja;
Piutang Pelaksanaan Putusan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum Tetap;
Piutang Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan; dan
Piutang Lainnya yang Dikelola oleh Kementerian/ Lembaga.
Piutang yang dikelola oleh BUN, meliputi:
Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak, meliputi: a) Sumber Daya Alam Migas; dan b) Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara;
Piutang PT Perusahaan Pengelola Aset;
Piutang transfer ke Daerah;
Piutang Kredit Investasi Pemerintah;
Piutang Penerusan Pinjaman;
Piutang dari Kas Umum Negara;
Piutang Kelebihan Pembayaran Subsidi;
Piutang Pelaksanaan Putusan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum Tetap;
Piutang Berdasarkan Peraturan Perundang- undangan;
Piutang eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional;
Piutang eks Bank Dalam Likuidasi; dan
Piutang lainnya yang Dikelola oleh BUN.
Pengelolaan piutang oleh BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan oleh PPA BUN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Ketentuan ayat (4) Pasal 3 diubah, sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
Penentuan Kualitas Piutang yang dikelola oleh KementerianjLembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, dilakukan dengan ketentuan:
kualitas lancar apabila belum dilakukan pelunasan sampm dengan tanggal jatuh tempo yang ditetapkan;
kualitas kurang lancar apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Pertama tidak dilakukan pelunasan;
kualitas diragukan apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Kedua tidak dilakukan pelunasan; dan
kualitas macet apabila:
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Ketiga tidak dilakukan pelunasan; atau
Piutang telah diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Penentuan Kualitas Piutang yang dikelola oleh Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dilakukan dengan ketentuan:
kualitas lancar apabila piutang belum jatuh tempo;
kualitas kurang lancar apabila piutang tidak dilunasi pada saat jatuh tempo sampa1 dengan 1 (satu) tahun sejak jatuh tempo;
kualitas diragukan apabila piutang tidak dilunasi lebih dari 1 (satu) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun sejakjatuh tempo; dan
kualitas macet apabila piutang tidak dilunasi lebih dari 3 (tiga) tahun sejak jatuh tempo.
(2a) Penentuan jatuh tempo Piutang Pelaksanaan Putusan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b angka 7) dan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c angka 8) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
telah dinyatakan dalam amar Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, atau b. sejak tanggal diterimanya salinan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap oleh Kementerian/Lembaga atau PPA BUN yang bertanggung jawab melakukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih.
Penentuan Kualitas Piutang tidak dilakukan terhadap Belanja Dibayar di MukajUang Muka Belanja, Piutang transfer ke Daerah dan Piutang kelebihan pembayaran subsidi dalam hal Belanja Dibayar di Muka/Uang Muka Belanja, pembayaran transfer ke Daerah dan kelebihan pembayaran subsidi dimaksud dikompensasikan di tahun anggaran berikutnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenm penentuan Kualitas Piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), terhadap:
Piutang pajak di bidang perpajakan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak;
Piutang pajak di bidang kepabeanan dan cukai diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai; dan
Piutang Penerusan Pinjaman diatur dengan Peraturan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 1 2. Barang 2.
Barang Milik Daerah adalah semua barang ^yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung ^jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan Barang Milik Negara/Daerah. Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya. Penilai adalah pihak yang melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya. Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian berupa Barang Milik Negara/Daerah pada saat tertentu. Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan Barang Milik Negara/Daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara/Daerah yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembagalsatuan kerja perangkat daerah dan/atau optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan. FRES IDEN REPUBLTK INDONESIA -4- 1 1. Sewa adalah Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah oleh pihak lain dalam ^jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. 12. Pinjam Pakai adalah penyerahan Penggunaan barang antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau antar Pemerintah Daerah dalam ^jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada Pengelola Barangf Pengguna Barang. 13. Kerja Sama Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara/Daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak/pendapatan daerah dan sumber pembiayaan lainnya. 14. Bangun Guna Serah adalah Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan danf atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya ^jangka waktu. 15. Bangun Serah Guna adalah Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. 16. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur adalah kerja sama antara Pemerintah dan Badan Usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
16a. Kerja Sama Terbatas Untuk Pembiayaan Infrastruktur adalah optimalisasi Barang Milik Negara untuk meningkatkan fungsi operasional Barang Milik Negara guna mendapatkan pendanaan untuk pembiayaan penyediaan infrastruktur lainnya. 17, Pemindahtanganan 17. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara/ Daerah. 18. Penjualan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang. 19. T\rkar Menukar adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah yang dilakukan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, atau antara Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah dengan pihak lain, dengan menerima penggantian utama dalam bentuk barang, paling sedikit dengan nilai seimbang. 20. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat, antar Pemerintah Daerah, atau dari Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah kepada Pihak Lain, tanpa memperoleh penggantian. 21. Penyertaan Modal Pemerintah Pusatf Daerah adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham/aset neto/kekayaan bersih milik negara atau daerah pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara. 22. Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan Barang Milik Negara/Daerah. 23. Penghapusan adalah tindakan menghapus Barang Milik Negara/Daerah dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang, Pengguna Barang, dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya. 24. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik Negara/Daerah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Inventarisasi 2 25. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan Barang Milik Negara/ Daerah. 26. Daftar Barang Pengguna adalah daftar yang memuat data barang yang digunakan oleh masing-masing Pengguna Barang. 27. Daftar Barang Kuasa Pengguna adalah daftar yang memuat data barang yang dimiliki oleh masing- masing Kuasa Pengguna Barang. 28. Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian, adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. 29. Lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau Peraturan Perundang-undangan lainnya. 30. Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas Penggunaan Barang Milik Negara pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. 31. Pihak Lain adalah pihak-pihak selain Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Ketentuan huruf h ayat (2ll, ayat (3), dan ayat (4) Pasal 4 diubah, sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut: Pasal 4 (1) Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara adalah Pengelola Barang Milik Negara. (2) Pengelola Barang Milik Negara berwenang dan bertanggung jawab:
merumuskan kebijakan, mengatur, dan menetapkan pedoman pengelolaan Barang Milik Negara;
meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan Barang Milik Negara;
menetapkan trRES IDEN REFUBLIK INDONESIA -7 - c. menetapkan status penguasaan dan Penggunaan Barang Milik Negara;
mengajukan usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;
memberikan keputusan atas usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang yang tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Ralryat sepanjang dalam batas kewenangan Menteri Keuangan;
memberikan pertimbangan dan meneruskan usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Ralryat kepada Presiden;
memberikan persetujuan atas usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang yang tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sepanjang dalam batas kewenangan Menteri Keuangan;
menetapkan Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, atau Penghapusan Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang;
memberikan persetujuan atas usul Pemanfaatan Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang;
memberikan persetujuan atas usul Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Negara:
melakukan koordinasi dalam pelaksanaan Inventarisasi Barang Milik Negara dan menghimpun hasil Inventarisasi;
menyusun laporan Barang Milik Negara;
melakukan 3 trRES IDEN REPUEUK INDONESIA -8- m. melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan Barang Milik Negara; dan
men5rusun dan mempersiapkan laporan rekapitulasi Barang Milik Negara/Daerah kepada Presiden, jika diperlukan. (3) Pengelola Barang Milik Negara dapat melimpahkan kewenangan dan tanggung jawab tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (21 kepada Pengguna Barang I ^Kuasa ^Pengguna Barang. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan dan tanggung jawab tertentu yang dapat dilimpahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tata cara pelimpahannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Ketentuan ayat (2) Pasal 6 ditambah 1 (satu) huruf, yakni huruf a1, serta ayat (3) dan ayat (4) Pasal 6 diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut: Pasal 6 (1) Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pimpinan Kementerian/Lembaga adalah Pengguna Barang Milik Negara. (2) Pengguna Barang Milik Negara berwenang dan bertanggung ^jawab:
al. merumuskan kebijakan, mengatur, dan menetapkan pedoman pengelolaan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan Barang Milik Negara;
menetapkan Kuasa Pengguna Barang dan menunjuk pejabat yang mengurus dan menyimpan Barang Milik Negara;
mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran Barang Milik Negara untuk Kementerian/ Lembaga yang dipimpinnya; FRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -9- c. melaksanakan pengadaan Barang Milik Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perllndang- undangan;
mengajukan permohonan penetapan status Penggunaan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang;
menggunakan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga;
mengamankan dan memelihara Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya;
mengajukan usul Pemanfaatan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang;
mengajukan usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang;
menyerahkan Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang dipimpinnya dan tidak dimanfaatkan oleh Pihak Lain kepada Pengelola Barang;
mengajukan usul Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang;
melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas Penggunaan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya;
melakukan pencatatan dan Inventarisasi Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya; dan
men5rusun dan menyampaikan laporan barang pengguna semesteran dan laporan barang pengguna tahunan yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang.
Pengguna (3) Pengguna Barang Milik Negara dapat melimpahkan kewenangan dan tanggung jawab tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kuasa Pengguna Barang. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan dan tanggung jawab tertentu yang dapat dilimpahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tata cara pelimpahannya diatur oleh Pengguna Barang dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan Barang Milik Negara. 4 Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 16 (1) Pengelola Barang dapat melimpahkan kewenangan penetapan status Penggunaan atas Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan dengan kondisi tertentu kepada Pengguna BaranglKuasa Pengguna Barang. (21 Gubernur/Bupati/Walikota dapat melimpahkan kewenangan penetapan status Penggunaan atas Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan dengan kondisi tertentu kepada Pengelola Barang Milik Daerah. Ketentuan ayat (1) Pasal 19 diubah serta di antara ayat (1) dan ayat (21 Pasal 19 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b), sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai berikut: Pasal 19 (1) Barang Milik Negara:
pada Pengelola Barang; dan
yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Pengguna Barang; dapat digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya dalam jangka waktu tertentu tanpa harus mengubah status Penggunaan Barang Milik Negara tersebut. 5 6 trRES IDEN REPUBLIK INDONESIA - 11- (1a) Penggunaan sementara Barang Milik Negara pada Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan melalui keputusan Pengelola Barang. (1b) Penggunaan sementara Barang Milik Negara yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Pengelola Barang. (2) Barang Milik Daerah yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Pengguna Barang dapat digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya dalam jangka waktu tertentu tanpa harus mengubah status Penggunaan Barang Milik Daerah tersebut setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Gubernur / Bupati / Walikota. Ketentuan Pasal 27 drtarnbah 1 (satu) ayat, yakni ayat (2) sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut: Pasal 2T (1) Bentuk Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah berupa:
Sewa;
Pinjam Pakai;
Kerja Sama Pemanfaatan;
Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna; atau
Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur. (2) Selain bentuk Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bentuk Pemanfaatan Barang Milik Negara juga berupa Kerja Sama Terbatas Untuk Pembiayaan Infrastruktur.
Ketentuan 7 trRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -12- Ketentuan ayat (7), ayat (9), dan ayat (10) Pasal 29 diubah serta Pasal 29 ditambah I (satu) ayat, yakni ayat (11) sehingga Pasal 29 berbunyi sebagai berikut: Pasal 29 (1) Barang Milik Negara/Daerah dapat disewakan kepada Pihak Lain. (2) Jangka waktu Sewa Barang Milik Negara/Daerah paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. (3) Jangka waktu Sewa Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dapat lebih dari 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk:
kerja sama infrastruktur;
kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa lebih dari 5 (lima) tahun; atau
ditentukan lain dalam Undang-Undang. (4) Formula tarif/besaran Sewa Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan ditetapkan oleh:
Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau
Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah. (5) Besaran Sewa atas Barang Milik Negara/Daerah untuk kerja sama infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a atau untuk kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa lebih dari 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat mempertimbangkan nilai keekonomian dari masing- masing ^j enis infrastruktur. (6) Formula tarrf/besaran Sewa Barang Milik Negara/Daerah selain tanah dan/atau bangunan ditetapkan oleh:
Pengguna a. Pengguna Barang dengan ^persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau
Gubernur/Bupati/Walikota dengan berpedoman pada kebijakan pengelolaan Barang Milik Daerah, untuk Barang Milik Daerah. (7) Sewa Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan perjanjian, paling sedikit memuat:
para pihak yang terikat dalam perjanjian;
jenis, luas atau ^jumlah barang, besaran Sewa, dan ^jangka waktu;
tanggung ^jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selama ^jangka waktu Sewa; dan
hak dan kewajiban para pihak. (8) Hasil Sewa Barang Milik Negara/Daerah merupakan penerimaan negara dan seluruhnya wajib disetorkan ke rekening Kas Umum Negara/Daerah. (9) Penyetoran uang Sewa harus dilakukan sekaligus secara tunai sebelum ditandatanganinya perjanjian Sewa Barang Milik Negara/Daerah. (10) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) penyetoran uang Sewa Barang Milik Negara/Daerah dapat dilakukan secara bertahap dengan persetujuan Pengelola Barang atas:
Sewa untuk kerja sama infrastruktur; dan/atau
Sewa untuk Barang Milik Negara/Daerah dengan karakteristik/ sifat khusus.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Sewa untuk Barang Milik Negara/Daerah dengan karakteristik/sifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan untuk Barang Milik Negara dan Peraturan Menteri Dalam Negeri untuk Barang Milik Daerah. 8 Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 30 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 30 (1) Pinjam Pakai Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau antar Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. (2) Jangka waktu Pinjam Pakai Barang Milik Negara/Daerah paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. (3) Pinjam Pakai dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang paling sedikit memuat:
para pihak yang terikat dalam perjanjian;
jenis, luas atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka waktu;
tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan selama ^jangka waktu peminjaman; dan
hak dan kewajiban para pihak. Ketentuan ayat (4) Pasal 32 diubah dan Pasal 32 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (5) sehingga Pasal 32 berbunyi sebagai berikut: Pasal 32 (1) Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Negara/ Daerah dilaksanakan terhadap:
Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang;
Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh Pengguna Barang kepada Gubernur / Bupati / Walikota;
Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang; 9 d. Barang d. Barang Milik Daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh Pengguna Barang; atau
Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan. (2) Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh Pengelola Barang. (3) Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/ Bupati/Walikota. (41 Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang. (5) Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e, dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/ Bupati/Walikota.